PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUBAHAN BENTUK USAHA (STUDI KASUS DI RESTORAN T)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUBAHAN BENTUK USAHA (STUDI KASUS DI RESTORAN T)"

Transkripsi

1 PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUBAHAN BENTUK USAHA (STUDI KASUS DI RESTORAN T) Lili Mariana, Yunita Anwar Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No. 9 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat Phone Fax lili_bestfriend2@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan perlakuan PPh, besarnya PPh yang terutang pada bentuk usaha orang pribadi dan badan hukum, serta memberikan masukan kepada pemilik usaha. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian explanatory yang bersifat diskriptif kualitatif berbentuk strudi kasus. Studi kasus dilakukan pada Restoran T yang berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa memang terdapat perbedaan perlakuan PPh khususnya dalam penghitungan besarnya PPh yang terutang, selain itu dari hasil penghitungan menunjukan bentuk usaha orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan memiliki PPh yang terutang dalam jumlah yang lebih kecil dari bentuk usaha orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan dan bentuk usaha badan hukum. Hal ini dikarenakan besarnya PPh yang terutang pada bentuk usaha orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dipengaruhi oleh faktor besarnya PTKP dan besarnya penghasilan kena pajak. Dimana besarnya penghasilan kena pajak hanya dikenakan hingga lapisan ke dua dari tarif progresif pasal 17 ayat 1 huruf a. Kata Kunci: pencatatan, pembukuan, badan hukum Pendahuluan Setiap wajib pajak baik itu wajib pajak orang pribadi ataupun wajib pajak badan wajib membayar pajak. Namun, tidak setiap wajib pajak bersedia untuk membayar pajak. Hal tersebut menyebabkan setiap wajib pajak berusaha melakukan berbagai cara untuk memperkecil besarnya pajak yang terutang termasuk melakukan perubahan bentuk usaha. Berlandaskan itu, penulis melakukan penelitian ini untuk mengetahui apakah dengan melakukan perubahan bentuk usaha dapat memperkecil besarnya pajak penghasilan yang terutang dengan membahas perlakuan pajak atas perubahan bentuk usaha. Untuk mendukung penelitian ini, penulis melakukan penelitian pada Restoran T. Dalam penelitian ini, terdapat 3 masalah yang akan dibahas, yaitu: 1. Bagaimana perlakuan pajak penghasilan pada bentuk usaha orang pribadi dan badan hukum? 2. Berapa jumlah PPh yang terutang pada bentuk usaha orang pribadi dan badan hukum 1

2 3. Bentuk usaha manakah yang memiliki PPh yang terutang dalam jumlah yang lebih kecil? Dari masalah yang akan dibahas tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk membandingkan perlakuan pajak penghasilan pada bentuk usaha orang pribadi dan badan hukum. 2. Untuk membandingkan besarnya pajak penghasilan yang terutang pada bentuk usaha orang pribadi dan badan hukum. 3. Untuk memberikan masukan pada pemilik usaha dalam membangun bisnis baru. Dan berikut adalah manfaat dari penelitian ini, yaitu: 1. Dapat mengetahui perbedaan perlakuan pajak penghasilan pada bentuk usaha orang pribadi dan badan hukum. 2. Dapat mengetahui bentuk usaha orang pribadi atau badan hukum yang menghasilkan pajak penghasilan dalam jumlah lebih kecil. 3. Dapat membantu pemilik usaha untuk memperkecil pemenuhan kewajiban dibidang perpajakan, khususnya pajak penghasilan atas usahanya. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah explanatory yang bersifat diskriptif kualitatif berbentuk studi kasus. Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini, penulis melakukan: 1. Penelitian Literatur Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi teoritis yang berhubungan dengan topik bahasan. Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan literatur-literatur, buku-buku dan sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti dengan cara membaca, mengumpulkan, dan mencatat serta menganalisisnya. 2. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Inquires of the client Melakukan penelitian dengan mengumpulkan data mengenai latar belakang objek penelitian seperti sejarah perusahaan, struktur organisasi perusahaan, produk-produk yang dihasilkan, dan bentuk usaha. b. Wawancara Melakukan pengumpulan data dengan wawancara antara penulis dengan pihak yang terkait, seperti wawancara dengan bagian Finance untuk mendapatkan informasi seputar perusahaan. c. Dokumentasi Melakukan penelitian atas dokumentasi dengan meneliti Laporan Laba Rugi Tahun 2011 dan dokumen lain yang mendukung proses penelitian. d. Analytical procedures Analytical procedures merupakan prosedur yang dilakukan dalam menganalisis data yang diperoleh. Dimana analisa dapat dilakukan dengan cara menganalisis data dengan metode analisis diskriptif kualitatif. Hasil dan Bahasan 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan a. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dapat memilih untuk menyelenggarakan pencatatan ataupun pembukuan. Apabila wajib pajak orang pribadi memilih untuk menyelenggarakan pencatatan, maka penghasilan netonya dihitung dari peredaran bruto dikalikan dengan norma penghitungan penghasilan neto. Besarnya norma penghitungan penghasilan neto ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dengan mempertimbangkan jenis kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan lokasi atas kegiatan usaha atau pekerjaan bebas tersebut dilaksanakan. Untuk kasus di Restoran T ini, besarnya norma penghitungan penghasilan neto adalah sebesar 25%. Sedangkan wajib pajak orang pribadi yang memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, maka penghasilan neto dapat diperoleh dari peredaran bruto dikurangkan dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan ini diatur dalam UU PPh nomor 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1). Penghasilan neto baik dari penghitungan wajib pajak orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan maupun 2

3 pembukuan, kemudian dikurangkan dengan PTKP dan hasilnya dikalikan dengan tarif progresif yang ada di Undang-Undang PPh nomor 36 tahun 2008 pasal 17 ayat (1) bagian (a). Hasil dari perhitungan tersebut merupakan besarnya PPh yang terutang. Berikut cara penghitungan untuk orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan: (x) Norma penghitungan penghasilan neto (=) Penghasilan neto (-) PTKP (x) Tarif pasal 17 ayat 1 huruf a (=) PPh yang terutang Berikut cara penghitungan untuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan: (-) Biaya yang diakui (-) Kompensasi kerugian tahun sebelumnya (bila ada) (=) Penghasilan neto (-) PTKP (x) Tarif pasal 17 ayat 1 huruf a (=) PPh yang terutang b. Untuk bentuk usaha badan hukum, besanya penghasilan kena pajak dapat diperoleh dari peredaran bruto dikurangkan dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Kemudian penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif untuk badan, yaitu sebesar 25% dan hasilnya merupakan PPh yang terutang. Berdasarkan UU PPh nomor 36 Tahun 2008 pasal 31E ayat (1), apabila peredaran bruto kurang dari Rp (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka seluruh penghasilan kena pajak mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif 25%. Apabila peredaran bruto antara Rp (empat miliar delapan ratus juta rupiah) hingga Rp (lima puluh miliar rupiah), maka hanya sebagian penghasilan kena pajak yang mendapatkan fasilitas pengurangan tarif. Dan apabila peredaran bruto lebih dari Rp (lima puluh miliar rupiah), maka tidak mendapatkan fasilitas pengurangan tarif. Berikut cara penghitungan untuk badan hukum yang tidak memperoleh fasilitas pengurangan tarif : (-) Biaya-biaya yang diakui (-) Kompensasi kerugian tahun sebelumnya (bila ada) (x) Tarif pasal 17 ayat (2a) (=) PPh yang terutang (-) Kredit pajak (=) PPh Kurang Bayar (Lebih Bayar) Apabila memperoleh pengurangan tarif, maka: (-) Biaya-biaya yang diakui (-) Kompensasi kerugian tahun sebelumnya (bila ada) (x) Tarif pasal 17 ayat (2a) (x) Pengurangan tarif sebesar 50% (=) PPh yang terutang (-) Kredit pajak (=) PPh Kurang Bayar (Lebih Bayar) Apabila memperoleh pengurangan tarif, maka: (-) Biaya-biaya yang diakui (-) Kompensasi kerugian tahun sebelumnya (bila ada) 3

4 Penghasilan kena pajak Rp x penghasilan kena pajak dari bagian bruto yang = peredaran bruto memperoleh fasilitas Penghasilan kena pajak dari bagian bruto yang tidak memperoleh fasilitas penghasilan kena pajak = penghasilan kena pajak - dari bagian bruto yang memperoleh fasilitas PPh (50% x 28%) x penghasilan 28% x penghasilan kena Terutang = kena pajak dari bagian pajak dari bagian peredaran bruto yang + peredaran bruto yang memperoleh fasilitas tidak memperoleh fasilitas. 2. Penghitungan pajak penghasilan pada Restoran T a. Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan adalah Rp PPh yang terutang ini diperoleh dari: Peredaran Bruto Rp Norma Penghitungan Penghasilan Neto 25% x Penghasilan Neto Rp PTKP (TK/0) Rp Penghasilan Kena Pajak Rp Penghasilan Kena Pajak (Pembulatan) Rp PPh yang terutang: 5% x Rp = Rp % x Rp = Rp % x Rp = Rp Total PPh yang terutang Rp b. Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan adalah Rp PPh yang terutang ini diperoleh dari: Penghasilan Neto Rp PTKP (TK/0) Rp Penghasilan kena pajak Rp Pembulatan Rp PPh yang terutang: 5% x Rp = Rp % x Rp = Rp % x (Rp Rp Rp ) = Rp Total PPh yang terutang Rp c. Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk badan hukum adalah Rp PPh yang terutang ini diperoleh dari 50% x 25% x Rp = Rp Restoran T mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif 25% karena peredaran bruto selama tahun 2011 tidak melebihi Rp (empat miliar delapan ratus juta rupiah). 3. Analisa laporan laba rugi Restoran T a. Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan badan hukum dapat memperkecil besarnya PPh yang terutang dengan melakukan pemotongan atau pemungutan PPh 21 atas imbalan sehubungan dengan jasa konsultasi pengembangan Restoran T sebesar Rp Besarnya pemotongan atau pemungutan PPh 21 atas imbalan sehubungan dengan jasa dapat dihitung dari Rp x 50% x 5% = Rp

5 b. Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan badan hukum dapat memperkecil besarnya PPh yang terutang dengan melakukan pemotongan atau pemungutan PPh 21 atas gaji, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai/karyawan. Pemotongan PPh 21 yang terutang pada karyawan sebesar Rp untuk bentuk usaha orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan sebesar Rp untuk bentuk usaha badan hukum. Pemotongan PPh 21 yang terutang pada karyawan sebesar Rp untuk bentuk usaha orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dapat diperoleh dari: Nama Status Ph. Bruto B. Jabatan Ph. Neto PTKP PKP PPh 21 Abdullah * TK/0 Rp 19,045,000 Rp 952,250 Rp 18,092,750 Rp 15,840,000 Rp 2,252,000 Rp 135,120 Samsul * TK/0 Rp 13,479,667 Rp 673,983 Rp 12,805,684 Rp 11,880,000 Rp 925,000 Rp 55,500 Ainy * TK/0 Rp 19,200,000 Rp 960,000 Rp 18,240,000 Rp 15,840,000 Rp 2,400,000 Rp 144,000 Pungki TK/0 Rp 17,500,000 Rp 875,000 Rp 16,625,000 Rp 9,240,000 Rp 7,385,000 Rp 369,250 Yanto TK/0 Rp 13,500,000 Rp 675,000 Rp 12,825,000 Rp 11,880,000 Rp 945,000 Rp 47,250 Vera TK/0 Rp 14,250,000 Rp 712,500 Rp 13,537,500 Rp 6,600,000 Rp 6,937,000 Rp 346,850 Alloy TK//2 Rp 5,250,000 Rp 262,500 Rp 4,987,500 Rp 1,540,000 Rp 3,447,000 Rp 172,375 Total Rp 102,224,667 Rp 1,270,345 Pemotongan PPh 21 yang terutang pada karyawan sebesar Rp untuk bentuk usaha badan hukum dapat diperoleh dari: Nama Status Ph. Bruto B. Jabatan Ph. Neto PTKP PKP PPh 21 Abdullah * TK/0 Rp 19,045,000 Rp 952,250 Rp 18,092,750 Rp 15,840,000 Rp 2,252,000 Rp 135,120 Samsul * TK/0 Rp 13,479,667 Rp 673,983 Rp 12,805,684 Rp 11,880,000 Rp 925,000 Rp 55,500 Indra TK/0 Rp 42,000,000 Rp 2,100,000 Rp 39,900,000 Rp 15,840,000 Rp 24,060,000 Rp 1,203,000 Ainy * TK/0 Rp 19,200,000 Rp 960,000 Rp 18,240,000 Rp 15,840,000 Rp 2,400,000 Rp 144,000 Pungki TK/0 Rp 17,500,000 Rp 875,000 Rp 16,625,000 Rp 9,240,000 Rp 7,385,000 Rp 369,250 Yanto TK/0 Rp 13,500,000 Rp 675,000 Rp 12,825,000 Rp 11,880,000 Rp 945,000 Rp 47,250 Vera TK/0 Rp 14,250,000 Rp 712,500 Rp 13,537,500 Rp 6,600,000 Rp 6,937,000 Rp 346,850 Alloy TK/2 Rp 5,250,000 Rp 262,500 Rp 4,987,500 Rp 1,540,000 Rp 3,447,000 Rp 172,375 Total Rp 144,224,667 Rp 2,473,320 Keterangan: *) Tidak memiliki NPWP sehingga tarif penghitungan PPh 21 20% lebih tinggi daripada yang memiliki NPWP. c. Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan badan hukum dapat memperkecil besarnya PPh yang terutang dengan mengakui biaya penyusutan harta berwujud. Baik itu dengan menggunakan metode saldo menurun sebesar Rp ataupun dengan metode garis lurus sebesar Rp

6 Besarnya biaya penyusutan yang dapat diakui sebagai biaya berdasarkan metode saldo menurun diperoleh dari: Bulan Nama Barang Masa Manfaat Harga Penyusutan Februari mesin pompa air 4 tahun Rp 2,324,000 Rp 1,065,167 Maret kompor mawar 4 tahun Rp 500,000 Rp 208,333 Maret rombong sate 4 tahun Rp 1,596,000 Rp 665,000 April komputer utk adm 4 tahun Rp 1,800,000 Rp 675,000 Mei kamera cctv 4 tahun Rp 10,850,000 Rp 3,616,667 Agustus aircurtain 4 tahun Rp 2,500,000 Rp 520,833 Nov mesin serut es 4 tahun Rp 1,000,000 Rp 83,333 Total Rp 6,834,333 Besarnya biaya penyusutan yang dapat diakui sebagai biaya berdasarkan metode garis lurus diperoleh dari: Bulan Nama Barang Masa Manfaat Harga Penyusutan Februari mesin pompa air 4 tahun Rp 2,324,000 Rp 532,583 Maret kompor mawar 4 tahun Rp 500,000 Rp 104,167 Maret rombong sate 4 tahun Rp 1,596,000 Rp 332,500 April komputer utk adm 4 tahun Rp 1,800,000 Rp 337,500 Mei kamera cctv 4 tahun Rp10,850,000 Rp 1,808,333 Agustus aircurtain 4 tahun Rp 2,500,000 Rp 260,417 Nov mesin serut es 4 tahun Rp 1,000,000 Rp 41,667 Total Rp 3,417,167 d. Restoran T berbentuk badan hukum dapat memperkecil besarnya PPh yang terutang dengan melakukan pemotongan atau pemungutan PPh 23 atas jasa. Besarnya PPh 23 yang harus dipotong atau dipungut atas: 1. Jasa pembasmi hama = Rp x 2% = Rp Royalti = Rp x 15% = Rp Jasa service peralatan dipungut = Rp x 2% = Rp Penghitungan Pajak Penghasilan di Restoran T bila telah sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku a. Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan adalah Rp PPh yang terutang ini diperoleh dari: Penghasilan Neto Rp PTKP (TK/0) Rp Penghasilan kena pajak Rp Pembulatan Rp PPh yang terutang: 5% x Rp = Rp % x (Rp Rp ) = Rp Total PPh yang terutang Rp b. Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk badan hukum adalah Rp PPh yang terutang ini diperoleh dari 50% x 25% x Rp = Rp

7 5. Analisa perbandingan Pajak Penghasilan yang terutang a. Besarnya PPh yang terutang pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan adalah sebesar Rp Besarnya PPh yang terutang pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan ini dipengaruhi oleh besarnya peredaran bruto dan status wajib pajak orang pribadi (PTKP). b. Untuk yang berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan, besarnya PPh yang terutang adalah sebesar Rp Besarnya PPh yang terutang pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan ini dipengaruhi oleh besarnya peredaran bruto, besarnya biayabiaya yang dapat dikurangkan dan status wajib pajak orang pribadi (PTKP). c. Besarnya PPh yang terutang dalam bentuk badan hukum adalah Rp Besarnya PPh yang terutang pada Restoran T berbentuk bada Simpulan dan Saran Simpulan Yang menjadi subjek pajak penghasilan dapat berupa orang pribadi dan badan. Kedua subjek pajak tersebut memiliki perlakuan pajak penghasilan yang berbeda. Perbedaan tersebut terletak pada cara menghitung PPh yang terutang. Berdasarkan penghitungan diperoleh: 1. Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan adalah Rp Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan adalah Rp Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk badan hukum adalah Rp Besarnya PPh yang terutang pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan badan hukum tersebut dapat lebih diperkecil apabila: 1. Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan badan hukum melakukan pemotongan atau pemungutan PPh 21 atas imbalan sehubungan dengan jasa konsultasi pengembangan Restoran T sebesar Rp Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan badan melakukan pemotongan atau pemungutan PPh 21 atas gaji, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai/karyawan. Pemotongan PPh 21 yang terutang pada karyawan sebesar Rp untuk bentuk usaha orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan sebesar Rp untuk bentuk usaha badan hukum. 3. Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan badan hukum mengakui biaya penyusutan harta berwujud. Baik itu dengan menggunakan metode saldo menurun sebesar Rp ataupun dengan metode garis lurus sebesar Rp Restoran T berbentuk badan hukum melakukan pemotongan atau pemungutan PPh 23 atas jasa. Besarnya PPh 23 yang dipungut atas jasa pembasmi hama dalah Rp , atas royalti sebesar Rp , dan atas jasa service peralatan sebesar Rp Pemotongan PPh 23 ini dapat dijadikan kredit pajak (pengurang PPh yang terutang). Apabila Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan badan hukum melakukan pemotongan atau pemungutan (sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku), maka: 1. Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan adalah Rp Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk badan hukum adalah Rp Dengan demikian, untuk kasus di Restoran T dimana peredaran bruto selama tahun 2011 tidak melebihi Rp (empat miliar delapan ratus juta rupiah), bentuk usaha yang memiliki PPh terutang dalam jumlah lebih kecil adalah berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan. 7

8 Saran Diharapakan Restoran T memotong atau memungut PPh 21 atas gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai, PPh 21 atas imbalan sehubungan dengan jasa, dan mengakui biaya penyusutan atas harta berwujud serta memotong atau memungut PPh 23 sebagai wajib pajak badan. Dengan demikian, biaya-biaya yang tadinya tidak dapat diakui sebagai biaya menjadi dapat diakui sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan. Sehingga akan memperkecil besarnya PPh yang terutang. Referensi Admin.(2012).PPh atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (Online).Diakses tanggal 22 Juni 2012 dari Direktorat Jenderal Pajak.(2012).Belajar Pajak. Diakses tanggal 15 April 2012 dari content/belajar-pajak. Indrawati, S.M.(2009). Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.03/2009 tentang Jenis- Jenis Harta yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan Penyusutan. Diakses tanggal 23 April 2012 dari 96~PMK.03~2009PerLamp.pdf.. Mardiasmo.(2009).Perpajakan.Yogyakarta: ANDI. Mas Ahmad.(2011).Pengertian Koreksi Fiskal. Diakses tanggal 20 April 2012 dari artikel-pajak/2011/pengertian-koreksi-fiskal. Pajak Penghasilan Pasal 23.(n.d). Diakses tanggal 22 Juni 2012 dari Priantara, D.(2012).Perpajakan Indonesia.Jakarta: Mitra Wacana Media. Republik Indonesia. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-536/PJ./2000 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Yang Dapat Menghitung Penghasilan Neto Dengan Menggunakan Norma Penghitungan. Republik Indonesia. Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.03/2009 Tentang Jenis-Jenis Harta yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan Penyusutan. Republik Indonesia. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ./2009 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi. Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005 berlaku mulai 1 Januari 2006 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Republik Indonesia. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.42/2002 Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler Dan Kendaraan Perusahaan. Republik Indonesia. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ.4/1995 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 633/KMK.04/1994 Tanggal 29 Desember 1994 (Seri PPh Umum Nomor 12). Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun

9 Tansuria, B.I.(2011).Pajak Penghasilan Final.Yogyakarta: Graha Ilmu. Waluyo (2011).Perpajakan Indonesia.Jakarta: Salemba Empat. Riwayat Penulis Lili Mariana lahir di kota Bekasi pada 17 Maret Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi pada tahun

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Dari analisa yang telah dilakukan, berikut adalah kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini: 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan a. Orang pribadi yang melakukan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Perbedaan Perlakuan Pajak Penghasilan pada Bentuk Usaha Orang Pribadi

BAB IV PEMBAHASAN. Perbedaan Perlakuan Pajak Penghasilan pada Bentuk Usaha Orang Pribadi BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Perbedaan Perlakuan Pajak Penghasilan pada Bentuk Usaha Orang Pribadi dengan Badan Hukum Yang menjadi subjek pajak penghasilan dapat berupa orang pribadi dan badan. Kedua subjek

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-02/PJ/2015 TENTANG PENEGASAN ATAS PELAKSANAAN PASAL 31E AYAT (1) UNDANG- UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Langkah-langkah yang akan dilaksanakan adalah: yang diperoleh dari bisnis restoran berbentuk franchise

BAB IV PEMBAHASAN. Langkah-langkah yang akan dilaksanakan adalah: yang diperoleh dari bisnis restoran berbentuk franchise BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Teknik Analisa Data Langkah-langkah yang akan dilaksanakan adalah: a. Membahas penilaian dan pembayaran pajak penghasilan pasal 23 atas royalti yang diperoleh dari bisnis restoran

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA Wilianto Taufik, Yunita Anwar Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No.9 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat 11480 Phone

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 6 P1.1 Teori Pajak Penghasilan Umum Dan Norma Perhitungan Pajak Penghasilan A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang

Lebih terperinci

Soal Kasus Pembukuan atau Pencatatan( contoh ini menggunakan aturan lama untuk ptkpnya lebih baik lihat aturan terbaru)

Soal Kasus Pembukuan atau Pencatatan( contoh ini menggunakan aturan lama untuk ptkpnya lebih baik lihat aturan terbaru) Soal Kasus Pembukuan atau Pencatatan( contoh ini menggunakan aturan lama untuk ptkpnya lebih baik lihat aturan terbaru) Tuan Wahyudi (PKP) seorang pengusaha garmen yang memiliki 5 kios di Jakarta, Bandung,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

FORMAT SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK: KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

FORMAT SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK: KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2013, No.1556 10 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 198/PMK.09/2013 TENTANG PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Objek Penelitian 1. Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas Struktur organisasi Firma RR adalah bentuk garis dan staff yang berhasil penulis susun dan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap perlakuan perpajakan dan perhitungan Pajak Penghasilan atas penghasilan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung Dalam menghitung laporan laba rugi perusahaan, terdapat perbedaan antara laporan laba rugi berdasarkan peraturan yang sesuai

Lebih terperinci

..., ) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... 3) Di... 4) Dengan hormat,

..., ) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... 3) Di... 4) Dengan hormat, LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 40/PJ./2009 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU...,...20... 1) Nomor :...

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Perencanaan Pajak melalui Pajak Penghasilan Pasal 21 yang. diterima karyawan dengan menggunakan Metode Net

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Perencanaan Pajak melalui Pajak Penghasilan Pasal 21 yang. diterima karyawan dengan menggunakan Metode Net BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis penerapan perencanaan pajak melalui Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima karyawan dengan menggunakan metode net dan gross up 1. Perencanaan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN. Tujuan Instruksional :

PAJAK PENGHASILAN. Tujuan Instruksional : 3 PAJAK PENGHASILAN Tujuan Instruksional : A. Umum Mahasiswa diharapkan mendapatkan pemahaman tentang pajak penghasilan secara umum B. Khusus o Mahasiswa mengetahui subjek pajak dan bukan subjek pajak.

Lebih terperinci

..., ) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... 3) Di... 4) Dengan hormat,

..., ) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... 3) Di... 4) Dengan hormat, LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-40/PJ./2009 TENTANG : TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU...,...20... 1) Nomor

Lebih terperinci

EVALUASI MEKANISME PPh PASAL 21 PADA PT AIN TAHUN PAJAK Iramaulina Damanik Rachmat Kurniawan Fharel Hutajulu

EVALUASI MEKANISME PPh PASAL 21 PADA PT AIN TAHUN PAJAK Iramaulina Damanik Rachmat Kurniawan Fharel Hutajulu EVALUASI MEKANISME PPh PASAL 21 PADA PT AIN TAHUN PAJAK 2011 Iramaulina Damanik Rachmat Kurniawan Fharel Hutajulu Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Indonesia Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak. 3) Di.. 4)

Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak. 3) Di.. 4) LAMPIRAN I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-40/PJ./2009 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu,.....20 1) Nomor : (2)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Metode Perolehan Aktiva Tetap Aktiva tetap berwujud sebagai salah satu aktiva penting yang dimiliki perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan Laba Rugi Fiskal Dalam Menentukan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pada PT. XYZ PT. XYZ menyajikan informasi yang menyangkut hasil kegiatan operasinya

Lebih terperinci

FORMAT SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK : KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

FORMAT SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK : KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 198/PMK.03/2013 TENTANG PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU FORMAT SURAT

Lebih terperinci

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000 A.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Magdalena Judika Siringoringo. Oloan Simanjuntak

Magdalena Judika Siringoringo. Oloan Simanjuntak ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 MENURUT UU NO. 36 TAHUN 2008 SEBUAH KAJIAN INTERPRETIVE PADA KANTOR DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR Magdalena Judika Siringoringo Oloan

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 398, 2017 KEMENKEU. Pelaporan dan Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PMK.03/2017 TENTANG TATA

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN 1 PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh) yang telah diubah dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan bertugas memberikan layanan kesehatan kepada pasien dalam rangka membantu menyembuhkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Ruang Lingkup Jasa Konstruksi

Ruang Lingkup Jasa Konstruksi Jasa Konstruksi Ruang Lingkup Jasa Konstruksi Layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi Layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi Layanan jasa konsultasi pengawasan konstruksi Definisi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI BAB IV PEMBAHASAN IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI Di dalam prakteknya, ada perbedaan perhitungan laba menurut standar akuntansi keuangan menurut ketentuan peraturan perpajakan.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia

BAB IV PEMBAHASAN. komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Teknik dan Prosedur Pemeriksaan Laporan Keuangan yang disiapkan oleh PT. Dipta Adimulia adalah pencatatan komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia

Lebih terperinci

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu:

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu: PERPAJAKAN ORGANISASI NIRLABA Tri Purwanto Pengantar Pajak Organisasi Nirlaba UU No 28 Th 2007 ttg KUP Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 2 September 2013 A. Umum SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 138 TAHUN 2000 (138/2000) TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS Pada laporan rugi laba yang telah dibuat oleh PT TGS yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2003 menunjukkan adanya unsur penjualan yang telah berhasil

Lebih terperinci

S-1081/PJ.313/2005 PENGENAAN TARIF ATAS JASA KONSTRUKSI (SE- 13/PJ.42/2002)

S-1081/PJ.313/2005 PENGENAAN TARIF ATAS JASA KONSTRUKSI (SE- 13/PJ.42/2002) S-1081/PJ.313/2005 PENGENAAN TARIF ATAS JASA KONSTRUKSI (SE- 13/PJ.42/2002) Contributed by Administrator Thursday, 22 December 2005 Pusat Peraturan Pajak Online PENGENAAN TARIF ATAS JASA KONSTRUKSI (SE-13/PJ.42/2002)

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan Sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 dan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-545/PJ/2000 sebagaimana

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.161, 2010 KEUANGAN NEGARA. Pajak Penghasilan. Penghitungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-34/PJ/2010

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-...(1) TENTANG PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-...(1) TENTANG PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 198/PMK.03/2013 TENTANG : PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU FORMAT SURAT KEPUTUSAN

Lebih terperinci

2013, No

2013, No 2013, No.984 10 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.011/2013 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata BAB IV PEMBAHASAN Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata dan beberapa kebijakan akuntansi dan fiskal dalam menjalankan kegiatan bisnisnya yang perlu diketahui agar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam dunia usaha yang semakin bersaing saat ini, banyak perusahaan yang berusaha semaksimal mungkin untuk bersaing dengan strategi-strategi tertentu.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan Menurut Undang-Undang no. 28 th. 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 UNTUK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA KANTOR DIREKTORAT JENDERAL KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 UNTUK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA KANTOR DIREKTORAT JENDERAL KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 UNTUK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA KANTOR DIREKTORAT JENDERAL KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL Nama/NPM Pembimbing : Kanip/24213760 : Widada, SE., MM.

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARANSEMESTER (RPS) MATA KULIAH P E R P A J A K A N II

RENCANA PEMBELAJARANSEMESTER (RPS) MATA KULIAH P E R P A J A K A N II RENCANA PEMBELAJARANSEMESTER (RPS) MATA KULIAH P E R P A J A K A N II 1 13 PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI 2015 Nama Mata Kuliah : PERPAJAKAN II Kode Mata Kuliah/sks : EKA4072 / 3 sks Program Studi Semester

Lebih terperinci

Tanggal Terbit : 01 Februari 2006 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Tanggal Terbit : 01 Februari 2006 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Perihal : PEDOMAN PELAKSANAAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) OLEH BENDAHARAWAN ATAU PENANGGUNG JAWAB PENGELOLAAN PENGGUNAAN DANA BOS

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL Oleh: Amanita Novi Yushita, SE amanitanovi@uny.ac.id *Makalah ini disampaikan pada Program Pengabdian pada Masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT Setelah dievaluasi biaya dan penghasilan dalam laporan laba rugi komersial terdapat perbedaan pengakuan biaya dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum.

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum. BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Menurut S.I. Djajadiningrat (dalam Siti Resmi, 2011:1), pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN Pada prinsipnya terdapat perbedaan perhitungan penghasilan dan beban menurut Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan peraturan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN. Nomor : SE-42/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN. Nomor : SE-42/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Yth. 1. Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak; 2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak; 3. Para Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis atas perhitungan pajak terhutang beserta sanksi atau denda yang dikenakan terhadap Wajib

Lebih terperinci

Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga?

Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga? Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga? Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi: Account Representative Aspek Perpajakan bagi Pemilik Indekos Panduan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pajak, baik pajak pusat maupun pajak daerah, ini terbukti pada tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. pajak, baik pajak pusat maupun pajak daerah, ini terbukti pada tahun 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar penerimaan Negara Republik Indonesia bersumber dari pajak, baik pajak pusat maupun pajak daerah, ini terbukti pada tahun 2014 pajak menyumbang Rp. 1.310.219.000.000.000

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Laporan Laba Rugi Fiskal untuk Penentuan Pajak Penghasilan Terutang Wajib Pajak Badan Pada PT. Bijama Makmur Laporan Laba Rugi yang terdiri dari penerimaan dan pengeluaran,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada jaman sekarang ini sistem otonomi daerah sudah diberlakukan dan semakin berkembang, maka pada sistem otonomi daerah ini secara tidak langsung akan membahas

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 770 PERHATIAN MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. 1. Bagian-bagian dalam proses perhitungan pajak penghasilan PPh

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. 1. Bagian-bagian dalam proses perhitungan pajak penghasilan PPh BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Hasil dan Pembahasan 1. Bagian-bagian dalam proses perhitungan pajak penghasilan PPh pasal 21. Perhitungan pajak PPh 21 tidak akan terlepas dari bagian-bagian

Lebih terperinci

Nama :... (1) NPWP :... (2) Alamat :... (3) Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25. Peredaran Usaha (Perdagangan) Alamat

Nama :... (1) NPWP :... (2) Alamat :... (3) Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25. Peredaran Usaha (Perdagangan) Alamat Lampiran I Nama :... (1) NPWP :... (2) Alamat :... (3) Daftar Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25 No. NPWP tempat usaha/ gerai (outlet) KPP Lokasi Alamat Peredaran Usaha (Perdagangan) Penghasilan Penghasilan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN II.1. Rerangka Teori dan Literatur II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Liberti Pandiangan (2010:v) adalah salah

Lebih terperinci

CONTOH PENERAPAN DAN PENGHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN

CONTOH PENERAPAN DAN PENGHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN 13 2012, No.888 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU

Lebih terperinci

TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-...(1)...

TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-...(1)... 11 2012, No.526 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/PMK.03/2012 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENCABUTAN PENETAPAN WAJIB PAJAK DENGAN KRITERIA TERTENTU DALAM RANGKA PENGEMBALIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kep DJP No.536/PJ.2/2000 memberikan kebebasan kepada Wajib

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kep DJP No.536/PJ.2/2000 memberikan kebebasan kepada Wajib BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kep DJP No.536/PJ.2/2000 memberikan kebebasan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, untuk memilih menghitung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan. Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Soemitro, S.H yang dikutip dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 Pasal 1 adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 mempunyai tujuan untuk menyelenggarakan tata kehidupan negara

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kebijakan Perusahaan Dalam Menghitung Penyusutan. 1. Dasar Penyusutan Masing Masing Aktiva dan Metode Penyusutan Yang Digunakan Oleh Perusahaan Setiap aktiva yang

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan 1. Wajib pajak membayar sendiri (pph pasal 25) 2. Melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh pasal

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM IV.1. Evaluasi Pelaksanaan PPh Badan PT LAM Sesuai dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, setiap Wajib Pajak diwajibkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Setelah pembahasan pada bab sebelumnya dimana dilakukan evaluasi

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Setelah pembahasan pada bab sebelumnya dimana dilakukan evaluasi BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Setelah pembahasan pada bab sebelumnya dimana dilakukan evaluasi terhadap laporan laba/ rugi perusahaan, dan melakukan rekonsiliasi perhitungan laba/ rugi, maka dapat

Lebih terperinci

2013, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembara

2013, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembara LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.106, 2013 EKONOMI. Pajak. Penghasilan. Usaha. Peredaran Bruto. Tertentu. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5424) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH: STUDI KASUS PT. IMS

PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH: STUDI KASUS PT. IMS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH: STUDI KASUS PT. IMS UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Fakultas Ekonomi dan Komunikasi Jurusan Akuntasi dan Keuangan Skripsi Sarjana Srata 1 Akuntansi

Lebih terperinci

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-32/PJ/2009 Tanggal : 25 Mei 2009 Departemen Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak Masa Pajak SPT Masa Pajak Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Formulir

Lebih terperinci

ISSN Rudy. STIE Gentiaras Bandar Lampung

ISSN Rudy. STIE Gentiaras Bandar Lampung ISSN 2086-9592 ANALISIS PERBEDAAN ANTARA PENGGUNAAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DAN PEMBUKUAN DENGAN STATUS PKP DAN STATUS nonpkp TERHADAP PPh DAN PPN PENGUSAHA KECIL PADA TOKO REJEKI LAMPUNG Rudy

Lebih terperinci

PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BIAYA PEMAKAIAN TELEPON SELULER DAN KENDARAAN PERUSAHAAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 220/PJ.

PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BIAYA PEMAKAIAN TELEPON SELULER DAN KENDARAAN PERUSAHAAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 220/PJ. L 1 PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BIAYA PEMAKAIAN TELEPON SELULER DAN KENDARAAN PERUSAHAAN Keputusan Dirjen Pajak No. KEP - 220/PJ./2002, Tgl. 18-04-2002 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran penerimaan pajak sangat penting bagi pembangunan nasional, karena

BAB I PENDAHULUAN. Peran penerimaan pajak sangat penting bagi pembangunan nasional, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran penerimaan pajak sangat penting bagi pembangunan nasional, karena pajak merupakan salah sumber utama penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) 5 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERPAJAKAN TERHADAP YAYASAN/LEMBAGA PENYELENGGARA PENDIDIKAN

KEBIJAKAN PERPAJAKAN TERHADAP YAYASAN/LEMBAGA PENYELENGGARA PENDIDIKAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN TERHADAP YAYASAN/LEMBAGA PENYELENGGARA PENDIDIKAN Dasar Hukum Pasal 4 ayat (3) Huruf m UU PPh sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah

Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor, tanggal 80 Tahun 2010 20 Desember 2010 Mulai berlaku : 1 Januari

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anastasia Diana dan Lilis Setiawati Perpajakan Indonesia, Andi, Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Anastasia Diana dan Lilis Setiawati Perpajakan Indonesia, Andi, Yogyakarta. DAFTAR PUSTAKA Anastasia Diana dan Lilis Setiawati. 2011. Perpajakan Indonesia, Andi, Yogyakarta. Direktorat Jenderal Pajak. 2009. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 57/PJ/2009 tentang Pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-...(1)... TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-...(1)... TENTANG LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 74/PMK.03/2012 TENTANG : TATA CARA PENETAPAN DAN PENCABUTAN WAJIB PAJAK DENGAN KRITERIA TERTENTU DALAM RANGKA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. beberapa sektor pajak masih perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. beberapa sektor pajak masih perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerimaan dari sektor pajak merupakan penerimaan terbesar negara. Menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 sebagai perubahan keempat atas Undang- Undang Nomor 6 tahun

Lebih terperinci

Y. PEMBERITAHUAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh WP ORANG PRIBADI FORMULIR TAHUN PAJAK

Y. PEMBERITAHUAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh WP ORANG PRIBADI FORMULIR TAHUN PAJAK DEPARTEMEN KEUANGAN R I PEMBERITAHUAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh WP ORANG PRIBADI ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK BERI TANDA X DALAM (KOTAK) YANG SESUAI ISI DENGAN BENAR, LENGKAP,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban Pajak pada PT. Malta Printindo. Perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara laporan keuangan komersial dengan peraturan perpajakan. Hal

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama apapun sehubungan

Lebih terperinci