Konsep dan Aplikasi Pemotongan PPh Pasal 21. Cara Mudah Memahami PPh Pasal 21

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Konsep dan Aplikasi Pemotongan PPh Pasal 21. Cara Mudah Memahami PPh Pasal 21"

Transkripsi

1 Konsep dan Aplikasi Pemotongan PPh Pasal 21 Cara Mudah Memahami PPh Pasal 21

2 Dasar Hukum UU No. 28 Tahun 2007 UU KUP; UU No. 36 Tahun 2008 UU PPh; PMK No. 250/PMK.03/2008 By. Jabatan untuk Pegawai Tetap & By. Pensiun untuk Pensiunan. PMK No. 252/PMK.03/2008 Juklak Pasal 21 ayat (8) UU PPh. PMK No. 162/PMK.011/2012 PTKP per 1 Jan 2013 PMK No. 206/PMK.011/2012 Batasan PTKP Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan PPh; PER-31/PJ./2012 Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21/26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi; PER-32/PJ./2009 Bentuk Formulir SPM PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26; SE-62/PJ/2009 Pengantar PER-32 PP No. 68 Tahun 2009 PPh Pasal 21 atas Pesangon, Manfaat Pensiun, THT, JHT PMK No. 16/PMK.03/2010 Tatacara Pemotngan PPh Pasal 21 atas Pesangon, Manfaat Pensiun, THT, JHT; PP No. 80 Tahun 2010 PPh 21 utk Pejabat Negara, PNS, TNI, POLRI yang dananya berasal dari APBN/APBD PMK No. 262/PMK.03/2010 Juklak PP No. 80 Tahun 2010 PER-14/PJ/2013 Bentuk SPT Masa PPh Pasal 21/26 untuk tahun 2014 LM Formasi

3 KONSEP DASAR: RUANG LINGKUP PPh 21/26 1 Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan imbalan lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa dan atau kegiatan yang diterima oleh orang pribadi. SPDN PPh Psl 21 SPLN PPh Psl 26

4 KONSEP DASAR: KARAKTERISTIK 1 Kalau duduk diem dapet duit, berarti passive income. Hmmm enaknya PPh 21 = active income yang diterima OP sbg SPDN

5 KONSEP DASAR: SPDN VS SPLN 1 SPDN (Psl. 2 (3) UU PPh) OP yang bertempat tinggal di Indonesia; atau OP yang berada di Indonesia > 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; atau SPLN (Psl. 2 (4) UU PPh) OP yang tidak bertempat tinggal di Indonesia; atau OP yang berada di Indonesia <= 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan OP yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

6 KONSEP DASAR: SIFAT PEMOTONGAN 1 PPh Pasal 21 tidak final, Kecuali: Pembayaran pesangon sekaligus; dan Honorarium untuk PNS, ABRI. PPh Pasal 26 Final; Pasal 26 ayat (5) huruf a, pemotongan PPh Pasal 26 bersifat final, kecuali pemotongan atas penghasilan yang diterima orang pribadi yang statusnya berubah menjadi WPDN.

7 1 KONSEP DASAR: PEMOTONG PPh Psl 21/26 Pemberi Kerja Orang pribadi; Badan: pusat, cabang, perwakilan atau unit Bendaharawan atau pemegang kas pemerintah; Dana pensiun, penyelenggara JAMSOSTEK, atau badan lain yang membayar uang pensiun dan THT atau JHT; Penyelenggara kegiatan

8 1 Kewajiban Pemotong PPh 21 Mengidentifikasi dan menjustifikasi transaksi; Menghitung PPh 21; Memotong buat BP Potong; Setor; Dgn SSP; Paling lambat tgl 10 bln berikutnya; Dgn SPT 1721; Nihil tetap hrs disampaikan; Plg lambat tgl 20 bln berikutnya. Lapor Bila batas waktu penyetoran jatuh pada hari libur, maka penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan satu hari kerja berikutnya

9 1 KONSEP DASAR: KEWAJIBAN MEMBUAT BUKTI POTONG Subjek Penghitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap - Penghitungan masa; (Jan-Nov) estimasi; - Penghitungan Masa Pajak Terakhir (Bulan kary. berhenti kerja, pindah cabang, atau Desember) Realisasi Pembuatan Bukti Potong Psl 23 (1) dan (2), PER- 31/PJ./2012 Max. 1 bulan setelah: - Tahun kalender berakhir; - Berhenti bekerja; Non Pegawai Tetap Setiap masa sesuai dengan saat terutangnya penghasilan. Setiap kali dilakukannya pemotongan PPh

10 1 Konsep Dasar: SETOR DAN LAPOR PAJAK (PMK- 184/PMK.03/2007) Batas Akhir Penyetoran Pajak (Pasal 3 PMK-184/PMK.03/2007) Bila tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Batas Akhir Pelaporan (Pasal 8 PMK-184/PMK.03/2007) Bila bertepatan pada hari libur (sabtu atau hari libur nasional), pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Termasuk hari libur: Hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.

11 1 KONSEP DASAR: HAK PEMOTONG PPh 21/26 Jika KELEBIHAN SETOR Kompensasi lebih setor: Pasal 22 (7) PMK - 252/PMK.03/2008 jo. Pasal 22 (7) PER-31/PJ./2012: Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran PPh Pasal 21 yang terutang, kelebihan pembayaran tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang pada bulan berikutnya melalui SPT Masa.

12 1 KONSEP DASAR: KEWAJIBAN DAN HAK KARYAWAN Kewajiban: Hak: Daftar NPWP; Menyerahkan surat pernyataan jumlah tanggungan kepada pemberi kerja pada saat mulai kerja/pensiun, dan di awal tahun takwim; Menyerahkan BP PPh 21 kepada: Pemotong kantor cabang baru (dipindahkan); Pemotong tempat kerja baru (Pindah kerja); Pemotong pajak DP (mulai pensiun tahun berjalan). Minta bukti potong PPh Pasal 21

13 1 KONSEP DASAR: SAAT TERUTANG PPh PASAL 21/26 Pasal 21 PMK-252/PMK.03/2008: Bagi penerima penghasilan Saat diterimanya pembayaran; atau Saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan. Bagi pemotong PPh terutang setiap masa, yaitu akhir bulan: Dilakukannya pembayaran; atau Terutangnya penghasilan yang bersangkutan (Saat dibebankan sebagai biaya).

14 1 KONSEP DASAR: TEMPAT TERUTANG PPh PASAL 21 Butir 1 SE-23/PJ.43/2000: Pemotong PPh 21/26: Pusat, cabang, BUT, perwakilan atau unit; Pemotongan Pajak tersebut juga dilakukan oleh kantor cabang, perwakilan atau unit tempat pembayaran imbalan jasa ketenagakerjaan dimaksud dilakukan yang pada umumnya menunjuk pada tempat pelaksanaan pekerjaan, jasa dan kegiatan. UU PPh tidak mengatur mekanisme pemusatan (sentralisasi) pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21.

15 2 OBJEK PPH 21: MACAM-MACAM PENGHASILAN a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur; b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya; c. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain yang sejenis; d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan; e. Imbalan kepada bukan pegawai, seperti: honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan;

16 2 OBJEK PPH 21: MACAM-MACAM PENGHASILAN (Con t) f. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun; g. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama; h. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau i. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

17 2 OBJEK PPH 21: CIRI-CIRI OBJEK PPh PSL 21 Ph. yang terkait dengan pekerjaan atau jasa: Benefit in cash (tunai); Benefit in kinds (non tunai), yang diberikan oleh: WP yang telah dikenai PPh Final; WP yang dikenai PPh berdasarkan NPK (deem profit); Penggantian (reimbursement) yang dibayarkan langsung kepada karyawan yang secara substansi merupakan benefit in cash; Premi asuransi dibayar pemberi kerja (KKJDB). Ph. Terkait dengan kegiatan: Hadiah/penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun; Selain hadiah/penghargaan: hanya benefit in cash

18 2 OBJEK PPH 21: REIMBURSEMENT DAN PERSYARATANNYA Penggantian (reimbursement) kepada orang pribadi, tidak dibayarkan kepada pihak ketiga Syarat Reimbursement Material: - Tidak ada mark up/mark down; - Bukti asli diserahkan kepada penanggung beban sebenarnya. Formal: - Bukti transaksi atas nama penanggung beban sebenarnya; - Diatur dalam kontrak.

19 2 ASPEK PAJAK ATAS REIMBURSEMENT Taxable income (Objek PPh 21): Tidak terpenuhi syaratnya; Dianggap pembayaran tunai kepada karyawan (benefit in cash). Non Taxable Income (Non Objek PPh 21): Reimbursement terpenuhi syaratnya; Kenikmatan untuk karyawan (Benefit in kind).

20 Reimbursement PT A Penggantian Bukti an. Kary. Sama aja gue minta duit sama perusahaan buat berobat. Reimbursement Objek PPh 21, karena: - Di-mark up/down, atau bukti asli tidak a.n. penanggung beban sebenarnya; - Subtansi transaksi tidak sejalan dengan bukti formal; - Dianggap perusahaan memberikan uang tunai kepada pegawai, yang kemudian digunakan berobat ke RS.

21 Reimbursement PT A Penggantian Bukti an. Perusahaan Kary. Formalitas dan Subtansi terpenuhi, sehingga dianggap sebagai pemberian benefit in kinds Reimbursement bukan Objek PPh 21, karena: - Bukti transaksi a.n perusahaan dan sesuai dgn jml yang dikeluarkan kary; - Substansi dan formal terpenuhi, sehingga perusahaan dianggap membayar kepada RS untuk memberikan pengobatan kepada karyawan. Sehingga dianggap kenikmatan

22 2 OBJEK PPH 21: PREMI ASURANSI YANG DITANGGUNG PEMBERI KERJA Asuransi: Kesehatan, Kecelakaan, Jiwa, Dwiguna, Bea Siswa (KKJDB) PPh 21 PPh badan Ditanggung oleh perusahaan TI DE Dipotong dari penghasilan karyawan TI - Pasal 9 (1) UU PPh: Premi Asuransi (KKJDB) yang dibayar oleh orang pribadi, tidak boleh jadi pengurang.

23 2 OBJEK PPH 21: DIKECUALIKAN SBG OBJEK PPh 21 ATAS IURAN PENSIUN YANG DITANGGUNG PEMBERI KERJA Yaitu : Iuran Pensiun kepada Dana Pensiun yang pendiriannya sudah disahkan Menkeu dan Iuran JHT kepada JAMSOSTEK. Bagi pemberi kerja bersifat Deductible Expense (DE) PPh 21 PPh badan Ditanggung oleh perusahaan NTI DE Dipotong dari penghasilan karyawan NTI -

24 Aspek Pajak atas premi Jamsostek No. Keterangan Besarnya Sifat TI-PPh 21 DE-PPh Bdn 1. Tunjangan Hari Tua (THT) 3,70% Pensiun 2. THT Dipotong dr. kary. 2,0% Pensiun Pengurang Ph. bruto 3. Jaminan Kematian (JK) 0,30% Asuransi 4. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) 0,24% /variasi Asuransi 5. Jaminan Perawatan Kesehatan (JPK) variasi Asuransi

25 2 NON OBJEK PPH 21: MACAM-MACAM PENGHASILAN YANG DIKECUALIKAN DARI OBJEK PPh PSL. 21 Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan beasiswa; Natura/kenikmatan yang diberikan oleh Wajib Pajak atau oleh pemerintah; Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran THT atau iuran JHT kepada badan penyelenggara THT atau badan penyelenggara JAMSOSTEK yang dibayar oleh pemberi kerja; Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh pemerintah; Beasiswa sepanjang memenuhi ketentuan yang disyaratkan oleh Menteri Keuangan; Zakat yang diterima orang pribadi dari badan LAZ yang dibentuk & disahkan pemerintah. Sumbangan Wajib Keagamaan yang diterima oleh OP dari lembaga keagamaan yang disahkan oleh Pemerintah.

26 NON OBJEK PPH 21: BEASISWA PMK No. 246/PMK.03/2008 stdd PMK No. 154/PMK.03/2009: Beasiswa bukan Objek PPh dengan syarat: 1. Diterima atau diperoleh WNI dari WP pemberi beasiswa untuk mengikuti pendidikan formal dan atau non formal yang dilaksanakan di dalam negeri dan/atau di luar negeri pada tingkat pendidikan dasar, menengah, dan tinggi; 2. Penerima beasiswa tidak mempunyai hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris, direktur, atau pengurus dari Wajib Pajak pemberi beasiswa.

27 Ortu Mertua Ay Ib Ay Ib Adik Kakak S I Ipar Anak Kandung AK AA Anak Angkat Hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat (Ps. 18 UU PPH).

28 4 PERHITUNGAN PPH PASAL 21: TARIF PAJAK Pasal 17 huruf a UU PPh No. 36/2008) Lapisan Penghasilan Kena Pajak NPWP Tarif Pajak Non NPWP sd Rp ,00 5% 6% > Rp ,00 sd Rp ,00 15% 18% > Rp ,00 sd Rp ,00 25% 30% > Rp ,00 30% 36% Pasal 21 (5a) UU PPh 2008, WPOP yang tidak ber-npwp dikenai tarif lebih tinggi 20%.

29 Contoh Penghitungan: 4 Ph. KP = Rp600 juta 50 juta x 5% = ,- 200 juta x 15% = ,- 250 juta x 25% = ,- 100 juta x 30% = ,- (+) Jml: 600 juta ,-

30 Penghitungan Efektif PPh 21 4 Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Penghitungan Efektif s/d Rp ,- 5% 5% x Ph KP > Rp ,- s/d Rp ,- 15% (15% x Ph KP) - 5 juta > Rp ,- s/d Rp ,- 25% (25% x Ph KP) - 30 juta > Rp ,- 30% (30% x Ph KP) - 55 juta Contoh: Ph KP PPh terutang = Rp600 juta = (30% x Rp600 juta) Rp55 juta = Rp125 juta

31 4 PERHITUNGAN PPH PASAL 21: MENURUT PENERIMA PENGHASILAN Pegawai: 4.1. PPh Psl 21 Pegawai Tetap PPh Psl 21 Pegawai Tidak Tetap PPh Psl 21 Mantan Pegawai/Komisaris Yang Tidak Merangkap Sebagai Pegawai Tetap/Penarikan Dapen oleh Pegawai yang masih aktif. Selain Pegawai: 4.4 PPh Psl 21 Peserta Kegiatan. 4.5 PPh Psl 21 Selain Pegawai Lainnya.

32 4.1 PEGAWAI TETAP: Pegawai Tetap: Ph. KP = Ph. Neto PTKP Ph. Neto = Ph. Bruto B. Jabatan Iuran Pensiun/THT Penerima Pensiun: Ph. KP = Ph. Neto PTKP Ph Neto = Ph. Bruto B. Pensiun

33 4.1 PEGAWAI TETAP: PENGURANG PENGHASILAN Biaya Jabatan: 5% x Ph. Bruto; max Rp ,- per bulan atau Rp ,- per tahun; Bdskn. Jml bulan kerja/perolehan yg sebenarnya. Biaya Pensiun: 5% x Pensiun; max. Rp ,- per bulan atau Rp ,- per tahun Bdskn. Jml bulan perolehan yg sebenarnya. Iuran pensiun dan JHT ditanggung karyawan; Dapen yang disahkan Menkeu; JHT kepada penyelenggara jamsostek. PTKP

34 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Besarnya PTKP Pegawai: Thn 2009 sd 2012 Tahun 2013 Diri WP sendiri , ,- Status kawin , ,- Tanggungan , ,- Maks. Tanggungan 3 3 WNI WNA Ditentukan menurut kondisi di awal tahun Bulan saat WNA menjadi SPDN

35 Contoh Penghasilan Tidak Kena Pajak Sesuai Status WPOP Status UU PPh 2008 PMK- 162/PMK.011/2012 Selisih TK/ , , ,- K/0 TK/ , , ,- K/1 TK/ , , ,- K/2 TK/ , , ,- K/ , , ,-

36 PTKP Pegawai Wanita STATUS KAWIN STATUS KAWIN SUAMI TDK MENERIMA/MEMPEROLEH PENGHASILAN STATUS TDK KAWIN HANYA UTK DIRI SENDIRI, YAITU Rp ,- SETAHUN - UTK DIRI SENDIRI - STATUS KAWIN - TANGGUNGAN MAKS. 3 ORG SYARAT - UTK DIRI SENDIRI - TANGGUNGAN MAKS 3 ORG MENUNJUKKAN KET. TERTULIS DARI PEMERINTAH DAERAH SETEMPAT SERENDAH-RENDAHNYA KECAMATAN

37 4.1 PEGAWAI TETAP : KONSEP PENGHITUNGAN Penghitungan Masa (Atas Dasar Estimasi Penghasilan Yang Disetahunkan) Penghitungan Masa pajak terakhir (Atas Dasar realisasi Penghasilan): Untuk Masa Pajak: 1. Masa Desember, atau 2. Masa pajak karyawan berhenti bekerja

38 4.1 PEGAWAI TETAP : Contoh: Tommy, status TK/0. Gaji sebulan Rp ,- Tommy ikut program pensiun dengan iuran sebulan Rp ,- Jan - Nov Des Masa Masa Terakhir Ph. bruto sebulan / setahun Dikurangi: - Biaya jabatan (5% x Rp ,-) Iuran THT Ph neto sebulan Perkiraan Ph. neto setahun / real setahun Dikurangi: PTKP PhKP PPh 21 setahun PPh 21 sebulan PPh 21 dipotong/ disetor Jan - Nov (11 bulan x Rp83.750,- ) PPh 21 terutang Des

39 Penghitungan PPh Pasal 21 Masa Ph. Bruto Sebulan Pengurang Ph. Bruto (-) = Ph. Neto Sebulan Perk. Ph. neto setahun (x 12) * (-) Dikurangi PTKP = Ph. yang menjadi Objek PPh Pasal 21. B. Jabatan, Iuran Pensiun, dan THT. Ph KP x trf Psl 17 PPh 21 Sebulan = PPh 21 setahun /12 PPh 21 Setahun

40 Penghitungan PPh 21 Masa: Menentukan Perkiraan (Estimasi) Penghasilan Neto setahun Bekerja sejak Januari Ph. Neto sebulan 12 PPh 21 sebulan = PPh 21 setahun /12 Bekerja mulai tengah tahun Ph. Neto sebulan bln sejak masuk kerja sampai dengan Desember (n bulan) PPh 21 sebulan = PPh 21 setahun/n bulan WNA Di Indonesia tdk setahun penuh Ph. Neto 12 PPh 21 sebulan = PPh 21 setahun /12

41 Variasi Penghitungan PPh Pasal 21 Masa - Bekerja sejak awal tahun - Bekerja di pertengahan tahun: - Kewajiban pajak subjektif dimulai dari awal tahun; - Pegawai baru; - Pegawai pindahan yang membawa 1721 A1 dari tempat kerja sebelumnya; - Kewajiban pajak subjektif dimulai setelah awal tahun (tengah tahun); - Pegawai menerima rapel; - Pegawai menerima bonus.

42 Bekerja sejak awal tahun Modul hal. 23 Gaji JKK 0,1% x gaji JPK 0,3% x gaji (+) Jumlah Ph. Bruto teratur sebulan Pengurangan: 1. Biaya Jabatan (maksimum Rp ,- sebulan) 2. Iuran terkait dengan gaji THT (+) Jumlah pengurang (-) Jumlah Ph neto sebulan Jumlah perkiraan Ph. neto teratur setahun (12 bulan x Rp ,- ) Dikurangi: PTKP: K/ (-) Ph. Kena Pajak Ph. Kena Pajak Dibulatkan PPh Pasal 21 Setahun 5% x Rp ,- = ,- 15% x Rp ,- = ,- (+) PPh Pasal 21 sebulan (Rp ,-/12 bln) Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar: 120% x Rp ,- = Rp ,-

43 Masuk Kerja di Tengah Tahun Tidak membawa 1721 A1 Contoh Hal 24: Budiyanta (K/0), bekerja pada PT ISL sebagai pegawai tetap sejak 1 Juli Budiyanta menerima gaji sebulan sebesar Rp ,- dan ikut program Jamsostek sesuai ketentuan. Penghasilan teratur Gaji JKK 0,10% JPK 0,30% (+) Jumlah Ph. Bruto sebulan Pengurangan: 1. Biaya Jabatan (maksimum Rp ,- sebulan) Iuran pensiun (+) Jumlah (-) Jml Ph. neto sebulan Jml Perk. Ph. neto setahun (6 bln x Rp ,-) Dikurangi: PTKP: K/ (-) Ph. Kena Pajak Ph. Kena Pajak Dibulatkan PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp , PPh Pasal 21 sebulan (Rp ,- : 6)

44 Masuk Kerja di Tengah Tahun Membawa 1721 A1 Penghasilan teratur Gaji Contoh hal 24: Tn. Badu pada PT ISL sebagai pegawai tetap sejak 1 Juli 2013 dgn gaji Rp ,- dan diikutsertakan dalam program jamsostek oleh PT ISL sesuai ketentuan yang berlaku-. Sblmnya kerja di PT ACI dgn data Ph dalam 1721 A1: Ph. Neto Rp ,- PPh 21 terutang Rp ,- JKK 0,10% JPK 0,30% (+) Jumlah Ph. Bruto sebulan Pengurangan: 1. BiayaJabatan (maksimumrp ,-sebulan) Iuran pensiun (+) Jumlah (-) Jml Ph. neto sebulan Jml Perkiraan Ph. Neto setahun (6 bln x Rp ,-) Jml Ph neto masa sebelumnya (+) Jml seluruh Ph neto Dikurangi: PTKP: K/ (-) Ph. Kena Pajak Ph. Kena Pajak Dibulatkan PPh Pasal 21 terutang Trf Psl 17xRp , PPh Pasal 21 yang terutang di masa sebelumnya (-) PPh Pasal 21 terutang di tempat sekarang PPh Pasal 21 sebulan (Rp ,- : 6)

45 Masuk Kerja di Tengah Tahun (Kewajiban pajak subjektif dimulai setelah bulan Januari) Contoh Hal. 25: David Raisita (K/0) mulai bekerja 1 Juli 2013 dengan gaji per bulan Rp ,- Penghasilan bruto sebulan Gaji Jumlah Ph. Bruto sebulan Pengurangan: Biaya Jabatan (maksimum Rp ,- sebulan) Jumlah (-) Jml Ph. neto sebulan Jml Perkiraan Ph. Neto setahun (12 x Rp ,-) Dikurangi: PTKP: K/ (-) Ph. Kena Pajak Ph. Kena Pajak Dibulatkan PPh Pasal 21 terutang setahun 5% x Rp ,- = % x Rp ,- = (+) PPh Pasal 21 sebulan (Rp ,- : 12) Bila kewajiban pajak subjektif David Raisita telah ada sejak bulan Januari, maka jumlah Ph. Neto setahun = 6 x Ph neto sebulan.

