BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Pengertian Manajemen Menurut Robbins dalam bukunya yang berjudul Perilaku organisasi (2006, p7), mengatakan bahwa Manajemen adalah proses mengkoordinasi, dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien, dan efektif melalui orang lain. Menurut Hasibuan dalam bukunya yang berjudul Manajemen Sumber Daya manusia (2007, p1), Manajemen adalah ilmu, dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia, dan sumber-sumber lainnya secara efektif, dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut Robbins dan Coulter (2004, p6), manajemen adalah proses pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Efisiensi adalah memperoleh output terbesar dengan input terkecil; digambarkan sebagai melakukan segala sesuatu dengan benar. Efektivitas adalah menyelesaikan kegiatan-kegiatan sehingga sasaran organisasi dapat tercapai digambarkan sebagai melakukan segala sesuatu yang benar. Menurut Sihotang dalam bukunya yang berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia (2007, p1) menjelaskan bahwa manajemen adalah perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya lain yang ada dalam organisasi, guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Kertonegoro (1982, p2) definisi manajemen dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: 8

2 9 a. Definisi manajemen sebagai suatu seni (art), seperti yang diberikan Mary Parker Follet, Seni dalam penyelesaian pekerjaan melalui orang lain. b. Definisi manajemen sebagai ilmu pengetahuan (science) seperti yang diberikan Luther Gulick, Bidang pengetahuan yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem kerja-sama ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan. c. Definisi manajemen sebagai suatu proses (process) seperti yang diberikan oleh James A.F. Stoner, Proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan kegiatan anggota organisasi, dan penggunaan tujuan organisasi yang sudah ditentukan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan suatu seni, pengetahuan, dan proses mengkoordinasikan dan mengintegrasikan suatu kegiatan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu Fungsi Manajemen Menurut Robbins (2006, p11), fungsi manajemen terbagi dalam empat fungsi yang setiap fungsinya saling berkaitan. Empat fungsi manajemen tersebut terdiri dari: 1. Planning (Merencanakan) Yaitu mencakup mendefinisikan tujuan, penetapan strategi, dan mengembangkan rencana untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan. Hal tersebut dilakukan agar departemen sumber daya manusia dapat menyediakan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. 2. Organizing (Mengatur) Yaitu menentukan tugas-tugas apa saja yang dikerjakan, siapa yang mengerjakan, bagaimana tugas-tugas dikelompokkan, siapa yang melapor pada siapa, dan di tingkat mana keputusan-keputusan harus dibuat. 3. Leading (Memimpin)

3 10 Yaitu meliputi kegiatan memotivasi bawahan, mengarahkan, menyeleksi saluran komunikasi yang paling efektif, dan memecahkan konflik. 4. Controlling (Pengendalian) Yaitu memantau kegiatan-kegiatan untuk memastikan bahwa semua orang mencapai apa yang telah direncanakan, dan mengkoreksi penyimpangan-penyimpangan yang signifikan Pengertian Sumber Daya Manusia Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan satu-satunya sumber daya yang memilki akal perasaan, keinginan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya, dan karsa (rasio, rasa, dan karsa). Semua potensi tersebut berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam mencapai tujuan. Betapapun majunya teknologi, perkembangan informasi, tersedianya modal dan memadainya bahan, jika tanpa SDM sulit bagi organisasi itu untuk mencapai tujuannya. (Sutrisno, 2009, p1). Werther dan Davis (1996) menyatakan bahwa Sumber Daya Manusia adalah Pegawai yang siap, mampu, dan siaga dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Sebagaimana dikemukakan bahwa dimensi pokok sisi sumber daya adalah kontribusinya terhadap organisasi, sedangkan dimensi pokok manusia adalah perlakuan kontribusi terhadapnya yang pada gilirannya akan menentukan kualitas dan kapabilitas hidupnya. (Sutrisno, 2009, p1). Dengan berpegang pada definisi tersebut di atas, kita harus memahami bahwa sumber daya manusia harus diartikan sebagai kekuatan yang berasal dari manusia-manusia yang dapat didayagunakan oleh organisasi. Dengan berpegang pada pengertian tersebut, istilah Sumber Daya Manusia adalah manusia bersumber daya dan merupakan kekuatan (power). (Sutrisno, 2009, p2). Sedangkan menurut Samsudin, SDM adalah orang-orang yang merancang dan menghasilkan barang atau jasa, mengawasi mutu, memasarkan produk, mengalokasikan

4 11 sumber financial serta merumuskan seluruh strategi dan tujuan organisasi. (Samsudin, 2006, p20). Jadi, dapat disimpulkan SDM adalah sumber daya yang berasal dari manusia yang memiliki akal perasaan, keinginan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya, karsa, dan kekuatan untuk menghasilkan sesuatu guna mencapai tujuan-tujuan organisasi Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah suatu kegiatan pengelolaan yang meliputi pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa bagi manusia sebagai individu anggota organisasi atau perusahaan bisnis. (Samsudin 2006, p22). Menurut Sihotang (2007, p1), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian terhadap pengadaan, seleksi, tes penyaringan, pelatihan, penempatan, kompensasi, pengembangan, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemberhentian atau pensiun sumber daya manusia dari organisasi. Dalam bukunya yang berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia dan Perusahaan, Rivai (2004, p1) menjelaskan bahwa MSDM merupakan salah satu bidang dari manajemen yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi/bidang produksi pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Karena Sumber Daya Manusia (SDM) dianggap semakin penting perannya dalam pencapaian tujuan perusahaan, maka berbagai pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang SDM dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang disebut manajemen sumber daya manusia. Istilah manajemen mempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya memanage (mengelola) sumber daya manusia. Manajemen SDM atau pengelolaan SDM menurut Hasibuan (2007, p111) berarti penyiapan dan pelaksanaan suatu rencana yang terkoordinasi untuk menjamin bahwa SDM yang ada dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan organisasi.

5 12 MSDM merupakan kegiatan perencanaan, pengadaan, pemeliharaan, serta penggunaan SDM untuk mencapai tujuan baik secara individu maupun organisasi. (Sutrisno, 2009, p4). Menurut Ike Kusdyah Rachmawati dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia (2008, p1) sumber daya manusia kini makin berperan besar bagi kesuksesan suatu organisasi. Banyak organisasi menyadari bahwa unsur manusia dalam suatu organisasi dapat memberikan keunggulan bersaing. Mereka membuat sasaran, strategi, inovasi, dan mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, sumber daya manusia merupakan salah satu unsur yang paling vital bagi organisasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan suatu proses yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian terhadap manusia sehingga dapat mencapai tujuan organisasi Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Berdasarkan pendapat Cushway (2002, p6-7) tujuan dari Manajemen Sumber Daya Manusia bervariasi antara satu organisasi dengan organisasi yang lain, tergantung pada tingkat perkembangan organisasi, yang mencakup hal-hal berikut: 1. Memberikan saran kepada manajemen tentang kebijakan Sumber Daya Manusia guna memastikan organisasi memiliki tenaga kerja yang bermotivasi dan berkinerja tinggi, serta dilengkapi dengan sarana untuk menghadapi perubahan yang dapat memenuhi kebutuhan pekerjaannya. 2. Melaksanakan dan memelihara semua kebijakan, dan prosedur SDM yang diperlukan untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi. 3. Membantu perkembangan arah, dan strategi organisasi secara keseluruhan, terutama dengan memperhatikan segi-segi SDM. 4. Menyediakan bantuan dan menciptakan kondisi yang dapat membantu manajer lini dalam mencapai tujuan mereka.

6 13 5. Mengatasi krisis, dan situasi sulit dalam hubungan antar pegawai untuk memastikan tidak adanya gangguan dalam pencapaian tujuan organisasi. 6. Menyediakan sarana komunikasi antara karyawan dengan manajemen organisasi. 7. Bertindak sebagai penjamin standar, dan nilai organisasi dalam pengelolaan SDM. Menurut pendapat Samsudin (2006, p30), tujuan manajemen sumber daya manusia adalah memperbaiki kontribusi produktif orang-orang atau tenaga kerja terhadap organisasi atau perusahaan dengan cara bertanggung jawab secara strategis, etis, dan sosial. Dalam praktiknya, manajemen sumber daya manusia dimulai dari penetapan tujuan, baik tujuan jangka pendek maupun jangka panjang, tujuan organisasi maupun tujuan fungsional, hingga target pemasaran. Secara spesifik, tujuan manajemen sumber daya manusia dalam sebuah organisasi adalah mengelola dan mengembangkan kompetensi personil agar mampu merealisasikan misi organisasi, dimana dapat diartikan bahwa semua aktivitas manajemen sumber daya manusia berorientasi pada pengembangan dan pemanfaatan kompetensi karyawan. Secara sinergis, kompetensi individu akan membentuk kompetensi kelompok dimana akan mendorong terjadinya pembentukan kompetensi inti organisasi. 2.2 Job Insecurity Istilah job insecurity lebih sering digunakan dalam literature dibandingkan istilah job security. Menurut Rogelberg, job insecurity is powerleness to assure desired continuity of one s job or job components when either the job or its components is threatened. Artinya adalah ketidakberdayaan untuk menjamin kesinambungan dari satu pekerjaan atau komponen-komponen pekerjaan pada saat pekerjaan atau komponen pekerjaan dalam keadaan terancam. Job insecurity tidak hanya terhadap potensi kerugian dari pekerjaan itu sendiri, tetapi juga pada terancam hilangnya komponen kunci dari pekerjaan, seperti kegiatan-kegiatan pengawasan. Definisi yang lebih lengkap tentang job insecurity berasal dari tema-tema yang mendasari antisipasi, resiko, dan ketidakberdayaan. Job insecurity difokuskan pada mengantisipasi kemungkinan peristiwa masa depan, yaitu kehilangan

7 14 pekerjaan. Fokus masa depan dari job insecurity menunjukkan bahwa job insecurity dihadapkan dengan mempertimbangkan konsekuensi yang akan membawa kehilangan pekerjaan, seperti beban keuangan. Job insecurity yang juga melibatkan resiko kehilangan pekerjaan atau kehilangan komponen-komponen pekerjaan yang bernilai. Kerugian mungkin hanya keuangan, atau bisa juga nonfisik, seperti kehilangan status yang disediakan oleh pekerjaan. Definisi job insecurity juga sering menggabungkan konsep ketidakberdayaan untuk mengurangi rasa tidak aman. (Rogelberg, 2007, p416). Sementara Smithson dan Lewis (2000, p680) mengartikan job insecurity sebagai kondisi psikologis seseorang (karyawan) yang menunjukkan rasa bingung atau merasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah (perceived impermanance). Kondisi ini muncul karena banyaknya jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Makin banyaknya jenis pekerjaan dengan durasi waktu yang sementara atau tidak permanen, menyebabkan semakin banyaknya karyawan yang mengalami job insecurity (Smithson dan Lewis, 2000, p680). Keamanan kerja adalah sikap supportif atau mendukung terhadap kenyamanan atau keyakinan bagi karyawan akan kelangsungan pekerjaan dalam suatu perusahaan. Keamanan kerja adalah dukungan dari perusahaan baik untuk kenyamanan personal maupun fasilitas dalam lingkungan kerja agar karyawan dapat melakukan pekerjaan dengan baik. (Ashford, Lee dan Bobko,1989). Menurut Abraham Maslow, keamanan merupakan salah satu dari hierarki kebutuhan diri. Keamanan meliputi keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional. (Robbins, 2006, p209). Menurut Salmon dan Heery (2000) dalam Bryson and Harvey (2000, p28) karyawan di negara majupun mengalami rasa tidak aman yang makin meningkat karena ketidakstabilan terhadap status kepegawaian mereka dan tingkat pendapatan yang makin tidak bisa diramalkan. Dengan berbagai perubahan yang terjadi dalam organisasi, karyawan

8 15 sangat mungkin merasa terancam, gelisah, dan tidak aman karena potensi perubahan untuk mempengaruhi kondisi kerja dan kelanjutan hubungan serta balas jasa yang diterimanya dari organisasi. Menurut Bryson dan Harvey (2000, p28) rasa tidak aman dalam bekerja dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni subyektif dan obyektif. Rasa tidak aman yang sifatnya obyektif umumnya dikaitkan dengan indikator yang jelas seperti job tenure, untuk mengetahui kestabilan karyawan dalam organisasi. Sementara rasa aman yang subyektif relatif sulit untuk diamati secara langsung karena indikator yang digunakan adalah ancaman terhadap hilangnya pekerjaan dan konsekuensi dari hilangnya pekerjaan tersebut, sebagaimana yang dirasakan oleh karyawan yang bersangkutan. Menurut Burchell, Day & Hudson (2000) yang dikutip oleh Kurniasari (2004, p46), hasil studi menunjukkan bahwa dalam job insecurity terdapat elemen-elemen multidimensi. Sebagai contoh, banyak karyawan tidak mencemaskan tentang hilangnya pekerjaan semata, tetapi yang mereka cemaskan adalah hilangnya kekuatan (power) yang dimiliki atas pekerjaan yang dilakukan ataupun kesempatan-kesempatan yang ditawarkan oleh pekerjaan tersebut seperti status atau promosi. Ada beberapa perbedaan antara rasa tidak aman yang sifatnya nyata (obyektif) dan rasa aman yang sifatnya subyektif. Menurut Sengenberger (1995), ada 3 aspek rasa aman dalam bekerja yang saling berkaitan (three inter-related aspects of work based security) yakni (Smithson dan Lewis, 2000, p680): 1. Job security: rasa aman dalam bekerja yaitu kesempatan untuk menjadi pegawai tetap pada perusahaan yang sama 2. Employer security: menjadi karyawan dengan jenis pekerjaan atau pada lokasi yang berbeda namun masih dalam perusahaan yang sama. 3. Employment security: mencakup didalamnya kesempatan untuk berganti perusahaan.

9 16 Ada beberapa tingkatan situasi yang dirasa tidak aman diantara karyawan. Ada karyawan yang merasa tidak aman (insecure) namun digaji tinggi karena keahliannya yang jarang dimiliki orang (misal tenaga ahli komputer seperti penangkal Hacker). Individu semacam ini memiliki high employment security yang tinggi, namun job securitynya rendah. Ada pula karyawan yang memiliki kontrak kerja namun merasa tidak aman akan seberapa lama kontrak itu bisa diperpanjang lagi. Kondisi impermanence serta adanya keserbatidakpastian semacam ini membuat job insecurity mempengaruhi karyawan, utamanya yang masih muda. Kondisi semacam ini sesuai dengan hasil studi yang dilakukan oleh Lucey (1996) yang menyatakan bahwa karyawan yang berusia muda dan berasal dari kalangan sosial menengah keatas serta memiliki keterampilan yang cukup sekalipun tetap merasakan ketidakpastian akan apa yang terjadi di dunia kerja di masa depan. Menurut Furlong & Cartmel (1997), kondisi dunia yang serba tidak pasti ini juga berkaitan dengan segala bentuk ketidakpastian yang dihadapi karyawan muda, misalnya masalah pernikahan dan keinginan memiliki rumah atau mandiri (Smithson dan Lewis, 2000, p680). Potter, Steers, Mowday, dan Boulian (1974) menyatakan bahwa kepuasan mencerminkan reaksi emosional individu sehubungan dengan aspek-aspek dalam lingkungan pekerjaannya. Karena job insecurity mencerminkan serangkaian pandangan individu mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja sebagai respon emosional utama pada pekerjaan (Ashford, Lee dan Bobko,1989). Karyawan menggantungkan diri pada organisasi untuk memenuhi kontrak psikologis antara mereka (Buchanan, 1974). Timbulnya job insecurity mencerminkan pandangan individu bahwa organisasi sudah melalaikan kontrak tersebut dalam hubungannya dengan aspek kerja tertentu, akibatnya loyalitas akan terpengaruh secara negatif (Romzek, 1985) (Suwandi dan Indriantoro, 1999, p3).

