I1i P~llyinl1nal1M~dlrl. Cendawan Endofit
|
|
- Susanto Pranata
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 34 inokulasi cendawan endofit tidak berbeda nyata terhadap indeks penyakit akar gada, dimana perlakuan secara pelapisan benih indeks penyakit lebih rendah yakni 1,13 dibanding perlakuan penyiraman media (Gambar 7). +->.- ~ :!5 :!o ~ 15,::l.., tf.i..::.:: ~ 10 -, c - 05 IJ_ I1i P~llyinl1nal1M~dlrl OPe1<lplsanB~!llh Cendawan Endofit Gambar 7 Indeks penyakit akar gada pada berbagai jenis cendawan endofit dan perlakuan cara inokulasi cendawan endofit pada tanaman. Perlakuan cendawan endofit berpengaruh nyata terhadap persentase kejadian penyakit, dimana cendawan endofit C. globosum, C. lunata dan F. oxysporum menurunkan secara nyata kejadian penyakit yakni masing-masing 59,38%; 65,63% dan 71,88% dibandingkan kontrol yang mencapai 100%. Perlakuan cara inokulasi cendawan endofit tidak berpengaruh nyata terhadap persentase kejadian penyakit, dimana perlakuan inokulasi dengan penyiraman media terendah dibandingkan pedakuan pelapisan benih (TabeIIO).
2 35 Tabella Pengaruh perlakuan eendawan endofit dan cara inokulasi terhadap kejadian penyakit akar gada. Perlakuan Kejadian Penyakit (%)1) Jenis Cendawan Endofit Kontrol Fusarium oxysporum ± 0 a 71,88 ± 20,86 be F. solani 84,38 ± 18,60 ab Nigrospora sp. Curvularia lunata Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Cara inokulasi Penyiraman media Pelapisan benih 81,25 ± 25,88 ab 65,63 ± 18,60 be 59,38 ± 18,60 e 93,75 ± 11,57 a 78,57 ± 23,29 a 80,36 ± 20,81 a I) _ rataan ± simpangan baku - angka yang diikuti oleh huruf yang sarna pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan ujijarak berganda Duncan pada tarafnyata 5% Bobot basah tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan eendawan endofit C. lunata yakni 52,98 g dibanding kontrol yakni 30,56 g dan berbeda nyata untuk semua perlakuan (Tabel 11). Sedangkan perlakuan cara inokulasi cendawan endofit pada tanaman tidak berbeda nyata antara perlakuan, meskipun eara inokulasi seeara pelapisan benih memberikan bobot basah tanaman tertinggi (Tabelll).
3 36 Tabel 11 Pengaruh perlakuan eendawan endofit dan eara inokulasi terhadap bobot basah tajuk tanaman brokoli. Perlakuan Jenis Cendawan Endofit Kontrol Fusarium oxysporum Bobot Basah Tajuk (g/tanamani) 30,56 ± 3,89 d 45,86 ± 5,78 b F. solani 50,61 ± 6,15 a Nigrospora sp. Curvularia lunata Chaetomium globosum Paecilomyces sp. 52,86 ± 5,27 a 52,98 ± 4,97 a 35,73 ± 4,79 e 41,71 ± 4,77 b Cara inokulasi Penyiraman media Pelapisan benih 42,13 ± 8,41 a 44,l3 ± 10,76 a 2) _ rataan ± simpangan baku - angka yang diikuti oleh huruf yang sarna pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan ujijarak berganda Duncan pada tarafnyata 5% Perlakuan eendawan endofit C. lunata memberikan pengaruh nyata tertinggi terhadap tinggi tanaman brokoli yakni 24,16 dibandingkan dengan kontrol yakni 18,32 em (Tabel 12). Perlakuan eara inokulasi cendawan endofit berbeda nyata terhadap tinggi tanaman brokoli, dimana inokulasi dengan pelapisan benih menunjukan tinggi tanaman tertinggi dibanding inokulasi dengan penyiraman media (TabeI12).
4 37 Tabel 12 Pengaruh perlakuan eendawan endofit dan eara inokulasi terhadap tinggi tanaman brokoli. Perlakuan Jenis Cendawan Endofit Kontrol Fusarium oxysporum Tinggi Tanaman (emi) 18,32 ± 1,17 d 20,42 ± 0,32 e F. solani 21,97±0,71 b Nigrospora sp. Curvularia lunata Chaetomium globosum Paecilomyces sp. 24,15 ± 1,15 a 24,16 ± 0,68 a 21,89 ± 0,74 b 21,95 ± 0,59 b Cara inokulasi Penyiraman media Pelapisan benih 21,18 ± 0,69 b 22,19 ± 0,87 a 3) _ rataan ± simpangan baku - angka yang diikuti oleh huruf yang sarna pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uj i jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5% Perlakuan eendawan endofit C. lunata menunjukan pengaruh yang nyata lebih tinggi terhadap diameter batang yakni 0,66 em dibanding kontrol yakni 0,47 em. Sedangkan perlakuan eara inokulasi eendawan endofit tidak berbeda nyata antar pedakuan (Tabel13).
