BAB 4 DESAIN SUMUR RESAPAN BERDASARKAN KUALITAS DAN KUANTITAS AIRTANAH DI DAERAH CENGKARENG
|
|
- Inge Kusumo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 4 DESAIN SUMUR RESAPAN BERDASARKAN KUALITAS DAN KUANTITAS AIRTANAH DI DAERAH CENGKARENG 4.1 Karakteristik Wilayah Studi Kecamatan Cengkareng termasuk dalam wilayah Kotamadya Jakarta Baratyang terdiri dari 6 kelurahan. Kecamatan Cengkareng terletak pada koordinat 106º22 42 BT - 106º58 18 BT dan 5º19 12 LS - 6º23 54 LS. Gambar 4.1 Peta Wilayah Kecamatan Cengkareng (Sumber : Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 171 Tahun 2007, luas wilayah Kecamatan Cengkareng adalah 26,54 km 2 dengan luas masing-masing kelurahan adalah sebagai berikut : 1. Kelurahan Duri Kosambi : 5,91 km 2 2. Kelurahan Rawa Buaya : 4,07 km 2 3. Kelurahan Kedaung Kali Angke : 2,81 km 2 4. Kelurahan Kapuk : 5,63 km 2 37
2 38 5. Kelurahan Cengkareng Timur : 4,51 km 2 6. Kelurahan Cengkareng Barat : 3,61 km 2 Gambar 4.2 Peta Kecamatan Cengkareng dan Pembagian Kelurahan (Sumber : Kecamatan Cengkareng memiliki batas wilayah sebagai berikut : Utara Timur Selatan Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Penjaringan Kota, Jakarta Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat Kecamatan Cengkareng merupakan dataran rendah dengan ketinggian ratarata 7 mdpl. Secara geologis, Kecamatan Cengkareng umumnya merupakan dataran alluvial, yang materi tanahnya adalah endapan dari aliran permukaan dan air sungai. Pengelompokkan akuifer berdasarkan jenis aliran air tanahnya ke dalam 3 sistem, antara lain (Badan Geologi dan Tata Lingkungan, 2010): Akuifer dengan aliran melalui ruang butir. Penyebaran akuifer ini terutama meliputi daerah dataran pantai, kipas alluvial dan kaki gunung api. Akuifer dengan aliran melalui celahan dan runag antar butir. Penyebaran terutama pada kaki gunung api, dan batuan sedimen tersier.
3 39 Akuifer dengan aliran melalui rekahan, kekar, saluran dan rongga. Penyebaran akuifer ini terutama pada daerah gunung api dan batuan sedimen karbonat. Muka air tanah dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan kelompok akuifer di atas, antara lain : 1. Kelompok muka air tanah Akuifer Tidak Tertekan (0 40 m) 2. Kelompok muka air tanah Akuifer Tertekan Atas ( m) Sub-kelompok muka air tanah Akuifer Tertekan Atas (40 95 m) Sub-kelompok muka air tanah Akuifer Tertekan Atas ( m) 3. Kelompok muka air tanah Akuifer Tertekan Atas ( m) Sub-kelompok muka air tanah Akuifer Tertekan Atas ( m) Sub-kelompok muka air tanah Akuifer Tertekan Atas ( m) 4.2 Kedudukan Muka Air Tanah Kuantitas dan kualitas air tanah mengalami perubahan seiring dengan terjadinya perubahan kondisi dan lingkungan air tanah pada sistem akuifer tidak tertekan maupun tertekan.proses pengambilan air tanah yang intensiftelah mengakibatkan penurunan muka air tanah yang mengakibatkan kerusakan lingkungan berupa amblesan tanah akibat turunnya daya dukung tanah, penurunan muka air sungai pada musim kemarau, dan potensi terjadinya intrusi air laut Muka Air Tanah pada Sistem Akuifer Tertekan Atas ( m) Secara umum, sebaran muka air tanah mempunyai kedudukan berkisar antara 0 45 mdml. Menurut Badan Geologi dan Tata Lingkungan, kedudukan muka air tanah pada sistem akuifer tertekan atas sebelum tahun 1960 umumnya berada di atas muka tanah setempat sehingga air tanah mengalir sendiri tanpa dipompa. Perubahan kedudukan muka air tanah umumnya dipengaruhi oleh jumlah pengambilan dan pemanfaatan air tanah.
4 40 Gambar 4.3 Peta Muka Air Tanah Akuifer m (Sumber : Badan Geologi dan Tata Lingkungan, 2012) Titik sumur bor pantau yang ditinjau adalah titik sumur pantau yang terletak di Kantor Kelurahan Kapuk, Cengkareng. Sumur pantau menunjukkan kedudukan muka air tanah yang cukup dalam yaitu -53,35 mbmt dengan jarak saringan mbmt.
5 41 Gambar 4.4 Lokasi Studi Sumur Pantau Akuifer m (Sumber : Data yang didapat dari Badan Geologi dan Tata Lingkungan adalah data yang ditinjau dari tahun di sumur pantau Kantor Kelurahan Kapuk.Dari data muka air tanah tersebut kemudian didapat perubahan muka air tanah seperti pada Gambar 4.4 memperlihatkan perubahan muka air tanah dari tahun ke tahun.
6 42 Gambar 4.5 Grafik Tinggi Muka Air Tanah Akuifer m (Sumber : Hasil Analisis, 2014) Kedudukan muka air tanah sumur pantau akuifer m pada sumur pantau Kelurahan Kapuk statis pada tahun 2009 hingga 2012 yaitu sebesar -58,33 m dml. Kemudian pada tahun 2013, muka air tanah mengalami kenaikan sebesar 1,98 m menjadi -56,35 mdml. Kenaikan muka air tanah pada tahun 2013 dapat terjadi dikarenakan semakin banyaknya sumur resapan yang dibuat.menurut Dinas Perindustrian Dan Energi, pada tahun 2005 jumlah sumur resapan yang ada di Kecamatan Cengkareng sebanyak 18 buah. Kemudian di tahun 2013 berkembang menjadi 46 buah yang telah terbuat untuk di wilayah Kecamatan Cengkareng Muka Air Tanah pada Sistem Akuifer Tertekan Bawah (>140 m) Pola muka air tanah pada sistem akuifer tertekan bawah sangat dipengaruhi oleh jumlah pengambilan dan pemanfatan air tanah. Sebagaimana halnya pada sistem akuifer tertekan atas, kedudukan muka air tanah pada kondisi awal berada di atas permukaan tanah setempat sehingga air tanah mengalir sendiri tanpa dipompa
7 Gambar 4.6 Peta Muka Air Tanah Akuifer > 140 m (Sumber : Badan Geologi dan Tata Lingkungan, 2012) 43
8 44 Titik sumur bor pantau yang ditinjau adalah titik sumur yang terletak di PT. ABC Battery, Cengkareng dengan ketinggian 6 m dml dengan jarak saringan mbmt. Gambar 4.7 Lokasi Studi Sumur Pantau Akuifer >140 m (Sumber : Data yang didapat dari Badan Geologi dan Tata Lingkungan adalah data yang ditinjau dari tahun pada sumur pantau PT. ABC Battery yang berlokasi di komplek pabrik International Chemical Industrial Co. Ltd. PT. Dari data muka air tanah yang didapat terjadi perubahan muka air tanah seperti pada Gambar 4.6 memperlihatkan perubahan muka air tanah dari tahun ke tahun.
9 45 Gambar 4.8 Grafik Tinggi Muka Air Tanah Akuifer >140 m (Sumber : Pengolahan Data, 2014) Kedudukan muka air tanah sumur pantau akuifer >140 m pada sumur pantau PT. ABC Battery, terjadi penurunan di tahun 2005 sebesar 2,35 m dari -25,50 m dml menjadi -27,85 m dml. Kemudian terjadi penurunan lagi yang sangat besar yaitu di tahun 2010 sebesar -17,47 m dari -23,10 m dml menjadi di kedalaman -40,57 m dml, dan tetap pada kedalaman di bawah -40 m dml hingga tahun Pada tahun 2013 muka air tanah kembali terjadi kenaikan menjadi -31,78 m dml. Pengambilan air tanah dari sumur bor yang terdaftar di Jakarta Barat cenderung mengalami perubahan seiring dengan perubahan jumlah sumur bor untuk kedalaman >140 m yang digunakan oleh sektor industri, jasa, dan perdagangan yang juga semakin bertambah tiap tahun. Menurut sumber (BPLHD DKI Jakarta dan Dinas Perindustrian dan Energi), pada tahun 2005 jumlah sumur bor yang tercatat sebanyak 264 buah. Di tahun 2009, jumlah sumur bor yang tercatat adalah sebanyak 201 buah. Kemudian di tahun 2010 terjadi peningkatan pesat pada jumlah sumur bor yaitu sebanyak 381 buah dan meningkat lagi di tahun 2011 hingga 2012 sebanyak 383 buah. Berdasarkan data dari
10 46 Dinas Pertambangan dan Dinas Perindustrian dan Energi, jumlah sumur bor yang resmi dan tercatat di Kecamatan Cengkareng pada tahun 2004 hingga 2006 sebanyak 65 buah, kemudian pada tahun 2010 hingga 2012 jumlah sumur bor tercatat sebanyak 72 buah.untuk tahun 2013 terjadi kenaikan muka air tanah yang dapat diakibatkan oleh semakin maraknya pembangunan sumur resapan guna mengurangi genangan limpasan dan banjir serta untuk menaikkan muka air tanah pada akuifer tertekan. Menurut Dinas Perindustrian Dan Energi, pada tahun 2005 jumlah sumur resapan sedalam 30 m dan 60 m yang dibuat di Kecamatan Cengkareng sebanyak 18 buah. Kemudian di tahun 2013 berkembang menjadi 46 buah yang telah terbuat untuk di wilayah Kecamatan Cengkareng. 4.3 Kualitas Kadar Kimia Air Tanah Komposisi kimia yang terkandung pada air tanah adalah hasil dari kombinasi air yang meresap menjadi air tanah dan bereaksi dengan komponen komponen mineral yang terkandung di dalam tanah. Komposisi kimia air tanah dapat juga dipengaruhi oleh lingkungan setempat, misalnya aktivitas penduduk yang menyebabkan terjadinya pencemaran. Komposisi kimia yang terkandung pada air tanah berbeda sehingga dapat menunjukkan asal usul dan bagaimana proses pembentukan air tanah tersebut.. Komposisi ion air tanah antara lain dipengaruhi oleh batuan pembentuk akuifer, lingkungan pengendapan batuan pembentuk akuifer, panjang lintasan yang dilalui air tanah, proses yang dialami oleh air tanah selama mengalir dari tempat resapan, kedalaman akuifer, dan adanya pencemaran. Sehingga dengan mempelajari komposisi ion air tanah maka dapat diketahui proses yang sedang atau telah terjadi pada air tanah tersebut. Hampir semua airtanah berasal dari hujan yang meresap kedalam tanah menuju sistem aliran yang dilapisi bahan-bahan geologi. Zona tanah mempunyai kemampuan kuat dan unik untuk mengubah kimia air, sebagai resapan yang terjadi melalui zona biologi aktif yang tipis. Pada daerah tangkapan (recharge) zona tanah mengalami kehilangan bahan-bahan mineral yang larut dalam aliran air. Ketika air tanah bergerak dalam jalur aliran dari daerah tangkapan menuju daerah lepasan (discharge), kondisi kimianya diubah oleh berbagai proses geokimia (Freeze dan Cherry, 1979).
11 47 Sampel yang diuji kandungan kimianya terdiri dari 5 sampel yang diambil dari 5 sumur tanah yang berbeda yang terletak di Cengkareng yang masing-masing diambil sebanyak ±2 liter. Lokasi dari sampel-sampel yang diambil disajikan pada Gambar 4.9, Gambar 4.10, Gambar 4.11, Gambar 4.12, dan Gambar 4.13 berikut ini. 1. Sampel 1 diambil dari sumur tanah di Jl. Rawa Buaya RT.05 RW. 01. Gambar 4.9 Lokasi Pengambilan Sampel 1 (Sumber : 2. Sampel 2 diambil dari sumur tanah di Jl. Rawa Buaya RT.03 RW. 01. Gambar 4.10 Lokasi Pengambilan Sampel 2 (Sumber :
12 48 3. Sampel 3 diambil dari sumur tanah di Jl. Bojong Indah RT. 04 RW. 11 Gambar 4.11 Lokasi Pengambilan Sampel 3 (Sumber : 4. Sampel 4 diambil dari sumur tanah di Jl. Bojong Indah RT. 07 RW. 11 Gambar 4.12 Lokasi Pengambilan Sampel 4 (Sumber :
13 49 5. Sampel 5 diambil dari sumur tanah di Gang Pahat RT.02 RW. 04, Cengkareng Timur. Gambar 4.13 Lokasi Pengambilan Sampel 5 (Sumber : Hasil dari pengolahan sampel sampel tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.8 di bawah ini. Tabel 4.1 Kandungan Unsur Kimia pada Sampel Air Tanah Sampel ph Na (mg/l) NH 4 (mg/l) K (mg/l) Ca (mg/l) Mg (mg/l) Cl (mg/l) NO 3 (mg/l) SO 4 (mg/l) 1 7,52 24,06 3,42 16,65 27,28 6,24 15,74 35,18 12,05 2 7,39 11,92 2,30 8,12 28,00 6,23 14,23 2,67 3,16 3 7,32 35,35 6,69 10,80 87,29 20,22 48,49 31,35 13,81 4 8,38 35,01 5,09 10,60 85,35 20,31 31,01 2,80 4,78 5 6,84 396,51 19,02 1,21 6,65 4,32 80,04 34,55 30,46 Tabel 4.2 Kandungan TDS dan DHL Pada Sampel Sampel TDS (mg/l) DHL (mmhos/cm) 1 140,62 216, ,63 117, , ,95 299, ,76 881,169
14 50 Dari data sampel yang telah didapat kemudian dibandingkan dengan kadar maksimum menurut PERMENKESNo. 492/Menkes/Per/IV/2010 untuk mengetahui kadar kandungan kimia pada sampel telah melewati baku mutu atau tidak. Tabel 4.3 Kadar Maksimum menurut PERMENKES No. 492/Menkes/Per/IV/2010 Parameter Kimia Batas Maksimum ph 6,5 8,5 TDS 500 mg/l DHL 750 mmhos/cm Na 200 mg/l NH 4 1,5 mg/l K 85 mg/l Ca 75 mg/l Mg 30 mg/l Cl 250 mg/l NO 3 50 mg/l SO mg/l Kadar ph yang terkandung dari kelima sampel masih diantara kadar yang dianjurkan yaitu diantara 6,5 8,5 sehingga masih dapat dibilang cukup netral, tidak terlalu basa maupun asam. Kadar natrium (Na) pada sampel lima melebihi batas maksimum baku mutu yaitu sebesar 396,51 mg/l. Kadar natrium yang tinggi dapat terjadi dikarenakan telah terjadi intrusi air laut dilihat dari lokasi sumur kelima berjarak ±6 km ke Pantai Indah Utara. Untuk kadar natrium pada sampel lainnya masih dibawah baku mutu. Kadar ammonia (NH 4 ) pada kelima sampel semuanya melebihi kadar maksimum yang dianjurkan. Amonia dapat berasal dari air limbah, pupuk organik, urin dan tinja, juga dari oksidasi zat organik secara mikrobiologis yang berasal dari alam atau buangan (domestik dan non domestik). Dapat dikatakan bahwa air tanah dari kelima sampel telah tercemar. Untuk kadar kimia lainnya seperti kalium (K), Ca (Calsium), Mg (Magnesium), Cl (Klorida), NO 3 (Nitrat), SO 4 (Sulfat) pada kelima sampel masih dibawah baku matu sehingga masih dalam batas aman. Tinggi nilai TDS (Total Padatan Terlarut) yang melebihi dari standar baku mutu 500 mg/l adalah pada sampel lima yaitu sebesar 572,76 mg/l, sehingga untuk
15 51 air permukaan dan air tanah yang nilai TDS melebihi 500 mg/l dapat dikatakan tercemar. Nilai DHL (Daya Hantar Listrik) yang melebihi dari standar baku mutu 750 µmhos/cm adalah pada sampel lima yaitu sebesar 881,169 µmhos/cm. Tinggi nilai DHL dapat dipengaruhi oleh ion-ion garam terlarut pada sampel 5 yang tinggi pula. Karena zat-zat terlarut tersebut merupakan unsur penghantar listrik, maka besar pula daya hantar listriknya. 4.4 Desain Dimensi Sumur Resapan Sebelum melakukan perhitungan dimensi sumur resapan, sebelumnya diperlukan analisa curah hujan untuk mendapatkan debit rencana (Q). Data curah hujan yang digunakan data curah hujan maksimum.hal ini bertujuan agar analisa dapat mendekati kondisi yang sebenarnya yang ada di lapangan. Data curah hujan tersebut didapat dari stasiun-stasiun penakar hujan maupun stasiun-stasiun pos hujan yang terdapat di sekitar daerah aliran, yang dapat mewakili frekuensi curah hujan yang jatuh dalam daerah tangkapan hujan (catchment area). Data curah hujan yang didapat adalah berasal dari Cengkareng Drain Analisa Curah Hujan Rata-Rata Dilihat dari jumlah stasiun yang hanya 1 buah dengan luas Das Kali Ciliwung adalah 382,6 km 2 (< 500 km 2 ) maka distribusi curah hujan yang digunakan adalah distribusi rata-rata aljabar. Untuk menghitung curah hujan rencana maksimum dengan periode ulang tertentu dapat ditentukan dengan menganalisa data curah hujan harian maksimum. Perhitungan curah hujan dengan metode rata-rata aljabar seperti pada Tabel 4.1 berikut ini.
16 52 Tabel 4.4 Curah Hujan Maksimum Rata-rata No. Tahun Curah Hujan Maksimum Rata-rata (mm) Analisa Frekuensi Curah Hujan Analisa frekuensi curah hujan dihitung untuk menentukan jenis sebaran (distribusi) yang digunakan. Analisa frekuensi curah hujan dapat dilihat pada Tabel 4.2 seperti di bawah. Tabel 4.5 Analisa Frekuensi Curah Hujan No. Xi X Xi-X (Xi-X) 2 (Xi-X) 3 (Xi-X) Jumlah 1014 Jumlah Rata-rata Dari perhitungan di atas dapat ditentukan jenis sebaran yang sesuai untuk digunakan melalui langkah-langkah berikut ini.
17 53 Standar Devisiasi (S) Koefisien Kemencengan (Cs) 3. Koefisien Kurtosis (Ck) 4. Koefisien Variasi (Cv) Pemilihan Jenis Distribusi Terdapat beberapa jenis sebaran (distribusi) dalam analisa statistik yang sering digunakan dalam hidrologi, antara lain : 1. Distribusi Gumbel 2. Distribusi Log Normal 3. Distribusi Log-Person Tipe III 4. Distribusi Normal Untuk menentukan distribusi yang sesuai perlu dilihat syarat-syarat dan hasil perhitungan frekuensi curah hujan.
18 54 Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Penentuan Distribusi No Jenis Distribusi Syarat Hasil Perhitungan 1 Gumbel Cs 1,1396 0, ,1396 Ck 5, Log Normal Cs = 3 Cv + Cv 2 2, ,4002 Cs = 0,8325 0, <0, Log-Person Tipe Cs 0 0, > 0 III 4 Normal Cs = 0 0, Berdasarkan perbandingan hasil perhitungan dan syarat di atas, maka dapat dipilih jenis distribusi yang memenuhi syarat, yaitu Distribusi Gumbel Pengujian Kecocokan Jenis Sebaran Pengujian kecocokan sebaran berfungsi untuk menguji apakah sebaran yang dipilih dalam pembuatan duration curve cocok dengan sebaran empirisnya. Dalam hal ini menggunakan metode Chi-Kuadrat. Uji Chi-Kuadrat (uji kecocokan) diperlukan untuk mengetahui apakah data curah hujan yang ada sudah sesuai dengan jenis sebaran (distribusi) yang dipilih. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X 2 yang dihitung dengan rumus : Dimana : X 2 G O f E f = harga chi-kuadrat = jumlah sub kelompok = frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama = frekuensi yang diharapkan sesuai pembagian kelasnya Prosedur perhitungan chi-kuadrat adalah sebagai berikut : 1. Urutkan data pengamatan dari data yang besar ke data yang kecil atau sebaliknya. 2. Hitung jumlah kelas yang ada (k) = 1 + 3,322 log n. Dalam pembagian kelas disarankan agar masing-masing kelas terdapat empat buah data pengamatan. 3. Hitung nilai E f = jumlah data (n)/jumlah kelas (k).
19 55 4. Tentukan nilai O f untuk masing-masing kelas. 5. Hitung nilai X 2 untuk masing-masing kelas kemudian hitung nilai total X Nilai X 2 dari perhitungan harus lebih kecil dari nilai X 2 dari tabel untuk derajat nyata tertentu yang sering diambil sebesar 5 % dengan parameter derajat kebebasan. Rumus Derajat Kebebasan : dk = k - R -1 dimana : dk = derajat kebebasan k = jumlah kelas R =banyaknya keterikatan (nilai R = 2 untuk distribusi normal dan binomial, nilai R = 1 untuk distribusi poisson dan gumbel). Perhitungan Chi-kuadrat : 1. Jumlah kelas (k) = 1 + 3,322 log n = 1 + 3,322 log 11 = 4,459 diambil nilai 4 kelas 2. Derajat kebebasan (dk) = k - R - 1 = = 2 Untuk dk = 2, signifikan (α) = 5 %, maka dari tabel uji chi-kuadrat didapat harga X 2 = 5,991. Tabel uji Chi-Kuadrat dapat dilihat pada lampiran laporan ini. 3. E f = n / k = 11 / 4 = 2,75 4. D x = (X max X min ) / (k-1) = (139 60) / (4 1) = 26, X awal = X min (0,5 x D x ) = 60 (0,5 x 26,333) = 46,834
20 56 Tabel 4.7 Tabel perhitungan X 2 No Nilai Batasan O f E f (O f- - E f ) 2 (O f- - E f ) 2 / E f 1 46,834 X 73, ,75 0,0625 0, ,167 X 99,5 4 2,75 1,5625 0, ,5 X 125, ,75 3,0625 1, ,8333 X 152, ,75 0,0625 0,0227 Jumlah 1,7 Dari hasil perhitungan di atas didapat nilai X2 sebesar 4,4 yang kurang dari nilai X2 pada tabel uji Chi-Kuadrat yang besarnya adalah 5,991. Maka dari pengujian kecocokan penyebaran Distribusi Gumbel dapat diterima. Sebelum melakukan perhitungan debit rencana, terlebih dahulu dicari kemungkinan curah hujan maksimum. Metode yang digunakan dalam oerhitungan curah hujan maksimum adalah Metode Gumbel. Rumus : Dimana : X t S S n Y t Y n = curah hujan rencana dengan periode ulang t tahun (mm) = curah hujan rata-rata (mm) = standar deviasi (deviation standard) = deviation standard of reduced variate = reduced variate = mean of reduced variate Nilai Yn dan Sn didapat dari tabel hubungan Mean of Reduced Variate (Yn) dan Standard Deviation of The Reduce Variate (Sn) sesuai dengan jumlah tahun pengamatan (n). Sedangkan nilai Yt didapat dari tabel hubungan periode ulang (T) dengan Reduced Variate (Yt). Kedua tabel akan disertakan dalam lampiran laporan ini. Berikut ini adalah salah satu perhitungan curah hujan harian maksimum dengan menggunakan metode Gumbel pada periode ulang 2 tahun. Data : = 92,182 mm S = 31,109
21 57 Yt = 0,3665 Yn = 0,4592 Sn = 0,9676 Curah hujan maksimum : Untuk hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini : Tabel 4.8 Perhitungan Hujan Maksimum Periode Ulang ϒT K Xr Sx Xt (mm) Kurva IDF Setelah didapat hasil perhitungan curah hujan harian maksimum pada periode ulang tertentu, selanjutnya dapat dibuat kurva IDF (Intensity Duration Frequency) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.1. Hasil yang diperoleh semakin besar periode ulang menghasilkan intensitas hujan rancangan yang semakin besar, sehingga jika pembuatan sumur resapan menggunakan periode ulang yang besar maka menghasilkan sumur resapan yang lebih dalam. Kondisi ini berbanding terbalik dengan durasi hujan, semakin lama durasi hujan menghasilkan intensitas hujan rendah, sedangkan semakin pendek durasi hujan maka nilai intensitas hujan akan semakin tinggi, karena biasanya hujan deras berlangsung pada waktu singkat sehingga konsentrasi hujan yang tinggi terdapat pada awal terjadinya hujan, kemudian intensitas hujan akan melemah hingga kadang berhenti.
22 Gambar4.14 Kurva IDF Hubungan Antara Intensitas Hujan (mm/jam) dengan Durasi (menit) 58
23 Luas Atap Karena desain sumur resapan yang dihitung adalah untuk umum, maka untuk luas atap yang digunakan adalah luas atap pemukiman pada umumnya berkisar dari m Permeabilitas Tanah Data permeabilitas tanah yang didapat menunjukkan nilai permeabilitas (K) sedang yaitu 7,14x10-6 m/s dengan kecenderungan tanah lanau Debit Rencana Debit rencana menggunakan intensitas hujan selama 1 jam, karena diperkirkan lama hujan yang paling dominan di daerah penelitian memiliki durasi hujan 1 jam. Untuk nilai koefisien limpasan yang dipakai (Mc Gueen, 1989 dalam Indramaya, 2013) untuk atap bangunan koefisien aliran digunakan sebesar 0,70 0,95, sedangkan dalam perhitungan debit rencan koefisien yang digunakan adalah sebesar 0,8. Untuk perhitungan debit rencana selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini. Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Debit Rencana Luas Atap Q pada Periode Ulang (m 3 /s) (m 2 ) Dari perhitungan debit rencana yang dilakukan menunjukan bahwa semakin besar luas atap menghasilkan debit rencana yang semakin besar. Dan dengan periode ulang yang ditentukan semakin besar menghasilkan debit rencana yang semakin besar pula. Sehingga dapaat ditarik kesimpulan bahwa periode ulang mempengaruhi
24 60 debit masukan pada luas atap yang besarnya sama, yang disebabkan oleh semakin besarnya intensitas hujan yang dipengaruhi oleh besarnya periode ulang yang ditentukan Kedalaman Sumur Resapan Nilai kedalaman sumur resapan dapat dihitung dengan menggunakan rumus Sunjoto (1991), yaitu : Faktor geometrik (F) yang digunakan dalam penelitian adalah 2πR dengan jari-jari yang ditentukan adalah 1 m karena sumur resapan yang digunakan berbentuk persegi. Contoh perhitungan dengan rumus di atas dapat dilihat seperti berikut : Untuk hasil perhittungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.6 dibawah ini. Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Kedalaman Sumur Resapan Kedalaman (m) dalam berbagai periode ulang Luas Atap (tahun) (m 2 ) ,44 0,62 0,75 0,90 1,01 1, ,76 1,07 1,28 1,54 1,74 1, ,95 1,34 1,60 1,93 2,17 2, ,26 1,79 2,13 2,57 2,89 3, ,47 2,08 2,49 3,00 3,38 3, ,68 2,38 2,84 3,43 3,86 4, ,10 2,98 3,55 4,28 4,82 5,36 Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.6, dapat dilihat bahwa semakin besar luas atap bangunan maka kedalaman sumur resapan yang dibutuhkan juga akan mengalami peningkatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa antara luas atap bangunan dengan kedalaman sumur resapan memiliki hubungan yang linier.
25 61 Semakin besar luas atap bangunan dan intensitas hujan, akan mempengaruhi debit rencana (Q). Selain itu, setiap semakin besar nilai periode ulang terjadi peningkatan nilai kedalaman sumur resapan.sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara periode ulang yang digunakan dengan kedalaman sumur resapan Volume Sumur Resapan Perhitungan volume sumur resapan mementukan kapasitas maksimum air yang dapat ditampung.hasil perhitungan volume sumur resapan adalah sebagai berikut. Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Volume Air Pada Sumur Resapan Luas Atap Jari-jari Volume (lt) pada berbagai periode ulang (tahun) (m2) sumur (m) Semakin besar luas atap bangunan maka volume sumur resapan yang semakin besar, sehingga kapasitas air yang dapat ditampung pun semakin besar. Volume air hujan yang terbesar yang dapat ditampung terdapat pada luas atap 100 m 2 dengan kedalaman sumur resapan yang paling dalam.
26 62 PIPA SALURAN DARI ATAP D=110 MM PLAT BETON T=10 CM DINDING PASANGAN BATA TANPA PLESTER TEBAL 1/2 BATA 3000 IJUK LAPISAN BATU PECAH UKURAN 20 CM SATUAN DALAM MM POTONGAN SUMUR RESAPAN SKALA 1 : 10 Gambar 4.15 Contoh Desain Sumur Resapan pada Luas Atap 70 m 2 dengan Periode Ulang 25 Tahun (Sumber : Hasil Analisis, 2014) Konstruksi sumur resapan dibuat sesuai dengan petunjuk teknis SNI Nomor , antara lain : 1. Ukuran pipa masuk diameter 110 mm 2. Dinding menggunakan susunan pasangan batu bata dari campuran spesi 1 semen : 4 pasir tanpa plester, tebal ½ bata. 3. Dasar sumur diisi dengan ijuk dan batu pecah setebal 20 cm seragam 4. Penutup sumur resapan dari plat beton tebal 10 cm dengan campuran 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil. Penggunaan batu bata pada dinding sumur resapan dapat dibuat kedap air untuk meneruskan air hujan hujan yang masuk ke dasar tanah saja, atau dapat diberi lubang-lubang kecil pada pada dinding untuk meresapkan air hujan ke samping (luar dinding).lubang sumur resapan dikosongkan dengan maksud agar air hujan yang masuk dapat ditampung dengan optimal.untuk dasar sumur resapan diberi batu pecah 20 cm seragam sebagai media pemecah energi saat air masuk ke dalam sumur. Untuk desain sumur resapan yang kedalamannya lebih dari 3 m seperti pada luas atap 80 m m 2 (pada periode ulang 25 tahun) perlu dibuat sumur resapan paralel karena sumur resapan yang paling efektif adalah memiliki kedalaman maksimal 3 m.
27 63 Luas Atap 70 m 2 Sumur Air Bersih 3 m 1 m Septic Tank 5 m Sumur Resapan Gambar 4.16 Contoh Desain Sumur Resapan pada Luas Atap 70 m 2 dengan Periode Ulang 25 Tahun dengan Jarak Minimum Terhadap Bangunan Lain (Sumber : Hasil Analisis, 2014) Dalam Gambar 4.16 dijelaskan letak sumur resapan yang diatur sesuai dengan SNI Nomor tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan. Pada standar tersebut menetapkan jarak minimum antar sumur resapan dengan bangunan lainnya, antara lain terhadap sumur air bersih minimum berjarak 3 m, terhadap sumur resapan tangki septik minimum 5 m dan terhadap pondasi bangunan atau pagar rumah berjarak minimum 1 m Perbandingan Rancangan Dimensi Sumur Resapan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian Ini Pada subbab ini akan ditunjukkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Werdiningsih yang berjudul Rancangan Dimensi Sumur Resapan Untuk Konservasi Airtanah Di Kompleks Tambakbayan, Sleman DIY didapatkan
28 64 dimensi sumur resapan dengan nilai permeabilitas tanah sebesar 8,4x10-5 m/s adalah seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut ini. Tabel 4.12 Kedalaman Sumur Resapan Di Kompleks Tambakbayan, Sleman (Sumber:Werdiningsih, 2012) Kedalaman (m) dalam berbagai Luas Atap (m 2 periode ulang (tahun) ) ,3 1,4 1,5 1, ,4 1,6 1,7 1, ,6 1,8 1,9 2, ,9 2,1 2,3 2, ,1 2,3 2,6 2, ,4 2,7 3,0 3, ,8 3,1 3,4 3,8 Adapun hasil dari penelitian pada laporan didapatkan dimensi sumur resapan dengan nilai permeabilitas tanah sebesar 7,14x10-6 m/s adalah seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut ini. Tabel 4.13 Hasil Analisis Sumur Resapan Luas Atap (m 2 ) Kedalaman (m) dalam berbagai periode ulang (tahun) ,44 0,62 0,75 0,90 1,01 1, ,76 1,07 1,28 1,54 1,74 1, ,95 1,34 1,60 1,93 2,17 2, ,26 1,79 2,13 2,57 2,89 3, ,47 2,08 2,49 3,00 3,38 3, ,68 2,38 2,84 3,43 3,86 4, ,10 2,98 3,55 4,28 4,82 5,36 Sehingga dapat disimpulkan perbedaan hasil yang disajikan pada Tabel 4.13 seperti berikut ini.
29 Tabel 4.14 Perbandingan Hasil Analisis Kedalaman Sumur Resapan Penelitian Sebelumnya dan Penelitian Ini No. Periode Ulang (tahun) Werdiningsih, 2012 Intan, 2014 Kelas Atap (m 2 ) Kelas Atap (m 2 ) ,44 0,76 0,95 1,26 1,47 1,68 2, ,3 1,4 1,6 1,9 2,1 2,4 2,8 0,62 1,07 1,34 1,79 2,08 2,38 2, ,4 1,6 1,8 2,1 2,3 2,7 2,8 0,75 1,28 1,6 2,13 2,49 2,84 3, ,5 1,7 1,9 2,3 2,6 3 3, ,9 1,54 1,93 2,57 3 3,43 4, ,7 1,9 2,1 2,5 2,8 3,3 3,8 1,01 1,74 2,17 2,89 3,38 3,86 4, ,13 1,93 2,41 3,22 3,75 4,29 5,36 65
30 66 Dari Tabel 4.13, dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian sebelumnya yang berlokasi di Tambakbayan dengan nilai permeabilitas tanah sebesar 8,4x10-5 m/s membutuhkan dimensi sumur resapan yang lebih dalam untuk kelas atap dan periode ulang yang sama. Hasil penelitian ini yang berlokasi di Cengkareng menunjukkan bahwa dengan nilai permeabilitas tanah sebesar 7,14x10-6 m/s didapatkan dimensi kedalaman sumur resapan yang lebih rendah untuk kelas atap dan periode ulang yang sama. Sehingga, dari hasil tersebut diperoleh bahwa semakin tinggi permeabilitas tanah (K), semakin dalam pula sumur resapan yang dibutuhkan.
DESAIN SUMUR RESAPAN BERDASARKAN KUALITAS DAN KUANTITAS AIRTANAH DI DAERAH CENGKARENG
DESAIN SUMUR RESAPAN BERDASARKAN KUALITAS DAN KUANTITAS AIRTANAH DI DAERAH CENGKARENG Dara Intan Cahyaningsih Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Bina Nusantara, Jl. K.H. Syahdan No. 9 Kemanggisan,
Lebih terperinciBAB V ANALISA DATA. Analisa Data
BAB V ANALISA DATA 5.1 UMUM Analisa data terhadap perencanaan jaringan drainase sub sistem terdiri dari beberapa tahapan untuk mencapai suatu hasil yang optimal. Sebelum tahapan analisa dilakukan, terlebih
Lebih terperinciAnalisa Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan
Analisa Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri Norma Puspita, ST.MT Sistem hidrologi terkadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang luar biasa, seperti
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Stasiun Pengamat Hujan Untuk melakukan analisa ini digunakan data curah hujan harian maksimum untuk tiap stasiun pengamat hujan yang akan digunakan dalam analisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah drainase kota sudah menjadi permasalahan utama pada daerah perkotaan. Masalah tersebut sering terjadi terutama pada kota-kota yang sudah dan sedang berkembang
Lebih terperinciANALISIS REDUKSI LIMPASAN HUJAN MENGGUNAKAN METODE RASIONAL DI KAMPUS I UNVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
ANALISIS REDUKSI LIMPASAN HUJAN MENGGUNAKAN METODE RASIONAL DI KAMPUS I UNVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO Arkham Fajar Yulian, Teguh Marhendi, Amris Azizi* Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. muka air di tempat tersebut turun atau berkurang sampai batas yang diinginkan.
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Analisis Data Curah Hujan Drainase adalah ilmu atau cara untuk mengalirkan air dari suatu tempat, baik yang ada dipermukaan tanah ataupun air yang berada di dalam lapisan tanah, sehingga
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HIDROLOGI
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Tinjauan Umum Dalam menganalisistinggi muka air sungai, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data-data. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan stabilitas
Lebih terperinciBAB IV ANALISA. membahas langkah untuk menentukan debit banjir rencana. Langkahlangkah
BAB IV ANALISA 4.1 Analisa Hidrologi Sebelum melakukan analisis hidrologi, terlebih dahulu menentukan stasiun hujan, data hujan, dan luas daerah tangkapan. Dalam analisis hidrologi akan membahas langkah
Lebih terperinciTATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN
Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2009 Tanggal : 15 April 2009 TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN I. Pendahuluan Dalam siklus hidrologi, air hujan jatuh ke permukaan bumi,
Lebih terperinciPasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMANFAATAN AIR HUJAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa air hujan merupakan sumber air yang dapat dimanfaatkan
Lebih terperinciKAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN
Spectra Nomor 11 Volume VI Januari 008: 8-1 KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Ibnu Hidayat P.J. Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian
Lebih terperinciRANCANGAN DIMENSI SUMUR RESAPAN DI KELURAHAN MINOMARTANI, KECAMATAN NGAGLIK, KABUPATEN SLEMAN. Nur Wiryanti Sih Antomo
RANCANGAN DIMENSI SUMUR RESAPAN DI KELURAHAN MINOMARTANI, KECAMATAN NGAGLIK, KABUPATEN SLEMAN Nur Wiryanti Sih Antomo nurwiryantigeo@gmail.com Slamet Suprayogi slametsuprayogi@yahoo.com Abstract The purpose
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini menggunakan tinjauan pustaka dari penelitian-penelitian sebelumnya yang telah diterbitkan, dan dari buku-buku atau artikel-artikel yang ditulis para peneliti sebagai
Lebih terperinciBAB IV ANALISA HIDROLOGI
BAB IV ANALISA HIDROLOGI 4.1. Diagram Alir M U L A I Data Curah Hujan N = 15 tahun Pemilihan Jenis Sebaran Menentukan Curah Hujan Rencana Uji Kecocokan Data - Chi Kuadrat - Smirnov Kolmogorov Intensitas
Lebih terperinciSOLUSI MENGATASI BANJIR DAN MENURUNNYA PERMUKAAN AIR TANAH PADA KAWASAN PERUMAHAN
SOLUSI MENGATASI BANJIR DAN MENURUNNYA PERMUKAAN AIR TANAH PADA KAWASAN PERUMAHAN Oleh: Rachmat Mulyana P 062030031 E-mail : rachmatm2003@yahoo.com Abstrak Banjir dan menurunnya permukaan air tanah banyak
Lebih terperinciSTUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN
STUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN Sugeng Sutikno 1, Mutia Sophiani 2 1 Staf Pengajar pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Subang 2 Alumni
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DATA CURAH HUJAN
BAB IV ANALISA DATA CURAH HUJAN 4.1 Tinjauan Umum Dalam menganalisis tinggi muka air sungai, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data. Data tersebut digunakan sebagai perhitungan stabilitas maupun
Lebih terperinciRANCANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN SEBAGAI SALAH SATU USAHA KONSERVASI AIR TANAH DI PERUMAHAN DAYU BARU KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
RANCANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN SEBAGAI SALAH SATU USAHA KONSERVASI AIR TANAH DI PERUMAHAN DAYU BARU KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Eka Ayu Indramaya indramaya.eka@gmail.com Ig. L. Setyawan
Lebih terperinciBAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON
BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan
Lebih terperinciBAB III METODE ANALISIS
BAB III Bab III Metode Analisis METODE ANALISIS 3.1 Dasar-dasar Perencanaan Drainase Di dalam pemilihan teknologi drainase, sebaiknya menggunakan teknologi sederhana yang dapat di pertanggung jawabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rencana pengembangan kawasan pantai selatan Pulau Jawa yang membentang dari Jawa Timur sampai Jawa Barat, tentu akan memberi dampak perkembangan penduduk di daerah-daerah
Lebih terperinciRANCANGAN SUMUR RESAPAN SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN ALIRAN LIMPASAN DI PERUMAHAN GRIYA TAMAN ASRI KABUPATEN SLEMAN
RANCANGAN SUMUR RESAPAN SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN ALIRAN LIMPASAN DI PERUMAHAN GRIYA TAMAN ASRI KABUPATEN SLEMAN Agung Hidayat agunghidayat@mail.com Slamet Suprayogi ssuprayogi@mail.ugm.ac.id Abstract
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kimia airtanah menunjukkan proses yang mempengaruhi airtanah. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen. Nitrat merupakan salah
Lebih terperinciANALISA CURAH HUJAN DALAM MEBUAT KURVA INTENSITY DURATION FREQUENCY (IDF) PADA DAS BEKASI. Elma Yulius 1)
1 ANALISA CURAH HUJAN DALAM MEBUAT KURVA INTENSITY DURATION FREQUENCY (IDF) PADA DAS BEKASI Elma Yulius 1) 1) Program Studi Teknik Sipil, Universitas Islam 45 Bekasi E-mail: elmayulius@gmail.com ABSTRAK
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Hidrologi Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau Science de la Terre) yang secara khusus mempelajari tentang siklus hidrologi atau siklus air
Lebih terperinciPOTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA
POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA Imam Fajri D. 1, Mohamad Sakur 1, Wahyu Wilopo 2 1Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciKONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG
KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI
Lebih terperinciTEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN
TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN Oleh Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair Direktorat Teknologi Lingkungan, Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material dan
Lebih terperinciTata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan
Pt T-22-2000-C PETUNJUK TEKNIS Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH 1 KATA PENGANTAR Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air
Lebih terperinciRt Xt ...(2) ...(3) Untuk durasi 0 t 1jam
EVALUASI DAN PERENCANAAN DRAINASE DI JALAN SOEKARNO HATTA MALANG Muhammad Faisal, Alwafi Pujiraharjo, Indradi Wijatmiko Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Malang Jalan M.T Haryono
Lebih terperinciANALISA HIDROLOGI dan REDESAIN SALURAN PEMBUANG CILUTUNG HULU KECAMATAN CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA
ANALISA HIDROLOGI dan REDESAIN SALURAN PEMBUANG CILUTUNG HULU KECAMATAN CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA Ai Silvia Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Majalengka Email: silviahuzaiman@gmail.com
Lebih terperinciANALISA DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.6 Analisa Debit Limpasan Permukaan Analisa ini bertujuan untuk mengetahui debit air pada kawasan kampus Kijang, Universitas Bina Nusantara, Kemanggisan, Jakarta Barat, pada
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HIDROLOGI
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4. TINJAUAN UMUM Analisis hidrologi diperlukan untuk mengetahui karakteristik hidrologi daerah pengaliran sungai Serayu, terutama di lokasi Bangunan Pengendali Sedimen, yaitu
Lebih terperinciUCAPAN TERIMA KASIH. Denpasar, 26 Februari Penulis
ABSTRAK Sumur resapan air merupakan bangunan menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan dari atap atau lahan yang kedap air untuk meresap kedalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air bersih merupakan salah satu dari sarana dasar yang paling dibutuhkan oleh masyarakat.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air bersih merupakan salah satu dari sarana dasar yang paling dibutuhkan oleh masyarakat. Kebutuhan air bersih di daerah pedesaan dan pinggiran kota untuk
Lebih terperinciSISTEM DRAINASE PERKOTAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN
SISTEM DRAINASE PERKOTAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN Bambang Sudarmanto Dosen Tetap Jurusan Teknik Sipil Universitas Semarang (USM) Jl. Soekarno-Hatta Semarang Abstrak Sistem Drainase Perkotaan yang Berwawasan
Lebih terperinciASSALAMU'ALAIKUM WR. WB.
ASSALAMU'ALAIKUM WR. WB. PERENCANAAN DRAINASE KAWASAN STADION SURAJAYA KABUPATEN LAMONGAN OLEH: MAHASISWA : BRANI BIJAKSONO NRP: 3111 105 028 DOSEN PEMBIMBING : UMBORO LASMINTO, ST.MSc.Dr.Techn NIP: 19721202
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk, terutama manusia. Dua pertiga wilayah bumi terdiri dari lautan
Lebih terperinciBAB 2 KAJIAN PUSTAKA
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peil Banjir Peil Banjir adalah acuan ketinggian tanah untuk pembangunan perumahan/ pemukiman yang umumnya di daerah pedataran dan dipakai sebagai pedoman pembuatan jaringan drainase
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air
BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode Rasional di Kampus I Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Arkham Fajar Yulian (2015) dalam penelitiannya, Analisis Reduksi Limpasan Hujan Menggunakan Metode Rasional di Kampus
Lebih terperinciPROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010
TUGAS AKHIR ANALISA SISTEM DRAINASE UNTUK MENANGGULANGI BANJIR PADA KECAMATAN MEDAN SELAYANG DAN KECAMATAN MEDAN SUNGGAL ( Studi Kasus : Jl. Jamin Ginting, Jl. Dr. Mansyur dan Jl. Gatot Subroto ) FITHRIYAH
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMANFAATAN AIR HUJAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung
Lebih terperinciANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE
ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE Fasdarsyah Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh Abstrak Rangkaian data hujan sangat
Lebih terperinciDAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... ABSTRAK... PENGANTAR...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... ABSTRAK... PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR NOTASI
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HIDROLOGI
54 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 TINJAUAN UMUM Perencanaan bendungan Ketro ini memerlukan data hidrologi yang meliputi data curah hujan. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan maupun perencanaan
Lebih terperinciANALISIS EFEKTIFITAS KAPASITAS SALURAN DRAINASE DAN SODETAN DALAM MENGURANGI DEBIT BANJIR DI TUKAD TEBA HULU DAN TENGAH
ANALISIS EFEKTIFITAS KAPASITAS SALURAN DRAINASE DAN SODETAN DALAM MENGURANGI DEBIT BANJIR DI TUKAD TEBA HULU DAN TENGAH TUGAS AKHIR NYOMAN INDRA WARSADHI 0704105031 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciTugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat
BAB V ANALISIS DATA 5.1 Aliran dan Pencemaran Airtanah Aliran airtanah merupakan perantara yang memberikan pengaruh yang terus menerus terhadap lingkungan di sekelilingnya di dalam tanah (Toth, 1984).
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. adalah merupakan ibu kota dari Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Dalam RTRW
Bab IV Analisis Data dan Pembahasan BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 URAIAN UMUM Jalan Melong merupakan salah satu Jalan yang berada di Kecamatan Cimahi Selatan yang berbatasan dengan Kota Bandung. Kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah keadaan lingkungan. Salah satu komponen lingkungan. kebutuhan rumah tangga (Kusnaedi, 2010).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat di antaranya tingkat ekonomi, pendidikan, keadaan lingkungan, dan kehidupan sosial budaya. Faktor yang penting
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN AIR BAKU
BAB IV TINJAUAN AIR BAKU IV.1 Umum Air baku adalah air yang berasal dari suatu sumber air dan memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Sumber air baku dapat berasal dari air permukaan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI Bumi terdiri dari air, 97,5% adalah air laut, 1,75% adalah berbentuk es, 0,73% berada didaratan sebagai air sungai, air danau, air tanah, dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap
Lebih terperinciPerencanaan Sistem Drainase Stadion Batoro Katong Kabupaten Ponorogo
JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (04) -6 Perencanaan Sistem Drainase Stadion Batoro Katong Kabupaten Ponorogo Yusman Rusyda Habibie, Umboro Lasminto, Yang Ratri Savitri Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik
Lebih terperinciBAB III ANALISA HIDROLOGI
BAB III ANALISA HIDROLOGI 3.1 Data Curah Hujan Data curah hujan yang digunakan untuk analisa hidrologi adalah yang berpengaruh terhadap daerah irigasi atau daerah pengaliran Sungai Cimandiri adalah stasiun
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Judul... Lembar Pengesahan... Berita Acara Tugas Akhir... Lembar Persembahan... Kata Pengantar... Daftar Isi...
DAFTAR ISI Halaman Judul... Lembar Pengesahan... Berita Acara Tugas Akhir... Lembar Persembahan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... Abstrak... i ii iii iv vi viii xi xii
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Hidrologi Hidrologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sistem kejadian air di atas pada permukaan dan di dalam tanah. Definisi tersebut terbatas pada hidrologi
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci : Tukad Unda, Hidrgraf Satuan Sintetik (HSS), HSS Nakayasu, HSS Snyder
ABSTRAK Tukad Unda adalah adalah sungai yang daerah aliran sungainya mencakup wilayah Kabupaten Karangasem di bagian hulunya, Kabupaten Klungkung di bagian hilirnya. Pada Tukad Unda terjadi banjir yang
Lebih terperinciDRAINASE PERKOTAAN SUMUR RESAPAN
DAINASE PEKOTAAN SUMU ESAPAN Novitasari,ST.,MT. TIK Mampu merancang sistem drainase sumur resapan P E N G G A N T A Konsep dasar sumur resapan pada hakekatnya adalah memberikan kesempatan dan jalan pada
Lebih terperinciPeta Sistem Drainase Saluran Rungkut Medokan
Latar Belakang Saluran Rungkut Medokan adalah salah satu saluran sekunder yang ada di Surabaya. Ada 6 saluran sekunder yaitu Rungkut Asri, Rungkut Asri Utara, Rungkut Medokan, Rungkut Asri Timur, Medokan
Lebih terperinciDemikian semoga tulisan ini dapat bermanfaat, bagi kami pada khususnya dan pada para pembaca pada umumnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas besar Mata Kuliah Rekayasa Hidrologi SI-2231. Tugas besar ini dimaksudkan
Lebih terperinciPEMETAAN POTENSI AREA RESAPAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TAMBAKBAYAN HULU MENGGUNAKAN SOFTWARE ARCGIS 10.1
PEMETAAN POTENSI AREA RESAPAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TAMBAKBAYAN HULU MENGGUNAKAN SOFTWARE ARCGIS 10.1 Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Universitas Atma Jaya
Lebih terperinciBAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA
BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
digilib.uns.ac.id 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.5. Gambaran Umum Lokasi Studi Gambar 4.1. Lokasi Studi Kelurahan Jagalan merupakan salah satu kelurahan yang cukup padat dengan jumlah penduduk pada tahun
Lebih terperinciKAJIAN KUALITAS AIR UNTUK AKTIFITAS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KRUENG ACEH Susi Chairani 1), Siti Mechram 2), Muhammad Shilahuddin 3) Program Studi Teknik Pertanian 1,2,3) Fakultas Pertanian, Universitas
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Uraian Umum Sesuai dengan program pengembangan sumber daya air di Sulawesi Utara khususnya di Gorontalo, sebuah fasilitas listrik akan dikembangkan di daerah ini. Daerah
Lebih terperinciKATA PENGANTAR Analisis Saluran Drainase Primer pada Sistem Pembuangan Sungai/Tukad Mati
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, Karena berkat anugerah dan rahmat- Nya, saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul Analisis Saluran Drainase Primer pada Sistem Pembuangan Sungai/Tukad
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA 4.1 Tinjauan Umum Dalam merencanakan normalisasi sungai, analisis yang penting perlu ditinjau adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air merupakan komponen utama makhluk hidup dan mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Dublin,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN ANALISIS
BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Pengolahan Data Hidrologi 4.1.1 Data Curah Hujan Data curah hujan adalah data yang digunakan dalam merencanakan debit banjir. Data curah hujan dapat diambil melalui pengamatan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Resapan Air Daerah resapan air adalah daerah masuknya air dari permukaan tanah ke dalam zona jenuh air sehingga membentuk suatu aliran air tanah yang mengalir ke daerah yang lebih
Lebih terperinciWidia Prima Mulyana 1, Sulwan Permana 2, Ida Farida 2
Pengaruh Curah Hujan Harian terhadap Ketersediaan Air pada Perencanaan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) Sungai Cisanggiri Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut Widia Prima Mulyana 1,
Lebih terperinciTINJAUAN PERENCANAAN DRAINASE KALI GAJAH PUTIH KODIA SURAKARTA
TINJAUAN PERENCANAAN DRAINASE KALI GAJAH PUTIH KODIA SURAKARTA TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada program D-III Teknik Sipil Infrastruktur Perkotaan Jurusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya, mengakibatkan makin berkurangnya daerah resapan air hujan, karena meningkatnya luas daerah yang ditutupi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Menurut Dr.Ir. Suripin, M.Eng. (2004;7) drainase mempunyai arti
BAB II DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan
Lebih terperinciACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR... iii ABTRAK... iv ABSTRACT... v MOTTO DAN PERSEMBAHAN... vi KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR...
Lebih terperinciMENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH
DRAINASI PERKOTAAN NOVRIANTI, MT. MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH DRAINASI GABUNGAN DRAINASI
Lebih terperinciPerencanaan Penerapan Sistem Drainase Berwawasan Lingkungan (Eko-Drainase) Menggunakan Sumur Resapan di Kawasan Rungkut
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-16 Perencanaan Penerapan Sistem Drainase Berwawasan Lingkungan (Eko-Drainase) Menggunakan Sumur Resapan di Kawasan Rungkut Dea
Lebih terperinciBAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR
BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR 4.1 Sistem Panas Bumi Secara Umum Menurut Hochstein dan Browne (2000), sistem panas bumi adalah istilah umum yang menggambarkan transfer panas alami pada volume
Lebih terperinciPETUNJUK TEKNIS TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM
PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang lingkup Tata cara ini memuat pengertian dan ketentuan umum dan teknis dan cara
Lebih terperinciPERENCANAAN SISTEM DRAINASE PADA RENCANA KAWASAN INDUSTRI DELI SERDANG DI KECAMATAN MEDAN AMPLAS M. HARRY YUSUF
PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PADA RENCANA KAWASAN INDUSTRI DELI SERDANG DI KECAMATAN MEDAN AMPLAS TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memenuhi ujian sarjana Teknik
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA
4 BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA Dalam penyusunan Tugas Akhir ini ada beberapa langkah untuk menganalisis dan mengolah data dari awal perencanaan sampai selesai. 3.1.1 Permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat
Lebih terperinciPerencanaan Sistem Drainase Apartemen De Papilio Tamansari Surabaya
1 Perencanaan Sistem Drainase Apartemen De Papilio Tamansari Surabaya Agil Hijriansyah, Umboro Lasminto, Yang Ratri Savitri Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi
Lebih terperinciDAFTAR ISI.. KATA PENGANTAR i DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN..
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN.. ii v vi ix xi BAB I PENDAHULUAN.. 1 1.1. LATAR BELAKANG. 1 1.2. IDENTIFIKASI MASALAH.. 3 1.3. RUMUSAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Secara struktural
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tersedianya sarana maupun fasilitas kepentingan umum yang layak dan memadai, merupakan salah satu wujud dari keberhasilan program pembangunan. Fasilitas kepentingan
Lebih terperinciBAB IV GEOKIMIA AIR PANAS
4.1 Tinjauan Umum. BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS Salah satu jenis manifestasi permukaan dari sistem panas bumi adalah mata air panas. Berdasarkan temperatur air panas di permukaan, mata air panas dapat dibedakan
Lebih terperinciPERENCANAAN SISTEM DRAINASE SEGOROMADU 2 GRESIK
PERENCANAAN SISTEM DRAINASE SEGOROMADU 2 GRESIK VIRDA ILLYINAWATI 3110100028 DOSEN PEMBIMBING: PROF. Dr. Ir. NADJAJI ANWAR, Msc YANG RATRI SAVITRI ST, MT JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN
Lebih terperinciKUALITAS BATA BETON DARI BAHAN PASIR KALIJALI DENGAN CAMPURAN SEMEN PADA BERBAGAI VARIASI CAMPURAN LEBIH DARI 28 HARI
KUALITAS BATA BETON DARI BAHAN PASIR KALIJALI DENGAN CAMPURAN SEMEN PADA BERBAGAI VARIASI CAMPURAN LEBIH DARI 28 HARI Ukiman 1), Setio Utomo 1), Supardjo 1), Imam Nurhadi 1), Pentardi Rahardjo 1) 1) Staf
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian Penelitian biofiltrasi ini targetnya adalah dapat meningkatkan kualitas air baku IPA Taman Kota Sehingga masuk baku mutu Pergub 582 tahun 1995 golongan B yakni
Lebih terperinciBuletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 1 April 2012 : 1-8
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 1 April 2012 : 1-8 KAJIAN KUANTITAS DAN KUALITAS AIR TANAH DI CEKUNGAN AIR TANAH BANDUNG-SOREANG TAHUN 2007-2009 (STUDY ON
Lebih terperinciCurah Hujan dan Reboisasi (Penghijauan Hutan Kembali) 6
DAFTAR ISI Halaman HALAMANJUDUL i LEMBAR PENGESAHAN ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL INTISARI v ix x xi BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ] 1.2 Rumusan Masalah 3 1.3 Tujuan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Hidrologi Intensitas hujan adalah tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda, tergantung dari lamanya curah
Lebih terperinciPERENCANAAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN (BPS) DI HULU WADUK MRICA SUNGAI SERAYU KABUPATEN WONOSOBO
HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN (BPS) DI HULU WADUK MRICA SUNGAI SERAYU KABUPATEN WONOSOBO Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DATA. = reduced mean yang besarnya tergantung pada jumlah tahun pengamatan. = Standard deviation dari data pengamatan σ =
BAB IV ANALISA DATA 4.1 ANALISA HIDROLOGI Dalam menganalisa data curah hujan, stasiun yang digunakan adalah stasiun yang berada dekat dengan DAS Sugutamu, yaitu stasiun Pancoran Mas yang berbatasan dengan
Lebih terperinciTUGAS AKHIR ANALISIS DEBIT BANJIR DAS ASAM DI KOTA JAMBI
TUGAS AKHIR ANALISIS DEBIT BANJIR DAS ASAM DI KOTA JAMBI Disusun dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Persyaratan Program Sarjana Teknik Sipil oleh: Adhi Wicaksono 10.12.0021 Ardhian E. P. 10.12.0027 PROGRAM
Lebih terperinciBAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI
BAB V 5.1 DATA CURAH HUJAN MAKSIMUM Tabel 5.1 Data Hujan Harian Maksimum Sta Karanganyar Wanadadi Karangrejo Tugu AR Kr.Kobar Bukateja Serang No 27b 60 23 35 64 55 23a Thn (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan satu-satunya tanaman pangan yang dapat tumbuh pada tanah yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan air permukaan dalam hal ini air sungai untuk irigasi merupakan salah satu diantara berbagai alternatif pemanfaatan air. Dengan penggunaan dan kualitas air
Lebih terperinci