Ragam Kepentingan Lembaga Tatakelola Zakat
|
|
- Deddy Budiono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 RAGAM KEPENTINGAN LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 173 Ragam Kepentingan Lembaga Tatakelola Zakat Abd. Malik Fakultas Tarbiyah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Abstrak Tulisan merupakan hasil penelitian tentang ragam kepentingan dalam lembaga tatakelola zakat yang dilakukan di Jambi dengan mempersoalkan peta kepentingan dan relasional dalam peraktik tatakelola zakat, yang dikupas dengan metodologi konstruktivisme. Temuan penelitian menujukkan bahwa ragam kepentingan dalam tatakelola di Jambi mengkerucut pada kepentingan asketik, politik dan ekonomi. Sementara relasional antara lembaga ditemukan berkutat pada relasi kooptasi antar lembaga dan aktor dan ini melahirkan potensi konflik perebutan kuasa tatakelola dan sumberdaya zakat. Kata Kunci: Tatakelola zakat, konstruktivisme, Jambi. Pendahuluan Diskursus tatakelola zakat, yang melahirkan tiga model tatakelola zakat lahir melalui perbedaan basis kepentingan yang melandasinya. Negara sebagai entitas sosial dengan kekuatan administrasi dan birokrasi, mewacanakan tatakelola zakat dengan menggunakan teknik dan mekanisme pencapaian kekuasaan melalui disiplin, norma, pengelompokan identitas, penyeragaman dan pengawasan. Kekuasaan
2 174 ABD. MALIK digambarkan dalam tatanan disiplin, yang dihubungkan dengan berbagai jaringan. Disiplin dalam masyarakat modern merupakan teknologi kekuasaan, dan bekerja sebagai kekuasaan norma (Haryatmoko, 2003). Norma di sini sebagai aturan yang menyatakan nilai bersama dengan mengacu pada diri dan kelompok. Norma mengatur dan membatasi perilaku, membuat perbandingan dan membentuk individu yang diinginkan dengan ragam kepentingan. Pelembagaan zakat memiliki hubungan timbal balik dengan pengetahuan (pemahaman) dan pelaksanaannya di dalamnya sarat dengan kekuasaan dan kepentingan. Pengetahuan sebagai kekuatan yang bekerja membetuk gagasan dan sistem rasionalitas menjadi kekuatan yang utama yang membentuk dan mengarahkan tindakan berzakat. Kekuatan pengetahuan menjadi basis penundukan atau bahkan peniadaan terhadap lembaga tatakelola zakat lainnya. Konsep illegal muncul sebagai pengkategorian dan penaklukkan. Pandangan Teoritis Konsep interest banyak digunakan oleh Weber ketika membahas agama dan ekonomi atau kapitalisme terkait dengan kekuatankekuatan sosial. Oleh Weber, konsep kepentingan (interest) dilihat sebagai sesuatu yang menjadi pendorong tindakan manusia, dan pendorong ini akan menentukan arah tindakan yang akan diambil oleh aktor (Sumarti, 2007). Kepentingan bukanlah hanya ide (gagasan) tapi juga pada materi, yang mengatur secara lansung tindakan manusia. Gagasan penentu tindakan yang kemudian menjadi pendorong dalam dinamika kepentingan. Max Weber membahas kepentingan material dan values sebagai sumber yang berbeda dari motivasi, ini memberikan alasan yang berbeda dan bertentangan untuk suatu tindakan. Perbedaan alasan bisa jadi karena ada upaya menyembunyikan sumber tindakan yang sesungguhnya. Swedberg (2003) melihat kepentingan sebagai pendorong tindakan aktor namun elemen sosial menentukan ekspresi dan arah tindakan yang akan diambil. Kepentingan merupakan kekuatan pendorong yang mampu memberikan energi yang besar bagi seseorang
3 RAGAM KEPENTINGAN LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 175 untuk melakukan suatu tindakan tanpa kenal lelah dan menyerah hingga kepentingan yang mendorong tercapai (Sumarti, 2007). Kepentingan sebagai merupakan pendorong semangat juang yang tinggi bagi aktor, namun pada saat tertentu kepentingan bisa menjadi penghalang dan melupuhkan aktor lain, atau menguatkan satu sama lain (Sumarti, 2007). Kepentingan aktor dalam perilaku sosial selalu mempertimbangkan aktor lain sehingga tindakan untuk mengejar kepentingan selalu terkait dengan orang lain. Tindakan yang ditentukan oleh kepentingan merupakan tindakan instrumental dan beorietasi pada harapan yang identik, sehingga mensyaratkan setting sosial dimana aktor lain berfikir dengan cara yang sama (Sumarti, 2007). Dengan demikian maka kepentingan bisa membentuk jejaring sosial sebagaimana jaringan kapitalisme yang dilihat Weber sebagai organisasi yang penuh dengan kepentingan ekonomi. Oleh itu jaringan kepentingan bisa menjelma dalam berbagai organisasi sosial, baik politik, ekonomi hingga agama. Pilihan Paradigma dan Metode Penelitian ini, secara paradigmatik memposisikan diri pada paradigma konstruktivis, karena paradigma ini dianggap dapat memotret realitas sosial yang tidak hanya realitas objektif (realitas yang berada di luar diri orang yang diteliti), tetapi juga realitas subyektif (realitas yang berada di dalam diri tineliti) yang menyangkut kehendak dan kesadarannya. Secara metodologis, penelitian ini berasumsi bahwa realitas objektif dan subjektif ini memiliki hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode social history yang dipadu dengan metode intertative hermeneutic. Teknik pengupulan data menggunakan Tehnik obsevasi berperanserta (participant-observation), dan Wawancara. Sementara data sekunder akan dikumpulkan dengan tehnik dokumentasi. Unit analisis dalam penelitian ini, adalah aktor dengan subjek penelitian individu. Asumsi yang diyakini adalah bahwa lembaga
4 176 ABD. MALIK bergerak diwakili oleh para aktornya baik secara kelompok maupun individu, dengan mengikuti terminologi Weber methodological individualism (Weber, 1964; Ritzer, 1992 dan ; Nugroho, 2001). Peta Kepentingan dalam Tatakelola Zakat Kepentingan kekuasaan dan penguatan negara, menjadi motive penting yang menonjol dari lahirnya tatakelola zakat berbasis negara dan ini juga dipengaruhi oleh dijadikannya disiplin politik sebagai basis pengetahuan dan rasionalitas. Sementara model tatakelola berbasis komunitas lebih pada kepentingan penguatan dan kemandirian lokal dengan menjadikan logika budaya dan pengetahuan lokal sebagai basis rasionalitasnya. Tabel 1: Ragam Kepentingan dalam Lembaga Tatakelola Zakat Institusi Orientasi Kepentingan Kepentingan Sampingan Utama LAZ Komunitas Kemandirian lokal Solidaritas sosia Membangun kehangatan hubungan antara kaya dan miskin BAZDA Penguatan Negara Menjadikan zakat sebagai sumber pembiayaan pembangunan Sumber : Data Lapang 2012 (diolah) LAZ komunitas menekankan kepentingan untuk mewujudkan kemandirin masyarakat lokal sebagai tujuan utamanya dan bertujuan menciptakan kehangatan hubungan antara kelompok kaya yang miskin dalam komunitas. BAZDA pada sisi lain menyuarakan zakat dan pengentasan kemiskinan dan menekankan pada kepentingan penguatan negara dengan tujuan mewujudkan stabilitas negara melalui pengamanan sosial dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu negara berkepentingan juga dengan potensi ekonomi zakat dan menjadikan zakat sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Peta Kepentingan dalam LAZ Komunitas di Propinsi Jambi Keterlibatan banyak unsur masyarakat di atas masing-masing berada kepentingan yang tak jarang berbeda antara satu dengan yang
5 RAGAM KEPENTINGAN LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 177 lainnya. Terlihat pada tabel 2 tentang Ragam kepentingan dalam tatakelola zakat, terlihat bahwa secara kelembagaan LAZ komunitas menekankan kepentingan kemandirian masyarakat lokal. Amilnya berkepentingan pada penguatan ajaran agama, khususnya zakat dapat ditegakkan dalam masyarakat. Muzakki dengan kepentingan asketik dan atau altruistik untuk mencapai derjat keshalehan individu dan sosial serta pengamanan sosial dari cap orang kaya yang kikir daroi masyarakat, sedangkan mustahik, kepentingan mereka atas terlaksananya peraktik berzakat dan tatakelolanya hanya mengharap adanya santunan zakat untuk mengamankan kondisi ekonomi mereka yang memang selalu dalam kondisi lemah. Tabel 2: Ragam Kepentingan dalam Lembaga Tatakelola Zakat Komunitas g p g g Aktor Orientasi Kepentingan Kepentingan Sampingan Utama LAZ Komunitas Kemandirian lokal Membangun kehangatan relasi antara kaya dan miskin Amil Kepentingan moral Penguatan ajaran Akumulasi pembiayaan penyiaran agama Muzakki Asketik /altruistik dan Pengamanan sosial dan ekonomi Mustahik Pengamanan ekonomi Sumber : Data Lapang 2012 (diolah) LAZ sebagai lembaga tatakekola kepentingan utamanyanya bertujuan untuk mewujudkan kemandirian masyarakat lokal disamping untuk membangun hubungan harmonis dan hangat antara kaum kaya dan miskin. Amil sebagai aktor utama menonjolkan kepentingan utama pada kepentingan moral bagi penguatan ajaran atau tugas moral menyiarkan dan menguatkan ajaran agama dalam masyarakat dan pada saat yang sama amil juga berkempentingan terhadap dukungan dana untuk pembiayaan penyiaran agama. Muzakki sebagai nasabah atau sumber dana zakat, secara umum berkepentingan pada pencapaian asketik dan altruistik menuju derjat keshalehan individu dan sosial, dan dibalik itu juga berkepentingan pada pencitraan sebagai orang kaya yang dermawan dan taat beragama sebagai upaya pengamanan sosial dan ekonomi dalam komunitas. Sedangkan mustahik sebagai salah satu sasaran pemanfaatan dana zakat, berkepentingan pada perolehan santunan zakat
6 178 ABD. MALIK sebagai perlindungan terhadap ancaman ekonomi sekaligus sebagai pengamanan ekonomi. Motivasi membangun kedekatan relasi dengan Allah SWT secara personal sebagai orang sholeh, merupakan tujuan yang paling ditonjolkan oleh oleh para aktor tatakelola zakat. Motivasi membangun relasi kepada sesama manusia juga menjadi motif yang kental. Kepentingan politik dan ekonomi, dalam bentuk penguatan kekuasaan mengarahkan dan menundukan ummat serta perolehan keuntungan secara ekonomi dari tatakelola zakat, merupakan motif yang tidak terlihat nyata, karena selalu terbungkus dalam konsep biaya syiar agama, pembiayaan pembangunan dan pembiayaan pemberdayaan komunitas. Kepentingan Moral Memilih menjadi amil dalam tatakelola zakat komunitas, agamawan termotifasi dengan keyakinan bahwa amil merupakan perintah Allah SWT, untuk memungut zakat dari orang-orang yang dikenai kewajiban berzakat (muzakki) untuk diberikan kepada para fakir miskin (mustahik). Menjadi amil, dijanjikan pahala oleh Allah SWT, sebagai imbalan atas kepatuhan terhadap perintah dan ajaran agama. Mengorbankan waktu dan tenaga dengan menjadi amil merupakan pilihan dan dianggap sebagai salah satu cara membangun relasi dengan Allah SWT, sekaligus membangun relasi kepada sesama manusia menuju kesholehan. Mustahik sebagai kelompok orang yang dikonstruksi berhak menerima dana zakat atau menerima manfaat zakat, menerima zakat karena terdorong oleh motif ekonomi sebagai tujuan dominan, karena memang mereka dikategorikan sebagai penerima zakat karena pertimbangan ketidak mampuan ekonomi, dan keterhimpitan persoalan ekonomi. Menerima zakat diyakini salah satu bentuk pengabdian atas ketentuan Allah SWT, dan menolak berarti kesombongan dan itu adalah dosa, karena zakat memang digariskan oleh Allah SWT sebagai hak mereka. Dengan menerima pemberian zakat, bagi mereka juga dianggap sebagai bentuk penghargaan yang tinggi kepa-
7 RAGAM KEPENTINGAN LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 179 da kaum kaya dan Amil yang telah secara ikhlas memperhatikan hak mereka. Sebagai bentuk tanda terima kasih mustahik kepada muzakki dan Amil adalah dengan mendoakan sebagai batasan minimal, dan sepantasnya bersedia memberikan bantuan tenaga jika mereka membutuhkan dan selalu tanpa pamrih. Kepentingan Pengamanan Sosial dan Ekonomi Mengorban waktu dan tengi aktor lembaga tatakelola zakat berkepentingan pada pengelolaan zakat dengan membantu mengambil hak-hak ekonomi kaum mustahik dari tangan kaum muzakki, dipandang sebagai praktek membantu meringankan beban dan mengamankan masa depan kaum lemah. Seperti yang digambarkan oleh JAR (2010) dalam wawancara, yaitu: Menjadi amil itu perintah menegakkan agama Allah. Menjadi amil itu adalah kebaikan karena meningkatkan iman dan taqwa orang banyak dan dijanjikan pahala yang besar,...perintah Allah yang mengharuskan adanya amil memiliki maksud tertentu...,...salah satunya adalah untuk melindungi hak-hak orang miskin... Berzakat melalui amil merupakan bentuk penundukan kepada agamawan sebagai pemimpin agama komunitasnya. Mematuhi anjuran dan petunjuk agamawan akan memberikan efek sosial yang besar berupa kesediaan sang agamawan memberikan pelayanan ritual agama bagi muzakki. Menjadi muzakki yang taat kepada agamawan membuat agamawan sangat responsif pada kebutuhan sang muzakki. Sebaliknya bagi mereka yang tidak mematuhi anjuran agamawan untuk berzakat lewat amil, selalu dianggap sebagai orang kaya yang kikir dan ingkar serta kufur nikmat, bahkan terkadang kurang diabaikan oleh agamawan ketika mereka membutuhkan pelayanan dalam ritual-ritual agama. Berzakat kepada agamawan (Amil), yang diharapkan adalah berkah berupa kemurahan rejeki dan doa-doanya yang makbul. Muzakki yang terdorong dengan motif seperti ini, selalu pada saat berzakat memohon agar sang amil mendoakan keberkahan dan kemurahan rejeki agar hartanya dilipat gandakan oleh Allah. Pengejaran
8 180 ABD. MALIK motif ini ditemukan beberapa muzakki yang berzakat secara khusus kepada agamawan tertentu dianggap khusus. Berzakat dengan cara langsung ke mustahik, muzakki Simburnaik dipengaruhi oleh motif perlindungan diri agar tidak dikatakan sebagai orang kikir dan sombong dari banyak orang, khususnya dari kalangan kaum lemah. Oleh karenanya sang muzakki memilih berzakat langsung kepada orang-orang yang dianggap sangat memungkinkan untuk menilainya dan berpotensi membangun konstruksi negatif atau positif tentang dirinya. Disini terjadi pilihan-pilihan yang berbeda antara muzakki berdasarkan tipologi keluarga. Bagi mereka yang berprofesi sebagai pengusaha dan pedagang, lebih sering memberikan zakatnya kepada buruh pasar, pekerjanya dan tetangganya, bagi keluarga petani dan nelayan lebih sering kepada keluarga dan kerabatnya. Selain itu mereka juga dipengaruhi oleh motif penguatan posisi sosial dengan yang diharapkan bisa diperoleh dari penundudukan dan kepatuhan para muzakki yang telah diberikannya zakat. Respon sosial dari para mustahik berupa penghormatan, penghargaan dan kesediaan mengorbankan tenaga dan waktu untuk membantu sang muzakki, atau patuh dengan keinginan dan kepentingan sang muzakki sebagai majikan, keluarga dan tetangga. Kepentingan sosial masing-masing aktor dalam praktek zakat dan tatakelolanya, terajut dan saling terkait antara satu dengan yang lainnya dalam satu sistem kuasa pengetahuan dan kepentingan di bawah kendali agamawan dalam ruang konstruksi sosial keshalehan. Dibalik kepentingan membangun keshalehan, agamawan juga berkepentingan pada penaklukan masyarakat zakat dalam ruang kuasanya, untuk mengarahkan dan memobilisasi kelompok ekonomi atas tunduk dan patuh dalam kuasanya, sekaligus membangun relasi yang bersinergis dengan kaum kaya sebagai penunjang ekonomi dakwah. Pengejaran tujuan pengamanan sosial dan penundukan terhadap aktor lain oleh muzakki, bekerja secara halus hampir tidak tersadari oleh amil dan muzakki karena terbungkus dalam konsep kesalehan dan kepedulian sosial. Sementara kepentingan sang mustahik terbaca dengan jelas karena melekat dalam realitas kondisi ekonomi yang
9 RAGAM KEPENTINGAN LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 181 serba terbatas. Persentuhan kepentingan antar aktor dalam ranah ini, menempatkan muzakki pada ruang paling sempit yang selalu terhimpit dan terkalahkan oleh aktor-aktor lainnya, meski mereka memiliki ruang kuasa untuk mendesak muzakki berzakat dengan momok sosial sebagai orang kikir atau kehawatiran dari ancaman keamanan harta. Amil menempati ruang yang paling luas, karena mereka memiliki ruang kuasa pada ranah pengetahuan yang bisa membangun dan membentuk konstruksi sosial zakat pada aras kognitif, dan kemudian menjadi pijakan tindakan aktor lain. Sementara muzaki menempati ruang kedua sebagai aktor yang memiliki ruang yang sedikit bebas untuk menentukan berzakat melalui amil atau langsung ke muzakki dan berzakat dengan mustahik mana yang mereka inginkan sesuai dengan kepentingan mereka. Kepentingan Penguatan Ajaran Agama Penguatan agama merupakan tujuan yang tampak dan menonjol di kalangan agamawan desa Simburnaik yang terjun dalam tatakelola zakat. Menggiatkan zakat di kalangan komunitas pedesaan Simburnaik selalu ada alokasikan untuk pembiayaan penguatan dan penyiaran agama dalam bentuk pembangunan sarana ibadah, pendidikan dan pembiayaan bagi orang yang berjuang untuk menegakkan agama. Dialokasikannya sebagian dari dana zakat untuk amil/pengelola, di lapangan ditemukan bahwa, meski memang bukan tujuan utama, namun ternyata alokasi ini merupakan salah satu faktor penarik mengapa orang tertarik dan mau mengorbankan waktunya untuk mengelola zakat. Seorang Amil terlibat dalam praktek pengelolaan zakat sebagai konsekwensi sebagai Imam atau Guru Agama dalam komunitas. Mengelola zakat di samping motivasi nilai (pahala), mereka juga termotivasi oleh adanya keuntungan material berupa alokasi dana zakat sebagai bagian amil yang telah ditetapkan dalam ajaran agama. Pengakuan H. A.AZ (61 tahun) menyatakan bahwa : jatah zakat
10 182 ABD. MALIK untuk amil buat saya bukan tujuan, tapi karena memang aturannya, yah diterima aja, paling tidak untuk ganti uang rokok dalam mengurus zakat. Artinya bahwa bagian zakat seorang amil di sini bukan tujuan utama, namun baginya cukup berarti karena sebagai pengganti biaya kebutuhan pribadi yang dikeluarkan dalam proses pegelolaan zakat. Temuan lain yang mendukung bahwa bagian zakat untuk amil itu menjadi motif dalam mengelola zakat adalah; ditemukan adanya Guru Ngaji yang enggan mengelola zakat di Masjid jika hanya mendapatkan bagian hanya sebagai Guru Ngaji tanpa mendapatkan bagian sebagai amil sekaligus. Kengganan itu cenderung ditunjukkan dengan jarang ikut serta atau malah selalu menghindar untuk menjadi amil manakala tidak ada keyakinan atas kepastian adanya bagian sebagai amil dan bagian sebagai guru ngaji. Temuan ini menunjukkan bahwa dalam pengelolaan zakat ada motif peroleh dukungan ekonomi dalam mengelola zakat, meski memang tidak bisa dinyatakan sebagai motif utama yang bisa digeneralisir. Namun bagimanapun juga temuan ini menunjukkan kepentingan atas perolehan keuntungan ekonomi dari mengelola zakat dan sekaligus mewarnai pengelolaan zakat berbasis komunitas di pedesaan Jambi. Status sosial Agamawan (Imam atau Guru Agama) di Simburnaik diidentikan dengan kesederhanaan hidup dan keterbatasan ekonomi, bahkan ada yang ekonominya sangat lemah. Mereka dalam menjalankan perannya sebagai pemangku agama tidak pernah ada tunjangan atau gaji dari komunitas atau pemerintah desa atas tugasnya melayani masyarakat. Maka mendapatkan santunan zakat seakan dianggap pantas, bahkan ada sejumlah warga yang secara konsisten memberikan zakatnya khusus untuk agamawan tertentu. Peta Kepentingan Dalam Badan Amil Zakat Daerah Propinsi Jambi Amanat UU. No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat Menjamurnya penduduk miskin yang membutuhkan bantuan dan santu-
11 RAGAM KEPENTINGAN LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 183 nan sosial untuk mengatasi kesulitan hidup menjadi bagian penting dan alasan mengapa zakat kemudian di lirik untuk dijadikan lembaga kemanusiaan dan menjadi tempat orang untuk menyalurkan zakat sebagai bentuk ibadah yang di pahami oleh banyak aktor tatakelola zakat sebagai instrumen kemanusiaan. BAZDA sebagai lembaga pengelola zakat negara atau pemerintah, berkepentingan pada penguatan negara. Masalah sosial khususnya kemiskinan yang selalu menjadi masalah rumit selalu mencuat sebagai masalah penting bagi negara, maka dengan mengelola zakat diharapkan mampu menjadi salah satu sumber pembiayaan untuk pembangunan khususnya mengatasi persoalan kemiskinan dan ketidak berdayaan masyarakat. Amil atau aparat BAZDA yang merupakan aparatur negara, memandang zakat sebagai potensi besar karena menyangkut orang banyak. Dengan terlibat dalam pengurusan zakat sebagai aparat zakat, memberikan peluang untuk menduduki posisi strategis dalam tatakelola zakat, sekaligus menguasai arena zakat dan masyarakat zakat. Kepentingan lain yang tak kalah pentingnya adalah pengamanan kerja dan ekonomi sebagai aparat negara yang bisa mendapatkan keuntungan ekonomi dari mengelola zakat sebagai aparat BAZDA yang digaji oleh negara. Kepentingan muzakki disini bisa diwarnai oleh kepentingan pengamanan politik, karena pengawai negeri sipil dan militer serta karyawan BUMN dalam tatakeola zakat ternyata bersentuhan dengan kekuasaan politik khususnya dalam hal penempatan dan reposisi jabatan strategis dalam birokrasi. Muzakki di BAZDA berzakat motif utama yang mencuat memang motif asketik, namun dalam perlaksa- Tabel 3: Ragam Kepentingan dalam Badan Amil Zakat (Bazda) Jambi g p g ( ) Aktor Orientasi Kepentingan Kepentingan Sampingan Utama BAZDA Jambi Penguatan Negara Pembiayaan pembangunan Amil Penguatan politik Pengamanan ekonomi Muzakki Pengamanan politik Pengamanan politik birokrasi dan ekonomi (perlindungan ekonomi) Mustahik Pengamanan ekonomi Pengamanan ekonomi survival Sumber : Data Primer, 2008 (diolah)
12 184 ABD. MALIK naannya selalu disertai oleh kepentingan politik dalam bentuk upaya pengaman dan penguatan posisi politik dalam birokrasi. Mustahik sebagai kelompok yang berhak menerima manfaat dan efek dari pemanfaatan dana zakat, di BAZDA mereka berkepentingan terhadap peroleh dana zana zakat sebagai pengamanan ekonomi survival. Karena kondisi kemiskinan atau keterbatasan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya membuat mereka hanya memiliki kepentingan pada pengamanan pemenuhan kebutuhan minimal atau kebutuhan bertahan hidup. Kepentingan Kekuasaan Politik-Ekonomi Perjalanan panjang wacana zakat dalam ruang politik di negeri ini berhujung pada lahirnya UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Sejak ini, maka manakala orang menyuarakan zakat dan pengelolaannya tidak bisa dilepaskan dari dialektika antara pergumulan nilai hukum dan budaya yang hidup dalam masyarakat dengan sistem tata negara. Artinya sejak itu tatakelola zakat telah diintegrasikan dalam sistem hukum nasional, dan menjadi realitas kehidupan hukum yang berada dalam ruang kekuasaan politik negara dan telah menjadi bagian dari kehidupan bernegara. Muzakki oleh badan amil zakat dipandang sebagai orang yang memiliki kewajiban untuk membayar zakat, sehingga mereka layak untuk dihimbau dan bahkan kalau memungkinkan dipaksa. Melalui mekanisme pemotongan gaji atau penyetoran zakat pada bendaharawan tempat bekerja bagi pegawai/karyawan merupakan bukti adanya mekanisme pemaksaan secara simbolik. Di sini para mustahik dihadapkan pada pilihan, membayar zakat ke BAZDA atau tidak dan dianggap sebagai pegawai/karyawan yang tidak patuh beragama, padahal dengan tidak membayar zakat ke BAZDA belum tentu ia tidak berzakat. Fenomena ini menonjolakan simbol bahwa berzakat karena kepatuhan politis kepada atasan ketimbang kepatuhan beragama. Yang lebih menarik adalah sang Pegawai /keryawan jika membayar zakat di BAZDA, mereka malah terancam di lingkungan di mana ia ting-
13 RAGAM KEPENTINGAN LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 185 gal, karena dianggap tidak peduli lagi dengan kemiskinan di lingkungan sekitar tempat di mana ia menetap sebagai anggota masyarakat. Dengan membayar zakat di BAZDA maka ia sedang terlepaskan dari ikatan komunitas lingkungan tempat tinggalnya sebagai orang yang juga punya tanggungjawab sosial. Temuan lain tentang fenomena BAZDA melakukan mobilisasi masyarakat untuk berzakat di BAZDA adalah adanya pengurus BAZDA yang tidak membayar zakat. Ini merupakan fenomena menarik yang bisa di baca sebagai gejala politisasi para muzakki dan mustahik. Muzakki dijadikan sasaran penekanan untuk berzakat ke BAZDA dengan mengatasnamakan untuk pembiayaan pemberdayaan mustahik, namun disana yang lebih menjadi perhatian adalah akumulasi dana zakat untuk kepentingan pencapaian prestasi dan penguatan kekuasaan BAZDA atas praktek zakat. Para pengelola zakat BAZDA hanya menekankan orang mustahik untuk berzakat ke BAZDA dengan tujuan meningkatkan angka penerimaan zakat untuk mencapai prestasi politis bahwa mereka telah berhasil meningkatkan kesadaran berzakat ummat dengan tingginya penerimaan dana zakat. Terbukti ketika mengamati keseriusan dalam merancang program BAZDA, yang lebih diperhatikan adalah bagaimana mencari solusi atas rendahnya penerimaan dana zakat, namun hampir tidak pernah ada pembicaraan serius tentang bagaimana mewujudkan BAZDA sebagai lembaga yang memberdayakan, paling tidak mengevaluasi capaian program dalam kaitannya dengan pemberdayaan kaum mustahik. Tradisi penyerahan dan pendistribusian dana zakat ke Mustahik selalu melibatkan elit pemerintah daerah. Cara ini menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dalam masyarakat. Ada yang menafsirkan sebagai bentuk kepedulian pejabat tinggi kepada orang miskin, perhatian pejabat yang tinggi kepada BAZDA, dan bahkan ada yang menafsirkan pejabat yang menyerahkan zakat tersebut sebagai pejabat yang dermawan, padahal pejabat tersebut kadangkala tidak pernah memberikan zakatnya di BAZDA. Artinya ada simbol sosial yang diberikan publik kepada pejabat yang menyerahkan zakat
14 186 ABD. MALIK BAZDA yang seharusnya bukan diberikan kepada mereka. Muzakki yang ikhlas hilang dan tidak terbaca publik. Orang yang berzakat tak terlihat dan yang tidak berzakat berdiri tegak di depan para mustahik, mereka disapa hormat, dan disembah dengan hidmat, sebagai pemimpin yang dermawan, budiman, dan penuh kasih kepada masyarakat lemah. Kepentingan Akumulasi Modal Pembangunan Temuan lapang di pada Pengelolaan Zakat di propinsi Jambi menunjukkan bahwa, pengelolaan zakat oleh Badan Amil Zakat mengelola zakat dengan memungut zakat dari para karyawan/pegawai yang ada dilingkungan kantor dan instansi Pemerintah Daerah dan Kantor Wilayah Departemen Agama yang ada di propinsi Jambi. Dana yang diperoleh dari pemungutan zakat tersebut di setor ke-rekening BAZDA untuk kemudian dimanfaatkan dalam upaya pemberdayaan masyarakat dalam berbagai bentuk (Biasiswa Pendidikan, Bantuan Berobat, Bantuan Modal, Bantuan Guru Agama/Ngaji, dll). Memasukkan zakat sebagai instrumen pembangunan dan pemberdayaan serta jaminan sosial, maka secara bersamaan membawa kaum muzakki ikut bertanggungjawab dalam pembangunan dan pemberdayaan serta jaminan sosial terhadap masyarakat lemah. Secara sederhana memang tidak menjadi persoalan, namun manakala negara mengurangi porsi tanggunjawabnya terhadap pembangunan, pemberdayaan atau paling tidak terhadap jaminan sosial kaum lemah dan terlantar, maka secara bersamaan rakyat khususnya kaum muzakki dalam kasus zakat, telah dipolitisir dan diekploitasi secara politis untuk menjadi penanggungjawab atas kegagalan negara mengatasi persoalan kemiskinan. Pengorganisasi zakat dalam mekanisme modern agaknya terilhami oleh fenomena di negara-negara Barat, kepedulian selalu disimbolisasikan dengan uang. Makin kaya seseorang, makin tinggi pajak yang harus dibayar dan ini disandingkan dengan wacana zakat. Pemerintah kemudian mendistribusikan kembali uang tersebut kepada orang miskin. Simbolisasi seperti ini mudah diterima oleh
15 RAGAM KEPENTINGAN LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 187 publik karena pelayanan sosial telah sedemikian bagusnya. Struktur masyarakat yang tidak begitu hierarkhis dan cenderung individualis adalah faktor lain yang berperan mengarahkan proses tersebut. Namun, itu semua tidak cukup. Perubahan dasar pemikiran dalam penyelenggaraan jaminan sosial dari entitlement ke insentif memiliki dua sisi yang cenderung berlawanan. Pada satu sisi ada upaya pemberdayaan dan pemandirian, pada sisi yang lain kelompok lemah diarahkan untuk berkompetisi dengan kelompok yang lebih kuat. Orang lanjut usia, wanita hamil, dan orang cacat tentu akan sulit untuk bisa produktif seperti kelompok orang normal. Diskriminasi positif seharusnya diberlakukan, tetapi pada masyarakat yang menjunjung tinggi kesejajaran hal seperti ini sering dilupakan. Pada kondisi seperti ini jaminan sosial kehilangan makna dasarnya yaitu mengangkat ketidaknormalan ke level normal. Kepentingan Pemerataan Ekonomi Masyarakat Aktor BAZDA propinsi Jambi, melihat sebagai pranata keagamaan yang memiliki kaitan erat dengan masalah-masalah kemanusiaan, seperti kemiskinan dan kesenjangan sosial akibat perbedaan dalam kepemilikan kekayaan. Zakat diyakini sebagai instrumen pemerataan kekayaan dalam konteks pemenuhan standar hidup minimal, artinya di sini zakat dilihat sebagai mekanisme untuk menciptakan suasana ekonomi di mana tidak ada orang atau kelompok masyarakat hidup dalam penderitaan, sementrara ada sebagian orang yang menikmati hidup berlimpah dalam kemakmuran dan kemewahan. Maka, zakat disini oleh BAZDA dilihat sebagai mekanisme yang dapat menghilangkan atau paling tidak mempersempit jurang perbedaan tingkat kesejahteraan dalam masyarakat. Dengan zakat semangat kepedulian dan kemanusiaan bisa di bentuk, paling tidak dengan mengingatkan orang untuk perduli. Mengatas namakan kemanusiaan, agaknya menjadi ironis ketika ditemukan praktek-praktek di lapangan yang agak berbeda. Memperlakukan muzakki dengan sangat manusiawi dan bahkan berlebihan terlihat begitu menonjol dan selalu muncul dalam melayani
16 188 ABD. MALIK setiap muzakki dari masyarakat umum yang datang untuk menyetorkan zakatnya di BAZDA. Namun nuansa akan sangat berbeda manakala yang datang bertamu adalah calon mustahik. Mereka disambut dengan wajah tanpa senyum dan dengan sapaan yang terkesan menghardik. Tak jarang ada yang tidak dilayani dengan alasan yang tidak rasional. Mengelola zakat dengan alasan kemanusiaan dengan fenomena yang demikian agaknya sangat ironis. Atas nama kemanusiaan buat manusia yang mana ketika fenomena perlakukan antara muzakki dan mustahik mencuat dalam keseharian di BAZDA. Berzakat Di BAZDA: Kepentingan Pengamanan Politik Dan Ekonomi Mematuhi berzakat di BAZDA oleh para pegawai dan pejabat pemerintah daerah propinsi Jambi, dilakukan dengan pertimbangan bahwa BAZDA merupakan lembaga tatakekola zakat yang resmi dibentuk oleh pemerintah sehingga secara formal dianggap legal dan aman karena telah diatur dengan aturan perundang-undangan yang jelas. Tapi bukan berarti bahwa para pegawai dan pejabat pemerintah menganggap BAZDA sebagai bentuk tatakelola zakat yang paling tepat jika dilihat dari pemahaman zakat para pengawai dan pejabat pemerintah tersebut. Memandang BAZDA, pegawai dan penjabat pemerintah daerah propinsi Jambi meletakkan BAZDA sebagai lembaga pemerintah yang bekerjanya bersifat formal dengan tata aturan yang telah diatur oleh pemerintah, dan menganggapnya sebagai satu mekanisme sistemik yang menyatu dengan instansi pemerintah. Bagi mereka berzakat melalui BAZDA merupakan kewajiban sebagai pengawai negeri sipil atau pejabat yang bekerja di lingkungan dinas atau instansi pemerintah daerah propinsi Jambi. Tujuan utama para pengawai dan pejabat di lingkungan pemerintah daerah propinsi Jambi berzakat di BAZDA adalah mematuhi instruksi Gubernur Jambi, yang memerintahkan agar pegawai dan pejabat berzakat, bersadaqah dan berinfak di BAZDA. Kepatuhan muzakki berzakat di BAZDA menjadi sebuah kepatuhan berorientasi
17 RAGAM KEPENTINGAN LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 189 pada atasan dan terkesan lebih pada mematuhi instruksi pemerintah ketimbang melaksanakan kewajiban agama. Artinya bahwa mereka berzakat melalui lembaga BAZDA lebih karena pertimbangan sistem pemerintahan dengan kepentingan penundukan pada atasan. Hal ini dilakukan karena menghindari resiko berupa sanksi dari atasan, baik sanksi administrasi maupun berupa resiko kerenggangan relasi dengan atasan. Kecenderungan para muzakki yang lebih banyak menyetor ke BAZDA dalam bentuk infak dan sedeqah ketimbangan zakat, merupakan gejala yang menarik. Mereka yang sempat di wawancarai (semua enggan disebutkan namanya), menyatakan bahwa hal tersebut dilakukan karena : 1) RN (39 tahun) mengakui merasa lebih nyaman berzakat pada LAZ berbasis Masjid yang ada dilingkungan tempat tinggal mereka. 2) AS (45 tahun) menyatakan bahwa cukup berinfaq saja di BAZDA, yang penting kita telah mematuhi perintah Pimpinan meski hanya dengan infaq, 3) YE (41 tahun) mengakui bahwa gajinya tidak dikenai wajib zakat karena telah berhutang di Bank. Pengakuan muzakki RN (39 tahun) merasa lebih nyaman berzakat pada LAZ Masjid di lingkungan tempat tinggalnya, juga diakui karena adanya rasa tidak nyaman atas desakan sosial dari lingkungan sebagai orang yang dipandang sejahtera. Ada perasaaan tidak aman jika tidak ikut serta berzakat di lingkungannya. Selain itu ada keraguan pada penilaian sah atau tidaknya berzakat di BAZDA, dan ini terkait pada penilaian keberkahan berzakat. Mereka beraggapan bahwa zakat sebagai ibadah wajib ada tatacara atau ritualnya berupa serah terima yang disertai dengan doa-doa amil pada saat penyerahan zakat. Selanjutnya muzakki AS mengakui bahwa berzakat di BAZDA untuk mengikuti aturan yang berlaku meski cukup dengan berinfak bagi RN, lalu zakatnya di serahkan ke LAZ Masjid di dekat rumahnya. Pengakuan serupa dari YE (41 tahun), bahwa beliau hanya berinfaq ke BAZDA karena menurutnya gajinya tidak cukup untuk dikenai wajib zakat. Gajinya hanya tinggal sedikit karena dipotong oleh Bank untuk angsuran pinjaman. Alasan inilah yang membuat YE hanya
18 190 ABD. MALIK menyerahkan infaknya saja ke BAZDA. Infak diberikan dengan tujuan agar tidak dianggap sebagai pegawai yang tidak patuh dengan perintah atasan. Berbeda dengan pengakuan HA (51 tahun) yang menjabat kepala Kantor Pemerintahan, ia sebagai muzakki yang disiplin berzakat di BAZDA, menyatakan bahwa berzakat di BAZDA itu lebih baik karena di sana pemanfaatan dana zakat lebih terarah dan terencana serta membantu pemerintah mengatasi masalah kemiskinan sebagai tujuan zakat. Belia disiplin berzakat juga diakuinya untuk memberikan contoh pada kepada bawahannya. Beberapa temuan manarik dalam fenomena berzakat dan tatakelola zakat di BAZDA propinsi Jambi, menunjukkan adanya dinamika rasionalitas dan kepentingan. Ada pertemuan rasionalitas sains modern berupa pertimbangan legalitas dan profesionalitas yang menganggap BAZDA sebagai tatakelola zakat yang legal, memiliki perencanaan dan bertanggungjawab, dengan tujuan memberdayakan kaum miskin, berbenturan dengan pertimbangan pentingnya prosesi ritual berzakat yang disertai ijab-qabul dan ritual doa sebagaimana yang dipraktekkan pada LAZ tradisional berbasis masjid. Orientasi tujuan dan orietasi nilai di sini terlihat berbenturan. Rasionalitas berorietasi tujuan menjadi ciri rasionalitas muzakki yang berzakat di BAZDA, sementara rasionalitas nilai merupakan tantangan besar bagi BAZ- DA dan mengakibatkan adanya muzakki yang melakukan kamuflase. Berinfaq di BAZDA dan berzakat di LAZ berbasis masjid. Berzakat atau berinfak di BAZDA, bagi muzakki terbaca dominan di dorong oleh kepentingan penundukan dan kepatuhan pada atasan, yang terlihat dengan adanya mereka mengedepankan Instruksi Gubernur sebagai salah satu alasan mendasar berzakat atau berinfaq di BAZDA. Kepentingan pengamanan diri dari resiko sanksi atau teguran administrasi dan birokrasi dilingkungan kerja, merupakan pertimbangan yang cukup dominan. Artinya bahwa berzakat bagi muzakki BAZDA lebih nampak sebagai tindakan pendudukan, kepatuhan dan pengamanan relasi dan posisi dalam birokrasi tempat muzakki bekerja.
19 RAGAM KEPENTINGAN LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 191 Dinamika Relasional dalam Tatakelola Zakat Temuan lapangan menunjukkan bahwa ada persentuhan antara satu lembaga pengelola zakat dengan yang lainnya. Wacana zakat yang dimunculkan ditemukan persentuhan yang saling menilai antara satu lembaga dengan lembaga lainnya. Konsep-konsep yang saling bertentangan lahir dari cara pandang yang berbeda dalam memahami, menilai, hingga pada kepentingan. Konsep yang paling sering dimunculkan dan mengandung penilaian terhadap yang lainnya adalah konsep: tradisional-modern, musiman-profesional, tidak efisienefiesien, tidak efektif-efektif, hingga pada illegal-legal. Institusi Pengelola Zakat LAZ Komunitas BAZ Negara Tabel 4: Peta Konflik Lembaga Tatakelola Zakat Basis Pengetahuan Local Knowledge Sains Modern Sumber : Malik, 2010 (diolah) Pertemuan pada aras basis Pengetahuan dan rasionalitas, terjadi benturan antara LAZ Komunitas dengan BAZ. LAZ Komunitas yang tunduk pada Pengetahuan Lokal (kearifan local berbasis logika kebersamaan) berbenturan dengan BAZ Negara yang menyatakan diri tunduk di bawah Pengetahuan Modern. Dengan menggunakan basis pengetahuan masing-masing, keduaanya membangun pemahaman, pedoman kerja dan pengarah tindakan, membuat lembaga-lembaga zakat tersebut memiliki perbedaan mendasar dalam memandang zakat, berzakat hingga sistem yang dijalankan dalam pengelolaan zakat masing-masing. Pada basis rasionalitas, terjadi benturan antara LAZ Komunitas, BAZ Negara. LAZ Komunitas dengan basis rasionalitas Asceticism dan Altruistism, dan BAZ Negara dengan basis rasionalitas Integratif dan Developmentalism. Dengan basis rasionalitas masing-masing kemudian berzakat dan mengelola zakat dengan basis etik yang berbeda. g Basis Rasionalitas Kepentingan Basis Legitimasi Asketisisme dan Altruisme Politik = Intergratif, Developmentalisme Kesholehan Individu-sosial Penguatan Negara Justifikasi Norma-norma tradisi lokal Hukum Formal
20 192 ABD. MALIK Dua model tatakelola zakat tersebut sama-sama memobilisasi muzakki di wilayah kerja masing-masing untuk berzakat dilembaganya. Namun persoalannya bahwa muzakki yang dimobilisir tersebut adalah orang yang sama. Seorang pegawai negeri sipil yang bekerja di kantor atai dinas intansi pemerintah adalah juga sebagai warga komunitas dimana mereka tinggal dan menetap bersama keluarganya. Perebutan muzakki dari masing-masing lembaga tatakelola tak terhindarkan dan masing-masing berusaha keras menggiring muzakki agar berzakat pada lembaga yang mereka. Berbagai strategi dilakukan, mulai dengan iklan pencitraan, pengiringan melalui wacana dan rasionalisasi berdasarkan rezin pengetahuan, tawaran kemudahan, hingga pada tekanan-tekanan dengan menggunakan wacana hukum formal oleh negara maupun aturan internal bagi industri swasta. Selain potensi konflik antara lembaga tatakelola zakat yang ada, potensi konflik aktor tatakelola dengan masyarakat luas pun terbuka luas untuk terjadi dan ini dapat dilihat pada tabel 6.1. Pada tabel tersebut terlihat kalau LAZ Desa Simburnaik sebagai LAZ berbasis komunitas menunjukkan bahwa relasi antara agawamawan dan muzakki atau mustahik yang terjadi adalah kooptasi yang menempatkan agamawan sebagai penguasa ruang ajaran dan mengkooptasi muzakki dan mustahik. Antara agamawan dengan masyarakat luas menempatkan masyarakat sebagai pemberi legalitas nilai dan moral terhadap kuasa agamawan untuk mengelola zakat. Kooptasi agamawan terhadap muzakki dan mustahik yang mendapatkan legalitas nilai/ moral melahirkan persoalan lain sebagai akibat kuasa yang besar dari agamawan. Seringkali muncuk kecurigaan terhadap agamawan yang dianggap memanfaatakan zakat untuk kepentingan sendiri, dan ini sebagai akibat dari penetrasi kapital global yang menjamah hingga level komunitas. Implikasi sosial dari model lembaga tatakelola zakat tersebut bagi masyarakat, lahir dalam berbagai bentuk. LAZ komunitas misalnya, dengan berbasis pengetahuan lokal dan rasionalitas asketisme dan atau altruisme, membawa kepentingan pencapaian kesholehan
21 RAGAM KEPENTINGAN LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 193 individu dan sosial yang diperkuat oleh basis legitimasi norma-norma tradisi lokal, melahirkan kondisi sosial dalam kebersamaan yang hangat, meski berpelung hegemonik dengan kondisi berupa : 1. Berbasis komunitas berakibat pada pemangku kuasa tatakelola diletakkan pada elit lokal khususnya elit agama. Legitimasinya kuat dengan berbasis norma tradisi, namun akibatnya rawan lahirnya hegemoni dari elit lokal. 2. Berbasis pengetahuan lokal, membuat tatakelola zakat dianggap pinggiran oleh logika manjemen modern. 3. Karena konteknya lokal, maka akses masyarakatpun kemudian terbatasi dalam wilayah lokal secara sempit dan untuk kepentingan komunitas itu sendiri, namun merata karena memang berlandaskan etika kebersamaan. 4. Dengan berbasis norma-norma tradisi lokal, membuat LAZ komunitas bisa memberikan ruang akses yang luas terhadap warga secara sama, maka hasil mampu kepercayaan yang tinggi dari masyarakat. BAZ Negara adalah lembaga tatakelola zakat berbasis sains modern, menganut logika politik yang mengedepankan upaya integrasi dan pembangunan. Kepentingan yang muncul terfokus pada upaya penguatan Negara melalui wacana pembangunan dan pemberdayaan terhadap warga miskin. Kekuatan dukungan masyarakat diperkuat dengan legitimasi hukum formal. Implikasi sosialnya bagi masyarakat, cenderung bias kekuasaan politik dan birokrasi dengan kondisi berupa : 1. Berbasis negara berakibat pada pemangku kuasa tatakelolanya diletakkan pada kuasa aparatur negara dan elit agama bias negara. Legitimasinya kuat dan memiliki kemapuan memaksa, karena berbasis hukum formal. Namun akibatnya rawan penundukan simbolik semata. 2. Berbasis sains modern, membuat BAZ menjadi lembaga tatakelola zakat yang superior, karena mengetengahkan logika iilmiah dengan manajemen modern. 3. Berbasis birokrasi Negara, maka akses masyarakat menjadi ter-
22 194 ABD. MALIK batasi oleh ruang birokrasi yang diatur oleh sistem administrasi Negara. Jangkauannya sangat luas karena dalam konteks Negara. Hanya saja pemerataan menjadi sulit untuk diterapkan karena berlandaskan etika integritas dan pembangunan. 4. Dengan berbasis legitimasi norma positif, membuat BAZDA menjadi sangat terbatas memberi ruang akses pada masyarakat umum karena di sana bekerja sistem dengan logika birokrasi dengan kekuatan politik. Akibatnya kepercayaan yang terbangun berpeluang dalam kondisi yang rapuh bahkan memungkinkan dalam kondisi ketertekanan oleh kekuatan birokrasi dan politik. Berbagai implikasi bekerjanya dua model lembaga amil zakat dalam masyarakat Jambi, memancing konflik antara lembaga, karena perbedaan basis pengetahuan, rasionalitas dan kepentingan. Perbedaan basis pengtahuan berakibat pada perbedaan sistem rasiolitas yang bekerja serta kepentingan masing masing, dan perbedaan ini menjadi basis logika yang menggiring lahirnya benturan kepentingan. Lembaga Tabel 5: Peta Konflik Antaraktor pada Beragam Lembaga Amil Zakat LAZ Desa Simburnaik BAZDA Jambi Aktor Tatakelola Agamawan kharismatik. Birokrat Desa Pemuka Adat Agamawan rasional Birokrat Daerah Akademisi Tokoh masyarakat Sumber: Data Lapang 2010 (diolah) Perbedaan pandangan dalam tatakelola yang, selalu rawan terhadap munculnya konflik-konflik, karena disana akan ada dominasi dan perbedaan basis pengetahuan berakibat pada munculnya benp g g Muzakki & Mustahik Dukungan Masyarakat Mengkooptasi melalui Legalitas Nilai nilai dan moral yang hegemonik Mengkooptasi Birokrasi Kuasa administrasi Mengkooptasi budaya otoritas atas tradisi berzakat Mengkooptasi otoritas nilai dan moral Mengkooptasi secara politik. Mengkooptasi secara akademik dan kepakaran Legalitas politik yang sistemik Legalitas norma tradisi Legalitas nilai dan politik serta hukum formal dan tradisi Legalitas politik dan hukum formal Legalitas tradisi dan politik serta hukum formal Persoalan Kritis Dicurigai pragmatisme agamawan akibat penetrasi kapital global Overlapping kuasa ruang administrasi desa dan masjid Dualisme peran sebagai jaringan agamawan dan birokrat desa. Agamawan terbatasi negara bias kepentingan politik Kuasa birokrat yang berlebihan menganggu capital masjid Dualisme peran akademisis jaringan ulama dan birokrat
23 RAGAM KEPENTINGAN LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 195 turan gagasan atau paling tidak terjadi kooptasi antra satu dengan yang lainnya. Relasi antara aktor dalam tiga model Lembaga tatakelola zakat, meposisikan muzakki dan mustahik pada posisi yang terkooptasi oleh kekuatan yang lebih besar. Birokrat Desa pada LAZ Desa Simburnaik mengkooptasi muzakki dan mustahik dalam ruang birokrasi dengan kekuasaan administrasi dalam mengkategorikan warga sebagai muzakki atau mustahik dan ini mendapatkan legalitas fomal dan politik dari masyarakat luas. Persoalan krusial di sini adalah adanaya overlapping kuasa ruang administrasi desa dan kuasa ruang administrasi masjid yang dikuasai oleh agamawan (puang imang). Pemuka adat sebagai pemangku kuasa adat mengkooptasi muzakki dan mustahik dalam kerangka otoritas tradisi berzakat yang mendapatkan legalitas cultural dari masyarakat umum. Persoalan krusialnya adalah adanya dualisme peran pemuka adat yang menjadi jaringan agamawan dalam mengawal norma dalam masyarakat sekaligus menjadi jaringan birokrat untuk mengawal stabilitas politik komunitas. Potensi konflik terlihat pada relasi agamawan dengan muzakki ketika kepentingan antara agamawan dan muzakki tidak bersinergis. Apalagi posisi muzakki dan mustahik yang terkooptasi dalam ruang kuasa agamawan atas ajaran. Apalagi jika muzakki hanya diberi ruang untuk patuh tanpa diberi ruang bargaining, namun itu di Desa simbur naik tidak terjadi karena muzakki mendapatkan ruang bargaining untuk bisa berzakat secara individu sesuai dengan kepentingannya, yang penting bagi agamawan adalah bahwa muzakki berzakat dan diberikan kepada yang berhak. Konflik terjadi ketika agamawan menunjukkan sikap pragmatisnya dan mengambil keuntungan untuk dirinya diluar kewajaran yang dibisa diterima dalam norma masyarakat luas. Kesimpulan Perbedaan kepentingan mempertajam benturan dan bertemu ketika keduanya memperebutkan simpatik masyarakat zakat (muzakki
24 196 ABD. MALIK dan mustahik). LAZ dengan tawaran pengikatan keshalehan individu dan sosial untuk penguatan komunitas, BAZ Negara dengan tawaran pengentasan kemiskinan dan pembangunan untk kepentingan penguatan negara. Ketiga menjadikan mustahik sebagai komoditas dan memperebukan muzakki. Muzakki LAZ komunitas adalah warga komunitas yang sejahtera, yang juga pada waktu tertentu menjadi muzakki BAZ negara ketika sang muzakki sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau militer. Sebagai warga komunitas dan sebagai PNS atau karyawan perusahaan, merupakan dua posisi yang selalu bersamaan sehingga ia diperebutkan oleh LAZ komunitas dengan BAZ negara. Konflik kepentingan pada level aktor tatakelola, terjadi akibat adanya dominasi antar aktor. Pada LAZ Komunitas, dominasi berada ditangan agamawan sebagai pemangku kuasa tertinggi dan mengkooptasi ruang gagasan ummat, karena kuasa pengetahuan ada dalam kuasa agamawan dibawah legitimasi budaya lokal. Pada level BAZDA, dominasi berada ditangan negara melalui aparatnya dan mengkooptasi ruang gagasan warga negara dengan rezim pengetahuan negara dibawah legitimasi hukum formal. Relasi antara muzakki dan mustahik, pada LAZ komunitas begitu hangat. Mereka yang berzakat mendapatkan penghormatan dan perlindungan dari para mustahik, karena mereka dianggap sebagai sosok yang mengayomi dan menyelematkan kaum lemah. Oleh karena itu amil bersama muzakki pada LAZ komunitas dikonstruksi sebagai orang yang baik, sholeh dan peduli kepada kaum lemah dan layak dihormati, dipatuhi dan bahkan dilindungi. Berbeda dengan muzakki di BAZDA, mereka tidak dikenal oleh muzakki, di lingkungan tempat tinggalnya mereka terkadang berbenturan dengan warga karena dianggap tidak berzakat. Mereka berzakat di BAZ dan yang mendapatkan penghargaan dari mustahik dan masyarakat luas hanyalah pemerintah dan aparatnya. Hal yang sama juga ditemukan di LAZ Swasta.
25 RAGAM KEPENTINGAN LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 197 DAFTAR PUSTAKA Aflah, Kuntarno Noor & Mohd Nasir Tajang ( Eds.), (2006), Zakat dan Peran Negara, Forum Zakat, Jakarta. Anonim (2001), Peraturan Perundang-Undangan Pengelolaan Zakat: Undang-undang RI No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Bagian Proyek Peningkatan Zakat Dan Wakaf Jakarta, Jakarta. Bamualim. Chaider S dan Irfan Abu Bakar, (ed), (2005), Revilisasi Filantropi Islam : Studi Kasus Lembaga Zakat dan Wakaf di Indonesia, Pusat Bahasa dan Budaya (PBB) UIN Sayarif Hidayatullah Jakarta. Berger, P.L and Luchmann, Thomas (1967), The Social Construction of Reality, Doubleday, New York. Budimantra, Arif (2007), Kekuasaan dan Penguasaan Sumber Daya Alam, ICSD, Jakarta. Burrell, G dan G Morgan, (1994), Sociological Paradigms and Organizational Analysis: Elements of the Sociology of Corporate Life. Ashgate Publishing Limiter England. Darmawan Triwibowo, Darmawan dan Sugeng Bahagijo, (2007), Mimpi Negara Kesejahteraan Perkumpulan Prakarsa, Jakarta. Dasril, (2000), Upaya Bazis DKI Jakarta Mengatasi Kemiskinan di Jakarta Pusat, (Disertasi Doktor), Perpustakaan PPs IAIN Jakarta, Jakarta. Denzin dan YS Lincoln, (1995), (eds), Handbook of Qualitative Research, Second Edition, Sage, London Doa, H. M. Djamal, (2005), Menggagas Pengelolaan Zakat Oleh Negara, Nusantara Madani, Jakarta. Dreyfus, Hurbert L, & Paul robinow, (1982), Michel Foucault : Beyon Structuralism and Hermaneutics, The University of Chicago Press, Chicago. Faridi, F. R. (1976). Zakat and Fiscal Policy. Paper presented at The First International Conference on Islamic Economics, Jeddah, February Fitri, Al (2006), The Law of Zakat Management and Non-Govern-
26 198 ABD. MALIK mental Zakat Collectors in Indonesia, in The International Journal of Not-for-Profit Law, Vol. 8. January, Foucault, M. (2000), The Subject and Power: dalam Reading in Contemporary Political Sociology, ed. K. Nash, Balckwell Publishers, Oxford, hh Fukuyama, F, (1995) Trust : The Social Virtiues and the Creation of Prosperity, Free Press, New York Geerzt, C, (1992). Tafsir Kebudayaan, Kanisius, Yogyakarta. Giddens, Anthony. (1987), Perdebatan Kelasik Kontemporer mengenai Kelompok, Kekuasaan dan Konflik. Rajawali, Jakarta Granovetter, M. And Swedberg, R. (1992). The Sociology of Economic Life, Westview Press, San Francisco, USA. Hafhidhuddin, Didin, dkk (2003),Problematika Zakat Kontemporer: Artikulasi Proses Sosial Politik Bangsa Forum Zakat, Jakarta. Indrijatiningrum, Mustikorini (2005), Zakat sebagai Alternatif Penggalangan Dana Masyarakat untuk Pembangunan (Thesis) Universitas Indonesia (tidak terbit). Kochuyt, Thierry, (2009), Social Compass : God, Gifts and Poor People: On Charity in Islam, Social Compass 2009; 56; 98 Sage Publisher, Martin, Roderick, (1993), Sosiologi Kekuasaan, (diterjemahkan oleh Herry Joediono) Mas udi, Masdar. F. (1991), Agama Keadilan: Risalah Zakat (pajak) dalam Islam, Pustaka Firdaus, Jakarta. Miftah, (2005), Zakat Dalam Perpektif Hukum Diyâni Dan Qadâ i, (Disertasi Doktor), Perpustakaan PPs UIN Jakarta, Jakarta. Permono, Sjechul Hadi, (1988), Pendayagunaan Zakat Disamping Pajak Dalam Rangka Pembangunan Nasional, Disertasi Doktor, Perpustakaan PPs IAIN Jakarta, Jakarta. Qadir, Abdurrachman, (1998), Zakat Dalam Dimensi Ibadah Mahdhah Dan Sosial: Disertasi Doktor, Rajagrapindo Persada, Jakarta. Qardawi, Yusuf, (1994), Fiqh az-zakât, Maktabah Wahbah, Kairo. Rahardjo, M. Dawam (1986), Zakat Dalam Prespektif Social Ekono-
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Empirik 8.1.1. Konstruksi Pengetahuan Zakat Konstruksi pengetahuan zakat LAZ Komunitas, BAZDA, dan LAZ Swasta, merupakan hasil dari bekerjanya rezim pengetahuan
Lebih terperinciVII DINAMIKA KEPENTINGAN TIGA LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT
VII DINAMIKA KEPENTINGAN TIGA LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 7.1. Pendahuluan Diskursus tatakelola zakat yang berkembang, berhujung pada lahirnya tiga model tatakelola zakat, yaitu : Tatakelola zakat berbasis
Lebih terperinciDINAMIKA RASIONALITAS TIGA LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT
VI DINAMIKA RASIONALITAS TIGA LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 6.1. Pendahuluan Foucault ketika membahas tentang kesadaran subjek, dalam masyarakat borjuis, Foucault mengikuti Weber. Bagi Foucault, subjek dipandang
Lebih terperinciRINGKASAN. Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat
RINGKASAN Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat Disertasi ini memfokuskan kajian tentang peran pemerintah Kabupaten Mamuju dalam mengoptimalkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya berhubungan dengan nilai ketuhanan saja namun berkaitan juga dengan hubungan kemanusian yang bernilai
Lebih terperinciKONSTRUKSI SOSIAL PENGETAHUAN DAN DINAMIKA RASIONALITAS AMIL ZAKAT KOMUNITAS: STUDI DI KOTA AMBON MALUKU
KONSTRUKSI SOSIAL PENGETAHUAN DAN DINAMIKA RASIONALITAS AMIL ZAKAT KOMUNITAS: STUDI DI KOTA AMBON MALUKU Subair 1 Abstract: The construction of community tithe knowledge is result from knowledge and power
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijauhi. Diantara perintah-perintah tersebut adalah saling berbagi - bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk besar yang sebagian besar penduduknya menganut agama Islam, dimana dalam ajaran Islam terdapat perintah yang harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara layak. Menurut Siddiqi mengutip dari al-ghazali dan Asy-Syathibi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya lembaga filantropi di dalam memberdayakan usaha mikro agar dapat menjadikan manusia yang produktif melalui peran penyaluran dana ZIS yang telah dikumpulkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Zakat merupakan salah zatu dari rukun Islam, seornag mukmin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Zakat merupakan salah zatu dari rukun Islam, seornag mukmin yang mampu diwajibkan untuk mengeluarkan sebagian hartanya yang notabenenya adalah hak orang lain. Zakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materil dan mental
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan Nasional bangsa di Indonesia senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materil dan mental spiritual, antara lain
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PEMIKIRAN YUSUF QARDAWI DAN MASDAR FARID MAS UDI MENGENAI PENYATUAN ZAKAT DAN PAJAK SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK KEMASLAHATAN UMAT
BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN YUSUF QARDAWI DAN MASDAR FARID MAS UDI MENGENAI PENYATUAN ZAKAT DAN PAJAK SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK KEMASLAHATAN UMAT Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim
Lebih terperinciPENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)
PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) Dwi Heri Sudaryanto, S.Kom. *) ABSTRAK Dalam rangka usaha memelihara kewibawaan Pegawai Negeri Sipil, serta untuk mewujudkan Pegawai Negeri sebagai Aparatur
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.926, 2013 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Kode Etik. PNS. Pembinaan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta
BAB V Kesimpulan A. Pengantar Bab V merupakan bab terakhir dari seluruh narasi tulisan ini. Sebagai sebuah kesatuan tulisan yang utuh, ide pokok yang disajikan pada bab ini tidak dapat dipisahkan dari
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA
PEMBAYARAN ZAKAT MELALUI LAYANAN MOBILE-ZAKAT (M-ZAKAT) MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DIAN NOVITA Fakultas Hukum, Universitas Wiraraja Sumenep dianovita79@yahoo.co.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berlawanan dengan semangat dan komitmen Islam terhadap. yang sejahtera dan baik yang menjadi tujuan utama mendirikan Negara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi di sebuah negara yang kaya dengan sumber daya alam dan mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti Indonesia, merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dukungan penuh agama untuk membantu orang-orang miskin yang tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zakat adalah sebuah langkah kemandirian sosial yang diambil dengan dukungan penuh agama untuk membantu orang-orang miskin yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam. Kewajiban mengeluarkan
BAB I PENDAHULUAN A. KONTEKS PENELITIAN Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam. Kewajiban mengeluarkan zakat itu berlaku bagi setiap muslim yang dewasa, merdeka, berakal sehat, dan telah memiliki harta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah global, sering dihubungkan dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah global, sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup. Kemiskinan sebagai suatu fenomena sosial
Lebih terperinciBAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN
BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mampu serta menjadi unsur dari Rukun Islam, sedangkan Infaq dan Shodaqoh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Zakat, infaq, dan shodaqoh (ZIS) merupakan bagian dari kedermawanan (filantropi) dalam konteks masyarakat Muslim. Zakat merupakan kewajiban bagian dari setiap
Lebih terperinciKODE ETIK DAN DISIPLIN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH
KODE ETIK DAN DISIPLIN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH RIAU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHH RIAU 2011 VISI Menjadikan Universitas Muhammadiyah Riau sebagai lembaga pendidikan tinggi yang bermarwah dan bermartabat dalam
Lebih terperinciKONSTRUKSI 11 SOSIAL KUASA PENGETAHUAN ZAKAT Pendahuluan
V KONSTRUKSI 11 SOSIAL KUASA PENGETAHUAN ZAKAT 5.1. Pendahuluan Fenomena berzakat merupakan realitas kehidupan sehari-hari yang menyimpan dan menyediakan kenyataan, bekerjanya pengetahuan yang membimbing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Zakat, infaq, dan shadaqah merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zakat, infaq, dan shadaqah merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu secara finansial. Zakat menjadi salah satu rukun islam keempat setelah puasa di bulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang menjadi salah satu fondasi penting dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang menjadi salah satu fondasi penting dalam Islam. Zakat disebutkan dalam Alquran sebanyak 35 kali, yang dalam 27 diantaranya penggunaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelembagaan 2.1.1 Pengertian Kelembagaan Suatu kelembagaan merupakan suatu sistem kompleks yang sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses, dan peran masing-masing
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari
113 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari bermacam-macam suku, agama, ras dan antar golongan. Berdasar atas pluralitas keislaman di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga dituntut untuk memiliki transparansi dan akuntabilitas. Organisasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga zakat adalah lembaga yang berada ditengah-tengah publik sehingga dituntut untuk memiliki transparansi dan akuntabilitas. Organisasi Pengelolaan Zakat (OPZ) dalam
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK
LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 23 SERI E.23 ================================================================= PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membicarakan masalah kemiskinan berarti membicarakan suatu masalah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membicarakan masalah kemiskinan berarti membicarakan suatu masalah yang sebenarnya telah berlangsung lama dalam kehidupan manusia. Kemiskinan merupakan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat telah melalui perjalanan sejarah panjang dalam kepemimpinan nasional sejak kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi pada negara-negara
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi pada negara-negara dunia ketiga atau negara berkembang, termasuk Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENGELOLAAN DANA ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQAH DI KJKS BMT ISTIQLAL PEKALONGAN
56 BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENGELOLAAN DANA ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQAH DI KJKS BMT ISTIQLAL PEKALONGAN Secara sosial ataupun ekonomi bahwa zakat adalah lembaga penjamin. Lewat institusi zakat, kelompok
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. Departemen Agama) setelah dikeluarkannya keputusan Kepala Kantor. tentang Susunan Pengurus Badan Amil Zakat, Infaq dan shadaqah.
85 BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Penghimpunan Zakat Profesi Di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Magetan Pelaksanaan penghimpunan zakat di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Magetan dimulai pada tanggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak awal tahun 2001 secara resmi pemerintah mengimplementasikan paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam
BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pegawai Negeri Sipil menurut undang-undang RI nomor 43 Tahun 1999 adalah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pegawai Negeri Sipil menurut undang-undang RI nomor 43 Tahun 1999 adalah warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akademis serta bermunculannya lembaga perekonomian islam di Indonesia. Begitu
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang. Perkembangan ekonomi islam telah menjadikan islam sebagai satu-satunya solusi masa depan. Hal ini di tandai dengan semakin banyak dan ramainya kajian akademis serta
Lebih terperinciBAB 5 Penutup. dalam ciri-ciri yang termanifes seperti warna kulit, identitas keagamaan
BAB 5 Penutup 5.1 Kesimpulan Hidup bersama membutuhkan membutuhkan modus operandi agar setiap individu di dalamnya dapat berdampingan meskipun memiliki identitas dan kepentingan berbeda. Perbedaan tidak
Lebih terperinciPROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a.
Lebih terperinciOleh: DUSKI SAMAD. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol
Oleh: DUSKI SAMAD Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) serentak yang sudah berjalan proses saat ini adalah sarana demokrasi untuk melahirkan pemimpin
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Badan Perencana Pembangunan (Bappenas) menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Menurut data dari Badan Perencana Pembangunan (Bappenas) menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. kewenangan penuh untuk menggelola segala hal yang menyangkut tentang tata kelola
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dengan berlakunya UU Desa No 6 Tahun 2014, pemerintahan desa diberi kewenangan penuh untuk menggelola segala hal yang menyangkut tentang tata kelola pemerintahan desa. Pengakuan
Lebih terperinciBAB III PENYAJIAN DATA. Pada bab ini, merupakan data yang disajikan dari hasil penelitian di kelurahan Ukui.
BAB III PENYAJIAN DATA Pada bab ini, merupakan data yang disajikan dari hasil penelitian di kelurahan Ukui. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data tentang kinerja pengelola zakat Masjid Raya Nurul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, yaitu kurang dari $ USA. Pada awal tahun 1997
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Di Indonesia kemiskinan masih menjadi isu utama pembangunan, saat ini pemerintah masih belum mampu mengatasi kemiskinan secara tuntas. Hingga tahun 2008
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bila saat ini kaum muslimin sudah faham tentang kewajiban sholat dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah Syahadat dan Sholat, sehingga merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin. Bila saat ini kaum muslimin
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQOH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQOH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa penunaian Zakat merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu problematika yang melanda umat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu problematika yang melanda umat. Rendahnya taraf perekonomian nyatanya juga dialami oleh masyarakat muslim pada masa awal. Persoalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pertanian di Indonesia selama ini telah dititikberatkan pada peningkatan produksi pertanian. Namun dalam upaya peningkatan ini, terlihat tidak
Lebih terperinciANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004
ANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004 (Penelitian Naturalistis Fenomenologis di SMK Negeri 1 Ambal) TESIS Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Surakarta
Lebih terperinciPENDEKATAN SOSIOLOGIS TENTANG EKONOMI
PENDEKATAN SOSIOLOGIS TENTANG EKONOMI Konsep Aktor (ekonomi) Titik tolak analisis ekonomi adalah individu Individu adalah makhluk yang rasional, senantiasa menghitung dan membuat pilihan yang dapat memperbesar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Zakat Center Thoriqotul Jannah (Zakat Center) merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat Center Thoriqotul Jannah (Zakat Center) merupakan salah satu Lembaga Amil Zakat (LAZ), yaitu suatu lembaga nirlaba yang bergerak di bidang pengelolaan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015
LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bank, Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat. Pastinya kemajuan teknologi dan informasi menuntut birokrasi untuk beradaptasi dalam menghadapi dunia global
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga saat ini, relasi antara Pemerintah Daerah, perusahaan dan masyarakat (state, capital, society) masih belum menunjukkan pemahaman yang sama tentang bagaimana program CSR
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan paparan temuan dan analisa yang ada penelitian menyimpulkan bahwa PT. INCO mengimplementasikan praktek komunikasi berdasarkan strategi dialog yang berbasis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam perannya pada aspek sosial-ekonomi yang sangat besar.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu serta menjadi unsur dari rukun Islam. Zakat merupakan pilar utama dalam Islam khususnya dalam perannya
Lebih terperinciakibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga kini belum ada upaya kongkrit untuk mengatasi tawuran pelajar di Kota Yogya, akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Sintang merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara lain, yaitu Malaysia khususnya Negara Bagian Sarawak. Kondisi ini
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 4 TAHUN 2004
PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQAH KOTA PRABUMULIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH, Menimbang : a. bahwa mengeluarkan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH UNTUK PENGEMBANGAN DAKWAH PADA BADAN AMIL ZAKAT (BAZ) KECAMATAN PEDURUNGAN
BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH UNTUK PENGEMBANGAN DAKWAH PADA BADAN AMIL ZAKAT (BAZ) KECAMATAN PEDURUNGAN 4.1.Analisis Terhadap Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shodaqoh untuk
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 SERI E NOMOR 1 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan pada Bab IV di atas, maka dapat
260 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan pada Bab IV di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa: 1. Tinggi rendahnya transformasi struktur ekonomi masyarakat
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat
BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus
Lebih terperinciBAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118
BAB 6 PENUTUP Bab ini menguraikan tiga pokok bahasan sebagai berikut. Pertama, menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian secara garis besar dan mengemukakan kesimpulan umum berdasarkan temuan lapangan.
Lebih terperinciKode Etik Pegawai Negeri Sipil
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Norma Dasar Pribadi Setiap Pelayan Publik dan Penyelenggara Pelayanan Publik wajib menganut, membina, mengembangkan, dan menjunjung tinggi norma dasar pribadi sebagai berikut:
Lebih terperinciKODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA
KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA STIKOM DINAMIKA BANGSA MUKADIMAH Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIKOM) Dinamika Bangsa didirikan untuk ikut berperan aktif dalam pengembangan ilmu pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang sering dihadapi oleh negara-negara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah masalah ekonomi, termasuk negara Indonesia saat ini. Permasalahan ekonomi
Lebih terperinciPOLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN
POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN Ir. Sunarsih, MSi Pendahuluan 1. Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara
Lebih terperinciPOKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA SISTEMATIKA (JUMLAH BAB: 13 JUMLAH PASAL: 89 ) BAB I KETENTUAN UMUM BAB II JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN Bagian
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 164, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciIKATAN KELUARGA ALUMNI STAR BPKP PERATURAN KETUA IKA STAR BPKP NOMOR. TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK IKA STAR BPKP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
IKATAN KELUARGA ALUMNI STAR BPKP PERATURAN KETUA IKA STAR BPKP NOMOR. TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK IKA STAR BPKP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA IKA STAR BPKP, Menimbang Mengingat : bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada Al-Qur an dan Hadist. Dana zakat yang terkumpul akan diberikan kepada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat merupakan salah satu rukun islam yang wajib ditunaikan oleh umat muslim atas harta kekayaan seorang individu yang ketentuannya berpedoman pada Al-Qur an
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BUNGO
PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BUNGO, Menimbang : a. bahwa pembayaran zakat fitrah dan
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Key Success Factor BAZNAS
BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini dibahas strategi untuk meningkatkan pengumpulan dana BAZNAS. Strategi yang dilakukan adalah pengelompokan faktor-faktor internal dan eksternal, membuat Matriks IE, Matriks
Lebih terperinciMATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL
MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita
Lebih terperinciTATA NILAI, BUDAYA KERJA, DAN KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI BIRO SUMBER DAYA MANUSIA KEMENRISTEKDIKTI JAKARTA 2018
TATA NILAI, BUDAYA KERJA, DAN KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI BIRO SUMBER DAYA MANUSIA KEMENRISTEKDIKTI JAKARTA 2018 DASAR HUKUM Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Peraturan Pemerintah Nomor
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan
Lebih terperinciVI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara sebagai televisi publik lokal dan Sindo TV
VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Pada bagian ini diuraikan kesimpulan, implikasi dan rekomendasi berdasar hasil penelitian yang telah dilakukan. 6.1. Kesimpulan Berdasarkan temuan-temuan dan analisa
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sejarah fundamentalisme Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis dari era orde lama sampai orde reformasi saat ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teknologi yang begitu pesat membuat perusahaan harus mampu mengelola sumber. politik, lingkungan sekitar dan kondisi ekonomi makro.
xvii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan zaman secara global yang cepat dan karena kemajuan era teknologi yang begitu pesat membuat perusahaan harus mampu mengelola sumber daya manusia (SDM)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, (Jakarta: CV Rajawali, 1987), h.71.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu keharusan jika suatu negara ingin meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi
Lebih terperinciBAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak
53 BAB II Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak Untuk menjelaskan fenomena yang di angkat oleh peneliti yaitu ZIARAH MAKAM Studi Kasus
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENGUMPULAN DANA ZAKAT DI BAZNAS KOTA PEKALONGAN. Analisis manajemen pengumpulan dana zakat di BAZNAS Kota Pekalongan
BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENGUMPULAN DANA ZAKAT DI BAZNAS KOTA PEKALONGAN Analisis manajemen pengumpulan dana zakat di BAZNAS Kota Pekalongan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengarahan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penelitian ini adalah usaha mikro. Lokasi penelitian terpilih adalah Kota. fakta ini tergambar dalam tabel berikut: Tabel 1.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi dari masa ke masa semakin berkembang dan meningkat. Peningkatan ini dapat dilihat dari kegiatan ekonomi yang ada di tengah masyarakat. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebanyak 38,4 juta jiwa (18,2%) yang terdistribusi 14,5% di perkotaan dan 21,1% di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah besar bagi bangsa Indonesia. Kemiskinan ini sudah ada sejak lama dan telah menjadi kenyataan dalam kehidupan. Krisis ekonomi yang berkepanjangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kyai dan Jawara ditengah tengah masyarakat Banten sejak dahulu menempati peran kepemimpinan yang sangat strategis. Sebagai seorang pemimpin, Kyai dan Jawara kerap dijadikan
Lebih terperinci2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1507, 2017 KEMENKUMHAM. Kode Etik. Kode Perilaku Pegawai. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG KODE
Lebih terperinciSambutan Presiden RI pada Peringatan Nuzulul Qur'an 1433 H, Jakarta, 7 Agustus 2012 Selasa, 07 Agustus 2012
Sambutan Presiden RI pada Peringatan Nuzulul Qur'an 1433 H, Jakarta, 7 Agustus 2012 Selasa, 07 Agustus 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERINGATAN NUZULUL QUR'AN TAHUN 1433 H/2012 M
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep negara yang dianut oleh bangsa Indonesia sebagaimana pernyataan Jimly Ashiddiqie (dalam
Lebih terperincic 1 Ramadan d 28 RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid
c 1 Ramadan d 28 RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid Dan orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak melebih-lebihkan, dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) tengah-tengah antara yang
Lebih terperinci