FINAL REPORT KOTA TERNATE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FINAL REPORT KOTA TERNATE"

Transkripsi

1 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam KATA PENGANTAR Laporan Akhir (Final Report) ini diajukan untuk memenuhi pekerjaan Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatratalok) di Wilayah Propinsi Utara Dalam Rangka Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi -Papua. Adapun dalam penyusunan laporan ini dibagi menjadi 6 (enam) Volume, yaitu: Volume 1 : Kota Ternate Volume 2 : Kota Tidore Kepulauan Volume 3 : Kabupaten Halmahera Barat Volume 4 : Kabupaten Halmahera Tengah Volume 5 : Kabupaten Halmahera Timur Volume 6 : Kabupaten Pulau Morotai Penyusunan Laporan Akhir ini, untuk tiap-tiap volume dibahas beberapa hal, yaitu: (1) pendahuluan, (2) tinjauan pustaka, (3) metodologi studi, ( 4) kondisi wilayah dan jaringan transportasi saat ini, (5) perkiraan kondisi mendatang, dan (6) arah pengembangan jaringan. Semuanya ini disesuaikan dengan Kerangka Acuan Kerja yang ada dan Panduan Penyusunan Sistranas pada Tatralok. Pada kesempatan ini, konsultan menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu pelaksanaan kegiatan ini, serta mengharapkan kritik dan saran untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan pada tahap selanjutnya. Bandung, November 2013 PT. GIRI AWAS i

2 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi i ii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud dan Tujuan Ruang Lingkup Studi Batasan Kegiatan Indikator Keluaran Dan Keluaran Lokasi Dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan Tenaga Ahli Yang Diperlukan Perlengkapan Pendukung Pekerjaan Sistematika Penulisan 1-7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Studi Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah Melalui Koridor Ekonomi Koridor Ekonomi Indonesia Arahan Pengembangan Kegiatan Ekonomi Utama Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Pola Dasar Sistranas Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda Jaringan Transportasi Penyusunan Tatanan Makro Strategis Perhubungan Pada Skala Lokal Kabupaten / Kota (Tatralok) Penguatan Konektivitas Nasional Kerangka Pemikiran Studi 2-33 BAB 3 METODOLOGI STUDI Metodologi Studi 3-1 ii

3 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 3.2 Pengumpulan Data dan Desain Kuesioner Pengumpulan Data Desain Kuesioner Pola Pikir Studi Analisis Pengembangan Wilayah Hubungan Antara Sistem Transportasi dan Tata Ruang Pemodelan Transportasi Struktur Model Proses Pemodelan Transportasi Penetapan Sistem Zona dan Sistem Jaringan Estimasi dan Prediksi Tip-ends dan MAT Simulasi Jaringan Jaringan Transportasi Multimoda dan Intermoda Pemetaan Potensi dan Kendala Analisis Normatif Penyusunan Strategi dan Program Azas Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) 3-23 BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Kependudukan Potensi Produksi dan Ekonomi Pertanian (Pangan) Perkebunan Peternakan Perikanan Perindustrian Perdagangan Produk Domestik Regional Bruto Kondisi Pola Aktivitas Transportasi Jaringan Jalan Angkutan Darat Angkutan Penyeberangan Angkutan Laut Angkutan Udara Transportasi Multimoda 4-50 iii

4 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 4.5 Permasalahan Transportasi Wilayah Analisis Pergerakan Orang Dan Barang Di Kota Ternate Jaringan Jalan Volume Lalu Lintas Di Simpang Pemodelan Transportasi Matrik Asal Tujuan Hasil Pembebanan Lalu Lintas 4-64 BAB 5 PERKIRAAN KONDISI MENDATANG Rencana Proyek MP3EI Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Ternate Rencana Struktur Ruang Kota Ternate Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Ternate Pemodelan Transportasi Matrik Asal Tujuan Skenario Pengembangan 5-19 BAB 6 ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN Arah Pengembangan Jaringan Transportasi Kondisi Yang Diinginkan Kebijakan Yang Diinginkan Program Prioritas Sistem Jaringan Prasarana Utama Inventarisasi Rencana Proyek MP3EI dan Pembangunan Daerah Kota Ternate 6-17 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 2 LAMPIRAN 3 LAMPIRAN 4 LAMPIRAN 5 LAMPIRAN 6 LAMPIRAN 7 PP 26 Tahun 2008 Tentang RTRWN RTRW Malut MP3EI Data Produksi dan Operasi Jaringan dan Simpul Transportasi Peta Kawasan Tertinggal dan Perbatasan Peta Rencana Pengembangan Jaringan Transportasi Rancangan Peraturan Walikota Tentang Sistem Transportasi Nasional Pada Tataran Transportasi Lokal iv

5 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi yang berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara efisien dan efektif dalam menunjang dan sekaligus menggerakan dinamika pembangunan; mendukung mobilitas manusia dan barang serta jasa; mendukung pola distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah, peningkatan hubungan nasional dan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara. MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan melengkapi dokumen perencanaan. Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut MP3EI menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama). Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebija kan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat perekonomian lokal, regional dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya 1-1

6 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan lokal, regional dan global/internasional. Implementasi pelaksanaan MP3EI dalam fase pertama kurun waktu tahun yaitu pembentukan dan operasionalisasi institusi pelaksana MP3EI yang terdiri dari : Penyusunan rencana aksi untuk debottlenecking regulasi, perizinan, insentif, dan pembangunan dukungan infrastruktur yang diperlukan, serta realisasi komitmen investasi (quick-wins). Penetapan hubungan internasional untuk pelabuhan dan bandar udara. Penguatan lembaga litbang dan pelaksanaan riset di masing-masing koridor. Pengembangan kompetensi SDM sesuai kegiatan ekonomi utama koridor. Di sisi lain, sebagai unsur pendorong dalam pengembangan transportasi berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk menghubungkan daerah terisolasi, tertinggal dan perbatasan dengan daerah berkembang yang berada di luar wilayahnya, sehingga terjadi pertumbuhan perekonomian yang sinergis. Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) pada hakekatnya merupakan suatu Konsep Pembinaan Transportasi dalam pendekatan kesisteman yang mengintegrasikan sumber daya dan memfasilitasi upaya-upaya untuk mencapai tujuan nasional. Dalam hal ini adalah penting untuk secara berkelanjutan memperkuat keterkaitan fungsi atau keterkaitan aktivitas satu sama lainnya baik langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan transportasi baik pada Tataran Transportasi Nasional (Tatranas), Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil), maupun Tataran Transportasi Lokal (Tatralok). Sistranas diwujudkan dalam Tataran Transportasi Nasional (TATRANAS) ditetapkan oleh pemerintah, Tataran Transportasi Wilayah (TATRAWIL) ditetapkan oleh pemerintah propinsi, dan Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Keterkaitan ketiga tataran tersebut tidak dapat dipisahkan yang pada akhirnya akan menjadi acuan bagi semua pihak terkait dalam penyelenggaraan transportasi untuk perwujudan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien baik pada tataran lokal, wilayah maupun nasional. Dalam kaitan tersebut dan dalam rangka perwujudan SISTRANAS dalam mendukung MP3EI perlu disusun jaringan transportasi pada tataran Nasional, Propinsi dan Lokal Kabupaten/Kota agar tercipta harmonisasi dan sinkronisasi penyelenggaraan transportasi. Pada Tataran wilayah Propinsi (Tatrawil) telah disusun secara simultan pada tahun 2012 yang perlu di tindak lanjuti dengan 1-2

7 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam penyusunanan Tatralok pada tahun 2013 ini khususnya pada wilayah Kabupaten/Kota yang belum berkembang dengan baik. Dengan demikian diperoleh arah pembangunan jaringan pelayanan dan jaringan prasarana yang dapat berperan dalam mendukung perekonomian wilayah dan mendorong pertumbuhan wilayah yang belum berkembang baik pada tataran lokal, propinsi hingga nasional/internasional. Secara makro, perkembangan ekonomi dan transportasi di wilayah Utara tidak lepas dari perkembangan ekonomi nasional, regional dan internasional di sekitarnya. Secara nasional, Program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) seperti yang diatur dalam Perpres Nomor 32 tahun 2011 diperkirakan dapat menjadi rujukan baru dan penting bagi Propinsi Utara dalam menata sistem dan layanan transportasinya sehingga selaras dengan program MP3EI guna mendukung program penguatan ekonomi koridor enam di aras Propinsi Papua, dan Utara yang berbasiskan inovasi ( innovation driven economy) dan bukan hanya berdasarkan kebutuhan (needed driven economy). Berdasarkan rencana MP3EI tersebut diperkirakan besaran nilai investasi yang berpotensi dilakukan di wilayah Utara seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1 di bawah ini diperkirakan sekitar Rp 113,5 Trilyun. Sumber: Bappenas (2011) Gambar 1.1. Rencana dan Nilai Investasi MP3EI di Utara (nomor 1 dan 2) 1-3

8 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Atas dasar tersebut di atas maka perlu dilakukan Penyusunan Tatralok dalam upaya peningkatan pelayanan transportasi baik jaringan pelayanan maupun jaringan prasarana transportasi, serta peningkatan keterpaduan antar dan intramoda transportasi, disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, tingkat kemajuan teknologi, kebijakan tata ruang dan lingkungan. Adapun Penyusunan Tatralok tersebut mengacu pada PerPres No. 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) , UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Angkutan Udara, dan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 1.2 MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dari kegiatan ini adalah menyusun, mengevaluasi dan meninjau ulang Tataran Transportasi Lokal sejalan dengan dinamika perkembangan ekonomi, wilayah sebagai pedoman pengaturan dan pembangunan transportasi wilayah. Tujuannya dari kegiatan ini adalah agar rencana dan program pengembangan transportasi di wilayah lokal kabupaten/kota, propinsi dan nasional efektif dan efisien sesuai dengan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan rencana pengembanganan jaringan pada Tatranas dan Tatrawil. 1.3 RUANG LINGKUP STUDI Ruang lingkup studi ini adalah : a. Identifikasi permasalahan yang ada pada sistem transportasi lokal; b. Evaluasi pelayanan, jaringan pelayanan dan jaringan prasarana transportasi secara terpadu; c. Analisis permintaan transportasi lokal terkait dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten / kota dan rencana pembangunan dalam MP3EI dan Tatrawil, Tatranas; d. Pengkajian Model pengembangan jaringan transportasi wilayah kabupaten/kota; e. Merumuskan alternatif pengembangan jaringan transportasi; 1-4

9 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam f. Menetapkan prioritas dan tahapan pengembangan jaringan transportasi lokal dalam kurun waktu 2014, 2019, 2025 dan 2030; g. Merumuskan kebijakan pelayanan jaringan transportasi lokal; h. Menyusun rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok); i. Mengadakan FGD di Ibu Kota Kabupaten/Kota untuk mendapatkan masukan alternatif pengembangan jaringan transportasi lokal; j. Menyelenggarakan seminar penyempurnaan laporan akhir dan legalitas Tatralok di Ibu Kota Propinsi. Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode survei pada Kabupaten/Kota, selanjutnya hasil survey kemudian dianalisis dan dilakukan FGD serta serangkaian pembahasan pada tiap tahapan laporan dengan tim pengarah dan pendamping yang dibentuk dengan SK Kepala Badan Litbang Perhubungan sehingga akan menghasilkan keluaran. Pada akhir kegiatan studi ini diselenggarakan seminar pada wilayah studi. Tahapan pelaksanaan dan pelaporan kegiatan ini dilakukan sebagai berikut: 1) Tahapan Laporan Pendahuluan (Inception Report) Penyusunan laporan pendahuluan ini berisi penjabaran dari kerangka acuan yang meliputi metodologi dan pendekatan atau teori yang akan diterapkan, rencana kerja dan jadual kegiatan serta daftar kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian. 2) Tahapan Laporan Antara (Interim Report) Penyusunan laporan antara memuat hasil-hasil pengumpulan data serta penjelasan metode pengolahan/analisis serta penyusunan langkah selanjutnya analisis lengkap. 3) Tahapan Rancangan Laporan Akhir (Draft Final Report) Penyusunan rancangan laporan akhir berisi pengolahan data, analisis dan evaluasi dari hasil pengumpulan data pada laporan antara serta draft rekomendasi. 4) Tahapan Laporan Akhir (Final Report) 1-5

10 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Penyusunan pada tahap laporan akhir merupakan perbaikan/penyempurnaan dari Rancangan Laporan Akhir setelah melalui serangkaian diskusi dan pembahasan. 1.4 BATASAN KEGIATAN Kegiatan studi ini dibatasi hanya dalam lingkup penyusunan Tataran Transportasi Lokal kabupaten/kota terkait untuk mendukung prioritas pembangunan sentra produksi di koridor ekonomi Papua. 1.5 INDIKATOR KELUARAN DAN KELUARAN Indikator keluaran dari kegiatan ini adalah tersedianya Dokumen Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) dan konsep legalitas penetapannya di dua kota (Ternate dan Tidore Kepulauan) dan empat kabupaten (Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Halmahera Barat, dan Morotai). Keluaran dari kegiatan ini adalah 1 (satu) laporan hasil penelitian berikut legalitasnya yaitu dua kota (Ternate dan Tidore Kepulauan) dan empat kabupaten (Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Halmahera Barat, dan Morotai). 1.6 LOKASI DAN WAKTU PELAKSANAAN KEGIATAN Kegiatan studi ini dilaksanakan di dua Kota dan empat Kabupaten, yaitu Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Barat, dan Kabupaten Morotai. Adapun kegiatan pelaksanaan studi akan dilaksanakan selama 7 (tujuh) bulan kalender (27 Maret 26 Oktober 2013), berdasarkan No. Kontrak: PL.102/15/2-BLT-2013 dan No. SPMK: PL.102/15/9-BLT TENAGA AHLI YANG DIPERLUKAN Tenaga Ahli yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan ini adalah : 1) Ahli Perencanaan Transportasi (Ketua Tim) 2) Ahli Manajemen Transportasi 3) Ahli Sistem Analis Transportasi 1-6

11 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 4) Ahli Administrasi Kebijakan Publik 5) Ahli Tata Ruang Wilayah 6) Ahli Perencanaan Wilayah 7) Ahli Pemodelan Transportasi 8) Legal Drafter 9) Sekretaris 10) Operator Komputer 1.8 PERLENGKAPAN PENDUKUNG PEKERJAAN Untuk mempercepat dan mengefisienkan waktu dalam menyusun kegiatan ini diperlukan perlengkapan untuk mendukung pekerjaan ini. Pada penyusunan Dokumen TATRALOK ini didalamnya terdapat beberapa pemodelan transportasi, maka dari itu bila diperlukan Konsultan akan menggunakan Software (Perangkat Lunak) yang berfungsi membantu proses pemodelan transportasi wilayah. Software ini sudah updateable untuk membantu proses-proses permasalahan pemodelan transportasi yang multi dimensi. 1.9 SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan dalam Rancangan Laporan Akhir ( Draft Final Report) ini adalah sebagai berikut: BAB 1 PENDAHULUAN - Latar Belakang - Maksud dan Tujuan - Ruang Lingkup Studi - Hasil yang Diharapkan - Sistematika Penulisan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini dikemukakan dengan jelas, ringkas, dan padat secara kritis tentang hasil tinjauan kepustakaan terkait dengan masalah Konsep dan Model Pengembangan Jaringan Transportasi. a. Tinjauan Pustaka (difokuskan pada penelitian sebelumnya) 1-7

12 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 1. Prinsip-prinsip yang dipegang meninjau kepustakaan itu adalah mencari kebenaran riset bagi landasan berpikir, berpikir dalam menentukan masalah dan menjawabnya, yang semuanya itu dilandaskan pada pegangan-pegangan yang mempunyai sifat kebenaran tinggi. 2. Ada empat hal yang dijadikan pegangan untuk meninjau pustaka yang sesuai dengan fungsi dan prinsip-prinsip meninjau pustaka itu, yakni selektif, komparatif, kritis, analitis, dan semua dilakukan secara bersamasama. b. Kerangka Pemikiran Rangkaian penalaran dalam suatu kerangka berdasarkan pada teori/konsep Menyusun Kerangka Pemikiran adalah menjawab secara rasional masalah yang telah dirumuskan dan diidentifikasi (mengapa fenomena itu terjadi) dengan jalan mengalirkan jalan pikiran dari pangkal pikir (premis) berdasarkan patokan pikir (asumsi/aksioma) sampai pada pemikiran (hasil berpikir/deduksi/hipotesis) menurut kerangka logis (logical construct). BAB 3 METODOLOGI STUDI - Memaparkan desain atau rancangan penelitian yang digunakan (sifat penelitian); - Menjabarkan dengan jelas sasaran penelitian (populasi, sample, sumber data, tempat dan waktu penelitian); - Menguraikan teori/model analisis yang digunakan dan data/informasi yang diperlukan dalam penelitian (prosedur pengkajian/uraian analisis data, metode dan teknik serta instrument pengumpulan data). BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI - Kondisi Sosio Ekonomi kabupaten/kota - Kondisi Pola Aktivitas - Kondisi Transportasi kabupaten/kota BAB 5 PERKIRAAN KONDIDI MENDATANG - Struktur dan pola pemanfaatan ruang kabupaten/kota - Pola Aktivitas - Bangkitan dan distribusi arus barang/penumpang - Model pengembangan jaringan transportasi - Alternatif pengembangan jaringan transportasi - Prioritas Pengembangan Jaringan Transportasi BAB 6 ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN - Arah pengembangan jaringan transportasi - Kebijakan, strategi dan program pengembangan jaringan transportasi 1-8

13 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 1-9

14 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDEKATAN STUDI Pendekatan yang memayungi studi ini secara sinergi adalah melalui MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) yang merupakan arahan strategis dan percepatan pembangunan ekonomi khususnya di wilayah studi tersebut. MP3EI menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari 3 strategi utama. Konektivitas nasional merupakan pengintegrasian 4 elemen kebijakan nasional yang terdiri dari sistem logistik nasional (Sislognas), sistem transportasi nasional (Sistranas), pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Strategi ini untuk mewujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien dan terpadu. Berarti pada wilayah studi ini perlu memahami pula keterkaitannya baik secara lokal, kabupaten/kota, wilayah propinsi, maupun nasional, bahkan regional dan global. Untuk memahami semuanya ini, perlu pengertian-pengertian dasar tentang istilah kunci, seperti: Definisi Sistranas, Tujuan dan Sasaran Sistranas, serta Tataran Transportasi (Tatranas, Tatrawil, dan Tatralok) yang dirangkum dalam kerangka pemikiran Pola Dasar Sistranas. Begitu juga halnya dengan Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda, yang menggambarkan Alur Pikir Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda, Visi dan Misi Transportasi Antarmoda/ Multimoda, Strategi Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda, dan Program Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda dalam rangka mendukung prioritas pembangunan sentra produksi di koridor ekonomi Papua- Kepulauan yang dirajut dalam MP3EI. Kegiatan ini perlu alasan dan landasan atau acuan normatif yang mendasarkan pada PP No. 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) , UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, UU di Bidang Transportasi yaitu UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Angkutan Udara dan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. 2-1

15 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 2.2 MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Selaras dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional , maka visi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia adalah Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur. Melalui langkah MP3EI, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD USD dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 4,5 triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 7,5 persen pada periode , dan sekitar 8,0 9,0 persen pada periode Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode menjadi 3,0 persen pada Kombinasi pertumbuhan dan inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju. Gambar 2.1. Aspirasi Pencapaian PDB Indonesia Sumber: MP3EI,

16 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Visi 2025 tersebut diwujudkan melalui 3 (tiga) misi yang menjadi fokus utamanya, yaitu: 1. Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari pengelolaan aset dan akses (potensi) SDA, geografis wilayah, dan SDM, melalui penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antar-kawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. 2. Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian nasional. 3. Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan, menuju innovation-driven economy Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah Melalui Koridor Ekonomi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia diselenggarakan berdasarkan pendekatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, baik yang telah ada maupun yang baru. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional. Setiap wilayah mengembangkan produk yang menjadi keunggulannya. Tujuan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi tersebut adalah untuk memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah serta memperbaiki ketimpangan spasial pembangunan ekonomi Indonesia. Sumber: MP3EI, Gambar 2.2. Ilustrasi Koridor Ekonomi 2-3

17 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mengembangkan klaster industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut disertai dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya. Secara keseluruhan, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan konektivitas tersebut menciptakan Koridor Ekonomi Indonesia. Peningkatan potensi ekonomi wilayah melalui koridor ekonomi ini menjadi salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama) Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai negara yang terdiri atas ribuan pulau dan terletak di antara dua benua dan dua samudera, wilayah kepulauan Indonesia memiliki sebuah konstelasi yang unik, dan tiap kepulauan besarnya memiliki peran strategis masing-masing yang ke depannya akan menjadi pilar utama untuk mencapai visi Indonesia tahun Dengan memperhitungkan berbagai potensi dan peran strategis masing-masing pulau besar (sesuai dengan letak dan kedudukan geografis masing -masing pulau), telah ditetapkan 6 (enam) koridor ekonomi seperti yang tergambar pada Gambar 2.3. Gambar 2.3. Peta Koridor Ekonomi Indonesia Sumber: MP3EI,

18 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Arahan Pengembangan Kegiatan Ekonomi Utama Sebagai dokumen kerja, MP3EI berisikan arahan pengembangan kegiatan ekonomi utama yang sudah lebih spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi perubahan/revisi terhadap peraturan perundang-undangan yang perlu dilakukan maupun pemberlakuan peraturan-perundangan baru yang diperlukan untuk mendorong percepatan dan perluasan investasi. Selanjutnya MP3EI menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. MP3EI bukan dimaksudkan untuk mengganti dokumen perencanaan pembangunan yang telah ada seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (UU No. 17 Tahun 2007) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, namun menjadi dokumen yang terintegrasi dan komplementer yang penting serta khusus untuk melakukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi, seperti yang terlihat pada Gambar 2.4. MP3EI juga dirumuskan dengan memperhatikan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) karena merupakan komitmen nasional yang berkenaan dengan perubahan iklim global.. Sumber: MP3EI, Gambar 2.4. Posisi MP3EI dalam Rencana Pembangunan Pemerintah 2-5

19 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Koridor Ekonomi Papua Kepulauan terdiri dari Propinsi Papua, Propinsi Papua Barat, Propinsi dan Propinsi Utara. Sesuai dengan tema pembangunannya, Koridor Ekonomi Papua Kepulauan merupakan pusat pengembangan pangan, perikanan, energi, dan pertambangan nasional. Secara umum, Koridor Ekonomi Papua Kepulauan. memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, namun di sisi lain terdapat beberapa masalah yang harus menjadi perhatian dalam upaya mendorong perekonomian di koridor ini, antara lain: 1. Laju pertumbuhan PDRB di Koridor Ekonomi Papua Kepulauan dari tahun , tergolong relatif tinggi, yakni sebesar 7 persen, namun besaran PDRB tersebut relatif kecil dibanding dengan koridor lainnya; 2. Disparitas yang besar terjadi di antara kabupaten di Papua. Sebagai contoh, PDRB per kapita Kabupaten Mimika adalah sebesar IDR 240 juta, sementara kabupaten lainnya berada di bawah rata-rata PDB per kapita nasional (IDR 24,26 juta); 3. Investasi yang rendah di Papua disebabkan oleh tingginya risiko berusaha dan tingkat kepastian usaha yang rendah; 4. Produktivitas sektor pertanian belum optimal yang salah satunya disebabkan oleh keterbatasan sarana pengairan; 5. Keterbatasan infrastruktur untuk mendukung pembangunan ekonomi; 6. Jumlah penduduk yang sangat rendah dengan mobilitas tinggi memberikan tantangan khusus dalam pembuatan program pembangunan di Papua. Kepadatan populasi Papua adalah 12,6 jiwa/km 2, jauh lebih rendah dari ratarata kepadatan populasi nasional (124 jiwa/km 2 ). Strategi pembangunan ekonomi Koridor Ekonomi Papua Kepulauan (Gambar 2.5) difokuskan pada 5 kegiatan Ekonomi utama, yaitu Pertanian Pangan - MIFEE (Merauke Integrated Food & Energy Estate), Tembaga, Nikel, Migas, dan Perikanan. 2-6

20 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Gambar 2.5. Peta Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Sumber: MP3EI,

21 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 2.3 POLA DASAR SISTRANAS Sistranas disusun dengan landasan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, undang-undang di bidang transportasi dan peraturan perundangan terkait lainnya. Perumusan Sistranas tersebut juga memanfaatkan peluang dan memperhatikan kendala lingkup internasional, regional dan nasional, baik dari sisi regulator, operator, pengguna jasa, maupun dari sisi masyarakat, dengan sasaran terwujudnya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. 1) Definisi Sistranas Sistranas adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara, serta transportasi pipa, yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang, yang terus berkembang secara dinamis. 2) Tujuan dan Sasaran Sistranas Tujuan Sistranas adalah terwujudnya transportasi yang efektif dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia, barang dan jasa, membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis, serta mendukung pengembangan wilayah, dan lebih memantapkan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara dan peningkatan hubungan internasional. Sedangkan Sasaran Sistranas adalah terwujudnya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. Efektif dalam arti selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, serta polusi rendah. Efisien dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan jaringan transportasi nasional. 3) Tataran Transportasi Sistranas diwujudkan dalam tiga tataran, yaitu tataran transportasi nasional (Tatranas), tataran transportasi wilayah (Tatrawil), dan tatar an transportasi lokal (Tatralok). 2-8

22 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam a) Tatranas Tatranas adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman, terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara, dan transportasi pipa, yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, yang berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antarsimpul atau kota nasional, dan dari simpul atau kota nasional ke luar negeri. b) Tatrawil Tatrawil adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara, dan transportasi pipa yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan transportasi yang efektif dan efisien, berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antarsimpul atau kota wilayah, dan dari simpul atau kota wilayah ke simpul atau kota nasional atau se- Utara-nya. c) Tatralok Tatralok adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara, dan transportasi pipa yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan transportasi yang efektif dan efisien, berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antarsimpul atau kota lokal, dan dari simpul atau kota lokal ke simpul atau kota wilayah, dan simpul atau kota nasional terdekat atau se- Utara-nya, serta dalam kawasan perkotaan dan perdesaan. 2-9

23 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 2.4 CETAK BIRU TRANSPORTASI ANTARMODA/MULTIMODA Penyusunan "Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda" dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai masalah yang menyebabkan terjadinya ketidaklancaran arus barang dan mobilitas orang pada simpul transportasi yang strategis dan kota metropolitan serta daerah tertinggal. Sedangkan tujuan dari cetak biru ini adalah menyusun rencana pengembangan transportasi antarmoda/multimoda untuk mewujudkan kelancaran arus barang dan mobilitas orang yang efektif dan efisien dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Adapun uraian Alur Pikir Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda, Visi dan Misi Transportasi Antarmoda/Multimoda, Strategi Pengembangan Transportasi Antarmoda/ Multimoda, dan Program Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda adalah sebagai berikut: 1) Alur Pikir Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda Pengembangan transportasi antarmoda/multimoda yang dimuat dalam Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda diarahkan pada perwujudan keterpaduan pelayanan, jaringan pelayanan dan jaringan prasarana transportasi sebagai satu kesatuan secara kesisteman. Perwujudan Sistranas pada tataran nasional (Tataran Transportasi Nasional/Tatranas), yang selanjutnya disebut sebagai Cetak Biru Pembangunan Sistranas pada Tatranas, memuat arah pengembangan jaringan pelayanan dan jaringan prasarana transportasi secara terpadu dan seirnbang dari semua moda transportasi (jalan, sungai, danau, penyeberangan, kereta api, laut dan udara) yang menghubungkan simpul-simpul kegiatan strategis nasional. Keterpaduan jaringan prasarana transportasi sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang transportasi, digambarkan dalam rencana induk atau tatanan masing-masing moda transportasi. Pada tataran nasional, pengembangan prasarana transportasi mengacu pada berbagai rencana induk yaitu Rencana Induk LLAJ Nasional, Rencana Induk Perkeretaapian Nasional, Tatanan Kepelabuhanan Nasional dan Tatanan Kebandarudaraan Nasional. Transportasi antarmoda/multimoda merupakan salah satu wujud keterpaduan pelayanan, jaringan pelayanan dan jaringan prasarana dalam rangka kelancaran arus barang dan mobilitas orang. Transportasi pada dasarnya dapat berfungsi sebagai unsur penunjang ( servicing function) dan sebagai unsur pendorong ( promoting function). Fungsi penunjang untuk kegiatan sektor lain pada wilayah yang telah berkembang dan bersifat komersial serta sebagai unsur pendorong bagi daerah yang belum berkembang atau tertinggal dan bersifat keperintisan. 2-10

24 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Pelayanan transportasi antarmoda/multimoda baik untuk jaringan pelayanan pada daerah yang telah berkembang maupun wilayah perintis, dikembangkan guna mewujudkan pelayanan one stop service yang didukung oleh sistem informasi yang handal. Untuk mewujudkan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien didasarkan pada 14 indikator Sistranas yaitu selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, Iancar, cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, rendah polusi, beban publik rendah dan utilitas tinggi serta indikator Single Seamless Services (SSS) yaitu single operator, single document dan single tariff untuk angkutan barang serta single ticket untuk angkutan penumpang. Secara lengkap, alur pikir pengembangan transportasi antarmoda/multimoda yang telah diuraikan di atas diilustrasikan dalam Gambar 2.6. Rencana Induk LLAJ Nasional Rencana Induk Perkeretaapian Nasional Tatanan Kepelabuhan Nasional Tatanan Kebandarudaraan Nasional SISTRANAS TATRANAS Blueprint Sistranas JARINGAN PRASARANA JARINGAN PELAYANAN PELAYANAN 14 Indikator efektif dan efisien BARANG PENUMPANG SERVICING FUNCTION PROMOTING FUNCTION SERVICING FUNCTION KOMERSIAL PERINTIS / PSO KOMERSIAL Sumber: PerMenHub No. KM 15 Tahun 2010 Tentang Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda Tahun Gambar 2.6. Alur Pikir Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda 2-11

