BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Putusan Pengadilan TUN Yang Tidak Dilaksanakan Oleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Putusan Pengadilan TUN Yang Tidak Dilaksanakan Oleh"

Transkripsi

1 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Putusan Pengadilan TUN Yang Tidak Dilaksanakan Oleh Pejabat TUN Ada beberapa putusan Pengadilan TUN yang penulis temukan, dimana putusan tersebut tidak dilaksanakan oleh Pejabat TUN yang dinyatakan kalah dalam persidangan. Berikut adalah putusan yang dimaksud penulis: A. Putusan PTUN Nomor: 41/G/2008/PTUN-BDG 1) Subjek Nugroho dkk yang bertindak untuk dan atas nama Gereja Kristen Indonesia (lanjutnya disebut GKI) Jl. Pengadilan No. 35 Bogor sebagai Penggugat melawan Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor sebagai Tergugat. 2) Objek Surat Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor No : 503 /208 DTKP Perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari ) Duduk Perkara a) GKI tersebut telah memperoleh Surat Keputusan Walikota Bogor Nomor: tahun 2006 tertanggal 30 Juli 2006 tentang Izin Mendirikan Bangunan dan telah mendapat dukungan dari penduduk sekitar GKI tersebut sebanyak

2 surat pernyataan tidak keberatan padatanggal 10 Maret 2002, 127 surat pernyataan yang sama pada tanggal 1 Maret 2003, 42 surat pernyataan yang sama pada tanggal 8 Januari 2006, 71 surat pernyataan yang sama pada tanggal 12 Januari 2006, 25 surat pernyataan yang sama pada tanggal 14 Januari 2006 dan 40 surat pernyataan yang sama pada tanggal 15 Januari 2006; b) Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan tanggal 3 Maret 2006, Kantor Pertanahan tanggal 14 Maret 2006, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tanggal 15 Maret 2006, Dinas Bina Marga dan Perairan tanggal 17 April 2006 serta Dinas Tata Kota dan Pertanahan Kota Bogor tanggal 30 Mei 2006 telah menerbitkan saran teknis pembangunan dan pengesahan sit plan pembangunan gereja tersebut. Oleh karena sudah terpenuhinya semua persyaratan untuk melakukan pembangunan, maka Walikota Bogor memberikan IMB kepada GKI dengan dikeluarkannya Keputusan Walikota Bogor Nomor: tahun 2006 tertanggal 30 Juli 2006 ; c) GKI tersebut melalui Pdt. Sumantoro telah menerima surat Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan No: 503/208-DTKP perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari 2008; d) Menanggapi diterbitkannya surat Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan tersebut, Majelis Jemaat GKI tersebut telah mengirim surat kepada Walikota Bogor Nomor 64/MJ - GKI Bgr / I I / , perihal Keberatan dan Penolakan atas Surat 40

3 Pembekuan IMB Gereja yang Diterbitkan Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor, tertanggal 28 Pebruari 2008 yang juga ditembuskan kepada Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor, Kepala Badan Pengawasan Daerah Kota Bogor, Kepala Bagian Hukum Setdakot Bogor, Kepala Kantor Sat. Pol P.P. Kota Bogor dan Forum Ulama dan Ormas Islam sekota Bogor; e) Bahwa, dengan diterbitkannya Objek Gugatan tersebut, maka Penggugat merasa telah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia. Untuk itu, Penggugat telah mengadukan secara langsung perihal ini kepada Komnas HAM di Jakarta pada tanggal 10 Maret Sebagai respon terhadap materi pengaduan tersebut, Komnas HAM telah mengirim surat kepada Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 592 /K/PMT/ IV/08 perihal Penolakan Pembekuan IMB Gereja Taman Yasmin tertanggal 7 April Pada intinya Komnas HAM meminta klarifikasi dan perkembangan mengenai permasalahan ini kepada Menteri Agama dalam waktu yang tidak terlalu lama. Surat Komnas HAM tersebut juga ditembuskan antara lain kepada Menteri Dalam Negeri, Walikota Bogor dan Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor; 41

4 f) Adanya pihak ketiga yaitu Forum Ulama dan Ormas Islam se- Kota Bogor yang keberatan diterbitkannya IMB Gereja tersebut. 4) Isi Gugatan a) Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya; b) Menyatakan batal atau tidak sah Surat Nomor : 503 /208 DTKP perihal Pembekuan Iz in tertanggal 14 Pebruari 2008; c) Memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Nomor: 503/208 DTKP perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari 2008; d) Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini. 5) Pertimbangan Hakim a) Para Penggugat berdasarkan ketentuan Pasal 94 ayat (1) Tata Gereja (Tager) Badan Pekerja Majelis Gereja Kristen Indonesia Tahun 2003 dan Keputusan Persidangan Majelis Jemaat (PMJ) Gereja Kristen Indonesia Pengadilan, Para Penggugat berhak untuk mewakili kepentingan hukum Gereja Kristen Indonesia Pengadilan untuk beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung dengan diwakili oleh Penerima Kuasa. Dengan demikian, pihak yang mengajukan gugatan dalam sengketa Tata Usaha Negara dengan Register Perkara Nomor: 41/G/2008 /PTUN- BDG adalah telah jelas Subyek Hukumnya. 42

5 b) Dalam pokok sengketa. (1) Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap dipersidangan ternyata Para Penggugat tidak diberikan kesempatan memberikan penjelasan sebelum terbitnya obyek sengketa a quo; (2) Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T- 3, T- 4, T- 6, T-7, T- 8, T- 9 dan T- 10, Majelis Hakim memperoleh fakta bahwa sebelum diterbitkan Surat Keputusan obyek sengketa a quo memang ada pernyataan keberatan yang diajukan Forum Umat Islam dan Ormas - ormas Islam se- Bogor tentang Pembubaran Ahmadiyah dan Penolakan Pembangunan Gereja (bukti T- 3), Permohonan Audiensi dari Forum Umat Islam Kota Bogor (bukti T- 4), Pernyataan Penolakan dari warga (bukti T- 6 sampai dengan bukti T- 10). Setelah Majelis Hakim mencermati surat - surat tersebut tidak dijadikan alasan untuk membekukan izin; (3) Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P- 7 sampai dengan bukti P- 19, terungkap fakta hukum Para Penggugat telah melakukan upaya untuk melengkapi persyaratan pengajuan permohonan IMB Gereja dan persyaratan tersebut telah dapat dipenuhi oleh Para Penggugat, dengan bukti diterbitkan IMB; 43

6 (4) Menimbang, bahwa ternyata kemudian dalam tahap pembangunan Gereja Kristen Indonesia Pengadilan yang pada pokoknya karena ada keresahan masyarakat, ada penolakan atas pembangunan Gereja Kristen Indonesia Pengadilan tersebut akhirnya diterbitkanlah oleh Tergugat Pembekuan Izin; (5) Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan diatas Majelis Hakim berpendapat bahwa surat keputusan obyek sengketa a quo penerbitannya bertentangan dengan ketentuan Pasal 15 ayat (2 ) Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2006 tentang Bangunan, dengan pertimbangan bahwa Para Penggugat tidak pernah didengar keterangannya atau diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan sebelum diterbitkannya obyek sengketa a quo (Asas Audiet Alteram Partem), (Vide Pasal 15 ayat (2 ) Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2006); (6) Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim berpendapat bahwa dalam menyikapi Surat Pengaduan dari Forum Ulama dan Ormas Islam se - Kota Bogor Nomor Istimewa tanggal 1 Oktober 2006, Hal Permohonan Pembatalan Pembangunan Gereja di Jalan KH. Abdullah bin Nuh No. 31 Kelurahan Curug Mekar Kecamatan Bogor Barat tersebut, Tergugat seharusnya memperhatikan ketentuan Pasal 21 Peraturan Bersama Menteri Agama dan 44

7 Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 / Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah / Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah; (7) Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim berpendapat bahwa dalam menyikapi Surat Pengaduan dari Forum Ulama dan Ormas Islam se-kota Bogor Nomor Istimewa tanggal 1 Oktober 2006, Hal Permohonan Pembatalan Pembangunan Gereja dijalan KH. Abdullah bin Nuh No. 31 Kelurahan Curug Mekar Kecamatan Bogor Barat tersebut, Tergugat seharusnya memperhatikan ketentuan Pasal 21 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 / Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah / Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah; (8) Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap dipersidangan berupa keterangan Para Pihak, Bukti Surat dan Keterangan Saksi ketentuan Pasal 21 tersebut belum pernah dilaksanakan, walaupun pernah dilaksanakan Audiensi (lihat bukti T- 4), tetapi tidak mengikut sertakan Para Penggugat. Berdasarkan bukti P- 45

8 23 Para Penggugat pernah minta bantuan Forum Komunikasi Umat Beragama Kota Bogor untuk menyelesaikan permasalahan Pembekuan IMB Gereja Kristen Indonesia Pengadilan, namun permohonan diajukan setelah terbit obyek sengketa a quo dan diajukan sendiri oleh Para Penggugat tanpa melalui musyawarah untuk menyelesaikan perselisihan yang dilakukan oleh Walikota dibantu Kantor Departemen Agama Kabupaten /Kota; (9) Menimbang, bahwa Tergugat dalam menerbitkan obyek sengketa a quo mengacu kepada Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2006 dan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 / Nomor 8 Tahun 2006, maka Tergugat harus memperhatikan dan mempertimbangkan secara komprehensif mengenai prosedur dan tata cara penyelesaian perselisihan akibat pendirian rumah ibadat dan tata cara dan prosedur pembekuan izin, demi tercapainya kerukunan umat beragama sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945; (10) Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan di atas dalil gugatan Para Penggugat yang menyebutkan tindakan Tergugat dalam menerbitkan Surat 46

9 Keputusan obyek sengketa a quo bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku terbukti kebenarannya oleh karena itu gugatan Para Penggugat haruslah dikabulkan dan Surat Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor Nomor: 503/208 DTKP Perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari 2008 harus dinyatakan batal; (11) Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 110 jo. Pasal 112 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986, Tergugat dihukum membayar biaya perkara yang jumlahnya akan ditentukan dalam Amar Putusan ini. 6) Putusan Hakim a) Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya; b) Menyatakan batal Surat Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor Nomor : 503/208 DTKP Perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari 2008; c) Memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor Nomor : 503 /208 DTKP Perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari 2008; d) Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini sejumlah Rp , 00 (lima puluh sembilan ribu rupiah). 7) Pelaksanaannya 47

10 Setelah Putusan Pengadilan TUN Bandung Nomor: 41/G/2008/PTUN-BDG dibacakan pada tanggal 4 September 2008 yang memenangkan pengugat maka tergugat mengajukan banding yang menghasilkan Putusan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta Nomor: 241/B/2008/PT.PTUN.JKT pada tanggal 11 Pebruari 2009 yang menguatkan Putusan Pengadilan TUN Bandung. Tak puas dengan hasil tersebut tergugat mengajukan permohonan peninjauan kembali, dan menghasilkan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor: 127 PK/TUN/2009 pada tanggal 9 Desember 2010 yang mengungatkan Putusan Pengadilan TUN Bandung. Tergugat tetap tidak melaksanakan Putusan Pengadilan Bandung yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan menghukum, sehingga Walikota Bogor menerbitkan SK Nomor: pada tangal 8 Maret 2011 yang berisi mencabut surat pembekuan IMB GKI Yasmin. Hal ini tidak sesuai dengan UU PTUN, karena yang dapat mencabut objek sengketa TUN adalah Pejabat TUN yang mengeluarkan KTUN tersebut. B. Putusan PTUN Nomor: 58/G-TUN/2010/PTUN.Mks 1) Subjek Muh. Arsad, MM sebagai Penggugat melawan Bupati Kepulauan Selayar sebagai Tergugat. 2) Objek Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor: /16O/X/BKD/2010 tanggal 05 Oktober 2010 tentang 48

11 Pemberhentian Sdr. Drs. MUH. ARSYAD, MM NIP Pangkat Pembina Tk. I Golongan Ruang IV/b Jabatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar; 3) Duduk Perkara a) Bahwa PENGGUGAT adalah Pegawai Negeri Sipil pada instansi Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar dengan nama Iengkap Drs. MUH. ARSAD, MM NIP pangkat Pembina Tk. I golongan ruang IV/b jabatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah berdasarkan Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor : /01 / l /BKD/2009 tanggal 3 Januari 2009; b) Bahwa sesuai dengan usia dan masa kerja Penggugat dibandingkan dengan jenjang pangkat/golongan dan jabatannya sebagai Pegawai Negeri Sipil yaitu usia 45 tahun dengan pangkat Pembina Tk. I golongan ruang IV/b dan jabatan struktural eselon I l b sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah, maka Penggugat termasuk dalam kategori Pegawai Negeri Sipil dengan perjalanan karier cemerlang bila dibandingkan dengan Pegawai Negeri Sipil lainnya, tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin, baik hukuman disiplin ringan, sedang maupun berat karena suatu pelanggaran administrasi maupun pelanggaran yang bersifat pidana, bahkan selama menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah 49

12 Kabupaten Selayar, telah melakukan pembenahan administrasi kepegawaian secara tertib, akuntabel dan transparan; c) Bahwa pada tanggal 6 Oktober 2010 sekitar pukul wita, Penggugat menerima surat keputusan pemberhentian/ pencopotan sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar Nomor: 821.2/160D/X/BKD/2010 tanggal 05 Oktober 2010 yang kini menjadi objek sengketa dengan alasan yang mengada-ada, karena PENGGUGAT dianggap tidak mampu mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar. Keputusan mana, selain memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 3, yang sangat merugikan kepentingan Penggugat, juga pengajuan gugatan Penggugat masih dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari setelah gugatan diterima sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 55 Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara; d) Bahwa Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor : /16O/X/BKD/2010 tanggal 05 Oktober 2010 tentang Pemberhentian Penggugat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar adalah suatu keputusan Tata Usaha Negara yang cacat hukum, oleh karena TERGUGAT dalam menerbitkan keputusan tersebut tidak didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku di 50

13 bidang kepegawaian yang mengatur tentang pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dari jabatan struktural sebagaimana tersebut dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktral yang berbunyi Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dari jabatan struktural karena: (1) Mengundurkan diri dari jabatan yang didudukinya; (2) Mencapai batas usia pensiun; (3) Diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil; (4) Diangkat dalam jabatan struktural lain atau jabatan fungsional; (5) Cuti di luar tanggungan negara, kecuali cuti di luar tanggungan negara karena persalinan; (6) Tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan; (7) Adanya perampingan organisasi pemerintah; (8) Tidak memenuhi persyaratan kesehatan jasmani dan rohani, atau; (9) Hal - hal lain yang di tentukan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. Dari persyaratan tersebut huruf a s/d i di atas terlihat bahwa tidak satupun diantaranya yang dipenuhi oleh Penggugat untuk dijadikan dasar dalam pemberhentian Penggugat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar. 51

14 4) Isi Gugatan a) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk keseluruhannya; b) Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor: /160 /X/BKD/2010 tanggal 05 Oktober 2010 tentang Pemberhentian Sdr. Drs. MUH. ARSYAD, MM NIP: Pangkat Pembina Tk. I Golongan Ruang IV/b Jabatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar; c) Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor: /160 /X/BKD/2010 tanggal 05 Oktober 2010 tentang Pemberhentian Sdr. Drs. MUH. ARSYAD, MM NIP: ) Pertimbangan Hakim a) Menimbang, bahwa Penggugat pada pokoknya berkeberatan dengan diterbitkannya objek sengketa a- quo oleh Tergugat dalam hal ini Bupati Kepulauan Selayar karena mengandung unsur pelanggaran terhadap undang - undang maupun Asas- Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), atas dasar alasan sebagai-mana telah diuraikan dan dipertimbangkan dalam pertimbangan tentang duduknya sengketa diatas; b) Menimbang, bahwa Penggugat merasa kepentingannya telah dirugikan oleh karena terbitnya objek sengketa a- quo, dimana selama menjalankan tugas baik sebagai pegawai negeri sipil maupun dalam jabatan, Penggugat telah bekerja dengan baik 52

15 dan tanggung jawab serta Penggugat juga tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin oleh karenannya Tergugat dalam menerbit kan objek sengketa a- quo bertentangan dengan peraturan perundang- undangan serta Asas- Asas Umum Pemerintahan yang baik (AAUPB); c) Menimbang, bahwa memperhatikan keseluruhan alat bukti yang diajukan dalam persidangan untuk mendukung dalil-dalil Tergugat mengenai alasan-alasan pemberhentian berkait dengan tindak lanjut penjatuhan hukuman disiplin berat kepada Penggugat berupa pembebasan dari jabatan, tidak di temukan adanya bukti terhadap pemanggilan Penggugat yang dijatuhi hukuman disiplin berat maupun bukti telah dilakukan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 23,24,25 dan 28 Peraturan Pemerintah Nomor: 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil tersebut; d) Menimbang, bahwa memperhatikan secara cermat keseluruhan alat bukti yang diajukan pada persidangan tidak terdapat undangan rapat maupun Berita Acara Sidang Mutasi /Pengisian Jabatan, yang menerangkan adanya rapat Baperjakat pada hari Sabtu tanggal 2 Oktober 2010 sebagaimana tercantum dalam Simpulan Rapat Baperjakat (Bukti T- 14.e), melainkan diadakan pada hari Senin tanggal 4 Oktober 2010 (vide Bukti T- 14.a, T- 14.c, dan T-14.d); Menimbang, bahwa memperhatikan lebih lanjut Daftar Nama- 53

16 Nama PNS yang akan di BPJKT lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar tanggal 4 Oktober 2010 (Bukti T- 14.d), tertangga l3 Oktober 2010 tercatat khususnya nama Penggugat pada kolom jabatan lama sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kebupaten Keplauan Selyar dan jabatan baru telah tercatat sebagai Staf Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, artinya bahwa sebelum diadakan rapat baperjakat tangga l4 Oktober 2010 (v ide Bukti T- 14.a, T- 14.c ), Sekretaris Baperjakat telah memposisikan Penggugat dalam jabatan baru sebagaimana tercantum dalam daftar nama dimaksud (Buk t i T-14.d); e) Menimbang, bahwa dari seluruh alasan dan pertimbangan hukum sebagaimana telah dipertimbangkan tersebut diatas, Majelis Hakim berkeyakinan bahwa baik rumusan Keputusan objek sengketa a- quo, maupun prosedur, dan substansi materiil dari keputusan tersebut telah ternyata tidak sesuai dengan norma- norma materiil atau landasan yuridis yang semestinya harus diterapkan, dan oleh karenannya Keputusan objek sengketa a- quo mengandung cacat yuridis dalam penerbitannya maka harus dinyatakan batal, oleh karenanya gugatan Penggugat adalah beralasan hukum dan patut dikabulkan; f) Menimbang, bahwa oleh karena Objek sengketa Surat Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor: 821.2/160 54

17 /X/BKD/2010 tentang Pemberhentian Sdr.Drs.Muh.Arsyad,MM. NIP Pangkat Pembina Tk. I Golongan Ruang IV/b Jabatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, tanggal 5 Oktober 2010 (Bukti T-1) dinyatakan batal, maka oleh karenanya hak dan kedudukan Penggugat pulih sebagaimana Surat Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor : /01 / I /BKD/2009, tanggal 3 Januar i 2009 (BuktiP- 2 ) hingga adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap, tanpa memerlukan mekanisme penerbitan Surat Keputusan yang baru terhadap Pengangkatan kembali Penggugat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, dan atau setidaktidaknya menempatkan yang bersangkutan pada kedudukan dan jabatan yang sederajat, dengan tentunya menyesuaikan pada perubahan struktur jabatan sebagaimana ditentukan pada pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor : 41 tahun 2007, hal mana adalah bertujuan untuk menjamin pembinaan pola karier yang sehat, yang pada prinsipnya tidak diperbolehkan perpindahan jabatan struktural dari eselon yang lebih tinggi ke dalam eselon yang lebih rendah; g) Menimbang, bahwa terhadap permohonan penundaan yang dia jukan Penggugat, Majelis Hakim berpendapat bahwa oleh karena tidak terdapat keadaan yang sangat mendesak dan akan tidak seimbang dibanding dengan manfaat bagi kepentingan 55

18 yang lebih besar untuk dilindungi oleh pelaksana Keputusan Tata Usaha Negara tersebut, sebagaimana ketentuan pasal 67 Undang- Undang Nomor 9 tahun 2004, Tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 5 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, oleh karenannya peromohonan penundaan berlakunya Surat Keputusan Objek sengketa dimaksud tidak beralasan hukum, dan oleh karenanya haruslah dinyatakan ditolak; 6) Putusan Hakim a) Mengabulkan Gugatan Penggugat; b) Menyatakan Batal Surat Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor : /160 /X/BKD/2010 tentang Pemberhentian SDR.Drs.Muh.Arsyad,MM. NIP: Pangkat Pembina Tk. I Golongan Ruang IV/b Jabatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, tanggal 5 Oktober 2010; c) Mewajibkan kepada Tergugat Mencabut Surat Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor: /160 /X/BKD/2010 tentang Pemberhentian Sdr. Drs. Muh. Arsyad,MM. NIP: Pangkat Pembina Tk. I Golongan Ruang IV/b Jabatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, tanggal 5 Oktober 2010; d) Mewajibkan kepada Tergugat untuk merehabilitasi hak- hak dan kedudukan harkat dan martabat Penggugat seperti semula; 56

19 Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp (lima puluh lima ribu rupiah). 7) Pelaksanaannya 72 a) Tanggal 13 Januari 2011 Bupati Kepulauan Selayar menyatakan Banding atas Putusan PTUN Makassar Nomor : 58/G.TUN/2010/P.TUN.Mks; b) Tanggal 23 Mei 2011 Majelis Hakim Banding Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar memutus Perkara Banding Nomor : 28/B.TUN/2011/PT.TUN.MKs tanggal 4 April 2011 dengan amar putusan sebagai berikut : (1) Menerima secara formil permohonan banding dari Tergugat/Pembanding; (2) Menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar Nomor : 58/G.TUN/2010/P.TUN.Mks, tanggal 10 Januari 2011; (3) Menghukum Tergugat/Pembanding membayar biaya pada kedua tingkat pengadilan yang dalam tingkat banding sebesar Rp (dua ratus lima puluh ribu rupiah). c) Tanggal 20 Juni 2011 Bupati Kepulauan Selayar selaku Tergugat/Pembanding mengajukan Kasasi atas Putusan Banding Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) Makassar; 72 Dilihat pada tanggal 15 Agustus 2016, pukul WIB. 57

20 d) Tanggal 22 Nopember 2011 Majelis Hakim Agung Mahkamah Agung RI memutuskan Perkara Kasasi Nomor : 293 K/TUN/2011 dengan amar putusan sebagai berikut: (1) Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : BUPATI KEPULAUAN SELAYAR tersebut; (2) Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp ,-(lima ratus ribu rupiah); e) Tanggal 9 Oktober 2012 batas waktu 2 (dua) bulan setelah putusan diterima oleh Tergugat dan Tergugat tidak melaksanakan kewajibannya maka Keputusan Pemberhentian Drs. MUH. ARSAD, MM sebagai Kepala BKD dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum lagi; f) Tanggal 3 September 2012, Drs. MUH. ARSAD, MM mengajukan Surat Permintaan Eksekusi Putusan PTUN Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara. Tanggal 20 September 2012 Ketua PTUN Makassar menetapkan Perintah Eksekusi Nomor: 14/PEN.EKS/G.TUN/2012/P.TUN.Mks; g) Tanggal 3 September 2012, Drs. MUH. ARSAD, MM meminta kepada Kepala BKN untuk memberikan Tindakan Aministratif kepada Bupati Kepulauan Selayar yang telah melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang kepegawaian dan tidak mematuhi Putusan 58

21 PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap dengan tembusan Presiden RI, Mendagri dan sebagainya termasuk Gubernur Sulawesi Selatan (12 lembaga); h) Tanggal 16 Oktober 2012, Menteri Dalam Negeri memerintahkan Bupati Kepulauan Selayar melaksanakan Putusan PTUN Makassar dengan mencabut Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor : 821.2/160/X/BKD/2012 tanggal 5 Oktober 2010 sebagaimana Surat Mendagri Nomor: 800/4520/Biro Kepeg tanggal 16 Oktober 2012 perihal Permintaan Eksekusi Putusan Perkara Nomor : 58/G.TUN/2010/P.TUN.Mks, Nomor : 28/B.TUN/2011/PT.TUN.Mks, Nomor : 293 K/TUN/2011; i) Tanggal 9 Nopember 2012, Drs. MUH. ARSAD, MM mengirim surat permintaan Upaya Paksa dan Pengumuman di Media Cetak kepada Ketua PTUN Makassar agar memaksa Bupati Kepulauan Selayar melaksanakan Putusan PTUN. Tanggal 27 Nopember 2012 Panitera PTUN Makassar mengeluarkan Pengumuman Resmi bahwa Bupati Kepulauan Selayar tidak melaksanakan Putusan PTUN Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap dan dimuat melalui Harian Berita Kota Makassar (BKM) pada tanggal 28 Nopember 2012 dengan berita berjudul PTUN Perintahkan Cabut SK Bupati Selayar yang disebar pada saat Upacara Peringatan Hari Jadi Selayar ke-407 tanggal 29 Nopember 2012 di Lapangan 59

22 Pemuda Benteng dan Pengumuman Utuh pada tanggal 29 Desember 2012 dengan kolom berita seperempat halaman pada halaman 5; j) Tanggal 19 Nopember 2012, Drs. MUH. ARSAD, MM mengajukan Permintaan Perintah Presiden agar Bupati Kepulauan Selayar mematuhi Putusan PTUN sebagai Upaya Paksa terakhir kepada Bupati agar mematuhi dan melaksanakan Putusan PTUN; k) Tanggal 28 Nopember 2012, Menteri Dalam Negeri kembali memerintahkan Bupati Kepulauan Selayar agar melaksanakan Putusan PTUN Makassar dengan mengembalikan Drs. MUH. ARSAD, MM ke jabatan semula sebagai Kepala BKD Kepulauan Selayar atau minimal jabatan yang setara sebagaimana surat Mendagri Nomor : 800/7296/Biro Kepeg tanggal 28 Nopember 2012; l) Tanggal 2 Januari 2013, Drs. MUH. ARSAD, MM menghadap kepada Panitera PTUN Makassar dengan membawa Pengumuan PTUN di Harian BKM halaman 5 tertanggal 29 Desember 2012 sebagai lampiran surat permintaan Perintah Presiden sebagai Pimpinan Pemerintahan Tertinggi untuk memerintahkan Bupati Kepulauan Selayar melaksanakan Putusan PTUN Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap. 60

23 C. Putusan PTUN Nomor: 20/G/2013/PTUN-KPG 73 1) Subjek Silvester Wangur, S.Pd sebagai Penggugat melawan Bupati Rote Ndao sebagai Tergugat I dan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Rote Ndao sebagai Tergugat II. 2) Objek Surat Keterangan Penghentian Pembayaran Gaji No. KU.900/87/IV/ ) Isi Gugatan a) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya; b) Penggugat memohon kepada Majelis Hakim agar menyatakan batal atau tidak sah Surat Keterangan Penghentian Pembayaran gaji No. KU.900/87/IV/2009; c) Memerintahkan Tergugat untuk menerbitkan Surat Keputusan tentang membayar gaji selama 75 bulan mulai dari bulan Pebruari 2003 sampai dengan bulan April 2009; d) Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini. 4) Putusan Hakim a) Mengabulkan gugatan Penggugat sebagain; b) Menyatakan batal sikap diam Tergugat I dan Tergugat II yang disamakan dengan keputusan penolakan Tergugat I dan Tergugat II terhadap surat permohonan Penggugat No: 73 Rydo Nickylens Manafe, Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara (Studi Terhadap Putusan PPTUN Nomor: 20/G/2013/PTUN-KPG), Tesis, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, 15 Pebruari 2016, h

24 13/SW/V/2003 tertanggal 20 Mei 2013, perihal: Mohon pembayaran gaji; c) Mewajibkan Tergugat untuk memproses permohonan Penggugat dan menerbitkan Surat Keputusan Tata Usaha Negara tentang Pembayaran Gaji Penggugat terhitung bulan Oktober 2004 sampai dengan Januari 2009; d) Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng untuk membayar biaya perkara sebesar Rp ,- (Seratus Empat Puluh Satu Ribu Rupiah). D. Putusan PTUN Nomor 20/G/1994/PTUN-PDG 74 1) Subjek Drs. Mawardi, AKT. Sebagai Penggugat melawan Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Indonesia Provinsi Sumatra Barat sebagai Tergugat I dan Direktur RSUP. Dr. M. Djamil Padang sebagai Tergugat II. 2) Objek Surat Keputusan Tergugat I Nomor: KP tertanggal 4 Juli Tahun 1994 tentang Pengangkatan dalam jabatan Struktural Eselon IV.b pada RSUP. Dr. M. Djamil Padang dan Surat Keputusan Tergugat II Nomor: tanggal 13 Agustus 1994 tentang Penunjukan Kepala Seksi Pengelolaan Dana Intern RSUP. Dr. M. Djamil Padang. 3) Duduk Perkara 74 Umar Dani, Putusan Pengadilan Non-Executable Proses dan Dinamika Dalam Konteks PTUN, Penerbit Genta Press, Yogyakarta, 2015, h

25 Penggugat memohon kepada Pengadilan TUN Padang untuk membatalkan atau menyatakan tidak sah: a) Surat Keputusan Tergugat I Nomor: KP tertanggal 4 Juli Tahun 1994 tentang Pengangkatan dalam jabatan Struktural Eselon IV.b pada RSUP. Dr. M. Djamil Padang; b) Surat Keputusan Tergugat II Nomor: tanggal 13 Agustus 1994 tentang Penunjukan Kepala Seksi Pengelolaan Dana Intern RSUP. Dr. M. Djamil Padang; c) Memerintahkan Tergugat I dan Tergugat II untuk mengembalikan lagi kedudukan Penggugat sebagai Kepala Seksi Pengelolaan Dana Intern RSUP. Dr. M. Djamil Padang. 4) Pelaksanaannya a) Setelah melakukan pemeriksaan, PTUN Padang memberikan putusan dengan mengabulkan gugatan Penggugat, putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan No. 43/BDG-G/PD/PT.TUN-MDN/1995 dan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI No. 22/K/TUN/1996 putusan tersebut diputus pada tanggal 25 September b) Penggugat telah mengajukan permohonan eksekusi yaitu pada tanggal 1 Nopember 1998, kemudian pada tanggal 22 Desember 1998 dan kembali mengajukan permohonan pada tanggal 6 Januari 2000, atas permohonan tersebut Pengadilan telah memanggil pihak tergugat buntuk melaksanakan putusan namun tergugat menyatakan bahwa posisi yang dimohonkan penggugat 63