5 38 Tabel 13 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap diameter batang tanaman brokoli. Perlakuan Diameter Batang Tanaman (cm)4) Jenis Cendawan Endofit Kontrol Fusarium oxysporum 0,47 ± 0,04 c 0,56 ± 0,02 b F. solani 0,65 ± 0,03 a Nigrospora sp. Curvularia lunata Chaetomium globosum Paecilomyces sp. 0,64 ± 0,03 a 0,66 ± 0,05 a 0,55 ± 0,05 b 0,58 ± 0,05 b Cara inokulasi Penyiraman media Pelapisan benih 0,58 ± 0,07 a 0,57 ± 0,09 a 4) _ rataan ± sirnpangan baku - angka yang diikuti oleh huruf yang sarna pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5% Pengaruh perlakuan ini juga dapat diamati secara langsung pada pertumbuhan tanaman di lapangan, dimana pedakuan dengan cendawan endofit memperlihatkan pertumbuhan yang lebih baik dibanding kontrol baik tanaman yang diberi perlakuan inokulasi cendawan endofit dengan cara penyiraman media maupun pelapisan benih (Gambar 8 dan 9).
6 Gambar 8 Pertumbuhan tanaman dengan perlakuan cendawan endofit yang diinokulasi melalui cara penyiraman media. Kontrol + (inokulasi patogen), kontrol- (tanpa inokulasi patogen dan tanpa endofit)
7 Gambar 9 Pertumbuhan tanaman dengan perlakuan cendawan endofit yang diinokulasi dengan cara pelapisan benih. Kontrol + (inokulasi patogen), kontrol- (tanpa inokulasi patogen dan tanpa endofit)
8 41 Pembahasan Eksplorasi dan Pengaruh Cendawan Endofit asal Rumput dan Teki dalam Menekan Penyakit Akar Gada Basil eksplorasi cendawan endofit pada rumput dan teki ditemukan tujuh isolat, dimana dua isolat cendawan endofit yang ditemukan pada ketiga jenis rumput yang diisolasi yaitu F. oxysporum dan Miselia merah steril. Cendawan endofit Monilia sp, F. oxysporum, Miselia merah steril dan Miselia gelap steril diisolasi dari teki Cyperus l'otundus; F. oxysporum, F. solani dan Miselia merah steril diisolasi dari rumput Setaria laxa; dan F. oxysporum, Nigrospora sp., Curvularia lunata, dan Miselia merah steril berhasil diisolasi dari rumput Paspalum longifolium. Cendawan endofit Miselia merah steril dan gelap steril tidak membentuk spora atau konidia pada media PDA, Martin Agar dan S-Media. F. oxysporum dan Miselia merah steril dapat diisolasi dari ketiga jenis rumput, ini diduga bahwa kedua jenis cendawan ini memiliki inang yang sangat luas. Menurut lstikorini (2008), F. oxysporum dan F. so/ani dapat diisolasi dari dari akar, batang dan daun tanaman cabai dan teki. Keberadaan cendawan endofit sangat berlimpah dan beragam, serta dapat ditemukan pada seluruh famili tanaman, baik tanaman pertanian maupun rumput-rumputan (Faeth 2002). Pengamatan infeksi akar tanaman oleh cendawan endofit F. oxysporum memperlihatkan infeksi akar yang sangat tinggi yakni 80% melalui re-isolasi dan 64% melalui pewarnaan akar. Dengan adanya pengamatan infeksi akar maka diduga bahwa cendawan tersebut bersifat endofit karena diduga bahwa cendawan tersebut dapat hidup dalam jaringan akar tanaman. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Clay (1988), bahwa cendawan endofit adalah cendawan yang terdapat di dalam sistem jaringan tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan. Selanjutnya, Sinclair dan Cerkauskas (1996) mendefinisikan bahwa cendawan endofit adalah cendawan yang berasosiasi dengan tanaman sehat dan tidak memperlihatkan gejala. lni juga terlihat bahwa tanaman yang diinokulasi dengan cendawan yang diduga endofit tidak memperlihatkan gejala penyakit pada tanaman selama pesemaian. Carroll (1988) dan Clay (1988), mengatakan asosiasi yang teijadi antara cendawan endofit dengan tanaman inang bersifat mutualisme. Simbiosis mutualistik ini menyebabkan berkurangnya
9 42 kerusakan pada sel atau jaringan tanaman, meningkatkan kemampuan bertahan hidup dan fotosintetis sel jaringan yang terinfeksi oleh patogen tanah, dan dalam simbiotik ini juga membantu tanaman lebih toleran terhadap faktor biotik dan abiotik (Sinclair dan Cerkauskas 1996). Inokulasi cendawan endofit asal rumput dan teki ke dalam tanah pesemaian berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada. Dalam hal ini inokulasi cendawan endofit C. lunata menghasilkan indeks penyakit yang paling rendah yakni 0,88 dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan cendawan endofit lainnya. Kejadian penyakit akar gada secara statistik tidak berbeda nyata dengan kontrol, akan tetapi perlakuan cendawan endofit C. lunata dan Nigrospora sp. memberikan kejadian penyakit terendah yakni 68,75%, dan kejadian penyakit tertinggi terjadi pada kontrol yakni 100%. Cendawan endofit C. lunata juga memberikan bobot basah tajuk yang tertinggi yakni 33,56 g, tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol yakni 28,98 g dan juga perlakuan lainnya. Pada tanaman yang diperlakukan dengan cendawan endofit menghasilkan kejadian penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini juga diikuti dengan indeks penyakit yang lebih rendah pula sehingga dapat meningkatkan bobot basah tanamannya. Penekanan terhadap penyakit pada tanaman yang diberi perlakuan cendawan endofit diduga dapat terjadi karena terjadinya kolonisasi jaringan akar tanaman terlebih dahulu oleh cendawan endofit dibanding patogen, adanya mekanisme antibiosis. Cendawan endofit menghasilkan mikotoksin atau metabolit lainnya yang menyebabkan terjadinya perubahan fisiologi dan biokimia tanaman inang (Clay 1988). Salah satu toksin yang dihasilkan oleh cendawan endofit rumput-rumputan adalah alkaloid, yang mana juga dapat melindungi tanaman dari serangan herbivora (Sellose et al. 2004). Cendawan endofit C. lunata memberikan kejadian penyakit terendah yakni 68,75%, dibandingkan perlakuan kontrol yakni 100% dan indeks penyakit yaitu 0,88 lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol yakni 2,88. Infeksi cendawan endofit C. lunata terhadap tanaman menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis tanaman yang mana dapat melindungi tanaman terhadap stres air atau kekeringan dan suhu yang tinggi. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sellose et
10 43 al. (2004), bahwa cendawan endofit C. lunata dapat menjadikan tanaman thennotoleran, yakni tanaman yang tidak diinokulasi dengan C. lunata pada suhu 40 C tanaman menjadi mati, sedangkan tanaman yang di inokulasi dengan C. lunata pada suhu 65 C tanaman masih bertahan hidup. Cendawan endofit Curvularia sp. secara morfologi mempunyai ciri-ciri koloni yang berwama hitam dan cendawan endofit Nigrospora sp. warna koloninya putih keabu-abuan. Henson (2005), mengemukakan cendawan bennelanin sangat membantu tanaman untuk meningkatkan toleransi tanaman terhadap panas dan pada musim kemarau. Selanjutnya, konsentrasi melanin berkorelasi dengan osmolite trehalose. Eksplorasi dan Pengaruh Cendawan Endofit asal Tanah Perakaran Bambu dalam Menekan Penyakit Akar Gada Cendawan yang diisolasi dari tanah perakaran bambu ditemukan 13 isolat, lalu kemudian diseleksi dengan cara benih brokoli ditumbuhkan pada cawan petri yang berisi isolat murni cendawan yang telah diinkubasi selama 7-10 hari. Benihbenih yang menunjukan pertumbuhan yang baik kemudian dipilih untuk dilakukan uji dalam menekan perkembangan penyakit akar gada. Dari hasil seleksi diketahui ada 4 isolat yang diduga dapat berasosiasi dengan tanaman brokoli, hal ini ditandai dengan benih brokoli yang ditanam pada isolat tersebut dapat tumbull dengan baik bahkan lebih baik dibanding kontrol yaitu benih ditanam pada media PDA steril (tanpa koloni cendawan). Sedangkan benih yang tidak dapat tumbuh dengan baik (benih tidak berkecambah, kecambah mati) dinyatakan tidak bersifat endofit pada tanaman brokoli dan tidak dapat digunakan untuk uji selanjutnya. Keempat isolat cendawan yang hasil seleksi kemudian diuji lagi untuk mengetahui apakah cendawan itu dapat hidup dalam jaringan akar tanaman dengan tidak menimbulkan gejala, maka dilakukan pengamatan infeksi akar. Pengamatan infeksi akar tanaman oleh cendawan Paecilomyces sp. memperlihatkan infeksi akar yang sangat tinggi yakni 60% melalui re-isolasi dan terendah adalah 10% yang ditunjukan oleh cendawan Aspergillus sp. dan Mortierella sp. sedangkan berdasarkan pewarnaan akar frekuensi infeksi akar tertinggi yakni ditunjukan oleh tanaman yang diinokulasi dengan cendawan Chaetomium globosum yakni 79% dan terendah 49% pada tanaman yang
11 44 diinokulasi dengan cendawan Mortierella sp. Dengan adanya pengamatan infeksi akar maka diduga bahwa keempat isolat cendawan tersebut bersifat endofit karena diduga cendawan tersebut dapat hidup dalam jaringan akar tanaman meskipun frekuensi infeksi akar yang berbeda-beda. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Clay (1988), bahwa cendawan endofit adalah cendawan yang terdapat di dalam sistem jaringan tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan. Selanjutnya, Sinclair dan Cerkauskas (1996) mendefmisikan bahwa cendawan endofit adalah cendawan yang berasosiasi dengan tanaman sehat dan tidak memperlihatkan gejala. lni juga terlihat bahwa tanaman yang diinokulasi dengan cendawan yang diduga endofit tidak memperlihatkan gejala penyakit pada tanaman selama pesemaian. Inokulasi cendawan endofit asal tanah perakaran bambu ke dalam tanah pesemaian berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada. Dalam hal ini inokulasi cendawan endofit Paecilomyces sp. menghasilkan indeks penyakit yang paling rendah yakni 1,03 dibandingkan dengan kontrol dan pedakuan cendawan endofit lainnya. Perlakuan cendawan endofit terhadap kejadian penyakit akar gada juga berpengaruh nyata, dimana perlakuan cendawan endofit Paecilomyces sp. memberikan kejadian penyakit yang nyata lebih rendah yakni 81,25% dibandingkan dengan kontrol yakni 100%, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan cendawan endofit lainnya. Cendawan endofit Paecilomyces sp. juga memberikan bobot basah tajuk tanarnan yang nyata lebih tinggi yakni 49,38 g berbeda nyata dengan perlakuan kontrol yakni 32,59 g. Sedangkan perlakuan dengan media semai yang berbeda berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada, bobot basah tajuk tanarnan, tinggi tanarnan dan diameter batang tanarnan kecuali kejadian penyakit akar gada tidak berpengaruh nyata. Umumnya media semai yang tidak disterilkan menunjukkan hasil yang lebih baik, yakni indeks penyakit yang lebih rendah, bobot basah tajuk tanarnan yang tinggi, tinggi tanarnan yang tinggi dan kejadian penyakit yang sarna. Pada tanaman yang diperlakukan dengan cendawan endofit menghasilkan kejadian penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini juga diikuti dengan indeks penyakit yang lebih rendah pula sehingga dapat meningkatkan bobot basah tanamannya. Penekanan terhadap penyakit pada
12 45 tanarnan yang diberi perlakuan cendawan endofit diduga karena terjadinya kolonisasi jaringan akar tanarnan terlebih dahulu oleh cendawan endofit dibanding patogen, adanya mekanisme antibiosis. Karakteristik adanya infeksi cendawan endofit yakni adanya peningkatan pertumbuhan vegetatif tanarnan, dan menghasilkan metabolik sekunder yang bersifat antagonistik terhadap herbivora (Carlile et al. 1994). Paecilomyces sp. merupakan cendawan yang dapat ditemukan baik di tanah, sisa-sisa tanarnan (tanarnan yang lapuk) maupun pada makanan. Hasil penelitian di Pakistan menunjukan Paecilomyces lilacinus terbukti dapat mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh nematoda dan juga penelitian tentang Paecilomyces spp. sebagai agen bio-kontrol masih telus dilakukan (Maqbool 2003 dalam Setyowati et al. 2003). Cendawan endofit Paecilomyces spp diketahui pula sebagai agens hayati yang cukup efektif dalarn mengendalikan penggerek buah kakoa (PBK) dan Helopeltis antonii, akan tetapi darnpak negatif dari aplikasi cendawan endofit ini adalah mematikan serangga predator penggerek buah kakoa (PBK) dan Helopeltis antonii yakni semut hitarn (Sulistyowati et al. 2006). Tanarnan yang diperlakukan dengan cendawan endofit pada media semai yang tidak disterilkan menghasilkan kejadian penyakit yang sarna dengan media semai yang disterilkan akan tetapi pada indeks penyakit akar gada terlihat lebih rendah dibandingkan perlakuan media semai yang disterilkan sehingga meningkatkan bobot basah dan tinggi tanarnannya. TeIjadinya penekanan penyakit pada tanaman yang diperlakukan dengan cendawan endofit dengan media semai yang tidak disterilkan, hal ini disebabkan pada tanah media semai yang tidak disterilkan diduga terdapat berbagai macarn mikroba yang berperan sebagai antagonis dan beradaptasi dengan baik terhadap patogen, sebagaimana yang dikemukakan oleh Baker dan Cook (1974) bahwa dalarn suatu ekosistem setiap populasi mikroorganisme akan berusaha untuk selalu mencapai suatu keseimbangan, dalam hal ini jika pada suatu lahan sudah terinfeksi oleh patogen tertentu maka di dalamnya juga terdapat mikrob yang berperan sebagai antagonis bagi patogen tersebut dan keduanya ini akan berkoevolusi dengan baik untuk mencapai keseimbangan tersebut. Aktivitas organisme dapat membantu
13 46 mempengaruhi kesuburan tanah, sehingga memaeu pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Setyowati et al. (2003) mengemukakan, tinggi tanaman dan jumlah daun selada yang dipupuk dengan pupuk mikroba (diantaranya Paecilomyces sp.) lebih baik daripada tanaman yang tidak dipupuk dengan mikroba. Pengendalian Hayati Penyakit Akar Gada dengan Aplikasi Cendawan Endofit asal Rumput, Teki dan tanah Perakaran Bambu Dari hasil seleksi eendawan endofit asal rumput, teki dan tanah perakaran bambu terpilih enam isolat eendawan yang selanjutnya dilakukan dalam pengujian ini. Cendawan endofit yang terpilih tersebut adalah F. oxysporum, F. solani, Nigrospora sp., C. lunata, C. globosum, dan Paecilomyces sp. Chaetomium globosum (eendawan endofit asal tanah perakaran bambu) memberikan kejadian penyakit terendah yakni 59,38% juga C. lunata (eendawan endofit asal mmput dan teki) dan F. oxysporum (cendawan endofit asal rumput dan teki) yang masing-masing 65,63% dan 71,88% yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya dan kontrol yang meneapai 100%. Indeks penyakit yang rendah yakni 0,69; 0,75; 0,88 dan 1,03 masing-masingjuga teljadi pada perlakuan C. globosum, C. lunata, F. oxysporum dan Nigrospora sp. (cendawan endofit asal rumput dan teki). Indeks penyakit terendah juga teljadi pada perlakuan C. globosum yakni 0,69; sedangkan indeks penyakit terendah yakni perlakuan kontrol yakni 2,13. Sedangkan untuk bobot basah tajuk tanaman yang memberikan hasil lebih tinggi adalah pedakuan C. lunata dan perlakuan C. globosum memberikan bobot basah tajuk tanaman yang sangat rendah yakni 35,73 g akan tetapi masih lebih tinggi dibanding dengan pedakuan konu'ol yakni 30,56 g. Begitu pula halnya dengan pengamatan tinggi tanaman dan diameter batang tanaman, dimana tinggi dan diameter batang tanaman tertinggi ditunjukan oleh perlakuan C. lunata yakni masing-masing 24,16 em dan 0,66 em, ini sangat berbeda dengan perlakuan kontrol yakni masing-masing 18,32 em dan 0,47 em. Sedangkan pedakuan eara inokulasi eendawan endofit ke tanaman seeara statistik tidak berbeda nyata untuk semua pengamatan keeuali pada tinggi tanaman, namun eara inokulasi dengan pelapisan benih memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan eara inokulasi dengan penyiraman media.
14 47 Ahli patologi tanaman mendefinisikan pengendalian hayati adalah mengurangi inokulum atau segal a aktivitas dari patogen yang dapat menyebabkan penyakit, sebagai akibat dari satu atau lebih organisme baik secara alami atau dengan memanipulasi lingkungan, inang atau antagonis atau dengan introduksi massa dari satu atau lebih antagonis" (Baker dan Cook 1974). Pada umumnya pengendalian hayati melibatkan penggunaan cendawan atau bakteri sebagai agens antagonis untuk mengendalikan patogen tular benih (seedborne), tular tanah (soilborne) atau tular udara (airborne). Pengendalian hayati dapat memberikan perlindungan selama siklus hidup tanaman (Copeland dan McDonald 1995). Pengendalian hayati juga dilaporkan dapat memacu peningkatan pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya meningkatkan hasil tanaman sebagai akibat dari pengendalian penyakitjangka panjang (Zhang et al. 2002; Silva et al. 2004; Yan et al. 2004). Aktivitas agens biokontrol di lapangan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (ph, suhu, kelembaban) dan interaksi dengan mikroorganisme lain (Timmusk 2003). Dalam hubungan dengan pengendalian terhadap patogen, efektivitas agens biokontrol sangat dipengaruhi oleh cara aplikasi agens, dosis inokulasi dan kontrol mikroba lain. Hal lain yang dapat meningkatkan efektivitas perlakuan benih dengan agens biokontrol adalah nutrisi bagi mikrob dan kecepatan mikroba menyesuaikan diri. Tak kalah penting adalah sterilisasi pelmukaan benih dengan natrium hipoklorit sebelum aplikasi dengan agens biokontrol. Hal ini untuk menghindari patogen lain yang dapat berkompetisi dengan agens biokontrol (Copeland dan McDonald 1995). Aplikasi cendawan endofit C. globosum memberikan pengaruh yang baik dalam mengendalikan penyakit akar gada pada tanaman brokoli. Ini dikarenakan C. globosum diduga menghasilkan senyawa metabolik sekunder. Salah satu senyawa metabolik sekunder yang dihasilkan oleh Chaetomium spp. adalah antibiotik. Basil penelitian Cullen dan Andrews (1984) dalam Hasanuddin (2003) bahwa, antibiotik chetomin yang dihasilkan secara in vitro oleh C. globosum berkorelasi positif dengan antagonisnya terhadap Venturia inequalis pada bibit pohon apel. Owen dan Hundley (2004) dalam Firakova et al. (2007) mengatakan bahwa, mikroba cendawan endofit dapat berfungsi sebagai pensintesa
15 48 senyawa kimia di dalam jaringan tanaman. Johnson dan Curl (1972), pemberian inokulurn Chaetomium ke dalam tanah pada tanaman gandum dapat menghindarkan tanaman dari infeksi patogen HeZminthosporium victoriae di pembibitan. Selanjutnya pedakuan benih dengan cendawan endofit Chaetomium spp. dapat menghindarkan tanaman dad infeksi patogen Fusarium nivale pada tanaman gandurn dan patogen F. roseum pada tanamanjagung. Cendawan endofit C. gzobosum dari hasil penelitian ini terlihat dapat menekan perkembangan penyakit akar gada yakni ditunjukkan dengan kejadian penyakit dan indeks penyakit yang rendah, namun tidak memberikan pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Hal ini diduga karena cendawan endofit bersifat heterotrof dimana mikroba menggunakan eksudat interseluler tanaman untuk mempertahankan hidupnya, sehingga dengan kejadian tersebut maka keberadaan cendawan endofit dapat menurunkan pertumbuhan tanaman (Herre et al. 2007).
Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.
4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Ditinjau dari aspek pertanaman maupun nilai produksi, cabai (Capsicum annuum L. ) merupakan salah satu komoditas hortikultura andalan di Indonesia. Tanaman cabai mempunyai luas
Lebih terperinciTrichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)
Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) I. Latar Belakang Kebijakan penggunaan pestisida tidak selamanya menguntungkan. Hasil evaluasi memperlihatkan, timbul kerugian yang
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu
15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Hama dan Penyakit dan rumah kaca Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor; pada bulan Oktober
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Spesies : Ganoderma spp. (Alexopolus and Mims, 1996).
5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Kingdom Divisio Class Ordo Famili Genus : Myceteae : Eumycophyta : Basidiomycetes : Aphyllophorales : Ganodermataceae : Ganoderma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi patogen tular tanah (Yulipriyanto, 2010) penyebab penyakit pada beberapa tanaman family Solanaceae
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan P. fluorescens pada Beberapa Formulasi Limbah Organik Populasi P. fluorescens pada beberapa limbah organik menunjukkan adanya peningkatan populasi. Pengaruh komposisi limbah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Antraknosa Cabai Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici (Direktorat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp. merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang tanaman pertanian termasuk tanaman
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan
TINJAUAN PUSTAKA Patogen C. oryzae Miyake Biologi Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Myceteae
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pangan yang terus meningkat. Segala upaya untuk meningkatkan produksi selalu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman padi (Oryza sativa) merupakan tanaman yang memegang peranan penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia sebagai bahan utama pangan. Peningkatan produksi padi
Lebih terperinciHASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C
HASIL Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro Pertumbuhan Koloni S. rolfsii dengan Inokulum Sklerotia Pada 5 HSI diameter koloni cendawan pada semua perlakuan seduhan
Lebih terperinciBAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA
65 BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA Pendahuluan Penyakit tanaman terjadi ketika tanaman yang rentan dan patogen penyebab penyakit bertemu pada lingkungan yang mendukung (Sulivan 2004). Jika salah satu
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR
17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Rumah Kaca, University Farm,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri Endofit Asal Bogor, Cipanas, dan Lembang Bakteri endofit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tiga tempat yang berbeda dalam satu propinsi Jawa Barat. Bogor,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Perkembangan Koloni Bakteri Aktivator pada NA dengan Penambahan Asam Humat Pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa pada bagian tanaman tomat
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Bahan
9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciJurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT
Pemanfaatan kompos sampah plus Trichoderma harzianum sebagai media tanam dan agen pengendali penyakit rebah kecambah (Rhizoctonia oryzae) pada tanaman padi Hersanti/hersanti@plasa.com Jurusan Hama dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman
TINJAUAN PUSTAKA Mikroorganisme Endofit Endofit merupakan asosiasi antara mikroorganisme dengan jaringan tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman inang bervariasi mulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di Indonesia masih banyak mengandalkan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana
Lebih terperinciPOTENSI CENDAWAN ASAL TANAH PERAKARAN BAMBU SEBAGAI ENDOFIT DAN AGEN BIOKONTROL PENYAKIT AKAR GADA PADA TANAMAN BROKOLI
J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 Asniah et al. Potensi Cendawan Asal Tanah Perakaran Bambu 61 Vol. 13, No. 1: 61 68, Maret 2013 POTENSI CENDAWAN ASAL TANAH PERAKARAN BAMBU SEBAGAI ENDOFIT DAN AGEN BIOKONTROL
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Isolasi Cendawan Rizosfer
10 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Lokasi pengambilan sampel berada di dua tempat yang berbeda : lokasi pertama, Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor memiliki ketinggian + 400 m dpl (diatas permukaan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat
BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl pada Bulan Mei
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :
4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyebab Penyakit Jamur penyebab penyakit rebah semai ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Basidiomycota : Basidiomycetes
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi budidaya tanaman yang dilakukan perlu berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam yang efektif penggunaannya, sehingga
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Cendawan Rhizosfer Hasil eksplorasi cendawan yang dilakukan pada tanah rhizosfer yang berasal dari areal tanaman karet di PT Perkebunan Nusantara VIII, Jalupang, Subang,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan fungi akar yang memiliki peran dan manfaat yang penting
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Mikoriza merupakan fungi akar yang memiliki peran dan manfaat yang penting dalam dunia pertanian, karena mikoriza memiliki kemampuan menunjang pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi (Suhartini, 2009). Keanekaragaman hayati di Indonesia, baik dalam bentuk keanekaragaman
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembibitan Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit, yang sangat menentukan keberhasilan budidaya pertanaman. Melalui tahap
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri Kejadian penyakit adalah angka yang menunjukkan jumlah tanaman sakit dibandingkan dengan jumlah tanaman
Lebih terperinciPOTENSI CENDAWAN ASAL AKAR RUMPUT, TEKI DAN TANAH PERAKARAN BAMBU UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT AKAR GADA PADA TANAMAN BROKOLI ASNIAH
POTENSI CENDAWAN ASAL AKAR RUMPUT, TEKI DAN TANAH PERAKARAN BAMBU UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT AKAR GADA PADA TANAMAN BROKOLI ASNIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).
12 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub-sektor perkebunan merupakan penyumbang ekspor terbesar di sektor pertanian dengan nilai ekspor yang jauh lebih besar dibandingkan nilai impornya. Sebagian besar produk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan diusahakan secara komersial baik dalam skala besar maupun skala kecil (Mukarlina et
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk famili solanaceae dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk famili solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki banyak manfaat, bernilai ekonomis tinggi dan mempunyai
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO
PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 Fax. (4238210) PROBOLINGGO 67271 POTENSI JAMUR ANTAGONIS Trichoderma spp PENGENDALI HAYATI PENYAKIT LANAS DI PEMBIBITAN TEMBAKAU
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit layu Fusarium dapat diklasifikasikan
TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Fusarium oxysporum f.sp capsici Menurut Agrios (1996), penyakit layu Fusarium dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub divisio Class Ordo Family Genus : Fungi
Lebih terperinciPengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang
1 Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang Kelompok penyakit tanaman adalah organisme pengganggu tumbuhan yang penyebabnya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang seperti : cendawan, bakteri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas yang bersifat multiguna dan banyak diminati oleh masyarakat, khususnya di Indonesia, saat ini tomat
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan komoditas penunjang ketahanan pangan dan juga berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh negara beriklim tropik maupun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan sebuah istilah yang mendeskripsikan adanya hubungan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Mikoriza merupakan sebuah istilah yang mendeskripsikan adanya hubungan simbiosis yang saling menguntungkan antara akar tanaman dengan fungi tertentu. Melalui
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Tanah Kacang tanah berasal dari Amerika Selatan, namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis. Cina dan India merupakan penghasil
Lebih terperinciIDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH
IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH Nurbaiti Pendahuluan Produktifitas cabai di Aceh masih rendah 10.3 ton/ha (BPS, 2014) apabila dibandingkan dengan potensi produksi yang
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca, Laboratorium Produksi Tanaman, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen
14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Percobaan dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Juli 2012 di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Mikoriza Arbuskular Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk kelangsungan hidupnya fungi berasosiasi dengan akar tanaman. Spora berkecambah dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur fitopatogen merupakan salah satu mikroorganisme pengganggu tanaman yang sangat merugikan petani. Kondisi tersebut disebabkkan oleh keberadaan jamur yang sangat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
6 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan Streptomyces katrae pada Formulasi Media Beras, Jagung dan Limbah Baglog Jamur S. katrae merupakan aktinomiset dari golongan Streptomyces yang pertama diisolasi dari tanah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan tanaman semusim yang membentuk rumpun, tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 15-50 cm (Rahayu, 1999). Menurut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) Jenis A. cadamba Miq. ini bersinonim dengan A.chinensis Lamk. dan A. indicus A. Rich. Jabon (A. cadamba Miq.) merupakan pohon yang dapat
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Masa Inkubasi ( hari) masa inkubasi (hari) setelah dianalisis ragam menimjukkan tidak berpengaruh nyata (Lampiran 7a). Hasil rata-rata masa inkubasi F. oxysporum di pembibitan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great Giant Pineapple (GGP) di Lampung Timur dan PT. Nusantara Tropical Farm, Lampung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang dan mencukupi kebutuhan pangan Indonesia memerlukan peningkatan produksi padi
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan
13 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor serta di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari
Lebih terperinciI. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Fusarium sp. Secara In Vitro (Metode Dual Kultur)
I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Fusarium sp. Secara In Vitro (Metode Dual Kultur) Uji antagonis adalah suatu cara yang digunakan membuktikan bahwa mikroorganisme yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.)
4 TINJAUAN PUSTAKA Padi (Oryza sativa L.) Pentingnya Padi sebagai Tanaman Pangan Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditi pangan yang mendapat prioritas utama dalam pembangunan pertanian karena menjadi
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE A.
III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari hingga September 2014 di Laboratorium Kimia Fakultas MIPA untuk identifikasi senyawa ekstrak, Laboratorium
Lebih terperinciPERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT
ISSN 1411939 PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT Trias Novita Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen daunnya dan merupakan bahan baku utama dalam industri rokok. Tanaman ini merupakan salah satu komoditas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antraknosa merupakan salah satu penyakit tanaman yang dapat menurunkan produksi tanaman bahkan dapat mengakibatkan gagal panen. Penyakit ini menyerang hampir semua tanaman.
Lebih terperinciBUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU
BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU ketiak daun. Bunga berbentuk lancip, panjangnya sampai 5 mm, berwarna hijau kekuningan atau putih, berbau harum. Buah berbentuk bulat telur atau agak lonjong, panjangnya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1. Pengaruh Perendaman Benih dengan Isolat spp. terhadap Viabilitas Benih Kedelai. Aplikasi isolat TD-J7 dan TD-TPB3 pada benih kedelai diharapkan dapat meningkatkan perkecambahan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah hutan di Indonesia pada umumnya berjenis ultisol. Menurut Buckman dan Brady (1982), di ultisol kesuburan tanah rendah, pertumbuhan tanaman dibatasi oleh faktor-faktor yang
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, mulai bulan Maret sampai Mei
Lebih terperinciYulin Lestari 1) Rasti Saraswati 2) Chaerani 2)
PENGEMBANGAN Streptomyces SEBAGAI AGEN PENGENDALI MIKROB PATOGEN TULAR TANAH Yulin Lestari 1) Rasti Saraswati 2) Chaerani 2) 1) Institut Pertanian Bogor 2) Badan Litbang Pertanian LATAR BELAKANG Implementasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai
23 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai PGPR sebagai rizobakteria memberikan pengaruh tertentu terhadap pertumbuhan tanaman kedelai yang diujikan di rumah
Lebih terperinci1.1. Latar Belakang. Pinus merkusii Jungh. et de Vriese merupakan salah
1.1. Latar Belakang. Pinus merkusii Jungh. et de Vriese merupakan salah satu jenis pohon utama asli Indonesia yang disarankan ditanam pada pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Jenis tanaman ini di
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November
Lebih terperinciRalstonia solanacearum
NAMA : Zuah Eko Mursyid Bangun NIM : 6030066 KELAS : AET-2A Ralstonia solanacearum (Bakteri penyebab penyakit layu). Klasifikasi Kingdom : Prokaryotae Divisi : Gracilicutes Subdivisi : Proteobacteria Famili
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri Endofit Bakteri endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu jenis rempah yang paling penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi perannya dalam menyumbangkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. khususnya cabai merah (Capsicum annuum L.) banyak dipilih petani dikarenakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman cabai sebagai komoditas pertanian yang utama di Indonesia khususnya cabai merah (Capsicum annuum L.) banyak dipilih petani dikarenakan sifatnya yang mudah dibudidayakan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bunga anggrek yang unik menjadi alasan bagi para penyuka tanaman ini. Di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang tersebar di seluruh dunia dan digemari oleh berbagai kalangan. Bentuk struktur dan warna bunga anggrek yang unik
Lebih terperinciMENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU
PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU Oleh
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)
III. METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) Pengambilan sampel tanah dekat perakaran tanaman Cabai merah (C.
Lebih terperinciHama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu)
KOMPONEN OPT Hama adalah binatang yang merusak tanaman sehingga mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Patogen adalah jasad renik (mikroorganisme) yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman Gulma (tumbuhan
Lebih terperinciGambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Isolasi dan perbanyakan sumber inokulum E. carotovora dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan salah satu komoditas unggulan di beberapa daerah di Indonesia, meskipun bukan merupakan kebutuhan pokok tetapi hampir selalu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Isolasi daun anggrek yang bergejala busuk lunak dihasilkan 9 isolat bakteri. Hasil uji Gram menunjukkan 4 isolat termasuk bakteri Gram positif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai prospek pengembangan dan pemasaran yang cukup baik karena banyak dimanfaatkan oleh
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengaruh Mikoriza, Bakteri dan Kombinasinya terhadap parameter pertumbuhan semai jabon Hasil analisis sidik ragam terhadap parameter pertumbuhan semai jabon
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan
Lebih terperinciS. leprosula, S. selanica dan S. mecistopteryx menunjukkan
Latar Belakang Pembangunan pertanian berwawasan lingkungan dan gerakan untuk kembali menggunakan bahan alam hayati telah mengangkat kembali penelitian dan penggunaan bahan alam hayati sebagai masukan (input)
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman cabai rawit ( Capsicum frutescens L.) merupakan salah satu dari beberapa tanaman holtikultura yang potensial untuk dikembangkan. Buah cabai rawit berubah warnanya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Aplikasi Agen Antagonis terhadap Viabilitas Benih Proses perkecambahan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri atas faktor genetik, tingkat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Akar Gada
TINJAUAN PUSTAKA Gejala Penyakit Akar Gada Akar gada merupakan salah satu penyakit penting dan sangat merusak pada tanaman cruciferae baik yang dibudidayakan maupun yang tunlbuhan liar dan tersebar diseluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanaman yang dibudidayakan kerap mengalami gangguan atau pengrusakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman yang dibudidayakan kerap mengalami gangguan atau pengrusakan oleh organisme pengganggu yang secara ekonomis sangat merugikan pembudidaya karena dapat menjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Duku (Lansium domesticum Corr.) sebagai buah unggulan Provinsi Jambi,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Duku (Lansium domesticum Corr.) sebagai buah unggulan Provinsi Jambi, memerlukan tempat tumbuh yang baik yaitu terletak di daerah beriklim basah sampai agak basah, dengan
Lebih terperinciII. MATERI DAN METODE
II. MATERI DAN METODE 2.1 Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 2.1.1 Materi Alat yang digunakan dalam penelitian adalah cawan petri, tabung reaksi, gelas ukur, pembakar spiritus, pipet, jarum ose, erlenmeyer,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces)
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi. Simbiosis mikoriza melibatkan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi mikoriza asal tanah pasca tambang Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah asal pasca tambang batubara yang terdiri dari 13 sampel pada setiap 50g tanah diperoleh
Lebih terperinciMorfologi akar, batang, daun, bunga, buah dan biji pada tumbuhan monokotil dan dikotil. Cermat Teliti Hati-hati Taat asas
DESKRIPSI PEMELAJARAN MATA DIKLAT TUJUAN : BIOLOGI : 1. Mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap lingkungan alam dan sekitarnya 2. Mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan
Lebih terperinci