Konservasi Energi Pasca InPres 10/2005: Apa Yang Dibutuhkan Untuk Membuat Upaya Ini Berlanjut?

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Konservasi Energi Pasca InPres 10/2005: Apa Yang Dibutuhkan Untuk Membuat Upaya Ini Berlanjut?"

Transkripsi

1 Konservasi Energi Pasca InPres 10/2005: Apa Yang Dibutuhkan Untuk Membuat Upaya Ini Berlanjut? Hanan Nugroho Perencana Senior Bidang Energi & Pertambangan di BAPPENAS Pendahuluan Instruksi Presiden No. 10/2005 mengenai Penghematan Energi merupakan keputusan cerdas yang pantas disambut baik sebagai langkah untuk membuat konservasi energi gerakan nasional. Konservasi energi sebagai pilar manajemen energi nyaris terabaikan dalam perencanaan dan praktek pembangunan di Tanah Air dalam kurun yang cukup lama. Akibatnya, meskipun belum semua komponen masyarakat telah memiliki akses yang memadai terhadap energi, namun konsumsi energi kita tergolong boros, bahkan termasuk yang terboros di Asia. Output yang kita hasilkan dibandingkan jumlah energi yang dikonsumsi masih terlalu kecil. Dalam situasi kita dimana pelayanan terhadap energi masih rendah (rasio elektrifikasi nasional 53 persen, BBM belum menjangkau semua wilayah di Tanah Air, gas bumi masih merupakan barang langka yang nyaris belum menjangkau rumah tangga, dstnya) maka peningkatan produksi migas, pembangunan prasarana energi serta berbagai upaya di sisi penyediaan (supply) itu memang mesti ditempuh. Namun bahwa upaya-upaya tersebut dapat dilakukan tanpa memperhatikan konservasi energi baik di sisi permintaan (demand) maupun dalam proses supply-nya adalah suatu hal yang mesti kita koreksi. Menjadikan krisis energi kini sebagai momentum untuk memulai gerakan konservasi energi nasional merupakan langkah yang tepat. Namun, untuk menjamin keberlanjutan gerakan konservasi serta memantapkan peranan konservasi energi sebagai pilar manajemen energi nasional, maka sejumlah hal yang lebih detil serta yang bersifat fundamental perlu dikembangkan. Makalah ini mencoba mengusulkan beberapa di antaranya. 2. Konservasi Energi bukan kepanikan, tapi keharusan Alasan efisiensi dan ekonomi makro dari dibutuhkannya konservasi energi di Indonesia adalah intensitas energi kita yang terlalu tinggi dibandingkan banyak negara lain di Asia maupun dunia. Indikator intensitas energi, yang menunjukkan perbandingan antara jumlah energi yang dikonsumsi dengan output (GDP) yang dihasilkan, jelas menunjukkan kita termasuk negara yang boros penggunaan energinya. Indikator elastisitas energi, yaitu perbandingan laju pertumbuhan konsumsi energi dengan laju pertumbuhan ekonomi (GDP) yang belakangan berkisar antara 1,2 1,8 juga menunjukkan kecenderungan kita mengkonsumsi energi secara kurang efisien. Ini suatu hal yang perlu diperbaiki. Konservasi energi belum berkembang di Tanah Air dipengaruhi oleh pandangan bahwa Indonesia dikaruniai sumberdaya energi berlimpah sehingga menggunakan energi secara hemat bukanlah sebuah keharusan. Pandangan tersebut perlu dikoreksi. Walaupun Indonesia adalah penghasil minyak bumi dan anggota OPEC, namun produksi dan cadangan (reserves) minyak bumi kita termasuk paling kecil di antara anggota OPEC. Dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang begitu besar dengan konsumsi BBM yang terus meningkat- maka kekayaan dan produksi minyak bumi kita itu sama sekali tidak besar. Kita memang memiliki sumberdaya energi lainnya dalam jumlah Sumbangan pikiran untuk Workshop Penghematan Energi Nasional, Masyarakat Hemat Energi, Agustus

