KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2013 PT. GIRI AWAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2013 PT. GIRI AWAS"

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Laporan Akhir (Final Report) ini diajukan untuk memenuhi pekerjaan Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatratalok) di Wilayah Propinsi Maluku Utara Dalam Rangka Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Maluku-Papua. Adapun dalam penyusunan laporan ini dibagi menjadi 6 (enam) Volume, yaitu: Volume 1 : Kota Ternate Volume 2 : Kota Tidore Kepulauan Volume 3 : Kabupaten Halmahera Barat Volume 4 : Kabupaten Halmahera Tengah Volume 5 : Kabupaten Halmahera Timur Volume 6 : Kabupaten Pulau Morotai Penyusunan Laporan Akhir ini, untuk tiap-tiap volume dibahas beberapa hal, yaitu: (1) pendahuluan, (2) tinjauan pustaka, (3) metodologi studi, ( 4) kondisi wilayah dan jaringan transportasi saat ini, (5) perkiraan kondisi mendatang, dan (6) arah pengembangan jaringan. Semuanya ini disesuaikan dengan Kerangka Acuan Kerja yang ada dan Panduan Penyusunan Sistranas pada Tatralok. Pada kesempatan ini, konsultan menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu pelaksanaan kegiatan ini, serta mengharapkan kritik dan saran untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan pada tahap selanjutnya. Jakarta, Desember 2013 PT. GIRI AWAS i

2 DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi i ii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud dan Tujuan Ruang Lingkup Studi Batasan Kegiatan Indikator Keluaran Dan Keluaran Lokasi Dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan Tenaga Ahli Yang Diperlukan Perlengkapan Pendukung Pekerjaan Sistematika Penulisan 1-7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Studi Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah Melalui Koridor Ekonomi Koridor Ekonomi Indonesia Arahan Pengembangan Kegiatan Ekonomi Utama Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku Pola Dasar Sistranas Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda Jaringan Transportasi Penyusunan Tatanan Makro Strategis Perhubungan Pada Skala Lokal Kabupaten / Kota (Tatralok) Penguatan Konektivitas Nasional Kerangka Pemikiran Studi 2-32 BAB 3 METODOLOGI STUDI Metodologi Studi 3-1 ii

3 3.2 Pengumpulan Data dan Desain Kuesioner Pengumpulan Data Desain Kuesioner Pola Pikir Studi Analisis Pengembangan Wilayah Hubungan Antara Sistem Transportasi dan Tata Ruang Pemodelan Transportasi Struktur Model Proses Pemodelan Transportasi Penetapan Sistem Zona dan Sistem Jaringan Estimasi dan Prediksi Tip-ends dan MAT Simulasi Jaringan Jaringan Transportasi Multimoda dan Intermoda Pemetaan Potensi dan Kendala Analisis Normatif Penyusunan Strategi dan Program Azas Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) 3-23 BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Kependudukan Potensi Produksi dan Ekonomi Pertanian (Pangan) Perkebunan Peternakan Perikanan Perindustrian Perdagangan Produk Domestik Regional Bruto Kondisi Pola Aktivitas Transportasi Angkutan Darat Angkutan Laut dan Penyeberangan Angkutan Udara Jaringan Jalan Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Orang Eksisting 4-35 iii

4 4.9.2 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Barang Eksisting Kinerja Pelayanan, Jaringan Pelayanan, dan Jaringan Prasarana Transportasi Wilayah Saat Ini Transportasi Darat Transportasi Penyeberangan Transportasi Laut Transportasi Udara Permasalahan Transportasi Wilayah Saat Ini 4-43 BAB 5 PERKIRAAN KONDISI MENDATANG Rencana Proyek MP3EI Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pulau Morotai Tahun BAB 6 ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN Arah Pengembangan Jaringan Transportasi Rencana Sistem Jaringan Prasarana Transportasi Pengembangan Kawasan Prioritas Pembangunan 6-3 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 2 LAMPIRAN 3 LAMPIRAN 4 LAMPIRAN 5 LAMPIRAN 6 LAMPIRAN 7 LAMPIRAN 8 PP 26 Tahun 2008 Tentang RTRWN RTRW Malut MP3EI Data Produksi dan Operasi Jaringan dan Simpul Transportasi Peta Kawasan Tertinggal dan Perbatasan Peta Jaringan Transportasi Saat Ini Peta Rencana Pengembangan Jaringan Transportasi Rancangan Peraturan Bupati Tentang Sistem Transportasi Nasional Pada Tataran Transportasi Lokal iv

5 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi yang berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara efisien dan efektif dalam menunjang dan sekaligus menggerakan dinamika pembangunan; mendukung mobilitas manusia dan barang serta jasa; mendukung pola distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah, peningkatan hubungan nasional dan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara. MP3EI ( Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan melengkapi dokumen perencanaan. Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut MP3EI menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama). Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebija kan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat perekonomian lokal, regional 1-1

6 dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan lokal, regional dan global/internasional. Implementasi pelaksanaan MP3EI dalam fase pertama kurun waktu tahun yaitu pembentukan dan operasionalisasi institusi pelaksana MP3EI yang terdiri dari : Penyusunan rencana aksi untuk debottlenecking regulasi, perizinan, insentif, dan pembangunan dukungan infrastruktur yang diperlukan, serta realisasi komitmen investasi (quick-wins). Penetapan hubungan internasional untuk pelabuhan dan bandar udara. Penguatan lembaga litbang dan pelaksanaan riset di masing-masing koridor. Pengembangan kompetensi SDM sesuai kegiatan ekonomi utama koridor. Di sisi lain, sebagai unsur pendorong dalam pengembangan transportasi berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk menghubungkan daerah terisolasi, tertinggal dan perbatasan dengan daerah berkembang yang berada di luar wilayahnya, sehingga terjadi pertumbuhan perekonomian yang sinergis. Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) pada hakekatnya merupakan suatu Konsep Pembinaan Transportasi dalam pendekatan kesisteman yang mengintegrasikan sumber daya dan memfasilitasi upaya-upaya untuk mencapai tujuan nasional. Dalam hal ini adalah penting untuk secara berkelanjutan memperkuat keterkaitan fungsi atau keterkaitan aktivitas satu sama lainnya baik langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan transportasi baik pada Tataran Transportasi Nasional (Tatranas), Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil), maupun Tataran Transportasi Lokal (Tatralok). Sistranas diwujudkan dalam Tataran Transportasi Nasional (TATRANAS) ditetapkan oleh pemerintah, Tataran Transportasi Wilayah (TATRAWIL) ditetapkan oleh pemerintah propinsi, dan Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Keterkaitan ketiga tataran tersebut tidak dapat dipisahkan yang pada akhirnya akan menjadi acuan bagi semua pihak terkait dalam penyelenggaraan transportasi untuk perwujudan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien baik pada tataran lokal, wilayah maupun nasional. Dalam kaitan tersebut dan dalam rangka perwujudan SISTRANAS dalam mendukung MP3EI perlu disusun jaringan transportasi pada tataran Nasional, Propinsi dan Lokal Kabupaten/Kota agar tercipta harmonisasi dan sinkronisasi penyelenggaraan 1-2

7 transportasi. Pada Tataran wilayah Propinsi (Tatrawil) telah disusun secara simultan pada tahun 2012 yang perlu di tindak lanjuti dengan penyusunanan Tatralok pada tahun 2013 ini khususnya pada wilayah Kabupaten/Kota yang belum berkembang dengan baik. Dengan demikian diperoleh arah pembangunan jaringan pelayanan dan jaringan prasarana yang dapat berperan dalam mendukung perekonomian wilayah dan mendorong pertumbuhan wilayah yang belum berkembang baik pada tataran lokal, propinsi hingga nasional/internasional. Secara makro, perkembangan ekonomi dan transportasi di wilayah Maluku Utara tidak lepas dari perkembangan ekonomi nasional, regional dan internasional di sekitarnya. Secara nasional, Program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) seperti yang diatur dalam Perpres Nomor 32 tahun 2011 diperkirakan dapat menjadi rujukan baru dan penting bagi Propinsi Maluku Utara dalam menata sistem dan layanan transportasinya sehingga selaras dengan program MP3EI guna mendukung program penguatan ekonomi koridor enam di aras Propinsi Papua, Maluku dan Maluku Utara yang berbasiskan inovasi (innovation driven economy) dan bukan hanya berdasarkan kebutuhan ( needed driven economy). Berdasarkan rencana MP3EI tersebut diperkirakan besaran nilai investasi yang berpotensi dilakukan di wilayah Maluku Utara seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1 di bawah ini diperkirakan sekitar Rp 113,5 Trilyun. Sumber: Bappenas (2011) Gambar 1.1. Rencana dan Nilai Investasi MP3EI di Maluku Utara (nomor 1 dan 2) 1-3

8 Atas dasar tersebut di atas maka perlu dilakukan Penyusunan Tatralok dalam upaya peningkatan pelayanan transportasi baik jaringan pelayanan maupun jaringan prasarana transportasi, serta peningkatan keterpaduan antar dan intramoda transportasi, disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, tingkat kemajuan teknologi, kebijakan tata ruang dan lingkungan. Adapun Penyusunan Tatralok tersebut mengacu pada PerPres No. 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) , UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Angkutan Udara, dan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 1.2 MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dari kegiatan ini adalah menyusun, mengevaluasi dan meninjau ulang Tataran Transportasi Lokal sejalan dengan dinamika perkembangan ekonomi, wilayah sebagai pedoman pengaturan dan pembangunan transportasi wilayah. Tujuannya dari kegiatan ini adalah agar rencana dan program pengembangan transportasi di wilayah lokal kabupaten/kota, propinsi dan nasional efektif dan efisien sesuai dengan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan rencana pengembanganan jaringan pada Tatranas dan Tatrawil. 1.3 RUANG LINGKUP STUDI Ruang lingkup studi ini adalah : a. Identifikasi permasalahan yang ada pada sistem transportasi lokal; b. Evaluasi pelayanan, jaringan pelayanan dan jaringan prasarana transportasi secara terpadu; c. Analisis permintaan transportasi lokal terkait dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten / kota dan rencana pembangunan dalam MP3EI dan Tatrawil, Tatranas; d. Pengkajian Model pengembangan jaringan transportasi wilayah kabupaten/kota; e. Merumuskan alternatif pengembangan jaringan transportasi; 1-4

9 f. Menetapkan prioritas dan tahapan pengembangan jaringan transportasi lokal dalam kurun waktu 2014, 2019, 2025 dan 2030; g. Merumuskan kebijakan pelayanan jaringan transportasi lokal; h. Menyusun rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok); i. Mengadakan FGD di Ibu Kota Kabupaten/Kota untuk mendapatkan masukan alternatif pengembangan jaringan transportasi lokal; j. Menyelenggarakan seminar penyempurnaan laporan akhir dan legalitas Tatralok di Ibu Kota Propinsi. Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode survei pada Kabupaten/Kota, selanjutnya hasil survey kemudian dianalisis dan dilakukan FGD serta serangkaian pembahasan pada tiap tahapan laporan dengan tim pengarah dan pendamping yang dibentuk dengan SK Kepala Badan Litbang Perhubungan sehingga akan menghasilkan keluaran. Pada akhir kegiatan studi ini diselenggarakan seminar pada wilayah studi. Tahapan pelaksanaan dan pelaporan kegiatan ini dilakukan sebagai berikut: 1) Tahapan Laporan Pendahuluan (Inception Report) Penyusunan laporan pendahuluan ini berisi penjabaran dari kerangka acuan yang meliputi metodologi dan pendekatan atau teori yang akan diterapkan, rencana kerja dan jadual kegiatan serta daftar kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian. 2) Tahapan Laporan Antara (Interim Report) Penyusunan laporan antara memuat hasil-hasil pengumpulan data serta penjelasan metode pengolahan/analisis serta penyusunan langkah selanjutnya analisis lengkap. 3) Tahapan Rancangan Laporan Akhir (Draft Final Report) Penyusunan rancangan laporan akhir berisi pengolahan data, analisis dan evaluasi dari hasil pengumpulan data pada laporan antara serta draft rekomendasi. 1-5

10 4) Tahapan Laporan Akhir (Final Report) Penyusunan pada tahap laporan akhir merupakan perbaikan/penyempurnaan dari Rancangan Laporan Akhir setelah melalui serangkaian diskusi dan pembahasan. 1.4 BATASAN KEGIATAN Kegiatan studi ini dibatasi hanya dalam lingkup penyusunan Tataran Transportasi Lokal kabupaten/kota terkait untuk mendukung prioritas pembangunan sentra produksi di koridor ekonomi Maluku Papua. 1.5 INDIKATOR KELUARAN DAN KELUARAN Indikator keluaran dari kegiatan ini adalah tersedianya Dokumen Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) dan konsep legalitas penetapannya di dua kota (Ternate dan Tidore Kepulauan) dan empat kabupaten (Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Halmahera Barat, dan Morotai). Keluaran dari kegiatan ini adalah 1 (satu) laporan hasil penelitian berikut legalitasnya yaitu dua kota (Ternate dan Tidore Kepulauan) dan empat kabupaten (Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Halmahera Barat, dan Morotai). 1.6 LOKASI DAN WAKTU PELAKSANAAN KEGIATAN Kegiatan studi ini dilaksanakan di dua Kota dan empat Kabupaten, yaitu Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Barat, dan Kabupaten Morotai. Adapun kegiatan pelaksanaan studi akan dilaksanakan selama 7 (tujuh) bulan kalender (27 Maret 26 Oktober 2013), berdasarkan No. Kontrak : PL.102/15/2-BLT-2013 dan No. SPMK : PL.102/15/9-BLT TENAGA AHLI YANG DIPERLUKAN Tenaga Ahli yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan ini adalah : 1-6

11 1) Ahli Perencanaan Transportasi (Ketua Tim) 2) Ahli Manajemen Transportasi 3) Ahli Sistem Analis Transportasi 4) Ahli Administrasi Kebijakan Publik 5) Ahli Tata Ruang Wilayah 6) Ahli Perencanaan Wilayah 7) Ahli Pemodelan Transportasi 8) Legal Drafter 9) Sekretaris 10) Operator Komputer 1.8 PERLENGKAPAN PENDUKUNG PEKERJAAN Untuk mempercepat dan mengefisienkan waktu dalam menyusun kegiatan ini diperlukan perlengkapan untuk mendukung pekerjaan ini. Pada penyusunan Dokumen TATRALOK ini didalamnya terdapat beberapa pemodelan transportasi, maka dari itu bila diperlukan Konsultan akan menggunakan Software (Perangkat Lunak) yang berfungsi membantu proses pemodelan transportasi wilayah. Software ini sudah updateable untuk membantu proses-proses permasalahan pemodelan transportasi yang multi dimensi. 1.9 SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan dalam Rancangan Laporan Akhir ( Draft Final Report) ini adalah sebagai berikut : BAB 1 PENDAHULUAN - Latar Belakang - Maksud dan Tujuan - Ruang Lingkup Studi - Hasil yang Diharapkan - Sistematika Penulisan 1-7

12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini dikemukakan dengan jelas, ringkas, dan padat secara kritis tentang hasil tinjauan kepustakaan terkait dengan masalah Konsep dan Model Pengembangan Jaringan Transportasi. a. Tinjauan Pustaka (difokuskan pada penelitian sebelumnya) 1. Prinsip-prinsip yang dipegang meninjau kepustakaan itu adalah mencari kebenaran riset bagi landasan berpikir, berpikir dalam menentukan masalah dan menjawabnya, yang semuanya itu dilandaskan pada pegangan-pegangan yang mempunyai sifat kebenaran tinggi. 2. Ada empat hal yang dijadikan pegangan untuk meninjau pustaka yang sesuai dengan fungsi dan prinsip-prinsip meninjau pustaka itu, yakni selektif, komparatif, kritis, analitis, dan semua dilakukan secara bersama-sama. b. Kerangka Pemikiran Rangkaian penalaran dalam suatu kerangka berdasarkan pada teori/konsep Menyusun Kerangka Pemikiran adalah menjawab secara rasional masalah yang telah dirumuskan dan diidentifikasi (mengapa fenomena itu terjadi) dengan jalan mengalirkan jalan pikiran dari pangkal pikir (premis) berdasarkan pat okan pikir (asumsi/aksioma) sampai pada pemikiran (hasil berpikir/deduksi/hipotesis) menurut kerangka logis (logical construct). BAB 3 METODOLOGI STUDI - Memaparkan desain atau rancangan penelitian yang digunakan (sifat penelitian); - Menjabarkan dengan jelas sasaran penelitian (populasi, sample, sumber data, tempat dan waktu penelitian); - Menguraikan teori/model analisis yang digunakan dan data/informasi yang diperlukan dalam penelitian (prosedur pengkajian/uraian analisis data, metode dan teknik serta instrument pengumpulan data). BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI - Kondisi Sosio Ekonomi kabupaten/kota - Kondisi Pola Aktivitas - Kondisi Transportasi kabupaten/kota BAB 5 PERKIRAAN KONDIDI MENDATANG - Struktur dan pola pemanfaatan ruang kabupaten/kota - Pola Aktivitas - Bangkitan dan distribusi arus barang/penumpang - Model pengembangan jaringan transportasi - Alternatif pengembangan jaringan transportasi - Prioritas Pengembangan Jaringan Transportasi 1-8

13 BAB 6 ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN - Arah pengembangan jaringan transportasi - Kebijakan, strategi dan program pengembangan jaringan transportasi 1-9

14 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDEKATAN STUDI Pendekatan yang memayungi studi ini secara sinergi adalah melalui MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) yang merupakan arahan strategis dan percepatan pembangunan ekonomi khususnya di wilayah studi tersebut. MP3EI menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari 3 strategi utama. Konektivitas nasional merupakan pengintegrasian 4 elemen kebijakan nasional yang terdiri dari sistem logistik nasional (Sislogna s), sistem transportasi nasional (Sistranas), pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Strategi ini untuk mewujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien dan terpadu. Berarti pada wilayah studi ini perlu memahami pula keterkaitannya baik secara lokal, kabupaten/kota, wilayah propinsi, maupun nasional, bahkan regional dan global. Untuk memahami semuanya ini, perlu pengertian-pengertian dasar tentang istilah kunci, seperti: Definisi Sistranas, Tujuan dan Sasaran Sistranas, serta Tataran Transportasi (Tatranas, Tatrawil, dan Tatralok) yang dirangkum dalam kerangka pemikiran Pola Dasar Sistranas. Begitu juga halnya dengan Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda, yang menggambarkan Alur Pikir Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda, Visi dan Misi Transportasi Antarmoda/ Multimoda, Strategi Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda, dan Program Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda dalam rangka mendukung prioritas pembangunan sentra produksi di koridor ekonomi Papua- Kepulauan Maluku yang dirajut dalam MP3EI. Kegiatan ini perlu alasan dan landasan atau acuan normatif yang mendasarkan pada PP No. 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) , UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, UU di Bidang Transportasi yaitu UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Angkutan Udara dan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. 2-1

15 2.2 MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Selaras dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional , maka visi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia adalah Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur. Melalui langkah MP3EI, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD USD dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 4,5 triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 7,5 persen pada periode , dan sekitar 8,0 9,0 persen pada periode Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode menjadi 3,0 persen pada Kombinasi pertumbuhan dan inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju. Gambar 2.1. Aspirasi Pencapaian PDB Indonesia Sumber: MP3EI,

16 Visi 2025 tersebut diwujudkan melalui 3 (tiga) misi yang menjadi fokus utamanya, yaitu: 1. Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari pengelolaan aset dan akses (potensi) SDA, geografis wilayah, dan SDM, melalui penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antar-kawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. 2. Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian nasional. 3. Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan, menuju innovation-driven economy Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah Melalui Koridor Ekonomi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia diselenggarakan berdasarkan pendekatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, baik yang telah ada maupun yang baru. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional. Setiap wilayah mengembangkan produk yang menjadi keunggulannya. Tujuan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi tersebut adalah untuk memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah serta memperbaiki ketimpangan spasial pembangunan ekonomi Indonesia. Gambar 2.2. Ilustrasi Koridor Ekonomi Sumber: MP3EI,

17 Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mengembangkan klaster industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut disertai dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya. Secara keseluruhan, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan konektivitas tersebut menciptakan Koridor Ekonomi Indonesia. Peningkatan potensi ekonomi wilayah melalui koridor ekonomi ini menjadi salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama) Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai negara yang terdiri atas ribuan pulau dan terletak di antara dua benua dan dua samudera, wilayah kepulauan Indonesia memiliki sebuah konstelasi yang unik, dan tiap kepulauan besarnya memiliki peran strategis masing-masing yang ke depannya akan menjadi pilar utama untuk mencapai visi Indonesia tahun Dengan memperhitungkan berbagai potensi dan peran strategis masing-masing pulau besar (sesuai dengan leta k dan kedudukan geografis masing-masing pulau), telah ditetapkan 6 (enam) koridor ekonomi seperti yang tergambar pada Gambar 2.3. Gambar 2.3. Peta Koridor Ekonomi Indonesia Sumber: MP3EI,

18 2.2.4 Arahan Pengembangan Kegiatan Ekonomi Utama Sebagai dokumen kerja, MP3EI berisikan arahan pengembangan kegiatan ekonomi utama yang sudah lebih spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi perubahan/revisi terhadap peraturan perundang-undangan yang perlu dilakukan maupun pemberlakuan peraturan-perundangan baru yang diperlukan untuk mendorong percepatan dan perluasan investasi. Selanjutnya MP3EI menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. MP3EI bukan dimaksudkan untuk mengganti dokumen perencanaan pembangunan yang telah ada seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (UU No. 17 Tahun 2007) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, namun menjadi dokumen yang terintegrasi dan komplementer yang penting serta khusus untuk melakukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi, seperti yang terlihat pada Gambar 2.4. MP3EI juga dirumuskan dengan memperhatikan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) karena merupakan komitmen nasional yang berkenaan dengan perubahan iklim global.. Sumber: MP3EI, Gambar 2.4. Posisi MP3EI dalam Rencana Pembangunan Pemerintah 2-5

19 2.2.5 Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku terdiri dari Propinsi Papua, Propinsi Papua Barat, Propinsi Maluku dan Propinsi Maluku Utara. Sesuai dengan tema pembangunannya, Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku merupakan pusat pengembangan pangan, perikanan, energi, dan pertambangan nasional. Secara umum, Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku. Maluku memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, namun di sisi lain terdapat beberapa masalah yang harus menjadi perhatian dalam upaya mendorong perekonomian di koridor ini, antara lain: 1. Laju pertumbuhan PDRB di Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku dari tahun , tergolong relatif tinggi, yakni sebesar 7 persen, namun besaran PDRB tersebut relatif kecil dibanding dengan koridor lainnya; 2. Disparitas yang besar terjadi di antara kabupaten di Papua. Sebagai contoh, PDRB per kapita Kabupaten Mimika adalah sebesar IDR 240 juta, sementara kabupaten lainnya berada di bawah rata-rata PDB per kapita nasional (IDR 24,26 juta); 3. Investasi yang rendah di Papua disebabkan oleh tingginya risiko berusaha dan tingkat kepastian usaha yang rendah; 4. Produktivitas sektor pertanian belum optimal yang salah satunya disebabkan oleh keterbatasan sarana pengairan; 5. Keterbatasan infrastruktur untuk mendukung pembangunan ekonomi; 6. Jumlah penduduk yang sangat rendah dengan mobilitas tinggi memberikan tantangan khusus dalam pembuatan program pembangunan di Papua. Kepadatan populasi Papua adalah 12,6 jiwa/km 2, jauh lebih rendah dari ratarata kepadatan populasi nasional (124 jiwa/km 2 ). Strategi pembangunan ekonomi Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku (Gambar 2.5) difokuskan pada 5 kegiatan Ekonomi utama, yaitu Pertanian Pangan - MIFEE (Merauke Integrated Food & Energy Estate), Tembaga, Nikel, Migas, dan Perikanan. 2-6

20 Gambar 2.5. Peta Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku Sumber: MP3EI,

21 2.3 POLA DASAR SISTRANAS Sistranas disusun dengan landasan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, undang-undang di bidang transportasi dan peraturan perundangan terkait lainnya. Perumusan Sistranas tersebut juga memanfaatkan peluang dan memperhatikan kendala lingkup internasional, regional dan nasional, baik dari sisi regulator, operator, pengguna jasa, maupun dari sisi masyarakat, dengan sasaran terwujudnya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. 1) Definisi Sistranas Sistranas adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara, serta transportasi pipa, yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang, yang terus berkembang secara dinamis. 2) Tujuan dan Sasaran Sistranas Tujuan Sistranas adalah terwujudnya transportasi yang efektif dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia, barang dan jasa, membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis, serta mendukung pengembangan wilayah, dan lebih memantapkan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara dan peningkatan hubungan internasional. Sedangkan Sasaran Sistranas adalah terwujudnya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. Efektif dalam arti selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, serta polusi rendah. Efisien dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan jaringan transportasi nasional. 3) Tataran Transportasi Sistranas diwujudkan dalam tiga tataran, yaitu tataran transportasi nasional (Tatranas), tataran transportasi wilayah (Tatrawil), dan tataran transportasi lokal (Tatralok). 2-8

22 a) Tatranas Tatranas adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman, terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara, dan transportasi pipa, yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, yang berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antarsimpul atau kota nasional, dan dari simpul atau kota nasional ke luar negeri. b) Tatrawil Tatrawil adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara, dan transportasi pipa yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan transportasi yang efektif dan efisien, berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antarsimpul atau kota wilayah, dan dari simpul atau kota wilayah ke simpul atau kota nasional atau se-maluku Utara-nya. c) Tatralok Tatralok adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara, dan transportasi pipa yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan transportasi yang efektif dan efisien, berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antarsimpul atau kota lokal, dan dari simpul atau kota lokal ke simpul atau kota wilayah, dan simpul atau kota nasional terdekat atau se-maluku Utara-nya, serta dalam kawasan perkotaan dan perdesaan. 2.4 CETAK BIRU TRANSPORTASI ANTARMODA/MULTIMODA Penyusunan "Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda" dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai masalah yang menyebabkan terjadinya ketidaklancaran 2-9

23 arus barang dan mobilitas orang pada simpul transportasi yang strategis dan kota metropolitan serta daerah tertinggal. Sedangkan tujuan dari cetak biru ini adalah menyusun rencana pengembangan transportasi antarmoda/multimoda untuk mewujudkan kelancaran arus barang dan mobilitas orang yang efektif dan efisien dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Adapun uraian Alur Pikir Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda, Visi dan Misi Transportasi Antarmoda/Multimoda, Strategi Pengembangan Transportasi Antarmoda/ Multimoda, dan Program Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda adalah sebagai berikut: 1) Alur Pikir Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda Pengembangan transportasi antarmoda/multimoda yang dimuat dalam Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda diarahkan pada perwujudan keterpaduan pelayanan, jaringan pelayanan dan jaringan prasarana transportasi sebagai satu kesatuan secara kesisteman. Perwujudan Sistranas pada tataran nasional (Tataran Transportasi Nasional/Tatranas), yang selanjutnya disebut sebagai Cetak Biru Pembangunan Sistranas pada Tatranas, memuat arah pengembangan jaringan pelayanan dan jaringan prasarana transportasi secara terpadu dan seirnbang dari semua moda transportasi (jalan, sungai, danau, penyeberangan, kereta api, laut dan udara) yang menghubungkan simpul-simpul kegiatan strategis nasional. Keterpaduan jaringan prasarana transportasi sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang transportasi, digambarkan dalam rencana induk atau tatanan masing-masing moda transportasi. Pada tataran nasional, pengembangan prasarana transportasi mengacu pada berbagai rencana induk yaitu Rencana Induk LLAJ Nasional, Rencana Induk Perkeretaapian Nasional, Tatanan Kepelabuhanan Nasional dan Tatanan Kebandarudaraan Nasional. Transportasi antarmoda/multimoda merupakan salah satu wujud keterpaduan pelayanan, jaringan pelayanan dan jaringan prasarana dalam rangka kelancaran arus barang dan mobilitas orang. Transportasi pada dasarnya dapat berfungsi sebagai unsur penunjang ( servicing function) dan sebagai unsur pendorong ( promoting function). Fungsi penunjang untuk kegiatan sektor lain pada wilayah yang telah berkembang dan bersifat komersial serta sebagai unsur pendorong bagi daerah yang belum berkembang atau tertinggal dan bersifat keperintisan. Pelayanan transportasi antarmoda/multimoda baik untuk jaringan pelayanan pada daerah yang telah berkembang maupun wilayah perintis, dikembangkan guna mewujudkan pelayanan one stop service yang didukung oleh sistem 2-10

24 informasi yang handal. Untuk mewujudkan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien didasarkan pada 14 indikator Sistranas yaitu selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, Iancar, cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, rendah polusi, beban publik rendah dan utilitas tinggi serta indikator Single Seamless Services (SSS) yaitu single operator, single document dan single tariff untuk angkutan barang serta single ticket untuk angkutan penumpang. Secara lengkap, alur pikir pengembangan transportasi antarmoda/multimoda yang telah diuraikan di atas diilustrasikan dalam Gambar 2.6. Rencana Induk LLAJ Nasional Rencana Induk Perkeretaapian Nasional Tatanan Kepelabuhan Nasional Tatanan Kebandarudaraan Nasional SISTRANAS TATRANAS Blueprint Sistranas JARINGAN PRASARANA JARINGAN PELAYANAN PELAYANAN 14 Indikator efektif dan efisien BARANG PENUMPANG SERVICING FUNCTION PROMOTING FUNCTION SERVICING FUNCTION KOMERSIAL PERINTIS / PSO KOMERSIAL Sumber: PerMenHub No. KM 15 Tahun 2010 Tentang Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda Tahun Gambar 2.6. Alur Pikir Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda 2) Visi dan Misi Transportasi Antarmoda/Multimoda Visi transportasi antarmoda/multimoda menggambarkan suatu kondisi yang diharapkan dapat dicapai dalarn penyelenggaraan transportasi antarmoda/multimoda pada masa yang akan datang. Pada tahun 2030 transportasi antarmoda/multimoda 2030 diharapkan mampu mendukung 2-11

25 kelancaran arus barang dan mobilitas orang sehingga tercapai efisiensi dan efektivitas dalam kegiatan ekonomi dan masyarakat. Berdasarkan pertirnbangan di atas, maka dapat dirumuskan visi transportasi antarmoda/multimoda tahun 2030 adalah Arus Barang dan Mobilitas Orang Efektif dan Efisien. Misi transportasi antarmoda/multimoda merupakan upaya yang dilaksanakan agar tercapai visi transportasi antarrnodajrnultirnoda yaitu arus barang dan mobilitas orang yang efektif dan efisien. Adapun misi tersebut adalah: a) Mewujudkan kelancaran arus barang. b) Mewujudkan kelancaran mobilitas orang. Tujuan yang ingin dicapai dari terwujudnya visi dan misi transportasi antarrnoda/multirnoda adalah: a) Menekan lamanya waktu pelayanan pada simpul moda transportasi. b) Menurunkan biaya pelayanan transportasi pada sirnpul moda transportasi. c) Meningkatkan kelancaran arus barang dan mobilitas orang pada kota metropolitan. d) Meningkatkan aksesibilitas rnasyarakat dari dan ke daerah tertinggal. 3) Strategi Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda Strategi pengembangan transportasi antarmoda/multimoda merupakan upaya yang dilakukan untuk mewujudkan kebijakan yang ditetapkan dalam mendukung terwujudnya kelancaran arus barang dan mobilitas orang. Adapun strategi dari kebijakan mewujudkan kelancaran arus barang adalah sebagai berikut: a) Meningkatnya kualitas badan usaha angkutan multimoda b) Meningkatnya keterpaduan jaringan prasarana pada simpul transportasi laut c) Meningkatnya keterpaduan jaringan prasarana pada simpul transportasi udara d) Meningkatnya aksesibilitas transportasi pada daerah tertinggal. 4) Program Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda Program pengembangan transportasi antarmoda/multimoda disusun guna mewujudkan setiap strategi yang telah ditetapkan dalam mendukung kebijakan, misi dan visi pengembangan transportasi antarmoda/multimoda. 2-12

26 2.5 JARINGAN TRANSPORTASI Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS), bahwa jaringan transportasi diklasifikasikan menjadi: Transportasi Antarmoda, Transportasi Jalan, Transportasi Kereta Api, Transportasi Sungai dan Danau, Transportasi Penyeberangan, Transportasi Laut, Transportasi Udara, dan Transportasi Pipa. a. Transportasi Antarmoda 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan transportasi antarmoda adalah pelayanan transportasi antarmoda perkotaan, transportasi antarmoda antarkota, dan transportasi antarmoda luar negeri. 2) Jaringan Prasarana Keterpaduan jaringan prasarana transportasi antarmoda diwujudkan dalam bentuk interkoneksi antarfasilitas dalam terminal transportasi antarmoda, yaitu simpul transportasi yang berfungsi sebagai titik temu antarmoda transportasi yang terlibat, yang memfasilitasi kegiatan alih muat, yang dari aspek tatanan fasilitas, fungsional, dan operasional, mampu memberikan pelayanan antarmoda secara berkesinambungan. b. Transportasi Jalan 1) Jaringan Pelayanan Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dikelompokkan menurut wilayah pelayanan, operasi pelayanan, dan perannya. Menurut wilayah pelayanannya, angkutan penumpang dengan kendaraan umum, terdiri dari angkutan lintas batas negara, angkutan antarkota antarpropinsi, angkutan kota, angkutan perdesaan, angkutan perbatasan, angkutan khusus, angkutan taksi, angkutan sewa, angkutan pariwisata dan angkutan lingkungan. Menurut sifat operasi pelayanannya, angkutan penumpang dengan kendaraan umum di atas dapat dilaksanakan dalam trayek dan tidak dalam trayek. Angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek yaitu: 2-13

27 a) Angkutan lintas batas negara, angkutan dari satu kota ke kota lain yang melewati lintas batas negara dengan menggunakan mobil bus umum yang terkait dalam trayek; b) Angkutan antarkota antarpropinsi (AKAP), angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui antar daerah kabupaten/kota yang melalui lebih dari satu daerah propinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek; c) Angkutan antarkota dalam propinsi (AKDP), angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui antardaerah kabupaten/kota dalam satu daerah propinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek; d) Angkutan kota, angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah kota atau wilayah ibukota kabupaten dengan menggunakan mobil bus umum atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek; e) Angkutan perdesaan, angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah kabupaten yang tidak termasuk dalam trayek kota yang berada pada wilayah ibukota kabupaten dengan mempergunakan mobil bus umum atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek; f ) Angkutan perbatasan, angkutan kota atau angkutan perdesaan yang memasuki wilayah kecamatan yang berbatasan langsung pada kabupaten atau kota lainnya baik yang melalui satu propinsi maupun lebih dari satu propinsi; g) Angkutan khusus, angkutan yang mempunyai asal dan/atau tujuan tetap, yang melayani antarjemput penumpang umum, antarjemput karyawan, permukiman, dan simpul yang berbeda. Sedangkan untuk angkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek yaitu : a) Angkutan taksi, angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer yang melayani angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi terbatas; b) Angkutan sewa, angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang melayani angkutan dari pintu ke pintu dengan atau tanpa pengemudi, dalam wilayah operasi yang tidak terbatas; c) Angkutan pariwisata, angkutan dengan menggunakan bis umum yang dilengkapi dengan tanda-tanda khusus untuk keperluan pariwisata 2-14

28 atau keperluan lain di luar pelayanan angkutan dalam trayek, seperti untuk keperluan keluarga dan sosial lainnya; d) Angkutan lingkungan, angkutan dengan menggunakan mobil penumpang yang dioperasikan dalam wilayah operasi terbatas pada kawasan tertentu. Pelayanan angkutan barang dengan kendaraan umum tidak dibatasi wilayah pelayanannya. Demi keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan dapat ditetapkan jaringan lintas untuk mobil barang tertentu, baik kendaraan umum maupun kendaraan bukan umum. Dengan ditetapkan jaringan lintas untuk mobil barang yang bersangkutan, maka mobil barang dimaksud hanya diijinkan melalui lintasannya, misalnya mobil barang pengangkut petikemas, mobil barang pengangkut bahan berbahaya dan beracun, dan mobil barang pengangkut alat berat. 2) Jaringan Prasarana Jaringan prasarana transportasi jalan terdiri dari simpul yang berwujud terminal penumpang dan terminal barang, dan ruang lalu lintas. Terminal penumpang menurut wilayah pelayanannya dikelompokkan menjadi: a) Terminal penumpang tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota antarpropinsi, antarkota dalam propinsi, angkutan kota, dan angkutan perdesaan; b) Terminal penumpang tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antarkota dalam propinsi, angkutan kota, dan angkutan perdesaan; c) terminal penumpang tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan perdesaan. Selanjutnya masing-masing tipe tersebut dapat dibagi dalam beberapa kelas sesuai dengan kapasitas terminal dan volume kendaraan umum yang dilayani. fungsi pelayanan penyebaran/distribusi menjadi : a) Terminal utama, berfungsi melayani penyebaran antarpusat kegiatan nasional, dari pusat kegiatan wilayah ke pusat kegiatan nasional, serta perpindahan antarmoda; b) Terminal penumpang, berfungsi melayani penyebaran antarpusat kegiatan wilayah, dari pusat kegiatan lokal ke pusat kegiatan wilayah; c) Terminal lokal, berfungsi melayani penyebaran antarpusat kegiatan lokal. 2-15

29 Jaringan jalan terdiri atas jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder. Jaringan jalan primer, merupakan jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Sedangkan Jaringan jalan sekunder, merupakan jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Berdasarkan sifat dan pergerakan lalu lintas dan angkutan jalan, jalan umum dibedakan atas fungsi jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan. Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. Pembagian setiap ruas jalan pada jaringan jalan primer terdiri dari : a) jalan arteri primer, menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional, atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah; b) jalan kolektor primer, menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan wilayah, atau menghubungkan antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal; c) jalan lokal primer, menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan atau pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lokal, pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, dan antarpusat kegiatan lingkungan. d) jalan lingkungan primer, menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan propinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. 2-16

30 Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota propinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. Jalan propinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis propinsi. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan propinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, atau antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan PKL, antar-pkl, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan. Jalan dibagi dalam beberapa kelas didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan moda transportasi yang sesuai karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor, serta konstruksi jalan. Pembagian kelas jalan dimaksud, meliputi jalan kelas I, kelas II, kelas III A, kelas III B, dan kelas III C. Dilihat dari aspek pengusahaannya, jalan umum dikelompokkan menjadi jalan tol yang kepada pemakainya dikenakan pungutan dan merupakan alternatif dari jalan umum yang ada, dan jalan bukan tol. c. Transportasi Kereta Api 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan transportasi kereta api dibedakan menjadi jaringan pelayanan transportasi kereta api antarkota dan perkotaan. Jaringan pelayanan angkutan antarkota terdiri atas: 2-17

31 a) lintas utama berfungsi melayani angkutan jarak jauh atau sedang yang menghubungkan antarstasiun, dan berfungsi sebagai pengumpul yang ditetapkan untuk melayani lintas utama; b) lintas cabang berfungsi melayani angkutan jarak sedang atau dekat yang menghubungkan antara stasiun yang berfungsi sebagai pengumpan dengan stasiun yang berfungsi sebagai pengumpul atau antarstasiun yang berfungsi sebagai pengumpan yang ditetapkan untuk melayani lintas cabang. Menurut sifat barang yang diangkut, pengangkutan barang dengan kereta api dikelompokkan menjadi: a) angkutan barang dengan cara umum: pelayanan angkutan untuk berbagai jenis barang yang dilayani dengan menggunakan gerbong atau kereta bagasi dengan syarat-syarat umum angkutan barang; b) angkutan barang dengan cara khusus: pelayanan angkutan hanya untuk sejenis komoditi tertentu dengan menggunakan gerbong atau kereta bagasi dengan syarat-syarat khusus, seperti angkutan pupuk, minyak, batu bara, hewan dan lain sebagainya. 2) Jaringan Prasarana Jaringan prasarana transportasi kereta api terdiri dari simpul yang berwujud stasiun, dan ruang lalu lintas. Stasiun mempunyai fungsi yang sama dengan simpul moda transportasi lainnya yaitu sebagai tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, memuat dan membongkar barang, mengatur perjalanan kereta api, serta perpindahan intramoda dan atau antarmoda. Stasiun dapat dikelompokkan menurut: a) Fungsinya, dapat dibedakan menjadi stasiun penumpang dan stasiun barang. Stasiun penumpang pada umumnya dapat juga berfungsi untuk melayani angkutan barang namun bersifat terbatas, sedangkan stasiun barang hanya khusus melayani angkutan barang. Stasiun tersebut dapat dibagi menjadi stasiun pengumpul dan pengumpan serta dalam beberapa kelas sesuai dengan lokasi kebutuhan operasional, dan pengusahaannya. b) Pengelolaannya, dikelompokkan menjadi stasiun umum dan stasiun khusus. Stasiun umum adalah stasiun yang digunakan untuk melayani kepentingan umum baik untuk angkutan penumpang maupun barang, sedangkan stasiun khusus adalah stasiun yang dimiliki/dikuasai badan 2-18

32 usaha tertentu yang hanya digunakan untuk menunjang kegiatan yang bersangkutan. Ruang lalu lintas pada transportasi kereta api berupa jalur kereta api yang diperuntukkan bagi gerak lokomotif, kereta dan gerbong. Jalur kereta api dimaksud dapat dikelompokkan menurut kepemilikan dan penyelenggaraannya. Menurut kepemilikan dan penyelenggaraannya, jalur kereta api dikelompokkan menjadi jalur kereta api umum dan jalur kereta api khusus. Jalur kereta api umum adalah jalur kereta api yang digunakan untuk melayani kepentingan umum baik untuk angkutan penumpang maupun barang, sedangkan jalur kereta api khusus adalah jalur kereta api yang digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk kepentingan sendiri. d. Transportasi Sungai dan Danau 1) Jaringan Pelayanan Pelayanan transportasi sungai dan danau untuk angkutan penumpang dan barang dilakukan dalam trayek tetap teratur, dan trayek tidak tetap dan tidak teratur. 2) Jaringan Prasarana Jaringan prasarana transportasi sungai dan danau terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan sungai dan danau, dan ruang lalu lintas yang berwujud alur pelayaran. Pelabuhan sungai dan danau menurut peran dan fungsinya terdiri dari pelabuhan sungai dan danau yang melayani angkutan antarpropinsi, pelabuhan sungai dan danau yang melayani angkutan antarkabupaten/kota dalam propinsi, serta pelabuhan sungai dan danau yang melayani angkutan dalam kabupaten/kota. e. Transportasi Penyeberangan 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan penyeberangan, yang disebut lintas penyeberangan, menurut fungsinya terdiri dari: lintas penyeberangan antarnegara, yaitu yang menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan atau jaringan jalur kereta api antarnegara; lintas penyeberangan antarpropinsi, yaitu yang menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan atau jaringan jalur kereta api antarpropinsi; lintas penyeberangan antarkabupaten/kota dalam propinsi, yaitu yang menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan atau jaringan jalur kereta api antarkabupaten/kota dalam propinsi; lintas 2-19

33 penyeberangan dalam kabupaten/kota, yaitu yang menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan atau jaringan jalur kereta api dalam kabupaten/kota. 2) Jaringan Prasarana Jaringan prasarana transportasi penyeberangan terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan penyeberangan dan ruang lalu lintas yang berwujud alur penyeberangan. Hirarki pelabuhan penyeberangan berdasarkan peran dan dikelompokkan menjadi: fungsinya a) pelabuhan penyeberangan lintas propinsi dan antar negara, yaitu pelabuhan penyeberangan yang melayani lintas propinsi dan antarnegara; b) pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota, yaitu pelabuhan penyeberangan yang melayani lintas kabupaten/kota; c) pelabuhan penyeberangan lintas dalam kabupaten yaitu pelabuhan penyeberangan yang melayani lintas dalam kabupaten/kota. f. Transportasi Laut 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan transportasi laut berupa trayek dibedakan menurut kegiatan dan sifat pelayanannya. Berdasarkan kegiatannya, jaringan (trayek) transportasi laut terdiri dari jaringan trayek transportasi laut dalam negeri dan jaringan trayek transportasi laut luar negeri. Jaringan trayek transportasi laut dalam negeri terdiri dari: a) jaringan trayek transportasi laut utama yang menghubungkan antarpelabuhan yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi; b) jaringan trayek transportasi laut pengumpan yaitu yang menghubungkan pelabuhan yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi dengan pelabuhan yang bukan berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi. Disamping itu, trayek ini juga menghubungkan pelabuhan-pelabuhan yang bukan berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi. Berdasarkan fungsi pelayanan transportasi laut sebagai ship follow the trade dan ship promote the trade, jaringan trayek transportasi laut dibagi menjadi pelayanan komersial dan nonkomersial (perintis). 2-20

34 Jaringan trayek transportasi laut tersebut di atas ditetapkan dengan memperhatikan pengembangan pusat industri, perdagangan dan pariwisata, pengembangan daerah, keterpaduan intra dan antarmoda transportasi. Berdasarkan sifat pelayanannya jaringan pelayanan terdiri atas: transportasi laut a) jaringan pelayanan transportasi laut tetap dan teratur yaitu jaringan pelayanan dengan trayek dan jadwal yang telah ditetapkan; b) jaringan pelayanan transportasi laut tidak tetap dan tidak teratur yaitu jaringan pelayanan dengan trayek dan jadwal yang tidak ditetapkan. 2) Jaringan Prasarana Jaringan prasarana transportasi laut terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan laut dan ruang lalu lintas yang berwujud alur pelayaran. Pelabuhan laut dibedakan berdasarkan peran, fungsi dan klasifikasi serta jenis. Berdasarkan jenisnya pelabuhan dibedakan atas: a) pelabuhan umum yang digunakan untuk melayani kepentingan umum perdagangan luar negeri dan dalam negeri sesuai ketetapan pemerintah dan mempunyai fasilitas karantina, imigrasi, bea cukai, penjagaan dan penyelamatan; b) pelabuhan khusus yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu. Hirarki berdasarkan peran dan fungsi pelabuhan laut terdiri dari : a) pelabuhan internasional hub (utama primer) adalah pelabuhan utama yang memiliki peran dan fungsi melayani kegiatan dan alih muat penumpang dan barang internasional dalam volume besar karena kedekatan dengan pasar dan jalur pelayaran internasional serta berdekatan dengan jalur laut kepulauan Indonesia; b) pelabuhan internasional (utama sekunder) adalah pelabuhan utama yang memiliki peran dan fungsi melayani kegiatan dan alih muat penumpang dan barang nasional dalam volume yang relatif besar karena kedekatan dengan jalur pelayaran nasional dan internasional serta mempunyai jarak tertentu dengan pelabuhan internasional lainnya; c) pelabuhan nasional (utama tersier) adalah pelabuhan utama memiliki peran dan fungsi melayani kegiatan dan alih muat penumpang dan 2-21

35 barang nasional dan bisa menangani semi kontainer dengan volume bongkar sedang dengan memperhatikan kebijakan pemerintah dalam pemerataan pembangunan nasional dan meningkatkan pertumbuhan wilayah, mempunyai jarak tertentu dengan jalur/rute lintas pelayaran nasional dan antarpulau serta dekat dengan pusat pertumbuhan wilayah ibukota kabupaten/kota dan kawasan pertumbuhan nasional. d) pelabuhan regional adalah pelabuhan pengumpan primer yang berfungsi khususnya untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut dalam jumlah kecil dan jangkauan pelayanan antarkabupaten/kota serta merupakan pengumpan kepada pelabuhan utama; e) pelabuhan lokal adalah pelabuhan pengumpan sekunder yang berfungsi khususnya untuk melayani kegiatan angkutan laut dalam jumlah kecil dan jangkauan pelayanannya antarkecamatan dalam kabupaten/kota serta merupakan pengumpan kepada pelabuhan utama dan pelabuhan regional. Berdasarkan peran dan fungsi pelabuhan khusus yang bersifat nasional, terdiri dari pelabuhan khusus nasional/internasional yang melayani kegiatan bongkar muat pelayanan yang bersifat lintas propinsi dan internasional. Berdasarkan jangkauan pelayarannya pelabuhan dapat ditetapkan sebagai pelabuhan yang terbuka dan tidak terbuka untuk perdagangan luar negeri. Penyelenggaraan pelabuhan umum dapat dibedakan atas pelabuhan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan atau penyelenggaraannya dilimpahkan pada BUMN, dan pelabuhan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah propinsi dan kabupaten/kota dan atau yang penyelenggaraannya dilimpahkan pada BUMD. Ruang lalu lintas laut ( seaways) adalah bagian dari ruang perairan yang ditetapkan untuk melayani kapal laut yang berlayar atau berolah gerak pada satu lokasi/pelabuhan atau dari suatu lokasi/pelabuhan menuju ke lokasi/pelabuhan lainnya melalui arah dan posisi tertentu. Alur pelayaran adalah bagian dari ruang lalu lintas laut yang alami maupun buatan yang dari segi kedalaman, lebar dan hambatan pelayaran lainnya dianggap aman untuk dilayari. Alur pelayaran dicantumkan dalam peta laut dan buku petunjuk pelayaran serta diumumkan oleh instansi yang berwenang. Berdasarkan fungsi ruang lalu lintas laut dikelompokkan atas: 2-22

36 a) ruang lalu lintas laut dimana pada lokasi tersebut instruksi secara positif diberikan dari pemandu (sea traffic controller) kepada nakhoda, contoh: alur masuk pelabuhan, daerah labuh/anchorage area, kolam pelabuhan, daerah bandar dan sebagainya; b) ruang lalu lintas laut dimana pada lokasi tersebut hanya diberikan informasi tentang lalu lintas yang diperlukan meliputi antara lain informasi tentang cuaca, kedalaman, pasang surut, arus, gelombang dan lainlain. Alur pelayaran terdiri dari alur pelayaran internasional dan alur pelayaran dalam negeri serta alur laut kepulauan, untuk perlintasan yang sifatnya terus menerus, langsung dan secepatnya bagi kapal asing yang melalui perairan Indonesia ( innoncent passages), seperti Selat Lombok-Selat Makassar, Selat Sunda-Selat Karimata, Laut Sawu-Laut Banda-Laut Maluku, Laut Timor-Laut Banda-Laut Maluku, yang ditetapkan dengan memperhatikan faktor-faktor pertahanan keamanan, keselamatan berlayar, rute yang biasanya digunakan untuk pelayaran internasional, tata ruang kelautan, konservasi sumber daya alam dan lingkungan, dan jaringan kabel/pipa dasar laut serta rekomendasi organisasi internasional yang berwenang. g. Transportasi Udara 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan transportasi udara merupakan kumpulan rute penerbangan yang melayani kegiatan transportasi udara dengan jadwal dan frekuensi yang sudah tertentu. Berdasarkan wilayah pelayanannya, rute penerbangan dibagi menjadi rute penerbangan dalam negeri dan rute penerbangan luar negeri. Jaringan penerbangan dalam negeri dan luar negeri merupakan suatu kesatuan dan terintegrasi dengan jaringan transportasi darat dan laut. Berdasarkan hirarki pelayanannya, rute penerbangan terdiri atas rute penerbangan utama, pengumpan dan perintis. a) rute utama yaitu rute yang menghubungkan antarbandar udara pusat penyebaran; b) rute pengumpan yaitu rute yang menghubungkan antara bandar udara pusat penyebaran dengan bandar udara yang bukan pusat penyebaran, dan/atau antarbandar udara bukan pusat penyebaran; 2-23

37 c) rute perintis yaitu rute yang menghubungkan bandar udara bukan pusat penyebaran dengan bandar udara bukan pusat penyebaran yang terletak pada daerah terisolasi/tertinggal. Berdasarkan fungsi pelayanan transportasi udara sebagai ship follow the trade dan ship promote the trade, jaringan pelayanan transportasi udara dibagi menjadi pelayanan komersial dan non komersial (perintis). Kegiatan transportasi udara terdiri atas: angkutan udara niaga yaitu angkutan udara untuk umum dengan menarik bayaran, dan angkutan udara bukan niaga yaitu kegiatan angkutan udara untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan kegiatan pokoknya bukan di bidang angkutan udara. Sebagai tulang punggung transportasi udara adalah angkutan udara niaga berjadwal, sebagai penunjang adalah angkutan udara niaga tidak berjadwal, sedang pelengkap adalah angkutan udara bukan niaga. Kegiatan angkutan udara niaga berjadwal melayani rute penerbangan dalam negeri dan atau penerbangan luar negeri secara tetap dan teratur, sedangkan kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal tidak terikat pada rute penerbangan yang tetap dan teratur. 2) Jaringan Prasarana Jaringan prasarana transportasi udara terdiri dari bandar udara, yang berfungsi sebagai simpul, dan ruang udara yang berfungsi sebagai ruang lalu lintas udara. Bandar udara dibedakan berdasarkan fungsi, penggunaan, klasifikasi, status dan penyelenggaraannya serta kegiatannya. Berdasarkan hirarki fungsinya bandar udara dikelompokkan menjadi bandar udara pusat penyebaran dan bandar udara bukan pusat penyebaran. Berdasarkan penggunaannya, bandar udara dikelompokkan menjadi: a) bandar udara yang terbuka untuk melayani angkutan udara ke/dari luar negeri; b) bandar udara yang tidak terbuka untuk melayani angkutan udara ke/dari luar negeri. Berdasarkan statusnya, bandar udara dikelompokkan menjadi: 2-24

38 a) bandar udara umum yang digunakan untuk melayani kepentingan umum; b) bandar udara khusus yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu. Berdasarkan penyelenggaraannya bandar udara dibedakan atas: a) bandar udara umum yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota atau badan usaha kebandarudaraan. Badan usaha kebandarudaraan dapat mengikutsertakan pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/ kota dan badan hukum Indonesia melalui kerja sama, namun kerja sama dengan pemerintah propinsi dan atau kabupaten/kota harus kerja sama menyeluruh. b) bandar udara khusus yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum Indonesia. Berdasarkan kegiatannya bandar udara terdiri dari bandar udara yang melayani kegiatan: a) pendaratan dan lepas landas pesawat udara untuk melayani kegiatan angkutan udara; b) pendaratan dan lepas landas helikopter untuk melayani angkutan udara. Bandar udara untuk pendaratan dan lepas landas helikopter untuk melayani kepentingan angkutan udara disebut heliport, helipad, dan helideck. Berdasarkan fungsinya ruang udara dikelompokkan atas: a) controlled airspace yaitu ruang udara yang ditetapkan batas-batasnya, yang didalamnya diberikan instruksi secara positif dari pemandu ( air traffic controller) kepada penerbang (contoh: control area, approach control area, aerodrome control area); b) uncontrolled airspace yaitu ruang lalu lintas udara yang di dalamnya hanya diberikan informasi tentang lalu lintas yang diperlukan (essential traffic information). Ruang lalu lintas udara disusun dengan menggunakan prinsip jarak terpendek untuk memperoleh biaya terendah dengan tetap memperhatikan aspek keselamatan penerbangan. 2-25

39 h. Transportasi Pipa Jaringan transportasi pipa terdiri atas : 1) Jaringan transportasi pipa lokal untuk menunjang proses produksi dan distribusi di daerah industri; 2) Jaringan transportasi pipa regional yang berfungsi sebagai pendukung proses produksi dan distribusi di dalam propinsi; 3) Jaringan transportasi pipa nasional dan antar negara yang berfungsi sebagai pendukung proses produksi dan distribusi lintas propinsi dan lintas batas negara. Didalam penggelaran jaringan pipa harus memperhatikan keamanan, keselamatan dan kelestarian lingkungan. persyaratan 2.6 PENYUSUNAN TATANAN MAKRO STRATEGIS PERHUBUNGAN PADA SKALA LOKAL KABUPATEN / KOTA (TATRALOK) Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 31 Tahun 2006 Tentang Pedoman dan Proses Perencanaan di Lingkungan Departemen Perhubungan, Bab IV Tentang Tanggung Jawab Pelaksanaan Tugas Perencanaan, disebutkan bahwa Proses Penyusunan Tatanan Makro Strategis Perhubungan pada Skala Lokal Kabupaten/Kota (Tatralok) dari awal penetapan pokok-pokok pikiran hingga mempunyai dasar legalitas melalui tahapan penyelesaian sebagai berikut: 1. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) dilaksanakan oleh Bupati/Walikota c.q. Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota dengan melibatkan instansi terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan; 2. Konsep Tatralok dimaksud diajukan oleh Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota kepada Bupati/ Walikota; 3. Konsep Tatralok dimaksud sebelum diajukan kepada Bupati/Walikota, terlebih dahulu dilakukan koordinasi/konsultasi dengan Dinas Perhubungan Propinsi yang mengkoordinasikan pembahasan bersama Sekretariat Jenderal Dephub dan Badan Litbang, instansi di daerah kabupaten/kota yang terkait, antara lain: (instansi yang menangani bidang tata ruang, dan bidang-bidang lainnya), perguruan tinggi, serta mitra kerja dan asosiasi penyedia jasa transportasi untuk penyempurnaan materi; 2-26

40 4. Hasil koordinasi/konsultasi atau tanggapan tertulis dari pihak-pihak sebagaimana tersebut di atas, dibahas Kepala Dinas/bidang urusan sektor perhubungan Perhubungan Kabupaten/Kota dengan melibatkan instansi terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota setempat; 5. Laporan hasil pembahasan diajukan oleh Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan pengesahan dari Bupati/Walikota dengan terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi Gubernur. Apabila dipandang perlu dilakukan penyempurnaan substansial, maka penyempurnaan dimaksud dilakukan dengan tahapan sebagaimana butir 1 sampai dengan 4. Berdasarkan pernyataan tersebut diatas, maka jelaslah bahwa peran Kementerian Perhubungan dalam penyusunan Tatralok adalah membantu Pemerintah Daerah. Secara kuantitatif, distribusi peranan pemerintah pusat dan pemerintah daerah diperkirakan 40% banding 60%. 2.7 PENGUATAN KONEKTIVITAS NASIONAL Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama). Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat perekonomian regional dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan regional dan global/internasional. Konektivitas Nasional menyangkut kapasitas dan kapabilitas suatu bangsa dalam mengelola mobilitas yang mencakup 5 (lima) unsur sebagai berikut: 2-27

41 1. Personel/penumpang, yang menyangkut pengelolaan lalu lintas manusia di, dari dan ke wilayah. 2. Material/barang abiotik ( physical and chemical materials) yang menyangkut mobilitas komoditi industri dan hasil industri. 3. Material/unsur biotik/species, yang mencakup lalu lintas unsur mahluk hidup di luar manusia seperti ternak, Bio Toxins, Veral, Serum, Verum, Seeds, Bio- Plasma, BioGen, Bioweapon1. 4. Jasa dan Keuangan, yang menyangkut mobilitas teknologi, sumber daya manusia dan modal pembangunan bagi wilayah. 5. Informasi, yang menyangkut mobilitas informasi untuk kepentingan pembangunan wilayah yang saat ini sangat terkait dengan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi. Peningkatan pengelolaan mobilitas terhadap lima unsur tersebut diatas akan meningkatkan kemampuan nasional dalam mempercepat dan memperluas pembangunan dan mewujudkan pertumbuhan yang berkualitas sesuai amanat UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Maksud dan tujuan Penguatan Konektivitas Nasional adalah sebagai berikut: 1. Menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama untuk memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan keseragaman, melalui inter-modal supply chains systems. 2. Memperluas pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan aksesibilitas dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ke wilayah belakangnya (hinterland). 3. Menyebarkan manfaat pembangunan secara luas (pertumbuhan yang inklusif dan berkeadilan) melalui peningkatan konektivitas dan pelayanan dasar ke daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan dalam rangka pemerataan pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diintegrasikan beberapa komponen konektivitas yang saling berhubungan kedalam satu perencanaan terpadu. Beberapa komponen dimaksud merupakan pembentuk postur konektivitas secara nasional (Gambar 2.7), yang meliputi: (a) Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS); (b) Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS); (c) Pengembangan Wilayah (RPJMN dan RTRWN); (d) Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Rencana dari masing-masing komponen tersebut telah selesai disusun, namun dilakukan secara terpisah. Oleh karena itu, Penguatan Konektivitas Nasional berupaya untuk mengintegrasikan keempat komponen tersebut. 2-28

42 Gambar 2.7. Komponen Konektivitas Nasional Sumber: MP3EI, Hasil dari pengintegrasian keempat komponen konektivitas nasional tersebut kemudian dirumuskan visi konektivitas nasional yaitu Terintegrasi Secara Lokal, Terhubung Secara Global (Locally Integrated, Globally Connected), seperti yang terlihat pada Gambar 2.8 Yang dimaksud Locally Integrated adalah pengintegrasian sistem konektivitas untuk mendukung perpindahan komoditas, yaitu barang, jasa, dan informasi secara efektif dan efisien dalam wilayah NKRI. Oleh karena itu, diperlukan integrasi simpul dan jaringan transportasi, pelayanan inter-moda tansportasi, komunikasi dan informasi serta logistik. Simpul-simpul transportasi (pelabuhan, terminal, stasiun, depo, pusat distribusi dan kawasan pergudangan serta bandara) perlu diintegrasikan dengan jaringan transportasi dan pelayanan sarana inter-moda transportasi yang terhubung secara efisien dan efektif. Jaringan komunikasi dan informasi juga perlu diintegrasikan untuk mendukung kelancaran arus informasi terutama untuk kegiatan perdagangan, keuangan dan kegiatan perekonomian lainnya berbasis elektronik. 2-29

43 Gambar 2.8. Visi Konektivitas Nasional Sumber: MP3EI, Selain itu, sistem tata kelola arus barang, arus informasi dan arus keuangan harus dapat dilakukan secara efektif dan efisien, tepat waktu, serta dapat dipantau melalui jaringan informasi dan komunikasi ( virtual) mulai dari proses pengadaan, penyimpanan/ pergudangan, transportasi, distribusi, dan penghantaran barang sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat yang dikehendaki produsen dan konsumen, mulai dari titik asal ( origin) sampai dengan titik tujuan (destination). Visi ini mencerminkan bahwa penguatan konektivitas nasional dapat menyatukan seluruh wilayah Indonesia dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara inklusif dan berkeadilan serta dapat mendorong pemerataan antar daerah. Sedangkan yang dimaksud globally connected adalah sistem konektivitas nasional yang efektif dan efisien yang terhubung dan memiliki peran kompetitif dengan sistem konektivitas global melalui jaringan pintu internasional pada pelabuhan dan bandara ( international gateway/exchange) termasuk fasilitas custom dan trade/industry facilitation. Efektivitas dan efisiensi sistem konektivitas nasional dan keterhubungannya dengan konektivitas global akan menjadi tujuan utama untuk mencapai visi 2-30

44 tersebut. Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan penguatan konektivitas secara terintegrasi antara pusatpusat pertumbuhan dalam koridor ekonomi dan juga antar koridor ekonomi, serta keterhubungan secara internasional terutama untuk memperlancar perdagangan internasional maupun sebagai pintu masuk bagi para wisatawan mancanegara. (Gambar 2.9). Dalam pelaksanaannya, perlu diperhatikan beberapa prinsip utama sebagai berikut: (1) meningkatkan kelancaran arus barang, jasa dan informasi, (2) menurunkan biaya logistik, (3) mengurangi ekonomi biaya tinggi, (4) mewujudkan akses yang merata di seluruh wilayah, dan (5) mewujudkan sinergi antar pusat - pusat pertumbuhan ekonomi. Gambar 2.9. Kerangka Kerja Konektivitas Nasional Sumber: MP3EI, Dalam konteks ini akan dilakukan pembangunan Kawasan Perhatian Investasi (KPI) dengan tujuan membangun pusat perhatian baru. KPI juga ditujukan untuk mempermudah integrasi dengan kegiatan-kegiatan yang terkait infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) serta regulasi. Dimana Sentra produksi adalah 1 (satu) kegiatan investasi dalam lokasi tertentu. KPI merupakan satu atau kumpulan beberapa sentra produksi/kegiatan 2-31

45 investasi yang beraglomerasi di area yang berdekatan, seperti yang terlihat pada Gambar Sumber: Bahan Paparan Koordinasi SISTRANAS dan MP3EI 2013 Gambar Integrasi KPI 2.8 KERANGKA PEMIKIRAN STUDI Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) P ropinsi Maluku Utara (Malut) yang diolah oleh Bank Indonesia (BI), dinyatakan bahwa pertumbuhan konsumsi masyarakat pada triwulan laporan masih terjaga pada tingkat yang baik, dan cenderung meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (lihat Gambar 2.11). Konsumsi masyarakat yang terdiri atas konsumsi rumah tangga dan konsumsi lembaga swasta tumbuh 8,32% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 8,03% (yoy). Beberapa faktor yang memicu pertumbuhan konsumsi adalah faktor musiman kegiatan akhir tahun seperti natal dan tahun baru, serta pelaksanaan haji. Hal tersebut menjadi dasar pemikiran bahwa perlunya disusun Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Propinsi Maluku Utara guna mendukung dan meningkatkan PDRB Propinsi Maluku Utara. Selain itu, berdasarkan KPI dan nilai investasi riil di koridor ekonomi Maluku Papua, khususnya yang ada di Propinsi Maluku Utara terdapat nilai investasi sebesar Rp.125,5 triliun di wilayah Halmahera dan nilai investasi sebesar Rp.30,4 Triliun di wilayah Morotai, seperti yang terlihat pada Gambar 2.12 dan Tabel

46 Sumber: BPS Prov Malut, diolah BI Gambar Perkembangan PDRB Riil Sektor Konsumsi Sumber: Bahan Paparan Koordinasi SISTRANAS dan MP3EI 2013 Gambar KPI dan Nilai Investasi Sektor Riil 2-33

47 Tabel 2.1. KPI Prioritas Sektor Riil NO KPI NAMA KPI NILAI INVESTASI 1 Merauke (MIFEE) 57,7 T 2 Timika 160,9 T 3 Halmahera 125,5 T 4 Bintuni 108 T 5 Morotai 30,4 T 6 Ambon 10,3T 7 Nabire 764 M 8 Manokwari 784 M KPI Prioritas Sumber: Bahan Paparan Koordinasi SISTRANAS dan MP3EI 2013 Atas dasar itulah maka perlu dilakukannya kegiatan Penelitian Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kabupaten/Kota di Propinsi Maluku Utara dengan kerangka pemikiran studi sebagai berikut: Kajian Literatur yang diperoleh dari berbagai sumber penelitian, baik berupa text book, jurnal penelitian, dan sumber lainnya yang berasal dari internet, serta data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait, seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum, Biro Pusat Statistik, Bank Indonesia, Pemerintahan Propinsi Maluku Utara, dan lain-lain. Metodologi studi yang akan diterapkan, meliputi pengumpulan data yang akan dilakukan berkaitan dengan kegiatan ini, serta kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian. Penjabaran gambaran umum wilayah studi yang meliputi kondisi sosioekonomi dan kondisi transportasi (sarana dan prasarana). Penyusunan rencana kerja yang mencakup jadual kegiatan dan penugasan tenaga ahli. 2-34

48 BAB 3 METODOLOGI STUDI 3.1 METODOLOGI STUDI Untuk dapat melaksanakan seluruh lingkup kajian dalam konteks materi dan waktu yang disyaratkan, maka dalam pekerjaan Penelitian Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kab/Kota disusun metodologi studi yang disajikan dalam bentuk bagan alir (Gambar 3.1), dengan susunan tahapan pelaksanaan sebagai berikut: 1) Tahap Persiapan, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Pendahuluan, dengan lingkup kegiatan meliputi: a) Identifikasi Masalah & Tujuan Studi b) Identifikasi Pelayanan c) Identifikasi Jaringan Pelayanan d) Identifikasi Jaringan Prasarana Transportasi Terpadu. Keempat identifikasi tersebut merupakan inisiasi studi, termasuk studi literatur dan peraturan perundangan yang berlaku. 2) Tahap Pengumpulan Data & Analisis Awal, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Antara, dengan lingkup kegiatan meliputi: a) Pengumpulan Data Primer & Sekunder, yang diawali dengan persiapan survei. b) Survei Pola Bangkitan & Tarikan c) Survei Pergerakan Transportasi Luar & Dalam Kab/Kota d) Survei Wawancara dan Survei Instansional untuk Laporan Kegiatan Serupa Terdahulu (antara lain: tinjau ulang jaringan transportasi Propinsi khususnya pada wilayah studi, inventarisasi rencana umum dan teknis, kebijakan nasional dan daerah di wilayah studi). e) Matriks Asal Tujuan, termasuk kompilasi data yang terkumpul. f) Analisis Permintaan Transportasi, sebagai analisis awal dari analisis Tatrawil dan Tatralok. 3-1

49 g) Kajian Model Pengembangan Jaringan Transportasi Wilayah Kab/Kota, yang meliputi: Pemetaan potensi dan kendala Analisis wilayah Analisis teknis dan analisis normatif 3) Tahap Analisis, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Akhir Sementara, dengan lingkup kegiatan meliputi: a) Merumuskan Kebijakan Strategi dan Program Pengembangan Jaringan Prasarana Pelayanan Transportasi b) Merumuskan Alternatif Pengembangan Jaringan Transportasi c) Menetapkan Prioritas dan Tahapan Pengembangan Jaringan Lokal dengan Kurun Waktu 2014, 2019, 2025, ) Tahap Penyempurnaan & Finalisasi, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Akhir, dengan lingkup kegiatan meliputi: a) Menyusun Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Sistranas pada Tatralok b) Mengadakan FGD di Ibukota Kab/Kota untuk Mendapat Masukan Alternatif c) Menyelenggarakan Seminar untuk Penyempurnaan Laporan Akhir dan Legalitas Tatralok di Ibukota Propinsi. 3-2

50 Identifikasi Masalah & Tujuan Studi Identifikasi Pelayanan Identifikasi Jaringan Pelayanan Pengumpulan Data & Informasi Primer & Sekunder Identifikasi Jaringan Prasarana Transportasi Terpadu LAPORAN PENDAHULUAN Bulan 1 Pemahaman RTRW Kab/Kota Survei Pergerakan Transportasi Luar & Dalam Kab/Kota Survei Wawancara Survei Instansional untuk Laporan Kegiatan Serupa Terdahulu Pemantapan RTRW Kab/Kota Analisis Potensi & Pengembangan Trans Merumuskan Kebijakan Strategi dan Program Pengembangan Jaringan Prasarana Pelayanan Transportasi Kajian Model Pengembangan Jaringan Transportasi Wilayah Kab/Kota Merumuskan Alternatif Pengembangan Jaringan Transportasi LAPORAN ANTARA Bulan 4 Menetapkan Prioritas dan Tahapan Pengembangan Jaringan Lokal dengan Kurun Waktu 2014, 2019, 2025, 2030 Program pengembangan transportasi di wilayah lokal kabupaten/kota, propinsi dan nasional efektif dan efisien sesuai dengan MP3EI RANCANGAN LAPORAN AKHIR Bulan 5 Menyusun Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) Mengadakan FGD di Ibukota Kab/Kota untuk Mendapat Masukan Alternatif Menyelenggarakan Seminar untuk Penyempurnaan FR & Legalitas Tatralok di Ibukota Propinsi LAPORAN AKHIR Bulan 7 Gambar 3.1. Bagan Alir Metodologi Studi 3-3

51 3.2 PENGUMPULAN DATA DAN DESAIN KUESIONER Pengumpulan Data Pengumpulan Data yang akan dilakukan berkaitan dengan kegiatan ini akan dilakukan dengan cara survei data primer dan survei data sekunder. Kebutuhan data untuk kegiatan ini antara lain: 1) Data Kebijakan Transportasi Nasional, Regional, dan Lokal; 2) Data Demografi khususnya di Wilayah Studi; 3) Data Infrastruktur di Wilayah Studi; 4) Data Lingkungan dan Potensi Wilayah Studi; 5) Peta Topografi dan Geologi Wilayah Studi; 6) Data Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi dan Kab/Kota di Wilayah Studi. Adapun daftar kebutuhan data dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Daftar Data yang Dibutuhkan Aspek Data yang dibutuhkan Bentuk Dokumen Sumber Kebijakan Nasional Kebijakan daerah Indikator Sosial- Ekonomi RTRW Kondisi Fisik Jaringan Transportasi MP3EI Koridor Papua - Kepulauan Maluku Sistranas / Tatranas Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Rencana Strategis (RENSTRA) Propinsi Maluku Utara Kebijakan Dinas-dinas Perhubungan, Perikanan, Perkebunan/Pertanian, Pariwisata Sumber-sumber Pendapatan utama Propinsi Maluku Utara Data Kependudukan Propinsi Maluku Utara dan Kab/Kota PDRB per Kab/Kota khususnya di wilayah studi RTRW Propinsi Maluku Utara Kebijakan mengenai pengembangan wilayah Propinsi Maluku Utara khususnya di wilayah studi Peta Topografi di wilayah studi Peta Kondisi Geologi di wilayah studi Data Hidrologi di wilayah studi Jaringan Jalan Transportasi khususnya di wilayah studi Dokumen MP3EI Koridor Papua - Kepulauan Maluku Dokumen Sistranas / Tatranas RTRWN RPJM RPIJM Propinsi Maluku Utara dalam angka Data Monografi Kab/Kota di wilayah studi RTRW Propinsi Maluku Utara Peta Topografi Peta Geologi Peta iklim dan DAS Tatrawil Propinsi Maluku Utara Bappeda BPS / Bappeda Bappeda Bakorsurtanal Dit. Geologi BMG Dinas Perhubungan 3-4

52 Aspek Data yang dibutuhkan Bentuk Dokumen Sumber Tingkat pelayanan ruas-ruas jalan di wilayah studi Klasifikasi fungsi dan kewenangan jalan di wilayah studi Peta Jaringan Jalan Transportasi / Bappeda Kebijakan Angk. Umum dan Barang Fasilitas Terminal, Pelabuhan dan Bandara di wilayah studi Kebijakan Pertanian dan Perkebunan Kebijakan Perikanan Kebijakan Pertambang an Jaringan dan layanan angkutan umum di wilayah studi Sistem dan pola operasi angkutan umum di wilayah studi Standar dan Pengawasan angkutan barang di wilayah studi Lokasi dan ukuran terminal Lokasi dan ukuran pelabuhan dan bandara Data dan jadwal keberangkatan kendaraan umum, kapal dan pesawat udara Fasilitas dan Rencana pengembangan Pelabuhan dan Bandara Program pengembangan Pertanian tanaman pangan dan perkebunan di wilayah studi Fasilitas dan Rencana Pengembangan fasilitas dan pelabuhan Perikanan di wilayah studi Fasilitas dan rencana pengembangan sektor pertambangan di wilayah studi Jaringan trayek angkutan kota Biaya angkutan umum Jumlah dan jenis kendaraan angkut Peraturan Daerah, SK Gubernur, SK Bupati ttg Pengangkutan Barang. Laporan Kedatangan dan Keberangkatan Kapal, termasuk volume angkut. Laporan kedatangan dan Keberangkatan Pesawat, termasuk tingkat keterisian. Renstra Dinas Pertanian Propinsi dan Kab/Kota Renstra Dinas Perkebunan Propinsi Maluku Utara dan Kab/Kota Renstra Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Maluku Utara Renstra Dinas Pertambangan Propinsi Maluku Utara Matriks Trayek/Jurusan dgn jumlah armada dan tingkat keterisian penumpang umum antar kota. Trayek, Jenis, dan Jumlah Angkutan Kota Biaya Angkutan Kota sesuai jenis Keterisian Angkutan Kota dan Luar Kota Dinas Perhubungan Dinas Perhubungan Dinas Pertanian dan Perkebunan Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Pertambangan Dinas Perhubungan 3-5

53 Secara detil, Gambar 3.2 menjelaskan proses pengumpulan dan pengolahan data dengan empat proses utama yaitu pengumpulan data dan informasi, selanjutnya proses analisis dilanjutkan dengan formulasi rencana dan desain, dan terakhir adalah proses penyusunan rekomendasi yang dapat dijadikan sebagai dasar kandungan dokumen studi ini. Secara fokus per kabupaten/kota, dapat dilihat pada Gambar 3.3. Pada kelompok pengumpulan data dan informasi terdapat sembilan kelompok data atau informasi yang merupakan kombinasi dari berbagai proses evaluasi berbagai sumber kebijakan, dokumen peraturan, dan hasil survei. Kesembilan kelompok data dan informasi ini kemudian dianalisa dalam sembilan proses analisa yang kemudian dapat dijadikan sebagai dasar enam formula sebagai dasar rencana dan desain perencanaan dan pengaturan sektor transportasi di Propinsi Maluku Utara. Formulasi strategi yang didapat kemudian dijadikan rekomendasi atas tiga faktor utama yaitu berkenaan dengan strategi dan kegiatan promosi, teknik dan proses perencanaan dan aspek pengelolaan jaringan pelayanan serta sarana dan prasarana transportasi di Propinsi Maluku Utara. 3-6

54 Gambar 3.2. Metode Analisis Potensi dan Pengembangan Transportasi 3-7

55 Rencana Tata Ruang Kab/Kota Angkutan Penumpang Angkutan Barang Perkiraan Bangkitan Perjalanan Penumpang Perkiraan Bangkitan Perjalanan Barang Perkiraan Asal Tujuan Perjalanan Orang Perkiraan Asal Tujuan Perjalanan Barang Pemilihan Moda Transportasi Rencana Pelayanan Transportasi Pemilihan Moda Transportasi Perencanaan Trayek/ Rute Operasi Sarana Rencana Jaringan Pelayanan Transportasi Perencanaan Trayek/ Rute Operasi Sarana Perkiraan Lalu-lintas Sarana pada Prasarana Rencana Pengembangan Jaringan Transportasi Ruang lalu-lintas (ways) Simpul (terminal) Gambar 3.3. Proses Pengembangan Jaringan Transportasi Kabupaten/Kota Desain Kuesioner Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang akan digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data dari sumbernya secara langsung melalui proses komunikasi atau dengan mengajukan pertanyaan dalam bentuk wawancara. Kuesioner yang digunakan dalam kegiatan ini diarahkan pada penggalian data dan informasi yang berkaitan dengan sistem transportasi di wilayah Propinsi Maluku Utara khususnya 3-8

56 di wilayah studi. Responden yang menjadi target kuesioner ini adalah orang-orang yang terkait dalam bidang pemerintahan Propinsi Maluku Utara khususnya di wilayah studi yang mengetahui keadaan sistem transportasi di Propinsi ini dan khususnya di wilayah studi tersebut. Pada studi ini, kuesioner akan dirancang dengan menggunakan dua tipe kuesioner, yaitu kuesioner tertutup (pilihan ganda) dan kuesioner terbuka. Kuesioner tertutup ini ditujukan kepada masyarakat umum (pengguna transportasi), sedangkan kuesioner terbuka ditujukan kepada para pejabat dari instansi terkait. Dengan menggunakan dua tipe kuesioner tersebut diharapkan dalam proses wawancara akan diperoleh data dan informasi yang beragam dan sangat memungkinkan untuk menambah pertanyaan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas data dan informasi yang diinginkan. Dalam rangka pengembangan transportasi di Propinsi Maluku Utara termasuk kota dan kabupatennya, maka diperlukan masukan dan usulan dan inspirasi dari aparatur, operator, akademisi, dan masyarakat pengguna, baik moda transportasi darat jalan, moda transportasi laut, dan moda transportasi udara, serta transportasi menerus (pipa). Mohon kiranya usulan dan masukan tersebut dapat disampaikan melalui kuesioner ini. Kuesioner yang telah disusun sedemikian rupa dapat dilihat pada Lampiran 1. Adapun kuesioner ini masih bersifat draft (konsep) dan akan terus ditekuni untuk lebih ditingkatkan lagi. 3.3 POLA PIKIR STUDI Pola pikir pelaksanaan studi ini dikembangkan atas dasar latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran dan lingkup studi yang disampaikan pada KAK (lihat Bab I). Untuk dapat menyusun suatu studi yang komprehensif maka perlu dipahami konteks studi secara holistik yang menyangkut semua issue, aspek normatif, lingkungan strategis, dan semua elemen sistem yang terkait dengan pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara. Diagram pola pikir umum studi ini secara garis besar disampaikan pada Gambar 3.3. Dimulai dari review hasil studi terdahulu dalam dokumen perencanaan eksisting MP3EI, (RTRW Nasional/ Propinsi Maluku Utara), SISTRANAS/WIL, Renstra Propinsi Maluku Utara, dan studi terdahulu) sejumlah data eksisting serta rencana dan program eksisting dapat ditelusuri. Pemetaan terhadap peran masing-masing stakeholders (Pemkab, Swasta, dan Masyarakat) dalam 3-9

57 lingkungan strategis yang dikoridori oleh aspek normatif berupa peraturan perundangan yang berlaku merupakan langkah penting untuk dapat memahami konteks, lingkup, serta identifikasi masalah yang dihadapi dalam pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara. Elaborasi hasil pemetaan peran serta kondisi obyektif dari sistem transportasi yang ada saat ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam penyusunan strategi umum ( grand strategy) pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara yang komprehensif dan terpadu (antar moda, antar wilayah, antar stakeholders, dll.). Dalam strategi umum ini termaktub sejumlah program pokok ( main programs) yang harus dijabarkan dalam tahapan jangka pendek, menengah, dan panjang. Sebagai goal/tujuan akhir dari semua kegiatan tersebut adalah terciptanya tujuan pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara dalam jangka waktu yang direncanakan dengan sejumlah kriteria atau karakteristik jaringan prasarana dan jaringan pelayanan yang handal (efektif dan efisien), cepat, tertib, aman, lancar, dan terjangkau masyarakat. Untuk mendukung semua proses pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku utara, bagaimanapun juga diperlukan adanya kajian kuantitatif dan kualitatif yang dilengkapi oleh data-data terkait dengan pola permintaan perjalanan, kondisi dan kinerja jaringan transportasi yang ada, konstelasi sosial-ekonomi yang ada, serta prediksi perubahannya ke depan dalam lingkup situasi tantangan, peluang, dan hambatan yang berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini merujuk kepada kebutuhan akan adanya pemahaman mendasar mengenai konteks penyusun Tatralok, serta adanya analisis (dan pengumpulan data) yang lengkap dan mendalam untuk memperoleh gambaran atau pemetaan mengenai situasi transportasi dan pola kegiatan ekonomi yang ada dan kemungkinan perubahannya di Propinsi Maluku Utara dan di wilayah sekitarnya yang saling mempengaruhi. 3-10

58 Normatif: Peraturan dan Perundangan yang berlaku - Perpres. No.32 Th (MP3EI). - UU. No. 26 Th (Tata Ruang). - UU. di Bidang Transportasi. - UU. No. 23 Th UU. No. 17 Th (Pelayaran). - UU. No. 1 Th (Penerbangan). - UU. No. 38 Th ttg Jalan - UU. No. 22 Th (Lalu lintas dan Angkutan Jalan). - RTRW: Kab/Kota di Prov. Maluku Utara - Tatrawil Propinsi Maluku Utara - SISTRANAS. Subyek Obyek Metoda Kondisi Eksisting Transportasi Prop. Maluku Utara Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah - Mater Plan Perencanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia. - Perencanaan Makro SISTRANAS. - Kerangka Makro Investasi. - Regulasi Operasi dan health, safety, and environment (H,S,E) sektor transportasi. - Pernencanaan Transportasi Wilayah. - Pelaksanaan Operasi dan Manajemen Transportasi Wilayah. - Kebijakan Investasi Daerah. - Blue print MP3EI. - Blue Print TATRANAS. - Penyiapan NSPM dan Juknis. - Kebijakan Investasi Nasional. - Penyusunan TATRALOK. - Pembentukan Kerangka Investasi Daerah. Strategi & Program: Tatanan Transport asi Lokal di Propinsi Malut Manfaat: Sistem Transp. Prop. Malut yang efektif dan efisien, sesuai dengan MP3EI Operator - Penyelenggaraan Operasi. - Investasi dan Konsesi Prasarana. - Pengembangan Jaringan Pelayaran. - Perbaikan Kualitas Pelayanan. - Pengembangan Industri dan Tek. Transp. - Restrukturisasi, mekanisme pasar. - Kesesuaian Standar Investasi Teknologi. Pengguna/ Masyarakat - Penggunaan dan Pemanfaatan. - Partisipasi. - Konsultasi Publik. - Mass Media. Pengaruh Lingkungan Strategis - Globalisasi. - Otonomi Daerah. - Liberalisasi Sektor Transportasi. - Kerjasama Regional. - Perekonomian Nasional. - Daya Beli Masyarakat.. Gambar 3.3. Pola Pikir Penyusunan Tatralok di Propinsi Maluku Utara 3-11

59 3.4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH Transportasi merupakan kebutuhan turunan ( derived demand) akibat tersebarnya tata ruang (spasial separation) di mana kebutuhan/ kegiatan manusia dan proses ekonomi barang tidak dapat diakomodasi hanya di satu ruang saja, sehingga timbul kebutuhan pergerakan melalui berbagai moda transportasi. Penataan ruang yang mempengaruhi pola dan intensitas kegiatan sosio-ekonomi merupakan indikator yang merepresentasikan pattern dari sistem kegiatan yang harus dilayani oleh sistem transportasi. Dengan demikian, bagaimana setting tata ruang yang akan dituju di masa datang akan sangat mempengaruhi bagaimana pola dan intensitas permintaan perjalanan, yang pada gilirannya akan menentukan kebutuhan akan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan transportasi. Dalam konteks penyusunan Tatralok Propinsi Maluku Utara ini, maka pemahaman terhadap arahan penggunaan ruang yang dituangkan dalam RTRW menjadi sangat penting. Apalagi dalam struktur dokumen perencanaan Tatralok merupakan pengejawantahan RTRW untuk sektor transportasi. Pada Gambar 3.4 disajikan bagaimana interaksi antara perkembangan wilayah dengan transportasi. Terlihat bahwa korelasi antara transportasi dan perubahan atau perkembangan wilayah sangatlah besar, sehingga arahan pengembangan tata ruang dan perkembangan alamiah sesuai mekanisme pasar akan sangat menentukan bagaimana pola permintaan perjalanan wilayah di Propinsi Maluku Utara ini akan berkembang di masa datang. Kebijakan perencanaan (MP3EI, RTRW, Renstra, Tatrawil, dll) Faktor Sosio Ekonomi Pola Tata Guna Lahan Perkembangan wilayah Kebutuhan Transportasi Mekanisme pasar (natural setting) REGIONAL DEVELOPMENT Jumlah dan Pola Perjalanan TRANSPORT DEMAND Gambar 3.4. Interaksi Perkembangan Wilayah dengan Kebutuhan Transportasi 3-12

60 3.5 HUBUNGAN ANTARA SISTEM TRANSPORTASI DAN TATA RUANG Kebutuhan manusia akan transportasi merupakan kebutuhan turunan yang diakibatkan oleh adanya penyebaran pola penggunaan tata ruang (spatial separation), dimana kebutuhan manusia dan kegiatan produksi (dari awal penyediaan bahan mentah sampai pada proses distribusinya) tidak dapat dilakukan hanya pada satu lokasi saja. Oleh karena itu, selalu dibutuhkan proses perpindahan untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang dalam kajian transportasi disebut sebagai perjalanan. Pada setiap pengembangan tata ruang selalu dibutuhkan sarana dan prasarana transportasi pendukungnya, demikian pula sebaliknya bahwa setiap pengembangan system transportasi akan mempengaruhi pola pengembangan tata ruang di sekitarnya. Interaksi timbal balik antara sistem transportasi dengan tata ruang dapat dijelaskan pada Gambar 3.5. Gambar 3.5. Keterkaitan antara Sistem Transportasi dan Tata Ruang 3.6 PEMODELAN TRANSPORTASI Struktur Model Dalam studi perencanaan sistem transportasi, sebagaimana halnya dalam Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal ( Tatralok) di Wilayah Propinsi Maluku Utara ini, sangat diperlukan adanya pemahaman mengenai besaran dan pola permintaan perjalanan. Permintaan perjalanan umumnya ditentukan oleh pola 3-13

61 interaksi ekonomi dalam pengaturan ruang yang ada, karakteristik suplai jaringan transportasi yang ada (kapasitas, flow vs speed, dan konfigurasinya), serta interaksi yang terjadi dalam ruang lalulintas yang disediakan. Untuk itu diperlukan suatu model yang dapat merepresentasikan interaksi antara elemen tata ruang, ekonomi, permintaan perjalanan, jaringan transportasi, dan lalu lintas yang terjadi. Dalam studi ini digunakan model transportasi empat tahap ( four stages transport model) yang terdiri dari tahap bangkitan perjalanan ( trip generation), sebaran perjalanan ( trip distribution), pemisahan moda ( modal split), dan pemilihan rute (route choice). Model ini dipilih karena: mudah dalam aplikasinya, cukup baik merepresentasikan karakteristik dan interaksi penting pada sistem transportasi, dan mampu menggambarkan dampak dari intervensi yang dilakukan terhadap sistem transportasi di wilayah studi. Secara umum skema struktur model perencanaan empat tahap ini ditunjukkan pada Gambar 3.6. Pendekatan model dimulai dengan menetapkan sistem zona dan jaringan transportasi, termasuk di dalamnya adalah karakteristik sosial-ekonomi di tiap zona dan karakteristik suplai jaringan yang ada. Dengan menggunakan informasi tersebut kemudian diestimasi total perjalanan yang dibangkitkan dan/atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu ( trip ends) atau disebut dengan proses bangkitan perjalanan ( trip generation). Tahap ini menghasilkan persamaan trip generation yang menghubungkan jumlah perjalanan dengan karakteristik zona yang bersangkutan. Selanjutnya diprediksi dari/ke mana tujuan perjalanan yang dibangkitkan atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu atau disebut tahap distribusi perjalanan ( trip distribution). Dalam tahap ini akan dihasilkan matriks asal-tujuan (MAT). Pada tahap pemilihan moda ( modal split) MAT tersebut kemudian dialokasikan sesuai dengan moda transportasi yang digunakan para pelaku perjalanan untuk mencapai tujuan perjalanannya. Dalam tahap ini dihasilkan MAT per moda. Terakhir, pada tahap pemilihan rute ( trip assignment) MAT didistribusikan ke setiap ruas/link moda yang tersedia di dalam jaringan sesuai dengan kinerja rute yang ada. Tahap ini menghasilkan estimasi arus lalu lintas dan waktu perjalanan di setiap ruas. Hasil inilah yang digunakan sebagai dasar analisis dalam mengevaluasi serangkaian alternatif kebijakan pengembangan jaringan transportasi yang diusulkan. 3-14

62 Data Jaringan Transportasi Jalan MODEL BANGKITAN PERJALANAN Data Sistem Zona Wilayah Studi Biaya Perjalanan antar zona (aksesibilitas) Produksi Perjalanan (trips ends) per zona MODEL SEBARAN PERJALANAN Karakteristik Populasi dan Tata Ruang Zona Karakteristik Moda MAT antar zona MODEL PEMILIHAN MODA PERJALANAN Karakteristik Pelaku Perjalanan Karakteristik Rute/ Ruas MAT antar zona MODEL PEMILIHAN RUTE PERJALANAN Indikator Lalu Lintas Model Biaya Ekonomi Indikator Ekonomi Analisis Kerja Gambar 3.6. Pemodelan Perencanaan Transportasi Empat Tahap Proses Pemodelan Transportasi Penetapan Sistem Zona dan Sistem Jaringan Penetapan detail sistem zona dan sistem jaringan transportasi dilakukan sebagai kompromi antara tingkat akurasi, biaya, ketersediaan data, dan aplikabilitas 3-15

63 model. Berdasarkan pengalaman yang dilakukan dari studi terdahulu, maka dalam studi ini ditetapkan bahwa: 1. Batas wilayah studi adalah batas wilayah administrasi Kabupaten/Kota di Prop. Maluku Utara, di mana wilayah di sekitarnya diasumsikan sebagai zona eksternal. 2. Agregasi zona di dalam wilayah studi adalah kecamatan, yang selanjutnya disebut sebagai zona internal. 3. Model jaringan diutamakan untuk jaringan jalan, sedangkan jaringan angkutan umum diperlakukan sebagai fixed-flow, moda transportasi lain diintegrasikan melalui simpul terminal (moda darat), pelabuhan (moda air), dan bandara (moda udara). Sistem zona tersebut dapat diilustrasikan dalam bentuk gambar sederhana yang dapat dilihat pada Gambar 3.7. Batas Kab/Kota Kec. A Kec. B Kec. E Kec. C Kec. D Kec. F Kec. G Kec. H Zona Eksternal Zona Internal Zona Eksternal Keterangan: Kec. A B = Kec. E C = Kec. D F = Kec. D F = pergerakan orang/barang antar kecamatan dalam satu kab/kota. pergerakan orang/barang dari suatu kecamatan diluar kab/kota menuju ke kecamatan di dalam kab/kota. pergerakan orang/barang dari suatu kecamatan di dalam kab/kota menuju ke kecamatan di luar kab/kota. pergerakan orang/barang dari dan ke kecamatan di luar kab/kota. Gambar 3.7. Sistem Zona Kecamatan Dengan penetapan sistem zona tersebut, maka akan terbentuk Matriks Asal- Tujuan Antar Kecamatan. Matriks Asal-Tujuan ini dikelompokkan berdasarkan pergerakan orang dan barang, dimana pergerakan barang ini diuraikan lagi berdasarkan jenis barang yang diproduksi, meliputi hasil produksi pangan, sayur- 3-16

64 sayuran dan buah-buahan, perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, dan kehutanan.. Untuk model jaringan transportasi yang diintegrasikan melalui simpul-simpul moda transportasi yang dibatasi dalam suatu kabupaten/kota, dapat terbentuk dari pengumpulan dan pengolahan data kedalam bentuk Matriks Asal-Tujuan Antar Simpul Moda Transportasi Estimasi dan Prediksi Trip-ends dan MAT Secara skematis bagan alir proses estimasi trip-ends dan MAT yang dilakukan pada studi ini ditunjukkan oleh Gambar 3.8. Prior Matrix MAT 2013 Traffic Count Hasil survey primer SATURN (via Program Simulasi Jaringan Transportasi) Base Matrix MAT di Prov. Malut Tahun 2014 summation Data sosial ekonomi Statistik di Prov. Malut: Penduduk, PDRB, dll Analisis regresi linier Base Trip ends Produksi perjalanan di Prov. Malut 2014 Growth rate Model bangkitan perjalanan Prediksi data sosial ekonomi Prov. Malut Trip ends prediction Trip ends Prov. Malut: 2014, 2015, 2016, 2017, 2018, 2019, 2025, 2030 Jarak, waktu, dan biaya transportasi antar zona Model Furness/Gravity MAT Prov. Malut: 2014, 2019, dst Gambar 3.8. Mekanisme Estimasi Trip Ends dan MAT di Propinsi Maluku Utara 3-17

65 Simulasi Jaringan Simulasi jaringan transportasi (dalam hal ini dititikberatkan untuk jaringan jalan) dilakukan dalam konteks untuk: 1. Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi secara makro dalam jaringan transportasi di wilayah Propinsi Maluku Utara, seperti: kemacetan, besarnya biaya transportasi, dan disparitas suplai jaringan. 2. Memprediksi permasalahan yang akan timbul di masa datang seiring dengan adanya pertumbuhan penduduk, perkembangan ekonomi, dan perubahan intensitas penggunaan ruang. 3. Mengevaluasi kinerja dari sejumlah kebijakan perencanaan yang akan diterapkan di masa datang, misal: pembangunan jalan lingkar, jalan tol, maupun pengembangan moda laut, dan udara. MAT perjalanan Data jaringan transportasi I N P U T Model Pemilihan Rute Arus, kecepatan, waktu, jarak O U T P U T Analisis Lanjutan Gambar 3.9. Struktur Umum Model Pemilihan Rute pada Program Simulasi Jaringan Transportasi 3.7 JARINGAN TRANSPORTASI MULTIMODA DAN INTERMODA Sistem transportasi dengan sejumlah moda dapat dilihat dari dua perspektif konseptual yang berbeda, yakni: 1. Jaringan transportasi intermoda. Sistem logistik yang terhubungkan di antara dua moda atau lebih. Setiap moda memiliki karakteristik pelayanan 3-18

66 yang secara umum memungkinkan barang (atau penumpang) untuk berpindah di antara moda yang ada dalam satu perjalanan dari asal ke tujuan. 2. Jaringan transportasi multimoda. Suatu rangkaian dari moda-moda transportasi yang menyediakan hubungan antara asal dan tujuan perjalanan. Meskipun transportasi intermodal dapat dilakukan, namun dalam perspektif ini bukanlah keharusan. Gambar 3.10 menyampaikan perbedaan konsep dalam kedua cara pandang tersebut. Gambar (a) mende skripsikan jaringan multimoda konvensional point-topoint di mana asal perjalanan (A, B, dan C) dihubungkan secara independent oleh moda transportasi (jalan dan rel) ke lokasi tujuan perjalanan (D, E, dan F). Sedangkan pada Gambar (b) dipresentasikan perspektif intermoda dalam jaringan jalan multimoda. Lalu lintas dikumpulkan pada 2 titik transshipment, yakni stasiun KA, di mana terjadi konsolidasi pergerakan penumpang/barang. Ini bias menghasilkan load-factor dan/atau frekuensi transportasi yang lebih tinggi, khususnya diantara terminal. Dalam kondisi tertentu, efisiensi suatu jaringan utamanya ditentukan oleh kapabilitas transshipment dari suatu terminal. Dalam perspektif transportasi nasional, jika diinginkan terjadinya efisiensi, maka idealnya di masa dating dikembangkan jaringan transportasi multimoda yang berkonsep kepada intermodal-transport. Gambar Deskripsi Jaringan Transportasi Multi dan Inter Moda 3.8 PEMETAAN POTENSI DAN KENDALA Hasil analisis data/ dokumen yang ada dan simulasi kinerja jaringan sudah tergambarkan sejumlah permasalahan pokok dalam sistem transportasi di Propinsi Maluku Utara. Pemetaan potensi dan kendala ini dimaksudkan untuk menyampaikan daftar potensi dan kendala pengembangan Tatralok di Propinsi 3-19

67 Maluku Utara yang lebih formal/ terstruktur sehingga dapat diidentifikasi akar permasalahan secara tepat sehingga dapat ditetapkan solusi yang pantas. Secara umum pemetaan potensi dan kendala Tatralok di Propinsi Maluku Utara akan dilakukan dalam 2 kelompok berikut: 1. Aspek teknis, terkait dengan kondisi dan kinerja elemen sistem transportasi di Propinsi Maluku Utara (node, link, demand). 2. Aspek normatif, terkait dengan ketersediaan dan implementasi dari sejumlah regulasi dan kebijakan dalam perencanaan dan pengembangan jaringan transportasi maupun tata ruang di Propinsi Maluku Utara. Pemetaan masalah ini sangat berguna untuk mengevaluasi kondisi eksisting serta kapasitas yang dimiliki semua stakeholders untuk penyempurnaan sistem transportasi, sehingga tujuan pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara akan lebih membumi dengan memperhatikan kondisi obyektif yang ada. Sejumlah metodologi untuk evaluasi sistem pada dasarnya sudah banyak dikembangkan, IISD ( International Institute for Sustainable Development) menyampaikan minimal ada 5 metoda, yakni: (1) SWOT analysis [Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats], (2) Results Based Management, (3) Logical Framework Analysis, (4) Outcome mapping, dan (5) Appreciative inquiry. Dilihat dari karakteristiknya, maka metoda evaluasi yang paling cocok untuk memetakan potensi dan kendala dari pengembangan Tatralok Kabupaten/Kota di Prov. Maluku Utara adalah metoda SWOT yang elemen dasarnya adalah memetakan kondisi eksisting dan potensial yang ada ke dalam 4 kuadran, yakni: 2 kuadran dari faktor internal berupa kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) dan 2 kuadran dari faktor eksternal berupa peluang ( opportunities), dan ancaman (threats). Pada Tabel 3.2 disampaikan konsep umum analisis SWOT ini. Tabel 3.2. Konsep Pemetaan Potensi dan Kendala dalam Analisis SWOT Dampak Faktor Internal Eksternal Positif Kekuatan (Strengths) Peluang (Opportunities) Negatif Kelemahan (Weaknesses) Ancaman (Threats) 3-20

68 Konteks penggunaan analisis SWOT ini biasa dilakukan oleh suatu organisasi yang bertanggungjawab dalam perencanaan strategis untuk meng-assess kondisi/kegiatan eksisting dan menyusun arahan bagi kegiatan baru di masa datang. 3.9 ANALISIS NORMATIF Analisis normatif dilakukan untuk memperoleh idealisasi pola jaringan pelayanan, hirarki prasarana, dan sistem operasi bagi pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara yang efektif dan efisien dalam rangka menunjang pengembangan wilayah, pemerataan pembangunan, dan pertumbuhan ekonomi di wilayah Propinsi Maluku Utara. Aspek normatif ini dikembangkan berdasarkan review atas peraturan perundangan yang berlaku di setiap moda transportasi (jalan, angkutan umum, laut, dan udara) serta kajian konseptual secara teoteris mengenai sistem transportasi yang ideal. Analisis ini diperlukan untuk memberikan gambaran arahan pengembangan jaringan transportasi di Propinsi Maluku Utara di masa yang akan datang sesuai dengan konsep yang lebih ideal. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam analisis normatif secara berurutan disampaikan sebagai berikut: 1. Melakukan kajian konsep pengembangan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan untuk setiap moda transportasi (jalan, angkutan umum, laut, dan udara) sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku/terbaru (UU, PP, Kepmen, Perda, dll), 2. Melakukan kajian teoretis hasil penelitian dan studi terdahulu baik di dalam maupun luar negeri mengenai idealisasi pola jaringan transportasi wilayah, 3. Melakukan analisis konsep Tatralok di Propinsi Maluku Utara yang mengelaborasikan aspek normatif secara praktis (dari butir a.) dan aspek teoritis (dari butir b.), 4. Mengidentifikasi simpul, link dan zona yang strategis dan penting untuk dikembangkan dalam rangka mewujudkan Tatralok Propinsi Maluku Utara di masa yang akan datang PENYUSUNAN STRATEGI DAN PROGRAM Berdasarkan proses analisis yang dilakukan sebelumnya dapat ditarik sejumlah kesimpulan penting yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam menyusun strategi dan program pengembangan pada Tatralok di Propinsi Maluku Utara, baik yang 3-21

69 sifatnya teknis/ fisik maupun kebijakan yang perlu ditempuh dalam rangka perwujudannya. Untuk dapat menyusun strategi dengan baik terdapat beberapa langkah yang harus diikuti sebagai berikut: 1. Masukan: tujuan, data kondisi eksisting penyediaan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan transportasi dan permintaan perjalanan berikut variabelvariabel terkait, alternatif skenario perencanaan, dan masukan serta tangkapan isu-isu yang berkembang di masyarakat baik lokal, regional, nasional, bahkan internasional; 2. Proses: pemodelan dan evaluasi kinerja dari jaringan transportasi eksisting di di Kabupaten/Kota di Prov.Maluku Utara serta sejumlah alternatif skenario perencanaan pengembangan bagi Tatralok di Propinsi Maluku Utara; 3. Keluaran: Rekomendasi Strategi dan Program (alternatif skenario perencanaan yang terpilih, prioritas serta tahapan pelaksanaannya). Rekomendasi strategi yang dikeluarkan dari studi ini terdiri dari dua kelompok umum, yakni: 1. Hard measures: terkait dengan aspek fisik dan operasional jaringan transportasi di Kabupaten/Kota di Prop. Maluku Utara sebagai respresentasi kriteria tujuan pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara: a. Pola hirarki jaringan yang diharapkan dan regulasi arus/arahan proporsi penggunaan setiap moda transportasi untuk menciptakan sistem jaringan transportasi di Kabupaten/Kota yang efisien, serta identifikasi simpul, link, dan zona potensial untuk transportasi di Propinsi Maluku Utara yang lebih efisien dan efektif di masa datang. b. Kriteria kinerja jaringan transportasi di Propinsi Maluku Utara yang diharapkan tercapai dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. 2. Soft measures: terkait dengan bagaimana mencapai tujuan pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara: a. Strategi umum ( grand strategy) dalam jangka pendek, menengah, dan panjang; b. Program umum untuk mengimplementasi grand strategy sesuai dengan tahapannya; c. Rekomendasi kebijakan pendukung implementasi: tarif, investasi, insentif, dll. 3-22

70 3.11 AZAS TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) Berdasarkan Pedoman Teknis yang telah ditetapkan, Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) harus disusun dengan berasaskan pada beberapa prinsip dasar berikut: 1. Azas Keadilan, dimana tataran transportasi yang disusun harus dapat menunjang kelancaran perhubungan di semua sektor pembangunan dan berpihak pada tiap lapisan masyarakat. 2. Azas Transparansi, tataran transportasi yang disusun disosialisasikan dan diterapkan secara terpadu serta transparasi pada semua sektor pembangunan dan diketahui oleh pejabat pelaksana dilapangan. 3. Azas Akuntabilitas, tataran transportasi yang disusun harus dianalisis secara teliti guna mendapatkan keserasian dan keterpaduan kesisteman transportasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam lingkup wilayah perencanaan. 4. Azas Realistis, tataran transportasi yang disusun harus ditunjang oleh kondisi eksisting yang sebenarnya sehingga hasil kebijakan yang diperoleh nantinya dapat sesuai dengan kondisi yang ada dan dapat dilaksanakan secara suistainable. 5. Azas Kesisteman, tataran transportasi yang disusun harus dapat menggambarkan keterkaitan dan keterpaduan hubungan/kesisteman transportasi antar wilayah/kawasan dalam lingkup kajiannya, serta harus disesuaikan dengan kebijakan sistem transportasi diatasnya. 6. Azas Keunggulan Moda, tataran transportasi yang disusun harus dapat menggambarkan dan mengkaji potensi-potensi guna menemukan moda unggulan. 7. Azas Keterpaduan Intra dan Antar Moda, tataran transportasi yang disusun harus dapat memberikan keterpaduan intra dan antara moda yang ada, sehingga sinkronisasi sistem transportasi antara moda tersebut dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan yang ada. 8. Azas Koordinasi dan Sinkronisasi, tataran transportasi yang disusun harus dapat memberikan gambaran dan arahan koordinasi yang jelas dan sinkronisasi yang terpadu dalam mengakomodasi perkembangan dan kebutuhan disemua sektor pembangunan. 9. Azas Tinjau Ulang Secara Berkala, tataran trasnportasi yang disusun harus dilakukan tinjauan secara berkala guna menjaga konsistensi dalam pelaksanaannya. 3-23

71 Lebih jelasnya, untuk Azas Penyusunan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) dapat dilihat pada Gambar TRANSPARANSI KEADILAN REALISTIS AKUNTABILITAS TINJAUAN ULANG SECARA BERKALA TATRALOK TATRALOK KESISTIMAN KOORDINASI DAN SINKRONISASI KETERPADUAN INTRA & ANTAR MODA KEUNGGULAN MODA Gambar Azas Penyusunan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) 3-24

72 BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI 4.1 LETAK GEOGRAFIS DAN WILAYAH ADMINISTRASI Pulau Morotai merupakan salah satu pulau terbesar di Maluku Utara yang memiliki potensi sumber daya alam yang cukup melimpah, baik di sektor pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan, pertambangan maupun potensi pariwisata sejarah terutama tempat-tempat sejarah peninggalan Perang Dunia Kedua. Potensi ini dapat dijadikan sektor andalan yang memiliki nilai ekonomis baik dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Maluku Utara umumnya maupun masyakarat Pulau Morotai khususnya serta peningkatan devisa bagi daerah. Dari aspek geografis pulau Morotai memiliki posisi strategis karena berada di bibir jalur perdagangan Asia Pasifik. Posisi geografis wilayah Kabupaten Pulau Morotai berada pada koordinat 2000' sampai 2040'LU dan ' sampai BT. Adapun batas-batas administrasi yang dimiliki oleh kabupaten ini adalah, sebagai berikut : Sebelah Utara : Samudera Pasifik Sebelah Barat : Laut Sulawesi Sebelah Timur : Laut Halmahera Sebelah Selatan : Selat Morotai Kabupaten Pulau Morotai mempunyai luas wilayah 4.301,53 Km 2, dengan luas daratan seluas 2.330,60 Km 2 dan luas wilayah laut sejauh 4 mil seluas 1.970,93 Km2. Panjang garis pantai Km. Jumlah pulau-pulau kecil yang terdapat di Kabupaten Pulau Morotai berjumlah 33 pulau dengan rincian pulau yang berpenghuni berjumlah 7 pulau dan yang tidak berpenghuni berjumlah 26 pulau. Secara Administrasi Pulau Morotai sejak Tahun 2002 termasuk kedalam Pemerintahan Kabupaten Halmahera Utara yang beribukota di Tobelo, hal ini berdasarkan persetujuan DPRD Kabupaten Maluku Utara dengan surat ketetapan nomor : 188.4/06/DPRD/MU/2002 tanggal 15 Februari Pada tahun 2009 berdasarkan UU Nomor 56 tahun 2009, tentang pendirian Kabupaten Morotai, 4-1

73 Pulau Morotai memisahkan diri dari Kabupaten Halmahera menjadi Kabupaten Morotai. Kabupaten Morotai terbagi menjadi lima kecamatan yaitu: Kecamatan Morotai Selatan, Morotai Timur, Morotai Selatan Barat, Morotai Utara dan Morotai Jaya, yang terbagi dalam 64 Desa. Adapun peta wilayah Kabupaten Pulau Morotai dapat dilihat pada Gambar 4.1. Batas-batas kecamatan di Kabupaten Morotai dapat dilihat pada Tabel 4.1. Adapun mengenai jumlah desa menurut letak geografis di Kabupaten Morotai dapat dilihat pada Tabel

74 Sumber : Perhubungan Dalam Angka Provinsi Maluku Utara Tahun Gambar 4.1. Peta Wilayah Kabupaten Pulau Morotai 4-3

75 Tabel 4.1. Batas-Batas Kecamatan di Kabupaten Morotai Kecamatan Utara Selatan Barat Timur Morotai Selatan (MS) MSB Laut Laut MT Morotai Selatan Barat (MSB) MJ MS Laut MT Morotai Timur (MT) MU Samudera MS&MSB Samudera Morotai Utara (MU) MJ MT MSB Samudera Morotau Jaya (MJ) Samudera MSB Samudera MU Sumber: BAPPEDA Tabel 4.2. Jumlah Desa Menurut Letak Geografis Kabupaten Pulau Morotai Kecamatan Desa Pantai Desa Bukan Pantai Jumlah Morotai Selatan (MS) Morotai Selatan Barat (MSB) Morotai Timur (MT) Morotai Utara (MU) Morotau Jaya (MJ) 9-9 Jumlah Sumber: Pulau Morotai Dalam Angka Tahun 2012 Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah desa di Kabupaten Morotai adalah sebanyak 64 desa. Secara administratif Kecamatan Morotai Selatan memiliki jumlah desa terbanyak yakni sebanyak 20 desa yang terdiri dari 15 desa pantai dan 5 desa pantai. Sedangkan Kecamatan Morotai Timur memiliki desa paling sedikit yakni sebanyak 8 desa yang terdiri dari 7 desa pantai dan 1 desa bukan pantai, Kecamatan Morotai Selatan Barat memiliki desa pantai terbanyak yakni 16 desa pantai sedangkan desa bukan pantai sebanyak 1 desa dan Kecamatan Morotai Utara dan Morotai Jaya merupakan 2 kecamatan yang memiliki desa yang semuanya merupakan desa pantai yakni sebanyak 10 desa di Kecamatan Morotai Utara dan 9 desa di Kecamatan Morotai Jaya. 4.2 KEPENDUDUKAN Penduduk adalah salah satu faktor utama yang menjadi kunci penting tercapainya keberhasilan pembangunan. Peranan penduduk dalam pembangunan adalah sebagai subyek sekaligus obyek yang akan memberikan dampak terhadap keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan. Jumlah Penduduk yang besar dapat menjadi modal pembangunan jika merupakan sumber daya manusia yang berkualitas, namun sebaliknya akan menjadi beban berat pembangunan jika kualitasnya rendah, sedangkan secara kewilayahan, jumlah penduduk harus didukung oleh ketersediaan lahan baik lahan sebagai tempat tinggal yang layak maupun sebagai tempat usaha yang mengutungkan. Jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2008 terdapat pada Tabel

76 Tabel 4.3. Penduduk, Luas Daratan dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2011 Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Luas Daratan (km 2 ) Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) Morotai Selatan (MS) ,1 49,49 Morotai Timur (MT) ,8 10,89 Morotai Selatan Barat (MSB) ,8 31,27 Morotai Utara (MU) ,7 16,13 Morotau Jaya (MJ) ,5 23,13 Jumlah ,9 25,52 Sumber: Susenas 2011 Tabel di atas menjelaskan bahwa jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Morotai Selatan yakni sebanyak jiwa. Jumlah penduduk paling sedikit di Kecamatan Morotai Utara yakni sebanyak jiwa. Kecamatan yang memiliki luas darat terluas adalah Morotai Timur yakni 731,8 Km 2 dan dengan jumlah penduduk jiwa, kecamatan ini memiliki tingkat kepadatan penduduk terendah yakni sebanyak 10,89 jiwa/km 2. Sedangkan Morotai Selatan Barat memiliki luas lahan paling rendah yakni 362,8 Km 2 memiliki tingkat kepadatan 31,27 jiwa/km 2, namun Kecamatan Morotai Selatan yang memiliki luas 363,1 Km 2 adalah kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk paling tinggi yakni 49,49 jiwa/km 2, sehingga secara total, Kabupaten Morotai memiliki jumlah penduduk sebanyak jiwa dengan luas daratan 2.314,9 Km 2 memiliki tingkat kepadatan penduduk sebesar 25,52 jiwa/km 2. Hasil Susenas 2011 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Pulau Morotai sebanyak jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak jiwa. Jika dirinci menurut kecamatan, penduduk Kabupaten Pulau Morotai ditunjukkan oleh Tabel

77 20,8 jiwa/km 2 19,51 jiwa/km 2 15,63 jiwa/km 2 21,92 jiwa/km 2 45,5 jiwa/km 2 Gambar 4.2. Peta Kepadatan Penduduk Kabupaten Pulau Morotai 4-6

78 Tabel 4.4. Jumlah Penduduk di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2011 Jenis Kelamin Rasio Kecamatan Jumlah Jenis Laki-Laki Perempuan Kelamin Morotai Selatan (MS) Morotai Timur (MT) Morotai Selatan Barat (MSB) Morotai Utara (MU) Morotau Jaya (MJ) Jumlah POTENSI PRODUKSI DAN EKONOMI Sumber : Pulau Morotai Dalam Angka 2012 Berdasarkan data PDRB tahun 2008 harga konstan tahun 2000 ternyata nilai PDRB Kabupaten Pulau Morotai termasuk yang paling rendah nilainya dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di wilayah Provinsi Maluku Utara. Hal ini karena wilayah ini memang merupakan Kabupaten baru sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Halmahera Utara. Karena itu perlu dilakukan upaya untuk memacu perkembangan ekonomi wilayah Kabupaten Pulau Morotai mengingat wilayah ini memiliki kandungan sumber daya alam yang cukup potensial. Secara jelas hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.3. Sumber: Penyusunan RTRW Kabupaten Pulau Morotai Gambar 4.3. Grafik PDRB Tahun 2008 Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 Di Masing-masing Kabupaten/Kota di Wilayah Provinsi Maluku Utara Berdasarkan hasil analisis LQ terhadap data PDRB tahun 2008 harga konstan tahun 2000, ternyata Kabupaten Pulau Morotai memiliki keunggulan komparatif di 4-7

79 sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Sektor pertanian yang relatif menonjol adalah perkebunan dimana kelapa merupakan komoditas utama. Kelapa ini selanjutnya diolah menjadi komoditi kopra. Sementara sektor industri pengolahan yang cukup menonjol adalah industri kecil dan industri rumah tangga di bidang industri hasil pertanian dan kehutanan, serta industri besar sedang dan industri kecil di jenis industri logam, mesin dan kimia. Secara jelas hasil analisis LQ ini dapat dilihat pada Tabel 4.5. Wilayah Tabel Hasil Analisis LQ Wilayah Provinsi Maluku Utara Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Real Estate & Js. Prsh. Halmahera Barat Halmahera Tengah Kepulauan Sula Halmahera Selatan Halmahera Utara Pulau Morotai Halmahera Timur Ternate Tidore Kepulauan Pertanian (Pangan) Jasa-Jasa Sumber: Penyusunan RTRW Kabupaten Pulau Morotai Kegiatan tanaman pangan di Kabupaten Pulau Morotai apabila dilihat per kelompok komoditi maka sampai tahun 2011 tenaman padi sawah mencapai luas panen 253 Ha dengan produksi sebesar 759 ton, tanaman padi ladang mencapai luas panen 108 Ha dengan produksi sebesar 216 ton, tanaman jagung mencapai luas panen 102 Ha dengan produksi sebesar 261 ton, tanaman ubi kayu mencapai luas panen 42 Ha dengan produksi sebesar 168 ton, sedangkan ubi jalar mencapai luas panen 28 Ha dengan produksi sebesar 84 ton. Untuk rincian luas panen tanaman pangan seluruh kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai tahun 2011 ditunjukkan oleh Tabel 4.6, sedangkan untuk rincian hasil 4-8

80 produksi tanaman pangan seluruh kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai ditunjukkan oleh Tabel 4.7. Tabel 4.6. Luas Panen Pertanian Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2011 Kecamatan Padi Sawah Luas Panen (Ha) Padi Ladang Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Morotai Selatan Morotai Selatan Barat Morotai Utara Morotai Jaya Morotai Timur Jumlah Sumber : Pulau Morotai Dalam Angka

81 Padi Sawah 0 Ha Padi Ladang 58 Ha Jagung 10 Ha Padi Sawah 197 Ha Padi Ladang 92 Ha Padi Sawah 120 Ha Jagung 20 Ha Padi Ladang 69 Ha Jagung 15 Ha Padi Sawah 140 Ha Padi Ladang 85 Ha Padi Sawah 180 Ha Jagung 25 Ha Padi Ladang 95 Ha Jagung 32 Ha Gambar 4.4. Peta Luas Panen Pertanian Kabupaten Pulau Morotai 4-10

82 Tabel 4.7. Hasil Produksi Pertanian Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2011 Kecamatan Padi Sawah Produksi (ton) Padi Ladang Jagung Ubi kayu Ubi Jalar Morotai Selatan Morotai Selatan Barat Morotai Utara Morotai Jaya Morotai Timur Jumlah Sumber : Pulau Morotai Dalam Angka

83 Padi Sawah 0 ton Jagung 20 ton Padi Ladang 116 ton Padi Sawah 591 ton Jagung 40 ton Padi Sawah 360 ton Padi Ladang 184 ton Jagung 30 ton Padi Ladang 158 ton Padi Sawah 420 ton Jagung 75 ton Padi Sawah 540 ton Padi Ladang 170 ton Jagung 96 ton Padi Ladang 190 ton Gambar 4.5. Peta Hasil Produksi Pertanian Kabupaten Pulau Morotai 4-12

84 4.3.2 Perkebunan Sampai akhir tahun 2011 areal tanaman perkebunan dan produksi untuk tanaman kelapa masing-masing adalah Ha dan ton, cengkeh memiliki luas areal sebesar Ha dengan hasil produksi sebanyak ton, pala memiliki luas areal sebesar Ha dengan hasil produksi sebanyak ton, kakao memiliki luas areal sebesar Ha dengan hasil produksi sebanyak ton. Untuk rincian luas areal perkebunan seluruh kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai tahun 2011 ditunjukkan oleh Tabel 4.8, sedangkan untuk rincian hasil produksi perkebunan seluruh kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai ditunjukkan oleh Tabel 4.9. Tabel 4.8. Luas Areal Perkebunan Kabupaten Pulau Morotai tahun 2011 Kecamatan Luas Panen (Ha) Kelapa Cengkeh Pala Kakao Morotai Selatan Morotai Selatan Barat Morotai Utara Morotai Jaya Morotai Timur Jumlah Sumber : Pulau Morotai Dalam Angka

85 Kelapa Ha Pala 343 Ha Cengkeh 319 Ha Kelapa Ha Pala 341 Ha Kelapa Ha Cengkeh 449 Ha Pala 622 Ha Cengkeh 513 Ha Kelapa Ha Pala 612 Ha Kelapa Ha Cengkeh 308 Ha Pala 649 Ha Cengkeh 485 Ha Gambar 4.6. Peta Luas Areal Perkebunan Kabupaten Pulau Morotai 4-14

86 Tabel 4.9. Hasil Produksi Perkebunan Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2011 Kecamatan Produksi (ton) Kelapa Cengkeh Pala Kakao Morotai Selatan Morotai Selatan Barat Morotai Utara Morotai Jaya Morotai Timur Jumlah Sumber : Pulau Morotai Dalam Angka

87 Kelapa ton Pala 336 ton Cengkeh 169 ton Kelapa ton Pala 330 ton Kelapa ton Cengkeh 196 ton Pala 613 ton Cengkeh 262 ton Kelapa ton Pala 599 ton Kelapa ton Cengkeh 152 ton Pala 638 ton Cengkeh 250 ton Gambar 4.7. Peta Produksi Perkebunan Kabupaten Pulau Morotai 4-16

88 4.3.3 Peternakan Populasi ternak menurut jenis di Kabupaten Pulau Morotai mengalami peningkatan pada tahun Untuk rinciannya ditunjukkan oleh Tabel Tabel Populasi Ternak Menurut Jenis di Kabupaten Pulau Morotai (Ekor) Tahun Kecamatan Sapi Kerbau Kambing Babi Kuda Morotai Selatan Morotai Selatan Barat Morotai Utara Morotai Jaya Morotai timur Jumlah Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Pulau Morotai 4-17

89 Kambing 754 ekor Babi ekor Sapi 412 ekor Kambing 716 ekor Babi 813 ekor Kambing 932 ekor Sapi 201 ekor Babi ekor Sapi 532 ekor Kambing ekor Babi 368 ekor Kambing ekor Sapi 274 ekor Babi 174 ekor Sapi 532 ekor Gambar 4.8. Peta Populasi Ternak Kabupaten Pulau Morotai 4-18

90 4.3.4 Perikanan Produksi perikanan di Kabupaten Pulau Morotai sebanyak ton pada tahun Produksi perikanan Kabupaten Pulau Morotai yang terbesar adalah Kecamatan Morotai Selatan. Adapun perkembangan produksi hasil perikanan di Kabupaten Pulau Morotai dapat dilihat pada Tabel Sebagai wilayah kepulauan yang dikelilingi oleh lautan, laut merupakan sumber penghidupan yang menjanjikan. Banyak masyarakat Kabupaten Pulau Morotai yang tinggal di pesisir pantai bermata pencaharian sebagai nelayan. Selain itu tradisi masyarakat Kabupaten Pulau Morotai yang menjadikan ikan sebagai makanan pendamping nasi yang wajib dikonsumsi setiap hari, membuat nelayan menjadi salah satu mata pencaharian yang cukup menjanjikan. Tabel Perkembangan Produksi Perikanan dirinci menurut Kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2011 Kecamatan Hasil Perikanan (ton) Morotai Selatan Morotai Selatan Barat Morotai Utara Morotai Jaya Morotai timur Jumlah Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pulau Morotai 4-19

91 976 ton ton ton ton ton Gambar 4.9. Peta Produksi Perikanan Kabupaten Pulau Morotai 4-20

92 4.3.5 Perindustrian Pada sektor industri, yang berkembang di Kabupaten Pulau Morotai adalah jenis industri kecil. Jenis industri ini cukup banyak di wilayah ini karena penggunaan teknologi yang relatif sederhana dan keterbatasan aspek permodalan. Tabel 4.12 menunjukkan jumlah perusahaan dan tenaga kerja menurut izin di Kabupaten Pulau Morotai tahun Tabel Jumlah perusahaan dan Tenaga Kerja Menurut Izin di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2011 Jenis Perusahaan Industri Kecil Jumlah Perusahaan Jumlah Tenaga Kerja Pangan - Pengeringan Ikan Roti / Kue Kering Es Batu / Balok Es Lilin Tahu Tempe Pengolahan Rumput Laut Pengasapan Ikan 4 28 Kimia dan Bahan Bangunan - Penggergajian Kayu Percetakan / Foto Copy 2 5 Sandang dan Kulit - Penjahitan 5 10 Kerajinan dan Umum - Perhiasan Besi Putih Foto Studio 2 5 Logam - Reparasi Bengkel Umum Perdagangan Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pulau Morotai Usaha perdagangan di Kabupaten Pulau Morotai tahun 2011 telah cukup berkembang dimana perusahaan yang terdaftar di Dinas Perdagangan Kabupaten Pulau Morotai mencapai perusahaan sedang sebanyak 48 perusahaan dari tahun sebelumnya yang hanya 5 perusahaan dan perusahaan kecil sebanyak 30 dibanding tahun sebelumnya yang hanya 12 perusahaan. Untuk rinciannya dapat dilihat pada Tabel

93 Tabel Jumlah Perusahaan Menurut Klasifikasi Izin di Kabupaten Pulau Morotai Tahun Klasifikasi izin Tahun Perusahaan Besar Perusahaan Sedang Perusahaan Kecil Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pulau Morotai Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah seluruh nilai tambah barang dan jasa (komoditi) yang diproduksi di suatu wilayah domestik / regional tanpa memperhatikan kepemilikan faktor-faktor produksinya. Nilai Produk Domestik Regional Bruto dapat dihitung melalui tiga pendekatan, yaitu: Segi Produksi, merupakan jumlah nilai tambah bruto atas suatu barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam suatu wilayah dan biasanya dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Nilai tambah bruto yang terdiri dari biaya faktor produksi (upah/gaj i, bunga netto, sewa tanah, keuntungan), penyusutan barang modal dan pajak tak langsung netto. Segi Pendapatan, merupakan balas jasa (pendapatan) yang diterima faktor - faktor produksi karena ikut sertanya dalam proses produksi dalam suatu wilayah, dan biasanya dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Segi Pengeluaran, merupakan jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, Pemerintah dan Lembaga Swasta Non Profit, pembentukan modal tetap, perubahan stok serta Ekspor Netto, biasanya dalam jangka waktu tertentu. Melalui perhitungan PDRB Kabupaten Pulau Morotai Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dapat menggambarkan nilai nominal seluruh barang dan jasa yang dihasilkan daerah ini. Di Kabupaten Pulau Morotai pada tahun 2011, nilai PDRB ADHB adalah sebesar Rp ,36 juta, sedangkan pada tahun 2010 nilai PDRB ADHB sebesar Rp ,28 juta. Untuk rinciannya, ditunjukkan oleh Tabel Tabel Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pulau Morotai Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rp) Lapangan Usaha *) 1. Pertanian , ,14 2. Pertambangan dan Penggalian 704,91 882,

94 Lapangan Usaha *) 3. Industri Pengolahan , ,67 4. Listrik dan Air Bersih 1.036, Bangunan , ,33 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel , ,8 7. Pengangkutan dan Komunikasi , ,24 8. Keuangan, Persewaan dan Perusahaan 5.273, ,06 9. Jasa-Jasa 9.086, ,88 Produk Domestik Regional Bruto , ,36 *) Angka Sementara Sumber : BPS Kabupaten Pulau Morotai **) Angka Sangat Sementara Dari Tabel 4.14, berdasarkan jumlah yang dihasilkan oleh masing-masing sektor, maka sektor pertanian pada tahun 2011 memberikan kontribusi yang terbesar dibandingkan sektor lainnya. PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) dengan tahun dasar 2000, Kabupaten Pulau Morotai mencapai Rp ,13 juta pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 sebesar ,23 juta. Untuk rinciannya ditunjukkan oleh Tabel Tabel Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pulau Morotai Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rp) Lapangan Usaha *) 1. Pertanian , ,45 2. Pertambangan dan Penggalian 238,69 266,96 3. Industri Pengolahan , ,88 4. Listrik dan Air Bersih 364,33 402,39 5. Bangunan 1.008, ,05 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel , ,89 7. Pengangkutan dan Komunikasi 5.415, ,96 8. Keuangan, Persewaan dan Perusahaan 2.612, ,49 9. Jasa-Jasa 5.163, ,71 Produk Domestik Regional Bruto , ,7 *) Angka Sementara Sumber : BPS Kabupaten Pulau Morotai **) Angka Sangat Sementara 4.4 KONDISI POLA AKTIVITAS TRANSPORTASI Transportasi di Kabupaten Pulau Morotai terdiri dari berbagai moda transportasi, yaitu transportasi darat, transportasi penyeberangan, trasnportasi laut, dan transportasi udara. 4-23

95 4.5 ANGKUTAN DARAT Terhadap keberadaan terminal angkutan darat baik angkutan orang maupun angkutan barang, terminal saat ini sudah ada permanen (Daruba dan Sangowo) dengan aktifitas terminal yang relative belum optimal. Hal ini diakibatkan oleh rendahnya intensitas penggunaan kendaraan roda empat. Terminal tersebut dilengkapi prasarana dan sarana berupa toko / pasar yang berdekatan sehingga memudah akessibilitas perdagangan dan jasa. Dengan rencana pengembangan sistem jaringan Trans Morotai di Pulau Moratai ini dimasa yang akan datang diharapkan terminal di Kota Daruba, Terminal Sangowo dan Pembangunan Terminal Bere Bere, Sopi dan Wayabula akan dapat berfungsi untuk meningkatkan arus pergerakan antar wilayah dalam Pulau Moratai ini dimasa yang akan datang. Tabel 4.16 menunjukkan data terminal di Kabupaten Pulau Morotai Tahun , sedangkan Tabel 4.17 menunjukkan jumlah dan tipe terminal di Kabupaten Pulau Morotai Tahun Tabel Data Terminal di Kabupaten Pulau Morotai Tahun NO URAIAN SATUAN TAHUN Type ( A / B / C ) Abjad Kelas ( I / II / III / IV ) Abjad IV IV IV IV IV 3. Luas M Kapasitas Kendaraan Angkutan Perkotaan Unit Sumber : Dinas Perhubungan dan Informatika Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 Tabel Jumlah dan Tipe Terminal di Kabupaten Pulau Morotai Tahun NO TERMINAL SATUAN TAHUN TERMINAL TIPE C UNIT JUMLAH UNIT Sumber : Dinas Perhubungan dan Informatika Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 Berdasarkan Dinas Perhubungan dan Informatika Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 jenis kendaraan terbanyak adalah jenis sepeda motor (lihat Tabel 4.18). 4-24

96 Tabel Jumlah Kendaraan Menurut Jenis Kendaraan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun NO JENIS KENDARAAN SATUAN TAHUN Sepeda Motor UNIT Mobil Umum UNIT Mobil Jeep UNIT Mobil Pick Up UNIT Truk Sedang UNIT Becak Motor (Bentor) UNIT JUMLAH UNIT Sumber : Dinas Perhubungan dan Informatika Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 Untuk daftar trayek angkutan dalam kota/ kabupaten di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012, ditunjukkan oleh Tabel Tabel NO TRAYEK URAIAN TRAYEK Daftar Trayek Angkutan Dalam Kota/Kabupaten di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 JARAK TRAYEK (KM) KODE TRAYEK JUMLAH ARMADA A B C D E 1 Dalam Dalam Mini 10 - Kota Kota Bus 2 Luar Kota Luar Kota 30 - Mini Bus Bentor Sumber : Dinas Perhubungan Dan Informatika Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 Keterangan : A = Pick Up B = Minibus C = Bus Kecil D = Bus Sedang E = Bus Besar 4.6 ANGKUTAN PENYEBERANGAN/LAUT Penyeberangan merupakan suatu jembatan bergerak yang mendukung pergerakan melalui jalan raya. Penyeberangan berfungsi untuk menghubungkan jalan dari satu pulau ke pulau yang lain. Tempat penyeberangan yang dimaksud adalah penyeberangan yang menghubungkan Pulau Halmahera dengan Pulau Morotai dan penyeberangan yang menghubungkan Pulau Morotai dengan Pulau Ternate. Selain fungsinya sebagai pelabuhan penyeberangan, Pelabuhan Daruba selain digunakan sebagai pelabuhan angkutan orang juga digunakan sebagai sarana bongkar muat barang bagi kegiatan ekonomi. Kondisi dari pelabuhan ini cukup baik (kontruksi dari beton) dengan panjang derma ga 98 meter serta dilengkapi dengan beberapa sarana penunjang pelabuhan seperti 1 unit kantor syah bandar, 2 unit gudang. Luas kawasan pelabuhan ini lebih kurang 1 Ha. Peningkatan aktifitas pada masa mendatang perlu dilakukan penambahan luas atau jumlah dari 4-25

97 gudang penampungan. Selain itu juga perlu diperluas dengan pengembangan pelabuhan laut di kawasan Teluk Pitu dan dekat dengan kawasan Badara Pitu Daruba. Dengan konstruksi beton, Pelabuhan Bere Bere perlu dapat pengembangan dengan fasilitas penunjang seperti pergudangan, kantor pelabuhan baik berfungsi sebagai pelabuhan umum maupun terdapat pelabuhan perikanan pantai sebagai sarana bongkar muat hasil perikanan tangkap dan budi daya. Informasi mengenai rincian sarana dan prasarana pelabuhan Daruba Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2011/2012 ditunjukkan oleh Tabel Tabel Informasi Sarana dan Prasarana Pelabuhan Daruba Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2011/2012 NO URAIAN SATUAN VOLUME DATA 1. UMUM a. Lokasi Pelabuhan (Kecamatan/Desa) - - b. Status Pelabuhan Umum - c. Kelas Pelabuhan III - d. Pengelola Pelabuhan DJPL - 2. KANTOR a. Panjang M 10 b. Lebar M 10 c. Luas M2 100 d. Jumlah Pegawai Kantor Pelabuhan Orang 8 3. DERMAGA a. Panjang M 98 b. Lebar M 12 c. Luas M d. Konstruksi (Beton/Kayu) Beton 4. LAPANGAN PENUMPUKAN PETI KEMAS M2 - a. Panjang M - b. Lebar M - c. Luas M2-5. TERMINAL PENUMPANG a. Panjang M 18 b. Lebar M 10 c. Luas M2-6. GUDANG a. Jumlah Gudang Unit 2 b. Panjang M 20 c. Lebar M 10 d. Luas M

98 NO URAIAN SATUAN VOLUME DATA 7. LAPANGAN PARKIR a. Panjang M 50 b. Lebar M 100 c. Luas M SARANA/PRASARANA KESELAMATAN DAN KEAMANAN a. Jumlah Personil Tim SAR Orang b. Jumlah Pos Keamanan Unit 1 c. Jumlah Personil Keamanan Pelabuhan Orang 2 d. Jumlah Kapal Patroli Unit 1 e. Jumlah Personil Patroli Pengamanan Laut Orang 3 9. SARANA/PRASARANA PENUNJANG PELAYARAN a. Jumlah Stasiun Radio Operasi Pantai (SROP) Unit - b. Jumlah SSB Unit - c. Jumlah VHF Unit - d. Jumlah Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) Mercu Suar e. Jumlah (SBNP) Rambu Suar f. Jumlah (SBNP) Pelampung Suar Unit 3 Unit 3 Unit - Sumber : Kantor Pelabuhan (KANPEL) Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 Untuk informasi mengenai arus kunjungan kapal barang dan bongkar muat barang serta kunjungan kapal penumpang dan naik turun penumpang di Pelabuhan Daruba Kabupaten Pulau Morotai Tahun ditunjukkan oleh Tabel Tabel Arus Kunjungan Kapal Barang dan Bongkar Muat Barang serta Kunjungan Kapal Penumpang dan Naik Turun Penumpang di Pelabuhan Daruba Kabupaten Pulau Morotai Tahun NO KEGIATAN SATUAN TAHUN KAPAL BARANG a. Dalam Negeri 1). Kunjungan Kapal Call ). GRT GRT MUATAN BARANG a. Dalam Negeri 1). Bongkar Ton

99 NO KEGIATAN SATUAN TAHUN ). Muat Ton b. Luar Negeri 1). Eksport Ton KAPAL PENUMPANG Dalam Negeri 1). Kunjungan Kapal Call ). GRT GRT PENUMPANG a. Dalam Negeri 1). Turun Orang ). Naik Orang MUATAN BARANG a. Dalam Negeri 1). Bongkar Ton ). Muat Ton b. Luar Negeri 1). Eksport Ton ANGKUTAN UDARA Sumber : Kantor Pelabuhan (KANPEL) Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 Sebagai salah satu peninggalan bersejarah Perang Dunia II, Bandar Udara Pitu memiliki kemampuan menampung jenis pesawat Hercules, Cassa dan Twin Otter. Bandara ini merupakan bandara militer milik TNI AU. Fasilitas yang dimiliki dengan panjang landasan kurang dari 2400 x 30 m. Dengan keunggulan panjang runway sepanjang m, bandara ini dapat didarati oleh pesawat berbadan lebar dengan penumpang per trip 200 orang. Selain penumpang, ada hal yang belum digarap, yaitu cargo penerbangan. Potensi ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan sosial ekonomi Pulau Morotai. Berdasarkan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Maluku utara, informasi mengenai sarana dan prasarana Bandara Pitu Daruba Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 ditunjukkan oleh Tabel Tabel Informasi Sarana dan Prasarana Bandara Pitu Daruba Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 NO URAIAN SATUAN VOLUME DATA 1. UMUM a. Lokasi Bandara - Morotai b. Status Bandara - Umum c. Kelas Bandara

100 NO URAIAN SATUAN VOLUME DATA d. Pelayanan Bandara - Umum e. Pengelola Bandara - Dirjen Udara f. Jadwal Penerbangan dalam 1 Minggu Trip 2 x g. Mulai Beroperasi Tahun 1975 h. Lama Waktu Beroperasi Dalam 1 Hari Jam - 2. BANGUNAN KANTOR Jumlah Pegawai Kantor Bandara Orang - 3. LANDASAN / RUNWAY a. Panjang M 2400 b. Lebar M 30 c. Luas M2 d. Konstruksi Perkerasan Landasan - e. Jumlah Jalur Runway Jalur 4. APRON a. Panjang M 285 b. Lebar M 79.5 c. Luas M2 5. TAXI WAY a. Panjang M 130 b. Lebar M 23 c. Luas M MENARA PENGAWAS LALINUD a. Panjang M 6 b. Lebar M 5 c. Luas M2 TERMINAL KEDATANGAN / KEBERANGKATAN a. Panjang M 120 b. Lebar M 10 c. Luas M2 d. Kapasitas Orang RUANG TUNGGU VIP a. Panjang M 17 b. Lebar M 12 c. Luas M2 d. Kapasitas Orang 9. LAPANGAN PARKIR a. Panjang M 71 b. Lebar M 17 c. Luas M2 10. PERALATAN 4-29

101 NO URAIAN SATUAN VOLUME DATA PELAYANAN BANDARA a. Jumlah Handheld Metal Detextor 2 b. Jumlah Kantin / Restoran Unit - c. Jumlah Toilet Umum Unit SARANA/PRASARANA KESELAMATAN DAN KEAMANAN a. Jumlah Mobil PMK Unit 2 b. Jumlah Mobil Ambulance Unit - c. Jumlah Pos Keamanan Unit SARANA/PRASARANA PENUNJANG PENERBANGAN Jumlah SSB -Transceiver Unit - Sumber : Kantor Bandara Pitu - Daruba Kabupaten Pulau Morotai Tahun JARINGAN JALAN Berdasarkan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Maluku utara panjang jalan nasional adalah 17,4 km, panjang jalan provinsi adalah 265 km, dan panjang jalan kabupaten adalah 10,8 km. untuk rincian informasi mengenai ruas jalan di Kabupaen Pulau Morotai tahun 2011/2012 ditunjukkan oleh Tabel Tabel Daftar Ruas Jalan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2011/2012 NO JENIS JALAN NAMA RUAS JALAN PANJANG RUAS JALAN (KM) KONDISI JALAN RATA-RATA (KM) 1. JALAN NASIONAL Ruas dalam kota sangowo Ruas dalam kota Berebere Ruas dalam kota sopi Ruas dalam kota wayabula JUMLAH JALAN NASIONAL RR 5.5 RR 3.3 RB 2.6 RR 4-30

102 NO 2. JENIS JALAN JALAN PROVINSI NAMA RUAS JALAN Kelilin Morotai PANJANG RUAS JALAN (KM) KONDISI JALAN RATA-RATA (KM) 265 RS JUMLAH JALAN PROVINSI JALAN Desa KABUPATEN Wawama 2 B Desa Pandanga 4 RS Juana Desa Darame 1 B Desa Yayasan 1.5 B Desa Gota Lamo 1.3 B Desa Daruba Pante 1 RS JUMLAH JALAN KABUPATEN Sumber: Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 Keterangan : B = Baik, S = Sedang, RR = Rusak Ringan, RS = Rusak Sedang, RB = Rusak Berat, AH = Aspal Hotmix, AL = Aspal Lapen, TSr =Tanah Sirtu, Tn = Tanah (Digunakan untuk mengisi kondisi jalan) Untuk rincian kondisi jalan berdasarkan kewenangan jalan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun ditunjukkan oleh Tabel Tabel Kondisi Jalan Berdasarkan Kewenangan Jalan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun NO KEWENANGAN JALAN SATUAN TAHUN PANJANG Jalan Nasional Km Jalan Provinsi Km Jalan Kabupaten Km KONDISI Baik 1). Jalan Nasional Km ). Jalan Kabupaten Km Sedang 1). Jalan Nasional Km ). Jalan Kabupaten Km Rusak 1). Jalan Nasional Km ). Jalan Kabupaten Km

103 NO KEWENANGAN JALAN SATUAN TAHUN PERMUKAAN Aspal 1). Jalan Nasional Km 2). Jalan Kabupaten Km Kerikil 1). Jalan Nasional Km 2). Jalan Kabupaten Km Tanah / Lain-Lain 1). Jalan Kabupaten Km 2) Jalan Nasional Km Sumber: Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 Untuk informasi mengenai kondisi jalan berdasarkan kelas jalan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2011/2012 ditunjukkan oleh Tabel 4.25, sedangkan untuk informasi mengenai kondisi jalan berdasarkan fungsi jalan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2011/2012 ditunjukkan oleh Tabel Tabel Kondisi Jalan Berdasarkan Kelas Jalan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2011/2012 NO KELAS JALAN SATUAN TAHUN PANJANG Kelas I Km Kelas II Km Kelas III Km 2 KONDISI Baik 1). Kelas I Km ). Kelas III Km Sedang 1). Kelas I Km 2). Kelas III Km Rusak 1). Kelas I Km 2). Kelas III Km 3 PERMUKAAN Aspal 1). Kelas I Km ). Kelas III Km Kerikil 1). Kelas I Km 2). Kelas III Km Tanah / Lain-Lain 1). Kelas III Km Sumber : Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Pulau Morotai Tahun

104 Tabel Kondisi Jalan Berdasarkan Fungsi Jalan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2011/2012 NO KELAS JALAN SATUAN TAHUN PANJANG Jalan Arteri Km 8 6 Jalan Kolektor Km Jalan Lokal Km KONDISI Baik 1). Jalan Arteri Km 6 6 2). Jalan Lokal Km Sedang 1). Jalan Arteri Km 2). Jalan Lokal Km Rusak 1). Jalan Arteri Km 2). Jalan Lokal Km 3 PERMUKAAN Aspal 1). Jalan Arteri Km 6 6 2). Jalan Lokal Km Kerikil 1). Jalan Arteri Km 2). Jalan Lokal Km Tanah / Lain-Lain 1). Jalan Lokal Km Sumber : Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 Adapun data volume lalu lintas harian tahun 2012 ditunjukkan oleh Tabel

105 No I II III IV V Tabel Volume Lalu Lintas Harian Tahun 2012 Ruas Jalan Kode Ruas Rata-Rata Volume Kendaraan (Unit/Hari) Jumlah Jalan KTB SM MP BB BS TB TS TR Kecamatan Morotai Jaya a. Ruas Sopi Losowo b. Ruas Sopi - Mapo c. Ruas Mapo - Libono d. Ruas Libono - Ciagerong Kecamatan Morotai Selatan a. Ruas Daruba Tiley b. Ruas Daruba - Sabataibaru c. Ruas Sabataibaru - Daeo Kecamatan Morotai Selatan Barat a. Ruas Wayabula Tiley b. Ruas Tiley - Daruba c. Ruas Ciagerong - Wayabula Kecamatan Morotai Timur a. Ruas Daeo - Sangowo b. Sangowo - Berebere Kecamatan Morotai Utara a. Ruas Sangowo - Berebere b. Ruas Berebere - Losowo e. Ruas Losowo - Sopi

106 Dermaga Kelas IV Dermaga Wayabula Dermaga Kelas IV Dermaga Bere-Bere Terminal Tipe C Terminal Daruba Dermaga Kelas IV Dermaga Daruba Gambar Peta Prasarana Transportasi di Kabupaten Pulau Morotai 4-35

107 4.9 BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN Bangkitan dan tarikan pergerakan dibedakan untuk pergerakan orang dan barang. Bangkitan pergerakan merupakan seluruh pergerakan yang dihasilkan/diproduksi dan berasal dari suatu zona tertentu. Sedangkan tarikan pergerakan merupakan jumlah seluruh pergerakan yang tertarik/menuju ke suatu zona tertentu. Besarnya bangkitan/tarikan pergerakan ini sangat dipengaruhi oleh tataguna lahan, karakteristik penduduk dan sistem transportasi yang tersedia. Salah satu cara dalam melakukan pendekatan analisis untuk distribusi perjalanan antar wilayah adalah dengan metoda sintesis, yang merupakan cara analisis dengan mencari hubungan antar pelaku perjalanan, dengan pembangkit, penarik dan faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan. Model sintesis yang umumnya digunakan adalah model Gravitasi dengan mendasarkan pada hukum gravitasi Newton. Untuk transportasi, perjalanan yang dilakukan akan dipengaruhi besar bangkitan dan penarik perjalanan, serta waktu/jarak/biaya perjalanan. Rumus umum model gravitasi adalah sebagai berikut: tij = k.ai.aj / f (Zij) dengan: tij k Ai Aj = jumlah perjalanan dari i ke j = konstanta = daya tarik zona asal = daya tarik zona tujuan f (Zij) = fungsi yang mempengaruhi perjalanan Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Orang Eksisting Untuk menentukan jumlah perjalanan orang antar kecamatan dapat menggunakan rumus berikut ini: tij = (k x JPA x JPT) / (d 2 ) dengan: tij = jumlah perjalanan orang antar kecamatan k = konstanta = 0, JPA = jumlah penduduk asal di kecamatan 5-36

108 JPT d = jumlah penduduk tujuan di kecamatan Adapun jumlah penduduk di masing-masing kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 4.3. = jarak antar ibukota kecamatan. Adapun jarak antar ibukota kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai dapat dilihat pada Tabel Tabel Matriks Jarak Antar Ibukota Kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai (Km) Dari Ke Morotai Jaya Morotai Selatan Morotai Selatan Barat Morotai Timur Morotai Utara Morotai Jaya Morotai Selatan Morotai Selatan Barat Morotai Timur Morotai Utara Dengan perhitungan seperti di atas, hasil distribusi perjalanan orang antar kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai dapat dilihat pada Tabel Adapun gambar Desire Line Asal-Tujuan dapat dilihat pada Gambar

109 Tabel Matriks Asal-Tujuan (MAT) Perjalanan Orang Antar Kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai (orang perjalanan/tahun) Tahun 2012 Asal Zona Tujuan I II III IV V VI Jumlah I Morotai Jaya II Morotai Selatan III Morotai Selatan Barat IV Morotai Timur V Morotai Utara VI Kep. Halmahera Jumlah

110 Gambar Desire Line Asal-Tujuan Perjalanan Orang Antar Kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun

111 4.9.2 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Barang Eksisting untuk menentukan jumlah perjalanan barang antar kecamatan dapat menggunakan rumus berikut ini: tij = (k x JPA x JPT) / (d 2 ) dengan: tij = jumlah perjalanan barang antar kecamatan k = konstanta = 0, JPA JPT d = jumlah produksi asal di kecamatan = jumlah produksi tujuan di kecamatan Adapun jumlah produksi di masing-masing kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai tahun 2011 diperoleh dari hasil penjumlahan dan pengolahan data dari hasil produksi di masing-masing kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai dari berbagai sektor. = jarak antar ibukota kecamatan. Adapun jarak antar ibukota kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai dapat dilihat pada Tabel Dengan perhitungan seperti di atas, hasil distribusi perjalanan barang antar kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai dapat dilihat pada Tabel Adapun gambar Desire Line Asal-Tujuan dapat dilihat pada Gambar

112 Tabel Matriks Asal-Tujuan (MAT) Perjalanan Barang Antar Kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai (ton/tahun) Tahun 2012 Asal Zona Tujuan I II III IV V VI Jumlah I Morotai Jaya II Morotai Selatan III Morotai Selatan Barat IV Morotai Timur V Morotai Utara VI Kep. Halmahera Jumlah

113 Gambar Desire Line Asal-Tujuan Perjalanan Barang Antar Kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun

114 4.10 KINERJA PELAYANAN, JARINGAN PELAYANAN, DAN JARINGAN PRASARANA TRANSPORTASI WILAYAH SAAT INI Transportasi Darat Sebagai salah satu penunjang kegiatan perekonomian, sarana dan prasarana transportasi darat antara lain berupa jalan raya sangat diperlukan untuk mempermudah dan memperlancar arus distribusi barang dan jasa serta mobilitas orang dari satu tempat ke tempat lainnya, sehingga kegiatan pembangunan, produksi dan perdagangan akan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan. Terhadap keberadaan terminal angkutan darat baik angkutan orang maupun angkutan barang, terminal saat ini sudah ada yang permanen (Daruba dan Sangowo) dengan aktivitas yang relatif belum optimal. Hal ini diakibatkan oleh rendahnya intensitas penggunaan kendaraan roda empat. Terminal tersebut dilengkapi prasarana dan sarana berupa toko / pasar yang berdekatan sehingga memudahkan aksesibilitas perdagangan dan jasa. Dengan rencana pengembangan sistem jaringan Trans Morotai di Pulau Morotai ini dimasa yang akan datang diharapkan terminal di Kota Daruba, Terminal Sangowo dan Pembangunan Terminal Bere Bere, Sopi dan Wayabula akan dapat berfungsi untuk meningkatkan arus pergerakan antar wilayah dalam Pulau Morotai ini di masa yang akan datang. Sedangkan matriks asal-tujuan seperti yang disajikan didalam sub bab (kabupaten/kota) sebelumnya, untuk Kabupaten Halmahera Timur akan disajikan pada Laporan berikutnya dalam bab analisis lanjutan Transportasi Penyeberangan Transportasi penyeberangan berfungsi sebagai jembatan bergerak yang menghubungkan jaringan jalan yang terputus karena adanya perairan, untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya. Oleh karenanya pelabuhan penyeberangan harus terpadu dengan jaringan pelayanan dan prasarana transportasi jalan. Pelabuhan yang terdapat di Kabupaten pulau Morotai adalah Pelabuhan Daruba dengan klasifikasi pelabuhan sebagai pelabuhan regional. Gambaran tentang pertumbuhan penumpang dan kendaraan/barang pada lintasan penyeberangan Daruba Tobelo yang telah beroperasi dapat dilihat pada Gambar

115 Jumlah Trip Penumpan g Sumber : Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Maluku Utara Gambar Grafik Perbandingan Jumlah Kunjungan Kapal, Penumpang dan Barang di Pelabuhan Weda Tahun 2008 Juni Transportasi Laut Kabupaten Pulau Morotai dengan Ibukotanya Daruba, memiliki tipologi lingkungan yang khas, dimana tidak hanya memiliki alam pegunungan tetapi juga memiliki areal pesisir pantai dengan berbagai sumber daya alam yang prospektif untuk dikembangkan Transportasi Udara Salah satu peninggalan bersejarah Perang Dunia II, Bandar Udara Pitu memiliki kemampuan menampung jenis pesawat Hercules, Cassa dan Twin Otter. Bandara ini merupakan bandara militer milik TNI AU PERMASALAHAN TRANSPORTASI WILAYAH SAAT INI Salah satu faktor keberhasilan dari suatu pembangunan wilayah adalah peran serta sektor transportasi. Oleh sebab sistem transportasi memerlukan pembinaan yang berorientasi pada peningkatan pelayanan sehingga akan menghasilkan jasa transportasi yang handal, berkemampuan tinggi serta dilaksnakan secara terpadu, tertip, lancar, aman, nyaman dan efisien. Secara rinci permasalahan transportasi yang ada di Kabupaten Pulau Morotai antara lain adalah: 4-44

116 1. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pulau Morotai dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan berkembangnya aktivitas masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik. Hal ini mengakibatkan permintaan terhadap layanan transportasi terus meningkat, baik dari segi kuantitas maupun kualitas; 2. Kualitas jaringan pelayanan yang meliputi sarana, prasarana jaringan pelayanan seperti terminal dan sistem pengendalian pelayanan angkutan umum belum tertata secara konsepsional; 3. Belum tersedianya angkutan umum yang beroperasi secara reguler dan terjadwal serta tarif yang terjangkau masyarakat. 4. Jaringan jalan yaitu akses menuju kecamatan Wayabula belum tersambung sehingga perlu diupayakan pembangunan jaringan jalan untuk menunjang aksesibilitas kawasan ekonomi khusus ini. 4-45

117 BAB 5 PERKIRAAN KONDISI MENDATANG 5.1 RENCANA PROYEK MP3EI Dalam MP3EI ditetapkan bahwa Propinsi Maluku Utara merupakan bagian dari Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku. Adapun produksi unggulan dan investasi Nasional di koridor tersebut khususnya di wilayah Propinsi Maluku Utara adalah pertambangan nikel dan perikanan. Tabel 5.1 menunjukkan daftar investasi infrastruktur yang teridentifikasi di koridor Papua-Maluku (MP3EI), khususnya di wilayah Kota Pulau Morotai. Dari Tabel 5.1 menunjukkan daftar investasi infrastruktur yang teridentifikasi di koridor Papua-Maluku (MP3EI), khususnya di wilayah Kabupaten Pulau Morotai. Adapun peta lokasi proyek MP3EI di Kabupaten Pulau Morotai dapat dilihat pada Gambar 5.1. No Tabel 5.1. Daftar Investasi Infrastruktur yang Teridentifikasi di Koridor Papua-Maluku, Khususnya di Wilayah Kabupaten Pulau Morotai Proyek MP3EI 1 Peningkatan Jalan Daruba - Wayabula (Jalan Strategis Nasional) - 52 km 2 Ringroad Pulau Morotai, Jalan Sepanjang Km, Jembatan Sepanjang 275 m untuk menunjang kegiatan perikanan dan pariwisata 3 Rehabilitasi Bandara termasuk Perpanjangan Runway Bandar Udara Morotai Nilai Investasi (IDR Miliar) Periode Mulai Periode Selesai Lokasi Daruba, Kec. Morotai Selatan Wayabula, Kec. Morotai Selatan Barat, Kab. P. Morotai Kab. P. Morotai Kab. P. Morotai 5-1

118 Peningkatan Jalan Daruba Wayabula (Jalan Strategis Nasional) 52 km Nilai Investasi Rp 126 M Rehabilitas Bandara Termasuk perpanjangan runway Bandara Morotai Nilai Investasi Rp 150 M Rencana Ringroad Pulau Morotai Jalan sepanjang km, jembatan sepanjang 275 m Untuk menunjang kegiatan perikanan dan pariwisata Nilai Investasi Rp 614 M Gambar 5.1. Peta Lokasi Proyek MP3EI di Kabupaten Pulau Morotai 5-2

119 5.2 RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN PULAU MOROTAI TAHUN Rencana Struktur Ruang Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pulau Morotai Tahun , disampaikan bahwa rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Pulau Morotai terdiri dari: - Rencana Sistem Perkotaan Wilayah Kabupaten Pulau Morotai - Wilayah Pengembangan - Proyeksi Perkembangan Penduduk - Rencana Sistem Jaringan Prasarana 1. Rencana Sistem Perkotaan Wilayah Kabupaten Pulau Morotai Yang termasuk dalam sistem pusat kegiatan yang ada di Kabupaten Pulau Morotai terdiri atas: a. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Dalam rencana struktur ruang, kawasan Daruba ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota (PP No. 26 tahun 2008). Kawasan Daruba dinilai layak untuk menjadi PKW karena secara internal kawasan ini menjadi pusat pelayanan bagi seluruh wilayah Kabupaten Pulau Morotai dan secara regional kawasan ini juga merupakan kawasan yang memiliki peran penting dalam mendorong interaksi antar kabupaten/kota di dalam lingkup wilayah Provinsi Maluku Utara. Terkait dengan fungsinya sebagai PKW, terdapat beberpa fungsi yang dilekatkan pada kawasan perkotaan daruba, yaitu: 1. Fungsi pelayan pemukiman 2. Fungsi pemerintahan 3. Fungsi pengembangan pariwisata 4. Fungsi perdagangan dan jasa 5. Fungsi pertahanan dan keamanan 5-3

120 b. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan (PP No. 26 tahun 2008). Dalam rencana struktur ruang, PKL di Kabupaten Pulau Morotai adalah kawasan Bere-Bere. Kawasan ini dinilai layak untuk menjadi PKL karena memiliki tingkat hirarki wilayah yang cukup tinggi (dalam perhitungan skalogram termasuk ke dalam hirarki I). Terkait dengan fungsinya sebagai PKL, terdapat beberapa fungsi yang dilekatkan pada kawasan Bere-Bere, yaitu: 1. Fungsi pelayanan pemukiman 2. Fungsi pengembangan aktivitas perikanan 3. Fungsi pengembangan industry pengolahan perikanan 4. Fungsi perdagangan dan jasa c. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLP) Pada dasarnya, PKLP adalah wilayah yang saai ini dinilai belum layak untuk menjadi PKL tetapi memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan menjadi PKL di masa-masa yang akan datang. Dalam rencana struktur ruang, PKLP di Kabupaten Pulau Morotai adalah kawasan Wayabula. Kawasan ini dinilai layak untuk menjadi PKLP karena memiliki potensi yang cukup besar untuk tumbuh menjadi salah satu kawasan perkotaan di Kabupaten Pulau Morotai. Di samping kawasannya yang relatif datar, akses ke laut juga mudah dan potensi perikanannya cukup tinggi. Terkait dengan fungsinya sebagai PKLP, terdapat beberapa fungsi yang dilekatkan pada kawasan Wayabula, yaitu: 1. Fungsi pelayanan pemukiman 2. Fungsi pengembangan perikanan 3. Fungsi pengembangan industry pengolahan perikanan d. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) PPK adalah kawasan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau lintas desa. Dalam rencana struktur ruang, PPK di Kabupaten Pulau Morotai terdapat di kawasan Sofi dan Sangowo. Keduanya penting untuk menjalankan fungsi pelayanan pemukiman skala kecamatan yaitu Kecamatan Morotai Timur dan Kecamatan Morotai Jaya. 5-4

121 Namun khusus untuk PKK Sofi terdapat fungsi lain yang harus diwadahi yaitu fungsi pengembangan industri pengolahan kopra. Industri pengolahan kopra ini dinilai penting untuk dapat mengoptimalkan produksi kelapa yang cukup tinggi di Kabupaten Pulau Morotai. Kawasan Sofi dipilih sebagai lokasi industri kopra karena wilayah ini memiliki akses yang lebih dekat kea rah Bitung dan Menado yang selama ini menjadi wilayah pasar bagi produk kopra dari Kabupaten Pulau Morotai. 2. Wilayah Pengembangan Berdasarkan kepada rencana sistem perkotaan yang telah diuraikan di atas, terdapat 2 kawasan yang dialokasikan sebagai Wilayah Pengembangan (WP) I dan II. WP I mencakup wilayah 3 kecamatan yaitu Kecamatan Morotai Selatan, Kecamatan Morotai Selatan Barat, dan Kecamatan Morotai Timur. Sedangkan WP II mencakup 2 kecamatan yaitu Kecamatan Morotai Utara dan Kecamatan Morotai Jaya. WP I akan diarahkan sebagai pusat pengembangan pariwisata dan pengembangan industri berbasis perikanan. Selanjutnya WP II akan diarahkan sebagai pusat pengembangan industri berbasis perikanan dan pusat industry kopra. 3. Proyeksi Perkembangan Penduduk Untuk meminimalisir dampak negatif dan perkembangan jumlah penduduk, maka proyeksi perkembangan jumlah penduduk suatu wilayah 10 sampai dengan 20 tahun ke depan harus mampu diestimasi. Proyeksi ini disiapkan sebagai salah satu acuan dasar dalam perencanaan wilayah. Proyeksi perkembangan penduduk yang disajikan nantinya, didasarkan pada jumlah dan rasio penduduk tahun 2008 dari masing-masing kecamatan dengan asumsi pertumbuhan linier. Tabel 5.2 menunjukkan jumlah dan rasio penduduk per kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai. Tabel 5.2. Jumlah dan Rasio Penduduk Masing-Masing Kecamatan Tahun 2008 Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Persen (%) Morotai Selatan ,08 Morotai Selatan Barat ,51 Morotai Timur ,96 Morotai Utara ,47 Morotai Jaya ,98 Jumlah Sumber : Penyusunan RTRW Kabupaten Pulau Morotai

122 Tabel 5.2 sebagai acuan dalam membuat proyeksi jumlah penduduk Pulau Morotai dari masing-masing kecamatan seperti ditunjukkan pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Proyeksi Jumlah Penduduk Kabupaten Pulau Morotai dari Masing-Masing Kecamatan Kecamatan Jumlah Penduduk (tahun) Morotai Selatan Morotai Selatan Barat Morotai Timur Morotai Utara Morotai Jaya Jumlah Sumber : Penyusunan RTRW Kabupaten Pulau Morotai Tabel proyeksi, Tabel 5.3 menggambarkan bahwa penduduk Kabupaten Pulau Morotai pada tahun 2030 diperkirakan sekitar 82 ribu jiwa. Artinya 20 tahun kedepan diperkirakan terjadi pertambahan jumlah penduduk sekitar 27 ribu jiwa atau hampir setengah (49 %) dari tahun Jika dirata -ratakan, penambahan jumlah penduduk pertahun sekitar 1.300an. pertumbuhan ini terbilang cukup signifikan, maka kedepannya diperlukan adanya perencanaan wilayah yang baik. 4. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten Pulau Morotai terdiri atas: a. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Transportasi Dalam analisis aksesibilitas ini, teridentifikasi bahwa Kabupaten Pulau Morotai tersedia akses yang menghubungkan beberapa kecamatan yang dapat dimanfaatkan sebagai jaringan prasarana transportasi, yaitu: 1. Jaringan jalan sabuk selatan timur, yaitu jaringan jalan yang menghubungkan Kecamatan Morotai Selatan (Daruba), Kecamatan Morotai Timur (Sangowo) dan Kecamatan Morotai Utara (Bere Bere), selanjutnya digunakan istilah Sabuk Selatan-Timur untuk menandainya. Sabuk Selatan-Timur telah terhubung dengan aksesibilitas jalan yang relatif bagus. 2. Jaringan jalan sabuk timur utara, yaitu jaringan jalan yang menghubungakan Kecamatan Morotai Utara (Bere Bere) dan Kecamatan Morotai Jaya (Sopi), selanjutnya digunakan istilah Sabuk 5-6

123 Timur-Utara untuk menandainya. Sabuk Timur-Utara belum memiliki keterhubungan aksesibilitas jalan. 3. Jaringan jalan sabuk utara barat, yaitu jaringan jalan yang menghubungkan Kecamatan Morotai Jaya (Sopi) dan Kecamatan Morotai Selatan Barat (Wayabula), selanjutnya digunakan istilah Sabuk Utara-Barat untuk menandainya. Sabuk Utara-Barat belum memiliki keterhubungan aksesibilitas jalan. 4. Jaringan jalan sabuk barat selatan, yaitu jaringan jalan yang menghubungkan Kecamatan morotai Selatan Barat (Wayabula) dan Kecamatan Morotai Selatan (Daruba), selanjutnya digunakan istilah Sabuk Barat-Selatan untuk menandainya. Sabuk Barat-Selatan saat ini sedang dilakukan pembukaan kembali aksesibilitas jalan. Transportasi Darat Terhadap keberadaan terminal angkutan darat baik angkutan orang maupun angkutan barang, terminal saat ini sudah ada yang permanen (Daruba dan Sangowo) dengan aktivitas terminal yang relatif belum optimal. Dengan rencana pengembangan sistem jaringan Trans Morotai di Kabupaten Pulau Morotai ini di masa yang akan datang diharapkan terminal di Kota Daruba, Terminal Sangowo dan Pembangunan Terminal Bere Bere, Sopi dan Wayabula akan dapat berfungsi untuk meningkatkan arus pergerakan antar wilayah dalam Kabupaten Pulau Morotai ini di masa yang akan datang. Transportasi Laut Penyeberangan merupakan suatu jembatan bergerak yang mendukung pergerakan melalui jalan raya. Penyeberangan berfungsi untuk menghubungkan jalan dari satu pulau ke pulau yang lain. Pelabuhan Daruba berfungsi sebagai pelabuhan penyeberangan, selain itu Pelabuhan Daruba juga digunakan sebagai pelabuhan angkutan orangjuga digunakan sebagai sarana bongkar muat barang bagi kegiatan ekonomi. Transportasi Udara Sebagai salah satu peninggalan bersejarah Perang Dunia II, Bandar Udara Pitu memiliki kemampuan menampung jenis pesawat Hercules, Cassa dan Twin Otter. Bandara ini merupakan bandara militer milik TNI AU. 5-7

124 b. Listrik Dengan meningkatnya kegiatan social ekonomi dalam waktu 20 tahun ke depan, kebutuhan listrik akan semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah dan aktivitas perekonomian penduduk. Pelayanan listrik sangat dibutuhkan dalam mendukung kegiatan social, ekonomi dan pemerintahan di Kabupaten Pulau Morotai. Untuk itu, peningkatan produksi pun harus dilakukan agar pelayanan kepada masyarakat akan semakin baik. Kebutuhan listrik di Kabupaten Pulau Morotai pada tahun 2030 diperkirakan total sekitar kw, dengan rincian sebagai berikut: 1. Kebutuhan listrik rumah tangga sekitar kw 2. Kebutuhan listrik perkantoran, fasum dan fasos sekitar kw 3. Kebutuhan listrik penerangan jalan sekitar 928 kw 4. Kebutuhan listrik untuk industri sekitar kw Rencana kebutuhan listrik dengan asumsi semua KK dapat dialiri listrik ditunjukkan oleh Tabel 5.4. Tabel 5.4. Tahun Proyeksi Kebutuhan Listrik Morotai Selatan Morotai Selatan Barat Morotai Utara Morotai Timur Morotai Jaya , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,18 c. Air Bersih Sumber : Penyusunan RTRW Kabupaten Pulau Morotai Kebutuhan pokok yang diperlukan penduduk adalah air bersih. Tingkat pelayanan air bersih / PAM di Kabupaten Pulau Morotai ini pada umumnya masih sangat rendah, hanya desa / wilayah tertentu saja yang dilayani air bersih dari PDAM seperti Daruba. Tabel 5.5 menunjukkan proyeksi kebutuhan air bersih sampai tahun

125 Tabel 5.5. Tahun Kebutuhan Air Bersih Morotai Selatan Morotai Selatan Barat Morotai Utara Morotai Timur Morotai Jaya , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,02 d. Telekomunikasi Sumber : Penyusunan RTRW Kabupaten Pulau Morotai Sarana penunjang yang penting salah satunya adalah telekomunikasi. Ketersediaan sarana prasarana komunikasi di wilayah pedesaan sangat berperan dalam memperlancar hubungan antar daerah. Jaringan telekomunikasi di Kabupaten Pulau Morotai pada saat ini tidak hanya disediakan oleh BUMN PT Telkom namun juga pihak swasta (PT Telkomsel) berperan dalam penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi seluler. e. Sosial Sarana-prasarana sosial ekonomi meliputi sarana-prasarana pendidikan, kesehatan serta perdagangan dan keuangan. Proyeksi kebutuhan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi dihitung dengan mempertimbangkan trend pertumbuhan penduduk. Adapun proyeksi kebutuhan saranaprasarana social dan ekonomi di Kabupaten Pulau Morotai ditunjukkan oleh Tabel 5.6. Tabel 5.6. Proyeksi Kebutuhan Sarana dan Prasarana Sosial di Kabupaten Pulau Morotai Kegiatan Utama Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa) Angkatan Bekerja: a. Bekerja b. Pengangguran Pernah Bekerja Tidak Pernah Bekerja Bukan Angkatan Kerja a. Sekolah b. Mengurus Rumah Tangga c. Lainnya Jumlah Sumber : Penyusunan RTRW Kabupaten Pulau Morotai

126 Tabel memberikan gambaran tentang kebutuhan jenis dan jumlah minimal sarana pendidikan dan pembelajaran sampai tahun 2030 yang meliputi: 1. Taman Kanak-kanak (TK), yang merupakan penyelenggaraan kegiatan belajar dan mengajar pada tingkatan pra belajar dengan lebih menekankan pada kegiatan bermain, yaitu 75 %, selebihnya bersifat pengenalan, dengan jumlah kebutuhan sebanyak 76 unit. 2. Sekolah Dasar (SD), yang merupakan bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program enam tahun, dengan jumlah kebutuhan sebanyak 76 unit. 3. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), yang mer upakan bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program tiga tahun sesudah Sekolah Dasar (SD), dengan jumlah kebutuhan sebanyak 18 unit. 4. Sekolah Menengah Umum (SMU), yang merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan menengah mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi, dengan jumlah kebutuhan sebanyak 18 unit. 5. Sarana pembelajaran lain yang dapat berupa taman bacaan ataupun perpustakaan umum lingkungan, yang dibutuhkan di suatu lingkungan perumahan sebagai sarana untuk meningkatkan minat membaca, menambah ilmu pengetahuan, rekreasi serta sarana penunjang pendidikan, dengan jumlah kebutuhan sebanyak 33 unit. Adapun gambaran tentang kebutuhan jenis dan jumlah minimal sarana pendidikan dan pembelajaran sampai tahun 2030 yang meliputi: 1. Posyandu yang berfungsi melayani pemeriksaan dan pendampingan untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan ibu hamil dan balita, dengan jumlah kebutuhan sebanyak 66 unit. 2. Balai pengobatan warga yang berfungsi memberikan pelayanan kepada penduduk dalam bidang kesehatan dengan titik berat terletak pada penyembuhan ( curative) tanpa perawatan, berobat dan pada waktuwaktu tertentu juga untuk vaksinasi, dengan jumlah kebutuhan sebanyak 33 unit. 5-10

127 3. Balai kesejahteraan ibu dan anak (BKIA) / Klinik Bersalin, yang berfungsi melayani ibu baik sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan serta melayani anak usia sampai dengan 6 tahun, dengan jumlah kebutuhan sebanyak 3 unit. 4. Puskesmas dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama yang memberikan pelayanan kepada penduduk dalam penyembuhan penyakit, selain melaksanakan program pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit di wilayah kerjanya, dengan jumlah kebutuhan sebanyak 6 unit. 5. Puskesmas pembantu dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai unit pelayanan kesehatan sederhana yang memberikan pelayanan kesehatan terbatas dan membantu pelaksanaan kegiatan puskesmas dalam lingkup wilayah yang lebih kecil, dengan jumlah kebutuhan sebanyak 15 unit. 6. Tempat praktek dokter, merupakan salah satu sarana yang memberikan pelayanan kesehatan secara individual dan lebih dititikberatkan pada usaha penyembuhan tanpa perawatan, dengan jumlah kebutuhan sebanyak 17 unit. 7. Apotik, berfungsi untuk melayani penduduk dalam pengadaan obatobatan, baik untuk penyembuhan maupun pencegahan, dengan jumlah kebutuhan sebanyak 3 unit. Adapun gambaran tentang kebutuhan jenis dan jumlah minimal sarana perdagangan dan ekonomi sampai tahun 2030 yang meliputi: 1. Took / warung skala pelayanan unit RT, yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari, dengan jumlah kebutuhan sebanyak 330 unit. 2. Pertokoan, yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari yang lebih lengkap dan pelayanan jasa seperti wartel, fotocopy, dan sebagainya, dengan jumlah kebutuhan sebanyak 14 unit. 3. Pusat pertokoan dan atau pasar lingkungan, yang menjual keperluan sehari-hari termasuk sayur, daging, ikan, buah-buahan, beras, tepung, bahan-bahan pakaian, pakaian, barang-barang kelontong, alat-alat pendidikan, alat-alat rumah tangga, serta pelayanan jasa seperti warnet, wartel dan sebagainya, dengan jumlah kebutuhan sebanyak 3 unit. 4. Pusat perbelanjaan dan niaga, yang selain menjual kebutuhan seharihari, pakaian, barang kelontong, elektronik, juga untuk pelayanan jasa 5-11

128 perbengkelan, reparasi, unit-unit produksi yang tidak menimbulkan polusi, tempat hiburan serta kegiatan niaga lainnya seperti kantorkantor, bank, industry kecil dan lain-lain, dengan jumlah kebutuhan sebanyak 1 unit. Proyeksi kebutuhan lahan yakni dengan memperlihatkan kebutuhan jumlah sarana-prasarana dikalikan dengan kebutuhan lahan perunit. Adapun gambaran kebutuhan lahan untuk pembangunan sarana-prasarana sosialekonomi di Kabupaten Pulau Morotai sampai dengan tahun 2030 dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7. Proyeksi Kebutuhan Lahan Untuk Pembangunan Sarana- Prasarana Sosial-Ekonomi di Kabupaten Pulau Morotai Sampai Tahun 2030 No Uraian Proyeksi Kebutuhan Lahan (m 2 ) Pendidikan : TK 22,212 24,524 27,076 29,894 33,006 Sekolah Dasar 69,413 76,638 84,614 93,42 103,144 SLTP 104, , , ,13 154,716 SLTA 144, , , , ,883 Taman bacaan 3,332 3,679 4,061 4,484 4,951 2 Kesehatan : Posyandu 2,665 2,943 3,249 3,587 3,961 Balai pengobatan warga 6,664 7,357 8,123 8,968 9,902 Klinik 5,553 6,131 6,769 7,474 8,252 Puskesmas pembantu dan balai pengobatan lingkungan Puskesmas dan balai pengobatan Tempat praktek dokter Apotik Ekonomi : Toko/warung 22,212 24,524 27,076 29,894 33,006 Pertokoan 27,765 30,655 33,846 37,368 41,258 Pusat pertokoan dan pasar lingkungan 18,51 20,437 22,564 24,912 27,505 Pusat perbelanjaan dan niaga (toko+pasar+bank+kantor) 16,659 18,393 20,307 22,421 24,755 Jumlah 445, , ,69 599, ,537 Sumber : Penyusunan RTRW Kabupaten Pulau Morotai

129 Tabel 5.7 memberikan gambaran bahwa total kebutuhan lahan untuk pembangunan sarana-prasarana sosial ekonomi pada tahun 2010 seluas 445,193 m 2, pada tahun 2015 seluas 491,532 m 2, pada tahun 2020 seluas 542,690 m 2, dan pada tahun 2025 seluas 599,171 m 2. Selanjutnya pada tahun 2030 kebutuhan lahan untuk pembangunan sarana prasarana sosial ekonomi mencapai 661,537 m 2. Kebutuhan lahan untuk sarana-prasarana pendidikan yang paling luas adalah untuk pembangunan SLTA sebanyak 214,883 m 2 sedangkan untuk kebutuhan paling sedikit adalah untuk pembangunan taman bacaan sebanyak 4,951 m 2. Kebutuhan lahan untuk sarana-prasarana kesehatan yang paling luas adalah untuk pembangunan balai pengobatan seluas 9,902 m 2 sedangkan kebutuhan lahan paling sedikit adalah untuk pembangunan apotik dan puskesmas yaitu seluas 688 m 2. Dan kabutuhan lahan untuk sarana-prasarana perdagangan dan ekonomi yang paling luas adalah untuk pembangunan pertokoan yaitu seluas 41,258 m 2 dan kebutuhan yang paling sedikit adalah untuk pembangunan pusat perbelanjaan dan niaga yaitu seluas 24,755 m 2. f. Drainase Penggunaan saluran drainase merupakan pendukung jalan dan pemukiman. Dengan meningkatnya pembangunan fisik, maka perlu dukungan dengan penyediaan drainase yang memadai. Untuk pengembangan saluran drainase, mengikuti pola drainase yang ada sekarang ditambah dengan beberapa pengembangan mengikuti rencana pengembangan pusat-pusat kegiatan perikanan baik tangkap maupun budi daya, pertanian / perkebunan dan pariwisata. Arahan pengembangan jaringan drainase meliputi: 1. Saluran primer, adalah jaringan yang terletak pada jalan-jalan kolektor primer (Trans Morotai) yang mengalirkan limbah ke laut. 2. Saluran sekunder, adalah jaringan yang terletak pada jalan penghubung dan jalan lingkungan yang mengalirkan limbah ke saluran primer. 3. Saluran tersier, adalah saluran yang menampung buangan dari rencana industri pusat-pusat kegiatan perikanan baik tangkap maupun budi daya, pertanian / perkebuanan dan periwisata serta rumah tangga ke saluran sekunder. 5-13

130 g. Persampahan Kondisi eksisting sanitasi termasuk di dalamnya pengolahan dan pembuangan sampah. Sanitasi sebagai pendukung dari pengembangan dan pembangunan perumahan, juga sebagai pendukung dari pusat-pusat pengembangan perikanan tangkap, perikanan budi daya, pertanian / perkebunan dan periwisata. Pembangunan tempat pengolahan sampah sebagai daya dukung maksimal menuju jumlah penduduk jiwa. Dengan asumsi bahwa setiap KK menghasilkan 0,0125 m 3 sampah, maka proyeksi sampah di Kabupaten Pulau Morotai ditunjukkan oleh Tabel 5.8. Tabel 5.8. Tahun Proyeksi Sampah Morotai Selatan Morotai Selatan Barat Morotai Utara Morotai Timur Morotai Jaya ,54 41,22 31,56 28,66 30, ,73 45,51 34,85 31,64 33, ,58 50,24 35,47 34,93 37, ,13 55,47 42,48 38,57 41,21 Sumber : Penyusunan RTRW Kabupaten Pulau Morotai Penetapan Kawasan Strategis Kawasan strategis yang terdapat di wilayah Kabupaten Pulau Morotai ada dua, yaitu: a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tilei sebagai Kawasan Strategis Kabupaten. b. Kawasan Strategis Nasional Daruba sebagai Kawasan Strategis Nasional. Dengan direncanakan dan ditetapkannya kedua kawasan tersebut sebagai kawasan strategis di Kabupaten Pulau Morotai, maka tindak lanjut yang bisa dilakukan dalam jangka waktu dekat adalah membuat rencana induk (master plan) atau rencana rinci setiap zona (blok) pengembangan ruangnya, agar di dalam pengendalian dan pemanfaatan ruangnya dapat diawasi secara tertib. 1. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tilei Lokasi kawasan strategis ini terdapat di sebagian besar wilayah barat selatan Kabupaten Pulau Morotai dengan luas areal kawasan sekitar 260 Ha. KEK Tilei langsung berhadapan dengan kawasan pulau-pulau kecil di sebelah barat Kabupaten Pulau Morotai yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan perikanan budi daya dan pengembangan pariwisata bahari. 5-14

131 Kawasan Ekonomi Khusus diharapkan mampu menampung kegiatan industri yang berkala menengah dan besar, khususnya di bidang perikanan laut (baik tangkap maupun budi daya) maupun industri yang berbahan baku kelapa. Potensi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tilei adalah sebagai berikut: a. Masih tersedianya cukup lahan untuk menunjang kegiatan industri (260 Ha) dan b. Secara lokasi, langsung berhadapan dengan potensi perikanan budi daya dan tangkap. Adapun permasalahan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tilei adalah sebagai berikut: a. Ketersediaan infrastruktur yang masih minim seperti ketersediaan energi/listrik b. Ketersediaan air untuk kebutuhan industri, sehingga perlu diupayakan pemenuhan kebutuhan air dengan merencanakan penyediaan air dengan jaringan PDAM c. Jaringan jalan yaitu akses menuju kecamatan Wayabula belum tersambung sehingga perlu diupayakan pembangunan jaringan jalan untuk menunjang aksesibilitas Kawasan Ekonomi Khusu ini. 2. Kawasan Strategis Nasional Daruba Beberapa isu strategis terkait Kawasan Strategis Nasional Daruba adalah sebagai berikut: a. Ibu Kota Kabupaten Pulau Morotai yang merupakan kabupaten perbatasan Negara b. Di kawasan ini terdapat Landasan Pitu yang merupakan landasan bersejarah peninggalan Perang Dunia II Sebagai Kawasan Strategis Nasional, maka perencanaan tata ruang rincinya menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat. 5-15

132 5.3 PROYEKSI PENDUDUK DAN POLA AKTIVITASNYA Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas penduduk di Kabupaten Pulau Morotai, diketahui bahwa penduduk di Kabupaten Pulau Morotai memiliki kecenderungan yang reguler dalam melakukan pergerakan antar wilayah, dimana tujuan pergerakan/perjalanan tersebut sebagian besar untuk tujuan sosial dan budaya, juga terdapat tujuan pergerakan penduduk untuk bekerja (reguler) dan berbelanja. Tujuan pergerakan lainnya adalah untuk berbisnis, berekreasi, dan bersekolah (reguler). Hal ini secara langsung menuntut ketersediaan sarana transportasi yang cukup setiap harinya Metode Proyeksi Penduduk Proyeksi penduduk dilakukan guna memudahkan dalam memperkirakan besarnya kebutuhan pelayanan transportasi dimasa mendatang, dimana sektor sosial kependudukan dan transportasi saling mempengaruhi dalam perkembangan wilayah. Metode analisis proyeksi penduduk dilakukan untuk memperoleh perkiraan jumlah penduduk ditahun rencana. Dimana untuk model proyeksinya yang digunakan sesuai dengan kecenderungan (trend) perubahan jumlah penduduk di Provinsi Maluku Utara. Yakni dengan menggunakan Metode Bunga Berganda (Eksponensial) yang menggunakan asumsi bahwa penduduk akan berganda dengan sendirinya dari tahun sebelumnya, sehingga perubahan penduduk tidak bertambah secara konstan/linier. Rumusan yang digunakan adalah : dimana : Pt Po Pt = Po (1 + r) t = Jumlah penduduk yang direncanakan pada tahun t = Jumlah penduduk pada tahun dasar/awal r = Pertambahan/perubahan penduduk dalam persentase (%) t = Tambahan tahun yang direncanakan Proyeksi Jumlah Penduduk Semakin besar jumlah penduduk disuatu wilayah maka makin besar pula kebutuhan pelayanan fasilitas dan utilitas seperti sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, ekonomi, transportasi dan sebagainya. Karena itu diharapkan sebagian besar penduduk akan terkonsentrasi lebih tinggi pada lokasi pusat-pusat pertumbuhan pada suatu wilayah. Jumlah dan kepadatan penduduk di Kabupaten Pulau Morotai dari tahun ketahun akan semakin meningkat. Hingga 5-16

133 pada tahun 2030 jumlah dan kepadatan penduduk diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian nasional dan daerah. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil proyeksi jumlah penduduk di Kabupaten Pulau Morotai dapat dilihat pada Tabel 5.9 dan grafiknya pada Gambar

134 Tabel 5.9. Proyeksi Jumlah Penduduk di Kabupaten Pulau Morotai No. Kecamatan Penduduk Thn Dasar 2011 (jiwa) Proyeksi Penduduk (Jiwa) Morotai Selatan Morotai Timur Morotai Selatan Barat Morotai Utara Morotai Jaya Jumlah

135 Gambar 5.2. Grafik Proyeksi Jumlah Penduduk di Kabupaten Pulau Morotai 5-19

FINAL REPORT KOTA TERNATE

FINAL REPORT KOTA TERNATE Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam KATA PENGANTAR Laporan Akhir (Final Report) ini diajukan untuk memenuhi pekerjaan Studi Sistranas pada Tataran

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS)

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS) MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tataralok Sebagai Acuan Pengembangan Sistem Transportasi Terpadu Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong,

Lebih terperinci

PT. GIRI AWAS Engineering Consultant

PT. GIRI AWAS Engineering Consultant KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRATALOK) DI WILAYAH PROPINSI MALUKU UTARA DALAM RANGKA MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KAB. HALMAHERA TENGAH

EXECUTIVE SUMMARY KAB. HALMAHERA TENGAH KATA PENGANTAR Laporan Ringkasan Eksekutif (Executive Summary Report) ini diajukan untuk memenuhi pekerjaan Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatratalok) di Wilayah Propinsi Maluku Utara

Lebih terperinci

PT. GIRI AWAS Engineering Consultant

PT. GIRI AWAS Engineering Consultant KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRATALOK) DI WILAYAH PROPINSI MALUKU UTARA DALAM RANGKA MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2012-2032 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL Kuliah ke 12 PERENCANAAN TRANSPORT TPL 307-3 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM.49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan dunia.

Lebih terperinci

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL(TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI MALUKU DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Pada tahun anggaran 2012, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 368 studi yang terdiri dari 103 studi besar, 20 studi sedang dan 243 studi kecil. Perkembangan jumlah studi dari tahun 2008 sampai

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN UMUM Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia - 54 - BAB 3: KORIDOR EKONOMI INDONESIA A. Postur Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kebandarudaraan. Nasional. Tatanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 69 TAHUN 2013 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PADA TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI

Lebih terperinci

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 16 Januari 2015; disetujui: 23 Januari 2015 Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SISTEM TRANSPORTASI 2.1.1 Pengertian Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel lainnya dalam tatanan yang terstruktur, dengan kata lain sistem

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (Lanjutan)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (Lanjutan) Kuliah ke 13 PERENCANAAN TRANSPORT TPL 307-3 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (Lanjutan) Jaringan Transportasi dalam Tatranas terdiri dari : 1. Transportasi antar moda

Lebih terperinci

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL Andi Sitti Chairunnisa Mappangara 1, Misliah Idrus 2, Syamsul Asri 3 Staff Pengajar Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Prioritas Pembangunan Sentra Produksi Koridor Ekonomi Sulawesi

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Prioritas Pembangunan Sentra Produksi Koridor Ekonomi Sulawesi Pada tahun anggaran 2013, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 344 studi yang terdiri dari 96 studi besar, 20 studi sedang dan 228 studi kecil. Gambar di bawah ini menunjukkan perkembangan jumlah

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG TATA CARA DAN KRITERIA PENETAPAN SIMPUL DAN LOKASI TERMINAL PENUMPANG SERTA LOKASI FASILITAS PERPINDAHAN MODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surabaya, November 2013 Tim Penyusun PT. GRAHASINDO CIPTA PRATAMA

KATA PENGANTAR. Surabaya, November 2013 Tim Penyusun PT. GRAHASINDO CIPTA PRATAMA KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan Laporan Akhir Studi Sistranas pada Tataran Transportasi

Lebih terperinci

PENTINGNYA MASTER PLAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN (STUDI KASUS: MASTER PLAN TERMINAL ULU DI KABUPATEN KEPULAUAN SITARO)

PENTINGNYA MASTER PLAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN (STUDI KASUS: MASTER PLAN TERMINAL ULU DI KABUPATEN KEPULAUAN SITARO) PENTINGNYA MASTER PLAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN (STUDI KASUS: MASTER PLAN TERMINAL ULU DI KABUPATEN KEPULAUAN SITARO) Sisca V Pandey Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam

Lebih terperinci

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi sedang, dan studi kecil yang dibiayai dengan anggaran pembangunan.

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitan Berdasarkan lingkup kegiatan dan permasalahan-permasalahan dalam penjelasan Kerangka Acuan Kerja (KAK), penelitian ini tidak termasuk kategori

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL http://images.hukumonline.com I. PENDAHULUAN Laut adalah ruang perairan di muka bumi yang menghubungkan daratan dengan

Lebih terperinci

PAPARAN MENTERI PERHUBUNGAN

PAPARAN MENTERI PERHUBUNGAN PAPARAN MENTERI PERHUBUNGAN Paparan Menteri Perhubungan INTEGRASI TRANSPORTASI DAN TATA RUANG DALAM PERWUJUDAN NAWACITA JAKARTA, 5 NOVEMBER 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN OUT L I NE Integrasi Transportasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-1 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-2 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH 1. Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. 2. Awak

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK SIMPUL TRANSPORTASI

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK SIMPUL TRANSPORTASI RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK SIMPUL TRANSPORTASI Kronologis Penyusunan RPM Pedoman Penyusunan Rencana Induk Simpul Transportasi Surat Kepala Biro Perecanaan Setjen

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR..TAHUN 2013

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR..TAHUN 2013 RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR..TAHUN 2013 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL KABUPATEN BULELENG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transportasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari sarana, prasarana, yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia dalam membentuk jaringan prasarana

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG bidang TEKNIK ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG MOHAMAD DONIE AULIA, ST., MT Program Studi Teknik Sipil FTIK Universitas Komputer Indonesia Pembangunan pada suatu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI Pada bab ini diuraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian normatif dari dokumen perundangan dan statutory product lainnya yang diharapkan dapat menjadi dasar pijakan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa perhubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala bidang yang sangat membutuhkan perhatian untuk mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 137

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN www.bpkp.go.id DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Paparan Menteri Perhubungan

Paparan Menteri Perhubungan Paparan Menteri Perhubungan INTEGRASI TRANSPORTASI DAN TATA RUANG DALAM PERWUJUDAN NAWACITA JAKARTA, 5 NOVEMBER 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN O U T L I N E Integrasi Transportasi dan Tata Ruang; Isu Strategis

Lebih terperinci

BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR $0 TAHUN 2015 TENTANG TATANAN TRANSPORTASI IOKAL

BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR $0 TAHUN 2015 TENTANG TATANAN TRANSPORTASI IOKAL BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR $0 TAHUN 2015 TENTANG TATANAN TRANSPORTASI IOKAL KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

EXECUTIVE SUMMARY KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI MALUKU DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA

Lebih terperinci

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut.

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. A. KEGIATAN POKOK 1. Studi Besar a. Sektoral/Sekretariat 1) Studi Kelayakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN

BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN 2.1 VISI DAN MISI PRESIDEN Presiden Joko Widodo menetapkan Visi dan Misi pembangunan Tahun 2015-2019 yang secara politik menjadi bagian dari tujuan tercapainya

Lebih terperinci

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI A. Tahapan Pelaksanaan MP3EI merupakan rencana besar berjangka waktu panjang bagi pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karenanya, implementasi yang bertahap namun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTER. PERHUBUNGAN NOMOR: KM 11 TAHUN 2010 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

PERATURAN MENTER. PERHUBUNGAN NOMOR: KM 11 TAHUN 2010 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL MENTERI PERHUBUNGAN REPUBUK INDONESIA PERATURAN MENTER. PERHUBUNGAN NOMOR: KM 11 TAHUN 2010 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL Menimbang: a. bahwa dalam Pasal 200 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

DRS. PETRUS SUMARSONO, MA - JFP MADYA DIREKTORAT TRANSPORTASI. Rakornis Perhubungan Darat 2013 Surabaya, 3 Oktober 2013

DRS. PETRUS SUMARSONO, MA - JFP MADYA DIREKTORAT TRANSPORTASI. Rakornis Perhubungan Darat 2013 Surabaya, 3 Oktober 2013 DRS. PETRUS SUMARSONO, MA - JFP MADYA DIREKTORAT TRANSPORTASI Rakornis Perhubungan Darat 2013 Surabaya, 3 Oktober 2013 OUTLINE Kendala dan Tantangan Pembangunan Perhubungan Darat Peningkatan Sinergitas,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.260, 2014 PERHUBUNGAN. Transportasi. Angkutan Jalan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5594) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan sistem transportasi mempunyai hubungan yang erat serta saling ketergantungan. Berbagai upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BANGLI NOMOR..TAHUN 2013

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BANGLI NOMOR..TAHUN 2013 RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BANGLI NOMOR..TAHUN 2013 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL KABUPATEN BANGLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil inventarisasi kebijakan, fakta lapang dan analisis kinerja serta prioritas pengembangan sarana dan prasarana transportasi darat di Kawasan Timur Indonesia,

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi - 2-3. 4. 5. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan untuk sarana transportasi umum dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dalam hal ini, transportasi memegang peranan penting dalam memberikan jasa layanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infrastruktur Transportasi baik transportasi darat, laut maupun udara merupakan sarana yang sangat berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan wilayah

Lebih terperinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci Rangkuman tentang Muatan Rencana Rinci Di Susun Oleh : Nama : Nadia Nur N. Nim : 60800114049 Kelas : C1 TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN 2011-2025 Disampaikan Pada acara: RAKERNAS KEMENTERIAN KUKM Jakarta,

Lebih terperinci

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. BUTIR-BUTIR SAMBUTAN DIRJEN PERHUBUNGAN DARAT RAPAT KOORDINASI TEKNIS (RAKORNIS) PERHUBUNGAN DARAT YOGYAKARTA, 14 OKTOBER 2014 Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Yth. Gubernur Daerah Istimewa

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN PENYEBERANGAN SINABANG KABUPATEN SIMEULUE

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN PENYEBERANGAN SINABANG KABUPATEN SIMEULUE PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN PENYEBERANGAN SINABANG KABUPATEN SIMEULUE DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan luas wilayah 265 km 2 dan jumlah penduduk 2.602.612 pada tahun 2013. Pertumbuhan Kota Medan yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan Kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report KATA PENGANTAR Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah Laporan Akhir () kegiatan Pekerjaan Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci