TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap. Lanskap Jalan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap. Lanskap Jalan"

Transkripsi

1 4 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Menurut Simonds (1983) lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia. Wajah dan karakter lahan atau tapak bagian dari muka bumi ini dengan segala kegiatan kehidupan dan apa saja yang ada di dalamnya, baik bersifat alami, buatan maupun kombinasi dari keduanya yang merupakan bagian atau total lingkungan hidup manusia beserta makhluk lainnya, sejauh mata memandang, sejauh segenap indera dapat menangkap dan sejauh imajinasi dapat membayangkan, demikianlah lanskap dapat didefinisikan. Lanskap Jalan Menurut Simonds (1983) jalan merupakan suatu kesatuan yang harus lengkap, aman, efisien, menarik, memiliki sirkulasi dan interaksi yang baik serta mampu memberikan pengalaman yang menarik pengguna jalan, sedangkan yang dimaksud lanskap jalan adalah bentukan permanen yang dapat segera mengubah karakter dari areal lahan. Diterangkan lebih lanjut oleh Direktorat Jendral Bina Marga (1996) bahwa lanskap jalan adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lanskap alami seperti bentuk topografi lahan yang mempunyai panorama indah, maupun yang terbentuk dari elemen lanskap buatan manusia yang disesuaikan dengan kondisi lahannya. Lanskap ini mempunyai ciri khas karena harus disesuaikan dengan persyaratan geometrik jalan dan diperuntukkan terutama bagi kenyamanan pemakai jalan serta diusahakan untuk menciptakan lingkungan jalan yang indah, nyaman dan memenuhi fungsi keamanan. Selain itu, jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi semua bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi kelancaran lalu lintas. Jalan merupakan suatu kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusatpusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya

2 5 dalam satu hubungan hirarki. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 Bab III Bagian Kedua Pasal 8 mengenai pengelompokkan jalan menurut peranannya yaitu : 1. Jalan Arteri merupakan jalan umum yang melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, ditempuh dengan kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masih dibatasi secara berdaya guna. 2. Jalan Kolektor merupakan jalan umum yang melayani angkutan pengumpulan atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 3. Jalan Lokal merupakan jalan umum yang melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, ditempuh dengan kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi 4. Jalan Lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan dekat dengan kecepatan rata-rata rendah. Berdasarkan tata cara perencanaan teknik lanskap jalan No. 033/TBM/1996 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Bina Marga, jalan memiliki bagian-bagian jalan yaitu sebagai berikut : 1. Daerah Manfaat Jalan (Damaja) merupakan ruas sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh pembina jalan dan dimanfaatkan untuk konstruksi jalan. Damaja terdiri dari badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengamannya. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan. Ambang pengaman terletak di bagaian paling luar dari Damaja dan ditujukan untuk mengamankan bangunan jalan. 2. Daerah Milik Jalan (Damija) merupakan ruas jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi jalan tertentu dan dikelola oleh pembina jalan. Bagian ini dimanfaatkan untuk Daerah Manfaat Jalan (Damaja), pelebaran jalan maupun menambah jalur lalu lintas dikemudian hari serta kebutuhan ruang untuk pengaman jalan.

3 6 3. Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) merupakan ruas sepanjang jalan di luar Daerah Milik Jalan (Damija) yang penggunaannya diawasi oleh pembina jalan dengan tujuan agar tidak mengganggu pemandangan pengemudi dan konstruksi bangunan jalan. 4. Median Jalan merupakan pemisah antara dua jalur yang berlawanan biasanya pada bagian median jalan ini umumnya diletakkan bak-bak tanaman, lampu penerangan jalan dan tiang-tiang reklame. 5. Jalur Tanaman adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lanskap lainnya yang terletak di dalam Daerah Milik Jalan (Damija) atau di Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja). Jalur tanaman sering disebut jalur hijau karena didomonasi elemen lanskapnya adalah tanaman yang pada umumnya bewarna hijau. 6. Bahu Jalan merupakan bagian jalan yang diperuntukkan bagi pejalan kaki, tempat kendaraan berhenti untuk sementara akibat keadaan tertentu apabila tidak ada rambu larangan berhenti dan untuk tempat menghindar bagi kendaraan saat berpapasan dengan kendaraan lain yang berlawanan. Bahu jalan tidak diperkenankan untuk parkir kendaraan. Jalur Hijau Jalan Jalur hijau jalan merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang berupa jalur untuk menempatkan tanaman serta elemen lanskap lainnya yang terletak di dalam Daerah Milik Jalan (Damija) maupun Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja). Karena dominasi elemen lanskapnya adalah tanaman yang pada umumnya bewarna hijau maka disebut area jalur hijau. Dengan adanya jalur hijau maka dapat mengurangi kemonotonan kekakuan aspal dan beton (Ecbo, 1964). Selain itu, dengan penempatan pohon di sepanjang jalan menurut Carpenter et al (1975) dapat memberikan suatu naungan, memberikan kesan, mengarahkan pada suatu objek, menyediakan aset visual dan menciptakan sense of unity and stability. Jalur hijau ditujukan untuk memisahkan pejalan kaki dari jalur kendaraan bagi keselamatan pejalan kaki (Lynch, 1981). Selain itu dimanfaatkan pula untuk

4 7 memberikan informasi jalur jalan, memberi ruang bagi utulitas, memberi ruang untuk pemasangan perlangkapan jalan dan vegetasi jalan. Terdapat beberapa persyaratan khusus yang dikeluarkan pada tipe jalur hijau yaitu : 1. Jalur hijau tepi jalan, sebaiknya diletakkan di tepi jalur lalu lintas, diantara jalur lintasan kendaraan dan jalur pejalan kaki. 2. Jalur hijau median, jalur median yang dapat ditanami harus mempunyai lebar minimum 0,8 meter dengan lebar ideal 4-6 meter. Daerah tepi jalan merupakan daerah yang berfungsi untuk keselamatan dan kenyamanan pemakai jalan, lahan untuk pengembangan jalan, kawasan penyangga, jalur hijau, tempat pembangunan fasilitas pelayanan dan melindungi bentuk jalan. Median jalan merupakan jalur yang memisahkan dua jalan yang berlawanan dan dapat digunakan sebagai pendukung keselamatan pengendara, peletakan rambu-rambu lalu lintas ataupun sebagai jalur hijau dengan persyaratan tertentu. Penanaman Jalur Hijau Jalan Berdasarkan letak penanamannya jalur hijau dibedakan menjadi empat yaitu jalur tanaman tepi, median jalan, daerah tikungan, dan persimpangan (Direktorat Jendral Bina Marga, 1996). Letak penanaman yang diizinkan menurut Departemen Pekerjaan Umum 1996 adalah sebagai berikut : 1. Tanaman jenis pohon di jalan perkotaan harus memiliki jarak tanam ke tepi perkerasan jalan, trotoar maupun drainase minimal 1 meter agar tidak rusak oleh perakarannya. 2. Penanaman tidak menutupi daerah bebas pandang minimum 10 meter/60 o dari bukaan jalan (U-turn). 3. Tanaman tidak menutupi darerah bebas pandang minimum 45 o. Menurut Grey dan Dekene (1978) penanaman tanaman pada jalur hijau jalan tidak hanya sekedar memperindah lingkungan tetapi juga berfungsi untuk memperbaiki kualitas lingkungan, seperti :

5 8 1. Perbaikan iklim mikro Terdapat beberapa manfaat penggunaan tanaman salah satunya adalah guna memperbaiki iklim mikro. Dalam memperbaiki iklim mikro tanaman mampu mengubah dan memodifikasi suhu udara melalui pengontrolan radiasi matahari melalui proses evapotranspirasinya. Tanaman atau kumpulan tanaman ini juga dapat berperan sebagai penahan angin dan pengatur kelembapan. 2. Peredam kebisingan Tanaman dapat meredam suara dengan cara mengabsorbsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara adalah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang, dengan penanaman jenis tanaman berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah. 3. Pengontrol polusi udara Polusi udara dapat berupa debu dan gas. Polutan yang berbentuk partikel dapat ditangkap oleh daun tanaman yang kasar dan berambut secara efektif. Partikel-partikel polutan yang terbawa angin ditangkap oleh cabang dedaunan pohon. Kriteria tanaman yang dapat digunakan untuk menyerap polutan gas adalah : a. Mempunyai pertumbuhan yang cepat b. Tumbuh sepanjang tahun c. Percabangan dan daun yang padat d. Daun yang berambut Pedestrian (Jalur Pejalan Kaki) Jalur pejalan kaki adalah jalur yang disediakan untuk memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan dan kenyaman pejalan kaki tersebut (Direktorat Jendral Bina Marga,

6 9 1995). Sepanjang jalur pedestrian tersebut prioritas utama diberikan kepada pejalan kaki dan melarang kendaraan bermotor masuk kedalamnya. Menurut Simonds (1983) karakteristik pedestrian dapat diumpamakan sebagai aliran sungai dimana dalam pergerakannya akan mencari hambatan yang terkecil. Jalur yang diambil adalah jalur-jalur terpendek dari satu titik ke titik lainnya, sehingga jalur sirkulasinya memotong rintangan di depannya. Aspek fungsional dan estetik merupakan dua hal yang harus menjadi pertimbangan dalam sirkulasi pedestrian, dimana keduanya harus dapat dipadukan secara bersama-sama untuk mendapatkan sebuah sistem pedestrian yang baik. Aspek fungsional yang menjadi pertimbangan antara lain kenyamanan, keamanan dan kepuasan yang diberikan kepada pejalan kaki. Sedangkan aspek estetika yang menjadi pertimbangan dapat diciptakan melalui penyusunan ruang dan pemandangan sepanjang tapak, sehingga tercapai sebuah jalur pedestrian dengan kualitas visual yang menarik. Terkait dengan ruang pedestrian, Harris dan Dines (1988) menjelaskan tentang kriteria fisik dalam pembuatan sirkulasi pedestrian diantaranya adalah : 1. Kriteria dimensional Kriteria dimensional ruang pedestrian dapat terlihat dari Tabel 1. Tabel 1. Jarak Ruang yang Dibutuhkan antar Pejalan Kaki Jarak Lokasi 1,8 m Tempat umum 2,8 3,6 m Tempat belanja 4,6 5,5 m Berjalan normal >10,6 m Jalan santai 2. Kriteria pergerakan Faktor kecepatan pergerakan akan menurun bila jumlah pejalan kaki meningkat, ada persimpangan dan naik atau turun tangga.

7 10 3. Kriteria visual Kriteria atau persyaratan visual (pemandangan) disesuaikan dengan tinggi mata dan sudut pandang pejalan kaki dan nyaman untuk melihat pada pandangan normal setinggi mata (misalnya untuk penempatan ramburambu lalu lintas). Menurut PP Nomor 26 Tahun 1985 tentang jalan, trotoar adalah jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan untuk menjamin keamanan pejalan kaki yang bersangkutan. Persyaratan ukuran lebar trotoar berdasarkan lokasi dan jumlah pejalan kaki menurut Keputusan Menteri Perhubungan No KM 65 Tahun 1993 dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Lebar Trotoar Berdasarkan Lokasi No Lokasi trotoar Lebar minimum 1 Jalan di daerah pertokoan atau kaki lima Daerah 4 meter 2 Perkantoran utama 3 meter 3 Daerah industri a. Jalan primer b. Jalan akses 3 meter 4 meter 4 Di wilayah pemukiman a. Jalan primer 2,75 meter b. Jalan akses 2 meter *Sumber : Keputusan Menteri Perhubungan No KM 65 Tahun 1993 Tabel 3. Lebar Trotoar Berdasarkan Jumlah Pejalan Kaki No Jumlah pejalan kaki/detik/meter Lebar trotoar 1 6 orang 2,3-5 meter 2 3 orang 1,5-2,3 meter 3 2 orang 0,9-1,5 meter 4 1 orang 0,6-0,9 meter *Sumber : Keputusan Menteri Perhubungan No KM 65 Tahun 1993 Penambahan lebar trotoar juga dapat dilakukan sesuai dengan fasilitas pelengkap yang akan diakomodasikan dalam sistem pedestrian. Hal ini untuk memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi pejalan kaki, sehingga tidak terganggu apabila ada perbaikan terhadap fasilitas tersebut.

8 11 Sistem Pedestrian Menurut Harris dan Dines (1988), secara umum sistem sirkulasi dibagi menjadi dua kategori, yaitu suatu sistem yang telah memiliki struktur dasar dan sistem yang tidak ada sistem sirkulasi sebelumnya. Pada sistem yang telah ada, proyek terutama berhubungan dengan peningkatan estetik dari sistem sirkulasi yang telah dilengkapi berbagai amenity, peningkatan kualitas pemandangan, kesan yang ditimbulkan, kenyamanan dan kesenangan. Untuk sistem yang baru pertama kali ada harus direncanakan sesuai dengan usulan titik awal dan titik tujuan jalan, serta memiliki lebar yang cukup untuk diakomodasikan bagi beban lalu lintas pejalan kaki terutama pada puncak penggunaan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan syarat kemiringan lahan (%) untuk struktur dan fasilitas dari sistem pedestrian yang akan di buat (Tabel 4). Aktivitas pejalan kaki dapat dibedakan antara pejalan kaki yang hanya mempunyai kepentingan mencapai dari satu titik ke titik lain dan pejalan kaki yang mempunyai kepentingan lain atau ingin sekedar berekreasi. Untuk pejalan kaki yang aktivitas pergerakannya hanya dari satu titik asal ke satu titik tujuan ada dua faktor yang perlu diperhatikan yaitu faktor orientasi dan faktor negosiasi. Pada faktor orientasi wujud landmark, formalitas dan material perkerasan memberi keuntungan bagi pejalam kaki untuk menemukan dan mengenali lingkungan dalam konteks yang lebih besar terutama dalam lingkungan yang kompleks. Faktor kedua yaitu negosiasi yang berhubungan dengan kenyamanan relatif dalam pergerakan dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini meliputi konflik dari pejalan kaki dan gangguan fisik dari peletakan fasilitas/perlengkapan jalan, genangan air dan sampah serta hembusan angin yang tidak nyaman.

9 12 Tabel 4. Syarat Kemiringan Lahan (%) untuk Struktur dan Fasilitas Struktur dan Fasilitas Kemiringan (%) 1. Permukaan berpaving Badan Pedestrian Tempat Parkir Maksimum Minimum Optimum ,05 2. Jalur Hijau Ruang Terbuka Sitting area Pedestrian pocket Playground ,05 0,05 0, Sistem Drainase Bangunan Permanen Kios pedagang Halte bis Shelther Telepon umum 10 0, Advertising, Informasi 10 0,5 2-3 *Sumber : Landscape Planning Environmental Applications (Marsh, 1991) Jenis Pedestrian Harris dan Dines (1988) membedakan pedestrian menjadi 3 jenis yaitu : 1. Pedestrianisasi penuh (full pedestrianitation) Dengan menghilangkan atau melarang semua kendaraan bermotor untuk sepanjang waktu, terkecuali untuk pemeliharaan tapak, full pedestrianitation biasanya menghilangkan badan jalan untuk kendaraan dan menjadikan jalan secara kontinu ditutupi oleh paving dengan tekstur permukaan yang konsisten. Pedestrian ini membutuhkan jalan terdekat sebagai akses terdekat jalur bus/ angkutan umum. Dengan ditiadakannya kendaraan bermotor maka dibutuhkan sekali suatu desain yang sangat baik, untuk mencapai daerah pedestrian ini harus memberi kesan yang jelas bahwa kendaraan akan memberi gangguan terhadap lingkungan pejalan kaki. Contohnya adalah pedestrian street dan pedestrian mall yang biasanya terdapat di daerah komersial dan ditujukan untuk kenyamanan berbelanja. 1 1

10 13 2. Pedestrianisasi sebagian (partial pedestrianitation) Dengan mengurangi jenis kendaraan bermotor, terutama kendaraan pribadi, daerah ini diprioritaskan untuk kepentingan pejalan kaki. Jalur pejalan kaki diperbesar dan jalur kendaraan bermotor diperkecil maksimum dua jalur. Kendaraan pribadi biasanya dilarang masuk terkecuali angkutan umum, taksi dam bus. Laju kendaraan dibatas kecepatan tertentu. 3. Pedestrian distrik Dibuat dengan menghilangkan lalu lintas kendaraan dari sebagian daerah perkotaan dengan mempertimbangkan alasan adanya unit arsitektural, komersial maupun sejarah. Kota-kota di Eropa sering kali menggunakan jenis ini karena sesuai dengan kondisi daerah pusat kota yang bersejarah. Persyaratan Pedestrian Pedestrian merupakan jalur yang digunakan untuk berjalan kaki atau berkursi roda bagi penyandang cacat secara mandiri yang dirancang berdasarkan kebutuhan orang untuk bergerak aman, mudah, nyaman dan tanpa hambatan. Adapun persyaratan pedestrian menurut Keputusan Mentri Pekerjaan Umum No 486 tahun 1998 adalah sebagai berikut : 1. Permukaan Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca, berstruktur halus tetapi tidak licin. Hindari sambungan atau gundukan pada permukaan, kalaupun terpaksa ada, tingginya harus tidak lebih dari1,25 cm. Apabila menggunakan karpet, maka bagian tepinya harus dengan konstruksi yang permanen. 2. Kemiringan Kemiringan maksimum 7 dan pada setiap jarak 900 cm diharuskan terdapat bagian yang datar minimal 120 cm. 3. Area istirahat Terutama digunakan untuk membantu pengguna jalan penyandang cacat dengan menyediakan tempat duduk santai di bagian tepi.

11 14 4. Pencahayaan berkisar antara lux tergantung pada intensitas pemakaian, tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan. 5. Drainase Dibuat tegak lurus dengan arah jalur dengan kedalaman maksimal 1,5 cm, mudah dibersihkan dan perletakan lubang dijauhkan dari tepi ram. 6. Ukuran Lebar minimum jalur pedestrian adalah 120 cm untuk jalur searahdan 160 cm untuk dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari pohon, tiang ramburambu, lubang drainase/gorong-gorong danbenda-benda lainnya yang menghalangi. 7. Tepi pengaman/kanstin/low curb Penting bagi penghentian roda kendaraan dan tongkat tuna netra ke arah area yang berbahaya. Tepi pengaman dibuat setinggi minimum10 cm dan lebar 15 cm sepanjang jalur pedestrian. 8. Perawatan dibutuhkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan. Perencanaan pedestrian juga harus memperhatikan ukuran dan detail penerapan standar agar persyaratan pedestrian dapat berfungsi optimal. Berikut disajikan gambar prinsip perencanaan pedestrian. *Sumber : Gambar 1. Prinsip Perencanaan Jalur Pedestrian

12 15 Bahan Permukaan Pedestrian Bahan permukaan pedestrian yang biasa digunakan menurut McDowel (1975) dalam Kodariyah (2004) adalah batu bata, cetakan beton dan batu kerikil. Setiap bahan-bahan ini mempunyai karakter yang membuatnya sesuai untuk suatu situasi. Hampir semua batu dengan bagian atas datar, dapat digunakan untuk perkerasan pedestrian. Batu merupakan bahan alami yang paling disukai, karena salah satu sifatnya yang mempunyai daya tahan lama. Beberapa jenis yang biasa digunakan adalah sebagai berikut : 1. Jenis sediman seperti batu pasir, batu coklat, batu biru dan batu kapur. Jenis tersebut merupakan jenis yang lunak, sehingga mudah dipotong dan dibentuk, tetapi mudah berubah warnanya dan terpengaruh oleh perubahan cuaca karena karakternya yang berpori. 2. Bentuk metamorfik dari batu kapur adalah keramik, yang lebih kasar, kuat, mudah dipahat dan diasah dan sangat sering digunakan karena pola dan keindahannya. 3. Bentuk metamorfik dari batu tulis adalah tipis, keras dan merupakan batu yang kuat serta bervariasi mulai dari warna abu-abu hingga hitam disamping beberapa jenis yang bewarna merah. 4. Bentuk batu karang api adalah granit yang keras dan jelas sangat kuat. Warnanya berkisar mulai dari keputihan sampai abu-abu tua, dengan beberapa jenis memiliki warna agak merah muda. Batu jenis ini dapat dipahat dan dipotong dalam banyak bentuk dan ukuran. Jenis ini tahan terhadap goresan dan cuaca. 5. Batu vulkanik memiliki karakter warna gelap dan terbatas dalam penggunaan dengan ukuran terpecah-pecah. Hal ini menjadikannya tidak praktis untuk dipahat. Batu ini digunakan seperti jenis batuan yang sudah dijelaskan sebelumnya. Batu ini tidak berbentuk, tajam dan berbahaya untuk kulit.

13 16 6. Batu jenis kecil, jenis batu keras seperti trap rock. Batuan ini mudah dibentuk dan sangat berguna sebagai bahan dasar beton, lapisan dasar perkerasan, alas untuk kandang dan sebagainya. Bata dapat memberikan kontribusi yang menarik antara barat dan timur. Bata ini bersifat hangat, bernuansa tanah, cenderung bewarna coklat, permukaannya kasar dan bentuknya tidak rata. Bata dengan warna tua yang berbunyi apabila saling berbenturan biasanya lebih kuat, merupakan unit yang terbakar dengan baik dan dapat dipastikan lebih tahan pecah. Bata dapat dikombinasikan dengan batu alami. Cetakan beton tidak mempunyai penampilan yang alami dari batu, tetapi bisa dikombinasikan dengan bata untuk membentuk pedestrian yang bagus sebagai perkerasan. Batu kerikil memiliki beberapa keuntungan diluar bahanbahan permukaan untuk pedestrian. Batu kerikil untuk pedestrian relatif murah, sederhana untuk dipasang dan mudah untuk dipelihara. Batu kerikil mengering dengan cepat. Baik pada waktu hujan atau ada siraman air akan menggenang, dengan kata lain batu kerikil mempunyai permukaan yang tidak nyaman dan lambat. Terdapat tiga kriteria yang mempengaruhi pemilihan perkerasan yaitu : 1. Kegunaan Hal yang pertama dipikirkan adalah kegunaan dari dibuatnya perkerasan baik untuk jalan kendaraan, pedestrian ataupun patio. Ketiga hal ini dapat diakomodasi sesuai dengan kondisinya, dapat dilihat sebagai tiga hal yang terpisah dari teknik konstruksi dan bahan permukaan yang berbeda. Permukaan dari bahan perkerasan juga berpengaruh pada tujuan penggunaan area, tekstur perkerasan penting untuk pejalan kaki, juga mempunyai dampak pada kecepatan pergerakan. Perkerasan dengan tekstur yang tidak licin, lebih digemari karena dapat menjamin keamanan pejalan kaki, biasanya dipakai di area sekitar displai elemen air atau tempat yang berbahaya. Perkerasan dengan tekstur lebih kasar dipakai di tepian sungai atau pada jalur dengan kemiringan cukup tajam.

14 17 2. Estetika Pedestrian yang dibuat dengan mengikuti tema yang sangat sederhana atau sebaliknya dapat dibuat dengan sangat rumit dengan tujuan untuk menarik perhatian. Kombinasi yang dirancang dengan sangat cermat terutama yang menyangkut perubahan warna dan tekstur sangat membantu dalam menciptakan kesan kontras, variasi dan skala yang diinginkan. Mengenali keragaman jenis material berikut variasi tekstur dan warnanya sangat perlu mengingat untuk area yang luas, agar tidak terkesan monoton, dapat pula dipilih tema yang berbeda untuk masing-masing bagian tapak. 3. Biaya Pemilihan material juga tergantung dari biaya yang akan dikeluarkan, jumlah tenaga manusia yang tinggi juga dibutuhkan dalam pemasangan bata, batu dan perkerasan pracetak, mengakibatkan biaya untuk jenis perkerasan ini menjadi tinggi. Penggunaan pola yang sulit dan keterbatasan tenaga kerja terlatih bisa menambah rumit masalah pembiayaan selanjutnya. Street Furniture (Perabot Jalan) Menurut Harris dan Dines (1988), perabot jalan merupakan perlengkapan jalan sebagai elemen-elemen yang ditempatkan dalam suatu lanskap jalan untuk kenyamanan, kesenangan, informasi, kontrol sirkulasi dan perlindungan bagi pengguna jalan. Sementara itu menurut Simond (1983) menambahkan bahwa pengorganisasian merupakan bagian dari desain sehingga pemilihan dan peletakan perabot jalan diharapkan dapat menerjemahkan suatu fungsi area menjadi volume spasial. Selain itu kegiatan ini harus mempertimbangkan skala manusia dan karakter tapak. Menurut Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga (1995), street furniture merupakan segala bentuk kelengkapan jalan, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah dengan tujuan pengadaannya

15 18 adalah untuk mencapai fungsi jalan secara optimum. Keberadaan kelengkapan jalan dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan sebagai berikut : 1. Fungsi keamanan dan kenyamanan. Contoh lampu, halte, saluran drainase, jalan penyebrangan, rambu-rambu lalu lintas, unsur tanaman sebagai peneduh, fire hydrant, gardu polisi dan jalur pejalan kaki. 2. Fungsi pelengkap. Contoh tempat duduk, tempat sampah, telepon, kotak surat, wadah tanaman, informasi dan lain-lain. 3. Fungsi estetik dapat diperoleh dari jenis elemen yang digunakan baik soft material dan hard material ataupun memanfaatkan pemandangan dari luar tapak. Perencanaan Menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat yang sistematis, pengorganisasian, dan suatu proses informasi yang digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan tersebut dengan menilai suatu objek melalui pengamatan yang berinspirasi. Diungkapkan pula oleh Nurisjah dan Pramukanto (2008), perencanaan adalah pengambilan keputusan yang berorientasi pada kepentingan yang akan datang serta usaha dalam menempatkan penilaian yang tinggi dari rasionalitas dan aplikasi ilmu pengetahuan. Perancangan merupakan tahap lanjut dari perencanaan. Perancangan merupakan ilmu dan seni pengorganisasian ruang dan masa dengan mengomposisikan elemen lanskap alami dan elemen lanskap non-alami serta kegiatan yang ada di dalamnya agar tercipta karya tata ruang yang secara fungsi berdaya guna dan secara estetis bernilai indah. Hasil yang dicapai adalah kepuasan jasmaniah dan rohaniah manusia serta makhluk hidup di dalamnya, selaras dengan faktor ruang, waktu, dan geraknya. Perancangan lanskap menurut Simond (2000) merupakan tahap lebih lanjut dari suatu perencanaan tapak dengan menerapkan prinsip-prinsip desain. Perancangan lanskap lebih berkaitan dengan seleksi komponen-komponen

16 19 perancangan, bahan atau elemen perancangan yang berhubungan dengan visual, tumbuh-tumbuhan dan kombinasinya. Hal ini berfungsi sebagai pemecah masalah yang ada dalam rencana tapak. Dalam perancangan dengan tema yang khusus seperti lanskap jalan hal tersebut perlu diperhatikan, bahkan dalam beberapa elemen tanaman dilakukan penekanan atau penegasan untuk menjadikan jalan tersebut sebagai simbol suatu kawasan di sekitarnya. Prinsip perancangan terdiri dari : 1). Kesatuan (Unity) sebagai unsur penyatu, 2). Keseimbangan (Harmony) sebagai unsur penyelaras, 3). Simplicity sebagai unsur kesederhanaan, 4). Emphasis adalah menitikberatkan pandangan pada elemen atau pola tertentu, 5). Balance sebagai unsur penyeimbang yang menciptakan kestabilan, 6). Scale dan Proportion yang mengacu pada pembidangan relatif antara ketinggian, panjang, luas, masa, dan volume, 7). Sequence adalah unsur yang berhubungan dengan pergerakan. Elemen lanskap merupakan unsur pembentuk suatu lanskap. Terdapat sebuah prinsip yang biasa digunakan dalam merencanakan suatu lanskap, yaitu dengan mengeleminasi elemen-elemen yang buruk dan menonjolkan elemenelemen yang baik. Dalam lanskap karakter tapak yang menarik harus diciptakan atau dipertahankan sehingga semua elemen yang banyak variasinya akan menjadi kesatuan yang harmonis. Elemen lanskap terdiri dari elemen lanskap mayor (major landscape element) dan elemen lanskap minor (minor landscape element). Elemen lanskap mayor yaitu bentuk alam (topografi, pegunungan, lembah, sungai dan lain-lain), ciri-ciri alam (hujan, suhu, musim, kabut dan lain-lain) dan kekuatan alam (angin, proses pertumbuhan, air, energi radiasi, gravitasi dan lainlain) yang dominan dan relatif sulit diubah oleh manusia. Sedangkan elemen lanskap minor diantaranya bukit, aliran air dan hutan kecil yang cenderung dapat dimodifikasi oleh manusia.

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Jalan

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Jalan TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Simonds (1983) menyatakan bahwa lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dengan karakter yang menyatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, yang meliputi semua bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap dan Lanskap Kota Lanskap adalah suatu bagian dari muka bumi dengan berbagai karakter lahan/tapak dan dengan segala sesuatu yang ada di atasnya baik bersifat alami maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Lanskap Simonds (1983) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu proses penyusunan kebijaksanaan atau merumuskan apa yang harus dilakukan, untuk memperbaiki keadaan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEDESTRIAN HIJAU DI JALAN LINGKAR LUAR KOTA BOGOR, JAWA BARAT

PERENCANAAN PEDESTRIAN HIJAU DI JALAN LINGKAR LUAR KOTA BOGOR, JAWA BARAT PERENCANAAN PEDESTRIAN HIJAU DI JALAN LINGKAR LUAR KOTA BOGOR, JAWA BARAT Yolla Hadiyati A44050270 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 RINGKASAN YOLLA HADIYATI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Pe rancangan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Pe rancangan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan Perencanaan adalah suatu alat sistematik yang digunakan untuk menentukan saat awal, keadaan yang diharapkan, dan cara terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan

Lebih terperinci

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT DESKRIPSI OBJEK RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) Definisi : Konsep ruang publik berupa ruang terbuka hijau atau taman yang dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB VI R E K O M E N D A S I BAB VI R E K O M E N D A S I 6.1. Rekomendasi Umum Kerangka pemikiran rekomendasi dalam perencanaan untuk mengoptimalkan fungsi jalur hijau jalan Tol Jagorawi sebagai pereduksi polusi, peredam kebisingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Wibowo (2010), dalam Analisis Kelayakan Sarana Transportasi Khususnya Trotoar, yang mengambil lokasi penelitian di Pasar pakem, Sleman, Yogyakarta, membahas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN Penampang melintang jalan adalah potongan melintang tegak lurus sumbu jalan, yang memperlihatkan bagian bagian jalan. Penampang melintang jalan yang akan digunakan harus

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota

TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota Karakter merupakan sifat dan ciri khas yang dimiliki oleh suatu kelompok, baik orang maupun benda. Karakter lanskap merupakan suatu area yang mempunyai keharmonisan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH 56 ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH Berdasarkan hasil inventarisasi maka dari faktor-faktor yang mewakili kondisi tapak dianalisis sehingga diketahui permasalahan yang ada kemudian dicari solusinya sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini menunjukkan kualitas estetika pohon-pohon dengan tekstur tertentu pada lanskap jalan dan rekreasi yang bervariasi. Perhitungan berbagai nilai perlakuan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN Supriyanto Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam Kalau kita berjalan kaki di suatu kawasan atau daerah, kita mempunyai tempat untuk mengekspresikan diri ( yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN Penampang melintang jalan adalah potongan suatu jalan tegak lurus pada as jalannya yang menggambarkan bentuk serta susunan bagian-bagian jalan yang bersangkutan pada arah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), yang dimaksud dengan evaluasi adalah pengumpulan dan pengamatan dari berbagai macam bukti untuk mengukur dampak dan efektivitas

Lebih terperinci

Gambar 26. Material Bangunan dan Pelengkap Jalan.

Gambar 26. Material Bangunan dan Pelengkap Jalan. KONSEP Konsep Dasar Street furniture berfungsi sebagai pemberi informasi tentang fasilitas kampus, rambu-rambu jalan, dan pelayanan kepada pengguna kampus. Bentuk street furniture ditampilkan memberikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalan bebas hambatan Tol Jagorawi dengan mengambil beberapa segmen jalan yang mewakili karakteristik lanskap jalan

Lebih terperinci

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan BAB V MEDIAN JALAN 5.1 Macam-macam Median Jalan 1. Pemisah adalah suatu jalur bagian jalan yang memisahkan jalur lalulintas. Tergantung pada fungsinya, terdapat dua jenis Pemisah yaitu Pemisah Tengah dan

Lebih terperinci

ANALISIS SINTESIS Aspek Fisik Letak, Luas dan Batas-batas Tapak Aksesibilitas dan Sistem Transportasi

ANALISIS SINTESIS Aspek Fisik Letak, Luas dan Batas-batas Tapak Aksesibilitas dan Sistem Transportasi ANALISIS SINTESIS Aspek Fisik Letak, Luas dan Batas-batas Tapak Tapak merupakan jalan lingkar kampus di mana area tersebut adalah sebuah area pendidikan yang dilengkapi berbagai fasilitas pendukungnya.

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN Oleh: Syahroji A34204015 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SYAHROJI. Perancangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Definisi Jalur Pejalan Kaki Pejalan kaki merupakan salah satu pengguna jalan yang memiliki hak dalam penggunaan jalan. Oleh sebab itu, fasilitas bagi pejalan kaki perlu disediakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Jalan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Jalan Lanskap jalan adalah wajah dan karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lanskap alami seperti bentuk topografi

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27 PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Perencanaan Trotoar DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN 1-27 Daftar Isi Daftar Isi Daftar Tabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karateristik Visual Kondisi visual suatu kota sangat erat berkaitan dengan fenomena psikologinya yang berkaitan dengan tampilan fisik yang dapat menimbulkan suatu rasa tertentu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkotaan dan Ruang Terbuka

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkotaan dan Ruang Terbuka II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkotaan dan Ruang Terbuka Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 tahun 1987, kota adalah pusat pemukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batas wilayah administrasi

Lebih terperinci

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A34203039 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN INDRA SAPUTRA. A34203039.

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN VI.1 KONSEP BANGUNAN VI.1.1 Konsep Massa Bangunan Pada konsep terminal dan stasiun kereta api senen ditetapkan memakai masa gubahan tunggal memanjang atau linier. Hal ini dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alami maupun buatan manusia, yang merupakan total dari bagian hidup manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA. alami maupun buatan manusia, yang merupakan total dari bagian hidup manusia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap dan Lanskap Kota Lanskap merupakan suatu bagian dari muka bumi dengan berbagai karakter lahan/tapak dan dengan segala sesuatu yang ada di atasnya baik bersifat alami maupun

Lebih terperinci

V. KONSEP Konsep Dasar Pengembangan Konsep

V. KONSEP Konsep Dasar Pengembangan Konsep 37 V. KONSEP Konsep Dasar Konsep dasar dalam perencanaan ini adalah merencanakan suatu lanskap pedestrian shopping streets yang dapat mengakomodasi segala aktivitas yang terjadi di dalamnya, khususnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

Persyaratan Teknis jalan

Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan adalah: ketentuan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu ruas jalan agar jalan dapat berfungsi secara optimal memenuhi standar pelayanan minimal jalan dalam

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Umum Fasilitas pejalan kaki adalah seluruh bangunan pelengkap yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan demi kelancaran, keamanan dan kenyamanan, serta keselamatan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SINTESIS

BAB V ANALISIS SINTESIS BAB V ANALISIS SINTESIS 5.1 Aspek Fisik dan Biofisik 5.1.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Tapak terletak di bagian Timur kompleks sekolah dan berdekatan dengan pintu keluar sekolah, bangunan kolam renang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pejalan Kaki Menurut Pratama (2014) pejalan kaki adalah istilah dalam transportasi yang digunakan untuk menjelaskan orang yang berjalan di lintasan pejalan kaki baik dipinggir

Lebih terperinci

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar Penampang melintang merupakan bentuk tipikal Potongan jalan yang menggambarkan ukuran bagian bagian jalan seperti perkerasan jalan, bahu jalan dan bagian-bagian lainnya. BAGIAN-BAGIAN DARI PENAMPANG MELINTANG

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang BAB 5 KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian secara subyektif (oleh peneliti) dan obyektif (pendapat responden) maka elemen identitas fisik yang membentuk dan memperkuat karakter (ciri

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour BAB VI HASIL PERANCANGAN 6.1 Dasar Perancangan Hasil perancangan Sekolah Dasar Islam Khusus Anak Cacat Fisik di Malang memiliki dasar konsep dari beberapa penggambaran atau abstraksi yang terdapat pada

Lebih terperinci

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Oleh M.ARIEF ARIBOWO L2D 306 016 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perbankan dan pusat perindustrian menuntut adanya kemajuan teknologi melalui pembangunan

Lebih terperinci

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan Standar Nasional Indonesia Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan ICS 93.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar Isi... Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Permukiman Padat Kumuh Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992, permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup, di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian

BAB II KAJIAN TEORI. dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian BAB II KAJIAN TEORI Bab ini berisi kajian teori terkait topik penelitian dengan sumber referensi dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian dan self efficacy. Fasilitas

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

BAB VII PENGHIJAUAN JALAN

BAB VII PENGHIJAUAN JALAN BAB VII PENGHIJAUAN JALAN Materi tentang penghijauan jalan atau lansekap jalan, sebagian besar mengacu buku "Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan No.033/TBM/1996" merupakan salah satu konsep dasar

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN Dari proses yang dilakukan mulai pengumpulan data, analisa, sintesa, appraisal yang dibantu dengan penyusunan kriteria dan dilanjutkan dengan penyusunan konsep dan arahan,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan menjelaskan mengenai hasil kesimpulan studi dari hasil penelitian. Selain itu akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai hasil temuan studi yang menjelaskan

Lebih terperinci

Pokok Bahasan Pedoman Pelaksanaan Pembangunan Tapak. Subject Matter Expert Ir. Irina Mildawani, MT. Agus Suparman, ST., MT.

Pokok Bahasan Pedoman Pelaksanaan Pembangunan Tapak. Subject Matter Expert Ir. Irina Mildawani, MT. Agus Suparman, ST., MT. Pokok Bahasan Pedoman Pelaksanaan Pembangunan Tapak Subject Matter Expert Ir. Irina Mildawani, MT. Agus Suparman, ST., MT. Instructional Designer Rehulina Apriyanti, ST., MT. Lia Rosmala S., ST., MT. Multimedia

Lebih terperinci

VII. RENCANA TAPAK. Tabel 15. Matriks Rencana Pembagian Ruang, Jenis Aktivitas dan Fasilitas (Chiara dan Koppelman, 1990 dan Akmal, 2004)

VII. RENCANA TAPAK. Tabel 15. Matriks Rencana Pembagian Ruang, Jenis Aktivitas dan Fasilitas (Chiara dan Koppelman, 1990 dan Akmal, 2004) VII. RENCANA TAPAK Tahap perencanaan ini adalah pengembangan dari konsep menjadi rencana yang dapat mengakomodasi aktivitas, fungsi, dan fasilitas bagi pengguna dan juga makhluk hidup yang lain (vegetasi

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-15-2004-B Perencanaan Separator Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan perpindahan barang dan manusia dari suatu tempat ke tempat lain. Adanya pasaran suatu produk dan penanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelompokan Jalan Menurut Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ditinjau dari peruntukannya jalan dibedakan menjadi : a. Jalan khusus b. Jalan Umum 2.1.1. Jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum 2.1.1. Fasilitas penyeberangan pejalan kaki Dalam Setiawan. R. (2006), fasilitas penyeberangan jalan dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu: a. Penyeberangan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Jalur pedestrian di Jalan Sudirman Kota Pekanbaru dinilai dari aktivitas pemanfaatan ruang dan Pedestrian Level of Service. Jalur pedestrian di Jalan Sudirman

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Kendaraan tidak mungkin bergerak terus-menerus, akan ada waktunya kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau biasa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kota

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kota 5 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kota Kota merupakan suatu organisme yang kompleks yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang terjalin menjadi satu oleh suatu jaringan jalan dan jalur transportasi, saluran air,

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1. KONSEP DASAR PERANCANGAN Dalam konsep dasar pada perancangan Fashion Design & Modeling Center di Jakarta ini, yang digunakan sebagai konsep dasar adalah EKSPRESI BENTUK dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Indonesia. Luas wilayah Kabupaten Sleman 7574,82 Km 2 atau 18% dari luas wilayah DIY,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator); POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Pengertian Umum Potongan melintang jalan (cross section) adalah suatu potongan arah melintang yang tegak lurus terhadap sumbu jalan, sehingga dengan potongan melintang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari : BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari : a) Trotoar b) Penyeberangan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Tujuan Perencanaan dan Perancangan Perencanaan dan perancangan Penataan PKL Sebagai Pasar Loak di Sempadan Sungai Kali Gelis Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pusat kota sebagai kawasan yang akrab dengan pejalan kaki, secara cepat telah menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah menjadi lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang

Lebih terperinci

PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS

PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS 1 Ruang lingkup Pedoman ini meliputi ketentuan untuk perencanaan fasilitas pengendali kecepatan lalu lintas di jalan kecuali jalan bebas hambatan.

Lebih terperinci

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah: Parkir adalah suatu kondisi kendaraan yang berhenti atau tidak bergerak pada tempat tertentu yang telah ditentukan dan bersifat sementara, serta tidak digunakan untuk kepentingan menurunkan penumpang/orang

Lebih terperinci

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Operasional dan Perencanaan Jalan Luar Kota Analisis operasional merupakan analisis pelayanan suatu segmen jalan akibat kebutuhan lalu-lintas sekarang atau yang diperkirakan

Lebih terperinci

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak V. KONSEP 5.1. Konsep Dasar Perencanaan Tapak Konsep perencanaan pada tapak merupakan Konsep Wisata Sejarah Perkampungan Portugis di Kampung Tugu. Konsep ini dimaksudkan untuk membantu aktivitas interpretasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

TINJAUAN PUSTAKA Estetika 4 TINJAUAN PUSTAKA Estetika Istilah estetika dikemukakan pertama kali oleh Alexander Blaumgarten pada tahun 1750 untuk menunjukkan studi tentang taste dalam bidang seni rupa. Ilmu estetika berkaitan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PENATAAN RUANG PARKIR PASAR CENTRAL KOTA GORONTALO. Lydia Surijani Tatura Fakultas Teknik Universitas Gorontalo

ANALISIS PENATAAN RUANG PARKIR PASAR CENTRAL KOTA GORONTALO. Lydia Surijani Tatura Fakultas Teknik Universitas Gorontalo ANALISIS PENATAAN RUANG PARKIR PASAR CENTRAL KOTA GORONTALO Lydia Surijani Tatura Fakultas Teknik Universitas Gorontalo Abstrak : Permasalahan parkir sangat penting untuk dikaji lebih mendalam, karena

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang kemudian disintesis. Sintesis diperoleh berdasarkan kesesuaian tema rancangan yaitu metafora

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan Jalan Keselamatan jalan adalah upaya dalam penanggulangan kecelakaan yang terjadi di jalan raya yang tidak hanya disebabkan oleh faktor kondisi kendaraan maupun pengemudi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan dan Perancangan Lanskap Planning atau perencanaan merupakan suatu gambaran prakiraan dalam pendekatan suatu keadaan di masa mendatang. Dalam hal ini dimaksudkan

Lebih terperinci

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000 Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Gambar Situasi Skala 1:1000 Penentuan Trace Jalan Penentuan Koordinat PI & PV Perencanaan Alinyemen Vertikal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemacetan Kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan.

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruas Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III BAB III DATA ALUN-ALUN KABUPATEN WONOGIRI Kabupaten Wonogiri, dengan luas wilayah 182.236,02 Ha secara geografis terletak pada garis lintang 7 0 32' sampai 8 0 15' dan garis bujur 110 0 41' sampai 111

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Studi Elemen Preservasi Kawasan Kota dengan studi kasus Koridor Jalan Nusantara Kecamatan Karimun Kabupaten Karimun diantaranya menghasilkan beberapa kesimpulan:

Lebih terperinci

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE)

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE) Magister Desain Kawasan Binaan (MDKB) LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE) Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, SP., MAgr, PhD. Pendahuluan Tujuan : Memberi pemahaman tentang: - Pengertian

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi (07.00) secara keseluruhan dalam kondisi nyaman.

Lebih terperinci

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan) Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan Mata Kuliah Manajemen Lalu Lintas Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM Pendahuluan Yang termasuk pejalan kaki : 1. Pejalan kaki itu sendiri

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Konsep Dasar Perancangan Sekolah Islam Terpadu memiliki image tersendiri didalam perkembangan pendidikan di Indonesia, yang bertujuan memberikan sebuah pembelajaran

Lebih terperinci