PENGARUH INTENSITAS CAHAYA LAMPU BAWAH AIR DENGAN SENTER LIGHT EMITTING DIODE PADA REAKSI FOTOTAKSIS IKAN DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH INTENSITAS CAHAYA LAMPU BAWAH AIR DENGAN SENTER LIGHT EMITTING DIODE PADA REAKSI FOTOTAKSIS IKAN DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU"

Transkripsi

1 PENGARUH INTENSITAS CAHAYA LAMPU BAWAH AIR DENGAN SENTER LIGHT EMITTING DIODE PADA REAKSI FOTOTAKSIS IKAN DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU MARTUA EDISON SIHOMBING DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 ABSTRAK MARTUA EDISON SIHOMBING. Pengaruh Intensitas Cahaya Lampu Bawah Air dengan Senter Light Emitting Diode pada Reaksi Fototaksis Ikan di Perairan Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh Dr. Ir. IRZAMAN, M. Si dan HERIYANTO SYAFUTRA, S. Si, M. Si. Permasalahan penangkapan ikan dengan bagan apung adalah kurang terfokusnya ikan pada areal jaring. Penelitian ini dilakukan untuk memecahkan permasalahan tersebut dengan membuat lampu bawah air yang dapat menarik ikan untuk mendekati areal jaring. Lampu bawah air dengan senter LED telah berhasil dibuat dengan menggunakan senter Toyasaki TL300. Lampu bawah air dirancang agar kedap air. Dilakukan pengujian terhadap lampu bawah air, yaitu mengukur intensitas cahaya di udara (I u ) dan intensitas cahaya di air (I a ) dengan jarak 0.11 m dari sumber cahaya. Hasil yang diperoleh digunakan untuk mencari koefisien pemudaran air (k). Nilai k yang diperoleh diambil dari nilai k ratarata yaitu sebesar 0,123 m 1. Nilai k digunakan untuk mencari nilai I a kontrol, dimana nilai I u kontrol telah dicari terlebih dahulu dari sumber cahaya lampu Philips tipe PLC26 W. Melalui perbandingan antara nilai I a lampu bawah air dengan I a kontrol, ditentukan jarak lampu bawah air dari permukaan laut pada operasi penangkapan ikan. Penggunaan lampu pada operasi penangkapan ikan dilakukan dengan 0 lampu, 2 lampu dan 4 lampu. Jarak lampu bawah air dari permukaan adalah 0.3 m. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hasil tangkapan dengan 4 lampu lebih banyak dibandingkan dengan 0 lampu dan 2 lampu. Hasil tangkapan dengan 0 lampu dan 2 lampu hanya memiliki sedikit perbedaan. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai intensitas lampu bawah air dengan 4 lampu dapat membuat reaksi fototaksis ikan menjadi positif, sehingga hasil tangkapan bagan apung semakin tinggi. Kata Kunci: bagan apung, lampu bawah air, intensitas cahaya, koefisien pemudaran air, reaksi fototaksis, hasil tangkapan

3 PENGARUH INTENSITAS CAHAYA LAMPU BAWAH AIR DENGAN SENTER LIGHT EMITTING DIODE PADA REAKSI FOTOTAKSIS IKAN DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Oleh: MARTUA EDISON SIHOMBING G DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

4 Judul Skripsi Nama NIM : Pengaruh Intensitas Cahaya Lampu Bawah Air dengan Senter Light Emitting Diode pada Reaksi Fototaksis Ikan di Perairan Kepulauan Seribu : Martua Edison Sihombing : G Disetujui, Dr. Ir. Irzaman, M. Si Heriyanto Syafutra, S. Si, M. Si Pembimbing 1 Pembimbing 2 Diketahui, Dr. Akhiruddin Maddu Ketua Departemen Fisika Tanggal lulus:

5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kasih dan karunianya kepada kita semua. Hanya dengan izin dan kemudahan yang diberikan Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Pengaruh Intensitas Cahaya Lampu Bawah Air dengan Senter Light Emitting Diode pada Reaksi Fototaksis Ikan di Perairan Kepulauan Seribu. Penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Ir. Irzaman, M.Si sebagai pembimbing I dan Heriyanto Syafutra, S.Si, M.Si sebagai pembimbing II, yang telah memberikan pengarahan, ilmu, motivasi dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Bapak, Mama, bang Erick, bang Jack dan de Tika atas kasih sayang, doa dan dukungan yang selalu diberikan. 3. Bapak Yunus dan para ABK yang telah memperbolehkan dan membantu dalam penelitian pada bagan apung di Kepulauan Seribu. 4. Dosen fisika IPB yang telah memberikan masukan dan motivasi. Bapak Nur Indro atas masukan yang diberikan dalam penulisan tugas akhir ini. 5. Staf dan pegawai Departemen Fisika IPB atas bantuan dan kerjasamanya. 6. Chirtine Mahardika atas doa, motivasi dan kebersamaan yang diberikan. 7. Keluarga Baskom (Eko, Tuan, Sauqi Briwik, Rendra, Blayz, Ika, Winda Nci, Loris, Andreuw, Dion, Egha, dll) atas sukacita, keceriaan dan kebersamaan yang tak terlupakan selama ini. 8. Temanteman fisika 44 (Irvan, Johan, Ade, Ridwan, Dani, Habibi, Adam, Dede H, Hilal, Vero, Ninknink, Caul, Nice dll) atas bantuan, kerjasama dan kebersamaannya. 9. Temanteman fisika 43 (Wance, Wandi, Pandu, Rudi, dll), fisika 45 (Irvan, Andri, Maman, dll), fisika 46 (Criss, Vino, Anu, dll) atas kerjasamanya. 10. UKM Sepak bola IPB. 11. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari dalam tugas akhir ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis berbesar hati menerima saran dan kritik yang membangun. Semoga tugas akhir ini bermanfaat. Bogor, Januari 2012 Penulis

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Serbalawan, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 21 Maret 1989 dari pasangan Bapak P. Sihombing dan Ibu R. Sinaga. Penulis merupakan putra ketiga dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Dolok Ilir selama satu tahun, kemudian melanjutkan ke SDN 1 Dolok Batu Nanggar selama enam tahun, kemudian melanjutkan ke SLTPN 1 Dolok Batu Nanggar selama tiga tahun dan melanjutkan pendidikan ke jenjang menengah atas di SMAN 1 Dolok Batu Nanggar sampai dengan tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan sarjana strata satu di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Eksperimen Fisika I (2010). Penulis aktif dalam beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di IPB, seperti UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB pada Komisi Kesenian dan UKM Sepak Bola IPB. Penulis aktif juga dalam berbagai kegiatan organisasi mahasiswa FMIPA IPB dan seminarseminar di dalam kampus.

7 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i RIWAYAT HIDUP... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Perumusan Masalah Hipotesis... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bagan Apung (bagang) LED (Light Emitting Diode) Cahaya Sensitifitas Ikan Terhadap Cahaya Reaksi Ikan Terhadap Cahaya Pemanfaatan Cahaya dalam Operasi Penangkapan Ikan... 5 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Prosedur Penelitian Pembuatan lampu bawah air Uji intesitas cahaya lampu bawah air Penggunaan lampu bawah air pada operasi penangkapan... 7 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Lampu Bawah Air Uji Intensitas Cahaya Lampu Bawah Air Penggunaan Lampu Bawah Air pada Operasi Penangkapan Ikan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 17

8 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Warna dan panjang gelombang cahaya...3 Tabel 2.2 Hubungan kedalaman dan warna air dengan penggunaan alat bantu cahaya... 6 Tabel 4.1 Hasil pengukuran I u lampu... 9 Tabel 4.2 Hasil pengukuran I a lampu... 9 Tabel 4.3 Hasil perhitungan nilai koefisien pemudaran air (k) Tabel 4.4 Hasil pengukuran I u kontrol (samping) Tabel 4.5 Hasil perhitungan nilai I a kontrol (samping) Tabel 4.6 Hasil pengukuran I u kontrol (bawah) Tabel 4.7 Hasil perhitungan I a kontrol (bawah) Tabel 4.8 Hasil tangkapan penggunaan Lampu bawah air pada operasi penangkapan... 14

9 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Bagan apung... 2 Gambar 2.2 Skema bagian bawah bagan apung... 2 Gambar 2.3 LED... 3 Gambar 2.4 Perbandingan kepekaan warna antara mata manusia dan ikan... 4 Gambar 3.1 Rancangan awal lampu bawah air... 6 Gambar 3.2 Tahap akhir lampu bawah air... 7 Gambar 3.3 Sketsa penggunaan lampu bawah air pada bagang... 8 Gambar 4.1 Kurva hubungan antara I u dengan jarak ()... 9 Gambar 4.2 Kurva hubungan antara I a dengan jarak ()... 9 Gambar 4.3 Hasil uji spektroskopi lampu bawah air Gambar 4.4 Kurva hubungan antara I u kontrol (samping) dengan jarak () Gambar 4.5 Kurva hubungan antara I a kontrol (samping) dengan jarak () Gambar 4.6 Kurva hubungan antara I u kontrol (bawah) dengan jarak () Gambar 4.7 Kurva hubungan antara I a kontrol (bawah) dengan jarak ()... 12

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Diagram Alir Lampiran 2. Konversi nilai satuan lu menjadi W/m Lampiran 3. Perhitungan untuk mencari nilai koefisien pemudaran air (k) Lampiran 4. Perhitungan untuk mencari nilai I a lampu kontrol Lampiran 5. Dokumentasi... 23

11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagan adalah alat penangkap ikan yang digolongkan ke dalam kelompok jaring angkat. 1 Bagian utama alat ini terdiri atas jaring bagan dan alat bantu berupa cahaya. Pengoperasiannya dilakukan dengan cara menurunkan jaring, selanjutnya diterangi oleh cahaya. Penerangan tersebut bertujuan untuk menarik ikanikan yang bersifat fototaksis positif agar berkumpul di atas jaring. Jika diperkirakan jumlah ikan cukup banyak, maka jaring diangkat. Sasaran penangkapannya berupa jenis ikanikan pelagis kecil. Banyak sumber cahaya yang biasa digunakan pada perikanan bagan. Misalnya petromaks, lampu bohlam dan lampu neon. Ketiga sumber cahaya ini sebenarnya merupakan alat penerangan yang dialihfungsikan sebagai alat bantu penangkapan ikan. Dari ketiga jenis lampu tersebut, nelayan umumnya lebih menyukai petromaks. 2 Hal ini karena harganya murah, awet, mudah pengoperasiannya, mudah perawatannya dan mudah didapat. Adapun jenis lampu yang benarbenar dikhususkan sebagai alat bantu penangkapan ikan dengan bagan sebenarnya telah diproduksi. Lampu tersebut dinamakan Lacuba (Lampu celup bawah air). Walaupun telah terbukti mampu meningkatkan hasil tangkapan nelayan hingga 23 kali lipat dibanding dengan menggunakan lampu petromaks, Lacuba bukanlah menjadi pilihan utama dari para nelayan Indonesia, khususnya di daerah perairan Kamal Muara, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Hal ini disebabkan oleh harga Lacuba yang jauh lebih mahal dan sulit untuk didapatkan. Permasalahan utama yang ada pada perikanan bagan adalah kurang terfokusnya ikan pada areal kerangka jaring ketika bagan dioperasikan, sehingga banyak ikan yang bersifat fototaksis positif tersebar disekitar areal kerangka jaring. Ikan yang tertangkap hanyalah sebagian kecil dari ikan yang tersebar di sekitar areal jaring bagan, yaitu ikan yang tersebar di atas areal jaring. Hal ini berbeda dengan cahaya Lacuba yang terfokus pada areal kerangka jaring. Beberapa penelitian mengenai bagan apung telah dilakukan. 36 Diantaranya adalah perbandingan hasil tangkapan bagan (light fishing) yang menggunakan beberapa warna cahaya di perairan Lero (Pinrang), Sulawesi Selatan; pengaruh beberapa jenis kap lampu pada pencahayaan bagan diesel terhadap nilai iluminasi cahaya dan hasil tangkapan ikan pelagis di perairan Carocok, Pesisir Selatan; iluminasi cahaya lampu petromaks pada medium udara; dan pemusatan cahaya petromaks pada areal kerangka jaring di permukaan air dengan menggunakan tudung berbentuk kerucut terpacung: pengaruhnya terhadap hasil tangkapan bagan. Masih banyak caracara memecahkan permasalahan yang ada pada bagan apung yang belum dilakukan, baik itu cara baru maupun pengembangan dari cara yang sudah ada. Penelitian ini dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang ada dengan merancang lampu bawah air dengan memperhatikan intensitas cahaya yang dihasilkan. Cahaya lampu alternatif ini diharapkan dapat membuat ikanikan yang bersifat fototaksis positif terfokus di atas jaring, sehingga memperoleh hasil tangkapan yang lebih banyak dari lampu bagang. Lampu ini juga diproduksi dengan harga yang lebih terjangkau oleh para nelayan. 1.2 Tujuan Penelitian 1. Membuat lampu bawah air dengan senter LED. 2. Menentukan kisaran intensitas cahaya di atas jaring yang membuat reaksi fototaksis ikan menjadi positif, sehingga hasil tangkapan pada bagan apung juga akan semakin tinggi. 3. Menggunakan lampu bawah air dalam operasi penangkapan ikan pada bagan apung. 1.3 Perumusan Masalah Bagaimana pengaruh intensitas cahaya lampu bawah air (senter LED) terhadap reaksi fototaksis ikan di perairan Kamal Muara, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara? 1.4 Hipotesis Intensitas cahaya dengan menggunakan empat lampu bawah air membuat ikan lebih banyak berkumpul mendekati sumber cahaya, sehingga hasil tangkapan bagan apung tersebut akan semakin tinggi.

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan Apung (bagang) Bagan merupakan salah satu jenis alat tangkap pasif yang pengoperasiannya dilakukan dengan menurunkan dan mengangkat jaring secara vertikal. Berdasarkan cara pengoperasian tersebut, maka bagan dikelompokkan ke dalam jaring angkat (liftnett). 1 Ada beberapa jenis bagan yang dioperasikan di Indonesia, diantaranya bagan tancap, bagan rakit, bagan perahu dan bagan apung. Seiring berkembangnya teknologi, nelayan lebih menyukai bagan apung karena dapat dipindahpindahkan. Bagan apung (bagang) terdiri dari rangkaian atau susunan bambu berbentuk segi empat dan jaring yang diikatkan pada bambu. Bambubambu yang melintang dan menyilang pada keempat sisinya dimaksudkan untuk memperkuat berdirinya bagang. Pada bagian tengah terdapat bangunan rumah (kapal) yang berfungsi sebagai tempat istirahat, pelindung lampu dari hujan dan tempat untuk melihat ikan. Di atas bangunan bagang juga terdapat roller (sejenis pemutar) dari bambu yang berfungsi untuk menarik jaring. Umumnya alat tangkap ini berukuran 8 8 m 2. 7 Jaring yang digunakan adalah jaring yang disebut dengan Wareng dengan mata jaring cm 2 dengan posisi terletak pada bagian bawah bangunan bagang yang diikatkan pada bingkai bambu yang berbentuk segi empat. Bingkai bambu tersebut dihubungkan dengan tali pada keempat sisinya yang berfungsi untuk menarik jaring. Pada keempat sisi jaring diberi pemberat yang berfungsi untuk menenggelamkan jaring dan memberikan posisi jaring yang baik selama dalam air. Jarak antara jaring dengan permukaan air (y) tergantung pada kedalaman daerah tangkapan yang ditentukan. Ukuran jaring biasanya satu meter lebih kecil dari ukuran bangunan bagang. Contoh foto dan skema bagian bawah bagan apung ditunjukkan oleh Gambar 2.1 dan Dalam operasi penangkapan, kedalaman perairan ratarata pemasangan alat tangkap ini adalah 8 m, bahkan ada yang memasang pada kedalaman 15 m. 9,10 Sifat bagan apung yang dapat dipindahkan membuat daerah operasi penangkapannya semakin luas. 1 Gambar 2.1 Bagan apung. 8 Gambar 2.2 Skema bagian bawah bagan apung Operasi penangkapan pada bagang menggunakan alat bantu cahaya untuk mengumpulkan ikan. Keberhasilan penangkapan ikan sangat tergantung pada intensitas cahaya dan arah pancaran cahaya yang terfokus pada jaring. Bagang lebih efektif digunakan pada saat bulan gelap, sebab pada saat itu ikanikan akan tertarik dengan cahaya lampu sehingga mendekati bagang dan berkumpul di bagian bawah bagang. 2.2 LED (Light Emitting Diode) Dioda pemancar cahaya atau lebih dikenal dengan sebutan LED adalah suatu semikonduktor yang memancarkan cahaya monokromatik yang tidak koheren ketika diberi tegangan maju. 11 Gejala ini termasuk bentuk elektroluminesensi. LED merupakan salah satu komponen yang sering digunakan sebagai display. Perkembagan dalam ilmu material telah menghasilkan LED dengan warna cahaya yang bervariasi. Warna LED (infra merah, cahaya tampak dan ultraviolet) tergantung pada komposisi dan kondisi dari material semi konduktor yang dipakai. Struktur LED dan fotonya ditunjukkan oleh Gambar

13 3 Gambar 2.3 LED. 11 (a) (b) (c) (a) Struktur LED (b) Foto bentuk LED (c) Foto LED yang menyala Pada umumnya cahaya dihasilkan oleh LED pada range arus 5 20 ma, dengan tegangan sekitar 2 V, pada kondisi arus maju. Pada tegangan mundur LED akan berfungsi sebagai zener, sehingga tetap dalam keadaan mati. 11 LED dipasang seri dengan hambatan dilakukan untuk mencegah terjadinya kebakaran LED. 2.3 Cahaya Cahaya merupakan suatu bentuk gelombang elektromagnetik yang dapat merambat tanpa medium perantara. Cahaya digolongkan pada beberapa panjang gelombang dengan kisaran yang luas. Cahaya tampak panjang gelombang berkisar nm dan frekuensi berkisar 3, , Hz. 12,13 Cahaya menyebar dalam bentuk gelombang elektromagnetik dengan kecepatan pada ruang hampa mencapai m/s. Hubungan antara warna dan panjang gelombang cahaya dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Warna dan panjang gelombang cahaya. 14 Warna Panjang gelombang Ungu Biru Hijau Kuning Jingga Merah nm nm nm nm nm nm Kecepatan rambat cahaya pada suatu media seperti udara atau air lebih kecil daripada di ruang hampa udara. Ketika cahaya merambat melalui suatu media menuju media lainnya, frekuensi cahaya tersebut tidak berubah, tetapi perubahan terjadi pada kecepatan rambat yang diikuti perubahan panjang gelombangnya, karena perbandingan antara cepat rambat dan panjang gelombang harus selalu konstan. 15 Perbandingan antara cepat rambat dan panjang gelombang ditunjukkan pada Persamaan 2.1. f = (2.1) Keterangan: f = frekuensi (Hz) v = cepat rambat (m/s) λ = panjang gelombang (nm) Dari enam warna cahaya (Tabel 2.1), cahaya warna biru dan hijau paling dalam menembus lapisan perairan, sementara warna merah dan ungu terabsorpsi oleh air hanya beberapa meter setelah menembus permukaan laut. Intensitas cahaya adalah banyaknya pancaran cahaya yang jatuh pada suatu permukaan bidang. 15 Intensitas cahaya sangat tergantung pada jenis sumber cahaya dan jarak antara sumber cahaya dengan permukaan bidang. Semakin jauh jarak sumber cahaya dengan bidang, maka intensitasnya semakin menurun. Pendugaan nilai intensitas cahaya pada suatu kedalaman dapat ditentukan dengan Persamaan I a = I u e k (2.2) Keterangan: I a = Intensitas di air (lu); I u = Intensitas di udara (lu); e = Konstanta Euler sebesar 2,718; k = Koefisien pemudaran air (m 1 ); = Jarak terhadap sumber cahaya (m) Cahaya yang masuk ke dalam air mengalami penurunan intensitas yang jauh

14 4 lebih besar bila dibandingkan dengan udara. Hal tersebut terutama diakibatkan adanya penyerapan cahaya oleh berbagai partikel dalam air. Kedalaman penetrasi cahaya dalam laut tergantung beberapa faktor, antara lain absorpsi cahaya oleh partikelpartikel air, panjang gelombang cahaya, kejernihan air, pemantulan cahaya oleh permukaan air, serta lintang geografis dan musim (cahaya matahari). 17 Daya penglihatan ikan banyak dipengaruhi oleh faktorfaktor tersebut Sensitifitas Ikan Terhadap Cahaya Ikan mempunyai suatu kemapuan yang mengagumkan untuk dapat melihat pada waktu siang hari dengan kekuatan penerangan ratusan ribu lu sampai dalam keadaan hampir gelap sama sekali. Kuat penerangan ini erat hubungannya dengan tingkat sensitifitas penglihatan ikan, dengan kata lain bahwa berkurangnya kuat penerangan akan mengakibatkan berkurangnya jarak penglihatan ikan. 18 Sensitifitas mata ikan laut pada umumnya sangat tinggi. Kalau cahaya biruhijau yang mampu diterima mata manusia hanya sebesar 30% saja, mata ikan mampu menerimanya sampai 75%. Retina mata beberapa jenis ikan laut dalam bahkan dapat menerimanya sampai 90%. 19 Pada umumnya ikan tertarik pada panjang gelombang sekitar nm, yaitu warna biru dan hijau. 20 Sebagai referensi untuk mengetahui bagaimana perbandingan kepekaan mata manusia dengan ikan terhadap cahaya dapat dilihat pada Gambar 2.4. Beberapa jenis ikan yang hidup di perairan pantai, retina matanya mempunyai sel kon yang sangat bervariasi. Sel kon adalah sel yang berfungsi membedakan panjang gelombang cahaya yang masuk ke retina mata. Penyebaran sel kon yang lebih merata dalam retina suatu jenis ikan memungkinkan mereka memiliki ketajaman penglihatan ke segala arah. Hal ini sangat diperlukan ikan, terutama dalam berburu mangsa. Jenis ikan yang setengah menetap sifatnya, pada umumnya memiliki kepadatan sel kon pada bagian tertentu, karena ikan jenis ini lebih banyak mamanfaatkan penglihatannya pada areal yang arah dan jaraknya tertentu saja. 18 Gambar 2.4 Perbandingan kepekaan warna antara mata ikan dan manusia. 2.5 Reaksi Ikan Terhadap Cahaya Indera penglihatan pada sebagian besar ikan merupakan indera utama yang memungkinkan terciptanya pola tingkah laku mereka terhadap keadaan lingkungannya. Kemampuan indera mata ikan memungkinkan untuk dapat melihat pada hampir seluruh lingkungan di sekelilingnya. Hanya suatu daerah sempit yang tidak dapat dilihat oleh ikan. Daerah sempit tersebut dikenal sebagai dead zone. 18 Penyebab tertariknya ikan oleh cahaya sebagian didasari oleh disorientasi penglihatan ikan. 21 Ikan dalam keadaan lapar akan lebih mudah terpikat cahaya daripada ikanikan yang tidak lapar. Ikanikan yang muda mempunyai ketertarikan yang lebih baik terhadap cahaya daripada ikanikan yang telah tua. 20 Ada dua pola reaksi ikan terhadap cahaya, yaitu fototaksis dan fotokinesis. Fototaksis merupakan gerakan spontan dari ikan untuk mendekati atau menjauhi cahaya. Fotokinesis merupakan gerakan yang ditimbulkan oleh hewan dalam kebiasaan hidupnya. 13 Fototaksis dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 22 (1) Fototaksis positif (photopholic) : berenang mendekati sumber cahaya. (2) Fototaksis negatif (photophobia) : berenang menjauhi sumber cahaya. Faktorfaktor yang mempengaruhi sifat fototaksis pada ikan, yaitu: 22 (1) Faktor internal a. Jenis kelamin: beberapa jenis ikan betina bersifat fototaksis negatif ketika matang gonad, akan tetapi ikan jantan pada jenis yang sama bersifat fototaksis positif ketika matang gonad. b. Penuh atau tidaknya perut: ikan yang sedang lapar lebih bersifat fototaksis

15 5 positif daripada ikan dengan perut penuh. (2) Faktor eksternal a. Suhu air: ikan akan mempunyai sifat fototaksis yang kuat apabila berada pada lingkungan dengan suhu air yang optimal (sekitar 28 0 C). b. Tingkat cahaya lingkungan: siang hari atau pada saat bulan purnama akan mengurangi sifat fototaksis. c. Intensitas dan warna sumber cahaya: jenis ikan yang berbeda akan berbeda pula responnya terhadap intensitas dan warna cahaya. d. Ada atau tidaknya makanan: beberapa jenis ikan akan bersifat fototaksis apabila terdapat makanan, sedangkan jenis lainnya akan berkurang sifat fototaksisnya. e. Kehadiran predator akan mengurangi sifat fototaksis. Peristiwa berkumpulnya ikan di bawah sumber cahaya dapat dibedakan menjadi: 23 (1) Peristiwa langsung, yaitu berkumpulnya ikan karena tertarik cahaya lampu yang digunakan atau ikan bersifat fototaksis positif. (2) Peristiwa tidak lagsung, yaitu berkumpulnya ikan karena tujuan mencari makan yang disebabkan oleh adanya plankton dan ikan kecil yang terpikat cahaya. Ikan ternyata mempunyai penglihatan yang cukup baik untuk membedakan warna. Ikan umumnya sangat peka terhadap cahaya yang datang dari arah dorsal tubuhnya. Ikan akan cenderung berorientasi ke arah kanan dari datangnya cahaya. 24 Ikan tidak menyukai cahaya yang datang dari arah ventral atau bagian bawah tubuhnya. 18 Bila keadaan tidak memungkinkan untuk turun ke arah sumber cahaya, ikan menyebar ke arah horizontal. Ikan yang tertarik pada cahaya pada umumnya menyukai cahaya yang terang dan tenang. Cahaya yang tidak tenang (flickering light) seperti petir dan lampu senter yang dihidupmatikan akan menakutkan atau setidaknya menggangu syaraf ikan Pemanfaatan Cahaya dalam Operasi Penangkapan Ikan Pemanfaatan cahaya untuk alat bantu penangkapan ikan dilakukan dengan memanfaatkan sifat fisik dari cahaya buatan itu sendiri. 24 Masuknya cahaya ke dalam air sangat erat hubungannya dengan panjang gelombang yang dipancarkan oleh cahaya tersebut. Semakin besar panjang gelombang cahaya, maka semakin kecil daya tembusnya ke dalam perairan. Faktorfaktor lain yang juga menentukan menyebarnya cahaya di dalam air adalah absorpsi (penyerapan) cahaya oleh partikelpartikel air, kejernihan dan musim (cahaya matahari). 24 Dengan sifatsifat fisik yang dimiliki cahaya dan kecenderungan tingkah laku ikan dalam merespon adanya cahaya, nelayan kemudian menggunakan cahaya buatan untuk mengelabuhi ikan sehingga memudahkan dalam operasi penangkapan ikan. Pada awal operasi penangkapan, nelayan biasanya menyalakan lampu yang bercahaya biru untuk menarik ikan yang jauh dari bagang. Hal ini disebabkan cahaya biru mempunyai panjang gelombang paling pendek dan daya tembus ke dalam perairan relatif paling jauh dibandingkan warna cahaya tampak lainnya. Setelah ikan tertarik mendekati cahaya, ikanikan tersebut kemudian dikumpulkan sampai pada jarak jangkauan alat tangkap (cathability area) dengan menggunakan cahaya yang lebih rendah frekuensinya (hijau dan kuning), secara bertahap. Dengan sistem ini, maka operasi penangkapan ikan akan lebih mudah dan nilai keberhasilannya lebih tinggi. Faktor utama yang harus diperhatikan para nelayan dalam memanfaatkan cahaya untuk membantu operasi penangkapan ikan adalah kedalaman dan warna dari perairan itu sendiri. Hubungan kedalaman dan warna air dengan penggunaan alat bantu cahaya dapat dilihat pada Tabel 2.2.

16 6 Tabel 2.2 Hubungan kedalaman dan warna air dengan penggunaan alat bantu cahaya. 13 Kedalaman (meter) Warna Laut Keterangan 2 Coklat Penangkapan dengan alat 1 2,5 2 3,5 3 4,5 Coklat kekuningan Kuning kecoklatan Kuning bantu cahaya, tidak efisien untuk dilakukan 4 5, >30 Kuning kehijauan Hijau kekuningan Hijau Hijau kebiruan Biru kehijauan Biru Biru gelap Penangkapan dengan alat bantu cahaya, kurang efisien untuk dilakukan Penangkapan dengan alat bantu cahaya, efisien untuk dilakukan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor dan Perairan Kamal Muara Kepulauan Seribu Jakarta Utara, pada bulan April sampai Agustus Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah bagan apung, lumeter, VisIR Spektrofotometer, tang, penggaris, pisau, gergaji dan gunting. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah senter LED (Toyasaki TL003), lampu Philips tipe PLC26 W, pipa paralon, dop, tripleks, paku, tambang, pemberat, mika, lem dan sampel air laut. 3.3 Prosedur Penelitian Pembuatan lampu bawah air Lampu yang digunakan adalah senter LED isi ulang (Toyasaki TL003) dengan 15 LED. Senter yang dibutuhkan sebanyak empat unit, kemudian masingmasing senter dimasukkan ke dalam pipa paralon yang telah disiapkan. Pipa paralon yang akan digunakan berdiameter 5 inci. Pipa ini kemudian dipotong menjadi empat bagian, masingmasing dengan panjang 23 cm. Setelah itu, salah satu ujung dari setiap pipa ditutup dengan mika yang memiliki tebal 1.5 mm. Penutupan ini menggunakan lem atau perekat, agar ujung pipa tertutup secara sempurna dan permanen. Kemudian di dalam setiap pipa, dibuat dudukan dengan tripleks. Dudukan ini berfungsi agar senter yang dimasukkan mendapat posisi yang baik dan tidak goyang pada saat ada geteran atau goncangan. Sebagai tahap awal lampu bawah air dapat dilihat pada Gambar 3.1. (a) (b) (c) Gambar 3.1 Tahap awal lampu bawah air (a) Potongan paralon (b) Dudukan tripleks dan senter LED (c) Penyesuain dudukan senter LED

17 7 Setelah pipa paralon selesai, senter dimasukkan ke setiap pipa dengan posisi mata senter ke arah ujung pipa yang ditutup mika, kemudian ditambahkan pemberat (2 kg). Ujung pipa yang ditutup mika harus dibuat lebih berat daripada ujung yang satunya. Hal ini dimaksudkan agar pada saat lampu dimasukkan ke dalam air, ujung pipa yang lebih berat akan tetap mengarah ke bawah. Dengan demikian, cahaya lampu juga akan tetap mengarah ke bawah. (d) (e) (f) Gambar 3.2 Tahap akhir lampu bawah air (d) Penambahan pemberat pada paralon (e) Memasukkan senter dan menutup kedua ujung paralon (f) Lampu bawah air selesai Tahap akhir pada pembuatan lampu ini yaitu membuat penutup pada ujung pipa yang lainnya. Untuk penutup tersebut digunakan penutup pipa paralon yang dinamakan dop. Penutupan dengan dop juga harus sempurna, tetapi tidak permanen. Hal ini dimaksudkan agar senter dapat dikeluarkan pada saat pengisian daya. Tepat di tengah dop, dibuat sebuah pengait untuk tambang. Tambang yang digunakan sepanjang 10 m (disesuai dengan bagan). Tahap akhir lampu bawah air ini dapat dilihat pada Gambar Uji intesitas cahaya lampu bawah air Pengujian dilakukan dalam tiga perlakuan, yaitu mengukur intensitas lampu Philips (I u kontrol), intensitas lampu bawah air di udara (I u ) dan intensitas lampu bawah air di air (I a ). Untuk I u kontrol dan I u dapat diukur secara langsung menggunakan Lumeter dengan jarak 0 m, 0.1 m, 0.2 m, 0.3 m, 0.4 m, 0.5 m, 0.6 m, 0.7 m, 0.8 m, 0.9 m dan 1 m dari sumber cahaya. Sedangkan untuk I a, lampu yang telah dibuat dinyalakan dan dicelupkan ke dalam air sekitar 0.3 m dari permukaan laut. Kemudian dilakukan pengukuran intensitas cahaya dengan menggunakan Lumeter. Pengukuran dilakukan pada jarak 0 m, 0.1 m, 0.2 m, 0.3 m, 0.4 m, 0.5 m, 0.6 m, 0.7 m, 0.8 m, 0.9 m dan 1 m dari sumber cahaya. Pengukuran ini sebaiknya dilakukan pada malam hari, sehingga cahaya yang diuji benarbenar berasal dari lampu. Berdasarkan data yang diperoleh, dilakukan perhitungan menggunakan Persamaan 3.1 untuk mencari nilai koefisien pemudaran air (k) dan nilai I a kontrol. Melalui perbandingan antara nilai I a kontrol dan I a, maka dapat diketahui pada kedalaman berapa lampu bawah air dicelupkan, sehingga memperoleh intensitas cahaya yang paling disukai ikan. I a = I u e k ( ) = e k ln ( ln ( ln ( k = ) = ln e k ) = k ln e ) = k ( ) (3.1) Penggunaan lampu bawah air pada operasi penangkapan Penangkapan dengan lampu ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh lampu terhadap hasil tangkapan bagan apung. Terdapat tiga variasi

18 tangkapan yang berbeda. Untuk hari pertama tanpa menggunakan lampu, hari ke2 menggunakan dua lampu dan hari ke3 menggunakan empat lampu. Dalam satu hari dilakukan dua kali operasi penangkapan. Data yang diambil yaitu banyaknya hasil tangkapan yang diperoleh. Penangkapan ini dilakukan sebanyak lima kali ulangan, yaitu pada minggu ke1, ke2, ke3, ke4 dan ke5. Operasi penangkapan diawali dengan menentukan daerah tangkapan, dimana penentuan tersebut berdasarkan hasil pantauan di siang harinya dan insting para nelayan. Setelah daerah tangkapan ditentukan, jangkar dan jaring diturunkan sampai kedalaman tertentu sesuai dengan kedalaman daerah tangkapan. Semua lampu bagang dinyalakan. Setelah beberapa jam atau dianggap sudah banyak ikan yang berada di areal tangkapan, lampu bawah air diturunkan pada kedalaman yang sesuai dengan hasil pengujian sebelumnya. Kemudian lampu bagang dimatikan secara bertahap, sementara lampu bawah air tetap dibiarkan menyala. Ikan akan berkumpul pada sumber cahaya yang masih ada (lampu bawah air), tepat di atas jaring. Kemudian jaring diangkat dengan cepat agar ikan tidak sempat keluar dari areal jaring. Contoh gambar penggunaan lampu celup bawah air pada operasi penangkapan dengan bagan apung ditunjukkan pada Gambar Gambar 3.3 Sketsa penggunaan lampu bawah air pada bagang. 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan alat bantu cahaya dalam operasi penangkapan ikan, khususnya pada bagan apung (bagang) merupakan suatu hal yang sudah biasa dilakukan oleh para nelayan. Namun pemanfaatan cahaya yang kurang maksimal membuat ikan kurang tertarik pada cahaya, sehingga hasil tangkapan para nelayan juga menjadi tidak maksimal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan alat bantu cahaya pada bagang adalah daerah tangkapan, intensitas cahaya, dan fokus cahaya pada areal jaring. Lampu bawah air dalam penelitian ini dirancang untuk memaksimalkan fungsi dari cahaya yang membuat reaksi fototaksis ikan menjadi positif. Dengan demikian, lampu dapat digunakan para nelayan untuk meningkatkan hasil tangkapan dari bagang. 4.1 Pembuatan Lampu Bawah Air Pembuatan lampu bawah air dilakukan dengan penutupan sempurna pada setiap sisinya, sehingga lampu tidak dapat ditembus oleh air. Lampu ini berbentuk silinder dengan ukuran diameter 13 cm, panjang 23 cm dan berat 5 kg. Sumber cahaya lampu menggunakan senter LED dengan 15 buah LED. Pada penelitian ini dibuat empat lampu dengan ukuran yang sama. Ukuran lampu juga diperhatikan dengan baik. Diameter pipa paralon disesuiakan dengan senter LED, sehingga sumber cahaya tidak goyang ketika ada getaran. Panjang pipa paralon juga disesuikan dengan senter LED, agar udara di dalam lampu tidak terlalu banyak. Dengan menambahkan besi seberat 2 kg pada ujung sumber cahaya, maka lampu dapat tenggelam dengan cahaya yang mengarah ke bawah. Penambahan pengait tambang pada ujung lainnya menyempurnakan bentuk lampu bawah air. Dengan demikian, lampu bawah air dapat berfungsi dengan baik dalam pengujian intensitas cahaya dan penggunaan pada operasi penangkapan ikan dengan bagan apung. 4.2 Uji Intensitas Cahaya Lampu Bawah Air Uji intensitas cahaya dilakukan dalam dua tahap, yaitu pada lampu bawah air dan pada lampu Philips PLC26 W yang digunakan sebagai kontrol. Pengujian pada

19 9 lampu bawah air dilakukan untuk mencari intensitas cahaya di udara (I u ) dan intensitas cahaya di air (I a ), sedangkan pada lampu kontrol hanya dilakukan untuk mencari intensitas cahaya di udara (I u ). Pengujian pada lampu bawah air dimulai dari pengukuran nilai I u dan I a dengan jarak tertentu dari sumber cahaya. Pengukuran I u dilakukan di darat dengan jarak 0 sampai 10 m. Pengukuran I a dilakukan pada sampel air yang dimasukkan ke dalam sebuah drum dengan jarak 0 sampai 1 m. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui kisaran intensitas cahaya lampu bawah air yang akan digunakan pada operasi penangkapan ikan dengan bagang. Hasil pengukuran nilai I u dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1. Tabel 4.1 Hasil pengukuran I u lampu Jarak (m) I u (W/m 2 ) Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa lampu bawah air memiliki jangkauan cahaya yang cukup jauh. Pada jarak 10 m lampu masih memiliki intensitas cahaya sekitar W/m 2. Semakin jauh jaraknya dari sumber cahaya, maka nilai intensitas cahaya akan semakin kecil. Pengukuran dilanjutkan untuk mencari nilai I a. Hasil pengukuran nilai I a dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.2. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai I a lebih kecil daripada I u. Hal ini terjadi karena adanya penyerapan cahaya yang disebabkan oleh berbagai partikel di dalam air. Semakin jauh jaraknya dari sumber cahaya, maka nilai intensitas cahaya akan semakin kecil. Tabel 4.2 Hasil pengukuran I a lampu Jarak (m) I a (W/m 2 ) Gambar 4.2 Kurva hubungan antara I a dengan jarak () Gambar 4.1 Kurva hubungan antara I u dengan jarak () Pengujian selanjutnya yaitu menghitung nilai koefisen pemudaran air (k). Data I u dan I a digunakan dalam perhitungan dengan Persamaan 3.1. Data yang digunakan yaitu pada jarak 0.1 sampai 1 m. Hasil perhitungan nilai k yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.3.

20 10 Tabel 4.3 Hasil perhitungan nilai koefisien pemudaran air (k) Jarak Koefisien pemudaran (m) air (m 1 ) k ratarata Nilai koefisien pemudaran air di daerah ini diperoleh dari nilai k ratarata, yaitu sebesar m 1. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat kepudaran air di Peraian Kamal Muara, Kepulauan Seribu cukup tinggi. Hal ini memang terlihat jelas pada air laut yang agak keruh. Cahaya yang dipancarkan oleh lampu bawah air merupakan cahaya berwarna putih. Untuk mengetahui panjang gelombang yang paling dominan dari cahaya putih tersebut, dilakukan uji spektroskopi menggunakan sumber cahaya pada lampu. Hasil uji spektroskopi pada lampu bawah air dapat dilihat pada Gambar 4.3. Berdasarkan hasil yang diperoleh, terdapat dua puncak panjang gelombang, yaitu panjang gelombang nm (cahaya biru) dan panjang gelombang nm (cahaya hijau). Hasil ini menunjukkan bahwa panjang gelombang yang dominan pada cahaya lampu bawah air adalah panjang gelombang cahaya biru dan hijau. Hasil uji yang diperoleh sesuai dengan literatur pada Gambar 2.3, yang menunjukkan bahwa mata ikan umumnya tertarik pada panjang gelombang sekitar nm. Lampu Philips PLC26 W merupakan sumber cahaya yang digunakan pada Lampu celup bawah air. Dengan demikian, lampu tipe ini dapat dijadikan sebagai kontrol untuk menentukan kisaran intensitas cahaya yang baik dalam operasi penangkapan ikan. Cahaya lampu ini menyebar ke arah samping dan ke arah bawah. Untuk itu pengukuran dilakukan dalam dua perlakuan, yaitu mencari intensitas cahaya lampu philips di udara (I u kontrol) dari cahaya yang mengarah ke samping dan intensitas cahaya lampu philips (I u kontrol) dari cahaya yang mengarah ke bawah. Pengukuran pada perlakuan pertama yaitu untuk I u kontrol (samping). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kisaran I u kontrol pada jarak 1 m sama dengan kisaran I u lampu bawah air pada jarak 4 m, yaitu berkisar W/m 2. Semakin jauh jaraknya dari sumber cahaya, maka nilai intensitas cahaya akan semakin kecil. Hasil pengukuran nilai I u kontrol (samping) dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.4. Tabel 4.4 Hasil pengukuran I u kontrol (samping) Jarak (m) I u (W/m 2 ) Gambar 4.3 Hasil uji spektroskopi lampu bawah air Gambar 4.4 Kurva hubungan antara I u kontrol (samping) dengan jarak ()

21 11 Tabel 4.5 Hasil perhitungan nilai I a kontrol (samping) Jarak (m) I a (W/m 2 ) Tabel 4.6 Hasil pengukuran I u kontrol (bawah) Jarak (m) I u (W/m 2 ) Gambar 4.5 Kurva hubungan antara I a kontrol (samping) dengan jarak () Berdasarkan nilai k dan I u kontrol (samping) yang diperoleh, dilakukan perhitungan untuk mencari nilai I a kontrol (samping). Perhitungan tersebut menggunakan Persamaan 2.1. Karena adanya faktor k, maka nilai I a kontrol (samping) lebih kecil daripada nilai I u kontrol (samping). Namun sifat intensitas cahayanya tetap, yaitu semakin jauh jaraknya dari sumber cahaya, maka nilai intensitas cahaya akan semakin kecil. Hasil perhitungan nilai I a kontrol (samping) dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.5. Pengukuran pada perlakuan kedua yaitu untuk I u kontrol (bawah). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kisaran I u kontrol pada jarak 1 m sama dengan kisaran I u lampu bawah air pada jarak 6 m, yaitu berkisar W/m 2. Hal ini menunjukkan bahwa jangkauan cahaya pada lampu bawah air lebih jauh daripada lampu kontrol. Semakin jauh jaraknya dari sumber cahaya, maka nilai intensitas cahaya akan semakin kecil. Hasil pengukuran yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.6. Gambar 4.6 Kurva hubungan antara I u kontrol (bawah) dengan jarak () Berdasarkan nilai k dan I u kontrol (bawah) yang diperoleh, dilakukan perhitungan untuk mencari nilai I a kontrol (bawah). Perhitungan tersebut menggunakan persamaan 2.1. Karena adanya faktor k, maka nilai I a kontrol (bawah) lebih kecil daripada nilai I u kontrol (bawah). Namun sifat intensitas cahayanya tetap, yaitu semakin jauh jaraknya dari sumber cahaya, maka nilai intensitas cahaya akan semakin kecil. Hasil perhitungan nilai I a kontrol (bawah) dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.7. Tabel 4.7 Hasil perhitungan I a kontrol (bawah) Jarak (m) I a (W/m 2 )

22 12 Gambar 4.7 Kurva hubungan antara I a kontrol (bawah) dengan jarak () Berdasarkan hasil data dan perhitungan pada lampu kontrol, diketahui bahwa kisaran intensitas yang dapat membuat reaksi fototaksis ikan menjadi positif, sehingga memperoleh hasil tangkapan tertinggi pada bagang adalah antara W/m 2. Dengan kisaran data yang diketahui, maka dapat ditentukan jarak lampu bawah air dari permukaan pada saat dicelupkan dalam operasi penangkapan ikan. Jangkauan lampu bawah air yang mengarah ke bawah lebih jauh daripada lampu kontrol. Hal ini menjadi suatu pertimbangan untuk menentukan jarak antara lampu bawah air terhadap permukaan air laut pada saat melakukan operasi penangkapan ikan. Pada saat operasi penangkapan ikan, Lampu celup bawah air dimasukkan ke dalam air sejauh 2 m dari permukaan air. Berbeda dengan Lampu bawah air, dimasukkan ke dalam air hanya sekitar 0.3 m. Hal ini disebabkan karena jangkauan cahaya pada lampu bawah air yang lebih jauh. Jika lampu bawah air dimasukkan terlalu dalam, maka posisi ikan yang akan ditangkap juga jauh dari permukaan, sehingga pada saat penarikan jaring, ikan masih memiliki peluang untuk keluar dari areal jaring. Jangkauan lampu bawah air yang mengarah ke samping lebih dekat daripada lampu kontrol. Hal ini dapat diantisipasi dengan menambah jumlah lampu agar dapat mencakup areal jaring pada saat operasi penangkapan. 4.3 Penggunaan Lampu Bawah Air pada Operasi Penangkapan Ikan Operasi penangkapan ikan dengan bagang dilakukan pada malam hari. Keadaan yang semakin gelap akan meningkatkan kinerja dari bagang yang menggunakan cahaya sebagai alat bantu penangkapan. Pada penelitian ini digunakan Lampu bawah air sebagai tambahan cahaya, agar cahaya dapat terfokus pada areal jaring dan mencakup areal tangkapan jaring. Kegiatan penangkapan ini disebut dengan Eperimental Fishing, yaitu kegiatan operasi penangkapan ikan untuk menilai kinerja alat tangkap, guna dikembangkan sebagai alat tangkap standar oleh masyarakat (nelayan). Suhu harus diperhatikan dalam penggunaan Lampu bawah air pada operasi penangkapan ikan, Suhu perairan bervariasi, baik secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal suhu bervariasi sesuai dengan garis lintang dan secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Variasi suhu secara vertikal di perairan Indonesia pada umumnya dapat dibedakan menjadi tiga lapisan, yaitu lapisan homogen (mied layer) di bagian atas, lapisan termoklin di bagian tengah dan lapisan dingin di bagian bawah. Lapisan homogen berkisar pada kedalaman 50 sampai 70 m. Pada lapisan ini terjadi pengadukan air yang mengakibatkan suhu pada lapisan ini menjadi homogen, sekitar 28 0 C. Lapisan termoklin merupakan lapisan dimana suhu menurun cepat terhadap kedalaman, terdapat pada kedalaman 100 sampai 200 m, dengan suhu dapat turun menjadi sekitar 7 0 C. Lapisan dingin merupakan lapisan mulai stabil kembali, terdapat pada kedalaman <200 m dengan suhu <5 0 C. 27 Suhu yang tidak sesuai dengan habitat ikan akan mempengaruhi sifat fototaksis dari ikan tersebut. Ikan pelagis yang merupakan target tangkapan bagang biasanya terdapat pada lapisan homogen. Penggunaan Lampu bawah air dilakukan dalam 5 kali tahapan. Setiap tahapan dilakukan selama 3 hari dalam 1 minggu. Banyaknya hasil tangkapan yang diperoleh bagang menjadi fokus utama dalam pengujian ini. Penggunaan lampu pada minggu ke1 dilakukan dengan variasi 0 lampu, 2 lampu dan 4 lampu. Hasil tangkapan dengan variasi tanpa lampu digunakan sebagai kontrol. Pada variasi 0 lampu, cuaca dalam keadaan yang cukup baik. Keadaan air cukup tenang dengan sedikit gelombang pada permukaan. Tangkapan I dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 27 0 C. Tangkapan II dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 26 0 C. Pada variasi 2 lampu, cuaca dalam keadaan

23 13 yang cukup baik. Permukaan air sedikit bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 27 0 C. Tangkapan II dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 27 0 C. Pada variasi 4 lampu, cuaca dalam keadaan yang cukup baik. Permukaan air lebih tenang. Tangkapan I dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 27 0 C. Tangkapan II dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 26 0 C. Hasil tangkapan yang diperoleh antara lain ikan teri, ikan tembang, ikan kembung dan rajungan. Hasil tangkapan pada minggu ke1 dapat dilihat pada Tabel 4.8. Penggunaan lampu pada minggu ke2 dilakukan dengan variasi 0 lampu, 2 lampu dan 4 lampu. Hasil tangkapan dengan variasi tanpa lampu digunakan sebagai kontrol. Pada variasi 0 lampu, cuaca dalam keadaan kurang baik, dimana permukaan air sedikit bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 27 0 C. Tangkapan II dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 27 0 C. Pada variasi 2 lampu, cuaca dalam keadaan kurang baik, dimana permukaan air sedikit bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 27 0 C. Tangkapan II dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 27 0 C. Pada variasi 4 lampu, cuaca dalam keadaan kurang baik, dimana permukaan air sedikit bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 27 0 C. Tangkapan II dilakukan pada pukul WIB dengan suhu sekitar 26 0 C. Keadaan air yang kurang baik membuat hasil tangkapan lebih sedikit dibandingkan dengan hasil pada minggu ke1. Hasil tangkapan yang diperoleh antara lain ikan teri, ikan kembung, cumicumi dan rajungan. Hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 4.8. Penggunaan lampu pada minggu ke3 dilakukan dengan variasi 0 lampu, 2 lampu dan 4 lampu. Hasil tangkapan dengan variasi tanpa lampu digunakan sebagai kontrol. Pada variasi 0 lampu, cuaca dalam keadaan baik, dimana permukaan air tidak bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 28 0 C. Tangkapan II dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 27 0 C. Pada variasi 2 lampu, cuaca dalam keadaan baik, dimana permukaan air tidak bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 27 0 C. Tangkapan II dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 27 0 C. Pada variasi 4 lampu, cuaca dalam keadaan baik, dimana permukaan air tidak bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 26 0 C. Tangkapan II dilakukan pada pukul WIB dengan suhu sekitar 26 0 C. Hasil tangkapan yang diperoleh antara lain ikan teri, cumicumi, ikan kembung dan rajungan. Hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 4.8. Penggunaan lampu pada minggu ke4 dilakukan dengan variasi 0 lampu, 2 lampu dan 4 lampu. Hasil tangkapan dengan variasi tanpa lampu digunakan sebagai kontrol. Pada variasi 0 lampu, cuaca dalam keadaan tidak baik, dimana permukaan air sangat bergelombang. Penangkapan hanya dilakukan satu kali, yaitu pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 25 0 C. Keadaan ini mengakibatkan hasil tangkapan yang diperoleh menjadi lebih sedikit. Pada variasi 2 lampu, cuaca dalam keadaan baik, dimana permukaan air tidak bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 27 0 C. Tangkapan II dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 26 0 C. Pada variasi 4 lampu, cuaca dalam keadaan baik, dimana permukaan air tidak bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 27 0 C. Tangkapan II dilakukan pada pukul WIB dengan suhu sekitar 26 0 C. Hasil tangkapan yang diperoleh antara lain ikan teri, cumicumi, ikan kembung dan rajungan. Hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 4.8. Penggunaan lampu pada minggu ke5 dilakukan dengan variasi 0 lampu, 2 lampu dan 4 lampu. Hasil tangkapan dengan variasi tanpa lampu digunakan sebagai kontrol. Pada variasi 0 lampu, cuaca dalam keadaan tidak baik, dimana permukaan air sangat bergelombang. Penangkapan hanya dilakukan satu kali, yaitu pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 25 0 C. Keadaan ini mengakibatkan hasil tangkapan yang diperoleh menjadi sedikit. Pada variasi 2 lampu, cuaca dalam kurang baik, dimana permukaan air sedikit bergelombang.

24 14 Penangkapan hanya dilakukan satu kali, yaitu pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 25 0 C. Keadaan ini mengakibatkan hasil tangkapan tidak maksimal. Pada variasi 4 lampu, cuaca dalam keadaan baik, dimana permukaan air tidak bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul WIB dengan suhu air sekitar 26 0 C. Tangkapan II dilakukan pada pukul WIB dengan suhu sekitar 26 0 C. Hasil tangkapan yang diperoleh antara lain ikan teri, ikan rebon, cumicumi, ikan kembung dan rajungan. Hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 4.8. Hasil penangkapan mulai dari minggu ke1 sampai ke5 menunjukkan bahwa hasil tangkapan ratarata dengan 0 lampu, 2 lampu dan 4 lampu secara berturutturut adalah kg, kg, 370 kg. Hasil tangkapan yang paling banyak yaitu pada variasi 4 lampu. Hasil tangkapan dengan variasi 0 lampu dan 2 lampu memiliki nilai yang hampir sama, sehingga dapat dikatakan bahwa penagkapan dengan variasi 2 lampu tidak terlalu mempengaruhi hasil tangkapan yang diperoleh. Berdasarkan pengujian ini, diketahui bahwa operasi penangkapan pada bagang dengan variasi 4 lampu bawah air akan membuat reaksi fototaksis ikan lebih positif, sehingga hasil tangkapan meningkat. Tabel 4.8 Hasil tangkapan penggunaan Lampu bawah air pada operasi penangkapan Tangkapan I Tangkapan II Minggu Jumlah (kg) (kg) lampu Teri Lainlaicumlain Teri Tembang Rebon Cumi Lain 0 buah Ke1 2 buah buah Ke2 Ke3 Ke4 Ke5 0 buah 2 buah 4 buah 0 buah 2 buah 4 buah 0 buah 2 buah 4 buah 0 buah 2 buah 4 buah Jumlah (kg) BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Respon ikan pada cahaya sangat tinggi. Memaksimalkan fungsi cahaya dengan memperhatikan kondisi daerah tangkapan, intensitas cahaya, dan fokus cahaya pada areal jaring adalah langkah yang harus dilakukan untuk memperoleh hasil tangkapan yang baik pada operasi penangkapan ikan dengan bagang. Lampu bawah air telah berhasil dibuat dengan bentuk silinder. Lampu ini memiliki ukuran diameter 13 cm, panjang 23 cm dan berat 5 kg. Sumber cahaya lampu menggunakan senter LED dengan 15 buah LED. Lampu yang kedap air ini memiliki kisaran nilai intensitas yang dapat membuat reaksi fototaksis ikan menjadi positif. Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan, lampu dapat dikatakan baik. Namun memiliki kekurangan pada disainnya yang masih terlalu besar. Hasil uji intensitas cahaya menunjukkan bahwa nilai intensitas cahaya di udara (I u ), baik pada lampu bawah air maupun lampu kontrol, lebih besar daripada nilai intensitas cahaya di air (I a ). Hal ini dikarenakan oleh adanya faktor koefisien pemudaran air (k). Nilai k pada Perairan Kamal Muara, Kepulauan Seribu ini adalah m 1. Kisaran nilai intensitas cahaya yang membuat reaksi fototaksis ikan menjadi positif, sehingga memberikan hasil tangkapan tertinggi pada bagang adalah antara W/m 2. Semakin jauh

25 15 jaraknya dari sumber cahaya, maka nilai intensitas cahaya akan semakin kecil. Pada operasi penangkapan ikan dengan bagang menunjukkan bahwa penggunaan variasi 2 lampu tidak terlalu berpengaruh terhadap reaksi fototaksis ikan. Operasi penangkapan ikan dengan bagang yang menggunakan variasi 4 lampu dapat meningkatkan reaksi fototaksis positif ikan sehingga hasil tangkapan yang diperoleh juga meningkat. Peningkatan yang diperoleh dapat mencapai 100 % dari hasil tangkapan biasanya (hanya dengan lampu bagang). 5.2 Saran Kepekaan ikan terhadap cahaya memberikan suatu dorongan kepada para nelayan untuk dapat memaksimalkan fungsi alat bantu cahaya pada operasi penagkapan ikan. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambah jumlah lampu bawah air yang digunakan dalam operasi penangkpan ikan (6, 8 dan 10 lampu), serta menyesuaikan jarak antar lampu dengan luas jaring bagang. Dalam pembuatan lampu bawah air, ukuran lampu (panjang, diameter dan berat) harus disesuikan dengan senter yang digunakan agar lampu dapat berfungsi dengan baik. Pembuatan lampu dengan disain yang lebih kecil juga baik dilakukan. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menentukan nilai intensitas untuk menangkap jenis ikan tertentu, sehingga para nelayan dapat menentukan jenis ikan yang akan ditangkap. DAFTAR PUSTAKA 1. Subani, W., Barus, H.R. (1989). Alat Penangkapan Ikan dan Udang di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Nomor 50 Tahun 1988/1999. Edisi Khusus. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut, Badan Penelitian Perikanan Laut, Departemen Pertanian. 2. Prasetyo, E.W. (2009). Pemusatan Cahaya Petromaks pada Kedalaman 8 m untuk Meningkatkan Produktivitas Bagan Apung di Palabuhanratu, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3. Pagalay, B. (1986). Perbandingan Hasil Tangkapan Bagan (Light Fishing) yang Menggunakan Beberapa Warna Cahaya di Perairan Lero (Pinrang), Sulawesi Selatan. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 4. Lestari, E.T. (2001). Pengaruh Perbedaan Jenis Kap Lampu pada Pencahayaan Bagan Diesel terhadap Nilai Iluminasi Cahaya dan Hasil Tangkapan Pelagis di Perairan Carocok, Pesisir Selatan. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 5. Abbas, M.I. (2005). Iluminasi Cahaya Lampu Petromaks pada Medium Udara. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 6. Tobing, T. (2008). Pemusatan Cahaya Petromaks pada Areal Kerangka Jaring di Permukaan Air Menggunakan Tudung Berbentuk Kerucut Terpacung: Pengaruhnya terhadap Hasil Tangkapan Bagan. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 7. Rihamadi. Bagan Apung. Matanews. 16 April Web. 24 Mar < ttangkap/hewanlaut/153 baganapung.html>. 8. Musyawir. Bagan Apung. Matanews 20 November Web. 24 Mar < apung2/>. 9. Sudirman, H., Mallawa, A. (2004). Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta: Rineka Cipta. 10. Nurdiana. (2005). Iluminasi Cahaya Lampu Pijar 25 Watt pada Medium Utara dan Aplikasinya pada Perikanan Tangkap. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 11. Dicky. Digital Teknik Mekatronika. Ensiklopedia. 24 Februari Web. 24 Mar < 12. Mitsugi, S. (1974). Fish Lamps In Fishing Gear and Methods. Japan: Japan International Cooperation Agency. Hal Ben Yami, M. (1976). Fishing with Light. Published by Arrangement with

26 16 FAO of The United Nations by Fishing News Books Ltd. Surrey. England. 14. Wanibesak, E. Spektrofotometri Sinar Tampak (visibel). 21 Februari Web. 27 Maret < 2/21/Spektrofotometrisinartampakvisible> diakses 15. Cayless, M.A., Marsden, A.M. (1983). Lamps and Lighting 3 th edition. London: Edward Arnold (Publisher) Ltd. 16. Ben Yami. (1987). Fishing with Light. Roma: FAO. 17. Nybakken, J.W. (1988). Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. Jakarta: PT. Gramedia. 18. Gunarso, W. (1985). Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode dan Taktik Penangkapan. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 19. Woodhead, P.M.J. (1966). The Behavior of Fish Relation to The Light in The Sea. Oceanografy Marine Biology: Horald Barnes Edition. Rev. 4. Hal Nomura, M.T dan Yamazaki. (1977). Fishing Techniques. Tokyo: Japan International Coorporation Agency. 21. Von Brandt, A. (1984). Fishing Catching Method of The World. Fishing News Book Ltd. Farnham Surrey England Hamburg Germany. 22. He Pingguo. (1989). Fish Behavior and its Application in fisheries. Marine Institute. Canada: Newfoundland and Labrador Institute of Fisheries and Marine Technology. 23. Ayodhyoa, A.U. (1981). Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. 24. Derec, M.N. (2009). Preferensi Larva Cumicumi Sirip Besar terhadap Perbedaan Warna dan Tingkat Intensitas Cahaya pada Waktu Pengamatan yang Berbeda. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 25. Subani, W. (1983). Penggunaan Cahaya sebagai Alat Bantu Penangkapan Ikan. [Disertasi]. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut. 26. Effendi. Lampu Celup Bawah Air (Lacuba), Lampu Pemanggil Ikan. Web. 24 Mar < oad/lacuba.htm> 27. Ismajaya. (2007). Hubungan Suhu Permukaan Air dengan Daerah Penangkapan Ikan Tongkol di Perairan Teluk Palabuhanratu, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

27 LAMPIRAN

28 18 Lampiran 1. Diagram alir Mulai Penulusuran pustaka Penyediaan Alat dan Bahan Paralon 1 (p=23cm; d=5inci) Paralon 2 (p=23cm; d=5inci) Paralon 3 (p=23cm; d=5inci) Paralon 4 (p=23cm; d=5inci) Tutup salah satu ujung dengan mika (t=1.5mm) Susun senter dan pemberat ke dalam paralon (ujung yang mika harus lebih berat dari ujung satunya) Tutup ujung satunya dengan dop (dop telah diberi pengait tambang) Lampu selesai Uji intensitas (Celupkan satu lampu ke sampel air, sekitar 0.3 m ) Bandingkan dengan lampu kontrol (intensitas lampu philips) Ukur intensitas dengan Lumeter (kedalaman 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, 0.6, 0.7, 0.8, 0.9, 1 m dari sumber cahaya) Pengujian lampu pada operasi penangkapan Variasi penangkapan: tanpa lampu (hari ke1), dua lampu (hari ke2) dan empat lampu (hari ke3), sebanyak 5 kali ulangan Selesai Penyusunan laporan penelitian Analisis data

29 19 Lampiran 2. Konversi nilai satuan lu menjadi W/m 2 Data pada lampu bawah air Jarak (m) I u (lu) I a (lu) Lu merupakan satuan rapat daya. Rapat daya = 1 lu = ; 1 lumen = W = W Jadi, 1 lu = Konversi pada I u = 0 m lu = = = 0.1 m 8290 lu = = = 0.2 m 5200 lu = = = 0.3 m 3690 lu = = = 0.4 m 2990 lu = = = 0.5 m 2540 lu = = = 0.6 m 2120 lu = = = 0.7 m 1920 lu = = = 0.8 m 1690 lu = = = 0.9 m 1520 lu = = = 1 m 1460 lu = Konversi pada I a = = 0 m lu = = = 0.1 m 8190 lu = = = 0.2 m 5080 lu = = = 0.3 m 3550 lu = = = 0.4 m 2840 lu = = = 0.5 m 2390 lu = = = 0.6 m 1970 lu = = = 0.7 m 1770 lu = = = 0.8 m 1530 lu = = = 0.9 m 1360 lu = = = 1 m 1290 lu = = 1.935

30 20 Data lampu kontrol Jarak (m) I u samping (lu) I u bawah (lu) Lu merupakan satuan rapat daya. Rapat daya = 1 lu = ; 1 lumen = W = W Jadi, 1 lu = Konversi pada I u (samping) = 0.1 m 6310 lu = = = 0.2 m 3240 lu = = = 0.3 m 1260 lu = = = 0.4 m 791 lu = = = 0.5 m 623 lu = = = 0.6 m 547 lu = = = 0.7 m 424 lu = = = 0.8 m 332 lu = = = 0.9 m 261 lu = = = 1 m 223 lu = = Konversi pada I u (bawah) = 0.1 m 5760 lu = = = 0.2 m 1620 lu = = = 0.3 m 851 lu = = = 0.4 m 526 lu = = = 0.5 m 351 lu = = = 0.6 m 259 lu = = = 0.7 m 208 lu = = = 0.8 m 181 lu = = = 0.9 m 173 lu = = = 1 m 162 lu = = 0.243

31 21 Lampiran 3. Perhitungan untuk mencari nilai koefisien pemudaran air (k) Perhitungan dilakukan dengan persamaan 4.1. Data yang digunakan yaitu nilai I u dan I a lampu bawah air. I a = I u e k ( ) = e k ln ( ) = ln e k ln ( ln ( k = ) = k ln e ) = k ( ) k 0.1 = ( ) k 0.6 = ( ) = m 1 = m 1 k 0.2 = ( ) k 0.7 = ( ) = 1.17 m 1 = m 1 k 0.3 = ( ) k 0.8 = ( ) = m 1 = m 1 k 0.4 = ( ) k 0.9 = ( ) = m 1 = m 1 k 0.5 = ( ) k 1 = ( ) = m 1 = m 1 k ratatara = = k ratatara = m 1

32 22 Lampiran 4. Perhitungan untuk mencari nilai I a lampu kontrol Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.1. Jarak (m) I a = I u e k ; e = Data lampu kotrol I u samping I u bawah (W/m 2 ) (W/m 2 ) Menghitung nilai I a (samping) = 0.1 m I a = = = 0.2 m I a = = = 0.3 m I a = = = 0.4 m I a = = = 0.5 m I a = = = 0.6 m I a = = = 0.7 m I a = = = 0.8 m I a = = = 0.9 m I a = = = 1 m I a = = Menghitung nilai I a (bawah) = 0.1 m I a = = = 0.2 m I a = = = 0.3 m I a = = = 0.4 m I a = = = 0.5 m I a = = = 0.6 m I a = = = 0.7 m I a = = = 0.8 m I a = = 0.246

33 23 = 0.9 m I a = = 1 m I a = = = Lampiran 5. Dokumentasi (a) Uji intensitas lampu bawah air (d) Pengambilan ikan (b) Penggunaan lampu pada bagang (lampu bagang menyala) (e) Hasil tangkapan yang kurang baik (c) Pengangkatan jaring bagang (f) Hasil tangkapan yang baik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN tangkapan yang berbeda. Untuk hari pertama tanpa menggunakan lampu, hari ke menggunakan dua lampu dan hari ke menggunakan empat lampu. Dalam satu hari dilakukan dua kali operasi penangkapan. Data yang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bagan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bagan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan Bagan merupakan suatu alat tangkap yang termasuk kedalam kelompok jaring angkat dan terdiri atas beberapa komponen, yaitu jaring, rumah bagan, dan lampu. Jaring bagan umumnya

Lebih terperinci

OPTIMASI PANJANG GELOMBANG CAHAYA LAMPU CELUP DALAM AIR SEBAGAI ALAT BANTU PENANGKAP IKAN DI BAGAN APUNG PERAIRAN BARRU, SULAWESI SELATAN

OPTIMASI PANJANG GELOMBANG CAHAYA LAMPU CELUP DALAM AIR SEBAGAI ALAT BANTU PENANGKAP IKAN DI BAGAN APUNG PERAIRAN BARRU, SULAWESI SELATAN OPTIMASI PANJANG GELOMBANG CAHAYA LAMPU CELUP DALAM AIR SEBAGAI ALAT BANTU PENANGKAP IKAN DI BAGAN APUNG PERAIRAN BARRU, SULAWESI SELATAN ANUGRAH PERMANA PUTRA SYAFAAT DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iluminasi cahaya Cahaya pada pengoperasian bagan berfungsi sebagai pengumpul ikan. Cahaya yang diperlukan memiliki beberapa karakteristik, yaitu iluminasi yang tinggi, arah pancaran

Lebih terperinci

Balai Diklat Perikanan Banyuwangi

Balai Diklat Perikanan Banyuwangi Menangkap ikan, adalah kegiatan perburuan seperti halnya menangkap harimau, babi hutan atau hewan-hewan liar lainnya di hutan. Karena sifatnya memburu, menjadikan kegiatan penangkapan ikan mengandung ketidakpastian

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 cahaya Menurut Cayless dan Marsden (1983), iluminasi atau intensitas penerangan adalah nilai pancaran cahaya yang jatuh pada suatu bidang permukaan. cahaya dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-lampu-tl.html)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-lampu-tl.html) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lampu Tabung (Tubular Lamp) Lampu adalah alat untuk menerangi atau pelita, sedangkan lampu tabung sama halnya dengan lampu neon yaitu lampu listrik berbentuk tabung yang berisi

Lebih terperinci

PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK

PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK Fita Fitria, Welina Ratnayanti K, Tri Anggono P Laboratorium Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo 58 5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo Dalam pengoperasiannya, bagan rambo menggunakan cahaya untuk menarik dan mengumpulkan ikan pada catchable area. Penggunaan cahaya buatan yang berkapasitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga, Indonesia disebut sebagai Negara Maritim. alamnya mayoritas mata pencaharian masyarakat indonesia setelah petani adalah

I. PENDAHULUAN. sehingga, Indonesia disebut sebagai Negara Maritim. alamnya mayoritas mata pencaharian masyarakat indonesia setelah petani adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 Km yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dengan wilayah laut seluas 5,8

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Rangkaian Elektronik Lampu Navigasi Energi Surya Rangkaian elektronik lampu navigasi energi surya mempunyai tiga komponen utama, yaitu input, storage, dan output. Komponen input

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 14 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara, pengoperasian bagan apung, dan pengukuran iluminasi

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Reaksi Pengumpulan Pepetek terhadap Warna Cahaya dengan Intensitas Berbeda Informasi mengenai tingkah laku ikan akan memberikan petunjuk bagaimana bentuk proses penangkapan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lamongan dan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. lamongan dan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan yang akan dilaksanakan di daerah pertambakan di Desa kemlagi kecamatan karanggeneng kabupaten lamongan

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat 4.2 Alat dan bahan 4.3 Metode pengambilan data

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat 4.2 Alat dan bahan 4.3 Metode pengambilan data 21 4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilakukan antara bulan Juli 2010 Juli 2011 bertempat di laboratorium Teknologi Alat Penangkapan Ikan, PSP, IPB ; dan perairan Teluk Palabuhanratu,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya 1. EBTANAS-06-22 Berikut ini merupakan sifat-sifat gelombang cahaya, kecuali... A. Dapat mengalami pembiasan B. Dapat dipadukan C. Dapat dilenturkan D. Dapat dipolarisasikan E. Dapat menembus cermin cembung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LED ( Light Emitting Diode) Dioda cahaya atau lebih dikenal dengan sebutan LED (light-emitting diode) adalah suatu semikonduktor yang memancarkan cahaya monokromatik yang tidak

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan 30 4 HSIL 4.1 Proses penangkapan Pengoperasian satu unit rambo membutuhkan minimal 16 orang anak buah kapal (K) yang dipimpin oleh seorang juragan laut atau disebut dengan punggawa laut. Juragan laut memimpin

Lebih terperinci

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay A. PILIHAN GANDA Petunjuk: Pilih satu jawaban yang paling benar. 1. Grafik

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN POSISI PENEMPATAN LAMPU TABUNG TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG NELA INDAH ERMAWATI

PENGARUH PERBEDAAN POSISI PENEMPATAN LAMPU TABUNG TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG NELA INDAH ERMAWATI PENGARUH PERBEDAAN POSISI PENEMPATAN LAMPU TABUNG TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG NELA INDAH ERMAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kaca merupakan salah satu produk industri kimia yang banyak digunakan dalam

I. PENDAHULUAN. Kaca merupakan salah satu produk industri kimia yang banyak digunakan dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaca merupakan salah satu produk industri kimia yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, berupa material bening atau transparan yang biasanya dihasilkan dari

Lebih terperinci

HASIL KELUARAN SEL SURYA DENGAN MENGGUNAKAN SUMBER CAHAYA LIGHT EMITTING DIODE

HASIL KELUARAN SEL SURYA DENGAN MENGGUNAKAN SUMBER CAHAYA LIGHT EMITTING DIODE HASIL KELUARAN SEL SURYA DENGAN MENGGUNAKAN SUMBER CAHAYA LIGHT EMITTING DIODE A. Handjoko Permana *), Ari W., Hadi Nasbey Universitas Negeri Jakarta, Jl. Pemuda No. 10 Rawamangun, Jakarta 13220 * ) Email:

Lebih terperinci

1. Jika periode gelombang 2 sekon maka persamaan gelombangnya adalah

1. Jika periode gelombang 2 sekon maka persamaan gelombangnya adalah 1. Jika periode gelombang 2 sekon maka persamaan gelombangnya adalah A. y = 0,5 sin 2π (t - 0,5x) B. y = 0,5 sin π (t - 0,5x) C. y = 0,5 sin π (t - x) D. y = 0,5 sin 2π (t - 1/4 x) E. y = 0,5 sin 2π (t

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari - Mei 2014, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari - Mei 2014, bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari - Mei 2014, bertempat di Laboratorium Teknik Elektronika, Laboratorium Terpadu Teknik Elektro, Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

SANGAT RAHASIA. 30 o. DOKUMEN ASaFN 2. h = R

SANGAT RAHASIA. 30 o. DOKUMEN ASaFN 2. h = R DOKUMEN ASaFN. Sebuah uang logam diukur ketebalannya dengan menggunakan jangka sorong dan hasilnya terlihat seperti pada gambar dibawah. Ketebalan uang tersebut adalah... A. 0,0 cm B. 0, cm C. 0, cm D.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya Untuk Penangkapan Ikan. daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi pantai dengan

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya Untuk Penangkapan Ikan. daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi pantai dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya Untuk Penangkapan Ikan Pada awal mulanya penggunaan lampu untuk penangkapan masih terbatas pada daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA Agus Salim Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 29 Mei 2008; Diterima

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 39 JAKARTA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 39 JAKARTA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 9 JAKARTA Jl. RA Fadillah Cijantung Jakarta Timur Telp. 840078, Fax 87794718 REMEDIAL ULANGAN TENGAH SEMESTER

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode penangkapan ikan dengan menggunakan cahaya sudah sejak lama diketahui sebagai perlakuan yang efektif untuk tujuan penangkapan ikan tunggal maupun berkelompok (Ben-Yami,

Lebih terperinci

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya H. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bagan apung Bagan adalah alat tangkap yang menggunakan cahaya sebagai alat untuk menarik dan mengumpulkan ikan di daerah cakupan alat tangkap, sehingga memudahkan dalam proses

Lebih terperinci

Latihan Soal UAS Fisika Panas dan Gelombang

Latihan Soal UAS Fisika Panas dan Gelombang Latihan Soal UAS Fisika Panas dan Gelombang 1. Grafik antara tekanan gas y yang massanya tertentu pada volume tetap sebagai fungsi dari suhu mutlak x adalah... a. d. b. e. c. Menurut Hukum Gay Lussac menyatakan

Lebih terperinci

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Sifat gelombang elektromagnetik Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Pantulan (Refleksi) Pemantulan gelombang terjadi ketika gelombang

Lebih terperinci

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018-1. Hambatan listrik adalah salah satu jenis besaran turunan yang memiliki satuan Ohm. Satuan hambatan jika

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Faktor-faktor dominan adalah faktor-faktor yang diduga berpengaruh

BAB V PEMBAHASAN. Faktor-faktor dominan adalah faktor-faktor yang diduga berpengaruh 118 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Faktor Faktor-faktor dominan adalah faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap peningkatan nilai arus dan tegangan sel surya. Kondisi hubung singkat mengakibatkan

Lebih terperinci

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias 7.3 Cahaya Cahaya, apakah kamu tahu apa itu cahaya? Mengapa dengan adanya cahaya kita dapat melihat lingkungan sekitar kita? Cahaya Matahari yang begitu terang dapat membentuk pelangi setelah hujan berlalu?

Lebih terperinci

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan 4 HASIL 4.1 Proses penangkapan Pengoperasian satu unit bagan rambo membutuhkan minimal 16 orang anak buah kapal (ABK) yang dipimpin oleh seorang juragan laut atau disebut dengan punggawa laut. Juragan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas praktikum fisika kami. Tujuan dari praktikum ini adalah membuat alat sederhana berdasarkan konsep fisika untuk kehidupan

Lebih terperinci

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 1. Ilustrasi Peta Lokasi Penelitian 42 Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 3. Alat yang Digunakan GPS (Global Positioning System) Refraktometer Timbangan Digital

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMP/MTS SEDERAJAT PAKET 1

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMP/MTS SEDERAJAT PAKET 1 SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMP/MTS SEDERAJAT PAKET 1 1. Diameter sebuah lingkaran yang diukur oleh siswa adalah 8,50 cm. Keliling lingkaran tersebut berdasarkan aturan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

1. Hasil pengukuran ketebalan plat logam dengan menggunakan mikrometer sekrup sebesar 2,92 mm. Gambar dibawah ini yang menunjukkan hasil pengukuran

1. Hasil pengukuran ketebalan plat logam dengan menggunakan mikrometer sekrup sebesar 2,92 mm. Gambar dibawah ini yang menunjukkan hasil pengukuran 1. Hasil pengukuran ketebalan plat logam dengan menggunakan mikrometer sekrup sebesar 2,92 mm. Gambar dibawah ini yang menunjukkan hasil pengukuran tersebut adalah.... A B. C D E 2. Sebuah perahu menyeberangi

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR Diberikan Tanggal :. Dikumpulkan Tanggal : Nama : Kelas/No : / Elektromagnet - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK Interferensi Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Visi

I. PENDAHULUAN Visi I. PENDAHULUAN 1.1. Visi Cahaya merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam kegiatan penangkapan ikan yang memiliki sifat fototaksis positif. Penggunaan cahaya, terutama cahaya listrik dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT 3.1 Prinsip Kerja Turbin Angin Prinsip kerja dari turbin angin adalah mengubah energi mekanis dari angin menjadi energi putar pada kincir. Lalu putaran kincir digunakan untuk memutar

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG - GELOMBANG

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG - GELOMBANG LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR Diberikan Tanggal :. Dikumpulkan Tanggal : Nama : Kelas/No : / Gelombang - - GELOMBANG - GELOMBANG ------------------------------- 1 Gelombang Gelombang Berjalan

Lebih terperinci

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK I. SOAL PILIHAN GANDA Diketahui c = 0 8 m/s; µ 0 = 0-7 Wb A - m - ; ε 0 = 8,85 0 - C N - m -. 0. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut : () Di udara kecepatannya cenderung

Lebih terperinci

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR Gerakan Bumi Rotasi, perputaran bumi pada porosnya Menghasilkan perubahan waktu, siang dan malam Revolusi, gerakan bumi mengelilingi matahari Kecepatan 18,5 mil/dt Waktu:

Lebih terperinci

ANALISIS EKSERGI PENGGUNAAN REFRIGERAN PADA SISTEM REFRIGERASI KOMPRESI UAP. Oleh : SANTI ROSELINDA SILALAHI F

ANALISIS EKSERGI PENGGUNAAN REFRIGERAN PADA SISTEM REFRIGERASI KOMPRESI UAP. Oleh : SANTI ROSELINDA SILALAHI F ANALISIS EKSERGI PENGGUNAAN REFRIGERAN PADA SISTEM REFRIGERASI KOMPRESI UAP Oleh : SANTI ROSELINDA SILALAHI F14101107 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Gelombang Elektromagnetik

Gelombang Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik Teori gelombang elektromagnetik pertama kali dikemukakan oleh James Clerk Maxwell (83 879). Hipotesis yang dikemukakan oleh Maxwell, mengacu pada tiga aturan dasar listrik-magnet

Lebih terperinci

PENGINTEGRASIAN SENSOR SUHU BERBASIS FILM PIROELEKTRIK Ba 0.5 Sr 0.5 TiO 3 (BST) PADA MIKROKONTROLER ATMEGA8535 MENJADI TERMOMETER DIGITAL DANI YOSMAN

PENGINTEGRASIAN SENSOR SUHU BERBASIS FILM PIROELEKTRIK Ba 0.5 Sr 0.5 TiO 3 (BST) PADA MIKROKONTROLER ATMEGA8535 MENJADI TERMOMETER DIGITAL DANI YOSMAN PENGINTEGRASIAN SENSOR SUHU BERBASIS FILM PIROELEKTRIK Ba 0.5 Sr 0.5 TiO 3 (BST) PADA MIKROKONTROLER ATMEGA8535 MENJADI TERMOMETER DIGITAL DANI YOSMAN DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) 1. Gambar di samping ini menunjukkan hasil pengukuran tebal kertas karton dengan menggunakan mikrometer sekrup. Hasil pengukurannya adalah (A) 4,30 mm. (D) 4,18

Lebih terperinci

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Fisika

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Fisika K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Fisika Persiapan Penilaian Akhir Semester (PAS) Genap Halaman 1 01. Spektrum gelombang elektromagnetik jika diurutkan dari frekuensi terkecil ke yang paling besar adalah...

Lebih terperinci

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK =================================================

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ================================================= Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ================================================= Bila dalam kawat PQ terjadi perubahan-perubahan tegangan baik besar maupun arahnya, maka dalam kawat PQ

Lebih terperinci

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221)

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu, Cahaya dan Warna Laut Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu Bersama dengan salinitas dan densitas, suhu merupakan sifat air laut yang penting dan mempengaruhi pergerakan masa air di laut

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER 41 BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER 4.1 Laser Laser atau sinar laser adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation, yang berarti suatu berkas sinar yang diperkuat dengan

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT CAHAYA. 1. Cahaya Merambat Lurus

SIFAT-SIFAT CAHAYA. 1. Cahaya Merambat Lurus SIFAT-SIFAT CAHAYA Dapatkah kamu melihat benda-benda yang ada di sekelilingmu dalam keadaan gelap? Tentu tidak bukan? Kita memerlukan cahaya untuk dapat melihat. Benda-benda yang ada di sekitar kita dapat

Lebih terperinci

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit. Laju (m/s)

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit. Laju (m/s) SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit A. SOAL PILIHAN GANDA Petunjuk: Pilih satu jawaban yang paling benar. 1. Sebuah mobil bergerak lurus dengan laju ditunjukkan oleh grafik di samping.

Lebih terperinci

Disusun oleh : MIRA RESTUTI PENDIDIKAN FISIKA (RM)

Disusun oleh : MIRA RESTUTI PENDIDIKAN FISIKA (RM) Disusun oleh : MIRA RESTUTI 1106306 PENDIDIKAN FISIKA (RM) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2013 Kompetensi Dasar :

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Suhu Permukaan Laut (SPL) di Perairan Indramayu Citra pada tanggal 26 Juni 2005 yang ditampilkan pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa distribusi SPL berkisar antara 23,10-29

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian penangkapan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dilakukan di perairan Gebang Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penelitian

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C34103013 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian mengambil tempat di pulau Pramuka Kepulauan Seribu, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta (Peta Lokasi Lampiran

Lebih terperinci

Gelombang Bunyi. Keterangan: γ = konstanta Laplace R = tetapan umum gas (8,31 J/mol K)

Gelombang Bunyi. Keterangan: γ = konstanta Laplace R = tetapan umum gas (8,31 J/mol K) Gelombang Bunyi Bunyi termasuk gelombang mekanik, karena dalam perambatannya bunyi memerlukan medium perantara. Ada tiga syarat agar terjadi bunyi yaitu ada sumber bunyi, medium, dan pendengar. Bunyi dihasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 HASIL KARYA DAN IMPLEMENTASI Hasil karya dalam hal ini adalah perancangan dan pembuatan sebuah alat pengirim suara berbasis radio frekuensi di dalam air. Alat tersebut terdiri

Lebih terperinci

PAKET UJIAN NASIONAL Pelajaran : FISIKA Waktu : 120 Menit

PAKET UJIAN NASIONAL Pelajaran : FISIKA Waktu : 120 Menit PAKET UJIAN NASIONAL Pelajaran : FISIKA Waktu : 20 Menit Pilihlah salah satu jawaban yang tepat! Jangan lupa Berdoa dan memulai dari yang mudah.. Diameter dalam sebuah silinder diukur menggunakan jangka

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 7 Nomor 2. Desember 2017 e ISSN Halaman :

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 7 Nomor 2. Desember 2017 e ISSN Halaman : Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN 2089 3469 Volume 7 Nomor 2. Desember 2017 e ISSN 2540 9484 Halaman : 167 180 Perbedaan Hasil Tangkapan Bagan Tancap dengan Menggunakan Lampu CFL dan LED Dalam Air (Leda)

Lebih terperinci

MAKALAH KOMPONEN ELEKTRONIKA

MAKALAH KOMPONEN ELEKTRONIKA MAKALAH KOMPONEN ELEKTRONIKA DISUSUN OLEH: NAMA: SUBHAN HUSAIN NIM:300014003 JURUSAN: D3 TEKNIK ELEKTRO SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA 2014 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era globalisasi sekarang ini, semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi didunia. Ilmu pengetahuan dan teknologi ini dimanfaatkan dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Erwinsyah Hasibuan (1996) dalam penelitian Tugas Akhirnya : kualitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Erwinsyah Hasibuan (1996) dalam penelitian Tugas Akhirnya : kualitas BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. KAJIAN PUSTAKA Penerangan dalam ruang kelas Erwinsyah Hasibuan (1996) dalam penelitian Tugas Akhirnya : kualitas penerangan yang harus dan layak disediakan didalam suatu ruangan

Lebih terperinci

Mekanika (interpretasi grafik GLB dan GLBB) 1. Diberikan grafik posisi sebuah mobil terhadap waktu yang melakukan gerak lurus sebagai berikut: X

Mekanika (interpretasi grafik GLB dan GLBB) 1. Diberikan grafik posisi sebuah mobil terhadap waktu yang melakukan gerak lurus sebagai berikut: X Pengukuran, Besaran dan Satuan: 1. Besi mempunyai massa jenis 7,86 kg/m 3. Tentukan volume sepotong besi yang massanya 3,93 g. A. 0,5 cm 3 B. 0,5 m 3 C. 2,0 cm 3 D. 2,0 m 3 (hubungan besaran pokok dan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 14 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengamatan tingkah laku ikan pada proses penangkapan ikan dengan alat bantu cahaya dilakukan di perairan Kabupaten Barru Selat Makassar, Sulawesi

Lebih terperinci

Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang, dan optika dalam. Cahaya dapat kita temui dimana-mana. cahaya bersifat gelombang dan

Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang, dan optika dalam. Cahaya dapat kita temui dimana-mana. cahaya bersifat gelombang dan CAHAYA Pendahuluan Pelajaran tentang cahaya pada sekolah menengah pertama (SMP) merupakan mata pelajaran yang diberikan pada siswa kelas VIII dengan berdasarkan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar

Lebih terperinci

OPTIMASI EFISIENSI TUNGKU SEKAM DENGAN VARIASI LUBANG UTAMA PADA BADAN KOMPOR RIFKI MAULANA

OPTIMASI EFISIENSI TUNGKU SEKAM DENGAN VARIASI LUBANG UTAMA PADA BADAN KOMPOR RIFKI MAULANA OPTIMASI EFISIENSI TUNGKU SEKAM DENGAN VARIASI LUBANG UTAMA PADA BADAN KOMPOR RIFKI MAULANA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK RIFKI MAULANA.

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

Sinar x memiliki daya tembus dan biasa digunakan dalam dunia kedokteran. Untuk mendeteksi penyakit yang ada dalam tubuh.

Sinar x memiliki daya tembus dan biasa digunakan dalam dunia kedokteran. Untuk mendeteksi penyakit yang ada dalam tubuh. 1. Pendahuluan Sinar X adalah jenis gelombang elektromagnetik. Sinar x ditemukan oleh Wilhem Conrad Rontgen pada tanggal 8 November 1895, ia menemukan secara tidak sengaja sebuah gambar asing dari generator

Lebih terperinci

SEMIKONDUKTOR. Komponen Semikonduktor I. DIODE

SEMIKONDUKTOR. Komponen Semikonduktor I. DIODE SEMIKONDUKTOR Komponen Semikonduktor Di dunia listrik dan elektronika dikenal bahan yang tidak bisa mengalirkan listrik (isolator) dan bahan yang bisa mengalirkan listrik (konduktor). Gbr. 1. Tingkatan

Lebih terperinci

SKRIPSI POLA INTENSITAS GELOMBANG TERHAMBUR PADA SISTEM TOMOGRAFI GELOMBANG MIKRO DENGAN KONFIGURASI COMMON MID POINT. Oleh : Sugiono

SKRIPSI POLA INTENSITAS GELOMBANG TERHAMBUR PADA SISTEM TOMOGRAFI GELOMBANG MIKRO DENGAN KONFIGURASI COMMON MID POINT. Oleh : Sugiono SKRIPSI POLA INTENSITAS GELOMBANG TERHAMBUR PADA SISTEM TOMOGRAFI GELOMBANG MIKRO DENGAN KONFIGURASI COMMON MID POINT Oleh : Sugiono 011810201141 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BIDANG STUDI : FISIKA

BIDANG STUDI : FISIKA BERKAS SOAL BIDANG STUDI : MADRASAH TSANAWIYAH SELEKSI TINGKAT PROVINSI KOMPETISI SAINS MADRASAH NASIONAL 203 Petunjuk Umum. Silakan berdoa sebelum mengerjakan soal, semua alat komunikasi dimatikan. 2.

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA PERPINDAHAN KALOR

LEMBAR KERJA SISWA PERPINDAHAN KALOR KELAS KONTROL LEMBAR KERJA SISWA PERPINDAHAN KALOR PERCOBAAN 1 PERPINDAHAN KALOR SECARA KONVEKSI FAKTA Proses terjadinya angin laut! Angin laut terjadi pada siang hari, proses terjadi angin laut yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN FISIKA BAB V PERPINDAHAN KALOR Prof. Dr. Susilo, M.S KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

1 Petunjuk Umum Bacalah petunjuk berikut dengan teliti! 1) Jumlah percobaan ada dua buah, masing-masing satu percobaan biologi dan satu percobaan fisika. 2) Jangan lupa menulis nama dan propinsi asal pada

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB

LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB Soal No. 1 Seorang berjalan santai dengan kelajuan 2,5 km/jam, berapakah waktu yang dibutuhkan agar ia sampai ke suatu tempat yang

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

Asisten : Robby Hidayat / Tanggal Praktikum :

Asisten : Robby Hidayat / Tanggal Praktikum : MODUL 07 KARAKTERISASI LED OLEH IV-METER Devi Nurhanivah, Audia Faza I., Bram Yohanes S., Filipus Arie W, Hanandi Rahmad, Widya Hastuti 10212071, 10212079, 10212011, 10212051, 10212093, 10212068 Program

Lebih terperinci

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H14102010 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN CITRA MULIANTY

Lebih terperinci