BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon Respon berasal dari kata response yang berarti tanggapan atau balasan.respon merupakan istilah psikologi yang digunakan untuk menyebutkan reaksi terhadap rangsang yang di terima oleh panca indera. Dalam menanggapi suatu respon seseorang akan muncul respon positif dan negatif. Respon positif, yakni menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objek, sedangkan respon negatif, yakni apabila informasi yang didengarkan atau perubahan suatu objek tidak mempengaruhi tindakan atau menjadi menghindar dan membenci objek tertentu (Walgito, 2000: 23). Secara teoritis respon adalah sikap atau perilaku seseorang dalam proses komunikasi ketika menerima suatu pesan yang ditujukan padanya. Respon yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian pesan dari reaksi komunikan. Penelitian ini menggunakan Hypodermic Needle Theoryatau Teori S-R (stimulusrespon) atau disebut juga sebagai teori rangsang-balas. Dalam teori ini setiap stimulus (rangsangan) akan menghasilkan respon (tanggapan) secara spontan dan otomatis bagaikan gerak refleks. Adapun unsur-unsur dalam model ini adalah pesan (Stimulus atau S), komunikan (Organism atau O) dan efek (Responses atau R). Stimulus yang disampaikan kepada masyarakat mungkin diterima atau ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari masyarakat itu sendiri. Proses berikutnya adalah masyarakat mengerti stimulus yang menerpa dirinya, kemampuan masyarakat akan berlanjut pada proses berikutnya. 10

2 Setelah masyarakat mengolah dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan masyarakat untuk mengubah sikap (Effendy, 2003: 254). Secara umum, terdapat 3 faktor yang mempengaruhi respon seseorang, yaitu: 1. Diri orang yang bersangkutan, apalagi seseorang melihat dan berusaha memberikan interprestasi tentang apayang dilihatnya dan dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut terpengaruh seperti sikap, motif, kepentingan, melihat penyaluran dan harapannya. 2. Sasaran respon tersebut, sasaran itu berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap respon orang yang melihatnya. Dengan kata lain, gerakan, suara, ukuran, tindak-tanduk dan ciriciri lain dari sasaran respon turut menentukan cara pandang orang. 3. Faktor situasi, respon dapat dilihat secara karteksual yang berarti situasi dimana respon itu timbul, perlu pula mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam pembentukan atau tanggapan seseorang (Hamijoyo, 2002:46). Dalam pembahasan, teori respon tidak terlepas dari pembahasan proses teori komunikasi, karena respon merupakan timbal balik dari apa yang dikomunikasikan terhadap orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Steven M. Caffe, respon dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: a. Kognitif Yaitu respon yang berkaitan erat dengan pengetahuan keterampilan dan informasi seseorang mengenai sesuatu. Respon ini timbul apabila adanya perubahan terhadap yang dipahami atau dipersepsi oleh khalayak. 11

3 b. Afektif Yaitu respon yang berhubungan dengan emosi, sikap, dan menilai seseorang terhadap sesuatu.respon ini timbul apabila ada perubahan yang disenangi oleh khalayak terhadap sesuatu. c. Konatif Yaitu respon yang berhubungan dengan perilaku nyata yang meliputi tindakan atau perbuatan.skiner seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus/rangsangan dari luar (Hasan, 2012). Dari uraian tentang konsep respon diatas, maka peneliti akan melihat, mengamati, mencari informasi dan mencoba mengungkapkan bagaimana respon masyarakat dalam pelaksanaan program Family Development Session (FDS) di kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas yang mencakup 3 hal, yaitu kognitif, afektif dan konatif Teori Belajar Behavioristik Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristikdengan model hubungan stimulusresponnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan 12

4 semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman (Wikipedia, 2015). Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Dalam hal ini, para pendamping memberikan gambaran tentang pentingnya kegiatan pembelajaran melalui program FDS dan juga memberikan motivasi dalam setiap pertemuan, sehingga akan menimbulkan kesadaraan tersendiri dari masyarakat miskin tentang pentingnya mengikuti kegiatan yang sudah terjadwalkan tersebut. Stimulus adalah apa saja yang diberikan pengajar kepada pelajar, sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh pengajar tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh pengajar (stimulus) dan apa yang diterima oleh pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Kegiatan pendampingan Family Development Session (FDS) ini dapat dilihat dari perubahan perilaku peserta yang semakin berinisiatif secara mandiri untuk mengikuti program pendampingan tersebut. Kondisi ini bisa dilihat dari semakin menurunnya/meningkatnya jumlah peserta dalam setiap pertemuan. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan 13

5 (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat (Wikipedia, 2015). Hal tersebut terbukti dari tingkat kepercayaan diri para peserta kegiatan Family Development Session (FDS) semakin meningkat. Peserta yang sebelumnya hanya pasif, pemalu, dan merasa kurang percaya diri, bisa berubah menjadi pribadi yang lebih berani mengutarakan pendapat, lebih percaya diri dalam bermasyarakat dan lebih aktif dalam bertanya jawab, baik dengan kelompoknya maupun dengan masyarakat sekitar. 2.3 Masyarakat Pengertian Masyarakat Kata masyarakat berasal dari dari bahasa Arab, yaitu musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Menurut Mac Iver dan Page dalam Soekanto masyarakat ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan dan pengawasan tingkah laku serta kebebasankebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan masyarakat selalu berubah (Soekanto, 2007: 22) Golongan Masyarakat Masyarakat dibagi dalam 3 golongan, yaitu: a. Masyarakat Tradisional Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang kehidupannya masih banyak dikuasai oleh adat istiadat lama. Jadi, masyarakat tradisional dalam melangsungkan kehidupannya berdasarkan pada cara-cara atau kebiasaan-kebiasaan lama yang masih diwarisi dari nenek moyangnya. Kehidupan mereka belum terlalu 14

6 dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang berasal dari luar lingkungan sosialnya. Masyarakat ini dapat juga disebut masyarakat pedesaan atau masyarakat desa. Masyarakat desa adalah sekelompok orang yang hidup bersama, bekerja sama, dan berhubungan erat secara tahan lama, dengan sifat-sifat yang hampir seragam. b. Masyarakat Modern Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban dunia masa kini. Perubahan-perubahan itu terjadi sebagai akibat masuknya pengaruh kebudayaan dari luar yang membawa kemajuan terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi seimbang dengan kemajuan di bidang lainnya seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Bagi negara-negara sedang berkembang seperti halnya Indonesia, pada umumnya masyarakat modern ini disebut juga masyarakat perkotaan atau masyarakat kota. c. Masyarakat Transisi Masyarakat transisi ialah masyarakat yang mengalami perubahan dari suatu masyarakat ke masyarakat yang lainnya. Misalnya masyarakat pedesaan yang mengalami transisi kearah kebiasaan kota, yaitu pergeseran tenaga kerja dari pertanian dan mulai masuk ke sektor industri. Ciri-ciri masyarakat transisi adalah adanya pergeseran dalam bidang pekerjaan, adanya pergeseran pada tingkat pendidikan, mengalami perubahan ke arah kemajuan, masyarakat sudah mulai terbuka dengan perubahan dan kemajuan zaman, tingkat tinggi dan biasanya terjadi pada masyarakat yang sudah memiliki akses ke kota misalnya jalan raya (Zulfaidah, 2013). 15

7 2.4 Kebijakan Sosial Definisi dan Ruang Lingkup Kebijakan Sosial Secara harfiah, kebijakan sosial merupakan perangkat perundangundangan yang berfungsi sebagai landasan hukum dan pedoman dasar gerak operasional dalam segala upaya dan kegiatan kesejahteraan sosial. Dengan demikian kebijakan sosial memberikan asas legalitas bagi bergeraknya usaha kesejahteraan sosial dan asas aksebilitas bagi setiap penerima pelayanan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sosialnya. Kebijakan sosial adalah salah satu bentuk dari kebijakan publik yang merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak (Suharto, 2008:10). Kebijakan sosial memiliki fungsi antara lain: 1. Fungsi preventif (pencegahan) mencegah terjadinya masalah sosial 2. Fungsi kuratif ( penyembuhan) mengatasi masalah sosial 3. Fungsi developmental (pengembangan) mempromosikan kesejahteraan sebagai wujud kewajiban negara dalam memenuhi hak-hak sosial warganya. Negara perlu melakukan intervensi dengan membuat ketetapan pemerintah. Peranan pemerintah dibidang kesejahteraan sosial melalui kebijakan sosial sebetulnya dimaksudkan untuk mengusahakan adanya kesetaraan diantara warga masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraannya. Perbedaan latar belakang antar warga masyarakat seringkali mengakibatkan posisi dan kesempatan mereka menjadi tidak sama. Hal ini dapat mengakibatkan warga masyarakat yang posisinya tidak menguntungkan akan termarginalisasi dan mengalami masalah dalam 16

8 mewujudkan kesejahteraannya, bahkan untuk sekadar memenuhi kebutuhan dasarnya sekalipun. Dalam menangani masalah sosial yang ada, maka kebijakan sosial harus dilakukan secara terencana, terpadu, konsisten dan berkelanjutan. Oleh karena itu, perlu ditelaah secara singkat mengenai beberapa isu kebijakan sosial yang mungkin timbul dan perlu dipertimbangkan dalam proses dan mekanisme perumusan kebijakan sosial. Pada dasarnya Pemerintah memiliki peran yang besar dalam perumusan kebijakan sosial tersebut. Usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan masyarakat diharapkan bukan hanya sekedar usaha belas kasihan pemerintah terhadap masyarakat miskin. Oleh karena itu diperlukan kerangka makro perencanaan dan kebijakan umum di bidang ekonomi dan sosial yang diarahkan secara sengaja untuk investasi di bidang peningkatan kesejahteraan rakyat, sehingga upaya mewujudkan kesejahteraan sosial bukan hanya wacana atau angan-angan belaka Analisis Kebijakan Sosial Analisis kebijakan sosial adalah ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan argumentasi untuk menghasilkan informasi yang relevan dalam menganalisis masalah-masalah sosial yang mungkin timbul akibat diterapkannnya suatu kebijakan (Dunn, dalam Suharto, 2008).Ada tiga model analisis kebijakan sosial, yaitu model prospektif, retrospektif dan model integratif. 1. Model prospektif adalah bentuk analisis kebijakan yang mengarahkan kajiannya pada konsekuensi kebijakan sebelum suatu kebijakan diterapkan. 17

9 Model ini dapat disebut sebagai model prediktif karena seringkali melibatkan teknik-teknik peramalan (forecasting). 2. Model retrospektif adalah analisis kebijakan yang dilakukan terhadap akibat kebijakan setelah suatu kebijakan diimplementasikan. Model ini biasanya disebut sebagai model evaluatif karena banyak melibatkan pendekatan evaluasi terhadap dampak kebijakan yang sedang atau telah diterapkan. 3. Model integratif adalah model perpaduan antara kedua model diatas. Model ini kerap disebut sebagai model komprehensif atau model holistik karena analisis dilakukan terhadap konsekuensi kebijakan yang mungkin timbul, baik sebelum maupun sesudah suatu kebijakan dioperasikan. Model analisis kebijakan ini biasanya melihat teknik peramalan dan evaluasi secara terintegrasi (Dunn, dalam Suharto, 2008) Program Keluarga Harapan (PKH) Pengertian PKH Salah satu kebijakan sosial yang dikembangkan oleh pemerintah adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Program Keluarga Harapan adalah program perlindungan sosial melalui pemberian uang tunai kepada Keluarga Sangat Miskin (KSM), selama keluarga tersebut memnuhi kewajibannya. Tujuan dari PKH, yaitu membantu keluarga sangat miskin untuk memastikan generasi berikutnya sehat dan menyelesaikan pendidikan dasar (Kemensos, 2015). Program Keluarga Harapan merupakan program perlindungan sosial yang termasuk dalam klaster pertama bagi strategi penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Kesinambungan dari program ini akan memberikan kontribusi dalam 18

10 mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals). Ada lima komponen tujuan MDGs yang didukung melalui PKH, yaitu: 1. Penanggulangan kemiskinan ekstrim dan kelaparan. 2. Pencapaian pendidikan dasar. 3. Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. 4. Pengurangan angka kematian anak. 5. Peningkatan kesehatan ibu (Kemensos, 2013:1) Hak Peserta PKH Adapun hak peserta PKH antara lain sebagai berikut: 1. Menerima bantuan uang tunai. 2. Menerima pelayanan kesehatan (ibu dan bayi) di Puskemas, Posyandu, Polindes, dan lain-lain sesuai ketentuan yang berlaku. 3. Menerima pelayanan pendidikan bagi anak usia wajib belajar Pendidikan Dasar 9 tahun sesuai ketentuan yang berlaku (Kemensos, 2013:2). Dalam memperoleh bantuan tunai, peserta PKH diwajibkan memenuhi persyaratan dan komitmen untuk ikut berperan aktif dalam kegiatan pendidikan anak dan kesehatan keluarga, terutama ibu dan anak. Apabila tidak memenuhi kewajiban, maka jumlah bantuan yang diterima akan dikurangi bahkan bantuan dapat dihentikan Transformasi Kepesertaan PKH Program Keluarga Harapan termasuk program jangka panjang, namun kepesertaan PKH tidak akan bersifat permanen. PKH dirancang untuk diberikan secara temporer atau maksimal selama 6 tahun. Masa kepesertaan PKH dapat berakhir sebelum 6 tahun apablila keluarga penerima PKH sudah tidak lagi 19

11 memenuhi persyaratan program, yang disebut dengan graduasi alamiah (natural exit). Graduasi alamiah terjadi ketika keluarga penerima PKH tidak lagi memiliki wanita hamil, anak balita atau anak berumur di bawah 21 tahun yang masih bersekolah di bangku pendidikan dasar (SD, SMP, SMA). Setelah melewati enam tahun kepesertaan, penerima bantuan PKH diberi peluang untuk lulus (graduasi) dari PKH dengan didukung lebih lanjut oleh program lainnya. Untuk peserta PKH yang tidak keluar alamiah setelah enam tahun, diharapkan terjadi perubahan perilaku terhadap peserta PKH dalam bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan status sosial ekonomi. Adapun strategi transformasi kepesertaan PKH memiliki tujuan untuk: 1. Meminimalisir dampak psikologis (shock atau retrieval syndrome) peserta setelah tidak lagi menerima bantuan. 2. Memastikan aspek keberlanjutan akan perubahan perilaku positif dalam bidang pendidikan dan kesehatan. 3. Memastikan terjadi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi keluarga secara berkelanjutan. Dalam strategi transformasi kepesertaan PKH, penerima bantuan didukung lebih lanjut melalui berbagai program lainnya, agar dapat mengakumulasi aset dan mengalokasikannya untuk aktivitas yang lebih produktif sehuingga dapat keluar dari jebakan kemiskinan (Kemensos, 2016). 2.5 Program Family Development Session (FDS) Pengertian FDS Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) atau lebih dikenal dengan Family Development Session (FDS) merupakan proses belajar peserta PKH 20

12 berupa pemberian dan pembahasan informasi praktis di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi dan kesejahteran keluarga yang disampaikan melalui peretemuan kelompok bulanan (Kemensos, 2013:28). FDS merupakan program pengembangan dari PKH yang nantinya diharapkan dapat membantu pendamping PKH dalam meningkatkan kapasitas diri dan mengubah pola hidup keluarga yang miskin menjadi keluarga yang mapan. Program FDS ini adalah pemberdayaan masyarakat melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran memang seringkali berlangsung lambat, tetapi perubahan yang terjadi akan bertahan lama. Proses belajar dalam pemberdayaan bukanlah proses menggurui, melainkan menumbuhkan semangat belajar bersama yang mandiri dan partisipatif (Mead, dalam Mardikanto & Soebiato, 2013:68-69) Tujuan Program FDS Setiap program mempunya tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuan dari FDS antara lain: 1. Meningkatkan pengetahuan praktis mengenai kesehatan, pola asuh dalam keluarga, ekonomi, dan kesejahteraan keluarga. 2. Meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat dengan memberikan kontribusi perubahan kepada masyarakat (empowerment). 3. Menjaga dan memperkuat perubahan perilaku positif terkait pendidikan, kesehatan dan kesadaran dalam pertemuan kelompok peserta PKH. 4. Meningkatkan keterampilan orangtua dalam pola pengasuhan anak. 5. Meningkatkan kemampuan peserta untuk mengenali potensi yang ada pada dirinya dan lingkungannya agar dapat digunakan dalam peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. 21

13 6. Memberikan pemahaman kepada peserta untuk menemukan potensi lokal agar dapat dikembangkan secara ekonomi (Kemensos, 2013:28-29) Mekanisme Pelaksanaan FDS Program FDS menggunakan strategi pelaksanaan kegiatan secara partisipatif. Strategi ini bertujuan agar peserta dapat mengetahui teknik-teknik partisipasi dalam menyelenggarakan pertemuan, kegiatan ataupun musyawarah warga guna memaksimalkan penyerapan materi demi hasil yang disasar dalam kegiatan FDS. Adapun mekanisme pelaksanaan FDS antara lain: a. Program FDS ini ditujukan kepada para peserta PKH yang memasuki masa transisi dan dapat dimungkinkan untuk graduasi. b. Setiap kelompok diskusi FDS dapat berjumlah rumah tangga anggota PKH yang tempat tinggalnya berdekatan. c. Fasilitator dalam kegiatan FDS, yaitu pendamping PKH. Sebelum melakukan fasilitasi FDS, pendamping PKH harus mengikuti diklat FDS terlebih dahulu. d. Waktu dan lokasi pembelajaran ditentukan oleh kesepakatan antara pendamping dan peserta PKH. Setiap pembelajaran memiliki durasi 120 menit dengan agenda pembukaan, ulasan materi sebelumnya, penyampaian materi dan tanya jawab. Lokasi pembelajaran dapat dilakukan secara bergantian dari satu rumah ke rumah peserta PKH lainnya (Kemensos, 2013:1-2) Materi Pembelajaran FDS Modul Pengasuhan dan Pendidikan Anak Modul ini berisikan materi pengasuhan anak secara sederhana yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan standar pengasuhan anak. Pada modul ini, KSM 22

14 akan diberikan materi bagaimana cara mengasuh anak yang benar agar nantinya anaknya dapat berkembang dengan baik dan bisa berprestasi (Kemensos, 2014). Modul pengasuhan dan pendidikan ini memiliki tujuan umum antara lain: a. Meningkatkan pemahaman orangtua akan pentingnya masa usia dini bagi kesejahteraan dan kesuksesan anak di masa depan. b. Meningkatkan kualitas pengasuhan anak sehari-hari, kualitas interaksi antara orangtua dan anak di rumah. c. Meningkatkan kesadaran orangtua akan hak anak terhadap pendidikan dan pentingnya hadir di sekolah serta sukses bersekolah (Kemensos, 2014). Modul ini membahas 4 sesi, yaitu: 1. Menjadi orangtua yang lebih baik Ada 2 pesan utama yang ingin disampaikan dalam modul ini. Pertama, orangtua merupakan panutan bagi anak. Poin pelajaran yang ingin disampaikan adalah orangtua memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap perilaku anak sehingga diperlukan pemahaman tentang perilaku mendidik serta konsekuensi dari perilaku positif dan negatif dari orangtua. Orangtua perlu menyadari bahwa status miskin bukan berarti tidak bisa memiliki kemampuan mengasuh anak dengan baik. Kedua, pentingnya kerjasama kedua orangtua dalam mengasuh anak. Meskipun ayah dan ibu memiliki peran yang berbeda dalam pengasuhan, namun tanggung jawab ayah dan ibu adalah sama. Peserta akan belajar berbagai macam cara untuk menjadi lebih kompak sebagai orangtua, menghindari konflik dihadapan anak, termasuk secara khusus mendikusikan bagaimana melibatkan ayah agar dapat membantu ibu dalam pengasuhan sehari-hari. 23

15 2. Memahami perilaku anak Ada 2 pesan utama yang ingin disampaikan dalam modul ini. Pertama, yaitu meningkatkan perilaku baik anak. Dalam meningkatkan perilaku baik anak, orangtua harus dapat mengidentifikasi kelebihan anak, kemudian memahami kekuatan pujian dan apresiasi atas perilaku baik anak. Kedua, yaitu mengurangi perilaku buruk anak. Dalam mengurangi perilaku buruk anak, orangtua harus memahami efek negatif dari menggunakan hukuman fisik. Strategi untuk mengurangi perilaku buruk pada anak dapat diganti dengan menetapkan aturan bersama anak, menjelaskan konsekuensi yang masuk akal kepada anak, memberikan waktu menangkan diri dan mengabaikan perilaku anak yang tidak berbahaya dan ditujukan untuk mencari perhatian. 3. Memahami cara anak usia dini belajar Ada 2 pesan utama yang dalam modul ini. Pertama, yaitu bermain sebagai cara anak belajar. Orangtua akan mempelajari apa itu permainan dan bagaimana bermain sesuai dengan tahapan usia anak, serta cara menggabungkan permainan ke dalam kegiatan sehari-hari. Kedua, yaitu membahas berbagai kegiatan bermain untuk mengembangkan kemampuan bahasa anak. Secara khusus orangtua akan belajar pentingnya kemampuan bahasa bagi anak dan berbagai jenis permainan untuk menstimulasi perkembangan bahasa anak. 4. Membantu anak sukses di sekolah Ada 2 pesan utama yang disampaikan modul ini. Pertama, yaitu pentingnya pendidikan anak sejak usia dini. Anak yang ikut dalam program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) akan memiliki tingkat kesiapan bersekolah dijenjang pendidikan selanjutnya dibandingkan anak yang tidak mengikuti program PAUD. Orangtua akan belajar manfaat lainnya dari program PAUD. Kedua, yaitu cara membantu anak sukses di sekolah. Orangtua juga akan belajar berbagai cara untuk membantu anak 24

16 agar sukses di sekolah, membantu anak mengatasi masalah yang mungkin muncul ketika di sekolah dan diharapkan agar orangtua terdorong untuk menjalin komunikasi dengan pihak sekolah demi kepentingan pendidikan anak (Kemensos, 2014: 3-4). Pemberian modul ini disampaikan kepada KSM dikarenakan banyak ditemukan di lapangan bahwa keluarga KSM masih lalai dalam menerapkan pengasuhan anak. Akibatnya banyak anak-anak KSM mengalami pola asuh yang salah dan membuat anak-anak menjadi agresif, suka berbuat kekerasan dan juga terganggu prestasi belajarnya di sekolah. Padahal fokus bantuan PKH adalah anak sebagai aset yang berharga bagi KSM untuk melepaskan diri dari belenggu kemiskinan Modul Pengelolaan Keuangan dan Perencanaan Usaha Modul ini berisikan materi tentang pengelolaan keuangan rumah tangga yang baik dan juga berisikan materi bagaiamana merencanakan usaha yang bisa menjadi pendapatan pokok bagi KSM. Pada modul ini KSM akan mengetahui tata kelola keuangan serta tata rencana untuk melaksanakan usaha. Modul ini ditujukan kepada rumah tangga miskin untuk memberikan pengetahuan dasar dan mengasah keterampilan dalam mengelola pendapatan dan pengeluaran, serta merencanakan usaha (Kemensos, 2014:2).Modul ini membahas 3 sesi, yaitu: 1. Mengelola keuangan keluarga Pada sesi ini KSM akan diajarkan bagaimana mengatur pendapatan dan pengeluaran keuangan yang seimbang dengan cara mampu memisahkan antara kebutuhan dan keinginan. KSM juga diberikan pengetahuan untuk menyusun anggaran rumah tangga yang seimbang seperti menghitung rata-rata pendapatan dan pengeluaran bulanan, membuat anggaran bulanan berdasarkan prioritas pengeluaran dan mengendalikan pengeluaran sesuai anggaran tersebut. 25

17 2. Cermat meminjam dan menabung Pada sesi ini KSM akan diberikan materi bagaimana cermat meminjam untuk kebutuhan bukan untuk keinginan. Disamping itu KSM juga dimotivasi untuk mau merencanakan tabungan untuk kebutuhan masa depannya. Membangun keterampilan meminjam uang secara terencana dan hati-hati agar tidak terus terjebak utang. Selain membuat pertimbangan sebelum berutang dan memilih tempat meminjam yang tepat, sesi ini juga berusaha membangkitkan kesadaran peserta akan pentingnya menabung secara rutin dan disiplin sebagai salah satu cara untuk mengurangi kemungkinan berutang kembali. 3. Memulai usaha Pada sesi ini KSM mulai diajarkan dan dikenalkan untuk membangun usaha mandiri. Disini KSM didorong untuk mau menentukan ide usaha dengan benar dan tidan merugikan perekonomian bagi KSM. Dengan pola usaha yang benar, maka diharapkan KSM akan dapat membuka jalan rezeki yang sesuai dengan kebutuhan daerahnya dan mampu menjadi sumber pendapatan lainya. Sesi ini membantu peserta memahami dasar-dasar untuk memulai, mengembangkan dan memantau keberlanjutan usahanya agar dapat menjadi sumber pendapatan keluarga. Adapun langkah perencanaan usaha yang akan dipelajari meliputi: mengidentifikasi, mengembangkan dan menilai kelayakan ide usaha; merencanakan keuangan dan pemasaran usaha sertamengelola keuangan usaha (Kemensos, 2014:2). Maka dari itu ketiga sesi ini dimaksudkan agar KSM mampu mengendalikan keuangan keluarganya, kemudian mau menabung dan dengan hasilnya mampu membuka usaha secara mandiri sebagai tambahan pendapatan bagi KSM. Perlu dipahami bahwa pengetahuan dasar yang diberikan tidak akan menyelesaikan semua masalah keuangan yang dihadapi peserta, namun membantu mereka untuk 26

18 menguranginya secara bertahap. Diharapkan dengan materi ini lambat laun perekonomian KSM akan meningkat dari hari kehari. Dengan pola usaha yang benar, maka diharapkan KSM akan dapat membuka jalan rezeki yang sesuai dengan kebutuhan daerahnya dan kemampuanya serta mampu menjadi sumber pendapatan lainya Modul Kesehatan dan Gizi Pada modul ini KSM akan diberikan materi tentang pola hidup asupan gizi yang baik. Modul ini ditujukan kepada KSM agar mengetahui pola asupan gizi yang baik untuk mendukung proses pelaksanaan fase transisi KSM. Filosofi model kesehatan ini bahwa dengan anak yang sehat akan membawa si anak tersebut sukses dalam bidang pendidikan maupun sosialisasinya (Kemensos, 2014). Modul ini membahas 8 sesi, yaitu: hari kehidupan pertama. 2. Gizi ibu hamil 3. Pelayanan ibu hamil 4. Persalinan dan masa nifas 5. Air Susu Ibu 6. Makanan pendamping ASI 7. BAB di jamban dan cuci tangan menggunakan sabun 8. Kesakitan pada anak Dengan materi ini KSM akan memahami tentang perilaku-perilaku sehat yang bukan hanya untuk kalangan ekonomi atas, akan tetapi bisa digunakan oleh kalangan ekonomi menengah kebawah. Jadi sehat itu bisa dinikmati oleh KSM. 27

19 Modul Perlindungan Anak Modul ini diberikan pada KSM agar mau merubah sikapnya terhadap anakanaknya. Dengan pengetahuan ini pula KSM akan bisa melakukan kontrol dalam memperlakukan anak sesuai porsi haknya. Modul ini membahas 3 sesi, yaitu: 1. Pencegahan kekerasan terhadap anak. 2. Pencegahan penelantaran terhadap anak. 3. Pencegahan eksploitasi terhadap anak. Materi ini disampaikan karena masih banyak KSM yang melakukan tindakantindakan tersebut dengan alasan untuk membantu perekonomian keluarganya. Padahal tindakan tersebut jelas melanggar Undang-undang perlindungan anak serta dapat mengganggu perkembangan anak dan anak akan kehilangan hak-hak dasarnya yang nantinya menimbulkan kegagalan dalam pendidikan dan masa depannya. Apabila hal ini tetap dilakukan maka akan menimbulkan rantai kemiskinan pada KSM. Oleh karena itu dengan program ini, sumber daya manusia kita akan berkembang karena Ibu-ibu akan mengandung bayi yang sehat, dapat melahirkan dengan selamat dan balita mendapat imunisasi yang lengkap sehingga angka kematian Ibu dan anak akan turun dengan signifikan. Demikian juga tingkat drop-out akan menurun dan pastisipasi sekolah anak akan naik. Semua itu akan bermuara pada meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia Indonesia di masa depan. Disisi lain, KSM juga akan memiliki pengetahuan model pengasuhan anak yang standar sehingga dapat meningkatkan prestasi anak (Kemensos, 2014). 28

20 2.6 Kerangka Pemikiran Pendidikan untuk peserta PKH sangat dibutuhkan dalam rangka mengatasi permasalahan kemiskinan yang berkaitan dengan pola pikir. Berkenaan dengan hal tersebut, pemerintah telah mencanangkan pendekatan multidimensional, yaitu kolaborasi antara PKH dengan pendidikan untuk keluarga, yaitu Family Development Session (FDS). Konsep FDS ini akan menjadi program baru Kementerian Sosial yang bekerja sama dengan World Bank dan Unicef untuk memberikan pelatihan kepada KSM melalui pendampingan agar KSM tersebut mengerti tentang pola hidup yang sederhanan dan mapan. KSM akan memngimplementasikan materi-materi FDS tersebut dalam kehidupan sehari-hari sehingga masalah-masalah sosial yang membelitnya bisa teratasi dan dapat menjalani pola hidup yang terus maju untuk terlepas dari garis kemiskinan. Adapun materi FDS yang diberikan pada KSM meliputi 4 topik, yaitu bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sosial. Dalam kajian pustaka sebelumnya dapat diketahui bahwa respon masyarakat diukur dengan kognitif, afektif dan konatif. Kita dapat memahami dan menilai bagaimana respon masyarakat apakah bersifat positif atau negatif dalam menerima/menolak maupun mengharapkan/menghindari serta ikut serta atau tidak dalam suatu program yang telah dilaksanakan sehingga dapat diketahui respon masyarakat terhadap program tersebut apakah positif, netral ataupun negatif. Ada beberapa indikator dari kognitif, afektif dan konatif masyarakat dalam pelaksanaan program FDS di Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas, yaitu: 29

21 1. Kognitif, mencakup bagaimana pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai pelaksanaan program FDS, seperti tujuan, manfaat dan lain sebagainya yang berhubungan dengan program FDS. 2. Afektif, mencakup bagaimana penilaian masyarakat saat menjalani program FDS, apakah masyarakat menerima atau menolak program ini. 3. Konatif, mencakup bagaimana perilaku masyarakat dalam menerima program FDS, apakah mendukung netral ataupun menolak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana respon peserta program FDS, khususnya masyarakat di Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas dalam pelaksanaan program Family Development Session(FDS). Program yang diterima dengan baik oleh peserta mencerminkan adanya manfaat dari program tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk pengambilan kebijakan selanjutnya perihal penyelenggaraan program Family Development Session (FDS). Adapun skematisasi kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan pada bagan sebagai berikut: 30

22 Bagan 2.1 Bagan Alur Pikiran Program Family Development Session (FDS) oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia Masyarakat di Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas RESPON (Positif, Netral, Negatif) Respon Kognitif: Bagaimana pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai pelaksanaan program FDS, seperti tujuan, manfaat dan lain sebagainya yang berhubungan dengan program FDS tersebut. Respon Afektif: Bagaimana penilaian masyarakat saat menjalani program FDS, apakah masyarakat menerima atau menolak program ini. Respon Konatif: Bagaimana perilaku masyarakat dalam menerima program FDS, apakah mendukung netral ataupun menolak. 31

23 2.7 Definisi Konsep Definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:138). Dalam hal ini, peneliti ingin menegaskan dan membatasi makna-makna konsep yang diteliti. Adapun batasan konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Respon diartikan sebagai suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penelitian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu. 2. Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berlineryang menjelaskan tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. 3. Kebijakan sosial adalah salah satu bentuk dari kebijakan publik yang merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. 4. Family Development Session (FDS) merupakan proses belajar peserta PKHberupa pemberian dan pembahasan informasi praktis di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi dan kesejahteran keluarga yang disampaikan melalui peretemuan kelompok bulanan. 32

24 2.8 Definisi Operasional Definisi operasional adalah definisi yang menjadikan variabel-variabel yang sedang diteliti menjadi bersifat operasional dalam kaitannya dengan proses pengukuran variabel tersebut. Definisi operasional akan mempermudah peneliti dalam melakukan pengukuran (Sarwono, 2006: 27). Untuk memberikan kemudahan dalam memahami variabel dalam penelitian ini, maka dapat diukur melalui indikator-indikator atas dasar respon masyarakat dalam pelaksanaan program Family Development Session (FDS) meliputi: a. Kognitif masyarakat dalam pelaksanaan program Family Development Session (FDS) di Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas mengenai pengetahuan dan pemahaman masyarakat akan tujuan, manfaat dan lain sebagainya yang berhubungan dengan program FDS. b. Afektif masyarakat dalam pelaksanaan program Family Development Session (FDS) di Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas mengenai penilaian masyarakat saat menjalani program FDS, apakah masyarakat menerima atau menolak program ini. c. Konatif masyarakat dalam pelaksanaan program Family Development Session (FDS) di Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas mengenai perilaku masyarakat dalam menerima program FDS, apakah mendukung netral ataupun menolak. 33

BAB I PENDAHULUAN. multidimensional, yang dapat ditandai dengan keberadaan pengangguran,

BAB I PENDAHULUAN. multidimensional, yang dapat ditandai dengan keberadaan pengangguran, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan permasalahan kesejahteraan sosial yang kompleks dan multidimensional, yang dapat ditandai dengan keberadaan pengangguran, keterbelakangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan-pelayanan sosial personal yang tergolong sebagai pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan-pelayanan sosial personal yang tergolong sebagai pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.5 Latar Belakang Masalah Di negara yang sedang berkembang, daftar pelayanan sosial mencakup pelayanan-pelayanan sosial personal yang tergolong sebagai pelayanan kesejahteraan sosial

Lebih terperinci

JAMINAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

JAMINAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT JAMINAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIREKTORAT JAMINAN SOSIAL DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN DAN JAMINAN SOSIAL KEMENTERIAN SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PROGRAM KELUARGA HARAPAN - PKH BANTUAN TUNAI

Lebih terperinci

PROGRAM KELUARGA HARAPAN

PROGRAM KELUARGA HARAPAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN PKH adalah program perlindungan sosial yang memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dan bagi anggota keluarga RTS diwajibkan melaksanakan persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komitmen pemerintah untuk mensejahterakan rakyat nyata dalam peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari penetapan perbaikan status gizi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan, antara lain tingkat pendapatan,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan, antara lain tingkat pendapatan, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang terjadi di berbagai tempat di Indonesia yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan, antara lain tingkat pendapatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat kompleks. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah yang sampai saat ini masih terus dicari langkah yang tepat untuk menanggulanginya. Kemiskinan merupakan masalah multi dimensi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. bantuan. Bantuan tersebut diwujudkan melalui bantuan tunai bersyarat yang diberik an

BAB V PENUTUP. bantuan. Bantuan tersebut diwujudkan melalui bantuan tunai bersyarat yang diberik an BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Program Keluarga Harapan (PKH) adalah salah satu bentuk kebijakan perlindungan sosial dengan basis keluarga sangat miskin sebagai peserta peneriman bantuan. Bantuan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Maka kesehatan adalah dasar

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Maka kesehatan adalah dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah kebutuhan utama dan mendasar bagi kehidupan manusia. Kesehatan merupakan kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang

Lebih terperinci

Asesmen Gender Indonesia

Asesmen Gender Indonesia Asesmen Gender Indonesia (Indonesia Country Gender Assessment) Southeast Asia Regional Department Regional and Sustainable Development Department Asian Development Bank Manila, Philippines July 2006 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi komunikasi dan pembangunan ibarat dua sisi mata uang yang

BAB I PENDAHULUAN. Posisi komunikasi dan pembangunan ibarat dua sisi mata uang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi komunikasi dan pembangunan ibarat dua sisi mata uang yang saling mendukung dan tidak bisa dipisahkan. Secara konseptual, komunikasi dan pembangunan memandang

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. subjek dan objek pembangunan nasional Indonesia dalam usaha mencapai aspirasi

I. PENDAHULUAN. subjek dan objek pembangunan nasional Indonesia dalam usaha mencapai aspirasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak Indonesia merupakan generasi penerus bangsa, yang mempunyai hak dan kewajiban ikut serta membangun Negara dan Bangsa Indonesia. Anak merupakan subjek dan objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat 7,7 juta balita yang terhambat pertumbuhannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat 7,7 juta balita yang terhambat pertumbuhannya. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang United Nations Children s Fund (UNICEF) melaporkan bahwa di Indonesia terdapat 7,7 juta balita yang terhambat pertumbuhannya. Dalam laporan itu, Indonesia menempati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Tidak hanya di negara berkembang, bahkan di Negara maju sekalipun.

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Tidak hanya di negara berkembang, bahkan di Negara maju sekalipun. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan adalah suatu permasalahan dunia yang dialami oleh seluruh Negara. Tidak hanya di negara berkembang, bahkan di Negara maju sekalipun. Permasalah ini sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah kemiskinan masih tetap menjadi masalah fenomenal yang masih belum dapat terselesaikan hingga

Lebih terperinci

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari penyakit atau kelemahan fisik, tetapi meliputi aspek mental

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih termasuk ke dalam kategori negara berkembang. Ilmu pengetahuan dan perekonomian menjadi tolak ukur global sejauh mana suatu negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Posyandu 1. Pengertian Posyandu Posyandu adalah suatu bentuk keterpaduan dari dua atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat. Kegiatan kegiatan yang dipadukan khususnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pengobatan dan rehabilitasi. Pelayanan kesehatan anak balita ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. pada pengobatan dan rehabilitasi. Pelayanan kesehatan anak balita ini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian anak balita adalah dengan melakukan pemeliharaan kesehatannya. Pemeliharaan kesehatan anak balita dititik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan terbelakang, melainkan juga dialami oleh negara-negara maju.

BAB I PENDAHULUAN. dan terbelakang, melainkan juga dialami oleh negara-negara maju. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan sudah menjadi masalah global yang dialami oleh semua negara di dunia. Kemiskinan tidak hanya berada di negara-negara berkembang dan terbelakang, melainkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia Outline 1. Latar Belakang 2. PKH New Initiatives Pedoman Pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan

I. PENDAHULUAN. Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam usaha menyejahterakan rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia seharusnya dapat di akses oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. Tapi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

Jakarta, Maret 2013 Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga, DR. Sudibyo Alimoeso, MA

Jakarta, Maret 2013 Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga, DR. Sudibyo Alimoeso, MA 1 SAMBUTAN Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan SDM seutuhnya dimana untuk mewujudkan manusia Indonesia yang berkualitas harus dimulai sejak usia dini. Berbagai studi menunjukkan bahwa periode

Lebih terperinci

FINANCIAL PLANNING BAGI IBU-IBU PENERIMA BANTUAN PKH KEC. BLUTO

FINANCIAL PLANNING BAGI IBU-IBU PENERIMA BANTUAN PKH KEC. BLUTO FINANCIAL PLANNING BAGI IBU-IBU PENERIMA BANTUAN PKH KEC. BLUTO 1 Agusriyanti Puspitorini, 2 Fery Sudarwadi STKIP PGRI Sumenep rianti@stkippgrisumenep.ac.id ABSTRAK Masalah kelompok Ibu-ibu penerima bantuan

Lebih terperinci

Makalah Tentang Masalah Kesehatan

Makalah Tentang Masalah Kesehatan Makalah Tentang Masalah Kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat adalah sebuah kondisi maksimal, baik dari fisik, mental dan sosial sehingga dapat melakukan suatu aktifitas yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun. Sensus penduduk

Lebih terperinci

MEKANISME PELAKSANAAN. Referensi Pedoman Pelaksanaan PKH Tahun 2016, Bab III - VI

MEKANISME PELAKSANAAN. Referensi Pedoman Pelaksanaan PKH Tahun 2016, Bab III - VI MEKANISME PELAKSANAAN Referensi Pedoman Pelaksanaan PKH Tahun 2016, Bab III - VI Outline 5. Pengembangan Kepesertaan 1. Alur Pelaksanaan PKH 6. Pengelolaan Sumber Daya 2. Penetapan Sasaran 7. Organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban manusia. Pada setiap belahan dunia dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan dan peluang kerja bagi masyarakat. Demikian

Lebih terperinci

JURNAL. Oleh Fikri Nurcahya NIM

JURNAL. Oleh Fikri Nurcahya NIM EVALUASI PROGRAM FAMILY DEVELOPMENT SESSION DI DESA KEBUNDALEM LOR, PRAMBANAN, KLATEN (STUDI SURVEI DI UNIT PELAKSANA PROGRAM KELUARGA HARAPAN KECAMATAN PRAMBANAN) JURNAL Diajukan kepada Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kondisi Empirik Kesehatan Ibu dan Anak di Desa Pataruman Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Kondisi empirik kesehatan ibu dan anak di Desa Pataruman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Persepsi Mengenai PHBS 2.1.1. Pengertian Persepsi Individu satu dengan yang lainnya, tentu memiliki perbedaan dalam melihat serta memaknai sesuatu yang dilihatnya. Perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyukseskan program kabinet SBY jilid 2, khususnya dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyukseskan program kabinet SBY jilid 2, khususnya dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam rangka menyukseskan program kabinet SBY jilid 2, khususnya dalam hal ini departemen kesehatan RI mencanangkan program Meningkatkan Kesehatan Masyarakat, maka

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia Outline 1. Latar Belakang 3. Tujuan PKH 6. Pendampingan 9.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan dalam pembangunan di Indonesia merupakan salah satu masalah utama yang ditandai oleh masih besarnya jumlah penduduk miskin, pengangguran,

Lebih terperinci

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN Program Promosi Kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat

Lebih terperinci

Latar Belakang KLA. Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah suatu pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan

Latar Belakang KLA. Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah suatu pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan Latar Belakang KLA 1. Definisi dan Tujuan KLA Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah suatu pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI I. PENJELASAN UMUM Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri

Lebih terperinci

BIDANG PENDIDIKAN. Ida Rindaningsih, M.Pd

BIDANG PENDIDIKAN. Ida Rindaningsih, M.Pd BIDANG PENDIDIKAN Ida Rindaningsih, M.Pd BIDANG PENDIDIKAN Keaksaraan Fungsional Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan SD Advokasi Hukum KEAKSARAAN FUNGSIONAL KEAKSARAAN FUNGSIONAL sebuah usaha pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK)- PERENCANAAN (2018)

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK)- PERENCANAAN (2018) KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK)- PERENCANAAN (2018) 1. OPD : Bappeda 2. Kegiatan : Program Keluarga Harapan/PKH (54) 3. Latar Belakang a. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 16 JANUARI 2014 Tema Prioritas Penurunan tingkat kemiskinan absolut dari 14,1% pada 2009 menjadi 8 10% pada akhir 2014, yang diikuti dengan: perbaikan distribusi perlindungan sosial, pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Promosi Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Promosi Kesehatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Promosi Kesehatan 2.1.1. Pengertian Promosi Kesehatan Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran diri oleh dan untuk masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi individu dengan hidup yang sehat

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi individu dengan hidup yang sehat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi individu dengan hidup yang sehat maka individu akan mampu melaksanakan aktifitas sehari-hari untuk bekerja sehingga

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 T E N T A N G KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN CIREBON

Lebih terperinci

Oleh : Arief Setyadi. Persyaratan Gender dalam Program Compact

Oleh : Arief Setyadi. Persyaratan Gender dalam Program Compact Oleh : Arief Setyadi Persyaratan Gender dalam Program Compact Perempuan Bekerja Menyiangi Sawah (Foto: Aji) Program Compact memiliki 5 persyaratan pokok, yakni: 1. Analisis ERR di atas 10%, 2. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi kehilangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari, oleh siswa dimulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pada jenjang

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci menjabarkan secara rinci situasi dan kondisi poktan sebagai

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahu terhadap apa yang dilihat, didengar, mereka seolah-olah tak pernah

BAB I PENDAHULUAN. tahu terhadap apa yang dilihat, didengar, mereka seolah-olah tak pernah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan, karena anak memiliki karakteristik yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa,

Lebih terperinci

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh Selamat pagi dan Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh Selamat pagi dan Salam Sejahtera Bagi Kita Semua, SAMBUTAN DIRJEN BINA GIZI DAN KIA KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PADA WORKSHOP DALAM RANGKA HARI GIZI NASIONAL KE 55 JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh Selamat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengalaman masa lalu telah memberikan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia, bahwa pembangunan yang dilaksanakan dengan pendekatan top-down dan sentralistis, belum berhasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kepadatan penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat dalam hal kepadatan penduduk,

Lebih terperinci

Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia?

Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia? Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia? Di beberapa negara terutama negara berkembang, kesehatan ibu dan anak masih merupakan permasalahan besar. Hal ini terlihat dari masih tingginya angka kematian

Lebih terperinci

& KELEBIHAN KOPERASI dalam Melindungi Petani & Usahawan Kecil Pedesaan

& KELEBIHAN KOPERASI dalam Melindungi Petani & Usahawan Kecil Pedesaan PENGENTASAN KEMISKINAN & KELEBIHAN KOPERASI dalam Melindungi Petani & Usahawan Kecil Pedesaan Pengantar oleh: Rajiv I.D. Mehta Director Pengembangan ICA Asia Pacific 1 Latar Belakang Perekonomian dunia

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN NOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Strategi Bertahan Strategi bertahan hidup menarik untuk diteliti sebagai suatu pemahaman bagaimana rumah tangga mengelola dan memanfaatkan aset sumber daya dan modal yang dimiliki

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

PERILAKU SOSIALMASYARAKATPETANI (PSMP)

PERILAKU SOSIALMASYARAKATPETANI (PSMP) FLIPCHARTMODUL PERILAKU SOSIALMASYARAKATPETANI (PSMP) www.swisscontact.org/indonesia LEMBAR BALIK MODUL PERILAKU SOSIAL MASYARAKAT PETANI (PSMP) Alat Bantu Pelatihan bagi Fasilitator dan Co-Fasilitator

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Minahasa Selatan merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu Kota Amurang. Kabupaten Minahasa Selatan mempunyai topografi wilayah

Lebih terperinci

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1 Analisis Univariat Analisis univariat ini dilakukan untuk memperoleh gambaran pada masing-masing variabel independen maupun varibel dependen.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat kompleks dan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat kompleks dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat kompleks dan multidimensial yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Adapun masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar terhadap kesejahteraan manusia. Setiap kegiatan dan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. besar terhadap kesejahteraan manusia. Setiap kegiatan dan upaya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan dan gizi merupakan kebutuhan dasar manusia sejak janin dalam kandungan, bayi, balita, remaja dewasa sampai usia lanjut, memerlukan kesehatan dan gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena merupakan salah satu penentu kemajuan bagi suatu negara (Sagala, 2006).

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. hasil belajar. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku

LANDASAN TEORI. hasil belajar. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku LANDASAN TEORI A. Hasil Belajar Bahasa Indonesia 1. Definisi Hasil belajar Belajar dan mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsur, yaitu: tujuan pengajaran (instruksional), pengalaman (proses)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. MDGs lainnya, seperti angka kematian anak dan akses terhadap pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. MDGs lainnya, seperti angka kematian anak dan akses terhadap pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus kekurangan gizi pada anak balita yang diukur dengan prevalensi anak balita gizi kurang dan gizi buruk digunakan sebagai indikator kelaparan, karena mempunyai

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting, terutama bagi generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga selanjutnya disebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gerakan pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga selanjutnya disebut PKK, adalah gerakan nasional dalam pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah yang pengelolaannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah adalah merupakan suatu manifestasi yang diraih oleh masyarakat tersebut yang diperoleh dari berbagai upaya, termasuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, yang. pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan kegiatan yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, yang. pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan kegiatan yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Posyandu 1. Pengertian Pos Pelayanan Terpadu atau yang sering disebut dengan Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Strategi Strategi adalah perencanaan induk yang komprehensif, yang menjelaskan bagaimana mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO SINKRONISASI PRIORITAS NASIONAL DENGAN BELANJA DAERAH DALAM APBD TAHUN ANGGARAN 2013

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO SINKRONISASI PRIORITAS NASIONAL DENGAN BELANJA DAERAH DALAM APBD TAHUN ANGGARAN 2013 PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO SINKRONISASI DENGAN BELANJA DAERAH DALAM APBD TAHUN ANGGARAN 2013 NO. 1 Prioritas 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Pemantapan Tata Kelola Pemerintahan yang Lebih baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan di Indonesia saat ini semakin pesat seiring dengan adanya era reformasi. Negara Indonesia yang awalnya menggunakan sistem sentralisasi dalam pemerintahannya

Lebih terperinci

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA (Diterjemahkan dari Salim, E dkk 2015, Population Dynamics and Sustainable Development in Indonesia, UNFPA Indonesia, Jakarta) Jumlah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

INDONESIA. UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

INDONESIA. UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Jakarta, 24 Februari 2006 Akan dipaparkan : UU Nomor 23 Tahun 1992 RUU Amandemen Nomor 23 Tahun 1992 Sistematika Presentasi UU Nomor 23 Tahun 1992 RUU Amandemen Nomor

Lebih terperinci

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages Baseline Study Report Commissioned by September 7, 2016 Written by Utama P. Sandjaja & Hadi Prayitno 1 Daftar Isi Daftar Isi... 2 Sekilas Perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia menjadi masalah yang berkepanjangan.kemiskinan tidak dipahami

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia menjadi masalah yang berkepanjangan.kemiskinan tidak dipahami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks bagi setiap negara, terutama negara besar seperti Indonesia.Sampai saat ini, masalah kemiskinan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 6 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Komunikasi Komunikasi berasal dari bahasa latin communis yang maknanya adalah sama. Apabila dua orang sedang berkomunikasi berarti mereka

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Indikatornya adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, yang dapat menikmati

Lebih terperinci