RINGKASAN. Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat

Transkripsi

1 RINGKASAN Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat Disertasi ini memfokuskan kajian tentang peran pemerintah Kabupaten Mamuju dalam mengoptimalkan zakat di Kabupaten Mamuju Propinsi Sulawesi Barat. Penelitian ini didasarkan pada realitas bahwa pengelolaan zakat di Mamuju mengalami kemajuan dengan dibentuknya Badan Amil Zakat berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun Dalam konteks ini, timbul permasalahan yang berkaitan dengan perubahan pandangan masyarakat terhadap esensi zakat, peranan dan keterlibatan pemerintah dalam optimalisasi zakat dan kinerja Badan Amil Zakat itu sendiri dalam pengelolaan zakat; dan model pengelolaan zakat yang mempertimbangkan tradisi lokal dan prinsip negara kesejahteraan modern. Disertasi ini mempertimbangkan gagasan dan nilai Islam tentang kesejahteraan dan distribusi kekayaan secara merata dalam masyarakat, agar kekayaan tidak menumpuk atau berputar hanya di kalangan segelintir orang kaya saja. Secara historis, praktik pemerintahan yang terjadi pada masa Nabi Muhammad dan Khulafa al-rasyidin juga menunjukkan implementasi dari ajaran tentang kesejahteraan tersebut, dalam bentuk kebijakan pendistribusian dana yang terkumpul oleh negara (Muslim) untuk kepentingan kelompok-kelompok yang membutuhkan, seperti anak yatim, fakir miskin, dan mereka yang berjuang di jalan agama. Dalam hal ini, agama Islam menyediakan instrumen untuk melaksanakan nilai-nilai dan komitmen keadilan, berupa perintah zakat sebagai kewajiban agama yang berdimensi ritual privat sekaligus berdimensi sosial dan publik. Dari perspektif ekonomi, zakat dapat disebut sebagai landasan bagi sistem ekonomi dalam Islam dan berfungsi sebagai jaminan sosial bagi kelompok-kelompok yang kurang beruntung. Secara teoritis, fungsi zakat sebagai instrumen jaminan sosial kepada orang-orang fakir miskin memiliki kemiripan dengan fungsi pajak sebagai instrumen jaminan sosial bagi warga negara yang berpenghasilan rendah melalui kebijakan sosial dalam sistem negara kesejahteraan. Dalam hal ini, peran x

2 pemerintah dalam mengelola zakat sejajar dengan peran pemerintah dalam negara kesejahteraan. Sebagai negara yang berdasarkan kepada Ketuhanan dan berorientasi kepada perlindungan dan kemajuan kesejahteraan sosial, Indonesia dihadapkan pada usaha mensinergikan fungsi zakat dan fungsi pajak sebagai instrumen yang saling melengkapi untuk peningkatan kesejahteraan sosial. Dalam pemerintahan yang menganut sistem desentralisasi, maka peran pemerintah daerah sangat penting sebagai otoritas publik dalam membuat dan mengimplementasikan kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan sosial dalam masyarakat yang masih terdapat kesenjangan ekonomi. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dijawab melalui penelitian disertasi ini mencakup bagaimana peran pemerintah Kabupaten Mamuju dalam mengoptimalkan zakat; bagaimana pemahaman masyarakat Mamuju terhadap esensi zakat sebagai kewajiban agama yang berdimensi sosial dan publik; dan bagaimana model pengelolaan zakat yang mempertimbangkan kearifan lokal Mamuju. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran pemerintah dalam mengoptimalkan zakat di Mamuju; menganalisis pemahaman masyarakat Mamuju tentang esensi zakat; dan menemukan model pengelolaan zakat yang mempertimbangkan tradisi atau kearifan lokal. Untuk menjawab permasalahan tersebut, disertasi ini menggunakan pendekatan fenomenologi. Data digali melalui wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Analisis kualitatif terhadap data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan teori peran dari beberapa ahli sosiologi (misalnya Ralph Linton), dan teori strukturasi Anthony Giddens, serta teori perubahan sosial dari Robert Lauer. Teori tersebut digunakan untuk menjelaskan dan menganalisis tindakan-tindakan dan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dalam menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan terjadinya transformasi dalam praktik sosial zakat di Kabupaten Mamuju. Berdasarkan pembahasan dan analisis terhadap data yang diperoleh, penelitian disertasi ini menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, sebagai regulator dan fasiliator, pemerintah daerah melakukan tindakan-tindakan politik xi

3 yang secara sengaja dimaksudkan untuk mengoptimalisasikan zakat. Tindakan tersebut mencakup pembuatan regulasi (Peraturan Daerah No.8/2009 dan Peraturan Bupati No.8/2009) dan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan zakat. Peraturan-peraturan tersebut ditindaklanjuti dengan kebijakan kepala daerah dalam pembentukan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) berdasarkan UU Nomor 38/1999 dan Perda Nomor 8/2009. Pemerintah daerah juga menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk penguatan BAZ dan memberikan dukungan politik bagi optimalisasi fungsi BAZ sebagai pengelola zakat di Kabupaten Mamuju. Dengan kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki, pemerintah daerah (kepala daerah) menjalankan fungsinya sebagai agen transformasi struktural dan kultural, yaitu penguatan perangkat-perangkat legal, institusional dan dukungan politik. Pemerintah daerah, dengan demikian, telah melaksanakan peran dan fungsinya sebagai agen perubahan mind-set, pemahaman, dan praktik sosial zakat di kalangan masyarakat Mamuju. Peranan pemerintah memiliki impak penting terhadap penguatan kelembagaan zakat (BAZDA) dalam pengelolaan zakat di Kabupaten Mamuju. Kuatnya kelembagaan BAZ, selain karena dukungan legal dari Perda, Perbup dan dukungan politik dari Bupati, juga disebabkan oleh semakin meningkatnya kepercayaan publik (public trust). Kepercayaan publik tersebut muncul sebagai akibat dari penerapan sistem manajemen dengan pertanggungjawaban publik (public accountability). Indikator dari menguatnya kelembagaan dan kepercayaan publik dapat dilihat dari adanya peningkatan pendapatan dana zakat dari tahun 2009 sampai 2012, dan semakin bertambahnya jumlah dan segmen muzakki yang menyerahkan zakatnya kepada BAZDA. Meskipun Perda Nomor 8/2009 tidak mengatur sanksi bagi mereka yang tidak membayar zakat lewat BAZDA, dan Perbup Nomor 8/2009 hanya memfokuskan muzakki pada PNSD, tetapi setiap tahun terjadi penambahan jumlah muzakki dari kelompok masyarakat non-pnsd. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BAZDA melakukan pemetaan atau pendataan muzakki dan mustahik, memungut dana zakat dari muzakki dengan mengoptimalkan kinerja dari unit pengumpul zakat di tingkat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) atau dinas-dinas dan di tingkat kecamatan. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah daerah yang memberikan dukungan politik xii

4 yang sangat besar kepada kinerja BAZDA. Sementara itu, penyaluran dana zakat didasarkan pada ketentuan Syari ah, seperti dinyatakan dalam surat al-taubah (9): 60. Dalam beberapa hal, BAZDA juga melakukan penafsiran menyangkut kelompok sasaran zakat dan jenis-jenis usaha yang dipandang perlu dibantu dengan dana zakat dan shadaqah. Dalam praktiknya, dana zakat didistribusikan sebagai bantuan bahan pangan, bencana, pengobatan gratis, beasiswa pendidikan, perbaikan rumah, muallaf, orang yang punya hutang, dan musafir. Selain itu, dana zakat juga disalurkan untuk bantuan usaha produktif dan modal bergulir. Kedua, pemahaman masyarakat Mamuju tentang kewajiban mengalami transforamsi, dari yang sebelumnya memandang zakat sebagai ibadah yang bersifat ritual dan privat menjadi ibadah yang bersifat sosial dan berdimensi publik. Masyarakat memahami bahwa zakat mengandung aspek-aspek sosial dan ekonomi dan dapat berfungsi sebagai semacam jaminan sosial (social secutiry) bagi kelompok-kelompok dalam masyarakat yang kurang beruntung (disdvantaged people). Transformasi pemahaman masyarakat tersebut berimplikasi terhadap terjadinya transformasi praktik sosial (social practices) zakat. Pelaksanaan zakat tidak lagi dilakukan oleh individu-individu muzakki kepada mereka yang berhak menerimanya, melainkan dilakukan oleh badan yang oleh undang-undang atau peraturan diberi otoritas untuk memungut, mengumpulkan dan mendistribusikan dana zakat sesuai dengan ketentuan Syari ah yang telah diadopsi dalam peraturan perundangan yang berlaku di Mamuju (Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2009). Dalam tradisi atau budaya masyarakat Mandar, terjadinya transformasi pemahaman dan praktik sosial zakat tersebut sebetulnya dapat diletakkan dalam perspektif modal kultural dan sosial yang tersedia di masyarakat Mamuju. Ada kearifan lokal (local wisdom) yang dimiliki oleh masyarakat Mandar Mamuju berupa tradisi atau budaya saling berbagi dan membantu yang dikenal dengan istilah sibaliparri. Terdapat relevansi antara kearifan lokal sibaliparri dengan ajaran zakat dan shadaqah dalam Islam. Hal ini berarti bahwa transformasi pemahaman yang berimplikasi terhadap transformasi praktik sosial sejatinya tidak dapat dipisahkan dari modal kultural dan keagamaan yang dimiliki oleh masyarakat Mandar Mamuju. xiii

5 Ketiga, Model Mandar, merupakan model peran pemerintah dalam optimalisasi pengelolaan zakat di Mamuju dengan melibatkan tokoh lokal tradisional. Model mandar merupakan model sinergi antara penguatan peran pemerintah dengan kultur lokal berderma di Mamuju. Sinergi antara peran pemerintah dan kultur lokal Mamuju dalam pengelolaan zakat memaksimalkan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, tanpa harus tercerabut dari akar budaya Mandar atau Mamuju. xiv