46 Rapel = Kenaikan gaji yang berlaku surut Contoh Hal 26: Gaji Jan sd Mei : Rp ,-. Bulan Jun: Rp ,- berlaku surut sejak Jan. (Rapel: 5bln x Rp ,-= Rp ,-) Sebelum Kenaikan Setelah Kenaikan Gaji JKK JPK (+) (+) Jumlah Teratur sebulan Pengurangan: 1. Biaya Jabatan (maksimum Rp ,- sebulan) 2. Iuran terkait dengan gaji THT (+) (+) Jumlah (-) (-) Ph. neto sebulan Perkiraan Ph neto setahun bulan x Ph neto sebulan Dikurangi: PTKP: K/ (-) (-) Ph. Kena Pajak (PhKP) Ph. Kena Pajak Dibulatkan PPh Pasal 21 Setahun Trf Psl 17 x PhKP PPh Pasal 21 sebulan PPh 21 (Jan - Mei) seharusnya: (5 x Rp ,-) PPh 21 yang telah dipotong (Jan - Mei) (-) (5 x Rp ,-) PPh 21 Rapel

47 PPh 21 Bonus/Ph Tdk teratur PPh Pasal 21 atas Bonus /Ph. Tidak Teratur: Selisih PPh Pasal 21 atas seluruh Ph (Ph teratur + tidak teratur) dengan PPh Pasal 21 atas Ph teratur Gaji + Bonus PPh 21 Gaji Penghasilan teratur Gaji JKK 0,10% JKM 0,30% (+) (+) Jml Ph. Bruto teratur sebulan Jml. Perkiraan Ph Bruto teratur setahun (12 bln x Ph. Bruto Sebulan) Bonus Jml Ph teratur + tdk teratur Pengurangan: 1. Biaya Jabatan (maksimum Rp ,- setahun) Iuran THT (2% x gaji sebulan x 12 bln) (+) (+) Jumlah (-) (-) Jml Ph. Neto setahun Dikurangi: PTKP: TK/ (-) (-) Ph. Kena Pajak Ph. KP dibulatkan PPh 21 setahun PPh atas penghasilan teratur setahun PPh 21 atas Bonus saja (Rp ,- -- Rp ,-) PPh 21 sebulan atas penghasilan teratur (+) PPh 21 terutang bulan ini (Rp ,- + Rp ,-) Contoh hal 27

48 Skema Penghitungan PPh 21 Masa Pajak Terakhir Ph. Bruto real ( - ) Pengurang Ph. Bruto real 1 thn Ph. Neto real setahun = ( - ) Dikurangi PTKP = Ph. yang menjadi Objek PPh Pasal 21. B. Jabatan, Iuran Pensiun, dan THT. Ph KP x Trf. Psl 17 PPh 21 terutang = PPh 21 setahun PPh 21 disetor di masa pajak sebelumnya PPh 21 Setahun (real) Penghitungan PPh 21 di masa pajak terakhir didasarkan pada penghasilan sebenarnya karyawan yang bersangkutan;

49 Ph. Neto Real yang Disetahunkan WPOP kewajiban pajak subjektifnya tidak setahun penuh: WNA (datang/pergi) meninggalkan Indonesia ditengah tahun ;atau WNI meninggal dunia tengah tahun. Ph neto disetahunkan = Ph. Neto Real x 12/n PPh 21 terutang = PPh 21 setahun x n/12 Pegawai pindah cabang. Ph Neto disetahun = Ph neto real x MK/n PPh 21 terutang = PPh 21 atas Ph neto disetahunkan x n/mk

50 Variasi Penghitungan PPh 21 Masa Terakhir - Penghitungan PPh 21 untuk pegawai yang kewajiban pajak subjektifnya setahun penuh: - Masa terakhir Desember; - Masa terakhir Berhenti kerja di tengah tahun; - Masa terakhir Pindah cabang di tengah tahun. - Penghitungan PPh 21 untuk pegawai yang kehilangan/berakhir kewajiban pajak subjektifnya di pertengahan tahun: - Masa Desember WNA yg mulai kerja di pertengahan tahun; - Masa terakhir WNA pergi meninggalkan Indonesia selamanya.

51 Penghitungan PPh 21 Masa Terakhir (Masa Desember) (Jan-Jun) (Jul-Nov) Des-13 Gaji JKK Contoh Hal 28: Jaka Lelana, TK/0, kerja di PT ISL dengan memeroleh gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar Rp ,-, dan oleh PT ISL diikutsertakan dalam program pensiun,-. Mulai bulan Juli 2013, Jaka Lelana memeroleh kenaikan penghasilan tetap setiap bulan menjadi Rp ,-. JKM Jumlah Ph bruto teratur sebulan Pengurangan: Biaya Jabatan (maksimum Rp ,- sebulan) 2. Iuran terkait dengan gaji THT Jumlah Jumlah teratur sebulan Jumlah Teratur setahun bulan x Ph neto sebulan Dikurangi: PTKP TK/0: Diri sendiri Ph. Kena Pajak Ph. Kena Pajak Dibulatkan PPh Pasal 21 Setahun Trf Psl 17 x Ph Kena Pajak PPh Pasal 21 sebulan PPh 21 dipotong s.d November 2013 (6 x ,-) + (5 x Rp ,-) PPh 21 dipotong bulan Desember

52 Berhenti Tengah Tahun Contoh Hal 28: Arip Marwanto yang berstatus K/0 adalah pegawai pada PT ISL. Sejak 1 Juli 2013, yang bersangkutan berhenti bekerja di PT ISL. Gaji Arip Marwanto setiap bulan sebesar Rp ,- dan juga diikutsertakan dalam program asuransi Jamsostek sesuai ketentuan yang berlaku. Jan sd Mei Juni Penghasilan teratur Gaji JKK = 0,1% x gaji JPK = 0,3% x gaji (+) (+) Jumlah Ph. Bruto sebulan Pengurangan: 1. BiayaJabatan (max. Rp ,-sebulan) Iuran THT (+) (+) Jumlah (-) (-) Jml Ph. neto sebulan Jml Perkiraan Ph. Neto setahun /real Dikurangi: PTKP: K/ (-) (-) Ph. Kena Pajak Ph. Kena Pajak Dibulatkan PPh Pasal 21 terutang Trf Pasal 17 x Ph Kena Pajak PPh Pasal 21 sebulan (Rp ,- : 12) PPh Pasal 21 yang telah disetor di masa sebelumnya (Jan-mei) (-) (5 bln x Rp ,-) PPh Pasal 21 kurang (lebih) bayar di masa pajak terakhir ( )

53 Pindah Cabang di Tengah Tahun Contoh Hal 29: Agus Saparudin, K/0 adalah pegawai PT ISL di Jakarta. Sejak 1 Juli 2013 dipindahtugaskan ke kantor cabang di Bandung Gaji Agus Saparudin sebesar Rp ,- dan perusahaan juga mengikutsertakan Agus Saparudin dalam program asuransi Jamsostek sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Januari Juni Gaji JKK JPK Jumlah Ph. neto sebulan /realisasi Pengurangan: 1. Biaya Jabatan max. Rp ,-/bulan; atau Rp6 juta /tahun 2. Iuran THT Jumlah Jumlah Ph neto sebulan Jumlah Perkiraan Ph neto setahun /real setahun bulan x Ph neto sebulan Ph neto disetahunkan Dikurangi: PTKP: TK/ Ph. Kena Pajak Ph. Kena Pajak Dibulatkan PPh Pasal 21 Setahun Trf Psl 17 x Ph Kena Pajak dibulatkan PPh 21 terutang setahun/disetahunkan (6/12 x PPh Pasal 21 setahun) PPh 21 sebulan (5 x Rp ,-) PPh 21 kurang (lebih) bayar

54 Konsep Penghitungan Masa Pajak Terakhir PPh 21 atas penghasilan real selama setahun (12 bulan) dikurangi PPh 21 yang telah dipotong selama 11 bulan (Jan Nov) = 1 PPh 21 Kurang Bayar Sebulan (Desember)

55 Akankah Lebih Bayar??? Fluktuasi penghasilan Perbedaan lapisan tarif pengenaan pajak saat menghitung PPh 21 Masa dan PPh 21 Masa Pajak Terakhir. Banyak pegawai keluar di pertengahan tahun Perbedaan estimasi penghasilan yang disetahunkan dengan penghasilan sebenarnya.

56 4.2 KONSEP PENGHITUNGAN: PEGAWAI TIDAK TETAP Dibayarkan Bulanan: PPh Psl. 21 Ph KP disetahunkan PPh Psl 21 bulan ini = Trf Psl 17 x Ph KP disetahunkan = Ph. Bruto disetahunkan PTKP Setahun = PPh Psl 21 Setahun/12 Dibayarkan Harian/Mingguan, satuan: Jumlah Sebulan PPh Pasal 21 Terutang Keterangan <=Rp ,- 5% x Upah PTKP Harian PTKP Harian = Rp ,- > Rp ,- 5% x Upah PTKP sebenarnya PTKP/360 x hari kerja > Rp ,- Tarif Psl 17 x Ph. KP yg disetahunkan Ph KP = Ph Neto PTKP

57 4.3 MANTAN PEGAWAI, KOMISARIS NON PEGAWAI TETAP, PENARIKAN DANA PENSIUN Honorarium yg bersifat tidak teratur yg diterima atau diperoleh Komisaris/dewan pengawas yg bukan pegawai tetap pada perusahaan yg sama; Jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yg diterima atau diperoleh oleh mantan pegawai; Penarikan Dapen o/ peserta program pensiun yg berstatus sbg pegawai dari Dapen yang pendiriannya telah disahkan oleh MenKeu.

58 4.4 PESERTA KEGIATAN PESERA KEGIATAN: Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya; Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja; Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu; Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; Peserta kegiatan lainnya.

59 4.5 Bukan PEGAWAI Yang termasuk Bukan Pegawai: Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris; pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya; olahragawan; penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; pengarang, peneliti, dan penerjemah; pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan; agen iklan; Pengawas atau pengelola proyek; pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara; petugas penjaja barang dagangan; petugas dinas luar asuransi; distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya;

60 4.5 BUKAN PEGAWAI: PERHITUNGAN Bukan pegawai tidak berkesinambungan Ph. Bruto Bukan pegawai Bukan pegawai berkesinambungan: Ph. Bruto Ph KP

61 4.5 BUKAN PEGAWAI: PERHITUNGAN Tdk Berkesinambungan PPh 21 = Trf Psl 17 x 50% x Ph. Bruto Pasal 1 angka 22 PER-31/PJ./2012: Imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada bukan pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

62 4.5 BUKAN PEGAWAI: PENGHASILAN BERKESINAMBUNGAN Tdk Berhak PTKP Trf Psl 17 x Kumulatif (50% x Ph. Bruto) Berhak PTKP Trf Psl 17 x Kumulatif Ph. KP Ph. KP = (50% x Ph Bruto) PTKP Sebulan

63 4.5 BUKAN PEGAWAI: YANG BERHAK MENDAPAT PTKP Pasal 13 ayat (1) PER-31/PJ/2012 Non Pegawai yg menerima Ph berkesinambungan berhak PTKP, sepanjang: 1. Telah mempunyai NPWP; dan 2. Hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya. Pasal 13 ayat (2) PER-31/PJ/2012: Untuk dapat memperoleh pengurangan berupa PTKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penerima penghasilan bukan pegawai harus menyerahkan fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak, dan bagi wanita kawin harus menyerahkan fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak suami serta fotokopi surat nikah dan kartu keluarga.

64 4.5 BUKAN PEGAWAI: PENGHASILAN BRUTO Pasal 10 ayat (5) huruf a PER-31/PJ./2012: Ph Bruto tidak termasuk bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan. Pasal 10 ayat (5) huruf b PER-31/PJ./2012: Ph Bruto tidak termasuk penyerahan barangnya. Hanya atas pemberian jasa. Pasal 10 ayat (6) PER-31/PJ./2012: Khusus dokter yang melakukan praktik di RS dan/atau klinik: Sebesar jasa dokter yang dibayarkan pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.

65 Non Pegawai Skema Pemajakan Bukan Pegawai Ph. Berkesinambungan Tdk Memiliki NPWP? Tdk Trf Psl 17 x 120% x 50% x Jml Ph Bruto Ya Ya Trf Psl 17 x 50% x Jml Ph Bruto Memiliki NPWP? Tdk Trf Psl 17 x 120% x Kumulatif Ph Bruto (50% x Ph Bruto) Ya Trf Psl 17 x Kumulatif Ph Bruto (50% x Ph Bruto) Ph. Dari 1 pemotong pjk Tdk Ya Trf Psl 17 x Kumulatif Ph KP ((50% x Ph Bruto) - PTKP 1 bln))

66 5 PPh Pasal 21 atas Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT dan JHT yang Dibayarkan Sekaligus PP Nomor 68 Tahun 2009: Uang pesangon; Uang manfaat pensiun; THT; JHT Berlaku mulai 16 November 2009 Pembayaran uang pesangon, uang manfaat pensiun, THT dan JHT yang dibayarkan sekaligus sebelum 16 November 2009, ikut PP Nomor 149 Tahun 2000.

67 5 Tarif PPh Pasal 21--PP No. 68 Tahun 2009 (Pesangon, uang manfaat pensiun, THT, JHT) Pesangon Uang Manfaat Pensiun, THT, JHT Penghasilan Tarif Penghasilan Tarif s.d. Rp ,- 0% s.d. Rp ,- 0% > Rp ,- s.d Rp ,- 5% > Rp ,- 5% > Rp ,- s.d Rp ,- 15% > Rp ,- 25% Dianggap dibayarkan sekaligus: Uang pesangon, uang manfaat pensiun, THT, JHT yang dibayarkan sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun kalender.

68 5 Sifat Pemotongan Pajak Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT dan JHT Final (Dibayar sekaligus / 2 (dua) tahun kalender) Tidak Final (Tahun ke-3 dan seterusnya) Tarif Psl 17 x Ph Bruto (20% lebih tinggi untuk non NPWP)

69 5 PPh Pasal 21 Honorarium yang diterima pejabat negara, PNS, anggota ABRI Dasar Hukum: PP Nomor 80 Tahun 2010 PMK No. 262/PMK.03/2010 Penerima Penghasilan PNS gol I dan II, Anggota TNI dan Anggota Polri golongan pangkat Tamtama dan Bintara dan pensiunannya; PNS gol III, Anggota TNI dan POLRI berpangkat Perwira Pertama, dan pensiunannya; PNS gol IV, Anggota TNI dan POLRI golongan pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan pensiunannya. Tarif 0% x Jml bruto/ imbalan lain 5% x Jml bruto/ imbalan lain 15% x Jml bruto/ imbalan lain

70 6 PPH PSL 26 PPh Psl. 26 = 20% x imbalan bruto Dikenakan untuk WPOP yang berstatus SPLN.

71 7 PPH PSL 21 BAGI NON NPWP (Psl. 20 PMK-252/PMK.03/2008) Penerima Ph. Non NPWP akan dikenai tarif 20% lebih tinggi daripada tarif yang ber-npwp; PPh 21 Non NPWP= 120% x PPh terutang; Hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 tidak final; Bagi Pegawai Tetap/pensiunan: PPh 21 yang dipotong dengan tarif 20% lebih tinggi dapat diperhitungkan dengan PPh 21 terutang untuk bulan selanjutnya setelah ber-npwp. Selain pegawai Tetap: Dalam hal WP yang dikenai pemotongan PPh 21 dengan tarif lebih tinggi mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, PPh 21 yang dikenakan dengan tarif lebih tinggi tsb dapat dikreditkan di SPT PPh WPOPnya.

72 8 TAX PLANNING PPH PASAL 21 Tax Planning: Upaya mencapai pemenuhan kewajiban perpajakan yang optimal melalui: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian perpajakan (POAC)

73 8 TAX PLANNING PPH PASAL 21: TUJUAN 1. Kuantitatif Tujuan akhirnya adalah adanya tax saving (beban pajak paling minimum), dengan cara memilih jenis transaksi dan kebijakan yang akan diambil perusahaan. 2. Kualitatif Pelaksanaan administrasi yang baik dan terencana, sehingga menghindarkan adanya konflik yang mengakibatkan adanya kerugian bagi perusahaan, dengan adanya sanksi dan beban pajak. Misal: melengkapi dokumen, diatur jelas klausul pemotongan pajak.

74 8 TAX PLANNING PPH PASAL 21 : TUJUAN KUANTITATIF 1. Hubungan Biaya di PPh Badan dan Beban PPh Pasal Aspek Pajak atas Kebijakan Pilihan Biaya Pegawai

75 8 TAX PLANNING PPH PASAL 21 : TUJUAN KUANTITATIF HUBUNGAN BIAYA DI PPH BADAN DAN PPH PASAL 21 PPh Pasal 21 PPh Badan Contoh TI DE Biaya Gaji NTI NDE Pemberian kenikmatan/natura NTI DE Makan bersama TI NDE Hadiah uang atas perlombaan Family day Pilihlah 1. NTI vs DE 2. TI vs DE, bila tarif PPh 21 < PPh Badan 3. NTI vs NDE, bila tarif PPh 21 > PPh Badan Hindari TI vs NDE

76 Pilihan Transaksi & Dampak Pajaknya 1. Makan Bersama Vs. Tunj. Makan Antar jemput Karyawan Vs. Tunj. Transport NTI Vs DE TI Vs DE 2. Kendaraan, Hand Phone Vs. Tunj. Kendaraan, HP NTI Vs. DE (50%) TI Vs DE 3. Akomodasi, Uang Saku Vs. Lump-sump TI u/ uang saku Vs DE TI Vs DE 4. Bonus dari R/E Vs Bonus sbg biaya TI Vs NDE TI Vs DE 5. Tunj. PPh 21 Vs. PPh 21 Ditanggung Persh. TI Vs DE NTI Vs. NDE Tunj. Kesehatan Vs. Fasilitas Pengobatan TI Vs DE NTI Vs NDE

77 Kebijakan Pemotongan PPh 21 Dipotong Ditanggung Tunj. PPh 21 Gross Up Gaji Tunj. pajak Jumlah Ph. Bruto sebulan Pengurangan: BiayaJabatan (max.rp ,-sebulan) Jumlah Ph neto sebulan Jumlah Perkiraan Ph. Neto setahun bulanxPhnetosebulan Dikurangi: PTKP: K/ Ph. Kena Pajak Ph. Kena Pajak Dibulatkan PPh Pasal 21 Setahun PPh Pasal 21 sebulan Take Home Pay

78 Jurnal Akuntasi Kebijakan Pemotongan PPh 21 Jurnal: PPh 21 PPh Bdn Dipotong (D) Biaya Gaji TI DE (K) Utang Gaji (K) Utang PPh Pasal Ditanggung (D) Biaya Gaji TI DE (D) Biaya PPh NTI NDE PPh 21 Ditunjang Gross Up (K) Utang Gaji (K) Utang PPh Pasal (D) Biaya Gaji TI DE (D) Tunj. PPh TI DE (K) Utang Gaji (K) Utang PPh

79 8 TAX PLANNING PPH PASAL 21: TUJUAN KUALITATIF 1. ASPEK LEGAL (DOKUMENTASI) 2. PENAMAAN AKUN 3. REKONSILIASI

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20 /PJ/2012 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 I. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA Contributed by Administrator Friday, 07 August 2015 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

AGENDA. PPh Pasal 26

AGENDA. PPh Pasal 26 1 AGENDA 1. PPh Pasal 21 2. PPh Pasal 26 2 Landasan Hukum: UU No 36 Th 2008, Psl 21 UU PPh Peraturan Dirjen Pajak No. PER-31/ PJ/ 2012 3 DEFINISI Pajak yang dikenakan terhadap WP Orang Pribadi Dalam Negeri

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

Pajak Penghasilan Pasal 21/26 Pajak Penghasilan Pasal 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com 1 PPh PASAL 21 Pemotongan pajak atas penghasilan yg diterima/diperoleh WP Orang Pribadi Dalam Negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan

Lebih terperinci

Update. Pajak Penghasilan Sehubungan dengan. Pekerjaan atau Jabatan, Jasa dan kegiatan, Yang dilakukan Wajib Pajak Orang Pribadi

Update. Pajak Penghasilan Sehubungan dengan. Pekerjaan atau Jabatan, Jasa dan kegiatan, Yang dilakukan Wajib Pajak Orang Pribadi Pasal 21 UU No. 7 Th 1983 std UU No. 17 Th 2000 Update UU No. 36 Th 2008 Juklak PMK No. 252/PMK.03/2008 ttg PER. 14/PJ/2013 tgl 18 April 2013 PER. 31/PJ/2012 tgl 27 Des 2012 PMK No. 162/PMK.11/2012 PER.

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 SUSUNAN SATU NASKAH PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 57/PJ/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JEDNERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

Pajak Penghasilan Pasal 21/26 Pajak Penghasilan Pasal 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-545/PJ/2000 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

PPh Pasal 21. Lingkungan Kewajiban Pajak 12/21/2017

PPh Pasal 21. Lingkungan Kewajiban Pajak 12/21/2017 PPh Pasal 21 Lingkungan Kewajiban Pajak sehubungan dengan: 1. Pekerjaan 2. Jabatan PPh Pasal 21 (dikenakan PPh 26 oleh Orang Pribadi 3. Jasa jika diterima oleh 4. Kegiatan Orang Pribadi SPLN) sehubungan

Lebih terperinci

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21 Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya setipa masyarakat yang hidup di suatu negara memiliki potensi untuk menjadi wajib pajak.

Lebih terperinci

Pengertian Pajak Penghasilan 21

Pengertian Pajak Penghasilan 21 Pajak Penghasilan Pasal 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi PPh Pasal 21 Menurut PER-31/PJ/2012 Pasal 1 ayat 2 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat atas penghasilan berupa gaji,

Lebih terperinci

DASAR HUKUM. KEP -545/PJ./1998 jo. PER-15/PJ./2006. PMK No. 252/PMK.03/2008. UU No. 7 Th stdd. Update. UU No. 36 Th UU No. 17 Th 2000.

DASAR HUKUM. KEP -545/PJ./1998 jo. PER-15/PJ./2006. PMK No. 252/PMK.03/2008. UU No. 7 Th stdd. Update. UU No. 36 Th UU No. 17 Th 2000. PPH PASAL 21 1 DASAR HUKUM UU No. 7 Th 1983 stdd UU No. 17 Th 2000 Update UU No. 36 Th 2008 Juklak Juklak KEP -545/PJ./1998 jo. PER-15/PJ./2006 ttg JUKLAK PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh Ps 21

Lebih terperinci

Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom. M,Ak

Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom. M,Ak Modul ke: Perpajakan I PPh 21 Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom. M,Ak Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi S1. Akuntansi Pemotong PPh Pasal 21/26 pemberi kerja yang terdiri dari: a.orang pribadi dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo,

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo, 6 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir)

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir) SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir) 1. PT ABC mempekerjakan Tuan A (Status K3, tanpa NPWP) seorang tukang bangunan, untuk mengganti lantai keramik

Lebih terperinci

MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM

MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM Disusun oleh : 1. Nanda Rosyid F0311082 2. Nur Aini Kusumaningrum F0311087 3. Nur Chayati

Lebih terperinci

MODUL PPh PASAL 21/26 & espt PPh Pasal 21

MODUL PPh PASAL 21/26 & espt PPh Pasal 21 PRISMA UTAMA CONSULTANT MODUL PPh PASAL 21/26 & espt PPh Pasal 21 SERI PERPAJAKAN Ivan Christian K, S.E., M.M. 2010 J L. J U P I T E R U T A M A N O. 10 B A N D U N G 4 0 2 8 6 PENGERTIAN PPh PASAL 21

Lebih terperinci

PEMOTONGAN PPh PASAL 21

PEMOTONGAN PPh PASAL 21 PEMOTONGAN PPh PASAL 21 1 Dasar Hukum 1. Pasal 21, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Pengertian PPh PASAL 21/26 TATA CARA PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DIATUR DALAM PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR : PER-31/PJ/2012 PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH 3.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) 3.1.1 Dasar

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 1 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 Adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi, yaitu pajak atas penghasilan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK. Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan Terpadu

BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK. Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan Terpadu BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Penulisan pelaksanaan kerja praktek pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan

Lebih terperinci

MINGGU KE DUA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 GAJI DAN BONUS

MINGGU KE DUA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 GAJI DAN BONUS MINGGU KE DUA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 GAJI DAN BONUS A. Pajak Penghasilan Pasal 21 Adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Penghasilan 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan sumber terpenting dalam penerimaan negara dan dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan Keputusan

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN

ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN Thomas Sumarsan Goh Dosen FE Universitas Methodist Indonesia ABSTRAK PPh Pasal 21 merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 SPT Masa Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Formulir ini digunakan untuk melaporkan kewajiban Pemotongan Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 SPT rmal SPT Pembetulan Ke- - Tahun Kalender Formulir

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II BAB II BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II BAB II BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

Pertemuan 2 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (G + B)

Pertemuan 2 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (G + B) Pertemuan 2 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (G + B) Pertemuan 2 48 P2.1 Tq8eori Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Beberapa istilah atau pengertian umum dalam membicarakan perpajakan sesuai pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak digunakan untuk membiayai

BAB II LANDASAN TEORI. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak digunakan untuk membiayai BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan utama bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak digunakan untuk membiayai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak menurut Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN A. Definisi dan Unsur Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang)

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang) SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 0 IDENTITAS PEMOTONG PAJAK NAMA NO. TELEPON - NO. FAKS - JENIS USAHA KLU NAMA PIMPINAN PERUBAHAN DATA ADA, PADA LAMPIRAN TERSENDIRI TIDAK ADA A. DALAM YANG BERSANGKUTAN

Lebih terperinci

BAGIAN PERTAMA : PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26

BAGIAN PERTAMA : PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26 Lampiran PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2009 TENTANG : PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORETIS. 1. Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak Secara Umum

BAB II LANDASAN TEORETIS. 1. Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak Secara Umum 6 BAB II LANDASAN TEORETIS 1. Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak Secara Umum Undang-undang pajak, sebagai bagian dari hukum yang mengikat warga negara merupakan elemen penting dalam menunjang pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Soemitro (Mardiasmo, 2012:7) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undangundang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan psl 21

Pajak Penghasilan psl 21 LOGO Pajak Penghasilan psl 21 Hari Gini Korupsi PAJAK. Apa Kata DUNIA...??!! Mengenal Lebih Dekat Pendahuluan (Kronologi perubahan UU PPh) PAJAK PENGHASILAN Katanya Orang Bijak Taat Pajak.. UU. 7 Th. 83

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang) 8. JUMLAH (6 + 7) 8

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang) 8. JUMLAH (6 + 7) 8 SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 0 PERHATIAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK /DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" DALAM (KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI IDENTITAS

Lebih terperinci

PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PAJAK OLEH BENDAHARA PEMERINTAH KPP PRATAMA JAKARTA SETIABUDI TIGA

PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PAJAK OLEH BENDAHARA PEMERINTAH KPP PRATAMA JAKARTA SETIABUDI TIGA PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PAJAK OLEH BENDAHARA PEMERINTAH KPP PRATAMA JAKARTA SETIABUDI TIGA APBN/APBD DIKELOLA INSTANSI PEMERINTAH PUSAT INSTANSI PEMERINTAH DAERAH LEMBAGA NEGARA BENDAHARA /PEMEGANG KAS WAJIB

Lebih terperinci

SOSIALISASI SE-34/PJ/2017 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI PTN-BADAN HUKUM NOPEMBER 2017

SOSIALISASI SE-34/PJ/2017 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI PTN-BADAN HUKUM NOPEMBER 2017 1 SOSIALISASI SE-34/PJ/2017 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI PTN-BADAN HUKUM NOPEMBER 2017 DASAR HUKUM PTN BH DAN PERLAKUAN PERPAJAKANNYA 2 UU. No 12/2012 Pasal 89(1) tentang Pendidikan Tinggi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengantar Perpajakan Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengaruh Pengertian pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991;747) yaitu: Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut

Lebih terperinci

PETUNJUK UMUM DAN CONTOH PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26

PETUNJUK UMUM DAN CONTOH PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26 Lampiran PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2009 TENTANG : PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa. berdasarkan norma-norma hukum, guna untuk menutup biaya produksi

BAB II DASAR TEORI. wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa. berdasarkan norma-norma hukum, guna untuk menutup biaya produksi BAB II DASAR TEORI A. Pengertian pajak Menurut Soemahamidjaja dalam Suandy (2009: 9) pajak adalah iuran wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna

Lebih terperinci

LAMPIRAN I-A SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

LAMPIRAN I-A SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DEPARTEMEN KEUANGAN RI LAMPIRAN I-A SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PENGHASILAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 PEGAWAI TETAP ATAU PENERIMA PENSIUN ATAU TUNJANGAN HARI TUA / TABUNGAN HARI TUA (THT)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bab ini berisi kajian landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya yang. digunakan untuk menjawab masalah penelitian.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bab ini berisi kajian landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya yang. digunakan untuk menjawab masalah penelitian. BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini berisi kajian landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian. 2.1 Landasan Teori Landasan teori dalam penelitian ini terdiri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SALINAN LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2015 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SALINAN LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SALINAN LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengungkapan beberapa para ahli mengenai pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. Pengungkapan beberapa para ahli mengenai pajak sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Pajak Pengungkapan beberapa para ahli mengenai pajak sebagai berikut : Menurut P.J.A Andriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum.

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum. BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Menurut S.I. Djajadiningrat (dalam Siti Resmi, 2011:1), pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang)

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang) LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 39/PJ/2008 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 TAHUNAN 2008 BESERTA PETUNJUK PENGISIANYA FORMULIR 1721 DEPARTEMEN KEUANGAN

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB II PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 DAN PASAL 26

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB II PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 DAN PASAL 26 17 BAB II PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 DAN PASAL 26 PENGERTIAN PPh Pasal 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan

Lebih terperinci

PETUNJUK UMUM DAN CONTOH PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26

PETUNJUK UMUM DAN CONTOH PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26 LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-16/PJ/2016 TENTANG : PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah

Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor, tanggal 80 Tahun 2010 20 Desember 2010 Mulai berlaku : 1 Januari

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Pengertian pajak menurut Adriani dalam Waluyo (2013:2) disebutkan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Pengertian pajak menurut Adriani dalam Waluyo (2013:2) disebutkan 6 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Adriani dalam Waluyo (2013:2) disebutkan bahwa Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 545/PJ./2000 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Mengenai Pajak 1. Pengertian Pajak Ada beberapa pengertian atau definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli, khususnya para ahli bidang keuangan negara, ekonomi

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.011/2013 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

Lebih terperinci

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-32/PJ/2009 Tanggal : 25 Mei 2009 Departemen Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak Masa Pajak SPT Masa Pajak Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Formulir

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar 11 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Landasan Teori II.1.1 Wajib Pajak Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 yang menjadi Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian, Pembagian dan Sistem Pemungutan Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu alat yang digunakan oleh pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI, DAN PENSIUNANNYA

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Kristen Marantha

LAMPIRAN. Universitas Kristen Marantha LAMPIRAN 81 Keputusan Dirjen Pajak No. KEP - 545/PJ./2000, Tgl. 29-12-2000 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 545/PJ./2000 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PENGHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PENGHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 A. PEGAWAI TETAP 1. DENGAN GAJI BULANAN 1.1. Wajib pajak dalam negeri mulai bekerja pada awal tahun pajak. Contoh 1 : Tn Andika adalah pegawai pada

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 3.1 Pajak 3.1.1 Pengertian Pajak Definisi Pajak menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu:

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu: PERPAJAKAN ORGANISASI NIRLABA Tri Purwanto Pengantar Pajak Organisasi Nirlaba UU No 28 Th 2007 ttg KUP Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

Lebih terperinci

Kuesioner. 1. Apakah semua badan ( PT, CV, BUMN, BUMD, Fa, Kongsi, Koperasi, Lembaga, Bank, dan Badan lainnya ) yang membayarkan fee atau

Kuesioner. 1. Apakah semua badan ( PT, CV, BUMN, BUMD, Fa, Kongsi, Koperasi, Lembaga, Bank, dan Badan lainnya ) yang membayarkan fee atau Kuesioner A. Identitas 1. Nama : 2. NPWP : 3. Alamat : B. Pemotong PPh Pasal 21 1. Apakah semua badan ( PT, CV, BUMN, BUMD, Fa, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Ormas,

Lebih terperinci

Perpajakan Bendahara Pengeluaran

Perpajakan Bendahara Pengeluaran Perpajakan Bendahara Pengeluaran Diklat Bendahara Pengeluaran APBN Kementerian Keuangan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan Pengantar Perpajakan Iuran dari rakyat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pemotongan PPH Pasal 21. Tata Cara Pemotongan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pemotongan PPH Pasal 21. Tata Cara Pemotongan. No.691, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pemotongan PPH Pasal 21. Tata Cara Pemotongan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, se

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, se TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5424 EKONOMI. Pajak. Penghasilan. Usaha. Peredaran Bruto. Tertentu. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 106) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pajak Penghasilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pajak Penghasilan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pengertian Pajak Penghasilan Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang berarti peranannya sangat

Lebih terperinci

TATA CARA PENGHITUNGAN, PENGISIAN & PELAPORAN SPT PPH PASAL 21/26

TATA CARA PENGHITUNGAN, PENGISIAN & PELAPORAN SPT PPH PASAL 21/26 TATA CARA PENGHITUNGAN, PENGISIAN & PELAPORAN SPT PPH PASAL 21/26 Subur Harahap, SE, Ak, MM, Dipl.FP, CFP, CA, CMA www.suhaplanner.com, email : suburh@yaoo.com 1 1. Pendahuluan 2. Dasar Hukum 3. Objek

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pengertian Umum Perpajakan Ketentuan umum dan tata cara perpajakan diatur dalam undang-undang No. 6 tahun 1983 yang telah di ubah dengan undang-undang No.9 tahun 1994 dan terakhir

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI (Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-545/PJ./2000

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom M,Ak

Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom M,Ak Modul ke: Menghitung PPh 21 (1) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom M,Ak Program Studi S1.Akuntansi Objek Pajak PPh 21 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak menurut Soemitro (Resmi, 2016:1) merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat

Lebih terperinci

RINGKASAN REKONSILIASI FISKAL

RINGKASAN REKONSILIASI FISKAL RINGKASAN REKONSILIASI KETERANGAN LABA BRUTO USAHA Penjualan Neto -/- HPP 1. Penjualan Neto a. Metode Pengakuan Pendapatan Akrual - Akrual b. Potongan Penjualan > Metode Realisasi > Metode Penyisihan c.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI,

Lebih terperinci

PENGARUH TARIF PAJAK DAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK BARU TERHADAP PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

PENGARUH TARIF PAJAK DAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK BARU TERHADAP PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGARUH TARIF PAJAK DAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK BARU TERHADAP PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI HARTANTI Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika Jl.

Lebih terperinci

BAB III. SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 PADA PEGAWAI DINAS PERINDUSTRIAN PEMERINTAH KOTA MEDAN

BAB III. SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 PADA PEGAWAI DINAS PERINDUSTRIAN PEMERINTAH KOTA MEDAN BAB III SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 PADA PEGAWAI DINAS PERINDUSTRIAN PEMERINTAH KOTA MEDAN A. Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Sistem adalah sekelompok unsur yang erat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU DENGAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN II.1. Rerangka Teori dan Literatur II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Liberti Pandiangan (2010:v) adalah salah

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah untuk ke empat kalinya diubah pada tahun 2008

Lebih terperinci