10 Pengaruh dari Job Insecurity Dari hasil beberapa studi yang dilakukan (dalam Greenglass, dkk, 2002), ditemukan adanya pengaruh job insecurity terhadap karyawan, diantaranya sebagai berikut: 1. Meningkatnya ketidakpuasan dalam bekerja, 2. Meningkatnya gangguan fisik, 3. Meningkatnya gangguan psikologi. Menurut Roskies dan Louise Guerin (1990), penurunan kondisi kerja seperti rasa tidak aman (insecure) menurunkan kualitas individu bukan dari pekerjaannya semata, namun juga mengarahkan pada munculnya rasa kehilangan martabat (demotion) yang pada akhirnya menurunkan kondisi psikologis dari karyawan yang bersangkutan. Jangka panjangnya akan muncul ketidakpuasan dalam bekerja dan akan mengarah pada turnover intention, 4. Karyawan cenderung menarik diri dari lingkungan kerjanya, 5. Makin berkurangnya komitmen organisasi. Job insecurity juga mempengaruhi komitmen kerja dan perilaku kerja, 6. Peningkatan jumlah karyawan yang berpindah (employee turnover) Faktor yang Mempengaruhi Job Insecurity Hasil studi oleh Pasewark dan Strawser (1996) mengidentifikasi empat prediktor dari job insecurity yang dihadapi karyawan. Empat prediktor tersebut adalah : 1. Konflik peran (Katz & Kahn, 1978) 2. Ketidakjelasan peran (Greenhalgh & Rosenblatt, 1984), 3. Locus of control (Anderson, Hellriegel, & Slocum, 1977) 4. Perubahan organisasi (Schweiger & Ivancevich, 1985). Dalam usaha untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi, karyawan dituntut untuk bekerja secara maksimal. Namun di sisi lain karyawan juga memiliki harapan-harapan tertentu akan keberadaannya di organisasi.

11 18 Konflik peran berhubungan dengan adanya dua rangkaian tuntutan yang bertentangan. Jika pertentangan antara satu peran dengan peran yang lain begitu besarnya, maka rasa tidak aman yang dialami oleh karyawan cenderung semakin besar. Munculnya konflik peran meningkatkan kecemasan karyawan untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik dan memenuhi kontrak psikologisnya pada perusahaan, mempertimbangkan pandangan organisasi atas kelalaian kontrak tersebut, karyawan akan merasakan peningkatan job insecurity. Faktor yang berhubungan dengan ketidakjelasan peran meliputi koordinasi arus kerja, pelanggaran dalam rantai komando, dan kecukupan komunikasi merupakan tanggung jawab atasan. Dengan banyaknya tuntutan pekerjaan dan tekanan waktu dalam tugas, ketidakcukupan pengawasan oleh atasan akan berakibat karyawan harus menebak dan memprediksi setiap tindakannya pada saat berhadapan dengan masalah-masalah tersebut. Tanpa aturan yang jelas dan masukan dari lingkungan (atasan), akan semakin tinggi tingkat ketidakjelasan peran yang dihadapi. Akibatnya, dengan proses yang sama seperti konflik peran, ketidakjelasan peran akan meningkatkan job insecurity. Locus of control (pandangan pusat pengendalian) mencerminkan tingkat kepercayaan individu mengenai kemampuannya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian yang berhubungan dengan kehidupannya. Individu dengan pandangan pusat pengendalian eksternal percaya bahwa kekuatan lingkungan yang menentukan nasibnya dan sedikit kemampuannya untuk mempengaruhi kejadian tersebut. Sebaliknya individu dengan pandangan pusat pengendalian internal percaya bahwa mereka dapat mempengaruhi kejadian-kejadian dalam hidupnya dan mempunyai kemampuan menghadapi ancaman yang timbul dari lingkungannya (Mitchell, Smyser, & Weed, 1975). Akibat dari situasi tersebut, individu dengan pandangan pusat pengendalian internal berusaha mencari cara menyelesaikan masalah dan karena keyakinan yang lebih tinggi, maka ancaman yang timbul kurang mempengaruhi persepsinya mengenai pekerjaan misalnya job insecurity yang

12 19 dirasakan lebih rendah. Sebaliknya individu eksternal lebih mudah merasa terancam dan merasa tidak berdaya akibatnya jika individu tersebut menghadapi perubahan negatif dalam pekerjaannya job insecurity yang dirasakan lebih tinggi (Suwandi & Indriartoro,1999, p3-4). Menurut Suhartono (2007, p61-64), ada beberapa hal yang bisa menjadi sumber permasalahan kerja antara lain: a. Kondisi pekerjaan Yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu yang dimaksud, baik itu berinteraksi langsung maupun tidak langsung dengan pekerja yang bersangkutan, meliputi: Lingkungan kerja. Masalah seringkali timbul karena pekerja merasa tidak nyaman dengan lingkungannya, seperti bekerja di suatu ruangan yang tidak nyaman, panas, sirkulasi udara yang kurang memadai, ruangan kerja yang sangat padat, lingkungan yang kurang bersih, serta berisik. Tentu saja hal ini akan sangat mengganggu kepada kenyamanan kita bekerja. Overload. Kelebihan beban kerja akan mengakibatkan kita mudah lelah dan berada dalam tegangan tinggi. Overload dibedakan menjadi dua yaitu overload secara kuantitatif dan overload secara kualitatif. Overload secara kuantitatif maksudnya adalah jika pekerjaan yang kita terima dan ditargetkan melebihi kapasitas yang kita miliki. Sedangkan overload secara kualitatif adalah apabila pekerjaan yang kita terima sangat kompleks dan sulit, sehingga sangat menyita kemampuan teknis dan pikiran. Deprivational stress. Yaitu suatu kondisi pekerjaan yang sudah tidak menantang dan mendatangkan motivasi bagi pekerjanya. Gejala yang tampak adalah banyaknya keluhan-keluhan yang muncul dari karyawan. Keluhan-keluhan tersebut bisa berupa munculnya perasaan bosan, ketidakpuasan atau pekerjaan tersebut kurang mengandung unsur sosialnya (kurangnya komunikasi sosial).

13 20 Pekerjaan beresiko tinggi. Pekerjaan-pekerjaan yang beresiko tinggi dan berbahaya bagi keselamatan, seperti bekerja di pertambangan minyak lepas pantai, tentara yang ditugaskan ke daerah konflik, pekerja tambang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan kekhawatiran pada pekerja. Mereka selalu diserang oleh perasaan was-was dan takut terjadi kecelakaan atau bahkan terbunuh pada saat bekerja. b. Konflik peran. Masalah lain yang mungkin timbul adalah ketidakjelasan peran dalam bekerja sehingga tidak tahu apa yang diharapkan manajemen dari diri pekerja. Sebuah penelitian membuktikan bahwa masalah ini timbul pada sebagian besar karyawan yang bekerja pada perusahaan besar, yang kurang memiliki struktur yang jelas. Kenyataan seperti ini bisa dan mudah saja terjadi pada perusahaanperusahaan di Indonesia di mana masih banyak perusahaan yang belum mempunyai garis-garis haluan yang jelas, aturan main, visi dan misi yang seringkali tidak dikomunikasikan kepada seluruh karyawannya. Akibat yang mungkin terjadi adalah timbulnya ketidakpuasan kerja, ketegangan, menurunnya prestasi kerja hingga akhirnya timbul keinginan untuk mengundurkan diri, atau resign. c. Pengembangan karier. Ketidakjelasan sistem pengembangan karier, penilaian prestasi kerja, budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan atau karena alasan sudah mentok atau tidak adanya kesempatan untuk naik jabatan lagi seringkali menimbulkan rasa bosan, dismotivasi sehingga karyawan menjadi tidak produktif lagi. d. Struktur organisasi. Tidak bisa dipungkiri, bahwa masih banyak perusahaan di Indonesia yang menganut sistem family business di mana struktur organisasinya kurang begitu jelas. Menurut Callanan dan Greenhaus (2006, p422), job security berkaitan erat dengan masalah pengembangan karier. Seringkali perubahan karier menjadi akibat langsung dari pergantian paksa, PHK, outsourcing, atau pergeseran dalam perekonomian nasional. Selain

14 21 itu, pengumuman resmi PHK, merger/akuisisi, restrukturisasi organisasi, dan atau perampingan adalah semua perubahan karakteristik organisasi potensial yang dapat mengurangi keamanan kerja karyawan. Perubahan organisasi dan perubahan teknologi serta faktor ekonomi juga mempengaruhi keamanan kerja karyawan. (Callanan dan Greenhaus, 2006, p443). 2.3 Kepuasan Kerja Definisi Kepuasan Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Jadi tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. (Kotler dan Susanto, 2000,p52). Menurut Irawan (2003, p2-3), kepuasan adalah kata dari bahasa Latin, yaitu satis yang berarti enough atau cukup dan facere yang berarti atau melakukan. Jadi, produk atau jasa yang bisa memuaskan adalah produk yang sanggup memberikan sesuatu yang dicari konsumen sampai pada tingkat cukup. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kepuasan adalah suatu tingkat perasaan dengan membandingkan antara harapan dengan kenyataan dari suatu produk atau jasa Definisi Kepuasan Kerja Berdasarkan pendapat Sutrisno (2009, p78), terdapat bermacam-macam pengertian atau batasan tentang kepuasan kerja. Pertama, pengertian yang memandang kepuasan kerja sebagai suatu reaksi emosional yang kompleks. Reaksi emosional ini adalah merupakan akibat dari dorongan, keinginan, tuntutan, dan harapan-harapan karyawan terhadap pekerjaan yang dihubungkan dengan realita-realita yang dirasakan karyawan, sehingga menimbulkan suatu bentuk reaksi emosional yang berwujud perasaan senang, perasaan puas, ataupun perasaan tidak puas. Kedua, pengertian yang menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap karyawan terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi

15 22 kerja, kerjasama antar karyawan, imbalan yang diterima dalam kerja, dan hal-hal yang menyangkut faktor fisik dan psikologis. Sikap terhadap pekerjaan ini merupakan hasil dari sejumlah sikap khusus individu terhadap faktor-faktor dalam pekerjaan, penyesuaian diri individu dan hubungan sosial individu di luar pekerjaan sehingga menimbulkan sikap umum individu terhadap pekerjaan yang dihadapinya. Berdasarkan pendapat Siagian (2003, p295), Kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seorang baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif tentang pekerjaannya. Berdasarkan pendapat Handoko (2001, p ), Kepuasan kerja adalah sebagai keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini tampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya. Kreitner dan Kinicki (2007, p192) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja pada dasarnya menunjukkan apa yang individu sukai pada pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah perasaan atau tanggapan emosional terhadap suatu pekerjaan (Job Satisfaction is an affective or emotional response to one s job). Definisi tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa kepuasan kerja bukanlah kesatuan konsep. Sepertinya, seseorang dapat secara relatif puas dengan salah satu aspek dari kerjanya dan ketidakpuasan dengan satu atau lebih aspek-aspek lain. Dalam arti yang paling mendasar, kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan kerja muncul ketika harapan seseorang tidak terpenuhi. Sebagai contoh, apabila seorang karyawan mengharapkan kondisi kerja yang bersih dan aman atas pekerjaan tersebut, karyawan itu cenderung tidak puas apabila tempat kerjanya kotor dan berbahaya. (Mathis dan Jackson, 2006, p121).

16 23 Jadi, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, positif atau negatif pekerja dalam memandang dan menjalankan pekerjaannya. Apabila seseorang senang terhadap pekerjaannya maka orang tersebut puas terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja menjadi masalah yang cukup menarik dan penting, karena sangat besar manfaatnya baik untuk kepentingan individu, industri, dan masyarakat. Kepentingan individu, penelitian tentang sebab-sebab dan sumber-sumber kepuasan kerja memungkinkan timbulnya usaha-usaha peningkatan kebahagiaan hidup mereka. Kepentingan industri, penelitian mengenai kepuasan kerja dilakukan dalam rangka usaha peningkatan produksi dan pengurangan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah laku karyawannya. Selanjutnya, kepentingan masyarakat tentu akan menikmati hasil kapasitas maksimum dari industri serta naiknya nilai manusia di dalam konteks pekerjaan. (Sutrisno, 2009, p79). Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kepuasan psikologis dan akhirnya akan timbul sikap atau tingkah laku negatif dan pada gilirannya akan dapat menimbulkan frustasi, sebaliknya karyawan yang terpuaskan akan dapat bekerja dengan baik, penuh semangat, aktif, dan dapat berprestasi lebih baik dari karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. (Sutrisno, 2009, p78-79). Para manajer seharusnya peduli akan tingkat kepuasan dalam organisasi mereka sekurangnya dengan tiga alasan (Sutrisno, 2009, p80): 1. Ada bukti yang jelas bahwa karyawan yang tidak puas lebih sering melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinan mengundurkan diri. 2. Telah diperagakan bahwa karyawan yang puas mempunyai kesehatan yang lebih baik dan usia lebih panjang. 3. Kepuasan pada pekerjaan.

17 24 Pada dasarnya, kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Ini disebabkan karena adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya, sebaliknya semakin sedikit aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin rendah tingkat kepuasan yang dirasakannya (Sutrisno, 2009, p81). Bagi organisasi, suatu pembahasan tentang kepuasan kerja akan menyangkut usaha-usaha untuk meningkatkan efektivitas organisasi dengan cara membuat efektif perilaku karyawan dalam kerja. Perilaku karyawan yang menopang mencapai tujuan organisasi adalah merupakan suatu sisi lain yang harus diperhatikan, disamping penggunaan mesin-mesin modern sebagai hasil kemajuan bidang teknologi. Ketidakpuasan karyawan dalam kerja akan mengakibatkan suatu situasi yang tidak menguntungkan baik secara organisasi maupun secara individual. (Sutrisno, 2009, p81). Ketidakpuasan dalam kerja akan dapat menimbulkan perilaku agresif, atau sebaliknya akan menunjukkan sikap menarik diri dari kontak dengan lingkungan sosialnya. Misalnya, dengan mengambil sikap berhenti dari perusahaan, suka bolos dan perilaku lain yang cenderung bersifat menghindari dari aktivitas organisasi. Bentuk perilaku agresif misalnya melakukan sabotase, sengaja membuat kesalahan dalam kerja, menentang atasan atau sampai pada aktivitas pemogokan. Dari uraian diatas, bahwa kepuasan kerja karyawan adalah masalah penting yang diperhatikan dalam hubungannya dengan produktivitas kerja karyawan dan ketidakpuasan sering dikaitkan dengan tingkat tuntutan umum dan keluhan pekerja yang tinggi. Pekerja dngan tingkat kepuasan yang tinggi lebih mungkin untuk melakukan sabotase dan agresif yang pasif. (Sutrisno, 2009, p81-82).

18 Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Faktor-faktor itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan bergantung pada pribadi masing-masing. Faktor-faktor yang memberikan kepuasan menurut Blum adalah (Sutrisno, 2009, p82): 1. Faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak, dan harapan. 2. Faktor sosial; meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyararakatan. 3. Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu, juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial di dalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik antarmanusia, perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi maupun tugas. Menurut Gilmer (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah (Sutrisno, 2009, p83-84): 1. Kesempatan untuk maju Dalam hal ini, ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja. 2. Keamanan kerja Faktor ini disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan. Keadaan aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama kerja. 3. Gaji Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya. 4. Perusahaan dan manajemen

19 26 Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan. 5. Pengawasan Sekaligus atasannya. Supervisor yang buruk dapat berakibat absensi dan turnover; 6. Faktor intrinsik dari pekerjaan Atribut yang ada dalam pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas dapat meningkatkan atau mengurangi kepuasan. 7. Kondisi kerja Termasuk di sini kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin dan tempat parkir. 8. Aspek sosial dalam pekerjaan Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja. 9. Komunikasi Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mendengar, memahami dan mengakui pendapat ataupun mendengar, dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja. 10. Fasilitas Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas. Pendapat lain dikemukakan oleh Brown & Ghiselli (1950), mengemukakan faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu (Sutrisno, 2009, p85): 1. Kedudukan

20 27 Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada mereka yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja. 2. Pangkat Pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat atau golongan, sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat, dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu akan mengubah perilaku dan perasaannya. 3. Jaminan financial dan jaminan sosial Financial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja. 4. Mutu pengawasan Hubungan antara karyawan degan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam menaikkan produktivitas kerja. Kepuasan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja. Sedangkan menurut Sutrisno faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja antara lain sebagai berikut (Sutrisno, 2009, p86): 1. Faktor psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan. 2. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama karyawan, maupun dengan atasannya.

21 28 3. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur, dan sebagainya. 4. Faktor keuangan, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya. Terdapat tiga dimensi yang diterima secara umum dalam kepuasan kerja. Pertama, kepuasan kerja merupakan respons emosional terhadap situasi kerja. Dengan demikian, kepuasan kerja dapat dilihat dan dapat diduga. Kedua, kepuasan kerja sering ditentukan menurut seberapa baik hasil yang dicapai memenuhi atau melampaui harapan. Misalnya, jika anggota organisasi merasa bahwa mereka terlalu keras daripada yang lain dalam departemen, tetapi menerima penghargaan lebih sedikit, maka mereka mungkin akan memiliki sikap negatif terhadap pekerjaan, pimpinan, dan atau rekan kerja mereka. Mereka tidak puas. Sebaliknya, jika mereka merasa bahwa mereka diperlakukan dengan baik dan dibayar dengan pantas, maka mereka mungkin akan memiliki sikap positif terhadap pekerjaan mereka. Mereka merasa puas. Ketiga, kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang berhubungan. Selama bertahun-tahun, lima dimensi pekerjaan telah diidentifikasi untuk merepresentaskan karakeristik pekerjaan yang paling penting di mana karyawan memiliki respons afektif. Kelima dimensi tersebut adalah (Luthans, 2006,p243): 1. Pekerjaan itu sendiri. Dalam hal di mana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab. 2. Gaji. Sejumlah upah yang diterima dan tingkat di mana hal ini bisa dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi. 3. Kesempatan promosi. Kesempatan untuk maju dalam organisasi.

22 29 4. Pengawasan. Kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku. 5. Rekan kerja. Tingkat di mana rekan kerja pandai secara teknis dan mendukung secara sosial. Tolak ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada, karena setiap individu karyawan berbeda standar kepuasannya. Indikator kepuasan kerja ini hanya diukur dengan kedisiplinan, moral kerja dan turnover kecil, maka secara relatif kepuasan kerja karyawan baik tapi sebaliknya jika kedisiplinan, moral kerja, dan turnover karyawan besar maka kepuasan kerja karyawan di perusahaan ini kurang. Adapun kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh faktor-faktor (Fantoni, 2006, p175): 1. Balas jasa yang adil dan layak 2. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian 3. Berat ringannya pekerjaan 4. Suasana dan lingkungan pekerjaan 5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan 6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya 7. Sikap pekerjaan monoton atau tidak Mengukur Kepuasan kerja Greenberg dan Baron (2003, p151) menunjukkan adanya tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja. 1. Rating scales dan Kuesioner. Merupakan pendekatan pengukuran kepuasan kerja yang paling umum dipakai dengan menggunakan kuesioner dimana rating scales secara khusus disiapkan. 2. Critical Incident. Individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang mereka rasakan terutama memuaskan atau tidak memuaskan.

23 30 3. Interviews. Merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja Respons Terhadap Ketidakpuasan Kerja Ketidakpuasan karyawan dapat dinyatakan dengan sejumlah cara. Misalnya, daripada berhenti, karyawan dapat mengeluh, tidak patuh, mencuri milik organisasi, atau mengelakkan sebagian dari tanggung-jawab kerja mereka. Gambar 2.1 Respons Terhadap Ketidakpuasan Kerja mengetengahkan empat respons yang berbeda satu sama lain sepanjang 2 dimensi: konstruktif/destruktif dan aktif/pasif. Respons didefinisikan sebagai berikut (Robbins, 2006, p105): 1. Keluar (exit): Perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi. Mencakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti. 2. Suara (voice): Dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi. Mencakup saran perbaikan, membahas problem-problem dengan atasan, dan beberapa bentuk serikat buruh. 3. Kesetiaan (loyalty): Pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi. Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang tepat. 4. Pengabaian (neglect): Secara pasif membiarkan kondisi memburuk, termasuk kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi, dan tingkat kekeliruan yang meningkat. Perilaku exit dan pengabaian meliputi varibel-variabel kinerja yaitu produktivitas, kemangkiran, dan keluarnya karyawan. Tetapi model ini mengembangkan respons karyawan yang melibatkan suara dan kesetiaan, perilaku-perilaku konstruktif yang memungkinkan individu mentolerir situasi yang tidak menyenangkan atau menghidupkan kembali kondisi kerja yang memuaskan. Model ini membantu kita untuk memahami situasi, seperti misalnya yang kadang dijumpai di antara pekerja berserikat-buruh, di mana kepuasan kerja yang

24 31 rendah digandeng dengan tingkat keluar masuknya karyawan yang rendah. Anggota serikat buruh sering mengungkapkan ketidakpuasan lewat prosedur keluhan atau lewat perundingan kontrak yang formal. Mekanisme suara ini memungkinkan anggota serikat buruh untuk melanjutkan pekerjaan sementara meyakinkan diri mereka bahwa mereka sedang bertindak memperbaiki situasi. (Robbins, 2006, p105). Aktif EXIT SUARA Destruktif Konstruktif PENGABAIAN KESETIAAN Pasif Sumber:Robbins, 2006, p106 Gambar 2.1 Respons Terhadap Ketidakpuasan Kerja Pedoman Meningkatkan Kepuasan Kerja Berikut ini adalah pedoman yang dapat membantu dalam meningkatkan kepuasan kerja (Luthans, 2006, p ): 1. Membuat pekerjaan menjadi menyenangkan. Perusahaan kelas dunia seperti Southwest Airlines memiliki budaya fun bagi karyawannya. Manajemen menjelaskan bahwa ketidaksopanan itu sah-sah saja; adalah baik menjadi diri sendiri; dan bersaing secara serius. Memiliki budaya fun membuat pekerja lebih menyenangkan, tetapi tidak menghilangkan kebosanan dan mengurangi kesempatan bagi ketidakpuasan.

25 32 2. Memiliki gaji, benefit, dan kesempatan promosi yang adil. Terdapat berbagai cara di mana organisasi secara khusus mencoba membuat karyawan mereka puas. Cara penting untuk membuat benefit menjadi lebih efektif adalah dengan membuat cara fleksibel yang disebut kafetaria. Cara ini memungkinkan karyawan untuk memilih distribusi benefit mereka sendiri dalam jumlah yang sudah dianggarkan. Dengan demikian, tidak perlu ada penyesuaian dengan apa yang mereka inginkan karena semuanya merupakan pilihan mereka sendiri. 3. Menyesuaikan orang dengan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan keahlian mereka. Memberikan pekerjaan yang sesuai merupakan hal yang paling penting untuk memuaskan karyawan, tetapi sering diabaikan. Tentu saja, hal ini mengasumsikan bahwa organisasi mengetahui minat dan keahlian seseorang. Perusahaan dengan manajemen sumber daya manusia yang efektif seperti Disney, Ford, IBM, dan Microsoft memberikan perhatian dalam menemukan minat dan keahlian dari orang yang akan dipekerjakan, dan karyawan yang sudah ada, agar sesuai dengan pekerjaan mereka. 4. Mendesain pekerjaan agar menarik dan menyenangkan. Selain menemukan orang yang tepat dalam suatu pekerjaan seperi dijelaskan pada nomor 3, pedoman ini menyarankan desain pekerjaan yang sesuai dengan orangnya. Kebanyakan orang tidak akan bosan, pekerjaan yang diulang-ulang tetap menyenangkan. Sayangnya, terlalu banyak pekerjaan saat ini yang membosankan dan perlu diubah atau dieliminasi sebanyak mungkin. 2.4 Komitmen Organisasi Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organizational (organizational commitment) adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk tinggal bersama organisasi tersebut. Berbagai studi penelitian menunjukkan bahwa orang-orang

26 33 yang relatif puas dengan pekerjaannya akan lebih berkomitmen terhadap organisasi. (Mathis dan Jackson, 2006, p122). Perluasan komitmen organisasional yang logis khususnya fokus pada faktor-faktor komitmen yang kontinu, yang mengungkapkan bahwa keputusan untuk tinggal bersama atau meninggalkan perusahaan pada akhirnya akan tercermin dalam ketidakhadiran dan angka perputaran karyawan. Karyawan yang tidak puas dengan pekerjaan atau yang tidak berkomitmen terhadap organisasi memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk meninggalkan organisasi, mungkin lewat ketidakhadiran atau perputaran secara permanen. (Mathis dan Jackson, 2006, p122). Pengertian komitmen organisasi menurut Riggio (2000, p227) Organizational commitment is a worker s feelings and attitude about the entire work organization, artinya komitmen organisasi adalah semua perasaan dan sikap karyawan terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan organisasi dimana mereka bekerja termasuk pada pekerjaan mereka. Komitmen organisasi menurut Robbins dan Judge (2008, p100) adalah tingkat sampai mana seseorang karyawan memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Jadi, keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasi yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut. Komitmen organisasi menurtu Greenberg dan Baron (2003, p124) merupakan tingkat identifikasi dan keterikatan individu terhadap organisasi yang dimasukinya, dimana karakteristik komitmen organisasional antara lain adalah: loyalitas seseorang terhadap organisasi, kemauan untuk mempergunakan usaha atas nama organisasi, kesesuaian antara tujuan seseorang dengan tujuan organisasi (goal congruence), dan keinginan untuk menjadi anggota organisasi.

27 34 Menurut Robbins, komitmen organisasi adalah suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu. (Robbins, 2006, p92). Komitmen organisasi paling sering didefinisikan sebagai: (1) keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; (2) keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan (3) keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. (Luthans, 2006, p249) Dimensi Komitmen Organisasi Komitmen organisasi bersifat multidimensi, maka terdapat perkembangan dukungan untuk tiga model komponen yang diajukan oleh Meyer dan Allen. Ketiga dimensi tersebut adalah (Luthans, 2006, p ): 1. Komitmen afektif adalah keterikatan emosional karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi. 2. Komitmen kelanjutan adalah komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas atau promosi atau benefit. 3. Komitmen normatif adalah perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Meyer dan Allen (1990) berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda. Karyawan dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu karyawan dengan

28 35 komponen continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Karyawan yang memiliki komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya (Shepherd dan Mathew, 2000, p555). Menurut Armstrong (1999, p181), ada 3 faktor yang berkaitan dengan keberadaan komitmen organisasi, yakni : a. Karakteristik personal, mencakup didalamnya umur serta tingkat pendidikan. b. Karakteristik pekerjaan, mencakup didalamnya adalah tantangan, kesempatan untuk berinteraksi sosial dan jumlah umpan balik yang diterima oleh individu tersebut. c. Pengalaman kerja, mencakup didalamnya sikap terhadap organisasi, kebebasan atau independensi organisasi serta realisasi terhadap harapan-harapan didalam organisasi Peningkatan Komitmen Berikut ini, Dessler memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan (Luthans, 2006, p250): 1. Berkomitmen pada nilai utama manusia. Membuat aturan tertulis, mempekerjakan manajer yang baik dan tepat, dan mempertahankan komunikasi. 2. Memperjelas dan mengkomunikasikan misi Anda. Memperjelas misi dan ideologi; berkarisma; menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai tes dan pelatihan; membentuk tradisi. 3. Menjamin keadilan organisasi. Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif; menyediakan komunikasi dua-arah yang ekstensif. 4. Menciptakan rasa komunitas. Membangun homogenitas berdasarkan nilai; keadilan; menekankan kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim; berkumpul bersama. 5. Mendukung pengembangan karyawan. Melakukan aktualisasi; memberikan pekerjaan menantang tahun pertama; memajukan dan memberdayakan;

29 36 mempromosikan dari dalam; menyediakan aktivitas perkembangan; menyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan. 2.5 Turnover Intention Arti intention adalah niat atau keinginan yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. Dapat didefinisikan bahwa turnover intention adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri (Zeffane, 1994). Intention merupakan suatu prediktor tunggal terbaik bagi perilaku yang akan dilakukan seseorang, maka turnover intention merupakan prediktor terbaik terhadap gejala atau perilaku turnover (Michaels dan Spector, 1982; Motowildo, 1983;Steel dan Ovalle,1984). Menurut Mobley (1979) dalam Muchinsky (1993) tentang employee turnover, terdapat hubungan antara kepuasan dan berhenti bekerja. Hubungan itu dimulai dari adanya pikiran untuk berhenti bekerja (thinking of quitting), usaha-usaha untuk mencari pekerjaan baru, berintensi untuk berhenti bekerja atau tetap bertahan dan yang terakhir adalah memutuskan untuk berhenti bekerja. Menurut Mobley, perasaan tidak puas akan memicu rencana untuk berhenti bekerja, yang kemudian akan mengarahkan pada usaha mencari pekerjaan baru. Namun model Mobley yang membahas mengenai turnover ini harus memperhatikan setting ekonomi yang sedang terjadi. Jika perekonomian dalam kondisi baik sehingga pengangguran rendah, maka karyawan akan lebih mempermasalahkan kepuasan kerja dibanding jika perekonomian buruk dan pengangguran melimpah. Perusahaan yang memiliki angka turnover yang tinggi mengindikasikan bahwa karyawan tidak betah bekerja di perusahaan tersebut. Jika dilihat dari segi ekonomi tentu perusahaan akan mengeluarkan cost yang cukup besar karena perusahaan sering melakukan rekruitmen yang biayanya sangat tinggi, pelatihan dan menguras tenaga serta biaya dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi suasana kerja menjadi kurang menyenangkan. Selain itu, adanya turnover menurut Feinstein & Harrah (2002) dapat menggangu proses

BAB II LANDASAN TEORI. Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related

BAB II LANDASAN TEORI. Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related literature). Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006:3), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Kepuasan Kerja Guru Robbins & Judge (2012) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka. Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk

BAB 2. Tinjauan Pustaka. Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk BAB 2 Tinjauan Pustaka 2. Tinjauan Pustaka 2. 1 Kepuasan Kerja Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Apabila kebutuhan tersebut terpenuhi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1 Kepuasan kerja 2.1.1. Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari dan digunakan sebagai konstruk pengukuran dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Tindakan Beralasan Teori tindakan beralasan yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) menyatakan bahwa perilaku

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Mahdi et al., 2012). Widjaja et al. (2011) mengungkapkan bahwa proses turnover

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Mahdi et al., 2012). Widjaja et al. (2011) mengungkapkan bahwa proses turnover BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Turnover Intention 2.1.1 Pengertian Turnover Intention Turnover intention adalah kecenderungan niat karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya secara sukarela

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Ada berberapa pendapat para ahli mengenai pengertian manajemen sumber daya manusia seperti: Menurut Hasibuan (2013:10), Manajemen Sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Teoritis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Teoritis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Teoritis 1. Komitmen Organisasi a. Pengertian Komitmen Organisasi Dalam prilaku organisasi, terdapat beragam definisi tentang komitmen organisasi. Sebagai suatu sikap,

Lebih terperinci

BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Melayu SP. Hasibuan (2003), manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DEFINISI DAN PENGUKURAN KEPUASAN KERJA

BAB II LANDASAN TEORI DEFINISI DAN PENGUKURAN KEPUASAN KERJA BAB II LANDASAN TEORI 2.1 KEPUASAN KERJA 2.1.1. DEFINISI DAN PENGUKURAN KEPUASAN KERJA Kepuasan kerja adalah suatu sikap yang dipunyai individu mengenai pekerjaanya. Hal ini dihasilkan dari persepsi mereka

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori motivasi Vroom (1964) Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional 2.1.1 Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional Menurut Bass dalam Robbins & Judge (2009:90) gaya kepemimpinan transaksional adalah model kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen organisasi 1. Pengertian Komitmen merupakan perilaku seseorang terhadap organisasi atau perusahaan dimana individu tersebut bisa bersikap tegas dan berpegang teguh pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penelitian Uraian 1. Judul Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penelitian Uraian 1. Judul Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu digunakan sebagai landasan dalam menyusun penelitian saat ini. Penelitian terdahulu dalam penelitian ini dijelaskan pada tabel 2.1 sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013) 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasional Komitmen organisasional adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Job insecurity adalah suatu keadaan yang tidak nyaman dan rancu yang dialami para UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Job insecurity adalah suatu keadaan yang tidak nyaman dan rancu yang dialami para UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Job insecurity adalah suatu keadaan yang tidak nyaman dan rancu yang dialami para pekerja yang di sebabkan berbagai perubahan yang terjadi dalam organisasi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Kinerja Karyawan Pengertian kinerja atau prestasi kerja diberi batasan oleh Moh As ad, (2003) sebagai kesuksesan seseorang

Lebih terperinci

Bisma, Vol 1, No. 4, Agustus 2016 KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT SIME INDO AGRO DI SANGGAU

Bisma, Vol 1, No. 4, Agustus 2016 KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT SIME INDO AGRO DI SANGGAU KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT SIME INDO AGRO DI SANGGAU Robertus Robet Robertus_robet@yahoo.com Program Studi Manajemen STIE Widya Dharma Pontianak ABSTRAK Untuk upaya mendapatkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Telah kita ketahui bersama bahwa manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam kegiatan suatu organisasi, karena manusia sebagai perencana,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut Terry (2006), manajemen adalah sebuah proses yang melibatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut Terry (2006), manajemen adalah sebuah proses yang melibatkan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen 2.1.1.1 Definisi Manajemen Menurut Terry (2006), manajemen adalah sebuah proses yang melibatkan pengarahan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Tenaga Kerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tenaga kerja adalah salah satu komponen dari perusahaan dan mempunyai peranan yang sangat penting di dalam operasional perusahaan. Menurut Biro Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) 1.1.1 Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention adalah

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN TEORETIS

BAB 2 KAJIAN TEORETIS BAB 2 KAJIAN TEORETIS 2.1 Definisi Konsep 2.1.1 Turnover Intention Turnover intention (keinginan keluar dari pekerjaan) merupakan tanda awal terjadinya turnover (keluar dari pekerjaan) (Sunarso, 2000).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. baik usaha yang dilakukan oleh pemerintahan untuk waktu yang cukup lama tidak

BAB II LANDASAN TEORI. baik usaha yang dilakukan oleh pemerintahan untuk waktu yang cukup lama tidak BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Pengertian Manajemen Setiap kegiatan organisasi perusahaan dituntut adanya suatu manajemen yang baik agar pemerintahan dapat terus dijamin. Karena tanpa adanya manjemen yang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam menggerakkan roda perkembangan dan laju produktivitas perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam menggerakkan roda perkembangan dan laju produktivitas perusahaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia dalam sebuah perusahaan memiliki peran sentral dalam menggerakkan roda perkembangan dan laju produktivitas perusahaan, karena manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Intention To Quit 2.1.1. Pengertian Intention To Quit Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2010:10), manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Iklim Organisasi 2.1.1. Definisi Iklim Organisasi Awalnya, iklim organisasi adalah istilah yang digunakan merujuk kepada berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006, p.3), manajemen sumber daya manusia adalah rancangan rancangan sistem formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karyawan merupakan aset yang paling berharga dalam perusahaan karena

BAB I PENDAHULUAN. Karyawan merupakan aset yang paling berharga dalam perusahaan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karyawan merupakan aset yang paling berharga dalam perusahaan karena sebagai ujung tombak perusahaan sehingga praktek manajemen Sumber Daya Manusia atau SDM harus diperhatikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN : 107). Mathis dan Jackson (2006 : 98) menyatakan kepuasan kerja adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN : 107). Mathis dan Jackson (2006 : 98) menyatakan kepuasan kerja adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kepuasan Kerja 2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah

Lebih terperinci

planned behavior). Teori ini berusaha untukmemprediksi dan menjelaskan perilaku manusia

planned behavior). Teori ini berusaha untukmemprediksi dan menjelaskan perilaku manusia BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Keinginan Berpindah (Turnover Intentions) a. Intensi Intensi merupakan fungsi dari tiga determinan dasar, yaitu pertama sikap individu terhadap perilaku,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia sebagai salah satu unsur dalam organisasi dapat diartikan sebagai manusia yang bekerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kejelasan Sasaran Anggaran Menurut Halim & Syam Kusufi (2012) mengatakan bahwa anggaran memiliki peranan penting dalam organisasi sektor publik, terutama organisasi pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2009:10) manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah perusahaan. Ketika kinerja dari karyawan meningkat maka bisa dipastikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi adalah keadaan dimana individu mempertimbangkan sejauh mana nilai dan tujuan pribadinya sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Turnover Intention Keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan yakni mengenai pergerakan tenaga kerja keluar dari organisasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan di Indonesia. Secara umum pada saat ini masyarakat menggantungkan pelayanan kesehatan pada rumah sakit.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kepuasan Kerja Mangkunegara (2005) menyatakan : motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation).

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 7 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia sebagai salah satu unsur dalam organisasi dapat diartikan sebagai manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Locus Of Control 2.1.1.1 Pengertian Locus Of Control Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi 1.1 Definisi Komitmen Organisasi Kata komitmen berasal dari kata latin yang berarti to connect. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur peraturan dilakukan melalui proses dan dilakukan berdasarkan urutan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang karyawan agar karyawan tersebut dapat tergerak untuk melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang karyawan agar karyawan tersebut dapat tergerak untuk melakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Kerja 2.1.1 Pengertian Motivasi Kerja Motivasi merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam diri seorang karyawan agar karyawan tersebut dapat tergerak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), karena secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior (OCB) individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan dihargai dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior (OCB) individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan dihargai dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini membahas beberapa teori yang mendasari penelitian ini. Teoriteori yang digunakan sebagai acuan merupakan hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Selain itu membahas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Turnover. Definisi Intensi turnover menurut Harnoto (2002) adalah kadar atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Turnover. Definisi Intensi turnover menurut Harnoto (2002) adalah kadar atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Turnover 1. Pengertian Intensi Turnover Definisi Intensi turnover menurut Harnoto (2002) adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Menurut Robbins dan Coulter (2012), manajemen adalah proses pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan, sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efektif dan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS

BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2003), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di dalam suatu perusahaan diperlukan sumber daya manusia yang handal, ahli, dan terampil untuk memajukan perusahaan itu sendiri. Sumber daya manusia (SDM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memproduksi barang-barang yang berkualitas demi meningkatkan daya

BAB I PENDAHULUAN. untuk memproduksi barang-barang yang berkualitas demi meningkatkan daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perusahaan atau organisasi di Indonesia semakin lama semakin pesat, terutama pada era globalisasi saat ini. Hal ini menuntut setiap perusahaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Sebelum kita lebih jauh mengupas masalah kompensasi dan motivasi, ada perlunya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung upaya kesehatan puskesmas (Andini, 2006). Suatu Rumah Sakit akan

BAB I PENDAHULUAN. mendukung upaya kesehatan puskesmas (Andini, 2006). Suatu Rumah Sakit akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu bentuk organisasi yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan kesehatan khususnya terkait dengan upaya untuk rujukan yang mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berbentuk perusahaan. Perusahaan merupakan badan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berbentuk perusahaan. Perusahaan merupakan badan usaha yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan dunia perbankan dan dunia usaha sekarang ini timbul lembaga keuangan seperti lembaga pembiayaan. Lembaga pembiayaan tersebut berbentuk perusahaan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu aspek yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu aspek yang sangat 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam berjalannya suatu perusahaan untuk mencapai visi, misi, strategi serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, oleh karena itu perusahaan membutuhkan manusia-manusia yang berkualitas tinggi, memiliki

BAB I PENDAHULUAN. ini, oleh karena itu perusahaan membutuhkan manusia-manusia yang berkualitas tinggi, memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan penggerak roda organisasi dalam mencapai dan mewujudkan tujuan dan sasaran yang ditetapkan organisasi, dengan kata lain sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Defenisi Kinerja Kinerja berasal dari pengertian performance. Ada pula yang memberikan pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2013:10), manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk bekerja lebih efisien dan efektif. Persaingan yang semakin ketat menyebabkan perusahaan dituntut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Lingkungan Kerja Meskipun tekanan kompetitif di kebanyakan organisasi semakin kuat dari sebelumnya, beberapa organisasi mencoba merealisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Salah satu tujuan utama yang ingin dicapai oleh perusahaan adalah mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi Porter (1998:27) oleh Zainuddin (2002) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen organisasi 1. Pengertian Komitmen merupakan perilaku seseorang terhadap organisasi atau perusahaan dimana individu tersebut bisa bersikap tegas dan berpegang teguh pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Tentang Manajemen Sumber Daya Manusia. Beberapa pendapat ahli manajemen memberikan pengertian manajemen

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Tentang Manajemen Sumber Daya Manusia. Beberapa pendapat ahli manajemen memberikan pengertian manajemen BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Tentang Manajemen Sumber Daya Manusia Beberapa pendapat ahli manajemen memberikan pengertian manajemen sumber daya manusia sebagai berikut: 2.1.1 Pengertian Manajemen

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Komitmen Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi Porter et al mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu keyakinan yang kuat dan penerimaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. karyawan memihak organisasi tertentu beserta tujuan-tujuannya dan adanya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. karyawan memihak organisasi tertentu beserta tujuan-tujuannya dan adanya BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Komitmen organisasional Komitmen organisasional merupakan satu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu beserta

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA JOB INSECURITY DENGAN KOMITMEN KONTINUAN PADA KARYAWAN PELAKSANA PRODUKSI PT. SARI WARNA ASLI UNIT V KUDUS

HUBUNGAN ANTARA JOB INSECURITY DENGAN KOMITMEN KONTINUAN PADA KARYAWAN PELAKSANA PRODUKSI PT. SARI WARNA ASLI UNIT V KUDUS HUBUNGAN ANTARA JOB INSECURITY DENGAN KOMITMEN KONTINUAN PADA KARYAWAN PELAKSANA PRODUKSI PT. SARI WARNA ASLI UNIT V KUDUS Anindhita Setianingrum Harlina Nurtjahjanti Achmad Mujab Maskur Abstrak Komitmen

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2003), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Aspek penting dari kualitas kerja adalah rasa percaya diri terhadap kontinuitas

BAB 6 PEMBAHASAN. Aspek penting dari kualitas kerja adalah rasa percaya diri terhadap kontinuitas BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Hasil Penelitian Aspek penting dari kualitas kerja adalah rasa percaya diri terhadap kontinuitas dan progresivitas dari pekerjaan yang sedang dilakukan. Bagi kebanyakan karyawan yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP INTENSI KELUAR KARYAWAN PADA PT. PURNA GRAHA ABADI TASIKMALAYA. Oleh: Reza Rizky Aditya

HUBUNGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP INTENSI KELUAR KARYAWAN PADA PT. PURNA GRAHA ABADI TASIKMALAYA. Oleh: Reza Rizky Aditya HUBUNGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP INTENSI KELUAR KARYAWAN PADA PT. PURNA GRAHA ABADI TASIKMALAYA Oleh: Reza Rizky Aditya Abstrak Sumber daya manusia salah satu sumber daya perusahaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Organisasi Menurut Gibson, Ivancevich, Donnelly & Konopaske (2009) organisasi merupakan bagian dari unit - unit yang dikoordinasikan dengan tujuan yang tidak secara individu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap perusahaan didirikan dengan tujuan tertentu untuk dapat memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap perusahaan didirikan dengan tujuan tertentu untuk dapat memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap perusahaan didirikan dengan tujuan tertentu untuk dapat memberikan manfaat bagi lingkungan internal dan eksternal. Dalam menjalankan setiap aktivitasnya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982; BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi dapat didefenisikan dengan dua cara yang amat berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Disamping itu pula, pekerjaan semakin sulit untuk didapatkan.

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Disamping itu pula, pekerjaan semakin sulit untuk didapatkan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pekerjaan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat penting bagi masyarakat. Bekerja merupakan suatu tuntutan yang mendasar, baik dalam rangka memperoleh imbalan

Lebih terperinci

Penempatan Pegawai. School of Communication & Business Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)

Penempatan Pegawai. School of Communication & Business Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) 1. Pendahuluan (26/08/2015) 2. Dasar Perilaku Individu (02/09/2015) Penempatan Pegawai 3. Kepribadian dan Emosi dan mengumpulkan tugas ke 1 (09/09/2015) 4.

Lebih terperinci

KEPUASAN KERJA. Tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi. DISUSUN OLEH : 1. Ulfa Qorrirotun Nafis ( ) 2. Dede Hidayat ( )

KEPUASAN KERJA. Tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi. DISUSUN OLEH : 1. Ulfa Qorrirotun Nafis ( ) 2. Dede Hidayat ( ) KEPUASAN KERJA Tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi DISUSUN OLEH : 1. Ulfa Qorrirotun Nafis (2016 804 059) 2. Dede Hidayat (2016 804 049) KEPUASAN KERJA 1. Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Hasibuan (2007)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1) Manajemen a. Pengertian Manajemen Pengertian Manajemen dalam buku manajemen sumber daya manusia penulis Samsudin Salidi tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perilaku organisasi merupakan suatu bidang ilmu mengenai bagaimana

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perilaku organisasi merupakan suatu bidang ilmu mengenai bagaimana BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perilaku organisasi merupakan suatu bidang ilmu mengenai bagaimana perilaku manusia dapat mempengaruhi kinerja organisasi. Perilaku-perilaku tersebut dapat merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan sumber daya dengan sebaik-baiknya. Sumber daya yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan sumber daya dengan sebaik-baiknya. Sumber daya yang paling penting 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam organisasi bentuk aktivitas selalu diarahkan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Dalam usaha untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 6 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Intensi turnover Definisi intensi, menurut Anwar dkk, menunjukkan bahwa intensi merupakan probabilitas atau kemungkinan yang bersifat subjektif, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Program Pelayanan Kesejahteran Karyawan. step. Artinya: Program adalah sebuah rencana yang mencakup serangkaian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Program Pelayanan Kesejahteran Karyawan. step. Artinya: Program adalah sebuah rencana yang mencakup serangkaian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Program Pelayanan Kesejahteran Karyawan Menurut Stoner dan Edwar (2001:296) pengertian program adalah: Program is a single use plan that covers a relativity

Lebih terperinci

KEPUASAN KERJA DAN PENINGKATAN PRESTASI KERJA. Oleh: Muslikhah Dwihartanti

KEPUASAN KERJA DAN PENINGKATAN PRESTASI KERJA. Oleh: Muslikhah Dwihartanti KEPUASAN KERJA DAN PENINGKATAN PRESTASI KERJA Oleh: Muslikhah Dwihartanti Abstrak Sebuah perusahaan tentu memiliki tujuan yang telah ditetapkan dan ingin diwujudkan melalui kegiatan operasional. Upaya

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu:

BAB II URAIAN TEORITIS. a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: BAB II URAIAN TEORITIS A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 1. Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; 2. Keinginan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial. Pada dasarnya manusia memiliki dorongan untuk berinteraksi satu sama lain dan tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Disiplin Kerja. penguasaan diri dengan tujuan menahan impuls yang tidak diinginkan, atau untuk

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Disiplin Kerja. penguasaan diri dengan tujuan menahan impuls yang tidak diinginkan, atau untuk BAB II LANDASAN TEORITIS A. Disiplin Kerja 1. Pengertian Disiplin Kerja Menurut kamus psikologi Chaplin (2002) dijelaskan disiplin adalah satu cabang ilmu pengetahuan, kontrol terhadap bawahan, hukuman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan guna menunjang setiap aktivitas organisasi. Sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan guna menunjang setiap aktivitas organisasi. Sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan salah satu bagian organisasi yang sangat diperlukan guna menunjang setiap aktivitas organisasi. Sumber daya manusia dituntut untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi (Arthur, 1994). Menurut Samad (2006) bahwa karakteristik pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. organisasi (Arthur, 1994). Menurut Samad (2006) bahwa karakteristik pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perspektif manajemen sumber daya manusia strategis yang paling mendasar adalah asumsi keberhasilan sebuah kinerja organisasi dipengaruhi oleh tindakan dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Manajemen Manajemen biasanya dipergunakan antara lain sebagai seperangkat proses,sekelompok orang, suatu disiplin atau wilayah kajian atau suatu karier. Menurut Robbins

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia sangat penting bagi perusahaan dalam mengelola, mengatur, dan memanfaatkan pegawai sehingga dapat berfungsi secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsifungsi manajemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen (management) merupakan bahan baku dan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Proses ini melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terpenting di dalamnya. Tanpa adanya manusia, organisasi tidak mungkin dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terpenting di dalamnya. Tanpa adanya manusia, organisasi tidak mungkin dapat digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia usaha dan industri tidak lepas dari adanya unsur manusia. Apa pun bentuk dan kegiatan suatu organisasi, manusia selalu memainkan peranan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas tentang teori dari kepuasan kerja dan komitmen organisasi yang akan mendasari penelitian ini. Pemabahasan ini akan menjadi panduan dalam memahami secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap perusahaan yang merupakan sebuah organisasi bisnis,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap perusahaan yang merupakan sebuah organisasi bisnis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam setiap perusahaan yang merupakan sebuah organisasi bisnis, sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat penting karena merupakan elemen dasar yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang

Lebih terperinci