VII DINAMIKA KEPENTINGAN TIGA LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII DINAMIKA KEPENTINGAN TIGA LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT"

Transkripsi

1 VII DINAMIKA KEPENTINGAN TIGA LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 7.1. Pendahuluan Diskursus tatakelola zakat yang berkembang, berhujung pada lahirnya tiga model tatakelola zakat, yaitu : Tatakelola zakat berbasis Negara, Komunitas dan Swasta. Tiga model tersebut sebagai akibat dari adanya perbedaan basis pengetahuan dan kepentingan yang melandasi diskursus ketakelolaan zakat. Negara sebagai entitas sosial dengan kekuatan administrasi dan birokrasi, mewacanakan tatakelola zakat dengan menggunakan teknik dan mekanisme pencapaian kekuasaan melalui disiplin, norma, pengelompokan identitas, penyeragaman dan pengawasan. Kekuasaan digambarkan dalam tatanan disiplin, yang dihubungkan dengan berbagai jaringan. Disiplin dalam masyarakat modern merupakan teknologi kekuasaan, dan bekerja sebagai kekuasaan norma (Haryatmoko, 2003). Norma sebagai aturan yang menyatakan nilai bersama dengan mengacu pada diri dan kelompok. Norma mengatur dan membatasi perilaku, membuat perbandingan dan membentuk individu yang diinginkan. Membangun kekuasaan melalui disiplin dan norma sebagai teknik dan mekanisme, digunakan dan menjangkau berbagai lapisan masyarakat. Pada lembaga pendidikan, negara masuk melalui materi pembelajaran yang disosialisasikan oleh aparat negara, di masjid masuk lewat khutbah dan ceramah agama oleh agamawan negara, wacana melalui di media oleh aktifis, akademisi dan para pakar pro negara. Di sinilah gagasan dan rasionalitas masyarakat dibentuk dari waktu ke waktu dalam proses pelembagaan, sosialisasi dan pemaknaan dan panfsiran secara simultan dan dialektis. Pelembagaan zakat sebagai satu realitas sosial, tidaklah terbangun secara spontan, akan tetapi melalui proses konstruksi sosial yang terjadi melalui tahapan-tahapan membangun gagasan pada aras kognitif, yang prosesnya berlangsung secara dialektis dan melintasi ruang objektif dan subjektif. Zakat sebagai ajaran wahyu melembaga melalui proses sosialisasi dan ditafsirkan oleh ummat dalam aras gagasan dengan dialog antara gagasan secara intersubjektif. Pada dialog gagasan terjadi pertarungan rasionalitas pada aras individu antara infomasi yang datang dari luar dengan perbendaharaan pengetahuan (stock of

2 247 knowledge) yang lebih dulu telah melekat dan bekerja mewarnai rasionalitas individu. Bagaimana hasil dialog gagasan selanjutnya akan tereksternalisasi sebagai satu realitas tindakan yang melembaga, dan ini sangat dipengaruhi oleh seberapa kuat sebuah disiplin pengetahuan dan rasionalitas serta kepentingan memberikan warna. Pada tabel 21 terlihat tiga lembaga tatakelola zakat sebagai hasil dari dialog disiplin pengetahuan, rasionalitas dan kepentingan. Tabel 21 : Karaketristik Tiga Lembaga Tatakelola Zakat Negara Swasta Komunitas 1. Kelembagaan BAZ Negara LAZ Industri LAZ Komunitas 2. Pengetahuan Sains Modern Sains Modern Pengetahuan lokal tatakelola zakat 3. Sistem rasionalitas zakat Politik dengan motif politik dan kekuasaan Ekonomi dengan motif ekonomi/ bisinis Sosial dengan motif kesejahteraan bersama dalam komunitas 4. Kepentingan utama zakat Kekuasaan Pengaman Usaha dan Investasi berorientasi Akumulasi modal Kemandirian lokal 5. Sumber Legitimasi Hukum positif Hukum positif Norma tradisi Sumber : Data Primer, 2008 (diolah) Pada tabel 21 terlihat bahwa tiga tatakelola yang terbangun dari kekuatan pengetahuan, sistem rasionalitas dan kepentingan, dengan basis legitimasi yang berbeda. BAZ Negara dan LAZ swasta yang menjadikan sains modern sebagai basis pengetahuan, keduanya tunduk pada rasionalitas yang berbeda. BAZ dengan rasionalitas politik karena menggunakan disiplin politik sebagai basis pengetahuan, dan LAZ swasta menjadikan disiplin ekonomi sebagai basis. Akibatnya BAZ negara tunduk dibawah logika politik dan LAZ swasta tunduk di bawah logika ekonomi. BAZ negara dengan kepentingan kekuasaan dan penguatan negara diperkuat dengan legitimasi hukum positif/formal, begitu juga dengan LAZ swasta yang berkepentingan pada pengamanan usaha dan investasi. LAZ komunitas pada sisi yang berbeda dengan bebasis pengetahuan lokal, tunduk di bawah rasionalitas sosial berbasis budaya lokal dan menekankan kepentingan penguatan komunitas di bawah legitimasi norma dan tradisi lokal. Zakat oleh komunitas, difahami sebagai ajaran agama yang berpotensi bagi penguatan ajaran, sebaiknya di peraktikkan dengan semangat asketik berbasis logika budaya lokal. Pemahaman ini berbenturan dengan gagasan zakat yang dibangun negara, yang memandang zakat sebagai ajaran agama yang berpotensi bagi penguatan negara, yang sebaiknya dilakukan dengan semangat

3 248 pembangunan. Begitu pula dengan kalangan swasta, memandang zakat sebagai ajaran agama yang memiliki potensi ekonomi bagi pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, sebaiknya diterapkan dengan semangat ekonomi dengan logika profit dan utility maximization. Lembaga tatakelola zakat sebagai realitas objektif, terus mengalami penafsiran dan pemahaman ulang pada proses sosialisasi secara subjektif pada aras gagasan yang dipengaruhi oleh sistem pengetahuan dan sistem rasionalitas masyarakat. Dalam proses inilah, proses konstruksi dan rekonstruksi pemahaman zakat dan tatakelolanya terjadi secara simultan dan dialektis. Akibatnya konstruksi atau malah rekonstruksi terjadi sebagai hasil pertemuan gagasan dengan basis pengetahuan dan rasionalitas yang terkadang berbeda. Konstruksi atau rekonstruksi baru sangat ditentukan oleh kekuatan rezim pengetahuan yang bekerja dalam membetuk dan mewarnai sistem rasionalitas yang memayungi wacana zakat dan tatakelolanya. Negara yang menawarkan BAZ sebagai institusi tatakelola zakat, Swasta menawarkan LAZ swasta dan Komunitas dengan LAZ komunitas, ketiganya menawarkan logika dan kepentingan sendiri-sendiri. Negara dan Swasta berbasis pengetahuan modern menawarkan sistem tatakelola modern dengan kepentingan pembangunan dan penguatan kekuasaan. BAZ negara dengan etika moral politik menekankan pembangunan dengan tujuan integratif bagi negara dengan dukungan legitimasi hukum formal. LAZ swasta dengan etika moral ekonomi menekankan akumulasi modal untuk pemberdayaan serta pengamanan usaha dan investasi menuju tercapainya kesejahteraan. Berbeda dengan komunitas, mereka menawarkan LAZ komunitas berbasis pengetahuan lokal (local knowledge). Berbasis kearifan lokal, LAZ komunitas menonjol kepentingan pencapaian keshalehan individu dan sosial sebagai wujud dari penguatan komunitas. Penguatan lokal dan kemandirian terwujud dari penguatan keimanan dan ketaqwaan yang memberikan efek bagi terwujudnya ummat yang memiliki integritas dan kebersamaan yang kuat. Pertarungan gagasan zakat antara negara, swasta dan komunitas dalam diskursus tatakelola zakat tak terhindarkan dan melibatkan berbagai elemen sosial dalam masyarakat. Negara yang diwakili oleh BAZ dan aparatnya menawarkan tatakelola zakat yang melekat dalam lembaga dan instansi pemerintah, dan menekankan kepada para pegawai negeri sipil (PNS), karyawan

4 249 BUMN dan BUMD untuk menjadi nasabah utamanya. Menggunakan aparat, negara menyebarkan wacana ke semua kalangan, bahwa zakat seharusnya dikelola oleh pemerintah. Wacana ini menyebar melalui mimbar masjid, lembaga pendidikan dan media massa dengan memunculkan konsep-konsep: moderntradisional, profesional-musiman, efektif - tidak efektif, efisien - tidak efisien sebagai pembanding dan kategorisasi. Konsep disebutkan kedua dilekatkan sebagai identitas tatakekola zakat komunitas, dan yang pertama mencirikan dan menunjukkan kelebihan BAZ negara. Shihab (1992) berpandangan bahwa negara bertanggung-jawab atas pelayanan dan kepentingan umum. Oleh karena itu negara berhak mengelola zakat sebagai sumber keuangan bagi negara yang dapat digunakan untuk kepentingan umum. Namun Oleh John L. Esposito (1995), bahwa kedatangan kolonialisme dan diperkenalkannya sistem pemerintahan sekuler, membuat doktrin keagamaan menjadi terusik. Pelembagaan sistem pajak sekuler, membuat zakat telah kehilangan posisi pentingnya dalam kehidupan muslim sebagai sumber pembiayaan bagi penguatan civil society. Mas udi (1991) yang pernah menyuarakan perjuangan untuk menyerahkan pengelolaan zakat ke negara, mendapat respon hingga melahirkan UU No. 38 tahun 1999 tentang pegelolaan zakat (Abshar, 2005). Namun kelahiran UU ini kemudian tidak menghentikan perjuangan kelompok yang menolak campur tangan negara dalam pengelolaan zakat. Absar (2005) menolak negara dengan alasan politik, bahwa jika kelembagaan zakat berada di bawah kekuasaan negara, maka kekuatan civil society akan melemah karena zakat merupakan salah satu sumber kekuatan civil society. Terlihat dari banyaknya masjid, pesantren dan berbagai fasilitas keagamaan lainnya di beberapa daerah di Indonesia, sumber pendanaannya dari zakat dan tanpa ada campur tangan negara. Hadirnya Dompet Duafa Republika sebagai bentuk kepedulian atas realitas kemiskinan, Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) Jakarta karena empati bencana alam, Yayasan Dana Sosial Al-Falah (YDSF) Surabaya lewat spirit komunalitas masjid Al-Falah-nya. Ketiganya adalah sebagian dari bukti otentik tentang adanya dialektika zakat dan civil society. Kuasa tatakelola zakat pada level komunitas, diletakkan pada kuasa kelembagaan kiyai yang dipangku oleh agamawan. Agamawan sebagai pemangku kuasa pengetahuan terbangun dari wacana tatakelola zakat yang

