BAB 5 DETEKSI METILASI DNA EMBRIO SOMATIK KELAPA SAWIT
|
|
- Djaja Wibowo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 63 BAB 5 DETEKSI METILASI DNA EMBRIO SOMATIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DENGAN TEKNIK RANDOMLY AMPLIFIED DNA FINGERPRINTING SENSITIF METILASI (RAFSM) DAN RPHPLC ABSTRAK Abnormalitas pada ES diduga disebabkan oleh kuantitas serta lokasi terjadinya metilasi sitosin DNA genom. Kuantitas metilasi dapat ditetapkan dengan teknik RPHPLC, sedang lokasi terjadinya metilasi sitosin DNA genom ES dapat dideteksi dengan teknik RAFSensitif (RAFSM). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pola metilasi sitosin DNA genom ES kotiledon normal dan abnormal serta ortet induk yang normal. DNA genom contoh dipotong dengan enzim HpaII dan MspI yang mengenali situs CCGG, selanjutnya diamplifikasi dengan RAF. Enzim HpaII memotong sekuen m CCGG tetapi jika C keduanya mengalami metilasi sekuen tersebut tidak terpotong. Msp1 akan memotong apabila sitosin internal termetilasi (C m CGG). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi perubahan situs metilasi antara ortet induk normal dan ES kotiledon abnormal. Perubahan situs metilasi sitosin dapat dibedakan dengan primer AB16, AE11, AO12 dan AP12. Hasil analisis RP HPLC menunjukkan bahwa kandungan metilasi sitosin DNA ES globular maupun kotiledon masingmasing antara yang normal dan abnormal, serta antara planlet dan tanaman induk normal sangat kecil. Kandungan metil sitosin berkisar antara 0,25 2,72 %. Tampak bahwa pada pb terjadi metilasi internal, eksternal maupun metilasi penuh. Pada ES abnormal klon MK638 menunjukkan terjadi hipometilasi sitosin, sedangkan pada klon MK558 terjadi hipermetilasi. Perbedaan kandungan metilasi sitosin yang sangat kecil diduga tidak berpengaruh langsung terhadap perubahan morfologi dari normal menjadi abnormal. Abnormalitas yang terjadi pada embrio somatik pada tahap globular, kotiledon akibat terjadinya perubahan sekuens DNA genom. Kata Kunci: Embrio somatik, kotiledon abnormal, metilasi sitosindna, RAFSensitif, sekuens DNA PENDAHULUAN Bentuk metilasi DNA genom yang umum adalah metilasi pada basa sitosin yang dikatalisis oleh enzim metiltransferase dengan menambahkan kelompok metil ke basa sitosin (Martienssen & Colot 2001). DNA pada tanaman diimplikasikan pada pengaturan ekspresi gen (Antequera & Bird 1988) yaitu berpengaruh langsung terhadap transkripsi DNA atau tidak langsung melalui perubahan struktur kromatin (Adams 1990; Razin & Cedar 1991). Menurut
2 64 Kalisz dan Purugganan (2004) bahwa dua tipe utama metilasi yang dihubungkan dengan perubahan epigenetik adalah metilasi DNA dan metilasi Histon. Keterlibatan metilasi dalam kontrol ekspresi gen pada eukariot didasarkan dengan metilasi tinggi maka ekspresi gen rendah atau sebaliknya dan adanya pola metilasi jaringan spesifik pada beberapa kasus (Gardner et al. 1991). Muncul beberapa pendapat bahwa regulasi ekspresi gen terjadi melalui perubahan struktur kromatin lokal (Davey et al. 1997). dan demetilasi sitosin pada daerah promotor merupakan mekanisme yang penting meregulasi ekspresi gen pada sel dan jaringan spesifik (Boyes & Bird 1991; Renkens et al. 1992) Fraga dan Esteller (2002) menyatakan bahwa metilasi sitosin pada posisi lima dari cincin pirimidin merupakan epigenetik yang sangat penting pada tanaman, metil sitosin umumnya ditemukan pada sitosin yang terikat pada basa guanin dengan sekuens trinukleotida (C p N p G). Ehrlich dan Ehrlich (1998) mengemukakan bahwa adanya lima metilsitosin pada promoter gen spesifik akan mengubah pelekatan faktor transkripsional dan protein lainnya pada DNA. Di samping itu dapat juga terjadi penarikan metildnabinding protein dan histon deasetilase yang akan mengubah struktur kromatin di sekitar daerah awal trasnkripsi pada gen. Kedua mekanisme tersebut memblokade transkripsi dan menyebabkan gen silencing. Wolffe et al. (1999) menyatakan bahwa residu metilasi C dalam DNA genomik memegang peranan dalam regulasi ekspresi gen. Menurut Lewin (1997) enzim HpaII memotong sekuen CCGG tetapi jika C keduanya mengalami metilasi sekuen tersebut tidak terpotong. MspI tidak memotong bila C eksternal termetilasi ( m CCGG) tetapi akan memotong bila sitosin internal termetilasi (C m CGG) (McClelland et al. 1994). Matthes et.al. (2001) membuktikan penurunan metilasi diperoleh pada situs CCGG. Sekuen CCGG ini berhubungan dengan ekspresi gen karena ditemui juga pada daerah promotor yaitu pada GC box. DNA dapat menghambat transkripsi secara langsung dengan menghalangi penempelan faktor transkripsi ke promotor. NG dan Bird (1999) mengemukakan pembentukan struktur kromatin pada tempat yang termetilasi merupakan penyebab tidak aktifnya transkripsi. Abnormalitas pembuahan pada tanaman kelapa sawit asal kultur jaringan dikenal dengan istilah mantel, yaitu mesokarp tidak berkembang. Dapat juga
3 65 terjadi bunga jantan steril (Corley et al. 1986). Abnormalitas terjadi pada ratarata 510 % dari populasi bibit asal kultur jaringan (Jaligot et al. 2000), dan bersifat epigenetik (Tregear et al. 2002). Variasi somaklonal yang terjadi pada bibit klonal kelapa sawit diduga berhubungan erat dengan perubahan pola metilasi DNA selama dalam kultur (Phillips et al. 1990; Jaligot et al. 2000). Matthes et al. (2001) menyatakan bahwa adanya korelasi yang nyata antara hipometilasi dengan variasi somaklonal pembungaan mantel pada bibit kelapa sawit asal kultur jaringan. Menurut Kaepller et al. (2000) adanya hubungan antara hipermetilasi dari residu sitosin DNA yang dekat atau berada dalam gen atau promoter gen dan menekan ekspresi gen. Grandbastein (1998) mengemukakan bahwa akibat dari terjadinya metilasi secara konsisten menunjukkan tipe dari ekspresi gen pada abnormalitas pembungaan tanaman kelapa sawit setelah beberapa tahun di lapang Berbagai analisis digunakan untuk mengungkapkan kejadian abnormalitas bunga dan buah kelapa sawit yang berasal dari kultur jaringan. Studi ploidi (Rival et al. 1997) dan transposon (Kubis et al. 2003) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan abnormalitas buah bersayap dengan perbedaan ploidi dan aktivitas transposon tetapi berhubungan dengan perubahan pola metilasi. Penelitian mengenai metilasi DNA dapat didekati melalui beberapa cara dan teknik untuk mengetahui keberadaan dan daerah lokasi terjadinya metilsitosin dalam genom (Grigg & Clark 1994; Rein et al. 1998; Saluz & Jost 1993). Sedang tingkat metilsitosin dalam DNA genomik dapat diukur dengan Reverese Phase High Performance Liquid Chromatography (RPHPLC) atau dengan sistem enzim maupun kimiawi (Fraga et al. 2000). Matthes et al. (2001) membuktikan penurunan metilasi diperoleh pada situs CCGG. Teknik yang menggunakan DNA seperti RAPD hanya efektif mendeteksi polimorfis antara galur berbeda tetapi tidak mampu untuk membedakan klon yang berbeda dalam morfologi bunga (Shah et al. 1994; Rival et al. 1998). Teknik AFLP standar digunakan pada klon regeneran bunga normal dan abnormal dengan konbinasi 10 primer berbeda, tetapi tidak mampu mendeteksi pita polimorfis (Matthes et al. 2001). Hasil ini menunjukkan teknik RAPD dan AFLP standar bukan teknik yang sesuai untuk mendeteksi perbedaan antara ortet (tetua) dan antara ramet yang normal dan abnormal. Dalam penelitian ini menggunakan
4 66 teknik RAF (Randomly amplified DNA Fingerfrinting) dengan metode Waldron et al. (2002). Teknik RAF (Randomly amplified DNA Fingerfrinting) yaitu teknik yang mengkombinasikan antara teknik RFLP dan DAF. Pada teknik RAF, pertama dilakukan teknik (RLFP) yaitu DNA genom dipotong enzim. Tahap kedua, DNA yang telah terpotong diamplifikasi dengan teknik RAF (Randomly Amplified DNA fingerprinting). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai hubungan metilasi DNA dengan abnormalitas serta deteksi dini abnormalitas dengan teknik RAF dan RPHPLC. BAHAN DAN METODE Bahan tanam kelapa sawit dan isolasi DNA Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biotechnology & Tree Breeding, SEAMEO BIOTROP dan Balai Besar Penelitian, Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Bogor dan laboratorium PT. BISI International, Kediri. Penelitian terdiri atas dua kegiatan, yaitu deteksi situs metilasi DNA dengan teknik RAFsensitif metilasi dan menganalisis tingkat metilasi DNA dengan RPHPLC dari planlet dan ES kotiledon normal dan abnormal. Isolasi DNA dengan metode Doyle dan Doyle (1987) yang memodifikasi beberapa komponen dalam proses awal ekstrasi DNA. Bahan tanam yang digunakan dalam percobaan ini adalah ES fase kotiledon abnormal dan daun tanaman induk normal klon MK638. DNA contoh diisolasi menggunakan metode Doyle dan Doyle (1987) dengan memodifikasi beberapa komponen dalam proses awal ekstrasi DNA. Metode Isolasi DNA dan uji kualitas dan kuantitas dilakukan dengan metode elektroforesis dengan gel agarose. Metode Deteksi Situs DNA dengan Teknik RAFSensitif Pemotongan DNA Genom dengan Enzim MspI dan HpaII Deteksi situs metilasi sitosin DNA yang digunakan adalah berdasarkan protokol RAF menurut Wadron et al. (2002) yang dimodifikasi, khususnya
5 67 pemotongan DNA genom dengan enzim sensitif metilasi DNA. RAFSensitif yaitu mengkombinasikan teknik RAPD, AFLP dan DAF (DNA Amplification Fingerprinting). Sebanyak 0, 5 µg DNA genom dicacah dengan 5 U HpaII dan 5 U MspI, dalam 5 µl bufer tango 10 X yang mengandung 10 mm TrisAsam asetat ph 7,4, 10 mm Magnesium asetat, 66 mm Potasium asetat, 0,1 mg/ml BSA diinkubasi pada suhu 37 o C selama 2 jam. Hasil pemotongan enzim difraksinasi dengan elektroforesis pada 1,4 % gel agarose dalam bufer 1 x TAE dan diberi pewarnaan dengan 0,5 ug/ml ethidium bromida. DNA yang telah dipotong dengan enzim HpaII dan MspI diencerkan 10 kali dengan bufer TE dan disimpan di lemari pendingin. DNA telah dipotong diamplifikasi dengan PCR dengan metode Waldron et al. (2002). Teknik RAFSensitif Amplifikasi DNA dengan PCR berdasarkan metode Waldron et al. (2002) menggunakan 4 primer 10mer. Sebelum melakukan PCR dibuat campuran utama (master mix) (Tabel 5) lalu dimasukkan ke dalam Eppendorf 0,5 ml. Setelah itu contoh DNA sebanyak 5 ul (10ng/ul) di masukkan ke dalam Eppendorf 0,2 ml steril. Kemudian setiap 15 ul dari campuran utama (mix) dipipet dan di masukkan ke Eppendorf yang berisi contoh DNA, disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Amplifikasi DNA yang telah dipotong dengan enzim MspI atau HpaII menggunakan suhu anneling yang tinggi dan primer 10mer oligonukleotida yang sudah dilebel dengan FAM (6 karboksi fluoresein). Amplifikasi PCR dilakukan menggunakan alat Thermal cycler Gene PCR (ABI 9700) dengan siklus termal sebanyak 30 kali dengan tahapan sebagai berikut : untuk denaturasi 5 menit pada suhu 94 C kemudian 0,5 menit pada suhu 94 C ; untuk penempelan (annealing) yaitu 1 menit pada suhu 57 C, 1 menit pada suhu 56 C, 1 menit pada suhu 55 C, 1 menit suhu 54 C, 1 menit 53 C dan extension time (tahap ramping) 5 menit pada suhu tetap 72 C. Hasil PCR diencerkan 10 kali denga TE bufer dan disimpan pada suhu 20 o C. Untuk mendapatkan fragmen DNA digunakan DNA analyser, dengan standarisasi Gene Scan TM 500 LIZ. Untuk menjalankan elektroforesis kapiler
6 68 digunakan hasil PCR, 2 µl sampel ditambah dengan 0,2 ul Gene Scan TM 500 LIZ dan 7,8µL HiDi formamid (loading dye), campuran didenaturasi pada suhu 95 o C selama 5 menit dan didinginkan dalam es selama 10 menit. Campuran kemudian diloading ke dalam alat kapiler yang panjangnya 50 cm dan akan bekerja secara otomatis pada 3130 DNA Analyser (Applied Biosystems). Analisis loading dalam ABI 3130 DNA Analyser (Ampplied Biosystems) selama 32 menit untuk 4 contoh dan data disimpan pada sofware ABI Fragmen RAFSensitif diperlihatkan dalam bentuk elektroferogram. Kuantifikasi Sitosin Dengan RPHPLC Isolasi DNA dengan metode Doyle dan Doyle (1987) yang memodifikasi beberapa komponen dalam proses awal ekstrasi DNA. Untuk analisis tingkat metilasi dilakukan isolasi DNA genome dari 0,5 g plantlet dan embrio somatik dari kultur in vitro dengan beberapa tingkat abnormalitas menurut metode Doyle dan Doyle (1987). Tingkat metilasi absolut diukur dengan teknik RPHPLC dengan metode enzimatik menurut Kubis et al. (2003). Sebanyak 110 ug DNA diencerkan dalam air, selanjutnya dipanaskan selama 2 menit dalam air mendidih dan didinginkan segera dalam es. Sebanyak 5 µl 10 mm ZnSO4 dan 10 µl nuklease S1 (1U/ul dalam 30 mm Sodium asetat ph 5,4) ditambahkan ke masingmasing sampel dan campuran diinkubasi pada 37 o C selama 16 jam. Sebanyak 10 µl dari 0,5 M Tris ph 8,3 dan 10 µl alkaline phosfatase (Sigma, 100 U/ml dalam 2,5 M ammonium sulfat) dan campuran diinkubasi pada suhu 37 o C selama 2 jam, dan disentrifugasi untuk membuang protein. Sebanyak 20 µl sampel DNA disuntik ke dalam suatu kolom superkoil LC18S (150 mm x 4,6 mm; Supelco) dan dipisahkan dengan alat Waters automatis HPLC. Elusi dilakukan dalam fase mobil pada 0,05 M NH4H2PO4, 8 % metanol ph 4,2 dengan kecepatan aliran 1 ml/menit pada suhu ruang. Identifikasi puncak (peaks) nukleosida spesifik yang diperoleh dengan sampel standar dari sitidin, 5metilsitidin dan campuran uji nukleosida. Tiap sampel dipisahkan paling sedikit dua kali. Basa nukleotida dideteksi pada 254 nm dan presentase 5metilsitidin (5mC) dihitung dengan rumus (5 mc/[5mc C] x 100).
7 69 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pemotongan dengan Enzim HpaII dan MspI Hasil isolasi DNA genom embrio somatik kotiledon dan daun tanaman induk normal yang sudah murni (Gambar 11.A) dan hasil pemotongan DNA genom dengan enzim restriksi MspI dan HpaII (Gambar 11.B) (A) (B) M M Gambar 11. DNA Genom Klon MK638 (A) : Marker DNA 100 ng (M), DNA genom ES kotiledon abnormal (1), DNA genom tanaman induk normal (2). DNA genom dengan pemotongan enzim restriksi MspI dan Hpa II (B) : ES kotiledon dipotong dengan MspI (1), ES kotiledon abnormal HpaII(2), Tanaman induk normal dipotong MspI (3), Tanaman induk normal dipotong dengan HpaII (4). A. Deteksi Situs Sitosin dengan Teknik RAF Parameter keberhasilan ekstraksi DNA ditentukan berdasarkan jumlah DNA yang diperoleh serta kemudahan pengunaan DNA dalam analisis selanjutnya seperti dalam proses restriksi (Rogers & Bedich 1994). Jumlah DNA menjadi penting terutama apabila analisis dilakukan memerlukan ketepatan konsentrasi DNA dalam proses ekstraksinya atau DNA harus diisolasi dari sumber yang sangat terbatas. Dalam penelitian ini keberhasilan isolasi DNA dari embrio somatik kotiledon abnormal dan daun kelapa sawit ditetapkan berdasarkan konsentrasi DNA yang diperoleh dan sentivitas DNA terhadap pemotongan salah satu enzim restriksi yaitu Msp1 atau HpaII. Salah satu kelebihan metode isolasi DNA yang diaplikasikan dalam penelitian ini adalah CTAB (centyltrimethylammonium bromide) dalam buffer ekstrak. DNA yang dihasilkan umumnya menunjukkan tingkat kemurnian yang
8 70 lebih baik dibandingkan dengan beberapa metode lain yang tidak menggunakan CTAB dalam bufer ekstraknya (Kim et al. 1990; Murray & Thompson 1980; Doyle & Doyle 1987). Di samping itu keuntungan lain penggunaan CTAB adalah dimungkinkannya untuk memperoleh DNA dengan berat molekul tinggi, yaitu sekitar kb (Rogers & Bendich 1994). Keberadaan CTAB dalam bufer ekstrak berfungsi untuk memisahkan polisakarida yang sering terdapat bersama dengan asam nukleat sehingga menghambat dalam reaksi enzimatis. Dalam penelitian ini, pemilihan enzim MspI dan HpaII untuk pengujian kualitas DNA asal embrio somatik dan daun kelapa sawit didasarkan pada pertimbangan bahwa enzim tersebut merupakan salah satu enzim yang digunakan pada proses penyiapan DNA dalam deteksi RAFSensitif. DNA dengan kualitas dan kuantitas yang baik diperlukan dalam pelaksanaan metode Randomly amplified DNA fingerprinting (Waldron et al. 2002). Hal ini disebabkan sebelum proses amplifikasi dilaksanakan, terdapat beberapa tahapan yang cukup kritis seperti pemotongan DNA genome dengan dua macam enzim restriksi. Visualisasi produk RAF melalui pewarnaan formamid dan diloading pada alat elektroforesis kapiler yang otomatis dengan menggunakan primer yang dilabel dengan 6carboxyfluorescent (6FAM) pada ABI 3130 DNA analyser diperoleh fragmen polimorfis dengan bentuk elektroferogram (Gambar 12) (Gill et al. 2001). Pola metilasi yang diperoleh setelah pemotongan MspI dan HpaII dari tanaman normal dan embrio somatik kotiledon abnormal menghasilkan tiga kelas fragmen yaitu terjadinya metilasi penuh (fullymetilated), metilasi internal (hemimetilated) dan metilasi eksternal (Portis et al. 2003). Teknik RAFSensitif ini bertujuan untuk mendeteksi situs terjadinya metilasi sitosin. Di bab 3 juga sudah dilakukan analisis perubahan pola pita DNA dan perubahan sekuens basa antara Embrio somatik normal dan abnormal pada tahap globular dan kotiledon. Hasil yang diperoleh bahwa perubahan morfologi pada antara ES kotiledon normal dan abnormal ternyata disebabkan adanya perubahan sekuens DNA genom atau mutasi. Untuk lebih lanjut maka dilakukan deteksi hubungan metilasi dengan abnormalitas morfologi pada ES pada tahap kotiledon. Hasil deteksi perubahan basa sekuens DNA dengan teknik RAF yang menunjukkan perbedaan pada embrio somatik tahap
9 71 kotiledon. Berdasarkan hasil ini maka dilakukan analisis lebih lanjut untuk ES kotiledon abnormal dibandingkan dengan tanaman induk normal dengan teknik RAFSensitif. Hasil yang diperoleh dengan pemotongan enzim MspI dan HpaII dengan primer menggunakan 6 primer yang dapat teramplifikasi hanya 4 primer yaitu AB16, AE 11, AO12 dan AP20 (Lampiran 3). Dengan menggunakan primer AB16 metilasi sitosin terjadi pada tanaman normal dan ES kotiledon abnormal pada lokasi sekitar 124 bp sampai 385 bp. Pada tanaman normal terjadi metilasi penuh ( m C m CGG) yang terdapat di lokasi sekitar 124 bp, sedangkan pada embrio somatik kotiledon abnormal dilokasi sekitar 124 bp fragmen sitosin termetilasi tidak ditemukan. Pada ES kotiledon abnormal disitus 124 bp tidak ditemukan fragmen termetilasi berarti terjadi perubahan sekeuns basa DNA atau mutasi titik maka tidak terdapat homologi dengan primer AB16 (Tabel 11 dan Gambar 12). Hasil penelitian ini memperlihatkan pola metilasi yang terjadi pada tanaman normal dan embrio somatik kotiledon abnormal berbeda. Pada tanaman normal situs metilasi sitosin terdapat disekitar 124 bp dan 378 bp, sedangkan pada ES kotiledon abnormal dilokasi sekitar 138 bp, 375 bp dan 385 bp. Pada ES kotiledon abnormal terlihat terjadi metilasi eksternal sekitar 375 bp dan 385 bp dan metilasi penuh (fullymetilated) disitus 138 bp. Enzim MspI hanya memotong C 5m CGG tetapi tidak memotong pada 5m CCGG (McCleland et al. 1994). Belluci et al. (2002) menyatakan metilasi internal terdeteksi dengan pemotongan enzim MspI tidak dapat memotong pada sitosin karena sitosin termetilasi (C 5m CGG). Dengan menggunakan primer AE11 (5 AAGACCGGGA3 ) pada tanaman induk mendeteksi lokasi metilasi yaitu 168 bp terjadi metilasi penuh, pada 446 bp dan 457 bp terjadi metilasi internal. Sedangkan pada embrio somatik kotiledon abnormal pada 168 bp dan 446 bp terjadi mutasi titik dan pada 457 bp terjadi metilasi internal. Pada tanaman normal (induk) maupun Embrio Somatik kotiledon abnormal terjadi metilasi internal pada lokasi sekitas 457 bp (Tabel 11). Hasil amplifikasi tanpa pemotongan enzim dan pemotongan enzim dengan menggunakan primer AO12 (5 TCCCGGTCTC3 ) menunjukkan hasil pada tanaman normal (induk) fragmen DNA pada lokasi sekitar 195 bp dan 290 bp terjadi metilasi penuh, sedangkan pada embrio somatik kotiledon abnormal
10 72 fragmen DNA pada lokasi 195 bp dan 290 bp terjadi mutasi titik. Hal ini dapat ditunjukkan adanya homologi primer dengan tanaman normal sedangkan pada ES kotiledon abnormal tidak terdapat homologi primer. Primer tidak komplemen dengan template DNA ES kotiledon abnormal karena adanya perubahan basa suatu sekuens DNA genom (mutasi titik). Pemotongan dengan enzim HpaII dan MspI dan diamplifikasi dengan primer AO11 tidak komplemen pada kotiledon abnormal sehingga tidak terdeteksi terjadinya metilasi tetapi terjadi mutasi titik pada lokasi 195 bp dan 290 bp. Dengan primer AP20 (5 CCCGGATACA3 ) pada ES kotiledon abnormal terjadi metilasi eksternal dan mutasi titik pada lokasi sekitar 235 bp. Tabel 11. Hasil Deteksi lokasi Sitosin DNA genom dengan metode RAF pada klon 638 Primer AB16 Sampel Utuh Pemotongan Pemotongan Keterangan (5 CCCGGATGGT3 ) HpaII MspI Band (bp) 124 EG 2K penuh ( m C m CGG) Mutasi titik 138 EG Primer tidak komplemen 2K 375 EG penuh ( m C m CGG) dan mutasi titik Primer tidak komplemen 2K 378 EG 2K 385 EG Mutasi titik dan metilasi eksternal ( m CCGG) penuh ( m C m CGG) mutasi titik Primer tidak komplemen 2K mutasi titik, metilasi eksternal ( m CCGG)
11 73 Sambungan Tabel 11. Hasil Deteksi lokasi Sitosin DNA genom dengan metode RAF pada klon 638 Primer AE11 (5 AAGACCGGGA3 ) Band (bp) 168 EG penuh ( m C m CGG) 2K 446 EG Mutasi titik eksternal ( m CCGG) 2K 457 EG Mutasi titik internal ( m CCGG) Primer AO12 (5 TCCCGGTCTC3 ) Band (bp) 195 2K EG internal (C m CGG) penuh ( m C m CGG) 2K 290 EG Mutasi titik penuh ( m C m CGG) Primer AP20 (5 CCCGGATACA3 ) Band (bp) 235 2K EG Mutasi titik Primer tidak komplemen 2K eksternal, ( m CCGG) Mutasi titik Keterangan : EG (Tanaman Induk Normal ), 2K (Embrio Somatik Kotiledon Abnormal), ada fragmen (), tidak ada fragmen () Pengunaan enzim MspI dan HpaII sebagai enzim pemotong pada DNA genome yang bertujuan untuk mendeteksi lokasi terjadinya metilasi sitosin sudah digunakan pada beberapa tanaman yaitu padi, apel, arabidopsis dan genom Pisum. Metode ini telah digunakan untuk penyelidikan metilasi CpG dengan menggunakan enzim pengenal pada situs CCGG yaitu pada genom padi (Xiong et
12 74 al. 1999; Ashikawa 2001), karakterisasi perubahan metilasi yang berkaitan dengan mickropropagasi pisang (PerazaEcheverria et al. 2001) dan Apel (Xu et al, 2000), Variasi somaklonal kelapa sawit (Matthes et al. 2001) dan Vernalisasi Gandum ( Sherman dan Talbert, 2002). Dari hasil penelitian dengan teknik RAF diperoleh dengan menggunakan primer AB16, AE11, AO12 dan AP20 dapat dideteksi terjadinya metilasi internal, metilasi eksternal dan metilasi penuh pada DNA genom ES kotiledon abnormal dan tanaman induk normal. DNA terjadi pada tempat spesifik seperti yang dikatakan Bird (1995) bahwa genom eukario termetilasi tidak seragam tetapi hanya daerah spesifik yang termetilasi sedangkan domain lain tersisa tidak termetilasi. Sebagian besar kelompok metil ditemukan pada CG. DNA eukariot tingkat tinggi, termetilasi pada carbon C dari beberapa sitosin. Proporsi sitosin yang termodifikasi dengan metilsitosin(5mc) lebih dari 30 % pada beberapa spesies tanaman (Shapiro 1976; Wagner & Capesius 1981; Matassi et al. 1992). Pada tanaman tingkat tinggi 5mC ditemukan pada beberapa sekuens genom nuklear yang lebih sering pada dinukleotida CG dan trinukleotida CNG. sitosin pada nukleotida CG dan CNG ditemukan sepanjang kromosom dan bertindak meregulasi ekspresi gen yang terjadi pada level gen atau secara regional yang mempengaruhi daerah kromosom. Fungsi metilasi regional untuk menginaktifkan heterokromatin dan elemen pada atau dekat heterokromatin menyebabkan frekuensi metilasi pada daerah heterokromatin lebih besar (Bird, 1986). Struktur heterokromatin memperlambat transkripsi sedangkan struktur eukromatin mengaktivasi ekspresi gen (Richards & Elgin 2002). Beberapa pendapat mengatakan bahwa regulasi gen terjadi melalui perubahan struktur kromatin lokal (Davey et al. 1997). Pada tanaman induk normal terdapat tiga dari empat primer (AB16, AE11, AO12) yang dapat mendeteksi situs terjadinya metilasi penuh (fullymetilated), sedangkan pada ES kotiledon abnormal hanya satu primer (AB16) yang dapat mendeteksi metilasi penuh. Situs terjadinya metilasi penuh berbeda pada tanaman induk normal dan ES kotiledon abnormal. Diduga perubahan
13 Gambar 12.Deteksi fluoresen teknik RAF dengan primer primer AB16 (5 CCCGGATGGT3 ).yang dilabel denga FAM (6canboxyfluorecein) Tanaman Kelapa Sawit klon MK638. Tanaman induk normal tanpa pemotongan enzim ( R1EG), Kotiledon Abnormal tanpa pemotongan enzim (R12K), Tanaman induk normal dengan pemotongang enzim Hpa2 (HR1EG), ES kotiledon abnormal dengan pemotongan enzim Hpa 2 (HR12K), Tanaman induk normal dengan pemotongan enzim Msp 1(MR1EG), ES Kotiledon abnormal dengan pemotongan Msp1 (MR12K) 75
14 76 morfologi pada ES kotiledon dari normal menjadi abnormal karena terjadi perubahan situs metilasi internal, eksternal dan metilasi penuh pada DNA genom. Ada empat dari enam primer yang dapat mengamplifikasi DNA genom embrio somatik untuk mendeteksi situs metilasi sitosin. Hasil deteksi situs metilasi sitosin DNA Genom dengan menggunakan teknik RAFsensitif metilasi dapat menunjukkan perubahan situs metilasi pada tanaman induk normal dan ES kotiledon abnormal. Perubahan karakter atau sifat morfologi pada embrio somatik kotiledon abnormal disebabkan oleh mutasi titik. berpengaruh secara tidak langsung, dari hasil beberapa penelitian menyatakan bahwa metilasi dapat meningkatkan laju mutasi. Abnormalitas fenotipik dapat disebabkan oleh akumulasi mutasi (Chen et al ; Miura et al. 2001). Menurut Kakutani et al (1996) menyatakan hipometilasi DNA dapat meningkatkan laju mutasi karena terjadi transposisi elemen atau peningkatan laju rekombinasi penyusunan genom kembali. Abnormalitas ES kotiledon yang terjadi disebabkan variasi somaklonal selama dalam kultur. Larkin dan Scowcroft (1981) menyebutkan variasi pada tanaman yang diregenerasi pada in vitro sebagai variasi somaklonal. Perubahan kromosom terjadi dengan frekuensi yang tinggi pada tahap awal atau kultur sel cair sebagai penyebab abnormalitas (Leroy & Branchard 2000). van Harten (1998) menyatakan ketidakaturan mitotik yang berperan untuk terjadi ketidakstabilan kromosom, terjadi amplifikasi gen atau delesi dan inaktif gen atau aktif kembali gengen silent. Beberapa aktivitas gen tanaman muncul berhubungan dengan metilasi sedangkan gengen lain tidak mengalaminya, sehingga dikatakan ada regulasi perubahan gen melalui perubahan metilasi dalam in vitro (Hershkovitz et al. 1990). Transposisi dan pindah silang disebutkan juga sebagai faktor penyebab. Menurut Pesche dan Phillips (1992) beberapa tipe utama variasi genetik terjadi karena (1) aktivasi elemen transposon, (2) aberasi kromosom, dan (3) perubahan metilasi. B. Kuantifikasi Sistosin dengan Teknik RPHPLC Kandungan metil sitosin dari ES fase kotiledon, ES globular, planlet dan tanaman ortet induk sangat kecil baik pada klon 638 maupun klon 558. Menurut
15 77 Baurens et al. (2003) mengatakan untuk mempelajari metilasi sitosin pada DNA genom yaitu dengan pengukuran jumlah sitosin yang termetilasi pada tingkat genom, metode ini membutuhkan degradasi lengkap DNA secara enzimatik, namun metode ini tidak dapat menentukan lokasi sitosin termetilasi pada genom. Pada klon MK558 perbedaan kandungan metilsitidin antara ES fase globular normal dan abnormal 1,12 %, ES kotiledon normal dan abnormal 2,80 %, planlet dan tanaman induk normal 1,52 %. Pada ES fase globular normal ke abnormal kandungan metilsitidin meningkat 1,12 % dan ES kotiledon normal ke abnormal terjadi peningkatan sekitar 2,80%. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan kandungan metilasi antara ES normal dan abnormal yang disebut hipermetilasi. Namun, perubahan kandungan metilsitidin antara planlet dan tanaman induk normal terjadi penurunan sebanyak 1,52 % yang disebut hipometilasi (Gambar 13). Pada klon MK638 perbedaan kandungan metilsitidin antara ES globular normal dan abnormal 0,64 %, antara ES kotiledon normal dan abnormal 0,25 %, antara planlet dan tanaman induk normal 2,72%. Data ini menunjukkkan perubahan kandungan metil sitosin antara ES globular normal dan abnormal menurun 0,64 % dan pada tahap kotiledon normal dan abnormal menurun 0,25 %. Perubahan kandungan metilsitidin antara ES somatik normal dan abnormal, antara planlet dan tanaman induk normal terjadi hipometilasi (Gambar 14). Menurut Rival et al. (2004) ditemukan juga hipometilasi pada kalus pertumbuhan cepat (100 % regeran abnormal) dibandingkan dengan kalus kompak (5% regeneran abnormal) pada galur klonal yang sama. 60 Persentase 5mC Globular Normal Globular Abnormal Kotiledon Normal Kotiledon Abnormal Plantlet Induk 0 Bahan ES dan Tanaman Gambar 13. Kandungan persentase 5Metilsitosin dari embrio somatik (ES), planlet dan tanaman induk normal klon MK558
16 78 Hasil penelitian kuantifikasi metilasi sitosin (5mC) dari klon MK638 dan MK558 menunjukkan perubahan kandungan metil sekitar 0,25 2,72 %. Pada MKklon 558 dapat dibandingkan globular abnormal (52,65%), kotiledon abnormal (52,18%) dengan tanaman induk normal (52,34 %) terjadi penurunan kandungan metil sitosin (hipometilasi). Namun ada yang membuktikan terjadi hipermetilasi pada tanaman abnormal (Shah et al. 1995). Menurut Kubis at al. (2003) menyatakan perbedaan tingkat metilasi sitosin antara kalus dan tetua atau sumber eksplan sekitar 2.2 % tidak berbeda nyata. Tingkat metilasi lebih rendah pada pohonpohon yang berasal dari klon buah bersayap dibanding ortet tetua. Zluvova et al. (2001) menemukan bahwa metilasi relatif tinggi pada benih namun kemudian mengalami hipometilasi secara bertahap yaitu dimulai pada sel endosperm, kemudian kontinyu pada hipokotil, dan akhirnya pada kotiledon. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada klon MK638 perbedaan kandungan metilasi sitosin antara ES globular normal dan abnormal, antara ES kotiledon normal dan abnormal, antara planlet dan tanaman induk normal sangat kecil, sehingga perubahan metilasi sitosin tidak berpengaruh langsung terhadap perubahan morfologi dari normal menjadi abnormal. Abnormalitas yang terjadi pada embrio somatik pada tahap globular, kotiledon disebabkan oleh perubahan sekuens DNA genom atau mutasi. Perubahan metilasi sitosin yang terjadi yaitu penurunan kandungan metilasi atau hipometilasi. Kakutani et al. (1996) menemukan terjadinya hipometilasi yaitu penurunan kandungan metilasi sitosin pada tanaman Arabidopsis thaliana yang termutasi. Hipometilasi DNA dapat meningkatkan laju mutasi karena terjadi transposisi elemen atau peningkatan laju rekombinasi penyusunan kembali genom. Perubahan pada level metilasi menginduksi oleh mutasi atau supresi gen metilasi menyebabkan perubahan morfologi dan fisiologi secara nyata pada tanaman (Jacobsen & Meyerowitz, 1997). Perubahan metilasi DNA dapat menghasilkan perubahan struktur kromatin,sehingga replikasi terlambat pada heterokromatin, kekacauan kromosom, perubahan ekspresi gen (Phillips & Kaeppler 1993). Castello dan Plass (2001) mengatakan bahwa hipometilasi pada kromosom spesifik berhubungan dengan ketidakstabilan kromosom sebagai penyebab kekacauan
17 79 kromosom atau efek dosis gen yang abnormal karena kehilangan atau pertambahan fragmen kromosom Persentase 5mC Globular Normal Globular Abnormal Kotiledon Normal Kotiledon Abnormal Plantlet Induk 0 Bahan ES dan Tanaman Gambar 14. Kandungan persentase 5Metilsitosin dari embrio somatik, planlet dan tanaman induk normal klon MK638 Fraga dan Esteller (2002) menyatakan bahwa metilasi sitosin pada posisi 5 dari cincin pirimidin merupakan epigenetik yang sangat penting pada tanaman, metil sitosin umumnya ditemukan pada sitosin yang terikat pada basa guanin dengan sekuens trinukleotida (C p N p G). Ehrlich dan Ehrlich (1998) mengemukakan bahwa adanya 5 metilsitosin pada promoter gen spesifik akan mengubah pelekatan faktor transkripsional dan protein lainnya pada DNA. Di samping itu dapat juga terjadi penarikan metildnabinding protein dan histon deasetilase yang akan mengubah struktur kromatin di sekitar daerah awal transkripsi pada gen. Kedua mekanisme tersebut memblokade trasnkripsi dan menyebabkan gen silencing. Wolffe et al. (1999) menyatakan bahwa residu metilasi C dalam DNA genomik memegang peranan dalam regulasi ekspresi gen. Sebagian besar hipotesis pola metilasi yang terbentuk selama perkembangan mengalami demetilasi pada jaringan spesifik dimana kelompok metil dilepaskan dari tempat kritis dari suatu gen yang telah dijadwalkan terekspresi pada tipe sel tertentu. Pada perkembangan awal sel embrio, sebagian besar gen termetilasi kemudian diferensiasi sel membentuk jaringan spesifik terjadi penghilangan kelompok metil pada basa sitosin atau demetilasi menyebabkan gengen terekspresi pada jaringan tersebut (Gardner et al. 1991). Lewin (1997) juga mengatakan kondisi metilasi dapat hilang dengan dua cara
18 80 yaitu gagal terjadi metilasi pada situs hemimetilasi dan diturunkan melalui replikasi selanjutnya dan gugus metil secara efektif dihilangkan oleh enzim demetilase. Peranan metilasi sitosin dalam perkembangan tanaman telah diperlihatkan melalui pembuktian yaitu (i) ekspresi spesifik dari beberapa gen pada perkembangan benih, (ii) kontrol waktu pembungaan dan morfogenesis bunga, dan (iii) korelasi dengan gen silencing (Zluvova et al. 2001). Drozdenyuk et al. (1976) menyatakan bahwa mekanisme pada benih gandum tidak ada kaitan antara transkripsi dan hipermetilasi DNA. DNA dipelajari selama perkecambahan benih gandum yaitu terjadi hipometilasi atau reduksi kandungan 5mC melalui penambahan aktivitas metabolik. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa persentase kandungan metil sitosin pada regeneran ES globular abnormal, ES kotiledon abnormal dengan tanaman induk normal (sumber eksplan) tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa metilasi sitosin yang terjadi secara hipometilasi tidak berpengaruh langsung terhadap perubahan morfologi embrio somatik. Menurut Chen et al. (1988) dan Miura et al. (2001) mengatakan abnormalitas fenotipik disebabkan akumulasi mutasi. Finnegan et al. (1996) menyatakan bahwa sejumlah aberasi perkembangan yang terjadi dihipotesiskan sebagian hasil hipometilasi genom global yang diinduksi secara genetik atau epigenetik dalam sekuens tunggal pada tanaman maupun hewan.
19 81 SIMPULAN Berdasarkan pemaparan serangkaian hasil penelitian diatas dapat disimpulkan : 1. Primer AB16, AE11, AO12 dan AP12 yang dapat mendeteksi situs metilasi sitosin berbeda antara ES kotiledon abnormal dan tanaman induk normal. 2. Hasil analisis kualitas metilasi dengan teknik RAF dapat mendeteksi situs atau lokasi terjadinya metilasi pada ES kotiledon abnormal dan tanaman induk normal. Terjadi metilasi internal, metilasi eksternal dan metilasi penuh (fullymetilated) disekitar 124 bp 457 bp pada ES kotiledon abnormal maupun tanaman induk normal. 3. Perbedaan kandungan metilasi sitosin antara ES globular normal dan abnormal, antara ES kotiledon normal dan abnormal, antara planlet dan tanaman induk normal sangat kecil (0, %). Hal ini mengindikasikan bahwa metilasi sitosin tidak berpengaruh langsung terhadap perubahan morfologi dari normal menjadi abnormal. 4. Terdapat perbedaan tingkat metilasi pada ES normal dan abnormal, yaitu pada klon MK 638 terjadi hipometilasi, sedangkan pada klon 558 terjadi hipermetilasi.
BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
20 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) sebagai penghasil minyak nabati mempunyai kekhasan tersendiri dari tanaman kelapa umumnya. Minyak dapat dihasilkan dari dua bagian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa Sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati terpenting di Indonesia. Ditinjau dari segi ekonomi, kelapa sawit memegang peranan penting untuk memenuhi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama
121 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama Tiga tanaman yang digunakan dari klon MK 152 menunjukkan morfologi organ bunga abnormal dengan adanya struktur seperti
Lebih terperinciMenara Perkebunan, 2008, 76(2), 61-73
Menara Perkebunan, 28, 76(2), 6173 Deteksi metilasi DNA genom Elaeis guineensis Jacq hasil kultur jaringan dengan teknik Randomly Amplified Fingerprint (RAF) DNA dan Reverse Phase HPLC (RPHPLC) Analysis
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN UMUM
82 BAB 6 PEMBAHASAN UMUM Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia dan memegang peranan penting untuk memenuhi kebuhan minyak nabati dalam negeri. Untuk meningkatkan peranan
Lebih terperinciBAB VII PEMBAHASAN UMUM
131 BAB VII PEMBAHASAN UMUM Perbanyakan kelapa sawit melalui kultur jaringan merupakan tindakan bijak untuk menanggulangi kekurangan bibit sawit di Indonesia. Namun tanamantanaman hasil kultur jaringan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:
BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) bukanlah tanaman asli Indonesia tetapi berasal dari Afrika. Kelapa sawit diintroduksi ke Asia Tenggara pada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil
Lebih terperinciKARAKTERISASI ABNORMALITAS EMBRIO SOMATIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) NESTI F. SIANIPAR A
KARAKTERISASI ABNORMALITAS EMBRIO SOMATIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) NESTI F. SIANIPAR A361020201 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
Lebih terperinciKeragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP
Keragaman Somaklonal Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Mekanisme Terjadinya Keragaman Somaklonal Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik tanaman yang terjadi sebagai hasil kultur
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. (a)
8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi
Lebih terperinciBAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel
16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe
Lebih terperinciFAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI
ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini
BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap
BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemotongan Parsial dan Penyisipan Nukleotida pada Ujung Fragmen DNA Konstruksi pustaka genom membutuhkan potongan DNA yang besar. Untuk mendapatkan fragmen-fragmen dengan ukuran relatif
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nenas merupakan buah tropika ketiga setelah pisang dan mangga yang diperdagangkan secara global (Petty et al. 2002) dalam bentuk nenas segar dan produk olahan. Hampir
Lebih terperinciFAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI
Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciKolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria
Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium
Lebih terperinciPengujian DNA, Prinsip Umum
Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,
Lebih terperinciPembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA
LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian
12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia, dan memegang peranan penting diantaranya iklim, tenaga kerja, dan kesediaan lahan yang masih cukup
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis
Lebih terperinciAsam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml
36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.
Lebih terperinciVISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum
VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik
Lebih terperinciII. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR
II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode
24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;
BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel
Lebih terperinciLAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer
LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl
Lebih terperinciBIO306. Prinsip Bioteknologi
BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari
Lebih terperinci3 Metodologi Penelitian
3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya
Lebih terperinci4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel
7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad
15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, mulai bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Bahan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat
12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi
Lebih terperinciPENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu dari beberapa tanaman palma penghasil minyak yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan termasuk industri padat karya. Pengusahaan tanaman
Lebih terperinciANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD
ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis DNA 4.1.1 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler. Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting
Lebih terperinciREGULASI EKSPRESI GEN PADA ORGANISME EUKARYOT
REGULASI EKSPRESI GEN PADA ORGANISME EUKARYOT Morfologi dan fungsi berbagai tipe sel organisme tingkat tinggi berbeda, misalnya: neuron mamalia berbeda dengan limfosit, tetapi genomnya sama Difenrensiasi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling
16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi
Lebih terperinciVII. UJI EKSPRESI GEN TcAP1 (APETALA1 KAKAO) PADA TANAMAN MODEL. Abstrak
VII. UJI EKSPRESI GEN TcAP1 (APETALA1 KAKAO) PADA TANAMAN MODEL Abstrak Pada berbagai spesies termasuk kakao, gen AP1 (APETALA1) diketahui sebagai gen penanda pembungaan yang mengendalikan terbentuknya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,
Lebih terperinciLAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer
LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer
Lebih terperinciPOLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)
POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni
TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus
Lebih terperinciLAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)
LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DNA GENOM TUJUAN 16s rrna. Praktikum
Lebih terperinciIdentifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )
Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan
Lebih terperinciIII. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan
Lebih terperinciSaintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf
Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth
III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan
Lebih terperinciANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI
1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Total Tumbuhan Isolasi DNA total merupakan tahap awal dari pembuatan pustaka genom. DNA dipisahkan dari bahan-bahan lain yang ada dalam sel. DNA total yang diperlukan untuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi DNA dari Daun, Bunga, dan Buah Kelapa Sawit
8 berukuran kurang dari 400 bp maka harus ditambah isopropanol satu volume. Larutan ditransfer ke kolom Axyprep yang ditempatkan dalam tabung mikro 2 ml kemudian disentrifugasi ±13500 g selama 2 menit
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA
LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN IV (ISOLASI RNA DARI TANAMAN) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI RNA DARI TANAMAN TUJUAN Tujuan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini
Lebih terperinciDASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN
DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda
Lebih terperinciTeknik-teknik Dasar Bioteknologi
Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan
Lebih terperinciII. BAHAN DAN METODE
II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian
14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan
Lebih terperinci3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat
3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan
Lebih terperinciGambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk
Lebih terperinciGambar Penerapan metode..., Anglia Puspaningrum, FMIPA UI, 2008
Gambar 52 Gambar 1. Hasil elektroforesis Escherichia coli ATCC 25922 yang diisolasi menggunakan CTAB dan diamplifikasi dengan PCR [lajur 1 dan lajur 2]. 650 pb 500 pb Gambar 2. Hasil elektroforesis sampel
Lebih terperinciKATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis
KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and
23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Tabel 2. Rincian pengambilan contoh uji baik daun maupun kayu jati
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Dalam penelitian ini contoh uji yang digunakan dibedakan atas contoh uji daun dan kayu. Penelitian terhadap daun dan kayu dilakukan di Ruang Analisis Genetika, Laboratorium
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode
16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,
Lebih terperinciMETODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b
METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai dengan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA
6 konsentrasinya. Untuk isolasi kulit buah kakao (outer pod wall dan inner pod wall) metode sama seperti isolasi RNA dari biji kakao. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA Larutan RNA hasil
Lebih terperinciSINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) pada Jurusan Biologi
Lebih terperinciBAB 4. METODE PENELITIAN
BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk
Lebih terperinciPRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas
PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian
III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat
12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2006 sampai dengan bulan April 2007. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,
Lebih terperinciII. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di
II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur
20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension
Lebih terperinciMetodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini.
Bab III Metodologi Penelitian Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. III.1 Rancangan Penelitian Secara garis besar tahapan penelitian dijelaskan pada diagram
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang digunakan hanya primer GE 1.10 dengan suhu annealing sebesar 49,5 o C yang dapat dianalisis
Lebih terperinci