EFEKTIVITAS LAMPU TABUNG PADA PERIKANAN BAGAN HENDRAWAN SYAFRIE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEKTIVITAS LAMPU TABUNG PADA PERIKANAN BAGAN HENDRAWAN SYAFRIE"

Transkripsi

1 EFEKTIVITAS LAMPU TABUNG PADA PERIKANAN BAGAN HENDRAWAN SYAFRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian Efektivitas Lampu Tabung Pada Perikanan Bagan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Februari 2012 Hendrawan Syafrie NRP. C

3 ABSTRACT HENDRAWAN SYAFRIE. Effectiveness of Tubular Lamp on Floating Bamboo Lift Net Fisheries. Supervised by GONDO PUSPITO and MOKHAMAD DAHRI ISKANDAR The objective of this research was to determine the effectiveness of tubular lamp construction to attract organisms in floating bamboo lift net and the best time interval to operate floating bamboo lift net. Lamp construction consisted of standard lamp, lamp with reflector, underwater lamp, and surface lamp without reflector as control. The research was started while floating lift net using lamps without reflector at pm to pm; the lamp with reflector between pm to am; and underwater lamp between am to am. The lamp operation series was changed at each floating bamboo lift net operation. Every lamp construction was operated 1-3 times in a time interval. Collected data were light illumination of each lamp construction in water, and weight and species composition of caught organisms. Data were showed on tables and graphs. Data analysis used descriptive comparative methods. The result of this research indicated that tubular lamp construction with reflector and underwater lamp had the best distribution light on floating bamboo lift net operation. Light penetration of both lamps were about 9 and 10 m, respectively. The standard tubular lamp spread in all direction with maximum light penetration of 6 m. Time interval between pm to pm and am to am were the effective time to catch organisms. Both time intervals produced kg and kg. While, time interval between pm to am was only 41.3 kg. The organisms that was caught by floating bamboo lift net consisted of 4 positive phototaxis organisms and 4 predator organisms. The positive phototaxis organisms were mackerel, indian mackerel, anchovy, and trasi shrimp. While the predator were hairtails, silver pomfret, cuttlefish, and little tuna. Lift net with underwater lamp caught heavier organisms than those tubular lamp with reflector and standard lamp, i.e. 151,7 kg, 95,9 kg and 65,6 kg in weight. Keyword: Effectiveness, tubular lamp, floating bamboo lift net,and palabuhanratu waters.

4 RINGKASAN HENDRAWAN SYAFRIE. Efektivitas Lampu Tabung pada Perikanan Bagan Apung. Dibimbing oleh GONDO PUSPITO dan MOKHAMAD DAHRI ISKANDAR. Bagan apung merupakan alat tangkap yang banyak dioperasikan oleh nelayan Palabuhanratu. Alat tangkap ini dioperasikan pada malam hari. Tujuan penangkapannya adalah jenis-jenis ikan yang bersifat fototaksis positif, atau tertarik pada cahaya. Lampu digunakan sebagai alat bantu untuk menarik ikan fototaksis positif datang mendekati bagan. Terdapat berbagai jenis lampu yang digunakan sebagai alat bantu penangkapan ikan dengan bagan. Salah satunya adalah petromaks yang awalnya sangat populer. Seiring dengan dicabutnya subsidi pemerintah terhadap bahan bakar minyak tanah pada tahun 2010 yang menjadikan harganya mahal dan langka, nelayan terpaksa beralih memakai lampu tabung (TL = tubular lamp). Sebagai sumber listrik untuk menghidupkan lampu digunakan generator berbahan bakar bensin. Cara pengoperasian lampu tabung masih belum dipahami oleh nelayan. Berdasarkan pengamatan langsung di lapang, nelayan mengoperasikan lampu dengan cara digantung di bawah bagan. Cara seperti ini mengakibatkan pemanfaatan cahaya lampu tidak maksimal, karena hanya sebagian kecil cahaya yang masuk kedalam perairan. Nelayan terkadang menggunakan loyang, baskom dan ember sebagai tudung lampu untuk memusatkan cahaya lampu kedalam air. Cara inipun belum memberikan hasil maksimal, karena sebagian cahaya akan terserap oleh dinding tudung dan hanya sebagian kecil cahaya yang masuk kedalam air. Pembuatan tudung seharusnya melalui perhitungan. Tudung juga harus difungsikan sebagai reflektor untuk memperkuat cahaya yang masuk kedalam air. Keberhasilan penangkapan ikan dengan bagan salahsatunya sangat tergantung pada pemanfaatan seluruh cahaya yang terpancar dari lampu. Dalam penelitian ini, cara pemanfaatannya dilakukan dengan menenggelamkan lampu ke dalam air dan pemasangan reflektor agar cahaya lampu terpusat ke air. Cat berwarna perak digunakan sebagai pelapis reflektor. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konstruksi lampu tabung yang efektif untuk mengumpulkan ikan pada bagan. Konstruksi lampu berupa lampu standar, lampu bereflektor dan lampu dalam air. Reflektor dan lampu dalam air dirancang berdasarkan arah sebaran cahaya lampu tabung. Penelitian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu perancangan konstruksi lampu dan ujicoba lapang. Metode penelitiannya adalah experimental fishing, yaitu melakukan penangkapan ikan langsung di laut. Ujicoba dilakukan dengan mengoperasikan lampu standar antara jam ; lampu bereflektor antara ; dan lampu dalam air antara WIB. Urutan pengoperasian lampu diubah pada setiap pengoperasian bagan. Setiap konstruksi lampu dioperasikan 1-3 kali dalam satu selang waktu. Data yang dikumpulkan berupa iluminasi cahaya setiap konstruksi lampu dalam air, komposisi jenis dan berat hasil tangkapan. Data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Analisa data menggunakan metode deskriptif komparatif.

5 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konstruksi lampu tabung bereflektor dan lampu dalam air memiliki sebaran cahaya yang sesuai bagi pengoperasian bagan. Penetrasi cahaya kedua lampu mencapai kedalaman 9 dan 10 m. Adapun cahaya lampu tabung standar menyebar ke segala arah dengan kedalaman penetrasi maksimal cahaya hanya mencapai 6 m. Komposisi jenis tangkapan terdiri atas 4 organisme fototaksis positif dan 4 predator. Organisme fototaksis positif terdiri atas : tembang, kembung, teri, dan rebon. Adapun 4 jenis predator terdiri atas : layur, bawal, cumi dan tongkol. Hasil tangkapan terberat dihasilkan oleh bagan yang menggunakan lampu dalam air seberat 151,7 kg. Adapun lampu bereflektor dan lampu tabung standar, masingmasing menghasilkan tangkapan seberat 95,9 kg dan 65,6 kg. Kata kunci : Efektivitas, lampu tabung, bagan apung, dan teluk palabuhanratu.

6 Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 EFEKTIVITAS LAMPU TABUNG PADA PERIKANAN BAGAN HENDRAWAN SYAFRIE Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Roza Yusfiandayani S.Pi

9 Judul Tesis Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi : Efektivitas Lampu Tabung pada Perikanan Bagan : Hendrawan Syafrie : C : Teknologi Perikanan Tangkap Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc. Ketua Ir. Mokhamad Dahri Iskandar, M.Si. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M. Sc. Agr. NIP NIP Tanggal Ujian : 13 Januari 2012 Tanggal Lulus :

10 PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-nya sehingga penelitian yang berjudul Efektivitas Lampu Tabung pada Perikanan Bagan dapat terselesaikan. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dapat terselenggara atas bantuan berbagai pihak. Oleh karenanya penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing yang dengan kesempatan, kearifan, kebijakan dan kebaikan beliau mengarahkan penelitian penulis hingga selesai ; 2. Ir. Mokhamad Dahri Iskandar, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing atas kesempatan, kebaikan dan perhatian beliau dalam mengevaluasi penelitian penulis hingga selesai ; 3. Keluarga tercinta di Bau-Bau atas doa dan semangat yang diberikan kepada penulis ; 4. Teman-teman TPT dan SPT 2008 Hasfiandi, Hamba Ainul Mubarok, Nona Tahapary, Esa Divinubun, Adi Susanto, Syamsul Marlin Amir, Irawan Alham, Gufran, Irfan Yulianto, M. Syahrir, atas kebersamaanya selama kuliah ; 5. Teman-teman laboratorium TAP Didin, Bang Ucha, Nela, Rohana, berkat bantuannya selama penelitian dan penulisan ; 6. Keluarga Bapak Wahyu sekeluarga dan ABK Kapal Bagan 3 yang telah membantu selama penelitian ; 7. Teman-teman dan pihak lain yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala doa dan bantuannya. Kesempurnaan merupakan hal yang amat didambakan, namun tidaklah mungkin dapat tercapai karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, karena itu adanya saran dari pembaca terhadap hasil penelitian ini akan diterima dengan senang hati. Semoga penelitian ini memberikan manfaat bagi pembaca dan semoga Allah SWT, meridhoi setiap usaha yang dilakukan. Amin. Bogor, Februari 2012 Penulis

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Kendari, Sulawesi Tenggara pada tanggal 26 April 1986 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Syafrie,SE dan Ibu Hasniah Nusuha, S.Pd. Tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) diterima di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Tahun 2008 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan program magister pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sewaktu kuliah penulis pernah bekerja di salah satu perusahaan swasta PT Exsamap Asia dan menjadi asisten dosen untuk mata kuliah Teknologi Alat Penangkapan Ikan.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar belakang Perumusan masalah Tujuan penelitian Manfaat penelitian TINJAUAN PUSTAKA Bagan Konstruksi Lampu bagan Cahaya Reaksi ikan terhadap cahaya Hasil tangkapan bagan Teri Tembang Cumi-cumi Pepetek Kembung KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat Alat dan bahan Metode pengambilan data Analisa data HASIL DAN PEMBAHASAN Iluminasi cahaya Medium udara Medium air Komposisi hasil tangkapan Berdasarkan jenis ikan Berdasarkan waktu hauling Berdasarkan jenis lampu KESIMPULAN DAN SARAN xv

13 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 59

14 DAFTAR TABEL Halaman 1. Iluminasi cahaya lampu tabung pada berbagai sudut pengukuran Iluminasi cahaya lampu tabung dengan reflektor pada berbagai sudut pengukuran Iluminasi cahaya lampu dalam air pada berbagai sudut pengukuran Iluminasi cahaya lampu tabung pada medium air Iluminasi cahaya lampu tabung dengan reflektor pada medium air Iluminasi cahaya lampu dalam air pada medium air... 40

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan apung dan bagian-bagiannya Ilustrasi posisi lampu pada alat tangkap bagan Ikan teri Ikan tembang Cumi-cumi Ikan pepetek Ikan kembung Posisi pengukuran intensitas cahaya dengan luxmeter Konstruksi dan dimensi reflektor Konstruksi dan dimensi lampu bawah air Posisi pengukuran intensitas lampu secara horizontal Posisi pengukuran intensitas lampu secara vertikal Posisi pemasangan ketiga jenis lampu (tampak depan) Iluminasi cahaya lampu tabung pada medium udara Iluminasi cahaya lampu tabung dengan reflektor pada medium udara Iluminasi cahaya lampu dalam air pada medium udara Iluminasi cahaya lampu tabung pada medium air Iluminasi cahaya lampu tabung dengan reflektor pada medium air Iluminasi cahaya lampu dalam air pada medium air Komposisi berat hasil tangkapan bagan berdasarkan jenis organisme Komposisi berat tangkapan berdasarkan jenis ikan per lampu Komposisi berat hasil tangkapan terhadap jenis ikan per hauling Total tangkapan per hauling Perbandingan hasil tangkapan dengan lampu per hauling Perbandingan berat total tangkapan bagan per jenis lampu... 51

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Gambar jenis ikan hasil tangkapan bagan Peta lokasi penelitian Data iluminasi lampu di medium air Data iluminasi lampu Analisis data Data hasil tangkapan... 75

17 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perikanan Indonesia mengenal berbagai jenis alat tangkap. Subani dan Barus (1988) mengelompokkannya ke dalam 10 jenis, yaitu pukat tarik (trawl), pukat kantong lingkar (bag seine nets), pukat cincin (purse seine), perangkap dan penghadang (trap and guiding barrier), jaring angkat (lift nets), alat penangkap dengan penggiring (drive in nets), pancing (hook and line), jaring insang (gill nets), jala (cast nets) dan jenis alat tangkap lain. Bagan merupakan salah satu jenis alat tangkap yang diklasifikasikan sebagai jaring angkat. Jenis alat tangkap ini banyak dioperasikan di perairan Teluk Palabuhanratu, Lampung, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan beberapa perairan di wilayah Indonesia Timur. Jenis jenis bagan yang dioperasikan di Indonesia, adalah bagan tancap dan bagan apung. Pada umumnya bagan yang dioperasikan adalah bagan apung. Jenis bagan ini dapat didaratkan di pantai, sehingga tidak mengganggu alur pelayaran ketika tidak dioperasikan. Kelebihan bagan apung dibandingkan dengan jenis bagan lainnya adalah bersifat tidak menetap dan dapat dioperasikan di lokasi perairan pantai yang berbeda-beda disesuaikan keberadaan ikan. Konstruksi bagan apung dibentuk oleh susunan bambu yang dirangkai menjadi bangun berbentuk persegi. Pelampung yang biasa digunakan adalah drum plastik. Pada bagian bawah bagan digantungkan jaring yang dapat dinaik-turunkan ketika operasi penangkapan dilakukan. Pada bagian tengah bagan di atas jaring digantungkan lampu sebagai penarik ikan. Bagan dioperasikan pada malam hari dan ditujukan untuk menangkap jenisjenis ikan pelagis yang bersifat fototaksis positif. Lampu digunakan untuk menarik ikan fototaksis positif agar datang mendekati bagan. Penggunaan lampu pada pengoperasian bagan sangat menentukan keberhasilan penangkapan ikan. Berbagai jenis sumber cahaya digunakan sebagai alat bantu penangkapan ikan di bagan. Salah satunya adalah lampu petromaks. Jenis lampu ini awalnya sangat populer, tetapi saat ini dianggap sangat tidak ekonomis. Ini disebabkan oleh harga bahan bakarnya berupa minyak tanah yang sangat mahal dan sulit

18 2 didapatkan. Harga bahan bakar meningkat akibat dicabutnya subsidi pemerintah tahun Penggunaan lampu petromaks yang tidak ekonomis membuat nelayan bagan terpaksa beralih menggunakan jenis lampu lain. Nelayan bagan di Palabuhanratu memakai lampu tubular lamp (TL) dengan sumber listrik berasal dari generator berbahan bakar bensin (premium). Menurut nelayan bagan Palabuhanratu, produktifitas bagan yang menggunakan lampu TL relatif masih rendah. Nelayan merasa kesulitan untuk mengatasi permasalahan ini. Berdasarkan pengamatan di lapang didapatkan bahwa banyak faktor teknis yang menjadi sumber permasalahan ini, misalnya 1) lampu TL tidak dilengkapi reflektor yang tepat untuk memantulkan dan mengarahkan cahaya ke perairan, dan 2) lampu TL terlalu ringan sehingga mudah bergerak akibat tiupan angin, sehingga arah cahaya lampu bergerak kemana-mana. Keberhasilan penangkapan ikan dengan bagan salah satunya sangat tergantung pada pemanfaatan cahaya yang dihasilkan oleh lampu. Pada penelitian ini, lampu ditenggelamkan kedalam air dan pemasangan reflektor lampu. Kedua cara ini dimaksudkan agar cahaya yang terpancar hanya tersebar di dalam perairan. Pelapis reflektor berwarna perak, karena menurut Prasetyo (2009), jenis warna ini akan memantulkan cahaya lebih baik dibandingkan dengan jenis warna lainnya. Lampu TL yang digunakan dalam penelitian ini bermerek dagang Philips dengan daya 24 watt sebanyak 4 buah. Adapun generator yang dioperasikan menghasilkan daya watt. 1.2 Perumusan Masalah Pemusatan cahaya lampu TL oleh nelayan belum dilakukan secara baik. Beberapa nelayan menggunakan berbagai macam alat rumah tangga, seperti loyang, baskom dan ember sebagai reflektor. Semua peralatan rumah tangga tersebut belum secara tepat dan efektif mengarahkan dan memantulan cahaya ke permukaan air. Cahaya masih menyebar ke segala arah. Buktinya, hasil tangkapan bagan masih belum maksimal. Perlakuan terhadap lampu harus diperbaiki untuk meningkatkan hasil tangkapan. Dua perlakuan yang perlu diperbaiki adalah posisi lampu dan

19 3 penggunaan reflektor. Penempatan lampu di dalam perairan dapat mengurangi penyebaran cahaya di kolom perairan, sehingga ikan akan lebih cepat tertarik untuk mendatangi sumber cahaya. Adapun penggunaan reflektor dilakukan untuk memusatkan pancaran cahaya lampu. Ikan memiliki tingkat kenyamanan pada intensitas cahaya tertentu. Arah penyinaran yang tidak sesuai akan menyebabkan gerombolan ikan tidak berada tepat di atas jaring. Pemusatan cahaya ke dalam perairan dan upaya pengurangan penyebaran cahaya ke udara perlu dilakukan untuk meningkatkan produktifitas bagan apung. Posisi lampu yang berada di atas jaring sebaiknya memiliki arah cahaya yang tepat. Posisi lampu di dalam air akan memancarkan cahaya secara optimal. Peneliti merasa perlu melakukan penelitian terkait dengan reflektor dan posisi lampu TL yang diposisikan di dalam air. 1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Menentukan konstruksi lampu yang efektif untuk menangkap organisme air pada bagan apung; dan 2) Menentukan interval waktu yang efektif dalam pengoperasian bagan apung. 1.4 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada nelayan dalam meningkatkan produksi bagan apung dengan menggunakan alat bantu penangkapan berupa lampu penerangan jenis tubular lamp (TL).

20 4

21 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan Bagan merupakan salah satu alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil, dioperasikan pada malam hari dan menggunakan cahaya lampu sebagai atraktor untuk mengarahkan ikan pada jaring. Menurut Subani dan Barus (1989), berdasarkan cara pengoperasiannya maka bagan di kelompokkan sebagai jaring angkat (lift net). Namun, karena menggunakan lampu untuk mengumpulkan ikan maka disebut juga light fishing (Von Brandt, 1985). Bagan diperkenalkan ke seluruh wilayah perairan Indonesia oleh nelayan Sulawesi. Penggunaan bagan semakin berkembang dan terus mengalami perubahan, baik pada bentuk maupun jenisnya. Jenis bagan yang pertama dikenal adalah bagan tancap. Selanjutnya bagan perahu, bagan rakit, dan bagan apung atau hanyut. Bagan perahu dan apung dapat dioperasikan secara berpindahpindah pada tempat-tempat yang diperkirakan banyak ikannya (Subani dan Barus, 1988). Metode pengoperasian bagan apung dapat dijelaskan secara berurutan sebagai berikut (Ta aliddin, 2000): 1) Penurunan jaring (setting) ke dalam air dengan melepaskan ikatan tali jaring pada roller. Jaring diturunkan sampai kedalaman tertentu di atas perairan. Jaring turun kedalam air dengan bantuan pemberat (batu) yang diikatkan pada setiap sudut jaring bagian bawah. 2) Menyalakan dan memasang lampu TL berjumlah 4 buah, digantung dengan menggunakan tangkai bambu dengan jarak 1 m di atas permukaan air laut. Untuk operasi penangkapan ini, yang menggunakan sumber cahaya lampu listrik, pemasangan sumber cahaya dilakukan bersamaan. 3) Jaring berada dalam air rata-rata selama 2 jam. Setelah 2 jam, lampu dipadamkan satu demi satu dan pada akhirnya hanya tinggal satu lampu listrik saja yang dipasang sungkup bambu di atas untuk menarik ikan agar terkonsentrasi di bawah lampu. Jaring kemudian diangkat (hauling) dengan menggunakan alat pemutar dari bambu (roller). Pada saat awal pengangkatan jaring dilakukan secara perlahan-lahan, dan semakin cepat ketika jaring sudah

22 6 akan mencapai permukaan air. Tujuannya adalah untuk menghindari agar ikan yang berkumpul diatas jaring tidak dapat melarikan diri. 4) Setelah jaring selesai diangkat, ikan-ikan yang tertangkap dikumpulkan pada salah satu sudut jaring dan diambil dengan menggunakan serok bertangkai panjang, disimpan dalam keranjang bambu. Selanjutnya ikan-ikan tersebut dipisahkan berdasarkan jenisnya. Secara keseluruhan data waktu operasi penangkapan ikan dengan menggunakan bagan apung tradisional selama penelitian di Palabuhanratu adalah sebagai berikut: 1) Penurunan jaring (setting) selama 6 menit; 2) Jaring dalam air (110 menit); dan 3) Penarikan jaring (hauling) (5 menit) Konstruksi Komponen penting bagan terdiri atas jaring bagan, rumah bagan (anjanganjang), serok dan lampu. Jaring bagan umumnya berukuran 9 9 m dengan ukuran mata 0,5 1 cm. Bahan jaring adalah nilon. Keempat sisi jaring diikatkan pada bingkai berbentuk bujur sangkar yang terbuat dari bambu atau kayu. Rumah bagan terbuat dari bambu. Pada bagan tancap, bagian bawah berukuran m, sedangkan bagian atas 9,5 9,5 m. Pada bagian atas rumah bagan terdapat penggulung (roller) yang berfungsi untuk menurunkan dan mengangkat jaring bagan pada waktu dilakukan operasi penangkapan (Subani dan Barus, 1988). Pada Gambar 1 ditunjukkan bagan apung dan bagian-bagiannya. Bagan apung biasanya menggunakan drum plastik sebagai pengapung yang ditempatkan pada bagian dasar kiri dan kanan bagan. Jumlahnya 8 buah yang terbuat dari bahan plastik. Menurut nelayan, hasil tangkapan dengan bagan apung menghasilkan tangkapan yang lebih baik dibandingkan bagan jenis lainnya.

23 7 Sumber : Tobing (2008) Gambar 1. Bagan apung dan bagian-bagiannya Lampu bagan Bagan tergolong dalam light fishing karena menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan (Fridman, 1986). Fungsi lampu adalah sebagai pemikat ikan yang bersifat fototaksis positif untuk datang ke bagan. Posisi lampu harus berada tepat di atas jaring bagan untuk memudahkan operasi penangkapan. Ilustrasi posisi lampu pada alat tangkap bagan dapat dilihat pada Gambar 2. Pengoperasian bagan menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan. Lampu yang digunakan biasanya berjumlah 4 buah dan diletakkan tepat di tengah tengah bangunan bagan. Penggunaan lampu tersebut berfungsi sebagai atraktor agar ikan berkumpul dalam catchable area. Penangkapan ikan dengan bagan hanya dilakukan pada malam hari, terutama pada bulan gelap. Hal ini karena pancaran sinar lampu akan maksimal pada waktu tersebut. Menurut Effendi (2005), keberhasilan penangkapan ikan dengan alat bantu cahaya (light fishing) sangat ditentukan oleh teknik penangkapan, kondisi perairan dan lingkungan serta kualitas cahaya yang digunakan untuk memikat ikan. Adapun penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat ditentukan oleh

24 8 sifat alamiah cahaya matahari atau bulan, jumlah partikel yang terkandung dalam air dan banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh permukaan air. Menurut Subani dan Barus (1988), faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan penangkapan ikan dengan menggunakan alat bantu cahaya, yaitu: 1) Kecerahan Jika kecerahan rendah atau air keruh berarti banyak terdapat zat atau pertikel yang menyebar di dalam air. Cahaya yang masuk ke dalam air akan habis terserap oleh zat-zat tersebut. Ikan yang berada jauh dari sumber cahaya tidak dapat mendeteksi akan adanya cahaya. 2) Angin, arus dan gelombang Angin, arus dan gelombang mempengaruhi kedudukan lampu. Posisi lampu yang bergerak akan merubah arah cahaya yang semula lurus menjadi bengkok, sinar yang terang menjadi berkerlip dan akhirnya menimbulkan sinar yang menakutkan ikan (flickering light). Semakin besar angin, arus dan gelombang menyebabkan flickering light yang dihasilkan menjadi semakin besar. Untuk mengatasi masalah ini, konstruksi dudukan lampu harus disempurnakan. Selain itu, lampu dilengkapi dengan reflektor. Upaya lain adalah dengan menempatkan lampu di bawah permukaan air (under-water lamp). 3) Sinar bulan Pada waktu bulan purnama sulit sekali untuk dilakukan penangkapan dengan menggunakan lampu (light fishing). Cahaya yang dipancarkan bulan menyebar merata di permukaan air pada suatu areal yang sangat luas. Sebagai akibatnya, ikan-ikan juga menyebar merata di seluruh permukaan air. 4) Lokasi Penangkapan (fishing ground) Perairan teluk terhindar dari pengaruh gelombang besar, angin dan arus yang kuat memberikan dampak positif pada operasi penangkapan ikan yang menggunakan alat bantu cahaya. Kondisi perairan teluk sangat cocok diperuntukkan untuk pengoperasian bagan, karena perairannya tenang. 5) Ikan atau binatang buas Ikan yang tertarik oleh cahaya lampu didominasi oleh jenis ikan berukuran kecil, seperti teri. Jenis ikan besar atau pemangsa umumnya berada di lapisan yang lebih dalam. Adapun hewan air lain, seperti ular laut (sea snake) dan lumba-

25 9 lumba (dolphin) berada di tempat-tempat gelap mengintai keberadaan ikan-ikan kecil tersebut. Hewan-hewan tersebut sesekali menyerang ikan-ikan yang berkerumun di bawah lampu dan mencerai-beraikannya. Pemanfaatan lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan telah banyak di Indonesia. Mayoritas nelayan di wilayah perikanan telah mengenal pentingnya penggunaan lampu dalam proses penangkapan. Misalnya di wilayah Indonesia timur, lampu digunakan untuk menangkap ikan umpan hidup (life bait fish) pada penangkapan ikan cakalang dengan alat tangkap huhate. Pada perikanan bagan, beragam jenis lampu digunakan untuk membantu penangkapan. Beberapa jenis lampu yang biasa digunakan pada perikanan bagan adalah lampu pijar, neon, dan petromaks (kerosene pressure lamp) (Prasetyo, 2009). Keberhasilan penangkapan ikan dengan bagan ternyata sangat ditentukan oleh ketinggian lampu dari permukaan perairan. Subani (1972) menyebutkan ketinggian petromaks dari permukaan air adalah 1 m dan jaring berada pada kedalaman 8 m. Penelitian terbaru Prasetyo (2009) menjelaskan bahwa faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan penangkapan bagan adalah pemusatan cahaya. Arah pancaran cahaya harus terpusat pada areal dalam jaring bagan. Untuk itu, lampu harus dilengkapi dengan reflektor yang berfungsi sebagai pengarah cahaya. Menurut (Nurdin, 2009) integritas cahaya yang tinggi akan meningkatkan hasil tangkapan.

26 10 m Sumber : Tobing (2008) Gambar 2. Ilustrasi posisi lampu pada alat tangkap bagan 2.2 Cahaya Cahaya adalah berkas berkas kecil dalam spektrum elektromagnetik yang merambat tanpa medium perantara. Menurut teori Newton, cahaya terdiri atas partikel-partikel kecil yang keluar dari sumbernya dengan kecepatan tinggi (Gluck, 1964). Selanjutnya dijelaskan bahwa panjang gelombang cahaya berkisar antara Angstrom dengan frekuensi cahaya tampak bervariasi dari 7.9 x 10 Hz 4,3 x 10 Hz. Cepat rambat cahaya pada medium air lebih rendah dari pada cepat rambat cahaya pada medium udara. Hal ini disebabkan oleh perbedaan indeks bias medium yang dilewatinya. Indeks bias tersebut dipengaruhi oleh kerapatan suatu medium, sehingga cahaya mengalami pembiasan. Kecepatan rambat cahaya dipengaruhi oleh perubahan panjang gelombang, sedangkan frekuensi cahaya tidak terpengaruh (Cayles and Marsden, 1983). Perbedaan media rambat yang dilalui cahaya akan berpengaruh terhadap karakteristik-karakteristik cahaya. Kedalaman penetrasi cahaya di dalam laut

27 11 tergantung pada beberapa faktor, antara lain absorpsi cahaya oleh partikel-partikel terlarut dalam air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, serta musim dan lintang geografis (Nyabakken, 1988). Iluminasi cahaya (E) didefinisikan sebagai jumlah cahaya yang masuk ke kolom air yang tergantung pada intensitas cahaya dan jarak dari permukaan (Ben Yami, 1987). Pengukuran iluminasi cahaya dari suatu sumber dapat dilakukan dengan menggunakan rumus : E = Keterangan : E : Iluminasi cahaya (lux): C : Kuat smber cahaya (candela); dan R : Jarak dari sumber cahaya (m). Bentuk sebaran intensitas cahaya lampu di bawah air tergantung dari tipe lampu yang digunakan sebagai sumber cahaya. Pengamatan sebaran intensitas di dalam air menunjukkan bahwa pada garis luar iso lux dari 4 lampu petromaks pada bagan apung di Palabuhanratu bentuknya seperti oval. Intensitas cahaya maksimum sebesar 340 lux di pusat cahaya lampu di permukaan air (Puspito, 2008). 2.3 Reaksi ikan terhadap cahaya Reaksi atau respon ikan terhadap keadaan lingkungan luar atau rangsangan eksternal disebut taxis. Reaksi ikan terhadap rangsangan cahaya disebut phototaksis. Phototaksis dikelompokkan menjadi phototaksis positif dan phototaksis negatif. Phototaksis positif adalah reaksi makhluk hidup yang mendekati sumber cahaya. Adapun phototaksis negatif adalah reaksi makhluk hidup yang menjauhi sumber cahaya yang terdeteksi olehnya (Ben Yami, 1988). Ikan tertarik pada cahaya melalui penglihatan (mata) dan rangsangan melalui otak (pineal region pada otak). Peristiwa tertariknya ikan pada cahaya disebut phototaksis (Ayodhyoa, 1981). Dengan demikian, ikan yang tertarik oleh cahaya hanyalah ikan-ikan fototaksis, yang umumnya adalah ikan-ikan pelagis dan sebagian kecil ikan demersal, sedangkan ikan-ikan yang tidak tertarik oleh cahaya atau menjauhi cahaya biasa disebut fototaksis negatif (Gunarso, 1985).

28 12 Ada beberapa alasan mengapa ikan tertarik oleh cahaya, antara lain adalah penyesuaian intensitas cahaya dengan kemampuan mata ikan untuk menerima cahaya. Dengan demikian, kemampuan ikan untuk tertarik pada suatu sumber cahaya sangat berbeda-beda. Ada ikan yang senang pada intensitas cahaya yang rendah, tetapi adapula ikan yang senang terhadap intensitas cahaya yang tinggi. Namun, ada ikan yang mempunyai kemampuan untuk tertarik oleh cahaya mulai dari intensitas yang rendah sampai yang tinggi. Menurut (Priatna, 2009), pengaruh intensitas cahaya terhadap agregasi ikan mempunyai pola yang tidak sama. Ikan akan beradaptasi terhadap variasi iluminasi optimum sehingga selama proses pencahayaan terjadi migrasi. Pada ikan diketahui bahwa rangsangan cahaya antara 0,01-0,001 lux sudah memberikan reaksi (Laevastu and Hayes, 1991). Ambang cahaya tertinggi untuk mata ikan belum banyak diteliti, walau banyak diketahui bahwa berbagai jenis ikan laut pada umumnya selalu berusaha untuk meningkatkan sensitifitasnya. Ikan mempunyai suatu kemampuan yang mengagumkan untuk dapat melihat pada waktu siang hari dengan kekuataan penerangan ratusan ribu lux dan dalam keadaan gelap sama sekali (Gunarso, 1985). Namun demikian, sensitifitas mata ikan laut pada umumnya tinggi. Kalau cahaya biru-hijau yang mampu diterima mata manusia hanya sebesar 30% saja, maka mata ikan mampu menerimanya sebesar 75%, sedangkan retina mata dari beberapa jenis ikan laut dalam menerimanya sampai 90%. Ambang cahaya yang mampu dideteksi oleh mata ikan jauh lebih rendah dari pada ambang cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia, sehingga pada umumnya mata ikan mempunyai tingkat sensitifitas 100 mata manusia. Oleh karena itu, pada beberapa jenis ikan yang hidup di perairan pantai dapat mengindera mangsanya dari kejauhan 100 m sejak pagi sampai sore hari (Woodhead, 1966 dalam Gunarso, 1985). Penggunaan lampu pada pengoperasian bagan akan merangsang fitoplankton yang bersifat phototaksis positif berkumpul di bawah lampu. Keberadaan fitoplankton tersebut akan menarik ikan-ikan kecil (plankton feeder) yang diikuti oleh ikan predator sehingga terjadi jejaring makanan di area pengoperasian bagan.

29 13 Pergerakan ikan tembang secara vertikal terjadi karena perubahan siang dan malam. Pada malam hari gerombolan ikan cenderung berenang ke permukaan dan akan berada pada permukaan sampai dengan matahari sudah akan terbit. Pada malam terang bulan gerombolan ikan itu akan berpencar atau tetap berada di bawah permukaan air (Gunarso, 1988). 2.4 Hasil tangkapan bagan Berdasarkan data perikanan PPN Palabuhanratu 2009, hasil tangkapan bagan mencapai 225 ton/tahun. Hasil tangkapan tersebut terdiri atas berbagai jenis ikan pelagis. Menurut Subani dan Barus (1988), bagan ditujukan untuk menangkap jenis ikan fototaksis positif, yaitu teri (Stolephorus spp). Adapun hasil tangkapan sampingannya adalah tembang (Sardinella fimbriata), cumi-cumi (Loligo sp), pepetek (Leiognathus sp), dan kembung (Rastreliger sp) Teri (Stolephorus spp) Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan teri adalah sebagai berikut : Filum : Chordata; Subfilum : Vertebrata; Kelas : Pisces; Ordo : Malacopterygii; Subordo : Percoidei; Family : Clupeidae; Genus : Stolephorus; dan Species : Stolephorus spp. (Gambar 3). Sumber : (2012) Gambar 3. Ikan teri

30 14 Ikan teri umumnya berukuran kecil sekitar 6-9 cm. Ikan ini umumnya menghuni perairan dekat pantai dan hidup secara bergerombol. Stelophorus spp, mempunyai tanda-tanda khas seperti yang terlihat pada Gambar 3, yaitu umumnya tidak berwarna, bagian samping tubuhnya (linear lateralis) terdapat garis putih keperakan seperti selempang yang memanjang dari belakang kepala hingga ekor. Bentuk tubuh bulat memanjang (fusiform) dan pipih (compressed). Teri menyebar pada wilayah Samudera Hindia bagian timur sampai Samudera Pasifik Tengah. Penyebaran ke selatan sampai ke daerah Australia. Laevastu dan Hayes (1981) mengemukakan bahwa teri selama siang hari membentuk gerombolan dasar perairan dan bermigrasi menuju permukaan pada malam hari dimana tebalnya gerombolan ini adalah 6-15 m. Kedalaman renang dari gerombolan teri bervariasi selama siang hari dan bermigrasi ke daerah yang dangkal (permukaan) pada waktu pagi dan sore hari. Hal ini berkaitan erat dengan cahaya, teri menyukai intensitas cahaya tertentu dan kedalaman dari intensitas bervariasi sesuai dengan waktu, derajat perawanan dan koefisien konsistensi air. Beberapa sifat fisika-kimia air merupakan salah satu faktor eksternal yang berpengaruh terhadap perkembangan ikan teri. Dalam kondisi alamiah, faktor lingkungan yang berpengaruh adalah suhu, oksigen terlarut, periode penyinaran, dan ketersediaan pangan (Omori and Ikeda 1984) Tembang (Sardinella fimbriata) Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan tembang adalah sebagai berikut; Filum : Chordata; Subfilum : Vertebrata ; Kelas : Pisces ; Subkelas : Teleostei ; Ordo : Malacopterygii ; Subordo : Clupeidai ; Famili : Clupeidae ; Subfamili : Clupeinae ; Genus : Clupea ; dan Spesies : S. Fimbriata (Gambar 4)

31 15 Sumber : www. eol.org. (2012) Gambar 4. Ikan tembang Ikan tembang merupakan ikan pelagis yang banyak ditemukan di wilayah pantai. Ikan ini hidup bergerombol (schooling) dan berpindah-pindah (Nybakken, 1992). Plankton adalah organisme kecil yang menjadi makanannya, baik ikan kecil maupun ikan dewasa. Berkembang biak satu kali dalam satu tahun pada bulan Juni-Juli di wilayah pantai ketika suhu udara dan kadar garam rendah. Ciri-ciri morfologi ikan tembang adalah memiliki bentuk badan fusiform, pipih dengan duri dibagian bawah badan. Panjangnya berkisar cm. Warna tubuh biru kehijauan pada bagian atas, putih perak pada bagian bawah. Siripsiripnya pucat kehijauan serta tembus cahaya Cumi-cumi (Loligo sp) Menurut Roper, et al. (1984), cumi-cumi diklasifikasikan kedalam : Filum : Mollusca; Kelas : Cephalopoda ; Ordo : Teuthoidea ; Sub ordo : Myopsida ; Famili : Loliginidae ; Genus : Loligo, Sepioteuthis, dan Doryteuthis; dan Spesies : Loligo sp (Gambar 5).

32 16 Sumber : www. wikipedia. org. (2012) Gambar 5. Cumi-cumi Cumi cumi merupakan binatang bertubuh lunak dengan bentuk tubuh memanjang silindris dan bagian belakang meruncing dengan sepasang sirip berbentuk triangular atau bundar. Cumi-cumi mempunyai sepasang mata di samping kepala. Pada bagian tengah kepalanya terdapat mulut yang dikelilingi tentakel dengan alat penghisap (sucker). Cumi-cumi memiliki sejenis cangkang yang sudah termodifikasi menjadi cangkang tipis yang mengandung zat tanduk atau khitin, disebut pen, dan terletak di dalam mantel. Seluruh tubuh bagian dalam dan sebagian dari kepalanya masuk kedalam rongga mantel tersebut. Pada bagian kepala cumi-cumi terdapat lubang seperti corong yang dinamakan siphon. Siphon ini berguna untuk mengeluarkan air dari rongga mantel yang menghasilkan daya dorong untuk pergerakan cumi-cumi. Melalui siphon ini juga cumi-cumi terkadang mengaluarkan tinta berwarna coklat hitam untuk menghindari predator (Buchsbaum et. al., 1987). Cumi-cumi hidup di daerah pantai dan paparan benua sampai kedalaman 400 m. Beberapa spesies cumi-cumi hidup sampai di perairan payau. Cumi-cumi digolongkan sebagai organisme pelagik. Cumi-cumi melakukan pergerakan diurnal, yaitu pada siang hari akan berkelompok dekat dasar perairan dan akan menyebar pada kolom perairan pada malam harinya. Umumnya cumi-cumi tertarik pada cahaya (fototaksis positif) sehingga sering ditangkap dengan menggunakan bantuan cahaya (Ropper et. al.,1984) Pepetek ( Leiognathus sp) Kalsifikasi ikan pepetek menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata

33 17 Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Percomorphi Subordo : Percoidea Famili : Leognathidae Genus : Leognathus Spesies : Leiognathus sp (Gambar 6) Sumber : www. fishbase. org (2012) Gambar 6. Ikan pepetek Ikan pepetek berbentuk pipih, berukuran kecil dengan panjang < 15 cm. Ikan ini dapat digolongkan dalam 3 marga yaitu Leiognathus, Gazza dan Secutor. Perbedaan ketiga jenis ini terdapat pada gigi dan bentuk mulutnya. Gazza mempunyai gigi taring sedangkan yang lain hanya mempunyai gigi kecil dan mulutnya dapat dijulurkan ke depan dengan mengarah ke atas (secutor) ataupun ke bawah (Leiognathus) (Nontji, 2005). Pepetek hidup di perairan dangkal dan biasanya dalam gerombolan yang besar. Menurut Nontji (2005) produksi pepetek yang tertinggi biasanya terdapat di pesisir Jawa Timur biasanya sekitar bulan Desember-Maret, sedangkan terendah pada bulan Juli-September Kembung (Rastreliger sp) Ikan kembung atau dikenal dengan nama latin Rastrelliger sp termasuk jenis ikan pelagis kecil yang hidup bergerombol. Menurut Cuvier (1817) klasifikasinya adalah : Filum : Chordata ; Subfilum : Vertebrata ; Kelas : Actinopterygii ;

34 18 Ordo : Perciformes ; Famili : Scombridae ; Genus : Rastrelliger ; Spesies : Rastrelliger sp (Gambar 7) Sumber : www. kahaku. go (2012) Gambar 7. Ikan kembung Ikan kembung dapat hidup di perairan pantai maupun lepas pantai, terutama di daerah yang berkadar garam tinggi. Ikan kembung terdiri atas 2 species, yaitu ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger neglectus) (Kriswantoro dan Sunyoto, 1986). Penyebaran ikan kembung di Indonesia sangat luas, hampir meliputi seluruh perairan yang ada. Menurut Kriswantoro dan Sunyoto (1986), konsentrasi terbesar ikan kembung lelaki terdapat di Barat Sumatera, Laut Jawa, Selat Malaka, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Muna Buton, dan perairan Arafura. Adapun menurut Widyaningsih (1995), ikan kembung perempuan jenis R. branchsoma hanya terdapat di perairan Indonesia bagian Timur (Kepulauan Maluku). Keberadaan ikan kembung di suatu wilayah membuktikan bahwa wilayah tersebut merupakan tempat yang dilalui oleh migrasi ikan cakalang. Pendugaan mengenai waktu dan tempat pemijahan ikan kembung telah dilakukan oleh beberapa ahli. Menurut Widyaningsih (1995), musim pemijahan ikan kembung terjadi pada musim barat (Oktober Februari) dan musim timur (Juni September). Tempat pemijahan terdapat di Utara Tanjung Satai (Kalimantan Barat), Laut Cina Selatan, Samudera Indonesia, dan Laut Flores. Musim pemijahan utama ikan kembung terjadi antara bulan April dan Agustus dengan puncak musim diduga berlangsung bulan Agustus.

35 19 3 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Palabuhanratu merupakan salah satu kabupaten di sebelah selatan Jawa Barat yang memiliki wilayah perairan laut. Perairannya berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Letak geografis Teluk Palabuhanratu berada pada Lintang Selatan dan Bujur Timur. Kecamatan Palabuhanratu berjarak sekitar 61 km dari kabupaten Sukabumi (Nurhayati, 2006). Karakteristik dasar perairan Palabuhanratu adalah teksturnya kasar, bergelombang dan terdiri atas daerah perbukitan. Garis pantai panjangnya mencapai ±105 km. Ditinjau dari topografi dasar laut, perairan dengan kedalaman 200 m di teluk tersebut dapat dijumpai hingga jarak sekitar 300 m dari garis pantai. Setelah itu, dasar pantai menurun dengan tajam mencapai kedalaman > 600 m di bagian tengah teluk (Nurhayati, 2006). Beberapa sungai yang bermuara ke perairan Palabuhanratu antara lain Sungai Cimandiri, Cibareno, Cisolok, Cimaja, Citepus, Cipalabuhan dan Cipangairan. Banyaknya sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu memberi pengaruh terhadap kondisi perairan laut sekitarnya (Anita, 2003). Aktivitas perikanan di Palabuhanratu sangat tinggi terlihat dari produksi pendaratan tangkapan yang sangat tinggi. Beberapa jenis ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu adalah teri, tembang, layur, selar, dan bentrong (Subani, 1988). Adapun musim penangkapan ikan di teluk Palabuhanratu, menurut Tampubolon (1990), terdiri atas 3 musim, yaitu : 1. Musim banyak ikan (Juni-September) ; 2. Musim sedang ikan (Maret-Mei dan Oktober-November) ; dan 3. Musim kurang ikan (Desember-Februari). Keadaan arus pada perairan dipengaruhi oleh pasang surut, angin, densitas dan pengaruh masukan air dari muara sungai. Arus pantai selatan Jawa pada bulan Februari sampai Juni bergerak ke arah timur dan bulan Juli hingga Januari bergerak ke arah barat. Pada bulan Februari arus pantai maksimum mencapai 75 cm/detik dengan rata - rata kecepatan 50 cm/detik dengan arah dominan ke Selatan (Surbakti dan Nugraha, 2009). Pada bulan Agustus, arus pantai berganti arah ke barat dengan kecepatan 75 cm/detik, kemudian menurun hingga kecepatan

36 20 50 cm/detik sampai bulan Oktober. Salinitas di perairan Palabuhanratu berkisar antara 32,33 35,96. Kisaran suhu pada perairan Palabuhanratu berkisar antara C, sedangkan tinggi gelombang dapat berkisar antara 1-3 meter (PPN Palabuhanratu, 2007). Kondisi iklim tropis di wilayah pesisir Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, dipengaruhi oleh musim angin barat yang bertiup dari timur ke barat, dan musim angin timur yang bertiup dari barat ke timur. Musim angin barat bertiup dari bulan Desember sampai Maret, sedangkan musim angin timur berlangsung antara bulan Juni sampai September. Curah hujan tahunan di pesisir Teluk Palabuhanratu berkisar antara mm/tahun dan hari hujan antara hari/tahun. Suhu udara di sekitar wilayah ini berkisar antara C dan memiliki kelembaban udara yang berkisar antara 70-90% (PPN Palabuhanratu, 2007). Perbedaan musim barat dan musim timur tersebut sangat mempengaruhi operasi penangkapan ikan. Keadaan oseanografi perairan Palabuhanratu yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia sangat dipengaruhi oleh kekuatan angin yang besar terlebih pada musim barat. Selama musim barat, ombak sangat besar disertai dengan angin dan hujan yang sangat lebat mengakibatkan para nelayan tidak melaut. Sebaliknya pada musim timur, keadaan perairan biasanya tenang, jarang terjadi hujan dan ombak relatif kecil sehingga memungkinkan nelayan untuk melaut. Pada waktu ini terjadi musim puncak ikan (Nurhayati, 2006).

37 21 4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilakukan antara bulan Juli 2010 Juli 2011 bertempat di laboratorium Teknologi Alat Penangkapan Ikan, PSP, IPB ; dan perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. 4.2 Alat dan bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi 1 unit bagan apung, 4 lampu Philips tornado berdaya 24 watt, 4 reflektor bertudung kerucut terpancung, 1 unit genset dengan daya listrik watt, stabilizer 220 v, luxmeter, meteran dan timbangan. Luxmeter yang digunakan merupakan underwater luxmeter buatan Jepang seri osk Marine Lux-Metre. Luxmeter ini digerakkan dengan sistem analog. Adapun skala untuk melakukan pengukuran adalah low (0-50 lx) dan high (0-500 lx). 4.3 Metode pengambilan data Penelitian menggunakan metode experimental fishing. Percobaan dilakukan dengan mengoperasikan bagan di perairan Teluk Palabuhanratu. Pengoperasian bagan hanya dilakukan pada saat bulan gelap. Penelitian diawali dengan pengukuran intensitas cahaya lampu, pembuatan reflektor lampu, lampu dalam air dan terakhir operasi penangkapan. Adapun tahapan-tahapan dalam pengoperasian tersebut sebagai berikut : 1) Pengukuran intensitas cahaya lampu dengan luxmeter Prosedur yang dilakukan adalah lampu dinyalakan dalam ruang gelap dan intensitasnya diukur pada jarak 1 m dengan luxmeter. Lampu tubular lamp (TL) yang digunakan bermerek Philips tornado berdaya listrik 24 watt. Intensitas cahaya diukur pada berbagai posisi, yaitu atas, bawah, dan sisi kanan-kiri. Nilai intensitas cahaya pada setiap sudut pengukuran 15 dicatat. Arah sebaran cahaya digunakan untuk mendesain reflektor guna memfokuskan cahaya. Posisi pengukuran intensitas cahaya ditunjukkan pada Gambar 8.

38 22 a) b) Gambar 8. Posisi pengukuran intensitas cahaya dengan luxmeter. a) jarak lampu dari luxmeter ; dan b) sudut pengukuran 2) Pembuatan konstruksi lampu Reflektor lampu dibuat berdasarkan jarak lampu dengan kerangka jaring. Sebaran cahaya lampu diusahakan terfokus pada kerangka jaring yang berada di permukaan air. Pada penelitian ini, lampu bagan yang digunakan berjumlah 4 buah. Keempat lampu tersebut ditempatkan pada 4 sudut kerangka yang berbentuk

39 23 persegi dengan panjang setiap sisinya 50 cm. Jarak antara lampu dengan permukaan air adalah 1 m. Adapun kerangka jaring berbentuk persegi dengan sisisisinya berukuran 8 m. Dengan demikian, cahaya lampu harus dapat menerangi areal permukaan air dengan diameter ± 3,75 m. Panjang sisi reflektor ditetapkan 34 cm agar tidak berbenturan dengan ketiga reflektor lampu lainnya. Reflektor terbuat dari seng dan dilapisi dengan cat berwarna perak. Pada Gambar 9 diperlihatkan konstruksi dan dimensi reflektor lampu. 34 cm 34,5 cm Gambar 9. Konstruksi dan dimensi reflektor 3) Pembuatan lampu dalam air Lampu dalam air terdiri atas lampu TL Philips tornado 24 watt yang dimasukkan kedalam setoples kaca bekas serbuk minuman Nutrisari. Bagian dudukan lampu diberi lem kaca agar kedap udara sehingga air tidak mudah masuk. Bagian tutup toples di beri plastik yang diikat dengan menggunakan karet ban bekas. Lampu diujicobakan pada kedalaman 1 m untuk menguji ada atau tidaknya kebocoran. Lampu diberi pemberat, ditenggelamkan dan dinyalakan. Setelah dilakukan perendaman selama 6 jam dan dipastikan tidak ada air yang masuk kedalam toples, maka pembuatan satu lampu bawah air dianggap selesai. Gambar 10 menunjukkan konstruksi dan dimensi lampu dalam air.

40 24 Gambar 10. Konstruksi dan dimensi lampu bawah air 4) Pengambilan data Jenis data yang diambil hanya berupa data primer. Data yang diambil berupa instensitas cahaya baik secara vertikal maupun horizontal, kecepatan berkumpulnya ikan dan komposisi jenis serta jumlah hasil tangkapan. Selain itu, data lain yang dikumpulkan adalah kecerahan dan suhu perairan. Pengukuran intensitas cahaya secara horizontal dilakukan dengan menentukan 4 titik berjarak 1,3 m, 2,6 m dan 3,9 m. Ketiga titik tersebut diukur dari titik tengah di atas kerangka jaring bagan (Gambar 11). Intensitas cahaya juga diukur pada kedalaman 1 m, 2 m, 3 m, 4 m, 5 m, 6 m, 7 m, 8 m, 9 m, 10 m, 11 m dan 12 m di bawah permukaan air pada posisi titik pengukuran iluminasi secara horizontal (Gambar 12). Kecepatan berkumpulnya ikan diamati secara visual. Pengamatan dimulai ketika bagan mulai dioperasikan hingga ikan berkumpul dan membentuk kelompok. Jenis ikan yang dijadikan indikator adalah teri. Data tangkapan didapat dari hasil operasi penangkapan ikan dengan bagan. Urutannya adalah : 1) Pengoperasian malam pertama digunakan lampu tanpa reflektor, malam kedua menggunakan lampu dengan reflektor, dan malam ketiga menggunakan

41 25 lampu dalam air. Surface lamp dan underwater lamp di pasang dengan jarak 1 m dari permukaan air ; 2) Bobot total hasil tangkapan pada setiap perlakuan ditimbang dan diidentifikasi jenisnya; 3) Pengoperasian alat tangkap dibagi dalam 3 kelompok waktu, yaitu pukul , , dan ; dan 4) Operasi penangkapan dilakukan sebanyak 10 kali ulangan untuk setiap perlakuan. 8 m Lampu 1,3m 2,6 m 3,9 m 8 m Frame bagan Gambar 11. Posisi pengukuran intensitas lampu secara horizontal

42 26 Lampu 1,3m 2,6 m 3,9 m 1 m 1 m 1 m 12 m 12 m 12 m Gambar 12. Posisi pengukuran intensitas lampu secara vertikal a)

43 27 b) c) Pengapung Lampu celup Jaring Gambar 13. Posisi pemasangan ketiga jenis lampu (tampak depan). a) lampu tabung ; b) lampu bereflektor ; dan c) lampu dalam air

44 Analisa data Data dianalisis secara deskriptif kuantitatif terhadap data aspek hasil tangkapan secara perhitungan rata-rata, kisaran rata-rata, dan analisis grafik. Keterkaitan penggunaan lampu bereflektor dan lacuda dianalisis datanya menggunakan analisis komparatif antara hasil tangkapan lampu tabung dengan lampu bereflektor dan lacuda. Data hasil tangkapan diplotkan dalam bentuk grafik untuk selanjutnya dianalisa secara deskriptif komparatif. Selain itu, data juga dianalisa secara statistik melalui uji kenormalan data. Data yang tersebar normal diuji parametrik, yaitu dengan menggunakan uji nilai tengah (t-student). Analisis data dengan menggunakan uji nilai tengah dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh penggunaan lampu bereflektor dan lampu celup dalam air terhadap hasil tangkapan. Uji nilai tengah dilakukan dengan asumsi bahwa ragam populasi adalah sama dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Walpole, 1992) : Rumus derajat bebas : 2 Dasar pengambilan keputusan dalam uji nilai tengah berdasarkan nilai probabilitas (tingkat signifikan) dari hasil nilai t, pada selang kepercayaan 95%. Hipotesis yang digunakan adalah : yang berarti tidak ada pengaruh penggunaan lampu bereflektor/ lacuda terhadap hasil tangkapan ; dan yang berarti ada pengaruh penggunaan lampu bereflektor/ lacuda terhadap hasil tangkapan. Keterangan : : Rata rata laju tangkap menggunakan lampu tabung (kontrol) ; dan : Rata rata laju tangkap menggunakan lampu bereflektor/ lacuda.

45 29 Nilai t- hitung diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Dimana adalah simpangan koefisien b yang dapat ditentukan dari model rumus, sedangkan dan KTG dicari melalui analisis kovarian. Penarikan keputusan dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t tabel pada selang kepercayaan 95 %. Jika nilai t hitung > t tabel maka keputusannya adalah menolak hipotesa nol, dan jika t hitung < t tabel maka keputusannya adalah menerima hipotesa nol.

46 30

47 31 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Iluminasi cahaya Menurut Cayless dan Marsden (1983), iluminasi atau intensitas penerangan adalah nilai pancaran cahaya yang jatuh pada suatu bidang permukaan. Iluminasi cahaya dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan jarak antara sumber cahaya dengan permukaan bidang (Ben Yami, 1987). Intensitas cahaya adalah kekuatan cahaya yang berasal dari satu sumber dengan satuan candela. Hubungan antara nilai iluminasi cahaya, intensitas cahaya dan jarak dari sumber cahaya dirumuskan dengan : Keterangan : E : Iluminasi cahaya (lux) ; I : Intensitas cahaya (candela) ; dan r : Jarak dari sumber cahaya (m). Nilai iluminasi cahaya akan menurun jika jaraknya semakin jauh dari sumber cahaya atau melewati medium tertentu. Indeks bias cahaya berbeda-beda pada setiap medium tertentu. Pembiasan cahaya menyebabkan pembelokkan, sehingga iluminasi cahaya menjadi berkurang. Indeks bias cahaya pada medium udara adalah 1, sedangkan pada medium air sebesar 1, Medium udara Menurut Cayless dan Marsden (1983), cahaya dapat merambat pada medium udara. Frekuensi cahaya tidak mengalami perubahan saat merambat di udara. Cepat rambat dan panjang gelombangnya saja yang berubah. 1) Lampu tabung Data hasil pengukuran iluminasi lampu tabung pada berbagai sudut dijelaskan pada Tabel 1, sedangkan grafiknya disajikan pada Gambar 14. Iluminasi cahaya pada setiap sudut pengukuran berbeda.

48 32 Tabel 1. Iluminasi cahaya lampu tabung pada berbagai sudut pengukuran Sudut ( o ) Iluminasi (lux) Sudut ( o ) Iluminasi (lux) Sudut ( o ) Iluminasi (lux) Gambar 14. Iluminasi cahaya lampu tabung pada medium udara Iluminasi cahaya pada sudut pengukuran 0 30 sangat rendah dibandingkan dengan sudut lainnya. Hal ini disebabkan posisi pengukuran iluminasi agak terhalang oleh kepala lampu. Selanjutnya, iluminasi cahaya mulai dari sudut 45 hingga 120 terus mengalami kenaikan yang cukup besar. Intensitas cahaya dari tabung tidak terhalang oleh apapun. Iluminasi cahaya antara sudut terus berkurang. Pengurangan tersebut disebabkan bidang yang memancarkan cahaya langsung mengecil. Nilai iluminasi tertinggi cenderung berada pada sudut pengukuran 120. Pada posisi ini terjadi interferensi cahaya dari tabung lampu.

49 33 Pada Gambar 14, sebagian besar arah pancaran cahaya lampu tabung yang memiliki iluminasi tinggi berada pada posisi , atau cenderung ke arah horizontal. Pola sebaran demikian tidak dapat dimanfaatkan secara optimal pada perikanan bagan. Cahaya tidak dapat mengumpulkan ikan dibawah bagan, tetapi menyebar di sekitar bagan. Alat tangkap bagan memerlukan lampu beriluminasi tinggi dengan pancaran cahaya ke arah bawah bagan, atau pada sudut antara Pola arah penyinaran lampu tabung beriluminasi tinggi yang cenderung mengarah ke samping dan ke bawah pada sudut 90 o -150 o dan mengharuskan penempatan lampu tidak jauh dari permukaan air. Ini dimaksudkan agar cahaya yang masuk ke dalam air lebih banyak dari pada yang tersebar di medium udara. 2) Lampu tabung dengan reflektor Pengukuran iluminasi cahaya lampu tabung dengan reflektor dapat dilihat hasilnya pada Tabel 2, dan diilustrasikan pada gambar 15 sebagai berikut: Tabel 2. Iluminasi cahaya lampu tabung dengan reflektor pada berbagai sudut pengukuran Sudut ( o ) Iluminasi (lux) Sudut ( o ) Iluminasi (lux) Sudut ( o ) Iluminasi (lux)

50 34 Gambar 15. Iluminasi cahaya lampu tabung dengan reflektor pada medium udara Iluminasi cahaya antara sudut 0-90 dan tidak dapat diukur, karena terhalang oleh reflektor. Adapun pada sudut pengukuran 105 dan 255, iluminasi cahaya masih dapat diukur meskipun bernilai kecil yaitu 28 lux. Iluminasi ini dimungkinkan berasal dari pantulan cahaya di ujung sisi bagian dalam reflektor yang tidak sempurna. Dari seluruh sudut pengukuran, iluminasi tertinggi terdapat pada sudut 180, yaitu sebesar 562 lux. Pada posisi ini terjadi akumulasi cahaya yang berasal dari lampu dan pantulan reflektor berwarna perak. Persentase pantulan cahaya datang dari reflektor perak adalah sebesar % dan putih % ( Penggunaan reflektor pada lampu tabung sangat baik jika dioperasikan di bagan. Pemusatan cahaya di bawah bagan dengan reflektor memberi peluang ikan banyak terkumpul di atas jaring. Reflektor membantu cahaya lampu agar lebih memusat ke arah bawah, sehingga tidak terbuang ke arah lainnya. 3) Lampu dalam air Hasil pengukuran terhadap iluminasi cahaya lampu dalam air memberikan hasil yang berbeda dengan lampu tabung tanpa perlakuan. Iluminasi cahayanya lebih rendah. Penyebabnya cahaya yang memancar ke luar setoples telah direduksi oleh lapisan kaca. Iluminasi cahaya terbesar pada posisi pengukuran 90 o. Semakin

51 35 jauh dari sudut pengukuran tersebut, nilai iluminasi akan semakin kecil, karena ketebalan kaca setoples yang dilewati oleh cahaya semakin tebal. Tabel 3 menjelaskan data iluminasi cahaya lampu dalam air dan grafiknya disajikan pada Gambar 16. Tabel 3. Iluminasi cahaya lampu dalam air pada berbagai sudut pengukuran Sudut ( o ) Iluminasi (lux) Sudut ( o ) Iluminasi (lux) Sudut ( o ) Iluminasi (lux) Gambar 16. Iluminasi cahaya lampu dalam air pada medium udara Berdasarkan hasil pengukuran, nilai iluminasi bernilai 0 pada sudut Cahaya lampu terhalang oleh penutup setoples sehingga nilai iluminasi tidak terukur pada sudut tersebut. Iluminasi bernilai 46 lux terukur pada sudut 45. Nilai ini berasal dari hasil pembiasan cahaya lampu pada bagian leher setoples yang berbentuk ulir. Penyinaran kearah samping pada sudut pengukuran 90 o -150 o dan 210 o 270 o memberikan nilai iluminasi yang tinggi. Iluminasi cahaya ke arah bawah antara 165 o o lebih rendah dari iluminasi cahaya ke arah samping, tetapi

52 36 lebih tinggi dibandingkan dengan kearah atas 0 o -90 o dan 270 o -360 o. Hal ini mengindikasikan bahwa lampu dalam air sangat sesuai digunakan untuk mengumpulkan ikan yang berada di sekitar sumber cahaya. Selain itu, iluminasi cahaya yang rendah ke arah atas mengharuskan penempatan lampu tidak terlalu dalam. Sebab, pancaran cahaya pada sudut 105 o -150 o dan 210 o -255 o tidak dapat secara maksimal digunakan untuk mengumpulkan ikan. 4) Perbandingan ketiga lampu Bagan memerlukan alat bantu cahaya yang berfungsi sebagai pengumpul ikan. Berdasarkan arah pancaran cahaya yang beriluminasi tinggi, lampu tabung kurang efektif untuk mengumpulkan ikan, karena hampir semua cahaya terpancar ke arah samping dan hanya sedikit cahaya yang masuk ke dalam air. Pada lampu tabung bereflektor, seluruh pancaran cahaya mengarah ke bawah. Cara ini juga kurang efektif untuk mengumpulkan ikan yang berada di sekitar bagan. Lampu hanya memiliki kemampuan mengumpulkan ikan yang berada tidak jauh dari bagan. Lampu dalam air lebih efektif karena cahayanya memancar ke arah samping dan sebagian kebawah. Hanya permasalahannya, keberadaan kaca setoples mengurangi iluminasi cahaya yang masuk ke dalam air. Nilai intensitas cahaya di dalam air tertinggi dengan lampu dalam air, karena dengan lampu tabung dan reflektor cahaya mengalami pemantulan saat di permukaan air. Oleh karena itu, lampu dalam air sangat baik dioperasikan untuk memanggil ikan yang berada jauh dari bagan Medium air Medium air memiliki indeks bias yang lebih tinggi dibandingkan dengan udara. Menurut Cayless dan Marsden (1983), indeks bias cahaya di medium air sebesar 1,3 dan udara 1. Inilah yang menyebabkan mengapa cahaya lebih mudah merambat melalui medium udara dibandingkan dengan air. Cahaya yang merambat dari medium udara ke air akan mengalami penurunan iluminasi. 1) Lampu tabung Ketinggian lampu tabung dari permukaan air ditetapkan sejauh 1 m. Ini sesuai dengan pengoperasian yang biasa dilakukan oleh nelayan. Hasil

53 37 pengukuran iluminasi cahaya pada sudut tersebut dituliskan pada Tabel 4. Gambar 17 menjelaskan grafik iluminasi cahaya berdasarkan sudut pengukuran. Tabel 4. Iluminasi cahaya lampu tabung pada medium air Iluminasi D Titik Pengukuran -3,9-2,6-1,3 0 1,3 2,6 3,9-1 7,8 33,3 54,5 51,7 54,5 33,3 7,8-2 9,2 23,7 33,7 27,7 33,7 23,7 9,2-3 6,4 12,3 17, ,8 12,3 6,4-4 3,3 9,9 6,8 5,9 6,8 9,9 3,3-5 1,1 6,6 3,3 2 3,3 6,6 1,1-6 0,1 2 1,8 1,3 1,8 2 0,1 Gambar 17. Iluminasi cahaya lampu tabung pada medium air Sesuai dengan Gambar 17, iluminasi cahaya lampu tabung di dalam air cenderung semakin berkurang dengan cepat seiring dengan bertambahnya kedalaman. Penetrasi cahaya secara umum hanya mencapai kedalaman 6 m. Pengurangan intensitas cahaya tidak hanya terjadi secara vertikal, tetapi juga

54 38 secara horizontal. Penurunan iluminasi cahaya secara horizontal lebih besar dibandingkan dengan vertikal. Hal ini disebabkan selain karena jaraknya yang semakin jauh dari lampu, cahaya juga mengalami pembelokan. Cahaya maksimal pada posisi pengukuran 1,3 m. Hal ini sesuai dengan arah pancaran maksimum pada medium udara yaitu di sudut pengukuran 120 o. Nilai iluminasi pada posisi ini adalah hasil interferensi cahaya dari tabung lampu. Artinya telah terjadi penumpukan berkas sinar yang jatuh pada luxmeter sehingga nilai iluminasinya meningkat. Pada kedalaman 4 m telihat nilai sebaran cahaya yang semakin tinggi secara horizontal di titik 1,3 dan 2,6 m. Perubahan ini terjadi sebagai bukti adanya hasil akumulasi cahaya sudut pengukuran 120 o. Hal ini membuat cahaya pada sudut pengukuran 120 memiliki nilai yang tinggi. 2) Lampu tabung dengan reflektor Reflektor dirancang agar cahaya menerangi permukaan air dengan radius 8 meter. Penggunaan pelapis perak pada reflektor dimaksudkan agar memberikan efek pantulan cahaya yang semakin tinggi. Hasil pengukuran iluminasi lampu dengan reflektor disajikan pada Tabel 5 dan grafik pada Gambar 18. Tabel 5. Iluminasi cahaya lampu tabung dengan reflektor pada medium air Iluminasi D Titik Pengukuran -3,9-2,6-1,3 0 1,3 2,6 3,9-1 5,5 19,3 63,0 162,5 63,0 19,3 5,5-2 4,8 16,5 41,3 78,3 41,3 16,5 4,8-3 3,5 13,3 33,3 29,0 33,3 13,3 3,5-4 3,3 11,3 22,0 19,7 22,0 11,3 3,3-5 1,8 9 12,8 10,3 12,8 9 1,8-6 0,8 6,3 7,3 2,3 7,3 6,3 0,8-7 3,5 3,8 1,8 3,8 3,5-8 1, ,8-9 0,5 0,3 0,8 0,3 0,5

55 39-1 (Meter) (Lux) -3,9-2,6-1, ,31 2,6 2 3, (Meter) Gambar 18. Iluminasi cahaya lampu tabung dengan reflektor pada medium air Iluminasi cahaya tertinggi sebesar 162,5 lux terdapat pada titik pengukuran 0. Pada titik ini terjadi interferensi cahaya yang berasal dari cahaya pantulan reflektor dan pancaran cahaya langsung dari lampu. Pada kedalaman 3 7 m, nilai iluminasi cahaya pada titik pengukuran 1,3 lebih tinggi dibandingkan dengan di titik 0. Nilai iluminasi pada titik tersebut merupakan akumulasi pantulan cahaya dari reflektor, sedangkan di titik 0 hanya berasal dari lampu. Iluminasi cahaya dengan menggunakan reflektor lebih terfokus ke arah bawah. Hal ini terlihat pada kemampuan daya tembus cahaya yang mencapai kedalaman 9 m. Pola sebaran tersebut lebih terfokus dan terang dibandingkan dengan lampu tabung tanpa reflektor. Hal ini terjadi karena reflektor memantulkan sebagian besar sinar cahaya ke perairan.

56 40 3) Lampu dalam air Lampu dalam air memiliki nilai pancaran yang besar baik secara vertikal maupun horizontal. Hal ini terlihat dari nilai iluminasi pada posisi pengukuran terjauh (3,9 m) dan kedalaman 10 m yang masih cukup besar. Secara horizontal terjauh nilai iluminasi tertinggi berada pada kedalaman 5 m sebesar 4,5 lux. Nilai sebaran iluminasi selengkapnya pada lampu dalam air terdapat di Tabel 6 dibawah ini : Tabel 6. Iluminasi cahaya lampu dalam air pada medium air Iluminasi D Titik Pengukuran -3,9-2,6-1,3 0 1,3 2,6 3,9-1 1,6 3,9 95, ,2 3,9 1,6-2 2,2 16,8 48,2 209,6 48,2 16,8 2,2-3 3,4 22,4 30,8 91,6 30,8 22,4 3,4-4 3,7 17, , ,7-5 4,5 11,2 19,6 25,8 19,6 11,2 4,5-6 3,5 7,9 12,1 14,6 12,1 7,9 3,5-7 3,2 5,0 7,6 8,5 7,6 5,0 3,2-8 1,6 3,2 4,3 5,1 4,3 3,2 1,6-9 0,8 1,7 3,5 2,7 3,5 1,7 0, ,1 0,9 1,1 1 0 Gambar 19. Iluminasi cahaya lampu dalam air pada medium air

57 41 Nilai iluminasi cahaya maksimum pada lampu dalam air mencapai 263 lux. Hasil pengukuran ini relatif tinggi dibandingkan lampu lainnya karena letak lampu yang dekat dengan luxmeter (berada didalam air). Cahaya lampu dalam air terhindar dari reduksi akibat pemantulan di permukaan air. Sebaran cahaya pada lampu dalam air menyebar ke segala arah. Secara vertikal, cahaya lampu menembus kedalaman 10 m. Terjadi penurunan pada setiap kedalaman akibat pembiasan dan pengaruh kandungan partikel di air laut. Seperti terlihat pada data diatas, nilai iluminasi pada kedalaman 1 dan 2 m terjadi penurunan dari 263 menjadi 209,3 lux. Hasil pengukuran diatas membuktikan bahwa lampu dalam air tidak cocok untuk pengumpul tangkapan diatas jaring. Hal ini disebabkan sifat cahaya lampu yang menyebar kesegala arah. Iluminasi lampu pada titik pengukuran 3,9 (kedalaman 5 m) yang bernilai 4,5 lux masih cukup tinggi dan dapat mengakibatkan ikan berkumpul di sekitar jaring. Lampu dalam air baik untuk memanggil ikan agar mendekati bagan. Selain itu, cahaya dalam air relatif lebih tenang karena lampu tidak banyak bergoyang yang biasa disebabkan oleh angin di medium udara. 5.2 Komposisi Hasil Tangkapan Berdasarkan jenis ikan a. Berat total tangkapan Bagan menghasilkan jenis ikan tangkapan yang berbeda. Jenis ikan yang dominan tertangkap adalah tembang (Sardinella fimbriata). Adapun jenis lainnya yang cukup banyak tertangkap adalah kembung (Rastrelliger spp), teri (Stelophorus spp), dan rebon. Jenis-jenis ikan lainnya yang tertangkap dalam jumlah relatif sedikit meliputi layur, bawal, cumi-cumi (Loligo spp), dan tongkol. Jenis-jenis ikan tembang, kembung, teri, cumi-cumi, menurut Subani (1972) sering tertangkap oleh bagan. Komposisi berat hasil tangkapan bagan berdasarkan jenis organisme disajikan pada Gambar 20.

58 42 Berat tangkapan (kg) Tembang Kembung Teri Rebon Layur Bawal Cumi Tongkol Jenis organisme Gambar 20. Komposisi berat hasil tangkapan bagan berdasarkan jenis organisme Jenis ikan yang terbanyak tertangkap adalah tembang, yakni seberat 95 kg atau 30% dari total berat tangkapan. Pengoperasian bagan di sekitar pantai dengan menggunakan bantuan cahaya sangat memungkinkan tembang tertangkap dalam jumlah banyak. Tembang memiliki habitat di daerah pantai, hidup di permukaan secara bergerombol dan mengejar plankton sebagai makanannya (Amiruddin, 2006). Selain itu, musim tembang di perairan Palabuhanratu, menurut Chaira (2010), berlangsung sepanjang tahun. Hal ini juga didukung oleh data perikanan PPN Palabuhanratu tahun 2007 yang menyatakan bahwa jenis tembang selalu didaratkan oleh nelayan setempat. Jenis ikan berikutnya yang banyak tertangkap adalah kembung. Ikan ini tertangkap seberat 57,8 kg (18%). Ikan ini termasuk famili scombridae, yaitu jenis ikan yang suka hidup bergerombol di permukaan air yang dekat dengan pantai dan membentuk gerombolan besar. Makanannya berupa plankton halus dan biasanya tertangkap pada malam hari (Basmi, 1995). Kembung cenderung berenang mendekati permukaan air pada malam hari dan pada siang hari turun ke lapisan yang lebih dalam. Gerakan vertikal ini dipengaruhi oleh gerakan harian plankton dan mengikuti perubahan suhu, faktor hidrografis dan salinitas (Pasaribu, 1967). Hal ini menguntungkan nelayan yang melakukan penangkapan pada malam hari dengan menggunakan bagan.

59 43 Ikan jenis lainnya yang tertangkap cukup banyak adalah teri seberat 44,4 kg (14%). Teri merupakan jenis ikan yang memakan plankton. Keberadaan plankton sebagai respon terhadap cahaya lampu membuat ikan ini tertarik untuk berada di areal kerangka jaring (Tobing, 2008). Jenis ikan teri memiliki variasi yang jelas tentang pergerakan renang ikan di kedalaman tertentu pada waktu siang hari. Jenis ikan ini akan berenang atau berada lebih dekat ke permukaan pada waktu pagi dan sore hari bila dibandingkan pada saat tengah hari (Gunarso, 1985). Amiruddin (2006) menambahkan teri biasanya muncul ke permukaan pada malam hari dan merupakan jenis ikan yang tertarik pada cahaya atau fototaksis positif. Rebon merupakan udang kecil yang tertangkap seberat 34,5 kg (11%). Jenis rebon tergolong organisme demersal yang berada di dasar perairan. Udang jenis ini akan mendekati sumber cahaya (Baeza, 2011). Tujuannya untuk memakan fitoplankton dan zooplankton yang berada di sekitar lampu ( Menurut Subani (1978), teri dan rebon merupakan target tangkapan utama bagan. Layur tertangkap seberat 29,5 kg (9%). Ikan jenis layur hidup di perairan pantai yang dalam dengan dasar berlumpur. Meskipun digolongkan dalam jenis ikan demersal, layur biasanya muncul ke pemukaan pada waktu senja. Layur tergolong ikan buas. Makanannya berupa ikan, udang dan berbagai cumi-cumi (Matsuda, 1975). Ikan ini menyebar dan dapat dijumpai pada semua perairan pantai di Indonesia (Dirjen Perikanan, 1979). Beberapa jenis layur banyak terdapat di perairan pantai Pulau Jawa, misalnya Trichiurus savala, Trichiurus haumela, dan Trichiurus muticus (Nontji, 1987). Cumi merupakan organisme diurnal yang banyak ditemukan di perairan pantai. Pada penelitian ini, cumi-cumi tertangkap sebanyak 17 kg (5%). Cumicumi digolongkan sebagai hewan karnivora, karena memakan udang dan ikanikan pelagis. Selain ikan-ikan kecil, cumi-cumi juga memangsa organisme lainnya, seperti rebon, diatome, protozoa dan larva kepiting (Tasywiruddin, 1999). Jenis ikan berikutnya yang ikut tertangkap adalah bawal dengan berat 20,5 kg (7%). Bentuk gigi-giginya yang tajam cukup menyimpulkan bahwa jenis ikan ini merupakan jenis predator. Keberadaan bawal dimungkinkan karena mengejar mangsa berupa ikan teri dan rebon. Adanya rantai makanan menjadi salah satu alasan keberadaan ikan di bagan.

60 44 Jenis ikan yang paling sedikit tertangkap adalah tongkol, yaitu 14,5 kg (5%). Tongkol merupakan ikan perenang cepat dan beruaya sepanjang tahun. Ikan ini banyak tersebar di Atlantik, Indian dan Pasifik (Anonymous, 2011). Makanannya berupa ikan-ikan kecil, cumi-cumi, krustacea planktonik yang banyak terkumpul di bawah lampu bagan. Oleh karena itu, keberadaan tongkol di sekitar bagan pada sore hari sangat beralasan, karena banyak terdapat ikan-ikan kecil. b. Berat hasil tangkapan berdasarkan jenis lampu Penggunaan jenis lampu yang berbeda pada pengoperasian bagan apung menghasilkan jenis dan berat hasil tangkapan yang cukup berbeda. Bagan yang menggunakan lampu tabung menghasilkan ikan tangkapan seberat 65,6 kg. jenisjenis ikannya terdiri atas teri seberat 5 kg, layur (8 kg), kembung (14 kg), tembang (22 kg), tongkol (5 kg), rebon (3 kg) dan cumi-cumi (9 kg). Pemakaian lampu tabung bereflektor mendapatkan tangkapan seberat 95,9 kg. Ikan ikan tersebut adalah kembung (14,4 kg), tembang (44 kg), tongkol (9 kg), bawal (20,5 kg). Jenis cumi-cumi dapat tertangkap seberat 8 kg. Sementara pemakaian lampu tabung dalam air memberikan berat tangkapan 151,7 kg. Rinciannya adalah teri seberat 39,4 kg, layur (21,5 kg), kembung (29,55 kg), tembang (29,2 kg), dan tongkol (0,5 kg). Rebon yang tertangkap beratnya mencapai 31,5 kg. Pada Gambar 21 dijelaskan berat tangkapan per jenis ikan berdasarkan jenis lampu.

61 45 Gambar 21. Komposisi berat tangkapan berdasarkan jenis ikan per lampu Jenis teri dan rebon banyak dihasilkan oleh lampu tabung dan lampu dalam air. Iluminasi cahaya yang dihasilkan oleh kedua lampu ini sangat menyebar, sehingga keberadaan teri dan rebon juga menyebar. Sebagian teri dan rebon yang tidak dimangsa oleh ikan predator akan tertangkap. Dari hasil pengamatan lapang, keberadaan teri dan rebon sebenarnya lebih banyak terkumpul di bawah lampu bereflektor yang memiliki iluminasi yang tinggi. Menurut Gunarso (1988), kedua jenis organisme ini sangat menyukai intensitas cahaya yang tinggi. Kedatangan ikan predator menyebabkan teri dan rebon melarikan diri. Akibatnya, teri dan rebon sama sekali tidak tertangkap. Bagan justru menangkap jenis-jenis ikan predator, seperti tongkol, bawal dan cumi-cumi. Kembung dan tembang cukup banyak tertangkap oleh bagan yang menggunakan, baik lampu tabung, lampu dalam air, maupun lampu bereflektor. Kedua jenis ikan ini memiliki ukuran yang lebih besar dari teri dan rebon, sehingga ikan predator mengalami kesulitan ketika akan memangsa kedua ikan ini. Inilah yang menyebabkan kenapa kembung dan tembang juga cukup banyak tertangkap oleh bagan yang menggunakan lampu bereflektor. Menurut Hasan dan Widipangestu (2000), komposisi ikan hasil tangkapan secara langsung dipengaruhi oleh penggunaan lampu yang dipasang di dalam air. Pemasangan lampu pada kedalaman 0 1 m adalah posisi yang paling baik. Penggunaan lampu pada posisi ini menghasilkan tangkapan dalam jumlah banyak.

62 46 c. Berat hasil tangkapan per hauling Banyaknya ikan yang tertangkap pada setiap penarikan jaring, menunjukkan keterkaitan antara waktu pengoperasian bagan seperti terlihat pada Gambar 22 dibawah ini: Berat tangkapan (kg) ( ) ( ) ( ) Teri Layur Kembung Tembang Tongkol Rebon Bawal Cumi Jenis organisme Gambar 22. Komposisi berat hasil tangkapan terhadap jenis ikan per hauling Berdasarkan waktu pengangkatan jaring, jumlah ikan teri yang tertangkap pada jam ( ) adalah seberat 31,4 kg. Ini jauh berbeda dengan pengangkatan pada jam ( ) yang hanya 3,4 kg, dan pada jam ( ) 9,6 kg. Ikan layur terjaring seberat 12 kg pada jam ( ). Jumlah ini lebih besar bila dibandingkan dengan pengangkatan pada jam ( ) yaitu seberat 10 kg, dan pada jam ( ) seberat 8 kg. Ikan kembung tertangkap seberat 27,2 kg pada jam ( ). Adapun jaring yang diangkat pada jam ( ) menangkap ikan seberat 12,6 kg dan pada jam ( ) 11,5 kg. Ikan tembang yang tertangkap pada jam ( ) adalah 42,4 kg, pada jam ( ) 11,8 kg, sedangkan pada jam ( ) 25,4 kg. Ikan tongkol tertangkap seberat 8,1 kg pada jam ( ), dan 6,4 kg pada jam ( ). Rebon tertangkap seberat 4 kg pada jam ( ), dan seberat 27,5 kg pada jam ( ). Ikan bawal tertangkap seberat 20,5 kg

63 47 pada jam ( ), dan seberat 8,5 kg pada jam ( ). Cumi-cumi yang tertangkap beratnya mencapai 6,5 kg pada jam ( ). Ikan-ikan jenis teri, rebon dan cumi banyak tertangkap pada jam ( ). Sedangkan ikan-ikan jenis layur, kembung, tembang, tongkol dan bawal banyak tertangkap pada jam ( ). Menurut Gunarso (1988), ikan berfamili clupidae seperti ikan teri, aktif mencari makan pada malam hari. Tertangkapnya ikan pada waktu tertentu disebabkan karena waktu makan ikan (feeding habit) yang disesuaikan dengan kebiasaan hidupnya. Tembang banyak tertangkap pada jam ( ). Ikan ini memiliki sifat fototaksis positif sehingga akan mudah berkumpul bila mendapatkan cahaya lampu. Tembang merupakan jenis ikan yang paling mendominasi, memiliki ciri pemakan plankton dan hidup bergerombol. Ben Yami (1987), mengatakan bahwa untuk membuat gerombolan besar, tembang membutuhkan cahaya. Plankton dan zooplankton dapat hidup dan berkembang biak dengan cahaya yang cukup (Basmi, 1995). Penangkapan bagan menggunakan cahaya, mengakibatkan tembang memasuki area jaring dengan cepat. Selain tertarik oleh cahaya, tembang memasuki area bagan untuk makan berupa plankton Berdasarkan waktu hauling Pengangkatan jaring dilakukan berdasarkan lamanya waktu setting yaitu 3 jam. Hal ini bersumber dari waktu makan ikan yang dibagi kedalam 3 kategori, yakni : ( ), ( ) dan ( ). Saat-saat berkumpulnya ikan terkait dengan waktu makan serta aktifitas renang ikan. Setiap jenis ikan memiliki waktu makan (feeding habit) yang teratur. Menurut Gunarso (1988) menyatakan bahwa ikan dalam keadaan lapar akan lebih mudah terpikat oleh cahaya dari pada ikan dalam keadaan kenyang, sehingga ikan tersebut akan muncul mendekati cahaya. Oleh karena itu, perlu diketahui secara pasti saat-saat ikan dalam keadaan lapar. Hal ini sejalan dengan kutipan dalam salah satu situs komunitas pemancing (Anonymous, 2011) yang menyatakan bahwa faktor penentu keberhasilan menangkap ikan adalah dengan mengetahui kebiasaan makan ikan (food habits) dan cara makan ikan (feeding habits).

64 48 a. Total tangkapan per hauling Waktu pengangkatan jaring dilakukan pada jam 22.00, dan Dari ketiga penangkapan tersebut, pengangkatan pada jam menunjukkan hasil tangkapan yang paling banyak yaitu seberat 125,2 kg. Jumlah tersebut berbeda saat jaring diangkat pada jam yaitu seberat 119,8 kg. Sedangkan pada jam ikan yang tertangkap seberat 41,3 kg. Hasil tangkapan berdasarkan ketiga waktu hauling tersebut dapat dilihat pada Gambar 23 dibawah ini : Gambar 23. Total tangkapan per hauling Berdasarkan Gambar 23 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan banyak terdapat pada waktu pengangkatan jam dan Hal ini terjadi karena pada waktu tersebut merupakan waktu makan ikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan - ikan tangkapan bagan cenderung memiliki waktu makan pada jam dan karena terlihat pada waktu-waktu tersebut ikan ini banyak tertangkap. Menurut Tupamahu (2001), komposisi makanan ikan tembang pada jam memiliki nilai indeks kandungan isi lambung sebanyak 0,41, menurun ke 0,28 (20.00) dan 0,2 (21.00). Adapun menjelang periode tengah malam sampai menjelang pagi hari berfluktuasi pada nilai 0,16 dan 0,22. Periode waktu yang diamati (jam 20.00, 21.00, 22.00, dan jam 05.00), indeks isi

65 49 lambung ikan tongkol berkisar antara 0,1 dan 0,2 dengan variasi yang menonjol pada jam Selain itu Pagalay (1986) menambahkan bahwa hasil tangkapan bagan pada jam lebih banyak dibandingkan dengan waktu-waktu lainnya. Hal itu merupakan relevansi dari keadaan biologis ikan dimana pada periode tangkapan merupakan tahapan untuk melakukan adaptasi dari keadaan terang ke gelap. Pada waktu tersebut keadaan lingkungan berubah menjadi gelap sehingga ikan dapat tertarik oleh penyinaran buatan (lampu TL). b. Berdasarkan pangangkatan jaring tiap lampu Pengaruh penggunaan lampu terhadap berat hasil tangkapan dengan waktu pengangkatan jaring yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 24. Berdasarkan gambar tersebut, pengoperasian bagan antara jam dengan lampu tabung menghasilkan tangkapan seberat 24,2 kg. Jumlah ini lebih sedikit bila dibandingkan dengan lampu bereflektor yang memperoleh tangkapan seberat 41,9 kg dan lampu dalam air seberat 53,65 kg. Waktu pengoperasian antara jam dengan dengan lampu tabung mendapatkan tangkapan seberat 12,9 kg, lampu bereflektor 23,4 kg, dan lampu dalam air seberat 28,4 kg. Adapun pengoperasian jaring pada jam dengan lampu tabung menghasilkan tangkapan seberat 28 kg, lampu bereflektor 30,6 kg, sedangkan dengan lampu dalam air 69,6 kg. Gambar 24. Perbandingan hasil tangkapan dengan lampu per hauling

66 50 Total tangkapan tiap jenis lampu memperlihatkan bahwa lampu dalam air memiliki berat tangkapan yang paling banyak. Hal ini disebabkan karena sinarnya yang memancar kesegala arah dalam radius yang lebih luas. Menurut Gunarso (1988), keberadaan cahaya merupakan indikator adanya makanan. Selain itu, kondisi ikan yang lapar membuatnya merespon cahaya dengan lebih cepat. Ini berbeda dengan lampu tabung yang hanya memancar dalam area yang sempit dan lampu reflektor yang terfokus khusus pada kerangka jaring bagan. Berdasarkan pengamatan saat jaring ditarik ke permukaan, ikan-ikan ada yang cenderung tenang atau agresif ketika ditangkap. Penggunaan lampu reflektor memberikan peluang pelolosan ikan yang lebih kecil karena cahayanya yang terfokus Berdasarkan jenis lampu Total hasil tangkapan bagan dengan lampu tabung adalah 65,6 kg dan lampu tabung bereflektor 95,9 kg. Bagan dengan lampu dalam air menghasilkan tangkapan seberat 151,7 kg. Perbandingan jumlah total hasil tangkapan dapat dilihat pada Gambar 25. Gambar 25. Perbandingan berat total tangkapan bagan per jenis lampu

67 51 Gambar 25 menunjukkan bahwa bagan yang dioperasikan dengan lampu dalam air memperoleh tangkapan yang paling banyak dibandingkan dengan lampu jenis lainnya. Ini berarti untuk meningkatkan hasil tangkapan bagan diperlukan lampu pemanggil yang dapat mencapai area yang jauh di dalam air. Lampu tabung memiliki cahaya yang menyebar ke segala arah tetapi tidak mencakup wilayah yang luas. Lampu ini hanya mampu menyinari perairan dengan jarak tertentu baik secara vertikal maupun horizontal. Hal ini menyebabkan ikan yang tertangkap dengan lampu ini berjumlah lebih sedikit. Menurut Ben Yami (1976), pola reaksi ikan terhadap cahaya disebut fototaksis yang terbagi atas 2 jenis yakni fototaksis positif dan negatif. Fototaksis merupakan gerak spontan ikan mendekati atau menjauhi cahaya. Selanjutnya dikatakan bahwa semakin tinggi intensitas cahaya, maka semakin tinggi pula aktivitas ikan tersebut.

68 52

69 53 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1) Komposisi jenis tangkapan bagan terdiri atas 4 organisme fototaksis positif dan 4 predator. Organisme fototaksis positif terdiri atas tembang, kembung, teri, dan rebon. Adapun 4 jenis predator terdiri atas layur, bawal, cumi dan tongkol. Hasil tangkapan terberat dihasilkan oleh bagan yang menggunakan lampu dalam air seberat 151,7 kg. Adapun lampu bereflektor dan lampu tabung standar, masing-masing menghasilkan tangkapan seberat 95,9 kg dan 65,6 kg ; 2) Waktu efektif pengoperasian dilakukan pada interval waktu dan Hasil tangkapan di kedua waktu tersebut seberat 125,2 dan 119,8 kg. Total tangkapan tersebut lebih banyak dibandingkan pada interval waktu yang hanya seberat 41,3 kg. 6.2 Saran Beberapa saran yang dapat diberikan untuk penyempurnaan penelitian ini adalah: 1). Jumlah ulangan diperbanyak; dan 2). Penelitian yang sama dilakukan di perairan lain.

70 54

71 55 DAFTAR PUSTAKA Amiruddin, Interaksi Predasi Teri (Stelophorus spp) Selama Proses Penangkapan Ikan dengan Bagan Rambo : Hubungannya dengan Kelimpahan Plankton [Tesis]. Bogor : Departemen Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Anita Pengendalian Mutu Produksi Layur (Trichiurus, sp) di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu untuk Tujuan Ekspor [Skripsi]. Bogor : Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Anonymous Energi Efficiency Asia. [terhubung berkala]. [16 November 2011]. Anonymous [terhubung berkala]. [15 Juni 2011, pukul WIB] Ayodhyoa, AU Metode Penangkapan Ikan. Bogor : Yayasan Dewi Sri. 90 hal. Baeza, JA [terhubung berkala]. [15 Juni 2011] Basmi, J Planktonologi : Produksi Primer. Bogor : Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Ben Yami Fishing with Light. Roma : FAO. 122 P. Buchhsbaum, RM, J Pearse and V Pearse Animal Wihout Backbones. 3 rd edition. Chicago : The University of Chicago Press. Cayless, MA and AM Marsden Lamps and Lighting. 3 rd edition. London. Edward Arnold (Publisher) Ltd. 522 P. Chaira, GD Kajian Stok Sumberdaya Ikan Tembang dengan Menggunakan Sidik Frekuensi Panjang di Perairan Teluk Jakarta [Skripsi]. Bogor : Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Direktorat Jendral Perikanan Pengenalan Sumberdaya Ikan Indonesia. Jakarta : Departemen Pertanian. 75 Hal. Djajasasmita, M, S Soemadiharja dan B. Sudjoko Status Sumberdaya Cephalopoda di Indonesia. Jakarta : Puslitbang Oseanologi LIPI. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan Laporan Tahunan Statistik Perikanan Tangkap PPN Palabuhanratu Tahun Sukabumi : DKP.

72 56 Effendi, MI Biologi Perikanan. Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusantara. 163 Hal. Fridman, AL Perhitungan dalam Merancang Alat Tangkap. Terjemahan Tim Penerjemah BPPI Semarang, Calculation for Fishing Gear Desain. Balai Pengembangan Penangkapan Ikan Semarang. 304 Hal. Gluck, ID Optics. Addison-Wesley Publishing Company. Massachusetts. Tokyo. 390 p. Gunarso, W Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metoda, dan Taktik Penangkapan. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 147 Hal. Hasan, A dan Iguh W Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. Vol. 2. No 3 (Juni 2000), hal Humas BPPT. Kriswantoro dan Sunyoto, Mengenal Ikan Laut. Jakarta : Badan Penerbit Karya Bani. Laevastu, T and LM Hayes Fisheries Oceanography and Ecology. Farnham: Fishing News Ltd. 238 hal. Nontji. A Laut Nusantara. Cetakan 1. Jakarta : Djambatan. 356 Hal. Nurhayati Pengaruh Kedalaman terhadap Komposisi Hasil Tangkapan Pancing Ulur (Handline) pada Perikanan Layur di Perairan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Nurdin, E, Hufiadi Sebaran Intensitas cahaya pada bagan tancap di periran pantai kepulauan seribu. Pusat Riset perikanan tangkap. JPPIO Vol 15 No. 4 Tahun Hal Nybakken, JW Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologi. Jakarta: PT Gramedia. 549 hal. Pagalay Studi tentang Perbandingan Hasil Tangkapan Bagan dalam Warna Lampu (Light Fishing) di Perairan Lerro. Pinrang, Sulawesi Selatan [Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pelabuhan Peikanan Nusantara Palabuhanratu Data Statistika Perikanan Tahun Sukabumi : PPN Palabuhanratu.

73 57 Prasetyo, EW Pemusatan Cahaya Petromaks pada Areal Kerangka Jaring di Permukaan Air Menggunakan Tudung Berbentuk Kerucut Terpancung : Pengaruhnya terhadap Hasil Tangkapan Bagan. [Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Priatna, A, dan Mahiswara Pengaruh Cahaya lampu terhadap Pola Agregasi Ikan di Bagan Tancap Perairan Kepulauan Seribu. Pusat Riset Perikanan Tangkap. JPPI Vol 15 No. 2 Tahun 2009 hal 141 : 149. Purnomo, HS Light Fishing. [terhubung berkala]. www. Tyrenos. blogspot.com. [20 Oktober2011]. Puspito. G Ujicoba Penggunaan Tudung Petromaks Berbentuk Kerucut pada Bagan Apung. Jurnal Mangrove dan Pesisir. Vol. VIII No 1/ hal. Padang : Pusat Studi Pesisir dan Kelautan, Universitas Bung Hatta. Reigada, R [terhubung berkala]. [15 Juni 2011, pukul WIB] Roper, CFC, M J Sweenwy and CE Nauen Cephalopods of the World : An Anotated and Illustrated Catalogue of Spesies of Interest to Fisheries. FAO Spesies Catalogue Vol. 3. FAO Fish. Synop. Vol.3. Saanin, H Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1 dan 2. Bandung : Bina Cipta. 520 Hal. Subani, W Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia. Jilid 1. Jakarta: Lembaga Penelitian Perikanan Laut. Subani, W dan HR Barus, Alat Penangkapan Ikan dan Udang di Indonesia. Nomor 50 tahun 1988/1999. Edisi khusus. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Jakarta : Balai Penelitian Perikanan Laut. Departemen Pertanian. Jakarta. 248 Hal. Ta aliddin, Z Pemanfaatan Lampu Listrik dalam Upaya Peningkatan Hasil Tangkapan pada Bagan Apung Tradisional di Pelabuhan Ratu [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tampubolon, N Studi tentang Perikanan Cakalang dan Tuna serta Kemungkinan Pengembangannya di Palabuhanratu. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 123 Hal. Tasywiruddin, M Sebaran Kelimpahan Cumi-cumi Berdasarkan Jumlah dan Posisi Lampu pada Operasi Penangkapan dengan Payang Oras di Perairan Selat Alas, Nusa Tenggara Barat [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

74 58 Tupamahu. A Komparasi Adaptasi Retina Ikan Tembang dan Selar yang Tertarik dengan Cahaya Lampu. Buletin PSP. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Vol, X No, 1 : hal Tobing, TMDNL Pemusatan Cahaya Petromaks pada Areal Kerangka Jaring di Permukaan Air Menggunakan Tudung Berbentuk Kerucut Terpancung : Pengaruhnya terhadap Hasil Tangkapan Bagan [Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Von Brandt, A Fish Catching Methods of the World. Third Edition. Farnham : Fishing News Books Ltd. 418 p. Walpole, R.E Pengantar Statistik. Edisi ketiga. Alih bahasa oleh Sumantri, 1982, Introduction to Statistic 3 edition. Jakarta : P.T. Gramedia Pustaka Utama. 515 Hal. Widyaningsih, T Analisis Potensi dan Musim Ikan Kembung (Rastrelliger spp) di Perairan Utara Jawa [Skripsi] tidak dipublikasikan. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

75 59 Lampiran 1. Gambar jenis ikan hasil tangkapan bagan 1) Ikan Tongkol (Euthynus affinis) 2) Ikan Kembung (Rastreliger kanagurta) 3) Ikan Tembang (Sardinella fimbriata)

76 60 4) Cumi (Loligo sp) 5) Bawal (Formio niger) 6) Rebon (Mysis sp)

77 7) Teri Nasi (Stelophorus sp) 61

78 62

79 63 Lampiran 2. Peta lokasi penelitian 6 27'30" Karang Payung Guhagede Cisolok Pangleseran Cimaja Citepus Palabuhanratu 6 32'30" Cimandiri Tg. Kembang Gedogan 6 37'30" Tg. Karangbentang Tl. Ciletun 6 42'30" Tl. Bedog Tl. Cikepuh Ug. Sodongparat Tl. Amuran 6 47'30" Ug. Panarikan 6 52'30" Ug. Genteng '30" '30" '30" '30" PETA TELUK PALABUHANRATU Skala 1 : Kota Laut Daratan Lokasi penelitian INSERT PETA Sumber Peta : DIHIDROS

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan Bagan merupakan salah satu alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil, dioperasikan pada malam hari dan menggunakan cahaya lampu sebagai atraktor untuk

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat 4.2 Alat dan bahan 4.3 Metode pengambilan data

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat 4.2 Alat dan bahan 4.3 Metode pengambilan data 21 4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilakukan antara bulan Juli 2010 Juli 2011 bertempat di laboratorium Teknologi Alat Penangkapan Ikan, PSP, IPB ; dan perairan Teluk Palabuhanratu,

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 cahaya Menurut Cayless dan Marsden (1983), iluminasi atau intensitas penerangan adalah nilai pancaran cahaya yang jatuh pada suatu bidang permukaan. cahaya dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 14 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara, pengoperasian bagan apung, dan pengukuran iluminasi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iluminasi cahaya Cahaya pada pengoperasian bagan berfungsi sebagai pengumpul ikan. Cahaya yang diperlukan memiliki beberapa karakteristik, yaitu iluminasi yang tinggi, arah pancaran

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-lampu-tl.html)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-lampu-tl.html) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lampu Tabung (Tubular Lamp) Lampu adalah alat untuk menerangi atau pelita, sedangkan lampu tabung sama halnya dengan lampu neon yaitu lampu listrik berbentuk tabung yang berisi

Lebih terperinci

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya H. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bagan apung Bagan adalah alat tangkap yang menggunakan cahaya sebagai alat untuk menarik dan mengumpulkan ikan di daerah cakupan alat tangkap, sehingga memudahkan dalam proses

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo 58 5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo Dalam pengoperasiannya, bagan rambo menggunakan cahaya untuk menarik dan mengumpulkan ikan pada catchable area. Penggunaan cahaya buatan yang berkapasitas

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN POSISI PENEMPATAN LAMPU TABUNG TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG NELA INDAH ERMAWATI

PENGARUH PERBEDAAN POSISI PENEMPATAN LAMPU TABUNG TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG NELA INDAH ERMAWATI PENGARUH PERBEDAAN POSISI PENEMPATAN LAMPU TABUNG TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG NELA INDAH ERMAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK. (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh:

SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK. (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh: Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No.2, November 2012 Hal: 169-175 SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh: Noor Azizah 1 *, Gondo Puspito

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bagan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bagan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan Bagan merupakan suatu alat tangkap yang termasuk kedalam kelompok jaring angkat dan terdiri atas beberapa komponen, yaitu jaring, rumah bagan, dan lampu. Jaring bagan umumnya

Lebih terperinci

Gambar 3 Lampu tabung.

Gambar 3 Lampu tabung. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama penelitian yaitu pengukuran nilai iluminasi pada medium udara yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Alat

Lebih terperinci

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

STUDI PENDAHULUAN PENGGUNAAN LAMPU TABUNG BEREFLEKTOR TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG SITI ROHANAH

STUDI PENDAHULUAN PENGGUNAAN LAMPU TABUNG BEREFLEKTOR TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG SITI ROHANAH STUDI PENDAHULUAN PENGGUNAAN LAMPU TABUNG BEREFLEKTOR TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG SITI ROHANAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

Balai Diklat Perikanan Banyuwangi

Balai Diklat Perikanan Banyuwangi Menangkap ikan, adalah kegiatan perburuan seperti halnya menangkap harimau, babi hutan atau hewan-hewan liar lainnya di hutan. Karena sifatnya memburu, menjadikan kegiatan penangkapan ikan mengandung ketidakpastian

Lebih terperinci

WARNA UMPAN TIRUAN PADA HUHATE

WARNA UMPAN TIRUAN PADA HUHATE WARNA UMPAN TIRUAN PADA HUHATE Imitation Bait Colour of Skipjack Pole and Line Gondo Puspito 1 1 Staf Pengajar pada Bagian Teknologi Alat Penangkapan Ikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN tangkapan yang berbeda. Untuk hari pertama tanpa menggunakan lampu, hari ke menggunakan dua lampu dan hari ke menggunakan empat lampu. Dalam satu hari dilakukan dua kali operasi penangkapan. Data yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode penangkapan ikan dengan menggunakan cahaya sudah sejak lama diketahui sebagai perlakuan yang efektif untuk tujuan penangkapan ikan tunggal maupun berkelompok (Ben-Yami,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Visi

I. PENDAHULUAN Visi I. PENDAHULUAN 1.1. Visi Cahaya merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam kegiatan penangkapan ikan yang memiliki sifat fototaksis positif. Penggunaan cahaya, terutama cahaya listrik dalam kegiatan

Lebih terperinci

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan 30 4 HSIL 4.1 Proses penangkapan Pengoperasian satu unit rambo membutuhkan minimal 16 orang anak buah kapal (K) yang dipimpin oleh seorang juragan laut atau disebut dengan punggawa laut. Juragan laut memimpin

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan Pada mulanya penggunaan lampu untuk penangkapan masih terbatas pada daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN Vol. 4 No. 1 Hal. 14 Ambon, Mei 215 ISSN. 28519 HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG BERDASARKAN PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA LAMPU FLOURESCENT DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil yang diperoleh secara nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya. Artinya produktivitas sama

Lebih terperinci

DISTRIBUSI CAHAYA LAMPU DAN TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN BAGAN PERAHU DI PERAIRAN MALUKU TENGAH. Haruna *)

DISTRIBUSI CAHAYA LAMPU DAN TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN BAGAN PERAHU DI PERAIRAN MALUKU TENGAH. Haruna *) DISTRIBUSI CAHAYA LAMPU DAN TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN BAGAN PERAHU DI PERAIRAN MALUKU TENGAH Haruna *) *) Staf pengajar FPIK Univ.Pattimura E-mail ; har_flash@yahoo.co.id Abstract : The

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan 4 HASIL 4.1 Proses penangkapan Pengoperasian satu unit bagan rambo membutuhkan minimal 16 orang anak buah kapal (ABK) yang dipimpin oleh seorang juragan laut atau disebut dengan punggawa laut. Juragan

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA Agus Salim Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 29 Mei 2008; Diterima

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN IKAN TERI (Stolephorus sp.) DENGAN ALAT TANGKAP BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN DI PERAIRAN MORODEMAK

ANALISIS HASIL TANGKAPAN IKAN TERI (Stolephorus sp.) DENGAN ALAT TANGKAP BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN DI PERAIRAN MORODEMAK ANALISIS HASIL TANGKAPAN IKAN TERI (Stolephorus sp.) DENGAN ALAT TANGKAP BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN DI PERAIRAN MORODEMAK Analysis of Catching Anchovy (Stolephorus sp.) by Boat Lift Nets

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009 32 6 PEMBAHASAN Penangkapan elver sidat di daerah muara sungai Cimandiri dilakukan pada malam hari. Hal ini sesuai dengan sifat ikan sidat yang aktivitasnya meningkat pada malam hari (nokturnal). Penangkapan

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK SINGGIH PRIHADI AJI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI

PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI i PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

Pengaruh warna umpan pada hasil tangkapan pancing tonda di perairan Teluk Manado Sulawesi Utara

Pengaruh warna umpan pada hasil tangkapan pancing tonda di perairan Teluk Manado Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(1): 9-13, Juni 2015 ISSN 2337-4306 Pengaruh warna umpan pada hasil tangkapan pancing tonda di perairan Teluk Manado Sulawesi Utara The effect of bait color

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penangkapan Ikan Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha manusia untuk menghasilkan ikan dan organisme lainnya di perairan, keberhasilan usaha penangkapan

Lebih terperinci

4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN 4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN 4.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan memanfaatkan sumberdaya ikan yang mempunyai

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar RESPON IKAN DEMERSAL DENGAN JENIS UMPAN BERBEDA TERHADAP HASIL TANGKAPAN PADA PERIKANAN RAWAI DASAR Wayan Kantun 1), Harianti 1) dan Sahrul Harijo 2) 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN MINI PURSE SEINE MENGGUNAKAN JUMLAH LAMPU YANG BERBEDA. OLEH: AGUS SUHERMAN

ANALISIS HASIL TANGKAPAN MINI PURSE SEINE MENGGUNAKAN JUMLAH LAMPU YANG BERBEDA. OLEH: AGUS SUHERMAN ANALISIS HASIL TANGKAPAN MINI PURSE SEINE MENGGUNAKAN JUMLAH LAMPU YANG BERBEDA. OLEH: AGUS SUHERMAN PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK AGUS SUHERMAN. Analisis Hasil Tangkapan Mini

Lebih terperinci

PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK

PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK Fita Fitria, Welina Ratnayanti K, Tri Anggono P Laboratorium Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Reaksi Pengumpulan Pepetek terhadap Warna Cahaya dengan Intensitas Berbeda Informasi mengenai tingkah laku ikan akan memberikan petunjuk bagaimana bentuk proses penangkapan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga, Indonesia disebut sebagai Negara Maritim. alamnya mayoritas mata pencaharian masyarakat indonesia setelah petani adalah

I. PENDAHULUAN. sehingga, Indonesia disebut sebagai Negara Maritim. alamnya mayoritas mata pencaharian masyarakat indonesia setelah petani adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 Km yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dengan wilayah laut seluas 5,8

Lebih terperinci

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) Penangkapan Tuna dan... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) PENANGKAPAN TUNA DAN CAKALANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HAND LINE) YANG BERBASIS DI PANGKALAN PENDARATAN

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

DRIVE IN NET, LIFT NET

DRIVE IN NET, LIFT NET DRIVE IN NET, LIFT NET ROZA YUSFIANDAYANI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN IPB - BOGOR DRIVE-IN NET * Penangkapan dengan cara menggiring ikan Ada kalanya

Lebih terperinci

Studi ketertarikan ikan di keramba jaring apung terhadap warna cahaya lampu di perairan Sindulang I, Kecamatan Tuminting, Kota Manado

Studi ketertarikan ikan di keramba jaring apung terhadap warna cahaya lampu di perairan Sindulang I, Kecamatan Tuminting, Kota Manado Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(Edisi Khusus): 39-43, Januari 2015 ISSN 2337-4306 Studi ketertarikan ikan di keramba jaring apung terhadap warna cahaya lampu di perairan Sindulang I, Kecamatan

Lebih terperinci

PENGUATAN CAHAYA PADA BAGAN MENGGUNAKAN REFLEKTOR KERUCUT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN CUMI-CUMI

PENGUATAN CAHAYA PADA BAGAN MENGGUNAKAN REFLEKTOR KERUCUT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN CUMI-CUMI Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 4, No. 2, November 2013 Hal 163-173 PENGUATAN CAHAYA PADA BAGAN MENGGUNAKAN REFLEKTOR KERUCUT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN CUMI-CUMI Light Strengthening

Lebih terperinci

Harry Kurniawan 1), Ir. Arthur Brown, M.Si 2), Dr. Pareg Rengi, S.Pi, M.Si 2) ABSTRAK

Harry Kurniawan 1), Ir. Arthur Brown, M.Si 2), Dr. Pareg Rengi, S.Pi, M.Si 2)   ABSTRAK KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN PUKAT TERI (PURSE SEINE) SEBELUM DAN SESUDAH TENGAH MALAM DI DESA KWALA GEBANG KECAMATAN GEBANG KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA Harry Kurniawan 1), Ir. Arthur Brown,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

Menwut Direktorat Jenderal (Dirjen) Perikanan (1991), purse seine adalah

Menwut Direktorat Jenderal (Dirjen) Perikanan (1991), purse seine adalah TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Usaha Perikanan Purse seine Menwut Direktorat Jenderal (Dirjen) Perikanan (1991), purse seine adalah sejenis alat tangkap yang terdiri dari jaring yang membentang antara tali ris

Lebih terperinci

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU DAVID OCTAVIANUS SIAHAAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

APLIKASI LAMPU LED (LIGHT EMITTING DIODE) PADA PENGOPERASIAN BAGAN TANCAP IMANUEL MUSA THENU

APLIKASI LAMPU LED (LIGHT EMITTING DIODE) PADA PENGOPERASIAN BAGAN TANCAP IMANUEL MUSA THENU APLIKASI LAMPU LED (LIGHT EMITTING DIODE) PADA PENGOPERASIAN BAGAN TANCAP IMANUEL MUSA THENU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi geografis lokasi penelitian Keadaan topografi perairan Selat Sunda secara umum merupakan perairan dangkal di bagian timur laut pada mulut selat, dan sangat dalam di mulut

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGGUNAAN INTENSITAS CAHAYA LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG DI PERAIRAN SELAT ROSENBERG KABUPATEN MALUKU TENGGARA KEPULAUAN KEI

PERBEDAAN PENGGUNAAN INTENSITAS CAHAYA LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG DI PERAIRAN SELAT ROSENBERG KABUPATEN MALUKU TENGGARA KEPULAUAN KEI PERBEDAAN PENGGUNAAN INTENSITAS CAHAYA LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG DI PERAIRAN SELAT ROSENBERG KABUPATEN MALUKU TENGGARA KEPULAUAN KEI Julianus Notanubun 1) dan Wilhelmina Patty 2) 1) Staf

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

Efektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis)

Efektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis) EFEKTIFITAS MODIFIKASI RUMPON CUMI SEBAGAI MEDIA PENEMPELAN TELUR CUMI BANGKA (Loligo Effectiveness of Squid Modification As a Media of Attachment Squid Eggs Bangka Indra Ambalika Syari 1) 1) Staff Pengajar

Lebih terperinci

PENGARUH INTENSITAS LAMPU BAWAH AIR TERHADAP HASIL TANGKAPAN PADA BAGAN TANCAP. Effect of Underwater Lamp Intensity on The Lift Net s Fishing Catches

PENGARUH INTENSITAS LAMPU BAWAH AIR TERHADAP HASIL TANGKAPAN PADA BAGAN TANCAP. Effect of Underwater Lamp Intensity on The Lift Net s Fishing Catches Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 6, No. 2, November 2015 Hal: 195-202 PENGARUH INTENSITAS LAMPU BAWAH AIR TERHADAP HASIL TANGKAPAN PADA BAGAN TANCAP Effect of Underwater Lamp Intensity on The Lift

Lebih terperinci

Gambar 1. Jaring Angkat Sumber : bbfi.info

Gambar 1. Jaring Angkat Sumber : bbfi.info BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jaring Angkat/ Bagan (Lift net) Menurut Mulyono (1986) Jaring Angkat merupakan salah satu alat tangkap yang dioperasikan diperairan pantai pada malam hari dengan menggunakan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 14 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengamatan tingkah laku ikan pada proses penangkapan ikan dengan alat bantu cahaya dilakukan di perairan Kabupaten Barru Selat Makassar, Sulawesi

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR Pengaruh Penggunaan Mata Pancing.. terhadap Hasil Tangkapan Layur (Anggawangsa, R.F., et al.) PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCNG GANDA PADA RAWA TEGAK TERHADAP HASL TANGKAPAN LAYUR ABSTRAK Regi Fiji Anggawangsa

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 5 No. 1 : Juni 2015

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 5 No. 1 : Juni 2015 KONSUMSI BAHAN BAKAR LAMPU TABUNG DAN LAMPU LED PADA GENERATOR SET SKALA LABORATORIUM (Fuel Consumption of Tubular Lamp and Led Lamp in Generator Set On Laboratory Scale) Abid Mohamad Arif 1), Adi Susanto

Lebih terperinci

PENGARUH ATRAKTOR CUMI TERHADAP HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN TANCAP DI PERAIRAN JEPARA

PENGARUH ATRAKTOR CUMI TERHADAP HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN TANCAP DI PERAIRAN JEPARA Available online at Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology (IJFST) Website: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/saintek Jurnal Saintek Perikanan Vol.11 No.2: 134-139, Februari 2016 PENGARUH

Lebih terperinci

Jaring Angkat

Jaring Angkat a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya

Lebih terperinci

Durasi keberadaan ikan di bawah cahaya lampu yang diamati melalui CCTV di perairan Teluk Manado, Sulawesi Utara

Durasi keberadaan ikan di bawah cahaya lampu yang diamati melalui CCTV di perairan Teluk Manado, Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(2): 94-1, Desember 215 ISSN 2337-436 Durasi keberadaan ikan di bawah cahaya lampu yang diamati melalui CCTV di perairan Teluk Manado, Sulawesi Utara Duration

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAMPU LISTRIK UNTUK PENINGKATAN HASIL TANGKAPAN PADA BAGAN APUNG TRADISIONAL DI PELABUHAN RATU

PEMANFAATAN LAMPU LISTRIK UNTUK PENINGKATAN HASIL TANGKAPAN PADA BAGAN APUNG TRADISIONAL DI PELABUHAN RATU PEMANFAATAN LAMPU LISTRIK UNTUK PENINGKATAN HASIL TANGKAPAN PADA BAGAN APUNG TRADISIONAL DI PELABUHAN RATU UTILIZATION OF ELECTRIC LAMPS TO INCREASE CATCH OF TRADITIONAL LIFT NET IN PELABUHAN RATU WATERS

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pati 4.1.1 Kondisi geografi Kabupaten Pati dengan pusat pemerintahannya Kota Pati secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Kota Cirebon Kota Cirebon merupakan kota yang berada di wilayah timur Jawa Barat dan terletak pada jalur transportasi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kota Cirebon secara

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun

Lebih terperinci

PENGARUH ILUMINASI ATRAKTOR CAHAYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN PADA BAGAN APUNG

PENGARUH ILUMINASI ATRAKTOR CAHAYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN PADA BAGAN APUNG PENGARUH ILUMINASI ATRAKTOR CAHAYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN PADA BAGAN APUNG EFFECT OF LIGHT ILLUMINATION OF ATTRACTOR ON CATCH OF LIFT NET IN PELABUHAN RATU ABSTRAK Regi Fiji Anggawangsa, Ignatius

Lebih terperinci

PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN

PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN PINTA PURBOWATI 141211133014 MINAT TIHP FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Penangkapan ikan merupakan salah satu profesi yang telah lama

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU Zulkhasyni Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu ABSTRAK Perairan Laut Bengkulu merupakan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2009) taksonomi ikan tembang (Gambar 3) diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum :

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU DAVID OCTAVIANUS SIAHAAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DI PESISIR BARAT SELATAN PULAU KEI KECIL KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA

KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DI PESISIR BARAT SELATAN PULAU KEI KECIL KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Jurnal Galung Tropika, 3 (3) September 2014, hlmn. 127-131 ISSN 2302-4178 KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DI PESISIR BARAT SELATAN PULAU KEI KECIL KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Fishing Activity In South West

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci