BAB III. Anotasi Dan Analisis Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan. Hakim Peradilan Tata Usaha Negara
|
|
- Utami Kusuma
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB III Anotasi Dan Analisis Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara A. Hasil Penelitian 1. Anotasi Problematika Hukum Dalam Eksekusi Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. Sebagai negara yang berdasarkan atas hukum (recht staat) tentunya tindakan dari pemerintah tersebut harus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Dibutuhkan suatu pengujian yuridis terhadap tindakan pemerintah dan pengujian yang dilakukan terhadap tindakan pemerintah itu harus dapat menghasilkan perlindungan bagi kepentingan rakyat. Apabila tindakan tersebut bertentangan dengan kepentingan rakyat, maka kepentingan rakyat tidak sewenangwenang dapat dikorbankan begitu saja. Demikian juga semangat prinsip dari Peradilan Tata Usaha Negara tersebut harus diterapkan dalam pelaksanaan otonomi daerah. Dengan kewenangan yang besar dan luas menimbulkan potensi penyelewenangan seperti abuse of power dan excessive power sehingga dibutuhkan pengawasan yang serius dalam hal ini. 76
2 Salah satu yang menyebabkan lemahnya pelaksanaan putusan Peradilan Tata Usaha Negara adalah karena tidak terdapatnya suatu kekuatan eksekutorial atau memaksa dalam pelaksanaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara sehingga pelaksanaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tergantung dari kesadaran dan inisiatif dari Pejabat Tata Usaha Negara. Peraturan Perundang-Undangan Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara sudah mengatur mengenai putusan Pengadilan namun akan sia-sia jika putusan tersebut tidak dieksekusi oleh Pejabat Tata Usaha Negara. Dalam Pasal 116 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 telah mengatur sanksi kepada Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak mau mengeksekusi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, namun pertanyaanya yaitu sejauh mana implementasi sanksi kepada Pejabat tersebut dilakukan dan sanksi keras seperti apa jika ada pejabat yang tidak mau mengeksekusi putusan tersebut. Dengan peneguran sistem hirarki seperti diatur dalam Undang- Undang No. 5 Tahun 1986 terbukti tidak efektif dalam pelaksaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. Dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha 77
3 Negara, Pasal 116 ayat (4) dan ayat (5) yaitu adanya penjatuhan sanksi bagi pejabat Tata Usaha Negara yang tidak melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap berupa pembayaran uang paksa (dwangsom) dan atau sanksi administratif serta publikasi di media cetak. Dalam perkembang selanjutnya dilakukan perubahan kedua terhadap Undang-Undang No. 5 Tahun 1986, dengan Undang- Undang No. 51 Tahun 2009 dimana di dalam Pasal 116 ayat (6) di samping diatur upaya-upaya sebagaimana diatur dalam Undang- Undang sebelumnya, diatur pula mengenai pelaporan ketidaktaatan Pejabat Tata Usaha Negara untuk melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut kepada Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi serta kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan. Namun demikian masih banyak kendala dalam pelaksanaan upaya-upaya pemaksa tersebut baik pelaksanaan dwangsom/uang paksa maupun sanksi admistratif. Dalam proses hukum acara Tata Usaha Negara tidak dikenal pelaksanaan serta merta dari suatu putusan akhir pengadilan. Hanya keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan. Putusan Pengadilan yang telah mempunyai hukum tetap adalah: 78
4 1. Putusan pengadilan tingkat pertama yang sudah tidak dapat dilawan atau dimintakan pemeriksaan banding lagi. 2. Putusan pengadilan tinggi yang sudah tidak dimintakan pemeriksaan kasasi lagi. 3. Putusan MA dalam tingkat kasasi. Pelaksanaan Putusan Tata Usaha Negara dilakukan melalui surat tercatat, yang dikirim oleh panitera Pengadilan Tata Usaha Negara setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadili pada tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja. Setelah 60 (enam puluh) hari kerja putusan pengadilan tersebut dikirim dan tergugat tidak secara suka rela melaksanakan isi putusan maka keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. Sifat paksaan seperti penghukuman denda paksa kepada Pejabat Tata Usaha Negara tidak dikenal dalam Hukum Acara Tata Usaha Negara, oleh karenanya pelaksanaaan paksaan terhadap Pejabat Tata Usaha Negara untuk melaksanakan putusan Tata Usaha Negara merupakan kesukarelaan Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan. Apabila paksaan ini dimungkinkan harus diingat bahwa: 79
5 1. Harta benda yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat diletakan dalam sitaan eksekusi. 2. Memperoleh kuasa untuk melaksanakan sendiri atas beban pemerintah (pihak tereksekusi) akan merupakan hal yang bertentangan dengan asas legalitas yang mengatakan bahwa berbuat sesuatu atau memutuskan sesuatu berdasarkan hukum publik itu semata-mata hanya dapat dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang diberi kewenangan atau berdasar ketentuan Undang-Undang. 3. Merampas kebebasan orang-orang yang sedang memangku jabatan pemerintahan sebagai sarana paksaan akan berakibat pantulan yang hebat terhadap jalannya pemerintahan. 4. Pemerintah itu selalu dianggap dapat dan mampu membayar (solvabel). Menurut sifatnya Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat berupa putusan deklaratoir yaitu yang bersifat menerangkan saja. Putusan konstitutif yaitu yang bersifat meniadakan atau menimbulkan keadaan hukum yang baru dan putusan condemnatoir yaitu bersifat penghukuman atau berisi kewajiban untuk melakukan tindakan tertentu terhadap yang kalah. Menurut ketentuan Pasal 97 ayat (7) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha 80
6 Negara, putusan Peradilan Tata Usaha Negara dapat berupa: Gugatan ditolak, Gugatan dikabulkan, Gugatan tidak diterima dan Gugatan gugur. Dari macam isi dan sifat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut tidak semua putusan dapat dikenakan Upaya Paksa melainkan hanya putusan-putusan yang memenuhi syarat saja, antara lain: 1. Putusan yang menyatakan gugatan dikabulkan, yaitu apabila dari hasil pemeriksaan di persidangan ternyata dalil-dalil dari posita gugatan Penggugat telah terbukti secara formal maupun materiil dan telah dapat mendukung petitum yang dikemukakan Penggugat. 2. Putusan bersifat condemnatoir, yaitu putusan yang sifatnya memberikan beban atau kewajiban untuk melakukan tindakan tertentu kepada Badan/Pejabat Tata Usaha Negara seperti: a. Kewajiban mencabut Keputusan Tata Usaha Negara yang dinyatakan batal/tidak sah. b. Kewajiban menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara badan/pengganti. c. Kewajiban mencabut dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru. 81
7 d. Kewajiban membayar ganti rugi. e. Kewajiban melaksanakan rehabilitasi dalam sengketa kepegawaian. 3. Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht Van Gewijsde), yaitu putusan pengadilan yang tidak dapat diterapkan upaya hukum lagi terhadap putusan tersebut. Pelaksanaan suatu putusan pengadilan dalam kehidupan bernegara khususnya negara hukum sangat penting demi menjamin kepastian hukum. Suatu keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah berkekuatan hukum tetap tidak dapat diganggu gugat lagi, maksudnya dapat dilaksanakan dan harus ditaati oleh siapa pun juga termasuk Pemerintah. Hanya putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisde) yang dapat dilaksanakan. Jangka waktu penghitungan suatu putusan yang telah dibacakan sampai dengan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap dalam pengadilan Tata Usaha Negara mempunyai karakteristik yang berbeda dengan hukum acara Perdata, yang akhirnya akan bermuara pada eksekusi dari putusan tersebut. Yang dimaksud dengan eksekusi sendiri adalah pelaksanaan putusan pengadilan (executie). 82
8 No. Putusan PTUN Kupang Nomor : 20/G/2013/PT UN-KPG Tabel 1. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang Nomor : 20/G/2013/PTUN-KPG Penggugat Tergugat Isi Gugatan Putusan Silvester Wangur, S.Pd 1. Bupati Rote Ndao 2. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Rote Ndao 1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya 2. Penggugat memohon kepada Majelis Hakim agar menyatakan batal atau tidak sah Surat Keterangan Penghentian Pembayaran Gaji No. KU.900/87/IV/ Memerintahkan Tergugat untuk menerbitkan Surat Keputusan tentang membayar gaji selama 75 bulan mulai dari bulan Februari 2003 sampai dengan bulan April Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini 1. Mengabulkan Gugatan Penggugat sebagian 2. Menyatakan batal sikap diam Tergugat I dan Tergugat II yang disamakan dengan keputusan penolakan Tergugat I dan Tergugat II terhadap surat permohonan penggugat no :13/SW/V/2003 tertanggal 20 Mei 2013, perihal : Mohon pembayaran gaji 3. Mewajibkan Tergugat untuk memproses permohonan Penggugat dan menerbitkan Surat Keputusan Tata Usaha Negara tentang pembayaran gaji Penggugat terhitung bulan Oktober 2004 sampai dengan Januari Menghukan Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng untuk membayar biaya perkara sebesar RP ,- (Seratus Empat Puluh Satu Ribu Rupiah) 83
9 Salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas hari). Tenggang waktu 14 (empat belas) hari di atas, dihitung sejak saat putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Pasal 116 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan tata Usaha Negara menyatakan sebagai berikut: 1. Salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari. 2. Dalam hal empat bulan setelah putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikirimkan tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, maka Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. 84
10 3. Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c dan kemudian setelah 3 (tiga) bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakannya penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) agar Pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan Pengadilan tersebut. 4. Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif. 5. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh Panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Dalam hal putusan Pengadilan berupa pengabulan gugatan (Pasal 97 ayat (7) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986), maka kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara meliputi: 85
11 a. Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan keputusan yang baru b. Penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada pasal 3. c. Membayar ganti rugi. d. Melakukan rehabilitasi. Pasal 97 mengatur mengenai macam-macam bentuk putusan yaitu sebagai berikut: (7) Putusan Pengadilan dapat berupa: a. gugatan ditolak b. gugatan dikabulkan c. gugatan tidak diterima d. gugatan gugur (8) Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan Pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara. (9) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) berupa: a. Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan; atau 86
12 b. Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atau c. Penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada pasal 3. (10) Dalam hal putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) menyangkut kepegawaian, maka di samping kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) dan ayat (10), dapat disertai pemberian rehabilitasi. Jika dalam tenggang waktu 4 (empat) bulan setelah putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dikirimkan, tergugat tidak melaksanakan kewajiban untuk melakukan pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan, maka Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya yang berupa: a. Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan keputusan yang baru. b. Penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara yang sebelumnya tidak ada (gugatan atas dasar Pasal 3). 87
13 Kemudian setelah tenggang waktu 3 bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakannya, maka tindakan yang dapat dilakukan oleh penggugat ialah mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (tingkat pertama) agar Pengadilan memerintahkan Tergugat melaksanakan putusan pengadilan tersebut. Jika tergugat masih tetap tidak mau melaksanakan kewajiban tersebut, Ketua Pengadilan mengajukan hal ini kepada instansi atasannya menurut jenjang jabatan. Instansi atasan yang bersangkutan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah menerima pemberitahuan dari Ketua Pengadilan harus sudah memerintahkan pejabat (tergugat) tersebut melaksanakan putusan pengadilan tersebut. Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 119 dapat diketahui bahwa yang diberikan kewajiban untuk mengawasi eksekusi putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap adalah Ketua Pengadilan. Ketua pengadilan yang dimaksud di sini adalah Ketua Pengadilan yang mengadili Sengketa Tata Usaha Negara pada tingkat pertama. oleh karena itu, dapat dimengerti jika Ketua Pengadilan diberikan beberapa wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (4), ayat (5), ayat (6) ayat (7),dan Pasal 117 ayat (4). 88
14 B. Analisis 1. Problematika Hukum Banyaknya kasus putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang tidak dapat dieksekusi telah membuktikan adanya suatu kesalahan dalam sistem peradilan administrasi. Kondisi ini sangatlah memprihatinkan, karena keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara diharapkan dapat memberi keadilan sepenuhnya bagi masyarakat dalam lingkup administratif pemerintahan. Pasal 115 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan bahwa Hanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dieksekusi. Putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap tidak memiliki kekuatan eksekusi atau dengan kata lain putusan pengadilan yang masih mempunyai upaya hukum tidak dapat dimintakan eksekusinya. Namun dalam kenyataannya, meskipun putusan pengadilan Tata Usaha Negara telah memiliki kekuatan hukum tetap, bukan berarti keputusannya akan dapat dilaksanakan semudah itu. Beberapa problematika dalam eksekusi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara : 1. Tidak adanya suatu kekuatan eksekutorial khusus yang memaksa untuk melaksanakan putusan. Komisi Aparatur 89
15 Sipil Negara hanya sebatas mengawasi norma dasar tapi belum ada suatu kekuatan kekuatan hukum yang memaksa, sehingga harus memberikan tugas tambahan Komisi ASN untuk melaksanakan semua putusan Tata Usaha Negara yang dimenangkan oleh penggugat. Seperti menerbitkan SK baru dan membatalkan SK lama yang telah dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara. 2. Rendahnya tingkat kesadaran Pejabat Tata Usaha Negara dalam menaati putusan pengadilan Tata Usaha Negara. Pejabat Tata Usaha Negara seringkali tidak menaati hukum, karena biasanya seseorang mematuhi hukum dikarenakan ia takut sanksi yang akan dikenakan apabila ia melanggar hukum atau karena ia merasa hukum yang berlaku sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam dirinya. Dalam hal ini, pihak yang kalah dalam sengketa tentunya akan merasa bahwa kepentingannya tidak terjamin bila ia menaati putusan pengadilan Tata Usaha Negara, sehingga ia lebih memilih untuk tidak mematuhi putusan pengadilan tersebut. Tidak adanya sanksi juga membuat pejabat Tata Usaha Negara tidak merasa takut apabila ia tidak menjalankan putusan pengadilan itu. 90
16 3. Tidak adanya pengaturan yang lebih tegas mengenai pelaksanaan putusan PTUN. Ketentuan mengenai eksekusi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara telah dimuat dalam pasal 116 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 ayat (6) yang menyebutkan bahwa pengadilan dapat meminta atasan pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan atau bahkan Presiden untuk memaksa tergugat melaksanakan putusan pengadilan. Hal ini tentu saja tidak dibolehkan terjadi terlalu sering karena apabila Presiden terlalu sering campur tangan dalam urusan pemaksaan pelaksanaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara maka dikhawatirkan Presiden akan kehilangan wibawa sebagai kepala Pemerintahan. Selanjutnya perlu dicatat dan diperhatikan adanya suatu prinsip, bahwa putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah berkekuatan hukum tetap pada dasarnya merupakan keputusan hukum yang bersifat hukum publik dan karena itu berlaku juga bagi pihak-pihak luar yang bersengketa sehingga keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang tidak dieksekusi oleh Pejabat Tata Usaha 91
17 Negara bertentangan dengan asas erga omnes yaitu putusan pengadilan Tata Usaha Negara yang berlaku untuk umum. Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa pada dasarnya eksekusi di Pengadilan Tata Usaha Negara menekankan pada asas self respect dan kesadaran hukum dari Pejabat Tata Usaha Negara terhadap isi putusan hakim untuk melaksanakannya dengan sukarela tanpa adanya upaya pemaksaan yang langsung dapat dirasakan dan dikenakan oleh pihak pengadilan terhadap Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan. Pelaksanaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tidak dapat dipaksakan, karena tidak mempunyai alat pemaksa. Sehingga banyak putusan Pengadilan Tata Usaha Negara hanya menjadi putusan di atas kertas tanpa dapat diwujudkan dalam kenyataan. Meskipun dikatakan bahwa proses eksekusi yang ditempuh menurut cara tersebut diatas merupakan original buah pikiran pembuat Undang-Undang di Indonesia, sebab sistem seperti itu tidak dikenal di luar negeri. Namun ketentuan tersebut sekaligus merupakan suatu kekurangan, kalau tidak boleh dikatakan justru sebagai suatu kesalahan. Karena, normativisasi hukum tidak cukup hanya sekedar memuat perintah dan larangan. 92
18 Dibalik larangan terutamanya harus ada ketentuan sanksi atas ketidakpatuhan. Sanksi hukum sampai saat ini masih merupakan alat yang paling ampuh untuk menjaga wibawa hukum atau dengan kata lain agar setiap orang patuh terhadap hukum. Ketidakpatuhan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara untuk melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara sedikit banyak dapat mempengaruhi kewibawaan Pengadilan, pelecehan terhadap Peradilan, dan bukan mustahil jika ketidakpatuhan itu terjadi berulang-ulang maka masyarakat semakin tidak percaya kepada Pengadilan Namun demikian, pada masa-masa mendatang kiranya perlu tetap dilakukan upaya antisipasi dalam menjaga kemungkinan pihak tergugat tetap bersikeras untuk tidak mematuhi putusan Peradilan Tata Usaha Negara. Dengan demikian apabila hal ini terjadi maka sudah tidak ada upaya lain yang dapat digunakan untuk memaksakan pihak tergugat. Padahal cara pemberitahuan pelaksanaan putusan Peradilan Tata Usaha Negara secara berjenjang sampai tingkat paling atas yaitu Presiden, secara ideal cukup memadai tetapi aplikasinya sangat tergantung pada kesadaran hukum para tergugat yang kalah dalam sengketa Tata Usaha Negara. Ikut sertanya Presiden untuk memaksakan ditaatinya putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan suatu keistimewaan 93
19 dalam penegakan hukum administrasi di Indonesia. Keistimewaan itu karena Presiden diberi kesempatan ikut campur dalam memaksakan pelaksanaan putusan Pengadilan. Namun didalam penerapan Pasal 116 ayat (6) masih terdapat kendala antara lain kewibaan Presiden yang akan dipertaruhkan apabila Presiden sering melakukan perintah-perintah ini, karena masih sangat sulit masyarakat untuk membedakan antara peran Presiden sebagai Kepala Negara atau sebagai kepala Pemerintahan. Selain itu, dalam Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara tidak ditegaskan adanya keharusan Presiden untuk mentaati pemberitahuan dari pengadilan tersebut. Oleh karena itu ada kemungkinan tergugat tidak mau melaksanakan putusan tersebut. Oleh karena itu, pihak penggugat harus tetap diberikan kesempatan untuk menempuh upaya hukum yang lain yaitu menuntut dilaksanakannya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara melalui Peradilan Umum. Agar putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dijalankan, Ketua Pengadilan Lembaga keadilan yang satu ini diberikan kewenangan untuk terus mengawasi pelaksanaan putusan hakim. Dengan berpatokan pada keharusan-keharusan yang dibebankan kepada pihak tergugat berdasarkan Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara, 94
20 maka hal ini menunjukan bahwa pengaturannya sudah jelas dan tegas. Dengan demikian secara hukum sebetulnya menyangkut pelaksanaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh pihak tergugat sudah tidak ada masalah mengingat semua kewajiban telah diatur secara formal. Patut dicatat bahwa secara yuridis formal pengaturan masalah pelaksanaan putusan oleh tergugat sudah memadai. Akan tetapi seandainya putusan tersebut tetap tidak dijalankan meski berbagai upaya sudah dilakukan maka hal ini mengakibatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara itu mengambang. Sekiranya terjadi keadaan demikian, maka upaya lain yang bisa ditempuh pihak penggugat yaitu menempuh cara menggugat kembali Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak menjalankan putusan itu di pengadilan negeri. Cara ini merupakan sarana hukum yang terakhir bagi penggugat guna memaksakan dijalankannya putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara. Dengan demikian maka perbuatan Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak menjalankan putusan kemungkinan dapat dikatagorikan sebagai perbuatan melanggar hukum oleh penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad). 95
21 Terkendalanya pelaksanaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang tidak dapat dilakukan dengan cara paksa, sehingga timbul pendapat untuk melakukan dengan paksa dengan cara mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak menjalankan putusan Hakim dalam hubungan ini memungkinkan untuk dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum oleh penguasa. Dengan demikian, kiranya di Indonesia perbuatan melanggar hukum oleh penguasa mencakup pula tindakan tidak mematuhi putusan Pengadilan oleh Pejabat Tata Usaha Negara dalam suatu sengketa Tata Usaha Negara. Hal tersebut menunjukkan bahwa siapapun yang karena perbuatan menimbulkan kerugian bagi orang lain diharuskan menurut hukum untuk mengganti kerugian itu. Dengan berpatokan pada interpretasi tadi, maka perbuatan Pejabat Tata Usaha Negara dapat digolongkan sebagai perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian bagi pihak penggugat. Seperti contoh kasus yang terjadi pada pada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang Nomor : 20/G/2013/PTUN-KPG dimana Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut tidak dieksekusi oleh Pejabat Tata Usaha Negara dalam hal ini Bupati Rote Ndao 96
22 padahal keputusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap. Dalam contoh kasus tersebut dapat ditemui permasalahan, yaitu tidak dieksekusi oleh tergugat dalam hal ini Pejabat Tata Usaha Negara sebagai eksekutor dari putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, padahal putusan tersebut sudah inkracht atau telah berkekuatan hukum tetap karena tidak ada lagi upaya hukum lainnya dari pihak Tergugat, seperti upaya banding. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara telah dijelaskan Permohonan pemeriksaan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya yang khususnya dikuasakan untuk itu kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang mengajukan putusan tersebut dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan Pengadilan itu diberitahukan kepadanya secara sah. Ini berarti setelah 14 (empat belas) hari setelah Panitera Pengadilan memberikan salinan putusan tersebut, tergugat dalam hal ini Bupati Rote Ndao tidak melakukan upaya hukum apa-apa sehingga Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara itu menjadi inkrach. Dengan bertitik tolak bahwa suatu perbuatan dianggap melanggar hukum apabila bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku, maka perbuatan pihak tergugat tidak mematuhi dan 97
23 menjalankan kewajibannya sesuai putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang kiranya memenuhi syarat atau dapat digolongkan kedalam perbuatan melanggar hukum oleh penguasa(onrechtmatige Overheidsdaad). Upaya lainnya yaitu memperkuat tugas dan wewenang Komisi Aparatur Sipil Negara sebagai lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik untuk menciptakan pegawai aparatur sipil negara yang profesional. Komisi Aparatur Sipil Negara selama ini hanya berfungsi mengawasi pelaksanaan norma dasar kode etik maka perlu adanya tugas tambahan yaitu melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, yaitu ketika keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara dinyatakan inkrah atau berkekuatan hukum tetap dan tidak dieksekusi oleh Pejabat Tata Usaha Negara, maka Ketua Pengadilan memerintahkan Komisi Aparatur Sipil Negara untuk mengeksekusi putusan yang tidak dieksekusi oleh Pejabat Tata Usaha Negara. Eksekusi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Komisi Aparatur Sipil Negara hanya boleh dengan cara membuat SK baru mengenai pengembalian jabatan atau jabatan setingkat dengan jabatan semula serta pengembalian hak-hak dari tergugat sebagaimana hakhaknya semula. 98
BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara
BAB III Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Pejabat Tata Usaha Negara A. Upaya Hukum Ada kalanya dengan keluarnya suatu putusan akhir pengadilan sengketa antara Penggugat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu persoalan besar yang dihadapi setelah. bergulirnya reformasi adalah mengembalikan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu persoalan besar yang dihadapi setelah bergulirnya reformasi adalah mengembalikan dan memulihkan proses peradilan. Pengadilan sebagai lembaga yang tidak memihak
Lebih terperinciBAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA
BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA A. Putusan PTUN Tujuan diadakannya suatu proses di pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim. 62 Putusan hakim
Lebih terperinciSUMBANGAN PEMIKIRAN UNTUK PENYUSUNAN: NASKAH AKADEMIK (ACADEMIC DRAFTING)
SUMBANGAN PEMIKIRAN UNTUK PENYUSUNAN: NASKAH AKADEMIK (ACADEMIC DRAFTING) TATA CARA PELAKSANAAN UANG PAKSA (DWANGSOM) DAN SANKSI ADMINISTRATIF PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA LANDASAN YURIDIS: 1. Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Untuk melaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Untuk melaksanakan unsur tersebut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk terlaksananya suatu putusan terdapat 2 (dua) upaya yang dapat ditempuh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Upaya Paksa Untuk terlaksananya suatu putusan terdapat 2 (dua) upaya yang dapat ditempuh yaitu : 1) Upaya paksa langsung(directe middelen), yaitu penggugat memperoleh prestasi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciKETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILIHAN DAN SENGKETA PELANGGARAN
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciMakalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN
Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas
Lebih terperinciANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAMBI NOMOR: 01/ G/ TUN/2003/PTUN.JBI
ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAMBI NOMOR: 01/ G/ TUN/2003/PTUN.JBI BY : ANNEKA SALDIAN MARDHIAH Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciPENERAPAN UPAYA HUKUM PAKSA BERUPA PEMBAYARAN UANG PAKSA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA 1 Oleh : H. UJANG ABDULLAH, SH.,M.Si 2
PENERAPAN UPAYA HUKUM PAKSA BERUPA PEMBAYARAN UANG PAKSA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA 1 Oleh : H. UJANG ABDULLAH, SH.,M.Si 2 I. PENDAHULUAN Dalam kurun waktu 15 tahun sejak beroperasinya Pengadilan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciP U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata dalam tingkat banding, telah menjatuhkan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut :
158 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dibahas, maka dapat ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut : 1. Berdasarkan hukum positif di Indonesia, penyelesaian sengketa
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN DAN PENITIPAN GANTI KERUGIAN KE PENGADILAN NEGERI DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.legalitas.org UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan
Lebih terperincioleh: Dr.H.M. Arsyad Mawardi, S.H.,M.Hum (Hakim Tinggi PTA Makassar) {mosimage}a. PENDAHULUAN
oleh: Dr.H.M. Arsyad Mawardi, S.H.,M.Hum (Hakim Tinggi PTA Makassar) {mosimage}a. PENDAHULUAN Eksekusi menurut Subketi(1) dan Retno Wulan(2) disebutkan dengan istilah "pelaksanaan" putusan. Putusan pengadilan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 120/B/2012/PT.TUN-MDN
P U T U S A N Nomor : 120/B/2012/PT.TUN-MDN -------------------------------------------------------------------------------- Publikasi putusan ini dimaksudkan sebagai informasi kepada publik, sedangkan
Lebih terperinciPENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA Bambang Heriyanto, S.H., M.H. Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Disampaikan pada Rapat Kerja Kementerian
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia sebagai negara
Lebih terperinciPeranan Peradilan Dalam Proses Penegakan Hukum UU No.5/1999. Putusan KPPU di PN dan Kasasi di MA
Peranan Peradilan Dalam Proses Penegakan Hukum UU No.5/1999 Dalam Perkara Keberatan Terhadap Putusan KPPU di PN dan Kasasi di MA Fenomena proses penegakan hukum di Indonesia Dibentuknya berbagai Komisi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137 TAHUN 2000 TENTANG TEMPAT DAN TATA CARA PENYANDERAAN, REHABILITASI NAMA BAIK PENANGGUNG PAJAK, DAN PEMBERIAN GANTI RUGI DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN
Lebih terperinciPdengan Persetujuan Bersama
info kebijakan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang ADMINISTRASI PEMERINTAHAN A. LATAR BELAKANG ada tanggal 17 Oktober 2014 Pdengan Persetujuan Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
Lebih terperinciMENTERI TIDAK BERWENANG UNTUK MEMBERHENTIKAN PEJABAT FUNGSIONAL WIDYAISWARA UTAMA GOLONGAN IV/e DARI DAN DALAM JABATANNYA
MENTERI TIDAK BERWENANG UNTUK MEMBERHENTIKAN PEJABAT FUNGSIONAL WIDYAISWARA UTAMA GOLONGAN IV/e DARI DAN DALAM JABATANNYA 216/K/TUN/2010 KASUS POSISI 1. Bahwa Penggugat adalah pemangku Jabatan Fungsional
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN
PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang :
Lebih terperinci2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2015 MA. Penyalahgunaan Wewenang. Penilaian Unsur. Pedoman Beracara. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta 1. Sejarah PTUN Yogyakarta Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENYANDERAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENYANDERAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bahwa berdasarkan Pasal 36 Undang-Undang
Lebih terperincihal 0 dari 11 halaman
hal 0 dari 11 halaman I. PENGERTIAN PENGGUNAAN LEMBAGA PUTUSAN SERTA MERTA (UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD) OLEH Ketua Muda Perdata Mahkamah Agung RI (H. SUWARDI, SH, MH) Subekti menyebut, putusan pelaksanaan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137 TAHUN 2000 TENTANG TEMPAT DAN TATA CARA PENYANDERAAN, REHABILITASI NAMA BAIK PENANGGUNG PAJAK, DAN PEMBERIAN GANTI RUGI DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN PP 137/2000, TEMPAT DAN TATA CARA PENYANDERAAN, REHABILITASI NAMA BAIK PENANGGUNG PAJAK, DAN PEMBERIAN GANTI RUGI DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA *38345 PERATURAN
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
Lebih terperinciHUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
1 HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA I. Pengertian, asas & kompetensi peradilan TUN 1. Pengertian hukum acara TUN Beberapa istilah hukum acara TUN, antara lain: Hukum acara peradilan tata usaha pemerintahan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciHUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA
HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA Ditha Wiradiputra Bahan Mengajar Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas indonesia 2008 Agenda Pendahuluan Dasar Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N D A N
P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI BANDUNG yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata dalam peradilan tingkat banding,
Lebih terperinciBAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK
BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK A. Penyelesaian Sengketa Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 1. Ketentuan Berproses Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Lebih terperinciBAB III EKSEKUSI NAFKAH IDDAH DAN MUT AH. A. Prosedur dan Biaya Eksekusi di Pengadilan Agama Pekalongan
BAB III EKSEKUSI NAFKAH IDDAH DAN MUT AH A. Prosedur dan Biaya Eksekusi di Pengadilan Agama Pekalongan 1. Prosedur eksekusi Dalam melaksanakan eksekusi di Pengadilan Agama Pekalongan, ada beberapa prosedur
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa setiap kerugian daerah yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang
Lebih terperinci- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN
- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciA. Pelaksaan Sita Jaminan Terhadap Benda Milik Debitur. yang berada ditangan tergugat meliputi :
BAB III PELAKSANAAN SITA JAMINAN SERTA EKSEKUSI DAN PELAKSAAN SITA JAMINAN SERTA EKSEKUSI TERHADAP BENDA MILIK DEBITUR YANG TIDAK DIDAFTARKAN OLEH JURU SITA PENGADILAN NEGERI BANDUNG A. Pelaksaan Sita
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. 3.1 Putusan Pengadilan TUN Yang Tidak Dilaksanakan Oleh
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Putusan Pengadilan TUN Yang Tidak Dilaksanakan Oleh Pejabat TUN Ada beberapa putusan Pengadilan TUN yang penulis temukan, dimana putusan tersebut tidak dilaksanakan oleh Pejabat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan yuridis sebagai negara hukum ini tertera pada Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 53/B/2013/PT.TUN-MDN
P U T U S A N Nomor : 53/B/2013/PT.TUN-MDN ---------------------------------------------------------------------------------- Publikasi putusan ini dimaksudkan sebagai informasi kepada publik, sedangkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciNOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 40/B/2012/PT.TUN-MDN
P U T U S A N Nomor : 40/B/2012/PT.TUN-MDN ------------------------------------------------------------------------------------- Publikasi putusan ini dimaksudkan sebagai informasi kepada publik, sedangkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas
I. PEMOHON Ir. Samady Singarimbun RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, SH., M., dkk. II.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. Mengingat : 1. BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa pajak parkir merupakan salah
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb
No.1442, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Penyelesaian Sengketa PEMILU. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PROSES PEMILIHAN
Lebih terperinciPresiden Republik Indonesia,
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2000 Tentang Tempat Dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi, Nama Baik Penanggung Pajak, Dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG
Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. Mengingat : 1. bahwa dalam rangka memperkuat
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik
Lebih terperinciP U T U S A N. Nomor : 150/PDT/2014/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N Nomor : 150/PDT/2014/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata dalam peradilan tingkat banding,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649, 2013 KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2011
PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH diperbanyak oleh : BAGIAN HUKUM DAN HAM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR PEMERINTAH
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara
Lebih terperinciBERITA NEGARA. No.868, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Hukuman Disiplin. Penindakan Administratif. Pedoman. Pencabutan.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.868, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Hukuman Disiplin. Penindakan Administratif. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR dan BUPATI LUWU TIMUR MEMUTUSKAN :
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Keterbukaan Informasi
Lebih terperinci*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB III. PERJANJIAN PERDAMAIAN DALAM PERKARA NO.227/Pdt.G/2015/PN.Blb. 1. Para Pihak Dalam Perjanjian Perdamaian
BAB III PERJANJIAN PERDAMAIAN DALAM PERKARA NO.227/Pdt.G/2015/PN.Blb A. Posisi Kasus 1. Para Pihak Dalam Perjanjian Perdamaian Sengketa berawal dari didaftarkannya gugatan permohonan keberatan terhadap
Lebih terperinci