5 250 dibentuk dan dibangun dalam diskursus zakat komunitas. Agamawan disana dikonstruksi sebagai sosok yang paling berkompeten dalam pengetahuan zakat dan tatakelolanya, sehingga menjadi tempat rujukan dan belajar tentang zakat, sekaligus sebagai pengawal tradisi berzakat ummat. Konstruksi sosial terhadap kuasa agamawan sebagai penguasa, pengawal dan pengarah tindakan sosial berzakat, dibangun melalui proses sosialisasi pemahaman zakat di masjid dan madrasah. Pada proses ini pemahaman, kesadaran, tindakan dan kepatuhan berzakat dibentuk dan diarahkan pada satu lembaga pengelola zakat di bawah kuasa agamawan. Pengetahuan zakat yang dibangun agamawan memposisikan dirinya sebagai penguasa dominan atas kuasa tatakelola zakat, yang dimunculkan dalam konsep amil yang dirujuk dalam wahyu perintah zakat. Muzakki (wajib zakat) dan mustahik (yang berhak menerima zakat) dikonstruksi sebagai kelompok yang harus tunduk dan patuh kepada agamawan. Kuasa tatakelola zakat berbasis negara, diletakkan pada institusi negara di bawah kuasa aparat negara. Kuasa tatakelola zakat didelegasikan pada lembaga bentukan negara (BAZDA) yang dijalankan oleh aparat pemerintah. Wacana zakat dibangun sedemikian rupa dan mewacanakan zakat sebagai kewajiban beragama, perintah pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Zakat diwacanakan sebagai fenomena beragama yang terkai erat dengan wacana pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, sehingga disana negara menjadi harus tampil sebagai kekuatan yang mengedepankan kepentingan masyarakat banyak. Membangun rasionalitas zakat yang demikian ini, berbagai elemen dan aparat negara ditampilkan sebagai perwakilan suara negara untuk mensosialisasikan zakat berbasis negara. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai agamawan negara, tak luput ikut serta dan menjadi terdepan dalam mewacakan tatakelola zakat berbasis negara. Mereka mendapatkan legitimasi negara sebagai agamawan yang dilegalkan sehingga diluar mereka dianggap tidak layak menyuarakan wacana zakat. Berbagai sarana dan media sosialisasi digunakan mewacakan zakat terkait dengan wacana pembangunan dan pemberdayaan dalam wadah kenegaraan. Zakat juga diwacanakan sebagai bagian proses bernegara dan diatur dengan instrumen kuasa dan politik negara. Pelembagaan zakat memiliki hubungan timbal balik dengan pengetahuan (pemahaman) dan pelaksanaannya di dalamnya sarat dengan kekuasaan dan

6 251 kepentingan. Pengetahuan sebagai kekuatan yang bekerja membetuk gagasan dan sistem rasionalitas menjadi kekuatan yang utama yang membentuk dan mengarahkan tindakan berzakat. Kekuatan pengetahuan menjadi basis penundukan atau bahkan peniadaan terhadap lembaga tatakelola zakat lainnya. Konsep illegal muncul sebagai pengkategorian dan penaklukkan. LAZ komunitas kemudian terancam illegal, terpinggirkan dari arena tatakelola zakat dan bahkan ditiadakan, kecuali tunduk dengan disiplin dan norma negara yang diatur dalam UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat Peta Kepentingan dalam Tatakelola Zakat Pengejaran kepentingan merupakan salah satu motivasi mendasar yang mendorong aktor untuk melakukan tatakelola zakat dan memilih salah satu sistem tatakelola. Perbedaan sistem tatakelola yang di pilih dapat dijadikan ukuran dalam melihat perbedaan kepentingan yang ada. Perbedaan kepentingan lahir dari perbedaan basis pengetahuan dan rasionalitas, dan ini dapat dilihat pada model dan sistem tatakelola zakat yang berkembang dewasa ini. Kepentingan kekuasaan dan penguatan negara, merupakan motive penting yang menonjol dari lahirnya tatakelola zakat berbasis negara. Hal sebagai akibat dari bekerjanya disiplin ilmu politik dan menjadi basis pengetahuan dan rasionalitas dalam tatakelola zakat berbagsi negara. Model tatakelola zakat industri swasta lebih menekankan pada kepentingan perolehan akumulasi modal dan pengamanan investasi sebagai akibat dipilihnya disiplin ekonomi sebagai basis logika dan rasionalitsnya, sementara model tatakelola berbasis komunitas lebih pada kepentingan penguatan dan kemandirian lokal dengan menjadikan logika budaya dan pengetahuan lokal sebagai basis rasionalitasnya. Jika dipertakan akan terlihat jelas bahwa tiga model tatakelola zakat yang berkembang memiliki kepentingan yang tidak tunggal tapi majemuk, sebagaimana terlihat pada tabel 22. Pada tabel 22 terlihat bahwa LAZ komunitas menekankan kepentingan untuk mewujudkan kemandirin masyarakat lokal sebagai tujuan utamanya dan selanjutnya juga bertujuan menciptakan kehangatan hubungan antara kelompok kaya yang miskin dalam komunitas. BAZDA pada sisi lain menyuarakan zakat dan pengentasan kemiskinan dan menekankan pada kepentingan penguatan negara dengan tujuan mewujudkan stabilitas negara melalui pengamanan sosial

7 252 dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu negara berkepentingan juga dengan potensi ekonomi zakat dan menjadikan zakat sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Sedangkan LAZ-SP sebagai salah satu model tatakelola zakat menyuarakan pemberdayaan masyarakat miskin dengan kepentingan pada pengamanan usaha dan investasi, makanya juga berkepentingan dengan tatakelola zakat sebagai upaya mengakumulasi potensi ekonomi zakat untuk pembiayaan mengatasi masalah sosial yang mengancam kenyamanan usaha dan kemanan investasi. Tabel 22 : Ragam Kepentingan dalam Lembaga Tatakelola Zakat Institusi Orientasi Kepentingan Sampingan Kepentingan Utama LAZ Komunitas di Jambi Kemandirian lokal Solidaritas sosia membangun kehangatan hubungan antara kaya dan miskin BAZDA Jambi Penguatan Negara Menjadikan zakat sebagai sumber pembiayaan pembangunan LAZ Semen Padang Pengamanan usaha dan Investasi 1. Akumulasi modal bagi pembiayaan mengatasi masalah sosial sekitar perusahaan 2. Zakat digunakan sebagai instrument CSR yang bermanfaat untuk membangun citra positif perusahaan Sumber : Data Primer 2008 (diolah) Lembaga Amil Zakat (LAZ) Semen Padang juga menjadikan tatakelola zakat sebagai instrumen CSR dalam rangka membangun citra positif perusahaan di mata masyarakat. Konstruksi sosial tentang pengusahaan dan perusahaan yang hanya berfikir mencari keutungan ekonomi dan mengabaikan lingkungan sosial, berusaha diredam dan bahkan dibangun citra sebaliknya sebagai perusahaan yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi pada masyarakat miskin dan lingkungan sosial, melalui pemberian santunan atau bantuan zakat kepada masyarakat sekitar perusahaan. Pemberian bantuan dan santunan kepada masyarakat sekitar perusahaan melalui LAZ atau bersama CSR, diharapkan akan mampu membangun konstruksi berfikir masyarakat terhadap perusahaan sebagai perusahaan yang peduli dengan masyarakat sekitarnya, sekaligus membangun citra bahwa perusahaan memiliki kesadaran religius yang tinggi Peta Kepentingan dalam LAZ Komunitas Provinsi Jambi Tatakelola zakat Komunitas berbasis masjid memiliki wilayah kerja yang meliputi wilayah sebaran jamaah sebuah masjid yang dibatasi oleh wilayah Desa.

8 253 Sebuah masjid selalu dikelola Takmir Masjid 32 dengan perangkatnya yang terdiri dari Imam Masjid, Remaja Masjid, Guru Ngaji dan Tokoh Adat Desa. Dalam peraktek tatakelola zakat, kesemua elemen ini selalu terlibat secara bersamasama di bawah kepemimpinan Imam sebagai pemangku kuasa tertinggi dalam ruang sosial masjid. Ruang kuasa sang Imam dalam tatakelola zakat komunitas, melingkupi: kuasa pengetahuan, dan kuasa peratik tatakelola (kuasa menerima, kuasa distribusi, kuasa mengontrol dan kuasa memanfaatkan sumberdaya zakat). Sang Imam merupakan sosok yang berkuasa penuh dan sepenuhnya di patuhi oleh muzakki dan mustahik, karena dipandang sebagai orang yang paling menguasai ruang zakat karena pengetahuannya yang luas tentang zakat. Aparat desa bersama elit desa memangku kuasa administrasi pemerintahan desa. Dalam praktek pengelolaan zakat mereka ini berkuasa atas legitimasi politik terhadap agamawan (sang Imam) sekaligus memegang kuasa administrasi desa terkait dengan pendataan mustahik. Aparat desa membantu memberikan informasi terkait dengan data mustahik sebagai kelompok yang berhak atas dana zakat sesuai dengan keriteria yang telah ditentukan oleh Agamawan sebagai Amil. Memutuskan untuk memanfaatkan atau tidak informasi aparat desa tergantung pada agamawan. Artinya bahwa aparat desa kuasanya hanya pada batas memberikan informasi, merekomendasi dan membantu agamawan dalam pelaksanaan pengelolaan zakat komunitas. Remaja masjid, sebagi perwakilan kelompok generasi muda desa, ikut serta dalam proses tatakelola zakat sebagai pembantu agamawan dalam menerima/mengumpulkan dana zakat dari Muzakki (wajib zakat) sekaligus membantu menyalurkannya kepada yang berhak. Ruang kuasa yang dipangku Remaja masjid sangat terbatas dan secara umum hanya sebagai pembantu agamawan dalam hal administrasi penerimaan dan pendistribusian zakat langsung ke rumah-rumah mustahik. Keterlibatan banyak unsur masyarakat di atas, masing-masing berada kepentingan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Terlihat pada tabel 23 tentang Ragam kepentingan dalam tatakelola zakat, bahwa secara kelembagaan LAZ komunitas menekankan kepentingan kemandirian masyarakat lokal. Amilnya berkepentingan pada penguatan ajaran agar agama, khususnya zakat dapat 32 Takmir Masjid adalah sekelompok orang yang menjadi pemangku kuasa kelembagaan masjid untuk menjalankan kegiatan keagamaan dan pembangunan masjid.

9 254 ditegakkan dalam masyarakat. Muzakki dengan kepentingan asketik dan atau altruistik untuk mencapai derajat keshalehan individu dan sosial serta pengamanan sosial dari cap orang kaya yang kikir dari masyarakat, sedangkan mustahik, kepentingan mereka atas terlaksananya peraktik berzakat dan tatakelolanya hanya mengharap adanya santunan zakat untuk mengamankan kondisi ekonomi mereka yang memang selalu dalam kondisi lemah. Tabel 23 : Ragam Kepentingan dalam Lembaga Tatakelola Zakat Komunitas Aktor Orientasi Kepentingan Utama Kepentingan Sampingan LAZ Komunitas di Jambi Kemandirian lokal Membangun hubungan hangat antara kaya dan miskin Amil Kepentingan moral sebagai agamawan untuk Penguatan Akumulasi dana pembiayaan penyiaran agama ajaran Muzakki Asketik /altruistik bagi pencapai Pengamanan sosial dan ekonomi keshalehan individu dan sosial. Mustahik Pengamanan ekonomi Pengamanan ekonomi surviva Sumber : Data Primer 2008 (diolah) LAZ sebagai lembaga tatakekola kepentingan utamanya bertujuan untuk mewujudkan kemandirian masyarakat lokal di samping untuk membangun hubungan harmonis dan hangat antara kaum kaya dan miskin. Amil menonjolkan kepentingan utama pada kepentingan moral bagi penguatan ajaran atau tugas moral menyiarkan dan menguatkan ajaran agama dalam masyarakat dan pada saat yang sama amil juga berkempentingan terhadap dukungan dana untuk pembiayaan penyiaran agama. Muzakki sebagai nasabah atau sumber dana zakat, secara umum berkepentingan pada pencapaian asketik dan altruistik menuju derajat keshalehan individu dan sosial, dan dibalik itu juga berkepentingan pada pencitraan sebagai orang kaya yang dermawan dan taat beragama sebagai upaya pengamanan sosial dan ekonomi dalam komunitas. Sedangkan mustahik sebagai salah satu sasaran pemanfaatan dana zakat, berkepentingan pada perolehan santunan zakat sebagai perlindungan terhadap ancaman ekonomi sekaligus sebagai pengamanan ekonomi. Motivasi membangun kedekatan relasi dengan Allah SWT secara personal sebagai orang sholeh, merupakan tujuan yang paling ditonjolkan oleh oleh para aktor tatakelola zakat. Motivasi membangun relasi kepada sesama manusia juga menjadi motif yang kental. Kepentingan politik dan ekonomi, dalam bentuk penguatan kekuasaan mengarahkan dan menundukan ummat serta perolehan

10 255 keuntungan secara ekonomi dari tatakelola zakat, merupakan motif yang tidak terlihat nyata, karena selalu terbungkus dalam konsep biaya syiar agama, pembiayaan pembangunan dan pembiayaan pemberdayaan komunitas Kepentingan Moral Memilih menjadi amil dalam tatakelola zakat komunitas, agamawan termotifasi dengan keyakinan bahwa amil merupakan perintah Allah SWT, untuk memungut zakat dari orang-orang yang dikenai kewajiban berzakat (muzakki) untuk diberikan kepada para fakir miskin (mustahik). Menjadi amil, dijanjikan pahala oleh Allah SWT, sebagai imbalan atas kepatuhan terhadap perintah dan ajaran agama. Mengorbankan waktu dan tenaga dengan menjadi amil merupakan pilihan dan dianggap sebagai salah satu cara membangun relasi dengan Allah SWT, sekaligus membangun relasi kepada sesama manusia menuju kesholehan. Beberapa data lapang yang menunjukkan bahwa tujuan keshalehan merupakan tujuan mendasar sebagai motif para aktor memilih terlibat dalam praktek tatakelola zakat komunitas di provinsi Jambi seperti yang dipetik dalam box , yaitu : Box : Kepentingan Moral Dalam Tatakelola Zakat Komunitas Ungkapan Ust. A. HAS (59 tahun), menjelaskan bahwa : Menjadi Amil adalah perintah Allah SWT supaya ada orang mengambil zakat dari harta orang kaya, untuk membersihkkan harta mereka. Allah menyatakan bahwa dalam harta-harta itu ada hak orang lain.... haknya orang miskin.... karena ada perintah Allah, maka wajib hukumnya ada Amil. Menjadi Amil hukumnya berpahala... Jadi amil itu harus shidiq, istoqamah, amanah dan tablig... jadi amil memudahkan orang untuk menunaikan zakat dan membantu fakir miskin mendapatkan haknya dari harta orang kaya. Ungkapan H. A. Az Imam Masjid Pemusiran (61 tahun) mengatakan bahwa : Kami menerima zakat di kampung ini tidak sendiri, kami dibantu oleh Guru Ngaji, anak pengajian, Kepala Desa dan para ketua RT. Karena kamilah Imam tetap (imang) Masjid jadi kami dipercaya untuk menjadi ketua Amil dalam menerima zakat dari masyarakat yang ada di kampung ini. Orang yang datang ke sini cuma orang-orang yang tinggal di kapung ini dan jamaah masjid kami....kadang-kadang ada orang dari kota yang bayar zakat dengan kami, tapi dulunya memang orang dari sini. Keterangan Makmur (43 tahun) Sekertaris Desa menyatakan bahwa : Menjadi anggota dalam pengelolaan zakat tujuan kami untuk membantu terlaksananya perintah berzakat kalau tidak ada amil yang mengelola zakat, kemana orang kaya akan berzakat?... bisa menyerahkan sendiri zakatnya,,, atau mungkin tidak berzakat, kalau ada amil orang mudah berzakat dan orang miskin mendapatkan haknya dari amil. Kesamaan motif agamawan mengelola zakat dengan berzakat bagi muzakki komunitas terlihat dalam fenomena zakat komunitas di desa Simburnaik. Berzakat bagi muzakki merupakan tindakan asketik yang terdorong oleh rasa keimanan dengan motif kepatuhan kepada ajaran agama dan kepada Allah SWT, sebagai penyembahan dan wujud rasa syukur atas nafkah yang diperoleh. Pahala sebagai akibat positif dari kepatuhan merupakan tujuan dominan yang

11 256 ditemukan dalam praktek berzakat bagi muzakki dan mengelola zakat bagi Amil. Motif ini merupakan implikasi dari aras gagasan dan pengetahuan zakat yang dibangun oleh agamawan. Zakat disosialisasikan oleh agamawan kepada ummat bahwa berzakat merupakan ibadah yang dijanjikan pahala bagi yang melaksanakannya dan diancam dosa bagi yang mengingkarinya. Pada konsep dosa dan pahala di sini merupakan wujud bekerjanya rezim pengetahuan sebagai kekuatan pendisiplinan dan norma (Haryatmoko, 2003) dalam bentuk teknik dan mekanisme kekuasaan yang mengarahkan individu. Mustahik sebagai kelompok orang yang dikonstruksi berhak menerima dana zakat atau menerima manfaat zakat, menerima zakat karena terdorong oleh motif ekonomi sebagai tujuan, karena memang mereka dikategorikan sebagai penerima zakat karena pertimbangan ketidak mampuan ekonomi, dan keterhimpitan persoalan ekonomi. Menerima zakat diyakini salah satu bentuk pengabdian kepada Allah SWT, dan menolak berarti kesombongan dan itu adalah dosa, karena zakat memang digariskan oleh Allah SWT sebagai hak mereka. Dengan menerima zakat, bagi mereka juga dianggap sebagai bentuk penghargaan yang tinggi kepada kaum kaya dan amil yang telah secara ikhlas memperhatikan hak mereka. Sebagai bentuk tanda terima kasih mustahik kepada muzakki dan amil adalah keikhlasan mendoakan sebagai batasan minimal, dan sepantasnya bersedia memberikan bantuan tenaga tanpa pamrih jika dibutuhkan. Zakat sebagai rukun pribadi, di dalamnya terdapat paradigma ibadah ritual. Ibadah ini bersifat vertikal (hablu-min-allah) yang dikoridori tata aturan baku. Pelaksanaannya bersifat pribadi atau individual, rukun pribadi bermuara pada pembentukan karakter, akhlak yang berimbas pada kehidupan sosial individu. Namun tidak sedikit yang memandang zakat, bukan sepenuhnya sebagai ibadah ritual, tapi zakat justru merupakan ibadah ganda: vertikal dan horizontal. Aspek muamalahnya lebih besar. Berasal dari muzakki, oleh amil, dan untuk mustahik. Zakat dipandang sebagai instrumen membangun relasi hamba dan Tuhan, serta instrumen membangun relasi kemanusiaan lintas struktur pada tiga sisi, yaitu : amil (agamawan), muzakki (orang kaya) dan mustahik (orang miskin). Paradigma kesalehannya bersifat sosial. Hubungan silaturahmi yang erat; persatuan dan kesatuan umat yang kuat; terjalin kerja sama dalam komunitas, dan praktek saling menolong berlangsung baik, meski tidaklah sepenuhnya

12 257 membuktikan relasi yang demikian berjalan maksimal. Yang terlihat terkadang silaturahmi yang bersifat formalitas; persatuan dan kesatuan sangat fragmentaris; di bawah alam sadar timbul saling curiga; tak terjalin kerja sama dalam komunitas; dan praktek saling menolong tak maksimal. Hakikat zakat berasal dari muzaki dan ditujukan untuk mustahik, lebih pada relasi kepuasan dan penundukan yang disertai kepentingan-kepentingan yang bersifat pengamanan sosial dan ekonomi Kepentingan Kekuasaan dan Pengamanan Sosial Ekonomi. Mengelola zakat bagi aktor tatakelola zakat desa Simburnaik difahami sebagai perintah memperhatikan dan memikirkan nasib kaum lemah, dan titik penekanannya tertuju pada pertimbangan membangun simbol keshalehan sosial dari tindakan kemanusiaan. Mengorbankan waktu dan tenaga untuk pengelolaan zakat, dengan membantu mengambil hak-hak ekonomi kaum mustahik dari tangan kaum muzakki, dipandang sebagai praktek membantu meringankan beban dan mengamankan masa depan kaum lemah. Seperti yang digambarkan oleh JAR (2008) dalam wawancara, yaitu : Menjadi amil itu perintah menegakkan agama Allah. Menjadi amil itu adalah kebaikan karena meningkatkan iman dan taqwa orang banyak dan dijanjikan pahala yang besar,...perintah Allah yang mengharuskan adanya amil memiliki maksud tertentu...,...salah satunya adalah untuk melindungi hak-hak orang miskin. Amil berperan sebagai perantara orang kaya dan orang miskin, amil bertugas mendorong dan mendesak agar orang kaya mengeluarkan zakatnya... kalau tidak ada amil yang terus mendorong dan motivasi orang kaya berzakat maka mereka akan seenaknya, mengeluarkan zakat semaunya... atau malah tidak berzakat Menjadi amil diyakini sebagai tindakan kebajikan dan melambangkan kesalehan dengan membantu meringankan beban kaum dhu afa (kaum lemah) dan mustadh ifiin (orang terpinggirkan). Menjadi amil bagi agamawan mengandung motif membangun pemaknaan sebagai orang yang sholeh, yang pantas dihormati, dihargai dan dipatuhi oleh ummat, dan untuk memperoleh dana zakat bagi pembiayaan tugas sebagai agamawan. Melalui proses objektivasi, internalisasi (Berger, 1990), konsep Amil disosialisasikan para agamawan desa Simburnaik melalui mimbar masjid, langgar maupun di pengajian-pengajian. mensosialisasikan bahwa amil sebagai salah satu dari kelompok yang berhak menerima zakat, dan karena posisinya

13 258 dan sebagai pemimpin agama, mereka berhak mengelola zakat. Agamawan membangun konstruksi sosial ummat sedemikian rupa melalui ceramah sebagai momen objektivasi dan internalisasi, dan hasilnya amil dikonstruksi sebagai yang berkuasa dalam tatakelola zakat sekaligus berhak atas manfaat dana zakat, sebagai bentuk eksternalisasi. Rasionalitas ummat diarahkan kepada kepatuhan terhadap amil dalam praktek berzakat. Konstruksi pengetahuan ummat tentang amil dibangun, dan menempatkan amil sebagai sosok yang dianggap sholeh karena peduli terhadap kebaikan muzakki maupun mustahik tanpa pamrih. Pekerjaan amil dalam wacana tatakelola zakat digambarkan sebagai tindakan untuk meningkatkan kesadaran beragama dan yang layak menjadi amil adalah orang yang memiliki pengetahuan luas tentang agama (imam, ustad atau guru). Pemahaman ummat tentang amil kemudian mensyaratkan penguasaan pengetahuan agama yang luas, dan ini menempatkan agamawan sebagai sosok yang paling tepat. Di sinilah letak kekuatan dan kekuasaan agamawan dibangun dari kekuatan pengetahuannya ketika ia memasuki ruang amil, dan seketika ia menduduki posisi sosial yang memiliki kuasa bersuara dalam mengarahkan para muzakki untuk berzakat sekaligus berkuasa mendistribusikan dana zakat pada sasaran yang menurutnya tepat. Pada tahap ini disiplin dan norma Foucault (Haryatmoko, 2003) digunakan sebagai teknik dan mekanisme kekuasaan melalui institusi zakat. Kepatuhan para muzakki dan mustahik melaksanakan dan menerima perlakuan sang amil inilah yang kemudian berwujud penaklukan dan penundukan ummat sebagai wujud bekerjanya pengetahuan dan kekuasaan melalui aras kognitif. Muzakki desa Simburnaik menyadari sebagai orang dikenai kewajiban berzakat, melaksanakan zakat atas kepentingan pencapain derajat keshalehan individu, namun menyerahkan zakat dengan mekanisme amil atau langsung kepada yang berhak, dipengaruhi oleh motif masing-masing muzakki. Berzakat melalui amil merupakan bentuk penundukan kepada agamawan sebagai pemimpin agama komunitas. Mematuhi anjuran dan petunjuk agamawan akan memberikan efek sosial yang besar berupa kesediaan sang agamawan memberikan pelayanan ritual agama bagi muzakki. Menjadi muzakki yang taat kepada agamawan membuat agamawan sangat responsif pada kebutuhan sang muzakki. Sebaliknya bagi mereka yang tidak mematuhi agamawan untuk berzakat lewat amil, selalu dianggap sebagai orang kaya yang kikir dan ingkar

14 259 serta kufur nikmat, bahkan terkadang kurang diabaikan oleh agamawan ketika mereka membutuhkan pelayanan dalam ritual-ritual agama. Seorang agamawan dikonstruksi oleh masyarakat Simburnaik sebagai orang yang memiliki kemampuan supranatural dan kedekatan dengan Allah SWT, sehingga mereka dianggap orang yang memiliki kemampuan luar biasa dan doa-doanya selalu dikabulkan. Berzakat kepada agamawan (Amil), yang diharapkan adalah berkah berupa kemurahan rejeki dan doa-doanya yang makbul. Muzakki yang terdorong dengan motif seperti ini, selalu pada saat berzakat memohon agar sang amil mendoakan keberkahan dan kemurahan rejeki agar hartanya dilipat gandakan oleh Allah. Pengejaran motif ini ditemukan beberapa muzakki yang berzakat secara khusus kepada agamawan tertentu dianggap khusus. Berzakat dengan cara langsung ke mustahik atau yang berhak, muzakki Simburnaik dipengaruhi oleh motif perlindungan diri agar tidak dikatakan sebagai orang kikir dan sombong dari banyak orang, khususnya dari kalangan kaum lemah. Oleh karena itu sang muzakki memilih berzakat langsung kepada orangorang yang dianggap sangat memungkinkan untuk menilainya dan berpotensi membangun konstruksi negatif atau positif tentang dirinya. Di sini terjadi pilihanpilihan yang berbeda antara muzakki berdasarkan tipologi keluarga. Bagi mereka yang berprofesi sebagai pengusaha dan pedagang, lebih sering memberikan zakatnya kepada buruh pasar, pekerjanya dan tetangganya, bagi keluarga petani dan nelayan lebih sering kepada keluarga dan kerabatnya. Berzakat langsung kepada mustahik bagi muzakki di sini, merupakan upaya penyelamatan dan pengamanan sosial dari ancaman kecemburuan sosial dari masyarakat luas. Selain itu mereka juga dipengaruhi oleh motif penguatan posisi sosial dengan harapan bisa diperoleh dari penundudukan dan kepatuhan para mustahik yang telah diberikannya zakat. Respon sosial dari para mustahik berupa penghormatan, penghargaan dan kesediaan mengorbankan tenaga dan waktu untuk membantu sang muzakki, atau patuh dengan keinginan dan kepentingan sang muzakki sebagai majikan, keluarga dan tetangga. Mustahik desa Simburnaik, menerima pemberian zakat dianggap sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan yang tinggi kepada kaum kaya dan amil yang telah secara ikhlas memperhatikan hak mereka. Oleh karenanya sebagai tanda terima kasih, mereka mendoakan kaum muzakki dan amil serta siap

15 260 dengan rela memberikan bantuan tenaga jika dibutuhkan. Mustahik menerima zakat di sini terdorong oleh motif penyelamatan ekonomi karena desakan kebutuhan yang tidak seimbangan dengan pendapatan mereka. Menerima zakat langsung dari muzakki atau melalui amil keduanya memberikan pengamanan pada pemenuhan kebutuhan survival. Kepentingan sosial masing-masing aktor dalam praktek zakat dan tatakelolanya, terajut dan saling terkait antara satu dengan yang lainnya dalam satu sistem kuasa dan pengetahuan di bawah kendali agamawan dalam ruang konstruksi sosial keshalehan. Di balik kepentingan membangun keshalehan, agamawan juga berkepentingan pada penaklukan masyarakat zakat dalam ruang kuasanya, untuk mengarahkan dan memobilisasi kelompok ekonomi atas tunduk dan patuh dalam kuasanya, sekaligus membangun relasi yang bersinergis dengan kaum kaya sebagai penunjang ekonomi dakwah. Pengejaran tujuan pengamanan sosial dan penundukan terhadap aktor lain oleh muzakki, bekerja secara halus hampir tidak tersadari oleh amil dan muzakki karena terbungkus dalam konsep kesalehan dan kepedulian sosial. Sementara kepentingan sang mustahik terbaca dengan jelas karena melekat dalam realitas kondisi ekonomi yang serba terbatas. Persentuhan kepentingan antar aktor dalam ranah ini, menempatkan mustahik pada ruang paling sempit yang selalu terhimpit dan terkalahkan oleh aktor-aktor lainnya, meski mereka memiliki ruang kuasa untuk mendesak muzakki berzakat dengan momok sosial sebagai orang kikir atau kehawatiran dari ancaman keamanan harta. Amil menempati ruang yang paling luas, karena mereka memiliki ruang kuasa pada ranah pengetahuan yang bisa membangun dan membentuk konstruksi sosial zakat pada aras kognitif, dan kemudian menjadi pijakan tindakan aktor lain. Sementara muzakki menempati ruang kedua sebagai aktor yang memiliki ruang yang sedikit bebas untuk menentukan berzakat melalui amil atau langsung ke muzakki dan berzakat dengan mustahik mana yang mereka inginkan sesuai dengan kepentingan mereka Kepentingan Penguatan Ajaran Agama Delapan kelompok penerima zakat (asnaf delapan), jika di sederhanakan akan menjadi tiga kelompok utama yaitu : 1) kelompok lemah secara ekonomi (fakir, miskin, gharim, memerdekatan budak dan musafir yang kehabisan biaya),

16 261 2) kelompok yang lemah iman dan butuh pengayoman untuk penguatan imam (mu allaf), dan 3) pejuang di jalan Allah (penguatan agama) (Amil dan Ibnu-sabiil /untuk jalan Allah). Kesemua ini oleh Amil zakat Komunitas di berikan zakat karena diyakini terkait dengan penguatan agama dan syiar agama. Kelompok yang lemah secara ekonomi, diberikan hak menerima zakat untuk menjaga agar keimanannya tidak melemah karena desakan kemiskinan. Orang yang lemah secara ekonomi diyakini sangat rawan luntur keimanannya dan bahkan dianggap bisa mengarah pada kekufuran (murtad). Kelompok yang lemah imannya diberikan zakat dengan harapan zakat akan mengamankan dan memperkuat imannya. Muallaf sebagai orang yang baru menganut Islam dianggap imannya masih sangat labil, oleh sebab itu untuk menguatkan keimanannya dilakukan pendekatan dengan santunan zakat. Di sini agamawan (sebagai amil) berkepentingan untuk menguatkan keimanan ummat yang lemah tersebut dengan menggiatkan zakat ummat untuk memberikan keringanan dari beban sosial dan penderitaan ekonomi yang mengancam iman kaum lemah. Tujuan penguatan agama merupakan tujuan yang tampak menonjol di kalangan agamawan desa Simburnaik yang terjun dalam tatakelola zakat. Menggiatkan zakat di kalangan komunitas pedesaan Simburnaik selalu ada alokasikan untuk pembiayaan penguatan dan penyiaran agama dalam bentuk dana pembangunan sarana ibadah, pendidikan dan pembiayaan bagi orang yang berjuang untuk menegakkan agama dari dana zakat. Dialokasikannya sebagian dari dana zakat untuk amil/pengelola, di lapangan ditemukan bahwa, meski memang bukan tujuan utama, namun ternyata alokasi ini merupakan salah satu faktor penarik mengapa orang tertarik dan mau mengorbankan waktunya untuk mengelola zakat. Seorang Amil terlibat dalam praktek pengelolaan zakat sebagai konsekwensi sebagai Imam atau Guru Agama dalam komunitas. Mengelola zakat di samping motivasi nilai (pahala), mereka juga termotivasi oleh adanya keuntungan material berupa alokasi dana zakat sebagai bagian amil yang telah ditetapkan dalam ajaran agama. Pengakuan H. A.AZ (61 tahun) menyatakan bahwa :...jatah zakat untuk amil buat saya bukan tujuan, tapi karena memang Allah mengatur bahwa amil memiliki hak dalam dana zakat yang terkumpul dan itu ada aturannya dalam agama,...jadi yah diterima aja, paling tidak untuk ganti uang rokok dalam mengurus zakat...

17 262 Artinya bahwa bagian zakat seorang amil di sini bukan tujuan utama, namun muncul juga sebagai tujuan sampingan dan ini cukup berarti karena sebagai pengganti biaya kebutuhan pribadi yang dikeluarkan dalam proses pegelolaan zakat. Temuan lain yang mendukung bahwa bagian zakat untuk amil itu menjadi bagian dari motif dalam mengelola zakat adalah; ditemukan adanya Guru Ngaji yang enggan mengelola zakat di Masjid jika hanya mendapatkan bagian hanya sebagai Guru Ngaji tanpa mendapatkan bagian sebagai amil sekaligus. Kengganan itu cenderung ditunjukkan dengan jarang ikut serta atau malah selalu menghindar untuk menjadi amil manakala tidak ada keyakinan atas kepastian adanya bagian sebagai amil dan bagian sebagai guru ngaji. Temuan ini menunjukkan bahwa dalam pengelolaan zakat ada motif peroleh dukungan ekonomi dalam mengelola zakat, meski memang tidak bisa dinyatakan sebagai motif utama yang bisa digeneralisir. Namun temuan ini menunjukkan kepentingan atas perolehan keuntungan ekonomi dari mengelola zakat dan sekaligus mewarnai pengelolaan zakat berbasis komunitas di Jambi. Status sosial Agamawan (Imam atau Guru Agama) di Simburnaik diidentikan dengan kesederhanaan hidup dan keterbatasan ekonomi, bahkan ada yang ekonominya sangat lemah. Mereka dalam menjalankan perannya sebagai pemangku agama tidak pernah ada tunjangan atau gaji dari komunitas atau pemerintah desa atas tugasnya melayani masyarakat. Maka mendapatkan santunan zakat seakan dianggap pantas, bahkan ada sejumlah warga yang secara konsisten memberikan zakatnya khusus untuk agamawan tertentu. Praktek membangun pemahaman bahwa Imam dan Guru Ngaji merupakan sosok yang layak mendapatkan keuntungan yang bersifat materi dari komunitas secara perorangan maupun kelompok, terjadi melalui mekanisme ritual agama dan budaya termasuk dalam proses pendidikan. Pesan-pesan moral dari agamawan (khatib/penceramah) memunculkan wacana bahwa agamawan merupakan sosok yang layak diberikan santunan (shodaqah atau passidekkah) untuk menunjang kelancaran tugasnya mengembangkan agama. Memberikan santunan atau sumbangan kepada mereka adalah berpahala dan bahkan lebih besar pahalanya dibanding dengan shadaqah kepada kebanyak orang. Pemahaman dan keyakinan yang demikian, merupakan bentukan dari aktor pengelola zakat melalui mekanisme membentuk, membangun, dan mengontrol pengetahuan agama komunitas. Agamawan sebagai sosok orang yang diberikan

18 263 kuasa atas ruang agama dan ruang sosial yang lebih luas, dalam konteks tertentu membentuk, membangun dan mengarahkan pengetahuan agama komunitas pada satu titik yang efek praktisnya memberikan keuntungan ekonomi bagi agamawan. Hal ini selalu tidak terlihat nyata, karena terbungkus oleh nilainilai dan pesan-pesan agama dan budaya yang sangat rapih Peta Kepentingan dalam BAZDA Jambi Penyeragaman sistem tatakelola zakat dianggap penting, sehingga untuk mencapai itu dikeluarkanlah UU. No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat sebagai satu kebijakan pemerintah yang salah satu tujuannya adalah untuk menyeragamkan sistem tatakelola zakat di Indonesia. Konsekwensi yuridisnya, semua model lembaga tatakelola zakat diharus untuk tunduk pada UU tersebut jika ingin dinyatakan legal dalam bentuk pengukuhan. Optimalisasi pengelolaan zakat dalam wacana zakat negara juga muncul sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi ummat untuk berzakat pada lembaga pengelola zakat resmi yang telah mendapatkan legalitas dari negara. Ini berawal dari dugaan bahwa rendahnya kesadaran berzakat karena lemahnya motivasi berzakat kepada masyarakat oleh lembaga zakat yang ada serta melemahnya kepercayaan pada lembaga zakat tradisional (karena dianggap tidak profesional). Untuk itu diperlukan kekuatan politik, tenaga yang profesional, dan lembaga dengan program kerja yang jelas dan terpercaya. Tingginya angka kemiskinan Indonesia yang menempatkan negara ini dalam deretan negara-miskin dunia, sebagaimana laporan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk tahun 2007/2008 dari United Nations Development Programme (UNDP). Peringkat IPM Indonesia tahun 2007 berada di urutan 107 dari 177 negara. Selain semakin jauh tertinggal oleh Singapura (peringkat 25), Brunei Darussalam (30), Malaysia (63), Thailand (78), dan Filipina (90), peringkat Indonesia juga sudah terkejar oleh Vietnam (105) yang pada tahun 2006 berada di peringkat 109. Tanpa perbaikan strategi pembangunan ekonomi dan sosial secara mendasar, peringkat IPM Indonesia tidak menutup kemungkinan segera disusul oleh Laos (130), Kamboja (131) dan Myanmar (132) di tahun-tahun mendatang (Suharto, 2007; UNDP, 2007). Hal ini membuat negara harus innovatif mencari sumber-sumber baru bagi pembiayaan pembangunan dan pemberdayaan.

19 264 Menjamurnya penduduk miskin yang membutuhkan bantuan dan santunan sosial untuk mengatasi kesulitan hidup menjadi bagian penting dan alasan mengapa zakat kemudian di lirik untuk dijadikan lembaga kemanusiaan dan menjadi tempat orang untuk menyalurkan zakat sebagai bentuk ibadah yang di pahami oleh banyak aktor tatakelola zakat sebagai instrumen kemanusiaan. Tabel 24 : Ragam Kepentingan dalam Badan Amil Zakat Daerah Aktor Orientasi Kepentingan Utama Kepentingan Sampingan BAZDA Jambi Penguatan Negara Pembiayaan pembangunan Amil Penguatan politik Pengamanan ekonomi Muzakki Pengamanan politik Pengamanan politik birokrasi dan ekonomi (perlindungan ekonomi) Mustahik Pengamanan ekonomi Pengamanan ekonomi survival Sumber : Data Primer, 2008 (diolah) Pada tabel 24 terlihat bahwa : BAZDA sebagai lembaga pengelola zakat negara atau pemerintah, berkepentingan pada penguatan negara. Masalah sosial khususnya kemiskinan yang selalu menjadi masalah rumit selalu mencuat sebagai masalah penting bagi negara, maka dengan mengelola zakat diharapkan mampu menjadi salah satu sumber pembiayaan untuk pembangunan khususnya mengatasi persoalan kemikinan dan ketidak berdayaan masyarakat. Amil atau aparat BAZDA yang merupakan aparatur negara, memandang zakat sebagai potensi besar karena menyangkut orang banyak. Maka dengan itu mengelola zakat bagi mereka berpotensi mendukung penguatan posisi politik dalam masyarakat. Dengan terlibat dalam pengurusan zakat sebagai aparat zakat, memberikan peluang untuk menduduki posisi strategis dalam tatakelola zakat, sekaligus menguasai arena zakat dan masyarakat zakat. Kepentingan lain yang tak kalah pentingnya adalah pengamanan kerja dan ekonomi sebagai aparat negara yang bisa mendapatkan keuntungan ekonomi dari mengelola zakat sebagai aparat BAZDA yang digaji oleh negara. Kepentingan muzakki di sini bisa diwarnai oleh kepentingan pengamanan politik, karena pengawai negeri sipil dan militer serta karyawan BUMN dalam tatakeola zakat ternyata bersentuhan dengan kekuasaan politik khususnya dalam hal penempatan dan reposisi jabatan strategis dalam birokrasi. Muzakki di BAZDA berzakat motif utama yang mencuat memang motif asketik, namun dalam perlaksanaannya selalu disertai oleh kepentingan politik dalam bentuk upaya pengamanan dan penguatan posisi politik dalam birokrasi. Apalagi

20 265 munculnya wacana bahwa untuk kenaikan kepangkatan, kepatuhan berzakat di BAZDA akan menjadi bagian dari persyaratan. Muzakki dari kalangan pegawai negeri sipil (PNS) dan militer yang berposisi sebagai nasabah utama BAZDA, patuh berzakat di BAZDA, juga diwarnai oleh pengamanan ekonomi atau pekerjaan serta pengamanan relasi birokrasi dan administrasi di tempat kerja, hal ini dikarenakan dalam beberapa kasus, bagi mereka yang tidak membayar zakat di BAZDA mendapatkan tekanan bahkan teguran dari atasan langsung. Mustahik sebagai kelompok yang berhak menerima manfaat dan efek dari pemanfaatan dana zakat, di BAZDA mereka berkepentingan terhadap peroleh dana zana zakat sebagai pengamanan ekonomi survival. Karena kondisi kemiskinan atau keterbatasan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya membuat mereka hanya memiliki kepentingan pada pengamanan pemenuhan kebutuhan minimal atau kebutuhan bertahan hidup. Oleh karena itulah makanya dalam banyak bukti, pemanfaatan zakat selalu tidak signifikan pada peningkatan kesejahteraan. Karena memang kepentingan mustahik pada dana zakat baru sebatas mengatasi kebutuhan minimal dan belum sampai pada kepentingan pada pemenuhan kebutuhan permodalan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup BAZDA : Kepentingan Kekuasaan Politik - Ekonomi Kebijakan politik yang terkait dengan pengelolaan zakat, muncul dalam pembahasan Thaba (1996) ketika menguraikan pola hubungan yang terbangun dalam tiga fase, yaitu : 1. Fase Antagonistik ( ), 2. Fase Resiprokal Kritis ( ) dan, 3. Fase Akomodatif ( ). Fase Akomodatif sebagai awal terakomodirnya zakat dalam kebijakan negara. Mengambil contoh lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama nomor 47 tahun 1991 dan Menteri Dalam Negeri nomor29 tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat Infak dan Sedekah (BAZIS). SKB Menteri tersebut pada pasal 3 menyatakan bahwa : BAZIS merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat yang didirikan oleh Ummat Islam secara berjenjang sesuai kebutuhan di Daerah Tingkat I, Daerah II, Kecamatan, dan Desa/Kelurahan (Salim, 2003). Namun jika merunut sejarah wacana zakat dalam ruang politik Orde Baru justru yang dikatakan Oleh Azis Thaba (1996) sebagai fase Akomodatif ( ), sesungguhnya juga tampak pada fase antagonis ( ). Pada fase yang

21 266 dikatakan oleh Azis Thaba sebagai fase antagonis justru Menteri Agama telah mengeluarkan Peraturan Menteri Agama (Permenag) nomor 4 tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat, yang kemudian disusul dengan Peraturan Menteri Agama nomor 5 tahun 1968 tentang Pembentukan Baitul Mal yang berstatus Yayasan. Tak lama kemudian Presiden Soeharto mengeluarkan Surat Edaran no. B.133/Pres/11/1968 yang ditujukan kepada instansi dan pejabat terkait agar mereka membantu pelaksanaan zakat di wilayah ruang kerja masing-masing, yang akhirnya menjelma dalam lembaga pengelola infak dan shadaqah pengawai negeri atau pejabat negara dengan status yayasan dengan nama Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila (YABMP). Perjalanan panjang wacana zakat dalam ruang politik di negeri ini berhujung pada lahirnya UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Sejak ini, maka manakala orang menyuarakan zakat dan pengelolaannya tidak bisa dilepaskan dari dialektika antara pergumulan nilai tradisi, norma dan budaya yang hidup dalam masyarakat dengan sistem tata negara. Artinya sejak itu tatakelola zakat telah diintegrasikan dalam sistem hukum nasional, dan menjadi realitas kehidupan hukum yang berada dalam ruang kekuasaan politik negara dan telah menjadi bagian dari kehidupan bernegara. Akibatnya mainstream masyarakat muslim tentang zakat, yang tadinya berada pada ruang komunitas, perlahan digiring masuk dalam ruang sistem negara. Di sana diatur tentang bentuk, kerja, arah program, pertanggungjawban dan evaluasi. Semua praktek tatakelola zakat diharuskan tunduk dalam mekanisme yang di atur oleh UU dalam konteks beragama dan bernegara secara bersamaan. Pengelolaan zakat secara profesional oleh aktor tatakelola zakat BAZDA dianggap akan memberikan beberapa keuntungan, di antaranya, yaitu: Pertama, lebih bisa menjaga keikhlasan dari muzakki (orang yang membayar zakat). Meskipun tidak ada parameter keikhlasan, namun penyakit riya bisa muncul jika muzakki langsung memberikan zakat kepada mustahik (penerima zakat). Kedua, bisa menjadikan muzakki disiplin dalam membayar zakat. Karena petugas pengambil zakat (amilin) akan selalu mengingatkan muzaki, jika sudah tiba waktunya harus membayar zakat dan diatur oleh aturan yang memiliki kekuatan yang pasti secara empirik. Ketiga, bisa menjaga perasaan rendah diri para penerima zakat. Jika penerima zakat langsung menyerahkan zakatnya pada mustahik, akan menjadikan mustahik dalam relasi ketergantungan karena

22 267 merasa berhutang budi pada pribadi tertentu, namun hal tersebut tidak akan terjadi jika dilakukan oleh lembaga profesional. Keempat, lebih efektif dan tepat sasaran. Lembaga amil zakat biasanya memiliki data base atau daerah-daerah binaan di mana di sana banyak masyarakat miskin, sementara muzakki referensinya tentu sangat terbatas. Sistem pembagian zakat secara langsung banyak resikonya dan juga bisa menyebabkan tidak adanya sebaran dan meratanya jumlah bantuan. Kelima, Jika pemberian zakat dilakukan lewat lembaga, dana zakat bisa menjadi kekuatan ekonomi yang dahsyat. Karena dana zakat akan disatukan dengan dana-dana zakat dari para muzakki dari berbagai level, sehingga bisa diwujudkan menjadi program-program pelayanan yang kuat dan lebih besar manfaatnya. Keenam, lebih bisa memberdayakan masyarakat. Pegelolaan zakat melalui lembaga, biasanya disertai pembinaan dan pendampingan serta bersifat kontinue. Pembagian zakat oleh perseorangan biasanya bersifat caritas (sosial) semata dan langsung habis atau hanya menjadi solusi sesaat, sehingga tidak mampu merubah keadaan masyarakat miskin secara berkesinambungan. Enam keuntungan diatas menjadi alasan mendasar didirikannya BAZDA yang memang secara sekilas begitu menjanjikan, namun secara bersamaan, Badan Amil Zakat Daerah ( BAZDA ) cenderung mempraktekkan adanya gejala yang tidak sepenuhnya sama. Seorang pengurus BAZDA memiliki kekuasaan untuk menghimbau dan ini diterjemahkan dalam memiliki kekuasaan penuh untuk memaksa dan memposisikan mustahik pada posisi yang juga marginal. Data tentang ini dapat dilihat pada box berikut : Box : Kuasa dan Distribusi Kuasa dalam Tatakelola Zakat BAZDA Jambi Pernyataan IH (61 tahun) wakil ketua Badan Amil Zakat Jambi, bahwa : Dari dulu cara orang mengelola zakat macam-mcam, ada yang di Masjid, di rumah, di madrasah dan ada yang menyerahkan langsung kepada orang-orang dekatnya. Sekarang ada lagi kelompok-kelompok usaha pengelola zakat. Jadi pengelolaan zakat sekarang ini banyak sekali macamnya. Kalau di biarkan masyarakat bisa bingung, mana yang benar.... makanya perlu perlu diatur dan diseragamkan... Temuan Lapang bahwa : Hampi semua lembaga yang terlibat secara aktif menghimbau masyarakat, dan karyawan/staf pemerintah daerah untuk berzakat, namun kenyatannya mereka hanya mampu memberikan himbauan kepada orang lain, sementara banyak dari mereka belum berzakat dengan baik ke BAZDA termasuk salah satu ketua BAZDA yang ada diperopinsi Jambi ada yang tidak pernah menyerahkan zakatnya ke BAZDA. Ada kecenderungan bahwa mereka hanya menghimbau dan bahkan menginstruksi kepada staf untuk berzakat. Pendistribusian Zakat kepada para mustahik ditemukan bahwa ada kebiasaan memberikan zakat pada akhir Ramadhan oleh pengurus BAZDA secara perorangan dengan berbagi tugas, masing-masing diberikan tugas untuk membagian zakat ke wilayah tertentu dengan batasan nilai dan jumlah muzakki yang telah ditentukan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan keamanan, karena jika kaum muzakki di kumpulkan di BAZDA dianggap akan terjadi kerumunan yang tidak mudah untuk dikendalikan, disamping ada kehawatiran massa akan meledak manakala tersebar berita adanya pembagian zakat di BAZDA.

VIII KESIMPULAN DAN SARAN

VIII KESIMPULAN DAN SARAN VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Empirik 8.1.1. Konstruksi Pengetahuan Zakat Konstruksi pengetahuan zakat LAZ Komunitas, BAZDA, dan LAZ Swasta, merupakan hasil dari bekerjanya rezim pengetahuan

Lebih terperinci

DINAMIKA RASIONALITAS TIGA LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT

DINAMIKA RASIONALITAS TIGA LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT VI DINAMIKA RASIONALITAS TIGA LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 6.1. Pendahuluan Foucault ketika membahas tentang kesadaran subjek, dalam masyarakat borjuis, Foucault mengikuti Weber. Bagi Foucault, subjek dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijauhi. Diantara perintah-perintah tersebut adalah saling berbagi - bagi

BAB I PENDAHULUAN. dijauhi. Diantara perintah-perintah tersebut adalah saling berbagi - bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk besar yang sebagian besar penduduknya menganut agama Islam, dimana dalam ajaran Islam terdapat perintah yang harus

Lebih terperinci

KONSTRUKSI SOSIAL PENGETAHUAN DAN DINAMIKA RASIONALITAS AMIL ZAKAT KOMUNITAS: STUDI DI KOTA AMBON MALUKU

KONSTRUKSI SOSIAL PENGETAHUAN DAN DINAMIKA RASIONALITAS AMIL ZAKAT KOMUNITAS: STUDI DI KOTA AMBON MALUKU KONSTRUKSI SOSIAL PENGETAHUAN DAN DINAMIKA RASIONALITAS AMIL ZAKAT KOMUNITAS: STUDI DI KOTA AMBON MALUKU Subair 1 Abstract: The construction of community tithe knowledge is result from knowledge and power

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi pada negara-negara

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi pada negara-negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi pada negara-negara dunia ketiga atau negara berkembang, termasuk Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN YUSUF QARDAWI DAN MASDAR FARID MAS UDI MENGENAI PENYATUAN ZAKAT DAN PAJAK SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK KEMASLAHATAN UMAT

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN YUSUF QARDAWI DAN MASDAR FARID MAS UDI MENGENAI PENYATUAN ZAKAT DAN PAJAK SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK KEMASLAHATAN UMAT BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN YUSUF QARDAWI DAN MASDAR FARID MAS UDI MENGENAI PENYATUAN ZAKAT DAN PAJAK SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK KEMASLAHATAN UMAT Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang fitrah. Sedangkan universalitas Islam menunjukkan bahwa Islam merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang fitrah. Sedangkan universalitas Islam menunjukkan bahwa Islam merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Islam merupakan salah satu ajaran agama yang begitu kompleks dan universal. Kompleksitas ajaran dalam agama Islam tersebut mencakup berbagai lini kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materil dan mental

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materil dan mental BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan Nasional bangsa di Indonesia senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materil dan mental spiritual, antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam. Kewajiban mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam. Kewajiban mengeluarkan BAB I PENDAHULUAN A. KONTEKS PENELITIAN Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam. Kewajiban mengeluarkan zakat itu berlaku bagi setiap muslim yang dewasa, merdeka, berakal sehat, dan telah memiliki harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dituntut untuk memiliki transparansi dan akuntabilitas. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dituntut untuk memiliki transparansi dan akuntabilitas. Organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga zakat adalah lembaga yang berada ditengah-tengah publik sehingga dituntut untuk memiliki transparansi dan akuntabilitas. Organisasi Pengelolaan Zakat (OPZ) dalam

Lebih terperinci

KONSTRUKSI 11 SOSIAL KUASA PENGETAHUAN ZAKAT Pendahuluan

KONSTRUKSI 11 SOSIAL KUASA PENGETAHUAN ZAKAT Pendahuluan V KONSTRUKSI 11 SOSIAL KUASA PENGETAHUAN ZAKAT 5.1. Pendahuluan Fenomena berzakat merupakan realitas kehidupan sehari-hari yang menyimpan dan menyediakan kenyataan, bekerjanya pengetahuan yang membimbing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara historis, konsep zakat 1 muncul dari wahyu yang diturunkan oleh Allah melalui Rasul-Nya Muhammad SAW. Wahyu ditafsirkan oleh Muhammad SAW, sebagai manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya berhubungan dengan nilai ketuhanan saja namun berkaitan juga dengan hubungan kemanusian yang bernilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada Al-Qur an dan Hadist. Dana zakat yang terkumpul akan diberikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. pada Al-Qur an dan Hadist. Dana zakat yang terkumpul akan diberikan kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat merupakan salah satu rukun islam yang wajib ditunaikan oleh umat muslim atas harta kekayaan seorang individu yang ketentuannya berpedoman pada Al-Qur an

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 23 SERI E.23 ================================================================= PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diwajibkan oleh Allah SWT untuk diberikan kepada mustahik yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. diwajibkan oleh Allah SWT untuk diberikan kepada mustahik yang telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Zakat menurut terminologi merupakan sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT untuk diberikan kepada mustahik yang telah disebutkan di dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.926, 2013 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Kode Etik. PNS. Pembinaan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademis serta bermunculannya lembaga perekonomian islam di Indonesia. Begitu

BAB I PENDAHULUAN. akademis serta bermunculannya lembaga perekonomian islam di Indonesia. Begitu BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang. Perkembangan ekonomi islam telah menjadikan islam sebagai satu-satunya solusi masa depan. Hal ini di tandai dengan semakin banyak dan ramainya kajian akademis serta

Lebih terperinci

RINGKASAN. Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat

RINGKASAN. Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat RINGKASAN Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat Disertasi ini memfokuskan kajian tentang peran pemerintah Kabupaten Mamuju dalam mengoptimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu serta menjadi unsur dari Rukun Islam, sedangkan Infaq dan Shodaqoh

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu serta menjadi unsur dari Rukun Islam, sedangkan Infaq dan Shodaqoh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Zakat, infaq, dan shodaqoh (ZIS) merupakan bagian dari kedermawanan (filantropi) dalam konteks masyarakat Muslim. Zakat merupakan kewajiban bagian dari setiap

Lebih terperinci

107 LAMPIRAN-LAMPIRAN

107 LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN-LAMPIRAN 107 108 Lampiran 01 KOESIONER ANGKET A. Pengantar Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih atas kesediaan bapak/ibu/ saudara(i) untuk mengisi atau menjawab pertanyaan yang ada dalam angket

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, infaq, dan shadaqah merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, infaq, dan shadaqah merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zakat, infaq, dan shadaqah merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu secara finansial. Zakat menjadi salah satu rukun islam keempat setelah puasa di bulan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 164, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Zakat adalah rukun Islam yang ketiga. Zakat merupakan ibadah yang menandakan ketaatan seorang hamba kepada Allah SWT, ibadah zakat mengandung dua dimensi, yaitu dimensi vertikal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Zakat merupakan salah zatu dari rukun Islam, seornag mukmin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Zakat merupakan salah zatu dari rukun Islam, seornag mukmin BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Zakat merupakan salah zatu dari rukun Islam, seornag mukmin yang mampu diwajibkan untuk mengeluarkan sebagian hartanya yang notabenenya adalah hak orang lain. Zakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Angka kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan data statistik pada tahun 2014 baik di kota maupun di desa sebesar 544.870 jiwa, dengan total persentase

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Ragam Kepentingan Lembaga Tatakelola Zakat

Ragam Kepentingan Lembaga Tatakelola Zakat RAGAM KEPENTINGAN LEMBAGA TATAKELOLA ZAKAT 173 Ragam Kepentingan Lembaga Tatakelola Zakat Abd. Malik Fakultas Tarbiyah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Abstrak Tulisan merupakan hasil penelitian tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Badan Perencana Pembangunan (Bappenas) menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Badan Perencana Pembangunan (Bappenas) menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Menurut data dari Badan Perencana Pembangunan (Bappenas) menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membicarakan masalah kemiskinan berarti membicarakan suatu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Membicarakan masalah kemiskinan berarti membicarakan suatu masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membicarakan masalah kemiskinan berarti membicarakan suatu masalah yang sebenarnya telah berlangsung lama dalam kehidupan manusia. Kemiskinan merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah global, sering dihubungkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah global, sering dihubungkan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah global, sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup. Kemiskinan sebagai suatu fenomena sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, yaitu kurang dari $ USA. Pada awal tahun 1997

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, yaitu kurang dari $ USA. Pada awal tahun 1997 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Di Indonesia kemiskinan masih menjadi isu utama pembangunan, saat ini pemerintah masih belum mampu mengatasi kemiskinan secara tuntas. Hingga tahun 2008

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BUNGO, Menimbang : a. bahwa pembayaran zakat fitrah dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA KANTOR UTUSAN KHUSUS PRESIDEN UNTUK DIALOG DAN KERJA SAMA ANTAR AGAMA DAN PERADABAN KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA HASIL MUSYAWARAH BESAR PEMUKA AGAMA UNTUK KERUKUNAN BANGSA Jakarta 8-10 Februari 2018

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Sabda Nabi yang menyatakan bahwa kefakiran itu mendekati pada

BAB I PENDAHULUAN. seperti Sabda Nabi yang menyatakan bahwa kefakiran itu mendekati pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan bahaya besar bagi umat manusia dan tidak sedikit Umat yang jatuh peradabannya hanya karena kefakiran. Karena itu seperti Sabda Nabi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia dan di akhirat. Disamping itu, Islam juga mengajarkan kepada

BAB I PENDAHULUAN. di dunia dan di akhirat. Disamping itu, Islam juga mengajarkan kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Islam adalah agama yang diturunkan sebagai rahmat bagi alam semesta, yakni agama yang membimbing umat manusia untuk mencapai kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu menghilangkan kesenjangan sosio-ekonomi masyarakat. 1

BAB I PENDAHULUAN. mampu menghilangkan kesenjangan sosio-ekonomi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zakat tidak sekedar dimaknai sebagai sebuah ibadah semata yang diwajibkan kepada setiap umat Islam bagi yang sudah memenuhi syarat, akan tetapi lebih dari pada

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah di banyak negara,

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah di banyak negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah di banyak negara, termasuk negara maju seperti Amerika Serikat (AS) sekalipun. Ternyata tercatat 15 juta tenaga kerja

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 9 Tahun 2012 TENTANG

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 9 Tahun 2012 TENTANG 1 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 9 Tahun 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT PROFESI, INFAK DAN SEDEKAH PEGAWAI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlawanan dengan semangat dan komitmen Islam terhadap. yang sejahtera dan baik yang menjadi tujuan utama mendirikan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. yang berlawanan dengan semangat dan komitmen Islam terhadap. yang sejahtera dan baik yang menjadi tujuan utama mendirikan Negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi di sebuah negara yang kaya dengan sumber daya alam dan mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti Indonesia, merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun 200

LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun 200 LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun 200 008 Nomor 7 Seri E.1 PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam perannya pada aspek sosial-ekonomi yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam perannya pada aspek sosial-ekonomi yang sangat besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu serta menjadi unsur dari rukun Islam. Zakat merupakan pilar utama dalam Islam khususnya dalam perannya

Lebih terperinci

ABSTRAKSI PENGGUNAAN DANA ZAKAT OLEH BADAN AMIL (BAZ) SURAKARTA

ABSTRAKSI PENGGUNAAN DANA ZAKAT OLEH BADAN AMIL (BAZ) SURAKARTA ABSTRAKSI PENGGUNAAN DANA ZAKAT OLEH BADAN AMIL (BAZ) SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Lebih terperinci

TATA NILAI, BUDAYA KERJA, DAN KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI BIRO SUMBER DAYA MANUSIA KEMENRISTEKDIKTI JAKARTA 2018

TATA NILAI, BUDAYA KERJA, DAN KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI BIRO SUMBER DAYA MANUSIA KEMENRISTEKDIKTI JAKARTA 2018 TATA NILAI, BUDAYA KERJA, DAN KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI BIRO SUMBER DAYA MANUSIA KEMENRISTEKDIKTI JAKARTA 2018 DASAR HUKUM Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara layak. Menurut Siddiqi mengutip dari al-ghazali dan Asy-Syathibi

BAB I PENDAHULUAN. secara layak. Menurut Siddiqi mengutip dari al-ghazali dan Asy-Syathibi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya lembaga filantropi di dalam memberdayakan usaha mikro agar dapat menjadikan manusia yang produktif melalui peran penyaluran dana ZIS yang telah dikumpulkan.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.271, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Kode Etik. PNS. Kementerian. Hukum. HAM. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-07.KP.05.02

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dua hal, yaitu pertama, kemiskinan itu sebagai akibat dari kemalasan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dua hal, yaitu pertama, kemiskinan itu sebagai akibat dari kemalasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia per-september 2015 mencapai 28,51 juta orang atau sekitar 11,13% dari total jumlah penduduk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang pemilihan judul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang pemilihan judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang pemilihan judul Kemajuan ekonomi menjadi salah satu tolak ukur suatu negara untuk mendapatkan pengakuan dari negara lain, bahwa negara itu termasuk negara maju atau

Lebih terperinci

yang diwajibkan Allah kepada orang-orang yang berhak. mensucikan orang yang mengeluarkannya dan menumbuhkan pahala. Sedangkan

yang diwajibkan Allah kepada orang-orang yang berhak. mensucikan orang yang mengeluarkannya dan menumbuhkan pahala. Sedangkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Zakat dan Infak Sedekah a. Zakat Dari segi bahasa, zakat berarti tumbuh, bersih, berkah, berkembang dan baik. Sedangkan dari segi istilah, zakat

Lebih terperinci

Membaca Sebagai Sumber Kemajuan Bangsa

Membaca Sebagai Sumber Kemajuan Bangsa Membaca Sebagai Sumber Kemajuan Bangsa A.M. Fatwa Kemajuan teknologi informasi yang hadir saat ini telah mengantarkan kita seakan-akan berada dalam sebuah desa kecil ( small village). Batas-batas negara

Lebih terperinci

REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA Fakultas Hukum Universitas Brawijaya BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI SPIRIT KONSTITUSI Pasal 36A UUD 1945 menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal.

BAB I PENDAHULUAN. minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat adalah ibadah yang mengandung dua dimensi yaitu dimensi hablum minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal. Ibadah zakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zakat dan Infaq merupakan ibadah yang tidak hanya bersifat vertikal (hablun min

BAB I PENDAHULUAN. zakat dan Infaq merupakan ibadah yang tidak hanya bersifat vertikal (hablun min BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat dan Infaq mempunyai peranan sangat besar dalam meningkatan kualitas kehidupan sosial masyarakat kurang mampu. Hal ini disebabkan karena zakat dan Infaq

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 2003 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Lebih terperinci

isempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

isempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, isempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa pembayaran zakat fitrah dan harta

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTENEGARA, Menimbang : a. bahwa Zakat

Lebih terperinci

KODE ETIK PEGAWAI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

KODE ETIK PEGAWAI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM KODE ETIK PEGAWAI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM MUKADDIMAH Universitas Muhammadiyah Mataram disingkat UM Mataram adalah Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang menjadi salah satu fondasi penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang menjadi salah satu fondasi penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang menjadi salah satu fondasi penting dalam Islam. Zakat disebutkan dalam Alquran sebanyak 35 kali, yang dalam 27 diantaranya penggunaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. perusahaan multinasional. Dulu lebih dikenal dengan comunity development.

BAB V PENUTUP. perusahaan multinasional. Dulu lebih dikenal dengan comunity development. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Corporate Social Responsibility (CSR) telah lama diadakan di dunia usaha perusahaan multinasional. Dulu lebih dikenal dengan comunity development. CSR PT TIA Danone telah dirilis

Lebih terperinci

Ditulis oleh Prof. Dr. DUSKI SAMAD, M.Ag./ Dekan dan Guru Besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang Rabu, 06 Agustus :11

Ditulis oleh Prof. Dr. DUSKI SAMAD, M.Ag./ Dekan dan Guru Besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang Rabu, 06 Agustus :11 MELEMBAGAKAN KEDERMAWANAN Sedih, malu, dan kasihan melihat dan menyaksikan antrian, desakan dan saling dorong ratusan orang untuk mendapatkan sedekah, zakat ataupun sumbangan dari orang-orang yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap perusahaan memerlukan pencatatan transaksi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap perusahaan memerlukan pencatatan transaksi yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan memerlukan pencatatan transaksi yang terjadi dalam operasional usahanya. Pencatatan ini sering disebut dengan akuntansi atau pembukuan. Pencatatan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN - 107 - BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Merujuk pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,

Lebih terperinci

Pengantar. responsibility (CSR).

Pengantar. responsibility (CSR). Pengantar Perusahaan mengejar laba memang sudah menjadi wataknya. Tetapi jika kemudian sebuah perusahaan juga ikut repot-repot melibatkan diri dalam suatu gerakan mencerdaskan bangsa melalui pemberian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KONSEP ZAKAT DAN PAJAK DALAM PEMIKIRAN MASDAR FARID MAS UDI. A. Analisis Terhadap Konsep Zakat dan Pajak Dalam Pemikiran Masdar Farid

BAB IV ANALISIS KONSEP ZAKAT DAN PAJAK DALAM PEMIKIRAN MASDAR FARID MAS UDI. A. Analisis Terhadap Konsep Zakat dan Pajak Dalam Pemikiran Masdar Farid 63 BAB IV ANALISIS KONSEP ZAKAT DAN PAJAK DALAM PEMIKIRAN MASDAR FARID MAS UDI A. Analisis Terhadap Konsep Zakat dan Pajak Dalam Pemikiran Masdar Farid Mas udi Pada awal Islam ada kejelasan dalam kewajiban

Lebih terperinci

Kode Etik PNS. Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil adalah pernyataan kesanggupan untuk melakukan suatu keharusan atau tidak melakukan suatu larangan.

Kode Etik PNS. Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil adalah pernyataan kesanggupan untuk melakukan suatu keharusan atau tidak melakukan suatu larangan. Kode Etik PNS Sebagai unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat Pegawai Negeri Sipil memiliki akhlak dan budi pekerti yang tidak tercela, yang berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung

Lebih terperinci

Kode Etik Pegawai Negeri Sipil

Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Norma Dasar Pribadi Setiap Pelayan Publik dan Penyelenggara Pelayanan Publik wajib menganut, membina, mengembangkan, dan menjunjung tinggi norma dasar pribadi sebagai berikut:

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG Menimbang: a. bahwa zakat merupakan

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH ZAKAT YANG DIKELOLA BAZDA TERHADAP PENGENTASAN KEMISKINAN DI KOTA PADANG

SKRIPSI PENGARUH ZAKAT YANG DIKELOLA BAZDA TERHADAP PENGENTASAN KEMISKINAN DI KOTA PADANG SKRIPSI PENGARUH ZAKAT YANG DIKELOLA BAZDA TERHADAP PENGENTASAN KEMISKINAN DI KOTA PADANG Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Oleh : PEBRIANITA 07 951 032 Mahasiswa

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ, DAN SEDEKAH DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang begitu pesat membuat perusahaan harus mampu mengelola sumber. politik, lingkungan sekitar dan kondisi ekonomi makro.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang begitu pesat membuat perusahaan harus mampu mengelola sumber. politik, lingkungan sekitar dan kondisi ekonomi makro. xvii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan zaman secara global yang cepat dan karena kemajuan era teknologi yang begitu pesat membuat perusahaan harus mampu mengelola sumber daya manusia (SDM)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENGUMPULAN DANA ZAKAT DI BAZNAS KOTA PEKALONGAN. Analisis manajemen pengumpulan dana zakat di BAZNAS Kota Pekalongan

BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENGUMPULAN DANA ZAKAT DI BAZNAS KOTA PEKALONGAN. Analisis manajemen pengumpulan dana zakat di BAZNAS Kota Pekalongan BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENGUMPULAN DANA ZAKAT DI BAZNAS KOTA PEKALONGAN Analisis manajemen pengumpulan dana zakat di BAZNAS Kota Pekalongan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengarahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi perilaku anak yang semakin hilangnya nilai-nilai karakter bangsa. Hilangnya nilai-nilai karakter bangsa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENGELOLAAN DANA SOSIAL PADA YAYASAN AL-JIHAD SURABAYA

BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENGELOLAAN DANA SOSIAL PADA YAYASAN AL-JIHAD SURABAYA BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENGELOLAAN DANA SOSIAL PADA YAYASAN AL-JIHAD SURABAYA A. Analisis Manajemen Penghimpunan, Pengelolaan serta Pendistribusian Dana Sosial pada Yayasan Al-Jihad Surabaya Setiap

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN NIM. H

LEMBAR PENGESAHAN NIM. H LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul : Kajian Sentralisasi Zakat Sebagai Salah Satu Rencana Amandemen UU No. 38 tahun 1999 2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI (X) PKM-GT 3. Ketua Kelompok a. Nama : Fuji Lasmini b. NIM

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KOOE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL 01 L1NGKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

2017, No Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4450); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Peg

2017, No Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4450); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Peg No.1160, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERPUSNAS. Kode Etik PNS. PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

No (BAZNAS) yang secara kelembagaan mempunyai kewenangan untuk melakukan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat secara nasional

No (BAZNAS) yang secara kelembagaan mempunyai kewenangan untuk melakukan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat secara nasional TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5508 KESEJAHTERAAN. Zakat. Pengelolaan. Pelaksanaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 38) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In No.1421, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Kode Etik Pegawai. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQAH

PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI MERANGIN, Menimbang : a.

BUPATI MERANGIN, Menimbang : a. BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA KELOLA ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SHADAQAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SHADAQAH 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SHADAQAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

Laporan Hasil Survey: Survei Opini Publik di Wilayah Jabodetabek

Laporan Hasil Survey: Survei Opini Publik di Wilayah Jabodetabek Laporan Hasil Survey: Survei Opini Publik di Wilayah Jabodetabek Latar Belakang Klaim potensi zakat yang sedemikian besar PBB UIN: 19 triliun rupiah (2004) IMZ: 27,2 triliun rupiah (2010) Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH UNTUK PENGEMBANGAN DAKWAH PADA BADAN AMIL ZAKAT (BAZ) KECAMATAN PEDURUNGAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH UNTUK PENGEMBANGAN DAKWAH PADA BADAN AMIL ZAKAT (BAZ) KECAMATAN PEDURUNGAN BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH UNTUK PENGEMBANGAN DAKWAH PADA BADAN AMIL ZAKAT (BAZ) KECAMATAN PEDURUNGAN 4.1.Analisis Terhadap Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shodaqoh untuk

Lebih terperinci

7 230 Daftar Bahasan Penerima Zakat Orang-Orang Fakir Orang-Orang Miskin Amil atau Pengurus Zakat Orang-Orang Muallaf Untuk Memerdekakan Budak Orang-Orang yang Berutang Untuk Jalan Allah Orang-Orang Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh karena itu tentu pendidikan juga akan membawa dampak yang besar terhadap peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PROSEDUR PENGELOLAAN DANA INFAQ YDSF DAN ANALISIS DAMPAK DARI PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT

BAB IV ANALISIS PROSEDUR PENGELOLAAN DANA INFAQ YDSF DAN ANALISIS DAMPAK DARI PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT BAB IV ANALISIS PROSEDUR PENGELOLAAN DANA INFAQ YDSF DAN ANALISIS DAMPAK DARI PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT A. Analisis Prosedur Pengelolaan Dana Infaq YDSF Perolehan dana infaq Yayasan Dana Sosial Al-Falah

Lebih terperinci

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi hasil kesimpulan penelitian secara keseluruhan yang dilakukan oleh penulis Selain kesimpulan, diuraikan pula rekomendasi yang penulis berikan kepada beberapa pihak

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.465, 2017 BPOM. Kode Etik. Kode Perilaku ASN. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN

Lebih terperinci