4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Alat Penukar Panas Alat penukar panas yang dirancang merupakan tipe pipa ganda dengan arah aliran fluida berlawanan. Alat penukar panas difungsikan sebagai pengganti peran kondensor, dengan memperlakukan metanol masuk sebagai fluida pendingin bagi produk yang keluar dari reaktor yang merupakan fluida panas. Pipa yang dibuat terdiri dari dua macam yaitu pipa yang difungsikan sebagai tempat aliran fluida panas (produk) yang berada di bagian dalam dan pipa yang difungsikan sebagai tempat aliran fluida dingin (metanol) yang berada di bagian luar menyelimuti pipa bagian dalam. Seluruh bahan menggunakan stainless steel SS 316 yang mempunyai nilai konduktivitas termal sebesar W m -1-1 bertujuan untuk menghambat terjadinya korosi karena bahan fluida yang digunakan untuk pembuatan biodiesel adalah minyak dan metanol. Pipa dalam (fluida panas) dibuat dengan ukuran panjang 0.50 cm, diameter m (0.75 inch), dan tebal m. Bentuk pipa fluida panas ditampilkan pada Gambar 6. Gambar 6 Pipa saluran fluida panas. Pipa luar (fluida dingin) berukuran panjang 0.35 m, diameter m (1.50 inch), dan tebal m. Gambar 7 menunjukan bentuk pipa saluran fluida dingin. Penggabungan antara kedua pipa menggunakan las argon sehingga lebih rapih dan tidak terjadi kebocoran karena lebih rapat dan padat. Gambar 8 merupakan gambar alat penukar panas secara keseluruhan (digabung). Nepel, elbow, dan T-socket digunakan sebagai penghubung alat penukar panas dan sistem

2 28 pada alat yang sudah ada dengan tambahan pipa stainless steel yang berdiameter sama dengan antar sistem yang akan dihubungkan. Desain dan Gambar alat secara keseluruhan terdapat pada Lampiran 3 dan 4. Gambar 7 Pipa saluran fluida dingin. Gambar 8 Alat penukar panas hasil rancangan. Penentuan dimensi berdasarkan ketersediaan tempat dan perhitungan saat perancangan menggunakan laju alir fluida pendingin (metanol) gram jam -1 (3 ml menit -1 ) dan fluida panas (produk) gram jam -1 (hasil penelitian Joelianingsih 2008b) serta berbentuk uap sehingga bidang kontak dengan fluida pendingin diharapkan lebih efektif. Namun, pada pelaksanaan uji fungsional dengan aplikasi dilapangan justru hal tersebut menjadi kendala karena variabel pengukuran menggunakan tiga laju alir metanol yaitu 1.5, 3.0, dan 4.5 ml menit -1 sehingga mempengaruhi kinerja alat penukar panas. Alat penukar panas yang

3 29 diharapkan berperan sebagai pengganti kondensor tidak mampu menurunkan suhu produk hingga suhu yang diharapkan (30 ). Skema letak pengukuran suhu dengan termokopel pada jalur produk keluar dari reaktor ditampilkan Gambar 9 dan rata-rata perubahan suhunya dalam Tabel Gambar 9 Letak pengukuran suhu produk dari reaktor sampai alat penukar panas. Tabel 5 Perubahan suhu fluida pada alat penukar panas dan pipa jalur produk Titik pengukuran Laju alir metanol (ml/menit) suhu Satuan Keterangan Produk masuk Produk keluar Metanol masuk Metanol keluar Lingkungan

4 30 Gambar 11, 12, dan 13 menunjukan profil perubahan suhu disepanjang alat penukar panas pada setiap laju alir metanol. Menurut Holman (1995) bahwa alat penukar panas dengan sistem aliran berlawanan arah (counter flow) akan mendapatkan suhu keluar fluida dingin yang lebih tinggi dari suhu keluar fluida panas dari alat penukar panas sehingga dianggap lebih baik dari alat penukar panas dengan aliran searah (parallel flow), seperti yang ditampilkan dalam Gambar 10. Hasil pengukuran suhu saat penelitian mendapatkan pada laju alir metanol 1.5 ml menit -1 suhu keluar fluida dingin dapat lebih tinggi dari suhu keluar fluida panas pada alat penukar panas, bahkan suhu keluar fluida panas cenderung mendekati suhu masuk fluida dingin. Hal ini dimungkinkan karena pada kolom pipa fluida dingin metanol masih memenuhi kolom tersebut saat produk (fluida panas) masuk, sedangkan produk masuk dengan laju alir yang rendah sehingga suhunya dapat lebih cepat diturunkan oleh metanol cair yang memenuhi kolom pipa metanol (fluida dingin). Oleh karena itu, saat produk keluar dari alat penukar panas suhunya mendekati suhu metanol masuk. Namun, hal itu tidak terjadi pada laju alir metanol 3.0 dan 4.5 ml menit -1. Gambar 10 Profil suhu pada aliran berlawanan arah.

5 T ha T hb 60.0 Suhu ( ) T cb T ca Panjang APP (cm) Aliran produk Aliran MeOH Gambar 11 Profil suhu alat penukar panas pada laju alir metanol 1.5 ml menit -1. T hb Suhu ( ) T ca Panjang APP (cm) Aliran produk Aliran MeOH T ha T cb Gambar 12 Profil suhu alat penukar panas pada laju alir metanol 3.0 ml menit -1. T hb Suhu ( ) T ha T cb T ca Panjang APP (cm) Aliran produk Aliran MeOH Gambar 13 Profil suhu alat penukar panas pada laju alir metanol 4.5 ml menit -1.

6 32 Profil suhu pada laju alir metanol 3.0 dan 4.5 ml menit -1 menunjukan suhu fluida dingin yang keluar dari alat penukar panas masih lebih rendah dibandingkan dengan suhu fluida panas yang keluar dari alat penukar panas. Hal ini menunjukan alat penukar panas belum mampu melakukan pertukaran panas antar fluida melalui dinding pemisah yang diharapkan sesuai teori. Namun, sudah cukup baik dalam menukarkan panas dalam sistem. Berdasarkan data suhu yang dihasilkan alat penukar panas, maka dapat dihitung efektifitas alat penukar panas dari setiap laju alir metanol. Gambar 14 menunjukan efektifitas alat penukar panas. Efektifitas (%) Laju alir MeOH (ml menit -1 ) Gambar 14 Efektifitas alat penukar panas. Berdasarkan Gambar 14 semakin bertambahnya laju alir metanol maka efektifitas alat penukar panas semakin menurun. Pada laju alir metanol 1.5 ml menit -1, alat penukar panas mampu mendinginkan seluruh uap hasil reaksi karena perlakuan masih dibawah nilai rancangan sehingga nilai efektifitas masih tinggi. Sedangkan pada laju alir 3.0 dan 4.5 ml menit -1 alat penukar panas tidak mampu mendinginkan seluruh uap hasil reaksi. Perhitungan efektifitas alat penukar panas berdasarkan penentuan fluida panas yang mempunyai beda suhu maksimum, karena menurut Holman (1995) fluida yang mungkin mengalami beda suhu maksimum ialah fluida yang mempunyai nilai m C minimum, karena neraca energi mensyaratkan bahwa energi yang diterima oleh fluida yang satu mesti sama dengan energi yang dilepas oleh fluida yang lain. Apabila fluida yang memiliki m C yang lebih besar ditetapkan sebagai fluida yang mengalami beda suhu

7 33 maksimum, maka tentu fluida yang lain akan mengalami perubahan suhu yang lebih besar dari maksimum, dan ini tidak mungkin terjadi. Berkurangnya produk yang dihasilkan berdampak pada kesetimbangan massa dan kesetimbangan energi dalam sistem produksi. Hal ini akan dibuktikan dengan perhitungan menggunakan rasio energi dalam sistem. 4.2 Rasio Energi Produksi Biodiesel Metode non-katalitik yang digunakan pada penelitian ini adalah superheated methanol vapor (SMV) yaitu dengan mengalirkan uap metanol sampai kondisi super panas (290 ) didalam reaktor yang telah diisikan palm olein dan dikondisikan pada suhu 290 dengan sistem semi batch. Percobaan dilakukan dengan 3 perlakuan laju alir metanol yaitu 1.5, 3.0, dan 4.5 ml menit -1, rata-rata hasil metil ester (biodiesel) yang didapatkan pada 3 perlakuan tersebut secara berturut-turut 3.65 g jam -1, 1.64 g jam -1, dan 2.14 g jam -1. Secara keseluruhan hasil reaksi ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil reaksi biodiesel non-katalitik dengan berbagai laju alir metanol Laju alir metanol Keterangan (ml menit -1 ) Satuan Metanol masuk g jam -1 Produk g jam -1 Metil ester g jam -1 Gliserol g jam -1 Metanol yang tidak bereaksi g jam -1 Hasil analisis kadar metil ester menggunakan GC-MS pada laju alir metanol 1.5, 3.0, dan 4.5 ml menit -1 secara berturut-turut adalah 72.8%, 74.4%, dan 78.0%. Kadar metil ester dan gliserol yang dihasilkan dalam produk masih rendah karena sebagian produk tidak bereaksi secara sempurna, hal itu tampak pada hasil percobaan yaitu masih ditemukannya monogliserida (ditampilkan pada Gambar 15) karena sifatnya yang tidak mudah bereaksi dan lebih stabil. Warabi et al. (2004) menyatakan bahwa monogliserida merupakan komponen antara dalam reaksi yang paling stabil sehingga dipercaya sebagai tahap penentu laju reaksi dan keberhasilan dari suatu reaksi transesterifikasi.

8 34 Metil Ester Gliserol Monogliserida Gambar 15 Produk hasil reaksi yang masih mengandung monogliserida. Kadar metil ester dalam produk akan berdampak pada beberapa perhitungan salah satunya rasio molar, yang merupakan perbandingan antara minyak dan metanol dalam satuan mol. Rasio molar minyak terhadap metanol sebesar 506, 2229, dan 2563 (mol mol -1 ) pada laju alir metanol 1.5, 3.0, dan 4.5 ml menit -1. Tingginya rasio molar disebabkan karena penggunaan sistem semi batch yang terus mengalirkan metanol dalam minyak yang sudah dalam jumlah tetap di dalam reaktor. Penggunaan metanol dalam jumlah banyak merupakan konsekuensi dari metode non-katalitik yang digunakan. Oleh karena itu, dibutuhkan metanol dalam jumlah yang melebihi keseimbangan rasio stokiometrinya karena selain sebagai reaktan dan fluida pembuat gelembung reaksi, disebutkan Hong et al. (2009) bahwa metanol juga berfungsi agar reaksi tetap dapat berjalan ke ruas kanan sehingga reaksi dapat terbentuk. Hal ini mengakibatkan penggunaan energi pada produksi biodiesel juga perlu diperhatikan, yang telah umum digunakan adalah dengan menghitung rasio energi. Tabel 7 menunjukan data penggunaan dan kandungan energi dalam produksi biodiesel non-katalitik. Tabel 7 Data penggunaan dan kandungan energi Kandungan Energi Laju alir metanol (ml menit -1 ) Keterangan Palm olein (MJ) Input Metanol (MJ) Input Listrik (MJ) 9.58E E E-03 Proses Kimia (MJ) 5.81E E E-07 Proses Panas (MJ) 5.52E E E-04 Proses Biodiesel (MJ) Output Rasio energi (MJ MJ -1 ) Rasio energi (MJ MJ -1 ) Sigalingging (2008)

9 35 Kadar metil dalam perhitungan rasio energi diasumsikan 97% sehingga sudah masuk standar SNI. Rasio energi yang didapatkan berdasarkan definisi RE 1 pada persamaan (26) adalah sebesar 7.85, 2.98, dan 2.87 untuk laju alir metanol 1.5, 3.0, dan 4.5 ml menit -1. Penggunaan definisi RE 1 pada persamaan (26) dalam perhitungan rasio energi dimaksudkan untuk mengetahui besarnya nilai energi yang terkandung dalam produk (biodiesel) setelah dikurangkan dengan kandungan energi yang terdapat pada bahan baku, dan dengan memperhitungkan nilai energi proses diharapkan mendapat nilai rasio energi bersih serta mempermudah pemahaman tentang energi yang dikandung suatu produk dibandingkan energi proses yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut. Menurut Morris (2005) rasio energi berhubungan erat dengan penyediaan bahan baku dan proses produksi. Nilai rasio energi yang tinggi pada hasil penelitian disebabkan tidak diperhitungkannya energi dalam penyediaan bahan bakunya, sebagai contoh energi pengolahan lahan, penanaman, dan pemanenan serta proses sampai terbentuknya bahan baku. Nilai embedded energy pada peralatan produksi juga tidak diperhitungkan. Hasil penelitian hanya memperhitungkan nilai kandungan energi pada bahan (palm olein) yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Energi proses yang diperhitungkan pun hanya energi yang digunakan untuk mendukung terjadinya proses produksi, tanpa memperhitungkan berapa besar energi yang digunakan untuk menghasilkan energi tersebut. Gambar 16 menampilkan rasio energi hasil penelitian berdasarkan definisi RE 1 pada persamaan (26). Rasio Energi Laju alir MeOH (ml menit -1 ) Gambar 16 Rasio energi hasil penelitian berdasarkan definisi RE 1 pada persamaan (26).

10 36 Perhitungan rasio energi dengan definisi RE 2 pada persamaan (27) dimaksudkan untuk membandingkan dengan penelitian Sigalingging (2008). Hasilnya didapatkan nilai sebesar 1.05, 1.03, dan 1.02 untuk laju alir metanol 1.5, 3.0, dan 4.5 ml menit -1. Rasio energi yang didapatkan pada setiap laju alir metanol mencapai nilai 1 artinya energi yang dikandung produk (biodiesel) sama dengan energi yang digunakan untuk menghasilkan biodiesel. Hasil perhitungan rasio energi dengan metode dan persamaan yang sama (RE 2 ) yang digunakan oleh Sigalingging (2008) yaitu pada laju alir metanol 3.0 ml menit -1 didapatkan nilai 1.02, berarti menunjukan nilai yang lebih besar dibandingkan rasio energi yang didapat oleh Sigalingging (2008) yaitu Hal ini berarti daur ulang panas yang diterapkan dalam sistem mampu meningkatkan efisiensi energi proses. Secara keseluruhan perbandingan rasio energi antara hasil penelitian penulis dengan Sigalingging (2008) ditampilkan pada Gambar 17. Diagram batang dalam garis kotak putus-putus merupakan hasil penelitian ini. 1.5 Rasio Energi a b 1.5, 3.0, 4.5 merupakan hasil penelitian, (a) Minyak sawit metode nonkatalitik, (b) Minyak sawit metode katalitik (Sigalingging 2008) Gambar 17 Perbandingan rasio energi hasil penelitian penulis dan Sigalingging (2008) berdasarkan definisi RE 2 pada persamaan (27). Beberapa peneliti mendefinisikan rasio energi berbeda, Yadav et al. (2010) menyatakan rasio energi merupakan perbandingan antara energi yang dikandung oleh produk (output) dengan energi yang digunakan dalam proses produksi (dituliskan dalam RE 4 pada persamaan (29)). Oleh sebab itu, rasio energi yang didapatkan oleh Pleanjai dan Gheewala (2009), Pradhan et al. (2008), dan Yadav et

11 37 al. (2010) lebih besar karena tidak memperhitungkan energi awal yang dikandung oleh bahan baku. Beberapa rasio energi hasil penelitian dengan menggunakan definisi RE 4 ditampilkan pada Gambar 18. Sedangkan menurut Sigalingging (2008) rasio energi adalah perbandingan energi yang dikandung produk biodiesel (output) dengan energi awal yang dikandung bahan baku ditambah energi proses produksi (RE 2 pada persamaan (27)). Pimentel dan Patzek (2005) mendefinisikan rasio energi dengan cara menghitung jumlah kandungan energi biodiesel dibagi dengan jumlah total energi proses dikurangi dengan kandungan energi produk samping, (ditampilkan dalam RE 3 pada persamaan (28)). Perbandingan rasio energi beberapa produksi biodiesel ditampilkan dalam Gambar 18. Diagram batang dengan batas garis putus-putus merupakan hasil perhitungan dengan definisi RE 2 pada persamaan (27), diagram batang dengan batas garis putus titik adalah hasil perhitungan dengan definisi RE 4 pada persamaan (29), dan diagram batang (f) dengan batas garis titik-titik adalah hasil perhitungan dengan definisi RE 3 pada persamaan (28) dan merupakan penelitian Pimentel dan Patzek (2005), mereka melaporkan bahwa energi yang dikandung biodiesel lebih rendah dari energi fosil yang dibutuhkan untuk memproduksinya. Perhitungan rasio energi pada penelitian ini menggunakan persamaan RE 2, seperti yang digunakan oleh Sigalingging (2008) sehingga dapat langsung membandingkan efektifitas daur ulang panas dalam sistem setelah dilakukan modifikasi pada alat. Penggunaan persamaan RE 1 berdasarkan pertimbangan bahwa bahan baku yang dijadikan biodiesel sudah berupa fase liquid (minyak) yang sudah memiliki kandungan energi dan dapat digunakan secara langsung. Oleh karena itu, memperhitungkan kandungan energi bahan baku merupakan salah satu metode untuk dapat menentukan rasio energi bersih dalam produksi biodiesel.

12 Rasio Energi a b c d e f (a) Minyak sawit metode non katalitik (Sigalingging 2008), (b) Minyak sawit metode katalitik (Sigalingging 2008), (c) Minyak sawit (Pleanjai 2009), (d) Kedelai (Pradhan 2008), (e) Karajan (Yadav 2010), (f) Kedelai (Pimentel&Patzek 2005) Gambar 18 Perbandingan rasio energi dengan pengertian yang berbeda pada beberapa produksi biodiesel. Hill et al. (2006) menyimpulkan bahwa biodiesel akan memiliki keuntungan lebih besar ketika proses produksi bahan baku mengkonsumsi energi yang rendah dan energi yang dibutuhkan untuk mengubahnya menjadi biodiesel pun rendah sehingga didapatkan nilai rasio energi yang besar, karena secara umum nilai rasio energi yang semakin besar mengindikasikan suatu proses produksi semakin baik. Dalam arti lain energi yang dihasilkan lebih besar daripada energi yang dibutuhkan untuk memproduksinya. Nilai rasio energi 1.05, 1.03, dan 1.02 hasil penelitian menunjukan nilai rasio energi positif dan mampu ditingkatkan ketika sistem produksi dapat lebih dioptimalkan dengan mengetahui ketersediaan energi yang dapat diubah menjadi kerja atau kualitas energi yang berada dalam sistem tersebut, hal itu dapat dilakukan dengan melakukan analisis eksergi. 4.3 Analisis Eksergi Eksergi merupakan ukuran kualitas energi atau ukuran ketersediaan energi untuk melakukan kerja, karena dalam perhitungannya menggunakan parameter lingkungan sebagai acuan. Sehingga dapat mengindikasikan jumlah atau besaran kerja yang mampu dilakukan oleh suatu sumber daya dalam lingkungan tertentu. Analisis eksergi dilakukan pada setiap laju alir metanol.

13 39 Analisis eksergi pada produksi biodiesel dapat digunakan untuk mengevaluasi penggunaan bahan baku dan komponen proses produksinya seperti besarnya arus listrik dan material alat yang digunakan. Dikatakan dalam Talens et al. (2007) bahwasanya eksergi berisi substansi yang dapat dijadikan indikator untuk menentukan kemungkinan pengaruh yang berbahaya terhadap manusia dan lingkungan, karena semakin jauh eksergi dari kesetimbangan maka semakin mengindikasikan potensi reaksi yang tidak terkontrol sehingga memberikan pengaruh terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Dalam kaitannya dengan hal ini Knothe et al. (2005) menyatakan biodiesel masih lebih aman terhadap lingkungan daripada petrodiesel karena biodiesel lebih mudah terurai dalam tanah dan air, dalam arti lain petrodiesel mempunyai laju degradasi penguraian dalam tanah dan air lebih rendah dibandingkan biodiesel. Mittelbach (2004) pun mengatakan walaupun secara kualitas petrodiesel lebih unggul dibuktikan dengan nilai kalornya yang lebih tinggi sehingga untuk menempuh jarak yang sama dibutuhkan lebih banyak biodiesel akan tetapi dari sudut pandang emisi akibat pembakaran, biodiesel memiliki nilai lebih rendah sehingga pengaruhnya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia masih lebih aman daripada petrodiesel. Besarnya kualitas eksergi dilihat dari nilai efisiensi eksergi. Penentuan efisiensi eksergi untuk sistem keseluruhan dan/atau komponen individual yang membentuk sistem merupakan bagian utama analisis eksergi. Analisis yang komprehensif suatu sistem termodinamika melibatkan baik analisis energi maupun analisis eksergi agar diperoleh gambaran kerja sistem secara lengkap (Basri 2010). Talens et al. (2007) mengatakan bahwa efisiensi eksergi dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara eksergi yang dapat dimanfaatkan dalam suatu proses dan total eksergi yang digunakan untuk terbentuknya proses tersebut. Efisiensi eksergi hasil penelitian ditunjukkan pada Gambar 19.

14 40 25 Efisiensi Eksergi (%) Laju Alir (ml menit -1 ) Evaporator Superheater Reaktor APP Gambar 19 Efisiensi eksergi setiap subsistem pada produksi biodiesel secara non-katalitik. Berdasarkan Gambar 19 efisiensi eksergi pada sistem evaporator dan superheater semakin meningkat seiring dengan bertambahnya laju alir metanol, sedangkan pada sistem reaktor dan alat penukar panas semakin menurun pada setiap kenaikan laju alir metanol. Hal ini disebabkan pada sistem evaporator, dan superheater penggunaan energi elemen pemanas semakin termanfaatkan untuk menguapkan dengan bertambahnya laju alir metanol sehingga lebih efisien dalam hal penggunaan energi. Namun, masih banyak energi yang belum dapat termanfaatkan dalam subsistem tersebut. Pada reaktor terdapat palm olein yang berbentuk cair dan uap panas metanol yang suhunya dijaga pada suhu 290, sehingga penggunaan energi elemen pemanas dapat lebih maksimal dimanfaatkan. Akan tetapi, dalam reaktor juga terdapat penambahan energi dari reaksi kimia pembentukan biodiesel. Secara akumulatif semakin bertambahnya laju alir metanol pemanfaatan energi dalam reaktor semakin rendah. Begitupun pada alat penukar panas yang disebabkan karena kemampuan alat dalam menurunkan suhu produk dari reaktor, sehingga semakin bertambahnya laju alir metanol maka efisiensi eksergi alat penukar panas semakin menurun. Konsumsi energi listrik pada setiap laju alir metanol ditampilkan dalam Gambar 20, 21, dan 22.

15 41 Energi (kj) y = x y = x y = x Waktu (menit) SH Reactor Evap Linear (SH) Linear (Reactor) Linear (Evap) Gambar 20 Konsumsi energi listrik pada laju alir metanol 1.5 ml menit -1. Energi (kj) y = x y = x y = x Waktu (menit) SH Reactor Evap Linear (SH) Linear (Reactor) Linear (Evap) Gambar 21 Konsumsi energi listrik pada laju alir metanol 3.0 ml menit -1. Energi (kj) y = 11.64x y = x y = x Waktu (menit) SH Reactor Evap Linear (SH) Linear (Reactor) Linear (Evap) Gambar 22 Konsumsi energi listrik pada laju alir metanol 4.5 ml menit -1.

16 42 Perhitungan sistem alat penukar panas didasarkan pada aliran metanol, semakin meningkatnya laju alir metanol yang digunakan maka produk yang direaksikan dan keluar dari reaktor semakin banyak akan tetapi kemampuan alat penukar panas terbatas sehingga tidak mampu mendinginkan keseluruhan produk yang keluar dari reaktor. Selain dikarenakan penggunaan voltase pada pemanas yang tidak sesuai atau masih terlalu tinggi sehingga masih cukup besar panas yang tidak termanfaatkan, sistem isolasi yang tidak sempurna juga ikut berkontribusi sehingga sebagian energi panas masih dapat mengalir ke lingkungan. Kotas (1985) dalam Basri (2010) menyatakan bahwa eksergi suatu aliran tunak (steady flow) dari suatu zat adalah sama dengan jumlah kerja maksimum yang dapat diperoleh bila aliran tersebut dibawa dari keadaan awalnya ke keadaan mati (dead state) melalui suatu proses yang mana arus tersebut hanya berinteraksi dengan lingkungannya. Sekali suatu sistem berada dalam kesetimbangan dengan lingkungannya, maka sistem tersebut tidak mungkin lagi untuk menggunakan energi dalam sistem tersebut untuk menghasilkan kerja. Kondisi seperti ini mengindikasikan eksergi dari suatu sistem telah dimusnahkan sepenuhnya. Pemusnahan eksergi ini disebut juga sebagai irreversibilitas. Irreversibilitas merupakan ukuran untuk mengetahui besarnya potensial kerja yang hilang dalam suatu proses, karena menggambarkan ketidakmampubalikkan energi dalam suatu sistem sehingga tidak dapat dimanfaatkan lagi. Semakin besar nilai irreversibilitas dari masukannya maka mengindikasikan semakin rendah kualitas energi dalam sistem tersebut. Hasil perhitungan irreversibilitas ditampilkan dalam Tabel 8. Tabel 8 Irreversibilitas setiap unit subsistem Laju Alir Metanol Irreversibilitas subsistem (kw) (ml/menit) Evaporator Superheater Reaktor APP E E E E E E E E E E E E-04

17 43 Tabel 9 Eksergi masuk setiap subsistem Laju Alir Metanol Eksergi masuk subsistem (kw) (ml/menit) Evaporator Superheater Reaktor APP E E E E E E E E E E E E-04 Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 8 potensi kerja yang hilang dalam setiap subsistem masih cukup besar dari laju eksergi yang masuk dalam sistem (Tabel 9). Menurut Basri (2010) irreversibilitas dapat diklasifikasikan menjadi irreversibilitas internal dengan sumber utama gesekan, ekspansi tak tertahankan, pencampuran, reaksi kimia serta irreversibilitas eksternal yang timbul akibat pindah panas melalui beda suhu hingga. Hal inilah yang menjadikan irreversibilitas dalam sistem produksi biodiesel non-katalitik masih cukup tinggi, terutama pada konsumsi listrik melalui komponen pemanas, pada komponen ini membutuhkan energi yang cukup besar dalam pengoperasiannya. Oleh sebab itu, dibutuhkan optimasi untuk menentukan besaran energi yang digunakan dalam sistem produksi biodiesel non-katalitik ini terutama pada penggunaan voltase energi listrik dalam mencapai suhu yang diharapkan. Faktor gesekan pada alat penukar panas tidak dapat diabaikan karena menurut Bejan et al. (2006) dan Basri (2010) irreversibilitas yang diakibatkan gesekan selama perpindahan panas dalam alat penukar panas sangat mempengaruhi besarnya energi yang dapat dimanfaatkan sehingga menyebabkan besarnya pemusnahan eksergi (exergy destruction) yang berakibat pada semakin rendahnya efisiensi eksergi alat penukar panas. Hal itu pula yang memungkinkan efisiensi eksergi alat penukar panas pada sistem produksi biodiesel non-katalitik ini menjadi semakin rendah dengan meningkatnya laju alir metanol karena gesekan yang terjadi di dalam semakin besar. Bagaimanapun efisiensi eksergi pada produksi biodiesel non-katalitik metode superheated methanol vapor (SMV) masih rendah sehingga masih perlu untuk ditingkatkan lagi dengan berbagai optimasi pada setiap subsistem sehingga diharapkan dapat mencapai efisiensi eksergi optimum dan lebih meningkatkan rasio energi.

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian 17 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Juni 2011, bertempat di Laboratorium Surya, Bagian Teknik Energi Terbarukan, Departemen

Lebih terperinci

III. METODA PENELITIAN

III. METODA PENELITIAN III. METODA PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Proses Balai Besar Industri Agro (BBIA), Jalan Ir. H. Juanda No 11 Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Maret

Lebih terperinci

Lampiran 1 Data metode Joback

Lampiran 1 Data metode Joback Lampiran 1 Data metode Joback Non ring increments Tc Pc Vc Tb Tf H G a b c d CH 3 1.41E-02-1.20E-03 65.00 23.58-5.10-76.45-43.96 19.50-8.08E-03 1.53E-04-9.67E-08 >CH 2 1.89E-02 0.00E+00 56.00 22.88 11.27-20.64

Lebih terperinci

RASIO MOL DAN RASIO ENERGI PROSES PRODUKSI BIODIESEL MINYAK JELANTAH SECARA NON-KATALITIK DENGAN REAKTOR KOLOM GELEMBUNG

RASIO MOL DAN RASIO ENERGI PROSES PRODUKSI BIODIESEL MINYAK JELANTAH SECARA NON-KATALITIK DENGAN REAKTOR KOLOM GELEMBUNG RASIO MOL DAN RASIO ENERGI PROSES PRODUKSI BIODIESEL MINYAK JELANTAH SECARA NON-KATALITIK DENGAN REAKTOR KOLOM GELEMBUNG Oleh: NERA CANDRA CHOIRUNNISA F14104082 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Laboratorium Kimia Pangan Departemen Ilmu Teknologi

Lebih terperinci

c. Kenaikan suhu akan meningkatkan konversi reaksi. Untuk reaksi transesterifikasi dengan RD. Untuk percobaan dengan bahan baku minyak sawit yang

c. Kenaikan suhu akan meningkatkan konversi reaksi. Untuk reaksi transesterifikasi dengan RD. Untuk percobaan dengan bahan baku minyak sawit yang KESIMPULAN Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Studi eksperimental pembuatan biodiesel dengan Reactive Distillation melalui rute transesterifikasi trigliserida

Lebih terperinci

KAJIAN DAUR ULANG PANAS PADA PRODUKSI BIODIESEL SECARA NON-KATALITIK BERDASARKAN ANALISIS EKSERGI FURQON

KAJIAN DAUR ULANG PANAS PADA PRODUKSI BIODIESEL SECARA NON-KATALITIK BERDASARKAN ANALISIS EKSERGI FURQON i KAJIAN DAUR ULANG PANAS PADA PRODUKSI BIODIESEL SECARA NON-KATALITIK BERDASARKAN ANALISIS EKSERGI FURQON SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i ii iii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Surya bagian Teknik Energi Terbarukan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2011 Juni 2011.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 RANCANGAN OBSTACLE Pola kecepatan dan jenis aliran di dalam reaktor kolom gelembung sangat berpengaruh terhadap laju reaksi pembentukan biodiesel. Kecepatan aliran yang tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat diperbarui, oleh sebab itu persediaan bahan bakar fosil di bumi semakin menipis dan apabila digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Minyak Goreng Bekas. Minyak goreng bekas yang digunakan dalam penelitian adalah yang berasal dari minyak goreng bekas rumah tangga (MGB 1), minyak goreng

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kebutuhan Daya Static Mixing Reactor Alat penelitian dirancang dan dibangun tanpa perhitungan rancangan struktural yang rinci. Meskipun demikian, perhitungan lebih rinci untuk

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Produksi Biodiesel

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Produksi Biodiesel 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Produksi Biodiesel Lee et al. (2007) menyatakan salah satu sumber energi yang menjadi perhatian adalah bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui sehingga ketersediaannya

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP.

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP. Laporan Tesis PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED Oleh : Yanatra NRP. 2309201015 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. HM. Rachimoellah, Dipl. EST

Lebih terperinci

LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED

LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA Oleh : M Isa Anshary 2309 106

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

Reaksi Transesterifikasi Multitahap-Temperatur tak Seragam untuk Pengurangan Kadar Gliserol Terikat

Reaksi Transesterifikasi Multitahap-Temperatur tak Seragam untuk Pengurangan Kadar Gliserol Terikat PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411-4216 Reaksi Transesterifikasi Multitahap-Temperatur tak Seragam untuk Pengurangan Kadar Gliserol Terikat Tirto Prakoso, Tatang H Soerawidjaja

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Skema pressurized water reactor (http://www.world-nuclear.org/, September 2015)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Skema pressurized water reactor (http://www.world-nuclear.org/, September 2015) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aliran multifase merupakan salah satu fenomena penting yang banyak ditemukan dalam kegiatan industri. Kita bisa menemukannya di dalam berbagai bidang industri seperti

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI BAB 2 DASAR TEORI Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang diproduksi dari sumber nabati yang dapat diperbaharui untuk digunakan di mesin diesel. Biodiesel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan

Lebih terperinci

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR Jurnal Rekayasa Produk dan Proses Kimia JRPPK 2015,1/ISSN (dalam pengurusan) - Astriana, p.6-10. Berkas: 07-05-2015 Ditelaah: 19-05-2015 DITERIMA: 27-05-2015 Yulia Astriana 1 dan Rizka Afrilia 2 1 Jurusan

Lebih terperinci

Analisis Rasio Energi Daur Ulang Panas pada Produksi Biodiesel Secara Non-Katalitik

Analisis Rasio Energi Daur Ulang Panas pada Produksi Biodiesel Secara Non-Katalitik Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Agustus 2012 ISSN 0853 4217 Vol. 17 (2): 70 76 Analisis Rasio Energi Daur Ulang Panas pada Produksi Biodiesel Secara Non-Katalitik (Energy Ratio Analysis on Heat

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA KONDISI MESIN

BAB 4 ANALISA KONDISI MESIN BAB 4 ANALISA KONDISI MESIN 4.1. KONDENSOR Penggunaan kondensor tipe shell and coil condenser sangat efektif untuk meminimalisir kebocoran karena kondensor model ini mudah untuk dimanufaktur dan terbuat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Pengujian dilakukan pada bulan Desember 2007 Februari 2008 bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) yang

Lebih terperinci

ATK I DASAR-DASAR NERACA MASSA ASEP MUHAMAD SAMSUDIN, S.T.,M.T.

ATK I DASAR-DASAR NERACA MASSA ASEP MUHAMAD SAMSUDIN, S.T.,M.T. ATK I DASAR-DASAR NERACA MASSA ASEP MUHAMAD SAMSUDIN, S.T.,M.T. Pembuatan Gula Berapa banyak air yang dihilangkan didalam evaporator (lb/jam)? Berapa besar fraksi massa komponen-komponen dalam arus buangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar yang berasal dari fosil dari tahun ke tahun semakin meningkat, sedangkan ketersediaannya semakin berkurang

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak jarak. Minyak jarak sendiri memiliki karakteristik seperti Densitas, Viskositas, Flash

Lebih terperinci

REAKTOR KIMIA NON KINETIK KINETIK BALANCE R. YIELD R. STOIC EQUILIBRIUM R. EQUIL R. GIBBS CSTR R. PLUG R.BATCH

REAKTOR KIMIA NON KINETIK KINETIK BALANCE R. YIELD R. STOIC EQUILIBRIUM R. EQUIL R. GIBBS CSTR R. PLUG R.BATCH TUTORIAL 3 REAKTOR REAKTOR KIMIA NON KINETIK BALANCE R. YIELD R. STOIC EQUILIBRIUM R. EQUIL R. GIBBS KINETIK CSTR R. PLUG R.BATCH MODEL REAKTOR ASPEN Non Kinetik Kinetik Non kinetik : - Pemodelan Simulasi

Lebih terperinci

kimia KTSP & K-13 TERMOKIMIA I K e l a s A. HUKUM KEKEKALAN ENERGI TUJUAN PEMBELAJARAN

kimia KTSP & K-13 TERMOKIMIA I K e l a s A. HUKUM KEKEKALAN ENERGI TUJUAN PEMBELAJARAN KTSP & K-13 kimia K e l a s XI TERMOKIMIA I TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Menjelaskan hukum kekekalan energi, membedakan sistem dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.8. Latar Belakang Indonesia mulai tahun 2007 dicatat sebagai produsen minyak nabati terbesar di dunia, mengungguli Malaysia, dengan proyeksi produksi minimal 17 juta ton/tahun di areal

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR BIDANG STUDI KONVERSI ENERGI

TUGAS AKHIR BIDANG STUDI KONVERSI ENERGI TUGAS AKHIR BIDANG STUDI KONVERSI ENERGI Dosen Pembimbing : Ir. Joko Sarsetiyanto, MT Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Oleh

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.1.1 Waktu Penelitian Penelitian pirolisis dilakukan pada bulan Juli 2017. 3.1.2 Tempat Penelitian Pengujian pirolisis, viskositas, densitas,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Merujuk pada hal yang telah dibahas dalam bab I, penelitian ini berbasis pada pembuatan metil ester, yakni reaksi transesterifikasi metanol. Dalam skala laboratorium,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia saat ini, hampir semua aktifitas manusia berhubungan dengan energi listrik.

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI DAN OPTIMASI PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI CRUDE FISH OIL PENELITIAN

KINETIKA REAKSI DAN OPTIMASI PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI CRUDE FISH OIL PENELITIAN KINETIKA REAKSI DAN OPTIMASI PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI CRUDE FISH OIL PENELITIAN Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Kimia Oleh : ENY PURWATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Termodinamika 2.1.1 Siklus Termodinamika Siklus termodinamika adalah serangkaian proses termodinamika mentransfer panas dan kerja dalam berbagai keadaan tekanan, temperatur,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini besarnya jumlah konsumsi energi di Indonesia terus mengalami

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini besarnya jumlah konsumsi energi di Indonesia terus mengalami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Dewasa ini besarnya jumlah konsumsi energi di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan data outlook pengelolaan energi nasional tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Pengujian Variasi sudut kondensor dalam penelitian ini yaitu : sudut 0 0, 15 0, dan 30 0 serta aliran air dalam kondensor yaitu aliran air searah dengan laju

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi Tulen yang berperan dalam proses pengeringan biji kopi untuk menghasilkan kopi bubuk TULEN. Biji

Lebih terperinci

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR 27 BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR 4.1 Pemilihan Sistem Pemanasan Air Terdapat beberapa alternatif sistem pemanasan air yang dapat dilakukan, seperti yang telah dijelaskan dalam subbab 2.2.1 mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian 1.1 Tujuan Pengujian WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN a) Mempelajari formulasi dasar dari heat exchanger sederhana. b) Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger. c) Pengukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK TERMODINAMIKA DARI PEMANASAN REFRIGERANT 12 TERHADAP PENGARUH PENDINGINAN

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK TERMODINAMIKA DARI PEMANASAN REFRIGERANT 12 TERHADAP PENGARUH PENDINGINAN KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK TERMODINAMIKA DARI PEMANASAN REFRIGERANT 12 TERHADAP PENGARUH PENDINGINAN Mochtar Asroni, Basuki Widodo, Dwi Bakti S Program Studi Teknik Mesin, Institut Teknologi Nasional

Lebih terperinci

SKRIPSI KINERJA REAKTOR KOLOM GELEMBUNG TIPE KONTINYU UNTUK PRODUKSI BIODIESEL SECARA NON-KATALITIK. Oleh: ROSITA RIRIS P.

SKRIPSI KINERJA REAKTOR KOLOM GELEMBUNG TIPE KONTINYU UNTUK PRODUKSI BIODIESEL SECARA NON-KATALITIK. Oleh: ROSITA RIRIS P. SKRIPSI KINERJA REAKTOR KOLOM GELEMBUNG TIPE KONTINYU UNTUK PRODUKSI BIODIESEL SECARA NON-KATALITIK Oleh: ROSITA RIRIS P. F14103021 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Properti Termodinamika Refrigeran Untuk menduga sifat-sifat termofisik masing-masing refrigeran dibutuhkan data-data termodinamik yang diambil dari program REFPROP 6.. Sedangkan

Lebih terperinci

Bab IV Data Percobaan dan Analisis Data

Bab IV Data Percobaan dan Analisis Data Bab IV Data Percobaan dan Analisis Data 4.1 Data Percobaan Parameter yang selalu tetap pada tiap percobaan dilakukan adalah: P O = 1 atm Panci tertutup penuh Bukaan gas terbuka penuh Massa air pada panci

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan Kimia Dan Peralatan. 3.1.1. Bahan Kimia. Minyak goreng bekas ini di dapatkan dari minyak hasil penggorengan rumah tangga (MGB 1), bekas warung tenda (MGB 2), dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini kelangkaan sumber energi fosil telah menjadi isu utama. Kebutuhan energi tersebut setiap hari terus meningkat. Maka dari itu, energi yang tersedia di bumi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan - 1 -

Bab I Pendahuluan - 1 - Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pada saat ini, pengoperasian reaktor unggun diam secara tak tunak telah membuka cara baru dalam intensifikasi proses (Budhi, 2005). Dalam mode operasi ini, reaktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan bakar fosil telah banyak dilontarkan sebagai pemicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara dengan jumlah populasi terbesar ke-4 di dunia dan merupakan salah satu negara dengan sumber daya alam yang melimpah, Indonesia memiliki peluang yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi V. HASIL DAN PEMBAHASAN Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi Mesin pendingin icyball beroperasi pada tekanan tinggi dan rawan korosi karena menggunakan ammonia sebagai fluida kerja. Penelitian

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN 0 o, 30 o, 45 o, 60 o, 90 o I Wayan Sugita Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : wayan_su@yahoo.com ABSTRAK Pipa kalor

Lebih terperinci

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Mulai dari industri makanan, tekstil, kimia hingga farmasi. Dalam proses produksinya, beberapa

Lebih terperinci

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST.

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST. KESEIMBANGAN ENERGI KALOR PADA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR DAN UAP KAPASITAS 1 Kg Nama : Nur Arifin NPM : 25411289 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Laboratorium Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung B. Alat dan Bahan Alat yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Teknik Reaktor 4.1.1 Uji Performansi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara garis besar proses produksi biodiesel yang dilakukan terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap proses (pemanasan awal dan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Batasan Rancangan Untuk rancang bangun ulang sistem refrigerasi cascade ini sebagai acuan digunakan data perancangan pada eksperiment sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga, 24 BAB III METODA PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi plastik dalam kehidupan sehari-hari semakin meningkat selama

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi plastik dalam kehidupan sehari-hari semakin meningkat selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi plastik dalam kehidupan sehari-hari semakin meningkat selama tiga dekade terakhir. Sifat plastik yang ringan, transparan, mudah diwarnai, tahan terhadap korosi

Lebih terperinci

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR Untuk mengenalkan aspek-aspek refrigerasi, pandanglah sebuah siklus refrigerasi uap Carnot. Siklus ini adalah kebalikan dari siklus daya uap Carnot. Gambar 1.

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA Ramadoni Syahputra 6.1 HIDROGEN 6.1.1 Pendahuluan Pada pembakaran hidrokarbon, maka unsur zat arang (Carbon, C) bersenyawa dengan unsur zat asam (Oksigen, O) membentuk karbondioksida

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

ANALISIS EKSERGI PENGGUNAAN REFRIGERAN PADA SISTEM REFRIGERASI KOMPRESI UAP. Oleh : SANTI ROSELINDA SILALAHI F

ANALISIS EKSERGI PENGGUNAAN REFRIGERAN PADA SISTEM REFRIGERASI KOMPRESI UAP. Oleh : SANTI ROSELINDA SILALAHI F ANALISIS EKSERGI PENGGUNAAN REFRIGERAN PADA SISTEM REFRIGERASI KOMPRESI UAP Oleh : SANTI ROSELINDA SILALAHI F14101107 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Motor Bakar. Motor bakar torak merupakan internal combustion engine, yaitu mesin yang fluida kerjanya dipanaskan dengan pembakaran bahan bakar di ruang mesin tersebut. Fluida

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

TUTORIAL III REAKTOR

TUTORIAL III REAKTOR TUTORIAL III REAKTOR REAKTOR KIMIA NON KINETIK KINETIK BALANCE EQUILIBRIUM CSTR R. YIELD R. EQUIL R. PLUG R. STOIC R. GIBBS R. BATCH REAKTOR EQUILIBRIUM BASED R-Equil Menghitung berdasarkan kesetimbangan

Lebih terperinci

BAB III METOLOGI PENELITIAN

BAB III METOLOGI PENELITIAN BAB III METOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Metode yang digunakan adalah untuk mendekatkan permasalahan yang diteliti sehingga menjelaskan dan membahas permasalahan secara tepat. Skripsi ini menggunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

1 Energi. Energi kinetic; energy yang dihasilkan oleh benda bergerak. Energi radiasi : energy matahari.

1 Energi. Energi kinetic; energy yang dihasilkan oleh benda bergerak. Energi radiasi : energy matahari. 1 Energi Dapat diubah dari bentuk yang satu ke bentuk lainnya. Kemampuan untuk melakukan kerja. Kerja: perubahan energi yang langsung dihasilkan oleh suatu proses. Energi kinetic; energy yang dihasilkan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) VIII

Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) VIII M2-003 Rancang Bangun Modifikasi Dispenser Air Minum Ekadewi A. Handoyo, Fandi D. Suprianto, Debrina Widyastuti Jurusan Teknik Mesin Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121 131, Surabaya 60263,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pindah Panas dan Massa, Bagian Energi dan Elektrifikasi Departemen Teknik Pertanian IPB. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pemanasan atau pendinginan fluida sering digunakan dan merupakan kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang elektronika. Sifat

Lebih terperinci

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG KESETIMBANGAN ENERGI Konsep dan Satuan Perhitungan Perubahan Entalpi Penerapan Kesetimbangan Energi Umum

Lebih terperinci

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Wafha Fardiah 1), Joko Sampurno 1), Irfana Diah Faryuni 1), Apriansyah 1) 1) Program Studi Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Mesin Pembeku Eksergetik Pengujian pergerakan bahan pada proses pembekuan produk dengan kecepatan pergerakan bahan dari.95 cm/min mencapai 7.6 cm/min. Arah pergerakan produk adalah

Lebih terperinci

MODIFIKASI PROSES IN SITU ESTERIFIKASI UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI

MODIFIKASI PROSES IN SITU ESTERIFIKASI UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI SEMINAR SKRIPSI MODIFIKASI PROSES IN SITU ESTERIFIKASI UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI Oleh: Arsita Permatasari 2308 100 539 Indah Marita 2308 100 540 Dosen Pembimbing: Prof.Dr.Ir.H.M.Rachimoellah,Dipl.EST

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dibagi menjadi: biofuel (5%), panas bumi (5%), biomasa nuklir, tenaga air dan tenaga angin (5%), batu bara cair (2%)

I. PENDAHULUAN. Dibagi menjadi: biofuel (5%), panas bumi (5%), biomasa nuklir, tenaga air dan tenaga angin (5%), batu bara cair (2%) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Bahan bakar minyak berbasis fosil seperti solar, premium (bensin), premix dan minyak tanah sangat memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan energi nasional antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

Sujawi Sholeh Sadiawan, Nova Risdiyanto Ismail, Agus suyatno, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 44-48

Sujawi Sholeh Sadiawan, Nova Risdiyanto Ismail, Agus suyatno, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 44-48 PENGARUH SIRIP CINCIN INNER TUBE TERHADAP KINERJA PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER Sujawi Sholeh Sadiawan 1), Nova Risdiyanto Ismail 2), Agus suyatno 3) ABSTRAK Bagian terpenting dari Heat excanger

Lebih terperinci

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian HRSG HRSG (Heat Recovery Steam Generator) adalah ketel uap atau boiler yang memanfaatkan energi panas sisa gas buang satu unit turbin gas untuk memanaskan air dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng MULTIREFRIGERASI SISTEM Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng SIKLUS REFRIGERASI Sistem refrigerasi dengan siklus kompresi uap Proses 1 2 : Kompresi isentropik Proses 2 2 : Desuperheating Proses 2 3 : Kondensasi

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA

BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA 3.1 Proses Perpindahan Kalor 3.1.1 Sumber Kalor Untuk melakukan perpindahan kalor dengan metode uap dan air diperlukan sumber destilasi untuk mendidihkan

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM. Oleh: ASEP SUPRIATNA F

SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM. Oleh: ASEP SUPRIATNA F SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM Oleh: ASEP SUPRIATNA F14101008 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR UJI PERFORMANSI DAN

Lebih terperinci

SINTESIS DAN INTEGRASI PROSES KIMIA

SINTESIS DAN INTEGRASI PROSES KIMIA SINTESIS DAN INTEGRASI PROSES KIMIA Design 2 1. Conceptual design: develop a preliminary flowsheet using approximate methods. 2. Preliminary design: use rigorous simulators to evaluate steady- state and

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a. 3.1. Lokasi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Motor Bakar Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3.2. Bahan Penelitian Pada penelitian

Lebih terperinci

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin Galuh Renggani Wilis, ST.,MT ABSTRAKSI Pengkondisian udara disebut juga system refrigerasi yang mengatur temperature & kelembaban udara. Dalam beroperasi

Lebih terperinci