ANALISIS KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN DAN TINGKAT PARTISIPASI KELOMPOK DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN DAN TINGKAT PARTISIPASI KELOMPOK DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT)"

Transkripsi

1 ANALISIS KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN DAN TINGKAT PARTISIPASI KELOMPOK DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) (Kasus: Gabungan Kelompok Tani Jaya Tani Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) Oleh : ARI WAHYU WIJAKSANA I Dosen Pembimbing: Ir. Fredian Tonny, MS DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 ABSTRACT ARI WAHYU W. Institutional Sustainability Analysis and Level of Group Participation in SL-PTT (Case: Gapoktan Jaya Tani in Cibunian Village, District Pamijahan, Bogor Regency). Supervised by FREDIAN TONNY NASDIAN. This research analyzes the sustainability of Gapoktan Jaya Tani institutional. This study using a quantitative approach with survey method. Respondents in this research are farmers from Gapoktan members who are currently active in the activities of the SL-PTT. They were 30 people, they came from three groups of farmers with low levels of ability, medium, and high, with the ownership of land is narrow, medium, and large. The purpose of this research are 1) Analyze the socioeconomic characteristics of Gapoktan Jaya Tani members and its relation with the level of individual participation in the program SL-PTT, 2) Identifies the level of management, the level of democracy, the level of transparency, accountability, and the level of the power of institutional network that is built up, 3) Identify the level of group participation in SL-PTT program, and 4) analyze the extent role of institutional sustainability against the participation of the group in the program SL-PTT. The results of this research show the sustainability of Gapoktan Jaya Tani institutional is sustain because the level of management is high, and the principles of Good Governance (democracy, transparency, and accountability) works well in Gapoktan. Sustain category of Gapoktan Jaya Tani is still at the lowest level cause of the level of group participation in SL-PTT program which is still at the level of placation (degree of tokenisme), at this level the communities have influence even though in some ways is still determined by people that has power. Keywords: sustainability institutional, management, democracy, transparency, accountability, institutional networking and participation.

3 RINGKASAN ARI WAHYU W. Analisis Keberlanjutan Kelembagaan dan Tingkat Partisipasi Kelompok dalam Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL- PTT) (Kasus: Gabungan Kelompok Tani Jaya Tani Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor). Dibawah bimbingan FREDIAN TONNY NASDIAN. Pembangunan yang dilakukan selama ini, menempatkan unsur kelembagaan sebagai salah satu faktor penting untuk menjamin keberhasilan dan kesinambungan pembangunan dalam berbagai bidang. Kurang efektifnya beberapa program pembangunan disadari karena lemahnya kelembagaan yang menopang program tersebut. Keberhasilan program-program pemberdayaan khususnya yang ditujukan untuk petani, tidak lepas dari dukungan kelembagaan yang ada di komunitas desa tersebut. Penelitian ini menganalisis keberlanjutan kelembagaan Gapoktan Jaya Tani. Penelitian ini, menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu dengan metode survai. Responden dalam penelitian ini adalah petani anggota Gapoktan yang saat ini sedang aktif dalam kegiatan SL-PTT. Responden dalam penelitian ini berjumlah 30 orang, responden berasal dari tiga kelompok tani berdasarkan tingkat kemampuan rendah, sedang, dan tinggi dengan luas kepemilikan lahan sempit, sedang, dan luas. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Menganalisis karakteristik sosial ekonomi petani anggota Gapoktan Jaya Tani dan hubungannya dengan tingkat partisipasi individu dalam program SL-PTT, 2) Mengidentifikasi tingkat keseimbangan pelayanan-peran serta, tingkat demokrasi, tingkat transparansi, tingkat akuntabilitas, dan kekuatan jejaring kelembagaan yang terbangun, 3) Mengidentifikasi tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT, dan 4) Menganalisis sejauh mana peran kelembagaan berkelanjutan terhadap partisipasi kelompok dalam program SL-PTT. Penelitian ini dilaksanakan di Gabungan Kelompok Tani Jaya Tani Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Program yang saat ini sedang aktif dilaksanakan di masing-msing Poktan adalah kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu untuk komoditas padi.

4 Hasil dari penelitian ini menunjukan keberlanjutan kelembagaan Gapoktan Jaya Tani tergolong sustain dilihat dari tingkat keseimbangan pelayanan-peran serta yang tergolong tinggi, dan prinsip-prinsip good governance (demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas) berfungsi dengan baik di Gapoktan. Tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT masih berada pada level placation (degree of tokenisme), pada tingkat ini masyarakat memiliki pengaruh meskipun dalam beberapa hal masih ditentukan oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Tingkat placation ini termasuk dalam derajat penghargaan atau degree of tokenisme, yaitu suatu tingkat partisipasi di mana masyarakat dapat berpartisipasi namun mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa ide-ide mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Keberlanjutan kelembagaan memiliki peran penting dalam kaitannya dengan tingkat partisipasi kelompok dalam program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu, karena keberlanjutan kelembagaan ini terkait juga dengan kesamaan persepsi terhadap program SL-PTT dan kesamaan visi dari setiap anggota. Dengan adanya kesamaan visi maupun persepsi terhadap program maka tidak akan ada lagi petani yang merasa bahwa pertemuanpertemuan dalam kegiatan SL-PTT mengganggu aktivitas kerja mereka. Dari hasil penelitian diperoleh suatu analisis bahwa terdapat hubungan yang kuat antara luas lahan dan rata-rata penghasilan dengan tingkat partisipasi petani dalam program SL-PTT.

5 ANALISIS KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN DAN TINGKAT PARTISIPASI KELOMPOK DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) (Kasus: Gabungan Kelompok Tani Jaya Tani Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ARI WAHYU WIJAKSANA I SKRIPSI Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

6 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa NIM Judul : Ari Wahyu Wijaksana : I : ANALISIS KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN DAN TINGKAT PARTISIPASI KELOMPOK DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) (Studi Kasus: Gabungan Kelompok Tani Jaya Tani Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Fredian Tonny, MS NIP Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP Tanggal Pengesahan :

7 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN DAN TINGKAT PARTISIPASI KELOMPOK DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) (KASUS: GABUNGAN KELOMPOK TANI JAYA TANI DESA CIBUNIAN, KECAMATAN PAMIJAHAN, KABUPATEN BOGOR) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR- BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Januari 2012 Ari Wahyu Wijaksana NIM. I

8 RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari pasangan bapak Misbahudin dan ibu Wiwin Widiawati. Penulis dilahirkan 17 Februari 1990 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, menuntutnya untuk menjadi pribadi yang mandiri dan menjadi panutan di keluarganya. Mengawali pendidikan formal di SD Negeri Kaduagung Tasikmalaya, lalu melanjutkan di MTS Negeri Cipaingeun Tasikmalaya, kemudian pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren AL-AMIN Kota Tasikmalaya. Selama di Pondok Pesantren penulis aktif berorganisasi baik dalam kepengurusan OSIS MA AL- AMIN dan Kepengurusan Pesantren. Tidak lama setelah menyelesaikan pendidikan di Pondok Pesantren, berkat rahmat Allah Swt penulis berhasil diterima di Institut Pertanian Bogor di Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat melalui jalur USMI tahun Pada tahun pertama kuliah penulis berhasil memperoleh beasiswa Lippo Bank, serta program beasiswa BMU dari IPB. Penulis masuk dalam Program Akselerasi mahasiswa departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 2011 dan berusaha menyelesaikan studinya selama 3,5 tahun. Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif menjadi pengurus dalam organisasi kemahasiswaan IPB. Diantaranya aktif di Himpunan Peminat Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) pada Divisi Community Development Selain itu penulis juga pernah aktif dibeberapa kepanitiaan. Diantaranya, Kemah Riset 2010, Indonesian Ecology Expo (INDEX) 2010 dan Turun Lapang Himasiera 2011.

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Keberlanjutan Kelembagaan dan Tingkat Partisipasi Kelompok dalam Program Pemberdayaan Petani di Komunitas (Kasus : Gabungan Kelompok Tani Jaya Tani Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) Terimakasih yang setulus-tulusnya penulis ucapkan kepada pembuatan skripsi ini. Terimakasih kepada Ir. Fredian Tonny MS, sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan bimbingan, meluangkan waktu, dan berbagi ilmu sehingga penulis dapat lebih memahami topik bahasan dan dapat menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada bapak Edi (ketua Gapoktan), bapak Supanji (ketua Poktan Karya Tani), Uci (ketua Poktan Subur Tani), bapak Odih (ketua Poktan Adil Tani), bapak Jasiman, SP (PPL Desa Cibunian), bapak Apik (BPD) atas kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat terlaksana. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana peran keberlanjutan kelembagaan Gapoktan Jaya Tani terhadap tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT. Peneliti mengetahui bahwa karya ini belumlah sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata semoga skripsi dapat menghasilkan laporan yang bermanfaat bagi banyak pihak. Bogor, Januari 2012 Ari Wahyu Wijaksana NIM I

10 UCAPAN TERIMAKASIH Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Pihak-pihak tersebut telah membantu penulis dengan menyumbangkan pemikiran, memberikan masukan, dan mendukung penulis baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada: 1. Kedua orang tuaku bapak Misbahudin dan ibu Wiwin Widiawati, yang selalu menyayangi, memberikan motivasi, dukungan moril dan materil. Terimakasih atas untaian doa yang tidak pernah putus; 2. Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS sebagai dosen pembimbing, atas segala arahan, motivasi, saran, dan pemikirannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini; 3. Dr.Ir. Saharudin selaku dosen penguji utama, Heru Purwandari, S.P, MSi selaku dosen penguji wakil departemen SKPM dan Ir. Hadianto, MS selaku dosen uji petik Skripsi, terimakasih atas masukan, kritik dan arahannya yang sangat berharga dalam penulisan Skripsi; 4. Bapak Edi ketua Gapoktan, beserta anggota bapak Uci, bapak Supanji, bapak Odih, bapak Apik (ketua BPD), dan bapak Jasiman, SP selaku PPL di Desa Cibunian; 5. Ruly dan Angga adiku yang selalu menjadi motivasi untuk bisa menjadi kakak yang baik; 6. Mang Asep, bi Ida dan semua keluarga besar yang senantiasa memberikan dukungan moril dan materil; 7. Nur Apriandini yang selalu memberi semangat dan meluangkan waktu untuk mendengarkan keluhan-keluhan penulis. Cepat selesai skripsinya ya; 8. Teman-teman Kuil Cinta, M.Rizki Pratama, Bejo, Ucup, Giway, Itaw, Reza, Jabbar, Ozi, Gaung, Malih, Ahong, Robi, Farhan; 9. Teman-teman KPM 45 terimakasih banyak atas pengalaman-pegalaman menarik dan kebersamaan kita selama kuliah; 10. Teman-teman Comdev Himasiera, Ageu, Hamdani, Siti, Tanti, Tri, Opang, dan Melisa terimakasih atas kebersamaan, pengalaman dan ilmunya.

11 xi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... 5 BAB II PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Kelembagaan dan Modal Sosial Penguatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemberdayaan Masyarakat Tipologi Kelembagaan Komunitas Lokal Partisipasi Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Model-model Pengembangan Masyarakat Komunitas Kemitraan SL-PTT : Definisi, Tujuan, dan Azas Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian Definisi Konseptual Definisi Operasional BAB III PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan Responden dan Informan Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisis Data BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI Profil Desa Cibunian Keadaan Alam dan Letak Geografis Struktur Sosial Masyarakat Desa Cibunian Pola Adaptasi Ekologi Profil Gapoktan Jaya Tani Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Ikhtisar BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT Jenis Kelamin Responden... 41

12 xii 5.2 Usia Responden Tingkat Pendidikan Responden Jenis Pekerjaan Responden Luas Lahan Responden Rata-rata Penghasilan Responden Hubungan Karakteristik Petani dengan Tingkat Partisipasi dalam SL- PTT Hubungan Jenis Kelamin dengan Tingkat Partisipasi Hubungan Usia dengan Tingkat Partisipasi Hubungan Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Partisipasi Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Tingkat Partisipasi Ikhtisar BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN Tingkat Keseimbangan Pelayanan-Peran Serta Tingkat Demokrasi Transparansi Akuntabilitas Jejaring Kelembagaan Tingkat Partisipasi Kelompok dalam Program SL-PTT Keberlanjutan Kelembagaan Ikhtisar BAB VII KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN DAN PARTISIPASI KELOMPOK BAB VIII PENUTUP Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 71

13 xiii DAFTAR TABEL Nomor Halaman Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun Tabel 2. Luas dan Persentase Penggunaan Lahan Desa Cibunian Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Cibunian Menurut Jenis Mata Pencaharian Tabel 4. Jumlah Anggota Berdasarkan Kelompok Tani, Ketua, dan Alamat di Gapoktan Jaya Tani Tabel 5. Tingkat Kemampuan dan Nama Kelompok Tani Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jenis Kelamin di Gapoktan Jaya Tani Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Usia di Gapoktan Jaya Tani Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Gapoktan Jaya Tani Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Gapoktan Jaya Tani Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kepemilikan Luas Lahan Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Rata-rata Penghasilan/Bulan Tabel 12. Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi Responden Menurut Jenis Kelamin Tabel 13. Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi Responden Menurut Usia Tabel 14. Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tabel 15. Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi Responden Menurut Luas Lahan Tabel 16. Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi Responden Menurut Tingkat Penghasilan Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Keseimbangan Pelayanan-Peran Serta dalam Gapoktan Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Penerapan Prinsip-Prinsip Demokrasi Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Penerapan Prinsip-Prinsip Transparansi Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Penerapan Prinsip-Prinsip Akuntabilitas dalam Gapoktan Jaya Tani Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kekuatan Jejaring yang Terbangun Gapoktan Jaya Tani Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kehadiran dalam Pertemuan Tabel 23. Jumlah Skor Tingkat Partisipasi Tabel 24. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Keaktifan dalam Berdiskusi dan Mengemukakan Pendapat Tabel 25. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Keaktifan dalam Kegiatan Fisik... 59

14 xiv Tabel 26. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kesediaan Untuk Membayar Tabel 27. Tingkat Partisipasi Kelompok dalam Program SL-PTT Tabel 28. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Keberlanjutan Kelembagaan... 62

15 xv DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Gambar 1. Gambar 1. Tipologi kelembagaan komunitas lokal Gambar 2. Gambar 2. Delapan Tangga Tingkat Partsipasi Masyarakat Gambar 3. Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian... 24

16 xvi DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman Lampiran 1. Hasil Olah Data Statistik Lampiran 2. Struktur Organisasi Gapoktan Jaya Tani Lampiran 3. Sketsa Lokasi Lampiran 4. Kerangka Sampling Lampiran 5. Kuesioner Penelitian... 82

17 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan saat ini, menempatkan unsur kelembagaan sebagai salah satu faktor penting untuk menjamin keberhasilan dan kesinambungan pembangunan dalam berbagai bidang. Hal ini mengingat sifat kelembagaan merupakan unsur esensial yang tidak dapat dijiplak secara mentahmentah atau dipinjam dari negara lain, melainkan harus digali dan dibentuk berdasarkan atas potensi dan sumberdaya lokal dengan mempertimbangkan nilainilai sosial dan budaya yang melekat pada masyarakat dan peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya kelembagaan itu harus diarahkan dan digerakan agar dapat mengimbangi dinamika dalam bidang ekonomi, mampu mengantisipasi berbagai perubahan-perubahan yang cepat dan mampu memanfaatkan berbagai masukan terutama informasi teknologi yang diperlukan guna menunjang pemberdayaan dan pengembangan kelembagaan yang berdayaguna dan berhasil guna (Nasution, 2002). Seiring terjadinya pergeseran paradigma pembangunan nasional ke arah demokratisasi dan desentralisasi, sudah selayaknya kalau konsep pembangunan berorientasi kepada konsep pemberdayaan masyarakat. Namun pada kenyataannya tidak semua program pemberdayaan masyarakat yang diupayakan berjalan baik, hal tersebut salah satunya dikarenakan masih lemahnya kelembagaan yang ada di tingkat komunitas. Seperti yang diungkapkan Syahyuti 1 jika dicermati secara mendalam, pada hakikatnya pengembangan kelembagaan masih merupakan jargon politik daripada kenyataan riil di lapangan. Dengan membungkus suatu kebijakan dengan pengembangan kelembagaan seolah-olah pelaksana program telah bersifat menghargai kearifan lokal, lebih sosial, dan lebih partisipatif. Kenyataanya mungkin teknologi sebagai entry point-nya, bukan kelembagaan. Padahal kelembagaan merupakan faktor yang mendasar untuk 1 [diakses pada hari Rabu, 04 Mei 2011, pukul 20:09 WIB]

18 2 mengembangkan potensi individu maupun kelompok pemanfaat, serta membentuk solidaritas antar pihak. Pernyataan di atas diperkuat dari hasil penelitian Tim Studi Aksi PSP3 IPB di DAS Citanduy. Ditemukan bahwa kelembagaan komunitas lokal masih belum mampu mengembangkan jejaring kelembagaan baik secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal, kelembagaan komunitas lokal yang ada belum mampu membangun dan mengembangkan jejaring dengan berbagai kelembagaan lain di luar komunitasnya. Sedangkan secara vertikal pemerintah dengan kebijakannya masih belum memberikan ruang yang luas bagi partisipasi anggota kelembagaan komunitas lokal untuk mengembangkan kreatifitasnya dan dalam proses pengambilan keputusan. Menurut Nasdian (2006) Peningkatan kapasitas kelembagaan desa merupakan suatu proses dalam pemberdayaan komunitas desa. Dalam pendekatan kolaboratif prinsip kesetaraan bagi para stakeholder adalah kunci keberhasilan dalam mewujudkan kemitraan. Namun pada kenyataannya komunitas desa sebagai stakeholder berada pada posisi paling lemah sehingga diperlukan upaya pemberdayaan agar prinsip kesetaraan tercapai dan masyarakat dapat berperan sejajar dengan stakeholder lainnya. Pada dasarnya kegiatan pemberdayaan masyarakat di komunitas tidak hanya dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah dan NGO. Bahkan, sekarang oleh pihak-pihak swasta yang berkepentingan di wilayah komunitas tersebut sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya. Sebagai suatu metode, pemberdayaan masyarakat menekankan adanya proses partisipasi dan peranan langsung dari warga komunitas (Suharto, 2005). Jaya Tani adalah Gabungan Kelompok Tani yang ada di Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Program pemberdayaan yang sedang aktif saat ini adalah kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu untuk Padi.Program SL-PTT bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam mengelola usaha taninya melalui berbagai macam strategi salah satunya adalah melalui penguatan kelembagaan pertanian yang meliputi kelembagaan penyuluhan, kelompok tani (Poktan), gabungan kelompok tani (Gapoktan), koperasi tani (Koptan), penangkar benih, pengusaha benih, KUD,

19 3 dan lain-lain serta pembiyaan usaha tani melalui KKP-E, LM3, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan PUAP. Kegiatan SL-PTT di Desa Cibunian dilaksanakan pada masing-masing kelompok tani anggota Gapoktan Jaya Tani. Keberhasilan program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu ini tidak lepas dari dukungan kelembagaan yang ada di tingkat lokal salah satunya adalah Gapoktan Jaya Tani. Oleh karena itu, keberlanjutan kelembagaan Gapoktan Jaya Tani dipandang menarik untuk diteliti lebih lanjut dan kaitannya dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) di Gapoktan Jaya Tani. 1.2 Masalah Penelitian Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) merupakan sekolah lapangan bagi petani dalam menerapkan berbagai teknologi usahatani melalui penggunaan input produksi yang efisien menurut spesifik lokasi sehingga mampu menghasilkan produktivitas tinggi untuk menunjang peningkatan produksi secara berkelanjutan.dalam SL-PTT petani dapat belajar langsung di lapangan melalui pembelajaran dan penghayatan langsung (mengalami), mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan (melakukan/mengalami kembali), menghadapi dan memecahkan masalah-masalah terutama dalam hal teknik budidaya dengan mengkaji bersama berdasarkan spesifik lokasi. SL-PTT dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip partisipatif. Pada pelaksanaan SL-PTT petani berperan serta dalam memilih dan menguji teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran dalam bentuk laboratorium lapangan. Setiap petani anggota Gapoktan atau Poktan berasal dari latar belakang sosial ekonomi yang berbeda-beda misalnya tingkat pendididikan, luas lahan dan sebagainya. Menurut Slamet (1993) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat yaitu jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan mata pencaharian. Oleh karena itu, secara garis besar, pertanyaan yang akan dikaji lebih lanjut adalah bagaimana karakteristik sosial ekonomi petani anggota Gapoktan Jaya Tani dan hubungannya dengan tingkat partisipasi individu dalam program SL-PTT?

20 4 Keberlanjutan kelembagaan Gapoktan Jaya Tani dianggap begitu penting mengingat lembaga ini adalah lembaga yang paling representatif dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat khususnya petani mengenai berbagai macam informasi yang mendukung kegiatan atau pengembangan pertanian di Desa Cibunian. Melihat peran dan fungsinya yang cukup sentral di masyarakat, maka muncul pertanyaan: Bagaimana tingkat keseimbangan pelayanan-peran serta, tingkat demokrasi, tingkat transparansi, tingkat akuntabilitas, dan kuat jejaring kelembagaan yang terbangun? Dalam penerapannya, SL-PTT tidak lepas dari prinsip-prinsip partisipasi. Hal itu dimulai dengan proses diskusi untuk mengidentifikasi masalah dan peluang antara petani dengan penyuluh lapang, kemudian menentukan komponen teknologi PTT berdasarkan kesepakatan kelompok, penyusunan RUK, penerapan PTT dan sampai pada pengembangan PTT ke petani lainnya. Melihat proses tersebut penting untuk mengetahui sejauh mana tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT? Keberhasilan program SL-PTT dilihat dari meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petani dalam menentukan teknologi pengelolaan tanaman terpadu yang sesuai dengan situasi dan kondisi alam pada masing-masing kelompok tani, selain itu keberhasilan program ini juga dapat dilihat dari tingkat partisipasi masyarakat dalam setiap rangkaian kegiatan. Keberhasilan program ini juga tidak lepas dari bagaimana faktor eksternal dan internal, faktor eksternal misalnya keterampilan penyuluh dalam menarik minat, mengidentifikasi masalah dan kemampuan bekerjasama bersama petani, dari faktor internal salah satunya adalah kondisi dari Gapoktan itu sendiri baik itu dari aspek manajemen dan good governance. Oleh karena itu, menjadi penting untuk dilihat sampai sejauh mana peran kelembagaan berkelanjutan terhadap partisipasi kelompok dalam program SL-PTT?

21 5 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengkaji sampai sejauh mana keberlanjutan kelembagaan Gapoktan Jaya Tani dan tingkat partisipasi kelompok dalam program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu. Tujuan utama ini akan dijawab melalui tujuan-tujuan khusus penelitian, yaitu: 1) Menganalisis karakteristik sosial ekonomi petani anggota Gapoktan Jaya Tani dan hubungannya dengan tingkat partisipasi individu dalam program SL-PTT; 2) Mengidentifikasi tingkat keseimbangan pelayanan-peran serta, tingkat demokrasi, tingkat transparansi, tingkat akuntabilitas, dan kuat jejaring kelembagaan yang terbangun; 3) Mengidentifikasi tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT; dan 4) Menganalisis sejauh mana peran kelembagaan berkelanjutan terhadap tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT. 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah: 1) Bagi Akademisi Hasil penelitian berjudul Analisis Keberlanjutan Kelembagaan dan Tingkat Partisipasi Kelompok Dalam Program Pemberdayaan Petani di Komunitas dapat digunakan untuk memahami hubungan antara tingkat partisipasi kelompok dalam program pemberdayaan petani di komunitas dengan keberlanjutan kelembagaan Gapoktan Jaya Tani. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan ilmiah bagi perkembangan ilmu pengembangan masyarakat. 2) Bagi Masyarakat Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai peran penting penguatan kelembagaan lokal sehingga berkelanjutan untuk menciptakan kesetaraan komunitas

22 6 dengan stakeholders kemitraan. lain dalam mewujudkan kolaborasi dan 3) Bagi Pihak Swasta Melalui hasil penelitian ini, diharapkan program pemberdayaan yang akan diupayakan di komunitas, memperhatikan kelembagaan yang ada tingkat komunitas tersebut, sehingga program pemberdayaan yang diupayakan dapat berkelanjutan. 4) Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi pemerintah dalam penyusunan program pemberdayaan di komunitas yang melibatkan berbagai stakeholders. Sehingga diharapkan setiap stakeholders dapat berperan aktif dan saling mendukung.

23 7 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Kelembagaan dan Modal Sosial Kelembagaan mempunyai pengertian sebagai wadah dan sebagai norma. Lembaga atau institusi adalah seperangkat aturan, prosedur, norma perilaku individual yang sangat penting bagi pengembangan pertanian (Gunadi, 1998 dalam Nasution, 2002). Sedangkan menurut Rofiq (1989) dalam Nasution (2002) lembaga kemasyarakatan adalah pranata sosial yang mengatur prilaku para anggota masyarakat. Koentjaraningrat (1964) dalam Soekanto (1982) mengatakan bahwa pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Jadi dalam hal ini kelembagaan sosial adalah sistem norma, nilai, dan pola hubungan yang mengatur warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Modal sosial diartikan sebagai suatu sistem yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi sosial-ekonomi, seperti pandangan umum, kepercayaan, resiprositas, pertukaran ekonomi dan infomasi, kelompok-kelompok formal dan informal, serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal fisik dan modal manusia sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif dan pembangunan (Colleta and Cullen, 2000 dalam Nasdian 2005). Menurut Nasdian (2005) Modal sosial memiliki empat dimensi: (1) integrasi, berupa ikatan-ikatan antar kekerabatan, agama, dan etnik; (2) pertalian, yaitu ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal; (3) integritas organisasional, yaitu kemampuan dan keefektifan institusi negara menjalankan fungsinya; dan (4) sinergi, yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas. Fokus perhatiannya adalah apakah negara memberikan ruang yang luas atau tidak bagi berpartisipasi warganya. Dimensi pertama dan kedua berada pada tingkat horizontal, sedangkan dimensi ketiga dan keempat, ditambah dengan pasar (market) berada pada tingkat vertikal.

24 8 Menurut Syahyuti 2 ditemukan berbagai pendekatan yang keliru dalam pengembangan kelembagaan khususnya bagi kelembagaan yang tergolong ke dalam enacted institution 3. Kelembagaan-kelembagaan yang dibangun terbatas hanya untuk memperkuat ikatan-ikatan horizontal, bukan vertikal. Anggota suatu kelembagaan terdiri atas orang-orang dengan jenis aktivitas yang sama dan tujuannya lebih untuk distribusi bantuan dan memudahkan kontrol dari pelaksana program, bukan untuk peningkatan social capital masyarakat. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan oleh tim PSP3-IPB di DAS Citanduy menunjukan bahwa kelembagaan komunitas lokal umumnya belum berhasil mengembangkan jejaring (networking) antar kelembagaan tersebut, baik secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal, kelembagaan komunitas lokal yang ada belum mampu membangun dan mengembangkan jejaring dengan berbagai kelembagaan lain di luar komunitasnya. Akan tetapi kecenderungan ke arah itu sudah tampak, yakni dengan upaya diversifikasi usaha yang dilakukan oleh kelembagaan tersebut. Sedangkan secara vertikal pemerintah dengan kebijakannya masih belum memberikan ruang yang luas bagi partisipasi anggota kelembagaan komunitas lokal untuk mengembangkan kreatifitasnya dan dalam proses pengambilan keputusan Penguatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemberdayaan Komunitas Kapasitas kelembagaan adalah tingkat kemampuan suatu badan/lembaga/organisasi dengan struktur pengorganisasian tertentu, prosesproses kerja, dan budaya kerja yang erat hubungannya dengan keterampilan dan kualifikasi individu berupa uraian pekerjaan, motivasi, dan sikap kerja dari individu-individu yang mendukung kelembagaan tersebut. Peningkatan kapasitas kelembagaan desa merupakan suatu yang sistemik dan manajerial, yang didalamnya mengandung proses interaksi, komunikasi, dan relasi diantara tiga ruang kekuasaan di aras desa. Rencana strategis desa, rencana pembangunan desa, peraturan desa, dan keuangan dirancang secara partisipatif dengan peran 2 [diakses pada hari Rabu, 04 Mei 2011, pukul 20:09 WIB] 3 Lembaga yang sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu (Soekanto, 1982)

25 9 serta multi stakeholder merupakan basis dan instrumen penguatan kapasitas kelembagaan desa (Nasdian, 2006). Menurut Israel (1990) pengembangan atau penguatan kelembagaan mengacu pada proses untuk memperbaiki kemampuan lembaga dalam mengefektifkan penggunaan sumberdaya manusia dan keuangan yang ada. Proses ini dapat secara internal digerakan oleh manajer sebuah lembaga atau dicampurtangani dan dipromosikan oleh pemerintah atau oleh badan-badan pembangunan. Khasnya pengembangan kelembagaan menyangkut sistem manajemen (perencanaan, penyusunan anggaran, akunting, auditing, perawatan dan pengadaan termasuk pemantauan dan evaluasi). Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan tim PSP3-IPB di lima provinsi, yaitu: Nangroe Aceh Darusalam, Sumatera Barat, Jawa Barat, Bali, dan Papua. Upaya peningkatan kapasitas kelembagaan desa tidak cukup hanya dengan sekedar melaksanakan program-program pendidikan, pelatihan, penataran, penyuluhan, sosialisasi dan lain-lain. Akan tetapi peningkatan kapasitas kelembagaan desa sebagai wujud pemberdayaan komunitas desa merujuk kepada reformasi kelembagaan desa, sehingga dapat terpenuhinya tuntutan dan kebutuhan otonomi desa, sebagai suatu cara pendekatan ke arah pemerintahan (pengaturan), administrasi, dan pengembangan mekanisme-mekanisme partisipatif yang tepat guna dan lebih demokratis. Dalam upaya pemberdayaan komunitas desa dan pengembangan kelembagaan yang berkelanjutan maka dikemukakan tiga alternatif yang dapat dilakukan yaitu: (1) Membangun dan mengembangkan kelembagaan kooperatif dan produktif di tingkat komunitas berbasis kemitraan; (2) Membangun dan mengembangkan manajemen pembangunan pedesaan (kawasan) di tingkat kabupaten sebagai wujud dari local goverment policies, dan (3) Membangun dan mengembangkan jejaring kelembagaan yang berbasis komunitas Tipologi Kelembagaan Komunitas Lokal Menurut Nasdian (2005) tipologi kelembagaan komunitas lokal dikonstruksi berdasarkan dua variabel pokok, yaitu: tinggi rendahnya keseimbangan pelayanan-peranserta dalam suatu kelembagaan dan (2) berfungsi-tidaknya good governance dalam suatu kelembagaan. Berdasarkan kedua variabel tersebut dapat

26 10 diidentifikasi empat tipe kelembagaan yakni: (1) Tipe-1, kelembagaan yang sustain; (2) Tipe-2, kelembagaan yang semi sustain dengan kendala manajemen; (3) Tipe-3, kelembagaan yang tidak sustain; dan (4) Tipe-4, kelembagaan semisustain dengan kendala good governance. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah: Berfungsi good governance (2) (1) SUSTAINABLE Keseimbangan Pelayanan-Peranserta Keseimbangan Pelayanan-Peranserta UNSUSTAINABLE (3) (4) bad governance Gambar 1. Tipologi kelembagaan komunitas lokal Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan kelembagaan komunitas lokal, yaitu: (1) jejaring kerjasama; (2) intervensi positif pemerintah; (3) kecukupan anggaran; dan (4) aturan-aturan tertulis. Dengan demikian melalui program-program pengembangan jejaring kerjasama, intervensi pemerintah, kecukupan pangan, dan aturan-aturan tertulis akan dapat meningkatkan keberlanjutan kelembagaan komunitas lokal Partisipasi Partisipasi adalah proses aktif, inisiatif yang diambil warga sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Partisipasi tersebut dapat dikategorikan: pertama, warga komunitas

27 11 dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang dan dikontrol oleh orang lain. Kedua, partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subjek yang sadar (Nasdian, 2006). Partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan. Dengan kata lain,batasan dari partisipasi adalah keterlibatan komunitas setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan atau pelaksanaannya terhadap proyekproyekpembangunan (Keith Davis, dalam Sastropoetro 1988) Dalam makalahnya yang berjudul A Ladder of Citizen Participation dalam Journal of the American Planning Association (1969), Sherry Arstein mengemukakan delapan tangga atau tingkatan partisipasi. Kedelapan tingkatan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Manipulation Dengan mengatasnamakan partisipasi, masyarakat diikutkan sebagai stempel karet dalam badan penasihat. Tujuannya adalah untuk dipakai sebagai formalitas semata dan untuk dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi oleh pihak penguasa. 2) Therapy Pada tingkat therapy atau pengobatan ini, pemegang kekuasaan sama dengan ahli kesehatan jiwa. Mereka menganggap ketidakberdayaan sebagai penyakit mental. Dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelompok orang yang memerlukan pengobatan. Meskipun masyarakat dilibatkan dalam berbagai kegiatan namun pada dasarnya kegiatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan lukanya dan bukannya menemukan penyebab lukanya.

28 12 3) Informing Dengan memberi informasi kepada masyarakat akan hak, tanggung jawab, dan pilihan mereka merupakan langkah awal yang sangat penting dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat. Namun acapkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak memiliki kekuatan untuk negosiasi. Apalagi ketika informasi disampaikan pada akhir perencanaan, masyarakat hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mempengaruhi program. Komunikasi satu arah ini biasanya dengan menggunakan media pemberitaan, pamflet,dan poster. 4) Consultation Meminta pendapat masyarakat merupakan suatu langkah logis menuju partisipasi penuh. Namun konsultasi ini masih merupakan partisipasi semu karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan diperhatikan. Cara yang sering digunakan dalam tingkat ini adalah jejak pendapat, pertemuan warga, dan dengar pendapat. Jika pemegang kekuasaan membatasi usulan masyarakat, maka kegiatan tersebut hanyalah merupakan suatu partisipasi palsu. Masyarakat pada dasarnya hanya dianggap sebagai abstraksi statistik, karena partisipasi hanya diukur dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa pulang dan juga dari seberapa banyak kuesioner dijawab. Dengan demikian, pemegang kekuasaan telah merasa memiliki bukti bahwa mereka telah mengikuti rangkaian pelibatan masyarakat. 5) Placation Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana akan tetapi pemegang kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan. Salah satu strateginya adalah dengan memilih masyarakat miskin yang layak untuk dimasukkan ke dalam suatu lembaga. Jika mereka tidak bertanggung jawab dan jika pemegang kekuasaan memiliki mayoritas kursi, maka mereka akan dengan mudah dikalahkan dan diakali.

29 13 6) Partnership Pada tingkat ini, kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk sama-sama memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Aturan ditentukan dengan melalui mekanisme take and give, sehingga diharapkan tidak mengalami perubahan secara sepihak. Partnership dapat berjalan efektif bila dalam masyarakat ada kekuasaan yang terorganisir, pemimpinnya bertanggung jawab, masyarakat mampu membayar honor yang cukup bagi pemimpinnya serta adanya sumber dana untuk menyewa teknisi, pengacara dan organisator masyarakat. Dengan demikian, masyarakat benar-benar memiliki posisi tawar-menawar yang tinggi, sehingga akan mampu mempengaruhi suatu perencanaan. 7) Delegated Power Negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah bisa mengakibatkan terjadinya dominasi kewenangan pada masyarakat terhadap rencana atau program tertentu. Pada tingkat ini masyarakat menduduki mayoritas kursi, sehingga memiliki kekuasaan dalam menentukan suatu keputusan. Selain itu, masyarakat juga memegang peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut. Untuk mengatasi perbedaan, pemegang kekuasaan tidak perlu meresponnya akan tetapi dengan mengadakan proses tawar-menawar. 8) Citizen Control Pada tingkat ini, masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek manajerial dan bisa mengadakan negosiasi apabila ada pihak ketiga akan mengadakan perubahan. Dengan demikian, masyarakat dapat berhubungan langsung dengan sumber-sumber dana untuk memperoleh bantuan atau pinjaman tanpa melewati pihak ketiga. Manipulasi dan terapi termasuk kedalam level non-participation, inisiatif pembangunan tidak bermaksud untuk memberdayakan masyarakat akan tetapi membuat pemegang kekuasaan untuk menyembuhkan atau mendidik komunitas. Informasi dan konsultasi (tokenism), komunitas bisa mendapatkan

30 14 informasi dan menyuarakan pendapat akan tetapi tidak ada jaminan kalau pendapat komunitas akan diakomodasi. Placation (level tertinggi tokenism), komunitas bisa memberikan saran kepada pemegang kekuasaan, akan tetapi kewenangan menentukan tetap ada pada pemegang kekuasaan. Partnership, membuat komunitas dapat bernegosiasi dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendelegasian kewenangan dan kontrol, komunitas memegang mayoritas pengambilan keputusan dan kekuasaan pengelolaan. Secara jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2 berikut: Kontrol Delegasi Kewenangan Partnership Placation Konsultasi Informasi Terapi Manipulasi Citizen Power Tokenism Nonparticipation Sumber : Arstein, 1969 Gambar 2. Delapan Tangga Tingkat Partsipasi Masyarakat Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Pengembangan masyarakat adalah salah satu metode pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial. Pengembangan masyarakat merupakan suatu proses swadaya masyarakat yang tujuannya adalah untuk meningkatkan kondisi masyarakat pada bidang sosial, politik, kultural, dan ekonomi (Suharto, 2005). Masih menurut Suharto (2005) pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau

31 15 kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan(freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusankeputusan yang mempengaruhi mereka. Secara umum istilah pengembangan masyarakat merujuk kepada usaha-usaha yang dilakukan secara swadaya oleh masyarakat bersama dengan pemerintah setempat untuk meningkatkan kondisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial, dan kultural serta untuk mengintegrasikan masyarakat yang ada ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan memberi kesempatan yang memungkinkan masyarakat tersebut membantu secara penuh pada kejayaan dan kemakmuran bangsa (Conyers, 1996 dalam Nasdian, 2006). Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan, dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Suharto, 2005). Pada dasarnya setiap individu dan kelompok memiliki daya. Akan tetapi kadar daya itu akan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait antara lain seperti pengetahuan, kemampuan, status, dan gender. Bentuk relasi sosial yang dicirikan dengan dikotomi subyek dan obyek merupakan relasi yang ingin diperbaiki melalui proses pemberdayaan Model-Model Pengembangan Masyarakat Suharto (2005) mengemukakan tiga model dalam memahami konsep pengembangan masyarakat, yaitu: (1) pengembangan masyarakat lokal (locality development); (2) perencanaan sosial (social planning); dan (3) aksi sosial (social action).

32 16 1. Pengembangan masyarakat lokal Pengembangan masyarakat lokal adalah proses yang ditujukan untuk menciptakan kejayaan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Anggota masyarakat dipandang bukan sebagai sistem klien yang bermasalah melainkan sebagai masyarakat yang unik dan memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan. Pengembangan masyarakat lokal pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi oleh pekerja sosial. Pekerja sosial membantu meningkatkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan mereka dalam mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan. Pengembangan masyarakat lokal lebih berorientasi pada tujuan proses (process goal) daripada tujuan tugas atau tujuan hasil (task or product goal). Setiap anggota masyarakat bertanggung jawab untuk menentukan tujuan dan memilih strategi yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Pengembangan kepemimpinan lokal, peningkatan strategi kemandirian, peningkatan informasi, komunikasi, relasi, dan keterlibatan anggota masyarakat merupakan inti dari proses pengembangan masyarakat yang bernuansa bottom up. 2. Perencanaan sosial Perencanaan sosial menunjuk pada proses pragmatis untuk menentukan keputusan dan menetapkan tindakan dalam memecahkan masalah sosial tertentu. Perencanaan sosial lebih berorientasi pada tujuan tugas (task goal) daripada tujuan proses. Sistem klien perencanaan sosial umumnya adalah kelompokkelompok yang kurang beruntung (disadvantage groups) atau kelompok rawan sosial ekonomi. Pekerja sosial berperan sebagai perencana sosial yang memandang mereka sebagai konsumen atau penerima pelayanan. Keterlibatan para penerima pelayanan dalam proses pembuatan kebijakan, penentuan tujuan, dan pemecahan masalah bukan merupakan prioritas karena pengambilan keputusan dilakukan oleh para pekerja sosial di lembaga-lembaga formal. Para perencana sosial dipandang sebagai ahli (expert) dalam melakukan penelitian, menganalisis masalah dan kebutuhan masyarakat, serta dalam

33 17 mengidentifikasi, melaksanakan, dan mengevaluasi program-program pelayanan kemanusiaan. 3. Aksi sosial Tujuan dan sasaran utama aksi sosial adalah perubahan-perubahan fundamental dalam kelembagaan dan struktur masyarakat melalui proses pendistribusian kekuasaan, pendistribusian sumber, dan pengambilan keputusan. Pendekatan aksi sosial didasari oleh suatu pandangan bahwa masyarakat adalah sistem klien yang seringkali menjadi korban ketidakadilan struktur. Aksi sosial berorientasi pada tujuan proses maupun hasil. Masyarakat diorganisir melalui proses penyadaran, pemberdayaan, dan tindakan-tindakan aktual untuk mengubah struktur kekuasaan agar lebih memenuhi prinsip demokrasi dan keadilan. Berdasarkan model-model pengembangan masyarakat yang diungkapkan Suharto (2005), dapat dianalisis bahwa pola pemberdayaan yang dilakukan oleh tim PSP3-IPB merupakan salah satu model aksi sosial dimana proses pemberdayaan komunitas desa dilakukan dengan peningkatan atau penguatan kapasitas kelembagaan desa. Hal tersebut dilakukan karena kenyataan di lapangan komunitas desa sebagai stakeholders berada pada posisi yang lemah. Ketidakberdayaan masyarakat tersebut dipandang dari dimensi sturktural-kultural. Dimensi struktural dalam arti masyarakat lapisan bawah di tingkat komunitas tidak berdaya mengahadapi lapisan yang lebih kuat. Akibatnya adalah upayaupaya pemberdayaan masyarakat lapisan bawah tidak berjalan sebagaimana tujuannya karena kendala sturuktural tersebut. Masalah struktural tersebut mengalahkan interes pribadi dari aparatur pemerintah yang lebih kuat. Melalui peningkatan kapasitas kelembagaan diharapkan akan dapat meningkatkan kemampuan komunitas desa, sehingga terjadi perubahan dan memiliki peran yang sebanding dengan stekeholders lainnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan jalan meningkatkan kapasitas kelembagaan. Peningkatan kapasitas kelembagaan terkait dengan peningkatan kemampuan pemerintah desa mendistribusikan atau pembagian sumberdaya desa secara seimbang dan merata sesuai dengan prioritas kebutuhan komunitas desa. Kemudian peningkatan kemampuan untuk peka dan tanggap terhadap aspirasi warga masyarakat serta peningkatan kapasitas jejaring dan kerjasama. Sehingga pada akhirnya upaya atau

34 18 program pemberdayaan masyarakat benar-benar dapat teraktualisasi dengan baik serta partisipasi komunitas desa semakin meningkat Komunitas Jim Ife (1989) dalam Nasdian (2006) menyebutkan pengertian komunitas dengan warga setempat yang dapat dibedakan dari masyarakat lebih luas (society) melalui kedalaman perhatian bersama (a community of interest) atau oleh tingkat interaksi yang tinggi. Para anggota komunitas mempunyai kebutuhan bersama (common needs). Jika tidak ada kebutuhan bersama maka bukan suatu komunitas. Aktivitas anggota komunitas dicirikan dengan partisipasi dan keterlibatan langsung anggota komunitas dalam kegiatan/program yang dijalankan. Suatu komunitas mempunyai lokalitas atau tempat tinggal tertentu. Komunitas yang mempunyai tempat tinggal tetap dan permanen biasanya mempunyai ikatan solidaritas yang kuat sebagai pengaruh kesatuan tempat tinggalnya. Di samping iu, harus ada suatu perasaan diantara anggota bahwa mereka saling memerlukan dan bahwa lahan yang mereka tempati memberikan kehidupan bagi semuanya. Unsur-unsur perasaan komunitas (community sentiment) dijelaskan oleh Nasdian (2006) antara lain seperasaan, sepenanggungan, dan saling memerlukan Kemitraan Menurut Nasution (2002) kemitraan adalah suatu bentuk kerjasama yang menganut asas kesetaraan dan saling ketergantungan antar anggota dan antar kelompok dalam masyarakat. Kemitraan dalam hal ini adalah kerjasama sinergi berkaitan dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki masing-masing pihak, sehingga setiap komponen anggota dan kelompok yang bekerjasama akan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan apabila mereka bekerja sendiri-sendiri. Kemitraan tersebut akan meningkatkan efisiensi dan memberikan keuntungan yang lebih tinggi. Pembentukan kemitraan akan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan strategi lainnya yaitu karena lebih mudah dibentuk, lebih luwes diimplementasikan, tidak memerlukan dana yang besar, beresiko kecil, serta menimbulkan beberapa efek ganda yang cukup berarti bagi perusahaan(wahyudi, 1997 dalam Nasution, 2002).

35 SL-PTT : DEFINISI, TUJUAN DAN AZAS 4 SL-PTT adalah bentuk sekolah yang seluruh proses belajarmengajarnya dilakukan di lapangan. Hamparan sawah milik petani peserta program penerapan PTT disebut hamparan SL-PTT, sedangkan hamparan sawah tempat praktek sekolah lapang disebut laboratorium lapang (LL). Sekolah lapang seolah-olah menjadikan petani peserta sebagai murid dan pemandu lapang (PL I atau PL II) sebagai guru. Namun pada sekolah lapang tidak dibedakan antara guru dan muridkarena aspek kekeluargaan lebih diutamakan, sehingga antara guru dan murid. saling memberi pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman. SL-PTT juga mempunyai kurikulum, evaluasi pra dan pasca kegiatan, dan sertifikat. Bahkan sebelum SL-PTT dimulai perlu dilakukan registrasi terhadap peserta yang mencakup nama dan luas lahan sawah garapan, pembukaan, dan studi banding atau kunjungan lapang (field trip). Penciri SL-PTT adalah sebagai berikut: 1. Peserta dan pemandu saling memberi dan menghargai. 2. Perencanaan dan pengambilan keputusan dilakukan bersama dengan kelompok tani (poktan) atau gabungan kelompok tani (gapoktan). 3. Komponen teknologi yang akan diterapkan berdasarkan hasil PRA yang dilakukan oleh petani peserta. 4. Pemandu tidak mengajari petani, akan tetapi petani belajar dengan inisiatif sendiri, pemandu sebagai fasilitator memberikan bimbingan. 5. Materi latihan, praktek, dan sarana belajar ada di lapangan. 6. Kurikulum dirancang untuk satu musim tanam, sehingga dalam periode tersebut diharapkan terdapat kali pertemuan antara peserta dengan pemandu. Sasaran dan Tujuan Pada tahun 2011 diharapkan dapat terselenggara SL-PTT di unit. Satu unit SL-PTT padi inbrida dilaksanakan pada hamparan lahan sawah seluas 25 ha, 24 ha di antaranya untuk SL-PTT dan 1 ha untuk Laboratorium Lapang. Untuk padi hibrida, satu unit SLPTT dilaksanakan pada lahan sawah seluas 15 ha. Luas lahan sawah yang akan menerapkan PTT melalui SL-PTT diperkirakan 1, pada hari Sabtu, 07 Januari 2012, pukul 23:50 WIB]

36 20 juta ha. Strategi ini diharapkan dapat memperluas penyebaran PTT yang akan berdampak terhadap percepatan implementasi program P2BN. Tujuan utama SL- PTT adalah mempercepat alih teknologi melalui pelatihan dari peneliti atau narasumber lainnya. Narasumber memberikan ilmu dan teknologi (IPTEK) yang telah dikembangkan kepada pemandu lapang I (PL I) sebagai Training of Master Trainer (TOMT). PL I terdiri atas penyuluh pertanian, Pengamat Organisme Pengganggu Tanaman (POPT), dan Pengawas Benih Tanaman (PBT) tingkat provinsi yang telah dilatih di tingkat nasional (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi-BB-Padi). Selanjutnya PL I menurunkan IPTEK tersebut kepada PL II yang terdiri atas penyuluh pertanian, POPT, dan PBT tingkat kabupaten/kota. Pelatihan bagi PL II diselenggarakan di tingkat provinsi dan materinya diberikan oleh narasumber dan PL I. Pelatihan bagi pemandu lapang diselenggarakan di kabupaten/kota. Peserta pelatihan adalah penyuluh pertanian, POPT dan PBT tingkat kecamatan/desa. Materi pelatihan diberikan oleh narasumber dan PL II. Melalui SL-PTT diharapkan terjadi percepatan penyebaran teknologi PTT dari peneliti ke petani peserta dan kemudian berlangsung difusi secara alamiah dari alumni SL-PTT kepada petani di sekitarnya. Seiring dengan perjalanan waktu dan tahapan SL-PTT, petani diharapkan merasa memiliki PTT yang dikembangkan. Keuntungan yang diperoleh pemberi dan penerima dalam kegiatan ini adalah: 1. Keuntungan bagi pemandu, PPL, dan PHP Dengan motto memberi lebih baik dari menerima pemandu (PPL atau PHP) memberikan pengetahuan dan pengalamannya kepada petani sehingga pemandu merasa bermanfaat bagi banyak orang, terutama petani. Dalam hal ini pemandu dituntut untuk mampu berkomunikasi dengan baik dan mampu pula menggerakkan petani mengembangkan dan memajukan usahatani di wilayah kerjanya. 2. Keuntungan bagi petani Petani peserta SL-PTT diberi kebebasan memformulasikan ide, rencana, dan keputusan bagi usahataninya sendiri. Mereka dilatih agar mampu membentuk dan menggerakkan kelompok tani dalam alih teknologi kepada petani lain. Melalui SL-PTT, petani peserta diharapkan terpanggil dan bertanggung jawab untuk

37 21 bersama-sama meningkatkan produksi padi dalam upaya mewujudkan swasembada beras. Kebersamaan semua pihak yang terlibat dalam SL-PTT merupakan faktor pendorong bagi petani dalam mengelola usahataninya. Beberapa azas SL-PTT yang perlu dipahami oleh pemandu dan petanipeserta SL-PTT adalah sebagai berikut: 1. Sawah sebagai sarana belajar Keterampilan yang dituntut dari petani peserta sekolah lapang dalam menerapkan PTT adalah keterampilan membawa PTT ke lahan usahataninya sendiri dan lahan petani yang lain. Oleh karena itu, petani peserta SL-PTT akan menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk menerapkan teknologi di lapang dan hanya sebagian kecil waktu yang digunakan di kelas untuk membahas aspek yang terkait dengan usahatani, seperti koperasi, gapoktan, kelompok tani, dan pemasaran hasil. 2. Belajar lewat pengalaman dan penemuan sendiri Sesuai dengan motto petani SL-PTT mendengar, saya lupa; melihat, saya ingat; melakukan, saya paham; menemukan sendiri, saya kuasai maka setiap kegiatan yang dilakukan sendiriakan memberikan pengalaman yang berharga. Oleh karena itu, petanidituntut untuk mampu menganalisis kegiatan yang telah dilakukan,kemudian menyimpulkan dan menindaklanjutinya. Kesimpulan yangtelah dibuat merupakan dasar dalam melakukan perubahan dan ataupengembangan teknologi. 3. Pengkajian agroekosistem sawah SL-PTT dicirikan oleh adanya pertemuan petani peserta dalam periode tertentu, mingguan atau dua mingguan, bergantung kepada pengalaman mereka setelah mengamati perubahan ekosistem persawahan. Aktivitas mingguan berupa monitoring yang hasilnya diperlukan dalam pengambilan keputusan. Untuk itu, petani peserta SL-PTT perlu didorong untuk membiasakan diri menganalisis ekosistem dan mengkaji produktivitas dan efektivitas teknologi yang dicoba pada petak laboratorium lapang dan menerapkannya di lahan sendiri.

38 22 4. Metode belajar praktis Aktivitas SL-PTT perlu dirancang sedemikian rupa agar petani mudah memahami masalah yang dihadapi di lapangan dan menetapkan teknologi yang akan diterapkan untuk mengatasi masalah tersebut. Misalnya, bagaimana petani mengetahui kondisi tanaman yang kurang pupuk, hubungan antara iklim dan keberadaan OPT, atau bagaimana mereka dapat mengetahui kesuburan tanah. Dalam memberikan panduan dan motivasi kepada petani, pemandu SL-PTT harus mampu berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa yang mudah dipahami petani. 5. Kurikulum berdasar keterampilan yang dibutuhkan Kurikulum dirancang atas dasar analisis keterampilan yang perlu dimiliki petani SL-PTT, agar mereka dapat memahami dan menerapkan PTT di lahan sendiri dan mengembangkan kepada petani lainnya. Selain keterampilan teknis, petani peserta SL-PTT juga memperoleh kecakapan dalam perencanaan kegiatan, kerja sama, dinamika kelompok, pengembangan materi belajar, dan komunikasi. Hal ini penting artinya bagi petani peserta SL-PTT untuk dapat menjadi fasilitator yang mampu memotivasi dan membantu kelompok tani. 2.2 Kerangka Pemikiran Kelompok Tani adalah kumpulan petani/peternak yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota, sedangkan Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) adalah kumpulan dari beberapa Kelompok Tani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan Jaya Tani adalah Gabungan Kelompok Tani yang terdapat di Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. FungsiGapoktan ini sangat penting bagi petani yang ada di Desa Cibunian, sebagai sebuah kelembagaan Gapoktan Jaya Tani berfungsi sebagai wadah bagi para petani untuk saling berbagi informasi pertanian dan meningkatkan produktivitas serta efisiensi usaha tani mereka melalui kemudahan dalam mengakses informasi pertanian, pemasaran, permodalan, saprodi, dan sebagainya.

39 23 Diperlukan berbagai upaya penguatan kelembagaan dalam meningkatkan keberlanjutan kelembagaan Gapoktan Jaya Tani salah satunya dengan memperkuat jejaring kerjasama dengan lembaga-lembaga yang dapat mendukung pengembangan pertanian di Desa Cibunian. Menurut Israel (1990) pengembangan atau penguatan kelembagaan mengacu pada proses untuk memperbaiki kemampuan lembaga dalam mengefektifkan penggunaan sumberdaya manusia dan keuangan yang ada. Strategi ini dapat dilakukan dengan mengutamakan prinsip-prinsip good governance danmenjalin kerjasama dengan kelembagaan penyuluhan, koperasi tani (Koptan), penangkar benih, pengusaha benih, kios, KUD, P3A dan sebagainya. Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) merupakan sekolah lapangan bagi petani dalam menerapkan berbagai teknologi usahatani melalui penggunaan input produksi yang efisien menurut spesifik lokasi sehingga mampu menghasilkan produktivitas tinggi untuk menunjang peningkatan produksi secara berkelanjutan. Dalam SL-PTT petani dapat belajar langsung di lapangan melalui pembelajaran dan penghayatan langsung (mengalami), mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan (melakukan/mengalami kembali), menghadapi dan memecahkan masalah-masalah terutama dalam hal teknik budidaya dengan mengkaji bersama berdasarkan spesifik lokasi. Kegiatan ini dilaksanakan pada masing-masing Kelompok Tani anggota Gabungan Kelompok Tani. Keberhasilan program SL-PTT dapat dilihat dari peningkatan kemampuan dan keterampilan petani dalam mengelola usaha taninya serta tingkat partisipasi kelompok dalam setiap tahapan pelaksanaan SL-PTT. Tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT dilhat dari tingkat partisipasi setiap individu dalam kehadiran dalam penyusunan rencana usaha kelompok (RUK), keaktifan berdiskusi atau menyampaikan ide dalam pembuatan RUK, keterlibatan secara fisik, dan kesediaan membayar iuran jika ada kesepakatan dalam kelompok. Keberhasilan program SL-PTT ditentukan oleh dua faktor, yaitu: faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah kondisi atau keberlanjutan Gapoktan Jaya Tani, sementara faktor eksternalnya yaitu kemampuan dan keterampilan penyuluh dalam membuka ruang yang luas bagi para petani untuk berpartisipasi. Oleh karena itu dalam mengkaji sejauh mana peran kelembagaan berkelanjutan

40 24 GAPOKTAN Jaya Tani Keseimbangan Pelayanan dan Peran serta (Partisipasi-Servis) Jejaring (Networking) Good Governance 1. Tranparansi 2. Akuntabilitas 3. Demokrasi Keberlanjutan Kelembagaan Kondisi sosial ekonomi petani Partisipasi individu Partisipasi Kelompok Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian : hubungan mempengaruhi : diukur berdasarkan : Hubungan

41 25 terhadap tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT, akan diidentifikasi mulai dari karakteristik sosial ekonomi petani dan bagaimana hubungannya dengan tingkat partisipasi setiap individu. Lalu, akan diidentifikasi pula bagaimana tingkat keseimbangan pelayanan-peran serta, tingkat demokrasi, tingkat akuntabilitas, dan kekuatan jejaring yang terbangun. Setelah itu, peneliti akan mengidentifikasi tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT. Terakhir, penulis akan mendeskripsikan sejauh mana peran keberlanjutan kelembagaan terhadap tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT di Gapoktan Jaya Tani, Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor (Gambar 3). 2.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah : 1. Responden berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi tingkat partisipasinya dalam program SL-PTT. 2. Semakin tinggi usia (senior) maka tingkat partisipasi dalam program SL- PTT akan semakin tinggi. 3. Semakin tinggi pendidikan yang pernah ditamatkan responden maka tingkat partisipasi dalam program SL-PTT akan semakin tinggi. 4. Semakin tinggi luas lahan yang dimiliki maka tingkat partisipasi dalam program SL-PTT akan semakin tinggi. 5. Semakin tinggi penghasilan responden maka tingkat partisipasi dalam program SL-PTT akan semakin tinggi. 2.4 Definisi Konseptual 1. Keberlanjutan kelembagaan adalah tingkat atau ukuran keberlanjutan suatu lembaga yang ada di komunitas yaitu : (1) Sustain; (2) Semi sustain dengan kendala manajemen; (3) Semi sustain dengan kendala good governance; (3) Tidak sustain. Dinilai berdasarkan keseimbangan antara pelayanan dengan peranserta, good governance (demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas) danjejaring kelembagaan. 2. Partisipasi adalah keterlibatan komunitas dalam pertemuan, diskusi, kegaiatan fisik, dan kesediaan membayar iuran.

42 26 3. Kelembagaan sustain adalah ketika tingkat keseimbangan pelayananperanserta tinggi dan berfungsinya prinsip-prinsip good governance di Gapoktan Jaya Tani. 4. Tingkat keseimbangan pelayanan-peran serta adalah tingkat keberhasilan dalam proses manajemen oleh Gapoktan Jaya Tani. 5. Kelembagaan Semi sustain kendala menajemen adalah ketika tingkat keseimbangan pelayanan-peranserta rendah akan tetapi prinsip-prinsip good governance berfungsidi Gapoktan Jaya Tani. 6. Demokrasi adalah proses pengambilan keputusan ditetapkan melalui musyawarah anggota Gapoktan. 7. Transparansi adalah tingkat kemudahan mengakses informasi secara benar dan memadai terkait pengelolaan berbagai kegiatan di Gapoktan oleh anggota maupun pihak yang berkepentingan. 8. Akuntabilitas adalah adanya laporan dari pengurus Gapoktan kepada anggota dan pihak terkait lainnya. 9. Jejaring kelembagaan adalah relasi kerjasama yang terbangun antar kelembagaan di dalam dan di luar komunitas (BPP, Koptan, KUD, Bank, Institusi pembenihan, perusahaan, pemerintah). 10. Kelembagaan Semi sustain kendala good governance adalah ketika tingkat keseimbangan pelayanan-peranserta tinggi akan tetapi prinsip-prinsip good governance tidak berfungsi di Gapoktan Jaya Tani. 11. Kelembagaan tidak sustain adalah ketika tingkat keseimbangan pelayanan-peranserta rendah dan prinsip-prinsip good governance tidak berfungsi di Gapoktan Jaya Tani. 12. Good governace adalah pengelolaan Gapoktan Jaya Tani sesuai dengan prinsip demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas. 2.5 Definisi Operasional 1) Karakterisik sosial ekonomi a. Jenis kelamin adalah sifat fisik responden sebagaimana yang tercatat dalam kartu identitas yang dimiliki responden, yang dinyatakan dalam dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan.

43 27 b. Usia adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat penelitian dilaksanakan. c. Tingkat pendidikan adalah sekolah tertinggi yang pernah ditamatkan oleh responden, yaitu : 1 Tidak sekolah 2 Lulus SD atau sederajat 3 Lulus SMP atau sederajat 4 Lulus SMA atau sederajat 5 Sarjana Muda/ Diploma 6 Sarjana d. Luas lahan adalah kepemilikan atau penguasaan terhadap sawah, ladang, dan kebun, dibedakan ke dalam kategori: (1) 0.25 Ha; (2) > Ha; dan (3) > 0.25 Ha. e. Penghasilan adalah ukuran taraf hidup yang dilihat dari jumlah pendapatan seseorang. Pengukuran tingkat pendapatan sebagai berikut: 1. Kurang dari Rp Rp s/d Rp Rp s/d Rp Rp s/d Rp Lebih dari Rp ) Keberlanjutan Kelembagaan a. Tingkat keseimbangan pelayanan-peranserta : rendah (skor 9-22,5), tinggi (skor 22,6-36); b. Tingkat Demokrasi : rendah (skor 3-7,5), tinggi (skor 7,6-12); c. Transparansi : rendah (skor 3-7,5), tinggi (skor 7,6-12): d. Akuntabilitas : rendah (skor 4-9), tinggi (skor 10-16); e. Jejaring kelembagaan : lemah (skor 9-22,5), kuat (skor 22,6-36);

44 28 f. Keberlanjutan kelembagaan : sustain (skor 28-70), unsustain (skor ). 3) Tingkat partisipasi kelompok diukur dari : a. Frekuensi kehadiran dalam pertemuan. 1. Hadir karena terpaksa termasuk (manipulation); 2. Hadir sekadar memenuhi undangan termasuk (therapy); 3. Hadir untuk memperoleh informasi tanpa menyampaikan pendapat (Informing); 4. Hadir untuk memperoleh informasi dan menyampaikan pendapat akan akan tetapipendapatnya tidak diperhitungkan (Consultation); 5. Hadir dan memberikan pendapat, namun hanya sedikit pendapat yang diperhitungkan (Placation); 6. Hadir dan mendapat pembagian tanggung jawab yang setara (partnership); 7. Hadir dan memiliki kewenangan untuk membuat keputusan (delegated power); 8. Hadir dan mampu membuat keputusan (citizen control). b. Keaktifan kelompok dalam berdiskusi 1. Berdiskusi karena terpaksa (manipulation); 2. Berdiskusi ala kadarnya (therapy); 3. Mendapat informasi dan tidak diberi kesempatan untuk berdiskusi (Informing); 4. Mendapat informasi dan boleh berdiskusi akan tetapi hasil diskusi tidak diperhitungkan (Consultation); 5. Aktif berdiskusi akan tetapi hasil diskusi hanya sedikit yang diperhitungkan (Placation); 6. Aktif berdiskusi dan mendapat pembagian tanggung jawab yang setara (partnership); 7. Aktif berdiskusi dan memiliki kewenangan membuat keputusan (delegated power); 8. Aktif berdiskusi dan mampu membuat keputusan (citizen control).

45 29 c. Keterlibatan dalam kegiatan fisik 1. Terlibat karena dipaksa (manipulation); 2. Terlibat sekadarnya saja (therapy); 3. Terlibat tanpa mendapat kesempatan untuk menyampaikan ide-ide (Informing); 4. Terlibat dan berkesempatan menyampaikan ide akan tetapi tidak diperhitungkan (Consultation); 5. Terlibat akan tetapi hanya sedikit ide yang diperhitungkan (Placation); 6. Terlibat dan mendapat pembagian tanggung jawab yang sama (partnership); 7. Terlibat dan memiliki memiliki kewenangan melaksanakan ide (delegated power); 8. Terlibat dan mampu membuat keputusan serta mampu mengakses dana dari luar (citizen control). d. Kesediaan membayar iuran atau sumbangan. 1. Membayar karena terpaksa (manipulation); 2. Membayar sekadarnya saja (therapy); 3. Membayar dan tidak berkesempatan menyampaikan ide pemanfaatannya (Informing); 4. Membayar dan berkesempatan menyampaikan ide, akan tetapi ide tidak diperhitungkan (Consultation); 5. Membayar dan berkesempatan menyampaikan ide akan tetapi hanya sedikit ide pemanfaatan dana yang dilaksanakan di lapangan (Placation); 6. Membayar dan mendapat pembagian tanggung jawab yang setaradalam pemanfaatan dana (partnership); 7. Membayar dan memiliki kewenangan melaksanakan ide pemanfaatannya (delegated power); 8. Membayar dan mampu membuat keputusan serta mampu mengakses dana dari luar (citizen control).

46 30 Delapan tangga Arstein diberi skor masing-masing berkisar 1-8sehingga skor minimum bagi setiap individu adalah 4x1=4. Adapun skor maksimum bagi setiap individu adalah 4x8=32. Setelah skor minimum dan skor maksimum diketahui maka jarak interval untuk tingkat partisipasi individu adalah (32-4)/8=3.5. Dengan demikian dapat diketahui tingkat partisipasi individu adalah: 1. Manipulation (4-8) 2. Therapy (8,5-11) 3. Informing (12-14,5) 4. Consultation (15,5-18) 5. Placation (19-21,5) 6. Partnership (22,5-25) 7. Delegated Power (26-28,5) 8. Citizen Control (29,5-32) Bila jumlah responden adalah 30, maka skor minimum untuk tingkat partisipasi kelompok adalah 30x4=120 dan skor maksimumnya adalah 30x 32=960. Setelah skor minimum dan skor maksimum diketahui, maka jarak intervalnya adalah ( )/8=105. Dengan demikian dapat diketahui tingkat partisipasi kelompok adalah: 1. Manipulation ( ) 2. Therapy ( ) 3. Informing ( ) 4. Consultation ( ) 5. Placation ( ) 6. Partnership ( ) 7. Delegated Power ( ) 8. Citizen Control ( )

47 31 BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif serta didukung oleh datadata kualitatif. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Penelitian survei ini dimaksudkan untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis sehingga dikategorikan dalam penelitian penjelasan (explanatory research) (Singarimbun dan Effendi, 1989). Pendekatan kualitatif berupa pengamatan, wawancara dan observasi lapang. Wawancara dilakukan kepada para petani serta pihak-pihak terkait (pemerintah atau swasta) yang digunakan untuk mendukung data-data kuantitatif yang diperoleh. Pendekatan kualitatif juga digunakan untuk melihat bagaimana keberlanjutan kelembagaan tersebut terbentuk. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Jaya Tani yang berlokasi di Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Cibunian termasuk kedalam kawasan CSR salah satu perusahaan swasta dan sebagian wilayah desa ini juga termasuk kedalam kawasan konservasi dibawah kewenangan dinas kehutanan. Sejauh ini Gapoktan Jaya Tani telah menjalin kerjasama dengan pihak swata maupun dengan pemerintah. Salah satunya dalam bentuk hak pengolahan tanah bagi petani. Selain itu karena jarak lokasi dan kemudahan akses transportasi dalam menjangkaunya. Waktu penelitian direncanakan seperti pada Tabel 1 dibawah.

48 32 Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Tahun Kegiatan Penyusunan proposal skripsi Kolokium Pengambilan data lapangan Pengolahan dan analisis data Penulisan draft skripsi Sidang skripsi Perbaikan laporan penelitian Juni September Oktober November Desember Januari Penentuan Responden dan Informan Populasi dari penelitian ini adalah seluruh anggota GAPOKTAN Jaya Tani yang terdiri dari delapan kelompok tani dengan anggota aktif berjumlah 215 orang. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik kombinasi antara cluster dan stratified random sampling. Pengelompokan didasarkan tingkat kemampuan kelompok tani pemula, lanjut, madya, dan utama berdasarkan luas lahan yang dimiliki responden, yaitu: anggota gapoktan yang memiliki lahan kategori luas, sedang, dan sempit. Jumlah sample atau responden ditentukan sebanyak 30 orang. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara kuesioner, wawancara mendalam, dan pengamatan berperan serta terbatas. Sedangkan data sekunder sebagai data pendukung diperoleh melalui studi literatur berupa dokumendokumen yang terkait dengan topik penelitian.

49 Teknik Analisis Data Data kuantitatif yang telah diperoleh kemudian dianalisis menggunakan tabulasi silang dan uji korelasi Crosstab chi-square. Tabel Frekuensi digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik sosial ekonomi masyarakat. Analisis dilakukan dengan bantuan perangkat lunak statistika yaitu SPSS versi 15.0 for Windowsd an Microsoft Excel. Sedangkan analisis data kualitatif berupa reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

50 34 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa Cibunian Keadaan Alam dan Letak Geografis Desa Cibunian merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara administratif, wilayah ini berbatasan dengan empat desa, sebelah utara dan barat berbatasan dengan Desa Purasari (Kecamatan Leuwiliang), sebelah timur berbatasan dengan Desa Cibitungkulon dan Desa Ciasmara, sedangkan di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Purwabakti. Istilah Desa Cibunian berdasarkan penuturan warga setempat berasal dari kata buni yang bermakna tersembunyi karena memang letaknya berada di ujung selatan Kecamatan Pamijahan yang tersembunyi diantara lembah dan perbukitan. Desa ini terletak sekitar 16 km dari kantor Kecamatan Pamijahan, 78 km dari Ibu Kota Kabupaten Bogor, dan berjarak 128 km dengan Ibu Kota Propinsi Jawa Barat, sementara jarak Desa Cibunian dengan Ibu Kota Negara RI Jakarta adalah 90 km. Desa ini dapat ditempuh dengan segala jenis transportasi dengan kondisi jalan berliku dan banyak ditemui tanjakan maupun turunan dengan kondisi sebagian sudah beraspal dan sebagian berupa jalan yang diperkeras dan berbatu. Ketinggian tanah desa dari permukaan laut bervariasi antara m, dengan suhu maksimum 29 o C. Luas keseluruhan Desa Cibunian mencapai hektar dengan sebagian besar wilayah berbukit sampai bergunung (70%) dan berombak sampai berbukit (30%). Luas wilayah berdasarkan status penggunaannya terbagi kedalam delapan kelompok, yaitu penggunaan untuk sawah irigasi setengah teknis, sawah irigasi sederhana, sawah tadah hujan, pekarangan atau bangunan, kebun, ladang atau tanah huma, empang, dan perkebunan negara. Data penggunaan lahan di wilayah Desa Cibunian ditunjukan pada Tabel 2.

51 35 Tabel 2. Luas dan Persentase Penggunaan Lahan Desa Cibunian 2010 No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Sawah irigasi teknis 248,00 28,00 2 Sawah irigasi sederhana 52,00 5,86 3 Sawah tadah hujan 45,00 5,08 4 Pekarangan atau bangunan 25,00 2,82 5 Kebun 475,00 53,61 6 Ladang atau tanah huma 10,00 1,12 7 Empang 1,00 0,12 8 Perkebunan negara 30,00 3,39 Jumlah 886,00 100,00 Sumber: Data Monografi Desa Cibunian (2010) Struktur Sosial Masyarakat Desa Cibunian Klasifikasi penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Cibunian dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah: Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Cibunian Menurut Mata Pencaharian Tahun 2010 No Mata Pencaharian Jumlah Penduduk Persentase (%) (Jiwa) 1 Petani ,66 2 Pengusaha 17 0,93 3 Pengrajin 59 3,24 4 Industri kecil 12 0,66 5 Buruh industri 41 2,25 6 Pertukangan 68 3,73 7 Pedagang ,50 8 Pengemudi/jasa 37 2,03 9 Pensiunan 18 1,00 Jumlah ,00 Sumber: Data Monografi Desa Cibunian (2010) Wilayah pemukiman penduduk di Desa Cibunian secara administratif dibagi menjadi 17 RW yang tersebar di beberapa Dusun yaitu: Dusun Muara II, Dusun Cipatat I, Dusun Cisalak II, Dusun Limus Badak, Dusun Pajagan, Dusun Cibunian, dan Dusun Banarajaya II. jumlah penduduk Desa ini pada tahun 2010 yaitu Jiwa yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 77 jiwa/km 2.

52 Pola Adaptasi Ekologi Melihat keadaan alam dan letak geografisnya tidak heran jika di desa ini sektor pertanian, peternakan, dan perikanan berkembang cukup baik. Hal ini disebabkan karena desa ini memiliki kondisi lingkungan yang mendukung seperti kondisi tanah yang subur, iklim mendukung, ketersediaan air yang relatif melimpah, dan ketersediaan pakan hijauan. Sektor pertanian di desa ini didominasi oleh komoditas padi, sementara untuk peternakan di dominasi oleh ternak ayam pedaging dan sektor perikanan yang dikembangkan di desa ini adalah usaha budidaya ikan mas. 4.2 Profil Gapoktan Jaya Tani Gapoktan Jaya Tani dibentuk pada tahun 2002 dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatkan kapasitas dan peran kelompok dalam produksi dan produktivitas usaha tani, memfasilitasi anggota dalam penyediaan sarana produksi pertanian, permodalan dan pemasaran hasil usaha tani, meningkatkan posisi tawar petani serta sebagai wahana belajar dan kerjasama. Tabel 4. Jumlah Anggota Berdasarkan Kelompok Tani, Ketua, dan Alamat di Gapoktan Jaya Tani 2011 No Nama Kelompok Tani Ketua Anggota Terdaftar Alamat (KP/RT/RW) 1 Subur Tani Uci 49 Muara II 2 Karya Tani Supanji 20 Cipatat 3 Adil Tani Odih. S 28 Cibunian 4 Sejahtera Tani Edi Udis 30 Cimanggu 5 Bina Suka Tani Samsudin 30 Cisalak 6 Bumi Mekar H. Mintar 19 Limus Badak 7 Mina Subur H. Zaenal 15 Cipatat 8 Bangun Jaya Tani H. Mukna 20 Garehong Jumlah 215 Sumber : Laporan Petugas Penyuluh Pertanian 2011 Gapoktan Jaya Tani terdiri atas delapan kelompok tani. Kelompok tersebut diantaranya adalah Poktan Subur Tani, Poktan Karya Tani, Poktan Adil Tani, Poktan Sejahtera Tani, Poktan Bina Suka Tani, Poktan Bumi Mekar, Mina Subur, dan Bangun Jaya Tani. Dari kedelapan Poktan tersebut, tujuh diantaranya mengelola usaha tani dengan komoditi padi-palawija-sayuran dan satu Poktan

53 37 yaitu Mina Subur mengelola usaha budidaya ikan mas. Gapoktan Jaya Tani diketuai oleh Edi Udis yakni ketua Poktan Sejahtera Tani (Struktur organisasi terlampir). Data kelompok tani pada Gapoktan Jaya Tani di Desa Cibunian tahun 2011 yang dapat dilihat pada Tabel 4. Dilihat dari tingkat kemampuan masing-masing Poktan yang ada di Desa Cibunian, berdasarkan informasi dari Petugas Penyuluhan Pertanian maka dari kedelapan Poktan diatas dapat diklasifisikan kedalam tiga kategori yaitu pemula atau kemampuan Poktan rendah, lanjut atau kemampuan Poktan sedang, dan madya atau kemampuan Poktan tinggi. Namun memang belum ada Poktan yang sampai pada tingkat kemampuan utama atau sangat tinggi seperti Poktan Sadar tani yang ada di Desa Ciasmara. Berikut adalah Tabel tingkat kemampuan kelompok tani anggota Gapoktan Jaya Tani. Tabel 5. Tingkat Kemampuan dan Nama Kelompok Tani 2011 No Tingkat Kemampuan Kelompok Nama Kelompok 1 Pemula Bina Suka Tani, Karya Tani, Mina Subur, Bangun jaya Tani 2 Lanjut Adil Tani, Bumi Mekar 3 Madya Sejahtera Tani, Subur tani 4 Utama - Sumber : Laporan Petugas Penyuluh Pertanian Dalam penelitian mengenai keberlanjutan kelembagaan dan tingkat partisipasi kelompok dalam program pemberdayaan petani di komunitas (Gapoktan Jaya Tani) peneliti memfokuskan penelitian pada tiga Poktan berdasarkan perbedaan tingkat kemampuan kelompok yakni Poktan Karya Tani (kemampuan pemula atau rendah), Poktan Adil Tani ( kemampuan lanjut atau sedang), Poktan Subur Tani (kemampuan madya atau tinggi). Secara umum berikut profil dari ketiga Poktan tersebut: A. Poktan Karya Tani Poktan Karya Tani berada di RW Cipatat dengan ketua yaitu Pak Supanji. Poktan ini sudah terbentuk dari tahun 1990 dengan jumlah anggota yang terdaftar saat ini sekitar 20 orang. Komoditi pertanian yang dikembangkan kelompok ini adalah padi-palawija-dan sayuran dengan luas lahan pertanian yang dikelola

54 38 keseluruhan hampir mencapai 13 Ha. Walaupun Poktan ini sudah lama terbentuk namun dilihat dari tingkat kemampuan kelompok, Poktan Karya Tani masih tergolong pemula atau rendah. B. Poktan Adil Tani Poktan Adil Tani berada di RW Cibunian dengan ketua yaitu Pak Odih S. Poktan ini terbentuk semenjak tahun 1997 dengan jumlah anggota yang terdaftar saat ini yaitu 28 orang. Komoditi pertanian yang dikembangkan kelompok ini adalah padi-palawija-dan sayuran dengan luas lahan pertanian yang dikelola keseluruhan mencapai 25 Ha. namun dilihat dari tingkat kemampuan kelompok, Poktan Adil Tani sudah tergolong lanjut atau sedang. Kegiatan kelompok yang sedang aktif saat ini yaitu SL-PTT, kelompok ini juga mendapat bantuan permodalan dari program USAHA EKONOMI PRODUKTIF (UEP) sebesar empat puluh juta rupiah. C. Poktan Subur Tani Poktan Subur Tani berada di RW Muara II dengan ketua yaitu Pak Uci. Poktan ini terbentuk sejak tahun 1996 dengan jumlah anggota yang terdaftar saat ini yaitu 49 orang. Komoditi pertanian yang dikembangkan kelompok ini adalah padi-palawija-dan sayuran dengan luas lahan pertanian yang dikelola keseluruhan hampir 29 Ha. Dilihat dari tingkat kemampuan kelompok, Poktan Adil Tani sudah tergolong Madya atau tinggi. Seperti halnya Poktan lain Kegiatan kelompok yang sedang aktif saat ini yaitu SL-PTT. 4.3 Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) SL-PTT merupakan Sekolah Lapangan bagi petani dalam menerapkan berbagai teknologi usahatani melalui penggunaan input produksi yang efisien menurut spesifik lokasi sehingga mampu menghasilkan produktivitas tinggi untuk menunjang peningkatan produksi secara berkelanjutan. Dalam SL-PTT petani dapat belajar langsung di lapangan melalui pembelajaran dan penghayatan langsung (mengalami), mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan (melakukan/mengalami kembali), menghadapi dan memecahkan masalah-masalah terutama dalam hal teknik budidaya dengan mengkaji bersama berdasarkan spesifik lokasi.

55 39 SL-PTT Padi di Gapoktan Jaya Tani dilaksanakan pada masing-masing Kelompok Tani. Pada pelaksanaannya kegiatan SL-PTT di masing-masing Poktan memiliki beberapa tahapan, yaitu: 1. Langkah pertama penerapan PTT adalah penyuluh bersama petani melakukan Pemahaman Masalah dan Peluang (PMP) atau Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP). Identifikasi masalah peningkatan hasil di wilayah setempat dan membahas peluang mengatasi masalah tersebut, berdasarkan cara pengelolaan tanaman, analisis iklim/curah hujan, kesuburan tanah, luas pemilikan lahan, lingkungan sosial ekonomi. 2. Langkah kedua adalah merakit berbagai komponen teknologi PTT berdasarkan kesepakatan kelompok untuk diterapkan di lahan usahataninya. 3. Langkah ketiga, penyusunan RUK berdasarkan kesepakatan kelompok. 4. Langkah keempat, penerapan PTT. 5. Langkah kelima, pengembangan PTT ke petani lainnya Kegiatan SL-PTT ini berlangsung selama delapan minggu, pertemuan dan diskusi dilakukan setiap satu minggu sekali. Materi yang diberikan kepada petani terdiri dari materi umum dan materi khusus, materi umum yaitu: (1) Petani diberikan materi mengenai bagaimana pengamatan tanaman padi (2) Pemberian materi mengenai dinamika kelompok agar petani lebih termotivasi dalam setiap tahapan kegiatan dari program SL-PTT. Kemudian materi khusus meliputi penggunaan benih unggul baru, penggunaan benih berkualitas, pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami ke sawah atau dalam bentuk kompos, penanaman bibit muda (<21 hari), tanam sistem jajar legowo, pengairan secara efektif dan efisien (satu hari basah lima hari kering), penggunaan pupuk berimbang, pengendalian organisme pengganggu tanaman, penyiangan dengan landak atau gasrok, penen tepat waktu, penanganan pasca panen. Dalam mendukung penerapan PTT ini setiap Kelompok Tani diberikan bantuan berupa benih untuk 25 Ha sawah, pupuk untuk 1 Ha sawah, dan biaya konsumsi dalam setiap pertemuan.

56 Ikhtisar Desa Cibunian merupakan desa yang memiliki potensi luar biasa dalam bidang pertanian, dengan kondisi alam yang mendukung, ketersediaan air yang melimpah, dan kondisi tanah yang subur, serta iklim yang mendukung tidak heran jika 70 persen masyarakatnya bekerja di sektor pertanian. Hampir 80 persen lahan digunakan untuk kebun dan pesawahan. Gapoktan Jaya Tani dibentuk pada tahun 2002 dengan tujuan sebagai wadah bagi para petani untuk saling berbagi informasi dan saling mendukung dalam kegiatan pertanian. Komoditas utama yang dikembangkan oleh para petani di Desa Cibunian adalah komoditas padi. Peran Desa ini sangat penting dalam menyediakan supply beras bagi Kecamatan Pamijahan, bahkan Kabupaten Bogor, dan bermuara pada supply beras nasional. Salah satu program dari pemerintah untuk mendorong peningkatan produksi beras nasional adalah program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT). Program tersebut saat ini sedang aktif pada masing-masing Poktan anggota Gapoktan Jaya Tani. Kegiatan SL-PTT ini berlangsung selama delapan minggu, pertemuan dan diskusi dilakukan setiap satu minggu sekali. Materi-materi yang diberikan berkaitan dengan bagaimana meningkatkan efisisensi dan produktivitas dalam pengelolaan padi.

57 41 BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT Responden dalam penelitian ini adalah petani anggota Gapoktan Jaya Tani yang berasal dari tiga kelompok tani yang dipilih berdasarkan perbedaan tingkat kemampuan kelompok yakni Poktan Karya Tani (kemampuan pemula atau rendah), Poktan Adil Tani (kemampuan lanjut atau sedang), Poktan Subur Tani (kemampuan madya atau tinggi). Jumlah responden keseluruhan adalah 30 petani dengan rincian 6 orang dari anggota Poktan karya tani, 9 orang dari anggota Poktan Adil tani dan 15 orang dari Poktan Subur tani. Adapun karakteristik petani yang diidentifikasi dalam penelitian meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, luas kepemilikan lahan, dan rata-rata penghasilan setiap bulan. 5.1 Jenis Kelamin Responden Dalam kegiatan pertanian di Desa Cibunian peran antara laki-laki dan perempuan tidak dapat dipisahkan, sehingga setiap orang baik laik-laki ataupun perempuan memiliki kesempatan yang relatif sama untuk bergabung menjadi anggota Poktan atapun Gapoktan. Namun pada umumnya keanggotaaan dalam sebuah Gapoktan atau Poktan biasanya di dominasi oleh laki-laki. Tabel 6 dibawah ini menggambarkan jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin di Gapoktan Jaya Tani. Tabel 6.Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jenis Kelamin di Gapoktan Jaya Tani No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) 1 Perempuan Laki-laki Total Berdasarkan tabel di atas, didapatkan perbandingan persentase antara perempuan dan laki-laki adalah 10:90 persen. Persentase responden laki-laki jauh lebih besar dibandingkan perempuan karena memang keanggotaan di Gapoktan Jaya Tani didominasi oleh laki-laki. Adapun perempuan yang lebih aktif biasanya yang masih lajang dan janda. Mengingat peran perempuan atau keanggotaannya

58 42 dalam Gapoktan atau Poktan sebagai sebuah lembaga yang mewadahi kegiatan pertanian di tingkat lokal masih sedikit, maka kedepannya diharapkan dibentuk sebuah lembaga pertanian di tingkat lokal yang bisa mewadahi perempuan sehingga perempuan bisa lebih aktif misalnya dengan dibentuk organisasi Kelompok Wanita Tani (KWT). 5.2 Usia Responden Jumlah dan persentase responden menurut usia di Gapoktan Jaya Tani dapat dilihat melalui Tabel 7. Tabel 7.Jumlah dan Persentase Responden Menurut Usia di Gapoktan Jaya Tani No Usia Jumlah Persentase (%) , , ,0 4 > ,0 Total ,0 Tabel 7 menunjukan bahwa sebagian besar (50 persen) responden berumur tahun dan (40 persen) berumur > 50 tahun, artinya 90 persen responden berumur diatas 30 tahun. Data tersebut mengindikasikan bahwa keanggotaan dalam sebuah Poktan atau Gapoktan didominasi oleh anggota dengan usia diatas 40 tahun. Hal tersebut disebabkan karena pada umumnya para pemuda yang ada di Desa Cibunian kurang tertarik dengan dunia pertanian, sehingga sebagian besar dari mereka bekerja di sektor-sektor informal di perkotaan misalnya menjadi pedagang atau buruh pabrik di kota Bogor dan Jakarta. Melihat minat generasi muda di Desa Cibunian yang terus menurun untuk aktif di pertanian sebaiknya ada upaya dari pemerintah untuk mendorong para pemuda untuk berpartisipasi di pertanian misalnya dengan adanya kegiatan Sarjana masuk desa (SMD) di Desa Cibunian. 5.3 Tingkat Pendidikan Responden Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan di Gapoktan Jaya Tani dapat dilihat melalui Tabel 8.

59 43 Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Gapoktan Jaya Tani No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%) 1 Tidak Sekolah 1 3,3 2 Lulus SD atau Sederajat 24 80,0 3 Lulus SMP atau Sederajat 2 6,7 4 Lulus SMA atau Sederajat 3 10,0 Total ,0 Tabel 8 menunjukan bahwa sebagian besar (80%) pendidikan terakhir responden adalah SD dan tidak ada satupun responden yang pendidikannya sampai tingkat perguruan tinggi (Diploma atau Sarjana), hal tersebut disebabkan karena akses masyarakat terhadap pendidikan di Desa Cibunian masih sangat terbatas, saat ini saja sekolah formal yang ada yaitu setingkat SD dan hanya terdapat satu SMP yang lokasinya cukup jauh. 5.4 Jenis Pekerjaan Responden Sebagian besar anggota Gapoktan Jaya Tani memiliki pekerjaan atau bermata pencaharian utama sebagai petani, namun ada beberapa orang yang memiliki mata pencaharian ganda selain bertani, misalnya sebagai staf di kelurahan/kepala desa atau sebagai pedagang. Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan di Gapoktan Jaya Tani dapat dilihat melalui Tabel 9. Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Gapoktan Jaya Tani No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%) 1 Pegawai Desa/ Kelurahan 2 6,7 2 Wiraswata 4 13,3 3 Petani 22 73,3 4 Buruh tani 2 6,7 Total ,0 Berdasarkan data pada tabel diatas sebenarnya responden yang tergolong wiraswata dan pegawai desa pada dasarnya adalah sebagai petani juga akan tetapi penggolongan mereka dilihat berdasarkan curahan waktu yang paling banyak diberikan responden terhadap jenis pekerjaannya. 5.5 Luas Lahan Responden Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemilikan luas lahan di Gapoktan Jaya Tani dapat dilihat melalui Tabel 10.

60 44 Tabel 10.Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kepemilikan Luas Lahan No Luas Lahan Jumlah Persentase (%) Ha 3 10,0 2 > Ha 13 43,3 3 > 0.50 Ha 14 46,7 Total ,0 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagaian besar responden (90 persen) memiliki luas lahan >0.25 Ha, karena pada umumnya petani di desa Cibunian adalah petani berlahan luas, lahan yang dimiliki pada umumnya adalah lahan pesawahan sehingga komoditi utama yang dihasilkan di Desa Cibunian adalah padi. 5.6 Rata-rata Penghasilan Responden Jumlah dan persentase responden berdasarkan rata-rata penghasilan/bulan di Gapoktan Jaya Tani dapat dilihat melalui Tabel 11. Tabel 11.Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Rata-rata Penghasilan/Bulan No Rata-rata penghasilan/bulan Jumlah Persentase 1 < , , , ,7 5 > ,3 Total ,0 Mayoritas responden memiliki rata-rata penghasilan/bulan yaitu (50 persen) sumber utama mata pencaharian dari responden adalah bertani, responden yang memiliki penghasilan > umumnya adalah para petani yang memiliki lahan cukup luas ataupun memiliki pekerjaan lain seperti pedagang atau pegawai desa. 5.7 Hubungan Karakteristik Petani dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu SL-PTT Hubungan Jenis Kelamin dengan Tingkat Partisipasi Analisis Chi-square digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara jenis kelamin responden dengan tingkat partisipasi petani dalam program

61 45 SL-PTT. Berdasarkan uji independensi chi-square didapatkan koefisien kontingensi sebesar dengan tingkat signifikansi Hal ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan tingkat partisipasi dalam program SL-PTT berdasarkan jenis kelamin (terima H 0 karena angka signifikansi diatas 0.05). Hubungan antara tingkat partisipasi dengan jenis kelamin sangat lemah, ditunjukan dengan koefisien kontingensi berada jauh dibawah 0.5. Hasil tabulasi silang antara antara jenis kelamin responden dengan tingkat partisipasi dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi Responden Menurut Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Tingkat Partisipasi Tokenism Citizen Control Total 1 Perempuan 3 (100,0) 0 (0) 3 (100) 2 Laki-laki 22 (81,5) 5 (18,5) 27 (100) Tabel 12 memperlihatkan bahwa tingkat partisipasi laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan, seperti data di atas level partisipasi placation sampai partnership semuanya adalah responden laki-laki. Namun disamping itu secara umum tidak terdapat perbedaan tingkat partisipasi yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dimana pada level partisipasi tertentu persentase antara laki-laki dan perempuan relatif seimbang. Untuk kedepannya tentu diperlukan sebuah lembaga yang bisa memberi ruang untuk petani perempuan lebih aktif dan partisipatif misalnya dengan dibentuk kelompok wanita tani (KWT) Hubungan Usia dengan Tingkat Partisipasi Persentase responden di Gapoktan Jaya Tani berdasarkan usia untuk selang 20-30tahun sebesar 3.3 persen, tahun sebesar 6.7 persen, sebesar 50 persen, dan diatas 50 tahun sebesar 40 persen. Berdasarkan uji independensi Chisquare diperoleh koefisien kontingensi dan signifikansi berturut-turut sebesar dan Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat partisipasi petani dalam program SL-PTT berdasarkan usia dari petani. Hal itu ditunjukan dengan angka signifikansi yang jauh diatas Untuk lebih jelasnya hubungan antara usia responden dengan

62 46 tingkat partisipasi petani dalam program SL-PTT dapat dilihat pada Tabel 13 berikut. Tabel 13. Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi Responden Menurut Usia No Usia Tingkat Partisipasi Tokenism Citizen Control Total (100,0) 0 (0) 1 (100) (100,0) 0 (0) 2 (100) (80,0) 3 (20,0) 15 (100) 4 >50 10 (83,3) 2 (16,7) 12 (100) Tabel 13 menyatakan bahwa secara umum tingkat partisipasi dari masingmasing golongan usia tidak jauh berbeda. Secara umum dapat dikatakan bahwa usia tidak berhubungan dengan tingkat partisipasi setiap individu dalam program SL-PTT Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi Persentase responden di Gapoktan Jaya Tani berdasarkan golongan pendidikan adalah tidak sekolah sebesar 3,3 persen, tamat SD atau sederajat sebesar 80 persen, tamat SMP atau sederajat sebesar 6,7 persen dan yang tamat SMA atau sederajat yaitu sebesar 10 persen. Berdasarkan uji independensi Chi-square diperoleh koefisien kontingensi dan signifikansi berturut-turut sebesar dan Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat partisipasi petani dalam program SL-PTT berdasarkan golongan pendidikan dari petani (terima H 0 itu karena angka signifikansi yang jauh diatas 0.05). Untuk lebih jelasnya hubungan antara usia responden dengan tingkat partisipasi petani dalam program SL-PTT dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 memperlihatkan bahwa tingkat partisipasi antara responden yang pendidikannya tamat SD dan SMA ternyata sama-sama bisa sampai pada level partnership (citizen control), hal ini menunjukan bahwa dalam program SL-PTT setiap anggota memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi. Perbedaan tingkat partisipasi antar responden yang terjadi lebih disebabkan oleh tingkat kesadaran dan kemauan untuk belajar dari petani yang masih berbeda-beda.

63 47 Tabel 14. Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi Responden Menurut Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidkan Tingkat Partisipasi Tokenism Citizen Control Total 1 Tidak Sekolah 1(100,0) 0(0) 1(100) Tamat SD atau Sederajat Tamat SMP atau Sederajat Tamat SMA atau Sederajat 21(87,5) 3(12,5) 24(100) 2(100,0) 0(0) 2(100) 1(33,3) 2(66,7) 3(100) Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Partisipasi Persentase responden berdasarkan kepemilikan luas lahan 0.25 ha adalah sebesar 10 persen, sementara yang luas lahannya sebesar 43,3 persen dan petani dengan luas lahan >0.50 ha yaitu sebesar 46,7 persen. Analisis Chisquare digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara luas lahan petani dengan tingkat partisipasinya dalam program SL-PTT. Berdasarkan uji independensi Chi-square didapatkan koefisien kontingensi sebesar dengan tingkat signifikansi Hal ini menunjukan bahwa ada perbedaan tingkat partisipasi dalam program SL-PTT berdasarkan kepemilikan luas lahan (terima H 1 karena angka signifikansi yaitu 0.05). Hubungan antara tingkat partisipasi dengan kepemilikan luas lahan cukup kuat, ditunjukan dengan koefisien kontingensi berada diatas 0.5. Hasil tabulasi silang antara antara kepemilikan luas lahan responden dengan tingkat partisipasi dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 memperlihatkan bahwa semakin luas lahan yang dimiliki oleh seorang petani terdapat kecenderungan tingkat partisipasi petani tersebut akan semakin tinggi, hal tersebut terlihat dari tabel bahwa petani dengan luas lahan >0,5 Ha begitu dominan di level placation sampai partnership, sementara petani dengan luas lahan>0.25-0,50 di level consultation-placation, dan petani dengan luas lahan 0,25 semuanya berada di level informing. Hal tersebut disebabkan karena petani berlahan luas cenderung merasamemperoleh manfaat lebih banyak, memiliki status sosial yang tinggi dan lebih dihargai sehingga umumnya lebih aktif dibanding petani dengan luas lahan lebih kecil.

64 48 Tabel 15. Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi Responden Menurut Luas Lahan No Luas Lahan Tingkat Partisipasi (Ha) Tokenism Citizen Control Total 1 0,25 3 (100) 0(0) 3(100) 2 >0.25-0,50 12(92,3) 1(7,7) 27(100) 3 > 0,5 10(71,4) 4(28,6) 14(100) Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Tingkat Partisipasi Persentase responden di Gapoktan Jaya Tani berdasarkan rata-rata penghasilan/bulan yaitu sebagai berikut:< sebesar 6.7 persen, kemudian sebesar 50 persen, sedangkan sebesar 13.3 persen, sementara sebesar 6.7 persen, dan > sebesar 23.3 persen. Berdasarkan uji independensi Chi-square diperoleh koefisien kontingensi dan signifikansi berturut-turut sebesar dan Hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan tingkat partisipasi dalam program SL-PTT berdasarkan golongan penghasilan responden (terima H 1 karena angka signifikansi < 0.05). Hubungan antara tingkat partisipasi dengan golongan penghasilan dapat dikatakan kuat, hal itu ditunjukan dengan koefisien kontingensi berada diatas 0.5. Hasil tabulasi silang antara rata-rata penghasilan responden dengan tingkat partisipasi dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa semakin tinggi penghasilan petani maka semakin tinggi tingkat partisipasinya. Hal tersebut terlihat dari tabel bahwa petani dengan penghasilan > tingkat partisipasi dari semua responden berada pada level placation-patnership, sedangkan petani dengan penghasilan pada selang semua responden berada pada level placation, sementara untuk petani dengan penghasilan berada pada level consultation-placation, kemudian petani dengan penghasilan sangat dominan pada level informing-consultation dan terakhir petani dengan rata-rata pengahasilan < semuanya hanya berada pada level informing.

65 49 Tabel 16. Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi Responden Menurut Tingkat Penghasilan No Penghasilan/ Bulan Tingkat Partisipasi Tokenism Citizen Control Total 1 < (100,0) 0(0) 2(100) (93,3) 1(6,7) 15(100) (50,0) 2(50,0) 4(100) (100,0) 0(0) 2(100) 5 > (71,4) 2(28,6) 7 (100) Hal itu disebabkan karena terdapat kecenderungan bahwa petani yang memiliki penghasilan lebih besar umumnya adalah petani dengan luas lahan yang cukup luas. Petani berlahan luas cenderung lebih aktif karena lebih dihargai, kemudian memiliki status sosial yang lebih tinggi dan terlihst lebih mendapatkan manfaat dari program SL-PTT. 5.8 Ikhtisar Keanggotaan dalam Gapoktan didominasi oleh laki-laki, dengan mayoritas anggota berusia di atas 40 tahun. Tingkat pendidikan petani sebagian besar hanya lulusan sekolah dasar, dengan penghasilan rata-rata rupiah. Sebagian besar petani anggota Gapoktan pada umumnya memiliki luas lahan di atas 0,25 Ha. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hubungan yang kuat antara luas lahan dan tingkat penghasilan dengan tingkat partisipasi kelompok dalam program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT). Hasil tersebut menunjukan bahwa petani dengan lahan lebih luas dan penghasilan lebih tinggi cenderung lebih aktif dalam program SL-PTT. Hal ini dikarenakan petani dengan lahan luas dan pengahasilan lebih tinggi cenderung memiliki status sosial yang tinggi di masyarakat, sehingga lebih dihargai oleh masyarakat, selain itu juga petani dengan lahan luas dan tingkat penghasilan lebih tinggi terlihat lebih merasakan manfaat dari program SL-PTT tersebut.

66 50 BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN Dalam penelitian ini, keberlanjutan kelembagaan dikaji berdasarkan tingkat keseimbangan antara pelayanan-peran serta (manajemen), tingkat penerapan prinsip-prinsip good governance(demokrasi, transparansi, akuntabilitas) di Gapoktan, kekuatan jejaring kelembagaan yang terbangun dengan pihak-pihak lain di dalam maupundiluar komunitas, dan tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT di Gapoktan Jaya Tani. 6.1 Tingkat Keseimbangan Pelayanan-Peran Serta Tingkat keseimbangan pelayanan-peran serta adalah ukuran keberhasilan dalam proses manajemen oleh Gapoktan Jaya Tani. Keseimbangan pelayananperan serta mencakup pelayanan yang diberikan Gapoktan kepada setiap anggotanya dalam arti lain fungsi-fungsi sebuah Gapoktan terpenuhi, serta sejauh mana kontribusi dari setiap anggota terhadap Gapoktan. Terdapat sembilan pernyataan yang menunjukan bagaimana tingkat kesimbangan pelayanan-peran serta dan masing-masing pernyataan disediakan empat macam jawaban. Untuk setiap jenis jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Berikut disajikan Tabel distribusi tingkat keseimbangan pelayanan-peran serta di Gapoktan Jaya Tani. Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Keseimbangan Pelayanan-Peran Serta dalam Gapoktan No Tingkat Keseimbangan Pelayanan-Peran serta Jumlah Persentase(%) 1 Rendah 5 16,7 2 Tinggi 25 83,3 Total ,0 Sebagian besar petani memiliki anggapan bahwa sebagai anggota Gapoktan mereka memperoleh cukup banyak manfaat seperti lebih mudah memperoleh informasi mengenai pertanian, saprotan, dan dapat saling berdiskusi serta berbagi informasi antara sesama anggota. Secara umum tingkat keseimbangan pelayananperan serta Gapoktan Jaya Tani dapat dikatakan tinggi karena pada dasarnya Gapoktan Jaya Tani telah memenuhi fungsi-fungsinya, akan tetapi masih terdapat

67 51 fungsi yang belum terpenuhi yaitu Gapoktan belum bisa memberikan pinjaman modal usaha pertanian bagi anggota, Gapoktan juga belum mampu untuk mengakomodasi dalam pemasaran komoditas hasil pertanian anggota. Salah satu kendalanya adalah Gapoktan Jaya Tani saat ini belum dapat mengakses program pemerintah seperti program pengembangan usaha agribisnis (PUAP) berupa bantuan permodalan untuk mengembangkan pertanian berbasis agribisnis di tingkat petani, selain itu belum adanya koperasi pertanian menyebabkan pemasaran komoditas pertanian belum bisa diorganisir secara berkelompok. Baik di tingkat Gapoktan ataupun Poktan masing-masing memiliki waktu rutin untuk mengadakan pertemuan. Biasanya sebulan sekali petani mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan berbagai hal yang berhubungan dengan pertanian, terutama ketika ada bantuan dan kerjasama dari pemerintah atau pihak luar. 6.2 Tingkat Demokrasi Tingkat Demokrasi adalah ukuran bagaimana proses-proses dalam pengambilan sebuah keputusan ditetapkan melalui musyawarah diantara anggota Gapoktan. Responden diberikan tiga pernyataan yang menunjukan tingkat seberapa besar penerapan prinsip-prinsip demokrasi dalam pengambilan suatu keputusan di Gapoktan. Masing-masing diberikan empat jawaban. Untuk setiap jenis jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Di bawah ini disajikan Tabel tingkat penerapan prinsip-prinsip demokrasi dalam pengambilan suatu keputusan dalam Gapoktan Jaya Tani. Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Penerapan Prinsip-Prinsip Demokrasi No Demokrasi Jumlah Persentase(%) 1 Rendah 1 3,3 2 Tinggi 29 96,7 Total ,0 Tabel 18 memperlihatkan bahwa mayoritas petani (96,7 persen) merasa bahwa pengambilan suatu keputusan di Gapoktan selalu melalui proses musyawarah antar sesama anggota, keputusan yang diambil harus berdasarkan musyawarah mufakat anggota.

68 52 Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh AP (50 tahun) salah satu anggota Gapoktan dari kelompok karya tani :...kalau di sini apa-apa teh harus di musyawarahkan dulu, kalau mau mengambil keputusan harus berdasarkan persetujuan semua anggota. 6.3 Transparansi Transparansi adalah ukuran kemudahan mengakses informasi secara benar dan memadai terkait pengelolaan berbagai kegiatan di Gapoktan oleh anggota maupun pihak yang berkepentingan. Responden diberikan tiga pernyataan yang menunjukan tingkat seberapa besar penerapan prinsip-prinsip transparansi di Gapoktan. Masing-masing diberikan empat jawaban. Untuk setiap jenis jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Dibawah ini disajikan Tabel tingkat penerapan prinsip-prinsip transparansi dalam Gapoktan Jaya Tani. Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Penerapan Prinsip-Prinsip Transparansi No Transparansi Jumlah Persentase(%) 1 Rendah 10 33,3 2 Tinggi 20 66,7 Total ,0 Tabel 19 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (66,7 persen) mengetahui informasi mengenai kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan kelompok, selain itu sebagian besar responden merasa bahwa Gapoktan Jaya Tani terbuka terhadap lembaga-lembaga yang ingin bekerjasama atau memerlukan informasi dari Gapoktan, akan tetapi masih banyak responden yang belum mengetahui keuangan keadaan keuangan kelompok karena memang di Gapoktan belum memiliki dokumen keuangan yang jelas. Hal ini sesuai dengan pernyataan pak HD ( 43 tahun):...kalau kegiatan-kegiatan kelompok setiap anggota pasti pada mengetahui, karena biasanya sebelumnya kami berkumpul untuk musyawarah, akan tetapi kalau masalah keuangan kelompok, terus terang saya tidak tahu karena belum pernah ada laporan.

69 Akuntabilitas Akuntabilitas adalah ukuran pertanggungjawaban pengurus terhadap anggota Gapoktan dan pihak terkait lainnya dilihat dari adanya laporan atau dokumen mengenai kegiatan dan keuangan. Responden diberikan empat pernyataan yang menunjukan tingkat seberapa besar penerapan prinsip-prinsip akuntabilitas di Gapoktan. Masing-masing diberikan empat jawaban. Untuk setiap jenis jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Dibawah ini disajikan Tabel tingkat penerapan prinsip-prinsip akuntabilitas dalam Gapoktan Jaya Tani. Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Penerapan Prinsip-Prinsip Akuntabilitas dalam Gapoktan Jaya Tani No Akuntabilitas Jumlah Persentase 1 Rendah 13 43,3 2 Tinggi 17 56,7 Total ,0 Tabel 20 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (56,7%) mangatakan bahwa pengurus telah memiliki dokumen-dokumen yang berhubungan kegiatan kelompok. Namun untuk dokumen-dokumen mengenai keuangan kelompok hampir semua responden mengatakan pengurus belum memiliki laporan keuangan kelompok, selain itu laporan-laporan pertanggung jawaban umumnya belum dapat dilaporkan secara berkala. 6.5 Jejaring kelembagaan Jejaring kelembagaan adalah ukuran seberapa kuat relasi kerjasama yang terbangun antar kelembagaan didalam dan diluar komunitas (BPP, Koptan, KUD, Bank, perusahaan, pemerintah). Responden diberikan sembilan pernyataan yang menunjukan seberapa kuat relasi kerjasama yang sudah dibangun Gapoktan. Masing-masing diberikan empat jawaban. Untuk setiap jenis jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Dibawah ini disajikan Tabel tingkat kekuatan jejaring Gapoktan Jaya Tani. Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kekuatan Jejaring yang Terbangun Gapoktan Jaya Tani No Jejaring Kelembagaan Jumlah Persentase 1 Lemah 15 50,0 2 Kuat 15 50,0 Total ,0

70 54 Tabel 21 memperlihatkan bahwa komposisi responden antara yang mengatakan kuat dan lemah adalah seimbang hal ini disebabkan karena perbedaan keanggotaan kelompok tani dari responden. Beberapa program kerjasama misalnya antara PT Nutrimas dengan Gapoktan yaitu bantuan pinjaman saprodi pertanian, tidak semua Poktan anggota Gapoktan mendapat pinjaman atau kerjasama tersebut. Dari delapan Poktan yang tergabung ke dalam Gapoktan Jaya Tani saat ini hanya dua Poktan yang baru dapat bekerjasama dengan PT Nutrimas yaitu Poktan Subur Tani dan Adil Tani. Bentuk kerjasama yang dilakukan saat ini berupa pinjaman benih dan pupuk cair bagi petani, pinjaman tersebut dibayar ketika masa panen telah tiba. Jejaring kerjasama yang terlihat masih sangat lemah adalah akses terhadap permodalan dan pemasaran, salah satunya disebabkan karena di tingkat lokal belum terdapat koperasi. Gapoktan juga belum bisa mengakses lembaga permodalan diluar komunitas misalnya Bank. 6.6 Tingkat Partisipasi Kelompok dalam Program SL-PTT Konsep partisipasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep partisipasi Sherry Arstein (1969) yang lebih dikenal dengan istilah Delapan Tangga Partisipasi Arnstein. Konsep ini membagi tingkat partisipasi kedalam delapan tingkatan partisipasi yang digolongkan kedalam tiga golongan besar. Pertama adalah derajat terbawah, yaitu non participation (manipulation dan therapy), derajat menengah atau derajat semu yaitu degrees of tokenism (information, consultation, dan placation), dan terakhir adalah derajat tertinggi yaitu degrees of citizen power (partnership, delegated power, dan citizen control). Dalam subab ini dibahas tentang tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL- PTT). Dengan melakukan analisis ini maka akan diketahui derajat keterlibatatan masyarakat dalam pelaksanaan program SL-PTT. Derajat keterlibatan masyarakat tersebut diukur dari variabel-variabel tingkat kehadiran dalam pertemuan, keaktifan dalam diskusi, keterlibatan dalam kegiatan fisik dan kesepakatan untuk membayar sumbangan.

71 55 1. Analisis Tingkat Kehadiran dalam Pertemuan Dalam menganalisis tingkat kehadiran dalam pertemuan ini digunakan skala penilaian dengan mengacu pada teori Sherry Arnstein yaitu delapan tangga partisipasi masyarakat. Kedelapan tangga tersebut adalah: a) Hadir karena terpaksa; b) Hadir sekedar memenuhi undangan; c) Hadir untuk memperoleh informasi tanpa menyampaikan pendapat; d) Hadir untuk memperoleh informasi dan menyampaikan pendapat akan tetapi pendapatnya tidak diperhitungkan; e) Hadir dan memberikan pendapat namun hanya sedikit pendapat yang diperhitungkan; f) Hadir dan mendapat pembagian tanggung jawab yang setara; g) Hadir dan memiliki kewenangan untuk membuat keputusan; dan h) Hadir dan mampu membuat keputusan. Dari hasil penelitian, tingkat kehadiran dalam pertemuan dapat dijelaskan pada Tabel 22. Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kehadiran dalam Pertemuan No Variabel Skala Penilaian N Persentase Nx Bobot (%) bobot 1 Tingkat Hadir karena dipaksa kehadiran Hadir sekedar memenuhi dalam undangan pertemuan Hadir untuk memperoleh informasi tanpa 5 16, menyampaikan pendapat Hadir untuk memperoleh informasi dan menyampaikan pendapat akan tetapi pendapatnya tidak diperhitungkan 5 16, Hadir dan menyampaikan pendapat namun hanya sedikit 15 50, pendapat yang diperhitungkan Hadir dan mendapat pembagian tanggung 5 16, jawab yang setara Hadir dan memiliki kewenangan untuk membuat keputusan Hadir dan mampu untuk membuat keputusan Jumlah

72 56 Berdasarkan tingkat kehadiran dalam rapat pertemuan, tidak ada responden yang hadir dalam pertemuan karena terpaksa atau sekedar memenuhi undangan. Sebagian besar responden (50%) hadir dan menyampaikan pendapat dalam pertemuan akan tetapi hanya sedikit pendapat yang diperhitungkan, keputusan tetap berada pada pemegang wewenang. Hal ini menandakan bahwa masyarakat belum diberikan kepercayaan untuk mengambil sebuah keputusan. Untuk menentukan kategori tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan tabel di atas, dilakukan penghitungan sebagai berikut: Dari 1 (satu) variabel pertanyaan di atas terdapat 8 (delapan) pilihan jawaban pertanyaan dengan skor berkisar antara 1 sampai 8. Dengan demikian dari setiap individu akan diperoleh skor minimum 1, yaitu 1x1 dan skor maksimum dari setiap individu adalah 8, yaitu dari 1x8. Bila jumlah responden 30 orang, maka skor minimum untuk tingkat partisipasi masyarakat adalah 30x1=30 dan skor maksimum dari tingkat partisipasi masyarakat adalah 30x8=240. Setelah diketahui skor minimum dan maksimum maka ditemukan jarak intervalnya, yaitu (240 30)/8=26,25. Sehingga dengan menggunakan tipologi dari Arnstein maka tingkat partisipasi masyarakat adalah: Tabel 23. Jumlah Skor Tingkat Partisipasi No Tangga Tingkat Partisipasi Jumlah Skor 8 Citizen Control Delegated Power Partnership Placation Consultation Informing Therapy Manipulation Berdasarkan pada Tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam keaktifan hadir pada pertemuan adalah 140. Jumlah skor tersebut bila mengacu pada Tabel 23 termasuk dalam tingkat placation(tangga kelima dari delapan tangga Arsntein). Pada tingkat placation dapat diartikan bahwa masyarakat yang hadir dalam rapat/pertemuan tersebut sudah memiliki beberapa pengaruh. Namun demikian, ada beberapa hal yang

73 57 masih ditentukan oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Tingkat placation ini termasuk dalam derajat penghargaan atau degree of tokenisme, yaitu suatu tingkat partisipasi di mana masyarakat didengar dan diperkenankan berpendapat, akan tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. 2. Analisis Keaktifan dalam Berdiskusi dan Mengemukakan Pendapat Untuk mengukur tingkat keaktifan dalam berdiskusi dan mengemukakan pendapat ini digunakan skala penilaian yang mengacu pada tangga partisipasi masyarakat yang dikemukakan oleh Sherry Arnstein (1969). Tangga partisipasi masyarakat tersebut terdiri dari 8 (delapan) tangga, yaitu: a) Berdiskusi karena dipaksa; b) Mendapat informasi dan berdiskusi ala kadarnya; c) Mendapat informasi dan tidak diberi kesempatan untuk berdiskusi; d) Mendapat informasi dan boleh berdiskusi akan tetapi hasil diskusi tidak diperhitungkan; e) Aktif berdiskusi akan tetapi hasil diskusi hanya sedikit yang diperhitungkan; f) Aktif berdiskusi dan mendapat pembagian tanggung jawab yang setara; g) Aktif berdiskusi dan memiliki kewenangan membuat keputusan; h) Aktif berdiskusi dan mampu membuat keputusan. Tingkat keaktifan dalam berdiskusi dan mengemukakan pendapat dapat dilihat pada Tabel 24. Berdasarkan Tabel tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam tingkat keaktifan hadir pada pertemuan adalah 138. Jumlah skor tersebut termasuk dalam tingkat placation (tangga kelima dari delapan tangga Arsntein). Pada tingkat placation dapat diartikan bahwa masyarakat yang hadir dalam rapat/pertemuan tersebut sudah memiliki beberapa pengaruh. Namun demikian, ada beberapa hal yang masih ditentukan oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Tingkat placation ini termasuk dalam derajat penghargaan atau degree of tokenisme, yaitu suatu tingkat partisipasi di mana masyarakat didengar dan diperkenankan berpendapat, akan tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan.

74 58 Tabel 24. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Keaktifan dalam Berdiskusi dan Mengemukakan Pendapat No Variabel Skala Penilaian N Persentase Nx Bobot (%) bobot 1 Tingkat Berdiskusi karena dipaksa keaktifan Mendapat informasi dan dalam berdiskusi sekadarnya 4 13,3 2 8 berdiskusi dan Mendapat informasi dan tidak diberi kesempatan 2 6,7 3 6 mengemuk akan berdiskusi Mendapat informasi dan pendapat boleh berdiskusi akan tetapi hasil diskusi tidak diperhitungkan Aktif berdiskusi akan tetapi hasil diskusi hanya sedikit yang 10 33, diperhitungkan Aktif berdiskusi dan mendapat pembagian tanggung jawab yang 7 23, setara Aktif berdiskusi dan memiliki kewenangan untuk membuat keputusan Aktif berdiskusi dan mampu untuk membuat 1 3,3 8 8 keputusan Jumlah Analisis Keaktifan dalam Kegiatan Fisik Dalam menganalisis keaktifan dalam kegiatan fisik ini digunakan skala penilaian yang mengacu pada 8 (delapan) tangga partisipasi masyarakat yang dikemukakan oleh Sherry Arnstein (1969). Tangga partisipasi masyarakat tersebut adalah: a) Terlibat karena dipaksa; b) Terlibat sekadarnya saja; c) Terlibat tanpa mendapat kesempatan untuk menyampaikan ide-ide; d)terlibat dan berkesempatan menyampaikan ide akan tetapi tidak diperhitungkan; e) Terlibat akan tetapi hanya sedikit ide yang diperhitungkan; f) Terlibat dan mendapat pembagian tanggung jawab yang sama; g) Terlibat dan memiliki memiliki kewenangan melaksanakan ide; h) Terlibat dan mampu membuat keputusan serta mampu mengakses dana dari luar. Tingkat keaktifan dalam kegiatan fisik dapat dilihat pada Tabel 25.

75 59 Tabel 25. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Keaktifan dalam Kegiatan Fisik Persentase Nx No Variabel Skala Penilaian N Bobot (%) bobot 1 Tingkat Terlibat karena terpaksa keaktifan Terlibat sekadarnya saja 2 6,7 2 4 dalam Terlibat tanpa mendapat kegiatan 7 23, kesempatan berpendapat fisik Teribat dan berkesempatan 7 23, menyampaikan ide akan tetapi tidak diperhitugkan Terlibat akan tetapi hanya sedikit ide yang 10 33, diperhitungkan Terlibat dan mendapat pembagian tanggung jawab yang setara Terlibat dan memiliki kewenangan untuk 1 3,3 7 7 membuat keputusan Terlibat dan mampu membuat keputusan serta mampu mengakses dana dari luar Jumlah Berdasarkan Tabel 25 maka dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam tingkat keaktifan hadir pada pertemuan adalah 128. Jumlah skor tersebut termasuk dalam tingkat consultation (tangga keempat dari delapan tangga Arsntein). Pada tingkat consultation dapat diartikan bahwa masyarakat yang hadir dalam rapat/pertemuan tersebut tidak memberikan pengaruh. Keputusan tetap berada di pihak yang memiliki kekuasaan. Tingkat consultation ini termasuk dalam derajat penghargaan atau degree of tokenisme, yaitu suatu tingkat partisipasi di mana masyarakat diperkenankan berpendapat, akan tetapi mereka tidak mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. 4. Analisis Kesediaan untuk Membayar Untuk mengukur tingkat kesediaan untuk membayar ini digunakan skala penilaian yang mengacu pada tangga partisipasi masyarakat yang dikemukakan oleh Sherry Arnstein (1969). Tangga partisipasi masyarakat tersebut terdiri dari 8 (delapan) tangga, yaitu: a) Membayar karena dipaksa dan tidak memperhatikan

76 60 manfaatnya; b) Membayar sekadarnya dan tidak memperhatikan pemanfaatannya; c) Membayar dan tidak berkesempatan menyampaikan ide pemanfaatannya; d) Membayar dan berkesempatan menyampaikan ide, akan tetapi ide tidak diperhitungkan; e) Membayar dan berkesempatan menyampaikan ide akan tetapi hanya sedikit ide pemanfaatan dana yang dilaksanakan di lapangan; f) Membayar dan mendapat pembagian tanggung jawab yang setara dalam pemanfaatan dana; g) Membayar dan memiliki kewenangan melaksanakan ide pemanfaatannya; h) Membayar dan mampu membuat keputusan serta mampu mengakses dana dari luar. Tingkat kesediaan untuk membayar dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kesediaan Untuk Membayar No Variabel Skala Penilaian N Persentase Nx Bobot (%) bobot 1 Tingkat Membayar karena dipaksa dan tidak kesediaan memperhatikan manfaatnya untuk Membayar sekadarnya dan tidak membayar memperhatikan pemanfaatannya Membayar akan tetapi tidak berkesempatan menyampaikan ide 2 6,7 3 6 pemanfaatan dana Membayar dan berkesempatan menyampaikan ide akan tetapi ide pemanfaatan dana tidak 7 23, diperhitungkan Membayar akan tetapi hanya sedikit ide pemanfaatn dana yang 7 23, dilaksanakan di lapangan Membayar dan mendapat pembagian tanggung jawab yang setara dalam 8 26, pemanfaatan dana Membayar dan mampu untuk membuat keputusan serta mampu 6 20, mengakses dana dari luar Terlibat dan mampu membuat keputusan serta mampu mengakses dana dari luar Jumlah Berdasarkan Tabel 26 maka dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam kesediaan untuk membayar memiliki skor 159, jumlah skor tersebut masuk dalam kategori placation, yaitu tangga kelima dari delapan tangga tingkat partisipasi yang dikemukakan oleh Shrerry Arnstein. Pada tingkat placation dapat diartikan bahwa masyarakat bersedia untuk membayar namun

77 61 tidak memiliki pengaruh dalam pemanfaatan dananya. Masih ada beberapa hal yang ditentukan oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Tingkat placation ini termasuk dalam derajat penghargaan atau degree of tokenisme, yaitu suatu tingkat partisipasi di mana masyarakat dapat terlibat dalam kegiatan fisik, namun mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa ide-ide mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. 5. Tingkat Partisipasi Kelompok dalam Program SL-PTT berikut ini: Dari keempat analisis di atas, maka dapat dirangkum sebagaimana Tabel 27 Tabel 27. Tingkat Partisipasi Kelompok dalam Program SL-PTT No Variabel Skor 1 Tingkat kehadiran dalam pertemuan Keaktifan dalam berdiskusi dan menyampaikan pendapat Keterlibatan dalam kegiatan fisik Kesediaan untuk membayar 159 Jumlah 565 Berdasarkan Tabel di atas, maka tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) adalah termasuk ke dalam tingkat placation, karena memiliki skor 565. Pada tingkat ini masyarakat memiliki pengaruh meskipun dalam beberapa hal masih ditentukan oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Tingkat Placation ini termasuk dalam derajat penghargaan atau degree of tokenisme, yaitu suatu tingkat partisipasi di mana masyarakat dapat berpartisipasi namun mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa ide-ide mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. 6.7 Keberlanjutan Kelembagaan Keberlanjutan kelembagaan Gapoktan Jaya Tani dapat dikatakan sustain dilihat dari tingkat kesimbangan pelayanan-peran serta yang tergolong tinggi, dan prinsip-prinsip good governance berfungsi dengan baik di Gapoktan. Tabel 28 menunjukan persentase dan jumlah responden berdasarkan tingkat keberlanjutan kelembagaan.

78 62 Tabel 28. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Keberlanjutan Kelembagaan No Keberlanjutan Kelembagaan Jumlah Persentase 1 Unsustain 10 33,3 2 Sustain 20 66,7 Total ,0 Kategori sustain dari Gapoktan Jaya Tani ini masih berada pada level paling bawah dilihat dari tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT yang masih berada pada level placation (degree of tokenisme), artinya walaupun petani terlihat diberi ruang untuk berpartisipasi, menyampaikan ide dan berpendapat namun keputusan masih berada pada pemegang keputusan atau pengelola kegiatan. Selain itu juga Gapoktan Jaya Tani masih belum mampu mengembangkan jejaring kelembagaan terutama dengan lembaga-lembaga di luar komunitas. Kedepannya, diperlukan sebuah upaya dengan pendekatan atau strategi yang partisipatif untuk memperkuat kapasitas Gapoktan sehingga bisa akses terhadap lembaga-lembaga di luar komunitas, sedangkan di dalam komunitas perlu dibentuk sebuah koperasi pertanian sebagai sebuah solusi permodalan dan pemasaran komoditas pertanian. 6.8 Ikhtisar Keberlanjutan kelembagaan Gapoktan Jaya Tani tergolong sustain dilihat dari tingkat kesimbangan pelayanan-peran serta yang tergolong tinggi, dan prinsip-prinsip good governance (demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas) berfungsi dengan baik di Gapoktan. Akan tetapi Gapoktan Jaya Tani masih belum mampu mengembangkan jejaring kelembagaan terutama dengan lembagalembaga di luar komunitas. Kategori sustain dari Gapoktan Jaya Tani ini masih berada pada level paling bawah dilihat dari tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT yang masih berada pada level placation (degree of tokenisme), artinya walaupun petani terlihat diberi ruang untuk berpartisipasi, menyampaikan ide dan berpendapat namun keputusan masih berada pada pemegang keputusan atau pengelola kegiatan.

79 63 BAB VII KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN DAN PARTISIPASI KELOMPOK Desa Cibunian merupakan desa yang memiliki potensi luar biasa dalam bidang pertanian, dengan kondisi alam yang mendukung, ketersediaan air yang melimpah, dan kondisi tanah yang subur, serta iklim yang mendukung tidak heran jika 70 persen masyarakatnya bekerja di sektor pertanian. Hampir 80 persen lahan digunakan untuk kebun dan pesawahan. Gapoktan Jaya Tani dibentuk pada tahun 2002 dengan tujuan sebagai wadah bagi para petani untuk saling berbagi informasi dan saling mendukung dalam kegiatan pertanian. Fungsi dan peran Gapoktan penting sekali mengingat lembaga ini sebagai lembaga yang representatif bagi para petani. Keanggotaan dalam Gapoktan didominasi oleh lakilaki, dengan mayoritas anggota berusia di atas 40 tahun. Tingkat pendidikan petani sebagian besar hanya lulusan sekolah dasar, dengan penghasilan rata-rata rupiah. Sebagian besar petani anggota Gapoktan pada umumnya memiliki luas lahan di atas 0,25 Ha. Peran Desa ini sangat penting dalam menyediakan supply beras bagi Kecamatan Pamijahan, bahkan Kabupaten Bogor, dan bermuara pada supply beras nasional. Salah satu program dari pemerintah untuk mendorong peningkatan produksi beras nasional adalah program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT). Program tersebut saat ini sedang aktif pada masing-masing Poktan anggota Gapoktan Jaya Tani. Kegiatan SL-PTT ini berlangsung selama delapan minggu, pertemuan dan diskusi dilakukan setiap satu minggu sekali. Materi-materi yang diberikan berkaitan dengan bagaimana meningkatkan efisisensi dan produktivitas dalam pengelolaan padi. Keberhasilan program SL-PTT ditentukan oleh dua faktor, yaitu: faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah kondisi atau keberlanjutan Gapoktan Jaya Tani, sementara faktor eksternalnya yaitu kemampuan dan keterampilan penyuluh dalam membuka ruang yang luas bagi para petani untuk berpartisipasi. Berdasarkan hasil penelitian tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT masih berada pada level placation (degree of tokenisme), pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki pengaruh meskipun dalam beberapa hal masih

80 64 ditentukan oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Tingkat placation ini termasuk dalam derajat penghargaan atau degree of tokenisme, yaitu suatu tingkat partisipasi di mana masyarakat dapat berpartisipasi namun mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa ide-ide mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Keberlanjutan kelembagaan Gapoktan Jaya Tani tergolong sustain dilihat dari tingkat kesimbangan pelayanan-peran serta yang tergolong tinggi, dan prinsip-prinsip good governance (demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas) berfungsi dengan baik di Gapoktan. Akan tetapi Gapoktan Jaya Tani masih belum mampu mengembangkan jejaring kelembagaan terutama dengan lembagalembaga di luar komunitas, namun kecenderungan ke arah itu sudah tampak, saat ini Gapoktan Jaya Tani sedang bekerja sama dengan salah satu perusahaan swasta (PT Nutrimas), bentuk kerjasamannya yaitu pinjaman saprodi pertanian (benih dan pupuk cair) yang dapat dibayar pada saat musim panen. Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara karakteristik responden (jenis kelamin, usia, pendidikan, jenis pekerjaan, luas lahan, rata-rata penghasilan/bulan) diperoleh suatu analisis bahwa terdapat hubungan yang kuat antara luas lahan dan rata-rata penghasilan dengan tingkat partisipasi petani dalam program SL-PTT. Hal ini dikarenakan petani dengan lahan luas dan pengahasilan lebih tinggi cenderung memiliki status sosial yang tinggi di masyarakat, sehingga lebih dihargai oleh masyarakat, selain itu juga petani dengan lahan luas dan tingkat penghasilan lebih tinggi terlihat lebih merasakan manfaat dari program SL-PTT tersebut. Tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT dipengaruhi oleh beberapa faktor, pertama oleh kemampuan pendamping atau penyuluh di lapangan dalam membuka ruang partisipasi dan membuat strategi sehingga masyarakat tertarik dan berpartisipasi, sebagian besar penyuluh atau pendamping di lapangan belum memiliki kapasitas dalam menerapkan program-program secara partisipatif termasuk program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) di Gapoktan Jaya Tani, selain itu juga cakupan wilayah dampingan yang terlalu luas yaitu di tiga Gapoktan membuat waktu penyuluh sangat terbatas pada masingmasing Gapoktan.Faktor kedua, keberlanjutan kelembagaan Gapoktan Jaya Tani

81 65 yang masih berada pada level bawah, membuat tidak semua petani memiliki persepsi yang sama terhadap program ini di lapangan, malah ada beberapa petani merasa bahwa kegiatan pertemuan-pertemuan setiap minggu malah mengganggu waktu bekerja mereka. Kedepannya diperlukan upaya untuk memperkuat kelembagaan sehingga lebih berkelanjutan dan setiap anggota diberikan pemahaman yang baik agar setiap orang dalam kelompok memiliki kesamaan visi dan misi sehingga kerjasama antar anggota lebih baik.

82 66 BAB VIII PENUTUP 8.1.Simpulan Berdasarkan pembahasan mengenai karakteristik petani, keberlanjutan kelembagaan,dan tingkat partisipasi dalam program SL-PTT, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan seperti berikut ini, terdapat hubungan yang signifikan antara luas lahan yang dimiliki dan penghasilan/bulan petani dengan tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT (uji chisquare). Sedangkan untuk karakteristik yang lain seperti jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan, dan pendidikan terakhir tidak berhubungan signifikan dengan tingkat partisipasi petani dalam program SL- PTT. Keberlanjutan kelembagaan yang meliputi tingkat keseimbangan pelayananperan serta, tingkat penerapan prinsip demokrasi, transparansi, akuntabilitas dan tingkat kekuatan jejaring kelembagaan. Secara umum setiap petani merasa bahwa Gapoktan Jaya Tani memiliki tingkat keberlanjutan yang tinggi. Berdasarkan analisis keberlanjutan kelembagaan Gapoktan Jaya Tani dapat digolongkan sustain, walaupun jejaring kelembagaan yang terbentuk belum begitu kuat akan tetapi kecenderungan perubahan ke arah tersebut sudah tampak. Kemudian tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT diukur dari variabel-variabel tingkat kehadiran dalam pertemuan, keaktifan dalam diskusi, keterlibatan dalam kegiatan fisik, dan kesepakatan untuk membayar sumbangan. Berdasarkan hasil analisis nilai komulatif dari ke empat variabel tersebut maka secara umum tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT tergolong ke dalam tingkat placation. Pada tingkat ini masyarakat memiliki pengaruh meskipun dalam beberapa hal masih ditentukan oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Tingkat placation ini termasuk dalam derajat penghargaan atau degree of tokenisme, yaitu suatu tingkat partisipasi di mana masyarakat dapat berpartisipasi namun mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa ide-ide mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan Keberlanjutan kelembagaan memiliki peran penting dalam kaitannya dengan tingkat partisipasi kelompok dalam program Sekolah Lapang Pengelolaan

83 67 Tanaman Terpadu, karena keberlanjutan kelembagaan ini terkait juga dengan kesamaan persepsi terhadap program SL-PTT dan kesamaan visi dari setiap anggota. Dengan adanya kesamaan visi maupun persepsi terhadap program maka tidak akan ada lagi petani yang merasa bahwa pertemuan-pertemuan dalam kegiatan SL-PTT mengganggu aktivitas kerja mereka. 8.2.Saran Beberapa saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil penelitian ini diantaranya yaitu, Program pemberdayaan untuk petani kedepannya diharapkan lebih banyak melibatkan perempuan, kemudian dibentuk sebuah lembaga pertanian di tingkat lokal yang bisa mewadahi perempuan sehingga perempuan bisa lebih aktif misalnya dengan dibentuk organisasi Kelompok Wanita Tani (KWT). Petani anggota Gapoktan perlu didorong untuk lebih partisipatif dalam program pertanian (SL-PTT) dengan memberikan fasilitas yang lebih longgar (oleh PPL) kepada mereka dalam hal pendampingan, konsultasi, dan penyampaian gagasan. Setiap anggota dengan latar belakang pendididikan, usia, jenis pekerjaan, luas lahan, dan penghasilan/bulan didorong untuk lebih bersinergi dalam program mengingat satu sama lain memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dengan kelonggaran ruang partisipasi dan iklim sinergitas diantara anggota dalam program diharapkan memberikan kontribusi pada pertanian yang lebih prospektif. Keberlanjutan Gapoktan Jaya Tani perlu terus ditingkatkan salah satunya dengan membentuk sebuah koperasi pertanian di tingkat komunitas sebagai upaya memperkuat jejaring kelembagaan di tingkat lokal. Selain itu, Gapoktan juga perlu memperkuat jejaring kelembagaan dengan pihak-pihak diluar komunitas untuk memperkuat modal dan pemasaran hasil pertanian. Seperti bank, perusahaan ataupun program-program pemerintah yang dapat mendukung kegiatan pertanian. Keefektivan komunikasi dari program SL-PTT perlu terus ditingkatkan melalui saluran atau media-media komunikasi yang sesuai dengan tingkat pengetahuan, kemampuan dan budaya petani. Media komunikasi yang digunakan tidak hanya pertemuan tatap muka dan diskusi tetapi juga ada studi banding agar

84 68 masyarakat lebih cepat memahami manfaat dari program, selain itu juga frekuensi pertemuan perlu ditambah.

85 69 DAFTAR PUSTAKA Arnstein, Sherry A ladder of citizen participation. JAIP (35) No. 4. hal Chusnah, Ummul Partisipasi masyarakat dalam program peningkatan sarana prasarana pendidikan. ( [diakses 29 Juni 2011] Hastuti, EL dan Supadi Aksesibilitas masyarakat terhadap kelembagaan pembiayaan pertanian di pedesaan. J Sos Ek Per Agb (5) No. 2. hal Israel, Arturo Pengembangan kelembagaan ( pengalaman proyek-proyek Bank Dunia). Jakarta [ID]: LP3ES. Nasdian, FT Kemitraan dalam tata pemerintahan desa dan pemberdayaan komunitas perdesaan dalam perspektif kelembagaan. Dharmawan AH, editor. Bogor [ID]: PSP3-LPPM IPB Kelembagaan komunitas lokal dan proses-proses kebijakan dalam pengelolaan daerah aliran sungai Citanduy. Dharmawan AH, editor. Bogor [ID]: PSP3-LPPM IPB. Nasution, Muslimin Pengembangan kelembagaan koperasi pedesaan untuk agroindustri. Bogor [ID]: IPB Press. Rahardjo Pengantar sosiologi pedesaan dan pertanian. Yogyakarta [ID]: GMU Press. Saptana, Indraningsih KS, Hastuti EL Analisis kelembagaan kemitraan usaha di sentra-sentra produksi sayuran (kajian kasus kelembagaan kemitraan usaha di Bali, Sumatera Utara, dan Jawa Barat).J Sos Ek Per Agb (7) No. 3 hal Sastropoetro, Santoso Partisipasi, komunikasi, persuasi dan disiplindalam pembangunan nasional. Bandung [ID] Penerbit: Alumni. Singarimbun Masri, Sofian Effendi (Editor) Metode penelitian survai. Jakarta [ID]: LP3ES. Slamet, Y Pembangunan masyarakat berwawasan partisipasi. Surakarta [ID]: Sebelas Maret University Press. Soekanto, Soerjono Sosiologi suatu pengantar. Jakarta [ID]: PT RajaGrafindo Persada. Suharto, Edi Membangun masyarakat memberdayakan rakyat. Bandung [ID]: PT Refika Aditama. Syahyuti Kebijakan pengembangan gabungan kelompok tani (gapoktan) sebagai kelembagaan ekonomi di Perdesaan. J Analisis Kebijakan Pertanian. (5) No. 1, hal: 15-3.

86 LAMPIRAN 70

87 71 DATA OLAH SPSS Hubungan Karakteristik Responden dengan Tingkat Partisipasi Individu dalam Program SL-PTT Jenis Kelamin * Tingkat Partisipasi Crosstabulation Tingkat Partisipasi Total Informing Consultation Placation Patnership Informing Jenis Kelamin Perempuan Count % of Total 6,7% 3,3%,0%,0% 10,0% Laki-Laki Count % of Total 13,3% 23,3% 36,7% 16,7% 90,0% Total Count % of Total 20,0% 26,7% 36,7% 16,7% 100,0% Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 5,463(a) 3,141 Likelihood Ratio 5,838 3,120 Linear-by-Linear Association 4,460 1,035 N of Valid Cases 30 a 5 cells (62,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is,50. Symmetric Measures Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient,392,141 N of Valid Cases 30 a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

88 72 Usia Responden * Tingkat Partisipasi Crosstabulation Usia Responden Th Count % within Usia Responden Tingkat Partisipasi Total Informing Consultation Placation Patnership Informing ,0%,0% 100,0%,0% 100,0% Th Count % within Usia Responden 100,0%,0%,0%,0% 100,0% Th Count % within Usia Responden 13,3% 33,3% 33,3% 20,0% 100,0% > 50 Th Count % within Usia Responden 16,7% 25,0% 41,7% 16,7% 100,0% Total Count % within Usia Responden 20,0% 26,7% 36,7% 16,7% 100,0% Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 10,617(a) 9,303 Likelihood Ratio 9,357 9,405 Linear-by-Linear Association N of Valid Cases,558 1, a 15 cells (93,8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is,17. Symmetric Measures Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient,511,303 N of Valid Cases 30

89 73 Pendidikan Terakhir Responden * Tingkat Partisipasi Crosstabulation Tingkat Partisipasi Total Pendidikan Terakhir Responden Tidak Sekolah Lulus SD atau Sederajat Lulus SMP atau Sederajat Lulus SMA atau Sederajat Count % within Pendidikan Terakhir Responden Count % within Pendidikan Terakhir Responden Count % within Pendidikan Terakhir Responden Count % within Pendidikan Terakhir Responden Informing Consultation Placation Patnership Informing ,0%,0%,0%,0% 100,0% ,8% 33,3% 33,3% 12,5% 100,0% ,0%,0% 100,0%,0% 100,0% ,0%,0% 33,3% 66,7% 100,0% Total Count % within Pendidikan Terakhir Responden 20,0% 26,7% 36,7% 16,7% 100,0% Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 14,095(a) 9,119 Likelihood Ratio 13,314 9,149 Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 6,637 1, a 14 cells (87,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is,17.

90 74 Symmetric Measures Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient,565,119 N of Valid Cases 30 a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. Luas Lahan * Tingkat Partisipasi Crosstabulation Tingkat Partisipasi Total Luas Lahan Informing Consultation Placation Patnership Informing < 0.25 Ha Count % within Luas Lahan 100,0%,0%,0%,0% 100,0% Ha Count % within Luas Lahan 15,4% 46,2% 30,8% 7,7% 100,0% > 0.50 Ha Count % within Luas Lahan 7,1% 14,3% 50,0% 28,6% 100,0% Total Count % within Luas Lahan 20,0% 26,7% 36,7% 16,7% 100,0% Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 18,572(a) 6,005 Likelihood Ratio 16,339 6,012 Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 10,026 1, a 11 cells (91,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is,50. Symmetric Measures Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient,618,005 N of Valid Cases 30 a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

91 75 Rata-rata penghasilan/bulan * Tingkat Partisipasi Crosstabulation Tingkat Partisipasi Total Rata-rata penghasilan/bul an < Count % within Ratarata penghasilan/bul an Informing Consultation Placation Patnership Informing ,0%,0%,0%,0% 100,0% Count % within Ratarata penghasilan/bul an 26,7% 46,7% 20,0% 6,7% 100,0% Count % within Ratarata penghasilan/bul an,0% 25,0% 25,0% 50,0% 100,0% Count % within Ratarata penghasilan/bul an,0%,0% 100,0%,0% 100,0% > Count % within Ratarata penghasilan/bul an,0%,0% 71,4% 28,6% 100,0% Total Count % within Ratarata penghasilan/bul an 20,0% 26,7% 36,7% 16,7% 100,0%

92 76 Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 25,862(a) 12,011 Likelihood Ratio 27,441 12,007 Linear-by-Linear Association 11,197 1,001 N of Valid Cases 30 a 19 cells (95,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is,33. Symmetric Measures Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient,680,011 N of Valid Cases 30 a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

93 77 STRUKTUR ORGANISASI GAPOKTAN JAYA TANI KETUA EDI UDIS SEKERTARIS ODIH S BENDAHARA SUPANJI SEKSI PEMELIHARAAN PEPEN SEKSI PEMUPUKAN HANA SEKSI PETERNAKAN TATA SEKSI USAHA SUHADI SEKSI PEMASARAN UJANG

94 78 SKETSA LOKASI Desa Cibunian, Kecamatan Cibunian, Bogor, Jawa Barat, Indonesia-Google Maps

BAB I PENDAHULUAN. pukul 20:09 WIB] 1 [diakses pada hari Rabu, 04 Mei 2011,

BAB I PENDAHULUAN. pukul 20:09 WIB] 1  [diakses pada hari Rabu, 04 Mei 2011, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan saat ini, menempatkan unsur kelembagaan sebagai salah satu faktor penting untuk menjamin keberhasilan dan kesinambungan pembangunan dalam

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 7 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kelembagaan dan Modal Sosial Kelembagaan mempunyai pengertian sebagai wadah dan sebagai norma. Lembaga atau institusi adalah seperangkat aturan,

Lebih terperinci

BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN

BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN 50 BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN Dalam penelitian ini, keberlanjutan kelembagaan dikaji berdasarkan tingkat keseimbangan antara pelayanan-peran serta (manajemen), tingkat penerapan prinsip-prinsip good

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan dua hal yang amat penting, pertama adalah

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT)

TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) (Studi Kasus pada Campaka Kecamatan Cigugur Kabupaten Pangandaran) Oleh: 1

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar)

PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar) PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar) Oleh: Aip Rusdiana 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT

BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT 41 BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT Responden dalam penelitian ini adalah petani anggota Gapoktan Jaya Tani yang berasal dari tiga kelompok tani

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa Cibunian 4.1.1 Keadaan Alam dan Letak Geografis Desa Cibunian merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH

TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH 45 TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH Bentuk Partisipasi Stakeholder Pada tahap awal kegiatan, bentuk partisipasi yang paling banyak dipilih oleh para stakeholder yaitu

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASYARAKAT (KPM 231)

PENGEMBANGAN MASYARAKAT (KPM 231) PENGEMBANGAN MASYARAKAT (KPM 231) Koordinator Matakuliah Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Website: http://skpm.fema.ipb.ac.id/

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I34060667 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Pengembangan masyarakat merupakan suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK TERHADAP MASYARAKAT LOKAL (Studi kasus di Desa Nambo, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIK

BAB II KERANGKA TEORITIK BAB II KERANGKA TEORITIK A. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (Empowerment), berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan) keterangan. Ide utama

Lebih terperinci

FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA

FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA (Kasus Dua SMA Negeri di Kawasan Jakarta Selatan) ANGGA TAMIMI OESMAN DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari sebuah perencanaan baik perencanaan yang berasal dari atas maupun perencanaan yang berasal dari bawah. Otonomi

Lebih terperinci

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERBAIKAN LINGKUNGAN FISIK PERMUKIMAN (STUDI KASUS : KECAMATAN RUNGKUT) Disusun Oleh: Jeffrey Arrahman Prilaksono 3608 100 077 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN (Kasus PT Indofarma Tbk. Cikarang, Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat) FACHRI AZHAR DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang berorientasi pertumbuhan di masa lalu telah menumbuhkan suatu kesenjangan yang besar, dimana laju pertumbuhan ekonomi tidak seimbang dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu rangkaian upaya yang dilakukan secara terus menerus untuk mendorong terjadinya perubahan yang

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS 53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan)

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT (Kasus: Program PHT Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon) LUKI SANDI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga saat ini, relasi antara Pemerintah Daerah, perusahaan dan masyarakat (state, capital, society) masih belum menunjukkan pemahaman yang sama tentang bagaimana program CSR

Lebih terperinci

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat

Lebih terperinci

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan 2.1 Definisi Partisipasi Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Menurut Mubyarto dalam Ndraha (1990), partisipasi adalah kesediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdampak pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dari pemerintah pusat kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

Lebih terperinci

B A P P E D A ACEH JAYA February 21, 2016 BAB IV PENUTUP

B A P P E D A ACEH JAYA February 21, 2016 BAB IV PENUTUP BAB IV PENUTUP Kesimpulan Bappeda sebagai lembaga teknis Perencanaan daerah yang diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian sasaran dalam prioritas pembangunan Kabupaten Aceh Jaya, Beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP AKTIVITAS PT. IKPP MILLS TANGERANG

PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP AKTIVITAS PT. IKPP MILLS TANGERANG PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP AKTIVITAS PT. IKPP MILLS TANGERANG (Kasus: RT 005/002 Kampung Baru Selatan, Kecamatan Serpong Utara, Kabupaten Tangerang) SITI HANI RAHMANITA I34050585 DEPARTEMEN SAINS

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan guna memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara FISIP UPN veteran Jawa Timur

SKRIPSI. Diajukan guna memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara FISIP UPN veteran Jawa Timur PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MENJALANKAN FUNGSI PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA (Studi Kasus Pada Desa Sukoharjo Kecamatan Kayen Kidul Kabupaten Kediri) SKRIPSI Diajukan guna memenuhi syarat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Kemasyarakatan (HKm) Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan memberdayakan masyarakat (meningkatkan nilai ekonomi, nilai

Lebih terperinci

SAMBUTAN KEPALA DESA

SAMBUTAN KEPALA DESA SAMBUTAN KEPALA DESA Bismillahirrokhmanirrokhim. Assalamualaikum Warokhmatullahi Wabarokatuh. RPJMDes - Puji syukur mari kita panjatkan ke pada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan rahmat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah berimplikasi pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap perubahan

Lebih terperinci

II. PENDEKATAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Kemiskinan

II. PENDEKATAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Kemiskinan 6 II. PENDEKATAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kemiskinan Kemiskinan dapat dikelompokkan ke dalam kemiskinan struktural, kemiskinan kultural dan kemiskinan alamiah. Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL. (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten)

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL. (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten) PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten) NUR PUTRI AMANAH DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN TEORITIS

II. TINJAUAN TEORITIS II. TINJAUAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pemberdayaan Menurut Ife (2002) pandangan tentang pemberdayaan adalah; An empowerment strategy would aim to increase people power over these institution an their

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. pengalaman serta lingkungan sekitar dari manusia tersebut tinggal.

BAB II KERANGKA TEORI. pengalaman serta lingkungan sekitar dari manusia tersebut tinggal. BAB II KERANGKA TEORI 2.4. Persepsi Dalam memandang suatu permasalahan dari setiap manusia mempunyai persepsi yang berbeda-beda. Persepsi menurut manusia yang satu belum tentu sama dengan persepsi manusia

Lebih terperinci

FILOSOFI KULIAH KERJA PROFESI (KKP) DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

FILOSOFI KULIAH KERJA PROFESI (KKP) DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT FILOSOFI KULIAH KERJA PROFESI (KKP) DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Fredian Tonny Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Disampaikan dalam Kuliah Pembekalan Kuliah Kerja Profesi Institut Pertanian

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN PARTISIPASI PETERNAK TENTANG PROGRAM PERGULIRAN TERNAK DOMBA

PERSEPSI DAN PARTISIPASI PETERNAK TENTANG PROGRAM PERGULIRAN TERNAK DOMBA PERSEPSI DAN PARTISIPASI PETERNAK TENTANG PROGRAM PERGULIRAN TERNAK DOMBA (Kasus Kelompok Tani Mandiri, Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor) SKRIPSI RENDY JUARSYAH PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Pemerintah mempunyai program penanggulangan kemiskinan yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat baik dari segi sosial maupun dalam hal ekonomi. Salah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Kasus Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Kasus Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Kasus Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) WHENNIE SASFIRA ADLY DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS DAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN PERKOTAAN (P2KP) DI KOTA BANDAR LAMPUNG

EFEKTIVITAS DAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN PERKOTAAN (P2KP) DI KOTA BANDAR LAMPUNG EFEKTIVITAS DAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN PERKOTAAN (PKP) DI KOTA BANDAR LAMPUNG (EFFECTIVENESS AND PARTICIPATION SOCIETY AGAINST THE URBAN POVERTY ERADICATION

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di 63 BAB VI PEMBAHASAN Berdasarkan data hasil analisis kesesuaian, pengaruh proses pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende dapat dibahas

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Salah satunya adalah terjadinya perubahan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cagar Biosfer Cagar biosfer adalah suatu kawasan meliputi berbagai tipe ekosistem yang ditetapkan oleh program MAB-UNESCO untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN DAN MENDASARI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMASARAN JERUK SIAM (Citrus nobilis LOUR var) MELALUI TENGKULAK (Studi Kasus Desa Wringinagung Kecamatan Gambiran Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KINERJA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR. Oleh : Cecep Cahliana A

ANALISIS PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KINERJA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR. Oleh : Cecep Cahliana A ANALISIS PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KINERJA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR (Studi Kasus Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Jasinga) Oleh : Cecep Cahliana A14304043 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI POLA TANAM PADI

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI POLA TANAM PADI PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI POLA TANAM PADI (Oryza sativa L) JAJAR LEGOWO 4 : 1 (Studi Kasus pada Kelompoktani Gunung Harja di Desa Kalijaya Kecamatan

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA

PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA i PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA (Kasus: Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ANNISA AVIANTI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU BELITONG KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

MODUL 1: PENGANTAR TENTANG KETANGGUHAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN PENGURANGAN RESIKO BENCANA. USAID Adapt Asia-Pacific

MODUL 1: PENGANTAR TENTANG KETANGGUHAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN PENGURANGAN RESIKO BENCANA. USAID Adapt Asia-Pacific MODUL 1: PENGANTAR TENTANG KETANGGUHAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN PENGURANGAN RESIKO BENCANA University of Hawaii at Manoa Institut Teknologi Bandung SELAMAT DATANG! Mengapa kita berada disini (tujuan

Lebih terperinci

BAGIAN I. PENDAHULUAN

BAGIAN I. PENDAHULUAN BAGIAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Kegiatan di sektor ketenagalistrikan sangat berkaitan dengan masyarakat lokal dan Pemerintah Daerah. Selama ini keberadaan industri ketenagalistrikan telah memberikan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Beberapa hal yang mendasari perlunya pembaruan kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan

Lebih terperinci

PENGANTAR PERKOPERASIAN

PENGANTAR PERKOPERASIAN PENGANTAR PERKOPERASIAN BAB V : NILAI-NILAI DASAR DAN PRINSIP-PRINSIP KOPERASI OLEH ; LILIS SOLEHATI Y PENTINGNYA IDEOLOGI Ideologi adalah keyakinan atas kebenaran dan kemanfaatan sesuatu, jika sesuatu

Lebih terperinci

PARTISPASI PETANI DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) PADI NON HIBRIDA

PARTISPASI PETANI DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) PADI NON HIBRIDA PARTISPASI PETANI DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) PADI NON HIBRIDA (Sudi Kasus : Desa Matang Ara Jawa Kecamatan Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang, Nanggroe Aceh Darusslam)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana

Lebih terperinci

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA. Oleh

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA. Oleh PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA Oleh I Ketut Asmara Jaya I Wayan Parsa Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Demokratisasi mengandung

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kelembagaan Pertanian (Djogo et al, 2003) kelembagaan adalah suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

Community Participation in Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri in Kotabatu Village, Ciomas Sub-District, Bogor District

Community Participation in Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri in Kotabatu Village, Ciomas Sub-District, Bogor District Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri Di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor Community Participation in Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci menjabarkan secara rinci situasi dan kondisi poktan sebagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERPAAN MEDIA TELEVISI DENGAN BELAJAR KOGNITIF PADA ANAK (Kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat)

HUBUNGAN TERPAAN MEDIA TELEVISI DENGAN BELAJAR KOGNITIF PADA ANAK (Kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat) HUBUNGAN TERPAAN MEDIA TELEVISI DENGAN BELAJAR KOGNITIF PADA ANAK (Kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat) Oleh : VIORA TORIZA I34063121 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Strategi Strategi adalah perencanaan induk yang komprehensif, yang menjelaskan bagaimana mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH ANTARA PENDIDIKAN DAN LATIHAN, PENGALAMAN KERJA, INISIATIF, DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA PERAWAT DI R.

ANALISIS PENGARUH ANTARA PENDIDIKAN DAN LATIHAN, PENGALAMAN KERJA, INISIATIF, DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA PERAWAT DI R. ANALISIS PENGARUH ANTARA PENDIDIKAN DAN LATIHAN, PENGALAMAN KERJA, INISIATIF, DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA PERAWAT DI R.S. PANTI WILASA CITARUM SEMARANG SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN BERBASIS PEMBERDAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pemberdayaan masyarakat lokal yang diisyaratkan oleh Undangundang. Nomor 32/2004 telah menuntut pihak praktisi pengembang masyarakat, baik itu aparat pemerintah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian yang berkelanjutan merupakan suatu kegiatan yang mutlak dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan, memperluas lapangan kerja, pengentasan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA RUMAHTANGGA SANGAT MISKIN PENERIMA BANTUAN TUNAI DAN PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA RUMAHTANGGA SANGAT MISKIN PENERIMA BANTUAN TUNAI DAN PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN i EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA RUMAHTANGGA SANGAT MISKIN PENERIMA BANTUAN TUNAI DAN PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN Kasus Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor Oleh : PARNAMIAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Burung Hantu ( Tyto alba ) dan Pemanfaatannya Partisipasi Masyarakat

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Burung Hantu ( Tyto alba ) dan Pemanfaatannya Partisipasi Masyarakat 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Burung Hantu (Tyto alba) dan Pemanfaatannya Burung hantu (Tyto alba) pertama kali dideskripsikan oleh Giovani Scopoli tahun 1769. Nama alba berkaitan dengan warnanya

Lebih terperinci

ANALISIS ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI DESA AJIBARANG WETAN, KECAMATAN AJIBARANG, KABUPATEN BANYUMAS SKRIPSI

ANALISIS ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI DESA AJIBARANG WETAN, KECAMATAN AJIBARANG, KABUPATEN BANYUMAS SKRIPSI ANALISIS ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI DESA AJIBARANG WETAN, KECAMATAN AJIBARANG, KABUPATEN BANYUMAS SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana S1 Fakultas

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KABUPATEN GARUT TAHUN 2014 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas

Lebih terperinci

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA PADA LAHAN SISA KONVERSI PERTANIAN DAN KETAHANAN ( PERSISTENCE

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA PADA LAHAN SISA KONVERSI PERTANIAN DAN KETAHANAN ( PERSISTENCE PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA PADA LAHAN SISA KONVERSI PERTANIAN DAN KETAHANAN (PERSISTENCE) MASYARAKAT TANI (Studi Kasus: Kampung Ciharashas dan Cibeureum Batas, Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan,

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA KELOMPOK KONTAK TANI NELAYAN ANDALAN (KELOMPOK KTNA) KOTA BUKITTINGGI TAHUN

PROGRAM KERJA KELOMPOK KONTAK TANI NELAYAN ANDALAN (KELOMPOK KTNA) KOTA BUKITTINGGI TAHUN PROGRAM KERJA KELOMPOK KONTAK TANI NELAYAN ANDALAN (KELOMPOK KTNA) KOTA BUKITTINGGI TAHUN 2013-2018 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (Kelompok KTNA) adalah organisasi

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU BELITONG KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 116 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang kompleks dibutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selain peran

Lebih terperinci