STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B"

Transkripsi

1 STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 HALAMAN PENGESAHAN Judul : Studi Infestasi Caplak Pada Anjing Yang Dipelihara di Subdit Satwa Dit Samapta Babinkam Polri, Kelapadua Depok Nama Mahasiswa : Dian Novita Wijayanti NRP : B Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS NIP Mengetahui, Wakil Dekan FKH IPB Dr. dra. Nastiti Kusumorini Msc NIP Tanggal Lulus : 2

3 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui besarnya derajat infestasi caplak pada anjing yang dipelihara di Subdit Satwa Dit Samapta Babinkam Polri, serta meningkatkan wawasan dan pengalaman tentang penanganan dan pengendalian caplak. Pengumpulan sampel caplak dilakukan dari lima regio anjing, yaitu kepala dan leher, punggung, abdomen, ekor, serta kaki. Jumlah sampel anjing diambil sebanyak 20% dari jumlah seluruh anjing pada setiap kandang, kemudian dilakukan identifikasi dengan membuat preparat slide dan menggunakan kunci identifikasi menurut Soulsby (1982). Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies caplak yang menginfestasi anjing di Subdit Satwa Polri adalah satu jenis, yaitu Rhipicephalus sanguineus. Sebanyak 50% populasi anjing di kandang A terinfestasi caplak, dan rata-rata 100% dari populasi anjing di kandang B, C, D, Log atas, Log bawah, Vet atas, dan Vet bawah juga terinfestasi caplak. 3

4 ABSTRACT The aim of this research was to know the tick infestation of dogs in Subdit Satwa Dit Samapta Babinkam Polri, also to increase the knowledge and experience about handling and controlling the tick. Tick sample collection was done from five regios of the dog, which is head and neck, back, abdomen, tail, and foot. The number of dogs sample was taken 20% from the total number of the dog on each kennel. Then identification was done by making preparat slides and tick identification was done by following the key of Soulsby (1982). The result of the research showed that tick species which infecting dog in Subdit Satwa Polri was Rhipicephalus sanguineus. 50% dog population in kennel A, was infested by tick and 100% average from dog population in kennel B, C, D, Upper log, Lower log, Upper vet, and Lower log was also infested by tick. 4

5 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bogor tanggal 18 November 1984 sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan bapak Soepatman dan ibu Katminah. Pendidikan SD ditempuh di SDN Pengadilan IV Bogor dan lulus tahun Pendidikan SMP ditempuh di SLTP Negeri 1 Bogor dan lulus tahun Kemudian dilanjutkan di SMU Negeri 3 Bogor dan lulus tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun Selama menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan, penulis pernah menjadi anggota Himpunan Profesi (Himpro) Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik dan pengurus Himpro Satwa Liar masa jabatan 2005/2006, serta aktif sebagai anggota Paduan Suara Gita Klinika. 5

6 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1 Ibu Dr. Drh. Upik Kesumawati Hadi, MS. yang telah dengan sabar mencurahkan waktu dan pikiran dalam membimbing untuk penelitian skripsi ini. 2 KaSubdit Satwa KOMBES POL Dedy Djunaedi SH. yang telah mengizinkan saya untuk melakukan penelitian di Subdit Satwa POLRI serta seluruh staff yang telah membantu. 3 AKP.Drh. Chaindra dan Drh. Siti Risjanti selaku dokter hewan klinik Subdit Satwa POLRI serta pawang dan seluruh pihak yang telah membantu selama proses pengambilan sampel. 4 Orang tua tercinta, bapak Soepatman dan ibu Katminah, kakak-kakakku, Mbak Ing dan Mas Sugeng, Mbak Wiek dan Mas Ripto yang telah memberi dukungan, semangat, mendoakan, memperhatikan, dan menyayangi selama ini. 5 Keponakan-keponakanku tersayang Daffa dan Dio, serta Ranna, Retyan, dan Rakha yang membuat hari-hari selalu ceria. 6 Seluruh Staf dan Keluarga Besar Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan FKH IPB atas semua bantuan yang tidak dapat terhitung. 7 Sahabat-sahabatku, Gita, Syerlly, Nola, Gifar dan Ame yang telah membantu dalam proses penelitian, Cici Liza, Dinda dan semua teman-teman yang telah membuat hari-hari di FKH lebih berwarna, serta teman-teman FKH Gymnolaemata 40. 6

7 8 Adithiya Eka Prasetiawan, SKH yang telah mendampingi, dan memberi semangat penulis selama belajar di FKH dan atas semua bantuan dan dukungan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran dan kritik tetap penulis harapkan untuk menjadikan skripsi ini lebih sempurna. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Akhir kata semoga Allah SWT selalu meridhoi langkah kita semua dan menjadikan skripsi ini bermanfaat semaksimal mungkin. Bogor, Januari 2008 Penulis 7

8 DAFTAR ISI Halaman Abstrak... Abstract... Riwayat Hidup... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran... i ii iii iv vi vii ix x 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Rhipicephalus sanguineus Siklus Hidup dan Distribusi Rhipicephalus sanguineus Penyakit yang Ditularkan Rhipicephalus sanguineus Pencegahan dan Pengendalian Caplak Anjing Pengobatan Penyakit MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Alat dan Bahan Metode Penelitian Pengambilan Sampel

9 3.3.2 Pembuatan Slide Preparat Peubah yang Diamati HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan umum Subdit Satwa Polri Sejarah Singkat Letak dan Keadaan Umum Kandang Populasi dan Jenis Anjing Identifikasi caplak Infestasi caplak Rhipicephalus sanguineus Derajat infestasi dan lokasi ditemukannya Rhipicephalus sanguineus Pengobatan dan Pengendalian Caplak KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran. 33 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

10 DAFTAR TABEL No Teks Halaman 1 Data populasi anjing di Subdit Satwa Polri Jumlah anjing yang terinfestasi caplak Derajat infestasi caplak pada anjing di kandang A Derajat infestasi caplak pada anjing di kandang B Derajat infestasi caplak pada anjing di kandang C Derajat infestasi caplak pada anjing di kandang D Derajat infestasi caplak pada anjing di kandang Vet atas Derajat infestasi caplak pada anjing di kandang Vet bawah Derajat infestasi caplak pada anjing di kandang Log atas Derajat infestasi caplak pada anjing di kandang Log bawah

11 DAFTAR GAMBAR No Teks Halaman 1 Caplak Rhipicephalus sanguineus Rhipicephalus sanguineus merupakan parasit berumah tiga Siklus hidup Rhipicephalus sanguineus Nimfa dan larva Denah kandang anjing di Subdit Satwa Polri Kelapa Dua Bagian anterior dari Rhipicephalus sanguineus Bagian posterior dari Rhipicephalus sanguineus Ixodidae jantan dan Ixodidae betina pandangan ventral Obat spot on Frontline

12 DAFTAR LAMPIRAN No Teks Halaman 1 Data sampel anjing Subdit Satwa Polri di Kandang A Data sampel anjing Subdit Satwa Polri di Kandang B Data sampel anjing Subdit Satwa Polri di Kandang C Data sampel anjing Subdit Satwa Polri di Kandang D Data sampel anjing Subdit Satwa Polri di Kandang Vet Atas Data sampel anjing Subdit Satwa Polri di Kandang Vet Bawah Data sampel anjing Subdit Satwa Polri di Kandang Log Atas Data sampel anjing Subdit Satwa Polri di Kandang Log Bawah

13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Anjing merupakan hewan kesayangan yang paling banyak diminati selain kucing. Hal ini berkaitan dengan hubungan sosial yang erat antara anjing dengan manusia. Selain memiliki tingkat intelegensi yang cukup tinggi di antara mamalia lain, anjing juga memiliki sifat sangat setia pada majikan. Oleh karena itu tujuan pemeliharaan anjing bukan hanya sebagai sahabat dan teman bermain, namun juga untuk berburu dan sebagai penjaga rumah yang bisa diandalkan. Selain berfungsi sebagai hewan peliharaan, anjing juga dapat dilatih untuk melacak keberadaan bahan-bahan tertentu seperti bahan peledak dan narkoba, selain juga dapat dilatih sebagai penjaga dan pengendali huru-hara. Sehubungan dengan hal ini, pihak kepolisian RI (POLRI) mendirikan Subdirektorat Satwa yang memiliki unit K-9 yang khusus memfasilitasi pelatihan anjing pelacak dan pengendalian massa. Anjing yang dilatih sebagai anjing penjaga dan anjing pelacak di Subdit Satwa terdiri atas beberapa jenis atau ras, yaitu Dobermann, Labrador retriever, German shepherd, Golden retriever, Belgian malinois, Weimaraner, Fox terrier, dan Rotweiller, serta ada juga dari jenis ras lokal yaitu Kintamani. Ras-ras tersebut memiliki keunggulan tersendiri sehingga membuat anjing tersebut cocok dijadikan anjing pelacak dan anjing penjaga oleh kepolisian. Dewasa ini dalam dunia kehidupan hewan kesayangan, semakin banyak masalah yang timbul dalam upaya pemeliharaan hewan kesayangan terutama dalam penanggulangan penyakit hewan. Sekarang ini, penyakit dan gangguan ektoparasit yang berhubungan dengan hewan kesayangan semakin kompleks. Ektoparasit ini selain mengganggu juga dapat menularkan berbagai penyakit. Satu diantaranya adalah Rhipicephalus sanguineus atau lebih dikenal dengan caplak anjing. Caplak adalah jenis ektoparasit yang sering menyerang hewan kesayangan terutama anjing. Caplak ini hidup di permukaan kulit hewan dan akan menghisap darah induk semang melalui pembuluh darah perifer yang berada di bawah kulit. 13

14 Caplak Rhipicephalus sanguineus sangat mudah ditemukan pada suatu daerah yang banyak terdapat anjing peliharaan. Caplak ini mudah ditemukan karena ukurannya yang cukup besar dan melekat pada kulit inangnya. Tempat yang paling disukai adalah leher, sela-sela jari dan bagian dalam telinga (Hadi & Soviana 2000). Dalam kenyataannya, hewan memang tidak terlalu terganggu dengan adanya caplak pada tubuhnya, dengan catatan apabila populasinya sedikit. Akan tetapi apabila populasinya sudah berkembang biak berlipat ganda, maka akan terlihat gejala hewan tersebut mulai terganggu. Gangguan yang dapat ditimbulkan oleh infestasi Rhipicephalus sanguineus adalah anemia dan berbagai kelainan kulit lainnya. Caplak juga berpotensi sebagai vektor penular berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, rickettsia, protozoa dan lain lain (Levine 1994). Caplak merupakan penghisap darah yang tetap dan lambat, memiliki sklerotisasi tubuh yang keras, relatif bebas dari musuh alam, dan memiliki jangka hidup yang panjang. Caplak dapat menularkan penyakit melalui dua cara, yaitu secara transtadial dan transovarial. Secara transtadial artinya setiap stadium caplak baik larva, nimfa maupun dewasa mampu menjadi penular patogen, sedangkan secara transovarial artinya caplak dewasa betina yang terinfeksi patogen akan dapat menularkannya pada generasi berikutnya melalui sel-sel telur (Staf Pengajar Laboratorium Entomologi 1990). Infestasi caplak sangat berpotensi untuk penyebaran penyakit karena selain caplak memiliki hasil reproduksi berupa telur dalam jumlah yang sangat banyak, juga karena caplak memiliki induk semang yang luas baik dari mamalia, rodensia, dan unggas ( James & Harwood 1969). Upaya penanggulangan caplak Rhipicephalus sanguineus yang paling populer dan paling mudah dilakukan adalah dengan sanitasi lingkungan dan penggunaan bahan kimiawi (akarisida). Hal ini dikarenakan biaya yang diperlukan tidak terlalu banyak dan aplikasinya yang cukup mudah. Sebenarnya pencabutan caplak satu-persatu secara manual juga sering dilakukan, namun hal ini dirasa kurang efektif karena tidak cukup efektif dan efisien apalagi bila infestasi caplak cukup banyak. 14

15 1.2 Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya derajat infestasi caplak yang menyerang anjing yang dipelihara di Subdit Satwa Dit Samapta Babinkam Polri, dalam rangka upaya meningkatkan wawasan dan pengalaman tentang penanganan dan pengendalian caplak. 1.3 Manfaat Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengatasi masalah infestasi caplak pada anjing dan mengendalikan populasi caplak pada kandang-kandang di Subdit Satwa Polri.. 15

16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Caplak adalah ektoparasit penghisap darah yang mempunyai peranan penting dalam bidang kesehatan hewan. Penyebaran caplak di seluruh dunia sangat luas dan umumnya terdapat di daerah teritorial meliputi hutan, rawa, gunung dan padang rumput (Soulsby 1982, Levine 1994). Caplak ternyata memiliki peranan yang lebih merugikan bila dibandingkan dengan lalat tse tse dalam menyebarkan penyakit virus dan protozoa khususnya di negara tropik atau subtropik, dan adanya suatu pengendalian terhadap caplak merupakan suatu keharusan demi efisiensi industri peternakan terutama di negara tropik (Soulsby 1982). Caplak yang sering juga disebut sengkenit (tick) terdiri atas dua famili yaitu Ixodidae dan Argasidae. Ixodidae terdiri atas genus Ixodes, Haemaphysalis, Dermacentor, Hyalomma, Nosomma, Rhipicepalus, Boophilus, dan Margropus, sedangkan Argasidae terdiri atas genus Argas, Ornithodoros, dan Otobius (James & Harwood 1969). Caplak dari spesies Rhipicephalus sanguineus disebut juga the brown dog tick dan merupakan jenis caplak yang paling sering terdapat pada anjing (Gambar 1). Gambar 1 Caplak Rhipicephalus sanguineus (Sumber : Anonimous 2002) R. sanguineus tersebar di seluruh dunia terutama di negara yang terletak antara 50º LU dan 35º LS seperti Amerika Utara, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Afrika, Madagaskar, Timur Tengah, Cina, Makronesia, Australia, Eropa 16

17 Selatan, dan negara sebelah timur serta barat Samudra Hindia termasuk Indonesia (Levine 1990, Lord 2001) Telur caplak dapat ditemukan di celah-celah dinding, sofa, tirai, kursi (Levine 1990). Caplak dewasa dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh anjing namun tempat infestasi yang disukai oleh caplak dewasa adalah di punggung, sela-sela jari kaki dan di telinga anjing. Larva dan nimfa sering ditemukan di bagian belakang leher anjing (Yates 1992). Caplak jantan dewasa mati setelah kawin dengan caplak betina, dan caplak betina dewasa akan mati setelah bertelur. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Rhipicephalus sanguineus Menurut Krantz (1970), caplak anjing (Rhipicephalus sanguineus) diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Sub filum Kelas Sub kelas Ordo Sub ordo Super famili Famili Genus Spesies : Arthropoda : Chelicerata : Arachnida : Acari : Parasitiformes : Metastigmata : Ixodoidea : Ixodidae : Rhipicephalus : R. sanguineus Secara umum tubuh caplak terbagi atas dua bagian, yaitu gnatosoma (kepala dan toraks) dan idiosoma (abdomen). Pada bagian gnatosoma terdapat kapitulum (kepala) dan bagian-bagian mulut yang terletak dalam suatu rongga yang disebut kamerostom. Bagian dasar kapitulum adalah basis kapituli yang berhubungan dengan bagian idiosoma (Hadi & Soviana 2000). Bagian mulut caplak terdiri atas sepasang hipostom, kelisera, dan pedipalpus (Hawkins et al 1956). 17

18 Idiosoma adalah bagian posterior tubuh caplak. Pada batas posterior bidang dorsal tubuh caplak dapat ditemukan legokan-legokan yang dinamakan marginal festoon, yang mempunyai nilai penting dalam taksonomi caplak. Lubang anus dan lubang kelamin caplak baik jantan maupun betina terletak pada bidang ventral, di tengah-tengah antara koksa I dan II. Spirakelnya berbentuk koma, kapitula yang pendek, dan lekukan anus hanya mengelilingi setengah bagian dari anus dan kemudian memperluas bagian caudal hingga ke lekukan medial (James & Harwood 1969). Pada caplak jantan kadang-kadang dijumpai keping adanal dan keping adanal tambahan (Hadi & Soviana 2000). R. sanguineus memiliki empat pasang kaki yang berwarna coklat, sedangkan larvanya memiliki tiga pasang kaki, berbentuk bulat dan sistem trakea belum berkembang, serta berwarna coklat muda (MCMM 1999). Nimfa memiliki empat pasang kaki berbentuk oval dan lubang genital belum berkembang serta berwarna abu-abu. Selain itu R. sanguineus juga memiliki sepasang mata yang terletak pada batas lateral skutum (James & Harwood 1969). Seluruh bagian dorsal tubuh caplak jantan dewasa tertutup dengan skutum sedangkan pada caplak betina dewasa hanya sebagian saja. Caplak jantan berbentuk oval berwarna coklat gelap dan ukurannya lebih kecil dari caplak betina (Purdie 1996). 2.2 Siklus hidup dan distribusi Rhipicephalus sanguineus. Siklus hidup R. sanguineus memerlukan tiga induk semang dari mulai telur menetas sampai menjadi caplak dewasa (Gambar 2). Induk semang yang diperlukan tersebut bisa pada jenis anjing yang sama rasnya ataupun dari ras yang berbeda. Seluruh stadium kehidupan caplak Rhipicephalus sanguineus ini kecuali stadium telur dapat menghisap darah atau cairan tubuh (Shaw et al. 1970). Adapun habitatnya sebagian besar pada tubuh inangnya atau disebut juga stadium parasitik. Caplak dewasa setelah menghisap darah sampai kenyang akan lepas dari tubuh anjing kemudian merayap naik mencari tempat berlindung di celah-celah sambil menunggu sampai telurnya siap untuk dikeluarkan, setelah itu caplak dewasa akan siap untuk bertelur di tanah. 18

19 DEWASA Betina kenyang darah menyilih Nimfa kenyang darah Induk semang III BERTELUR Induk semang II LARVA Induk semang I NIMFA menyilih Larva kenyang darah Gambar 2 Rhipicephalus sanguineus merupakan parasit berumah tiga Sebagai perbandingan, jumlah telur yang dapat dihasilkan bisa mencapai 4000 butir telur (Soulsby 1982), butir telur menurut Yates (1992), butir telur menurut Levine (1990) dan Turk (1962), dan 5000 butir telur menurut Lord (2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas telur menurut Lord (2001) adalah (1) Berat badan caplak, (2) Jumlah darah yang dihisap, dan (3) Suhu dan kelembaban telur (suhu optimum 24-30ºC dan kelembaban %). 19

20 BETINA TELUR LARVA JANTAN NIMFA Gambar 3 Siklus hidup Rhipicephalus sanguineus (Sumber : Anonimous 2007b) Larva yang baru menetas akan segera mencari induk semangnya diantara rerumputan dan setelah mendapatkan inangnya, ia akan menghisap darah inangnya sampai kenyang, lalu jatuh ke tanah atau tetap tinggal di tubuh inangnya (anjing) dan molting menjadi nimfa dalam waktu selama dua minggu pada musim panas dan tujuh minggu pada musim dingin (Lord 2001) (Gambar 2). Larva akan mengalami perubahan bentuk tubuh dari bentuk pipih sebelum menghisap darah menjadi bulat setelah menghisap darah, kemudian setelah kenyang menghisap darah akan jatuh ke tanah dan mencari tempat perlindungan dan nantinya akan berubah menjadi nimfa. Larva caplak Rhipicephalus sanguineus yang sudah siap menyilih menjadi nimfa berwarna biru keabu-abuan light brown (Yates 1992) sedangkan nimfa berwarna cokelat kekuningan dan disebut juga reddish-brown (Levine 1994). Nimfa menghisap darah kembali dan setelah kenyang akan jatuh ke tanah dan molting menjadi caplak dewasa dalam waktu hari (Soulsby 1982, Levine 1990), atau hari menurut Yates (1992). Setelah dewasa, caplak betina akan menghisap darah dalam waktu 6-21 hari (Soulsby 1982, Levine 1990), atau 6-50 hari menurut Yates (1992). Caplak dewasa akan berubah warna menjadi abu-abu gelap. Caplak dewasa ini akan mencari anjing sebagai inang definitif dan menghisap darah dari 6 sampai 50 hari (Levine 1990). Setelah kenyang darah, caplak dewasa akan kawin, spermatofora dimasukkan ke dalam vagina oleh kapitulum caplak jantan, selanjutnya bertelur dan mengulangi siklus hidupnya lagi dari awal. Siklus hidup caplak dapat 20

21 berlangsung selama dua bulan sampai dua tahun tergantung pada lingkungannya. Apabila lingkungannya mendukung dan baik, siklus hidupnya semakin pendek yang artinya perkembangbiakannya semakin cepat terjadi. Pada suhu 29ºC siklus hidup caplak berlangsung 63 hari dan dalam lingkungan yang kurang mendukung dalam satu tahun hanya dapat mencapai empat generasi. (a) (b) Gambar 4 (a) Nimfa, (b) Larva (Sumber : Anonimous 2007f) R. sanguineus ini dapat bertahan dalam kondisi yang kurang menguntungkan, seperti contoh caplak ini dapat tahan untuk tidak makan sampai hari (Soulsby 1982). Caplak ini sangat tahan terhadap perubahan fisik misalnya terendam air, kekeringan dan ketidaktersediannya makanan dalam waktu berbulan-bulan (Levine 1994). Lapisan lilin pada epikutikula mengurangi hilangnya air, dan kemampuan menutup spirakulum dan menyingkirkan air dari udara lembab dapat membantu caplak dalam pengaturan keseimbangan air (Noble & Noble 1989). Sekalipun caplak ini tahan dingin, namun ternyata caplak ini peka terhadap hujan secara berlebihan dan terus menerus, sinar matahari dan aktifitas cuaca yang sangat kering, udara panas dan berlebihan. 2.3 Penyakit yang ditularkan Rhipicephalus sanguineus Caplak R. sanguineus merupakan ektoparasit yang sangat merugikan induk semangnya. Bentuk kerugian yang dihasilkan karena infestasi caplak ini adalah berupa penyakit yang akan diderita oleh induk semang. R. sanguineus dapat menularkan berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, rickettsia, protozoa dan lainnya. Menurut Levine (1994) caplak ini juga 21

22 menularkan boutonneuse fever, erlichiosis dan sejumlah penyakit-penyakit lain termasuk rocky mountain spotted fever dan Q fever. Biasanya penyakit yang disebabkan oleh bakteri berupa suatu ikutan akibat garukan pada kulit yang disebabkan kegatalan yang terjadi karena gigitan dan isapan darah oleh caplak sehingga menyebabkan suatu infeksi sekunder. Selain penyakit diatas, penyakit lain yang ditimbulkan dari investasi caplak ini adalah dermatosis, envenomisasi, eksanguinasi, paralisa, dan otoakariasis. Dermatosis merupakan radang pada kulit disertai luka dan kebengkakan, dan merupakan predisposisi timbulnya miasis dan infeksi sekunder. Envenomisasi adalah reaksi alergi dan gangguan sistemik akibat inokulasi cairan air liur caplak. Eksanguinasi adalah anemia akibat investasi caplak dalam jumlah banyak. Paralisa atau kelumpuhan akibat toksin yang dikeluarkan oleh caplak dan menyerang caplak. Otoakariasis terjadi jika infestasi caplak pada saluran telinga. Menurut William et al. (1985) kelainan-kelainan yang dapat ditimbulkan oleh karena aktivitas makan dan menghisap darah caplak dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok umum berikut : (1) Kerusakan mekanis pada integumen yang diakibatkan iritasi oleh gigitan caplak yang menyebabkan peradangan. Hal ini menyebabkan kegatalan sehingga hewan akan menggaruk, menggigit atau menjilat tempat yang gatal, sehingga kulit menjadi lecet, luka, bengkak, ulserasi dan infeksi sekunder. (2) Kerusakan sistemik akibat pemasukan air liur caplak yang mengandung bahan-bahan toksik pada saat menggigit atau menghisap darah. Saliva merupakan faktor transmisi penyakit dari caplak ke induk semang (William et al. 1985). Beberapa jenis caplak juga menghasilkan toksin (ixovotoxin) yang mempengaruhi susunan syaraf pusat dan neuromuscular junction sehingga menimbulkan kelumpuhan (tick paralyze). Bahan-bahan toksik yang kemungkinan dihasilkan oleh ovarium atau ovum menyebabkan paralisa motor ringan yang mengarah ke atas dengan cepat. Gejala yang teramati yaitu peningkatan suhu tubuh, kesulitan bernafas, berbicara (menggonggong) serta menelan, dan kadang-kadang kematian akibat paralisa pernafasan atau jantung (Noble & Noble 1989). 22

23 (3) Anemia, dapat terjadi pada kasus infestasi caplak yang hebat, karena caplak merupakan penghisap darah yang ganas. Seekor caplak Rhipicephalus sanguineus betina dapat menghisap 1-2 mililiter darah selama berada pada tubuh inangnya. Selain itu anemia juga dapat terjadi akibat adanya parasit darah yang ditularkan melalui gigitan caplak (Lord 2001). (4) Othematoma atau otitis eksterna. Othematoma atau otitis eksterna adalah peradangan pada daun telinga. Hal ini dapat terjadi apabila caplak menyerang bagian interna daun telinga atau pada bagian eksterna telinga anjing, sehingga menimbulkan rasa gatal dan sakit. Karena anjing sering menggaruk telinganya, kadang-kadang ada pembuluh darah di telinga yang pecah sehingga darah terbendung dalam telinga. (5) Vektor penyakit Boutonneuse fever, Rocky mountain spotted fever, Siberian tick typhus, Q fever, Tularemia, Babesiosis, dan Canine piroplasmosis (Hadi & Soviana 2000). Rhipicephalus sanguineus juga menularkan Babesia canis, Babesia gibsoni, Erlichia risticii (Adame 1996), Haemobartonella canis, Hepatozoon canis, Erlichia canis, dan Erlichia platys (Hoskins 1991). Gejala klinis yang nampak terbagi tiga yaitu stadium hiperakut, akut, dan kronis. Gejala hiperakut yang nampak adalah hewan akan mengalami shock, anoreksia, kelemahan umum, demam, hemolitik anemia, dan hematuria serta muntah-muntah. Karena Rhipicephalus sanguineus merupakan caplak berumah tiga, maka anjing sebagai inangnya mempunyai peranan yang sangat penting dalam menularkan penyakit-penyakit di atas. Jika seekor anjing misalnya positif mengidap Babesiosis, maka caplak yang menghisap darahnya juga akan terinfeksi melalui media kalenjar saliva dari caplak. Kemudian caplak tersebut nantinya akan berpotensi menyebarkan penyakit yang sama pada anjing lain yang dihisap darahnya. 2.4 Pencegahan dan Pengendalian Caplak Anjing Sangat banyak kerugian yang ditimbulkan oleh infestasi caplak, oleh karena itu harus dilakukan beberapa upaya pencegahan, pengendalian dan penanggulangan atau pengobatan caplak Rhipicephalus sanguineus. Secara umum 23

24 upaya penanggulangan caplak anjing bisa dilakukan dengan tiga cara yaitu (1) Kimiawi-pestisida, (2) Sanitasi, dan (3) Mekanik. Penanggulangan secara kimiawi yang umum dilakukan adalah menggunakan pestisida (insektisida) sintetik dengan berbagai macam aplikasi langsung dan secara tidak langsung di anjing. Aplikasi secara langsung bisa dengan mandi (bathing), celup (dipping), bedak (dusting), pour on maupun semprot (spraying), sedangkan secara tidak langsung berupa penyemprotan pada daerah sekitar tempat tinggal anjing. Beberapa insektisida yang dapat menjadi alternatif pilihan adalah diazinon, malathion, fenthion, propoxur dan permethrin (Djanah 1983). Sanitasi dilakukan pada anjing sebagai induk semang maupun terhadap tempat tinggal anjing. Anjing sebaiknya dihindari untuk berkontak secara langsung dengan anjing yang terinfestasi caplak. Pengamatan dilakukan secara terus-menerus terhadap adanya kemungkinan infestasi caplak pada tubuh anjing misalnya dengan cara memandikan secara teratur dan menyikat rambut anjing setiap hari. Pencabutan caplak satu persatu secara manual bisa dilakukan bila infestasi caplak tidak terlalu banyak. Kandang anjing sebagai suatu bangunan tempat tinggal anjing harus mendapatkan perhatian yang cukup. Kandang harus sering dibersihkan secara teratur agar tetap bersih dan kering. Konstruksi kandang juga harus memudahkan untuk dibersihkan dan diusahakan agar tidak terlalu banyak celah-celah yang memungkinkan sebagai tempat persembunyian caplak untuk bertelur (Seddon 1968). Secara mekanik penanggulangan dapat dilakukan dengan melakukan perputaran padang penggembalaan (pasture rotation) untuk penanggulangan pada stadium larva di rerumputan, yang dilakukan dengan menggembalakan anjing pada tempat yang berbeda-beda setiap selang waktu tertentu (3-4 bulan). Hal ini akan mencegah kontak antara anjing dengan larva caplak yang telah mencapai stadium infektif, sehingga larva caplak menjadi kelaparan tanpa menghisap darah dan lama-kelamaaan akan mati sehingga lingkungan tersebut menjadi bebas caplak kembali (Hadi & Soviana 2000). 24

25 2.5 Pengobatan Penyakit Dari berbagai penyakit yang dapat ditimbulkan oleh R. sanguineus seperti disebutkan diatas, penyakit yang sering terjadi akibat infestasi caplak adalah Babesiosis, Ehrlichiosis, Rocky Mountain Spotted Fever, dan Hepatozoonosis. a. Babesiosis Anjing Babesiosis pada anjing disebut juga Canine Piroplasmosis, Infectious Haemoglobinuria (Beresford Jones & Jacobs 1979), disebabkan oleh Babesia canis yang ditularkan melalui gigitan R. sanguineus. Cara mendiagnosa Babesiosis anjing adalah dengan melakukan pemeriksaan mikroskopis dari preparat ulas darah dengan pewarnaan Giemsa, dan dapat dilakukan Immunoflourescent Antibody Test (IFA). Pengobatan yang dilakukan untuk Babesiosis ini menggunakan tipe obat babesiasidal, diantaranya adalah Diminazene, Aceturate, Phenamidine, Isethionat, Imidocarp, dan Dipropionate (Kocan 2002). b. Ehrlichiosis Ehrlichiosis anjing disebut juga Tracker Dog Disease, Tropical Canine Pancytopenia, Canine Haemoragic Fever, dan Canine Thypus. Penyakit ini disebabkan oleh Ehrlichia canis dan ditularkan melalui melalui gigitan R. sanguineus. Cara mendiagnosa penyakit ini adalah dengan tes darah untuk memeriksa kadar antibodi yaitu dengan Immunoflourescent Antibody Test (IFA). Kenaikan antobodi akan tampak setelah penyakit berlangsung kronis. Pengobatan yang dilakukan untuk Ehrlichiosis adalah dengan pemberian antibiotik Tetracycline dan Doxycycline selama dua sampai tiga minggu. Pada beberapa anjing diperlukan juga transfusi darah atau infus intravena apabila terjadi dehidrasi, tergantung keparahan penyakit tersebut (Frisby 1997). Selain itu pemberian chloramphenicol juga efektif karena dapat menembus barier otak (Greene 1994). Pemberian steroid juga dapat digunakan sebagai tambahan apabila level platelet rendah. 25

26 c. Rocky Mountain Spotted Fever Rocky Mountain Spotted Fever disebabkan oleh Rickettsia rickettsii. Pengobatan yang dilakukan untuk Rocky Mountain Spotted Fever adalah dengan antibiotik tetracycline (Achromycin) dan doxycycline (Vibramycin), dengan dosis 4 mg/kg BB. Pengobatan dilakukan paling tidak selama tiga hari setelah munculnya demam. Durasi standar untuk pengobatan adalah selama lima sampai sepuluh hari (Anonimous 2007i). Selain itu usaha untuk menghindari penyakit ini adalah dengan pengendalian dan pencegahan infestasi caplak. d. Hepatozoonosis Hepatozoonosis disebabkan oleh Hepatozoon canis atau disebut juga Leucocytozoon canis dan Haemogregarina canis (Levine 1995). Penyakit ini ditularkan akibat anjing memakan caplak yang terinfeksi. Cara mendiagnosanya adalah dengan pemeriksaan darah secara mikroskopis dengan menemukan H. canis pada neutofil. Pengobatan yang dilakukan untuk Hepatozoonosis canis antara lain adalah menggunakan imidocarb dipropionate (5 mg/kg, Sub cutan, satu kali pemberian), kombinasi dari imidocarb dipropionate (6 mg/kg, Sub cutan, setiap 14 hari) dengan tetracycline (22 mg/kg, Per oral, selama 14 hari), atau coccidiostat toltrazuril (5-10 mg/kg, Sub cutan atau Per oral, selama 3-5 hari atau dengan dosis 5 mg/kg, Per oral, selama 4 hari) (Anonimous 2007g). Pencegahannya dapat dilakukan dengan pengendalian R. sanguineus. 26

27 BAB 3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan mulai Juli sampai Agustus 2007, dan bertempat di wilayah kerja Subdit Satwa Polri (SSP), Kelapadua, Jakarta Timur. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk mengkoleksi caplak di lapangan adalah botol plastik dan pinset. Sedangkan pada waktu pembuatan slide preparat peralatan yang digunakan adalah pembakar api bunsen, gelas piala, tabung reaksi, penjepit kayu, object glass, cover glass, inkubator, dan mikroskop. Penyimpanan caplak hasil koleksi menggunakan media alkohol 70%, sedangkan pada waktu pembuatan slide preparat digunakan KOH 10%, aquades, alkohol 70%, alkohol 85%, alkohol 95%, minyak cengkeh, canada balsam, dan xylol. 3.3 Metode Penelitian Pengambilan Sampel Jumlah sampel caplak diambil dari 20% populasi pada setiap kandang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mencabut caplak pada beberapa regio tubuh anjing selama 5 menit menggunakan pinset, kemudian dimasukkan ke dalam wadah berisi alkohol 70%. Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap infestasi caplak pada bagian kepala, leher, punggung, abdomen, kaki, dan ekor. Kemudian akan dilakukan penghitungan untuk menentukan derajat infestasinya Pembuatan Slide Preparat Proses pembuatan slide preparat dilakukan dengan metode Ashadi dan Partosoejono (1992). Koleksi caplak yang telah dikumpulkan, disimpan dalam cairan alkohol 70% kemudian dibilas dengan aquades. Selain itu tabumg reaksi berisi KOH 10% disiapkan dan caplak perlahan-lahan dimasukkan ke dalam 27

28 wadah sambil dipanaskan, tetapi tidak sampai mendidih. Perlakuan ini bertujuan agar lapisan khitine caplak menipis. Setelah selesai, caplak lalu dibilas dengan air sampai bersih sebanyak empat kali. Jika dibandingkan abdomen menggembung maka bagian tersebut ditusuk dengan jarum atau ditekan perlahan supaya isi abdomen dapat dikeluarkan. Selanjutnya dilakukan dehidratasi secara bertahap dengan alkohol 70%, 85%, dan 95%. Dalam fase dehidratasi dibutuhkan waktu sekitar 10 menit tiap fasenya. Setelah itu clearing dapat dilakukan dengan merendam caplak selama menit di dalam minyak cengkeh. Kemudian caplak dicuci dengan larutan xylol. Pencucian pertama kali terlihat berkabut, oleh karena itu larutan xylol dibuang lalu diganti dengan larutan baru. Spesimen yang telah bersih tersebut kemudian disimpan dalam object glass yang telah ditetesi medium canada balsam dan ditutup dengan cover glass. Selain itu preparat slide dimasukkan ke dalam inkubator selama 4-5 hari atau dibiarkan pada suhu kamar selama 7-10 hari. 3.4 Peubah yang diamati Peubah yang diamati dalam kegiatan ini berupa perkiraan jumlah infestasi caplak pada tubuh anjing yang dikelompokkan berdasarkan daerah infestasi, yaitu (a) kepala dan leher, (b) punggung, (c) abdomen, (d) kaki, dan (e) ekor. Menurut Hadi dan Rusli (2001), derajat infestasi caplak ditentukan sebagai berikut : (-) = tidak ada caplak, (+) = 1-5 ekor caplak (ringan), (++) = 6-10 ekor caplak (sedang), (+++) =11-20 ekor caplak (berat), dan (++++) = > 20 ekor caplak (parah). 28

29 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan umum Subdit Satwa Polri Sejarah Singkat Riwayat berdirinya Subdit Satwa Polri dimulai pada tahun 1952 sampai dengan tahun 1959, Kepala Kepolisian Karesidenan Malang merintis penggunaan anjing untuk tugas kepolisian yang dilakukan oleh seorang wanita Jerman yang bernama Ny. Roll Moll, yang berpengalaman sebagai pelatih anjing dan telah melatih anggota Polisi dengan empat ekor anjing Bouvier dan satu ekor German sheperd. Pada tahun 1959 sampai dengan tahun 1967 berdasarkan Order Kepala Jawatan Kepolisian Negara No. Pol. : 128/VII/1959 tanggal 4 Juli 1959 pada Seksi Kejahatan Dinas Reserse Kriminil dibentuk Sub Seksi Brigade Anjing Dinas Kepolisian (BADK/DRK) di Kelapadua, dengan tugas merencanakan dan memelihara sebuah Depot untuk melatih dan memelihara anjing untuk keperluan Kepolisian Negara. Pada tahun 1967 sampai dengan tahun 1970 berdasarkan keputusan Menteri/Pangab Nomer : 143/SK/MK/1966 tanggal 31 Desember 1966, nama Brigade Anjing diganti menjadi Brigade Hewan. Penggantian istilah tersebut berdasarkan asas etis, dan pada saat itu juga telah digunakan satwa lain yaitu kuda dan merpati pos yang berkedudukan di Kelapadua. Pada tahun 1970 sampai dengan tahun 1977 berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol. : 97/SK/Kapolri/70 tanggal 12 Agustus 1970, Brigade Hewan diganti menjadi Brigade Satwa dan dibawah Pus Sabhara. Pada tahun 1977sampai dengan tahun 1985 berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/51/VII/1977 tanggal 1 Juli 1977, Brigade Satwa diganti menjadi Sattama Satwa Polri dan berada dibawah Komapta Polri. Pada tahun 1980 merpati pos tidak digunakan lagi, karena sudah tidak efisien. 29

30 Pada tahun 1985 sampai saat ini berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/09/X/1984 tanggal 30 Oktober 1984, Sattama Satwa diganti menjadi Sub Direktorat Satwa Polri dan berada dibawah Direktorat Samapta Polri (POLRI 1996). Subdit Satwa adalah unsur pembantu pimpinan dan pelaksana staf pada Dit. Samapta yang berada dibawah Direktur Samapta. Subdit Satwa bertugas membina dan dalam batas kewenangan yang ditentukan, menyelenggarakan fungsi teknis Satwa termasuk dukungan ( back-up ) operasional kepada satuan kewilayahan (POLRI 2007a). Unit Satwa bertugas menyelenggarakan dan melaksanakan fungsi teknis Satwa dalam rangka memberikan bantuan taktis atas pelaksanaan tugas penyelidikan / penyidikan dan atau pembinaan keamanan. Unit Satwa dipimpin oleh Kepala Unit Satwa, disingkat Kanit Satwa, yang bertanggung jawab kepada Dir Samapta dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dibawah kendali Wadir Samapta (POLRI 2007b) Letak dan Keadaan Umum Kandang Subdit Satwa Polri berada di kawasan Jakarta Timur, tepatnya di daerah Kelapa Dua yang memiliki keadaan cuaca panas. Subdit Satwa Polri dikelilingi oleh pemukiman penduduk. Lingkungan bagian dalamnya didominasi oleh lahan berumput, terdiri dari kantor, kandang anjing, kandang kuda, klinik hewan, dan beberapa rumah dinas. Letak klinik berada diantara kandang-kandang anjing dan kandang-kandang kuda. Di Subdit Satwa Polri terdapat 8 kandang anjing, dan gambar denah Subdit Satwa Polri dapat dilihat pada Gambar 5. 30

31 Aula Rumah J a l a n Pos jaga Lapangan Rumput tempat latihan Paddock Vet atas Vet bawah Rumah Rumah A B C D Klinik Hewan Kandang kuda Rumah Rumah Rumah Kantor Gedung logistik rumah Kandang kuda : Kandang anjing Log atas Log bawah Gambar 5 Denah kandang anjing di Subdit Satwa Polri Kelapa Dua Kandang A adalah kandang untuk anjing-anjing impor yang didatangkan dari Amerika dan merupakan anjing-anjing yang memiliki kualitas yang baik, dari segi perawatannya maupun keahliannya. Kandang B, C dan D serta kandang Vet dihuni oleh anjing dari breeder lokal. Adapun kandang Log banyak dihuni oleh anjing-anjing yang sudah tua yang produktivitasnya mulai menurun, yang nantinya akan digantikan oleh anjing-anjing yang lain. Dari segi letak, kandang A, B, C, dan D terletak di tengah komplek bangunan yang ada di Subdit Satwa Polri, dan kandang Vet terletak di belakang klinik hewan. Kandang Log terletak di belakang gedung logistik. Dari gambaran diatas, dapat dilihat bahwa kandang A,B,C, D, dan Vet memiliki letak yang ideal, karena lebih mudah mengawasi aktivitas anjing selama di dalam kandang bahkan juga mengawasi dan memperhatikan kebersihan serta perawatan anjing dan kandangnya. Letak kandang Log kurang ideal karena letaknya yang berada di belakang bangunan, sehingga sulit untuk dilakukan pengamatan dan menjaga kebersihan anjing dan kandangnya karena terlalu jauh. 31

32 Dari segi lingkungan, di kandang Log juga tidak terdapat tanaman seperti pohon-pohon tinggi yang berfungsi sebagai kanopi. Hal ini mengakibatkan suasana di kandang Log yang sangat panas, tidak seperti kandang lainnya yang teduh karena memiliki banyak pepohonan. Dari segi kebersihan, kandang A adalah kandang yang paling bersih. Hal ini dikarenakan kandang A dihuni oleh anjing-anjing ATA (Anti Terorist Assistance) yang diimpor dari Amerika. Sedangkan kandang yang paling tidak terawat adalah kandang Log. Dalam hal perawatan, semua kandang rutin dibersihkan setiap hari oleh penanggung jawab kandang serta disemprot secara berkala dengan obat anti caplak (akarisida). Penyemprotan dilakukan dua kali dalam sebulan menggunakan Butox (5% deltametrin), dengan dosis 1 bagian obat diencerkan dengan 5 bagian akuades. Untuk kebersihan anjing, semua tergantung pada pawang anjing tersebut. Setiap 1 ekor anjing dipelihara oleh 1 orang pawang, yang memiliki tanggung jawab terhadap kebersihan dan kesehatan anjing. Biasanya anjing dimandikan dua hari sekali, bila pawangnya rajin. Namun tak sedikit juga yang sampai berbulan-bulan tidak dimandikan karena pawangnya kurang peduli terhadap anjing peliharaannya. Sehingga keadaan anjing bergantung penuh terhadap kerajinan dan kepedulian dari masing-masing pawang terhadap anjingnya. 4.2 Populasi dan Jenis Anjing Populasi anjing di Subdit Satwa Polri pada saat pelaksanaan penelitian adalah 150 ekor (Tabel 1) yang terdiri dari ras Dobermann, Labrador retriever, German shepherd, Golden retriever, Belgian malinois, Weimaraner, Fox terrier, dan Rotweiller serta ada juga dari jenis lokal yaitu Kintamani. Ras-ras tersebut memiliki keunggulan tersendiri sehingga membuat anjing tersebut cocok dijadikan anjing pelacak dan anjing penjaga oleh kepolisian. Anjing-anjing yang dipelihara di Subdit Satwa Polri merupakan ras yang yang memiliki kemampuan khusus, yang dapat dilatih sesuai dengan kebutuhan. Misalnya untuk keperluan pelacakan, anjing Handak (bahan peledak) dapat dilatih untuk melacak keberadaan bahan peledak, anjing Narkotik untuk melacak obatobatan psikotropika, serta anjing Cakum (pelacak umum) untuk jenis pelacakan 32

33 umum seperti melacak jejak atau bahkan pemilik suatu benda. Anjing jenis Cakum biasanya digunakan untuk memburu buronan. Selain itu Subdit Satwa Polri juga melatih anjing-anjing untuk keperluan pengamanan seperti untuk penjagaan suatu wilayah, dan untuk pengendalian massa pada saat terjadi huru-hara atau kerusuhan. Bahkan sejak kurang lebih setahun yang lalu, Subdit Satwa Polri juga memiliki anjing-anjing yang khusus didatangkan dari Amerika untuk keperluan penyergapan dan penanggulangan terhadap aksi-aksi terorisme, yaitu anjing jenis ATA. Tabel 1 Data populasi anjing di Subdit Satwa Polri No. Kandang Jumlah Jenis Kelamin Anjing Jantan ( ) Betina ( ) 1. A B C D Vet atas Vet bawah Log atas Log bawah Total Sumber : Data tahunan Subdit Satwa 4.3 Identifikasi Caplak Dari hasil identifikasi, diperoleh kepastian bahwa caplak yang menginfestasi anjing-anjing di Subdit Satwa Polri adalah Rhipicephalus sanguineus. Identifikasi Rhipicephalus sanguineus dapat dilihat dari lekukan (celah) pada koksa pertama (Gambar 6), warnanya yang coklat kemerahan dan basis kapituli yang berbentuk segi enam. 33

34 Hipostom Khelisera Pedipalpus Basis kapituli Lekuk koksa Gambar 6 Bagian anterior dari Rhipicephalus sanguineus Tubuh caplak dibagi menjadi dua daerah utama, bagian anterior terdiri atas kepala dan thoraks yang disebut gnatosoma, sedangkan bagian posterior terdiri atas abdomen yang tidak bersegmen dan bagian badan yang merupakan tempat menempelnya kaki yang disebut idiosoma (Hadi & Soviana 2000). Pada bagian gnatosoma terdapat kapitulum (kepala) dan bagian-bagian mulut yang terletak dalam suatu rongga yang disebut kamerostom (Hadi & Soviana 2000). Kapitulum adalah bagian mulut secara keseluruhan (Noble & Noble 1989). Pada bagian dasar kapitulum merupakan basis kapituli yang berhubungan dengan idiosoma. Pada bidang dorsal basis kapituli caplak betina terdapat daerah yang berpori. Bagian mulut caplak terdiri atas sepasang hipostom, kelisera, dan pedipalpus. Hipostom berbentuk seperti gada yang memiliki barisan gerigi yang mengarah ke belakang (Levine 1994). Fungsi organ ini adalah untuk memperkokoh pertautan caplak pada tubuh inangnya. Khelisera terdiri atas satu ruas dorsal yang tidak dapat digerakkan dan satu ruas ventral yang dapat digerakkan yang berfungsi membuat sayatan pada kulit inang secara horizontal agar hipostom dapat ditusukkan ke dalam kulit inang. Pedipalpus (palpus) terdiri atas empat sampai enam ruas, kadang-kadang mengalami modifikasi sebagai ibu jari dan cakar, terletak disisi hipostom. Organ ini berfungsi sebagai alat sensoris sederhana untuk membantu proses makan (Noble & Noble 1989). 34

35 Festoon Anus Keping adanal Gambar 7 Bagian posterior dari Rhipicephalus sanguineus Idiosoma adalah bagian tubuh caplak tempat terdapatnya kaki. Pada nimfa dan caplak dewasa mempunyai empat pasang kaki, sedangkan pada larva hanya memiliki tiga pasang kaki. Kaki biasanya terbagi atas enam ruas yang berakhir sebagai cakar. Peruasan kaki caplak secara berturut-turut dimulai dari bagian koksa yang tidak dapat digerakkan, trokhanter, femur, tibia, tarsus, dan terakhir pedikel yang pendek yang mempunyai kuku tarsus dan sebuah pulvillus. Pada tarsus pertama yang memendek terdapat organ Haller yang berfungsi sebagai organ olfaktori, kemoreseptor, dan reseptor kelembaban. Organ Haller juga dapat berfungsi untuk mendeteksi adanya inang yang cocok serta dapat mendeteksi bau feromon yang dikeluarkan caplak lain (Hadi & Soviana 2000). Pada batas posterior bidang dorsal tubuh caplak dapat ditemukan legokanlegokan yang berupa lipatan-lipatan kecil yang dinamakan marginal festoon. Lipatan-lipatan ini yang akan digunakan pada ilmu taksonomi untuk membedakan satu spesies dengan spesies lain. Lubang kelamin jantan maupun betina terletak pada bidang ventral ditengah-tengah antara koksa satu dan dua. Lubang anus juga terdapat di ventral bagian subterminal (Hadi & Soviana 2000). 35

36 (a) (b) Gambar 8 (a) Ixodidae jantan (b) Ixodidae betina pandangan ventral (Sumber : Buku Penuntun Praktikum Ektoparasit FKH-IPB) 36

37 4.4 Infestasi caplak Rhipicephalus sanguineus Dari 29 ekor anjing sampel yang ada, terdapat beberapa anjing yang tidak terinfeksi caplak, akan tetapi menjadi sampel dalam penelitian ini karena pengambilan sampel anjing ini dilakukan secara acak dari tiap-tiap kandang. Infestasi caplak pada anjing yang ada di Subdit Satwa Polri sebagian besar terjadi pada anjing-anjing lama atau anjing yang bukan unggulan. Hal ini terlihat bahwa anjing yang banyak terinfestasi caplak adalah anjing yang berada di kandang Log dan kandang Vet. Bawah. Jumlah infestasi caplak R. sanguineus di Subdit Satwa Polri dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Jumlah anjing yang terinfestasi caplak No. Kandang Jumlah anjing yang diteliti Jumlah anjing yang terinfestasi Jantan ( ) Betina ( ) Jantan ( ) Betina ( ) 1. A B C D Vet atas Vet bawah Log atas Log bawah Total Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa jumlah anjing yang diteliti adalah 29 ekor, yaitu berdasarkan jumlah 20% dari jumlah total anjing di masing-masing kandang yang ada di Subdit Satwa Polri. Jumlah anjing jantan yang dipakai untuk pengambilan sampel adalah 20 ekor anjing jantan dan anjing betina 9 ekor dengan jumlah infestasi yang beragam. Hampir semua anjing yang ada di semua kandang terinfestasi oleh caplak, kecuali di kandang A, karena kandang A dihuni oleh anjing-anjing import yang kesehatan dan kebersihannya lebih baik daripada anjing-anjing di kandang lainnya. Dari segi jenis kelamin, infestasi caplak pada anjing di Subdit Satwa Polri tidak begitu terpengaruh, seperti dapat dilihat pada 37

38 Tabel 2 bahwa junlah infestasi caplak pada jantan dan betina tidak terlalu berbeda jauh jumlahnya. 4.5 Derajat infestasi dan lokasi ditemukannya R. sanguineus Derajat infestasi ini dapat menunjukkan tingkat populasi caplak yang ada pada tubuh anjing. Dalam penelitian ini, dipakai lima tingkat derajat keparahan, dengan pembagian seperti berikut : (-) = tidak ada caplak, (+) = 1-5 ekor caplak (ringan), (++) = 6-10 ekor caplak (sedang), (+++) =11-20 ekor caplak (berat), dan (++++) = > 20 ekor caplak (parah). Derajat infestasi caplak pada tiap regio dapat ditunjukkan pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3 Derajat infestasi caplak pada anjing di kandang A No. Nama Derajat infestasi Kepala & leher Punggung Abdomen Kaki Ekor 1 Teddy Elisa Bider Peggy Justin Birdy Dina coklat Premier garuda Dari total populasi di kandang A, diambil sampel sebanyak delapan anjing. Dari kedelapan anjing, terdapat empat ekor (50%) anjing yang terinfestasi caplak sedangkan empat ekor (50%) anjing lainnya tidak terinfestasi caplak. Dari keempat anjing yang terinfestasi caplak, regio yang terinfestasi adalah kepala dan leher, abdomen, kaki, serta punggung. Daerah punggung adalah daerah yang paling banyak terinfestasi caplak, sedangkan daerah abdomen adalah daerah yang paling sedikit terinfestasi caplak. 38

39 Tabel 4 Derajat infestasi caplak pada anjing di kandang B No. Nama Derajat infestasi Kepala & leher Punggung Abdomen Kaki Ekor 1 Haina Bona Dari total populasi di kandang B, diambil sebanyak dua ekor anjing. Dari kedua anjing, semuanya (100%) terinfestasi oleh caplak. Semua regio pada tubuh anjing diatas terinfestasi oleh caplak, kecuali regio abdomen dari Bona. Regio yang paling banyak terinfestasi caplak adalah daerah kepala dan leher serta kaki, sedangkan regio yang paling sedikit terinfestasi caplak adalah daerah kaki dan ekor. Tabel 5 Derajat infestasi caplak pada anjing di kandang C No. Nama Derajat infestasi Kepala & leher Punggung Abdomen Kaki Ekor 1 Jurgen Dina Black Dari total populasi di kandang C, diambil sebanyak dua ekor anjing. Dari kedua anjing, semuanya (100%) terinfestasi oleh caplak. Semua regio pada tubuh anjing diatas terinfestasi oleh caplak, dimana regio yang paling banyak terinfestasi caplak adalah daerah punggung, sedangkan regio yang paling sedikit terinfestasi caplak adalah daerah ekor. Tabel 6 Derajat infestasi caplak pada anjing di kandang D No. Nama Derajat infestasi Kepala & leher Punggung Abdomen Kaki Ekor 1 Alfonso McKlein Dari total populasi di kandang D, diambil sebanyak dua ekor anjing. Dari kedua anjing, semuanya (100%) terinfestasi oleh caplak. Semua regio pada tubuh anjing diatas terinfestasi oleh caplak, dimana regio yang paling banyak terinfestasi caplak adalah daerah punggung, sedangkan regio yang paling sedikit terinfestasi caplak adalah daerah abdomen dan ekor. 39

40 Tabel 7 Derajat infestasi caplak pada anjing di kandang Vet atas No. Nama Derajat infestasi Kepala & leher Punggung Abdomen Kaki Ekor 1 Gory Goldy Dari total populasi di kandang Vet atas, diambil sebanyak dua ekor anjing. Dari kedua anjing, semuanya (100%) terinfestasi oleh caplak. Semua regio pada tubuh anjing diatas terinfestasi oleh caplak, kecuali regio abdomen Goldy. Regio yang paling banyak terinfestasi caplak adalah daerah punggung, sedangkan regio yang paling sedikit terinfestasi caplak adalah daerah kaki dan ekor. Tabel 8 Derajat infestasi caplak pada anjing di kandang Vet bawah No. Nama Derajat infestasi Kepala & leher Punggung Abdomen Kaki Ekor 1 Bella Lesco Floyd Breden Brando Dari total populasi di kandang Vet bawah, diambil sebanyak lima ekor anjing. Dari kelima anjing, semuanya (100%) terinfestasi oleh caplak. Semua regio pada tubuh anjing diatas terinfestasi oleh caplak, kecuali regio abdomen dari Floyd dan Brando, regio kaki dari Brando, serta regio ekor dari Bella, Floyd, Breden, dan Brando. Regio yang paling banyak terinfestasi caplak adalah daerah punggung, sedangkan regio yang paling sedikit terinfestasi adalah daerah ekor. Tabel 9 Derajat infestasi caplak pada anjing di kandang Log atas No. Nama Derajat infestasi Kepala & leher Punggung Abdomen Kaki Ekor 1 Vanco Charles Pedro Are

41 Dari total populasi di kandang Log atas, diambil sebanyak empat ekor anjing. Dari keempat anjing, semuanya (100%) terinfestasi oleh caplak. Semua regio pada tubuh anjing diatas terinfestasi oleh caplak, kecuali regio ekor dari Vanco, Charles, dan Pedro. Regio yang paling banyak terinfestasi caplak adalah daerah punggung, sedangkan regio yang paling sedikit terinfestasi caplak adalah daerah ekor. Tabel 10 Derajat infestasi caplak pada anjing di kandang Log bawah No. Nama Derajat infestasi Kepala & leher Punggung Abdomen Kaki Ekor 1 Gilbert Nisa Undaru Unto Dari total populasi di kandang Log bawah, diambil sebanyak empat ekor anjing. Dari keempat anjing, semuanya (100%) terinfestasi oleh caplak. Semua regio pada tubuh anjing diatas terinfestasi oleh caplak, dimana regio yang paling banyak terinfestasi caplak adalah daerah punggung, sedangkan regio yang paling sedikit terinfestasi caplak adalah daerah abdomen. Rata-rata infestasi caplak pada anjing yang dipelihara di Subdit Satwa Polri ditemukan di regio punggung, karena regio punggung merupakan daerah yang tidak dapat terjangkau oleh kaki maupun mulut, sehingga regio tersebut tidak dapat digaruk. Hal ini mengakibatkan caplak dapat menempel dan menghisap darah tanpa terganggu. Sedangkan regio yang paling sedikit terinfestasi caplak adalah ekor dan abdomen. Regio abdomen jarang terinfestasi karena daerah tersebut mudah dijangkau oleh kaki maupun mulut, sehingga caplak mudah tergaruk. Regio ekor juga jarang terinfestasi karena beberapa anjing ras tertentu di Subdit Satwa Polri tidak memiliki ekor, atau telah menjalani operasi pemotongan ekor, terutama untuk anjing ras Dobermann dan Rotweiller. Apabila kita melihat derajat infestasinya, di Subdit Satwa Polri, sebagian besar (100%) infestasi caplak banyak terdapat pada anjing-anjing yang ada di kandang Log atas dan Log bawah. Hal ini dikarenakan kandang Log yang terletak 41

42 di belakang, jauh dari kandang-kandang lainnya dan kurang mendapat perhatian. Pawang jarang memperhatikan anjingnya, sehingga anjing menjadi kurang terawat. Selain hal diatas, kandang Log dihuni oleh anjing-anjing tua yang produktivitasnya mulai menurun. Kondisi tersebut mengakibatkan kurangnya perhatian dan perawatan terhadap anjing-anjing tersebut. Hal ini juga berpengaruh terhadap daya tahan tubuh anjing terhadap infestasi caplak, sebagaimana anjing tua akan lebih rentan daripada anjing muda. Sebaliknya pada kandang A, B, C, dan D relatif lebih bersih karena letaknya yang di depan dan berdekatan, sehingga kebersihannya lebih diperhatikan. Selain itu, kandang-kandang tersebut dihuni oleh anjing-anjing yang masih muda dan berkualitas bagus, sehingga daya tahan terhadap infestasi caplak juga baik. Lebih spesifik untuk kandang A, merupakan kandang yang paling bersih dan terawat bila dibandingkan dengan kandang lainnya. Hal ini dikarenakan kandang A dihuni oleh anjing-anjing pilihan, dan di antaranya adalah anjinganjing ATA yang diimpor dari Amerika. Dimana dalam segi perawatan sangat baik dan anjing-anjing tersebut juga memiliki daya tahan tubuh yang relatif lebih baik. Selain daripada itu, untuk kandang A dilakukan pengobatan tambahan tehadap infestasi caplak berupa pemberian Frontline (9,7% fipronil) selain penyemprotan kandang rutin berkala seperti kandang-kandang lainnya. Cara pemberian obat-obatan one spot seperti Frontline adalah dengan meneteskan obat tersebut di daerah punggung, dalam beberapa saat obat akan menyebar dan caplak akan mati, lalu kemudian jatuh dari tubuh anjing dalam keadaan kering (Anonimous 2007e). Cara ini efektif selama 7-10 hari setelah pengobatan, dan selama masa efektif obat tersebut anjing tidak boleh dimandikan. 4.6 Pengobatan dan Pengendalian Caplak Tujuan pengobatan adalah untuk mengeliminasi caplak dewasa dari tubuh inang, dalam hal ini anjing. Sedangkan tujuan pengendalian adalah untuk memutus siklus hidup caplak serta mematikan caplak pra dewasa dan caplak dewasa yang ada di sekitar lingkungan inang, dalam hal ini adalah kandang 42

43 anjing. Pendekatan pengendalian caplak yang terbaik adalah dengan menggabungkan tindakan sanitasi, fisik, dan kimia. Pendekatan sanitasi dilakukan dengan cara pembersihan kandang setiap hari dengan menggunakan desinfektan. Hal ini dimaksudkan untuk membersihkan telur, larva, dan nimfa caplak yang ada di kandang. Untuk keberhasilan pengeliminasian caplak ini, hewan juga membutuhkan kondisi tubuh yang sehat. Fisik yang sehat didapat dari makanan yang mengandung nutrisi tinggi. Produk yang mengandung bahan kimia juga banyak digunakan untuk pengendalian caplak, seperti sampo khusus hewan, obat-obatan spot on, kalung anti kutu (flea/ tick/ lice collar), dan obat-obatan untuk dipping. Penanggulangan secara mekanik dapat dilakukan dengan melakukan rotasi penggembalaan pada lokasi yang berbeda secara berkala untuk penanggulangan pada stadium larva di rerumputan. Hal ini dilakukan dengan memindahkan anjing untuk sementara waktu dari kennel kira-kira 3-6 bulan (Shaw et al. 1970) atau minimal sampai melewati larva caplak dapat tahan hidup tanpa menghisap darah yaitu 8,5 bulan (Gunandini 2006 dalam Sigit & Hadi 2006). Ini dilakukan hanya dengan membiarkan larva caplak menjadi kelaparan tanpa menghisap darah dan lama-kelamaaan akan mati sehingga lingkungan tersebut menjadi bebas caplak kembali. Metode pengobatan yang dilakukan di Subdit Satwa Polri tergantung pada derajat keparahan. Apabila infestasinya masih relatif ringan, maka anjing akan dimandikan dengan sampo buatan klinik yang mengandung pyrethrin. Cara aplikasinya adalah dengan dibiarkan selama kurang lebih sepuluh menit sebelum kemudian dibilas, dan dikeringkan. Namun apabila infestasi caplak sudah banyak, maka dilakukan pengobatan dengan pemberian ivermectin (ivomec ) secara injeksi subkutan dengan dosis 0,2 mg/kg BB. Ivermectin (ivomec ) adalah salah satu anti parasit dengan spektrum luas, yang efektif untuk mengatasi cacingan pada saluran pencernaan, kecuali cacing pita, dan sebagian besar ektoparasit, serta mikrofilaria dalam darah. Ivermectin (ivomec ) tersedia dalam bentuk tablet kunyah, cairan untuk pengobatan topikal, dan cairan untuk pengobatan oral maupun secara injeksi (Brooks, W. 2006). 43

44 Untuk pengendalian caplak, semua kandang dibersihkan setiap harinya dan dilakukan penyemprotan rutin dua kali dalam satu bulan menggunakan Butox (5% Deltametrin), dengan dosis 1 bagian obat diencerkan dengan 5 bagian akuades. Khusus untuk anjing-anjing di kandang A, dilakukan pengobatan tambahan terhadap infestasi caplak menggunakan Frontline. Butox merupakan anti ektoparasit yang sangat efektif dan relatif aman untuk digunakan. Butox hanya digunakan sebagai obat luar, untuk mengatasi infestasi caplak, kutu, tungau, pinjal, dan lalat baik pada hewan ternak maupun hewan piara. Frontline mengandung 9,7% fipronil, merupakan insektisida sintetik yang banyak dipakai sebagai obat anti caplak dan pinjal pada anjing dan kucing. Fipronil dapat larut dalam minyak dan dilepaskan secara perlahan dari folikel rambut. Cara kerjanya adalah dengan arylheterocycles menghambat masuknya klorin ke dalam sel dalam sistem syaraf caplak, yang akhirnya mengakibatkan paralisis (Anonimous 2007e). Gambar 9 Obat spot on Frontline (Sumber : Anonimous 2007e) Cara pemberian obat-obatan spot on seperti Frontline adalah dengan meneteskan obat tersebut di daerah punggung, dalam beberapa saat obat akan menyebar dan caplak akan mati, lalu kemudian jatuh dari tubuh anjing dalam keadaan kering. Cara ini efektif selama 7-10 hari setelah pengobatan, dan selama masa efektif obat tersebut anjing tidak boleh dimandikan. 44

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B04103159 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di penangkaran PT. Mega Citrindo di Desa Curug RT01/RW03, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Entomologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai parasit sperti cacing telah dikenal beratus-ratus tahun yang lalu oleh nenek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai parasit sperti cacing telah dikenal beratus-ratus tahun yang lalu oleh nenek 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Parasit Parasit adalah organisme yang eksistensinya tergangung adanya organisme lain yang dikenal sebagai induk semang atau hospes. Organisme yang hidup sebagai parasit sperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lalu. Salah satu bukti hubungan baik tersebut adalah adanya pemanfaatan

BAB I PENDAHULUAN. yang lalu. Salah satu bukti hubungan baik tersebut adalah adanya pemanfaatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anjing merupakan salah satu jenis hewan yang dikenal bisa berinteraksi dengan manusia. Interaksi demikian telah dilaporkan terjadi sejak ratusan tahun yang lalu. Salah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus)

PENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus) PENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus) R. DANG PINA MANGGUNG FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN. Jenis Ektoparasit Jenis ektoparasit yang ditemukan dari empat belas ekor tikus putih (R. norvegicus) galur Sprague Dawley terdiri atas tiga jenis, yaitu tungau Laelaps echidninus,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pediculus Humanus Capitis Pediculus humanus capitis merupakan ektoparasit yang menginfeksi manusia, termasuk dalam famili pediculidae yang penularannya melalui kontak langsung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang 5 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Kutu Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk ke dalam kulit inangnya. Bagian-bagian mulut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Ongole (Bos indicus) Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Sumba ongole dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Berdasarkan Morfologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Berdasarkan Morfologi 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Berdasarkan Morfologi Berdasarkan hasil identifikasi preparat ulas darah anjing ras Doberman dan Labrador Retriever yang berasal dari kepolisian Kelapa Dua Depok, ditemukan

Lebih terperinci

INFESTASI CAPLAK ANJING DAN KAITANNYA DENGAN PENYAKIT YANG DITULARKANNYA IGNASIUS RESA CHRISTANTO PRATOMO

INFESTASI CAPLAK ANJING DAN KAITANNYA DENGAN PENYAKIT YANG DITULARKANNYA IGNASIUS RESA CHRISTANTO PRATOMO INFESTASI CAPLAK ANJING DAN KAITANNYA DENGAN PENYAKIT YANG DITULARKANNYA IGNASIUS RESA CHRISTANTO PRATOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK OPERASIONAL RAS LABRADOR RETRIEVER DI SUBDIT SATWA POLRI-DEPOK GITA WIDARTI ANGGAYASTI

GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK OPERASIONAL RAS LABRADOR RETRIEVER DI SUBDIT SATWA POLRI-DEPOK GITA WIDARTI ANGGAYASTI GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK OPERASIONAL RAS LABRADOR RETRIEVER DI SUBDIT SATWA POLRI-DEPOK GITA WIDARTI ANGGAYASTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 RINGKASAN GITA WIDARTI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Upik Kesumawati Hadi *) Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan ... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan seek~r lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk rnenciptakannya. Dan jika lalat itu rnerarnpas sesuatu dari

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK SITI RUKAYAH. Gambaran Sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kucing adalah salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia. Kucing yang garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni (pure breed),

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI 2016 PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI LABORATORIUM JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI AS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR I. IDENTIFIKASI EKTOPARASIT A. Pengantar Keberhasilan

Lebih terperinci

Gambar 1 Ayam kampung (sumber:

Gambar 1 Ayam kampung (sumber: 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Kampung Ayam kampung merupakan hewan vertebrata yang termasuk dalam kelas Aves dengan ordo Galliformes dan spesies Gallus domesticus. Ayam kampung telah berkembang pesat di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memasukkan kelenjar ludah kedalam kulit inangnya serta mengangkut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memasukkan kelenjar ludah kedalam kulit inangnya serta mengangkut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pinjal 1. Morfologi Pinjal Pinjal penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk kedalam kulit

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

2 POLA TRANSMISI PENYAKIT PADA BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

2 POLA TRANSMISI PENYAKIT PADA BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON 2 POLA TRANSMISI PENYAKIT PADA BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Pendahuluan Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan spesies badak yang ada di Indonesia yang keberadaannya terancam punah. IUCN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau kira-kira spesies hewan adalah arthropoda. (Djakaria, Sungkar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau kira-kira spesies hewan adalah arthropoda. (Djakaria, Sungkar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Entomologi Entomologi adalah ilmu yang mempelajari tentang vektor, kelainan dan penyakit yang disebabkan oleh arthropoda. Delapan puluh lima persen atau kira-kira 600.000

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Protozoa Parasitik Menurut Subronto (2006) protozoa dalam darah yang sering ditemukan pada anjing, antara lain dari genus Babesia, Hepatozoon dan Trypanosoma. Seringkali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

J U R N A L M E T A M O R F O S A Journal of Biological Sciences ISSN:

J U R N A L M E T A M O R F O S A Journal of Biological Sciences ISSN: JURNAL METAMORFOSA IV (2): 189-195 (2017) J U R N A L M E T A M O R F O S A Journal of Biological Sciences ISSN: 2302-5697 http://ojs.unud.ac.id/index.php/metamorfosa JENIS-JENIS PARASIT PADA SAPI PERAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura Hak cipta dilindungi Undang-Undang Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura ISBN: 978-602-97552-1-2 Deskripsi halaman sampul : Gambar

Lebih terperinci

Rickettsia prowazekii

Rickettsia prowazekii Rickettsia prowazekii Nama : Eva Kristina NIM : 078114026 Fakultas Farmasi Sanata Dharma Abstrak Rickettsia prowazekii adalah bakteri kecil yang merupakan parasit intraseluler obligat dan ditularkan ke

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Karakterisasi dan Infestasi Tungau pada Cicak

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Karakterisasi dan Infestasi Tungau pada Cicak TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Kethley (1982) menempatkan tungau sebagai anggota Filum Arthropoda, Sub Filum Chelicerata, Kelas Arachnida, Sub Kelas Acari. Ciri yang membedakan tungau

Lebih terperinci

DHIOSI OKTAVIA AFRENSI

DHIOSI OKTAVIA AFRENSI PENGARUH MINYAK ATSIRI KEMANGI (Ocimum basilicum forma citratum Back) TERHADAP INFESTASI LARVA LALAT HIJAU (Chrysomya megacephala) PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio) DHIOSI OKTAVIA AFRENSI DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara berkembang yang telah merdeka sejak tahun Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara berkembang yang telah merdeka sejak tahun Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang telah merdeka sejak tahun 1945. Di Indonesia banyak sekali Lembaga Pemerintahan yang berfungsi menunjang keamanan negara, salah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

EFIKASI SIPERMETRIN TERHADAP LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus) NOVITA ELFRIDA BR DEPARI

EFIKASI SIPERMETRIN TERHADAP LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus) NOVITA ELFRIDA BR DEPARI EFIKASI SIPERMETRIN TERHADAP LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus) NOVITA ELFRIDA BR DEPARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

CEPI TRI SUMANTRI B

CEPI TRI SUMANTRI B KEBERADAAN CAPLAK (Parasitiformes: Ixodidae) DI SUAKA RHINO SUMATERA TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG DAN KAITANNYA DALAM PENULARAN PENYAKIT PADA BADAK SUMATERA (Dicerorhinus sumatrensis) CEPI TRI SUMANTRI

Lebih terperinci

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN KECACINGAN di SD MUH. KEDUNGGONG, SD DUKUH NGESTIHARJO,SDN I BENDUNGAN dan SD CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Biawak Klasifikasi ilmiah dari biawak adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Reptilia Ordo : Squamata Famili : Varanidae Genus : Varanus

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeureup, Bogor selama 10 minggu. Penelitian dilakukan pada awal bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Parasit

TINJAUAN PUSTAKA. Parasit 4 Parasit TINJAUAN PUSTAKA Parasit dapat dibedakan menjadi dua yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya menumpang di bagian luar dari tempatnya bergantung atau pada permukaan

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Leptospirosis adalah penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh bakteri Leptospira interrogans sensu lato. Penyakit ini dapat menyerang

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

DEFINISI KASUS MALARIA

DEFINISI KASUS MALARIA DEFINISI KASUS MALARIA Definisi kasus adalah seperangkat criteria untuk menentukan apakah seseorang harus dapat diklasifikasikan sakit atau tidak. Kriteria klinis dibatasi oleh waktu, tempat, dan orang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur tubuh hewan merupakan keseimbangan antara produksi panas tubuh yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Aedes aegypti Nyamuk Ae. aegypti termasuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dan masuk ke dalam subordo Nematocera. Menurut Sembel (2009) Ae. aegypti dan Ae. albopictus

Lebih terperinci

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA LANDASAN TEORI Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows. 18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani²

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² ¹Mahasiswa Program S1 Biologi ²Dosen Bidang Zoologi Jurusan Biologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin Pengamatan perilaku kawin nyamuk diamati dari tiga kandang, kandang pertama berisi seekor nyamuk betina Aedes aegypti dengan seekor nyamuk jantan Aedes aegypti, kandang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda Entomopatogen

TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda Entomopatogen 3 TINJAUAN PUSTAKA Nematoda Entomopatogen 1. Taksonomi dan Karakter Morfologi Nematoda entomopatogen tergolong dalam famili Steinernematidae dan Heterorhabditidae termasuk dalam kelas Secernenta, super

Lebih terperinci

LALAT TABAWIDAE DAN PERANANNYA DALAM EPIDEMIOLOGI PENYAKIT SURRA

LALAT TABAWIDAE DAN PERANANNYA DALAM EPIDEMIOLOGI PENYAKIT SURRA LALAT TABAWIDAE DAN PERANANNYA DALAM EPIDEMIOLOGI PENYAKIT SURRA SUSl SOVIANA B 20.0556 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1988 RINGKASAN SUSI SOVIANA. Lalat Tabanidae dan Peranannya Dalam

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id Parasitologi Kesehatan Masyarakat KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit Mapping KBM 8 2 Tujuan Pembelajaran Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa mampu menggunakan pemahaman tentang parasit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN HANI FITRIANI. Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial

Lebih terperinci

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK Balai Litbang P2B2 Banjarnegara Morfologi Telur Anopheles Culex Aedes Berbentuk perahu dengan pelampung di kedua sisinya Lonjong seperti peluru senapan Lonjong seperti

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam percobaan ini mengunakan metoda spektrometri yang pengukuran secara kuantitatif. Namun percobaan ini tidak jauh berbeda dengan percobaan sebelumnya karena percobaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies 1. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang banyak dialami oleh penduduk dengan kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes scabiei.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING 3.1. Virus Tokso Pada Kucing Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu gejala penyakit yang disebabkan oleh protozoa toksoplasmosis

Lebih terperinci

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA 1 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 2 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG

Lebih terperinci

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Organ seksual pada wanita, seperti rahim, vagina, dan payudara, masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Kadangkala fungsi organ-organ tersebut

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan mulai dari bulan Juli 2011 hingga Februari 2012, penelitian dilakukan di Insektarium Bagian Parasitologi

Lebih terperinci

INFEKSI CACING JANTUNG PADA ANJING DI BEBERAPA WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI : FAKTOR RISIKO TERKAIT DENGAN MANAJEMEN KESEHATAN ANJING FITRIAWATI

INFEKSI CACING JANTUNG PADA ANJING DI BEBERAPA WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI : FAKTOR RISIKO TERKAIT DENGAN MANAJEMEN KESEHATAN ANJING FITRIAWATI INFEKSI CACING JANTUNG PADA ANJING DI BEBERAPA WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI : FAKTOR RISIKO TERKAIT DENGAN MANAJEMEN KESEHATAN ANJING FITRIAWATI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI Oleh: NURFITRI YULIANAH A44103045 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK NURFITRI YULIANAH. Tungau pada Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

TANAH DAN SABUN TANAH SEBAGAI BAHAN ANTIMIKROBA TERHADAP AIR LIUR ANJING JEFFRY HAKIM

TANAH DAN SABUN TANAH SEBAGAI BAHAN ANTIMIKROBA TERHADAP AIR LIUR ANJING JEFFRY HAKIM TANAH DAN SABUN TANAH SEBAGAI BAHAN ANTIMIKROBA TERHADAP AIR LIUR ANJING JEFFRY HAKIM FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK Jeffry Hakim Handoko. Tanah dan Sabun Tanah Sebagai

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Perbedaan Kualitas Semen Segar Domba Batur dalam Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret sampai dengan 1 Mei

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes sp 1. Klasifikasi Nyamuk Aedes sp Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi (Womack, 1993), sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Genus Upagenus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Wawancara Pengamatan dan Pengambilan Contoh

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Wawancara Pengamatan dan Pengambilan Contoh 21 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di enam perkebunan buah naga di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari tiga kabupaten. Kebun pengamatan di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6130 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1

Lebih terperinci

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan ii EFEKTIFITAS EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) DENGAN PELARUT AIR HANGAT TANPA EVAPORASI DAN KAJIAN DIFFERENSIAL LEUKOSIT PADA AYAM YANG DIINFEKSI DENGAN Eimeria tenella DENY HERMAWAN

Lebih terperinci

PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI KESEHATAN

PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI KESEHATAN PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI KESEHATAN Ketua Program studi/koordinator Mayor: drh., MS., Ph.D. Pengajar: DR.drh. Ahmad Arif Amin DR.drh., MSi DR.drh. Elok Budi Retnani, MSi drh. Fadjar Satrija, MSc., Ph.D.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik. B. Waktu dan tempat penelitian Tempat penelitian desa Pekacangan, Cacaban, dan Ketosari Kecamatan

Lebih terperinci