BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini tanaman nilam yang digunakan adalah jenis Pogostemon
|
|
- Widya Sudirman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini tanaman nilam yang digunakan adalah jenis Pogostemon cablin Benth yang berasal dari perkebunan nilam Samigaluh, Kulonprogo, Yogyakarta. Alasan pemilihan jenis nilam Pogostemon cablin Benth adalah karena tanaman nilam jenis ini memiliki kandungan minyak paling banyak dibandingkan dengan tanaman nilam jenis lainnya dan paling banyak diminati pasar karena kualitas minyaknya yang baik (Napitupulu, 2006). Daerah ini merupakan dataran tinggi yang cukup baik untuk pertumbuhan nilam. Karena daerah tersebut merupakan dataran tinggi yang memiliki kadar patchouli alkaohol yang tinggi. Menurut Nuryani (2006a), kandungan patchoulol pada tanaman nilam yang tumbuh di dataran tinggi lebih tinggi dibandingkan nilam yang tumbuh di dataran rendah. Hal ini terjadi karena dataran rendah mengalami proses transpirasi lebih tinggi dibandingkan dataran tinggi sehingga senyawaalkohol lebih mudah menguap (Setiawan dan Rosman, 2013). 5.1 Perlakuan pra-destilasi Nilam Perlakuan pendahuluan sebelum penyulingan terhadap daun nilam merupakan salah satu cara untuk mempertinggi mutu minyak nilam. Perlakuan pendahuluan sebelum penyulingan dapat dilakukan dengan cara pelayuan, pengecilan ukuran, dan fermentasi (Kateran, 1985; Nasrudin dkk, 2009). Proses tersebut perlu dilakukan karena minyak atsiri terdapat di dalam vakuola daun, kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh, dan kantong minyak atau rambut glandular. Apabila daun nilam dibiarkan utuh, minyak atsiri hanya dapat diisolasi apabila uap air berhasil 66
2 67 melalui jaringan tanaman dan mendesaknya kepermukaan, sehingga kecepatan pengeluaran minyak hanya tergantung dari proses difusi yang berlangsung sangat lambat (Rulianah, 2012) Pelayuan dan Pengeringan Proses pendahuluan yang pertama dilakukan pada penelitian ini adalah proses pelayuan, pelayuan ini bertujuan untuk menguapkan sebagian air dalam bahan sehingga penyulingan lebih mudah dan lebih cepat. Daun nilam segar dilayukan selama semalam dengan cara mengangin-anginkan daun nilam di tempat yang tidak terkena cahaya matahari, karena kehilangan minyak selama proses pelayuan atau pengeringan dibawah sinar matahari langsung lebih besar dari kehilangan minyak selama proses penyimpanan. Jika daun nilam dilayukan atau dikeringkan dibawah sinar matahari langsung, air dalam tanaman akan berdifusi sambil mengangkut minyak atsiri dan akhirnya menguap (Andini, 2011). Proses pelayuan dilakukan dengan cara dianginkan-anginkan dengan digantung selama 1 hari. Pelayuan ini di lakukan tanpa terkena sinar matahari langsung. Hal ini dikarenakan proses pengeringan yang sebenarnya bertujuan untuk menghilangkan kadar air dan mempermudah keluarnya minyak bisa menjadi tidak optimal jika suhu yang digunakan terlalu panas (Salim, 2007).
3 68 (A) (B) Gambar 17. Pelayuan Tanaman Nilam; (A) Nilam yang diangin-anginkan, (B) Nilam yang sudah dilayukan 1 hari. Pelayuan dilakukan sampai kadar air dalam terna nilam mencapai %, ditandai dengan warna daun nilam menjadi abu-abu kehijaun dan timbulnya aroma minyak nilam yang lebih tajam (Ma mun, 2011) Pengecilan ukuran Pengecilan ukuran bertujuan agar kelenjar minyak dapat terbuka sebanyak mungkin sehingga memudahkan pengeluaran minyak dari bahan. Sebanyak 2 Kg nilam yang sudah diangin-anginkan selama 1 hari di potong-potong menggunakan pisau untuk memperkecil ukurannya dengan perbadingan berat daun:batang (3:1). Hal ini disebabkan kandungan minyak dalam batang, cabang atau ranting jauh lebih kecil (0,4-0,5 %) dibandingkan dalam daun (5-6 %) (Rusli, 2002). Kadar Patchoulol terbesar adalah pada batang. Komposisi ini adalah yang terbaik dalam proses penyulingan. Menurut Ma mun (2011), semakin besar persentase bobot batang atau ranting akan semakin rendah rendemen minyak hasil penyulingan.
4 Fermentasi Prinsip fermentasi pada isolasi minyak nilam adalah dengan cara memecahkan dinding sel dari daun nilam dengan menggunakan enzim yang terdapat dalam mikroorganisme. Hancurnya dinding sel mengakibatkan minyak nilam terpisah dari daun dan dapat diisolasi lebih mudah (Halimah dan Zetra, 2011). Pemecahan diding sel ini dilakukan oleh enzim selulase. Selulase dapat diproduksi oleh jamur, bakteri, tumbuhan, dan ruminansia. Salah satu mikroorganisme utama yang dapat memproduksi selulase adalah jamur (Ul-Haq dkk, 2005; Safaria, 2013). Proses fermentasi pada penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan air, dalam hal ini digunakan akuades. Sebanyak ml dipercikkan ke dalam nilam secara merata. Air berfungsi sebagai pencipta suasana lembab pada daun nilam (Herliana, 2015). Nilam yang sudah di timbang di fermentasi selama 10 jam. Menurut Herliana (2015), waktu fermentasi 10 jam adalah waktu optimum. Pada dasarnya menurut Sudaryani dan Sugiharti (2001), daun nilam dengan keadaan lembab sangat mudah diserang oleh jamur. Air dapat digunakan untuk membantu menumbuhkan mikroorganisme dengan baik karena memiliki ph netral. Menurut Dwidjoseputro (1994), ph yang dapat digunakan mikroorganisme untuk tumbuh dengan baik adalah ph netral, sedagkan ph asam dan basa dapat merusak mikroorganisme. Setelah fermentasi nilam di timbang kembali dan didapatkan berat 2,88 Kg. Berat setelah fermentasi meningkat dikarenakan penambahan akuades pada saat sebelum fermentasi. Temperatur fermentasi didapatkan sebesar 29 o C.
5 70 Sampel daun nilam yang telah difermentasi diidentifikasi mikroorganismenya di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA UGM. Tujuannya untuk mengetahui mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi ini. Dari hasil isolasi mikroorganisme ini teridentifikasi isolat yang tumbuh berasal dari jamur Aspergilus sp. dan Penicillium sp. Menurut Alexopoulus dan Mims dalam Aryantha dkk (2004), jamur Aspergillus sp. dan Penicillium sp. dapat tumbuh secara optimum pada temperatur o C. Sehingga sesuai dengan temperatur yang terukur pada daun nilam selama proses fermentasi. (A) (B) Gambar 18. (A) isolat jamur Aspergilus sp.dalam cawan petri, (B) isolat jamur aspergilus sp.dalam mikroskop (A) (B) Gambar 19. (A) isolat jamur Penicillium sp.dalam cawan petri,(b) isolat jamur penicillium sp. dalam mikroskop
6 71 Pada Gambar 18 (A) yang diberi lingkaran merah merupakan isolat jamur Aspergilus sp. yang tumbuh dalam cawan petri. Isolat ini berwarna hitam merupakan spora (konidia) dari jamur Aspergilus sp. Spora merupakan alat reproduksi pada jamur. Pada Gambar 18 (B) merupakan isolat Aspergilus sp. yang dilihat menggunakan mikroskop terlihat miselium dan hifa tidak berwarna membentuk seperti pohon, dan konidia membentuk rantai berwarna hitam. Ciriciri ini menunjukkan bahwa isolat ini merupakan jamur Aspergilus sp. Jamur berfilamen seperti Aspergillus adalah penghasil enzim selulase dan crude enzyme secara komersial (Ul-Haq, dkk., 2005; Safaria, 2013). Sedangkan pada Gambar 19 (A) yang diberi lingkaran hitam merupakan isolat jamur Penicillium sp. yang tumbuh dalam cawan petri. Isolat ini berwarna hijau menunjukkan spora dari jamur Penicillium sp. yang masih muda. Pada Gambar 19 (B) merupakan isolat Penicillium sp. yang dilihat menggunakan mikroskop. Memiliki hifa dan miselium bercabang dan tidak berwarna, dan spora berwarna hijau. Kedua ciri-ciri jamur ini sama seperti tergambar dalam buku karya Pelczar dan Chan (1986). Kapang yang banyak digunakan pada produksi selulase adalah genus Penicillium. Kapang ini mempunyai kemampuan dapat menghasilkan endoglukanase, eksoglukanase dan β-glukosidase dalam jumlah yang tinggi (Liu et al., 2008; Long et al., 2009). Milala (2005) dan Lynd et al. (2002), menyebutkan bahwa kapang akan menghasilkan selulase jika ditumbuhkan pada medium yang mengandung selulosa.
7 Kerja Mikroorganisme pada Fermentasi Nilam Menurut Guenther (1987), minyak nilam paling banyak terdapat didalam vakuola daun. Menurut Rulianah (2012), vakuola ini terletak ditengah-tengah sel yang dikelilingi oleh dinding sel. Penyusun dari dinding sel tersebut yakni lignin, hemiselulosa, dan selulosa. Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel. Selulosa merupakan salah satu penghambat keluarnya minyak pada waktu penyulingan, sebab struktur kristalin selulosa alami sangat kokoh dan tidak larut dalam air sehingga sukar untuk dihidrolisis dalam waktu yang singkat. Menurut Nasrudin dkk (2005), enzim yang berperan dalam proses penghancuran dinding sel daun nilam adalah enzim selulase. Menurut Aryantha dkk (2004), jamur adalah mikroorganisme utama yang dapat memproduksi enzim selulase. Sedangkan menurut penelitian Usama dkk (2008), jamur dari genus Aspergillus sp., Penicillium sp., dan Trichoderma sp., adalah jamur yang mampu menghasilkan enzim selulase. Sehingga diasumsikan jamur Aspergilus sp. dan Penicillium sp.yang teridentifikasi dalam daun nilam selama proses fermentasi ini menghasilkan enzim selulase. Enzim selulase merupakan suatu enzim yang mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk menghidrolisis selulosa dan hemiselulosa, sehingga molekulmolekul minyak yang terikat dalam vakuola daun lebih mudah untuk dilakukan penyulingan. Kinerja uap panas saat dilakukan penyulingan dengan tujuan untuk mengekstrak molekul-molekul minyak tidak mengalami hambatan yang signifikan.
8 73 Hemiselulosa merupakan suatu material yang terbentuk dari heteropolimer bercabang dan pendek silosa, monosa, arabinosa dan asam uronat. Hemiselulosa merupakan setengah bagian dari selulosa (Nasruddin, 2009). Adanya enzim selulase dapat menyebabkan pemecahan selulosa yang tidak larut dalam air menjadi komponen yang bersifat larut dalam air seperti sellabiosa dan glukosa. Mekanise hidrolisis selulosa dapat dilihat pada Gambar 20. Menurut Ikram dkk (2005), hidrolisis enzimatik yang sempurna memerlukan aksi sinergis dari tiga tipe enzim ini, yaitu: a. Endoselulosa, menguraikan polimer selulosa secara random untuk menghasilkan monomer selulosa dengan panjang rantai yang bervariasi. b. Eksoselulase, menguraikan selulosa menghasilkan selobiosa dan/atau glukosa. c. β-glukosidase (selobiase), menguraikan selobiosa untuk menghasilkan glukosa. Gambar 20. Mekanisme hidrolisis selulosa
9 74 Menurut Kodri dkk (2013), Pada dasarnya mekanisme pemotongan rantai ikatan oleh enzim selulase sangat kompleks karena melibatkan sinergitas kerja tiga komponen besar yaitu endo-1.4-β D-glukanase yang berfungsi memutuskan ikatan selulosa secara random dengan memulai serangan acak pada sisi internal daerah amorf dari serat selulosa sehingga sisi yang terbuka dapat diserang oleh cellobiohydrolase. Kemudian kerja dari Ekso-β-1.4-glukanase yang memotong ujung-ujung rantai individu selulosa. ekso-β-1.4-glukanase atau disebut cellobiohydrolase menyerang bagian luar non-reducing dari selulosa sehingga dihasilkan selobiosa sebagai struktur utamanya. Selanjutnya adalah kerja dari β- glukosidase yang berfungsi memotong selobiosa menjadi molekul-molekul glukosa. Enzim selulase dapat mengubah selulosa tak tersubtitusi menjadi selobiosa yang kemudian dihidrolisis lebih lanjut dengan β-glukosidase (Alexander dkk,1992). Hidrolisis selulosa menjadi glukosa secara konsisten melewati dua tahap penting dalam sistem enzimatik, yaitu pemecahan ikatan glukosidik pada selulosa menjadi selobiosa oleh β-1,4-glukanase dan pemecahan ikatan β-1,4- glukosidik pada selobiosa menjadi glukosa oleh β-glukosidase (Fox, 1991). Daun nilam pada dasarnya sangat mudah diserang oleh mikroorganisme. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wahyuno dkk dalam Herliana (2015), mikroorganisme lain yang dilaporkan sering terdapat dalam tanaman nilam dan menyebabkan penyakit pada tanaman nilam adalah kelompok bakteri Ralstonia solanacearum yang menyebabkan penyakit layu pada tanaman nilam. Kelompok nematoda Pratylenchus, Meloidogyne dan Radhopolus menyebabkan penyakit
10 75 kuning dan merah pada tanaman nilam. Kelompok virus Potyvirus dan Fabavirus menyebabkan penyakit virus mosaik pada tanaman nilam. A B Gambar 21. Perbandingan nilam sebelum dan setelah proses fermentasi: (A) keadaan nilam sebelum fermentasi dan (B) keadaan nilam setelah fermentasi Gambar 21 menunjukkan perbandingan nilam sebelum dan setelah proses fermentasi. Nilam setelah proses fermentasi cendrung terlihat lebih layu dan lembab dengan warna daun yang berubah menjadi kuning kecoklatan dibandingkan sebelum proses fermentasi yang terlihat masih terlihat hijau. Hal ini membuktikan bahwa fermentasi berpengaruh terhadap keadaan nilam. 5.2 Destilasi Nilam yang Terfermentasi Difusi minyak atsiri dengan air panas, hidrolisa terhadap beberapa komponen minyak atsiri, serta dekomposisis akibat panas, akan lebih baik jika dibandingkan dengan uap langsung (Anshori, 2009). Menurut Ketaren (1985), ada tiga cara destilasi daun nilam yaitu: Destilasi dengan air (Water Distillation), destilasi ini jarang dilakukan karena minyak nilam yang diperoleh mutunya rendah dan rendemennya juga rendah. Destilasi dengan air-uap (Water-Steam Distillation), rendemen minyak nilam 2,5 3,0 % dan mutunya cukup bagus. Destilasi dengan uap (Steam Distillation), Rendemen minyak yang dihasilkan sekitar 2,0 2,5 %.
11 76 Hal ini yang melatarbelakangi penggunaan destilasi uap-air pada penelitian ini dibandingkan destilasi uap langsung. Selain itu pada kenyataannya jika peralatan kita secara manual kontrol kita akan lebih sulit dalam pengontrolan uapnya yang akan selalu berubah akibat temperatur dan tekanan. Nilam yang sudah di fermentasi di bagi menjadi dua dengan berat yang sama yaitu 1,44 Kg. Yang pertama dimasukkan dalam ketel destilasi Air-Uap (Water- Steam Distillation). Sedangkan yang lainnya dimasukkan ke dalam ketel destilasi Water Bubble dan ditambahkan akuades sebanyak 10 L pada masing-masing ketel. Penyulingan dilakukan selama 6 jam setelah tetesan pertama keluar minyak. Setelah selesai penyulingan, hasil yang didapatkan dipisahkan antara minyak dan air, kemudian ditambahkan Na 2 SO 4 anhidrat pada minyak yang diperoleh. Na 2 SO 4 anhidrat berfungsi untuk mengikat air yang masih tertinggal di dalam minyak sehingga didapatkan minyak nilam yang bebas air. Proses perlakuan serta keterangannya secara lengkap kedua destilasi tersebut akan dijelaskan di bawah ini Destilasi Air-Uap (Water-Steam Distillation) Bahan baku dimasukan beserta akuades pada bagian bawah ketel dimana bahan baku dan air tidak kontak secara langsung. Kemudian ketel dipanaskan hingga minyak menguap. Pemanasan awal dilakukan dengan api yang besar. Hal ini bertujuan agar mempercepat penguapan minyak. Air pada bagian bawah ketel yang terdekat dengan sumber pemanasan akan mendidih saat pemanasan hingga menghasilkan uap yang akan berkontak langsung dengan bahan baku yang
12 77 kemudian terjadi proses hidrodifusi sehingga minyak dapat ikut menguap bersamaan dengan menguapnya air. Proses hidrodifusi pada penyulingan tanaman melalui beberapa proses yaitu pada suhu air mendidih sebagian minyak yang mudah menguap larut dalam air yang terdapat di dalam kelenjar-kelenjar. Larutan minyak air ini oleh peristiwa osmosis, menembus melalui selaput-selaput yang telah menggelembung dan akhirnya mencapai permukaan paling luar yang kemudian minyak atsiri akan teruapkan oleh uap yang dilewatkan. Proses ini berlangsung terus-menerus hingga semua senyawa yang mudah menguap terdifusi dari kelenjar-kelenjar minyak dan kemudian teruapkan oleh uap air yang lewat (Sastrohamidjojo, 2004). Setelah tetesan pertama minyak dilakukan pengecilan api pada sumber pemanasan agar mencegah terjadi gosong. Selain itu dalam Sastrohamidjojo (2004), untuk penyulingan uap-air pada tekanan atmosfer luar maka suhu pemanasan yang digunakan sebesar 100 o C. Usahakan suhu operasional serendah mungkin, meskipun kita mengetahui bahwa kecepatan produksi ditentukan oleh suhu. Uap air dan minyak yang teruapkan akan melalui pendingin dimana pada tahap ini air dan minyak akan berubah fase dari uap menjadi cair. Kemudian air dan minyak mengalir menuju tempat penampungan minyak. Pada penampung ini minyak akan sangat mudah dipisahkan karena perbedaan berat jenis kedua cairan tersebut. Pada hal ini minyak berada pada bagian atas sedangkan air berada pada bagian bawah. Penampung minyak ini merupakan sistem kohobasi dimana air yang berada pada bagian bawah mengalir kembali ke dalam ketel.
13 Destilasi Water Bubble a. Optimalisasi Alat Destilasi Water Bubble Tujuan optimalisasi ini adalah untuk menentukan kondisi optimum alat destilasi Water Bubble. Pengujian dilakukan dengan beberapa parameter uji fisik yaitu kapasitas bahan yang digunakan, tekanan dan temperatur. 1. Kapasitas bahan yang digunakan Pada pengujian ini dilakukan dengan variasi berat bahan yaitu 1 Kg dan 2 Kg daun nilam. Penggunaan bahan baku nilam sebanyak 2 Kg menyebabkan kerusakan pada alat destilasi. Beberapa waktu setelah dilakukan pemanasan pada boiler, ketel destilasi menjadi tidak stabil. Kemudian bahan baku yang terdapat di dalam ketel meluap dan tumpah. Sedangkan pada penggunaan bahan baku sebanyak 1 Kg, ketel tetap stabil hingga keluar minyak. Perlakuan ini dilanjutkan hingga 6 jam. Selama perlakuan destilasi tidak terjadi kerusakan pada alat destilasi. Dari perlakuan tersebut didapatkan kondisi optimum bahan yang digunakan adalah sebesar 1 Kg. 2. Temperatur Temperatur optimum dalam penyulingan adalah sebesar 100 o C, lebih dari itu minyak yang akan dihasilkan berkualitas rendah. Menurut Sastrohamidjojo (2004), kualitas minyak atsiri yang paling baik, kita harus yakin bahwa selama penyulingan minyak atsiri diupayakan agar suhu pemanasan rendah. Minyak yang dihasilkan akan berwarna kecoklatan, bau yang sangat menyangat dan agak berbau gosong. Selain itu pada alat destilasi Water Bubble yang memiliki
14 79 temperatur >100 o C akan menyebabkan kebocoran uap pada ketel destilasi. Oleh karena itu alat destilasi dijaga temperatur tepat 100 o C. 3. Tekanan Tekanan yang diujikan pada alat destilasi Water Bubble adalah <0,5 Barr; 0,5 Barr dan >0,5 Barr. Pada pengujian ini tekanan <0,5 Barr dan 0,5 Barr dapat mengendalikan temperatur pada ketel tepat 100 o C. Sedangkan pada tekanan >0,5 Barr menghasilkan panas yang besar sehingga temperatur pada ketel melebihi 100 o C yang menyebabkan ketel menjadi tidak stabil. Pada tekanan ini uap keluar di beberapa bagian ketel seperti pada tutup, tempat baut ketel serta pada konektor. Oleh karena itu tekanan >0,5 Barr tidak boleh digunakan untuk destilasi. Pada tekanan <0,5 Barr memang mampu menghasilkan temperatur 100 o C serta mampu menghasilkan minyak dari tanaman nilam. Akan tetapi hasil yang didapatkan sedikit yaitu 3 ml. Sedangkan pada dengan penggunaan tekanan 0,5 Barr minyak yang dihasilkan sebesar 7,2 ml. Oleh karena itu tekanan pada alat destilasi Water Bubble yang digunakan dalam penelitian ini diatur sebesar 0,5 Barr. b. Proses Destilasi Bahan baku dimasukkan dalam ketel beserta akuades yang sudah ditentukan. Kemudian pada boiler diisi air sebagai sumber penghasil uap. Jadi, pada teknik destilasi ini merupakan gabungan dua teknik destilasi yaitu destilasi air dan destilasi uap. Pada ketel destilasi dilengkapi dengan pengadukan yang difungsikan agar pemanasan merata. Pada kenyataannya penyulingan yang dilakukan dengan destilasi uap tidak menggunakan pengadukan. Selain itu pengadukan pada
15 80 destilasi uap sulit dilakukan, hal ini disebabkan keadaan bahan baku yang agak kering sehingga pergerakan pengadukan agak terhambat. Oleh karena itu fungsi penambahan air yang kontak langsung dengan bahan baku akan mempermudah pengadukan. Seringkali pada praktek di lapangan terjadinya tidak pemerataan bahan baku yang terkena uap. Biasanya bagian tengah dan atas pada bahan baku yang tidak mengalami pemanasan oleh uap air sehingga proses destilasi menjadi tidak maksimal. Hal ini disebabkan oleh menumpuknya bahan baku yang dipadatkan didalam ketel sehingga uap sulit untuk menembus bahan baku. Setelah bahan baku serta air yang digunakan telah siap, dilakukan pemanasan pada boiler. Boiler di atur agar tekanan stabil pada 0,5 Barr dimana pada tekanan ini merupakan kondisi optimum pada destilasi Water Bubble. Tidak seperti destilasi uap yang menahan uap pada boiler hingga tekanan tertentu kemudian baru dilepaskan ke ketel, uap dari boiler pada destilasi Water Bubble langsung dilepaskan ke ketel. Hal ini bertujuan agar menjaga stabilitas ketel karena pada destilasi uap tekanan yang dilepaskan langsung dengan tekanan yang besar sehingga dapat membuat ketel menjadi tidak stabil. Dalam hal ini perlu penanganan yang baik serta pengalaman yang mencukupi. Tekanan yang dilepaskan akan memanaskan air dalam ketel sehingga terbentuk gelembung-gelembung air. Oleh karena pada tahap ini terjadinya gelembung-gelembung air, maka destilasi ini dinamakan Water Bubble. Pada proses ini gelembung-gelembung air akan mempermudah hidrodifusi. Pengadukan akan meratakan pemanasan sehingga lebih maksimal. Pada ketel dijaga
16 81 temperatur stabil pada 100 o C. Untuk dapat mengatur tekanan dan temperatur butuh keahlian dan pengalaman dalam mengatur panas dari kompor pemanas. Sama dengan penyulingan uap-air agar dapat mendapatkan hasil yang dengan kualitas yang pemanasan dilakukan serendah mungkin. Selama proses destilasi berlangsung, uap air akan menembus jaringan sel nilam dan membawa minyak dari bawah ke atas menuju pipa kondensor (Qodrillah, 2015). Air dan minyak yang menguap dilewatkan menuju kondensor. Pendingin yang digunakan berbentuk pipa yang dikumpar dan direndam dalam bejana yang dialiri dengan air dingin. Pendingin yang digunakan terbuat dari stainless steel. Hal ini dikarenakan pendingin seperti besi dan tembaga akan dapat memberikan warna pada minyak atsiri (Sastrohamidjojo, 2004). Uap air dan minyak yang telah melalui kondensor ditampung dan dipisahkan antara air dan minyak. Sama halnya dengan hasil destilasi uap-air, minyak nilam yang dihasilkan memiliki berat jenis yang lebih kecil dibandingkan dengan air sehingga minyak berada pada bagian atas. Kondisi ini memudahkan dalam pemisahan minyak dengan air dan untuk lebih memastikan minyak benar-benar telah dipisahkan dengan air maka ditambahkan garam seperti Na 2 SO 4 yang berfungsi mengikat air. Berbeda dengan destilasi uap-air, penampung minyak pada Water Bubble tidak memakai sistem kohobasi. Hal ini dikarenakan sistem pengairan pada boiler langsung dialirkan dari keran air sehingga akan memudahkan penambahan air pada saat boiler kekurangan air. Selain itu sulit untuk menggunakan sistem kohobasi pada destilasi yang menggunakan tekanan. Jika ingin dilakukan maka
17 82 perlu penggunaan pompa air yang memiliki kecepatan alir yang besar dalam artian memiliki tekanan yang lebih besar dibandingkan tekanan yang ada pada boiler saat proses destilasi berlangsung. 5.3 Perbandingan Minyak Nilam Minyak nilam hasil destilasi Water bubble diberi kode (label) F1 sedangkan hasil dari teknik destilasi uap-air diberi kode (label) F2. Hasil minyak yang didapatkan dari kedua teknik destilasi tersebut dibandingkan kualitasnya. Dalam hal ini minyak yang dihasilkan diuji dengan beberapa parameter umum yang diujikan, yaitu uji fisika seperti warna, berat jenis, rendemen, indeks bias, dan uji kimia seperti bilangan asam dan kadar patchoulol. Pembandingan destilasi uap-air dengan Water bubble ditujukan agar dapat menemukan metode yang lebih efisien dalam produksi minyak atsiri nilam. Dari ketiga teknik destilasi menunjukkan bahwa kualitas terbaik dalam penyulingan nilam adalah teknik destilasi uap-air. Akan tetapi penggunaan teknik ini memiliki kekurangan dari segi jumlah produksi dimana terkendala pada jumlah bahan yang akan di destilasi hanya mampu dalam jumlah yang sedikit. Sehingga waktu produksi cukup lama. Penggunaan tekanan uap yang besar pada destilasi uap memang mampu menghasilkan jumlah minyak yang cukup banyak dan membutuhkan waktu produksi yang relatif singkat. Hal ini dikarenakan tekanan uap yang dihasilkan mampu menghasilkan minyak dengan jumlah bahan baku yang besar. Akan tetapi kualitas rendemen yang dihasilkan lebih kecil. Oleh karena itu digunakan teknik destilasi Water bubble yang juga menggunakan tekanan uap akan tetapi hasil yang diharapkan memiliki kualitas yang baik.
18 Uji Fisika Minyak Nilam Di antara sifat fisika yang tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI ) tentang minyak nilam, warna, berat jenis dan indeks bias yang diuji pada sampel minyak nilam yang diperoleh dari destilasi Water bubble (F1) dan destilasi uap-air (F2). Warna minyak nilam yang dihasilkan F1 memberikan warna kuning muda sedangkan F2 berwarna kuning tua. Dalam hal ini warna pada kedua sampel minyak masih memenuhi standar SNI dimana warna yang diperbolehkan kuning muda-coklat kemerahan. Gambar 22. Minyak nilam F1 (Water bubble), F2 (uap-air) a. Berat Jenis dan Rendemen Berat jenis merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Menurut Sastrohamidjojo (2004), berat jenis minyak atsiri di definisikan sebagai perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume air dan volume minyak yang sama. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin berat fraksi berat yang terkandung dalam minyak maka akan semakin besar nilai densitasnya. Semakin tinggi berat jenis menunjukan minyak memiliki kualitas yang baik. (Guenther,1987).
19 84 Berdasarkan SNI tentang minyak nilam menyatakan bahwa berat jenis minyak nilam berkisar antara 0,950-0,975 (25 o C/25 o C). Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa berat jenis sampel F1 sebesar 0,955 sedangkan sampel F2 sebesar 0,991. Hasil berat jenis yang didapatkan menunjukkan bahwa sampel F1 lebih baik dibandingkan dengan F2, karena F1 memiliki berat jenis yang memenuhi standar SNI. Dari hasil berat jenis yang diperoleh maka rendemen minyak nilam dapat diketahui. Rendemen minyak nilam dinyatakan dalam presentase dengan perbandingan antara berat minyak nilam yang dihasilkan per berat bahan baku basah. Jumlah minyak yang dihasilkan pada sampel F1 sebesar 7,2 ml dengan rendemen minyak sebesar 0,69%. Sedangkan jumlah minyak yang dihasilkan serta rendemen sampel F2 sebesar 17,2 ml dan 1,71%. Rendemen pada F2 lebih besar dibandingkan dengan F1. Rendemen yang digunakan adalah rendemen basah, jadi rendemen dikalikan dengan faktor 5 untuk mendapatkan rendemen kering. Sehingga rendemen minyak F1 menjadi sebesar 3,45 % sedangkan F2 sebesar 8,55 %. Gambar 23. Grafik perbandingan rendemen F1 dan F2
20 85 Daun nilam melalui proses fermentasi yang mampu menghancurkan dinding sel daun nilam sehingga minyak nilam masih terikat kuat didalam vakuola tanaman dan minyak dapat keluar secara optimal karena hanya memanfaatkan uap air saat proses destilasi yang berhasil melalui jaringan tanaman dan mendesaknya kepermukaan (Guenther, 1987). b. Penentuan Indeks Bias Penentuan nilai indeks bias dilakukan untuk mengetahui kualitas mutu dari minyak nilam yang dihasilkan. Menurut Sastrohamidjojo (2004), Indeks bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya. Semakin banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus oksigen ikut tersuling, maka kerapatan medium minyak atsiri akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan. Hal ini menyebabkan indeks bias minyak lebih besar. Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya dalam dengan kecepatan cahaya didalam zat pada suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri behubungan erat dengan komponen-komponen yang tersusun di dalam minyak atsri yang dihasilkan. Pembiasan yang terjadi kenaikkan oleh interaksi antar gaya elektrostatik dan elektromagnetik atom-atom dalam molekul minyak atsiri nilam. Indeks bias juga merupakan perbandingan sinus sudut sinar jauh dan sinar jatuh pantulan cahaya yang melalui minyak atsiri nilam.
21 86 Perlakuan bahan dan lama penyulingan berpengaruh terhadap indeks bias minyak nilam. Semakin kecil ukuran bahan, maka nilai indeks bias minyak semakin besar. Hal ini disebabkan penguapan minyak dari bahan berukuran kecil yang berlangsung lebih mudah sehingga fraksi berat minyaknya lebih banyak terkandung didalam minyak. Hal ini mengakibatkan kerapatan molekul minyak lebih tinggi dari sinar yang menembus,minyak sukar diteruskan. Berdasarkan SNI tentang minyak nilam menyatakan bahwa indeks bias (nd 20 ) minyak nilam berkisar antara 1,507-1,515. Penentuan indeks bias ini menggunakan refraktometer. Indeks bias yang dihasilkan berdasarkan pengamatan refraktometer pada F1 dan F2 masing-masing sebesar 1,510 dan 1,623. Pada F2 indeks bias yang dihasilkan melebihi dari standar SNI Hal ini disebabkan oleh jumlah senyawa yang dihasilkan dari destilasi banyak, dimana berdasarkan hasil kromatogram KG menunjukkan terdapat 25 senyawa yang terdeteksi pada F2. Menurut Guenther (1987), semakin banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus oksigen ikut tersuling, maka kerapatan medium minyak atsiri akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan. Hal ini menyebabkan indeks bias minyak lebih besar. Sedangkan pada F1 hanya terdeteksi 15 senyawa penyusun minyak nilam.
22 87 Tabel 9. Perbandingan uji fisika F1 dan F2 terhadap standar SNI No. Parameter F1 F2 SNI Warna Kuning muda Kuning tua Kuning muda-coklat kemerahan 2. Berat jenis 0,955 0,991 0,950-0, Rendemen (%) 3,45 8,55-4. Indeks bias 1,510 1,623 1,507-1, Uji Kimia Minyak Nilam Pengujian sifat kimia kedua sampel yaitu uji bilangan asam dan kadar patchoulol. Berdasarkan SNI tentang minyak nilam menyatakan bahwa minyak nilam yang baik memiliki bilangan asam maksimal 8,0 sedangkan kadar patchoulol yang terkandung dalam minyak nilam minimal 30 %. a. Bilangan asam Menurut syarat mutu SNI bilangan asam pada minyak nilam memiliki nilai maksimal 8,0. Prosedur pengukuran bilangan asam pada kedua sampel minyak dilakukan berdasarkan SNI tentang minyak nilam. Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa bilangan asam sampel F1 sebesar 6,61 dan sampel F2 sebesar 13,19. Data yang dihasilkan menunjukkan bilangan asam F1 masih memenuhi standar sedangkan sampel F2 telah melebihi standar yang sudah ditetapkan. Menurut Espino et al (2002), minyak nilam dengan bilangan asam < 5, relatif tidak mudah menjadi tengik, sehingga waktu penyimpananya akan lebih lama. Minyak nilam dengan nilai bilangan asam > 5 akan menyebabkan iritasi pada kulit jika digunakan langsung.
23 88 Salah satu indikator kualitas sampel minyak dapat diketahui dari angka asam sampel tersebut. Angka asam digunakan untuk mengetahui jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak. Besarnya angka asam menyatakan banyaknya asam lemak bebas yang terbentuk akibat hidrolisis minyak. Makin tinggi angka asam maka makin rendah kualitas minyak yang digunakan (Panangan, 2011). b. Analisis Kromatografi Gas-Spektrometer Massa Identifikasi minyak atsiri nilam menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa. Prinsip dasar dari KG-SM yaitu fasa diam yang digunakan adalah cairan dan fasa gerak yang digunakan harus bersifat inert (tidak berekasi) dengan cuplikan maupun fasa diam. Interaksi yang terjadi berupa partisi antara fasa diam dan fasa gerak (Sastrohamidjojo, 2002). Identifikasi dilakukan untuk mengetahui komponen senyawa penyusun minyak atsiri dengan cara menginjeksikan sampel minyak ke dalam ruang injeksi yang telah dipanasi dan sampel akan diuapkan, selanjutnya dibawa oleh gas pembawa yang berupa gas helium kedalam kolom dan didalamnya terjadi proses pemisahan. Di dalam kolom fasa diam akan menahan komponen-komponen secara selektif berdasarkan koefisien distribusinya dan akan dialirkan kedetektor yang memberi sinyal untuk kemudian dapat diamati pada sistem pembaca. Senyawa-senyawa yang memiliki afinitas rendah terhadap fasa diam akan keluar dari kolom pertama. Sedangkan senyawa-senyawa dengan afinitas tinggi terhadap fasa diam akan keluar dari kolom kemudian. Hasilnya adalah berupa molekul gas yang kemudian akan diionisasikan pada spektrometer massa sehingga molekul gas itu akan mengalami fragmentasi yang berupa ion-ion positif. Ion akan memiliki
24 89 rasio yang spesifik antara massa dan muatannya. Hasil analisis dilakukan dengan membandingkan spektrum massa dari sampel dengan data spektrum massa yang tersimpan dikomputer (kepustakaan), dengan melihat nilai SI (Similarity Index) atau indeks kemiripan spektrum senyawa yang ada pada komputer. Semakin tinggi nilai SI maka semakin tinggi kemiripannya (Wati, 2011). Minyak nilam bebas air dianalisis dengan menggunakan KG-SM Shimadzu QP 2010 SE. Sampel sebanyak 1 μl diinjeksikan ke dalam ruang injeksi yang telah dipanaskan dengan temperatur injektor 200 o C kemudian sampel akan diuapkan yang selanjutnya akan dibawa oleh gas Helium sebagai gas pembawa ke dalam kolom kapiler dengan panjang 30 m, diameter 0,25 mm dan ketebalan 0,25 μm. Di dalam kolom tersebut terjadi proses pemisahan, fasa diam Rtx 5MS akan menahan komponen-komponen secara selektif berdasarkan koefisien distribusinya kemudian dialirkan ke detektor menghasilkan urutan puncak-puncak, dimana setiap puncak mewakili satu senyawa dalam campuran yang melaluinya. Hasil kromatogram kedua sampel F1 dan F2 dapat dilihat pada gambar 24 beserta perbandingan kadar patchoulol masing-masing kromatogram. Kadar patchoulol yang dihasilkan sampel F1 sebesar 61,53 % sedangkan pada F2 sebesar 38,24 %. Kadar patchoulol kedua sampel telah memenuhi standar minimum yaitu 30 % pada SNI
25 90 Gambar 24. Perbandingan kromatogram dan kadar patchoulol F1 dan F2 Dari penampakan kromatogram kedua sampel tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Kedua sampel memiliki waktu retensi yang relatif sama pada setiap puncak kromatogram. Jumlah puncak pada kromatogram F1 sebanyak 15 puncak sedangkan pada F2 sebanyak 25. Jumlah puncak yang lebih sedikit pada F1 dikarenakan ada beberapa senyawa yang tidak teruapkan pada saat penyulingan atau dikarenakan kadarnya yang sangat kecil pada sampel sehingga tidak terdeteksi.
26 91 Tabel 10. Perbandingan Jumlah Puncak, Waktu Retensi, Persen Area dan Senyawa F1 dan F2 F1 F2 Puncak Waktu Luas Waktu Luas Nama Senyawa Puncak retensi area (%) retensi area (%) Nama Senyawa ,1 Bicyclogermacrene ,81 beta-patchoulene ,57 Seychellene ,49 trans-caryophyllene ,92 trans-caryophyllene ,49 alpha-guaiene ,6 alpha-guaiene ,83 delta.-guaiene ,69 Seychellene ,35 beta-selinene ,73 alpha-humulene ,04 alpha-patchoulene ,71 alpha-patchoulene ,42 alpha.-copaene ,2 alpha-gurjunene ,4 Patchulane ,62 Alloaromadendrene ,345 alpha-guaiene ,32 Germacrene-D ,6 alpha-selinene ,41 Cyclobutene ,4 alpha-guaiene ,15 delta-guaiene ,27 delta-guaiene ,27 apha-panasinsen ,47 Patchulane ,13 2-methyl-4-(2,6,6-trimethyl-cyclohex-1-enyl)-but-2-e ,15 Valerenol ,32 1-Naphthalenamine ,33 delta.-guaiene ,19 beta-selinene ,32 Pogostol ,35 Veridiflorol ,38 delta-guaiene ,36 delta-guaiene ,6 alpha-selinene ,53 Patchouli alcohol ,24 Patchouli alcohol ,6 Cycloheptan ,17 Cycloheptan Jumlah 100,00 Jumlah 100,00
27 92 Senyawa-senyawa yang memiliki afinitas rendah terhadap fasa diam akan keluar dari kolom pertama, sedangkan senyawa-senyawa dengan afinitas tinggi terhadap fasa diam akan keluar dari kolom selanjutnya. Hasilnya berupa molekul gas yang kemudian diionisasi oleh spektrometer massa sehingga molekul-molekul gas tersebut akan mengalami fragmentasi berupa ion-ion positif. Temperatur oven diatur antara o C dengan laju kenaikan temperatur 10 o C/menit. Tabel 10 menunjukkan perbedaan jumlah puncak dan senyawa yang terkandung dalam minyak F1 dan F2. F1 hanya memiliki 15 puncak sedangkan pada F2 terdapat 25 puncak. Perbandingan puncak terhadap waktu retensi, yaitu puncak diurutkan berdasarkan kemiripan waktu retensi. Patchoulol berada pada puncak 14 pada F1 sedangkan 24 pada F2. Terdapat 10 senyawa yang dimiliki F2 tetapi tidak dimiliki F1 yaitu Seychellene, alpha-guaiene, Germacrene-D, alpha-selinene, apha-panasinsen, 1-Naphthalenamine, valerenol, veridiflorol, Pogostol dan alpha-selinene. Senyawa-senyawa ini tidak terdapat pada puncak F1 serta tidak terdapat kemiripan waktu retensinya terhadap puncak manapun pada F1. Selain itu, terdapat puncak yang memiliki waktu retensi yang sama akan tetapi mempunyai senyawa yang berbeda. Senyawa-senyawa yang berbeda yaitu bicyclogermacrene pada F1 dan beta-patchoulene pada F2 dengan waktu retensi antara 11,40-11,42. Kemudian delta.-guaiene pada F1 dan Seychellene pada F2 dengan waktu retensi antara 12,33-12,35. Pada waktu retensi 12,40-12,41 senyawa yang berbeda adalah beta-selinene pada F1 dan alpha-humulene pada F2. Senyawa lainnya adalah alpha.-copaene, Patchulane, Cyclobutene,
28 93 Patchulane dan delta.-guaiene pada F1 sedangkan pada F2 senyawa yang muncul adalah alpha-gurjunene, Alloaromadendrene, alpha-guaiene, 2-methyl-4-(2,6,6- trimethyl-cyclohex-1-enyl)-but-2-enal dan beta-selinene masing-masing pada rentang waktu retensi 12,55-12,56; 12,60-12,61; 12,94-12,95; 13,90-13,92; dan 14,62-14,63. alpha.-copaene tidak terdapat pada F2 sedangkan pada F1 dengan kadar sebesar 0,42%. Berdasarkan SNI maksimal kandungan alpha.- Copaene adalah 0,5%. Patchoulol muncul pada waktu retensi 15,271 pada F1 dan 15,261 pada F2. Waktu retensi patchoulol pada kedua sampel relatif sama. Tabel 11. Perbandingan sifat kimia F1 dan F2 No. Parameter F1 F2 SNI Bilangan asam 6,61 13,19 Maks.8,0 2 Patchoulol (%) 61,53 38,24 Min alpha.-copaene (%) 0,42 - Maks. 0,5 Pada tabel 11 dan gambar 24 dapat diketahui minyak nilam dengan teknik destilasi Water bubble dengan fermentasi memiliki kandungan patchoulol sebesar 61,53 %. Hasil ini menujukkan bahwa kadar patchoulol yang dikandung oleh minyak nilam lebih tinggi dibandingkan standar mutu minyak nilam berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) maupun menurut Essential Oil Association (EOA). Menurut SNI standar mutu minyak nilam yang baik adalah memiliki kadar patchouli alcohol minimal 30 %, sedangkan standar minyak nilam internasional menurut EOA memiliki kadar patchoulol minimal 38 %. Sehingga mutu minyak nilam hasil penelitian ini dikatakan sangat baik. Sedangkan penggunaan teknik destilasi uap-air memiliki kandungan patchoulol sebesar
29 94 38,24%. Hasil ini juga cukup baik karena telah memenuhi standar minimum SNI maupun EOA. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Jika dilihat faktor tempat tumbuh nilam, Samigaluh, Kulonprogo, Yogyakarta daerah tumbuh nilam yang dijadikan bahan baku merupakan kawasan dataran tinggi. Menurut Nuryani (2006b), kandungan patchoulol pada tanaman nilam yang tumbuh di dataran tinggi lebih tinggi dibandingkan nilam yang tumbuh di dataran rendah. Menurut Setiawan dan Rosman (2013), hal ini terjadi karena dataran rendah mengalami proses transpirasi lebih tinggi dibandingkan dataran tinggi sehingga senyawa alkohol lebih mudah menguap. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andini (2011), menggunakan daun nilam dari tanaman nilam asal Jepara, Jawa Tengah menggunakan sistem penyulingan yang sama yaitu destilasi water bubble hanya mampu menghasilkan minyak nilam dengan kandungan patchoulol sebesar 43,19%. Faktor lain adalah perlakuan fermentasi pada daun nilam sebelum penyulingan juga mempengaruhi kadar patchoulol (Herliana, 2015). Selain itu proses penyulingan menggunakan metode destilasi water bubble juga mempengaruhi tingginya kadar patchoulol yang didapatkan. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian oleh Nuryani (2006a), penyulingan minyak nilam dari tanaman nilam asal Lhokseumawe, NAD menggunakan destilasi uap hanya mampu menghasilkan patchoulol dalam minyak nilam sebesar 29,11%. Patchoulol muncul pada puncak kedua terakhir pada kromatogram yang ditunjukkan pada gambar 24. Hal ini menunjukkan bahwa patchoulol merupakan
30 95 komponen yang memiliki titik didih relatif tinggi dalam minyak nilam. Titik didih yang relatif tinggi tersebut dapat menerangkan mengapa minyak nilam memiliki sifat fiksatif, yaitu sebagai pengikat senyawa atsiri lainnya, sehingga titik didih senyawa atsiri yang relatif rendah jika dicampur dengan minyak nilam akan menaikkan titik didih campurannya (Permatasari, 2015). Tingginya titik didih campuran ini membuat aroma pada minyak atsiri yang dicampurkan tidak mudah menguap. Sifat inilah yang merupakan sifat unik dari minyak nilam, sehingga dapat digunakan sebagai pengikat bau (aroma) pada produk-produk parfum atau kosmetik (Ma mun dan Maryadhi, 2008). Patchoulol merupakan komponen utama penyusun minyak nilam. Senyawa patchoulol merupakan penentu mutu minyak nilam. Semakin tinggi kandungan patchoulol maka mutu minyak semakin baik karena senyawa patchoulol menentukan wangi minyak nilam yang dihasilkan (Purwaningrat, 2008). Identitas patchoulol diperkuat dari data analisis spektrometer massa yang ditunjukkan pada Gambar 25 dengan mengetahui massa molekul senyawa dan pola fragmentasinya yang dibandingkan dengan standar NIST (National Institute of Standards and Technology). Pola fragmentasi patchoulol disajikan pada Gambar 26. Spektra massa pada Gambar 25 menunjukkan puncak ion molekuler (M + ) = 222 yang merupakan massa molekul dari patchoulol. Ion molekul tersebut mengalami beberapa kemungkinan fragmentasi yaitu: membentuk fragmen (m/z) = 207 dengan melepas radikal -CH 3, yang kemudian terfragmentasi melepaskan molekul netral H 2 O membentuk m/z 189. Fragmen pada m/z 179 diperoleh dengan melepaskan radikal C 3 H 7 dari ion molekuler, terfragmentasi membentuk
31 96 fragmen dengan m/z = 161 dengan melepaskan molekul netral H 2 O. Fragmen m/z 161 selanjutnya terfragmentasi menghasilkan fragmen m/z = 147 dengan melepaskan ion CH 2. Fragmen pada m/z = 147 mengalami penataan ulang yang kemudian terfragmentasi menjadi beberapa bagian yaitu fragmen dengan m/z = 41 yang merupakan puncak dasar (base peak) dan fragmen 4-metil-1,3,5-heksatriena yang kemudian terfragmentasi lebih lanjut membentuk fragmen dengan dengan m/z = 83 (Yuliawati, 2014). Spektra massa patchoulol dan pola fragmentasinya dapat dilihat pada Gambar 25 dan 26.
32 97 (A) (B) m/z (C) m/z Gambar 25. Spektra massa patchoulol (A) Standar NIST (National Institute of Standards and Technology); (B) F1 dan (C) F2
33 Gambar 26. Fragmentasi senyawa patchoulol (sumber: Yuliawati, 2014) 98
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan minyak nilam. Menurut Grieve (2002) Tanaman Nilam termasuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nilam Nilam adalah suatu semak tropis penghasil sejenis minyak atsiri yang dinamakan minyak nilam. Menurut Grieve (2002) Tanaman Nilam termasuk tanaman penghasil minyak atsiri
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian ini. Tanamman nilam ini berasal dari perkebunan nilam di Kembangan,
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Nilam jenis Pogostemon cablin Benth adalah nilam yang digunakan dalam penelitian ini. Tanamman nilam ini berasal dari perkebunan nilam di Kembangan, Ngemplak Sleman Yogyakarta.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. besi pada air destilat terhadap mutu minyak nilam hasil destilasi menggunakan
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek dari kadar ion besi pada air destilat terhadap mutu minyak nilam hasil destilasi menggunakan water bubble. Tanaman nilam
Lebih terperinciPENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1
PENDAHULUAN Minyak nilam berasal dari tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu komoditi non migas yang belum dikenal secara meluas di Indonesia, tapi cukup popular di pasaran Internasional.
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Sampel. Sampel yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari Dusun
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Sampel Sampel yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari Dusun Kembangan, Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun dan batang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. pada masa yang akan datang akan mampu memberikan peran yang nyata dalam
TINJAUAN PUSTAKA Upaya pengembangan produksi minyak atsiri memang masih harus dipicu sebab komoditas ini memiliki peluang yang cukup potensial, tidak hanya di pasar luar negeri tetapi juga pasar dalam
Lebih terperinciatsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan.
1. Warna Sesuai dengan SNI 06-2385-2006, minyak atsiri berwarna kuning muda hingga coklat kemerahan, namun setelah dilakukan penyimpanan minyak berubah warna menjadi kuning tua hingga coklat muda. Guenther
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Peralatan 3.1.1 Bahan yang digunakan Pada proses distilasi fraksionasi kali ini bahan utama yang digunakan adalah Minyak Nilam yang berasal dari hasil penyulingan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam Gambar 1. Daun Nilam (Irawan, 2010) Tanaman nilam (Pogostemon patchouli atau Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan berbatang
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bandungense, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, menyatakan bahwa tanaman ini adalah Pogostemon
Lebih terperincirambut kelenjar dari daun nilam dengan menggunakan enzim yang terdapat dalam mikroorganisme. Hancurnya dinding sel dan rambut kelenjar mengakibatkan
PENDAHULUAN Tanaman-tanaman yang mengandung minyak atsiri ± 150 200 spesies tanaman yang termasuk ke dalam suku Pinaceae, Labiateae, Compositeae, Lauraceae, Myrtaceae, dan Umbelliferae. Minyak nilam (patchouli)
Lebih terperinciBAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA
BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA 3.1 Proses Perpindahan Kalor 3.1.1 Sumber Kalor Untuk melakukan perpindahan kalor dengan metode uap dan air diperlukan sumber destilasi untuk mendidihkan
Lebih terperinciIndonesian Journal of Chemical Research Indo.J.Chem.Res 1
Indonesian Journal of Chemical Research Indo.J.Chem.Res 1 PENGUJIAN KUALITAS DAN KOMPOSISI KIMIA MINYAK NILAM (Pogostemon cablin benth) SETELAH PENYIMPANAN Syarifatuz Zaimah Program Studi Kimia Fakultas
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan
Lebih terperinciII. METODOLOGI PENELITIAN
1 Perbandingan Antara Metode Hydro-Distillation dan Steam-Hydro Distillation dengan pemanfaatan Microwave Terhadap Jumlah Rendemenserta Mutu Minyak Daun Cengkeh Fatina Anesya Listyoarti, Lidya Linda Nilatari,
Lebih terperinciPENGARUH LAMA PENYULINGAN DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK ATSIRI DARI DAUN DAN BATANG NILAM (Pogostemon cablin Benth)
Pengaruh Lama dan Komposisi Bahan baku terhadap Rendemen...A.Sulaiman, Dwi Harsono. PENGARUH LAMA PENYULINGAN DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK ATSIRI DARI DAUN DAN BATANG NILAM
Lebih terperinciSeminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2017 ISSN ITN Malang, 4 Pebruari 2017
PENGARUH PERBANDINGAN PELARUT DAN BAHAN BAKU TERHADAP PENINGKATAN RENDEMEN MINYAK NILAM (POGOSTEMON CABLIN BENTH) DENGAN DESTILASI AIR MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO Kusyanto 1), Ibnu Eka Rahayu 2 1),2) Jurusan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) F-234
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-234 Perbandingan Metode Steam Distillation dan Steam-Hydro Distillation dengan Microwave Terhadap Jumlah Rendemen serta Mutu
Lebih terperinciANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA
ANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA Mustaqimah 1*, Rahmat Fadhil 2, Rini Ariani Basyamfar 3 1 Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-39
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-39 Perbandingan Antara Metode - dan Steam- dengan pemanfaatan Microwave terhadap Jumlah Rendemenserta Mutu Minyak Daun Cengkeh
Lebih terperinciPENGARUH WAKTU UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO
LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO (The Period s effect to increase Patchouli
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Dari hasil penelitian pendahuluan diperoleh bunga kenanga dengan kadar air 82 %, kadar protein 17,30% dan kadar minyak 1,6 %. Masing-masing penyulingan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di gedung Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor (BALITTRO) untuk penyulingan minyak atsiri sampel dan determinasi sampel
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Minyak Nilam 2.1.1 Deskripsi umum minyak nilam Minyak nilam merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang telah dikenal di Indonesia. Dalam perdagangan internasional, minyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting bagi Indonesia, karena minyak
Lebih terperinciPENINGKATAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VACUM GELOMBANG MIKRO
LAPORAN TUGAS AKHIR PENINGKATAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VACUM GELOMBANG MIKRO (Enhancement of Patchouli Alcohol Degree in Purification
Lebih terperinciSTUDI PEROLEHAN MINYAK ATSIRI DARI DAUN NILAM ACEH SIDIKALANG (Pogostemon cablin BENTH) MENGGUNAKAN PROSES DESTILASI UAP
STUDI PEROLEHAN MINYAK ATSIRI DARI DAUN NILAM ACEH SIDIKALANG (Pogostemon cablin BENTH) MENGGUNAKAN PROSES DESTILASI UAP Yora Faramitha * dan Setiadi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinciKuantifikasi Penyulingan Minyak Nilam Industri Rakyat
Kuantifikasi Penyulingan Minyak Nilam Industri Rakyat Ellyta Sari Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta Padang Kampus III-UBH Jl. Gajah Mada Gunung Pangilun, Padang 2143
Lebih terperinciBAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif
BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan suatu biokatalisator yang banyak dimanfaatkan saat ini. Bioteknologi enzim telah banyak digunakan dalam industri. Banyak industri telah mengganti proses
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. perkolasi kemangi kering menggunakan pelarut air dengan variasi waktu
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu tahap pertama adalah perkolasi kemangi kering menggunakan pelarut air dengan variasi waktu perkolasi.
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2012. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertnian,
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan bahan baku minyak atsiri daun sebagai bahan aktif gel antiseptik. Minyak atsiri daun ini berasal dari Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 2.2 Minyak Nilam. 2.1 Tanaman Nilam
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) termasuk dalam famili labiatae dengan tinggi antara 0.3 1.3 meter. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang subur
Lebih terperinciBAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan
BAB III METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar, Unit Pelayanan Terpadu Pengunjian dan Sertifikasi Mutu Barang (UPT. PSMB) Medan yang bertempat
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (parenial).
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Nilam Tanaman nilam merupakan salah satu tanaman obat asli Indonesia. Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (parenial). Tanaman ini merupakan
Lebih terperinciIsolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Minyak Atsiri dari Daun, Batang dan Bunga Tumbuhan Salembangu (Melissa sp.)
Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Minyak Atsiri dari Daun, Batang dan Bunga (Isolation and identification of chemical components of essential oils from leaves, stems, and flowers of Salembangu plants
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-93
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-93 Pengambilan Minyak Atsiri dari Daun dan Batang Serai Wangi (Cymbopogon winterianus) Menggunakan Metode Distilasi Uap dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi
2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula
Lebih terperinciIII. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Ketel Suling
III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dan batang nilam yang akan di suling di IKM Wanatiara Desa Sumurrwiru Kecamatan Cibeurem Kabupaten Kuningan. Daun
Lebih terperinciEKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I
EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis
Lebih terperinciNahar, Metode Pengolahan dan Peningkatan Mutu Minyak Nilam METODE PENGOLAHAN DAN PENINGKATAN MUTU MINYAK NILAM. Nahar* Abstrak
Nahar, Metode Pengolahan dan Peningkatan METODE PENGOLAHAN DAN PENINGKATAN MUTU MINYAK NILAM Nahar* Abstrak Tumbuhan nilam, Pogostemon cablin Benth, adalah salah satu jenis minyak atsiri terpenting bagi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK NILAM
II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK NILAM Minyak nilam adalah minyak atsiri yang diperoleh dari tanaman nilam (Pogestemon cablin Benth) dengan cara penyulingan. Pada tanaman nilam, minyak atsiri terdapat dalam
Lebih terperinciANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak
ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS Amalia Choirni, Atik Setiani, Erlangga Fitra, Ikhsan Fadhilah, Sri Lestari, Tri Budi Kelompok 12 Jurusan Kimia Fakultas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. suhu kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak atsiri Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak esensial karena pada suhu kamar mudah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. destilasi uap menggunakan pelarut air. Tahap kedua adalah analisis FTIR,
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu tahap pertama adalah destilasi uap menggunakan pelarut air. Tahap kedua adalah analisis FTIR, spektrum
Lebih terperinciSTUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM
STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM Bangkit Gotama 1* dan Mahfud 1 1 Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Indonesia * Korespondensi : Telp +62 81333253494;
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan
Lebih terperinciFAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR
No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 9 BAB X AIR Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.
Lebih terperinciKadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu
40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.
Lebih terperinciBAB II METODE PENELITIAN. A. Kategori Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental
8 BAB II METODE PENELITIAN A. Kategori Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi konsentrasi minyak atsiri
Lebih terperinci4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat
Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 yang bertempat di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya
Lebih terperinciLampiran 1: Hasil identifikasi tumbuhan
Lampiran 1: Hasil identifikasi tumbuhan Sampel yang digunakan adalah daun I yaitu: jenis Melaleuca leucadendra (L). L Dari Bab III halaman 21 pada identifikasi sampel Lampiran 2. Gambar pohon kayu putih
Lebih terperinciPENINGKATAN KUALITAS MINYAK NILAM DENGAN MODIFIKASI ph AIR PENYULING ABSTRAK
PENINGKATAN KUALITAS MINYAK NILAM DENGAN MODIFIKASI ph AIR PENYULING Heni Setiyowati dan Noor Fitri Program Studi Ilmu Kimia FMIPA UII Jl. Kaliurang Km 14,5 Sleman Yogyakarta Noor.fitri@uii.ac.id ABSTRAK
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang
Lebih terperinciIII. METODOLOGI. menguji kadar air nilam dengan metode Bindwell-Sterling
III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Nilam kering yang berasal dari Kabupaten Kuningan. Nilam segar yang terdiri dari bagian daun dan batang tanaman
Lebih terperinciII. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id
II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang mempunyai kandungan utama mineral smektit (montmorillonit) dengan kadar 85-95% bersifat plastis dan koloidal tinggi.
Lebih terperinciBAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Percobaan 1 : Penentuan bahan baku pupuk organik Penelitian tahap I bertujuan untuk mendapatkan komposisi bahan baku pupuk organik yang berkualitas dari sampah kota dan limbah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) merupakan salah satu tanaman yang tersebar hampir di seluruh Indonesia. Jauhari & Tirtoboma (2001) memaparkan bahwa mengkudu
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Jeringau Berbicara mengenai minyak atsiri, kita tidak dapat lepas dari membahas masalah bau dan aroma, karena fungsi minyak atsiri yang paling luas dan umum diminati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Minyak atsiri yang juga dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut mudah menguap pada
Lebih terperinciNama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST.
KESEIMBANGAN ENERGI KALOR PADA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR DAN UAP KAPASITAS 1 Kg Nama : Nur Arifin NPM : 25411289 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing
Lebih terperinciI. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH
Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.
Lebih terperinciPENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI DAUN LEDA (Eucalyptus deglupta)
PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI DAUN LEDA (Eucalyptus deglupta) Ganis Lukmandaru, Denny Irawati dan Sri Nugroho Marsoem Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada,
Lebih terperinci1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilam (Pogostemon sp.) merupakan salah satu tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri (essential oil). Di dalam dunia perdagangan Intemasional minyak nilam sering
Lebih terperinciPEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL
LAPORAN TUGAS AKHIR PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL (Purification Patchouli oil By Use Of Microwave Distillation
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )
41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO
Lebih terperinciHAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Karakteristik Minyak Atsiri Wangi Hasil penelitian menunjukkan minyak sereh wangi yang didapat desa Ciptasari Pamulihan, Kabupaten Sumedang dengan pengujian meliputi bentuk,
Lebih terperinciHAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2011 di Laboratorium Mikrobiologi, Pasca Panen dan Teknologi Proses Fakultas Teknologi
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B
Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Tauge Kacang Hijau Limbah tauge kacang hijau merupakan sisa produksi tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
29 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Akar Wangi Karakteristik akar wangi hasil pengeringan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil karakterisasi akar wangi Perlakuan Kadar Air (% bb) Kadar
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C
LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan
Lebih terperinciBAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao
BAB 1V A. Hasil Uji Pendahuluan HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengukuran Kadar Gula Pereduksi Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao sebelum dan sesudah hidrolisis diperoleh
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Seleksi Mikrob pada A. malaccensis Populasi bakteri dan fungi diketahui dari hasil isolasi dari pohon yang sudah menghasilkan gaharu. Sampel yang diambil merupakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang
Lebih terperinciREAKSI KURKUMIN DAN METIL AKRILAT DENGAN ADANYA ION ETOKSI
REAKSI KURKUMIN DAN METIL AKRILAT DENGAN ADANYA IN ETKSI leh : Rahma Rahayu Dinarlita NRP. 1406 100 026 Dosen Pembimbing Drs. Agus Wahyudi, MS. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga
Lebih terperinciSTANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,
Lebih terperinciStandard of Operation Procedure (SOP) Kegiatan : Good Development Practice Sub Kegiatan : Metoda Pengujian Kualitas Minyak Nilam
Standard of Operation Procedure (SOP) Kegiatan : Good Development Practice Sub Kegiatan : Metoda Pengujian Kualitas Minyak Nilam 1. Penyulingan Minyak Nilam a. Daun nilam ditimbang dalam keadaan basah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan energi terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, peningkatan perekonomian serta keberhasilan pembangunan. Sehubungan dengan hal tersebut dibutuhkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.
Lebih terperinciPEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )
PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciBAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian
Lebih terperinciUJI COBA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR dan UAP KAPASITAS 1 kg
UJI COBA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR dan UAP KAPASITAS 1 kg Nama : Muhammad Iqbal Zaini NPM : 24411879 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : Dr. Cokorda
Lebih terperinciBAB 2 TI NJAUAN PUSTAKA. Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa yaitu bahan bakar fosil
xiv BAB 2 TI NJAUAN PUSTAKA 2.1. Gas Alam Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa yaitu bahan bakar fosil berbentuk gas yang terutama terdiri dari metana (CH 4 ). Komponen utama dalam
Lebih terperinciBAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Pengaruh Variabel Terhadap Warna Minyak Biji Nyamplung Tabel 9. Tabel hasil analisa warna minyak biji nyamplung Variabel Suhu (C o ) Warna 1 60 Hijau gelap 2 60 Hijau gelap
Lebih terperinciUntuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam
Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara
Lebih terperinci