KATA PENGANTAR. LaporanAkhiriniberisilatarbelakang, maksuddantujuan, tinjauankebijakan, arahpengembanganjaringanuntukmencapaitujuan yang diharapkan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. LaporanAkhiriniberisilatarbelakang, maksuddantujuan, tinjauankebijakan, arahpengembanganjaringanuntukmencapaitujuan yang diharapkan."

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Pujisertasyukur kami panjatkankehadiratallah SWT, dimanadenganperkenan- NyaLaporanAkhirPekerjaanSTUDI SISTRANAS PADA TATRALOK DI PROVINSI GORONTALO DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI KORIDOR EKONOMI SULAWESI tahun 2013 dapatdiselesaikansesuaijadwalwaktu yang telahditetapkan. LaporanAkhiriniberisilatarbelakang, maksuddantujuan, tinjauankebijakan, metodologi,kondisisaatini, perkiraankondisimendatang, arahpengembanganjaringanuntukmencapaitujuan yang diharapkan. Kami mengucapkanterimakasihkepadasemuapihak, terutama yang telahberkenanmemberikan saran danmasukandalampenyusunanlaporanakhirini. Bandung, Oktober 2013 PT. Raya Konsult i

2 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI... i ii v vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MAKSUD DAN TUJUAN RUANG LINGKUP STUDI HASIL YANG DIHARAPKAN SISTEMATIKA PENULISAN BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN 2.1 MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA Posisi Indonesia DalamDinamika Regional dan Global MP3EI MerupakanBagian Integral Perencanaan Pembangunan Nasional KerangkaDesain MP3EI PosturKoridorEkonomi Indonesia KoridorEkonomi IV Sulawesi MP3EI dankawasanperhatianinvestasiprovinsigorontalo PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DI PROVINSI GORONTALO PenyelenggaraanKawasanEkonomiKhusus (KEK) KEK GOPANDANG (Gorontalo-Paguyaman-Kwandang) ProvinsiGorontalo RENCANA TATA RUANG DAN WILAYAH (RTRW) NASIONAL, PULAU SULAWESI, DAN PROVINSI GORONTALO Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) Rencana Tata RuangPulau Sulawesi Rencana Tata Ruang Wilayah ProvinsiGorontalo RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAN MENENGAH PROVINSI GORONTALO Rencana Pembangunan JangkaPanjang (RPJP) ProvinsiGorontalo Rencana Pembangunan JangkaMenengah (RPJM) ProvinsiGorontalo ii

3 2.5 SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI GORONTALO BAB III METODOLAOGI 3.1. METODOLOGI PolaPikirSistranasPadaTatralok Pengumpulan Data MetodeAnalisis Data PROGRAM KERJA BAB IV KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI 4.1 KONDISI GEOGRAFIS ADMINISTRATIF PEMERINTAHAN KABUPATEN GORONTALO KONDISI DEMOGRAFI KONDISI EKONOMI KONDISI SARANA DAN PRASARANA TRANSPORTASI KABUPATEN GORONTALOSAAT INI KondisiJalan KondisiSimpulTransportasi di KabupatenGorontalo KondisiPelayananAngkutanUmumKabupatenGorontalo KondisiPrasaranadanPelayananTransportasiUdara POLA AKTIVITAS TRANSPORTASI SAAT INI KondisiLaluLintas SistemZona Model JaringanJalan PembentukanMatriksAsalTujuanEksistingTahun BAB V PERKIRAAN KONDISI MENDATANG 5.1 RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN GORONTALO RENCANA SISTEM JARINGAN PRASARANA WILAYAH KABUPATEN GORONTALO POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN GORORNTALO RencanaKawasanHutanLindung Daerah Rawanbencana KawasanPeruntukanHutanProduksi KawasanPeruntukanHutan Rakyat KawasanPeruntukanPertanian KawasanPeruntukanPertambangan KawasanPeruntukanIndustri KawasanPeruntukanPariwisata KawasanPeruntukanPermukiman iii

4 5.4 PREDIKSI BANGKITAN DAN TARIKAN TAHUN MENDATANG (2014, 2019, 2025 dan 2030) PRIORITAS PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN 6.1. ARAH PENGEMBANGAN SARANA DAN PRASARANA JARINGAN TRANSPORTASI KABUPATEN GORONTALO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN JARINGAN PRASARANA DAN PELAYANAN TRANSPORTASI KABUPATEN GORONTALO STRATEGI PENGEMBANGAN SARANA DAN PRASARANA JARINGAN TRANSPORTASI KABUPATEN GORONTALO PROGRAM PENGEMBANGAN SARANA DAN PRASARANA JARINGAN TRANSPORTASI KABUPATEN GORONTALO PengembanganTransportasiJalan PengembanganTransportasiKeretaApi PengembanganTransportasi Bandar Udara DaftarPustaka LampiranGambar iv

5 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 AspirasiPencapaian PDB Indonesia (Sumber MP3EI) Gambar KegiatanUtama (Sumber MP3EI) Gambar 2.3 Posisi MP3EI dalamrencanapembangunanpemerintah (Sumber MP3EI) Gambar 2.4 KerangkaDesainpendekatan MP3EI (Sumber MP3EI) Gambar 2.5 PetakoridorEkonomiIndonesai (Sumber MP3EI) Gambar 2.6 Ilustrasikonseppengembangan KE IV Sulawesi (Sumber MP3EI). 8 Gambar 2.7 KawasanEkonomiKhususGorontalo-Paguyaman-Kwandang (GOPANDANG) Gambar 2.8 PolaRuangPulau Sulawesi Tahun Gambar 3.1 MetodologiPenyusunanStudiSistranasPadaTatralok Di wilayahprovinsigorontalo Gambar 3.2 Polafikirsistranaspadatatralok Gambar 3.3 BaganAlirPerhitunganKapasitas, V/C Ratio Dan Kecepatan Di RuasJalanPerkotaan Gambar 3.4 MetodologiPenghitungan MAT Gambar 3.5 Proses PemodelanDalamAnalisisJaringan Gambar 3.6 StrategiPengembanganTransportasi Gambar 3.7 Konsep Ideal HirarkiJaringanTrayekAngkutanUmumPerkotaan Gambar 3.9 TahapanPengembanganManajemenMultimoda Gambar 3.10 HirarkiFungsionalSistemJaringanTransportasi Gambar 3.8 InteraksiAntarElemenDalamSistem Yang Berkelanjutan Gambar 4.1 Peta Batas AdministratifKabupatenGorontalo Gambar 4.2 GrafikPertumbuhanEkonomiKabupatenGorontalo Gambar 4.3 GrafikProsentasePendudukMiskin di KabupatenGorontalo Gambar 4.4 GrafikBanyaknyaKeluargaPra Sejahtera MenurutKecamatan di KabupatenGorontalo, Gambar 4.5 Kondisi Terminal TipeA IsimuKabupatenGorontalo Gambar 4.6 Kondisi Terminal TelagaKabupatenGorontalo Gambar 4.7 KondisiJembatanTimbangIsimuKabupatenGorontalo Gambar 4.8 Lokasi Survey Traffic Counting Kota Gorontalo Gambar 4.9 Lokasi Survey Traffic Counting KabupatenGorontalo Gambar 4.10 PetaPembagianZona Kota dankabupatengorontalo Gambar 4.11 Model JaringanJalanTahun Gambar 4.12 Desire Line MatrikAsalTujuanTahun 2013 (smp/jam) Gambar 4.13 HasilpembebananTahun Gambar 5.1 PetaRencanaStrukturRuangKabupatenGorontalo Gambar 5.2 PetaRencanaPolaRuangKabupatenGorontalo v

6 Gambar 5.3 ProyeksiBangkitandanTarikanLaluLintasDenganPertumbuhanPenduduk (Smp/Hari) Gambar 5.4 Desire Line MatrikAsalTujuanTahun 2014 (smp/jam) Gambar 5.5 Desire Line MatrikAsalTujuanTahun 2019 (smp/jam) Gambar 5.6 Desire Line MatrikAsalTujuanTahun 2025 (smp/jam) Gambar 5.7 Desire Line MatrikAsalTujuanTahun 2030 (smp/jam) Gambar 5.8 HasilPembebananJaringanJalanTahun 2014 (smp/jam) Gambar 5.9 HasilPembebananJaringanJalanTahun 2019 (smp/jam) Gambar 5.10 HasilPembebananJaringanJalanTahun 2025 (Smp/jam) Gambar 5.11 HasilPembebananJaringanJalanTahun 2030 (smp/jam) vi

7 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 DaftarProyek MP3EI ProvinsiGorontalo Tabel 2.2 Usulan Program Utama RTRWP yang berkaitandenganpengembanganjaringantransportasiwilayah di Kota dankabupatengorontalo Tabel 2.3 Detail Usulan Program PengembanganTransportasiDarat Tabel 2.4 Detail Usulan Program PengembanganTransportasiKeretaApi Tabel 2.6 Detail Usulan Program PengembanganTransportasiLaut Tabel 2.7 Detail Usulan Program PengembanganTransportasiUdara Tabel 3.1 IndikatorKinerjaJaringanTransportasi Tabel 3.2 Ekivalensi Mobil PenumpangUntukJalanPerkotaanTakTerbagi... 6 Tabel 3.3 Ekivalensi Mobil PenumpangUntukJalanPerkotaanTerbagi&SatuArah Tabel 3.4 Tipologi Terminal Tabel 3.5 KlasifikasiTrayek, Ukuran Kota Dan UkuranKendaraan Tabel 4.1 NamadanLuasKecamatan di KabupatenGorontaloTahun Tabel 4.2 JumlahPendudukdanKepadatanPendudukKabupatenGorontaloTahun 2012 Tabel 4.3 ProdukDomestikBrutoAtasDasarHargaBerlakuMenurutLapangan Usaha Di KabupatenGorontalo (juta rupiah), Tabel 4.4 ProdukDomestik Regional BrutoAtasDasarHargaKonstan2000 MenurutLapangan Usaha Di KabupatenGorontalo (juta rupiah), Tabel 4.5 PanjangJalanMenurutWewenang di KabupatenGorontalo ( ) Tabel 4.6 PanjangJalanMenurutJenisPermukaan di KabupatenGorontalo ( ) Tabel 4.7 PanjangJalanMenurutKondisi di KabupatenGorontalo (2010- Tabel ) PertumbuhanKendaraan di KabupatenGorontaloBerdasarkan Data Dari PenerbitanNomorKendaraanPadaSamsatLimboto Tabel 4.9 NamadanLokasi Terminal di KabupatenGorontalo Tabel 4.10 JenisbarangdanberatBarangPadaJembatanTimbangIsimu Tabel 4.11 PelayananTaryekAngkutanUmum Dari Terminal KabupatenGorontalo Tabel 4.12 Fasilitas Bandar UdaraDjalaludinGorontalo Tabel 4.13 DaftarMaskapai di Bandar UdaraDjalaludin Tabel 4.14 ArusPesawat, PenumpangdanBagasiPada Bandar UdaraDjalaludin ( ) vii

8 Tabel 4.15 KondisiLaluLintasTahun 2012 Kota dankabupatengorontalo Tabel 4.16 NomordanNamaZonaLaluLintas Tabel 4.17 MatrikAsalTujuan Kota dankabupatengorontalotahundasar 2013 (Smp/jam) Tabel 4.18 Parameter KinerjaJaringanjalanTahun Tabel 5.1 PersamaanRegresiBangkitandanTarikan (Smp/hari) Tabel 5.2 MatrikAsalTujuan Kota dankabupatengorontalotahun 2014 (smp/jam) Tabel 5.3 MatrikAsalTujuan Kota dankabupatengorontalotahun 2019 (smp/jam) Tabel 5.4 MatrikAsalTujuan Kota dankabupatengorontalotahun 2025 (smp/jam) Tabel 5.5 MatrikAsalTujuan Kota dankabupatengorontalotahun 2030 (smp/jam) Tabel 6.1 Usulan Program PengembanganSarana Dan PrasaranaJaringanTransportasiKabupatenGorontalo viii

9 ix

10 BAB - 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi yang berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara efisien dan efektif dalam menunjang dan sekaligus menggerakan dinamika pembangunan; mendukung mobilitas manusia dan barang serta jasa; mendukung pola distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah, peningkatan hubungan nasional dan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara. MP3EI merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan melengkapi dokumen perencanaan. Saat ini sudah diidentifikasi lokasi kawasan Perhatian Investasi (KPI) oleh KP3EI terkait dengan wilayah kabupaten/kota. Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah 1-1

11 satu dari tiga strategi utama (pilar utama). Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat perekonomian lokal, regional dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan lokal, regional dan global/internasional. Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) pada hakekatnya merupakan suatu Konsep Pembinaan Transportasi dalam pendekatan kesisteman yang mengintegrasikan sumber daya dan memfasilitasi upaya-upaya untuk mencapai tujuan nasional. Dalam hal ini adalah penting untuk secara berkelanjutan memperkuat keterkaitan fungsi atau keterkaitan aktivitas satu sama lainnya baik langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan transportasi baik pada Tataran Transportasi Nasional (Tatranas), Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil), maupun Tataran Transportasi Lokal (Tatralok). Di sisi lain, sebagai unsur pendorong dalam pengembangan transportasi berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk menghubungkan daerah terisolasi, tertinggal dan perbatasan dengan daerah berkembang yang berada di luar wilayahnya, sehingga terjadi pertumbuhan perekonomian yang sinergis. Dalam kaitan tersebut dan dalam rangka perwujudan SISTRANAS dalam Mendukung MP3EI perlu disusun jaringan transportasi pada tataran Nasional, Provinsi dan Lokal Kabupaten / Kota agar tercipta harmonisasi dan sinkronisasi 1-2

12 penyelenggaraan transportasi. Pada Tataran wilayah Provinsi (Tatrawil) telah disusun secara simultan pada tahun 2012 yang perlu di tindak lanjuti dengan penyusunanan Tatralok pada tahun 2013 ini khususnya pada wilayah Kabupaten / Kota yang belum berkembang dengan baik. Dengan demikian diperoleh arah pembangunan jaringan pelayanan dan jaringan prasarana yang dapatberperan dalam mendukung perekonomian wilayah (MP3EI) dan mendorong pertumbuhan wilayah yang belum berkembang baik pada tataran lokal, provinsi hingga nasional/internasional MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dari studi ini adalah menyusun, mengevaluasi dan meninjau ulang Tataran Transportasi Lokal sejalan dengan dinamika perkembangan ekonomi wilayah, sebagai pedoman pengaturan dan pembangunan transportasi wilayah, Tujuannya dari studi ini adalah agar rencana dan program pengembangan transportasi di wilayah lokal kabupaten/kota, yang efektif dan efisien sesuai dengan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan rencana pengembanganan jaringan pada Tatranas dan Tatrawil RUANG LINGKUP STUDI Ruang lingkup studi secara keseluruhan yang akan dilakukan mencakup kegiatankegiatan sebagai berikut: 1) Identifikasi permasalahan sistem transportasi lokal yang ada; 2) Identifikasi pelayanan, jaringan prasarana dan jaringan pelayanan transportasi secara terpadu; 3) Analisis permintaan transportasi dan pola bangkitan serta pergerakan terkait dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana pembangunan dalam MP3EI; 4) Pengkajian Model pengembangan jaringan transportasi lokal kabupaten / kota; 5) Merumuskan alternatif pengembangan jaringan prasarana dan pelayanan transportasi; 1-3

13 6) Merumuskan kebijakan, strategi dan program pengembangan jaringan prasarana dan pelayanan transportasi; 7) Menetapkan prioritas dan tahapan pengembangan jaringan transportasi lokal dalam kurun waktu 2014, 2019, 2025 dan 2030; 8) Menyusun rancangan peraturan Bupati / Walikota tentang Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok); 9) Mengadakan FGD di Ibu Kota Kabupaten / Kota untuk mendapatkan masukan alternatif pengembangan jaringan transportasi lokal; 10) Menyelenggarakan seminar dalam rangka penyempurnaan laporan akhir dan legalitas Tatralok di Ibu Kota Provinsi HASIL YANG DIHARAPKAN Hasil yang diharapkan dari studi adalah tersusunnya naskah akademis pengembangan jaringan transportasi Lokal dan rancangan peraturan Bupati tentang Sistranas pada Tatralok SISTEMATIKA PENULISAN Untuk kelancaran penyusunan Draft Laporan Akhir ini secara garis besar disajikan dalam sistematika penulisan, dengan harapan dapat mewakili seluruh permasalahan yang akan dibahas, didalam penuliasnnya dibagi menjadi beberapa bab seperti dibawah ini. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini berisi : 1) Latar Belakang 2) Maksud dan Tujuan 3) Ruang Lingkup Studi 4) Hasil Yang Diharapkan 5) Sistematika Penulisan 1-4

14 BAB IV TINJAUAN KEBIJAKAN Pada bab ini berisi tentang tinjauan kebijakan yang sudah ada sebelumnya BAB III METODOLOGI STUDI Dalam bab ini berisi : 1) Paparan desain atau rancangan penelitian yang digunakan (sifat penelitian); 2) Penjabaran dengan jelas sasaran penelitian (populasi, sample, sumber data, tempat dan waktu penelitian); 3) Menguraikan teori/model analisis yang digunakan dan data/informasi yang diperlukan dalam penelitian (prosedur pengkajian/uraian analisis data, metode dan teknik serta instrumen pengumpulan data); BAB IV KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI Pada bab ini berisi uraian : 1) Kondisi Sosio Ekonomi Wilayah dan kabupaten/kota (RTRW/BPS) 2) Kondisi Pola Aktivitas Transportasi (RTRW) 3) Kondisi Transportasi Kabupaten Gorontalo BAB V PERKIRAAN KONDISI MENDATANG Pada Bab ini berisi : 1) Struktur dan pola pemanfaatan ruang kabupaten Gorontalo 2) Pola aktivitas 3) Bangkitan dan distribusi arus barang/penumpang 4) Model pengembangan jaringan transportasi 5) Prioritas pengembangan jaringan transportasi BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN 1) Arah pengembangan jaringan transportasi 2) Kebijakan, strategi dan program pengembangan jaringan transportasi 1-5

15 Contents 1.1. LATAR BELAKANG MAKSUD DAN TUJUAN RUANG LINGKUP STUDI HASIL YANG DIHARAPKAN SISTEMATIKA PENULISAN

16 BAB - 2 TINJAUAN KEBIJAKAN 2.1 MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA Selaras dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional , maka visi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia adalah Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur. Melalui langkah MP3EI, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD USD dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 4,5 triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 7,5 persen pada periode , dan sekitar 8,0 9,0 persen pada periode Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode menjadi 3,0 persen pada Kombinasi pertumbuhan dan inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju. 2-1

17 Gambar 2.1 Aspirasi Pencapaian PDB Indonesia (Sumber MP3EI) Visi 2025 tersebut diwujudkan melalui 3 (tiga) misi yang menjadi fokus utamanya, yaitu: - Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari pengelolaan aset dan akses (potensi) SDA, geografis wilayah, dan SDM, melalui penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antar-kawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. - Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar domestic dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian nasional. - Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan, menuju innovation-driven economy Posisi Indonesia Dalam Dinamika Regional dan Global Pembangunan Indonesia tidak lepas dari posisi Indonesia dalam dinamika regional dan global. Secara geografis Indonesia terletak di jantung pertumbuhan ekonomi dunia. Kawasan Timur Asia memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang jauh di atas rata-rata kawasan lain di dunia. Ketika tren jangka panjang 2-2

18 ( ) pertumbuhan ekonomi dunia mengalami penurunan, tren pertumbuhan ekonomi kawasan Timur Asia menunjukkan peningkatan. Sebagai pusat gravitasi perekonomian global, Kawasan Timur Asia (termasuk Asia Tenggara) memiliki jumlah penduduk sekitar 50 persen dari penduduk dunia. Cina memiliki sekitar 1,3 miliar penduduk, sementara India menyumbang sekitar 1,2 miliar orang, dan ASEAN dihuni oleh sekitar 600 juta jiwa. Secara geografis, kedudukan Indonesia berada di tengah-tengah Kawasan Timur Asia yang mempunyai potensi ekonomi sangat besar. Dalam aspek perdagangan global, dewasa ini perdagangan South to South, termasuk transaksi antara India Cina Indonesia, menunjukkan peningkatan yang cepat. Sejak 2008, pertumbuhan ekspor Negara berkembang yang didorong oleh permintaan negara berkembang lainnya meningkat sangat signifikan (kontribusinya mencapai 54 persen). Hal ini berbeda jauh dengan kondisi tahun 1998 yang kontribusinya hanya 12 persen. Pertumbuhan yang kuat dari Cina, baik ekspor maupun impor memberikan dampak yang sangat penting bagi perkembangan perdagangan regional dan global. Impor Cina meningkat tajam selama dan setelah krisis ekonomi global Di samping itu, konsumsi Cina yang besar dapat menyerap ekspor yang besar dari negara-negara di sekitarnya termasuk Indonesia. Di Asia Tenggara, Indonesia adalah negara dengan luas kawasan terbesar, penduduk terbanyak dan sumber daya alam terkaya. Hal tersebut menempatkan Indonesia sebagai kekuatan utama negara-negara di Asia Tenggara. Di sisi lain, konsekuensi dari akan diimplementasikannya komunitas ekonomi ASEAN dan terdapatnya Asean China Free Trade Area (ACFTA) mengharuskan Indonesia meningkatkan daya saingnya guna mendapatkan manfaat nyata dari adanya integrasi ekonomi tersebut. Oleh karena itu, percepatan transformasi ekonomi yang dirumuskan dalam MP3EI ini menjadi sangat penting dalam rangka memberikan daya dorong dan daya angkat bagi daya saing Indonesia. Dengan melihat dinamika global yang terjadi serta memperhatikan potensi dan peluang keunggulan geografi dan sumber daya yang ada di Indonesia, serta 2-3

19 mempertimbangkan prinsip pembangunan yang berkelanjutan, dalam kerangka MP3EI, Indonesia perlu memposisikan dirinya sebagai basis ketahanan pangan dunia, pusat pengolahan produk pertanian, perkebunan, perikanan, dan sumber daya mineral serta pusat mobilitas logistik global. fokus dari pengembangan MP3EI ini diletakkan pada 8 program utama, yaitu pertanian, pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, dan telematika, serta pengembangan kawasan strategis. Kedelapan program utama tersebut terdiri dari 22 kegiatan ekonomi utama. Gambar Kegiatan Utama (Sumber MP3EI) MP3EI Merupakan Bagian Integral Perencanaan Pembangunan Nasional Sebagai dokumen kerja, MP3EI berisikan arahan pengembangan kegiatan ekonomi utama yang sudah lebih spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi perubahan/revisi terhadap peraturan perundangundangan yang perlu dilakukan maupun pemberlakuan peraturan-perundangan 2-4

20 baru yang diperlukan untuk mendorong percepatan dan perluasan investasi. Selanjutnya MP3EI menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. MP3EI bukan dimaksudkan untuk mengganti dokumen perencanaan pembangunan yang telah ada seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (UU No. 17 Tahun 2007) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, namun menjadi dokumen yang terintegrasi dan komplementer yang penting serta khusus untuk melakukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. MP3EI juga dirumuskan dengan memperhatikan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) karena merupakan komitmen nasional yang berkenaan dengan perubahan iklim global. Gambar 2.3 Posisi MP3EI dalam rencana pembangunan pemerintah (Sumber MP3EI) 2-5

21 2.1.3 Kerangka Desain MP3EI Berdasarkan berbagai faktor di atas, maka kerangka desain dari MP3EI dirumuskan sebagaimana pada Gambar 1.10 berikut ini. Secara lebih detail, setiap bagian dari strategi utama MP3EI akan diuraikan lebih lanjut pada bab selanjutnya. Gambar 2.4 Kerangka Desain pendekatan MP3EI (Sumber MP3EI) Postur Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing masing wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai negara yang terdiri atas ribuan pulau dan terletak di antara dua benua dan dua samudera, wilayah kepulauan Indonesia memiliki sebuah konstelasi yang unik, dan tiap kepulauan besarnya memiliki peran strategis masing-masing yang ke depannya akan menjadi pilar utama untuk mencapai visi Indonesia tahun Dengan memperhitungkan berbagai potensi dan peran strategis masing-masing pulau besar (sesuai dengan letak dan kedudukan geografis masing-masing pulau), telah ditetapkan 6 (enam) koridor ekonomi seperti yang tergambar pada peta 3.A

22 Gambar 2.5 Peta koridor Ekonomi Indonesai (Sumber MP3EI) Tema pembangunan masing-masing koridor ekonomi dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut: Koridor Ekonomi Sumatera memiliki tema pembangunan sebagai Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional ; Koridor Ekonomi Jawa memiliki tema pembangunan sebagai Pendorong Industri dan Jasa Nasional ; Koridor Ekonomi Kalimantan memiliki tema pembangunan sebagai Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang & Lumbung Energi Nasional ; Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki tema pembangunan sebagai Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan Pertambangan Nasional; Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara memiliki tema pembangunan sebagai Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional ; Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku memiliki tema pembangunan sebagai Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan Nasional. 2-7

23 2.1.5 Koridor Ekonomi IV Sulawesi Pengembangan Koridor Ekonomi Sulawesi mempunyai tema Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan Pertambangan Nasional. Koridor ini diharapkan menjadi garis depan nasional terhadap pasar Asia Timur, Australia, dan Amerika Gambar 2.6 Ilustrasi konsep pengembangan KE IV Sulawesi (Sumber MP3EI) Koridor ekonomi dipahami sebagai jalur di wilayah daratan yang menghubungkan pusat-pusat ekonomi, mendukung jalur-jalur lain di daratan yang menghubungkan sektor-sektor kunci dengan yang mengaktifkannya (enablers). Pemetaan KP3EI menghasilkan 6 (enam) pusat ekonomi di KE Sulawesi, yaitu: Makassar, Kendari, Mamuju Palu, Gorontalo dan Manado, serta 2 koridor ekonomi utama, yaitu: Kendari Makasar Mamuju di wilayah selatan dan Gorontalo Manado di wilayah utara. Di masa mendatang, teridentifikasi tambahan 1 koridor baru yang menghubungkan kedua koridor tersebut dengan Palu. Pusat-pusat ekonomi, klaster-klaster industri dan simpul pengembangan ekonomi yang berbasis pada sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan 2-8

24 pengolahan tambang nikel selanjutnya dihubungkan satu sama lain oleh jalur penghubung pusat ekonomi yang berujung pada simpul konektivitas nasional/internasional berupa pelabuhan hub di Makassar dan Bitung. Pembangunan Koridor Ekonomi Sulawesi berfokus pada kegiatan-kegiatan ekonomi utama Pertanian Pangan, Kakao, Perikanan, Nikel, serta Minyak dan Gas. Selain itu, kegiatan ekonomi utama Minyak dan Gas Bumi dapat dikembangkan yang potensial untuk menjadi mesin pertumbuhan ekonomi di koridor ini. Selain kegiatan ekonomi utama yang menjadi fokus Koridor Ekonomi Sulawesi di atas, juga terdapat beberapa kegiatan yang dinilai mempunyai potensi pengembangan, seperti Tembaga, Besi Baja, Makanan-Minuman, Kelapa Sawit, Karet, Tekstil, Perkayuan dan Pariwisata. Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat berkontribusi di dalam pengembangan Koridor Ekonomi Sulawesi secara menyeluruh. Koridor Ekonomi Sulawesi diestimasikan dapat meningkatkan nilai PRDB sebesar lebih kurang 4.4 kali, dari $21 milyar di 2008 ke $94 milyar pada tahun 2030 dengan estimasi laju pertumbuhan koridor sebesar 7,7% dibandingkan estimasi baseline 6,0% a) Kebijakan pengembangan ekonomi Kebijakan sektor kegiatan ekonomi utama pada KE Sulawesi secara umum dijelaskan di bawah ini, diantaranya: - Perluasan area tanam melalui optimalisasi pemanfaatan lahan, pencetakan sawah baru, rehabilitasi dan konservasi lahan pertanian; - Mengamankan ketersediaan dan produksi pangan melalui pengembangan keberlanjutan lumbung pangan, pemberdayaan dan peningkatan kapasitas kelembagaan petani (Gapoktan, Koperasi); - Mengurangi potensi kehilangan jumlah dan nilai pasca panen melalui peningkatan kualitas penyimpanan, pengembangan mekanisme pembelian yang efektif; 2-9

25 - Menyediakan dukungan aktif saat rehabilitasi dan peremajaan tanaman, penyediaan bibit kakao klon unggul, serta pengendalian organism pengganggu tanaman kakao; - Diversifikasi pasar ekspor olahan (butter, powder, cake, dan lain-lain) yang memberi nilai tambah dalam rantai nilai kakao; - Menerapkan program penggunaan SNI wajib biji kakao dan sertifikasi agar terjamin sediaan hasil produksi biji kakao dan bahan olahan produk kakao berdaya saing internasional; - Meningkatkan aktivitas pengolahan rumput laut; - Mengembangkan minapolitan berbasiskan perikanan tangkap untuk percepatan pembangunan kawasan yang berbasis perikanan tangkap dan minapolitan berbasis perikanan budidaya; - Mengembangkan sistem pengaturan dan pengawasan yang lebih ketat mengenai aktivitas penangkapan ikan; - Perbaikan kelembagaan untuk membuat investasi di pertambangan nikel lebih menarik, karena pada saat ini terdapat inefisiensi dalam hal akuisisi tambang, pembuatan kontrak, dan sebagainya; - Perbaikan peraturan terkait pertanahan dan memperjelas tata guna lahan melalui tata ruang; - Dukungan Pemerintah berupa pemberian insentif kepada investor industry padat modal. - Optimalisasi produksi migas melalui peningkatan kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi setempat; - Penyediaan iklim investasi yang positif dan penyempurnaan beberapa perundang-undangan dan perizinan migas; - Peningkatan sinergitas pemerintah dengan pemangku kepentingan terkait; - Pemberian insentif untuk pembangunan kilang dalam negeri. 2-10

26 b) Tim Kerja KE Sulawesi Tim Kerja KE Sulawesi, yang terdiri dari Sekretariat Tim Kerja dan Sub Tim Kerja (Tanaman Pangan dan Kakao, Kementerian Pertanian; Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan; dan Energi-Migas, Kementerian ESDM). Dalam perkembangan MP3EI, Tim Kerja Pusat telah didukung oleh Daerah dengan terbentuknya KP3EI Daerah, yaitu : - Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan No. 260/I/Tahun 2012 tentang Pembentukan Tim KP3EI di Provinsi Sulawesi Selatan; - Keputusan Gubernur Sulawesi Tenggara No. 65 Tahun 2012 tentang Pembentukan Tim KP3EI di Provinsi Sulawesi Tenggara; - Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah No. 050/86/Bappeda-GST/2012 tentang Tim KP3EI di Provinsi Sulawesi Tengah; - Keputusan Gubernur Sulawesi Utara No. 38 Tahun 2012 Tentang Pembentukan KP3EI di Provinsi Sulawesi Utara; - Keputusan Gubernur Gorontalo No. 84/18/III/ 2012 Tentang Pembentukan Komite Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) Provinsi Gorontalo; - Provinsi Sulawesi Barat masih dalam proses pembentukan KP3EI. c) Keunggulan Koridor Ekonomi Sulawesi Potensi ekonomi yang menjadi keunggulan pada Koridor Ekonomi IV Sulawesi dapat dirangkum sebagai berikut. - Pertanian Pangan. Pertanian pangan, khususnya beras dan jagung terutama digunakan untuk konsumsi domestik di Indonesia. Indonesia merupakan produsen beras terbesar ketiga didunia, namun masih harus mengimpor ton jagung di tahun 2010 untuk memenuhi kebutuhan domestic sebesar 5 juta ton. Sulawesi merupakan produsen ketiga terbesar di Indonesia yang menyumbang 10% produksi padi nasional dan 15% produksi jagung nasional. - Kakao. Indonesia merupakan produsen kakao kedua terbesar dunia, dengan menyumbang 18 % dari pasar global, dimana permintaan kakao 2-11

27 dunia mencapai 2,5 juta ton per tahun. Koridor Ekonomi Sulawesi menyumbang 63% produksi kakao nasional. Total luas lahan kakao di Sulawesi mencapai Ha atau 58 % dari total luas lahan di Indonesia. - Perikanan. Indonesia merupakan produsen perikanan terbesar di Asia Tenggara, dengan kekayaan laut yang melimpah saat ini pertumbuhan produk makanan laut mencapai 7% per tahun. Secara signifikan sebagian besar hasil perikanan di Sulawesi adalah untuk pemenuhan kebutuhan ekspor seiring dengan permintaan global yang terus meningkat. - Nikel. Produksi nikel Indonesia mencapai 190 ribu ton per tahun, dimana cadangan nikel dunia terdapat di Indonesia sebesar 8%, dan merupakan produsen nikel terbesar ke-4 di dunia. Sulawesi merupakan daerah dengan produksi nikel paling maju di Indonesia, dimana pertambangan nikel menyumbang sekitar 7% terhadap PDRB Sulawesi. Selain itu, Sulawesi memiliki 50% cadangan nikel di Indonesia dengan sebagian besar untuk tujuan ekspor. - Minyak bumi dan gas bumi. Indonesia merupakan salah satu Negara produsen migas di dunia, dimana potensi migas tersebar secara merata hamper diseluruh wilayah Indonesia. Skala nasional potensi migas Koridor Ekonomi Sulawesi relatif kecil, dimana hanya sekitar 0,64% untuk minyak bumi dan 2,69% untuk gas bumi dari total cadangan Indonesia. Berdasarkan pemetaan potensi keunggulan ekonomi di Koridor Ekonomi Sulawesi, telah dipetakan lokasi-lokasi dengan kegiatan ekonomi utama masingmasing yang potensial untuk mengundang masuknya ivestasi MP3EI dan Kawasan Perhatian Investasi Provinsi Gorontalo Berdasarkan pemetaan koridor yang dilakukan oleh tim KP3EI atas KE Sulawesi sebagai mana telah disampaikan di atas, Provinsi Gorontalo merupakan wilayah yang menjadi bagian dari Koridor Utama Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo Manado. Pusat pertumbuhan yang berada pada koridor ini adalah Kota Gorontalo dan Kota Manado (Provinsi Sulawesi Utara). Di masa mendatang, 2-12

28 koridor ekonomi di wilayah tengah Pulau Sulawesi akan dibangun di antaranya dengan mengubungkan pusat pertumbuhan ekonomi Gorontalo dan Palu (Provinsi Sulawesi Tengah). Selain keberadaan koridor ekonomi Gorontalo Manado, di Provinsi Gorontalo telah diusulkan adanya 4 (empat) lokasi Kawasan Perhatian Investasi (KPI), yaitu: KPI Gorontalo di Kota Gorontalo, KPI Boalemo di Kabuaten Boalemo, KPI Gorontalo Utara di Kabupaten Gorontalo Utara, dan KPI Pohuwato di Kabupaten Pohuwato. Berdasarkan data sementara dari Tim Kerja Koridor Ekonomi Sulawesi pada bulan mei 2013, terdapat beberapa projek MP3EI di Provinsi Gorontalo baik sektor riil maupun infrastruktur yang sudah groundbreaking ataupun usulan projek baru antara lain sebagai berikut: Tabel 2.1 Daftar Proyek MP3EI Provinsi Gorontalo Nomor Kota/Kabupaten Sektor Riil Sektor Infrastruktur 1 Kota Gorontalo 2 Kab.Gorontalo Utara 3 Kab.Pahuwato 4 Kab. Bone Bolango 5 Kab. Boalemo 6 7 Kec.Anggrek Kab. Gorontalo Utara Kec. Kabila Bone, Kab. Bone Bolango 8 Kota Gorontalo 9 Kab. Gorontalo Pembangunan Pengering (driyer) dan Silo Jagung Pengolaan Pertambangan Mineral Pengelolaan Perkebunan Sawit Lanjutan Pembangunan Fasilitas pelabuhan Gorontalo Lanjutan Pembangunan Fasilitas pelabuhan laut Anggrek 142 Pembangunan PLTU Anggrek (2 x 25 MW), Pembangunan PLTU Molotabu (2 x 12 MW) Pengembangan Fasilitas Pelabuhan Laut Gorontalo Pengembangan Terminal dan Fasilitas Bandara Udara Djalaludin Gorontalo Nilai Investasi (M) Keterangan 179 GB GB ,4 230, ,9 107 Usulan Proyek Baru (Verifikasi) Usulan Proyek Baru (Verifikasi) Usulan Proyek Baru (Verifikasi) Usulan Proyek Baru (Verifikasi) Usulan Proyek Baru (Verifikasi) Usulan Proyek Baru (Verifikasi) Usulan Proyek Baru (Verifikasi) 10 Kab.Gorontalo, Kota Pembangunan Usulan Proyek Baru 2-13

29 Nomor Kota/Kabupaten Sektor Riil Sektor Infrastruktur Gorontalo dan Kab.Bone Bolango 11 Kab.Bone Bolango 12 Kab. Pohuwato 13 Kota Gorontalo Sumber:Bappeda Provinsi Gorontalo Gorontalo Outer Ring Road (GORR) Pembangunan Waduk Dumbaya Bulan Pembangunan Bendungan Randangan di Pembangunan RSUD Prov. Gorontalo Nilai Investasi (M) ,4 Keterangan (Verifikasi) Usulan Proyek Baru (Verifikasi) Usulan Proyek Baru (Verifikasi) Usulan Proyek Baru (Verifikasi) 2.2 PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DI PROVINSI GORONTALO Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus dilaksanakan melalui penyelenggaraan pembangunan perekonomian nasional yang berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Dalam rangka mempercepat pembangunan perekonomian nasional, dikembangkanlah Kawasan Ekonomi Khusus yang dilakukan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis yang dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus juga ditujukan untuk mempercepat perkembangan daerah dan sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan kerja Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang penyelenggaraan Ekonomi Khusus. 2-14

30 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Penyelenggaraan KEK meliputi: a) Pengusulan pembentukan KEK dilakukan secara tertulis sesuai format yang ditentukan oleh Dewan Nasional dan ditandatangani oleh: 1) Pimpinan untuk Badan Usaha; 2) Bupati/walikota untuk pemerintah kabupaten/kota; 3) Gubernur untuk pemerintah provinsi. b) Penetapan KEK dilakukan oleh dewan nasional setelah melakukan kajian pada usulan yang diajukan c) Pembangunan KEK meliputi kegiatan: 1) Pembebasan tanah untuk lokasi KEK dilakukan oleh Badan Usaha dalam hal KEK diusulkan oleh Badan Usaha, pemerintah provinsi dalam hal KEK diusulkan oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dalam hal KEK diusulkan oleh pemerintah kabupaten/kota, kementerian/lembaga pemerintah non kementerian dalam hal KEK diusulkan oleh kementerian/lembaga pemerintah non kementerian. 2) Pelaksanaan pembangunan fisik KEK dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Badan Usaha, kerjasama pemerintah, pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota dengan Badan Usaha dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. d) Pengelolaan KEK dilakukan oleh: 1) Administrator yang dibentuk oleh dewan kawasan 2) Badan Usaha pengelola KEK yang bertugas bertugas menyelenggarakan kegiatan usaha KEK e) Evaluasi pengelolaan KEK dilakukan Berdasarkan laporan dari Administrator, maka Dewan Kawasan yang akan melakukan evaluasi pengelolaan KEK. 2-15

31 2.2.2 KEK GOPANDANG (Gorontalo-Paguyaman-Kwandang) Provinsi Gorontalo Provinsi Gorontalo sat ini sedang mempersiapkan pengusulan penetapan Kawasan Ekonomi Khusus Gorontalo Paguyaman Kwandang (KEK Gopandang) kepada Dewan Nasional KEK. Langkah-langkah yang sedang dilakukan di antaranya: a) Membentuk KP3EI Provinsi Gorontalo, b) Menentukan Kawasan Persiapan Investasi (KPI) yang nantinya akan dikembangkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus Gopandang, c) Mengadakan rapat-rapat koordinasi KP3EI dan pemangku kepentingan lainnya, d) Membahas berbagai rencana alokasi dan persiapan dan konsep sharing yang akan diterapkan. KP3EI Provinsi Gorontalo telah dibentuk melalui Keputusan Gubernur Gorontalo No. 84/18/III/ 2012 tentang Pembentukan Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) Provinsi Gorontalo. Di tingkat nasional, pembentukan KEK Gopandang telah dimasukkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2013 di bawah koordinasi Kementerian Perindustrian. KEK Gopandang dimasukkan sebagai salah satu isu strategis Pengembangan Wilayah Strategis dengan progam, kegiatan, dan indikator sasaran berupa: a) Program Pengembangan Perwilayahan Industri, b) Kegiatan Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III, dan c) Indikator sasaran Dokumen fasilitasi Penyusunan Master Plan Kawasan Industri. 2-16

32 Kwandang Paguyaman Gorontalo Gambar 2.7 Kawasan Ekonomi Khusus Gorontalo-Paguyaman-Kwandang (GOPANDANG) 2.3 RENCANA TATA RUANG DAN WILAYAH (RTRW) NASIONAL, PULAU SULAWESI, DAN PROVINSI GORONTALO Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara. Tujuan Penataan Ruang Wilayah Nasional adalah: a) Ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan; b) Keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; c) Keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; d) Keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; e) Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang; 2-17

33 f) Pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat; g) Keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah; h) Keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan i) Pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional. Berdasarkan RTRWN, sistem perkotaan nasional terdiri atas Pusat Kegiatan Nasioinal (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN). Sementara itu, sistem jaringan prasarana transportasi nasional yang direncanakan meliputi jaringan jalan arteri primer, jaringan jalan bebas hambatan, jaringan jalan lintas nasional, jaringan jalur kereta api antar kota, pelabuhan nasional serta bandara pusat penyebaran skala pelayanan sekunder kabupaten gorontalo dalam sudut pandang RTRWN adalah sebagai berikut: a) Pusat Kegiatan Wilayah : Isimu, Kabupaten Gorontalo II/C/2 (II=Tahapan Pengembangan periode II ( ), C=Revitalisasi dan Percepatan Pengembangan Kota-Kota Pusat Pertumbuhan Nasonal, C/2 Pengembangan Baru) b) Pengembangan Jalan Bebas Hambatan Limboto-Gorontalo, Kota dan Kabupaten Gorontalo I/6 (I= Tahapan Pengembangan ( ), 6=Pengembangan Jaringan Jalan Bebas Hambatan) c) Pengembangan Jalan Bebas Hambatan Isimu-Gorontalo, Kota dan Kabupaten Gorontalo II/6 ( II Tahapan Pengembangan ( ), 6=Pengembangan Jaringan Jalan Bebas Hambatan) d) Bandar Udara Djalaluddin adalah Bandar udara pengumpul sekunder, Kabupaten Gorontalo (I/3) ( I Tahapan Pengembangan periode I ( ), 3=Pemantapan Bandar Udara Sekunder) Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi Kebijakan Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Sulawesi tertuang di dalam Peraturan Presiden Nomor 88 tahun Penataan Ruang Pulau Sulawesi bertujuan untuk mewujudkan: 2-18

34 a) Pusat pengembangan ekonomi kelautan berbasis keberlanjutan pemanfaatan sumber daya kelautan dan konservasi laut; b) Lumbung pangan padi nasional di bagian selatan Pulau Sulawesi dan lumbung pangan jagung nasional di bagian utara Pulau Sulawesi; c) Pusat perkebunan kakao berbasis bisnis di bagian tengah Pulau Sulawesi; d) Pusat pertambangan mineral, aspal, panas bumi, serta minyak dan gas bumi di Pulau Sulawesi; e) Pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, ekowisata, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition/MICE); f) Kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu gerbang negara yang berbatasan dengan Negara Filipina dan Negara Malaysia dengan memperhatikan keharmonisan aspek kedaulatan, pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup; g) Jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan keterkaitan antar wilayah, efisiensi ekonomi, serta membuka keterisolasian wilayah; h) Kawasan perkotaan nasional yang berbasis mitigasi dan adaptasi bencana; i) Kelestarian kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tetap paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari luas Pulau Sulawesi sesuai dengan kondisi ekosistemnya. Kabupaten gorontalo dalam sudut pandang RTR Pulau Sulawesi adalah sebagai berikut: a) Struktur perkotaan wilayah di Kabupaten Gorontalo berdasarkan RTR Pulau Sulawesi tersusun atas 1 (satu) PKW Isimu (Kabupaten Gorontalo). b) Jaringan jalan arteri primer pada Jaringan Jalan Lintas Timur Pulau Sulawesi yang menghubungkan Gorontalo-Limboto-Isimu-Paguyaman-Tabulo-Marisa- Lemito- Molosipat-Lambunu-Mepanga-Tinombo-Kasimbar-Ampibabo-Toboli- Parigi-Tolai- Sausu-Tumora-Tambarana-Poso; 2-19

35 c) Jaringan jalan kolektor primer pada Jaringan Jalan Lintas Timur Pulau Sulawesi yang menghubungkan Bitung-Girian-Kema-Rumbia-Buyat-Molobog- Onggunoi-Pinolosian-Molibagu- Mamalia-Taludaa-Gorontalo. d) Pengembangan jaringan jalur kereta api antar kota yang meliputi Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Utara yang menghubungkan Bitung-Gorontalo-Tilamuta-Marisa-Kasimbar-Tobali-Palu e) Pengembangan jaringan transportasi danau untuk meningkatkan keterkaitan antarwilayah sekitarnya meliputi pengembangan jaringan transportasi danau di Danau Limboto (Kabupaten Gorontalo). Gambar 2.8 Pola Ruang Pulau Sulawesi Tahun Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalote;ah diterbitakn melalui Peraturan daerah Provinsi Gorontalo nomor 4 tahun 2011 tentang rencana tata 2-20

36 ruang wilayah provinsi gorontalo tahun meliputi 6 (enam) sistem struktur, yaitu: a) Sistem perkotaan, b) Sistem jaringan transportasi, c) Sistem pengelolaan sumber daya air, d) Sistem jaringan energi, e) Sistem jaringan telekomunikasi, dan f) Sistem jaringan prasarana persampahan limbah cair dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Studi Tatralok di Wilayah Provinsi Gorontalo Gorontalo ini sangat berkaitan erat dengan 2 (dua) sistem struktur pertama di atas, yaitu sistem perkotaan dan sistem jaringan transportasi. Sistem perkotaan di Provinsi Gorontalo yang terdapat di wilayah Kabupaten Gorontalo adalah sebagai berikut: pusat kegiatan berikut: a) PKW Isimu yang potensial dikembangkan menjadi pusat kegiatan agroindustri, pergudangan, dan simpul intermoda transportasi udara, darat dan kereta api; b) PKL Limboto potensial dikembangkan menjadi pusat perdagangan dan pelayanan kabupaten, serta wisata tirta Danau Limboto; Tabel 2.2 Usulan Program Utama RTRWP yang berkaitan dengan pengembangan jaringan transportasi wilayah di Kabupaten Gorontalo Nomor Usulan Program Utama Lokasi Tahap Pelaksanaan Pengembangan Pusat Kegiatan Nasional Gorontalo a b c Pembangunan Jalan Bypass Pembangunan Terminal Tipe A sebagai simpul jaringan jalan lintas timur pulau sulawesi Peningkatan fungsi jalan arteri primer yang menghubungkan PKN Gorontalo dengan Pelabuhan Gorontalo dan Bandar Udara Djalaludin Isimu, Limboto, Gorontalo Isimu Kabupaten Gorontalo 2-21

37 Nomor Usulan Program Utama Lokasi d e 2 a b c Pembangunan jalur kereta api dan stasiun kelas besar sebagai simpul jaringan jalur kereta api dari bagian barat ke Pulau Sulawesi Bagian Utara Peningkatan Bandar udara Djalaludin menjadi bandra pengumpul sekunder Pengembangan Pusat Kegiatan Wilayah Isimu Pembangunan kota transit Bandara dan transportasi darat antara PKN Gorontalo PKW Kwandang dan PKW Tilamuta Peningkatan fungsi simpul penghubung jaringan lintas barat dan tengah Sulawesi Penigkatan fungsi sebagian terminal Tipe B untuk simpul lintas tengah Sulawesi Isimu, Limboto, Kabupaten Gorontalo Isimu, limboto Isimu dan Sekitarnya Isimu dan Sekitarnya Sumber:RTRW Provinsi Gorontalo Tahap Pelaksanaan RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAN MENENGAH PROVINSI GORONTALO Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Provinsi Gorontalo Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Gorontalo Tahun merupakan kelanjutan dari pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembentukan Provinsi Gorontalo sebagaimana diamanahkan dalam Undang Undang Nomor 38 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo. Untuk itu, dalam 20 Tahun mendatang, sangat penting dan mendesak bagi Provinsi Gorontalo untuk melakukan penataan kembali berbagai langka dan kebijakan, antara lain dibidang pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, lingkungan hidup dan kelembagaannya sehingga Provinsi Gorontalo dapat mengejar ketertinggalan dan mempunyai posisi yang sejajar serta daya saing yang kuat di dalam pergaulan masyarakat nasional dan internasional. RPJP Daerah digunakan sebagai pedoman dalam menyusun RPJM Daerah dan RPJMD Kabupaten/Kota. Pentahapan rencana pembangunan daerah disusun 2-22

38 dalam masing masing periode RPJM Daerah sesuai dengan visi, misi, dan program Kepala Daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Kurun waktu yang seharusnya RPJP Daerah adalah 20 (dua puluh) tahun, namun untuk Provinsi Gorontalo, kurun waktunya disesuaikan dengan periodisasi dan pentahapan perencanaan pembangunan daerah jangka menengah (5 Tahunan) yang dimulai tahun 2007 dan seterusnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi Gorontalo Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Gorontalo baru selesai disusun pada saat studi Tinjau Ulang Tatrawil Provinsi Gorontalo ini memasuki tahap akhir. RPJMD baru ini menetapkan Visi Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam periode pembangunan 5 tahun ke depan, yaitu Terwujudnya Percepatan Pembangunan Berbagai Bidang Serta Peningkatan Ekonomi Masyarakat Yang Berkeadilan Di Provinsi Gorontalo. Adapun misi pembangunan yang diemban oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo tahun adalah: a) Memfokuskan peningkatan ekonomi atas dasar optimalisasi potensi kewilayahan, mendorong laju investasi, percepatan pembangunan infrastruktur pedesaan sekaligus mengembangkan potensi unggulan dengan mengakselerasi secara cerdas terhadap pencapaian kesejahteraan rakyat, b) Meningkatkan kualitas SDM melalui pendekatan kesesuaian keahlian serta pemenuhan mutu kwalitas penyelenggaraan pendidikan dan kesehatan, c) Mengembangkan manajemen pengelolaan potensi sumberdaya kelautan, pertanian, peternakan, kehutanan, Danau Limboto dan potensi lingkungan lainnya yang lebih baik, saling terintegrasi serta lestari demi kepentingan kemakmuran rakyat, d) Mengembangkan nilai-nilai religi, dalam kehidupan beragama yang rukun penuh kesejukan sekaligus memelihara keragaman budaya serta memperkuat peran pemberdayaan perempuan, perlindungan terhadap anak, termasuk issue kesetaraan gender dalam pembangunan, 2-23

39 e) Menciptakan sinergisitas di antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota di Gorontalo dalam kaidah otonomi daerah sekaligus untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik, menurunkan angka kemiskinan serta menjalankan sistem tata pemerintahan yang baik dalam rangka reformasi birokrasi. 2.5 SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI GORONTALO Provinsi Gorontalo saat ini telah memiliki dokumen Sistranas pada Tatrawil yang dituangkan di dalam Peraturan Gubernur Gorontalo Nomor 67 tahun 2010 yang masih dalam proses revisi oleh Studi Tinjau Ulang Tatrawil Provinsi Gorontalo dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi. Naskah akademik yang disusun sebagai dasar penerbitan peraturan gubernur ini menggunakan periodisasi analisis awal dan akhir tahun perencanaan tahun 2014 hingga tahun Berdasarkan Studi Tinjau Ulang Tatrawil Provinsi Gorontalo dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi tersebut, ditetapkan adanya 2 (dua) pintu keluar-masuk Provinsi Gorontalo yang terdapat di Kabupaten Gorontalo guna menunjang aktivitas masyarakat Provinsi Gorontalo secara regional, nasional, maupun internasional kedua simpul transportasi wilayah tersebut adalah: a) Terminal Bus Isimu di Kabupaten Gorontalo, b) Bandar Udara Djalaluddin Gorontalo di Kabupaten Gorontalo. Di samping rencana pengembangan jaringan prasarana transportasi darat, laut, dan udara, serta perencanaan penetapan kelas jalan, Tatrawil Gorontalo menetapkan pula rencana pembangunan jalur kereta api yang menjadi bagian dari rencana jalur Trans Sulawesi Railways (Jalur Bitung Manado Gorontalo Palu Makassar). Selain pengembangan jaringan prasarana, direncanakan pula pengembangan jaringan pelayanan yang meliputi pengembangan transportasi jalan, program pengembangan jaringan transportasi penyeberangan, program 2-24

40 pengembangan jaringan transportasi kereta api, program pengembangan jaringan transportasi laut, program pengembangan jaringan transportasi udara. 2-25

41 Tabel 2.3 Detail Usulan Program Pengembangan Transportasi Darat No Usulan Program Keterangan Pendukung Perluasan dan Percepatan Pembangunan Ekonomi 1 Peningkatan Prasarana Transportasi a Dukungan pengembangan jaringan jalan nasional (arteri primer) Gorontalo Limboto Limboto Isimu Isimu Paguyaman Isimu Malingkaputo Taludaa (bts. Sulut) - Gorontalo (Pelabuhan Gorontalo) b Dukungan peningkaran aksesibilitas Isimu - Bandara Jalaluddin (akses bandara) Jalan lingkar Gorontalo Jalan lingkar Limboto Jalan lingkar Isimu 2 Peningkatan Pelayanan Transportasi Satuan/ Lokasi Sumber Dana Pelebaran dan struktural 21.8 km APBN Pelebaran dan 18.0 km APBN struktural Pelebaran dan 41.7 km APBN struktural Pelebaran dan 20 km APBN struktural Struktural 68.3 km APBN Pelebaran dan struktural Pelebaran dan struktural Pelebaran dan struktural Pelebaran dan struktural 1.5 km APBN/ APBDP 20 km APBN/ APBDP 10 km APBDP 15 km APBDP Target Pencapaian V V V V V V V V V V V V V

42 No Usulan Program Keterangan a Penambahan jumlah terminal untuk barang sentral dan sub-sentral distribusi b Pengembangan akses dry port termasuk sebagai sentra distribusi barang c d Peningkatan trayek angkutan antar provinsi Gorontalo - Sulteng (Isimu - Palu via Marisa) Gorontalo - Sulut (Isimu - Manado via Atinggola) Gorontalo - Sulteng (Isimu - Palu via Tolinggula) Peningkatan pelayanan angkutan umum kabupaten Gorontalo - Isimu Angkutan barang dan penumpang Untuk mendukung akses terminal tipe A dengan kota Gorontalo Isimu; Isimu; Satuan/ Lokasi Kab.Gorontalo Kab.Gorontalo Kab.Gorontalo Kab.Gorontalo Sumber Dana APBN/ APBDP/ Swasta APBN/ APBDP/ Swasta APBDP/ Swasta APBDP/ Swasta APBDP/ Swasta APBDP/ Swasta e Pengetatkan uji kelayakan kendaraan Kab.Gorontalo APBDP Target Pencapaian V V V V V V V V V V V V V V V V Pendukung Perluasan dan Percepatan Pengurangan Kemiskinan 1 Peningkatan konektivitas daerah (antar kabupaten/kota) Paguyaman - Bilato - Bilububarat Pelebaran dan struktural Kab.Gorontalo APBDP V V 2-27

43 No Usulan Program Keterangan Gorontalo - Batudaa - Isimu 2 Peningkatan trayek angkutan dalam provinsi Mengurangi tumpang tindih trayek Pembatasan umur operasional kendaraan Rasionalisasi jumlah armada dengan permintaan yg ada 3 Pengembangan dan optimalisasi fungsi terminal Regulasi yang lebih ketat agar terminal dapat berfungsi lebih optimal Pemanfaatan lahan dan bangunan terminal utk aktivitas jasa dan perdagangan (tod, transit oriented development) Pelebaran dan struktural Dukungan utk pelayanan angkutan umum yg lebih balk Dukungan utk pelayanan angkutan umum yg lebih balk Dukungan utk pelayanan angkutan umum yg lebih balk Satuan/ Lokasi Kab.Gorontalo Kab.Gorontalo Kab.Gorontalo Kab.Gorontalo Semua terminal Kabupaten Gorontalo Terminal Isimu Sumber Dana APBDP APBDP APBDP/ Swasta APBDP APBDP APBDP/ Swasta Target Pencapaian V V V V V V V V V V

44 No Usulan Program Keterangan Perbaikan sirkulasi penumpang dalam terminal 4 Pengadaan angkutan umum murah untuk rakyat proses naik turun, menungu, tiket, sistem informasi Pembelian mobil nasional murah untuk angkutan umum Satuan/ Lokasi Semua terminal Kabupaten Gorontalo Kab.Gorontalo Sumber Dana APBDP APBN/ APBDP/ Swasta V V Target Pencapaian V V V Sumber: Studi Tinjau Ulang Tatrawil Provinsi Gorontalo dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

45 Tabel 2.4 Detail Usulan Program Pengembangan Transportasi Kereta Api No Usulan Program Keterangan Satuan/ Lokasi Sumber Target Pencapaian Pendukung Perluasan dan Percepatan Pembangunan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan 1 Pembangunan dan pengembangan jaringan jalan rel sebagai bagian dari rencana jalur rel di Sulawesi sentral dan sub-sentral distribusi Kab. Gorontalo APBN/ APBDP v a Jaringan rel Atinggola (bts. Sulut; dari Bitung) - Isimu termasuk sebagai sentra distribusi barang Kab. Gorontalo; APBN/ APBDP v b Jaringan rel Isimu - Marisa - Molosipat c Jalan rel kota Gorontalo - Isimu sebagai sentra dan sub-sentra distribusi Isimu;Gorontalo APBN/ APBDP / Swasta v 2 Pengembangan stasiun kereta sebagai sentra distribusi sentral dan sub-sentral distribusi Kab. Gorontalo Sumber: Studi Tinjau Ulang Tatrawil Provinsi Gorontalo dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi APBN/ APBDP v 2-30

46 Tabel 2.6 Detail Usulan Program Pengembangan Transportasi Laut No Usulan Program Keterangan Pendukung Perluasan dan Percepatan Pembangunan Ekonomi Satuan/ Lokasi Sumber Dana Target Pencapaian Pengembangan dry port termasuk sebagai sentra distribusi barang Isimu APBN/ APBDP / Swasta v v Sumber: Studi Tinjau Ulang Tatrawil Provinsi Gorontalo dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi 2-31

47 No Usulan Program Tabel 2.7 Detail Usulan Program Pengembangan Transportasi Udara Satuan/ Lokasi Sumber Dana Pendukung Perluasan dan Percepatan Pembangunan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan 1 Pengembangan bandara pengumpul Djalaluddin (Gorontalo) A Peningkapatan kapasitas runway dan terminal; perbaikan akses B Peningkatan aksesibilitas antar daerah kedaerah terpencil Kab Gorontalo; Kab Gorontalo; Pendukung Penguatan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Pengembangan Bandara Djaluddin sebagai embakarsi haji Kab Gorontalo; APBN APBN APBN/APBDP Target Pencapaian v v v v v Sumber: Studi Tinjau Ulang Tatrawil Provinsi Gorontalo dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi v 2-32

48 Contents 2.1 MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA..1 Gambar 2.1 Aspirasi Pencapaian PDB Indonesia (Sumber MP3EI) Posisi Indonesia Dalam Dinamika Regional dan Global...2 Gambar Kegiatan Utama (Sumber MP3EI) MP3EI Merupakan Bagian Integral Perencanaan Pembangunan Nasional...4 Gambar 2.3 Posisi MP3EI dalam rencana pembangunan pemerintah (Sumber MP3EI) Kerangka Desain MP3EI...6 Gambar 2.4 Kerangka Desain pendekatan MP3EI (Sumber MP3EI) Postur Koridor Ekonomi Indonesia...6 Gambar 2.5 Peta koridor Ekonomi Indonesai (Sumber MP3EI) Koridor Ekonomi IV Sulawesi...8 Gambar 2.6 Ilustrasi konsep pengembangan KE IV Sulawesi (Sumber MP3EI) MP3EI dan Kawasan Perhatian Investasi Provinsi Gorontalo Tabel 2.1 Daftar Proyek MP3EI Provinsi Gorontalo PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DI PROVINSI GORONTALO Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) KEK GOPANDANG (Gorontalo-Paguyaman-Kwandang) Provinsi Gorontalo Gambar 2.7 Kawasan Ekonomi Khusus Gorontalo-Paguyaman-Kwandang (GOPANDANG) RENCANA TATA RUANG DAN WILAYAH (RTRW) NASIONAL, PULAU SULAWESI, DAN PROVINSI GORONTALO Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi Gambar 2.8 Pola Ruang Pulau Sulawesi Tahun Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo Tabel 2.2 Usulan Program Utama RTRWP yang berkaitan dengan pengembangan jaringan transportasi wilayah di Kota dan Kabupaten Gorontalo RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAN MENENGAH PROVINSI GORONTALO Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Provinsi Gorontalo Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi Gorontalo SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI GORONTALO Tabel 2.3 Detail Usulan Program Pengembangan Transportasi Darat Tabel 2.4 Detail Usulan Program Pengembangan Transportasi Kereta Api Tabel 2.6 Detail Usulan Program Pengembangan Transportasi Laut

49 Tabel 2.7 Detail Usulan Program Pengembangan Transportasi Udara

50 B BAB - 3 METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA 3.1. METODOLOGI Secara keseluruhan, alur metodologi penyusunan Studi Sistranas Pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) Di Wilayah Provinsi Gorontalo dapat dilihat jelas dalam Gambar 3.1. Metoda peramalan bangkitan pergerakan (trip generation) dan sebaran pergerakan (trip distribution), menjadi alat bantu penting dalam menelusuri permasalahan transportasi dan solusinya, untuk kemudian menjadi bahan pertimbangan penyusunan konsep strategi jaringan transportasi Di Wilayah Provinsi Gorontalo dimasa mendatang. Adapun materi pokok Studi Sistranas Pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) Di Wilayah Provinsi Gorontalo akan meliputi lima pekerjaan sebagai berikut : 1) Identifikasi zona analisis; 2) Peramalan pergerakan antar zona di wilayah Provinsi Gorontalo dan pergerakan eksternal (keluar wilayah Provinsi Gorontalo); 3) Identifikasi dan estimasi kebutuhan peningkatan jaringan transportasi; 4) Konsep dan strategi pengembangan jaringan transportasi; 5) Rencana pengembangan jaringan transportasi Kota dan Kabupaten Gorontalo. 3-1

51 Gambar 3.1 Metodologi Penyusunan Studi Sistranas Pada Tatralok Di wilayah Provinsi Gorontalo Pola Pikir Sistranas Pada Tatralok Penyusunan Sistranas pada Tatralok menggunakan pendekatan kesisteman yang menjelaskan keterkaitan dari seluruh komponen mulai dari input serta proses yang akan dilakukan untuk menghasilkan output/outcome yang diharapkan sebagaimana tergambar pada pola pikir berikut. 3-2

52 Gambar 3.2 Pola fikir sistranas pada tatralok Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Survey data sekunder dilakukan pada dinas/instansi terkait sedangkan survey data primer dilakukan dengan survey transportasi dan lalulintas di titik node yang telah ditentukan. Data sekunder yang dikumpulkan terdiri dari Data sektor transportasi (Origin Destination Survey, Kinerja Angkutan Umum dan Jaringan Jalan, Moda Transportasi, Volume Lalulintas dan Kecepatan), Data Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Kabupaten Gorontalo yang telah dibuat sebelumnya, data sosio-ekonomi penduduk dan Kebijakan bidang transportasi terkait Metode Analisis Data 1. Analisis Kondisi Eksisting Analisis ini dilakukan untuk memetakan lokasi, kondisi, hirarki, dan kapasitas penyediaan sarana, prasarana, dan jaringan transportasi untuk semua moda. Analisis ini terutama dimaksudkan untuk: a. Mengidentifikasi permasalahan dalam penyediaan sarana, prasarana dan jaringan transportasi, 3-3

53 b. Menyiapkan masukan bagi pembentukan model jaringan transportasi jalan yang digunakan untuk memprediksi kebutuhan permintaan perjalanan. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap analisis suplai ini terdiri dari: a. Kompilasi data: menyusun daftar penyediaan sarana dan prasarana transportasi menurut: moda, lokasi, hirarki, dlsb, berikut dengan kodifikasi serta presentasinya dalam bentuk peta, b. Indikator kinerja: menyusun variabel dasar dan faktor yang mempengaruhi kinerja suplai jaringan transportasi kapasitas dan waktu pelayanan, Jaringan prasarana dibangun berdasarkan suatu desain teknis tertentu untuk melayani kebutuhan permintaan perjalanan tertentu pula. Penambahan jumlah permintaan perjalanan dan gangguan terhadap kondisi prasarana ini akan mempengaruhi indikator kinerja prasarana tersebut. Dalam kajian jaringan prasarana transportasi sebaiknya dievaluasi kondisi jaringan eksisting sehingga diketahui permasalahan yang terjadi. Tiap moda mempunyai karakteristik tertentu dalam melayani jumlah permintaan perjalanan tertentu dan kondisi geografis tertentu. Simulasi terhadap kondisi prasarana transportasi eksisting dan maksimum pengembangannya dapat menjadi alasan pengembangan moda transportasi lainnya. Demikian juga dengan kondisi geografis dan simulasi total biaya perjalanan sistem akan mempengaruhi pemilihan moda tertentu. Indikator kinerja jaringan prasarana transportasi sudah tertentu disesuaikan dengan outcome yang didapat dari pemilihan indikator kinerja ini. Pada studi ini perspektif indikator yang digunakan adalah perspektif pemerintah dimana pemerintah mempunyai kepentingan untuk membangun prasarana transportasi yang optimum. Efisiensi transportasi merupakan salah satu tujuan dari penerapan sistem optimum dengan memilih moda dan/atau pengembangan jaringan prasarana yang menghasilkan biaya transportasi yang paling murah. Tabel 3.1 menampilkan indikator kinerja dari beberapa prasarana transportasi. 3-4

54 JENIS PRASARANA TRANSPORTASI Tabel 3.1 Indikator Kinerja Jaringan Transportasi INDIKATOR TEKNIS VARIABEL (KUANTITATIF/KUALITATIF) 1. RUAS JALAN Kecepatan operasi Km/Jam VCR - Beban sumbu standar Ton Ekivalensi Beban ESAL sumbu standar 2. LINTAS KA Kecepatan operasi Km/jam Kapasitas lintas Jam Bebanhu gandar Ton Ekivalensi Beban - gandar 3. TERMINAL Delay Jam, menit Waktu tunggu Jam, menit Panjang Antrian Jam, menit 4. STASIUN Delay Jam, menit Waktu Tunggu Penumpang/jam atau Kendaraan/jam Panjang Antrian Rangkaian 5. ANGKUTAN Okupansi rata-rata LF /% UMUM Naik Turun Penumpang Penumpang Panjang dan - karakteristik rute Item-item ini disusun berdasarkan tujuan dari proses analisis yang diperlukan. Tujuan dari evaluasi kondisi eksisting ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik semua trayek angkutan umum yang meliputi: Karakteristik rute/lintasan yang meliputi identifikasi ruas-ruas jalan yang dilalui, panjang lintasan, dan tingkat kompetisi rute Karakteristik pelayanan, mencakup jumlah armada, waktu tempuh perjalanan, jumlah rit sehari, waktu operasi sehari dan hari operasi setahun Karakteristik permintaan, meliputi jumlah penumpang, sebaran (fluktuasi) penumpang dalam sehari, serta panjang perjalanan rata-rata penumpang 3-5

55 Karakteristik pendapatan berupa pendapatan rata-rata dalam satu rit operasi Karaktersitik pengeluaran yang diidentifikasi dari jumlah pengeluaran dari biaya operasi kendaraan dan biaya lain-lain dalam operasi setiap hari 2. Analisa Kinerja Jaringan Eksisting Untuk dapat mengetahui dan memahami permasalahan transportasi dan lalu lintas Di Wilayah Kabupaten Gorontalo, dilakukan analisa kinerja jaringan jalan. Parameter yang digunakan dalam analisa kinerja jaringan eksisting antara lain adalah arus dan volume lalu lintas, kapasitas, derajat kejenuhan (degree of saturation), kecepatan arus bebas dan kecepatan kendaraan. Arus dan Volume Lalu Lintas Nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalu lintas harus dikonversikan dalam satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan faktor ekivalensi mobil penumpang. Untuk jalan perkotaan faktor ekivalensi mobil penumpang dapat dilihat dalam Tabel berikut. Tabel 3.2 Ekivalensi Mobil Penumpang Untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi Tabel 3.3 Ekivalensi Mobil Penumpang Untuk Jalan Perkotaan Terbagi & Satu Arah 3-6

56 Perhitungan volume lalu lintas : Q = QLV + (QHV x emphv) + (QMC x empmc) = smp/jam Dengan : Q : volume lalu lintas (smp/jam) QLV : volume LV (kend/jam) QHV : volume HV (kend/jam) emphv : ekivalen mobil penumpang HV QMC : volume MC (kend/jam) empmc : ekivalen mobil penumpang MC Kecepatan Arus Bebas Kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus 0, yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan. FV = (FV0 + FVW) x FFVSF x FFVCS dengan : FV FV0 FVW FFVSF FFVCS : Kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk kondisi sesungguhnya (km/jam) : Kecepatan arus bebas dasar untuk kendaraan ringan pada jalan yang diamati, untuk kondisi ideal (ditetapkan) : Penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan (km/jam) : Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu : Faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota Kapasitas Kapasitas adalah arus maksimum melalui satu titik yang dapat dipertahankan persatuan waktu pada kondisi tertentu. Persamaan dasar untuk menemukan kapasitas adalah sebagai berikut : 3-7

57 C = Co x FCW x FCSP x FCSF x FCCS dengan: C Co FCW FCSP FCSF FCCS : Kapasitas sesungguhnya (smp/jam) : Kapasitas dasar (ideal) untuk kondisi (ideal) tertentu (smp/jam) : Faktor penyesuaian lebar jalan : Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi) : Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kerb : Faktor penyesuaian ukuran kota Derajat Kejenuhan Derajat kejenuhan merupakan rasio antara arus dengan kapasitas, yang diformulasikan sebagai berikut : DS = Q/C Derajat kejenuhan dihitungan dengan menggunakan satuan smp/jam. Kecepatan Kinerja utama segmen jalan menggunakan parameter kecepatan tempuh sebagai ukuran utama, karena mudah dimengerti dan mudah untuk diukur, serta dapat menjadi masukan penting untuk analisis biaya pemakai jalan dan analisis ekonomi. Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata ruang dari kendaraan ringan (LV) sepanjang segmen jalan : Dengan : V = L/TT V L T : Kecepatan rata-rata ruang LV (km/jam) : Panjang segmen(km) : Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam) 3-8

58 Karakteristik prasarana jalan : dimensi, guna ruang jalan dan lain-lain Volume Arus Lalu Lintas (smp/jam) Volume Kapasitas Jalan (V/C) Kapasitas jalan (K) Jalan Perkotaan K = C0 x FCW x FCSP x FCSF x FCCS (smp/jam) dengan: C = Kapasitas ruas; C0 = Kapasitas dasar FCW = Faktor lebar efektif FCSP = Faktor pemisah arah FCSF = Faktor gangguan samping FCCS = Faktor ukuran kota Grafik Hubungan : V/C-Kecepatan Rata-rata Kecepatan (km/jam) Kecepatan arus bebas untuk kendaraan mobil penumpang (LV): FVLV = (FVo + FVW) x FFVSF x FFVCS dengan: FV0 : kecepatan arus bebas dasar FVW : faktor penyesuaian lebar jalur FFVSF: faktor penyesuaian gangguan samping FFVCS: faktor penyesuaian ukuran kota Gambar 3.3 Bagan Alir Perhitungan Kapasitas, V/C Ratio Dan Kecepatan Di Ruas Jalan Perkotaan 3. Analisis Terminal Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem yang terpadu. Untuk terlaksananya keterpaduan intra dan antar moda secara lancar dan tertib maka ditempat-tempat tertentu perlu dibangun dan diselenggarakan terminal. Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995 terminal transportasi merupakan: a. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum. b. Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalu lintas. c. Prasarana angkutan yang merupakan bagian dari sistem transportasi untuk melancarkan arus penumpang dan barang. d. Unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupan kota. 3-9

59 Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995 terminal dibedakan berdasarkan jenis angkutan, menjadi: a. Terminal Penumpang, adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan menaikkan dan menurunkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi serta pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum. b. Terminal Barang, adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 31/1995, terminal penumpang berdasarkan fungsi pelayanannya dibagi menjadi: a. Terminal Penumpang Tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam Provinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan b. Terminal Penumpang Tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam Provinsi, angkutan kota dan/atau angkutan pedesaan. c. Terminal Penumpang Tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan pedesaan. Tabel 3.4 Tipologi Terminal KETENTUAN TIPE A TIPE B TIPE C Fungsi terminal (KM 31 TH 1995) pasal 2 Fasilitas Terminal (KM 31 TH 1995) pasal 3 Melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar Provinsi dan atau angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota dalam Provinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan a. jalur pemberangkatan dan kedatangan b. tempat parkir c. kantor terminal d. tempat tunggu e. menara pengawas f. loket penjualan karcis g. rambu-rambu dan papan informasi h. pelataran parkir Melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam Provinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan a. jalur pemberangkatan dan kedatangan b. Tempat parkir c. Kantor terminal d. Tempat tunggu e. Menara pengawas f. Loket penjualan karcis g. Rambu-rambu dan Melayani angkutan pedesaan a. Jalur pemberangkatan dan kedatangan b. Kantor terminal c. Tempat tunggu d. Rambu-rambu dan papan informasi 3-10

60 KETENTUAN TIPE A TIPE B TIPE C pengantar atau taksi papan Informasi h. Pelataran parkir pengantar atau taksi Lokasi Terminal (KM 31 TH 1995) pasal 11, 12, dan 13 Instansi Penetap Lokasi Terminal (KM 31 TH 1995) pasal 14 a. terletak dalam jaringan trayek antar kota antar Provinsi dan/atau angkutan lintas batas negara b. Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIA jarak antar dua terminal penumpang c. Tipe A sekurangkurangnya 20 KM di d. Pulau Jawa luas lahan yang tersedia sekurangkurangnya 5 ha e. Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurangkurangnya 100 m Dirjend HubDar mendengar pendapat Gubernur dan Kepala Kanwil DepHub Setempat a. Terletak dalam jaringan trayek antar kota dalam Provinsi. b. Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang kurangnya kelas IIIB c. Jarak antar dua terminal penumpang tipe A d. Luas lahan yang tersedia sekurang kurangnya 3 ha e. Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurangkurangnya 50 m Gubernur setelah mendengar pendapat dan Kepala Kanwil DepHub dan mendapat persetujuan dari Dirjend Penyelenggara Terminal (KM 31 TH 1995) Pasal 17 Direktorat Jenderal Gubernur Bupati Sumber: Keputusan Menteri Perhubungan RI No. 31 Tahun 1995 a. Terletak di dalam wilayah kabupaten Dati II dan dalam trayek pedesaan. b. Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurangkurangnya kelas III C c. Luas lahan yang tersedia sesuai dengan permintaan angkutan d. Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal sesuai dengan kebutuhan Bupati setelah mendengar pendapat dan Kepala Kanwil DepHub dan Mendapat persetujuan dari Gubernur 4. Analisis Permintaan Perjalanan Analisis permintaan perjalanan dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai besar dan pola permintaan perjalanan yang ada saat ini (umumnya disebut sebagai Matriks Asal Tujuan = MAT) baik untuk perjalanan orang. Data permintaan perjalanan eksisting dari hasil pemodelan transportasi sebelumnya yang diperkaya dengan data perhitungan lalu lintas pada tahun eksisting. 3-11

61 Model pembebanan dilakukan dengan model equilibrium jaringan pada software TRANPLAN. Software TRANPLAN merupakan program simulasi jaringan yang dapat digunakan untuk melakukan estimasi OD matriks (atau sering disebut sebagai MAT = Matriks Asal Tujuan) dan arus lalu lintas. Bagan alir estimasi matriks disampaikan pada Gambar Metodologi Penghitungan MAT. Data survey asal tujuan dan MAT yang sebelumnya pernah dibentuk untuk Provinsi Gorontalo akan menjadi pola dasar atau prior matriks yang akan menjadi panutan pola perjalanan dari update matriks dalam menggunakan data hasil survey arus lalu lintas sebelumnya. Dengan metodologi ini akan diperoleh MAT wilayah studi pada Tahun tersebut. Data MAT dasar / Prior Matrix (opsional untuk up-date MAT) Data Survei Pencacahan Lalulintas Model Estimasi Matriks Maksimum MAT hasil model Data Jaringan Jalan Gambar 3.4 Metodologi Penghitungan MAT Selanjutnya dilakukan analisis untuk memperoleh hubungan korelatif antara tingkat permintaan perjalanan dengan faktor sosial ekonomi yang mempengaruhinya, atau sering dikenal sebagai model bangkitan perjalanan. Dengan model ini akan dapat dilakukan prediksi besar permintaan perjalanan di masa datang, dan dengan model manipulasi matriks akan dapat juga diperkirakan pola permintaan perjalanannya. Secara umum proses yang dilakukan dalam analisis permintaan perjalanan adalah sebagai berikut: 1) Kompilasi data: menyusun data permintaan perjalanan dari hasil pemodelan dan data perhitungan lalu lintas tahun eksisting untuk membentuk MAT perjalanan orang 3-12

62 2) Verifikasi data: memeriksa MAT hasil butir a. dengan data arus lalulintas per moda dari data laporan para operator. 3) Prediksi permintaan perjalanan: meramalkan besar permintaan perjalanan di masa yang akan datang menggunakan model hasil butir c. dan memprediksi pola MAT dengan model Fratar. 4) Penyajian Data: menyajikan data hasil kompilasi dan prediksi dalam bentuk visual dengan menggambarkan diagram batang ataupun desire line. 5. Analisis Jaringan Transportasi Analisis jaringan dilakukan untuk memprediksi kinerja sistem jaringan transportasi terutama jalan. Analisis ini berguna untuk mengetahui kondisi perangkutan eksisting menggunakan moda jalan dan prediksi apabila pemberdayaan moda KA atau moda angkutan umum diberdayakan. Analisis jaringan dapat juga termasuk dalam analisis kebutuhan transportasi dimana kebutuhan yang ada dapat dijalankan menggunakan software jaringan untuk menghasilkan desire line. Adapun kegiatan utama yang dilakukan untuk analisis jaringan transportasi multimoda ini meliputi: a. Struktur model jaringan: menyusun data permintaan perjalanan dan skenario jaringan multi moda ke dalam format data base sesuai spesifikasi software, b. Simulasi jaringan: melakukan simulasi kinerja jaringan skenario donothing dan normatif untuk beberapa tahun tinjauan, c. Analisis kinerja jaringan: menyusun daftar indikator kinerja jaringan (biaya, waktu, dll). d. Intermodal-externalities: mengestimasi besarnya intermodal-externalities yang dapat dihemat jika dilakukan kebijakan penataan pada jaringan prasarana dan jaringan pelayanan sesuai rekomendasi ideal atau solusi optimum. 3-13

63 Pada tahap pengembangan model, prosedur pemodelan digunakan untuk menterjemahkan skenario pengembangan ke dalam bahasa model. Bahasa model merupakan persamaan matematis yang dimasukkan ke dalam model atau perangkat lunak. Perangkat lunak sudah memiliki persamaan-persamaan yang digunakan dalam model transportasi seperti persamaan trip distribution dan trip assignment. Pada Gambar Proses Pemodelan dalam Analisis Jaringan memperlihatkan prosedur pemodelan yang digunakan untuk menterjemahkan skenario jaringan. Analisis jaringan di studi ini difokuskan pada evaluasi kinerja sistem transportasi jaringan jalan eksisting yang menghasilkan rencana-rencana perbaikan kapasitas jaringan jalan dan menentukan skenario pengembangan moda transportasi yang diusulkan. Skenario pengembangan tersebut terdiri dari dua jenis kebijakan yaitu kebijakan simpul dan lintas yang selanjutnya diimplementasikan pada database simpul/titik transfer dan jaringan lintas. Provincial Based (Exogenous Data) Kebijakan Pengembangan Simpul Kebijakan Sistem Logistik Nasional Karakteristik Pergerakan OD 2001 Data base Sistem zona Data base jaringan simpul/titik transfer Data base jaringan lintas Data base moda Demand Angkutan Barang Multikomoditas Fungsi Biaya Transfer Fungsi Biaya Lintas Jaringan Multimoda Model Perutean Arus Total Travel Cost Gambar 3.5 Proses Pemodelan Dalam Analisis Jaringan 3-14

64 6. Analisis Pengembangan Prasarana Transportasi Proses pengembangan sistem transportasi merupakan proses yang komprehensif dimana melibatkan berbagai aspek dan berbagai macam stakeholder didalamnya. Secara umum pengembangan bisnis dan pola operasi transportasi harus memperhatikan aspek jaringan, aspek kebutuhan pergerakan (demand) dan pendanaan. Aspek jaringan sangat penting karena sangat berpengaruh pada pola operasi, kapasitas operasi, kecepatan dan waktu tempuh operasi. Waktu tempuh operasi diidentifikasi merupakan salah satu karakteristik utama pada perangkutan barang. Aspek kebutuhan pergerakan (demand) merupakan aspek yang mencoba mengembangkan bisnis dan perangkutan, sehingga dapat hidup dan mengefisienkan perangkutan di Indonesia. Tiap moda mempunyai karakteristik operasi yang sesuai dengan komoditas tertentu baik penumpang maupun barang. Kesesuaian antara masing-masing moda dengan karakteristik komoditas dan jarak pelayanan ini akan memberikan keuntungan secara ekonomi antara lain, peningkatan indikator ayau kinerja operasi, penurunan biaya operasi kendaraan, peningkatan waktu tempuh/nilai waktu, penghematan biaya pemeliharaan jalan dan pengurangan biaya kecelakaan atau resiko berkendara. Pendanaan merupakan tools yang menjadi indikator keberhasilan implementasi suatu strategi. Pendanaan yang tepat sasaran direpresentasikan pada investasi di jaringan dan simpul yang tepat, penggunaan teknologi bongkar muat dan teknologi sarana yang tepat, businees plan yang optimal dan kompetisi yang fair dengan moda lain sebagai kompetitor. Gambar dibawah ini memperlihatkan Strategi Pengembangan Transportasi Nasional yang diadopsi dari pengembangan angkutan kereta api oleh Strategic Rail Authority (SRA), Inggris. SRA merupakan badan merepresentasikan pengembangan kereta api di Inggris. 3-15

65 Aspek Jaringan Aspek Demand Strategi Peningkatan Jaringan Strategi Pengembangan Simpul Transportasi Integrasi dengan rencana pengembangan Pendanaan Investasi jaringan dan titik perpindahan yang optimal Teknologi perpindahan di titik transfer yang baik Businees Plan yang baik Kompetisi yang fair dengan moda lain Gambar 3.6 Strategi Pengembangan Transportasi Pada dasarnya perencanaan jaringan transportasi di suatu wilayah merupakan pengejawantahan dari RTRW yang ditetapkan. Oleh karena itu rencana pengembangan jaringan transportasi umumnya menyangkut kegiatan perencanaan jangka panjang sesuai dengan masa berlaku RTRW. Dalam UU No. 25 Tahun 2004, posisi RTRW tidak dijelaskan secara spesifik, namun idealnya RTRW merupakan perwujudan RPJP Nasional/Daerah dalam hal penataan ruang, dan seterusnya perencanaan jaringan transportasi merupakan perwujudan usaha untuk memfasilitasi rencana pembangunan dan rencana pengembangan wilayah. Pedoman perencanaan jaringan transportasi yang dirancang dalam studi ini diharapkan dapat memberikan nuansa framework berfikir perencanaan jaringan sesuai dengan prinsip jaringan transportasi yang benar. Sehingga proses formal perencanaan yang mengelaborasikan kepentingan stakeholders tetap dalam koridor yang mengarahkan kepada efisiensi dan efektivitas kinerja jaringan transportasi. Dalam perencanaan jaringan transportasi terdapat beberapa konsep yang harus diperhatikan, yakni: 1) Network Fitness: untuk menghasilkan efektivitas dukungan terhadap pengembangan wilayah maka diperlukan adanya kesesuaian antara rencana jaringan dengan karakteristik wilayah yang dilayani, di mana pilihan moda, 3-16

66 konfigurasi, dan kapasitas jaringan harus disesiakan dengan tipologi fisik dan sosial ekonomi wilayah setempat, 2) Network Hierarchy: untuk mencapai efisiensi investasi dan operasi jaringan transportasi diperlukan adanya pengaturan hirarki lalulintas orang, barang, dan kendaraan/sarana melalui jaringan prasarana yang sesuai peruntukkan dan kapasitasnya (contoh dalam jaringan jalan dikenal jalan arteri, kolektor, dan jalan lokal), 3) Network Integrity: agar transportasi dapat dilakukan semurah mungkin, maka diperlukan adanya integrasi jaringan antar moda dan antar hirarki sehingga tercipta jaringan yang seamless dengan intermodal-externalities yang minimum. Konsep transportasi multimoda ini penting bagi Indonesia yang kepualauan, di mana pergerakan antar pulau sulit untuk dilakukan hanya dengan satu moda saja, 4) Network Sufficiency: penyediaan jaringan transportasi harus terutilisasi secara optimal, di mana penyediaan lokasi, jenis, dan kapasitas jaringan harus sesuai dengan permintaan perjalanan dan keunggulan setiap moda. Untuk melakukan investasi jaringan transportasi diperlukan prasyarat mengenai skala ekonomi dari volume lalulintas yang diprediksi akan menggunakannya, jika skala minimal tersebut tidak terpenuhi maka investasi akan mubazir. 7. Analisis Penentuan Peran Antar Moda Analisis Jaringan Pelayanan Transportasi Analisis pelayanan transportasi memberikan masukan terhadap segmentasi pelayanan dalam suatu jaringan. Pelayanan transportasi merupakan suatu variable tidak bebas yang mempunyai input jumlah demand, simpul dan lintas stategis, kewilayahan, segmentasi penumpang dan jenis komoditas barang. Lintas dengan jumlah demand yang besar layak dikembangkan segmentasi penumpangnya. Pada lintas ini juga dapat diimplementasikan sistem multioperator untuk masing-masing lintas. Selama ini pelayanan transportasi 3-17

67 mengadopsi prinsip permintaan pasar. Kondisi ini mengakibatkan adanya pembagian peran yang tidak seimbang antar moda karena pengembangan dan pendanaan prasarana transportasi yang kurang merata. Kondisi ini harus segera diakhiri. Perlu adanya pengaturan lalu lintas dan pelayanan transportasi sehingga suatu lintas dapat dilayani dengan optimal dan memberikan keuntungan maksimum terhadap masyarakat. Analisis Perencanaan Idealisasi Jaringan Angkutan Umum Dengan mempertimbangkan idealisasi trayek angkutan umum sesuai dengan pengembangan tata ruang, maka idealnya konsep hirarki jaringan trayek angkutan umum di Provinsi Gorontalo mengikuti pola sebagaimana disampaikan pada Gambar berikut Pusat Utama Pusat Utama Sub Pusat Sub Pusat Trayek utama Trayek cabang Trayek ranting Trayek langsung Permukiman Permukiman Gambar 3.7 Konsep Ideal Hirarki Jaringan Trayek Angkutan Umum Perkotaan Kendaraan angkutan umum dalam alternatif pelayanannya harus dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat dalam melakukan perjalanannya. Hal ini disebabkan permintaan perpindahan manusia dari dan ke berbagai tujuan yang berbeda dan beragam mengingat prasarana jaringan jalan yang rumit dan terbatas. 3-18

68 Beberapa literatur memberikan gambaran bahwa angkutan umum jenis fixedroute dengan pola pergerakan yang memusat (radial) akan berakumulasi di pusat kota dan jika tidak dibarengi dengan sistem jaringan yang baik, hal ini akan merupakan penyebab kemacetan yang sangat kronis. Studi penelitian lain menyatakan bahwa pengurangan jumlah kendaraan di CBD (Central Business District) menunjukkan adanya pengurangan tingkat kemacetan lalu lintas di daerah tersebut. Berdasarkan pada karakteristik ukuran jumlah penduduk kota, telah ditetapkan pedoman untuk penentuan klasifikasi trayek angkutan umum serta prasarana angkutan yang dianjurkan. Pedoman yang ditetapkan sebagai Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat No. 274/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan tersebut dijabarkan pada Tabel berikut : KLASIFIKASI TRAYEK Utama Cabang Ranting Tabel 3.5 Klasifikasi Trayek, Ukuran Kota Dan Ukuran Kendaraan AREA LAYAN TRAYEK antar kawasan utama dan antara kawasan utama dengan kawasan pendukung antar kawasan pendukung dan antara kawasan pendukung dengan kawasan pemukiman KOTA RAYA (>1 JUTA) Kereta Api Bus Besar dalam kawasan pemukiman Bus Sedang/ Kecil UKURAN KOTA (JUMLAH PENDUDUK) KOTA BESAR KOTA SEDANG (500 RIBU (250 S/D 500 S/D 1 JUTA) RIBU) Bus Besar Bus Besar/ Sedang Bus Sedang Bus Sedang Bus Sedang/ Kecil Bus Kecil Mobil Penumpang Umum KOTA KECIL (<250 RIBU) Bus Sedang Bus Kecil Mobil Penumpang Umum Langsung antar kawasan secara tetap dan langsung Bus Besar Bus Besar Bus Sedang Bus Sedang Sumber: Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat No. 274/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan 8. Prinsip Transportasi Yang Berkelanjutan Dalam konteks perencanaan pembangunan maka pengembangan jaringan transportasi harus dipandang dalam kerangka holistik, di mana konsekuensi dari pilihan sistem harus dipertimbangkan secara komprehensif dengan menyertakan 3-19

69 semua aspek terkait, sehingga rencana yang disusun mampu mengikuti dan mendorong dinamika ekonomi masyarakat yang pada gilirannya memberikan manfaat yang optimal bagi pembangunan yang berkelanjutan di wilayah yang bersangkutan. Untuk menghadapi beberapa tantangan global yang terus bertambah dimana faktor-faktor produksi akan selalu berhadapan dengan kepentingan sosial dan lingkungan. Oleh karena itu untuk mempertahankan keberlanjutan sistem produksi itu agar lebih tahan lama dengam memperhatikan lingkungan strategis yang lain seperti masalah keuangan dan sebagainya maka digunakan sebuah konsep yang dinamakan Sustainable Transportation. Transportasi yang berkelanjutan (sustainable transport) merupakan salah satu aspek dari keberlanjutan menyeluruh (global sustainability) yang memiliki tiga komponen yang saling berhubungan, yakni: lingkungan, masyarakat, dan ekonomi. Dalam interaksi tersebut, transportasi memegang peran penting di mana perencanaan dan penyediaan sistem transportasi harus memperhatikan segi ekonomi, lingkungan, dan masyarakat. Transportasi yang berkelanjutan (sustainable transport) merupakan salah satu aspek dari keberlanjutan menyeluruh (global sustainability) yang memiliki tiga komponen yang saling berhubungan, yakni: lingkungan, masyarakat, dan ekonomi. Dalam interaksi tersebut, transportasi memegang peran penting di mana perencanaan dan penyediaan sistem transportasi harus memperhatikan segi ekonomi, lingkungan, dan masyarakat. Sustainable Transportation adalah satu usaha untuk meningkatkan keberlanjutan dari suatu sistem produksi. Sustainable Transportation merupakan bagian dari Sustainable Development yang mengintegrasikan aktivitas-aktivitas manusia. Aktivitas ekonomi manusia mempunyai dampak baik langsung maupun tidak langsung serta baik dan buruk terhadap lingkungan dan sosial. Sustainable Development berusaha untuk mengkoordinasikan perencanaan antar sektor, yurisdiksi dan kelompok sosial sehingga tercapai suatu pembangunan atau 3-20

70 pengembangan yang diterima oleh seluruh sektor, yurisdiksi dan kelompok masyarakat. Berdasarkan definisi tidak ada suatu pemahaman yang universal tentang terminologi ini. Beberapa definisi yang diacu dalam Sustainable Development adalah: Sustainable development meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs. Brundtland Commission, 1987) Sustainable development is the achievement of continued economic development without detriment to the environmental and natural resources. (Themes Sustainable Development, 2004) The goal of sustainable transportation is to ensure that environment, social and economic considerations are factored into decisions affecting transportation activity. (MOST, 1999) sustainability is not about threat analysis; sustainability is about systems analysis. Specifically, it is about how environmental, economic, and social systems interact to their mutual advantage or disadvantage at various spac3.based scales of operation. (Transportation Research Board, 1997) Sustainability is the capacity for continuance into the long term future. Anything that can go on being done on an indefinite basis is sustainabl3. Anything that cannot go on being done indefinitely is unsustainable (Center for Sustainability, 2004) Terdapat beberapa isu yang melatarbelakangi Sustainable Development ini. Beberapa elemen akan saling berkaitan, seperti polusi merupakan isu lingkungan tetapi juga mempengaruhi kesehatan manusia. Oleh karena itu polusi juga merupakan isu di sektor atau bidang sosial. Isu tersebut di satu sisi mempengaruhi Output dari suatu sektor di sisi lainnya mempengaruhi Outcom3. Untuk mengukur keberlanjutan suatu sistem seperti Sustainable Transportation maka diperlukan indikator-indikator kinerja baru yang tidak hanya memperhatikan sektor transportasi saja tetapi juga sektor lingkungan dan sosial. Indikator kinerja transportasi konvensional seperti road level of service, kecepatan operasi, kenyamanan parkir dan tarifnya, jumlah kecelakaan rata-rata dalam satuan panjang jalan dan sebagainya sudah tidak lagi menjadi indikator transportasi yang berkelanjutan. 3-21

71 Gambar 3.8 Interaksi Antar Elemen Dalam Sistem Yang Berkelanjutan 9. Tahapan Perbaikan Sistem Transportasi Pengembangan atau perbaikan sistem transportasi pada dasarnya adalah upaya untuk mengevaluasi kondisi transportasi yang dilanjutkan dengan pengembangan jaringan transportasi baik di simpul maupun di lintas sesuai dengan karakteristik wilayah, jenis angkutan dan pola pergerakannya. Pengembangan skenario jaringan transportasi didasarkan pada pemikiranpemikiran perbaikan sistem transportasi. Sistem transportasi berkembang untuk memberikan keseimbangan antara demand dan supply. Dalam perencanaan, jaringan transportasi dapat digunakan untuk menumbuhkan demand (creating demand) dan/atau melayani demand (servicing demand). Pelaku pengembangan jaringan/prasarana transportasi ini juga bervariasi bergantung dari aspek-aspek yang mempengaruhi. Aspek-aspek yang mempengaruhi skema atau skenario pembangunan prasarana transportasi antara lain adalah pertumbuhan wilayah dan pertumbuhan penduduk. Dalam konteks perbaikan sistem transportasi, terdapat tahapan-tahapan yang perlu dilalui satu per satu. Lihat Gambar berikut yang akan memberikan penjelasan tentang tiga tahapan pengembangan. 3-22

72 Kondisi Eksisting Efisiensi Jaringan Simpul dan Lintas Keselamatan dan Keamanan Operasi Perbaikan Lingkungan Gambar 3.9 Tahapan Pengembangan Manajemen Multimoda Tahapan awal perbaikan sistem transportasi adalah perbaikan efisiensi jaringan lintas dan simpul transportasi. Pada tahap ini jaringan transportasi yang dibangun secara sporadis diharapkan dapat dikembangkan sesuai dengan skenario pengembangan yang terstruktur. Ada beberapa acuan pengembangan jaringan transportasi nasional yang dikembangkan oleh badan-badan transportasi nasional antara Tatanan Transportasi Nasional dan Sistem Jaringan Multimoda Nasional. Dua dokumen tersebut adalah sedikit dari banyaknya dokumen pengembangan jaringan transportasi nasional. Hasil dari kedua studi tersebut merupakan penentuan simpul dan lintas strategis nasional. Pendekatan kewilayahan dan besaran demand menjadi acuan dasar dalam menentukan simpul dan lintas strategis tersebut. Tahap kedua adalah pengembangan keselamatan dan keamanan transportasi (Safety and Security of Transportation). Tahap ini adalah tahap lanjutan dimana pengembangan jaringan simpul dan lintas transportasi sudah sangat memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan operasi. Dalam pengembangan keselamatan dan keamanan operasi tersebut diharapkan memberikan realibility dan efisiensi operasi lebih baik. Perbaikan standar keselamatan dan keamanan memberikan kemudahan dalam arus penumpang maupun barang lebih baik lagi. Sistem yang lebih baik dengan prinsip manajemen sistem informasi dapat digunakan selain perbaikan standar baik untuk moda angkutan maupun prasarana transportasi dan fasilitasnya. Tahapan ketiga adalah perbaikan kualitas dampak lingkungan. Lingkungan merupakan efek negatif dari implementasi suatu jaringan transportasi. Perbaikan kualitas sarana atau moda transportasi, perbaikan sistem yang lebih baik dan 3-23

73 ramah lingkungan akan memperbaiki hubungan antara implementasi jaringan transportasi dengan lingkungan. 10. Pembagian Fungsi Jaringan Transportasi Sistem transportasi sebagai sistem infrastruktur, secara fungsional harus diselenggarakan untuk memenuhi fungsi utama, yakni: - Fungsi akses: jaringan transportasi harus mampu menyediakan akses bagi ruang kegiatan secara cukup dan merata di semua wilayah pelayanannya. - Fungsi mobilitas: jaringan transportasi harus tersedia secara cukup untuk mengakomodasi/meneruskan pergerakan orang/barang antar wilayah secara efisien. Fungsi-fungsi lain seperti hankam, pendorong/impuls bagi kegiatan ekonomi, dan lain sebagainya pada dasarnya merupakan turunan dari kedua fungsi utama tersebut. Pemenuhan fungsi aksesibilitas dan fungsi mobilitas oleh jaringan transportasi memberikan konsekuensi adanya konflik fungsi, di mana suatu ruas dalam ruang mempunyai fungsi spesifik akses mobilitas yang perlu dibedakan. Suatu ruas yang mempunyai fungsi akses tinggi akan mempunyai fungsi mobilitas rendah, sebaliknya suatu ruas yang mempunyai fungsi mobilitas tinggi akan mempunyai fungsi akses yang rendah, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar berikut. Sistem Jaringan Lokal Sistem Jaringan Kolektor Sistem Jaringan Arteri Fungsi akses ruang/lahan Fungsi mobilitas/ Gambar 3.10 Hirarki Fungsional Sistem Jaringan Transportasi 3-24

74 Untuk menjaga efisiensi kinerja sistem jaringan maka jaringan transportasi harus diselenggarakan dalam sistem hirarki fungsional yang benar. Fungsi akses maksimum sebaiknya dipenuhi oleh jaringan lokal, yang kemudian terkumpul pada sistem jaringan kolektor dengan fungsi akses dan mobilitas yang berimbang, dan untuk mengakomodasi kebutuhan mobilitas dengan volume pergerakan/arus lalulintas yang besar, jarak perjalanan relatif jauh, dan membutuhkan pergerakan cepat, fungsi ini diberikan oleh sistem jaringan arteri. Kedua fungsi jaringan transportasi ini selain dijabarkan dengan hirarki jaringan juga dijabarkan dengan jenis moda transportasinya. Jenis moda transportasi yang dapat mengangkut secara massal diharapkan dapat berfungsi sebagai mobilitas sedangkan moda yang dapat melayani door to door services tentunya berfungsi sebagai aksesibilitas. Dari pembagian peran moda tersebut dapat disimpulkan bahwa jaringan yang dapat mengangkut jumlah besar seperti KA berfungsi di jaringan mobilitas. Moda ini berfungsi menghantarkan pergerakan orang antar simpul-simpul pergerakan utama, baik di wilayah perkotaan maupun antar kota. Jaringan jalan berfungsi melayani fungsi aksesibilitas di jaringan lokal karena dapat melayani pergerakan secara door to door servic3. Untuk pergerakan yang cukup besar dan struktur kewilayahan yang berhirarki seperti di Indonesia ini, perencanaan sistem jaringan transportasi tidak hanya difokuskan pada satu jaringan saja. Terdapat jaringan lain yang membantu jaringan utama atau primer ini yang disebut jaringan sekunder. Jaringan sekunder ini juga berfungsi dalam melayani suatu wilayah administrasi di bawah wilayah Nasional. Secara hirarki administrasi wilayah, Otonomi Daerah berada di wilayah Kabupaten/Kota dan Provinsi. Kedua hirarki administrasi ini merupakan hirarki yang berperan, bertanggungjawab dan mempunyai hak dalam pendelegasian tugas Otonomi di Daerah. Keduanya mempunyai tanggung jawab mengembangkan wilayahnya melalui jaringan transportasi disamping fungsi jaringan transportasi nasional sebagai pengikat seluruh wilayah Indonesia. 3-25

75 Selain adanya pembagian fungsi yang dijabarkan melalui hirarki jaringan dan moda yang sesuai serta adanya fungsi sekunder yang lebih berfungsi sebagai pengembangan wilayah di daerah maka terdapat alasan pengembangan transportasi yang lain. Pengembangan transportasi harus didasarkan moda aspek-aspek kepemilikan teknologi, politis dan industri yang mendukung selain aspek-aspek teknis. Aspek-aspek inilah yang mengarahkan beberapa negara mengembangkan moda tertentu dan tidak mengembangkan moda lainnya. Aspek inilah yang selalu diperdebatkan di kalangan pemerintahan tentang kecocokan moda dengan karakter geografisnya. Pada Sub Bab berikut akan dijabarkan ketiga alasan yang mempengaruhi pemilihan jaringan transportasi tersebut. 11. Kereta Api Perkotaan Peranan moda Kereta api di perkotaan sangat diharapkan dalam mendukung pengembangan angkutan umum di Provinsi Gorontalo. Pengaturan mengenai penyelenggaraan moda KA di Indonesia terdapat pada UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan peraturan pelaksanaannya. Sesuai pasal 5 (2) UU No. 23 Tahun 2007 maka perkeretaaipian umum KA disusun dalam perkeretaapian perkotaan dan perkeretaapian antar kota. Dalam perkeretaapian perkotaan maupun antar kota selanjutnya membentuk angkutan KA dimana merupakan kesatuan lintas-lintas pelayanan KA. Kesatuan lintas-lintas pelayanan KA tersebut dinamakan jaringan pelayanan perkeretaapian. Pada Pasal 127 (2) jaringan pelayanan KA tersebut meliputi jaringan pelayanan perkeretaapian antar kota dan perkotaan. Jaringan pelayanan KA di perkotaan (pasal 128 (3) UU No.23 Tahun 2007) dapat melampaui 1 provinsi, 1 kabupaten/kota dalam 1 provinsi dan/atau berada dalam 1 kabupaten/kota. Adapun ciri-ciri dari pelayanan lintas utama (pasal 3 (1) PP No. 81 Tahun 1998 tentang Lalulintas dan Angkutan KA) adalah sebagai berikut: 1) Melayani jarak jauh atau sedang; 2) Menghubungkan antar stasiun yang berfungsi sebagai pengumpul, yang 3-26

76 ditetapkan untuk melayani pelayanan lintas utama; Lebih lanjut dalam Pasal 6 (1) PP No. 81 Tahun 1998 ditetapkan bahwa pelayanan angkutan KA dalam jaringan pelayanan dilakukan dengan memperhatikan: 1) Terlayaninya seluruh jaringan pelayanan yang telah ditetapkan; 2) Tersedianya sarana kereta api; 3) Kapasitas lintas; 4) Permintaan jasa angkutan pada lintas yang bersangkutan PROGRAM KERJA Ruang lingkup kegiatan pada Studi Sistranas Pada Tatralok di Provinsi Gorontalo dijabarkan sebagai berikut : 1) Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan tahap awal yang akan dilakukan dalam Studi Sistranas Pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) Di Wilayah Provinsi Gorontalo, meliputi kegiatan : mobilisasi personil tenaga ahli dan surveyor dan persiapan survey. 2) Tahap Survey Tahap survei lapangan dilakukan dalam rangka pengumpulan data sekunder dan survey primer. Survey data sekunder dilakukan pada dinas/instansi terkait sedangkan survey data primer dilakukan dengan survey transportasi dan lalulintas di titik node yang telah ditentukan. Data sekunder yang dikumpulkan terdiri dari Data sektor transportasi (Origin Destination Survey, Kinerja Angkutan Umum dan Jaringan Jalan, Moda Transportasi, Volume Lalulintas dan Kecepatan), Data Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Provinsi Gorontalo yang telah dibuat sebelumnya, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Gorontalo dan RTRW Kabupaten Gorontalo, Data sosio-ekonomi penduduk dan Kebijakan bidang transportasi terkait, sementara data primer diperoleh dari hasil survey volume lalulintas dan wawancara instansional. 3-27

77 3) Tahap Identifikasi Dan Analisis Data Tahap identifikasi dan analisis data merupakan kajian dan evaluasi atas data sekunder dan data primer yang telah diperoleh. Adapun analisis yang perlu dilakukan secara sistematis meliputi : 1) Evaluasi Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan pada wilayah Kabupaten Gorontalo. yang telah dibuat sebelumnya 2) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Gorontalo serta penataan ruang dalam kaitannya dengan RTRW Nasional dan Provinsi Gorontalo. 3) Data sosio-ekonomi penduduk 4) Kebijakan bidang transportasi 5) Identifikasi pola sebaran aktivitas 6) Analisis data sektor transportasi (Origin Destination Survey, Kinerja Angkutan Umum dan Jaringan Jalan, Moda Transportasi, Volume Lalulintas dan Kecepatan) 7) Inventarisasi model analisis/prediksi. 8) Analisis sistem jaringan, kinerja ruas jalan, kinerja angkutan umum, keterpaduan moda dan pola pergerakan lalulintas eksisting. 9) Analisis zona transportasi dan prediksi pola pergerakan lalulintas dimasa mendatang. 10) Analisis Data Survei volume lalulintas, 11) Analisis Data Survei wawancara penumpang, sopir, dan pemilik kendaraan (roadside interview); 12) Analisis Data Survei wawancara simpul pusat pergerakan bangkitan (terminal dan stasiun); 13) Analisis Data Survei jaringan angkutan umum; 14) Analisis Data Survei pola pergerakan (asal/tujuan) dengan household survey; 15) Analisis Data Survei sarana dan prasarana. 3-28

78 4) Tahap Perumusan Hasil Survey (Database) Dan Rekomendasi Tahap perumusan hasil survey merupakan tahap akhir dan menjadi output dari pelaksanaan pekerjaan ini. Perumusan hasil survey dalam kegiatan penyusunan studi sistranas pada Tatralok di Provinsi Gorontalo terdiri dari : 1) Data base hasil survey untuk kebutuhan penyusunan Tatralok 2) Rekomendasi kebijakan dan strategi optimalisasi kinerja sistem jaringan eksisting, pengembangan jaringan prasarana dan keterpaduan antar moda transportasi serta strategi pengembangan sistem transportasi yang berimbang, terjangkau masyarakat luas dan dapat dilaksanakan. 3) Rekomendasi arah kebijakan peranan transportasi pada tingkat lokal untuk keseluruhan moda transportasi. 4) Rekomendasi perbaikan sistem transportasi perjalanan transit (TOD) berbasis angkutan umum massal yang hemat ruang. 5) Rekomendasi pengembangan sistem transportasi transisi secara bertahap dan sistematis dari kondisi eksisting hingga rencana akhir. 6) Rekomendasi pengembangan sistem jaringan jalan dalam skala lokal, regional, maupun nasional dengan mempertimbangkan pola transportasi dan pola tata ruang yang diinginkan baik. 7) Rekomendasi pengembangan dan penjabaran sistem pendanaan pada seluruh tingkatan pemerintahan (daerah sampai pusat) dan sektor swasta. 3-29

79 Contents 3.1. METODOLOGI... 1 Gambar 3.1 Metodologi Penyusunan Studi Sistranas Pada Tatralok Di wilayah Provinsi Gorontalo Pola Pikir Sistranas Pada Tatralok... 2 Gambar 3.2 Pola fikir sistranas pada tatralok Pengumpulan Data Metode Analisis Data... 3 Tabel 3.1 Indikator Kinerja Jaringan Transportasi... 5 Tabel 3.2 Ekivalensi Mobil Penumpang Untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi.. 6 Tabel 3.3 Ekivalensi Mobil Penumpang Untuk Jalan Perkotaan Terbagi & Satu Arah... 6 Gambar 3.3 Bagan Alir Perhitungan Kapasitas, V/C Ratio Dan Kecepatan Di Ruas Jalan Perkotaan... 9 Tabel 3.4 Tipologi Terminal Gambar 3.4 Metodologi Penghitungan MAT Gambar 3.5 Proses Pemodelan Dalam Analisis Jaringan Gambar 3.6 Strategi Pengembangan Transportasi Gambar 3.7 Konsep Ideal Hirarki Jaringan Trayek Angkutan Umum Perkotaan Tabel 3.5 Klasifikasi Trayek, Ukuran Kota Dan Ukuran Kendaraan Gambar 3.8 Interaksi Antar Elemen Dalam Sistem Yang Berkelanjutan Gambar 3.9 Tahapan Pengembangan Manajemen Multimoda Gambar 3.10 Hirarki Fungsional Sistem Jaringan Transportasi PROGRAM KERJA

80 BAB - 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI 4.1 KONDISI GEOGRAFIS Kabupaten Gorontalo terletak antara Lintang Utara dan Bujur Timur dengan luas daerah sekiatr Km 2. Berdasarkan posisi geografisnya, Kabupaten Gorontalo memiliki batas-batas: Utara berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo Utara Selatan berbatsaan Teluk Tomini, Barat berbatasan dengan Kabupaten Boalemo, Timur berbatasan dengan Kota Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango 4.2 ADMINISTRATIF PEMERINTAHAN KABUPATEN GORONTALO Pada tahun 2012 Kabupaten Gorontalo terbagi menjadi 17 Kecamatan, terdiri dari 205 desa, dengan ibu kotanya terletak di Kecamatan Limboto. 4-1

81 Kabupaten Gorontalo Utara Kabupaten Boalemo Kota Gorontalo Sumber : Kabupaten Gorontalo dalam angka 2013 Gambar 4.1 Peta Batas Administratif Kabupaten Gorontalo Tabel 4.1 Nama dan Luas Kecamatan di Kabupaten Gorontalo Tahun 2012 Kecamatan Luas wilayah Persentase Luas Jumlah Jumlah Jumlah (Km2) Wilayah (%) Desa Kelurahan Dusun Batudaa Pantai 50,58 2, Biluhu 99,03 4, Batudaa 208,23 9, Bongomeme 30,13 1, Tabongo 36,34 1, Tibawa 137,56 6, Pulubala 247,04 11, Boliyohuto 181,57 8, Mootilango 185,39 8, Tolangohula 149,3 6, Asparaga 534,99 24, Limboto 86,61 3, Limboto Barat 92,35 4, Telaga 100,47 4, Telaga Biru 57,86 2, Tilango 5,15 0, Telaga Jaya 4,98 0, Jumlah 2207, Sumber : Kabupaten Gorontalo dalam angka

82 4.3 KONDISI DEMOGRAFI Jumlah penduduk kabupaten gorontalo pada tahun 2012 mencapai jiwa, dengan jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Limboto dan jumlah penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Biluhu. Sementara kepadan penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Tilango dan kepadatan penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Batudaa, tabel jumlah penduduk dan kepadatannya disajikan pada tabel di bawah ini Tabel 4.2 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Gorontalo Kecamatan Luas wilayah (Km2) Tahun 2012 Persentase Luas Wilayah (%) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (per Km2) Batudaa Pantai 50,58 2, ,33 Biluhu 99,03 4, ,72 Batudaa 208,23 9, ,67 Bongomeme 30,13 1, ,92 Tabongo 36,34 1, ,34 Tibawa 137,56 6, ,58 Pulubala 247,04 11, ,32 Boliyohuto 181,57 8, ,28 Mootilango 185,39 8, ,81 Tolangohula 149,3 6, ,39 Asparaga 534,99 24, ,03 Limboto 86,61 3, ,87 Limboto Barat 92,35 4, ,03 Telaga 100,47 4, ,68 Telaga Biru 57,86 2, ,86 Tilango 5,15 0, ,45 Telaga Jaya 4,98 0, ,71 Jumlah 2207, ,13 Sumber : Kabupaten Gorontalo Dalam Angka KONDISI EKONOMI Berdasarkan perhitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku, nilai PDRB pada tahun 2011 adalah sebesar juta rupiah, lebih tinggi dibanding dengan tahun 2010, demikian pula PDRB harga konstan 4-3

83 tahun 2011 sebesar juta rupiah, mengalami laju pertumbuhan ekonomi sebesar 7,68 persen. Tabel 4.3 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Di Kabupaten Gorontalo (juta rupiah), Lapangan Usaha Tahun * 2012** (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. PERTANIAN Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan PERTAMBANGAN & PENGGALIAN Pertambangan tanpa Migas Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas b. Industri Tanpa Migas **) Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya Semen & Brg. Galian bukan logam Alat Angk., Mesin & Peralatannya LISTRIK, GAS & AIR BERSIH Listrik Air Bersih BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN Perdagangan Besar & Eceran Hotel Restoran PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI a. Pengangkutan Angkutan Jalan Raya Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi Pos dan Telekomunikasi

84 Lapangan Usaha Tahun * 2012** (1) (2) (3) (4) (5) (6) Jasa Penunjang Komunikasi KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS PRSH. Bank Lembaga Keuangan tanpa Bank Sewa Bangunan Jasa Perusahaan JASA-JASA a. Pemerintahan Umum b. Swasta Sosial Kemasyarakatan Hiburan & Rekreasi Perorangan & Rumahtangga PDRB ADHB Sumber : Kabupaten Gorontalo Dalam Angka 2013 * Angka Sementara *Angka Sangat Sementara Tabel 4.4 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Di Kabupaten Gorontalo (juta rupiah), Lapangan Usaha Tahun * 2012** (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. PERTANIAN Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan PERTAMBANGAN & PENGGALIAN Pertambangan tanpa Migas Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas b. Industri Tanpa Migas **) Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya Semen & Brg. Galian bukan logam

85 Lapangan Usaha Tahun * 2012** Alat Angk., Mesin & Peralatannya LISTRIK, GAS & AIR BERSIH Listrik Air Bersih BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN Perdagangan Besar & Eceran Hotel Restoran PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI a. Pengangkutan Angkutan Jalan Raya Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi Pos dan Telekomunikasi Jasa Penunjang Komunikasi KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS PRSH. Bank Lembaga Keuangan tanpa Bank Sewa Bangunan Jasa Perusahaan JASA-JASA a. Pemerintahan Umum b. Swasta Sosial Kemasyarakatan Hiburan & Rekreasi Perorangan & Rumahtangga PDRB ADHB Sumber : Kabupaten Gorontalo Dalam Angka 2013 * Angka Sementara *Angka Sangat Sementara 4-6

86 Sumber : Kabupaten Gorontalo Dalam Angka 2013 Gambar 4.2 Grafik Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Gorontalo Salah satu indikator kemiskinan adalah garis kemiskinan, penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Selama kurun waktu , garis kemiskinan naik sebesar 55,89%, yaitu dari di tahun 2006 menjadi Rupiah perkapita perbulan pada tahun Prosentase penduduk miskin dalam kurun waktu mengalami tren penurunan di mana pada tahun 2010, penduduk miskin di Kabupaten Gorontalo sebanyak 18,87%. 4-7

87 Sumber : Kabupaten Gorontalo Dalam Angka 2013 Gambar 4.3 Grafik Prosentase Penduduk Miskin di Kabupaten Gorontalo Sumber : Kabupaten Gorontalo Dalam Angka 2013 Gambar 4.4 Grafik Banyaknya Keluarga Pra Sejahtera Menurut Kecamatan di Kabupaten Gorontalo,

88 4.5 KONDISI SARANA DAN PRASARANA TRANSPORTASI KABUPATEN GORONTALOSAAT INI Kondisi Jalan Status jalan menurut kewenangan dan sumber pembiayaan dibedakan dalam 3 (tiga) kelompok, jalan negara, jalan provinsi, dan jalan kabupaten. Pada tahun 2012 Di Kabupaten Gorontalo terdapat Km panjang jalan nasional, panjang jalan provinsi dan 1.498,43 km jalan kabupaten. Tabel panjang jalan menurut wewenang, menurut jenis permukaan dan panjang jalan menurut kondisi di Kabupaten gorontalo ditampilkan pada tabel dibawah ini. Peta jaringan jalan Kabupaten Gorontalo disajikan pada lampiran 1. Tabel 4.5 Panjang Jalan Menurut Wewenang di Kabupaten Gorontalo ( ) Jenis Jalan Jalan Negara 75,42 66,88 75,42 Jalan Propinsi 127,99 92,99 127,99 Jalan Kota 1.346, , ,43 Jumlah 1.549, , ,84 Sumber : Kabupaten Gorontalo Dalam Angka 2013 Tabel 4.6 Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan di Kabupaten Gorontalo ( ) Kondisi Jalan Diaspal 621,76-518,5 Kerikil 200,85-215,93 Tanah 37,77-758,35 Lainnya 18,46-5,65 Jumlah 262,83-224,49 Sumber : Kabupaten Gorontalo Dalam Angka 2013 Tabel 4.7 Panjang Jalan Menurut Kondisi di Kabupaten Gorontalo ( ) Kondisi Jalan * Baik 649,83-538,58 Sedang Rusak 127,82-190,19 Rusak Berat 771, Jumlah 1.549, Sumber : Kabupaten Gorontalo Dalam Angka

89 Dari data diatas dapat peningkatan panjang jalan di Kabupaten Gorontalo pertahunnya hanya mencapai sekitar 4% saja, hal ini sangat kontradiktif dengan peningkatan jumlah kendaraan di Kabupaten gorontalo yang mencapai angka rata-rata untuk semua jenis kendaraan hamper dua kali lipat pada lima tahun terakhir. Tabel 4.8 Pertumbuhan Kendaraan di Kabupaten Gorontalo Berdasarkan Data Dari Penerbitan Nomor Kendaraan Pada Samsat Limboto Tahun Tipe Kendaraan Jumlah (Unit) Jumlaha Total (Unit) 2008 RODA RODA RODA RODA RODA RODA RODA RODA RODA RODA Sumber: Badan Keuangan Daerah Provinsi Gorontalo Kondisi Simpul Transportasi di Kabupaten Gorontalo Di Kabupaten Gorontalo terdapat Prasarana simpul transportasi berupa terminal sebanyak 5 (lima) yaitu, terminal Isimu yang merupakan terminal tipe A, terminal Limboto yang merupakan terminal Tipe B, Terminal Telaga, Bongomeme dan Parungi yang merupakan terminal Tipe C. Selain terminal, di Kabupaten Gorontalo juga terdapat jembatan timbang di daerah Isimu dengan kapasitas 20 ton. Tabel dan gambar dibawah ini akan menyajikan nama dan lokasi terminal di Kabupaten Gorontalo. Peta lokasi terminal dan jembatan timbang Kabupaten Gorontalo disajikan pada lampiran 2 dan lampiran 3. Tabel 4.9 Nama dan Lokasi Terminal di Kabupaten Gorontalo No Nama Terminal Tipe Lokasi 1 Terminal Isimu A Isimu, Kab.Gorontalo 2 Terminal Limboto B Limboto, Kab.Gorontblo 3 Terminal Telaga C Bulial-Telaga Kab. Gorontalo 4-10

90 No Nama Terminal Tipe Lokasi 4 Terminal Bongomeme C Bongomeme Kab. Gorontalo 5 Terminal Parungi C Parungi, Kab. Gorontalo Sumber : Dishubpar Provinsi Gorontalo 2012 Gambar 4.5 Kondisi Terminal Tipe A Isimu Kabupaten Gorontalo 4-11

91 Gambar 4.6 Kondisi Terminal Telaga Kabupaten Gorontalo Beberapa permasalahan umum yang dihadapi di dalam penyelenggaraan terminal di Kabupaten Gorontalo, diantaranya: 1) Rendahnya aksesibilitas dari dan ke terminal karena Kekurang tepatan pemilihan lokasi pembangunan sehingga tidak berfungsi maksimal dan menimbulkan adanya beberapa terminal bayangan 2) Minimnya biaya pemeliharaan berdampak pada kondisi sarana dan prasarana, 3) Kurangnya kompetensi petugas operasional terminal Selain simpul terminal untuk data distribusi angkutan barang pada jaringan jalan bisa diketahui dari jembatan timbang yang mencatat setidaknya tonase barang dan jenis barang yang diangkut, dari ketiga jembatan timbang yang ada di Provinsi Gorontalo hanya satu yang terdapat di wilayah studi Kabupaten Gorontalo, yaitu jembatan timbang Isimu. Tabel 4.10 Jenis barang dan berat Barang Pada Jembatan Timbang Isimu No 1 PANGAN 2 SANDANG 3 HASIL BUMI 4 TERNAK Tahun Keterangan Msk/Ton 29,385 22,749 23,961 Klr/Ton 17,012 17,638 20,764 Msk/Ton 1, Klr/Ton Msk/Ton 5,968 4,489 4,579 Klr/Ton 6,757 6,398 6,526 Msk/Ton 1, Klr/Ton

92 No Keterangan Tahun Msk/Ton 2,109 1,596 1,660 5 BAHAN BANGUNAN Klr/Ton 3,452 3,069 3,192 Sumber : Dishubpar Provinsi Gorontalo 2013 Dari tabel diatas dominasi barang yang diangkut dan melalui jembatan timbang Isimu adalah jenis pangan, hasil bumi dan bahan bangunan, sementara sandang dan ternak masih relatif sedikit jika dibandingkan dengan ketiga jenis tersebut. Gambar 4.7 Kondisi Jembatan Timbang Isimu Kabupaten Gorontalo Kondisi Pelayanan Angkutan Umum Kabupaten Gorontalo Kondisi trayek angkutan umum di Kabupaten Gorontalo dilayani oleh 5 (lima) terminal yang sudah disebutkan diatas, trayek angkutan umum yang melayani Kabupaten Gorontalo akan disajikan pada tabel di bawah ini berdasarkan terminal yang ada di Kabupaten Gorontalo. Tabel 4.11 Pelayanan Taryek Angkutan Umum Dari Terminal Kabupaten Gorontalo Nama Terminal Tipe Lokasi Trayek Yang Dilayani Terminal Isimu A Isimu, Kab. Gorontalo Gorontalo - MAnado Gorontalo - Kotamubagu Gorontalo Palu Gorontalo - Makasar Isimu - Pst Kota Gorontalo Isimu - Paguyaman 4-13

93 Nama Terminal Tipe Lokasi Trayek Yang Dilayani Isimu - Kwandang Isimu Atinggola Isimu Marisa Isimu Popayato Isimu - Molosifat Isimu Parungi Isimu Tilamuta Terminal Limboto B Limboto, Kabupaten gorontalo Limboto Gorontalo Limboto Isimu Limboto Telaga Terminal Telaga Terminal Bongomeme Terminal Parungi Sumber : Dishubpar Provinsi Gorontalo 2012 C C C Bulila - Telaga, Kab. Gorontalo Bongomeme Kab. Gorontalo Parungi Kab.Gorontalo Telaga - Pst Kota Gorontalo Telaga Limboto Telaga - Pasar Sore Telaga Isimu Bongomeme - Pst Kota Gorontalo Bongomeme - Isimu Parungi Isimu Parungi - Lakewa Parungi - Paguyaman Parungi - Tilamuta Parungi Marisa Dari tabel dan gambar diatas, Pelayanan angkutan umum untuk Angkutan Antar Kota Antar Provinsi hanya dialayani oleh terminal Isimu, Sementara Angkutan umum yang menghubungkan Kabupaten dan Kota Gorontalo dilayani oleh terminal Limboto, Terminal Telaga dan Terminal Bongomeme, Terminal Parungi melayani angkutan umum antar kota dalam provinsi ke Isimu dan lakeya di Kabupaten Gorontalo dan beberapa daerah di Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten Pohuwato. Peta sebaran trayek angkutan umum Kabupaten Gorontalo disajikan pada lampiran 4 sampai lampiran

94 4.5.4 Kondisi Prasarana dan Pelayanan Transportasi Udara Pelayanan transportasi udara Provinsi Gorontalo dilayani oleh Bandar Udara Djalaludin yang saat ini berstatus sebagai Bandara Nasional dengan kelas pelayanan sekunder yang berlokasi di Isimu Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo. Kapasitas landasan Bandar Udara Djalaludin saat ini mampu untuk didarati pesawat jenis Boeing , Boeing ER, dan MD 90. Landas pacu Bandara Djalaluddin memiliki dimensi m x 45 m. Apron untuk tempat parkir pesawat seluas 231,5 m x 80 m. Landas pacu dan apron dihubungkan oleh (dua) buah taxi way masing-masing dengan dimensi 115 m x 23 m. Peta lokasi Bandar Udara Djalaluddin disajikan pada lampiran 9. Tabel 4.12 Fasilitas Bandar Udara Djalaludin Gorontalo No Fasilitas Tahun 2011 Fasilitas Sisi Udara Dimensi m x 45 m 1 Runway Designation = Surface = Flexible (Asphalt Concrete) Streght = PCN 28 F/C/Y/T 2 Turning Area 3 x m2 3 Overrun 2 x (30 m x 60 m) 4 Taxi Way Alpha 115 m x 23 m 5 Taxi Way Betha 115 m x 23 m 6 Apron 231,5 m x 80 m 7 Air Strip m x 150 m 8 Aerodrome Dara 9 Instrument Landing System Localizer dan Midlle Marker 10 Landing Aid PAPI 11 Sistem Pelayanan ADC 12 Alat Bantu Navigasi DVOR/DME/dan NDB 13 Dapat didarati pesawat Fasilitas Sisi Darat 1 Terminal m 2 2 Gudang 137 m 2 3 Gudang Kargo 220 m 2 4 Parkir m 2 5 Kantor 320 m

95 No Fasilitas Tahun Gedung VIP 370 m Bangunan Operasi a. Tower 180 m 2 b. Bangunan PKP - PK 216 m 2 c. Gedung NDB 76 m 2 d. Gedung DCOR/DME 103 m 2 e. Gedung Meteorologi 160 m 2 f. Gedung ower House 360 m 2 g. Kantor 320 m 2 h. Rumah Dinas m 2 i. Gudang 137 m 2 j. Gedung Workshop 280 m 2 k. Gedung CCR 220 m 2 l. Gedung Kargo Lama 300 m 2 m. Gedung Pairing Sistem 36 m 2 n. Gedung Genset 96 m 2 Fasilitas Penunjang a. Jalan Masuk m 2 b. Jalan Inspeksi m 2 c. Jalan Operasi 810 m 2 d. Jalan Lingkungan m 2 e. ParkirPKP-PK m 2 f. Pagar m 2 g. Drainase m 2 h. Bak Air 26 m 2 Sumber: Dishubpar Provinsi gorontalo 2012 Rute yang dilayani Bandar Udara Gorontalo saat ini mencakup Gorontalo-Jakarta dan Gorontalo-Surabaya yang masing-masing transit di Makassar serta rute Gorontalo-Manado dan Manado-Poso. Pelayanan rute tersebut dilayani oleh 6 (enam) maskapai nasional. 4-16

96 Tabel 4.13 Daftar Maskapai di Bandar Udara Djalaludin NO MASKAPAI TIPE PESAWAT RUTE/LINTASAN 1 GARUDA INDONESIA B NG - Gorontalo-Makasar-Jakarta (PP) 2 LION AIR B NG 3 SRIWIJAYA AIR B /300 4 BATAVIA AIR B /400 5 WINGS AIR DASH 8 - Gorontalo-Makasar-Jakarta (PP) - Gorontalo-Makasar-Surabaya-Jakarta (PP) - Gorontalo-Makasar-Jakarta (PP) - Gorontalo-Makasar-Surabaya-Jakarta (PP) - Gorontalo-Makasar-Jakarta (PP) - Gorontalo-Makasar-Surabaya-Jakarta (PP) - Gorontalo Manado - Manado Gorontalo 6 SMEK AIR CN.212/200 - Manado- Poso (PP) Sumber: Dishubpar Provinsi gorontalo 2012 Bandar udara pada wilayah studi Kabupaten Gorontalo adalah bandar Udara Djalaludin yang terletak di Isimu kecamatan Tibawa permintaan penumpang pada bandar udara Dajalaludin disajikan pada tabel di bawah ini No Tabel 4.14 Perkembangan Arus Pesawat, Penumpang dan Bagasi Pada Bandar 1 Pesawat 2 Penumpang 3 Bagasi Keterangan Udara Djalaludin ( ) Tahun Jumlah Tiba 1,011 1,286 1,524 1,798 5,619 Berangkat 1,069 1,284 1,526 1,801 5,680 Jumlah 2,080 2,570 3,050 3,599 Tiba 115, , , , ,882 Berangkat 115, , , , ,271 Jumlah 231, , , ,548 Tiba 1,631,888 1,646,537 1,999, ,684 5,277,426 Berangkat 1,253,580 1,332,475 1,611, ,595 4,197,694 Jumlah 2,885,468 2,979,012 3,610, ,278 Sumber : Dishubpar Provinsi Gorontalo 2012 Dari tabel diatas terlihat bahwa arus pesawat (memiliki kenaikan rata-rata 18%), penumpang (memiliki kenaikan rata-rata (22%) dan bagasi (memiliki kenaikan berkisar 11%) menagalmi kenaikan pada Bandar Udara Djalaludin, hal ini 4-17

97 dimungkinkan dari dampak persaingan maskapai nasional yang menerapkan kebijakan tarif pesawat yang lebih terjangkau terjangkau. 4.6 POLA AKTIVITAS TRANSPORTASI SAAT INI Kondisi Lalu Lintas Dengan melakukan pengamatan lalulintas pada beberapa ruas jalan di Kabupaten dan Kota Gorontalo (Lihat Gambar 4.8 dan 4.9) terlihat bahwa Kondisi lalu lintas saat ini di Kabupaten dan Kota Gorontalo bila dilihat dari volume kendaraan pengguna jalan, masih rendah seperti umumnya kondisi lalu lintas di kawasan Indonesia timur kecuali sebagian ruas ruas jalan di kawasan perkotaan kota Gorontalo seperti terlihat pada Tabel Sedangkan komposisi kendaraan didominasi oleh motor dan betor (becak motor) yang dimanfaatkan sebagai angkutan umum oleh masyarakat. Gambar 4.8 Lokasi Survey Traffic Counting Kota Gorontalo 4-18

98 Gambar 4.9 Lokasi Survey Traffic Counting Kabupaten Gorontalo No Tabel 4.15 Kondisi Lalu Lintas Tahun 2012 Kota dan Kabupaten Gorontalo Nama Ruas Jalan Volume Lalu Lintas tahun 2013 (Smp/Hari) Volume Lalu Lintas tahun 2013 (Smp/jam) Lebar rata-rata (m) Tipe Lajur 1 Haji Agus Salim 21,969 2, /2UD H. Nani Wartabone I 16,997 2, /2D Prof. Dr. John Kartili 15,519 1, /2D Beringin 7, /2UD Ki Hajar Dewantoro 9,492 1, /2UD Sudirman 6, /2UD Arif Rahman Hakim 10,229 1, /2UD Sultan Botuhite 12,622 1, /2UD S. Parman 2, /2UD MT. Haryono 1, /2UD Madura 4, /2UD Raya Eyato 23,430 2, /2UD Tondano 6, /2UD Mayor Dullah 6, /2UD Thaib M Gobel 6, /2UD Batas Kota Gorontalo- Batas Limboto /2UD Batas Kota Limboto-Batas Isimu /2UD Isimu- Paguyaman /2UD Malingkaputo-Isimu /2UD Tangkobu-Gorontalo /2UD Isimu-Batudaa-Gorontalo /2UD 0.25 V/C 4-19

99 4.6.2 Sistem Zona Asumsi analisis pergerakan adalah bahwa pergerakan berasal dari satu titik ke titik lainnya untuk satu tujuan tertentu dengan menggunanakan moda pergerakan tertentu dan melalui rute jalan tertentu, sehingga Zona Lalu Lintas merupakan dasar yang penting dari analisis pergerakan tersebut. Secara umum bahwa zona merupakan luasan yang relatif seragam dalam hal tata guna lahan dan mempunyai kompilasi data yang dapat diandalkan. Dalam hal ini maka zona lalu lintas pada umumnya diambil dari batasan administratif (kelurahan, kecamatan, atau kombinasinya). Studi ini akan membagi kawasan studi kedalam 30 zona lalu lintas yang secara umum dikelompokkan sebagai berikut : 1) Kota Gorontalo dibagi menjadi 9 (Sembilan) zona dengan batasan secara umum berdasarkan atas wilayah kecamatan. 2) Kabupaten Gorontalo dibagi menjadi 17 (Tujuh Belas) zona dengan batasan secara umum adalah wilayah Kecamatan. 3) Di luar Kota dan Kabupaten Gorontalo dibagi menjadi 4 zona dengan batasan secara umum adalah wilayah Kabupaten. Nama dan Nomor Zona beserta potensi setiap zona wilayah studi ditampilkan pada Tabel 4.16, sedangkan Gambar Pembagian Zona diberikan pada Gambar 4.10, dan Peta potensi Zona Kabupaten Gorontalo disajikan pada lampiran 10. Tabel 4.16 Nomor dan Nama Zona Lalu Lintas Nomor Zona Nama Zona Potensi Zona 1 Kota Barat Pariwisata 2 Dungingi Industri Sedang 3 Kota Selatan Pariwisata, Perdagangan dan Jasa 4 Kota Timur Pertanian, Perkantoran, Pertambangan Galian Pasir dan tanah liat 5 Hulontalangi Pariwisata, Minapolitan 6 Dumbo Raya Industri Sedang, Pariwisata, Minapolitan 7 Kota Utara Pertanian 8 Kota Tengah Pertanian, Perkantoran, Minapolitan 4-20

100 Nomor Zona Nama Zona Potensi Zona 9 Sipatana Perkantoran, Pertambangan Galian Pasir dan tanah liat 10 Batudaa Pantai Pertanian, Pekebunan, Peternakan, Pariwisata 11 Biluhu Hutan Produksi, Pertanian, Pekebunan, Peternakan, Pengolahan Perikanan 12 Batudaa Pertanian, Pekebunan 13 Bongomeme Hutan Produksi, Pertanian, Pekebunan, Peternakan, Tambang Emas 14 Tabongo Pertanian, Pekebunan 15 Tibawa Hutan Produksi, Pertanian, Pekebunan, Peternakan, Industri Besar 16 Pulubala Hutan Produksi, Pertanian, Pekebunan, Peternakan, Tambang Tembaga, Industri Besar 17 Boliyohuto Hutan Produksi, Pertanian, Pekebunan, Tambang Emas, Industri Sedang, Pariwisata 18 Mootilango Hutan Produksi, Pertanian, Pekebunan, Tambang Emas, Industri Sedang 19 Tolangohula Hutan Produksi, Pertanian, Pekebunan, Tambang Emas, Industri Sedang 20 Asparaga Hutan Produksi, Pertanian, Pekebunan, Tambang Emas 21 Limboto Hutan Produksi, Pertanian, Pekebunan, Tambang Emas 22 Limboto Barat Hutan Produksi, Pertanian, Pekebunan 23 Telaga Pertanian, Pekebunan, Peternakan 24 Telaga Biru Hutan Produksi, Pertanian, Pekebunan, Peternakan, Tambang Emas 25 Tilango Pertanian 26 Talaga Jaya Pertanian 27 Kabupaten Gorontalo Utara - 28 Kabupaten Boalemo

101 Nomor Zona Nama Zona Potensi Zona 29 Kabupaten Bone Bolango 30 Kabupaten Bone Bolango Sumber : RTRW Kota dan Kabupaten Gorontalo - - Sumber : Anlisis Konsultan Gambar 4.10 Peta Pembagian Zona Kota dan Kabupaten Gorontalo Model Jaringan Jalan Secara umum elemen utama model pergerakan lalu lintas dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu : 1) Model Permintaan (Demand Model), adalah model yang merepresentasikan pola perjalanan dan karakteristiknya. Model permintaan dibentuk dengan melakukan perkiraan parameter model yang berpengaruh terhadap perjalanan orang mendatang hingga rentang waktu yang diprogramkan. Perkiraan atas parameter-parameter tersebut di atas didasarkan atas strategi pengembangan wilayah (RTRW) kota dan Kabupaten Gorontalo. 2) Model Jaringan (Network Model), adalah model yang merepresentasikan sistem jaringan jalan dan karakteristiknya. Model jaringan dibentuk dengan 4-22

102 melakukan koding numerik yang merepresentasikan jaringan pada tahun dasar (2013) dan tahun mendatang yang secara umum meliputi : a) Simpul (Node); adalah representasi titik-titik simpul jaringan transportasi yang diwakili oleh nomor titik simpul dan koordinat letak. b) Ruas (Link); adalah representasi ruas jalan yang menghubungkan simpulsimpul (nodes) dan karakteristik yang berhubungan dengan jaringan, diantaranya jarak, kecepatan arus bebas, kapasitas, tipe kurva aruskecepatan dan parameter lain hasil pembebanan lalu lintas (volume, waktu tempuh, dll). Model jaringan pada tahun 2013 dikembangkan dalam format yang sesuai dengan perangkat lunak transportasi yang akan digunakan sebagai alat bantu analisis dan ditunjukkan pada Gambar 4.10 Input data yang disyaratkan oleh perangkat lunak transportasi dalam merepresentasikan ruas adalah sebagai berikut : 1) Nomor node A dan B (nilai numerik yang mengidentifikasikan node asal dan node tujuan dari ruas); di mana lokasi titik A dan B didefinisikan oleh koordinat XY. 2) Jarak / panjang ruas; mendefinisikan panjang ruas dalam satuan panjang (km). 3) Kecepatan arus bebas; didefinisikan sebagai kecepatan kendaraan di ruas tanpa adanya kendaraan yang lain. 4) Kapasitas ruas; didefinisikan sesuai dengan kapasitas assignment yang mewakili batas volume dalam tujuan pemodelan sebagaimana proses penentuan rute pada kenyataannya berlaku. Nilai kapasitas jalan mengadopsi nilai yang disarankan oleh Manual Kapasitas Jalan Indoesia (MKJI-1997) dan dimodifikasi untuk memperhitungkan adanya tundaan akibat simpang. 5) Kode assignment group ; digunakan untuk mengidentifikasikan ruas dalam kelompok fungsi capacity restraint. Dimana kecepatan kendaraan di ruas akan menurun apabila derajat kejenuhan ruas (V/C ratio) meningkat. Nilai fungsi merujuk pada nilai-nilai yang disarankan oleh Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI-1997). 4-23

103 6) Assignment adalah kode numerik yang berguna dalam rujukan yang berurut, pembaharuan, dan pelaporan. Sumber : Anlisis Konsultan Gambar 4.11 Model Jaringan Jalan Tahun Pembentukan Matriks Asal Tujuan Eksisting Tahun 2013 Matriks asal-tujuan (MAT) dasar pergerakan yang digunakan dalam analisis adalah dari matriks perjalanan dari studi terdahulu yang dilakukan di Gorontalo yaitu Studi Tinjau Ulang Tatrawil Provinsi Gorontalo Tahun Kemudian dari data matriks perjalanan tersebut di sesuaikan dengan kebutuhan pengembangan zona pada studi ini, Matriks asal tujuan tersebut kemudian dikalibrasi dengan data hasil survey lalu lintas pada beberapa titik kontrol. Besaran volume lalu lintas antara hasil survey dan pemodelan menjadi parameter untuk menilai kualitas MAT yang akan digunakan. Matriks asal tujuan yang digunakan memperlihatkan jumlah pergerakan sebanyak smp/jam yang bergerak di seluruh jaringan jalan di Kota dan Kabupaten Gorontalo dan sekitarnya, sebagaimana disajikan pada Tabel

104 Tabel 4.17 Matrik Asal Tujuan Kota dan Kabupaten Gorontalo Tahun Dasar 2013 (Smp/jam) Oi/Dd Gambar 4.12 Desire Line Matrik Asal Tujuan Tahun 2013 (smp/jam) 4-25

105

106 Keterangan Gambar 4.13 Hasil pembebanan Tahun 2013 Dari hasil pembebanan jaringan pada tahun 2013 maka kinerja jaringan jalan tahun 2013 Kota dan Kabupaten Gorontalo adalah sebagai berikut: Tabel 4.18 Parameter Kinerja Jaringan jalan Tahun 2013 Nomor Parameter Kinerja Total Vehicle-Miles Total Vehicle-Hours Average Speed (Km/Jam)

107 Contents 4.1 KONDISI GEOGRAFIS ADMINISTRATIF PEMERINTAHAN KABUPATEN GORONTALO... 1 Gambar 4.1 Peta Batas Administratif Kabupaten Gorontalo... 2 Tabel 4.1 Nama dan Luas Kecamatan di Kabupaten Gorontalo Tahun KONDISI DEMOGRAFI... 3 Tabel 4.2 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Gorontalo Tahun KONDISI EKONOMI... 3 Tabel 4.3 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Di Kabupaten Gorontalo (juta rupiah), Tabel 4.4 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Di Kabupaten Gorontalo (juta rupiah), Gambar 4.2 Grafik Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Gorontalo... 7 Gambar 4.3 Grafik Prosentase Penduduk Miskin di Kabupaten Gorontalo... 8 Gambar 4.4 Grafik Banyaknya Keluarga Pra Sejahtera Menurut Kecamatan di Kabupaten Gorontalo, KONDISI SARANA DAN PRASARANA TRANSPORTASI KABUPATEN GORONTALOSAAT INI Kondisi Jalan... 9 Tabel 4.5 Panjang Jalan Menurut Wewenang di Kabupaten Gorontalo ( )... 9 Tabel 4.6 Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan di Kabupaten Gorontalo ( )... 9 Tabel 4.7 Panjang Jalan Menurut Kondisi di Kabupaten Gorontalo ( )... 9 Tabel 4.8 Pertumbuhan Kendaraan di Kabupaten Gorontalo Berdasarkan Data Dari Penerbitan Nomor Kendaraan Pada Samsat Limboto Kondisi Simpul Transportasi di Kabupaten Gorontalo Tabel 4.9 Nama dan Lokasi Terminal di Kabupaten Gorontalo Gambar 4.5 Kondisi Terminal Tipe A Isimu Kabupaten Gorontalo Gambar 4.6 Kondisi Terminal Telaga Kabupaten Gorontalo Tabel 4.10 Jenis barang dan berat Barang Pada Jembatan Timbang Isimu Gambar 4.7 Kondisi Jembatan Timbang Isimu Kabupaten Gorontalo Kondisi Pelayanan Angkutan Umum Kabupaten Gorontalo Tabel 4.11 Pelayanan Taryek Angkutan Umum Dari Terminal Kabupaten Gorontalo Kondisi Prasarana dan Pelayanan Transportasi Udara Tabel 4.12 Fasilitas Bandar Udara Djalaludin Gorontalo Tabel 4.13 Daftar Maskapai di Bandar Udara Djalaludin Tabel 4.14 Perkembangan Arus Pesawat, Penumpang dan Bagasi Pada Bandar Udara Djalaludin ( ) POLA AKTIVITAS TRANSPORTASI SAAT INI Kondisi Lalu Lintas Gambar 4.8 Lokasi Survey Traffic Counting Kota Gorontalo

108 Gambar 4.9 Lokasi Survey Traffic Counting Kabupaten Gorontalo Tabel 4.15 Kondisi Lalu Lintas Tahun 2012 Kota dan Kabupaten Gorontalo Sistem Zona Tabel 4.16 Nomor dan Nama Zona Lalu Lintas Gambar 4.10 Peta Pembagian Zona Kota dan Kabupaten Gorontalo Model Jaringan Jalan Gambar 4.11 Model Jaringan Jalan Tahun Pembentukan Matriks Asal Tujuan Eksisting Tahun Tabel 4.17 Matrik Asal Tujuan Kota dan Kabupaten Gorontalo Tahun Dasar 2013 (Smp/jam) Gambar 4.12 Desire Line Matrik Asal Tujuan Tahun 2013 (smp/jam) Gambar 4.13 Hasil pembebanan Tahun Tabel 4.18 Parameter Kinerja Jaringan jalan Tahun

109 BAB - 5 PERKIRAAN KONDISI MENDATANG 5.1 RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN GORONTALO Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Gorontalo meliputi: 1) PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) yaitu Isimu 2) PKL (Pusat Kegiatan Lokal) yaitu Limboto 3) PKLp (Pusat Kegiatan Lokal promosi) yaitu Telaga dan Limboto Barat 4) PPK (Pusat Pelayanan Kawasan) a) Pilohayanga di Kecamatan Telaga. b) Pulubala di Kecamatan Pulubala c) Mulyonegoro di Kecamatan Tibawa d) Payunga di Kecamatan Batudaa e) Parungi di Kecamatan Boliyohuto. 5) PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan) a) Huidu di Kecamatan LimbotoBarat b) Talumelito di Kecamatan Telaga Biru c) Biluhu Timur di Kecamatan Batudaa Pantai d) Molopatodu di KecamatanBongomeme e) Biluhu Tengah di Kecamatan Biluhu f) Paris di Kecamatan Mootilango g) Lakeya di Kecamatan Tolangohula. h) Molopatodudi Kecamatan Bongomeme 5-1

110 5.2 RENCANA SISTEM JARINGAN PRASARANA WILAYAH KABUPATEN GORONTALO Sistem Jaringan Prasarana Utama Kabupaten Gorontalo terdiri dari : A. Sistem Jaringan Transportasi Darat 1) Jaringan jalan Kabupaten Gorontalo terdiri atas: a) Jaringan jalan nasional pada wilayah Kabupaten Gorontalo terdiri dari Peningkatan jalan arteri primer meliputi : Ruas jalan Gorontalo-Isimu- Paguyaman; dan Ruas jalan Isimu-Kwandang. b) Jaringan Jalan Bebas Hambatan Ruas jalan bebas hambatan Isimu-Gorontalo berupa Gorontalo Outter Ring Road; Ruas jalan bebas hambatan Sulawesi Utara-Atinggola-Isimu; dan ruas jalan bebas hambatan Isimu Marisa. c) Jaringan jalan provinsi pada wilayah Kabupaten Gorontalo terdiri atas peningkatan jalan kolektor primer meliputi: Ruas jalan Gorontalo-Batudaa-Isimu; Ruas jalan Gorontalo-Biluhu-Bilato-Tangkobu; Ruas jalan Sidomukti-Diloniyohu-Lakeya; Ruas jalan Parungi-Anggrek; dan Ruas jalan Labanu-Anggrek. d) Jaringan jalan provinsi pada wilayah Kabupaten Gorontalo terdiri atas Pengembangan jalan kolektor primer meliputi: Ruas jalan Tapa-Dulamayo-Atinggola; dan Ruas jalan Pontolo-Limboto; e) Jaringan jalan kabupaten Kabupaten Gorontalo terdiri atas pengembangan jaringan jalan kolektor primer meliputi; Ruas jalan Bulila-Tualango; Ruas jalan Jembatan Jodoh-Timuato; 5-2

111 Ruas jalan Tuladenggi-Dumati; Ruas jalan Hulawa-Pilohayanga; Ruas jalan Iluta-Biluhu Timur; Ruas jalan Pilolalenga-Biluhu Tengah; Ruas jalan Pulubala-Dulamayo; Ruas jalan Pangadaa-Bakti; Ruas jalan Mulyonegoro-Lakeya; Ruas jalan Lakeya-Pangahu; Ruas jalan Bumela-Totopo; Ruas jalan Pongongaila-Iloponu; Ruas jalan Lamahu-Puncak; Ruas jalan Tunggulo-Ilomangga; Ruas jalan Yosonegoro-Limehe Barat; Ruas jalan Balahu-Kaliyoso; dan Ruas jalan Parungi-Monggolito; Pengembangan jaringan jalan lokal. Pengembangan jaringan jalan lingkungan. 2) Jaringan prasarana lalu lintas Kabupaten gorontalo meliputi : a) Terminal penumpang tipe A terdapat di Isimu; b) Terminal penumpang tipe B terdapat di Limboto dan Telaga; c) Terminal penumpang tipe C terdapat di Dungaliyo dan Boliyohuto; d) Terminal barang terdapat di Isimu; 3) Jaringan layanan lalu lintas Kabupaten gorontalo meliputi : a) Layanan lalu lintas barang, terdiri atas: Terminal Isimu - Gorontalo; Terminal Isimu - Batudaa - Gorontalo Terminal Isimu Paguyaman dan Terminal Isimu-Anggrek b) trayek angkutan penumpang, terdiri atas: 5-3

112 Terminal Telaga -Paguyaman; Terminal Telaga- Kwandang; Terminal Telaga Atinggola; Terminal Telaga Sumalata; Terminal Telaga Tualango Gorontalo; Terminal Limboto Timuato Gorontalo; Terminal Limboto Isimu; Terminal Limboto terminal42; Terminal Dungaliyo Biluhu Tengah Gorontalo; Terminal Isimu Iluta Biluhu Timur-Gorontalo: Terminal Isimu Paguyaman (Tangkobu); Terminal Isimu terminal 42; Terminal Isimu Bongonol; Terminal Isimu Tilamuta; Terminal Isimu Bumbulan; Terminal Isimu Marisa; Terminal Isimu Randangan; Terminal Isimu Lemito; Terminal Isimu Popayato; Terminal Isimu Molosifat; Terminal Isimu Kwandang; Terminal Isimu Atinggola; Terminal Isimu Pelabuhan Anggrek; Ilomata Biluhu terminal 42; Pulubala terminal 42; Bakti terminal 42; Bumela terminal 42; Parungi terminal 42; Bilato terminal 42; 5-4

113 Lakeya terminal 42; Bululi terminal 42;dan Mohiyolo terminal 42 B. Sistem Jaringan Transportasi Laut Sistem jaringan transportasi laut Kabupaten Gorontalo terdiri dari: 1) Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten Gorontalo terdiri atas: a) Pelabuhan Kayubulan di Kecamatan Batudaa Pantai; b) Pelabuhan Luluo di Kecamatan Biluhu; dan c) Pelabuhan Bilato di Kecamatan Bilato 2) Alur pelayaran Alur pelayaran Kabupaten Gorontalo terdiri atas: a) Kayubulan - Gorontalo; b) Luluo - Gorontalo; dan c) Bilato - Gorontalo C. Sistem Jaringan Transportasi Udara Sistem jaringan transportasi udara Kabupaten Gorontalo terdiri dari: 1) Tatanan kebandarudaraan Kabupaten Gorontalo adalah bandar udara pengumpul skala sekunder Djalaluddin di Kecamatan Tibawa. 2) Ruang udara untuk penerbangan Kabupaten Gorontalo Meliputi : a) Penentuan Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan meliputi: Kecamatan Pulubala; Kecamatan Tibawa; Kecamatan LimbotoBarat; Kecamatan Limboto; Kecamatan Batudaa; Kecamatan Batudaa Pantai; Kecamatan Tabongo; Kecamatan Bongomeme; Kecamatan Biluhu; dan 5-5

114 Kecamatan Dungaliyo. b) Penetapan Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan oleh Menteri Perhubungan dan pengaturan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Bupati. D. Sistem Jaringan Perkeretaapian Sistem jaringan perkeretaapian Kabupaten Gorontalo Meliputi : 1) Jalur kereta api Kabupaten Gorontalo terdiri atas: a) Isimu - Marisa; b) Isimu - Kwandang; dan c) Isimu - Bone Bolango. 2) Stasiun kereta api Kabupaten Gorontalo adalah Isimu. 5.3 POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN GORORNTALO Rencana Kawasan Hutan Lindung Kawasan hutan lindung sebagaimana terdiri atas: 1) Kawasan hutan lindung Telaga; 2) Kawasan hutan lindung Telaga Biru; 3) Kawasan hutan lindung Limboto; 4) Kawasan hutan lindung Batudaa; 5) Kawasan hutan lindung Tabongo; 6) Kawasan hutan lindung Batuda Pantai; 7) Kawasan hutan lindung Biluhu; 8) Kawasan hutan lindung Bongomeme; 9) Kawasan hutan lindung Pulubala; dan 10) Kawasan hutan lindung Boliyohuto Daerah Rawan bencana Kawasan rawan bencana alam geologi terdiri atas: 1) Kawasan rawan gempa bumi, terdapat di Tibawa,Tabongo dan Batudaa; 2) Kawasan rawan gerakan tanah,terdapat di Limboto Barat; 5-6

115 3) Kawasan yang terletak di zona patahan aktif, terdapat di Tibawa,Tabongo dan Batudaa; 4) Kawasan rawan tsunami, terdapat di Batudaa Pantai, Biluhu dan Bilato; 5) Kawasan rawan abrasi terdapat di Batudaa Pantai, Biluhu,dan Bilato 6) Kawasan rawan bahaya gas beracun, terdapat di Telaga Biru dan Boliyohuto Kawasan Peruntukan Hutan Produksi Kawasan peruntukan hutan produksi terdiri atas: 1) Kawasan hutan produksi terbatas terdiri dari: a) Kawasan hutan produksi Biluhu; b) Kawasan hutan produksi Tibawa; c) Kawasan hutan produksi Bongomeme; d) Kawasan hutan produksi Pulubala; e) Kawasan hutan produksi Mootilango; f) Kawasan hutan produksi Tolangohula; dan g) Kawasan hutan produksi Asparaga. 2) Kawasan hutan produksi tetap terdiri dari: a) Kawasan hutan produksi tetap Telaga Biru; b) Kawasan hutan produksi tetap Limboto; c) Kawasan hutan produksi tetap Limboto Barat; d) Kawasan hutan produksi tetap Biluhu; e) Kawasan hutan produksi tetap Tibawa; f) Kawasan hutan produksi tetap Bongomeme Biru; g) Kawasan hutan produksi tetap Pulubala; h) Kawasan hutan produksi tetap Boliyohuto; i) Kawasan hutan produksi tetap Mootilango; dan j) Kawasan hutan produksi tetap Asparaga. 3) Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi terdiri dari: a) Kawasan hutan produksi konversi Tibawa; b) Kawasan hutan produksi konversi Pulubala; 5-7

116 c) Kawasan hutan produksi konversi Mootilango; dan d) Kawasan hutan produksi konversi Asparaga Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat Kawasan peruntukan hutan rakyat terdapat di: 1) Telaga Biru; 2) Limboto; 3) Batudaa Pantai; 4) Bulili; 5) Tabongo; 6) Batudaa; 7) Bongomeme; 8) Tibawa; 9) Mootilango; dan 10) Tolangohula Kawasan Peruntukan Pertanian Kawasan peruntukan pertanian terdiri atas: 1) Kawasan peruntukan pertanian lahan basah; Kawasan peruntukan pertanian lahan basah meliputi: Kec. Asparaga, Kec. Tolangohula, Kec. Boliyohuto, Kec. Mootilango, Kec. Bilato, Kec. Pulubala, Kec. Batudaa, Kec. Dungalio, Kec. Tibawa, Kec. Limboto Barat, Kec. Limboto, Kec. Tabongo, Kec. Telaga Biru, Kec. Telaga, Kec. Telaga Jaya, dan Kec. Tilango 2) Kawasan peruntukan pertanian lahan kering; Kawasan peruntukan pertanian lahan kering meliputi : Kec. Asparaga, Kec. Tolangohula, Kec. Boliyohuto, Kec. Mootilango, Kec. Bilato, Kec. Pulubala, Kec. Batudaa, Kec. Bongomeme,Kec. Biluhu, Kec. Batudaa Pantai. Kec. Dungalio, Kec. Tibawa, Kec. Limboto Barat, Kec. Limboto, Kec. Tabongo, Kec. Telaga Biru, Kec. Telaga, Kec. Telaga Jaya, dan Kec. Tilango 3) Kawasan peruntukan pertanian holtikultura Kawasan peruntukan pertanian holtikultura terdapat di selurih kecamatan 5-8

117 4) Kawasan peruntukan perkebunan; Kawasan peruntukan perkebunan Kec. Asparaga, Kec. Tolangohula, Kec. Boliyohuto, Kec. Mootilango, Kec. Bilato, Kec. Pulubala, Kec. Batudaa, Kec. Bongomeme,Kec. Biluhu, Kec. Batudaa Pantai. Kec. Dungalio, Kec. Tibawa, Kec. Limboto Barat, Kec. Limboto, Kec. Tabongo, Kec. Telaga Biru, dan Kec. Telaga 5) Kawasan peruntukan peternakan; Kawasan peruntukan peternakan Kec. Mootilango, Kec. Boliyohuto, Kec. Tolangohula, Kec. Asparaga, Kec. Pulubala,Kec. Tibawa, Kec. Batudaa Pantai, Kec. Biluhu, Kec. Bilato, Kec. Bongomeme, Kec. Limboto Barat, Kec. Limboto, Kec. Telaga Biru, dan Kec. Telaga. 6) Kawasan peruntukan perikanan. Kawasan peruntukan meliputi : a) Kawasan peruntukan perikanan tangkap meliputi: Kawasan perikanan tangkap Kec. Batudaa Pantai; Kawasan perikanan tangkap Kec. Biluhu; dan Kawasan perikanan tangkap Kec. Bilato. b) Kawasan peruntukan budidaya perikanan meliputi: Kawasan peruntukan budidaya perikanan Telaga; Kawasan peruntukan budidaya perikanan Telaga Biru; Kawasan peruntukan budidaya perikanan Limboto; Kawasan peruntukan budidaya perikanan Limboto Barat; Kawasan peruntukan budidaya perikanan Tabongo; Kawasan peruntukan budidaya perikanan Dungaliyo; Kawasan peruntukan budidaya perikanan Batudaa; Kawasan peruntukan budidaya perikanan Pulubala; Kawasan peruntukan budidaya perikanan Tibawa; Kawasan peruntukan budidaya perikanan Mootillango; Kawasan peruntukan budidaya perikanan Boliyohuto; 5-9

118 Kawasan peruntukan budidaya perikanan Tolangohula;dan Kawasan peruntukan budidaya perikanan Asparaga. c) Kawasan pengolahan perikanan meliputi: Kawasan peruntukan pengolahan perikanan Biluhu; Kawasan peruntukan pengolahan perikanan Bilato; Kawasan peruntukan pengolahan perikanan Telaga; dan Kawasan peruntukan pengolahan perikanan Dungaliyo Kawasan Peruntukan Pertambangan Kawasan peruntukan pertambangan terdiri atas : 1) Kawasan peruntukan pertambangan mineral terdiri dari; a) Kawasan peruntukan pertambangan emas: Limboto Telaga Biru, Bongomeme, Boliyohuto, Tolangohula, Mootilango, dan Asparaga; b) Kawasan peruntukan pertambangan tembaga: Mootilango, Pulubala, Limboto, Telaga Biru dan Boliyohuto; c) kawasan peruntukan pertambangan galian golongan C: Telaga, Telaga Biru, Limboto, Limboto Barat, Bongomeme, Pulubala, Tibawa, Mootilango, Boliyohuto, Tolangohula dan Asparaga. 2) Kawasan peruntukan pertambangan panas bumi; dan 3) Air tanah di kawasan pertambangan Kawasan Peruntukan Industri Kawasan peruntukan industri terdiri atas : 1) Kawasan peruntukan industri besar terdiri dari; a) Kawasan peruntukan industri besar Tibawa; dan b) Kawasan peruntukan industri besar Pulubala; 2) Kawasan peruntukan industri sedang terdiri dari: a) Kawasan peruntukan industri sedang Boliyohuto; b) Kawasan peruntukan industri sedang Mootilango; dan c) Kawasan peruntukan industri sedang Tolangohula; 3) Kawasan peruntukan industri rumah tangga terdiri dari : 5-10

119 a) Kawasan peruntukan industri rumah tangga Telaga; b) Kawasan peruntukan industri rumah tangga Telaga Biru; c) Kawasan peruntukan industri rumah tangga Limboto; d) Kawasan peruntukan industri rumah tangga Limboto Barat; e) Kawasan peruntukan industri rumah tangga Bongomeme; f) Kawasan peruntukan industri rumah tangga Batudaa; dan g) Kawasan peruntukan industri rumah tangga Tibawa; Kawasan Peruntukan Pariwisata Kawasan peruntukan pariwisata terdiri atas : 1) Kawasan peruntukan pariwisata budaya terdapat di Desa Bongo Kecamatan Batudaa Pantai 2) Kawasan peruntukan pariwisata alam terdapat di Desa Pentadio Kecamatan Telaga Biru, Desa Barakati Kecamatan Batudaa, Desa Biluhu Timur Kecamatan Batudaa Pantai, dan Desa Taulaa Kecamatan Bilato. 3) Kawasan peruntukan pariwisata buatan terdapat di Desa Diloniyohu Kecamatan Boliyohuto Kawasan Peruntukan Permukiman Kawasan peruntukan permukiman terdiri atas : 1) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan terdiri dari: a) kawasan peruntukan permukiman perkotaan Telaga; b) kawasan peruntukan permukiman perkotaan Telaga Biru; c) kawasan peruntukan permukiman perkotaan Talaga Jaya; d) kawasan peruntukan permukiman perkotaan Tilango; e) kawasan peruntukan permukiman perkotaan Limboto Barat; f) kawasan peruntukan permukiman perkotaan Limboto; g) kawasan peruntukan permukiman perkotaan Isimu h) kawasan peruntukan permukiman perkotaan Batudaa; i) kawasan peruntukan permukiman perkotaan Tabongo; j) kawasan peruntukan permukiman perkotaan Dungaliyo; 5-11

120 k) kawasan peruntukan permukiman perkotaan Boliyohuto. 2) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan terdiri dari: a) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan Telaga; b) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan Telaga Biru; c) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan Limboto; d) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan Limboto Barat; e) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan Tibawa; f) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan Pulubala; g) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan Dungalio; h) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan Bongomeme; i) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan Tabongo; j) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan Batudaa; k) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan Batudaa Pantai; l) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan Biluhu; m) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan Bilato; n) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan Boliyohuto; o) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan Mootilango; p) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan Tolangohula; dan q) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan Asparaga. 5-12

121 Gambar 5.1 Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Gorontalo 5-13

122 Gambar 5.2 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Gorontalo 5-14

123 5.4 PREDIKSI BANGKITAN DAN TARIKAN TAHUN MENDATANG (2014, 2019, 2025 dan 2030) Prediksi bangkitan dan tarikan pada studi ini menggunakan data basis pertumbuhan penduduk pada setiap zona analisis, sehingga dari proses ini menghasilkan persamaan matematis. Dengan parameter penduduk sebagai variabel bebas dan variabel Bangkitan/Tarikan sebagai variabel tidak bebas. Hasil persamaan matematis pada tiap zona disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 5.1 Persamaan Regresi Bangkitan dan Tarikan (Smp/hari) Nomor Zona Bangkitan Tarikan Nomor Zona Bangkitan Tarikan 1 Y= X Y= X 16 Y= X Y= X 2 Y= X Y= X 17 Y= X Y= X 3 Y= X Y= X 18 Y= X Y= X 4 Y= X Y= X 19 Y= X Y= X 5 Y= X Y= X 20 Y= X Y= X 6 Y= X Y= X 21 Y= X Y= X 7 Y= X Y= X 22 Y= X Y= X 8 Y= X Y= X 23 Y= X Y= X 9 Y= X Y= X 24 Y= X Y= X 10 Y= X Y= X 25 Y= X Y= X 11 Y= X Y= X 26 Y= X Y= X 12 Y= X Y= X 27 Y= X Y= X 13 Y= X Y= X 28 Y= X Y= X 14 Y= X Y= X 29 Y= X Y= X 15 Y= X Y= X 30 Y= X Y= X 5-15

124 Kebutuhan Pergerakan (Smp/Hari) Tahun Bangkitan Tarikan Gambar 5.3 Proyeksi Bangkitan dan Tarikan Lalu Lintas Dengan Pertumbuhan Penduduk (Smp/Hari) Berdasarkan pada prediksi pertumbuhan penduduk, maka prediksi pergerakan antar zona pada wilayah Kota dan Kabupaten Gorontalo dan sekitarnya dapat dibentuk ke dalam Matriks Asal Tujuan dengan Metode Fratar. Hasil Pengembangan matrik asal tujuan pada tahun rencana 2014, 2019, 2025 dan 2030 di sajikan pada tabel di bawah ini 5-16

125 Tabel 5.2 Matrik Asal Tujuan Kota dan Kabupaten Gorontalo Tahun 2014 (smp/jam) OI/Dd Gambar 5.4 Desire Line Matrik Asal Tujuan Tahun 2014 (smp/jam) 5-17

126 Tabel 5.3 Matrik Asal Tujuan Kota dan Kabupaten Gorontalo Tahun 2019 (smp/jam) Oi/Dd Gambar 5.5 Desire Line Matrik Asal Tujuan Tahun 2019 (smp/jam) 5-18

127 Tabel 5.4 Matrik Asal Tujuan Kota dan Kabupaten Gorontalo Tahun 2025 (smp/jam) Oi/Dd Gambar 5.6 Desire Line Matrik Asal Tujuan Tahun 2025 (smp/jam) 5-19

128 Tabel 5.5 Matrik Asal Tujuan Kota dan Kabupaten Gorontalo Tahun 2030 (smp/jam) Oi/Dd Gambar 5.7 Desire Line Matrik Asal Tujuan Tahun 2030 (smp/jam) 5-20

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia - 54 - BAB 3: KORIDOR EKONOMI INDONESIA A. Postur Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap

Lebih terperinci

Executive Summary BAB -1 PENDAHULUAN

Executive Summary BAB -1 PENDAHULUAN BAB -1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surabaya, November 2013 Tim Penyusun PT. GRAHASINDO CIPTA PRATAMA

KATA PENGANTAR. Surabaya, November 2013 Tim Penyusun PT. GRAHASINDO CIPTA PRATAMA KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan Laporan Akhir Studi Sistranas pada Tataran Transportasi

Lebih terperinci

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) dan Kawasan Strategis () Imam S. Ernawi Dirjen Penataan Ruang, Kementerian PU 31 Januari 2012 Badan Outline : 1. Amanat UU RTR dalam Sistem

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Pembangunan Koridor Ekonomi (PKE) merupakan salah satu pilar utama, disamping pendekatan konektivitas dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. DR.Ir. SUDIRMAN HABIBIE, M.Sc

KATA PENGANTAR. DR.Ir. SUDIRMAN HABIBIE, M.Sc KATA PENGANTAR Pembangunan di Provinsi Gorontalo terus mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Terbukti dengan berbagai capaian yang dihasilkan dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN 2011-2025 Disampaikan Pada acara: RAKERNAS KEMENTERIAN KUKM Jakarta,

Lebih terperinci

Workshop Sosialisasi Perpres 88 Tahun 2011 Makassar, 31 Oktober 2013

Workshop Sosialisasi Perpres 88 Tahun 2011 Makassar, 31 Oktober 2013 oleh: Dr. Ir. Max Hasudungan Pohan, CES, MA Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Workshop Sosialisasi Perpres 88 Tahun 2011 Makassar, 31 Oktober 2013 MATERI Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan

Lebih terperinci

REPOSISI KAPET 2014 BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM

REPOSISI KAPET 2014 BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM REPOSISI KAPET 2014 KELEMBAGAAN DIPERKUAT, PROGRAM IMPLEMENTATIF, KONSISTEN DALAM PENATAAN RUANG MEMPERKUAT MP3EI KORIDOR IV SULAWESI LEGALITAS, KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR PU DALAM MEMPERCEPAT PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan dunia.

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

Executive Summary BAB -1 PENDAHULUAN

Executive Summary BAB -1 PENDAHULUAN BAB -1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF

KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF Apakah Rencana Tata Ruang Pulau sudah sesuai dengan koridor ekonomi?, demikian pertanyaan ini diutarakan oleh Menko Perekonomian dalam rapat

Lebih terperinci

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Rubrik Utama MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Oleh: Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor olume 18 No. 2, Desember

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA BAB 1: PENDAHULUAN

MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA BAB 1: PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 20 MEI 2011 MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 BAB 1: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang sejarah kemerdekaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 7 2012, No.54 LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2012 NOMOR : 2 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 JANUARI 2012 RENCANA

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN PADA ACARA GROUNDBREAKING PROYEK MP3EI DI KORIDOR EKONOMI SULAWESI

SAMBUTAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN PADA ACARA GROUNDBREAKING PROYEK MP3EI DI KORIDOR EKONOMI SULAWESI MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN PADA ACARA GROUNDBREAKING PROYEK MP3EI DI KORIDOR EKONOMI SULAWESI GROUNDBREAKING PROYEK JALAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL(TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI MALUKU DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi

Lebih terperinci

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS Jakarta, 7 Februari 2011 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS Direktif Presiden tentang Penyusunan Masterplan Visi Indonesia 2025 Kedudukan Masterplan dalam Kerangka

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PANDUAN WORKSHOP MASTER PLAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI)

PANDUAN WORKSHOP MASTER PLAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) PANDUAN WORKSHOP MASTER PLAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tataralok Sebagai Acuan Pengembangan Sistem Transportasi Terpadu Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Oleh : Ir. Bahal Edison Naiborhu, MT. Direktur Penataan Ruang Daerah Wilayah II Jakarta, 14 November 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Pendahuluan Outline Permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

FINAL REPORT KOTA TERNATE

FINAL REPORT KOTA TERNATE Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam KATA PENGANTAR Laporan Akhir (Final Report) ini diajukan untuk memenuhi pekerjaan Studi Sistranas pada Tataran

Lebih terperinci

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016 Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi Jambi, 31 Mei 2016 SUMBER PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA 1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Jambi pada Februari 2015 sebesar 4,66

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH SELAKU KETUA BKPRS PADA: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL SULAWESI TAHUN 2018

SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH SELAKU KETUA BKPRS PADA: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL SULAWESI TAHUN 2018 SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH SELAKU KETUA BKPRS PADA: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL SULAWESI TAHUN 2018 Gorontalo, 3-4 April 2018 S U L AW E S I B A R AT MELLETE DIATONGANAN

Lebih terperinci

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 33 telah

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand). GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 24 Sesi NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG : 2 A. PENGERTIAN NEGARA BERKEMBANG Negara berkembang adalah negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi rendah, standar

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL MENTERI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL Ir. H.A. Helmy Faishal Zaini (Disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transportasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari sarana, prasarana, yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia dalam membentuk jaringan prasarana

Lebih terperinci

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAPPEDA Planning for a better Babel DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD

Lebih terperinci

Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2011 Tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan Ditjen PSP, Kementerian Pertanian ALUR PERATURAN

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, pencemaran, dan pemulihan kualitas lingkungan. Hal tersebut telah menuntut dikembangkannya berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report KATA PENGANTAR Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah Laporan Akhir () kegiatan Pekerjaan Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA DEWAN NASIONAL KAWASAN EKONOMI KHUSUS NOMOR : PER-08/M.EKON/10/2011 TENTANG PEDOMAN EVALUASI USULAN PEMBENTUKAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN, Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan memantapkan situasi keamanan dan ketertiban

Lebih terperinci

STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG

STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan

Lebih terperinci

PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN Disampaikan pada Rapat Koordinasi Teknis Tahun 2017 Makassar, 28 Februari 2017 PENGUATAN PERAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH

Lebih terperinci

DAMPAK RENCANA TATA RUANG PULAU SULAWESI TERHADAP PENINGKATAN PEREKONOMIAN SULAWESI

DAMPAK RENCANA TATA RUANG PULAU SULAWESI TERHADAP PENINGKATAN PEREKONOMIAN SULAWESI BKPRS DAMPAK RENCANA TATA RUANG PULAU SULAWESI TERHADAP PENINGKATAN PEREKONOMIAN SULAWESI Prof. DR. Aminuddin Ilmar Sekretaris Jenderal BKPRS Disampaikan pada Workshop Sosialisasi Perpres 88 Tahun 2011,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan sistem transportasi mempunyai hubungan yang erat serta saling ketergantungan. Berbagai upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong

Lebih terperinci

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Jakarta, 29 Juli 2011 1 2 3 Progress Legalisasi RTR Pulau Sumatera Konsepsi Tujuan, Kebijakan, Dan Strategi Rtr Pulau Sumatera Muatan

Lebih terperinci

Prospek Pengembangan KEK di Sulawesi Selatan

Prospek Pengembangan KEK di Sulawesi Selatan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus Dipaparkan dalam: Workshop Pengembangan Kawasan Ekonomi di sulawesi Selatan Makassar ǀ November 2013 Prospek

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Sesuai dengan Permendagri 54/2010, visi dalam RPJMD ini adalah gambaran tentang kondisi Provinsi Sulawesi Selatan yang diharapkan terwujud/tercapai pada akhir

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA DITJEN PPI TA 2012 DAN IMPLEMENTASI MP3EI DI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

PROGRAM KERJA DITJEN PPI TA 2012 DAN IMPLEMENTASI MP3EI DI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN PROGRAM KERJA DITJEN PPI TA 2012 DAN IMPLEMENTASI MP3EI DI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Oleh: DR. Dedi Mulyadi, M.Si Jakarta, 1 Februari 2012 Rapat Kerja Kementerian Perindustrian OUTLINE I. PENDAHULUAN II.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kebandarudaraan. Nasional. Tatanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 69 TAHUN 2013 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

Lebih terperinci

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL Andi Sitti Chairunnisa Mappangara 1, Misliah Idrus 2, Syamsul Asri 3 Staff Pengajar Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

Rencana Strategis Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lingga

Rencana Strategis Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lingga BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI III.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD Terbitnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN I : PERATURAN BNPP NOMOR : 3 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Aksi (Renaksi)

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan memantapkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2013 PT. GIRI AWAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2013 PT. GIRI AWAS KATA PENGANTAR Laporan Akhir (Final Report) ini diajukan untuk memenuhi pekerjaan Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatratalok) di Wilayah Propinsi Maluku Utara Dalam Rangka Mendukung Prioritas

Lebih terperinci

INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN

INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN PRE S IDEN REP UBL IK IN DONE SIA LAMPIRAN XI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 26 TAHUN 2008 TANGGAL : 10 MARET 2008 INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG NASIONAL

Lebih terperinci