PENGARUH DIAMETER PELET DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS FISIK PELET DAUN LEGUM Indigofera sp. SKRIPSI UMMUL IZZAH SHOLIHAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH DIAMETER PELET DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS FISIK PELET DAUN LEGUM Indigofera sp. SKRIPSI UMMUL IZZAH SHOLIHAH"

Transkripsi

1 PENGARUH DIAMETER PELET DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS FISIK PELET DAUN LEGUM Indigofera sp. SKRIPSI UMMUL IZZAH SHOLIHAH DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 i

2 RINGKASAN UMMUL IZZAH SHOLIHAH. D Pengaruh Diameter Pelet dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Fisik Pelet Daun Legum Indigofera sp. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, M.Sc.Agr : Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr Salah satu kendala utama dalam peningkatan produktivitas peternakan di negara berkembang adalah kuantitas dan kualitas pakan yang berfluktuasi khususnya selama musim kemarau. Upaya penyediaan hijauan makanan ternak yang berkualitas tinggi dapat dilakukan dengan cara domestikasi hijauan makanan ternak baru yang memiliki kandungan nutrisi cukup tinggi. Salah satu hijauan makanan ternak yang mempunyai kualitas yang cukup tinggi adalah Indigofera sp. Tanaman ini memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air dan tahan terhadap salinitas. Indigofera sangat baik dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak dan mengandung protein kasar 24,17%, serat kasar 15,25%, kalsium 0,22% dan fosfor 0,18 (Hassen et al. 2007). Tanaman Indigofera sp. sebagai pakan hijauan memiliki sifat bulky dan mudah rusak sehingga dibutuhkan teknik pengolahan pakan agar pemanfaatannya lebih efisien dan tahan lama. Salah satu teknik pengolahan pakan hijauan adalah proses pelet. Data mengenai sifat dan kualitas fisik pelet berbahan baku hijauan masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini dirancang untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh ukuran diameter pelet dan lama penyimpanan terhadap kualitas fisik hijauan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan kualitas fisik pelet hijauan leguminosa Indigofera sp. setelah dilakukan proses pembuatan pelet dan penyimpanan. Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan yaitu ukuran die 3, 5 dan 8 mm yang diulang sebanyak 3 kali. Sedangkan tahap kedua menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial (3x5) dengan 3 ulangan, faktor pertama adalah ukuran die 3, 5 dan 8 mm dan faktor kedua yaitu lama penyimpanan 0, 7, 15, 30 dan 60 hari. Peubah yang diamati adalah kadar air, berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, pellet durability index, aktivitas air dan uji organoleptik. Hasil menunjukkan bahwa sifat berat jenis, kerapatan tumpukan, dan kerapatan pemadatan tumpukan pelet dibandingkan dengan daun Indigofera sp. bentuk tepung, pelet daun Indigofera sp. memerlukan ruang yang setengah kali lebih kecil per satuan berat tertentu sehingga lebih efisien dalam hal pengangkutan dan penyimpanan. Nilai Rataan Pellet Durability Index dalam penelitian ini adalah 94,95%, nilai ini menunjukkan pelet daun Indigofera memiliki kualitas yang baik sehingga tidak mudah hancur. Pelet daun Indigofera sp. yang disimpan hingga 60 hari menunjukkan kualitas fisik yang relatif konstan atau tidak berubah sehingga pelet dapat disimpan dalam waktu dua bulan. Kata-kata kunci: diameter pelet, penyimpanan, sifat fisik pelet, Indigofera sp. i

3 ABSTRACT The Effect of Pellet Diameter and Storage Time on Physical Pellet Quality of Indigofera sp. Leaves Ummul Izzah Sholihah, Heri A. Sukria and Luki Abdullah The experiment investigated the effect of different pellet diameter and time of storage on physical properties of pelleted Indigofera-leaves. This study consisted of two experiment; the first experiment was investigation of the die size (die 3, 5 and 8 mm) effects on physical properties using a Completely Randomized Design (CRD) with 3. The second experiment was the effect of storage quality on physical quality of pellets of the Indigofera-leaves. A factorial Completely Randomized Design (CRD) was applied with 3 replications, the first factor was die diameter consisting of 3, 5 and 8 mm and the second factor was the storage time (0, 7, 15, 30 and 60 days). The Observed physical properties of the tested pellets were water content, specific gravity, bulk density, compacted bulk density, respone of angle and pellet durability index (PDI), water activity and organoleptic test. The result of this experiment indicates that specific gravity, bulk density, and compacted bulk density of pellet higher than Indigofera leaves powder so that is more efficient for conveying and storing. The diameter difference of pellet did not have much influence on physical pellet quality which can t be broken easily. Leaves pellet of Indigofera sp. stored up to sixty days showed the result constantly so pellet can be stored in a long time. Key words : pellet diameter, storage, physical quality of pellets, Indigofera sp. viii

4 PENGARUH DIAMETER PELET DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS FISIK PELET DAUN LEGUM Indigofera sp. UMMUL IZZAH SHOLIHAH D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 viii

5 Judul Nama NIM : Pengaruh Diameter Pelet dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Fisik Pelet Daun Legum Indigofera sp. : Ummul Izzah Sholihah : D Menyetujui, Pembimbing Utama Pembimbing Anggota (Dr. Ir. Heri A. Sukria, M.Sc.Agr) (Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr) NIP NIP Mengetahui Ketua Departemen, Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr) NIP Tanggal Ujian : 31 Maret 2011 Tanggal Lulus : viii

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 11 April 1988 di Surakarta, Jawa Tengah. Penulis adalah anak keempat dari enam bersaudara pasangan Bapak Abdul Aziz Maryanto dan Ibu Isti anah. Penulis mengawali pendidikan akademik pada tahun 1992 di Yayasan Darussalam (TK dan SD Islam Darussalam Surakarta) dan diselesaikan pada tahun 2000, kemudian melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah menengah atas di Yayasan Pondok Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan Surakarta dan diselesaikan pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) pada periode sebagai anggota dan sebagai kepala biro Nutrisari pada periode Penulis juga menjadi asisten mata kuliah Teknik Formulasi Ransum dan Sistem Informasi Pakan pada tahun 2009 hingga Penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa Supersemar pada tahun 2009 dan beasiswa BBM (Beasiswa Bantuan Mahasiswa) pada tahun viii

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia dan ridho-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan. Skripsi ini berjudul Pengaruh Diameter Pelet dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Fisik Pelet Daun Legum Indigofera sp. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dari bulan Mei sampai dengan bulan Agustus Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisik dan kualitas fisik pelet leguminosa Indigofera sp. setelah dilakukan proses pembuatan pelet dan penyimpanan. Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, besar harapan penulis adanya sumbangan pemikiran dari berbagai kalangan untuk perbaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Mei 2011 Penulis viii

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRAK... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Indigofera sp Proses Pembuatan Pelet... 4 Sifat Fisik Bahan Baku Pakan... 6 Kadar Air... 7 Aktivitas Air... 7 Berat Jenis... 8 Kerapatan Tumpukan... 8 Kerapatan Pemadatan Tumpukan... 9 Sudut Tumpukan... 9 Pellet Durability Index Penyimpanan Pengemasan Suhu dan Kelembaban Kerusakan Mikrobiologis dan Biologi dalam Penyimpanan MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Alat dan Bahan Metode Proses Pembuatan Pelet Perlakuan Penyimpanan Rancangan Percobaan Percobaan I i ii iii iv v vi vii ix x xi viii

9 Percobaan II Prosedur Pengukuran Kadar Air Berat Jenis Sudut Tumpukan Kerapatan Tumpukan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pellet Durability Index Aktivitas Air Pengamatan Penampakan Fisik HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Pelet Daun Indigofera sp Sifat Fisik Daun Indigofera sp. Sebelum dan Sesudah Dibentuk Pelet Sifat Fisik dan Kualitas Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Berbeda Ukuran Berat Jenis Kerapatan Tumpukan dan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Sudut Tumpukan Pellet Durability Index Sifat Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Berbeda Ukuran Selama Masa Simpan 24 Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Berat Jenis Pelet Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kerapatan Tumpukan Pelet Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pelet Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Sudut Tumpukan Pelet Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Pellet Durability Index Pengaruh Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kadar Air Pelet. 33 Pengaruh Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Aktivitas Air Pelet KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Klasifikasi Aliran Bahan Baku Berdasarkan Sudut Tumpukan Sifat Fisik Daun Indigofera sp. Bentuk Tepung dan Pelet Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan serta Nilai Aktivitas Air Pelet Selama Masa Simpan Kandungan Kadar Air Pelet Selama Masa Simpan Nilai Aktivitas Air (Aw) Pelet Selama Masa Simpan viii

11 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Indigofera sp Skema Proses Pengolahan Indigofera sp. Dalam Bentuk Pelet Hingga Proses Penyimpanan Pelet daun Indigofera sp. Ukuran die 3, 5 dan 8 mm Gambar Kemasan Pelet Daun Indigofera sp. Selama Masa Simpan Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Berat Jenis Pelet Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kerapatan Tumpukan Pelet Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pelet Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Sudut Tumpukan Pelet Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Pellet Durability Index viii

12 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil Sidik Ragam Kerapatan Tumpukan Hasil Sidik Ragam Kerapatan Pemadatan Tumpukan Hasil Sidik Ragam Sudut Tumpukan Hasil Sidik Ragam Pellet Durability Index Rataan Berat Jenis Pelet Daun Indigofera sp. Selama Penyimpanan Rataan Kerapatan Tumpukan Pelet Daun Indigofera sp. Selama Penyimpanan Rataan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pelet Daun Indigofera sp. Selama Penyimpanan Rataan Sudut Tumpukan Pelet Daun Indigofera sp. Selama Penyimpanan Rataan Pellet Durability Index Pelet Daun Indigofera sp. Selama Penyimpanan Kandungan Nutrisi Daun Indigofera sp. Bentuk Tepung dan Pelet Hasil Sidik Ragam Berat Jenis Pelet Selama Penyimpanan Uji Lanjut Duncan Berat Jenis Pelet Selama Penyimpanan Hasil Sidik Ragam Kerapatan Tumpukan Pelet Selama Penyimpanan Uji Lanjut Duncan Kerapatan Tumpukan Pelet Selama Penyimpanan Hasil Sidik Ragam Sudut Tumpukan Pelet Selama Penyimpanan Uji Lanjut Duncan Sudut Tumpukan Pelet Selama Penyimpanan Hasil Sidik Ragam Pellet Durability Index Selama Penyimpanan Uji Lanjut Duncan Pellet Durability Index Pelet Selama Penyimpanan Hasil Sidik Ragam Kadar Air Pelet Selama Penyimpanan Uji Lanjut Duncan Kadar Air Pelet Selama Penyimpanan Gambar Peralatan Penelitian viii

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Industri peternakan di Indonesia semakin berkembang. Perkembangan industri peternakan ini menuntut adanya pakan yang berkualitas baik, tersedia setiap saat dengan harga yang layak serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Salah satu kendala utama dalam peningkatan produktivitas peternakan di negara berkembang adalah kuantitas dan kualitas pakan yang berfluktuasi khususnya selama musim kemarau (Van DDT et al., 2005). Kesulitan penyediaan hijauan makanan ternak dalam jumlah besar terutama yang berkadar protein tinggi, mudah dibudidayakan, daya adaptasi tinggi, dan produksi biomassa tinggi merupakan suatu masalah yang sering terjadi di daerah tropis terutama pada saat musim kemarau. Salah satu solusi yang dapat digunakan adalah melalui pengolahan dengan tujuan agar hijauan makanan ternak memiliki kualitas yang baik, dapat diproduksi dalam jumlah besar, lebih efisien dalam transportasi, dan tersedia sepanjang tahun. Upaya penyediaan hijauan makanan ternak yang berkualitas tinggi dapat dilakukan dengan cara domestikasi hijauan makanan ternak baru yang memiliki kandungan nutrisi cukup tinggi. Salah satu hijauan makanan ternak yang mempunyai kualitas yang cukup tinggi adalah Indigofera sp.. Indigofera sp. adalah jenis leguminosa dan merupakan tanaman yang tahan terhadap kekeringan sehingga dapat menjadi sumber pakan pada musim kemarau. Selain itu, tanaman ini mempunyai keunggulan yaitu kandungan protein kasar yang cukup tinggi. Indigofera sangat baik dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak dan mengandung protein kasar 24,17%, serat kasar 15,25%, kalsium 0,22% dan fosfor 0,18. Legum Indigofera sp. memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air, dan tahan terhadap salinitas (Hassen et al. 2007). Penyediaan hijauan pakan terkendala dengan sifat yang menyulitkan dalam hal distributor dan penyimpanan karena tanaman Indigofera sp. sebagai pakan hijauan memiliki sifat bulky dan mudah rusak sehingga dibutuhkan teknologi pengolahan pakan agar lebih efisien dan tahan lama. Salah satu teknik pengolahan pakan hijauan adalah dibentuk pelet. Pelet adalah ransum yang dibuat dengan menggiling bahan baku, mencampur, memadatkan dengan menggunakan die dengan bentuk, diameter, panjang dan derajat kekerasan yang berbeda dan mengeraskan ransum sampai keluar dari mesin pencetak 1

14 melalui proses mekanik. Ransum bentuk pelet dapat meningkatkan konsumsi pakan ternak, mengurangi jumlah pakan yang terbuang, membuat pakan lebih homogen, dapat memusnahkan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, memperpanjang penyimpanan, mempermudah pengangkutan dan menjamin keseimbangan zat nutrisi pakan yang terkandung dalam komposisi pakan. Proses penyimpanan terjadi saat bahan makanan dipanen hingga dalam bentuk ransum yang siap dipasarkan dan akan diberikan pada ternak. Proses penyimpanan diperlukan karena perkembangan usaha peternakan harus diimbangi dengan ketersediaan ransum yang memadai dan selalu siap digunakan, sehingga kontinuitas produksi dapat terus berlangsung. Lama penyimpanan akan mempengaruhi sifat fisik dari ransum yang disimpan. Kualitas ransum yang disimpan akan turun jika melebihi batas waktu tertentu. Penyimpanan pakan yang terlalu lama dengan cara penyimpanan yang keliru akan menyebabkan tumbuhnya jamur, kapang, dan mikroorganisme lainnya sehingga dapat menurunkan kualitas ransum. Kerusakan selama penyimpanan meliputi kerusakan fisik, biologi, dan kimia. Data mengenai sifat dan kualitas fisik pelet berbahan baku hijauan masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini dirancang untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh ukuran diameter pelet dan lama penyimpanan terhadap kualitas fisik hijauan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan kualitas fisik pelet hijauan leguminosa Indigofera sp. setelah dilakukan proses pembuatan pelet dan penyimpanan. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Indigofera sp. Tanaman Indigofera adalah genus besar dari sekitar 700 jenis tanaman berbunga milik keluarga fabaceae (Schrire, 2005). Di Indonesia Indigofera banyak dikenal mirip dengan tarum, nila, atau indigo (Indigofera, suku polong-polongan atau Fabaceae) yang merupakan tumbuhan penghasil warna biru alami yang digunakan sebagai zat pewarna pakaian terutama dilakukan dalam pembuatan batik atau tenun ikat tradisional dari Nusantara. Bangsa Indigofera yang besar tersebar di seluruh wilayah tropika dan subtropika di Asia, Afrika dan Amerika, sebagian besar jenisnya tumbuh di Afrika dan Himalaya bagian selatan. Kira-kira 40 jenis asli Asia Tengara, dan banyak jenis lainnya telah diintroduksikan ke wilayah ini. Banyak jenisnya yang telah dibudidayakan di seluruh wilayah tropika. Klasifikasi botani Indigofera sp. adalah : Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Bangsa : Indigofereae Genus : Indigofera Gambar 1. Indigofera sp. 3

16 Indigofera memberikan peluang yang menjanjikan dalam hal pemenuhan kebutuhan ternak ruminansia terhadap tanaman pakan. Beberapa spesies di Afrika dan Asia telah dilaporkan dapat digunakan sebagai hijauan (I. hirsuta, I. pilosa, I. schimperi Syn, I. oblongifolia, I. spicata, I. subulata Syn, dan I. trita). Spesies lain seperti I. arrecta Hochst.ex A.Rich., I. articulata Gouan, I. suffruticosa Mill. Dan I. tinctoria L., juga digunakan sebagai bahan pewarna, pakan ternak, pelindung tanah, tanaman penutup humus, kontrol erosi dan tanaman hias (Schrire, 2005). Beberapa spesies digunakan untuk pengobatan (antipiretik, pencahar, diuretik, tonik, dan berguna pada serangan ular, lebah dan serangga menggigit lainnya), walaupun kemungkinan menyebabkan toksik pada hewan peliharaan dan sapi (Tokarnia et al., 2000). Ciri-ciri Indigofera adalah daunnya berseling, biasanya bersirip ganjil, kadang-kadang beranak daun tiga atau tunggal. Bunganya tersusun dalam suatu tandan di ketiak daun, daun kelopaknya berbentuk genta bergerigi lima, daun mahkotanya berbentuk kupu-kupu. Secara umum tipe buahnya polong, berbentuk pita (pada beberapa jenis hampir bulat), lurus atau bengkok, berisi 1-20 biji yang kebanyakan bulat sampai jorong. Semainya dengan perkecambahan epigeal, keping bijinya tebal, cepat rontok, dan memiliki akar tunggang. Legum Indigofera sp. memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air, dan tahan terhadap salinitas (Skerman, 1982). Sekitar 50% jenis Indigofera sp. yang ada beracun dan hanya 30% yang palatable untuk ternak (Strickland et al., 1987), namun jenis yang palatable memiliki potensi yang besar sebagai hijauan pakan. Menurut Hassen et al., (2008) produksi bahan kering (BK) total Indigofera sp. adalah 21 ton/ha/tahun dan produksi bahan kering daun 5 ton/ha/tahun. Proses Pembuatan Pelet Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa dari bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Proses pembuatan pelet dapat mengurangi biaya produksi dari sisi transportasi dan penyimpanan karena dapat meningkatkan kerapatan tumpukan. Bagi hewan ternak, pelet dapat meningkatkan nilai nutrisi pakan karena bentuk pelet yang kompak mengurangi kemungkinan ternak untuk memilih bahan pakan dan 4

17 memungkinkan penambahan imbuhan pakan secara lebih merata. Pelet juga dapat meningkatkan level asupan pakan dan mengurangi jumlah pakan yang terbuang siasia. Proses pembuatan pelet merupakan proses mekanis yang menggunakan kombinasi moisture/uap air, panas dan tekanan. McElhiney (1994) menyatakan bahwa pelet merupakan hasil proses pengolahan bahan baku secara mekanik yang didukung oleh faktor kadar air, panas dan tekanan, selain itu dua faktor yang mempengaruhi ketahanan serta kualitas fisik pelet adalah karakteristik dan ukuran partikel bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelet antara lain pati, serat dan lemak (Balagopalan et al., 1988). Pati bila dipanaskan dengan air akan mengalami gelatinisasi yang berfungsi sebagai perekat sehingga mempengaruhi kekuatan pelet. Serat berfungsi sebagai kerangka pelet dan lemak berfungsi sebagai pelicin selama proses pembentukan pelet dalam mesin pelet sehingga mempermudah pembentukan pelet. Kestabilan pelet juga dipengaruhi oleh kandungan kadar air bahan baku, ukuran partikel dan suhu sebelum pengolahan, selain itu untuk menghasilkan pelet yang berkualitas baik dengan biaya operasional yang rendah perlu diperhatikan beberapa hal diantaranya ukuran ketebalan die (cetakan), diameter die, kecepatan putaran die dan ukuran pemberian ransum (Balagopalan et al., 1988). Pembuatan pelet terdiri dari proses pencetakan, pendinginan dan pengeringan. Perlakuan akhir terdiri dari proses sortasi, pengepakan dan pergudangan. Menurut Pfost (1976), proses penting dalam pembuatan pelet adalah pencampuran (mixing), pengaliran uap (conditioning), pencetakan (extruding) dan pendinginan (cooling). Proses kondisioning adalah proses pemanasan dengan uap air pada bahan yang ditujukan untuk gelatinisasi agar terjadi perekatan antar partikel bahan penyusun sehingga penampakan pelet menjadi kompak, durasinya mantap, tekstur dan kekerasannya bagus. Proses kondisioning ditujukan untuk gelatinisasi dan melunakkan bahan agar mempermudah pencetakan. Disamping itu juga bertujuan untuk membuat : (1) Pakan menjadi steril, terbebas dari kuman atau bibit penyakit; (2) Menjadikan pati dari bahan baku yang ada sebagai perekat; (3) Pakan menjadi lebih lunak sehingga ternak mudah mencernanya dan (4) Menciptakan aroma pakan yang lebih merangsang nafsu makan ternak. Gelatinasi merupakan sumber perekat 5

18 alami pada proses pembuatan pelet. Pencetakan merupakan tahap pemadatan bentuk melalui alat extruder. Suhu bahan sebelum masuk ke dalam mesin pencetak sekitar 80 C dengan kelembaban 12 15%. Proses pembuatan pelet merupakan proses penekanan dan pemampatan bahan-bahan melalui die dalam sebuah proses mekanik yang melibatkan panas, tekanan dan kadar air (McElhiney, 1994). Pembuatan pelet dapat berjalan dengan baik apabila terjadi pergerakan yang seimbang antara roller dan die. Die adalah alat pencetak pelet, terpasang pada ruang pelleter yang berbentuk saringan melingkar dan berdiri vertikal. Die dilengkapi dengan dua buah roller yang terpasang sejajar horizontal di bagian tengah. Perputaran die dengan roller dengan bahan pakan yang berada di tengahnya akan menekan keluar bahan pakan melewati lubang-lubang di sekeliling die sehingga pakan tercetak dalam bentuk pelet. Untuk menyeragamkan ukuran partikel pelet hasil pencetakan oleh die maka di bagian luar die terdapat pisau pemotong yang kedalamannya dapat diatur untuk menentukan panjang pendeknya ukuran partikel pelet yang diinginkan. Selama proses kondisioning terjadi peningkatan suhu dan kadar air dalam bahan sehingga perlu dilakukan pendinginan. Proses pendinginan (cooling) merupakan proses penurunan suhu pelet dengan menggunakan aliran udara sehingga pelet menjadi lebih kering dan keras. Proses ini meliputi pendinginan butiran-butiran pelet yang sudah terbentuk, agar kuat dan tidak mudah pecah. Pendinginan dilakukan pada tahap ini untuk menghindarkan pelet itu dari serangan jamur selama penyimpanan Sifat Fisik Bahan Baku Pakan Sifat fisik merupakan bagian dari karakteristik mutu yang berhubungan dengan nilai kepuasan konsumen terhadap bahan. Pemahaman tentang sifat-sifat bahan serta perubahan yang terjadi pada pakan dapat digunakan untuk menilai dan menetapkan mutu pakan, disamping itu pengetahuan tentang sifat fisik dapat digunakan juga untuk menentukan keefisienan suatu proses penanganan, pengolahan, dan penyimpanan (Wirakartakusumah, 1992). Beberapa sifat fisik yang diukur terdiri dari kadar air, aktivitas air, berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, dan Pellet Durability Index. 6

19 Kadar Air Air merupakan komponen penting dalam bahan karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa yang sangat menentukan mutu bahan sehingga kandungan air dalam bahan turut menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan tersebut (Winarno et al.,1980). Kelebihan maupun kekurangan kadar air dalam bahan dapat mempengaruhi kualitas. Kelebihan air dalam bahan dapat menimbulkan pertumbuhan jamur dan mikroba lain sehingga bahan tidak tahan lama sedangkan kekurangan kadar air dapat mempengaruhi kualitas fisik bahan, kandungan nutrisi serta daya cerna. Menurut Khalil (1999b), kandungan air suatu bahan pakan tidak konstan karena dipengaruhi oleh jenis bahan, suhu lingkungan dan kelembaban udara sekitarnya (Rh). Syarief dan Halid (1994) menyebutkan bahwa kadar air adalah banyaknya kandungan air dalam bahan berdasarkan berat kering yang dipengaruhi oleh jenis bahan, suhu dan kelembaban lingkungan. Kadar air yang tinggi dalam bahan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan cendawan jenis aspergillus, rizhopus atau penicilium sehingga bahan tidak tahan lama dan mudah rusak (Makfoeld, 1982). Aktivitas Air Aktivitas air (Aw) bahan pakan merupakan air bebas yang terkandung dalam bahan pakan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (Syarief dan Halid, 1994). Berbagai mikroorganisme mempunyai aktivitas air minimum agar dapat tumbuh dengan baik misalnya bakteri tumbuh pada aktivitas air 0,9, khamir pada aktivitas air 0,8-0,9 dan kapang pada aktivitas air 0,6-0,7 (Winarno, 1997). Menurut Rahayu et al. (1994) kapang cenderung aktif pada keadaan relatif kurang air sedangkan bakteri pada keadaan kandungan air yang tinggi. Bahan yang akan disimpan sebaiknya memiliki aktivitas air dibawah 70% atau pada kelembaban relatif dibawah 70% (Winarno, 1997). Kadar air erat hubungannya dengan aktivitas air, begitu juga dengan suhu dan kelembaban ruang penyimpanan, dengan adanya adsorpsi uap air dari udara ke dalam komoditi maka dapat mengakibatkan perubahan kandungan air bebas komoditi tersebut. Hasil penelitian Wigati (2009) menyebutkan bahwa aktivitas air berkolerasi positif dengan kadar air. Suatu bahan dengan kadar air dan aktivitas air rendah dapat lebih awet 7

20 dalam proses penyimpanan dibanding dengan bahan dengan kadar air dan aktivitas air tinggi (Syarief dan Halid, 1994). Berat Jenis Berat jenis juga disebut berat spesifik, merupakan perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya. Berat jenis diukur dengan menggunakan prinsip Hukum Archimedes yaitu suatu benda di dalam fluida, baik sebagian ataupun seluruhnya akan memperoleh gaya Archimedes sebesar fluida yang dipindahkan dan arahnya ke atas (Khalil, 1999a). Berat jenis memegang peranan penting dalam proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan karena menentukan tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis yang umum diterapkan pada pabrik pakan. Berat jenis bersama dengan ukuran partikel berpengaruh terhadap homogenitas penyebaran partikel dan stabilitasnya dalam suatu campuran bahan (Khalil, 1999a). Berat jenis merupakan faktor penentu kerapatan tumpukan dan berpengaruh besar terhadap daya ambang (Khalil, 1999a). Penelitian yang dilakukan oleh Gauthama (1998) menunjukkan bahwa berat jenis tidak berbeda nyata terhadap perbedaan ukuran partikel karena ruang antar partikel bahan sudah terisi oleh aquades dalam pengukuran berat jenis. Kerapatan Tumpukan Kerapatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempati bahan. Kerapatan tumpukan memegang peranan penting dalam memperhitungkan volume ruang yang dibutuhkan suatu bahan dengan berat tertentu seperti dalam pengisian alat pencampur, elevator dan silo (Khalil, 1999a). Satuan kerapatan tumpukan adalah kg/m 3. Sifat fisik pakan penting diketahui dalam desain peralatan produksi misalnya dalam menentukan kapasitas bin. Beberapa faktor lain yang penting yaitu sudut tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan (McElhiney, 1994). Kerapatan tumpukan dihitung setelah menempatkan suatu bahan ke dalam wadah dengan volume konstan tanpa getaran. Nilai kerapatan tumpukan menunjukkan porositas bahan, yaitu jumlah rongga udara yang terdapat diantara partikel-partikel bahan (Wirakartakusumah, 1992). Nilai kerapatan tumpukan berbanding lurus dengan laju alir pakan, semakin tinggi kerapatan tumpukan maka 8

21 laju alir pakan semakin meningkat. Nilai kerapatan tumpukan berbanding terbalik dengan kandungan air dan partikel asing dalam bahan (Fasina dan Sonkhansanj, 1993), sehingga peningkatan kandungan air atau partikel asing akan menurunkan nilai kerapatan tumpukan bahan tersebut. Pembuatan pelet akan meningkatkan nilai kerapatan tumpukannya sehingga membutuhkan wadah bervolume yang lebih sedikit. Kerapatan Pemadatan Tumpukan Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan, misalnya penggoyangan (Khalil, 1999a). Nilai kerapatan pemadatan tumpukan penting diketahui karena sangat bermanfaat pada saat pengisian bahan ke dalam wadah yang diam tetapi bergetar. Gauthama (1998) menyatakan kerapatan pemadatan tumpukan dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran partikel bahan pakan, pakan bentuk normal akan memiliki kerapatan pemadatan paling tinggi daripada pakan yang berbentuk tepung. Kerapatan pemadatan tumpukan juga dipengaruhi oleh ukuran partikel, pengecilan ukuran partikel akan meningkatkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan. Pemadatan pakan berukuran partikel kecil akan mengurangi ruang antar partikel dan menyebabkan bobot bahan tiap satuan volume meningkat. Kerapatan pemadatan tumpukan hampir sama dengan kerapatan tumpukan, menurut Khalil (1999a) kerapatan tumpukan dilakukan dengan menuang bahan ke dalam wadah bervolume tertentu secara perlahan, sedangkan kerapatan pemadatan tumpukan dilakukan penggoyangan dahulu agar bahan menjadi mampat dan volume yang ditempatinya menjadi konstan. Sudut Tumpukan Sudut tumpukan adalah sudut yang dibentuk antara bidang datar dengan kemiringan tumpukan yang terbentuk jika bahan dicurahkan (Henderson dan Perry, 1981). Sudut tumpukan penting diketahui karena mempengaruhi kapasitas belt conveyor dan perlengkapan pemindahan bahan lainnya karena sudut tumpukan berkorelasi dengan kemudahan bergerak bahan. Karakteristik bahan sangat penting untuk diketahui dalam proses penanganan bahan. 9

22 Biji-bijian hasil pertanian umumnya mempunyai sudut tumpukan 30º. Besar sudut tumpukan bervariasi tergantung pada ukuran, bentuk, dan kadar air biji-bijian hasil pertanian. Bahan dengan sudut tumpukan kurang dari 30º merupakan bahan yang sangat bebas bergerak (McEllhiney, 1994). Pergerakan partikel yang ideal ditunjukkan oleh pakan bentuk cair, dengan sudut tumpukan sama dengan nol sedangkan ransum dalam bentuk padat mempunyai sudut tumpukan berkisar antara 20º - 50º (Khalil, 1999b). Wirakartakusumah (1992) menyatakan kaitan antara nilai sudut tumpukan suatu bahan dengan kohesivitas bahan itu sendiri. Bahan dengan kohesivitas atau daya tarik-menarik yang tinggi adalah bahan yang kurang bebas bergerak dan memiliki sudut tumpukan yang besar. Bahan dengan sifat mengalir yang baik akan mempersingkat waktu penanganan bahan dalam pabrik pakan. Kegunaan pengukuran sudut tumpukan adalah untuk mempermudah desain alat processing, tempat penyimpanan dan sistem pengangkutan. Tabel 1. Klasifikasi Aliran Bahan Baku Berdasarkan Sudut Tumpukan Sudut Tumpukan Sifat Aliran sangat mudah mengalir mudah mengalir Mengalir sulit mengalir >55 0 sangat sulit mengalir Sumber : Fasina dan Sokhansanj (1993) Pellet Durability Index Kualitas pelet untuk pakan beberapa jenis ternak berbeda-beda, perbedaan ini berkaitan erat dengan daya tahan pelet terhadap proses penanganan dan transportasi (Dozier, 2001). Daya tahan pelet diukur dengan durability pellet tester yaitu uji ketahanan standar pelet. Pelet yang baik adalah pelet yang kompak, kokoh dan tidak mudah rapuh (Murdinah, 1989). Pelet harus memiliki indeks ketahanan (PDI) yang baik sehingga pelet memiliki tingkat kekuatan dan ketahanan yang baik selama proses penanganan dan transportasi. Standar spesifikasi durability index yang digunakan adalah minimum 80% (Dozier, 2001). 10

23 Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu usaha untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan yang disebabkan berbagai hal, antara lain serangan hama seperti mikroorganisme, serangga, tikus, dan kerusakan fisiologis (Damayanthi dan Mudjajanto, 1995). Tujuan penyimpanan adalah untuk menjaga dan mempertahankan mutu komoditi yang disimpan dengan cara menghindari, mengurangi ataupun menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas komoditi tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpanan ransum adalah tipe atau jenis ransum, periode atau lama penyimpanan, metode penyimpanan, suhu ransum pada saat diterima, kandungan air ransum saat disimpan, kelembaban udara, dan kandungan benda-benda asing (Williams, 1991). Menurut Syarief dan Halid (1994) selama penyimpanan terjadi penyimpangan mutu yang dapat dikelompokkan ke dalam penyusutan kualitatif dan kuantitatif. Penyusutan kualitatif adalah kerusakan yang terjadi akibat perubahan-perubahan biologi (mikroba, serangga, tungau, respirasi), perubahan-perubahan fisik (tekanan, getaran, suhu, kelembaban) serta perubahan-perubahan kimia dan biokimia (reaksi pencoklatan, ketengikan), sedangkan penyusutan kuantitatif adalah kehilangan jumlah atau bobot hasil karena adanya gangguan biologi (proses respirasi, serangan serangga, dan tikus). Pengemasan Kemasan adalah wadah atau media yang digunakan untuk membungkus bahan atau komoditi sebelum disimpan untuk memudahkan pengaturan, pengangkutan, penempatan pada tempat penyimpanan serta memberikan perlindungan pada bahan atau komoditi secara awal (Imdad dan Nawangsih, 1999). Pengemasan membatasi bahan dengan lingkungan sekitarnya, sehingga dapat mencegah atau menghambat kerusakan. Dalam memilih bahan kemasan perlu diketahui tentang persyaratan yang dibutuhkan seperti penyebab kerusakan dan apa yang dialami produk yang dikemas sebelum dikonsumsi (Syarief dan Halid, 1994), selain itu perlu diperhatikan sifat bahan serta keadaan lingkungan dan sifat fisik bahan pengemas. 11

24 Pelet yang disimpan perlu dikemas atau dibungkus agar tidak mudah rusak atau tidak mudah dicemari mikroorganisme, serangga maupun tikus. Menurut Hasjmy (1991), kerusakan bahan makanan terjadi pada bahan yang disimpan dalam keadaan terbuka sehingga hubungan antara bahan makanan dengan udara sekelilingnya sangat terbatas. Menurut Buckle et al. (1985), kemasan mempunyai beberapa fungsi antara lain mempertahankan komoditi agar tetap bersih, memberikan perlindungan komoditi terhadap kerusakan fisik, air, oksigen dan sinar, efisien dan ekonomis, mudah dan sebagai daya tarik. Plastik merupakan bahan kemasan yang penting di dalam industri pengemasan. Plastik dapat digunakan sebagai bahan kemasan karena dapat melindungi produk dari cahaya, udara, perpindahan panas, kontaminasi dan kontak dengan bahan-bahan kimia. Aliran gas dan uap air yang melalui plastik dipengaruhi oleh pori-pori plastik, tebal plastik, dan ukuran molekul yang berdifusi produk (Syarief dan Irawati, 1988). Karung plastik telah banyak digunakan untuk menggantikan karung goni, meskipun masih terdapat banyak kekurangan misalnya karung lebih mudah pecah serta mudah meluncur ke bawah pada tumpukan-tumpukan di gudang. Karung plastik umumnya terbuat dari polyolefin film yaitu polyethylene. Polyethylene (PE) terbuat dari ethylene polimer dan terdiri dari tiga macam yaitu Low Density Polyethylene (LDPE), Medium Density Polyethylene (MDPE), High Density Polyethylene (HDPE). Keuntungan dari Polyethylene yaitu permeabilitas uap air dan air rendah, fleksibel, dapat digunakan untuk penyimpanan beku (-50 0 C), transparan sampai buram, dapat digunakan sebagai bahan laminasi dengan bahan lain. Kerugian dari Polyethylene yaitu permeabilitas oksigen agak tinggi, dan tidak tahan terhadap minyak (Syarief dan Irawati, 1988). Karung plastik mulai pesat dipakai karena mempunyai sifat kuat, tahan air, lembam, transparan, dapat dibentuk, diisi dan disegel dengan mesin. Suhu dan Kelembaban Suhu sangat menentukan laju pertumbuhan dan jumlah mikroorganisme pada penyimpanan. Berdasarkan suhu maksimum dan optimum untuk pertumbuhan, mikroorganisme dibagi menjadi 3 kelompok yaitu mesofil, suhu pertumbuhan yang 12

25 paling baik pada 25 0 C sampai 40 0 C dan suhu minimum adalah 10 0 C, Psikrofil, merupakan mikroorganisme yang dapat tumbuh pada suhu 0 0 C atau lebih rendah tetapi suhu optimalnya C, Thermofil, merupakan mikroorganisme yang tumbuh dengan baik pada suhu antara C. Suhu kira-kira di bawah 5 0 C dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk dan mencegah hampir semua mikroorganisme pathogen (Frazier dan Westhoff, 1979). Semakin tinggi suhu penyimpanan maka kelembaban relatif seharusnya makin rendah. Kelembaban relatif yang terlalu tinggi menyebabkan cairan akan terkondensasi pada permukaan bahan sehingga permukaan bahan menjadi basah dan sangat kondusif untuk pertumbuhan dan kerusakan mikrobial. Sebaliknya jika kelembaban relatif terlalu rendah maka cairan permukaan bahan akan banyak menguap (dehidrasi), sehingga pertumbuhan mikroba terhambat oleh dehidrasi dan permukaan bahan menjadi gelap, sehingga nilai ekonomis bahan akan berkurang karena terjadi pengkerutan atau penyusutan (Frazier dan Westhoff, 1979). Kerusakan Mikrobiologis dan Biologi dalam Penyimpanan Penurunan mutu bahan pangan dan hasil pertanian lainnya meliputi penurunan nilai gizi, penyimpangan warna, perubahan rasa dan bau, adanya pembusukan, modifikasi komposisi kimia dan penurunan daya tahan benih. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi pada saat pengeringan dan adanya reaksi-reaksi kimia serta aktivitas enzim dapat juga menyebabkan perubahan warna (Syarief dan Halid, 1994 dan Winarno, 2006). Kerusakan biologis adalah kerusakan yang disebabkan oleh serangan serangga, binatang pengerat, burung, dan hewan lain (Winarno, 2006), sedangkan menurut Syarief dan Halid (1994), kerusakan karena serangga, tikus, dan burung lebih banyak menyebabkan penyusutan kuantitatif. Secara kuantitatif kerusakan fisiologis karena respirasi dapat dinyatakan dengan susut bahan kering. Kerusakan jenis ini sangat erat kaitannya dengan kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan tekanan udara. 13

26 MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2010 di Laboratorium Agrostologi, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Materi Alat dan Bahan Bahan penelitian yang digunakan berasal dari daun dan tangkai daun tanaman leguminosa Indigofera sp. yang ditanam di Laboratorium Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemanenan tanaman Indigofera sp. dilakukan pada umur 60 hari dengan cara dipotong 1 meter dari atas permukaan tanah. Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain mesin giling Semi Fixed Hammer Mill yang berkekuatan 5,5 HP, mesin pelet (tipe Wood pelleting dengan kekuatan 15 HP, 380 Volt, dengan kapasitas kg/jam), die dengan ukuran 3, 5 dan 8 mm, timbangan digital (Merk Great Scale), terpal, karung, dan bak penampung. Dalam pengukuran kualitas fisik pelet digunakan timbangan analitik (Merk Scout Pro OHAUS), gelas piala, gelas ukur, pengaduk, corong, jangka sorong, penggaris, alat pengukur sudut tumpukan, sieve shaker dan pellet durability tester. Sementara itu, dalam proses penyimpanan menggunakan kantong plastik dan karung plastik ukuran 2 kg, mesin jahit, palet dan thermohygrometer. Metode Proses Pembuatan Pelet Daun legum Indigofera sp. setelah dipanen dikeringkan dibawah sinar matahari hingga kadar air mencapai 14%. Proses pengeringan ini bertujuan untuk memudahkan penanganan bahan dan menurunkan kadar air agar dapat disimpan lebih lama. Selanjutnya dilakukan proses penggilingan menggunakan mesin giling tipe semi fixed dengan ukuran screen 5 mm. Bahan baku pelet yang telah siap kemudian diambil sampelnya untuk dilakukan pengujian sifat fisik tepung daun 14

27 legum Indigofera sp. meliputi berat jenis (BJ), kerapatan tumpukan (KT), kerapatan pemadatan tumpukan (KPT) dan sudut tumpukan (ST). Selanjutnya setelah proses pelleting, pelet yang dihasilkan didinginkan di ruang terbuka untuk menurunkan suhu pelet sampai dengan suhu kamar selama ± 30 menit. Pelet yang sudah dingin kemudian diambil sampelnya untuk pengujian sifat fisik meliputi Kadar Air, BJ, KT, KPT, ST dan Pellet Durability Index (PDI). Alur proses pembuatan pelet secara lengkap digambarkan pada Gambar 2. Daun Leguminosa (Indigofera sp.) Pengeringan (Drying) Penggilingan (Grinding) Uji : BJ, KT, KPT, ST Proses Pembuatan Pelet (Pelleting) Uji : Kadar Air, BJ, KT, KPT, ST, PDI Pengepakan (Packaging) Penyimpanan Uji : Kadar Air, BJ, KT, KPT, ST, PDI, Aw, Organoleptik Gambar 2. Skema Proses Pengolahan Indigofera sp. Dalam Bentuk Pelet Hingga Proses Penyimpanan Perlakuan Penyimpanan Daun Indigofera sp. yang telah dibentuk menjadi pelet ditimbang sebanyak 2 kg untuk dikemas dalam karung plastik dua lapis, lapisan dalam menggunakan 15

28 plastik bening dan lapisan luar menggunakan karung plastik. Pelet yang sudah dikemas kemudian disimpan dalam ruang penyimpanan dan diukur suhu dan kelembaban ruang selama masa penyimpanan. Pencatatan suhu dan kelembaban dilakukan sebanyak empat kali dalam sehari yaitu pada pukul 07.00; 12.00; 17.00; dan WIB. Selama penyimpanan dilakukan pengamatan sifat fisik pelet pada hari ke-0, 7, 15, 30 dan 60. Sifat fisik yang diamati adalah Kadar Air, BJ, KT, KPT, ST, PDI, organoleptik serta aktivitas air (Aw). Rancangan Percobaan Percobaan I Tahap ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan ukuran die pada mesin pelet terhadap sifat fisik dan kualitas fisik pelet daun Indigofera sp. Desain percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan yaitu ukuran die 3, 5 dan 8 mm yang diulang sebanyak 3 kali. Peubah yang diamati adalah Kadar Air, Berat Jenis, Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan, Sudut Tumpukan dan Pellet Durability Index. Model matematik dari rancangan yang digunakan adalah : Yij = µ + τi + εij Keterangan: Yij = Nilai pengamatan pada ulangan ke-j dan perlakuan ke-i µ = Nilai rataan umum τi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Error perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata akan dilanjutkan dengan uji Kontras Orthogonal (Steel dan Torrie, 1993). Percobaan II Percobaan kedua bertujuan untuk mengetahui daya simpan pelet yang disimpan selama 0, 7, 15, 30 dan 60 hari. Pada percobaan kedua menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial (3x5) dengan 3 ulangan, faktor pertama adalah ukuran die 3, 5 dan 8 mm dan faktor kedua yaitu lama penyimpanan 0, 7, 15, 30 dan 60 hari. Peubah yang diamati adalah Kadar Air, Berat Jenis, 16

29 Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan, Sudut Tumpukan, Pellet Durability Index, Aktivitas Air dan pengamatan penampakan fisik. Model matematika dari rancangan ini adalah : Y ijn = + i + β j + (αβ) ij + ijn Keterangan: i : Ukuran die j : Lama penyimpanan n : Ulangan Y ijn : Nilai pengamatan uji fisik pada faktor A taraf ke-i, faktor B pada taraf ke-j dan ulangan ke-n : Nilai rataan umum hasil pengamatan i β j : Pengaruh ukuran die ke-i : Pengaruh lama penyimpanan ke-j (αβ) ij : Interaksi dari ukuran die dan lama penyimpanan ijn : Galat Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993). Prosedur Pengukuran Kadar Air (AOAC, 1994) Sampel yang akan diuji kadar air ditimbang sebanyak 5 gram dalam cawan kemudian dimasukkan dalam oven C selama 24 jam. Perhitungan kadar air dengan menggunakan rumus : Kadar air (%) = Berat awal Berat akhir X 100% Berat awal Berat Jenis (Khalil, 1999a) Sampel sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi 300 ml air kemudian dilakukan pengadukan untuk mempercepat penghilangan ruang udara antar partikel ransum. Berat jenis dihitung dengan rumus : Berat jenis (kg/m 3 ) = Berat bahan (kg) Perubahan volume aquades (m 3 ) 17

30 Kerapatan Tumpukan (Khalil, 1999a) Kerapatan tumpukan diukur dengan cara mencurahkan sampel sebanyak 100 gram ke dalam gelas ukur kemudian sampel dalam gelas ukur tersebut dilihat ketinggiannya berdasarkan ketinggian yang tertera pada gelas ukur. Kerapatan tumpukan dihitung dengan rumus : Kerapatan tumpukan (kg/m 3 ) = Berat bahan (kg) Volume ruang(m 3 ) Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Khalil, 1999a) Kerapatan pemadatan tumpukan ditentukan dengan cara yang sama seperti kerapatan tumpukan tetapi volume sampel dibaca setelah dilakukan proses pemadatan dengan cara menggoyang-goyangkan gelas ukur sampai volume tidak berubah lagi. Kerapatan pemadatan tumpukan dihitung dengan rumus : Kerapatan pemadatan tumpukan (kg/m 3 ) = Berat bahan (kg) Volume setelah pemadatan (m 3 ) Sudut Tumpukan (Khalil, 1999b) Pengukuran sudut tumpukan dilakukan dengan cara menjatuhkan sampel pada ketinggian tertentu melalui corong yang dipasang pada kaki tiga sampai sampel jatuh pada bidang datar yang beralaskan papan. Satuan sudut tumpukan adalah derajat ( 0 ). Besar sudut tumpukan dihitung dengan rumus : Sudut tumpukan = Cotg (2t/d) Pellet Durability Index (Fairfield, 2003) Pengukuran durability dilakukan dengan cara memasukkan sampel sebanyak 500 gram ke dalam alat penguji daya gesekan (pellet durability tester) selama 10 menit. Sampel dikeluarkan dan disaring dengan menggunakan sieve nomor 8 untuk dihitung berat pelet yang masih utuh dengan menggunakan timbangan. Pellet Durability Index dihitung dengan menggunakan rumus : PDI (%) = Berat pelet sebelum dimasukkan (g) X100% Berat pelet setelah dikeluarkan (g) 18

31 Aktivitas Air Alat yang digunakan untuk mengukur aktivitas air (Aw) adalah Aw meter. Cara kerja alat yaitu Aw meter dikalibrasi dengan memasukkan cairan BaCl 2.2H 2 O, kemudian ditutup dibiarkan selama 3 jam sampai angka skala pembacaan Aw menjadi 0,9 karena garam BaCl 2 mempunyai kelembaban garam jenuh sebesar 90%. kemudian dibuka dan dibersihkan. Sampel sebanyak 10 gram dimasukkan dan alat ditutup, kemudian tunggu hingga 3 jam. Setelah 3 jam skala Aw dibaca dan dicatat. Perhatikan skala suhu untuk faktor koreksi. Nilai aktivitas air (Aw) dihitung dengan menggunakan rumus: Aw = pembacaan skala Aw ± (pembacaan skala suhu 20) x 0,002 Ket : - Jika suhu > 20 0 C + Jika suhu < 20 0 C Pengamatan Penampakan Fisik Pengamatan secara fisik dilakukan secara kualitatif dengan penilaian terhadap warna, tekstur, dan bau. Standar warna yang diberikan adalah : 5 = hijau sama dengan warna daun Indigofera, 4 = hijau tua, 3 = agak kecoklatan karena terjadinya browning saat proses pembuatan pelet, 2 = gosong karena menerima panas terlalu tinggi, 1 = hijau muda. Standar tekstur yang diberikan adalah : 5 = halus dan mengkilap, 4 = halus tidak mengkilap, 3 = agak kasar dan tidak mengkilap, 2 = kasar dan kurang kompak, 1 = sangat kasar dan kurang kompak. Standar bau yang diberikan adalah menyerupai bau wangi daun the atau tidak. Penguji/panelis dalam pengamatan ini adalah mahasiswa sebanyak 10 orang yang telah memiliki pengetahuan tentang kualitas fisik pelet. Penilaian dilakukan dengan cara melihat dan membaui sampel. Kriteria penilaian dengan skala positif (+)1 sampai positif (+)5. 19

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Pelet daun Indigofera sp. yang dihasilkan pada penelitian tahap pertama memiliki ukuran pelet 3, 5 dan 8 mm. Berdasarkan hasil pengamatan penampakan fisik, pelet daun Indigofera sp. memiliki warna dan bau hampir sama yaitu warna hijau tua dan bau menyerupai daun teh, namun memiliki tekstur yang berbeda pada semua ukuran. Pelet ukuran 3 dan 5 mm memiliki tekstur halus dan mengkilap sedangkan pelet ukuran 8 mm memiliki tekstur kasar dan terlihat kurang kompak. Hal ini disebabkan karena saat proses pembuatan pelet bahan lebih mudah masuk ke dalam lubang die dengan ukuran lebih besar dan proses penekanan yang lebih rendah yang menghasilkan pelet yang kurang kompak dibandingkan pada die ukuran lebih kecil. Daun Indigofera sp. pada penelitian ini digiling dengan menggunakan screen yang sama (5 mm), agar dihasilkan ukuran partikel yang relatif sama. Pelet daun Indigofera sp. hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Pelet Daun Indigofera sp. Ukuran Die 3, 5 dan 8 mm Sifat Fisik Daun Indigofera sp. Sebelum dan Sesudah Dibentuk Pelet Sifat fisik daun Indigofera sp. sebelum dan sesudah dibentuk pelet memiliki karakteristik yang berbeda. Sifat fisik daun Indigofera sp. sebelum dan sesudah dibentuk pelet disajikan pada Tabel 2. Nilai berat jenis daun Indigofera sp. sebelum dibentuk pelet adalah 601,61 kg/m 3 sedangkan setelah dibentuk pelet dengan ukuran 3, 5 dan 8 mm masing-masing meningkat menjadi 1465,2 kg/m 3, 1623,93 kg/m 3 dan 1674 kg/m 3. Rendahnya nilai berat jenis pada daun Indigofera sp. dalam bentuk tepung (sebelum pemeletan) menunjukkan bahwa daun Indigofera sp. bentuk tepung memiliki sifat amba atau bulky karena berat jenis merupakan indikator dalam menentukan sifat bulky dari suatu bahan. 20

33 Tabel 2. Sifat Fisik Daun Indigofera sp. Bentuk Tepung dan Pelet Peubah Tepung Ukuran Pelet (mm) Rataan Pelet BJ (kg/m 3 ) 601, , , , ,86 KT (kg/m 3 ) 290,33 620,71 A 625,41 A 567,97 B 604,69 KPT (kg/m 3 ) 324,46 659,50 A 645,61 A 577,03 B 627,38 ST ( 0 ) 35,66 18,14 A 21,28 B 24,13 C 21,18 PDI (%) - 97,91 A 96,09 B 90,86 C 94,95 Kadar Air (%) * 14,00 8,49 6,37 12,23 - Keterangan : BJ = Berat Jenis, KT = Kerapatan Tumpukan, KPT = Kerapatan Pemadatan Tumpukan, ST = Sudut Tumpukan, PDI = Pellet Durability Index. * Hasil pengamatan dari Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukan nilai berbeda berdasarkan uji Kontras Ortogonal pada taraf 1% Daun Indigofera sp. bentuk tepung memiliki nilai rataan kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan berturut-turut 290,33 kg/m 3 dan 324,46 kg/m 3. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Gauthama (1998) bahwa tepung hijauan mempunyai kerapatan tumpukan kg/m 3. Daun Indigofera sp. yang telah dibentuk menjadi pelet mengalami peningkatan nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan. Nilai kerapatan tumpukan pelet ukuran 3, 5 dan 8 mm berturut-turut adalah 620,71 kg/m 3, 625,41 kg/m 3, dan 567,97 kg/m 3, sedangkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan pelet ukuran 3, 5 dan 8 mm berturut-turut adalah 659,50 kg/m 3, 645,61 kg/m 3, dan 577,03 kg/m 3. Perbedaan nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan pada daun Indigofera sp. sebelum dan sesudah dibentuk pelet disebabkan karena daun Indigofera sp. bentuk tepung sudah mengalami pemadatan saat proses pembuatan pelet sehingga memiliki nilai kerapatan yang tinggi. Bahan yang mempunyai kerapatan rendah (<450 kg/m 3 ) membutuhkan waktu mengalir dengan arah vertikal lebih lama dan sebaliknya dengan bahan yang mempunyai kerapatan yang lebih besar (>500 kg/m 3 ) termasuk kategori bahan yang mengalir cepat (Khalil, 1999a). Nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan pelet daun Indigofera sp. yang lebih besar menunjukkan bahwa daun Indigofera sp. bentuk pelet memerlukan ruang atau volume yang lebih kecil per satuan berat tertentu dibandingkan dengan daun Indigofera sp. bentuk tepung. 21

34 Nilai sudut tumpukan yang dihasilkan daun Indigofera sp. bentuk tepung lebih besar (35,66 0 ) dibandingkan dengan daun Indigofera sp. bentuk pelet (Tabel 2). Sudut tumpukan pelet daun Indigofera sp. ukuran 3, 5 dan 8 mm masing-masing adalah 18,14 0, 21,28 0, 24,13 0. Hal tersebut disebabkan daun Indigofera sp. bentuk tepung memiliki ukuran partikel yang halus sehingga saat dicurahkan pada bidang miring atau ketinggian tertentu membutuhkan sudut yang lebih besar yang mengindikasikan bahwa bahan tersebut memiliki daya alir yang lebih rendah dibandingkan dengan bentuk pelet. Daun Indigofera sp. bentuk pelet akan lebih efisien dalam hal penanganan, pengangkutan, dan penyimpanan karena telah mengalami pemadatan sehingga dapat menghemat ruang untuk menampung pelet per satuan berat tertentu. Tepung hijauan mempunyai sudut tumpukan berkisar , sedangkan pembuatan pakan dalam bentuk pelet dapat menurunkan sudut tumpukan hingga 24 0 (Gauthama, 1998). Sifat Fisik dan Kualitas Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Berbeda Ukuran Sifat fisik merupakan sifat dasar dari suatu bahan yang mencakup aspek yang luas sehingga pengetahuan tentang sifat fisik bahan penting diketahui karena terkait dengan kemudahan dalam penanganan, pengolahan, dan penyimpanan. Sifat fisik dan kualitas fisik pelet daun Indigofera sp. yang diukur dalam penelitian ini meliputi berat jenis (BJ), kerapatan tumpukan (KT), kerapatan pemadatan tumpukan (KPT), sudut tumpukan (ST), dan Pellet Durability Index (PDI). Hasil sifat fisik dan kualitas fisik pelet daun Indigofera sp. diuraikan sebagai berikut : Berat Jenis Hasil uji statistik menunjukkan bahwa berat jenis tidak dipengaruhi (P>0,05) oleh ukuran die, artinya perbedaan ukuran die yang digunakan pada penelitian ini tidak mengubah nilai berat jenis daun Indigofera sp. Hal ini diduga bahwa ukuran die 3, 5, dan 8 mm masih merupakan selang ukuran die yang mewakili ukuran partikel seragam dalam menentukan berat jenis, seperti yang disampaikan oleh Gauthama (1998) bahwa berat jenis tidak nyata dipengaruhi oleh perbedaan ukuran partikel. 22

35 Kerapatan Tumpukan dan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Hasil uji statistik pada Tabel 2. memperlihatkan bahwa perbedaan ukuran die berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai kerapatan tumpukan (KT) dan kerapatan pemadatan tumpukan (KPT). Hasil uji Kontras Ortogonal menunjukkan bahwa pelet daun Indigofera sp. ukuran 3 mm memiliki nilai KT dan KPT yang sama dengan pelet daun Indigofera sp. ukuran 5 mm namun nilai keduanya lebih tinggi dibandingkan (P<0,01) dengan pelet daun Indigofera sp. ukuran 8 mm. Hal tersebut disebabkan pelet ukuran 3 dan 5 mm memiliki tekstur yang lebih kompak dibandingkan dengan ukuran 8 mm sehingga memiliki nilai kerapatan yang lebih tinggi. Pelet ukuran 8 mm memiliki tekstur yang kurang kompak karena saat pemadatan pelet pada proses pembuatan pelet tekanan yang diterima lebih rendah sehingga menghasilkan pelet dengan kerapatan yang rendah. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Gauthama (1998) bahwa kerapatan tumpukan dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran pelet yang dihasilkan. Selain itu kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan juga dipengaruhi oleh kadar air pelet, terjadi penurunan kadar air setelah dibentuk pelet (Tabel 2). Pelet daun Indigofera sp. ukuran 3 dan 5 mm memiliki kadar air lebih rendah dibandingkan dengan pelet ukuran 8 mm. Semakin tinggi kadar air pelet maka semakin rendah nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan pelet pada penelitian ini. Sudut Tumpukan Sudut tumpukan menentukan kecuraman silo yang digunakan dengan tujuan untuk memperlancar laju alir bahan yang tidak mudah mengalir dan mencegah bahan pakan yang berterbangan saat bongkar muat. Hasil statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0,01) pada perbedaan ukuran die terhadap nilai sudut tumpukan. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa sudut tumpukan pelet ukuran 3 mm berbeda sangat nyata terhadap sudut tumpukan pelet ukuran 5 dan 8 mm, dan sudut tumpukan pelet ukuran 5 mm berbeda sangat nyata terhadap sudut tumpukan pelet ukuran 8 mm. Sudut tumpukan yang dibentuk oleh pelet ukuran 3, 5, dan 8 mm berturut-turut adalah 18,14 0, 21,28 0, dan 24,13 0 (Tabel 2). Perbedaan sudut tumpukan pada penelitian ini berada pada kisaran dibawah 30 0 (Fasina dan Sokhansanj, 1993) yang menujukkan bahwa pelet yang dihasilkan pada penelitian ini sangat mudah mengalir pada bidang miring atau pada ketinggian tertentu. 23

36 Pellet Durability Index Pellet Durability Index (PDI) merupakan salah satu karakteristik untuk menilai kualitas fisik pelet. Pelet yang baik adalah pelet yang kompak, kokoh dan tidak mudah rapuh (Murdinah, 1989). Hasil statistik menunjukkan bahwa perbedaan ukuran die berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai durability. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata antara pelet ukuran 3 mm dengan pelet ukuran 5 dan 8 mm terhadap nilai PDI dan pelet ukuran 5 mm berbeda sangat nyata dengan pelet ukuran 8 mm terhadap nilai PDI. Nilai PDI yang dihasilkan pada pelet dengan ukuran 3, 5 dan 8 mm masing-masing adalah 97,91%, 96,09% dan 90,86% (Tabel 2). Nilai PDI pada semua ukuran berada pada kisaran di atas standar spesifikasi durability minimum 80% (Dozier, 2001) sehingga pelet yang dihasilkan dalam penelitian ini tergolong kokoh dan tidak mudah rapuh. Kadar air daun Indigofera sp. bentuk tepung mengalami penurunan setelah dibentuk menjadi pelet (Tabel 2). Kadar air pelet ukuran 3, 5, dan 8 mm masing-masing adalah 8,49%, 6,37% dan 12,23%. Kadar air daun Indigofera sp. bentuk tepung menurun karena pada saat proses pembuatan pelet daun Indigofera sp. menerima panas dari mesin pelet yang dapat menurunkan kadar air daun Indigofera sp. setelah dibentuk pelet. Sifat Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Berbeda Ukuran Selama Masa Simpan Suhu dan kelembaban berpengaruh sangat penting terhadap penyimpanan. Imdad dan Nawangsih (1999) menyebutkan lingkungan hidup yang ideal bagi pertumbuhan serangga yaitu pada suhu C. Menurut Sofyan dan Abunawan (1974), syarat umum ruang penyimpanan antara lain suhu berkisar antara C, bersih dan terang, mempunyai ventilasi yang baik, serta bebas dari serangan serangga dan tikus. Rataan suhu dan kelembaban ruang penyimpanan serta nilai aktivitas air pelet selama masa simpan disajikan pada Tabel 3. Rataan suhu ruang penyimpanan adalah 27,38 0 C dan rataan kelembaban 75,65%. Suhu dan aktivitas air maksimum terjadi pada hari ke-15, sedangkan kelembaban maksimum terjadi pada hari ke-7. Kondisi di Indonesia yang beriklim tropis dengan suhu dan kelembaban yang tinggi akan mempercepat terjadinya penurunan kualitas bahan baku pakan dan pertumbuhan kapang selama penyimpanan (Ahmad, 2009). Suhu dan kelembaban ruang 24

37 penyimpanan dapat mempengaruhi sifat fisik pelet Indigofera sp. karena dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Tabel 3. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan serta Nilai Aktivitas Air Pelet Selama Masa Simpan Hari ke- Suhu ( 0 C) Kelembaban (%) Nilai Aktivitas air (Aw) Pelet 3 mm 5 mm 8 mm 0 27,43 75,50 0,58 0,67 0, ,38 77,79 0,65 0,73 0, ,52 74,28 0,80 0,76 0, ,24 75,38 0,77 0,79 0, ,33 75,31 0,78 0,79 0,79 Rataan 27,38 75,65 0,72 0,75 0,81 Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan pengamanan yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas produk. Penyimpanan pakan dalam industri peternakan mempunyai peranan yang sangat penting untuk kelangsungan produksi hal ini untuk menunjang ketersediaan pakan dengan kualitas baik untuk diberikan kepada ternak. Kemasan yang digunakan pada penelitian ini adalah kemasan plastik dan karung plastik. Menurut Imdad dan Nawangsih (1999) kemasan adalah wadah atau media yang digunakan untuk membungkus bahan atau komoditi sebelum disimpan untuk memudahkan pengaturan, pengangkutan, penempatan pada tempat penyimpanan serta memberikan perlindungan pada bahan atau komoditi. Pengemasan terhadap produk bertujuan untuk melindungi produk dari pengaruh oksidasi dan mencegah terjadinya kontaminasi dengan udara luar. Berdasarkan hasil pengamatan penampakan fisik pelet daun Indigofera sp. pelet dengan ukuran 3 dan 5 mm memiliki tekstur yang halus dan mengkilap, berbeda dengan pelet ukuran 8 mm karena selain memiliki tekstur yang kasar juga terlihat kurang kompak. Namun, memiliki bau dan warna yang sama pada semua ukuran yaitu hampir menyerupai bau wangi daun teh dan berwarna hijau tua. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan yang signifikan selama masa simpan yang mengindikasikan bahwa tingkat kerusakan selama masa simpan rendah. 25

38 Gambar 4. Gambar Kemasan Pelet Daun Indigofera sp. Selama Masa Simpan Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Berat Jenis Pelet Berat jenis (BJ) memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan karena menentukan tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis yang umum diterapkan pada pabrik pakan seperti dalam proses pengeluaran bahan dari silo untuk dicampur atau digiling (pada ransum bentuk mash) dan proses pengemasan (pada ransum pentuk pelet). Gambar 5 menunjukkan interaksi waktu penyimpanan dan ukuran pelet terhadap berat jenis pelet. Rataan nilai BJ pelet ukuran 3, 5 dan 8 mm selama masa simpan berturut-turut adalah 1337,48 kg/m 3, 1335,90 kg/m 3, dan 1312,75 kg/m 3. Rataan nilai BJ pelet untuk semua ukuran pada hari ke-0, 7, 15, 30, dan 60 berturut-turut adalah 1575,47 kg/m 3, 1288,13 kg/m 3, 1277,78 kg/m 3, 1251,09 kg/m 3, dan 1251,09 kg/m 3 (Lampiran 5). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi yang sangat nyata (P<0,01) antara waktu penyimpanan dan ukuran pelet terhadap berat jenis pelet (Gambar 5). Nilai BJ pelet pada semua ukuran cenderung lebih tinggi pada hari yang sama pelet keluar dari mesin (hari ke-0), kemudian nilai BJ mengalami penurunan secara drastis (P<0,01) pada hari ke-7 dan cenderung konstan hingga hari ke-60. Nilai BJ pelet ukuran 3 dan 5 mm relatif lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan nilai BJ pelet ukuran 8 mm pada penyimpanan hari ke-7, demikian pula untuk penyimpanan hari ke-15 pada pelet ukuran 3 mm. 26

39 Gambar 5. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Berat Jenis Pelet Penurunan nilai BJ setelah masa simpan menunjukkan terjadi perenggangan antar partikel tepung daun yang dipadatkan. Sifat adesif dari partikel tepung daun diduga mengalami penurunan sehingga massa pelet berkurang untuk setiap satuan pengisian ruangan (volume). Hal ini menunjukkan bahwa pelet daun Indigofera sp. yang disimpan hingga 60 hari memiliki nilai berat jenis yang relatif konstan. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kerapatan Tumpukan Pelet Kerapatan tumpukan dan sudut tumpukan penting diketahui dalam merencanakan suatu gudang penyimpanan dan volume alat pengolahan (Syarief dan Irawati, 1993). Kerapatan tumpukan memegang peranan penting dalam memperhitungkan volume ruang yang dibutuhkan suatu bahan dengan berat tertentu, misalnya pengisian silo, elevator, dan ketelitian penakaran secara otomatis (Khalil, 1999a). Gambar 6 menyajikan interaksi waktu penyimpanan dan ukuran pelet terhadap kerapatan tumpukan pelet. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi yang sangat nyata (P<0,01) antara waktu penyimpanan dan ukuran pelet terhadap kerapatan tumpukan pelet. Nilai kerapatan tumpukan pelet pada semua ukuran meningkat setelah penyimpanan pelet 7 dan 15 hari, kemudian cenderung konstan pada umur simpan 30 dan 60 hari (Gambar 6) untuk pelet ukuran 3 dan 8 mm, dan menurun untuk pelet ukuran 5 mm. Pelet ukuran 3 dan 5 mm memiliki kerapatan 27

40 yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelet ukuran 8 mm, hal ini menunjukkan bahwa pelet ukuran 8 mm memerlukan ruang yang lebih banyak untuk menampung atau menyimpan. Rataan nilai kerapatan tumpukan pelet untuk ukuran 3, 5 dan 8 mm selama masa simpan berturut-turut adalah 633,88 kg/m 3, 644,48 kg/m 3, dan 597,43 kg/m 3. Sedangkan rataan umur simpan 0, 7, 15, 30 dan 60 hari untuk semua ukuran pelet berturut-turut adalah 604,69 kg/m 3, 615,94 kg/m 3, 644,37 kg/m 3, 638,28 kg/m 3, dan 623,05 kg/m 3 (Lampiran 6). Gambar 6. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kerapatan Tumpukan Pelet Nilai KT pelet ukuran 5 mm pada saat sebelum simpan dan setelah disimpan 60 hari mengalami kesamaan, sedangkan pelet ukuran 3 dan 8 mm memiliki nilai KT yang lebih tinggi setelah pelet disimpan 60 hari dibandingkan dengan sebelum penyimpanan. Peningkatan nilai KT pada pelet ukuran 5 mm setelah disimpan menunjukkan terjadi pemadatan ukuran partikel dibandingkan dengan partikel ukuran 3 dan 8 mm. Pelet dengan ukuran 3 dan 8 mm nilai KT-nya masih tinggi meskipun sampai 60 hari disimpan. Hal ini menunjukkan bahwa pelet masih memiliki kerapatan yang tinggi meskipun sudah disimpan sampai 60 hari. Khalil (1999a) menyatakan bahwa bahan dengan kerapatan tumpukan tinggi membutuhkan waktu jatuh dan mengalir yang lebih singkat daripada bahan ransum dengan kerapatan tumpukan yang rendah. 28

41 Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pelet Kerapatan pemadatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan seperti penggoyangan. Nilai kerapatan pemadatan tumpukan penting diketahui karena sangat bermanfaat pada saat pengisian bahan ke dalam wadah yang diam tetapi bergetar. Tingkat pemadatan bahan sangat menentukan kapasitas dan akurasi pengisian tempat penyimpanan seperti silo. Gambar 7. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pelet Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa ukuran pelet dan umur simpan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai kerapatan pemadatan tumpukan. Pelet ukuran 8 mm memiliki nilai kerapatan pemadatan tumpukan paling rendah dibandingkan dengan pelet ukuran 3 dan 5 mm (Gambar 7). Hal ini disebabkan karena pelet ukuran 8 mm mendapatkan tekanan yang lebih rendah saat proses pembuatan pelet sehingga terlihat kurang kompak. Selain itu, nilai kerapatan pemadatan tumpukan dipengaruhi oleh kadar air pelet. Pelet ukuran 8 mm memiliki kadar air yang paling tinggi dibandingkan dengan pelet ukuran 3 dan 5 mm. Kerapatan pemadatan tumpukan pelet ukuran 3 dan 5 mm relatif konstan masa simpan. Hal ini disebabkan karena ukuran partikel pelet yang lebih kecil sehingga pada saat penggoyangan pelet dengan mudah menempati rongga-rongga yang kosong. 29

42 Dalam Gambar 7 dapat dilihat bahwa nilai kerapatan pemadatan tumpukan meningkat hingga umur simpan 15 hari kemudian menurun pada umur simpan 30 hari dan cenderung konstan sampai umur simpan 60 hari. Peningkatan dan penurunan nilai kerapatan pemadatan tumpukan dipengaruhi oleh peningkatan kadar air pelet selama masa simpan. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Sudut Tumpukan Pelet Sudut tumpukan adalah sudut yang terbentuk antara bidang datar dengan kemiringan tumpukan yang akan terbentuk bila bahan dicurahkan pada bidang datar melalui sebuah corong serta menunjukkan kriteria kebebasan bergerak dari partikel pada suatu tumpukan bahan. Soesarsono (1988) berpendapat bahwa nilai sudut tumpukan sangat berperan dalam mendesain corong pemasukan (hopper) dan corong pengeluaran, misalnya pada silo atau pada mesin pengolah. Bahan padat dapat mengalir bebas jika sudut corong pemasukan atau pengeluaran harus sama atau lebih kecil daripada sudut tumpukan bahan. Grafik interaksi antara ukuran die dengan umur simpan terhadap sudut tumpukan pelet disajikan pada Gambar 8. Gambar 8. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Sudut Tumpukan Pelet Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi yang nyata (P<0,05) antara waktu penyimpanan dan ukuran pelet terhadap nilai Sudut Tumpukan (ST). Hasil uji lanjut menunjukkan terjadi peningkatan nilai sudut tumpukan pada semua ukuran pelet dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. 30

43 Peningkatan nilai ST mengandung arti bahwa dengan semakin lama penyimpanan maka karakteristik pelet tersebut semakin sulit untuk bergerak, mungkin terjadi pelengketan antar partikel pelet. Namun, nilai ST ini masih dibawah 30 derajat yang berarti bahwa pelet Indigofera sp. untuk setiap ukuran (3, 5, dan 8 mm) meskipun sudah disimpan hingga 60 hari masih tergolong baik karena bahan dianggap mudah mengalir karena sudut yang terbentuk berada pada kisaran di bawah 30 0 (Fasina dan Sokhansanj, 1993). Tingkat kemudahan alir bahan akan berpengaruh terhadap efisiensi sistem pergerakan (conveying system) yang memudahkan dalam perpindahan bahan. Nilai ST pada pelet yang berdiameter 8 mm lebih tinggi dibandingkan dengan pelet yang berukuran 3 dan 5 mm. Sudut tumpukan berbanding terbalik dengan kerapatan tumpukan. Semakin tinggi kerapatan tumpukan maka semakin rendah sudut tumpukan, seperti yang terlihat pada hasil penelitian ini. Pelet ukuran 3 mm cenderung mengalami peningkatan sudut tumpukan hingga umur simpan 30 hari sedangkan pelet ukuran 5 mm mengalami peningkatan pada umur simpan 7 hari kemudian relatif konstan pada umur simpan 15 hari dan mengalami peningkatan kembali hingga umur simpan 60 hari (Gambar 8). Pelet ukuran 8 mm mengalami peningkatan sudut tumpukan yang sama dengan pelet ukuran 5 mm namun pada umur simpan 15 hari mengalami penurunan sudut tumpukan. Hal ini disebabkan karena peningkatan kadar air selama masa simpan. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Pellet Durability Index Pellet Durability Index adalah persentase daya tahan keutuhan pelet terhadap perlakuan mekanis selama proses pembuatan pelet, dapat digambarkan dengan persentase pelet yang utuh dan pelet yang hancur. Indeks Ketahanan Pelet merupakan salah satu karakteristik untuk menilai kualitas fisik pelet. Menurut Thomas et al. (1998) durability terkait dengan berbagai proses dalam pemanfaatan pelet seperti transportasi untuk mengetahui kualitas pelet yang dihasilkan sehingga uji Pellet Durability Index sangat penting dilakukan. Pengaruh innteraksi antara ukuran die dengan umur simpan terhadap Pellet Durability Index pelet disajikan pada Gambar 9. 31

44 Gambar 9. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Pellet Durability Index Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi yang nyata (P<0,05) antara waktu penyimpanan dan ukuran pelet terhadap Pellet Durability Index. Nilai Pellet Durability Index untuk setiap ukuran relatif konstan pada setiap waktu penyimpanan. Pelet ukuran 8 mm memiliki nilai Pellet Durability Index yang lebih rendah dibandingkan dengan pelet ukuran 3 dan 5 mm (Lampiran 9). Hal ini disebabkan pelet ukuran 8 mm terlihat kurang kompak sehingga menyebabkan pelet tersebut mudah rapuh. Selain itu, pelet ukuran 8 mm memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran lainnya. Selama masa simpan rataan Pellet Durability Index mengalami penurunan namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Rataan Pellet Durability Index berada pada kisaran 94,16-94,95% (Lampiran 9) selama masa simpan yang menunjukkan bahwa nilai tersebut berada di atas nilai minimum yang disarankan oleh Dozier (2001) yaitu 80% sehingga dalam penelitian ini memberikan kecenderungan bahwa pelet dapat disimpan lebih lama. Hal ini berarti pelet Indigofera sp. yang dibuat untuk setiap ukuran dalam penelitian ini masih memiliki daya simpan yang baik meskipun sudah disimpan selama dua bulan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pelet antara lain karakteristik bahan baku, yaitu protein, lemak, serat, pati, kepadatan, tekstur dan air serta kestabilan karakteristik bahan yang akan menghasilkan kualitas pelet yang baik (McElhinney, 1994). 32

45 Pengaruh Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kadar Air Pelet Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah atau berat kering. Kadar air berdasarkan berat kering adalah perbandingan antara berat air dalam suatu bahan dengan bahan kering bahan tersebut (Syarief dan Halid, 1994). Tabel 4 menyajikan nilai kadar air pelet selama masa simpan. Tabel 4. Kandungan Kadar Air Pelet Selama Masa Simpan Ukuran (mm) Lama Penyimpanan (hari) rataan 3 8,49 E 9,45 G 9,77 G 9,03 F 10,37 H 9,42 B 5 6,37 A 7,42 C 7,48 C 6,92 B 7,83 D 7,20 A 8 12,23 J 11,69 I 11,73 IJ 10,69 H 12,51 K 11,77 C Rataan 9,03 A 9,52 B 9,66 B 8,88 A 10,24 C Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom dan baris menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) antara ukuran die dengan masa simpan terhadap kadar air. Kadar air pelet selama masa simpan cenderung mangalami peningkatan meskipun terjadi penurunan pada umur simpan 30 hari namun mengalami peningkatan kembali pada umur simpan 60 hari. Rataan kadar air pelet selama masa simpan berkisar antara 7-11%. Pelet ukuran 8 mm memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran lainnya, hal ini disebabkan karena ukuran pelet yang lebih besar dan terlihat tidak kompak yang menyebabkan air mudah masuk ke dalam pelet. Kadar air pelet erat kaitannya dengan sifat fisik pelet. Semakin tinggi kadar air menyebabkan berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan Pellet Durability Index rendah serta nilai sudut tumpukan yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa pelet yang memiliki kadar air tinggi memerlukan ruang penyimpanan yang lebih luas, tidak mudah mengalir, mudah rapuh atau tidak kompak sehingga menyebabkan tidak efisien dalam hal penanganan dan penyimpanan. 33

46 Pengaruh Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Aktivitas Air Pelet Aktivitas air (Aw) bahan pakan adalah air bebas yang terkandung dalam bahan pakan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (Syarief dan Halid, 1994). Aktivitas air merupakan peubah paling penting dalam menentukan ketahanan simpan. Aktivitas air erat kaitannya dengan kelembaban relatif ruang penyimpanan. Tabel 5 memperlihatkan nilai aktivitas air pelet selama masa simpan. Tabel 5. Nilai Aktivitas Air (Aw) Pelet Selama Masa Simpan Ukuran (mm) Lama Penyimpanan (hari) Rataan 3 0,58 0,65 0,80 0,77 0,78 0,72 A 5 0,67 0,73 0,76 0,79 0,79 0,75 A 8 0,79 0,82 0,86 0,81 0,79 0,81 B Rataan 0,68 A 0,73 A 0,81 B 0,79 B 0,79 B Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom dan baris menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara ukuran die dengan masa simpan. Namun, hasil uji lanjut memperlihatkan bahwa ukuran die dan masa simpan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aktivitas air. Nilai aktivitas air pada semua perlakuan relatif meningkat hingga umur simpan 15 hari kemudian sedikit menurun hingga umur simpan 60 hari (Tabel 5). Pelet ukuran 8 mm memiliki nilai aktivitas air lebih tinggi dibandingkan dengan pelet ukuran 3 dan 5 mm. Semakin besar ukuran pelet maka semakin tinggi nilai aktivitas air dan semakin lama umur simpan pelet maka nilai aktivitas air relatif meningkat dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan karena kadar air pelet mengalami peningkatan selama masa simpan sehingga meningkatkan aktivitas air. Nilai aktivitas air yang berubah-ubah juga disebabkan karena suhu dan kelembaban ruang penyimpanan yang berubahubah. 34

47 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, nilai berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, dan sudut tumpukan daun Indigofera sp. bentuk tepung berturut-turut adalah 601,61 kg/m 3, 290,33 kg/m 3, 324,46 kg/m 3, dan 35,66 0, sedangkan dalam bentuk pelet berturut-turut adalah 1587,86 kg/m 3, 604,69 kg/m 3, 627,38 kg/m 3, dan 21,18 0. Sifat berat jenis, kerapatan tumpukan, dan kerapatan pemadatan tumpukan pelet dibandingkan dengan daun Indigofera sp. bentuk tepung, pelet daun Indigofera sp. memerlukan ruang yang setengah kali lebih kecil per satuan berat tertentu sehingga lebih efisien dalam hal pengangkutan dan penyimpanan. Nilai rataan Pellet Durability Index dalam penelitian ini adalah 94,95%, nilai ini menunjukkan pelet daun Indigofera memiliki kualitas yang baik sehingga tidak mudah hancur. Pelet daun Indigofera sp. yang disimpan hingga 60 hari menunjukkan kualitas fisik yang relatif konstan atau tidak berubah sehingga pelet Indigofera dapat disimpan dalam waktu dua bulan. Saran Perlu dilakukan pengujian sifat fisik dengan menggunakan alat yang lebih teliti agar tekanan yang diterima sama setiap perlakuan sehingga diperoleh hasil yang optimal serta dilakukan standarisasi mengenai metode sifat fisik pelet. 35

48 UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia, dan ridho-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Pengaruh Diameter Pelet dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Fisik Pelet Daun Legum Indigofera sp.. Penelitian dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir Heri A Sukria, M.Sc.Agr. selaku pembimbing akademik sekaligus pembimbing utama dan Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr. selaku pembimbing anggota atas bimbingan, saran dan nasehat yang telah diberikan. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada Ir. Indah Wijayanti, STp. selaku dosen pambahas seminar, Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS., Ir. Bernadeth Nenny Polii, SU. dan Ir. Widya Hermana, MSi. selaku dosen penguji ujian akhir sarjana atas saran dan nasehat yang telah diberikan. Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus dan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada Bapak Abdul Aziz Maryanto dan Ibu Isti anah yang senantiasa tulus memanjatkan do a dan kesabaran, serta kepada Giggs, Titik, Red-1, Zada, Muna, Mina dan kedua keponakan penulis Alvan dan Aflah atas segala perhatian, dukungan dan semangat yang diberikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Anis, Pak Wardi, Pak Atip, Pak Hadi, Ibu Dian, Suharlina, Pebri Handayani, Ana Mawar Iriani, Mustika Setyaningrum, Nurhalimah, Ainol Yakin, Fajar Arif Wisantoro, Musmulyadi, Yunanda Indra Permana, atas semua bantuan selama penelitian. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman Nutrisi 43, teman-teman A1-103 (Diani Lingga, dan Septi), teman-teman Lambada (Dina, Erika, Norma, dan Saida), dan teman-teman Nabila Anggrek (Mba Eni, Ida, Mba Niku, dan Tante Tilla) atas kebersamaan dan persahabatan selama ini. Penulis berharap semoga pengalaman tersebut bermanfaat untuk kegiatan penulis selanjutnya dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Mei 2011 Penulis 36

49 DAFTAR PUSTAKA Ahmad, R. Z Cemaran kapang pada pakan dan pengendaliannya. J. Litbang Pertanian. 28 (1) : AOAC, Official Method of Analysis of The Association of Official Chemist. Association of Official Analytical Chemist, Arlington. Buckle, K. A. R. A. Edwards, G. H. Fleet & M. Wotton Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Balagopalan, C., G. Padmaja, S. K. Nanda, & S. N. Moorthy Cassava in Food, Feed and Industry. CRC Press, Florida. Damayanthi, E. & Mudjajanto Teknologi Makanan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Non Teknik II, Jakarta. Dozier, W. A Pellet quality for most economical poultry meat. J. Feed International. 52 (2): Fasina, O. O. & S. Sokhansanj Effect of moisture content on bullhandling properties of alfalfa pellets. Canadian Agric. Engine. 35 (4): (Abstr.). Fairfield, D. A. (Editor) Pelleting for profit-part 1. Feed and Feeding Digest 54 (6) : 1-5. Frazier, W. C. & D. S. Westhoff Food Microbiology. Mc. Graw Hill Publishing Co., Ltd. New Delhi Gauthama, P Sifat fisik pangan lokal sumber energi, sumber mineral serta hijauan pada kadar air dan ukuran partikel yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hasjmy, A. D Pengaruh waktu penyimpanan dan kemasan ransum komersial ayam petelur terhadap kandungan aflatoksin. Thesis. Sekolah Pasca Sarjana, Intitut Pertanian Bogor, Bogor. Hassen, A, Rethman NFG, Van Niekerk, & Tjelele TJ Influence of season year and species on chemical composition and in vitro digestibility of five Indigofera accessions. J. Animal Feed Sci. Tech. 136: Hassen, A, N.F.G. Rethman, W.A. Z. Apostolides, & Van Niekerk Forage production and potential nutritive value of 24 shrubby indigofera accsessions under field conditions in South Afrika. Tropical Grassland. 42: Henderson, S. M. & R. L. Perry Agricultural Process Engineering. Terjemahan: M. Pratomo. Direktorat Pendidikan Tinggi. Dinas P & K, Jakarta. Imdad, H. P. & Nawangsih A. A Menyimpan Bahan Pangan. Penebar Swadaya, Jakarta. 37

50 Khalil. 1999a. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap kualitas fisik ransum lokal : kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan berat jenis. Media Peternakan 22 (1): Khalil. 1999b. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap kualitas fisik ransum lokal : sudut tumpukan, daya ambang dan faktor higroskopis. Media Peternakan 22 (1): Makfoeld, D Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Agritech, Yogyakarta. McElhiney, R. R Feed Manufacturing Technology IV. American Feed Industry Association, Inc. Arlington, Virginia. Murdinah Studi stabilitas dalam air dan daya pikat makanan udang berbentuk pelet. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pfost, H. B Feed Manufacturing Technology. American Feed Manufacturing Association, Inc. Arlington, Virginia. Schrire, B. D Tribe Indigofereae. In : Marquiafa`vela, FS, Ferreirab MDS, Teixeiraa SP. Novel reports of glands in neotropical species of Indigofera L. (Leguminosae, Papilionoideae). J. Flora. 204: Skerman PJ Tropical Forage Legumes. Food and Agricultural Organization: Rome. Soesarsono Teknologi Penyimpanan Komoditas Pertanian. Fakultas Teknologi Pangan. Institute Pertanian Bogor, Bogor. Sofyan, L. A. & L. Abunawan Kimia Pangan Ternak. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Steel, R. G. D. & J. H. Torrie Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: M.Syah. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Strickland RW, LJ. Lambourne, & D. Ratcliff A rat bioassay for screening tropical legume forages and seeds for palatability and toxicity. Australian Journal of Experimental Agriculture 27: Syarief & Halid Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syarief, R & A. Irawati Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Media Sarana Perkasa, Jakarta. Thomas, M., D. J. van Zuilichem & A. F. B. van der Poel Physical quality of pelleted animal feed 3. contribution of feedstuff component. J. Animal Feed Sci. Tech. 70: Tokarnia CH, J. Dobereiner, & PV. Peixoto Plantas To` xicas do Brasil. In : Marquiafa`vela, FS, Ferreirab MDS, Teixeiraa SP. Novel reports of glands in neotropical species of Indigofera L. (Leguminosae, Papilionoideae). J. Flora. 204: Wigati, D Pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan terhadap serangan serangga dan sifat fisik ransum broiler starter berbentuk crumble. Skripsi. 38

51 Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Williams, P. C Storage of Grains and Seeds. In: Mycotoxin and Animal Foods. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida. Winarno, F. G Hama Gudang dan Teknik Pemberantasannya. M-Brio Press, Bogor. Winarno, F. G., S. Fardiaz & D. Fardiaz Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia, Jakarta. Winarno, F. G Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wirakartakusumah, M. A Sifat Fisik Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Van DTT, NT. Mui, & I. Ledin Tropical Foliages: effect of presentation metgod and spesies on intake by goats. J. Animal Feed Sci. Tech. 118:

52 LAMPIRAN 40

53 Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Kerapatan Tumpukan SK db JK KT Fhit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 2 0,0061 0, ,6299**) 5, , v 3, 5 1 0, , ,0684**) 5, ,745 3 v 5 1 3,3E-05 3,3E-05 0, , ,745 Galat 6 0, ,00017 Total 8 Keterangan : SK = Sumber Keragaman; db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F 0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); F 0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01); Tanda **) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01) Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Kerapatan Pemadatan Tumpukan SK db JK KT Fhit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 2 0,0117 0, ,7066**) 5, , v 3, 5 1 0, , ,1412**) 5, ,745 3 v 5 1 0, , , , ,745 Galat 6 0, ,00023 Total 8 Keterangan : SK = Sumber Keragaman; db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F 0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); F 0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01); Tanda **) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01) Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Sudut Tumpukan SK db JK KT Fhit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 2 53, , ,7376**) 5, , v 3, , , ,2184**) 5, ,745 3 v ,758 14,758 27,2568**) 5, ,745 Galat 6 3, ,54144 Total 8 Keterangan : SK = Sumber Keragaman; db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F 0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); F 0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01); Tanda **) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01) 41

54 Lampiran 4. Hasil Sidik Ragam Pellet Durability Index SK db JK KT Fhit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 2 80, , ,4815**) 5, , v 3, , , ,06**) 5, ,745 3 v , , ,8066**) 5, ,745 Galat 6 3, ,63329 Total 8 Keterangan : SK = Sumber Keragaman; db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F 0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); F 0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01); Tanda **) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Lampiran 5. Rataan Berat Jenis Pelet Daun Indigofera sp. Selama Penyimpanan Ukuran (mm) Lama Penyimpanan (hari) rataan ,20 B 1333,33 C 1333,33 C 1277,78 CD 1277,78 CD 1337, ,93 A 1305,56 CD 1250 CD 1250 CD 1250 CD 1335, ,29 A 1225,49 D 1250 CD 1225,49 D 1225,49 D 1312,75 rataan 1575,47 a 1288,13 b 1277,78 b 1251,09 c 1251,09 c Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Lampiran 6. Rataan Kerapatan Tumpukan Pelet Daun Indigofera sp. Selama Penyimpanan Ukuran (mm) Lama Penyimpanan (hari) rataan 3 620,70 BC 633,39 BC 642,98 CD 638,44 CD 633,92 BCD 633,88 b 5 625,41 BC 642,98 CD 669,17 E 659,85 DE 625 BC 644,48 b 8 567,97 A 571,46 A 620,96 BC 616,53 BC 610,22 B 597,43 a rataan 604,69 a 615,94 b 644,37 c 638,28 c 623,05 b Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) 42

55 Lampiran 7. Rataan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pelet Daun Indigofera sp. Selama Penyimpanan Ukuran (mm) Lama Penyimpanan (hari) rataan 3 659,50 666,67 723,10 714,29 706,08 693,93 A 5 645,61 666,67 723,10 706,08 706,08 689,51 A 8 577,03 582,63 652,33 659,50 659,50 626,20 B rataan 627,38 B 638,66 B 699,51 A 693,29 A 690,55 A Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Lampiran 8. Rataan Sudut Tumpukan Pelet Daun Indigofera sp. Selama Ukuran (mm) Penyimpanan Lama Penyimpanan (hari) rataan 3 18,14 A 19,57 AB 20,66 BC 22,99 CDEF 21,76 BCDE 20,62 A 5 21,28 BCD 22,04 CDE 21,80 BCDE 22,83 CDEF 23,30 DEF 22,25 B 8 24,13 EFG 26,32 FG 23,43 DEF 26,07 G 26,37 G 25,26 C rataan 21,18 a 22,64 b 21,96 b 23,96 c 23,81 c Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Lampiran 9. Rataan Pellet Durability Index Pelet Daun Indigofera sp. Selama Penyimpanan Ukuran (mm) Lama Penyimpanan (hari) rataan 3 97,91 A 97,12 AB 97,01 AB 97,56 AB 97,33 AB 97,39 A 5 96,09 B 96,78 AB 96,62 AB 96,39 AB 96,37 AB 96,45 B 8 90,86 C 89,90 C 88,84 D 89,22 D 89,87 CD 89,74 C rataan 94,95 94,60 94,16 94,39 94,52 Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) 43

56 Lampiran 10. Kandungan Nutrisi Daun Indigofera sp. Bentuk Tepung dan Pelet Daun ABU LEMAK PROTEIN SERAT Indigofera KA BK sp. As Fed BK As Fed BK As Fed BK As Fed BK Tepung 14,59 85,41 4,29 5,02 2,52 2,95 24,34 28,50 11,69 13,69 3 mm 8,49 91,51 4,68 5,11 2,73 2,98 27,08 29,59 11,7 12,79 5 mm 6,37 93,63 4,33 4,62 3,16 3,37 27,68 29,56 12,42 13,26 8 mm 12,23 87,77 4,75 5,41 2,84 3,24 26,47 30,16 11,64 13,26 44

57 Lampiran 11. Hasil Sidik Ragam Berat Jenis Pelet Selama Penyimpanan SK db JK KT Fhit F 0,05 F 0,01 Perlakuan , ,9 29,631**) 2, ,7946 Faktor A , ,8 0, , ,45294 Faktor B , ,9577**) 2, ,07403 A*B , ,6 6,74241**) 2, ,22587 Galat , ,8 Total ,769 Keterangan : SK = Sumber Keragaman; db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F 0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); F 0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01); Tanda **) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Lampiran 12. Uji Lanjut Duncan Berat Jenis Pelet Selama penyimpanan Subset Perlakuan N A8B30 3 1,2267 A8B60 3 1,2267 A8B7 3 1,2267 A5B15 3 1,2500 1,2500 A5B30 3 1,2500 1,2500 A5B60 3 1,2500 1,2500 A8B15 3 1,2500 1,2500 A3B30 3 1,2767 1,2767 A3B60 3 1,2767 1,2767 A5B7 3 1,3033 1,3033 A3B15 3 1,3300 A3B7 3 1,3300 A3B0 3 1,4667 A5B0 3 1,6267 A8B0 3 1,6767 Sig.,134,117 1,000,248 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) =,

58 Lampiran 13. Hasil Sidik Ragam Kerapatan Tumpukan Pelet Selama Penyimpanan SK db JK KT F HIT F 0,05 F 0,01 Perlakuan , ,25 16,05**) 2,05 2,76719 Faktor A , ,15 64,6329**) 3, ,42045 Faktor B , ,9 16,7413**) 2,7014 4,04487 A*B , ,695 3,55861**) 2, ,19822 Galat , ,262 Total ,0613 Keterangan : SK = Sumber Keragaman; db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F 0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); F 0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01); Tanda **) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Lampiran 14. Uji Lanjut Duncan Kerapatan Tumpukan Pelet Selama Penyimpanan Subset Perlakuan N A8B0 3,5700 A8B7 3,5733 A8B60 3,6133 A8B30 3,6200,6200 A3B0 3,6233,6233 A3B7 3,6233,6233 A8B15 3,6233,6233 A5B0 3,6300,6300 A5B60 3,6300,6300 A3B60 3,6367,6367,6367 A3B15 3,6433,6433 A3B30 3,6433,6433 A5B7 3,6433,6433 A5B30 3,6600,6600 A5B15 3,6700 Sig.,778,096,100,084,401 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) =,

59 Lampiran 15. Hasil Sidik Ragam Sudut Tumpukan Pelet Selama Penyimpanan SK db JK KT F HIT F 0,05 F 0,01 Perlakuan , , ,0999**) 2,05 2,76719 Faktor A 2 166, ,056 68,5096**) 3, ,42045 Faktor B 4 51, , ,5181**) 2,7014 4,04487 A*B 8 22, , , , ,19822 Galat 29 35, ,21233 Total , Keterangan : SK = Sumber Keragaman; db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F 0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); F 0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01); Tanda **) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Lampiran 16. Uji Lanjut Duncan Sudut Tumpukan Pelet Selama Penyimpanan Subset Perlakuan N A3B0 3 18,1433 A3B7 3 19, ,5733 A3B , ,6567 A5B0 3 21, , ,2800 A3B , , , ,7600 A5B , , , ,7967 A5B7 3 22, , ,0433 A5B , , , ,8267 A3B , , , ,9900 A5B , , ,2967 A8B , , ,4267 A8B0 3 24, , ,1300 A8B7 3 24, ,9633 A8B ,0700 A8B ,3667 Sig.,177,062,057,082,056,077,055 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1,

60 Lampiran 17. Hasil Sidik Ragam Pellet Durability Index Selama Penyimpanan SK db JK KT F HIT F 0,05 F 0,01 Perlakuan , , ,559**) 1, ,52727 Faktor A 2 522, , ,043**) 3, ,13555 Faktor B 4 3, , , , ,78994 A*B 8 6, , , , ,95666 Galat 29 8, ,3002 Total ,61512 Keterangan : SK = Sumber Keragaman; db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F 0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); F 0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01); Tanda **) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Lampiran 18. Uji Lanjut Duncan Pellet Durability Index Pelet Selama Penyimpanan Perlakuan N Subset A8B ,8400 A8B ,2200 A8B , ,8667 A8B0 3 90,8600 A8B7 3 91,2467 A5B0 3 96,0867 A5B , ,3733 A5B , ,3933 A5B , ,8600 A5B7 3 96, ,8800 A3B , ,0133 A3B7 3 97, ,1200 A3B , ,3267 A3B , ,5600 A3B0 3 97,9133 Sig.,162,062,071,059 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) =,

61 Lampiran 19. Hasil Sidik Ragam Kadar Air Pelet Selama Penyimpanan SK db JK KT F HIT F 0,05 F 0,01 Perlakuan , , ,764**) 2, ,7946 Faktor A 2 156, , ,07**) 3, ,45294 Faktor B 4 10, , ,0937**) 2, ,07403 A*B 8 5, , ,5209**) 2, ,22587 Galat 28 1, ,03763 Total ,21465 Keterangan : SK = Sumber Keragaman; db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F 0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); F 0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01); Tanda **) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) 49

62 Lampiran 20. Uji Lanjut Duncan Kadar Air Pelet Selama Penyimpanan Subset Perlakuan N A5B0 3 6,4333 A5B30 3 6,9167 A5B7 3 7,3833 A5B15 3 7,4767 A5B60 3 7,8500 A3B0 3 8,4867 A3B30 3 8,9767 A3B7 3 9,4400 A3B15 3 9,6533 A3B ,3700 A8B ,6900 A8B7 3 11,6867 A8B , ,9167 A8B0 3 12,1267 A8B ,5133 Sig. 1,000 1,000,602 1,000 1,000 1,000,238,081,204,245 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) =,

63 Lampiran 21. Gambar Peralatan Penelitian Die Mesin Pelet Mesin Giling Alat Pengukur Sudut Tumpukan Pellet Durability Tester 51

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Alat dan Bahan Metode Proses Pembuatan Pelet

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Alat dan Bahan Metode Proses Pembuatan Pelet MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2010 di Laboratorium Agrostologi, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Pelet daun Indigofera sp. yang dihasilkan pada penelitian tahap pertama memiliki ukuran pelet 3, 5 dan 8 mm. Berdasarkan hasil pengamatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan Penyimpanan adalah salah satu tindakan pengamanan yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas produk. Penyimpanan pakan dalam industri

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan Oktober sampai Desember 2011. Penyimpanan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, pengujian kualitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan Pellet Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan pertumbuhan serangga pada pellet yang disimpan. Ruang penyimpanan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SERANGAN SERANGGA DAN SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BERBENTUK CRUMBLE

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SERANGAN SERANGGA DAN SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BERBENTUK CRUMBLE PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SERANGAN SERANGGA DAN SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BERBENTUK CRUMBLE SKRIPSI DIMAR WIGATI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN

PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai pada bulan September hingga bulan Desember 2008 dan berlokasi di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Hijauan Pakan Dalam meningkatkan meningkatkan produksi ternak, ketersediaan hijauan makanan ternak merupakan bagian yang terpenting, karena lebih dari 70% ransum ternak terdiri

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Pollard Fermentasi Dalam

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Pollard Fermentasi Dalam 13 BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN Penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Pollard Fermentasi Dalam Pellet Terhadap Serat Kasar dan Kualitas Fisik Pellet dilaksanakan pada bulan Juli 2014 di Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN BENTONIT DAN AIR PANAS PADA SIFAT FISIK RANSUM BENTUK PELET SKRIPSI EDO JENDRA ESA ROZY

PENGARUH PENAMBAHAN BENTONIT DAN AIR PANAS PADA SIFAT FISIK RANSUM BENTUK PELET SKRIPSI EDO JENDRA ESA ROZY PENGARUH PENAMBAHAN BENTONIT DAN AIR PANAS PADA SIFAT FISIK RANSUM BENTUK PELET SKRIPSI EDO JENDRA ESA ROZY PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah (Pennisetum purpureum)

TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah (Pennisetum purpureum) TINJAUAN PUSTAKA Rumput gajah (Pennisetum purpureum) Rumput gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah marginal (Gambar 1). Tanaman ini juga dapat hidup pada tanah kritis dimana

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

UJI SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS KULIT BUAH KAKAO

UJI SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS KULIT BUAH KAKAO Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (1) : 18-24 (2013) ISSN : 2337-9294 UJI SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS KULIT BUAH KAKAO The Physical Characteristic and Storage Capacity of Wafer Complete

Lebih terperinci

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI SKRIPSI Ajeng Widayanti PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dari kawasan Universitas Padjadjaran sebanyak 100 kg bahan kering dan untuk

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dari kawasan Universitas Padjadjaran sebanyak 100 kg bahan kering dan untuk 16 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Bahan Penelitian 2.1.1 Rumput Brachiaria humidicola Rumput Brachiaria humidicola yang digunakan pada penelitian ini didapat dari kawasan Universitas Padjadjaran sebanyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi permasalahan yang dihadapi oleh para peternak. Faktor penghambat. kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak.

I. PENDAHULUAN. menjadi permasalahan yang dihadapi oleh para peternak. Faktor penghambat. kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang berpotensi besar untuk penyediaan hijauan pakan, namun sampai saat ini ketersedian hijauan pakan ternak masih menjadi permasalahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. bentuk daun-daunan termasuk di dalamnya rumput dan leguminosa. peternak masih bergantung pada hijauan yang berada di lapang.

I PENDAHULUAN. bentuk daun-daunan termasuk di dalamnya rumput dan leguminosa. peternak masih bergantung pada hijauan yang berada di lapang. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hijauan pakan merupakan bahan pakan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan termasuk di dalamnya rumput dan leguminosa. Rumput merupakan hijauan segar sebagai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni 2014 di

III. METODOLOGI. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni 2014 di 19 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian inidilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni 2014 di Laboratorium Bioproses dan Pasca Panen dan Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN PROSES KERJA HULLER TERHADAP SIFAT FISIK DEDAK PADI DI KECAMATAN GEBANG, KABUPATEN CIREBON SKRIPSI

PENGARUH PERBEDAAN PROSES KERJA HULLER TERHADAP SIFAT FISIK DEDAK PADI DI KECAMATAN GEBANG, KABUPATEN CIREBON SKRIPSI PENGARUH PERBEDAAN PROSES KERJA HULLER TERHADAP SIFAT FISIK DEDAK PADI DI KECAMATAN GEBANG, KABUPATEN CIREBON SKRIPSI ARYONO PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elais guineensis) merupakan tanaman yang termasuk keluarga palma yang tumbuh baik di daerah tropis, di Nigeria disebut orbignya cohune. Awalnya tanaman ini dikembangkan

Lebih terperinci

KUALITAS FISIK PELLET RANSUM BROILER MENGANDUNG BAHAN DENGAN UKURAN PARTIKEL YANG BERBEDA PADA PROSES PRODUKSI BERKESINAMBUNGAN

KUALITAS FISIK PELLET RANSUM BROILER MENGANDUNG BAHAN DENGAN UKURAN PARTIKEL YANG BERBEDA PADA PROSES PRODUKSI BERKESINAMBUNGAN KUALITAS FISIK PELLET RANSUM BROILER MENGANDUNG BAHAN DENGAN UKURAN PARTIKEL YANG BERBEDA PADA PROSES PRODUKSI BERKESINAMBUNGAN SKRIPSI YULIA AGUSTINA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN KOMBINASI Indigofera zollingeriana DAN Leucaena leucocephala TERHADAP KUALITAS FISIK PELLET SKRIPSI WIDYA ARY HANDOKO

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN KOMBINASI Indigofera zollingeriana DAN Leucaena leucocephala TERHADAP KUALITAS FISIK PELLET SKRIPSI WIDYA ARY HANDOKO PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN KOMBINASI Indigofera zollingeriana DAN Leucaena leucocephala TERHADAP KUALITAS FISIK PELLET SKRIPSI WIDYA ARY HANDOKO DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK JAGUNG, DEDAK PAD1 DAN POLLARD SKRIPSI HARIES IRAWAN

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK JAGUNG, DEDAK PAD1 DAN POLLARD SKRIPSI HARIES IRAWAN KARAKTERISTIK SIFAT FISIK JAGUNG, DEDAK PAD1 DAN POLLARD SKRIPSI HARIES IRAWAN PROGRAM STUD1 NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN HARIES IRAWAN. D24102024.

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013.

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013. 26 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013. Sampel daun nenas diperoleh dari PT. Great Giant Pineapple,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG SKRIPSI FAUZAN LATIEF

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG SKRIPSI FAUZAN LATIEF KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG SKRIPSI FAUZAN LATIEF PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN FAUZAN LATIEF.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP)

PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Aspek Perlindungan dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai pada bulan April 2010 sampai bulan Maret 2011 yang dilakukan di University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor untuk kegiatan pengomposan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan Hammer mill yang dilengkapi dengan saringan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIK KONSENTRAT DOMBA SELAMA PENYIMPANAN

PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIK KONSENTRAT DOMBA SELAMA PENYIMPANAN PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIK KONSENTRAT DOMBA SELAMA PENYIMPANAN (Physical Characteristic Condition of Sheep Diet During Storage) RANTAN KRISNAN Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1, Sei Putih, Galang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran terbesar di Provinsi Lampung. Terdapat 4 kecamatan yang merupakan penghasil sayuran

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Alat Prosedur Larutan Peroksida Pemilihan Jenis Leguminosa Persiapan Media Tanam

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Alat Prosedur Larutan Peroksida Pemilihan Jenis Leguminosa Persiapan Media Tanam MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai bulan Maret 2012, bertempat di Laboratorium Lapang Agrostologi, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan pelengkap (Hartadi dkk., 1991). Konsentrat terdiri dari campuran jagung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan pelengkap (Hartadi dkk., 1991). Konsentrat terdiri dari campuran jagung, 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Konsentrat Konsentrat adalah suatu bahan pakan yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan makanan dan dimaksudkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat B. Bahan dan Alat C. Tahapan Penelitian 1. Persiapan bahan

III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat B. Bahan dan Alat C. Tahapan Penelitian 1. Persiapan bahan III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2009 hingga Mei 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha penggemukan. Penggemukan sapi potong umumnya banyak terdapat di daerah dataran tinggi dengan persediaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI HARFAN TEGAS ADITYA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai Mei sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,

Lebih terperinci

PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN

PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN Junaidi, Ariefin 2, Indra Mawardi 2 Mahasiswa Prodi D-IV Teknik Mesin Produksi Dan Perawatan 2 Dosen Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 32 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 2015 di Laboratorium Teknologi Pakan dan Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Universitas Diponegoro, Semarang.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

Metode Uji Kualitas Bahan Pakan Oleh : ATI SIHOMBING, SP Pembahasan

Metode Uji Kualitas Bahan Pakan Oleh : ATI SIHOMBING, SP Pembahasan Metode Uji Kualitas Bahan Pakan Oleh : ATI SIHOMBING, SP Pembahasan Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap obyek pengawasan dan/atau kegiatan tertentu dengan tujuan untuk memastikan

Lebih terperinci

UJI BEDA UKURAN MESH TERHADAP MUTU PADA ALAT PENGGILING MULTIFUCER

UJI BEDA UKURAN MESH TERHADAP MUTU PADA ALAT PENGGILING MULTIFUCER UJI BEDA UKURAN MESH TERHADAP MUTU PADA ALAT PENGGILING MULTIFUCER (Test of Different Mesh Size on the Quality of Coffee Bean In Multifucer Grinder) Johanes Panggabean 1, Ainun Rohanah 1, Adian Rindang

Lebih terperinci

SAMPAH POTENSI PAKAN TERNAK YANG MELIMPAH. Oleh: Dwi Lestari Ningrum, SPt

SAMPAH POTENSI PAKAN TERNAK YANG MELIMPAH. Oleh: Dwi Lestari Ningrum, SPt SAMPAH POTENSI PAKAN TERNAK YANG MELIMPAH Oleh: Dwi Lestari Ningrum, SPt Sampah merupakan limbah yang mempunyai banyak dampak pada manusia dan lingkungan antara lain kesehatan, lingkungan, dan sosial ekonomi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah pertanian Penggunaan bahan pakan ternak yang umum digunakan sering menimbulkan persaingan, sehingga harga pakan tinggi. Untuk itu, diperlukan upaya untuk mencari alternatif

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Februari

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Feed Wafer dan Feed Burger. Ditulis oleh Mukarom Salasa Selasa, 18 Oktober :04 - Update Terakhir Selasa, 18 Oktober :46

Feed Wafer dan Feed Burger. Ditulis oleh Mukarom Salasa Selasa, 18 Oktober :04 - Update Terakhir Selasa, 18 Oktober :46 Pakan mempunyai peranan yang sangat penting didalam kehidupan ternak. Kita ketahui bahwa biaya pakan merupakan biaya terbesar dari total biaya produksi yaitu mencapai 70-80 %. Kelemahan sistem produksi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan dengan rata-rata bobot badan sebesar 21,09 kg dan koevisien

Lebih terperinci

SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA RANSUM AYAM BROILER SKRIPSI ALBERTUS RANDY SOEWARNO

SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA RANSUM AYAM BROILER SKRIPSI ALBERTUS RANDY SOEWARNO SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA RANSUM AYAM BROILER SKRIPSI ALBERTUS RANDY SOEWARNO PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

UJI KUALITAS FISIK PELLET BERBASIS JERAMI JAGUNG SEBAGAI PAKAN SUMBER SERAT UNTUK TERNAK RUMINANSIA SKRIPSI PEBRI HANDAYANY

UJI KUALITAS FISIK PELLET BERBASIS JERAMI JAGUNG SEBAGAI PAKAN SUMBER SERAT UNTUK TERNAK RUMINANSIA SKRIPSI PEBRI HANDAYANY UJI KUALITAS FISIK PELLET BERBASIS JERAMI JAGUNG SEBAGAI PAKAN SUMBER SERAT UNTUK TERNAK RUMINANSIA SKRIPSI PEBRI HANDAYANY DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER 4.1. Tujuan Tujuan dari materi praktikum Pengemasan Vacuum Dan Cup Sealer adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui cara pengemasan menggunakan vacuum sealer. 2. Mengetahui

Lebih terperinci

Gambar 2. Bentuk Umum Bungkil Inti Sawit

Gambar 2. Bentuk Umum Bungkil Inti Sawit TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Komposisi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Barat yang mempunyai iklim tropis. Tanaman ini awalnya dikembangkan perusahaan besar dan kemudian

Lebih terperinci

Coleman and Lawrence (2000) menambahkan bahwa kelemahan dari pakan olahan dalam hal ini wafer antara lain adalah:

Coleman and Lawrence (2000) menambahkan bahwa kelemahan dari pakan olahan dalam hal ini wafer antara lain adalah: Wafer Pakan (Feed Wafer) Roti/Wafer pakan merupakan salah satu teknologi pengolahan pakan yang efektif dan diharapkan dapat menjaga kontinuitas ketersediaan pakan ternak, terutama pada musim kemarau. Stevent

Lebih terperinci

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP KERUSAKAN FISIK/MEKANIS KERUSAKAN KIMIAWI KERUSAKAN MIKROBIOLOGIS KEAMANAN PANGAN, CEGAH : o CEMARAN FISIK o CEMARAN KIMIAWI o CEMARAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Organoleptik Ikan Tongkol Asap Uji organoleptik/mutu hedonik ikan tongkol asap dinilai berdasarkan pada kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Produksi Tanaman dan RGCI, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

KANDUNGAN ASAM FITAT DAN KUALITAS DEDAK PADI YANG DISIMPAN DALAM KEADAAN ANAEROB SKRIPSI RETNO IRIANINGRUM

KANDUNGAN ASAM FITAT DAN KUALITAS DEDAK PADI YANG DISIMPAN DALAM KEADAAN ANAEROB SKRIPSI RETNO IRIANINGRUM KANDUNGAN ASAM FITAT DAN KUALITAS DEDAK PADI YANG DISIMPAN DALAM KEADAAN ANAEROB SKRIPSI RETNO IRIANINGRUM DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang optimal. Calf starter yang dikonsumsi sejak lepas kolostrum dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang optimal. Calf starter yang dikonsumsi sejak lepas kolostrum dapat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Calf Starter Konsumsi calf starter oleh pedet di usia dini sangat penting untuk pengembangan organ pencernaan yang berfungsi untuk mencapai pertumbuhan yang optimal. Calf

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas

MATERI DAN METODE di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini sudah dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2014 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas Pertanian dan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian analisis sifat fisik cookies berbahan baku tepung terigu dengan substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi udang di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya menyatakan, pencapaian produksi udang nasional

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C)

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) SKRIPSI HENDRIA FIRDAUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan 20 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 1) Kulit Pisang Nangka Kulit pisang nangka berfungsi sebagai bahan pakan tambahan dalam ransum domba. Kulit pisang yang digunakan berasal dari pisang

Lebih terperinci

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Kambing Perah, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2011. Pelaksanaan penelitian di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci