BAB III METODOLOGI. Dalam kerangka pikir ini digambarkan secara sistematis pola pikir dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODOLOGI. Dalam kerangka pikir ini digambarkan secara sistematis pola pikir dalam"

Transkripsi

1 BAB III METODOLOGI 3.1 Kerangka Pikir Dalam kerangka pikir ini digambarkan secara sistematis pola pikir dalam penyelesaian tesis, dimana dalam kerangka pikir ini dimulai dari mengidentifkasikan isu pokok Departemen Pertanian dalam kebijakan ketahanan pangan, serta berbagai masalah yang ada. Selanjutnya dari kedua hal di atas ditentukan landasan teori pendukung guna kemudian dibuatkan solusinya berdasarkan suatu metodologi penelitian yang akan dilakukan. Penentuan metodologi yang digunakan di sesuaikan antara landasan teori dan kondisi organisasi. Hal ini bertujuan agar solusi yang didapatkan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Dengan demikian maka solusi Sistem Informasi Eksekutif yang sesuai dengan kebutuhan Departemen Pertanian, khususnya Badan Bimas Ketahanan Pangan dalam kebijakan ketahanan pangan dapat dibangun secara tepat. 25

2 26 1. Meningkatkan kualitas pengkajian, pengembangan dan penyusunan kebijakan yang menyangkut aspek ketersediaan, distribusi dan konsumsi, pemberdayaan dan kewaspadaan pangan 2. Ketersediaan informasi yang tepat, cepat dan akurat serta mudah digunakan Belum tersedianya tool /sistem untuk eksekutif dalam memanfaatkan data dan Informasi Kerawanan Pangan untuk mendukung pengambilan kebijakan 1. Analisis kerangka sitem ketahanan pangan 2. Analisis model bisnis penyediaan informasi eksekutif Badan Bimas Ketahanan Pangan 3. Analisis kebutuhan sistem informasi eksekutif dengan Metode CSF 4. Analisis struktur data serta jenis data yang digunakan dalam mendukung sistem informasi eksekutif PROTOTYPE SISTEM INFORMASI EKSEKUTIF KETAHANAN PANGAN Gambar 3.1 Kerangka Pikir

3 Model Bisnis Badan Bimas Ketahanan Pangan Sesuai dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1996, pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Sedangkan dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Departemen Pertanian, Badan Bimas Ketahanan Pangan sebagai salah satu organisasi pemerintah mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengembangan, dan koordinasi pemantapan ketahanan pangan. Pengkajian diarahkan untuk menghasilkan rumusan alternatif kebijakan, pengembangan diarahkan guna menginformasikan model-model pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, dan koordinasi diarahkan untuk menciptakan sinergi dan harmonisasi kebijakan, program pusat dan daerah, maupun antar pemerintah dan masyarakat (Badan Bimas Ketahanan Pangan, 2001). Subsistem yang mendukung terwujudnya ketahanan pangan adalah subsistem ketersediaan, subsistem distribusi dan subsistem konsumsi. Ketiga unsur subsistem ini saling berinteraksi dan pembangunan ketahanan pangan memerlukan harmonisasi dari ketiga subsistem ini (Badan Bimas Ketahanan Pangan). Secara garis besar kerangka sistem ketahanan pangan disajikan pada gambar berikut ini :

4 28 INPUT : KETERSEDIAAN DISTRIBUSI KONSUMSI OUTPUT Prasarana, Sarana dan Kelembagaan - Produksi - Pasca Panen - Pengolahan - Penyimpanan - Distribusi/ Pemasaran Kestabilan dan kesinambungan penyediaan pangan yang berasal dari : - Produksi dalam negeri - Ekspor impor - Cadangan Pangan Kestabilan harga pangan dan aksebilitas pangan - Antar waktu - Antar wilayah Kecukupan konsumsi dalam - Jumlah - Keragaman - Mutu gizi / Nutrisi - Keamanan Pemenuhan hak asasi atas pangan - Ketahanan Nasional - Ketahanan Ekonomi - Pemenuhan hak asasi atas pangan - Pengembangan SDM Berkualitas PENDEKATAN Pemberdayaan, Sistem Agribisnis, Koordinasi Faktor Pendukung : Kebijakan, Pengaturan dan Fasilitas Sistem Perdagangan Domestik dan Luar Negeri Gambar 3.2 Kerangka Sistem Ketahanan Pangan Sumber : Badan Bimas Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian. Rencana Strategis dan Program Kerja Pemantapan Ketahanan Pangan Tahun Dari kerangka sistem ketahanan pangan ini selanjutnya akan dianalisis untuk menentukan pihak-pihak yang dapat memenuhi kebutuhan bagi pembangunan subsistem ketersediaan, subsistem distribusi dan subsistem konsumsi. Model bisnis Badan Bimas Ketahanan Pangan dikaitkan dengan elemenelemen pendukung bagi terbangunnya sistem informasi Eksekutif Kerawanan Pangan digambarkan sebagai berikut :

5 29 Penyokong Data Ketersediaan Pangan Penyokong Data Distri busi Pangan Penyokong Data Konsumsi Pangan Badan Bimas Ketahanan Pangan INFORMASI EKSEKUTIF Gambar 3.3 Model Bisnis Informasi Eksekutif Badan Bimas Ketahanan Pangan Dari model bisnis tersebut didapatkan posisi Badan Bimas Ketahanan Pangan sebagai suatu instansi pemerintah yang mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengembangan, dan koordinasi pemantapan ketahanan pangan bekerja sama dengan pihak lain dalam menyajikan informasi Eksekutif Kerawanan Pangan, yaitu sebagai berikut : a. Penyokong Data Ketersediaan Pangan Yaitu pihak-pihak yang menyediakan data produksi dalam negeri, ekspor, impor serta stok/cadangan pangan nasional b. Penyokong Data Distribusi Pangan Meliputi pihak-pihak yang menyediakan data laporan distribusi, harga, dan aksebilitas pangan antar waktu dan wilayah. c. Penyokong Data Konsumsi Pangan Yaitu pihak-pihak yang mampu menyediakan jumlah konsumsi nasional, keragaman pangan, mutu gizi serta keamanan pangan nasional.

6 30 Berdasarkan model bisnis yang ada di Badan Bimas Ketahanan Pangan, selanjutnya digali informasi mengenai sumber-sumber penyedia dan penyokong data ketersediaan, konsumsi dan distribusi pangan. Metode pengumpulan data mengenai sumber-sumber penyedia dan penyokong data mengenai ketersediaan, konsumsi dan distribusi pangan guna mendukung EIS Ketahanan Pangan diperoleh melalui wawancara dengan para eksekutif dan staf pendukung di Badan Bimas Ketahanan Pangan. 3.3 Struktur Organisasi Struktur organisasi di Badan Bimas Ketahanan Pangan sebagai Eselon I di Departemen Pertanian adalah sebagai berikut : BADAN BIMAS KETAHANAN PANGAN SEKRETARIS BADAN BIMAS KETAHANAN PANGAN BAGIAN PERENCANAAN BAGIAN HUKUM, ORTALA DAN HUMAS BAGIAN EVALUASI BAGIAN UMUM PUSAT PENGEMBANGAN KETERSEDIAAN PANGAN PUSAT PENGEMBANGAN DISTRIBUSI PANGAN PUSAT PENGEMBANGAN KONSUMSI PANGAN PUSAT PEMBERDAYAAN KETAHANAN PANGAN PUSAT KEWASPADAAN PANGAN PEMANTAUAN PRODUKSI PANGAN SISTEM DISTRIBUSI BID. PENGANEKA- RAGAMAN KONS. PANGAN POLA PEMBERDAYAAN SISTEM INFORMASI KP CADANGAN PANGAN ANALISIS HARGA PANGAN KONSUMSI PANGAN LOKAL MOTIVASI DAN PROMOSI KERAWANAN DAN MUTU PANGAN Gambar 3.4 Struktur Organisasi Badan Bimas Ketahanan Pangan

7 31 Sistem jaringan informasi yang ada untuk mendukung pelaksanaan ketahanan pangan saat ini adalah sebagai berikut : PDP PWP Sesha Pusdatin Ditjen TP PKP BBKP Intranet Deptan Ditjen Horti PSP PPKPM Ditjen Nak! Anggota Dewan KP WFP Ditjen P2HP Pasar-pasar Induk Ditjen Bun Gizi.net Internet WWW Bakornas/ Satkorlak TPG FAO B2KP Daerah BPS BMG Gambar 3.5 Sistem Jaringan Informasi Kerawanan Pangan 3.4 Metode Analisis Metode analisis yang dilakukan untuk mengetahui kebutuhan sistem informasi eksekutif dalam menunjang pengambilan keputusan di Badan Bimas Ketahanan Pangan dilakukan berdasarkan hasil pengumpulan informasi tersebut di atas. Berdasarkan pada pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam pengumpulan informasi maka penelitian ini dilaksanakan melalui :

8 32 1. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan guna mempelajari literatur-literatur yang berhubungan dengan topik penelitian ini, yaitu mengenai pengembangan sistem informasi eksekutif. 2. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan dilakukan melalui pengamatan langsung, wawancara untuk memperoleh informasi. Wawancara dilakukan dengan orang-orang yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan di Badan Ketahanan Pangan. Informasi yang dibutuhkan misalnya mengenai struktur dan variabel-variabel data yang digunakan dalam pengambilan keputusan/ kebijakan. Dari hasil analisis kebutuhan informasi tersebut akan menghasilkan faktor penentu keberhasilan (CSF) dan kebutuhan informasi kritis yang diperlukan Badan Bimas Ketahanan Pangan, sehingga dapat dirancang suatu EIS. Dari rancangan ini akan dihasilkan informasi mengenai karakteristik variabel data yang sesuai dengan kebutuhan Badan Bimas Ketahanan Pangan dalam pengambilan keputusan/ kebijakan Metode Pengumpulan Informasi Pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan informasi dalam pengembangan Sistem Informasi Eksekutif di Badan Bimas Ketahanan Pangan ini adalah pendekatan Wetherbe. Tahap pertama yang dilakukan adalah wawancara dengan eksekutif dan beberapa staf struktural untuk

9 33 menentukan kebutuhan informasi yang diperlukan oleh eksekutif. Metode wawancara struktural tersebut meliputi wawancara dari perencanaan sistem bisnis (BSP) dan faktor penentu keberhasilan (CSF). Tahap selanjutnya membuat prototipe bagi kebutuhan eksekutif melalui pengujian dan modifikasi sistem. Pengujian dan modifikasi berlangsung selama beberapa tahap sampai kebutuhan yang terperinci dapat ditetapkan sesuai dengan keperluan eksekutif. Namun demikian, pada beberapa bagian tahapan dilakukan dengan pendekatan Watson dan Frolick serta pendekatan Volonino dan Watson. Pendekatan Watson dan Frolick digunakan dalam pendekatan dimensi sumber informasi, sedangkan pendekatan Volonino dan Watson digunakan dalam menyimpulkan kebutuhan dari sistem informasi yang ada sekarang. Pendekatan yang digunakan disesuaikan dengan kondisi organisasi Badan Bimas Ketahanan Pangan Metode Wawancara Metode wawancara dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Watson dan Frolick melalui pendekatan terhadap sumber informasi eksekutif. Kegiatan wawancara melalui interaksi langsung dilakukan meliputi diskusi informal tentang kebutuhan informasi, melacak kegiatan eksekutif maupun sesi CSF formal dengan eksekutif. Sedangkan interaksi tidak langsung dilakukan melalui diskusi dengan personil pendukung, pemeriksaan informasi

10 34 yang tidak dihasilkan komputer dengan struktural yang ada di Badan Bimas Ketahanan Pangan Struktur Data Pendukung Sistem Informasi Eksekutif Struktur dan jenis data yang digunakan dalam mendukung EIS di Badan Ketahanan Pangan meliputi data ketersediaan pangan yang meliputi produksi; distribusi yang meliputi akses pangan; dan konsumsi meliputi pola konsumsi masyarakat. Ketersediaan pangan termasuk didalamnya mengenai produksi beberapa jenis pangan strategis yaitu padi, palawija yang meliputi jagung, kedele, dan ubi kayu serta kacang tanah, susu sapi, telur, daging ayam, daging sapi, minyak goreng dan gula pasir. Ketersediaan jenis pangan strategis itu dihitung dari produksi, ekspor dan impor. Sedangkan untuk distribusi dihitung dari keragaman harga antar wilayah. Semakin tinggi keragaman harga antar wilayah dan berprilaku tidak konsisten menunjukkan belum efesiennya sistem distribusi (Badan Bimas Ketahanan Pangan, 2001). Selain itu juga keterjangkauan harga pangan oleh masyarakat dapat tercermin dari persentase pengeluaran untuk pangan dibandingkan dengan total pengeluarannya. Semakin rendah persentase pengeluarannya untuk membeli pangan menunjukkan bahwa semakin sedikit

11 35 porsi dari pendapatannya yang digunakan untuk membeli pangan yang berarti harga pangan semakin terjangkau. Keragaan konsumsi pangan dilihat dari rata-rata konsumsi energi per kapita per hari. Semakin tinggi konsumsi energi per kapita per hari menunjukkan meningkatnya ketahanan pangan masyarakat berdasarkan konsumsi energi. Namun ketiga kelompok data tersebut mempunyai batasan minimum dalam menentukan tingkat kerawanan di suatu wilayah. Batasan minimum tersebut digunakan sebagai indikator bagi tingkat kerawanan pangan. Penyusunan tingkat kerawanan pangan tersebut dibuat untuk setiap wilayah seperti propinsi, kabupaten dan kecamatan. Informasi mengenai struktur data pendukung EIS didapatkan melalui wawancara dengan para eksekutif di Badan Bimas Ketahanan Pangan. Berikut ini adalah struktur dan jenis data yang digunakan dalam mendukung EIS di Badan Bimas Ketahanan Pangan : 1. Komoditas : Padi dan Jagung. 2. Indikator : Ketersediaan Pangan : Produksi, Ekspor, Impor, penggunaan bibit, pakan ternak, panen yang tercecer Akses terhadap Pangan dan Pendapatan : Persentase penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan, Persentase Rumah tangga yang

12 36 tidak memiliki fasilitas listrik, panjang jalan yang dapat diakses roda empat, Pemanfaatan/Penyerapan Pangan : Persentase Rumah Tangga yang tinggal diatas 5 km dari fasilitas kesehatan, Persentase rumah tangga yang tanpa akses ke air bersih, Angka harapan hidup usia 1 tahun, Angka kematian bayi, Presentase perempuan buta huruf, Konsumsi Pangan : Konsumsi (Protein, Kalori), Pengeluaran, Jumlah penduduk. 3. Wilayah : Propinsi, Kabupaten, Kecamatan 4. Waktu : Tahunan, Semesteran, Triwulanan, Bulanan Prototyping Prototyping merupakan salah satu cara pengembangan sistem secara cepat dengan teknik modern, merupakan proses berulang yang melibatkan hubungan kerja sama antara perancang dan pengguna. Prototype dibangun untuk memberikan hasil (output) yang sederhana, dialog komputer, fungsi penting, keseluruhan subsistem atau bahkan keseluruhan sistem. Setiap prototype diamati oleh pengguna akhir dan manajemen, yang kemudian membuat rekomendasi tentang kebutuhan, metode, dan format. Prototype kemudian dikoreksi, ditingkatkan dan disempurnakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Teknologi prototyping melakukan revisi

13 37 dengan cara yang relatif cepat. Proses revisi dan pengamatan ulang dilanjutkan sampai prototype bisa diterima. Pendekatan prototipe ini merupakan proses tahap II pendekatan Wetherbe dalam proses mencari kebutuhan informasi. Prototipe dibuat setelah konsep kebutuhan informasi didapatkan pada fase I. Pengujian dan modifikasi prototipe dalam pendekatan Wetherbe berlangsung selama beberapa tahap sampai kebutuhan yang terperinci dapat ditetapkan. Sehingga pendekatan prototipe yang digunakan adalah melalui pendekatan Wetherbe. Menurut Alavi (1984), prototyping merupakan cara untuk membangun sebuah prototype dari sebuah sistem besar secara cepat. Namun prototype dapat berupa sebuah sistem yang kecil ataupun sistem yang lengkap dengan kemampuannya yang terbatas. Prototype dilakukan untuk memberikan gambaran dan perkiraan kepada yang berkepentingan terhadap sistem yang akan dibangun dan manfaatnya di masa mendatang. Prototyping yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan pembangunan sistem secara lengkap dengan kemampuan yang terbatas pada beberapa lokasi/wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN 38 BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN 4.1 Analisis Model Bisnis Proses Saat ini Pengumpulan data yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan bagi manajemen dilakukan secara manual dari berbagai pihak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Persentase konsumsi pangan di Indonesia

Gambar 1.1 Persentase konsumsi pangan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan sebagian besar hasil bumi merupakan hasil pertanian dan perkebunan. Hasil bumi tersebut merupakan salah satu faktor penting

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI A. Pendahuluan Berdasarkan Undang-undang Pangan Nomor: 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal. No.397, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 43/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cross section. Data

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cross section. Data III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cross section. Data cross section yaitu data yang terdiri dari satu objek namun memerlukan sub-objek lainnya

Lebih terperinci

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN A. Tugas Pokok dan Fungsi PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan

Lebih terperinci

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1)

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) 66 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 66-73 Mewa Ariani et al. ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) Mewa Ariani, H.P.S. Rachman, G.S. Hardono, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional

Lebih terperinci

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) P R O S I D I N G 58 Fahriyah 1*, Rosihan Asmara 1 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya *E-mail ria_bgl@yahoo.com

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang memiliki peranan strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena kedudukannya

Lebih terperinci

BKP LAHAT RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

BKP LAHAT RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BKP LAHAT RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) 2014-2018 PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ketahanan pangan di Kabupaten Lahat mempunyai peran

Lebih terperinci

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaksa organisasi ataupun perusahaan untuk membangun berbagai fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. memaksa organisasi ataupun perusahaan untuk membangun berbagai fasilitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dunia komputer dan telekomunikasi yang sedemikian pesat telah memaksa organisasi ataupun perusahaan untuk membangun berbagai fasilitas teknologi sistem informasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KLATEN NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN SUSUNAN ORGANISASI TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KETAHANAN PANGAN DAN PERIKANAN KABUPATEN

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

FOOD SECURITY : ANALISIS AKSES DAN KETERSEDIAAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : RHEMO ADIGUNO AGRIBISNIS

FOOD SECURITY : ANALISIS AKSES DAN KETERSEDIAAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : RHEMO ADIGUNO AGRIBISNIS FOOD SECURITY : ANALISIS AKSES DAN KETERSEDIAAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : RHEMO ADIGUNO 090304120 AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua. Samarinda, April 2016 Kepala, Ir. Fuad Asaddin, M.Si. Nip

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua. Samarinda, April 2016 Kepala, Ir. Fuad Asaddin, M.Si. Nip KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan SPM Bidang Ketahanan ini dapat kami selesaikan. Laporan ini merupakan salah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan esensial dan komoditas paling strategis dalam kehidupan manusia, pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak azasi manusia. Ketahanan pangan berdasarkan

Lebih terperinci

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun Tabel 5. Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun 3-8 VISI MISI TUJUAN SASARAN INDIKATOR SATUAN AWAL TARGET INDIKATOR 3 4 5 6 7 8 8 3 4 5 6 7 8 9 3 4 TERWUJUDNYA TEMANGGUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha

Lebih terperinci

yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang cenderung terus meningkat tampaknya akan menghadapi kendala yang cukup berat.

yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang cenderung terus meningkat tampaknya akan menghadapi kendala yang cukup berat. PROGNOSA KETERSEDIAAN PANGAN (BERAS, GULA PASIR, MINYAK GORENG, BAWANG MERAH, CABE MERAH, TELUR AYAM, DAGING AYAM, DAGING SAPI DAN KACANG TANAH) SAAT HBKN DI KOTA MEDAN Sukma Yulia Sirait 1), Ir. Lily

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN P R O S I D I N G 69 KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN Condro Puspo Nugroho 1*, Fahriyah 1, Rosihan Asmara 2 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN, PERTANIAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Pertanian sebagai instansi pemerintah dengan visi. pembangunan pertanian di era pasca reformasi ini adalah terwujudnya

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Pertanian sebagai instansi pemerintah dengan visi. pembangunan pertanian di era pasca reformasi ini adalah terwujudnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Departemen Pertanian sebagai instansi pemerintah dengan visi pembangunan pertanian di era pasca reformasi ini adalah terwujudnya pertanian tangguh untuk kemantapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masalah dalam mencukupi ketersediaan pangan adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masalah dalam mencukupi ketersediaan pangan adalah: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Menurut Suryana (2003), jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar, membutuhkan ketersediaan pangan yang cukup besar, yang tentunya akan memerlukan upaya dan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN Oleh : Tenaga Ahli Badan Ketahanan Pangan Dr. Ir. Mei Rochjat Darmawiredja, M.Ed SITUASI DAN TANTANGAN GLOBAL Pertumbuhan Penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN : SUBSISTEM KETERSEDIAAN

KETAHANAN PANGAN : SUBSISTEM KETERSEDIAAN KETAHANAN PANGAN : SUBSISTEM KETERSEDIAAN Aku sehat karena panganku cukup, beragam, bergizi seimbang, aman, dan halal TEORI KETAHANAN PANGAN Indikator Swasembada Pangan Kemandirian Pangan Kedaulatan Pangan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2015

LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2015 LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2015 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BADAN KETAHANAN PANGAN Jl. Panglima Batur Timur Banjarbaru Kalimantan Selatan Telp. 0511-4772471-4778047

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan minimal manusia yang mutlak harus dipenuhi untuk menjamin kelangsungan hidup. Kebutuhan pokok manusia terdiri atas, kebutuhan pangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2010

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2010 Dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian melaksanakan tugas pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang ketahanan pangan.

Lebih terperinci

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN Pengantar Survei Konsumsi Pangan Tujuan Survei Konsumsi Pangan Metode berdasarkan Jenis Data yang diperoleh Metode berdasarkan Sasaran Pengamatan Neraca Bahan Makanan Pola

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Pekanbaru, Mei 2009 KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI RIAU. Drs. H. SYAHRIL HERYANTO Pembina Utama Muda NIP.

KATA PENGANTAR. Pekanbaru, Mei 2009 KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI RIAU. Drs. H. SYAHRIL HERYANTO Pembina Utama Muda NIP. KATA PENGANTAR Berdasarkan peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lemabag Teknis Daerah Provinsi Riau, dimana

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN STRATEGIS DI KOTA MEDAN

ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN STRATEGIS DI KOTA MEDAN ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN STRATEGIS DI KOTA MEDAN Diah Winiarti Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sematera Utara Abstract This study aimed to analysis

Lebih terperinci

STABILISASI HARGA PANGAN

STABILISASI HARGA PANGAN STABILISASI HARGA PANGAN Oleh : Dr.Ir. Nuhfil Hanani AR DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2008 PERANAN KOMODITAS PANGAN PRODUSEN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN KONSUMEN RUMAH TANGGA AKSES UNTUK GIZI KONSUMEN

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI KABUPATEN PURWOREJO Menimbang a. bahwa

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN INDIKATOR KINERJA (IKU) INSTANSI VISI MISI TUJUAN TUGAS : BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN :

Lebih terperinci

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Oleh : Dr. Ir. Achmad Suryana, MS Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian RI RINGKASAN Berbagai

Lebih terperinci

MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN NASIONAL

MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN NASIONAL MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN NASIONAL Dr. Ir. Mei Rochjat Darmawiredja, M.Ed Sekretaris Badan Ketahanan Pangan Disampaikan pada: Rakor DKP Provinsi Jawa Tengah Rabu, 29 April 2015 1 I. PENDAHULUAN 2 Posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia Tenggara, jumlah penduduknya kurang lebih 220 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% per

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG PENGGALIAN DATA UNTUK PEMETAAN Rosihan Asmara, SE, MP Email :rosihan@brawijaya.ac.id UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Peta Kerawanan Pangan Peta kerawanan pangan pada tingkat provinsi merupakan alat-bantu

Lebih terperinci

KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN BERDASARKAN INDIKATOR KETAHANAN PANGAN KOMPOSIT

KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN BERDASARKAN INDIKATOR KETAHANAN PANGAN KOMPOSIT KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN BERDASARKAN INDIKATOR KETAHANAN PANGAN KOMPOSIT Sebagaimana disebutkan di dalam Bab 1, bahwa kondisi kerentanan terhadap kerawanan pangan kronis secara komposit ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tetapi kontradiktif dalam sistem usaha tani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen dari seluruh

Lebih terperinci

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. struktur organisasi dan pembagian tugas berdasarkan Keputusan Presiden R.I. No.

BAB III METODOLOGI. struktur organisasi dan pembagian tugas berdasarkan Keputusan Presiden R.I. No. BAB III METODOLOGI 3.1 Gambaran Umum Instansi 3.1.1 Sejarah Berdiri Kementerian Pertanian terdiri dari beberapa unit Eselon I dengan tujuan struktur organisasi dan pembagian tugas berdasarkan Keputusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menghadapi perubahan yang sedang dan akan terjadi akhir-akhir ini dimana setiap organisasi publik diharapkan lebih terbuka dan dapat memberikan suatu transparansi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bontang, Desember 2015 Kepala, Ir. Hj. Yuli Hartati, MM NIP LAKIP 2015, Kantor Ketahanan Pangan Kota Bontang

KATA PENGANTAR. Bontang, Desember 2015 Kepala, Ir. Hj. Yuli Hartati, MM NIP LAKIP 2015, Kantor Ketahanan Pangan Kota Bontang KATA PENGANTAR Dengan Mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2015 Kantor Ketahanan Pangan Kota Bontang telah selesai disusun.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sebagian besar petani di Indonesia. Hal

BAB III METODE PENELITIAN. belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sebagian besar petani di Indonesia. Hal 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Indonesia merupakan negara agraris yang mana sebagian besar dari penduduknya bekerja disektor pertanian. Namun, sektor pertanian ini dinilai belum mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Rakornas Bidang Pangan Kadin 2008

Pendahuluan. Rakornas Bidang Pangan Kadin 2008 Pendahuluan Amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, menyebutkan bahwa Ketahanan Pangan sebagai : Kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi

Lebih terperinci

BUTIR KEGIATAN ANALIS KETAHANAN PANGAN BIDANG KERAWANAN PANGAN

BUTIR KEGIATAN ANALIS KETAHANAN PANGAN BIDANG KERAWANAN PANGAN BUTIR KEGIATAN ANALIS KETAHANAN PANGAN BIDANG KERAWANAN PANGAN Hotel Royal 26-29 September 2016 BIDANG KERAWANAN PANGAN PUSAT KETERSEDIAAN DAN KERAWANAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara mampu memenuhi sendiri kebutuhannya. Sehingga hal yang lazim disaksikan adalah adanya kerjasama

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No.7 tahun 1996 tentang Pangan).

tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No.7 tahun 1996 tentang Pangan). Pangan : segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh SAMBUTAN SEKRETARIS BADAN KETAHANAN PANGAN PADA ACARA WORKSHOP KETAHANAN PANGAN NASIONAL 2015 Bali, 25 Juni 2014 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Selamat sore dan salam sejahtera bagi kita semua;

Lebih terperinci

BUTIR KEGIATAN ANALIS KETAHANAN PANGAN BIDANG AKSES PANGAN

BUTIR KEGIATAN ANALIS KETAHANAN PANGAN BIDANG AKSES PANGAN BUTIR KEGIATAN ANALIS KETAHANAN PANGAN BIDANG AKSES PANGAN oleh: Ir. Hasanuddin Rumra, M.Si. Kepala Bidang Akses Pangan BADAN KETAHANAN PANGAN - KEMENTERIAN PERTANIAN RI A. DASAR HUKUM JABATAN FUNGSIONAL

Lebih terperinci

B. TUGAS membantu Kepala Dinas dalam menyelenggarakan ketersediaan dan kerawanan pangan serta distribusi pangan.

B. TUGAS membantu Kepala Dinas dalam menyelenggarakan ketersediaan dan kerawanan pangan serta distribusi pangan. 1. Nama : H. AEP SARIPUDIN, ST, MM 2. NIP : 19660317 199403 1 005 3. Pangkat/Gol : Pembina / IV.a 4. Jabatan : Kabid. Ketersediaan dan Distribusi Pangan 5. Eselon : III (Tiga) / 6.. Pendidkan : S2 8. HP

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 - 2-3. 4. 5. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN 4.1 Analisis Perencanaan Strategi Informasi 4.1.1 Departemen Pertanian Unit organisasi Departemen Pertanian dapat dilihat pada Gambar 4.1. Struktur Organisasi Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

Kualitas Gizi Faktor Penting Pembangunan

Kualitas Gizi Faktor Penting Pembangunan Kebijakan Strategis RAN-PG 2016-2019: Kualitas Gizi Faktor Penting Pembangunan Prof. Dr. Bustanul Arifin barifin@uwalumni.com Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian UNILA Dewan Pendiri dan Ekonom Senior INDEF

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam Permentan No 65 Tahun 2010 mengenai Petunjuk Teknis Standard Pelayanan Bidang Ketahanan

Lebih terperinci

TERM of REFERENCE JUMLAH DESA MANDIRI PANGAN YANG DIBERDAYAKAN TAHUN Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Pertanian

TERM of REFERENCE JUMLAH DESA MANDIRI PANGAN YANG DIBERDAYAKAN TAHUN Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Pertanian TERM of REFERENCE JUMLAH DESA MANDIRI PANGAN YANG DIBERDAYAKAN TAHUN 2013 Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Pertanian Unit Eselon I : Badan Ketahanan Pangan Program : Peningkatan Diversifikasi dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 78 TAHUN 2001 SERI D.75 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 78 TAHUN 2001 SERI D.75 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 78 TAHUN 2001 SERI D.75 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh manusia guna memenuhi asupan gizi dan sebagai faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Salah satu

Lebih terperinci

NERACA BAHAN MAKANAN BAB I PENDAHULUAN

NERACA BAHAN MAKANAN BAB I PENDAHULUAN NERACA BAHAN MAKANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Neraca Bahan Makanan (NBM) merupakan salah satu alat informasi untuk memahami situasi penyediaan pangan di suatu daerah. Gambaran situasi pangan

Lebih terperinci

Statistik Konsumsi Pangan 2012 KATA PENGANTAR

Statistik Konsumsi Pangan 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan ketersediaan dan pelayanan data dan informasi pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian menerbitkan Buku Statistik Konsumsi Pangan 2012. Buku ini berisi

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan yang sampai saat ini dianggap sebagai komoditi terpenting dan strategis bagi perekonomian adalah padi, karena selain merupakan tanaman pokok bagi sebagian

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR : 13 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI KANTOR KETAHANAN PANGAN KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Perkiraan Ketersediaan Dan Kebutuhan Pangan Strategis Periode Hbkn Puasa Dan Idul Fithri 2017 (Mei-Juni)

Perkiraan Ketersediaan Dan Kebutuhan Pangan Strategis Periode Hbkn Puasa Dan Idul Fithri 2017 (Mei-Juni) Dan Kebutuhan Pangan Strategis Periode Hbkn Puasa Dan Idul Fithri 2017 (Mei-Juni) Kultur budaya sebagian besar masyarakat Indonesia dalam menyambut dan merayakan HBKN umumnya membutuhkan bahan pangan dalam

Lebih terperinci

Survei Konsumsi Bahan Pokok, 2015

Survei Konsumsi Bahan Pokok, 2015 BADAN PUSAT STATISTIK Survei Konsumsi Bahan Pokok, 2015 ABSTRAKSI Ketahanan pangan dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana terpenuhinya kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk Indonesia. Hal ini tercermin

Lebih terperinci