26 telah tidak ada lagi, dengan demikian putusan tersebut tidak dapat dilaksanakan. c) Penggugat berupaya untuk meminta tergugat dapat melaksanakan putusan tersebut melalui peran pengadilan, namun pengadilan hanya bisa menghimbau kepada tergugat agar mengganti posisi penggugat pada jabatan lain atau dengan memberikan kompensasi. 3.2 Penyebab Pejabat TUN Tidak Melaksanakan Putusan Pengadilan TUN Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap dan Mengikat Banyaknya kasus Putusan Pengadilan TUN yang tidak dapat dilaksanakan telah membuktikan adanya suatu kesalahan dalam sistem peradilan administrasi. Kondisi ini sangatlah memprihatinkan karena keberadaan PTUN diharapkan dapat memberi keadilan sepenuhnya bagi masyarakat dalam lingkup administrasi pemerintah. Beberapa penyebab Putusan Pengadilan TUN yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat tidak dijalankan oleh Pejabat TUN adalah sebagai berikut: a. Belum ada kaidah hukum positif yang dapat membentuk budaya hukum Pejabat TUN untuk patuh dan taat terhadap Putusan Pengadilan TUN. Eksekusi atau dengan peneguran berjenjang secara hirarki (floating norm) sebagaimana diatur dalam Pasal 116 UU PTUN ternyata tidak cukup efektif dapat memaksa Pejabat TUN melaksanakan Putusan 64

27 Pengadilan TUN. 75 Permasalahan eksekusi adalah menyangkut harapan pencari keadilan, tujuan pihak-pihak yang bersengketa menyerahkan perkaranya ke pengadilan adalah untuk menyelesaikan perkara mereka secara tuntas. Tetapi dengan adanya putusan pengadilan bukan berarti sudah menyelesaikan pokok permasalahan akan tetapi perkara akan dianggap selesai apabila pelaksanaan putusan atau eksekusi. Dengan kata lain pencari keadilan mempunyai tujuan akhir yaitu agar segala hak-haknya yang dirugikan oleh pihak lain dapat dipulihkan, pemulihan tersebut akan tercapai apabila putusan dapat dilaksanakan. Putusan pengadilan yang dilaksanakan adalah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). 76 b. Rendahnya Kesadaran Hukum Pejabat TUN Ketentuan dalam Undang-Undang tidak mengatur secara tegas mengenai paksaan terhadap Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN. Indroharto berpendapat bahwa tuntas atau tidaknya, efektif atau tidaknya pelaksanaan putusan pengadilan ini pada dasarnya masih digantungkan kepada kesadaran, kesukarelaan, tanggung jawab, sikap dan perilaku dari seluruh jajaran pemerintah sendiri. 77 Sistem eksekusi yang diatur dalam Pasal 116 menggunakan model floating execution, artinya pelaksanaan Putusan Pengadilan TUN diserahkan sepenuhnya kepada Pejabat TUN dengan kesadaran hukum sendiri bersedia melaksanakan putusan pengadilan, model putusan ini 75 Ibid, h. 4. Dikutip dari Supandi, Kepatuhan Hukum Pejabat Dalam Menaati Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan, Ringkasan Penelitian (Disertasi) pada Universitas Sumatra Utara, Medan, 2005, h. 2., 76 Ibid. 77 Ibid, h

28 disebut juga model eksekusi mengambang, karena tidak ada upaya paksa dari pengadilan untuk melaksanakan putusannya. c. Faktor teknis mempengaruhi pelaksanan Putusan Pengadilan TUN 78 Putusan Pengadilan TUN memang tidak dapat dilaksanakan secara sempurna akibat dari perubahan keadaan, perubahan peraturan, perubahan posisi hukum tertentu pada saat perkara masih berjalan. Karena gugatan diajukan dalam suasana fakta-fakta, posisi hukum dan kepentingan yang ada pada saat itu, sedangkan putusan pengadilan akan terjadi setelah selang beberapa waktu, dengan kata lain rentang waktu antara keluarnya putusan hakim bisa memakan waktu satu tahun atau lebih, biasanya Pejabat TUN selalu menggunakan upaya hukum terhadap putusan pengadilan yang memenangkan warga masyarakat. d. Faktor Perintah Putusan Bila ditinjau dari perintah putusan maka tidak terlaksana Putusan Pengadilan TUN disebabkan oleh faktor; pertama, putusan tersebut pada dasarnya dapat dilaksanakan tetapi pejabat pemerintah memang tidak ada niat untuk melaksanakannya, faktor inilah yang paling banyak diperdebatkan, terutama terlihat dari perubahan pola eksekusi yang mengarah kepada adanya upaya paksa terhadap Pejabat TUN yang tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116. Kedua; putusan pengadilan memang tidak dapat dilaksanakan secara sempurna (putusan non executable), sehingga putusan tersebut sering diabaikan. Permasalahan yang kedua ini dapat di 78 Ibid, h

29 selesaikan dengan mempedomani Pasal 117 ayat (1) UU PTUN yang pada intinya apabila pejabat pemerintah tidak dapat dengan sempurna melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap disebabkan oleh berubahnya keadaan yang terjadi setelah putusan pengadilan dijatuhkan dan/atau memperoleh kekuatan hukum tetap, ia wajib memberitahukan hal itu kepada Ketua Pengadilan dan Penggugat. Jika penggugat mengetahui bahwa putusan yang dijatuhkan pengadilan tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna, maka penggugat dapat meminta kepada Ketua Pengadilan agar membebani pejabat pemerintah tersebut untuk membayar uang atau kompensasi lain yang diinginkan. Ketua Pengadilan agar memanggil kedua belah pihak untuk mengusahakan persetujuan tentang jumlah uang atau kompensasi lain yang harus dibebankan kepada penggugat, apabila tidak tercapai persetujuan maka Ketua Pengadilan harus membuat penetapan untuk penyelesaiannya, dapat mengajukan ke Mahkamah agung, Putusan Mahkamah Agung wajib ditaati kedua belah pihak. e. Perbuatan Faktual Yang Terjadi 79 Pelaksanaan Putusan Pengadilan TUN yang tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna dapat terjadi ketika perbuatan faktual telah dilaksanakan. Sebagai contoh surat perintah bongkar terhadap Gedung A, pada saat diajukan gugatan ke Pengadilan TUN kemungkinan gedung tersebut telah terlanjur dibongkar, maka putusan 79 Ibid, h

30 pengadilan sudah jelas tidak dapat dilaksanakan secara sempurna, apalagi hakim dalam putusannya tidak dapat memerintahkan tergugat untuk membangun kembali. f. Tidak Sinkronnya antara Hukum Acara dengan Hukum Materiil 80 Tidak sinkronnya antara hukum acara dengan hukum materiil juga menjadi sebab yang sangat fatal. Sebagai contoh dengan keluarnya Surat Edaran MA No. 08 Tahun 2005 yang pada prinsipnya menyatakan bahwa semua keputusan yang dikeluarkan oleh KPU/D bukan termasuk keputusan yang dapat digugat di Pengadilan TUN. Sedangkan pada Pasal 2 huruf g UU PTUN yang menetapkan bahwa yang bukan termasuk KTUN adalah keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun daerah mengenai hasil pemilihan umum. Dari norma tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa yang bukan kewenangan Pengadilan TUN adalah hasil pemilihan umum. g. Hakim Pengadilan TUN yang Tidak Berperan Aktif Salah satu asas yang terdapat dalam PTUN adalah Hakim PTUN bertindak aktif dalam menyelesaikan sengketa TUN. Namun pada pelaksanaannya berdasarkan Pasal 116 ayat (3), (4), (5), (6) UU PTUN Hakim PTUN tidak bertindak aktif dalam melakukan pengawasan terhadap Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN yang telah berkekuatan hukum tetap dan menghukum. Pada Pasal 116 ayat (3) menjelaskan bahwa Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat 80 Ibid, h

31 (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 90 (sembilan puluh) hari kerja ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka penggugat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), agar pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan tersebut. Berdasarkan ayat ini menjelaskan bahwa Pengadilan menunggu penggugat mengajukan permohonan untuk memaksa tergugat melaksanakan Putusan Pengadilan TUN, tidak bertindak aktif untuk mengawasi tergugat dalam melaksanakan Putusan Pengadilan TUN. 3.3 Akibat Hukum Bagi Pejabat TUN Yang Tidak Melaksanakan Putusan Pengadilan TUN Menurut UU PTUN Dalam UU PTUN Perubahan Kedua memberikan penjelasan mengenai akibat hukum yang akan diberikan kepada Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN, yaitu pada Pasal 116 ayat (4) menegaskan bahwa Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif. Dan pada Pasal 116 ayat (7) UU PTUN Perubahan Kedua menegaskan bahwa Ketentuan mengenai besaran uang paksa, jenis sanksi administrasi, dan tata cara pelaksanaan pembayaran uang paksa dan/atau sanksi administrasif diatur dengan peraturan perundang-undangan. 1. Ganti Rugi 69

32 Secara teoretis, ganti rugi berasal dari bidang hukum perdata, tentang konsep onrechtmatige daad. prinsip bahwa setiap tindakan onrechtmatig subjek hukum yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain mengharuskan adanya pertanggung jawaban bagi subjek hukum yang bersangkutan merupakan prinsip yang telah diakui dan diterima secara umum. 81 Konsep ini secara yuridis formal di atur dalam Pasal 136, 1365, dan 1367 KUH Perdata. 82 Peraturan perundang-undangan yang dimaksud oleh Pasal 116 ayat (7) UU PTUN Perubahan Kedua adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1991 Tentang Ganti Rugi Dan Tata Cara Pelaksanaannya Pada Peradilan Tata Usaha Negara. Ganti Rugi yang dimaksud adalah pembayaran sejumlah uang (secara paksa), kepada orang atau badan hukum perdata atas beban Badan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut sebagai Pejabat TUN) berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara karena adanya kerugian materiil yang diderita oleh penggugat. 83 Besarnya ganti rugi yang dapat diperoleh penggugat paling sedikit Rp ,-(dua ratus lima puluh ribu rupiah), dan paling 81 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, h Pasal 1365 berbunyi; Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seseorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Pasal 1366; Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang di sebabkan karena kelalian atau perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang di sebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya. Pasal 1367; Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang di sebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang di sebabkan karena perbuatan orang-orang yang tanggungannya atau di sebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. 83 Pasal 1 ayat (1), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1991 Tentang Ganti Rugi Dan Tata Cara Pelaksanaannya Pada Peradilan Tata Usaha Negara. 70

33 banyak Rp ,-(lima juta rupiah), dengan memperhatikan keadaan yang nyata Sanksi Administratif Sanksi administrasi ini secara tegas di atur dalam UU AP. Sanksi administrasi terbagi dalam tiga (3) golongan yaitu sanksi administrasi ringan berupa; teguran lisan, teguran tertulis, serta penundaan kenaikan pangkat, golongan, dan/atau hak-hak jabatan. Sanksi andministrasi sedang berupa; pembayaran uang paksa dan/atau ganti rugi, pemberhentian sementara dengan memperoleh hak-hak jabatan. Sanksi administrasi berat berupa; pemberhentian tetap dengan memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitasnya, pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya serta di publikasikan di media massa. Setiap sanksi administrasi ini di sesuaikan dengan pelanggaran yang di lakukan oleh pejabat pemerintah. Selain UU AP, sanksi administrasi ini juga di atur dalam UU ASN, yang secara khusus mengatur tentang profesi pegawai negeri sipil. Secara eksplisit UU ASN ini mengatur tentang kode etik bagi aparatur sipil negara (ASN) untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan. Akan ada sanksi administrasi berupa pemberhentian tidak hormat karena melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945, di hukum penjara atau kurungan karena melakukan tindak pidana kejahatan dan menjadi anggota dan/ atau pengurus partai politik. 84 Pasal 3 ayat (1), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1991 Tentang Ganti Rugi Dan Tata Cara Pelaksanaannya Pada Peradilan Tata Usaha Negara. 71

34 Dari penjelasan sanksi administrasi berdasarkan UU AP dan UU ASN ini maka apabila Pejabat TUN tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN yang berkekuatan hukum tetap maka dapat di kenai sanksi administrasi tersebut berdasarkan golongan sanksi yang di atur. Akibat hukum baik ganti rugi dan/atau sanksi administrasi bagi pejabat TUN ini tidak secara serta merta dapat di laksanakan karena ada proses dan tahapan yang harus dilewati. Di samping diumumkan pada media massa cetak setempat sebagaimana dimaksud pada Pasal 116 ayat (5) UU PTUN, ketua pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan. 3.4 Analisis Dari beberapa Putusan Pengadilan TUN yang tidak dilaksanakan oleh Pejabat TUN dan penyebab Pejabat TUN tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN yang telah berkekuatan hukum tetap dan mengikat serta penjelasan akibat hukum bagi Pejabat TUN maka dapat katakan bahwa Pengadilan TUN menemui kendala yang cukup besar, lemahnya pelaksanaan putusan oleh Pejabat TUN merupakan masalah mendasar yang bagi Pengadilan TUN. Sebelum menjelaskan akibat hukum bagi Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN penulis hendak menjelaskan bahwa dalam tulisan ini Putusan Pengadilan TUN yang dimaksudkan adalah Putusan 72

35 Condemnatoir yang berarti bahwa putusan bersifat akhir yang menghukum pihak yang di kalahkan untuk memenuhi prestasi, meliputi : memberi, berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Dalam putusan ini diharapkan bagi pihak yang kalah atau Pejabat TUN memberi ganti rugi, atau berbuat sesuatu misalnya mencabut kembali KTUN tersebut. Fakta di Indonesia menyebutkan bahwa ada beberapa Putusan Pengadilan TUN yang tidak dilaksanakan oleh Pejabat TUN, sebagaimana telah dijelaskan di atas. Keadaan ini menggambarkan bahwa belum adanya peraturan yang memaksa Pejabat TUN untuk melaksanakan Putusan Pengadilan TUN. Sehingga akibatnya para Pejabat TUN merasa tidak harus melaksanakan atau dapat mengabaikan Putusan Pengadilan TUN tersebut. Beberapa faktor yang telah dijelaskan di atas kemudian menjadi alasan sebuah Putusan Pengadilan TUN tidak dilaksanakan oleh Pejabat TUN. Menurut pendapat penulis ada faktor dominan yang mengakibatkan Pejabat TUN tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN yaitu rendahnya kesadaran hukum Pejabat TUN. Bagi para Pejabat TUN hal yang perlu diketahui adalah bahwa jabatan hanyalah fiksi yang dilaksanakan oleh pejabat sebagai pelaksanaan jabatan pemerintah. Oleh karena itu sebagai pemangku jabatan diperlukan kesadaran hukum Pejabat TUN dalam melaksanakan Putusan Pengadilan TUN. Karena setiap tindakan yang dilakukan oleh pejabat ada akibat hukumnya. Demikian juga bagi pejabat yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN maka akan ada sanksi yang diberikan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku Pejabat diatur dan tunduk pada hukum kepegawaian di Indoesia yaitu UU ASN dan UU AP. 73

36 Adapun sanksi yang diberikan bagi Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN adalah Sanksi Ganti Rugi dan Sanksi Administratif. Ganti Rugi dan Sanksi Administratif akan di berikan kepada Pejabat TUN apabila telah melewati proses sebagaimana di sebutkan dalam Pasal 116 ayat (6) UU PTUN. Oleh karena itu menurut penulis proses yang harus dilalui dalam menerapkan ganti rugi dan sanksi administratif bagi Pejabat TUN tersebut membutuhkan waktu yang terlalu lama yaitu 90 hari, sehingga seharusnya ganti rugi harus diterapkan setelah ada Putusan Pengadilan TUN yang berkekuatan hukum tetap, karena kerugian yang diderita oleh tergugat akibat diterbitkannya KTUN harus segera diganti berdasarkan Putusan Pengadilan TUN tersebut. Penerapan sanksi administratif bagi Pejabat TUN secara langsung dapat diterapkan karena sanksi administrasi terbagi atas sanksi administrasi ringan, sedang dan berat berdasarkan pelanggaran yang dilakukan oleh Pejabat TUN dengan prosesnya masing-masing. Sanksi administrtif ringan, sedang atau berat akan dijatuhkan dengan pertimbangan unsur proporsional dan keadilan. Penerapan sanksi ganti rugi dan sanksi administratif akan diberikan setelah jangka waktu 90 hari kerja sejak Putusan Pengadilan TUN bersifat tetap. Untuk KTUN sebagai objek sengketa tidak memiliki kekuatan hukum lagi setelah 60 hari kerja sejak Putusan Pengadilan bersifat tetap. Oleh karena setelah 90 hari kerja Pejabat TUN tidak melaksanakan kewajibannya untuk melaksanakan Putusan TUN maka penggugat dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan yang berwenang untuk memerintahkan tergugat melaksanakan Putusan Pengadilan TUN tersebut. dalam hal tergugat tidak melaksanakan Putusan 74

37 Pengadilan tersebut maka Pejabat TUN dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa (Ganti Rugi) dan atau sanksi administratif. Oleh karena itu akibat hukum bagi pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN yaitu dikenai sanksi Ganti Rugi dan sanksi Administratif. 75

BAB III. Anotasi Dan Analisis Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan. Hakim Peradilan Tata Usaha Negara

BAB III. Anotasi Dan Analisis Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan. Hakim Peradilan Tata Usaha Negara BAB III Anotasi Dan Analisis Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara A. Hasil Penelitian 1. Anotasi Problematika Hukum Dalam Eksekusi Putusan Pengadilan Tata Usaha

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 53/B/2013/PT.TUN-MDN

P U T U S A N Nomor : 53/B/2013/PT.TUN-MDN P U T U S A N Nomor : 53/B/2013/PT.TUN-MDN ---------------------------------------------------------------------------------- Publikasi putusan ini dimaksudkan sebagai informasi kepada publik, sedangkan

Lebih terperinci

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara BAB III Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Pejabat Tata Usaha Negara A. Upaya Hukum Ada kalanya dengan keluarnya suatu putusan akhir pengadilan sengketa antara Penggugat

Lebih terperinci

Sumber:

Sumber: TINJAUAN HUKUM TENTANG PEMBERHENTIAN DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DAN/ATAU TINDAK PIDANA LAINNYA Sumber: http://www.gemanusantara.org I. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06 P U T U S A N No. 62 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI TIDAK BERWENANG UNTUK MEMBERHENTIKAN PEJABAT FUNGSIONAL WIDYAISWARA UTAMA GOLONGAN IV/e DARI DAN DALAM JABATANNYA

MENTERI TIDAK BERWENANG UNTUK MEMBERHENTIKAN PEJABAT FUNGSIONAL WIDYAISWARA UTAMA GOLONGAN IV/e DARI DAN DALAM JABATANNYA MENTERI TIDAK BERWENANG UNTUK MEMBERHENTIKAN PEJABAT FUNGSIONAL WIDYAISWARA UTAMA GOLONGAN IV/e DARI DAN DALAM JABATANNYA 216/K/TUN/2010 KASUS POSISI 1. Bahwa Penggugat adalah pemangku Jabatan Fungsional

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 120/B/2012/PT.TUN-MDN

P U T U S A N Nomor : 120/B/2012/PT.TUN-MDN P U T U S A N Nomor : 120/B/2012/PT.TUN-MDN -------------------------------------------------------------------------------- Publikasi putusan ini dimaksudkan sebagai informasi kepada publik, sedangkan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 33/B/2012/PT.TUN-MDN

P U T U S A N Nomor : 33/B/2012/PT.TUN-MDN P U T U S A N Nomor : 33/B/2012/PT.TUN-MDN ------------------------------------------------------------------------------- Publikasi putusan ini dimaksudkan sebagai informasi kepada publik, sedangkan turunan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 40/B/2012/PT.TUN-MDN

P U T U S A N Nomor : 40/B/2012/PT.TUN-MDN P U T U S A N Nomor : 40/B/2012/PT.TUN-MDN ------------------------------------------------------------------------------------- Publikasi putusan ini dimaksudkan sebagai informasi kepada publik, sedangkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Kapita Selekta Hukum Administrasi Negara Rombel 05 Semester Genap 2016-2017 Dosen Pengampu : Dr.

Lebih terperinci

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAMBI NOMOR: 01/ G/ TUN/2003/PTUN.JBI

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAMBI NOMOR: 01/ G/ TUN/2003/PTUN.JBI ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAMBI NOMOR: 01/ G/ TUN/2003/PTUN.JBI BY : ANNEKA SALDIAN MARDHIAH Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta 1. Sejarah PTUN Yogyakarta Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 158/B/2012/PT.TUN-MDN

P U T U S A N Nomor : 158/B/2012/PT.TUN-MDN P U T U S A N Nomor : 158/B/2012/PT.TUN-MDN ------------------------------------------------------------------------------------ Publikasi putusan ini dimaksudkan sebagai informasi kepada publik, sedangkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai berikut

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara. dan lain-lain Badan Kehakiman menurut undang-undang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara. dan lain-lain Badan Kehakiman menurut undang-undang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 1. Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara Pada mulanya dasar konstitusional pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara ini adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2016, No perkembangan peraturan perundang-undangan sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

2016, No perkembangan peraturan perundang-undangan sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf No.1393, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Hukuman Disiplin. Penjatuhan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENJATUHAN HUKUMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III. POLIGAMI MENURUT PP No. 45 TAHUN Ketentuan Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil

BAB III. POLIGAMI MENURUT PP No. 45 TAHUN Ketentuan Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil BAB III POLIGAMI MENURUT PP No. 45 TAHUN 1990 1. Ketentuan Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1990 mengatur tentang perubahan atas PP No. 10 Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk terlaksananya suatu putusan terdapat 2 (dua) upaya yang dapat ditempuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk terlaksananya suatu putusan terdapat 2 (dua) upaya yang dapat ditempuh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Upaya Paksa Untuk terlaksananya suatu putusan terdapat 2 (dua) upaya yang dapat ditempuh yaitu : 1) Upaya paksa langsung(directe middelen), yaitu penggugat memperoleh prestasi

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M PUTUSAN Nomor 186 K/TUN/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 177 K/TUN/2002

P U T U S A N No. 177 K/TUN/2002 P U T U S A N No. 177 K/TUN/2002 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUUXIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya UndangUndang Aparatur Sipil Negara I. PEMOHON Rochmadi Sularsono II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil UndangUndang

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In No.1421, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Kode Etik Pegawai. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradilan yang baru ada, melainkan sudah lama ada di Indonesia. Peradilan ini

BAB I PENDAHULUAN. peradilan yang baru ada, melainkan sudah lama ada di Indonesia. Peradilan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut PTUN) bukan sistem peradilan yang baru ada, melainkan sudah lama ada di Indonesia. Peradilan ini ditopang dengan dasar

Lebih terperinci

2015, No c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Pedoman Penjatuhan Hukuman Disiplin dan Penindakan

2015, No c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Pedoman Penjatuhan Hukuman Disiplin dan Penindakan No.1408, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Hukuman Disiplin. Sanksi Administratif. Pegawai. Penjatuhan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 172 K/TUN/2000 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara

P U T U S A N No. 172 K/TUN/2000 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara P U T U S A N No. 172 K/TUN/2000 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILIHAN DAN SENGKETA PELANGGARAN

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA A. Putusan PTUN Tujuan diadakannya suatu proses di pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim. 62 Putusan hakim

Lebih terperinci

PEMBINAAN DISIPLIN A. DASAR HUKUM B. PENJELASAN 1. Maksud 2. Tujuan 1. Kewajiban,

PEMBINAAN DISIPLIN A. DASAR HUKUM B. PENJELASAN 1. Maksud 2. Tujuan 1. Kewajiban, PEMBINAAN DISIPLIN A. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri;

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KETENTUAN TEKNIS PELAKSANAAN PEMBERIAN TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 175/B/2012/PT.TUN-MDN

P U T U S A N. Nomor : 175/B/2012/PT.TUN-MDN P U T U S A N Nomor : 175/B/2012/PT.TUN-MDN --------------------------------------------------------------------------------------------- Publikasi putusan ini dimaksudkan sebagai informasi kepada publik,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Pasal 24B Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

2015, No Mengingat : 1. Pasal 24B Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1758, 2015 KY. Laporan Masyarakat. Penanganan. Pencabutan. PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SUMBANGAN PEMIKIRAN UNTUK PENYUSUNAN: NASKAH AKADEMIK (ACADEMIC DRAFTING)

SUMBANGAN PEMIKIRAN UNTUK PENYUSUNAN: NASKAH AKADEMIK (ACADEMIC DRAFTING) SUMBANGAN PEMIKIRAN UNTUK PENYUSUNAN: NASKAH AKADEMIK (ACADEMIC DRAFTING) TATA CARA PELAKSANAAN UANG PAKSA (DWANGSOM) DAN SANKSI ADMINISTRATIF PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA LANDASAN YURIDIS: 1. Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu persoalan besar yang dihadapi setelah. bergulirnya reformasi adalah mengembalikan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu persoalan besar yang dihadapi setelah. bergulirnya reformasi adalah mengembalikan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu persoalan besar yang dihadapi setelah bergulirnya reformasi adalah mengembalikan dan memulihkan proses peradilan. Pengadilan sebagai lembaga yang tidak memihak

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA Bambang Heriyanto, S.H., M.H. Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Disampaikan pada Rapat Kerja Kementerian

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut : 158 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dibahas, maka dapat ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut : 1. Berdasarkan hukum positif di Indonesia, penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL I. UMUM Dalam rangka mewujudkan PNS yang handal, profesional, dan bermoral sebagai penyelenggara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.10 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN ANGGOTA, PEMBERHENTIAN ANGGOTA, SUSUNAN ORGANISASI, TATA KERJA, DAN TATA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N D A N

P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N D A N P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI BANDUNG yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata dalam peradilan tingkat banding,

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN;

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN; UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN; DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 134/PUU-XII/2014 Status dan Hak Pegawai Negeri Sipil

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 134/PUU-XII/2014 Status dan Hak Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON Ricky Elviandi Afrizal RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 134/PUU-XII/2014 Status dan Hak Pegawai Negeri Sipil II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. P U T U S A N Nomor : 184/G/2012/PTUN-JKT.

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. P U T U S A N Nomor : 184/G/2012/PTUN-JKT. Direktori Putusan Mahkamaa P U T U S A N Nomor : 184/G/2012/PTUN-JKT. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa

Lebih terperinci

TERBANDING, semula PENGGUGAT;

TERBANDING, semula PENGGUGAT; PUTUSAN Nomor 432/Pdt/2015/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung di Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat banding telah menjatuhkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 09/B/2013/PT.TUN-MDN

P U T U S A N Nomor : 09/B/2013/PT.TUN-MDN P U T U S A N Nomor : 09/B/2013/PT.TUN-MDN ---------------------------------------------------------------------------------- Publikasi putusan ini dimaksudkan sebagai informasi kepada publik, sedangkan

Lebih terperinci

- 1 - P U T U S A N. Nomor : 105 /PDT/2012 /PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

- 1 - P U T U S A N. Nomor : 105 /PDT/2012 /PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. - 1 - P U T U S A N Nomor : 105 /PDT/2012 /PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang mengadili perkara perdata dalam tingkat banding, telah menjatuhkan putusan

Lebih terperinci

P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa

P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata agama dalam tingkat kasasi telah memutuskan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014; RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 8/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON 1. Prof. DR.

Lebih terperinci

PEMBERHENTIAN TIDAK HORMAT PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

PEMBERHENTIAN TIDAK HORMAT PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA PEMBERHENTIAN TIDAK HORMAT PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA tukangteori.com I. PENDAHULUAN Untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA KEDIRI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA KEDIRI SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : WALIKOTA

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa PUTUSAN Nomor 4 K/TUN/2018 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa perkara tata usaha negara pada tingkat kasasi telah memutus sebagai berikut

Lebih terperinci

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 8/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON 1. Fathul Hadie Utsman,

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pendahuluan Mahkamah Konstitusi memutus Perkara Nomor 122/PUU-VII/2009

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P U T U S A N Nomor : 64/Pdt.G/2012/PA.Sgr. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Singaraja yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 80 K/TUN/2005

P U T U S A N NOMOR : 80 K/TUN/2005 P U T U S A N NOMOR : 80 K/TUN/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G Memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDO... NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDO... NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG 1 of 17 8/18/2012 9:24 AM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL I. UMUM Dalam rangka mewujudkan PNS yang handal, profesional,

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.465, 2017 BPOM. Kode Etik. Kode Perilaku ASN. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Pemberhentian PNS. Pemberhentian terdiri atas : 1. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dan. 2. pemberhentian dari jabatan negeri.

Pemberhentian PNS. Pemberhentian terdiri atas : 1. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dan. 2. pemberhentian dari jabatan negeri. Pemberhentian PNS Pemberhentian terdiri atas : 1. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dan 2. pemberhentian dari jabatan negeri. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil adalah pemberhentian yang

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 100/Pdt.G/2013/PTA.Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 100/Pdt.G/2013/PTA.Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 100/Pdt.G/2013/PTA.Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. Disiplin Kerja. Pegawai Negeri Sipil. BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN. REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. Disiplin Kerja. Pegawai Negeri Sipil. BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN. REPUBLIK INDONESIA No.1095, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN. Disiplin Kerja. Pegawai Negeri Sipil. KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk

Lebih terperinci

PUTUSAN NOMOR : 226 K/AG/2007 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

PUTUSAN NOMOR : 226 K/AG/2007 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G PUTUSAN NOMOR : 226 K/AG/2007 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata agama dalam tingkat kasasi telah memutuskan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 329/PDT/2015/PT.Bdg.

P U T U S A N Nomor 329/PDT/2015/PT.Bdg. P U T U S A N Nomor 329/PDT/2015/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI BANDUNG, yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata dalam Tingkat Banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 54 K / TUN / 2004

P U T U S A N No. 54 K / TUN / 2004 P U T U S A N No. 54 K / TUN / 2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci