EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL PURWOCENG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL PURWOCENG"

Transkripsi

1 EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL PURWOCENG (Pimpinella alpina KDS) SELAMA 21 HARI LAKTASI TERHADAP BOBOT BADAN ANAK TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) MUHAMMAD SOFYAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Efektivitas Pemberian Ekstrak Etanol Purwoceng (Pimpinella alpina KDS) Selama 21 Hari Laktasi terhadap Bobot Badan Anak Tikus Putih (Rattus norvegicus) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2012 Muhammad Sofyan B

3 ABSTRACT MUHAMMAD SOFYAN. The Effectiveness of Ethanol Extract of Purwoceng (Pimpinella alpina KDS) During 21 Days of Lactation on The Body Weight of Pups. Supervised by HERA MAHESHWARI and PUDJI ACHMADI. Purwoceng is one of Indonesian s plant that has been known and functions as herb medicine. The goal of this research was to study the effect of ethanol extract of purwoceng during 21 days of lactation on the body weight of pups. Six female lactating rats were devided into two groups; control group and treatment group. Purwoceng extract was given at dose of 25 mg/300 g BW orally for treatment group whereas no treatment given for control group. The body weight of 47 pups were measured until 21 days of lactation. The result obtained was statistically analysed by analysis of variance (ANOVA). The result showed that treatment group had higher body weight than control group and male pups of the treatment group had higher body weight than female pups of the treatment group. Keywords: purwoceng, body weight, lactation

4 RINGKASAN MUHAMMAD SOFYAN. Efektivitas Pemberian Ekstrak Etanol Purwoceng (Pimpinella alpina KDS) Selama 21 Hari Laktasi terhadap Bobot Badan Anak Tikus Putih (Rattus norvegicus). Dibimbing oleh HERA MAHESHWARI and PUDJI ACHMADI. Purwoceng merupakan tanaman obat komersial yang akarnya dilaporkan berkhasiat obat sebagai afrodisiak (meningkatkan gairah seksual dan menimbulkan ereksi), diuretik (melancarkan saluran air seni), dan tonik (mampu meningkatkan stamina tubuh). Tanaman tersebut merupakan tanaman asli Indonesia yang hidup di daerah pegunungan seperti dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah, Gunung Pangrango di Jawa Barat, dan areal pegunungan di Jawa Timur. Dewasa ini populasi purwoceng sudah langka karena mengalami penurunan populasi secara besar-besaran, bahkan populasinya di Gunung Pangrango Jawa Barat dan areal pegunungan di Jawa Timur dilaporkan sudah musnah. Tanaman tersebut hanya terdapat di dataran tinggi Dieng, bukan di habitat aslinya melainkan di areal budidaya yang sangat sempit di Desa Sekunang (Rahardjo et al. 2005). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efek pemberian ekstrak etanol purwoceng pada tikus laktasi terhadap peningkatan bobot badan anak yang lahir dari hari pertama sampai hari ke-21 masa laktasi. Pemberian ekstrak etanol purwoceng pada induk laktasi diharapkan dapat menyebabkan sel-sel kelenjar ambing lebih aktif berproliferasi dan berpengaruh terhadap peningkatan bobot badan anak yang lahir sampai dengan lepas sapih. Penelitian berlangsung mulai pada bulan April 2011 sampai dengan Agustus Enam tikus betina menyusui dibagi menjadi dua kelompok; kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Pencekokkan ekstrak etanol purwoceng pada tikus betina laktasi dilakukan pada hari 1-21 masa laktasi. Penentuan dosis ekstrak purwoceng pada tikus berdasarkan penelitian terdahulu (Taufiqurrachman 1999) yaitu sebesar 25 mg/cc untuk bobot badan tikus sebesar 300 g atau sebesar mg/kg BB. Dalam penelitian ini digunakan 0.5 cc untuk 300 g tikus (larutan stok mengandung 50 mg/cc). Masing-masing kelompok ditimbang

5 bobot badan anaknya selama 21 hari masa laktasi untuk dilihat perubahan pertambahan bobot badan untuk kemudian dibandingkan antar kelompok. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis dengan analysis of variance (ANOVA) (Steel dan Torrie 1989). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok perlakuan tidak berbeda dari bobot badan dari kelompok kontrol dan anak tikus jantan dari kelompok perlakuan memiliki bobot badan yang tidak berbeda dari anak tikus betina dari kelompok perlakuan. Kata kunci: purwoceng, bobot badan, laktasi

6 Hak Cipta milik IPB,tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL PURWOCENG (Pimpinella alpina KDS) SELAMA 21 HARI LAKTASI TERHADAP BOBOT BADAN ANAK TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) MUHAMMAD SOFYAN Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

8 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi Nama NIM : Efektivitas Pemberian Ekstrak Etanol Purwoceng (Pimpinella alpina KDS) Selama 21 Hari Laktasi terhadap Bobot Badan Anak Tikus Putih (Rattus norvegicus) : Muhammad Sofyan : B Disetujui, Dr. drh. Hera Maheshwari, M.Sc Pembimbing I Drs. Pudji Achmadi, M.Si Pembimbing II Diketahui, drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB Tanggal Lulus:

9 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dimulai bulan April 2011 dengan mengambil judul Efektivitas Pemberian Ekstrak Etanol Purwoceng (Pimpinella alpina KDS) Selama 21 Hari Laktasi terhadap Bobot Badan Anak Tikus Putih (Rattus norvegicus). Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis ucapkan terimakasih dan penghargaan yang tinggi kepada: 1. Ibu Dr. drh. Hera Maheshwari, M.Sc, selaku dosen pembimbing I dan Bapak Drs. Pudji Achmadi, M.Si, sebagai dosen pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan petunjuk dan nasehat hingga tersusunnya karya ilmiah ini, 2. Ayahanda Muhammad Ali dan Ibunda Wa Ode Melati Ido atas segala perhatian, kasih sayang, doa dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis, serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan limpahan doa, kasih sayang dan semangat, 3. Ibu Dr. drh. Aryani S. Satyaningtijas, M.Sc dan Bapak drh. Supratikno, M.Si, PAVet yang telah bersedia menjadi dosen penilai dan moderator pada seminar skripsi, 4. Ibu drh. Ni Wayan Kurniani Karja, MP, Ph.D dan Ibu Dr. drh. Sri Murtini, M.Si yang telah bersedia menjadi dosen penguji pada ujian akhir sarjana dan atas saran-saran yang telah diberikan, 5. Ibu Dr. drh. Eva Harlina, M.Si, APVet, selaku dosen pembimbing akademik, 6. Pak Edi yang telah membantu di kandang hewan percobaan, 7. Teman sekelompok penelitian Julianto, SKH, Sandra Hapsari, SKH, Divo Jondriatno, Meta Levi Kurnia, SKH dan Wisnugroho Agung Pribadi, 8. Keluarga Gianuzzi 44 yang telah menjadi keluarga baru selama berada di Bogor,

10 9. Pimpinan beserta staf dan seluruh Civitas Akademika Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor atas bekal ilmu selama penulis mengikuti proses pendidikan, 10. Semua pihak yang membantu tersusunnya karya ilmiah ini. luas. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dikemudian hari untuk masyarakat Bogor, Februari 2012 Muhammad Sofyan

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kendari, Sulawesi Tenggara pada tanggal 4 Oktober 1988 dari ayah Muhammad Ali dan ibu Wa ode Melati Ido. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri Kemaraya Barat Kendari dan lulus tahun Pendidikan penulis dilanjutkan ke SLTP Negeri 2 Kendari ( ). Masa SMA penulis diselesaikan di SMA Negeri 4 Kendari dan lulus tahun 2007 dan melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Mayor yang dipilih penulis di IPB adalah Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN. Latar Belakang Tujuan. Hipotesa.. Manfaat.. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Purwoceng.. Biologi Tikus Putih. Perkembangan Kelenjar Susu dan Pembentukan Susu... Kelenjar Susu dan Laktasi.. Pertumbuhan dan Perkembangan Kelenjar Susu Proses Pembentukan Susu... Proses Pengeluaran Susu. Hormon Steroid... Fitoestrogen.... BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan.. Persiapan Purwoceng. Penentuan Dosis Ekstrak Purwoceng. Persiapan Hewan Percobaan... Perlakuan Hewan Parameter Percobaan.. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertambahan Bobot Badan Anak Tikus Jantan yang Diberi purwoceng.. Pertambahan Bobot Badan Anak Betina yang Diberi Purwoceng.. Pertambahan Bobot Badan Anak Betina dan Jantan yang Diberikan Purwoceng. PENUTUP. Simpulan. xiii xiv xv

13 Saran... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

14 xiii DAFTAR TABEL Halaman 1. Rataan pertambahan bobot badan anak tikus jantan dari induk yang dicekok purwoceng dan kontrol 2. Komposisi kandungan zat kimia pada ekstrak etanol purwoceng Rataan pertambahan bobot badan anak tikus betina dari induk yang dicekok purwoceng dan kontrol

15 xiv DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Pimpinella alpina KDS 2. Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley.. 3. Kelompok hormon steroid berdasarkan atom karbonnya 4. Struktur kimia estrogen dan flavonoid 5. Rataan perkembangan bobot badan anak betina dan jantan perlakuan

16 xv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Laporan hasil uji fitokimia akar purwoceng 2. Analisa data hasil penimbangan bobot badan anak tikus jantan minggu ke Analisa data hasil penimbangan bobot badan anak tikus jantan minggu ke Analisa data hasil penimbangan bobot badan anak tikus jantan minggu ke Analisa data hasil penimbangan bobot badan anak tikus betina minggu ke Analisa data hasil penimbangan bobot badan anak tikus betina minggu ke Analisa data hasil penimbangan bobot badan anak tikus betina minggu ke

17 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman obat merupakan tanaman yang biasa digunakan dalam pengobatan berbagai jenis penyakit. Penggunaan tanaman obat sebagai ramuan obat di Indonesia telah dikenal sejak dahulu. Saat ini penggunaan tanaman obat sebagai salah satu obat alternatif untuk menyembuhkan penyakit atau untuk menjaga kesehatan tubuh semakin meningkat. Hal ini disebabkan tanaman obat mudah didapat, harga relatif murah, cara pembiakan mudah dan hampir tidak ada efek samping yang ditimbulkan. Di Indonesia banyak ditemukan berbagai macam tanaman obat yang memiliki khasiat tersendiri. Masyarakat Indonesia di daerah pelosok pada umumnya masih mempercayakan perawatan kesehatan dan penyembuhan penyakitnya dengan menggunakan tanaman obat. Purwoceng merupakan tanaman obat komersial yang akarnya dilaporkan berkhasiat obat sebagai afrodisiak (meningkatkan gairah seksual dan menimbulkan ereksi), diuretik (melancarkan saluran air seni), dan tonik (mampu meningkatkan stamina tubuh). Tanaman tersebut merupakan tanaman asli Indonesia yang hidup di daerah pegunungan seperti dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah, Gunung Pangrango di Jawa Barat, dan areal pegunungan di Jawa Timur. Dewasa ini populasi purwoceng sudah langka karena mengalami penurunan populasi secara besar-besaran, bahkan populasinya di Gunung Pangrango Jawa Barat dan areal pegunungan di Jawa Timur dilaporkan sudah musnah. Tanaman tersebut hanya terdapat di dataran tinggi Dieng, bukan di habitat aslinya melainkan di areal budidaya yang sangat sempit di Desa Sekunang (Rahardjo et al. 2005). Studi farmakologi terhadap purwoceng juga menjadi topik yang menarik untuk diketahui. Data yang dihasilkan dapat menjadi acuan dalam penggunaannya secara klinis bagi manusia. Beberapa peneliti telah menguji efek penggunaan akar purwoceng pada tikus. Salah satu teknik yang digunakan oleh Caropeboka (1980) adalah dengan mengebiri tikus jantan dan menyuntiknya dengan ekstrak akar

18 2 purwoceng dalam minyak zaitun dengan dosis 20 mg-40 mg. Efek yang teramati adalah adanya peningkatan bobot kelenjar prostat dan kelenjar seminalis secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Fakta tersebut memberi petunjuk adanya aktivitas androgenik dari ekstrak akar purwoceng. Demikian juga ketika tikus betina tanpa indung telur disuntik dengan ekstrak akar purwoceng dalam minyak zaitun pada dosis yang sama, maka tampak adanya peningkatan yang sangat nyata pada bobot uterus. Fakta tersebut memberi petunjuk adanya aktivitas estrogenik dari ekstrak akar purwoceng. Kosin (1992) melakukan penelitian terhadap anak ayam jantan, hasilnya adalah efek androgenik ekstrak purwoceng terhadap peningkatan pertumbuhan ukuran jengger. Tikus sebagai hewan percobaan banyak digunakan dalam berbagai penelitian karena siklus reproduksinya singkat, mudah dalam penanganan, siklus hidup pendek, murah dan mudah dipelihara. Tikus adalah hewan politokus dengan jumlah anak antara 6-12 ekor tiap kali melahirkan (Harkness dan Wagner 1989). Pada penelitian ini tikus dari galur Sprague Dawley digunakan dalam keadaan induk yang sedang laktasi untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan pada pertambahan bobot badan anak setelah induk tikus tersebut diberi ekstrak purwoceng selama 21 hari laktasi. Penelitian ini dilakukan berdasarkan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa purwoceng bersifat estrogenik. Pemberian ekstrak etanol purwoceng selama 1-13 hari dengan dosis 25 mg/300 g BB selama kebuntingan tikus putih cenderung meningkatkan bobot ovarium dan uterus tikus putih (Hapsari 2011). Pemberian ekstrak etanol purwoceng pada kebuntingan hari dengan dosis yang sama cenderung memberikan pengaruh terhadap peningkatan bobot ovarium, uterus, dan anak tikus putih (Kurnia 2011). Diasumsikan bahwa ada bahan aktif dalam purwoceng yang dapat berperan seperti estrogen atau bersifat estrogenik. Estrogen adalah hormon yang dapat menyebabkan proliferasi sel-sel (Ganong 2003). Purwoceng yang diberikan pada tikus laktasi, diharapkan akan membuat sel-sel kelenjar ambing menjadi lebih banyak yang berproliferasi sehingga lebih aktif dalam mensekresikan susu dan diharapkan bobot badan anak menjadi lebih besar.

19 3 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efek pemberian ekstrak etanol purwoceng pada tikus laktasi terhadap peningkatan bobot badan anak yang lahir dari hari pertama sampai hari ke-21 masa laktasi. Hipotesis Penelitian Pemberian ekstrak etanol purwoceng pada induk laktasi dapat menyebabkan sel-sel kelenjar ambing lebih aktif berproliferasi dan berpengaruh terhadap peningkatan bobot badan anak yang lahir sampai dengan lepas sapih. Manfaat Penelitian Data yang diperoleh dapat menjadi dasar untuk penelitian dibidang reproduksi pada hewan politokus lainnya seperti babi, terutama diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas susu hewan ternak maupun ASI pada manusia.

20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Purwoceng (Pimpinella alpina KDS ) Heyne (1987) mendeskripsikan purwoceng sebagai tanaman terna dengan tinggi antara 15 cm sampai 50 cm yang tumbuh pada dataran tinggi sekitar dpl di Jawa Barat, Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Tanaman ini memiliki nama daerah berbeda-beda, antara lain antanan gunung, gebangan depok, rumput dempo atau suripandak abang. Purwoceng banyak dicari orang karena memiliki khasiat obat yang bersifat diuretik terutama digunakan sebagai afrodisiak. Gambar 1 Pimpinella alpina KDS (Prajoko 2010) Tjitrosoepomo (1994) mendiskripsikan purwoceng sebagai tumbuhan yang temasuk terna dari suku Umbelliferae yang berumur pendek atau panjang. Batang berongga dan beralur atau bergerigi membujur pada permukaannya. Daunnya tersebar, berseling atau berhadapan, majemuk ganda atau banyak berbagi, tanpa daun penumpu tetapi memiliki pelepah yang pipih besar (perikladium) dan tidak membungkus batang. Bunganya majemuk dan tersusun seperti payung atau suatu kapitulum, berukuran kecil, berumah satu, aktinomorfik atau sedikit zigomorfik, dan berbilangan lima. Kelopaknya sangat kecil, mahkotanya berjumlah lima dengan ujung yang melengkung ke dalam, berwarna kuning atau keputih-putihan, jarang berwarna

21 5 merah muda atau lembayung. Benang sari berjumlah lima yang berseling dengan mahkota. Bakal buah tenggelam, tertutup oleh bantal tangkai putik yang berbagi dua, beruang dua, dan dalam tiap ruang terdapat satu tangkai biji yang bergantungan. Tangkai putik berjumlah 2 dan letaknya terpisah. Buahnya berbelah dua (diakenium), tiap bagian buah tetap berlekatan pada suatu karpofor. Dalam kulit buah terdapat saluran-saluran minyak atsiri. Endosperm biji mempunyai tanduk. Sifat-sifat anatomis yang penting antara lain adanya saluran-saluran resin skizolisigen dalam gelam akar, batang, dan kulit buahnya, adanya kolenkim dalam korteks primer batang dan dalam rigi-rigi buah, adanya perforasi sederhana dalam trakea, adanya rambutrambut lain yang bukan merupakan kelenjar. Akar purwoceng mengandung turunan senyawa kumarin, sterol, alkaloid, dan saponin (Caropeboka dan Lubis 1975, Rostiana et al. 2003), flavonoid, glikosida, triterpenoid-steroid dan tannin (Rostiana et al. 2003), kelompok furanokuramin seperti bergapten, isobargapten, dan sphondin (Sidik et al. 1985), sitosterol dan vitamin E (Rahardjo et al. 2005). Senyawa yang diketahui memberi efek afrodisiaka diantaranya adalah turunan steroid, saponin, alkaloid, tanin, dan senyawa lain yang dapat melancarkan peredaran darah (Anwar 2001). Dalam penelitiannya (Rahardjo et al. 2005) menyatakan bahwa zat berkhasiat pada herbal purwoceng adalah senyawa sitoesterol dan stigmasterol yang terdapat pada bagian akarnya. Hasil uji fitokimia yang dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, menunjukkan bahwa zat yang terkandung di dalam akar purwoceng adalah flavonoid, tanin, steroid, triterfenoid, glikosida, dan alkaloid. Flavanoid, alkaloid, steroid yang terdapat dalam purwoceng merupakan golongan fitoestrogen yang mampu berfungsi seperti estrogen karena diduga dapat menduduki reseptor estrogen dalam tubuh yang akan meningkatkan efek estrogen. Tetapi afinitas fitoestrogen terhadap reseptor estrogen sangat rendah bila dibandingkan dengan estrogen endogen. Mekanisme kerja fitoestrogen dalam jaringan adalah berikatan dengan reseptor estrogen. Menurut Tsourounis (2004) beberapa senyawa flavonoid merupakan antioksidan. Flavonoid merupakan golongan senyawa polifenol yang terdiri atas 15 atom karbon sebagai kerangka dasarnya. Susunan rantai karbon dari

22 6 senyawa polifenol menghasilkan tiga jenis struktur yaitu flavonoid, isoflavonoid, dan neoflavonoid. Purwoceng memiliki dua bahan aktif yang berfungsi sebagai prekursor estrogen di dalam tubuh yaitu flavonoid dan steroid. Jika dibandingkan keduanya, flavonoid berpengaruh lebih besar dibandingkan dibandingkan steroid, karena pada hasil pengujiannya flavonoid menunjukkan positif kuat, sedangkan steroid positif lemah (Balitro 2011). Biologi Tikus Putih Gambar 2 Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley (Tocang 2010) Menurut Malole dan Pramono (1989), hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Tikus putih sudah sejak lama digunakan sebagai hewan laboratorium untuk penelitian-penelitian yang berhubungan dengan kepentingan medis, embriologi, maupun tentang tingkah laku. Hal ini didasarkan pada pertimbangan faktor ekonomis dan efisiensi. Tikus mempunyai bentuk morfologis yang kecil sehingga ruangan pemeliharaan yang dibutuhkan relatif kecil, mudah dalam penanganan, murah, mudah didapat dan cocok untuk penelitian jangka panjang (Harkness dan Wagner 1989).

23 7 Harkness dan Wagner (1989) menuliskan taksonomi tikus norwegia sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Mamalia Subclass : Theria Infraclass : Eutheria Order : Rodensia Suborder : Myomorpha Family : Muridae Superfamily : Muroidea Subfamily : Murinae Genus : Rattus Spesies : Rattus norvegicus Terdapat tiga galur tikus putih yang sudah dikembangkan sebagai hewan percobaan yaitu Sprague Dawley, Wistar dan Long Evans. Sprague Dawley lebih mudah dan cepat berkembangbiak, merupakan jenis tikus albino yang memiliki kepala yang kecil dengan ekor yang lebih panjang dari badannya. Wistar mempunyai kepala yang lebar, telinga yang panjang dan ekor yang lebih pendek dari panjang badan sedangkan Long Evans lebih kecil dari kedua galur lainnya, mempunyai bercak hitam pada bagian atas kepala dan di belakang leher (Veterinary Library 1996). Tikus dapat hidup lebih dari tiga tahun, mencapai umur antara 2,5-3,5 tahun. Bobot badan jantan dan betina dewasa berkisar masing-masing 450 g-520 g dan 250 g-300 g. Masa pubertas dapat dicapai pada umur hari, baik pada jantan maupun pada betina. Pada umur tersebut bobot badan tikus mencapai 250 g untuk betina dan 300 g untuk jantan dan sudah dapat dikawinkan (Malole dan Pramono 1989). Tikus termasuk hewan poliestrus yaitu hewan yang berahinya lebih dari dua kali dalam setahun. Siklus berahi berlangsung empat sampai lima hari dengan lama

24 8 estrus 12 jam setiap siklus. Periode siklus berahi pada tikus terdiri atas beberapa tahap yaitu proestrus, estrus, metestrus dan diestrus (Harkness dan Wagner 1989). Kebuntingan terjadi selama hari dengan jumlah anak perkelahiran 6-12 ekor (Harkness dan Wagner 1989). Pada tikus jarang terjadi bunting semu (Veterinary Library 1996). Sejak umur kebuntingan 14 hari sudah terlihat adanya perubahan bentuk kelenjar susu (Malole dan Pramono 1989). Bobot lahir anak tikus berkisar 5 g-6 g. Anak tikus disapih pada umur 21 hari dengan bobot badan sudah mencapai 25 g-30 g (Smith dan Mangkoewidjojo 1987). Perkembangan Kelenjar Susu dan Pembentukan Susu Kelenjar Susu dan Laktasi Pertumbuhan dan daya tahan anak selama prasapih dipengaruhi oleh jumlah anak, bobot lahir anak dan tingkat produksi susu induk selama laktasi (Tuju 2001). Produksi susu induk selama laktasi dipengaruhi oleh tingkat perkembangan sel epitel kelenjar susu selama periode kebuntingan, awal laktasi (Tucker 1987), laju penyediaan zat-zat makanan ke kelenjar serta kelengkapan perangkat sintesisnya selama laktasi, dan laju involusi sel-sel kelenjar (Wilde dan Knight 1989). Pertumbuhan dan Perkembangan Kelenjar Susu Kelenjar susu dianggap homolog dengan kelenjar keringat karena keduanya berasal dari kulit yang tumbuh kedalam. Setiap kelenjar terdiri atas beberapa lobus. Lobus yang satu dengan lobus yang lain dihubungkan dengan jaringan pengikat yang disebut stroma. Tiap lobus terdiri atas saluran-saluran yang dikenal dengan duktus laktiferus. Percabangan duktus ini dipengaruhi hormon mamogenik yaitu progesteron, estradiol, laktogen plasenta, dan relaksin. Percabangan duktus laktiferus membentuk ranting-ranting terminal yang disebut lobulo-alveolar. Lapisan lobulo-alveolar menyusun permukaan sekretori (epitel) tempat proses sintesis susu terjadi (Turner dan Bagnara 1995). Knight dan Peacker (1982) mengemukakan bahwa selama kehidupan hewan, kelenjar susu tersebut kemungkinan mengalami perubahan lebih banyak dan lebih besar dalam ukuran, struktur, komposisi dan aktivitas dibandingkan

25 9 jaringan atau organ lainnya. Perubahan tersebut dimulai sejak stadium fetus sampai kelenjar mencapai pematangan dan kemudian pada periode dewasa hanya sedikit mengalami pengerasan dan surut kembali mengikuti daur reproduksi. Pertumbuhan kelenjar susu merupakan proses yang sangat kompleks karena dipengaruhi oleh faktor instrinsik (kontrol lokal) pada kelenjar itu sendiri maupun pada keseluruhan hewan (kontrol sistemik) sebagai pengaruh eksternal seperti lingkungan, iklim dan makanan (Knight dan Peacker 1982). Hurley (2000) mengemukakan bahwa pertumbuhan kelenjar susu terjadi selama lima fase yang berbeda yaitu: prenatal, sebelum pubertas, selama pubertas, selama kebuntingan dan awal laktasi. Pada waktu lahir, kelenjar susu terdiri atas sistem duktus yang masih kurang berkembang dibandingkan dengan bagian stroma. Namun ketika memasuki masa pubertas, terjadi pemanjangan duktus ke dalam stroma. Pada siklus estrus pertama, sistem duktus tumbuh dengan cepat melebihi laju pertumbuhan tubuh umumnya yang dikenal dengan pertumbuhan allometrik. Pada tikus pertumbuhan allometrik diteruskan untuk beberapa siklus estrus dan kembali lagi ke pertumbuhan isometrik sama seperti organ-organ tubuh lainnya. Alveoli yang sesungguhnya pada kelenjar susu masih belum terbentuk sampai konsepsi. Pada saat konsepsi, terjadi pemanjangan duktus pada pembentukan alveoli serta permulaan perletakan bantalan lemak (Tucker 1987). Pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu sangat dipengaruhi oleh hormon mamogenik yaitu progesteron, estradiol, dan laktogen plasenta. Progesteron berfungsi mengatur perkembangan lobolo-alveolar kelenjar susu, estradiol berfungsi mengatur perkembangan pertumbuhan duktus kelenjar susu, dan hormon laktogen plasenta dapat menguatkan efek dari hormon steroid yang dihasilkan oleh ovarium dan hormon pituitari pada perkembangan kelenjar laktasi selama kebuntingan (Fahey 1998). Total pertumbuhan kelenjar susu selama kebuntingan berkisar antara 48% sampai 94%, bergantung pada masing-masing spesies. Pada tikus, kira-kira 12% pertumbuhan kelenjar susu terjadi sebelum konsepsi, 48% terjadi selama kebuntingan sedangkan sisanya terjadi selama laktasi (Tucker 1987).

26 10 Proses Pembentukan Susu Alveolus terdiri dari selapis sel epitel membentuk suatu lumen. Lumen tersebut dibungkus oleh jaringan mioepitel dan dikelilingi oleh suatu basement membrane yang terdiri atas jaringan ikat. Darah akan mengalir melalui stroma yakni ruang inter-alveolar yang terdiri atas jaringan fibroblast, leukosit, sel adiposa, dan jaringan ikat lain. Lobuli dibentuk dari beberapa alveolus. Beberapa lobuli akan membentuk beberapa lobus (Hurley 2000). Di lumen alveolus akan dibentuk susu yang diambil dari bahan-bahan asal dari darah. Alveolus tempat pembentukan susu akan mengambil cairan dan komponen darah dengan kemampuan daya selektif yakni keistimewaan memilih bahan-bahan yang diperlukan serta mengubah bahan-bahan asal darah menjadi bahan yang lain bentuknya. Susu akan keluar dari lumen epitel dengan cara terjadi ruptur sel. Susu masuk ke lumen alveoli kemudian masuk ke dalam saluran-saluran halus. Saluran halus dari tiap-tiap lobuli berkumpul untuk membentuk saluran yang lebih besar dan akhirnya masuk ke dalam sisterna ambing. Sisterna ambing adalah suatu ruangan yang berada di bawah kuartir. Selanjutnya susu dialirkan ke ruang puting susu/kisterna puting. Ruangan akhir penampungan susu dihubungkan oleh sebuah saluran menuju lubang puting susu. Lubang puting susu memiliki otot-otot sirkuler yang berfungsi untuk membuka dan menutup lubang puting. Adanya rangsangan saraf dan tekanan dalam ambing mengakibatkan otot sirkuler mengendur dan susu dapat keluar (Hurley 2000). Komponen-komponen susu terdiri dari protein, lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan air. Prekursor protein susu adalah casein, β-laktoglobulin, dan α- laktalbumin yang disintesis jaringan ambing. Serum albumin, immunoglobulin, dan γ-casein diserap melalui darah. Lemak disintesis di jaringan ambing. Makanan dengan kadar lemak yang rendah dapat menurunkan konsentrasi lemak dalam susu. Laktosa merupakan karbohidrat terpenting yang ditemukan dalam susu. Laktosa adalah disakarida yang terdiri atas 1 mol galaktosa dan 1 mol glukosa dan hanya ditemukan didalam susu. Laktosa disintesis di jaringan ambing diambil dari bahan asal glukosa darah, asam asetat dan asam amino darah. Vitamin dan mineral disintesis

27 11 melaui darah dan disekresikan ke susu. Mineral yang terpenting di dalam susu adalah kalsium (Hurley 2000). Proses Pengeluaran Susu Pada induk betina yang menyusui dikenal 2 refleks yang masing-masing berperan sebagai pengeluaran susu yaitu refleks prolaktin dan refleks Let down (Cowie 1980). 1. Refleks prolaktin. Menjelang akhir kehamilan terutama hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat kolostrum, namun jumlah kolostrum terbatas, karena aktifitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang kadarnya memang tinggi. Pada saat setelah partus, lepasnya plasenta dan kurang berfungsinya korpus luteum, maka progesteron sangat berkurang, ditambah lagi dengan adanya isapan anak yang merangsang puting susu dan payudara, akan merangsang ujung-ujung saraf sensoris yang befungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medula spinalis dan mesensephalon. Hipotalamus akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang pengeluaran faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin. Faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin akan merangsang adenohipofise (hipofise anterior) sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat susu. Kadar prolaktin pada induk betina yang menyusui akan menjadi normal saat penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada peningkatan prolaktin walaupun ada isapan anak, namun pengeluaran susu tetap berlangsung. Pada induk betina yang menyusui, prolaktin akan meningkat dalam keadaan-keadaan seperti: penurunan stres, anastesi, operasi, rangsangan puting susu, kopulasi, obat-obatan tranqulizer hipotalamus seperti reserpin; klorpromazin; fenotiazid. Sedangkan keadaan-keadaan yang menghambat pengeluaran prolaktin adalah gizi yang jelek dan obat-obatan seperti ergot dan 1-dopa (Cowie 1980).

28 12 2. Refleks let down (milk ejection reflex). Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh adenohipofise, rangsangan yang berasal dari isapan anak ada yang dilanjutkan ke neurohipofise (hipofise posterior) yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi dari organ tersebut. Oksitosin yang sampai pada alveoli akan mempengaruhi sel mioepitelium. Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah terbuat dari alveoli dan masuk ke sistem duktulus yang untuk selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut anak. Faktor-faktor yang meningkatkan refleks let down adalah: melihat anak, mendengarkan suara anak dan mencium bayi. Faktor-faktor yang menghambat refleks let down adalah stres seperti keadaan bingung/pikiran kacau, takut, dan cemas. Bila ada stres dari induk betina yang menyusui maka akan terjadi suatu blokade dari refleks let down. Ini disebabkan oleh karena adanya pelepasan dari adrenalin (epinefrin) yang menyebabkan vasokontraksi dari pembuluh darah alveoli, sehingga oksitosin sedikit harapannya untuk dapat mencapai target organ mioepitelium (Cowie 1980). Hormon Steroid Hormon steroid merupakan turunan dari kolesterol. Selain vitamin D, semua turunan kolesterol memiliki struktur dasar yang sama yaitu cincin siklopentanoperhidrofenantrena dengan sistem penomoran yang sama dengan kolesterol. Penurunan kolesterol (C 27 ) menjadi berbagai jenis hormon steroid diawali dengan reaksi yang menghasilkan suatu senyawa isokaproaldehida (C 6 ) dan pregnenolon (C 21 ). Berdasarkan jumlah atom karbonnya hormon steroid dikelompokkan menjadi tiga yaitu pregnan (C 21 ), androstan (C 19 ), dan estran (C 18 ) (King 2004).

29 13 Androstan Pregnan Estran Gambar 3 Kelompok hormon steroid berdasarkan atom karbonnya (Guyton 1994) Devlin (1993) diacu dalam Ibrahim (2001), menyatakan bahwa hormon steroid di bagi ke dalam dua kelas yaitu hormon adrenal dan hormon seksual (testosteron, estrogen, dan progesteron). Sedangkan King (2004) membagi steroid menurut asalnya yaitu hormon steroid adrenal dan steroid gonadal. Korteks adrenal bertanggung jawab dalam memproduksi tiga kelas utama hormon-hormon steroid yaitu : 1) glukokortikoid, yang meregulasi metabolisme karbohidrat, 2) mineralokortikoid, yang meregulasi kadar Na dan K dalam tubuh, 3) androgen, yang memiliki fungsi serupa dengan steroid yang dihasilkan dari gonad jantan. Ketidaktersediaan hormon-hormon adrenal disebut penyakit Addison, dan bila tidak diberikan hormon steroid pengganti akan menyebabkan kematian. Hormon steroid adrenal adalah deoksikortisol, kortisol (glukokortikoid), aldosteron (mineralokortikoid), androstenedion, dan dehidroepiandrosteron (DHEA). Steroid gonadal diproduksi oleh testis dan ovari, dua steroid yang utama adalah testosteron dan estradiol. Androgen ialah senyawa steroid produk dari testis, ovarium, korteks adrenal, dan kemungkinan juga dari plasenta. Terdapat lima senyawa androgen yang penting yaitu dehidroepiandrosteron (DHEA); 4 -androstene-3, 17-dion; testosteron; 11βhidroksi- 4 -androsten-3, 17-dion; dan adrenosteron. Androgen yang paling aktif adalah androsteron dan testosteron, masing-masing memberikan aktivitas biologis sebesar satu unit internasional pada jumlah μg (androsteron) dan μg testosteron (King 2004).

30 14 Testosteron disekresikan mulai dari proses perubahan asetat menjadi kolesterol kemudian kemudian berubah menjadi pregnenolon dan berubah lagi menjadi progesteron. Dari pregnenolon menjadi progesteron melalui beberapa perubahan hingga menjadi testosteron. Testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig akan menuju sel Sertoli melalui sirkulasi darah dan berperan dalam proses pematangan sperma. Di dalam sirkulasi darah testosteron ditransportasi oleh adanya steroid binding globulin (β-globulin) yang disekresikan oleh sel sertoli akibat adanya rangsangan dari FSH. Sekitar 98% dari testosteron yang bersirkulasi dalam darah berada dalam keadaan terikat dan sisanya merupakan testosteron yang bebas masuk ke organ target. Proses tersebut terjadi bila terdapat enzim α-reductase dalam sitoplasma yang akan merubah testosteron menjadi dehidrotestosteron sehingga dapat bereaksi dengan reseptor testosteron pada organ target (Johnson dan Everitt 1984). Hormon steroid seksual terdiri dari testosteron, estrogen dan progesteron (Ibrahim 2001). Hormon testosteron berfungsi sebagai hormon seksual pada jantan. Hormon estrogen dan progesteron merupakan hormon seksual pada betina yang juga berfungsi merawat kebuntingan dan menstimulasi perkembangan kelenjar susu (Ganong 2003). Hormon estrogen merupakan hormon utama pada hewan betina, dalam proses pembentukannya melibatkan 2 sel yaitu sel teka dan sel granulosa. Sel teka akan berkembang di bawah pengaruh Luteinizing Hormone (LH) dan sel granulosa akan berkembang di bawah pengaruh Follicle Stimulating Hormone (FSH). Di dalam sel teka yang berkembang, estrogen disekresikan mulai dari proses perubahan asetat menjadi kolesterol kemudian berubah menjadi pregnenolon dan berubah lagi menjadi progesteron. Dari progesteron berubah menjadi androstenedion dengan bantuan enzim 17α-hidroksi progesteron, kemudian berubah menjadi testosteron. Sel granulosa mendapat asupan testosteron dari sel teka dan akan berubah menjadi estrogen setelah diaromatisasi oleh enzim aromatase yang distimulasi oleh FSH. Ada 3 bentuk estrogen di dalam plasma hewan betina yaitu 17β-estradiol, estron, dan estriol (Johnson dan Everitt 1984). Estrogen adalah senyawa steroid yang berfungsi terutama terutama sebagai hormon seks wanita. Walaupun terdapat dalam tubuh pria maupun wanita,

31 15 kandungannya jauh lebih tinggi dalam tubuh wanita usia subur. Hormon ini menyebabkan perkembangan dan mempertahankan tanda-tanda kelamin sekunder pada wanita, seperti payudara, dan juga terlihat dalam penebalan endometrium maupun dalam pengaturan siklus haid. Pada saat menopause, estrogen mulai berkurang sehingga dapat menimbulkan beberapa efek, diantaranya hot flash, berkeringat pada waktu tidur, dan kecemasan yang berlebihan (Anwar 2001). Unit lobuler saluran terminal dari jaringan payudara wanita-wanita muda sangat responsif dengan estrogen. Pada jaringan ambing, estrogen menstimulasi pertumbuhan dan diferensiasi saluran epitelium, menginduksi aktivitas mitotik saluran sel-sel silindris, dan menstimulasi pertumbuhan jaringan penyambung. Estrogen juga menghasilkan efek seperti histamin pada mikrosirkulasi ambing. Densitas reseptor estrogen pada jaringan payudara sangat tinggi pada fase folikuler dari siklus menstruasi dan menurun setelah ovulasi. Estrogen menstimulasi pertumbuhan sel-sel kanker ambing. Pada wanita-wanita postmenopause dengan kanker ambing, konsentrasi estradiol tumor tinggi, karena aromatisasi in situ, meskipun adanya konsentrasi estradiol serum yang rendah (Guyton 1994). Hormon estrogen disekresikan oleh teka interna dan sel granulosa folikel ovarium, korpus luteum, dan plasenta. Jalur biosintesis yang melibatkan hormon androgen dan juga dibentuk melalui aromatisasi androstenedion di dalam sirkulasi. Aromatase (CYP 19) merupakan enzim yang mengkatalis perubahan androstenedion menjadi estron dan perubahan testosteron menjadi estradiol. Sel-sel teka interna mempunyai banyak reseptor LH. LH bekerja melalui camp untuk meningkatkan kolesterol menjadi androstenedion. Sebagian androstenedion diubah menjadi estradiol yang masuk ke dalam sirkulasi. Sel teka interna juga memberikan androstenedion pada sel granulosa. Sel granulosa membuat estradiol bila mendapat rangsangan dari androgen dan disekresikan dalam cairan folikel. Sel granulosa memiliki banyak reseptor FSH untuk meningkatkan sekresi estradiol dari sel granulosa dengan bekerja melalui camp untuk meningkatkan aktivitas aromatase. Sel granulosa matang juga memiliki reseptor LH yang kemudian akan merangsang pembentukan estradiol (Ganong 2003).

32 16 Fitoestrogen Fitoestrogen atau sumber estrogen berbasis tumbuh-tumbuhan yang merupakan senyawa non-steroidal mempunyai aktivitas estrogenik atau dimetabolisme menjadi senyawa beraktivitas estrogen. Fitoestrogen merupakan suatu substrat dari tumbuhan yang memiliki khasiat mirip estrogen, meskipun rumus bangun kimianya berbeda dengan estrogen tetapi memiliki inti yang sama persis dengan estrogen. Khasiat estrogenik terjadi karena fitoestrogen juga memiliki 2 gugus OH/hidroksil yang berjarak A pada intinya, sama persis dengan inti estrogen sendiri. Para peneliti sepakat jarak 11 A dan gugus OH inilah yang menjadi struktur pokok suatu substrat agar mempunyai efek estrogenik, yakni memiliki afinitas tertentu untuk dapat menduduki reseptor estrogen (Tsourounis 2004). Suatu substrat baru akan berefek estrogenik bila telah berikatan dengan reseptor estrogen. Tetapi afinitas fitoestrogen terhadap reseptor estrogen sangat rendah bila dibandingkan dengan estrogen endogen (Tsourounis 2004). Menurut Tsourounis (2004) beberapa senyawa fitoestrogen yang terdapat dalam tanaman antara lain: Isoflavone pada buah-buahan, teh hijau, kacang kedelai, dan produk kedelai seperti tempe, tahu, dan tauco. Lignane pada biji gandum dan wijen. Coumestane pada kacang-kacangan dan biji bunga matahari. Glikoside Tripterpen pada tanaman Cimifuga racemosa (black cohosh) tumbuh di hutan Amerika Selatan, saat ini telah diekstraksi dan dikemas menjadi produk obat menopause. Senyawa-senyawa estrogenik lain yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti flavones, chalcone, diterpenoid, triterpenoid, coumarine, dan acyclic. Zat yang paling banyak dalam akar purwoceng adalah alkaloid dan flavonoid. Alkaloid dan flavonoid termasuk dalam golongan fitoestrogen. Berdasarkan struktur kimianya, seluruh senyawa golongan flavonoid pada tanaman merupakan induk flavon. Flavonoid merupakan senyawa larut air, etanol, methanol, dan mengandung

33 17 sistem aromatik yang terkonjugasi. Secara umum flavonoid ditemukan pada tumbuhan sebagai campuran dan terikat pada gula seperti glikosida, aglikon atau dalam kombinasi beberapa bentuk aglikon. Senyawa flavonoid diklasifikasikan menjadi 10 golongan yang terkarakterisasi oleh warna pada teknik spektrofotometer dan pemisahan pada teknik kromatografi. Golongan tersebut adalah antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, flavonon, dan isoflavon (Harborne 1987). Flavonoid mempunyai efek hormonal khususnya efek estrogenik, karena mempunyai struktur fenolik yang mirip dengan hormon estrogen. Flavonoid pada ekstrak akar purwoceng merupakan senyawa fitoestrogen yang mempunyai kesamaan struktur kimia dengan estrogen mamalia. Berikut adalah kemiripan struktur kimia antara estrogen dan flavonoid. Estrogen Flavonoid Gambar 4 Struktur kimia estrogen dan flavonoid (Guyton 1994) Flavonoid mampu berikatan dengan reseptor estrogen (RE), di dalam tubuh ada dua reseptor estrogen yaitu reseptor estrogen alfa (REα) dan reseptor estrogen beta (REβ). Reseptor estrogen α terdapat pada organ uterus, testis, hipofisis, ginjal, epididimis, adrenal, dan payudara. Sedangkan reseptor estrogen β terdapat di ovarium, prostat, paru-paru, kandung kemih, dan tulang (Barnes dan Kim 1998).

34 BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai pada bulan April 2011 sampai dengan bulan Agustus 2011 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Alat dan Bahan Hewan yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley yang terdiri atas tikus betina yang telah dewasa kelamin sebanyak 6 ekor dengan berat badan berkisar antara 150 g-200 g dan tikus jantan yang telah dewasa kelamin sebanyak 6 ekor dengan berat badan berkisar antara 350 g-400 g. Bahan lain yang diperlukan adalah larutan fisiologis NaCl 0.9%, kertas saring Whatman no 42, etanol 70%, akuades, dan ekstrak purwoceng. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat kandang tikus, erlenmeyer, gelas ukur, corong, blender, gelas objek, mikroskop binokuler, pompa vakum, rotary vacuum evaporator (Buchi Rotavapor R-205), chiller, spuit 1 ml, sonde lambung dari stainless steel, oven, wadah porselen, cotton buds, dan timbangan analitis. Persiapan Purwoceng Bagian akar purwoceng dikeringkan dengan penjemuran panas matahari (suhu tidak melebihi 50 C). Selanjutnya akar purwoceng yang telah kering dipotong tipistipis dan dihaluskan dengan menggunakan blender sehingga di dapat serbuk (simplisia). Serbuk akar purwoceng diekstraksi dengan metode maserasi sebanyak 350 g direndam dalam 3,5 l etanol 70% sebagai zat pelarut selama 24 jam, setiap 2 jam sekali diaduk agar homogen, kemudian disaring menggunakan kain saring. Hasil

35 19 ekstrak disimpan di dalam erlenmeyer sedangkan ampas direndam kembali dalam 3,5 etanol 70% selama 24 jam, setiap 2 jam diaduk. Setelah itu larutan disaring dan ekstraknya disatukan dengan hasil ekstrak yang pertama dalam erlenmeyer ukuran 5 l, kemudian dilakukan proses evaporasi agar zat pelarut terpisah dengan menggunakan Rotary Evaporator (Rotavapor) Buchi dengan suhu 48 C dan kecepatan putaran per menit (rpm) sebesar 60 rpm, selanjutnya ekstrak kering diperoleh dengan menggunakan alat pengering beku (freeze drying). Ekstrak kering selanjutnya disimpan di dalam botol kaca steril dan dilarutkan kembali dengan akuades sesuai dosis saat perlakuan terhadap hewan coba. Jumlah ekstrak kering yang didapatkan dari 350 g simplisia adalah sejumlah 95 g. Ekstrak kering ini kemudian dibuat dalam larutan stok sebesar 5% yaitu 5 gram dalam 100 cc akuades atau 50 mg/cc. Penentuan Dosis Ekstrak Purwoceng Penentuan dosis ekstrak purwoceng pada tikus berdasarkan penelitian terdahulu (Taufiqurrachman 1999) yaitu sebesar 25 mg/cc untuk bobot badan tikus sebesar 300 g atau sebesar mg/kg BB. Dalam penelitian ini digunakan 0.5 cc untuk 300 g tikus (larutan stok mengandung 50 mg/cc). Persiapan Hewan Percobaan Tikus percobaan diadaptasikan selama 1 minggu dalam kandang kolektif agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk mendapatkan tikus betina bunting dilakukan perkawinan secara alamiah dengan mencampurkan pejantan dan betina dalam satu kandang. Perkawinan ditandai dengan adanya sperma dalam ulasan vagina dan pada umumnya tikus telah bunting, sehingga tercatat sebagai hari pertama kebuntingan (H1). Kemudian tikus bunting dipelihara hingga partus dan laktasi selama 21 hari. Pemeliharaan tikus laktasi dilakukan di dalam kandang hewan individu yang terbuat dari plastik berukuran 30 cm 20 cm 12 cm (panjang lebar tinggi) dan dilengkapi dengan kawat kasa penutup pada bagian atasnya. Satu ekor tikus

36 20 ditempatkan dalam satu kandang. Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Penggantian sekam minimal dan pencucian kandang plastik dilakukan setiap 3 hari sekali. Perlakuan Hewan Kelompok tikus laktasi : 6 ekor tikus betina digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: A: kelompok tikus laktasi sebanyak 3 ekor yang tidak diberi perlakuan. B: kelompok tikus laktasi sebanyak 3 ekor yang dicekok purwoceng pada umur laktasi 1-21 hari. Tahapan yang dilakukan adalah: 1. Perkawinan Proses perkawinan dilakukan dengan cara meletakkan betina dan jantan dalam satu kandang selama 1-7 hari. Betina yang telah dikawinkan dan diketahui bunting melalui tes swab vagina, dipisahkan pada kandang tersendiri dan merawatnya selama hari. 2. Kelahiran Menghitung jumlah total anak keseluruhan, menghitung jumlah total anak betina, dan menghitung jumlah total anak jantan. 3. Laktasi Pada saat laktasi, induk perlakuan dicekoki ekstrak purwoceng selama 21 hari, serta menimbang anak dari induk perlakuan maupun kontrol untuk mengetahui perkembangan dari bobot badannya. Parameter Percobaan Masing-masing kelompok ditimbang bobot badan anaknya selama 21 hari masa laktasi untuk dilihat perubahan pertambahan bobot badan untuk kemudian dibandingkan antar kelompok. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis dengan analysis of variance (ANOVA) (Steel dan Torrie 1989).

37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan Bobot Badan Anak Tikus Jantan yang Diberi purwoceng Sejumlah 14 ekor anak tikus jantan dari 3 ekor induk yang dicekok ekstrak etanol purwoceng dibandingkan bobot badannya dengan 12 ekor anak jantan dari 3 ekor induk tikus kontrol yang tidak diberi purwoceng. Hasil yang diperoleh adalah bahwa pertambahan bobot badan tikus jantan yang induknya diberi ekstrak etanol purwoceng selama 21 hari masa laktasi tidak berbeda nyata (p>0.05) dibandingkan pertambahan bobot badan tikus anak tikus kontrol. Rataan pertambahan bobot badan anak tikus jantan tiap minggu selama 21 hari disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Rataan pertambahan bobot badan anak tikus jantan dari induk yang dicekok purwoceng dan kontrol. Induk Σ anak Tikus Jantan Rataan Pertambahan Bobot Badan Anak Tikus Jantan (g) Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol A B C Rata-rata 4.18± ± ± ± ± ±6.98 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf uji 5%. Berdasarkan tabel 1 tersebut memberikan gambaran bahwa pemberian purwoceng tidak mempengaruhi bobot badan jantan anak tikus. Jumlah anak yang berbeda disetiap induknya kemungkinan menjadi faktor penyebab rataan bobot badan anak jantan yang tidak berbeda antara perlakuan dan kontrol. Rataan bobot badan anak jantan perlakuan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, kecuali untuk induk B rataan bobot badan anak jantan perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan anak jantan kontrol (untuk setiap minggunya). Hal ini disebabkan jumlah anak keseluruhan untuk induk B perlakuan lebih banyak dibandingkan dengan kontrol. Purwoceng mengandung zat fitoestrogen yang bersifat estrogenik. Fitoestrogen merupakan sumber estrogen yang berasal dari tanaman yang merupakan senyawa non steroidal dan mempunyai aktivitas estrogenik atau dimetabolisme menjadi senyawa beraktivitas estrogen (Tsourounis 2004).

38 22 Hasil uji fitokimia dengan metode kualitatif dari kandungan ekstrak akar purwoceng yang di pakai pada penelitian ini tertera pada Tabel 2 (Balitro 2011): Tabel 2 Komposisi kandungan zat kimia pada ekstrak etanol purwoceng Zat yang terkandung pada akar Kadar zat yang terkandung pada purwoceng akar purwoceng Alkaloid +++ Saponin - Tanin + Fenolik - Flavonoid +++ Triterfenoid + Steroid + Glikosida + Keterangan : - negatif; + positif lemah; ++ positif; +++ positif kuat; ++++ positif kuat sekali Hasil uji fitokimia yang dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, menunjukkan bahwa zat yang terkandung di dalam akar purwoceng adalah flavonoid, tanin, steroid, triterfenoid, glikosida, dan alkaloid. Flavanoid, alkaloid, steroid yang terdapat dalam purwoceng merupakan golongan fitoestrogen yang mampu berfungsi seperti estrogen karena diduga dapat menduduki reseptor estrogen dalam tubuh yang akan meningkatkan efek estrogen. Afinitas fitoestrogen terhadap reseptor estrogen sangat rendah bila dibandingkan dengan estrogen endogen. Mekanisme kerja fitoestrogen dalam jaringan adalah berikatan dengan reseptor estrogen. Menurut Tsourounis (2004) beberapa senyawa flavonoid merupakan antioksidan. Flavonoid merupakan golongan senyawa polifenol yang terdiri atas 15 atom karbon sebagai kerangka dasarnya. Susunan rantai karbon dari senyawa polifenol menghasilkan tiga jenis struktur yaitu flavonoid, isoflavonoid, dan neoflavonoid. Purwoceng memiliki dua bahan aktif yang berfungsi sebagai prekursor estrogen di dalam tubuh yaitu flavonoid dan steroid. Jika dibandingkan keduanya, flavonoid berpengaruh lebih besar dibandingkan dibandingkan steroid, karena pada hasil pengujiannya flavonoid menunjukkan positif kuat, sedangkan steroid positif lemah (Balitro 2011). Bahan-bahan yang ada pada purwoceng ini diduga bersifat estrogenik, maka diduga bahwa purwoceng dapat mempengaruhi kondisi ambing tikus pada saat menyusui.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Purwoceng (Pimpinella alpina KDS ) Heyne (1987) mendeskripsikan purwoceng sebagai tanaman terna dengan tinggi antara 15 cm sampai 50 cm yang tumbuh pada dataran tinggi sekitar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng terhadap tikus putih betina pada usia kebuntingan 1-13 hari terhadap rata-rata bobot ovarium dan bobot uterus tikus putih dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Lama Siklus Siklus estrus terdiri dari proestrus (12 jam), estrus (12 jam), metestrus (12 jam), dan diestrus (57 jam), yang secara total

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus BAB IV HASIL PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur kebuntingan 0-13 hari dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA

bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA II. TELAAH PUSTAKA Kelenjar mammae merupakan kelenjar kulit khusus (derivat integumen) yang terletak di dalam jaringan bawah kulit (subkutan). Kelenjar mammae merupakan kelenjar eksokrin. Kelenjar eksokrin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Estrogen adalah salah satu hormon yang berperan dalam reproduksi hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting adalah estradiol

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia dikenal sebagai megabiodiversity country, yaitu Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang besar. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar 30.000 tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia. Dalam rangka memenuhi kebutuhan sehat tersebut, masyarakat berusaha melakukan upaya kesehatan yang meliputi pencegahan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

KAJIAN ANDROGENIK EKSTRAK ETANOL AKAR PURWOCENG (Pimpinella alpina KDS) TERHADAP KINERJA REPRODUKSI TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) BETINA DARA

KAJIAN ANDROGENIK EKSTRAK ETANOL AKAR PURWOCENG (Pimpinella alpina KDS) TERHADAP KINERJA REPRODUKSI TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) BETINA DARA KAJIAN ANDROGENIK EKSTRAK ETANOL AKAR PURWOCENG (Pimpinella alpina KDS) TERHADAP KINERJA REPRODUKSI TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) BETINA DARA PUDJI ACHMADI B. 151070031 / IFO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Mei 2009. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan di era modern ini semakin beragam bahan yang digunakan, tidak terkecuali bahan yang digunakan adalah biji-bijian. Salah satu jenis biji yang sering digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyusui eksklusif. Pada ibu menyusui eksklusif memiliki kecenderungan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyusui eksklusif. Pada ibu menyusui eksklusif memiliki kecenderungan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menyusui dan kehamilan merupakan hal yang sangat penting dalam kesehatan reproduksi wanita. Kembalinya menstruasi dan ovulasi bervariasi setiap ibu postpartum, hal

Lebih terperinci

Universitas Indonesia

Universitas Indonesia 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Payudara 8 Untuk mempertahankan kelangsungan hidup keturunannya, organ payudara menjadi sumber utama dari kehidupan, karena air susu ibu (ASI) adalah makanan bayi

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Payudara 7 Berdasarkan letaknya,secara vertikal payudara terletak di antara kosta II dan IV, secara horizontal, mulai dari pinggir sternum sampai linea aksilaris

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 11 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah anak, rataan bobot lahir, bobot sapih, total bobot lahir, dan jumlah anak sekelahiran pada kelompok domba kontrol dan superovulasi, baik yang tidak diberi dan diberi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Senyawa Isoflavon Tepung Kedelai dan Tepung Tempe Hasil analisis tepung kedelai dan tepung tempe menunjukkan 3 macam senyawa isoflavon utama seperti yang tertera pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL PURWOCENG

EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL PURWOCENG EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL PURWOCENG (Pimpinella alpina) SELAMA 1-13 HARI KEBUNTINGAN TERHADAP BOBOT OVARIUM DAN UTERUS TIKUS PUTIH (Rattus sp.) SANDRA HAPSARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap jumlah kelenjar endometrium, jumlah eritrosit dan lekosit tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etil asetat. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang volatil (mudah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan dewasa : - jantan - betina g. Konsumsi air minum tikus dewasa

TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan dewasa : - jantan - betina g. Konsumsi air minum tikus dewasa 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Umum Tikus Tikus digolongkan ke dalam kelas Mamalia, bangsa Rodentia, suku Muridae dan marga Rattus (Meehan 1984). Tikus merupakan hewan mamalia yang mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Modul ke: Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Pengertian Hormon Hormon berasal dari kata hormaein yang berarti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Anatomi Payudara Payudara terletak memanjang secara transversal dari batas lateral sternum ke garis midaxilla dan secara vertikal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu hasil bumi yang sangat dikenal di Indonesia. Kedelai yang dibudidayakan terdiri dari dua spesies, yaitu, kedelai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Organ Reproduksi Betina 2.1.1 Ovarium Organ reproduksi betina terdiri atas dua buah ovari, dua buah tuba falopii, uterus, serviks, vagina, dan vulva. Ovarium bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Payudara 4,10 Payudara merupakan bagian yang cukup penting karena menghasilkan ASI yang menjadi sumber utama dari kehidupan. Secara vertikal, payudara terletak di antara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 34 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Desember 2007. Penelitian ini dilakukan pada beberapa tempat yaitu : pembuatan tepung kedelai dan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. B. BAHAN DAN ALAT

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu diperkirakan 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup untuk periode 2008-2012 (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Proporsi penyebab

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Air Susu Ibu Air susu ibu (ASI) adalah makanan pertama alami untuk bayi yang memberikan energi dan nutrisi yang dibutuhkan bayi pada

Lebih terperinci

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen,

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen, SISTEM ENDOKRIN Hormon adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh sebuah sel atau sekelompok sel dan disekresikan ke dalam pembuluh darah serta dapat mempengaruhi pengaturan fisiologi sel-sel tubuh lain.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Tanaman Purwoceng Purwoceng (Pimpinella alpina Kds) merupakan tanaman obat.seluruh bagian tanaman purwoceng dapat digunakan sebagai obat tradisional, terutama akar.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASI Eksklusif 1. Pengertian Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi sampai usia 6 bulan. Pemberian ASI eksklusif yaitu pemberian ASI tanpa cairan atau makanan lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Jumlah penduduk merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh setiap negara, karena membawa konsekuensi di segala aspek antara lain pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infertilitas didefinisikan sebagai kegagalan terjadinya pembuahan selama 12 bulan hubungan seksual yang aktif (Nieschlag et al, 2010). Infertilitas ditemukan pada 15%

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN AMBING TIKUS (Rattus norvegicus) PADA USIA KEBUNTINGAN 13, 17, DAN 21 HARI AKIBAT PENYUNTIKAN bst (bovine Somatotropin)

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN AMBING TIKUS (Rattus norvegicus) PADA USIA KEBUNTINGAN 13, 17, DAN 21 HARI AKIBAT PENYUNTIKAN bst (bovine Somatotropin) PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN AMBING TIKUS (Rattus norvegicus) PADA USIA KEBUNTINGAN 13, 17, DAN 21 HARI AKIBAT PENYUNTIKAN bst (bovine Somatotropin) MEETHA RAMADHANITA PARDEDE SKRIPSI DEPARTEMEN ANATOMI,

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wijen (Sesamum indicum L) 1. Sistematika Tanaman Tanaman wijen mempunyai klasifikasi tanaman sebagai berikut : Philum : Spermatophyta Divisi : Angiospermae Sub-divisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1 Data nilai fisiologis tikus putih (Rattus sp.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1 Data nilai fisiologis tikus putih (Rattus sp.) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Tikus Putih (Rattus sp.) Tikus putih atau rat (Rattus sp.) sering digunakan sebagai hewan percobaan atau hewan laboratorium karena telah diketahui sifat-sifatnya dan mudah dipelihara

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Menopause merupakan salah satu proses dalam siklus reproduksi alamiah yang akan dialami setiap perempuan selain pubertas, kehamilan, dan menstruasi. Seorang perempuan

Lebih terperinci

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Kemampuan suatu sel atau jaringan untuk berkomunikasi satu sama lainnya dimungkinkan oleh adanya 2 (dua) sistem yang berfungsi untuk mengkoordinasi semua aktifitas sel

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam periode 10 tahun terakhir jumlah penduduk Indonesia meningkat dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 10 tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan 19 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010 di Kandang Unit Hewan Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

Lebih terperinci

ABSTRAK. Antonius Budi Santoso, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes. Pembimbing II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes.

ABSTRAK. Antonius Budi Santoso, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes. Pembimbing II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes. ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG TEMPE KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) SELAMA MASA PREPUBERTALTERHADAP VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT JANTAN GALUR SWISS WEBSTER Antonius Budi Santoso, 2007. Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Payudara 5,10 Organ payudara menjadi sumber utama dari kehidupan, karena air susu ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling penting terutama pada bulan-bulan pertama

Lebih terperinci

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS Hipotalamus merupakan bagian kecil otak yang menerima input baik langsung maupun tidak dari semua bagian otak. Hipofisis adalah kelenjar endokrin kecil yang terletak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 20 PENDAHULUAN Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang diolah melalui proses fermentasi kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedelai dan produk olahannya mengandung senyawa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah kelenjar endometrium Pengamatan jumlah kelenjar endometrium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

OLEH : HERNAWATI. Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi

OLEH : HERNAWATI. Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

HORMON REPRODUKSI JANTAN

HORMON REPRODUKSI JANTAN HORMON REPRODUKSI JANTAN TIU : 1 Memahami hormon reproduksi ternak jantan TIK : 1 Mengenal beberapa hormon yang terlibat langsung dalam proses reproduksi, mekanisme umpan baliknya dan efek kerjanya dalam

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL PURWOCENG

EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL PURWOCENG EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL PURWOCENG (Pimpinella alpina) SELAMA 13-21 HARI KEBUNTINGAN TERHADAP BOBOT ORGAN REPRODUKSI DAN ANAK TIKUS PUTIH (Rattus sp.) META LEVI KURNIA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava) terhadap kadar gula darah dan kadar transminase pada tikus (Rattus norvegicus)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Purwoceng

TINJAUAN PUSTAKA. Purwoceng 4 TINJAUAN PUSTAKA Purwoceng Purwoceng (Gambar 1) adalah tumbuhan endemik Indonesia yang sudah lama dikenal berkhasiat obat. Purwoceng merupakan tanaman berumah satu tetapi dapat juga menyerbuk silang

Lebih terperinci

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis BAB XIV Kelenjar Hipofisis A. Struktur Kelenjar Hipofisis Kelenjar hipofisis atau kelenjar pituitary adalah suatu struktur kecil sebesar kacang ercis yang terletak di dasar otak. Kelenjar ini berada dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah eskperimental

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah eskperimental BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah eskperimental laboratorik dengan rancangan penelitian pre test & post test control group design

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN DAFTARISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMP

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015 di Laboratorium Zoologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015 di Laboratorium Zoologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015 di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi dan pembuatan ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa Linn.) terhadap kadar transaminase hepar pada tikus (Rattus norvegicus)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen kuantitatif. Pada penelitian ini terdapat manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan desain posttest only control group design. perlakuan yang akan diberikan, yaitu 6 kelompok.

BAB III METODE PENELITIAN. dengan desain posttest only control group design. perlakuan yang akan diberikan, yaitu 6 kelompok. 17 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental pada hewan uji dengan desain posttest only control group design. B. Subyek Penelitian Subyek penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi seorang wanita, menopause itu sendiri adalah datangnya masa tua.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi seorang wanita, menopause itu sendiri adalah datangnya masa tua. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang wanita, menopause itu sendiri adalah datangnya masa tua. Menopause yang dikenal sebagai masa berakhirnya menstruasi atau haid, sering menjadi ketakutan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan pertama, utama dan terbaik bagi neonatus, yang bersifat alamiah dan mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh pemberian ekstrak daun katuk (Sauropus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh pemberian ekstrak daun katuk (Sauropus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian pengaruh pemberian ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus) terhadap berat uterus dan tebal endometrium pada tikus putih (Rattus norvegicus)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009 di Laboratorium Pemulian Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, sedangkan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan bahan alam yang ada di bumi juga telah di jelaskan dalam. firman Allah SWT yang berbunyi sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan bahan alam yang ada di bumi juga telah di jelaskan dalam. firman Allah SWT yang berbunyi sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban), telah lama dimanfaatkan sebagai obat tradisional baik dalam bentuk bahan segar, kering maupun dalam bentuk ramuan. Tanaman ini

Lebih terperinci

EKSTRAK ETANOL DAUN KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) SEBAGAI LAKTAGOGUM PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L.) YANG MENYUSUI

EKSTRAK ETANOL DAUN KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) SEBAGAI LAKTAGOGUM PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L.) YANG MENYUSUI EKSTRAK ETANOL DAUN KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) SEBAGAI LAKTAGOGUM PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L.) YANG MENYUSUI ABSTRAK Shinta Eri Andriana, Rama Yuda, Dhama Susanthi Fakultas Biologi Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Nilai Rendemen Ekstrak Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). 2. Deskripsi Organoleptik Ekstrak Ekstrak berbentuk kental, berasa pahit, berwarna hitam

Lebih terperinci

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) IX A. 1. Pokok Bahasan : Sistem Regulasi Hormonal A.2. Pertemuan minggu ke : 12 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan: 1. Tempat produksi hormone 2. Kelenjar indokrin dan produksi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Pada penelitian ini digunakan Persea americana Mill yang diperoleh dari perkebunan Manoko, Lembang, sebanyak 800 gram daun alpukat dan 800 gram biji alpukat.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. test design. Pretest adalah pengukuran kadar kolesterol total darah

METODE PENELITIAN. test design. Pretest adalah pengukuran kadar kolesterol total darah 19 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian eksperimental, dengan menggunakan prepost test design. Pretest adalah pengukuran kadar kolesterol total darah hewan coba

Lebih terperinci