TATA CARA PENGHITUNGAN, PENGISIAN & PELAPORAN SPT PPH PASAL 21/26

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TATA CARA PENGHITUNGAN, PENGISIAN & PELAPORAN SPT PPH PASAL 21/26"

Transkripsi

1 TATA CARA PENGHITUNGAN, PENGISIAN & PELAPORAN SPT PPH PASAL 21/26 Subur Harahap, SE, Ak, MM, Dipl.FP, CFP, CA, CMA suburh@yaoo.com 1

2 1. Pendahuluan 2. Dasar Hukum 3. Objek Pajak dan Pengecualian PPh Ps 21/26 4. Mekanisme Penghitungan PPh Ps 21/26 5. Tarif Pajak PPh Ps 21/26 6. Saat Terutang dan Tempat Terutang PPh Ps 21/ Penerapan Tarif PPh Ps.17 untuk berbagai macam jenis penghasilan WP OP. 8. Perencanaan PPh Pasal 21 2

3 3

4 1. Pendahuluan Pajak adalah Iuran Warga Negara Kepada Negara yang dapat dipaksakan. Sistem Perpajakan Indonesia Self Assessment (Gabungan Official & Self Assesment) Hirarki Peraturan Perjapajakan di Indonesia: UU PP PMK Per Dirjen SE 4

5 Hirarki Hukum Pajak Indonesia H I R A R K I H U K U M P A J A K UU Dasar 1945 UU Perpajakan Peraturan Pemerintah (PP) Peraturan Menkeu Peraturan Dirjen Pajak Surat Edaran Dirjen Pajak Konstitusi : Sumber dari segala sumber hukum di Indonesia Hirarki Paling Tinggi, dan menjadi payung hukum dalam menetapkan peraturan perpajakan di Indonesia, Contoh UU PPh, UU KUP, UU PPN, UU Materai, UU PBB. Untuk mengatur atau menjabarkan beberapa ketentuan dalam UU Pajak (Cth. PP No.77 Tahun 2013, Tentang PPh bagi Perusahaan Terbuka) Untuk mengatur atau menjabarkan beberapa ketentuan dalam UU Pjk(Cth Pajak (Cth. PMK No.228/PMK.04/2015, Tentang Pengeluaran Impor Barang Untuk Dipakai) Untuk mengatur atau menjabarkan beberapa ketentuan dalam UU Pajak (Cth. PER 42/PJ/2015 Tentang PBB Sektor Perhutanan) Surat yang dibuat oleh Dirjen Pajak untuk menyampaikan berbagai macam hal yang terkait dengan penerapan peraturan perpajakan di lapangan. 5

6 PPh Pemotongan dan Pemungutan Sesuai dengan Prinsip Pemungutan Pajak Withholding Tax Untuk kemudahan dan penyederhanaan Bersifat Tidak Final Bersifat Final Merupakan Pembayaran Merupakan Pelunasan Pajak Dimuka / dapat Pajak / tidak dapat dikreditkan dikreditkan 6

7 PENGHASILAN NON OBYEK PPh Pasal 4 (3) OBYEK PPh Pasal 4 (1) Pengenaan PPh Dalam Tahun Berjalan Selesai Lapor di SPT Tahunan Dipotong Pihak Lain/ Dibayar Sendiri Pasal 21,22,23,25,4(2) Tidak Dipotong/ Tidak Dibayar Sendiri Final Tidak Final Selesai Lapor di SPT Tahunan Hitung kembali di SPT Tahunan PPh dipotong/dibayar sendiri sbg kredit pajak PPh kurang (lebih) bh) bayar (ps. 29) Angsuran PPh ps.25 tahun berikutnya 7

8 8

9 Dasar Hukum PPh Ps.21/26 UU Pajak Penghasilan (Aturan Penerapan PPh) Undang Undang KUP (Aturan Administrasi Pelaporan dan Sanksi) PER 16/PJ/2016 / (Mengantikan: PER 32/PJ/2015) Pedoman Teknis dan Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Ps 21/26 9

10 Dasar Hukum PPh pasal 21 a. UU No.16 Th 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. b. UU No. 36 Th 2008 tentang PPh, Pasal 21 & 26. c. PMK 250/PMK.03/2008, / tentang besarnya biaya jabatan / biaya pensiun dikurangkan atas Ph Bruto Pegawai Tetap & Pensiunan. d. PMK 252/PMK.03/2008, tentang petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasila sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi. e. PMK 242/PMK.03/2014, tentang tata cara pembayaran dan penyetoran pajak. f. PMK 101/PMK.010/2016, tentang penyesuaian PTKP. g. PMK 102/PMK.010/2016, tentang penetapan bagian Ph sehubungan dengan pekerjaan dari pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap li lainnya yang tidak dikenakank pemotongan pajak jk penghasilan. h. PER 16/PJ/2016, tentang pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak Ph ps 21/26, sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi 10

11 Historis Perubahan Peraturan Dirjen Pajak Perihal Pajak Penghasilan Pasal 21/26 Peraturan # Mulai Berlaku Berakhir PTKP KEP 2 /PJ/ /01/ /12/1998 Diamandemen KEP 30/PJ/1995 (31/03/95) KEP 281/PJ/ /01/ /12/2000 KEP 235/PJ/ /09/ /12/2000 Amandemen atas KEP 281/PJ/1998 KEP 545/PJ/ /01/ /12/2008 PER 15/PJ/ /01/ /12/2008 Amandemen atas KEP 545/PJ/2000 PER 31/PJ/ /01/ /01/2013 PER 57/PJ/ /10/ /01/2013 Amandemen atas PER 31/PJ/09 PER 31/PJ/ /01/ /08/2015 PER 32/PJ/ /08/ /09/2016 PER 16/PJ/ /09/2016 Masihberlaku 11

12 Perbandingan PPh Pasal 21 vs PPh Pasal 26 PPh Ps 21 PPh Ps 26 Objek Gaji, Upah, Honorarium, Tunjangan, Imbalan lainnya Gaji, Upah, Honorarium, Tunjangan, Imbalan lainnya Subjek WP Dalam Negeri Orang Yg Tinggal atau Tinggal > 183 hari dalam setahun di Indonesia WP Luar Negeri Orang yg tinggal di Indonesia < 183 hari dalam satu tahun 12

13 Perbandingan PPh Pasal 21 vs PPh Pasal 23 PPh Ps 21 PPh Ps 23 Objek Gaji, Upah, Honorarium, Tunjangan, Imbalan lainnya Modal/Harta, Jasa, Penyelenggara Kegiatan Subjek WP Dalam Negeri Orang Yg Tinggal atau Tinggal > 183 har i dalam setahun di Indonesia WP Dalam Negeri Orang Yg Tinggal atau Tinggal > 183 har i dalam setahun di Indonesia 13

14 Perbandingan PPh Pasal 23 vs PPh Pasal 26 PPh Ps 23 PPh Ps 26 Objek Modal/Harta, Jasa, Penyelenggara Kegiatan Modal/Harta, Jasa, Penyelenggara Kegiatan Subjek WP Dalam Negeri Orang Yg Tinggal atau Tinggal > 183 har i dalam setahun di Indonesia WP Luar Negeri Orang yg tinggal di Indonesia < 183 hari dalam satu tahun 14

15 15

16 SUBJEK PEMOTONG PPh PASAL 21/26 1 Pemberi Kerja (orang pribadi, badan atau cabang/perwakilan/unit kerja yang melakukan sebagian atau seluruh adm terkait dengan pemby gaji) 2 Bendaharawan Pemerintah (upah, gaji, honorium atas jabatan, jasa & kegiatan) SUBJEK 3 DAPEN, TASPEN, JAMSOSTEK atau Badan Yg Membyr JHT & THT 4 5 Orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas serta badan yang membayara honorium, komisi, fee dan pembayaran lainnya (akuntan, dokter, notaris, dll) Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan international, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, membyr honorarium, hdih hadiah atau penghargaan. 16

17 SUBJEK YANG DIPOTONG PPh PASAL 21/26 PEGAWAI Pegawai Tetap Pegawai Tidak Tetap, Harian dan Lepas PENSIUNAN Penerima Uang Pensiunan dan Uang Pesangon, Penerima THT, JHT dan Termasuk Ahli Warisnya 17

18 SUBJEK YANG DIPOTONG PPh PASAL 21/26 BUKAN PEGAWAI Yang menerima Ph dari pekerjaan, jasa & kegiatan Konsultan, Akuntan, Notaris, Dokter, dll PESERTA KEGIATAN Peserta pertandingan olahraga, rapat, pelatihan dan magang. 18