2 memadai, namun sebagian besarnya belum dieksploitasi, tersimpan di tempat-tempat jauh dan masih membutuhkan pembangunan infrastruktur yang sangat besar untuk membuat sumbersumber energi itu tersedia menjadi energi yang bisa dipakai. Sumberdaya energi kita sekarang juga lebih banyak yang diekspor untuk kepentingan negara daripada digunakan di dalam negeri. Pemahaman mengenai konservasi energi sebagai tindakan praktis juga belum berkembang di masyarakat karena masih langkanya penyebarluasan informasi atau kampanye mengenai teknikteknik konservasi energi. Pemerintah masih terlalu sedikit atau lamban dalam memperhatikan perhatian terhadap gerakan konservasi energi. Pemerintah juga masih menerapkan kebijakan harga energi yang keliru, yang membuat konservasi energi tidaklah menjadi pilihan yang mesti dilakukan oleh masyarakat. Melakukan konservasi energi sesungguhnya memberikan keuntungan. Dengan konservasi seolah kita menemukan sumber energi baru. Bila Indonesia dapat menghemat konsumsi BBM sekitar 10 persen, ini berarti menemukan gratis lapangan minyak baru yang memproduksi sekitar barel per hari. Industri dapat menurunkan biaya produksi bila menggunakan energi secara hemat terus dipraktekkan. Demikian pula, biaya operasi gedung-gedung kantor, rumah sakit, sekolah, hotel, mall, supermarket dan rumah tangga dapat lebih rendah bila efisiensi energi diterapkan. Mengubah cara berkendara serta perbaikan traffic management dapat menekan penggunaan BBM secara significant. Selain menekan biaya, konservasi energi berarti meningkatkan kapasitas pelayanan dan akses terhadap energi. Energi yang dihemat (BBM, listrik, dstnya) dapat diperluas pemanfaatannya untuk masyarakat lain, termasuk kaum dhuafa. Konservasi energi berdampak positip pada lingkungan. Pembakaran bahan bakar fosil, misalnya oleh transportasi dan pembangkit listrik batubara, menghasilkan berbagai polutan (CO x, NO x, SO x ) dan debu. Dengan konservasi, dampak negatip terhadap lingkungan diturunkan, bahkan kini melalui skim Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM)- pengurangan polusi dapat dijual ke pasar emisi dunia. Lingkungan bersih meningkatkan derajat kesehatan. Pemerintah juga memetik untung dari konservasi energi. Subsidi BBM yang kini luar biasa besar, biaya penyediaan BBM dan listrik, pembangunan prasarania energi, biaya mengurangi dampak lingkungan dapat diturunkan. Dengan demikian, kemampuan melakukan konservasi energi memperkokoh daya saing industri dan produktivitas nasional. Potensi energy saving dari melakukan konservasi energi di Indonesia sesungguhnya sangat besar. Sebuah studi Bank Dunia menyimpulkan bahwa -tanpa penambahan biayapunkonsumsi energi industri di Indonesia dapat dihemat 8 persen. Dengan sedikit investasi, penghematan konsumsi energi dapat diturunkan hingga 23 persen. Studi yang dilakukan Departemen ESDM memperkirakan potensi konservasi energi nasional antara persen: di sektor industri persen, transportasi 25 persen, rumah tangga dan komersial persen. Konservasi energi perlu dilakukan bukan karena negara sekarang secara finansial mengalami kesulitan untuk menyediakan energi secara murah, tapi karena secara fundamental konservasi energi akan membuat pola konsumsi energi nasional menjadi lebih sehat. Sebagai sebuah pilar manajemen energi, konservasi energi sudah cukup lama diabaikan di Indonesia. Krisis energi belakangan ini pantas untuk dijadikan momentum untuk menempatkan konservasi energi sebagai bagian utama dari kegiatan konsumsi energi kita. Banyak upaya konservasi energi dapat dilakukan dengan biaya kecil, malah tanpa biaya. Sering yang dibutuhkan hanyalah mengubah pandangan/sikap serta menerapkan sedikit disiplin yang tidak akan membuat kita menderita, tapi akan punya dampak makro besar. Membiarkan konsumsi energi tumbuh cepat dan boros jelas sangat merugikan. Karena penyakit akibat mengabaikan konservasi energi di Tanah Air sudah cukup parah (subsidi BBM, in-efisiensi, menurunnya kualitas udara di kota-kota besar) sementara potensi konservasi energi 2

3 kita sangat besar, maka konservasi energi sebagai keharusan tak boleh ditunda lagi. Bahkan, bagaimana setengah memaksa atau membangun kesadaran pemerintah dan masyarakat untuk menjadikan konservasi energi sebagai budaya baru harus dilakukan. 3. Upaya yang perlu dilakukan InPres 10/2005 perlu ditindaklanjuti dengan Petunjuk Teknis yang detil tentang bagaimana konservasi energi dapat dilakukan oleh komponen-komponen masyarakat. Petunjuk Teknis tersebut mesti disebarkan ke seluruh masyarakat. Pemerintah perlu memimpin gerakan konservasi energi, selain dengan kampanye juga melalui bantuan teknis dan keuangan, yang dalam beberapa hal (misalnya untuk audit energi) dapat diberikan secara gratis. Di samping beberapa hal di atas, hal-hal yang bersifat strategis untuk menjadikan konservasi energi konservasi energi pilar manajemen energi nasional serta menjamin keberlanjutan gerakan konservasi energi dalam hemat kami adalah: 1. Membentuk Pusat Konservasi Energi Nasional 2. Menyiapkan Undang-Undang Konservasi Energi 3. Meningkatkan kedudukan Konservasi Energi dalam pengelolaan energi nasional. Beberapa alasan dikemukakan untuk mendukung usulan tersebut, dengan mengambil contoh/perbandingan dari negara lain. 3.1 Pusat Konservasi Energi Pusat Konservasi Energi bertugas sebagai pemimpin harian gerakan konservasi energi. Di sini dilakukan pelayanan pendidikan dan latihan, kampanye, riset, pembuatan data base, konsultasi, pengembangan standar, kerja sama internasional serta banyak hal lain untuk membuat kegiatan konservasi energi secara nasional berjalan lancar dan berkesinambungan. Pusat Konservasi Energi perlu dikembangkan di Tanah Air, juga dengan pertimbangan bahwa selama ini di Indonesia konservasi energi belum diperhatikan sebagai kegiatan yang perlu dikembangkan organisasinya. Kemampuan institusi selalu menjadi kendala dalam pengelolaan masalah-masalah nasional di Indonesia, apalagi bila hal itu bersifat lintas-sektor sebagai halnya masalah konservasi energi. Di dalam organisasi Pemerintahan, Konservasi Energi hanyalah unit kecil di dalam Departemen Energi & Sumberdaya Mineral yang sangat berorientasi produksi. Dengan model pengelolaan konservasi energi yang sangat terbatas sumberdaya manusia, dana dan kewenangannya tersebut, tidak dapat diharapkan bahwa gerakan konservasi energi akan berkembang luas di Tanah Air. Sebagai perbandingan, Pusat Konservasi Energi di Jepang memiliki peranan yang penting dan aktivitas yang banyak dalam membuat konservasi energi gerakan nasional. Jepang adalah negara yang efisiensi pemakaian energinya paling baik di dunia. Pusat Konservasi Energi Jepang bukanlah sebuah organisasi murni Pemerintah, namun adalah organisasi semi-swasta yang dibimbing oleh Menteri Ekonomi, Perdagangan & Industri (METI). Organisasi ini didirikan tahun 1978 sebagai tanggapan atas Krisis Minyak Dunia, sekaligus jawaban strategis untuk melakukan manajemen energi nasional. Pusat Konservasi Energi Jepang berkantor pusat di Tokyo dengan 8 cabang di seluruh Jepang dan sekitar anggota (industri, perkantoran, ESCO, perguruan tinggi, dsb.) yang mendukung. Kegiatan Pusat Konservasi Energi Jepang dapat dikategorikan ke dalam konservasi energi untuk sektor industri, konservasi energi untuk sektor komersial dan rumah tangga, konservasi energi untuk sektor transportasi, serta kegiatan antarsektor yang menyangkut konservasi energi. Hasil yang dicapai dari pekerjaan Pusat Konservasi Energi adalah makin populernya gagasan penggunaan energi secara hemat sebagai sebuah cara hidup yang pintar (smart life) di kalangan masyarakat Jepang. Indikator yang paling jelas dari pekerjaan Pusat Konservasi 3

4 Energi adalah berhasilnya Jepang menempatkan diri sebagai negara yang produktivitas pemakaian energinya paling tinggi di dunia. Bagi Indonesia, langkah panjang dibutuhkan untuk membuat konservasi energi sebagai budaya dan memberikan sumbangan yang berarti terhadap ekonomi nasional. Pembentukan Pusat Konservasi Energi Nasional merupakan langkah penting dari upaya mewujudkan hal itu. Kita perlu mewujudkan hal itu segera. 3.2 Undang-Undang Konservasi Energi Pembuatan Undang-Undang Konservasi Energi dimaksudkan sebagai upaya untuk menyumbangkan pertumbuhan ekonomi dan lingkungan yang sehat melalui penerapan aturanaturan untuk menggunakan energi secara rasional di berbagai sektor pemakaian secara nasional. InPres 10/2005 mengenai Penghematan Energi Energi serta RUU Energi yang kini tengah digodok dapat merupakan embrio dari UU Konservasi Energi dimaksud. UU Konservasi memberikan kewajiban kepada Pemerintah untuk menetapkan aturan/standar yang diberikan kepada konsumen energi dalam melakukan penghematan energi. Kewajiban untuk menerbitkan petunjuk dan aturan mengenai konservasi energi dan mengawasinya tak hanya diberikan kepada Menteri Energi, tapi juga Menteri lain yang terkait. Pada prinsipnya setiap pengguna energi perlu dikenai aturan untuk menggunakan energi secara hemat. UU Konservasi Energi perlu berisi aturan yang cukup rinci, khususnya untuk kelompok yang menggunakan energi dalam jumlah besar. Misalnya, industri dalam UU Konservasi Energi dikategorikan ke dalam Indutri kelas I dan Industri Kelas II berdasarkan konsumsi tahunan bahan bakar atau listrik mereka. Selanjutnya, terhadap kelas industri yang berbeda dikenakan kewajiban yang berbeda, misalnya dalam hal penentuan manajer energi, penyampaian rencana kerja jangka menengah/panjang di bidang pengelolaan energi, periode penyampaian laporan mengenai penggunaan energi, dsbnya. Undang-Undang Konservasi Energi juga menegaskan kewajiban Pemerintah untuk mendorong pemassalan gerakan konservasi energi. Ini dilakukan antara lain dengan memberikan insentif fiskal bagi kegiatan konservasi energi oleh industri maupun servis, serta mengumandangkan gerakan dan kesadaran konservasi energi untuk semua lapisan masyarakat. Audit energi diberikan kepada pemakaian energi besar oleh ahli-ahli audit energi dengan biaya gratis/ditanggung oleh pemerintah. Bila kemudian hasil audit energi merekomendasikan penggantian peralatan baru yang bermanfaat untuk mengemat energi, maka pemerintah dapat membantu memberikan kredit bagi penggantian peralatan hemat energi tersebut. Pemerintah juga dikenai kewajiban untuk mendorong berkembangnya perusahaan jasa pelayanan energi (ESCO: energy service company), misalnya dalam bentuk keringanan pajak dan penyediaan barang modal. Keberadaan ESCO, khususnya dalam periode awal, sangat membantu mendorong pemassalan konservasi energi nasional. 3.3 Organisasi Konservasi Energi Permasalahan yang berkaitan dengan energi di Tanah Air telah berkembang semakin kompleks seiring dengan perkembangan kegiatan pembangunan di Tanah Air. Trilema 3Es (Energy, Economy, Environment) adalah hot issues yang belakangan menjadi perhatian masyarakat global, yang mau tak mau kita juga harus berpartisipasi di dalam mengatasinya. Terlepas dari perkembangan masalah terkait energi yang semakin kompleks, pengembangan organisasi yang menangani issue energi yang pada dasarnya adalah masalah lintas sektor, lintas disiplin dan lintas departemen di Tanah Air belum mengalami perkembangan secepat permasalahan yang berkembang. Hal ini sangat terlihat, khususnya dalam meletakkan posisi Konservasi Energi. Sebagai perbandingan, dalam administrasi pemerintahan Thailand (yang juga adalah negara berkembang), sektor energi mendapat tempat sangat strategis. Penanganan sektor ini tidak hanya 4

5 menjadi tanggung jawab suatu departemen teknis saja. Konservasi energi merupakan subjek yang diperhatikan oleh berbagai departemen dalam administrasi pemerintahan Thailand. Dalam organisasi pemerintahan Thailand, penanganan sektor energi menjadi tanggungjawab National Energy Policy Council (NEPC) yang diketuai Perdana Menteri dengan Wakil Deputi Perdana Menteri, dan beranggauta sejumlah besar Menteri (Energi, Industri, Tranportasi, Keuangan, Sains & Teknologi, dst.). Tugas utama NEPC adalah menetapkan Kebijakan Energi Nasional serta Rencana Pengembangan & Manajemen Energi Nasional. NEPC juga memiliki tugas yang cukup rinci, misalnya menetapkan harga energi yang sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional serta Rencana Pengembangan & Manajemen Energi Nasional yang berlaku. Komite Konservasi Energi (Energy Conservation Promotion Fund Committee: ECPFC) dan Komite Kebijakan Energi (Energy Policy Committee: EPC) merupakan Komite di bawah NEPC yang masing-masingnya diketuai oleh Deputi Perdana Menteri. Kantor Kebijakan Energi Nasional (National Energy Policy Office: NEPO) melakukan pekerjaan-pekerjaan teknis di bidang kebijakan energi nasional untuk dilaporkan kepada NEPC, ECPFC maupun EPC. Konservasi energi, yang banyak menangani pendanaan konservasi energi, memperoleh bobot perhatian sangat besar. Komite Konservasi Energi banyak berhubungan dengan. Komite Energi tersebut bertugas menyiapkan petunjuk, kriteria dan prioritas pemanfaatan dana Konservasi Energi sesuai petunjuk yang diberikan oleh Pasal 25 Undang-Undang Konservasi Energi Thailand. Thailand melakukan kerjasama di bidang Konservasi Energi dengan Jepang sejak awal 1980-an, dengan melakukan sejumlah training dan pembuatan master plan konservasi energi. Pusat Konservasi Energi Thailand didirikan tahun 1985, dan Undang-Undang Konservasi diterbitkan tahun Baik Pusat Konservasi Energi Nasional maupun Undang-Undang Konservasi Energi belum pernah disiapkan di Indonesia sampai hari ini. Pusat Konservasi Energi Thailand bertindak aktif dengan melakukan kampanye, latihan manajer energi, dst. Sebagai contoh, berbagai petunjuk/ buku yang disebar untuk umum mengenai konservasi seperti Bagaimana Mengendarai Dengan Menghemat Energi, Penghematan Energi Untuk Kantor Pemerintah dan BUMN, 60 juta Penduduk Thai Mengunakan Energi Yang Lebih Sedikit, Penghematan Energi di Pabrik, dan sebagainya merupakan produk dari Pusat Konservasi Energi Thailand. Pengembangan kebijakan serta monitoring masalah-masalah yang berkaitan dengan energi di Indonesia lebih banyak merupakan urusan Departemen Energi & Sumberdaya Mineral. Konsumen energi adalah masyarakat yang terbagai dalam berbagai sektor (industri, transportasi, services, dsb.) yang diperhatikan oleh organisasi-organisasi yang berbeda dalam organisasi Pemerintah Indonesia. BAKOREN (Badan Kordinasi Energi Nasional) selama ini menjadi tempat dimana issue lintas sektor yang berkenaan dengan energi dikordinasikan. Dalam perjalanannya, terlihat bahwa BAKOREN bukanlah sebuah institusi yang berperan aktif atau cukup significant dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan energi nasional. Perlu dikaji bentuk institusi baru yang lebih tanggap terhadap perkembangan masalahmasalah energi yang lintas sektoral, lintas disiplin dan lintas departemen tersebut. Khususnya dalam menempatkan dimana posisi dan dalam bobot seberapa besar organisasi yang menangani masalah Konservasi Energi harus diperhatikan. Selama ini di Indonesia belum terdapat unit organisasi Pemerintah, bahkan di Level Eselon II atau III pun dengan titel Konservasi Energi. Ini menunjukkan rendahnya perhatian terhadap persoalan konservasi energi, suatu hal yang tentunya tak dapat dipertahankan lagi dalam kerangka manajemen energi nasional yang lebih baik. 5

6 4. Ringkasan dan Kesimpulan Dalam kurun panjang, konservasi energi tidak berkembang di Tanah Air dipengaruhi pandangan bahwa Indonesia dikaruniai sumberdaya energi berlimpah sehingga menggunakan energi secara hemat bukanlah sebuah keharusan. Ini pandangan keliru yang mesti dikoreksi. Indonesia perlu melakukan gerakan konservasi energi berdasarkan pertimbangan bahwa pola konsumsi energi kita sekarang boros, potensi energy saving kita cukup besar dan bahwa melakukan konservasi energi itu sesungguhnya mudah dan memberikan keuntungan. Instruksi Presiden No. 10/2005 mengenai Penghematan energi merupakan keputusan cerdas yang perlu disambut sebagai langkah awal gerakan konservasi energi nasional. Namun demikian, masih dibutuhkan langkah seperti menyiapkan petunjuk teknis konservasi serta mengkampanyekan gerakan konservasi energi lebih lanjut. Beberapa hal yang bersifat strategis untuk menjadikan konservasi energi sebagai pilar manajemen energi nasional serta menjamin keberlanjutan gerakan konservasi energi adalah dengan membentuk Pusat Konservasi Energi Nasional, menyiapkan Undang-Undang Konservasi Energi, serta meningkatkan kedudukan Konservasi Energi dalam organisasi pengelolaan energi nasional. --hn-- Daftar Pustaka Hanan Nugroho, Konservasi energi sebagai keharusan yang terlupakan dalam manajemen energi nasional: belajar dari Jepang dan Muangthai. Perencanaan Pembangunan X/03, Juni Hanan Nugroho, Apakah persoalannya pada subsidi BBM? Tinjauan terhadap masalah subsidi BBM, ketergantungan pada minyak bumi, manajemen energi nasional dan pembangunan infrastruktur energi. Perencanaan Pembangunan X/02, Maret Hanan Nugroho, Sembuh dari penyakit subsidi BBM. Suara Karya, 28 Mei

Konservasi Energi Sebagai Keharusan Yang Terlupakan Dalam Manajemen Energi Nasional Indonesia: Belajar Dari Jepang dan Muangthai

Konservasi Energi Sebagai Keharusan Yang Terlupakan Dalam Manajemen Energi Nasional Indonesia: Belajar Dari Jepang dan Muangthai Konservasi Energi Sebagai Keharusan Yang Terlupakan Dalam Manajemen Energi Nasional Indonesia: Belajar Dari Jepang dan Muangthai Hanan Nugroho *) 1. Pendahuluan Konservasi energi sebagai sebuah pilar manajemen

Lebih terperinci

Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan

Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan Sembuh Dari Penyakit Subsidi : Beberapa Alternatif Kebijakan Hanan Nugroho Penyakit subsidi yang cukup lama menggerogoti APBN/ ekonomi Indonesia sesungguhnya bisa disembuhkan. Penyakit ini terjadi karena

Lebih terperinci

Hemat Energi Listrik: Studi Kasus di Badan Diklat Provinsi Banten

Hemat Energi Listrik: Studi Kasus di Badan Diklat Provinsi Banten Paper Riset Singkat Edisi 3 No. 1, Jan Mar 2016, p.47-52 Hemat Energi Listrik: Studi Kasus di Badan Diklat Provinsi Banten Maslichah Kurdi Widyaiswara Ahli Madya pada Badan Diklat Provinsi Banten Jln.

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

MAKALAH KONSERVASI ENERGI

MAKALAH KONSERVASI ENERGI MAKALAH KONSERVASI ENERGI DISUSUN OLEH: 1. Abdul Wahid Erlangga 0611 4041 1492 2. Ahmad Banuaji 0611 4041 1494 3. Ayu Difa Putri Utami 0611 4041 1495 KELAS: 4 EGA Dosen Pembimbing: Tahdid, S.T, M.T JURUSAN

Lebih terperinci

PROGRAM KONSERVASI ENERGI

PROGRAM KONSERVASI ENERGI PROGRAM KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada: Lokakarya Konservasi Energi DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Bandung,

Lebih terperinci

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pada tahun 2003 pemerintah meluncurkan program kemitraan konservasi energi. Program kemitraan ini merupakan kese

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pada tahun 2003 pemerintah meluncurkan program kemitraan konservasi energi. Program kemitraan ini merupakan kese BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya pembangunan yang diikuti dengan pertumbuhan dan perekembangan perekonomian Indonesia, kebutuhan energi nasional juga semakin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan rata-rata ASEAN adalah 364 TOE/juta US$, dan negara maju 202 TOE/juta US$

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan rata-rata ASEAN adalah 364 TOE/juta US$, dan negara maju 202 TOE/juta US$ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian, baik sebagai bahan bakar, bahan baku, maupun sebagai komoditas ekspor. Konsumsi energi terus

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL VISI: Terwujudnya pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan

Lebih terperinci

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat 1. INDIKATOR MAKRO 2010 2011 2012 No Indikator Makro Satuan Realisasi Realisasi Realisasi Rencana / Realisasi % terhadap % terhadap APBN - P Target 2012 1 Harga Minyak Bumi US$/bbl 78,07 111,80 112,73

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi fosil. Jumlah konsumsi energi fosil tidak sebanding dengan penemuan

BAB I PENDAHULUAN. energi fosil. Jumlah konsumsi energi fosil tidak sebanding dengan penemuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin menipisnya cadangan energi fosil menjadi perhatian serius di tingkat nasional dan internasional. Bisa dikatakan dunia sudah menghadapi krisis energi fosil. Jumlah

Lebih terperinci

PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI

PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI Oleh : Kunaefi, ST, MSE

Lebih terperinci

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Menteri Negara PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Jakarta, 27 April 2006 Permasalahan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan berkembangnya perekonomian dan industri, maka disadari pula pentingnya penghematan energi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pertumbuhan penduduk di suatu negara yang terus meningkat

1 BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pertumbuhan penduduk di suatu negara yang terus meningkat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan mendasar manusia. Pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk di suatu negara yang terus meningkat berbanding lurus dengan

Lebih terperinci

EFISIENSI ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI

EFISIENSI ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA EFISIENSI ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI oleh : Maryam Ayuni Direktorat Disampaikan

Lebih terperinci

Perencanaan Strategis Bidang Energi Tahun Di DIY

Perencanaan Strategis Bidang Energi Tahun Di DIY Perencanaan Strategis Bidang Energi Tahun 2015-2019 Di DIY Dalam Mendukung Kebijakan Energi Nasional Disampaikan Oleh Bappeda DIY Dalam Forum Koordinasi Perencanaan Strategis Bidang Energi Lintas Sektor

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1991 Tentang : Konservasi Energi

Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1991 Tentang : Konservasi Energi Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1991 Tentang : Konservasi Energi Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 43 TAHUN 1991 (43/1991) Tanggal : 25 SEPTEMBER 1991 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Saat ini energi merupakan kebutuhan utama setiap manusia. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi suatu negara menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, permasalahan yang sering sekali menjadi pusat perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi. Di Indonesia, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia sudah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Di satu sisi konsumsi masyarakat (demand) terus meningkat,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Sosialisasi Program ICCTF 2010-2011 Kementerian Perindustrian

Lebih terperinci

Hasil Simulasi Kebijakan

Hasil Simulasi Kebijakan Hasil Simulasi Kebijakan Muhammad Tasrif Ina Juniarti Jakarta, 20 Maret 2013 Program Magister Studi Pembangunan Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan ITB Jl. Ganesha 10 Bandung 40132

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM Bahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2015- Infrastructure: Executing The Plan KEMENTERIAN ENERGI

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA 9 LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi proses produksinya sebagai syarat untuk bisa terus bertahan di tengah

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi proses produksinya sebagai syarat untuk bisa terus bertahan di tengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuntutan pasar terhadap berbagai inovasi, kualitas dan kuantitas hasil produksi terus meningkat, sehingga perusahaan juga dituntut untuk meningkatkan efisiensi proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan alam Indonesia yang memiliki iklim tropis dan beridentitaskan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. keadaan alam Indonesia yang memiliki iklim tropis dan beridentitaskan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ketersediaan energi di Indonesia di klaim sangat berlimpah mengingat bahwa keadaan alam Indonesia yang memiliki iklim tropis dan beridentitaskan sebagai Negara kepulauan,

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN ENERGI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI NTT

KETERSEDIAAN ENERGI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI NTT KETERSEDIAAN ENERGI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI NTT Oleh: Fred Benu I. Pengantar Panitia Pelaksana Seminar dan Workshop Internasional Energi Baru Terbarukan meminta saya untuk membawakan makalah tentang Ketersediaan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semen adalah komoditas yang strategis bagi Indonesia. Sebagai negara yang terus melakukan pembangunan, semen menjadi produk yang sangat penting. Terlebih lagi, beberapa

Lebih terperinci

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan Focus Group Discussion Pendanaan Energi Berkelanjutan Di Indonesia Jakarta, 20 Juni 2013 Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik yang pada gilirannnya akan berdampak pada terhambatnya roda

BAB I PENDAHULUAN. listrik yang pada gilirannnya akan berdampak pada terhambatnya roda 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu bentuk energi yang paling mudah dan paling banyak digunakan masyarakat luas. Dari tahun ketahun permintaan akan energi listrik

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL Dasar Hukum RUEN UU No. 30/2007 Energi UU No.22/2001 Minyak dan Gas Bumi UU No.30/2009 Ketenagalistrikan PP No. 79/2014 Kebijakan Energi Nasional Perbaikan bauran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar dan diperkirakan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi hingga 59 tahun mendatang (ESDM, 2014). Menurut Kompas

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU TUGAS AKHIR ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU Disusun : HENDRO DWI SAPTONO NIM : D 200 050 116 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNUVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA MEI 2010 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia Soal-soal Open Ended Bidang Kimia 1. Fuel cell Permintaan energi di dunia terus meningkat sepanjang tahun, dan menurut Proyek International Energy Outlook 2013 (IEO-2013) konsumsi energi dari 2010 sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PROGRAM KONSERVASI ENERGI Yogyakarta, 13 Juli 2017

KEBIJAKAN DAN PROGRAM KONSERVASI ENERGI Yogyakarta, 13 Juli 2017 KEBIJAKAN DAN PROGRAM KONSERVASI ENERGI Yogyakarta, 13 Juli 2017 DAFTAR ISI I LATAR BELAKANG II KEBIJAKAN DAN PROGRAM KONSERVASI ENERGI NASIONAL III KAMPANYE HEMAT ENERGI I MENGAPA HEMAT ENERGI? KEBUTUHAN

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

50001, BAB I PENDAHULUAN

50001, BAB I PENDAHULUAN Rancangan Penilaian Sistem Manajemen Energi di PT. Semen Padang dengan Menggunakan Pendekatan Integrasi ISO 50001, Sistem Manajemen Semen Padang (SMSP) dan Permen ESDM No. 14 Tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008 RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2008 disusun untuk menggambarkan kecenderungan situasi permintaan dan penyediaan energi Indonesia hingga 2030 dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL JAKARTA, 28 JANUARI 2015 MASALAH PENGELOLAAN ENERGI 1. Ketergantungan pada energi fosil yang sebagian besar di impor Harga energi fosil masih disubsidi Terbatasnya kilang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Posisi Energi Fosil Utama di Indonesia ( Dept ESDM, 2005 )

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Posisi Energi Fosil Utama di Indonesia ( Dept ESDM, 2005 ) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor energi memiliki peranan penting dalam mendukung pembangunan berkelanjutan karena segala aktivitas manusia membutuhkan pasokan energi, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA Pada bagian ini dibahas efisiensi energi dalam perekonomian Indonesia, yang rinci menjadi efisiensi energi menurut sektor. Disamping itu,

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA LAMPI RAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015 REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas Jakarta, 13 Mei 2015 Outline Rekomendasi 1. Rekomendasi Umum 2. Pengelolaan Penerimaan Negara Dari Sektor Minyak dan Gas Bumi 3. Format Tata Kelola

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hadirnya energi listrik ke dalam kehidupan manusia merupakan salah satu hal penting yang mendukung pesatnya perkembangan kemajuan kehidupan di dunia sekarang ini. Hampir setiap

Lebih terperinci

RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL Disampaikan pada The CASINDO Meeting PUSAT DATA DAN INFORMASI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Grand Legi Hotel Mataram, 2 Maret 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan bakar minyak yang biasa digunakan pada kendaraan bermotor adalah bensin dan solar. Bahan bakar minyak itu diambil dari dalam tanah dan berasal dari fosil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan energi dalam jumlah yang cukup dan kontinu sangat penting dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobil merupakan suatu hal penting yang dianggap mampu membantu mempermudah hidup manusia. Untuk dapat dipergunakan sebagai mana fungsinya mobil menggunakan tenaga mesin

Lebih terperinci

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Diskusi Panel National Integration of the Centre of Excellence Jakarta, 8 Oktober 2015 1 Daftar Isi 1. Membangun Kedaulatan

Lebih terperinci

Versi 27 Februari 2017

Versi 27 Februari 2017 TARGET INDIKATOR KETERANGAN 7.1 Pada tahun 2030, menjamin akses universal 7.1.1* Rasio elektrifikasi Indikator nasional yang sesuai dengan indikator layanan energi yang global (Ada di dalam terjangkau,

Lebih terperinci

SITUASI ENERGI DI INDONESIA. Presented by: HAKE

SITUASI ENERGI DI INDONESIA. Presented by: HAKE SITUASI ENERGI DI INDONESIA Presented by: HAKE Potensi Dan Pemanfaatan Energi Fosil Dan Energi Terbarukan No Energi Fosil Sumber Daya Cadangan Rasio Ct/Produksi Produksi (Sd) Terbukti (CT) (Tahun) 1 Minyak

Lebih terperinci

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Akhir-akhir ini di berbagai media ramai dibicarakan bahwa â œindonesia sedang mengalami krisis energiâ atau â œindonesia sedang

Lebih terperinci

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL SEMINAR OPTIMALISASI PENGEMBANGAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN MENUJU KETAHANAN ENERGI YANG BERKELANJUTAN Oleh: DR. Sonny Keraf BANDUNG, MEI 2016 KETAHANAN

Lebih terperinci

Indonesia Water Learning Week

Indonesia Water Learning Week KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Indonesia Water Learning Week DisampaikAllan oleh: Alihuddin Sitompul- Direktur Aneka Energi

Lebih terperinci

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global Benyamin Lakitan Kementerian Negara Riset dan Teknologi Rakorda MUI Lampung & Jawa Jakarta, 22 Juli 2008 Isu Global [dan Nasional] Krisis Pangan Krisis Energi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah konsumsi minyak bumi Indonesia sekitar 1,4 juta BOPD (Barrel Oil Per Day), sedangkan produksinya hanya sekitar 810 ribu BOPD (Barrel Oil Per Day). Kesenjangan konsumsi

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi

Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Badan Kebijakan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya.

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Dan Misi Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral VISI Memasuki era pembangunan lima tahun ketiga, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini. BAB 6 P E N U T U P L sebelumnya. aporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2011 merupakan media perwujudan akuntabilitas terhadap keberhasilan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin keamanan pasokan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK The New Climate Economy Report RINGKASAN EKSEKUTIF Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim didirikan untuk menguji kemungkinan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

Mendukung Pengentasan Kemiskinan melalui Perencanaan Energi Daerah di Indonesia

Mendukung Pengentasan Kemiskinan melalui Perencanaan Energi Daerah di Indonesia Mendukung Pengentasan Kemiskinan melalui Perencanaan Energi Daerah di Indonesia Keluaran No. 10: Pentunjuk Pembentukan Forum Energi Daerah Saleh Abdurrahman (Pusdatin - DESDM) Oetomo Tri Winarno (ITB)

Lebih terperinci

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Oleh: Kardaya Warnika Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : PRESIDEN RUPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi

Lebih terperinci

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER IATMI 520 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 5 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 1618 November 5. INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER Ir. Oetomo Tri Winarno,

Lebih terperinci

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program 35.000 MW: Progres dan Tantangannya Bandung, 3 Agustus 2015 Kementerian ESDM Republik Indonesia 1 Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan Nasional

Lebih terperinci

PRE SI DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

PRE SI DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL PRE SI DEN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENT ANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 Pertemuan Tahunan Pengelolaan Energi Nasional merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Pusat Data dan Informasi Energi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi yang terjadi di dalam masyarakat yang memiliki angka mobilitas yang tinggi, kebutuhan transportasi menjadi hal yang penting bagi kelangsungan kegiatan. Perpindahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, energi mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis untuk pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan dalam pembangunan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI UMUM Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Kebutuhan Kantor Sewa Diyogyakarta Di era sekarang ini, bekerja digedung perkantoran merupakan trend bekerja yang ada sekarang. Ada saatnya sebuah perusahan menghendaki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya yang meliputi pada aspek sosial, ekonomi maupun politik.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya yang meliputi pada aspek sosial, ekonomi maupun politik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Nasional merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara terus-menerus dalam rangka mencapai kesejahteraan bagi masyarakatnya. Pencapaian kesejahteraan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam. membangun nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam. membangun nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam membangun nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya. Untuk itu sumber daya energi adalah aset untuk

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA

IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA Aan Zainal M 1), Udisubakti Ciptomulyono 2) dan I K Gunarta 3) 1) Program Studi Magister Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 4.1 Gambaran Umum Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting serta memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batubara telah digunakan sebagai sumber energi selama beratus-ratus tahun dan telah diperdagangkan secara internasional mulai jaman Kekaisaran Romawi. Batubara tidak

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan proyeks permintaan energi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Audit Industri Usaha-usaha untuk menghemat industri di segala bidang makin dirasakan perlu karena semakin terbatasnya sumber-sumber industri yang tersedia dan semakin mahalnya

Lebih terperinci

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA KEBIJAKAN FISKAL oleh: Rachmat Efendi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Prodip III Kepabeanan Dan Cukai Tahun 2015 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami Kebijakan Fiskal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014 KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014 Disampaikan oleh: Dwi Hary Soeryadi Anggota Dewan Energi Nasional BANJARMASIN, 8 SEPTEMBER 2015 STRUKTUR ORGANISASI DEWAN ENERGI NASIONAL PIMPINAN Ketua

Lebih terperinci

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und No.1589, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Harga. Pemanfaatan. Penetapan Lokasi. Tata Cara. Ketentuan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci