PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP PERILAKU EKSTRA PERAN KARYAWAN UNIVERSITAS TERBUKA HELMIATIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP PERILAKU EKSTRA PERAN KARYAWAN UNIVERSITAS TERBUKA HELMIATIN"

Transkripsi

1 1 PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP PERILAKU EKSTRA PERAN KARYAWAN UNIVERSITAS TERBUKA HELMIATIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Perilaku Ekstra Peran Karyawan Universitas Terbuka adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dari bagian akhir tesis ini. Bogor, Februari 2012 Helmiatin NRP H

3 3 ABSTRACT HELMIATIN. The effect of Transformational Leadership and Quality Of Work Life on Organizational Citizenship Behavior at Universitas Terbuka Under direction of AJI HERMAWAN, and SUKISWO DIRDJOSUPARTO In achieving the aim of organization, a leader needs to be able to create a pleasant working environment for the employees. Through transformational leadership, a leader is able to create positive transformation for its employees. The result could be seen from their satisfaction resulted from their Quality of Work Life (QWL) or the work life. If they have a good quality of work, they are expected to have citizenship behavior. This research focuses on the effect of transformational leadership and quality of work life towards citizenship behavior of the administration employees at Universitas Terbuka.There were 220 respondents who contributed for this research. The data were collected by using survey technique. The data were analyzed using SEM PLS. The results of this study show that transformational leadership has a positive effect on citizenship behavior; there is a significant and positive effect between transformational leadership and quality of work life. Whereas, between quality of work life and citizenship has a positive and significant effect. Key Words : Transformational Leadership, Quality of work life, and Organizational citizenship behavior, SEM PLS

4 4 RINGKASAN HELMIATIN. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Perilaku Ekstra Peran Karyawan Universitas Terbuka Dibimbing oleh AJI HERMAWAN, dan SUKISWO DIRDJOSUPARTO Saat ini baik perusahaan maupun organisasi pendidikan menyadari pentingnya SDM. SDM tidak menjadi alat semata, namun telah menjadi mitra strategis yang bersama manajemen akan mencapai tujuan organisasi. Agar karyawan dapat bekerja melebihi perannya dengan baik, dibutuhkan peran dari pemimpin. Salah satu model kepemimpinan adalah kepemimpinan transformasional. Dengan kepemimpinan transformasional, karyawan bersama dengan pimpinan akan berusaha mencapai visi dan misi organisasi. Untuk dapat mencapai kerja yang baik diperlukan perhatian dari pimpinan. Namun perhatian kepada karyawan tidak saja ditunjukkan dengan bentuk kepemimpinan yang baik saja, namun juga dari sisi karyawan dapat menunjukkan produktifitas yang baik dan hasil akhirnya adalah peningkatan kinerja mereka. Bentuk dari peningkatan kinerja tersebut salah satunya ditandai dengan kepuasan atas faktorfaktor dari penerapan Quality of Work Life (QWL) atau kualitas kehidupan kerja. Universitas Terbuka sebagai organisasi pendidikan menerapkan sistem pembelajaran terbuka dan jarak jauh (open distance learning system). Dengan keunikan tersebut menjadikan tugas dan tanggung jawab karyawan, khususnya dalam bidang administrasi sangat banyak dan beragam karena banyak unit-unit yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan kemahasiswaan dan administrasi. Tanggung jawab pimpinan pun sangat beragam karena UT memiliki Unit Pelayanan Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) yang tersebar di seluruh ibukota provinsi di Indonesia. Sehingga dibutuhkan peran pemimpin melalui proses kepemimpinan yang baik dan mampu mendorong SDM menuju pencapaian visi dan misi organisasi. Konteks penelitian ini adalah pada organisasi publik khususnya bidang pendidikan jarak jauh (Universitas Terbuka). Universitas Terbuka masih sangat berkembang, sesuai dengan visi bahwa pada tahun 2021 UT menjadi Perguruan Tinggi Jarak Jauh (PTJJ ) berkualitas dunia dalam menghasilkan produk pendidikan tinggi dan dalam penyelenggaraan, pengembangan dan penyebaran informasi PTJJ. Kepemimpinan transformasional diharapkan berkontribusi dalam pengembangan UT ke depannya. Kepemimpinan transformasional tidaklah terbatas pada subyek orang, melainkan kepemimpinan yang lebih holistic lagi karena terkait dengan tujuan yang ingin dicapai bersama (Sandra, 2010). Selain itu, kondisi kerja yang baik menyangkut pula masalah kualitas kehidupan kerja yang baik. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H 1 : Kepemimpinan transformasional mempunyai pengaruh signifikan terhadap perilaku ekstra peran H 2 : Kepemimpinan transformasional mempunyai pengaruh signifikan terhadap kualitas kehidupan kerja H 3 : Kualitas kehidupan kerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap perilaku ekstra peran

5 Pengambilan data dilakukan di Tangerang pada bulan Februari sampai November Populasi penelitian ini adalah karyawan administrasi di Universitas Terbuka kantor pusat. Penarikan sampel probabilitas dengan teknik pengambilan secara proportional random sampel yaitu penarikan sampel secara bertingkat. Teknik ini digunakan karena sampel diambil dengan pengelompokan berdasarkan golongan sehingga tiap-tiap golongan terwakili dalam sampel. Jumlah contoh untuk penelitian sebanyak 220 responden. Data primer dikumpulkan menggunakan metode survei dengan menggunakan kuesioner kepada staf administrasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis structural equation modeling (SEM) PLS. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan golongan. Analisis ini dilakukan dengan cara menabulasi hasil kuesioner, selanjutnya diolah menggunakan software SPSS versi 17. Analisis SEM PLS digunakan untuk menganalisis hubungan dan pengaruh antar variabel. Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah SEM PLS versi 2. Survei yang dilakukan terhadap profil resonden yang meliputi jenis kelamin, usia, masa kerja, tingkat pendidikan dan golongan. Hasil suvei menunjukkan bahwa komposisi responden berdasar jenis kelamin lebih banyak pria (57%). Berdasar usia, responden didominasi oleh rentang usia tahun (45%). Tingkat pendidikan responden sebagian besar Diploma dengan presentase 34%. Profil responden berdasar golongan yang terbanyak adalah golongan III yaitu sebesar (62%). Adapun berdasar pada masa kerja, kelompok yang berada pada >20 tahun adalah yang terbanyak dengan presentase (50%). Hasil analisis kelayakan model menunjukkan bahwa secara umum model yang diajukan dalam penelitian ini mampu merefleksikan variabel first order dan second order serta indikatornya. Hasil ouput SEM PLS memberikan bukti hipotesis yang telah diajukan. Kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku ekstra peran. Hal ini dapat dilihat dari nilai T Statistik (T hitung) sebesar lebih kecil dari t tabel ( 1.96) pada selang kepecayaan 95%. Hal ini mengindikasikan bahwa ada perilaku ekstra peran dipengaruhi oleh faktor lain yang lebih dominan selain kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas kehidupan kerja. Pengujian hipotesis kedua diterima karena pada hasil analisis diperoleh bahwa t hitung = lebih besar dibanding t tabel = Temuan ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai kepemimpinan transformasional, maka kualitas kehidupan kerja juga akan naik. Kualitas kehidupan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku ekstra peran dengan hasil analisis diperoleh bahwa t hitung = lebih besar dibanding t tabel = Semakin tinggi persepsi karyawan atas kualitas kehidupan kerja, maka perilaku ekstra peran akan meningkat. Makna QWL dalam hal ini jika nilai QWL di organisasi tinggi, maka karyawan akan termotivasi sehingga akhirnya perilaku mereka di luar perannya turut meningkat (Riady, 2007). Kata kunci : kepemimpinan transformasional, kualitas kehidupan kerja, perilaku ekstra peran dan SEM PLS. 5

6 6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 7 PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP PERILAKU EKSTRA PERAN KARYAWAN UNIVERSITAS TERBUKA HELMIATIN Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Manajemen SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr.Ir. Muhammad Syamsun M.Sc. 8

9

10 10 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis dengan judul Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Perilaku Ekstra Peran pada Karyawan Universitas Terbuka ini dengan baik. Tesis merupakan syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Ilmu Manajemen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih disertai penghargaan kepada: 1. Komisi Pembimbing Dr. Ir. Aji Hermawan, MM dan Dr. Sukiswo Dirdjosuparto selaku dosen pembimbing yang telah memberi bimbingan, arahan, saran, sekaligus perhatian yang berharga kepada penulis selama menyusun dan menyelesaikan studi ini. 2. Dr.Ir. Muhammad Syamsun M.Sc selaku penguji Tesis, atas saran dan kritik yang bermanfaat demi kesempurnaan tesis ini. 3. Staf dosen dan staf akademik Departemen Ekonomi dan Manajemen atas ilmu yang bermanfaat, arahan, dan pelayanan yang baik selama penulis melakukan studi di IPB. 4. Teman satu angkatan di Ilmu Manajemen IPB, Etty Susanty, Ami Pujiwati, Indah, Putri Andika, Ana, Putri Mulya, Nuning, Dewi, Puspa, Yuldhas, Ginting, Pak Ikhwan, Ridwan, Erfin, Nofie, Rahma, dan Pak Ismail atas kebersamaannya selama kuliah dan segala bantuan selama penulis studi hingga menyelesaikan tesis ini. 5. Suami Anto Hidayat atas perhatian, motivasi dan kesabarannya untuk menemani penulis dalam suka dan duka. Dalam penyusunan tesis ini, penulis sadar bahwa masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, masukan dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan bagi penulis dalam memperkaya khasanah keilmuan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Amin, terima kasih. Bogor, Februari 2012 Helmiatin

11 11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Magetan pada tanggal 26 April 1978 sebagai putri dari Bapak Supardi Haryanto dan Ibu Wiwing Winarsih. Penulis menyelesaikan pendidikan TK dan SD, di Kabupaten Magetan dan Jakarta, SLTP di Tangerang. Pada tahun 1997, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 47 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi Fakultas Manajemen, Universitas Pancasila, Jakarta. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-1 pada tahun Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan Strata-2 di Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor, Februari 2012 Helmiatin NRP: H

12 12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL. vii DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN xi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian.. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teoritis Pengertian Kepemimpinan Sejarah Konsep Kepemimpinan Transformasional Hakikat Kepemimpinan transformasional Perbandingan Model Teori Kepemimpinan Keuntungan Kepemimpinan Transformasional Kualitas Kehidupan kerja (Quality of Work Life ) Definisi dan Sejarah Perilaku Ekstra Peran (Organizational 30 Citizenship Behavior) Dimensi-dimensi OCB Konsep dan Dimensi Perilaku sebagai Warga Organisasi (OCB). 34 BAB III METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Perumusan Hipotesis Waktu dan Lokasi Penelitian Data dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis SEM dengan PLS Model Spesifikasi dengan PLS 45 BAB IV ORGANISASI PENELITIAN DAN JADWAL PENELITIAN Gambaran Umum Universitas Terbuka (UT) Struktur Organisasi UT Profil SDM UT 60 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Uji Validitas Uji Reliabilitas Analisis Indikasi Awal. 66

13 5.2.1 Kepemimpinan Transformasional Kualitas Kehidupan Kerja (quality of work life) Perilaku Ekstra Peran (organizational citizenship behavior) Karakteristik Responden Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Karakteristik responden berdasarkan usia Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan Karakteristik responden berdasarkan golongan Karakteristik responden berdasarkan masa kerja Hasil Analisis PLS Evaluasi Outer model-reflektif Convergent validity Discriminant validity Composite reliability Evaluasi Model Struktural Evaluasi Inner model first order dengan second order Evaluasi Inner model antar second order Pembahasan Hasil Penelitian Implikasi Manajerial Implikasi Kebijakan. 95 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 97 DAFTAR PUSTAKA. 99 LAMPIRAN

14 14 DAFTAR TABEL Tabel 1 Berbagai Model Teori Kepemimpinan. 18 Tabel 2 Jenis dan Sumber Data Tabel 3 Skor Skala Likert.. 43 Tabel 4 Variabel dan Indikator Kepemimpinan Transformasional, Quality of Work Life (QWL), dan Perilaku 48 Ekstra Peran. Tabel 5 Penerapan Kualitas Kehidupan kerja 63 Tabel 6 Hasil uji reliabilitas Tabel 7 Respon Kepemimpinan Transformasional Tabel 8 Respon Kualitas Kehidupan Kerja Tabel 9 Respon Perilaku Ekstra Peran Tabel 10 Indikator yang didrop. 75 Tabel 11 Nilai Refleksi Interelasi Indikator 82 terhadap konstruk. First Order Tabel 12 R-Square kepemimpinan transformasional, kualitas kehidupan kerja dan perilaku ekstra peran.. 85

15 15 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Multifactor Leadership Questionnaire 17 Actual Vs Ought Feedback Report. Gambar 2 Quality of Work Life Gambar 3 Kerangka Pemikiran Gambar 4 Langkah-langkah Analisis PLS. 49 Gambar 5 Model Struktural. 50 Gambar 6 Bagan Struktur Organisasi UT.. 59 Gambar 7 Jumlah Karyawan. 61 Gambar 8 Komposisi Tingkat Pendidikan staf Administrasi. 64 Gambar 9 Komposisi Responden berdasarkan 74 Karakteristik Gambar 10 Model Hubungan Antar variabel 79 Gambar 11 Model Hubungan Antar variabel setelah di drop. 81

16 16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian. 105 Lampiran 2 Pelatihan dan Pengembangan Karyawan Lampiran 3 Hasil Validitas 115 Lampiran 4 Distribusi Frekuensi 118 Lampiran 5 Rekapitulasi Karakteristik Responden 138 Lampiran 6 Analisis Varian (Anova) Kepemimpinan 139 Transformasional dan Kualitas Kehidupan Kerja Berdasarkan Karakteristik Responden Lampiran 7 Analisis Deskriptif Kepemimpinan Transformasional dan 141 Kualitas Kehidupan Kerja Berdasarkan Karakteristik Responden Lampiran 8 Overview PLS Lampiran 9 Nilai Loading. 143 Lampiran 10 Analisis Path Coefficient 145 Lampiran 11 Nilai Korelasi Indikator terhadap Konstruk First Order. 146

17 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap organisasi baik organisasi nirlaba atau yang berorientasi laba, berkepentingan untuk memajukan organisasi terutama dalam era globalisasi saat ini dimana persaingan semakin tajam. Bagaimana sebuah organisasi menjadi pemenang tentunya ditentukan oleh kekuatan yang dimilikinya serta menciptakan keunggulan bersaing. Sebagai salah satu unsur penting dalam menciptakan keunggulan bersaing, peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi hal yang mutlak dilakukan oleh organisasi. Sumber daya manusia menjadi unsur yang menggerakkan organisasi dalam pencapaian visi dan misi tentunya diharapkan dapat memiliki kompetensi yang berkualitas. Sumber daya yang berperan penting dalam pencapaian tujuan organisasi adalah pemimpin. Jatuh bangunnya sebuah organisasi karena kepemimpinan seorang pemimpin. Kepemimpinan merupakan satu konsep penting dalam mencapai, mempertahankan, dan meningkatkan kinerja organisasi (Pareke, 2004). Alasan lain mengapa perlu kepemimpinan ialah bahwa manusia makhluk yang tidak bisa hidup menyendiri. Selalu membutuhkan orang lain untuk saling tukar pikiran, tolong menolong, bahu membahu dalam menghadapi masalah, tantangan, harapan dan upaya mengatasinya untuk kehidupan yang lebih baik. Maka manusia disebut sebagai makhluk sosial (Meirawan, 2010). Dalam konteks perilaku keorganisasian, penelitian yang ditulis oleh Kaihatu (2007) mengacu pada peran guru dimana seorang guru dihadapkan oleh sejumlah tuntutan akan peran profesinya, dan dilain pihak adanya keterbatasan yang dimiliki oleh guru itu sendiri maupun keterbatasan akan apa yang diharapkan untuk diperoleh

18 18 dari profesinya, sangat berkaitan dengan salah satu dari tiga peran penting dari seorang karyawan dalam sebuah organisasi, khususnya perilaku ekstra peran atau perilaku baik warga organisasi yang populer dikenal sebagai organizational citizenship behavior (OCB). Konovsky dan Pugh (1994), mengidentifikasi 3 (tiga) kategori perilaku pekerja, yaitu (i) individu terikat dan berada dalam suatu organisasi, dan (ii) harus menyelesaikan peran khusus dalam suatu pekerjaan, serta (iii) harus terikat pada aktivitas yang inovatif dan spontan melebihi persepsi perannya. Kategori ketiga tersebut sering disebut sebagai organizational citizenship behavior, atau the extrarole behavior. Istilah organizational citizenship behavior diterjemahkan sebagai extra role behavior, prosocial behavior, atau juga diartikan sebagai kewarganegaraan yang baik (Robins, 2003). Apapun artinya, OCB ini secara umum diartikan sebagai perilaku kerja karyawan yang bekerja tidak hanya pada tugasnya (in-role), tetapi juga bekerja tidak semata sesuai dengan kontrak kerja. Avolio dan Bass (1995) mengistilahkan kepemimpinan transformasional sebagai Fours I s, yang meliputi pengaruh individual (individualized influence), motivasi inspiratif (inspirational motivation), stimulasi intelektual (intellectual stimulation), dan pertimbangan individual (individualized consideration). Selain kedua hal tersebut, masih ada aspek lain yang perlu diperhatikan, yaitu berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri. Seseorang yang merasa puas akan pekerjaannya tentunya dapat diandalkan oleh organisasi dapat bekerja dengan baik. Penelitian empiris terdahulu di bidang perilaku karyawan banyak dihubungkan dengan berbagai bentuk perilaku kerja, yaitu perilaku-perilaku pemimpin transformasional, motivasi kerja, kepuasan kerja, komitmen organisasional, organizational citizenship behavior (OCB). Komitmen organisasional menyangkut di dalamnya bagaimana individu mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi. Untuk itu pemimpin perlu memperhatikan faktor-faktor kualitas kehidupan kerja quality of work life (QWL). Kepuasan atas kualitas kehidupan kerja menurut Cascio (2003) terdiri dari partisipasi

19 19 karyawan, pengembangan karir, penyelesaian konflik, komunikasi, kesehatan kerja, keselamatan kerja, keamanan kerja, kompensasi yang layak, dan kebanggaan. Universitas Terbuka sebagai organisasi pendidikan menerapkan sistem pembelajaran terbuka dan jarak jauh (open distance learning system). Dengan keunikan tersebut menjadikan tugas dan tanggung jawab karyawan, khususnya dalam bidang administrasi sangat banyak dan beragam karena banyak unit-unit yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan kemahasiswaan dan administrasi. Tanggung jawab pimpinan pun sangat beragam karena UT memiliki Unit Pelayanan Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) yang tersebar di seluruh ibukota provinsi di Indonesia. Sehingga dapat dipastikan bahwa pemimpin akan memiliki jadwal yang sangat padat. Hal ini tentu akan menimbulkan pertanyaan apakah pemimpin masih memiliki perhatian kepada karyawannya. Perhatian kepada karyawan tidak saja ditunjukkan dengan bentuk kepemimpinan yang baik saja, namun juga dari sisi karyawan dapat menunjukkan produktifitas yang baik dan hasil akhirnya adalah peningkatan kinerja mereka. Bentuk dari peningkatan kinerja tersebut salah satunya ditandai dengan kepuasan atas faktorfaktor dari penerapan Quality of Work Life (QWL) atau kualitas kehidupan kerja. Di dalam QWL tercantum faktor-faktor yang tidak saja membuat pekerja menjadi lebih baik, melainkan juga bagaimana pekerja dapat menyebabkan pekerjaannya menjadi lebih baik. Unsur QWL yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan karyawan adalah melalui tingkat partisipasi karyawan, pengembangan karir, penyelesaian konflik, komunikasi, kesehatan kerja, keselamatan kerja, lingkungan yang aman, kompensasi yang layak, serta faktor kebanggaan terhadap organisasi (Cascio, 2003). Pada staf administrasi yang memiliki pekerjaan padat dan bervariasi tentu membutuhkan motivasi agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik. Bila karyawan dapat termotivasi maka akan meningkatkan kinerja karyawan. Meningkatnya kinerja karyawan dapat disebabkan oleh peningkatan motivasi karyawan tersebut. Karyawan dimotivasi oleh banyak faktor, bukan hanya oleh kebutuhan akan materi (hygiene) akan tetapi juga kebutuhan terhadap pencapaian pekerjaan yang berarti (motivator). Melalui faktor-faktor yang tercantum di dalam

20 20 QWL yang dapat diterapkan, diharapkan keinginan dan motivasi bekerja karyawan akan lebih diarahkan untuk berkinerja baik dan unggul. Pola kerja karyawan di UT sangat menarik untuk dikaji, karena karyawan memiliki keunikan yang membedakannya dengan karyawan organisasi lain, yaitu organisasi yg memiliki beragam latarbelakang pendidikan, keahlihan yg bervariasi, dan karakteristik pekerjaan yg berbeda, ketelitian, melek teknologi, serta skill yg bervariasi. Dari beragamnya latar belakang tersebut masing-masing memainkan peran yang berbeda pula. Bila karyawan berperan sesuai dengan tuntutan tugas dan tanggung jawab mereka, maka disebut dengan in role behavior. Namun adakalanya pekerjaan di UT tidak dapat diselesaikan pada satu unit saja, dan dibutuhkan kerja sama lintas unit. Sebagai contoh unit di LPBAUSI (Lembaga Pengembangan Bahan Ajar, Ujian, dan Sistem Informasi) stafnya dapat saling membantu kelancaran pekerjaan karena keterbatasan SDM dan tuntutan untuk taat jadwal, Bahkan mereka bisa saja mengerjakan pekerjaan di luar tugas mereka. melebihi persepsi perannya. Perilaku ini yang sering disebut sebagai organizational citizenship behavior, atau the extra-role behavior. Salah satu dimensi OCB adalah altruism. Di UT para karyawan telah terbiasa saling membantu rekan kerja, namun penelitian ini ingin mengetahui apakah unsur lain sudah dilaksanakan karyawan sepenuhnya. Konteks penelitian ini adalah pada organisasi publik khususnya bidang pendidikan jarak jauh (Universitas Terbuka). Universitas Terbuka masih sangat berkembang, sesuai dengan visi bahwa pada tahun 2021 UT menjadi PTJJ berkualitas dunia dalam menghasilkan produk pendidikan tinggi dan dalam penyelenggaraan, pengembangan dan penyebaran informasi PTJJ. Kepemimpinan transformasional diharapkan berkontribusi dalam pengembangan UT ke depannya. Kepemimpinan transformasional tidaklah terbatas pada subyek orang, melainkan kepemimpinan yang lebih holistic lagi karena terkait dengan tujuan yang ingin dicapai bersama (Sandra, 2010). Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini akan melihat pengaruh antara kepemimpinan transformasional (transformational leadership dan kualitas

21 21 kehidupan kerja (quality of working life) terhadap perilaku ekstra peran (organizational citizenship behavior). Oleh karena itu penelitian ini berjudul PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP PERILAKU EKSTRA PERAN KARYAWAN UNIVERSITAS TERBUKA" Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, jelas bahwa Rektor sebagai pimpinan tertinggi di universitas dituntut untuk dapat memberikan tuntunan kepada para karyawan melalui pola kepemimpinannya dalam mengelola organisasi dalam rangka mencapai tujuan bersama dengan efektif dan efisien. Kepemimpinan transformasional menjadi salah satu alternatif untuk memberikan jawaban atas tantangan tersebut. Mengapa bentuk kepemimpinan transformasional ini penting? Jawabannya adalah karena dengan implementasi kepemimpinan transformasional seorang pemimpin akan bersikap aspiratif dalam menghadapi perubahan dan pembaharuan dalam mencapai visi dan misi organisasi. Selain itu, kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada penciptaan QWL. Kepemimpinan yang hebat menciptakan lingkungan kerja yang mendukung, kerja yang menantang, pengakuan dan penghargaan (respect) (Yukl, 2006). Dalam operasional perusahaan atau organisasi, SDM tidak menjadi alat semata, namun telah menjadi mitra strategis yang bersama manajemen akan mencapai tujuan organisasi. Pencapaian tujuan dapat terlaksana bila karyawan memiliki komitmen, dan komitmen akan tercipta bila karyawan merasa puas terhadap kondisi dan lingkungan pekerjaannya. Organisasi dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan mendukung karyawan, salah satunya melalui pelaksanaan Quality of Work Life atau kualitas kehidupan kerja. Faktor-faktor QWL diharapkan dapat memotivasi karyawan untuk berperan melebihi perannya (extra role). Variabelvariabel (QWL) diharapkan mampu memuaskan kebutuhan pribadi yang dirasakan oleh seseorang ketika ia telah memiliki pengalaman dalam pekerjaannya. Pada beberapa penelitian kualitas kehidupan kerja dihubungkan dengan kepemimpinan,

22 22 seperti kepemimpinan tranformasional, karena kepemimpinan yang efektif diharapkan akan mendorong pada peningkatan kualitas kehidupan kerja (Kaihatu, 2007). Sementara itu, hubungan antara pemimpin dan anggota tim lainnya akan menimbulkan saling pengertian dan membawa pada peran karyawan dalam mencapai tujuan organisasi Kepemimpinan Transformasional lebih berarti, yang menjadikan keberadaan pemimpin harus terus menjadi inspirasi. Pemimpin memimpin dengan teladan dan bertanggung jawab untuk memotivasi orang lain. Kepemimpinan transformasional dikenal juga dengan teori hubungan yang memfokuskan pada hubungan yang dibentuk antara pemimpin dan pengikut. Pemimpin transformasional memberi motivasi dan menginspirasi orang dengan menolong anggota grup/kelompok untuk bersama melihat kepentingan bersama. Sikap menolong itu ditunjukkan dengan perilaku karyawan yang saling membantu karyawan lain melalui perilaku ekstra peran (extra role behavior). Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah terdapat pengaruh signifikan penerapan kepemimpinan transformasional terhadap perilaku ekstra peran karyawan (organizational citizenship behavior)? 2. Apakah terdapat pengaruh signifikan kepemimpinan transformasional terhadap kualitas kehidupan kerja? 3. Apakah terdapat pengaruh ignifikan kualitas kehidupan kerja terhadap perilaku ekstra peran? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut : 2. Menganalisis dan membuktikan pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap perilaku ekstra peran karyawan (organizational citizenship behavior). 3. Menganalisis dan membuktikan pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kualitas kehidupan kerja (quality of work life)

23 23 4. Menganalisis dan membuktikan pengaruh kualitas kehidupan kerja (quality of work life) terhadap perilaku ekstra peran karyawan (organizational citizenship behavior) Kegunaan Penelitian 1. Bagi praktisi, hasil penelitian ini bermanfaat sebagai bahan pertimbangan mengenai strategi kepemimpinan transformasional yang dapat diterapkan di organisasi. 2. Bagi kepentingan organisasi, memberikan masukan atau pertimbangan dalam penerapan pola kepemimpinan yang tepat, serta mengevaluasi penerapan kualitas kehidupan kerja dalam lingkungan kerja sehingga perilaku ekstra peran karyawan dapat lebih ditingkatkan. 3. Bagi kalangan akademisi, memberikan kontribusi dalam khasanah ilmu dan hasil penelitian yang dapat digunakan sebagai referensi dan pengembangan penelitianpenelitian selanjutnya, khususnya mengenai praktek kepemimpinan transformasional dalam kaitannya dengan kualitas kehidupan kerja dan perilaku ekstra peran.

24 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis Pengertian Kepemimpinan Sebelum mengupas tentang kepemimpinan transformasional, kita lihat secara umum tentang teori kepemimpinan. Menurut Robbins (2001), kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Setiap organisasi mempunyai tujuan yang telah ditetapkan dan berdasarkan tujuan tersebut pemimpin melakukan berbagai macam cara untuk memengaruhi kelompokkelompok dalam organisasi guna pencapaian tujuannya. Tidak semua pemimpin memiliki kemampuan yang sama, karena memiliki berbagai macam sifat dan ciri di dalamnya. Kepemimpinan merupakan inti dari tugas organisasi pembelajaran yang didasarkan pada Lima Disiplin (The Fifth Discipline) dari Senge (2002). Di dalam teori Lima Disiplin, terjadi perubahan paradigma kepemimpinan, bahwa pemimpin harus melakukan perubahan peran (role), keterampilan (skills), sarana dan prasarana kerja (tools). Prinsip pentingnya adalah pemimpian adalah perencana (planner), pelayanan (steward) dan guru (teacher) dengan cara mengarahkan dan mengembangkan bawahan secara terus menerus meningkatkan kapasitasnya untuk bekerja. Nawawi dan Hadari (1995) menyatakan bahwa kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yaitu kepemimpinan yang berpola mementingkan tugas, mementingkan pelaksanaan kerjasama dan mementingkan hasil yang dapat dicapai. Pola dasar terhadap kepemimpinan yang lebih mementingkan pelaksanaan tugas oleh bawahannya, menuntut penyelesaian tugas yang dibebankan padanya sesuai keinginan pemimpin. Sejalan dengan perkembangan ilmu dan pandangan

25 25 kepemimpinan, dewasa ini banyak dikaji tipe kepemimpinan partisipasif, situasional, trasformasional, dan visioner (Meirawan, 2010). Berikut ini tipe-tipe kepemimpinan yang diterapkan oleh organisasi: A. Kepemimpinan berdasarkan gelombang emosional yang dipancarkan kepada bawahan, masyarakat dan audiensnya, dua tipe kepemimpinan yaitu; kepemimpinan resonansi dan kepemimpinan disonansi. B. Kepemimpinan berdasarkan pendekatan karaktet dan perilaku pemimpin, ada enam tipe, yaitu; kepemimpinan visioner, kepemimpinan pelatihan dan pembimbingan, kepemimpinan afiliatif, kepemimpinan demokratis, kepemimpinan komamdo, dan kepemimpinan pacesiting. C. Kepemimpinan berdasarkan cara memecahkan persoalan organisasi, ada lima tipe yaitu; kepemimpinan yang terfokus, kepemimpinan yang komunikatif, kepemimpinan yang dipercayai, kepemimpinan yang dihormati, dan kepemimpinan resiko. D. Kepemimpinan berdasarkan aspek kebutuhan kekuasaan, ada tiga tipe yaitu; kepemimpinan transaksional, kepemimpinan karismatik dan kepemimpinan transformasional (Mangkuprawira, 2003) Sejarah Konsep Kepemimpinan Transformasional Konsep kepemimpinan transformasional memiliki sejarah yang panjang, sebagaimana ditulis oleh Avolio & Bass, (1995). Istilah kepemimpinan transformasional pertama kali diciptakan oleh JV Downton di Rebel. Namun yang pertama kali mengenalkan konsep ini adalah James MacGregor Burns yang dituangkan dalam bukunya Kepemimpinan pada tahun 1978, selama penelitian tentang kepemimpinan politik, tetapi istilah ini sekarang digunakan dalam psikologi organisasi. Konsep ini digambarkan bukan sebagai seperangkat perilaku tertentu, melainkan proses yang berkelanjutan di mana para pemimpin dan pengikut mengangkat tingkat moralitas dan motivasi satu sama lain lebih tinggi. Pemimpin Transformasional menawarkan tujuan yang melampaui tujuan jangka pendek dan berfokus pada kebutuhan tatanan yang intrinsik lebih tinggi. Burns dipengaruhi oleh Teori Kebutuhan Manusia dari Abraham Maslow. Teori ini

26 26 mengakui bahwa orang memiliki berbagai kebutuhan, dan sejauh mana mereka akan tampil efektif di tempat kerja akan dipengaruhi oleh sejauh mana kebutuhankebutuhan ini dipenuhi. Kepemimpinan Transformasional cocok dikelompokkan pada tingkat yang paling tinggi, karena membutuhkan tingkat harga diri tinggi dan aktualisasi diri untuk berhasil menjadi pemimpin transformasional yang otentik. Burns adalah salah satu sarjana pertama yang menyatakan bahwa kepemimpinan sejati tidak hanya menciptakan perubahan dan mencapai tujuan dalam lingkungan, tetapi mengubah orang yang terlibat dalam tindakan yang diperlukan untuk menjadi lebih baik: bagi pengikut dan pemimpin. Burns menjadi terkenal di kalangan sarjana kepemimpinan alternatif karena model kepemimpinan transformasional mencakup dimensi/etika moral yang, sebelum 1978, belum dimasukkan ke dalam setiap teori kepemimpinan. Selanjutnya murid Burns yang bernama Bernard Bass, mendefinisikan kepemimpinan transformasional dalam hal bagaimana pemimpin mempengaruhi pengikut, yang dimaksudkan untuk mempercayai, mengagumi dan menghormati pemimpin transformasional. Dia mengidentifikasi tiga cara di mana para pemimpin dapat mengubah pengikut: 1) Meningkatkan kesadaran mereka akan pentingnya tugas dan nilai. 2) Mendapatkan mereka untuk fokus pertama pada tujuan tim atau organisasi, bukan kepentingan mereka sendiri. 3) Mengaktifkan kebutuhan tingkat tinggi. Namun berbeda dengan Burns, yang melihat kepemimpinan transformasional sebagai terkait erat dengan nilai-nilai orde tinggi, Bass melihatnya sebagai tidak berhubungan dengan moral, dan oleh karena itu timbul pertanyaan moralitas dan etika komponen kepemimpinan transformasional. Menurut Burns, perbedaan antara kepemimpinan transformasional dan transaksional adalah apa yang ditawarkan oleh pemimpin dan pengikut satu sama lain. Berikut ini perbedaan yang dimaksud: Kepemimpinan transaksional terjadi ketika seseorang berhubungan dengan orang lain untuk tujuan tertentu dengan pertukaran sesuatu yang berharga. Sedangkan Kepemimpinan transformasional

27 27 terjadi ketika satu orang atau lebih berhubungan dengan orang lain dengan cara dimana pemimpin dan pengikut saling meningkatkan motivasi dan moralnya (Bass et al, 2006) Hakikat Kepemimpinan Transformasional Seorang pemimpin yang efektif harus melihat dan mencocokkan gaya kepemimpinannya dengan situasi yang meliputi gaya kerja karyawan, sifat-sifat pribadi, serta hakikat dari tugas kelompoknya. Kepemimpinan sebagai perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi. Harsiwi (2001) mengidentifikasi implikasi dari definisi di atas, yaitu; 1. Kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada juga.menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada juga. 2. Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his or her power) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. 3. Kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda. Pemimpin berfokus pada mengerjakan yang benar sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat.

28 28 4. Di dalam hasil penelitian tentang hubungan kepemimpinan transformasional dan karakteristik personal pemimpin oleh (Harsiwi, 2000), dikemukakan bahwa teori kepemimpinan transformasional merupakan pendekatan terakhir yang hangat dibicarakan selama dua dekade terakhir ini. 5. Kepemimpinan transformasional inilah yang sungguh-sungguh diartikan sebagai kepemimpinan yang sejati karena kepemimpinan ini sungguh bekerja menuju sasaran pada tindakan mengarahkan organisasi kepada suatu tujuan yang tidak pernah diraih sebelumnya. Perhatian orang pada kepemimpinan di dalam proses perubahan (management of change) mulai muncul ketika orang mulai menyadari bahwa pendekatan mekanistik yang selama ini digunakan untuk menjelaskan fenomena perubahan itu, kerap kali bertentangan dengan anggapan orang bahwa perubahan itu justru menjadikan tempat kerja itu lebih manusiawi. 6. Di dalam merumuskan proses perubahan, biasanya digunakan pendekatan transformasional yang manusiawi, di mana lingkungan kerja yang partisipatif, peluang untuk mengembangkan kepribadian, dan keterbukaan dianggap sebagai kondisi yang melatarbelakangi proses tersebut, tetapi di dalam praktek, proses perubahan itu dijalankan dengan bertumpu pada pendekatan transaksional yang mekanistik dan bersifat teknikal, di mana manusia cenderung dipandang sebagai suatu entiti ekonomik yang siap untuk dimanipulasi dengan menggunakan sistem imbalan dan umpan balik negatif, dalam rangka mencapai manfaat ekonomik yang sebesar-besarnya. Yukl dan Gary (2010) mengungkapkan keberadaan dua teori kepemimpinan tersebut yaitu kepemimpinan karismatik dan transformasional. Kepemimpinan transformasional terinspirasi oleh James McGregor Burns, yang menulis buku kepemimpinan dalam bidang politik. Namun penelitian secara empiris baru dilakukan oleh Bass pada tahun 1985 dan Pada tahun 1980-an, para peneliti manajemen tertarik untuk mengkaji tentang kepemimpinan emosional dan aspek-aspek simbolis dari kepemimpinan. Teori kepemimpinan karismatik dan transformasional dapat menggambarkan pentingnya

29 29 aspek tersebut. Teori kepemimpinan transformasional seringkali dibandingkan dengan kepemimpinan transaksional, walaupun keduanya berbeda, seperti diungkapkan oleh Stephen P.Robbins. Transformational are leader who inspire followers to transcend their own self-interests and who are capable of having a profound and extraordinary effect on followers, while transactional leaders are leaders who guide or motivate their followers in the direction of established goals by clarifying role and task requirements (Robbins, 2001). Dari definisi tersebut, kedua pendekatan kepemimpinan tersebut tidak berbeda dalam hal bagaimana penyelesaian pekerjaan. Keduanya saling melengkapi. Dengan kepemimpinan transformasional pengikut, dalam hal ini karyawan akan merasa memiliki trust atau kepercayaan, admiration, kesetiaan, dan hormat kepada pimpinan, dan mereka termotivasi untuk melakukan atau memberikan lebih dari kewajiban mereka. Menurut Yukl (2010), seorang pemimpin dapat mentransformasi dan memotivasi karyawan atau pengikut dengan: (1). Membuat mereka lebih waspada atau aware dengan hasil pekerjaan atau tugasnya, (2). Mengingatkan karyawan bahawa mereka memiliki interest pribadi untuk digunakan di dalam kerja tim di organisasi, (3). Mengaktifkan kebutuhan tingkat tinggi karyawan. Kepemimpinan transformasional inilah yang sungguh-sungguh diartikan sebagai kepemimpinan yang sejati karena kepemimpinan ini sungguh bekerja menuju sasaran pada tindakan mengarahkan organisasi kepada suatu tujuan yang tidak pernah diraih sebelumnya. Perhatian orang pada kepemimpinan di dalam proses perubahan (management of change) mulai muncul ketika orang mulai menyadari bahwa pendekatan mekanistik yang selama ini digunakan untuk menjelaskan fenomena perubahan itu, kerap kali bertentangan dengan anggapan orang bahwa perubahan itu justru menjadikan tempat kerja itu lebih manusiawi. Di dalam merumuskan proses perubahan, biasanya digunakan pendekatan transformasional yang manusiawi, di mana lingkungan kerja yang partisipatif, peluang untuk mengembangkan kepribadian, dan keterbukaan dianggap sebagai kondisi yang melatarbelakangi proses tersebut, tetapi di dalam praktek, proses perubahan itu dijalankan dengan bertumpu pada pendekatan transaksional yang

30 30 mekanistik dan bersifat teknikal, di mana manusia cenderung dipandang sebagai suatu entiti ekonomik yang siap untuk dimanipulasi dengan menggunakan sistem imbalan dan umpan balik negatif, dalam rangka mencapai manfaat ekonomik yang sebesar-besarnya (Harsiwi, 2001). Sebuah penelitian yang berjudul Transformational Leadership Style and its Relationship with Satisfaction yang dilakukan oleh Nawaz et al (2010) menjelaskan tentang gaya kepemimpinan transformasional. Teori kepemimpinan transformasionaltransaksional merupakan suatu paradigma yang dapat membantu untuk dapat memahami kepemimpinan dalam konteks yang lebih luas dan di tingkat dan fungsi organisasi yang berbeda. Tema dasar dari penelitian ini adalah untuk menguraikan gaya kepemimpinan transformasional dan hubungannya dengan kepuasan. Penelitian ini menemukan hubungan yang signifikan dan positif antara gaya kepemimpinan dan kepuasan. Implikasi dari penelitian ini dapat dijadikan landasan kebijakan, dimana pemimpin juga harus setuju pendapat para pengikut ketika mereka memiliki logika dan penalaran yang sehat sehingga mereka dapat merasa percaya diri dan berubah menjadi pemimpin masa depan. Ada lima faktor yang menggambarkan kepemimpinan (satu sampai tiga diterapkan pada kepemimpinan transformasional, empat dan lima untuk kepemimpinan transaksional), yaitu 1. Karisma, pemimpin mampu menginspirasi dengan nilai, rasa hormat, kebanggaan dan memperjelas visi. 2. Perhatian individu, seorang pemimpin memberikan perhatian lebih pada kebutuhan pengikutnya dan memberikan proyek yang berarti, sehingga pengikutnya dapat berkembang secara personal 3. Memotivasi secara intelektual. Seorang pemimpin membantu pengikutnya untuk berpikir secara rasional sehingga dapat berpikir kreatif. 4. Penghargaan ketergantungan. Pemimpin memberikan informasi kepada pengikut sesuatu tugas, sehingga mereka dapat memperoleh reward bila mengerjakannya.

31 31 5. Management by exception. Pemimpin memberi ijin kepada pengikut untuk bekerja sesuai bidangnya dan tidak ikut campur tangan, kecuali tujuan tidak tercapai (Ivancevich 1999). Karisma merupakan hal terpenting dalam kepemimpinan trasformasional. Untuk meningkatkan karisma, pemimpin membutuhkan keahlian penilaian, kemampuan berkomunikasi yang baik, dan sensitif atau peka terhadap orang lain. Mereka harus mampu untuk menjelaskan visi dan harus peka atas kekurangan keahlian dari pengikutnya. Satu dimensi lagi yaitu menginspirasi bawahan dengan pemberian motivasi (Robbins, 2001). Karakteristik kepemimpinan transformasional juga seringkali dinyatakan dengan The 4 I s of Transformational Leadership, yaitu: 1) Idealized Influence (I.I.): (Developing the Vision). Pemimpin menekankan pentingnya memiliki rasa kolektif misi dan meyakinkan orang lain bahwa hambatan akan bisa diatasi. Mereka bersedia mengambil resiko, mereka konsisten, dapat diandalkan untuk melakukan hal yang benar, dan menunjukkan standar tinggi etika dan moral. 2) Inspirational Motivation (I.M.): (Selling the Vision). Pemimpin mengartikulasikan visi masa depan, berbicara optimis tentang masa depan dan antusias tentang apa yang harus dicapai. 3) Intellectual Stimulation (I.S.): (Finding the way forwards). Pemimpin merangsang upaya orang lain untuk menjadi inovatif dan kreatif dengan asumsi mempertanyakan, mendapatkan orang lain untuk melihat masalah dari berbagai sudut. Mendorong pemikiran non-tradisional. Ide-ide baru dan solusi kreatif dikumpulkan. 4) Individualized Consideration (I.C.): (Leading the Charge). Pemimpin mengajar menghabiskan waktu dan pembinaan dan membantu orang lain untuk mengembangkan kekuatan mereka. Peluang baru belajar diciptakan bersama dengan iklim yang mendukung mereka untuk tumbuh.

32 32 Gambar 1 berikut menunjukkan peta posisi kepemimpinan transformasional dibandingkan dengan pola kepemimpinan transaksional. Gambar 1. Multifactor Leadership Questionnaire Actual Vs Ought Feedback Report Sumber: Seorang pemimpin transformasional lebih efektif karena tidak saja mereka kreatif, namun juga mendukung mereka yang mengikutinya. Di dalam organisasi atau perusahaan dengan pemimpin transformasional, terdapat desentralisasi tanggungjawab yang lebih besar, manajer lebih memiliki kecenderungan untuk mengambil risiko. Pemimpin transformasional juga meningkatkan kinerja dengan membangun konsensus diantara anggota grup (Robbins 2001) Perbandingan Model Teori Kepemimpinan Konsep dan pemikiran teori kepemimpinan telah menarik banyak minat peneliti sejak awal abad ke dua puluh. Teori awal kepemimpinan berfokus pada kualitas apa yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, sementara teori-teori

33 33 berikutnya memandang variabel lain seperti faktor situasional dan tingkat keterampilan. 1 Eric Yaverbaum dan Erik Sherman (2008) membagi model kepemimpinan menjadi Great man, Trait, Behavioral Contingency, Transactional, dan Transformational. Namun ada yang menambahkan participative theory, management theory, dan relationship theory. Kepemimpinan transaksional dan transfomasional termasuk ke dalam teori ini. Teori relationship lebih fokus pada hubungan yang terbentuk antara pimpinan dan karyawan. Teori ini juga disebut sebagai kepemimpinan transformasional. 2 Tabel 1 berikut memberikan ringkasan gambaran dari berbagai model teori kepemimpinan yang populer saat ini. Tabel 1. Berbagai Model Teori Kepemimpinan No Model Kepemimpinan Penjelasan 1 Great Man theory Teori ini mengasumsikan bahwa seorang pemimpin itu dilahirkan dan bukan dibentuk. Contohnya Raja, komandan militer dsbnya. Teori ini hanya relevan untuk kepemimpinan seorang pria dan saat ini tidak banyak lagi diterapkan. 2 Trait theory Teori ini mengasumsikan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin dengan penilaian personality atau kepribadiannya seperti; jujur, kompeten, cerdas, berpikiran terbuka, supportive, perhatian, berani, independen dll. Kritik atas teori ini adalah tidak semua pemimpin dapat memenuhi kualifikasi ini. 3 Contingency theory Teori kepemimpinan Contingency Fokus pada variabel tertentu yang berkaitan dengan lingkungan yang mungkin menentukan gaya kepemimpinan paling cocok untuk situasi tertentu. Menurut teori

34 34 Lanjutan Tabel 1. No Model Kepemimpinan Penjelasan ini, tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik dalam semua situasi. Sukses tergantung pada sejumlah variabel, termasuk gaya kepemimpinan, kualitas dari aspek pengikut dan situasi. Konsep ini lebih fleksibel dan realistis. 4 Situational theory Teori Situasional mengusulkan bahwa para pemimpin memilih tindakan yang terbaik berdasarkan variabel situasional. Gaya kepemimpinan yang berbeda mungkin lebih sesuai untuk jenis pengambilan keputusan tertentu. 5 Behavioral theory Teori ini mengasumsikan bahwa pemimpin itu tidak dilahirkan tapi dibentuk. Fokus teori ini pada tindakan pemimpin bukan pada kualitas mental semata. Seseorang dapat belajar menjadi pemimpin melalui observasi dan pengajaran. 6 Transactional theory atau Management theory 7 Transformational teory atau Relationship theory Model kepemimpinan transaksional memperlakukan proses memimpin sebagai lintas antara transaksi sosial dan bisnis. Fokus pada pengawasan peran, organisasi dan kinerja kelompok. Dasar teori kepemimpinan ini adalah sistem imbalan dan hukuman. Kesulitan dalam kepemimpinan transaksional adalah bahwa konsep tersebut tidak berlaku baik untuk segala kondisi atau budaya Teori kepemimpinan ini fokus pada hubungan yang terbentuk antara para pemimpin dan pengikut. Pemimpin transformasional memotivasi dan menginspirasi orang dengan membantu anggota kelompok untuk melihat pentingnya sebuah tugas. Pemimpin ini fokus pada kinerja anggota kelompok, tapi juga ingin setiap orang untuk memenuhi potensi dirinya. Pemimpin dengan gaya ini sering memiliki standar etika dan moral yang tinggi. Dalam proses ini, semua orang membantu satu sama lain untuk mencapai tingkat prestasi yang lebih besar. Kepemimpinan transformasional telah menjadi alat fundamental, terutama dalam konsep mendapatkan orang lain untuk mencapai perubahan yang diperlukan di tempat kerja

35 35 Lanjutan Tabel 1. 8 Spiritual Leadership theory Kepemimpinan spiritual menyediakan konsensus pada nilai-nilai, sikap, dan perilaku yang diperlukan untuk kesejahteraan rohani, dan, kesehatan positif manusia, kesejahteraan psikologis, kehidupan kepuasan, komitmen organisasi dan produktivitas, keberlanjutan dan kinerja keuangan. Kualitas seorang pemimpin yang diperlukan dalam model ini yaitu memiliki visi, kasih sayang, dan harapan atau faith. Kritik dari model kepemimpinan ini yaitu belum sepenuhnya pemimpin mampu menunjukkan perilaku yang menjadi panutan para karyawan. kepuasan, komitmen organisasi dan produktivitas, keberlanjutan dan kinerja keuangan. Kualitas seorang pemimpin yang diperlukan dalam model ini yaitu memiliki visi, kasih saying, dan harapan atau faith. Kritik dari model kepemimpinan ini yaitu belum sepenuhnya pemimpin mampu menunjukkan perilaku yang menjadi panutan para karyawan, Dari uraian di atas, beberapa model kepemimpinan memiliki kelebihan masing-masing, namun implementasinya memerlukan analisa lebih lanjut yang disesuaikan dengan lingkungan organisasi. Kepemimpinan transformasional adalah populer saat ini. Hal ini didasarkan pada visi. Seorang pemimpin adalah sosok inspirasi yang bekerja dengan pengikut untuk mencapai tujuan. Dalam proses ini, semua orang membantu satu sama lain untuk mencapai tingkat prestasi yang lebih besar. Kepercayaan adalah ikatan penting, dan orang-orang yang mengikuti secara sukarela untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan transformasional telah menjadi alat fundamental, terutama dalam konsep mendapatkan orang lain untuk tertarik pada pencapaian perubahan yang diperlukan di tempat kerja Keuntungan Kepemimpinan Transformasional Pengukuran terbaik Kepemimpinan Transformasional adalah Kuesioner Kepemimpinan multifaktor (MLQ) yang dikembangkan oleh Bass dan Avolio (1995). Ada bukti yang signifikan bahwa Kepemimpinan Transformasional yang diukur dengan MLQ berkorelasi dengan ukuran efektivitas kepemimpinan dan menilai ull

36 36 Range of Leadership (FRL). Berikut ini beberapa keuntungan dari praktek kepemimpinan transformasional. 1) Komitmen/Loyalitas serta Kepuasan Pengikut. Pemimpin transformasional mampu membangun komitmen dan loyalitas pengikut yang kuat dengan membangun kepercayaan dan mempromosikan diri mereka dan efektifitas diri. 2) Efektivitas. Penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional mengarah pada kinerja yang melebihi harapan dibandingkan dengan kepemimpinan transaksional dan membantu mengembangkan pengikutnya untuk menjadi kontributor yang lebih baik untuk kelompok usaha dengan menjadi lebih kreatif, lebih tahan terhadap stres, lebih fleksibel, lebih terbuka terhadap merubah dan lebih kemungkinan untuk menjadi pemimpin transformasional sendiri. 3) Stres. Kepemimpinan yang efektif berhubungan dengan stres adalah kepemimpinan yang menghasilkan keputusan kualitas rasional; penggunaan informasi yang tersedia dengan tepat, keterampilan dan sumber daya, dan kinerja yang tinggi dari pengikut dalam mencapai tujuan meskipun ancaman dan rintangan. Stimulasi Intelektual dapat menghentikan krisis dengan mempertanyakan asumsi dan mengungkapkan peluang, pembinaan tidak terdidik, dan menghilangkan fiksasi pada cara lama dalam melakukan sesuatu. Pemimpin yang inspirasional menginspirasi keberanian dan merangsang minat. 4) Perencanaan Strategis. Kepemimpinan transformasional dapat berkontribusi untuk perbaikan dalam perencanaan strategis, citra perusahaan, seleksi perekrutan dan transfer karyawan. Hal ini juga memiliki implikasi untuk pekerjaan dan desain organisasi serta untuk pengambilan keputusan dan pengembangan organisasi Pemimpin Transformasional tahu bahwa mereka harus terlebih dahulu mengubah diri jika mereka berharap untuk sukses pada mentransformasi orang lain. Sebuah unsur dasar dalam pengembangan kepemimpinan transformasional terdiri dalam mengidentifikasi kualitas kepemimpinan melalui distribusi kuesioner kepemimpinan multifaktor (MLQ) kepada pengikut dari pemimpin. Sangat penting bahwa MLQ menghasilkan penilaian yang akurat dan tidak bias dari para pemimpin

37 37 di berbagai dimensi kepemimpinan. Seringkali terjadi dua bias dalam menilai kepemimpinan transformasional, sebagaimana diungkapkan oleh Lievens (1997). Pertama, ketika pengikut menilai kekuatan dan kelemahan dari para pemimpin mereka, mereka mungkin memiliki kesulitan dalam membedakan antara berbagai perilaku kepemimpinan transformasional dan transaksional. Hal ini ditemukan dan ini hanya berlaku untuk atribut kepemimpinan transformasional karena keempat dimensi kepemimpinan transformasional diukur dengan MLQ berkorelasi tinggi dan dikelompokkan dalam satu faktor. Peringkat MLQ pada tiga dimensi kepemimpinan transaksional yang ternyata tidak saling berhubungan dan menunjukkan bukti untuk tiga faktor yang berbeda: contingency reward, manajemen-aktif by exception, dan kepemimpinan pasif. Kedua, keinginan sosial nampaknya tidak menjadi faktor bias yang kuat, walaupun skala kepemimpinan transformasional secara sosial lebih diinginkan. Beberapa penelitian mengenai kepemimpinan transformasional juga dikaitkan dengan variabel lain, yaitu kualitas kehidupan kerja (quality of work life), seperti penelitian Riady (2009), serta Kaihatu dan Rini (2007). Penelitian pertama menyoroti pengaruh kepemimpinan transformasional dan QWL pada Bank BUMN. Di dalam hasil tulisannya diungkapkan adanya kepemimpinan yang berorientasi pada QWL. Kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk memengaruhi, memotivasi, dan memungkinkan orang lain memberikan sumbangsih bagi keefektifan organisasi. Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada penciptaan QWL. Penelitian kedua menyoroti pengaruh kepemimpinan transformasional pada bidang pendidikan, yaitu studi pada guru-guru SMU di Surabaya. Secara signifikan, ditemukan bahwa penerapan kepemimpinan transformasional dari kepala sekolah akan meningkatkan kepuasan kualitas kehidupan kerja dan perilaku ekstra peran dari para guru. Senada dengan penelitian di atas, Tesis yang ditulis oleh Karim (2009) mengkaji empat dimensi kepemimpinan transformasional di UIN Malang. penelitian ini dilaksanakan dengan fokus untuk menemukan tipe kepemimpinan transformasional yang diterapkan oleh pemimpin (rektor) di UIN MALIKI Malang

38 38 dengan didasarkan pada empat komponen pengukuran perilaku kepemimpinan transformasional perspektif Bass yaitu Idealized Influence, Inspirational Motivation, Intellectual Stimulation, Individual Consideration. Penelitian kualitatif ini menghasilkan satu kesimpulan yaitu berdasarkan temuan-temuan pada masingmasing empat komponen perilaku kepemimpinan transformasional, perilaku kepemimpinan di UIN MALIKI merupakan tipe kepemimpinan transformasional. Perilaku transformasional tersebut telah terbukti berkontribusi besar terhadap pengembangan UIN MALIKI. Dengan metode eksploratori, Davis (2007) dan Mills (2007), meneliti kepemimpinan transformasional. Disertasi pertama meneliti tentang karakteristik kepemimpinan transformasional dari enam pemimpin wanita di Amerika Serikat. Karakteristik kepemimpinan yang paling penting dari pemimpin transformasional yaitu kepercayaan diri, visioner, memiliki kemampuan untuk menginspirasi para pengikut, fokus pada misi, menjadi pembangun tim, pengikut yang tumbuh dan bernilai, memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi potensi kepemimpinan di pengikut, serta memiliki kemampuan dan kemauan untuk mendengarkan, mendengar dan menerima masukan dari pengikut. Hal lain yang dapat menjadi pengetahuan mengenai karakteristik pemimpin adalah adanya hambatan yaitu sedikit peluang bagi wanita untuk menduduki posisi tertinggi di suatu perusahaan. Sedangkan penelitian Mills (2007) mencoba menggali dari keempat faktor kepemimpinan transformasional yang paling berhubungan/bertanggung jawab terhadap retensi karyawan dalam organisasi. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak ada salah satu dari empat faktor kepemimpinan transformasional secara statistik lebih signifikan dari yang lain, mereka secara statistik sama dalam mempromosikan retensi. Persepsi kepemimpinan transformasional kedua penelitian tersebut diukur dengan menggunakan Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ). Dari hasil-hasil penelitian di atas terlihat bahwa kepemimpinan transformasional dapat diterapkan pada berbagai bidang. Dalam dunia bisnis maupun pada institusi pendidikan tinggi, terbukti bahwa kepemimpinan transformasional

39 39 menunjang dan berkontribusi pada kemajuan organisasi. Dimensi-dimensi yang dijabarkan memiliki kesamaan karena mengacu pada Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) yang dikembangkan oleh Bernard Bass Kualitas Kehidupan kerja (Quality of Work Life) Sejarahnya dimulai di Arden house pada tahun 1972 di AS. Pertemuan tersebut untuk mendiskusikan dua gerakan, yang pertama adalah gerakan politik di Eropa barat yang disebut demokrasi industrial. Gerakan ini bertujuan agar negaranegara di Eropa Barat mensahkan aturan partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan korporat. Gerakan kedua, dilandasi oleh teori sosial tentang humanizing the workplace. Semakin tinggi qwl, maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan dan produktifitas kerja karyawan (Idris et al 2006). Para manajer dan pimpinan organisasi menghadapi tantangan besar saat ini. Hal ini disebabkan karena angkatan kerja dewasa ini lebih terdidik daripada masa sebelumnya. Namun pengamat ekonomi meyakini bahwa mutu pekerjaan akan menurun senantiasa, sementara posisi-posisi yang lebih baru memberikan kepada karyawan lebih sedikit tantangan dan kepuasan ego, yang terdapat dalam pekerjaanpekerjaan yang dihapuskan secara bertahap. Ada asumsi bahwa tingkat pekerjaan yang lebih tinggi secara khusus disertai oleh tingkat harapan yang meningkat. Bila pimpinan tidak mampu memenuhi harapan-harapan karyawan akan menyebabkan ketidakpuasan kerja dan melemahnya etika kerja (Kossen, 1993). Pimpinan organisasi berusaha menemukan cara mengatasi kebosanan karyawan yang disebabkan oleh ketidakpuasan kerja tersebut, terutama menyangkut masalah kemerosotan mutu kehidupan kerja. Produktivitas organisasi dipengaruhi oleh mutu perlengkapan, alat-alat, dan faktor-faktor teknis dan material lain. Organisasi yang mengenal peranan sumber daya manusia dan perbaikan produktivitas dan menghargai kekuatan tenaga kerja yang mempunyai komitmen, terutama diarahkan pada sumber daya dan manajemen, terhadap pengembangan lingkungan dimana pekerja dapat memberikan kontribusi pada perbaikan kinerja pada kapasitas maksumum. Usaha seperti ini dinamakan sebagai quality of work life atau strategi

40 40 pelibatan pekerja (Wibowo, 2009). Mutu kehidupan kerja (quality of work life) juga mempengaruhi produktivitas (Kossen, 1993). Hal ini dapat dilihat dari efektif atau tidaknya lingkungan pekerjaan memenuhi keperluan-keperluan pribadi dan nilai-nilai para karyawan. Menurut Stan kossen suatu faktor yang meningkatkan QWL seorang karyawan belum tentu berpengaruh atau memiliki sedikit pengaruhnya pada QWL pekerja lain. Wibowo (2009), mengungkapkan bahwa lingkungan dengan quality of work life tinggi ditandai oleh karakteristik berikut: a. Pekerja berpeluang mempengaruhi keputusan. b. Pekerja berpartisipasi dalam pemecahan masalah. c. Pekerja mendapatkan informasi lengkap tentang pengembangan dalam organisasi d. Pekerja mendapatkan umpan balik bersifat konstruktif e. Pekerja senang menjadi bagian dari tim dan meningkatkan kolaborasi f. Pekerja merasa bahwa pekerjaannya bermakna dan menantang g. Pekerja merasakan adanya keamanan kesempatan kerja Sedangkan Kossen (1993) mengemukakan delapan kategori utama yang bersama-sama merupakan QWL, yaitu: 1. Kompensasi yang memadai dan wajar. Karyawan dapat mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri berkaitan dengan hal ini, seperti adakah upah atau gaji sebanding dengan jumlah yang diterima orang-orang lain dalam posisi yang sama? Artinya imbalan yang diterima oleh karyawan harus sepadan dengan imbalan yang diterima oleh orang lain yang melakukan pekerjaan yang sejenis. 2. Kondisi-kondisi lingkungan kerja yang aman dan sehat. Dapat dilihat lingkungan kerja yang relatif bebas dari risiko berlebihan yang dapat mengakibatkan cedera atau penyakit pada karyawan. Segi penting dari kondisi ini misalnya jam kerja yang memperhitungkan daya tahan manusia yang terbatas dalam melakukan pekerjaan. 3. Kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia. Bagaimanakah hubungan pekerjaan tersebut dengan harga diri karyawan, serta apakah mereka merasa terlibat dan tertantang dalam pekerjaan itu?

41 41 4. Kesempatan untuk tumbuh di masa depan. Adakah kesempatan untuk karyawan maju atau hanya pekerjaan itu yang memberikan jaminan kesejahteraan dan penghasilan? Artinya karyawan menyadari bahwa perubahan pasti terjadi di masa depan, maka ada jaminan bahwa pekerjaan dan penghasilan mereka tidak akan hilang. 5. Perasaan termasuk dalam suatu kelompok atau integrasi sosial perusahaan. Apakah karyawan merasa sebagai bagian dari suatu tim atau sebaliknya merasa terkucil dari kelompok? Adakah lingkungan kerja relatif bebas dari prasangka destruktif? Melalui penerapan QWL di dalam perusahaan tidak ada diskriminatif. Suasana keterbukaan ditumbuhkan dan dipelihara dan adanya iklim saling mendukung diantara karyawan. 6. Hak-hak karyawan. Jenis hak-hak apa yang dimiliki karyawan? Apakah ada standar mengenai privasi terhadap perbedaan pendapat? Artinya dengan QWL perusahaan menjamin tidak ada campur tangan dalam urusan pribadi seseorang. Karyawan bebas untuk mengemukakan pendapat dan bicara. 7. Kerja dan ruang kerja keseluruhan. Bagaimanakan pekerjaan mempengaruhi peranan hidup pribadi, seperti hubungannya dengan keluarga? 8. Relevansi sosial kehidupan kerja. Apakah karyawan merasa bahwa organisasi bertanggung jawab sosial? Adakah organisasi menghasilkan suatu produk atau jasa yang menyumbangkan kebanggaan kepada karyawan? Seluruh peningkatan produktivitas tersebut mengarah pada pengembangan kualitas kehidupan kerja yang lebih baik. Salah satu caranya adalah memanusiawikan sumber daya manusia dalam hal ini karyawan, melalui pemerkayaan pekerjaan (job enrichment) dan sistem kerja sosio teknik yang diperkaya (enriched sosiotechnical work system) (Davis et al 1993). Cascio (2003), menjelaskan mengenai cara pandang tentang kualitas kehidupan kerja.

42 42 There are two ways of looking what quality of work life means. One way equates QWL with a set of objective organizational conditions and practices (e.g. promotion from whitin policies, democratic supervision, employee involvement, safe working conditions). The order way equates QWL with employes preceptions that they are safe, relatively well satisfied, and able to grow and develop as human beings. This way relates QWL to the degree to which the full range human need is met. Pada teori, QWL terlihat sederhana-hanya melibatkan karyawan tentang bagaimana melaksanakan pekerjaan, desain tempat kerja, dan apa yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk lebih efisien. QWL ini banyak dipraktekkan di industri makanan, elektronik, baja, dan industri berbasis kebutuhan konsumen (Cascio, 2003). Menurut Cascio (2003), terdapat Sembilan indikator dalam penerapan Quality of Work Life yaitu: partisipasi karyawan, pengembangan karir, penyelesaian konflik, komunikasi, kesehatan kerja, keselamatan kerja,keamanan kerja, kompensasi yang layak, dan kebanggaan. Gambar 2 menunjukkan kesembilan indikator Quality of Work life.

43 43 Kerjasama karyawan dalam tim Partisipasi karyawan dalam rapat Peningkatan kualitas tim Identitas perusahaan Partisipasi kemasyarakatan Kepedulian Lingkungan Perlindungan jabatan Pelatihan/pendidikan Penilaian kegiatan Promosi dari dalam Partisipasi Karyawan Gaji dan keuntungan yang kompetitif Kompensasi yang Layak Kebanggaan Pengembangan Karir Penyelesaian Konflik Keterbukaan Proses penyampaian keluhan secara formal Pertukaran pendapat/proses banding QWL Tidak ada pemberhentian karyawan tetap Program pensiun Keamanan Kerja Komunikasi Pertemuan tatap muka Pertemuan kelompok Publikasi Keselamatan Kerja Kesehatan Kerja Komite keselamatan Tim penolong gawat darurat Program keselamatan kerja Pusat kesehatan Pusat kesehatan gigi Program pusat senam Kebugaran Program rekreasi Program konseling Gambar 2. Quality of Work Life Indikator-indikator yang diteliti dalam penelitian ini meliputi kompensasi yang layak, partisipasi karyawan, pengembangan karir, keamanan kerja, dan kesehatan kerja Penelitian Husnawati (2006) memuat pemaparan terkait pengaruh kualitas kehidupan kerja terhadap kinerja karyawan dengan komitmen dan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Hasil tesis ini memberikan bukti bahwa aplikasi program kualitas kehidupan kerja melalui dimensi-dimensi pertumbuhan dan pengembangan, partisipasi, upah dan keuntungan serta lingkungan kerja di dalam perusahaan akan berpengaruh pada peningkatan kinerja karyawan. Aplikasi program kualitas kehidupan kerja juga berpengaruh pada kepuasan kerja yang selanjutnya

44 44 mempengaruhi kinerja karyawan. Semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan terhadap perusahaan, maka semakin baik pula kinerja ditunjukkan oleh karyawan. Responden penelitian ini adalah karyawan PERUM Pegadaian Kanwil Semarang. Adanya pengaruh yang searah antara kualitas kehidupan kerja dengan kepuasan kerja artinya bahwa kualitas kehidupan kerja dan kepuasan kerja sangat penting karena hal tersebut telah terlibat, berhubungan dengan hasil akhir positif organisasional yang lain. Sebagai contoh, pekerja yang puas dengan pekerjaan mereka memiliki tingkat absensi yang lebih rendah dan keinginan untuk pindah kerja yang kecil. Mereka juga lebih senang untuk menujukkan perilaku sebagai anggota organisasi tersebut dan puas dengan kualitas kehidupan kerja dalam organsiasi tersebut secara keseluruhan. Penelitian tentang kualitas kehidupan kerja juga dilakukan dari sudut pandang karyawan Textile dan Engineering di District Coimbatore Tamil Nadu (Anjani,2010). Konstruk QWL yang dibahas meliputi kepuasan kerja, kompensasi, hubungan kerja, kondisi kerja, pengembangan kompetensi dan stress kerja. Temuan dari penelitian ini adalah bahwa faktor yang utama dari kualitas kehidupan kerja adalah pekerjaan itu sendiri. Suatu pekerjaan yang menarik, menantang dan memberikan status serta kebanggaan kepada karyawan memerlukan pelibatan karyawan sendiri di dalam pekerjaan. Penelitian mengenai kualitas kehidupan kerja atau quality of work life telah banyak dilakukan dan merupakan penelitian dengan pendekatan empiris, baik pada perusahaan maupun institusi pendidikan. Pada umumnya perusahaan yang diteliti adalah pada sektor jasa, seperti penelitian yang dilakukan oleh Cheung et al (2009) serta Yan Ma et al (2010). Obyek penelitian ini adalah karyawan hotel. Pada penelitian pertama, QWL bertindak sebagai mediator antara Emotional Labor dan Work Family Interference. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa gangguan dari keluarga (work family interference) berkorelasi penting dengan tindakan karyawan di perusahaan, serta adanya hubungan dari tindakan atau perilaku karyawan dengan kualitas kehidupan kerja mereka.

45 45 Sedangkan penelitian Yan Ma et al (2010) menyoroti QWL dan pengaruhnya terhadap outcome karyawan yang direfleksikan dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB). Latar belakang dari penelitian ini yaitu adanya perbedaan pendapat diantara pimpinan (manager) tentang pentingnya QWL bagi perusahaan khususnya bidang jasa perhotelan. Sebagian pimpinan mengadaptasi QWL dari Barat dan melakukan pengukuran QWL kepada karyawan, namun pimpinan yang lain menganggap pelaksanaan QWL tidak berkaitan dengan outcome karyawan dan hanya menghabiskan dana perusahaan. Originalitas penelitian ini terletak pada kasus yang nyata di dalam jasa hotel khususnya di China. Perbedaan kedua penelitian ini hanya pada posisi QWL, pada penelitian pertama QWL memediasi Emotional Labor dan Work Family Interference, sedangkan pada penelitian kedua QWL menjadi variabel dependen. Namun implikasi dari praktek QWL di perusahaan sangat penting untuk diukur mengingat praktek QWL bertujuan untuk pengembangan lingkungan kerja yang baik bagi karyawan dan juga produksi (Davis, et al 1994). Penelitian mengenai QWL biasanya hanya mengukur kepuasan kerja, namun pada penelitian yang dilakukan oleh Idris et al (2006) mencoba mengaitkan antara QWL dimensi-dimensi karir pada sektor industri manufaktur di Malaysia. Penelitian dengan metode survei ini bukan replika dari penelitian lain, maka kuesioner dikembangkan berdasarkan tinjauan literatur dan melakukan penyesuaian dengan konteks lokal. Temuan penting dari penelitian ini yaitu bahwa keluarga secara signifikan berhubungan dengan level/tingkat QWL karyawan di perusahaan. Selain itu kunci penting peningkatan karir karyawan ada di dalam dimensi QWL salah satunya adalah keseimbangan kehidupan kerja dan keluarga. Bila implementasi QWL dibandingkan antara bisnis jasa hotel dan perbankan dapat dilihat bahwa telah terjadi pergeseran paradigma terkait peranan sumber daya manusia. nilai-nilai keunggulan SDM yang awalnya tangible assets berubah menjadi pengelolaan strategi berbasis-pengetahuan yang menampilkan intangible assets organisasi terutama human capital yang terbangun dari kompetensi dan komitmen. Seperti penelitian Riady (2009) yang menyoroti pengaruh kualitas kehidupan kerja terhadap komitmen karyawan pada Bank BUMN di Jakarta. Permasalahan

46 46 utama yang ditemukan oleh peneliti yaitu penerapan QWL yang belum baik pada Bank BUMN dibandingkan dengan Bank Swasta bila dikaitkan dengan komitmen karyawan. Dari studi ini diperoleh Gambaran bahwa secara umum QWL dan komitmen karyawan tergolong sedang/biasa. Namun penelitian ini juga ada kesamaan dengan penelitian Yan Ma et al (2010), yaitu bahwa peluang karir dapat tercipta dengan berorientasi pada QWL. Artinya pekerjaan merupakan penghubung antara organisasi dan SDM nya, maka agar keduanya dapat memperoleh keuntungan bersama, pekerjaan harus memberikan QWL yang baik melalui perancangan pekerjaan. Kesimpulan yang bisa diambil dari beberapa penelitian di atas yaitu bahwa kepuasan atas kualitas kehidupan kerja (QWL) akan memberikan banyak keuntungan bagi karyawan dan perusahaan. Bagi karyawan sendiri, kepuasan atas kehidupan kerjanya tentu dapat ditunjukkan melalui komitmen untuk bekerja sebaik-baiknya. Perusahaan harus mengakomodasi berbagai kebutuhan dan hak karyawan bila ingin meningkatkan kinerja mereka. Variabel-variabel QWL yang digunakan di dalam beberapa penelitian di atas pada umumnya mengadopsi dari Cassio Definisi dan Sejarah Perilaku Ekstra Peran (Organizational Citizenship Behavior) Istilah atau tipe prestasi kerja yang disebut dengan Perilaku ekstra peran atau Organizational Citizenship Behavior pertama kali diajukan oleh Dennis. W. Organ. Organ mengusulkan bahwa OCB dapat mewakili bentuk yang lebih luas dari kinerja pekerjaan yang bisa lebih cenderung berhubungan dengan anteseden seperti perilaku pekerjaan dan tipe kepribadian (Podsakofet al 2000). Dari deskripsi awal tersebut, OCB telah menjadi salah satu variabel yang lebih banyak diteliti dalam literatur perilaku organisasi. Penelitian mengenai perilaku ekstra peran (OCB) lebih banyak dilakukan di Amerika Serikat dan dalam konteks global belum banyak dilakukan. Hanya pada tahun-tahun lalu dilakukan penelitian OCB di Cina, Singapura, Taiwan, Australia, Jepang dan Hong Kong. Penelitian tentang pengukuran OCB berbeda dengan yang dilakukan di AS karena alasan budaya yang berbeda pada setiap negara.

47 47 Menurut Utomo (2002) perilaku kerja the extra role sering diistilahkan sebagai organizational citizenship behavior atau sering juga disebut prosocial behavior, namun dari berbagai istilah tersebut memiliki suatu pengertian yang sama, yaitu suatu perilaku kerja karyawan yang bekerja tidak hanya pada tugasnya (in-role), tapi juga bekerja tidak secara kontrak mendapatkan kompensasi berdasarkan sistem penghargaan atau sistem penggajian formal (beyond the job). Karyawan memainkan peran yang berkontribusi kepada sesama karyawan. Kontribusi tersebut seperti perilaku menolong sesama yang lain, kerelaan melakukan pekerjaan tambahan, menjunjung prosedur dan aturan kerja tanpa menghiraukan permasalahan pribadi merupakan satu bentuk dari prosocial behavior, sebagai perilaku social yang positif, konstruktif, dan suka memberi pertolongan. Berikut ini definisi organizational citizenship behavior (OCB) menurut Organ dan Clay (1982) performa yang mendukung lingkungan sosial dan psikologi dimana tanggung jawab berada di lingkungan tersebut. Secara harfiah definisi tersebut menyebutkan adanya dukungan kepada lingkungan sekitar organisasi baik secara sosial maupun secara psikologi. Hal ini akan meningkatkan fungsi efektif dari organisasi. Organ juga menjelaskan bahwa OCB ditemukan sebagai alternatif penjelasan pada hipotesis kepuasan berdasarkan performance. Berikut ini penjelasan tentang OCB: Sifat mementingkan kepentingan orang lain, seperti memberikan pertolongan pada kawan sekerja yang baru, dan menyediakan waktu untuk orang lain (Altruism) adalah ditunjukkan secara langsung pada individu-individu lainnya, akan tetapi kontribusi terhadap efisiensi didasarkan pada peningkatan kinerja secara individual. Sifat kehati-hatian, seperti efisiensi menggunakan waktu, tingkat kehadiran tinggi (Conscientiousness) adalah kontribusi terhadap efisiensi baik berdasarkan individu maupun kelompok. Sifat sportif dan positif, seperti menghindari complain dan keluhan yang picik (Sportsmanship) adalah dengan memaksimalkan total jumlah waktu yang dipergunakan pada usaha-usaha yang konstruktif dalam organisasi. Sifat sopan dan taat, seperti melalui surat peringatan, atau pemberitahuan sebelumnya, dan

48 48 meneruskan informasi dengan tepat (Courtesy) adalah dengan membantu mencegah timbulnya masalah dan memaksimalkan penggunaan waktu. Sifat bijaksanan atau keanggotaan yang baik, seperti melayani komite atau panitia, melakukan fungsifungsi sekalipun tidak diwajibkan untuk membantu memberikan kesan baik bagi organisasi. (Civic Virtue) adalah memberikan pelayanan yang diperlukan bagi kepentingan organisasi.(tschannen-moran, 2003) Dimensi-dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Berikut ini dimensi dari OCB yang dikembangkan oleh Organ yang terdiri dari lima dimensi utama, yaitu: 1 Altruism, yaitu perilaku membantu karyawan lain tanpa ada paksaan pada tugastugas yang berkaitan dengan erat dengan operasional organisasi atau mementingkan kepentingan orang lain. 2 Civic virtue, yaitu menunjukkan partisipasi sukarela dan dukungan terhadap fungsi-fungsi organisasi baik secara profesional maupun sosial alamiah atau sukarela. 3 Conscientiousness, memuat kinerja yang dari prasyarat peran yang melebihi standar minimum atau sifat kehati-hatian, seperti efisiensi menggunakan waktu, tingkat kehadiran tinggi. 4 Courtesy, yaitu perilaku yang meringankan masalah atau problem yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain atau sifat sopan dan taat, seperti melalui surat peringatan, atau pemberitahuan sebelumnya, dan meneruskan informasi dengan tepat. 5 Sportmanship, sifat sportif dan positif, seperti menghindari complain dan keluhan yang picik. Para peneliti telah mengembangkan beberapa pengukuran tentang OCB ini. Salah satunya menggunakan skala Morisson merupakan alat pengukuran yang telah disempurnakan dan memiliki kemampuan psikometerik yang baik (Aldag dan Resckhe, 1997), yang mengukur kelima dimensi di atas: 1. Altruism, yaitu perilaku membantu karyawan lain tanpa ada paksaan a) Menggantikan rekan kerja yang tidak masuk atau istirahat

49 49 b) Membantu orang lain yang pekerjaannya overload c) Membantu proses orientasi karyawan baru meskipun tidak diminta d) Membantu mengerjakan tugas orang lain pada saat mereka tidak masuk e) Meluangkan waktu untuk membantu orang lain berkaitan dengan permasalahan pekerjaan f) Menjadi volunteer untuk mengerjakan sesuatu tanpa diminta g) Membantu orang lain di luar departemen ketika mereka memiliki permasalahan h) Membantu pelanggan atau tamu jika mereka membutuhkan bantuan 2. Conscientiousness, memuat kinerja yang dari prasyarat peran yang melebihi standar minimum a) Kehadiran kepatuhan terhadap peraturan b) Tiba lebih awal sehingga siap bekerja pada saat jadwal kerja dimulai c) Tepat waktu setiap hari walaupun cuaca tidak bagus dan alas an lain d) Berbicara seperlunya dalam percakapan di telepon e) Tidak menghabiskan waktu untuk pembicaraan di luar pekerjaan f) Datang segera jika dibutuhkan g) Tidak mengambil kelebihan waktu/cuti 3. Sportmanship, sifat sportif dan positif a) Menahan diri dari aktivitas-aktivitas mengeluh dan mengumpat b) Tidak menemukan kesalahan dalam organisasi c) Tidak mengeluh tentang segala sesuatu d) Tidak membesar-besarkan permasalahan di luar proporsinya 4. Civic virtue, yaitu menunjukkan partisipasi sukarela a) Memberikan perhatian terhadap fungsi-fungsi yang membantu image organisasi b) Memberikan perhatian terhadap pertemuan-pertemuan yang dianggap penting c) Membantu mengatur kebersamaan secara departemental

50 50 5. Courtesy, yaitu perilaku yang meringankan masalah atau problem yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain a) Mengikuti perubahan-perubahan dan perkembangan dalam organisasi b) Membaca dan mengikuti pengumuman-pengumuman organisasi c) Membuat pertimbangan dalam menilai apa yang terbaik untuk organisasi Menurut Podsakoff et al. (2000), OCB dapat mempengaruhi keefektifan organisasi karena beberapa alasan. Pertama, OCB dapat membantu meningkatkan produktivitas rekan kerja. Kedua, OCB dapat membantu meningkatkan produktivitas manajerial. Ketiga, OCB dapat membantu mengefisienkan penggunaan sumberdaya organisasional untuk tujuan-tujuan produktif. Keempat, OCB dapat menurunkan tingkat kebutuhan akan penyediaan sumberdaya organisasional untuk tujuan-tujuan pemeliharaan karyawan. Kelima, OCB dapat dijadikan sebagai dasar yang efektif untuk aktivitas-aktivitas koordinasi antara anggota-anggota tim dan antar kelompokkelompok kerja. Keenam, OCB dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan SDM-SDM handal dengan memberikan kesan bahwa organisasi merupakan tempat bekerja yang lebih menarik. Ketujuh, OCB dapat meningkatkan stabilitas kinerja organisasi. Dan terakhir, OCB dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan bisnisnya Konsep dan Dimensi Perilaku Sebagai Warga Organisasi (OCB) Organizational citizenship behavior atau OCB seringkali juga disebut sebagai perilaku ekstra peran yang dianggap salah satu bentuk kinerja yang sulit diukur oleh pengukuran tradisional (Dyne,1994). Beberapa penelitian tentang OCB telah banyak dilakukan baik di bidang manajemen, organisasi serta bidang psikologi. Penelitian OCB pada karyawan di universitas di Kanada yang dilakukan oleh Skarlicki et al (1995), menggunakan A Behavioural Observation Scale (BOS) digunakan untuk mengukur OCB dari rekan kerja pada sampel yang diteliti. Sedangkan kinerja diukur dengan banyaknya jumlah publikasi, rating mahasiswa dan lama bekerja. Jumlah publikasi termasuk penulisan artikel, penulisan buku, serta

51 51 publikasi atau preceding di suatu seminar pada lima periode tertentu. Faktor lamanya bekerja juga mendorong karyawan untuk berperilaku ekstra peran. Penelitian OCB sebagai variabel perantara menunjukkan bahwa OCB berkontribusi terhadap fungsi dan efektivitas unit kerja (organisasi) sejauh mana karyawan percaya bahwa OCB penting untuk kepentingan mereka sendiri. sarana organisasi dan individu sebagian dimediasi antara kepemimpinan (kepemimpinan transformasional dan penghargaan kontingensi) dan OCB. Dengan judul penelitian Leadership and Organizational Citizenship Behavior: OCB-Specific Meanings as Mediators originalitas penelitian Jiao et al (2011) ini terletak pada variabel kepemimpinan transformasional yang memediasi OCB. Pada umumnya penelitian mengenai OCB mengacu pada budaya barat, namun penelitian yang dilakukan oleh Kumar dan Bakhshi (2005) melihat OCB dari perspektif budaya lokal yaitu India. Sampel yang digunakan adalah karyawan fulltime pada bermacam-macam organisasi jasa. Walaupun skala pengukunguran menggunakan terjemahan dari skala barat, namun konstruk OCB yang dikembangkan di India dibuat lebih lokal agar sampel lebih memahami pertanyaan yang diajukan. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Mearaj (2010) yang melihat pelaksanaan organizational Citizenship Behavior (Ocb) Inside Bahraini Organizations. Peneliti melihat dimensi-dimensi OCB serta faktor-faktor lain yang menyertainya, seperti gender, usia, ukuran organisasi, pengalaman kerja, tingkat pendidikan, dan kepuasan kerja. Yang berbeda dari penelitian ini yaitu menggunakan tiga faktor model dari Coleman and Borman yang telah diadopsi, ketiga model tersebut adalah; Interpersonal citizenship, Organizational citizenship dan Job/task citizenship. Konteks tema penelitian yang sama dilakukan oleh Lievens dan Anseel dari (2004). Studi ini mengkaji dimensi ukuran dari sebuah OCB tertentu dalam konteks berbahasa Belanda, karena mereka beranggapan bahwa OCB telah dipelajari secara ekstensif selama bertahun-tahun di Amerika Serikat, pengukuran OCB relatif mendapat perhatian yang terbatas dalam konteks internasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk OCB yang didominasi dengan yang dipelajari di Amerika Serikat tampaknya baik untuk dipakai secara internasional walaupun ada

52 52 beberapa perbedaan bila diterapkan di negara lain. Dari beberapa penelitian mengenai perilaku ekstra pera (OCB) tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian mengenai OCB perlu memperhatikan konteks lokal, dalam artian tidak sepenuhnya dimensi OCB di barat dapat diterapkan di negara lain, namun perlu penyesuaian terutama terkait budaya lokal. OCB telah dipelajari dan diteliti pada berbagai disiplin ilmu (HRM, marketing, ekonomi dan kesehatan). Efektivitas organisasi dapat tercipta dengan praktek OCB tersebut.

53 53 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu: 1) Variabel Kepemimpinan transformasional. Variabel ini dipilih karena Kepemimpinan merupakan salah satu elemen penting dalam mencapai, mempertahankan dan meningkatkan kinerja organisasi. 2) Variabel Kualitas Kehidupan Kerja (quality of work life) Kualitas kehidupan kerja karyawan sangat penting diperhatikan oleh pimpinan, karena secara langsung maupun tidak langsung akan memotivasi karyawan untuk bekerja dengan baik. Kedudukan karyawan telah menjadi mitra strategis bagi organisasi dan bukan hanya menjadi alat produksi semata. 3) Variabel Perilaku Ekstra Peran (organizational citizenship behavior) Variabel ini sangat menarik untuk dikaji, karena perilaku karyawan tidak semata inrole, namun juga bagaimana extra role, atau OCB ini dapat membantu karyawan mewujudkan tanggung jawab perannya. Karena dengan OCB, karyawan dapat saling membantu satu sama lain sehingga dapat menciptakan kondisi yang mampu memotivasi mereka untuk bekerja lebih baik lagi. Ketiga variabel di atas dapat dijelaskan dengan konsep sebagai berikut: 1. Definisi variabel kepemimpinan transformasional Konsep kepemimpinan transformasional dalam penelitian ini mengacu pada teori yang dikembangkan oleh Bernard Bass, dimana kepemimpinan transformasional diartikan sebagai kepemimpinan yang sejati, karena mampu membentuk konsensus bersama anggota grup dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kuesioner yang dipakai adalah MLQ (Multifactor Leadership Questionnaire) yang dikembangkan Ivancevich (1999). Kuesioner ini mengukur empat dimensi dari kepemimpinan transformasional, yaitu idealized influence, inspirational motivation, intelectual

54 54 stimulation, dan individualized consideration. Masing-masing dimensi diberikan 5-7 pertanyaan dalam bentuk skala likert. 2. Definisi variabel kualitas kehidupan kerja (QWL) Konsep kualitas kehidupan kerja pada penelitian ini merujuk pada teori Cascio (2006), yaitu mengatakan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah sejumlah keadaan dan praktek dari tujuan organisasi. Variabel QWL ini memiliki sembilan indikator yang masing-masing indikator memuat 6-7 pertanyaan. Kuesioner tentang QWL ini memiliki banyak versi, dan pada penelitian ini mengadopsi dari Quality of Worklife Module-NIOSH, dan sebagian pertanyaan mengadaptasi dari penelitian Leo Lingham. 3. Definisi variabel perilaku ekstra peran (OCB) Konsep variabel perilaku ekstra peran atau OCB pada penelitian ini didasarkan dari teori Organ, yang mengasumsikan bahwa perilaku ekstra peran dapat mewakili sebuah bentuk kinerja yang lebih luas yang dapat dan berkaitan dengan tipe kepribadian dari karyawan. Perilaku yang baik dari karyawan ditunjukkan melalui lima (5) dimensi, yaitu altruism, civic virtue, constiusness, courtesy dan sportmanship. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini mengadaptasi dari penelitian Podsakoff et al (2000). Mengapa pada penelitian ini mengaitkan ketiga variabel di atas adalah karena manusia sebagai sumber daya berperan sangat penting di dalam kehidupan organisasi. Setiap strategi yang dilaksanakan organisasi diharapkan akan membawa perubahan ke arah yang baik. Peran aktif sumber daya manusia tersebut salah satunya sebagai pemimpin organisasi. Pemimpin yang baik dapat bertindak cepat dalam mengambil keputusan dan merumuskan kebijakan yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup suatu organisasi. Berbagai manusia dengan tipe kepemimpinan dapat ditemukan di dalam organisasi, salah satunya adalah kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan ini bertindak sebagai motor penggerak organisasi. Kebutuhan dan keinginan yang beragam dari karyawan perlu dicermati oleh pemimpin karena dapat menciptakan suatu lingkungan kerja yang kondusif, yang disebut dengan kualitas kehidupan kerja (quality of work life).

55 55 Berbagai dimensi di dalam kualitas kehidupan kerja tersebut diharapkan akan menghasilkan lingkungan kerja yang lebih manusiawi dan berupaya agar dapat memenuhi kebutuhan karyawan yang lebih pokok. Bila karyawan merasa telah terpenuhi segala kebutuhan pokoknya, maka akan tercipta lingkungan kerja yang kondusif dan mereka akan merasa diberi penghargaan, tidak saja secara materi namun juga immaterial. Dengan konsep kualitas kehidupan kerja ini diharapkan karyawan akan memiliki motivasi untuk lebih bekerja dengan baik. Tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepada karyawan akan dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Karyawan memainkan peran yang berkontribusi kepada sesama karyawan. Kontribusi tersebut seperti perilaku menolong sesama yang lain, kerelaan melakukan pekerjaan tambahan, menjunjung prosedur dan aturan kerja tanpa menghiraukan permasalahan pribadi. Perilaku ini disebut dengan perilaku ekstra peran. Identifikasi faktor-faktor perilaku ekstra peran akan membantu pimpinan menerapkan gaya kepemimpinan di dalam organisasi yang nantinya berkontribusi pada pencapaian visi dan misi organisasi (Gambar 3).

56 56 Visi, Misi dan Tujuan UT Strategi SDM Kepemimpinan Gambar 3. Konsep Transformasional Kerangka Pemikiran konseptual Perilaku Ekstra Peran Kualitas kehidupan Kerja Masukan Bagi Pimpinan UT = Lingkup Penelitian Gambar 3 Kerangka pemikiran 3.2 Perumusan Hipotesa Hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah: Hipotesis 1: Terdapat pengaruh yang signifikan kepemimpinan transformasional terhadap perilaku ekstra peran (OCB) Hipotesis 2: Terdapat pengaruh yang signifikan kepemimpinan transformasional terhadap kualitas kehidupan kerja (QWL) Hipotesis 3: Terdapat pengaruh yang signifikan kualitas kehidupan kerja (QWL) terhadap perilaku ekstra peran (OCB).

57 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Universitas Terbuka, Jl. Cabe Raya Pondok Cabe Tangerang. Obyek dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan Pusat khususnya staf Administrasi. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan cara sengaja karena UT merupakan salah satu universitas negeri yang melaksanakan pendidikan jarak jauh dan terbuka dan beroperasi di seluruh wilayah Indonesia. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai bulan Nopember Data dan Sumber Data Data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini tampak pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis dan Sumber Data No. Jenis Data Sumber Data 1. Primer Staf administrasi UT Pusat 2. Sekunder Literatur, Buku, Jurnal, Tesis, Disertasi serta data kepegawaian dan SDM UT Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan teknik survei dengan menggunakan kuesioner. Bentuk kuesioner adalah kuesioner tertutup. Instrumen penelitian menggunakan skala likert dari 1-5, pengukuran yang digunakan dengan memberikan bobot tertentu pada setiap jawaban pernyataan. Likert digunakan untuk menganalisi pengaruh penerapan kepemimpinan transformasional dan kualitas kehidupan kerja terhadap perilaku ekstra peran karyawan dengan analisis regresi berganda. Variabel yang ada terdiri dari variabel: 1. Variabel laten eksogen (ξ) adalah kepemimpinan transformasional, dan kualitas kehidupan kerja (QWL), yang terdiri dari : a. Indikator kepemimpinan transformasional (Robbins, 2001) terdiri dari:

58 58 KT.1 = Kharisma KT.2 = Perhatian Individu KT.3 = Memotivasi secara intelektual KT.4 = Memberi aspirasi b. Kualitas Kehidupan Kerja (Quality of Work Life) (ξ 1 ) adalah persepsi-persepsi karyawan bahwa organisasi mengenal peranan sumber daya manusia dan perbaikan produktivitas dan menghargai kekuatan tenaga kerja yang mempunyai komitmen, terutama diarahkan pada sumber daya dan manajemen, dimana karyawan dapat memberikan kontribusi ada perbaikan kinerja maksimum. Usaha ini dinamakan quality of work life (Wibowo,2009). Indikator QWL terdiri dari : QWL.1 = Partisipasi karyawan QWL.2 = Pengembangan Karir QWL.3 = Komunikasi QWL.4 = Keselamatan Kerja QWL.5 = Kebanggaan QWL.6 = Kompensasi yang Layak QWL.7 = Keamanan Kerja QWL.8 = Kesehatan Kerja QWL.9 = Penyelesaian Konflik 2. Variabel laten endogen adalah perilaku ekstra peran (η). Perilaku ekstra peran atau organizational citizenship behavior (OCB) adalah perilaku kerja karyawan yang bekerja tidak hanya pada tugasnya (in-role) tetapi juga tidak berdasarkan pada kontrak. Indikator OCB, yaitu : OCB.1= Altruism OCB.2= Civic virtue OCB.3= Conscientiousness OCB.4= Courtesy OCB.5= Sportmanship

59 59 Jenis skala pengukuran yang digunakan pada kedua variabel yaitu, variabel eksogen dan variabel endogen adalah skala ordinal. Skala pengukuran instrument berupa kuesioner menggunakan skala Likert, yaitu pertanyaan tertutup yang mengukur sikap dari keadaan yang negatif ke jenjang yang positif. Digunakan untuk mendapatkan data tentang dimensi-dimensi dari variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini, dengan 5 alternatif nomor untuk mengukur sikap responden. Dalam penelitian ini penskoran atas kuesioner skala Likert yang digunakan dalam merunjuk pada lima alternatif jawaban, sesuai Tabel 3. Instrumen penelitian skala Likert dari 1 5, yang memuat dimensi kualitas kehidupan kerja meliputi: sistem imbalan yang memadai, partisipasi dalam penyelesaian masalah, restrukturisasi kerja, kondisi lingkungan kerja yang aman, keseimbangan kehidupan kerja dan kehidupan pribadi, dan perilaku ekstra peran yang berintikan: altruism, civic virtue, conscientiousness, courtesy, sportsmanship. Tabel 3. Skor skala Likert a. Sangat Tidak Setuju Nilai 1 b. Tidak Setuju Nilai 2 c. Netral Nilai 3 d. Setuju Nilai 4 e. Sangat Setuju Nilai 5 Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang kejadian sosial. Cara penilaian terhadap hasil jawaban kuesioner dengan skala likert dilakukan dengan rumus : Setelah memperoleh rataan skor dari masing-masing pertanyaan, kemudian dihitung skor rataan akhir dengan rumus :

60 60 Keterangan : = Skor rataan pernyataan = frekuensi yang memiliki pernyataan ke i n = jumlah responden = skor rataan akhir Wawancara dilakukan kepada karyawan-karyawan untuk mengetahui persepsi mereka mengenai penerapan kepemimpinan transformasional dan kualitas kehidupan kerja terhadap perilaku ekstra peran karyawan.. Wawancara yang dilakukan kepada pimpinan, ditujukan untuk mengetahui tanggapan mengenai kinerja bawahannya yang berkaitan dengan penerapan QWL dan perilaku ekstra perannya. Pengumpulan data melalui studi pustaka akan dilakukan berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu dan teori-teori yang sudah ada. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 220 responden Metode Pengolahan Data dan Analisis Data Data penelitian yang terkumpul dari observasi, kuesioner, wawancara, dan studi literatur yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan model persamaan struktural (Structural Equation Modeling SEM) dengan menggunakan Software SmartPLS (Partial Least Structural) dan bantuan SPSS (Statistical Program for Social Sciences) Untuk keperluan penolakan atau penerimaan hipotesis, digunakan taraf signifikansi P < 0,05. SPSS digunakan untuk menghitung validitas dan realibitas dari instrument penelitian yang digunakan. Data kuisioner dalam bentuk skala ordinal dikonfersi ke dalam bentuk skala interval Analisis Deskriptif Analisis deskriptif adalah analisis yang berkaitan dengan pengumpulan data dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Analisis deskriptif dilakukan dengan cara menabulasi hasil kuisioner secara manual,

61 61 bertujuan untuk mengetahui tingkat kualitas kehidupan kerja dan perilaku ekstra peran karyawan berdasarkan karakteristik responden seperti usia, jenis kelamin, golongan dan lama waktu bekerja. Analisis deskriptif menggambarkan proporsi jawaban responden terhadap berbagai pilihan jawaban yang mendeskripsikan tentang perilaku ekstra peran melalui butir-butir peryataan yang tersedia dalam kuesioner Analisis SEM dengan PLS Analisa pengaruh kepemimpinan transformasional dan kualitas kehidupan kerja terhadap perilaku ekstra peran karyawan menggunakan model Structual Equation Model (SEM) dengan PLS. Terdapat beberapa alasan untuk menggunakan alat analisis PLS, antara lain: 1. Data tidak harus berdistribusi normal multivariate (indikator dengan skala nominal sampai ratio dapat digunakan pada model yang sama) 2. Dapat digunakan pada sample kecil. Minimal direkomendasikan sample > 30 telah dapat digunakan. 3. PLS selain digunakan untuk mengkonfirmasi teori, tetapi dapat juga digunakan untuk menjelaskan ada atau tidaknya hubungan antar variabel laten. 4. PLS dapat menganalisis sekaligus konstruk yang dibentuk dengan indicator refleksif dan formatif. 5. PLS mampu mengestimasi model yang besar dan komplek dengan ratusan variabel laten dan ribuan indikator (Ghozali, 2006) Model Spesifikasi dengan PLS 1) Inner Model (Inner relation, structural model dan substantive theory) Inner Model atau disebut juga inner relation menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada teori. Model struktural dievaluasi dengan melihat nilai R-Square untuk konstruk laten dependen, Stone Geisser Q-square test untuk predictive relevance dan uji t, serta signifikansi dari koefisien

62 62 parameter jalur struktural. Perubahan nilai R-square dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen terhadap variabel laten dependen. 2) Outer Model (Outer Reletion atau Measurement Model) Outer Model atau outer relation mendefinisikan bagaimana hubungan antar variabel laten dengan indikator. Outer Model terdiri dari 2 (dua) macam mode, yaitu mode reflective (mode A) dan mode formative (mode B). Mode reflektif merupakan relasi dari peubah laten ke peubah indikator atau effect. Sedangkan mode formative merupakan relasi dari perubah indikator membentuk peubah laten causal. Model pengukuran dengan indikator reflesi dievaluasi dengan Convergent Validity dan Discriminant Validity dari indikatornya. Convergent Validity dari model pengukuran dengan refleksif indikator dengan penilaian didasarkan pada korelasi antara item score dengan construk score. Ukuran refleksif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk yang ingin diukur. Namun demikian untuk penelitian awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0,50 sampai dengan 0,60 dianggap cukup (Chin, 1998 dalam Imam Ghozali, 2006). Discriminat validity dari model pengukuran dengan indikator refleksif dinilai berdasarkan cross loading pengukuran dengan konstruk. Jika korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya, maka hal itu menunjukkan bahwa konstruk laten memprediksi ukuran pada blok mereka lebih baik daripada ukuran pada blok lainnya. Cara lain adalah melihat nilai square root of average variance extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model. Jika nilai akar AVE setiap konstruk lebih besar daripada nilai korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki nilai discriminant validity yang baik (Ghozali, 2006). Selain itu dievaluasi juga composite reliability dari blok indikator. Composite reliabilty blok indikator yang mengukur suatu konstruk dapat dievaluasi dengan dua macam ukuran yaitu internal consistensy dan Cronbach s Alpha.

63 63 3) Weight Relation, Inner dan Outer model memberikan spesifikasi yang diikuti dalam estimasi algoritma PLS. Ghozali (2006) mengutip pendapat dari Chin bahwa karena PLS tidak mengasumsikan adanya distribusi tertentu untuk estimasi parameter, maka teknik parametrik untuk menguji signifikansi parameter tidak diperlukan. Model evaluasi PLS berdasarkan pada pengukuran prediksi yang mempunyai sifat non parametrik. Metode SEM menggunakan dua macam komponen yaitu : 1. Variabel Laten Variabel laten adalah variable kunci yang menjadi perhatian. Variabel laten tidak dapat diobservasi, sehingga tidak dapat diukur secara langsung. Variabel laten dibagi menjadi dua macam variabel yaitu variabel eksogen (ξ) dan variabel endogen (η). Variabel eksogen adalah suatu variabel yang tidak dapat dipengaruhi oleh variabel lain (atau disebut variabel independen didalam model regresi). Sedangkan variabel endogen adalah variabel yang dapat dipengaruhi variabel lain. Pada penelitian ini, variabel eksogen adalah penerapan kepemimpinan transformasional dan kualitas kehidupan kerja sedangkan variabel endogen adalah perilaku ekstra peran. 2. Variabel teramati atau indikator. Merupakan variabel yang dapat diamati atau dapat diukur secara empiris. Notasi matematik untuk variable teramati yang merupakan ukuran dari variable eksogen (ξ) adalah X, sedangkan yang merupakan efek dari variable laten endogen adalah Y. pada penelitian ini indikator sebagai refleksi dari variabel laten. Indikator yang digunakan untuk menjelaskan hubungan refleksi dengan variabel laten dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 4 pada halaman berikutnya.

64 64 Tabel 4. Variabel dan Indikator Kepemimpinan Transformasional, Quality of Work Life (QWL), dan Perilaku Ekstra Peran. Variabel Indikator Pengukuran Variabel eksogen Kepemimpinan Transformasional X1 = Karisma X2 = Perhatian Individu X3 = Memotivasi secara intelektual X4 = Memberi aspirasi Skala Likert 1 s/d 5 yang Merupakan pendapat Sangat Tidak Setuju (STS) Sampai dengan Sangat Setuju (SS) dari responden Variabel eksogen Quality of Work Life (QWL) Variabel endogen Perilaku Ekstra peran X5 = Partisipasi karyawan X6 = Pengembangan karir X7 = Penyelesaian konflik X8 = Komunikasi X9 = kesehatan kerja X10 = Keselamatan Kerja X11 = Keamanan Kerja X12 = Kompensasi yang layak X13 = Kebanggaan Y1= Altruism Y2= Civic virtue Y3= Conscientiousness Y4= Courtesy Y5= Sportmanship Skala Likert 1 s/d 5 yang Merupakan pendapat Sangat Tidak Setuju (STS) Sampai dengan Sangat Setuju (SS) dari responden Skala Likert 1 s/d 5 yang Merupakan pendapat Sangat Tidak Setuju (STS) Sampai dengan Sangat Setuju (SS) dari responden Untuk menganalisis hubungan variabel dengan menggunakan software SmartPLS. Langkah-langkah analisis SEM dengan PLS dapat dilihat pada Gambar 4

65 65 Merancang Model Struktural (inner model) Merancang Model Pengukuran (outer model) Mengkonstruksi Diagram Jalur Konversi Diagram Jalur ke Sistem Persamaan Estimasi: Koef. Jalur, Loading dan Weight Evaluasi Goodness of Fit Pengujian Hipotesis (Resampling Bootstraping) Gambar 4. Langkah-langkah Analisis PLS

66 66 Model dalam penelitian ini ditampilkan dalam Gambar 5 berikut. δ4 δ3 δ2 δ1 δ6 δ5 δ7 γ 1 γ 2 δ14 δ15 δ8 δ16 δ9 ζ 1 β 1 ζ 2 δ10 δ11 δ12 δ13 δ18 δ17 Gambar 5. Penerapan Kerangka Pemikiran Pada Model Persamaan Structural

67 67 Untuk persamaan model : 1. Outer model Hubungan antara konstruk laten first order dengan Indikator X1.1.1 = λ X1.1.1 ξ Karisma + ε X1.1.1 s/d X1.1.7 = λ X1.1.7 ξ Karisma + ε X1.1.7 X1.2.1 = λ X1.2.1 ξ Perhatian + ε X1.2.1 s/d X1.2.4 = λ X1.2.4 ξ Perhatian + ε X1.2.4 X1.3.1 = λ X1.3.1 ξ MI + ε X1.3.1 s/d X1.3.5 = λ X1.3.5 ξ MI + ε X1.3.5 X1.4.1 = λ X1.4.1 ξ Inspirasi + ε X1.4.1 s/d X1.4.3 = λ X1.4.3 ξ Inspirasi + ε X1.4.3 X2.1.1 = λ X2.1.1 ξ Partisipasi + ε X2.1.1 s/d X2.1.5 = λ X2.1.5 ξ Partisipasi + ε X2.1.5 X2.2.1 = λ X2.2.1 ξ P. Karir + ε X2.2.1 s/d X2.2.5 = λ X2.2.5 ξ P. Karir + ε X2.2.5 X2.3.1 = λ X2.3.1 ξ Komunikasi + ε X2.3.1 s/d X2.3.4 = λ X2.3.4 ξ Komunikasi + ε X2.3.4 X2.4.1 = λ X2.4.1 ξ Keselamatan + ε X2.4.1 s/d X2.4.5 = λ X2.4.5 ξ Keselamatan + ε X2.4.5 X2.5.1 = λ X2.5.1 ξ Kebanggaan + ε X2.5.1 s/d X2.5.5 = λ X2.5.5 ξ Kebanggaan + ε X2.5.5 X2.6.1 = λ X2.6.1 ξ Keamanan + ε X2.6.1 s/d X2.6.3 = λ X2.6.3 ξ Keamanan + ε X2.6.3 X2.7.1 = λ X2.7.1 ξ Kompensasi + ε X2.7.1 s/d X2.7.5 = λ X2.7.5 ξ Kompensasi + ε X2.7.5 X2.8.1 = λ X2.8.1 ξ Kesehatan + ε X2.8.1 s/d X2.8.4 = λ X2.8.4 ξ Kesehatan + ε X2.8.4 X2.9.1 = λ X2.9.1 ξ P. Konflik + ε X2.9.1 s/d X2.9.4 = λ X2.9.4 ξ P. Konflik + ε X2.9.4 Y1.1 = λ Y1.1 ξ Atuisme + ε Y1.1 s/d Y1.5 = λ Y1.5 ξ Atuisme + ε Y1.4 Y2.1 = λ Y2.1 ξ Acivic virtue + ε Y2.1 s/d Y2.3 = λ Y2.3 ξ Acivic virtue + ε Y2.3 Y3.1 = λ Y3.1 ξ Consient + ε Y3.1 s/d Y3.5 = λ Y.3.5 ξ Consient + ε Y3.5 Y4.1 = λ Y4.1 ξ Cortesy + ε Y4.1 s/d Y4.3 = λ Y4.3 ξ Cortesy + ε Y4.3 Y5.1 = λ Y5.1 ξ spotnas + ε Y5.1 s/d Y5.3 = λ Y5.3 ξ sportnas + ε Y5.3

68 68 1. Inner model : a. Hubungan antara konstruk laten first order dengan konstruk laten second order Karisma = γ Karisma ξ kepemimpinan + δ1 Pengembangan Karir = γ Perhatian ξ kepemimpinan + δ2 MI = γ MI ξ kepemimpinan + δ3 Inspirasi = γ Inspirasi ξ kepemimpinan + δ4 Partisipasi = γ Partisipasi ξ QWL + δ5 Pengembangan Karir = γ P. Karir ξ QWL + δ6 Komunikasi = γ Komunikasi ξ QWL + δ7 Keselamatan = γ Keselamatan ξ QWL + δ8 Kebanggaan = γ Kebanggaan ξ QWL + δ9 Keamanan = γ Keamanan ξ QWL + δ10 Kompensasi = γ Kompensasi ξ QWL + δ11 Kesehatan = γ Kesehatan ξ QWL + δ12 Penyelesaian Konflik = γ P. Konflik ξ QWL + δ13 Atuisme = γ Atuisme ξ OCB + δ14 Acivic virtue = γ Acivic virtue ξ OCB + δ15 Consient = γ Consient ξ OCB + δ16 Cortesy = γ Cortesy ξ OCB + δ17 Sportnas = γ Sportnas ξ OCB + δ18 b. Hubungan antar konstruk laten second order η OCB = γ kepemimpinan 1 ξ kepemimpinan + ζ 1 η OCB = β 1 η QWL + ζ 2 η OCB = γ kepemimpinan 2 ξ kepemimpinan + ζ 2 η OCB = β 1 η QWL + γ kepemimpinan 2 ξ kepemimpinan + ζ 2

69 69 Keterangan ξ = Ksi, konstruk latent first order dan second order berupa konstruk eksogen η i = Eta, konstruk laten second order dimana i = 1 dan 2 λ = Lamnda (kecil), loading faktor konstruk latent berupa konstruk laten first order, β 1 = Beta (kecil), koefisien pengaruh kepuasan (variabel endogen 1) terhadap OCB karyawan (variabel endogen 2) γi = Gamma (kecil), koefisien parameter antara konstruk laten second order ke konstruk laten first order dan koefisien parameter antar konstruk laten second order ζ i = Zeta (kecil), galat model pada konstruk laten second order endogen dimana i = 1 dan 2 δ = Delta (kecil), galat model pada konstruk laten first order e = Error, galat pengukuran (indikator) pada konstruk laten first order

70 70 BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Universitas Terbuka Universitas Terbuka (UT) adalah Perguruan Tinggi Negeri ke-45 di Indonesia yang didirikan dengan tujuan untuk: 1. Memberikan kesempatan yang luas bagi warga negara Indonesia dan warga negara asing, di mana pun tempat tinggalnya, untuk memperoleh pendidikan tinggi; 2. Memberikan layanan pendidikan tinggi bagi mereka, yang karena bekerja atau karena alasan lain, tidak dapat melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi tatap muka; 3. Mengembangkan program pendidikan akademik sesuai dengan kebutuhan nyata pembangunan yang belum banyak dikembangkan oleh perguruan tinggi lain. 4. Menerapkan sistem belajar jarak jauh dan terbuka. Istilah jarak jauh berarti pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka, melainkan menggunakan media, baik media cetak (modul) maupun non-cetak (audio/video,/internet, siaran radio dan televisi). Makna terbuka adalah tidak ada pembatasan usia, tahun ijazah, masa belajar, waktu registrasi, dan frekuensi mengikuti ujian. Batasan yang ada hanyalah bahwa setiap mahasiswa UT harus sudah menamatkan jenjang pendidikan menengah atas (SMA atau yang sederajat). Adapun visi dan misi UT adalah sebagai berikut: VISI: Pada tahun 2021, UT menjadi institusi PTTJJ berkualitas dunia dalam menghasilkan produk pendidikan tinggi dan dalam penyelenggaraan, pengembangan, dan penyebaran informasi PTTJJ. Sedangkan Misi UT Melalui Keppres Nomor 41 Tahun 1984, pada prinsipnya masih tetap menjadi misi utama UT. Namun, selaras dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan perkembangan lingkungan strategis, rumusan misi UT disempurnakan menjadi sebagai berikut.

71 71 1. Menyediakan akses pendidikan tinggi yang berkualitas dunia bagi semua lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan berbagai program PTJJ. 2. Mengkaji dan mengembangkan sistem PTJJ 3. Memanfaatkan dan mendiseminasikan hasil kajian keilmuan dan kelembagaan untuk menjawab tantangan kebutuhan pembangunan Nasional Pendirian Universitas Terbuka (UT) dimaksudkan untuk memberikan akses belajar seluas-luasnya kepada masyarakat Indonesia yang dengan alasan tertentu, seperti memiliki dana yang terbatas, tinggal di daerah terpencil atau seorang karyawan full time yang tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi. Dengan biaya yang tidak mahal dan dapat menjangkau seluruh pelosok tanah air UT memberikan akses belajar di perguruan tinggi. UT menerapkan sistem belajar jarak jauh dan terbuka. Istilah jarak jauh berarti pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka, melainkan menggunakan media, baik media cetak (modul) maupun non cetak (audio/video, 71embina71/internet, siaran radio dan televisi). Makna terbuka adalah tidak ada pembatasan usia, tahun ijazah, masa belajar, waktu registrasi, frekuensi mengikuti ujian, dan sebagainya. Batasan yang ada hanyalah bahwa, setiap mahasiswa UT harus sudah menamatkan jenjang pendidikan menengah atas (SMA atau sederajat). Mahasiswa UT diharapkan dapat belajar secara mandiri. Cara belajar mandiri menghendaki mahasiswa untuk belajar atas prakarsa atau inisiatif sendiri. Belajar mandiri dapat dilakukan secara sendiri ataupun berkelompok tutorial. UT menyediakan bahan ajar yang dibuat khusus untuk dapat dipelajari secara mandiri. Apabila mengalami kesulitan belajar, mahasiswa dapat meminta informasi atau bantuan tutorial kepada Unit Program Belajar Jarak Jauh Universitas Terbuka (UPBJJ-UT) setempat. Belajar mandiri dalam banyak hal ditentukan oleh kemampuan belajar secara efisien. Kemampuan belajar bergantung pada kecepatan membaca dan kemampuan memahami isi bacaan. Untuk dapat belajar mandiri secara efisien, mahasiswa UT dituntut memiliki disiplin diri, inisiatif, dan motivasi belajar yang kuat. Mahasiswa juga dituntut untuk dapat mengatur waktunya dengan efektif, Mahasiswa UT dituntut

72 72 memiliki disiplin diri, inisiatif, dan motivasi belajar yang kuat. Mahasiswa juga dituntut untuk dapat mengatur waktunya dengan efisien, sehingga dapat belajar secara teratur berdasarkan jadwal belajar yang ditentukan sendiri. Oleh karena itu, agar dapat berhasil belajar di UT, calon mahasiswa harus siap untuk belajar secara mandiri. Untuk memberikan layanan pendidikan secara formal kepada mahasiswa yang tersebar di seluruh penjuru tanah air dan di luar negeri, UT bekerja sama dengan instansi lain seperti PT Pos Indonesia, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Televisi Republik Indonesia (TVRI), Radio Republik Indonesia (RRI), Radio Siaran Pemerintah Daerah, Radio Siaran Swasta Niaga, Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota, Atase Pendidikan KBRI, serta Perpustakaan Nasional RI dan Perpustakaan Daerah. UT juga bekerjasama dengan instansi-instansi yang ingin meningkatkan kualitas sumber daya karyawannya, baik instansi pemerintah, BUMN maupun swasta. Mereka dapat mengikuti program yang ada di UT atau memesan program studi baru yang sesuai dengan kebutuhan instansinya. UT selama ini telah mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru SD melalui program yang dikenal sebagai Program Guru SD (PGSD). Selain itu UT juga telah mendapat kepercayaan untuk meningkatkan kualitas SDM dari TNI, Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Bank BNI (Bank Negara Indonesia), PT Garuda Indonesia, PT Merpati Nusantara, Departemen Pertanian, Sekretariat Wakil Presiden dan beberapa instansi lainnya ( Sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh bisa menjadi jawaban untuk membuka hambatan banyak negara di dunia, termasuk di Indonesia untuk memeratakan akses pendidikan, terutama pendidikan tinggi. Sistem ini unggul dalam memperluas akses pendidikan dan memberi pilihan pembelajaran sesuai keinginan dan kebutuhan peserta didik. Menteri Pendidikan, Muhammad Nuh, menyatakan bahwa UT bukan alternatif terakhir, tetapi jadi pilihan masyarakat sesuai kondisi dan kebutuhan peserta. UT terjangkau dan bisa menjangkau peserta di manapun dan dalam kondisi apa pun (KOMPAS, senin 3 Okt.2011).

73 73 Saat ini, UT belum menjangkau daerah-daerah terpencil karena keterbatasan infrastruktur informasi dan teknologi. Mahasiswa yang memanfaatkan pembelajaran online umumnya tinggal di kota. Saat ini sebagaimana tercatat, dari sekitar mahasiswa UT, hanya hingga mahasiswa yang menggunakan pembelajaran online. Artinya mahasiswa terkonsentrasi di kota besar saja. 4.2 Struktur Organisasi UT Operasional UT meliputi seluruh wilayah Indonesia dan luar negeri yang didesain untuk melibatkan partisipasi jaringan dari lembaga-lembaga yang mendukung aktivitasnya. Dalam penyelenggaraan pendidikan, UT bekerja sama dengan semua perguruan tinggi negeri/swasta serta instansi yang relevan yang ada di Indonesia. Pada setiap propinsi atau kota yang terdapat perguruan tinggi negeri, tersedia unit layanan UT yang disebut Unit Program Belajar Jarak Jauh-Universitas Terbuka (UPBJJ-UT). Perguruan tinggi negeri setempat berperan sebagai 73embina UPBJJ-UT serta membantu dalam penulisan bahan ajar, tutorial, praktikum, dan ujian. Pada awalnya ada 32 UPBJJ, dan sejak tahun 2009 telah ada 37 UPBJJ di seluruh Indonesia untuk melayani mahasiswa UT. Struktur organisasi UT yang saat ini berlaku disusun berdasarkan PP 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi. Menurut PP tersebut, struktur organisasi UT disamakan dengan struktur organisasi PT tatap muka sehingga banyak fungsi operasionalisasi PTJJ yang tidak terwadahi. Oleh sebab itu, pada tahun 2002 UT mengajukan perubahan struktur oganisasi yang mengakomodasi kepentingan fungsifungsi PTJJ dan telah ditetapkan oleh Mendiknas pada tahun 2004 melalui SK Nomor123/0/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja UT. Dalam perkembangannya, struktur ini disempurnakan lagi agar sesuai dengan perubahan dan kebutuhan UT. Struktur lengkap UT yang berlaku saat ini, baik yang dibentuk dengan SK Mendiknas maupun tambahannya melalui SK Rektor Nomor 112/J31/2005 tanggal 10 Maret 2005 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Unit Kerja di Lingkungan UT seperti terlihat pada Gambar 6.

74 74 Gambar 6. Struktur organisasi UT Sumber: Keterangan Bagan: BAUK : Biro Administrasi Umum dan Keuangan BAAPM : Biro Administrasi Akademik, Perencanaan, dan Monitoring LPPM : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat LPBAUSI : Lembaga Pengembangan Bahan Ajar, Ujian, dan Sistem Informasi PPs : Program Pascasarjana*) PPSDM : Pusat Pengembangan Sumber daya Manusia*) Puslata : Pusat Layanan Pustaka Pusmintas : Pusat Jaminan Kualitas PK : Pusat Keilmuan PPM : Pusat Pengabdian kepada Masyarakat PAU-PPI : Pusat Antar Universitas Pengembangan dan Peningkatan Instruksional Puslitgasis : Pusat Penelitian Kelembagaan dan Pengembangan Sistem Pusjian : Pusat Pengujian Puskom : Pusat Komputer PPBAC : Pusat Produksi Bahan Ajar Cetak Puslaba : Pusat Layanan Bahan Ajar PPBANC : Pusat Produksi Bahan Ajar Non Cetak UPBJJ : Unit Program Belajar Jarak Jauh

75 Profil SDM UT Sumber daya di UT terdiri dari staf akademik dan administrasi atau staf pendukung. Staf akademik atau dosen didefinisikan sebagai profesi guru dan peneliti yang memiliki tanggungjawab untuk mengembangkan, dan mentransfer ilmu pengetahuan melalui pendidikan dan penelitian serta pengabdian kepada masyarakat. Staf akademik di UT termasuk yang full time atau dosen tetap dan dosen part time. Dosen tetap adalah staf akademik yang memiliki status sebagai pegawai UT, sebaliknya dosen part time merupakan staf akademik yang berasal dari institusi atau perguruan tinggi negeri lain yang dilibatkan dalam penulisan bahan ajar (modul), penilai ujian dan tutor. Sedangkan staf administrasi bertindak sebagai staf yang bertanggungjawab untuk mendukung kegiatan staf akademik. Yang disebut staf administrasi meliputi tenaga ICT, staf perpustakaan, staf laboratorium, dan fungsi-fungsi lain (cameraman, pengarah film, penata lampu, programer multimedia, penata suara, dan pendukung artis). Berdasarkan status dan lokasi penempatannya, karyawan UT dapat dibedakan menjadi staf akademik dan staf administrasi. Karyawan ditempatkan di kantor pusat atau di Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ). Total karyawan di kantor pusat sebanyak 870 orang, dan di UPBJJ sebanyak 971 orang, sehingga total karyawan adalah 1841 orang. Jumlah staf akademik baik di Pusat dan di UPBJJ adalah 794 orang, sedangkan staf administrasi sebanyak Gambar 7 menunjukkan jumlah karyawan di UT.

76 76 Gambar 7. Jumlah Karyawan Proses rekruitmen di UT dengan pendekatan bottom-up, artinya ketika di UT membutuhkan karyawan baru, kepala unit akan mengajukan permintaan kepada pimpinan, berdasarkan kualifikasi pendidikan dan jumlah. Kemudian hal ini akan dibahas bersama dengan Kementrian Pendidikan Nasional, karena status karyawan UT adalah PNS. Jika disetujui, maka UT akan mengadakan proses seleksi. Kandidat yang diterima akan ditempatkan pada unit yang membutuhkan. Pada staf administrasi yang telah bekerja pada satu unit selama delapan tahun akan dirotasi. Kebijakan tersebut dilaksanakan sebagai bagian dari reward and punishment system dan juga promosi. Rotasi juga dilatarbelakangi oleh kekurangan SDM pada posisi tertentu dan untuk memperluas pengetahuan karyawan terhadap pekerjaan serta menghindari ketidakpuasan kerja. Dalam rangka peningkatan kualitas SDM, berbagai bentuk pelatihan diadakan di UT. Pengembangan karir dimana didalamnya menyangkut pelatihan dan pengembangan serta pendidikan staf administrasi menunjukkan bahwa perhatian kepada karyawan telah memberikan manfaat untuk menunjang ketrampilan mereka. (Lampiran 2).

77 77 Pelatihan yang diberikan kepada staf administrasi bermacam-macam sesuai dengan tugas yang ada di UT, mulai dari pelatihan manajemen, komputer, keuangan, produksi media hingga kesekretariatan. Masing-masing bentuk pelatihan memiliki tujuan dan manfaat yang berguna bagi peningkatan ketrampilan dan keahlian karyawan. Sebagai contoh, pelatihan web design diharapkan dapat menambah keterampilan bagi staf administrasi dalam hal pekerjaan sehari-hari. Pelatihan produksi video televisi, bertujuan agar peserta dapat membuat homepage dengan program dreamwaver. Sedangkan pelatihan pengendalian mutu cetak, memiliki tujuan agar peserta dapat mengerti cara mempersiapkan sebuah pekerjaan cetak yang bermutu. Bagi staf administrasi pelatihan tersebut diharapkan dapat memberikan banyak manfaat demi peningkatan kualitas kehidupan kerja khususnya dan pengembangan diri karyawan. Berkaitan dengan kualitas kehidupan kerja karyawan Tabel berikut ini menunjukkan Gambaran dari ke sembilan faktor-faktor kualitas kehidupan kerja yang diimplementasikan di UT. Selain pelatihan yang telah dilaksanakan, karyawan pun sebenarnya telah menyadari konsep kualitas kehidupan kerja atau QWL. Walaupun secara definisi karyawan tidak memahaminya, namun dalam praktek kehidupan pekerjaan di UT unsur-unsur QWL telah dijalankan. Tabel 5 memberikan gambaran bagaimana variabel dari kualitas kehidupan kerja tersebut diaplikasikan. Tabel 5. Penerapan Kualitas kehidupan Kerja Nama Program Implementasi Nilai QWL Corporate Sosial Responsibility (CSR) Rapat kerja - Penghijauan Pohon di Sekitar UPBJJ- UT di Pulau Jawa Tahun Pencanangan Kegiatan Program Penghijauan dan Penataan Lingkungan UT Tahun 2011 yang diadakan di Situ Gintung Setiap unit kerja melakukan rapat sesuai kebutuhan. Setiap karyawan bebas memberikan masukan atau ide dalam penyelesaian masalah pekerjaan. Kebanggaan Partisipasi

78 78 Lanjutan Tabel 5. Nama Program Implementasi Nilai QWL Struktur kompensasi Kompensasi didasarkan pada penilaian kinerja setiap periode tertentu serta mempertimbangkan lama bekerja. Kompensasi layak yang Pensiun Progam pensiun UT sudah baik, program dana musibah juga sudah baik Keamanan kerja Pelatihan pendidikan dan Program-program pelatihan bagi staf administrasi sudah bervariasi (Tabel 8) Pengembangan karier Hubungan industrial Bila ada konflik internal, pimpinan akan menyelesaikan sesuai alur penyelesaian konflik yang ada Penyelesaian konflik, komunikasi Penyediaan kesehatan fasilitas Fasilitas kesehatan sudah memadai ditandai dengan sarana klinik yang lengkap, serta adanya fasilitas untuk olahraga Kesehatan kerja Penyediaan fasilitas keselamatan kerja Fasilitas keselamatan di UT sudah memadai Keselamatan kerja Program Rekreasi Tiap tahun diselenggarakan acara gathering atau rekreasi yang pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing unit yang ada di Pusat dan daerah. Hal ini bertujuan untuk mempererat hubungan antar karyawan sehingga akan tercipta keakraban dan meningkatkan kerja sama sebagai tim kerja Partisipasi karyawan Kebanggaan Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Dalam rangka pengembangan aspek intelektual dan akademik staf administrasi diberikan ijin untuk melanjutkan pendidikan tingginya selama yang bersangkutan mampu menjalankan tugas dan pekerjaannya dengan baik. Ijin belajar yang dimaksudkan bahwa karyawan tetap bekerja sesuai jadwal pekerjaan, dan kegiatan belajar adalah di luar jam kantor. Kuliah pada malam hari atau akhir pekan menjadi pilihan karyawan. Gambar 8 menunjukkan komposisi staf administrasi yang melanjutkan pendidikan, data pada tahun 2010 sebanyak 36 karyawan melanjutkan pendidikan, 31 orang melanjutkan ke jenjang S1, dan 5 orang ke jenjang S2. Banyak karyawan sebenarnya yang ingin melanjutkan pendidikannya, namun ada

79 79 keterbatasan kuota dari UT, karena sejak dua tahun lalu diberlakukan penyaringan dengan tes potensi akademik (TPA). Gambar 8. Komposisi Tingkat Pendidikan staf Administrasi sumber : data primer yang diolah, 2011 Program studi yang dipilih sesuai dengan bidang pekerjaan masing-masing karena diharapkan dapat menunjang ketrampilannya. Beberapa program pendidikan lanjut tersebut diantaranya, manajemen, akuntansi, hukum, sistem informasi, elektro, sistem informasi bisnis, desain komunikasi visual, administrasi negara dan kesehatan masyarakat. Bahkan ada salah satu staf yang melanjutkan pendidikan S2 ke Florida State University, khusus untuk mendalami bidang Instructional System yang sangat penting bagi pengembangan sistem di UT.

80 80 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Analisis Uji Validitas Pengujian terhadap kuisioner dilakukan dengan uji validitas dan uji reliabilitas. Pengujian kuesioner dilakukan kepada 30 responden pada Universitas Terbuka. Validitas adalah tingkat keandalan dan kesahihan alat ukur yang digunakan. Instrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang dipergunakan untuk mendapatkan data itu valid atau dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur. Variabel Kepemimpinan Transformasional (X 1 ) ke semua indikator atau sebanyak 21 item valid. Variabel Kualitas Kehidupan Kerja (X 2 ) ke semua indikator atau sebanyak 44 item valid, dan juga untuk variabel Perilaku Ekstra Peran (Y) ke semua indikator atau sebanyak 20 item valid karena hasil uji validitas ketiganya pada seluruh pertanyaan adalah lebih besar dari r Tabel pada selang kepercayaan 95% yaitu (r Tabel pada n = 30 dan α = 0.05). Hasil uji validitas dapat dilihat pada Lampiran Uji Reliabilitas Reliabilitas menunjukkan sejauh mana tingkat kekonsistenan pengukuran dari suatu responden ke responden yang lain atau dapat dikatakan sejauh mana pertanyaan dapat dipahami sehingga tidak menyebabkan beda intrepretasi dalam pemahaman pertanyaan tersebut. Teknik Alpha Cronbach digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen. Dalam teknik ini instrument diuji cobakan pada 30 responden dan dilakukan dengan bantuan software SPSS versi for Windows. Uji signifikansi dilakukan pada taraf signifikansi 0.05, artinya instrumen dapat dikatakan reliabel bila nilai alpha lebih besar dari r kritis product moment atau lebih besar dari 0.60.

81 81 Dari hasil uji reliabilitas diperoleh Cronbach s Alpha untuk masing-masing variabel X 1, X 2, dan Y menunjukkan nilai alpha lebih besar dari r kritis product moment atau lebih besar dari Nilai tersebut berarti bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sangat reliabel. Nilai hasil reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Laten Cronbach's Keterangan Alpha Kepemimpinan Transformasional 0,743 Reliabel Kualitas Kehidupan Kerja (QWL) Reliabel Perilaku Ekstra Peran (OCB) Reliabel Sumber : pengolahan data primer SPSS 17.00, Analisis Indikasi Awal Setiap jawaban responden ditabulasikan dan dibuat distribusi frekuensinya Respon pernyataan dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok. Dimana SS artinya Sangat Setuju dan S artinya Setuju. Kelompok pertama, respon SS ditambah S bila lebih 90% dikelompokkan sangat positif (SS+S>90%). Kelompok kedua, respon SS ditambah S diantara 80-90% dikelompokkan positif (SS+S Antara 80-90%) dan kelompok ketiga, respon SS ditambah S kurang dari 80% dikelompokkan menjadi yang sedang(ss+s <80%). Lampiran 1 merupakan kuesioner yang diberikan kepada responden yaitu staf administrasi UT. Hasil tabulasi dari daftar distribusi frekuensi ketiga variabel yaitu kepemimpinan transformasional, kualitas kehidupan kerja dan perilaku ekstra peran dapat dilihat pada Lampiran Kepemimpinan Transformasional Hasil penelitian memberikan indikasi bahwa secara umum kepemimpinan transformasional telah dirasakan oleh karyawan secara positif. Karyawan merasakan bahwa menjunjung nilai kejujuran sangat penting di dalam melakukan pekerjaan.tindakan pemimpin dengan memberi contoh dan teladan kepada karyawan adalah sebagai perwujudan adanya dukungan atas kerja karyawan.

82 82 Namun masih ada hal yang dirasakan kurang oleh responden. Dari pendapat terhadap kepemimpinan transformasional yang merasa sedang atau kurang dari 80% ditunjukkan oleh item pertanyaan khususnya mengenai perhatian individu. Tabel 7 memberikan gambaran respon positif untuk kepemimpinan transformasional. Tabel 7. Respon positif untuk variabel kepemimpinan transformasional KELOMPOK RESPON PERSENTASE 1. SANGAT POSITIF (SS+S> 90%) X1.1.1 Rektor selalu menekankan pentingnya kejujuran dalam melaksanakan pekerjaan X1.1.2 Rektor mampu mendorong karyawan untuk bekerja sama dengan baik dalam tim di lingkungan pekerjaan X1.1.4 Rektor selalu mempertimbangkan konsekuensi moral dan etis dari setiap keputusan yang dibuat X1.1.6 Rektor memberikan penghargaan/pujian kepada karyawan yang mampu memenuhi target pekerjaan X1.3.2 Rektor membebaskan karyawan untuk berimprovisasi dalam menyelesaikan pekerjaan X1.3.6 Rektor mampu menumbuhkan kebanggaan karyawan untuk mencapai prestasi terbaik X1.4.2 Rektor memberikan keyakinan kepada karyawan bahwa tujuan akan dicapai dengan kerja sama yang X1.4.3 Rektor mampu menciptakan semangat dan optimisme dalam kerja tim X1.4.4 Rektor selalu mencari perspektif yang berbeda saat memecahkan masalah 2. POSITIF (SS+S Antara 80-90%) X1.1.3 Rektor memiliki wibawa di hadapan karyawan 88.6 X1.1.5 Kehadiran Rektor mampu memberikan semangat kerja kepada bawahan 80.6 X1.1.7 Rektor mampu memberikan teladan kepada 86.8 X1.2.2 Rektor berusaha membantu untuk mengembangkan 87.2 kekuatan/kemampuan karyawan X1.2.4 Rektor memberikan perhatian kepada karyawan 87.7 yang memiliki kemampuan unggul X1.3.1 Rektor sering memberikan motivasi kepada karyawan 86.4 pada saat rapat atau pertemuan X1.3.3 Rektor memberikan apresiasi kepada karyawan yang memiliki ide-ide kreatif 88.2 X Rektor selalu berusaha melihat masalah dari sudut 81.9 yang berbeda

83 83 Lanjutan Tabel 7. KELOMPOK RESPON POSITIF (SS+S Antara 80-90%) X1.3.5 Rektor menyarankan cara-cara baru dalam menyelesaikan pekerjaan X1.4.1 Rektor memberikan contoh penyelesaian pekerjaan yang baik kepada karyawan (pas 90%) 3. SEDANG (SS+S <80%) X1.2.1 X1.2.3 Rektor berusaha untuk mengenal nama-nama para karyawan Rektor selalu menyediakan waktu bagi karyawan untuk berdiskusi tentang pekerjaan di luar jam kerja Sumber : Tabel Distribusi Frekuensi Yang diolah, 2011 (SS=Sangat, S=Setuju, S=Setuju) PERSENTASE Dari 21 pertanyaan mengenai kepemimpinan transformasional, secara umum respon terhadap kepemimpinan transformasional adalah positif. Respon sangat positif ditunjukkan pada indikator kharisma dengan nilai presentase di atas 90%. Indikasi yang sangat positif yaitu karyawan menilai pimpinan mampu menciptakan semangat dan optimisme dalam kerja tim. Di sisi lain, karyawan masih beranggapan pimpinan kurang memberikan perhatian secara individu, seperti pada P8, sebesar 23.6%. Bila perhatian itu dimaksudkan mengenal nama-nama karyawan secara individu, maka hal itu dapat dimengerti karena jumlah karyawan yang banyak. Bila melihat dari hasil distribusi frekuensi (Lampiran 3) tidak ada respon yang negatif persepsi karyawan terhadap kepemimpinan transformasional. Responden yang menyatakan respon negatif ditunjukkan oleh nilai yang berkisar pada 40% ke bawah Kualitas Kehidupan Kerja (Quality of Work Life) Karyawan merasa puas dengan kualitas kehidupan kerjanya. Penerapan indikator QWL seperti partisipasi karyawan, pengembangan karir, penyelesaian konflik, komunikasi, kesehatan kerja, keselamatan kerja, kompensasi yang layak dan kebanggaan menunjukkan indikasi positif. Pada konstruk first order kebanggaan, jawaban responden memberikan indikasi bahwa karyawan merasakan ikut memiliki

84 84 UT karena sarana dan prasarana yang lengkap. Sarana olahraga yang lengkap dan fasilitas kesehatan juga disediakan. Fasilitas kesehatan tidak hanya disediakan bagi karyawan itu sendiri, namun berlaku juga untuk istri/suami beserta anak. Untuk menjaga kesehatan karyawan disediakan sarana olahraga. Sebanyak 95.4% responden menyatakan bahwa program kebugaran sudah baik. Untuk menunjang kelancaraan dan mobilitas karyawan dalam bekerja, disediakan mobil jemputan yang menjemput dan mengantar karyawan dari rumah dan ke kantor. Sarana kerja seperti komputer tersedia untuk masing-masing orang. Hal ini lah yang membuat karyawan merasa bangga bekerja di UT. Namun ada indikasi yang menyiratkan karyawan belum puas oleh pengembangan pendidikan lanjutnya, yaitu pada konstruk first order pengembangan karir. Mereka merasa bahwa untuk melanjutkan pendidikan masih belum merata yang ditunjukkan dengan jawaban responden sebesar 74.5%. Tabel 8 menunjukkan respon dari variabel kualitas kehidupan kerja dari sangat positif hingga yang sedang. Tabel 8. Respon positif untuk variabel kualitas kehidupan kerja KELOMPOK RESPON PERSENTASE 1. SANGAT POSITIF (SS+S> 90%) X2.1.2 Saya memiliki jiwa kerjasama yang baik dalam tim di 93.6 lingkungan pekerjaan X2.1.5 Pengalaman yang saya miliki sangat mendukung 94.1 partisipasi kerja X2.2.2 Saya selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja saya agar 90.4 mendapatkan penilaian yang tinggi X2.3.1 Teman kerja saya bersikap kooperatif 92.3 X2.3.2 Hubungan saya dengan rekan kerja diluar pekerjaan berjalan baik 96.0 X2.3.3 Saya selalu berpikir positif terhadap orang lain dalam 98.6 lingkungan kerja saya X2.3.4 Saya menggunakan telepon, fax dan internet dengan 95.0 efisien X2.5.1 Saya merasa bangga bisa bekerja di UT 96.4 X2.5.2 Saya puas dengan pencapaian prestasi UT di tingkat 90.4 nasional maupun Internasional X2.5.3 UT selalu berperan aktif dalam program sosial 92.7 kemasyarakatan X2.5.4 Hubungan dengan rekan kerja berjalan harmonis 94.1 X2.5.5 Sarana dan prasarana yang lengkap membuat saya merasa ikut memiliki UT 95.9

85 85 Lanjutan Tabel 8. KELOMPOK RESPON PERSENTASE SANGAT POSITIF (SS+S> 90%) X2.8.3 Program kebugaran dan sarana olahraga sudah baik 95.4 X2.8.4 Faktor kesehatan sangat menentukan produktiviyas saya 97.3 dalam bekerja X2.8.5 Saya selalu berusaha menerapkan pola hidup sehat POSITIF (SS+S Antara 80-90%) X2.1.2 Saya selalu berusaha untuk berpartisipasi memberikan 86.9 pendapat berdasarkan fakta yang saya ketahui dalam setiap rapat X2.1.3 Tingkat pendidikan saya sangat mendukung partisipasi kerja 86.9 X2.1.4 Saya selalu berusaha mempelajari hal-hal baru yang 89.1 berkaitan dengan pekerjaan saya X2.2.1 Setiap karyawan mendapatkan kesempatan yang sama 83.7 untuk mendapatkan pelatihan dari lembaga X Pekerjaan saya, memberi peluang untuk berkembang 83.2 dengan menggunakan keahlian yang saya miliki X2.2.4 Saya puas dengan metode penilaian kinerja karyawan yang 80.4 diterapkan di lembaga X2.4.1 Di lingkungan kerja saya, potensi kecelakaan kerja rendah 87.7 X2.4.2 Saya puas dengan program kesehatan dan keselamatan 82.7 kerja (K3) di lembaga ini X2.4.5 Menurut saya prosedur keamanan kerja yang ada sudah 87.3 baik X2.6.1 Gaji yang saya terima sudah memenuhi kebutuhan hidup 84.5 saya saat ini X2.6.2 Saya puas dengan sistem remunerasi di lembaga ini 84.1 X2.6.3 Kompensasi yang saya terima sudah sesuai dengan beban kerja saya saat ini 82.7 X2.6.4 Saya puas dengan sistem tunjangan kesejahteraan yang 89.5 diberikan X2.6.5 Kompensasi yang diberikan membuat semangat kerja saya 89.1 meningkat X Di lingkungan kerja tidak pernah terjadi kehilangan barang 82.3 berharga milik pribadi X Fasilitas kesehatan yang ada sudah cukup baik dan lengkap 80.4 Menurut saya program rekreasi yang diselenggarakan 88.6 sudah cukup baik X2.9.4 Setiap konflik yang terjadi di lingkungan kerja selalu 83.4 diselesaikan dengan baik 3. SEDANG (SS+S <80%) X2.2.3 Setiap karyawan mendapatkan kesempatan yang sama 75.5 untuk melanjutkan pendidikan X2.4.3 Saya tidak pernah merasa khawatir terjadi kecelakaan 75.0 karena sarana keselamatan kerja lengkap

86 86 Lanjutan Tabel 8. KELOMPOK RESPON PERSENTASE SEDANG (SS+S <80%) X2.4.4 Pekerjaan saya menuntut kehati-hatian fisik dalam bekerja 63.4 X2.7.2 Di lingkungan kantor tidak pernah terjadi kehilangan 70.0 barang berharga milik lembaga X2.7.3 Saya puas dengan sistem pension 75.7 X2.9.1 Menurut pendapat saya, Rektor selalu terbuka dalam 73.6 menyelesaikan konflik yang ada di dalam lingkungan kerja X2.9.3 Saya dapat menyampaikan keluhan mengenai kondisi kerja 76.8 yang ada kepada pimpinan unit saya setiap saat X2.9.2 Proses dalam penyampaian keluhan sudah diatur dengan baik 77.3 Sumber : Tabel Distribusi Frekuensi Yang diolah, 2011 (SS=Sangat, S=Setuju, S=Setuju) Perilaku Ekstra Peran (Organizational Citizenship Behavior). Hasil distribusi frekuensi dari perilaku ekstra peran atau OCB pada umumnya positif. Pada umumnya karyawan memiliki keinginan untuk membantu rekan kerja untuk menyelesaikan pekerjaan yang ditunjukkan jumlah jawaban responden sebesar 92.8%. Konstruk first order altruism menunjukkan respon yang positif. Respon positif dan sangat positif memberikan indikasi yang baik mengenai perilaku ekstra peran karyawan UT. Hal ini berarti bahwa kesadaran karyawan tentang berperilaku yang baik akan menunjang kemajuan unit dan organisasi. Dari Tabel 9, sebanyak 75.5% responden memberikan respon sedang menyangkut kemampuan mereka untuk mentolerir ketidaknyamanan di kantor. Ketidaknyamanan bisa berasal dari rekan kerja yang tidak dapat bekerja sama dalam tim kerja yang ada atau suasana kerja yang tidak kondusif. Tabel 9 memberikan indikasi awal dari perilaku ekstra peran.

87 87 Tabel 9 Respon positif untuk variabel perilaku ekstra peran KELOMPOK RESPON PERSENTASE 1. SANGAT POSITIF (SS+S> 90%) Y.1.1 Saya selalu berusaha membantu orang lain yang 92.8 memiliki beban kerja berlebihan Y1.1 Saya merasa mendapatkan sebuah pelajaran atau pengalaman dengan membantu pekerjaan rekan kerja 95.9 Y1.1 Saya akan menyelesaikan tugas sebelum waktu yang 94.5 telah ditentukan Y1.1 Saya akan menolong karyawan baru untuk mengenali 93.6 lingkungan kerja yang baru Y2.1 Saya tidak pernah berlama-lama ketika makan siang 92.3 Y2.2 Saya tidak pernah memperpanjang waktu istirahat 90.4 Y.2.3 Saya sering datang tepat waktu ke tempat kerja 90 Y3.2 Saya akan mendukung setiap kebijakan yang 92.8 dikeluarkan oleh tempat kerja saya Y3.3 Saya akan selalu berusaha menyelesaikan tugas 96.8 sebelum tenggat waktu Y3.5 Saya selalu bersedia untuk bekerja sama dengan orang 96.4 lain, agar pekerjaan dapat terselesaikan dengan baik Y3.6 Saya selalu berkonsultasi dengan atasan dan rekan kerja jika terdapat masalah di kantor 98.2 Y4.1 Bila ada informasi baru, saya selalu 94.1 memberitahukannya kepada rekan kerja saya Y4.2 Saya menghadiri setiap pertemuan informal dan formal di kantor bila diundang 90.5 Y4.3 Saya suka mencari informasi yang berguna untuk 92.3 memajukan organisasi kami Y5.1 Saya merasa suka memakai seragam/baju yang 91.8 diberikan lembaga/ut Y5.2 Saya akan mengingatkan rekan kerja saya, jika ia 91.8 melanggar peraturan di kantor 2. POSITIF (SS+S Antara 80-90%) Y.3.4 Saya tidak akan merasa kecewa bila saran/masukan 89.5 saya tidak diterima oleh rekan kerja 3. SEDANG ((SS+S <80%) Y1.4 Saya akan membantu mengerjakan tugas dari rekan 78.6 kerja yang absen Y1.6 Saya akan membantu training karyawan baru walaupun 78.1 tidak diperlukan Y2.3 Saya dipuji oleh atasan karena kerja saya cepat 72.3 Y5.3 Saya adalah tipe orang yang dapat mentolerir 75.5 ketidaknyaman di kantor Sumber : Tabel Distribusi Frekuensi Yang diolah, 2011 (SS=Sangat, S=Setuju, S=Setuju)

88 88 Dari hasil wawancara lanjutan memberikan gambaran bahwa pada dasarnya karyawan memiliki nilai OCB, namun pada prakteknya kadangkala masih membutuhkan penjelasan tentang manfaat OCB bagi organisasi. OCB tidak saja untuk kepentingan pribadi, tetapi juga untuk kemajuan unit kerja dan tim kerja Karakteristik Responden Data penelitian yang disajikan bisa berupa deskriptif. Data deskriptif yang diperoleh adalah untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh sebagai tambahan dalam memahami hasil penelitian. Responden dalam penelitian ini adalah karyawan atau staf administrasi Universitas Terbuka sejumlah 220 karyawan. Responden diperinci berdasarkan jenis kelamin, usia, status, pendidikan terakhir, golongan, dan masa kerja. Persentase karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan dan masa kerja dapat dilihat pada Gambar 9 pada halaman selanjutnya. Rekapitulasi data responden dapat dilihat pada Lampiran 5.

89 89 Gambar 9. Persentase Karakteristik Responden Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Perbedaan jenis kelamin seringkali menunjukkan kemampuan kondisi bekerja karyawan. Untuk pekerjaan yang menuntut kekuatan fisik lebih banyak didominasi oleh pria, dan wanita menduduki posisi yang tidak dominan. Gambar 9 menunjukkan

90 90 karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin. Responden sebagian besar adalah pria sebanyak 126 orang (57%) dan wanita 94 orang (43%). Untuk melihat hubungan jenis kelamin dengan kepemimpinan transformasional, kualitas kehidupan kerja dan perilaku ekstra peran dapat melalui pengolahan oneway anova. Pada hasil pengolahan Oneway Anova terlihat bahwa ratarata (Mean) persepsi kepemimpinan transformasional, tingkat kualitas kehidupan kerja dan perilaku ekstra peran antara pria dan wanita dimana diuji pada taraf signifikansi 0,05 dengan hasil yang diperoleh sebesar 0.099, 0.138, dan (Lampiran 6). Hal ini berarti tidak ada beda persepsi jenis kelamin terhadap ketiga variabel tersebut. Hasil pengolahan descriptive (Lampiran 7) bahwa rata-rata (Mean) kepemimpinan transformasional tidak berbeda antara wanita dengan pria, yaitu rataan wanita sebesar 3.39 dan pria sebesar Sedangkan rata-rata (Mean) kualitas kehidupan kerja wanita adalah 3.50 dan pria adalah 3.42, sedangkan rata-rata (Mean) perilaku ekstra peran pria dan wanita adalah sebesar 3.36 dan Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Usia seseorang dapat memberikan dampak pada tanggung jawab yang diembannya. Seseorang yang berusia lebih dewasa pada suatu lingkungan kerja akan bertindak secara hati-hati terutama bila menyangkut pengambilan keputusan dan lebih bertanggung jawab. Namun kondisi fisik karyawan yang berusia lebih muda akan memberikan keuntungan tersendiri bila beban kerjanya menuntut kondisi fisik yang prima. Karyawan yang berusia tua dapat membantu memberi petunjuk karena lebih berpengalaman dibandingkan karyawan muda. Gambar 9 pada halaman sebelumnya menunjukkan karakteristik reponden berdasarkan usia. Sebagian besar responden berusia antara atau sebanyak 98 orang (44,5%). Karyawan yang berusia antara tahun sebanyak 4,09%. Responden yang berusia antara tahun merupakan karyawan baru di Universitas Terbuka. Pada hasil pengolahan Oneway Anova rata-rata (Mean) persepsi kepemimpinan transformasional, tingkat kualitas kehidupan kerja dan perilaku ekstra peran antara pria dan wanita dimana diuji pada taraf signifikansi 0,05 dengan hasil yang diperoleh

91 91 sebesar sebesar 0.230, dan Oleh karena probabilitas > 0.05 dengan demikian tidak ada beda diantara ketiga variabel tersebut diantara kelompok usia (Lampiran 6). Pada Lampiran 7 Descriptives, rata-rata (Mean), perilaku ekstra peran terbesar berada pada kelompok usia thn, yaitu sebesar Untuk rentang usia thn rataannya 3.24, pada usia thn sebesar 3.40, dan thn rataannya Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang dipandang mampu mempengaruhi sikap, pengambilan keputusan serta kemampuan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan secara lebih efektif dan efisien. Dalam hal ini peneliti membatasi hanya pada pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh responden. Berdasarkan tingkat pendidikan, responden dikelompokkan menjadi 6 kelompok, yaitu : Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah atas (SMA), Diploma, Sarjana, Pascasarjana. Sebagian besar responden memiliki latar belakang pendidikan Diploma, yaitu sebesar 34% dari 220 responden, kemudian diikuti dengan responden yang berpendidikan SMA sebanyak 29%, Pascasarjana sebanyak 22% dan Sarjana sebanyak 12 % (Gambar 9). Hubungan tingkat pendidikan terhadap kepemimpinan transformasional, kualitas kehidupan kerja dan perilaku ekstra peran maka dilakukan uji Anova (Lampiran 6), bahwa didapatkan hasil bahwa p - value signifikansi di atas Dengan demikian karakteristik tingkat pendidikan tidak memberikan pengaruh yang nyata berbeda terhadap ketiga variabel tersebut Karakteristik Responden Berdasarkan Golongan Responden pada penelitian ini terbagi menjadi beberapa golongan yang masing-masing golongan memiliki perbedaan tugas dan pekerjaan. Gambar 9 pada halaman sebelumnya menunjukkan frekuensi yang muncul pada setiap golongan. Sebagian besar responden berada pada golongan III, mulai dari IIIA hingga IIID. Hal ini sesuai dengan tingkat pendidikan responden, yaitu Diploma, namun ada juga responden tingkat pendidikan Sarjana yang berada pada golongan III.

92 92 Pada hasil pengolahan Oneway Anova rata-rata (Mean) persepsi kepemimpinan transformasional, tingkat kualitas kehidupan kerja dan perilaku ekstra peran antara pria dan wanita dimana diuji pada taraf signifikansi 0,05 dengan hasil yang diperoleh sebesar 0.764, 0.437, dan Oleh karena probabilitas > 0.05 hal ini menunjukkan bahwa tidak ada beda persepsi berdasarkan golongan terhadap ketiga variabel (Lampiran 6). Hasil pengolahan Descriptives menunjukkan Mean untuk masing-masing golongan, yang tertinggi pada golongan I yaitu 3.50 (Lampiran 7). Sedangkan pada Tabel Deskriptif memperlihatkan rata-rata terbesar (Mean) berada pada golongan IV, yaitu Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja Masa kerja seorang karyawan umumnya akan berkaitan dengan tingkat loyalitasnya. Masa kerja yang tinggi akan memberikan banyak pengalaman kepada karyawan serta mampu menterjemahkan visi dan misi organisasi dengan lebih baik. Sebagian besar responden memiliki masa kerja lebih dari 20 tahun. Karyawan senior memiliki masa kerja selama 49 tahun, dan hanya 9,1% yang telah bekerja kurang dari 6 tahun. Terlihat pada Gambar 9 merupakan karakteristik responden berdasarkan masa kerja. Pada hasil pengolahan Oneway Anova rata-rata (Mean) persepsi kepemimpinan transformasional, tingkat kualitas kehidupan kerja dan perilaku ekstra peran antara pria dan wanita dimana diuji pada taraf signifikansi 0,05 dengan hasil yang diperoleh sebesar 0.187, dan (Lampiran 6). Hasil pengolahan Descriptives menunjukkan Mean untuk masa kerja 6-10 tahun sebesar (Lampiran 7) Hasil Analisis Partial Least Square (PLS): Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Kualitas kehidupan Kerja terhadap Perilaku Ekstra Peran Karyawan Metode analisis yang dilakukan untuk mengetahui bentuk dan besarnya pengaruh konstruk laten independen (endogen) yaitu perilaku ekstra peran terhadap konstruk laten dependen (eksogen) yaitu kepemimpinan transformasional dan kualitas kehidupan kerja adalah menggunakan Partial Least Square (PLS) yang diolah dengan

93 93 SmartPLS 2.0. Model hubungan ketiga variabel laten tersebut dengan indikatorindikatornya dapat dilihat pada Gambar 10. Konstruk yang digunakan dalam penelitian merupakan konstruk dengan multidimensi. Konstruk terdiri dari dua jenjang konstruk yaitu konstruk first order dan konstruk second order. Variabel utama dalam pengamatan adalah second order. Sedangkan Konstruk first order merupakan variabel penegas dari konstruk second order. Pada penelitian ini konstruk second order meliputi penerapan Kepemimpinan Transformasional, Kualitas Kehidupan Kerja (Quality of Work Life), dan Perilaku Ekstra Peran (Organizational Citizenship Behavior) yang kemudian akan dipertegas oleh beberapa konstruk first order. Sedangkan konstruk first order dipertegas dengan beberapa indikator. Setelah model dibentuk dengan menggunakan SmartPLS, dilakukan pengujian kelayakan model. Pengujian kelayakan model dilakukan terhadap outer model dan inner model. Evaluasi outer model dilakukan untuk mengevaluasi hubungan indikator dengan konstruk first order. Sedangkan evaluasi inner model dilakukan untuk mengevaluasi hubungan konstruk first order terhadap konstruk second order dan mengevaluasi hubungan antar konstruk second order.

94 94 Gambar10. Model Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Perilaku Ekstra Peran (sumber : hasil data primer yang diolah smartpls, 2011)

95 Evaluasi Outer Model Pada Konstruk First Order dengan Indikator Pada Setiap Konstruk Second Order Pada penelitian ini, bentuk hubungan multidimensi antara konstruk second order, konstruk fisrt order, dan indikator-indikatornya terbentuk menjadi hubungan reflektif. Setelah model dibentuk dengan menggunakan SmartPLS, dilakukan pengujian kelayakan model. Gambar 10 dapat dilihat bahwa ada beberapa indikator yg memiliki nilai factor loading rendah maka indikator harus di drop dengan tujuan memperoleh kelayakan model. Indikator yang memiliki nilai faktor loading di bawah 0.5 dapat dilihat pada Tabel 10. Untuk konstruk first order pada indikator berbagi pengalaman, dilakukan pengedropan. Karena setelah drop pertama kali Y3.6 nilainya menjadi turun dari menjadi Oleh sebab itu dilakukan analisis PLS kembali dan menghasilkan Gambar 11 (pada halaman selanjutnya). Tabel 10. Indikator-indikator yang harus drop Konstruk Second Order Kepemimpinan transformasional Kualitas Kehidupan Kerja Perilaku Ekstra Peran Konstruk First Order Indikator Kharisma X1.1.1 Menekankan kejujuran dalam bekerja Memotivasi X1.3.2 improvisasi dalam bekerja secara Intelektual X1.3.6 Menumbuhkan rasa untuk mencapai prestasi terbaik Memberi Inspirasi X1.4.4 Perspektif berbeda Keselamatan X2.4.4 Prosedur keamanan bekerja Kerja Keamanan Kerja X2.7.4 kehilangan pekerjaan Kesehatan Kerja X2.8.5 Menerapkan pola hidup sehat Conscientiousness Y3.6 Berbagi pengalaman Y3.7 Berkonsultasi dengan atasan Menurut Ghozaly (2006) bahwa untuk evaluasi outer model-refleksi dilakukan berdasarkan 3 (tiga) kriteria yaitu convergent validity, discriminant validity, dan composite reliability. Model yang sudah tergambar perlu di eksekusi/run lagi, untuk menghasilkan loading faktor baru seperti terlihat pada Gambar 11.

96 96 Gambar11. Model Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Perilaku Ekstra Peran setelah beberapa indikator didrop (sumber : hasil data primer yang diolah smartpls, 2011)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap organisasi baik organisasi nirlaba atau yang berorientasi laba, berkepentingan untuk memajukan organisasi terutama dalam era globalisasi saat ini dimana persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya tidak dapat dilepaskan dari peran pemimpinnya. Dalam suatu perusahaan, seorang pemimpin bukan semata-mata sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Sebelum mengupas tentang kepemimpinan transformasional, kita lihat secara umum tentang teori kepemimpinan. Menurut Robbins

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 53 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu: 1) Variabel Kepemimpinan transformasional. Variabel ini dipilih karena Kepemimpinan merupakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 80 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Analisis 5.1.1. Uji Validitas Pengujian terhadap kuisioner dilakukan dengan uji validitas dan uji reliabilitas. Pengujian kuesioner dilakukan kepada 30 responden

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. sumbernya. Dalam hal ini diperoleh dari responden yang menjawab pertanyaan

III. METODELOGI PENELITIAN. sumbernya. Dalam hal ini diperoleh dari responden yang menjawab pertanyaan 43 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data 3.1.1 Data Primer Data yang dikelompokan melalui penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumbernya. Dalam hal ini diperoleh dari responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inovasi. Perusahaan yang ingin tetap bertahan dalam lingkungan bisnis harus

BAB I PENDAHULUAN. inovasi. Perusahaan yang ingin tetap bertahan dalam lingkungan bisnis harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen sumber daya manusia sangat penting bagi perusahaan dalam mengelola, mengatur, dan memanfaatkan sumber daya manusia yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Kinerja Guru 2.1.1 Pengertian Kinerja Guru Kinerja atau performance merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan bidang strategi dari organisasi. Manajemen sumber daya

Lebih terperinci

BAB X KEPEMIMPINAN TRANFORMASIONAL DAN TRANSAKSIONAL

BAB X KEPEMIMPINAN TRANFORMASIONAL DAN TRANSAKSIONAL BAB X KEPEMIMPINAN TRANFORMASIONAL DAN TRANSAKSIONAL Salah satu teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling komprehensif berkaitan dengan kepemimpinan adalah teori kepemimpinan transformasional,..

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbenah diri untuk bisa menangkap peluang dan menyesuaikan diri dari

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbenah diri untuk bisa menangkap peluang dan menyesuaikan diri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi menyebabkan persaingan bisnis menjadi semakin kompetitif sehingga mengakibatkan perubahan lingkungan bisnis dan organisasi berjalan sangat cepat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kepemimpinan 2.1.1.1 Pengertian Kepemimpinan Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. muka bumi, manusia juga merupakan makhluk yang penuh dengan rencana,

BAB 1 PENDAHULUAN. muka bumi, manusia juga merupakan makhluk yang penuh dengan rencana, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah khalifah yang menjadi penguasa dan pengelola di muka bumi, manusia juga merupakan makhluk yang penuh dengan rencana, namun sebagai seorang manusia tentu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Inovatif Kerja 1. Definisi Perilaku Inovatif Kerja West dan Farr (dalam West, 2006) mengatakan inovasi bisa diartikan sebagai pengenalan dan pengaplikasian ide, proses,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan ritel (eceran) merupakan bagian yang penting dalam kehidupan perokonomian suatu negara, terutama dalam proses distribusi barang dan jasa dari produsen ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemimpin agar tujuan yang akan dicapai dapat terlaksana dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. pemimpin agar tujuan yang akan dicapai dapat terlaksana dengan baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap bentuk usaha baik profit maupun nonprofit memerlukan seorang pemimpin agar tujuan yang akan dicapai dapat terlaksana dengan baik. Kebijaksanaan dan keputusan

Lebih terperinci

Tesis. Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2. Program Studi Magister Manajemen

Tesis. Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2. Program Studi Magister Manajemen PENGARUH QUALITY OF WORK LIFE (QWL) TERHADAP KINERJA KARYAWAN DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA PT. BANK MUAMALAT INDONESIA DI YOGYAKARTA Tesis Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memusatkan perhatian pada pengembangan SDM. soft skill yang di dalamnya terdapat unsur behavior dan attitude.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memusatkan perhatian pada pengembangan SDM. soft skill yang di dalamnya terdapat unsur behavior dan attitude. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi selalu berdiri disertai dengan suatu tujuan atau pencapaian. Guna mencapai tujuan tertentu organisasi membutuhkan beberapa faktor yang akan

Lebih terperinci

PERTEMUAN 13 dan 14: KEPEMIMPINAN. DIKTAT KULIAH: TEORI ORGANISASI UMUM 1 Dosen: Ati Harmoni 1

PERTEMUAN 13 dan 14: KEPEMIMPINAN. DIKTAT KULIAH: TEORI ORGANISASI UMUM 1 Dosen: Ati Harmoni 1 Dosen: Ati Harmoni 1 PERTEMUAN 13 dan 14: KEPEMIMPINAN TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah memelajari Bab ini mahasiswa dapat memahami tentang teori dan tipe kepemimpinan SASARAN BELAJAR: Setelah memelajari Bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi yang berhasil mewujudkan perubahan memiliki ciri-ciri mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi yang berhasil mewujudkan perubahan memiliki ciri-ciri mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi yang berhasil mewujudkan perubahan memiliki ciri-ciri mampu bergerak lebih cepat, sadar tentang pentingnya komitmen pada peningkatan mutu produk,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kinerja Kinerja menurut Soetjipto (1997) merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahannya berbentuk Republik dengan kehadiran berbagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahannya berbentuk Republik dengan kehadiran berbagai lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal Indonesia menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi sebagaimana terlihat dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945, dimana pemerintahannya berbentuk Republik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemimpin merupakan jabatan yang sangat penting dalam organisasi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemimpin merupakan jabatan yang sangat penting dalam organisasi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemimpin merupakan jabatan yang sangat penting dalam organisasi atau perusahaan, karena segala kebijakan dan keputusan yang dibuatnya akan sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia. Perkembangan suatu bangsa dapat dipengaruhi oleh mutu pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia. Perkembangan suatu bangsa dapat dipengaruhi oleh mutu pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap bangsa memiliki kebutuhan untuk berkembang, termasuk bangsa Indonesia. Perkembangan suatu bangsa dapat dipengaruhi oleh mutu pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI: Perspektif Teoritik dan Metodologi

KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI: Perspektif Teoritik dan Metodologi Ulas Balik (Review) 1 KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI: Perspektif Teoritik dan Metodologi (Leadership in Organization: Theory and Methodology Perspectives) Oleh/By Suci Wulandari Peneliti pada Puslitbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berorientasi pada tujuan jangka panjang yaitu berkembangnya organisasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. berorientasi pada tujuan jangka panjang yaitu berkembangnya organisasi yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap organisasi baik itu swasta maupun pemerintah akan berupaya dan berorientasi pada tujuan jangka panjang yaitu berkembangnya organisasi yang diindikasikan dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kajian berbagai aspek, baik secara teoritis maupun empiris yang mendasari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kajian berbagai aspek, baik secara teoritis maupun empiris yang mendasari 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Kajian pustaka merupakan kerangka acuan yang disusun berdasarkan kajian berbagai aspek, baik secara teoritis maupun empiris yang mendasari penelitian ini. Kajian pustaka memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam perkembangan organisasi. Kualitas kinerja yang baik tidak dapat diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. dalam perkembangan organisasi. Kualitas kinerja yang baik tidak dapat diperoleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dan kemajuan suatu organisasi sangatlah penting di dalam era globalisasi dewasa ini, di mana kualitas kinerja sumber daya manusia berpengaruh

Lebih terperinci

TESIS. Oleh: SRI ENDANG WATI NIM

TESIS. Oleh: SRI ENDANG WATI NIM PENINGKATAN KINERJA PEGAWAI MELALUI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN MOTIVASI DENGAN VARIABEL INTERVENING KEPUASAN KERJA (Studi Kasus Pegawai Bappeda Kabupaten Jepara) TESIS Diajukan untuk Memenuhi Salah

Lebih terperinci

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DENGAN KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN MOTIVASI SEBAGAI PEMEDIASI

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DENGAN KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN MOTIVASI SEBAGAI PEMEDIASI PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DENGAN KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN MOTIVASI SEBAGAI PEMEDIASI (Studi Pada PDAM Surakarta) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya, organisasi biasanya berusaha meningkatkan produktifitas, kemampuan berinovasi, dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Lamba dan Choudary (2013) menyebutkan bahwa komitmen adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Lamba dan Choudary (2013) menyebutkan bahwa komitmen adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Komitmen organisasional Lamba dan Choudary (2013) menyebutkan bahwa komitmen adalah semacam ikatan antara karyawan dan

Lebih terperinci

2 nasional dengan baik, maka diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan di bidang-bidang lain. Sumber daya manusia merupakan aset yang p

2 nasional dengan baik, maka diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan di bidang-bidang lain. Sumber daya manusia merupakan aset yang p 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana yang tercantum dalam Undang Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan nasional diarahkan

Lebih terperinci

Masih dari hasil penelitian Al-Ababneh (2010), tidak ada gaya kepemimpinan

Masih dari hasil penelitian Al-Ababneh (2010), tidak ada gaya kepemimpinan organisasi seperti rendahnya kepuasan, tingginya tingkat stres, dan rendahnya komitmen karyawan. Al-Ababneh (2010) menyatakan bahwa, menentukan hubungan langsung antara gaya kepemimpinan dengan kepuasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga pendidikan saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan pendidikan di

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga pendidikan saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan pendidikan di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan saat ini berkembang begitu pesat dari waktu ke waktu, sehingga pendidikan saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan pendidikan di masa lalu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efektivitas Kinerja. sesuatu yang tepat ( Stoner, 1996). Menurut Yukl (1994) efektivitas diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efektivitas Kinerja. sesuatu yang tepat ( Stoner, 1996). Menurut Yukl (1994) efektivitas diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Kinerja 1. Pengertian Efektivitas (efectiveness) secara umum dapat diartikan melakukan sesuatu yang tepat ( Stoner, 1996). Menurut Yukl (1994) efektivitas diartikan

Lebih terperinci

Modul ke: PSIKOLOGI SOSIAL 2. Kepemimpinan. Fakultas PSIKOLOGI. Filino Firmansyah M. Psi. Program Studi Psikologi.

Modul ke: PSIKOLOGI SOSIAL 2. Kepemimpinan. Fakultas PSIKOLOGI. Filino Firmansyah M. Psi. Program Studi Psikologi. Modul ke: PSIKOLOGI SOSIAL 2 Kepemimpinan Fakultas PSIKOLOGI Filino Firmansyah M. Psi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Topik Bahasan Pengertian Kepemimpinan Berbagai Perspektif tentang Kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Kondisi tersebut menuntut

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Kondisi tersebut menuntut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi menjadi salah satu isu utama yang mendorong perusahaan menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Kondisi tersebut menuntut perusahaan untuk senantiasa

Lebih terperinci

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia I. PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia dapat melakukan peran sebagai pelaksana yang handal dalam proses pembangunan. Sumber daya manusia

Lebih terperinci

PENGARUH MOTIVASI KERJA, KEPEMIMPINAN, LINGKUNGAN KERJA TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR DAN KEPUASAN KERJA DI PT.

PENGARUH MOTIVASI KERJA, KEPEMIMPINAN, LINGKUNGAN KERJA TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR DAN KEPUASAN KERJA DI PT. Konsentrasi / Bidang Minat : Manajemen SDM PENGARUH MOTIVASI KERJA, KEPEMIMPINAN, LINGKUNGAN KERJA TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR DAN KEPUASAN KERJA DI PT. SUCOFINDO SKRIPSI OLEH: DAVID PRASETYO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan pada dasarnya sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan. Kondisi organisasi yang sedang dipimpin akan

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan. Kondisi organisasi yang sedang dipimpin akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu organisasi atau perusahaan, diperlukan suatu jajaran pimpinan yang bertugas pokok untuk memimpin dan mengelola organisasi yang bersangkutan. Kondisi organisasi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : insentif, kepuasan kerja, komitmen organisasional dan motivasi kerja. ABSTRACT

ABSTRAK. Kata kunci : insentif, kepuasan kerja, komitmen organisasional dan motivasi kerja. ABSTRACT 1 ABSTRAK Istilah insentif yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejauh mana insentif dapat memotivasi anggota organisasi (karyawan) untuk mencapai tujuan organisasi (perusahaan). Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan era globalisasi dimana pertumbuhan perusahaan semakin cepat dan semakin maju dalam persaingan bisnis, sehingga perusahaan harus bersikap lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan aset paling penting dalam suatu organisasi karena merupakan sumber yang mengarahkan organisasi serta mempertahankan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. transformasional dan iklim psikologis pada kinerja karyawan, maka berdasarkan pada

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. transformasional dan iklim psikologis pada kinerja karyawan, maka berdasarkan pada BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sesuai dengan tujuannya yaitu untuk menguji pengaruh perilaku kepemimpinan transformasional dan iklim psikologis pada kinerja karyawan, maka berdasarkan pada hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekstra, baik ditinjau dari segi kebijakan pemerintah maupun persoalan

BAB I PENDAHULUAN. ekstra, baik ditinjau dari segi kebijakan pemerintah maupun persoalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pendidikan di Indonesia masih memerlukan perhatian ekstra, baik ditinjau dari segi kebijakan pemerintah maupun persoalan internal dalam tingkat sekolah. Sekolah

Lebih terperinci

Analisis interaksi motivasi...puji Lestari, FPsi UI, PENDAHULUAN

Analisis interaksi motivasi...puji Lestari, FPsi UI, PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Berbagai perubahan tatanan global dalam dunia bisnis begitu berpengaruh terhadap Indonesia. Hal ini menimbulkan semangat antimonopoli dan proteksi yang memaksa

Lebih terperinci

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN PADA PT TRADE SERVISTAMA INDONESIA-TANGERANG

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN PADA PT TRADE SERVISTAMA INDONESIA-TANGERANG PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN PADA PT TRADE SERVISTAMA INDONESIA-TANGERANG Iis Torisa Utami,SE,MM Dosen Tetap Akademi Sekretari Universitas Budi Luhur iis.torisautami@budiluhur.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompetisi lingkungan bisnis terkini tengah membutuhkan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Kompetisi lingkungan bisnis terkini tengah membutuhkan sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kompetisi lingkungan bisnis terkini tengah membutuhkan sumber daya manusia handal yang menguasai lingkup kompetensi kerja secara profesional. Hal tersebut diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Organisasi bisnis menghadapi faktor-faktor eksternal seperti persaingan dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Organisasi bisnis menghadapi faktor-faktor eksternal seperti persaingan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Organisasi bisnis menghadapi faktor-faktor eksternal seperti persaingan dari perusahaan-perusahaan lain, situasi ekonomi, situasi politik dan lainnya. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat ini persaingan antar perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat ini persaingan antar perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat ini persaingan antar perusahaan semakin ketat. Di satu pihak peralatan kerja semakin modern dan efisien, dan di lain

Lebih terperinci

ENYKA CUMALLA SARI B100

ENYKA CUMALLA SARI B100 PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, MOTIVASI KERJA, DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. : Gaya Kepemimpinan Transformasional. B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. : Gaya Kepemimpinan Transformasional. B. Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel Bebas : Gaya Kepemimpinan Transformasional Variabel Tergantung : Kepuasan Kerja B. Definisi Operasional 1. Kepuasan Kerja a. Secara

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pada setiap penelitian, diperlukan teori teori untuk mendukung dan mempermudah proses pengerjaan penelitian tersebut. Berikut adalah teori teori yang digunakan penulis dalam

Lebih terperinci

D. Statistik Deskriptif. Tabel 5 Statistik Deskriptif Variabel Gaya Kepemimpinan Transformasional Gaya Kepemimpinan Transformasional.

D. Statistik Deskriptif. Tabel 5 Statistik Deskriptif Variabel Gaya Kepemimpinan Transformasional Gaya Kepemimpinan Transformasional. 65 D. Statistik Deskriptif Statistik deskritif menunjukkan gambaran umum kecenderungan sampel yang diobservasi. Jawaban dari responden secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada Tabel 5 berikut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keilmuan, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak didiknya,

BAB 1 PENDAHULUAN. keilmuan, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak didiknya, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Persoalan mendasar dalam Sistem Pendidikan Nasional yang telah berlangsung separuh abad lamanya, khusus ditinjau dari aspek profesi seorang guru menurut Sidi

Lebih terperinci

THE INFLUENCE OF LEADERSHIP TRANSFORMATIONAL TO SATISFACTION WORK MEMBERS MODERATED BY SUBTITUTION LEADERSHIP IN DETACHMENT A PIONEER SATBRIMOBDA D

THE INFLUENCE OF LEADERSHIP TRANSFORMATIONAL TO SATISFACTION WORK MEMBERS MODERATED BY SUBTITUTION LEADERSHIP IN DETACHMENT A PIONEER SATBRIMOBDA D PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA ANGGOTA YANG DIMODERASI OLEH SUBTITUSI KEPEMIMPINAN PADA DETASEMEN A PELOPOR SATBRIMOBDA D. I. YOGYAKARTA THE INFLUENCE OF LEADERSHIP TRANSFORMATIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Sutarto dalam buku Usman (2009:146) dalam buku Manajemen : Teori,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Sutarto dalam buku Usman (2009:146) dalam buku Manajemen : Teori, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Menurut Sutarto dalam buku Usman (2009:146) dalam buku Manajemen : Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan menjelaskan organisasi adalah kumpulan orang, proses pembagian

Lebih terperinci

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN PERSEPSI DISIPLIN KERJA KARYAWAN KPP PRATAMA KOTA BOGOR

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN PERSEPSI DISIPLIN KERJA KARYAWAN KPP PRATAMA KOTA BOGOR HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN PERSEPSI DISIPLIN KERJA KARYAWAN KPP PRATAMA KOTA BOGOR Laksmi M. Utami Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya no. 100, Depok 16424,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya sekolah untuk dapat menjalankan tugas secara profesional.

BAB I PENDAHULUAN. daya sekolah untuk dapat menjalankan tugas secara profesional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kinerja sekolah merupakan representasi dari kinerja semua sumber daya yang ada di sekolah dalam melaksanakan tugas sebagai upaya mewujudkan tujuan sekolah. Kinerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini, persaingan antar perusahaan tidak dapat dihindari sehingga setiap perusahaan dituntut memiliki keunggulan dibanding perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. persaingan bisnis di dunia semakin terbuka. Setiap perusahaan harus bersaing

BAB 1 PENDAHULUAN. persaingan bisnis di dunia semakin terbuka. Setiap perusahaan harus bersaing 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini kita hidup di era globalisasi, suatu era yang membuat persaingan bisnis di dunia semakin terbuka. Setiap perusahaan harus bersaing secara terbuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun internasional harus bekerja secara kompetitif dengan meningkatkan efektifitas dan efisiensi

Lebih terperinci

Abstrak. Kata Kunci: Kepemimpinan Transformasional, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan Organizational Citizenship Behavior.

Abstrak. Kata Kunci: Kepemimpinan Transformasional, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan Organizational Citizenship Behavior. Judul : Pengaruh Kepemimpinan Transformasional, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior pada UD. Kariasih di Mengwi Badung Nama : I Putu Adi Satyawan NIM :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kesiapan dari pegawai tersebut, akan tetapi tidak sedikit organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kesiapan dari pegawai tersebut, akan tetapi tidak sedikit organisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebuah organisasi apapun bentuknya membutuhkan pegawai yang paling ideal untuk mendukung terciptanya pencapaian tujuan organisasi. Pegawai sebagai Man Power

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi dan perubahan-perubahan ekonomi membawa dampak cukup besar bagi dunia bisnis di Indonesia. Persaingan domestik maupun internasional yang semakin ketat

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa kepemimpinan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa kepemimpinan BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional berpengaruh positif terhadap komitmen terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan ataupun di dalam organisasi. Dibalik kemajuan jaman yang pesat saat

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan ataupun di dalam organisasi. Dibalik kemajuan jaman yang pesat saat BAB I 1.1 Latar Belakang Penelitian Tidak dapat dipungkiri bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor penting dalam suatu kegiatan. SDM adalah penggerak jalannya kegiatankegiatan tersebut, baik kegiatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan

BAB II LANDASAN TEORI. Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan BAB II LANDASAN TEORI A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan karyawan yang dilakukan

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key Words: Charismatic Leadership, Job Satisfaction, and Organizational Commitment. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT. Key Words: Charismatic Leadership, Job Satisfaction, and Organizational Commitment. Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT In globalization era, just like now, leadership is one of important element in reach, maintain, and increase organization performance. Leadership as one of guider to organization direction and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah adalah suatu hal yang fundamental di dalam suatu organisasi. Kepemimipinan dilaksanakan untuk membangkitkan, melibatkan dan memotivasi pengikutnya (Bass & Avolio,

Lebih terperinci

MSDM Handout 10. Seminar Manajemen Sumber Daya Manusia

MSDM Handout 10. Seminar Manajemen Sumber Daya Manusia MSDM Handout 10 Seminar Manajemen Sumber Daya Manusia Latar belakang Organisasional dan Gaya individual Dalam sessi ini akan disampaikan hal-hal yang terjadi dan berlaku dalam suatu organisasi yang melatar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan terjadi di hari esok, segalanya serba tak menentu, akan tetapi kondisi ini

BAB I PENDAHULUAN. akan terjadi di hari esok, segalanya serba tak menentu, akan tetapi kondisi ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Belakangan ini, lingkunagn bisnis mengalami perubahan yang sangat cepat. Globalisasi, libealisasi perdagangan, dan kemajuan teknologi informasi menciptakan realitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia telah memasuki era perubahan dan transformasi yang sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN. Dunia telah memasuki era perubahan dan transformasi yang sangat cepat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia telah memasuki era perubahan dan transformasi yang sangat cepat. Hal tersebut ditandai dengan adanya perkembangan dan perubahan budaya sosial, meningkatnya persaingan,

Lebih terperinci

HOW TO LEAD? Pelatihan KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL Bagi Para Kepala Sekolah SD. Yogyakarta, Juli 2009

HOW TO LEAD? Pelatihan KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL Bagi Para Kepala Sekolah SD. Yogyakarta, Juli 2009 HOW TO LEAD? Pelatihan KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL Bagi Para Kepala Sekolah SD Yogyakarta, Juli 2009 Dwi Esti Andriani, M. Pd. Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan FIP UNY Kepemimpinan 1. Sebuah aktivitas

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) pernah dilakukan Marfirani (2008) dengan judul penelitian Hubungan Kepuasan Kerja dengan Organizational

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Kinerja didefinisikan sebagai tindakan yang hasilnya dapat dihitung, selain itu juga dapat didefinisikan sebagai hasil kontribusi karyawan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha bisnis di era jaman sekarang diharuskan untuk dapat bersaing dengan pesaingnya dengan berbagai macam cara atau metode untuk dapat bertahan di masyarakat dan mengikuti

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Naderi, et al. (2014) Dalam dunia organisasi modern,

BAB II KERANGKA TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Naderi, et al. (2014) Dalam dunia organisasi modern, 8 BAB II KERANGKA TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Model Penelitian Terdahulu Menurut Naderi, et al. (2014) Dalam dunia organisasi modern, manajemen merupakan salah satu faktor efektif yang utama di

Lebih terperinci

PENGARUH KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT DAN LIRIS DI SUKOHARJO

PENGARUH KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT DAN LIRIS DI SUKOHARJO PENGARUH KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT DAN LIRIS DI SUKOHARJO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

pekerja yang puas akan membuat kontribusi yang positif terhadap organisasi. Para pimpinan merasakan usaha dan kinerja mereka berhasil apabila

pekerja yang puas akan membuat kontribusi yang positif terhadap organisasi. Para pimpinan merasakan usaha dan kinerja mereka berhasil apabila 33 3 PEMBAHASAN UMUM Pembangunan suatu bangsa memerlukan aset pokok yang disebut sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam. PNS sebagai sumber daya manusia yang dimiliki organisasi

Lebih terperinci

TESIS. Oleh: B. ISTI MURNIATI NIM

TESIS. Oleh: B. ISTI MURNIATI NIM PENINGKATAN KINERJA PEGAWAI MELALUI IKLIM ORGANISASI DAN MOTIVASI KERJA PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN JEPARA DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING TESIS

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. berorganisasi dengan variabel pemoderasi generasi X dan Y. Dari hasil analisis

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. berorganisasi dengan variabel pemoderasi generasi X dan Y. Dari hasil analisis BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh kepemimpinan melayani dan dukungan organisasi terhadap komitmen afektif berorganisasi dengan variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar bagi kelangsungan hidup organisasi. Persaingan juga telah menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. besar bagi kelangsungan hidup organisasi. Persaingan juga telah menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Persaingan yang terjadi akhir-akhir ini telah memberikan dampak yang besar bagi kelangsungan hidup organisasi. Persaingan juga telah menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuannya mewujudkan organisasi yang profesional, efektif, efisien,

BAB I PENDAHULUAN. kemampuannya mewujudkan organisasi yang profesional, efektif, efisien, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahkamah Agung (MA) saat ini tengah menghadapi suatu perubahan lingkungan seperti yang tersurat dalam Cetak Biru Pembaharuan Peradilan tahun 2010-2035. MA sebagai salah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. dari beberapa ahli mengenai Kepemimpinan. Pendapat tersebut adalah sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. dari beberapa ahli mengenai Kepemimpinan. Pendapat tersebut adalah sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kepemimpinan 1.1 Pengertian Kepemimpinan Untuk lebih memahami arti Kepemimpinan, maka berikut ini dikutip pendapat dari beberapa ahli mengenai Kepemimpinan.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: ANIK SETYANINGRUM B

SKRIPSI. Oleh: ANIK SETYANINGRUM B PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP PERILAKU CITIZENSHIP (OCB), KEPUASAN KERJA DAN PERILAKU ORGANISASIONAL (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Karanganyar) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemimpin Menurut Tjiptono (2001:79) pemimpin yang baik harus memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: 1. Tanggung jawab yang seimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kementerian Kesehatan mulai melaksanakan reformasi birokrasi pada tahun 2011. Tujuan dari reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Kesehatan adalah menciptakan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MURIA KUDUS

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MURIA KUDUS PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN KOMPETENSI PROFESIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA MELALUI ETOS KERJA GURU (STUDI PADA GURU SMP NEGERI 1 DAN 2 KALINYAMATAN DAN SMP NEGERI 1 DAN 2 WELAHAN) KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ulrich dalam Novliadin (2007) mengungkapkan bahwa, Kunci sukses

BAB I PENDAHULUAN. Ulrich dalam Novliadin (2007) mengungkapkan bahwa, Kunci sukses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ulrich dalam Novliadin (2007) mengungkapkan bahwa, Kunci sukses sebuah perubahan adalah pada sumber daya manusia yaitu sebagai inisiator dan agen perubahan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1) Penelitian ini menguji dan menganalisa pengaruh positif. kepemimpinan transformasional pada perilaku kewargaan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1) Penelitian ini menguji dan menganalisa pengaruh positif. kepemimpinan transformasional pada perilaku kewargaan BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1) Penelitian ini menguji dan menganalisa pengaruh positif kepemimpinan transformasional pada perilaku kewargaan organisasional, serta peran pemediasian komitmen afektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab pertama ini berisi pembahasan mengenai latar belakang, identifikasi masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Bab pertama ini berisi pembahasan mengenai latar belakang, identifikasi masalah, 1 BAB I PENDAHULUAN Bab pertama ini berisi pembahasan mengenai latar belakang, identifikasi masalah, tujuan, kegunaan penelitian, model penelitian, waktu penelitian, serta sistematika penulisan laporan

Lebih terperinci

KUESIONER. Responden. ( Mohon dibubuhi dengan stempel Perusahaan)

KUESIONER. Responden. ( Mohon dibubuhi dengan stempel Perusahaan) KUESIONER Kuesioner ini disusun untuk memperoleh data-data yang diperlukan untuk penelitian mengenai Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Penghargaan Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Gender

Lebih terperinci

OLEH: ARDI YULIANTO LEMBONO

OLEH: ARDI YULIANTO LEMBONO PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN TRANSAKSIONAL SERTA KEPUASAN KERJA TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) PADA PT.INDOFOOD SUKSES MAKMUR BEJI PASURUAN OLEH: ARDI YULIANTO LEMBONO

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life Menurut Davis dan Newstroom (1994) QWL mengacu pada keadaan menyenangkan atau tidaknya lingkungan kerja. Tujuan pokoknya adalah mengembangkan lingkungan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi dalam menciptakan kelangsungan hidupnya, apapun bentuk organisasi itu dalam mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi dalam bidang pekerjaannya. Oleh karena itu keberadaan suatu. perusahaan tidak terlepas dari unsur sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. tinggi dalam bidang pekerjaannya. Oleh karena itu keberadaan suatu. perusahaan tidak terlepas dari unsur sumber daya manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya setiap perusahaan yang didirikan mempunyai harapan bahwa di kemudian hari akan mengalami perkembangan yang pesat di dalam lingkup usaha dari perusahaannya

Lebih terperinci