19 KEWAJIBAN SUBJEK PAJAK PPh PASAL 21/26 / Mendaftarkan Diri Ke KPP untuk Mendapatkan NPWP Pembayaran, Pemotongan, Pemungutan dan Pelaporan Pajak Kewajiban Memberikan Data Perpajakan Kewajiban Untuk Diperiksa Untuk Menguji Kepatuhan WP 19

20 HAK SUBJEK PAJAK PPh PASAL 21/26 / Berhak Atas Kelebihan Bayar Pajak (Restitusi) Dalam Hal Wajib Pajak Dilakukan Pemeriksaan Hak Wajib Pajak Lainnya Hak Untuk Mengajukan Keberatan, Banding, Peninjauan Kembali 20

21 BUKAN SUBJEK PEMOTONG PPh PASAL 21/26 1 Kantor Perwakilan Negara Asing (Kedutaan Besar, Konsulat Jenderal, dsb) Organisasi Organisasi International 2 {UUPPh PPh, Pasal 3 Ayat (1), Indonesiamenjadi anggotanya ILO, WHO, UNHCR, dsb} 3 Pemberi Kerja Orang Pribadi Yang Tidak Melakukan Kegiatan Usaha (Misal : Keluarga yang mempekerjakan PRTdirumah) 21

22 22

23 OBJEK PPh PASAL 21/26 NO URAIAN 1 Diterima Pegawai Tetap baik teratur dan tidak teratur, Seperti: gaji, tunjangan, bonus, dll Diterima Pensiunan (teratur dan tidak teratur, spt: uang 2 pensiun, thr dll) Imbalan bukan kepada pegawai seperti: fee, komisi, honorariumatas atas pekerjaan /kegiatan jasa Imbalan kepada peserta kegiatan (seperti: peserta rapat, perlombaan, uang saku, dll) Diterima Pegawai Tidak Tetap seperti Upah Harian, Mingguan, Satuan & borongan Sehubungan Dengan PHK & Pensiun (Pesangon, JHT, THT, dll) 23

24 PENGHASILAN YANG BUKAN OBJEK PPh PASAL 21/26 Pembayaran dari perusahaan asuransi Kesehatan, Kecelakaan, Jiwa Dwiguna dan Bea Siswa. BUKAN OBJEK PPH PASAL 21 DAN PASAL 26 Penerimaan Natura dan Kenikmatan kecuali diatur dalam Pasal 5 (2) DAN PASAL 26 diatur dalam Pasal 5 (2) Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung pemberi kerja 24

25 PENGHASILAN YANG BUKAN OBJEK PPh PASAL 21/26 Iuran pensiun pada Dana Pensiun dan Iuran THT/JHT yang dibayar oleh pemberi kerja BUKAN OBJEK PPH PASAL 21 DAN PASAL 26 Zakat yg diterima oleh Orang Pribadi yg berhak dari Badan amil zakat yg dibentuk/disahkan Pemerintah Beasiswa yang diterima WNI dari Wajib Pajak untuk Pendidikan di Dalam dan Luar Negeri 25

26 MEKANISME PENGHITUNGAN PPh Pasal 21/26 26

27 ASPEK PENTING DALAM PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 / 1 Jenis Objek Pajak atau Jenis Penghasilan yang diterima 2 Golongan Penerima Penghasilan (Pegawai, Pensiunan, Pegawai Tidak Tetap, Bukan Pegawai) Prosedur dan Tata Cara Pembayaran Yang Dilakukan 3 (Kontrak Kerja atau Perjanjian Kerjasama) 27

28 UNSUR UNSUR PENTING DALAM PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 1. PPh Pasal 21/26 Terutang = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak 2. Dasar Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan. a. Penghasilan Kena Pajak (PKP) Untuk Pegawai Tetap Penghasilan Bruto = xxxx Dikurangi : Pengurang Yang Diperbolehkan = xxxx / Penghasilan Neto = xxxx Dikurangi : PTKP *) = xxxx / Penghasilan Kena Pajak = xxxx *) PTKP : Pasal 10 (2) & Pasal 11, PER 16/PJ/

29 UNSUR UNSUR PENTING DALAM PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 2. Dasar Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan. b. Penghasilan Kena Pajak (PKP) Untuk Pensiunan Penghasilan Bruto = xxxx Dikurangi : PTKP *) = xxxx / / Penghasilan Kena Pajak = xxxx *) PTKP : Pasal 10 (2) & Pasal 11, PER 16/PJ/

30 UNSUR UNSUR PENTING DALAM PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 2. Dasar Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan. c. Penghasilan Kena Pajak (PKP) UntukBukan Pegawai Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 3 huruf c dan Pasal 9 (1) huruf c, PER/16/PJ/2016 / / (berkesinambungan). 50% Penghasilan Bruto = xxxx Dikurangi : PTKP *) = xxxx / Penghasilan Kena Pajak = xxxx *) PTKP di pro rate secara bulanan. 30

31 UNSUR UNSUR PENTING DALAM PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 2. Dasar Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan. d. Penghasilan Kena Pajak (PKP) Untuk Pegawai Tidak Tetap Yang Menerima Upah Secara Harian, Mingguan, Borongan Sepanjang Dalam Satu Bulan Kalender Penghasilan Kumulatif belum melebih Rp.4,500,000 (PTKP 1 bulan) Ref.: Pasal 9 (1) huruf b, PER 16/PJ/2016. Penghasilan Harian/Bruto : xxxxx Batas Penghasilan Tidak Kena Pajak : Rp.450,000 / hari / Penghasilan Kena Pajak (PKP) : xxxxx 31

32 UNSUR UNSUR PENTING DALAM PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 2. Dasar Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan. e. Penghasilan Kena Pajak (PKP) Untuk Bukan Pegawai Sesuai Dengan Pasal 3 huruf C dan pasal 9 (1) huruf c, PER/16/PJ/2016 (tidak berkesinambungan). Penghasilan Bruto : A Penghasilan Kena Pajak (PKP) : A x 50% 32

33 UNSUR UNSUR PENTING DALAM PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 2. Dasar Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan. f. Penghasilan Kena Pajak (PKP) Untuk WP LN adalah : Penghasilan Bruto x Tarif Pajak Pasal 26 (20%) * *) Tarif pajak disesuaikan dengan Tarif Tax Treaty antara Pemerintah Indonesia dengan Negara asal dari WPLN dimaksud. 33

34 PENGURANG YANG DIPERBOLEHKAN Pengurang Penghasilan Bruto: 1. Pegawai Tetap (Pasal 10 (3), PER 16/PJ/2016): Biaya Jabatan sebesar 5 % dari Ph Bruto, Maks Rp.500,000 / bulan. Iuran Terkait Gaji Yang Dibayarkan Oleh Pegawai seperti THT, JHT (badanpenyelenggara pendiriannya disetujui oleh Menkeu). 2. Pensiunan (Pasal 10 (4), PER 16/PJ/2016): Biaya Pensiunan sebesar 5 % dari Ph Bruto, Maks Rp.200,000 / bulan. 34

35 PENGURANG YANG DIPERBOLEHKAN Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) (pasal 11 (1), PER 16/PJ/2016) 1. Wajib Pajak Rp.54,000,000 per tahun atau Rp.4,500,000 per bulan. 2. Tambahan untuk WP status Nikah Rp.4,500,000 per tahun atau Rp per bulan. 3. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda Rp.4,500,000 per tahun atau Rp.375,000 per bulan *). *). Maksimum 3 orang. 35

36 PENGURANG YANG DIPERBOLEHKAN URAIAN Kode Baru (berlaku : 1/1/16) Tarif PTKP Sebelumnya (berlaku : 1/1/15) Wajib Pajak (Tdk Ada Tanggungan) TK/ 54,000,000 36,000,000 WP Kawin, Tanggungan 0 orang K/ 58,500, ,000,000 WP Kawin, Tanggungan 1 orang K/1 63,000,000 42,000,000 WP Kawin, Tanggungan 2 orang K/2 67,500,000 45,000,000 WP Kawin, Tanggungan 3 orang K/3 72,000,000 48,000,000 36

37 PENGURANG YANG DIPERBOLEHKAN Tarif PTKP untuk Karyawati: 1. Bagi karyawati kawin yaitu sebesar PTKP untuk dirinya sendiri sebesar Rp.54,000, Bagi karyawati yang tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah anggota keluarga yang menjadi tanggungannya (maks 3 org). 37

38 PENGURANG YANG DIPERBOLEHKAN Catatan: 1. Karyawati yang suaminya tidak memiliki penghasilan harus dibuktikan dengan surat keterangan serendahrendahnya dari Kantor Kecamatan (Pasal 11(4), PER 16/PJ/2016). 2. Besarnya jumlah PTKP ditentukan pada setiap awal th tahun. 3. Besarnya jumlah PTKP untuk pegawai baru datang dan menetap di Indonesia dihitung sejak bulan kedatangannya dalam satu tahun kalender. 38

39 39

40 TARIF PAJAK PENGHASILAN WP OP PEGAWAI TETAP a. Untuk Penghasilan Rutin Yang dibayarkan Kepada Pegawai, Pensiunan, Pegawai Tidak Tetap Yang Pembayarannya secara Bulanan. TARIF PPh WP OP, PASAL 17 (1) Huruf a Undang Undang Pajak Penghasilan LAPISAN PENGHASILAN KENA PAJAK TARIF SampaiDengan Rp.50 50Juta 5% Di atas Rp.50 Juta s/d Rp.250 Juta 15% Di atas Rp.250 Juta s/d Rp.500 Juta 25% Di atas Rp.500 juta 30% 40

41 TARIF PAJAK PENGHASILAN WP OP PEGAWAI TETAP Misalnya Susi pegawai tetap PT. XYZ memiliki penghasilan kena pajak (PKP) tahun 2016 sebesar Rp.150 juta, diketahui Susi memiliki NPWP, hitunglah h PPh Terutang: Lapisan I <=Rp.50 Jt = 50 jt x 5 % = Rp Jt Lapisan II > Rp.50jt sd Rp.150 Jt Rp.100 Jt x Rp.15% = Rp Jt Total PPh Terutang = Rp Jt 41

42 TARIF PAJAK PENGHASILAN WP OP PEGAWAI TETAP Apabila Susi tidak memiliki NPWP, maka pajak terutang ditambahi 20%, perhitungannya sebagai berikut: Lapisan I <=Rp.50 Jt = 50 jt x 5 % = Rp Jt Lapisan II > Rp.50jt sd Rp.250 Jt Rp.100 Jt x Rp.15% = Rp Jt Total PPh Terutang = Rp Jt Tambahan 20%, No NPWP = Rp 3.50 Jt Total PPh Tertunga No NPWP = Rp Jt 42

43 TARIF PAJAK PENGHASILAN WP OP PEGAWAI TIDAK TETAP/TENAGA KERJA LEPAS b. Untuk Pegawai Tidak Tetap Yang Imbalannya Tidak Dibayarkan Secara Bulanan. Dikenakan Tariff Lapisan Pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh PER/32/PJ/2015, Pasal 15 1). Jumlah penghasilan sehari yang melebihi Rp.300,000. Contoh penerapannya: Penghasilan Tn Joko Rp.350,000 dan total gaji yang diterimaoleh Tn Joko dalam bulan Februari 2015 adalah sebesar Rp.2,700,000 (bekerja hanya 9 hari), PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan tersebut adalah sebagai berikut: Ph Kena Pajak (Rp.350,000 Rp.300,00) Jumlah hari dalam 1 bulan Jumlah PKP kumulatif PPh Pasal 21 Terutang (5% x Rp.450,000) Rp.50,000 5 hari Rp.450,000 Rp.22,500 / hari 43

44 TARIF PAJAK PENGHASILAN WP OP PEGAWAI TIDAK TETAP/TENAGA KERJA LEPAS Penghasilan Sehari Penghasilan Kumulatif 1 bln Tarif & DPP <Rp.300, <Rp.3,000,000 Tidak dilakukan pemotongan PPh Ps 21 >Rp.300,000 <Rp.3,000,000 5% x (Upah Rp.300,000) >Rp.300,000 atau <Rp.300,000 >Rp.3,000,000 5% x (Upah PTKP/360 hari) >Rp.300,000 atau <Rp.300,000 >Rp.7,000,000 Tarif Ps 17 x Jumlah PKP yang disetahunkan *) *) Ref. Pasal 15 (2) PER31/PJ/

45 UPAH <=Rp.450,000 / hari >Rp.450,000 / hari Dikurangi Rp.450,000 Tidak Dipotong Dipotong 5% PPh Jika Upah Sebulan > Rp.4.5 Juta 5%x(Upah PTKP/360) Dikenakan PPh 5%, Tarif Pasal 17 Ref. Pasal 9(1) huruf b, PER 16/PJ/

46 TARIF PAJAK PENGHASILAN WP OP PEGAWAI TIDAK TETAP/TENAGA KERJA LEPAS 2. Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya dalam hal jumlah penghasilan kumulatifnya dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp.4,500, Contoh Penerapannya: Misal Tn. Joko dalam bulan Februari 2016 bekerja selama 10 hari, jumlah kumulatif penghasilan bulan Februari 2016 sebesar Rp.5,000,000, status K/0. PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan Tn. Jokomenjadisebagai berikut: Penghasilan Bruto Rp.5,000,000 (less) PTKP/hari (10/360 x 58,500,000)* Rp. 1,625,000 / Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp.3,375, PPh Pasal 21 terutang (5% x Rp.3,375,000) Rp. 168,750 PTKP : 54 Jt + 4,5 Jt 46

47 UPAH <=Rp.450,000 / hari >Rp.450,000 / hari Dikurangi Rp.450,000 Tidak Dipotong Dipotong 5% PPh Jika Upah Sebulan Upah Sebulan Kali 12 & > Rp.10.2 Juta dikurangiptkp setahun PPh Setahun dibagi 12 PPh Pasal 21 sebulan Dikenakan PPh Tarif Pasal 17 Pasal 15 (1) & (2) PER 16/PJ/

48 TARIF PAJAK PENGHASILAN WP OP PEGAWAI TIDAK TETAP/TENAGA KERJA LEPAS 3. Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp.10,200,000, PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tariff Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Pajak Penghasilan atas jumlah Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan PER/16/PJ/2016, Pasal 15, ayat (2) Contoh Penerapannya: Misal Tn. Joko, status tt TK/0 dl dalam bulan Maret 2016, bekerja selama 20 hari, dengan gaji kumulatif sebesar Rp.15,000,000, berapa PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan Tn. Joko? Penghasilan Bruto 1 bulan Rp. 15,000,000 Penghasilan Bruto 12 bulan Rp.180,000, (less) PKTP setahun Rp. 58,500,000 / Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp. 121,500,000 PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp.50 Juta Rp. 2,500,000 15% x Rp.71,5 Juta Rp.10,725,000 Total Rp. 13,225,000 PPh Pasal 21 per bulan menjadi Rp.13,225,000, / 12 Rp.1,102,083., 48

49 TARIF UNTUK PESANGON & MANFAAT PENSIUN Atas uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua dan jaminan hari tua sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010: A. Uang Pesangon Yang Dibayarkan Sekaligus: No Uraian Tarif 1 s/drp.50 Juta 0% 2 > Rp.50 Juta s/d Rp.250 Juta 5% 3 >Rp.250 Juta s/d Rp.500 Juta 15% 4 >Rp.500 Juta 25% 49

50 TARIF UNTUK PESANGON & MANFAAT PENSIUN Misalnya Tn. Badu, karyawan sebuah perusahaan di Jakarta Timur, memasuki usia pensiun pada bulan Januari 2016, menerima uang pesangon sebesar Rp.175,000,000, maka PPh Pasal 21 atas penerimaan uang pesangon tersebut dihitung sebagai berikut: Lapis I, 0% x Rp.50,000,000 Rp. 0 Lapis II, 5% x Rp.125,000,000 Rp.6,250,000, + Total PPh Ps 21 terutang adalah Rp.6,250,000, Note : Sifat Pjk Pajak Final (Tidak Bisa Dikreditkan). 50

51 TARIF UNTUK PESANGON & MANFAAT PENSIUN Atas uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua dan jaminan hari tua sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010: B. Uang Pensiun, THT & JHT yang dibayarkan sekaligus: No Uraian Tarif 1 s/drp.50 Juta 0% 2 > Rp.50 Juta 5% 51

52 TARIF UNTUK PESANGON & MANFAAT PENSIUN Sambungan soal pada poin a, Selain menerima uang pesangon, Tn. Badu juga menerima tunjgan hari tua, jaminan hari dan manfaat pesiun yang dibayarkan sekaligus sebesar Rp.110,000, Penghitungan PPh pasal 21 untuk bagian pendapatan ini adalah sebagai berikut: Lapis I, 0% x Rp.50,000,000 Rp.0 Lapis II, 5% x Rp.60,000,000 Rp.3,000,000, +/+ Total PPh Ps 21 terutang adalah Rp.3,000,000, Note : Sifat Pjk Pajak Final (Tidak Bisa Dikreditkan). 52

53 TARIF UNTUK PESANGON & MANFAAT PENSIUN C. Uang Pensiun, THT & JHT yang dibayarkan sekaligus: Atas bagian penghasilan uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun tahun berikutnya, pengenaan Pajaknya sesuai dengan tariff Pasal 17, UU PPh Nomor 38 Tahun *) bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan tambahan 20% dari tarif yang berlaku normal 53

54 SAAT TERUTANG DAN TEMPAT TERUTANGNYA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 SAAT TERUTANGNYA PAJAK PENGHASILAN Dari Sisi Penerima Penghasilan: a) Diterima Penghasilan sudah riel diterima (cash basis). b) Diperoleh Penghasilan sudah diakui walaupun uangnya belum (accrual basis). Dari Sisi Pemberi Penghasilan: a) Sudah Dibayar biaya untuk sudah dibayar secara riel (cash basis). b) Sudah Dicatat Sebagai Utang biaya sudah diakui pada periode terjadinya biaya (accrual basis). 54

55 TEMPAT TERUTANGNYA PAJAK PENGHASILAN PPh Pasal 21/26 terutang ditempat Pemotong Pajak yang melakukan pembayaran, baik tempat tinggal (Orang Pribadi), domisili kantor pusat maupun lokasi kantor cabang. Contoh: Misalnya sebuah kantor cabang berlokasi di Jakarta membayar gaji pegawai pabrik dengan menggunakan dana dari kantor pusat di Surabaya. Pada kasus ini PPh Pasal 21 terutang di Jakarta, meskipun sumber dananya berasal dari kantor pusat di Surabaya. 55

56 56

57 PENERAPAN TARIF PAJAK PENGHASILAN TERHADAP BERBAGAI MACAM PENGHASILAN 1. GAJI TETAP BULANAN Formula PPh Ps.21 = Tarif Ps.17 PPh x Penghasilan Kena Pajak A. Pegawai tetap yang bekerja 12 bulan dalam setahun Uraian Perhitungan Penjelasan Penghasilan Bruto Setahun Dikurangi: Biaya Jabatan Dikurangi: Iuran Pensiun, THT & JHT Penghasilan Neto Setahun Dikurangi: PTKP A Penghasilan Regular dan Irregular B = (5% x A) Maksimum Rp.500,000 per bulan C, D, E C=Iuran Pensiun, D=THT, E=JHT F = (A B C D E) G PTKP sebenarnya satu tahun Penghasilan Kena Pajak (PKP) H = (F G) Dibulatkan kebawah dalam ribuan PPh Pasal 21 Terutang I = (HxTarif Pajak) Tarif PPh Pasal 17 UU PPh 57

58 Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 1.A Aplikasi : 1.A Nabil Hakim adalah pegawai tetap di PT. Morang Jaya, mulai bekerja pada awal tahun 2010, memiliki informasi penghasilan tahun 2016 sebagai berikut: a. Status pernikahan : kawin dengan 2 tanggungan b. Gaji pokok sebagai pegawai tetap per bulan Rp.20,000,000 c. pajak penghasilan ditanggung oleh pemberi kerja d. Premi Jaminan Kecelakan Kerja 0,5% & Premi Jaminan Kematian 0,3% dari gaji pokok dibayar oleh pemberi kerja e. Iuran JHT sebesar 3,7% dibayar oleh pemberi kerja & sebesar 2% dibayar oleh pekerja setiap bulannya dari gaji pokok f. Iuran pensiun kepada DPLK yang telah mendapat izin dari Menkeu, dibayar oleh pemberi kerja Rp.300,000 dan oleh pekerja Rp.150,000 / bulan 58

59 Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 1.A & 1.B 59

60 1. GAJI TETAP BULANAN Formula PPh Ps.21 = Tarif Ps.17 PPh x Penghasilan Kena Pajak B. Pegawai tetap yang baru bekerja atau keluar dalam tahun berjalan Uraian Perhitungan Penjelasan Penghasilan Bruto Setahun A Penghasilan Regular dan Irregular Dikurangi: Biaya Jabatan B = (5% x A) Maksimum Rp.500,000 /bulan *) Dikurangi: Iuran Pensiun, THT & JHT Penghasilan Neto Setahun Dikurangi: PTKP Penghasilan Kena Pajak (PKP) PPh Pasal 21 Terutang C, D, E C=Iuran Pensiun, D=THT, E=JHT F = (A B C D E) G PTKP sebenarnya satu tahun H = (F G) Dibulatkan kebawah dalam ribuan I = (H x Tarif Pajak) Tarif PPh Pasal 17 UU PPh 60

61 Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 1.B Aplikasi : 1.B Nabil Hakim adalah pegawai tetap di PT. Morang Jaya, mulai bekerja pada pada tanggal 1 Maret 2016 dan kewajiban subjektif pajaknya jk sudah dhefektif fkif pada awal tahun: a. Status pernikahan : kawin dengan 2 tanggungan b. Gaji pokok sebagai pegawai tetap per bulan Rp.20,000,000 c. pajak penghasilan ditanggung oleh pemberi kerja d. Premi Jaminan Kecelakan Kerja 0,5%& Premi Jaminan Kematian 0,3% dari gaji pokok dibayar oleh pemberi kerja e. Iuran JHT sebesar 3,7% dibayar oleh pemberi kerja & sebesar 2% dibayar olehpekerja setiap bulannya darigaji gjpokok f. Iuran pensiun kepada DPLK yang telah mendapat izin dari Menkeu, dibayar oleh pemberi kerja Rp.300,000 dan oleh pekerja Rp.150,000 / bulan 61

62 Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 1.A & 1.B 62

63 C. Pegawai Tetap Status WNA Keluar dan atau Masuk dalam Tahun Berjalan, Pegawai Tetap WNI meninggal Dunia. Uraian Perhitungan Penjelasan Penghasilan Bruto Setahun A Penghasilan Regular dan Irregular (i) Dikurangi: Biaya Jabatan B = (5% x A) Maksimum Rp.500,000 per bulan Dikurangi: Iuran Pensiun, THT & JHT C, D, E C=Iuran Pensiun, D=THT, E=JHT Penghasilan Neto Setahun F = (A B C D E) Penghasilan Neto Disetahunkan G = (F x 12/n) Penghasilan neto disetahunkan (i) Penghasilan Irregular H Tidak ikut disetahunkan (ii) Jumlah Penghasilan Neto Setahun I = (G + H) Jumlah penghasilan neto setahun (iii) Dikurangi: PTKP J PTKP sebenarnya satu tahun Penghasilan Kena Pajak (PKP) K = (I J) Dibulatkan kebawah dalam ribuan Bersambung 63

64 C. Pegawai Tetap Status WNA Keluar dan atau Masuk dalam Tahun Berjalan, Pegawai Tetap WNI meninggal Dunia. Uraian Perhitungan Penjelasan Penghasilan Kena Pajak (PKP) K = (I J) Dibulatkan kebawah dalam ribuan PPh Pasal 21 Setahun L = (H x Tarif Pajak) Tarif PPh Pasal 17 UU PPh (iv) Dikurangi: PPh atas Ph Irregular PPh Ps 21 terutang setahun u/ Ph Regular M N = (L M) Hitung PPh Ps 21 atas Penghsilan irregular PPh Yang Terutang (v) PPh Ps 21 Terutang n bulan O = (n x N/12) Total PPh Pasal 21 terutang (vi) 64

65 Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 1.C Aplikasi : 1.C.1 Albert adalah WNA dan masuk dan bekerja sebagai pegawai tetap di PT. Morang Jaya, mulai bekerja pada tanggal 1 Maret 2016, dan akan bekerja selama 3 tahun, memiliki informasi penghasilan tahun 2016 sebagai berikut: a. Status pernikahan : kawin dengan2 tanggungan b. Gaji pokok sebagai pegawai tetap per bulan Rp.30,000,000 c. Pajak penghasilan ditanggung oleh pemberi kerja d. Premi Jaminan Kecelakan Kerja 0,5% & Premi Jaminan Kematian 0,3% dari gaji pokok dibayar oleh pemberi kerja e. Iuran JHT sebesar 3,7% dibayar oleh pemberi kerja & sebesar 2% dibayar oleh pekerja setiap bulannya dari gaji pokok f. Iuran pensiun kepada DPLK yang telah mendapat izin dari Menkeu, dibayar oleh pemberi kerja Rp.300,000 dan oleh pekerja Rp.150,000 / bulan 65

66 Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 1.C Aplikasi : 1.C.2 Alm. Marudut adalah pegawai tetap di PT. Jaya Raya, mulai bekerja pada pada tanggal 1 Maret 2010 dan meninggal pada tanggal 1 September 2016, adapun informasi penghasilan yang bersangkutan pada tahun 2016 adalah sebagai berikut: a. Status pernikahan : kawin dengan2 tanggungan b. Gaji pokok sebagai pegawai tetap per bulan Rp.30,000,000 c. Pajak penghasilan ditanggung oleh pemberi kerja d. Premi Jaminan Kecelakan Kerja 0,5% & Premi Jaminan Kematian 0,3% dari gaji pokok dibayar oleh pemberi kerja e. Iuran JHT sebesar 3,7% dibayar oleh pemberi kerja & sebesar 2% dibayar oleh pekerja setiap bulannya dari gaji pokok f. Iuran pensiun kepada DPLK yang telah mendapat izin dari Menkeu, dibayar oleh pemberi kerja Rp.300,000 dan oleh pekerja Rp.150,000 / bulan 66

67 Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 1.C 67

68 2. PENERIMA PENSIUN SECARA BERKALA Formula PPh Ps.21 = Tarif Ps.17 PPh x Penghasilan Kena Pajak A. Penerima Uang Pensiun di Tahun Pertama. Uraian Perhitungan Penjelasan Penghasilan Bruto Setahun : dari pekerjaan Penghasilan Bruto Setahun: dari pension A Penghasilan sebelum pensiun (i) B Penghasilan setelah tlhpension (ii) Jumlah Penghasilan Bruto C = A+B Dikurangi: Biaya Jabatan D = (5% x A) Jumlah masa kerja sebelum pension (iii) Dikurangi: Biaya Pensiun E = (5% x B) Jumlah bulan perolehan sejak pensiun (iv) Dikurangi: Iuran Pensiun, THT & JHT F,G,H Semasa aktif (v) Penghasilan Neto Setahun I = (C D F G H) Dikurangi: PTKP J PTKP sebenarnya satu tahun (vi) Penghasilan Kena Pajak (PKP) K = (I J) Dibulatkan kebawah dalam ribuan PPh Pasal21 Terutang L =(K xtarif ifpjk) Pajak) TarifPPh Pasal17 UU PPh 68

69 Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 2.A.1 Aplikasi : 2.A.1 Albert adalah pegawai tetap di PT. Morang Jaya, mulai bekerja pada tanggal 1 Jan 1990, dan akan pensiun tgl 1 Oktober 2016, memiliki informasi penghasilan tahun 2016 sebagai berikut: a. Status pernikahan : kawin dengan2 tanggungan b. Gaji pokok sebagai pegawai tetap per bulan Rp.20,000,000 c. Pajak penghasilan ditanggung oleh pemberi kerja d. Premi Jaminan Kecelakan Kerja 0,5% & Premi Jaminan Kematian 0,3% dari gaji pokok dibayar oleh pemberi kerja e. Iuran JHT sebesar 3,7% dibayar oleh pemberi kerja & sebesar 2% dibayar oleh pekerja setiap bulannyadari gaji gjpokok f. Iuran pensiun kepada DPLK yang telah mendapat izin dari Menkeu, dibayar oleh pemberi kerja Rp.300,000 dan oleh pekerja Rp.150,000 / bulan 69

70 Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 2.A.2 Aplikasi : 2.A.2 Albert sejak tgl 1 Oktober 2016 adalah pensiunan yang menerima uang pensiun dari Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK), memiliki informasi penghasilan pensiun tahun 2016 sebagai berikut: a. Status pernikahan : kawin dengan 2 tanggungan b. Gaji pokok sebagai pegawai tetap per bulan Rp.7,000,000 c. Pajak penghasilan ditanggung oleh pemberi kerja d. Premi Jaminan Kecelakan Kerja 0,5% & Premi JaminanKematian0,3%darigajipokokdibayaroleh pemberi kerja 70

71 Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 2.A.2 71

72 2. PENERIMA PENSIUN SECARA BERKALA Formula PPh Ps.21 = Tarif Ps.17 PPh x Penghasilan Kena Pajak B. Penerima Uang Pensiun di Tahun Kedua dan Seterusnya. Uraian Perhitungan Penjelasan Penghasilan Bruto Setahun A Uang Pensiun Dikurangi: Biaya Pensiun B = (5% x A) Penghasilan Neto Setahun C = (A B) Dikurangi: PTKP D PTKP sebenarnya satu tahun Penghasilan Kena Pajak (PKP) E = (C D) Dibulatkan kebawah dalam ribuan PPh Pasal 21 Terutang F =(E xtarif Pajak) Tarif PPh Pasal 17 UU PPh 72

73 Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 2.B Aplikasi : 2.B Albert sejak tgl 1 Oktober 2016 adalah pensiunan yang menerima uang pensiun dari Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK), memiliki informasi penghasilan pensiun tahun 2017 sebagai berikut: a. Status pernikahan : kawin dengan 2 tanggungan b. Gaji pokok sebagai pegawai tetap per bulan Rp.7,000,000 c. pajak penghasilan ditanggung oleh pemberi kerja d. Premi Jaminan Kecelakan Kerja 0,5% & Premi JaminanKematian0,3%darigajipokokdibayaroleh pemberi kerja 73

74 Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 2.B 74

75 3. PEGAWAI TIDAK TETAP (Harian, Lepas, Borongan) Formula PPh Ps.21 = Tarif Ps.17 PPh x (Ph Bruto PTKP) 75

76 3. PEGAWAI TIDAK TETAP (Harian, Lepas, Borongan) Formula PPh Ps.21 = Tarif Ps.17 PPh x (Ph Bruto PTKP) b. Penerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang tidak dibayarkan secara bulanan dan jumlah kumulatif satu bulan belum melebihi Rp.4,500,000,,, Formula PPh Ps 21 = 5% [(upah harian Rp.450,000) x Jumlah Hari] 76

77 3. PEGAWAI TIDAK TETAP (Harian, Lepas, Borongan) Formula PPh Ps.21 = Tarif Ps.17 PPh x (Ph Bruto PTKP) 77

78 4. Bukan Pegawai (Ref. Pasal 3 huruf C, PER 16/PJ/2016) a. Penghasilan atau imbalan yang diterima oleh bukan pegawai sebagai mana dimaksud dalam pasal 3 huruf C PER 16/PJ/2016, yang sifatnya berkesinambungan dan MEMENUHI KETENTUAN sebagaimana dimaksuddalamdalam pasal 13 (1), PER 16/PJ/2016. Formula PPh Pasal 21 = Tarif PPh Pasal 17 UU PPh x {[Penghasilan Bruto x 50%] PTKP} b. Penghasilan atau imbalan yang diterima oleh bukan pegawai sebagai mana dimaksud dalam pasal 3 huruf C PER 16/PJ/2016, yang sifatnya berkesinambungan dan TIDAK MEMENUHI KETENTUAN sebagaimana dimaksud d dl dalam pasal 13 (1), PER 16/PJ/2016. Formula PPh Pasal 21 = Tarif PPh Pasal 17 UU PPh x [Penghasilan Bruto x 50%] Isi Ketentuan Pasal 13 (1), PER 16/PJ/2016: a. Memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan pekerjaan dengan pemotong PPh Ps 21/26 serta tidak memperoleh penghasilan dari tempat lain. b. Harus menyerahkan foto kopi kartu NPWP dan bagi karyawati menikah harus menyerahkan fotokopi kartu keluarga. 78

79 4. Bukan Pegawai (Ref. Pasal 3 huruf C, PER 16/PJ/2016) c. Penghasilan atau imbalan yang diterima oleh bukan pegawai sebagai mana dimaksud dalam pasal 3 huruf C PER 16/PJ/2016, yang sifatnya tidak berkesinambungan. Formula PPh Pasal 21 = Tarif PPh Pasal 17 UU PPh x [Penghasilan Bruto x 50%] Perhitungan 4a, 4b, 4c di atas berlaku untuk honorarium atau imbalan yang dibayarkan kepada : 79

80 4. Bukan Pegawai (Ref. Pasal 3 huruf C, PER 16/PJ/2016) d. Penghasilan atau imbalan yang diterima oleh peserta kegiatan yang sifatnya utuh dan tidak dipecah. Formula PPh Pasal 21 = Tarif PPh Pasal 17 UU PPh x Penghasilan Bruto Penghitungan ini berlaku atas honorarium dan/atau imbalan yang dibayarkan kepada: 1) Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni ketangkasan, k ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya. 2) Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja. 3) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu. 4) Peserta pendidikan, pelatihan dan magang. 5) Peserta kegiatan lainnya. 80

81 4. Bukan Pegawai (Ref. Pasal 3 huruf C, PER 16/PJ/2016) e. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dengan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama. Formula PPh Pasal 21 = Tarif PPh Pasal 17 UU PPh x Penghasilan Bruto Penghitungan PPh pasal 21 atas honorarium atau imbalan lainnya yang diterima anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap sama dengan penerima honorarium atau imbalan lainnya pada butir 5 diatas. 81

82 4. Bukan Pegawai (Ref. Pasal 3 huruf C, PER 16/PJ/2016) f. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus dan imbalan lain yang sifatnya tidak teratur yang diterima oleh mantan pegawai. Formula PPh Pasal 21 = Tarif PPh Pasal 17 UU PPh x Penghasilan Bruto Bagi mantan pegawai yang masih menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, dan bonus dikenakan PPh Pasal 21 dengan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan dengan penghasilan brutonya. Jika penerima penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi dan bonus adalah pegawai tetap yang masih aktif, maka penghasilannya ditambahkan pada penghasilan bruto pegawai yang bersangkutan. PPh pasal 21 dihitung menggunakan cara yang sudah dijelaskan butir 1 atas. 82

83 4. Bukan Pegawai (Ref. Pasal 3 huruf C, PER 16/PJ/2016) g. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program yang berstatus sebagai pegawai dari dana pensiun yang pendiriannya telah disyahkan oleh Menteri Keuangan. Dana pensiun yang dimaksud adalah dana pensiun yang sudah disyahkan oleh Menteri keuangan dan penarikan dana dilakukan oleh pegawai yang belum memasuki masa pensiun. Formula PPh Pasal 21 = Tarif PPh Pasal 17 UU PPh x Penghasilan Bruto Penerapan tarif PPh Pasal 17 UU PPh dikenakank atas penarikan dana pensiun secara kumulatif dalam satu tahun takwim, yang artinya.: 1) Apabila seseorang peserta program pensiun dalam satu tahun takwim melakukan penarikan sampai sebesar Rp.50 Jt akan dikenakan PPh dengan tarif 5%. 2) Apabila dalam tahun takwim yang sama orang tersebut melakukan penarikan dana lagi, maka sampai dengan lapisan diatas Rp.50 Juta berikutnya akan dikenakan tarif 15% dan setersunya. 83

84 PPh Pasal 21 Yang Bersifat Final a. Uang pesangon, uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disyahkan oleh Menteri Keuangan dan Tunjangan Hari Tua (THT) atau Jaminan Hari Tua (JHT), yangdibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Formula PPh Pasal 21 = Tarif PPh Final x Penghasilan Bruto Tarif PPh Final: Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampaidengan Rp. 50 Juta 0% di atas Rp.50 Juta s/d Rp.100 Juta 5% di atas Rp.100 Juta s/d Rp.500 Juta 15% di atas Rp.500 Juta 25% 84

85 PPh Pasal 21 Yang Bersifat Final b. Honorarium dan imbalan lainnya dengan bentuk dan nama apapun yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS/ASN, Anggota TNI/Polri yang dananya bersumber dari keuangan negara/daerah. 1) Untuk PNS golongan I & II, Anggota TNI dan Anggota Polri golongan pangkat tamtama, bintara dan pensiunannya. Formula : PPh Pasal 21 (bersifat final) = 0 % x Penghasilan Bruto 2) Untuk PNS golongan g III, Anggota TNI dan Anggota Polri golongan g pangkat perwira pertama dan pensiunannya. Formula : PPh Pasal 21 (bersifat final) = 5 % x Penghasilan Bruto 3) Untuk PNS golongan IV, Anggota TNI dan Anggota Polri golongan pangkat perwira menegah, tinggi dan dan pensiunannya. Formula : PPh Pasal21 (bersifat final) = 15 % x Penghasilan Bruto 85

86 PPh Pasal 26 Formula PPh Ps 26 = 20% x Penghasilan Bruto Semua objek pemotongan PPh pasal 21, baik itu bersifat final mapun tidak final, jika diterima atau diperoleh WPOP LN, dikenakan pemotongan PPh pasal 26 dan bersifat final. Tarif pph pasal 26 yang dikenakan adalah 20% dari penghasila bruto atau sesuai dengan tax treaty antara Indonesia dengan negara yang bersangkutan. Apabila WP luar negeri berubah status menjadi WP dalam negeri, maka PPh pasal 26 menjadi tidak final dan dapat dikreditkan dalam SPT tahun pajak bersangkutan. 86

87 TAX PLANNING 1. Klausul Pajak Dalam Kontrak 2. Pajak Ditanggung Pemberi Kerja atau Gross Up Method 3. Pemberian Uang Saku: Lump sum atau Reimbursement 4. Pemberian Tunjangan Makan atau Menyediakan Catering Jika dalam kontrak tidak ada klausul pajak, biasanya pembebanan pajak dihitung darigross incomedan pembayaran net of tax, dsb 1.Jika PPh ditanggung Pemberi Kerja Non Deductable Expenses 2.Jika PPh di Gross Up Deductable Expenses 1.Jika Lump sum, Exp. sebesar nilai yang diterima karyawan 2.Jika reimbursement, Exp. sebesar nilai i biaya yang dikeluarkan. k 1.Jika Persh adopsi sistem Norma PPh, catering sebagai objek PPh. 2.Jika Persh tidak adopsi Norma PPh, catering bukan objek dan deductable expenses. 87

88 REKONSILIASI PAJAK PENGHASILAN DENGAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIL Tujuan : dilakukannya rekonsiliasi adalah untuk meyakinkan apakah semua objek PPh Pasal 21 tlhdi telah dipotong pajak nya jk dan dilaporkan oleh perusahaan atau belum? Langkah Langkah : 1. Identifikasi akun akun laporan keuangan yang mengandung objek PPh Pasal 21, termasuk akun biaya diluar karyawan, misalnya biaya perjalanan jl dinas, biaya pendidikan, dsb, 2. Catat dan kalkulasi seluruh beban dan pengeluaran yang merupakan objek PPh Pasal 21, 3. Bandingkan temuan objek pajak dalam laporan keuangan dengan objek pajak yang dilaporkan di SPT Masa PPh Pasal 21, 4. Apbila ditemukan objek pajak lebih besar dari laporan SPT Masa PPh pasal 21, tl telusuri ilebih bihlanjut tbukti pendukung untuk menghitung besarnya PPh Pasal l21 yang kurang bayar, 5. Apabila temuan objek pajak lebih kecil dari laporan SPT Masa PPh pasal 21, telusuri lebih lanjut ke dokumen penghitungan PPh Pasal 21, dan cek kembali ke laporan keuangan. 88

89 89

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK

Lebih terperinci

PEMOTONGAN PPh PASAL 21

PEMOTONGAN PPh PASAL 21 PEMOTONGAN PPh PASAL 21 1 Dasar Hukum 1. Pasal 21, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20 /PJ/2012 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN

Lebih terperinci

Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom. M,Ak

Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom. M,Ak Modul ke: Perpajakan I PPh 21 Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom. M,Ak Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi S1. Akuntansi Pemotong PPh Pasal 21/26 pemberi kerja yang terdiri dari: a.orang pribadi dan

Lebih terperinci

AGENDA. PPh Pasal 26

AGENDA. PPh Pasal 26 1 AGENDA 1. PPh Pasal 21 2. PPh Pasal 26 2 Landasan Hukum: UU No 36 Th 2008, Psl 21 UU PPh Peraturan Dirjen Pajak No. PER-31/ PJ/ 2012 3 DEFINISI Pajak yang dikenakan terhadap WP Orang Pribadi Dalam Negeri

Lebih terperinci

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 SPT Masa Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Formulir ini digunakan untuk melaporkan kewajiban Pemotongan Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 SPT rmal SPT Pembetulan Ke- - Tahun Kalender Formulir

Lebih terperinci

PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com 1 PPh PASAL 21 Pemotongan pajak atas penghasilan yg diterima/diperoleh WP Orang Pribadi Dalam Negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

Update. Pajak Penghasilan Sehubungan dengan. Pekerjaan atau Jabatan, Jasa dan kegiatan, Yang dilakukan Wajib Pajak Orang Pribadi

Update. Pajak Penghasilan Sehubungan dengan. Pekerjaan atau Jabatan, Jasa dan kegiatan, Yang dilakukan Wajib Pajak Orang Pribadi Pasal 21 UU No. 7 Th 1983 std UU No. 17 Th 2000 Update UU No. 36 Th 2008 Juklak PMK No. 252/PMK.03/2008 ttg PER. 14/PJ/2013 tgl 18 April 2013 PER. 31/PJ/2012 tgl 27 Des 2012 PMK No. 162/PMK.11/2012 PER.

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum.

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum. BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Menurut S.I. Djajadiningrat (dalam Siti Resmi, 2011:1), pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 SUSUNAN SATU NASKAH PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 57/PJ/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JEDNERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 I. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA Contributed by Administrator Friday, 07 August 2015 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 1 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 Adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi, yaitu pajak atas penghasilan

Lebih terperinci

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu:

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu: PERPAJAKAN ORGANISASI NIRLABA Tri Purwanto Pengantar Pajak Organisasi Nirlaba UU No 28 Th 2007 ttg KUP Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir)

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir) SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir) 1. PT ABC mempekerjakan Tuan A (Status K3, tanpa NPWP) seorang tukang bangunan, untuk mengganti lantai keramik

Lebih terperinci

MINGGU KE DUA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 GAJI DAN BONUS

MINGGU KE DUA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 GAJI DAN BONUS MINGGU KE DUA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 GAJI DAN BONUS A. Pajak Penghasilan Pasal 21 Adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi,

Lebih terperinci

PAJAK PAJAK DEPARTEMEN IKK - IPB

PAJAK PAJAK DEPARTEMEN IKK - IPB PAJAK PAJAK . PAJAK yang dibayarkan digunakan untuk kegiatan Penyelenggaraan Negara, dan Membiayai pembangunan seperti pembangunan gedung-gedung sekolah, Sarana Kesehatan (rumah sakit), sarana umum, pembangunan

Lebih terperinci

DASAR HUKUM. KEP -545/PJ./1998 jo. PER-15/PJ./2006. PMK No. 252/PMK.03/2008. UU No. 7 Th stdd. Update. UU No. 36 Th UU No. 17 Th 2000.

DASAR HUKUM. KEP -545/PJ./1998 jo. PER-15/PJ./2006. PMK No. 252/PMK.03/2008. UU No. 7 Th stdd. Update. UU No. 36 Th UU No. 17 Th 2000. PPH PASAL 21 1 DASAR HUKUM UU No. 7 Th 1983 stdd UU No. 17 Th 2000 Update UU No. 36 Th 2008 Juklak Juklak KEP -545/PJ./1998 jo. PER-15/PJ./2006 ttg JUKLAK PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh Ps 21

Lebih terperinci

MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM

MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM Disusun oleh : 1. Nanda Rosyid F0311082 2. Nur Aini Kusumaningrum F0311087 3. Nur Chayati

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

Pajak Penghasilan Pasal 21/26 Pajak Penghasilan Pasal 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

Pajak Penghasilan Pasal 21/26 Pajak Penghasilan Pasal 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

PPh Pasal 21. Lingkungan Kewajiban Pajak 12/21/2017

PPh Pasal 21. Lingkungan Kewajiban Pajak 12/21/2017 PPh Pasal 21 Lingkungan Kewajiban Pajak sehubungan dengan: 1. Pekerjaan 2. Jabatan PPh Pasal 21 (dikenakan PPh 26 oleh Orang Pribadi 3. Jasa jika diterima oleh 4. Kegiatan Orang Pribadi SPLN) sehubungan

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang)

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang) LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 39/PJ/2008 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 TAHUNAN 2008 BESERTA PETUNJUK PENGISIANYA FORMULIR 1721 DEPARTEMEN KEUANGAN

Lebih terperinci

Pengertian Pajak Penghasilan 21

Pengertian Pajak Penghasilan 21 Pajak Penghasilan Pasal 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN A. Definisi dan Unsur Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

Pertemuan 2 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (G + B)

Pertemuan 2 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (G + B) Pertemuan 2 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (G + B) Pertemuan 2 48 P2.1 Tq8eori Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang)

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang) SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 0 IDENTITAS PEMOTONG PAJAK NAMA NO. TELEPON - NO. FAKS - JENIS USAHA KLU NAMA PIMPINAN PERUBAHAN DATA ADA, PADA LAMPIRAN TERSENDIRI TIDAK ADA A. DALAM YANG BERSANGKUTAN

Lebih terperinci

MODUL PPh PASAL 21/26 & espt PPh Pasal 21

MODUL PPh PASAL 21/26 & espt PPh Pasal 21 PRISMA UTAMA CONSULTANT MODUL PPh PASAL 21/26 & espt PPh Pasal 21 SERI PERPAJAKAN Ivan Christian K, S.E., M.M. 2010 J L. J U P I T E R U T A M A N O. 10 B A N D U N G 4 0 2 8 6 PENGERTIAN PPh PASAL 21

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991)

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991) Pajak merupakan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-545/PJ/2000 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

LAMPIRAN I-A SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

LAMPIRAN I-A SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DEPARTEMEN KEUANGAN RI LAMPIRAN I-A SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PENGHASILAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 PEGAWAI TETAP ATAU PENERIMA PENSIUN ATAU TUNJANGAN HARI TUA / TABUNGAN HARI TUA (THT)

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II BAB II BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II BAB II BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PENGHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PENGHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 A. PEGAWAI TETAP 1. DENGAN GAJI BULANAN 1.1. Wajib pajak dalam negeri mulai bekerja pada awal tahun pajak. Contoh 1 : Tn Andika adalah pegawai pada

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH 3.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) 3.1.1 Dasar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak menurut Soemitro (Resmi, 2016:1) merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan. Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Soemitro, S.H yang dikutip dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang) 8. JUMLAH (6 + 7) 8

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang) 8. JUMLAH (6 + 7) 8 SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 0 PERHATIAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK /DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" DALAM (KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI IDENTITAS

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Perpajakan 1. Pengertian pajak Menurut Rochmat Soemitro seperti dikutip oleh Waluyo ( 2007 : 3 ) mengemukakan bahwa : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo,

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo, 6 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. Amanita Novi Yushita, M.Si

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. Amanita Novi Yushita, M.Si PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 1 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Pajak penghasilan yang dipungut sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi adalah pajak atas penghasilan

Lebih terperinci

Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 TARIF DAN PENERAPANNYA

Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 TARIF DAN PENERAPANNYA Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 04 seri PPh PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 TARIF DAN PENERAPANNYA 1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, bukan pegawai yang memiliki NPWP dan menerima

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Penghasilan 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan sumber terpenting dalam penerimaan negara dan dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan Keputusan

Lebih terperinci

MK. MANAJEMEN KEUANGAN KONSUMEN (IKK

MK. MANAJEMEN KEUANGAN KONSUMEN (IKK MK. MANAJEMEN KEUANGAN KONSUMEN (IKK 335) PAJAK DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FEMA IPB 1-1 Copyright Houghton Mifflin Company. All rights reserved. DEFINISI PAJAK PAJAK adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

BAGIAN PERTAMA : PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26

BAGIAN PERTAMA : PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26 Lampiran PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2009 TENTANG : PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (SPT TAHUNAN PPh PASAL 21) (SPT 1721 beserta lampiran-lampirannya)

Lebih terperinci

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21 Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya setipa masyarakat yang hidup di suatu negara memiliki potensi untuk menjadi wajib pajak.

Lebih terperinci

Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah

Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor, tanggal 80 Tahun 2010 20 Desember 2010 Mulai berlaku : 1 Januari

Lebih terperinci

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-32/PJ/2009 Tanggal : 25 Mei 2009 Departemen Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak Masa Pajak SPT Masa Pajak Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Formulir

Lebih terperinci

Makalah Perpajakan. Perhitungan PPh 21

Makalah Perpajakan. Perhitungan PPh 21 Makalah Perpajakan Perhitungan PPh 21 Disusun oleh: Kelompok 1 Reza Maulana A (115030201111046) Fidya Gumilang A (115030201111076) Nurul Qomaria (115030201111078) JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

b. PPh 21 seminggu = PPh 21 sebulan dibagi empat

b. PPh 21 seminggu = PPh 21 sebulan dibagi empat PERTEMUAN KE-9 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PPh 21 atas karyawan tetap dengan upah mingguan, harian, dan PPh 21 atas penghasilan pensiunan serta Atas penghasilan tidak teratur 1. PPh 21 Atas karyawan tetap

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK

Lebih terperinci

PAJAK PAJAK DEPARTEMEN IKK - IPB

PAJAK PAJAK DEPARTEMEN IKK - IPB PAJAK PAJAK Tahun 2013 DEPARTEMEN IKK - IPB DEFINISI PAJAK PAJAK adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang-Undang Tanpa mendapatkan imbalan/balas jasa secara langsung (kontraprestasi), yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bab ini berisi kajian landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya yang. digunakan untuk menjawab masalah penelitian.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bab ini berisi kajian landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya yang. digunakan untuk menjawab masalah penelitian. BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini berisi kajian landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian. 2.1 Landasan Teori Landasan teori dalam penelitian ini terdiri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak menurut Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir

Lebih terperinci

Dosen: Adhi Prakosa, M. Sc

Dosen: Adhi Prakosa, M. Sc Dosen: Adhi Prakosa, M. Sc PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan Sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 dan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-545/PJ/2000 sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi PPh Pasal 21 Menurut PER-31/PJ/2012 Pasal 1 ayat 2 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat atas penghasilan berupa gaji,

Lebih terperinci

I. KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (KUP)

I. KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (KUP) I. KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (KUP) Sistem perpajakan yang lama sudah tidak sesuai dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia. Disamping itu sistem perpajakan yang lama belum dapat

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SALINAN LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2015 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SALINAN LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SALINAN LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN II.1. Rerangka Teori dan Literatur II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Liberti Pandiangan (2010:v) adalah salah

Lebih terperinci

Konsep dan Aplikasi Pemotongan PPh Pasal 21. Cara Mudah Memahami PPh Pasal 21

Konsep dan Aplikasi Pemotongan PPh Pasal 21. Cara Mudah Memahami PPh Pasal 21 Konsep dan Aplikasi Pemotongan PPh Pasal 21 Cara Mudah Memahami PPh Pasal 21 Dasar Hukum UU No. 28 Tahun 2007 UU KUP; UU No. 36 Tahun 2008 UU PPh; PMK No. 250/PMK.03/2008 By. Jabatan untuk Pegawai Tetap

Lebih terperinci

PETUNJUK UMUM DAN CONTOH PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26

PETUNJUK UMUM DAN CONTOH PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26 Lampiran PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2009 TENTANG : PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN

ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN Thomas Sumarsan Goh Dosen FE Universitas Methodist Indonesia ABSTRAK PPh Pasal 21 merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

KULIAH PERPAJAKAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) Oleh : Mustofa, S.Pd., M.Sc. Dosen Pendidikan Ekonomi FE UNY. PPh UMUM 1

KULIAH PERPAJAKAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) Oleh : Mustofa, S.Pd., M.Sc. Dosen Pendidikan Ekonomi FE UNY. PPh UMUM 1 KULIAH PERPAJAKAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) Oleh : Mustofa, S.Pd., M.Sc. Dosen Pendidikan Ekonomi FE UNY PPh UMUM 1 STANDAR KOMPETENSI: Mahasiswa diharapkan mampu mengaplikasikan konsep dan prosedur dalam

Lebih terperinci

DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK

DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK A. NPWP : 0 7 4 5 6 1 2 3 0 0 1 3 0 0 0 B. C. JENIS USAHA : SPESIFIKASI USAHA : D. ALAMAT : Pegawai Swasta JL. BATU TULIS NO. 33 E. KELURAHAN / : KECAMATAN F. KOTA / KODE POS

Lebih terperinci

PETUNJUK UMUM DAN CONTOH PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26

PETUNJUK UMUM DAN CONTOH PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26 LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-16/PJ/2016 TENTANG : PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Lebih terperinci

Kuesioner. 1. Apakah semua badan ( PT, CV, BUMN, BUMD, Fa, Kongsi, Koperasi, Lembaga, Bank, dan Badan lainnya ) yang membayarkan fee atau

Kuesioner. 1. Apakah semua badan ( PT, CV, BUMN, BUMD, Fa, Kongsi, Koperasi, Lembaga, Bank, dan Badan lainnya ) yang membayarkan fee atau Kuesioner A. Identitas 1. Nama : 2. NPWP : 3. Alamat : B. Pemotong PPh Pasal 21 1. Apakah semua badan ( PT, CV, BUMN, BUMD, Fa, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Ormas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan bertugas memberikan layanan kesehatan kepada pasien dalam rangka membantu menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengungkapan beberapa para ahli mengenai pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. Pengungkapan beberapa para ahli mengenai pajak sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Pajak Pengungkapan beberapa para ahli mengenai pajak sebagai berikut : Menurut P.J.A Andriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

Lebih terperinci

Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan

Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Misalnya: a. Usaha apotek; b. Rumah makan; c. Toko *) dapat bersifat final apabila memiliki peredaran bruto tertentu (PP No. 46 Tahun 2013) Penghasilan

Lebih terperinci

PJ.091/PPh/S/002/ KEWAJIBAN PERPAJAKAN BENDAHARA PEMERINTAH BOGOR, 15 MEI 2017

PJ.091/PPh/S/002/ KEWAJIBAN PERPAJAKAN BENDAHARA PEMERINTAH BOGOR, 15 MEI 2017 PJ.091/PPh/S/002/2017-00 KEWAJIBAN PERPAJAKAN BENDAHARA PEMERINTAH BOGOR, 15 MEI 2017 BENDAHARA PENGELUARAN Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Beberapa ahli dalam bidang perpajakan memberikan definisi yang berbeda menegenai pajak. Namun demikian, berbagai definisi tersebut pada

Lebih terperinci

SOSIALISASI SE-34/PJ/2017 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI PTN-BADAN HUKUM NOPEMBER 2017

SOSIALISASI SE-34/PJ/2017 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI PTN-BADAN HUKUM NOPEMBER 2017 1 SOSIALISASI SE-34/PJ/2017 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI PTN-BADAN HUKUM NOPEMBER 2017 DASAR HUKUM PTN BH DAN PERLAKUAN PERPAJAKANNYA 2 UU. No 12/2012 Pasal 89(1) tentang Pendidikan Tinggi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Menurut Undang Undang Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Menurut Undang Undang Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Perpajakan 2.2.1. Pengertian Pajak Menurut Undang Undang Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum Perpajakan Tahun 2007, Pajak didefinisikan sebagai berikut: Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000 A.

Lebih terperinci

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTEK

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTEK BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTEK 3.1 Tinjauan Teori 3.1.1 Pengertian Prosedur Menurut Ismail Masya, Prosedur adalah suatu rangkaian tugas-tugas yang saling berhubungan berupa urutan waktu dan tata cara

Lebih terperinci

APLIKASI BERBASIS WEB UNTUK PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (PPh 21) DENGAN SISTEM MEMBER

APLIKASI BERBASIS WEB UNTUK PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (PPh 21) DENGAN SISTEM MEMBER APLIKASI BERBASIS WEB UNTUK PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (PPh 21) DENGAN SISTEM MEMBER Risa Rahman Atmojo, Ami Fauzijah Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri,Universitas Islam

Lebih terperinci

BADAN KANTOR PELAYANAN PAJAK ORANG PRIBADI. Syarat Objektif Syarat Subjektif. Wilayah tempat kedudukan. Wilayah tempat tinggal

BADAN KANTOR PELAYANAN PAJAK ORANG PRIBADI. Syarat Objektif Syarat Subjektif. Wilayah tempat kedudukan. Wilayah tempat tinggal BADAN ORANG PRIBADI Syarat Objektif Syarat Subjektif Wilayah tempat kedudukan KANTOR PELAYANAN PAJAK Wilayah tempat tinggal Fungsi NPWP - Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan - Sebagai identitas

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL 10 S SPT AN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI MEMPUNYAI PENGHASILAN : DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA DALAM NEGERI LAINNYA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL PERHATIAN SEBELUM

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengantar Perpajakan Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara

Lebih terperinci

Soal Kasus Pembukuan atau Pencatatan( contoh ini menggunakan aturan lama untuk ptkpnya lebih baik lihat aturan terbaru)

Soal Kasus Pembukuan atau Pencatatan( contoh ini menggunakan aturan lama untuk ptkpnya lebih baik lihat aturan terbaru) Soal Kasus Pembukuan atau Pencatatan( contoh ini menggunakan aturan lama untuk ptkpnya lebih baik lihat aturan terbaru) Tuan Wahyudi (PKP) seorang pengusaha garmen yang memiliki 5 kios di Jakarta, Bandung,

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI FORMULIR DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERHATIAN 177 S SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA; DALAM NEGERI LAINNYA;

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL 0 S SPT AN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI MEMPUNYAI PENGHASILAN : DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA DALAM NEGERI LAINNYA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL PERHATIAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak yang dikutip oleh Erly Suandy (2009 : 2) bahwa : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai

Lebih terperinci

ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA DINAS KEBUDAYAAN, PARIWISATA, PEMUDA OLAHRAGA KOTA BANJARBARU

ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA DINAS KEBUDAYAAN, PARIWISATA, PEMUDA OLAHRAGA KOTA BANJARBARU ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA DINAS KEBUDAYAAN, PARIWISATA, PEMUDA OLAHRAGA KOTA BANJARBARU Tamjiddin ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 6 P1.1 Teori Pajak Penghasilan Umum Dan Norma Perhitungan Pajak Penghasilan A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan psl 21

Pajak Penghasilan psl 21 LOGO Pajak Penghasilan psl 21 Hari Gini Korupsi PAJAK. Apa Kata DUNIA...??!! Mengenal Lebih Dekat Pendahuluan (Kronologi perubahan UU PPh) PAJAK PENGHASILAN Katanya Orang Bijak Taat Pajak.. UU. 7 Th. 83

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengetian dan Fungsi Pajak Salah satu usaha untuk merealisasikan kemandirian suatu bangsa dalam hal pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri

Lebih terperinci