Bab 3. Analisis Data. 3.1 Analisis Shuudan shugi Sebagai Faktor Penyebab Tingginya Jam Kerja di. Perusahaan Jepang yang Menyebabkan Karoushi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 3. Analisis Data. 3.1 Analisis Shuudan shugi Sebagai Faktor Penyebab Tingginya Jam Kerja di. Perusahaan Jepang yang Menyebabkan Karoushi"

Transkripsi

1 Bab 3 Analisis Data 3.1 Analisis Shuudan shugi Sebagai Faktor Penyebab Tingginya Jam Kerja di Perusahaan Jepang yang Menyebabkan Karoushi Karoushi disebabkan oleh banyak hal, salah satunya yaitu jam kerja yang terlalu lama. Semakin lama mereka bekerja, maka tingkat stres akan semakin meningkat, dan mereka akan merasa lelah secara fisik. Semakin tinggi posisi mereka di dalam bekerja, semakin tinggi jam kerja mereka, karena itu semakin tinggi pula tingkat stres yang akan dialami oleh para pekerja. Seperti yang terlihat pada diagram di bawah ini: Gambar 3.1 Grafik Jumlah Pekerja yang Mengalami Stres Berdasarkan Pekerjaan Sumber :

2 Pada diagram di atas menggambarkan hubungan antara tahun, presentase jumlah pekerja yang mengalami stres dan jenis pekeja. Total pekerjaan yang mengalami stress pada tahun 1982 adalah sebesar 50 %, tahun 1987 sebesar 55 %, pada tahun 1992 sebesar 57%, pada tahun 1997 sebesar 63% dan pada tahun 2002 sebesar 62%. Presentasi pekerja yang mengalami stress, setiap tahunnya mengalami peningkatan dan penurunan. Berdasarkan jenis pekerjaannya, pekerjaan sales/service (penjualan/layanan) pada tahun 1982 sampai 1987 mengalami peningkatan jumlah pekerja yang mengalami stres sebesar 1%, dari 55 % menjadi 56%, tahun 1987 sampai tahun 1992 mengalami peningkatan sebesar 5%, dari 57 % menjadi 62%, pada tahun 1992 sampai tahun 1997 jumlah presentasenya tetap, tidak mengalami peningkatan dan penurunan yaitu sebesar 62%. Pada tahun 1997 sampai tahun 2002 mengalami peningkatan sebesar 2%, dari 62% meningkat menjadi 64 %. Pada bidang pekerjaan proffesional/ technical/ skilled work (profesional/ teknisi/ tenaga kerja terampil) pada tahun 1982 sampai 1987 mengalami peningkatan jumlah pekerja yang mengalami stres sebesar 1% dari 59% menjadi 60 %, pada tahun 1987 sampai tahun 1992 mengalami peningkatan sebesar 3% menjadi 65%, pada tahun 1992 sampai tahun 1997 mengalami peningkatan sebesar 3%, dari 65% menjadi 68%, dan pada tahun 1997 sampai tahun 2002 mengalami penurunan sebesar 4% dari 68% menjadi 64%. Jenis pekerjaan pekerja administration (administrasi) tahun 1982 sampai tahun 1987 mengalami peningkatan yang mengalami stres yang tinggi sebesar 5% dari 48 % menjadi 54%, pada tahun 1987 sampai tahun 1992 mengalami penurunan sebesar 1%, dari 54% menjadi 53%, pada tahun 1992 sampai tahun 1997 mengalami

3 peningkatan sebesar 4%, dari 53% menjadi 57%, dan pada tahun 1997 sampai tahun 2002 mengalami penurunan sebesar 3% dari 57% menjadi 54%. Protective service (pelayanan dan keamanan) pada tahun 1982 sampai tahun 1987 data tidak diketahui. Pada tahun mengalami penurunan jumlah pekerja yang mengalami stress secara drastis sebesar 10% dari 40 % menjadi 30 %, tahun 1992 sampai tahun 1997 mengalami peningkatan drastis sebesar 25%, dari 30 % menjadi 55% dan setelah mengalami peningkatan drastis pada tahun 1992 sampai 1997, tahun1997 sampai tahun 2002 mengalami penurunan sebesar 15% dari 55 % menjadi 40%. Persentase jumlah pekerja di bidang transportation/contruction (pembangunan/transportasi) yang mengalami stress pada tahun 1982 sampai tahun 1987 dalam keadaan stabil/tetap, tidak mengalami peningkatan dan penurunan. Pada tahun 1987 sampai tahun 1992 mengalami penurunan sebesar 4% dari 49 % menjadi 45%. Pada tahun 1992 sampai tahun 1997 mengalami sedikit peningkatan sebesar 1% menjadi 46%. Tahun 1997 sampai tahun 2002 mengalami peningkatan sebesar 8% dari 46% menjadi 54%. Presentasi data untuk jenis pekerjaan Production/skill work (produksi/tenaga kerja terampil) sampai tahun 1987 tidak diketahui datanya. Pada tahun 1992 sampai tahun 1997 mengalami peningkatan jumlah pekerja yang mengalami stres sebesar 7% dari 55% menjadi 62%. Pada tahun 1997 sampai tahun 2002 mengalami penurunan sebesar 2%. Sedangkan pada jenis pekerjaan management (manajemen) pada tahun 1982 sampai tahun 1987 mengalami peningkatan sebesar 8 % dari 50% menjadi 58%. Pada tahun 1987 sampai tahun 1992 mengalami peningkatan hanya sebesar 1% menjadi 59%. Pada tahun 1992 sampai tahun 1997 mengalami peningakatan sebesar 4% dari 59% menjadi 63%. Pada tahun 1997 sampai tahun 2002 mengalami peningkatan sebesar 2% dari 63% menjadi 65%.

4 Dari semua data di atas, pada tahun 1982 presentase pekerja yang mengalami stress paling tinggi yaitu jenis pekerjaan di bidang professional/technical/researcher. Pada tahun 1987 presentase pekerja yang mengalami stress paling tinggi yaitu jenis pekerjaan di bidang professional/ technical/ researcher dan juga management. Pada tahun 1992 dan 1997 presentase pekerja yang mengalami stress paling tinggi yaitu jenis pekerjaan di bidang profesional/technical/researcher. Pada tahun 2002 presentase pekerja yang mengalami stress paling tinggi yaitu jenis pekerjaan di bidang management. Meskipun bidang pekerjaan proffesional/teknisi/peneliti selalu mengalami persentasi karyawan yang tertinggi mengalami stress kecuali tahun 2002, namun pada bidang pekerjaan management, persentase karyawan yang mengalami stress secara stabil bertambah dari tahun 1982, 1987, 1992, 1997, dan Menurut analisis penulis, hal ini dikarenakan tanggung jawab bidang pekerjaan management cukup besar sebagai oyakata dalam hubungan oyakata dan kokata, karena itu membutuhkan jam kerja yang cukup tinggi. Tingginya jam kerja pada bidang pekerjaan management inilah yang kemudian dapat menyebabkan stres. Hal ini sesuai dalam Stress and Health (1999:198) bahwa bekerja diluar batas (overwork) dapat dibagi menjadi bekerja berlebihan secara kuantitatif dan kualitatif (quantitative overload and qualitative overload). Hasil dari bekerja diluar batas (qualitative overload) ketika kebutuhan fisik dari pekerjaan melebihi kapasitas pekerja. Hal ini terjadi ketika pekerja harus melakukan terlalu banyak pekerjaan dalam waktu yang terlalu singkat. Beberapa pekerjaan mungkin memerlukan kekuatan fisik di luar kemampuan pekerja atau menetapkan jumlah suatu pekerjaan yang tinggi. Pekerjaan terus berlangsung tidak peduli betapa kelelahan atau ketegangan dalam bekerja. Setiap hari harus bekerja dengan berat sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan dan tanpa ada waktu untuk beristirahat. Quantitaative overload adalah ketika

5 pekerjaan yang dikerjakan terlalu sulit. Ini terjadi ketika kebutuhan teknis atau kemampuan mental dari suatu pekerja meningkat. Bekerja di dalam batas berarti bahwa bekerja di dalam batas kerja, tetapi ada waktu untuk bersenang-senang. Jam kerja tidak digunakan untuk benar-benar untuk bekerja. Berlebihan secara kualitatif (qualitative overload) menyebabkan tingkat stress meningkat setiap tahunnya. Pekerjaan menjadi seorang manajer tidaklah mudah, apalagi ketika seorang manajer harus membuat sebuah keputusan yang mempengaruhi produksi perusahaan dan masa depan pekerja. Manager harus merencanakan jadwal produksi, pengadaan barang, mengevaluasi pekerja, dan membuat rekomendasi untuk mempekerjakan, memecat atau mem-phk pekerja. Ketika keputusan hanya meliputi hal-hal, sebagai lawan dari sekumpulan orang. Fungsi manager dapat efektif. Ketika keputusan manager meliputi tanggung jawab untuk orang lain, peningkatan stress dapat lebih mungkin terjadi. Menurut analisis penulis tingginya jam kerja yang dilakukan pada bidang pekerjaan management dan proffesor/teknisi/peneliti menimbulkan stres yang akibatnya dapat menimbulkan karoushi. Hal ini diakibatkan karena mereka bekerja sangat antusias namun mengabaikan kebutuhan mereka untuk istirahat, makan, tidur dengan teratur, sesuai dengan yang dikatakan oleh Dr.Uehaja (karoushi:2000) di dalam penelitiannya: Karakterisasi di dalam pekerjaan juga merupakan faktor penyebab terjadinya karoushi, dengan tingkat pekerjaan yang lebih tinggi, akan menyebabkan tuntutan kerja yang semakin tinggi pula, tetapi dukungan sosial yang didapatkan lebih rendah, dan tingkat kontrol bekerja masingmasing orang sangat bervariasi. Ada seseorang yang sangat senang dan antusias dengan pekerjaan mereka, dan akibatnya cenderung mengabaikan kebutuhan mereka untuk istirahat, makan, tidur dengan teratur dan seterusnya. Bahkan kebutuhan untuk kesehatan pun diabaikan. Jenis pekerjaan yang paling banyak terjadi karoushi yaitu Manajer dan Insinyur. Mereka memiliki tuntutan pekerjaan yang sangat tinggi dan biasanya

6 mereka sangat antusias di dalam melakukan pekerjaannya, sehingga mereka tidak bisa mengontrol jam kerja dengan baik. Rasa senang dan antusias yang dimiliki oleh mereka yang bekerja di bidang management dan proffesional/teknisi/peneliti dikarenakan sikap mereka terhadap perusahaan yakni bagi mereka perusaahaan adalah ie (keluarga) mereka. Nilai-nilai di dalam ie diantaranya shuudan shugi, yakni mendahulukan kepentingan kelompok, dalam hal ini adalah kepentingan perusahaan daripada kepentingan pribadi yang sudah tertanam di dalam diri mereka. Hampir semua jenis pekerjaan mengalami peningkatan stres yang drastis akibat dari stress karena banyak bekerja. Karena tuntutan pekerjaan mereka yang mengharuskan setiap pekerjanya untuk bekerja dengan waktu yang singkat dan dengan pekerjaan yang banyak, sehingga menyebabkan para pekerja bekerja di bawah tekanan. Hal ini sesuai dalam Stress and Health (1999:204) yang menyatakan : Anxiety, tension,anger and resentment are among the more commonly reported symptoms. Some people find job pressure so great increase their psychological distance and gradually become depressed. Terjemahan: Kecemasan, ketegangan, kemarahan, dan kebencian adalah gejala yang lebih sering dilaporkan. Beberapa orang menemukan tekanan pekerjaan begitu besar sehingga menyebabkan mereka dalam jangka waktu tertentu, dan secara bertahap menjadi depresi. Apabila pekerjaan belum selesai dikerjakan, maka pekerja akan menyelesaikannya sehingga harus bekerja melebihi jam kerja normal. Seperti kutipan

7 di bawah ini yang menyatakan peningkatan stres akibat bekerja melebihi jam kerja normal, mengalami peningkatan yang cukup tinggi dan bahwa jam kerja yang berlebihan membuat banyak pekerja mengalami stress. Jam kerja yang panjang pasti membawa korban. Seorang psikiater pada tahun 1992 melaporkan dalam hotline karoushi (1991), bahwa jumlah pasien yang konsultasi kepadanya untuk masalah stres telah empat kali lipat lebih dari sepuluh tahun sebelumnya. Kondisi kerja spesifik yang berkontribusi menimbulkan stress meliputi kompleksitas pekerjaan, bekerja yang melebihi batas, kondisi fisik yang tidak nyaman, dan giliran bekerja (shift) yang tidak berjalan semestinya. Kompleksitas pekerjaan adalah bagian dari pekerjaan yang sulit untuk diselesaikan. Hal ini meliputi jumlah dan kerumitan informasi yang dibutuhkan dari fungsi suatu pekerjaan, serta perluasan atau penambahan dari metode untuk melakukan pekerjaan. Beberapa sumber stress yang dianggap sebagai sumber stress kerja adalah stress karena kondisi pekerjaan, masalah peran, hubungan interpersonal, kesempatan pengembangan karir, dan struktur organisasi (Cooper,1989:193) Terry Beehr dan John (1999:195) mengkaji kembali banyak pelajaran mengenai stres yang disebabkan oleh pekerjaan dan menyimpulkan bahwa terdapat tiga hal pribadi negatif yang keluar sebagai hasil dari stress bekerja, diantaranya adalah ditinjau dari gejala kesehatan mental, gejala kesehatan fisik, dan gejala perilaku. Gejala-gejala tersebut di atas akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan dan juga bagi individu. Dampak stress kerja bagi individu adalah munculnya masalahmasalah yang berhubungan dengan kesehatan, psikologis dan interaksi interpersonal. Apabila seseorang pekerja sudah mengalami stres yang berkepanjangan, maka pekerja akan mudah cemas, binggung, dan sensitif. Daya tahan tubuh pun akan

8 berkurang, karena terlalu banyak hal-hal yang dipikirkan sehingga menyebabkan para pekerja yang mengalami stress pola hidupnya menjadi tidak teratur, dan akan menyebabkan gangguan pada kesehatan, contohnya kehilangan nafsu makan sehingga mengalami gangguan pada lambung (maag), dan membuat daya tahan tubuh menurun. Secara psikologis stress berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang terus-menerus. Menurut istilah psikologi, stress berkepanjangan ini disebut stress kronis. Stress kronis sifatnya menghancurkan tubuh, pikiran dan seluruh kehidupan penderitanya secara perlahan-lahan. Stress kronis umumnya terjadi di seputar masalah ketidakpuasan kerja. Akibatnya, orang akan terus-menerus merasa tertekan dan kehilangan harapan. Kesehatan adalah hal yang sangat penting, jika ketahanan tubuh menurun maka secara tidak langsung akan kehilangan semangat, sehingga mereka lebih sering menunda-nunda pekerjaan dan bahkan menghindari pekerjaan, tidak dapat melaksanakan pekerjaan secara maksimal, kehilangan konsentrasi dan akan membuat prestasi dan produktivitas di dalam bekerja menurun. Motivasi untuk melakukan halhal yang bersifat positif pun berkurang, karena secara fisik tubuh akan cepat merasa lelah apabila ketahanan daya tahan tubuh menurun secara drastis. Faktor-faktor dari individu akan berakibat langsung kepada perusahaan tempat pekerja itu bekerja. Kondisi bekerja yang terlalu panjang justru malah bersifat kontraproduktif, baik bagi perusahaan maupun individu pekerja. Efek yang ditanggung oleh pekerja secara langsung adalah kondisi fisik yang menurun dalam jangka panjang, yang diikuti dengan penurunan produktifitas. Penurunan produktivitas bagi perusahaan adalah kehilangan sejumlah keuntungan dalam bentuk biaya tambahan yang harus dibayar oleh perusahaan. Konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi,

9 menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teraliansi, hingga meninggal (Robbins, 1993:18). Apabila seseorang bekerja sebagai seorang manajer di dalam perusahaan Jepang, maka ia harus bisa berkomunikasi secara baik, kepada atasannya, bawahannya, maupun kepada customer perusahaan lainnya. Komunikasi adalah hal yang sangat berpengaruh, apabila seorang manajer tidak dapat berbicara dengan baik kepada bawahannya, dan bawahan itu merasa tersinggung maka akan menimbulkan konflik yang akan menyebabkan kerja sama diantara satu kelompok menjadi tidak harmonis. Dan menyebabkan hubungan interpersonal terganggu. Hubungan interpesonal antara pemimpin dengan pengikutnya sangat penting di dalam organisasi kerja. Banyak juga pekerja yang melakukan tugas yang berada jauh di bawah kemampuan intelektual mereka atau yang mereka anggap berada di bawah tingkat pendidikan yang telah mereka peroleh. Di banyak sektor industri, pekerjaan telah sangat dirasionalisasikan, dipecah-pecah ke dalam tugas-tugas yang sederhana, menoton, dan menjemukan, yang hanya sesuai bagi robot yang tidak dapat berpikir. Pada level organisasi yang lebih tinggi, tingkat manager atau supervisor, perkembangan teknologi dan industrialisasi yang pesat menuntut adanya kemampuan managerial dan intelektual yang lebih baik, yang terkadang melampaui kemampuan yang dimiliki sebahagian besar individu. Dengan adanya teknologi yang lebih baik maka arus komunikasi dan proses produksi akan berjalan lebih cepat sehingga seorang manager dapat menjadi demikian sibuknya dan dibebani pekerjaan yang memerlukan penyelesaian dengan segera. Pada penyelesaian (supervisor) terjadi benturan antara dua tuntutan yang berbeda, di satu pihak ia harus memperhatikan

10 penyelesaian tugas yang berbatas waktu dan di lain pihak ia harus juga memperhatikan pembinaan hubungan baik dengan bawahan-bawahannya. Keadaan-keadaan di atas, baik bagi pekerjaan maupun bagi pihak manajer, menimbulkan perasaan tegang dalam diri mereka akibat faktor-faktor yang mengancam, baik yang bersifat sosial, managerial, ataupun yang berkaitan dengan lingkungan kerja yang tidak dapat diatasi. Keadaan tegang ini sesuai dengan konsep stres yang dikemukakan oleh Breznitz dan Golberger (1989:369) yang menyatakan Stress refer to a response of the organism to a noxious or theartening condition. Artinya: Stres berkaitan dengan respons makhluk hidup kepada kondisi yang dianggap berbahaya atau mengancam. Teknologi dan industrialisasi yang pesat juga menciptakan suatu perubahan penting dalam sifat ancaman dan stres itu sendiri. Dalam laporan Buruh Dunia ILO tahun 1993 mengatakan, bahwa para pekerja Jepang menderita stres berat yang terkait dengan jam kerja yang panjang, yang menyebabkan karoushi (kematian karena terlalu banyak bekerja. Gambar 3.2 Grafik Jumlah Korban Karoushi Sumber : hotline karoushi, 2000

11 Dari grafik karoushi di atas, Pada tahun 1949 sampai tahun 1953 untuk korban karoushi perempuan, mengalami peningkatan sebesar 1000 korban dari 5000 korban menjadi 6000 korban. Tahun berikutnya juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu pada tahun 1957 mencapai 9000 korban. Lalu megalami penurunan sedikit demi sedikit sampai tahun 1969, setelah itu pada tahun 1973 mulai mengalami peningkatan tetapi tidak terlalu tinggi. Pada tahun 1973 sampai tahun 1977 tidak terlalu banyak mengalami peningkatan dan juga penurunan jumlah korban karoushi. Sampai pada tahun 1997 mengalami peningkatan hingga mencapai ribu korban. Bila dibandingkan dengan pekerja laki-laki sangat jauh perbedaannya. Pada grafik pekerja laki-laki setiap tahunnya mengalami peningkatan, walaupun pada tahun 1957 sampai pada tahun 1969 mengalami penurunan yang cukup drastis. Jumlah korban karoushi yang mengalami peningkatan yang cukup drastis yaitu dari tahun1973 sampai tahun 1985 hingga mencapai ribu jiwa. Kemudian mengalami penurunan lagi dari tahun 1989 sampai 1993 hingga ribu jiwa, dan mengalami peningkatan hingga mencapai ribu jiwa. Para pekerja laki-laki yang lebih banyak mengalami karoushi daripada pekerja perempuan, karena jam kerja laki-laki lebih banyak daripada jam kerja perempuan, seperti dapat kita lihat di bawah ini: Statistik resmi ini tidak mencerminkan perbedaan dalam jam kerja antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan. Pekerja perempuan di Jepang, untuk sebagian besar, bekerja hanya paruh waktu. Diagram berikut ini menunjukkan jumlah kerja pria dan wanita di Jepang berdasarkan jam kerja dan usia.

12 Gambar 3.3 Grafik Perbedaan Jumlah Jam Kerja Pekerja Laki-laki dan Wanita di Jepang Sumber: Menurut analisis penulis, perbandingan jam kerja pria dan wanita yang lebih dari 60 jam pada tahun 1993 yaitu pada kelompok usia tahun pekerja pria sebesar 10% sedangkan pekerja wanita 3%. Selanjutnya kelompok usia tahun kelompok pekerja pria sebesar 12%, dan kelompok pekerja wanita sebesar 3%. Kelompok usia tahun untuk pekerja pria sebesar 15% sedangkan pekerja wanita sebesar 18% sedangkan pada pekerja wanita sebesar 3%. Kelompok usia tahun untuk pekerja pria sebesar 20% sedangkan pekerja wanita sebesar 3%. Kelompok usia tahun untuk pekerja pria sebesar 20% sedangkan untuk pekerja wanita sebesar 2%. Pada kelompok usia tahun untuk pekerja pria sebesar 19% sedangkan pekerja wanita sebesar 2%. Kelompok usia tahun untuk pekerja

13 pria sebesar 18% sedangkan pekerja wanita sebesar 3%. Kelompok usia tahun untuk pekerja pria sebesar 16% dan untuk pekerja wanita sebesar 3%. Kelompok usia tahun untuk pekerja pria sebesar 10% dan untuk pekerja wanita sebesar 3%. Kelompok usia tahun untu pekerja pria sebesar 9% sedangkan pekerja wanita sebesar 3%. Pada tahun 1998, presentase pekerja pria dan wanita yang bekerja lebih dari 60 jam hampir sama seperti tahun Jumlah presentase pekerja pria lebih banyak dibandingkan jumlah presentase jam kerja untuk pekerja wanita. pada tahun 2003 presentase untuk pekerja yang bekerja melebihi 60 jam mengalami peningkatan. Sedangkan untuk presentase jam kerja wanita tetap stabil, tidak menglami peningkatan dan penurunan drastis. Pada kelompok usia tahun pada tahun 2003 mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu sebesar 23%, mengalami peningkatan sebesar 3%. Sedangkan untuk pekerja wanita jumlah presentase dari tahun ke tahun tetaplah sama, bergerak stabil. Dari data di atas, dapat kita ketahui bahwa presentase jumlah jam kerja pria lebih banyak dibandingkan dengan presentase jumlah jam kerja wanita. Wanita memiliki jam kerja yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pekerja laki-laki. Biasanya perempuan hanya mengambil jam kerja paruh waktu atau part time, karena mereka masih harus mengurus anak dan rumah. Sehingga korban karoushi lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Sedangkan untuk pekerja pria kebanyakan mereka bekerja full time dan memiliki lebih banyak pekerjaan dan beban di dalam perusahaan karena ketika melihat jenis kelamin dan kelompok usia, persentase bekerja berjam-jam meningkat, terutama pada pria, hal ini terjadi karena adanya peningkatan variasi dalam jam kerja dan jenis pekerjaan. Jenis pekerjaan mereka sangat berpengaruh sekali terhadap jam kerja sehingga membuat para pekerja di Jepang harus bekerja melebihi batas jam

14 kerja normal dan menimbulkan fenomena karoushi, hubungan kekerabatan dan kebersamaan diantara satu pekerja dengan pekerja lainnya juga sangat baik sehingga membuat mereka rela berlama-lama bekerja demi kemajuan perusahaannya. Dari tahun ke tahun jumlah korban karoushi terus mengalami peningkatan. Ini dikarenakan jumlah jam kerja yang terlalu tinggi, dapat kita bandingkan jam kerja Jepang dengan negara-negara lain, dapat dilihat dari tabel berikut ini : Gambar 3.4 Tabel Frekwensi Jam Kerja di Jepang dengan Negara-Negara Lain Negara Jepang 2,152 2,139 2,107 1,942 1,942 Amerika 1,898 1,847 1,957 2,005 1,991 Uk 1,938 1,835 1,911 1,934 1,942 French 1,657 1,619 1,682 1,677 Germany 1,613 1,499 1,567 1,517 Sumber: Kawanishi, 2005:72 Menurut analisis penulis pada tahun 1988 perbedaan jam kerja antara Jepang dengan pekerja Amerika sekitar 200 jam dan 500 jam untuk Jerman dan Perancis. Perbedaan jam kerja selama beberapa jam dalam seminggu tidak terlalu terlihat perbedaannya, perbedaan antara Jepang dan Amerika Serikat sebesar 5,6 jam seminggu, berarti perbedaan tahunan 291 jam per pekerja. Ini berarti bahwa setiap tahun para pekerja Jepang bekerja empat sampai enam minggu lebih dari negaranegara lainnya. Para pekerja di Jepang secara tradisional maupun struktural memang bekerja lebih panjang, dibanding rekannya di Amerika Serikat, Perancis atau Jerman. Para pekerja Jepang selalu didorong untuk meningkatkan pendapatan dengan bekerja

15 lembur. Hubungan kerja industrialnya juga terpusat pada perusahaan. Selain itu gaya manajemen kepegawaian di Jepang juga amat kaku. Perusahaan tidak memaksa pegawai bekerja lebih panjang, akan tetapi pegawai secara sukarela melakukanya demi prestasi. Perusahaan menjadi lebih penting dari keluarga. Di dalam membuat perbandingan jam kerja internasional sering mengalami kesulitan, karena perbandingan jumlah jam kerja tahunan dan jumlah pegawai yang diteliti tidaklah sama dari satu negara dengan negara lainnya. Walupun pada setiap tahun jam kerja di Jepang mengalami penurunan dan peningkatan secara tidak stabil, namun Jepang tetap menjadi negara dengan jam kerja terlama di antara negaranegara lainnya. Tingginya frekuensi jam kerja di Jepang bisa diketahui dengan mengakumulaiskan ketiga unsur di bawah ini, menurut Murakami (2001:24-25); 1. Frekuensi jam kerja yang sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku atau jam kerja yang telah disepakati melalui kontrak kerja, 2. Frekuensi jam kerja di luar kontrak (lembur: termasuk saabisu zangyou/ unpaid overtime (lembur yang tidak dibayar) ), dan 3. Cuti libur kerja. Jumlah rata-rata jam lembur di Jepang bisa mencapai jam per bulannya. Bahkan pada perusahaan-perusahaan yang persaingannya sangat ketat seperti perusahaan-perusahaan elektronik, jam lembur per bulannya bisa mencapai jam. (Higashii,1990:90). Lembur ini dapat mencapai hingga 100 jam per bulan untuk pejabat bank. Menurut survei resmi lain melalui wawancara pada para pekerja oleh Badan Koordinasi Pengelolaan dan Pemerintah, diketahui rata-rata jam kerja per tahun lebih dari jam. Dari angka ini kita dapat memperkirakan bahwa jumlah jam rata-rata pekerja lembur adalah sekitar 350 jam per tahun. Apabila seseorang

16 ingin mempekerjakan karyawannya lebih dari jam kerja yang telah ditentukan oleh undang-undang mengenai lembur, maka perusahaan harus membuat kesepakatan terlebih dahulu dengan sarikat buruh di dalam perusahaan itu, atau setidak-tidaknya perusahaan harus membuat kesepakatan jam kerja dengan orang yang dianggap dapat mewakili lebih dari separuh jumlah pekerja. Lalu kesepakatan ini harus dilaporkan dan disetujui oleh kepala pengawas pelaksanaan Undang-Undang Standar Perburuhan. Peraturan mengenai jam kerja lembur harus disepakati melalui perjanjian sarikat buruh dengan perusahaan, tetapi para pekerja hampir tidak bisa berbuat apa-apa karena adanya pemutusan hubungan kerja dan tersisihkan dari kelompok. Mereka terpaksa atau secara sukarela harus bekerja lebih lama, baik untuk menunjukan prestasi atau meraih pendapatan lebih tinggi. Ironisnya, dalam masa resesi seperti saat ini, para pekerja yang berisiko tinggi terserang Karoushi, harus bekerja lebih keras lagi. Karyawan pabrik atau perusahaan yang terancam bangkrut, seringkali kerja lembur tanpa dibayar, demi menyelamatkan tempat kerjanya. Di dalam Undang-Undang Standar Perburuhan di Jepang pasal 39, dalam setahun, seorang pekerja bisa mengambil cuti selama 10 hari, tetapi pada perusahaan yang berpegawai di bawah 300 orang, cuti bisa diambil hanya 6 hari per tahunnya. Jumlah cuti ini bertambah satu hari tiap satu tahun, mencapai batas 20 hari. Sesuai dengan Standar perburuhan pelaksanaan sistem libur Sabtu-Minggu, hanya 6,7% yang menerapkan sistem ini. Bila sistem ini benar-benar diterapkan, maka rata-rata jam kerja per minggu berkisar 40 jam. Pada kenyataannya, pekerja yang bekerja di perusahaan elektronik, bekerja dalam 1 minggu selama 51 jam 6 menit, begitu pula dengan para pekerja pabrik mereka bekerja selama enam hari seminggu dan hanya