25 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 2) Visi dan Misi Transportasi Antarmoda/Multimoda Visi transportasi antarmoda/multimoda menggambarkan suatu kondisi yang diharapkan dapat dicapai dalarn penyelenggaraan transportasi antarmoda/multimoda pada masa yang akan datang. Pada tahun 2030 transportasi antarmoda/multimoda 2030 diharapkan mampu mendukung kelancaran arus barang dan mobilitas orang sehingga tercapai efisiensi dan efektivitas dalam kegiatan ekonomi dan masyarakat. Berdasarkan pertirnbangan di atas, maka dapat dirumuskan visi transportasi antarmoda/multimoda tahun 2030 adalah Arus Barang dan Mobilitas Orang Efektif dan Efisien. Misi transportasi antarmoda/multimoda merupakan upaya yang dilaksanakan agar tercapai visi transportasi antarrnodajrnultirnoda yaitu arus barang dan mobilitas orang yang efektif dan efisien. Adapun misi tersebut adalah: a) Mewujudkan kelancaran arus barang. b) Mewujudkan kelancaran mobilitas orang. Tujuan yang ingin dicapai dari terwujudnya visi dan misi transportasi antarrnoda/multirnoda adalah: a) Menekan lamanya waktu pelayanan pada simpul moda transportasi. b) Menurunkan biaya pelayanan transportasi pada sirnpul moda transportasi. c) Meningkatkan kelancaran arus barang dan mobilitas orang pada kota metropolitan. d) Meningkatkan aksesibilitas rnasyarakat dari dan ke daerah tertinggal. 3) Strategi Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda Strategi pengembangan transportasi antarmoda/multimoda merupakan upaya yang dilakukan untuk mewujudkan kebijakan yang ditetapkan dalam mendukung terwujudnya kelancaran arus barang dan mobilitas orang. Adapun strategi dari kebijakan mewujudkan kelancaran arus barang adalah sebagai berikut: a) Meningkatnya kualitas badan usaha angkutan multimoda b) Meningkatnya keterpaduan jaringan prasarana pada simpul transportasi laut c) Meningkatnya keterpaduan jaringan prasarana pada simpul transportasi udara 2-12

26 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam d) Meningkatnya aksesibilitas transportasi pada daerah tertinggal. 4) Program Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda Program pengembangan transportasi antarmoda/multimoda disusun guna mewujudkan setiap strategi yang telah ditetapkan dalam mendukung kebijakan, misi dan visi pengembangan transportasi antarmoda/multimoda. 2.5 JARINGAN TRANSPORTASI Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS), bahwa jaringan transportasi diklasifikasikan menjadi: Transportasi Antarmoda, Transportasi Jalan, Transportasi Kereta Api, Transportasi Sungai dan Danau, Transportasi Penyeberangan, Transportasi Laut, Transportasi Udara, dan Transportasi Pipa. a. Transportasi Antarmoda 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan transportasi antarmoda adalah pelayanan transportasi antarmoda perkotaan, transportasi antarmoda antarkota, dan transportasi antarmoda luar negeri. 2) Jaringan Prasarana Keterpaduan jaringan prasarana transportasi antarmoda diwujudkan dalam bentuk interkoneksi antarfasilitas dalam terminal transportasi antarmoda, yaitu simpul transportasi yang berfungsi sebagai titik temu antarmoda transportasi yang terlibat, yang memfasilitasi kegiatan alih muat, yang dari aspek tatanan fasilitas, fungsional, dan operasional, mampu memberikan pelayanan antarmoda secara berkesinambungan. b. Transportasi Jalan 1) Jaringan Pelayanan Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dikelompokkan menurut wilayah pelayanan, operasi pelayanan, dan perannya. Menurut wilayah pelayanannya, angkutan penumpang dengan kendaraan umum, terdiri dari angkutan lintas batas negara, angkutan antarkota antarpropinsi, angkutan kota, angkutan perdesaan, angkutan perbatasan, angkutan khusus, angkutan taksi, angkutan sewa, angkutan pariwisata dan angkutan lingkungan. 2-13

27 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Menurut sifat operasi pelayanannya, angkutan penumpang dengan kendaraan umum di atas dapat dilaksanakan dalam trayek dan tidak dalam trayek. Angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek yaitu: a) Angkutan lintas batas negara, angkutan dari satu kota ke kota lain yang melewati lintas batas negara dengan menggunakan mobil bus umum yang terkait dalam trayek; b) Angkutan antarkota antarpropinsi (AKAP), angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui antar daerah kabupaten/kota yang melalui lebih dari satu daerah propinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek; c) Angkutan antarkota dalam propinsi (AKDP), angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui antardaerah kabupaten/kota dalam satu daerah propinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek; d) Angkutan kota, angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah kota atau wilayah ibukota kabupaten dengan menggunakan mobil bus umum atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek; e) Angkutan perdesaan, angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah kabupaten yang tidak termasuk dalam trayek kota yang berada pada wilayah ibukota kabupaten dengan mempergunakan mobil bus umum atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek; f ) Angkutan perbatasan, angkutan kota atau angkutan perdesaan yang memasuki wilayah kecamatan yang berbatasan langsung pada kabupaten atau kota lainnya baik yang melalui satu propinsi maupun lebih dari satu propinsi; g) Angkutan khusus, angkutan yang mempunyai asal dan/atau tujuan tetap, yang melayani antarjemput penumpang umum, antarjemput karyawan, permukiman, dan simpul yang berbeda. Sedangkan untuk angkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek yaitu : a) Angkutan taksi, angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer yang melayani angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi terbatas; 2-14

28 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam b) Angkutan sewa, angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang melayani angkutan dari pintu ke pintu dengan atau tanpa pengemudi, dalam wilayah operasi yang tidak terbatas; c) Angkutan pariwisata, angkutan dengan menggunakan bis umum yang dilengkapi dengan tanda-tanda khusus untuk keperluan pariwisata atau keperluan lain di luar pelayanan angkutan dalam trayek, seperti untuk keperluan keluarga dan sosial lainnya; d) Angkutan lingkungan, angkutan dengan menggunakan mobil penumpang yang dioperasikan dalam wilayah operasi terbatas pada kawasan tertentu. Pelayanan angkutan barang dengan kendaraan umum tidak dibatasi wilayah pelayanannya. Demi keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan dapat ditetapkan jaringan lintas untuk mobil barang tertentu, baik kendaraan umum maupun kendaraan bukan umum. Dengan ditetapkan jaringan lintas untuk mobil barang yang bersangkutan, maka mobil barang dimaksud hanya diijinkan melalui lintasannya, misalnya mobil barang pengangkut petikemas, mobil barang pengangkut bahan berbahaya dan beracun, dan mobil barang pengangkut alat berat. 2) Jaringan Prasarana Jaringan prasarana transportasi jalan terdiri dari simpul yang berwujud terminal penumpang dan terminal barang, dan ruang lalu lintas. Terminal penumpang menurut wilayah pelayanannya dikelompokkan menjadi: a) Terminal penumpang tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota antarpropinsi, antarkota dalam propinsi, angkutan kota, dan angkutan perdesaan; b) Terminal penumpang tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antarkota dalam propinsi, angkutan kota, dan angkutan perdesaan; c) terminal penumpang tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan perdesaan. Selanjutnya masing-masing tipe tersebut dapat dibagi dalam beberapa kelas sesuai dengan kapasitas terminal dan volume kendaraan umum yang dilayani. fungsi pelayanan penyebaran/distribusi menjadi : 2-15

29 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam a) Terminal utama, berfungsi melayani penyebaran antarpusat kegiatan nasional, dari pusat kegiatan wilayah ke pusat kegiatan nasional, serta perpindahan antarmoda; b) Terminal penumpang, berfungsi melayani penyebaran antarpusat kegiatan wilayah, dari pusat kegiatan lokal ke pusat kegiatan wilayah; c) Terminal lokal, berfungsi melayani penyebaran antarpusat kegiatan lokal. Jaringan jalan terdiri atas jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder. Jaringan jalan primer, merupakan jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Sedangkan Jaringan jalan sekunder, merupakan jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Berdasarkan sifat dan pergerakan lalu lintas dan angkutan jalan, jalan umum dibedakan atas fungsi jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan. Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. Pembagian setiap ruas jalan pada jaringan jalan primer terdiri dari : a) jalan arteri primer, menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional, atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah; b) jalan kolektor primer, menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan wilayah, atau menghubungkan antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal; c) jalan lokal primer, menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan atau pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lokal, pusat kegiatan lokal 2-16

30 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam dengan pusat kegiatan lingkungan, dan antarpusat kegiatan lingkungan. d) jalan lingkungan primer, menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan propinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota propinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. Jalan propinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis propinsi. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan propinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, atau antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan PKL, antar-pkl, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan. Jalan dibagi dalam beberapa kelas didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan moda transportasi yang sesuai karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor, serta konstruksi jalan. Pembagian kelas jalan dimaksud, meliputi jalan kelas I, kelas II, kelas III A, kelas III B, dan kelas III C. Dilihat dari aspek pengusahaannya, jalan umum dikelompokkan menjadi jalan tol yang kepada pemakainya dikenakan pungutan dan merupakan alternatif dari jalan umum yang ada, dan jalan bukan tol. 2-17

31 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam c. Transportasi Kereta Api 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan transportasi kereta api dibedakan menjadi jaringan pelayanan transportasi kereta api antarkota dan perkotaan. Jaringan pelayanan angkutan antarkota terdiri atas: a) lintas utama berfungsi melayani angkutan jarak jauh atau sedang yang menghubungkan antarstasiun, dan berfungsi sebagai pengumpul yang ditetapkan untuk melayani lintas utama; b) lintas cabang berfungsi melayani angkutan jarak sedang atau dekat yang menghubungkan antara stasiun yang berfungsi sebagai pengumpan dengan stasiun yang berfungsi sebagai pengumpul atau antarstasiun yang berfungsi sebagai pengumpan yang ditetapkan untuk melayani lintas cabang. Menurut sifat barang yang diangkut, pengangkutan barang dengan kereta api dikelompokkan menjadi: a) angkutan barang dengan cara umum: pelayanan angkutan untuk berbagai jenis barang yang dilayani dengan menggunakan gerbong atau kereta bagasi dengan syarat-syarat umum angkutan barang; b) angkutan barang dengan cara khusus: pelayanan angkutan hanya untuk sejenis komoditi tertentu dengan menggunakan gerbong atau kereta bagasi dengan syarat-syarat khusus, seperti angkutan pupuk, minyak, batu bara, hewan dan lain sebagainya. 2) Jaringan Prasarana Jaringan prasarana transportasi kereta api terdiri dari simpul yang berwujud stasiun, dan ruang lalu lintas. Stasiun mempunyai fungsi yang sama dengan simpul moda transportasi lainnya yaitu sebagai tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, memuat dan membongkar barang, mengatur perjalanan kereta api, serta perpindahan intramoda dan atau antarmoda. Stasiun dapat dikelompokkan menurut: a) Fungsinya, dapat dibedakan menjadi stasiun penumpang dan stasiun barang. Stasiun penumpang pada umumnya dapat juga berfungsi untuk melayani angkutan barang namun bersifat terbatas, sedangkan stasiun barang hanya khusus melayani angkutan barang. Stasiun tersebut dapat dibagi menjadi stasiun pengumpul dan pengumpan 2-18

32 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam serta dalam beberapa kelas sesuai dengan lokasi kebutuhan operasional, dan pengusahaannya. b) Pengelolaannya, dikelompokkan menjadi stasiun umum dan stasiun khusus. Stasiun umum adalah stasiun yang digunakan untuk melayani kepentingan umum baik untuk angkutan penumpang maupun barang, sedangkan stasiun khusus adalah stasiun yang dimiliki/dikuasai badan usaha tertentu yang hanya digunakan untuk menunjang kegiatan yang bersangkutan. Ruang lalu lintas pada transportasi kereta api berupa jalur kereta api yang diperuntukkan bagi gerak lokomotif, kereta dan gerbong. Jalur kereta api dimaksud dapat dikelompokkan menurut kepemilikan dan penyelenggaraannya. Menurut kepemilikan dan penyelenggaraannya, jalur kereta api dikelompokkan menjadi jalur kereta api umum dan jalur kereta api khusus. Jalur kereta api umum adalah jalur kereta api yang digunakan untuk melayani kepentingan umum baik untuk angkutan penumpang maupun barang, sedangkan jalur kereta api khusus adalah jalur kereta api yang digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk kepentingan sendiri. d. Transportasi Sungai dan Danau 1) Jaringan Pelayanan Pelayanan transportasi sungai dan danau untuk angkutan penumpang dan barang dilakukan dalam trayek tetap teratur, dan trayek tidak tetap dan tidak teratur. 2) Jaringan Prasarana Jaringan prasarana transportasi sungai dan danau terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan sungai dan danau, dan ruang lalu lintas yang berwujud alur pelayaran. Pelabuhan sungai dan danau menurut peran dan fungsinya terdiri dari pelabuhan sungai dan danau yang melayani angkutan antarpropinsi, pelabuhan sungai dan danau yang melayani angkutan antarkabupaten/kota dalam propinsi, serta pelabuhan sungai dan danau yang melayani angkutan dalam kabupaten/kota. 2-19

33 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam e. Transportasi Penyeberangan 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan penyeberangan, yang disebut lintas penyeberangan, menurut fungsinya terdiri dari: lintas penyeberangan antarnegara, yaitu yang menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan atau jaringan jalur kereta api antarnegara; lintas penyeberangan antarpropinsi, yaitu yang menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan atau jaringan jalur kereta api antarpropinsi; lintas penyeberangan antarkabupaten/kota dalam propinsi, yaitu yang menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan atau jaringan jalur kereta api antarkabupaten/kota dalam propinsi; lintas penyeberangan dalam kabupaten/kota, yaitu yang menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan atau jaringan jalur kereta api dalam kabupaten/kota. 2) Jaringan Prasarana Jaringan prasarana transportasi penyeberangan terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan penyeberangan dan ruang lalu lintas yang berwujud alur penyeberangan. Hirarki pelabuhan penyeberangan berdasarkan peran dan dikelompokkan menjadi: fungsinya a) pelabuhan penyeberangan lintas propinsi dan antar negara, yaitu pelabuhan penyeberangan yang melayani lintas propinsi dan antarnegara; b) pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota, yaitu pelabuhan penyeberangan yang melayani lintas kabupaten/kota; c) pelabuhan penyeberangan lintas dalam kabupaten yaitu pelabuhan penyeberangan yang melayani lintas dalam kabupaten/kota. f. Transportasi Laut 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan transportasi laut berupa trayek dibedakan menurut kegiatan dan sifat pelayanannya. Berdasarkan kegiatannya, jaringan (trayek) transportasi laut terdiri dari jaringan trayek transportasi laut dalam negeri dan jaringan trayek transportasi laut luar negeri. Jaringan trayek transportasi laut dalam negeri terdiri dari: 2-20

34 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam a) jaringan trayek transportasi laut utama yang menghubungkan antarpelabuhan yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi; b) jaringan trayek transportasi laut pengumpan yaitu yang menghubungkan pelabuhan yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi dengan pelabuhan yang bukan berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi. Disamping itu, trayek ini juga menghubungkan pelabuhan-pelabuhan yang bukan berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi. Berdasarkan fungsi pelayanan transportasi laut sebagai ship follow the trade dan ship promote the trade, jaringan trayek transportasi laut dibagi menjadi pelayanan komersial dan nonkomersial (perintis). Jaringan trayek transportasi laut tersebut di atas ditetapkan dengan memperhatikan pengembangan pusat industri, perdagangan dan pariwisata, pengembangan daerah, keterpaduan intra dan antarmoda transportasi. Berdasarkan sifat pelayanannya jaringan pelayanan terdiri atas: transportasi laut a) jaringan pelayanan transportasi laut tetap dan teratur yaitu jaringan pelayanan dengan trayek dan jadwal yang telah ditetapkan; b) jaringan pelayanan transportasi laut tidak tetap dan tidak teratur yaitu jaringan pelayanan dengan trayek dan jadwal yang tidak ditetapkan. 2) Jaringan Prasarana Jaringan prasarana transportasi laut terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan laut dan ruang lalu lintas yang berwujud alur pelayaran. Pelabuhan laut dibedakan berdasarkan peran, fungsi dan klasifikasi serta jenis. Berdasarkan jenisnya pelabuhan dibedakan atas: a) pelabuhan umum yang digunakan untuk melayani kepentingan umum perdagangan luar negeri dan dalam negeri sesuai ketetapan pemerintah dan mempunyai fasilitas karantina, imigrasi, bea cukai, penjagaan dan penyelamatan; b) pelabuhan khusus yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu. Hirarki berdasarkan peran dan fungsi pelabuhan laut terdiri dari : 2-21

35 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam a) pelabuhan internasional hub (utama primer) adalah pelabuhan utama yang memiliki peran dan fungsi melayani kegiatan dan alih muat penumpang dan barang internasional dalam volume besar karena kedekatan dengan pasar dan jalur pelayaran internasional serta berdekatan dengan jalur laut kepulauan Indonesia; b) pelabuhan internasional (utama sekunder) adalah pelabuhan utama yang memiliki peran dan fungsi melayani kegiatan dan alih muat penumpang dan barang nasional dalam volume yang relatif besar karena kedekatan dengan jalur pelayaran nasional dan internasional serta mempunyai jarak tertentu dengan pelabuhan internasional lainnya; c) pelabuhan nasional (utama tersier) adalah pelabuhan utama memiliki peran dan fungsi melayani kegiatan dan alih muat penumpang dan barang nasional dan bisa menangani semi kontainer dengan volume bongkar sedang dengan memperhatikan kebijakan pemerintah dalam pemerataan pembangunan nasional dan meningkatkan pertumbuhan wilayah, mempunyai jarak tertentu dengan jalur/rute lintas pelayaran nasional dan antarpulau serta dekat dengan pusat pertumbuhan wilayah ibukota kabupaten/kota dan kawasan pertumbuhan nasional. d) pelabuhan regional adalah pelabuhan pengumpan primer yang berfungsi khususnya untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut dalam jumlah kecil dan jangkauan pelayanan antarkabupaten/kota serta merupakan pengumpan kepada pelabuhan utama; e) pelabuhan lokal adalah pelabuhan pengumpan sekunder yang berfungsi khususnya untuk melayani kegiatan angkutan laut dalam jumlah kecil dan jangkauan pelayanannya antarkecamatan dalam kabupaten/kota serta merupakan pengumpan kepada pelabuhan utama dan pelabuhan regional. Berdasarkan peran dan fungsi pelabuhan khusus yang bersifat nasional, terdiri dari pelabuhan khusus nasional/internasional yang melayani kegiatan bongkar muat pelayanan yang bersifat lintas propinsi dan internasional. Berdasarkan jangkauan pelayarannya pelabuhan dapat ditetapkan sebagai pelabuhan yang terbuka dan tidak terbuka untuk perdagangan luar negeri. Penyelenggaraan pelabuhan umum dapat dibedakan atas pelabuhan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan atau penyelenggaraannya dilimpahkan pada BUMN, dan pelabuhan umum 2-22

36 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam yang diselenggarakan oleh pemerintah propinsi dan kabupaten/kota dan atau yang penyelenggaraannya dilimpahkan pada BUMD. Ruang lalu lintas laut ( seaways) adalah bagian dari ruang perairan yang ditetapkan untuk melayani kapal laut yang berlayar atau berolah gerak pada satu lokasi/pelabuhan atau dari suatu lokasi/pelabuhan menuju ke lokasi/pelabuhan lainnya melalui arah dan posisi tertentu. Alur pelayaran adalah bagian dari ruang lalu lintas laut yang alami maupun buatan yang dari segi kedalaman, lebar dan hambatan pelayaran lainnya dianggap aman untuk dilayari. Alur pelayaran dicantumkan dalam peta laut dan buku petunjuk pelayaran serta diumumkan oleh instansi yang berwenang. Berdasarkan fungsi ruang lalu lintas laut dikelompokkan atas: a) ruang lalu lintas laut dimana pada lokasi tersebut instruksi secara positif diberikan dari pemandu (sea traffic controller) kepada nakhoda, contoh: alur masuk pelabuhan, daerah labuh/anchorage area, kolam pelabuhan, daerah bandar dan sebagainya; b) ruang lalu lintas laut dimana pada lokasi tersebut hanya diberikan informasi tentang lalu lintas yang diperlukan meliputi antara lain informasi tentang cuaca, kedalaman, pasang surut, arus, gelombang dan lainlain. Alur pelayaran terdiri dari alur pelayaran internasional dan alur pelayaran dalam negeri serta alur laut kepulauan, untuk perlintasan yang sifatnya terus menerus, langsung dan secepatnya bagi kapal asing yang melalui perairan Indonesia ( innoncent passages), seperti Selat Lombok-Selat Makassar, Selat Sunda-Selat Karimata, Laut Sawu-Laut Banda-Laut, Laut Timor-Laut Banda-Laut, yang ditetapkan dengan memperhatikan faktor-faktor pertahanan keamanan, keselamatan berlayar, rute yang biasanya digunakan untuk pelayaran internasional, tata ruang kelautan, konservasi sumber daya alam dan lingkungan, dan jaringan kabel/pipa dasar laut serta rekomendasi organisasi internasional yang berwenang. 2-23

37 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam g. Transportasi Udara 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan transportasi udara merupakan kumpulan rute penerbangan yang melayani kegiatan transportasi udara dengan jadwal dan frekuensi yang sudah tertentu. Berdasarkan wilayah pelayanannya, rute penerbangan dibagi menjadi rute penerbangan dalam negeri dan rute penerbangan luar negeri. Jaringan penerbangan dalam negeri dan luar negeri merupakan suatu kesatuan dan terintegrasi dengan jaringan transportasi darat dan laut. Berdasarkan hirarki pelayanannya, rute penerbangan terdiri atas rute penerbangan utama, pengumpan dan perintis. a) rute utama yaitu rute yang menghubungkan antarbandar udara pusat penyebaran; b) rute pengumpan yaitu rute yang menghubungkan antara bandar udara pusat penyebaran dengan bandar udara yang bukan pusat penyebaran, dan/atau antarbandar udara bukan pusat penyebaran; c) rute perintis yaitu rute yang menghubungkan bandar udara bukan pusat penyebaran dengan bandar udara bukan pusat penyebaran yang terletak pada daerah terisolasi/tertinggal. Berdasarkan fungsi pelayanan transportasi udara sebagai ship follow the trade dan ship promote the trade, jaringan pelayanan transportasi udara dibagi menjadi pelayanan komersial dan non komersial (perintis). Kegiatan transportasi udara terdiri atas: angkutan udara niaga yaitu angkutan udara untuk umum dengan menarik bayaran, dan angkutan udara bukan niaga yaitu kegiatan angkutan udara untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan kegiatan pokoknya bukan di bidang angkutan udara. Sebagai tulang punggung transportasi udara adalah angkutan udara niaga berjadwal, sebagai penunjang adalah angkutan udara niaga tidak berjadwal, sedang pelengkap adalah angkutan udara bukan niaga. Kegiatan angkutan udara niaga berjadwal melayani rute penerbangan dalam negeri dan atau penerbangan luar negeri secara tetap dan teratur, sedangkan kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal tidak terikat pada rute penerbangan yang tetap dan teratur. 2-24

38 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 2) Jaringan Prasarana Jaringan prasarana transportasi udara terdiri dari bandar udara, yang berfungsi sebagai simpul, dan ruang udara yang berfungsi sebagai ruang lalu lintas udara. Bandar udara dibedakan berdasarkan fungsi, penggunaan, klasifikasi, status dan penyelenggaraannya serta kegiatannya. Berdasarkan hirarki fungsinya bandar udara dikelompokkan menjadi bandar udara pusat penyebaran dan bandar udara bukan pusat penyebaran. Berdasarkan penggunaannya, bandar udara dikelompokkan menjadi: a) bandar udara yang terbuka untuk melayani angkutan udara ke/dari luar negeri; b) bandar udara yang tidak terbuka untuk melayani angkutan udara ke/dari luar negeri. Berdasarkan statusnya, bandar udara dikelompokkan menjadi: a) bandar udara umum yang digunakan untuk melayani kepentingan umum; b) bandar udara khusus yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu. Berdasarkan penyelenggaraannya bandar udara dibedakan atas: a) bandar udara umum yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota atau badan usaha kebandarudaraan. Badan usaha kebandarudaraan dapat mengikutsertakan pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/ kota dan badan hukum Indonesia melalui kerja sama, namun kerja sama dengan pemerintah propinsi dan atau kabupaten/kota harus kerja sama menyeluruh. b) bandar udara khusus yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum Indonesia. Berdasarkan kegiatannya bandar udara terdiri dari bandar udara yang melayani kegiatan: a) pendaratan dan lepas landas pesawat udara untuk melayani kegiatan angkutan udara; 2-25

39 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam b) pendaratan dan lepas landas helikopter untuk melayani angkutan udara. Bandar udara untuk pendaratan dan lepas landas helikopter untuk melayani kepentingan angkutan udara disebut heliport, helipad, dan helideck. Berdasarkan fungsinya ruang udara dikelompokkan atas: a) controlled airspace yaitu ruang udara yang ditetapkan batas-batasnya, yang didalamnya diberikan instruksi secara positif dari pemandu ( air traffic controller) kepada penerbang (contoh: control area, approach control area, aerodrome control area); b) uncontrolled airspace yaitu ruang lalu lintas udara yang di dalamnya hanya diberikan informasi tentang lalu lintas yang diperlukan (essential traffic information). Ruang lalu lintas udara disusun dengan menggunakan prinsip jarak terpendek untuk memperoleh biaya terendah dengan tetap memperhatikan aspek keselamatan penerbangan. h. Transportasi Pipa Jaringan transportasi pipa terdiri atas : 1) Jaringan transportasi pipa lokal untuk menunjang proses produksi dan distribusi di daerah industri; 2) Jaringan transportasi pipa regional yang berfungsi sebagai pendukung proses produksi dan distribusi di dalam propinsi; 3) Jaringan transportasi pipa nasional dan antar negara yang berfungsi sebagai pendukung proses produksi dan distribusi lintas propinsi dan lintas batas negara. Didalam penggelaran jaringan pipa harus memperhatikan keamanan, keselamatan dan kelestarian lingkungan. persyaratan 2.6 PENYUSUNAN TATANAN MAKRO STRATEGIS PERHUBUNGAN PADA SKALA LOKAL KABUPATEN / KOTA (TATRALOK) Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 31 Tahun 2006 Tentang Pedoman dan Proses Perencanaan di Lingkungan Departemen Perhubungan, 2-26

40 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Bab IV Tentang Tanggung Jawab Pelaksanaan Tugas Perencanaan, disebutkan bahwa Proses Penyusunan Tatanan Makro Strategis Perhubungan pada Skala Lokal Kabupaten/Kota (Tatralok) dari awal penetapan pokok-pokok pikiran hingga mempunyai dasar legalitas melalui tahapan penyelesaian sebagai berikut: 1. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) dilaksanakan oleh Bupati/Walikota c.q. Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota dengan melibatkan instansi terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan; 2. Konsep Tatralok dimaksud diajukan oleh Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota kepada Bupati/ Walikota; 3. Konsep Tatralok dimaksud sebelum diajukan kepada Bupati/Walikota, terlebih dahulu dilakukan koordinasi/konsultasi dengan Dinas Perhubungan Propinsi yang mengkoordinasikan pembahasan bersama Sekretariat Jenderal Dephub dan Badan Litbang, instansi di daerah kabupaten/kota yang terkait, antara lain: (instansi yang menangani bidang tata ruang, dan bidang-bidang lainnya), perguruan tinggi, serta mitra kerja dan asosiasi penyedia jasa transportasi untuk penyempurnaan materi; 4. Hasil koordinasi/konsultasi atau tanggapan tertulis dari pihak-pihak sebagaimana tersebut di atas, dibahas Kepala Dinas/bidang urusan sektor perhubungan Perhubungan Kabupaten/Kota dengan melibatkan instansi terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota setempat; 5. Laporan hasil pembahasan diajukan oleh Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan pengesahan dari Bupati/Walikota dengan terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi Gubernur. Apabila dipandang perlu dilakukan penyempurnaan substansial, maka penyempurnaan dimaksud dilakukan dengan tahapan sebagaimana butir 1 sampai dengan 4. Berdasarkan pernyataan tersebut diatas, maka jelaslah bahwa peran Kementerian Perhubungan dalam penyusunan Tatralok adalah membantu Pemerintah Daerah. Secara kuantitatif, distribusi peranan pemerintah pusat dan pemerintah daerah diperkirakan 40% banding 60%. 2.7 PENGUATAN KONEKTIVITAS NASIONAL Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun k onektivitas ekonomi internasional 2-27

41 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama). Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat perekonomian regional dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan regional dan global/internasional. Konektivitas Nasional menyangkut kapasitas dan kapabilitas suatu bangsa dalam mengelola mobilitas yang mencakup 5 (lima) unsur sebagai berikut: 1. Personel/penumpang, yang menyangkut pengelolaan lalu lintas manusia di, dari dan ke wilayah. 2. Material/barang abiotik ( physical and chemical materials) yang menyangkut mobilitas komoditi industri dan hasil industri. 3. Material/unsur biotik/species, yang mencakup lalu lintas unsur mahluk hidup di luar manusia seperti ternak, Bio Toxins, Veral, Serum, Verum, Seeds, Bio- Plasma, BioGen, Bioweapon1. 4. Jasa dan Keuangan, yang menyangkut mobilitas teknologi, sumber daya manusia dan modal pembangunan bagi wilayah. 5. Informasi, yang menyangkut mobilitas informasi untuk kepentingan pembangunan wilayah yang saat ini sangat terkait dengan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi. Peningkatan pengelolaan mobilitas terhadap lima unsur tersebut diatas akan meningkatkan kemampuan nasional dalam mempercepat dan memperluas pembangunan dan mewujudkan pertumbuhan yang berkualitas sesuai amanat UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Maksud dan tujuan Penguatan Konektivitas Nasional adalah sebagai berikut: 2-28

42 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 1. Menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama untuk memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan keseragaman, melalui inter-modal supply chains systems. 2. Memperluas pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan aksesibilitas dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ke wilayah belakangnya (hinterland). 3. Menyebarkan manfaat pembangunan secara luas (pertumbuhan yang inklusif dan berkeadilan) melalui peningkatan konektivitas dan pelayanan dasar ke daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan dalam rangka pemerataan pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diintegrasikan beberapa komponen konektivitas yang saling berhubungan kedalam satu perencanaan terpadu. Beberapa komponen dimaksud merupakan pembentuk postur konektivitas secara nasional (Gambar 2.7), yang meliputi: (a) Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS); (b) Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS); (c) Pengembangan Wilayah (RPJMN dan RTRWN); (d) Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Rencana dari masing-masing komponen tersebut telah selesai disusun, namun dilakukan secara terpisah. Oleh karena itu, Penguatan Konektivitas Nasional berupaya untuk mengintegrasikan keempat komponen tersebut. Gambar 2.7. Komponen Konektivitas Nasional Sumber: MP3EI,

43 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Hasil dari pengintegrasian keempat komponen konektivitas nasional tersebut kemudian dirumuskan visi konektivitas nasional yaitu Terintegrasi Secara Lokal, Terhubung Secara Global (Locally Integrated, Globally Connected), seperti yang terlihat pada Gambar 2.8 Yang dimaksud Locally Integrated adalah pengintegrasian sistem konektivitas untuk mendukung perpindahan komoditas, yaitu barang, jasa, dan informasi secara efektif dan efisien dalam wilayah NKRI. Oleh karena itu, diperlukan integrasi simpul dan jaringan transportasi, pelayanan inter-moda tansportasi, komunikasi dan informasi serta logistik. Simpul-simpul transportasi (pelabuhan, terminal, stasiun, depo, pusat distribusi dan kawasan pergudangan serta bandara) perlu diintegrasikan dengan jaringan transportasi dan pelayanan sarana inter-moda transportasi yang terhubung secara efisien dan efektif. Jaringan komunikasi dan informasi juga perlu diintegrasikan untuk mendukung kelancaran arus informasi terutama untuk kegiatan perdagangan, keuangan dan kegiatan perekonomian lainnya berbasis elektronik. Gambar 2.8. Visi Konektivitas Nasional Sumber: MP3EI,

44 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Selain itu, sistem tata kelola arus barang, arus informasi dan arus keuangan harus dapat dilakukan secara efektif dan efisien, tepat waktu, serta dapat dipantau melalui jaringan informasi dan komunikasi ( virtual) mulai dari proses pengadaan, penyimpanan/ pergudangan, transportasi, distribusi, dan penghantaran barang sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat yang dikehendaki produsen dan konsumen, mulai dari titik asal ( origin) sampai dengan titik tujuan (destination). Visi ini mencerminkan bahwa penguatan konektivitas nasional dapat menyatukan seluruh wilayah Indonesia dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara inklusif dan berkeadilan serta dapat mendorong pemerataan antar daerah. Sedangkan yang dimaksud globally connected adalah sistem konektivitas nasional yang efektif dan efisien yang terhubung dan memiliki peran kompetitif dengan sistem konektivitas global melalui jaringan pintu internasional pada pelabuhan dan bandara ( international gateway/exchange) termasuk fasilitas custom dan trade/industry facilitation. Efektivitas dan efisiensi sistem konektivitas nasional dan keterhubungannya dengan konektivitas global akan menjadi tujuan utama untuk mencapai visi tersebut. Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan penguatan konektivitas secara terintegrasi antara pusatpusat pertumbuhan dalam koridor ekonomi dan juga antar koridor ekonomi, serta keterhubungan secara internasional terutama untuk memperlancar perdagangan internasional maupun sebagai pintu masuk bagi para wisatawan mancanegara. (Gambar 2.9). Dalam pelaksanaannya, perlu diperhatikan beberapa prinsip utama sebagai berikut: (1) meningkatkan kelancaran arus barang, jasa dan informasi, (2) menurunkan biaya logistik, (3) mengurangi ekonomi biaya tinggi, (4) mewujudkan akses yang merata di seluruh wilayah, dan (5) mewujudkan sinergi antar pusat - pusat pertumbuhan ekonomi. 2-31

45 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Gambar 2.9. Kerangka Kerja Konektivitas Nasional Sumber: MP3EI, Dalam konteks ini akan dilakukan pembangunan Kawasan Perhatian Investasi (KPI) dengan tujuan membangun pusat perhatian baru. KPI juga ditujukan untuk mempermudah integrasi dengan kegiatan-kegiatan yang terkait infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) serta regulasi. Dimana Sentra produksi adalah 1 (satu) kegiatan investasi dalam lokasi tertentu. KPI merupakan satu atau kumpulan beberapa sentra produksi/kegiatan investasi yang beraglomerasi di area yang berdekatan, seperti yang terlihat pada Gambar Sumber: Bahan Paparan Koordinasi SISTRANAS dan MP3EI 2013 Gambar Integrasi KPI 2-32

46 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 2.8 KERANGKA PEMIKIRAN STUDI Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) P ropinsi Utara (Malut) yang diolah oleh Bank Indonesia (BI), dinyatakan bahwa pertumbuhan konsumsi masyarakat pada triwulan laporan masih terjaga pada tingkat yang baik, dan cenderung meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (lihat Gambar 2.11). Konsumsi masyarakat yang terdiri atas konsumsi rumah tangga dan konsumsi lembaga swasta tumbuh 8,32% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 8,03% (yoy). Beberapa faktor yang memicu pertumbuhan konsumsi adalah faktor musiman kegiatan akhir tahun seperti natal dan tahun baru, serta pelaksanaan haji. Hal tersebut menjadi dasar pemikiran bahwa perlunya disusun Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Propinsi Utara guna mendukung dan meningkatkan PDRB Propinsi Utara. Selain itu, berdasarkan KPI dan nilai investasi riil di koridor ekonomi Papua, khususnya yang ada di Propinsi Utara terdapat nilai investasi sebesar Rp.125,5 triliun di wilayah Halmahera dan nilai investasi sebesar Rp.30,4 Triliun di wilayah Morotai, seperti yang terlihat pada Gambar 2.12 dan Tabel 2.1. Sumber: BPS Prov Malut, diolah BI Gambar Perkembangan PDRB Riil Sektor Konsumsi 2-33

47 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Sumber: Bahan Paparan Koordinasi SISTRANAS dan MP3EI 2013 Gambar KPI dan Nilai Investasi Sektor Riil Tabel 2.1. KPI Prioritas Sektor Riil NO KPI NAMA KPI NILAI INVESTASI 1 Merauke (MIFEE) 57,7 T 2 Timika 160,9 T 3 Halmahera 125,5 T 4 Bintuni 108 T 5 Morotai 30,4 T 6 Ambon 10,3T 7 Nabire 764 M 8 Manokwari 784 M KPI Prioritas Sumber: Bahan Paparan Koordinasi SISTRANAS dan MP3EI

48 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Atas dasar itulah maka perlu dilakukannya kegiatan Penelitian Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kabupaten/Kota di Propinsi Utara dengan kerangka pemikiran studi sebagai berikut: Kajian Literatur yang diperoleh dari berbagai sumber penelitian, baik berupa text book, jurnal penelitian, dan sumber lainnya yang berasal dari internet, serta data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait, seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum, Biro Pusat Statistik, Bank Indonesia, Pemerintahan Propinsi Utara, dan lain-lain. Metodologi studi yang akan diterapkan, meliputi pengumpulan data yang akan dilakukan berkaitan dengan kegiatan ini, serta kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian. Penjabaran gambaran umum wilayah studi yang meliputi kondisi sosioekonomi dan kondisi transportasi (sarana dan prasarana). Penyusunan rencana kerja yang mencakup jadual kegiatan dan penugasan tenaga ahli. 2-35

49 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam BAB 3 METODOLOGI STUDI 3.1 METODOLOGI STUDI Untuk dapat melaksanakan seluruh lingkup kajian dalam konteks materi dan waktu yang disyaratkan, maka dalam pekerjaan Penelitian Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kab/Kota disusun metodologi studi yang disajikan dalam bentuk bagan alir (Gambar 3.1), dengan susunan tahapan pelaksanaan sebagai berikut: 1) Tahap Persiapan, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Pendahuluan, dengan lingkup kegiatan meliputi: a) Identifikasi Masalah & Tujuan Studi b) Identifikasi Pelayanan c) Identifikasi Jaringan Pelayanan d) Identifikasi Jaringan Prasarana Transportasi Terpadu. Keempat identifikasi tersebut merupakan inisiasi studi, termasuk studi literatur dan peraturan perundangan yang berlaku. 2) Tahap Pengumpulan Data & Analisis Awal, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Antara, dengan lingkup kegiatan meliputi: a) Pengumpulan Data Primer & Sekunder, yang diawali dengan persiapan survei. b) Survei Pola Bangkitan & Tarikan c) Survei Pergerakan Transportasi Luar & Dalam Kab/Kota d) Survei Wawancara dan Survei Instansional untuk Laporan Kegiatan Serupa Terdahulu (antara lain: tinjau ulang jaringan transportasi Propinsi khususnya pada wilayah studi, inventarisasi rencana umum dan teknis, kebijakan nasional dan daerah di wilayah studi). e) Matriks Asal Tujuan, termasuk kompilasi data yang terkumpul. f) Analisis Permintaan Transportasi, sebagai analisis awal dari analisis Tatrawil dan Tatralok. 3-1

50 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam g) Kajian Model Pengembangan Jaringan Transportasi Wilayah Kab/Kota, yang meliputi: Pemetaan potensi dan kendala Analisis wilayah Analisis teknis dan analisis normatif 3) Tahap Analisis, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Akhir Sementara, dengan lingkup kegiatan meliputi: a) Merumuskan Kebijakan Strategi dan Program Pengembangan Jaringan Prasarana Pelayanan Transportasi b) Merumuskan Alternatif Pengembangan Jaringan Transportasi c) Menetapkan Prioritas dan Tahapan Pengembangan Jaringan Lokal dengan Kurun Waktu Tahun 2014, Tahun 2019, Tahun 2025 dan Tahun ) Tahap Penyempurnaan & Finalisasi, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Akhir, dengan lingkup kegiatan meliputi: a) Menyusun Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Sistranas pada Tatralok b) Mengadakan FGD di Ibukota Kab/Kota untuk Mendapat Masukan Alternatif c) Menyelenggarakan Seminar untuk Penyempurnaan Laporan Akhir dan Legalitas Tatralok di Ibukota Propinsi. 3-2

51 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Identifikasi Masalah & Tujuan Studi Identifikasi Pelayanan Identifikasi Jaringan Pelayanan Pengumpulan Data & Informasi Primer & Sekunder Identifikasi Jaringan Prasarana Transportasi Terpadu LAPORAN PENDAHULUAN Bulan 1 Pemahaman RTRW Kab/Kota Survei Pergerakan Transportasi Luar & Dalam Kab/Kota Survei Wawancara Survei Instansional untuk Laporan Kegiatan Serupa Terdahulu Pemantapan RTRW Kab/Kota Analisis Potensi & Pengembangan Trans Merumuskan Kebijakan Strategi dan Program Pengembangan Jaringan Prasarana Pelayanan Transportasi Kajian Model Pengembangan Jaringan Transportasi Wilayah Kab/Kota Merumuskan Alternatif Pengembangan Jaringan Transportasi LAPORAN ANTARA Bulan 4 Menetapkan Prioritas dan Tahapan Pengembangan Jaringan Lokal dengan Kurun Waktu 2014, 2019, 2025, 2030 Program pengembangan transportasi di wilayah lokal kabupaten/kota, propinsi dan nasional efektif dan efisien sesuai dengan MP3EI RANCANGAN LAPORAN AKHIR Bulan 5 Menyusun Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) Mengadakan FGD di Ibukota Kab/Kota untuk Mendapat Masukan Alternatif Menyelenggarakan Seminar untuk Penyempurnaan FR & Legalitas Tatralok di Ibukota Propinsi LAPORAN AKHIR Bulan 7 Gambar 3.1. Bagan Alir Metodologi Studi 3-3

52 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 3.2 PENGUMPULAN DATA DAN DESAIN KUESIONER Pengumpulan Data Pengumpulan Data yang akan dilakukan berkaitan dengan kegiatan ini akan dilakukan dengan cara survei data primer dan survei data sekunder. Kebutuhan data untuk kegiatan ini antara lain: 1) Data Kebijakan Transportasi Nasional, Regional, dan Lokal; 2) Data Demografi khususnya di Wilayah Studi; 3) Data Infrastruktur di Wilayah Studi; 4) Data Lingkungan dan Potensi Wilayah Studi; 5) Peta Topografi dan Geologi Wilayah Studi; 6) Data Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi dan Kab/Kota di Wilayah Studi. Adapun daftar kebutuhan data dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Daftar Data yang Dibutuhkan Aspek Data yang dibutuhkan Bentuk Dokumen Sumber Kebijakan Nasional Kebijakan daerah Indikator Sosial- Ekonomi RTRW Kondisi Fisik MP3EI Koridor Papua - Kepulauan Sistranas / Tatranas Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Rencana Strategis (RENSTRA) Propinsi Utara Kebijakan Dinas-dinas Perhubungan, Perikanan, Perkebunan/Pertanian, Pariwisata Sumber-sumber Pendapatan utama Propinsi Utara Data Kependudukan Propinsi Utara dan Kab/Kota PDRB per Kab/Kota khususnya di wilayah studi RTRW Propinsi Utara Kebijakan mengenai pengembangan wilayah Propinsi Utara khususnya di wilayah studi Peta Topografi di wilayah studi Peta Kondisi Geologi di wilayah studi Data Hidrologi di wilayah studi Dokumen MP3EI Koridor Papua - Kepulauan Dokumen Sistranas / Tatranas RTRWN RPJM RPIJM Propinsi Utara dalam angka Data Monografi Kab/Kota di wilayah studi RTRW Propinsi Utara Peta Topografi Peta Geologi Peta iklim dan DAS Bappeda BPS / Bappeda Bappeda Jaringan Jaringan Jalan Transportasi Tatrawil Propinsi Dinas Bakorsurtanal Dit. Geologi BMG 3-4

53 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Aspek Data yang dibutuhkan Bentuk Dokumen Sumber Transportasi khususnya di wilayah studi Tingkat pelayanan ruas-ruas jalan di wilayah studi Klasifikasi fungsi dan kewenangan jalan di wilayah studi Utara Peta Jaringan Jalan Transportasi Perhubungan / Bappeda Kebijakan Angk. Umum dan Barang Fasilitas Terminal, Pelabuhan dan Bandara di wilayah studi Kebijakan Pertanian dan Perkebunan Kebijakan Perikanan Kebijakan Pertambang an Jaringan dan layanan angkutan umum di wilayah studi Sistem dan pola operasi angkutan umum di wilayah studi Standar dan Pengawasan angkutan barang di wilayah studi Lokasi dan ukuran terminal Lokasi dan ukuran pelabuhan dan bandara Data dan jadwal keberangkatan kendaraan umum, kapal dan pesawat udara Fasilitas dan Rencana pengembangan Pelabuhan dan Bandara Program pengembangan Pertanian tanaman pangan dan perkebunan di wilayah studi Fasilitas dan Rencana Pengembangan fasilitas dan pelabuhan Perikanan di wilayah studi Fasilitas dan rencana pengembangan sektor pertambangan di wilayah studi Jaringan trayek angkutan kota Biaya angkutan umum Jumlah dan jenis kendaraan angkut Peraturan Daerah, SK Gubernur, SK Bupati ttg Pengangkutan Barang. Laporan Kedatangan dan Keberangkatan Kapal, termasuk volume angkut. Laporan kedatangan dan Keberangkatan Pesawat, termasuk tingkat keterisian. Renstra Dinas Pertanian Propinsi dan Kab/Kota Renstra Dinas Perkebunan Propinsi Utara dan Kab/Kota Renstra Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Utara Renstra Dinas Pertambangan Propinsi Utara Matriks Trayek/Jurusan dgn jumlah armada dan tingkat keterisian penumpang umum antar kota. Trayek, Jenis, dan Jumlah Angkutan Kota Biaya Angkutan Kota sesuai jenis Keterisian Angkutan Kota dan Luar Kota Dinas Perhubungan Dinas Perhubungan Dinas Pertanian dan Perkebunan Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Pertambangan Dinas Perhubungan 3-5

54 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Secara detil, Gambar 3.2 menjelaskan proses pengumpulan dan pengolahan data dengan empat proses utama yaitu pengumpulan data dan informasi, selanjutnya proses analisis dilanjutkan dengan formulasi rencana dan desain, dan terakhir adalah proses penyusunan rekomendasi yang dapat dijadikan sebagai dasar kandungan dokumen studi ini. Secara fokus per kabupaten/kota, dapat dilihat pada Gambar 3.3. Pada kelompok pengumpulan data dan informasi terdapat sembilan kelompok data atau informasi yang merupakan kombinasi dari berbagai proses evaluasi berbagai sumber kebijakan, dokumen peraturan, dan hasil survei. Kesembilan kelompok data dan informasi ini kemudian dianalisa dalam sembilan proses analisa yang kemudian dapat dijadikan sebagai dasar enam formula sebagai dasar rencana dan desain perencanaan dan pengaturan sektor transportasi di Propinsi Utara. Formulasi strategi yang didapat kemudian dijadikan rekomendasi atas tiga faktor utama yaitu berkenaan dengan strategi dan kegiatan promosi, teknik dan proses perencanaan dan aspek pengelolaan jaringan pelayanan serta sarana dan prasarana transportasi di Propinsi Utara. 3-6

55 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Gambar 3.2. Metode Analisis Potensi dan Pengembangan Transportasi 3-7

56 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Rencana Tata Ruang Kab/Kota Angkutan Penumpang Angkutan Barang Perkiraan Bangkitan Perjalanan Penumpang Perkiraan Bangkitan Perjalanan Barang Perkiraan Asal Tujuan Perjalanan Orang Perkiraan Asal Tujuan Perjalanan Barang Pemilihan Moda Transportasi Rencana Pelayanan Transportasi Pemilihan Moda Transportasi Perencanaan Trayek/ Rute Operasi Sarana Rencana Jaringan Pelayanan Transportasi Perencanaan Trayek/ Rute Operasi Sarana Perkiraan Lalu-lintas Sarana pada Prasarana Rencana Pengembangan Jaringan Transportasi Ruang lalu-lintas (ways) Simpul (terminal) Gambar 3.3. Proses Pengembangan Jaringan Transportasi Kabupaten/Kota Desain Kuesioner Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang akan digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data dari sumbernya secara langsung melalui proses komunikasi atau dengan mengajukan pertanyaan dalam bentuk wawancara. Kuesioner yang digunakan dalam kegiatan ini diarahkan pada penggalian data dan informasi yang 3-8

57 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam berkaitan dengan sistem transportasi di wilayah Propinsi Utara khususnya di wilayah studi. Responden yang menjadi target kuesioner ini adalah orang-orang yang terkait dalam bidang pemerintahan Propinsi Utara khususnya di wilayah studi yang mengetahui keadaan sistem transportasi di Propinsi ini dan khususnya di wilayah studi tersebut. Pada studi ini, kuesioner akan dirancang dengan menggunakan dua tipe kuesioner, yaitu kuesioner tertutup (pilihan ganda) dan kuesioner terbuka. Kuesioner tertutup ini ditujukan kepada masyarakat umum (pengguna transportasi), sedangkan kuesioner terbuka ditujukan kepada para pejabat dari instansi terkait. Dengan menggunakan dua tipe kuesioner tersebut diharapkan dalam proses wawancara akan diperoleh data dan informasi yang beragam dan sangat memungkinkan untuk menambah pertanyaan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas data dan informasi yang diinginkan. Dalam rangka pengembangan transportasi di Propinsi Utara termasuk kota dan kabupatennya, maka diperlukan masukan dan usulan dan inspirasi dari aparatur, operator, akademisi, dan masyarakat pengguna, baik moda transportasi darat jalan, moda transportasi laut, dan moda transportasi udara, serta transportasi menerus (pipa). Mohon kiranya usulan dan masukan te rsebut dapat disampaikan melalui kuesioner ini. Kuesioner yang telah disusun sedemikian rupa dapat dilihat pada Lampiran 1. Adapun kuesioner ini masih bersifat draft (konsep) dan akan terus ditekuni untuk lebih ditingkatkan lagi. 3.3 POLA PIKIR STUDI Pola pikir pelaksanaan studi ini dikembangkan atas dasar latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran dan lingkup studi yang disampaikan pada KAK (lihat Bab I). Untuk dapat menyusun suatu studi yang komprehensif maka perlu dipahami konteks studi secara holistik yang menyangkut semua issue, aspek normatif, lingkungan strategis, dan semua elemen sistem yang terkait dengan pengembangan Tatralok di Propinsi Utara. Diagram pola pikir umum studi ini secara garis besar disampaikan pada Gambar 3.3. Dimulai dari review hasil studi terdahulu dalam dokumen perencanaan eksisting MP3EI, (RTRW Nasional/ Propinsi Utara), SISTRANAS/WIL, Renstra Propinsi Utara, dan studi terdahulu) sejumlah data eksisting serta rencana dan program eksisting dapat ditelusuri. Pemetaan terhadap peran 3-9

58 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam masing-masing stakeholders (Pemkab, Swasta, dan Masyarakat) dalam lingkungan strategis yang dikoridori oleh aspek normatif berupa peraturan perundangan yang berlaku merupakan langkah penting untuk dapat memahami konteks, lingkup, serta identifikasi masalah yang dihadapi dalam pengembangan Tatralok di Propinsi Utara. Elaborasi hasil pemetaan peran serta kondisi obyektif dari sistem transportasi yang ada saat ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam penyusunan strategi umum ( grand strategy) pengembangan Tatralok di Propinsi Utara yang komprehensif dan terpadu (antar moda, antar wilayah, antar stakeholders, dll.). Dalam strategi umum ini termaktub sejumlah program pokok ( main programs) yang harus dijabarkan dalam tahapan jangka pendek, menengah, dan panjang. Sebagai goal/tujuan akhir dari semua kegiatan tersebut adalah terciptanya tujuan pengembangan Tatralok di Propinsi Utara dalam jangka waktu yang direncanakan dengan sejumlah kriteria atau karakteristik jaringan prasarana dan jaringan pelayanan yang handal (efektif dan efisien), cepat, tertib, aman, lancar, dan terjangkau masyarakat. Untuk mendukung semua proses pengembangan Tatralok di Propinsi utara, bagaimanapun juga diperlukan adanya kajian kuantitatif dan kualitatif yang dilengkapi oleh data-data terkait dengan pola permintaan perjalanan, kondisi dan kinerja jaringan transportasi yang ada, konstelasi sosial-ekonomi yang ada, serta prediksi perubahannya ke depan dalam lingkup situasi tantangan, peluang, dan hambatan yang berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini merujuk kepada kebutuhan akan adanya pemahaman mendasar mengenai konteks penyusun Tatralok, serta adanya analisis (dan pengumpulan data) yang lengkap dan mendalam untuk memperoleh gambaran atau pemetaan mengenai situasi transportasi dan pola kegiatan ekonomi yang ada dan kemungkinan perubahannya di Propinsi Utara dan di wilayah sekitarnya yang saling mempengaruhi. 3-10

59 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Normatif: Lokal Peraturan (Tatralok) dan di Wilayah Perundangan Provinsi yang Utara berlaku dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan - Perpres. No.32 Th (MP3EI). - UU. No. 38 Th ttg Jalan - UU. No. 26 Th (Tata Ruang). - UU. No. 22 Th (Lalu lintas dan - UU. di Bidang Transportasi. Angkutan Jalan). - UU. No. 23 Th RTRW: Kab/Kota di Prov. Utara - UU. No. 17 Th (Pelayaran). - Tatrawil Propinsi Utara - UU. No. 1 Th (Penerbangan). - SISTRANAS. Subyek Obyek Metoda Kondisi Eksisting Transportasi Prop. Utara Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah - Mater Plan Perencanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia. - Perencanaan Makro SISTRANAS. - Kerangka Makro Investasi. - Regulasi Operasi dan health, safety, and environment (H,S,E) sektor transportasi. - Pernencanaan Transportasi Wilayah. - Pelaksanaan Operasi dan Manajemen Transportasi Wilayah. - Kebijakan Investasi Daerah. - Blue print MP3EI. - Blue Print TATRANAS. - Penyiapan NSPM dan Juknis. - Kebijakan Investasi Nasional. - Penyusunan TATRALOK. - Pembentukan Kerangka Investasi Daerah. Strategi & Program: Tatanan Transport asi Lokal di Propinsi Malut Manfaat: Sistem Transp. Prop. Malut yang efektif dan efisien, sesuai dengan MP3EI Operator - Penyelenggaraan Operasi. - Investasi dan Konsesi Prasarana. - Pengembangan Jaringan Pelayaran. - Perbaikan Kualitas Pelayanan. - Pengembangan Industri dan Tek. Transp. - Restrukturisasi, mekanisme pasar. - Kesesuaian Standar Investasi Teknologi. Pengguna/ Masyarakat - Penggunaan dan Pemanfaatan. - Partisipasi. - Konsultasi Publik. - Mass Media. Pengaruh Lingkungan Strategis - Globalisasi. - Otonomi Daerah. - Liberalisasi Sektor Transportasi. - Kerjasama Regional. - Perekonomian Nasional. - Daya Beli Masyarakat.. Gambar 3.3. Pola Pikir Penyusunan Tatralok di Propinsi Utara 3-11

60 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 3.4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH Transportasi merupakan kebutuhan turunan ( derived demand) akibat tersebarnya tata ruang (spasial separation) di mana kebutuhan/ kegiatan manusia dan proses ekonomi barang tidak dapat diakomodasi hanya di satu ruang saja, sehingga timbul kebutuhan pergerakan melalui berbagai moda transportasi. Penataan ruang yang mempengaruhi pola dan intensitas kegiatan sosio-ekonomi merupakan indikator yang merepresentasikan pattern dari sistem kegiatan yang harus dilayani oleh sistem transportasi. Dengan demikian, bagaimana setting tata ruang yang akan dituju di masa datang akan sangat mempengaruhi bagaimana pola dan intensitas permintaan perjalanan, yang pada gilirannya akan menentukan kebutuhan akan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan transportasi. Dalam konteks penyusunan Tatralok Propinsi Utara ini, maka pemahaman terhadap arahan penggunaan ruang yang dituangkan dalam RTRW menjadi sangat penting. Apalagi dalam struktur dokumen perencanaan Tatralok merupakan pengejawantahan RTRW untuk sektor transportasi. Pada Gambar 3.4 disajikan bagaimana interaksi antara perkembangan wilayah dengan transportasi. Terlihat bahwa korelasi antara transportasi dan perubahan atau perkembangan wilayah sangatlah besar, sehingga arahan pengembangan tata ruang dan perkembangan alamiah sesuai mekanisme pasar akan sangat menentukan bagaimana pola permintaan perjalanan wilayah di Propinsi Utara ini akan berkembang di masa datang. Kebijakan perencanaan (MP3EI, RTRW, Renstra, Tatrawil, dll) Faktor Sosio Ekonomi Pola Tata Guna Lahan Perkembangan wilayah Kebutuhan Transportasi Mekanisme pasar (natural setting) REGIONAL DEVELOPMENT Jumlah dan Pola Perjalanan TRANSPORT DEMAND Gambar 3.4. Interaksi Perkembangan Wilayah dengan Kebutuhan Transportasi 3-12

61 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 3.5 HUBUNGAN ANTARA SISTEM TRANSPORTASI DAN TATA RUANG Kebutuhan manusia akan transportasi merupakan kebutuhan turunan yang diakibatkan oleh adanya penyebaran pola penggunaan tata ruang (spatial separation), dimana kebutuhan manusia dan kegiatan produksi (dari awal penyediaan bahan mentah sampai pada proses distribusinya) tidak dapat dilakukan hanya pada satu lokasi saja. Oleh karena itu, selalu dibutuhkan proses perpindahan untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang dalam kajian transportasi disebut sebagai perjalanan. Pada setiap pengembangan tata ruang selalu dibutuhkan sarana dan prasarana transportasi pendukungnya, demikian pula sebaliknya bahwa setiap pengembangan system transportasi akan mempengaruhi pola pengembangan tata ruang di sekitarnya. Interaksi timbal balik antara sistem transportasi dengan tata ruang dapat dijelaskan pada Gambar 3.5. Gambar 3.5. Keterkaitan antara Sistem Transportasi dan Tata Ruang 3.6 PEMODELAN TRANSPORTASI Struktur Model Dalam studi perencanaan sistem transportasi, sebagaimana halnya dalam Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal ( Tatralok) di Wilayah Propinsi Utara ini, sangat diperlukan adanya pemahaman mengenai besaran dan pola permintaan perjalanan. Permintaan perjalanan umumnya ditentukan oleh pola 3-13

62 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam interaksi ekonomi dalam pengaturan ruang yang ada, karakteristik suplai jaringan transportasi yang ada (kapasitas, flow vs speed, dan konfigurasinya), serta interaksi yang terjadi dalam ruang lalulintas yang disediakan. Untuk itu diperlukan suatu model yang dapat merepresentasikan interaksi antara elemen tata ruang, ekonomi, permintaan perjalanan, jaringan transportasi, dan lalu lintas yang terjadi. Dalam studi ini digunakan model transportasi empat tahap ( four stages transport model) yang terdiri dari tahap bangkitan perjalanan ( trip generation), sebaran perjalanan ( trip distribution), pemisahan moda ( modal split), dan pemilihan rute (route choice). Model ini dipilih karena: mudah dalam aplikasinya, cukup baik merepresentasikan karakteristik dan interaksi penting pada sistem transportasi, dan mampu menggambarkan dampak dari intervensi yang dilakukan terhadap sistem transportasi di wilayah studi. Secara umum skema struktur model perencanaan empat tahap ini ditunjukkan pada Gambar 3.6. Pendekatan model dimulai dengan menetapkan sistem zona dan jaringan transportasi, termasuk di dalamnya adalah karakteristik sosial-ekonomi di tiap zona dan karakteristik suplai jaringan yang ada. Dengan menggunakan informasi tersebut kemudian diestimasi total perjalanan yang dibangkitkan dan/atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu ( trip ends) atau disebut dengan proses bangkitan perjalanan ( trip generation). Tahap ini menghasilkan persamaan trip generation yang menghubungkan jumlah perjalanan dengan karakteristik zona yang bersangkutan. Selanjutnya diprediksi dari/ke mana tujuan perjalanan yang dibangkitkan atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu atau disebut tahap distribusi perjalanan ( trip distribution). Dalam tahap ini akan dihasilkan matriks asal-tujuan (MAT). Pada tahap pemilihan moda ( modal split) MAT tersebut kemudian dialokasikan sesuai dengan moda transportasi yang digunakan para pelaku perjalanan untuk mencapai tujuan perjalanannya. Dalam tahap ini dihasilkan MAT per moda. Terakhir, pada tahap pemilihan rute ( trip assignment) MAT didistribusikan ke setiap ruas/link moda yang tersedia di dalam jaringan sesuai dengan kinerja rute yang ada. Tahap ini menghasilkan estimasi arus lalu lintas dan waktu perjalanan di setiap ruas. Hasil inilah yang digunakan sebagai dasar analisis dalam mengevaluasi serangkaian alternatif kebijakan pengembangan jaringan transportasi yang diusulkan. 3-14

63 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Data Jaringan Transportasi Jalan MODEL BANGKITAN PERJALANAN Data Sistem Zona Wilayah Studi Biaya Perjalanan antar zona (aksesibilitas) Produksi Perjalanan (trips ends) per zona MODEL SEBARAN PERJALANAN Karakteristik Populasi dan Tata Ruang Zona Karakteristik Moda MAT antar zona MODEL PEMILIHAN MODA PERJALANAN Karakteristik Pelaku Perjalanan Karakteristik Rute/ Ruas MAT antar zona MODEL PEMILIHAN RUTE PERJALANAN Indikator Lalu Lintas Model Biaya Ekonomi Indikator Ekonomi Analisis Kerja Gambar 3.6. Pemodelan Perencanaan Transportasi Empat Tahap Proses Pemodelan Transportasi Penetapan Sistem Zona dan Sistem Jaringan Penetapan detail sistem zona dan sistem jaringan transportasi dilakukan sebagai kompromi antara tingkat akurasi, biaya, ketersediaan data, dan aplikabilitas 3-15

64 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam model. Berdasarkan pengalaman yang dilakukan dari studi terdahulu, maka dalam studi ini ditetapkan bahwa: 1. Batas wilayah studi adalah batas wilayah administrasi Kabupaten/Kota di Prop. Utara, di mana wilayah di sekitarnya diasumsikan sebagai zona eksternal. 2. Agregasi zona di dalam wilayah studi adalah kecamatan, yang selanjutnya disebut sebagai zona internal. 3. Model jaringan diutamakan untuk jaringan jalan, sedangkan jaringan angkutan umum diperlakukan sebagai fixed-flow, moda transportasi lain diintegrasikan melalui simpul terminal (moda darat), pelabuhan (moda air), dan bandara (moda udara). Sistem zona tersebut dapat diilustrasikan dalam bentuk gambar sederhana yang dapat dilihat pada Gambar 3.7. Batas Kab/Kota Kec. A Kec. B Kec. E Kec. C Kec. D Kec. F Kec. G Kec. H Zona Eksternal Zona Internal Zona Eksternal Keterangan: Kec. A B = Kec. E C = Kec. D F = Kec. D F = pergerakan orang/barang antar kecamatan dalam satu kab/kota. pergerakan orang/barang dari suatu kecamatan diluar kab/kota menuju ke kecamatan di dalam kab/kota. pergerakan orang/barang dari suatu kecamatan di dalam kab/kota menuju ke kecamatan di luar kab/kota. pergerakan orang/barang dari dan ke kecamatan di luar kab/kota. Gambar 3.7. Sistem Zona Kecamatan Dengan penetapan sistem zona tersebut, maka akan terbentuk Matriks Asal- Tujuan Antar Kecamatan. Matriks Asal-Tujuan ini dikelompokkan berdasarkan pergerakan orang dan barang, dimana pergerakan barang ini diuraikan lagi berdasarkan jenis barang yang diproduksi, meliputi hasil produksi pangan, sayur- 3-16

65 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam sayuran dan buah-buahan, perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, dan kehutanan.. Untuk model jaringan transportasi yang diintegrasikan melalui simpul-simpul moda transportasi yang dibatasi dalam suatu kabupaten/kota, dapat terbentuk dari pengumpulan dan pengolahan data kedalam bentuk Matriks Asal-Tujuan Antar Simpul Moda Transportasi Estimasi dan Prediksi Trip-ends dan MAT Secara skematis bagan alir proses estimasi trip-ends dan MAT yang dilakukan pada studi ini ditunjukkan oleh Gambar 3.8. Prior Matrix MAT 2013 Traffic Count Hasil survey primer SATURN (via Program Simulasi Jaringan Transportasi) Base Matrix MAT di Prov. Malut Tahun 2014 summation Data sosial ekonomi Statistik di Prov. Malut: Penduduk, PDRB, dll Analisis regresi linier Base Trip ends Produksi perjalanan di Prov. Malut 2014 Growth rate Model bangkitan perjalanan Prediksi data sosial ekonomi Prov. Malut Trip ends prediction Trip ends Prov. Malut: 2014, 2015, 2016, 2017, 2018, 2019, 2025, 2030 Jarak, waktu, dan biaya transportasi antar zona Model Furness/Gravity MAT Prov. Malut: 2014, 2019, dst Gambar 3.8. Mekanisme Estimasi Trip Ends dan MAT di Propinsi Utara 3-17

66 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Simulasi Jaringan Simulasi jaringan transportasi (dalam hal ini dititikberatkan untuk jaringan jalan) dilakukan dalam konteks untuk: 1. Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi secara makro dalam jaringan transportasi di wilayah Propinsi Utara, seperti: kemacetan, besarnya biaya transportasi, dan disparitas suplai jaringan. 2. Memprediksi permasalahan yang akan timbul di masa datang seiring dengan adanya pertumbuhan penduduk, perkembangan ekonomi, dan perubahan intensitas penggunaan ruang. 3. Mengevaluasi kinerja dari sejumlah kebijakan perencanaan yang akan diterapkan di masa datang, misal: pembangunan jalan lingkar, jalan tol, maupun pengembangan moda laut, dan udara. MAT perjalanan Data jaringan transportasi I N P U T Model Pemilihan Rute Arus, kecepatan, waktu, jarak O U T P U T Analisis Lanjutan Gambar 3.9. Struktur Umum Model Pemilihan Rute pada Program Simulasi Jaringan Transportasi 3.7 JARINGAN TRANSPORTASI MULTIMODA DAN INTERMODA Sistem transportasi dengan sejumlah moda dapat dilihat dari dua perspektif konseptual yang berbeda, yakni: 1. Jaringan transportasi intermoda. Sistem logistik yang terhubungkan di antara dua moda atau lebih. Setiap moda memiliki karakteristik pelayanan 3-18

67 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam yang secara umum memungkinkan barang (atau penumpang) untuk berpindah di antara moda yang ada dalam satu perjalanan dari asal ke tujuan. 2. Jaringan transportasi multimoda. Suatu rangkaian dari moda-moda transportasi yang menyediakan hubungan antara asal dan tujuan perjalanan. Meskipun transportasi intermodal dapat dilakukan, namun dalam perspektif ini bukanlah keharusan. Gambar 3.10 menyampaikan perbedaan konsep dalam kedua cara pandang tersebut. Gambar (a) mendeskripsikan jaringan multimoda konvensional point-topoint di mana asal perjalanan (A, B, dan C) dihubungkan secara independent oleh moda transportasi (jalan dan rel) ke lokasi tujuan perjalanan (D, E, dan F). Sedangkan pada Gambar (b) dipresentasikan perspektif intermoda dalam jaringan jalan multimoda. Lalu lintas dikumpulkan pada 2 titik transshipment, yakni stasiun KA, di mana terjadi konsolidasi pergerakan penumpang/barang. Ini bias menghasilkan load-factor dan/atau frekuensi transportasi yang lebih tinggi, khususnya diantara terminal. Dalam kondisi tertentu, efisiensi suatu jaringan utamanya ditentukan oleh kapabilitas transshipment dari suatu terminal. Dalam perspektif transportasi nasional, jika diinginkan terjadinya efisiensi, maka idealnya di masa dating dikembangkan jaringan transportasi multimoda yang berkonsep kepada intermodal-transport. Gambar Deskripsi Jaringan Transportasi Multi dan Inter Moda 3.8 PEMETAAN POTENSI DAN KENDALA Hasil analisis data/ dokumen yang ada dan simulasi kinerja jaringan sudah tergambarkan sejumlah permasalahan pokok dalam sistem transportasi di Propinsi Utara. Pemetaan potensi dan kendala ini dimaksudkan untuk 3-19

68 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam menyampaikan daftar potensi dan kendala pengembangan Tatralok di Propinsi Utara yang lebih formal/ terstruktur sehingga dapat diidentifikasi akar permasalahan secara tepat sehingga dapat ditetapkan solusi yang pantas. Secara umum pemetaan potensi dan kendala Tatralok di Propinsi Utara akan dilakukan dalam 2 kelompok berikut: 1. Aspek teknis, terkait dengan kondisi dan kinerja elemen sistem transportasi di Propinsi Utara (node, link, demand). 2. Aspek normatif, terkait dengan ketersediaan dan implementasi dari sejumlah regulasi dan kebijakan dalam perencanaan dan pengembangan jaringan transportasi maupun tata ruang di Propinsi Utara. Pemetaan masalah ini sangat berguna untuk mengevaluasi kondisi eksisting serta kapasitas yang dimiliki semua stakeholders untuk penyempurnaan sistem transportasi, sehingga tujuan pengembangan Tatralok di Propinsi Utara akan lebih membumi dengan memperhatikan kondisi obyektif yang ada. Sejumlah metodologi untuk evaluasi sistem pada dasarnya sudah banyak dikembangkan, IISD ( International Institute for Sustainable Development) menyampaikan minimal ada 5 metoda, yakni: (1) SWOT analysis [Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats], (2) Results Based Management, (3) Logical Framework Analysis, (4) Outcome mapping, dan (5) Appreciative inquiry. Dilihat dari karakteristiknya, maka metoda evaluasi yang paling cocok untuk memetakan potensi dan kendala dari pengembangan Tatralok Kabupaten/Kota di Prov. Utara adalah metoda SWOT yang elemen dasarnya adalah memetakan kondisi eksisting dan potensial yang ada ke dalam 4 kuadran, yakni: 2 kuadran dari faktor internal berupa kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) dan 2 kuadran dari faktor eksternal berupa peluang ( opportunities), dan ancaman (threats). Pada Tabel 3.2 disampaikan konsep umum analisis SWOT ini. Tabel 3.2. Konsep Pemetaan Potensi dan Kendala dalam Analisis SWOT Dampak Faktor Internal Eksternal Positif Kekuatan (Strengths) Peluang (Opportunities) Negatif Kelemahan (Weaknesses) Ancaman (Threats) 3-20

69 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Konteks penggunaan analisis SWOT ini biasa dilakukan oleh suatu organisasi yang bertanggungjawab dalam perencanaan strategis untuk meng-assess kondisi/kegiatan eksisting dan menyusun arahan bagi kegiatan baru di masa datang. 3.9 ANALISIS NORMATIF Analisis normatif dilakukan untuk memperoleh idealisasi pola jaringan pelayanan, hirarki prasarana, dan sistem operasi bagi pengembangan Tatralok di Propinsi Utara yang efektif dan efisien dalam rangka menunjang pengembangan wilayah, pemerataan pembangunan, dan pertumbuhan ekonomi di wilayah Propinsi Utara. Aspek normatif ini dikembangkan berdasarkan review atas peraturan perundangan yang berlaku di setiap moda transportasi (jalan, angkutan umum, laut, dan udara) serta kajian konseptual secara teoteris mengenai sistem transportasi yang ideal. Analisis ini diperlukan untuk memberikan gambaran arahan pengembangan jaringan transportasi di Propinsi Utara di masa yang akan datang sesuai dengan konsep yang lebih ideal. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam analisis normatif secara berurutan disampaikan sebagai berikut: 1. Melakukan kajian konsep pengembangan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan untuk setiap moda transportasi (jalan, angkutan umum, laut, dan udara) sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku/terbaru (UU, PP, Kepmen, Perda, dll), 2. Melakukan kajian teoretis hasil penelitian dan studi terdahulu baik di dalam maupun luar negeri mengenai idealisasi pola jaringan transportasi wilayah, 3. Melakukan analisis konsep Tatralok di Propinsi Utara yang mengelaborasikan aspek normatif secara praktis (dari butir a.) dan aspek teoritis (dari butir b.), 4. Mengidentifikasi simpul, link dan zona yang strategis dan penting untuk dikembangkan dalam rangka mewujudkan Tatralok Propinsi Utara di masa yang akan datang PENYUSUNAN STRATEGI DAN PROGRAM Berdasarkan proses analisis yang dilakukan sebelumnya dapat ditarik sejumlah kesimpulan penting yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam menyusun strategi dan program pengembangan pada Tatralok di Propinsi Utara, baik yang 3-21

70 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam sifatnya teknis/ fisik maupun kebijakan yang perlu ditempuh dalam rangka perwujudannya. Untuk dapat menyusun strategi dengan baik terdapat beberapa langkah yang harus diikuti sebagai berikut: 1. Masukan: tujuan, data kondisi eksisting penyediaan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan transportasi dan permintaan perjalanan berikut variabelvariabel terkait, alternatif skenario perencanaan, dan masukan serta tangkapan isu-isu yang berkembang di masyarakat baik lokal, regional, nasional, bahkan internasional; 2. Proses: pemodelan dan evaluasi kinerja dari jaringan transportasi eksisting di di Kabupaten/Kota di Prov. Utara serta sejumlah alternatif skenario perencanaan pengembangan bagi Tatralok di Propinsi Utara; 3. Keluaran: Rekomendasi Strategi dan Program (alternatif skenario perencanaan yang terpilih, prioritas serta tahapan pelaksanaannya). Rekomendasi strategi yang dikeluarkan dari studi ini terdiri dari dua kelompok umum, yakni: 1. Hard measures: terkait dengan aspek fisik dan operasional jaringan transportasi di Kabupaten/Kota di Prop. Utara sebagai respresentasi kriteria tujuan pengembangan Tatralok di Propinsi Utara: a. Pola hirarki jaringan yang diharapkan dan regulasi arus/arahan proporsi penggunaan setiap moda transportasi untuk menciptakan sistem jaringan transportasi di Kabupaten/Kota yang efisien, serta identifikasi simpul, link, dan zona potensial untuk transportasi di Propinsi Utara yang lebih efisien dan efektif di masa datang. b. Kriteria kinerja jaringan transportasi di Propinsi Utara yang diharapkan tercapai dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. 2. Soft measures: terkait dengan bagaimana mencapai tujuan pengembangan Tatralok di Propinsi Utara: a. Strategi umum ( grand strategy) dalam jangka pendek, menengah, dan panjang; b. Program umum untuk mengimplementasi grand strategy sesuai dengan tahapannya; c. Rekomendasi kebijakan pendukung implementasi: tarif, investasi, insentif, dll. 3-22

71 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 3.11 AZAS TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) Berdasarkan Pedoman Teknis yang telah ditetapkan, Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) harus disusun dengan berasaskan pada beberapa prinsip dasar berikut: 1. Azas Keadilan, dimana tataran transportasi yang disusun harus dapat menunjang kelancaran perhubungan di semua sektor pembangunan dan berpihak pada tiap lapisan masyarakat. 2. Azas Transparansi, tataran transportasi yang disusun disosialisasikan dan diterapkan secara terpadu serta transparasi pada semua sektor pembangunan dan diketahui oleh pejabat pelaksana dilapangan. 3. Azas Akuntabilitas, tataran transportasi yang disusun harus dianalisis secara teliti guna mendapatkan keserasian dan keterpaduan kesisteman transportasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam lingkup wilayah perencanaan. 4. Azas Realistis, tataran transportasi yang disusun harus ditunjang oleh kondisi eksisting yang sebenarnya sehingga hasil kebijakan yang diperoleh nantinya dapat sesuai dengan kondisi yang ada dan dapat dilaksanakan secara suistainable. 5. Azas Kesisteman, tataran transportasi yang disusun harus dapat menggambarkan keterkaitan dan keterpaduan hubungan/kesisteman transportasi antar wilayah/kawasan dalam lingkup kajiannya, serta harus disesuaikan dengan kebijakan sistem transportasi diatasnya. 6. Azas Keunggulan Moda, tataran transportasi yang disusun harus dapat menggambarkan dan mengkaji potensi-potensi guna menemukan moda unggulan. 7. Azas Keterpaduan Intra dan Antar Moda, tataran transportasi yang disusun harus dapat memberikan keterpaduan intra dan antara moda yang ada, sehingga sinkronisasi sistem transportasi antara moda tersebut dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan yang ada. 8. Azas Koordinasi dan Sinkronisasi, tataran transportasi yang disusun harus dapat memberikan gambaran dan arahan koordinasi yang jelas dan sinkronisasi yang terpadu dalam mengakomodasi perkembangan dan kebutuhan disemua sektor pembangunan. 3-23

72 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 9. Azas Tinjau Ulang Secara Berkala, tataran trasnportasi yang disusun harus dilakukan tinjauan secara berkala guna menjaga konsistensi dalam pelaksanaannya. Lebih jelasnya, untuk Azas Penyusunan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) dapat dilihat pada Gambar TRANSPARANSI KEADILAN REALISTIS AKUNTABILITAS TINJAUAN ULANG SECARA BERKALA TATRALOK TATRALOK KESISTIMAN KOORDINASI DAN SINKRONISASI KETERPADUAN INTRA & ANTAR MODA KEUNGGULAN MODA Gambar Azas Penyusunan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) 3-24

73 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI 4.1. LETAK GEOGRAFIS DAN WILAYAH ADMINISTRASI Ternate sebagai salah satu Kota di wilayah timur Indonesia memiliki kekayaan berupa rempah-rempah yang melimpah. Kondisi kekayaan alam yang dimiliki Ternate tersebut merupakan salah satu daya tarik bangsa asing seperti Portugis dan Belanda untuk melakukan penjajahan di Utara khususnya Ternate. Letak Kota Ternate yang dikelilingi oleh lautan dan memiliki fasilitas pelabuhan merupakan salah satu faktor pendukung bangsa Asing untuk menjajah wilayah ini. Kota Ternate merupakan wilayah Kepulauan yang wilayahnya dikelilingi oleh laut dengan letak geografisnya berada pada posisi 0-2 Lintang Utara dan Bujur Timur. Luas daratan Kota Ternate sebesar 162,03 km², sementara lautannya 5.547,55 km². Kota Ternate seluruhnya dikelilingi oleh laut dengan delapan buah Pulau, tiga diantaranya tidak berpenghuni dan mempunyai batas sebagai berikut: Sebelah Utara dengan Laut Sebelah Selatan dengan Laut Sebelah Timur dengan Selat Halmahera Sebelah Barat dengan Laut Seperti halnya wilayah yang dikelilingi oleh lautan dengan kecenderungan temperatur udara relatif tinggi, Kota Ternate juga memiliki kemiripan ciri tersebut, dimana berdasarkan laporan Stasiun Meteorologi Babullah, rata-rata temperatur udara selama tahun 2011 sekitar 26,9 0 C dengan suhu maksimum sebesar 30,93 0 C dan suhu minimum sebesar 24,38 0 C. Selama tahun 2011 jumlah hari hujan terbanyak yaitu di bulan Juni dan Desember dengan jumlah hari hujan sebanyak 4-1

74 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 25 hari dengan curah hujan pada masing-masing bulan sebesar 211 mm dan 542 mm. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1999 tentang pembentukan Kotamadya Ternate pada tanggal 27 April 1999, maka Kota Ternate telah mengalami peningkatan status yang dulunya Kota Administratif menjadi Kotamadya. Peningkatan status ini tidak terlepas dari perkembangan daerah ini dari berbagai aspek perkembangan ekonomi. terutama aspek sosial kemasyarakatan dan aspek Aktivitas pemerintahan dan kemasyarakatan di Kota Ternate pada awal pembentukannya, secara administratif dibagi menjadi 3 Kecamatan dengan 58 Desa/Kelurahan. Dinamika pembangunan yang terjadi akibat pelaksanaan secara sinergis antara Pemerintah Daerah dan masyarakat telah membawa dampak perubahan yang ditandai perkembangan dan kemajuan di berbagai bidang. Dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang berkembang disamping pertimbangan rentang kendali pemerintahan, maka wilayah tertentu dimana perkembangannya dipandang memungkinkan untuk ditingkatkan status administrasinya seperti Pulau Moti maka, perlu ditempuh langkah kebijakan untuk direalisasikan. Terkait dengan itu maka Pemerintah Daerah kemudian mengeluarkan Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 10 Tahun 2001 tentang pembentukan Kecamatan Moti yang tadinya merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Pulau Ternate. Sebagai konsekwensi pelaksanaan PERDA dimaksud, 4 (empat) Desa yang ada di Pulau Moti dimekarkan dan ditingkatkan statusnya menjadi 6 (enam) Kelurahan. Perkembangan lain yang dicapai dari segi administrasi pemerintahan adalah dimekarkannya Pulau Batang Dua menjadi kecamatan yang memiliki 6 kelurahan melalui PERDA Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pembentukan Kecamatan Pulau Batang Dua. Melalui PERDA No.2 Tahun 2009 Tentang Pembentukan Kelurahan Mado dan Tafraka dalam Kecamatan Pulau Ternate, maka Kelurahan Togolobe mekar menjadi Kelurahan Mado dan Togolobe sedangakan Kelurahan Dorari Isa mekar menjadi Kelurahan Tafraka dan Dorari Isa. Kemudian melalui PERDA Nomor 8 Tahun 2009 tentang pembentukan kecamatan Pulau Hiri, Kelurahan Mado, Tafraka, Dorari Isa, Togolobe, Tomajiko, dan Faudu yang sebelumnya 4-2

75 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam termasuk di Kecamatan Pulau Ternate dimekarkan menjadi kecamatan tersendiri yaitu Kecamatan Pulau Hiri. Informasi menyangkut daftar Kecamatan dan jumlah Kelurahan di Kota Ternate dapat dilihat pada Tabel 4.1. Adapun peta administrasi Kota Ternate ditunjukkan oleh Gambar 4.1. Tabel 4.1. Kecamatan dan Jumlah Kelurahan di Kota Ternate Tahun 2102 No. Kode Kecamatan Ibu Kota Jumlah Kelurahan Pulau Ternate Jambula M o t i Moti Kota Pulau Batang Dua Mayau Pulau Hiri Faudu Ternate Selatan Kalumata Ternate Tengah Salahuddin Ternate Utara Dufa-Dufa 14 J u m l a h 77 Sumber: Kota Ternate Dalam Angka

76 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Gambar 4.1. Peta Administrasi Kota Ternate 4-4

77 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 4.2. KEPENDUDUKAN Hasil Proyeksi Penduduk 2011 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Ternate sebanyak jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak jiwa dan penduduk perempuan sebanyak jiwa. Jika dirinci menurut kecamatan, penduduk Kota Ternate dapat ditunjukkan oleh Tabel 4.2. Tabel 4.2. Jumlah Penduduk di Kota Ternate Menurut Kecamatan Tahun 2011 Penduduk No. Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah Persentase (jiwa) (jiwa) (jiwa) (%) 1 Pulau Ternate ,91 2 M o t i ,37 3 Pulau Batang Dua ,34 4 Pulau Hiri ,47 5 Ternate Selatan ,33 6 Ternate Tengah ,04 7 Ternate Utara ,54 Jumlah Sumber: Kota Ternate Dalam Angka 2012 Berdasarkan Tabel 4.2, terlihat bahwa sebagian besar penduduk Kota Ternate tinggal di wilayah kecamatan Ternate Selatan yaitu sebanyak 34,33 % dari total jumlah penduduk sedangkan wilayah yang paling sedikit penduduknya yaitu kecamatan Pulau Batang Dua, karena hanya 1,34 % dari total jumlah penduduk Kota Ternate yang tinggal di kecamatan tersebut. Jika dilihat dari kepadatan penduduknya (Tabel 4.3), wilayah yang paling padat penduduknya adalah kecamatan Ternate Tengah sebesar jiwa/km 2, sedangkan wilayah yang paling kecil kepadatan penduduknya yaitu kecamatan Pulau Batang Dua. Dari sini dapat dibuktikan bahwa wilayah yang paling banyak penduduknya belum tentu merupakan wilayah yang paling padat penduduknya. Kecamatan Ternate Selatan memiliki penduduk lebih banyak daripada kecamatan Ternate Tengah tetapi luas wilayah Ternate Selatan lebih besar daripada luas 4-5

78 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam wilayah Ternate Tengah sehingga kecamatan Ternate Tengah lebih padat penduduknya. Faktor lain yang menyebabkan kecamatan Ternate Tengah memiliki kepadatan penduduk yang terbesar adalah karena pusat pemerintahan Kota Ternate terletak di Kecamatan ini, begitu pula dengan sentra ekonomi yang sebagian besar juga terletak di kecamatan ini. Tabel 4.3. Kepadatan Penduduk di Kota Ternate Menurut Kecamatan Tahun 2011 No. Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Luas Wilayah (Km 2 ) Kepadatan (Jiwa/Km 2 ) 1 Pulau Ternate , M o t i , Pulau Batang Dua , Pulau Hiri , Ternate Selatan , Ternate Tengah , Ternate Utara , Jumlah , Sumber: Kota Ternate Dalam Angka 2012 Berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2011 (lihat Tabel 4.4), persentase penduduk laki-laki usia 15 tahun keatas yang bekerja sebanyak 72,40% sedangkan perempuan sebanyak 43,11%. Sedangkan penduduk usia 15 tahun keatas yang bukan angkatan kerja sebanyak 22,13% untuk laki-laki dan 51,37% untuk perempuan. Angka pengangguran pada tahun 2011 sedikit lebih kecil dibandingkan angka pengangguran pada tahun 2010 yaitu 3,88% untuk laki-laki dan 8,31% untuk perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada ketersediaan lapangan pekerjaan terutana di sektor informal, selain itu iklim perekonomian di Kota Ternate yang semakin membaik membuat terciptanya banyak lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Kota Ternate. 4-6

79 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Gambar 4.2. Peta Kepadatan Penduduk Kota Ternate 4-7

80 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Tabel 4.4. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas menurut Jenis Kegiatan pada Tahun 2011 Jenis Kegiatan Penduduk Laki-Laki (%) Perempuan (%) Angkatan Kerja: Bekerja 72,40 43,11 Mencari Kerja 5,47 5,52 Bukan Angkatan Kerja 22,13 51,37 Sumber: Kota Ternate Dalam Angka 2012 Penduduk Ternate paling banyak bekerja di sektor jasa (lihat Tabel 4.5). Karena banyaknya lapangan usaha yang berada di sektor ini misalnya saja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), bengkel, salon, dan sektor jasa lainnya. Sedangkan sektor yang paling sedikit digeluti oleh penduduk Ternate adalah sektor pertambangan/penggalian, karena potensi Kota Ternate di sektor ini tidak sebesar sektor lainnya. Tabel 4.5. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama pada Tahun 2011 Jenis Kegiatan Tenaga Kerja Laki-Laki (%) Perempuan (%) Pertanian 6,34 6,20 Pertambangan/Galian 0,20 0,00 Industri 1,39 1,59 Listrik, Gas dan Air 0,58 0,27 Konstruksi 4,90 0,00 Perdagangan 12,87 23,35 Transportasi 11,21 0,54 Lembaga Keuangan 0,73 0,57 Jasa 11,79 15,49 Sumber: Kota Ternate Dalam Angka

81 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 4.3. POTENSI PRODUKSI DAN EKONOMI Pertanian (Pangan) Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup potensial di wilayah Kota Ternate. Meskipun tidak memiliki lahan sawah, tetapi lahan tanaman bahan makanan pokok lainnya seperti ubi kayu dan jagung relatif luas di wilayah ini. Selain itu tanaman perkebunan pun banyak diusahakan di Kota Ternate karena sejak zaman kolonial dulu Kota Ternate terkenal sebagai penghasil rempahrempah. Karena potensi pertanian inilah maka pemerintah berusaha untuk melaksanakan berbagai program dan kebijakan agar sektor ini terus berkembang dan dapat mensejahterakan masyarakat yang mengusahakannya. Tahun 2011 luas panen jagung seluas 152 Ha yang berarti naik 19% dari tahun 2010 yang hanya 128 Ha. Sedangkan untuk tanaman ubi kayu tahun 2011 memiliki luas panen seluas 421 Ha, angka ini naik 1,93% dibandingkan tahun 2010 yang luas panennya 413 Ha. Karena kedua komoditi ini memiliki luas panen yang lebih besar dari tahun 2010 maka produksinya pun meningkat dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 produksi jagung sebesar 258 ton sedangkan pada tahun 2010 sebesar 208 ton. Untuk ubi kayu produksi tahun 2011 sebesar ton sedangkan tahun 2010 sebesar ton. 4-9

82 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Tabel 4.6. Hasil Produksi Pertanian Kota Ternate Tahun 2011 Komoditas (ton) Kecamatan Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kacang Tanah Ketimun Terung Kangkung Pulau Ternate Moti Pulau Batang Dua Pulau Hiri Ternate Selatan Ternate Tengah Ternate Utara Jumlah , , Sumber: Kota Ternate Dalam Angka

83 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Gambar 4.3. Peta Produksi Pertanian Kota Ternate 4-11

84 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Perkebunan Pada tahun 2011 luas tanaman perkebunan menghasilkan untuk kelapa adalah Ha, cengkih Ha dan pala sebesar 657 Ha. Pada tahun 2010 produksi kelapa sebanyak ton, produksi cengkih 590 ton dan produksi pala sebanyak 1.042,8 ton. Tabel 4.7. Luas Areal Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Komoditi di Kota Ternate 2011 Luas Tanaman Menghasilkan (Ha) Kecamatan Pulau Ternate Moti Pulau Batang Dua Pulau Hiri Ternate Selatan Ternate Tengah Ternate Utara Jumlah Kelapa , , Coklat Cengkih , Pala Lada Kayu Manis Vanili Sumber: Kota Ternate Dalam Angka 2012 Tabel 4.8. Produksi Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Komoditi di Kota Ternate 2011 Kecamatan Tahun Kelapa 2, , , , , Coklat Cengkih Pala , , Lada Kayu Manis Vanili Sumber: Kota Ternate Dalam Angka

85 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Gambar 4.4. Peta Perkebunan Kota Ternate 4-13

86 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Peternakan Untuk populasi ternak di Kota Ternate belum banyak, sehingga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan daging pemerintah masih harus memasok pasokan daging dari luar wilayah Kota Ternate terutama dari Pulau Halmahera dan dari luar Utara. Komoditi yang biasanya di pasok dari Pulau Halmahera adalah sapi dan kambing, sedangkan komoditi yang biasanya di pasok dari luar Utara adalah unggas khususnya ayam. Pada tahun 2011 populasi ternak di Kota Tenate yang paling banyak adalah Sapi dan Kambing. Meskipun begitu jumlah ini belum mencukupi kebutuhan masyarakat Ternate akan daging. Populasi sapi pada tahun 2011 sebanyak ekor dan kambing ekor. Tabel 4.9. Populasi Ternak Menurut Jenis Ternak di Kota Ternate 2011 Kecamatan Tahun Sapi 1, , , , , Kuda Kambing 9, , , , , Babi Unggas 154, , , , , Perikanan Sumber: Kota Ternate Dalam Angka 2012 Sebagai wilayah kepulauan yang dikelilingi oleh lautan, laut merupakan sumber penghidupan yang menjanjikan. Banyak masyarakat Kota Ternate yang tinggal di pesisir pantai bermata pencaharian sebagai nelayan. Selain itu tradisi masyarakat Kota Ternate yang menjadikan ikan sebagai makanan pendamping nasi yang wajib di konsumsi setiap hari, membuat nelayan menjadi salah satu mata pencaharian yang cukup menjanjikan. Di Kota Ternate terdapat dua pelabuhan perikanan yaitu pelabuhan Perikanan Bastiong, Ternate Selatan dan pelabuhan perikanan Dufa-Dufa, Ternate Utara. Kedua pelabuhan ini memasok hampir sebagian besar kebutuhan ikan masyarakat Ternate. 4-14

87 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Produksi perikanan Kota Ternate yang terbesar adalah kecamatan Ternate Utara dan jenis ikan yang paling banyak di tangkap masih di dominasi oleh jenis ikan cakalang/tuna. Adapun perkembangan produksi hasil perikanan di Kota Ternate dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.5. Tabel Perkembangan Produksi Perikanan dirinci menurut Kecamatan di Kota Ternate 2011 Kecamatan Tahun Pulau Ternate 3, , , , Moti 1, , , , , Pulau Batang Dua , , Pulau Hiri , , Ternate Selatan 1, , , , Ternate Tengah , Ternate Utara 4, , , , , Jumlah 11, , , , , Sumber: Kota Ternate Dalam Angka 2012 Sumber: Kota Ternate Dalam Angka 2012 Gambar 4.5. Perkembangan Produksi Hasil Perikanan di Kota Ternate 4-15

88 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Perindustrian Pada sektor industri yang berkembang di Kota Ternate adalah jenis industri kecil dan rumah tangga. Jenis industri ini cukup banyak di wilayah ini karena penggunaan teknologi yang relatif sederhana dan keterbatasan aspek permodalan. Meskipun jenis industri yang ada sebagian besar berskala kecil tapi cukup mampu menyerap tenaga kerja sehingga dapat mengurangi angka pengangguran di Kota Ternate. Gambar 4.6 menunjukkan jumlah perusahaan dan tenaga kerja di Kota Ternate pada tahun Sumber: Kota Ternate Dalam Angka 2012 Gambar 4.6. Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Menurut Bidang di Kota Ternate pada Tahun Perdagangan Kota Ternate merupakan tempat yang sangat strategis di wilayah Utara sehingga pada saat ini sudah mulai berdatangan investor yang memanamkan investasinya dalam bentuk pembangunan pusat perbelanjaan dan HOTEL, Sektor perdagangan mempunyai peran yang sangat dominan dalam menggerakan roda perekonomian Kota Ternate selama beberapa tahun terakhir ini. Hal tersebut terlihat dalam struktur PDRB Kota Ternate dimana dari tahun ke tahun sektor ini memberikan kontribusi terbesar dibanding sektor kegiatan lainnya. Seiring dengan 4-16

89 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam perkembangan perdagangan di Kota Ternate, maka pemerintah selalu berusaha untuk memperbaiki dan menambah sarana dan prasarana untuk menunjang perdagangan tersebut. Sarana perdagangan pun setiap tahunnya semakin meningkat. Mulai dari toko kelontong hingga mall mulai banyak bermunculan di wilayah Kota Ternate. Tabel Banyaknya Pedagang menurut Kecamatan dan Klasifikasi Izin di Kota Ternate 2011 Kecamatan Tahun Pedagang Besar Pedagang Menengah Pedagang Kecil Pulau Ternate Moti Pulau Batang Dua Pulau Hiri Ternate Selatan Ternate Tengah Ternate Utara Jumlah Sumber: Kota Ternate Dalam Angka

90 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Gambar 4.7. Peta Jumlah Pedagang di Kota Ternate 4-18

91 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), adalah seluruh nilai tambah barang dan jasa (komoditi) yang diproduksi di suatu wilayah domestik / regional tanpa memperhatikan kepemilikan faktor-faktor produksinya. Nilai Produk Domestik Regional Bruto dapat dihitung melalui tiga pendekatan yaitu: Segi Produksi, merupakan jumlah nilai tambah bruto atas suatu barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam suatu wilayah dan biasanya dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Nilai tambah bruto yang terdiri dari biaya faktor produksi (upah/gaji, bunga netto, sewa tanah, keuntungan), penyusutan barang modal dan pajak tak langsung netto. Segi Pendapatan, merupakan balas jasa (pendapatan) yang diterima faktor-faktor produksi karena ikut sertanya dalam proses produksi dalam suatu wilayah, dan biasanya dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Segi Pengeluaran, merupakan jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, Pemerintah dan Lembaga Swasta Non Profit, pembentukan modal tetap, perubahan stok serta Ekspor Netto, biasanya dalam jangka waktu tertentu. Saat ini Kota Ternate baru menghitung PDRB dari segi produksi saja. PDRB terdiri dari PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku merupakan penjumlahan/total nilai tambah dari barang dan jasa yang di produksi dan dinilai menggunakan harga yang berlaku pada tahun bersangkutan. PDRB atas dasar harga konstan merupakan penjumlahan/total nilai tambah dari barang dan jasa yang di produksi dan dinilai menggunakan harga pada tahun dasar yaitu tahun Besarnya nilai PDRB atas dasar harga berlaku di suatu wilayah memberikan gambaran potensi perekonomian wilayah tersebut. Berdasarkan Kota Ternate Dalam Angka 2012, PDRB atas dasar harga berlaku Kota Ternate dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2011 PDRB atas dasar harga berlaku sebesar juta rupiah, sedangkan PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2010 sebesar juta rupiah. 4-19

92 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Peningkatan ini menunjukkan bahwa terjadi perkembangan perekonomian Kota Ternate. Pada tahun 2011 sektor-sektor yang berkontribusi besar terhadap pembentukan PDRB atas dasar harga berlaku yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 29,45%, Sektor jasa sebesar 17,58%, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 16,24% serta sektor pertanian sebesar 13,26%. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh kenaikan produksi barang dan jasa pada wilayah tersebut pada tahun tertentu. Jika kenaikan produksi barang dan jasa pada tahun tertentu lebih tinggi dari tahun sebelumnya maka dikatakan terjadi kenaikan pertumbuhan. Untuk menghindari pengaruh perubahan harga, maka pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan harga konstan. Dalam hal ini PDRB yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga konstan tahun Pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi Kota Ternate sebesar 8,07%. Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 yaitu sebesar 8,13%. Tabel menunjukkan PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB atas Dasar Harga Konstan, dan Distribusi Persentase PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha di Kota TernateTahun

93 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Tabel PDRB atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha di Kota Ternate Tahun No. Lapangan Usaha PDRB / Tahun (Jutaan Rupiah) * 1 Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran 7 Pengangkutan dan Komunikasi 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB * Angka Sementara Sumber: Kota Ternate Dalam Angka 2012 Tabel No. PDRB atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha di Kota TernateTahun Lapangan Usaha PDRB / Tahun (Jutaan Rupiah) * 1 Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran 7 Pengangkutan dan Komunikasi 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB * Angka Sementara Sumber: Kota Ternate Dalam Angka

94 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Tabel No. Distribusi Persentase PDRB atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha di Kota TernateTahun Lapangan Usaha Distribusi PDRB / Tahun (%) * 1 Pertanian 14,23 13,58 13,26 2 Pertambangan dan Penggalian 1,19 1,16 1,21 3 Industri Pengolahan 6,01 5,37 5,10 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,39 1,27 1,24 5 Bangunan 6,09 6,65 7,10 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 7 Pengangkutan dan Komunikasi 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 29,14 29,71 29,45 15,80 15,67 16,24 8,48 8,66 8,82 9 Jasa-Jasa 17,70 17,92 17,58 PDRB 100,00 100,00 100,00 * Angka Sementara Sumber: Kota Ternate Dalam Angka KINERJA PELAYANAN, JARINGAN PELAYANAN DAN JARINGAN PRASARANA TRANSPORTASI WILAYAH SAAT INI Sebagai simpul transportasi antar pulau serta pusat aktivitas perekonomian, baik perdagangan dan sektor potensial lainnya di wilayah Utara sehingga sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah, sebagaimana tercermin pada struktur ekonomi Kota Ternate dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Kota Ternate memiliki letak geografis yang strategis, berada pada pintu masuk Utara, dan titik temu perdagangan lokal yang menghubungkan Ternate dengan beberapa Kabupaten/Kota seperti, Halmahera Barat/Jailolo, Kota Tidore, Kepulauan Sula/Sanana, Halmahera Utara/Tobelo, Halmahera Selatan/Bacan, Halmahera Tengah, Halmahera Timur dan Morotai. Selain itu posisi ini juga telah menjadikan Ternate sebagai Multigate pintu masuk-keluar jalur perdagangan barang dan jasa antar wilayah yang berakses regional maupun nasional. Berdasarkan Profil Kota Ternate 2012, menunjukan bahwa terjadi peningkatan arus penumpang maupun arus barang bila dibandingkan dari tahun sebelumnya (lihat Gambar 4.8). Ini menunjukan bahwa terjadinya pertumbuhan ekonomi yang 4-22

95 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam cukup pesat di Kota Ternate. Adanya perbedaan yang sangat signifikan antara barang yang masuk dengan barang yang keluar dari Kota Ternate menunjukan bahwa Kota Ternate merupakan Kota Jasa dan Perdagangan. Arus Barang Arus Penumpang Sumber: PT Pelindo Wilayah IV Ternate Gambar 4.8. Arus Barang dan Penumpang di Kota Ternate Selain itu beberapa jalur transportasi laut yang menjadi sentral transportasi yang menghubungkan Kota Ternate sebagai pusat tujuan perdagangan dengan beberapa wilayah di Utara untuk pelayaran penumpang dan barang adalah angkutan kapal Feri-ASDP Bastiong (Ternate Selatan). Walaupun terjadinya penurunan pada trip pelayaran kapal feri (tahun 2011) dari tahun sebelumnya (2010) akibat perpindahan Ibu Kota Provinsi Utara dari Ternate ke Sofifi namun arus penumpang, kendaraan, dan bongkar muat barang terus mengalami peningkatan, hal ini karena Kota Ternate masih sebagai sentra perdagangan untuk mendukung distribusi barang ke Kabupaten/Kota di Provinsi Utara. Indikator peningkatan aktivitas roda perekonomian dan arus transportasi perdagangan daerah baik transportasi/pelayaran nusantara, antar pulau, dan lokal menjadi simpul-simpul transportasi yang memberikan kontribusi riil terhadap pendapatan daerah. Penyebaran beberapa sarana perhubungan laut seperti dermaga Ahmad Yani (Pelni), dermaga Bastiong dan Dufa -Dufa (antar pulau/lokal), dan dermaga Feri yang menghubungkan Ternate dengan Kota Tidore-Sidangoli/Halbar-Bitung/Sulawesi. Beberapa prasarana transportasi lokal (antar daerah) juga tersebar di Kecamatan Moti, P.Hiri, dan Batang Dua. 4-23

96 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Peningkatan infrastruktur berdampak aktivitas perekonomian daerah, sektor tranportasi menjadi penunjang pengembangan Investasi di Kota Ternate, sebagai Kota Jasa dan Perdagangan maka daerah ini secara langsung menjadi gerbang aktivitas jasa / perdagangan local maupun regional/nasional. Tingkat kepadatan arus barang dan jasa maupun aktivitas perekonomian didaerah ditandai dengan adanya peningkatan infrastruktur sebagai Kota yang lebih cepat perkembangannya jika dibandingkan dengan beberapa wilayah di Utara sehingga kontribusi sektor perdagangan, pengangkutan dan komunikasi, bangunan maupun jasa-jasa masih menjadi leading sector dalam pembentukan PDRB Kota Ternate setiap tahun. Kondisi tersebut secara signifikan menunjang perkembangan investasi di Kota Ternate yang sangat baik. Tabel Trip Pelayaran Kapal Feri Jenis Angkutan Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Naik Turun Naik Turun Naik Turun TRIP 1,235 1,235 2,469 2,469 2,408 2,408 PENUMPANG EKONOMI DEWASA B 149, , , , , ,481 EKONOMI ANAK B 2,169 1, ,961 JUMLAH PENUMPANG 151, , , , , ,442 KENDARAAN R2 GOL I GOL II 43,191 34,893 56,797 57,054 72,758 65,815 JUMLAH R2 43,211 34,966 56,838 57,054 72,763 65,827 KENDARAAN R4 GOL IV PENUMPANG 8,452 7,710 8,277 9,668 11,515 11,829 GOL IV BARANG 3,783 2,757 3,879 3,111 6,277 5,124 GOL V PENUMPANG GOL V BARANG 8,865 7,259 9,672 9,056 13,191 13,143 GOL VI PENUMPANG GOL VI BARANG GOL VII GOL VIII

97 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Jenis Angkutan Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Naik Turun Naik Turun Naik Turun JUMLAH KENDARAAN R4 21,436 17,933 22,015 22,025 31,280 30,295 BARANG DIATAS KENDARAAN 35,225 9,473 36,675 14,679 53,896 16,749 Sumber: Kota Ternate Dalam Angka 2012 Faktor penunjang yang memungkinkan membuka peluang investasi bagi dunia usaha di Kota ini khususnya, dan juga Utara, yaitu adanya sarana dan prasarana transportasi udara seperti Bandar Udara Sultan Babullah yang fasilitasnya terus ditingkatkan guna mampu melayani arus transportasi sehingga memiliki aksesibilitas yang tinggi bagi lalu lintas barang dan jasa dari dan keluar Kota Ternate. Adapun fasilitas bandara seperti landasan pacu dengan ukuran panjang 2150 x 30 m, konstruksi aspal hotmix dengan kemampuan PCN LBS dan dalam kondisi baik saat ini, dan juga terminal penumpang yaitu terminal domestik dengan kapasitas 175 orang dan dilengkapi denga Bus bandara untuk penumpang dengan fasilitas yang terus ditingkatan maka terjadinya peningkatan baik dari jenis maskapai penerbangan maupun kemampuan pesawat beroperasi jenis Boeing Perlunya ditingkatkan sarana dan prasaran di Bandar Udara Sultan Babullah tersebut, disebabkan oleh terus meningkatnya arus penerbangan seperti terlihat pada Tabel Adapun maskapai penerbangan di Bandar Udara Sultan Babullah, yaitu Garuda Indonesia, Batavia Air, Sriwijaya Air, Express Air, Wing Air, PT. NBA, dan PT. MNA. 4-25

98 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Tabel Jumlah Pesawat Datang dan Berangkat Melalui Bandara Sultan Babullah Ternate Bulan Datang Berangkat Datang Berangkat Datang Berangkat Datang Berangkat Datang Berangkat Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah 3,411 3,411 3,437 3,437 3,868 3,868 4,855 4,855 4,544 4,544 Sumber: Kota Ternate Dalam Angka

99 Bulan FINAL REPORT KOTA TERNATE Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Tabel Jumlah Penumpang Datang dan Berangkat Melalui Bandara Sultan Babullah Ternate Datang Berangkat Datang Berangkat Datang Berangkat Datang Berangkat Datang Berangkat Januari 7,720 7,151 7,521 9,502 10,473 11,268 16,085 17,322 18,962 21,480 Pebruari 5,769 6,890 7,445 8,665 9,803 10,969 13,573 17,589 17,042 18,342 Maret 9,667 8,558 10,258 9,672 10,283 8,899 18,221 20,411 12,840 19,817 April 7,628 9,097 7,344 9,719 9,949 10,336 17,661 20,529 17,897 20,165 Mei 9,067 10,107 7,920 10,971 11,665 14,270 17,035 22,041 17,503 21,705 Juni 9,952 10,318 8,223 9,859 10,316 10,604 21,933 23,991 18,992 24,528 Juli 9,712 12,122 10,501 10,867 12,353 13,174 21,573 24,932 21,548 26,048 Agustus 7,012 10,260 8,558 9,971 12,699 13,730 16,221 20,643 18,003 22,989 September 6,862 9,002 7,007 7,805 9,675 11,926 14,878 17,675 16,764 25,618 Oktober 9,558 10,971 9,863 10,523 14,340 16,113 18,224 18,081 21,701 24,064 Nopember 9,420 9,902 9,623 10,835 11,318 15,108 20,947 21,952 19,944 23,811 Desember 9,414 11,092 9,163 11,361 13,523 19,260 19,802 24,416 14,537 17,565 Jumlah 101, , , , , , , , , ,132 Sumber: Kota Ternate Dalam Angka 2012 Tabel Dimuat Melalui Bandar Udara Sultan Babullah, Ternate menurut Bulan Tahun 2011 Bulan Barang (kg) Bagasi Bongkar Muat Bongkar Muat Januari , ,338 Pebruari 1, , ,707 Maret , ,730 April , ,574 Mei , ,660 Juni 3, , ,463 Juli , ,585 Agustus 2, , ,078 September 2, , ,193 Oktober 5, , ,762 Nopember 14, , ,939 Desember 9, ,053 10,577 Jumlah 40, ,170,581 1,782,606 Sumber: Kota Ternate Dalam Angka

100 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Jaringan Jalan Berdasarkan Kota Ternate Dalam Angka 2012, pada tahun 2011 panjang jalan yang ada di Kota Ternate seluruhnya sepanjang 269,651 km, dengan 87,522 km permukaannya aspal dan 44,188 km permukannya tanah. Dari seluruh panjang jalan yang ada di Kota Ternate sepanjang 101,955 km kondisinya baik, 53,416 km kondisinya rusak dan 68,575 km kondisinya rusak berat. Adapun rincian panjang jalan menurut jenis permukaan dan kondisi jalan di Kota Ternate dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini. Tabel Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan di Kota Ternate 2011 Jenis Permukaan Panjang Jalan Aspal 208, , ,556 87,522 Kerikil ,29 Tanah 79,401 42,720 44,188 64,88 Jumlah 275, , , ,651 Sumber: Kota Ternate Dalam Angka 2012 Tabel Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan di Kota Ternate 2011 Kondisi Jalan Panjang Jalan Baik 85, , , ,955 Sedang 108,139 75, ,705 Rusak 9,810 23, ,754 53,416 Rusak Berat 84,992 47,823 6,674 68,575 Jumlah 287, , , ,651 Sumber: Kota Ternate Dalam Angka 2012 Untuk rincian nama-nama ruas jalan kewenangan nasional dan Kota di Kota Ternate ditunjukkan oleh tabel berikut ini. 4-28

101 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Tabel URUT NOMOR RUAS Rincian Jalan Kewenangan Nasional di Kota Ternate: Jalan Kolektor Primer, menghubungkan antar ibukota provinsi (K-1) NAMA RUAS PANJANG (km) KLASIFIKASI 1 026/14/K Jl. Merdeka Kolektor Primer (K1) 2 026/15/K Jl. Arnold Mononutu Kolektor Primer (K1) 3 026/16/K Jl. Jend. A. Yani Kolektor Primer (K1) 4 026/17/K Jl. Hasan Esa Kolektor Primer (K1) 5 026/18/K Jl. Mangga Dua Kolektor Primer (K1) 6 026/19/K Jl. Bastiong Kolektor Primer (K1) 7 026/1A/K Dermaga Ferry - Bastiong Kolektor Primer (K1) 8 026/1B/K Jl. Bastiong - Jambula / Pelabuhan Kolektor Primer (K1) 9 026/1B/K Jl. Keliling Pulau Ternate Kolektor Primer (K1) Sumber: Kota Ternate Dalam Angka 2012 Tabel URUT NOMOR RUAS Rincian Jalan Kewenangan Kota di Kota Ternate: Jalan Kota, terdiri dari: Kolektor Sekunder, Lokal Primer, dan Lokal Sekunder NAMA RUAS PANJANG (km) KLASIFIKASI 1 01 Jl. Yos Sudarso Kolektor Sekunder Jl. Mesjid Baiturrahman Maliaro Lokal Sekunder Jl. Lingk. Kampung Pisang Lokal Sekunder Jl. Terminal Cinta Lokal Sekunder Jl. Lingk. Terminal Cinta Lokal Sekunder Jl. Lingk. Yos Sudarso - Cempaka Lokal Sekunder 7 02 Jl. Kie Raha Lokal Primer 8 03 Jl. Stadion Lokal Primer 9 04 Jl. Kapitan Pattimura Kolektor Sekunder Jl. Lorong Telkom Lokal Sekunder Jl. Lingk. Kalumpang Lokal Sekunder Jl. Cengkeh Afo Lokal Primer Jl. Lorong Cengkeh Afo Lokal Sekunder Jl. Lingk. Cengkeh Afo - Bt. Anteru Lokal Sekunder Jl. Cengkeh Afo - Pala Lokal Sekunder Jl. Maliaro - Tongole Lokal Sekunder Jl. Lingk. Maliaro Lokal Sekunder Jl. Maliaro - Jan Lokal Sekunder Jl. Seruni I Lokal Sekunder Jl. SMP 6 Stadion Lokal Sekunder Jl. Seruni II Lokal Sekunder 4-29

102 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam URUT NOMOR RUAS NAMA RUAS PANJANG (km) KLASIFIKASI Jl. K.H. Dewantoro Lokal Primer Jl. Lingk. Takoma Lokal Sekunder Jl. Asrama Polisi Lokal Sekunder Jl. Kamboja Lokal Sekunder Jl. Lingk. Pasar Kota Baru Lokal Sekunder Jl. Zainal Abidin Syah Lokal Sekunder Jl. Wijaya Kusuma Lokal Sekunder Jl. Cengkeh Lokal Sekunder Jl. Mawar Lokal Sekunder Jl. Sedap Malam Lokal Sekunder Jl. Falajawa I Lokal Sekunder Jl. Anggrek Lokal Sekunder Jl. Halmahera Raya Kolektor Sekunder Jl. Pahlawan Revolusi Kolektor Sekunder Jl. Salim Fabanyo Lokal Primer Jl. H. Busoiri Lokal Primer Jl. C.M. Tiahahu Lokal Primer Jl. S e n a n g Lokal Sekunder Jl. Hasan Senen Lokal Sekunder Jl. Kemuning Lokal Sekunder Jl. Nuku Lokal Sekunder Jl. Falajawa Lokal Sekunder Jl. Ade Irma Suryani Lokal Primer Jl. Nukila Lokal Primer Jl. Tapikong Gamalama Lokal Sekunder Jl. Ketilang Lokal Sekunder Jl. Kusuma Harapan Lokal Sekunder Jl. N u r i Lokal Sekunder Jl. Branjangan Lokal Sekunder Jl. Kakak Tua Lokal Sekunder Jl. Bangau Lokal Sekunder Jl. Cendrawasih Lokal Sekunder Jl. Merak Lokal Sekunder Jl. M a l e o Lokal Sekunder Jl. Elang Lokal Sekunder Jl. Merpati Lokal Sekunder Jl. Lingk. Merpati Lokal Sekunder Jl. C a m a r Lokal Sekunder Jl. Pipit Lokal Sekunder 4-30

103 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam URUT NOMOR RUAS NAMA RUAS PANJANG (km) KLASIFIKASI Jl. Gagak Lokal Sekunder Jl. Kesatrian Lokal Sekunder Jl. Salak Lokal Sekunder Jl. Rambutan Lokal Sekunder Jl. Lingk. Rambutan Lokal Sekunder Jl. Nanas Lokal Sekunder Jl. Manggis Lokal Sekunder Jl. Sultan Baabullah Kolektor Sekunder Jl. Yasin Gamsungi Lokal Primer Jl. Lingk. Lelong Lokal Sekunder Jl. Sonyie Lamo Lokal Primer Jl. Jambu Lokal Sekunder Jl. Jeruk Lokal Sekunder Jl. Mesjid Sultan Lokal Sekunder Jl. Kedaton Lokal Sekunder Jl. Semangka Tobenga Lokal Sekunder Jl. Soa Konora Lokal Primer Jl. Akeboca Lokal Primer Jl. Ngidi - Kasturian Kolektor Sekunder Jl. Soa Puncak I Lokal Sekunder Jl. Soa Puncak II Lokal Sekunder Jl. Lingk. Ngidi - Kasturian Lokal Sekunder Jl. Lingk. Salero - Kasturian Lokal Sekunder Jl. Lingk. Ngade Sone Lokal Sekunder Jl. Ngade Sone Kolektor Sekunder Jl. Kasturian - Facei Lokal Primer Jl. Lingk. Kasturian - Facei Lokal Sekunder Jl. Lingk. Bola Lokal Sekunder Jl. Stasion Pantai Sabia Lokal Sekunder Jl. Facei - Tarau Kolektor Sekunder Jl. Lingk. Toloko Puncak Lokal Sekunder Jl. Lingk. Facei - Tarau Lokal Sekunder Jl. SMP Tsanawiyah Dufa-dufa Lokal Sekunder Jl. SMP Islam - Moya Lokal Sekunder Jl. Lingk. SMP Islam Lokal Sekunder Jl. Lingk. Gamayaou Lokal Sekunder Jl. Lingk. SMP Islam - Skeep Lokal Sekunder Jl. Lingk. Gamayaou Puncak Lokal Sekunder Jl. Skeep Pohong Amo Lokal Sekunder 4-31

104 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam URUT NOMOR RUAS NAMA RUAS PANJANG (km) KLASIFIKASI Jl. Lingk. Skeep Lokal Sekunder Jl. Lingk. Skeep Pohong Amo Lokal Sekunder Jl. Salahudin Lokal Primer Jl. Kayu Manis - Moya Lokal Primer Jl. Lingk. Tabahawa Lokal Sekunder Jl. Lingk. Tabahawa II Lokal Sekunder Jl. Lingk. Kayu manis Lokal Sekunder Jl. Moya Bukubendera Lokal Sekunder Jl. Torano Lokal Sekunder Jl. Fala Lamo Torano Lokal Sekunder Jl. BTN - Torano Lokal Sekunder Jl. Lingk. BTN - Torano Lokal Sekunder Jl. Lingk. Jepa I Lokal Sekunder Jl. Tanah Mesjid - BTN Lokal Sekunder Jl. Lingk.Tanah Mesjid Lokal Sekunder Jl. Lingk. BTN Baru Lokal Sekunder Jl. Kompleks BTN Lokal Sekunder Jl. Marikurubu Lokal Sekunder Jl. Lingk. Marikurubu Lokal Sekunder Jl. Pala - Marikurubu Lokal Primer Jl. Lingk. BTN Pala - Marikurubu Lokal Sekunder Jl. Lingk. Pala - Marikurubu Lokal Sekunder Jl. Palapa Kolektor Sekunder Jl. Lingk. Palapa Lokal Sekunder Jl. Puskesmas Kalumpang Lokal Sekunder Jl. Terminal Baru Gamalama Lokal Primer Jl. Marikurubu - Jati Lokal Primer Jl. Ake Oti Lokal Sekunder Jl. Tanah Tinggi Barat Lokal Sekunder Jl. Maliaro - Jati Jan Lokal Sekunder Jl. Kamp. Kodok Jerbus Lokal Sekunder Jl. Tanah Tinggi Kolektor Sekunder Jl. Lingk. Tanah Tinggi Lokal Sekunder Jl. Belakang RSU Lokal Sekunder Jl. Cempaka Tanah Tinggi Lokal Sekunder Jl. Larat Lokal Sekunder Jl. Nusa Indah Lokal Sekunder Jl. Kecubung Lokal Sekunder Jl. Teratai Lokal Sekunder 4-32

105 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam URUT NOMOR RUAS NAMA RUAS PANJANG (km) KLASIFIKASI Jl. Bougenville Lokal Sekunder Jl. Kenanga Lokal Sekunder Jl. Vanda Lokal Sekunder Jl. Bonsai Lokal Sekunder Jl. Kaca Piring Lokal Sekunder Jl. Dahlia Lokal Sekunder Jl. Kelapa Pendek Lokal Sekunder Jl. Lingk. Kelapa Pendek Lokal Sekunder Jl. Jati I Lokal Primer Jl. Jati II Lokal Primer Jl. Lingk. Jati II Lokal Sekunder Jl. Jati III Lokal Sekunder Jl. J a t i Kolektor Sekunder Jl. Jerebusua Lokal Primer Jl. Lingk. Jerebusua Lokal Sekunder Jl. Jati Baru Lokal Sekunder Jl. Lingk. Jati Baru Lokal Sekunder Jl. Jati Jan Lokal Primer Jl. Lingk. Trans TV Lokal Sekunder Jl. Lingk. Jati - Jan (metro) Lokal Sekunder Jl. J a n Lokal Primer Jl. Lingk. Perumahan Ubo-ubo Lokal Sekunder Jl. Lingk. Jan Lokal Sekunder Jl. Lingk. Jan Baru Lokal Sekunder Jl. Perumnas - Jati Lokal Sekunder Jl. Lingk. Perumnas - Jati Lokal Sekunder Jl. Lingk. Perumnas Motoa I Lokal Sekunder Jl. Melati - Kalumata Kolektor Sekunder Jl. Lingk. Melati - Cempaka Lokal Sekunder Jl. Lingk. Jati Lokal Sekunder Jl. Melati Jati Lokal Sekunder Jl. Lingk. Perumnas Danau Toba Lokal Sekunder Jl. SMP Al Irsyad Lokal Sekunder Jl. Himo-himo Lokal Sekunder Jl. Obona - Bukusandar Lokal Sekunder Jl. Pengadilan Agama Kayu Merah Lokal Sekunder Jl. DPRD Kota - Kalumata Lokal Sekunder Jl. Rumah Dinas WaliKota Lokal Sekunder Jl. Kalumata - Gambesi Lokal Primer 4-33

106 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam URUT NOMOR RUAS NAMA RUAS PANJANG (km) KLASIFIKASI Jl. Barito Puncak Lokal Sekunder Jl. Lingk. Kalumata Puncak Lokal Sekunder Jl. Lingk. Kalumata - Gambesi Lokal Sekunder Jl. Asrama Haji Ngade Lokal Sekunder Jl. Gambesi - Sasa Kolektor Sekunder Jl. Lingk. Gambesi - Sasa Lokal Sekunder Jl. Sasa - Foramadiahi Kolektor Sekunder Jl. Mangga Dua - Jati Lokal Sekunder Jl. Lingk. Mangga Dua - Jati Lokal Sekunder Jl. Perumnas - Bastiong Lokal Sekunder Jl. SMP 4 Bastiong Lokal Sekunder Jl. Lingk. Talangame Lokal Sekunder Jl. Masuk BPOM Bastiong Lokal Sekunder Jl. Cakra Ubo-ubo Lokal Sekunder Jl. Lingk.Tanah Misi Lokal Sekunder Jl. Pasar Bastiong Lokal Primer Jl. Lingk. Pasar Bastiong Lokal Sekunder Jl. Bastiong Pantai Lokal Sekunder Jl. Lingk. Bastiong Pantai Lokal Sekunder Jl. Lingk. Ferry Bastiong Lokal Sekunder Jl. Ubo-ubo Lokal Primer Jl. SDN ubo-ubo Lokal Sekunder Jl. Meteorologi Lokal Sekunder Jl. Meteorologi Perumnas - Jan Lokal Sekunder Jl. Lingk. Meteorologi Lokal Sekunder Jl. Sosial Ubo-ubo Lokal Sekunder Jl. Falajawa II Lokal Primer Jl. Kompleks Falajawa II Lokal Sekunder Jl. Lingk. Pemancar RRI Lokal Sekunder Jl. Lingk. Kayu Merah Lokal Sekunder Jl. Vihara Lokal Sekunder Jl. Kalumata Kolektor Sekunder Jl. Lingk. Barito Lokal Sekunder Jl. Lingk. Kalumata Lokal Sekunder Jl. Daniel Bohang Lokal Primer Jl. Lingk. Daniel Bohang Lokal Sekunder Jl. Am Kamaruddin Lokal Sekunder ,1 Jl. Samping Mapolsek Utara Lokal Sekunder Jl. Air Sentosa Kolektor Sekunder 4-34

107 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam URUT NOMOR RUAS NAMA RUAS PANJANG (km) KLASIFIKASI Jl. SD Salero Lokal Sekunder Jl. Mesjid Kasturian Lokal Sekunder Jl. Cempedak - Kasturian Lokal Sekunder Jl. Toboleu Lokal Sekunder Jl. Gang Gipsy Koloncucu Lokal Sekunder Jl. Lingk. Toboleu Lokal Sekunder Jl. B o l a Lokal Sekunder Jl. Gamcim Lokal Sekunder Jl. Koloncucu Lokal Sekunder Jl. Penyu Sabia Lokal Sekunder Jl. Lingk. Sabia Lokal Sekunder Jl. Puskesmas Siko Lokal Sekunder Jl. Sabia Facei Lokal Sekunder Jl. Mutiara Lokal Sekunder Jl. Kepiting Lokal Sekunder Jl. Teripang Lokal Sekunder Jl. Facei - Buku Bandera Lokal Sekunder Jl. Samping Makam Pahlawan Lokal Sekunder Jl. Toloko Barat Lokal Sekunder Jl. Lingk.Toloko Barat Lokal Sekunder Jl. SKB Toloko Lokal Sekunder Jl. Benteng Toloko Lokal Primer Jl. Cakalang Kolektor Sekunder Jl. Samping SMA 4 Dufa-dufa Lokal Sekunder Jl. Terminal Dufa-dufa Lokal Primer Jl. Kampus Stain Lokal Sekunder Jl. Julung Lokal Sekunder Jl. Lingk. Dufa-dufa Lokal Sekunder Jl. Tafure Lokal Sekunder Jl. Lingk. Lanal Lokal Sekunder Jl. Kenari - Tafure Lokal Sekunder Jl. Lingk. Tafure Lokal Sekunder Jl. Pantai Daulasi Lokal Sekunder Jl. Pantai Tafure Lokal Sekunder Jl. Asrama AL Lokal Sekunder Jl. Daulasi Lokal Primer Jl. Sigi Heku Lokal Primer Jl. Cendana Lokal Primer Jl. Tubo Lokal Primer 4-35

108 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam URUT NOMOR RUAS NAMA RUAS PANJANG (km) KLASIFIKASI Jl. Lingk.Tabam Lokal Sekunder Jl. Pantai Tabam Lokal Sekunder Jl. Lingk. Sango Lokal Sekunder Jl. Tarau Lokal Sekunder Jl. Lingk. Tarau Barat Lokal Sekunder Jl. Lingk. Tarau Lokal Sekunder Jl. PLTD Kayu Merah Lokal Sekunder Jl. Puskesmas Kalumata Lokal Sekunder Jl. Kalumata Baru Lokal Sekunder Jl. Lingk. Kalumata Baru Lokal Sekunder Jl. Ngade Baru Lokal Sekunder Jl. Laguna Permai Lokal Sekunder Jl. Danau Laguna Lokal Sekunder Jl. Fitu Baru Lokal Sekunder Jl. Nelayan Fitu Lokal Sekunder Jl. Lingk. Perumahan LUPH Lokal Sekunder Jl. Gambesi Baru Lokal Sekunder Jl. Lingk. Gambesi Baru Lokal Sekunder Jl. SMAN 3 Gambesi Lokal Sekunder Jl. Legu Gam Lokal Sekunder Jl. Sasa Puncak Lokal Sekunder Jl. Sasa Baru Lokal Sekunder Jl. Lingk. Sasa Baru Lokal Sekunder Jl. Terminal Sasa Lokal Sekunder Jl. Foramadiahi Lokal Primer Jl. J a m b u l a Lokal Sekunder Jl. Madrasah Tsanawiyah Sasa Lokal Sekunder Jl. Ake Tubo Lokal Sekunder Jl. Lingk. Tubo Lokal Sekunder Jl. K u l a b a Lokal Sekunder Jl. B u l a Lokal Sekunder Jl. T o b o l o l o Lokal Sekunder Jl. Lingk. Lanal Lokal Sekunder Jl. Sulamadaha Lokal Sekunder Jl. Wisata Sulamadaha Lokal Sekunder Jl. Pelabuhan Sulamadaha Lokal Sekunder Jl. Puskesmas Sulamadaha Lokal Sekunder Jl. T a k o m e Lokal Sekunder Jl. Masuk TPA Takome Lokal Sekunder 4-36

109 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam URUT NOMOR RUAS NAMA RUAS PANJANG (km) KLASIFIKASI Jl. Danau Tolire Lokal Sekunder Jl. L o t o Lokal Sekunder Jl. T a d u m a Lokal Sekunder Jl. A f t a d o r Lokal Sekunder Jl. T o g a f o Lokal Sekunder Jl. R u a Lokal Sekunder Jl. K a s t e l a Lokal Sekunder Jl. Wisata Sampalo Lokal Sekunder Jl. Keliling Pulau Hiri Lokal Primer Jl. Keliling Pulau Moti Lokal Primer Jl. Moti Kota Lokal Primer Jl. Tadenas Lokal Primer Jl. Keliling Pulau Mayau Lokal Primer Jl. Keliling Pulau Tifure Lokal Primer Jl. Sultan Khairun 0.71 Kolektor Sekunder Jl. Rawasari I Lokal Sekunder Jl. Rawasari II Lokal Sekunder Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Ternate Tahun Angkutan Darat Seiring dengan bertambahnya panjang jalan yang berkondisi baik dan semakin mudahnya fasilitas kepemilikan kendaraan bermotor, maka semakin banyak pula angkutan darat maupun kendaraan pribadi di Kota Ternate. Menurut Dinas Perhubungan Kota Ternate, jumlah kendaraan pada tahun 2011 sebesar kendaraan, secara rinci dapat dilihat pada Tabel

110 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Tabel Jumlah Kendaraan Menurut Jenis Kendaraan Di Kota Ternate Tahun NO JENIS KENDARAAN SATUAN TAHUN Sepeda Motor UNIT Mobil UNIT Mobil Jeep UNIT Mobil Pick Up UNIT Bus Kecil UNIT Bus Sedang UNIT Bus Besar UNIT Truk Kecil UNIT Truk Sedang UNIT Truk Besar UNIT Becak Motor (Bentor) UNIT Dokar / Andong UNIT Lainnya UNIT JUMLAH UNIT Sumber: Dinas Perhubungan Kota Ternate, 2012 Berdasarkan dari hasil wawancara dengan Dinas Perhubungan Kota Ternate diperoleh infromasi bahwa jumlah angkutan penumpang dan barang pada saat ini adalah sebagai berikut: Pick up : 465 unit Truk : 165 unit Tronton : 15 unit ANGKOT : 460 unit Bus Sekolah : 2 unit Perlu diketahui bahwa pada saat ini Angkutan Kota (ANGKOT) di Kota Ternate belum memiliki nomor trayek khusus sesuai rute yang ditentukan oleh Dinas Perhubungan Kota Ternate. Kondisi ini menyebabkan ANGKOT dapat dengan bebas melalui rute angkutan lainnya sesuai dengan keinginan penumpang. Di Kota Ternate saat ini terdapat 15 trayek dengan rute seperti disampaikan pada Tabel

111 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Tabel Rute dan Jarak Trayek Angkutan di Kota Ternate Tahun 2011/2012 No. Trayek Jarak (Km) 1 Terminal Akehuda Terminal Tarau Terminal Moya Terminal Air Tege-Tege Terminal Tanah Tinggi Terminal Jerbus Terminal Perumnas Terminal Ubo-Ubo Terminal Kalumata Terminal Jambula Terminal Rua Terminal Taduma Terminal Togafa Terminal Sulamadaha Terminal Sasa 10.0 Sumber: Dinas Perhubungan Kota Ternate, 2012 Gambar 4.9. Angkutan Kota di Terminal Gamalama Ternate Terdapat beberapa permasalahan yang sedang dihadapi oleh Dinas Perhubungan Kota Ternate pada saat ini adalah: - belum dimilikinya fasilitas Jembatan Timbang sehingga tonase barang yang diangkut oleh angkutan umum yang melewati ruas jalan di Kota Ternate tidak bisa terkontrol atau terdeteksi. Kondisi ini sangat rawan terhadap kerusakan perkerasan jalan. 4-39

112 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam - belum dimilikinya Alat Uji Emisi Kendaraan sehingga dikawatirkan dengan semakin bertambahnya jumlah dan usia kendaraan yang ada di jalan raya akan menyebabkan tingkat polusi udara tidak dapat terdeteksi dan terkontrol. - maksud di adakannya bus angkutan sekolah adalah untuk mengurangi beban masyarakat dalam hal biaya pendidikan. Namun demikian berdasarkan hasil evaluasi diperoleh kesimpulan bahwa pelajar kurang berminat untuk menggunakan BUS angkutan kota atau ojek atau dengan kendaraan pribadi Angkutan Penyeberangan SEKOLAH tetapi lebih memilih Wilayah Utara yang terdiri dari pulau-pulau menyebabkan transportasi antar kabupaten memerlukan kapal ferry sebagai salah satu angkutan penyebrangan. Jasa angkutan penyeberangan dari Kota Ternate ke kabupaten lain pengelolaannya di lakukan oleh PT (Persero) ASDP Cabang Ternate. Beberapa trayek yang sudah dilayani oleh PT (Persero) ASDP Ternate diantaranya Ternate Sofifi, Ternate Tidore, dan Ternate Babang. Di Kota Ternate pada saat ini terdapat dua jenis angkutan penyeberangan yaitu penyeberangan laut (A -Yani) dan penyeberangan lokal (Bastiong) dengan menggunakan mesin penggerak dibawah 7 GT. Berdasarkan Kota Ternate Dalam Angka 2012, jumlah kendaraan dan penumpang yang menggunakan jasa angkutan penyeberangan pada tahun 2011 mengalami peningkatan daripada tahun Pada tahun 2011 jumlah penumpang untuk lintasan Bastiong-Rum naik 193,43% dibandingkan tahun 2010, untuk lintasan Bastiong-Sidangoli naik 72,95%, untuk lintasan Ternate-Babang naik 341,25%, dan untuk lintasan Bastiong-Sofifi naik 74,64%. Kenaikan yang sangat signifikan untuk lintasan Bastiong-Babang dan Bastiong-Rum karena adanya penambahan jadwal penyeberangan. Transportasi penyeberangan berfungsi sebagai jembatan bergerak yang menghubungkan jaringan jalan yang terputus karena adanya perairan, untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya. Oleh karenanya 4-40

113 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam pelabuhan penyeberangan harus terpadu dengan jaringan pelayanan dan prasarana transportasi jalan. Tabel berikut ini menunjukkan data produksi PT. ASDP Indonesia Ferry cabang Ternate untuk lintasan Bastiong Rum, Bastiong Sidangoli, Bastiong Sofifi, dan Ternate-Babang. Tabel Data Angkutan Laut dan Lokal di Kota Ternate Tahun No. Trayek Jarak (mil) Jumlah Armada Ternate Sidangali Ternate Sofifi Dufa-Dufa Jailolo Jumlah Sumber: Dishub Kota Ternate 2012 Tabel Data Produksi PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Ternate Untuk Lintasan Bastiong Rum Tahun Uraian Jumlah / Tahun Trip Penumpang (orang) Kendaraan: - Roda *) Roda 4 / Lebih *) Barang (Ton/M3): - Diatas kendaraan Curah Sumber: Kota Ternate Dalam Angka

114 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Tabel Data Produksi PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Ternate Untuk Lintasan Bastiong Sidangoli Tahun Uraian Jumlah / Tahun Trip Penumpang (orang) Kendaraan - Roda *) Roda 4 / Lebih *) Barang (Ton/M3) - Diatas kendaraan Curah Sumber: Kota Ternate Dalam Angka 2012 Tabel Data Produksi PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Ternate untuk Lintasan Bastiong Sofifi Tahun Uraian Jumlah / Tahun Trip Penumpang (orang) Kendaraan - Roda *) Roda 4 / Lebih *) Barang (Ton/M3) - Diatas kendaraan Curah Sumber: Kota Ternate Dalam Angka

115 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Tabel Data Produksi PT. ASDP Indonesia Ferry cabang Ternate untuk Lintasan Ternate Babang Tahun Uraian Jumlah / Tahun Trip Penumpang (orang) Kendaraan - Roda *) Roda 4 / Lebih *) 326 Barang (Ton/M3) - Diatas kendaraan Curah Sumber: Kota Ternate Dalam Angka 2012 Gambar Aktivitas Angkutan Laut di Pelabuhan Bastiong Angkutan Laut Ternate sebagai wilayah kepulauan yang dikelilingi oleh lautan tentu saja moda angkutan laut menjadi salah satu alat transportasi yang banyak digunakan baik oleh pedagang untuk mengirim barang dagangan maupun oleh penduduk Kota Ternate untuk bepergian ke wilayah di luar Utara. Selain itu, sebagai pusat perdagangan dan kegiatan ekonomi di Provinsi Utara, banyak kapal baik kapal penumpang maupun barang yang berlayar dan singgah di pelabuhan Ternate. Untuk lebih jelasnya, diuraikan kondisi pelabuhan laut yang ada di Kota Ternate, yaitu: 4-43

116 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Pelabuhan Ternate (Pelabuhan Ahmad Yani dan Bastiong) Pelabuhan Nasional di Propinsi Utara tercatat sebanyak 2 pelabuhan, yakni Pelabuhan Ternate dan Pelabuhan Mangole Falabisahaya. Dimana untuk pelabuhan nasional yang dipersiapkan terbuka untuk melayani jalur pelayaran keluar negeri, pelayaran dalam negeri, pelayaran rakyat dan perintis adalah Pelabuhan Ternate yang terdiri dari Daratan Pangkalan Jendral Ahmad Yani dan Pangkalan Bastiong, dimana Pelabuhan Ternate (Ahmad Yani) ini merupakan Pelabuhan Cabang Kelas II di Wilayah Kerja PT. Pelindo IV. Pelabuhan Bastiong merupakan pelabuhan angkutan orang/barang dengan status pelabuhan regional yakni pelayanan antar kabupaten dalam Propinsi Utara. Dimana dalam kompleks Pelabuhan Bastiong ini terdapat Pasar Bastiong dan Terminal Penumpang Bastiong, rute pelayaran yang di layani yaitu dari Ternate menyebar kepelabuhan di kabupaten-kabupaten lainnya, seperti Sofifi, Jailolo, Tidore dan Sanana serta kabupaten/kota lainnya dengan frekuensi pelayaran yang relatif padat. Wilayah kerja Pelabuhan Ternate (Pelabuhan A. Yani dan Bastiong) tersebut ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.04 Tahun 1999 tentang batas-batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Ternate, sebagai berikut: a) Daerah Lingkungan Kerja (DLKR) meliputi daratan sel uas m2 yang terdiri dari: Daratan Pangkalan Jend. Ahmad Yani seluas m2. Daratan Pangkalan Bastiong seluas m2. b) Daerah Lingkungan Keperntingan (DLKP) pelabuhan seluas Ha dan daerah lingkungan kepentingan perairan seluas Ha. Dilihat dari letak wilayahnya, kedudukan Pelabuhan Ternate cukup menguntungkan dalam jalur pelayaran domestik, nasional maupun internasional. Dimana bila dilihat dari jalur pelayaran domestik, Pelabuhan Ternate ini terletak diantara dua kabupaten/kota di Propinsi Utara yakni Kabupaten 4-44

117 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Halmahera Barat dan Kota Tidore Kepulauan, sedangkan bila ditinjau dari jalur nasional, wilayah pelabuhan ternate cukup strategis karena berada diantara Pulau Sulawesi dan Papua, sehingga aktifitas pergerakan orang dan barang dari kedua pulau tersebut akan melewati Pelabuhan Ternate. Sedangkan dari sisi jalur international, Pelabuhan Ternate ini terletak pada posisi silang antara Benua Asia dan Australia. Maka Perkembangan Pelabuhan Ternate dimasa mendatang dalam mendukung perdagangan luar negeri dan daerah hinterland disekitarnya, diharapkan akan menjadi pintu gerbang utama atau main port sebagai pusat pengumpul dan distribusi barang di Propinsi Utara. Dimana untuk daya dukung Pelabuhan Ternate pada saat ini berdasarkan data dari PT. Pelindo IV Cabang Ternate tahun 2007 dapat diurakan sebagai berikut: a) Pelayanan Jasa Kapal Tambatan Pangkalan A. Yani, memiliki konstruksi dermaga berupa Beton sepanjang 248 x 12 m. Pangkalan Bastiong, konstruksi beton sepanjang 25 x 5 m. Besi / kayu sepanjang 50 meter. Sheet Pile sepanjang 150 meter. Boat sebanyak 1 unit. b) Pelayanan Jasa Barang Dermaga Pangkalan A. Yani seluas 2,976 m2. Dermaga Pangkalan Bastiong seluas 300 m2. Dermaga Sheet Pile 900 m2. Gudang 01/02 seluas 432 m2. Gudang 04 seluas 900 m2 Gudang 05 seluas m2. Lapangan peti kemas seluas 5,360 m2. Lapangan non-peti kemas seluas 520 m2. c) Pengusahaan Alat Alat Forklift kapasitas 3 ton sebanyak 1 unit. Alat PMK sebanyak 1 unit. 4-45

118 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam d) Pengusahaan Tanah BangunanLingkungan Lingkungan Daratan seluas 60,850 m2. Lingkungan Perairan seluas 3,803 Ha. Areal Bangunan seluas 1,724 m2. Kapasitas Tampung Air Bersih 375 ton. Kapasitas Suply air bersih 100 ton/jam. e) Pengusahaan Lainnya Terminal Penumpang Pangkalan A. Yani seluas 600 m2. Terminal Penumpang Pangkalan Bastiong seluas 98 m2. Tabel Jumlah Kapal Yang Berdomisili ( Home Base) Di Pelabuhan Ternate dan Sekitarnya Yang Berada Dalam Pengawasan Kantor Administrator Pelabuhan Ternate No Uraian Jumlah (unit) 1 Kapal Nusantara 49 2 Kapal Lokal 57 3 Kapal Rakyat 71 4 Kapal Khusus 17 5 Kapal Perintis 3 6 Armada Semut (Kurang dari 7 GT) 242 Sumber: Kantor Administrator Pelabuhan Cab. Ternate, 2007 Tabel 4.30 menunjukkan lalu lintas penumpang dan barang angkutan laut di pelabuhan Ahmad Yani Ternate. 4-46

119 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Tabel Lalu Lintas Penumpang dan Barang Angkutan Laut di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate Menurut Bulan Tahun 2011 Bulan Penumpang (orang) Barang (ton) Berangkat Datang Bongkar Muat Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah Sumber: Kota Ternate Dalam Angka Angkutan Udara Angkutan udara merupakan sarana transportasi udara yang perkembangannya pesat baik dari segi jumlah armada penerbangan, frekuensi penerbangan maupun jumlah rute. Rute penerbangan tidak hanya melayani penerbangan ke luar wilayah Utara, tetapi juga melayani rute antar kabupaten di wilayah Utara. Di Kota Ternate terdapat 1 bandar udara yakni Bandara Sultan Babullah yang merupakan Bandara Kelas II / B dengan Panjang Runway x 30 m, saat ini melayani penerbangan sebanyak 63 kali/minggu, yakni penerbangan domestik antar provinsi sebanyak 39 kali/minggu menggunakan pesawat jenis Boing , Boeing , Fokker 28/100, ATR-42, DHC/Dash-8 dan Cassa 212 dengan 6 maskapai penerbangan yaitu Garuda Indonesia Airways, Batavia Air, Merpati Nusantara Airlines, Sriwijaya Air, Wings Air, Express Air, dan Trigana Air, rute penerbangannya adalah: a) Ternate Manado Makasar / Jakarta / Surabaya / Yogyakarta / Sorong (PP), 4-47

120 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam b) Ternate Makasar Jakarta / Surabaya / Yogyakarta / Sorong (PP), c) Ternate Ambon Makasar Jakarta / Surabaya / Yogyakarta / Sorong (PP). Kemudian untuk penerbangan domestik antar kota dalam provinsi sebanyak 24 kali penerbangan dalam 1 minggu dengan rute Ternate Buli / Morotai / Kao / Weda / Labuha / Sanana / Fala (PP). Berdasarkan Kota Ternate Dalam Angka 2012, pada tahun 2011 wilayah Utara dilayani oleh 6 maskapai penerbangan yang ada yaitu Lion Air / Wings Air, Batavia Air, Sriwijaya Air, Garuda Indonesia, Express Air, Merpati Nusantara Airlines. Dengan jumlah rute penerbangan yang semakin meningkat dari tahun sebelumnya. Di tahun 2011 jumlah pesawat yang datang dan berangkat dari Bandara Sultan Babullah sebanyak buah. Jumlah ini menurun 6,98 % dari tahun sebelumnya yang hanya buah. Seiring dengan peningkatan jumlah pesawat yang datang dan berangkat, maka jumlah penumpang mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun sebelumnya. Hal ini di karenakan angkutan udara merupakan moda transportasi dengan beberapa keunggulan antara lain: cepat, harga bersaing serta lebih nyaman dibanding jenis angkutan lainnya, pada tahun 2011 jumlah penumpang yang datang sebanyak orang, jumlah ini menurun 0,28 % dari tahun sebelumnya yang berjumlah orang. Sedangkan jumlah penumpang yang berangkat dari bandara Sultan Babullah Ternate sebanyak orang, jumlah ini meningkat 6,63 % dari tahun sebelumnya yang berjumlah orang. Tabel 4.31 menunjukkan jumlah pesawat yang datang dan berangkat melalui bandara Sultan Babullah Ternate dan Tabel 4.32 menunjukkan jumlah penumpang yang datang dan berangkat melalui bandara Sultan Babullah Ternate. Sedangkan jumlah barang dan bagasi yang dibongkar/dimuat melalui bandar udara Sultan Babullah ditunjukkan oleh Tabel

121 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Tabel Bulan Jumlah Pesawat Datang dan Berangkat Melalui Bandara Sultan Babullah Ternate Tahun Datang Berangkat Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah Sumber: Kota Ternate Dalam Angka 2012 Tabel Bulan Jumlah Penumpang Datang dan Berangkat Melalui Bandara Sultan Babullah Ternate Tahun Datang Berangkat Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah Sumber: Kota Ternate Dalam Angka

122 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Tabel Jumlah Barang dan Bagasi yang Dibongkar/Dimuat Melalui Bandar Udara Sultan Babullah Ternate menurut Bulan pada Tahun 2011 Bulan Barang Bagasi Bongkar Muat Bongkar Muat Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah Sumber: Kota Ternate Dalam Angka Transportasi Multimoda Pelayanan multimoda, dapat dilakukan dengan mengembangkan trayek angkutan umum yang menghubungkan pelabuhan/bandar udara dengan pusat kota atau wilayah lain yang mempunyai potensi penumpang besar. Pelayanan multimoda ini merupakan integrasi dari dua moda yang berbeda, agar pelayanan angkutan umum tidak terputus. Sebagai contoh adalah layanan angkutan umum kota di Terminal Bastiong, Kota Ternate yang dapat melayani penumpang dari kota menuju pelabuhan atau sebaliknya. 4-50

123 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Gambar Peta Prasarana Transportasi di Kota Ternate 4-51

124 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 4.5. PERMASALAHAN TRANSPORTASI WILAYAH Salah satu faktor keberhasilan dari suatu pembangunan wilayah adalah peran serta sektor transportasi. Oleh sebab sistem transportasi memerlukan pembinaan yang berorientasi pada peningkatan pelayanan sehingga akan menghasilkan jasa transportasi yang handal, berkemampuan tinggi serta dilaksnakan secara terpadu, tertip, lancar, aman, nyaman dan efisien. Rencana strategis merupakan suatu konsep dari perencanaan Kota yang sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan pembangunan di Kota Ternate dimasa yang akan datang mengingat permasalahan yang semakin berkembang baik secara kualitatif maupun kuantitatif sesuai dinamika masyarakat. Oleh sebab itu untuk menangani permasalahan di Kota Ternate perlu dilakukan secara konsepsional, relevan dan menyeluruh. Secara rinci permasalahan transportasi yang ada di Kota Ternate antara lain adalah: 1. Pertumbuhan ekonomi Kota Ternate yang meningkat seiring dengan berkembangnya aktivitas masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik. Kondisi ini disebabkan Ternate merupakan Kota perdagangan, distribusi dan penyangga ekonomi bagi Provinsi Utara; 2. Jumlah penduduk yang semakin padat, berakibat pada semakin kompleksnya permasalahan transportasi; 3. Kualitas jaringan pelayanan yang meliputi sarana, prasarana jaringan pelayanan seperti terminal dan sistem pengendalian pelayanan angkutan umum belum tertata secara konsepsional; 4. Bertambahnya jumlah kendaraan angkutan umum, angkutan barang, pribadi, dinas dan kendaraan roda dua yang tidak seimbang dengan fasilitas jaringan jalan yang tersedia saat ini; 5. Belum tersedianya kawasan parkir yang representatif sehingga menyebabkan ruas dan bahu jalan dipergunakan sebagai tempat parkir yang berakibat pada gangguan aktivitas kelancaran lalulintas. 6. Belum tertatanya sistem angkutan kota yang beroperasi secara reguler dan terjadwal serta tarif yang terjangkau masyarakat. 4-52

125 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Gambar Permasalahan Parkir di Kota Ternate 4.6. ANALISIS PERGERAKAN ORANG DAN BARANG DI KOTA TERNATE Jaringan Jalan Dalam model, jaringan jalan direpresentasikan dengan node dan link. Node mewakili titik-titik persimpangan dan pertemuan ruas jalan di dalam peta agar daerah lengkung jalan bisa tergambar. Link mewakili ruas-ruas jalan. Studi ini menggunakan jaringan jalan yang secara langsung memiliki kontribusi signifikan dalam pemodelan. Jaringan jalan yang berdampak terhadap pemodelan adalah jaringan jalan yang secara fungsional dipakai untuk pergerakan lalu lintas dengan volume yang cukup besar. Gambar jaringan jalan di Kota Ternate dapat dilihat pada Gambar berikut ini. 4-53

126 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Gambar Jaringan jalan Kota Ternate Volume Lalulintas di Simpang Data perhitungan volume lalu-lintas dapat diperoleh dengan cara melakukan traffic counting survey. Traffic counting survey dilakukan untuk mendapatkan gambaran volume lalu-lintas yang ada. Volume lalu-lintas didapat dengan mengukur volume lalu-lintas dari berbagai jenis kendaraan yang melalui jalan di wilayah daerah studi yang ada. Survai persimpangan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi persimpangan/ pertemuan jalan baik situasi fisik maupun kondisi lalu-lintas antara lain komposisi, distribusi menurut waktu dan arah, dan lain-lain. Penghitungan traffic counting di persimpangan berdasarkan jenis kendaraan dan penunjukan waktu yang dilakukan pada jam puncak pagi, siang dan sore hari. Tujuan survai adalah untuk memperoleh data sebagai berikut: Semua jenis kendaraan yang lewat. - Kendaraan tak bermotor (KTB) 4-54

127 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam - Sepeda motor - Mobil penumpang - Mobil penumpang umum/angkot - Bus kecil - Bus sedang - Bus besar - Truk (1,2 L) - Truk (1,2 H) - Truk (1,22 H) - Truk gandengan dan trailer Jumlah masing-masing jenis kendaraan yang lewat. Jumlah titik dan lokasi survai yang dapat mewakili lingkup wilayah studi dan disesuaikan dengan kebutuhan analisis yang diperlukan dalam studi ini. Lokasi survai dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel Lokasi survai traffic counting No. Nama Lokasi 1 Simpang Toyota / Bastiong Talangamen 2 Simpang Kantor Gubernur Lama 3 Simpang Pasar Gamalama 4 Simpang Dufa-Dufa 5 Simpang Tarau 6 Simpang Pelabuahn Speed Feri 7 Simpang Tubo 8 Simpang Maliaro 9 Simpang Jerebus 10 Simpang Ubo-Ubo 11 Simpang Ngade Baru 12 Simpang Takoma/Grand Majang Hotel 4-55

128 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam No. Nama Lokasi 13 Simpang UNHAIR 14 Simpang Kalimata/BPKP 15 Simpang Empat Pegadaian 16 Simpang Tanah Tinggi/Perum BI 17 Simpang PALAPA 18 Simpang Kraton/Tugu 19 Simpang Kantor Walikota Dari hasil survei perhitungan lalulintas diperoleh data jumlah kendaraan pada setiap jenisnya. Selanjutnya untuk keperluan analisis lanjut, data tersebut kemudian dikonversikan dalam satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan faktor konversi tertentu PEMODELAN TRANSPORTASI Dalam model, jaringan jalan direpresentasikan dengan node dan link. Node mewakili titik-titik persimpangan dan pertemuan ruas jalan di dalam peta agar daerah lengkung jalan bisa tergambar. Link mewakili ruas-ruas jalan. Studi ini menggunakan jaringan jalan yang secara langsung memiliki kontribusi signifikan dalam pemodelan. Jaringan jalan yang berdampak terhadap pemodelan adalah jaringan jalan yang secara fungsional dipakai untuk pergerakan lalu lintas dengan volume yang cukup besar. Sistem zonasi kegiatan adalah hal yang penting untuk diketahui sebelum melakukan analisis pemodelan pergerakan suatu wilayah studi. Sistem zonasi dari suatu wilayah akan mengatur pergerakan yang terjadi pada wilayah tesebut. Maksud dibuatnya zonasi ini adalah agar supaya perjalanan yang dilakukan di jaringan jalan di dalam wilayah studi dapat dengan mudah dimodelkan. Meskipun berbasis zona administrasi pembuatan zonasi model dibuat berdasarkan acuan kodifikasi yang telah dihasilkan oleh jaringan jalan. Sebuah wilayah administrasi (bisa berupa kelurahan, kecamatan atau kabupaten) dapat berupa satu atau lebih zona model tergantung pada jaringan jalan yang telah atau akan dibuat. Hal ini disebabkan karena: 4-56

129 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam a) jaringan jalan bukan merupakan batas wilayah administrasi, b) pembebanan lalulintas dilakukan berdasarkan data bangkitan dan tarikan di tiap-tiap zona yang akan menghasilkan volume lalulintas pada jaringan jalan, c) kemudahan representasi model berdasarkan zona-zona aktual di lapangan. Dalam pemodelan ini digunakan peta jaringan jalan yang didasarkan pada peta jaringan jalan eksisting Kota Ternate. Zona bangkitan dan tarikan di Kota Ternate diwakili oleh 77 kelurahan di 7 Kecamatan di Kota Ternate. Tabel Zona Berbasis Wilayah Administratif di Kota Ternate No Kecamatan/ Kelurahan I Pulau Ternate 1 Jambula 2 Foramadahi 3 Kastela 4 Rua 5 Afe Taduma 6 Togafo 7 Loto 8 Takome 9 Sulamadaha 10 Tobololo 11 Bula 12 Kulaba 13 Dorpedu II Ternate Selatan 1 Sasa 2 Gambesi 3 Fitu 4 Kalumata 5 Kayu Merah 6 Bastiong Talangame 7 Ubo Ubo 8 Mangga Dua 9 Jati 10 Toboko 11 Tanah Tinggi 4-57

130 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam No 12 Tanah Tinggi Barat 13 Mangga Dua Utara 14 Jati Perumnas 15 Tabona 16 Bastiong Karance 17 Ngade III 1 Soa Ternate Utara 2 Soa Sio 3 Kasturian 4 Salero 5 Toboleu 6 Sangaji 7 Dufa Dufa 8 Tafure 9 Tabam 10 Sango 11 Tarau 12 Sangaji Utara 13 Akehuda 14 Tubo IV 1 Takofi 2 Kota 3 Tafamutu 4 Tafaga 5 Figur 6 Tadenas V 1 Mayau 2 Tifure 3 Lelewi 4 Bido 5 Pantai Sagu 6 Perum Bersatu VI Kecamatan/ Kelurahan Moti Pula Batang Dua Ternate Tengah 1 Kampung Makassar Barat 2 Kampung Makassar Timur 4-58

131 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam No 3 Salahuddin 4 Kalumpang 5 Santiong 6 Gamalama 7 Moya 8 Marikurubu 9 Kampung Pisang 10 Takoma 11 Muhajirin 12 Maliaro 13 Kota Baru 14 Tanah Raja 15 Stadion VII 1 Togolobe 2 Dorari Isa 3 Faudu 4 Mado 5 Tomajiko 6 Tafraka Kecamatan/ Kelurahan Pulau Hiri Gambar jaringan jalan yang telah diubah dalam bentuk node dan link di Kota Ternate dapat dilihat pada Gambar 4.14, berikut ini. 4-59

132 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Gambar Jaringan Jalan Eksisting dengan Node dan Link untuk Pemodelan Pada Gambar 4.15, ditunjukkan karakteristik kecepatan kendaraan yang melewati jaringan jalan di Kota Ternate. Gambar Karakteristik kecepatan pada kondisi eksisting Matrik Asal Tujuan Matrik Asal Tujuan (OD Matrix) Perjalanan merupakan matrik dua dimensi yang menunjukkan pola dan besaran perjalanan dari titik asal (origin) ke titik tujuan (destination), yang berisi bangkitan dan tarikan (jumlah perjalanan dari tempat asal ke tempat tujuan) yang berasal dari 77 zona yang mewakili pergerakan dan seluruhnya diwakili oleh 77 kelurahan di dalam Kota Ternate. Dalam pemodelan Kota Ternate ini, Matrik Asal Tujuan didapatkan dari generalisasi land use atau tata guna lahan, jumlah penduduk, yang terdiri atas jumlah pekerja yang tinggal pada suatu kawasan (origin) atau dikenal sebagai working residence (tempat tinggal), yang kemudian melakukan perjalanan ke tempat pekerjaan (destination), atau disebut sebagai jobs (pekerjaan). Matrik Asal Tujuan di Kota Ternate dapat digambarkan dalam ilustrasi model berikut ini. 4-60

133 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Gambar Matrik Asal Tujuan dalam Pemodelan Transportasi Kota Ternate 4-61

134 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Tabel Matrik Asal Tujuan Perjalanan Orang Eksisting di Kota Ternate

135 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Tabel Matrik Asal Tujuan Perjalanan Barang Eksisting di Kota Ternate 2013 Asal Tujuan Pulau Ternate Moti Pulau Batang Dua Pulau Hiri Ternate Selatan Ternate Tengah Ternate Utara Jumlah Pulau Ternate Moti Pulau Batang Dua Pulau Hiri Ternate Selatan Ternate Tengah Ternate Utara Jumlah

136 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Hasil Pembebanan Lalulintas a. Kondisi Eksisting Tahapan berikutnya adalah pembebanan lalulintas pada jaringan jalan atau trip/traffic assignment, yaitu dengan mengalokasikan perjalanan yang telah dipisahkan menurut moda masing-masing ke dalam berbagai rute jaringan yang tersedia yang menghubungkan zona asal tujuan yang ditentukan. Salah satu tujuan utama dari tahap pembebanan lalulintas atau pembebanan kebutuhan perjalanan adalah untuk dapat mengidentifikasikan rute-rute yang akan dilalui dan ditempuh oleh pemakai jalan dari suatu zona asal ke zona tujuan dan jumlah perjalanan yang melalui setiap ruas jalan pada suatu jaringan jalan. Metoda yang paling sesuai untuk suatu daerah akan sangat tergantung dari karakteristik wilayah studi itu sendiri. Variabel tingkat dari kemacetan, adanya rute-rute alternatif dengan masing-masing biaya (travel cost) dan ditambah dengan perilaku dari pengendara akan sangat berpengaruh dalam menentukan metoda trip assignment yang terbaik pada suatu kasus tertentu. Pada wilayah Kota Ternate ini, metoda assignment yang dipilih adalah metoda user equilibrium mengingat lokasi studi berupa wilayah kota dengan jaringan jalan yang cukup banyak alternatif. Setelah distribusi perjalanan dibebankan ke jaringan jalan maka didapatkan volume lalulintas di ruas jalan sehingga dapat diketahui VC ratio dari masingmasing ruas jalan yang dimodelkan. Besarnya volume dan VC ratio dari kondisi jaringan jalan eksisting secara lengkap dapat dilihat pada gambar berikut ini. 4-64

137 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Gambar Hasil Pembebanan Lalulintas Kota Ternate Kondisi Eksisting Dari gambar di atas terlihat bahwa pembebanan lalulintas pada jaringan jalan di Kota Ternate masih berada pada kondisi normal, dengan VC Ratio rata-rata masih di bawah 0,3. Rekapitulasi besaran arus lalulintas pada jaringan jalan dan besaran VC Ratio kondisi eksisting di Kota Ternate dapat dilihat pada Gambar 4.18, berikut ini. 4-65

138 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Gambar Rekapitulasi VC Ratio dan Arus Lalulintas di Jaringan Jalan di Kota Ternate Kondisi Eksisting Hasil pembebanan lalulintas tiap-tiap ruas jalan tertuang dalam rekapitulasi tabel berikut ini. 4-66

139 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Tabel No Ruas Rekapitulasi Data Jaringan Jalan, Kapasitas, Arus Lalulintas dan VC Ratio Hasil Pembebanan Kota Ternate Kondisi Eksisting Nama Ruas Panjang (km) Lebar (m) Kapasitas Jalan (smp/jam) Volume Lalulintas (smp/jam) VC Ratio 01 Jl. Yos Sudarso 0,7600 7, , Jl. M. Baiturrahman Maliaro 0,3805 4, , Jl. Lingk Kampung Pisang 0,3400 3, , Jl. Terminal Cinta 0,4757 4, , Jl. Lingk Terminal Cinta 0,6521 3, , Jl. Lingk Y Sudarso - Cempaka 0,3636 3, , Jl. Kie Raha 0,9130 5, , Jl. Stadion 0,5238 5, , Jl. Kapitan Pattimura 0,8600 6, , Jl. Lingk Kalumpang 01 0,8000 4, , Jl. Cengkeh AFO 0,8710 6, , Jl. Lorong Cengkeh Avo 0,2876 4, , Jl. Tongole TVRI 2,3500 4, , Jl. Lingk Tongole TVRI 03 0,2070 3, , Jl. Maliaro TVRI 3,7200 4, , Jl. Lingk Maliaro 0,3100 3, , Jl. Maliaro - Jan 1,2000 4, , Jl. Lingk Maliaro TVRI 3 (TVRI) 0,0440 3, , Jl. Seruni I 0,8675 5, , Jl. SMPN 6 Stadion 0,1920 4, , Jl. Seruni II 0,2464 4, , Jl. KH Dewantoro 0,6216 5, , Jl. Lingk Takoma 0,1065 6, , Jl. Asrama Polisi 0,2767 6, , Jl. Kamboja 0,3911 5, , Jl. Lingk Pasar Kotabaru 0,1320 3, , Jl. Pantai K Baru - Bastiong 1, , , Jl. Zainal Abidin Syah 0,3845 5, , Jl. Wijaya Kusuma 0,4072 5, , Jl. Cengkeh 0,2232 5, , Jl. Mawar 0,1560 6, , Jl. Sedap Malam 0,1566 5, , Jl. Falajawa III 0,1604 4, , Jl. Anggrek 0,2182 6, , Jl. Sultan Jabirsyah (Halmahera) 2, , , Jl. Ternate Beach 0, , , Jl. Pahlawan Revolusi 1, , , Jl. Salim Fabanyo 0,5799 4, ,

140 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam No Ruas Nama Ruas Panjang (km) Lebar (m) Kapasitas Jalan (smp/jam) Volume Lalulintas (smp/jam) VC Ratio 23 Jl. H. Busoiri 0,7197 6, , Jl. Cm Tiohohu 0,3030 5, , Jl. Senang 0,1543 3, , Jl. Hasan Senen 0,3086 4, , Jl. Kemuning 0,1590 6, , Jl. Nuku 0,3920 5, , Jl. Falajawa 0,5424 4, , Jl. Ade Irma Suryani 0,1950 5, , Jl. Nukila 0,6050 5, , Jl. Tapikong Gamalama 0,2405 3, , Jl. Ketilang 0,2086 4, , Jl. Kusuma Harapan 0,2040 4, , Jl. Juma Puasa 0,6570 5, , Jl. Branjangan 0,6689 7, , Jl. Kakak Tua 0,4203 4, , Jl. Bangau 0,2487 5, , Jl. Cendrawasih 0,2452 5, , Jl. Merak 0,2000 4, , Jl. Maleo 0,1486 4, , Jl. Elang 0,2500 5, , Jl. Merpati 0,3200 4, , Jl. Camar 0,1400 5, , Jl. Pipit 0,1280 4, , Jl. Gagak 0,4810 5, , Jl. Kesatrian 0,2390 5, , Jl. Salak 0,3074 4, , Jl. Rambutan 0,6280 4, , Jl. Lingk Rambutan I 0,2500 4, , Jl. Nanas 0,0870 4, , Jl. Manggis 0,4300 4, , Jl. Sultan Babullah 0,6480 5, , Jl. Yasin Gamsungi 0,8770 4, , Jl. Lingk Lelong 0,1260 3, , Jl. Sonyie Lamo 0,2400 5, , Jl. Jambu 0,4670 4, , Jl. Jeruk 0,4570 4, , Jl. Mesjid Sultan 0,1118 4, , Jl. Kedaton 0,4950 5, , Jl. Semangka Tobenga 1,3950 5, , Jl. Soa Konora 0,3287 4, , Jl. Akeboca 0,6230 4, ,

141 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam No Ruas Nama Ruas Panjang (km) Lebar (m) Kapasitas Jalan (smp/jam) Volume Lalulintas (smp/jam) VC Ratio 59 Jl. Ngidi Kasturian 0,9850 6, , Jl. Soa - Puncak I 0,3238 4, , Jl. Soa - Puncak II 0,7180 4, , Jl. Lingk Ngidi Kasturian 0,5300 3, , Jl. Tanah Gusur (RD DPRD K) 0,4600 4, , Jl. Lingk Ngade Sone 0,4600 4, , Jl. Ngade Sone 1,0730 5, , Jl. Kasturian - Facey 0,9780 6, , Jl. Lingk Kasturian - Facey 0,2690 3, , Jl. Lingk Bola 0,3740 4, , Jl. Stasion Pantai Sabia 0,4330 4, , Jl. Facey - Tubo 1,3330 6, , Jl. Lingk Facey - Tarau 0,3000 3, , Jl. SMP Tsanawiyah Dufa-dufa 0,4280 4, , Jl. SMP Islam - Moya 3,1600 5, , Jl. Lingk SMP Islam 0,4380 3, , Jl. Lingk Gamayou 0,1510 3, , Jl. Lingk SMP Islam - Skeep 0,8600 4, , Jl. Skeep Pohong Amo 0,3787 4, , Jl. Lingk Skeep 0,6063 3, , Jl. Lingk Skeep Pohong Pala 0,6430 3, , Jl. Salahudin 0,7286 5, , Jl. Kayu Manis - Moya 2,3193 5, , Jl. Lingk Tabahawa 0,5500 3, , Jl. Lingk Tabahawa II 0,9590 3, , Jl. Moya - Bukubandera 3,3000 4, , Jl. Torano 0,7393 4, , Jl. Fala Lamo Torano 1,0000 3, , Jl. BTN - Torano 1,3099 4, , Jl. Lingk BTN - Torano 0,2107 3, , Jl. Tanah Mesjid - BTN 0,6640 5, , Jl. Lingk Tanah Mesjid 0,2590 3, , Jl. Lingk BTN Baru 0,2795 3, , Jl. Kompleks BTN 1,8419 5, , Jl. Marikurubu 1,7840 4, , Jl. Lingk Marikurubu - Pala 0,1680 3, , Jl. Pala - Marikurubu 0,5981 4, , Jl. Lingk BTN Pala - Marikurubu 0,3415 3, , Jl. Lingk Pala - Marikurubu 0,1819 3, , Jl. Palapa 0,8587 5, , Jl. Lingk Palapa 0,1490 4, ,

142 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam No Ruas Nama Ruas Panjang (km) Lebar (m) Kapasitas Jalan (smp/jam) Volume Lalulintas (smp/jam) VC Ratio 74 Jl. Puskesmas Kalumpang 0,5149 4, , Jl. Terminal Baru Gamalama 1,8220 6, , Jl. Kamp Makassar Timur 0,4500 5, , Jl. Lingk Terminal Gamalama 0,1950 4, , Jl. Marikurubu - Jati 1,2860 4, , Jl. Ake Oti 1,6320 4, , Jl. Tanah Tinggi Barat 0,2300 3, , Jl. Maliaro - Jati Jan 0,3000 4, , Jl. Kamp Kodok Jerbus 0,1232 3, , Jl. Lingk Marikurubu - Jati 01 0,3050 4, , Jl. Lingk Marikurubu - Jati 02 0,7570 4, , Jl. Tanah Tinggi 0,7167 5, , Jl. Lingk Tanah Tinggi 1 0,1994 3, , Jl. Lingk Tanah Tinggi 2 0,1530 4, , Jl. Belakang RSU 0,5958 4, , Jl. Cempaka Tanah Tinggi 0,6529 5, , Jl. Larat 0,1912 5, , Jl. Nusa Indah 0,3193 5, , Jl. Kecubung 0,2146 5, , Jl. Teratai 0,1051 4, , Jl. Bougenville 0,1922 4, , Jl. Kenanga 0,3111 4, , Jl. Vanda 0,1270 4, , Jl. Bonsai 0,2432 5, , Jl. Kaca Piring 0,2450 5, , Jl. Dahlia 0,3089 5, , Jl. Kelapa Pendek 0,7675 5, , Jl. Lingk Kelapa Pendek 0,0810 3, , Jl. Jati I 0,6926 4, , Jl. Jati II 0,5618 5, , Jl. Lingk Jati II 0,1000 3, , Jl. Jati III 0,5519 4, , Jl. Jati 0,4198 5, , Jl. Jerebusua 0,7640 4, , Jl. Lingk Jerebusua 1 0,2510 3, , Jl. Jati Baru 0,7664 4, , Jl. Jati - Jan 2,2710 5, , Jl. Lingk TransTV 0,6500 3, , Jl. Link Jati Jan (MetroTV) 0,7460 3, , Jl. Jan 1,4067 4, , Jl. Lingk Perumahan Ubo-ubo 0,3910 3, ,

143 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam No Ruas Nama Ruas Panjang (km) Lebar (m) Kapasitas Jalan (smp/jam) Volume Lalulintas (smp/jam) VC Ratio 98.2 Jl. Lingk Jan 0,1330 3, , Jl. Lingk Jan Baru 1 0,4500 3, , Jl. Perumnas - Jati 0,8250 5, , Jl. Lingk Perumnas - Jati 0,4550 3, , Jl. Lingk Perumnas Motoa 1 0,1980 3, , Jl. Melati - Kalumata 2,3783 5, , Jl. Lingk Melati - Cempaka 0,3937 4, , Jl. Lingk Jati 1,0229 3, , Jl. Melati Jati 0,5200 4, , Jl. Perumnas Danau Toba 0,7076 4, , Jl. Lingk Danau Toba II (M. Nurilahi Jati) 0,1350 3, , Jl. SMP Al Irsyad (Metro TV) 0,7060 5, , Jl. Lingk SMP Al Irsyad (Metro TV) 1 0,1230 4, , Jl. SDN Ubo-ubo 0,5840 4, , Jl. Himo Himo 0,5150 3, , Jl. Lingk Himo Himo Tabona 0,3715 4, , Jl. Tobona - Bukusandar 2,3000 4, , Jl. Lingk Tobona 0,3710 3, , Jl. P. Agama Kayu Merah 0,5090 4, , Jl. K. Merah - R. Dinas Walikota 0,8000 5, , Jl. DPRD Kota - Kalumata 0,7650 4, , Jl. Lingk DPRD Kota - Kalumata 0,2220 3, , Jl. Kalumata - Gambesi 4,2450 5, , Jl. Barito Puncak 0,9130 4, , Jl. Lingk Kalumata Puncak 0,5690 3, , Jl. Masuk R. Dinas Walikota 0,9500 5, , Jl. Asrama Haji Ngade 0,2500 3, , Jl. Gambesi - Sasa 1,5000 4, , Jl. Lingk Gambesi - Sasa (rencana Pesantren) 0,7000 4, , Jl. Sasa - Foramadiahi 1,9748 4, , Jl. Lingk Sasa - Foramadiahi 2 (STIKIP) 0,5050 4, , Jl. Mangga Dua - Jati 0,4035 4, , Jl. Perumnas - Bastiong 0,6830 4, , Jl. SMP 4 Bastiong 0,1040 3, , Jl. Lingk Talangame 0,1000 3, , Jl. Masuk BPOM Bastiong 0,3589 3, , Jl. Cakra Ubo-ubo 0,8360 4, , Jl. Lingk Tanah Misi 0,4880 3, , Jl. Pasar Bastiong 0,6750 5, , Jl. Bastiong Pantai 0,1945 4, , Jl. Lingk Bastiong Pantai 0,4400 3, ,

144 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam No Ruas Nama Ruas Panjang (km) Lebar (m) Kapasitas Jalan (smp/jam) Volume Lalulintas (smp/jam) VC Ratio 110 Jl. Lingk Ferry Bastiong 0,1770 3, , Jl. Ubo Ubo 0,8280 5, , Jl. Meteorologi 0,6290 5, , Jl. Lingk Meteorologi - Perum Jan 0,6030 4, , Jl. Sosial Ubo-ubo 0,5930 5, , Jl. Falajawa II 0,7840 5, , Jl. Kompleks Falajawa II 3,1387 4, , Jl. Pemancar RRI Kayu Merah 0,3862 5, , Jl. Lingk Kayu Merah 0,8691 3, , Jl. Kalumata 0,6410 5, , Jl. Lingk Kalumata 0,4110 4, , Jl. Daniel Bohang 0,7450 4, , Jl. AM Kamaruddin 1,0900 6, , Jl. Samping Mapolsek Utara 0,2180 3, , Jl. Air Sentosa 0,2086 5, , Jl. SD Salero 0,1176 4, , Jl. Mesjid Kasturian 0,1190 4, , Jl. Cempedak - Kasturian 0,4610 5, , Jl. Toboleu 2,3070 4, , Jl. Lingk Toboleu 0,6650 4, , Jl. Bola 0,4216 4, , Jl. Gamcim 0,4889 4, , Jl. Koloncucu 0,2800 4, , Jl. Penyu Sabia 0,4050 4, , Jl. Lingk Sabia 0,3117 4, , Jl. Puskesmas Siko 0,3900 4, , Jl. Mutiara 0,2480 4, , Jl. Kepiting 0,4910 4, , Jl. Teripang 0,1750 4, , Jl. Facey - Buku Bandera 2,3942 4, , Jl. Samping Makam Pahlawan 0,3890 4, , Jl. Toloko Barat 0,4310 4, , Jl. Benteng Toloko 0,2810 5, , Jl. Cakalang 0,5530 4, , Jl. Terminal Dufa Dufa 0,1845 5, , Jl. Dufa Dufa Beach 0, , , Jl. Kampus STAIN 0,3150 4, , Jl. Julung 0,6900 4, , Jl. Tafure 0,8790 4, , Jl. Asrama AL 0,8445 3, , Jl. Daulasi 1,0140 4, ,

145 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam No Ruas Nama Ruas Panjang (km) Lebar (m) Kapasitas Jalan (smp/jam) Volume Lalulintas (smp/jam) VC Ratio 149 Jl. Pantai Daulasi 1,5000 8, , Jl. Cendana 1,0860 4, , Jl. Tubo 0,6250 4, , Jl. Tabam 0,8000 4, , Jl. Lingk Sango 0,2515 3, , Jl. Tarau 0,2713 4, , Jl. Lingk Tarau Barat 0,3558 3, , Jl. Lingk Tarau 0,2940 3, , Jl. Kalumata Baru 0,9280 4, , Jl. Ngade Baru 0,7900 4, , Jl. Laguna Permai 0,4380 4, , Jl. Danau Laguna 1,5320 4, , Jl. Lingk Danau Laguna 0,3180 3, , Jl. Fitu Baru 0,9630 4, , Jl. Nelayan Fitu 0,2880 4, , Jl. Lingk Perum Luph Fitu 0,1570 3, , Jl. Gambesi Baru 1,0900 4, , Jl. SMAN 3 Gambesi 0,4740 3, , Jl. Sasa Puncak 1,2000 4, , Jl. Sasa Baru 0,7200 4, , Jl. Terminal Sasa 0,4340 3, , Jl. Foramadiahi 1,4000 4, , Jl. Jambula 1,2000 4, , Jl. Pantai Tafure - Sango 1,6500 5, , Jl. Ake Tubo 1,5630 4, , Jl. Lingk Tubo 0,4800 4, , Jl. Tobololo 3,2000 4, , Jl. Sulamadaha 0,8050 3, , Jl. Pelabuhan Sulamadaha 0,1750 3, , Jl. Takome 1,7670 4, , Jl. Masuk TPA Takome 0,6975 3, , Jl. Danau Tolire 0,2490 3, , Jl. Lingk Taduma 1 (Paving) 0,2220 5, , Jl. Lingk Taduma 2 0,2120 3, , Jl. Kastela 1,5600 3, , Jl. Lingk Kastela Makam Babbullah 0,9410 7, , Jl. Keliling Pulau Hiri 10,1050 4, , Jl. Keliling Pulau Moti 19,1070 4, , Jl. Moti Kota 1,3400 4, , Jl. Tadenas 1,4200 4, , Jl. Tafaga 0,6000 3, ,

146 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam No Ruas Nama Ruas Panjang (km) Lebar (m) Kapasitas Jalan (smp/jam) Volume Lalulintas (smp/jam) VC Ratio 190 Jl. Keliling Pulau Mayau 21,3170 4, , Jl. Keliling Pulau Tifure 14,0000 4, ,084 (sumber: hasil analisis pemodelan,diolah) 4-74

147 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam BAB 5 PERKIRAAN KONDISI MENDATANG 5.1. RENCANA PROYEK MP3EI Dalam MP3EI ditetapkan bahwa Propinsi Utara merupakan bagian dari Koridor Ekonomi Papua Kepulauan. Adapun produksi unggulan dan investasi Nasional di koridor tersebut khususnya di wilayah Propinsi Utara adalah pertambangan nikel dan perikanan. Tabel 5.1 menunjukkan daftar investasi infrastruktur yang teridentifikasi di koridor Papua- (MP3EI), khususnya di wilayah Kota Ternate. Dari Tabel 5.1 disebutkan proyek MP3EI adalah peningkatan administrasi pelabuhan, hal ini guna meningkatkan pelabuhan Ternate sebagai pelabuhan Nasional, yang disebabkan oleh besarnya jumlah bongkar/muat barang. Adapun peta lokasi proyek MP3EI di Kota Ternate dapat dilihat pada Gambar 5.1. Tabel 5.1. Daftar Investasi Infrastruktur yang Teridentifikasi di Koridor Papua, Khususnya di Wilayah Kota Ternate No Proyek MP3EI Nilai Investasi (IDR Miliar) Periode Mulai Periode Selesai Lokasi 1 Adpel Ternate Kota Ternate 5-1

148 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Adpel Ternate Nilai Investasi Rp 150 M Gambar 5.1. Peta Lokasi Proyek MP3EI di Kota Ternate 5.2. RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TERNATE Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Ternate telah dimuat didalam Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata 5-2

149 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Ruang Wilayah Kota Ternate Tahun Penataan Ruang Kota Ternate bertujuan untuk: Mewujudkan Kota Ternate Sebagai Kota Pesisir dan Kepulauan yang Adil, Mandiri dan Berkelanjutan berbasis pada sektor unggulan Jasa Perdagangan, Perikanan dan Pariwisata. Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang tersebut, disusun kebijakan penataan ruang wilayah Kota Ternate yang terdiri atas: a. Kebijakan penetapan struktur ruang; b. Kebijakan pola ruang; dan c. Kebijakan penetapan kawasan strategis Rencana Struktur Ruang Kota Ternate Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Ternate Tahun , dimana didalam Pasal 6 ayat (1) disebutkan bahwa Rencana struktur ruang wilayah Kota Ternate meliputi: a. Sistem pusat-pusat kegiatan; b. Sistem prasarana utama; dan c. Sistem jaringan prasarana lainnya. Sistem pusat pelayanan tersebut terdiri atas: a. Pusat Pelayanan Kota; b. Sub Pusat Pelayanan Kota; dan c. Pusat Lingkungan; Sistem pusat pelayanan Kota Ternate terdiri atas 1 (satu) pusat pelayanan, 6 (enam) sub pusat pelayanan dan 26 pusat lingkungan. Pusat pelayanan kota terdapat di sebagian Bagian Wilayah Kota (BWK) I, BWK II, BWK III yang meliputi Kelurahan Salero, Soa, Kampung Makassar Timur, Kampung Makassar Barat, 5-3

150 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Gamalama, Muhajirin, Tanah Raja, Takoma, Kota Baru, Maliaro, Stadion, Tanah Tinggi, Kalumpang, Santiong dan Kelurahan Salahuddin. Pusat pelayanan kota memiliki fungsi sebagai pusat pelayanan pemerintahan kota, pendidikan dan olahraga, perdagangan dan jasa, pusat pelayanan transportasi, pusat pelayanan kesehatan, pusat keamanan dan keselamatan serta pusat sejarah dan kebudayaan. Sub pusat pelayanan kota terdiri atas: a. Kelurahan Dufa-dufa di Kecamatan Ternate Utara (BWK I); b. Kelurahan Bastiong Talangame dan Bastiong Karance di Kecamatan Ternate Selatan (BWK III); c. Kelurahan Jambula dan Sasa di Kecamatan Ternate Selatan dan Kecamatan Pulau Ternate (BWK IV); d. Kelurahan Togolobe di Kecamatan Hiri (BWK V); e. Kelurahan Moti Kota di Kecamatan Moti (BWK VI); dan f. Kelurahan Mayau di Kecamatan Batang Dua (BWK VII). Pusat lingkungan terdiri atas: a. Kelurahan Moya, Kampung Makassar Barat, Santiong, Kota Baru, Stadion dan Maliaro di Kecamatan Ternate Tengah; b. Kelurahan Tanah Tinggi Barat, Taboko, Mangga Dua, Jati dan Gambesi di Kecamatan Ternate Selatan; c. Kelurahan Tabam, Akehuda dan Sangaji di Kecamatan Ternate Utara; d. Kelurahan Kastela, Rua, Afetaduma, Loto, Takome, Sulamadaha, dan Kulaba di Kecamatan Pulau Ternate; e. Kelurahan Tafaga, dan Takofi di Kecamatan Moti; f. Kelurahan Faudu di Kecamatan Hiri; dan g. Kelurahan Bido dan Tifure di Kecamatan Batang Dua. 5-4

151 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Gambar 5.2. Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Ternate 5-5

152 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Rencana Pola Ruang Kota Ternate Di dalam Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Ternate Tahun , Pasal 19 ayat (1) menyebutkna bahwa Rencana pola ruang wilayah Kota Ternate meliputi : a. Rencana kawasan lindung; dan b. Kawasan budidaya. Kawasan lindung terdiri atas: a. Kawasan hutan lindung; b. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; c. Kawasan perlindungan setempat; d. Ruang Terbuka Hujau (RTH); e. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; dan f. Kawasan rawan bencana alam. Sedangkan kawasan budidaya terdiri atas: a. Kawasan hutan produksi; b. Kawasan permukiman; c. Kawasan jasa dan perdagangan; d. Kawasan perkantoran; e. Kawasan industri; f. Kawasan pariwisata; g. Kawasan perikanan; h. Kawasan pertanian; i. Kawasan ruang evakuasi bencana; j. Kawasan terbuka non hijau; dan k. Kawasan peruntukan lainnya. 5-6

153 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Gambar 5.3. Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Ternate 5-7

154 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam 5.3. PEMODELAN TRANSPORTASI Setelah dilakukan analisis terhadap beban lalulintas pada kondisi saat ini, seperti terlihat pada bab 4. Sub bab , kemudian dilakukan analisis pembebanan terhadap kondisi yang akan datang Matrik Asal Tujuan Matrik Asal Tujuan (OD Matrix) Perjalanan merupakan matrik dua dimensi yang menunjukkan pola dan besaran perjalanan dari titik asal (origin) ke titik tujuan (destination), yang berisi bangkitan dan tarikan (jumlah perjalanan dari tempat asal ke tempat tujuan) yang berasal dari 7 zona yang mewakili pergerakan dan seluruhnya diwakili oleh 7 kecamatan di dalam Kota Ternate. Dalam pemodelan Kota Ternate ini, Matrik Asal Tujuan didapatkan dari generalisasi land use atau tata guna lahan, jumlah penduduk, yang terdiri atas jumlah pekerja yang tinggal pada suatu kawasan (origin) atau dikenal sebagai working residence (tempat tinggal), yang kemudian melakukan perjalanan ke tempat pekerjaan (destination), atau disebut sebagai jobs (pekerjaan). Matrik Asal Tujuan di Kota Ternate dapat digambarkan dalam ilustrasi model berikut ini. 5-8

155 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Tabel 5.2. Matrik Asal Tujuan Perjalanan Orang Skenario di Kota Ternate 2014 Asal Tujuan Pulau Ternate M o t i Pulau Batang Dua Pulau Hiri Ternate Selatan Ternate Tengah Ternate Utara Jumlah Pulau Ternate - 1, ,754 37,694 36,184 41, ,363 M o t i 1, ,960 5,408 4,500 18,594 Pulau Batang Dua ,012 1,620 1,396 5,712 Pulau Hiri 2, ,880 5,544 4,270 20,781 Ternate Selatan 37,694 6,960 2,012 7, , , ,596 Ternate Tengah 36,184 5,408 1,620 5, , , ,540 Ternate Utara 41,893 4,500 1,396 4, , , ,203 Jumlah 120,363 18,594 5,712 20, , , ,203 1,477,790 Sumber: analisis 5-9

156 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Tabel 5.3. Matrik Asal Tujuan Perjalanan Orang Skenario di Kota Ternate 2015 Asal Tujuan Pulau Ternate Pulau Ternate - M o t i Pulau Batang Dua Pulau Hiri Ternate Selatan Ternate Tengah Ternate Utara Jumlah Sumber: analisis 1,473 M o t i Pulau Batang Dua Pulau Hiri Ternate Selatan Ternate Tengah Ternate Utara Jumlah 1, ,974 40,710 39,079 45, ,992 2, ,710 7,516 2,173 8,510 39,079 5,840 1,750 5, , ,516 5,840 4,860 20, ,173 1,750 1,508 6,169 45,245 4,860 1,508 4, , ,153-8,510 5,987 4,612 22, , , , , , , ,992 20,082 6,169 22, , , ,299 1,596,

157 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Tabel 5.4. Matrik Asal Tujuan Perjalanan Orang Skenario di Kota Ternate 2019 Asal Tujuan Pulau Ternate M o t i Pulau Batang Dua Pulau Hiri Ternate Selatan Ternate Tengah Ternate Utara Jumlah Pulau Ternate - 2, ,047 55,385 53,167 61, ,852 M o t i 2, ,226 7,945 6,613 27,321 Pulau Batang Dua ,956 2,380 2,052 8,393 Pulau Hiri 4, ,578 8,145 6,275 30,535 Ternate Selatan 55,385 10,226 2,956 11, , , ,236 Ternate Tengah 53,167 7,945 2,380 8, , , ,255 Ternate Utara 61,555 6,613 2,052 6, , , ,765 Jumlah 176,852 27,321 8,393 30, , , ,765 2,171,358 Sumber: analisis 5-11

158 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Tabel 5.5. Matrik Asal Tujuan Perjalanan Orang Skenario di Kota Ternate 2025 Asal Pulau Ternate Tujuan Pulau Ternate M o t i 3,180 M o t i Pulau Batang Dua 1, Pulau Batang Dua Pulau Hiri 6, Pulau Hiri Ternate Selatan 87,889 16,227 4,691 18,373 Ternate Selatan Ternate Tengah Ternate Utara Jumlah 3,180 1,103 6,421 87,889 84,369 97, ,643 Ternate Tengah 84,369 12,608 3,777 12, , ,227 12,608 10,493 43, ,691 3,777 3,256 13,319 Ternate Utara 97,680 10,493 3,256 9, , ,732-18,373 12,926 9,957 48, , ,052 1,076, ,732 1,106, ,169 Jumlah 280,643 43,355 13,319 48,455 1,076,276 1,106, ,169 3,445,673 Sumber: analisis 5-12

159 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Tabel 5.6. Matrik Asal Tujuan Perjalanan Orang Skenario di Kota Ternate 2030 Asal Tujuan Pulau Ternate M o t i Pulau Batang Dua Pulau Hiri Ternate Selatan Ternate Tengah Ternate Utara Jumlah Pulau Ternate - 4,673 1,621 9, , , , ,356 M o t i 4, ,843 18,526 15,418 63,703 Pulau Batang Dua 1, ,893 5,550 4,784 19,569 Pulau Hiri 9, ,995 18,992 14,630 71,196 Ternate Selatan 129,138 23,843 6,893 26, , ,157 1,581,403 Ternate Tengah 123,965 18,526 5,550 18, , ,337 1,625,747 Ternate Utara 143,524 15,418 4,784 14, , ,337-1,288,849 Jumlah 412,356 63,703 19,569 71,196 1,581,403 1,625,747 1,288,849 5,062,824 Sumber: analisis 5-13

160 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Tabel 5.7. Matrik Asal Tujuan Perjalanan Barang Skenario di Kota Ternate 2014 Asal Tujuan Pulau Ternate M o t i Pulau Batang Dua Pulau Hiri Ternate Selatan Ternate Tengah Ternate Utara Jumlah Pulau Ternate - 1, ,846 38,950 37,391 43, ,375 M o t i 1, ,192 5,588 4,650 19,215 Pulau Batang Dua ,079 1,674 1,443 5,902 Pulau Hiri 2, ,142 5,728 4,413 21,474 Ternate Selatan 38,950 7,193 2,079 8, , , ,983 Ternate Tengah 37,391 5,588 1,674 5, , , ,358 Ternate Utara 43,290 4,650 1,443 4, , , ,743 Jumlah 124,375 19,216 5,903 21, , , ,743 1,527,049 Sumber: analisis 5-14

161 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Tabel 5.8. Matrik Asal Tujuan Perjalanan Barang Skenario di Kota Ternate 2015 Asal Tujuan Pulau Ternate M o t i Pulau Batang Dua Pulau Hiri Ternate Selatan Ternate Tengah Ternate Utara Jumlah Pulau Ternate - 1, ,073 42,066 40,382 46, ,325 M o t i 1, ,767 6,035 5,023 20,752 Pulau Batang Dua ,245 1,808 1,558 6,375 Pulau Hiri 3, ,793 6,187 4,766 23,192 Ternate Selatan 42,066 7,768 2,245 8, , , ,142 Ternate Tengah 40,382 6,035 1,808 6, , , ,586 Ternate Utara 46,753 5,023 1,558 4, , , ,842 Jumlah 134,325 20,753 6,375 23, , , ,842 1,649,213 Sumber: analisis 5-15

162 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Tabel 5.9. Matrik Asal Tujuan Perjalanan Barang Skenario di Kota Ternate 2019 Asal Tujuan Pulau Ternate M o t i Pulau Batang Dua Pulau Hiri Ternate Selatan Ternate Tengah Ternate Utara Jumlah Pulau Ternate - 2, ,181 57,231 54,939 63, ,747 M o t i 2, ,567 8,210 6,833 28,233 Pulau Batang Dua ,055 2,460 2,120 8,673 Pulau Hiri 4, ,963 8,417 6,484 31,552 Ternate Selatan 57,231 10,569 3,055 11, , , ,845 Ternate Tengah 54,939 8,210 2,460 8, , , ,496 Ternate Utara 63,607 6,833 2,120 6, , , ,191 Jumlah Sumber: analisis 182,747 28,234 8,673 31, , , ,191 2,243,

163 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Tabel Matrik Asal Tujuan Perjalanan Barang Skenario di Kota Ternate 2025 Asal Tujuan Pulau Ternate M o t i Pulau Batang Dua Pulau Hiri Ternate Selatan Ternate Tengah Ternate Utara Jumlah Pulau Ternate - 3,286 1,140 6,635 90,818 87, , ,997 M o t i 3, ,768 13,029 10,843 44,802 Pulau Batang Dua 1, ,848 3,903 3,364 13,762 Pulau Hiri 6, ,984 13,356 10,289 50,070 Ternate Selatan 90,818 16,771 4,848 18, , ,920 1,112,153 Ternate Tengah 87,182 13,029 3,903 13, , ,055 1,143,337 Ternate Utara 100,936 10,843 3,365 10, , , ,408 Jumlah 289,997 44,804 13,763 50,070 1,112,150 1,143, ,408 3,560,528 Sumber: analisis 5-17

164 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Tabel Matrik Asal Tujuan Perjalanan Barang Skenario di Kota Ternate 2030 Asal Tujuan Pulau Ternate M o t i Pulau Batang Dua Pulau Hiri Ternate Selatan Ternate Tengah Ternate Utara Jumlah Pulau Ternate - 4,829 1,675 9, , , , ,100 M o t i 4, ,638 19,144 15,932 65,828 Pulau Batang Dua 1, ,123 5,735 4,943 20,221 Pulau Hiri 9, ,894 19,625 15,118 73,569 Ternate Selatan 133,441 24,642 7,123 27, , ,595 1,634,117 Ternate Tengah 128,098 19,144 5,735 19, , ,914 1,679,938 Ternate Utara 148,308 15,932 4,944 15, , ,914-1,331,811 Jumlah 426,100 65,832 20,222 73,569 1,634,113 1,679,938 1,331,810 5,231,

165 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Skenario Pengembangan Skenario pengembangan yang dilakukan adalah berdasar pada investasi infrastruktur MP3EI yang berada di koridor Papua, berupa peningkatan administrasi pelabuhan Adpel Pelabuhan Ternate. Selain itu, juga dilakukan pembangunan pelabuhan di beberapa lokasi untuk menunjang pengembangan ekonomi wilayah, seperti pembangunan pelabuhan Wisata Marina Dodoku Ali di Kelurahan Salero, pengembangan landasan peti kemas Pelabuhan Ahmad Yani, pengembangan pelabuhan pengumpan di Moti Kota, Mayau, Tifure dan Togolobe, peningkatan dan pemeliharaan Pelabuhan Perikanan (PPN) Nusantara Bastiong, peningkatan dan pemeliharaan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Dufa -dufa, pembangunan pelabuhan rakyat (di Kelurahan Sasa dan Kelurahan Sulamadaha), pembangunan dermaga speed boat terpadu (Kelurahan Mangga Dua, Dermaga Sasa, Pos Angkatan Laut di Kecamatan Batang Dua, dan pembangunan dermaga/tambatan perahu di Kelurahan Sulamadaha), pembangunan pelabuhan/dermaga ferry di Pulau Moti dan Pulau Tifure. Dalam pemodelan lalu lintas darat, skenario di atas direpresentasikan dengan cara merubah Matriks Asal Tujuan khusus pada lokasi-lokasi yang telah dideskripsikan di atas. Hasil pembebanan skenario pengembangan Adpel Pelabuhan Ternate dalam sektor jaringan jalan dapat dilihat pada gambar berikut ini. 5-19

166 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Gambar 5.4. Hasil Pembebanan Lalulintas Kota Ternate Kondisi Skenario Dari hasil pembebanan lalulintas di atas dapat dilihat bahwa terdapat pengembangan arus lalulintas dari dan menuju ke Pelabuhan Ternate. Rekapitulasi besaran arus lalulintas pada jaringan jalan dan besaran VC Ratio kondisi skenario pengembangan di Kota Ternate dapat dilihat pada gambar berikut ini. 5-20

167 Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Gambar 5.5. VC Ratio di Jaringan Jalan di Kota Ternate Kondisi Skenario Tahun 2030 Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa pada tahun 2030 Vc ratio di ruas jalan yang ada di Kota ternate sebagian besar sudah di atas 0.4, bahkan sebagian dari ruas jalan sudah ada yang lebih dari 1,00. Secara rinci vc ratio dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2030 dapat dilihat pada tabel berikut ini. 5-21

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2013 PT. GIRI AWAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2013 PT. GIRI AWAS KATA PENGANTAR Laporan Akhir (Final Report) ini diajukan untuk memenuhi pekerjaan Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatratalok) di Wilayah Propinsi Maluku Utara Dalam Rangka Mendukung Prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tataralok Sebagai Acuan Pengembangan Sistem Transportasi Terpadu Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2012-2032 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

PT. GIRI AWAS Engineering Consultant

PT. GIRI AWAS Engineering Consultant KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRATALOK) DI WILAYAH PROPINSI MALUKU UTARA DALAM RANGKA MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KAB. HALMAHERA TENGAH

EXECUTIVE SUMMARY KAB. HALMAHERA TENGAH KATA PENGANTAR Laporan Ringkasan Eksekutif (Executive Summary Report) ini diajukan untuk memenuhi pekerjaan Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatratalok) di Wilayah Propinsi Maluku Utara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS)

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS) MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang:

Lebih terperinci

PT. GIRI AWAS Engineering Consultant

PT. GIRI AWAS Engineering Consultant KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRATALOK) DI WILAYAH PROPINSI MALUKU UTARA DALAM RANGKA MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL Kuliah ke 12 PERENCANAAN TRANSPORT TPL 307-3 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM.49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan dunia.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia - 54 - BAB 3: KORIDOR EKONOMI INDONESIA A. Postur Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 16 Januari 2015; disetujui: 23 Januari 2015 Keberhasilan

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PADA TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Pada tahun anggaran 2012, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 368 studi yang terdiri dari 103 studi besar, 20 studi sedang dan 243 studi kecil. Perkembangan jumlah studi dari tahun 2008 sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kebandarudaraan. Nasional. Tatanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 69 TAHUN 2013 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

Lebih terperinci

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SISTEM TRANSPORTASI 2.1.1 Pengertian Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel lainnya dalam tatanan yang terstruktur, dengan kata lain sistem

Lebih terperinci

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL(TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI MALUKU DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surabaya, November 2013 Tim Penyusun PT. GRAHASINDO CIPTA PRATAMA

KATA PENGANTAR. Surabaya, November 2013 Tim Penyusun PT. GRAHASINDO CIPTA PRATAMA KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan Laporan Akhir Studi Sistranas pada Tataran Transportasi

Lebih terperinci

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL Andi Sitti Chairunnisa Mappangara 1, Misliah Idrus 2, Syamsul Asri 3 Staff Pengajar Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL http://images.hukumonline.com I. PENDAHULUAN Laut adalah ruang perairan di muka bumi yang menghubungkan daratan dengan

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Prioritas Pembangunan Sentra Produksi Koridor Ekonomi Sulawesi

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Prioritas Pembangunan Sentra Produksi Koridor Ekonomi Sulawesi Pada tahun anggaran 2013, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 344 studi yang terdiri dari 96 studi besar, 20 studi sedang dan 228 studi kecil. Gambar di bawah ini menunjukkan perkembangan jumlah

Lebih terperinci

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi sedang, dan studi kecil yang dibiayai dengan anggaran pembangunan.

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PAPARAN MENTERI PERHUBUNGAN

PAPARAN MENTERI PERHUBUNGAN PAPARAN MENTERI PERHUBUNGAN Paparan Menteri Perhubungan INTEGRASI TRANSPORTASI DAN TATA RUANG DALAM PERWUJUDAN NAWACITA JAKARTA, 5 NOVEMBER 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN OUT L I NE Integrasi Transportasi

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (Lanjutan)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (Lanjutan) Kuliah ke 13 PERENCANAAN TRANSPORT TPL 307-3 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (Lanjutan) Jaringan Transportasi dalam Tatranas terdiri dari : 1. Transportasi antar moda

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG TATA CARA DAN KRITERIA PENETAPAN SIMPUL DAN LOKASI TERMINAL PENUMPANG SERTA LOKASI FASILITAS PERPINDAHAN MODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transportasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari sarana, prasarana, yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia dalam membentuk jaringan prasarana

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK SIMPUL TRANSPORTASI

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK SIMPUL TRANSPORTASI RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK SIMPUL TRANSPORTASI Kronologis Penyusunan RPM Pedoman Penyusunan Rencana Induk Simpul Transportasi Surat Kepala Biro Perecanaan Setjen

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG bidang TEKNIK ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG MOHAMAD DONIE AULIA, ST., MT Program Studi Teknik Sipil FTIK Universitas Komputer Indonesia Pembangunan pada suatu

Lebih terperinci

PENTINGNYA MASTER PLAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN (STUDI KASUS: MASTER PLAN TERMINAL ULU DI KABUPATEN KEPULAUAN SITARO)

PENTINGNYA MASTER PLAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN (STUDI KASUS: MASTER PLAN TERMINAL ULU DI KABUPATEN KEPULAUAN SITARO) PENTINGNYA MASTER PLAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN (STUDI KASUS: MASTER PLAN TERMINAL ULU DI KABUPATEN KEPULAUAN SITARO) Sisca V Pandey Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN UMUM Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitan Berdasarkan lingkup kegiatan dan permasalahan-permasalahan dalam penjelasan Kerangka Acuan Kerja (KAK), penelitian ini tidak termasuk kategori

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN www.bpkp.go.id DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa perhubungan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban

Lebih terperinci

BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN

BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN 2.1 VISI DAN MISI PRESIDEN Presiden Joko Widodo menetapkan Visi dan Misi pembangunan Tahun 2015-2019 yang secara politik menjadi bagian dari tujuan tercapainya

Lebih terperinci

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut.

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. A. KEGIATAN POKOK 1. Studi Besar a. Sektoral/Sekretariat 1) Studi Kelayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala bidang yang sangat membutuhkan perhatian untuk mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR..TAHUN 2013

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR..TAHUN 2013 RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR..TAHUN 2013 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL KABUPATEN BULELENG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

EXECUTIVE SUMMARY KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI MALUKU DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA

Lebih terperinci

Paparan Menteri Perhubungan

Paparan Menteri Perhubungan Paparan Menteri Perhubungan INTEGRASI TRANSPORTASI DAN TATA RUANG DALAM PERWUJUDAN NAWACITA JAKARTA, 5 NOVEMBER 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN O U T L I N E Integrasi Transportasi dan Tata Ruang; Isu Strategis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI Pada bab ini diuraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian normatif dari dokumen perundangan dan statutory product lainnya yang diharapkan dapat menjadi dasar pijakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-1 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-2 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH 1. Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. 2. Awak

Lebih terperinci

BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR $0 TAHUN 2015 TENTANG TATANAN TRANSPORTASI IOKAL

BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR $0 TAHUN 2015 TENTANG TATANAN TRANSPORTASI IOKAL BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR $0 TAHUN 2015 TENTANG TATANAN TRANSPORTASI IOKAL KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI A. Tahapan Pelaksanaan MP3EI merupakan rencana besar berjangka waktu panjang bagi pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karenanya, implementasi yang bertahap namun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DRS. PETRUS SUMARSONO, MA - JFP MADYA DIREKTORAT TRANSPORTASI. Rakornis Perhubungan Darat 2013 Surabaya, 3 Oktober 2013

DRS. PETRUS SUMARSONO, MA - JFP MADYA DIREKTORAT TRANSPORTASI. Rakornis Perhubungan Darat 2013 Surabaya, 3 Oktober 2013 DRS. PETRUS SUMARSONO, MA - JFP MADYA DIREKTORAT TRANSPORTASI Rakornis Perhubungan Darat 2013 Surabaya, 3 Oktober 2013 OUTLINE Kendala dan Tantangan Pembangunan Perhubungan Darat Peningkatan Sinergitas,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan sistem transportasi mempunyai hubungan yang erat serta saling ketergantungan. Berbagai upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong

Lebih terperinci

PERATURAN MENTER. PERHUBUNGAN NOMOR: KM 11 TAHUN 2010 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

PERATURAN MENTER. PERHUBUNGAN NOMOR: KM 11 TAHUN 2010 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL MENTERI PERHUBUNGAN REPUBUK INDONESIA PERATURAN MENTER. PERHUBUNGAN NOMOR: KM 11 TAHUN 2010 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL Menimbang: a. bahwa dalam Pasal 200 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009

Lebih terperinci

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. BUTIR-BUTIR SAMBUTAN DIRJEN PERHUBUNGAN DARAT RAPAT KOORDINASI TEKNIS (RAKORNIS) PERHUBUNGAN DARAT YOGYAKARTA, 14 OKTOBER 2014 Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Yth. Gubernur Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444). LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil inventarisasi kebijakan, fakta lapang dan analisis kinerja serta prioritas pengembangan sarana dan prasarana transportasi darat di Kawasan Timur Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infrastruktur Transportasi baik transportasi darat, laut maupun udara merupakan sarana yang sangat berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan wilayah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan Negara untuk mewujudkan tujuan bernegara

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan Negara untuk mewujudkan tujuan bernegara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan pemerintahan Negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara.

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN 2011-2025 Disampaikan Pada acara: RAKERNAS KEMENTERIAN KUKM Jakarta,

Lebih terperinci

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2016 RANCANGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan Kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN 2005-2010 A. Latar Belakang Pembangunan jalan merupakan kebutuhan yang sangat vital sebagai pendukung utama dinamika dan aktivitas ekonomi baik di pusat maupun

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG

STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BANGLI NOMOR..TAHUN 2013

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BANGLI NOMOR..TAHUN 2013 RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BANGLI NOMOR..TAHUN 2013 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL KABUPATEN BANGLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci Rangkuman tentang Muatan Rencana Rinci Di Susun Oleh : Nama : Nadia Nur N. Nim : 60800114049 Kelas : C1 TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

Lebih terperinci

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 118 TAHUN 2016 TENTANG

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 118 TAHUN 2016 TENTANG -1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 118 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci