ANALISIS SPASIAL DAERAH PENANGKAPAN IKAN TUNA KAPAL PSP 01 DI PERAIRAN SELATAN JAWA BARAT RD. LADIA INIZIANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SPASIAL DAERAH PENANGKAPAN IKAN TUNA KAPAL PSP 01 DI PERAIRAN SELATAN JAWA BARAT RD. LADIA INIZIANTI"

Transkripsi

1 ANALISIS SPASIAL DAERAH PENANGKAPAN IKAN TUNA KAPAL PSP 01 DI PERAIRAN SELATAN JAWA BARAT RD. LADIA INIZIANTI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Spasial Daerah Penangkapan Ikan Tuna Kapal PSP 01 di Perairan Selatan Jawa Barat adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2010 Rd. Ladia Inizianti

3 ABSTRAK RD. LADIA INIZIANTI, C Analisis Spasial Daerah Penangkapan Ikan Tuna Kapal PSP 01 di Perairan Selatan Jawa Barat. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO dan RONNY IRAWAN WAHJU. Perairan Teluk Palabuhanratu merupakan salah satu daerah perikanan di selatan Jawa Barat yang memiliki beberapa keunggulan berupa sumberdaya ikan yang melimpah, diantaranya adalah ikan tuna. Kapal PSP 01 merupakan salah satu kapal perikanan yang beroperasi di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu dan mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Palabuhanratu. Alat tangkap yang digunakan oleh kapal PSP 01 dikelompokkan ke dalam alat tangkap multi gear. Penelitian ini bertujuan untuk menduga kecenderungan hasil tangkapan per satuan usaha (CPUE) ikan Tuna di perairan selatan Jawa berdasarkan data hasil tangkapan Kapal PSP 01 serta memetakan daerah penangkapan ikan tuna bulanan dan tahunan hasil operasi penangkapan ikan Kapal PSP 01 berdasarkan total produksi per trip. Analisis data dilakukan dengan analisis spasial untuk memetakan daerah penangkapan ikan tuna berdasarkan total produksi per trip serta studi kasus untuk menganalisa kecenderungan produksi hasil tangkapan ikan tuna Kapal PSP 01 dengan menggunakan nilai hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (CPUE). Hasil analisis diperoleh bahwa nilai CPUE untuk keseluruhan hasil tangkapan ikan tuna Kapal PSP 01 cenderung menurun setiap tahunnya, dengan nilai CPUE tertinggi didapat pada tahun 2008 yaitu sebesar 378,33 kg/trip, sementara daerah penangkapan ikan tuna oleh Kapal PSP 01 mayoritas terdapat pada wilayah II (07 o LS 08 o 30 LS dan 106 o 107 o BT) dimana pada wilayah tersebut merupakan wilayah pemasangan rumpon. Hasil tuna tertinggi terdapat pada bulan Juli tahun 2008 yaitu pada wilayah II dengan posisi 08 o 01 LS 106 o 15 BT dengan total produksi kg Kata kunci: analisis spasial, ikan tuna, Kapal PSP 01.

4 Hak cipta IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

5 ANALISIS SPASIAL DAERAH PENANGKAPAN IKAN TUNA KAPAL PSP 01 DI PERAIRAN SELATAN JAWA BARAT RD. LADIA INIZIANTI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

6 Judul Skripsi Nama Mahasiswa NRP Mayor : Analisis Spasial Daerah Penangkapan Ikan Tuna Kapal PSP 01 di Perairan Selatan Jawa Barat : Rd. Ladia Inizianti : C : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Ketua, Disetujui : Komisi Pembimbing Anggota, Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si. Ir. Ronny Irawan Wahju, M. Phil. NIP: NIP: Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP: Tanggal Lulus: 16 Juli 2010

7 KATA PENGANTAR Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah analisis spasial daerah penangkapan ikan, dengan judul Analisis Spasial Daerah Penangkapan Ikan Tuna Kapal PSP 01 di Perairan Selatan Jawa Barat yang dilaksanakan pada bulan Januari-Februari Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si dan Ir. Ronny Irawan Wahju, M. Phil. selaku pembimbing yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga hasil penelitian dalam bentuk skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan di kemudian hari. Bogor, Juli 2010 Rd. Ladia Inizianti

8 UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan penulis kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si. sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini; 2. Bapak Ir. Ronny Irawan Wahju, M. Phil. sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini; 3. Bapak Ir. Muhammad Imron, M.Si sebagai Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan; 4. Bapak Ir. Zulkarnain, M.Si sebagai penguji tamu pada sidang ujian skripsi; 5. Ayahanda (Ir. Rd. Imawan Dradjatkusuma), Ibunda (Dra. Rt. Lia Yuliani), kakak (Rd. Lasmaditya Ikhwalfebriant) dan adik tercinta (Rd. Ladityarsa Ilyankusuma) yang telah memberikan dorongan, dukungan serta doanya kepada penulis; 6. Kang Arik dan bapak-bapak nelayan Kapal PSP 01 lainnya yang telah membantu memberikan data-data dan informasi dalam penelitian ini; 7. Staf Kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu yang telah memberikan data-data dan informasi dalam penelitian ini; 8. Sahabat-sahabat (Radit, Lala, Nene, Uty, Viona, Sarah, Marsya, Yuri, Fariza, Adit, Ncek, Gini, Rachman, Maria, Ranisya, Gita, Borries, Deni, Ihsan, Sumintong, Dewi, Icha, Meita, Chico, Azie, Utami) yang selalu membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan pendidikannya; 9. Seluruh civitas PSP 43 (Miaw, Ikeu, Qbee, Kimul, Mertha, Riri, Bayu, Dedi, Iki, Caesar, Dae, Ibay, Ratih, Septa, Septi, Anggi, Ari, Troy, Sistem, Chumz, Shinta, Seli, Firman, Ina, Alvi, Refi, Pipih, Icha, Intan, Riema, Alin, Ami, Nanda, Esther, Enur, Ghea, Muklhlis, Fatra, Pa Haji, Indah, Hanief, Alvian, Rezki, Heru, Arief, yang telah memberikan kebersamaan yang tidak terlupakan; 10. Seluruh civitas, junior, dan senior PSP yang telah memberikan semangat;

9 11. Steven Syahrinaldi yang selalu membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini; 12. Pak Gigih dan Bu Vina (Tata Usaha PSP), Mba Yuni (Perpustakaan PSP), serta karyawan Makaira yang telah membantu dan selalu direpotkan oleh penulis dalam rangka proses penyusunan skripsi; 13. Seluruh pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 20 Mei Penulis adalah anak ke dua dari tiga bersaudara dari pasangan Ir. Rd. Imawan Dradjatkusuma dan Dra. Rt. Lia Yuliani. Pada tahun , penulis bersekolah di SD Pertiwi Padang kemudian pindah ke kota Bogor dan pada tahun 2000 penulis lulus dari SD Bina Insani Bogor. Pada tahun 2003 penulis lulus dari SLTP Bina Insani Bogor, selanjutnya pada tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) yang terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai anggota Departemen Pengembangan Minat Bakat Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) tahun Penulis pun tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Music Agriculture Expresssion (MAX!!) pada tahun sebagai anggota Divisi Musik dan sebagai anggota Divisi EO pada tahun Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum di lingkungan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Metode Observasi Bawah Air tahun dan asisten praktikum Navigasi Kapal Perikanan tahun Selama masa kuliahnya, penulis mendapatkan beasiswa BBM (Peningkatan Prestasi Belajar) tahun Pada tahun 2010, penulis melakukan penelitian dengan judul Analisis Spasial Daerah Penangkapan Ikan Tuna Kapal PSP 01 di Perairan Selatan Jawa Barat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vii 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal PSP Jaring Insang (Gillnet) Kapal dan nelayan Metode pengoperasian alat Daerah pengoperasian Hasil tangkapan Pancing Tonda (Troll line) Umpan Kapal dan nelayan Metode pengoperasian alat Daerah pengoperasian Hasil tangkapan Pancing Ulur (Hand line) Umpan Kapal dan nelayan Metode pengoperasian alat Daerah pengoperasian Hasil tangkapan Rumpon Cakalang / Skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) Taksonomi ikan cakalang Tingkah laku dan penyebaran ikan cakalang Kondisi oseanografi yang mempengaruhi penyebaran ikan cakalang Tuna Madidihang / Yellowfin tuna (Thunnus albacores) Taksonomi ikan tuna madidihang Tingkah laku dan penyebaran ikan tuna madidihang Kondisi oseanografi yang mempengaruhi penyebaran ikan tuna madidihang Tuna Albakora / Albacore (Thunnus alalunga) Taksonomi ikan tuna albakora i

12 2.8.2 Tingkah laku dan penyebaran ikan tuna albakora Kondisi oseanografi yang mempengaruhi penyebaran ikan tuna albakora Tuna Mata Besar / Bigeye tuna (Thunnus obesus) Taksonomi ikan tuna mata besar Tingkah laku dan penyebaran ikan tuna mata besar Kondisi oseanografi yang mempengaruhi penyebaran ikan tuna mata besar METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Metode Pengumpulan Data Analisis Data Analisis hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) Analisis kecenderungan produksi hasil tangkapan ikan tuna Perhitungan pendugaan daerah penangkapan ikan tuna KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Kondisi Perikanan PPN Palabuhanratu Sarana dan Prasarana PPN Palabuhanratu HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Unit Penangkapan Kapal PSP Kapal Alat tangkap Tahapan metode pengoperasian alat Nelayan Daerah penangkapan (fishing ground) Komposisi hasil tangkapan Hasil Tangkapan Kapal PSP Produksi Tahunan Ikan Tuna di Perairan Selatan Jawa Barat Produksi tahunan ikan tuna yang didaratkan di PPN Palabuhanratu Produksi tahunan ikan tuna Kapal PSP Hasil Tangkapan Per Upaya Penangkapan (CPUE) Kapal PSP Daerah Penangkapan Ikan Tuna Kapal PSP Produksi total ikan tuna per bulan periode Produksi total ikan tuna gabungan periode ii

13 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

14 DAFTAR TABEL Halaman 1 Jumlah dan nilai produksi hasil perikanan laut yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun Jumlah dan nilai produksi hasil tangkapan dominan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun Produksi ikan dari luar daerah PPN Palabuhanratu melalui jalur darat ke PPN Palabuhanratu tahun Perkembangan alat tangkap yang beroperasi di PPN Palabuhanratu tahun Perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu tahun Spesifikasi teknis Kapal PSP Spesifikasi alat tangkap pancing tonda Kapal PSP Spesifikasi alat tangkap pancing tomba Kapal PSP Spesifikasi alat tangkap jaring insang (gillnet) Kapal PSP Produksi (kg) per tahun keseluruhan jenis hasil tangkapan Kapal 01 tahun Dinamika produksi (kg) bulanan hasil tangkapan Kapal PSP 01 tahun Produksi (kg) hasil tangkapan ikan tuna di PPN Palabuhanratu tahun Produksi (kg) tahunan hasil tangkapan ikan tuna Kapal PSP 01 tahun Produksi (kg) per bulan hasil tangkapan ikan tuna Kapal PSP 01 tahun Produksi (kg) per bulan hasil tangkapan ikan tuna Kapal PSP 01 tahun Produksi (kg) per bulan hasil tangkapan ikan tuna Kapal PSP 01 tahun Data hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) tahunan Kapal PSP 01 tahun Data hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) tahunan ikan tuna Kapal PSP 01 tahun iv

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Cakalang / Skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) Tuna Madidihang / Yellowfin tuna (Thunnus albacores) Tuna Albakora / Albacore (Thunnus alallunga) Tuna Mata Besar / Bigeye tuna (Thunnus obesus) Peta pendugaan daerah penangkapan ikan tuna Kapal PSP Grafik jumlah produksi (kg) hasil perikanan laut PPN Palabuhanratu tahun Grafik nilai produksi (Rp) hasil perikanan laut PPN Palabuhanratu tahun Grafik jumlah kapal motor dan perahu motor tempel di PPN Palabuhanratu tahun Grafik frekuensi masuk kapal motor dan perahu motor tempel di PPN Palabuhanratu tahun Grafik distribusi nelayan di PPN Palabuhanratu tahun Bentuk dan ukuran alat tangkap pancing tonda saat pengoperasian Mata pancing untuk pancing tonda Umpan buatan terbuat dari (a) kain/tali yang berwarna cerah/kontras, dan (b) plastik menyerupai cumi-cumi Alat tangkap pancing ulur menggunakan jerigen (pancing tomba) Mata pancing untuk pancing tomba Pemberat untuk pancing tomba Bentuk dan ukuran alat tangkap pancing tomba saat pengoperasian Bentuk dan ukuran alat tangkap drift gillnet saat pengoperasian Produksi ikan tuna di PPN Palabuhanratu tahun Produksi kelompok ikan tuna yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun Produksi kelompok ikan tuna yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun Produksi kelompok ikan tuna yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun Produksi kelompok ikan tuna yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun v

16 24 Produksi kelompok ikan tuna yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun Produksi ikan tuna Kapal PSP 01 tahun Produksi ikan tuna Kapal PSP 01 tahun Produksi ikan tuna Kapal PSP 01 tahun Peta produksi tuna per wilayah penangkapan bulan Januari Peta produksi tuna per wilayah penangkapan bulan Februari Peta produksi tuna per wilayah penangkapan bulan Maret Peta produksi tuna per wilayah penangkapan bulan April Peta produksi tuna per wilayah penangkapan bulan (a) Mei 2008, dan (b) Mei Peta produksi tuna per wilayah penangkapan bulan (a) Juni 2008, dan (b) Juni Peta produksi tuna per wilayah penangkapan bulan (a) Juli 2007 dan (b) Juli Peta produksi tuna per wilayah penangkapan bulan (a) Agustus 2008, dan (b) Agustus Peta produksi tuna per wilayah penangkapan bulan (a) September 2008, dan (b) September Peta produksi tuna per wilayah penangkapan bulan (a) Oktober 2008, dan (b) Oktober Peta produksi tuna per wilayah penangkapan bulan November Peta produksi tuna per wilayah penangkapan bulan Desember Peta gabungan produksi tuna per wilayah penangkapan periode vi

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta lokasi daerah penelitian Kapal PSP 01pada saat (a) docking, dan (b) bertambat di kolam pelabuhan Tabel produksi (kg) hasil tangkapan ikan tuna di PPN Palabuhanratu tahun Tabel produksi (kg) hasil tangkapan ikan tuna di PPN Palabuhanratu tahun Tabel produksi (kg) hasil tangkapan ikan tuna di PPN Palabuhanratu tahun Tabel produksi (kg) hasil tangkapan ikan tuna di PPN Palabuhanratu tahun Tabel produksi (kg) hasil tangkapan ikan tuna di PPN Palabuhanratu tahun Data tanggal trip per bulan tahun 2008 dan Data waktu trip, total produksi, total produksi tuna, posisi lintang dan bujur, serta DPI kapal PSP 01 tahun Data waktu trip, total produksi, total produksi tuna, posisi lintang dan bujur, serta DPI kapal PSP 01 tahun Data waktu trip, total produksi, total produksi tuna, posisi lintang dan bujur, serta DPI kapal PSP 01 tahun Data perhitungan CPUE seluruh hasil tangkapan dan hasil tangkapan tuna kapal PSP 01 tahun Data perhitungan CPUE seluruh hasil tangkapan dan hasil tangkapan tuna kapal PSP 01 tahun Data perhitungan CPUE seluruh hasil tangkapan dan hasil tangkapan tuna kapal PSP 01 tahun vii

18 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah perairan selatan Jawa Barat, tepatnya Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu pusat kegiatan perikanan tangkap yang cukup besar dengan adanya Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu. Keberadaan PPN Palabuhanratu telah banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan dan pembangunan sektor perikanan tangkap dan kelautan nasional. Hal ini disebabkan karena perairan Teluk Palabuhanratu merupakan salah satu daerah perikanan di selatan Jawa Barat yang memiliki beberapa keunggulan berupa sumberdaya ikan yang melimpah serta daerah pemasaran yang terbuka dan relatif dekat seperti Jakarta dan beberapa kota di sekitar Jawa Barat, bahkan beberapa komoditi telah menembus pasar ekspor. Beberapa jenis unit penangkapan ikan yang banyak dioperasikan di Palabuhanratu adalah bagan, pancing ulur (hand line), pancing tonda, payang, tuna longline dan jaring insang (gillnet). Dari beberapa alat tangkap yang dioperasikan di Palabuhanratu, payang dan pancing ulur merupakan alat tangkap yang paling sering dioperasikan di tahun Namun demikian, alat tangkap yang kini cenderung dianggap lebih menguntungkan dan banyak dioperasikan oleh para nelayan Palabuhanratu ialah pancing rumpon. Salah satu kapal perikanan yang beroperasi di perairan Teluk Palabuhanratu ialah Kapal PSP 01, yang merupakan kapal pertama milik Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Dalam prakteknya, alat tangkap yang digunakan oleh Kapal PSP 01 ialah alat tangkap multi gear yang terdiri dari gillnet, pancing tonda, dan hand line (pancing ulur). Kapal PSP 01 merupakan kapal baru yang belum lama melakukan operasi penangkapan ikan (sekitar 1,5 tahun) sehingga masih banyak aspek-aspek yang belum dikaji. Kapal PSP 01 beroperasi pada beberapa lokasi di perairan Selatan Jawa Barat berdasarkan kesesuaian musim ikan. Untuk itu, perlu diketahui bagaimana sebaran hasil tangkapannya pada setiap lokasi serta kecenderungan efektivitas operasi penangkapan ikannya dengan menggunakan analisis spasial. Analisis spasial meliputi analisis keruangan dan pemetaan sebaran daerah penangkapan ikan, serta mengkaji keberhasilan dan efektivitas kegiatan operasi

19 2 penangkapan ikan dari data hasil tangkapan yang didapatkan. Dalam upaya meningkatkan efisiensi kegiatan penangkapan ikan, diperlukan informasi secara spasial tentang lokasi yang prospektif untuk kegiatan penangkapan ikan. Informasi tersebut seharusnya memiliki unit spasial yang dapat dipergunakan secara operasional dan resolusi temporal dengan periode yang sesuai dengan pola penangkapan ikan oleh nelayan Kapal PSP 01 di PPN Palabuhanratu. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Menduga kecenderungan hasil tangkapan per satuan usaha (CPUE) ikan Tuna di perairan selatan Jawa berdasarkan data hasil tangkapan Kapal PSP 01; 2) Memetakan daerah penangkapan ikan tuna bulanan dan tahunan hasil operasi penangkapan ikan Kapal PSP 01 berdasarkan total produksi per trip. 1.3 Manfaat Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini ialah untuk mengetahui dan memberikan informasi mengenai penyebaran daerah penangkapan serta mengkaji kecenderungan produksi ikan tuna dengan menggunakan analisis spasial dari operasi penangkapan ikan Kapal PSP 01 di PPN Palabuhanratu.

20 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal PSP 01 Kapal PSP 01 merupakan kapal milik Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan yang mulai beroperasi sejak bulan Mei 2008 sampai sekarang. Alat penangkapan ikan yang digunakan oleh unit penangkapan ikan kapal PSP01 ialah berupa multi gear yang terdiri dari jaring insang (gillnet) yaitu drift gillnet dan jaring blo on (bottom gillnet), pancing tonda, dan pancing ulur (hand line). Multi gear ialah penggunaan alat penangkapan ikan yang lebih dari satu unit dalam satu kapal. 2.2 Jaring Insang (Gillnet) Menurut Martasuganda (2002), jaring insang (gillnet) adalah salah satu jenis alat tangkap penangkap ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi panjang dimana ukuran mata jaring (mesh size) sama, jumlah mata jaring ke arah horizontal (mesh lenght/ml) jauh lebih banyak dari jumlah mata jaring ke arah vertikal (mesh depth/md). Pada lembaran jaring bagian atas diletakkan pelampung (float) dan pada bagian bawah diletakkan pemberat (sinkers). Dengan menggunakan dua gaya yang berlawanan arah, yaitu buoyancy dari float yang bergerak ke atas dan sinking force dari sinkers di tambah berat jaring dalam air yang bergerak ke bawah, maka jaring akan terentang (Ayodhyoa, 1981). Berdasarkan kedudukan jaring di dalam perairan dan metode pengoperasiannya jaring insang dibedakan menjadi empat, yaitu jaring insang permukaan (surface gillnet), jaring insang dasar (bottom gillnet), jaring insang hanyut (drift gillnet), dan jaring insang lingkar (encircling gillnet/sorounding gillnet) (Ayodhyoa, 1981). Namun menurut Subani dan Barus (1989), berdasarkan cara pengoperasiannya dibedakan menjadi lima, yaitu jaring insang hanyut (drift gillnet), jaring insang labuh (set gillnet), jaring insang karang (coral reef gillnet), jaring insang lingkar (encircling gillnet), dan jaring insang tiga lapis (trammel net). Gillnet dipasang menghadang arah dan jalan ikan yang sedang melakukan ruaya (Brandt, 1972). Stewart dan Ferro (1985) vide Rifki (2008) mengatakan

21 4 bahwa gillnet dapat dipasang menghadang atau sejalan arah arus, dimana posisi ini dapat mengubah bentuk alat oleh karena tekanan hidrodinamika air yang kemudian dapat mempengaruhi kapasitas hasil tangkapan. Alat ini merupakan alat tangkap yang selektif karena besar mata jaring dari jaring ini bervariasi disesuaikan dengan sasaran yang akan ditangkap. Dikatakan jaring insang karena ikan tertangkap dengan cara terjerat pada bagian insang (operculum), terbelit atau terpuntal pada mata jaring yang terdiri dari satu lapis dan tiga lapis (trammel net) Kapal dan nelayan Kapal ikan merupakan salah satu faktor penting diantara komponen armada penangkapan ikan dan merupakan sebagian modal yang ditanamkan pada usaha penangkapan ikan. Berdasarkan metode pengoperasiannya kapal ikan dapat digolongkan ke dalam empat kelompok, yaitu pengoperasian alat tangkap yang dilingkarkan (encircling gear), pengoperasian alat tangkap yang ditarik (towing gear), pengoperasian alat tangkap pasif (static gear), pengoperasian lebih dari satu alat tangkap (multipurpose) (Fyson, 1985 vide Ramdhan, 2008). Kapal gillnet termasuk ke dalam kelompok kapal ikan dengan metode pengoperasian static gear sehingga kecepatan kapal bukanlah suatu faktor yang penting karena alat tangkap ini bekerja secara statis melainkan stabilitas kapal yang tinggi lebih diperhatikan agar saat pengoperasian alat tangkap dapat berjalan dengan baik (Rahman, 2005). Jumlah nelayan yang mengoperasikan alat tangkap gillnet tidaklah sama, tergantung dari besar kecilnya skala usaha tersebut. Pada kapal motor tempel biasanya hanya dua sampai tiga orang nelayan. Biasanya nelayan telah membentuk satu kesatuan kerja yang tetap dan dipimpin oleh juru mudi yang sekaligus bertindak sebagai fishing master (Ayodhyoa, 1981) Metode pengoperasian alat Dalam pengoperasian alat tangkap jaring insang tiga lapis dan jaring insang dasar tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan. Ada beberapa tahap yang harus dilakukan ketika mengoperasikan alat tangkap ini, yaitu terdiri atas tahap persiapan, pencarian daerah penangkapan, penurunan jaring (setting), perendaman (soaking), pengangkatan jaring (hauling) dan penanganan hasil tangkapan.

22 5 1) Tahap persiapan. Persiapan merupakan kegiatan yang dilakukan di fishing base sebelum berangkat menuju ke daerah penangkapan berupa pemeriksaan perahu, alat tangkap, mesin, bahan bakar, dan bahan perbekalan. 2) Pencarian daerah penangkapan. Penentuan fishing ground untuk melakukan operasi penangkapan ikan dilakukan berdasarkan pengalaman operasi penangkapan sebelumnya dan informasi dari nelayan jaring insang lainnya. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai daerah penangkapan berkisar antara 1-1,5 jam. 3) Penurunan jaring (setting). Setelah tiba di daerah penangkapan atau fishing ground, nelayan bersiapsiap untuk melakukan setting. Penurunan lampu tanda dan pelampung tanda, dilanjutkan dengan penurunan jaring secara perlahan dan diakhiri dengan penurunan pelampung tanda. Pada saat penurunan jaring, kapal berjalan dengan kecepatan rendah. Keberhasilan penangkapan sangat tergantung pada beberapa kondisi di fishing ground, seperti arus perairan dalam kondisi tenang dan alat tangkap lain yang sudah terpasang untuk menghindari alat tangkap terbelit satu sama lain. 4) Perendaman (soaking). Setelah selesai setting, pelampung tanda diikatkan ke badan kapal dan mesin kapal dimatikan, kemudian jangkar kapal diturunkan. Selama proses soaking, nelayan memanfaatkan waktu untuk beristirahat menunggu sampai hauling akan dilakukan. Lama perendaman biasanya selama 2 4 jam. 5) Pengangkatan jaring (hauling). Pengangkatan jaring dimulai dengan pengangkatan jangkar ke atas kapal disusul dengan pelampung tanda, kemudian jaring ditarik ke atas kapal secara perlahan. Pembagian tugas bagi nelayan adalah seorang nelayan menarik tali ris atas, seorang nelayan menarik bagian jaring yang berada di tengah, seorang nelayan mengangkat tali ris bawah, dan seorang nelayan lagi mengeluarkan hasil tangkapan yang terpuntal pada bagian jaring. Selanjutnya, setelah hauling selesai, dilakukan setting berikutnya.

23 6 6) Penanganan hasil tangkapan. Penanganan hasil tangkapan dilakukan dengan meletakkan hasil tangkapan pada cool box agar kualitas hasil tangkapan tetap segar tidak busuk Daerah pengoperasian Daerah pengoperasian dari drift gillnet biasanya dilabuh atau dihanyutkan di lapisan tengah maupun di lapisan atas, tergantung dari tali yang menghubungkan antara pelampung dengan pemberat yang dipasang pada ujung terluar/bawah dari jaring ini. Sementara bagi jaring insang dasar atau bottom gillnet, daerah pengoperasiannya terletak di dasar perairan karena sasaran utama tangkapannya adalah udang dan ikan-ikan dasar Hasil tangkapan Menurut Subani dan Barus (1989), hasil tangkapan gillnet hanyut atau drift gillnet ialah tenggiri (Scomberomorus sp.), alu-alu (Sphyraena barracuda), tongkol (Auxis sp.), cakalang (Katsuwonus pelamis), dan kuwe (Caranx sp.). Hasil tangkapan trammel net antara lain udang putih (Penaeus merguensis) bawal hitam (Formia niger), manyung (Arius spp), dan gulamah (Sciaenidae sp). Sementara untuk jaring dasar atau bottom gillnet, hasil tangkapannya berupa udang barong (Panulirus sp.) dan spiny lobster. 2.3 Pancing Tonda (Troll line) Pancing tarik umumnya lebih dikenal dengan nama pancing tonda (troll line). Pancing ini pada prinsipnya terdiri dari tali panjang, mata pancing, tanpa pemberat. Cara penangkapan dilakukan dengan menarik (menonda) pancing tersebut, baik dengan perahu layar maupun perahu motor secara horizontal menelusuri lapisan permukaan air (Subani dan Barus, 1989). Pancing tonda adalah alat penangkap ikan yang terdiri atas seutas tali panjang, mata pancing, dan umpan. Pancing ditarik di belakang perahu motor atau kapal yang sedang bergerak. Umpan yang dipakai adalaha umpan buatan (Ayodhyoa, 1981). Pancing tonda atau pancing tarik merupakan alat penangkapan ikan tradisional. Alat ini digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis seperti tuna, cakalang, dan tongkol, yang biasa hidup dekat permukaan. Jenis-jenis ikan

24 7 ini mempunyai nilai ekonomis tinggi dan mempunyai kualitas daging dengan mutu tinggi (Gunarso, 1998). Menurut Ayodhyoa (1981), pancing tonda dikelompokkan pada alat tangkap pancing dengan beberapa kelebihan, yaitu : 1) Metode pengoperasian relatif sederhana; 2) Modal yang diperlukan lebih sedikit; 3) Dapat menggunakan umpan buatan; 4) Syarat-syarat fishing ground relatif lebih sedikit dan dapat bebas memilih; 5) Ikan yang tertangkap seekor demi seekor, sehingga kesegarannya dapat terjamin. Beberapa kekurangannya adalah : 1) Jumlah hasil tangkapan lebih sedikit dibandingkan alat tangkap lain; 2) Keahlian perseorangan sangatlah berpengaruh pada penentuan waktu dan syarat-syarat lain. Penggunaan pancing tonda sudah bukan merupakan hal baru bagi nelayan Indonesia. Hampir di seluruh perairan di Indonesia dapat ditemukan alat tangkap pancing tonda dengan modifikasi dan nama daerah yang berbeda-beda. Seperti pancing irit (Jawa), pancing mili-mili (Lampung), dan pancing pemalesan (Bali). Palabuhanratu merupakan salah satu daerah yang memiliki nelayan tradisional yang mengoperasikan pancing tonda. Parameter utama dari alat tangkap ini adalah dari besar kecilnya ukuran dan ketajaman mata pancing (Subani dan Barus, 1989) Umpan Umpan merupakan faktor yang sangat penting di dalam usaha penangkapan ikan menggunakan alat tangkap pancing tonda, sebab umpanlah satu-satunya alat perangsang agar ikan dapat mencapai mata pancing (Ayodhyoa, 1981). Umumnya ikan mendeteksi adanya umpan melalui reseptor yang dimilikinya dan hal ini bergantung pada jenis reseptor tertentu yang mendominasi pada jenis ikan sasaran. Oleh karena itu, memilih umpan disesuaikan dengan kesukaan makan ikan sasaran, dengan mempertimbangkan kemampuan ikan mendeteksi makanan (Gunarso, 1998).

25 8 Menurut Subani dan Barus (1989), pada umumnya pancing tonda menggunakan umpan tiruan, umpan palsu (imitation bait), tetapi ada pula yang menggunakan umpan benar (true bait). Umpan tiruan tersebut bisa dari bulu ayam (chicken feathers), bulu domba (sheep wools), kain0kain berwarna menarik, bahan dari plastik berbentuk miniature menyerupai aslinya (cumi-cumi, ikan, dan lain-lainnya). Sifat umpan alami memiliki banyak kekurangan sehingga para nelayan lebih memilih menggunakan umpan buatan dalam operasi penangkapan ikan dengan pancing tonda. Dasar pemikiran penggunaan umpan buatan adalah (Handriana, 2007) : 1) Harga relatif murah dan mudah didapat; 2) Dapat dipakai berulang-ulang; 3) Dapat disimpan dalam waktu yang lama; 4) Warna dapat memikat ikan; 5) Ukuran dapat disesuaikan dengan bukaan mulut ikan Kapal dan nelayan Pancing tonda dioperasikan dengan perahu kecil, jumlah nelayan yang mengoperasikannya sebanyak 4-6 orang yang terdiri dari satu orang nahkoda merangkap fishing master, satu orang juru mesin dan 2-4 orang ABK yang masing-masing mengoperasikan satu atau lebih pancing pada saat operasi penangkapan berlangsung. Pada umumnya panjang perahu berkisar antara 5-20 m, dengan ruang kemudi di bagian depan kapal (haluan) dan dek tempat bekerja berada di bagian belakang kapal (buritan) (Sainsbury, 1971). Dalam pengoperasian pancing tonda digunakan perahu motor tempel dengan dimensi utama adalah 6 x 0,6 x 0,7 m. Terbuatnya dari bahan kayu sengon (Paraserianthes falcataria), dengan kekuatan mesin 5,5 HP dan menggunakan bahan bakar bensin. Mesin ditempelkan pada bagian buritan perahu. Fungsi dari mesin adalah untuk menarik tali pancing melalui perahu dalam pengoperasian alat tangkap pancing tonda. Sementara perahu yang digunakan oleh nelayan pancing tonda di Palabuhanratu adalah perahu motor tempel dari jenis congkreng (perahu bercadik) yang memiliki panjang 6 m dan terbuat dari bahan kayu (Nugroho, 2002).

26 Metode Pengoperasian Alat Pengoperasian pancing tonda dimulai dengan persiapan terlebih dahulu. Persiapan pada pengoperasian pancing tonda dibagi menjadi dua bagian yaitu persiapan di darat dan persiapan di laut. Persiapan di darat meliputi pengisian dan pengecekan bahan bakar, pengecekan mesin dan perahu, alat tangkapn dan pengecekan alat bantu penangkapan dan lain-lain. Persiapan di laut meliputi pengaturan tali pancing dan gulungan pada posisi yang telah ditentukan, dimaksudkan agar tali pancing tidak mudah terbelit (Bahan kuliah TPI, 2006 vide Handriana, 2007). Operasi penangkapan diawali dengan scouting atau pencarian gerombolan ikan dengan melihat tanda-tanda keberadaannya seperti warna perairan, lompatan ikan cakalang, buih di perairan, gerombolan ikan lumba-lumba bahkan pada umumnya gerombolan ikan dijumpai bersama kayu-kayu maupun benda-benda yang terapung di atas permukaan air (Bahan kuliah TPI, 2006 vide Handriana, 2007). Pengoperasian pancing tonda dimulai dari pagi hingga sore tergantung situasi dan kondisi alam yaitu sekitar pukul yang diduga pada saat itu adalah saat dimana ikan cakalang dan tuna bermigrasi untuk mencari makan. Pengoperasiannya dimulai dengan pemasangan alat tangkap (setting) yaitu mengulur alat tangkap perlahan-lahan ke perairan dan mengikat ujung tali pada salah satu ujung kanan atau kiri dengan jarak tertentu (Bahan kuliah TPI, 2006 vide Handriana, 2007). Selama setting, kecepatan kapal berkisar antara 1-2 knot. Setelah setting berakhir, tali pancing yang telah direntangkan disisi kanan atau kiri perahu ditarik terus menerus menyusuri daerah penangkapan dengan kecepatan konstan 2-4 knot dengan tujuan umpan buatan yang dipakai bergerak-gerak seperti ikan mangsa. Untuk membuat umpan lebih aktif melayang di perairan, perahu dapat dijalankan dengan arah zig-zag (Bahan kuliah TPI, 2006 vide Handriana, 2007). Pada saat salah satu umpan dimakan ikan, pemancing langsung memberitahu juru mudi atau nahkoda untuk menaikkan kecepatan perahu. Nahkoda kapal akan mempercepat laju perahu, dengan tujuan agar ikan yang memakan umpan cepat tersangkut pada mata pancing dan mencegahnya terlepas kembali. Setelah

27 10 diketahui dengan pasti bahwa ikan tertangkap, nahkoda mengurangi kecepatan perahu kembali ke kecepatan normal menonda. Pada saat inilah penarikan tali pancing bisa dimulai. Salah satu ABK akan menarik pancing tersebut dan menggulung tali pancing pada penggulung. Saat penarikan tali pancing harus sesuai dengan gerakan ikan, bila terlihat kelelahan maka penarikan bisa diteruskan. Setelahnya ikan diangkat ke atas perahu maka pancing segera dilepas dari ikan dan pancing tersebut diulurkan kembali ke perairan. Langkah selanjutnya seperti pada saat setting telah berakhir dan begitu seterusnya sampai mendapatkan ikan kembali (Bahan kuliah TPI, 2006 vide Handriana, 2007) Daerah pengoperasian Pancing tonda dioperasikan hampir diseluruh perairan Indonesia pada bagian permukaan laut dan sebagian di lapisan dasar. Untuk tonda lapisan perairan atas hampir terdapat dimana-mana. Untuk toda lapisan dalam terutama di sekitar selat Alas, Muna-Buton dan beberapa daerah perikanan Indonesia Timur (Subani dan Barus, 1989) Hasil tangkapan Jenis ikan yang menjadi target utama penangkapan dengan pancing tonda adalah jenis ikan pelagis yang bernilai ekonomis tinggi, seperti tuna dan cakalang. Karena hal itu, kedalaman mata pancing tonda disesuaikan dengan swimming layer dari ikan yang menjadi target penangkapan. Secara umum hasil tangkapan utama pancing tonda adalah ikan pelagis yang bernilai ekonomis tinggi seperti tuna dan cakalang yang sering bergerombol. Kebiasaan hidup bergerombol (schooling) tuna dilakukan sewaktu mereka mencari makan. Schooling tersebut biasanya terdiri dari ikan yang ukurannya sama,hal ini mungkin disebabkan oleh kecepatan renang yang relatif sama. Hampir semua spesies tuna yang dilaporkan berada dalam schooling campuran dari dua atau lebih spesies. Schooling ikan umumnya berisi ikan yang berukuran sama (Nakamura, 1969 vide Handriana, 2007). 2.4 Pancing Ulur (Hand line) Pancing ulur atau hand line adalah suatu konstruksi pancing yang umum digunakan oleh nelayan, khususnya nelayan skala kecil (small scale fisheries).

28 11 Pada umumnya komponen-komponen pembentuk pancing ulur terdiri atas tali utama (main line) dan tali cabang (branch line) yang terbuat dari bahan PA monofilament, swivel yang terbuat dari bahan besi putih, mata pancing (hook) yang terbuat dari besi, dan pemberat (sinkers) yang terbuat dari timah (Subani dan Barus, 1989). Berdasarkan konstruksinya, pancing ulur termasuk dalam kelompok angling (Ayodhyoa, 1981). Alat ini digolongkan ke dalam fishing with line yang dilengkapi dengan mata pancing. Konstruksi pancing ulur di setiap daerah adalah sama. Perbedaannya hanya pada ukuran tali, pancing, dan pemberat yang digunakan. Menurut Nomura (1981) vide Saputra (2002), alat tangkap ini tergolong sangat sederhana, karena hanya terdiri atas pancing, tali, gulungan, dan pemberat. Ukuran pancing dan besar tali disesuaikan dengan ukuran ikan yang menjadi sasaran tangkap (Farid et al, 1989 vide Saputra, 2002) Umpan Jenis umpan dan cara pemasangannya pada kail sangat berpengaruh terhadap keberhasilan usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap pancing (Sadhori, 1984 vide Saputra, 2002). Menurut Farid (1989) vide Saputra (2002), umpan yang digunakan pada pancing ulur adalah layang (Decapterus sp.), kembung (Rastrelliger sp.) dan cumi-cumi (Loligo sp.) segar Kapal dan nelayan Kapal yang biasanya digunakan dalan pengoperasian alat tangkap handline ialah kapal atau perahu kayu tradisional, bisa juga dengan kapal motor tempel. Jumlah nelayan yang melakukan operasi penangkapan ikan dengan penggunakan handline tidaklah banyak, sekitar 1-2 orang saja, karena pengoperasian handline merupakan unit penangkapan ikan skala kecil Metode pengoperasian alat Menurut Ayodhyoa (1981), pengoperasian pancing ulur adalah dengan mengaitkan umpan pada mata pancing yang telah diberi tali dan menenggelamkannya ke dalam air. Ketika umpan dimakan ikan, maka mata pancing akan tersangkut pada mulut ikan dan pancing ditarik ke perahu. Konstruksi alat tangkap ini sangat sederhana, mudah dioperasikan dan hampir semua orang bisa melakukannnya.

29 Daerah pengoperasian Lokasi pemancingan dengan menggunakan pancing ulur dapat dilakukan di sembarang tempat seperti di perairan berkarang, perairan dangkal maupun dalam, juga di sekitar rumpon (Putra, 2009) Hasil tangkapan Ikan hasil tangkapan alat tangkap handline biasanya berupa ikan pelagis maupun ikan demersal. Umumnya ikan pelagis kecil yang tertangkap ialah ikan tongkol (Auxis sp.), kakap (Lutjanus sp.), kuwe (Caranx sp.), dan sebagainya. Hasil tangkapan lainnya ialah ikan layur (Trichiurus sp.) yang merupakan ikan demersal. 2.5 Rumpon Rumpon adalah suatu bangunan (benda) menyerupai pepohonan yang dipasang atau ditanam di suatu tempat di tengah laut. Pada umumnya rumpon terdiri dari empat bagian penting yaitu pelampung (float), tali panjang (rope), pemikat (atractor) berupa daun kelapa atau daun lontar, dan pemberat (sinker/anchor) (Handriana, 2007). Bahan tali yang baik adalah polypropilene (PP) dan polyethylene (PE), sedangkan untuk pemikat ikan adalah daun kelapa. Bahan untuk pemberat yang kini banyak digunakan adalah drum yang diisi dengan campuran semen. Pelepah daun kelapa pada jarak tertentu disisipkan pada tali yang menghubungkan antara pemberat dan pelampung (Sianipar, 2003). Polyethylene memiliki kekuatan putus (breaking strenght) yang baik. Breaking strenght adalah kekuatan maksimum yang diperlukan untuk membuat putusnya bahan dalam suatu uji yang menggunakan ketegangan (Fridman vide Wahyudin, 2007). Pada prinsipnya suatu penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon adalah untuk mengumpulkan ikan agar mudah tertangkap. Ada beberapa dugaan penyebab ikan berkumpul disekitar rumpon, diantaranya adalah karena rumpon dijadikan sebagai tempat berlindung dan mencari makan (Subani, 1986 vide Handriana, 2007). Dilihat dari kedalaman air tempat rumpon dipasang, dibedakan antara rumpon laut dangkal dengan rumpon laut dalam (Subani dan Barus, 1989).

30 13 Rumpon laut dangkal biasanya dipasang pada kedalaman kurang dari 100 m, sedangkan rumpon laut dalam dipasang pada kedalaman lebih dari 600 m bahkan bisa mencapai 1500 m (Monintja dan Zulkarnain, 1995 vide Sianipar, 2003). Menurut Zakri (1993) vide Sianipar (2003) tipe-tipe rumpon yang dikembangkan hingga saat ini dapat dikelompokkan atas kategori berikut: 1) Berdasarkan posisi dari pemikat, rumpon dapat dibagi menjadi rumpon perairan permukaan lapisan tengah dan dasar. Rumpon perairan permukaan lapisan tengah terdiri dari jenis perairan dangkal dan perairan dalam. 2) Berdasarkan kriteria permanensi, rumpon dapat dikelompokkan menjadi rumpon yang dijangkar secara tetap (statis) dan rumpon yang dijangkar tetapi dapat dipindah-pindahkan (dinamis). 3) Berdasarkan tingkat teknologi yang digunakan, rumpon dikelompokkan menjadi rumpon tradisional dan modern. Pengumpulan ikan dengan rumpon umumnya untuk ikan bermigrasi yang secara tidak sengaja melewati keberadaan rumpon, lalu tertarik untuk beruaya di sekitar rumpon baik untuk sementara maupun permanen (Subani, 1986 vide Effendi, 2002). Berbagai alasan dikemukakan oleh Samples dan Sproul (1985) vide Imawati (2003) untuk menjelaskan ketertarikan ikan terhadap rumpon, antara lain sebagai berikut: 1. Rumpon sebagai tempat berlindung dari predator bagi ikan tertentu. 2. Rumpon sebagai tempat mencari makan (feeding ground) bagi ikan tertentu. 3. Rumpon sebagai substrat untuk meletakkan telur bagi ikan tertentu. 4. Rumpon sebagai tempat berteduh (shading place) bagi beberapa jenis ikan tertentu. 5. Rumpon sebagai tempat titik acuan navigasi (meeting point) bagi ikan tertentu. Subani (1986) vide Imawati (2003) mengatakan bahwa ikan yang berkumpul di sekitar rumpon umumnya adalah ikan pelagis kecil seperti layang (Decapterus maruadsi), deles (Decapterus crumenophthalmus), kembung (Rastralliger sp.), lemuru (Sardinella longiceps), tembang (Sardinella fimbriata), selar (Caranx

31 14 leptolesis), pepetek (Megalaspis cordyla). Sementara itu, sumberdaya ikan pelagis besar yang banyak berkumpul di sekitar rumpon adalah cakalang (Katsuwonus pelamis), madidihang (Thunnus albacares), tongkol (Euthynus sp.), dan tuna mata besar (Thunnus obesus) (Monintja dan Zulkarnain, 1995 vide Ardianto, 2005). 2.6 Cakalang / Skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) Taksonomi ikan cakalang Menurut Skillman dan Dizon (1985) vide Nababan (2008), sistematika cakalang ialah sebagai berikut : Filum : Vertebrata Subfilum : Craniata Superclass : Gnatnostomata Series : Pisces Class : Teleostomi Subclass : Actinopterygii Order : Perciformes Suborder : Scombroidei Family : Scombridae Subfamily : Scombrinae Tribe : Thunnini Genus : Katsuwonus Spesies : Katsuwonus pelamis Sumber : Gambar 1 Cakalang / Skipjack tuna (Katsuwonus pelamis).

32 15 Ikan cakalang memiliki tubuh memanjang seperti cerutu dan agak bulat. Tapis insang berjumlah dan memiliki dua lidah/cuping diantara sirip perutnya. Terdapat satu lunas kuat pada batang ekor yang diapit oleh dua lunas kecil di ujung belakangnya. Memiliki dua sirip punggung yang jaraknya lebih kecil dari diameter mata. Sirip punggung pertama memiliki jari-jari keras, sirip punggung kedua jari-jari lemah dan 7-9 jari-jari lepas (finlet). Sirip dubur memiliki 7-9 jari-jari tambahan. Ikan cakalang dapat mencapai panjang hingga 100 cm, umumnya cm (Dirtjen Perikanan, 1979 vide Nababan, 2008). Bagian atas badannya berwarna biru tua, semakin ke bawah warnanya semakin putih keperak-perakkan. Sepanjang tubuhnya ditemukan garis-garis paralel berwarna abu-abu di belakang sirip perut dan ujung dada sampai ekor. Ekornya pendek dan tegak, sirip punggung pertama kelihatan tinggi saat berenang, sirip dada dan sirip punggung kedua pendek dan berwarna hitam (Tampubolon, 1983 vide Nababan, 2008). Matsumoto et al. (1984) vide Limbong (2008) mengemukakan bahwa cakalang memiliki tubuh yang padat, penampang bulat, lateral line melengkung ke bawah tepat di bawah sirip punggung kedua, sirip dada pendek dan berbentuk segiriga. Warna tubuh pada saat ikan masih hidup adalah biru baja (steel blue), tingled dengan lustrous violet di sepanjang permukaan punggung dan intensitasnya menyusut di sisi tubuh hingga ketinggian pada pangkal sirip dada. Sebagian dari badannya termasuk bagian abdomen, berwarna putih hingga kuning muda, garis-garis vertical eumescent muda tampak di bagian sisi tubuhnya pasa saat baru tertangkap. Ukuran ikan cakalang di berbagai perairan dunia pada saat pertama kali memijah/matang gonad adalah berbeda. Dalam perkembangannya, cakalang akan mencapai tingkat dewasa pada tahap ke empat. Pada tahap ini cakalang dapat mencapai panjang 39,1 cm untuk jantan dan 40,7 untuk yang betina (Waldrom, 1962 vide Limbong, 2008). Jenis ikan cakalang secara normal adalah heteroseksual yaitu dapat dibedakan atas penentuan jenis kelamin jantan dan betina. Sesuai dengan

33 16 pertumbuhannya, Nakamura (1969) vide Nababan (2008) membagi cakalang ke dalam enam tingkatan ekologi, yaitu : 1. Tingkat larva dan post larva, yaitu untuk ikan yang panjang kurang dari 15 mm; 2. Prajuvenil, yaitu ikan yang berukuran antara tingkatan post larva dengan tingkatan dimana ikan mulai diusahakan secara komersial; 3. Juvenil, yaitu ikan muda yang ada di perairan neretik dengan ukuran 15 cm; 4. Adolescent, yaitu ikan muda yang menyebar dari perairan neretik ke tengah lautan mencari makanan; 5. Spawners, yaitu ikan yang sudah mencapai kedewasaan kelamin (seksual); 6. Spent fish, yaitu ikan yang sudah pernah memijah. Ikan cakalang mulai memijah pada umur satu tahun, bertelur beberapa kali dalam setiap periode memijah. Telurnya menetas 4 hari setelah pembuahan (Benyami, 1989 vide Nababan, 2008). Ukuran ikan cakalang di berbagai perairan dunia pada saat pertama kali memijah atau matang gonad adalah berbeda. Matsumoto et al. (1984) vide Nababan (2008) mengemukakan bahwa ikan cakalang mulai memijah ketika panjang sekitar 40 cm dan setiap kali memijah dapat menghasilkan telur Tingkah laku dan penyebaran ikan cakalang Ikan cakalang merupakan ikan yang aktif pada siang hari (diurnal) dengan mata sebagai indera utama, termasuk buas dan bersifat karnivor. Jenis makanan ikan cakalang antara lain sardine, anchory (teri), mackerel, lantern fish, ikan terbang, cumi-cumi, udang, larva kepiting, dan berbagai jenis ikan karang. Cakalang sangat rakus pada pagi hari (pukul 09.00), kemudian menurun pada tengah hari dan meningkat pada waktu senja (Gunarso, 1985). Cakalang biasanya membentuk gerombolan (schooling) pada saat ikan tersebut aktif mencari makanan. Bila ikan tersebut aktif mencari makanan, maka gerombolan tersebut bergerak dengan cepat sambil meloncat-loncat di permukaan air (Alimoedin, 1969 vide Nababan, 2008). Gerombolan ikan cakalang bermigrasi untuk memenuhi tuntutan dari siklus hidupnya dan untuk menghindari tekanan kondisi lingkungan perairan dimana ikan ini berada. Hela and Laevastu (1970)

34 17 vide Nababan (2008) mengatakan faktor oseanografi yang mempengaruhi pola distribusi jenis ikan tuna adalah suhu, arus, dan salinitas. Ikan cakalang juga melakukan migrasi untuk tiga alasan utama, yaitu : 1. Usaha untuk mencari daerah yang banyak makanannya; 2. Usaha untuk mencari daerah tempat berpijah; dan 3. Mencari kondisi lingkungan seperti suhu, salinitas, dan arus yang sesuai dengan kondisi tubuh. Daerah penyebaran ikan cakalang membentang sekitar 40 o LU-30 o LS, terbesar di sepanjang khatulistiwa yaitu antara 10 o LU-10 o LS. Untuk daerah Indonesia cakalang banyak terdapat pada Perairan Indonesia timur, selatan Jawa, dan barat Sumatera (Gunarso, 1985). Ikan cakalang bergerak cepat melawan arus dan rakus terhadap makanan (Tampubolon, 1983 vide Nababan, 2008). Ikan cakalang bersifat epipelagis, oseanik, dan peruaya jarak jauh. Cakalang sangat menyenangi daerah dimana terjadi pertemuan arus atau arus konvergensi yang banyak terjadi pada daerah yang mempunyai banyak pulau. Selain itu, cakalang juga menyenangi pertemuan antara arus panas dan arus dingin serta daerah upwelling. Penyebaran cakalang secara vertkcal terdapat mulai dari permukaan sampai kedalaman 260 m pada siang hari, sedangkan pada malam hari akan menuju permukaan (migrasi diurnal). Penyebaran geografis cakalang terdapat terutama pada perairan tropis dan perairan panas di daerah lintang sedang. Berdasarkan pengamatan Muhammad (1970) vide Limbong (2008) di perairan Indonesia terdapat hubungan yang nyata antara kelimpahan cakalang dengan ikan pelagis serta plankton. Dengan semakin banyaknya ikan kecil dan plankton, maka cakalang akan berkumpul untuk mencari makan Kondisi oseanografi yang mempengaruhi penyebaran ikan cakalang Pola kehidupan ikan tidak bisa dipisahkan dari adanya berbagai kondisi lingkungan. Fluktuasi keadaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap periode migrasi musiman serta terdapatnya ikan di suatu tempat. Pengaruh suhu terhadap tingkah laku ikan akan terlihat jelas pada waktu ikan melakukan pemijahan, bahkan mungkin dengan suatu siklus musiman yang

35 18 tertentu pula. Faktor oseanografi yang secara langsung mempengaruhi keberadaan ikan cakalang yaitu suhu, arus, dan salinitas perairan (Gunarso, 1985). Pada suatu daerah penangkapan ikan cakalang, suhu permukaan yang disukai oleh jenis ikan tersebut biasanya berkisar antara o C, walaupun untuk Indonesia suhu optimum adalah o C (Gunarso, 1985). Selanjutnya Hela and Laevastu (1970) vide Nababan (2008) mengatakan bahwa penyebaran ikan cakalang di suatu perairan adalah pada suhu o C dan suhu optimum untuk penangkapan adalah o C dengan lapisan renang antara 0-40 m. Pengaruh suhu permukaan laut terhadap penyebaran cakalang untuk perairan tropis adalah kecil karena suhu relatif sama (konstan) sepanjang tahunnya. Walaupun demikian suhu dapat menandakan adanya current boundaries. Kemudian dijelaskan penyebaran tuna dan cakalang sering mengikuti penyebaran atau siklus arus. Garis konvergensi diantara arus dingin dan arus panas merupakan daerah yang banyak makanan dan diduga daerah tersebut merupakan fishing ground yang baik untuk perikanan tuna dan cakalang (Hela and Laevastu, 1970 vide Nababan, 2008). Penyebaran ikan cakalang sering mengikuti penyebaran atau sirkulasi arus. Daerah pertemuan antara arus panas dan arus dingin merupakan daerah banyak organisme dan diduga daerah tersebut merupakan fishing ground yang baik bagi perikanan cakalang. Peranan arus terhadap tingkah laku ikan menurut Hela and Laevastu (1970) vide Nababan (2008) adalah sebagai berikut : 1. Arus mengangkat telur-telur ikan dan anak-anak ikan dari spawning ground ke nursery ground dan selanjutnya dari nursery ground ke feeding ground, 2. Migrasi ikan dewasa dapat dipengaruhi oleh arus yaitu sebagai alat orientasi, 3. Tingkah laku ikan diurnal juga dipengaruhi oleh arus, khususnya oleh arus pasang surut, 4. Arus, khususnya pada daerah-daerah batas alih perairan berbeda mempengaruhi distribusi ikan dewasa dimana pada daerah tersebut terdapat makanan ikan, dan 5. Arus dapat mempengaruhi aspek-aspek lingkungan dan secara tidak langsung menentukan spesies-spesies tertentu dan bahkan membatasi distribusi spesies tersebut secara geogafis.

36 19 Blackburn (1965) vide Nababan (2008) menyatakan bahwa salinitas perairan yang biasa dihuni oleh beberapa jenis tuna berbeda-beda, yaitu untuk madidihang dan tuna sirip biru, untuk tuna albakora dan untuk cakalang. 2.7 Tuna Madidihang / Yellowfin tuna (Thunnus albacares) Taksonomi ikan tuna madidihang Rangka terdiri dari tulang benar, bertutup insang, kepala simetris. Badan berbentuk cerutu, memanjang dan ditutupi dengan sisik cycloid yang sangat kecil. Terdapat sebaris gigi pada kedua rahang. Mempunyai dua buah sirip punggung yang terpisah oleh celah sempit. Terdapat sembilan buah finlet di belakang sirip punggung kedua dan juga di belakang sirip dubur. Sirip punggung kedua dan sirip punggung dubur berbentuk arit yang panjangnya seperlima dari panjang baku. Sirip dada cukup panjang dan mencapai pangkal dari sirip punggung kedua. Mempunyai gelembung renang, warna punggung hitam logam. Bagian samping berwarna keabu-abuan dengan garis-garis putih melintang yang agak miring dikelilingi oleh titik-titik putih yang sejajar dengan garis tersebut. Sirip punggung pertama berwarna keabu-abuan dengan campuran kuning. Ujung sirip punggung kedua, sirip dubur serta finlet berwarna kuning terang. Sirip perut berwarna keabu-abuan dengan campuran warna kuning. Panjang baku maksimum dapat lebih dari 200 cm (Collette, 1983). Sumber : Gambar 2 Tuna Madidihang / Yellowfin tuna (Thunnus albacares).

37 20 Menurut Saanin (1968), ikan Yellowfin tuna dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Subkingdom : Metazoa Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Class : Pisces Subclass : Teleostei Order : Percomorphi Suborder : Scombroidea Family : Scomberidae Genus : Thunnus Spesies : Thunnus albacores Tingkah laku dan penyebaran ikan tuna madidihang Yellowfin tuna yang di Indonesia dikenal dengan nama Madidihang atau Geulang Kedawung. Penyebaran ikan ini hampir di semua perairan tropis, terutama di Laut Cina Selatan, Laut Sulu, perairan Sulawesi dan Lautan Indonesia. Yellowfin tuna banyak tertangkap sepanjang pantai yang berperairan panas tetapi dengan salinitas yang lebih rendah dari arus Kurosio. Ikan ini banyak menyukai area dekat pulau-pulau dan gosong karang, sehingga ikan ini dikenal sebagai ikan yang euryhaline atau mempunyai kemampuan beradaptasi yang tinggi dengan salinitas (Gunarso, 1985). Yellowfin tuna dikatakan sebagai pemburu mangsa di siang hari, walau pada malam hari juga aktif memburu mangsa. Hasil analisa isi perut menunjukkan persentase pada siang hari lebih tinggi sehingga dikatakan lebih tepat sebagai pemburu siang hari (Gunarso, 1985) Kondisi oseanografi yang mempengaruhi penyebaran ikan tuna madidihang Yellowfin tuna banyak tertangkap sepanjang pantai yang berperairan panas tetapi dengan salinitas yang lebih rendah dari arus Kurosio. Ikan ini banyak menyukai area dekat pulau-pulau dan gosong karang, sehingga ikan ini dikenal

38 21 sebagai ikan yang euryhaline atau mempunyai kemampuan beradaptasi yang tinggi dengan salinitas (Gunarso, 1985). Blackburn (1965) vide Nababan (2008) menyatakan bahwa salinitas perairan yang biasa dihuni oleh beberapa jenis tuna berbeda-beda, yaitu untuk madidihang dan tuna sirip biru. 2.8 Tuna Albakora / Albacore (Thunnus alalunga) Taksonomi ikan tuna albakora Menurut Saanin (1968), ikan tuna albakora (Albacore) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Subkingdom : Metazoa Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Class : Pisces Subclass : Teleostei Order : Percomorphi Suborder : Scombroidea Family : Scomberidae Genus : Thunnus Spesies : Thunnus alalunga Sumber : Gambar 3 Tuna Albakora / Albacore (Thunnus alalunga).

39 22 Spesies oseanik yang besar, memiliki ujung posterior yang lebih dalam dibandingkan dengan jenis tuna lainnya. Jumlah gillrakers adalah buah pada lengkungan pertama. Sirip punggung kedua lebih panjang daripada sirip punggung pertama; memiliki sirip dada yang sangat panjang dan mencapai pangkal sirip punggung kedua. Ikan dengan ukuran panjang baku lebih kecil dari 50 cm akan memiliki pectoral yang secara proporsional lebih kecil daripada tuna yang lainnya, seperti tuna mata besar (Thunnus obesus). Bagian permukaan dari hati berlurik dikarenakan oleh jaringan vascular pembuluh darah. Memiliki gelembung renang, namun tidak terdapat pada ikan dengan ukuran panjang baku lebih kecil dari 50 cm. Bertulang belakang dengan pangkal ekor berjumlah 18 ditambah ekor berjumlah 21. Memiliki berkas warna-warni biru yang samar pada bagian sisi tubuh; sirip punggung pertama berwarna kuning tua, sirip punggung kedua dan sirip dubur memiliki warna kuning terang, finlet bagian dubur berwarna gelap; bagian belakang dari sirip ekor berwarna putih (Collette, 1983). Meskipun kesuburan dari albakora meningkat secara umum dengan bertambahnya ukuran, namun tidak ada hubungannya antara panjang baku ikan dengan bobot masa memijah dan jumlah telurnya; untuk ikan betina berbobot 20 kg dapat memproduksi antara 2-3 juta telur setiap musim memijah (Collette, 1983) Tingkah laku dan penyebaran ikan tuna albakora Berdasarkan Collete (1983), lokasi penyebarannya albakora di dunia tersebar pada daerah tropis dan daerah laut bersuhu sedang termasuk Laut Mediterania. Albakora bermigrasi berdasarkan kandungan massa air, bukan berdasarkan persilangan batasan suhu dan oksigen. Albakora melewati jarak yang sangat jauh dan muncul untuk membentuk kelompok terpisah di berbagai tahap dalam siklus hidupnya (Collette, 1983). Distribusi kedalaman untuk habitat albakora di Samudera Pasifik dari permukaan hingga dasar perairan ialah sekitar 380 m dan dipengaruhi oleh struktur panas secara vertikal serta kandungan oksigen pada massa air. Dengan faktor atau kondisi lingkungan yang sama, habitat albakora terdapat pada perairan dengan kedalaman 600 m di samudera Atlantik. Seperti tuna lainnya, albakora

40 23 membentuk gerombolan ikan dengan jumlah yang lebih sedikit, sebab unit akan lebih kompak saat terdiri dari ikan besar. Gerombolan ikan tersebut bisa saja bercampur dengan benda-benda yang melayang, seperti ganggang laut (Collette, 1983) Kondisi oseanografi yang mempengaruhi penyebaran ikan tuna albakora Albakora termasuk ikan jenis epi- dan mesopelagic, berlimpah pada bagian permukaan laut dengan suhu 15,6 o -19,4 o C; untuk albakora dengan jenis yang lebih besar terdapat pada perairan lebih dalam dengan suhu 13,5 o -25,2 o C. Albakora cenderung berkumpul dan banyak tertangkap pada daerah pertemuan panas tempat terjadinya upwelling (bidang kelautan seperti Zona Transisi pada utara Samudera Pasifik). Zona transisi merupakan daerah utama terjadinya upwelling yang kaya akan sumber makanan bagi organisme laut namun memiliki kandungan oksigen yang sedikit. Syarat minimum untuk kandungan oksigen bagi albakora ialah sekitar 2ml/l yaitu sama dengan yellowfin tuna (Collette, 1983). Blackburn (1965) vide Nababan (2008) menyatakan bahwa salinitas perairan yang biasa dihuni oleh beberapa jenis tuna berbeda-beda, yaitu untuk madidihang dan tuna sirip biru, untuk tuna albakora dan untuk cakalang. 2.9 Tuna Mata Besar / Bigeye tuna (Thunnus obesus) Taksonomi ikan tuna mata besar Sumber : Gambar 4 Tuna Mata Besar / Bigeye tuna (Thunnus obesus)

41 24 Menurut Saanin (1968), ikan Tuna Mata Besar (Bigeye tuna) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Subkingdom : Metazoa Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Class : Pisces Subclass : Teleostei Order : Percomorphi Suborder : Scombroidea Family : Scomberidae Genus : Thunnus Spesies : Thunnus obesus Tuna mata besar mempunyai tubuh fusiform, sangat besar dan seluruhnya tertutup dengan sisik agak membesar, terutama pada bagian korselet kepala dan mata berukuran besar. Sirip dada panjang, mengarah ke belakang dan dapat mencapai bagian bawah dari sirip punggung pertama, sedang pada ikan yang telah tua hampir melampaui permukaan sirip punggung kedua. Sirip punggung kedua dan sirip dubur lebih tinggi sedikit dari sirip punggung pertama. Kedua warna sirip pungung berwarna biru keabu-abuan dengan sirip dada berwarna hitam pada sisi atasnya, sedang sisi bawah keabu-abuan. Warna punggung hitam keabuabuan, bagian sisi dan perut putih keperak-perakkan (Nakamura, 1969 vide Syahreza, 1995) Tingkah laku dan penyebaran ikan tuna mata besar Tuna mata besar memiliki habitat makan pada lapisan di seluruh permukaan dan turun ke lapisan campuran yang bisa jadi kedalamannya m (Syahreza, 1995). Penyebaran tuna tidak dipengaruhi oleh perbedaan bujur tetapi oleh perbedaan lintang. Tuna mata besar mempunyai daerah penyebaran yang lebih luas bila dibandingkan dengan jenis tuna lainnya. Penyebaran di perairan

42 25 Indonesia yaitu pada daerah antara 15 o LU-15 o LS, melimpah pada lintang 0 o -15 o LS (FAO vide Syahreza, 1995). Menurut Sumadhiharja (1971) vide Syahreza (1995), daerah penangkapan tuna yang baik adalah sebagai berikut : 1. Tempat pertemuan arus dari daerah perairan sempit dengan laut dalam atau daerah karang tebing, merupakan daerah penangkapan laut dalam; 2. Tempat-tempat terdapatnya arus yang mengalir dengan cepat atau tempat yang ada rintangan seperti karang, pulau, dan tebing. 3. Tempat-tempat terjadinya konvergen atau divergensi diantara arus yang berdekatan Kondisi oseanografi yang mempengaruhi penyebaran ikan tuna mata besar Berkaitan dengan letak geografis Indonesia yang beriklim tropis, maka dapat dikatakan bahwa lingkungan perairannya relatif stabil sepanjang tahun misal pada kedalaman 100 m sebaran temperatur permukaan ± o C, kadar garam permukaan ± 34, dan kandungan 0 2 -nya 3-4 ml/l. Oleh sebab itu musim penangkapan tuna pada dasarnya dapat dilakukan sepanjang tahun (Widana, 1991 vide Syahreza, 1995).

43 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu. Lokasi Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang merupakan ibu kota Kabupaten Sukabumi. Secara geografis PPN Palabuhanratu terletak pada posisi 06º 59' 47, 156" LS dan 106º 32 61, 884" BT, merupakan daerah pesisir selatan Kabupaten Sukabumi yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia (PPN Palabuhanratu, 2008). Keberadaan PPN Palabuhanratu telah banyak dirasakan manfaatnya oleh para pengguna jasa Pelabuhan Perikanan dan juga oleh masyarakat sekitar. Selain itu keberadaan PPN Palabuhanratu juga mampu memberikan manfaat ganda bagi pembangunan sosial dan ekonomi dalam rangka menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD), antara lain (PPN Palabuhanratu, 2008) : Sebagai tempat penghasil komoditi sumber daya alam terutama sumber daya ikan (SDI) yang cukup melimpah untuk memenuhi kebutuhan lokal maupun ekspor. Sebagai daerah tujuan wisata baik domestik maupun mancanegara. Mempunyai aset sumber daya manusia terkait yang berprofesi sebagai nelayan, pedagang ikan, produsen pengolahan hasil perikanan laut pada berbagai sektor produksi yang cukup berkualitas. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu sesuai dengan fungsinya memiliki peranan strategis karena letaknya berada pada posisi dekat dengan daerah penangkapan (fishing ground) perairan Samudera Hindia (Wilayah Pengelolaan Perikanan atau WPP-9) dan akses pemasaran domestik maupun ekspor. Secara khusus, PPN Palabuhanratu menampung kegiatan masyarakat perikanan, terutama terhadap aspek produksi, pengolahan dan pemasaran, serta pembinaan masyarakat nelayan. Pelayanan terhadap kapal perikanan sebagai sarana produksi meliputi; penyediaan basis (home base) bagi armada penangkapan, menjamin kelancaran bongkar ikan hasil tangkapan, menyediakan suplai logistik bagi kapal-kapal ikan seperti air tawar, BBM, dan es untuk perbekalan ke laut dan lain-lain, sedangkan pelayanan terhadap nelayan sebagai

44 30 unsur tenaga produksi meliputi: aspek fasilitasi pengolahan, aspek pemasaran, dan aspek pembinaan masyarakat nelayan atau kelompok usaha bersama. Bukti keberhasilan pelayanan jasa yang telah diberikan oleh PPN Palabuhanratu dalam melayani kebutuhan nelayan dan masyarakat perikanan telah membuahkan hasil yang menggembirakan, yakni berupa penghargaan Piala Adibakti Tani dari Menteri Pertanian Republik Indonesia pada tahun Kemudian pada tahun 2005, PPN Palabuhanratu menerima penghargaan Adibakti Mina Bahari sebagai unit kerja pelayanan yang berprestasi di lingkup Departemen Kelautan dan Perikanan dan tahun 2007 mendapatkan predikat terbaik sebagai DKP Mini (PPN Palabuhanratu, 2008). 4.2 Kondisi Perikanan PPN Palabuhanratu 1) Jumlah dan nilai produksi perikanan laut di PPN Palabuhanratu Produksi Ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu berasal dari hasil tangkapan kapal-kapal ikan yang berbasis di Palabuhanratu dan kapal-kapal ikan pendatang yang diantaranya berasal dari Cilacap, Jakarta, Bali, Sibolga dan Binuangeun. Daerah penangkapan ikan bagi nelayan yang menggunakan fishing base-nya PPN Palabuhanratu antara lain perairan Teluk Palabuhanratu, Cisolok, Ujung Genteng, perairan sebelah Selatan Pulau Jawa dan sebelah Barat Pulau Sumatra. Perkembangan jumlah dan nilai produksi hasil perikanan laut yang didaratkan di PPN Palabuhanratu selama tujuh tahun terakhir disajikan pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Jumlah dan nilai produksi hasil perikanan laut yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun Tahun Produksi Pendaratan Ikan Fluktuasi Jumlah (kg) Nilai (Rp) Jumlah (%) Nilai (%) ,97 2, ,01 105, ,26 1, ,89 18, ,36 9, ,76 33,30 Rata-rata ,59 28,53 Sumber : PPN Palabuhanratu, 2009.

45 31 Dari Tabel 1 diatas terlihat sejak tahun 2003 sampai tahun 2009 produksi ikan dan nilai produksi ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu mengalami fluktuasi. Produksi ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar -24,36 % dari tahun sebelumnya. Begitu pula produksi pada tahun 2009 yang turun sebesar -13,76% dibandingkan tahun sebelumnya. Secara umum rata-rata kenaikan produksi ikan sebesar 5,59 % dan rata-rata nilai produksi sebesar 28,53 % setiap tahun, seperti dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7 di bawah ini. Gambar 6 Grafik jumlah produksi (kg) hasil perikanan laut yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun Gambar 7 Grafik nilai produksi (Rp) hasil perikanan laut yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun

46 32 Berdasarkan Gambar 6 dan 7 serta Tabel 1, dapat diketahui bahwa besarnya jumlah produksi tidak sepenuhnya mempengaruhi besarnya nilai dari produksi tersebut. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan nilai jual atau harga dari masingmasing jenis ikan hasil tangkapan setiap tahunnya. Jumlah produksi hasil perikanan laut di PPN Palabuhanratu berfluktuasi tiap tahunnya, dimana jumlah terendah berada pada tahun 2004 yaitu sebesar kg dan terbesar berada pada tahun 2005 sebesar kg. Adapun untuk nilai dari produksi perikanan laut yang terbesar ada pada tahun 2009 sebesar Rp walaupun untuk jumlah produksinya bukan yang terbesar. Hal ini dapat terjadi mungkin dikarenakan ikan yang tertangkap pada tahun ini umumnya merupakan ikan yang memiliki nilai jual tinggi atau adanya kenaikan harga jual pada tahun ini dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan untuk nilai jual terendah berada pada tahun 2003 sebesar Rp Secara spesifik jenis ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu didominasi oleh jenis ikan cakalang, cucut, tongkol, tuna, layur, peperek dan tembang. Produksi ikan dominan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tersebut selalu berfluktuasi tiap tahunnya. Produksi ikan hasil tangkapan dominan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tiga tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan data pada Tabel 2 di bawah ini, ikan tuna merupakan ikan yang paling dominan didaratkan di PPN Palabuhanratu baik jumlah maupun nilai produksinya. Selain itu ikan tuna ini memiliki nilai jual yang tinggi karena pada umumnya ikan tuna di ekspor ke luar Indonesia. Pada tahun 2008 dan 2009 produksi tuna mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2007, namun nilai produksi tuna ini terus meningkat dan nilai yang tertinggi berada pada tahun 2009 sebesar Rp Adapun untuk ikan yang memiliki jumlah produksi yang terendah yaitu ikan cucut dengan besar rata-rata selama tiga tahunnya sebesar kg.

47 33 Tabel 2 Jumlah dan nilai produksi hasil tangkapan dominan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun Jumlah (kg) No. Nama Spesies Cakalang Cucut Tongkol , Tuna Layur Peperek Tembang Nilai (Rp) No. Nama Spesies Cakalang Cucut Tongkol Tuna Layur Peperek Tembang Sumber : PPN Palabuhanratu, 2008 dan PPN Palabuhanratu, ) Jumlah produksi ikan dari luar daerah PPN Palabuhanratu Ikan yang berada di lingkungan PPN Palabuhanratu merupakan hasil tangkapan kapal-kapal perikanan yang mendarat di kolam pelabuhan PPN Palabuhanratu serta hasil tangkapan kiriman dari daerah lain yang melalui jalan darat seperti Jakarta, Juwana, Binuangeun, Indramayu, Pameungpeuk dan daerah pendaratan ikan lainnya yang berada di kabupaten Sukabumi seperti Loji, Cisolok, Ujung Genteng. Jenis ikan tersebut antara lain ikan cakalang, eteman, layur, layaran, setuhuk, tongkol dan tembang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

48 34 Tabel 3 Produksi ikan (kg) dari luar daerah PPN Palabuhanratu melalui jalur darat ke PPN Palabuhanratu tahun 2009 No Bulan JKT Jawa Barat Jateng CSK Loji UG BNG CDN BLK PMP CBR PGN IDR JWN Total (kg) 1 Januari 280,000 16,050 2,300 84,000 24,000 12, ,000 76, ,350 2 Februari 251,000 15,100 2, ,900 26,400 13, ,000 71, ,600 3 Maret 187,000 7,250-85,600 24, ,000 54, ,510 4 April 124,800 7,250-68,700 23,050 28,000 12,000-7,200-8,000 85, ,500 5 Mei 118,500 6,150-56,300 20,250 22,000 13,000-6,000-7,500 79, ,400 6 Juni 120,500 6,850-48,900 21,900 25,000 14,000-6,500-8,000 80, ,650 7 Juli 128,500 6,150-36,000 17,500-13,500-5,000-8,500 86, ,850 8 Agustus 118,400 4,000-26,850 26,900-13,000-5,000 60,000 8,000 80, ,150 9 September 117,000 4,300-47,900 28,100 30,000-55,000 6,000-9,500 75, , Oktober 142,500 12,500-82,950 39,600 25,000-65,000 11,500-9,500 77, , November 144,500 10,000-72,950 32,900 15,000-55,000 8,500-10,000 77, , Desember 117,000 4,300-47,900 28,100 30,000-55,000 6,000-9,500 75, ,800 Jumlah (kg) 1,849,700 99,900 5, , , ,000 65, ,000 61,700 60, , ,900 4,766,510 Rata-rata (kg) 154, , , , , , , , ,000 17, , , Kontribusi (%) Sumber : PPN Palabuhanratu, Ket : JKT = Jakarta; CSK = Cisolok; UG = Ujung Genteng; BNG = Binuangeun; CDN = Cianjur/Cidaun; BLK = Blanakan; PMP = Pameungpeik; CBR = Cibareno; PGN = Pangandaran; IDR = Indramayu; JWN = Juwana.

49 35 Dari Tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa jumlah ikan yang berasal dari luar daerah PPN Palabuhanratu (melalui jalan darat) pada tahun 2009 sebesar kg dan rata-rata perbulan sebesar kg dengan produksi terbesar terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar kg. Adapun daerah yang memberikan kontribusi terbesar bagi kebutuhan ikan di Palabuhanratu adalah Jakarta sebesar 38,81%, sedangkan untuk daerah lainnya relatif memberikan kontribusi yang tidak terlalu besar yaitu Cisolok sebesar 2,10%, Loji sebesar 0,10%, Ujung Genteng sebesar 15,92%, Binuangeun sebesar 6,57%, Cianjur/Cidaun sebesar 4,20%, Blanakan sebesar 1,37%, Pameungpeuk sebesar 4,83%, Cibareno sebesar 1,29%, Pangandaran sebesar 1,26%, Indramayu sebesar 4,29%, dan Juwana sebesar 19,26% (PPN Palabuhanratu, 2009). 3) Unit penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu a. Kapal penangkap ikan Kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan. Kapal penangkap ikan adalah kapal perikanan yang secara khusus dipergunakan untuk menangkap ikan termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan. Kapal atau perahu yang digunakan di PPN Palabuhanratu terdiri dari dua macam, yaitu perahu motor tempel (PMT) dan kapal motoor (KM). Perahu motor tempel menggunakan motor tempel (outboard engine) yang diletakkan di bagian luar kapal. Umumnya perahu motor tempel ini digunakan dalam usaha perikanan skala kecil karena harga perahu yang relatif terjangkau. Adapun untuk kapal motor (KM) menggunakan mesin yang diletakkan di bagian dalam badan kapal (inboard engine) dan umumnya kapal motor ini digunakan untuk usaha perikanan yang mempunyai skala cukup besar, yang hanya dimiliki nelayan bermodal besar (PPN Palabuhanratu, 2009). Jenis armada penangkapan ikan yang menggunakan base fishing port-nya PPN Palabuhanratu adalah jenis kapal motor dengan ukuran kapal < 10 GT s/d > 30 GT dengan berbagai macam alat tangkap seperti gillnet, payang, jaring rampus, Bagan, purse seine, pancing ulur, tuna longline, pancing rawai, dan lainnya.

50 36 Jumlah perahu motor tempel dan kapal motor selengkapnya disajikan pada Gambar 8. Sumber: PPN Palabuhanratu Gambar 8 Grafik jumlah kapal motor dan perahu motor tempel di PPN Palabuhanratu tahun Berdasarkan Gambar 8 diketahui bahwa jumlah kapal (baik kapal inboard ataupun outboard) mengalami fluktuasi tiap tahunnya. Jika dilihat dari tahun jumlah kapal di PPN Palabuhanratu meningkat dan jumlah tertingginya ada pada tahun 2007 sebesar 852 unit kapal dari berbagai jenis alat tangkap. Sementara untuk jumlah kapal terendahnya ada pada tahun 2003 sebesar 381 unit. Sumber: PPN Palabuhanratu Gambar 9 Grafik frekuensi masuk kapal motor dan perahu motor tempel di PPN Palabuhanratu tahun

51 37 Pada Gambar 9 terlihat bahwa fluktuasi dari frekuensi masuk perahu motor tempel cukup tinggi tiap tahunnya dibandingkan fluktuasi dari kapal motor. Jumlah frekuensi masuk terbesar yaitu di tahun 2007 sebesar kali dan yang terendah sebesar kali pada tahun Tingkat fluktuasi yang tinggi bagi perahu motor tempel dapat menunjukkan tingginya ketidakpastian para nelayan yang menggunakan perahu motor tempel yang pada umumnya merupakan nelayan kecil. b. Alat penangkap ikan Dalam operasional penangkapan ikan, jenis alat tangkap yang digunakan merupakan faktor yang cukup penting selain faktor pengetahuan nelayan tentang tingkah laku ikan, daerah penangkapan ikan (fishing ground) dan kemampuan menggunakan alat tangkap yang akan digunakan. Terdapat beberapa alat tangkap dengan konstruksi yang khusus digunakan untuk menangkap ikan tertentu seperti drift gillnet yang merupakan salah satu alat tangkap untuk menangkap beberapa jenis ikan pelagis seperti ikan tongkol, cakalang, tuna, dan jenis ikan pelagis lainnya. Perkembangan jenis alat tangkap yang beroperasi di PPN Palabuhanratu dalam kurun waktu delapan tahun terakhir disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Perkembangan alat tangkap yang beroperasi di PPN Palabuhanratu tahun Alat Tangkap (Unit) Jumlah Fluktuasi No. Tahun RMP PCG PYG BGN PRS GNT RWI LgLn (Unit) (%) , , , , , , ,9 Rata- Rata Kenaikan 2,8 Sumber: PPN Palabuhanratu 2008 dan PPN Palabuhanratu 2009 Ket: RMP = Rampus; PCG = Pancing; PYG = Payang; BGN = Bagan; PRS = Purse Saine; GNT = Gillnet; RWI = Rawai; LgLn = Long Line. Jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di PPN Palabuhanratu adalah pancing, payang, bagan, gillnet, rawai, rawai tuna dan purse seine. Alat

52 38 tangkap yang dominan dipergunakan oleh nelayan di PPN Palabuhanratu pada tahun 2009 adalah pancing, bagan, payang, dan gillnet. Secara umum perkembangan jumlah alat tangkap yang digunakan dari tahun 2002 sampai dengan 2009 cenderung mengalami kenaikan yaitu sebesar 2,8 % per tahun. Pada tahun 2009 ini hampir semua jenis alat tangkap mengalami penurunan jumlah kecuali alat tangkap rampus dan payang yang mengalami peningkatan. c. Nelayan Nelayan merupakan salah satu komponen penting dalam unit penangkapan ikan, karena nelayan adalah orang-orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam kegiatan penangkapan ikan. Jumlah nelayan yang ada di PPN Palabuhanratu terus mengalami perubahan tiap tahunnya. Perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu dalam kurun waktu delapan tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu tahun No. Tahun Jumlah (Orang) Fluktuasi (%) , , , , , , ,18 Rata Rata 11,23 Sumber: PPN Palabuhanratu 2008 dan PPN Palabuhanratu 2009 Gambar 10 Grafik distribusi nelayan di PPN Palabuhanratu tahun Sumber: PPN Palabuhanratu 2009.

53 39 Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa secara umum jumlah nelayan yang ada di PPN Palabuhanratu terus meningkat, kecuali pada tahun 2008 yang mengalami penurunan sebesar 34% dari tahun sebelumnya. Namun demikian jika di rata-ratakan, pertumbuhan nelayan yang ada di PPN Palabuhanratu dari tahun 2002 hingga tahun 2009 cenderung berkembang rata-rata sebesar 11% per tahun. Jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu yang terbesar ada pada tahun 2007 sebesar 5994 orang dan yang terendah sebesar 2519 orang pada tahun Dapat dilihat pada Gambar 10 di atas, nelayan-nelayan di PPN Palabuhanratu paling banyak bekerja sebagai nelayan rawai dan nelayan payang. Hal ini dikarenakan selain banyak menyerap jumlah nelayan, alat tangkap payang dan rawai juga merupakan alat tangkap yang dominan digunakan di PPN Palabuhanratu. 4.3 Sarana dan Prasarana PPN Palabuhanratu Pemerintah Kabupaten Sukabumi melalui Dinas Kelautan dan Perikanan beserta Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menyediakan sarana PPN Palabuhanratu bertipe B untuk mendukung kegiatan perikanan tangkap di PPN Palabuhanratu yang telah diresmikan pada tahun Kemudian sarana dan prasarana tersebut dilengkapi secara bertahap. Adapun sarana dan prasarana tersebut dikelompokkan menjadi tiga fasilitas yaitu fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang. 1) Fasilitas Pokok Fasilitas pokok adalah fasilitas utama atau dasar yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan. Fasilitas ini berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal, baik sewaktu berlayar keluar masuk pelabuhan maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas pokok yang terdapat di PPN Palabuhanratu meliputi : a. Dermaga Pelabuhan Sebelum adanya dermaga pelabuhan, nelayan mendaratkan hasil tangkapannya dengan cara dipikul sampai ke daratan, sehingga dirasakan operasionalnya kurang efektif. Maka dengan adanya dermaga ini kapal-kapal

54 40 yang akan melakukan tambat maupun labuh dapat dengan mudah dan secara langsung untuk melakukan bongkar hasil tangkapan maupun mengisi perbekalan. Dermaga yang dibangun di PPN Palabuhanratu terbagi dalam dermaga tambat dan dermaga bongkar dengan kapasitas areal tambat labuh seluas 310 m 2 dan perbekalan seluas 106 m 2, sedangkan tempat pendaratan perahu seluas m 2. Untuk dermaga kolam I dengan lokasi bongkar di dermaga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan setelah kapal-kapal melakukan bongkar serta lelang ikan di dermaga tersebut, kapal-kapal merapat ke dermaga kolam I dengan menambatkan kapalnya secara berjajar sesuai dengan bentuk serta ukurannya. Adapun dermaga kolam II dengan panjang 240 m, yang hampir seluruhnya dipakai untuk bongkar dan tambat dengan cara bergantian antara kapal yang satu dengan kapal lainnya. Dermaga I yang berada di PPN Palabuhanratu adalah dermaga dengan sistem pengerukan tanah dan dilakukan pemancangan (sheetpile). Sedangkan pada dermaga kolam II dengan menggunakan sistem caisson dengan panjang 240. b. Kolam Pelabuhan (I dan II) Pada waktu tertentu kolam pelabuhan berperan penting memberikan perlindungan terhadap kapal-kapal yang sedang mengisi perbekalan, tambat dan melakukanbongkar hasil tangkapan ikan. Contohnya ialah pada saat musim ombak (Oktober dan November) sebagian besar kapal tidak beroperasi dan menyandarkan kapalnya di kolam pelabuhan agar tidak terkena ombak besar. PPN Palabuhanratu mempunyai 2 kolam pelabuhan dengan luas kolam I mempunyai luas 3 Ha dengan kedalaman 3 m sedangkan kolam II mempunyai luas 2 Ha dengan kedalaman 4 m. c. Breakwater atau Pemecah Gelombang Pemecah gelombang adalah suatu struktur bangunan kelautan yang berfungsi khusus untuk melindungi pantai atau daerah di sekitar pantai terhadap gelombang laut. PPN Palabuhanratu menggunakan breakwater dengan konstruksi sistem A-jack dan mempunyai panjang 300 m. d. Alat Bantu Navigasi Alat bantu navigasi yang terdapat di PPN Palabuhanratu yaitu lampu suar tanda pelabuhan sebanyak satu unit dengan ketinggian ± 20 m, lampu suar tanda

55 41 masuk kolam I sebanyak 2 unit dengan tinggi masing-masing 12 m dan lampu suar tanda masuk kolam II sebanyak 2 unit dengan tinggi masing-masing 6 m. Lampu suar tanda pelabuhan berfungsi sebagai tanda tempat keberadaan PPN Palabuhanratu sedangkan lampu suar tanda masuk kolam berfungsi sebagai penuntun kapal-kapal saat memasuki kolam. e. Groin Groin termasuk dalam klasifikasi pemecah gelombang berupa bebatuan dengan berat tertentu yang ditumpuk secara teratur. Adapun penempatan groin di PPN Palabuhanratu berlokasi di sebelah kanan dan kiri pintu masuk pada kolam I dan II yang berfungsi sebagai pemecah gelombang dan juga berfungsi agar tidak terjadi erosi akibat gelombang ataupun ombak di sekitar pintu masuk kolam I dan II. 2) Fasilitas Fungsional Fasilitas fungsional atau suprastruktur adalah fasilitas yang berfungsi meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok yang dapat menunjang aktifitas di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas ini diantaranya tidak harus di suatu pelabuhan namun fasilitas ini disediakan sesuai dengan kebutuhan operasional pelabuhan perikanan tersebut. Fasilitas fungsional yang terdapat di PPN Palabuhanratu meliputi: a. Tempat Pelelangan Ikan Bangunan ini memiliki luas 920 m 2 dan berfungsi sebagai tempat pertemuan antara penjual (nelayan) dan pembeli untuk melakukan jual beli/transaksi lelang ikan dengan fasilitator proses lelang oleh penyelenggara lelang (KUD Mina Mandiri Sinar Laut ). Bangunan ini dibangun pada tahun 1993 dan direnovasi pada tahun b. Kantor Administrasi Pelabuhan Merupakan tempat para pegawai melakukan pemantauan, evaluasi, administrasi dan koordinasi yang berhubungan dengan kegiatan di PPN Palabuhanratu. Untuk mendukung kegiatan administrasi perkantoran para pegawai masing-masing diberikan satu perangkat komputer, lemari arsip, meja dan kursi.

56 42 c. Perahu Kebersihan Kolam Untuk meminimalisir pencemaran atau kotoran yang ada di kolam I dan II, maka secara berkala petugas kebersihan membersihkan kolam dengan dukungan perahu kebersihan kolam. Pihak pelabuhan memiliki satu unit perahu dengan spesifikasi: P = 5 m; L = 1,55 m; T = 0,75 m; bahan fiber dan disertai perlengkapan berupa mesin motor tempel (Yamaha 15 PK), life jacket, jaring serta caduk sampah. d. Laboratorium Bina Mutu dan Gedung Pengembangan Laboratorium Bina Mutu Laboratorium ini digunakan sebagai tempat pengujian formalin dan organoleptik. Laboratorium ini ada untuk menunjang hasil tangkapan yang baik untuk dikonsumsi manusia. e. Kantor Satuan Kerja Pengawas Perikanan Kantor ini digunakan oleh petugas yang berperan mengawasi dan menindaklanjuti tindak pelanggaran dibidang perikanan tangkap yang ada di wilayah pelabuhan perikanan, khususnya di teluk Palabuhanratu. Kantor ini dibangun pada tahun 1993 dengan memiliki empat ruangan yakni ruangan Ka Satker, dua ruangan staf, dan satu ruangan dapur. f. Bangunan Bengkel Perikanan Bangunan ini dibangun pada tahun 1993 dan berfungsi sebagai tempat perbaikan mesin-mesin kapal perikanan yang mengalami kerusakan. Adapun sarana bengkel yang tersedia yaitu : Gurinda duduk 2 unit Bor duduk 1 unit Kompressor 2 unit Las tangan 1 unit Mesin Las 1 unit Tabung oksigen 1 Unit Mesin bubut 1 Unit Mesin bor 1 unit Mesin gergaji besi 1 unit Mesin pembengkok pipa 1 unit Blower 1 unit

57 43 g. Generator Pelabuhan Terdapat dua unit mesin generator dengan kapasitas 95 KVA yang dimiliki oleh PPN Palabuhanratu. Generator ini digunakan sebagai pengganti listrik pada saat terjadi pemadaman dari pihak PLN. Adapun pemakaian dua generator ini dipakai secara bergantian atau selama 12 jam setiap unit generator dengan pemakaian solar sebnyak 25 liter per jam. h. Docking atau Slipway Dock atau slipway ini berlokasi di kolam dermaga I yang pengelolaannya dikelola oleh pihak swasta (PT. Citra Karya Utama). Dock ini dilengkapi dengan rel yang berfungsi untuk mempermudah menaikkan kapal ke darat disaat kondisi air laut/kolam sedang surut. Disamping ada aktifitas perbaikan, ada juga aktifitas pembuatan kapal-kapal yang menggunakan bahan dari kayu dengan tonase dibawah 30 ton. i. Gedung pembinaan, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan Gedung ini dibangun pada tahun 2008 melalui Anggaran Dirjen P2HP, DKP di atas tanah milik Dirjen Tangkap di PPN Palabuhanratu. Adapun tujuan utama pembangunannya adalah sebagai tempat melakukan pembinaan terhadap masyarakat perikanan yang berkaitan dengan pengolahan hasil perikanan atau produk perikanan dan sebagai tempat memberikan informasi tentang teknologi terbaru dalam bidang pengolahan. j. Truk tangki air Truk tangki ini berfungsi untuk mengangkut air bersih dari PDAM ke tangki air bersih milik PPN Palabuhanratu lalu menuju kapal-kapal yang membutuhkan air bersih. PPN Palabuhanratu ini hanya memiliki satu unit truk tangki air dengan kapasitas liter dan spesifikasi: berat kosong = kg; panjang kendaraan = mm; lebar kendaraan = mm; tinggi kendaraan = mm; dan daya angkut = 3 orang (150 kg) dan barang kg. k. Dump truck, crane truck dan forklift Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu memiliki masingmasing dua unit dari ketiga kendaraan ini. Dump truck ini digunakan untuk mengangkut sampah yang dibuang ke tempat pembuangan sampah di Cibadak Sukabumi atau dapat juga disewa nelayan untuk digunakan mengangkut barang-

58 44 barang seperti palka kapal. Crane truck ini berfungsi untuk mengangkut barangbarang yang memiliki kapasitas maksimal 4 ton. Forklif ini memiliki fungsi yang hampir sama dengan crane truck yang melakukan pengangkatan barang berat, namun forklift ini hanya mengangkat barang dengan kapasitas maksimal 2 ton. l. Tangki BBM dan rumah pompa BBM Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu memiliki dua unit tangki BBM yang digunakan sebagai penyimpan stok BBM yang dikelola pihak swasta. Tangki I memiliki ukuran 320 m 3 dengan luas 75 m 2 dan tangki II berukuran 208 m 3 dengan luas 104,04 m 2. Tangki ini dilengkapi dengan rumah pompa sebagai tempat penyimpanan pompa yang berfungsi untuk memompa atau menyalurkan solar. m. Bak atau tangki air bersih dan rumah pompa Tangki air bersih ini memiliki kapasitas 200 m 3 yang berfungsi untuk menampung air bersih untuk kapal-kapal di PPN Palabuhanratu. Tangki air bersih ini juga dilengkapi pompa untuk menyalurkan air ke dalam ataupun keluar dari tangki air bersih ini. n. Rumah pompa dan pompa air laut Pompa air laut ini difungsikan untuk memanfaatkan air laut dengan proses tertentu untuk dirubah dari air laut menjadi air tawar yang dapat digunakan untuk mencuci ikan di sekitar pasar. Pompa air laut ini agar tetap aman dari karat, panas dan hujan dilengkapi dengan rumah atau yang biasa kita sebut dengan rumah pompa. 3) Fasilitas penunjang Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peranan pelabuhan atau masyarakat perikanan untuk mendapatkan kenyamanan melakukan aktifitas di pelabuhan. Fasilitas penunjang yang terdapat di PPN Palabuhanratu meliputi: Balai pertemuan nelayan Gedung arsip Pos pelayanan terpadu I dan II Musholla Toilet umum Display informasi

59 Mesin pemotong rumput Pos dan alat peringatan dini bahaya tsunami Guest house Puskesmas nelayan Toko BAP dan toko logistik Rumah dinas Syahbandar perikanan 45

60 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1) Nilai CPUE untuk keseluruhan hasil tangkapan ikan tuna Kapal PSP 01 cenderung menurun setiap tahunnya, dengan nilai CPUE tertinggi didapat pada tahun 2008 yaitu sebesar 378,33 kg/trip. 2) Daerah penangkapan ikan tuna oleh Kapal PSP 01 mayoritas terdapat pada wilayah II (07 o LS 08 o 30 LS dan 106 o 107 o BT) dimana pada wilayah tersebut merupakan wilayah pemasangan rumpon. Hasil tuna tertinggi terdapat pada bulan Juli tahun 2008 yaitu pada wilayah II dengan posisi 08 o 01 LS 106 o 15 BT dengan total produksi kg. 6.2 Saran 1) Kapal PSP 01 disarankan untuk mengutamakan kegiatan operasi penangkapan ikan tuna pada sekitar bulan Mei sampai Oktober sebab diduga sebagai musim banyak tuna di perairan selatan Jawa Barat. 2) Pemasangan alat bantu rumpon untuk kegiatan operasi penangkapan ikan tuna Kapal PSP 01 sebaiknya disesuaikan menurut wilayah yang memiliki jumlah produksi ikan tuna terbanyak yaitu wilayah II 3) Menyusun log book dari Kapal PSP 01 yang lebih rinci untuk mendapatkan data yang lebih akurat.

61 DAFTAR PUSTAKA Ardianto, A Pemanfaatan Rumpon Laut Dalam : Upaya Meningkatkan Hasil Tangkapan Ikan Cakalang di PT. Usaha Mina (Persero) Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Ayodhyoa A.U Metode Penangkapan Ikan. Bogor : Yayasan Dewi Sri. 97 hal. Brandt, A.V Fish Catching Methods of the World. London : Fishing News Book Ltd. Collete, B.B and C.E. Naven FAO Species Catalogue. Vol.2, Scombrids of the World. An Annotated and Illustrated Catalogue of Tunas, Mackerels, Bonitos, and Related Species Known to Date. FAO Fish.Synop ; (125) Vol.2 : 137 p. Effendi, I Pengaruh Penggunaan Rumpon pada Bagan Apung Terhadap Hasil Tangkapan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal 8. Ekasari D Analisis Resiko Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil di Palabuhanratu. Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 173 hal. Girsang, H.S Studi Pennetuan Daerah Penangkapan Ikan Tongkol Melalui Pemetaan Penyebaran Klorofil-A dan Hasil Tangkapan di Palabuhanratu, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Gunarso, W Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode, dan Teknik Penangkapan. Bahan Kuliah (tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 149 hal. Handriana, J Pengoperasian Pancing Tonda Pada Rumpon di Selatan Perairan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Imawati, N Studi Tentang Kepadatan Ikan Pelagis di Sekitar Rumpon di Perairan Pasauran, Banten. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal 7-8.

62 92 Limbong, M Pengaruh Suhu Permukaan Laut Terhadap Jumlah Dan Ukuran Hasil Tangkapan Ikan Cakalang Di Perairan Teluk Palabuhanratu Jawa Barat. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Martasuganda, S Jarring Insang (Gillnet). Serial Teknologi Penangkapan Ikan Berwawasan Lingkingan. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Nababan, B Analisis Sebaran Konsentrasi Klorofil-A Dalam Kaitannya Dengan Jumlah Hasil Tangkapan Ikan Cakalang di Perairan Binuangeun, Banten. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Novri, F Analisis Hasil Tangkapan dan Pola Musim Penangkapan Ikan Tenggiri (Scomberomorus spp.)di Perairan Laut Jawa Bagian Barat Berdasarkan Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. PPN Palabuhanratu Laporan Tahunan PPN Palabuhanratu Tahun PPN Palabuhanratu: Sukabumi. PPN Palabuhanratu Statistik Perikanan PPN Palabuhanratu Tahun PPN Palabuhanratu: Sukabumi. Putra, A.G Sinergitas Perikanan Tangkap Dengan Pariwisata Bahari di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Ramdhan, D Keramahan Gillnet Millenium Indramayu Terhadap Lingkungan: Analisis Hasil Tangkapan. Skripsi. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Rifki, M Pengaruh Kecepatan Arus dan Mesh Size terhadap Drag Force dan Tinggi Jaring Goyang pada Percobaan di Flume Tank. Skripsi. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Saanin, H Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Vol I dan II. Bandung : Binacipta.

63 93 Sainsbury, J.C Comercial Fishing Method. Fishing News Book Ltd. London England. 207 hal. Saputra, A Seleksi Umpan Untuk Meningkatkan Hasil Tangkapan Kembung Perempuan (Rastrelliger ) Dengan Pancing Ulur (Hand line) di Perairan Tanjung Pasir, Banten. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Sianipar, M.H Komposisi Hasil Tangkapan Payang Menurut Waktu dan Periode Bulan di Sekitar Rumpon di Perairan Pasauran, Banten. Skrpsi (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal Subani, W dan H.R. Barus Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Nomor: 50 Tahun 1988/1989. Jakarta: Balai Perikanan Laut, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 248 hal. Suhana Analisis Ekonomi Kelembagaan dalam Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teluk Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi. Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 214 hal. Syahreza, A Analisis Ukuran Hasil Tangkapan Ikan Tuna Mata Besar (Thunus obesus) di PT. Perikanan Samodra Besar Cabang Benoa, Bali. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

64 LAMPIRAN

65 Lampiran 1 Peta lokasi daerah penelitian Sumber : Data Primer,

66 Lampiran 2 Kapal PSP 01pada saat (a) docking, dan (b) bertambat di kolam pelabuhan. (a) Sumber : Data Primer, (a) 96 96

67 Sumber : Data Primer, (b) 97 97

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil yang diperoleh secara nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya. Artinya produktivitas sama

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas Produksi adalah segala kegiatan untuk menciptakan atau menambah guna atas suatu benda atau segala kegiatan yang ditunjukan untuk memuaskan orang lain melalui transaksi.

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keragaan Unit Penangkapan Ikan 5.1.1 Unit penangkapan ikan multigear (Kapal PSP 01) Penangkapan ikan Kapal PSP 01 menggunakan alat tangkap multigear, yaitu mengoperasikan alat

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 HASIL 5.1.1 Unit penangkapan Pancing rumpon merupakan unit penangkapan yang terdiri dari beberapa alat tangkap pancing yang melakukan pengoperasian dengan alat bantu rumpon.

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perikanan 2.2 Unit Penangkapan Ikan Kapal Nelayan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perikanan 2.2 Unit Penangkapan Ikan Kapal Nelayan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perikanan Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 direvisi Undang-Undang 45 tahun 2009, Pengertian perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan

Lebih terperinci

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi GILL NET (Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi Pendahuluan Gill net (jaring insang) adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pemberat pada tali ris bawahnya dan pelampung

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 15 Nomor 2 Desember 2017 e-issn: 2541-2450 BEBERAPA JENIS PANCING

Lebih terperinci

TINGKAT PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN IKAN MULTIGEAR

TINGKAT PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN IKAN MULTIGEAR TINGKAT PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN IKAN MULTIGEAR DI PERAIRAN SELATAN JAWA BARAT (STUDI KASUS KAPAL PSP 01) NITA SRI KURNIAWATI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANANN TANGKAP

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Alat tangkap jaring insang hanyut

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Alat tangkap jaring insang hanyut 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Menurut Martasuganda (2002) jaring insang (gillnet) adalah jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

Alat bantu Gill net Pengertian Bagian fungsi Pengoperasian

Alat bantu Gill net Pengertian Bagian fungsi Pengoperasian Hand line: Pancing ulur merupakan suatu alat penangkap ikan yang terdiri dari seutas tali dengan mata pancing berbentuk seperti jangkar. Pada mata pancing diikatkan umpan. Berdasarkan klasifikasi DKP tahun

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Sumber: Gambar 1 Ikan tuna sirip kuning ( Thunnus albacares)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Sumber:  Gambar 1 Ikan tuna sirip kuning ( Thunnus albacares) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Umum Madidihang (Thunnus albacares) 2.1.1 Klasifikasi dan deskripsi Ikan tuna sirip kuning atau madidihang (Thunnus albacares) merupakan ikan pengembara samudera,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Pancing Tonda Definisi dan klasifikasi Alat penangkapan ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Pancing Tonda Definisi dan klasifikasi Alat penangkapan ikan 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Pancing Tonda Unit penangkapan pancing tonda merupakan kesatuan unsur dari kapal penangkapan ikan, pancing tonda dan nelayan yang mengoperasikannya. Alat tangkap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember 2011. Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember 2011. Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *)

PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *) Perikanan Pancing Tonda di Perairan Pelabuhan Ratu (Rahmat, E. & A. Patadjangi) PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *) Enjah Rahmat 1) dan Asri Patadjangi 1) 1) Teknisi Litkayasa pada Balai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Cirebon Armada penangkapan ikan di kota Cirebon terdiri dari motor tempel dan kapal motor. Jumlah armada penangkapan ikan dikota Cirebon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penangkapan Ikan Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha manusia untuk menghasilkan ikan dan organisme lainnya di perairan, keberhasilan usaha penangkapan

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN Enjah Rahmat ) ) Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis adalah ikan yang hidupnya di dekat permukaan laut. Salah satu sifat ikan pelagis yang paling penting bagi pemanfaatan usaha perikanan yang komersil

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon (Lampiran 1). Survey dan persiapan penelitian seperti pencarian jaring,

Lebih terperinci

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR ABSTRAK PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR Erfind Nurdin Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristrasi I tanggal: 18 September 2007;

Lebih terperinci

2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP

2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP 6 2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP Unit Penangkapan Ikan Kapal Pengoperasian kapal tonda atau yang dikenal dengan kapal sekoci oleh nelayan Sendang Biru dilakukan sejak

Lebih terperinci

Jaring Angkat

Jaring Angkat a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA Agus Salim Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 29 Mei 2008; Diterima

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 33 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal yang digunakan merupakan sarana untuk mengangkut nelayan beserta alat tangkap ke daerah penangkapan ikan. Kapal yang biasa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel ikan tuna mata besar dilakukan pada bulan Maret hingga bulan Oktober 2008 di perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa

Lebih terperinci

Alat Tangkap Longline

Alat Tangkap Longline Alat Tangkap Longline Longline merupakan suatu alat tangkap yang efektif digunakan untuk menangkap ikan tuna. Selain itu alat tangkap ini selektif terhadap hasil tangkapannya dan pengoperasiannya bersifat

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar RESPON IKAN DEMERSAL DENGAN JENIS UMPAN BERBEDA TERHADAP HASIL TANGKAPAN PADA PERIKANAN RAWAI DASAR Wayan Kantun 1), Harianti 1) dan Sahrul Harijo 2) 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Secara geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak antara 127 O 17 BT - 129 O 08 BT dan antara 1 O 57 LU - 3 O 00 LS. Kabupaten

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PANCING ULUR UNTUK PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commerson) DI PERAIRAN PULAU TAMBELAN KEPULAUAN RIAU

PRODUKTIVITAS PANCING ULUR UNTUK PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commerson) DI PERAIRAN PULAU TAMBELAN KEPULAUAN RIAU PRODUKTIVITAS PANCING ULUR UNTUK PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commerson) DI PERAIRAN PULAU TAMBELAN KEPULAUAN RIAU Productivity of Hand Line for Fishing of Mackerel (Scomberomorus commerson)

Lebih terperinci

METODE PENANGKAPAN IKAN

METODE PENANGKAPAN IKAN METODE PENANGKAPAN IKAN ASEP HAMZAH FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN PERIKANAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA TEXT BOOKS Today s Outline Class objectives Hook and line (handline, longlines, trolline, pole

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jenis merupakan sumber ekonomi penting (Partosuwiryo, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. jenis merupakan sumber ekonomi penting (Partosuwiryo, 2008). TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Perikanan Indonesia terletak di titik puncak ragam jenis ikan laut dari perairan tropis Indo-Pasifik yang merupakan sistem ekologi bumi terbesar yang terbentang dari pantai

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar 21 3METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada tanggal 15 September 11 Desember 2010 ini bertempat di TPI Palabuhanratu. Sukabumi Jawa Barat. Kegiatan penelitian meliputi eksperimen langsung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gillnet) Gillnet adalah jaring dengan bentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring lebih pendek

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian penangkapan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dilakukan di perairan Gebang Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penelitian

Lebih terperinci

KONSTRUKSI DAN PRODUKTIVITAS RUMPON PORTABLE DI PERAIRAN PALABUHANRATU, JAWA BARAT

KONSTRUKSI DAN PRODUKTIVITAS RUMPON PORTABLE DI PERAIRAN PALABUHANRATU, JAWA BARAT Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 5 No. 1 November2014: 117-129 ISSN 2087-4871 KONSTRUKSI DAN PRODUKTIVITAS RUMPON PORTABLE DI PERAIRAN PALABUHANRATU, JAWA BARAT CONSTRUCTION AND PRODUCTIVITY

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR Pengaruh Penggunaan Mata Pancing.. terhadap Hasil Tangkapan Layur (Anggawangsa, R.F., et al.) PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCNG GANDA PADA RAWA TEGAK TERHADAP HASL TANGKAPAN LAYUR ABSTRAK Regi Fiji Anggawangsa

Lebih terperinci

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang 4.1.1 Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang Produksi ikan terbang (IT) di daerah ini dihasilkan dari beberapa kabupaten yang

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan Purse seine (1) Alat tangkap

4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan Purse seine (1) Alat tangkap 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Purse seine (1) Alat tangkap Pukat cincin (purse seine) di daerah Maluku Tenggara yang menjadi objek penelitian lebih dikenal dengan sebutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki luas perairan wilayah yang sangat besar. Luas perairan laut indonesia diperkirakan sebesar 5,4 juta km 2 dengan garis pantai

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 32 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Batas-batas Administrasi Kecamatan Cisolok Pangkalan Pendaratan Ikan Cisolok berada di Desa Cikahuripan Kecamatan Cisolok. Kecamatan Cisolok merupakan kecamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut martasuganda (2004), jaring insang (gillnet) adalah satu dari jenis

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut martasuganda (2004), jaring insang (gillnet) adalah satu dari jenis TINJAUAN PUSTAKA Unit Penangkapan Ikan Jaring insang Menurut martasuganda (2004), jaring insang (gillnet) adalah satu dari jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang dibentuk menjadi empat persegi

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No. 2, November 2012 Hal: 135-140 PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Tuna Lingline Fisheries Productivity in Benoa

Lebih terperinci

KAJIAN USAHA PENANGKAPAN DENGAN ALAT TANGKAP MULTI GEAR DI PALABUHANRATU (STUDI KASUS KAPAL PSP 01) RATU LADYA PUTRINATAMI

KAJIAN USAHA PENANGKAPAN DENGAN ALAT TANGKAP MULTI GEAR DI PALABUHANRATU (STUDI KASUS KAPAL PSP 01) RATU LADYA PUTRINATAMI KAJIAN USAHA PENANGKAPAN DENGAN ALAT TANGKAP MULTI GEAR DI PALABUHANRATU (STUDI KASUS KAPAL PSP 01) RATU LADYA PUTRINATAMI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN MELALUI PENDEKATAN KONVENSIONAL

PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN MELALUI PENDEKATAN KONVENSIONAL PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN MELALUI PENDEKATAN KONVENSIONAL P. Ika Wahyuningrum prieha@yahoo.com p_ika_w Ika Wahyuningrum Kompleksitas perikanan tangkap di Indonesia 1. Komposisi UPI 2. Common property

Lebih terperinci

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) Penangkapan Tuna dan... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) PENANGKAPAN TUNA DAN CAKALANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HAND LINE) YANG BERBASIS DI PANGKALAN PENDARATAN

Lebih terperinci

SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK. (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh:

SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK. (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh: Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No.2, November 2012 Hal: 169-175 SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh: Noor Azizah 1 *, Gondo Puspito

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DRAFT Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/14 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) 2.1 Potensi dan Usaha Perikanan di Indonesia 2.1.1 Perikanan dan Potensi Indonesia Berdasarkan UU. No 31 tahun 2004. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iluminasi cahaya Cahaya pada pengoperasian bagan berfungsi sebagai pengumpul ikan. Cahaya yang diperlukan memiliki beberapa karakteristik, yaitu iluminasi yang tinggi, arah pancaran

Lebih terperinci

PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN

PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN PINTA PURBOWATI 141211133014 MINAT TIHP FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Penangkapan ikan merupakan salah satu profesi yang telah lama

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Alat Tangkap Alat tangkap gillnet millenium

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Alat Tangkap Alat tangkap gillnet millenium aa3 a 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Alat Tangkap 2.1.1 Alat tangkap gillnet millenium Jaring insang adalah salah satu dari jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring monofilamen atau

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 cahaya Menurut Cayless dan Marsden (1983), iluminasi atau intensitas penerangan adalah nilai pancaran cahaya yang jatuh pada suatu bidang permukaan. cahaya dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (BY CATCH) TUNA LONG LINE DI PERAIRAN LAUT BANDA

HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (BY CATCH) TUNA LONG LINE DI PERAIRAN LAUT BANDA HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (BY CATCH) TUNA LONG LINE DI PERAIRAN LAUT BANDA *) Budi Nugraha *) dan Karsono Wagiyo *) Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta ABSTRAK Tuna long line merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi

Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi Prinsip dari metode ini adalah mengumpulkan ikan dalam ruang lingkup suatu alat tangkap. Dalam menarik perhatian ikan, digunakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Mentawai adalah kabupaten termuda di Propinsi Sumatera Barat yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No.49 Tahun 1999. Kepulauan ini terdiri dari empat pulau

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

WARNA UMPAN TIRUAN PADA HUHATE

WARNA UMPAN TIRUAN PADA HUHATE WARNA UMPAN TIRUAN PADA HUHATE Imitation Bait Colour of Skipjack Pole and Line Gondo Puspito 1 1 Staf Pengajar pada Bagian Teknologi Alat Penangkapan Ikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base. 31 4 HASIL 4.1 Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Kapal Jumlah perahu/kapal yang beroperasi di Kecamatan Mempawah Hilir terdiri dari 124 perahu/kapal tanpa motor, 376 motor tempel, 60 kapal motor 0-5 GT dan 39

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Alat penangkap ikan di PPP Cilauteureun Alat penangkap ikan di PPP Cilauteureun menurut statistik perikanan Indonesia terbagi menjadi empat jenis yaitu, pukat kantong,

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

HASAN BASRI PROGRAM STUDI

HASAN BASRI PROGRAM STUDI PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP TAMPILAN GILLNET : UJI COBA DI FLUME TANK HASAN BASRI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

PEMETAAN POLA PERGERAKAN ARMADA PAYANG DI PELABUHAN RATU

PEMETAAN POLA PERGERAKAN ARMADA PAYANG DI PELABUHAN RATU PEMETAAN POLA PERGERAKAN ARMADA PAYANG DI PELABUHAN RATU Oleh : EDWIN SUHARYADIE C05499058 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK SINGGIH PRIHADI AJI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkunganya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN UMPAN DAN WAKTU SETTING RAWAI TUNA TERHADAP HASIL TANGKAPAN TUNA DI SAMUDERA HINDIA

PENGARUH PERBEDAAN UMPAN DAN WAKTU SETTING RAWAI TUNA TERHADAP HASIL TANGKAPAN TUNA DI SAMUDERA HINDIA Pengaruh Perbedaan Umpan dan Waktu... Tangkapan Tuna di Samudera Hindia. (Bram. A,. et,. al) ABSTRAK PENGARUH PERBEDAAN UMPAN DAN WAKTU SETTING RAWAI TUNA TERHADAP HASIL TANGKAPAN TUNA DI SAMUDERA HINDIA

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

RIKA PUJIYANI SKRIPSI

RIKA PUJIYANI SKRIPSI KONDISI PERIKANANN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING, BANDAR LAMPUNG RIKA PUJIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas terumbu karang Indonesia kurang lebih 50.000 km 2. Ekosistem tersebut berada di wilayah pesisir dan lautan di seluruh perairan Indonesia. Potensi lestari sumberdaya

Lebih terperinci

Ciri-ciri Ikan kembung (Rastrelliger kanagurta L.)

Ciri-ciri Ikan kembung (Rastrelliger kanagurta L.) Klasifikasi dari ikan Kurisi (N. Japonicus) menurut Widyako (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Percomorpht Famili : Nemipteridea Genus : Nemipterus

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya H. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bagan apung Bagan adalah alat tangkap yang menggunakan cahaya sebagai alat untuk menarik dan mengumpulkan ikan di daerah cakupan alat tangkap, sehingga memudahkan dalam proses

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL PENANGANAN DAN MUTU HASIL TANGKAPAN DI PPN PALABUHANRATU

5 KONDISI AKTUAL PENANGANAN DAN MUTU HASIL TANGKAPAN DI PPN PALABUHANRATU 71 5 KONDISI AKTUAL PENANGANAN DAN MUTU HASIL TANGKAPAN DI PPN PALABUHANRATU Penanganan hasil tangkapan dalam usaha penangkapan ikan memegang peran yang sangat penting, hal ini dikarenakan hasil tangkapan

Lebih terperinci