STUDI PENDAHULUAN PENGGUNAAN LAMPU TABUNG BEREFLEKTOR TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG SITI ROHANAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI PENDAHULUAN PENGGUNAAN LAMPU TABUNG BEREFLEKTOR TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG SITI ROHANAH"

Transkripsi

1 STUDI PENDAHULUAN PENGGUNAAN LAMPU TABUNG BEREFLEKTOR TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG SITI ROHANAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 ABSTRACT SITI ROHANAH. C Preliminary Study For Usage Of Tubalar Lamp With Reflector Towards Catchs the Bagan Apung (Large Typed Liftnet with Light Attraction). The advisers were GONDO PUSPITO and MOKHAMAD DAHRI ISKANDAR The objective of the research was to determine effectiveness of the use of tubalar lamp with reflector to catch fish by using bagan apung. This research applied an experimental fishing method for one unit of bagan apung. It was taken at Palabuhanratu bay in August to September The treatment used both tubular lamp with reflector and tubular lamp without reflector were continuously treated then compared their catches. The measuring of the value of light illumination used two mediums, water and air then compared them. The highest value of light illumination was tubular lamp with reflector about 162,5 lux, in water medium and 562 lux in air medium, while the value of light illumination for tubular lamp without reflector was about 54,5 lux in water medium and 184 lux in air medium. The maximum illumination was accumulated by the light that bounce back from the edge of reflector and the light beam itself. The catchs had been increased after treated tubular lamp with reflector. The operation of bagan apung used silver reflector producing catchs a weight of 95,5 kg, it was more higher than tubular lamp without reflector a weight of 65,1 kg. The catch type had more variation, such as mackerel (Rastreliger sp), tembang fish (Sardinella fimbriata), tuna (Auxis thazard), pomfret (Pampus argentus), squid (Loligo sp), anchovy (Stolephorus sp), layur fish (Trichiurus sp), and small shrimp (Mysis sp). At the most catch there were tembang fish a weight of 21,8 kg for tubular lamp without reflector and 44 kg for tubular lamp with reflector. The catch of tubular lamp with reflector had more economic value than tubular lamp without reflector. The dominant catch type were tembang fish and promfet. Then they were followed by mackerel, tuna, and squid. On the other hand, anchovy and small shrimp could not be catched by the tubular lamp with reflector due to there were many predators and the research time was not right time, anchovy and small shrimp were not in season. Keywords : Bagan apung, tubular lamp, value of illumination, and reflector

3 ABSTRAK SITI ROHANAH. C Studi Pendahuluan Penggunaan Lampu Tabung Bereflektor terhadap Hasil Tangkapan Bagan Apung. Dibimbing oleh GONDO PUSPITO dan MOKHAMAD DAHRI ISKANDAR Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan efektivitas penggunaan lampu tabung bereflektor pada penangkapan ikan dengan menggunakan bagan apung. Penelitian ini dilakukan dengan metode experimental fishing menggunakan satu unit bagan apung di perairan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat pada bulan Agustus-September Perlakuan yang digunakan adalah lampu tabung tanpa reflektor dan lampu tabung dengan reflektor yang diujicobakan secara bergantian kemudian dibandingkan hasil tangkapannya. Pengukuran nilai iluminsi cahaya diukur melalui medium udara dan air kemudian dibandingkan. Nilai iluminasi cahaya tertinggi adalah lampu tabung bereflektor sebesar 162, 5 lux pada medium air dan 562 lux pada medium udara, sedangkan nilai iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor sebesar 54,5 lux pada medium air dan 184 lux pada medium udara. Iluminasi maksimal disebabkan oleh akumulasi dari cahaya pantul dinding reflektor dan pancaran cahaya lampu itu sendiri. Hasil tangkapan meningkat setelah diberi perlakuan lampu tabung bereflektor. Pengoperasian bagan menggunakan reflektor perak menghasilkan tangkapan seberat 95,9 kg lebih tinggi dibandingkan dengan lampu tanpa reflektor seberat 65, 1 kg. Jenis hasil tangkapan beraneka ragam yaitu kembung (Rastreliger sp), tembang (Sardinella fimbriata), tongkol (Auxis thazard), bawal (Pampus argentus), cumi-cumi (Loligo sp), teri (Stolephorus sp), layur (Trichiurus sp), dan rebon (Mysis sp). Hasil tangkapan terbanyak adalah tembang seberat 21,8 kg untuk lampu tabung tanpa reflektor dan 44 kg untuk lampu tabung bereflektor. Hasil tangkapan lampu tabung bereflektor memiliki jenis ekonomis penting lebih tinggi daripada lampu tabung tanpa reflektor. Jenisnya adalah kembung, tembang, tongkol, bawal, dan cumi, dimana tembang dan bawal mendominasi hasil tangkapan. Adapun teri dan rebon tidak tertangkap pada lampu tabung bereflektor disebabkan jumlah predator yang banyak dan pada saat penelitian sedang tidak musim jenis teri dan rebon. Kata kunci : Bagan apung, lampu tabung, nilai iluminasi, dan reflektor

4 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Studi Pendahuluan Penggunaan Lampu Tabung Bereflektor terhadap Hasil Tangkapan Bagan Apung adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2012 Siti Rohanah C

5 ABSTRAK SITI ROHANAH, C Studi Pendahuluan Penggunaan Lampu Tabung Bereflektor terhadap Hasil Tangkapan Bagan Apung. Dibimbing oleh GONDO PUSPITO dan MOKHAMAD DAHRI ISKANDAR Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan efektivitas penggunaan lampu tabung bereflektor pada penangkapan ikan dengan menggunakan bagan apung. Penelitian ini dilakukan dengan metode experimental fishing menggunakan satu unit bagan apung di perairan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat pada bulan Agustus-September Perlakuan yang digunakan adalah lampu tabung tanpa reflektor dan lampu tabung dengan reflektor yang diujicobakan secara bergantian kemudian dibandingkan hasil tangkapannya. Pengukuran nilai iluminsi cahaya diukur melalui medium udara dan air kemudian dibandingkan. Nilai iluminasi cahaya tertinggi adalah lampu tabung bereflektor sebesar 162, 5 lux pada medium air dan 562 lux pada medium udara, sedangkan nilai iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor sebesar 54,5 lux pada medium air dan 184 lux pada medium udara. Iluminasi maksimal disebabkan oleh akumulasi dari cahaya pantul dinding reflektor dan pancaran cahaya lampu itu sendiri. Hasil tangkapan meningkat setelah diberi perlakuan lampu tabung bereflektor. Pengoperasian bagan menggunakan reflektor perak menghasilkan tangkapan seberat 95,9 kg lebih tinggi dibandingkan dengan lampu tanpa reflektor seberat 65, 1 kg. Jenis hasil tangkapan beraneka ragam yaitu kembung (Rastreliger sp), tembang (Sardinella fimbriata), tongkol (Auxis thazard), bawal (Pampus argentus), cumi-cumi (Loligo sp), teri (Stolephorus sp), layur (Trichiurus sp), dan rebon (Mysis sp). Hasil tangkapan terbanyak adalah tembang seberat 21,8 kg untuk lampu tabung tanpa reflektor dan 44 kg untuk lampu tabung bereflektor. Hasil tangkapan lampu tabung bereflektor memiliki jenis ekonomis penting lebih tinggi daripada lampu tabung tanpa reflektor. Jenisnya adalah kembung, tembang, tongkol, bawal, dan cumi, dimana tembang dan bawal mendominasi hasil tangkapan. Adapun teri dan rebon tidak tertangkap pada lampu tabung bereflektor disebabkan jumlah predator yang banyak dan pada saat penelitian sedang tidak musim jenis teri dan rebon. Kata kunci : Bagan apung, lampu tabung, nilai iluminasi, dan reflektor

6 Hak Cipta IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan tersebut hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

7 STUDI PENDAHULUAN PENGGUNAAN LAMPU TABUNG BEREFLEKTOR TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG SITI ROHANAH Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

8 Judul Penelitian Nama NRP Program Studi : Studi Pendahuluan Penggunaan Lampu Tabung Bereflektor terhadap Hasil Tangkapan Bagan Apung : Siti Rohanah : C : Teknologi dan Menejemen Perikanan Tangkap Disetujui Komisi Pembimbing Ketua, Anggota, Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc Ir. Mokhamad Dahri Iskandar, M.Si NIP NIP Diketahui Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP Tanggal ujian : 23 Mei 2012 Tanggal lulus :

9 PRAKATA Skripsi yang berjudul Studi Pendahuluan Penggunaan Lampu Tabung Bereflektor terhadap Hasil Tangkapan Bagan Apung disusun sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian berlangsung antara bulan Juli 2010-Juli Operasi penangkapan dilakukan di perairan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc dan Ir. Mokhamad Dahri Iskandar, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan saran dan bimbingannya dalam penulisan skripsi ini; 2. Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si selaku Ketua Komisi Pendidikan dan Dr. Ir. Zulkarnain, M.Si sebagai Dosen Penguji dalam sidang yang telah memberikan saran dan masukannya terhadap kesempurnaan skripsi ini; 3. Dosen-dosen PSP yang telah mendidik dengan sabar, memberikan ilmunya selama perkuliahan; 4. Kedua orang tua tercinta, kakak dan adik yang selalu mengirimkan doa dan memberikan kasih sayang yang tiada hentinya kepada penulis; 5. Departement PSP, atas fasilitas bagan apung yang telah digunakan untuk penelitian; 6. Yayasan Karya Salemba Empat (KSE) atas beasiswa yang telah diberikan; 7. Kak Hendrawan (PSP41) dan Kang Wahyu (nelayan bagan) atas kesempatan dan bimbingannya pada saat penelitian di lapang; 8. Nela Indah Ermawati (PSP44) atas kerjasama, dukungan, dan semangatnya dalam menyelesaikan skripsi ini; dan 9. Teman-teman LIQO, PSP dan Asrama Putri Darmaga (APD), atas perhatian, semangat, dan dukungan yang yang telah diberikan. Penulis berharap skripsi ini akan bermanfaat bagi para pembacanya. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Bogor, Juli 2012 Siti Rohanah

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 13 Oktober 1988 dari pasangan Bapak Soekendar dan Ibu Musaropah dan merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis lulus dari SMA N 92 Jakarta dan kemudian masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Program Studi yang dipilih adalah Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam tahun 2010/2011 dan mengajar di SUCCESS bimbel dan NEC bimbel. Pengalaman organisasi yang pernah diikuti sebagai Ketua Matrans APD (Asrama Putri Darmaga) tahun 2009/2010, Koordinator Putri Forum Komunikasi Muslim FPIK (FKM-C) tahun 2009/2010, dan staf Departemen Litbangprof (Penelitian, Pengembangan, dan Profesi) pada organisasi Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) tahun 2008/2009. Selain berorganisasi penulis pernah mengikuti beberapa pelatihan, diantaranya training ESQ, Entrepreunership Camp, BISMA Leadership Camp, Mandiri Leadership Camp, dan Pelatihan MahasiswaWirausaha (PMW 2011) CDA IPB. Penulis dinyatakan lulus dalam ujian skripsi yang diselenggarakan pada tanggal 23 Mei 2012 oleh Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, dengan judul Studi Pendahuluan Penggunaan Lampu Tabung Bereflektor terhadap Hasil Tangkapan Bagan Apung.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR LAMPIRAN... xii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA Lampu Tabung (Tubular Lamp) Cahaya Reaksi Ikan terhadap Cahaya Klasifikasi bagan Bagan apung METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Pengambilan Data Metode Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Iluminasi Cahaya Iluminasi cahaya pada medium udara Iluminasi cahaya pada medium air Komposisi Hasil Tangkapan Komposisi hasil tangkapan total Komposisi hasil tangkapan dengan lampu tabung tanpa reflektor Komposisi hasil tangkapan dengan lampu tabung bereflektor Perbandingan komposisi hasil tangkapan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Warna dan panjang gelombang cahaya... 5 Tabel 2 Alat dan bahan penelitian Tabel 3 Nilai iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium udara Tabel 4 Nilai iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium udara Tabel 5 Nilai iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium air Tabel 6 Nilai iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium air x

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Macam-macam lampu tabung... 3 Gambar 2 Kedalaman warna cahaya menembus air laut... 6 Gambar 3 Ilustrasi cara penentuan dan desain konstruksi reflektor lampu tabung Gambar 4 Rancangan tudung reflektor Gambar 5 Lampu tabung (tubular lamp) Gambar 6 Lampu tabung (tubular lamp) bereflektor Gambar 7 Luxmeter dan posisi pengukuran iluminasi cahaya lampu tabung tanpa Gambar 8 Sudut pengukuran iluminasi cahaya dengan luxmeter pada medium Gambar 9 Ilustrasi operasi penangkapan bagan apung Gambar 10 Posisi pemasangan lampu dan pengukuran luminasi cahaya pada Gambar 11 Profil iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium Gambar 12 Profil iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium udara Gambar 13 Perubahan iluminasi cahaya antara lampu tabung tanpa reflektor dan lampu tabung bereflektor pada medium udara Gambar 14 Profil iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium air Gambar 15 Profil iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium air Gambar 16 Komposisi berat hasil tangkapan total bagan apung berdasarkan jenis Gambar 17 Komposisi berat hasil tangkapan total bagan apung berdasarkan Gambar 18 Komposisi berat hasil tangkapan bagan apung menggunakan lampu Gambar 19 Komposisi berat hasil tangkapan bagan apung dengan lampu tabung Gambar 20 Komposisi berat hasil tangkapan bagan apung dengan lampu tabung Gambar 21 Komposisi berat hasil tangkapan bagan apung dengan lampu tabung xi

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium udara Lampiran 2 Iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium udara Lampiran 3 iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium air Lampiran 4 Iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium air Lampiran 5 Jenis hasil tangkapan Lampiran 6 Data hasil tangkapan menggunakan lampu tabung tanpa reflektor Lampiran 7 Data hasil tangkapan lampu tabung bereflektor Lampiran 8 Lampu tabung, reflektor, dan mesin genset Lampiran 9 Bagan alir mesin genset pada bagan apung Lampiran 10 Bagan alir mesin genset pada bagan apung Lampiran 11 Peta lokasi penelitian xii

15 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagan adalah alat penangkap ikan yang digolongkan ke dalam kelompok jaring angkat (Subani dan Barus 1989). Tujuan penangkapannya berupa jenisjenis ikan pelagis kecil. Jenis alat tangkap ini masih banyak digunakan oleh nelayan di Palabuhanratu, Jawa Barat. Alasannya, bagan mudah dioperasikan dan lokasi penangkapannya dekat dengan pantai. Bagian utama bagan terdiri atas jaring bagan dan alat bantu berupa cahaya. Pengoperasiannya dilakukan dengan cara menurunkan jaring, selanjutnya diterangi oleh cahaya. Ikan-ikan yang bersifat fototaksis positif akan datang dan berkumpul di atas jaring di dalam areal cahaya. Jika diperkirakan jumlah ikan cukup banyak, maka jaring diangkat. Pada pengoperasian bagan, lampu memegang peranan yang penting. Keberhasilan pengoperasian bagan sangat ditentukan oleh ada tidaknya lampu dan intensitas cahaya yang dipancarkan. Lampu berfungsi sebagai alat bantu untuk memikat dan mengumpulkan ikan di area jaring. Salah satu jenis sumber cahaya yang banyak digunakan pada penangkapan menggunakan bagan adalah lampu petromaks dengan bahan bakar minyak tanah. Minyak tanah mengalami kenaikan harga yang tinggi, sehingga beberapa nelayan beralih menggunakan jenis lampu tabung (tubular lamp). Jenis lampu ini menggunakan mesin genset sebagai sumber energi listriknya. Mesin genset yang digunakan adalah mesin pembangkit listrik berukuran kecil. Permasalahan yang terjadi adalah nelayan masih belum menemukan cara paling efektif untuk mengoperasikan lampu tabung (tubular lamp). Beberapa nelayan menggunakan lampu secara apa adanya dengan cara digantungkan di bawah rumah bagan. Sebagian lainnya dilengkapi dengan kap lampu berupa helmet dan baskom. Penelitian ini mencoba untuk memecahkan permasalahan tersebut dengan cara menggunakan reflektor berbentuk kerucut dengan bagian dalam berwarna perak. Upaya ini diharapkan mampu meningkatkan efektifitas bagan apung.

16 2 1.2 Perumusan Masalah Dalam melakukan pengoperasian bagan, nelayan terbiasa menggunakan cahaya petromaks sebagai alat bantu dalam memikat dan mengumpulkan ikan. Petromaks menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakarnya. Karena minyak tanah mengalami kenaikan harga yang tinggi, beberapa nelayan beralih menggunakan lampu tabung (tubular lamp). Metode penggunaan lampu tabung yang tepat pada proses penangkapan bagan belum diketahui oleh nelayan. Satu solusi yang dapat dilakukan adalah memfokuskan cahaya lampu tabung pada perairan di sekitar area jaring. Caranya dengan memberikan reflektor. Penggunaan reflektor pada lampu tabung diharapkan dapat meningkatkan efektifitas dalam proses penangkapan bagan apung. 1.3 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan efektivitas penggunaan lampu tabung (tubular lamp) bereflektor pada penangkapan ikan dengan menggunakan bagan apung. 1.4 Manfaat Manfaat penelitian ini adalah : 1. Sebagai sumber informasi bagi nelayan tentang cara penggunaan lampu tabung (tubular lamp) dalam menangkap ikan menggunakan bagan apung; dan 2. Sebagai masukan untuk penelitian lebih lanjut dalam rangka pemanfaatan kemajuan teknologi perikanan tangkap bagan apung.

17 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lampu Tabung (Tubular Lamp) Lampu adalah alat untuk menerangi atau pelita, sedangkan lampu tabung sama halnya dengan lampu neon yaitu lampu listrik berbentuk tabung yang berisi gas ( Menurut Hindarto (2011), terdapat empat jenis lampu listrik yaitu lampu tabung atau lampu TL (tubular lamp), lampu LED (light emitting diode), lampu halogen, dan lampu pijar. Salah satu jenis lampu listrik yang banyak digunakan adalah lampu tabung karena harganya terjangkau dan mudah didapatkan. Lampu tabung atau lampu TL (tubular lamp) adalah jenis lampu pelepasan gas yang berbentuk tabung dan berisi uap raksa bertekanan rendah. Pada lampu tabung terdapat elektron yang dipancarkan dari dalam tabung dan menyebabkan atom-atom media gas di dalam tabung berpendar atau melepaskan energi cahaya berwarna putih (Pratiwi 2011). Lampu tabung memiliki radiasi sinar ultraviolet yang ditimbulkan oleh ion gas raksa dan lapisan fosfor dalam tabung yang akan dipancarkan berupa cahaya tampak (gejala fluorensensi), sedangkan elektroda yang dipasang pada ujung-ujung tabung berupa kawat lilitan pijar akan menyala bila dialiri listrik ( Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (

18 4 Pemanfaatan lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan telah berkembang secara cepat sejak ditemukan lampu listrik. Penggunaan lampu tabung sudah banyak digunakan baik untuk penerangan rumah, penerangan pada industriindustri, dan penangkapan akhir-akhir ini. Lampu tabung dapat menghasilkan cahaya output per Watt lebih tinggi dibandingkan lampu bohlam biasa (incandescent lamp) (Dwimirnani 2010). Menurut Pratiwi (2011), lampu tabung lebih hemat energi dan menghasilkan cahaya yang lebih terang dibandingkan dengan lampu pijar. 2.2 Cahaya Cahaya adalah suatu bentuk energi yang dapat merambat dari suatu benda ke benda lain tanpa memerlukan zat perantara. Transfer energi tersebut dinamakan radiasi (Cayless dan Marsden 1983). Cahaya merupakan pancaran muatan listrik yang dipercepat dan diberi kelebihan energi kalor atau melalui pengosongan muatan listrik (Fridman 1986). Iluminasi cahaya adalah jumlah pancaran cahaya dalam satu detik yang jatuh pada suatu permukaan bidang (Cayless dan Marsden 1983). Menurut Ben Yami (1987), iluminasi cahaya sangat tergantung pada jenis sumber cahaya dan jarak antara sumber cahaya dengan bidang permukaan. Iluminasi suatu cahaya akan semakin menurun jika jarak dari sumber cahaya semakin meningkat dan apabila cahaya tersebut memasuki medium air. Iluminasi suatu sumber cahaya akan menurun dengan semakin meningkatnya jarak dari sumber cahaya tersebut. Nilai iluminasinya berkurang apabila cahaya memasuki media air. Cayless dan Marsden (1983) mengukur ilumuminasi cahaya dengan menggunakan rumus : E= I/r 2 Keterangan : E : Iluminasi cahaya (lux) ; I : Intensitas cahaya (candela) ; dan r : Jarak dari sumber cahaya (m).

19 5 Cahaya dan semua radiasi elektromagnetik merambat dengan kecepatan ( ) m/detik pada ruang hampa udara. Kecepatan rambatnya akan berkurang jika melewati suatu medium, seperti udara dan gas. Penyebabnya adalah indeks bias kedua medium tersebut lebih kecil dari ruang hampa udara (Cayless dan Marsden 1983). Cahaya memberikan respon atau daya tarik bagi suatu jenis ikan. Beberapa jenis ikan mempunyai daya rangsang tersendiri terhadap cahaya untuk berkumpul mendekati sumber cahaya menurut warna, posisi dan intensitas cahaya yang dipancarkan. Ben Yami (1976) mengemukakan ada enam macam warna cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda (Tabel 1). Tabel 1 Warna dan panjang gelombang cahaya No. Warna cahaya Panjang gelombang (Å) 1. Ultraviolet Lebih pendek dari Biru Hijau Kuning Orange Merah Inframerah Lebih panjang dari Kemampuan cahaya untuk menembus air tergantung pada panjang gelombangnya. Semakin pendek gelombang cahaya, maka semakin besar kekuatannya untuk menembus air. Panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi. Semakin besar panjang gelombang maka semakin rendah frekuensi cahayanya, dan semakin pendek panjang gelombang maka frekuensi cahayanya akan semakin panjang (Nybakken 1998). Hubungan antara warna gelombang dengan kedalaman dapat dilihat pada Gambar 2. Cahaya merah dengan panjang gelombang rata-rata Å memiliki energi lebih rendah dibandingkan warna orange dengan panjang gelombang Å. Warna orange lebih rendah frekuensinya dibandingkan frekuensi warna kuning. Warna kuning lebih rendah frekuensinya dibandingkan ferkuensi warna hijau, dan seterusnya. Penyebabnya, panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi (Amanda 2012).

20 6 Gambar 2 Kedalaman warna cahaya menembus air laut ( Warna merah dengan panjang gelombang nm akan terserap pada kedalaman air sekitar 20 m dan sesudah itu keberadaannya tersembunyi. Warna orange terserap pada kedalaman sekitar 30 m dan cahaya warna kuning terserap pada kedalaman 50 m. Sekitar 100 meter warna hijau terserap. Pada kedalaman 125 m warna cahaya ultraviolet dan ungu terserap. Warna yang paling terakhir terserap adalah warna biru, yaitu pada kedalaman sekitar 200 m (Amanda 2012). Pada Gambar 2 jelas terlihat spektrum warna biru mampu menembus air paling dalam. Itulah penyebabnya saat siang hari air laut terlihat dominan berwarna biru, karena sebagian besar terserap spektrum cahaya warna biru. Sedangkan air laut terlihat berwarna merah saat matahari terbenam karena terserap oleh cahaya merah. Warna air laut dapat berubah tergantung kedalaman dan tempatnya. Semakin dalam kedalaman laut, maka semakin berwarna kebiruan (Rusdianto 2011).

21 7 2.3 Reaksi Ikan terhadap Cahaya Alat tangkap yang sangat mengandalkan cahaya adalah bagan. Cahaya digunakan dalam memikat dan mengumpulkan ikan. Pemanfaatan cahaya sebagai alat bantu penangkapan ikan berkaitan dengan tingkah laku ikan terhadap cahaya. Umumnya ikan mencari makan dengan memanfaatkan indera penglihatan dan menyesuaikan ukuran makanan dengan besar mulutnya (Effendi 1997). Respon ikan terhadap sumber cahaya dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu phototaxis positif (tertarik untuk mendekati sumber cahaya) dan phototaxis negatif (menjauhi sumber cahaya). Tertariknya ikan pada cahaya disebabkan oleh beberapa hal, antara lain untuk mencari makan dan bergerombol. Peristiwa berkumpulnya ikan di bawah sumber cahaya dapat dibedakan menjadi (Ayodhoya 1981) : 1. Peristiwa langsung, yaitu berkumpulnya ikan karena tertarik oleh cahaya lampu yang digunakan atau ikan bersifat fototaksis positif ; dan 2. Peristiwa tidak langsung, yaitu berkumpulnya ikan karena tujuan mencari makanan (feeding) yang disebabkan oleh adanya plankton dan ikan kecil yang terpikat cahaya. Ikan yang tertarik pada cahaya umumnya menyukai cahaya terang. Hasil tangkapan bagan apung yang termasuk fototaksis positif diantaranya rebon, teri, dan cumi-cumi. Adapun yang bersifat fototaksis negatif adalah jenis predator seperti layur dan tongkol (Subani dan Barus 1989). Ikan predator mendekat ke arah cahaya untuk mencari makan. 2.4 Bagan Bagan merupakan jenis alat tangkap tradisional yang banyak digunakan oleh nelayan Indonesia. Menurut Baskoro (1999), ada dua jenis tipe bagan yang ada di Indonesia. Jenis pertama adalah bagan tancap, yaitu bagan yang ditancapkan secara tetap di perairan dengan kedalaman 5-10 m. Jenis yang kedua adalah bagan apung yaitu bagan yang dapat berpindah dari satu daerah penangkapan ke daerah penangkapan lainnya sehingga daerah pengoperasiannya luas. Bagan apung juga merupakan jenis alat tangkap liftnet karena pengoperasiannya dengan cara mengangkat jaring.

22 8 Bagan dikelompokkan ke dalam jaring angkat, karena pengoperasiannya dilakukan dengan menurunkan dan mengangkat jaring secara vertikal. Jaring angkat adalah jaring yang biasanya berbentuk empat persegi panjang, dibentangkan di dalam air secara horizontal dengan menggunakan kayu, bambu, besi, dan tali sebagai rangkanya. Pemasangan jaring angkat ini dapat dilakukan di lapisan tengah, dasar, atau permukaan perairan. Ikan-ikan yang berkumpul di atas jaring, sebagai akibat daya tarik cahaya akan terbawa arus dan tertangkap di dalam jaring bagan (Subani dan Barus 1989). Bagan termasuk kedalam light fishing yang menggunakan lampu sebagai alat bantu untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul di bawah cahaya lampu kemudian dilakukan penangkapan dengan jaring yang telah tersedia (Ayodhyoa 1981) Klasifikasi bagan International Standard Statistical Classification Fishing Gear (ISSCFG), FAO (1971) mengklasifikasikan bagan ke dalam jaring angkat atau liftnet. Hal ini didasarkan pada cara pengoperasian bagan dengan cara mengangkat jaring. Pengoperasian bagan sangat tergantung pada cahaya. Von Brandt (1984) mengklasifikasikan bagan ke dalam alat tangkap yang dalam pengoperasiannya menggunakan cahaya sebagai alat bantu untuk memikat ikan. Ikan yang menjadi tujuan penangkapannya adalah jenis-jenis ikan fototaksis positif. Bagan dikelompokkan ke dalam tiga jenis yaitu bagan tancap, bagan perahu, dan bagan rakit atau bagan apung (Subani dan Barus 1989). Bagan juga dapat diklasifikasikan menjadi bagan dengan satu perahu, bagan dua perahu, bagan rakit, bagan dengan menggunakan mesin, dan bagan rambo. Bagan rambo adalah bagan yang memiliki ukuran yang lebih besar (Baskoro 1999). Bagan rambo memiliki ukuran yang lebih besar dan konstruksinya tampak lebih kokoh serta jumlah lampu yang digunakan lebih banyak (diatas 30 unit lampu). Perahu bagan dapat dikatakan sebagai bangunan utama dari bagan Rambo karena selain untuk mengapungkan bangunan bagan juga di atasnya terkonsentrasi seluruh peralatan dan merupakan tempat kegiatan pada saat operasi penangkapan. Bentuk dan konstruksi perahu dirancang khusus, yaitu berbentuk pipih memanjang dengan dimensi utama panjang 30,0 m, lebar 2,0 m, dan dalam 3,5 m. Ukuran panjang dan lebar bangunan bagan rambo adalah (32,0 x 30,0) m,

23 9 dirangkai pada sisi kiri dan kanan perahu. Jenis lampu yang digunakan terdapat dua fungsi, yaitu lampu penarik dan lampu yang digunakan untuk memgkonsentrasikan ikan-ikan yang telah tertarik oleh cahaya lampu (Sudirman 2003). Bagan tancap yaitu bagan yang ditancapkan pada kedalaman kurang lebih 15 m di dasar perairan atau bagan yang dioperasikan pada perairan yang dangkal. Bagan perahu yaitu menggunakan dua perahu sebagai penopang. Jarak antara kedua perahu digunakan sebagai tempat pengoperasian alat tangkap. Bagan rakit atau bagan apung sangat sederhana, mudah pengoperasiannya, mudah dipindah-pindahkan, dan lokasi penangkapan yang dekat dengan pantai. Oleh sebab itu, bagan apung banyak digunakan oleh nelayan (Subani dan Barus 1989) Bagan apung Bagan apung adalah suatu alat penangkap ikan yang dioperasikan dengan cara menurunkan jaring ke kolom perairan kemudian diangkat apabila sudah banyak ikan di atasnya, bagian bawah berbentuk rakit sehingga dapat berpindahpindah ke lokasi yang terdapat banyak ikan. Bagan rakit atau bagan apung diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets). Dalam pengoperasiannya bagan apung mudah berpindah dari satu daerah penangkapan ke daerah penangkapan lainnya. Lokasi penangkapan bagan apung luas serta memiliki metode pengoperasian yang mudah (Subani dan Barus 1989). 1) Konstruksi bagan apung Bagan apung terdiri atas jaring, rumah bagan, lampu, penggulung, dan bangunan bagan. Jaring terbuat dari PE (polyethylene) dengan ukuran mata jaring (mesh size) 0,5-1 cm. Jaring tersebut diikatkan pada bingkai bambu berbentuk bujur sangkar berukuran (9 9) m. Penggulung berfungsi untuk mengangkat dan menurunkan jaring (Fridman 1986). Konstruksi bagan apung biasanya terbuat dari bambu. Bagan apung disebut juga dengan bagan rakit. Bagan rakit menggunakan rakit yang terbuat dari bambu yang ditempatkan pada kanan dan kiri bagian bawah rumah bagan sebagai alat apung sekaligus landasan rumah bagan (Subani dan Barus 1989).

24 10 Ukuran untuk alat tangkap bagan apung/rakit beragam mulai dari panjang = 13 m; lebar = 2,5 m; dan tinggi = 1,2 m hingga panjang = 29 m; lebar = 29 m; dan tinggi = 17 m. Masing-masing rakit dibuat dari 32 batang bambu yang dirangkai menjadi empat lapis tersusun dari atas ke bawah, sehingga tiap-tiap lapis terdiri dari delapan bambu. Bambu untuk rakit biasanya berdiameter cm dan panjang 8 m. Pada tiap rakit dipasang lima buah tiang bambu ke atas, tingginya 2 m berderet dari muka ke belakang. Kedua baris tiang ini saling dihubungkan dengan bambu yang panjangnya 8 m sehingga di atas rakit ini terbentuklah sebuah pelataran (Gofar et al. 1988). Untuk menjaga keseimbangan serta memperkokoh kedua buah rakit ini, maka di sisi kiri dan kanan rakit dihubungkan dengan dua buah bambu yang berukuran agak besar atau dapat dilakukan dengan merangkapkan bambu yang menghubungkan kedua rakit tersebut (Gofar et al. 1988). 2) Kelengkapan dalam unit penangkapan bagan apung 1. Perahu Bagan apung menggunakan perahu dalam operasi penangkapannya. Perahu yang digunakan adalah jenis perahu motor tempel. Perahu motor berfungsi untuk mengantarkan nelayan menuju bagan dan mengangkut hasil tangkapan menuju ke darat. Umumnya satu perahu mengangkut 5-15 nelayan yang berasal dari 3-5 bagan apung. 2. Nelayan Nelayan yang mengoperasikan bagan rakit berjumlah 1-4 orang karena adanya spesifikasi kerja, ada yang memindahkan bagan rakit, menggulung dan ada yang bertugas melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. Pada bagan PSP, nelayan berjumlah 1 orang melakukan semua aktivitas operasi penangkapan ikan. 3. Alat bantu Alat bantu yang biasa digunakan adalah berupa sumber cahaya seperti lampu atau petromaks. Cahaya berfungsi untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul di bawah rumah bagan, kemudian dilakukan penangkapan dengan jaring yang telah tersedia (Subani dan Barus 1989). Keberhasilan operasi

25 11 penangkapan bagan tergantung pada intensitas cahaya yang dipancarkan pada perairan di sekitar areal bagan. Alat bantu lainnya dalam memperlancar operasional penangkapan antara lain serok, keranjang, peti, dan radio komunikasi. Serok berfungsi untuk mengangkat hasil tangkapan dari jaring ke atas perahu. Serok umumnya mempunyai ukuran panjang 3,2 m dengan diameter bukaan mulut 50 cm, dan tinggi jaring 60 cm dengan mesh size 0,5 cm terbuat dari bahan PE. Keranjang berfungsi sebagai wadah hasil tangkapan setelah disortir. Peti merupakan tempat penyimpanan hasil tangkapan sebelum dibawa ke darat. Radio komunikasi digunakan berkomunikasi antara juragan laut dan juragan darat (punggawa laut dan punggawa darat), sesama nelayan untuk mengetahui fishing ground, harga ikan, dan hasil tangkapan (Gofar et al. 1988). 3) Metode pengoperasian bagan apung Pengoperasian bagan apung dilakukan di daerah perairan dangkal sekitar pantai. Sifat bagan apung yang dapat dipindahkan membuat daerah penangkapannya sangat luas. Pengoperasian bagan hanya dilakukan pada malam hari saat bulan gelap dengan menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan (Subani dan Barus 1989). Operasi penangkapan dilakukan berdasarkan perhitungan bulan. Nelayan tidak melakukan operasi penangkapan selama bulan terang ditambah tujuh hari berikutnya (Monintja dan Martasuganda 1991). Hal ini dikarenakan pada masa tersebut cahaya menyebar ke seluruh permukaan laut dan ikan berada pada area yang sangat luas. Menurut Iskandar (2001), tahapan-tahapan metode pengoperasian bagan rakit adalah sebagai berikut: 1. Persiapan menuju fishing ground Sebelum berangkat menuju fishing ground terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan persiapan terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pengoperasian bagan. Pemeriksaan dan perbaikan terutama dilakukan terhadap lampu dan mesin kapal. Persiapan lain yang dianggap penting adalah kebutuhan perbekalan operasi penangkapan seperti bahan makanan, air tawar, solar, dan minyak tanah. Untuk mengoperasikan satu unit bagan diperlukan 6 orang yang dipimpin oleh seorang nahkoda. Perjalanan menuju fishing ground

26 12 berkisar antara 2-3 jam. Penentuan fishing ground dilakukan oleh nahkoda berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya. 2. Pengumpulan ikan Ketika tiba di lokasi fishing ground dan hari menjelang malam, maka lampu dinyalakan dan jaring biasanya tidak langsung diturunkan hingga tiba saatnya ikan terlihat berkumpul di lokasi bagan atau ingin masuk ke dalam area cahaya lampu. Namun ada juga nelayan yang langsung menurunkan jaring setelah lampu dinyalakan. 3. Setting Setelah menunggu beberapa jam dan ikan mulai terlihat berkumpul di lokasi penangkapan, maka jaring diturunkan ke perairan. Jaring biasanya diturunkan secara perlahan-lahan dengan memutar roller. Penurunan jaring beserta tali penggantung dilakukan hingga jaring mencapai kedalaman yang diinginkan. Banyaknya setting tergantung pada keadaan cuaca dan situasi hasil tangkapan, serta kondisi perairan pada saat operasi penangkapan. 4. Perendaman jaring (soaking) Selama jaring berada di dalam air, nelayan melakukan pengamatan terhadap keberadaan ikan di sekitar areal jaring bagan. Lama jaring berada di dalam perairan (perendaman jaring) bukan bersifat ketetapan, karena nelayan tidak pernah menentukan dan menghitung lamanya jaring di dalam perairan dan kapan jaring akan diangkat namun hanya berdasarkan penglihatan dan pengamatan adanya ikan yang berkumpul di bawah cahaya lampu. 5. Pengangkatan jaring (lifting) Lifting dilakukan setelah kawanan ikan terlihat berkumpul di lokasi penangkapan. Kegiatan lifting ini diawali dengan pemadaman lampu secara bertahap. Hal ini dimaksudkan agar ikan tidak terkejut dan tetap terkosentrasi pada di sekitar lampu yang masih menyala. Ketika ikan sudah berkumpul di tengah-tengah jaring, jaring tersebut mulai ditarik ke permukaan hingga akhirnya ikan akan tertangkap oleh jaring. 6. Brailing Setelah bingkai jaring naik ke atas permukaan air, maka tali penggantung pada ujung dan bagian tengah rangka dilepas dan dibawa ke satu sisi kapal, tali

27 13 kemudian dilewatkan pada bagian bawah kapal beserta jaringnya. Tali pemberat ditarik ke atas agar mempermudah penarikan jaring dan lampu dihidupkan lagi. Jaring kemudian ditarik sedikit demi sedikit dari salah satu sisi kapal ke atas kapal. Hasil tangkapan yang telah terkumpul diangkat ke atas dek kapal dengan menggunakan serok. 7. Sorting Hasil tangkapan bagan apung biasanya terdiri dari beberapa jenis ikan. Oleh karena itu untuk memudahkan penjualan ikan hasil tangkapan maka ikan hasil tangkapan disortir menurut jenis dan ukurannya. Ikan yang disortir ditampung untuk sementara waktu dalam keranjang yang terbuat dari bambu. Ikan yang telah disortir langsung dimasukkan ke dalam wadah atau peti untuk memudahkan pengangkutan. 4) Daerah pengoperasian bagan apung Pada umumnya daerah pengoperasian alat tangkap bagan apung adalah perairan yang subur, perairan yang tenang, dan tidak banyak adanya gelombang besar, angin kencang maupun arus yang kuat. Umumnya terdapat di perairan teluk (Subani dan Barus 1989). Sifat bagan apung yang mudah dipindahkan membuat daerah penangkapannya sangat luas. 5) Hasil tangkapan bagan apung Hasil tangkapan bagan apung adalah jenis-jenis ikan pelagis kecil seperti teri (Stolephorus sp), cumi-cumi (Loligo sp), tembang (Sardinella fimbriata), pepetek (Leiognathus sp), sotong (Sepia sp), dan kembung (Rastrelliger sp). Jenis ikan hasil tangkapan sampingan bagan antar lain adalah layur (Trichiurus sp) dan tongkol (Auxis thazard) (Subani dan Barus 1989). Jenis hasil tangkapan bagan apung yang bersifat fototaksis positif diantaranya tembang, teri, rebon, dan kembung. Hasil tangkapan lainnya bersifat fototaksis negatif seperti cumi, layur, dan tongkol.

28 14 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara, pengoperasian bagan apung, dan pengukuran iluminasi cahaya pada medium air. Pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara dilakukan di Laboratorium Teknologi Alat Penangkapan Ikan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, dan pada medium air dilakukan pengukuran iluminasi cahaya pada saat operasi penangkapan bagan apung. Operasi penangkapan dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2010, menggunakan bagan apung milik Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Lokasi penelitian yaitu di perairan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan terbagi menjadi dua bagian yaitu alat pada saat pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara, dan operasi penangkapan. Alat penelitian disebutkan pada Tabel 2. Tabel 2 Alat dan bahan penelitian Aktivitas Alat dan bahan yang digunakan Pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara Operasi penangkapan ikan dan pengukuran iluminasi cahaya pada medium air reflektor kerucut berwarna perak, lampu tabung merek Philips 24 Watt, luxmeter, karton hitam, penggaris, dan tali. 1 unit bagan apung, mesin pembangkit listrik berukuran kecil (genset), 4 reflektor kerucut berwarna perak, 4 lampu tabung merek Philips 24 Watt, luxmeter, serok, termometer, penggaris, meteran dan timbangan digital. Keterangan : Reflektor kerucut berbahan dasar seng serta dilapisi cat pilox berwarna perak (Lampiran 8).

29 15 Reflektor memiliki ukuran diameter 34 cm, tinggi 25 cm, dan sisi miring 30 cm. Reflektor berbentuk kerucut dibuat dari bahan seng kemudian dilapisi dengan cat pilox berwarna perak (Lampiran 8). Cahaya lampu yang digunakan pada bagan apung menggunakan mesin genset berukuran kecil sebagai sumber listriknya. Mesin genset yang digunakan merek FIRMAN dengan kapasitas output Watt dan bahan bakar premium (Lampiran 9). Pembuatan reflektor mengacu pada (Puspito 2006) dalam (Tobing 2008) dan (Prasetyo 2009), dan dijelaskan pada Gambar 3 dan 4. ω s = 66,59 o Keterangan : P KL : Panjang sisi reflektor (cm) ; ω s : Sudut antara permukaan air dan cahaya ( o ) ; R s : Jari-jari area air yag tersinari cahaya lampu makimum (cm) ; r s : Jarak horizontal antara sumber cahaya dengan ujung reflektor (cm) ; r tk : Jari-jari lingkaran lampu (cm) ; h kap h s : Tinggi antara sumber cahaya dan tempat peletakan reflektor (cm) ; dan : Tinggi antara sumber cahaya dan perpotongan antara bidang pantul dan cahaya datang (cm). Gambar 3 Ilustrasi cara penentuan dan desain konstruksi reflektor lampu tabung

30 16 Dalam menentukan desain dan konstruksi, pembiasan dianggap tidak ada dan cahaya merambat lurus. Rumus yang digunakan adalah (Puspito 2006) : Jika kedalaman 8 m, maka H = 9 m (900 cm). Diketahui, r tk = 2,5 cm, R s = 3,9 m (390 cm), dan h kap = (2,2 + 4) cm = 6,2 cm, maka nilai h s, r s, dan P KL adalah : Dengan demikian, 30,46 cm. Penentuan sudut reflektor juga dilakukan secara manual (tanpa menggunakan rumus) dengan cara menggantungkan lampu tabung dengan perlakuan berupa reflektor kerucut berwarna perak pada ketinggian 1 m kemudian diukur dengan jarak 4-5 m dari sumber cahaya. Cahaya maksimal yang sampai pada jarak 4-5 m, kemudian dihitung sudutnya menggunakan busur derajat. Sudut yang di dapat adalah sekitar 70 o. Sudut inilah yang digunakan pada konstruksi reflektor kerucut berwarna perak. Setelah membuat desain konstruksi reflekor kerucut dan mendapatkan hasil pengukuran yang tepat berdasarkan prosedur Puspito (2006), langkah selanjutnya adalah membuat reflektor kerucut, kemudian dilapisi dengan warna perak menggunakan cat pilox. Penelitian (Tobing 2008) dan (Prasetyo 2009), membuktikan bahwa reflektor berbentuk kerucut dengan lapisan berwarna perak menghasilkan nilai iluminasi tertinggi serta mampu mengabsorsi dan

31 17 memantulkan cahaya sebesar 99% ke dalam perairan dibandingkan dengan reflektor kerucut berwarna lainnya. Gambar 4, 5, dan 6 menunjukkan masingmasing : rancangan tudung reflektor, lampu tabung, dan reflektor kerucut yang digunakan saat penelitian. P KL h s+ h kap r s r tk r s - r tk 2r s Gambar 4 Rancangan tudung reflektor Gambar 5 Lampu tabung (tubular lamp)

32 18 Gambar 6 Lampu tabung (tubular lamp) bereflektor 3.3 Metode Pengambilan Data Penelitian menggunakan metode eksperimental fishing, yaitu percobaan dengan mengoperasikan bagan di perairan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu 1. survei penelitian, 2. perancangan dan pembuatan reflektor, 3. pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara, 4. operasi penangkapan dengan bagan apung di Palabuhanratu, 5. pengolahan data, dan 6. penulisan laporan. Pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara dan air menggunakan luxmeter. Range atau kisaran pengukuran yang digunakan adalah 2000 lux. Artinya, cahaya yang diukur adalah pada kisaran kurang dari 2000 lux atau antara (0-1999) lux. Gambar 7 menunjukkan model pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara dan luxmeter yang digunakan sebagai alat pengukur iluminasi. Sensor cahaya Tombol on/off Tombol range Layar panel Gambar 7 Luxmeter dan posisi pengukuran iluminasi cahaya lampu tabung tanpa

33 19 1 m Gambar 8 Sudut pengukuran iluminasi cahaya dengan luxmeter pada medium Pengoperasian bagan dalam penelitian ini menggunakan dua perlakuan. Pada pengoperasian pertama dilakukan operasi penangkapan dengan lampu tabung tanpa reflektor sebagai pembanding. Pada pengoperasian kedua dilakukan operasi penangkapan dengan lampu tabung dilengkapi dengan reflektor. Hasil tangkapan diidentifikasi dan ditimbang bobot totalnya berdasarkan jenis tangkapan. Selanjutnya ikan hasil tangkapan menggunakan reflektor dan tanpa reflektor dibandingkan. Pengujian lampu dilakukan secara bergantian disetiap waktu penangkapan. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa data iluminasi cahaya dalam air, iluminasi cahaya di udara, dan hasil tangkapan (Lampiran 1-7). Adapun data sekunder yaitu kondisi laut, suhu, dan arus. Data-data tersebut akan digunakan sebagai bahan pembahasan dalam penelitian ini. Operasi penangkapan bagan dapat diilustrasikan pada Gambar 9 serta posisi pemasangan lampu ditunjukkan pada Gambar 10.

34 20 50 cm 1 m 8 m 8 m Gambar 9 Ilustrasi operasi penangkapan bagan apung 8 m f a 1,3 2,6 3,9 8 m m e b c d Keterangan : a : Titik tengah kerangka bagan (posisi 0 pengukuran) ; b : Posisi pengukuran 1,3 m; c : Posisi pengukuran 2,6 m; d : Posisi pengukuran 3,9 m; e : Posisi penempatan 4 buah lampu; dan f : Kerangka bagan. Gambar 10 Posisi pemasangan lampu dan pengukuran luminasi cahaya pada

35 21 Tahapan operasi penangkapan bagan apung sebagai berikut : Persiapan Persiapan sebelum melakukan operasi penangkapan yaitu membeli bahan bakar solar sebanyak 1 jerigen atau kurang lebih 6 liter, makanan serta perlengkapan penelitian yaitu 4 reflektor kerucut berwarna perak, 4 lampu tabung merek Philips 24 Watt, luxmeter, serok, termometer, penggaris, meteran, timbangan digital, dan keranjang (tempat hasil tangkapan). Nelayan berangkat menuju bagan secara berkelompok yang terdiri sekitar 20 orang. Tiba di bagan Setelah tiba di bagan, alat-alat yang akan dioperasikan disiapkan. Pengecekan mesin genset dan pemeriksaan lampu tabung serta reflektor dilakukan. Lampu tabung dipasang pada reflektor yang telah dibuat. Jaring diturunkan ke dalam perairan. Jaraknya 8 m dari rumah bagan. Pemasangan lampu tabung Lampu tabung dengan atau tanpa reflektor diletakkan di bawah rumah bagan dengan jarak 1 m dari permukaan air laut. Pengujian lampu dilakukan secara bergantian pada setiap malamnya. Lampu tabung dan reflector yang digunakan sebanyak 4 buah. Posisi pemasangan lampu pada bagan ditunjukkan pada Gambar 10. Setting dan Hauling Waktu setting dan hauling pada penelitian bagan apung dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu pada waktu antara WIB, WIB, dan WIB. Jaring dipasang di perairan selama tiga jam. Setelah tiga jam, dilakukan pengangkatan jaring. Pengangkatan jaring dilakukan ketika ikan-ikan sudah banyak berkumpul di areal jaring. Tandanya adalah di areal sekitar jaring terdapat lingkaran air yang menandakan schooling ikan. Apabila lingkaran yang terlihat kecil berarti ikan yang berkumpul sedikit. Sebaliknya apabila yang terlihat lingkaran besar maka ikan yang berkumpul banyak. Pengangkatan jaring dilakukan secara pelan-pelan dan bertahap agar ikan tetap tenang berada di areal jaring. Penggunaan lampu tabung tanpa reflektor dan lampu tabung bereflektor dilakukan bergantian seiring dengan kelompok waktu penangkapan dalam satu

36 22 malam operasi. Urutan penggunaan lampu tabung dengan dan tanpa reflektor, berbeda disetiap malamnya. Pengukuran iluminasi cahaya dalam air Pengukuran iluminasi cahaya secara horizontal dilakukan dengan menentukan titik yang berjarak 0 m, 1,3 m, 2,6 m dan 3,9 m. Ketiga titik tersebut diukur dari titik tengah kerangka jaring bagan (Gambar 10). Iluminasi cahaya diukur pada setiap kedalaman 1 m hingga kedalaman 9 m di bawah permukaan air pada posisi titik pengukuran iluminasi secara horizontal. Pengukuran iluminasi menggunakan luxmeter dengan skala 2000 lux atau ( ) lux. Lampu tabung tanpa atau dengan reflektor digantungkan pada ketinggian 1 m di atas permukaan air laut. Pengujian lampu tabung bereflektor dan lampu tabung tanpa reflektor dilakukan secara bergantian pada saat operasi penangkapan dalam waktu satu malam dan diulangi lagi pada malam-malam berikutnya. Pengujian lampu dilakukan dengan tenik dan posisi pengukuran yang sama setiap malamnya pada saat operasi penangkapan. Pendataan hasil tangkapan Hasil tangkapan pada setiap perlakuan dictat berdasarkan waktu hauling yang berbeda. Bobot total hasil tangkapan pada setiap perlakuan ditimbang dan diidentifikasi jenisnya. Data yang didapat berupa jenis dan berat total hasil tangkapan, jenis dan berat hasil tangkapan perlampu, dan berat berdasarkan spesies. Selanjutnya hasil tangkapan menggunakan reflektor dan tanpa reflektor dibandingkan. 3.4 Asumsi Penelitian Asumsi dalam penelitian ini adalah suhu, arus, tingkat kecerahan dianggap sama untuk setiap malamnya. Penggunaan lampu tabung tanpa reflektor dan lampu tabung bereflektor diujicobakan secara bergantian dengan urutan berbeda pada setiap malam dengan menggunakan satu unit bagan apung. Penggunaan satu unit bagan apung diasumsikan sama dalam hal kondisi alam yang terjadi pada saat operasi penangkapan, sumberdaya ikan yang tersedia, serta metode pengoperasian bagan apung yang digunakan.

37 Metode Analisis Data Analisis data menggunakan metode deskriptif komparatif. Metode komparatif yaitu melakukan perbandingan terhadap kedua perlakuan lampu yang berbeda. Metode deskriftif yaitu menjelaskan berupa kalimat dari tabel dan grafik hasil perbandingan yang telah dilakukan. Perlakuan pertama menggunakan lampu tabung tanpa reflektor dan perlakuan kedua yaitu lampu tabung dengan reflektor. Data yang diambil berupa nilai iluminasi pada medium udara, medium air, dan komposisi hasil tangkapan. Data tersebut diolah secara komparatif kemudian dijelaskan secara deskriftif dengan berbagai pustaka sebagai pendukungnya. Data hasil penelitian diolah menggunakan software MS-Excell dan Surfer 8.0 untuk melihat pola sebaran cahaya secara vertical dan horizontal. Radar diagram MS-Excell digunakan dalam menampilkan profil iluminasi cahaya pada medium udara. Surfer 8.0 digunakan untuk mengolah data hasil iluminasi cahaya pada medium air, untuk menampilkan profil iluminasi cahayanya. Surfer (Surface Mapping System) merupakan perangkat lunak untuk pengolahan data spasial dan analisa tiga dimensi. Dalam bidang oseanografi, surfer banyak digunakan untuk mengolah dan menampilkan data batimetri, topografi, arus, pola sebaran dan sebagainya. Surfer juga mempermudah dan mempercepat konversi data ke dalam bentuk peta kontur, plot permukaan. wireframe, vektor, gambar, relief, dan post map (modul praktikum Oseanografi Umum ITK IPB, 2012).

38 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iluminasi Cahaya Pada perikanan bagan, cahaya merambat dari medium udara ke air. Perbedaan kerapatan kedua medium tersebut akan mengurangi iluminasi cahaya yang merambat dari udara ke air. Cahaya yang masuk ke dalam air mengalami pengurangan iluminasi. Penelitian ini melakukan pengukuran iluminasi cahaya menggunakan lampu tanpa perlakuan dan lampu dengan perlakuan berupa reflektor. Reflektor yang digunakan berupa kerucut berwarna perak yang dipasang di bawah rumah bagan. Lampu tabung tanpa reflektor memancarkan cahaya ke segala arah, sedangkan lampu tabung dengan perlakuan reflektor memancarkan cahaya yang terfokus pada area jaring Iluminasi cahaya pada medium udara 1) Lampu tabung (tubular lamp) tanpa reflektor pada medium udara Lampu tabung tanpa reflektor menghasilkan cahaya yang memancar ke segala arah dengan nilai iluminasi yang berbeda. Cahaya dengan iluminasi yang rendah memancar ke arah atas, sedangkan cahaya beriluminasi tinggi ke arah samping dan bawah. Iluminasi cahaya yang dipancarkan ke arah samping lampu jauh lebih besar dibandingkan dengan ke arah bawah. Penyebabnya, cahaya yang dipancarkan ke arah samping berasal dari permukaan sisi tabung lampu yang lebih luas dibandingkan dengan bagian bawah. Cahaya iluminasi tertinggi terdapat pada sudut 120 o dan 240 o sebesar 184 lux. Adapun nilai iluminasi terendah adalah pada sudut 0 o dan 360 o sebesar 32 lux. Nilai iluminasi cahaya pada semua sudut pengukuran relatif tidak sama. Tabel 3 adalah tabel nilai iluminasinya dan Gambar 11 adalah profil cahaya iluminasi lampu tabung tanpa reflektor pada medium udara.

39 25 Tabel 3 Nilai iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium udara Sudut ( O ) Nilai (lux) 0 / / / / / / / / / / / / Sumber : Data primer, 2010 Cahaya yang dipancarkan oleh lampu tabung pada sudut 120 o dan 240 o berasal dari permukaan sisi luar lampu dan sisi dalam lampu yang melewati celah di antara tabung spiral. Hal ini yang menyebabkan nilai iluminasinya mencapai maksimum sebesar 184 lux. Pada sudut 0 o dan 360 o, cahaya yang terpancar terhalang oleh kepala lampu, sehingga iluminasinya hanya sedikit yang terukur. Iluminasi cahaya antara sudut 150 o sampai 210 o cenderung bernilai sama. Hal ini disebabkan karena pancaran cahaya hanya bersumber dari lampu tabung bagian bawah dan mengarah pada sudut 180 o. Karena sumber cahayanya hanya berasal dari bagian bawah lampu, iluminasi yang dihasilkan juga rendah dan relatif sama. Iluminasi terendah pada sudut 0 o dan 360 o sebesar 32 lux. Hal ini disebabkan karena pada sudut pengukuran tersebut perambatan cahaya terhalang oleh penutup kepala lampu. Gambar 10 menunjukkan bahwa semua bagian sisi tabung, bagian permukaan luar dan dalam memancarkan cahaya ke segala arah. Cahaya yang memancar ke arah atas pada sudut 0 o dan 360 o terhalang oleh kepala lampu.

40 26 Nilai iluminasi (lux) Profil iluminasi cahaya Gambar 11 Profil iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium Pancaran cahaya pada lampu tabung lebih banyak mengarah ke sudut 45 o o dan 210 o -315 o atau lebih banyak memancar ke arah samping di sekeliling lampu. Sementara lampu yang digunakan sebagai alat bantu penangkapan pada bagan mensyaratkan arah pancaran cahaya hanya secara mendatar di dalam air. Dengan demikian, lampu tabung lebih memungkinkan jika penggunaannya dengan cara ditenggelamkan. Jika lampu tabung digantungkan di atas permukaan air, maka jarak antara lampu dengan air sebaiknya tidak terlalu jauh. Ini dimaksudkan agar seluruh cahaya yang memancar ke samping masuk ke dalam air. Adapun jika lampu ditenggelamkan ke dalam air, maka jarak antara lampu dengan permukaan air juga diusahakan agar tidak terlalu jauh. Pemasangan lampu dengan jarak yang jauh di dalam air mengakibatkan cahaya lampu yang memancar ke arah samping semakin berkurang. Semakin berkurangnya pancaran cahaya ke arah samping menyebabkan cahaya yang masuk ke dalam perairan akan tinggi. Dengan demikian, pancaran cahaya yang masuk ke dalam perairan dapat menarik ikan untuk mendekati cahaya meskipun keberadaan ikan jauh dari sumber cahaya.

41 27 2) Lampu tabung (tubular lamp) bereflektor pada medium udara Penggunaan lampu tabung bereflektor ditujukan agar pancaran cahaya memusat ke arah bawah. Pancaran cahaya ka arah samping menghasilkan nilai iluminasi 0 lux, karena terhalang oleh dinding reflektor. Pancaran cahaya ke arah bawah bernilai iluminasi tinggi, karena merupakan akumulasi iluminasi dari cahaya langsung dan cahaya pantul. Pengukuran iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada setiap sudut pengukuran memberikan nilai yang sangat berbeda. Nilai iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor ditunjukkan pada Tabel 4 dan profil iluminasi cahayanya dijelaskan pada Gambar 12. Tabel 4 Nilai iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium udara Sudut ( o ) Nilai (lux) 0 / / / / / / / / / / / / Sumber : Data primer, 2010 Tabel 4 menunjukkan nilai iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium udara. Pada sudut 0 o sampai sudut 90 o dan sudut 270 o sampai sudut 360 o memiliki nilai iluminasi 0 lux. Iluminasi cahaya tertinggi sebesar 562 lux terdapat pada sudut 180 o. Iluminasi cahaya bernilai rendah pada sudut 105 o dan 255 o sebesar 28 lux. Pada sudut 120 o dan 240 o nilai iluminasi cahaya yang dihasilkan meningkat mencapai 312 lux. Pada sudut 90 o sampai 180 o mengalami peningkatan iluminasi cahaya yang tinggi, sebaliknya pada sudut 180 o sampai 270 o nilai iluminasi cahayanya menurun secara signifikan. Penggunaan reflektor pada lampu tabung berfungsi sebagai pemantul dan pengarah cahaya agar terfokus ke bawah. Pada Gambar 12 ditampilkan arah pancaran cahaya lampu tabung berefektor pada medium udara. Cahaya yang

42 28 memancar ke arah atas dan samping pada sudut 0 o sampai 90 o dan 270 o sampai 360 o bernilai 0. Penyebabnya, pancaran cahaya terhalang oleh dinding reflektor. Dinding reflektor memantulkan cahaya dan memancarkan cahaya ke arah bawah, sehingga pancaran cahaya ke arah atas bernilai iluminasi 0. Nilai iluminasi (lux) Profil iluminasi cahaya Gambar 12 Profil iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium udara Iluminasi cahaya yang dipancarkan lampu tabung bereflektor tidak terukur pada sudut 0 o sampai 90 o dan sudut 90 o sampai 270 o, karena terhalang oleh kepala lampu dan dinding reflektor. Berbeda halnya dengan iluminasi cahaya pada sudut 180 o yang mencapai nilai maksimal sebesar 562 lux. Cahaya yang dipancarkan pada sudut tersebut berasal dari permukaan bawah lampu tabung secara langsung serta cahaya yang dipantulkan dari dinding reflektor ke arah bawah. Karena peristiwa pemantulan inilah nilai iluminasi cahayanya mencapai maksimal. Iluminasi cahaya pada sudut 105 o dan 255 o bernilai iluminasi cahaya rendah sebesar 28 lux karena sumber cahayanya hanya berasal dari sebagian sisi luar tabung dan dalam yang keluar melalui celah antar ulir. Iluminasi cahaya mencapai maksimal pada sudut 180 o sebesar 562 lux, karena pada sudut tersebut iluminasi cahaya yang dihasilkan berasal dari cahaya pantul dari seluruh luas permukaan reflektor dan pancaran cahaya langsung dari bagian bawah, sisi permukaan luar dan dalam lampu tabung secara langsung. Selain itu, pancaran cahaya pada sudut

43 o merambat lurus tanpa terhalang oleh dinding reflektor. Banyaknya cahaya pancaran lampu dan cahaya pantul menyebabkan nilai iluminasi tinggi. Nilai iluminasi cahaya terkecil pada sudut 115 o dan 255 o sebesar 28 lux. Hal ini terjadi karena pengaruh kemiringan sudut reflektor. Kemiringan sudut reflektor sekitar 60 o -70 o. Pengukuran dilakukan pada jarak 1 m dari lampu. Pancaran cahaya yang terjadi pada sudut 115 o dan 255 o tidak mendapat pantulan dan cahaya hanya berasal lampu tabung secara langsung. Pancaran cahaya lampu tabung bereflektor lebih banyak mengarah pada sudut 105 o sampai 255 o atau lebih banyak memancarkan cahaya ke arah bawah. Hal ini disebabkan bentuk reflektor lampu tabung berupa kerucut berperan dalam memusatkan cahaya, sedangkan warna perak pada reflektor lampu tabung berperan dalam memantulkan cahaya sampai 99%. Penggunaan reflektor berbentuk kerucut dan berwarna perak menyebabkan cahaya terfokus pada daerah bawah dan menghasilkan nilai iluminasi yang tinggi sebesar 562 lux. Penggunaan lampu sebagai alat bantu penangkapan pada bagan mensyaratkan arah pancaran cahaya mendatar dan terfokus ke dalam perairan. Penggunaan lampu tabung bereflektor menghasilkan iluminasi cahaya ke arah bawah yang tinggi. Dengan demikian, penggunaan lampu tabung bereflektor sangat baik diterapkan pada proses penangkapan ikan dengan bagan. 3) Perubahan dan perbedaan nilai iluminasi cahaya pada medium udara antara lampu tabung tanpa reflektor dengan lampu tabung bereflektor Iluminasi cahaya pada medium udara antara lampu tabung tanpa reflektor dan lampu tabung bereflektor memiliki nilai dan profil iluminasi yang berbeda. Nilai iluminasi cahaya pada lampu tabung tanpa refektor relatif kecil antara lux. Penambahan reflektor pada lampu tabung menghasilkan pantulan cahaya yang maksimal, sehingga iluminasi cahayanya meningkat mencapai 562 lux. Perubahan nilai iluminasi cahaya ketika diberi perlakuan reflektor kerucut berwarna perak ditunjukkan pada Gambar 13.

44 30 Gambar 13 Perubahan iluminasi cahaya antara lampu tabung tanpa reflektor dan lampu tabung bereflektor pada medium udara Gambar 13 menjelaskan perbedaan nilai iluminasi cahaya antara lampu tabung tanpa reflektor dengan lampu tabung bereflektor. Pada sudut antara 0 o -90 o, dan 270 o -360 o nilai iluminasi cahaya pada lampu tabung bereflektor tidak terukur sehingga nilai iluminasinya 0 lux. Hal ini berbeda dengan lampu tabung tanpa reflektor yang memiliki nilai iluminasi antara lux. Pada sudut pengukuran tersebut lampu tabung tanpa reflektor memancarkan cahaya ke segala arah tanpa adanya hambatan. Adapun pada lampu tabung bereflektor pancaran cahaya terhalang oleh tudung reflektor. Garis berwarna biru terlihat agak mendatar dengan bertambahnya nilai iluminasi relatif rendah disetiap sudutnya dibandingkan lampu tabung bereflektor. Penurunan iluminasi terjadi pada sudut 120 o, 150 o, dan 180 o. Garis berwarna merah menunjukkan nilai iluminasi pada lampu tabung menggunakan reflektor. Garis yang terbentuk adalah parabola yang menunjukkan adanya kenaikan nilai. Nilai iluminasi meningkat secara signifikan dari sudut 90 o ke sudut 180 o. Perbedaan nilai iluminasi terlihat jelas antara sudut 90 o -180 o yaitu pada lampu tabung tanpa reflektor mengalami penurunan, sedangkan pada lampu tabung bereflektor mengalami peningkatan nilai iluminasi yang sangat tinggi mencapai 562 lux.

45 Iluminasi cahaya pada medium air 1) Lampu tabung (tubular lamp) tanpa reflektor pada medium air Lampu tabung tanpa reflektor memancarkan cahaya ke segala arah di areal perairan. Iluminasi cahaya yang dihasilkan memiliki nilai yang berbeda. Datanya ditunjukkan pada Tabel 5 dan profil iluminasi cahaya dijelaskan pada Gambar 14. Iluminasi cahaya pada medium air menggunakan lampu tabung tanpa reflektor hanya dapat terukur pada kedalaman 6 m. Hal ini berbeda dengan hasil ketika diberikan perlakuan reflektor yang mampu mencapai kedalaman 9 m. Iluminasi tertinggi adalah pada kedalaman 1 m dan yang terendah adalah 6 m. Iluminasi berkurang seiring bertambahnya kedalaman. Tabel 5 Nilai iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium air Titik Pengukuran (m) D (m) & Nilai iluminasi (lux) 3,9 2,6 1,3 0 1,3 2,6 3,9-1 7,8 33,3 54,5 51,7 54,5 33,3 7,8-2 9,2 23,7 33,7 27,7 33,7 23,7 9,2-3 6,4 12,3 17, ,8 12,3 6,4-4 3,3 9,9 6,8 5,9 6,8 9,9 3,3-5 1,1 6,6 3,3 2 3,3 6,6 1,1-6 0,1 2 1,8 1,3 1,8 2 0,1 Sumber : Data primer, 2010 Pada Gambar 14 ditunjukkan profil iluminasi cahaya lampu tabung di dalam medium air. Iluminasi cahaya tertinggi berada pada titik pengukuran 2,6 m pada kedalaman 1 m sebesar 54,5 lux. Arah pancaran cahaya yang terjadi menyebar ke segala arah dan memiliki nilai iluminasi cahaya yang berbeda di setiap titik pengukuran dan kedalaman. Penggunaan lampu tabung tanpa perlakuan reflektor dengan cara menggantungkan lampu apa adanya di bawah rumah bagan, membuat arah pancaran menyebar ke segala arah tidak terfokus sehingga iluminasi yang dihasilkan relatif kecil.

46 32 Kedalaman (m). Jarak posisi pengukuran (m) Gambar 14 Profil iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium air Nilai iluminasi cahaya yang terukur berkisar antara 0,1-54,5 lux. Iluminasi cahaya yang tinggi rata-rata terjadi pada kedalaman 1-3 m. Pada kedalaman 4-5 m, nilai iluminasi cahaya cenderung rendah. Iluminasi terendah terjadi pada titik pengukuran 3,9 m pada kedalaman 6 m. Semakin jauh sumber cahaya, nilai ilumnasi cahaya akan semakin berkurang. Pancaran cahaya lampu tanpa reflektor mencapai kedalaman 6 m di bawah permukaan laut. Iluminasi cahaya tertinggi adalah 54,5 lux pada kedalaman 1 m di bawah permukaan laut. Arah pancaran cahaya menyebar ke segala arah. Cahaya tidak dipantulkan atau dibiaskan sehingga kekuatan iluminasinya kecil. Pada Gambar 14 terlihat bahwa cahaya terang pada kedalaman 1-2 m. Hingga kedalaman 3 m pancaran cahaya masih terang meskipun sedikit. Pada kedalaman 3-6 m pancaran cahayanya semakin sedikit. Pada kedalaman 6 m ke bawah, pancaran cahaya tidak terlihat.

47 33 Dengan demikian dapat diartikan bahwa posisi kedalaman yang dekat dengan sumber cahaya mempunyai iluminasi yang tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin bertambah kedalaman, maka semakin kecil nilai iluminasi yang dihasilkan. Karena iluminasi cahaya berbanding lurus dengan jarak. Hal ini dapat dibuktikan dengan rumus E = I/r 2. Dimana E adalah nilai iluminasi cahaya (lux), I adalah nilai intensitas cahaya (c = Cd), dan r 2 adalah jarak dari sumber cahaya (Cayless dan Maersdeen 1983). 2) Lampu tabung (tubular lamp) bereflektor pada medium air Penggunaan reflektor pada lampu tabung ditujukan agar arah pancaran cahaya terpusat ke arah bawah bagan. Cahaya yang dipancarkan lampu tabung bereflektor sebagian masuk kedalam air dan sebagian lainnya dipantulkan oleh permukaan air. Profil iluminasi dihasilkan saat proses penangkapan bagan apung. Iluminasi tertinggi ada pada posisi 1,3 m pada kedalaman 1 m di bawah permukaan laut. Iluminasi semakin menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman perairan. Pada posisi 3,9 m dengan kedalaman 7 m, nilai iluminasinya tidak terukur. Pada posisi (0, 1,3, 2,6, dan 3,9) m, pada kedalaman kurang dari 7 m di bawah permukaan laut memiliki nilai iluminasi yang rendah. Tabel 6 menunjukkan nilai iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor dan Gambar 15 menjelaskan profil iluminasinya. Tabel 6 Nilai iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium air Titik pengukuran (m) D (m) & nilai iluminasi (lux) 3,9 2,6 1,3 0 1,3 2,6 3,9-1 5,5 19, , ,25 5,5-2 4,8 16,5 41,25 78,3 41,25 16,5 4,8-3 3,5 13,25 33,25 29,0 33,25 13,25 3,5-4 3,3 11, , ,3 3,3-5 1,8 9 12,8 10,3 12,8 9 1,8-6 0,8 6,25 7,25 1,8 7,25 6,25 0, ,5 3,75 1,0 3,75 3, ,75 2 2,3 2 1, ,5 0,3 0,8 0,3 0,5 0 Sumber : Data primer, 2010

48 34 Kedalaman (m) Jarak posisi pengukuran (m) Gambar 15 Profil iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium air Gambar 15 menunjukkan profil sebaran cahaya lampu tabung bereflektor berdasarkan nilai iluminasinya. Iluminasi cahaya tertinggi pada lampu tabung bereflektor adalah sebesar 162,5 lux pada posisi pengukuran 1,3 m kedalaman 1 m di bawah permukaan air laut. Iluminasi cahaya pada lampu tabung bereflektor lebih besar daripada lampu tabung tanpa reflektor. Penyebabnya adalah, cahaya yang masuk ke dalam perairan merupakan hasil pantulan dari reflektor dan cahaya lampu itu sendiri sehingga nilai iluminasinya tinggi. Arah pancaran cahaya yang terjadi adalah memusat ke arah bawah perairan, sehingga pada kedalaman 9 m, nilai iluminasinya masih terukur. Iluminasi cahaya yang terjadi setelah menggunakan reflektor mencapai kedalaman 9 m di bawah permukaan air laut. Penggunaan reflektor kerucut dan berwarna perak berfungsi dalam pemantulan dan pemusatan cahaya pada bagan apung. Penggunaan cahaya yang terfokus diharapkan mampu meningkatkan efektifitas penangkapan ikan dengan bagan.

49 Komposisi Hasil Tangkapan Komposisi hasil tangkapan total 1) Berdasarkan jenis organisme Komposisi jenis hasil tangkapan total bagan terdiri atas kembung (Rastreliger sp), tembang (Sardinella fimbriata), tongkol (Auxis thazard), bawal (Pampus argentus), cumi-cumi (Loligo sp), teri (Stolephorus sp), layur (Trichiurus sp), dan rebon (Mysis sp). Hasil tangkapan didominasi oleh jenis ikan pelagis kecil. Berat setiap jenis hasil tangkapan tersebut dijelaskan pada Gambar 16. Hasil tangkapan secara total menghasilkan jenis ikan yang berbeda. Hal ini disebabkan karakteristik sumberdaya ikan di Palabuhanratu beraneka ragam (multispesies). Faktor lainnya adalah pengaruh musim dan teknologi proses penangkapan ikan yang menyebabkan banyak atau sedikitnya hasil tangkapan. Gambar 16 Komposisi berat hasil tangkapan total bagan apung berdasarkan jenis Jenis tembang merupakan hasil tangkapan terberat. Beratnya mencapai 65,8 kg atau 41% dari berat total tangkapan. Selanjutnya kembung seberat 28,2 kg (18%), diikuti oleh bawal 20,5 kg (13 %), cumi-cumi 16,5 kg (10%), tongkol 14 kg (9%), layur 8 kg (5%), teri 5 kg (3%), dan rebon 3 kg (2%). Tembang bersifat fototaksis positif yang menyenangi cahaya terang. Habitatnya di sepanjang perairan pantai dan merupakan spesies permukaan (Gunarso 1988). Pengoperasian bagan di perairan pantai dengan menggunakan

50 36 alat bantu cahaya menyebabkan jenis tembang banyak tertangkap. Apalagi waktu penangkapan dilakukan pada bulan Agustus dan September. Organisme dominan kedua yang tertangkap adalah kembung yang merupakan jenis ikan fototaksis positif (Pasaribu 1967). Kembung merupakan ikan pelagis yang daerah penyebarannya luas, selalu hidup bergerombol, dapat berenang dengan cepat, dan menyukai makanan berupa zooplankton (Gunarso 1988). Penggunaan cahaya pada bagan mengakibatkan terdapat banyak plankton di sekitar bagan dan otomatis mengundang kembung datang. Kedua hal inilah yang menyebabkan kembung banyak tertangkap. Tembang dan kembung sangat mungkin tertangkap oleh bagan. Penyebabnya, musim penangkapan kedua jenis ikan ini berlangsung sepanjang tahun. Data statistik PPN Palabuhanratu (2009) menyebutkan, tembang dan kembung di daratkan sepanjang tahun. Kembung biasanya hidup lebih mendekati pantai dan membentuk gerombolan besar. Daerah penyebarannya di perairan pantai Indonesia dengan konsentrasi terbesar di Laut Jawa (Suhendra et al 1990). Dapat dipastikan bahwa Palabuhanratu terdapat sumberdaya ikan kembung yang relatif banyak. Penangkapan menggunakan bagan cukup efektif dalam menangkap ikan kembung. Hal ini dikarenakan, kembung cenderung berada di permukaan perairan pada malam hari dan mencari cahaya. Pasaribu (1967) mengatakan bahwa pada malam hari dalam keadaan gelap, kembung berada di lapisan permukaan. Bagian punggung ikan ini kelihatan berkilau-kilau. Adanya cahaya menyebabkan kembung mudah terlihat. Itulah sebabnya kenapa penangkapan kembung umumnya dilakukan pada malam hari dalam keadaan gelap. Bawal termasuk ikan karnivora pemakan daging, hidup bergerombol dalam jumlah yang kecil dan mencari mangsa ikan kecil dan udang. Ini terlihat dari bentuk giginya yang tajam. Ikan ini tergolong predator sejati. Bawal yang tertangkap bagan kemungkinan besar sedang mencari makanan berupa ikan-ikan kecil dan udang di sekitar bagan (Dirjen Perikanan Budidaya 2011). Subani (1989) menambahkan bawal merupakan hasil tangkapan sampingan bagan apung. Jenis tangkapan lainnya berupa cumi-cumi 16,5 kg, atau 10% dari total tangkapan. Cumi-cumi digolongkan sebagai hewan karnivora karena cumi-cumi

51 37 memakan udang dan ikan-ikan pelagis kecil yang ditangkap dengan tentakelnya (Barnes 1987). Menurut Raharjo dan Bengen (1984), komponen makanan yang paling sering ditemukan dalam lambung cumi-cumi adalah ikan-ikan kecil dan crustacea. Habitat cumi-cumi adalah di dasar perairan. Brodziak and Hendrickson (1999), mengatakan bahwa cumi-cumi digolongkan sebagai organisme demersal karena sering berada di dasar perairan. Cumi-cumi melakukan pergerakan diurnal. Pada siang hari cumi-cumi berkelompok di dekat dasar perairan dan menyebar di kolom perairan pada malam hari. Cumi-cumi tertangkap karena mendekat ke arah bagan akibat rangsangan cahaya dan mencari makanan berupa ikan-ikan pelagis kecil. Tongkol yang tertangkap bagan seberat 14 kg (9%). Jenis ikan ini merupakan hasil tangkapan sampingan pada bagan apung. Tongkol merupakan jenis ikan pelagis, hidup di perairan pantai dan oseanis, dapat mencapai panjang 58 cm, dan tersebar luas di perairan tropis dan sub tropis (Paristiwady 2006). Jenis tongkol adalah pemakan ikan-ikan kecil, seperti teri, larva ikan sardine, dan cumi-cumi. Tongkol hanya tertangkap bagan pada sore hari di saat langit masih terang. Menurut Gunarso (1988), tongkol tergolong kelompok jenis ikan predator diurnal. Keberadaan ikan-ikan kecil di sekitar bagan akan mengundang tongkol untuk datang. Layur tersebar luas pada semua perairan tropis dan sub tropis di dunia (Matsuda et al 1975). Ikan ini menyebar hampir di semua perairan pantai Indonesia (Dirjen Perikanan Tangkap 1979). Beberapa jenis layur, menurut Nontji (1987), banyak terdapat di perairan pantai Pulau Jawa. Menurut Badrudin et al (2004), layur termasuk ikan buas. Hal ini terlihat dari susunan gigi-giginya yang tajam. Makanannya adalah hewan berukuran kecil, seperti rebon, larva udang dan ikan-ikan kecil (teri, sardin, dan larva layur). Layur tertangkap karena mencari makan di sekitar bagan. Layur hidup pada perairan pantai yang dalam dengan dasar lumpur. Walau digolongkan dalam jenis ikan demersal, ikan jenis ini biasanya muncul ke pemukaan pada waktu senja untuk mencari makan (Wewengkang 2002).

52 38 Teri dan rebon adalah organisme yang paling sedikit tertangkap pada bagan apung. Padahal teri dan rebon adalah komoditas utama hasil tangkapan bagan. Teri tertangkap seberat 5 kg dan udang rebon tertangkap paling sedikit seberat 3 kg. Sedikitnya hasil tangkapan teri dan rebon disebabkan oleh keberadaan predator yang cukup banyak di area jaring bagan apung serta musim ikan yang terjadi. Selain itu, pengoperasian bagan antara Agustus-September bukan musim teri. Puncak-puncak musim teri berlangsung antara April-Mei dan Desember- Januari (Hutomo et al 1987). Jenis teri memiliki variasi pergerakan renang yang jelas di kedalaman tertentu pada waktu siang hari. Jenis ikan ini akan muncul ke permukaan pada waktu malam. Dengan bantuan cahaya yang maksimal, teri akan muncul ke permukaan laut. Teri bersifat fototaksis positif (Gunarso 1988). Teri tertangkap pada bagan apung karena memiliki respon yang positif terhadap cahaya. Selain itu, ikan teri memiliki tingkah laku hidup bergerombol yang memudahkan ikan tertangkap pada bagan. Pada saat musim puncak, teri merupakan hasil tangkapan utama pada bagan apung. 2) Berdasarkan waktu penangkapan Hasil tangkapan bagan berdasarkan waktu penangkapan agak berbeda, baik dalam jenis maupun berat tangkapan. Komposisi jenis ikan pada waktu penangkapan antara pukul meliputi tembang seberat 20 kg, kembung (10,5 kg), tongkol (8,1 kg), layur (5 kg), dan teri (2 kg). Waktu penangkapan antara meliputi tembang (23,8 kg), kembung (11 kg), dan cumi-cumi (1,5 kg). Adapun waktu penangkapan mendapatkan tembang (22 kg), kembung (6,7 kg), bawal (20,5 kg), cumi-cumi (15 kg), tongkol (6,9 kg), layur (3 kg), teri (3 kg), dan rebon (3 kg). Komposisi berat setiap jenis tangkapan bagan berdasarkan waktu penangkapan dijelaskan pada Gambar 17..

53 39 Gambar 17 Komposisi berat hasil tangkapan total bagan apung berdasarkan Berdasarkan Gambar 17, komposisi jenis tangkapan terbanyak pada waktu penangkapan antara pukul dengan 8 jenis ikan seberat 79,1 kg. Posisi kedua antara pukul seberat 45,6 kg dengan 3 jenis ikan, dan yang paling sedikit adalah waktu penangkapan antara pukul seberat 36,3 kg dengan 5 jenis ikan. Komposisi berat total berdasarkan interval waktu dipengaruhi oleh tingkah laku waktu makan ikan. Ikan jenis tembang dan kembung tertangkap di ketiga waktu penangkapan. Pada penangkapan pertama antara pukul keberadaan tembang dan kembung banyak terlihat di perairan. Tembang adalah fototaksis positif atau peka terhadap cahaya, sedangkan kembung tergolong ikan pemakan plankton hewani (Gunarso 1988). Pengoperasian bagan menggunakan cahaya dengan cepat mengundang plankton untuk datang. Keberadaan tembang dan kembung dalam jumlah yang besar serta ketepatan waktu makan inilah yang menyebabkan tembang dan kembung banyak tertangkap disemua waktu penangkapan. Tembang paling banyak tertangkap pada waktu penangkapan pukul seberat 23,8 kg, selanjutnya antara pukul seberat 22 kg dan pukul seberat 20 kg. Pada penangkapan pertama ( ), tembang masih banyak tertangkap daripada ikan jenis lainnya, namun paling sedikit jika dibandingkan dengan waktu penangkapan kedua ( ) dan ketiga ( ). Hal ini sesuai dengan pendapat Tupamahu (2003) yang menjelaskan bahwa indeks kandungan isi lambung ikan tembang pada pukul

54 adalah 0,41 menurun ke 0,28 pada pukul dan 0,20 pukul Selanjutnya pukul 20.00, 21.00, 22.00, dan nilainya berfluktuasi antara 0,16 dan 0,22. Kembung lebih banyak tertangkap pada penangkapan antara pukul dan pukul yang mencapai berat 11 kg. Pada waktu penangkapan berat tangkapan kembung menurun hanya seberat 6,7 kg. Menurut Laevastu dan Hayes (1981), kembung adalah ikan yang aktif pada siang hari dan banyak muncul ke permukaan pada pagi dan sore hari. Pada siang hari, dimana cahaya matahari mecapai maksimum gerombolan kembung berada di dasar perairan. Jenis ikan lain yang banyak tertangkap adalah bawal (Pampus argentus) seberat 20,5 kg. Bawal tertangkap hanya pada waktu penangkapan antara pukul , sedangkan waktu penangkapan yang lainnya bawal tidak tertangkap. Bawal merupakan ikan dominan kedua yang tertangkap setelah tembang pada waktu penangkapan pukul Bawal, kembung, dan tembang merupakan ikan yang dominan tertangkap pada perikanan bagan dengan nilai berat total yang tinggi. Selain bawal, cumi-cumi juga tertangkap pada bagan cukup banyak. Cumi-cumi tertangkap pada bagan seberat 16,5 kg. Cumi-cumi tidak tertangkap di awal waktu penangkapan. Cumi-cumi tertangkap pada waktu setelah malam dan menjelang pagi antara pukul dan Cumi-cumi tertangkap seberat 15 kg pada waktu penangkapan antara pukul , sedangkan pada waktu penangkapan antara cumi-cumi yang tertangkap sedikit hanya 1,5 kg. Cumi-cumi mengalami peningkatan berat hasil tangkapan berdasarkan waktu penangkapan. Tongkol tertangkap seberat 15 kg. Tongkol tertangkap pada waktu penangkapan antara pukul seberat 8,1 kg dan waktu penangkapan antara pukul seberat 6,9 kg. Waktu penangkapan antara pukul tongkol tidak tertangkap. Layur juga tertangkap pada perikanan bagan. Layur tertangkap pada bagan cukup besar seberat 8 kg. Layur banyak tertangkap seberat 5 kg pada waktu penangkapan antara pukul dan 3 kg antara

55 41 pukul Waktu penangkapan antara pukul layur tidak tertangkap sama sekali. Teri hanya tertangkap seberat 5 kg. Teri tertangkap pada waktu penangkapan antara pukul seberat 2 kg dan waktu penangkapan antara pukul seberat 3 kg. Pada waktu penangkapan antara pukul teri tidak tertangkap. Jenis ikan lainnya yang sedikit tertangkap adalah rebon. Rebon hanya tertangkap pada waktu penangkapan antara pukul seberat 3 kg. Teri dan rebon merupakan hasil tangkapan dengan jumlah sedikit dalam proses penangkapan. Hasil tangkapan bagan secara keseluruhan didominasi oleh jenis-jenis ikan pelagis kecil, seperti tembang, kembung, dan teri. Ikan-ikan predator seperti layur juga tertangkap. Hal ini yang menyebabkan teri, rebon dan ikan kecil lainnya mengalami penurunan hasil tangkapan. Hasil tangkapan teri dan rebon relatif sedikit akibat adanya ikan predator yang memburunya. Sebagian teri pergi menghindar dan sebagian lainnya dimakan oleh serangan ikan-ikan predator Komposisi hasil tangkapan dengan lampu tabung tanpa reflektor 1) Berdasarkan jenis organisme Penggunaan lampu tabung tanpa reflektor pada penangkapan bagan menghasilkan 7 jenis ikan, yaitu cumi (Loligo sp), rebon (Mysis sp), tongkol (Auxis thazard), tembang (Sardinella fimbriata), teri (Stolephorus sp), layur (Trichiurus sp), dan kembung (Rastreliger sp). Komposisi hasil tangkapan bagan apung dengan lampu tabung tanpa reflektor seberat 65,1 kg. Setiap jenis tangkapan memiliki berat yang berbeda-beda. Gambar 18 menjelaskan komposisi berat hasil tangkapan bagan menggunakan lampu tabung tanpa reflektor berdasarkan jenis ikan. Tembang merupakan jenis ikan yang paling banyak tertangkap oleh bagan apung tanpa reflektor. Berat total tembang yang tertangkap, yaitu 21,8 kg atau sebesar 33%. Hasil tangkapan dominan selanjutnya adalah kembung seberat 13,8 kg sebesar 21%. Adapun hasil tangkapan lainnya berupa cumi 8,5 kg (13%), layur 8 kg (12%), tongkol 5 kg (8%), teri 5 kg (8%), dan yang terendah adalah rebon seberat 3 kg atau (5%).

56 42 Gambar 18 Komposisi berat hasil tangkapan bagan apung menggunakan lampu Hasil tangkapan bagan apung menggunakan lampu tabung tanpa reflektor menghasilkan ikan yang beraneka ragam. Hal ini dikarenakan lampu tabung tanpa reflektor menghasilkan cahaya yang menyebar ke segala arah. Dengan pancaran cahaya yang menyebar, ikan akan terangsang untuk datang meskipun jaraknya jauh dari sumber cahaya. Tembang merupakan jenis ikan yang paling mendominasi, memiliki ciri pemakan plankton dan hidup bergerombol. Ikan ini membutuhkan cahaya untuk membentuk gerombolan besar (Ben Yami 1987). Cahaya lampu tabung tanpa reflektor memiliki nilai iluminasi antara 0,1-54,5 lux pada kedalaman 1-3 m. Pada kedalaman tersebut gerombolan tembang mendatangi cahaya. Pada kedalaman 4-6 m, nilai iluminasi cahaya cenderung menurun. Iluminasi terendah terjadi pada kedalaman 6 m pada posisi titik pengukuran terjauh (3,9 m). Tobing (2008) menjelaskan tembang selalu mencari daerah yang iluminasinya rendah, kemudian membentuk gerakan renang bergerombol. Jika terdapat makanan, ikan tembang akan makan dengan tetap bergerombol dan bertahan di daerah iluminasi tersebut. Cahaya yang menyebar ke segala arah mengundang tembang datang ke bagan. Selanjutnya, tembang berenang secara bergerombol menuju daerah dengan iluminasi yang rendah untuk mencari plankton makanannya. Gerombolan

57 43 tembang tetap bertahan di sekitar bagan pada daerah iluminasi rendah hingga akhirnya tertangkap. Kembung dan teri merupakan ikan pelagis yang memakan plankton. Kedua jenis ikan ini suka hidup bergerombol. Pancaran cahaya yang menyebar ke segala arah mengundang plankton-plankton untuk berkumpul, hidup dan berkembangbiak. Plankton menyukai cahaya yang redup atau daerah dengan iluminasi yang rendah (Basmi 1995). Melimpahnya keberadaan plankton menyebabkan jumlah kembung cukup banyak. Hasil tangkapan teri relatif sedikit, karena pada saat penelitian sedang tidak musim teri dan jumlah predator di sekitar kerangka jaring bagan sangat banyak. Rebon bersifat fototaksis positif terhadap cahaya. Hasil tangkapan rebon, paling sedikit pada lampu tabung tanpa refelektor. Hal ini, dikarenakan iluminasi cahaya yang dihasilkan rendah dan menyebar ke segala arah. Menurut Wahyudi (2009), rebon akan mendekat dan berkumpul pada perairan dengan iluminasi cahaya yang tinggi. Rebon memakan fitoplankton dan zooplankton yang tertarik cahaya di sekitar lampu. Adanya cahaya menyebabkan plankton berkumpul. Rebon yang tertangkap pada bagan adalah rebon yang hanya dapat mendeteksi keberadaan cahaya di bawah areal jaring. Rebon yang sudah berada di areal jaring akan memakan plankton kemudian tertangkap bagan ketika dilakukan pengangkatan jaring. Layur, tongkol, dan cumi-cumi adalah jenis ikan predator yang memakan ikan-ikan kecil. Layur tergolong jenis ikan buas yang mempunyai gigi-gigi yang kuat untuk memakan mangsanya (Badrudin et al 2004). Juvenil layur memangsa ikan kecil, sedangkan layur dewasa memangsa cumi-cumi dan ikan-ikan kecil lainnya. Tongkol adalah predator diurnal yang aktif mencari mangsa pada siang hari (Gunarso 1988). Makanan tongkol adalah ikan-ikan kecil, seperti teri, sardin larva ikan, dan cumi-cumi. Adapun cumi-cumi tergolong kedalam ikan karnivora yang bersifat fototaksis positif atau peka terhadap rangsang cahaya. Makanannya berupa ikan-ikan kecil dan crustacea (Raharjo dan Bengen 1984). Cumi-cumi mendekat ke bagan karena adanya ikan-ikan kecil yang berkumpul di sekitar lampu.

58 44 Keberadaan plankton di sekitar cahaya lampu menarik ikan untuk masuk ke dalam areal kerangka jaring. Rantai makanan dan persaingan dalam memperebutkan mangsa terjadi di areal kerangka jaring apung. Cumi-cumi memakan ikan-ikan kecil, seperti teri dan rebon. Adapun tongkol dan layur memakan cumi dan ikan lainnya. Dari ketiga predator tersebut, layur tertangkap dalam jumlah terbanyak. 2) Berdasarkan waktu penangkapan Pengoperasian bagan dibagi atas 3 waktu penangkapan, yaitu antara pukul , , dan Hasil tangkapan bagan apung dengan lampu tabung tanpa reflektor berdasarkan waktu penangkapan dijelaskan pada Gambar 19. Gambar 19 Komposisi berat hasil tangkapan bagan apung dengan lampu tabung Bagan apung dengan lampu tabung tanpa reflektor menghasilkan jenis dan berat ikan yang berbeda pada setiap waktu penangkapan. Penangkapan antara pukul menghasilkan 5 jenis ikan dengan berat total 24,2 kg. Rinciannya adalah layur (Trichiurus sp) seberat 5 kg, kembung (Rastreliger sp) seberat 6,1 kg, tembang (Sardinella fimbriata) seberat 6,1 kg, tongkol (Auxis thazard) seberat 5 kg, dan teri (Stolephorus sp) seberat 2 kg. Pengangkatan jaring antara pukul mendapatkan hasil tangkapan paling sedikit hanya 2 jenis ikan (12,9 kg), yaitu kembung seberat 4,5 kg dan tembang 8,4 kg. Hasil tangkapan terbanyak terjadi pada waktu penangkapan antara pukul

59 45 sebanyak 6 jenis ikan (28 kg) yang terdiri atas teri 3 kg, layur 3 kg, kembung 3 kg, tembang 7,3 kg, rebon 3 kg, dan cumi-cumi 8,5 kg. Hasil tangkapan paling banyak tertangkap antara pukul Pada penangkapan kedua antara pukul , jumlah tangkapan menurun dari penangkapan pertama pukul Hasil ini sejalan dengan penelitian Tobing (2008) yang mengatakan bahwa ikan banyak tertangkap pada interval waktu I (pukul ) dan III (pukul ). Adapun pada interval II (pukul ) hasil tangkapan menurun dan jumlahnya sedikit. Hal ini dipengaruhi oleh kecenderugan waktu makan tembang. Sepanjang waktu penangkapan, tembang adalah jenis ikan terbanyak yang tertangkap. Keberadaan tembang melimpah di perairan seiring dengan bertambahnya jumlah plankton. Plankton berada di sekitar bagan akibat pancaran cahaya dari lampu. Basmi (1995) mengatakan bahwa plankton akan hidup dan berkembangbiak pada daerah yang cukup cahaya. Dengan sifat fototaksisnya, tembang langsung menuju ke arah cahaya yang nilai iluminasinya tinggi. Tembang paling banyak tertangkap karena gerombolan tembang dalam jumlah besar berada pada sekitar jaring bagan. Jenis ikan dominan lain yang tertangkap antara pukul adalah kembung. Kembung mendominasi hasil tangkapan karena kembung merupakan ikan pelagis yang memiliki daerah penyebaran yang luas. Selain itu, kembung memiliki sifat cenderung berenang mendekati permukaan air pada waktu malam hari dan pada siang hari turun ke lapisan yang lebih dalam. Kembung muncul ke permukaan untuk mencari makanan berupa plankton secara bergerombol. Itulah yang menyebabkan kembung juga dominan tertangkap setelah tembang. Pada waktu penangkapan antara pukul , ikan yang tertangkap hanya 2 jenis, yaitu tembang dan kembung. Masing-masing beratnya adalah 8,4 kg dan 4,5 kg. Jenis tembang mengalami peningkatan jumlah total dari waktu penangkapan antara pukul ke waktu penangkapan antara pukul Hal ini dikarenakan sumberdaya ikan yang terdapat di perairan didominasi oleh tembang. Ikan-ikan kecil lainnya tidak tertangkap karena terdapat kembung sebagai predatornya. Hasil tangkapan kembung menurun pada penangkapan pukul

60 karena terdapat bawal yang mendomimasi pada waktu penangkapan tersebut. Penangkapan antara pukul mendapatkan tembang yang masih cukup banyak dengan berat 7,3 kg. Pada waktu tersebut, organisme yang paling banyak tertangkap adalah cumi-cumi. Hal ini diduga bahwa waktu makan cumi adalah pada waktu tengah malam menjelang pagi hari. Cumi-cumi mendominasi hasil tangkapan karena terdapat habitat cumi di perairan sekitar bagan. Hasil tangkapan lainnya, yaitu teri, layur, rebon dan tongkol. Teri dan layur tertangkap pada pukul dan Dalam hal jumlah, teri mengalami peningkatan sedangkan layur menurun. Pada waktu pengangkatan jaring ke-2 antara pukul , teri dan layur tidak tertangkap. Jenis ikan yang tertangkap hanya tembang dan layur. Pada waktu penangkapan antara pukul hasil tangkapan bertambah dengan kehadiran rebon. Rebon tertangkap hanya pada waktu tersebut Komposisi hasil tangkapan dengan lampu tabung bereflektor 1) Berdasarkan organisme Perikanan bagan mensyaratkan cahaya yang terfokus ke dalam perairan. Dengan cahaya yang terfokus ke dalam perairan dapat meningkatkan efektifitas penangkapan ikan dengan bagan. Penggunaan reflektor kerucut berwarna perak pada lampu tabung mampu menghasilkan iluminasi cahaya yang maksimal dan terfokus ke arah bawah bagan, sehingga hasil tangkapan bagan apung meningkat. Jenis ikan yang tertangkap setelah menggunakan reflektor kerucut umumnya memiliki nilai ekonomis penting lebih tinggi seperti bawal. Bawal adalah jenis ikan dengan harga yang tinggi atau mahal di pasaran. Jumlah bawal dan jenis ikan lainnya yang tertangkap ditunjukkan pada Gambar 20. Penggunaan lampu tabung dengan reflektor pada bagan apung menghasilkan 4 jenis ikan dan cumi-cumi dengan berat total mencapai 95,9 kg. Rinciannya adalah kembung (Rastreliger sp) 14,4 kg atau sebesar 15% dari berat total hasil tangkapan, tembang (Sardinella fimbriata) 44 kg atau sebesar 46%, tongkol (Auxis thazard) 9 kg atau sebesar 9%, bawal (Pampus argentus) 20,5 kg atau sebesar 21%, dan cumi-cumi (Loligo sp) 8 kg sebesar 8%.

61 ,4 9 8 Gambar 20 Komposisi berat hasil tangkapan bagan apung dengan lampu tabung Dari Gambar 20, jenis hasil tangkapan terberat adalah tembang. Tembang adalah ikan fototaksis positif yang tertangkap pada bagan menggunakan lampu tabung bereflektor. Tembang menyenangi cahaya yang datang dari arah dorsal tubuhnya. Parrish (1962) diacu dalam Gunarso (1988) menambahkan bahwa ikan akan cenderung berorientasi ke arah kanan dari arah datangnya cahaya. Lampu tabung tanpa reflektor memiliki nilai iluminasi cahaya yang tinggi sebesar 162,5 lux di permukaan air laut. Tembang adalah jenis hasil yang paling peka dan paling cepat mendekati bagan di sekitar areal bagan. Habitat tembang adalah di sepanjang perairan pantai dan merupakan spesies permukaan (Gunarso 1988). Jenis kembung yang tertangkap adalah kembung perempuan dan kembung lelaki. Kedua jenis ikan tersebut termasuk dalam famili Scombridae, yaitu jenis ikan yang suka hidup bergerombol. Ikan jenis ini, menurut (Gunarso 1988), biasanya hidup lebih mendekati pantai dan termasuk predator bagi ikan-ikan kecil lainnya, seperti teri dan rebon. Plankton adalah organisme laut yang dapat hidup dan berkembangbiak dengan bantuan cahaya (Basmi 1995). Keberadaan plankton di sekitar cahaya mengundang teri dan rebon -- jenis ikan pemakan plankton -- untuk datang mencari makanan (Gunarso 1988). Selanjutnya keberadaan teri dan rebon menyebabkan kembung mendekat ke arah bagan. Teri dan rebon sebagian termakan oleh kembung dan predator lainnya, sedangkan sebagian lainnya lagi menyebar menghindari predator. Hal inilah yang menyebabkan teri dan rebon

62 48 dapat tidak tertangkap sama sekali, sedangkan kembung tertangkap dalam jumlah banyak. Tongkol, bawal dan cumi-cumi adalah organisme predator yang tertangkap pada bagan apung bereflektor. Gunarso (1988) menggolongkan tongkol ke dalam kelompok spesies predator diurnal yang memburu mangsanya terlebih dahulu untuk dimakan. Bawal ikan buas, termasuk ikan karnivora pemakan daging, hidup bergerombol dalam jumlah yang kecil dan memangsa ikan-ikan kecil, siput dan udang. Hal ini dilihat dari susunan gigi-giginya yang tajam. (Dirjend Perikanan Budidaya 2011). Cumi-cumi digolongkan sebagai hewan karnivora karena memakan udang dan ikan-ikan pelagis yang ditangkap dengan tentakelnya (Barnes 1987 diacu dalam Tasywiruddin 1999). Ikan-ikan jenis predator adalah yang paling mendominasi hasil tangkapan. Adapun hasil tangkapan utamanya tidak tertangkap. Penggunaan cahaya yang terfokus ke arah bawah bagan mampu memanggil teri dan melakukan aktifitas di dalamya. Keberadaan predator seperti tongkol, bawal, kembung dan cumi-cumi dengan sifatnya yang buas mampu mendeteksi keberadaan mangsa di sekitar cahaya ke arah bawah bagan. Proses saling memakan terjadi setelah ikan-ikan predator datang, yaitu teri dan udang memakan plankton, tembang dan kembung memakan plankton dan ikan-ikan kecil ; cumi memakan teri ; tongkol dan bawal memakan tembang. Sebagian teri dan rebon lainnya menyebar untuk menghindari predator. Itulah sebabnya kenapa jenis ikan predator yang lebih banyak tertangkap dibandingkan dengan jenis organisme teri dan rebon. Tembang tertangkap dalam jumlah yang banyak karena keberadaanya yang melimpah. 2) Berdasarkan waktu penangkapan Hasil tangkapan bagan menggunakan lampu tabung bereflektor memiliki jenis dan berat yang berbeda. Waktu penangkapan antara pukul memperoleh 3 jenis ikan, yaitu kembung, tembang, dan tongkol dengan berat total 21,4 kg.waktu penangkapan antara pukul menghasilkan kembung dan tembang dengan berat total 23,4 kg. Hasil tangkapan terbanyak diperoleh pada waktu penangkapan antara pukul menghasilkan cumicumi seberat 20,5 kg dari 4 jenis ikan, yaitu kembung, tembang, tongkol, dan

63 49 bawal seberat 30,6 kg. Gambar 21 menunjukkan hasil tangkapan bagan berdasarkan waktu penangkapan. Gambar 21 Komposisi berat hasil tangkapan bagan apung dengan lampu tabung Tembang merupakan jenis ikan yang tertangkap dengan persentase tertinggi sebesar 46% dari total hasil tangkapan. Ikan ini tertangkap di sepanjang malam. Hasil tangkapan tembang meningkat pada pukul ke waktu , namun pada penangkapan antara pukul jenis tembang mengalami penurunan. Keberadaannya yang melimpah di perairan menyebabkan tembang banyak tertangkap. Selain itu, tembang merupakan hasil tangkapan utama pada perikanan bagan apung (Subani 1989). Tembang juga merupakan ikan dengan fototaksis positif. Kembung tertangkap di sepanjang malam dan mengalami peningkatan jumlah dari waktu penangkapan antara pukul ke waktu penangkapan pukul Penurunan hasil tangkapan kembung cukup tinggi pada waktu penangkapan antara pukul Kembung adalah ikan yang cukup dominan tertangkap selain tembang. Penurunan jumlah hasil tangkapan kembung dan tembang akibat bertambahnya jenis ikan predator di sekitar bagan. Bawal hanya tertangkap pada waktu antara pukul seberat 20,5 kg. Pada waktu ini, bawal adalah hasil tangkapan terbanyak yang diperoleh dan menjadi hasil tangkapan dominan kedua setelah tembang. Waktu makan bawal diduga setelah malam menjelang pagi hari yaitu pukul Kedatangan

64 50 bawal pada area jaring karena kondisi lapar untuk mencari makanan berupa tembang, kembung, dan ikan kecil lainnya. Kondisi ini menyebabkan bawal menjadi dominan tertangkap. Perolehan hasil tangkapan yang sedikit adalah jenis tongkol dan cumi-cumi. Masing-masing berjumlah 9 kg dan 8 kg. Tongkol mengalami peningkatan jumlah, pada pukul dan pukul Adapun pada waktu penangkapan kedua antara pukul jenis tongkol tidak tertangkap. Tupamahu (2003) menjelaskan bahwa indeks isi lambung tongkol berkisar antara 0,1-0,2 dengan variasi menonjol pada jam (periode waktu yang diamati pukul 20.00, 21.00, 22.00, 02.00, dan 05.00). Tongkol sebagai ikan predator mendekati bagan untuk mencari makanan. Keberadaan ikan-ikan kecil inilah yang menyebabkan tongkol tertangkap dan menurunkan hasil tangkapan utama bagan. Cumi-cumi merupakan hasil tangkapan terendah. Hasil tangkapan cumi-cumi diperoleh pada pukul dan dan jumlahnya meningkat. Waktu penangkapan pertama pada pukul , cumi-cumi tidak tertangkap. Hasil tangkapan meningkat dengan penambahan lampu tabung berfelektor. Berdasarkan jenis hasil tangkapan, penggunaan lampu tabung bereflektor lebih baik digunakan pada perairan yang letaknya jauh dari pantai. 4.3 Perbandingan komposisi hasil tangkapan Penangkapan bagan apung menggunakan lampu tabung tanpa reflekor dan bereflektor menghasilkan jenis ikan yang relatif sama, namun berbeda dalam jumlah total hasil tangkapannya. Berdasarkan spesies, jenis terbanyak didapat pada lampu tabung tanpa reflektor. Lampu tabung tanpa reflektor menghasilkan cumi-cumi (Loligo sp) dan 6 jenis ikan. Rinciannya adalah teri (Stolephorus sp), layur (Trichiurus sp), kembung (Rastreliger sp), tembang (Sardinella fimbriata), tongkol (Auxis thazard), dan rebon (Mysis sp). Hasil tangkapan lampu tabung bereflektor menghasilkan cumi-cumi (Loligo sp) dan 4 jenis ikan yaitu kembung (Rastreliger sp), tembang (Sardinella fimbriata), tongkol (Auxis thazard), dan bawal (Pampus argentus). Jenis hasil tangkapan lebih banyak pada lampu tabung tanpa reflektor disebabkan oleh pancaran cahaya yang menyebar ke segala arah. Hal ini mampu menarik ikan yang berada jauh dari bagan apung. Bila dibandingkan dengan berat

65 51 total hasil tangkapan, lampu tabung bereflektor lebih berat hasil tangkapannya daripada lampu tabung tanpa reflektor. Lampu tabung bereflektor mampu meningkatkan hasil tangkapan mencapai 95,9 kg. Adapun lampu tabung tanpa reflektor menghasilkan hasil tangkapan seberat 65,1 kg. Arah pancaran cahaya yang terfokus ke bawah areal jaring membuat ikan lebih banyak terkumpul dibandingkan dengan cahaya yang menyebar ke segala arah. Jenis hasil tangkapan yang berbeda pada penggunaan lampu tabung bereflektor adalah bawal.

66 52 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. Penggunaan reflektor kerucut berwarna perak pada lampu tabung menghasilkan iluminasi cahaya yang lebih tinggi dan pencapaian kedalaman yang lebih dalam dibandingkan lampu tabung tanpa reflektor; dan 2. Pengoperasian bagan menggunakan lampu tabung dengan reflektor kerucut berwarna perak menghasilkan tangkapan seberat 95,9 kg lebih tinggi daripada lampu tabung tanpa reflektor seberat 65, 1 kg. 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan adalah perlu dilakukan penelitian mengenai konstruksi tudung reflektor dengan berbagai ukuran dan daya lampu yang berbeda serta diperlukan lampu bereflektor ke luar arah jaring agar ikannya bergerak ke bagan untuk meningkatkan keefektifan proses penangkapan ikan menggunakan bagan apung.

67 53 DAFTAR PUSTAKA Amanda S Pengaruh Cahaya Terhadap Warna dan Lapisan Kedalaman Laut. [28 Mei 2012]. Ayodhoya AU Metode Penangkapan Ikan. Bogor : Yayasan Dewi Sri. Badrudin, Nurhakim S, and Fegan B Catch Rate and Cath Composition of Trawl-fish net in the Arafura Sea. Indon. Fish. Res. Barnes RD Invertebrate zoology. Fish Edition. Phidelphia : Sounders Collage Publishing. Baskoro MS Capture Process of The Floated Bamboo-Platform Liftnet With Light Attraction (Bagan). Graduate School of Fishery Management, Tokyo University of Fisheries. Doctoral Course of Marine Sciences and Technology. Basmi J Planktonologi Produksi Primer. Bogor : Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Ben Yami Fishing with Light. London : Fishing News Books Ltd. Ben Yami Fishing with Light. Roma : FAO. Brodziak J and L. Hendrickson An Analysis of Environmental Effects on Survey Shates of Squid Loligo pealey and Illex Illebrosus in The Nortwest Atlantic. Roma : FAO. Cayless MA and AM Marsden Lamps and Lighting. Third Edition. London : Edward Arnold (Publisher) Ltd. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Bawal : Makan Segalanya, Cepat Tumbuh. budidaya.kkp.go.id/index.php?option= com_content&view=article&id=165:bawal-makan-segalanya-cepattumbuhnya &catid=57:berita. [10 Juni 2011] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Buku Pedoman Pengenalan Sumberdaya Perikanan Laut, Bagian I : Jenis-Jenis Ikan Ekonomis Penting. Jakarta : Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. Dwimirnani P Tata Cahaya Interior Rumah Tinggal. Bogor : PT Penebar Swadaya. Effendi M Biologi Perikanan. Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusantara. Ermawati NI Pengaruh Perbedaan Posisi Penempatan Lampu Tabung terhadap Hasil Tangkapan Bagan Apung. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

68 54 Fridman AL Perhitungan dalam Merancang Alat Tangkap. Terjemahan Tim Penerjemah BPPI Semarang, Calculation for Fishing Gear Design. Balai Pengembangan Penangkapan Ikan Semarang. Gofar D, Fakhrudin, dan Fauzi Petunjuk Pembuatan dan Pengoperasian Bagan Rakit. Semarang : Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. Gunarso W Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metoda, dan Taktik Penangkapan. Bogor : Fakutas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Hindarto P Mengenal Jenis Lampu Pijar. /2011/11/mengenal-jenis-jenis-lampu-pijar.html [21 Febuari 2012]. Hutomo M dan MH. Azkab Peranan Lamun di Perairan Laut Dangkal, Oseana, Volume XII, Nomor 1. Jakarta : Balitbang Biologi Laut, Pustlibang Biologi Laut-LIPI. Iskandar MD Analisi Hasil Tangkapan Bagan Motor pada Tingkat Pencahayaan yang Berbeda di Perairan Teluk Semangka Kabupaten Tanggamus. [Tesis]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. International Standard Statistical Classification Fishing Gear (ISSCFG), FAO Klasifikasi Alat Tangkap. handbook/m/en. [21 Febuari 2012]. Kamus Bahasa Indonesia Online. Definisi Lampu dan [21 Febuari 2012]. Lampu Tabung. Kumpulan Istilah Online. Pengertian Lampu TL (Tubular Lamp). [21 Febuari 2012]. Laevastu T and ML. Hayes Fisheries Oceanography and Ecology. Franham: Fishing News Book Ltd. Matsuda HA and T. Yoshina Coastal Fishes of Southern Japan. Japan : Tokai University Press. Shuijuku, Tokyo. Modul Praktikum Oseanografi Umum Materi Praktikum Surfer dan ODV. p&option=com_content&itemid=11. [8 Juni 2012]. Monintja RD dan S. Martasuganda Teknologi Pemanfaatan Sumberdaya Hayati II. Bogor : IPB Press. Nontji A Ikan-Ikan Ekonomis Penting di Indonesia. Petunjuk Identifikasi. Jakart : LIPI.

69 55 Nybakken JW Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terjemahan dari Marine biology: An ecological approach, oleh Eidman M., Koesoebiono, Bengen D.G., Hutomo M. & Sukardjo S. Jakarta : PT Gramedia. Parrish BB, and JHS Blaxter Photography of Fish Behaviour in Relation to Trawls. ICES, Comparative Fishing Committee. Paristiwady T Ikan-Ikan Ekonomis Penting di Indonesia. Petunjuk Identifikasi. Jakarta : LIPI Pasaribu BP Menemukan Kelompok Ikan Kembung (Rastrelliger spp) di Perairan Tapanuli.. [Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Prasetyo EW Pemusatan Cahaya Petromaks Pada Kedalaman 8 m untuk Meningkatkan Produktivitas Bagan Apung di Palabuhanratu, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pratiwi Mengapa Lampu Neon Lebih Terang. zone.blogspot.com/2011/04/mengapa-lampu-neon-lebih-terang-dan.html [21 Febuari 2012] Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Buku Laporan Tahunan Statistik Perikanan Tangkap 2010 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Sukabumi : Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Puspito G Kajian Teoritis dalam Merancang Tudung Petromaks. Buletin Mangrove. Padang : Universitas Bung Hatta, Fakultas Perikanan. Raharjo S dan DG. Bengen Studi Beberapa Aspek Biologi Cumi-cumi (Loligo sp) di Perairan Gugus Kepulauan Seribu. Laporan Penelitian. Bogor : Fakultas Perikanan, Institut Pertanian bogor. Rusdianto I Apakah Air Laut Benar-benar Biru. Matasiswa.asia/2011/08/apakah-air-laut-benar-benar-berwarna.html. [5 Juni 2012]. Subani W dan HR. Barus Alat Penangkapan Ikan di Indonesia Jilid 1. Jakarta : BPPI. Sudirman Fish Behaviour Analysis For Enviromentally Friendly Technology in Fishing Process of Bagan Rambo (Large-Typed Liftnet With Light Attraction) [Disertasi], Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

70 56 Suhendra T dan EM Amin Pendugaan Pertumbuhan dan Pola Penambahan Berat Ikan Kembung Lelaki (R. Kannagurta) di Perairan Selat Madurs. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Tasywiruddin MT Sebaran dan Kelimpahan Cumi-cumi Berdasarkan Jumlah dan Posisi Lampu pada Operasi Penangkapan dengan Payang Oras di Perairan selat Alas, Ntb. [Tesis]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tobing TMDLN Pemusatan Cahaya Petromaks pada Areal Kerangka Jaring di Permukaan Air Menggunakan Tudung Berbentuk Kerucut Terpancung : Pengaruhnya terhadap Hasil Tangkapan Bagan [Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tupamahu A Studi Tentang Tingkah Laku Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) dan Selar (Selar crumenopthalmus) di Bawah Cahaya Lampu [Disertasi], Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Von Brandt A Fish Catching Method of The World. London : Fishing News Book. Ltd. Wewengkang I Analisis Sistem Usaha Penangkapan Ikan Layur (Trichiurus savala) di Palabuhanratu dan Kemungkinan Pengembangannya. [Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

71 LAMPIRAN 57

72 58 Lampiran 1 Iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium udara Sudut ( O ) Nilai (lux) 0 / / / / / / / / / / / / Sumber : Data primer, 2010 Nilai iluminasi (lux) Profil iluminasi cahaya Profil iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium udara

73 59 Lampiran 2 Iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium udara Sumber : Data primer, 2010 Sudut ( o ) Nilai (lux) 0 / / / / / / / / / / / / Nilai iluminasi (lux) Profil iluminasi cahaya Profil iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium udara

74 60 Lampiran 3 iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium air D (m) Titik Pengukuran (m) & Nilai iluminasi (lux) 3,9 2,6 1,3 0 1,3 2,6 3,9-1 7,8 33,3 54,5 51,7 54,5 33,3 7,8-2 9,2 23,7 33,7 27,7 33,7 23,7 9,2-3 6,4 12,3 17, ,8 12,3 6,4-4 3,3 9,9 6,8 5,9 6,8 9,9 3,3-5 1,1 6,6 3,3 2 3,3 6,6 1,1-6 0,1 2 1,8 1,3 1,8 2 0,1 Sumber : Data primer, 2010 Kedalaman (m). Jarak posisi pengukuran (m) Profil iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium air

75 61 Lampiran 4 Iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium air Titik pengukuran (m) D (m) & nilai iluminasi (lux) 3,9 2,6 1,3 0 1,3 2,6 3,9-1 5,5 19, , ,25 5,5-2 4,8 16,5 41,25 78,3 41,25 16,5 4,8-3 3,5 13,25 33,25 29,0 33,25 13,25 3,5-4 3,3 11, , ,3 3,3-5 1,8 9 12,8 10,3 12,8 9 1,8-6 0,8 6,25 7,25 1,8 7,25 6,25 0, ,5 3,75 1,0 3,75 3, ,75 2 2,3 2 1, ,5 0,3 0,8 0,3 0,5 0 Sumber : Data primer, 2010 Kedalaman (m) Jarak posisi pengukuran (m) Profil iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium air

76 62 Lampiran 5 Jenis hasil tangkapan a. Tongkol (Auxis thazard) b. Kembung (Rastreliger sp) a. Tembang (Sardinella fimbriata) d. Cumi (Loligo sp) b. Layur (Trichiurus sp) f. Bawal (Pampus argentus) g. Rebon (Mysis sp) h. Teri (Stolephorus sp)

77 63 Lampiran 6 Data hasil tangkapan menggunakan lampu tabung tanpa reflektor Hauling Jenis ikan WT (kg) Rabu, 4 Agustus Kembung 0,5 2 Tembang 2 2 Kembung 1 Sabtu, 7 Agustus Tembang 0,5 3 Tembang 1 3 Kembung 1,2 Sabtu, 14 Agustus Kembung 3,5 1 Tongkol 5 1 Tembang 0,7 2 Tembang 0,8 3 Tembang 0,4 Jumat, 20 Agustus Tembang 1,2 2 Kembung 2 3 Tembang 1,3 Senin, 23 Agustus Tembang 1 2 Tembang 1,3 3 Tembang 0,6 Minggu, 29 Agustus Tembang 0,5 2 Tembang 0,6 3 Tembang 0,7 3 Layur 3 Kamis, 2 September Tembang 2,3 2 Kembung 0,5 3 Kembung 0,5 Senin, 20 September Tembang 0,3 1 Layur 5 1 Teri 2 2 Tembang 0,6 3 Tembang 1,3 3 Teri 3 Hauling Jenis ikan WT (kg) Minggu, 26 September Tembang 0,9 3 Kembung 1,3 3 Tembang 1,5 Rabu, 29 September Kembung 1,3 2 Kembung 0,3 3 Kembung 0,2 Selasa, 17 Agustus Tembang 1,3 2 Kembung 0,7 3 Cumi 8,5 3 Rebon 3 Rabu, 1 Sepetember Kembung 0,8 2 Tembang 0,5 3 Tembang 0,5 3 Rebon Jenis Ikan Hauling Total Teri ,0 Layur ,0 Kembung 6,1 4,5 3,2 13,8 Tembang 6,1 8,4 7,3 21,8 Tongkol ,0 Rebon ,0 Cumi 0 0 8,5 8,5 Total 24,2 12, ,1 Keterangan: Hauling 1 : pukul WIB Hauling 2 : pukul WIB Hauling 3 : pukul WIB

78 64 Lampiran 7 Data hasil tangkapan lampu tabung bereflektor Hauling Jenis Ikan WT (kg) Selasa, 3 Agustus Tembang 1,5 2 Tembang 2,2 2 Kembung 3 2 Cumi 0,5 3 Tembang 1,1 Jumat, 6 Agustus Tembang 1,5 2 Tembang 2,2 2 Kembung 3 2 Cumi 0,5 3 Tembang 1,1 Kamis, 12 Agustus Tembang 2,1 1 Kembung 2 2 Tembang 1,7 2 Kembung 0,9 3 Tembang 1,9 Jumat, 13 Agustus Tongkol 3,1 1 Kembung 0,5 1 Tembang 2,3 2 Tembang 2,7 3 Tembang 0,9 3 Tongkol 3,4 Senin, 16 Agustus Tembang 1,1 2 Tembang 0,8 3 Tembang 2,5 3 Tongkol 2,5 Hauling Jenis Ikan WT (kg) 3 Tongkol 2,5 Selasa, 31 Agustus Tembang 3,4 2 Tembang 2,3 2 Kembung 0,7 3 Tembang 6.3 Rabu, 15 September Tembang 2,2 2 Kembung 0,4 3 Tembang 5,5 3 Cumi 3,5 Rabu, 22 September Kembung 1,2 2 Tembang 1,5 2 Kembung Tembang 1 3 Tongkol 0,5 Sabtu, 28 September Tembang 0,5 1 Kembung 0,7 2 Tembang 1,5 2 Cumi 1 2 Tongkol 5,5 Jumat, 1 Oktober Kembung 1,5 3 Kembung 0,8 3 Tembang 0,5 3 Bawal 20,5 Jenis Ikan Waktu penangkapan Total Kembung 4,4 6,5 3,5 14,4 Tembang 13,9 15,4 14,7 44,0 Tongkol 3,1 0 5,9 9,0 Bawal ,5 20,5 Cumi 0 1,5 6,5 8,0 Total 21,4 23,4 51,1 95,9 Keterangan: Hauling 1 : pukul WIB Hauling 2 : pukul WIB Hauling 3 : pukul WIB

79 65 Lampiran 8 Lampu tabung, reflektor, dan mesin genset Lampu tabung Reflektor kerucut berwarna perak Mesin genset merek FIRMAN

80 66 99 Lampiran 9 Bagan alir mesin genset pada bagan apung Keterangan : -Mesin genset merek FIRMAN, kapasitas output 1500 Watt dengan bahan bakar premium. -Kabel merek SPIN 42 ATLANTA (NYM) ukuran 2 x 1,5 mm. Panjang kabel dari genset ke stapol 6 m dan dan stapol ke lampu 3 m. -Lampu tabung (tubular lamp) merek Philips masing-masing 24 Watt. -Reflektor berbentuk kerucut berwarna perak. Saklar / Stapol lampu tabung bereflektor Kabel

81 67 Lampiran 10 Bagan alir mesin genset pada bagan apung Sumber : Tobing (2008) Bagan apung Departemen PSP, FPIK, IPB

82 68 Lampiran 11 Peta lokasi penelitian Sumber : Ermawati (2012)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 14 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara, pengoperasian bagan apung, dan pengukuran iluminasi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-lampu-tl.html)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-lampu-tl.html) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lampu Tabung (Tubular Lamp) Lampu adalah alat untuk menerangi atau pelita, sedangkan lampu tabung sama halnya dengan lampu neon yaitu lampu listrik berbentuk tabung yang berisi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bagan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bagan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan Bagan merupakan suatu alat tangkap yang termasuk kedalam kelompok jaring angkat dan terdiri atas beberapa komponen, yaitu jaring, rumah bagan, dan lampu. Jaring bagan umumnya

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 cahaya Menurut Cayless dan Marsden (1983), iluminasi atau intensitas penerangan adalah nilai pancaran cahaya yang jatuh pada suatu bidang permukaan. cahaya dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat 4.2 Alat dan bahan 4.3 Metode pengambilan data

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat 4.2 Alat dan bahan 4.3 Metode pengambilan data 21 4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilakukan antara bulan Juli 2010 Juli 2011 bertempat di laboratorium Teknologi Alat Penangkapan Ikan, PSP, IPB ; dan perairan Teluk Palabuhanratu,

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN POSISI PENEMPATAN LAMPU TABUNG TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG NELA INDAH ERMAWATI

PENGARUH PERBEDAAN POSISI PENEMPATAN LAMPU TABUNG TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG NELA INDAH ERMAWATI PENGARUH PERBEDAAN POSISI PENEMPATAN LAMPU TABUNG TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG NELA INDAH ERMAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iluminasi cahaya Cahaya pada pengoperasian bagan berfungsi sebagai pengumpul ikan. Cahaya yang diperlukan memiliki beberapa karakteristik, yaitu iluminasi yang tinggi, arah pancaran

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo 58 5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo Dalam pengoperasiannya, bagan rambo menggunakan cahaya untuk menarik dan mengumpulkan ikan pada catchable area. Penggunaan cahaya buatan yang berkapasitas

Lebih terperinci

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan 30 4 HSIL 4.1 Proses penangkapan Pengoperasian satu unit rambo membutuhkan minimal 16 orang anak buah kapal (K) yang dipimpin oleh seorang juragan laut atau disebut dengan punggawa laut. Juragan laut memimpin

Lebih terperinci

Gambar 3 Lampu tabung.

Gambar 3 Lampu tabung. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama penelitian yaitu pengukuran nilai iluminasi pada medium udara yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Alat

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 14 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengamatan tingkah laku ikan pada proses penangkapan ikan dengan alat bantu cahaya dilakukan di perairan Kabupaten Barru Selat Makassar, Sulawesi

Lebih terperinci

SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK. (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh:

SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK. (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh: Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No.2, November 2012 Hal: 169-175 SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh: Noor Azizah 1 *, Gondo Puspito

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN tangkapan yang berbeda. Untuk hari pertama tanpa menggunakan lampu, hari ke menggunakan dua lampu dan hari ke menggunakan empat lampu. Dalam satu hari dilakukan dua kali operasi penangkapan. Data yang

Lebih terperinci

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan 4 HASIL 4.1 Proses penangkapan Pengoperasian satu unit bagan rambo membutuhkan minimal 16 orang anak buah kapal (ABK) yang dipimpin oleh seorang juragan laut atau disebut dengan punggawa laut. Juragan

Lebih terperinci

Balai Diklat Perikanan Banyuwangi

Balai Diklat Perikanan Banyuwangi Menangkap ikan, adalah kegiatan perburuan seperti halnya menangkap harimau, babi hutan atau hewan-hewan liar lainnya di hutan. Karena sifatnya memburu, menjadikan kegiatan penangkapan ikan mengandung ketidakpastian

Lebih terperinci

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN Vol. 4 No. 1 Hal. 14 Ambon, Mei 215 ISSN. 28519 HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG BERDASARKAN PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA LAMPU FLOURESCENT DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

Lebih terperinci

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya H. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bagan apung Bagan adalah alat tangkap yang menggunakan cahaya sebagai alat untuk menarik dan mengumpulkan ikan di daerah cakupan alat tangkap, sehingga memudahkan dalam proses

Lebih terperinci

Gambar 1. Jaring Angkat Sumber : bbfi.info

Gambar 1. Jaring Angkat Sumber : bbfi.info BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jaring Angkat/ Bagan (Lift net) Menurut Mulyono (1986) Jaring Angkat merupakan salah satu alat tangkap yang dioperasikan diperairan pantai pada malam hari dengan menggunakan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN IKAN TERI (Stolephorus sp.) DENGAN ALAT TANGKAP BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN DI PERAIRAN MORODEMAK

ANALISIS HASIL TANGKAPAN IKAN TERI (Stolephorus sp.) DENGAN ALAT TANGKAP BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN DI PERAIRAN MORODEMAK ANALISIS HASIL TANGKAPAN IKAN TERI (Stolephorus sp.) DENGAN ALAT TANGKAP BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN DI PERAIRAN MORODEMAK Analysis of Catching Anchovy (Stolephorus sp.) by Boat Lift Nets

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 5 No. 1 : Juni 2015

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 5 No. 1 : Juni 2015 KONSUMSI BAHAN BAKAR LAMPU TABUNG DAN LAMPU LED PADA GENERATOR SET SKALA LABORATORIUM (Fuel Consumption of Tubular Lamp and Led Lamp in Generator Set On Laboratory Scale) Abid Mohamad Arif 1), Adi Susanto

Lebih terperinci

PENGARUH RUMPON PORTABLE DAN JENIS LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN TANCAP DI TELUK PALABUHANRATU JAWA BARAT YADUDIN

PENGARUH RUMPON PORTABLE DAN JENIS LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN TANCAP DI TELUK PALABUHANRATU JAWA BARAT YADUDIN PENGARUH RUMPON PORTABLE DAN JENIS LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN TANCAP DI TELUK PALABUHANRATU JAWA BARAT YADUDIN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK SINGGIH PRIHADI AJI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI

PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI i PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan Pada mulanya penggunaan lampu untuk penangkapan masih terbatas pada daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi

Lebih terperinci

MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB TEKNIK ELEKTRO

MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB TEKNIK ELEKTRO MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB 14 420 040 TEKNIK ELEKTRO ILUMINASI (PENCAHAYAAN) Iluminasi disebut juga model refleksi atau model pencahayaan. Illuminasi menjelaskan tentang interaksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Visi

I. PENDAHULUAN Visi I. PENDAHULUAN 1.1. Visi Cahaya merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam kegiatan penangkapan ikan yang memiliki sifat fototaksis positif. Penggunaan cahaya, terutama cahaya listrik dalam kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga, Indonesia disebut sebagai Negara Maritim. alamnya mayoritas mata pencaharian masyarakat indonesia setelah petani adalah

I. PENDAHULUAN. sehingga, Indonesia disebut sebagai Negara Maritim. alamnya mayoritas mata pencaharian masyarakat indonesia setelah petani adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 Km yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dengan wilayah laut seluas 5,8

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode penangkapan ikan dengan menggunakan cahaya sudah sejak lama diketahui sebagai perlakuan yang efektif untuk tujuan penangkapan ikan tunggal maupun berkelompok (Ben-Yami,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan Bagan merupakan salah satu alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil, dioperasikan pada malam hari dan menggunakan cahaya lampu sebagai atraktor untuk

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU DAVID OCTAVIANUS SIAHAAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

PENGARUH ILUMINASI ATRAKTOR CAHAYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN PADA BAGAN APUNG

PENGARUH ILUMINASI ATRAKTOR CAHAYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN PADA BAGAN APUNG PENGARUH ILUMINASI ATRAKTOR CAHAYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN PADA BAGAN APUNG EFFECT OF LIGHT ILLUMINATION OF ATTRACTOR ON CATCH OF LIFT NET IN PELABUHAN RATU ABSTRAK Regi Fiji Anggawangsa, Ignatius

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA Agus Salim Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 29 Mei 2008; Diterima

Lebih terperinci

DISTRIBUSI CAHAYA LAMPU DAN TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN BAGAN PERAHU DI PERAIRAN MALUKU TENGAH. Haruna *)

DISTRIBUSI CAHAYA LAMPU DAN TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN BAGAN PERAHU DI PERAIRAN MALUKU TENGAH. Haruna *) DISTRIBUSI CAHAYA LAMPU DAN TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN BAGAN PERAHU DI PERAIRAN MALUKU TENGAH Haruna *) *) Staf pengajar FPIK Univ.Pattimura E-mail ; har_flash@yahoo.co.id Abstract : The

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN 4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN 4.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan memanfaatkan sumberdaya ikan yang mempunyai

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL MELALUI PEMETAAN PENYEBARAN KLOROFIL- A DAN HASIL TANGKAPAN DI PALABUHANRATU, JAWA BARAT

STUDI PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL MELALUI PEMETAAN PENYEBARAN KLOROFIL- A DAN HASIL TANGKAPAN DI PALABUHANRATU, JAWA BARAT STUDI PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL MELALUI PEMETAAN PENYEBARAN KLOROFIL- A DAN HASIL TANGKAPAN DI PALABUHANRATU, JAWA BARAT HARRY SATRIYANSON GIRSANG SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU DAVID OCTAVIANUS SIAHAAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGUATAN CAHAYA PADA BAGAN MENGGUNAKAN REFLEKTOR KERUCUT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN CUMI-CUMI

PENGUATAN CAHAYA PADA BAGAN MENGGUNAKAN REFLEKTOR KERUCUT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN CUMI-CUMI Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 4, No. 2, November 2013 Hal 163-173 PENGUATAN CAHAYA PADA BAGAN MENGGUNAKAN REFLEKTOR KERUCUT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN CUMI-CUMI Light Strengthening

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN MINI PURSE SEINE MENGGUNAKAN JUMLAH LAMPU YANG BERBEDA. OLEH: AGUS SUHERMAN

ANALISIS HASIL TANGKAPAN MINI PURSE SEINE MENGGUNAKAN JUMLAH LAMPU YANG BERBEDA. OLEH: AGUS SUHERMAN ANALISIS HASIL TANGKAPAN MINI PURSE SEINE MENGGUNAKAN JUMLAH LAMPU YANG BERBEDA. OLEH: AGUS SUHERMAN PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK AGUS SUHERMAN. Analisis Hasil Tangkapan Mini

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 7 Nomor 2. Desember 2017 e ISSN Halaman :

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 7 Nomor 2. Desember 2017 e ISSN Halaman : Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN 2089 3469 Volume 7 Nomor 2. Desember 2017 e ISSN 2540 9484 Halaman : 167 180 Perbedaan Hasil Tangkapan Bagan Tancap dengan Menggunakan Lampu CFL dan LED Dalam Air (Leda)

Lebih terperinci

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay A. PILIHAN GANDA Petunjuk: Pilih satu jawaban yang paling benar. 1. Grafik

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

KERAGAAN UNIT PENANGKAPAN BAGAN APUNG DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT FAHRUL ROZI

KERAGAAN UNIT PENANGKAPAN BAGAN APUNG DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT FAHRUL ROZI KERAGAAN UNIT PENANGKAPAN BAGAN APUNG DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT FAHRUL ROZI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Rangkaian Elektronik Lampu Navigasi Energi Surya Rangkaian elektronik lampu navigasi energi surya mempunyai tiga komponen utama, yaitu input, storage, dan output. Komponen input

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS LAMPU TABUNG PADA PERIKANAN BAGAN HENDRAWAN SYAFRIE

EFEKTIVITAS LAMPU TABUNG PADA PERIKANAN BAGAN HENDRAWAN SYAFRIE EFEKTIVITAS LAMPU TABUNG PADA PERIKANAN BAGAN HENDRAWAN SYAFRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 15 Nomor 2 Desember 2017 e-issn: 2541-2450 BEBERAPA JENIS PANCING

Lebih terperinci

Pengaruh warna umpan pada hasil tangkapan pancing tonda di perairan Teluk Manado Sulawesi Utara

Pengaruh warna umpan pada hasil tangkapan pancing tonda di perairan Teluk Manado Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(1): 9-13, Juni 2015 ISSN 2337-4306 Pengaruh warna umpan pada hasil tangkapan pancing tonda di perairan Teluk Manado Sulawesi Utara The effect of bait color

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Reaksi Pengumpulan Pepetek terhadap Warna Cahaya dengan Intensitas Berbeda Informasi mengenai tingkah laku ikan akan memberikan petunjuk bagaimana bentuk proses penangkapan yang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LAMPU BAWAH AIR SEBAGAI ALAT BANTU PADA BAGAN TANCAP DI DESA TAMBAK LEKOK KECAMATAN LEKOK PASURUAN

PENGEMBANGAN LAMPU BAWAH AIR SEBAGAI ALAT BANTU PADA BAGAN TANCAP DI DESA TAMBAK LEKOK KECAMATAN LEKOK PASURUAN PENGEMBANGAN LAMPU BAWAH AIR SEBAGAI ALAT BANTU PADA BAGAN TANCAP DI DESA TAMBAK LEKOK KECAMATAN LEKOK PASURUAN DEVELOPMENT OF UNDER WATER LAMP AS A TOOL TO LIFT NET IN TAMBAK LEKOK VILLAGE PASURUAN Fuad

Lebih terperinci

Lift Net & Traps. Ledhyane Ika Harlyan. Dept. of Fisheries Resources Utilization and Marine Science Fisheries Faculty, Brawijaya University 1

Lift Net & Traps. Ledhyane Ika Harlyan. Dept. of Fisheries Resources Utilization and Marine Science Fisheries Faculty, Brawijaya University 1 Lift Net & Traps Ledhyane Ika Harlyan Dept. of Fisheries Resources Utilization and Marine Science Fisheries Faculty, Brawijaya University 1 Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa yg mengikuti materi ini

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon (Lampiran 1). Survey dan persiapan penelitian seperti pencarian jaring,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian penangkapan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dilakukan di perairan Gebang Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penelitian

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) 2.1 Potensi dan Usaha Perikanan di Indonesia 2.1.1 Perikanan dan Potensi Indonesia Berdasarkan UU. No 31 tahun 2004. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan

Lebih terperinci

HASAN BASRI PROGRAM STUDI

HASAN BASRI PROGRAM STUDI PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP TAMPILAN GILLNET : UJI COBA DI FLUME TANK HASAN BASRI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK

PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK Fita Fitria, Welina Ratnayanti K, Tri Anggono P Laboratorium Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

MODUL III INTENSITAS CAHAYA

MODUL III INTENSITAS CAHAYA MODUL III INTENSITAS CAHAYA Pada modul ini akan dijelaskan pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi praktikum, dan lembar kerja praktikum. I. PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang

Lebih terperinci

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan Mahasiswa Program S1 Fisika Bidang Fisika Energi Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH ATRAKTOR CUMI TERHADAP HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN TANCAP DI PERAIRAN JEPARA

PENGARUH ATRAKTOR CUMI TERHADAP HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN TANCAP DI PERAIRAN JEPARA Available online at Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology (IJFST) Website: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/saintek Jurnal Saintek Perikanan Vol.11 No.2: 134-139, Februari 2016 PENGARUH

Lebih terperinci

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base. 31 4 HASIL 4.1 Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Kapal Jumlah perahu/kapal yang beroperasi di Kecamatan Mempawah Hilir terdiri dari 124 perahu/kapal tanpa motor, 376 motor tempel, 60 kapal motor 0-5 GT dan 39

Lebih terperinci

DESTILASI AIR LAUT MENGGUNAKAN PEMANAS MATAHARI DENGAN REFLEKTOR CERMIN CEKUNG

DESTILASI AIR LAUT MENGGUNAKAN PEMANAS MATAHARI DENGAN REFLEKTOR CERMIN CEKUNG DESTILASI AIR LAUT MENGGUNAKAN PEMANAS MATAHARI DENGAN REFLEKTOR CERMIN CEKUNG Fanrico Sanjaya Tambunan*, Muhammad Edisar, Juandi M Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT

TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT Oleh : DEWI AYUNINGSARI C54103050 SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

Studi ketertarikan ikan di keramba jaring apung terhadap warna cahaya lampu di perairan Sindulang I, Kecamatan Tuminting, Kota Manado

Studi ketertarikan ikan di keramba jaring apung terhadap warna cahaya lampu di perairan Sindulang I, Kecamatan Tuminting, Kota Manado Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(Edisi Khusus): 39-43, Januari 2015 ISSN 2337-4306 Studi ketertarikan ikan di keramba jaring apung terhadap warna cahaya lampu di perairan Sindulang I, Kecamatan

Lebih terperinci

Oleh : C SKRIPSI. Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Oleh : C SKRIPSI. Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana \'It'. i; - GARUH PENGGUNAAN TINGKAT INTE AS CAHAYA LAMPtb BAWAH AIR TERHADAP HASIL TAMGKAPAN IKAN HIAS LAUT DENGAN ALAT TANGKAP BAGAN RAKlT Dl PERAIR AN CITEUREUP, P ANIIEGLANG, J AWA BAR AT Oleh : T

Lebih terperinci

Study on the use of different light intensities on fish catch of raft lift net in Dodinga Bay, West Halmahera Regency

Study on the use of different light intensities on fish catch of raft lift net in Dodinga Bay, West Halmahera Regency Aquatic Science & Management, Vol. 2, No. 2, 38-43 (April 2014) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-4403 e-issn 2337-5000 jasm-pn00054 Study

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL DAN KOMPOSISI TANGKAPAN JARING INSANG PERMUKAAN DAN JARING INSANG DASAR DI PERAIRAN DESA SEI NAGALAWAN SERDANG BEDAGAI

PERBANDINGAN HASIL DAN KOMPOSISI TANGKAPAN JARING INSANG PERMUKAAN DAN JARING INSANG DASAR DI PERAIRAN DESA SEI NAGALAWAN SERDANG BEDAGAI PERBANDINGAN HASIL DAN KOMPOSISI TANGKAPAN JARING INSANG PERMUKAAN DAN JARING INSANG DASAR DI PERAIRAN DESA SEI NAGALAWAN SERDANG BEDAGAI RURI PERWITA SARI 090302004 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

ANTIREMED KELAS 10 FISIKA

ANTIREMED KELAS 10 FISIKA ANTIREMED KELAS 10 FISIKA Persiapan UAS 2 Doc. Name: AR10FIS02UAS Doc. Version: 2016-07 halaman 1 01. Seseorang berdiri di depan cermin datar sehingga ia dapat melihat keseluruhan bayangannya. Jika cermin

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA DODY SIHONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang, dan optika dalam. Cahaya dapat kita temui dimana-mana. cahaya bersifat gelombang dan

Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang, dan optika dalam. Cahaya dapat kita temui dimana-mana. cahaya bersifat gelombang dan CAHAYA Pendahuluan Pelajaran tentang cahaya pada sekolah menengah pertama (SMP) merupakan mata pelajaran yang diberikan pada siswa kelas VIII dengan berdasarkan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar

Lebih terperinci

PENGUKURAN TARGET STRENGTH IKAN MAS DAN IKAN LELE PADA KONDISI TERKONTROL MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER. Muhammad Hamim

PENGUKURAN TARGET STRENGTH IKAN MAS DAN IKAN LELE PADA KONDISI TERKONTROL MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER. Muhammad Hamim PENGUKURAN TARGET STRENGTH IKAN MAS DAN IKAN LELE PADA KONDISI TERKONTROL MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER Muhammad Hamim DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci