BAB VI EKONOMI-POLITIK KEBIJAKAN FISKAL, KEMISKINAN, DAN PENGANGGURAN: SIMULASI SKENAFUO KEBIJAKAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI EKONOMI-POLITIK KEBIJAKAN FISKAL, KEMISKINAN, DAN PENGANGGURAN: SIMULASI SKENAFUO KEBIJAKAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB VI EKONOMI-POLITIK KEBIJAKAN FISKAL, KEMISKINAN, DAN PENGANGGURAN: SIMULASI SKENAFUO KEBIJAKAN DAN PEMBAHASAN Validasi Model Simulasi dilakukan untuk menganalisis dampak pe~bdm berbagai skenario kebijakan fiskal dan faktor-faktor laimya terhadap perekonomian Indonesia, terutama terhadap permasalahan-permasalahan mendasar seperti pengangguran dan kerniskinan. Simulasi dirancang dalam 10 skenario awal, yaitu peningkatan pengeluaran pemerintah untuk ~~, pertanian, pendidikan dan kesehatan, peningkatan upah, peningkatan penerimaan pajak, peningkatan investasi swasta, penurunan nilai tukar, peningkatan PDB sektor pertanian, PDB sektor non-pertanian, dan peningkatan PDB total. Selain itu juga dilakukan 7 skenario sirnulasi lainnya yang mempakan kombinasi kebijakan-kebijakan pada skenario awal tersebut. Sebelum melakukan simulasi, terlebii dahulu diakukan validasi model melalui perhitungan Root Mean Square Percent Error (RMSPE) dan Statistik U- Theil. RMSPE digunakan untuk mengukur persentase penyimpangan nilai dugaan dari nilai aktualnya selama periode pengamatan, sedangkan statistik U-Theil digunakan untuk mengevaluasi kemampuan model bagi analisis simulasi. Sebagaimana terlihat pada Tabel 25, dari keseluruhan 31 persamaan dalam model terdapat 7 persamaan yang memiliki RMSPE di atas 35 persen, dan selebihnya memilii RMSPE kurang dari 35 persen. Sementara statistik U-Theil untuk semua persamaan dalam model memilii nilai di bawah 0.5. Hasil validasi

2 ini menunjukkan bahwa model dapat (layak) digunakan untuk mensimulasi berbagai skenario kebijakan tersebut di atas. Tabel 25. Hasil Validasi Model Vadabel Endogen U POVR POW POV GEEH GEl GEA G LA LN L LF HC PC GDPA GDPL GDP PI TR GR OR FB ER NE INF C MS FDR DDR DRT STD Nama Variabel -- Jurnlah Pengangguran I Angka Kemiskinan di Rural Angka Kemiskinan di Urban Total Angka Kemiskinan Pengeluaran Pemerintah Untuk Pendidikan dan Kesehatan Pengelurn Pemerintah Untuk lnfrasbukiur Pengelurn Pemerintah Untuk Pertantan Totd Pengeluaran Pemerintah Tenagakerja Sektw Pertanian Tenagakerja Sektor Non-Pertanian Jumlah Tenagakerja Jumlah Angkatan Keja Human Capital PhWI Capifal PDB SekW Pertanian ' PDB SekW Non-Perlanian Total PDB lnvestasi Swasta Penerimam Pajak Total Penerimaan Pemerintah Panerimam Pemaintah Selain Pajak Keseimbangan Fiskd Nild Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Eksporm lnflasi Kradit Penmaran Uang Pembayiran Utang Luar Negeri Pemerintah Pembayaran Utang Dalam Negeri Pernerintah Total Pembayaran Utang Pemerintah Stock Of Total Debt RMSPE (" Peningkatan Pengeluaran Pemerintah untuk Infrastruktur Pada skenario pertama dilakukan simulasi terhadap kebijakan peningkatan GEI (pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur) sebesar 15 persen. Selama ini

3 pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur masih terhitung kecil, padahal infrastruktur merupakan sarana penting dalam mendukung aktivitas perekonomian. Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan GEI sebesar 15 persen akan mendorong peningkatan PDB sebesar 7.4 persen (Tabel 26). Dari total PDB tersebut, PDB sektor pertanian akan meningkat 3.5 persen sementara PDB sektor non-pertanian meningkat sebesar 8.2 persen. Peningkatan PDB ini kemudian mendorong peningkatan penyerapan tenagake rja, sehingga proporsi pengangguran terhadap total angkatan ke rja akan menurun 8.5 persen. Tetapi peningkatan penyerapan tenagakerja ini ternyata lebih condong terhadap tenagakerja sektor lain diluar pertanian. Walaupun secara nominal jumlah tenagakerja sektor pertanian mengalami peningkatan, namun proporsi tenagake rja sektor pertanian terhadap total tenagakerja mengalami penurunan sebesar 4.3 persen. Peningkatan PDB dan penyerapan tenagakerja ini pada akhimya mengurangi angka kemiskinan di Indonesia, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Namun, penurunan angka kemiskinan di perkotaan ternyata lebih nyata, yaitu sekitar 2.4 persen, dibandiigkan dengan penurunan angka kemiskinan di perdesaan yang hanya menurun sebesar 0.1 persen. Relatif kecilnya penunman ini, dibandingkan dengan penurunan laju pengangguran, menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur lebih efektif untuk mengurangi pengangguran dibandingkan kemiskinan.

4 140 Tabel 26. Hasil S iasi Peningkatan Pengeluaran Pemerintah Untuk k&&nhr Variabel Endogen 63. Penhgkatan Pengeluaran Pemerintah untuk Pertanian Selama ini pangsa alokasi pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian (GEA) relatif kecil.i2 Padahal sektor ini sangat penting dalam penyerapan tenagakerja maupun dalam menyumbangkan PDB. Dari hasil simulasi kebijakan peningkatan GEA, terliit bahwa peningkatan GEA ini tidak hanya akan meningkatkan PDB sektor pertanian tetapi juga mempengaruhi peningkatan PDB sektor non-pertanian (Tabel 27). Hal ini dimungkinkan karena sektor pertauian memilii linkages terhadap sektor-sektor lainnya baik di hulu maupun di hilii. Peningkatan GEA sebesar 15 persen akan meningkatkan PDB sektor pertanian sebesar 5.0 persen dan meningkatkan PDB sektor non-pertanian sebesar 12.0 persen sehingga total PDB nil akan meningkat sebesar 10.8 persen. " Mcnwut Kydd dan Doward (2001). invmari publik (pengeluaran pemcrintah) unluk numbangun sdrtor pmanian seringlrali kccil clan kwang cfcktif karena masalah-mdah yang dihadapi dalam panbangunm~ pmanian banyak tcrldak di luar scktor pcrtanian T d di dalamnya sdalah infmddtur mta masalah governanre, yang menghsmh paanmgan. pelhasn, dan pcngawbsm panbangunan tascbut

5 141 Tabel 27. Hasil Simulasi Peningkatan Pengeluaran Pemerintah Untuk Pertanian Peningkatan PDB ini kemudian direspon dengan peningkatan permintaan tenagakeja sehingga proporsi pengangguran dapat ditekan sebesar 4.9 persen. Peningkatan PDB dan pengurangan pengangguran ini juga berdampak terhadap pengurangan angka kemiskinan baik di desa maupun di kota, masing-masing sebesar 0.6 persen clan 0.7 persen sehingga total angka kerniskinan menurun sebesar 0.6 persen Peningkatan Pengeluaran Pemerintah untuk Pendidikan dan Kesehatan Sama halnya dengan pengeluaran pemerintah nil di kedua sektor sebelumnya, pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan saat ini juga masih sangat kecil. Simulasi kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan (GEEH) sebesar 15 persen, ternyata berdampak positif terhadap peningkatan PDB nil di sektor pertanian

6 sebesar 2.9 persen dan PDB riil sektor non-pertanian sebesar 4.3 persen (Tabel 28). Secara keseluruhan, peningkatan PDB riil adalah sebesar 4.1 persen. Tabel 28. Hasil Simulasi Peningkatan Pengeluaran Pemerintah Untuk Pendidikan dan Kesehatan Dengan peningkatan PDB ini, proporsi pengangguran terhadap total angkatan keja mengalami penurunan sebesar 1.9 persen. Ini berarti, peningkatan penyerapan tenagakeja lebii besar dibanding peningkatan jumlah pengangguran baru. Dari total tenagakeja ini ternyata penyerapan tenagakeja oleh sektorsektor di luar pertanian mengalami peningkatan cukup besar sehingga proprsi tenagakerja sektor non-pertanian terhadap total tenagakerja meningkat 2.0 '' Escnsi peningkatan GEEH hcndaklah dilihat sebagai upaya langsung umuk meningkatkan mum sumbadaya manusia melalui pendidikan dan kcsehalan. Pentingnya pendidikan tclah ditckankan oleh mantan chief aonomia World Bank yaihl Summers (1991), yang mcnyatalran bahwa pembangunnn kc &pan hcndaklah mcngutamakan tmnd"r dm trnnsfonnasi pengctahuan. Ini scjalan dmgan Stiglia (2001). Strauss and Thomas (1998) mmyimpullan bahwa peningkatan status kcsehatan d+ mmingkatkan pmdapam, tcrlcbih-lcbih pada kelompok masyarakat miskin.

7 Peningkatan GEEH juga berdampak baik terhadap pengurangan angka kemiskinan, walaupun pengurangannya lebib kecil dibanding dampak dari peningkatan GEI dan GEA. Angka kemiskinan di desa berkurang 0.1 persen, sementara angka kemiskinan di kota berkurang 0.3 persen sehingga total angka kemiskinan berkurang sekitar 0.12 persen Peningkatan Upah Simulasi peningkatan upah riil sebesar 25 persen temyata berdampak langsung terhadap pengurangan kerniskinan, terutama di perdesaan. Peningkatan upah nil sebesar 25 persen akan mengwangi kemiskinan di desa sebesar 5.8 persen dan kemiskinan di kota sebesar 1.2 persen, sehingga total angka kemiskinan akan berkurang 4.4 persen (Tabel 29). Akan tetapi, tingginya upah riil menyebabkan biaya produksi meningkat dan pada akhirnya permintaan tenagakerja akan berkurang. Hasil sirnulasi menunjukkan bahwa jumlah tenagakerja berkurang sebesar 8.7 persen. Penman penyerapan tenagakerja ini terutama terjadi pada tenagakerja sektor nonpertanian, yang jumlahnya menurun sebesar 9.9 persen. Jumlah tenagakerja sektor pertanian juga mengalami penman cukup besar yaitu 7.3 persen. Akibatnya, tingkat pengangguran menjadi bertarnbah. Persentase pengangguran terhadap total angkatan kerja meningkat 8.9 persen. Penurunan jumlah tenagake rja tersebut juga berdampak terhadap penunman output nasional. Total PDB riil mengalami penunman 12.0 persen jika upah minimun riil ditingkatkan 25 persen. Ditinjau dari segi sektoral, maka penurunan PDB sektor pertanian adalah sebesar 7.6 prsen, sementara penurunan PDB sektor non-pertanian adalah sebesar 12.9 persen. Kenaikan upah

8 riil berdampak negatif lebih kecil terhadap sektor pertanian, baik itu dalam hd pengurangan tenagakerja maupun penman PDB. Sebaliknya, peningkatan upah riil ini akan mengurangi kemiskinan di perdesaan secara nyata lebih besar dari penurunan kemiskinan di perkotaan. --. Tabel 29. Hasil Simulasi Peningkatan Upah U [% thd LF) 4. Kemiskinan a Kerniskinan di Perdesaan b. Kemiskinan di Perkotaan c. Kerniskinan Total Hasil-hasil simulasi di atas menunjukkan bahwa skenario kebijakan peningkatan upah riil dapat mengurangi insiden kemiskinan, terutama di pertanian (perdesaan). Namun ha1 ini sangat membebani keseluruhan perekonomian sebagaimana terlihat dari penurunan PDB yang ditimbulkan skenario kebijakan tersebut Peningkatan Penerimaan Pajak Semenjak krisis, defisit anggaran pemerintah semakin membengkak. Sebagian besar dari anggaran pemerintah ini dialokasii untuk pembayaran

9 utang, dan sebagai akibatnya, mang gerak kebijakan fiskal menjadi terbatas. Salah satu langkah pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara adalah melalui reformasi perpajakan. Reformasi perpajakan ini menunjukkan pembahan yang cukup baik dimana tax ratio (rasio penerimaan pajak terhadap PDB) tern mengalami 'pingkatan sehingga pada tahun 2003 mencapai 13.8 persen. Peningkatan penerimaan pajak ini diharapkan dapat memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi kebijakan fiskal untuk menstimulasi kegiatan perekonomian nasional. Tabel 30. Hasil Simulasi Peningkatan Penenmaan Pajak U (K thd LF) 4. Kemlsklnan a. Kemiinan di Perdesaan b. Kemiinan di Pettolaan c. Kerniskinan Total Hasil simulasi pe~ngkatan penenmaan pajak sebesar 15 persen menunjukkan dampak positif terhadap peningkatan PDB maupun terhadap penyerapan tenagake rja (Tabel 30). Total PDB nil meningkat 0.6 peaen, dengan peningkatan PDB sektor pertanian sebesar 0.3 persen dan PDB sektor non-

10 pertanian sebesar 0.6 persen. Peningkatan PDB ini akan meningkatkan penyerapan tenagake rja sebesar 0.3 persen. Karena peningkatan PDB sektor nonpertanian lebih besar dari PDB sektor pertanian, maka peningkatan penyerapan tenagakerja juga lebih condong kepada penyerapan tenagakerja sektor nonpertanian. Tenagakerja sektor pertanian, walaupun mengalami sedikit peningkatan, namun proporsinya terhadap total tenagakerja mengalami penman 0.3 persen. Peningkatan penyerapan tenagake rja mengakibatkan persentase pengangguran berkwang 1.6 persen. Penman pengangguran ini juga diiiti oleh penman angka kemiskinan sebesar 0.2 persen, dengan penurunan kemiskinan di perdesaan sebesar 0,03 persen dan kemiskinan di perkotaan sebesar 0.6 persen. Positifnya dampak penerapan skenario kebijakan peningkatan penerimaan pajak terhadap PDB dan negatif terhadap pengangguran dan kemiskinan, menunjukkan bahwa penerimaan pajak nasional sesungguhnya masih di bawah potensi optimal. Karenanya, peningkatan penerimaan pajak-yang diiringi dengan peningkatan efisiensi pengumpulannya-tidak berdampak buruk bagi dunia usaha, baik pertanian maupun non-pertanian Peningkatan Investasi Swasta Krisis ekonomi tahun 1998 telah mengakibatkan kehancmn dunia usaha Indonesia Sampai saat ini, kondisi ketidakpastian disertai berbagai hambatan struktural lainnya, masih membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia Padahal, investasi swasta sangat dibutuhkan untuk menggerakkan sektor riil agar mampu mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan di Indonesia

11 Berdasarkan hasil simulasi, dapat dilihat bahwa peningkatan investasi swasta sebesar 15 persen akan meningkatkan PDB sebesar 6.4 persen, dimana PDB sektor pertanian akan meningkat 2.9 persen dan PDB sektor non-pertanian meningkat 7.1 persen (Tabel 31). Peningkatan PDB ini akan mendorong peningkatan penyerapan tenagake rja sehingga total tenagake rja meningkat 4.1 persen. Dari total tenagakerja ini, tenagake rja sektor pertanian meningkat 0.2 persen sementara tenagakeja sektor non-pertanian meningkat 7.6 persen. Perbedaan yang cukup besar ini mengakibatkan persentase tenagakerja sektor perkmian terhadap total tenagakerja menurun 3.8 persen. Tabel 3 1. Hasil Simulasi Peningkatan Investasi Swasta Semenjak krisis, sektor pertanian menjadi penampung tenagakeja dari sektor-sektor lainnya yang ambruk diterpa krisis. Sementara itu, luas lahan pertanian tidak mengalami peningkatan, bahkan ada kecenderungan penurunan sebagai akibat dari alih fungi (konversi) lahan pmanian menjadi lahan non-

12 pertanian (manufaktur dan pemukiman). Akibatnya, sektor pertanian mengalami kelebihan tenagakeja, dimana jumlah rumah tangga petani gurem terus meningkat. Dengan pulihnya investasi swasta maka sektor-sektor lain dapat bergerak kembali dan mampu menampung tenagakeja yang berlebihan dari sektor pertanim. Hal ini akan berdampak positif bagi penman kemiskinan baik di sektor pertanianlperdesaan maupun di perkotaan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan investasi swasta sebesar 15 persen akan mendan angka kemiskinan di perdesaan sebesar 0.1 persen dan angka kemiskinan di perkotaan sebesar 0.4 persen Penurunan Nilai Tukar Rupiah Nilai tukar rupiah yang tinggi (depresiatif) membuat daya beli rnasyarakat melemab (karena depresiasi menimbulkan idasi), sehingga berakibat pada penman permintaan agregat Indonesia. Dengan menurunnya permintaan agregat, maka output nasional juga menurun. Walaupun nilai tukar yang tinggi (depresiatif) dapat me~ngkatkan nilai ekspor, namun karena produksi dalam negeri masih banyak mengandallcan bahan baku dan barang modal irnpor, maka tingginya nilai tukar ini cenderung merugikan perekonomian nasional. Penurunan nilai tukar rupiah sebesar 15 persen (apresiasi) akan mendorong penurunan kemiskinan sebesar 0.3 persen. Angka kemiskinan di perdesaan akan berkwang 0.6 persen, sementara angka kemiskinan perkotaan temyata meningkat 0.5 persen. Penurunan nilai tukar ini juga berdampak positif terhadap peningkatan output nasional, dimana PDB riil dapat meningkat sampai 8.2 persen. Peningkatan PDB sektor pertanian adalah sebesar 3.7 persen sernentara peningkatan PDB

13 sektor non-pertanian sebesar 9.2 persen. Peningkatan PDB ini membuat permintaan tenagakerja meningkat sehingga persentase pengangguran terhadap total angkatan kerja menurun 1.3 persen. Tabel 32. Hasil Simulasi Penman Nilai Tukar Rupiah U (% fhd LF) 4. Kerniskinan a. Kemiskinan di Perdesaan b. Kerniskinan di Perkotaan c. Kemiskinan Totd Peningkatan PDB Sektor Pertanian Sektor pertanian masih &pat dikatakan sebagai penopang perekonomian nasional. Baik dalam ha1 penyerapan tenagakerja, penyedia bahan baku bagi sektor manufaktur, maupun dalam hal kontribusinya terhadap PDB, sektor pertanian memegang peranan yang penting. Simulasi peningkatan PDB sektor pertanian dilakukan untuk meliit sumbangan kenaikan PDB sektor pertanian terhadap PDB sektor non-pertanian maupun PDB keseluruhan. Simulasi ini juga berrnaksud untuk meliit dampak kenaikan PDB sektor pertanian terhadap peningkatan penyerapan tenagakerja dan pengurangan kemiskinan.

14 Tabel 33. Hasil Simulasi Peningkatan PDB Sektor Pertanian Hasil simulasi tabel di atas menunjukkan bahwa peningkatan PDB sektor pertanian sebesar 7 persen akan mendorong peningkatan PDB sektor nonpertanian sebesar 7.6 persen dan mendorong peningkatan total PDB sebesar 7.4 persen. Peningkatan PDB ini mengakibatkan penurunan proporsi pengangguran sebesar 3.2 persen. Tenagakerja sektor pertanian hanya meningkat sebesar 0.4 persen sementara tenagakerja sektor non-pertanian meningkat 8.1 persen. Rendahnya penyerapan tenagakerja di sektor pertanian disebabkan karena relatif sudah tingginya jumlah tenagakerja kerja yang ditampung oleh sektor pertanian, yaitu sekitar 46 persen dari total tenagakerja Hasil simulasi skenario kebijakan tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian mampu mendorong pertumbuhan sektor-sektor lainnya secara nyata. Sementara itu, angka kemiskinan berhasil dikurangi sebesar 0.2 persen dengan penman kemiskinan di perdesaan sebesar 0.1 persen dan kemiskinan di perkotaan sebesar 0.5 persen.

15 6.10. Peningkatan PDB Sektor Non-Pertanian Pada simulasi sebelumnya, terlihat bahwa peningkatan PDB sektor pertanian memberikan sumbangan yang cukup besar bagi peningkatan PDB sektor non-pertanian dan juga pada total PDB. Di samping itu, dampak peningkatan PDB sektor pertanian juga cukup baik dalam ha1 mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Simulasi peningkatan PDB sektor non-pertanian juga berdampak positif bagi pertumbuhan PDB maupun pada pengurangan pengangguran dan kemiskinan. Akan tetapi, dampaknya tidak sebesar dampak dari peningkatan PDB sektor pertanian. Tabel 34. Hasil Siulasi Peningkatan PDB Sektor Non-Pertanian U (X thd LF) 4. Kemiskinan a KemWnan di PevJesaan b. Kerniskinan di Perkotaan c. Kemiinan Total Pada Tabel 34 terlihat bahwa peningkatan PDB sektor non-pertanian sebesar 7 persen akan mendorong peningkatan PDB sektor pertanian sebesar 0.6 persen dan PDB total sebesar 2.1 persa Sementara dalam ha1 pengurangan penganggum, kenaikan PDB sektor non-pertanian mampu mendan proporsi pengan-

16 sebesar 0.7 persen. Dengan peningkatan PDB dan penyerapan tenagakeja ini, angka kemiskinan berhasil ditekan sebesar 0.04 persen dengan penurunan angka kemiskinan di perdesaan sebesar 0.03 persen dan angka kemiskinan perkotaan sebesar 0.1 persen Peningkatan PDB -- Hasil siiulasi peningkatan PDB menunjukkan bahwa peningkatan PDB sebesar 7 persen akan meningkatkan penyerapan tenagakda sebesar 1.3 persen (Tabel 35). Dari total tenagakerja ini, tenagakeja sektor pertanian akan meningkat sebesar 0.1 persen sementara tenagakerja sektor non-pertanian meningkat 2.4 persen. Tabel 35. Hasil Sirnulasi Peningkatan PDB U (K thd lf) I Kemiskinan a Kerniskinan di Perdesaan b. KemiJkinan di Perkotaan c Kemiskinan Total Dalam ha1 mengatasi kemiskinan, peningkatan PDB sebesar 7 persen mampu mengurangi angka kemiskinan sebesar 0.07 persen, dimana angka kemiskinan di perdesaan berhasil ditekan sebesar 0.04 persen dan angka kemiskinan di perkotaan sebesar 0,15 persen. Ini menunjukkan bahwa upaya meningkatkan pertumbuhan

17 ekonomi tidak secara otomatis dapat mengurangi kemiskinan. Pengurangan kemiskinan justru lebih efektif melalui kebijakan fiskal dalam suatu kombiiasi Kombinasi Kebijakan Peningkatan Pengeluaran Pemerintah untuk Pertanian dan Infrastruktur Simulasi-simulasi terdahulu merupkan simulasi untuk meliat pengaruh pembahan salah satu &or terhadap model. Sementara simulasi-simulasi berikut ini dilakukan untuk meli pengaruh kombiii beberapa faktor atau kebijakan terhadap model perekonomian Indonesia Siulasi kombinasi pertama dilakukan terhadap kombiii kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah untuk s&or pertanian (GEA) dan kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah untuk infrastrumur (GEI). Berdasarkan hasil simulasi dapat dilihat bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 10 persen untuk masing-masing dua sektor ini mampu meningkatkan PDB sebesar 10.4 persen, diiana PDB sektor pertanian berhasil ditingkatkan sebesar 4.9 persen dan PDB sektor non-pertanian berhasil ditingkatkan sebesar 11.5 persen (Tabel 36). Peningkatan PDB ini mendorong kenaikan penyerapan tenagakerja sebesar 6.7 persen. Tenagakerja pertanian meningkat 0.3 persen dan tenagakerja sektor non-pertanian meningkat 12.4 persen. Persentase pengangguran berhasil ditmmkau sebesar 7.1 persen. Dan, angka kemiskinan menurun 0.7 persen, dengan penurunan kemiskinan perdesaan sebesar 0.4 persen dan penurunan kemiskinan perkotaan sebesar 1.5 persen.

18 Tabel 36. Hasil Simulasi Pe~ngkataII Pengeluaran Pemerintah untuk Pertanian dan~trukhlr U (% thd LF) 4 KemlsMnan a. Kemiskinan di Pdesaan b. Kerniskinan dl Perkotaan c. Kemiskinan Totd Peningkatan Pengeluaran Pemerintah untuk Pertanian, Infrastruktur, serta Pendidikan dan Kesehatan Sirnulasi kombinasi dari tiga kebijakan in memperlihatkan bahwa peningkatan ketiga pengeluaran pemerintah masing-masing sebesar 5 persen akan meningkatkan PDB sektor pertanian dan sektor non-pertanian masing-masing sebesar 4.1 persen dan 7.5 persen (Tabel 37). Dengan peningkatan ini, total PDB naik s e b 6.9 pen. Sementara itu, pengangguran dan kemiskinan juga berhasil ditekan. Persentase pengangguran menurun 3.8 persen dan angka kemiskinan berkurang 0.4 persen. Penurunan kemiskinan ini masih tetap lebih besar di perkotaan daripada di perdesaan. Penurunan kemiskinan di perkotaan mencapai 0.7 persen

19 sementara penurunan kemiskinan di perdesaan hanya 0.2 persen. Dampak terhadap kemiskinan ini relatif kecil.14 Tabel 37. Hasil Simulasi Peningkatan Pengeluaran Pemerintah untuk Pertanian, Infiastruktw, serta Pendidikan dan Kesehatan Peningkatan Pengeluaran Pemerintah untuk Infrastruktur dan Peningkatan Upah Kombiii kebijakan peningkatan pengeluaran infrastruktur sebesar 15 persen dan peningkatan upah sebesar 20 persen, memberikan dampak kurang menguntungkan terhadap PDB, namun di sisi lain, kemiskinan dan pengangguran berhasil ditekan. Walaupun secara total PDB mengalami peningkatan, namun peningkatannya hanya sebesar 0,5 persen (Tabel 38). Tetapi kombinasi kebijakan ini mampu mengurangi kemiskinan sebesar 4.7 persen, temtama kemiskinan di perdesaan yang berkurang sebesar 4.8 persen. " Untuk mendapatkan efek penin- pendapatan atau output terbcsar, atau penurunan kemiskinan tubesar, Rozellc ef 01. (1998) dan Conning (2002) menyarankan agar alokssi investasi publik ditargh langsung krpada ~ mah tangga pntanian atau pelaku ekonomi perdesaan lainnya lnvestasi yang rwgened tersebut dibcrikan melmgkapi investasi publik untuk infmaukhu dasar, tamasuk jalan, limik dan telelomunikaji

20 Tabel 38. Hasil Simulasi Peningkatan Pengeluaran Pemerintah untuk Infrastruktur dan Peningkatan Upah Hal ini dapat diengerti karena peningkatan upah berdampak positif terhadap pengurangan kerniskinan, terutama di perdesaan. Tetapi di sisi laimya, upah yang tinggi menyebabkan biaya produksi meningkat, sehingga output nasional tidak dapat meningkat banyak walaupun pemerintah telah meningkatkan pengeluarannya untuk infhstruktur. PDB sektor non-pertanian masih mengalami peningkatan sebesar 0.8 persen, sementara PDB sektor m a n menurun 1.3 persen. Ini terjadi karena pengeluarm pemerintah untuk hfhtmktw lebii mendorong pertumbuhan sektor lain di luar pertanian. Tetapi jika ditinjau dari pengurangan pengangguran, kombiii kebijakan ini memberikan hasil yang cukup baik diiana persentase pengangguran menurun sebesar 5.9 persen. Jumlah tenagakeja di sektor pertanian mengalami penurunan 5.5 persen namun jumlah tenagakeja sektor non-pertanian meningkat 4.0 persen.

21 Peningkatan penyerapan tenagakerja non-pertanian ini dimunglunkan karena peningkatan PDB sektor non-pertanian yang masih positif Peningkatan Pengeluaran Pemerintah untuk Pertanian dan Peningkatan Upah Kombki peningkatan pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian (GEA) sebesar 15 persen clan peningkatan upah (W) sebesar 20 persen mampu meningkatkan total PDB sebesar 6.1 persen (Tabel 39). Dari total PDB ini, PDB sektor pertanian meningkat 1.2 persen dan PDB sektor non-pertanian meningkat 7.1 persen. Walaupun efek peningkatan upah dapat mendorong pengurangan output nasional, namun peningkatan pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian temyata mampu mendorong pertumbuhan PDB sehingga mengatasi potensi pengurangan tersebut. Peningkatan PDB ini berdampak positif terhadap penyerapan tenagakerja dan pengurangan pengangguran. Persentase pengangguran dalam simulasi ini menurun sebesar 1.1 persen. Dengan peningkatan PDB dan penyerapan tenagakerja, angka kemiskinan juga berml dikurangi." Penwunan angka kemiskinan di pexdesaan adalah sebesar 5.5 persen sementara di perkotaan 1.9 persen, sehingga angka kemiskinan total berkurang 4.4 persen. Penwunan angka kemiskinan yang lebii nyata di perdesaan texjadi karena dampak peningkatan upah yang lebih besar pada tenagakerja di perdesaan daripada di perkotaan. " Ini sjh dmgan Kanwar (2000). Datt dan Ravallion (19%). dan Matsuyama (1992). yang mmyimpulkan bahw panbangunan parsnian dapat men- kcmiskinan, temtama jika pembangunan tersebut diarshkan psda pcningkatan produktivitas pcrtanian.

22 Tabel 39. Hasil Simulasi Peningkatan Pengeluaran Pemerintah untuk Pertanian dan Peningkatan Upah Komb'ii skenario kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian (GEA) clan peningkatan upah (W) tersebut, dengan demikian, merupakan komb'ii kebijakan jangka pendek yang potensial tetutama dalam mengurangi kerniskinan. Namun demikian, kenaikan upah s&g harus dipertimbangkan secara matang, sebab akan menimbulkan penolakan oleh perusahaarz sehingga dapat menjadi counter-productive. Suatu ha1 yang patut diingat ialah pmhgkatan upah rid dalam teon sama dengan pmhgkatan pduktivitas Peningkatan Pengeluaran Pemerintah untuk Infrastruktur dan Peningkatan Investasi Swasta Peningkatan pembangunan infrastruktur (GEI) clan peningkatan investasi swasta (PI) merupakan dua ha1 penting untuk menggerakkan perekonomian masyarakat. Dari hasil simulasi kombinasi peningkatan kedua kebijakan ini masing-masing sebesar 15 persen, terlihat bahwa PDB berhasil meningkat sebesar

23 6.9 persen. Dari total PDB tersebut, PDB sektor pertanian meningkat sebesar 3.3 persen sementara PDB sektor non-pertanian meningkat 7.6 persen. Peningkatan PDB ini mendorong peningkatan penyerapan tenagakerja sehingga me~ngkat sebesar 4.4 persen. Peningkatan ini membuat persentase pangangguran-menurun sebesar 8.3 persen. Hasil peningkatan PDB dan penyerapan tenagakerja ini berdarnpak lebih lanjut pada pengurangan kemiskinan, baik di desa maupun di kota. Kemiskinan di desa berhasil diiurangi 0.1 persen, sementara kemiskinan di kota menurun 2.4 persen. Tabel 40. Hasil Simulasi Peningkatan Pengeluaran Pemerintah untuk Infrastruktur dan Peningkatan Investasi Swasta Peningkatan Pengeluaran Pemerintah untuk Pertanian dan Peningkatan Investasi Swasta Sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia Dari simulasi terdahulu juga terlihat bahwa

24 peningkatan PDB sektor pertanian mampu mendorong peningkatan PDB sektor non-pertanian dan mengurangi pengangguran secara nyata. Untuk mendorong peningkatan PDB sektor pertanian, dibutuhkan peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian. Dalam simulasi ini, kebijakan pe~ngkatan pengeluarm -pemerintah di sektor pertanian akan dikombiiasikan dengan peningkatan investasi swasta, yang dharapkan dapat berdampak positif terhadap peningkatan perekonomian. Tabel 41. Hasil Simulasi Peningkatan Pengeluaran Pemerintah untuk Pertanian dan Peningkatan Investasi Swasta U (K thd LF) 4. Kerniskinan a Kecniskinan di Perdesaan b. Kemiian di Perkataan c. Kemiian Totd f Hasil simulasi dari kombinasi kedua kebijakan ini menunjukkan darnpak terhadap peningkatan PDB sebesar 7.1 persen (Tabel 41). PDB sektor pertanian sendiri meningkat sebesar 3.3 persen, sementara PDB sektor non-pertanian meningkat 7.9 persen. Peningkatan PDB ini kemudian mampu menekan persentase pengangguran sebesar 3.3 persen clan menurunkan kerniskinan sebesar

25 0.5 persen. Kemiskinan di perdesaan berhasil dikurangi sebesar 0.6 persen, sementara di perkotaan berhasil dikurangi sebesar 0.4 persen Peningkatan Penerimaan Pajak, Peningkatan Pengeluaran Pemerintah untuk Infrastruktur, serta Peningkatan Pengeluaran Pemerintah untuk Pendidikan dan Kesehatan.-.. Simulasi skenario kebijakan terakhir ini menggabungkan kombinasi peningkatan penerimaan pajak (TR), peningkatan pengeluaran untuk infrastruktur (GEI), sxta peningkatan pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidii dan kesehatan (GEEH), masing-masing sebesar 15 persen (Tabel 42). Peningkatan penerimaan pajak ini dimaksudkan untuk meningkatkan anggaran pemerintah sehingga &pat digunakan untuk stimulus fiskal. Hasil dari simulasi ini menunjukkan pe~ngkatan 10.5 persen pada total PDB, dimana PDB sektor pertanian meningkat 6 persen, dan PDB sektor non- pertanian meningkat 11.5 persen. Peningkatan PDB ini selanjutnya mendorong peningkatan penyerapan tenagakerja sebesar 6.7 persen, dengan peningkatan tenagakerja pertanian sebesar 0.4 persen dan tenagakerja sektor lain sebesar 12.3 persen. Dengan ini, persentase pengangguran menurun cukup besar yaitu 9.2 persen. Angka kemiskinan berhasil ditekan sebesar 0.8 persen, melalui pengurangan kemiskinan di perdesaan sebesar 0.1 persen dan di perkotaan sebesar 2.4 persen.

26 Tabel 42. Hasil Simulasi Peningkatan Penerimaan Pajak, Peningkatan Pengeluaran untuk Infrastruktur, serta Pendidikan dan Kesehatan Variabel Endogen Tingkat Pengangguran U (4: (hd LF) 4 Kerniskinan a. Kerniskinan di Perdesaan b. Kerniskinan di Perkotaan c. Kerniskinan Total Semua hasil sirnulasi pada skenario-skenario di atas rata-rata menunjukkan perilaku yang mirip, yaitu &pat menaikkan PDB, menurunkan pengangguran dan kemiskinan. Tetapi walaupun memberikan dampak positif terhadap peningkatan sektor pertanian dan perdesaan, namun semuanya cenderung memberikan manfaat yang lebih besar kepada sektor perkotaan dan sektor-sektor di luar pertanian. Hanya satu kebijakan yang tampaknya memberikan dampak penurunan kemiskinan di perdesaan yang jauh lebii besar dari penurunan kemiskinan di perkotaan yaitu kebijakan peningkatan upah. Tetapi kebijakan peningkatan upah ini berdampak negatif terhadap penyerapan tenagakeja dan PDB. Karena itu, kebijakan ini seharusnya dikombinasikan dengan kebijakan-kebijakan laimya yang mampu mendorong peningkatan PDB dan penyerapan tenagakerja

27 Kombinasi skenario kebijakan yang paling efektif mengurangi kemiskinan adalah kombinasi kenaikan upah dengan pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sektor pertanian. Agar kenaikan upah tidak memberatkan perusahaan-perusahaan, maka kenaikan upah haruslah diikuti dengan upaya peningkatan -pmduktivitas pekeja. Upaya-upaya ini antara lain berbentuk pelatihan dan pendidikan. Pemerintah seharusnya mencurahkan perhatian dan sumberdaya yang memadai untuk pendidikan dan pelatihan tenagake rja Bahkan, peningkatan pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian pun seyogyanya mencakup upaya-upaya peningkatan produktivitas petani. Penyuluhan dan pengembangan teknologi budidaya yang tidak bersifat Iabor displacing menjadi sangat penting untuk dilakukan. Perusahaan-perusahaan swasta yang terjun atau melaksanakan upaya-upaya peningkatan produktivitas tenagakerja perlu mendapat dukungan yang sehat.

BAB V EKONOMI-POLITIK KEBIJAKAN FISKAL, KEMISKINAN, DAN PENGANGGURAN: HASIL ANALISIS PARSIAL

BAB V EKONOMI-POLITIK KEBIJAKAN FISKAL, KEMISKINAN, DAN PENGANGGURAN: HASIL ANALISIS PARSIAL BAB V EKONOMI-POLITIK KEBIJAKAN FISKAL, KEMISKINAN, DAN PENGANGGURAN: HASIL ANALISIS PARSIAL -- 5.1. Analisis Umum Model Dugaan Dalam proses spesifikasi, model yang digunakan dalam penelitian ini telah

Lebih terperinci

- - Model kebijakan fiskal untuk mendorong pembangunan pertanian dan

- - Model kebijakan fiskal untuk mendorong pembangunan pertanian dan BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan - - Model kebijakan fiskal untuk mendorong pembangunan pertanian dan perdesaan dan kaitannya dengan masalah kemiskinan dan pengangguran berhasil

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Isu-isu Pokok Pembangunan Ekonomi Daerah... 2 1.1.2 Tujuan... 5 1.1.3 Keluaran... 5

Lebih terperinci

2. Penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang lebih

2. Penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang lebih VIll. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Produksi karet alam Indonesia dipengaruhi oleh harga domestik, luas areal, upah tenaga kerja dan produksi karet alam bedakala, tetapi tidak responsif (inelastis)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 75 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pemerintah Penerimaan pemerintah terdiri dari PAD dan dana perimbangan. PAD terdiri dari pajak, retribusi, laba BUMD, dan lain-lain

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN. VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan

BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN. VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan Berdasarkan hasil analisis kebijakan yang telah dipaparkan pada Bab VI, maka pada Bab ini dilakukan pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada Trilogi Pembangunan (Rochmat Soemitro,

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor.

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor. VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam jangka pendek peningkatan pendidikan efektif dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja pertanian dibanding dengan sektor industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Keterbukaan Indonesia terhadap modal asing baik

Lebih terperinci

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Sebagai negara yang menganut sisitem perekonomian terbuka maka sudah barang tentu pertumbuhan ekonominya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

VI. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP OUTPUT SEKTORAL, PENDAPATAN TENAGA KERJA DAN RUMAH TANGGA

VI. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP OUTPUT SEKTORAL, PENDAPATAN TENAGA KERJA DAN RUMAH TANGGA VI. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP OUTPUT SEKTORAL, PENDAPATAN TENAGA KERJA DAN RUMAH TANGGA 6.1. Output Sektoral Kebijakan ekonomi di sektor agroindustri berupa stimulus ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Krisis ekonomi yang terjadi

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN

VII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN VII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN Stimulus ekonomi di sektor agroindustri akan menghasilkan peningkatan output agroindustri. Melalui keterkaitan antar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dibutuhkannya investasi. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang

Lebih terperinci

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Makro Ekonomi Disusun oleh: Nama : Nida Usanah Prodi : Pendidikan Akuntansi B NIM : 7101413170 JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. . - endogen yang digunakan dalam penelitian ini, diikuti dengan gambaran ringkas

BAB IV GAMBARAN UMUM. . - endogen yang digunakan dalam penelitian ini, diikuti dengan gambaran ringkas BAB IV GAMBARAN UMUM Berikut ini diuraikan gambaran umum perkembangan variabel-variabel. - endogen yang digunakan dalam penelitian ini, diikuti dengan gambaran ringkas pembangunan pertanian dan perdesaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang dialami dunia hanya semenjak dua abad

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan estimasi yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil uji Impulse Response Function menunjukkan variabel nilai

Lebih terperinci

kesenjangan antara pertumbuhan jumlah angkatan kerja disatu pihak dan

kesenjangan antara pertumbuhan jumlah angkatan kerja disatu pihak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah serangkaian usaha kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal berikut ini. 1. Faktor-faktor penyebab deindustrialisasi dari sisi

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan II - 2005 Kondisi ekonomi makro triwulan III-2005 diperkirakan membaik Kondisi ekonomi makro Indonesia 2005 diperkirakan lebih baik dibandingkan tahun 2004 Responden optimis

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang sangat erat, jumlah penduduk menentukan efisiensi perekonomian dan kualitas dari tenaga kerja itu

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam 219 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 8.1.1. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam

Lebih terperinci

Perkiraan Kondisi Ekonomi Makro Triwulan IV Perkiraan Tw. I Perkiraan Kondisi Ekonomi Realisasi

Perkiraan Kondisi Ekonomi Makro Triwulan IV Perkiraan Tw. I Perkiraan Kondisi Ekonomi Realisasi SURVEI 1 PERSEPSI PASAR Triwulan III - 2005 Kondisi ekonomi makro triwulan IV-2005 dan keseluruhan diperkirakan memburuk, dengan tingkat inflasi dan pengangguran yang meningkat Responden optimis kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis simulasi beberapa alternatif kebijakan dengan tujuan untuk mengevaluasi perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah dalam menggunakan pinjaman baik dari dalam maupun dari luar negeri merupakan salah satu cara untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Komposisi terbesar belanja Pemerintah Indonesia adalah untuk belanja rutin dan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihindarkan. Hal ini disebabkan karena pemerintah merupakan salah satu pelaku

BAB I PENDAHULUAN. dihindarkan. Hal ini disebabkan karena pemerintah merupakan salah satu pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perekonomian tiga sektor, campur tangan pemerintah tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan karena pemerintah merupakan salah satu pelaku ekonomi (rumah tangga

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR. Triwulan IV

SURVEI PERSEPSI PASAR. Triwulan IV SURVEI 1 PERSEPSI PASAR Triwulan IV - 2005 Kondisi ekonomi makro triwulan I-2006 diperkirakan masih sama dengan kondisi ekonomi pada triwulan IV-2005 Kondisi ekonomi 2006 yang diperkirakan membaik, dianggap

Lebih terperinci

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral Temuan Pokok Sejak krisis ekonomi dan pelaksanaan desentralisasi, komposisi pengeluaran sektoral telah mengalami perubahan signifikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk disertai dengan perubahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut beberapa pakar ekonomi pembangunan, pertumbuhan ekonomi merupakan istilah bagi negara yang telah maju untuk menyebut keberhasilannya, sedangkan untuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur perekonomian bercorak agraris yang rentan terhadap goncangan kestabilan kegiatan perekonomian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disuatu negara yang diukur dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dari

BAB I PENDAHULUAN. disuatu negara yang diukur dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dari BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Salah satu indikator penting dalam menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu negara adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KEBIJAKAN

VII. ANALISIS KEBIJAKAN VII. ANALISIS KEBIJAKAN 179 Secara teoritis tujuan dari suatu simulasi kebijakan adalah untuk menganalisis dampak dari berbagai alternatif kebijakan dengan jalan mengubah dari salah satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini dunia diperhadapkan pada masalah krisis ekonomi global yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika sehingga akan berdampak buruk

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara, pemerintah mempunyai berbagai kekuasaan untuk mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu produk, menetapkan

Lebih terperinci

Oleh : Sumiawati A

Oleh : Sumiawati A ~7 '. ->. ' _ V PERIJBAHAN KESEMPATAN KERJA TANIAN DAN PERKEMBANGAN SUBSEKTOR TANAMAN PANGAN Oleh : Sumiawati A 28.0586 PROGRAM STUD1 EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA JURUSAN ILIMU-ILMU SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan meningkatnya tingkat kemiskinan. suatu negara. Gambar 1.1 dibawah ini menunjukkan tingkat inflasi yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan meningkatnya tingkat kemiskinan. suatu negara. Gambar 1.1 dibawah ini menunjukkan tingkat inflasi yang terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Inflasi merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian yang tidak bisa diabaikan, karena dapat mengakibatkan dampak yang sangat luas baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian karena berguna bagi pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian karena berguna bagi pembangunan ekonomi secara keseluruhan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang menganut sistem ekonomi terbuka, dimana perekonomian terbuka memberikan keluasan kepada pemerintah dan pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri Judul : Pengaruh Kurs dan Impor Terhadap Produk Domestik Bruto Melalui Utang Luar Negeri di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Nur Hamimah Nim : 1306105143 ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI B A B BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berbagai upaya ditempuh untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah Dalam konteks pembanguan saat ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat Indonesia pantas disebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Utang luar negeri yang selama ini menjadi beban utang yang menumpuk yang dalam waktu relatif singkat selama 2 tahun terakhir sejak terjadinya krisis adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu kondisi utama bagi kelangsungan ekonomi di Indonesia atau suatu negara, sehingga pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 I. Pendahuluan Setelah melalui perdebatan, pemerintah dan Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui asumsi makro dalam RAPBN 2012 yang terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan III 2007 Kondisi ekonomi makro pada triwulan IV 2007 diperkirakan relatif sama dengan realisasi triwulan IV 2006. Kondisi ekonomi makro pada 2007 diperkirakan lebih baik

Lebih terperinci

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI Pendahuluan Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN 5.1. Analisis Umum Pendugaan Model Dalam proses spesifikasi, model yang digunakan dalam penelitian ini mengalami beberapa modifikasi karena

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Model Input-Output Ekonometrika Indonesia dan Aplikasinya Untuk Analisis Dampak Ekonomi dapat diperoleh beberapa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan salah satunya untuk pembangunan nasional. Perubahan yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Investasi merupakan modal penting bagi negara-negara berkembang, karena memiliki peranan yang besar dalam proses pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia Modul ke: Modul ke: 04 Perekonomian Indonesia Sejarah Perekonomian Indonesia Krisis Moneter Fakultas: Fakultas Eknomi dan Bisnis Ekonomi dan Program Studi Bisnis Program Studi: Akuntansi www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, tingkat suku bunga dunia, nilai dollar dalam rupiah, rasio belanja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia selalu mengalami perjalanan yang berfluktuasi, minyak dan gas alam yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan, harganya dipasar internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tabungan paksa dan tabungan pemerintah (Sukirno dalam Wibowo, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. tabungan paksa dan tabungan pemerintah (Sukirno dalam Wibowo, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu negara dalam mencapai pertumbuhan ekonomi membutuhkan dana yang relatif besar. Namun usaha pengerahan dana tersebut banyak mengalami kendala yaitu kesulitan mengumpulkan

Lebih terperinci

VII. DAMPAK TRANSFER FISKAL TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA

VII. DAMPAK TRANSFER FISKAL TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA VII. DAMPAK TRANSFER FISKAL TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA Secara teoritis, tujuan dari suatu simulasi kebijakan adalah untuk menganalisis dampak dari berbagai alternatif atau skenario kebijakan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur

I. PENDAHULUAN. industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Proses industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

6. HASIL DAN PEMBAHASAN 6. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Mengingat sejak bulan

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL 6.1. Dampak Kebijakan Makroekonomi Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu penawaran uang, dan kebijakan fiskal, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan mempertimbangkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia MODUL PERKULIAHAN Perekonomian Indonesia Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia Fakultas Program Studi Pertemuan Kode MK Disusun Oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 08 84041 Abstraksi Modul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

Lebih terperinci