BAB IV PEMBAHASAN. Langkah-langkah yang akan dilaksanakan adalah: yang diperoleh dari bisnis restoran berbentuk franchise

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PEMBAHASAN. Langkah-langkah yang akan dilaksanakan adalah: yang diperoleh dari bisnis restoran berbentuk franchise"

Transkripsi

1 BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Teknik Analisa Data Langkah-langkah yang akan dilaksanakan adalah: a. Membahas penilaian dan pembayaran pajak penghasilan pasal 23 atas royalti yang diperoleh dari bisnis restoran berbentuk franchise b. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan perhitungan pajak penghasilan yang harus dibayarkan oleh restoran selaku wajib pajak dan pemungut pajak. c. Memeriksa data restoran yang berbentuk dokumen-dokumen tertulis yaitu laporan laba-rugi restoran untuk tahun 2011 dan laporan data gaji karyawan restoran selama tahun d. Menghitung pajak penghasilan pasal 21 yang terutang pada pegawai tetap Restoran TTD selaku pemberi kerja. e. Menghitung pajak penghasilan atas bentuk usaha orang pribadi. f. Membandingkan hasil penelitian dengan restoran TTD, jika hasilnya sama dengan perhitungan yang dilakukan oleh restoran TTD dan peneliti maka kesimpulannya penilaian perpajakan atas pajak penghasilan yang dipungut dan dibayarkan oleh restoran TTD sudah benar. Berdasarkan KUP Nomor 36 tahun 2008, Pasal 1 yaitu mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan 70

2 penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek Pajak tersebut dikenakan pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undangundang disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabaran, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Subjek pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Yang menjadi objek pajak menurut PPh pasal 21 ayat 1 yaitu: (1) Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dilakukan oleh: a. Pemberi kerja yang membayar gaji membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai; b. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan; c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun; 71

3 d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan e. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan. Dalam hal ini disebutkan juga Restoran TTD memiliki hubungan efektif, dimana Restoran T Pusat membuat perjanjian dengan Restoran TTD untuk menggunakan merek dagang Restoran T Pusat. Atas penggunaan hak tersebut Restoran T menerima imbalan royalti dari Restoran TTD. Sehubungan dengan perjanjian kerjasama kedua belah pihak untuk penggunaan merek dagang tersebut. Dengan demikian penggunaan mereka dagang oleh Restoran TTD mempunyai hubungan efektif atas bentuk usaha orang pribadi. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. 72

4 Tarif Pemotongan PPh 23 Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008 Pasal 23 (1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan: a. Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas: 1. Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g; 2. Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (10 huruf f; 3. Royalti; dan 4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e. Restoran TTD adalah restoran yang menggunakan merek dagang dari restoran T yang berada di Surabaya sebagai pusat. Restoran TTD melakukan kerja sama dalam menggunakan merek dagang Restoran T, atau yang biasa disebut franchise. Hubungan ini menjadi suatu objek dari sisi perpajakan, dimana Restoran TTD diharuskan membayar kewajibannya yaitu membayar royalti kepada pihak franchisor yang diatur pada pajak penghasilan pasal 23. Menurut perpanjian Restoran TTD diharuskan membayar pajak atas royalti kepada Restoran T sebesar 15% dari jumlah penghasilan bruto. Istilah royalti yang 73

5 digunakan dalam pasal 4 ayat 1 penjelasan huruf h berarti segala bentuk pembayaran yang dibuat sehubungan dengan reproduksi lainnya yang digunakan untuk penyiaran radio atau televise, paten, desain, model, rancangan, formula, atau proses rahasia, merek dagang atau informasi mengenai pengalaman di bidang industri, perniagaan, atau ilmu pengetahuan. Royalti juga mencakup keuntungan yang diperoleh dari penjualan, pertukaran, atau bentuk lain pengalihan harta tidak berwujud atau hak-hak tersebut sepanjang jumlah yang direalisasi dari penjualan, pertukaran, atau bentuk pengalihan lainnya tersebut bergantung kepada produktivitas, penggunaan, atau pengalihan harta tidak berwujud atau hak-hak tersebut. Restoran TTD dikenakan tarif pajak sebesar 15% sesuai dengan penjelasan Pasal 23 ayat 1 (a) dimana royalti yang digunakan berarti segala bentuk pembayaran yang dibuat sehubungan dengan penggunaan, atau hak untuk menggunakan, hak cipta atas karya sastra, kesenian, atau karya ilmiah (termasuk hak cipta atas gambar bergerak, film, pita rekaman, atau alat reproduksi lainnya yang digunakan untuk penyiaran radio atau televise, paten, desain model, rancangan, formula diperoleh dari penjualan, pertukaran, atau bentuk lain pengalihan harta tidak berwujud atau hak-hak tersebut sepanjang jumlah yang direalisasi dari penjualan, pertukaran, atau bentuk pengalihan lainnya tersebut bergantung kepada produktivitas, penggunaan, atau pengalihan harta tidak berwujud atau hak-hak tersebut. 74

6 IV.2 Evaluasi Pajak Penghasilan Restoran TTD Ada dua evaluasi yang dilakukan oleh penulis dalam melihat kepatuhan Wajib Pajak berupa evaluasi secara administrasi dan evaluasi secara hitungan. Di dalam ini penulis akan menjabarkan kedua evaluasi tersebut dari penelitian yang dilakukan. IV.2.1 Evaluasi Administrasi Evaluasi secara administrasi adalah evaluasi yang dilakukan oleh penulis dalam melihat Wajib Pajak saat melaporkan dan melampirkan lampiran pajak yang seharusnya namun Wajib Pajak tidak melengkapi formulir dan pengisian formulir yang dibutuhkan secara lengkap. Beberapa evaluasi secara administrasi yang dilakukan penulis, yaitu: a. Bukti potong PPh Pasal 21 Terdapat kesalahan dalam melampirkan bukti potong SPT Masa. Kesalahan ini terjadi sejak restoran berdiri di awal tahun 2011, yang seharusnya pihak restoran selaku pemberi kerja dan membayarkan jasa untuk kepentingan restoran memotong pajak yang seharusnya dibayarkan tetapi dalam hal ini pihak pemberi kerja sama sekali tidak memotong PPh 21 yang terutang kepada pegawai tetap, pegawai tidak tetap dan pekerja lepas sehubungan dengan pemberian jasa. Yang berdasarkan Pasal 21 ayat (1) pemberi kerja wajib memotong pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehingga pemberi kerja wajib 75

7 memberikan bukti potong 1721-A1 kepada pegawai tetap, pegawai tidak tetap dan pekerja lepas sehubungan dengan pemberian jasa bagi penerima penghasilan yaitu saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan, sedangkan bagi Pemotong PPh Pasal 21 adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan. Kemudian memindahkan penghasilan neto dari 1721 A1(bukti potong) ke 1770S. Dalam kesalahan menggunakan formulir maka restoran TTD dapat mengajukan permohonan agar dilakukan pembetulan. Pembetulan Surat Pemberitahuan harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan. Adapun yang dimaksud dengan daluwarsa penetapan adalah jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-undang KUP. Maka dalam hal ini apabila Wajib Pajak akan melakukan pembetulan SPT Tahun 2011 dimana hasil pembetulannya adalah lebih bayar karena biaya gaji pegawai pada Restoran TTD dapat dibiayakan seluruhnya apabila pemberi kerja melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, dan pembetulan SPT dapat dilakukan paling lambat akhir tahun Besarnya nilai Bukti Potong bagi pegawai tetap dapat diketahui dengan penghitungan dari jumlah penghasilan bruto meliputi seluruh gaji, tunjangan, dan pembayaran teratur lainnya termasuk uang lembur. Termasuk juga penghasilan karyawan jika 76

8 dibayarkan oleh pemberi kerja atas program Jamsostek, Premi Jaminan Kecelakaan kerja (JKK), Premi Jaminan Kematian (JK), dan Premi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), dan premi asuransi. Penghasilan neto sebulan diperoleh dengan mengurangi penghasilan bruto dengan biaya jabatan, iuran pensiun, iuran Jaminan Hari Tua (JHT), dan/atau Tunjangan hari Tua (THT) yang dibayar sendiri oleh pegawai melalui pemberi kerja yang kemudian selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasal 17 UU PPh setelah Penghasilan neto dikurangi dengan PTKP. Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut: Penghasilan Netto : (Penghasilan bruto + Premi JKK/JK/JPK yang dibayar pemberi kerja Biaya Jabatan iuran pensiun dan iuran THT/JHT yang dibayar sendiri) PPh Pasal 21 : (Penghasilan netto - PTKP) * tarif Pasal 17 UU PPh) - Bukti potong bagi Tenaga ahli yang melakukan Pekerjaan Bebas dengan penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif 50% (lima puluh persen) dari jumlah 77

9 penghasilan bruto yang dibayarkan atau terutang dalam 1 (satu) tahun kalender. Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut: PPh Pasal 21: (50% * Penghasilan bruto) * tarif Pasal 17 UU PPh b. Bukti potong PPh Pasal 23 Dalam pelaporan SPT masa atau tahunan restoran TTD, seharusnya restoran TTD melampirkan bukti potong PPh Pasal 23 terhadap pembayaran royalti yang dilakukan oleh restoran TTD. Awal berdirinya restoran TTD telah melakukan pembayaran royalti senilai Rp (sembilah puluh juta rupiah), seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tarif 15% ini dikenakan karena restoran TTD telah menggunakan merek dagang dari sebuah brand nama yang ada di Surabaya yaitu restoran T. untuk menguji kepatuhan restoran dalam melakukan pembayaran pajaknya kepada negara maka penulis melakukan penghitungan ulang atas pajak penghasilan Pasal 23 yang terutang dari pembayaran royalti (pembayaran di muka). Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut: PPh Pasal 23: (Pembayaran royalti kepada restoran T pusat) * 15% Dari pembayaran awal tersebut telah disepakati bahwa pembayaran royalti yang dikenakan kepada restoran TTD selaku pemakai merek dagang (franchisee) adalah pembayaran bersih berikut 78

10 pembayaran royalti termasuk pajak yang dipotong oleh restoran T pusat sebagai pemotong PPh Pasal 23 atas Royalti. Akan tetapi dalam hal ini terdapat kesalahan berupa tidak adanya bukti potong yang diterima oleh restoran TTD sebagai pembayar royalti berikut pajaknya pada pembayaran seluruh royalti diawal sesuai kesepakatan dari perjanjian kedua belah pihak antara franchisor dan franchisee. Dimana bukti potong PPh 23 ini akan digunakan perusahaan sebagai tanda pembayaran pajak atas royalti yang sudah dipotong oleh pemberi nama, merek dagang dan akan dilampirkan ke dalam SPT masa atau tahunan restoran TTD. Karena tidak ada bukti potong yang dilampirkan maka untuk pembayaran royalti tidak dapat dibiayakan seluruhnya pada pembayaran periode tersebut. Dalam hal ini dapat menyebabkan pajak yang dibayarkan menjadi lebih besar karena biaya atas royalti yang sudah dibayarkan tidak dapat menjadi biaya restoran. Perhitungan PPh Pasal 23 tidak dilakukan atas penghasilan: - Pembayaran dividen yang memenuhi syarat - Pembayaran jasa pengiriman makanan - Pembelian bumbu-bumbu yang tidak disertai lisence ( yang sudah dipatenkan) 79

11 c. Tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa banyak dari pegawai tetap restoran TTD yang tidak memiliki NPWP dikarenakan kurangnya pengetahuan dan pemahaman sesungguhnya mengenai fungsi dan kegunaan dari NPWP, banyak dari mereka juga yang tidak ingin memiliki NPWP karena tidak ingin dipotong upah, gaji, honorariumnya untuk pembayaran pajak. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa sebenarnya banyak dari masyarakat Indonesia masih kurang memahami fungsi dari NPWP, untuk itu lebih baik pengaturan mengenai distribusi pemahaman pajak lebih ditingkatkan. Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak terutang, jangka waktu pendaftaran NPWP adalah: - Bagi Wajib Pajak org pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri paling lambar 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan. - Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP akan dikenakan sanksi perpajakan. 80

12 Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. UU 28/2007 pasal 2 (1). Keuntungan bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP: Terhindar dari penerapan tarif PPH pasal 21 yang lebih tinggi 20% bagi Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWPnya. UU 36/2008 pasal 21 (5a). Lapisan Penghasilan Kena Pajak: % % % di atas % d. Pelaporan SPT Tahunan Restoran TTD selaku tempat usaha Orang Pribadi yang berdomisili atau berpenghasilan di daerah tempat usahanya wajib melaporkan daerah tempat domisili berpenghasilan, tetapi dalam hal ini ditemukan bahwa restoran TTD melaporkan SPT Tahunan yang seharusnya dilakukan tempat domisili berpenghasilannya di Jakarta tetapi dilakukan pelaporan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Mulyorejo, Kantor Wilayah DJP JAWA TIMUR I. 81

13 Berdasarkan analisa diketahui bahwa kode KPP pada NPWP yaitu jumlah 3 digit keempat adalah kode KPP yang seharusnya dilaporkan ke KPP Grogol Petamburan, Jl. Letjen S. Parman No. 99 Jakarta dengan kode KPP: 036. Dalam hal ini membuat Wajib Pajak Orang pribadi kesulitan di dalam melaporkan SPT nya yang seharusnya hanya dilakukan di daerah domisili penghasilan dan tidak perlu sampai melakukan pelaporan di Surabaya. IV.3 Evaluasi Penghitungan Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat dihitung besarnya bukti potong yang dapat disampaikan atas pembayaran royalti, pajak penghasilan PPh 21 atas karyawan dan besarnya PPh yang terutang pada bentuk usaha orang pribadi yang pada awalnya penghitungan pajak restoran untuk bentuk usaha orang pribadi menggunakan norma pencatatan dan dalam hal ini evaluasi yang akan dilakukan menggunakan norma pencatatan untuk mengetahui penilaian yang telah dilakukan dan menyelenggarakan pembukuan untuk mengetahui pajak terutang antara penghitungan norma pencatatan dan juga pembukuan. Berikut adalah perinciannya: IV.3.1 Penghitungan Pajak atas Royalti yang dibayarkan Restoran TTD yang memiliki hubungan efektif, dmana Restoran T Pusat membuat perjanjian dengan Restoran TTD untuk menggunakan merek dagang Restoran T Pusat. Atas penggunaan hak tersebut Restoran T menerima imbalan berupa royalti dari Restoran TTD. Untuk itu, 82

14 Restoran TTD dikenakan tarif pajak sebesar 15% sesuai dengan penjelasan Pasal 23 ayat 1 (a) sehubungan dengan penggunaan hak cipta atas paten, desain model, rancangan dan formula yang diperoleh dari penjualan. Pembayaran awal Restoran TTD kepada Restoran T untuk Royalti besar Rp (Sembilan puluh juta rupiah) yang sudah termasuk pajak. Pajak Penghasilan Pasal 23 yang dikenakan atas Royalti sebesar: Pembayaran Royalti termasuk pajak Rp Tarif atas royalti 15% x PPh 23 terutang Rp Ketika dilakukan pembayaran awal sebesar Rp disebutkan bahwa pembayaran berikut pajak, yang artinya pajak terutang sebesar 15% dari Rp adalah sebesar Rp Pembayaran Royalti Rp PPh 23 terutang Rp Total Pembayaran Rp Pihak pemungut atau pemotong adalah Restoran T Pusat karena royalti dibayarkan kepada Restoran T Pusat dan Restotan TTD masih berbentuk Orang Pribadi. Untuk itu seharusnya Restoran TTD mendapatkan jumlah bukti potong sebesar Rp atas pembayaran royalti. 83

15 IV.3.2 Penghitungan Pajak penghasilan Pasal 21 atas Karyawan Pemberi kerja wajib memotong pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehingga pemberi kerja wajib memberikan bukti potong 1721-A1 kepada pegawai tetap, pegawai tidak tetap dan pekerja lepas sehubungan dengan pemberian jasa bagi penerima penghasilan yaitu saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan untuk memindahkan penghasilan neto dari 1721 A1(bukti potong) ke 1770S Penghitungan untuk pegawai tetap pada Restoran TTD dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang apabila menerima penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur. Dalam hal ini semua pegawai Restoran TTD bersifat teratur sebagai pegawai tetap, dalam penghitungan ini hanya bagi pegawai tetap yang jumlah penghasilan sebulannya apabila disetahunkan melebihi PTKP yaitu sebesar Rp maka akan dikenakan PPh 21 yang terutang, tetapi apabila jumlah penghasilan sebulannya apabila disetahunkan tidak melebihi PTKP maka tidak perlu membayar PPh 21 terutang. 84

16 Berikut ini adalah penghitungan Pajak Penghasilan 21 yang terutang bagi pegawai di dalam Restoran TTD: Tabel 4.1 Laporan Gaji Karyawan kena Pajak Status Nama Ph. Bruto B. Jabatan Ph. Neto PTKP PKP PPh 21 TK/0 Abdullah Rp 19,045,000 Rp 952,250 Rp 18,092,750 Rp 15,840,000 Rp 2,252,750 Rp 135,165 TK/0 Samsul Rp 13,479,667 Rp 673,983 Rp 12,805,684 Rp 11,880,000 Rp 925,684 Rp 55,541 TK/0 Ainy Rp 19,200,000 Rp 960,000 Rp 18,240,000 Rp 15,840,000 Rp 2,400,000 Rp 144,000 TK/0 Pungki Rp 17,500,000 Rp 875,000 Rp 16,625,000 Rp 9,240,000 Rp 7,385,000 Rp 369,250 TK/0 Yanto Rp 13,500,000 Rp 675,000 Rp 12,825,000 Rp 11,880,000 Rp 945,000 Rp 47,250 TK/0 Vera Rp 14,250,000 Rp 712,500 Rp 13,537,500 Rp 6,600,000 Rp 6,937,500 Rp 346,875 TK/2 Alloy Rp 5,250,000 Rp 262,500 Rp 4,987,500 Rp 1,540,000 Rp 3,447,500 Rp 172,375 Total Rp 102,224,667 Rp 5,111,233 Rp 91,113,434 Rp 72,820,000 Rp 24,293,434 Rp 1,270,456 85

17 IV.3.3 Penghitungan Pajak Penghasilan di Restoran TTD Berbentuk Orang Pribadi yang Menyelenggarakan Pencatatan Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, penilaian awal atas pajak terutang bentuk usaha orang pribadi pada Restoran TTD dengan menggunakan norma pencatatan dimana pajak yang dikenakan berdasarkan peredaran bruto dari penghasilan yang disetahunkan kemudian dikalikan tarif yang seharusnya. Dilihat dalam pencatatannya Restoran TTD tidak melakukan pencatatan yang seharusnya menurut Laporan Laba Rugi Restoran TTD, di dalam SPT yang sudah dilaporkan atas pajak terutang Restoran TTD dilakukan pencatatan yang dapat dilihat di dalam Tabel 3.3 mengenai Rekapitulasi Peredaran Bruto sehingga pajak terutang yang dilaporkan atas bentuk usaha orang pribadinya sebagai berikut: Pembayaran Pajak yang sudah dilaporkan di dalam SPT 1770 sebagai berikut: Penghasilan Neto Dalam Negeri Dari Usaha Dan/Atau Pekerjaan Bebas Rp Jumlah Penghasilan Neto Rp PTKP TK/0 Rp Penghasilan Kena Pajak Rp PPh Terutang (Tarif Pasal 17) Rp PPh Yang Harus Dibayar Sendiri Rp /12 Angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak Berikutnya Rp

18 Jumlah yang telah dibayarkan dan dilaporkan dalam SPT 1770 tahun 2011 atas Usaha dan/atau Pekerjaan Bebas sebesar Rp Analisa yang dilakukan berdasarkan Laporan Laba Rugi tahun 2011 penghitungan pajak penghasilan yang terutang atas pekerjaan bebas berbentuk restoran dengan mengikuti pengitungan dengan menggunakan norma pencatatan dari peredaran bruto atau omzet berdasarkan pada Tabel 3.1 dan untuk penghitungannya adalah sebagai berikut: Restoran T pada tahun 2011 memiliki peredaran bruto atau omzet sebesar Rp Dan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP- 536/PJ.,/2000 norma penghitungan penghasilan bruto untuk jenis usaha rumah makan di Jakarta adalah sebesar 25%. Dimana pemilik Restoran ini belum menikah dan tidak memiliki tanggungan (TK/0). Dengan demikian, dapat dihitung besarnya PPh yang terutang. Berikut adalah cara penghitungannya: Peredaran Bruto Rp Norma Penghitungan Penghasilan Neto 25% x Penghasilan Neto Rp PTKP (TK/0) Rp Penghasilan Kena Pajak Rp Penghasilan Kena Pajak (Pembulatan) Rp

19 PPh yang terutang: 5% x Rp = Rp % x Rp = Rp % x Rp = Rp Total Rp Dari penilaian Laporan Laba Rugi Restoran TTD untuk tahun 2011 seharusnya pajak penghasilan yang terutang atas pekerjaan bebas berbentuk restoran dengan penghitungan menggunakan norma pencatatan sebesar Rp sedangkan pembayaran yang dilakukan yaitu Rp , yang artinya dalam hal ini bahwa adanya kesalahan pencatatan dan penghitungan berupa kurang bayar sebesar Rp yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak atas pekerjaan bebas. Apabila wajib pajak melakukan pembetulan dengan menggunakan norma pencatatan yang seharusnya maka berdasarkan UU KUP no 28 Tahun 2007 Pasal 8(2 dan 2a) dikenakan sanksi sebesar 2% setiap bulannya dari jumlah kurang bayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir. Jumlah kurang bayar yang dibayarkan apabila Wajib Pajak melakukan pembetulan dengan menggunakan penghitungan norma pencatatan. 88

20 Jumlah Kurang Bayar Rp Tarif Sanksi 2%x Jumlah Sanksi Rp Jumlah sebesar Rp adalah sanksi yang harus dibayarkan setiap bulannya atas kurang bayar sampai dilakukan pembetulan. IV.3.4 Penghitungan Pajak Penghasilan di Restoran TTD Berbentuk Orang Pribadi yang Menyelenggarakan Pembukuan Mengacu Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang KUP.No. 28 tahun 2007 yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia. Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan perundangundangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (yang peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari Rp ) dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Berdasarkan Peraturan DJP Nomor PER-31/PJ/2009 mengenai tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21/26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang 89

21 pribadi maka akan dilakukan analisis perbandingan pajak yang terutang atas bentuk pekerjaan bebas berbentuk Restoran antara penghitungan pajak yang menggunakan norma pencatatan dan yang menyelenggarakan pembukuan. Dari data yang diterima melalui laporan laba rugi 2011 Restoran TTD, ada beberapa jenis biaya yang boleh dikurangkan berdasarkan Undang-undang No.36 Tahun 2008 Pasal 6 dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dan berdasarkan Undang- Undang No.36 Tahun 2008 Pasal 9, untuk biaya yang boleh dikurangkan dan tidak boleh dikurangkan adalah sebagai berikut: 1. Gross Sales terdiri dari: - Food Sales adalah penjualan berbentuk makanan di Restoran TTD sebesar Rp selama tahun Beverage Sales adalah penjualan berbentuk minuman di Restoran TTD sebesar Rp selama tahun Cigarette Sales adalah penjualan berbentuk rokok di Restoran TTD tetapi tidak ada penjualan selama tahun Games Income adalah penghasilan tambahan Restoran TTD dari penyewaan mainan tetapi tidak ada penghasilan tambahan ini selama tahun Other Sales adalah pemakaian ruangan Restoran untuk berbagai acara sebesar Rp selama tahun

22 2. Sales Discount - Sales Discount adalah diskon yang diberikan Restoran TTD sebagai pelanggan tetap atau memiliki kartu diskon Restoran TTD sebesar selama tahun 2011 Total Net Sales atau Peredaran Bruto dalam Restoran TTD dari Gross Sales setelah dikurangi dengan Sales Discount sebesar Rp Cost of Good Sales (COGS) - Food Purchase adalah biaya yang dipakai Restoran TTD untuk membeli bahan baku makanan sebesar Rp selama tahun Beverage Purchase adalah biaya yang dipakai Restoran TTD untuk membeli bahan baku minuman sebesar Rp selama tahun Cigarette Purchase adalah biaya yang dipakai Restoran TTD untuk membeli rokok yang kemudian dijual kembali di Restoran TTD tetapi tidak ada pembelian rokok dalam tahun Other Purchase adalah biaya yang dipakai Restoran TTD untuk membeli bahan-bahan persiapan pemakaian ruangan seperti acara ulang tahun berupa balon dan hiasan lainnya sebesar Rp

23 Expenses: 4. Payroll and Related Expense: - Salaries adalah gaji atas karyawan Restoran TTD karena dalam hal ini restoran tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 maka biaya ini tidak dapat dibiayakan dan dikoreksi positif seluruhnya bagi karyawan yang memiliki penghasilan tiap bulan melebihi PTKP sebesar Rp ditambah dengan gaji dari orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas dan dikeluarkan sebesar Rp (+) - Employee s Food adalah biaya makan karyawan yang dibayarkan oleh pihak Restoran TTD sebesar Rp Employee other Benefits merupakan biaya kesehatan atas karyawan yang dibayarkan Restoran TTD sebesar Rp THR (Tunjangan Hari Raya) adalah Pengeluaran yang dilakukan 1 tahun sekali oleh Restoran TTD untuk karyawan sebesar Rp Honorarium yaitu pembayaran imbalan atas jasa yang dibayarkan pihak Restoran TTD berupa uang lembur bagi karyawan yang tidak tetap sebesar Rp Personal Expenses (Actioncoach) adalah biaya yang dikeluarkan oleh pihak Restoran untuk pembayaran biaya jasa konsultasi pengembangan Restoran TTD. Dan untuk hal ini maka biaya ini tidak dapat dibiayakan kedalam biaya Restoran 92

24 TTD karena pihak Restoran tidak memotong dan dikoreksi positif seluruhnya sebesar Rp (+) - Employee s Transportation adalah uang transportasi yang diberikan kepada karyawan setiap harinya apabila karyawan tidak tinggal di tempat yang disediakan oleh Restoran TTD sebesar Rp General Service Expenses - Pajak Reklame adalah Pembayaran atas Pajak Reklame tetapi dalam hal ini tidak ada bukti potong yang diterima atas pembayaran Pajak Reklame maka dari itu biaya ini tidak dapat dibiayakan dan dikoreksi positif seluruhnya sebesar Rp (+) - Electricity Expense adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk pembayaran listrik selama tahun 2011 sebesar Rp PAM Expense adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk pembayaran air PAM selama tahun 2011 sebesar Rp Telp, Fax, Internet Expense adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk pembayaran telepon, fax, dan internet sebesar Rp selama tahun Adapun biaya pulsa yang diberikan pihak Restoran TTD untuk karyawan bagian pengiriman dalam menjalankan tugasnya, dalam hal ini berdasarkan Surat Edaran DJP nomor SE-09.PJ.42/2002 biaya 93

25 pulsa hanya bisa dibiayakan setengah dari jumlah yang seharusnya sebesar Rp menjadi Rp yang dikoreksi positif (+). - Contribution of month adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk pembayaran iuran kebersihan selama tahun 2011 sebesar Rp Calmic adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk pembelian isi ulang semprotan pengusir lalat selama tahun 2011 sebesar Rp Etos adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk pembayaran jasa pembasmi hama, tetapi dalam hal ini Restoran TTD tidak memotong Pajak Penghasilan atas Jasa dan dikoreksi positif seluruhnya sebesar Rp (+) - Transportation Expense adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk membayar biaya transportasi pengiriman makanan yang berupa biaya bahan bakar kendaraan selama tahun 2011 sebesar Rp Marketing Expenses - Promotional Materials adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk pembelian spanduk dan brosur selama tahun 2011 sebesar Rp Advertisement Expense adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk membayar iklan di Koran sebesar Rp

26 - Promotion Expense adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk pembayaran untuk pemasangan spanduk atau penyebaran brosur di tahun 2011 sebesar Rp Office Expenses - Credit Card Charges atau administrasi bank adalah biaya yang terjadi apabila customer melakukan pembayaran dengan menggunakan debit card atau credit card, namun jumlah pembayaran tidak mencapai batas minimal yang ditetapkan maka pihak bank tidak mentransfer seluruh pembayaran customer kepada pihak Restoran TTD sehingga mengurangi penjualan dan menjadi biaya Restoran TTD sebesar Rp Printing and Stationary Expense adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk pembayaran print dan fotokopi untuk keperluan kantor sebesar Rp Fixed Charges - Building Rental Expense adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk membayarkan sewa tempat gedung yang digunakan oleh Restoran TTD setiap bulan selama tahun 2011 sebesar Rp tetapi dalam hal ini berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan no 36 tahun 2008 Pasal 4 (2) sewa atas tanah dan bangunan bersifat final dan tidak dapat dibiayakan. (+) 95

27 - Amortization Preopening Expense adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk membayar cicilan bank atas usaha Restoran TTD setiap bulan selama tahun 2011 sebesar Rp Fixed Asset Depreciation Expense adalah biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh Restoran TTD untuk penyusutan setiap tahunnya dimulai dari tahun 2011 tetapi dalam hal ini Restoran TTD tidak memasukkan penyusutan tersebut ke dalam biaya Restoran. Untuk itu dilakukan penyusutan berdasarkan fiskal menggunakan metode garis lurus atau saldo menurun. Restoran TTD dapat memilih antara salah satu dari metode terebut yang dapat digunakan. (-) Berikut adalah jumlah penyusutan selama tahun a. Penyusutan menggunakan Metode Garis lurus Tabel 4.2 Metode Garis lurus Bulan Nama Barang Masa Manfaat Harga Penyusutan Februari mesin pompa air 4 tahun Rp Rp Maret kompor mawar 4 tahun Rp Rp Maret rombong sate 4 tahun Rp Rp April komputer utk adm 4 tahun Rp Rp mei kamera cctv 4 tahun Rp Rp Agustus Aircurtain 4 tahun Rp Rp Nov mesin serut es 4 tahun Rp Rp Total Rp

28 b. Penyusutan menggunakan Metode Saldo Menurun Tabel 4.3 Metode Saldo Menurun Bulan Nama Barang Masa Manfaat Harga Penyusutan Februari mesin pompa air 4 tahun Rp 2,324,000 Rp 1,065,167 Maret kompor mawar 4 tahun Rp 500,000 Rp 208,333 Maret rombong sate 4 tahun Rp 1,596,000 Rp 665,000 April komputer utk adm 4 tahun Rp 1,800,000 Rp 675,000 mei kamera cctv 4 tahun Rp 10,850,000 Rp 3,616,667 Agustus aircurtain 4 tahun Rp 2,500,000 Rp 520,833 Nov mesin serut es 4 tahun Rp 1,000,000 Rp 83,333 Total Rp 6,834,333 Berdasarkan Laporan keuangan Fiskal tahun 2011 Profit yang diterima cukup besar maka Restoran TTD lebih baik menggunakan penyusutan dengan metode saldo menurun untuk mengurangi profit dan mengecilkan pajak yang terutang. 9. Operating Expenses - Product Test adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk membuat menu baru atau resep-resep baru sebesar Rp Uniform Expense adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk biaya seragam bagi seluruh karyawan Restoran, tetapi dalam hal ini berdasarkan Surat Edaran DJP nomo SE- 29/PJ.4/1995, biaya seragam dapat diakui sebagai biaya apabila digunakan untuk keselamatan kerja seperti seragam satpam atau protekom sehingga biaya ini dikoreksi positif seluruhnya sebesar Rp (+) 97

29 - Utility adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD berupa pembelian gas, air galon, dan es batu untuk kebutuhan Restoran TTD sebesar Rp Kitchen utensil adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk pembelian peratalan makan dan minum berupa piring, mangkok, gelas, sendok, dan garpu sebesar Rp Royalty fee adalah biaya penyusutan yang dilakukan Restoran TTD untuk pembayaran royalti Restoran TTD setiap bulan selama 10 tahun dan juga royalti sate setiap bulannya. Dalam hal ini Restoran TTD tidak mendapatkan bukti potong atas pembayaran royaltinya maka royalti ini tidak dapat dibiayakan dan dikoreksi positif seluruhnya sebesar Rp (+) - Repair maintenance expense adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk biaya jasa perbaikan asset berupa service AC, computer, motor, dan genset sebesar Rp dalam hal ini pihak Restoran TTD tidak melakukan pemotongan sama sekali atas jasa perbaikan ini maka biaya ini tidak dapat dijadikan sebegai biaya dan dikoreksi positif. (+) - Freight expense adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk pembayaran pengiriman dan pengangkutan bumbu selama tahun 2011 sebesar Rp Gues supplies adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk pembelian tisu, struk kasir, dan juga buku nota yang digunakan untuk mencatat pesanan sebesar Rp

30 - Kitchen supplies adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk kebutuhan dapur dalam pembelian sambal, minyak, bawang goreng, arang, dan plastik sampah sebesar Rp Cleaning supplies adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk pembelian pembersih lantai, sabun cuci piring dan sabun cuci tangan sebesar Other Income adalah pendapatan Restoran TTD yang berasal dari penjualan kulit kambing dan kepala kambing dalam tahun 2011 sebesar Rp Berdasarkan Penjelasan diatas, penghitungan Pajak Penghasilan atas pekerjaan bebas berbentuk Restoran yang mengacu kepada penghitungan yang menyelenggarakan pembukuan yaitu penilaian antara Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal yang telah disebutkan jenisnya dan seharusnya boleh dijadikan biaya atau yang tidak boleh dijadikan biaya seperti penjelasan diatas adalah sebagai berikut: 99

31 Penghitungan Pajak Penghasilan di Restoran TTD tahun 2011 yang Menyelenggarakan Pembukuan: Tabel 4.4 Laporan Rekonsiliasi berdasarkan Laporan Laba Rugi Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Komersial Fiskal (+) (-) Sales Rp 1,690,119,364 Rp 1,690,119,364 COGS Rp 643,641,396 Rp 643,641,396 Gross profit Rp 1,046,477,968 Rp 1,046,477,968 Expenses: Payroll exp. Rp 572,258,338 Rp 256,029,667 (1) Rp 316,228,671 General service exp. Rp 153,712,556 Rp 16,339,750 (2) Rp 137,372,806 Marketing exp. Rp 23,728,332 Rp 23,728,332 Office exp. Rp 6,708,014 Rp 6,708,014 Fixed charges Rp 216,000,000 Rp 96,000,000 (3) Rp 120,000,000 Operating exp: Product test Rp 297,500 Rp 297,500 Uniform exp. Rp 73,900 Rp 73,900 (4) Rp - Utility Rp 46,457,000 Rp 46,457,000 Kitchen utensil Rp 6,290,825 Rp 6,290,825 Royalte fee Rp 18,447,805 Rp 18,447,805 (5) Rp - Repair maintenance exp. Rp 14,259,963 Rp 14,259,963 (6) Rp - Freight exp. Rp 13,532,500 Rp 13,532,500 Gues supplies Rp 9,307,179 Rp 9,307,179 Kitchen supplies Rp 30,404,605 Rp 30,404,605 Cleaning supplies Rp 5,422,000 Rp 5,422,000 Total expenses Rp 1,116,900,517 Rp 715,749,432 Other income Rp 2,666,800 Rp 2,666,800 Profit (Loss) Rp (67,755,749) Rp 333,395,

32 Untuk pembayaran yang dilakukan oleh Restoran TTD yang menyelenggarakan pembukuan pada tahun 2011, penghitungan yang dilakukan yaitu: Peredaran Neto Rp PTKP (TK/0) Rp Penghasilan Kena Pajak Rp Penghasilan Kena Pajak (Pembulatan) Rp PPh yang terutang: 5% x Rp = Rp % x Rp = Rp % x Rp = Rp Total PPh Rp Berdasarkan laporan laba rugi setelah dikoreksi dan mendapatkan laba fiskal Restoran TTD maka diketahui pajak yang terutang apabila menyelenggarakan pembukuan pada tahun 2011 dengan tidak adanya bukti potong dan lampiran-lampiran yang tidak dapat ditunjukkan dapat dihitung bahwa Pajak terutang atas Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas berbentuk restoran sebesar Rp Kemudian analisa akan dilakukan berdasarkan Laporan Laba Rugi tahun 2011 penghitungan pajak penghasilan yang terutang atas pekerjaan bebas berbentuk restoran dengan mengikuti penghitungan dengan menyelenggarakan pembukuan dari peredaran neto yang seharusnya berdasarkan Peraturan Undang-undang Perpajakan adalah: 101

33 1. Payroll and Related Expenses - Biaya yang dapat dijadikan sebagai biaya adalah biaya gaji atas karyawan apabila pihak pemberi kerja memotong Pajak Penghasilan pasal 21 pada karyawan maka biaya gaji sebesar Rp dapat dibiayakan tetapi gaji atas orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas tidak dapat dibiayakan sebesar Rp (+) - Biaya atas jasa konsultasi pengembangan Restoran TTD dapat dijadikan biaya apabila pihak Restoran memotong biaya jasa konsultan Pasal 21 sebesar Rp maka dapat dibiayakan. Jumlah pemotongan yaitu DPP x 50% x tarif Pasal 17. Rp x 50% = Rp % x Rp = Rp % x Rp = Rp Total Rp General Service Expenses - Adapun biaya pulsa yang diberikan pihak Restoran TTD untuk karyawan bagian pengiriman dalam menjalankan tugasnya, dalam hal ini berdasarkan Surat Edaran DJP nomor SE-09.PJ.42/2002 biaya pulsa hanya bisa dibiayakan setengah dari jumlah yang seharusnya sebesar Rp menjadi Rp yang dikoreksi positif. (+) 102

34 - Biaya atas pajak reklame sebesar Rp apabila dapat menunjukan bukti potong dapat dibiayakan seluruhnya. - Biaya atas jasa pembasmi hama pihak Restoran TTD sebagai pemakai jasa wajib memotong atas pemakaian jasa, apabila pihak Restoran TTD memotong dapat dibiayakan sebesar Rp Fixed Charges - Biaya atas sewa gedung adalah berdasarkan Pasal 4 (2) Undang-undang Pajak penghasilan atas sewa bangunan adalah bersifat final dan tidak dapat dibiayakan sebesar Rp (+) - Berdasarkan Laporan keuangan Fiskal tahun 2011 Profit yang diterima cukup besar maka Restoran TTD lebih baik menggunakan penyusutan dengan metode saldo menurun untuk mengurangi profit dan mengecilkan pajak yang terutang maka penyusutan dilakukan untuk menambah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD. (-) 4. Operating Expenses - Uniform Expense adalah biaya yang dikeluarkan Restoran TTD untuk biaya seragam bagi seluruh karyawan Restoran, tetapi dalam hal ini berdasarkan Surat Edaran DJP nomo SE- 29/PJ.4/1995, biaya seragam dapat diakui sebagai biaya 103

35 apabila digunakan untuk keselamatan kerja seperti seragam satpam atau protekom sehingga biaya ini dikoreksi positif seluruhnya sebesar Rp (+) - Biaya pembayaran atas royalti Restoran TTD dan royalti atas sate yang dibayarkan setiap bulan dapat dibiayakan apabila Restoran TTD mendapatkan bukti potong atas pembayaran royaltinya maka seluruh pembayaran royalti tahun 2011 dapat dibiayakan sebesar Rp Biaya atas jasa perbaikan AC, komputer, motor, dan genset yang dipakai oleh Restoran TTD tidak melakukan pemotongan, apabila dilakukan pemotongan maka biaya ini dapat dibiayakan seluruhnya sebesar Rp Untuk Penghitungan Pajak secara Fiskal yang sudah dikoreksi seluruhnya berdasarkan Peraturan Undang-undang Perpajakan dapat dilihat didalam table 4.5 berikut ini: 104

36 Penghitungan Pajak Penghasilan Orang Pribadi dengan menyelenggarakan Pembukuan apabila telah sesuai Peraturan Undang-undang Perpajakan: Tabel 4.5 Laporan Rekonsiliasi Berdasarkan Peraturan Undang-undang Perpajakan Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Komersial Fiskal (+) (-) Sales Rp 1,690,119,364 Rp 1,690,119,364 COGS Rp 643,641,396 Rp 643,641,396 Gross profit Rp 1,046,477,968 Rp 1,046,477,968 Expenses: Payroll & related exp. Rp 572,258,338 Rp 42,000,000 (1) Rp 530,258,338 General service exp. Rp 153,712,556 Rp 248,750 (2) Rp 137,372,806 Marketing exp. Rp 23,728,332 Rp 23,728,332 Office exp. Rp 6,708,014 Rp 6,708,014 Fixed charges Rp 216,000,000 Rp 96,000,000 (3) Rp (4) Rp 126,683,333 Operating exp: Product test Rp 297,500 Rp 297,500 Uniform exp. Rp 73,900 Rp 73,900 (5) Rp - Utility Rp 46,457,000 Rp 46,457,000 Kitchen utensil Rp 6,290,825 Rp 6,290,825 Royalty fee Rp 18,447,805 Rp 18,447,805 Repair maintenance exp. Rp 14,259,963 Rp 14,259,963 Freight exp. Rp 13,532,500 Rp 13,532,500 Gues supplies Rp 9,307,179 Rp 9,307,179 Kitchen supplies Rp 30,404,605 Rp 30,404,605 Cleaning supplies Rp 5,422,000 Rp 5,422,000 Total expenses Rp 1,116,900,517 Rp 985, 412,200 Other income Rp 2,666,800 Rp 2,666,800 Profit (Loss) Rp (67,755,749) Rp 63,732,

37 Berdasarkan Laporan keuangan laba rugi tahun 2011 secara Fiskal maka dapat dilihat bahwa Restoran TTD memiliki laba sebesar Rp sebagai dasar pengenaan pajak untuk pajak terutang pada orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas dengan menyelenggarakan pembukuan. Penghitungannya adalah sebagai berikut: Peredaran Neto Rp PTKP (TK/0) Rp Penghasilan Kena Pajak Rp Penghasilan Kena Pajak (Pembulatan) Rp PPh yang terutang: 5% x Rp = Rp Total PPh yang terutang Rp Total pajak penghasilan dan jumlah yang telah dibayarkan dan dilaporkan dalam SPT 1770 tahun 2011 atas Usaha dan/atau Pekerjaan Bebas sebesar Rp , dalam hal ini terjadi kesalahan dan Wajib Pajak harus melakukan pembetulan atas pembayaran dan pelaporannya dimana penilaian atas pajak terutang sebagai Wajib pajak yang memiliki pekerjaan bebas bisa memilih antara menggunakan norma pencatatan atau menyelenggarakan pembukuan. Apabila Wajib Pajak memilih pembetulan dengan menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang ada di Indonesia maka Total PPh terutang yang seharusnya adalah sebesar Rp dan 106

38 dalam evaluasi penilaian ini terdapat kurang bayar sebesar Rp dan dikenakan sanksi dari kurang bayar sebesar 2% setiap bulan dari total kurang bayar yang dikenakan sebesar Rp dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak. 107

BAB IV PEMBAHASAN. Perbedaan Perlakuan Pajak Penghasilan pada Bentuk Usaha Orang Pribadi

BAB IV PEMBAHASAN. Perbedaan Perlakuan Pajak Penghasilan pada Bentuk Usaha Orang Pribadi BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Perbedaan Perlakuan Pajak Penghasilan pada Bentuk Usaha Orang Pribadi dengan Badan Hukum Yang menjadi subjek pajak penghasilan dapat berupa orang pribadi dan badan. Kedua subjek

Lebih terperinci

PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUBAHAN BENTUK USAHA (STUDI KASUS DI RESTORAN T)

PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUBAHAN BENTUK USAHA (STUDI KASUS DI RESTORAN T) PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUBAHAN BENTUK USAHA (STUDI KASUS DI RESTORAN T) Lili Mariana, Yunita Anwar Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No. 9 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat 11480

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. method atau cara, hak kekayaan intelektual, logo, merek (dagang) atas franchise

BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. method atau cara, hak kekayaan intelektual, logo, merek (dagang) atas franchise BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN III.1 Objek Penelitian Penelitian dilakukan pada Restoran TTD di Jakarta Barat. Dimana Restoran TTD ini sebagai pihak penerima konsep, sistem, penemuan proses, method

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata BAB IV PEMBAHASAN Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata dan beberapa kebijakan akuntansi dan fiskal dalam menjalankan kegiatan bisnisnya yang perlu diketahui agar

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan Sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 dan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-545/PJ/2000 sebagaimana

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Dari analisa yang telah dilakukan, berikut adalah kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini: 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan a. Orang pribadi yang melakukan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara laporan keuangan komersial dengan peraturan perpajakan. Hal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan Laba Rugi Fiskal Dalam Menentukan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pada PT. XYZ PT. XYZ menyajikan informasi yang menyangkut hasil kegiatan operasinya

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN Pada prinsipnya terdapat perbedaan perhitungan penghasilan dan beban menurut Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan peraturan

Lebih terperinci

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu:

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu: PERPAJAKAN ORGANISASI NIRLABA Tri Purwanto Pengantar Pajak Organisasi Nirlaba UU No 28 Th 2007 ttg KUP Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI BAB IV PEMBAHASAN IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI Di dalam prakteknya, ada perbedaan perhitungan laba menurut standar akuntansi keuangan menurut ketentuan peraturan perpajakan.

Lebih terperinci

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA NEGARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK-PAJAK NEGARA 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang 1) Undang-undang

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS Pada laporan rugi laba yang telah dibuat oleh PT TGS yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2003 menunjukkan adanya unsur penjualan yang telah berhasil

Lebih terperinci

DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK

DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK A. NPWP : 0 7 4 5 6 1 2 3 0 0 1 3 0 0 0 B. C. JENIS USAHA : SPESIFIKASI USAHA : D. ALAMAT : Pegawai Swasta JL. BATU TULIS NO. 33 E. KELURAHAN / : KECAMATAN F. KOTA / KODE POS

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-34/PJ/2010

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. maksud agar perkembangan usaha pada akhir periode tertentu dapat diketahui.

BAB IV PEMBAHASAN. maksud agar perkembangan usaha pada akhir periode tertentu dapat diketahui. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Penyajian Data Agar penyajian data dapat diketahui setiap kurun waktu (periode akuntansi) tertentu perusahaan perlu menyusun laporan keuangan. Penyusunan laporan keuangan adlah tahap

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan Menurut Undang-Undang no. 28 th. 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Beban dan Pendapatan Perusahaan Langkah pertama yang dilakukan penulis adalah dengan melakukan koreksi fiskal atas laporan laba rugi perusahaan sesuai dengan undang-undang

Lebih terperinci

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT Setelah dievaluasi biaya dan penghasilan dalam laporan laba rugi komersial terdapat perbedaan pengakuan biaya dan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan Surat

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM IV.1. Evaluasi Pelaksanaan PPh Badan PT LAM Sesuai dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, setiap Wajib Pajak diwajibkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

PAJAK WP ORANG PRIBADI

PAJAK WP ORANG PRIBADI PAJAK WP ORANG PRIBADI SISTEMATIKA 1. SPT WP Orang Pribadi 2. Komponen-Komponen SPT 3. WP OP Lebih dari Satu Pemberi Kerja 4. WP OP Pengusaha 5. WP OP Lebih satu Pemberi Kerja & Pengusaha 2 SPT WP Pribadi

Lebih terperinci

BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE

BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE BAB IV EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE IV.1. Evaluasi Jenis-jenis Biaya yang Terdapat dalam Laporan Keuangan Perusahaan Penulis

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 SUSUNAN SATU NASKAH PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 57/PJ/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JEDNERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS

Lebih terperinci

Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Bagi Dokter

Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Bagi Dokter Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Bagi Dokter Pajak Penghasilan adalah pajak atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban Pajak pada PT. Malta Printindo. Perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan. Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Soemitro, S.H yang dikutip dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

a. Rp ,00 d. Rp ,00 b. Rp ,00 e. Rp ,00.

a. Rp ,00 d. Rp ,00 b. Rp ,00 e. Rp ,00. SOAL PAJAK SMK 1.Penghasilan yang termasuk obyek PPh Pasal 21 (Pajak Penghasilan Pasal 21) adalah. a. bunga b. deviden c. Gaji d. royalty e. sewa 2. Berdasarkan data laporan keuangan atas usaha tahun pajak

Lebih terperinci

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000 A.

Lebih terperinci

Y. PEMBERITAHUAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh WP ORANG PRIBADI FORMULIR TAHUN PAJAK

Y. PEMBERITAHUAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh WP ORANG PRIBADI FORMULIR TAHUN PAJAK DEPARTEMEN KEUANGAN R I PEMBERITAHUAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh WP ORANG PRIBADI ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK BERI TANDA X DALAM (KOTAK) YANG SESUAI ISI DENGAN BENAR, LENGKAP,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA PT. TS INDONESIA. Analisis Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda

BAB IV ANALISIS PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA PT. TS INDONESIA. Analisis Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda BAB IV ANALISIS PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA PT. TS INDONESIA IV.1 Analisis Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Berikut adalah analisis dari hasil temuan yang didapatkan oleh penulis selama penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 61 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Singkat Perusahaan PT.X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang Persewaan alatalat kesehatan yang beralamat di Korean Center Lt.3,

Lebih terperinci

2

2 2 3 4 5 6 7 8 JAWABAN SOAL 1: a. Pajak final adalah pajak yang terutang dan dibayarkan seketika saat penghasilan diperoleh atau diterima, serta pemotongan dilakukan oleh pemberi penghasilan, atau pihak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN II.1. Rerangka Teori dan Literatur II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Liberti Pandiangan (2010:v) adalah salah

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN 1771

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN 1771 SPT TAHUNAN 1771 DEPARTEMEN KEUANGAN RI ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK BERI TANDA "X" DALAM (KOTAK) YANG SESUAI ISI DENGAN BENAR, LENGKAP DAN JELAS 2 0 0 6 SESUAI DENGAN PETUNJUK PENGISIAN BL TH BL TH

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB. IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT.

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB. IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. UB Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Perhitungan Laba Rugi Secara Komersial Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak menurut Soemitro (Resmi, 2016:1) merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 12 BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang pelaksanaan kerja praktek Selama melaksanakan praktek kerja lapangan penulis di tempatkan di bagian pemasaran dan bagian umum. Di bagian ini pula penulis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN MAKSUD DAN TUJUAN

I. PENDAHULUAN MAKSUD DAN TUJUAN I. PENDAHULUAN Mengingat pentingnya masalah Perpajakan dalam pengelolaan Dana Pensiun, maka perlu adanya pedoman mendasar tentang Perpajakan. Peraturan Perpajakan Dana Pensiun mengacu pada Undang-undang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMOTONGAN PPh PASAL 21

PEMOTONGAN PPh PASAL 21 PEMOTONGAN PPh PASAL 21 1 Dasar Hukum 1. Pasal 21, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN A. Definisi dan Unsur Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

AGENDA. PPh Pasal 26

AGENDA. PPh Pasal 26 1 AGENDA 1. PPh Pasal 21 2. PPh Pasal 26 2 Landasan Hukum: UU No 36 Th 2008, Psl 21 UU PPh Peraturan Dirjen Pajak No. PER-31/ PJ/ 2012 3 DEFINISI Pajak yang dikenakan terhadap WP Orang Pribadi Dalam Negeri

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI ATAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 KARYAWAN PADA PT ADIMITRA KARYA

BAB IV EVALUASI ATAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 KARYAWAN PADA PT ADIMITRA KARYA BAB IV EVALUASI ATAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 KARYAWAN PADA PT ADIMITRA KARYA IV.1 Evaluasi Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan Sesuai dengan UU PPh no. 17 Tahun 2000, setiap

Lebih terperinci

BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK

BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK PENGHASILAN PASAL 25/29 MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PERENCANAAN PAJAK

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU

Lebih terperinci

SURAT SETORAN PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SSP. 25 April STIE Widya Praja Tanah Grogot

SURAT SETORAN PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SSP. 25 April STIE Widya Praja Tanah Grogot STIE Widya Praja Tanah Grogot Tanggal Penerbitan 25 April 2016 Pertemuan SURAT SETORAN PAJAK Wajib Pajak dapat membayar pajak yang terutang dengan 2 (dua) cara, yaitu: 1. Dengan menggunakan Surat Setoran

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/ Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/2014-00 Apa yang dimaksud Emas Perhiasan? Emas perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apapun yang bahannya sebagian atau seluruhnya dari

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

EVALUASI MEKANISME PPh PASAL 21 PADA PT AIN TAHUN PAJAK Iramaulina Damanik Rachmat Kurniawan Fharel Hutajulu

EVALUASI MEKANISME PPh PASAL 21 PADA PT AIN TAHUN PAJAK Iramaulina Damanik Rachmat Kurniawan Fharel Hutajulu EVALUASI MEKANISME PPh PASAL 21 PADA PT AIN TAHUN PAJAK 2011 Iramaulina Damanik Rachmat Kurniawan Fharel Hutajulu Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Indonesia Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 2 September 2013 A. Umum SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN

Lebih terperinci

BADAN KANTOR PELAYANAN PAJAK ORANG PRIBADI. Syarat Objektif Syarat Subjektif. Wilayah tempat kedudukan. Wilayah tempat tinggal

BADAN KANTOR PELAYANAN PAJAK ORANG PRIBADI. Syarat Objektif Syarat Subjektif. Wilayah tempat kedudukan. Wilayah tempat tinggal BADAN ORANG PRIBADI Syarat Objektif Syarat Subjektif Wilayah tempat kedudukan KANTOR PELAYANAN PAJAK Wilayah tempat tinggal Fungsi NPWP - Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan - Sebagai identitas

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Ketentuan Formal Perpajakan PT Cipta Sukma Mandiri Nomor Pokok Wajib Pajak

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Ketentuan Formal Perpajakan PT Cipta Sukma Mandiri Nomor Pokok Wajib Pajak BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Ketentuan Formal Perpajakan PT Cipta Sukma Mandiri PT Cipta Sukma Mandiri merupakan wajib pajak badan sesuai yang tertuang di dalam Undang-Undang No. 36 Pasal 2 ayat 1

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN 1771 PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA (KOTAK PILIHAN)

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL 10 S SPT AN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI MEMPUNYAI PENGHASILAN : DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA DALAM NEGERI LAINNYA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL PERHATIAN SEBELUM

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (SPT TAHUNAN PPh PASAL 21) (SPT 1721 beserta lampiran-lampirannya)

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

Soal Kasus Pembukuan atau Pencatatan( contoh ini menggunakan aturan lama untuk ptkpnya lebih baik lihat aturan terbaru)

Soal Kasus Pembukuan atau Pencatatan( contoh ini menggunakan aturan lama untuk ptkpnya lebih baik lihat aturan terbaru) Soal Kasus Pembukuan atau Pencatatan( contoh ini menggunakan aturan lama untuk ptkpnya lebih baik lihat aturan terbaru) Tuan Wahyudi (PKP) seorang pengusaha garmen yang memiliki 5 kios di Jakarta, Bandung,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

RUGI LABA BIAYA FISKAL

RUGI LABA BIAYA FISKAL RUGI LABA BIAYA FISKAL BIAYA YANG TIDAK DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN (PASAL 9) Pengeluaran untuk pemegang saham atau pihak yang memillki hubungan istimewa beserta orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Lebih terperinci

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA Contributed by Administrator Friday, 07 August 2015 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Penghasilan 1) Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadi, badan, Bentuk Usaha

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (foreign activities) dalam dua cara; melakukan transaksi dalam mata uang asing atau

BAB IV PEMBAHASAN. (foreign activities) dalam dua cara; melakukan transaksi dalam mata uang asing atau BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Ketentuan Pengisian SPT Tahunan IV.1.1 Penggunaan Kurs Mata Uang Asing Suatu perusahaan dapat melakukan aktivitas yang menyangkut valuta asing (foreign activities) dalam dua cara;

Lebih terperinci

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 SPT Masa Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Formulir ini digunakan untuk melaporkan kewajiban Pemotongan Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 SPT rmal SPT Pembetulan Ke- - Tahun Kalender Formulir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK MENGEFISIENKAN BEBAN PAJAK PADA PT BPR WS

BAB IV PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK MENGEFISIENKAN BEBAN PAJAK PADA PT BPR WS BAB IV PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK MENGEFISIENKAN BEBAN PAJAK PADA PT BPR WS IV.1 Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan PPh Pasal 21 PT BPR WS Perencanaan merupakan salah satu fungsi utama dari manajemen.

Lebih terperinci

Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah

Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor, tanggal 80 Tahun 2010 20 Desember 2010 Mulai berlaku : 1 Januari

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan 1. Wajib pajak membayar sendiri (pph pasal 25) 2. Melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh pasal

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi. Tahun Pajak 2014 PJ.091/KUP/S/006/

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi. Tahun Pajak 2014 PJ.091/KUP/S/006/ Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Tahun Pajak 2014 PJ.091/KUP/S/006/2015-00 OUTLINE Dasar hukum Gambaran Umum SPT 1770 SS Dasar Hukum Peraturan Menteri

Lebih terperinci

Abstrak. Kata Kunci: Eksposur Pajak; Pajak Ditanggung Perusahaan; PPh pasal 21; PPh Pasal 23. Abstract

Abstrak. Kata Kunci: Eksposur Pajak; Pajak Ditanggung Perusahaan; PPh pasal 21; PPh Pasal 23. Abstract 1 Pelaksanaan Pajak dan Exposur Pajak, Studi Kasus pada PT ABC Tahun 2012 Melinda Ardhias Debby Fitriasari Program Studi Ekstensi Akuntansi Fakultas Ekonomi Abstrak Skripsi ini menganalisis pelaksanaan

Lebih terperinci

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-32/PJ/2009 Tanggal : 25 Mei 2009 Departemen Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak Masa Pajak SPT Masa Pajak Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Formulir

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL 0 S SPT AN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI MEMPUNYAI PENGHASILAN : DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA DALAM NEGERI LAINNYA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL PERHATIAN SEBELUM

Lebih terperinci

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk meningkatkan efisiensi perusahaan pada PT SNI, penulis akan menguraikan

Lebih terperinci

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas : a.penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; b.impor Barang Kena Pajak;

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Pendapatan dan Beban Menurut Akuntansi 1. Pendapatan Menurut Akuntansi Suatu perusahaan didirikan untuk memperoleh pendapatan yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI FORMULIR DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERHATIAN 177 S SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA; DALAM NEGERI LAINNYA;

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN FORMULIR 1771 KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi PPh Pasal 21 Menurut PER-31/PJ/2012 Pasal 1 ayat 2 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat atas penghasilan berupa gaji,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT) BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisa, pembahasan, dan evaluasi yang dilakukan oleh penulis untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA X PADA 1771/$ PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA (KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Penghitungan Pajak Penghasilan ( PPh ) pasal 21 PT. Lucky Indah

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Penghitungan Pajak Penghasilan ( PPh ) pasal 21 PT. Lucky Indah BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Penghitungan Pajak Penghasilan ( PPh ) pasal 21 PT. Lucky Indah Keramik Kegiatan kewajiban pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan pasal 21 karyawan, dilaksanakan

Lebih terperinci

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN D. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR C. KREDIT PAJAK B. PPh TERUTANG A. PENGHASILAN KENA PAJAK IDENTITAS 1771 SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN WP ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRANNYA) (Sesuai PER-34/PJ./2009 dan PER-66/PJ.

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN WP ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRANNYA) (Sesuai PER-34/PJ./2009 dan PER-66/PJ. PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN WP ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRANNYA) (Sesuai PER-34/PJ./2009 dan PER-66/PJ./2009) Tahun Pajak : 2009 Formulir 1770 S ini merupakan formulir SPT Tahunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan kejelasan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia

BAB IV PEMBAHASAN. komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Teknik dan Prosedur Pemeriksaan Laporan Keuangan yang disiapkan oleh PT. Dipta Adimulia adalah pencatatan komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS IV.1. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak pada PT ADIS Dalam rangka meminimalkan beban pajak yang terutang, PT ADIS

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 770 PERHATIAN MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT

Lebih terperinci