KONSTRUKSI 11 SOSIAL KUASA PENGETAHUAN ZAKAT Pendahuluan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSTRUKSI 11 SOSIAL KUASA PENGETAHUAN ZAKAT Pendahuluan"

Transkripsi

1 V KONSTRUKSI 11 SOSIAL KUASA PENGETAHUAN ZAKAT 5.1. Pendahuluan Fenomena berzakat merupakan realitas kehidupan sehari-hari yang menyimpan dan menyediakan kenyataan, bekerjanya pengetahuan yang membimbing perilaku. Berzakat menampilkan realitas obyektif yang ditafsirkan oleh individu, atau memiliki makna-makna subyektif. Tindakan berzakat merupakan suatu dunia yang berasal dari pikiran-pikiran dan menjelma dalam realitas tindakan-tindakan individu yang dipelihara sebagai yang nyata oleh pikiran dan tindakan. Dasar-dasar pengetahuan tersebut diperoleh melalui sosialisasi (internalisasi) secara subyektif yang membentuk dunia akal-sehat intersubyektif (Berger dan Luchmann, 1990) sebagai pengetahuan yang dimiliki bersama oleh individu dengan individu-individu lainnya. Berzakat sebagai realitas obyektif melalui proses pelembagaan di dalamnya. Proses pelembagaan (institusionalisasi) berawal dari proses eksternalisasi yang berulang-ulang dan difahami bersama yang menghasilkan pembiasaan (habitualisasi). Habitualisasi yang telah berlangsung memunculkan pengendapan dan tradisi. Pengendapan dan tradisi ini diwariskan ke generasi sesudahnya melalui bahasa dalam sosialisasi dalam momen internalisasi. Disinilah terdapat peranan dalam tatanan kelembagaan, termasuk dalam kaitannya dengan pentradisian pengalaman dan pewarisan pengalaman. Tradisi berzakat sebagai realitas obyektif, menyiratkan keterlibatan legitimasi. Legitimasi merupakan pelembagaan dalam momen obyektivasi makna, dan merupakan pengetahuan yang berdimensi kognitif dan normatif. Legitimasi berfungsi membuat lembaga atau pelembagaan menjadi masuk akal secara subyektif dan dipatuhi. Sebuah universum simbolik sangat diperlukan disini dalam menyediakan legitimasi utama bagi keteraturan pelembagaan. Universum simbolik menduduki hierarki yang tinggi, dan mentasbihkkan bahwa semua realitas adalah bermakna bagi individu dan harus melakukan sesuai 11 Konstruksi yang dimaksud adalah aktivitas masyarakat sehari-hari ketika menceritakan, menggambarkan, mendeskripsikan peristiwa, keadaan, atau pun benda, konsep ini diperkenalkan oleh sosiolog interperatif, Peter L. Berger dan Thomas Luckman (Berger dan Thomas Luckmann,1990).

2 115 dengan makna itu. Agar individu mematuhi makna itu, maka organisasi sosial diperlukan, sebagai pemelihara universum simbolik. Organisasi sosial dibuat sedemikian rupa agar sesuai dengan universum simbolik (teori/legitimasi). Manusia tidak menerima begitu saja legitimasi, bahkan pada situasi tertentu ketika universum simbolik yang lama tak lagi dipercaya dan kemudian ditinggalkan, lalu manusia melalui organisasi sosial, membangun universum simbolik yang baru secara dialektik. Proses ini berlangsung terus menerus, dan berdampak pada perubahan sosial. Tradisi berzakat sebagai kenyataan subyektif menyiratkan bahwa zakat ditafsir secara subyektif oleh individu. Sosialisasi sebagai bagian dari momen internalisasi merupakan proses menerima gagasan dan menafsir (Samuel, 1993). Internalisasi berlangsung seumur hidup dengan melibatkan sosialisasi, merupakan proses penerimaan definisi-definisi situasi yang disampaikan orang lain tentang dunia institusional. Dengan diterimanya definisi-definisi tersebut, individupun bukan hanya mampu memahami definisi orang lain, tetapi lebih dari itu, turut mengkonstruksi definisi bersama. Dalam proses mengkonstruksi inilah, individu berperan aktif sebagai pembentuk, pemelihara, sekaligus perubah realitas. Kekuatan rezim pengetahuan dan kekuasaan memegang kuasa mengarahkan momen internalisasi dalam proses sosialisasi. Rezim pengetahuan memiliki peluang yang besar untuk mewarnai definisi-definisi yang akan terbangun dan lebih jauh akan membentuk tindakan sebagai wujud objektif dari realitas subjektif dan pada saat sama kekuasaan berperan mengokohkan rezim pengetahuan dengan menggunakan instrument pendisiplinan untuk menormalisir tubuh dan tindakan melalui institusi dan aparat sebagai central wacana dan kebenaran yang menormalisir dunia. Konsep zakat sebagai ajaran agama, bersumber dari wahyu secara terus menerus mengalami dilaektika pemahaman melalui proses pelembagaan (momen objektivasi) dan sosialisasi (momen internalisasi) gagasan dan nilai yang dimunculkan. Proses ini berlanjut ke momen penafsiran (momen eksternalisasi) sebagai proses peyesuaian dengan gagasan-gagasan individu dalam dunia sosial sebagai produk manusia kala itu, dan selanjutnya mengalami proses institusionalisasi (obyektivasi) sebagai bentuk interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan (Berger, 1990). Konstruksi sosial zakat dan kuasa pengetahuan zakat terbangun dalam proses tiga momen ala

3 116 Bergerian tersebut. Melembaga, tersosialisasi dan ditafsirkan ulang, merupakan fenomena dinamika konstruksi sosial atas zakat dan konstruksi sosial atas kuasa pengetahaun zakat yang bekerja. Pengetahuan zakat bekerja melintasi dimensi ojektif dan subjektif. Ummat adalah pencipta kenyataan sosial zakat dari pengakuan dan penundukan terhadap rezim pengetahuan zakat. Pengetahuan zakat bekerja pada dimensi subjektif melalui momen internalisasi dan menggiring ke dimensi objektif melalui momen eksternalisasi dalam bentuk pelembagaan atau institusionalisasi. Kenyataan objektif zakat kemudian kembali mempengaruhi ummat melalui sosialisasi dalam momen internalisasi secara subjektif dan interpersonal dan kemudian tereksternalisasi dalam dunia nyata dalam tindakan sosial zakat sebagai fenomena objektif. Pengetahuan zakat adalah produk ummat yang terbangun melalui momen internalisasi dan eksternalisasi, yang mencerna, memproduksi dan mereproduksi pemahaman berzakat sebagai hasil kerja pengetahuan dalam mengarahkan dan membentuk tindakan berzakat. Pengetahuan zakat, semula dikonstruksi sebagai ajaran yang bersumber dari wahyu yang kuasa pengetahuan, penafsiran, dan kontrolnya berada dalam kuasa Nabi Muhammad SAW sebagai pemangku tugas kenabian, kemudian kuasa berpindah kepangkuan sahabat sebagai khalifah hingga pada ulama atau agamawan. Konstruksi sosial zakat dan kuasa pengetahuan zakat mengalami pergeseran dari waktu ke waktu dan fenomena tersebut terjadi secara simultan dan dialektis dalam momen eksternalisasi, ojektivasi dan internalisasi. Fenomena tersebut sangat dipengaruhi oleh waktu dan ruang sosial budaya dimana rezim pengetahuan bekerja dalam membentuk konstruksi dan rekonstruksi pengetahuan zakat masyarakat. Agamawan sebagai pemangku kuasa pengetahuan zakat, berperan sebagai pemangku tunggal dalam momen internalisasi ajaran zakat melalui proses sosialisasi pada ranah kognitif (ruang subjektif). Proses ini berjalan secara intersubjektif, dan ummat secara individu tidak mencerna dan merekam sepenuhnya sebagai mana yang disosialisasikan, namun disini terjadi proses pendefinisian ulang pada ranah kognitif ummat ketika pengetahuan yang diinternalisasikan bersentuhan dengan stock of knowledge yang lebih dahulu terekam dalam ruang gagasan individu. Pedefinisian ulang atau redefinisi dalam momen internalisasi untuk selanjutnya memasuki momen eksternaliasi sebagai

4 117 hasil pendefinisian atau redefinisi atas pemahaman zakat yang sosialisasikan oleh agamawan. Artinya bahwa apa yang disampaikan oleh agamawan tidak selalu sama dengan yang difahami, dimaknai dan direkam serta di lakukan oleh ummat. Apa yang disampaikan oleh agamawan selalu dimaknai ulang dan dikonstruksi ulang oleh individu sesuai dengan perbendaharaan pengetahaun mereka secara individu. Zakat yang telah terkonstruksi dalam dunia sosial secara objektif, selalu mengalami rekonstruksi dalam momen internalisasi dan kembali menjelma dalam dunia sosial objketif setelah melalui momen eksternalisasi. Dengan demikian maka konstruksi sosial atas tindakan berzakat dan konstruksi pengetahuan zakat selalu dinamis dan berubah secara secara simultan dan dialektis. Wacana tatakelola zakat di Indonesia misalnya yang telah melintasi waktu yang cukup panjang dan menghasilkan konstruksi pengetahuan zakat yang berbeda-beda dalam masyarakat. Jika dipetakan, ditemukan dua kelompok besar, yaitu : pertama adalah kelompok yang memahami kuasa tatakelola zakat, yang berada ditangan pemerintah. Pemahaman ini lahir sebagai warisan sejarah perjalanan Islam yang mengkonstruksikan Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa agama, pemimpin agama dan sekaligus pemimpin ummat. Konstruksi sosial ummat terhadap beliau tersebut, berimbas dalam pemahaman tentang tatakelola zakat masa itu. Zakat dipercaya sebagai kewajiban beragama, terkait dengan pembiayaan perjuangan di jalan Allah dan sekaligus sebagai sumber pendapatan negara 12. Disini zakat sebagai ajaran agama pada ruang gagasan negara terobjektivasi sebagai femomena bernegara sehingga dalam proses internalisasi pemakanaannya sangat dipengaruhi oleh wacana negara. Akibatnya tereksternalisasikan sebagai fenomena agama dalam konteks bernegara. Mengikuti keyakinan Weber, bahwa bentuk dasariah perilaku manusia dimotivasi oleh faktor-faktor religius yang sangat penting bagi fungsi sosial agama, di sana kontrol sosial terhadap distribusi harta dan organisiasi mengatur 12 Khums berupa potongan seperlima atas harta temuan (rikaz) atau harta karun. Amwal fadillah yaitu harta yang berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari barangbarang seorang muslim yang meninggalkan negrinya. Wakaf yaitu harta benda yang didedikasikan oleh seorang muslim untuk kepentingan agama Allah dan pendapatnya akan disimpan di Baitul mal. Nawaib yaitu pajak khusus yang dibebankan kepada kaum muslimin yang kaya raya dalam rangka menutupi pengeluaaraan negera selama masa darurat. Kifarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan oleh seorang muslim pada saat melakukan kegiatan ibadah. Jizyah yaitu pajak yang dibebankan kepada orang-orang non muslim. Kharaj yaitu pajak tanah yang dipungut dari kaum non muslim ketika wilayah khaibar ditakhlukkan.

5 118 manusia (Turner, 1983), yang oleh Foucault memaknai nilai yang terkonstruksi terlihat sebagai yang mengatur tubuh dari ruang kognitif yang melebar keruang materi atau jasmaniyah (Foucault, 1979). Sementara oleh Berger (1990) dipandang bahwa konstruksi sosial atas realitas melalui tiga momen dialektis, yaitu : objektivasi, internalisasi dan eksternalisasi. Tiga proses ini bekerja secara dialektis melintasi dunia objektif dan subjektif, dengan menggunakan kekuatan pengetahuan mengarahkan aras kognisi individu yang kemudian melembaga dan kembali mengarahkan tindakan sosial zakat individu, sehingga beragama merupakan dialektika dunia objektif dan subjektif tanpa henti. Kelompok kedua yang memahami bahwa Nabi Muhammad SAW adalah pemimpin agama dan pewarisnya adalah ulama 13 bukan umara (pemerintah) seperti yang paham oleh kelompok pertama. Kelompok ini lebih melihat bahwa otoritas kuasa dalam tataran ajaran zakat sebagai rukun agama dan praktek berzakat bukan haknya pemerintah (umara), namun merupakan otoritas kuasa pemimpin dan pengawal ajaran agama. Ulama dilihat sebagai kelompok yang berdiri sendiri dan terlepas dari pengaruh pemerintah, makanya ulama dan umara difahami sebagai dua pemangku kuasa yang setara. Kepemimpinan ulama terkonstruksi sebagai penguasa ruang agama dan terlepas dari ruang politik. Dua pemahaman di atas melahirkan tiga model tatakelola zakat yaitu: Pertama, model berbasis negara yang melihat zakat sebagai sebuah ritual ajaran agama yang seharusnya diatur dan dikontrol dalam ruang negara dengan menggunakan perangkat negara 14 dan pengetahuan zakat disini tunduk dalam struktur pengetahuan administrasi dan pemerintahan. Kedua, model berbasis komunitas yang melihat zakat sebagai sebuah ritual ajaran agama seharusnya diatur dan dikontrol dalam ruang kelembagaan kiyai melalui hak kuasa ulama, dan pengetahuan disini tunduk dalam struktur pengetahuan ulama. Ketiga, model swasta berbasis industri atau LSM yang melihat zakat sebagai ajaran agama yang seharusnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan dan pensejahteraan 13 Konsep ulama adalah bentuk jamak dari kata alim yang berarti orang yang berilmu (dalam bahasa Arab). Maksudnya, orang yang berilmu dan mumpuni dalam khazanah kelimuan Islam. Namun kemudian secara sosial ternyata, interpretasi tentang ulama ini berkembang lebih luas seiring banyaknya fenomena yang terjadi. Arti ulama bukan hanya sekedar orang-orang yang berilmu pada bidang keagamaan saja, namun juga berilmu pada bidang politik (Amin, 2009). 14 Pengelolaan zakat seperti ini dilakukan di negara-negara Islam seperti Saudi Arabia, Pakistan, Kuwait, Bahrain dsb. Dikutip oleh Asep Saefuddin Jahar dalam Sigrid Faath (ed.) (2003).

6 119 ummat sehingga harus dikelola orang profesional dengan manajemen ekonomi dalam ruang usaha produktif dengan logika ekonomi. Tiga model tersebut merupakan kelompok besar yang terus berusaha merekonstruksi pengetahuan masyarakat dengan perspektif masing-masing. negara diwakili oleh sistem tatakelola zakat berwujud Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) untuk level nasional atau Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) untuk level daerah, di bawah kuasa aparat pemerintah, sementara komunitas diwakili oleh sistem tatakelola zakat berwujud LAZ berbasis masjid dan surau/langgar, serta pondok pesantren/madrasah di bawah kuasa kelembagaan kiyai melalui perangkat ulamanya. Sementara swasta diwakili oleh kelembagaan ekonomi swasta dengan tatakelola zakat berwujud LAZ swasta berbasis perusahaan/ industri di bawah kuasa pengetahuan manajemen industri dengan pemangku kuasanya adalah elit perusahaan Struktur Kuasa Pengetahuan Zakat Mengamati struktur kuasa pengetahuan zakat pada tiga sistem tatakelola zakat (berbasis komunitas, negara dan industri swasta) ditemukan bahwa pada tiga sistem tatakelola tersebut ditemukan struktur kuasa pengetahuan yang berbeda. Pada sistem tatakelola berbasis komunitas struktur kuasa pengetahuan berada pada tiga level, yaitu : Level pertama adalah kuasa pengetahuan zakat sebagai ajaran agama berada dalam pangkuan agamawan dan berpusat pada masjid, dan madrasah. Level kedua, kuasa pengetahuan ketatakelolaan yang diletakkan pada amil yang juga terkadang berada ditangan agamawan atau sekelompok orang yang ditunjuk oleh agamawan. Pada level ketiga adalah kuasa pengetahuan tentang distribusi berada dalam kuasa agamawan, amil atau muzakki secara individu yang diakui berhak atas memilih menyalurkan sendiri atau menyalurkan lewat amil zakat komunitas. Meski teridentifikasi struktur kuasa memiliki tiga level, namun sesungguhnya sentralnya ada pada satu titik yaitu kuasa agamawan lokal sebagai pemangku kuasa pengetahuan tertinggi. Sementara pada sistem tatakelola berbasis negara, struktur kuasa pengetahuan berada pada dua level, yaitu: level pertama adalah kuasa pengetahuan zakat sebagai ajaran yang diletakkan pada kuasa agamawan negara. Pada level kedua adalah kuasa pengetahuan tatakelola yang diletakkan pada kuasa aparatur negara yang ditugaskan dalam Badan Amil Zakat Daerah

7 120 untuk Provinsi Jambi. Muzakki dan mustahik berada pada level yang tidak memiliki kuasa kecuali hanya mematuhi agamawan negara dan aparat BAZDA. Kuasa tertinggi disini berada pada kuasa aparatur negara sebagai aparat BAZDA yang diakui oleh pemerintah. Agamawan diluar pemerintah hampir tidak diberikan hak kuasa dalam berbicara tentang zakat. Hal yang sama juga ditemukan pada sistem tatakelola zakat berbasis swasta pada LAZ-SP. Kuasa pengetahuan berada pada dua level kuasa, yaitu: pada level pertama sabagai pemangku kuasa pengetahuan zakat sebagai ajaran agama berada agamawan perusahaan atau agamawan negara (MUI) sebagai penguasa fatwa zakat. Sedangkan pada level kedua adalah pemangku kuasa tatakelola yang dipangku oleh pihak manajemen perusahaan yang ditempatkan sebagai pengurus LAZ-SP. Karyawan sebagai muzakki dan masyarakat miskin sekitar perusahaan sebagai mustahik hampir tidak memiliki kekuasan dalam wacana dan tatakelola zakat di sana. Kuasa agamawan lokal pada sistem tatakelola zakat komunitas, kuasa agamawan negara pada BAZDA dan agamawan perusahaan pada LAZ-SP memang merupakan pemangku kuasa pengetahuan zakat sebagai ajaran agama, namun kuasa agamawan lokal pada LAZ komunitas jauh lebih luas dibanding kuasa agamawan negara pada BAZDA dan agamawan perusahaan pada LAZ-SP. Agamawan lokal pada LAZ komunitas menjangkau hingga pada pengetahuan tentang tatakelola, sementara pada BAZDA dan LAZ-SP, kuasa agamawan hanya terbatas pada kuasa pengetahuan zakat sebagai ajaran agama dan berperan menfatwakan zakat dalam koridor ajaran agama saja. Sementara kuasa pengetahuan manajemen tatakelola berada dalam kuasa aparat negara pada BAZDA dan manajeman perusahaan pada LAZ-SP Kuasa Pengetahuan Zakat dalam LAZ Komunitas Kuasa pengetahuan zakat komunitas di Kabupaten Tanjung Jabung Timur khususnya di Desa Simburnaik, ditemukan dalam kelembagaan kiyai dan masjid. Pada wawancara mendalam dengan beberapa informan di lokasi ditemukan informasi yang menunjukkan bahwa di sana kuasa pengetahuan agama dan pengetahuan lokal saling bersentuhan dan bekerja membentuk konstruksi sosial kuasa pengetahuan zakat. Informasi persentuhan kuasa pengetahuan diperoleh dalam beberapa wawancara dipetik pada box

8 121 Box Kuasa Sosialisasi Pengetahuan Zakat Dalam Komunitas Desa SBN salah satu desa di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi yang telah melakukan pengelolaan zakat berbasis komunitas sejak lama. Zakat di desa ini dikelola di masjid oleh imam masjid, bersama dengan kepala desa dan pemuka masyarakat. Imam yang dikenal dengan panrita atau puang imang (bugis), tuan guru, Imam atau Buya (Melayu) dan Kiyai (Jawa) sebagai pemangku kuasa pengetahuan agama dan berhak menerima, mengelola dan menyalurkan zakat kepada muzakki dengan berpedoman pada kitab-kitab fiqh. Imam dibantu oleh guru agama atau guru ngaji dan anak mengaji atau Remaja Masjid. Bagaimana mengelola mengikuti tatacara masa lalu yang telah menjadi tradisi. Terlihat dengan munculnya sanro (tabib/ dukun bayi) sebagai penerima zakat yang tidak ada dalam ajaran agama. Kepala desa yang juga dikenal dengan istilah Datuk, atau Pangulu, membantu imam dengan cara memberikan dukungan dan kepercayaan penuh untuk mengelola zakat. Kepala desa juga membantu menghimbau masyarakat untuk berzakat di masjid dan memberikan data-data orang miskin di desa untuk dijadikan mustahik yang biasanya terlebih dahulu disesuaikan dengan informasi dari Ketua RT atau adakalanya imam meminta bantuan para ketua RT untuk mendata orang-orang miskin di lingkungannya untuk dimasukkan dalam data mustahik. Pemuka masyarakat atau pemuka adat yang biasanya disebut dengan tau matoa, orang tuo, orang adat, atau tuo-tuo tengganai (biasanya terdiri dari tokoh kharismatik dan orang kaya desa) juga terlibat dalam pengelolaan zakat di desa. Tokoh kharismatik terlibat selalu sebagai pendamping imam masjid yang biasanya selalu berkomunikasi dengan imam dalam hal mencari cara yang baik, yang cocok dan sesuai dengan budaya kampung. imam dan tuo-tuo tengganai selalu berkomunikasi dengan imam masjid tentang cara mengumpulkan, menyalurkan dan kemana saja zakat digunakan. Orang kaya desa, selalu membantu imam dengan menjadi muzakki dan mempengaruhi yang lainnya untuk berzakat di masjid. Masjid dikonstruksi sebagai lembaga yang disucikan dengan struktur kuasa ruang di bawah pangkuan agamawan. Di masjid agamawan dikenal sebagai panrita (ulama), puang imang (imam), tuan guru (guru agama), buya, atau kiyai, didaulat sebagai yang suci, yang mulia, dipercaya memiliki kedekatan hubungan dengan Allah SWT dan dipercaya memiliki kemampuan luar biasa untuk menyelamatkan ummat dengan ritual doa, sehingga tak jarang dilekatkan peran tabib padanya sebagai perwujudan seorang wali (Beatty and Middleton, 1969). Seorang imam 15 atau agamawan di masjid memiliki legitimasi publik sebagai sosok yang diberikan hak kuasa sepenuhnya oleh ummat dalam ruang agama hingga ruang sosial. Masjid dikonstruksi sebagai lembaga yang mengatur ruang sosial beragama, dan menempatkan sang imam pada struktur yang berkuasa dalam pengetahuan agama dan ritual ibadah. Melalui masjid sang imam diberi kuasa sebagai memimpin ritual, membentuk dan mengarahkan prilaku sosial dan beragama masyarakat. Kuasa pengetahuan diletakkan pada hak kuasa menggunakan mimbar masjid untuk menyuarakan wacana agama dan keberagamaan. Mimbar sebagai simbol kuasa pengetahuan agama dan menjadi 15 Imâm berarti orang yang diikuti, baik sebagai kepala, jalan, atau sesuatu yang membuat lurus dan memperbaiki perkara. Selain itu, ia juga bisa berarti Al-Qur an, Nabi Muhammad, khalifah, panglima tentara, pemipin agama, ulama dan sebagainya. Imam juga bisa bermakna: maju ke depan, petunjuk dan bimbingan, kepantasan seseorang menjadi uswah hasanah, dan kepemimpinan (Mubarok, 2009)

9 122 tempat di mana pengetahuan agama disosialisasikan, dan yang mempunyai hak kuasa mimbar hanyalah orang yakini memiliki pengetahuan agama. Wacana zakat disini oleh agamawan disalurkan melalui mimbar masjid dan majelis taklim, sebagai ajaran agama yang diwajibkan dengan mengatasnamakan wahyu suci dari Allah SWT. Agamawan disini menyatakan dirinya hanya sebagai penyampai pesan-pesan suci dari wahyu Allah karena memikul tanggungjawab suci sebagai pewaris kenabian. Statemen-statemen yang terlontar menggunakan konsep wahyu, tanggungjawab suci, dan sebagai pewaris kenabian, memiliki kekuatan dan memberikan justifikasi pada agamawan sebagai orang yang benar dan layak dipatuhi. Pada mimbar ini juga wacana zakat disuarakan dan digambarkan sebagai perintah wajib yang dikaitkan dengan konsekwensi-konsekwensi logis kepatuhan dan penolakan dengan statemen: dosa dan pahala, kekufuran dan kepatuhan, wujud syukur dan kesombongan. Semua statemen-statemen tersebut memiliki kekuatan mengarahkan dan menundukkan ummat, sehingga agamawan dihormati dan dipatuhi karena kepiawaiannya menuturkan wahyu sehingga dikonstruksi sebagai sosok yang memiliki pengetahuan zakat (agama) yang luas (agamawan) serta sebagai sosok yang suci dan memiliki kedekatan relasi dengan Allah karena sebagai pewaris kenabian. Proses terbangunnya kuasa agamawan dalam ruang wacana zakat, berawal dari bangunan logika bahwa zakat adalah ajaran agama, maka sebagai ajaran agama, selayaknya kuasa atas wacana zakat dan kelembagaanya berada dalam ruang kuasa agamawan. Kekuasaan agamawan tersebut terbangun melalui proses seleksi sosial yang ketat dan melalui adaptasi terhadap normanorma sosial yang menjadi batasan moral masyarakat. Disini seorang agamawan mengikuti tuntutan-tuntutan nilai, norma dan membangun simbolsimbol moralitas sebagai sosok yang suci, berpengetahuan luas dan memiliki integritas moral yang baik dan mulia. Membangun kuasa, agamawan selalu bercirikan jubah gamis atau sarung, kopiah putih, sorban dan tasbih sebagai simbol keshalehan membangun kesucian. Dekat dengan masjid, mengajar mengaji dan membaca kitab kuning, 16 selalu memberikan ceramah-ceramah 16 Kitab kuning : kitab kelasih dalam bahasa arab yang dikarang oleh ulama terdahulu dengan ciri tanpa baca yang sangat terbatas.

10 123 agama melalui mimbar masjid atau pengajian-pengajian di luar masjid sebagai simbol ketaatan dan luasnya pengetahuan agama. Struktur kuasa zakat, terkonstruksi dalam tiga level kuasa, yaitu: amil sebagai penguasa tatakelola, muzakki sebagai pemegang sumberdaya zakat dan mustahik sebagai penguasa hasil zakat. Amil oleh komunitas dikonstruksi sebagai sosok yang mendapatkan hak kuasa atas tatakelola zakat melalui pesan-pesan wahyu. Karena zakat dipercaya sebagai ajaran murni agama yang bersumber dari wahyu, yang awalnya berada dalam hak kuasa Nabi Muhammad. SAW, maka hak tatakelola zakat di serahkan pada agamawan yang sebelumnya telah dikonstruksi sebagai pewaris kenabian. Zakat oleh agamawan dibawa ke masjid sebagai ruang pembatas terhadap sentuhan kuasa dari luar struktur masjid. Menjadikan masjid sebagai ruang, di mana lembaga zakat dipusatkan dalam komunitas, adalah bentuk penguatan kuasa agamawan dan menjadi justifikasi atas suci dan murninya misi kelembagaan zakat ditangan amil komunitas. Fenomena zakat berbasis masjid di bawah kuasa agamawan sebagai amil, bagi anggota komunitas dibaca sebagai satu sistem sosial keberagamaan yang tak terpisahkan. Agamawan, zakat, dan masjid dikonstruksi sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan karena ketiganya saling melengkapi. Agamawan sebagai pemimpin agama, zakat sebagai sumber dana penguatan ajaran agama dan masjid sebagai arena netral di mana agama dibangun, dikokohkan dan kembangkan. Masjid menjadi tempat pengelolaan zakat, berproses dengan melalui tiga momen penting konstruksi sosial kuasa zakat. Momen objektivasi, internalisasi dan eksternalisasi secara simultan (Berger, 1990). Berawal dari masjid zakat terlembaga dan menjadi fenomena interaksi sosial secara intersubjektif amil, muzakki dan mustahik serta masyarakat luas dan terinstitusionalisasikan dalam dunia sosial zakat. Dalam struktur masjid pulalah momen internalisasi berlangsung ketika anggota komunitas mengidentifikasi diri dengan lembaga zakat komunitas dan memahami atau menafsirkan, hingga kemudian momen eksternalisasi sebagai proses penyesuaian diri dengan lembaga zakat sesuai yang ia tafsirkan sebagai dunia sosial kultural yang diproduksinya bersama komunitas tersebut. Agamawan di masjid dikonstruksi sebagai pemangku kuasa tunggal dalam agama termasuk kuasa pengetahuan zakat. Agamawan memiliki

11 124 hak kuasa penuh dalam membangun dan membentuk pengetahuan zakat, hingga mengarahkan dan menilai tindakan zakat masyarakat komunitas. Muzakki merupakan bagian dari struktur kelembagaan zakat, yang mengkonstruksi diri dan dikonstruksi sebagai kelompok orang dikenali berkewajiban untuk berzakat, karena kesejahteraannya yang lebih baik. Konstruksi tentang muzakki dibangun oleh agamawan dalam masyarakat komunitas melalui proses internalisasi ketika dakwah disuarakan. Seruan agamawan di cerna dan kemudian di tafsirkan dalam proses reflektif dalam momen eksternalisasi hingga kemudian melalui momen objektivasi dalam wujud tindakan berzakat yang melembaga dalam komunitas. Fenomena zakat terbangun dalam sedemikian rupa dalam konstruksi sosial sebagai satu fenomena objektif yang terus akan mengalami perkembangan penafsiran dalam proses internanalisasi dan eksternalisasi. Fenomena zakat akan mengalami perubahan ketika terjadi proses eksternalisasi (penafsiran) ummat yang mempertanyakan tradisi berzakat dan penafsiran zakat yang sudah mapan, ingin digantikan dengan tradisi dan penafsiran zakat yang baru sebagai rekonstruksi. Proses eksternalisasi sebagai momen yang selalu melahirkan perubahan, sangat dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan yang melekat dalam gagasan atau membatasi ruang gerak anggota masyarakat. Negara sebagai kekuatan yang mengatur anggota masyarakat secara inividual memiliki pengaruh yang paling dominan dalam proses eksternalisasi pemahaman dan pandangan terhadap zakat. Menggunakan pandangan Berger (1990) dalam memandang zakat dan konstruksi sosial pengetahuan zakat, maka zakat dalam tindakan tidak pernah menjadi produk akhir karena melembaganya zakat sebagai satu fenomena objektif menuju satu bentuk baru melalui momem internalisasi yang akan melahirkan satu yang baru melalui proses eksternalisasi, dan ini tak akan pernah terhenti dari aras individu yang selanjutnya akan melebar ke aras struktur secara terus-menerus. Artinya melembaganya zakat sebagai praktek sosial akan terus mengalami perubahan sejalan dengan perubahan aras gagasan dan penafsiran yang dipengaruhi oleh dinamika pengetahuan dan ini berlanjut tanpa henti. Relasi antara aktor dan pengetahuan dalam proses membangun konstruksi berfikir tentang zakat dalam komunitas terlihat dalam tabel 6 yang menggambarkan bagaimana relasi antara pengetahuan agama, sains modern

12 125 dan pengetahuan lokal dengan agamawan, birokrat desa dan pemuka adat komunitas. Tabel 6 : Relasi Aktor dengan Pengetahuan Zakat dalam LAZ Komunitas Pengetahuan Aktor Agama Sain Modern Pengetahuan lokal Agamawan Basis Utama Tantangan Sinergis Birokrat Desa Basis Moral Basis Utama Sinergis Pemuka Adat Basis Moral Tantangan Basis Utama Sumber : Data Lapang, 2008 (diolah) Pengetahuan agama, merupakan pengetahuan yang diakui dan difahami oleh komunitas sebagai pengetahuan yang bersumber dari wahyu yang di turunkan oleh Allah kepada Nabi-Nya dan kemudian menjadi basis utama pengetahuan bagi ulama. Nabi disini dikonstruksi sebagai pemangku kuasa ruang pengetahuan tertinggi, yang kemudian didelegasikan kepada ulama sebagai pewaris tunggal yang sekaligus dikonstruksi mewarisi beberapa kemuliaan kenabian. Dari sini ulama dipercaya ummat memiliki hak penuh untuk menjelaskan, mengembangkan dan mengarahkan serta mengontrol ruang pengetahuan dan prilaku ummat dalam beragama. Ulama kemudian menjadi sosok yang dipatuhi dan dikonstruksi ummat sebagai sosok yang selalu suci, mulia dan benar, dan sabdanya mewakili suara Tuhan. Pengetahuan modern oleh ulama dianggap sebagai tantangan dan harus dijinakkan dalam kerangka nilai agama, sementara pengetahuan lokal selalu disinergiskan dengan pengetahuan agama. Birokrat desa yang dipimpin oleh kepala desa dan dikenal sebagai Datuk, atau Penghulu, merupakan sosok elit desa yang menjadi pemangku kuasa administrasi dan birokrasi desa. Mereka ini menjadi pengetahuan agama sebagai basis moral, pengetahuan modern sebagai basis utama dan mensinergiskan pengetahuan lokal dengan kedua pengetahuan sebelumnya. Sang datuk atau penghulu di masjid merupakan struktur yang memberikan legalitas formal atas kekuasa sang imam dari luar masjid. Di sana seorang datuk tunduk pada kuasa sang imam dalam ruang kuasa pengetahuan zakat. Legalitas kuasa sang datuk terhadap kuasa sang imam memperkokoh kedudukan sang imam di masjid dan terhadap zakat, dan sebaliknya sang datuk sebagai pemimpin desa karena kedekatannya dengan sang imam secara bersamaan juga mendapatkan

13 126 legitimasi moral. Akibatnya sang datuk dikonstruksi sebagai pemimpin desa yang agamis dan mendapatkan legitimasi sang imam sebagai pemimpin yang baik dan taat. Legitimasi sang imam terhadap kuasa adminsitrasi dari sang datuk tidak memberikan ruang kuasa bagi sang datuk pada struktur kuasa masjid dalam kaitannya dengan zakat, karena terbatasi oleh kuasa pengetahuan agama yang hanya berada dalam kuasa agamawan. Pengetahuan modern (science), dianggap sebagai pengetahuan duniawi sebagai hasil kreasi manusia dan menjadi panduan duniawi. Pengetahuan ini dalam tatakekola zakat menjadi basis utama bagi birokrat desa. Pengetahuan ini oleh birokrat desa dijadikan basis pengetahuan utama pada ruang birokrasi pemerintahan desa hadir sebagai pengetahuan yang dititipkan/disalurkan lewat sistem pemerintahan dari pusat sampai ke desa. Sang datuk sebagai pemimpin desa memangku ruang kuasa administrasi dan birokrasi desa dengan dukungan legalitas formal di bawah legitimasi negara. Disini sains menundukkan dan mengarahkan masyarakat melalui sistem administrasi dan birokrasi desa. Oleh karena itu persentuhan kuasa sang datuk dan kuasa sang imam dalam tatakelola zakat selalu pada wilayah administrasi muzakki dan mustahik. Persentuhan sang imam dan sang datuk disini tak jarang ada tarik menarik dalam menentukan muzakki dan mustahik. Sang datuk dengan logika administrasi pemerintahan dan sang imam dengan logika ajaran agama. Namun karena konstruksi pengetahuan zakat komunitas cenderung lebih menilai ruang kuasa tatakelola zakat merupakan bagian dari ruang kuasa pengetahuan agama dan imam lebih berkuasa di sana sehingga imam selalu menjadi pemenang. Akhir dari tarik menarik antara kedua elit desa tersebut, sang datuk memilih mendukung sang imam dan memberikan ruang kuasa yang luas. Sang datuk memilih menghindari berbenturan dengan sang imam karena tidak ingin berhadapan dengan ummat atau jama ah masjid yang memiliki kepatuhan dan kesetiaan yang kental terhadap sang imam. Relasi simbiosis mutualis antara imam dan datuk bisa muncul dan saling meligitimasi. Imam sebagai pemangku kuasa pengetahuan zakat memberikan legitimasi moral atas kuasa datuk dalam ruang pengetahuan administrasi dan birokrasi pemerintahan, begitu pula sebaliknya. Pengetahuan lokal (Local Knowledge) oleh komunitas lebih dikenal sebagai adat istiadat atau Adê. Pengetahuan ini difahami pemandu kehidupan sosial

14 127 secara umum dalam konteks hidup bermasyarakat dalam satu komunitas. Pemangku kuasa pengetahuan ini adalah elit adat desa (tuo-tuo tengganai). Elit adat dengan pengetahuan lokal menguasai ruang kehidupan sosial sebagai pengontrol moral masyarakat bersama dan di bawah kuasa ulama (agamawan). Penundukan ini merupakan hasil dari penundukan agama terhadap adat. Antara agama dan adat selalu harus bersinergi namun adat tunduk di bawah kuasa agama. Pepatah adat Jambi yang menyatakan bahwa Adat bersendi Syara, Syara bersendi kitabullah (adat berpedoman dengan agama dan agama berpedoman dengan Kitab Suci). Pemuka masyarakat atau pemuka adat disebut dengan tau matoa, orang tuo, orang adat, atau tuo-tuo tengganai, dalam ruang tatakelola zakat menjadi pendamping sang imam sebagai tokoh kharismatik desa. Tuo-tuo tengganai yang menguasai ruang pengetahuan lokal sebagai pengawal adat desa, terlibat dalam ruang tatakelola zakat komunitas dan mengarahkan prilaku berzakat dalam kaitannya dengan adat dan budaya lokal. Disini tradisi selalu muncul dengan ciri khas yang berbeda, dan tak jarang tidak dikenal dalam wacana pengetahuan agama, misalnya memunculkan dukun bayi dan tabib desa sebagai orang berhak menerima zakat. Pengetahuan agama dan pengetahuan lokal bersinergis disini melalui proses sintesis. Pemuka adat (tuo-tuo tengganai) memandang pengetahuan agama sebagai landasan moral tertinggi dalam bertindak dan berperilaku, sehingga budaya selayaknya menyesuaikan diri dan tunduk dengan agama. Sementara itu pengetahuan modern dilihat sebagai pengetahuan baru untuk menunjang pengetahuan agama dan adat khususnya yang terkait dengan materi, namun harus tunduk di bawah kontrol adat dan agama, dan dianggap bisa mengancam nilai dan norma sosial. Oleh sebab itu, haruslah disaring agar dijinakkan dan ditundukkan dalam ruang adat dan agama. Bagi ulama, sains merupakan pengetahuan baru yang dilihat sebagai tantangan dan sering sebut sebagai ilmu duniawi sebagai lawan ilmu ukhrawi yang dipakai untuk menamai ilmu agama. Sain dianggap sebagai tantangan bagi eksistensi pengetahuan agama. Sains dilihat sebagai pengetahuan yang berorientasi duniawi dan mengabaikan ukrawi, membiarkan sains menjadi landasan utama hidup manusia, membuat manusia akan tersesat dan mengabaikan dimensi ukhrawi. Oleh sebab itu maka ilmu agama menjadi filter

15 128 atas sains atau perlu internalisasi nilai agama agar bersinergis dengan agama. Sementara adat dan budaya (pengetahuan lokal), merupakan pengetahuan yang mengakar dalam kehidupan masyarakat sebagai adat istiadat yang diperoleh secara turun temurun dan dijadikan pedoman hidup. Oleh ulama, pengetahuan ini disinergiskan dengan agama, dan diakui sebagai uruf, diterima sepenuhnya manakala tidak bertentangan dengan agama. Pengetahuan agama bagi birokrat desa merupakan pengetahuan yang menjadi pedoman hidup beragama dan menjadi batasan nilai dalam ruang yang luas, sehingga nilai agama menjadi pedoman nilai dalam bertindak. Sementara pengetahuan lokal (local knowledge) dianggap sebagai warisan leluhur yang menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat. Adat dan budaya bagi birokrat desa merupakan basis normatif dan bersama agama dalam kehidupan sosial. Bertemunya tiga pengetahuan dan pemangku kuasanya dalam tatakelola zakat komunitas melahirkan tiga konstruksi sosial atas kuasa pengetahuan zakat yang berbeda, yaitu: pertama, konstruksi pengetahuan zakat bangunan ulama, yang memandang bahwa zakat dan tatakelolanya harus tunduk dalam pengetahuan atau ajaran agama, berada dalam kekuasaan agamawan, hasilnya untuk penguatan ajaran dan pembiayaan syiar agama dan pengelolaannya berpusat pada masjid/surau/langgar dan madrasah atau secara perorangan oleh amil dari ulama. kedua, konstruksi pengetahuan zakat bangunan birokrat desa, yang memandang bahwa zakat merupakan praktek beragama yang erat kaitannya dengan kemiskinan dan pemberdayaan komunitas, makanya tatakelola zakat sebaiknya bersinegis dengan pemerintahan desa. Ketiga, konstruksi pengetahuan yang dibangun oleh elit adat bahwa pengelolaan zakat harusnya sesuai dengan adat dan budaya setempat, yang menempatkan zakat sejalan dengan kedermawanan dan kepedulian sosial orang kuat kepada yang lemah. Karena itu secara individu boleh menyalurkan sendiri zakatnya kepada yang diinginkan, seperti yang dilakukan oleh para ponggawa atau toke. Pertemuan ketiga pengetahuan tersebut membentuk relasi saling merajut dalam bentuk sintesis dan melalui proses negosiasi, meski tak jarang terjadi benturan dalam relasi saling menundukkan dan meniadakan. Sintesis selalu menjadi ciri relasi antara ruang pengetahuan agama dan pengetahuan lokal dengan memunculkan konsep uruf yang mempertautkan agama dan budaya. Pertemuan sains dan pengetahuan lokal berwujud negosisasi. Sementara ruang

16 129 sains dan ruang pengetahuan agama selalu berbenturan dalam konsep ukhrawi dan duniawi, sehingga harus ada penundukkan terhadap yang lainnya dan pemenangnya selalu sains. Tabel 7 : Relasi antar Pengetahuan dalam LAZ Komunitas Pengetahuan Agama Sain Modern Local Knowledge Agama --- Benturan Sintesis Sain Modern Benturan -- Negosiasi Lokal Knowledge Sintesis Negosiasi --- Sumber : Data primer, 2008 (Diolah) Pada tabel 7 terlihat bahwa relasi antara pengetahuan agama dan sains modern selalu berbenturan sementara antara pengetahuan agama dan pengetahuan lokal selalu mengalami sintesis. Pengetahuan agama dan sains selalu dibenturkan karena selalu dianggap memiliki perbedaan logika dimana agama mendahulukan rasionalitas nilai sementara sains lebih pada logika yang menekankan rasionalitas tujuan. Relasi yang bersintesis antara pengetahuan agama dan pengetahuan lokal sebagai akibat dari adanya konsep uruf (adat kebiasaan yang diterima dalam agama dan diakui sebagai sumber hukum dalam fiqh). Berbeda dengan relasi antara sains modern dan pengetahuan lokal, keduanya selalu melalui proses negosiasi, artinya bahwa manakala pengetahuan lokal memberikan efek positif dan bisa sinergis dengan sains modern maka keduanya bisa disandingkan secara bersamaan dalam satu waktu, namun dalam banyak hal selalu pengetahuan lokal ditundukkan dan terpinggirkan dan dianggap tidak rasional dalam kerangka logika sains modern. Pada praktek tatakelola zakat komunitas, ketiga pengetahuan dengan ruang kuasa masing-masing, bekerja dengan sangat dinamis. Agamawan dengan pengetahuan agamanya mendominasi dan praktek tatakelola zakat dalam banyak hal. Pengetahuan agama menjadi sentral dan patokan nilai, dan mewarnai sistem tatakelola dengan sangat dominan, sementara sains modern selalu diposisikan pada posisi pinggiran karena dianggap menjadi tantangan bagi logika pengetahuan agama. Pengetahuan lokal disini malah mendapatkan posisi yang cukup baik dengan bersintetis dengan pengetahaun agama sebagai adat istiadat dalam kerangka fiqh yang dikenal dengan konsep uruf.

17 Kuasa Pengetahuan dalam BAZDA Jambi. Badan Amil Zakat Daerah sebagai salah satu lembaga yang hadir dalam wacana tatakelola zakat, di dalamnya bekerja aktor berbasis pengetahuan dalam proses pembentukan wacana zakat sekaligus membangun kuasa pengetahuan, yaitu kuasa pengetahuan agama yang diwakili oleh kehadiran agamawan, dan kuasa pengetahuan modern yang diwakili oleh kehadiran birokrat dan akademisi. Fenomena tersebut tergambar dalam data-data lapangan yang diperoleh dari keterangan dan pengakuan informan yang dikutip secara ringkas dalam box Box : Kuasa Pengetahuan Dalam BAZDA Provinsi Jambi Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Provinsi Jambi dengan SK Gubernur No 266 tahun 2001, sebagai pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah daerah, aktornya diisi oleh tiga unsur, yaitu : unsur pemerintah (pemerintah daerah dan Depag), unsur ulama (MUI), unsur tokoh masyarakat (perguruan tinggi). Aktor yang terlibat dalam tatakelola zakat pada Badan Amil Zakat Provinsi Jambi terdiri dari unsur pemerintah daerah (Gubernur, Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah, Biro Kesos, Kanwil Depag dan Staf lainya, serta Para akademisi dari Perguruan Tinggi Agama dan Umum). Pada tahap awal terbentuknya BAZDA ketua pelaksana harian dipercayakan kepada KH. Said Magwie, BA., yang merupakan pensiunan dari Peradilan Agama Provinsi Jambi dengan sekretaris ex-offisio kepala bidang zakat dan wakaf Kanwil Depag Provinsi Jambi, dengan staf yang dari Pemerintah Daerah, Kanwil Depag dan Perguruan Tinggi. Perkembangan berikutnya terjadi perubahan yang cukup besar. Di mana ketua pelaksana harian secara ex-officio dipegang oleh pejabat Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jambi untuk BAZDA Provinsi dan Sekda Kota/kabaten untuk BAZDA Kota/Kabupaten. Formasi ini berlaku hingga ke kecamatan sehingga BAZDA Kacamatan diketuai oleh Sekretaris Kecamatan (Sekcam). Unsur Perguruan Tinggi agama dan Departemen Agama atau pensiunan salah satunya, selalu merupakan perwakilan dari unsur ulama yang dijadikan pengawal dan rujukan dalam wacana zakat dalam kaitannya dengan ajaran agama. Mereka menjadi pengurus BAZDA dengan tugas yang cenderung berbicara tentang tatakelola zakat dalam kaitannya dengan agama. Namun yang agaknya menjadi menarik adalah: bahwa wacana zakat dalam konteks agama selalu muncul sejalan dengan wacana pembangunan yang selalu dimunculkan oleh pemerintah daerah. Disini terlihat adanya gejala bahwa agamawan/ulama di BAZDA menjadi pendukung program pembangunan pemerintah dalam kaitannya dengan wacana zakat. Unsur Pemerintah Daerah dalam BAZDA Provinsi Jambi menempati tempat dominan dimana disemua bagian aktornya selalu tekait (karyawan pemda atau pensiunan pemda). Disini mereka selalu ditempatkan pada posisi yang superior dengan memegang jabatan penting (seperti Ketua Dewan Pertimbangan oleh Pejabat Gubernur, Komisi Pengawas oleh Wakil Gubernur hingga Ketua pelaksana Harian oleh Sekretaris Daerah (Sekda). BAZDA sebagai lembaga tatakelola zakat milik pemerintah, di dalamnya bekerja aktor-aktor yang mewakili pemerintah dan bekerja sebagai aparat. Mereka bekerja dengan basis pengetahuan modern yang telah terinternalisasi dalam ruang gagasan dan tereksternalisasi ke ruang sosial. Mereka mengkonstruksi zakat sebagai fenomena beragama dan bernegara berbasis pengetahuan dalam ruang kognitifnya yang telah terekam dengan sistem pengetahuan politik dan ekonomi pemerintahan. Tatakelola zakat dipandang dalam kerangka sistem pemerintahan dengan logika birokrasi sehingga zakat dalam kerangka logika pemerintahan yang disamakan dengan fenomena birokrasi pemerintahan. Akibatnya zakat melekat dalam kuasa birokrasi, dengan

18 131 amil yang dilekatkan pada kuasa pemerintah, sementara muzakki dan mustahik dipandang sebagai orang yang harus tunduk dan patuh norma birokrasi pemerintah sebagai warga negara. Zakat oleh aparat dipandang sebagai fenomena beragama yang kuasa pengaturannya berada dalam ruang kuasa negara berbasis manajemen pemerintahan. Agamawan sebagai pemangku kuasa sebelumnya, disini hanya diposisikan sebagai pengawal moral dan justifikasi atas nilai spiritual zakat. Relasi kuasa terbangun sangat hierarkis antara amil dan muzakki, sedangkan antara amil dan mustahik lebih diwarnai oleh relasi patronase dalam kerangka relasi aparat dan rakyat lemah. Amil sebagai yang superior, sementara muzakki dan mustahik menjadi sangat inferior, termarjinalkan dan bahkan tereksploitasi secara sistemik dalam ruang kuasa birokrasi. Wacana zakat dalam tatakelola negara dibangun melalui lembaga pendidikan negara oleh para aparat negara yang bekerja pada semua lembaga pendidikan dengan mengajarkan bagaimana zakat seharusnya di kelola dengan menggunakan kekuatan negara agar mencapai tujuan yang maksimal dalam mengatasi persoalan kemiskinan. Agamawan yang muncul mengajarkan ajaran zakat dan tatakelolanya disini, menjalankan tugasnya lebih sebagai aparat pemerintah yang menjalankan fungsinya sebagai pengajar dan penyiar agama yang dilegitimasi oleh negara. Mereka ini sebagai pegawai negara atau sebagai agamawan yang mewakili negara sebagai agamawan pro negara. Konstruksi sosial atas kuasa zakat dalam ruang negara memandang zakat sebagai sumberdaya bagi negara dan dijadikan instrumen dalam sistem pemerintahan untuk mewujudkan negara yang aman, damai dan sejahtera. Konstruksi ini muncul melalui proses objektivasi zakat dalam ruang yang kemudian dipandang oleh aparat negara sebagai sumberdaya yang dalam proses internalisasi dan eksternalisasi melalui pergulatan kuasa pengetahuan dalam ruang gagasan secara individu dan melahirkan gagasan sebagai produksi dari kuasa pengetahuan dominan pada aras kognitif sang aparat. Gagasan hasil eksternalisasi terlepas keluar melembaga dan bermain dalam ruang publik membentuk wacana dan bekerja dalam ruang diskursus zakat dalam kontrol pengetahuan dominan. Statemen-statemen muncul dalam diskursus zakat berbentuk aturan-aturan dalam satu rentang historis yang melibatkan disiplin, institusi dan aparat yang

19 132 mengisolasim mendefinisi dan memproduksi zakat dan pengetahuan zakat yang sekaligus merupakan aturan sosial yang menetapkan tatacara yang dapat diterima dalam memperbincangkan, menulis dan bertindak terkait dengan zakat. Kekuasaan disini diproduksi melalui tiga momen terbangunnya konstruksi sosial ala Bergerian (1966), yaitu momen objektivasi, sebagai momen ketika proses interaksi sosial struktur kuasa zakat dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau terinstitusionalisasi dalam bentuk lembaga zakat, berlanjut kemudian pada momen internalisasi yang terjadi pada saat individu mengidentifikasi dirinya secara subjektif dengan lembaga zakat di mana mereka menjadi anggota masyarakat. Proses internalisasi ini merupakan proses paling penting dalam membangun kekuasaan, karena disini lah gagasan ditanamkan pada ruang kognitif yang selanjutnya masuk dalam momen eksternalisasi. Pada momen eksternalisasi terbentuk gagasan yang menguasai melalui proses penyesuaian diri oleh individu-individu dengan dunia sosial zakat yang dibangun sebagai produk manusia dalam bentuk penafsiran dan pelembagaan baru. Strategi kuasa dan bekerjanya pengetahuan ala Foucault (1980) berada pada saat menjelma sebagai aparat, manipulasi relasi kekuatan tertentu terjadi dan menggiring ke arah tertentu, memblokir, menstabilkan, memanfaatkan, dan sebagainya, melalui proses objektivasi, internalisasi dan eksternalisasi tanpa henti ala Bergerian (1966). Aparat selalu berada dalam permainan kekuasaan sekaligus berkaitan dengan koordinat pengetahuan tertentu yang terus berdialektik dalam tiga momen sebagai proses terbangunnya konstruksi sosial atas realitas. Jadi, inilah isi aparat: strategi-strategi dan relasi-relasi kekuasaan yang mendukung dan didukung oleh jenis-jenis pengetahuan tertentu (Foucault, 2002). Tujuan kekuasaan adalah memberi struktur-struktur pada pelembagaan zakat dalam masyarakat. Pada titik ini, yang selalu rentan terhadap perubahan. Struktur-struktur kegiatan itu berwujud institusionalisasi kekuasaan, yaitu keseluruhan struktur hukum dan politik serta aturan-aturan sosial yang melanggengkan suatu dominasi dan menjamin reproduksi kepatuhan dan pengetahuan disini menyatakan diri sebagai yang obyektif untuk pelanggengan kelembagaan zakat. Kekuasaan tidak bisa dilepaskan dari pengetahuan, karena kekuasaan dilaksanakan bukan berawal dari perjuangan, pembatasan, atau larangan, tetapi melalui manajemen, dan bangunan wacana yang diojektivasikan, langsung teriternalisasikan dan kemudian tereksternalisasi. Keilmiahan baru

20 133 terbentuk menjadi kriteria ukuran kebenaran ketika telah melalui objektivasi, internalisasi dan eksternalisasi, momen ini sangat penting sebagai proses produksi dan reproduksi kebenaran yang diakui dan menguasai individu-individu sekaligus menjadi alat kekuasaan individu di mana-mana. Amil dalam ruang BAZDA, dikonstruksi sebagai yang berkuasa dan memiliki kekuatan memaksakan kehendak dengan kekuatan perangkat institusinya. Disini mereka bisa menekan dan bahkan memaksakan kehendak. Muzakki yang berada dalam ruang kuasa birokrasi pemerintahan sebagai pegawai dan karyawan juga memiliki kehendak dan keinginan untuk bisa berzakat sesuai dengan pemahaman dan pemaknaannya terhadap zakat, dan mereka mengkostruksi bahwa mereka memiliki hak atas zakat mereka, kemana mereka ingin salurkan, yang penting tersalur kepada yang berhak. Namun karena ada tekanan dalam birokrasi, maka mereka memilih mematuhi, meski kepatuhan mereka hanya sekedar kepatuhan semu yang hanya agar mereka diketahui berzakat atau paling tidak mereka berinfak. Oleh karenanya banyak ditemukan muzakki yang hanya mengisi kolom infak dalam tagihan zakat di instansi pemerintah daerah di Provinsi Jambi. Ada ketimpangan pengetahuan disini. Amil tunduk sepenuhnya dengan rezim pengetahuan bangunan negara, sementara muzakki hanya tunduk sebatas membangun pemaknaan dari atasan bahwa mereka berzakat di BAZDA. Karena mereka menganggap zakat sebagai hak kuasa mereka untuk menyalurkan, sehingga mereka melakukan tindakan kamuflase sehingga seakan tunduk dengan negara dan pada saat yang sama mereka juga tunduk dan melaksanakan tradisi berzakat cara komunitas. Bagaimanapun mereka memahami dan menafsirkan zakat sesungguhnya merupakan hasil dari tiga momen proses konstruksi sosial ala Berger. Pengetahuan siapa yang paling kuat dan mendominasi ruang gagasan mereka dalam proses internalisasi dan eksternalisasi, maka dia yang akan mewarnai konstruksi sosial zakat dan kuasanya dalam konstruksi muzakki. Sehingga disini terlihat bahwa muzakki masih tertaklukkan oleh rezim pengetahuan lokal yang bekerja pada tatakelola zakat komunitas, sementara pada rezim pengetahuan modern yang bekrja pada BAZDA hanya dipatuhi sebatas kamuflase. Mereka ini terjebak dalam dua rezim pengetahuan yang mengurungnya, menaklukkannya dan memaksanya secara sistemik dalam ruang logika tradisi dan birokrasi administrasi pemerintahan yang

21 134 diakui sebagai yang benar. Mereka mengikuti logika tradisi berzakat komunitas dengan berzakat pada LAZ Komunitas, sekaligus mencoba tunduk secara simbolik pada logika manajemen birokrasi BAZDA dengan berinfak. Mustahik sebagai kelompok yang berhak atas dana zakat, pada Bazda mereka ini tidak sepenuhnya berkuasa sebagaimana pada komunitas. Kekuasaan mereka diambil alih oleh para petugas amil yang membidangi pendistribusian dana zakat. Mustahik harus diseleksi oleh para amil yang bertugas dan sebelumnya diharuskan menunjukkan kelayakan mereka dalam bentuk dokumen resmi yang berasal dari aparat pemeritah, yang menerangkan kalau sanga mustahik adalah mustahik yang layak mendapatkan santunan dana zakat, barulah kemudian mereka dinyatakan berhak atas dana zakat. Disini terkadang muncul gejolak dari mustahik, karena mustahik disini masih tunduk pada konstruksi sosial bangunan komunitas atas hak kuasa manfaat dari dana zakat. Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Provinsi sebagai pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah daerah, aktornya terdiri dari tiga unsur masyarakat, yaitu: unsur pemerintah (Pemerintah Daerah dan Departemen agama), unsur masyarakat yang terdiri dari ulama (MUI), cendikiawan (Perguruan Tinggi). Namun jika disederhanakan hanya ada dua unsur pokok, yaitu : unsur pemerintahan dengan basis ruang kuasa pengetahuan administrasi dan pemerintahan, dan unsur masyarakat dari ulama daerah (MUI) bersama unsur cendikiawan, dengan basis ruang kuasa pengetahuan agama. Tokoh atau unsur masyarakat yang selalu dari kalangan perguruan tinggi atau pensiunan pegawai Negeri (PNS), birokrat atau terkadang ulama, karena mereka terkadang pensiunan birokrat pemerintah daerah (pemda) atau kalangan perguruan tinggi agama. Tabel 8 : Relasi Aktor dan Pengetahuan dalam Badan Amil Zakat Daerah Pengetahuan Aktor Agama Sain Modern Local Knowledge Agamawan Basis Utama Legitimasi Innovasi Birokrat Justifikasi Basis Utama Innovasi Akademisi (Tokoh Masyarakat) Justifikasi Basis Utama Innovasi Sumber : Data Lapang, 2008 (diolah) Relasi antara antor dan pengetahuan dalam proses membangun konstruksi berfikir tentang zakat di BAZDA terlihat dalam tabel 8 yang menggambarkan bagaimana relasi antara pengetahuan agama, sains modern

VIII KESIMPULAN DAN SARAN

VIII KESIMPULAN DAN SARAN VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Empirik 8.1.1. Konstruksi Pengetahuan Zakat Konstruksi pengetahuan zakat LAZ Komunitas, BAZDA, dan LAZ Swasta, merupakan hasil dari bekerjanya rezim pengetahuan

Lebih terperinci

KONSTRUKSI SOSIAL PENGETAHUAN DAN DINAMIKA RASIONALITAS AMIL ZAKAT KOMUNITAS: STUDI DI KOTA AMBON MALUKU

KONSTRUKSI SOSIAL PENGETAHUAN DAN DINAMIKA RASIONALITAS AMIL ZAKAT KOMUNITAS: STUDI DI KOTA AMBON MALUKU KONSTRUKSI SOSIAL PENGETAHUAN DAN DINAMIKA RASIONALITAS AMIL ZAKAT KOMUNITAS: STUDI DI KOTA AMBON MALUKU Subair 1 Abstract: The construction of community tithe knowledge is result from knowledge and power

Lebih terperinci

MAKNA SOSIAL ZAKAT DI KALANGAN MUZAKI KONVENSIONAL Difa Mukti Ahmad, S. Sos Universitas Airlangga

MAKNA SOSIAL ZAKAT DI KALANGAN MUZAKI KONVENSIONAL Difa Mukti Ahmad, S. Sos Universitas Airlangga MAKNA SOSIAL ZAKAT DI KALANGAN MUZAKI KONVENSIONAL Difa Mukti Ahmad, S. Sos Difamuktiahmad1980@gmail.com Universitas Airlangga PENDAHULUAN Zakat 1 merupakan salah satu pilar (rukun) yang sangat penting

Lebih terperinci

DINAMIKA RASIONALITAS TIGA LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT

DINAMIKA RASIONALITAS TIGA LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT VI DINAMIKA RASIONALITAS TIGA LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 6.1. Pendahuluan Foucault ketika membahas tentang kesadaran subjek, dalam masyarakat borjuis, Foucault mengikuti Weber. Bagi Foucault, subjek dipandang

Lebih terperinci

VII DINAMIKA KEPENTINGAN TIGA LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT

VII DINAMIKA KEPENTINGAN TIGA LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT VII DINAMIKA KEPENTINGAN TIGA LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 7.1. Pendahuluan Diskursus tatakelola zakat yang berkembang, berhujung pada lahirnya tiga model tatakelola zakat, yaitu : Tatakelola zakat berbasis

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQOH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQOH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQOH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa penunaian Zakat merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BUNGO, Menimbang : a. bahwa pembayaran zakat fitrah dan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Konstruksi sosial yang dibangun oleh warga RW 11 Kampung Badran mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan berlangsung secara dialektis yakni

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang begitu pesat membuat perusahaan harus mampu mengelola sumber. politik, lingkungan sekitar dan kondisi ekonomi makro.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang begitu pesat membuat perusahaan harus mampu mengelola sumber. politik, lingkungan sekitar dan kondisi ekonomi makro. xvii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan zaman secara global yang cepat dan karena kemajuan era teknologi yang begitu pesat membuat perusahaan harus mampu mengelola sumber daya manusia (SDM)

Lebih terperinci

BUPATI MERANGIN, Menimbang : a.

BUPATI MERANGIN, Menimbang : a. BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA KELOLA ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI hanyalah yang tidak mengandung nilai-nilai yang berlawanan dengan nilai-nilai partai. Biasanya dalam sistem komunikasi seperti itu, isi media massa juga ditandai dengan sejumlah slogan yang dimaksudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materil dan mental

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materil dan mental BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan Nasional bangsa di Indonesia senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materil dan mental spiritual, antara lain

Lebih terperinci

RINGKASAN. Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat

RINGKASAN. Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat RINGKASAN Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat Disertasi ini memfokuskan kajian tentang peran pemerintah Kabupaten Mamuju dalam mengoptimalkan

Lebih terperinci

isempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

isempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, isempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa pembayaran zakat fitrah dan harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43 BAB I PENDAHULUAN Setiap penelitian akan di latar belakangi dengan adanya permasalahan yang Akan dikaji. Dalam penelitian ini ada permasalahan yang dikaji yaitu tentang Efektivitas Tokoh Agama dalam Membentuk

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI

SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI l Edisi 003, Agustus 2011 SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI P r o j e c t i t a i g k a a n D Saiful Mujani Edisi 003, Agustus 2011 1 Edisi 003, Agustus 2011 Syariat Islam dan Keterbatasan Demokrasi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sejarah fundamentalisme Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis dari era orde lama sampai orde reformasi saat ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat peka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hadis Nabi yang paling populer menyatakan bahwa ulama adalah pewaris para

BAB I PENDAHULUAN. hadis Nabi yang paling populer menyatakan bahwa ulama adalah pewaris para 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ulama menduduki tempat yang sangat penting dalam Islam dan dalam kehidupan kaum Muslimin. Dalam banyak hal, mereka dipandang menempati kedudukan dan otoritas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 4 TAHUN 2004

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 4 TAHUN 2004 PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQAH KOTA PRABUMULIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH, Menimbang : a. bahwa mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I

BAB VI PENUTUP. Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I hingga V penulis menyimpulkan beberapa hal berikut. Pertama, bahwa tidur tanpa kasur di dusun Kasuran

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI 189 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI A. Simpulan Umum Kampung Kuta yang berada di wilayah Kabupaten Ciamis, merupakan komunitas masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan tradisi nenek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, yaitu kurang dari $ USA. Pada awal tahun 1997

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, yaitu kurang dari $ USA. Pada awal tahun 1997 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Di Indonesia kemiskinan masih menjadi isu utama pembangunan, saat ini pemerintah masih belum mampu mengatasi kemiskinan secara tuntas. Hingga tahun 2008

Lebih terperinci

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 P BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN ENREKANG DENGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQAH

PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN DALAM ISLAM

KEBUDAYAAN DALAM ISLAM A. Hakikat Kebudayaan KEBUDAYAAN DALAM ISLAM Hakikat kebudayaan menurut Edward B Tylor sebagaimana dikutip oleh H.A.R Tilaar (1999:39) bahwa : Budaya atau peradaban adalah suatu keseluruhan yang kompleks

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2007 SERI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

Lebih terperinci

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan

Lebih terperinci

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi tabut di Bengkulu semula merupakan ritual yang sakral penuh dengan religius-magis yaitu merupakan suatu perayaan tradisional yang diperingati pada tanggal 1

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 15 TAHUN 20085 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diwajibkan oleh Allah SWT untuk diberikan kepada mustahik yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. diwajibkan oleh Allah SWT untuk diberikan kepada mustahik yang telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Zakat menurut terminologi merupakan sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT untuk diberikan kepada mustahik yang telah disebutkan di dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu kota yang dikenal sebagai kota kembang, Bandung menyediakan sarana pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah, atas dan perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Kesimpulan Umum Setelah menguraikan dari beberapa aspek yang menjadi dimensi atau orientasi politiknya,yang diukur dari segi pemahaman kognitif, afektif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luhur yang sudah lama dijunjung tinggi dan mengakar dalam sikap dan perilaku seharihari.

BAB I PENDAHULUAN. luhur yang sudah lama dijunjung tinggi dan mengakar dalam sikap dan perilaku seharihari. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter akhir-akhir ini semakin banyak diperbincangkan di tengahtengah masyarakat Indonesia, terutama oleh kalangan akademisi. Sikap dan perilaku

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 164, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. Pada awal tahun 2000 thibbun nabawi mulai tumbuh dan berkembang di

BAB V. Penutup. Pada awal tahun 2000 thibbun nabawi mulai tumbuh dan berkembang di BAB V Penutup Pada awal tahun 2000 thibbun nabawi mulai tumbuh dan berkembang di Indonesia. HPAI termasuk komunitas yang aktif mengembangkan thibbun nabawi, dan satu-satunya yang terorganisir rapi dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 83 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 83 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 83 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI

BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI 69 BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI A. Santri dan Budaya Politik Berdasarkan paparan hasil penelitian dari beberapa informan mulai dari para pengasuh pondok putra dan putri serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang menjadi salah satu fondasi penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang menjadi salah satu fondasi penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang menjadi salah satu fondasi penting dalam Islam. Zakat disebutkan dalam Alquran sebanyak 35 kali, yang dalam 27 diantaranya penggunaan

Lebih terperinci

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI MODUL PERKULIAHAN PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI Pokok Bahasan 1. Alternatif Pandangan Organisasi 2. Perkembangan Teori Dalam Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ilmu Komunikasi Public

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Tato merupakan salah satu karya seni rupa dua dimensi yang layak untuk dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang merupakan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RINGKASAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RINGKASAN RINGKASAN Masyarakat adalah produk manusia dan manusia adalah produk masyarakat. Dua hal yang saling berkaitan. Langen Tayub adalah produk masyarakat agraris, dan masyarakat agraris membentuk Langen Tayub

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. ekonomi dan karena kurangnya perhatian dari orang tua. memahami lagi falsafah adat yang ada di Minangkabau Adat Basandi

BAB IV PENUTUP. ekonomi dan karena kurangnya perhatian dari orang tua. memahami lagi falsafah adat yang ada di Minangkabau Adat Basandi BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai pandangan dan sikap masyarakat terhadap bunuh diri dapat kita simpulkan antara lain: 1 Dalam melihat gambaran umum pelaku dan keluarga

Lebih terperinci

Undang Undang. Nomor 23 Tahun Republik Indonesia ZAKAT PENGELOLAAN. Tentang

Undang Undang. Nomor 23 Tahun Republik Indonesia ZAKAT PENGELOLAAN. Tentang Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang PENGELOLAAN ZAKAT Kementerian Agama Republik lndonesia Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Zakat Tahun 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spiritual, dan etika di berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat. Berbicara soal mistik,

BAB I PENDAHULUAN. spiritual, dan etika di berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat. Berbicara soal mistik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai bangsa yang religius, Indonesia menempatkan agama sebagai landasan moral, spiritual, dan etika di berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat. Berbicara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemiskinan merupakan bahaya besar bagi umat manusia dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemiskinan merupakan bahaya besar bagi umat manusia dan tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan bahaya besar bagi umat manusia dan tidak sedikit umat yang jatuh peradabannya hanya karena kefakiran. Karena itu seperti sabda Nabi yang

Lebih terperinci

Ditulis oleh Prof. Dr. DUSKI SAMAD, M.Ag./ Dekan dan Guru Besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang Rabu, 06 Agustus :11

Ditulis oleh Prof. Dr. DUSKI SAMAD, M.Ag./ Dekan dan Guru Besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang Rabu, 06 Agustus :11 MELEMBAGAKAN KEDERMAWANAN Sedih, malu, dan kasihan melihat dan menyaksikan antrian, desakan dan saling dorong ratusan orang untuk mendapatkan sedekah, zakat ataupun sumbangan dari orang-orang yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijauhi. Diantara perintah-perintah tersebut adalah saling berbagi - bagi

BAB I PENDAHULUAN. dijauhi. Diantara perintah-perintah tersebut adalah saling berbagi - bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk besar yang sebagian besar penduduknya menganut agama Islam, dimana dalam ajaran Islam terdapat perintah yang harus

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 23 SERI E.23 ================================================================= PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI

8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI 8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Transformasi dan Pola Interaksi Elite Transformasi kekuasaan pada etnis Bugis Bone dan Makassar Gowa berlangsung dalam empat fase utama; tradisional, feudalism,

Lebih terperinci

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN. A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN. A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial Teori konstruksi sosial merupakan kelanjutan dari pendekatan fenomenologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya berhubungan dengan nilai ketuhanan saja namun berkaitan juga dengan hubungan kemanusian yang bernilai

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. yang terus berkembang hingga saat ini. Sejak kemunculan pertamanya di India

BAB 4 PENUTUP. yang terus berkembang hingga saat ini. Sejak kemunculan pertamanya di India 116 BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Jama ah Tabligh adalah sebuah gerakan Islam tradisional berbasis kultural yang terus berkembang hingga saat ini. Sejak kemunculan pertamanya di India gerakan ini tetap

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. di lapangan mengenai rekonstruksi kurikulum Ponpes Salafiyah di Ponpes

BAB V PENUTUP. di lapangan mengenai rekonstruksi kurikulum Ponpes Salafiyah di Ponpes 242 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan kajian teoritis dan analisis data berdasarkan temuan di lapangan mengenai rekonstruksi kurikulum Ponpes Salafiyah di Ponpes Al-Ma dar yang meliputi desain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada Al-Qur an dan Hadist. Dana zakat yang terkumpul akan diberikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. pada Al-Qur an dan Hadist. Dana zakat yang terkumpul akan diberikan kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat merupakan salah satu rukun islam yang wajib ditunaikan oleh umat muslim atas harta kekayaan seorang individu yang ketentuannya berpedoman pada Al-Qur an

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam. Kewajiban mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam. Kewajiban mengeluarkan BAB I PENDAHULUAN A. KONTEKS PENELITIAN Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam. Kewajiban mengeluarkan zakat itu berlaku bagi setiap muslim yang dewasa, merdeka, berakal sehat, dan telah memiliki harta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut Deddy N. Hidayat dalam penjelasan ontologi paradigma kontruktivis, realitas merupakan konstruksi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT KABUPATEN MUARO JAMBI DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI KOTA DUMAI Hasil Rapat Bersama DPRD Tanggal 10 Juli 2008 LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI Nomor : 04 Tahun 2008 Seri : D Nomor 04 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. rumah tangga sering dicurigai sebagai penyebab munculnya jenis incest yang seperti ini.

BAB VI PENUTUP. rumah tangga sering dicurigai sebagai penyebab munculnya jenis incest yang seperti ini. BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Munculnya kejadian persetubuhan antara ayah dengan anak kandungnya ditengah-tengah masyarakat dianggap tidak lazim oleh mereka. Keretakan dalam hubungan rumah tangga sering

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PADANG

PEMERINTAH KOTA PADANG PADANG KOTA TERCINTA PEMERINTAH KOTA PADANG Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, : a. bahwa kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harta dan dilarang untuk memubazirkan dan menyia-nyiakannya, karena

BAB I PENDAHULUAN. harta dan dilarang untuk memubazirkan dan menyia-nyiakannya, karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Harta yang dimiliki manusia sesungguhnya hanyalah sebuah titipan dari Allah SWT. Manusia ditugaskan untuk mengelola dan memanfaatkan harta tersebut sesuai dengan ketentuannya.

Lebih terperinci

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi)

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi) Muhammad SAW adalah seorang nabi terakhir yang diutus ke bumi oleh Allah SWT. Sebagai seorang nabi dan rasul, nabi Muhamad SAW membawakan sebuah risalah kebenaran yaitu sebuah agama tauhid yang mengesakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dua hal, yaitu pertama, kemiskinan itu sebagai akibat dari kemalasan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dua hal, yaitu pertama, kemiskinan itu sebagai akibat dari kemalasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia per-september 2015 mencapai 28,51 juta orang atau sekitar 11,13% dari total jumlah penduduk.

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta BAB V Kesimpulan A. Pengantar Bab V merupakan bab terakhir dari seluruh narasi tulisan ini. Sebagai sebuah kesatuan tulisan yang utuh, ide pokok yang disajikan pada bab ini tidak dapat dipisahkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI B-1 IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA MUI SE INDONESIA III tentang MASAIL FIQHIYYAH MU'ASHIRAH (MASALAH FIKIH KONTEMPORER)

KEPUTUSAN KOMISI B-1 IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA MUI SE INDONESIA III tentang MASAIL FIQHIYYAH MU'ASHIRAH (MASALAH FIKIH KONTEMPORER) KEPUTUSAN KOMISI B-1 IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA MUI SE INDONESIA III tentang MASAIL FIQHIYYAH MU'ASHIRAH (MASALAH FIKIH KONTEMPORER) MASALAH YANG TERKAIT DENGAN ZAKAT DESKRIPSI MASALAH Terjadinya perubahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam

BAB V P E N U T U P. bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan Berdasarkan uraian bab demi bab dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam kepercayaan kepada Gikiri Moi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari

BAB V PENUTUP. 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari 113 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari bermacam-macam suku, agama, ras dan antar golongan. Berdasar atas pluralitas keislaman di

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa adat istiadat, nilai-nilai budaya, kebiasaan-kebiasaan

Lebih terperinci

Mendidik Anak Menuju Surga. Ust. H. Ahmad Yani, Lc. MA. Tugas Mendidik Generasi Unggulan

Mendidik Anak Menuju Surga. Ust. H. Ahmad Yani, Lc. MA. Tugas Mendidik Generasi Unggulan Mendidik Anak Menuju Surga Ust. H. Ahmad Yani, Lc. MA Tugas Mendidik Generasi Unggulan Pendidikan merupakan unsur terpenting dalam proses perubahan dan pertumbuhan manusia. Perubahan dan pertumbuhan kepada

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN GUBERNUR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SHADAQAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SHADAQAH 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SHADAQAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. LOD DIY sebagai invited space menggunakan formasi kuasa yang ada dalam

BAB V PENUTUP. LOD DIY sebagai invited space menggunakan formasi kuasa yang ada dalam BAB V PENUTUP Jawaban atas pertanyaan mengapa ruang kuasa yang telah menciptakan LOD DIY sebagai invited space menggunakan formasi kuasa yang ada dalam dirinya untuk menentukan kontur dan corak dari ruang

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Peringatan Nuzulul Qur'an 1433 H, Jakarta, 7 Agustus 2012 Selasa, 07 Agustus 2012

Sambutan Presiden RI pada Peringatan Nuzulul Qur'an 1433 H, Jakarta, 7 Agustus 2012 Selasa, 07 Agustus 2012 Sambutan Presiden RI pada Peringatan Nuzulul Qur'an 1433 H, Jakarta, 7 Agustus 2012 Selasa, 07 Agustus 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERINGATAN NUZULUL QUR'AN TAHUN 1433 H/2012 M

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTENEGARA, Menimbang : a. bahwa Zakat

Lebih terperinci

SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010

SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010 Assalamu alaikum Warahmatullahiwabarakatuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zakat dan Infaq merupakan ibadah yang tidak hanya bersifat vertikal (hablun min

BAB I PENDAHULUAN. zakat dan Infaq merupakan ibadah yang tidak hanya bersifat vertikal (hablun min BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat dan Infaq mempunyai peranan sangat besar dalam meningkatan kualitas kehidupan sosial masyarakat kurang mampu. Hal ini disebabkan karena zakat dan Infaq

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia telah melahirkan suatu perubahan dalam semua aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak tertutup kemungkinan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENGAWASAN KUA KECAMATAAN SEDATI TERHADAP PENGELOLA BENDA WAKAF

BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENGAWASAN KUA KECAMATAAN SEDATI TERHADAP PENGELOLA BENDA WAKAF BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENGAWASAN KUA KECAMATAAN SEDATI TERHADAP PENGELOLA BENDA WAKAF A. ANALISIS EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PENGAWASAN KUA TERHADAP PENGELOLA BENDA WAKAF DI KECAMATAN SEDATI Perwakafan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA SERANG, WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT WALIKOTA SERANG, a. bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban umat Islam yang mampu

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 24 Tahun 2004 Seri E PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 24 Tahun 2004 Seri E PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 24 Tahun 2004 Seri E PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQAH DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa sebagai daerah

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. KARL MARX (1818-1883) 5. JURGEN HABERMAS 2. HEGEL 6. ANTONIO GRAMSCI 3. MAX HORKHEIMER (1895-1973) 7. HERBERT

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan BAB V PENUTUP Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan orang-orang Islam di Jawa. Kedudukan dan kelebihan Masjid Agung Demak tidak terlepas dari peran para ulama yang bertindak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kesenian Sebagai Unsur Kebudayaan Koentjaraningrat (1980), mendeskripsikan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam

Lebih terperinci