Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn BAB I. PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn BAB I. PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. L ATAR BELAKANG Peranan sektor pertanian dalam kegiatan perekonomian di Indonesia dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar yaitu sekitar 15,34% pada tahun 2010 (angka sangat sementara, atas dasar harga berlaku). Kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia ini menempati urutan kedua setelah sektor industri pengolahan. Sementara itu ada sebanyak 38,7 juta orang yang bekerja di sektor pertanian. Jumlah tersebut merupakan 35,76% dari total tenaga kerja di Indonesia berdasarkan data BPS per Agustus Sementara itu perdagangan dalam negeri (domestik) dan perdagangan luar negeri (internasional) untuk komoditas pertanian yang meliputi sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan masih cukup luas untuk terus dikembangkan. Sektor pertanian sudah terbukti merupakan sektor yang dapat diandalkan dalam pemulihan perekonomian nasional, mengingat sektor pertanian terbukti masih dapat memberikan kontribusi pada perekonomian nasional walaupun pada saat itu terjadi krisis. Hal ini dikarenakan terbukanya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian dan tingginya sumbangan devisa yang dihasilkan. Kementerian Pertanian menetapkan 4 sukses pembangunan pertanian, dimana salah satunya adalah Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor. Di sisi lain pengembangan globalisasi perdagangan antar negara telah berjalan dengan penerapan berbagai kebijakan dan kesepakatan dari sidang WTO, dan pembentukan kerjasama antar negara dalam suatu kawasan seperti APEC, NAFTA dan AFTA. Pada kawasan yang lebih kecil terjalin kerjasama ekonomi sub regional Indonesia dengan pembentukan kawasan segitiga pertumbuhan khususnya dengan Singapura-Johor dan Riau Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1

2 (SIJORI) dan kerjasama Indonesia-Malaysia dan Thailand (IMT-GT), termasuk forum kerjasama antar Negara Brunei, Indonesia, Malaysia dan Philippina (BIMP-EAGA) (Depertemen Pertanian, 2007). Berdasarkan hal tersebut, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) mulai tahun 2009 telah melakukan analisis mengenai kinerja perdagangan komoditas pertanian yang dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana kinerja perdagangan beberapa komoditas unggulan pertanian serta posisi Indonesia di pasar internasional akan produk pertaniannya. Analisis ini diterbitkan dalam bentuk Buku Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian (ISSN No ). Analisis kinerja perdagangan Volume 3 No. 2 Tahun 2011 berisi analisis untuk komoditas beras, pisang, karet, kelapa sawit dan teh METODOLOGI Sumber Data dan Informasi Analisis kinerja perdagangan komoditas pertanian tahun 2011 disusun berdasarkan data dan informasi yang diperoleh baik dari data primer maupun data sekunder yang bersumber dari daerah, instansi terkait baik di lingkup Kementerian Pertanian maupun di luar Kementerian Pertanian seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Perdagangan, Food and Agriculture Organization (FAO), dan Uncomtrade. Cakupan Komoditas Pertanian Cakupan komoditas pertanian yang dianalisis pada Buku Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Volume 3 No. 2 Tahun 2011 antara lain meliputi komoditas unggulan nasional yaitu beras (sub sektor tanaman pangan), pisang (sub sektor hortikultura), karet, kelapa sawit dan teh (sub sektor perkebunan). 2 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

3 Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penyusunan analisis kinerja perdagangan komoditas pertanian adalah sebagai berikut : A. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan analisis keragaan diantaranya dengan menampilkan nilai rata-rata pertumbuhan per tahun, rata-rata dan persen kontribusi (share) yang mencakup indikator kinerja perdagangan komoditas pertanian sebagai berikut : Produksi dan populasi Harga produsen, konsumen, dan internasional Volume dan nilai ekspor-impor, berdasarkan wujud primer dan olahan, serta kode HS (Harmony Sistem) Negara tujuan ekspor dan negara asal impor Negara eksportir dan importir dunia B. Analisis Inferensia Analisis inferensia yang digunakan dalam analisis kinerja perdagangan komoditas pertanian antara lain : a. Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) ISP digunakan untuk menganalisis posisi atau tahapan perkembangan suatu komoditas. ISP ini dapat menggambarkan apakah untuk suatu komoditas, posisi Indonesia cenderung menjadi negara eksportir atau importir. Secara umum ISP dapat dirumuskan sebagai berikut : dimana : ISP X X ia ia - M M X ia = volume atau nilai ekspor komoditas ke-i Indonesia M = volume atau nilai impor komoditas ke-i Indonesia ia ia ia Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3

4 Nilai ISP adalah -1 s/d -0,5 : Berarti komoditas tersebut pada tahap pengenalan dalam perdagangan dunia atau memiliki daya saing rendah atau negara bersangkutan sebagai pengimpor suatu komoditas -0,4 s/d 0,0 : Berarti komoditas tersebut pada tahap substitusi impor dalam perdagangan dunia 0,1 s/d 0,7 : Berarti komoditas tersebut dalam tahap perluasan ekspor dalam perdagangan dunia atau memiliki daya saing yang kuat 0,8 s/d 1,0 : Berarti komoditas tersebut dalam tahap pematangan dalam perdagangan dunia atau memiliki daya saing yang sangat kuat. b. Indeks Keunggulan Komparatif (Revealed Comparative Advantage RCA) dan RSCA (Revealead Symetric Comparative Advantage) Konsep comparative advantage diawali oleh pemikiran David Ricardo yang melihat bahwa kedua negara akan mendapatkan keuntungan dari perdagangan apabila menspesialisasikan untuk memproduksi produkproduk yang memiliki comparative advantage dalam keadaan autarky (tanpa perdagangan). Balassa (1965) menemukan suatu pengukuran terhadap keunggulan komparatif suatu negara secara empiris dengan melakukan penghitungan matematis terhadap data-data nilai ekspor suatu negara dibandingkan dengan nilai ekspor dunia. Penghitungan Balassa ini disebut Revealed Comparative Advantage (RCA) yang kemudian dikenal dengan Balassa RCA Index : dimana: 4 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian X RCA X ij iw X X j w

5 X ij : Nilai ekspor komoditi i dari negara j (Indonesia) X j : Total nilai ekspor non migas negara j (Indonesia) X iw : Nilai ekspor komoditi i dari dunia X w : Total nilai ekspor non migas dunia Sebuah produk dinyatakan memiliki daya saing jika RCA>1, dan tidak berdaya saing jika RCA<1. Berdasarkan hal ini, dapat dipahami bahwa nilai RCA dimulai dari 0 sampai tidak terhingga. Menyadari keterbatasan RCA tersebut, maka dikembangkan Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA), dengan rumus sebagai berikut : RSCA (RCA -1) / (RCA 1) Konsep RSCA membuat perubahan dalam penilaian daya saing, dimana nilai RSCA dibatasi antara -1 sampai dengan 1. Sebuah produk disebut memiliki daya saing jika memiliki nilai di atas nol, dan dikatakan tidak memiliki daya saing jika nilai dibawah nol. c. Import Dependency Ratio (IDR) Import Dependency Ratio (IDR) merupakan formula yang menyediakan informasi ketergantungan suatu negara terhadap impor suatu komoditas. Nilai IDR dihitung berdasarkan definisi yang dibangun oleh FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nations). Penghitungan nilai IDR tidak termasuk perubahan stok dikarenakan besarnya stok (baik dari impor maupun produksi domestik) tidak diketahui. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5

6 Impor IDR 100 Produksi Impor Ekspor d. Self Sufficiency Ratio (SSR) Nilai SSR menunjukkan besarnya produksi dalam kaitannya dengan kebutuhan dalam negeri. SSR diformulasikan sbb.: Produksi SSR 100 Produksi Impor Ekspor e. Constant Market Share Analysis (CMSA) Analisis CMS pertama sekali di perkenalkan oleh Tyszynski di tahun 1950, untuk menganalisis daya saing sebuah komoditi ke negara tertentu dengan kinerja perdagangan ke dunia. Model ini kemudian dikembangkan Leamer and Stern (1970) serta Richardson (1971) menyatakan keempat faktor yang mempengaruhi kinerja daya saing memiliki bobot yang sama. Namun, Milana (1981) menyatakan competitiveness effect seharusnya memiliki bobot yang lebih tinggi dibandingkan faktor lain dalam menentukan daya saing produk ekspor. Lebih lanjut Milana mengembangkan model CMS sebagai berikut : q2-q1 = world growth effect + commodity composition effect + market distribution effect + competitiveness effect dengan perhitungan lebih lanjut dari persamaan di atas adalah : world growth effect commodity composition effect market distribution effect competitiveness effect 6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

7 Dimana : = total ekspor negara asal ke negara mitra = ekspor komoditi p dari negara ke negara mitra = total ekspor komoditi p di dunia = pangsa negara asal di dunia = = pangsa ekspor komoditi p dari negara asal di dunia t = waktu pengamatan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7

8 (Halaman ini sengaja dikosongkan) 8 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

9 II. GAMBARAN UMUM KINERJA PERDAGANGAN KOMODITAS PERTANIAN Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam laju yang semakin pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi, peran transportasi dan komunikasi sangat penting, yang dapat menyebabkan terjadinya penipisan batas-batas antar negara ataupun antar daerah di suatu wilayah. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO). Sementara pemasaran antar wilayah (perdagangan domestik) komoditas pertanian terjadi karena adanya perbedaan tingkat penawaran dan permintaan yang mempengaruhi keragaman harga komoditas di setiap wilayah, aliran komoditas akan terjadi dari sentra produsen yang harganya lebih rendah ke daerah konsumen yang harganya lebih tinggi. Gambaran umum kinerja perdagangan komoditas pertanian dilihat dari neraca perdagangan luar negeri (ekspor dikurangi impor) komoditas pertanian yang meliputi sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan selama tahun 2007 sampai dengan 2011 terlihat mengalami surplus baik dari sisi volume neraca perdagangan maupun nilai neraca perdagangan, hal ini dapat dilihat secara rinci pada Tabel 2.1. Data ekspor impor untuk tahun 2011 merupakan kumulatif dari bulan Januari sampai dengan bulan Agustus Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9

10 Tabel 2.1. Perkembangan ekspor, impor dan neraca perdagangan komoditas pertanian Indonesia, No. Uraian Tahun Pertumb. (%) *) Ekspor - Volume (Ton) 23,941,511 27,154,760 29,572,229 28,768,085 18,605, Nilai (000 US$) 21,257,215 29,300,336 23,037,582 32,522,974 28,929, Impor - Volume (Ton) 15,910,691 12,593,233 13,401,149 16,874,998 15,857, Nilai (000 US$) 8,597,854 11,341,138 9,897,316 13,983,327 13,874, Neraca Perdagangan - Volume (Ton) 8,030,820 14,561,527 16,171,080 11,893,087 2,747, Nilai (000 US$) 12,659,361 17,959,198 13,140,266 18,539,647 15,055, Sumber : BPS diolah Pusdatin Keterangan : *) Januari sd. Agustus 2011 Berdasarkan Tabel 2.1 terlihat bahwa surplus neraca perdagangan komoditas pertanian dari tahun 2007 cukup berfluktuasi. Tahun 2009 neraca perdagangan mengalami penurunan menjadi sebesar US$ 13,14 milyar walaupun volumenya meningkat menjadi 16,17 juta ton. Neraca perdagangan ini kembali meningkat pada tahun 2010 menjadi US$ 18,54 milyar walaupun volumenya turun menjadi 11,83 juta ton. Sampai dengan bulan Agustus 2011, neraca perdagangan ekspor impor komoditas pertanian sudah mencapai 15,06 milyar US$ dengan volume 2,75 juta ton. Secara optimis dapat dikatakan realisasi sampai dengan Desember 2011 diperkirakan dapat melampaui tahun Jika dilihat rata-rata pertumbuhannya per tahun, volume neraca perdagangan tahun terlihat mengalami penurunan yaitu ratarata sebesar 2,74% per tahun. Penurunan laju ini lebih disebabkan oleh belum penuhnya realisasi ekspor impor tahun Sebaliknya bila dilihat dari sisi nilai neraca perdagangan menunjukkan peningkatan dengan ratarata pertumbuhan per tahun sebesar 9,33%. Rata-rata pertumbuhan nilai ekspor sebesar 11,65% per tahun dan nilai impor meningkat sebesar 14,92% per tahun. Volume ekspor dan impor komoditas pertanian ini secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini, yang secara 10 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

11 umum menunjukkan volume ekspor selalu lebih tinggi dibandingkan volume impornya atau mengalami surplus dalam neraca perdagangan pertanian. 30,000 25,000 (000 Ton) 20,000 15,000 10,000 5, Volume Ekspor Volume impor Gambar 2.1. Perkembangan volume ekspor dan impor komoditas pertanian, Sementara dari sisi nilai neraca perdagangan komoditas pertanian dapat dilihat pada Gambar 2.2. Surplus nilai neraca perdagangan terbesar dicapai pada tahun 2010 yaitu sebesar US$ 18,54 Milyar, dengan nilai ekspor sebesar US$ 32,52 milyar dan nilai impor sebesar US$ 13,98 milyar. Sementara tahun 2009 tercatat adanya penurunan nilai neraca perdagangan, baik untuk nilai ekspor, impor maupun surplus perdagangannya. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11

12 35,000 30,000 (Juta US$) 25,000 20,000 15,000 10,000 5, Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca Perdagangan Gambar 2.2. Perkembangan nilai ekspor, impor dan neraca perdagangan komoditas pertanian, Dari keempat sub sektor pada sektor pertanian, sub sektor perkebunan menjadi andalan nasional karena setiap tahunnya neraca perdagangan sub sektor perkebunan selalu mengalami surplus, sehingga secara total pertanian dapat menutupi defisit yang dialami oleh sub sektor lainnya. Secara lengkap hal ini dapat dilihat lebih jelas pada Lampiran 2.1. Terjadinya surplus tersebut karena lebih dari 90% nilai ekspor komoditas pertanian berasal dari komoditas perkebunan dengan persentase impor yang lebih kecil, sebaliknya untuk sub sektor lainnya persentase kontribusi nilai impor jauh lebih tinggi dibandingkan ekspornya (Gambar 2.3). 12 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

13 peternakan, 3.48% Nilai Ekspor tanaman pangan, 1.33% hortikultura, 1.32% peternakan, 19.22% Nilai Impor tanaman pangan, 30.56% perkebunan, 93.87% perkebunan, 40.94% hortikultura, 9.28% Gambar 2.3. Kontribusi sub sektor pertanian berdasarkan rata-rata nilai ekspor dan impor, rata-rata Demikian pula halnya dari sisi volume ekspor, terlihat pada Gambar 2.4 menunjukkan sub sektor perkebunan merupakan sub sektor yang berkontribusi cukup besar terhadap total volume ekspor pertanian. Lebih dari 90% volume ekspor komoditas pertanian berasal dari komoditas perkebunan dan bila dilihat kontribusi volume impornya hanya sebesar 21,93% dari total volume impor komoditas pertanian. Sementara untuk sub sektor lainnya persentase impor justru lebih tinggi dibandingkan ekspornya. Volume impor yang terbesar adalah sub sektor tanaman pangan mencapai 61,14% dari volume impor total pertanian. Secara rinci volume ekspor dan impor per sub sektor pertanian tahun disajikan pada Lampiran 2.2. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13

14 Volume Ekspor peternakan, 2.16% tanaman pangan, 3.15% hortikultura, 1.53% peternakan, 7.02% Volume Impor perkebunan, 21.93% tanaman pangan, 61.14% perkebunan, 93.16% hortikultura, 9.92% Gambar 2.4. Kontribusi sub sektor pertanian berdasarkan rata-rata volume ekspor dan impor, rata-rata Bila dilihat pada Lampiran 2.1 nilai surplus sub sektor perkebunan tahun 2007 sebesar US$ 16,59 milyar mengalami kenaikan menjadi US$ 21,29 milyar tahun 2011 per Agustus dengan rata-rata pertumbuhan per tahun meningkat sebesar 10,27%. Dimana rata-rata pertumbuhan per tahun nilai ekspor naik sebesar 11,67% dan nilai impor naik sebesar 17,91%. Sementara nilai neraca perdagangan sub sektor tanaman pangan, hortikultura dan peternakan selalu mengalami defisit. Selama periode besarnya defisit subsektor tanaman pangan dan hortikultura cenderung meningkat rata-rata masing-masing sebesar 19,26% dan 15,90%. Demikian juga dengan sub sektor peternakan, defisit yang terjadi cenderung sedikit meningkat rata-rata sebesar 5,62% setiap tahunnya seperti tersaji pada Gambar Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

15 25,000 20,000 (000 Ton) 15,000 10,000 5,000 (5,000) Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Gambar 2.5. Perkembangan neraca perdagangan sub sektor pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15

16 Lampiran 2.1. Perkembangan neraca perdagangan sub sektor pertanian, Tahun (000 US$) Rata-rata Pertumb. (%) No. Uraian *) Nilai Ekspor - Tanaman Pangan 289, , , , , , Hortikultura 254, , , , , , Perkebunan 19,964,870 27,369,363 21,581,669 30,702,864 27,169,717 25,357, Peternakan 748,531 1,148, , ,662 1,088, , Pertanian 21,257,215 29,300,336 23,037,582 32,522,974 28,929,678 27,009, Nilai Impor - Tanaman Pangan 2,729,147 3,526,957 2,737,862 3,893,840 4,780,923 3,533, Hortikultura 795, ,044 1,077,463 1,292,988 1,227,514 1,063, Perkebunan 3,376,402 4,535,918 3,949,191 6,028,160 5,883,910 4,754, Peternakan 1,696,459 2,352,219 2,132,800 2,768,339 1,981,741 2,186, Pertanian 8,597,854 11,341,138 9,897,316 13,983,327 13,874,089 11,538, Neraca Perdagangan - Tanaman Pangan -2,440,098-3,178,074-2,416,601-3,416,132-4,420,396 3,174, Hortikultura -541, , , , , , Perkebunan 16,588,468 22,833,445 17,632,478 24,674,704 21,285,807 20,602, Peternakan -947,928-1,204,049-1,377,887-1,816, ,457 1,248, Pertanian 12,659,361 17,959,198 13,140,266 18,539,647 15,055,589 15,470, % terhadap Pertanian 4 Nilai Ekspor - Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Nilai Impor - Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Sumber : BPS diolah Pusdatin Keterangan : *) Januari sd. Agustus Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

17 Lampiran 2.2. Perkembangan volume ekspor dan impor sub sektor pertanian, Tahun (Ton) Rata-rata Pertumb. (%) No. Uraian *) Volume Ekspor - Tanaman Pangan 999, , , , , , Hortikultura 393, , , , , , Perkebunan 22,089,288 25,182,681 27,865,811 27,017,306 17,239,030 23,878, Peternakan 458, , , , , , Pertanian 23,941,511 27,154,760 29,573,229 28,768,085 18,605,076 25,608, Volume Impor - Tanaman Pangan 9,398,520 7,414,293 7,788,215 10,504,604 10,684,194 9,157, Hortikultura 1,293,411 1,429,967 1,524,666 1,560,808 1,501,698 1,462, Perkebunan 4,268,242 2,683,739 2,963,531 3,578,061 2,884,128 3,275, Peternakan 950,518 1,065,235 1,124,737 1,231, ,411 1,031, Pertanian 15,910,691 12,593,234 13,401,149 16,874,998 15,857,432 14,763, % terhadap Pertanian 3Volume Ekspor - Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Volume Impor - Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Sumber : BPS diolah Pusdatin Keterangan : *) Januari sd. Agustus 2011 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17

18 (Halaman ini sengaja dikosongkan) 18 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

19 III. KINERJA PERDAGANGAN BERAS Bagi sebagian besar penduduk Indonesia, beras merupakan kebutuhan pangan pokok. Konsumsi beras per kapita mempunyai kecenderungan mengalami penurunan yakni dari 115,60 kg/kapita/tahun pada tahun 1993 menjadi 90,16 kg/kapita/tahun pada tahun 2010 (Susenas, BPS). Produksi beras dalam negeri dari tahun ke tahun terus meningkat, walaupun mempunyai kecenderungan laju pertumbuhannya melandai. Di sisi lain, pertumbuhan penduduk Indonesia melaju dengan cepat, yakni 1,27% per tahun pada periode tahun (Statistik Indonesia 2009, BPS). Tulisan hasil analisis berikut akan mengulas kinerja perdagangan komoditas beras berdasarkan atas data yang dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Perdagangan, FAO dan Uncomtrade SENTRA PRODUKSI BERAS Tanaman padi selama ini dibudidayakan hampir di semua provinsi di Indonesia sepanjang tahun. Bahkan di beberapa daerah, penanamannya bisa mencapai 3 kali dalam satu tahun. Namun demikian, berdasarkan data rata-rata 5 tahun terakhir dari , hampir 80% produksi padi di Indonesia didominasi oleh sumbangan dari 9 provinsi sentra. Provinsi sentra produksi padi didominasi oleh Jawa Barat dan Jawa Timur yang masingmasing memberikan kontribusi sebesar 17,39% (setara 9,39 juta ton GKG) dan 16,99% (9,17 juta ton GKG), serta Jawa Tengah yang berkontribusi sebesar 14,95% (8,07 juta ton GKG). Sementara, provinsi-provinsi lainnya hanya berkontribusi dibawah 7% (Gambar 3.1 dan Lampiran 3.1). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19

20 Kalimantan Selatan, 3.09% Lainnya, 22.93% Jawa Barat, 17.39% Sumatera Barat, 3.35% Jawa Timur, 16.99% Lampung, 4.18% Jawa Tengah, 14.95% Sumatera Selatan, 4.93% Sumatera Utara, 5.52% Sulawesi Selatan, 6.67% Gambar 3.1. Provinsi sentra produksi padi di Indonesia (rata-rata ) 3.2. KINERJA PERDAGANGAN PADI/BERAS DALAM NEGERI Pola panen bulanan padi di Indonesia terlihat pada Gambar 3.2, dimana realisasi panen padi di Indonesia terjadi sepanjang tahun. Secara umum terlihat pada tahun , puncak panen padi di Indonesia terjadi di bulan Maret. Puncak panen di bulan Maret tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 2,41 juta ha. Bulan-bulan panen raya padi berkisar antara Maret April dan Agustus. Selain pada bulan tersebut, walaupun ada realisasi panen padi namun terjadi penurunan yang cukup signifikan. Bulan November tercatat merupakan bulan dimana panen merupakan yang terendah setiap tahunnya. (Lampiran 3.2). 20 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

21 2,500,000 2,000,000 1,500,000 (hektar) 1,000, ,000 0 jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Gambar 3.2. Perkembangan pola panen padi di Indonesia, Pergerakan harga gabah di tingkat petani secara detil dapat dilihat pada Gambar 3.3. Harga gabah di tingkat petani cenderung terus meningkat setiap tahunnya, sementara fluktuasi dalam setiap bulannya cenderung stabil. Pada tahun 2009, harga GKG di tingkat petani berkisar antara Rp ,- sampai Rp ,-. Tahun 2010 kisaran harga meningkat menjadi R ,- sampai Rp ,- sementara tahun 2011 kisaran harga kembali naik berada di atas Rp ,-. (Lampiran 3.3). (Rp/Kg) 4,500 4,300 4,100 3,900 3,700 3,500 3,300 3,100 2,900 2,700 2, Gambar 3.3. Perkembangan harga GKG di tingkat petani, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21

22 Perkembangan harga beras tingkat konsumen bulanan tahun 2009 dan 2010 dapat dilihat pada Gambar 3.4. Harga tingkat konsumen ini tidak banyak befluktuasi dengan kecenderungan meningkat. Peningkatan harga di tahun 2010 cenderung lebih tajam dibandingkan dengan tahun Sampai dengan bulan Juni, pola harga konsumen di tahun 2009 dan 2010 cenderung sama. Peningkatan cukup tajam di tahun 2010 terjadi setelah bulan Juni. Harga konsumen beras terus meningkat sampai dengan akhir tahun 2010 (Gambar 3.4). 8,000 7,500 7,000 6,500 6,000 5,500 5,000 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Gambar 3.4. Perkembangan harga konsumen beras, Secara nasional, sejak periode tahun 2002 hingga 2010 harga produsen gabah dan konsumen beras relatif berfluktuasi namun mempunyai kecenderungan meningkat masing-masing sebesar 11,66% dan 12,65%. Peningkatan harga produsen gabah dan konsumen beras tertinggi terjadi pada tahun 2006 yakni masing-masing sebesar 33,83% dan 30,06%. Laju peningkatan harga konsumen yang cenderung lebih lambat membawa dampak margin harga semakin meningkat dari tahun ke tahun. Laju 22 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

23 pertumbuhan margin harga ini pada periode adalah rata-rata 14,55% setiap tahunnya (Lampiran 3.4) KINERJA PERDAGANGAN BERAS INTERNASIONAL Kinerja perdagangan beras internasional akan digambarkan dalam keragaan berikut ini yang mencakup ekspor-impor dan neraca perdagangan padi Indonesia baik bentuk segar maupun olahan, negara-negara tujuan ekspor beras Indonesia serta negara-negara asal beras yang diimpor oleh Indonesia. Tabel 3.1 memuat perkembangan volume dan nilai ekspor impor total beras Indonesia beserta neracanya periode tahun Selama periode tahun , ekspor total beras Indonesia mengalami peningkatan volume dan nilai dengan rata-rata sebesar 72,60% dan 23,31%. Peningkatan ekspor ini lebih disebabkan karena peningkatan ekspor yang cukup signifikan pada tahun 2007 dan Sementara tahun 2010 terjadi penurunan ekspor baik volume maupun nilainya. Realisasi impor beras Indonesia cukup besar dibanding ekspornya dan terus mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 32,72% (volume) dan 54,42% (nilai). Hal ini menyebabkan neraca perdagangan beras Indonesia selalu mengalami defisit. Defisit neraca perdagangan beras Indonesia dari tahun relatif berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 33,28% (volume) dan 55,58% (nilai). Defisit neraca perdagangan terbesar pada periode ini terjadi pada tahun 2010 yang mencapai 686,77 ribu ton atau setara dengan US$ 360,23 juta. (Tabel 3.1 dan Gambar 3.5). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23

24 Tabel 3.1. Perkembangan ekspor, impor dan neraca perdagangan komoditas beras, No Uraian Tahun Pertumb (%) 1 Ekspor -Volume (Ton) 1,177 4,241 1,222 3, Nilai (000 US$) , Impor -Volume (Ton) 439, , , , , Nilai (000 US$) 133, , , , , Neraca -Volume (Ton) -438, , , , , Nilai (000 US$) -133, , , , , Sumber: BPS, diolah Pusdatin 400, , , ,000 (100,000) (200,000) (300,000) (400,000) Ekspor Impor Neraca Gambar 3.5. Perkembangan neraca perdagangan beras Indonesia, Apabila ditelaah lebih lanjut, pada tahun 2010, ekspor beras Indonesia cukup berimbang antara beras segar 42,62% (volume) dan beras olahan 57,38%. Namun demikian kontribusi nilai ekspor beras segar lebih besar dibandingkan beras olahan, yaitu 80,69%. Beras dalam wujud segar 24 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

25 meliputi beras berkulit, beras thai hom mali dan beras ketan (Gambar 3.6. dan Lampiran 3.5) volume nilai volume nilai Ekspor Impor segar olahan Gambar 3.6. Kontribusi ekspor impor beras segar dan olahan di Indonesia, 2010 Negara tujuan ekspor beras segar Indonesia pada tahun 2010 sebagian besar adalah ke Singapura sebesar 306,39 ton atau setara dengan US$ 404,41 ribu atau 88,75% dari total ekspor beras segar Indonesia. Negara berikutnya adalah Malaysia sebesar 37,82 ton (setara US$ 45,86 ribu), dan Jerman sebesar 1,01 ton (US$ 1,36 ribu) (Gambar 3.7 dan Lampiran 3.6). Diantara ekspor beras segar Indonesia, paling banyak adalah dalam bentuk beras ketan dengan kode HS sebesar 302,4 ton (US$ 398,63 ribu). Seluruh ekspor beras tersebut dikirim ke Singapura yang merupakan negara tujuan ekspor beras segar Indonesia (Gambar 3.7). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25

26 Gambar 3.7. Negara tujuan ekspor beras segar Indonesia, 2010 Sementara itu, negara tujuan ekspor beras olahan utamanya adalah ke Singapura sebesar 367,2 ton atau setara dengan US$ 47,57 ribu, Malaysia sebesar 54,08 ton atau setara US$ 8,65 ribu dan Timor Timur sebesar 28,29 ton atau setara US$ 33,47 ribu (Lampiran 3.8). Negara lainnya tercatat besarnya ekspor kurang dari 10% dari total ekspor. Sebesar 93,2% beras olahan yang diekspor oleh Indonesia adalah dalam bentuk dedak, bekatul dan residu beras lainnya (kode HS ). 26 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

27 Gambar 3.8. Negara tujuan ekspor beras olahan Indonesia, 2010 Impor beras Indonesia utamanya berasal dari Thailand. Dari sisi harga produsen beras, Thailand mempunyai harga produsen beras yang relatif tidak terlalu tinggi, walaupun masih diatas harga produsen di Uruguay dan Guyana (Gambar 3.12 dan Lampiran 3.9). Pada tahun 2009, impor beras Indonesia juga didominasi oleh beras segar lebih dari 99% (baik volume maupun nilainya) sisanya merupakan beras olahan. Pada tahun 2009, lebih dari 88% impor beras segar Indonesia berasal dari Thailand yakni sebanyak 221,12 ribu ton atau setara dengan US$ 81,75 juta. Berikutnya adalah berasal dari Vietnam sebesar 20,97 ribu ton (US$ 7,94 juta) dan China sebesar 5,17 ribu ton atau setara dengan US$ 13,70 juta. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27

28 Gambar Negara asal impor beras primer Indonesia, 2010 Beras berkulit (padi atau gabah), 0.61% beras berkulit lainnya, 0.49% beras pecah > 25%, 0.23% beras setengah matang, 0.01% beras pecah, 19.65% beras ketan, 21.24% beras giling lainnya, 57.76% Gambar Bentuk beras segar yang diimpor oleh Indonesia, 2010 Beras segar yang diimpor Indonesia didominasi bentuk beras giling lainnya 57,76% dari total beras yang diimpor atau setara dengan 397,13 ribu ton, berikutnya adalah dalam wujud beras ketan sebesar 21,24%, beras pecah sebesar 19,64%, sisanya dalam wujud beras pecah >25%, 28 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

29 beras berkulit (padi atau gabah), beras berkulit lainnya dan beras setengah matang. Sementara realisasi impor beras olahan Indonesia pada tahun 2010 sangat kecil dibandingkan dari total impor beras. Negara asal beras olahan yang masuk ke Indonesia pada tahun 2010 yakni Australia (bentuk olahan berupa tepung beras dan sake) dan Singapura (bentuk olahan berupa dedak, bekatul dan residu beras lainnya). Bentuk beras olahan yang dominan diimpor adalah dedak, bekatul dan residu beras lainnya yang mencapai 43,20% dari total beras olahan yang diimpor Indonesia (Gambar 3.14). Gambar Persentase bentuk beras olahan yang diimpor oleh Indonesia, Tahun ANALISIS KINERJA PERDAGANGAN BERAS Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) digunakan untuk menganalisis posisi atau tahapan perkembangan suatu komoditas terkait kinerja perdagangannya. Hasil perhitungan nilai ISP beras segar, beras olahan dan beras total di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.2. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29

30 Tabel 3.2. Indeks spesialisasi perdagangan beras segar, olahan dan beras total di Indonesia, Uraian Tahun Beras Segar Ekspor Impor 132, , , , ,333 Ekspor + Impor 133, , , , ,237 ISP Beras Olahan Ekspor Impor 1, Ekspor + Impor 1, ISP Total Beras Ekspor Impor 133, , , , ,230 Ekspor + Impor 134, , , , ,350 ISP Sumber: BPS diolah Pusdatin Hasil perhitungan nilai ISP seperti tercantum padatabel 3.2 cenderung menurun dari tahun ke tahun. Nilai ISP komoditas beras baik segar maupun olahan di Indonesia mempunyai nilai negatif pada kisaran sebesar -1,0 hingga -0,71 yang berarti bahwa komoditas beras Indonesia mempunyai daya saing yang sangat rendah dan terus mengalami penurunan daya saing dari tahun ke tahun. Hal ini karena Indonesia dari tahun ke tahun berkontribusi dalam ekspor beras pada tingkatan yang rendah. Berdasarkan atas perhitungan nilai IDR beras Indonesia seperti tersaji pada Tabel 3.3 terlihat bahwa pada tahun 2006 sebanyak 0,80% supply beras Indonesia tergantung pada beras impor. Kondisi ini kemudian berfluktuasi dari tahun ke tahun dan pada tahun 2010 meningkat menjadi sebesar 1,02%. Ketergantungan pada beras impor walaupun dalam kuantitas yang kecil ini utamanya adalah pada jenis beras segar. Nilai SSR komoditas beras Indonesia dari tahun 2006 hingga 2010 lebih dari 90%, 30 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

31 yang berarti bahwa hampir sebagian besar kebutuhan beras dalam negeri dapat dipenuhi oleh produksi domestik atau swasembada beras. Tabel 3.3. Perkembangan nilai Import Dependency Ratio (IDR) dan Self Sufficiency Ratio (SSR) beras Indonesia, No Uraian Tahun Produksi (Ton) 54,454,937 57,157,435 60,325,925 64,398,890 66,469,394 2 Ekspor (Ton) 1,177 4,241 1,222 3, Impor (Ton) 439, , , , ,583 4 Produksi + Impor - Ekspor 54,893,542 57,635,297 60,613,977 64,645,777 67,156,167 5 IDR (%) SSR (%) Sumber: BPS diolah Pusdatin Tabel 3.4. Indeks keunggulan komparatif (RCA) komoditas beras Indonesia dalam perdagangan dunia, No Uraian Nilai ekspor (US$) Beras Dunia 8,497,734,271 9,950,229,398 7,123,350,704 14,824,346,523 14,180,483,253 Indonesia 16,250, , ,991 1,285,659 1,931,277 2 Non Migas Dunia 9,688,385,264 11,341,430,451 12,881,778,535 14,484,741,087 9,474,520,000 Indonesia 66,428,400 79,589,100 92,012, ,894,200 97,491,700 3 Proporsi Dunia Indonesia RCA RSCA Sumber: BPS, UnComtrade diolah Pusdatin Berdasarkan hasil perhitungan nilai RSCA yang tersaji pada Tabel 3.4 menunjukkan bahwa komoditas beras Indonesia tidak mempunyai daya saing di pasar dunia. Hal ini ditunjukkan dengan nilai RSCA yang negatif bahkan hingga -0,99% pada tahun 2006 dan Tahun 2008 dan 2009 nilai RSCA-nya sedikit mengalami penurunan. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31

32 Lampiran 3.1. Perkembangan produksi padi di provinsi sentra di Indonesia, No Provinsi Produksi (Ton) *) Rata-rata (Ton) 1 Jawa Barat 9,914,019 10,111,069 11,322,681 11,737,070 11,467,516 10,910, Jawa Timur 9,402,029 10,474,773 11,259,085 11,643,773 10,533,607 10,662, Jawa Tengah 8,616,855 9,136,405 9,600,415 10,110,830 9,429,506 9,378, Sulawesi Selatan 3,635,139 4,083,356 4,324,178 4,382,443 4,514,849 4,187, Sumatera Utara 3,265,834 3,340,794 3,527,899 3,582,302 3,611,244 3,465, Sumatera Selatan 2,753,044 2,971,286 3,125,236 3,272,451 3,332,799 3,090, Lampung 2,308,404 2,341,075 2,673,844 2,807,676 2,976,933 2,621, Sumatera Barat 1,938,120 1,965,634 2,105,790 2,211,248 2,290,006 2,102, Kalimantan Selatan 1,953,868 1,954,284 1,956,993 1,842,089 2,001,274 1,941, Lainnya 13,370,123 13,947,249 14,502,769 14,879,512 15,227,449 14,385, Indonesia 57,157,435 60,325,925 64,398,890 66,469,394 65,385,183 62,747, Sumber: BPS, diolah Pusdatin Keterangan: *) Angka Ramalan III Share (%) Kumulatif (%) Lampiran 3.2. Perkembangan pola panen padi bulanan di Indonesia, Tahun Bulan jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total ,534 2,410 1, ,081 1,188 1, , ,253 2,247 1, ,240 1,238 1, , ,809 1,982 1, ,127 1,045 1,153 10,466 Sumber: BPS diolah Pusdatin Lampiran 3.3. Perkembangan harga produsen GKG dan harga konsumen beras bulanan di Indonesia, Tahun Bulan Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Harga produsen gabah GKG (rp/kg) ,966 3,147 3,116 2,632 3,089 2,959 2,974 2,954 2,986 3,153 3,020 3, ,458 3,705 3,343 3,312 3,444 3,627 3,444 3,538 3,621 3,688 3,782 3, ,198 3,968 3,888 3,707 3,581 3,839 3,997 3,971 4,182 4,281 4,398 Harga konsumen beras cere (rp/kg) ,803 5,941 5,954 5,895 5,857 5,855 5,875 5,901 5,930 5,968 5,978 6, ,433 6,595 6,560 6,489 6,486 6,518 6,703 6,914 6,990 7,047 7,238 7,473 Sumber: BPS diolah Pusdatin 32 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

33 Lampiran 3.4. Harga produsen gabah dan konsumen beras rata-rata di Indonesia, Harga (Rp/kg) Pertumbuhan (%) Tahun Produsen (Gabah) Konsumen (Beras) Margin Harga produsen Harga konsumen Margin harga ,521 2,730 1, ,583 2,662 1, ,597 2,664 1, ,771 3,227 1, ,370 4,197 1, ,652 5,031 2, ,814 4,975 2, ,005 5,916 2, ,571 6,787 3, Rata-rata pertumbuhan Sumber: BPS, diolah Pusdatin Keterangan: konversi GKG ke Beras = 62,74% Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33

34 Lampiran 3.5. Perkembangan ekspor-impor beras segar dan olahan di Indonesia, No Uraian Tahun Pertumb. (%) Volume ekspor (Ton) - Segar 959 1, , Olahan 218 2, Persentase thd total (%) - Segar Olahan Nilai ekspor (US$ 000) - Segar , Olahan Persentase thd total (%) - Segar Olahan Volume impor (Ton) - Segar 438, , , , , Olahan 1, Persentase thd total (%) - Segar Olahan Nilai impor (US$ 000) - Segar 132, , , , , Olahan 1, Persentase thd total (%) - Segar Olahan Sumber: BPS, diolah Pusdatin Lampiran 3.6. Negara tujuan ekspor beras segar Indonesia, 2010 No Negara tujuan Total ekspor Kontribusi (%) Volume (kg) Nilai (US$) Volume Nilai Beras Segar 345, , Singapura 306, , Malaysia 37,821 45, Jerman 1,013 1, Sumber: BPS diolah Pusdatin 34 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

35 Lampiran 3.7. Negara tujuan ekspor beras olahan Indonesia, 2010 No Negara tujuan Total ekspor Kontribusi (%) Volume (kg) Nilai (US$) Volume Nilai Beras Olahan 464, , Taiwan 12,034 2, Maladewa Bangladesh Australia Vanuatu Timor Timur 28,291 33, Suriname Papua Nugini Singapura 367,200 47, Malaysia 54,080 8, Jerman 2,395 14, Sumber: BPS diolah Pusdatin Lampiran 3.8. Negara asal impor beras segar Indonesia, 2010 No Negara asal Total impor Kontribusi (%) Volume (kg) Nilai (US$) Volume Nilai Beras Segar 687,581, ,784, Cina 3,637,382 12,728, Filipina 54, , India 601,301 1,767, Pakistan 4,992,118 1,765, Vietnam 467,369, ,915, Jepang 77, , Korea Selatan 42,354 91, Thailand 209,127, ,133, Singapura 10,814 27, USA 1,644,115 1,745, Italia 5,814 15, Malaysia 18,297 11, Sumber: BPS diolah Pusdatin Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 35

36 Lampiran 3.9. Negara asal impor beras olahan Indonesia, 2010 No Negara asal Total impor Kontribusi (%) Volume (kg) Nilai (US$) Volume Nilai Beras olahan 1,470 5, Australia 713 3, USA Jepang Perancis Singapura Sumber: BPS diolah Pusdatin 36 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

37 IV. KINERJA PERDAGANGAN PISANG Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dan buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Perkebunan pisang yang permanen (diusahakan terus menerus) dengan mudah dapat ditemukan di Meksiko, Jamaika, Amerika Tengah, Panama, Kolombia, Ekuador dan Filipina. Di negara tersebut budidaya pisang sudah merupakan suatu industri yang didukung oleh kultur teknis yang prima dan stasiun pengepakan yang modern dan pengepakan yang memenuhi standard intenasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa pisang memang komoditas perdagangan yang sangat tidak mungkin diabaikan. Permintaan pisang dunia memang sangat besar terutama jenis pisang cavendish yang meliputi 80% dari permintaan total dunia. Di Indonesia pisang hanya ditanam dalam skala rumah tangga atau kebun yang sangat kecil, sementara standar internasional perkebunan pisang kecil adalah ha, angka ini belum dicapai di Indonesia. Tanah dan iklim kita sangat mendukung budidaya pisang, kerena itu secara teknis pendirian perkebunan pisang mungkin dilakukan. Hampir di setiap tempat dapat dengan mudah ditemukan pohon pisang. Pusat produksi pisang di Jawa Barat adalah Cianjur, Sukabumi dan di sekitar Cirebon. Indonesia termasuk salah satu negara tropis yang memasok pisang segar/kering ke Saudi Arabia, Singapura, Korea, Hongkong dan USA. Nilai ekspor tertinggi pada tahun 2010 adalah ke Saudi Arabia SENTRA PRODUKSI PISANG Berdasarkan rata-rata produksi pisang Indonesia lima tahun terakhir ( ) daerah sentra produksi pisang terdapat di 6 (enam) provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Utara dan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37

38 Sumatera Selatan. Keenam provinsi ini memberikan kontribuasi sebesar 72,93% terhadap total produksi pisang Indonesia (Gambar 4.1). 4.24% 3.33% 4.86% 23.74% 23.20% 11.09% 13.27% 16.27% Jabar Jatim Jateng Lampung Sumut Sumsel NTB Provinsi Lainnya Gambar 4.1. Provinsi sentra produksi pisang Indonesia, (rata-rata ) Seperti terlihat pada Gambar 4.1. sentra produksi pisang terbesar di Indonesia adalah Jawa Barat yang berkontribusi sebesara 23,20% dari total produksi pisang Indonesia. Kemudian diikuti oleh Jawa Timur dengan kontribusi sebesar 16,27%, Jawa Tengah 13,27%, Lampung 11,09%, Sumatera Utara 4,86 % dan Sumatera Selatan 4,24%. Sementara provinsi lainnya berkontribusi sebesar 23,74%. Rata-rata pertumbuhan produksi pisang pada tahun di provinsi sentra mengalami peningkatan yang berkisar antara 1,46% hingga 43,94%, kecuali di Jawa Barat mengalami penurunan sebesar 4,64%. Perkembangan produksi pisang di provinsi sentra di Indonesia tahun disajikan pada Lampiran Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

39 4.2. KINERJA PERDAGANGAN PISANG DALAM NEGERI Untuk mengkaji kinerja perdagangan pisang dalam negeri, diantaranya dengan melihat perkembangan rata-rata harga di tingkat produsen dengan satuan Rp./sisir dan Konsumen dengan satuan Rp./kg, baik perkembangan harga nasional maupun harga di provinsi sentra. Perkembangan harga rata-rata pisang per tahun di tingkat produsen dan konsumen di Indonesia periode tahun menunjukkan peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan masing-masing sebesar 7,46% dan 11,39% per tahun, seperti telihat pada Gambar 4.2. (Rp./sisir) (Rp./kg) Harga Produsen harga Konsumen Gambar 4.2. Perkembangan rata-rata harga produsen dan konsumen pisang di Indonesia, Rata-rata harga pisang di tingkat produsen pada tahun 2005 sekitar Rp /sisir dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2009 berada pada kisaran harga Rp /sisir. Selama periode tahun , peningkatan harga di tingkat produsen yang paling tinggi terjadi pada tahun 2006, dimana pada tahun 2005 harga rata-rata pisang di tingkat Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 39

40 produsen sebesar Rp /sisir kemudian pada tahun 2006 meningkat menjadi 3.871/sisir atau naik sebesar 13,82%. Demikian pula rata-rata harga pisang di tingkat konsumen mengalami peningkatan dari tahun 2005 sebesar Rp /kg hingga mencapai Rp /kg pada tahun Sementara peningkatan harga konsumen tertinggi selama periode terjadi pada tahun 2008, dimana pada tahun 2007 sebesar Rp kemudian pada tahun 2008 menjadi Rp /kg atau naik sebesar 14,25%. Keragaan harga pisang secara rinci disajikan pada Lampiran 4.2. (Rp./sisir) (Rp./kg) Harga Produsen harga Konsumen Gambar 4.3. Harga rata-rata pisang di tingkat produsen dan konsumen di provinsi sentra di Indonesia, Apabila dikaji harga produsen dan konsumen pisang di masingmasing provinsi sentra produksi periode tahun , maka harga rata-rata pisang tertinggi terdapat di provinsi Jawa Tengah baik harga di tingkat produsen yang mencapai Rp ,-/sisir maupun harga di tingkat konsumen yang mencapai Rp ,-/kg. Harga terendah di tingkat produsen terdapat di provinsi Sumatera Utara sebesar Rp ,-/sisir, sementara harga terendah di tingkat konsumen terdapat di provinsi Jawa Barat sebesar Rp ,-/kg. 40 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

41 4.3. KINERJA PERDAGANGAN PISANG INTERNASIONAL Kinerja perdagangan pisang internasional didekati dari neraca perdagangan pisang yang merupakan selisih antara ekspor dan impornya. Ekspor dan impor pisang semuanya dalam bentuk segar dan olahan yakni pisang yang dikeringkan. Perkembangan neraca perdagangan pisang selama lima tahun terakhir yaitu tahun terus mengalami penurunan walaupun tidak sampai defisit. Defisit neraca terjadi tahun 2010 dimana volume dan nilai impor pisang lebih besar dibandingkan dengan volume dan nilai ekspornya. Defisit pisang pada tahun 2010 ini mencapai ton dengan nilai sebesar US$ 1.52 juta (Tabel 4.1). Tabel 4.1. Perkembangan ekspor, impor dan neraca perdagangan pisang Indonesia, No Uraian Tahun Pertumb. (%) Ekspor - Volume (ton) ,53 - Nilai (000US$) ,75 Impor - Volume (ton) ,31 - Nilai (000US$) ,96 Neraca Perdangangan - Volume (ton) ,93 - Nilai (000US$) ,49 Sumber : BPS, diolah Pusdatin Berdasarkan tabel 4.1. terlihat bahwa penurunan necara perdagangan pisang dari sisi volume adalah sebesar 246,93% per tahun. Penurunan volume ekspornya adalah rata-rata sebesar 56,53% per tahun, sedangkan volume impornya justru naik rata-rata sebesar 320,31% per tahun. Sementara itu, neraca perdagangan dari sisi nilai juga menurun dengan rata-rata penurunan sebesar 4.510,49%. Nilai ekspor turun sebesar 43,75% per tahun sebaliknya nilai impor naik sebesar 192,96% per tahun. Perkembangan necara nilai perdagangan pisang disajikan pada Gambar 4.4. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 41

42 Gambar 4.4. Perkembangan nilai ekspor, impor dan neraca perdagangan pisang Indonesia, Gambar 4.4 menunjukkan bahwa defisit necara nilai perdagangan terjadi pada tahun 2010 mencapai US$ 1,52 juta dengan volume sebesar 2,77 ton. Hal ini disebabkan karena rendahnya nilai ekspor pisang yang hanya sebesar US$ 48 ribu dengan volume sebesar 14 ton, sementara nilai impornya mencapai US$ 1,57 juta dengan volume impor sebesar 2,78 ribu ton. Pada tahun 2010 total ekspor pisang dengan Kode HS (Harmony Sistem) (pisang mas, pisang rastali, pisang berangan & pisang embun segar dan kering) dan kode HS (pisang lainnya termasuk plantains, segar dan kering) mencapai kg dengan nilai ekspor sebesar US$ Secara rinci negara tujuan ekspor pisang per kode HS di Indonesia tahun 2010 disajikan pada Lampiran Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

43 26,69% 8,98% 7,99% 4,95% 50,38% 1,01% Saudi Arabia Singapura Rep. Korea Hongkong Amerika Serikat Lainnya Gambar 4.5. Negara tujuan ekspor pisang di Indonesia, 2010 Tujuan ekspor pisang dengan kode HS terutama ke Saudi Arabia sebesar 24,32 ton atau 50,38% terhadap total ekspor pisang Indonesia, kemudian disusul Singapura sebesar 12,88 ton, Rep. Korea sebesar 4,33 ton, Hongkong sebesar 3,86 ton dan Amerikat Serikat sebesar 2,39 ton. Sementara negara lainnya hanya sebesar 488 kg (Gambar 4.5). Hongkong merupakan negara tujuan ekspor untuk kode HS yang hanya 35 kg dengan nilai US$ 11 (Lampiran 4.4) % 2.40% 1.59% 68.43% Filipina Malaysia Singapura Lainnya Gambar 4.6. Negara asal impor pisang di Indonesia, 2010 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 43

44 Pada tahun 2010 impor pisang dan pisang lainnya sebesar 2,78 juta ton atau US$ Impor pisang (HS ) tersebut sebagian besar berasal dari Philipines yakni sebanyak ton atau sebanyak 68,43% dari total impor Indonesia. Malaysia menduduki peringkat kedua terbesar yang melakukan ekspor pisang ke Indonesia dengan persentase kontribusi sebesar 27,58%. Kontribusi negara lainnya terhadap impor pisang Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 4.6 dan Gambar % 20.39% 3.27% 50.95% Filipina Malaysia Thailand Lainnya Gambar 4.7. Negara asal impor pisang lainnya di Indonesia, 2010 Untuk pisang lainnya (HS ), Indonesia mengimpor dari negara Philippenas, Malaysia, Thailand. Philippinas merupakan negara asal impor pisang lainnya terbesar mencapai 50,95% dari total volume impor pisang lainnya Indonesia atau ton dengan nilai US$ , kemudian diikuti oleh Malaysia yaitu 25,38% atau ton dengan nilai US$ dan Thailand sebesar 20,39% atau ton dengan nilai US$ Sementara dari negara lainnya Indonesia mengimpor pisang lainnya sebesar 3,27%, sperti tersaji pada Lampiran 4.6 dan Gambar Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

45 Menurut data dari FAO, pada tahun terdapat 7 (tujuh) negara eksportir pisang terbesar di dunia yang secara kumulatif memberikan kontribusi sebesar 86,44% terhadap total volume ekspor pisang dunia Gambar ,32% 11,75% 9,98% 30,33% 15,73% 7,59% 6,76% 3,23% 2,32% Ecuador Philippines Costa Rica Colombia Guatemala Belgium Honduras Amerika Serikat Negara Lainnya Gambar 4.8. Negara eksportir pisang terbesar di dunia, rata-rata Dari tujuh negara tersebut hanya tiga negara saja yang mempunyai kontribusi lebih dari 10% terhadap total volume ekspor dunia yaitu Equador merupakan negara eksportir pisang terbesar di dunia dengan kontribusi sebesar 30,33% terhadap total volume ekspor pisang dunia, kemudian diikuti oleh negara Philippines dengan kontribusi sebesar 12,32% dan negara Costa Rica sebesar 11,75%. Sementara Negara Colombia hanya sebesar 9,98%, Guatemala sebesar 7,59%, Belgium sebesar 6,76%, Honduras 3,32%, America sebesar 2,32% dan negara eksportir lainnya sebesar 15,73%. Indonesia merupakan negara eksportir pisang dengan urutan ke 60 dengan kontribusi 0,01%. Negara-negara eksportir terbesar untuk komoditas pisang disajikan pada Lampiran 4.6. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 45

46 Jika ditinjau dari rata-rata volume impor pisang dunia tahun terdapat 12 (dua belas) negara importir terbesar di dunia dengan kontribusi kumulatif mencapai 73,98% terhadap total volume impor di dunia, tetapi hanya negara Amerika Serikat saja yang mempunyai kontribusi lebih dari 10% terhadap total volume pisang dunia (lampiran 4.7). Amerika Serikat merupakan negara importir pisang terbesar di dunia dengan rata-rata kontribusi terhadap impor dunia sebesar 23,85%, diikuti Germany di peringkat ke dua dengan kontribusi sebesar 8,25%, kemudian disusul oleh Belgium sebesar 7,68% dan Japan sebesar 6,56%. Sementara negara lainnya membrikan kontribusi sebesar 53,66% (Gambar 4.9). 23,85% 53,66% 8,25% 6,56% 7,68% Amerika Serikat Germany Belgium Japan Lainnya Gambar 4.9. Negara Importir pisang terbesar di dunia, rata-rata ANALIS KINERJA PERDAGANGAN PISANG Berdasarkan data nilai ekspor dan impor diperoleh Indeks spesialisasi perdagangan (ISP) pisang Indonesia sebagaimana tersaji pada Tabel Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

47 Tabel 4.2. Nilai Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) pisang Indonesia, No. Uraian TAHUN Ekspor-Impor (8) (1.518) 2 Ekspor+Impor ISP 0,786 0,912 0,876-0,012-0,940 Sumber : BPS, diolah Pusdatin Selama periode tahun komoditas pisang ternyata memiliki daya saing yang rendah di pasar dunia, atau dengan kata lain Indonesia merupakan negara pengimpor pisang. Berdasarkan tingkat pertumbuhannya dalam perdagangan, komoditas pisang Indonesia telah mencapai tahap pengimpor dimana penawaran pisang di pasar domestik lebih kecil dibandingkan permintaan pisang akibat dari proaduksi dalam negeri yang masih dalam skala kecil sehingga Indoensia memerlukan impor pisang. Nilai ISP terendah terjadi pada tahun 2009 dan 2010 masingmasing sebesar -0,012 dan -0,940. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Indonesia memiliki daya saing yang lemah, maka pemerintah, pelaku usaha budidaya dan perdagangan pisang harus waspada karena Indonesia telah berada pada tahap pengimpor. IDR (Import Dependency Ratio) dan SSR (Self Suffeciency Ratio) digunakan untuk menganalisis suatu komoditas bergantung pada impor atau telah dapat memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Ketergantungan Indonesia terhadap impor pisang pada tahun dilihat dari nilai IDR pisang yang berkisar antara 0,0005% sampai dengan 0,05%. Sementara, kecukupan dalam memenuhi kebutuhan pisang dalam negeri cukup tinggi, yakni mencapai 99,95% hingga 100,09% selama periode , seperti disajikan pada Tabel 4.3. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 47

48 Tabel 4.3. Hasil Analisis Import Dependency Ratio (IDR) dan Self Sfficiency Ratio (SSR) Pisang Indonesia, No Uraian Tahun Produksi (Ton) Ekspor (Ton) Impor (Ton) Produksi + Impor-Ekspor IDR (%) 0,002 0,0005 0,0009 0,01 0,05 SSR (%) 100,09 100,04 100,03 100,01 99,95 Sumber : Ditjen Hortikultura dan BPS dioah Pusdatin Indeks keunggulan Komperatif atau RCA (Revealead Comparative Advantage) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk emngukur keunggulan komperataif di suatu wilayah, untuk mengukur keunggulan komparatif pisang Indonesia dalam perdagangan dunia. Hasil perhitungan RSCA terhadap komoditas pisang Indonesia disajikan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. RCA dan RSCA Pisang Indonesia, Uraian Lokasi Nilai Ekspor (US$) Pisang Dunia Indonesia Non Migas Dunia Indonesia Dunia 0,796 0,768 0,816 1,220 Indonesia 0,007 0,002 0,002 0,001 RCA 0,009 0,002 0,003 0,0004 RSCA -0,982-0,995-0,995-0,999 Sumber : UnComtrade, diolah Pusdatin Dari sisi nilai ekspor, kinerja ekspor pisang Indonesia pada tahun masih sangat rendah. Hal ini dinyatakan dengan nilai RSCA yang masih negatif pada kisaran nilai -0,98 sampai dengan -0,99 untuk periode tahun , artinya pisang Indonesia tidak memiliki daya saing di pasar dunia. 48 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

49 Lampiran 4.1. Provinsi sentra produksi jeruk di Indonesia, No Provinsi Produksi (Ton) Share Share kumulatif Rata-rata (%) (%) 1 Jawa Barat ,20 23,20 2 Jawa Timur ,27 39,47 3 Jawa Tengah ,27 52,74 4 Lampung ,09 68,69 5 Sumatera Utara ,86 57,60 6 Sumatera Selatan ,24 72,93 7 Nusa Tenggara Timur ,33 76,26 Provinsi Lainnya ,74 100,00 NASIONAL ,00 Sumber : BPS dan Ditjen Hortikultura diolah Pusdatin Lampiran 4.2. Perkembangan harga di tingkat produsen dan konsumen pisang ambon di Indonesia, No Tahun Harga Produsen Harga Konsumen (Rp./sisir) Pertumb. (%) (Rp./kg) Pertumb. (%) , , , ,83 Rata-rata ,39 Sumber : BPS, di olah Pusdatin Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 49

50 Lampiran 4.3. Perkembangan harga produsen dan konsumen pisang ambon di provinsi sentra, No Provinsi Harga Produsen (Rp./sisir) Jawa Barat ,18 2 Jawa Timur ,16 3 Jawa Tengah ,31 4 Lampung ,40 5 Sumatera Utara ,93 6 Sumatera Selatan ,41 7 Nusa Tenggara Timur ,99 NASIONAL , Jawa Barat ,23 2 Jawa Timur *) ,04 3 Jawa Tengah ,30 4 Lampung ,38 5 Sumatera Utara ,34 6 Sumatera Selatan ,27 7 Nusa Tenggara Timur ,44 NASIONAL ,39 Sumber : BPS, diolah Pusdatin Keterangan : *) Pisang Raja Harga Konsumen (Rp./kg) Rata-rata Rata-rata Pertumb. (%) Pertumb. (%) Lampiran 4.4 Negara tujuan ekspor pisang Indonesia, 2010 No Kode HS/Uraian Pisang mas, pisang rastali, pisang berangan & pisang embun, fresh/drie Negara Tujuan Ekspor 2010 % Thd Total Volume (kg) Nilai (US$) Volume Nilai Hongkong ,00 100,00 Total Saudi Arabia ,38 68,60 Other bananas, including plantains, Singapura ,69 9,20 fresh or dried. Rep. Korea ,98 12,99 Hongkong ,99 4,16 Amerika Serikat ,95 4,10 Kanada ,55 0,49 Afrika Selatan ,35 0,34 New Zealand ,07 0,05 Denmark ,02 0,07 Jepang 8 1 0,02 0,01 Total ,00 100,00 Total Ekspor Sumber: BPS, diolah Pusdatin 50 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

51 Lampiran 4.5. Negara asal impor pisang Indonesia, 2010 No Kode HS/Uraian Negara Asal Impor 2010 % Thd Total Volume (Ton) Nilai (US$ 000) Volume Nilai Philippines ,43 70,88 Pisang mas, pisang rastali, pisang Malaysia ,58 26,43 berangan & pisang embun, fresh/drie Singapore ,40 0,74 Laos ,48 1,91 China ,11 0,04 Total ,00 100, Philippinas ,95 65,09 Other bananas, including plantains, malaysia ,38 31,94 fresh or dried. Thailand ,39 1,08 Vietnam ,33 1,22 china ,18 0,35 Australia ,56 0,09 Afika Selatan ,20 0,22 Total ,00 100,00 Total Sumber: BPS, diolah Pusdatin Lampiran 4.6. Negara eksportir pisang terbesar di dunia, No Negara Volume Ekspor (Ton) Share Share Rata-rata (%) kumulatif (%) 1 Ecuador ,33 30,33 2 Philippines ,32 42,65 3 Costa Rica ,75 54,39 4 Colombia ,98 64,38 5 Guatemala ,59 71,97 6 Belgium ,76 78,73 7 Honduras ,23 81,96 8 Amerika Serikat ,32 84,27 9 Negara Lainnya ,73 100,00 Dunia ,00 Sumber : FAO, diolah Pusdatin Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 51

52 Lampiran 4.7. Negara importir pisang terbesar di dunia, Volume Impor (Ton) Share No Negara Rata-rata Share (%) kumulatif (%) 1 Amerika Serikat ,85 23,85 2 Germany ,25 32,11 3 Belgium ,68 39,79 4 Japan ,56 46,34 5 Russian Federation ,86 52,20 6 United Kingdom ,75 57,95 7 Italy ,08 62,03 8 France ,98 65,01 9 Canada ,90 67,91 10 China ,39 70,30 11 Argentina ,99 72,30 12 Republic of Korea ,68 73,98 13 Negara Lainnya ,02 100,00 Dunia ,00 52 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

53 V. KINERJA PERDAGANGAN KARET Perkembangan pasar karet alam di dunia dalam kurun waktu tiga tahun terakhir sangat kondusif bagi para produsen karet. Menurut data dari International Rubber Study Group (IRSG), konsumsi karet global pada tahun 2010 mencapai 24,4 juta ton atau naik 14,8% dibandingkan tahun Hal ini mencerminkan adanya pemulihan permintaan yang cukup signifikan untuk industri kendaraan dan ban. Produksi global sintetic rubber (SR) pada tahun 2010 hanya naik 14,2% dibandingkan pada tahun Hal ini juga didorong kuat oleh pemulihan pada konsumsi SR, sementara pasokan natural rubber (NR) global pada tahun 2010 hanya naik 6,1% dibandingkan tahun Permintaan karet global diperkirakan akan mencapai 26,1 juta ton pada 2011 dan 27,5 juta ton pada tahun Permintaan SR global diperkirakan akan tumbuh sebesar 8,6% pada 2011 dan 6,4% pada tahun 2012, sementara permintaan NR global diperkirakan akan naik 4,6% pada 2011 dan 3,8% pada tahun Hal ini dikarenakan adanya dampak dari harga yang lebih tinggi, dan dengan asumsi kondisi pertumbuhan normal, produksi NR global diperkirakan akan meningkat sebesar 6,2% pada 2011 dan 6,5% pada tahun 2012 ( Indonesia mendominasi sebagai negara pengekspor karet terbesar dunia bersama dengan Malaysia dan Thailand. Dengan kenyataan ini, maka peran Indonesia dalam perdagangan karet global sangat diperhitungkan. Namun demikian, beberapa regulasi perdagangan global menjadi tantangan tersendiri bagi produk-produk pertanian agar dapat bersaing dengan negara produsen lainnya. Mulai Januari 2010, pasar bebas Asean Cina (ASEAN- CHINA Free Trade Area atau ACFTA) mulai diberlakukan, dengan membebaskan bea masuk bagi produk Cina yang akan masuk ke pasar ASEAN termasuk Indonesia. Sementara itu Ketua umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) menyatakan pelaksanaan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 53

54 perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) yang dimulai 1 Januari 2010 akan mengancam kinerja industri hilir karet, jika tidak diantisipasi dengan instrumen yang tepat, diantarnya melalui pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan strategi tarif menjadi harapan terakhir pengusaha lokal untuk tetap menjaga daya saing produk SENTRA PRODUKSI KARET Apabila dilihat dari data rata-rata produksi karet per provinsi periode tahun , terdapat 6 (enam) provinsi sentra produksi karet kering dengan total kontribusi sebesar 77,20% terhadap produksi karet kering Indonesia, seperti yang disajikan pada Gambar 6.1. Berdasarkan Gambar 6.1, terlihat provinsi-provinsi di Pulau Sumatera mendominasi sentra produksi karet kering Indonesia yakni Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau, dan Jambi merupakan provinsi sentra produksi terbesar yang berkontribusi masing-masing sebesar 19,76%, 16,05%, 13,31%, dan 11,14% terhadap produksi karet kering Indonesia. Sementara provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah masing-masing berkontribusi sebesar 9,71% dan 7,22%. Provinsi sentra produksi karet kering di Indonesia tahun secara rinci disajikan pada Lampiran Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

55 Gambar 5.1. Provinsi sentra produksi karet kering di Indonesia, (rata-rata ) 5.2. KINERJA PERDAGANGAN KARET DALAM NEGERI Untuk melihat kinerja perdagangan karet dalam negeri diantaranya dengan melihat perkembangan rata-rata harga karet tingkat petani (harga produsen) dalam wujud karet getah tebal dan di pasar domestik dalam wujud slab KK 100% (karet kering 100%). Data harga produsen karet tersedia hingga tahun 2009, namun demikian harga karet di pasar domestik hanya sampai dengan tahun Secara umum perkembangan harga produsen karet dari tahun menunjukkan pola pertumbuhan yang meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 17,13% per tahun, walaupun terjadi penurunan harga yang cukup signifikan pada tahun 2009 sebesar 25,07% dibandingkan tahun sebelumnya. Demikian pula, harga domestik karet kering dari tahun menunjukkan pola peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 20,49% per tahun (Gambar 5.2). Harga produsen karet getah tebal tahun 2007 sebesar Rp ,-/kg dan harga di pasar domestik slab KK 100% mencapai Rp ,-/kg. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 55

56 Peningkatan harga produsen karet getah tebal tertinggi terjadi pada tahun 2004 dan 2006 yang masing-masing meningkat sebesar 33,42% dan 32,15% dibandingkan tahun sebelumnya. Demikian juga, pada tahun yang sama terjadi peningkatan yang cukup tajam harga slab KK 100% di pasar domestik yang mencapai 45,53% dan 40,18%. Margin harga karet di tingkat produsen terhadap harga karet domestik sejak tahun cenderung semakin melebar. Perkembangan harga tersebut secara rinci disajikan pada Lampiran 5.2. Gambar 5.2. Perkembangan harga produsen karet getah tebal dan harga domestik slab KK 100%, Apabila ditinjau harga produsen getah karet tebal pada masingmasing provinsi sentra produksi periode tahun , terlihat di semua provinsi sentra mengalami peningatan harga hingga tahun 2008, kemudian menurun di tahun Selama periode tersebut, peningkatan harga produsen karet terbesar terjadi di Sumatera Selatan sebesar 20,08% per tahun, disusul kemudian di Kalbar sebesar 19,76% per tahun. Di provinsi sentra lainnya juga mempunyai pertumbuhan yang tidak jauh berbeda dengan kedua provinsi tersebut. Secara nominal, pada tahun 2009, harga produsen karet tertinggi terjadi di Provinsi Jambi yang merupakan provinsi sentra produksi pada urutan ke-empat yang mencapai Rp ,-/kg, disusul kemudian di 56 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

57 Provinsi Riau sebesar Rp ,-/kg, yang merupakan provinsi sentra produksi karet pada urutan ke-tiga. Pada tahun 2009, harga produsen karet di Provinsi Kalbar dan Kalteng masing-masing hanya sebesar Rp ,-/kg dan Rp ,-/kg dan merupakan harga yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan harga rata-rata nasional pada tahun tersebut yang mencapai Rp ,-/kg (Gambar 5.3). Perkembangan harga produsen karet tahun di provinsi sentra secara rinci disajikan pada Lampiran 6.3. Gambar 5.3. Perkembangan harga produsen getah karet tebal di beberapa provinsi sentra produksi, KINERJA PERDAGANGAN KARET INTERNASIONAL Kinerja perdagangan karet internasional dapat didekati diantaranya dengan melihat besarnya ekspor dan impor karet. Berdasarkan keragaan data pada Tabel 5.1, besarnya ekspor karet Indonesia secara nominal jauh lebih besar dari impornya. Ekspor karet Indonesia pada periode tahun mengalami peningkatan dari sisi volume sebesar 2,07% dan dari sisi nilai meningkat cukup signifikan mencapai 27,83%. Hal ini didorong oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 57

58 meningkatnya nilai ekspor yang terjadi pada tahun 2008 dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2006, devisa yang diperoleh Indonesia dari ekspor karet mencapai US$ 4,32 milyar yang meningkat menjadi US$ 7,47 milyar pada tahun 2010, walaupun terlihat ada penurunan di tahun Sementara, walaupun dalam nominal yang relatif kecil namun setiap tahun Indonesia melakukan impor karet dan mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada periode tahun yakni mencapai 315,16% dari sisi volume dan 327,64% dari sisi nilai impor. Pada tahun 2006, impor karet Indonesia mencapai US$ 29,14 juta dan meningkat menjadi US$ 864,73 juta pada tahun Tabel 5.1. Perkembangan ekspor, impor, dan neraca perdagangan karet Indonesia, No. Uraian Tahun Pertumbuhan (%) Ekspor - Volume (Ton) ,07 - Nilai (000 US$) ,83 2 Impor - Volume (Ton) ,16 - Nilai (000 US$) ,64 3 Neraca Perdagangan - Volume (Ton) ,60 - Nilai (000 US$) ,41 Sumber : BPS diolah Pusdatin Neraca perdagangan suatu komoditas adalah angka ekspor dikurangi impor. Perkembangan neraca perdagangan karet tahun terlihat selalu mengalami surplus yang berarti volume dan nilai ekspor karet lebih besar dibandingkan dengan volume dan nilai impornya. Selama periode tersebut, neraca perdagangan dari sisi volume mengalami penurunan sebesar 1,6% per tahun, sedangkan dari sisi neraca nilai perdagangan mengalami peningkatan sebesar 26,41% per tahun. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan harga ekspor karet Indonesia selama periode tersebut. Peningkatan harga ekspor karet Indonesia tersebut cukup signifikan terjadi pada tahun 2008, dimana volume ekspor mengalami 58 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

59 penurunan namun nilai ekspornya meningkat tajam. Surplus neraca perdagangan pada tahun 2006 sebesar US$ 4,29 milyar dan mengalami peningkatan hingga menjadi US$ 6,61 milyar pada tahun Surplus neraca perdagangan karet yang terjadi pada tahun 2010 merupakan surplus tertinggi selama lima tahun terakhir. Perkembangan nilai ekspor, impor, dan neraca perdagangan karet Indonesia disajikan pada Gambar 5.4. Gambar 5.4. Perkembangan nilai ekspor, impor, dan neraca perdagangan karet Indonesia, Apabila dilihat dari wujud karet yang diekspor pada tahun 2010, sebagian besar atau sekitar 99% adalah dalam bentuk karet manufaktur yang dominan dalam wujud standar karet Indonesia (TSRN) dan karet alam lembaran (RSS). Total ekspor karet manufaktur pada tahun 2010 mencapai US$ 7,41 milyar atau sebesar 99,22% dari total ekspor karet Indonesia (Gambar 5.5). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 59

60 Gambar 5.5. Persentase ekspor dan impor karet primer dan manufaktur Indonesia, 2010 Sementara, apabila ditinjau karet yang diimpor oleh Indonesia tahun 2010 dominan dalam wujud karet primer dan sisanya berupa karet manufaktur. Pada tahun 2010, impor karet primer mencapai US$ 603,44 juta atau sekitar 69,78% dari total karet yang diimpor Indonesia dan US$ 261,29 berupa karet manufaktur. Impor karet primer utamanya adalah dalam wujud lateks. Perkembangan ekspor dan impor karet Indonesia dalam wujud primer dan manufaktur tahun secara rinci disajikan pada Lampiran 6.4. Bila ditinjau lebih jauh berdasarkan kode HS (Harmony Sistem) ekspor karet tahun 2010, sebagian besar dalam wujud technically specified natural rubber (TSNR 20) atau dengan kode HS yakni mencapai 90,30% dari total nilai ekspor karet atau senilai US$ 6,75 milyar dan 2,64% berupa TSNR 10 (HS ) atau senilai US$ 197,38 juta, serta 2,49% berupa RSS Grade 1 (HS ) atau senilai US$ 186,29 juta. Ekspor karet Indonesia tahun 2010 menurut kode HS secara rinci disajikan pada Lampiran Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

61 Gambar 5.6. Persentase ekspor karet Indonesia berdasarkan kode HS, 2010 Seperti telah diuraikan sebelumnya, ekspor karet Indonesia sebagian besar dalam wujud technically specified natural rubber/tsnr 20 (HS ). Pada tahun 2010, terdapat 6 (enam) negara utama tujuan ekspor TSNR 20 Indonesia dengan total nilai ekspor mencapai 68,75% dari total ekspor TSRN 20, seperti tersaji pada Gambar 6.7. Amerika Serikat merupakan negara tujuan utama ekspor TSNR 20 dengan total nilai ekspor mencapai US$ 1,54 milyar atau 22,84% dari total TSNR 20 yang diekspor Indonesia pada tahun Pada urutan kedua adalah China yang mencapai US$ 1,19 milyar (17,71%), disusul kemudian ke Jepang sebesar US$ 954,20 juta (14,15%). Negara berikutnya sebagai negara tujuan ekspor TSNR 20 Indonesia adalah Brasilia, Singapura dan Rep. Korea masing-masing sebesar US$ 339 juta (5,03%), US$ 333,63 juta (4,95%) dan US$ 275,60 juta (4,09%) (Gambar 5.7). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 61

62 Gambar 6.7. Negara tujuan ekspor TSRN 20, standar karet Indonesia lainnya (HS ), 2010 Pada urutan kedua wujud karet yang dominan diekspor Indonesia adalah TSNR 10 (HS ). Negara tujuan ekspor TSNR 10 pada tahun 2010 adalah China yang mencapai 40,06% dari total ekspor TSNR 10 Indonesia atau setara dengan US$ 79,07 juta, disusul kemudian ekspor ke Amerika Serikat sebesar US$ 31,08 juta (15,75%), dan Afrika Selatan sebesar US$ 13,72 juta (6,95%). Ekspor TSNR 10 ke negara berikutnya hanya berkontribusi masing-masing kurang dari 5% yakni Lithuania, Kanada dan Belanda masing-masing sebesar 4,19%, 4,09% dan 3,31%. Negara tujuan ekspor TSRN 10 Indonesia tahun 2010 tersaji pada Gambar Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

63 Gambar 5.8. Negara tujuan ekspor TSRN 10, standar karet Indonesia lainnya (HS ), 2010 Gambar 5.9. Negara tujuan ekspor karet wujud RSS Grade 1 (HS ), 2010 Pada urutan ketiga wujud karet yang dominan diekspor Indonesia adalah RSS Grade 1 (HS ). Negara tujuan ekspor RSS Grade 1 pada tahun 2010 adalah Taiwan yang mencapai 19,02% dari total ekspor Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 63

64 RSS Grade 1 Indonesia atau setara dengan US$ 35,44 juta, disusul kemudian ekspor ke Amerika Serikat sebesar US$ 30,45 juta (16,35%), India sebesar US$ 30,19 juta (16,21%), dan China sebesar US$ 19,73 juta, (10,59%). Ekspor RSS Grade 1 ke negara berikutnya hanya berkontribusi masing-masing kurang dari 10% yakni Singapura, Jepang dan Belanda masing-masing sebesar 9,46%, 7,91% dan 4,24%. Negara tujuan ekspor RSS Grade 1 Indonesia tahun 2010 tersaji pada Gambar 6.9. Walaupun dalam nominal yang jauh lebih kecil dari angka ekspor karet, Indonesia melakukan impor karet yang didominasi oleh wujud carboxylated styrene butadine rubber (SBR) lainnya (HS ), butadiene rubber (HS ), serta isobutene-isoprene (buthyl) rubber/iir (HS ). Impor karet jenis wujud carboxylated styrene butadine rubber (SBR) lainnya (HS ), menempati urutan pertama yang diimpor oleh Indonesia yakni mencapai US$ 216,25 juta pada tahun 2010 (Gambar 5.10). Gambar Persentase impor karet Indonesia berdasarkan kode HS, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

65 Bila dilihat perdagangan karet di dunia, maka tiga negara yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council/ITRC yakni Indonesia, Thailand dan Malaysia merupakan negara eksportir karet terbesar di dunia. Berdasarkan data nilai ekspor karet dunia yang bersumber dari FAO, pada tahun nilai ekspor ke-tiga negara eksportir karet tersebut secara kumulatif memberikan kontribusi sekitar 88,16% terhadap total nilai ekspor karet di dunia. Indonesia dan Thailand merupakan negara eksportir karet terbesar pertama dan kedua di dunia yang memberikan kontribusi masing-masing sebesar 37,52% dan 34,86% dengan nilai ekspor rata-rata selama periode tahun masingmasing sebesar US$ 4,3 milyar dan US$ 3,99 milyar. Pada urutan berikutnya yakni Malaysia yang memberikan kontribusi sebesar 15,78% terhadap total ekspor karet dunia atau mencapai US$ 1,81 milyar (Gambar 5.11). Negara eksportir karet dunia tahun secara rinci disajikan pada Lampiran 5.6. Gambar Negara eksportir karet terbesar dunia, rata-rata Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 65

66 Sementara, negara-negara importir karet didonimasi oleh negaranegara industri khususnya industri otomotif yang banyak menggunakan karet sebagai bahan baku. Berdasarkan data dari FAO periode tahun , terdapat 8 (delapan) negara importir karet terbesar di dunia yang secara kumulatif memberikan kontribusi 72,74% terhadap total nilai impor karet di dunia berturut-turut yaitu China, Amerika Serikat, Jepang, Korea, Jerman, Perancis, Brazil dan Spayol (Gambar 5.12). China sebagai negara importir karet terbesar yaitu 23,16% dari total impor dunia atau senilai US$ 2,66 milyar per tahun, disusul USA dan Jepang masing-masing sebesar 15,40% dan 14,97% atau masing-masing senilai US$ 1,77 milyar dan US$ 1,72 milyar. Sementara, Korea, Jerman, Perancis, Brazil, dan Spanyol masing-masing mengimpor karet dengan kontribusi kurang dari 6% dari total impor karet dunia. Negara importir karet dunia tahun secara rinci disajikan pada Lampiran 5.7. Gambar Negara importir karet terbesar dunia, rata-rata Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

67 5.4. ANALISIS KINERJA PERDAGANGAN KARET Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) digunakan untuk menganalisis posisi atau tahapan perkembangan suatu komoditas. Hasil perhitungan nilai ISP karet primer berupa latek dan karet manufaktur diantaranya berupa karet alam lembaran (RSS) dan TSRN, standar karet Indonesia serta total karet Indonesia tahun disajikan pada Tabel 6.2. Nilai ISP dihitung menggunakan indikator nilai ekspor dan impor. Nilai ISP karet primer seperti yang tersaji pada Tabel 6.2 pada tahun 2006 adalah sebesar 0,109 yang menunjukkan bahwa komoditas karet Indonesia dalam wujud latek berada pada tahapan subtitusi impor dalam perdagangan dunia. Namun demikian, pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2010, semakin menurun daya saingnya dalam perdagangan dunia yang ditunjukkan oleh nilai ISP yang negatif hingga -0,823 pada tahun Indonesia mempunyai daya saing yang sangat kuat atau pada tahap pematangan ekspor pada produk karet manufaktur, khususnya wujud TSRN, standar karet Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan nilai ISP yang mencapai 0,991 pada tahun Pada periode berikutnya, nilai ISP karet manufaktur Indonesia mengalami penurunan namun masih bernilai 0,932 pada tahun 2010 yang berarti karet manufaktur Indonesia masih berada pada tahap pematangan ekspor atau dapat dikatakan memiliki daya saing tinggi atau dikatakan Indonesia sebagai negara pengekspor karet manufaktur dunia (Gambar 5.13). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 67

68 Tabel 6.2. Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) karet primer, karet manufaktur dan total karet Indonesia, Uraian Nilai (000 US$) Primer Ekspor-Impor ( ) ( ) ( ) ( ) Ekspor+Impor ISP 0,109-0,582-0,803-0,812-0,823 Manufaktur Ekspor-Impor Ekspor+Impor ISP 0,991 0,956 0,932 0,908 0,932 Total Karet Ekspor-Impor Ekspor+Impor ISP 0,987 0,861 0,784 0,728 0,793 Sumber: BPS, diolah Pusdatin Gambar Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) karet primer, manufaktur dan total karet Indonesia, Sejalan dengan nilai ISP diatas maka bila dilihat dari kemampuan produksi karet dalam negeri terlihat cukup tinggi bahkan sebagian besar untuk diekspor/surplus, hal ini dapat dilihat dari SSR mencapai diatas 68 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

69 300%, bahkan pada tahun 2006 mencapai 725,29% meskipun pada tahun berikutnya mengalami fluktuasi dan cenderung menurun (Tabel 5.3 dan Gambar 6.14). Meskipun demikian, Indonesia tetap melakukan impor karet yang sebagian besar dalam wujud karet primer/latek, hal ini terlihat dari nilai IDR tahun yang makin meningkat berkisar antara 3,77% pada tahun 2006 menjadi sebesar 66,77% pada tahun Tabel 5.3. Import Dependency Ratio (IDR) dan Self Sufficiency Ratio (SSR) karet Indonesia, No. Uraian Tahun Ton 1 Produksi Ekspor Impor Produksi + Impor - Ekspor IDR (%) 3,77 39,64 41,09 41,96 66,77 SSR (%) 725,29 625,34 399,38 379,67 503,07 Sumber : BPS dan Ditjen Perkebunan, dioah Pusdatin Gambar Import Dependency Ratio (IDR) dan Self Sufficiency Ratio (SSR) karet Indonesia, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 69

70 Indeks Keunggulan Komparatif atau RSCA (Revealed Symmetric Comparative Advantage) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif di suatu wilayah, untuk mengukur keunggulan komparatif karet Indonesia dalam perdagangan dunia. Hasil analisis RSCA karet Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Indeks keunggulan komparatif karet Indonesia dalam perdagangan dunia, Nilai Ekspor (000 US$) Uraian Karet Dunia Indonesia Non Migas Dunia Indonesia Rasio Dunia 0,00 0,00 0,00 0,00 Indonesia 0,05 0,05 0,06 0,04 RCA 41, , , ,3869 RSCA 0,95 0,95 0,95 0,93 Sumber: BPS dan UNComtrade, diolah Pusdatin Berdasaran hasil perhitungan yang tersaji pada Tabel 5.4, terlihat bahwa komoditas karet Indonesia memiliki keunggulan komperatif yang cukup besar di pasar dunia, hal ini ditunjukkan nilai RSCA tahun mendekati nilai 1 dan relatif stabil selama periode tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pangsa ekspor karet Indonesia terhadap total ekspor non migas lebih tinggi dibandingkan pangsa ekspor karet dunia terhadap ekspor non migas dunia. Tingginya nilai RSCA karet tersebut terutama disumbangkan dari wujud karet TSRN, standar karet Indonesia (HS ) dan karet alam lainnya (HS ) yang memiliki keunggulan komparatif cukup besar mencapai 0,95 dan 0,93 (Lampiran 5.9). Untuk mengetahui posisi produk ekspor karet dalam suatu pasar, dapat digunakan perhitungan CMSA (Constant Market Share Analysis) atau model pangsa pasar konstan. Dengan perhitungan CMSA, dapat diketahui efek pertumbuhan dunia (World Growth Effect), efek komposisi komoditas (Commodity Composition Effect), efek distribusi pasar (Market Distribution 70 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

71 Effect) dan efek daya saing produk (Competitiveness Effect). Guna mengkaji efek distribusi pasar dan daya saing produk karet Indonesia, dilakukan perhitungan nilai CMSA di negara-negara mitra dagang karet Indonesia yakni Amerika Serikat, China, Jepang dan Korea Selatan. Hasil perhitungan CMSA karet Indonesia tahun di pasar dunia serta ke negara negara tujuan ekspor terbesar karet Indonesia disajikan pada Tabel 5.5. Nilai ekspor karet Indonesia ke dunia dari tahun 2005 sampai dengan 2010 mengalami peningkatan yang cukup signifikan yakni mencapai 159,01% atau dari US$ 3,0 milyar pada tahun 2005 menjadi US$ 7,78 milyar pada tahun Peningkatan ekspor karet Indonesia pada periode tersebut didorong oleh adanya pengaruh pertumbuhan dunia atau adanya peningkatan kebutuhan karet dunia yang meningkat sebesar 88,81%. Hal ini mencerminkan bahwa Indonesia telah mengambil peranan yang cukup besar dalam pemenuhan permintaan karet dunia. Peningkatan ekspor karet Indonesia ke dunia selama periode tahun juga dipengaruhi oleh meningkatnya pengaruh komposisi komoditas sebesar 6,79%. Indonesia bermitra dengan 4 negara utama dalam perdagangan karet dunia yakni Amerika Serikat di urutan pertama, dan disusul ke negara China, Jepang dan Korea Selatan. Berdasarkan hasil analisis efek distribusi pasar, walaupun terjadi peningkatan ekspor karet Indonesia ke dunia namun terjadi hambatan di pasar Amerika Serikat dan China sebagai negara tujuan utama ekspor karet Indonesia. Hal ini berkaitan dengan adanya krisis ekonomi yang terjadi di negara tersebut khususnya di Amerika Serikat. Permintaan karet Indonesia di negara-negara tersebut tidak sejalan dengan meningkatnya permintaan karet di negara-negara lain. Hal ini mengakibatkan kinerja ekspor karet Indonesia menjadi terhambat karena ekspor karet terkonsentrasi ke negara-negara yang permintaannya relatif lambat (stagnan). Ekspor karet ke Amerika Serikat menghambat kinerja ekspor karet Indonesia ke dunia sebesar 5,18% atau US$ 247,24 juta, ke Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 71

72 China menghambat sebesar 3,45% atau US$ 164,65 juta. Namun demikian, terjadi dorongan pasar karet Indonesia di negara tujuan berikutnya yakni Jepang dan Korea Selatan. Ekspor karet Indonesia ke Jepang mendorong kinerja ekspor karet Indonesia sebesar 0,54% atau senilai US$ 25,96 juta dan ke Korea Selatan sebesar 0,19% atau senilai US$ 0,19%. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.5, terlihat daya saing karet Indonesia di pasar dunia pada tahun secara umum cukup baik atau positif di semua negara mitra dagang. Hal ini menunjukkan bahwa karet asal Indonesia mampu bersaing dengan karet dari negara-negara pesaing lainnya. Tabel 5.5. Hasil perhitungan Constant Market Share Analysis (CMSA) karet Indonesia ke dunia, No. Uraian Negara Tujuan USA China Jepang Korea 1 World Growth Effect US$ % 88,81 2 Commodity Composition Effect US$ % 6,79 3 Market Distribution Effect US$ % -4,18-5,18-3,45 0,54 0,19 4 Competitiveness Effect US$ % 8,58 9,59 7,85 3,86 4,20 Sumber : UNcomtrade, diolah Pusdatin Keterangan : Kode HS yang digunakan dalam analisis ini meliputi , , , dan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

73 Lampiran 5.1. Provinsi sentra produksi karet di Indonesia, No Provinsi Produksi (Ton) Share Share kumulatif *) Rata-rata (%) (%) 1 Sumatera Selatan ,76 19,76 2 Sumatera Utara ,05 35,81 3 Riau ,31 49,12 4 Jambi ,14 60,26 5 Kalimantan Barat ,71 69,98 6 Kalimantan Tengah ,22 77,20 7 Lainnya ,80 100,00 Indonesia ,00 Sumber : Ditjen Perkebunan diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka sementara Lampiran 5.2. Perkembangan harga produsen karet getah tebal dan harga karet kering di pasar domestik, Harga Produsen Karet getah Harga Pasar Domestik *) Tahun tebal Pertumbuhan Pertumbuhan (Rp/kg) (Rp/kg) (%) (%) , , , , , , , , , , , , , , , , Rata-rata dan laju pertumbuhan (%) , ,48 Sumber : BPS dan Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin Keterangan : *) harga slab kadar karet kering 100% - tidak tersedia data tahun 2008 harga pasar domestik Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 73

74 Lampiran 5.3. Perkembangan harga produsen karet getah tebal di provinsi sentra di Indonesia, No Tahun Rata-rata Sumsel Sumut Riau Jambi Kalbar Kalteng Indonesia ,08 17,49 16,16 19,41 19,76 18,44 17,13 Sumber: BPS, diolah Pusdatin Tahun Rata-rata pertumbuhan (%) Lampiran 5.4. Perkembangan ekspor dan impor karet primer dan karet manufaktur Indonesia, No. Uraian Tahun Pertumbuhan (%) Volume Ekspor (Ton) ,07 - Primer ,77 - Manufaktur ,79 Persentase Thd total (%) - Primer 0,36 2,13 1,38 1,43 1,31 - Manufaktur 99,64 97,87 98,62 98,57 98,69 2 Nilai Ekspor (000 US$) ,83 - Primer ,14 - Manufaktur ,82 Persentase Thd total (%) - Primer 0,30 1,38 0,94 1,14 0,78 - Manufaktur 99,70 98,62 99,06 98,86 99,22 3 Volume Impor (Ton) ,16 - Primer ,63 - Manufaktur ,69 Persentase Thd total (%) - Primer 42,53 78,53 73,21 78,66 72,56 - Manufaktur 57,47 21,47 26,79 21,34 27,44 4 Nilai Impor (000 US$) ,64 - Primer ,27 - Manufaktur ,10 Persentase Thd total (%) - Primer 35,51 70,06 71,33 69,59 69,78 - Manufaktur 64,49 29,94 28,67 30,41 30,22 Sumber : BPS diolah Pusdatin 74 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

75 Lampiran 5.5. Negara tujuan ekspor karet Indonesia menurut kode HS (Harmony System), 2010 No Kode HS Uraian Negara tujuan Ekspor Share thd total (%) Volume (Ton) Nilai (US$ 000) Volume Nilai Technically Specified Natural Total ,45 90,30 Rubber (TSNR) - 20 Amerika Serikat ,54 20,63 China ,76 15,99 Jepang ,71 12,77 Brasilia ,42 4,54 Singapura ,78 1,46 Rep. Korea ,39 1,20 Lainnya ,86 33, Technically Specified Natural Total ,63 2,64 Rubber (TSNR) - 10 China ,04 1,06 Amerika Serikat ,42 0,42 Afrika Selatan ,57 0,06 Lithuania ,11 0,00 Kanada ,11 0,11 Belanda ,08 0,09 Lainnya ,31 0, Rubber Smoked Sheet (RSS) Total ,39 2,49 Grade I Taiwan ,45 0,47 Amerika Serikat ,39 0,41 India ,39 0,40 China ,26 0,26 Singapura ,23 0,24 Jepang ,19 0,20 Belanda ,10 0,11 Lainnya ,37 0,40 4 Lainnya ,52 4,57 Total ,00 100,00 Sumber: BPS, diolah Pusdatin Lampiran 5.6. Impor karet Indonesia menurut kode HS (Harmony System), 2010 No Kode HS Uraian Impor Share thd total (%) Volume (Ton) Nilai (US$ 000) Volume Nilai Carboxylated styrene butadine rubber (SBR) lainnya ,60 25, Butadiene rubber ,44 17, Isobutene-isoprene (buthyl) rubber/iir ,76 5, Etylene-propilene non conjungated diene rubber ,84 3, Lateks ,45 2,67 6 Lainnya ,90 46,10 Total ,00 100,00 Sumber: BPS, diolah Pusdatin Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 75

76 Lampiran 5.7. Negara eksportir karet terbesar dunia, No Negara Nilai ekspor (000 US$) Share Share Kumulatif Rata-rata (%) (%) 1 Indonesia ,52 72,38 2 Thailand ,86 34,86 3 Malaysia ,78 88,16 4 Viet Nam ,34 91,50 5 Pantai Gading ,96 94,46 6 Liberia ,81 95,28 7 Guatemala ,78 96,06 8 Sri Lanka ,71 96,76 9 India ,60 97,37 10 Lainnya ,15 137,52 Dunia ,00 Sumber : FAO diolah Pusdatin Lampiran 5.8. Negara importir karet terbesar dunia, No Negara Nilai impor (000 US$) Share Share Kumulatif Rata-rata (%) (%) 1 China ,16 23,16 2 Amerika Serikat ,40 38,55 3 Japan ,97 53,53 4 Korea ,49 59,02 5 Jerman ,94 62,96 6 Perancis ,63 66,59 7 Brasil ,15 69,74 8 Spanyol ,00 72,74 9 Lainnya ,26 100,00 Dunia ,00 Sumber : FAO diolah Pusdatin 76 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

77 Lampiran 5.9. Hasil perhitungan nilai RCA dan RSCA karet Indonesia, Nilai Ekspor (000 US$) Uraian Karet Dunia Kode HS Kode HS Kode HS Kode HS Indonesia Kode HS Kode HS Kode HS Kode HS Non Migas Dunia Indonesia Share Dunia 0, , , ,00134 Kode HS , , , ,00015 Kode HS , , , ,00019 Kode HS , , , ,00085 Kode HS , , , ,00014 Indonesia 0, , , ,05613 Kode HS , , , ,00014 Kode HS , , , ,00339 Kode HS , , , ,05259 Kode HS , , , ,00002 RCA Karet 29,81 41,69 42,86 41,98 Kode HS #DIV/0! 1,00 0,72 0,92 Kode HS #DIV/0! 29,90 29,37 17,42 Kode HS #DIV/0! 76,62 63,49 61,66 Kode HS #DIV/0! 0,00 0,19 0,12 RSCA Karet 0,94 0,95 0,95 0,95 Kode HS #DIV/0! 0,00-0,16-0,04 Kode HS #DIV/0! 0,94 0,93 0,89 Kode HS #DIV/0! 0,97 0,97 0,97 Kode HS #DIV/0! -1,00-0,68-0,78 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 77

78 (Halaman ini sengaja dikosongkan) 78 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

79 VI. KINERJA P ERDAGANGAN KELAPA SAWIT Kelapa sawit adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya (wikipedia.org). Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan dari sektor perkebunan dan sumber penghasil devisa bagi Indonesia. Pada tahun 2010, devisa yang dihasilkan dari ekspor kelapa sawit sebesar US$ 15,41 milyar dari total volume ekspor sebesar 20,4 juta ton. Areal kelapa sawit Indonesia tahun 2010 mencapai 8,04 juta hektar, yang terdiri dari areal perkebunan rakyat (PR) sebesar 38,3% atau 3,08 juta hektar, perkebunan besar swasta (PBS) sebesar 53,8% atau 4,32 juta hektar dan perkebunan besar negara (PBN) hanya sebesar 7,9% atau 637,5 ribu hektar. Produksi kelapa sawit Indonesia tahun 2010 adalah sebesar 19,76 juta ton minyak sawit dan 3,95 juta ton inti sawit. Produksi kelapa sawit tersebut sebagian besar atau 86% ditujukan untuk ekspor atau sebesar 20,4 juta ton dalam wujud minyak sawit, inti sawit dan lain-lain. Volume ekspor kelapa sawit Indonesia yang cukup besar tersebut menjadikan Indonesia negara eksportir kelapa sawit terbesar kedua dunia setelah Malaysia SENTRA PRODUKSI KELAPA SAWIT Bila dilihat dari rata-rata produksi kelapa sawit per provinsi tahun , terdapat 7 (tujuh) provinsi sentra produksi minyak sawit Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 79

80 yang memberikan kontribusi sebesar 81,88% terhadap total produksi minyak sawit Indonesia, seperti yang disajikan pada Gambar ,07% 6,81% 4,61% 18,12% 8,31% 30,08% 10,15% 16,86% Riau Sumut Sumsel Kalteng Jambi Kalbar Sumbar Provinsi Lainnya Gambar 6.1. Provinsi sentra produksi minyak sawit Indonesia, (rata-rata ) Gambar 6.1. menunjukkan bahwa provinsi-provinsi di Pulau Sumatera mendominasi sentra produksi kelapa sawit Indonesia yakni Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi dan Sumatera Barat dengan kontribusi masing-masing sebesar 30,08%, 16,86%, 10,15%, 6,81% dan 4,61% terhadap total produksi minyak sawit Indonesia. Selanjutnya, provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat masing-masing berkontribusi sebesar 8,31% dan 5,07%. Perkembangan produksi minyak sawit di provinsi sentra di Indonesia tahun secara rinci disajikan pada Lampiran Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

81 6.2. KINERJA PERDAGANGAN KELAPA SAWIT DALAM NEGERI Untuk melihat kinerja perdagangan kelapa sawit dalam negeri diantaranya dengan melihat perkembangan rata-rata harga kelapa sawit di tingkat petani (harga produsen). Harga Produsen kelapa sawit ini merupakan tanaman perkebunan rakyat yang dikumpulkan melalui survei BPS harga-harga di pedesaan yang dilakukan setiap bulan. Harga produsen Kelapa Sawit tahun secara umum menunjukkan pola pertumbuhan meningkat sebesar 22,3% per tahun (Gambar 6.2). (Rp/ton) Harga Produsen Kelapa sawit Harga Kelapa sawit Gambar 6.2. Perkembangan harga produsen Kelapa sawit, Harga produsen Kelapa Sawit pada tahun 2005 adalah sebesar Rp. 515,80 ribu/ton dan tahun 2009 naik hingga mencapai Rp. 1,06 juta/ton atau naik dengan rata-rata 22,3% per tahun. Pada periode tahun , harga tertinggi terjadi pada tahun 2008, dengan harga produsen sebesar 1,198 juta/ton. (Lampiran 6.2). Melonjaknya harga Kelapa sawit Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 81

82 pada tahun 2008 dikarenakan permintaan dalam negeri akan minyak sawit yang cukup tinggi, serta melonjakknya harga minyak sawit dunia. Apabila mengkaitkan provinsi sentra produksi kelapa sawit pada uraian di atas dengan rata-rata harga produsen Kelapa Sawit periode Januari - Desember 2009, menunjukkan harga di Provinsi Sumatera Selatan yang merupakan sentra memiliki rata-rata harga produsen terendah yaitu sebesar Rp 778 ribu per ton. Harga tertinggi terjadi di Sumatera Utara mencapai Rp 1,35 juta per ton, namun rata-rata harga produsen secara nasional tahun 2009 berkisar Rp 1,06 juta per ton (Gambar 6.3). Perkembangan harga produsen Kelapa Sawit Indonesia secara rinci disajikan pada Lampiran 6.3. (Rp/Ton) Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sept Okt Nop Des Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Kalbar Kalteng Nasional Gambar 6.3. Perkembangan harga produsen Kelapa Sawit di beberapa provinsi sentra di Indonesia, Januari - Desember KINERJA PERDAGANGAN KELAPA SAWIT INTERNASIONAL Kinerja perdagangan kelapa sawit internasional dapat didekati diantaranya dengan melihat neraca perdagangan kelapa sawit, yaitu ekspor dikurangi impor. Perkembangan neraca perdagangan kelapa sawit tahun terus mengalami surplus yang berarti volume dan nilai 82 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

83 ekspor lebih besar dibandingkan volume dan nilai impornya. Surplus neraca perdagangan kelapa sawit terbesar dari sisi nilai terjadi pada tahun 2010 yakni mencapai US$ 15,37 milyar dengan volume 20,34 juta ton (Tabel 6.1). Tabel 6.1. Perkembangan neraca perdagangan kelapa sawit Indonesia, No. Uraian Tahun Pertumb. (%) Ekspor - Volume (Ton) ,92 - Nilai (000 US$) ,38 2 Impor - Volume (Ton) ,41 - Nilai (000 US$) ,66 3 Neraca Perdagangan - Volume (Ton) ,89 - Nilai (000 US$) ,36 Sumber : BPS diolah Pusdatin Tabel 6.1. menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan volume neraca perdagangan mengalami peningkatan surplus sebesar 7,89% per tahun dengan pertumbuhan volume ekspor naik sebesar 7,92% dan volume impor naik sebesar 71,41% per tahun. Demikian pula pada nilai neraca perdagangan kelapa sawit yang mengalami peningkatan surplus sebesar 33,36% per tahun yang diikuti oleh peningkatan pertumbuhan nilai ekspor sebesar 33,38% per tahun dan nilai impor meningkat sebesar 59,66% per tahun. Perkembangan nilai neraca perdagangan kelapa sawit secara rinci tersaji pada Gambar 6.4. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 83

84 (US$ juta) Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca Perdagangan Gambar 6.4. Perkembangan ekspor, impor dan neraca perdagangan kelapa sawit Indonesia, Gambar 6.4 menunjukkan nilai impor kelapa sawit yang sangat kecil dibandingkan nilai ekspornya sehingga tidak tampak jelas dalam gambar. Surplus nilai neraca perdagangan kelapa sawit mengalami pertumbuhan yang cukup besar mencapai 33,36% per tahun, surplus terbesar dicapai pada tahun 2010 yaitu mencapai US$ 15,37 milyar dengan nilai ekspor mencapai US$ 15,41 milyar sementara nilai impor cukup kecil hanya US$ 43,435 juta. (%) 100,00 79,88 87,38 96,31 87,03 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 7,71 12,41 11,21 7,89 1,41 2,81 5,08 0,88 Vol ekspor Nilai ekspor Vol Impor Nilai ekspor Minyak Sawit Minyak Inti Sawit Lain-lain Gambar 6.5. Persentase ekspor dan impor minyak sawit, inti sawit dan lainlain di Indonesia, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

85 Wujud kelapa sawit yang diekspor selama tahun sebagian besar atau sekitar 87% (nilai ekspor) adalah dalam bentuk minyak sawit. Sementara, pada tahun 2010 sebesar 79,88% volume ekspor Indonesia dalam bentuk minyak sawit dengan kontribusi nilai ekspor sebesar 87,38% atau senilai US$ 13,47 milyar (Gambar 6.5). Demikian pula, volume impor kelapa sawit tahun 2010 sebesar 96,31% juga dalam wujud minyak sawit dengan kontribusi nilai impor sebesar 87,03% atau senilai US$ 37,80 juta. Perkembangan ekspor dan impor minyak sawit, minyak inti sawit dan lain-lain di Indonesia tahun secara rinci disajikan pada Lampiran 6.4. Apabila dikaji lebih jauh berdasarkan kode HS (Harmony Sistem) ekspor kelapa sawit tahun 2010, sebagian besar adalah dalam wujud minyak sawit mentah/cpo (HS ) sebesar 49,63% dari total nilai ekspor kelapa sawit atau senilai US$ 7,65 milyar dan 20,96% berupa olein, dimurnikan, dijernihkan dan dihilangkan baunya (HS ) atau senilai US$ 3,23 milyar, serta 7,24% berupa stearin, dimurnikan, dijernihkan dan dihilangkan baunya (HS ) atau senilai US$ 1,12 milyar. Sementara, nilai ekspor dalam wujud crude oil atau palm cernels/minyak inti sawit mentah (HS ) sebesar 9,51% dari total nilai ekspor kelapa sawit atau senilai US$ 1,47 milyar. Ekspor kelapa sawit per kode HS di Indonesia tahun 2010 secara rinci disajikan pada Lampiran 6.5. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 85

86 (%) 50,00 49,63 46,31 40,00 30,00 20,00 10,00 3,28 20,96 18,26 5,75 3,55 5,12 9,51 7,24 6,68 6,55 13,80 3,35 0, Lainnya Vol ekspor Nilai ekspor Gambar 6.6. Persentase ekspor kelapa sawit berdasarkan kode HS, 2009 Bila ditelusuri lebih jauh, pada tahun 2010, nilai ekspor minyak sawit mentah (CPO) Indonesia dominan ditujukan ke 7 (tujuh) negara tujuan ekspor utama yaitu 47,44% ke India dengan nilai ekspor sebesar US$ 3,63 milyar, 13,85% ke Malaysia (US$ 1,06 milyar), 10,47% ke Belanda (US$ 800 juta), 6,20% ke Italia (US$ 474 juta), 6,02% ke Singapura (US$ 460 juta), ke Jerman dan Spanyol masing-masing sebesar 3,14% (US$ 240 juta) dan 3,01 % (US$ 230 juta) (Gambar 6.7). 13,85% 10,47% 6,20% 6,02% 3,14% 3,01% 9,87% 47,44% India Malaysia Belanda Italia Singapura Jerman Spanyol Lainnya Gambar 6.7. Negara tujuan ekspor minyak sawit mentah/cpo, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

87 5,82% 3,77% 2,75% 2,66% 2,22% 20,74% 22,69% 39,35% Cina India Iran Mynmar Mesir Rusia Afrika Selatan Lainnya Gambar 6.8. Negara tujuan ekspor Indonesia berupa olein dimurnikan, dijernihkan dan dihilangkan baunya, 2010 Sementara, negara tujuan ekspor utama olein, dimurnikan, dijernihkan dan dihilangkan baunya (HS ) pada tahun 2010 adalah sebesar 39,35% diekspor ke Cina dengan nilai ekspor US$ 1,27 milyar, 20,74% ke India (US$ 670 juta), 5,82% ke Iran (US$ 188 juta), dan ke Mynmar, Mesir, Rusia dan Afrika Selatan masing-masing kurang dari 4% dari total ekspor olein tersebut (Gambar 6.8). Kemudian, negara tujuan ekspor utama minyak inti sawit mentah (HS ) tahun 2010 sebesar 37,78% diekspor ke Malysia dengan nilai ekspor US$ 553 juta, 20,22% ke Cina (US$ 296 juta), 20,11% ke Belanda (US$ 294 juta), 14,55% ke India (US$ 213 juta), dan negara lainnya sebesar 7,34% (Gambar 6.9). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 87

88 7,34% 14,55% 37,78% 20,11% 20,22% Malaysia Cina Belanda India Lainnya Gambar 6.9. Negara tujuan ekspor minyak inti sawit mentah, 2010 Berdasarkan kode HS (Harmony Sistem), impor kelapa sawit tahun 2010 sebagian besar berupa minyak sawit dimurnikan, dijernihkan dan dihilangkan baunya (HS ) sebesar 78,8% dari total nilai impor kelapa sawit atau senilai US$ 34,23 juta dan 7,74% berupa minyak sawit mentah/cpo (HS ) atau senilai US$ 3,36 juta, serta 2,54% berupa fraksi padat, tidak dimodifikasi secara kimia, dari stearin kernel kelapa sawit atau dari minyak babassu (HS ) atau senilai US$ 1,10 juta (Gambar 6.10). (%) 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 87,53 78,80 8,25 7,74 0,53 1,40 2,54 0,49 2,30 10,43 Volume Impor Nilai impor Gambar Persentase impor kelapa sawit berdasarkan kode HS, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

89 Negara asal minyak sawit dimurnikan, dijernihkan dan dihilangkan baunya (HS ) yang diimpor oleh Indonesia pada tahun 2010 sebagian besar atau 78,69% berasal dari Malaysia atau senilai US$ 34,23 juta. Sementara, nilai impor tahun 2010 berupa minyak sawit mentah (HS ) sebesar 7,74% berasal dari Thailand atau senilai US$ 3,36 juta. Negara asal impor kelapa sawit Indonesia per kode HS secara rinci disajikan pada Lampiran 6.6. Perdagangan minyak sawit di dunia tahun , berdasarkan data FAO, terdapat 4 (empat) negara eksportir minyak sawit terbesar yang secara kumulatif memberikan kontribusi sekitar 89,51% terhadap total nilai ekspor minyak sawit di dunia. Malaysia dan Indonesia merupakan negara eksportir minyak sawit terbesar pertama dan kedua di dunia yang memberikan kontribusi masing-masing sebesar 43,55% dan 39,71%, diikuti Belanda sebesar 5,02% dan Papau New Guinea sebesar 1,23% (Gambar 6.11). Negara eksportir minyak sawit dunia tahun secara lebih rinci disajikan pada Lampiran ,71% 43,55% 5,02% 10,49% 1,23% Malaysia Indonesia Belanda Papua New Guinea Negara Lainnya Gambar Negara eksportir minyak sawit terbesar dunia, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 89

90 Sementara, 5 (lima) negara importir minyak sawit terbesar di dunia selama periode tahun secara kumulatif memberikan kontribusi sebesar 42,92% terhadap total nilai impor minyak sawit di dunia. Negaranegara tersebut adalah Cina, India, Belanda, Pakistan, Jerman, (Gambar 6.12). Cina merupakan negara importir minyak sawit terbesar dengan realisasi impor sebesar 17,80% dari total impor dunia atau senilai US$ 3,53 milyar per tahun, disusul India sebesar 10,70% atau US$ 2,12 milyar, disusul oleh Belanda, Pakistan dan Jerman yang masing-masing sebesar 5,37%, 5,17% dan 3,88%. Indonesia berada pada urutan ke-109 dengan rata-rata nilai impor minyak sawit Indonesia tahun sebesar US$ 6,2 juta. Negara importir minyak sawit dunia tahun secara rinci disajikan pada Lampiran ,70 5,37 5,17 3,88 17,80 China India Belanda Pakistan Jerman Gambar Negara importir minyak sawit terbesar dunia, ANALISIS KINERJA PERDAGANGAN KELAPA SAWIT Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) digunakan untuk menganalisis posisi atau tahapan perkembangan suatu komoditas. ISP minyak sawit, minyak inti sawit dan lain-lain dan total kelapa sawit Indonesia dapat dilihat pada Tabel Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

91 Tabel 6.2 menunjukkan bahwa nilai ISP kelapa sawit yang dihitung berdasarkan nilai ekspor dan impor terlihat bernilai positif berkisar antara 0,974 s/d 1,00. Hal ini berarti bahwa komoditas kelapa sawit Indonesia dalam wujud minyak sawit dan minyak inti sawit pada perdagangan dunia telah berada pada tahap pematangan ekspor atau memiliki daya saing tinggi atau sebagai negara pengekspor kelapa sawit dunia. Tabel 6.2. Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) minyak sawit, minyak inti sawit dan lain-lain Indonesia, Uraian Nilai (000 US$) Minyak Sawit Ekspor-Impor Ekspor+Impor ISP 0,997 1,000 0,999 0,997 0,994 Minyak Inti Sawit Ekspor-Impor Ekspor+Impor ISP 0,990 0,992 0,994 0,997 0,997 Lain-lain Ekspor-Impor Ekspor+Impor ISP 0,978 0,981 0,974 0,977 0,969 Total Sawit Ekspor-Impor Ekspor+Impor ISP 0,996 0,998 0,998 0,997 0,994 Sumber: BPS, diolah Pusdatin Bila dilihat dari ratio ketergantungan terhadap impor kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Indonesia termasuk dalam kategori yang rendah ketergantungannya terhadap impor kelapa sawit, hal ini terlihat dari nilai IDR tahun hanya berkisar antara 0,05% sampai dengan 0,82% (Tabel 6.3). Impor kelapa sawit yang sebagian besar dalam wujud minyak sawit, olein yang dimurnikan, dijernihkan dan dihilangkan baunya walaupun dalam nilai yang sangat kecil. Sejalan dengan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 91

92 hal tersebut bila dilihat dari sisi kemampuan produksi kelapa sawit dalam negeri terlihat cukup tinggi bahkan sebagian besar untuk diekspor/surplus, hal ini dapat dilihat dari SSR yang cukup besar 265,26% s/d 545,28%. Hal ini dapat dilihat secara rinci pada Tabel 6.3. Tabel 6.3. Import Dependency Ratio (IDR) dan Self Sufficiency Ratio (SSR) kelapa sawit Indonesia, No Uraian Tahun Produksi (Ton) Minyak sawit Inti Sawit Ekspor *) (Ton) Minyak sawit Inti Sawit Impor *) (Ton) Minyak sawit Inti Sawit Prod + Impor-Ekspor (Ton) Minyak sawit Inti Sawit IDR (%) 0,20 0,05 0,20 0,52 0,82 Minyak sawit 0,22 0,02 0,27 0,99 1,33 Inti Sawit 0,17 0,14 0,10 0,05 0,06 6 SSR (%) 279,06 265,26 388,97 545,28 402,17 Minyak sawit 329,78 305,07 538,37 902,25 562,18 Inti Sawit 157,75 160,53 162,91 183,09 165,98 Sumber : BPS dioah Pusdatin Keterangan : *) tidak termasuk kode HS dan Indeks Keunggulan Komparatif atau RSCA (Revealed Symmetric Comparative Advantage) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif di suatu wilayah, untuk mengukur keunggulan komparatif kelapa sawit Indonesia dalam perdagangan dunia. Hasil analisis RSCA kelapa sawit Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6.4. Tabel 6.4. menunjukkan bahwa komoditas kelapa sawit Indonesia memiliki keunggulan komperatif yang cukup besar di pasar dunia, hal ini 92 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

93 ditunjukkan nilai RSCA tahun 2006 sebesar 0,97 dan di tahun 2009 sebesar 0,92. Tabel 6.4. Indeks keunggulan komparatif kelapa sawit Indonesia dalam perdagangan dunia, No Uraian Nilai Ekspor (000 US$) Sawit Indonesia Dunia Non Migas Indonesia Dunia Rasio Indonesia 0,07 0,10 0,13 0,07 Dunia 0, , , ,00292 RCA 57, , , ,46347 RSCA 0,97 0,98 0,97 0,92 Sumber: BPS dan UNComtrade, diolah Pusdatin Perhitungan CMSA (Constant Market Share Analysis) digunakan untuk mengetahui posisi produk ekspor kelapa sawit dalam suatu pasar. Dengan perhitungan CMSA, dapat diketahui efek pertumbuhan dunia (World Growth Effect), efek komposisi komoditas (Commodity Composition Effect), efek distribusi pasar (Market Distribution Effect) dan efek daya saing produk (Competitiveness Effect). Berdasarkan hasil perhitungan CMSA kelapa sawit tahun ke negara negara tujuan ekspor terbesar kelapa sawit Indonesia diperoleh hasil analisis seperti tersaji pada Tabel 6.5. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 93

94 Tabel 6.5. Hasil Perhitungan Constan Market Share Analysis (CMSA) kelapa sawit Indonesia ke dunia, Total Negara Tujuan No. Uraian Cina Belanda India Pakistan 1 World Growth Effect US$ % 89,03 2 Commodity Composition Effect US$ % 1,76 3 Market Distribution Effect US$ % 8,49 0,41 0,49 8,77 0,20 4 Competitiveness Effect US$ % 4,23 12,32 13,21 3,96 12,93 Sumber : Uncomtrade, diolah Pusdatin Total peningkatan nilai ekspor kelapa sawit Indonesia ke dunia dari tahun 2006 sampai dengan 2009 meningkat sebesar 111,35% atau senilai US$ 6,18 milyar yaitu dari US$ 5,55 milyar tahun 2006 menjadi US$ 11,73 milyar di tahun Peningkatan tersebut disebabkan adanya pengaruh pertumbuhan dunia atau kebutuhan kelapa sawit dunia meningkat sebesar 89,03% sementara pengaruh komposisi komoditas kelapa sawit menurun sebesar 1,76%. Negara-negara tujuan utama ekspor kelapa sawit Indonesia adalah Cina, Belanda, India, dan Pakistan. Jika ditinjau dari pengaruh distibusi pasar ke negara India mendorong kinerja ekspor kelapa sawit Indonesia ke dunia sebesar 8,77% atau US$ 417,03 juta begitu pula untuk Negara Cina sedikit mendorong kinerja ekspor kelapa sawit Indonesia sebesar 0,41% atau US$ 19,59 juta. Sedangkan ekspor kelapa sawit ke Belanda menghambat kinerja ekspor kelapa sawit ke dunia sebesar 0,49 % atau US$ 23,10 juta dan ke Pakistan menghambat sebesar 0,20% atau US$ 9,54 juta Daya saing kelapa sawit Indonesia di pasar global, khususnya di Negara-negara tujuan ekspor kelapa sawit Indonesia pada tahun secara umum mampu bersaing dengan kelapa sawit dari negaranegara pesaing lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh nilai efek daya saing yang positif pada periode di pasar Cina, Belanda, India dan Pakistan. 94 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

95 Lampiran 6.1. Provinsi sentra produksi kelapa sawit di Indonesia, No Provinsi Produksi (Ton) Share Share kumulatif *) Rata-rata (%) (%) 1 Riau ,08 30,08 2 Sumatera Utara ,86 46,94 3 Sumatera Selatan ,15 57,08 4 Kalimantan Tengah ,31 65,39 5 Jambi ,81 72,20 6 Kalimantan Barat ,07 77,27 7 Sumatera Barat ,61 81,88 8 Lainnya ,12 100,00 Indonesia ,00 Sumber : Ditjen Perkebunan diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka sementara Lampiran 6.2. Perkembangan harga produsen Kelapa sawit, Tahun Harga Produsen (Rp/Ton) Pertumbuhan (%) , , , (11,04) Rata-rata dan laju pertumbuhan (%) ,29 Sumber : BPS, diolah Pusdatin Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 95

96 Lampiran 6.3. Perkembangan harga produsen Kelapa Sawit di provinsi sentra produksi, Januari-Desember 2009 Harga Produsen Kelapa Sawit (Rp/ton) Bulan Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Kalbar Kalteng Nasional Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Rata-rata Sumber: BPS, diolah Pusdatin 96 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

97 Lampiran 6.4. Perkembangan ekspor dan impor minyak sawit, minyak inti sawit dan lain-lain, No. Uraian Tahun Pertumb. (%) Volume Ekspor (Ton) ,92 - Minyak Sawit ,39 - Minyak Inti Sawit ,34 - Lain-lain ,56 Persentase Thd total (%) - Minyak Sawit 78,64 78,12 78,78 79,39 79,88 - Minyak Inti Sawit 8,28 8,78 7,48 8,10 7,71 - Lain-lain 13,08 13,09 13,74 12,51 12,41 2 Nilai Ekspor (000 US$) ,38 - Minyak Sawit ,48 - Minyak Inti Sawit ,45 - Lain-lain ,38 Persentase Thd total (%) - Minyak Sawit 86,79 86,68 87,71 89,17 87,38 - Minyak Inti Sawit 11,11 10,99 10,09 9,51 11,21 - Lain-lain 2,11 2,33 2,20 1,32 1,41 3 Volume Impor (Ton) ,41 - Minyak Sawit ,96 - Minyak Inti Sawit ,53 - Lain-lain ,72 Persentase Thd total (%) - Minyak Sawit 66,76 22,91 75,26 87,09 96,31 - Minyak Inti Sawit 21,28 68,18 18,53 4,32 2,81 - Lain-lain 11,96 8,91 6,20 8,59 0,88 4 Nilai Impor (000 US$) ,66 - Minyak Sawit ,73 - Minyak Inti Sawit ,83 - Lain-lain ,40 Persentase Thd total (%) - Minyak Sawit 59,11 14,55 38,26 79,45 87,03 - Minyak Inti Sawit 29,09 56,02 30,06 9,44 5,08 - Lain-lain 11,80 29,43 31,68 11,11 7,89 Sumber : BPS diolah Pusdatin Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 97

98 Lampiran 6.5. Negara tujuan ekspor minyak sawit dan inti sawit per kode HS (Harmony Sistem) Indonesia, 2010 No Kode HS/Uraian Negara Tujuan Ekspor 2010 % Thd Total Volume (Ton) Nilai (US$ 000) Volume Nilai ,31 49,63 Minyak sawit mentah (CPO) India ,82 23,54 Malaysia ,46 6,88 Belanda ,65 5,20 Italia ,06 3,08 Singapura ,81 2,99 Jerman ,61 1,56 Spanyol ,46 1,50 Lainnya ,44 4, ,28 3,55 Minyak sawit (fraksi dari Bangladesh ,80 3,01 India ,15 0,17 Kenya ,15 0,17 Singapura ,09 0,10 Nigeria ,05 0,06 Lainnya ,03 0, ,12 5,75 dari minyak kelapa sawit, Mesir ,51 1,70 dimurnikan, dijernihkan dan Brasil ,62 0,72 Rusia ,57 0,65 dihilangkan baunya Ukraina ,57 0,64 (RBD/Refined, Bleached and Iran ,45 0,48 Deodorised ) Spanyol ,18 0,20 Lainnya ,22 1, ,26 20,96 dari olein, dimurnikan, Cina ,17 8,25 dijernihkan dan dihilangkan India ,88 4,35 baunya (RBD/Refined, Iran ,98 1,22 Mynmar ,67 0,79 Bleached and Deodorised ) Mesir ,55 0,58 Rusia ,48 0,56 Afrika Selatan ,41 0,47 Lainnya ,11 4, ,68 7,24 dari stearin, dimurnikan, Cina ,77 3,03 dijernihkan dan dihilangkan Belanda ,03 1,11 baunya (RBD/Refined, Malaysia ,60 0,65 Afrika Selatan ,38 0,42 Bleached and Deodorised ) Singapura ,28 0,32 Ukaraina ,23 0,24 Jerman ,23 0,24 Mesir ,21 0,23 Italia ,16 0,17 Pakistan ,13 0,14 Lainnya ,66 0, ,24 0,24 Minyak sawit lainnya dan Cina ,13 0,13 turunannya Jepang ,04 0,05 Saudi Arabia ,02 0,03 India ,02 0,02 Malaysia ,02 0,02 Lainnya ,01 0, ,55 9,51 Minyak inti sawit mentah atau Malaysia ,42 3,59 babassu Cina ,29 1,92 Belanda ,39 1,91 India ,97 1,38 Lainnya ,49 0, ,93 1,37 Inti sawit stearin( fraksi lainnya, tidak dimodifikasi secara kimia, dari stearin kernel kelapa sawit atau dari 98 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Brasil ,65 0,97 Turki ,08 0,10 Rusia ,06 0,08 Spanyol ,04 0,06 minyak babassu) Lainnya ,12 0, ,00 0,00 Buah dan kernel kelapa sawit Jepang ,00 0,00 Belanda 6 6 0,00 0,00 Singapura 0 0 0,00 0, ,40 1,41 Residu minyak kue dan bentuk Belanda ,54 0,56 lainnya dari buah atau kernel New Zealand ,65 0,43 kelapa sawit Korea ,99 0,11 Thailand ,78 0,07 Lainnya ,44 0,24 11 Lainnya ,22 0,33 Total ,00 100,00 Sumber: BPS, diolah Pusdatin Keterangan : *) Lain-lain meliputi kode HS , , ,dan

99 Lampiran 6.6. Negara asal impor kelapa sawit per kode HS (Harmony Sistem) Indonesia, 2010 Impor 2010 % Thd Total No Kode HS Uraian Negara Asal Volume (Ton) Nilai (US$ 000) Volume Nilai Minyak sawit mentah (CPO) Total ,246 7,738 Thailand ,246 7, dari minyak kelapa sawit, dimurnikan, Total ,533 78,798 dijernihkan dan dihilangkan baunya Malaysia ,469 78,687 (RBD/Refined, Bleached and Deodorised) Singapore ,063 0, Lain-lain Total ,530 0,489 Malaysia ,449 0,389 India ,031 0,037 Singapura ,020 0,031 Perancis 4 9 0,008 0,021 Cina ,021 0, Fraksi padat, tdk dimodifikasi secara kimia, dari Total ,396 2,542 stearin kernel kelapa sawit atau dari minyak babassu Singapura ,902 1,620 Malaysia ,495 0,922 5 Lainnya ,296 10,433 Total ,00 100,00 Sumber: BPS, diolah Pusdatin Keterangan:*)Lain-lain meliputi kode HS , , , dan Lampiran 6.7. Negara eksportir minyak sawit dunia, No Negara Nilai Ekspor (000 US$) Share Share Rata-rata kumulatif (%) (%) 1 Malaysia ,55 43,55 2 Indonesia ,71 83,25 3 Belanda ,02 88,28 4 Papua New Guinea ,23 89,51 5 Negara Lainnya ,49 100,00 Dunia ,00 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 99

100 Lampiran 6.8. Negara importir minyak sawit dunia, No Negara Volume Impor (Ton) Rata-rata Share kumulatif (%) 1 China ,02 18,02 2 India ,66 31,67 3 Belanda ,84 37,52 4 Pakistan ,66 43,17 5 Jerman ,66 46,83 6 Banglades ,88 49,71 7 Amerika ,55 52,26 8 Malaysia ,35 54,61 9 Italia ,11 56,73 10 Mesir ,05 58,77 12 Rusia ,97 60,74 11 Inggris ,85 62,59 13 Nigeria ,81 64,40 14 Negara lainnya ,60 100,00 Dunia ,00 Share (%) 100 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

101 VII. KINERJA PERDAGANGAN TEH Teh adalah bahan minuman yang sangat bermanfaat yang terbuat dari pucuk tanaman teh (Camellia sinensis (L) O.kuntze) melalui proses pengolahan tertentu. Teh merupakan salah satu komoditas yang menghasilkan devisa negara dalam jumlah yang besar. Selain itu teh merupakan komoditas perkebunan karena telah lama dikenal oleh dunia. Untuk mengetahui perkembangan komoditas teh mulai dari produksi, produktivitas, harga, konsumsi, ekspor, impor sampai kepada perkembangan peluang pasar ditingkat internasional, maka perlu dilakukan analisis agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan oleh para investor/pengusaha dalam mengambil kebijakan pembiayaan usaha agribisnis khususnya teh. Produksi teh selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, juga untuk memasok kebutuhan ekspor. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, produksi teh Indonesia tahun 2009 sebesar 156,901 ton dengan volume ekspor sebesar 91,93 ribu ton setara dengan nilai ekspor sebesar US$ 170,43 juta. Sementara tahun 2010 produksi mencapai 150,342 ton (angka sementara) dengan volume ekspor sebesar 87,10 ribu ton atau setara dengan US$ 178,55 juta. Dengan trend produksi yang semakin meningkat, maka prospek teh dalam perdagangan domestik maupun internasional juga diharapkan akan semakin membaik. Hasil analisis menunjukkan bahwa pasar teh terintegrasi cukup kuat baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek. Hal tersebut menunjukkan bahwa alur informasi harga berjalan baik. Hasil analisis tersebut juga didukung dengan hasil analisis struktur pasar yang menunjukkan bahwa struktur pasar teh cukup sempurna, adanya keterikatan petani dengan pedagang (kontrak), serta tingkat pengetahuan pasar yang tidak terbatas pada informasi di sekitarnya saja. Hal ini menyebabkan alur informasi pasar berjalan dengan baik. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 101

102 7.1. SENTRA PRODUKSI TEH Berdasarkan data rata-rata produksi teh tahun , terdapat tiga provinsi sentra teh dengan kontribusi kumulatif mencapai 87,62 persen terhadap total produksi teh Indonesia. Provinsi Jawa Barat merupakan produsen teh terbesar dengan persentase kontribusi mencapai 72,00 persen dari total produksi teh Indonesia (Gambar 7.1). Provinsi Jawa Tengah dan sumatera utara berada di urutan kedua dan ketiga dengan kontribusi masing-masing sebesar 8,00 persen dan 7,00 persen. Provinsiprovinsi sentra produksi lainnya memberikan kontribusi kurang dari 5persen. Produksi dari provinsi sentra teh di Indonesia disajikan pada Lampiran 7.1. Gambar 7.1. Provinsi sentra produksi teh di Indonesia, (rata-rata ) 102 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

103 7.2. KINERJA PERDAGANGAN TEH DALAM NEGERI Perdagangan teh dalam negeri sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya merupakan komoditas yang mampu menghasilkan devisa negara yang cukup besar. Selain itu teh merupakan komoditas perkebunan yang mampu menembus pasar internasional karena sudah lama dikenal oleh dunia. Secara internasional teh merupakan minuman yang terpenting di negara-negara maju dan berkembang. Di negara seperti Kanada, Turki, Belanda dan Maroko teh mempunyai kedudukan yang hampir sama dengan minuman lain yang terpopuler seperti kopi (Spillane, 1991 dalam Novi Ardiansyah, 2002). Indonesia merupakan salah satu negara produsen sekaligus merupakan eksportir utama dunia karena menduduki urutan ke 6 terbesar dunia. Hasil produksi teh Indonesia sekitar 80 persen diekspor ke luar negeri dan hanya sekitar 20 persen di diperdgangkan di dalam negeri (Novi Ardiansyah, 2002). Menurut data dari Badan Pusat Statistik, harga teh di tingkat pabrikan pada periode tahun menunjukkan adanya peningkatan (Gambar 7.2). Rata-rata harga teh di tingkat pabrikan pada tahun 2004 sekitar Rp ,5,-/ons dan bergerak naik hingga tahun 2008 berada pada kisaran harga Rp ,4,-/ons. Rata-rata laju pertumbuhan harga teh di tingkat pabrikan selama periode tahun sebesar 9,96 persen (Lampiran 7.2). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 103

104 Gambar 7.2. Perkembangan harga teh di tingkat pabrikan di Indonesia, Oleh karena tidak tersedia data harga teh di tingkat konsumen maka tidak dapat dianalisis margin perdagangan teh antara produsen dan konsumen (Lampiran 7.2) KINERJA PERDAGANGAN TEH INTERNASIONAL Kinerja perdagangan teh pada skala internasional didekati dari neraca perdagangan ekspor impor teh. Ekspor dan impor teh dilakukan dalam bentuk daun dan daun teh lainnya, ada yang difermentasi dan ada pula yang tidak difermentasi dan dalam berbagai kemasan. Perkembangan neraca perdagangan teh tahun mengalami surplus. (Tabel 5.1). 104 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

105 Tabel 7.1. Perkembangan ekspor, impor, dan neraca perdagangan teh Indonesia, No Uraian Tahun Pertumbuhan (%) Ekspor -Volume (Ton) 95,339 83,659 96,210 91,929 87,101 (1.74) -Nilai (000 US$) 134, , , , , Impor -Volume (Ton) 5,294 8,695 6,625 7,169 10, Nilai (000 US$) 8,703 10,660 11,990 12,537 18, Neraca perdagangan -Volume (Ton) 90,045 74,964 89,584 84,761 76, Nilai (000 US$) 125, , , , , Sumber: BPS diolah Pusdatin Berdasarkan data pada Tabel 5.1 terlihat bahwa surplus neraca perdagangan teh dari sisi volume mengalami fluktuasi, namun dari sisi nilai mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Surplus neraca perdagangan pada sisi volume meningkat sebesar 99,89 persen per tahun, sementara pertumbuhan volume ekspor turun sebesar 1,74 persen per tahun, sedangkan volume impor naik sebesar 75,93 persen per tahun. Sementara itu surplus neraca perdagangan dari sisi nilai juga semakin meningkat dengan rata-rata kenaikan mencapai 371,77 persen per tahun. Surplus neraca perdagangan teh terbesar terjadi pada tahun 2006, yaitu sebesar ton setara dengan US$ 125,8 juta. Perkembangan neraca nilai perdagangan teh dapat dilihat pada Gambar 5.3. Gambar 7.3. Perkembangan nilai ekspor, impor, dan neraca perdagangan teh Indonesia, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 105

106 Ekspor teh dilakukan dalam bentuk daun dan daun the lainnya yang terdiri dari 4 kode HS, namun dapat dirinci menjadi 8 kode HS (Harmony System), yaitu kode HS (daun teh hijau tidak difermentasi langsung dalam kemasan tidak melebihi 3 kg), (daun teh hijau lainnya tidak difermentasi langsung dalam kemasan tidak melebihi 3 kg), (daun teh hijau tidak difermentasi dikemas langsung dalam kemasan tidak melebihi 3 kg), (daun teh hijau lainnya tidak difermentasi dikemas langsung dalam kemasan melebihi 3 kg), (daun teh hitam difermentasi dikemas langsung dalam kemasan tidak melebihi 3 kg), (daun teh hitam lainnya difermentasi) dikemas langsung dalam kemasan tidak melebihi 3 kg), (daun teh hitam difermentasi dikemas langsung dalam kemasan melebihi 3 kg), (daun teh hitam lainnya difermentasi dikemas langsung dalam kemasan melebihi 3 kg). Total Ekspor teh dari delapan jenis kode HS, terlihat nahwa kode HS teh hitam lainnya merupakan kode HS yang berkontribusi tertinggi dari total teh yang diekspor yaitu mencapai 65,48 persen, sementara dari sisi nilainya berkontribusi sebesar 58,98 persen. Negara tujuan dari teh hitam lainnya dengan kode HS tersebut adalah yang paling besar adalah Inggris, Federasi Rusia, dan dan Malaysia. Share terbesar kedua terhadap total ekspor teh adalah daun teh hitam (kode HS ), sebesar 19,42 persen, dan nilainya sebesar 19,50 persen, dengan negara tujuan ekspor adalah Federasi Rusia, Pakistan dan Cina (Lampiran 7.3) Dibandingkan volume ekspornya, selama tahun 2010 volume dan nilai impor teh yang memiliki kontribusi terbesar terhadap total impor teh sama dengan ekspornya, yaitu tertinggi jenis teh yang di impor adalah jenis teh hitam lainnya (teh hitam lainnya difermentasi dikemas 106 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

107 langsung dalam kemasan melebihi 3 kg) daun teh hitam difermentasi dikemas langsung dalam kemasan melebihi 3 kg (Kode HS ). Volume impor selama tahun 2010 dengan kode HS memiliki kontribusi sebesar 57 persen dan nilainya 64 persen terhadap total impor teh, sedangkan jenis daun hitam dengan kode HS HS memiliki kontribusi sebesar 32,02 persen dan nilainya sebesar 21,08 persen (Lampiran 7.4) Menurut data dari FAO, pada tahun terdapat sepuluh negara eksportir teh terbesar di dunia yang secara kumulatif memberikan kontribusi sebesar 78,79 persen terhadap total volume ekspor teh dunia. Dari Gamba 5.5 terlihat ada empat negara yang merupakan negara eksportir terbesar yang berkontribusi antara 10 persen 19 persen yaitu Kenya, Cina, Sri Lanka, dan India. Kontribusi volume ekspor teh dari Viet Nam sebesar 5,23 persen, dan negara lainnya dibawah 5 persen. Indonesia sebagai negara eksportir teh terbesar dunia menempati urutan ke-6 dengan rata-rata volume ekspor tahun sebesar 22,53 ribu ton per tahun. Negara-negara eksportir terbesar untuk komoditas teh selengkapnya disajikan pada Lampiran 7.5. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 107

108 Gambar 7.4. Negara eksportir teh terbesar di dunia, (rata-rata ) Masih menurut data dari FAO, pada tahun terdapat delapan negara importir teh terbesar di dunia yang secara kumulatif memberikan kontribusi sebesar 61,84 persen terhadap total volume ekspor teh dunia. Negara-negara di Uni Eropa merupakan negara eksportir terbesar yang berkontribusi berkisar antara 9 persen 10 persen berturut turut yaitu Uni Eropa (27), Uni Eropa (25), Uni Eropa (15), Uni Eropa (12), (Gambar 7.4). Kontribusi volume ekspor teh dari Federasi Rusia sebesar 7,00 persen, Inggris sebesar 6,05 persen, dan negara lainnya dibawah 5 persen. Indonesia sebagai negara impotir teh menempati urutan 49 dengan rata-rata volume impor tahun sebesar 6,65 ribu ton per tahun. Negara-negara importir terbesar untuk komoditas teh selengkapnya disajikan pada Lampiran 7.6. Gambar 7.5. Negara importir teh terbesar di dunia, (rata-rata ) 108 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No BAB I. PENDAHULUAN

Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No BAB I. PENDAHULUAN Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 1 2011 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. L ATAR BELAKANG Peranan sektor pertanian dalam kegiatan perekonomian di Indonesia dapat dilihat dari kontribusinya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG » Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Volume 1 No. 1, 2009 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF BERAS INDONESIA. Comparative Advantage Analysis of Indonesian Rice

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF BERAS INDONESIA. Comparative Advantage Analysis of Indonesian Rice ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF BERAS INDONESIA Comparative Advantage Analysis of Indonesian Rice Delima H. Azahari 1 dan Kusno Hadiutomo 2 1 Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Jl. A. Yani 70,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JULI 2016 No. 51/09/32/Th.XVIII, 01 September 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JULI 2016 MENCAPAI USD 1,56

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2016 No. 42/08/32/Th.XVIII, 01 Agustus 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI 2016 MENCAPAI USD 2,48

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT NOVEMBER 2016 No. 04/01/32/Th.XIX, 03 Januari 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER 2016 MENCAPAI USD

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 43/08/32/Th.XIX, 01 Agustus 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI 2017 MENCAPAI USD 1,95 MILYAR

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2017 No. 38/07/32/Th.XIX, 3 Juli 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI 2017 MENCAPAI USD 2,45 MILYAR

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT DESEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER 2016 MENCAPAI USD 2,29 MILYAR No. 08/02/32/Th.XIX, 01

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016 No.37/07/32/Th.XVIII, 01 Juli 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI 2016 MENCAPAI US$ 2,08 MILYAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT SEPTEMBER 2016 No. 60/11/32/Th.XVIII, 1 November 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SEPTEMBER 2016 MENCAPAI

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT APRIL 2017 No. 34/06/32/Th.XIX, 2 Juni 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR APRIL 2017 MENCAPAI USD 2,24 MILYAR

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 25/05/32/Th.XIX, 02 Mei 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2017 MENCAPAI USD 2,49 MILYAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS ISSN 1907-1507 OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK KAPAS

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 No. 20/04/32/Th XIX, 3 April 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI 2017 MENCAPAI USD 2,21

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang selalu ingin menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui usahausahanya dalam membangun perekonomian.

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016 Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Desember 2016 A. Pertumbuhan Ekspor Impor Industri Pengolahan 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 Perkembangan Nilai Ekspor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah dan beraneka ragam. Hal ini tampak pada sektor pertanian yang meliputi komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 No. 02/11/Th. VI, 2 November 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan 2015 tercatat US$ 0,84 juta atau mengalami penurunan sebesar 92,68

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2013

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2013 Pada Januari 2013, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Aceh tercatat sebesar 103,44 turun sebesar 0,36 persen dibandingkan bulan Desember 2012. Hal ini disebabkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) mengalami

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia Komoditi perkebunan Indonesia rata-rata masuk kedalam lima besar sebagai produsen dengan produksi tertinggi di dunia menurut Food and agriculture organization (FAO)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah dan beraneka ragam (mega biodiversity). Keanekaragaman tersebut tampak pada berbagai jenis komoditas tanaman

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT APRIL 2016 No.32/06/32/Th.XVIII, 01 Juni 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR APRIL 2016 MENCAPAI US$ 2,10 MILYAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JUNI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JUNI 2016 No. 41/08/Th. VII, 1 Agustus 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JUNI 2016 Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan Juni 2016 tercatat US$ 11,11 juta atau mengalami penurunan sebesar

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 2 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA OKTOBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA OKTOBER 2016 No. 66/12/Th. VII, 1 Desember 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA OKTOBER 2016 Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan Oktober 2016 tercatat US$ 32,92 juta atau mengalami peningkatan

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016 Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Oktober 2016 A. Pertumbuhan Ekspor Impor Industri Pengolahan 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 Perkembangan Nilai Ekspor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH BADAN PUSAT STATISTIK No. 57/09/Th. XIII, 1 September 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) AGUSTUS 2010

Lebih terperinci

KETERANGAN TW I

KETERANGAN TW I 1 2 2 KETERANGAN 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 - TW I Distribusi/Share Terhadap PDB (%) 3.69 3.46 3.55 3.48 3.25 3.41 4.03 Distribusi/Share Terhadap Kategori Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013 Pada Februari, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Aceh tercatat sebesar 103,36 turun sebesar 0,08 persen dibandingkan bulan Januari. Hal ini disebabkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) mengalami peningkatan

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No.25/05/32/Th.XVIII, 02 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET MENCAPAI US$ 2,12 MILYAR Nilai ekspor

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 4 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT JULI 2017

PROVINSI JAWA BARAT JULI 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 050/09/32/Th.XIX, 4 September 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JULI 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JULI 2017 MENCAPAI USD 2,59

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VII Nomor 1 Tahun 2015 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 3 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 4 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomian. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA i BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 02/01/12/Th.XIX, 04 Januari 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA 1. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SUMATERA UTARA BULAN NOVEMBER 2015 SEBESAR US$607,63 JUTA.

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 2 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

ISS N OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015

ISS N OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015 OUTLOOK TEH ISSN 1907-1507 2015 OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK TEH ii Pusat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JANUARI 2017 MENCAPAI USD 2,30 MILYAR No. 16/03/32/Th.XIX, 01 Maret

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 3 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL, KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan salah satu komoditas pangan penting yang perlu dikonsumsi manusia dalam rangka memenuhi pola makan yang seimbang. Keteraturan mengonsumsi buah dapat menjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia. Dari total produksi, sekitar 67 persen kopinya diekspor sedangkan

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 1 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA APRIL 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA APRIL 2016 No. 02/06/Th. VII, 1 Juni 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA APRIL 2016 Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan April 2016 tercatat US$ 23,52 juta atau mengalami peningkatan sebesar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan kegiatan transaksi jual beli antar negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh setiap negara untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016 No. 03/01/Th. VIII, 3 Januari 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016 Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan November 2016 tercatat US$ 12,00 juta atau mengalami penurunan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No.40/07/Th.XIV, 1 Juli PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI MENCAPAI US$18,33 MILIAR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$18,33 miliar atau

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2012 SEBESAR 117,59

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2012 SEBESAR 117,59 No. 02/01/34/TH.XV, 02 Januari 2013 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2012 SEBESAR 117,59 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Pada Desember 2012, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JULI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JULI 2016 No. 48/09/Th. VII, 1 September 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JULI 2016 Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan Juli 2016 tercatat US$ 11,47 juta atau mengalami peningkatan sebesar

Lebih terperinci

SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax: SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 1 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Ekspor Bulan Februari 2012 Naik 8,5% Jakarta, 2 April 2012

Lebih terperinci

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax: KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Prospek Ekspor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 No. 58/11/Th. VII, 1 November 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan September 2016 tercatat US$ 22,05 juta atau mengalami peningkatan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 103,40

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 103,40 No. 59/11/34/Th.XVI, 3 November 2014 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 103,40 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Oktober 2014, NTP

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR MALUKU OKTOBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR MALUKU OKTOBER 2016 No. 03/12/81/Th.VII, 1 Desember PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR MALUKU OKTOBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR OKTOBER MENCAPAI US$ 0,17 JUTA Nilai ekspor Maluku bulan adalah sebesar US$ 0,17 juta atau naik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MARET 2008

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MARET 2008 BADAN PUSAT STATISTIK No. 22/05/Th. XI, 2 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MARET A. Perkembangan Ekspor Nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 11,90 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 12,96

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JANUARI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JANUARI 2015 No. 02/03/Th. VI, 2 Maret 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JANUARI 2015 Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan Januari 2015 tercatat US$ 0,92 juta atau mengalami penurunan sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MARET 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MARET 2016 No. 02/05/Th. VII, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MARET 2016 Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2016 tercatat US$ 11,66 juta atau tidak mengalami perubahan dibanding

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2015 MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR

BPS PROVINSI JAWA BARAT A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2015 MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 24/04/32/Th.XVII, 15 April PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR Nilai ekspor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MEI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MEI 2016 No. 02/07/Th. VII, 1 Juli 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MEI 2016 Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan Mei 2016 tercatat US$ 12,86 juta atau mengalami penurunan sebesar 45,32

Lebih terperinci

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Indonesia yang setiap tahun bertambah sehingga permintaan beras mengalami peningkatan juga dan mengakibatkan konsumsi beras seringkali melebihi produksi. Saat

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2013

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2013 BPS PROVINSI ACEH No.2/1/Th.XVII, 2 Januari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2013 Untuk pertama kalinya pada bulan Desember 2013, data NTP

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016 BPS PROVINSI ACEH No.02/01/Th.XX, 3 Januari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di beberapa

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT NOVEMBER No.72/12/32/Th.XVII, 15 Desember A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER MENCAPAI US$2,03 MILYAR Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2016 No. 02/04/Th. VII, 1 April 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2016 Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan Februari 2016 tercatat US$ 11,66 juta atau mengalami kenaikan sebesar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016 BPS PROVINSI ACEH No.26/06/Th.XIX, 1 Juni 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di beberapa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA OKTOBER 2009

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA OKTOBER 2009 BADAN PUSAT STATISTIK No. 72/12/Th. XII, 1 Desember PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA OKTOBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$11,88 miliar atau mengalami peningkatan sebesar

Lebih terperinci

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN DESEMBER 2015

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN DESEMBER 2015 PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR - IMPOR SUMATERA SELATAN DESEMBER 2006 BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. 44/02/16/Th.XVII, 1 Februari 2016 PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN DESEMBER

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN JUNI 2013 SEBESAR 117,68

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN JUNI 2013 SEBESAR 117,68 No. 33/07/34/TH.XV, 01 Juli 2013 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN JUNI 2013 SEBESAR 117,68 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Juni 2013, Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi yang besar di sektor perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan memiliki

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Jakarta, Mei 2010

KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Jakarta, Mei 2010 KEMENTERIAN PERDAGANGAN KINERJA Periode: MARET 21 Jakarta, Mei 21 1 Neraca Perdagangan Indonesia Kondisi perdagangan Indonesia semakin menguat setelah mengalami kontraksi di tahun 29. Selama Triwulan I

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI No.20/32/Th.XVIII, 01 April A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$ 1,97 MILYAR Nilai

Lebih terperinci

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN JUNI 2017

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN JUNI 2017 PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR - IMPOR SUMATERA SELATAN JUNI 2006 BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. / /Th., Mei 2007 No. 31/06/16/Th.XVIII, 1 Juni No. 41/08/17/Th.IX, 1 Agustus PERDAGANGAN LUAR NEGERI

Lebih terperinci

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN MARET 2017

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN MARET 2017 PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR - IMPOR SUMATERA SELATAN MARET 2006 BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. / /Th., Maret 2007 No.22/05/16/Th.XIX, 2 Mei PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN MARET

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU ISSN:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK BAWANG MERAH 2015 OUTLOOK BAWANG MERAH. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

ISSN OUTLOOK BAWANG MERAH 2015 OUTLOOK BAWANG MERAH. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian ISSN 1907-1507 OUTLOOK BAWANG MERAH 2015 OUTLOOK BAWANG MERAH Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 BPS PROVINSI ACEH No.06/02/Th.XIX, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di beberapa

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2015

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2015 BPS PROVINSI ACEH No.44/09/Th.XVIII, 1 September 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2015 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA i BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 14/03/12/Thn. XIX, 01 Maret PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA I. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SUMATERA UTARA BULAN JANUARI SEBESAR US$574,08 JUTA Nilai ekspor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MARET 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MARET 2017 No. 23/05/Th. VIII, 2 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MARET Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan Maret tercatat US$12,96 juta atau mengalami kenaikan sebesar 4,52 persen dibanding

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 54 / VII / 1 Oktober 2004 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) DAN HARGA PRODUSEN GABAH Pada bulan Juli 2004, petani mampu menjual hasil produksinya 1,00 persen lebih tinggi dibanding harga bulan Juni

Lebih terperinci