17 memperoleh libur pada hari minggu. Mereka biasanya kerja jam sehari, maka dalam seminggu mereka terbiasa bekerja jam dan ini belum termasuk lembur. Berarti banyak dari perusahaan-perusahaan yang belum menerapakan sistem ini (Kunio, 2001:46). Statistik resmi ini, belum menunjukkan tingginya frekuensi jam kerja yang berlaku di Jepang, hal-hal tersebut dikarenakan, statistik ini berasal dari rata-rata perusahaan dengan lebih dari lima karyawan, karena besar dan kecil mengenai kesenjangan antara perusahaan dan pekerja sangat signifikan. Di Jepang banyak perusahaan-perusahaan kecil dengan pekerja kurang dari tiga puluh karyawan. Bahkan orang-orang yang bekerja untuk perusahaan kecil terdiri dari 60% pekerja. Para pekerja ini sering bekerja lebih lama daripada pekerja di perusahaan besar yang memiliki banyak pekerja. Karena banyak perusahaan bisnis kecil tidak dapat beroperasi selama lima hari kerja dalam seminggu, perusahaan-perusahaan kecil harus buka bahkan pada hari libur. Statistik ini dihitung dari angka resmi yang diterima dari berbagai perusahaan.. Karena itu menurut analisis penulis adanya konsep shuudan shugi mempengaruhi tingginya jam kerja di Jepang. Menurut Madubrangti (2008:18) shuudan shugi terdiri dari tiga macam, yaitu shuudan seikatsu, shuudan shikou, dan shuudan ishiki. Sub bab berikut ini merupakan analisis tiga macam bentuk shuudan shugi sebagai faktor penyebab tingginya jam kerja di Jepang

18 3.1.1 Analisis Shuudan Seikatsu sebagai faktor penyebab tingginya jam kerja di Jepang yang Menyebabkan Karoushi Pengertian shuudan seikatsu, menurut Kawamoto dalam Madubrangti (2008:19) menjelaskan yaitu: Kehidupan berkelompok (shuudan seikatsu) adalah kehidupan sosial yang berlangsung atas dasarnya adanya kerja sama kelompok yang didasari atas kesadaran yang tinggi terhadap kepentingan kelompok yang diikat oleh aturan, sistem pola, dan pedoman tentang kehidupan di dalam bekerja sama di kelompok atau masyarakatnya. Di dalam melakukan pekerjaan, suatu organisasi atau perusahaan menggunakan sistem pembagian kerja. Hal ini untuk mencapai suatu keberhasilan di dalam suatu organisasi. Organisasi ini tertata rapi dengan membuat suatu program kerja yang dilandasi ittaikan dan solidaritas. Dalam perusahaan Jepang pada umumnya juga terdapat sistem pembagian kerja. Menurut analisis penulis dalam hal ini, contohnya, dalam satu divisi atau departemen terdapat pembagian tugas pada tiap-tiap anggota divisi tersebut salah satu contohnya di perusahaan Toyota anggota tim wajib datang menit sebelum shift dimulai, anggota tim bertanggung jawab terhadap kesiapan perkakas dan area kerja, melakukan pengecekan barang, melaksanakan pemeriksaan kondisi peralatan, memastikan kesiapan produksi sebelum shift dimulai. Sedangkan Team leader bertanggung jawab untuk meninjau buku catatan shift, memeriksa permintaan produksi harian, meninjau hasil produksi setiap jam, melakukan audit kualitas setiap jam. Menurut analisis penulis, dalam pembagian kerja mereka memiliki ittaikan yakni mereka akan memiliki semangat gotong royong dalam berusaha menonjolkan

19 prestasi divisinya dalam perusahaan tersebut. Tujuan sistem pembagian kerja adalah agar memeiliki semangat gotong royong dan memelihara kesejahteraan setiap anggota kelompok, hal ini seperti dikatakan Hamaguchi dalam Madubrangti, (1994:48) ittaikan adalah nilai yang dimiliki seseorang yang didasari semangat bekerja sama bergotong royong yang bertujuan melindungi mempertahankan serta memelihara kesejahteraan setiap anggota kelompok dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup seseorang sebagai harmoni kelompok. Harmoni kelompok terwujud bukan hasil keputusan seseorang yang secara ikhlas ditujukan unutk kepentingan kelompok dan bukan pula yang dibuat kelompok sebagai usaha menyingkirkan pendapat-pendapat individu sebagai anggota kelompok tetapi dari sistem gotong royong. Gotong royong akan menghasilkan solidaritas. Solidaritas yaitu sikap yang ditimbulkan oleh kepercayaan, perasan dan tingkah laku yang sama dalam menunjukkan kebersamaan. Dengan begitu pembagian kerja yang merata sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing orang yang terlibat di dalamnya memberikan kekuatan dan daya tarik yang kuat pada orang yang melakukannya, sehingga keinginan berkompetisi dan bekerja keras pada mereka semakin meningkat. (Madubrangti, 2008 :65-66). Di dalam bekerja pembagian kerja disusun secara merata sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, hal ini merupakan suatu sistem kehidupan berkelompok dalam melakukan berbagai kegiatan yang diperlukan untuk kepentingan dan kesejahteraan kelompoknya masing-masing. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan rasa tanggung jawab kepada para anggota kelompok terhadap pekerjaan yang dilakukan. Dijelaskan juga oleh Kawamoto dalam Madubrangti (2008:19) kehidupan berkelompok (shuudan seikatsu) adalah kehidupan sosial yang berlangsung atas dasar adanya kerja sama kelompok yang didasari atas kesadaran yang tinggi terhadap kepentingan

20 kelompok yang diikat oleh aturan, sistem pola dan pedoman tentang kehidupan dalam kelompok atau masyarakatnya. Pada umumnya setiap orang cenderung ingin melakukan suatu kegiatan yang dapat menunjukkan suatu prestasi yang lebih baik dari prestasi sebelumnya. Menurut analisis penulis, untuk itu mereka bekerja keras mengatasi kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya dengan rela bekerja melebihi standar jam kerja Analisis Shuudan Ishiki Sebagai Faktor Penyebab Tingginya Jam kerja di Jepang yang Menyebabkan Karoushi Shuudan ishiki menurut Ikeno (2002:145) adalah sebagai berikut: Kebanyakan dari masyarakat Jepang, penting bagi mereka untuk berpedoman pada sebuah kelompok dan memberikan prioritasnya secara lebih kepada kelompoknya daripada diri sendiri. Kebanyakan dari masyarakat Jepang menyadari bahwa suatu kebaikan yang sangat penting adalah setia kepada nilai-nilai dari kelompok yang diikutinya. Mereka lebih cenderung mengikuti apa yang dikatakan dan disepakati oleh kelompoknya. Hal ini dikarenakan loyalitas kepada kelompoknya sehingga menciptakan sebuah rasa solidaritas yang tinggi dan mengedepankan konsep dari kesadaran berkelompok. Sesuai dengan konsep shuudan shugi yaitu di dalam orientasi kelompok, tingkah laku individu dikontrol oleh masyarakatnya melalui kegiatan kelompok. Mereka sudah menyadari hak dan kewajibannya. Mereka merasa adalah kewajibannya untuk bertindak sesuai dengan kemauan kelompok, tidak menonjolkan diri sendiri.

21 Menurut analisis penulis terdapat konsep shuudan ishiki dalam etos kerja perusahaan di Jepang. Hal ini dapat dilihat pada kerja karyawan berikut ini, selama tiga sampai empat tahun, seorang karyawan akan terus bekerja dalam satu kelompok sebelum dimutasikan kepada kelompok lainnya, dan kelompok kerja tersebut akan menjadi fokus ke dalam kehidupan pekerja itu. Dia akan bekerja bersama dengan anggota kelompok yang lain antara empat puluh lima sampai lima puluh lima jam kerja setiap minggunya, sekaligus menghabiskan masa kehidupan sosialnya dengan anggota-anggota kelompok itu. Di dalam kelompok kerja dalam perusahaan Jepang kehadiran dicatat oleh atasan. Untuk jam lembur yang dilakukan oleh para pekerja tidak semua dicatat oleh atasan mereka dikarenakan agar perusahaan dapat menghemat pengeluaran. Hal ini dilakukan oleh mereka demi kelompok yaitu perusahaan mereka, karena mereka menyadari sebagai anggota dari perusahaan tersebut maka para pekerja tidak menuntut uang lembur dari kerja lembur yang mereka lakukan. Selain itu, bagi pekerja di Jepang, loyalitas kepada kelompok yang dapat menciptakan rasa solidaritas dapat terlihat pada sikap para pekerja yang tidak akan pulang mendahului atasan mereka. Demikian juga hal ini dilakukan oleh rekan kerja di dalam kelompok tersebut. Oleh karena itu hal tersebut sesuai dengan Fukutake (1994:15). Setiap individu melakukan kegiatan atau aktivitas yang dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Para karyawan melakukan pekerjaan di atas sebagai dorongan-dorongan atas keinginan untuk membangun suatu kehidupan sosial menuju kemajuan dan perkembangan masyarakatnya. Di dalam kelompok kerja, hal yang terpenting yang harus dijaga yaitu keharmonisan. Apabila di dalam hubungan kelompok kerja sudah terjadi ketidakharmonisan maka akan berpengaruh terhadap pekerjaan. Karena masing-masing dari pekerja memiliki hubungan yang saling berkaitan, seperti

22 dijelaskan oleh Robbins, (1989:71), two or more individuals, interacting and interdependent, who come together to achieve particular objective. Artinya kelompok terdiri dari dua orang atau lebih, saling mempengaruhi dan saling tergantung, bersama-sama untuk mencapai sasaran tertentu. Menurut NHK Shin Nihonjin no Jouken (2001:65) perbedaan jam lembur di Jepang sering terjadi, karena adanya saabisu zangyo yaitu lembur yang tidak dibayar. Saabisu zangyo ini terjadi karena pekerja seringkali melaporkan jam lembur yang telah dikerjakannya lebih sedikit daripada yang sebenarnya, dan mereka tidak memperoleh bayaran atas lembur tersebut. Apabila mereka menyebutkan jumlah jam lembur yang sebenarnya maka bonus kerja yang seharusnya diperoleh pada musim panas akan dikurangi. Menghemat biaya lembur dilakukan oleh perusahaan dilakukan agar mampu bersaing dengan kompetitor lainnya. Sesuai dengan NHK Kokusai Kyoku Keizei Project (2001:99) Saabisu zangyou (lembur tidak dibayar) adalah hal yang sangat tidak menguntungkan bagi pekeja, tetapi bagi perusahaan akan sangat menguntungkan. Mereka dituntut untuk bekerja lebih keras melebihi jam kerja normal tetapi tidak memperoleh bayaran atas kerja kerasnya itu. Meskipun peraturan mengenai lembur ada, tetapi karena kesadaran kelompok dan loyalitas yang tinggi terhadap perusahaan membuat perusahaan bisa menuntut pekerjanya untuk lembur selama berjam-jam lamanya.

23 3.1.3 Analisis Shuudan Shikou Sebagai Faktor Penyebab Tingginya Jam Kerja di Jepang yang Menyebabkan Karoushi Shuudan shikou menurut Madubrangti (2008:18) adalah sebagai berikut: Orang Jepang ketika berinterkasi dengan sesamanya di dalam berbagai kegiatan kelompok menunjukkan sikap keberadaannya di dalam kelompok, mereka berusaha keras menjalankan tugas sebagai anggota dan kewajibannya yang menjadi tanggung jawabnya dalam melakukan kegiatan agar mereka memperoleh hasil yang menguntungkan bagi kelompoknya. Kehidupan masyarakat Jepang ini semakin berkembang dan berubah menjadi masyarakat industri dan kini memasuki masyarakat teknologi canggih. Perkembangan dan perubahan yang terjadi di dalam kehidupan sosial masyarakat Jepang dibangun oleh kesatuan konsep kerja kelompok dalam mengatur kehidupan sosialnya sebagai kerangka berpikirnya, yaitu orientasi berdasarkan kepada kelompok. Orientasi kelompok adalah kerangka berpikir orang Jepang terhadap kerja kelompok yang didasari kesadaran yang tinggi terhadap kepentingan kelompok dalam satu kesatuan kehidupan berkelompok atau masyarakat, (Madubrangti, 2008:17). Kegiatan yang dilandasi oleh orientasi kelompok mampu mewujudkan keseimbangan dalam mengatur kehidupan sosial masyarakatnya, karena orang Jepang dalam melakukan kegiatan-kegiatan kelompok menunjukkan sikap konsisten dalam mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan kelompok atau masyarakatnya. Hal ini terlihat pada orang Jepang masa kini.

24 Dalam manajemen Toyota (2002:56), manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan sumber daya suatu organisasi dalam rangka mencapai sasarannya. Tingkatan dasar manajemen dibagi menjadi tiga, yaitu manager puncak (top manager), manager menengah (middle manager), dan manager pertama (first line manager). Berikut ini adalah tanggung jawab atasan sesuai dengan posisinya dalam perusahaan. 1. Manager puncak (Top manager) Manager puncak bertanggung jawab atas keseluruhan kinerja dan efektivitas perusahaan serta menerapkan kebijakan umum, merumuskan strategi, menyetujui seluruh keputusan dan mewakili perusahaan dalam menghadapi perusahaan lain dan badan-badan pemerintah. 2. Manager menengah (Middle manager) Manager bertanggung jawab dalam mengimplementasikan strategi, kebijakan, dan keputusan yang dibuat oleh manajer puncak 3. Manager pertama (first line manager) Mendukung operasi, meningkatkan sistem, memimpin perubahan. 3.2 Analisis Onjoo shugi ( 恩情主義 )sebagai faktor penyebab tingginya jam kerja di Jepang Onjooshugi atau keakraban (warm-hearted), merupakan hubungan interaksi antara orang tua dan anak. Hubungan keakraban ini yang melahirkan kewajiban

25 timbal balik yaitu orang tua wajib memberikan perlindungannya kepada anak dan wajib memberikan kehidupan kepada anak. Onjoo shugi inipun muncul di dalam lingkungan kegiatan usaha orang Jepang sebagai sebuah hubungan yang disebut oyabun kobun. Menurut Nakane (2005:38) onjoo shugi adalah hubungan paternalisme yang sangat menekankan kepada hubungan yang bersifat vertikal (tate shakai). Menurut analisis penulis konsep onjoo shugi terdapat di dalam perusahaan Jepang yang terlibat dalam hubungan antara atasan dan bawahan, salah satu contohnya di dalam perusahaan Toyota, Toyota tidak membeli CEO dan presiden untuk perusahaan mereka. Toyota berhasil, karena pemimpin mereka harus hidup dan mengerti secara mendalam budaya Toyota dari hari ke hari. Karena elemen kritis dari budaya adalah genchi genbutsu yang artinya secara mendalam memahami situasi sebenarnya secara detail, para pemimpin harus mendemonstrasikan kemampuan ini dan mengerti bagaimana pekerjaan diselesaikan di tingkat pabrik Toyota. Apabila tidak, akan mengakibatkan pengambilan keputusan dan kepemimpinan di salah satu divisi tidak efektif. Toyota juga mengajarkan kepada pemimpinnya untuk mengajar dan membimbing bawahannya tentang manajemen di Toyota, yang berarti mereka harus dapat memahami dan hidup berdasarkan filosofi yang diajarkan oleh pemimpinnya. Ajaran penting tentang kepemimpinan di Toyota adalah upaya yang dilakukan pemimpin untuk mendukung budaya dari tahun ke tahun yang menciptakan lingkungan untuk organisasi pembelajaran. Di perusahaan Barat, karena sering berganti-ganti pemimpin, tidak seorangpun dapat memimpin cukup lama untuk membangun budaya yang matang agar sesuai dengan visi pribadinya. Setiap kali pemimpin baru masuk ke dalam perusahaan hanya akan menghentak karyawan saja tanpa membangun loyalitas dari para karyawan. Dari contoh di atas,

26 menunjukkan bahwa pemimpin sangat berperan penting dalam keberhasilan suatu perusahaan. Menurut analisis penulis di dalam hubungan antara oyakata dan kokata terlihat juga di dalam hubungan manajemen antara atasan dan bawahan di tempat kerja. Sebagai oyakata memiliki tanggung jawab membimbing bawahannya di dalam mengerjakan tugas yang menjadi tanggung jawab bawahannya (kokata) dan juga turut mencari solusi bersama dengan bawahannya apabila bawahannya mengalami kesulitan di dalam melaksanakan tugas. Contohnya di dalam perusahaan Toyota, mengadakan pertemuan harian dengan regunya, menjelaskan masalah yang dihadapi dan mendiskusikannya bersama-sama. Dalam hal ini atasan sebagai oyakata bertugas memimpin rapat dan pertemuan, mendengarkan masukan dari bawahannya, dan juga mendengarkan masukan-masukan dari bawahan pada saat berdiskusi. Seorang pemimpin juga harus secara konsisten menganalisis pekerjaan di areanya, mencari cara untuk menggabungkan, mengatur ulang, menyederhanakan, tugas agar mengahasilkan pemanfaatan yang lebih baik, dan yang paling penting pemimpin berperan untuk mendorong bawahannya untuk mengembangkan perbaikan berkesinambungan dalam berpikir dan bertindak. Pemimpin harus dapat bekerja dengan anggota tim agar dapat mencapai sasaran perusahaan. Pemimpin juga harus dapat mengajarkan orang lain. Tidak peduli berapa banyaknya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, tanpa kemampuan mengajar, seorang pemimpin tidak akan dapat menyebarkan pengetahuannya kepada orang lain. Dengan demikian akan tercipta keharmonisan di dalam kelompok. Dengan Onjoo shugi setiap kelompok menginginkan tujuannya dapat tercapai seperti yang dikatakan oleh Sadono (2004:21-22) hubungan kerja atasan dan bawahan di dalam masyarakat

27 Jepang bersifat interpersonal dan personal sehingga berkembang menjadi suatu hubungan atasan dan bawahan yang bersifat paternalistik. Hubungan interpersonal antara pemimpin dengan pengikut sangat penting di dalam organisasi kerja, setiap organisasi menginginkan tujuannya tercapai. Menurut analisis penulis tugas atasan sebagai oyakata terhadap kokata juga terdapat di dalam menyelesaikan konflik individu yang ada diantara pekerja agar tidak mengganggu kinerja kelompok pekerja. Pada kasus ini manager sebagai atasan secara langsung menjembatani pemecahan kasus yang ada pada suatu masalah atau dapat memberikan arahan khusus suatu kelompok yang mendesak pekerja agar dapat memecahkan permasalahan yang ada di antara mereka. Selain itu, tugas atasan sebagai oyakata adalah lebih mendekatkan diri terhadap para staff agar terjalin hubungan kekeluargaan yang erat. Hubungan tersebut akan selalu berjalan secara profesional seiring dengan posisi yang ada pada suatu pekerjaan jika pekerja dan manager berada di dalam kantor. Hal ini sesuai dengan Arnold (1995:198) bahwa posisi eksekutif dalam perusahaan Jepang dituntut untuk memiliki standart etika yang lebih tinggi dibanding pekerja lain atau moral yang terkandung dalam eksekutif perusahaan harus lebih ekslusif dibandingkan dengan staff pekerja yang ada pada perusahaan tersebut. Selain itu posisi manager di perusahaan Jepang dituntut untuk memiliki kemampuan lebih dalam menjembatani ide-ide yang berkembang dalam suatu perusahaan. Adanya onjoo shugi yang terlihat dalam hubungan oyakata kokata dalam perusahaan ini yang menyebabkan motivasi bekerja di Jepang. Hal ini dapat dilihat pada alasan motivasi mereka bekerja pada grafik berikut ini:

28 Gambar: 3.5 Grafik latar Belakang Motivasi Kerja Pekerja Jepang Sumber: Dari diagram di atas, jumlah pekerja di Jepang yang senang bekerja dengan koleganya (kelompok) berada di posisi paling atas sebesar 38% melebihi para pekerja yang bekerja untuk memanfaatkan pengetahuan atau kemampuan yaitu sebesar 26%. Jumlah pekerja dengan motivasi kerja karena senang bekerja dengan rekan kerja dalam perusahaan mengalami peningkatan hingga tahun 1995 menjadi 44% kemudian mengalami penurunan sedikit hinga tahun 2003 menjadi 42% Sedangkan para pekerja yang bekerja dengan motivasi untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat terus mengalami peningkatan dari tahun 1988 sampai tahun Peningkatan yang cukup tinggi terlihat dari tahun 1993 sampai tahun 2003, namun jumlah presentase tersebut jauh lebih rendah daripada motivasi kerja yang disebabkan karena senang bekerja dengan rekan kerja dalam perusahaan. Motivasi kerja yang lain yakni orang yang bekerja karena dapat memperlihatkan kemandiriannya tanpa mengganggu orang lain dari tahun 1973 mengalami peningkatan sedikit hingga tahun 1988 yakni dari 4% hingga menjadi 7% dan mengalami penurunan sedikit hingga tahun 2003 menjadi 6%. Motivasi kerja ini menunjukkan jumlah yang lebih rendah dibandingkan dengan motivasi kerja karena senang bekerja dengan rekan-rekan di dalam perusahaannya. Sedangkan motivasi

29 bekerja untuk menggunakan keahlian yang dimilikinya lebih tinggi daripada motivasi-motivasi lainnya yaitu karena pekerja ingin memberikan yang terbaik untuk perusahaannya dengan memanfaatkan dan menggunakan keahlian khusus dan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh pekerja. Oleh karena itu menurut analisis penulis, motivasi kerja pekerja umumnya adalah senang bekerja dengan rekan kerja dalam perusahaan dikarenakan terdapatnya konsep ie dalam masyarakat Jepang yang diterapkan dalam etos kerja mereka Bagi karyawan Jepang perusahaan adalah bagian dari keluarganya, yang berarti keluarga menjadi kerangka utama di dalam setiap perusahaan. Masyarakat Jepang cenderung memiliki rasa keterikatan yang kuat dengan kelompoknya. Terutama di tempat kerjanya, mereka rela melakukan apa saja demi perusahaannya sampai mengorbankan keluarga. Motivasi bekerja lebih banyak disebabkan karena rekanrekan kerja perusahaan dibandingkan dengan motivasi lainnya seperti, memanfaatkan pengetahuan atau keterampilan, atau karena dapat memperlihatkan kemandirian tanpa menganggu orang lain, dan yang lainnya. Dalam sistem bekerja sama dalam kelompok pada masyarakat Jepang, tempat kerja merupakan satu kesatuan unit keluarga. Kesatuan unit keluarga sebagai tempat kerja ini dibentuk oleh orang-orang yang sebelumnya tidak memiliki suatu keterampilan atau keahlian dan mereka bekerja sesuai dengan tugas dan kewajibannya masing-masing di dalam kelompok yang mengikatnya. Tugas dan kewajiban ini dilakukan dengan sikap loyal sebagai pengetahuannya dan pengalaman. Setiap anggota dalam kelompok dengan sendirinya mempunyai keinginan yang kuat untuk mewujudkan kesejahteraan kelompoknya atau menyukseskan kelompoknya, (Hamaguchi, 1994:19).

30 Onjoo shugi ada di dalam perusahaan Jepang karena bagi pekerja Jepang perusahaan adalah keluarga, seperti yang dikatakan Yamamoto (2001:18) mengatakan perusahaan adalah komunitas seorang pekerja, sedangkan rumah hanyalah sebagai tempat dimana ia tidur. Perusahaan tidak dianggap semata-mata sebagai satu organisasi dimana seorang terikat dengannya melalui kontrak, tetapi dianggap sebagai tempat dimana seorang pekerja merupakan bagian darinya bahkan dianggap sebagai miliknya. Karena itu terdapat konsep ie di dalam perusahaan yang berasas keluarga sebagai kerangka usaha di dalam setiap perusahaan. Melalui unit kekerabatan ie yang mengedepankan kepentingan kelompok akan mucul onjoo shugi. Hal inilah yang menyebabkan mereka memiliki jam kerja yang tinggi bahkan paling tinggi bila dibandingkan dengan jam kerja di negara-negara lain. Gambar 3.6 Grafik Jumlah Jam Kerja dengan Jenis Pekerjaan Sumber :

31 Dari grafik diatas terdapat persentase berbagai macam jenis pekerjaan dan lamanya jam bekerja, pada tahun 1995 jenis pekerjaan 有職者計 (yuushokusyakei) (perdagangan) persentase jam kerjanya mencapai 17 % dan meningkat setiap tahunnya pada tahun 2000 sebesar 5 % menjadi 21 % dan pada tahun 2005 juga mengalami peningkatan sebesar 1 % menjdai 22 %. Untuk jenis pekerjaan 農林漁 (noringyou) 業者 (gyousya) (pertanian dan perikanan) apabila dilihat dengan jam kerja lainnya, jam kerja jenis pekerjaan ini memiliki jam kerja yang lebih sedikit. Pada tahun 1995 sebesar 8 % dan pada tahun 2000 mengalami penurunan 1% menjadi 7%. Lalu pada tahun 2005 mengalami peningkatan sebesar 4% menjadi 11%. Jenis pekerjaan 自営業者 (jieigyousya) (wiraswasta) terus mengalami peningkatan setiap tahunnya sebesar 1% tiap tahunnya. Kemudian jenis pekerjaan 販売職 (hanbaishoku) (penjualan) dan サービス職 (saabisu shoku) (service/layanan) juga mengalami peningkatan setiap tahunnya dari tahun 1995 sampai tahun 2000 mengalami peningkatan sebesar 1% menjadi sebesar 18% dan tahun 2005 mengalami peningkatan sebesar 2 % menjadi 20%. Jenis pekerjaan ブルーカラー (blue colar) dan ホワイトカラー (white colar) juga mengalami peningkatan setiap tahunnya hingga mencapai 26%. Jenis pekerjaan di bidang 専門職 (senmonshoku) profesi dan 自由業 (jyuugyo) profesi liberal mengalami peningkatan pada tahun 2000 dan mengalami purunan sebesar 2% pada tahun Pekerjaan yang paling tinggi jam kerjanya yaitu pada jenis pekerjaan 経営者 (keieisya) (management) dan 管理職 (kanrishoku) (management) hingga mencapai 35% pada tahun Hal ini membuktikan bahwa jam kerja di bidang management lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan lainnya. Karena bekerja di bidang

32 management memiliki jam kerja yang sangat lama, maka akan menyebabkan stres, dapat kita lihat pada grafik 3.1 (lihat halaman 26) yang menunjukkan jenis pekerjaan dengan tingkat stress paling tinggi, hal ini membuktikan bahwa adanya hubungan antara jam kerja dengan tingkat stress. Semakin lama bekerja, maka seseorang akan cenderung mengalami tingkat stres yang tinggi, apalagi dengan tuntutan pekerjaan yang begitu banyak. Pekerjaan sebagai seorang management termasuk manager di dalamnya tidaklah mudah, mereka bekerja tidak hanya untuk tanggung jawab kepada pekerjaannya saja, tetapi bertanggung jawab terhadap bawahannya. Menurut analisis penulis dalam hal ini adanya onjoo shugi mempengaruhi tingginya jam kerjadi Jepang Pekerjaan menjadi seorang manajer tidaklah mudah, apalagi ketika seorang manger harus membuat sebuah keputusan yang mempengaruhi produksi perusahaan dan masa depan pekerja. Terlebih karena perusahaan dianggap sebagai ie, dimana manager dan karyawan di perusahaan Jepang memiliki hunbungan yang sangat kuat sehingga lebih mementingkan kepentingan kelompok dalam hal kepentingan perusahaan akan mereka dahulukan daripada kepentingan pribadi.

BAB 1. Pendahuluan. Salah satu kepribadian bangsa Jepang yang mengungguli bangsa lain adalah

BAB 1. Pendahuluan. Salah satu kepribadian bangsa Jepang yang mengungguli bangsa lain adalah BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Salah satu kepribadian bangsa Jepang yang mengungguli bangsa lain adalah ketekunan bekerja dan rasa kesetiaan yang luar biasa pada perusahaan atau tempatnya bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat membuat kebutuhan rumah tangga semakin meningkat. Kurangnya pendapatan yang dihasilkan suami sebagai kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan dunia tempat sekumpulan individu melakukan suatu aktivitas kerja, yang mana aktivitas tersebut terdapat di dalam perusahaan atau organisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Semakin berkembangnya zaman, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat. Angkatan kerja dituntut untuk kompeten dan memiliki keterampilan yang mumpuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan bagi sumber daya wanita untuk berkarya. Khususnya di kota-kota besar dimana

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan bagi sumber daya wanita untuk berkarya. Khususnya di kota-kota besar dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang serba kompetitif menuntut dunia usaha memberi lebih banyak ruang bagi sumber daya manusia untuk berkarya. Situasi dan kondisi demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berawal dari Krisis ekonomi Amerika Serikat akhir tahun 2008,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berawal dari Krisis ekonomi Amerika Serikat akhir tahun 2008, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berawal dari Krisis ekonomi Amerika Serikat akhir tahun 2008, mengakibatkan krisis global yang berdampak pula pada Indonesia. Krisis ekonomi global di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting bagi organisasi, dimana pada hakekatnya berfungsi sebagai faktor penggerak bagi setiap kegiatan di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung pula oleh sumber daya manusia yang berkualitas, baik dari segi mental, spritual maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan pekerjaan dan keluarga menjadi bagian yang akan dilalui oleh setiap individu dalam hidupnya. Memilih keduanya atau menjalani salah satu saja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat seiring berkembangnya kemajuan teknologi. Persaingan dan tuntutantuntutan

BAB I PENDAHULUAN. pesat seiring berkembangnya kemajuan teknologi. Persaingan dan tuntutantuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi saat ini, perkembangan ekonomi yang terjadi begitu pesat seiring berkembangnya kemajuan teknologi. Persaingan dan tuntutantuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bermacammacam,

BAB I PENDAHULUAN. Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bermacammacam, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bermacammacam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh pelaku-pelakunya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan wanita dalam dunia bisnis saat ini menunjukkan fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan wanita dalam dunia bisnis saat ini menunjukkan fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan wanita dalam dunia bisnis saat ini menunjukkan fenomena yang tidak kalah menarik. Pertama, angkatan kerja saat ini lebih didominasi oleh wanita Dessler (Chiu,

Lebih terperinci

Work-Related Stress: Stres di Era Globalisasi dan Dampak Seriusnya

Work-Related Stress: Stres di Era Globalisasi dan Dampak Seriusnya Work-Related Stress: Stres di Era Globalisasi dan Dampak Seriusnya Era globalisasi menuntut seseorang untuk berevolusi menjadi workaholic. Banyak pekerja di negara maju atau di kota-kota besar harus bertahan

Lebih terperinci

Oleh karenanya diperlukan kerja sama antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stress tersebut.

Oleh karenanya diperlukan kerja sama antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stress tersebut. Stres Kerja Stress Kerja Oleh Jacinta F. Rini, MSi. Team e-psikologi.com Jakarta, 1 Maret 2002 Perkembangan ekonomi yang cepat, perampingan perusahaan, PHK, merger dan bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di Indonesia, salah satunya adalah kota Bandung. Hal tersebut dikarenakan banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi lingkungan yang harus dihadapi oleh manajemen sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi lingkungan yang harus dihadapi oleh manajemen sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dalam rangka menghadapi perubahan dan persaingan bisnis yang semakin ketat antar perusahaan, maka diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat membuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat membuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat membuat banyak harga-harga kebutuhan rumah tangga, angkutan umum dan biaya rumah sakit semakin mahal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi barang atau jasa, serta mempunyai tujuan tertentu yang ingin

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi barang atau jasa, serta mempunyai tujuan tertentu yang ingin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan salah satu bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tiap

Lebih terperinci

Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko

Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko Solichul HA. BAKRI, et al Ergonomi untuk Keselamatan, Keselamatan Kerja dan Produktivitas ISBN: 979-98339-0-6 Mengelola Kelelahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional dan fisik yang bersifat mengganggu, merugikan dan terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. emosional dan fisik yang bersifat mengganggu, merugikan dan terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres adalah kondisi fisik dan psikologis yang disebabkan karena adaptasi seseorang pada lingkungan. Stres kerja didefinisikan sebagai respon emosional dan fisik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalansecara berkesinambungan, maka sangat dibutuhkan karyawan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalansecara berkesinambungan, maka sangat dibutuhkan karyawan yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam berjalannya suatu perusahaan untuk mencapai visi, misi, strategi serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat perkembangan era modern ini, pemandangan wanita bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari budaya Timur yang pada umumnya peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi sebagian orang dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Salah satu tujuan utama yang ingin dicapai oleh perusahaan adalah mempertahankan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung mengalami stres apabila ia kurang mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Desain penelitian yang digunakan bersifat analitik yang bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang tidak dapat digantikan oleh unsur apapun.

BAB I PENDAHULUAN. utama yang tidak dapat digantikan oleh unsur apapun. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam suatu perusahaan unsur manusia merupakan perangkat yang paling menentukan dalam mencapai tujuan kegiatannya, terutama berkaitan erat dengan kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gaya kepemimpinan suatu organisasi merupakan salah satu faktor lingkungan intern yang sangat jelas mempunyai pengaruh terhadap perumusan kebijaksanaan dan penentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktifitas perusahaan tidak dapat dipisahkan dengan potensi Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. Aktifitas perusahaan tidak dapat dipisahkan dengan potensi Sumber Daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktifitas perusahaan tidak dapat dipisahkan dengan potensi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang dimilikinya. Salah satu faktor penting untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dewasa ini, laju peningkatan tenaga kerja di Indonesia sangat pesat. Peningkatan tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi menjadi fenomena yang sangat penting dalam dunia kerja.

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi menjadi fenomena yang sangat penting dalam dunia kerja. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi menjadi fenomena yang sangat penting dalam dunia kerja. Selain dampaknya terhadap penggunaan alat-alat produksi dan strategi pemasaran. Modernisasi juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hasibuan (2007) Byars dan Rue Sutrisno (2009)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hasibuan (2007) Byars dan Rue Sutrisno (2009) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan perekonomian sekarang ini semakin bertambah sulit dengan tantangan yang semakin berat, sehingga perusahaan di dalam mengelola usaha diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Salah satunya adalah faktor sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Salah satunya adalah faktor sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suatu perusahaan yang sukses, selalu memperhatikan faktor-faktor penentu kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Salah satunya adalah faktor sumber daya manusia. Faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Nusantara yang berjumlah 166 karyawan. Berikut karakteristik responden. Tabel 1.Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Nusantara yang berjumlah 166 karyawan. Berikut karakteristik responden. Tabel 1.Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Way Seputih Bumi Nusantara yang berjumlah 166 karyawan. Berikut karakteristik responden penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, banyak perusahaan yang telah menetapkan pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan swasta maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari perusahaan adalah menghasilkan produk atau jasa yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami peningkatan maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia baik negeri maupun

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia baik negeri maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan dalam dunia pendidikan saat ini semakin kompetitif, tidak terkecuali persaingan dalam peningkatan kualitas di Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia (karyawan) merupakan aset yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia (karyawan) merupakan aset yang paling penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia (karyawan) merupakan aset yang paling penting bagi perusahaan, dimana pada hakekatnya berfungsi sebagai faktor penggerak bagi setiap kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Persaingan antar perusahaan di era globalisasi semakin tajam, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Persaingan antar perusahaan di era globalisasi semakin tajam, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan antar perusahaan di era globalisasi semakin tajam, sehingga karyawan dituntut untuk terus-menerus mampu mengembangkan diri secara proaktif. Karyawan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wanita Karir Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu rumah tangga sebenarnya adalah seorang wanita karir. Namun wanita karir adalah wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia tentunya sangat berperan dalam suatu perusahaan, sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang terdidik dan siap pakai untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

3. TAHAP TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN 3.1. TAHAP I KESELAMATAN YANG BERDASARKAN HANYA PADA PERATURAN PERUNDANGAN

3. TAHAP TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN 3.1. TAHAP I KESELAMATAN YANG BERDASARKAN HANYA PADA PERATURAN PERUNDANGAN 3. TAHAP TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN Semua organisasi organisasi yang terlibat dalam kegiatan nuklir jelas memiliki perhatian yang sama terhadap pemeliharaan dan peningkatan keselamatan. Tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut merupakan proses yang diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut merupakan proses yang diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan wadah interaksi antara berbagai komponen, seperti sumber daya manusia, sumber daya fisik dan sumber daya informasi. Interaksi tersebut merupakan

Lebih terperinci

Definisi Stres Kerja

Definisi Stres Kerja Definisi Stres Kerja Menurut Anwar (1993:93) Stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya. Yoder dan Staudohar (1982 : 308) mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Disamping itu pula, pekerjaan semakin sulit untuk didapatkan.

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Disamping itu pula, pekerjaan semakin sulit untuk didapatkan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pekerjaan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat penting bagi masyarakat. Bekerja merupakan suatu tuntutan yang mendasar, baik dalam rangka memperoleh imbalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui rencana pembangunan kesehatan, sehingga pengembangan rumah

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK DARI WORK FAMILY CONFLICT. bekerja. Dampak dari masalah work family conflict yang berasa dari faktor

BAB VI DAMPAK DARI WORK FAMILY CONFLICT. bekerja. Dampak dari masalah work family conflict yang berasa dari faktor BAB VI DAMPAK DARI WORK FAMILY CONFLICT 6.1 Pendahuluan Fenomena work-family conflict ini juga semakin menarik untuk diteliti mengingat banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan, baik terhadap wanita dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan dinamika kerja saat ini menimbulkan tantangan baru bagi mental pekerja, salah satunya adalah ancaman stres. Diuraikan dalam Harvey et al. (2012), dari beberapa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah perusahaan. Ketika kinerja dari karyawan meningkat maka bisa dipastikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat bertahan lama. Karena salah satu sumber daya yang sangat penting yang. dimiliki oleh perusahaan adalah sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. dapat bertahan lama. Karena salah satu sumber daya yang sangat penting yang. dimiliki oleh perusahaan adalah sumber daya manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini menuntut setiap perusahaan atau organisasi untuk meningkatkan produktivitas dan mengembangkan sumber daya manusianya. Apabila perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat sesuai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit sebagai salah satu institusi pelayanan kesehatan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat sesuai standar yang

Lebih terperinci

Lampiran. Angket. Yth. Anggota Teater Mahasiswa ENJUKU. Di Jakarta.

Lampiran. Angket. Yth. Anggota Teater Mahasiswa ENJUKU. Di Jakarta. Lampiran Angket Yth. Anggota Teater Mahasiswa ENJUKU Di Jakarta. Saya mahasiswa semester akhir Universitas Bina Nusantara yang sedang melakukan penelitian mengenai konsep shuudan shugi yang ada pada Teater

Lebih terperinci

Tes Karakteristik Pribadi

Tes Karakteristik Pribadi 1 2 Tes Karakteristik Pribadi TIPS MENGERJAKAN TES KARAKTERISTIK PRIBADI Soal Tes Kompetensi Pribadi (TKP) pada dasarnya adalah tes yang menilai sikap dan respon seseorang terhadap kasus yang diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penggunaan tembakau, penyalahgunaan obat dan alkohol, dan HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penggunaan tembakau, penyalahgunaan obat dan alkohol, dan HIV/AIDS. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi Buruh Internasional (ILO) adalah badan Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) khusus bertugas mempromosikan kesehatan dan keselamatan pekerja di seluruh dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang di kemukakan oleh Martoyo (2000), bahwa kepuasan kerja adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang di kemukakan oleh Martoyo (2000), bahwa kepuasan kerja adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam setiap pekerjaan. Kepuasan kerja merupakan sisi afektif atau emosi. Seperti yang di kemukakan oleh Martoyo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin pesatnya ilmu teknologi serta datangnya era bebas yang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin pesatnya ilmu teknologi serta datangnya era bebas yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan semakin pesatnya ilmu teknologi serta datangnya era bebas yang sekarang ini di dunia bisnis semakin dipengaruhi dengan persaingan yang cukup ketat dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Work-Family Conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole

BAB II LANDASAN TEORI. Work-Family Conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole BAB II LANDASAN TEORI A. Work-Family Conflict 1. Definisi Work-Family Conflict Work-Family Conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole conflict yaitu tekanan atau ketidakseimbangan peran antara

Lebih terperinci

BAB IV AUDIT OPERASIONAL ATAS FUNGSI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PADA PT ABC

BAB IV AUDIT OPERASIONAL ATAS FUNGSI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PADA PT ABC BAB IV AUDIT OPERASIONAL ATAS FUNGSI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PADA PT ABC IV.1. Survei Pendahuluan (Preliminary Survey) Tahap survei pendahuluan merupakan tahap awal yang harus dilaksanakan oleh seorang

Lebih terperinci

ETIK UMB MENGENAL POTENSI DIRI, KARIR DAN PASSION MENGENALI POTENSI DIRI

ETIK UMB MENGENAL POTENSI DIRI, KARIR DAN PASSION MENGENALI POTENSI DIRI Modul ke: ETIK UMB MENGENAL POTENSI DIRI, KARIR DAN PASSION MENGENALI POTENSI DIRI Fakultas Desain dan Seni Kreatif Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, SHI., M.Si A. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia sangat menentukan keberhasilan perusahaan. Apabila sumber daya manusia yang dimiliki tidak berkualitas maka akan dapat menghambat tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menggunakan sebagian besar waktunya. Meskipun berbeda, pekerjaan dan keluarga saling interdependent satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minimnya lapangan perkerjaan dan laju persaingan yang semakin tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Minimnya lapangan perkerjaan dan laju persaingan yang semakin tinggi BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Minimnya lapangan perkerjaan dan laju persaingan yang semakin tinggi menimbulkan banyaknya tekanan-tekanan yang harus dihadapi individu dalam lingkungan kerja.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ROLE OVERLOAD DENGAN STRES KERJA PADA PERAWAT

HUBUNGAN ANTARA ROLE OVERLOAD DENGAN STRES KERJA PADA PERAWAT HUBUNGAN ANTARA ROLE OVERLOAD DENGAN STRES KERJA PADA PERAWAT NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Disusun oleh: RISKI NUGRAENI F 100100130 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Lazarus (dalam Lahey, 2007) menyatakan bahwa stres dapat dikatakan sebagai keadaan yang menyebabkan kemampuan individu untuk beradaptasi menjadi

Lebih terperinci

BAB IV AUDIT OPERASIONAL ATAS MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PADA PT ROMANCE BEDDING AND FURNITURE

BAB IV AUDIT OPERASIONAL ATAS MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PADA PT ROMANCE BEDDING AND FURNITURE BAB IV AUDIT OPERASIONAL ATAS MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PADA PT ROMANCE BEDDING AND FURNITURE Pengelolaan SDM yang dilaksanakan dengan baik di perusahaan dapat mempengaruhi kinerja suatu perusahaan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Komitmen Organisasi II.A.1. Definisi Komitmen Organisasi Streers dan Porter (1991) mengemukakan bahwa komitmen merupakan suatu keadaan individu dimana individu menjadi sangat

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. suka berkelompok, dan sebagainya. Kehidupan berkelompok dalam masyarakat Jepang

Bab 5. Ringkasan. suka berkelompok, dan sebagainya. Kehidupan berkelompok dalam masyarakat Jepang Bab 5 Ringkasan Pada umumnya orang sering menyebutkan bahwa orang Jepang suka bekerja keras, suka berkelompok, dan sebagainya. Kehidupan berkelompok dalam masyarakat Jepang disebut juga dengan shuudan

Lebih terperinci

Ariesta Marsitho Nugrahawan F

Ariesta Marsitho Nugrahawan F HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN OTORITER DENGAN TEKANAN KERJA PADA KARYAWAN SKRIPSI Disusun oleh : Ariesta Marsitho Nugrahawan F 100 010 149 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang mempunyai peranan penting bagi kelangsungan organisasi tersebut, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang mempunyai peranan penting bagi kelangsungan organisasi tersebut, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan dunia tempat sekumpulan individu dalam melakukan suatu aktivitas kerja, baik di dalam perusahaan maupun organisasi. Masyarakat menyadari

Lebih terperinci

******* Dedicated for God,pap,mum,brother and sister..

******* Dedicated for God,pap,mum,brother and sister.. Untuk mengetahui nilai Satu Tahun, Tanyakan seorang siswa yang gagal dalam ujian kenaikannya Untuk mengetahui nilai Satu Bulan, Tanyakan seorang Ibu yang melahirkan bayi prematur Untuk mengetahui nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu ilmu tentang mengantisipasi,

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu ilmu tentang mengantisipasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu ilmu tentang mengantisipasi, merekognisi, menilai, dan mengendalikan suatu bahaya yang berasal atau terdapat di tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiri untuk menangani kegawatan yang mengancam jiwa, sebelum dokter

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiri untuk menangani kegawatan yang mengancam jiwa, sebelum dokter BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perawat yang bekerja di Instalasi Rawat Darurat dituntut untuk memiliki kecekatan, keterampilan dan kesiagaan setiap saat (Mahwidhi, 2010). Para perawat tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari peran karyawannya. Karyawan dalam suatu perusahaan bukan semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari peran karyawannya. Karyawan dalam suatu perusahaan bukan semata-mata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan tidak dapat dilepaskan dari peran karyawannya. Karyawan dalam suatu perusahaan bukan semata-mata obyek dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unit sosial yang terkoordinasi secara berkesinambungan, gabungan dari dua

BAB I PENDAHULUAN. unit sosial yang terkoordinasi secara berkesinambungan, gabungan dari dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri adalah organisasi yang menghasilkan barang atau memberikan pelayanan jasa. Perusahaan sebagai suatu organisasi merupakan suatu sistem dinamis yang

Lebih terperinci

IKLIM ORGANISASI. Rangkaian Kolom Kluster I, 2012

IKLIM ORGANISASI. Rangkaian Kolom Kluster I, 2012 IKLIM ORGANISASI Sebuah mesin memiliki batas kapasitas yang tidak dapat dilampaui berapapun besaran jumlah energi yang diberikan pada alat itu. Mesin hanya dapat menghasilkan produk dalam batas yang telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula merupakan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan informasi, perubahaan selera pasar, perubahan demografi, fluktuasi ekonomi dan kondisi dinamis lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam suatu organisasi atau perusahaan tidak luput dari peranan manusia. Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang terdapat pada sebuah organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap. Kelelahan dapat disebabkan secara fisik atau mental. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. bertahap. Kelelahan dapat disebabkan secara fisik atau mental. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelelahan merupakan masalah yang harus mendapat perhatian. Semua jenis pekerjaan baik formal dan informal menimbulkan kelelahan kerja. Kelelahan adalah perasaan subjektif,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjalankan tugas dan pekerjaanya. SDM merupakan modal dasar pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjalankan tugas dan pekerjaanya. SDM merupakan modal dasar pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia teknologi yang semakin maju di Indonesia membutuhkan SDM yang memiliki ketrampilan dan kemampuan yang baik dalam menjalankan tugas dan pekerjaanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga terpaksa menganggur. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga terpaksa menganggur. Oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, jumlah pengangguran meningkat sehingga berimbas pada peningkatan jumlah penduduk miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepentingan diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan yang memberi manfaat

BAB 1 PENDAHULUAN. kepentingan diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan yang memberi manfaat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi seperti ini, bekerja bukan hanya menjadi kemauan tetapi menjadi sebuah tuntutan. Bekerja hakekatnya merupakan bagian dari hidup manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya saing dalam dunia usaha. Hal ini merupakan suatu proses kegiatan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. daya saing dalam dunia usaha. Hal ini merupakan suatu proses kegiatan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ekonomi abad ke dua puluh satu, ditandai dengan globalisasi ekonomi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia serta menuntut adanya efisiensi dan daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat baik yang bergerak di bidang produksi barang maupun jasa.

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat baik yang bergerak di bidang produksi barang maupun jasa. BAB I PENDAHULUAN 1.I Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan pembangunan di Indonesia, jumlah perusahaan semakin meningkat baik yang bergerak di bidang produksi barang maupun jasa. Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi khususnya di era modern dan globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi khususnya di era modern dan globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi khususnya di era modern dan globalisasi sekarang ini tidak dapat dielakkan lagi. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, tanpa aspek manusia sulit kiranya instansi untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, tanpa aspek manusia sulit kiranya instansi untuk mengembangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan sumber daya terpenting dalam suatu instansi pemerintahan, tanpa aspek manusia sulit kiranya instansi untuk mengembangkan misi dan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup di tempat kerja, pekerjaan dan keluarga, pekerjaan dan pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Hidup di tempat kerja, pekerjaan dan keluarga, pekerjaan dan pemenuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan tujuan utama seseorang dalam meraih aktualisasi diri terhadap potensi yang dimiliki. Dalam perjalanan kerja, sebagian besar orang mulai merasakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA JOB STRESS DENGAN KINERJA KARYAWAN

HUBUNGAN ANTARA JOB STRESS DENGAN KINERJA KARYAWAN HUBUNGAN ANTARA JOB STRESS DENGAN KINERJA KARYAWAN (Studi pada PT. KAO Indonesia Surakarta) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Mathis dan Jackson (2006, p3) mendefinisikan manajemen sumber daya

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Mathis dan Jackson (2006, p3) mendefinisikan manajemen sumber daya BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Mathis dan Jackson (2006, p3) mendefinisikan manajemen sumber daya manusia sebagai rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal, hingga kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan akan rasa aman,

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal, hingga kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan akan rasa aman, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia memiliki berbagai macam kebutuhan. Mulai dari kebutuhan primer, yaitu kebutuhan makanan, pakaian, dan tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sementara itu pada saat ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sementara itu pada saat ini banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sementara itu pada saat ini banyak negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lingkungan bisnis pada saat ini tumbuh dan berkembang secara drastis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lingkungan bisnis pada saat ini tumbuh dan berkembang secara drastis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan bisnis pada saat ini tumbuh dan berkembang secara drastis dan sangat dinamis dan karena perkembangan tersebut diperlukan sistem manajemen yang efektif dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) 1.1.1 Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan baru semakin memperburuk suasana. Dalam sebuah survei yang dilakukan Princeton Survey Research

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan baru semakin memperburuk suasana. Dalam sebuah survei yang dilakukan Princeton Survey Research BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Karyawan didalam suatu perusahaan merupakan asset perusahaan karena dianggap sebagai salah satu faktor penggerak bagi setiap kegiatan didalam perusahaan.

Lebih terperinci