STUDI INFESTASI EKTOPARASIT PADA ANJING DI PONDOK PENGAYOM SATWA JAKARTA GRADY PRIASDHIKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI INFESTASI EKTOPARASIT PADA ANJING DI PONDOK PENGAYOM SATWA JAKARTA GRADY PRIASDHIKA"

Transkripsi

1 STUDI INFESTASI EKTOPARASIT PADA ANJING DI PONDOK PENGAYOM SATWA JAKARTA GRADY PRIASDHIKA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Infestasi Ektoparasit pada Anjing di Pondok Pengayom Satwa Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2014 Grady Priasdhika NIM B

3 ABSTRAK GRADY PRIASDHIKA. Studi Infestasi Ektoparasit pada Anjing di Pondok Pengayom Satwa Jakarta. Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI. Anjing merupakan hewan peliharaan yang paling sering dipelihara oleh manusia. Masalah yang sering ditemukan adalah adanya ektoparasit seperti caplak, pinjal, tungau, dan kutu. Penelitian ini bertujuan mengetahui besarnya kasus infestasi ektoparasit pada pasien anjing di Pondok Pengayom Satwa Jakarta (PPSJ) dari tahun 2009 sampai Data rekam medis dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, jenis anjing, dan umur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 538 dari pasien anjing yang datang di PPSJ terinfestasi ektoparasit (15.47%). Jenis ektoparasit yang tercatat adalah caplak (41.96%), kutu (23.94%), pinjal (21.48%), dan tungau (12.63%). Infestasi ektoparasit ditemukan lebih banyak pada anjing jantan (16.55%) dibandingkan anjing betina (14.15%). Selain itu, anjing ras murni memiliki prevalensi tertinggi (17.87%) diikuti anjing campuran (mix) (13.27%), dan anjing lokal (12.43%). Anjing dengan umur lebih dari 1 tahun (17.21%) lebih banyak terinfestasi dibandingkan anjing berumur 1 tahun atau kurang (13.59%). Hasil uji Chi-square (p<0,01) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, jenis anjing, dan umur dengan infestasi ektoparasit pada anjing. Kata kunci : anjing, ektoparasit, infestasi, jenis kelamin, prevalensi, ras, umur ABSTRACT GRADY PRIASDHIKA. Study of Ectoparasites Infestation in Dogs at Pondok Pengayom Satwa Jakarta. Supervised by UPIK KESUMAWATI HADI. Dog is the most common pet animal reared by humans. The problem that often found is the presence of ectoparasites such as ticks, fleas, mites, and louse. This study aim to determine the prevalence ectoparasite infestations in dogs at Pondok Pengayom Satwa Jakarta (PPSJ) from 2009 to The medical record data grouped based on sex, breed, and age. The result showed that there were 538 from dogs that come at PPSJ infested by ectoparasites (15.47%). Types of ectoparasites recorded from 2012 to 2013 were ticks (41.96%), louse (23.94%), fleas (21.48%), and mites (12.63%). The infestation of ectoparasites found more in the male dog (16.55%) than the female dog (14.15%). In addition, pure breed dog (17.87%) had the highest prevalence of ectoparasites followed by mixed (13.27%), and local breed (12.43%). The dog which above 1 year old (17.21%) was more infested than the dog which 1 year old or less (13.59%). The result of Chi-square test (p<0.01) showed there were significant different between sex, breed, and age with the ectoparasites infestations in dogs. Keywords: age, breed, dogs, ectoparasite, infestation, prevalence, sex

4 STUDI INFESTASI EKTOPARASIT PADA ANJING DI PONDOK PENGAYOM SATWA JAKARTA GRADY PRIASDHIKA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

5

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan kuasa-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Studi Infestasi Ektoparasit pada Anjing di Pondok Pengayom Satwa Jakarta. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat kelulusan dalam memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kedokteran Hewan Insititut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini: 1 Kedua orangtua dan keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan semangat dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2 Ketua, dokter hewan, dan karyawan Pondok Pengayom Satwa Jakarta yang telah membantu penulis dalam kegiatan penelitian. 3 Prof Dr Drh Upik Kesumawati Hadi, MS selaku dosen pembimbing yang telah berkenan membimbing dan memberikan pengarahan, kritik, dan saran kepada penulis selama penelitian sampai akhir penulisan skripsi ini. 4 Dr Bambang Kiranadi, MSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dalam melaksanakan kegiatan perkuliahan. 5 Seluruh staf Bagian Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan. 6 Teman-teman seperjuangan Acromion FKH 47 yang telah memberikan semangat. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Besar harapan penulis kiranya skripsi ini dapat berguna bagi penulis dan umumnya bagi pembaca, serta untuk kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran hewan dan kesehatan masyarakat veteriner. Bogor, Desember 2014 Grady Priasdhika

7 DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR TABEL viii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Caplak 2 Pinjal 5 Kutu 6 Tungau 7 Pencegahan dan Pengendalian Ektoparasit 8 Animal Shelter 8 METODE 9 Tempat dan Waktu Penelitian 9 Metode Penelitian 9 Pengambilan Data 9 Analisis Data 9 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 Prevalensi Infestasi Ektoparasit 9 Infestasi Ektoparasit Berdasarkan Jenis Kelamin 11 Infestasi Ektoparasit Berdasarkan Jenis Anjing 12 Infestasi Ektoparasit Berdasarkan Umur 13 SIMPULAN DAN SARAN 15 Simpulan 15 Saran 15 DAFTAR PUSTAKA 15 LAMPIRAN 18 RIWAYAT HIDUP 20

8 DAFTAR GAMBAR 1 Caplak R. sanguineus 3 2 Siklus hidup caplak R. sanguineus 4 3 Siklus hidup pinjal C. felis 6 4 Siklus hidup tungau S. scabiei 8 5 Jenis ektoparasit yang ditemukan 10 6 Perbandingan jumlah pasien anjing yang terinfestasi dari tahun 2009 sampai 2013 berdasarkan jenis kelamin 12 7 Perbandingan jumlah pasien anjing yang terinfestasi dari tahun 2009 sampai 2013 berdasarkan jenis anjing 13 8 Perbandingan jumlah pasien anjing yang terinfestasi dari tahun 2009 sampai 2013 berdasarkan umur 14 DAFTAR TABEL 1 Jumlah pasien anjing pertahun, jumlah anjing terinfestasi ektoparasit, dan prevalensi infestasi ektoparasit di Pondok Pengayom Satwa Jakarta tahun 2009 sampai Jumlah pasien anjing yang terinfestasi ektoparasit berdasarkan jenis kelamin di Pondok Pengayom Satwa Jakarta 11 3 Jumlah pasien anjing yang terinfestasi ektoparasit berdasarkan jenis anjing di Pondok Pengayom Satwa Jakarta 12 4 Jumlah pasien anjing yang terinfestasi ektoparasit berdasarkan umur di Pondok Pengayom Satwa Jakarta 13 5 Hasil uji Chi-square jenis kelamin, jenis anjing, umur, dan infestasi ektoparasit 14 DAFTAR LAMPIRAN 1 Data infestasi ektoparasit perbulan berdasarkan kasus, jenis kelamin, umur, dan jenis anjing 18 2 Hasil uji Chi-square 19

9 PENDAHULUAN Latar Belakang Anjing merupakan hewan kesayangan yang sering dipelihara oleh manusia. Hal ini berkaitan dengan hubungan sosial yang erat antara anjing dengan manusia. Anjing memiliki keistimewaan, seperti tingkat intelegensi yang cukup tinggi sehingga dapat dilatih, dapat menjadi teman bermain, dan memiliki sifat yang sangat setia pada pemilik. Selain sebagai teman bermain, anjing dipelihara untuk dijadikan pekerja, berburu, penjaga, dan pelacak. Dalam memelihara hewan kesayangan, seringkali timbul masalah yang berkaitan dengan penyakit hewan. Masalah yang sering muncul adalah adanya gangguan ektoparasit. Ektoparasit banyak dijumpai di Indonesia karena kondisi iklim dan kelembaban yang menunjang kehidupan ektoparasit sepanjang tahun (Dharmojono 2001). Ektoparasit yang sering ditemukan pada anjing adalah caplak, kutu, tungau, dan pinjal. Caplak yang sering ditemukan pada anjing di Indonesia adalah Rhipicephalus sanguineus (Hadi dan Rusli 2006). Caplak hidup di permukaan kulit hewan dan akan menghisap darah induk semang melalui pembuluh darah perifer yang berada di bawah kulit. Caplak memiliki ukuran tubuh yang cukup besar yang melekat pada permukaan kulit sehingga sangat mudah ditemukan pada daerah tubuh anjing. Predileksi yang paling disukai caplak adalah leher, sela-sela jari, dan bagian dalam telinga (Hadi dan Soviana 2010). Caplak dapat menjadi vektor penular berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, rickettsia, dan protozoa (Levine 1994). Pinjal yang sering ditemukan pada anjing adalah Ctenocephalides canis dan Ctenocephalides felis. Pinjal berada pada permukaan tubuh inang saat membutuhkan makanan. Gigitan pinjal dapat mengakibatkan flea allergic dermatitis. Selain itu, pinjal berperan sebagai vektor penyakit plague dan inang antara cacing Dipylidium caninum (Eisen et al. 2008; Hadi dan Soviana 2010). Kutu yang sering ditemukan pada anjing adalah Trichodectes canis. Kutu ini sebagai inang antara cacing Dipylidium caninum untuk menularkan ke manusia (Scott et al. 2001). Jenis ektoparasit tersebut banyak ditemukan di klinik, tempat penitipan anjing, dan kennel. Tempat penitipan anjing dapat menjadi tempat yang berisiko dalam penyebaran ektoparasit. Tempat penitipan anjing menjadi alternatif pemilik jika mereka terlalu sibuk sehingga takut tidak dapat mengurusnya. Populasi ektoparasit yang sedikit tidak terlalu mengganggu hewan. Namun, bila terus berkembang biak dan jumlahnya bertambah banyak maka hewan akan terlihat terganggu. Upaya penanggulangan ektoparasit yang sering dan mudah dilakukan adalah sanitasi lingkungan dan penggunaan bahan kimawi (insektisida). Hal ini dikarenakan biaya yang tidak terlalu mahal dan cara aplikasinya yang relatif mudah. Pencabutan ektoparasit satu-persatu merupakan cara yang sering dilakukan karena tidak butuh biaya, namun hal ini dirasa kurang efektif dan efisien apalagi bila infestasi ektoparasit cukup banyak. Belum banyak laporan kasus mengenai ektoparasit pada anjing. Infestasi ektoparasit penting untuk dilaporkan sehingga prevalensi maupun penyebaran ektoparasit dapat terlihat.

10 2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui besarnya kasus infestasi ektoparasit pada pasien anjing di Pondok Pengayom Satwa Jakarta. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kasus infestasi ektoparasit pada anjing dan dapat dijadikan sumber acuan dalam penanganan kasus yang berkaitan dengan ektoparasit di Pondok Pengayom Satwa. TINJAUAN PUSTAKA Caplak Caplak adalah ektoparasit penghisap darah yang mempunyai peranan penting dalam bidang kesehatan hewan. Penyebaran caplak di seluruh dunia sangat luas dan umumnya terdapat di daerah teritorial meliputi hutan, rawa, gunung, dan padang rumput (Soulsby 1982; Levine 1994). Caplak terdiri dari 2 famili yaitu Ixodidae dan Argasidae. Famili Ixodidae terdiri atas genus Ixodes, Haemophysalis, Dermacentor, Hyalomma, Nosomma, Rhipicephalus, Boophilus, dan Margropus. Famili Argasidae terdiri atas genus Argas, Ornithodoros, dan Otobius (James dan Harwood 1969). Caplak dari spesies R. sanguineus atau disebut juga brown dog tick merupakan jenis caplak yang paling sering terdapat pada anjing. Nuchjangreed dan Somprasong (2007) melaporkan infestasi caplak di Pattaya, Thailand disebabkan R. sanguineus pada anjing (77.4%, 356/460) dan B. microplus pada sapi (10.9%, 50/460). Klasifikasi dan Morfologi Menurut Krantz (1970) caplak anjing (R. sanguineus) diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Arachnida Ordo : Parasitiformes Famili : Ixodidae Genus : Rhipicephalus Spesies : Rhipicephalus sanguineus

11 3 Gambar 1 Caplak R. sanguineus (a) larva, (b) nimfa, (c) betina dewasa, (d) jantan dewasa (Dantas-Torres 2010) Secara umum tubuh caplak terbagi atas 2 bagian, yaitu gnatosoma (kepala dan toraks) dan idiosoma (abdomen). Pada bagian gnatosoma terdapat kapitulum (kepala) dan bagian-bagian mulut yang terletak dalam suatu rongga yang disebut kamerostom. Bagian dasar kapitulum adalah basis kapituli yang berhubungan dengan bagian idiosoma (Hadi dan Soviana 2010). Idiosoma adalah bagian posterior tubuh caplak. Pada batas posterior bidang dorsal tubuh caplak dapat ditemukan legokanlegokan yang dinamakan marginal festoon. Pada caplak jantan maupun betina, lubang anus dan lubang kelamin terletak pada bidang ventral di tengah-tengah antara koksa 1 dan 2. Spirakel berbentuk koma, kapitula yang pendek, dan lekukan anus hanya mengelilingi setengah bagian dari anus dan kemudian memperluas bagian caudal hingga ke lekukan medial (James dan Harwood 1969). Larva R. sanguineus memiliki 3 pasang kaki, nimfa memilik 4 pasang kaki, dan dewasa memiliki 4 pasang kaki. Larva berbentuk bulat dengan sistem trakea belum berkembang dan berwarna coklat muda. Nimfa berbentuk oval dan lubang genital belum berkembang serta berwarna abu-abu. Di samping itu, R. sanguineus juga memiliki sepasang mata yang terletak pada batas lateral skutum (James dan Harwood 1969). Seluruh bagian dorsal tubuh caplak jantan dewasa tertutup dengan skutum sedangkan pada caplak betina dewasa hanya sebagian saja (Gambar 1). Siklus Hidup R. sanguineus Siklus hidup R. sanguineus memerlukan 3 induk semang untuk menjadi caplak dewasa. Induk semang dari telur menetas sampai menjadi caplak dewasa bisa pada jenis anjing yang sama rasnya ataupun dari ras yang berbeda. Seluruh stadium kehidupan caplak disebut stadium parasitik, karena R. sanguineus menghisap darah atau cairan tubuh kecuali pada stadium telur (Shaw et al. 1970). Caplak dewasa yang telah kenyang menghisap darah akan terlepas dari tubuh anjing kemudian mencari tempat berlindung di celah-celah sambil menunggu sampai telurnya siap dikeluarkan dan akan bertelur di tanah. Lord (2001) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas telur, yaitu berat

12 4 badan caplak, jumlah darah yang dihisap, dan suhu serta kelembaban telur (suhu optimum ºC dan kelembaban 80 90%). Larva yang baru menetas akan segera mencari induk semangnya untuk menghisap darah inangnya sampai kenyang, kemudian larva jatuh ke tanah atau tetap tinggal di tubuh inangnya. Pada musim panas, larva molting menjadi nimfa selama 2 minggu dan pada musim dingin selama 7 minggu (Lord 2001). Larva sebelum menghisap darah akan berbentuk pipih dan akan mengalami perubahan bentuk menjadi bulat setelah menghisap darah. Setelah kenyang menghisap darah, larva akan jatuh ke tanah dan mencari tempat perlindungan yang kemudian akan berubah menjadi nimfa. Nimfa akan menghisap darah sampai kenyang kemudian jatuh ke tanah dan molting menjadi caplak dewasa dalam waktu hari (Soulsby 1982; Levine 1990) atau hari menurut Yates (1992). Caplak betina dewasa akan menghisap darah dalam waktu 6 21 hari (Soulsby 1982; Levine 1990) atau 6 50 hari menurut Yates (1992). Gambar 2 Siklus hidup caplak R. sanguineus (Hadi et al. 2013) Siklus hidup caplak (Gambar 2) dapat berlangsung selama 2 bulan sampai 2 tahun tergantung pada kondisi lingkungannya. Dengan kondisi lingkungan yang mendukung, siklus hidupnya semakin pendek yang artinya perkembangbiakan semakin cepat terjadi. Pada suhu 29 ºC siklus hidup caplak berlangsung 63 hari dan dalam lingkungan yang kurang mendukung dalam 1 tahun hanya dapat mencapai 4 generasi. R. sanguineus dapat bertahan dalam kondisi yang kurang menguntungkan selama hari tanpa makan (Soulsby 1982). Caplak ini juga tahan terhadap lingkungan yang terendam air, kekeringan, dan ketidaktersediaan makanan dalam waktu berbulan-bulan (Levine 1994). Gangguan yang ditimbulkan oleh caplak yaitu anemia pada inang. Gigitan caplak juga dapat menyebabkan infeksi sekunder karena bakteri. Caplak juga berperan sebagai vektor penyakit seperti babesiosis pada anjing dan sapi hingga penyakit pada manusia yaitu Q fever dan tularemia (Hadi dan Soviana 2010).

13 5 Pinjal Pinjal merupakan serangga ektoparasit yang bersifat semiobligat dan menghisap darah inangnya saat dewasa. Menurut Wall dan Shearer (2001) pinjal memilki 2 famili yang penting dalam dunia kedokteran hewan yaitu Ceratophyllidae dan Pulicidae. Famili Ceratophyllidae merupakan famili besar yang terdiri dari 80 spesies parasit burung dan sekitar 420 spesies parasit hewan pengerat (Taylor et al. 2007). Famili Pulicidae memiliki beberapa genus penting, misalnya Ctenocephalides (pinjal kucing dan anjing), Pulex (pinjal manusia) dan Xenopsylla (pinjal tikus) yang merupakan jenis-jenis pinjal yang sering dijumpai sebagai ektoparasit utama serta menimbulkan masalah di Indonesia (Hadi dan Soviana 2010). Pinjal anjing (C. canis) memiliki kemiripan dengan pinjal kucing (C. felis) tetapi lebih jarang ditemukan. Pinjal kucing dapat ditemukan pada anjing karena pinjal kucing dapat hidup di tubuh anjing (Zentko dan Richman 2011). Hasil studi di Hawassa, Ethiopia Selatan oleh Kumsa dan Mekonnen (2011) melaporkan tingkat prevalensi tertinggi terjadi pada spesies C. felis (82.9%) diikuti C. canis (73.8%). Klasifikasi dan Morfologi Menurut Soulsby (1982) pinjal C. felis diklasifikasikan sebagai berikut: Filum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Siphonaptera Famili : Pulicidae Genus : Ctenocephalides Spesies : Ctenocephalides felis Pinjal dewasa memiliki bentuk tubuh pipih bilateral (Bowman 2002), berukuran mm, tidak bersayap, mempunyai kaki-kaki yang panjang, dan kuat untuk meloncat. Tubuh pinjal ditutupi oleh rambut-rambut halus maupun kasar. Permukaan tubuh pinjal dilapisi khitin yang tebal untuk memudahkan bergerak pada rambut dan kulit inang (Urquhart 1996). Kepalanya kecil berbentuk segitiga dan memiliki lekuk di belakang mata yang berfungsi menyimpan antena bersegmen (Levine 1994). Pinjal memiliki mulut yang mengarah ke bawah dan terdiri dari sepasang maxillary lacinae yang berfungsi menusuk kulit inang. Bagian abdomen terbagi menjadi 10 segmen, pada segmen 6 sampai 8 terdapat spermateka pada pinjal betina yang berfungsi menyimpan sperma. Bagian toraks terdiri atas 3 ruas, yaitu protoraks, mesotoraks, dan metatoraks (Hadi dan Soviana 2010). Beberapa pinjal memiliki duri di atas mulut dan di belakang protoraks yang berguna untuk identifikasi jenis pinjal (Urquhart 1996). Secara umum morfologi dari C. canis sama dengan C. felis, pinjal C. canis memiliki duri ke-1 dari genal ctenidium yang lebih pendek dari duri ke-2. Kaki belakang terdiri dari 8 ruas pada C. canis dan 5 ruas pada C. felis. Kepala C.canis tidak memiliki panjang 2 kali lebar kepalanya sedangkan C. felis 2 kalinya (Soulsby 1982). Siklus Hidup C. felis Pinjal mengalami metamorfosis sempurna yang dimulai dari telur, larva, pupa, dan dewasa. Siklus hidup pinjal (Gambar 3) berkisar hari pada

14 6 kondisi lingkungan optimal, seperti suhu dan kelembaban (Zentko dan Richman 2011) dan dapat mencapai 6 12 bulan pada kondisi yang tidak ideal (Wall dan Shearer 2001). Pinjal betina biasanya mengeluarkan telur sampai 20 butir setiap periode bertelurnya. Telur pinjal berbentuk oval dan berwarna keputihan. Telur menetas menjadi larva selama 2 hari dan berkembang dengan baik pada lingkungan yang terlindung dari sinar matahari dan hujan dengan kelembaban 75% dan suhu o F. Sebelum menjadi dewasa, larva akan menjadi pupa sampai benar-benar menjadi pinjal dewasa. Menurut Dryden (1988) pinjal dewasa dapat hidup optimal pada lingkungan dengan suhu o C dengan kelembaban 75 92%. Gambar 3 Siklus hidup pinjal C. felis (Hadi et al. 2013) Kutu Kutu merupakan serangga ektoparasit yang bersifat obligat dan memiliki bentuk tubuh pipih dorsoventral dengan ukuran antara 1 6 mm. Menurut Hadi dan Soviana (2010) jenis kutu yang menyerang anjing di Indonesia ada 2, yaitu Heterodoxus longitarsus dan Trichodectes canis. T. canis adalah kutu yang paling sering ditemukan pada anjing yang menyebabkan pruritus dan juga menyebarkan patogen seperti Dipylidium caninum (Torres dan Figueredo 2007). Kedua kutu tersebut memiliki tipe mulut pengigit. Kutu berukuran besar, seluruh tubuhnya ditumbuhi oleh rambut lebat dan tebal berukuran sedang sampai panjang. Antenanya tersusun oleh 4 segmen, pada kutu betina ditemukan gonopods (alat kelamin luar). Bentuk tubuh kutu jenis ini pendek, membulat, berwarna kekuningan, kepalanya membulat, dan antenanya tersusun oleh 3 segmen. Pada ujung kaki ditemukan sebuah cakar, abdomen ditemukan spirakel pada segmen 2 6, dan banyak bulu setae berukuran panjang. Troyo et al. (2012) melaporkan infestasi kutu anjing di Caribbean, Costa Rica disebabkan T. canis (13%, 11/83) dan H. spiniger (10%, 8/83).

15 Klasifikasi dan Morfologi Menurut Hopla et al. (1994) kutu anjing (T. canis) diklasifikasikan sebagai berikut: Filum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Phthiraptera (Mallophaga) Sub ordo : Ischnocera Famili : Trichodectidae Genus : Trichodectes Spesies : Trichodectes canis Siklus Hidup T. canis Kutu mengalami metamorfosis tidak sempurna yang dimulai dari telur, nimfa instar pertama sampai ketiga kemudian dewasa. Telur yang dihasilkan kutu betina dewasa berjumlah selama hidupnya dengan ukuran 1 2 mm, berbentuk oval, berwarna putih, dan beberapa jenis telur dilengkapi operkulum. Telur akan menetas menjadi nimfa setelah 5 18 hari. Warna nimfa dan kutu dewasa putih, makin tua akan menjadi gelap. Kutu dewasa dapat hidup 10 hari sampai beberapa bulan (Hadi dan Soviana 2010). 7 Tungau Tungau merupakan ektoparasit yang sering menyebabkan penyakit kulit seperti skabies dan demodekosis pada anjing. Skabies pada anjing disebabkan tungau Sarcoptes scabiei, sedangkan tungau yang menyebabkan demodekosis adalah Demodex canis. Sarcoptes scabiei berbentuk bulat, dengan ukuran tubuh jantan lebih kecil dibandingkan betina. Tungkai ke-2 pendek, pasangan tungkai ke-3 dan 4 tidak melebihi batas tubuh. Setiap tungkai dilengkapi dengan alat penghisap. Pada bidang dorsal terdapat stria halus dan cekungan-cekungan memanjang secara transversal (Hadi dan Soviana 2010). Klasifikasi dan Morfologi Menurut Taylor et al. (2007) tungau S. scabiei diklasifikasikan sebagai berikut: Filum : Arthropoda Kelas : Arachnida Ordo : Acariformes Sub ordo : Sarcoptiformes Famili : Sarcoptidae Genus : Sarcoptes Spesies : Sarcoptes scabiei Siklus Hidup S. scabiei Siklus hidup S. scabiei (Gambar 4) terdiri dari fase telur, larva, protonimfa, tritonimfa, dan dewasa yang berlangsung pada tubuh inang. Tungau jantan dan betina akan kawin di permukaan kulit, lalu tungau betina akan membuat terowongan yang berisi tungau betina, telur-telur, dan fesesnya (Wall dan Shearer

16 8 2001). Telur-telur tersebut akan menetas setelah 3 8 hari dan menjadi larva. Setelah 2 3 hari larva akan menjadi protonimfa, kemudian menjadi tritonimfa, dan beberapa hari kemudian menjadi dewasa. Stadium telur menjadi dewasa berlangsung selama hari. Gambar 4 Siklus hidup tungau S. scabiei (Hadi et al. 2013) Pencegahan dan Pengendalian Ektoparasit Kerugian yang ditimbulkan oleh infestasi ektoparasit sangat banyak, sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan dan pengendalian. Secara umum tindakan pengendalian dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu secara fisik, kimia, dan biotik. Pengendalian ektoparasit menurut ESCCAP (2012) dilakukan dengan mencegah hewan keluar rumah sehingga meminimalisir resiko infestasi. Menurut Blagburn dan Dryden (2009) pengendalian pinjal dapat dilakukan dengan membersihkan tempat tidur anjing, karpet, dan perabot rumah dengan vacuum cleaner untuk menghilangkan telur dan larva pinjal. Pengendalian pada caplak dengan pengambilan secara manual dan melenyapkan area yang beresiko menjadi tempat berkembangnya caplak. Pengendalian secara kimia dengan menggunakan obat antiektoparasit atau insektisida. Permetrin, deltametrin, dan spinosad merupakan contoh insektisida untuk pengendalian ektoparasit (Beugnet dan Franc 2012). Antiektoparasit lain yang dapat digunakan seperti organofosfat, karbamat, amitraz, piretrin, dan piretroid. Animal Shelter Animal shelter merupakan tempat yang berperan dalam kesehatan dan pemeliharaan yang baik pada hewan. The Association of Shelter Veterinarians (ASV) (2010) menyatakan latar belakang dibentuknya animal shelter berkaitan dengan kesejahteraan dan kebebasan hewan, yaitu bebas dari lapar dan haus, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari sakit dan penyakit, bebas mengeksperikan tingkah alami, dan bebas dari takut dan tertekan. Pondok Pengayom Satwa Jakarta (PPSJ) adalah animal shelter yang bergerak dalam usaha pengayoman anjing dan kucing yang ada di Jakarta. PPSJ didirikan pada 28

17 Agustus 1987 oleh ibu Soeprapti Soeprapto, istri mantan Gubernur DKI Jakarta bapak R. Soeprapto. Dikarenakan Pondok Pengayom Satwa Jakarta adalah organisasi sosial, maka dana operasional sebagian besar berasal dari donasi pecinta satwa, biaya serahan, dan adopsi satwa. Semakin banyaknya anjing dan kucing yang diserahkan ke Pondok Pengayom Satwa Jakarta membuat biaya operasional yang ada tidak mencukupi. Oleh karena itu, Pondok Pengayom Satwa Jakarta membuka berbagai jasa pelayanan, yaitu penitipan anjing dan kucing, klinik hewan, mandi satwa, angkut satwa, kremasi, dan makam satwa. 9 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pondok Pengayom Satwa, Ragunan, Jakarta Selatan dari bulan Juli sampai Oktober 2014 dengan mengumpulkan data rekam medik sebagai sumber data penelitian. Metode Penelitian Pengambilan Data Pengambilan data kasus berdasarkan rekam medik (medical record) di Pondok Pengayom Satwa Jakarta pada pasien anjing yang terinfestasi ektoparasit yang kemudian akan dianalisis. Data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari rekam medik pasien anjing di Pondok Pengayom Satwa Jakarta dari 2009 sampai Ektoparasit yang tercatat pada rekam medik tidak spesifik terhadap jenis ektoparasit tertentu. Beberapa catatan rekam medik menunjukkan adanya infestasi caplak, tungau, pinjal, dan kutu. Analisis Data Data kasus ektoparasit diidentifikasi dari seluruh pasien anjing yang datang dan dihitung prevalensinya, lalu kasus infestasi ektoparasit dianalisis berdasarkan jenis/ras, umur, dan jenis kelamin kemudian dianalisis dengan uji Chi-square menggunakan software SPSS Data disajikan secara deskriptif dan dalam bentuk tabel dan gambar. HASIL DAN PEMBAHASAN Prevalensi Infestasi Ektoparasit Data rekam medik yang ada di Pondok Pengayom Satwa Jakarta tertulis tidak spesifik di mana ektoparasit yang dicatat beberapa ditulis sebagai ektoparasit tanpa menuliskan jenis ektoparasit seperti caplak (Rhipicephalus sanguineus),

18 10 pinjal (Ctenocephalides felis), kutu (Trichodectes canis dan Heterodoxus longitarsus), dan tungau (Sarcoptes scabiei dan Demodex canis). Beberapa catatan rekam medik terlihat infestasi caplak sering terjadi dibandingkan dengan ektoparasit lain. Pada tahun 2012 sebanyak 73 kasus dari total 151 kasus infestasi diakibatkan oleh caplak (48.34%), diikuti A kutu 36 kasus (23.84%), pinjal 30 kasus (19.87%), dan tungau 12 kasus (7.95%). Sementara itu, tahun 2013 sebanyak 37 kasus dari total 104 kasus infestasi diakibatkan oleh caplak (35.58%), diikuti oleh kutu 25 kasus (24.04%), pinjal 24 kasus (23.08%), dan tungau 18 kasus (17.31%). Rata-rata dari tahun , kasus infestasi oleh caplak sebesar 41.96%, kutu 23.94%, pinjal 21.48%, dan tungau 12.63%. A B C Gambar 5 Jenis ektoparasit yang ditemukan (A) caplak R. sanguineus, (B) pinjal C. felis, (C) kutu T. canis, (D) tungau S. scabiei Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Pondok Pengayom Satwa Jakarta pada bulan Januari 2009 sampai Desember 2013 menunjukkan adanya 538 kasus ektoparasit pada anjing. Jumlah pasien yang terinfestasi ektoparasit, jumlah pasien anjing tiap tahun, dan prevalensi infestasi ektoparasit tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 memperlihatkan prevalensi infestasi ektoparasit di Pondok Pengayom Satwa Jakarta dengan rata-rata 15.43% kasus pertahun. Setiap tahun prevalensi terlihat cukup fluktuatif, hal ini terlihat dengan adanya peningkatan maupun penurunan tiap tahun. Pada tahun mengalami peningkatan 1.89%, tahun mengalami penurunan 3.28%, tahun mengalami peningkatan kembali 2.9%, dan tahun mengalami penurunan 1.21%. Prevalensi tertinggi terjadi pada tahun 2010, yaitu 16.86% dengan jumlah anjing yang terinfestasi 100 ekor dari total 593 ekor pasien. Jumlah anjing yang terinfestasi ektoparasit terbanyak terjadi pada tahun 2012, yaitu 151 ekor dengan total pasien 916 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa infestasi ektoparasit sering terjadi pada anjing. D

19 Tabel 1 Jumlah pasien anjing pertahun, jumlah anjing terinfestasi ektoparasit, dan prevalensi infestasi ektoparasit di Pondok Pengayom Satwa Jakarta tahun 2009 sampai 2013 Tahun Jumlah pasien anjing Jumlah anjing yang Prevalensi (%) (ekor) terinfestasi ektoparasit Jumlah Rata-rata Infestasi Ektoparasit Berdasarkan Jenis Kelamin Infestasi ektoparasit pada pasien anjing di Pondok Pengayom Satwa Jakarta pada tahun 2009 sampai 2013 berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh anjing jantan dengan jumlah 307 ekor (16.55%) dan anjing betina 231 ekor (14.15%). Hasil penelitian di Gwang-ju, Korea oleh Chee et al. (2008) menunjukkan prevalensi anjing jantan (26.9%, 14/52) lebih tinggi dibandingkan dengan anjing betina (17.5%, 7/40). Hasil penelitian Mosallanejad et al. (2011) di Ahvaz, Iran menunjukkan hasil yang sama, yaitu infestasi ektoparasit paling banyak ditemukan pada anjing jantan dengan tingkat prevalensi 35.82% (24/67) sedangkan anjing betina 20.33% (12/59). Kumsa dan Mekonnen (2011) di Hawassa, Ethiopia melaporkan prevalensi infestasi ektoparasit tertinggi juga terjadi pada anjing jantan (100%, 179/179) dibandingkan dengan anjing betina (99.5%, 20/21). Sebaliknya di Jaunpur, India, Rao et al. (2013) melaporkan tingkat prevalensi anjing betina (60.38%, 96/159) lebih tinggi dibandingkan anjing jantan (50%, 43/86). Faktor yang menyebabkan anjing jantan banyak terinfestasi caplak mungkin karena tingkah laku anjing jantan yang lebih aktif dan agresif. Anjing jantan lebih sering dijadikan sebagai anjing penjaga dan sebagai pemacek sehingga kontak dengan anjing lain sering terjadi. Menurut Broom dan Fraser (2007) hewan jantan memiliki sifat yang lebih dominan dibandingkan hewan betina, hal ini ditunjukkan dalam perilaku seperti mounting, mengendus-endus, dan berkelahi untuk memperebutkan wilayah. Perilaku anjing tersebut dapat menyebabkan anjing sering melakukan kontak langsung dengan anjing lain, sehingga infestasi ektoparasit akan meluas. Tabel 2 Jumlah pasien anjing yang terinfestasi ektoparasit berdasarkan jenis kelamin di Pondok Pengayom Satwa Jakarta Jumlah pasien anjing (ekor) Anjing yang terinfestasi Prevalensi (%) Tahun (ekor) Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jumlah Rata-rata

20 Jantan Betina Gambar 6 Perbandingan jumlah pasien anjing yang terinfestasi ektoparasit dari tahun 2009 sampai 2013 berdasarkan jenis kelamin Infestasi Ektoparasit Berdasarkan Jenis Anjing Data rekam medik menunjukkan anjing ras merupakan pasien yang paling banyak terinfestasi ektoparasit dengan jumlah sebanyak 325 ekor (17.87%), diikuti anjing mix sebanyak 108 ekor (13.27%), dan anjing lokal 105 ekor (12.43%) (Tabel 3). Prevalensi tertinggi pada anjing ras terjadi pada tahun 2010, yaitu 10.45%. Tingginya prevalensi pada anjing ras mungkin disebabkan banyaknya pemilik anjing yang memilih anjing ras sebagai peliharaan. Beberapa anjing ras murni memiliki rambut yang panjang sehingga ektoparasit dapat bersembunyi di sela-sela rambut anjing. Penelitian yang dilakukan Tesfaye dan Chanie (2011) di Gondar, Ethiopia menunjukkan tingkat infestasi tertinggi terjadi pada anjing lokal (90.3%), kemudian anjing mix (82.7%), dan tidak dilaporkan pada anjing ras. Menurut James-Rugu (2000) perbedaan derajat infestasi ektoparasit diantara jenis anjing berkaitan dengan sistem imun dan gen anjing. Infestasi ektoparasit yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada umumnya disebabkan karena kurangnya pemilik memperhatikan perawatan dan kesehatan hewan peliharaannya, sehingga ektoparasit dapat berkembang dengan baik (Muller dan Kirk 1976). Tabel 3 Jumlah pasien anjing yang terinfestasi ektoparasit berdasarkan jenis anjing di Pondok Pengayom Satwa Jakarta Jumlah pasien anjing (ekor) Jenis anjing yang Prevalensi (%) Tahun terinfestasi (ekor) Ras Lokal Mix Ras Lokal Mix Ras Lokal Mix Jumlah Rata-rata

21 Ras Lokal Mix Gambar 7 Perbandingan jumlah pasien anjing yang terinfestasi ektoparasit dari tahun 2009 sampai 2013 berdasarkan jenis anjing Infestasi Ektoparasit Berdasarkan Umur Data rekam medik di Pondok Pengayom Satwa Jakarta tahun 2009 sampai 2013 menunjukkan jumlah pasien anjing yang terinfestasi ektoparasit paling tinggi pada anjing berumur >1 tahun sebanyak 311 ekor (17.21%) dan 1 tahun sebanyak 227 ekor (13.59%) (Tabel 4). Prevalensi infestasi ektoparasit tiap tahun terlihat pada Tabel 4 yang menunjukkan angka tertinggi terjadi pada tahun 2012 dengan angka kejadian 10.26% (94/916) pada anjing berumur >1 tahun. Menurut Rao et al. (2013) yang membagi menjadi empat kelompok umur, yaitu 0 6 bulan, 7 12 bulan, bulan, dan lebih dari 18 bulan, kejadian tertinggi terjadi pada umur lebih dari 12 bulan. Tesfaye dan Chanie (2011) di Gondar, Ethiopia melaporkan prevalensi tertinggi terjadi pada anjing berumur antara 8 18 bulan (96.6%), kemudian umur dibawah 8 bulan (87%), diatas 18 bulan (85.1%). Hal ini didukung oleh Kumsa dan Mekonnen (2011) di Hawassa, Ethiopia bahwa anjing berumur tua (100%, 168/168) lebih tinggi prevalensi infestasi ektoparasit dibandingkan anjing berumur muda (96.9%, 31/32). Walaupun Chee et al. (2008) di Gwang-ju, Korea dan Mosallanejad et al. (2011) di Ahvaz, Iran melaporkan anjing kurang dari satu tahun lebih banyak terinfestasi ektoparasit, yaitu 66.7% (6/9) dan 59.09% (26/44). Tabel 4 Jumlah pasien anjing yang terinfestasi ektoparasit berdasarkan umur di Pondok Pengayom Satwa Jakarta Jumlah Pasien Anjing (ekor) Umur Anjing yang Prevalensi (%) Tahun Terinfestasi (ekor) 1 >1 1 >1 1 > Jumlah Rata-rata

22 tahun >1 tahun Gambar 8 Perbandingan jumlah pasien anjing yang terinfestasi ektoparasit dari tahun 2009 sampai 2013 berdasarkan umur Anjing berumur tua banyak terinfestasi ektoparasit kemungkinan berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh anjing. Anjing yang sudah tua akan mengalami penurunan sistem kekebalan dibandingkan dengan anjing yang masih muda karena adanya antibodi maternal. Menurut Radji (2010) faktor yang mempengaruhi sistem imun adalah usia, semakin tua usia, maka akan semakin berkurang kemampuan sistem imun untuk memproduksi antibodi. Apabila dianalisis lebih lanjut, dari seluruh kasus infestasi ektoparasit pada anjing dari tahun 2009 sampai 2013 (Tabel 5), maka total anjing terinfestasi pada jantan (307 ekor) lebih banyak daripada anjing betina (231 ekor). Anjing jantan dengan ras rambut pendek paling banyak terinfestasi oleh ektoparasit (107 ekor), diikuti oleh ras rambut panjang (70 ekor), mix atau campuran (69 ekor), dan paling sedikit pada anjing lokal (61 ekor). Jika dilihat dari segi umur, maka anjing berumur 1 sampai 3 tahun paling banyak terinfestasi oleh ektoparasit baik pada jantan (187 ekor) maupun pada betina (118 ekor). Berdasarkan analisis uji Chisquare (Chi-kuadrat) ternyata terdapat hubungan yang signifikan antara infestasi ektoparasit dengan jenis kelamin, jenis anjing, dan umur (p<0.01) (Tabel 5). Tabel 5 Hasil uji Chi-square hubungan jenis kelamin, jenis anjing, umur, dan infestasi ektoparasit Umur (tahun) Jenis Anjing <1 1 3 >3 Total Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Lokal Mix (campuran) Ras rambut pendek Ras rambut panjang Total p-value ,004

23 15 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari data keseluruhan sejak Januari 2009 sampai Desember 2013 terdapat 538 kasus ektoparasit dari pasien anjing di Pondok Pengayom Satwa Jakarta. Prevalensi infestasi ektoparasit rata-rata 15.43% pertahun. Jenis ektoparasit yang menyerang anjing berdasarkan rekam medik tahun 2012 sampai 2013 adalah caplak (41.96%), kutu (23.94%), pinjal (21.48%), dan tungau (12.63%). Berdasarkan jenis kelamin, anjing jantan lebih banyak (8.73%) terinfestasi ektoparasit daripada yang betina (6.71%). Berdasarkan ras, anjing dengan ras murni paling banyak (9.33%) terinfestasi ektoparasit, diikuti oleh campuran (mix) (3.19%), dan lokal (2.92%). Sementara itu berdasarkan umur, anjing berumur >1 tahun paling banyak (8.85%) terinfestasi ektoparasit daripada umur 1 tahun (6.59%). Berdasarkan uji Chi-square, terdapat hubungan antara jenis kelamin, jenis anjing, dan umur dengan infestasi ektoparasit (p<0.01). Saran Melihat prevalensi infestasi ektoparasit yang cukup tinggi dan peran ektoparasit sebagai vektor beberapa penyakit maka perlu adanya tindakan pengendalian dan pencegahan agar anjing tidak terinfestasi ektoparasit. Evaluasi kejadian infestasi ektoparasit perlu dilakukan setiap tahun, karena semakin banyaknya penyakit bersifat zoonotik yang membahayakan manusia. DAFTAR PUSTAKA [ASV] The Association of Shelter Veterinarians Guidelines for Standards of Care in Animal Shelters. [tempat tidak diketahui]: ASV. Beugnet F, Franc M Insecticide and acaricide molecules and/or combinations to prevent pet infestation by ectoparasites. Trends in Parasitol. 28(7): Blagburn BL, Dryden MW Biology, Treatment, and Control of Flea and Tick Infestations. Vet Clin Small Animal. 39: Broom DM, Fraser AF Domestic Animal Behaviour and Welfare. Cambridge (UK): CAB International. Chee JH, Kwon JK, Cho HS, Cho KO, Lee YJ, El-Aty AMA A survey of ectoparasite infestations in stray dogs of Gwang-ju City, Republic of Korea. Kor J Parasitol. 46(1): Dantas-Torres F Biology and ecology of the brown dog tick, Rhipicephalus sanguineus [Internet]. [diunduh 2014 Aug 28] Parasite & Vectors. 3:26. Tersedia pada:

24 16 Dharmojono Kapita Selekta Kedokteran veteriner : Hewan kecil. Jakarta (ID): Pustaka Populer Obor. Dryden MW Evaluation of certain parameters in the bionomics of Ctenocephalides felis felis [tesis]. West Lafayette (US): Purdue Univ. [ESCCAP] European Scientific Counsel Companion Animal Parasites Control of Ectoparasites in Dogs and Cats. 3 th ed. Worcestershire (UK): Mews. Eisen RJ et al Early-phase Transmission of Yersinia pestis by Cat Fleas (Ctenocephalides felis) and Their Potential Role as Vectors in a Plagueendemic Region of Uganda. Am J Trop Med Hyg. 78(6): Hadi UK, Gunandini DJ, Soviana S, Supriyono Atlas Entomologi Veteriner. Bogor (ID): IPB Pr. Hadi UK, Rusli VL Infestasi caplak anjing Rhipicephalus sanguineus (Parasitiformes: Ixodidae) di daerah Kota Bogor. J Med Vet Indones. 10(2): Hadi UK, Soviana S Ektoparasit: Pengenalan, Identifikasi, dan Pengendaliannya. Bogor (ID): IPB Pr. Hopla CE, Durden LA, Keiran JE Ectoparasites and Classification. Rev Sci and Tech. 13(4): James-Rugu NN A survey of ticks and tick borne parasites of sheep and goats from Bassa Local Government Area of Plateau State, Nigeria. J Pure Appl Sci. 1: James MT, RF Harwood Herm s Medical Entomology. 6 th ed. London (UK): Macmillan. Johnston C Parasites and Parasitic Diseases of Domestic Animals [Internet]. [diunduh 2014 Aug 28]. University of Pennsylvania. Tersedia pada: Krantz GW A Manual of Acrology. Oregon (US): O. S. U Book Stores, Inc. Kumsa BE, Mekonnen S Ixodid tick, fleas, and lice infesting dogs and cats in Hawassa, southern Ethiopia. Onder J Vet Res. 78(1):1 4. doi: /ojvr.v78i Levine ND Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Ashadi G, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr. Terjemahan dari: Study Book of Veterinary Parasitology. Lord CC Brown Dog Tick, Rhipicephalus sanguineus Latreille (Arachnida: Acari: Ixodidae). University of Florida (US). Molin EU In vitro Characterization of Glutathione Transferases from Sarcoptes scabiei [tesis]. Uppsala (SE): Swedish University of Agricultural Sciences. Mosallanejad B, Alborzi AR, Katvandi N A Survey on Ectoparasite Infestations in Companion Dogs of Ahvaz District, South-west of Iran. J Arthropod-Borne Dis. 6(1): Muller GH, Kirk RW Small Animal Dermatology. Philadelphia (US): WB Saunders. Nuchjangreed C, Somprasong W Ectoparasite species found on domestic dogs from Pattaya disctricy, Chon Buri province, Thailand. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 38: Radji M Immunologi dan Virologi. Jakarta (ID): ISFI Pr.

25 Rao RM, Chandra S, Singh SK Occurrence of phthirapteran ectoparasite parasitizing on domestic dogs, Canis familiaris (Linne) in Jaunpur district (U.P.). J Appl Nat Sci. 5(1): Scott DW, Miller WH, Griffin CE Muller and Kirk s Small Animal Dermatology. 6 th ed. Philadelphia (US): WB Saunders. Shaw RD, Thorburn JA, Wallace HG Cattle Tick Control. London (UK): Welcome Research Organization. Soulsby EJC Helminth, Antropods and Protozoa of Domesticated Animal. London (UK): Bailliere, Tindall, and Cassel Ltd. Taylor MA, Coop RL, Wall RL Veterinary Parasitology. 3 th ed. Oxford (UK): Blackwell. Tesfaye A, Chanie M Ectoparasites are Major Skin Diseases of Dogs in Gondar, Amhara National Regional State, Ethiopia. Int J Anim Veter Adv. 3(5): Troyo A, Calderon-Arguedas O, Alvarado G, Vargas-Castro LE, Avendano A Ectoparasites of dogs in home environments on the Caribbean slope of Costa Rica. Rev Bras Parasitol Vet. 21(2): Torres FD, Figueredo LA Heterodoxus spiniger (Enderlein, 1909) on domestic dogs (Canis familiaris, L. 1758) from the city of Recife, Pernambuco State, Brazil. Braz J vet Res anim Sci. 44(2): Urquhart GM, Armour J, Duncan JL, Dunn AM, Jennings FW Veterinary Parasitology. 2 th ed. Scotland (UK): Blackwell Scientific. Wall R, Shearer D Veterinary Ectoparasites: Biology, Pathology, and Control. Oxford (UK): Blackwell. Yates JR Rhipicephalus sanguineus (Latreille) [Internet]. [diunduh 2014 Jun 30]. Extension Urban Entomologist, College of Tropical Agriculture and Human Resources. University of Hawaii at Manoa. Tersedia pada: htm. Zentko DC, Richman DL Cat Flea, Ctenocephalides felis felis (Bouche). Entomology and Nematology Department, Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences. University of Florida (US). 17

26 18 LAMPIRAN Lampiran 1 Data infestasi ektoparasit perbulan berdasarkan kasus, jenis kelamin, umur, dan jenis anjing Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sep Okt Nov Des Total Total Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sep Okt Nov Des J B J B J B J B J B J B J B J B J B J B J B J B Total Total Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sep Okt Nov Des 1 >1 1 >1 1 >1 1 >1 1 >1 1 >1 1 >1 1 >1 1 >1 1 >1 1 >1 1 >1 Total Total Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Juni R L M R L M R L M R L M R L M R L M Total Tahun Juli Agst Sep Okt Nov Des R L M R L M R L M R L M R L M R L M Total Total

27 19 Lampiran 2 Hasil uji Chi-square Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Jenis_anjing * Umur * Jenis_kelamin % 0.0% % Count Jenis_anjing * Umur * Jenis_kelamin Crosstabulation Umur Jenis_kelamin <1 1-3 >3 Jantan Jenis_anjing Lokal Total Mix Ras pendek Ras panjang Total Betina Jenis_anjing Lokal Mix Ras pendek Ras panjang Total Chi-Square Tests Jenis_kelamin Value df Asymp. Sig. (2-sided) Jantan Pearson Chi-Square (a) Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 307 Betina Pearson Chi-Square (b) Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 231 a 4 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.7. b 3 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Asymp. Sig. (2-sided) sebesar dan < α(0.01), artinya terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, jenis anjing, dan umur.

28 20 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 September 1991 dari ayah Heniri Muhali dan ibu Puspa Sari Tanuwijaya. Penulis adalah putra kedua dari tiga bersaudara. Dalam masa pendidikannya, penulis bersekolah di SD Slamet Riyadi I Jakarta, SMP Slamet Riyadi Jakarta, dan SMA Gonzaga Jakarta. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah agama Katolik pada tahun ajaran Penulis juga menjadi anggota Himpunan Profesi Satwa Liar FKH IPB, pernah menjadi anggota Departemen Budaya, Olahraga, dan Seni BEM FKH IPB tahun 2011/2012, dan anggota Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) cabang IPB tahun 2013/2014. Penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitian seperti lomba olahraga Olimpiade Veteriner (OLIVE), Masa Perkenalan Fakultas (MPF), Veterinary Integrity and Skill Improvement (VISI), dan Pekan Ilmiah Nasional Kedokteran Hewan. Dalam menunjang kegiatan pendidikan, penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Taman Nasional Way Kambas dan klinik hewan di Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. yang lalu. Salah satu bukti hubungan baik tersebut adalah adanya pemanfaatan

BAB I PENDAHULUAN. yang lalu. Salah satu bukti hubungan baik tersebut adalah adanya pemanfaatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anjing merupakan salah satu jenis hewan yang dikenal bisa berinteraksi dengan manusia. Interaksi demikian telah dilaporkan terjadi sejak ratusan tahun yang lalu. Salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai parasit sperti cacing telah dikenal beratus-ratus tahun yang lalu oleh nenek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai parasit sperti cacing telah dikenal beratus-ratus tahun yang lalu oleh nenek 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Parasit Parasit adalah organisme yang eksistensinya tergangung adanya organisme lain yang dikenal sebagai induk semang atau hospes. Organisme yang hidup sebagai parasit sperti

Lebih terperinci

SEBARAN INFESTASI EKTOPARASIT PADA ANJING DI BANDUNG CUCU SUTRISNA

SEBARAN INFESTASI EKTOPARASIT PADA ANJING DI BANDUNG CUCU SUTRISNA SEBARAN INFESTASI EKTOPARASIT PADA ANJING DI BANDUNG CUCU SUTRISNA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Lebih terperinci

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B04103159 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

J U R N A L M E T A M O R F O S A Journal of Biological Sciences ISSN:

J U R N A L M E T A M O R F O S A Journal of Biological Sciences ISSN: JURNAL METAMORFOSA IV (2): 189-195 (2017) J U R N A L M E T A M O R F O S A Journal of Biological Sciences ISSN: 2302-5697 http://ojs.unud.ac.id/index.php/metamorfosa JENIS-JENIS PARASIT PADA SAPI PERAH

Lebih terperinci

EKTOPARASIT PADA KUCING (Felis Domestica, Linnaeus 1758) DI KOTA PEKANBARU

EKTOPARASIT PADA KUCING (Felis Domestica, Linnaeus 1758) DI KOTA PEKANBARU EKTOPARASIT PADA KUCING (Felis Domestica, Linnaeus 1758) DI KOTA PEKANBARU Riri Maharani 1, Radith Mahatma 2,Titrawani 2 1 Mahasiswa Program S1 Biologi 2 Dosen Bidang Zoologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kucing adalah salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia. Kucing yang garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni (pure breed),

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten

Lebih terperinci

Jenis-Jenis dan Prevalensi Ektoparasit Pada Anjing Peliharaan

Jenis-Jenis dan Prevalensi Ektoparasit Pada Anjing Peliharaan Jenis-Jenis dan Prevalensi Ektoparasit Pada Anjing Peliharaan Ectoparasite Species and Their Prevalence on Pet Dogs Kiki Martha Puri, Dahelmi *) dan Mairawita Laboratorium Taksonomi Hewan, Jurusan Biologi,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN. Jenis Ektoparasit Jenis ektoparasit yang ditemukan dari empat belas ekor tikus putih (R. norvegicus) galur Sprague Dawley terdiri atas tiga jenis, yaitu tungau Laelaps echidninus,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Ongole (Bos indicus) Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Sumba ongole dan

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus)

PENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus) PENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus) R. DANG PINA MANGGUNG FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

EFIKASI SIPERMETRIN TERHADAP LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus) NOVITA ELFRIDA BR DEPARI

EFIKASI SIPERMETRIN TERHADAP LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus) NOVITA ELFRIDA BR DEPARI EFIKASI SIPERMETRIN TERHADAP LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus) NOVITA ELFRIDA BR DEPARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pediculus Humanus Capitis Pediculus humanus capitis merupakan ektoparasit yang menginfeksi manusia, termasuk dalam famili pediculidae yang penularannya melalui kontak langsung

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIHAN (SAP)

SATUAN ACARA PERKULIHAN (SAP) 1.Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS 2. Waktu Pertemuan Pertemuan minggu ke SATUAN ACARA PERKULIHAN (SAP) Parasitologi Veteriner KHP-225 3-1-2 2 x 50 menit 1 3. Capaian Pembelajaran Memahami

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Umur * CD4 + Crosstabulation cd4 1-49 50-99 100-149 Total umur 35 Count 3 4 2 9 Expected Count 4.5 3.0

Lebih terperinci

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung PREVALENSI NEMATODA GASTROINTESTINAL AT SAPI BALI IN SENTRA PEMBIBITAN DESA SOBANGAN, MENGWI, BADUNG

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang 5 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Kutu Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk ke dalam kulit inangnya. Bagian-bagian mulut

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1. Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN Saat ini kami dari Bagian

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1. Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN Saat ini kami dari Bagian

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani²

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² ¹Mahasiswa Program S1 Biologi ²Dosen Bidang Zoologi Jurusan Biologi

Lebih terperinci

Gambar 1 Ayam kampung (sumber:

Gambar 1 Ayam kampung (sumber: 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Kampung Ayam kampung merupakan hewan vertebrata yang termasuk dalam kelas Aves dengan ordo Galliformes dan spesies Gallus domesticus. Ayam kampung telah berkembang pesat di

Lebih terperinci

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan ... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan seek~r lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk rnenciptakannya. Dan jika lalat itu rnerarnpas sesuatu dari

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1. Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN Saat ini kami dari Bagian

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PELAKSANAAN PROGRAM K3 DENGAN TERJADINYA KECELAKAAN KERJA PADA PT. CHEVRON PACIFIC INDONESIA DURI TAHUN 20011

KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PELAKSANAAN PROGRAM K3 DENGAN TERJADINYA KECELAKAAN KERJA PADA PT. CHEVRON PACIFIC INDONESIA DURI TAHUN 20011 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PELAKSANAAN PROGRAM K3 DENGAN TERJADINYA KECELAKAAN KERJA PADA PT. CHEVRON PACIFIC INDONESIA DURI TAHUN 20011 DATA UMUM Umur : Pendidikan Terakhir : Masa Kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1. Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN Saat ini kami dari Bagian

Lebih terperinci

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Responden Dengan Hormat, Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Andiko Situmorang NIM : 10.02.110 KepadaYth : Di Tempat. Adalah mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Lampiran LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN HUBUNGANPERSONAL HYGIENE SANTRI DENGAN KEJADIAN INFEKSI PENYAKIT KULIT DISEBABKAN OLEH SARCOPTESSCABIEI DI PONDOK PESANTREN RAUDHATUL ULUM KABUPATEN BENER

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH SIKAP KERJA MANUAL HANDLING

ANALISIS PENGARUH SIKAP KERJA MANUAL HANDLING 76 Lampiran 1 Kuesioner penelitian ANALISIS PENGARUH SIKAP KERJA MANUAL HANDLING TERHADAP KELUHAN SUBJEKTIF NYERI PINGGANG LEHER NON SPESIFIK PADA TENAGA ANALIS KESEHATAN DI INSTALASI LABORATORIUM RUMAH

Lebih terperinci

(Nurul Azmi) Nim

(Nurul Azmi) Nim LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth Saudari calon Responden Di SMA Dharma Pancasila Sebagai persyaratan tugas akhir mahasiswa Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan, saya akan melakukan

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO MANAJEMEN PEMELIHARAAN ANJING TERHADAP KEJADIAN INFEKSI Dirofilaria immitis DI WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI RITA MARLINAWATY MANALU

FAKTOR RISIKO MANAJEMEN PEMELIHARAAN ANJING TERHADAP KEJADIAN INFEKSI Dirofilaria immitis DI WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI RITA MARLINAWATY MANALU FAKTOR RISIKO MANAJEMEN PEMELIHARAAN ANJING TERHADAP KEJADIAN INFEKSI Dirofilaria immitis DI WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI RITA MARLINAWATY MANALU FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013) II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Program Studi Kedokteran Hewan

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Program Studi Kedokteran Hewan RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Program Studi Kedokteran Hewan 1. Mata Kuliah (MK) : Parasitologi Veteriner Tim Teaching : 2. Semester : III 1.Dr.drh.Ida Ayu Pasti Apsari, MP 3. SKS : 3 (2-1) 2.Dr.drh.Nyoman

Lebih terperinci

an sistem pemel ubucapan TERIMA KASIH

an sistem pemel ubucapan TERIMA KASIH RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Denpasar pada tanggal 31 Mei 1993, merupakan putra pertama dari tiga bersaudara pasangan I Wayan Ariana dan Ni Kadek Sri Anggreni. Penulis menempuh pendidikan di TK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Lampiran 4 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth Bapak/Ibu/Saudara/i Di IGD RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Sebagai persyaratan tugas akhir mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Mutiara Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Karakterisasi dan Infestasi Tungau pada Cicak

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Karakterisasi dan Infestasi Tungau pada Cicak TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Kethley (1982) menempatkan tungau sebagai anggota Filum Arthropoda, Sub Filum Chelicerata, Kelas Arachnida, Sub Kelas Acari. Ciri yang membedakan tungau

Lebih terperinci

NIP : : PPDS THT-KL FK USU. 2. Anggota Peneliti/Pembimbing : Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL(K)

NIP : : PPDS THT-KL FK USU. 2. Anggota Peneliti/Pembimbing : Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL(K) 46 PERSONALIA PENELITIAN 1. Peneliti utama Nama lengkap Pangkat/Gol : dr. Suriyanti : Penata / III d NIP : 197806092005042001 Jabatan Fakultas Perguruan Tinggi Bidang Keahlian Waktu yang disediakan : PPDS

Lebih terperinci

Crosstabulation Jenis Kelamin dengan Kelengkapan Laporan Operasi

Crosstabulation Jenis Kelamin dengan Kelengkapan Laporan Operasi Crosstabulation Jenis Kelamin dengan Kelengkapan Laporan Operasi Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent kelengkapan * jeniskelamin 166 100.0% 0.0% 166 100.0% kelengkapan

Lebih terperinci

BIOLOGI SERANGGA PENGENALAN ARTHROPODA DAN. Upik Kesumawati Hadi Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan IPB

BIOLOGI SERANGGA PENGENALAN ARTHROPODA DAN. Upik Kesumawati Hadi Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan IPB PENGENALAN ARTHROPODA DAN BIOLOGI SERANGGA Upik Kesumawati Hadi Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bila dibandingkan dengan banyaknya jenis hewan di dunia ini, ternyata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra (Bombyx mori L.) Ulat sutera adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa sempurna, yang berarti bahwa setiap generasi keempat stadia, yaitu telur, larva atau lazim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

PERNYATAAN SEBAGAI RESPONDEN. Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi

PERNYATAAN SEBAGAI RESPONDEN. Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi Lampiran 1 PERNYATAAN SEBAGAI RESPONDEN Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperwatan

Lebih terperinci

Lembar Persetujuan Menjadi Responden. di Rumah Sakit Laras Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun

Lembar Persetujuan Menjadi Responden. di Rumah Sakit Laras Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun Lampiran 52 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Kepada Yth : Bapak/Ibu di Rumah Sakit Laras Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun Saya Mahasiswa S1-Keperawatan akan melakukan penelitian tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies 1. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang banyak dialami oleh penduduk dengan kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes scabiei.

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) 69 LAMPIRAN 1 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan dibawah ini: N a m a : U s i a : Alamat : Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa: setelah

Lebih terperinci

49

49 48 49 50 51 52 53 Lembar Permohonan Menjadi Responden Lampiran 6 Sehubungan dengan program penulisan skripsi yang diadakan Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Lampiran 1 LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth. Calon Responden Penelitian Di Tempat Dengan Hormat, Saya adalah mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PELAYANAN KB DENGAN KEIKUTSERTAAN PRIA DALAM PROGRAM KB DI KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2015 1. Identitas Responden No. Responden :

Lebih terperinci

KUESIONER ANALISIS FAKTOR KEJADIAN RELAPS PADA PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2010

KUESIONER ANALISIS FAKTOR KEJADIAN RELAPS PADA PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2010 Lampiran 1 KUESIONER ANALISIS FAKTOR KEJADIAN RELAPS PADA PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2010 Petunjuk Wawancara : 1. Pakailah bahasa Indonesia yang sederhana, bila perlu dapat menggunakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran.

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran. ABSTRAK Leucocytozoonosis merupakan salah satu penyakit yang sering menyebabkan kerugian berarti dalam industri peternakan. Kejadian penyakit Leucocytozoonosis dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu umur,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

Daftar Riwayat Hidup

Daftar Riwayat Hidup LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup I. Data Pribadi 1. Nama : Rafida Adelina Siregar 2. Tempat, Tanggal Lahir : Kisaran, 27 Maret 1995 3. Agama : Islam 4. Alamat : Jl. Jamin Ginting Gang Dipanegara No. 25

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. diakses pada tanggal 1 Februari diakses pada tanggal 1 Februari 2013

DAFTAR PUSTAKA. 1.  diakses pada tanggal 1 Februari diakses pada tanggal 1 Februari 2013 82 DAFTAR PUSTAKA 1. http://www.ptaskes.com/ diakses pada tanggal 1 Februari 2013 2. http://www.ppjk.depkes.go.id/ diakses pada tanggal 1 Februari 2013 3. http://www.jamsosindonesia.com/ diakses pada tanggal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN (Informed Consent)

LAMPIRAN 1 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN (Informed Consent) LAMPIRAN LAMPIRAN 1 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN (Informed Consent) Assalamualaikum Wr. Wb. Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas

Lebih terperinci

KUISIONER PENELITIAN

KUISIONER PENELITIAN Lampiran 1 : KUISIONER PENELITIAN PENGARUH DUKUNGAN ORANG TUA TERHADAP PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT ANAK PRASEKOLAH DI TK ISLAM AN-NIZAM MEDAN TAHUN 2015 Oleh : Syarifah Fatimah (NIM. 131021019)

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN MENJADI RESPONDEN Berdasarkan permintaan dan permohonan serta penjelasan peneliti yang sudah disampaikan kepada saya bahwa akan dilakukan penelitian tentang Hubungan Manajemen Keperawatan

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id Parasitologi Kesehatan Masyarakat KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit Mapping KBM 8 2 Tujuan Pembelajaran Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa mampu menggunakan pemahaman tentang parasit

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Tabel Distribusi Frekuensi Frequency Table

LAMPIRAN. Tabel Distribusi Frekuensi Frequency Table LAMPIRAN Tabel Distribusi Frekuensi Frequency Table Umur Penderita Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid < 15 tahun 8 3.1 3.1 3.1 15-54 tahun 155 59.8 59.8 62.9 > 54 tahun 96 37.1 37.1

Lebih terperinci

Case Processing Summary. Cases. Valid Missing Total. Umur * Kecelakaan Kerja % 0 0.0% % Pendidikan * Kecelakaan Kerja

Case Processing Summary. Cases. Valid Missing Total. Umur * Kecelakaan Kerja % 0 0.0% % Pendidikan * Kecelakaan Kerja Case Processing Summary Cases Valid Missing N N N Umur * Pendidikan * Kecelakaan Kerja Jumlah Jam Kerja * Massa Kerja * Kecelakaan Kerja Umur * Crosstabulation Tidak Umur 12-16 3 3 6 17-25 44 20 64 26-35

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DI KLINIK HARIANTARY MEDAN HELVETIA TAHUN 2008 I. Identitas pasien Nama : No : Umur :

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA PERAWAT DI RS MEDISTRA, JAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA PERAWAT DI RS MEDISTRA, JAKARTA LEMBAR KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA PERAWAT DI RS MEDISTRA, JAKARTA Ibu yang terhormat, saat ini kami mahasiswa Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas

Lebih terperinci

PREVALENSI GANGGUAN KULIT PADA ANJING KINTAMANI BALI SKRIPSI. Diajukan oleh. Ni Putu Vidia Tiara Timur NIM

PREVALENSI GANGGUAN KULIT PADA ANJING KINTAMANI BALI SKRIPSI. Diajukan oleh. Ni Putu Vidia Tiara Timur NIM PREVALENSI GANGGUAN KULIT PADA ANJING KINTAMANI BALI SKRIPSI Diajukan oleh Ni Putu Vidia Tiara Timur NIM. 1009005016 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 PREVALENSI GANGGUAN KULIT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),

Lebih terperinci

KUESIONER A DATA DEMOGRAFI

KUESIONER A DATA DEMOGRAFI KUESIONER A DATA DEMOGRAFI Petunjuk pengisisan Isilah jawaban pada pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda (X) pada kotak yang tersedia. Data ini dirahasiakan dan hanya dibaca oleh peneliti. Coret

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

Identifikasi Ookista Isospora Spp. pada Feses Kucing di Denpasar

Identifikasi Ookista Isospora Spp. pada Feses Kucing di Denpasar Identifikasi Ookista Isospora Spp. pada Feses Kucing di Denpasar IDENTIFY OOCYST OF ISOSPORA SPP. IN FAECAL CATS AT DENPASAR Maria Mentari Ginting 1, Ida Ayu Pasti Apsari 2, dan I Made Dwinata 2 1. Mahasiswa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. , 5 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. Nyamuk masuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dengan tiga subfamili yaitu Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

LEMBARAN PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

LEMBARAN PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN LEMBARAN PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN PASIEN DIABETES MELLITUS DALAM PROSES PERAWATAN DI PUSKESMAS MANDALA MEDAN TAHUN 2014 Kepada Yth : Bapak/Ibu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin Pengamatan perilaku kawin nyamuk diamati dari tiga kandang, kandang pertama berisi seekor nyamuk betina Aedes aegypti dengan seekor nyamuk jantan Aedes aegypti, kandang

Lebih terperinci

: Perwira / Bintara / Tamtama Asuransi lain selain BPJS :

: Perwira / Bintara / Tamtama Asuransi lain selain BPJS : KUESIONER PENELITIAN DETERMINAN PEMANFAATAN ULANG SARANA PELAYANAN KESEHATAN OLEH ANGGOTA POLRI DAN KELUARGANYA DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TEBING TINGGI TAHUN 2015 Petunjuk pengisian kuesioner 1. Jawablah

Lebih terperinci

KUESIONER HUBUNGAN BERMAIN GAME ONLINE TERHADAP TINGKAT KELELAHAN FISIK PADA MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN

KUESIONER HUBUNGAN BERMAIN GAME ONLINE TERHADAP TINGKAT KELELAHAN FISIK PADA MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN KUESIONER HUBUNGAN BERMAIN GAME ONLINE TERHADAP TINGKAT KELELAHAN FISIK PADA MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2017 Kode responden : Nama : NIM : Jenis Kelamin :

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN MENJADI RESPONDEN

SURAT PERNYATAAN MENJADI RESPONDEN SURAT PERNYATAAN MENJADI RESPONDEN Lampiran 5 Berdasarkan penjelasan dan permohonan peneliti yang sudah disampaikan kepada saya bahwa akan dilakukan penelitian tentang Pengaruh Fungsi Pengorganisasian

Lebih terperinci

BIODATA MAHASISWA. : Jln Karya Setuju Gg Bilal no16 Medan TELEPON : : KEPENDUDUKAN DAN KESEHATAN REPRODUKSI

BIODATA MAHASISWA. : Jln Karya Setuju Gg Bilal no16 Medan TELEPON : : KEPENDUDUKAN DAN KESEHATAN REPRODUKSI BIODATA MAHASISWA NAMA : ZULAIDAH MAISYARO LUBIS NIM : 061000251 ALAMAT RUMAH : Jln Karya Setuju Gg Bilal no16 Medan TELEPON : 081362006916 PEMINATAN : KEPENDUDUKAN DAN KESEHATAN REPRODUKSI NAMA DOSEN

Lebih terperinci

Panduan Praktikum Manajemen Kesehatan Ternak

Panduan Praktikum Manajemen Kesehatan Ternak Panduan Praktikum Manajemen Kesehatan Ternak Achmad Slamet Aku, S.Pt., M.Si. Drh. Yamin Yaddi Drh. Restu Libriani, M.Sc. Drh. Putu Nara Kusuma Prasanjaya Drh. Purnaning Dhian Isnaeni Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Statistics. Total skor sikap responden. N Valid Missing Mean Median Std. Deviation

Statistics. Total skor sikap responden. N Valid Missing Mean Median Std. Deviation 1. Analisis Univariat Frequencies Statistics Total skor pengetahuan Total skor sikap Total skor tindakan N Valid 8 8 8 Missing 0 0 0 Mean 2.14 1.1 1.33 Median 2.00 1.00 1.00 Std. Deviation.350.35.501 Minimum

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN. 2. Penyakit penyebab HD: DM Diabetes Mellitus Hipertensi Lainnya (sebutkan)...

KUESIONER PENELITIAN. 2. Penyakit penyebab HD: DM Diabetes Mellitus Hipertensi Lainnya (sebutkan)... Lampiran 2 KUESIONER PENELITIAN No. Responden: I. Kuesioner Riwayat Hemodialisa Berilah tanda Checklist ( ) pada setiap jawaban yang tersedia dan isilah titiktitik jika ada pertanyaan yang harus dijawab

Lebih terperinci

Lampiran III : Tabel Frekuensi. Frequency Table. Universitas Sumatera Utara. Infeksi kecacingan STH

Lampiran III : Tabel Frekuensi. Frequency Table. Universitas Sumatera Utara. Infeksi kecacingan STH Lampiran III : Tabel Frekuensi Frequency Table Infeksi Valid Positif Negatif Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent 49 64.5 64.5 64.5 27 35.5 35.5 100.0 76 100.0 100.0 Valid 1 2 Umur Responden

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Chindy Tania Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 8 Juli 1994 : Kristen Protestan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Chindy Tania Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 8 Juli 1994 : Kristen Protestan LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Chindy Tania Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 8 Juli 1994 Agama : Kristen Protestan Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Komplek Taman Pondok Gede Blok C III No. 4,

Lebih terperinci

Lampiran 6 TABULASI DATA UMUM Lansia di RT 02 RW 02 Dusun Gadel Desa Sidorejo Kec. Sukorejo Kab. Ponorogo

Lampiran 6 TABULASI DATA UMUM Lansia di RT 02 RW 02 Dusun Gadel Desa Sidorejo Kec. Sukorejo Kab. Ponorogo Lampiran 6 TABULASI DATA UMUM Lansia di RT 02 RW 02 Dusun Gadel Desa Sidorejo Kec. Sukorejo Kab. Ponorogo No Usia (tahun) Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tinggal Bersama Hub. Keluarga Tingkat Ketergantungan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LEMBAR OBSERVASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LEMBAR OBSERVASI LAMPIRAN 1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LEMBAR OBSERVASI HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN DENGAN JUMLAH KOLONI KUMAN PADA TELAPAK TANGAN PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN TAHUN 2016

Lebih terperinci

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN INFEKSI CACING DI PUSKESMAS KOTA KALER KECAMATAN SUMEDANG UTARA KABUPATEN SUMEDANG TAHUN

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN INFEKSI CACING DI PUSKESMAS KOTA KALER KECAMATAN SUMEDANG UTARA KABUPATEN SUMEDANG TAHUN ABSTRAK ANGKA KEJADIAN INFEKSI CACING DI PUSKESMAS KOTA KALER KECAMATAN SUMEDANG UTARA KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 2007-2011 Eggi Erlangga, 2013. Pembimbing I : July Ivone, dr., M.KK., MPd.Ked. Pembimbing

Lebih terperinci

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B04103159 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN SEBELUM PERSETUJUAN

NASKAH PENJELASAN SEBELUM PERSETUJUAN Lampiran 1 NASKAH PENJELASAN SEBELUM PERSETUJUAN Saya Meiti Mahar Resy sebagai mahasiswi Universitas Esa Unggul akan melakukan penelitian Skripsi di RW 03 Kelurahan Pondok Kacang Timur Tangerang Banten.

Lebih terperinci

HUBUNGAN KELELAHAN KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA PEMETIK TEH DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV BAH BUTONG KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2014

HUBUNGAN KELELAHAN KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA PEMETIK TEH DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV BAH BUTONG KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2014 Lampiran 1 Lembar Pengukuran HUBUNGAN KELELAHAN KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA PEMETIK TEH DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV BAH BUTONG KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2014 Karakteristik Responden Nama :

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. I. DATA PRIBADI : Mahdalin Husna Tempat/Tanggal lahir : Banda Aceh/ 15 Oktober 1993 : 2 dari 4 bersaudara

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. I. DATA PRIBADI : Mahdalin Husna Tempat/Tanggal lahir : Banda Aceh/ 15 Oktober 1993 : 2 dari 4 bersaudara DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. DATA PRIBADI Nama : Mahdalin Husna Tempat/Tanggal lahir : Banda Aceh/ 15 Oktober 1993 Anak Ke : 2 dari 4 bersaudara Agama : Islam Alamat : Jl. Bantara Raya No. 181, Perumnas Berngam

Lebih terperinci