ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MOLEKULER VIRUS PAPILLOMA PADA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MOLEKULER VIRUS PAPILLOMA PADA"

Transkripsi

1 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MOLEKULER VIRUS PAPILLOMA PADA Macaca fascicularis DAN Macaca nemestrina DI FASILITAS PENANGKARAN PUSAT STUDI SATWA PRIMATA-INSTITUT PERTANIAN BOGOR ISTI KARTIKA SARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Molekuler Virus Papilloma pada Macaca fascicularis dan Macaca nemestrina di Fasilitas Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor adalah benar hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2013 Isti Karika Sari P

4

5 RINGKASAN ISTI KARTIKA SARI Isolasi dan Identifikasi Molekuler Virus Papilloma Macaca fascicularis dan Macaca nemestrina di Fasilitas Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor di bawah bimbingan IRMA HERAWATI SUPARTO dan DIAH ISKANDRIATI Penyakit kanker leher rahim yang disebabkan oleh virus papilloma manusia (human papillomavirus/hpv) masih dianggap sebagai penyebab kematian utama pada wanita di seluruh dunia, sehingga penelitian mengenai virus papilloma beserta obat-obatan dan vaksin untuk pencegahannya terus dilakukan. Virus papilloma adalah virus DNA dari famili papillomaviridae. Virion papilloma tidak memiliki selubung, berdiameter 55 nm dan mempunyai kapsid ikosahedral. Virus ini memperbanyak diri pada inti sel serta menyebabkan infeksi laten yang kronis. Genom virus papilloma berbentuk sirkuler, ukuran panjangnya 8 kbp, mempunyai 8 jendela baca terbuka (open reading frame) dan dibagi menjadi gen early (E) dan late (L). Gen E menyintesis 6 protein E, yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang banyak terkait pada proses replikasi virus dan onkogen. Sementara itu gen L menyintesis 2 protein, yaitu L1 dan L2 yang terkait pada pembentukan kapsid (Hakim2010). Untuk keperluan penelitian biomedis, sering kali dibutuhkan hewan model yang dapat mencerminkan aspek-aspek penyakit pada manusia. Satwa primata memiliki kemiripan yang tinggi dengan manusia, baik dalam segi evolusi genetik, anatomis, fisiologis, biokimia, dan sistem organ, juga gen kankernya. Satwa primata dari genus macaca adalah genus dengan penyebaran tertinggi di bumi yang tersebar dari Jepang hingga Afganistan. Sejauh ini terdapat 22 spesies yang termasuk dalam genus macaca. Pada awalnya, monyet rhesus atau M. mulatta yang banyak digunakan untuk penelitian biomedis, akan tetapi pemerintah India menerapkan larangan untuk mengimpor hewan ini. Sejak saat itu, Macaca fascicularis (monyet ekor panjang/mep) dan Macaca nemestrina (beruk) yang jumlah dan populasinya banyak terdapat di Asia Tenggara, mulai digunakan sebagai hewan untuk penelitian. Sebagai hewan model, berbagai aspek medis yang berkaitan dengan kedua spesies tersebut banyak dipelajari oleh para peneliti. Dalam penelitian ini digunakan metode polymerase chain reaction (PCR) dan perunutan nukleotida untuk mengidentifikasi jenis virus papilloma yang menginfeksi saluran genital pada MEP dan beruk di penangkaran Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor. Analisis runutan nukleotida dilakukan dengan menggunakan program Clustal W 2.1 dan Mega 5.1. Pembentukan pohon filogenetik mengunakan neighbor joining dengan pengulangan bootstrap 1000 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa virus papilloma yang menginfeksi MEP sebesar 32.7% (78/238) dan beruk 12% (4/31). Kedua spesies tersebut terinfeksi oleh Macaca fascicularis papillomavirus (MfPV) tipe 3, 4, 5, 7, dan 9 yang termasuk genus Alpha papillomavirus dengan homologi sebesar %. Virus papilloma yang menginfeksi beruk adalah jenis yang sama dengan virus papilloma yang menginfeksi MEP dengan kemiripan antara 82% - 99% berdasarkan daerah L1. Untuk lebih menjelaskan jenis virus papilloma yang menginfeksi beruk, perlu dilakukan identifikasi keseluruhan genom virus

6 tersebut, karena untuk menentukan jenis virus tersebut diperlukan identifikasi urutan nukleotida yang lebih lengkap. Ternyata salah satu dari beruk terinfeksi virus papilloma yang memiliki homologi sebesar 76% dengan HPV tipe 52. Ini merupakan laporan pertama mengenai kejadian infeksi virus papilloma pada beruk sehingga analisis genom lanjutan perlu dilakukan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kedua spesies satwa primata tersebut dapat dimanfaatkan menjadi hewan model untuk penelitian virus papilloma maupun penyakit kanker serviks pada manusia. Kata kunci: Virus papilloma, kanker serviks, hewan model, Macaca fascicularis, Macaca nemestrina

7 SUMMARY ISTI KARTIKA SARI The Isolation and Molecular Identification of Papillomavirus in Macaca fascicularis and Macaca nemestrina at Animal Facility of Primate Research Centre Bogor Agricultural University. Under supervision of IRMA HERAWATI SUPARTO and DIAH ISKANDRIATI Cervical cancer is still regarded as a major cause of death in women world wide, hence research on papilloma viruses, their drugs and vaccines for the prevention are still continued. Papilloma virus is a DNA virus of the family papillomaviridae. Papilloma virions have no sheath, the diameter of 55 nm, and icosahedral capsid. The virus multiplies in the cell nucleus and causes chronic latent infection. The virus genome has a circular form, 8 kbp in length with 8 open reading frames. The genome is divided into early (E) and late (L) genes. The E gen synthesizes 6 E proteins, namely E1, E2, E4, E5, E6 and E7, which are linked into the process of viral replication and oncogenes. Meanwhile, the L gene synthesizes 2 proteins, the L1 and L2, which are related to the formation of the capsid (Hakim 2010). In order to obtain the best result of the cancer research, it is highly requested to obtain appropriate animal model that reflect aspects of human disease. Non-human primates have high similarity with humans, both in terms of the evolution of the genetic, anatomical, physiological, biochemical and organ systems, as well as in cancer genes. Non-human primates of the genus Macaca is a genus with the highest distribution worldwide, from Japan to Afghanistan. So far, there are 22 species are included in the genus Macaca. Originally rhesus monkeys or M. mulatta are widely used for biomedical research, but since the Indian government imposed a ban on importing these animals, then Macaca fascicularis (Long-tailed Macaque, cynomolgus) and Macaca nemestrina (Pigtailed Macaque), which has high population in Southeast Asia, began to be used as research animal. Various medical aspects related to both species are commonly studied by many researchers as an animal model for human diseases. This study is using the polymerase chain reaction (PCR) method and nucleotide tracking to identify papillomavirus tipes that infect the genital tract of Macaca fascicularis and Macaca nemestrina, which is kept in breeding facilities of Primate Research Center, IPB. The analysis of nucleotide sequences were performed using the Clustal W 2.1 and 5.1 Mega program. The establishment of phylogenetic tree using neighbor joining with 1000 times bootstrap repetition. The results showed that the papillomavirus that infect Macaca fascicularis was 32.7% (78/238) and Macaca nemestrina 12% (4/31). Both species were infected by Macaca fascicularis papillomavirus (MfPV) tipe 3, 4, 5, 7 and 9, belongs to the genus Alpha papillomavirus with homology of %. Papilloma virus that infected the pig-tailed macaque was the same tipe of papillomavirus that infected the cynomolgus with similarity between 82% - 99% based on L1 region. To further explain the tipes of papilloma viruses that infected the pig-tailed macaque, it is necessary to identify the entire genome of the virus. To determine the tipe of the virus, it requires the identification of a more complete nucleotide sequence. It is interesting because papillomavirus that infected the pigtail macaques has 76% homology with the HPV tipe 52. This is the first report

8 on the incidence of papillomavirus infection in the pigtail macaque genome that further analysis needs to be done. The results also showed that the two species of non-human primates can be utilized as an animal model for the study of papillomavirus and cervical cancer in humans. Keywords: Papillomavirus, cervic cancer, animal model, Macaca fascicularis, Macaca nemestrina

9 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

10

11 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MOLEKULER VIRUS PAPILLOMA PADA Macaca fascicularis DAN Macaca nemestrina DI FASILITAS PENANGKARAN PUSAT STUDI SATWA PRIMATA-INSTITUT PERTANIAN BOGOR ISTI KARTIKA SARI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

12 Penguji pada sidang : Dr. Ir. Dedy Duryadi Sholihin, DEA

13 Judul Tesis : Isolasi dan Identifikasi Molekuler Virus Papilloma pada Macaca fascicularis dan Macaca nemestrina di Fasilitas Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor Nama : Isti Kartika Sari NIM : P Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr. dr. Irma H. Suparto, MS Ketua Dr. drh. Diah Iskandriati Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Primatologi LlCl\.i;U~':;).\;<l\..Ulli:1l1 Pascasruj ana Prof.Dr.drh. Dondin Sajuthi MSc Tanggal Ujian: 26 Agustus 2013 Tanggal Lulus: C T 2013

14 Judul Tesis : Isolasi dan Identifikasi Molekuler Virus Papilloma pada Macaca fascicularis dan Macaca nemestrina di Fasilitas Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor Nama : Isti Kartika Sari NIM : P Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr. dr. Irma H. Suparto, MS Ketua Dr. drh. Diah Iskandriati Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Primatologi Dekan Sekolah Pascasarjana Prof.Dr.drh. Dondin Sajuthi MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 26 Agustus 2013 Tanggal Lulus:

15

16 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah mengenai virus papilloma pada dua spesies satwa primata yang banyak di gunakan sebagai hewan model biomedis. Virus ini merupakan penyebab kanker serviks yang menyebabkan banyak kematian pada wanita. Terimakasih yang sebesar-besarkan penulis ucapkan kepada Ibu Dr dr Irma H. Suparto, MS dan Ibu Dr drh. Diah Iskandriati selaku pembimbing yang sangat banyak memberikan arahan dan masukan berharga bagi penulis. Kepada bapak Dr Ir Dedy Duryadi S, DEA selaku penguji luar komisi serta atas bimbingannya. Juga kepada Prof drh Dondin Sajuthi, PhD, MST sebagai ketua program studi Primatologi atas kesempatan yang diberikan kepada penulis. Kepada Dr drh Joko Pamungkas MSc atas dana dan fasilitas laboratorium yang diberikan kepada penulis termasuk dispensasi waktu untuk menuntut ilmu. Ibu Profesor Supraptini Mansyur atas perbaikan dan masukkan untuka thesis saya. Kepada rekan-rekan tercinta: Maryati, Silmi, Mita, Uus, Dede, Dewiyanti, Sri, Sela, Tri, Iin, Elis, Permanawati, Suryo, Devy, Diah Pawitri, Ramdan, pak Budi, pak Dede, mbak Yanti dan Yana atas kerjasama dan diskusi yang sangat berharga. Ananda Rifqi R Sukmana atas editing gambarnya yang hebat. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami tercinta, putri-putriku yang cantik Usi dan Dila serta ayah, mamah, ibu, beserta adik-adik tersayang, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2013 Isti Kartika Sari

17

18 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Virus Papilloma 3 Patogenesis 4 Virus papilloma pada Satwa Primata 5 Genus Macaca 7 METODE 8 Isolasi DNA virus dengan Teknik PCR Koleksi Sampel dan Kontrol Positif 8 Ekstraksi DNA dan PCR 8 Identifikasi DNA Virus 8 Perunutan Nukleotida 9 Analisis dan Pembuatan Pohon Filogenetik 10 HASIL DAN PEMBAHASAN 10 SIMPULAN DAN SARAN 21 Simpulan 21 Saran DAFTAR PUSTAKA 22 LAMPIRAN 25 RIWAYAT HIDUP 29

19 DAFTAR TABEL 1. Virus Papilloma pada Satwa Primata dan Homologinya dengan Virus Papilloma Manusia 6 2. Hasil Pensejajaran Daerah L Indeks Kesamaan menurut CLUSTALW Matriks Jarak berdasarkan Kimura2 Parameter Matriks Jarak berdasarkan Kimura2 Parameter HPV Berbeda Genus 18 DAFTAR GAMBAR 1 Angka Kejadian HPV menurut Geografi 3 2 Organisasi Genetik HPV tipe Lapisan epitel skuamosa serviks 5 4 Pohon Filogenetik Virus Papilloma 7 5 Genom Lengkap Virus Papilloma dan Daerah yang di Amplifikasi 9 6 Elektroforegram 10 7 Angka Kejadian Infeksi Virus Papilloma di Fasilitas Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor 11 8 Hasil Elektroferegram Sampel untuk Purifikasi 12 9 Hasil Pensejajran dengan CLUSTAL W Pohon Filogenetik dari Virus Papilloma dengan Pembandingnya 17 DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil Pensejajaran Nukleotida 25 2 Hasil CLUSTAL W Adendum Penelitian 28

20 PENDAHULUAN Latar Belakang Kanker serviks merupakan salah satu jenis kanker yang paling sering menyerang wanita, dan merupakan penyebab kematian terbesar kedua pada wanita, setelah kanker payudara. Angka kematian akibat serangan kanker serviks diseluruh dunia mencapai 50% dari seluruh kasus kanker serviks per tahun. Hampir 80% kejadian kanker serviks yang menyerang wanita tersebut terjadi di negara-negara berkembang. Saat ini di Asia tidak kurang dari orang didiagnosa mengidap kanker serviks setiap tahunnya, sekitar diantaranya kemudian mengakibatkan kematian. Menurut data WHO (2010), Indonesia memiliki jumlah penderita kanker serviks terbesar kedua setelah Cina. Angka kejadian kanker di Indonesia cukup tinggi, yaitu 100 kasus dari orang. Setiap tahun terdapat kasus baru dengan kematian sebanyak 8000 orang. Data diatas menunjukkan bahwa kanker serviks termasuk penyakit berisiko tinggi dan penyebab kematian pada wanita. Kanker serviks pada manusia terutama disebabkan oleh virus papilloma manusia (Human Papilloma Virus/HPV) (Willyman 2011). Selain menyebabkan kanker serviks, HPV juga dapat menyebabkan berbagai jenis kutil pada tangan, kaki, lidah, mulut, dan bibir. Pada keadaan yang lebih ganas, HPV dapat menyebabkan kutil kelamin pada penis, vagina, dan dubur. Virus ini dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak normal yang disebut displasia. Kelainan ini akan berkembang menjadi anal intraepithelial neoplasia (AIN), kanker serviks (cervical cancer), atau kanker penis (Thoma 2010). Virus ini menginfeksi membran mukosa dan kulit epitel pada vertebrata dengan cara menginduksi proliferasi sel. Selain pada manusia, virus papilloma juga telah diidentifikasi pada lebih dari 20 spesies mamalia yang berbeda serta pada burung dan reptil. Karena dianggap sangat penting secara medis, virus papilloma dipelajari dengan sangat intensif dan sampai saat ini telah ditemukan lebih dari 100 jenis virus papilloma (Bernard dan Chan 2007). Selama ini, pemahaman tentang biologi virus papilloma, khususnya untuk kepentingan manusia, terkendala oleh sulitnya mendapatkan hewan model serta hewan yang terinfeksi secara alami oleh virus papilloma manusia. Kemajuan penklonaan molekul genom virus papilloma pada awal tahun 1980 merupakan terobosan untuk mempelajari gen virus tersebut. Ketersediaan sekuens genomik, baik yang lengkap maupun sebagian, dari berbagai tipe virus papilloma telah memungkinan pembentukan struktur taksonomi virus tersebut dan memberikan gambaran mengenai evolusi virus papilloma dengan inangnya. Virus papilloma terdeteksi pada berbagai jenis primata non-manusia, ada sekitar 30 jenis virus papilloma pada satwa primata antara lain berasal dari saluran genital M. fascicularis (monyet ekor panjang, MEP) dan M. mulatta (monyet rhesus) betina, hyperplasia lapisan epitel mulut dan tenggorokan simpanse kerdil dan kanker penis pada monyet rhesus jantan. Satwa primata (Non-human Primate, NHP) khususnya MEP dan M. nemestrina (beruk) merupakan satwa primata yang banyak digunakan sebagai hewan

21 2 model. Kedua spesies satwa primata tersebut diketahui memiliki kedekatan anatomi dan fisiologi dengan manusia, sehingga merupakan hewan model yang ideal untuk mempelajari virus papilloma. Pengetahuan mengenai urutan genom pada virus papilloma dapat dimanfaatkan untuk pengembangan vaksin tidak hanya vaksin untuk pencegahan tetapi juga vaksin untuk pengobatan. Untuk pengujian kedua jenis vaksin tersebut dibutuhkan hewan model yang tepat dan dapat menjadi model penyakit yang mirip dengan manusia. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi jenis virus papilloma yang menginfeksi MEP dan beruk secara molekuler melalui conserve genom L1. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini memberikan informasi jenis virus papilloma yang menginfeksi MEP dan khususnya pada beruk yang belum pernah diisolasi dan dilaporkan sebelumnya. Informasi ini dapat digunakan untuk keperluan penelitian biomedis yang lebih lanjut dan pengembangan hewan model. TINJAUAN PUSTAKA Virus papilloma selalu dikaitkan dengan penyakit kanker serviks pada wanita. Meskipun tidak seluruh anggota dari keluarga virus ini merupakan penyebab kanker serviks, tetapi angka kematian yang disebabkan oleh kanker serviks merupakan yang terbesar kedua setelah kanker payudara. Oleh karenanya famili virus ini terus dipelajari dengan intensif. Badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) telah mengeluarkan suatu panduan yang terus diperbaharui mengenai virus papilloma manusia dan kanker yang menyertainya. Hampir semua (99%) kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV. Virus ini dapat menginfeksi lapisan epitel kulit seluruh tubuh dan di daerah yang berselaput lendir, seperti mulut dan kelamin. Lebih dari 40 jenis HPV diketahui menginfeksi daerah kelamin (Moosavi et al. 2008). Berdasarkan tingkat keganasannya, HPV dibagi menjadi 2 tipe virus, yaitu tipe low-risk (risiko rendah) yang cenderung menyebabkan tumor jinak dan tipe high-risk (risiko tinggi) yang menyebabkan tumor ganas (Munoz et al.2003). Menurut Paavonen et al. (2007), setiap tahun virus papilloma telah menyebabkan 500 ribu kasus baru infeksi di seluruh dunia, 250 ribu diantaranya menyebabkan kematian akibat kanker.serviks dan infeksi kanker vulva, vagina, anal, dan penis. Kejadian infeksi virus papilloma diseluruh dunia dapat dilihat pada Gambar 1 :

22 3 (ribu) Gambar 1 Angka kejadian HPV menurut daerah geografi (Willyman 2011) Gambar diatas menunjukkan bahwa kanker serviks tersebar di seluruh dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang. Menurut buku panduan WHO (2010), terdapat banyak faktor yang menyebabkan begitu tingginya infeksi virus papilloma diantaranya adalah karena kondisi sosial ekonomi, pelayanan kesehatan masyarakat, serta tingkat pendidikan yang masih rendah. Selain itu, faktor penyebab lainnya adalah gaya hidup yang kurang sehat, seperti berganti pasangan seksual, melakukan hubungan seksual pada usia dini dan kebiasaan merokok. Karena berbagai alasan tersebut diatas, maka penelitian mengenai virus papilloma terus dilakukan secara intensif, baik untuk mengembangkan vaksin dan pengobatan; mempelajari struktur, evolusi, dan perkembangan virus serta untuk mempelajari epidemologi dan angka kejadian. Untuk melaksanakan berbagai penelitian tersebut, maka dibutuhkan hewan sebagai model pengganti yang sesuai. Virus papilloma Virus papilloma adalah virus DNA dari famili papillomaviridae. Virion papilloma tidak memiliki selubung, berdiameter 55 nm dan mempunyai kapsid ikosahedral. Virus ini memperbanyak diri pada inti sel serta menyebabkan infeksi laten yang kronis. Genom virus papilloma berbentuk sirkuler, ukuran panjangnya 8 kpb, mempunyai 8 jendela baca terbuka (open reading frame) dan dibagi menjadi gen early (E) dan late (L). Gen E menyintesis 6 protein E, yaitu E1, E2, E4, E5, E6, dan E7, yang banyak terkait pada proses replikasi virus dan onkogen. Sementara itu gen L menyintesis 2 protein, yaitu L1 dan L2 yang terkait pada pembentukan kapsid (Hakim2010). Gen L1 dan L2 menempati posisi yang berdekatan dan mencakup sekitar 40% dari keseluruhan genom virus. Pada pertengahan tahun , virus papilloma dan virus polio melalui pengamatan dengan menggunakan mikroskop elektron, dimasukkan ke dalam famili Papoviridae berdasarkan kesamaan yang dimilikinya, yaitu genom sirkuler dari DNA untai ganda dan struktur simetris ikosahedral yang tidak memiliki selubung

23 4 Pada sekitar tahun 1980, setelah teknik sekuensing ditemukan, ternyata diketahui adanya perbedaan, yaitu virus polio memiliki ukuran genom 5000 pasang basa, sedangkan virus papilloma memiliki ukuran genom 8000 pasang basa. Disamping ketidaksamaan tersebut, ternyata keduanya juga memiliki perbedaan dalam urutan asam amino, kecuali satu segmen yang homolog, yaitu gen E (de Villiers et al. 2004). Gambar 2 Organisasi genetik HPV tipe 16. Genom berbentuk sirkular, molekul utas ganda DNA 7,904 pb. Gen gennya adalah E1 s/d E7, L1 dan L2 (Levine 1992). Jendela baca terbuka (open reading frame) daerah (region) L1 yang mengkodekan bagian kapsid mayor merupakan daerah gen yang paling lestari dalam genom virus papilloma, dan telah digunakan untuk keperluan identifikasi jenis selama 15 tahun terakhir. Suatu tipe virus papilloma diakui sebagai virus baru apabila urutan genom pada daerah L1 berbeda 10% dari jenis virus papilloma terdekat. Jika perbedaannya antara 2%-10% akan dikategorikan sebagai sub-tipe dan apabila kurang dari 2% disebut sebagai varian (devilliers et al 2004). Gen E meliputi sekitar setengah dari keseluruhan genom, ada beberapa gen yang tumpang tindih pada daerah ini. Diantara L1 dan E6 ada daerah yang tidak dikodekan oleh gen yang merupakan daerah asal replikasi serta elemen yang mengatur transkripsi. Daerah ini disebut sebagai LCR atau Long Control Region. Patogenesis Ciri khusus dari replikasi virus papilloma adalah hubungan yang erat antara replikasi virion dengan perubahan sel epitel kulit. Infeksi dimulai dari virus yang masuk ke dalam sel melalui mikro abrasi jaringan permukaan epitel, sehingga memungkinkan virus masuk ke dalam sel basal. Pada sel basal, terutama sel punca, sel-sel ini terus membelah kemudian bermigrasi mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi dan menyintesis keratin. Protein virus pada infeksi HPV mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti diferensiasi sel. Saat ini masih terdapat kontroversi mengenai mekanisme HPV masuk ke dalam sel. Sebagian bukti menunjukkan bahwa virus masuk ke dalam sel melalui reseptor α 6 -integrin dan heparin sulfat serta laminin 5. Genom virus bermigrasi ke dalam inti dalam bentuk

24 episom dan terjadi aktivasi promoter awal virus papilloma (gen E). Sintesis DNA virus terjadi di dalam sel yang terinfeksi dengan salinan episom sekitar genom setiap sel. Setelah sel basal membelah, episom HPV mengalami replikasi dan didistribusikan diantara sel baru yang terbentuk. Virus akan mengikuti perjalanan sel dengan melakukan diferensiasi dan tetap aktif saat sel yang mengandung HPV berdiferensiasi, promoter akhir (gen L) teraktivasi dan membentuk kapsid, dan kemudian terbentuklah virion baru HPV hasil replikasi (Hakim 2010). 5 Gambar 3 Lapisan epitel skuamosa pada serviks dan ekspresi protein setelah infeksi virus papilloma (Frazer 2004) Virus Papilloma pada Satwa Primata Virus papilloma merupakan virus yang umum menginfeksi hewan dan manusia, banyak jenis hewan yang diketahui memiliki virus papilloma yang spesifik. Bos taurus (BPV/ Bovine papillomavirus), memiliki 12 tipe virus papilloma yang menginfeksi epitel kulit, penis, dan saluran pencernaan. Virus papilloma kuda (EqPV/Equine papillomavirus) menginfeksi bagian genital, kulit dan oral. Selain itu, virus papilloma terdapat pada berbagai spesies cervidae (rusa), anjing dan kucing serta banyak spesies hewan lainnya masing-masing memiliki virus papillomanya sendiri. Spesifitas spesies tersebut dimungkinkan karena adanya interaksi molekul yang sangat spesifik antara virus dan inangnya. Pada primata, spesifitas tersebut menjadi semakin nyata, yang berarti setiap primata memiliki virus papillomanya sendiri (Bernard dan Chan 2007). Virus papilloma primata yang telah diidentifikasi secara mikroskopis, imunologi dan molekuler, diantaranya: Rhesus Monkey papillomavirus (RhPV) adalah virus papilloma asal satwa primata yang pertama kali dan satu-satunya yang diakui sebagai spesies oleh ICTV (International Committee on Taxonomy of Viruses), virus ini ditularkan secara

25 6 seksual dalam suatu koloni monyet rhesus. Sekuens virus papilloma spesifik telah dideteksi dari metastasis nodus limpa suatu sel tumor penis (penile squamous cell carcinoma) seekor monyet rhesus. Hasil analisisnya, berupa genom lengkap RhPV yang terintegrasi pada tumor ini dan memperlihatkan homologi yang tinggi dengan HPV 16 (91%). Macaca fascicularis papillomavirus (MfPV) pertama kali dilaporkan pada tahun MfPV diidentifikasi berdasarkan daerah gen L1 dengan primer MY09/MY11, kemudian partikel virus papilloma dideteksi dari papilloma penis seekor MEP liar. Hasil histologi dari spesimen serviks dan vagina MEP menunjukkan adanya neoplasia intraepitel serta banyak yang menunjukkan lesi jinak papilloma pada vagina. MEP terinfeksi oleh 7 varian virus papilloma berdasarkan sekuens gen daerah L1. Chimpanzee papillomavirus adalah virus papilloma ditemukan pada simpanse dan simpanse kerdil sehingga dinamakan Common Chimpanzee Papillomavirus (CCPV) dan Pygmy Chimpanzee Papillomavirus (PCPV). Keduanya memiliki kesamaan relatif 89% sebagai virus papilloma simpanse. Colobus guereza papillomavirus (CgPV) merupakan partikel virus dengan morfologi virus papilloma yang ditemukan pada lesi tangan dan kaki pada monyet colobus. Kemudian ditemukan juga partikel virus pada penis seekor monyet colobus yang berasosiasi sangat erat dengan HPV11. Hasil sekuen daerah L1 menunjukkan ada 2 jenis virus papilloma Colobus guereza yang masuk ke dalam genus Alpha dan Beta papillomavirus. Sementara itu, belum ada data mengenai virus papilloma yang berasal dari beruk yang tersedia di bank gen, baik data terkait urutan nukleotidanya maupun letaknya dalam pohon filogenetik. Tabel 1 Virus papilloma pada satwa primata dan homologinya dengan virus papilloma manusia. Jenis Satwa Primata Virus Papilloma Genus Spesies Homologi Pustaka Colobus guereza CgPV 1 Alpha 9/7 HPV-16/18 O Banion et al. (1987) CgPV2 Beta 1 HPV-5/8 Kloster et al. (1988) Pan paniscus PCPV Alpha 10 HPV-13 van Ranst et al. (1991 Alouatta fusca HMPV Alpha b Sá et al. (2000) Macaca mulatta RhPV Alpha 12 HPV-16 Kloster et al. (1988) RhPV Alpha Chan et al. (1997b) Macaca fascicularis MfPV1 Beta HPV 11/17 Joh et al. (2009) Taksonomi virus papilloma modern tergantung derajat homologi sekuens genom yang membagi virus papilloma pada genera dan taksa yang lebih rendah berdasarkan kesamaan hasil sekuens genom baik yang lengkap maupun parsial daerah L1.Ada 3 genera utama pada pohon filogenetik PV, yaitu alpha, beta, dan Gamma, selain itu terdapat genera dengan jumlah anggota yang lebih kecil yang

26 dinamai berdasarkan alphabet Yunani seperti Omega. Lambda, Kappa, Sigma, Nu, Mu, Iota, Delta dan sebagainya. Untuk penamaan jenis PV disesuaikan dengan inangnya, ada yang berdasarkan nama ilmiah inangnya 7 Gambar 4 Pohon filogenetik virus papilloma (Bernard dan Chan 2007) Genus Macaca Genus macaca saat ini diketahui menjadi model paling penting dalam riset biomedis untuk berbagai penyakit pada manusia. Lebih dari 70 jenis penyakit infeksius dari berbagai etiologi seperti bakteri, virus, jamur, parasit dan prion yang telah dimodelkan oleh satwa primata. Keragaman yang luar biasa dari penyakit manusia meliputi penyakit anak-anak (children diseases), penyakit tropis, penyakit menular seksual, onkogenik, neurologis, penyakit degeneratif, penyakit berpotensi bioterorisme dan penyakit-penyakit lain yang belum diketahui menyebabkan penelitian terus dilakukan dan membutuhkan hewan model yang tepat (Gardner dan Luciw 2008). Disamping manusia, macaca adalah genus dengan penyebaran tertinggi di bumi, tersebar dari Jepang hingga Afganistan. Sejauh ini terdapat 22 spesies (Voevodin dan Marx 2009) yang termasuk dalam genus macaca. Awalnya monyet rhesus atau M. mulatta yang banyak digunakan untuk penelitian biomedis, tetapi sejak pemerintah India menerapkan larangan untuk mengimpor hewan ini, maka MEP dan beruk yang jumlah dan populasinya banyak terdapat di Asia Tenggara, mulai digunakan sebagai hewan untuk penelitian. Oleh karena itu, berbagai aspek medis yang berkaitan dengan kedua spesies tersebut banyak dipelajari oleh para peneliti untuk dijadikan hewan model bagi penyakit manusia. Dalam penelitian mengenai virus papilloma ditemukan bahwa sekitar 50% monyet rhesus di berbagai pusat penelitian primata terinfeksi oleh virus papilloma

27 8 yang menular melalui interaksi seksual (Ostrow et al.1990). Hasil analisis PCR pada sampel genital MEP dan monyet rhesus menunjukkan keduanya merupakan inang alami virus papilloma genital yang memiliki keragaman genetik yang mirip dengan virus papilloma pada manusia (Chan et al. 1997). Terdapat neoplasia epitel pada bagian vagina dan serviks MEP yang berasosiasi dengan virus papilloma, yang tidak ditemukan pda hewan lain (Wood et al. 2004). METODE Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu pengambilan sampel, ekstraksi DNA sampel, amplifikasi dengan PCR, ekstraksi dari gel agarosa, perunutan nukleotida, dan analisis bioinformatika. Daerah yang diamplifikasi oleh primer adalah daerah L1 yang merupakan pembentuk kapsid mayor dari virus papilloma, merupakan daerah paling lestari dari genom virus dan telah digunakan untuk identifikasi jenis selama 15 tahun terakhir Isolasi DNA Virus dengan Teknik PCR Koleksi sampel dan kontrol positif Seluruh prosedur yang dilakukan terhadap hewan laboratorium ini telah disetujui oleh Komisi Pengawasan Kesejahteraan dan Penggunaan Hewan Penelitian Pusat Studi Satwa Primata IPB nomor 11-B006-IR. Ulasan serviks dikoleksi dari 238 ekor MEP dan 31 ekor beruk betina dewasa, dengan pertumbuhan gigi M3/M3 (setara dengan usia 6 tahun ke atas) yang dipelihara di fasilitas penangkaran Pusat Studi Satwa Primata IPB, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan ulasan sampel dengan menggunakan vaginal cytobrush di daerah serviks dan vagina. Sample ini disimpan dalam media TEN Buffer (2 ml Tris HCl 1M ph 7.5; 0.2 ml EDTA 0.5M; 0.2 ml NaCl 5M dan 97.6 ml akuades) dan disimpan dalam suhu 4 o C sampai siap dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel HeLa (ATCC CCL-2) yang dikembangkan dari jaringan kanker serviks. Sel ini merupakan sel lestari yang berasal dari kanker serviks dan jumlah sel yang digunakan untuk kultur jaringan sebanyak 5x10 6. Ekstraksi DNA dan PCR DNA dari sampel dan kontrol positif diekstraksi dengan menggunakan QIAmp DNA Blood mini kit (QIAGEN, Hilden, Germany) sesuai dengan petunjuk perusahaan. Primer yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Chen et al (2009), yaitu Mac26. MY11 (forward) 5 GCCCAAGGCCACAACAATGG3 dan Mac26. MY09 (reverse) 5 CGACCCAAGGGAAACTGGTC3. Primer ini akan mengamplifikasi daerah L1 sebesar 450 pasang basa. Reagen mastermix PCR terdiri dari 1 µl (10 pmol) primer dan 12.5 µl Go Taq green mastermix (Promega) yang terdiri dari Taq DNA Polymerase 400 µm, dntp konsentrasi 400 µm, MgCl 3 mm, bufer pereaksi,serta 5.5 µl free nuclease water dan 5 µl DNA hasil ekstraksi. Amplifikasi dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Perkin Elmer tipe 9700 melalui tahapan pre PCR 95 ⁰C 3 menit, denaturasi 95 ⁰C 20 detik, annealing 55 ⁰C, ekstensi 72 ⁰C 20 detik dan post PCR 72 ⁰C selama 10 menit dengan 40 kali

28 pengulangan. Hasil amplifikasi DNA divisualisasikan pada gel agarosa konsentrasi 1.8% dan dibaca pada mesin geldock (Biorad) dengan menggunakan penanda DNA (Vivantis 100bp) sebesar 1000 pasang basa. 9 Gambar 5 Genom lengkap virus papilloma dan daerah yang diamplifikasi oleh primer Mac26 MY 11 dan Mac26 MY 09 (Molijn 2004). Identifikasi DNA Virus Perunutan Nukleotida Hasil positif PCR selanjutnya dipurifikasi untuk analisis runutan DNA. Pemotongan gel dilakukan pada bagian pita yang berpendar saat diradiasi oleh sinar ultraviolet. Potongan gel hasil amplifikasi kemudian dipurifikasi dengan menggunakan kit ekstraksi gel, sesuai dengan prosedur dari QIAquick gel extraction kit dari Qiagen (Qiagen, Hilden, Germany). Hasil purifikasi produk PCR tersebut selanjutnya dirunutkan di Macrogen Inc., Korea. Analisis Runutan Nukleotida dan Pembuatan Pohon Filogenetik Runutan nukleotida selanjutnya dianalisis dengan metode BLAST (Basic Local Alignment) dan disejajarkan menggunakan program komputer CLUSTALW 2.1, sedangkan jarak ditentukan dengan Kimura 2 parameter. Pohon filogenetik dikonstruksi menggunakan program Mega 5.1 dengan metode neighbor-joining. Sebagai pembanding untuk pohon filogenetik, diambil virus papilloma berasal dari bank gen. Analisis bootstrap 1000 kali untuk menvalidasi bentuk pohon filogenetik terbaik. Sebagai pembanding digunakan Pan troglodytes papillomavirus tipe 2 protein kapsid mayor (Bank Gen: JF ), Colobus monkey papillomavirustipe 1 protein kapsid mayor gen (L1), cds parsial, Bank Gen: U , Rhesus monkey papillomavirusstrain gen RhPV-e L1, cds parsial Bank Gen: U , Macaca fascicularis papillomavirusisolate MfAA18 protein kapsid mayor gen (L1), cds parsial Bank Gen: AF , Bovine papillomavirus tipe1 genom lengkap Bank Gen: X , Caretta caretta papillomavirus, genom lengkap Bank Gen:

29 10 EU , Canine oral papillomavirus genom lengkap Bank Gen: D , Equinepapillomavirus2, genom lengkap Bank Gen: EU , Rattus novergicus papillomavirus Bank Gen: GQ180114, Human papillomavirus Tipe 16 Bank Gen: AF dan Sus scrofa papillomavirus Bank Gen: NC_ Isolasi DNA Virus Hasil dan Pembahasan Pemilihan umur betina dewasa dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa hewan betina tersebut aktif secara seksual karena mikroabrasi pada dinding serviks biasanya terjadi saat aktivitas tersebut. Mikroabrasi mengakibatkan virus mudah masuk ke dalam lapisan basal epitel serviks. Aktivitas seksual juga mengakibatkan regenerasi sel epitel yang lebih cepat untuk menggantikan sel-sel epitel yang terbuang. DNA virus yang terdapat dalam sel epitel serviks diekstraksi dan diuji keberadaannya secara molekuler dengan teknik PCR. Berdasarkan hasil PCR pada daerah L1 menunjukkan bahwa sampel yang positif terhadap virus papilloma, baik MEP maupun beruk, dapat teramplifikasi dengan baik oleh primer Mac26 MY11 dan Mac26 MY09. Hasil elektroforesis horizontal dengan gel agarosa 1.8% memperlihatkan gambaran pita yang jelas pada daerah 450 pasang basa, sejajar dengan kontrol positif virus papilloma dari DNA sel HeLa (Gambar 6) pb 500pb 450 bp Gambar 6 Elektroforegram terhadap 8 dari 238 sampel Macaca fascicularis (Mf) dan 3 dari 31 sampel Macaca nemestrina (Mn). (1) marker Vivantis 100 bp; (2), (5), (8) sampel negatif Mf; (3), (4), (6), (7) sampel positif Mf; (9) sampel negatif Mn; (10), (11), (12) sampel positif Mn; (13), (14) kontrol positif sel HeLa; dan (15) kontrol negatif Mastermix. Daerah L1 yang berukuran sekitar 450 pasang basa merupakan wilayah yang membentuk kapsid mayor dari virus papilloma, protein tersebut akan diekspresikan pada akhir pembentukan virion yang terjadi pada lapisan superbasal kulit. Daerah ini

30 merupakan daerah yang paling lestari dalam genom virus serta menjadi wilayah konsensus (consensus region) untuk identifikasi suatu jenis virus. Primer MY ditujukan untuk menguatkan daerah nt dan menghasilkan produk sebesar 450 pasang basa (Morris 2005). Primer MY09/011 digunakan secara luas untuk mempelajari sejarah alami virus papilloma dan perannya hingga menjadi kanker di daerah genital. Selanjutnya pasangan primer ini banyak digunakan untuk berbagai studi penting terkait kanker serviks dan HPV. Sensitivitas dan kemampuan primer ini untuk mendeteksi lebih dari 25 genotip virus papilloma yang menginfeksi saluran genital memberikan kesempatan yang sangat luas dan menjadikannya sebagai standar emas untuk deteksi virus papilloma. Primer ini terus dikembangkan untuk menambah sensitivitas dalam mendeteksi virus papilloma dan resistensinya terhadap pengaruh dari inang virus tersebut mengingat virus papilloma adalah virus yang sangat spesies spesifik. 11 Gambar 7 Angka kejadian infeksi virus papilloma pada monyet ekor panjang (M. fascicularis) dan beruk (M. nemestrina) di fasilitas penangkaran Pusat Studi Satwa Primata-Institut Pertanian Bogor ( jumlah seluruh sampel, jumlah sampel positif). Berdasarkan hasil identifikasi virus dengan menggunakan teknik PCR pada sampel ulasan serviks, angka kejadian infeksi virus papilloma pada MEP di fasilitas penangkaran PSSP-IPB adalah 32.7% (78/238), sedangkan pada beruk adalah 12% (4/31) Wood et al. (2004) dalam laporannya menyampaikan bahwa identifikasi virus papilloma secara molekuler di fasilitas Wake Forest University sebesar 35% pada MEP betina dan 29% pada monyet rhesus betina. Menurut Chen et al (2007), angka kejadian infeksi virus papilloma pada MEP betina dewasa yang diimpor dari Cina dan Indonesia sebesar 24.9%. Secara deteksi molekuler pada M. mulatta, menurut laporan Ostrow et al. (1990) terdapat 29% hewan yang terinfeksi. Hasil perhitungan di fasilitas penelitian lain menunjukkan bahwa infeksi virus papilloma genital pada MEP dan M. mulatta berkisar pada angka 25-35%. Temuan dalam penelitian tersebut berada dalam kisaran yang sesuai dengan hasil penelitian di PSSP-IPB yang menunjukkan angka kejadian 32.7% pada MEP, pada beruk angka kejadian infeksi virus papilloma lebih kecil (12%). Penelitian mengenai infeksi virus papilloma pada beruk belum pernah dilaporkan maka angka kejadian yang relatif kecil (12%) tersebut belum tentu menunjukkan angka kejadian infeksi yang sesungguhnya, baik di alam maupun di

31 12 penangkaran. Hal ini disebabkan karena jumlah sampel yang diambil lebih rendah dari jumlah sampel MEP. Faktor lain yang dapat mempengaruhi angka infeksi virus adalah kondisi fasilitas hewan dapat dianggap sebagai fasilitas yang bersih dengan kondisi kesehatan hewan yang baik, serta pakan dan perawatan yang juga baik. Faktor-faktor tersebut dapat mengurangi resiko penularan virus. Kejadian infeksi di alam belum tentu menunjukkan angka yang mirip dengan kejadian di fasilitas penangkaran. Hasil analisis PCR sampel ulas serviks dari monyet rhesus dan MEP menunjukkan bahwa kedua spesies tersebut merupakan induk semang alami dari virus papilloma genital yang memiliki kesamaan relatif dengan virus papilloma pada manusia. Neoplasia sel epitel yang berasosiasi dengan virus papilloma ditemukan pada 5% MEP yang ditangkarkan, sehingga pada monyet yang terinfeksi ditemukan kelainan sitologi yang mirip dengan kelainan pada manusia (Wood et. al. 2007). Kemiripan yang lain, yaitu cara penularan melalui hubungan seksual seperti yang terjadi pada koloni monyet rhesus dilaporkan oleh Ostrow et al. (1990). Sampai saat ini belum ada laporan mengenai gambaran sitologi dari monyet Indonesia yang terinfeksi virus papilloma, kedepannya perlu dilakukan analisis sitologi dari hewanhewan yang terinfeksi diatas untuk menambah informasi mengenai patogenesis virus papilloma pada MEP dan beruk. Gambar 8 menunjukkan elektroforegram hasil perbanyakan sampel positif yang akan dipurifikasi untuk mendapatkan runutan nukleotida melalui proses perunutan Mf 7616 Mf AB543 Mn 9439 Mn 5434 Gambar 8 Hasil elektroforesis sampel positif untuk purifikasi gel Perunutan nukleotida adalah suatu proses penentuan urutan nukleotida pada suatu fragmen DNA. Pengetahuan akan runutan nukleotida dari suatu gen atau genom akan sangat bermanfaat untuk memahami cara kerja gen dan protein dalam mempengaruhi aktivitas pada suatu organisme. Pada virus papilloma, perbedaan urutan nukleotida di daerah E-6 dan E-7 dapat mempengaruhi keganasan jenis virus papilloma tersebut, sementara perbedaan di daerah L1 dapat mempengaruhi jenis dan klasifikasinya. Tujuan dari runutan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis virus papilloma yang menginfeksi kedua jenis macaca yang dipelihara di fasilitas hewan PSSP-IPB serta mengetahui kedudukannya dalam pohon filogenetik.

32 Virus papilloma adalah salah satu jenis virus yang banyak dipelajari dan memiliki kekhususan spesies yang sangat tinggi. Hingga saat ini terdapat lebih dari 100 tipe virus papilloma yang telah tercatat. Virus papilloma pada genus macaca yang telah banyak dipelajari berasal dari MEP dan M. mulatta. Macaca fascicularis papillomavirus (MfPV) terbagi atas 11 tipe, yaitu MfPV1 sampai dengan MfPV11. Virus MfPV 1 dan MfPV2 termasuk dalam genus Beta Papillomavirus, sedangkan sisanya MfPV3 hingga MfPV11 termasuk genus Alpha Papillomavirus (Bernard 2010). Hasil perunutan nukleotida virus papilloma MEP dan beruk pada penelitian ini selanjutnya dibandingkan dengan runutan nukleotida virus papilloma yang ada di bank gen menggunakan program BLAST dan NCBI (National Centre for Biotechnology Information) dan hasilnya ditampilkan pada Tabel 2 13 Tabel 2 Hasil pensejajaran daerah L1 sampel dibandingkan tingkat homologinya dengan tipe virus papilloma yang ada di Bank Gen Sampel % Tipe Papilloma Nomor Akses Mf AB411 83% Macaca fascicularis papillomavirus tipe 7 Mac 18 genom lengkap EF Rhesus papillomavirus stran a-l1 parsial 84% CDS U Mf AB % Macaca fascicularis papillomavirus tipe 4 Mac 54 genom lengkap EF % Macaca fascicularis papillomavirus tipe 52 Isolat QU07294 genom lengkap EF Mf % Macaca fascicularis papillomavirus tipe 3 Mac 52 genom lengkap EF % Macaca fascicularis papillomavirus tipe 36 Isolat MOC 171 genom lengkap EF Mf AB453 98% Macaca fascicularis papillomavirus tipe 9 Isolat Mac 592 genom lengkap EU % Macaca fascicularis papillomavirus tipe 5 Mac 76 genom lengkap EF Mn % Macaca fascicularis papillomavirus tipe 5 Mac 76 genom lengkap EF % Macaca fascicularis papillomavirus tipe 9 isolat genom lengkap EU Mn % Macaca fascicularis papillomavirus tipe 4 Mac 54 genom lengkap EF % Human papillomavirus tipe 52 isolat 7294 genom lengkap HQ Perbandingan deduksi urutan asam amino dari L1 kapsid virus papilloma sampel menunjukkan kemiripan yang sangat tinggi, yaitu antara % dengan

33 14 virus papilloma MEP yang telah diidentifikasi sebelumnya. Ada beberapa tipe virus papilloma MEP yang menginfeksi sampel, yaitu MfPV tipe 3, 4, 5, 7, dan 9. Virus papilloma yang menginfeksi beruk adalah jenis yang sama dengan virus papilloma yang menginfeksi MEP dengan kemiripan antara 82-99% berdasarkan daerah L1. Untuk lebih menjelaskan jenis virus papilloma yang menginfeksi beruk maka perlu dilakukan identifikasi keseluruhan genom virus tersebut, karena untuk menentukan jenis virus tersebut diperlukan identifikasi urutan nukleotida yang lebih lengkap. Hasil analisis data menunjukkan informasi yang menarik, yaitu virus papilloma yang menginfeksi Mn 5434 memiliki homologi 76% dengan virus papilloma pada manusia tipe 52. HPV tipe 52 adalah jenis yang berisiko tinggi untuk menjadi kanker serviks. Saat ini, penelitian untuk vaksin dan pencegahan kanker serviks lebih banyak ditujukan pada HPV tipe 16 dan 18. Menurut hasil penelitian Takehara et al. (2011), HPV tipe 16 dan 18 paling banyak terjadi di Asia, Afrika Utara, Eropa dan Amerika Utara, sedangkan di wilayah Asia Timur, meliputi Jepang dan Cina, kanker serviks yang paling banyak terjadi diakibatkan oleh HPV tipe 52 dan 58. Lin et al. (2006) melaporkan hasil identifikasi jenis HPV berisiko tinggi pada 4383 wanita di Hongkong dan Taiwan Selatan sebesar 63% adalah tipe 52 dan 58, sedangkan tipe 16/18 hanya menginfeksi 30%. Dengan demikian, prospek dimasa depan sangat terbuka kemungkinan untuk pengembangan vaksin HPV yang berasal dari HPV tipe 52 dan 58 (Lin et al 2006). HPV tipe 52 dan 58, keduanya berhubungan erat dengan HPV tipe 33, yang terkait erat dengan HPV 16. HPV tipe 52 telah diisolasi dan diklona dari berbagai sumber antara lain displasia serviks di Amerika Serikat dan kanker serviks invasif di Jepang dan Indonesia. HPV58 telah diklon dari jaringan kanker serviks seorang wanita Jepang. HPV 16, HPV 33, HPV 52, dan HPV 58 semuanya dikelompokkan bersama-sama pada satu cabang pohon filogenetik HPV yang menunjukkan kesamaan dalam potensi patogen mereka sebagai virus papilloma berisiko tinggi penyebab kanker serviks. Sejalan dengan pesatnya perkembangan teknik-teknik dalam biologi molekuler, seperti PCR dan perunutan DNA, maka penggunaan runutan DNA dalam penelitian filogenetika juga meningkat dengan pesat dan telah dilakukan pada semua tingkatan taksonomi, misalnya famili, marga, dan spesies. Filogenetika molekuler mengkombinasikan teknik biologi molekuler dengan statistik untuk merekonstruksi hubungan antar mahluk hidup. Pemikiran dasar penggunaan sekuen DNA dalam studi filogenetika adalah terjadinya perubahan basa nukleotida menurut waktu, sehingga akan dapat diperkirakan kecepatan evolusi yang terjadi dan akan dapat direkonstruksi hubungan evolusi antara satu kelompok organisme dengan yang lainnya. Beberapa alasan digunakannya sekuen DNA, antara lain (1) DNA merupakan unit dasar informasi yang mengkode organisme; (2) relatif lebih mudah untuk mengekstrak dan menggabungkan informasi mengenai proses evolusi suatu kelompok organisme, sehingga mudah untuk dianalisis; (3) peristiwa evolusi secara komparatif mudah untuk dibuat model; dan (4) menghasilkan informasi yang banyak dan beragam, dengan demikian akan ada banyak bukti tentang kebenaran suatu hubungan filogenetik. Sekuen DNA telah menarik perhatian para praktisi taksonomi dunia untuk dijadikan karakter dalam penelitian karena menawarkan data yang akurat melalui pengujian homologi yang lebih baik terhadap karakter-karakter yang ada dan sekuen DNA telah terbukti menghasilkan sebuah hubungan kekerabatan yang lebih alami (Hidayat dan Pancoro 2006).

34 Sejak ditemukannya teknik perunutan DNA, telah lebih dari 100 tipe virus papilloma baru ditemukan (Bernard dan Chan 2007). Virus papilloma termasuk ke dalam famili Papillomaviridae yang kemudian dibagi menjadi beberapa tipe sesuai dengan spesies inang yang ditumpanginya, misalnya HPV pada manusia, MfPV pada monyet ekor panjang, RhPV, dan sebagainya. Dengan sistem klasifikasi terbaru, virus papilloma terbagi menjadi beberapa genus, seperti Alpha papillomavirus, Beta papillomavirus, Delta papillomavirus, dan Lambda papillomavirus. Hasil pensejajaran nukleotida virus papilloma asal MEP dan beruk dilakukan dengan menggunakan program CLUSTALW 2.1dan hasilnya ditunjukkan pada Gambar 9. Berdasarkan pensejajaran terdapat kemiripan yang cukup tinggi antar virus-virus isolat tersebut dengan kesamaan mencapai 88.5%. Hal ini ditunjang pula dengan hasil pohon filogenetik yang menggambarkan semua isolat hasil penelitian ini berada pada satu kelompok cabang pohon. Hasil analisis dengan CLUSTALW 2.1 menunjukkan bahwa angka kesamaan tertinggi (similarity) adalah antara sampel MfAB411 dan MfAB453 (Tabel 3). Tabel 3 Indeks kesamaan menurut CLUSTALW 2.1 Indeks kesamaan MfAB4847 Mf7167 MfAB411 MfAB453 Mn5434 Mn9349 MfAB Mf MfAB MfAB Mn Mn Angka kesamaan (homologi) yang cukup tinggi pada sekuens virus papilloma daerah L1 yang berasal dari fasilitas penangkaran PSSP-IPB. Hal ini sesuai dengan hasil dari pohon filogenetik yang menempatkan seluruh sampel pada satu kelompok (cluster) Jarak evolusi antar virus papilloma dilihat dari perubahan runutan nukleotida dihitung berdasarkan Kimura2 Parameter, dimana perubahan transversi dan transisi dirubah menjadi matriks jarak dan dihitung, semakin sedikit perbedaan antar dua runutan maka jarak yang diperoleh semakin kecil. Karena runutan nukleotida yang sama dianggap berasal dari nenek moyang yang sama. Dua runutan yang terdekat disebut sebagai tetangga (neighbour). Matriks jarak memperlihatkan besarnya perubahan runutan nukleotida antara spesies yang dibandingkan (table 4). Semakin kecil nilai nilainya semakin dekat kekerabatan antara spesies tersebut. Matriks jarak juga menunjukkan panjang cabang dari pohon filogenetik, dimana panjang cabang adalah nilai matriks jarak dibagi 2. 15

35 16 CLUSTALW 2.1 multiple sequence alignment MfAB411 MfAB453 MfAB4847 Mf7167 Mn5434 Mn9349 MfAB411 MfAB453 MfAB4847 Mf7167 Mn5434 Mn9349 MfAB411 MfAB453 MfAB4847 Mf7167 Mn5434 Mn9349 MfAB411 MfAB453 MfAB4847 Mf7167 Mn5434 Mn9349 MfAB411 MfAB453 MfAB4847 Mf7167 Mn5434 Mn9349 MfAB411 MfAB453 MfAB4847 Mf7167 Mn5434 Mn9349 MfAB411 MfAB453 MfAB4847 Mf7167 Mn5434 Mn9349 MfAB411 MfAB453 MfAB4847 Mf7167 Mn5434 Mn9349 AACCAGGTGTGTCCTACTGTGGTGGATACTACCAGAAGGCACAAACATGACACTCTGTGC AACCAGGTGTGTCCTACTGTGGTGGATACTACCAGAAGGCACAAACATGACACTCTGTGC AACCAGGTATTCCTTACTGTTGTAGATACCACTACGAGAGCCCAATATGACGCTCTGTGC AACCAGGTATTCCTTACTGTTGTAGATACCACTACGAGAGCCCAATATGACGCTCTGTGC AACCAGGTGTTCCTCACTGTTGTAGATACCACTAGAAGGCACCAATATGACGCTCTGTGC AACCAAGTATTTCTTACTGTTGTGGATACAACTAGAAAGCACTAATATGACGCTATGTGC *****.**.* * ***** **.***** ** *.*...* ** *****.**.***** AGCCACAAACGCTTTAGATGGCACTTATAAAAATGAAAATTTTAAAGAGTACCTGCGCCA AGCCACAAACGCTTTAGATGGCACTTATAAAAATGAAAATTTTAAAGAGTACCTGCGCCA TGCCACAAACACAGCTGAACAGACATATAAAAACGAAAATTTTAAGGAATATTTGCGCCA TGCCACAAACACAGCTGAACAGACATATAAAAACGAAAATTTTAAGGAATATTTGCGCCA TGCCACAAACACCGCTGAACAGACATATAAAAACGAAAATTTTAAGGAATATTTGCGCCA AGCAACAAATGCAGCAGAGCAGACATATAAGAATGATAATTTTAAAGAGTACTTGCGTCA :**.*****.* :**. **:*****.** **:********.**.** **** ** CGTGGAAGAATATGACTTGCAATTTATCTTTCAATTGTGCAAAATAACTCTCACTACTGA CGTGGAAGAATATGACTTGCAATTTATCTTTCAATTGTGCAAAATAACTCTCACTACTGA TGTAGAGGAGTTTGACCTGCAATTTATTTTTCAACTATGCAAAATCACTCTCACTACAGA TGTAGAGGAGTTTGACCTGCAATTTATTTTTCAACTATGCAAAATCACTCTCACTACAGA TGTAGAGGAGTTTGACCTGCAATTTATTTTTCAACTATGCAAAATCACTCTCACTACAGA CGTGGAAGAATATGACCTCCAGTTTATGTTTCAACTGTGCAAAATTACCCTAACAACAGA **.**.**.*:**** * **.***** ****** *.******** ** **.**:**:** TGTTATGGCCTACATTCACAGCATGGATGCCAGCATCCTGGGAGGACTGGAACTTTGGAT TGTTATGGCCTACATTCACAGCATGGATGCCAGCATCCTGGGAGGACTGGAACTTTGGAT TGTTATGGCATACATACATGGCATGGATGCTGGCATTTTAGGAGGACTGGAATTTTGGGC TGTTATGGCATACATACATGGCATGGATGCTGGCATTTTAGGAGGACTGGAATTTTGGGC TGTTATGGCATACATACATGGCATGGATGCTGGCATTTTAGGAGGACTGGAATTTTGGGC GGTAATGGCATACATACACAACATGGATGCTAACATTTTGGGAGGATTGGAATTTTGGGT **:*****.*****:**..*********..*** *.****** ***** *****. TGCAGCCCCCTCCGTCCGGGACTTTGCAGGACACCTATAGGTTTGTTTACCTCTGCTGCC TGCAGCCCCCTCCGTCCGGGACTTTGCAGGACACCTATAGGTTTGTTTACCTCTGCTGCC TGCAGCCCCCTCCTTCTGGCACCTTGGAGGATACGTACCGCTTTGTTTACCTCAGCTGCC TGCAGCCCCCTCCTTCTGGCACCTTGGAGGATACGTACCGCTTTGTTTACCTCAGCTGCC TGCACCCCCCTCCTTCTGGCACCTTGGAGGATACCTACCGCTTTGATTACCTCAGCTGCC TGCAGCCCCCCCCCTCTGGCACTTTGGAGGACACTTACAGATTTGTTTACCTCTGCTGCT **** ***** ** ** ** ** *** **** ** **.* ****:*******:***** ATTACATGTCAAAAAAACGCCCCCCCTAAAGAAAAAGAAGACCCCCTGGATAAGTATACA ATTACATGTCAAAAAAACGCCCCCCCTAAAGAAAAAGAAGACCCCCTGGATAAGTATACA ATTACATGTCAGAAAAATGCGCCCCCCAAGGAAAAGGTGGACCCCCTGGATCAGTATACA ATTACATGTCAGAAAAATGCGCCCCCCAAGGAAAAGGTGGACCCCCTGGATCAGTATACA ATCACATGTCAGAAAAATCCCCCCCCCAAGGAAAAGGTGCACCCCCTGGATCATTATACA ATTACCTGTCAAAAGAATACGCCCCCCAAGGAAAAGGTTGACCCCCTAAATCAGTTTACA ** **.*****.**.** * ***** **.*****.*: *******..**.* *:**** TTTTGGGATGTAAATTTAAAAGAAAAATTTTCTGCTGACTTAGACCAGTTTCCCTTGGGT TTTTGGGATGTAAATTTAAAAGAAAAATTTTCTGCTGACTTAGACCAGTTTCCCTTGGGT TTTTGGGAAGTAGACCTAAAAGAAAAGTTTTCTGCAGATTTAGACCAGTTTCCCTTCCGA TTTTGGGAAGTAGACCTAAAAGAAAAGTTTTCTGCAGATTTAGACCAGTTTCCCTTCCGA TTTTGGGAAGTACACCTAAAAGAAAAGTTTTCTGCAGATTTAGACCAGTTTCCCTTGGGT TTCTGGGATGTAGATTTAAAGGAAAAATTTTCAGCTGATTTGGACCAGTTTCCCTTGGGT ** *****:*** * ****.*****.*****:**:** **.************** *: CGAAGACAACGAGGGC CGAAGACAACGAGGGC CGAAGACAACGAGGGC CGAAGACAACGAGGGC CGAAGACAACGAGGGC CGAAGACAACGAGGGC Gambar 9 Hasil Pensejajaran dengan CLUSTALW 2.1

Jurnal Biologi Indonesia 10(1): (2014)

Jurnal Biologi Indonesia 10(1): (2014) Jurnal Biologi Indonesia 10(1): 139-143 (2014) Identifikasi Molekuler Virus Papilloma Genital Pada Dua Spesies Primata di Fasilitas Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata-Institut Pertanian Bogor (Molecular

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya.

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan faktor penting dalam menunjang segala aktifitas hidup seseorang. Namun banyak orang yang menganggap remeh sehingga mengabaikan kesehatan dengan berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wanita di dunia. Berdasarkan data dari WHO/ICOInformation Centre on. jumlah kasus sebanyak kasus dan jumlah kematian sebanyak

I. PENDAHULUAN. wanita di dunia. Berdasarkan data dari WHO/ICOInformation Centre on. jumlah kasus sebanyak kasus dan jumlah kematian sebanyak 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kanker serviks merupakan kanker yang paling sering menyerang wanita di dunia. Berdasarkan data dari WHO/ICOInformation Centre on HPV and Cancer, kanker serviks menempati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang I. PENDAHULUAN Kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang (Emilia, dkk., 2010). Berdasarkan

Lebih terperinci

KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM????

KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM???? KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM???? Abstrak Jangan salah tafsir!!! Bukan berarti orang yang kutilan itu punya kanker rahim, terutama pada wanita. Karena memang bukan itu yang dimaksud. Disini dimaksudkan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan insiden dan mortalitas yang tinggi (Carlos et al., 2014). Sampai saat ini telah

I. PENDAHULUAN. dengan insiden dan mortalitas yang tinggi (Carlos et al., 2014). Sampai saat ini telah I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kanker serviks masih merupakan masalah kesehatan perempuan sehubungan dengan insiden dan mortalitas yang tinggi (Carlos et al., 2014). Sampai saat ini telah tedapat 529.000

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fabavirus pada Tanaman Nilam Deteksi Fabavirus Melalui Uji Serologi Tanaman nilam dari sampel yang telah dikoleksi dari daerah Cicurug dan Gunung Bunder telah berhasil diuji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Megalocytivirus merupakan salah satu genus terbaru dalam famili Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan kerugian ekonomi serta kerugian

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI

KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 i ABSTRACT RINI WIDAYANTI. The Study of Genetic

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

The Origin of Madura Cattle

The Origin of Madura Cattle The Origin of Madura Cattle Nama Pembimbing Tanggal Lulus Judul Thesis Nirmala Fitria Firdhausi G352080111 Achmad Farajallah RR Dyah Perwitasari 9 Agustus 2010 Asal-usul sapi Madura berdasarkan keragaman

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI Oleh Dina Fitriyah NIM 061810401071 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109 YOHANES NOVI KURNIAWAN 10702026 KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109 Program Studi Sains dan Teknologi Farmasi INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker serviks yang disebabkan oleh Human papillomavirus (HPV)

I. PENDAHULUAN. Kanker serviks yang disebabkan oleh Human papillomavirus (HPV) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks yang disebabkan oleh Human papillomavirus (HPV) menempati peringkat 4 dari jenis kanker yang paling banyak diderita penduduk dunia dan diperkirakan 527.624

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Penelitian... 1 B. Rumusan Masalah Penelitian...

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-) HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

I. PENGENALAN NATIONAL CENTRE FOR BIOTECHNOLOGY INFORMATION (NCBI)

I. PENGENALAN NATIONAL CENTRE FOR BIOTECHNOLOGY INFORMATION (NCBI) I. PENGENALAN NATIONAL CENTRE FOR BIOTECHNOLOGY INFORMATION (NCBI) A. PENDAHULUAN NCBI (National Centre for Biotechnology Information) merupakan suatu institusi yang menyediakan sumber informasi terkait

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP. Skripsi

KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP. Skripsi KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Morfologi Pada penelitian ini digunakan lima sampel koloni karang yang diambil dari tiga lokasi berbeda di sekitar perairan Kepulauan Seribu yaitu di P. Pramuka

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

Bioinformatika. Aplikasi Bioinformatika dalam Virologi

Bioinformatika. Aplikasi Bioinformatika dalam Virologi Bioinformatika Aplikasi Bioinformatika dalam Virologi Contents Klasifikasi virus Penentuan tingkat mutasi Prediksi rekombinasi Prediksi bagian antigen (antigenic sites) yang ada pada permukaan virus. Sebelum

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak semua manusia yang harus dijaga,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak semua manusia yang harus dijaga, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak semua manusia yang harus dijaga, dipelihara, dan dibina sebaik-baiknya sehingga dapat tercapai kualitas hidup yang baik. World Health Organisation

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DNA BAKTERI MULTIRESISTEN GENUS Bacillus (ISOLAT MG 46) DENGAN PCR MENGGUNAKAN PRIMER UNIVERSAL 16S rrna

IDENTIFIKASI DNA BAKTERI MULTIRESISTEN GENUS Bacillus (ISOLAT MG 46) DENGAN PCR MENGGUNAKAN PRIMER UNIVERSAL 16S rrna IDENTIFIKASI DNA BAKTERI MULTIRESISTEN GENUS Bacillus (ISOLAT MG 46) DENGAN PCR MENGGUNAKAN PRIMER UNIVERSAL 16S rrna SERVIN TRISNANINGSIH NENOHAI 0908010059 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

Lebih terperinci

2015 ISOLASI DAN AMPLIFIKASI GEN PARSIAL MELANOCORTIN - 1 RECEPTOR (MC1R) PADA IKAN GURAME

2015 ISOLASI DAN AMPLIFIKASI GEN PARSIAL MELANOCORTIN - 1 RECEPTOR (MC1R) PADA IKAN GURAME BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara mega biodiversity di dunia yang memiliki kekayaan ekosistem beragam, salah satunya adalah ekosistem perairan air tawar yang memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH

PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) MUHAMMAD IQBAL SYUKRI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

Lebih terperinci

METODE EKSPLORATIF UNTUK MENGUJI KESAMAAN SPEKTRUM FTIR TEMULAWAK

METODE EKSPLORATIF UNTUK MENGUJI KESAMAAN SPEKTRUM FTIR TEMULAWAK METODE EKSPLO ORATIF UNTUK MENGUJI KESAMAAN SPEKTRUM FTIR TEMULAWAK EKO WAHYU WIBOWO SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah keganasan yang berasal dari epitel pada serviks terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar kanker serviks adalah epidermoid

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SPESIES BAKTERI STAFILOKOKUS PADA IKAN KERAPU DI KARANGASEM DENGAN ANALISIS SEKUENS 16S rrna SKRIPSI. Oleh. Ketut Wella Mellisandy

IDENTIFIKASI SPESIES BAKTERI STAFILOKOKUS PADA IKAN KERAPU DI KARANGASEM DENGAN ANALISIS SEKUENS 16S rrna SKRIPSI. Oleh. Ketut Wella Mellisandy IDENTIFIKASI SPESIES BAKTERI STAFILOKOKUS PADA IKAN KERAPU DI KARANGASEM DENGAN ANALISIS SEKUENS 16S rrna SKRIPSI Oleh Ketut Wella Mellisandy NIM. 0909005030 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) pada Jurusan Biologi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini? Kanker Serviks Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kanker serviks merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Di dunia, setiap dua menit seorang wanita meninggal dunia akibat kanker

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR

PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR MARLINA ACHMAD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI

BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum kanker serviks diartikan sebagai suatu kondisi patologis, dimana terjadi pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol pada leher rahim yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

KAJIAN MOLEKULER BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT 9A HASIL ISOLASI DARI KOLON SAPI BALI MELALUI ANALISIS GEN 16S rrna SKRIPSI

KAJIAN MOLEKULER BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT 9A HASIL ISOLASI DARI KOLON SAPI BALI MELALUI ANALISIS GEN 16S rrna SKRIPSI KAJIAN MOLEKULER BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT 9A HASIL ISOLASI DARI KOLON SAPI BALI MELALUI ANALISIS GEN 16S rrna SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa yang begitu penting dalam hidup manusia, karena pada masa tersebut terjadi proses awal kematangan organ reproduksi manusia yang disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

AMPLIFIKASI GEN 18S rrna PADA DNA METAGENOMIK MADU DARI DESA SERAYA TENGAH, KARANGASEM DENGAN TEKNIK PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION)

AMPLIFIKASI GEN 18S rrna PADA DNA METAGENOMIK MADU DARI DESA SERAYA TENGAH, KARANGASEM DENGAN TEKNIK PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION) AMPLIFIKASI GEN 18S rrna PADA DNA METAGENOMIK MADU DARI DESA SERAYA TENGAH, KARANGASEM DENGAN TEKNIK PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION) SKRIPSI Oleh: SATRIYA PUTRA PRAKOSO NIM. 1208105013 JURUSAN KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT PIRNGADI MEDAN PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2013

ABSTRAK GAMBARAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT PIRNGADI MEDAN PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2013 ABSTRAK GAMBARAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT PIRNGADI MEDAN PERIODE 1 JANUARI 2012-31 DESEMBER 2013 Indra Josua M. Tambunan, 2014 Pembimbing : Dr. Iwan Budiman, dr, MS, MM, M.Kes, AIF.. Kanker serviks

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

SKRIPSI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION

SKRIPSI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION SKRIPSI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION Disusun oleh : Vallery Athalia Priyanka NPM : 130801398 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG

PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks adalah penyakit keganasan serviks akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya. Kanker serviks

Lebih terperinci

ABSTRAK. Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah.

ABSTRAK. Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah. ABSTRAK Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah. Natalia, 2006 Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping : Johan Lucianus, dr., M.Si.

Lebih terperinci

EVALUASI DAN OPTIMALISASI PROGRAM PCR DALAM DETERMINASI KELAMIN IKAN BARBIR EMAS Puntius conchonius SECARA MOLEKULAR RADI IHLAS ALBANI

EVALUASI DAN OPTIMALISASI PROGRAM PCR DALAM DETERMINASI KELAMIN IKAN BARBIR EMAS Puntius conchonius SECARA MOLEKULAR RADI IHLAS ALBANI EVALUASI DAN OPTIMALISASI PROGRAM PCR DALAM DETERMINASI KELAMIN IKAN BARBIR EMAS Puntius conchonius SECARA MOLEKULAR RADI IHLAS ALBANI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS MUTASI GEN PENGEKSPRESI DOMAIN B DAN C DNA POLIMERASE HBV DARI PASIEN YANG TERINFEKSI DENGAN TITER TINGGI

ANALISIS MUTASI GEN PENGEKSPRESI DOMAIN B DAN C DNA POLIMERASE HBV DARI PASIEN YANG TERINFEKSI DENGAN TITER TINGGI ABSTRAK ANALISIS MUTASI GEN PENGEKSPRESI DOMAIN B DAN C DNA POLIMERASE HBV DARI PASIEN YANG TERINFEKSI DENGAN TITER TINGGI Anton Mulyono., 2003 ; Pembimbing I: Johan Lucianus, dr, M.Si. Pembimbing II:

Lebih terperinci

VARIASI DNA KLOROPLAS Shorea leprosula Miq. DI INDONESIA MENGGUNAKAN PENANDA PCR-RFLP RURI SITI RESMISARI

VARIASI DNA KLOROPLAS Shorea leprosula Miq. DI INDONESIA MENGGUNAKAN PENANDA PCR-RFLP RURI SITI RESMISARI VARIASI DNA KLOROPLAS Shorea leprosula Miq. DI INDONESIA MENGGUNAKAN PENANDA PCR-RFLP RURI SITI RESMISARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2007 hingga Juli 2009, bertempat di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik Departemen

Lebih terperinci

PENGENALAN BIOINFORMATIKA

PENGENALAN BIOINFORMATIKA PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) PENGENALAN BIOINFORMATIKA Oleh: Syubbanul Wathon, S.Si., M.Si. Pokok Bahasan Sejarah Bioinformatika Istilah-istilah biologi Pangkalan data Tools Bioinformatika

Lebih terperinci

POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH

POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA RENO TRYONO

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA RENO TRYONO DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA RENO TRYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Virologi - 2. Virologi - 3. Virologi - 4

Virologi - 2. Virologi - 3. Virologi - 4 Virologi dasar Klasifikasi dan morfologi Reproduksi (replikasi) virus Hubungan virus dengan sel Virus yang mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan menyusui Virologi - 2 Virologi adalah ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

Partikel virus (virion), terdiri dari : Virologi adalah ilmu yang mempelajari tentang virus dan agent menyerupai virus:

Partikel virus (virion), terdiri dari : Virologi adalah ilmu yang mempelajari tentang virus dan agent menyerupai virus: Virologi dasar Klasifikasi dan morfologi Reproduksi (replikasi) virus Hubungan virus dengan sel Virus yang mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan menyusui Virologi - 2 Partikel virus (virion), terdiri dari

Lebih terperinci

MUTASI C825T GEN katg ISOLAT L5 MULTIDRUG RESISTANT Mycobacterium tuberculosis TESIS RINA BUDI SATIYARTI NIM: Program Studi Kimia

MUTASI C825T GEN katg ISOLAT L5 MULTIDRUG RESISTANT Mycobacterium tuberculosis TESIS RINA BUDI SATIYARTI NIM: Program Studi Kimia MUTASI C825T GEN katg ISOLAT L5 MULTIDRUG RESISTANT Mycobacterium tuberculosis TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh: RINA BUDI

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information)

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information) Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information) Identifikasi bakteri pada saat ini masih dilakukan secara konvensional melalui studi morfologi dan

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

VII. UJI EKSPRESI GEN TcAP1 (APETALA1 KAKAO) PADA TANAMAN MODEL. Abstrak

VII. UJI EKSPRESI GEN TcAP1 (APETALA1 KAKAO) PADA TANAMAN MODEL. Abstrak VII. UJI EKSPRESI GEN TcAP1 (APETALA1 KAKAO) PADA TANAMAN MODEL Abstrak Pada berbagai spesies termasuk kakao, gen AP1 (APETALA1) diketahui sebagai gen penanda pembungaan yang mengendalikan terbentuknya

Lebih terperinci

Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS

Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS 23 Apr 2003 Kasus sindrom pernapasan akut parah, atau lebih dikenal dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) masih menempatkan berita utama di sebagian

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL. TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun)

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL. TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun) Kode/Nama Rumpun Ilmu: 307/Ilmu Kedokteran Dasar dan Biomedis ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun) KLONING DAN ANALISIS SEKUEN DBLβC2-VAR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. Secara umum penyebaran bakteri ini melalui inhalasi, yaitu udara yang tercemar oleh penderita

Lebih terperinci

PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA

PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci