POTENSI CENDAWAN ASAL AKAR RUMPUT, TEKI DAN TANAH PERAKARAN BAMBU UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT AKAR GADA PADA TANAMAN BROKOLI ASNIAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POTENSI CENDAWAN ASAL AKAR RUMPUT, TEKI DAN TANAH PERAKARAN BAMBU UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT AKAR GADA PADA TANAMAN BROKOLI ASNIAH"

Transkripsi

1 POTENSI CENDAWAN ASAL AKAR RUMPUT, TEKI DAN TANAH PERAKARAN BAMBU UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT AKAR GADA PADA TANAMAN BROKOLI ASNIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Potensi Cendawan Asal Akar Rumput, Teki dan Tanah Perakaran Bambu untuk Pengendalian Penyakit Akar Gada pada Tanaman Brokoli adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2009 Asniah NIM: A

3 3 ABSTRACT Asniah. The Potency of Root Endophytic Fungi Isolate from Grass, Sedge and Bamboo Rhizosperic Soils as Biocontrol Agents Against Clubroot caused by Plasmodiphora brassicae Wor. on Broccoli. Under supervision of Widodo and Suryo Wiyono. Clubroot is the most destructive disease on crucifers in Indonesia. The existing control measures, include biological control do not provide satisfactory result. The objective of the study was to explore endophytic fungi of grasses, sedge, and bamboo rhizosperic soils, which can suppress clubroot disease caused by Plasmodiophora brassicae Wor. in broccoli. This research consisted of two main parts: (1) Exploration of root endophytic fungus from grass, sedge, and bamboo rhizosperic soils, (2) Biological control clubroot with root endophytic fungus isolates of grass, sedge, and bamboo rhizosperic soils. There were six species of endophytic fungi examined in this study, e.g Fusarium oxysporum, F. solani, Nigrospora sp., Curvularia lunata, Chaetomium globosum and Paecilomyces sp. which successfully colonized broccoli root endophytically. Two endophytic fungi Chaetomium globosum and Curvularia lunata suppressed clubroot disease significantly and increased the growth of broccoli. Application of the biocontrol agents by seed coating could increase the antagonistic effect of the biocontrol compared with the application by propagule suspension. Keywords: Clubroot, broccoli, root endophytic fungus, inoculation technique

4 4 RINGKASAN Asniah. Potensi Cendawan Asal Akar Rumput, Teki dan Tanah Perakaran Bambu untuk Pengendalian Penyakit Akar Gada pada Tanaman Brokoli. Dibimbing oleh WIDODO dan SURYO WIYONO. Penelitian dengan tujuan untuk mengetahui jenis-jenis cendawan endofit yang terdapat pada akar rumput, teki dan tanah perakaran bambu yang dapat menekan penyakit akar gada pada tanaman brokoli yang disebabkan oleh P. brassicae. telah dilaksanakan pada bulan September 2006 sampai Februari 2008 di rumah kaca Cikabayan dan laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB. Penelitian ini terdiri dari 2 percobaan yang saling berkaitan satu dengan lainnya yakni: (1) Eksplorasi cendawan endofit asal akar rumput, teki dan tanah perakaran bambu. (2) Pengendalian hayati penyakit akar gada dengan aplikasi endofit asal rumput, teki dan tanah perakaran bambu. Jenis rumput yang digunakan adalah Paspalum longifolium, dan Setaria laxa, sedangkan jenis teki adalah Cyperus rotundus. Dalam percobaan 2 cendawan endofit yang digunakan adalah hasil seleksi dari percobaan pertama yakni terdiri dari 6 isolat (4 isolat asal akar rumput dan teki, 2 isolat asal tanah perakaran bambu). Pengendalian akar gada dengan aplikasi endofit terdiri atas dua faktor yaitu jenis cendawan endofit Fusarium oxysporum, Fusarium solani, Nigrospora sp., Curvularia lunata, Chaetomium globosum, Peacilomyces sp. dan cara inokulasi menggunakan penyiraman media dan pelapisan benih, rancangan percobaan yang digunakan adalah faktorial acak kelompok dengan 4 ulangan. Peubah yang diamati adalah kejadian penyakit, indeks penyakit, bobot basah tanaman, tinggi tanaman dan diameter batang tanaman. Dari ketiga jenis rumput & teki ditemukan 7 isolat cendawan yang merupakan endofit pada tanaman brokoli, yakni Monilia sp, F.oxysporum, Miselia merah steril, Miselia gelap steril, F. solani, Nigrospora sp., dan Curvularia lunata. Pada tanah perakaran bambu ditemukan 4 isolat cendawan yang berpotensi sebagai endofit, yakni Chaetomium globosum, Paecilomyces sp., Aspergillus sp. dan Mortierella sp. Pada pengujian dengan penyakit akar gada ditemukan bahwa tanaman yang diberi Chaetomium globosum kejadian penyakitnya paling rendah yakni 59,38% sedangkan yang diberi Curvularia lunata dan F. oxysporum kejadian penyakitnya masing-masing 65,63% dan 71,88%. Kejadian penyakit tersebut berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan kontrol yang mencapai 100%. Indeks penyakit terendah juga terjadi pada tanaman yang diberi perlakuan Chaetomium globosum yakni 0,69; sedangkan indeks penyakit tertinggi 2,13 terjadi pada perlakuan kontrol. Bobot basah tajuk tanaman yang diberi perlakuan Curvularia lunata adalah 52,98 g lebih tinggi dibanding kontrol yakni 30,56 g. Pada pengamatan tinggi tanaman dan diameter batang tanaman, Curvularia lunata memberikan hasil yang lebih tinggi yakni masing-masing 24,16 cm dan 0,66 cm, dibandingkan dengan perlakuan kontrol yakni masing-masing 18,32 cm dan 0,47 cm. Cara inokulasi tidak berpengaruh nyata terhadap kejadian, indeks penyakit, bobot basah, dan diameter batang tanaman. Kata kunci: Akar gada, Plasmodiophora brassicae, cendawan endofit, cara inokulasi.

5 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB 5

6 6 POTENSI CENDAWAN ASAL AKAR RUMPUT, TEKI DAN TANAH PERAKARAN BAMBU UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT AKAR GADA PADA TANAMAN BROKOLI ASNIAH Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi/Fitopatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

7 7 Judul Tesis Nama NIM : Potensi Cendawan Asal Akar Rumput, Teki dan Tanah Perakaran Bambu untuk Pengendalian Penyakit Akar Gada pada Tanaman Brokoli. : Asniah : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Widodo, MS Ketua Dr. Ir. Suryo Wiyono, MScAgr Anggota Diketahui Ketua Program Studi Entomologi/Fitopatologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi 8

9 9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya sehingga tesis dengan judul Potensi Cendawan Asal Akar Rumput, Teki dan Tanah Perakaran Bambu Untuk Pengendalian Penyakit Akar Gada Pada Tanaman Brokoli dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Widodo, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Suryo Wiyono, MScAgr selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingannya selama proses penelitian hingga penulisan tesis ini, serta Ibu Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi selaku dosen penguji luar komisi atas masukannya untuk perbaikan penulisan tesis ini. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada: 1. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Pertanian IPB, Ketua Departemen Proteksi Tanaman IPB dan Ketua Program Studi Entomologi/Fitopatologi Sekolah Pascasarjana IPB, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan program Magister Sains (S2) di IPB. Tak lupa pula staf pengajar dan pegawai yang ada di lingkup Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, atas segala ilmu pengetahuan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB. 2. Rektor Universitas Haluoleo dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program Magister Sains (S2) di IPB. 3. Dirjen DIKTI yang telah memberikan dukungan dana melalui BPPS. 4. Ayahanda Lantamo dan Ibunda Wawela atas asuhan, didikan dan kasih sayang, doa restu yang tulus, dorongan semangat dan motivasi agar ananda selalu tabah dan tegar menghadapi segala kesulitan selama menempuh pendidikan di IPB. Juga kepada adik-adikku tercinta Mida, Ati, Yunna, dan Wio serta seluruh keluarga atas segala dorongan semangat dan motivasinya. 5. Rekan-rekan seperjuangan di Program Pascasarjana Program Studi Entofitopatologi (Lyswiana Aphrodyanti, Latifah, Pak Ray, Pak Bonjok) dan

10 10 teman-teman di laboratorium Mikologi (Mbak Jecklin, Bu Yunik, Mba Nazly, Mas Sigit, Deni N, Dedy, Nelly), atas jalinan persahabatan, kerjasama dan kebersamaan selama menempuh pendidikan. Terhormat pak Dadang dan Mbak Ita atas segala bantuan dan kemudahan fasilitas yang telah diberikan selama penulis melaksanakan penelitian di laboratorium Mikologi dan Klinik Tanaman serta Pak Emput yang telah banyak pula membantu penelitian di rumah kaca Cikabayan IPB. 6. Rekan-rekan seperjuangan di kost Perwira 6 (Mbak Anti, Mbak Banun, Pak Ayus, Pak Kisman, Abang Wardana, Pak Toto, Pak Cahyo, Wiwin, Tsani, Iik, Ai, Nirwan, Yuli, Bubun, Marno, Ilham) atas jalinan persaudaraan dan kerjasama yang sangat baik selama ini. Penulis mendoakan semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan karunia-nya kepada semuanya. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini memberikan manfaat bagi yang memerlukannya. Amiin ya Rabbal A lamin Bogor, November 2008 Asniah

11 11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Mawasangka pada tanggal 08 Desember 1978 dari Bapak Lantamo dan Ibu Wawela. Penulis merupakan puteri pertama dari enam bersaudara. Pada tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Mawasangka. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo di Kendari dan lulus pada tahun Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai staf pengajar di Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Kendari Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Entomologi/Fitopatologi Program Magister Sains di Sekolah Pascasarjana IPB.

12 12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. PENDAHULUAN... Latar Belakang... Tujuan... Manfaat... TINJAUAN PUSTAKA... Penyakit Akar Gada... Gejala... Penyebab... Pengendalian... Cendawan Endofit... Definisi dan Biologi Endofit Ekologi dan Fisiologi Endofit.. Keragaman dan Kelimpahan Cendawan Endofit... Potensi dan Peluang Cendawan Endofit sebagai Agens Biokontrol... BAHAN DAN METODE... Waktu dan Tempat... Eksplorasi Cendawan Endofit Isolasi Cendawan Endofit... Isolasi Cendawan Endofit dari rumput dan teki.... Isolasi Cendawan Endofit dari tanah perakaran bambu... Seleksi Cendawan Endofit pada Tanaman Brokoli... Uji terhadap Pertumbuhan Tanaman... Uji Pertumbuhan Cendawan Endofit dalam Jaringan Akar... Pengujian Cendawan Endofit dalam Menekan Penyakit Akar Gada... Pengendalian Hayati Penyakit Akar Gada dengan Aplikasi Endofit asal Rumput & Teki dan tanah Perakaran Bambu. Penyiapan Medium Tanam Pembibitan dan Inokulum Plasmodiophora brassicae... Pemeliharaan Tanaman... Pengamatan... Analisis Data... xiv xv xvi

13 13 HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil.. Eksplorasi dan Perlakuan Cendawan Endofit Asal Akar Rumput & Teki dalam Menekan Penyakit Akar Gada Eksplorasi dan Perlakuan Cendawan Endofit Asal Tanah Perakaran Bambu dalam Menekan Penyakit Akar Gada. Pengendalian Hayati Penyakit Akar Gada dengan Aplikasi Endofit asal Akar Rumput, Teki dan Tanah Perakaran Bambu... Pembahasan... Eksplorasi dan Pengaruh Cendawan Endofit Asal Akar Rumput & Teki dalam Menekan Penyakit Akar Gada.. Eksplorasi dan Pengaruh Cendawan Endofit Asal Tanah Perakaran Bambu dalam Menekan Penyakit Akar Gada. Pengendalian Hayati Penyakit Akar Gada dengan Aplikasi Endofit asal Akar Rumput, Teki dan Tanah Perakaran Bambu... KESIMPULAN DAN SARAN... Kesimpulan... Saran.. DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN

14 14 DAFTAR TABEL 1 Jenis cendawan endofit hasil seleksi yang ditemukan pada rumputan... Halaman 20 2 Pengamatan frekuensi akar terinfeksi terhadap tanaman brokoli yang diinokulasi cendawan endofit asal rumput dan teki pada umur 30 hst (dipersemaian)... 3 Pengaruh perlakuan endofit asal rumput & teki terhadap kejadian penyakit akar gada pada tanaman brokoli 4 Pengaruh perlakuan endofit asal rumput & teki terhadap bobot basah tanaman 5 Pengamatan frekuensi akar terinfeksi terhadap tanaman brokoli yang diinokulasi cendawan endofit asal tanah perakaran bambu pada umur 30 hst (dipesemaian)... 6 Pengaruh perlakuan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap kejadian penyakit akar gada. 7 Pengaruh perlakuan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap bobot basah tajuk tanaman brokoli.. 8 Pengaruh perlakuan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap tinggi tanaman brokoli. 9 Pengaruh perlakuan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap diameter batang tanaman brokoli Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap kejadian penyakit akar gada. 11 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap bobot basah tajuk tanaman brokoli.. 12 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap tinggi tanaman brokoli. 13 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap diameter batang tanaman brokoli

15 15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Perkecambahan benih brokoli pada isolat murni cendawan endofit asal rumput & teki... 2 Gejala penyakit akar gada pada perlakuan jenis cendawan endofit asal rumput& teki... 3 Indeks penyakit akar gada pada berbagai jenis cendawan endofit asal rumput & teki... 4 Gejala penyakit akar gada di akar pada perlakuan endofit asal tanah perakaran bambu dan media semai.. 5 Indeks penyakit akar gada pada berbagai jenis cendawan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai. 6 Gejala penyakit akar gada di akar pada perlakuan jenis endofit dan cara inokulasi endofit ke tanaman dengan inokulasi secara suspensi dan pelapisan benih.. 7 Indeks penyakit akar gada pada berbagai jenis cendawan endofit dan perlakuan cara inokulasi endofit pada tanaman.. 8 Pertumbuhan tanaman dengan perlakuan endofit yang diinokulasi secara suspensi. 9 Pertumbuhan tanaman dengan perlakuan endofit yang diinokulasi secara pelapisan benih

16 16 DAFTAR LAMPIRAN 1 Gambar gejala penyakit akar gada diatas permukaan tanah... Halaman 56 2 Gambar Jenis rumput & teki yang digunakan dalam eksplorasi cendawan endofit... 3 Gambar cendawan endofit yang ditemukan pada rumput & teki dan tanah perakaran bambu.. 4 Seleksi cendawan endofit pada perkecambahan benih brokoli. 5 Pertumbuhan tanaman dengan perlakuan endofit dan cara aplikasinya

17 17 PENDAHULUAN Latar Belakang Brokoli (Brassicae oleraceae L.) merupakan salah satu jenis tanaman kubis-kubisan atau kelompok cruciferae yang banyak ditanam di Indonesia dan merupakan sayuran yang bernilai ekonomis sangat tinggi (Pracaya 2005). Brokoli mempunyai kandungan vitamin dan mineral yang tinggi yang sangat diperlukan oleh tubuh diantaranya berfungsi sebagai penetral zat asam lambung dan dapat memudahkan buang kotoran karena kandungan serat yang tinggi (Rukmana 1994). Dalam usaha budidaya brokoli banyak kendala yang dihadapi terutama adanya gangguan dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), dan salah satu penyakit utama yang menyerang tanaman brokoli adalah akar gada. Akar gada disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae Wor. adalah merupakan salah satu penyakit penting yang banyak menyerang tanaman kubiskubisan baik yang dibudidayakan maupun yang liar (Karling 1968). Penyakit ini dapat menjadi salah satu kendala utama produksi tanaman kubis di berbagai negara, karena tanaman yang terinfeksi akan terhambat pertumbuhannya dan pada tanaman kubis menyebabkan tanaman tidak dapat menghasilkan krop (Agrios 2005). Kerugian hasil yang diakibatkan oleh penyakit ini berkisar antara 35 sampai 100 persen (Suryaningsih 1981). Di Indonesia pertama kali diketahui pada tahun 1950 di Sukabumi, Jawa Barat. Selanjutnya penyakit akar gada telah menyerang seluruh daerah pertanaman kubis di daerah Jawa Barat, diantaranya Cipanas, Pacet, Cisarua, Lembang, Pangalengan dan Kuningan (Suryaningsih 1981). Sampai saat ini penyakit akar gada masih sulit diatasi karena tingginya daya tahan spora rehat P. brassicae didalam tanah. Spora-spora rehat yang terlepas dari serpihan-serpihan akar yang terinfeksi menyebabkan peningkatan inokulum pada areal yang ditanami secara berulang-ulang dengan kelompok Brassica spp. P. brassicae dapat menyebar melalui aliran air permukaan (Stakman dan Harrar 1957), tanah, air, angin, bibit dan benih (Agrios 2005), alat pertanian dan butiran tanah yang terbawa hasil panen (Walker 1975), serta diduga

18 18 dapat terbawa melalui pupuk kandang karena P. brassicae pada sisa-sisa tanaman kubis yang dimakan oleh ternak dapat bertahan didalam pencernaan ternak (Suryaningsih 1981). P. brassicae merupakan endoparasit obligat dan hanya dapat berkembang pada inang yang terbatas. Jika tanah telah terinfestasi P. brassicae maka patogen tersebut akan terus menjadi faktor pembatas dalam budidaya tanaman famili Brassicaceae, karena daya tahannya yang tinggi terhadap perubahan lingkungan dan pestisida dalam tanah. Sifatnya yang endoparasit obligat ini sering menimbulkan kesulitan dalam mempelajari aspek-aspek ekologi patogen sehingga beberapa informasi tentang patogen ini belum terpecahkan (Alexopoulos et al. 1996). Berbagai upaya pengendalian terhadap penyakit akar gada telah banyak dilakukan diberbagai daerah, namun hasil yang diperoleh masih sangat beragam dan belum memuaskan baik secara teknis maupun ekonomis. Beberapa penelitian mengenai pengendalian terhadap penyakit akar gada yang telah dilakukan diantaranya perendaman lahan, penggunaan ekstrak bawang putih dan mulsa jagung (Djatnika 1989), pengapuran (Dobson et al. 1983), solarisasi tanah (Widodo & Suheri 1995; Cicu 2002), penggunaan varietas tahan (Rowe 1980), rotasi tanaman (Karling 1968), penambahan tepung kitin dan ekstrak pengomposan (Hidayah 2004), penggunaan fungisida pada tanah akan tetapi tidak efektif karena spora patogen berada dalam korteks akar, penggunaan bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (Widodo 1993), penggunaan cendawan endofit akar Heteroconium chaetospira (Narisawa et al. 2000), penggunaan cendawan Mortierella sp. dan Trichoderma spp., dan penggunaan cendawan Phoma glomerata (Arie et al. 1998) akan tetapi belum menunjukkan hasil yang efektif. Upayah pengendalian terhadap penyakit tanaman saat ini lebih banyak diarahkan ke pengendalian hayati. Pengendalian hayati dapat terjadi secara alami maupun melalui manipulasi lingkungan, inang, atau agens antagonis dengan introduksi massal satu jenis antagonis atau lebih. Pengendalian hayati yang saat ini sedang banyak dilakukan adalah penggunaan atau introduksi mikroba endofit baik itu dari golongan cendawan maupun bakteri. Mikroba endofit dapat diisolasi dari semua bagian tanaman baik itu akar, batang atau daun, dan dapat pula berasal

19 19 dari tanaman bukan tanaman inang suatu patogen yang akan dikendalikan akan tetapi belum diketahui apakah mikroba endofit tersebut efektif atau tidak. Eksplorasi cendawan endofit telah banyak dilakukan pada daerah subtropis terutama untuk tanaman rumput-rumputan, akan tetapi informasi tentang cendawan endofit di daerah tropis dan untuk tanaman pertanian masih sangat terbatas (Azevedo et al. 2000). Penggunaan cendawan endofit yang efektif saat ini masih belum banyak diketahui, oleh karena itu perlu dilakukan eksplorasi untuk cendawan endofit pada daerah tropis seperti Indonesia. Rumput & teki merupakan tumbuhan yang banyak terdapat di lahan-lahan pertanian di Indonesia, dan keberadaan tumbuhan itu tidak mengenal musim, dapat tumbuh di semua lahan pertanian salah satunya lahan pertanaman kubiskubisan. Tumbuhan atau gulma ini pertumbuhannya tetap terlihat baik tanpa adanya infeksi patogen walaupun tanaman disekitarnya terinfeksi oleh suatu patogen. Eksplorasi juga dilakukan pada tanah perakaran bambu, dimana tanah perakaran bambu ini banyak digunakan oleh petani sebagai media pesemaian atau pembibitan diduga karena kaya akan mikroba yang berpeluang sebagai endofit. Anonim (2006), campuran tanah dan serasah daun bambu digunakan sebagai media tanam dalam budidaya Anggrek. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis cendawan yang terdapat pada rumput & teki dan tanah perakaran bambu yang dapat menekan penyakit akar gada pada tanaman brokoli yang disebabkan oleh P. brassicae. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini adalah apabila terdapat jenis mikroba cendawan pada gulma (rumput dan teki) dan tanah perakaran bambu tersebut yang dapat menekan penyakit akar gada maka dapat dikembangkan sebagai salah satu teknik pengendalian hayati penyakit akar gada sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari gulma tersebut yang sebelumnya merupakan tanaman yang tidak bermanfaat dan banyak di pertanaman brokoli.

20 20 TINJAUAN PUSTAKA Gejala Penyakit Akar Gada Akar gada merupakan salah satu penyakit penting dan sangat merusak pada tanaman cruciferae baik yang dibudidayakan maupun yang tumbuhan liar dan tersebar diseluruh dunia (Alexopoulos et al. 1996; Agrios 2005). Gejala penyakit akar gada dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu gejala yang ada di atas permukaan tanah dan gejala yang ada pada akar. Gejala yang ada diatas permukaan tanah yaitu daun tanaman berwarna hijau pucat sampai kekuningan, terkulai dan layu pada siang hari, kadang-kadang segar kembali pada malam hari. Pada awal serangan pertumbuhan tanaman masih normal, tetapi perlahan-lahan tanaman menjadi kerdil. Serangan pada tanaman kubis muda akan menyebabkan kematian, sedangkan pada tanaman yang lebih tua tanaman akan tetap bertahan hidup, tetapi menghambat pembentukkan kepala, sehingga produksi menurun atau tidak berproduksi sama sekali (Agrios 2005). Ciri khas gejala akar gada ini terlihat pada perakaran atau kadang-kadang tepat di bawah pangkal batang. Gejala tersebut berupa pembengkakan akar dengan ukuran yang bervariasi karena patogen penyebab penyakit ini mengadakan reaksi pembelahan dan pembesaran sel, yang menyebabkan terjadinya nyali atau kelenjar yang tidak teratur dan selanjutnya nyali-nyali ini bersatu, sehingga menjadi bengkakan memanjang yang mirip dengan batang (gada). Rusaknya susunan jaringan akar menyebabkan rusaknya jaringan pengangkutan air dan hara tanah terganggu. Gejala pembengkakkan tersebut terjadi pada sebagian perakaran atau seluruh perakaran (Semangun 2001). Sebelum akhir musim tanam dan kondisi lingkungan yang basah, akar yang membengkak akan hancur karena diuraikan oleh bakteri dan parasit sekunder lain di dalam tanah (Semangun 2001; Agrios 2005).

21 21 Penyebab penyakit akar gada Penyakit akar gada disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae Woronin. yang merupakan patogen tular tanah, bersifat endoparasit obligat, dapat bertahan dalam tanah sampai dengan 8 tahun dalam bentuk spora istirahat, dan akan segera berkecambah apabila ada inang meskipun hanya sedikit (Agrios 2005). Berdasarkan klasifikasi yang dikemukakan oleh Agrios (2005) P. brassicae digolongkan ke dalam Kingdom Protozoa, Phylum Plasmodiophoromycota, Kelas Plasmodiophoromycetes, Ordo Plasmodiophorales dan Famili Plasmodiophoraceae, Genus Plasmodiophora, dan Spesies Plasmodiophora brassicae Wor. Selama siklus hidupnya, P. brassicae menghasilkan dua fase plasmodium yang berbeda yakni plasmodium primer yang selanjutnya membentuk zoosporangia berdinding sel tipis dan plasmodium sekunder yang membentuk spora rehat (resting spore) berdinding sel tebal yang tersusun atas senyawa kitin dan dapat berkecambah dengan zoosporanya, dinding sel tebal ini menyebabkan spora dapat bertahan lebih lama (Alexopoulos 1996). Sebagaimana patogen yang bersifat endoparasit obligat, plasmodium hidup di dalam sel inang dan menyerang sel tersebut. Siklus penyakit dimulai dengan perkecambahan satu zoospora primer dari satu spora rehat haploid dalam tanah. Zoospora primer ini mempenetrasi rambut akar dan menginfeksi isi sel dan masuk ke dalam sel inang. Setelah penetrasi rambut akar atau sel epidermis inang oleh zoospora primer, protoplasma yang berinti satu terbawa masuk ke dalam sel inang. Pembelahan mitosis terjadi dan protoplasma membentuk plasmodium primer setelah plasmodium primer mencapai ukuran tertentu, membelah menjadi beberapa bagian yang berkembang menjadi zoosporangia (Alexopoulos et al. 1996). Setiap zoosporangium mengandung 4 sampai 8 zoospora sekunder yang dapat terlepas melalui lubang atau pori-pori pada dinding sel inang (Agrios 2005). Zoospora sekunder yang lepas bisa masuk ke sel inang yang lain atau keluar dari akar, dan selanjutnya zoospora sekunder ini dapat menginfeksi kembali rambut-rambut akar menyebabkan perkembangan aseksual patogen yang cepat.

22 22 Spora tahan akan terbebas dari akar sakit jika akar ini terurai oleh mikroba sekunder. Spora dapat segera berkecambah, tetapi dapat juga bertahan dalam tanah dalam jangka waktu yang lama sampai 10 tahun tanpa tumbuhan inang. Penyebab penyakit ini dapat tersebar dari satu tempat ke tempat yang lain melalui air drainase, alat-alat pertanian, tanah, hewan dan bibit. Patogen dalam tanaman terinfeksi tidak dapat mencapai inang, oleh karena itu penyakit tidak terbawa benih tapi bersifat kontaminan dimana inokulum patogen hanya berada pada permukaan biji. Pengendalian Penyakit Akar Gada Pengendalian penyakit ini yang disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae telah banyak dilakukan namun hasilnya belum memberikan yang terbaik. Penggunaan varietas resisten dapat memberikan harapan akan tetapi masih mengalami hambatan dibidang pemuliaan tanaman. Dalam pemuliaan tanaman untuk memperoleh varietas yang resisten berjalan lambat (Dobson et al. 1983). Salah satu penyebabnya adalah di beberapa tempat populasi P. brassicae mempunyai patotipe atau ras fisiologi yang berbeda. Reyes et al. (1974) melaporkan terdapat sembilan jenis gulma dari cruciferae yang rentan terhadap ras 6. Di lahan pertanaman kubis-kubisan di Jawa Barat ditemukan empat ras P. brassicae (Djatnika 1990 dalam Cicu 2006). Menurut Wallenhammar (1996), patogenesitas P. brassicae pada tanaman caisin cv. Granat dan kultivar-kultivar brassica lainnya menunjukkan variasi pada tanah yang berbeda. Dalam tanah, populasi P. brassicae umumnya terdiri atas campuran berbagai patotipe. Varietas resisten dapat kehilangan sifat resistensinya atau dipatahkan resistensinya akibat perkembangan ras-ras fisiologi patogen (Reyes et al. 1974). Penanaman suatu varietas secara terus-menerus pada lahan yang sama akan merangsang timbulnya ras yang lebih virulen (Agrios 2005). Pengapuran tanah dapat mengendalikan patogen jika kepadatan spora rehatnya rendah, namun aplikasinya tidak efektif jika kepadatan spora rehat sangat tinggi (Coulhoun dalam Wallenhammar 1996). Efektifitas pengapuran tanah dipengaruhi oleh distribusi dan redistribusi kapur dalam tanah (Dobson et al. 1983). Menurut Agrios (2005), serangan penyakit akar gada sangat tinggi terjadi

23 23 pada ph tanah 5,70. Perkembangan penyakit akan menurun pada ph tanah 5,70-6,20 dan tertekan pada ph tanah 7,80. Pengendalian kimiawi dengan fumigasi tanah menggunakan metil bromide dapat mematikan P. brassicae, tetapi cara ini tidak dianjurkan di lapangan karena berbahaya dan mahal. Pengendalian dengan fungisida tidak selalu menunjukkan hasil yang memuaskan. Beberapa fungisisda memiliki efikasi yang terbatas bila kepadatan spora rehat dan virulensi P. brassicae sangat tinggi (Tanaka et al. 1997). Penggunaan flusulfamida mempengaruhi stadia awal dari siklus hidup pathogen, dan diduga menghambat perkecambahan spora rehat atau menurunkan viabilitas spora-spora primer yang terlepas dari spora rehat, namun tidak efektif mengendalikan P. brassicae yang sudah ada dalam sel kortex (Tanaka et al. 1999). Pengendalian hayati patogen tular tanah menggunakan mikroba antagonis telah banyak dilaporkan. Penggunaan Gliocladium sp. dan Chaetomium sp. tidak tampak dalam mengendalikan penyakit akar gada (Djatnika 1990). Namun aplikasi Gliocladium sp. dapat mengurangi serangan penyakit akar gada pada tanaman petsai walaupun hasilnya belum memuaskan (Labuan 1990). Widodo et al. (1993) melaporkan bahwa penggunaan mikroba antagonis Pseudomonas spp. kelompok fluoresen dapat menekan serangan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah tanaman caisin. Namun, perlakuan benih dan penyiraman tanah dengan isolat-isolat mikroba tersebut di lapangan tidak berpengaruh nyata terhadap luas serangan, indeks penyakit, dan bobot basah krop kubis (Primawardona 1995). Narisawa et al. (1998) menemukan 16 dari 322 isolat cendawan pengkolonisasi akar yang dapat menurunkan keparahan penyakit akar gada pada caisin yang ditanam pada tanah steril. Dari isolat-isolat tersebut, dua isolat Heteroconium chaetospira (Hyphomycetes) dapat menekan penyakit akar gada pada tanah yang tidak steril. H. chaetospira dapat menurunkan serangan penyakit akar gada hingga 97% dan layu Verticillium 67% pada tanaman sawi putih (Narisawa et al. 2000).

24 24 Cendawan Endofit Definisi dan Biologi Endofit Cendawan endofit adalah cendawan yang terdapat di dalam sistem jaringan tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan (Clay, 1988). Sinclair dan Cerkauskas (1996) mendefinisikan bahwa cendawan endofitik adalah cendawan yang berasosiasi dengan tanaman sehat dan tidak memperlihatkan gejala. Infeksi laten juga merupakan cendawan endofitik tetapi suatu saat akan berubah menjadi parasitik. Secara keseluruhan siklus hidup cendawan endofit pada rumput-rumputan tumbuh sebagai endofit yang non patogen atau epifit tanpa merusak sel inang. Endofit adalah semua jenis organisme yang mengkolonisasi dan menyelesaikan siklus hidupnya dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala yang nyata terhadap tanaman inang. Organisme endofit mempunyai fase epifit yang cukup panjang dan dalam perkembangan siklus hidupnya beberapa organisme kadangkadang menyebabkan patogenik pada tanaman (Petrini 1996). Mikroorganisme endofit pada tanaman inang dapat memberikan efek yang baik dan juga dapat merugikan tanaman (Anonim 1998). Cendawan endofitik diartikan sebagai asosiasi yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme). Cendawan endofitik memiliki kespesifikan inang yang tinggi, simbiosis mutualisme, tidak ada kerusakan pada sel atau jaringan, terjadi siklus nutrisi atau bahan kimia antara endofit dan inangnya, meningkatkan daya bertahan hidup dari inang, meningkatkan kemampuan berfotosintesis inang, juga meningkatkan kemampuan bertahan hidup cendawan (Saikkonen dalam Firakova et al. 2007). Ekologi dan Fisiologi Endofit Asosiasi cendawan endofit dengan tumbuhan inangnya, oleh Carrol (1988) digolongkan dalam dua kelompok, yaitu mutualisme konstitutif dan induktif. Mutualisme konstitutif merupakan asosiasi yang erat antara cendawan dengan tumbuhan terutama rumput-rumputan. Pada kelompok ini cendawan endofit menginfeksi ovula (benih) inang, dan penyebarannya melalui benih serta organ penyerbukan inang. Mutualisme induktif adalah asosiasi antara cendawan dengan tumbuhan inang, yang penyebarannya terjadi secara bebas melalui air dan

25 25 udara. Jenis ini hanya menginfeksi bagian vegetatif inang dan seringkali berada dalam keadaan metabolisme inaktif pada periode yang cukup lama. Ditinjau dari sisi taksonomi dan ekologi, cendawan endofit merupakan organisme yang sangat heterogen. Petrini et al. (1992) menggolongkan cendawan endofit dalam kelompok Ascomycotina dan Deuteromycotina. Keragaman pada jasad ini cukup besar seperti pada Loculoascomycetes, Discomycetes, dan Pyrenomycetes. Strobell et al. (1996), mengemukakan bahwa fungi endofit meliputi genus Pestalotia, Pestalotiopsis, Monochaetia, dan lainlain. Sedangkan Clay (1988) melaporkan, bahwa cendawan endofit dimasukkan dalam famili Balansiae yang terdiri dari 5 genus yaitu Atkinsonella, Balansiae, Balansiopsis, Epichloe dan Myriogenospora. Genus Balansiae umumnya dapat menginfeksi tumbuhan tahunan dan hidup secara simbiosis mutualistik dengan tumbuhan inangnya. Dalam simbiosis ini, fungi dapat membantu proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis serta melindungi tumbuhan inang dari serangan penyakit, dan hasil dari fotosintesis dapat digunakan oleh cendawan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (Bacon dan Battista 1991; Petrini et al. 1992). Keragaman dan Kelimpahan Cendawan Endofit Konsentrasi endofit yang paling tinggi terdapat dalam mahkota, batang dan daun-daun, sementara sedikit yang hidup dalam akar inang. Endofit membentuk miselia yang tumbuh diantara sel tanaman (Maheshwari 2006), sebagian besar dalam lapisan pelindung daun dan struktur reproduktif. Ketika inang dalam bentuk benih, endofit menginfeksi dan menyebar dari bagian tanaman lapisan luar masuk kedalam benih. Ketika benih berkecambah dan tumbuh, endofit menginfeksi dan menyebar ke dalam jaringan tanaman inang (Morris 2001). Cendawan endofit pada rumput tumbuh secara interseluler dan sistemik pada bagian tanaman diatas permukaan tanah (Clay dan Schardl 2002). Selanjutnya, cendawan endofit dapat ditransmisikan melalui biji, sehingga jika satu tanaman terinfeksi atau terkolonisasi oleh cendawan endofit maka tanaman berikutnya akan terkolonisasi pula oleh cendawan endofit. Hasil penelitian Dongyi dan Kelemu (2004), menemukan bahwa endofit Acremonium implicatum

26 26 terjadi asosiasi mutualisme dengan spesies Branchiaria melalui biji hampir 100%. yang penularannya Potensi dan Peluang Cendawan Endofit sebagai Agens Biokontrol Penelitian tentang cendawan endofit awalnya dimulai pada rumputrumputan di daerah subtropics-temperate. Asosiasi endofit dengan rumput terutama didasarkan pada proteksi inang terhadap stres abiotik dan biotik tidak seperti simbiosis tumbuhan dengan mikroba lainnya yang didasarkan pada akuisisi sumber mineral (nutrisi) (Clay dan Schardl 2002). Azevedo et al. (2000) mengungkapkan bahwa masih sangat kurang informasi tentang cendawan endofit dari daerah tropik. Cendawan endofit menginfeksi tumbuhan sehat pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin, enzim serta antibiotik (Carrol, 1988 ; Clay, 1988; Sun et al. 2005). Owen dan Hundley dalam Firakova et al. 2007, menambahkan bahwa mikroba endofit dapat berperan sebagai pensintesis senyawa kimia dalam tanaman. Diantara metabolik sekunder yang utama dihasilkan oleh mikroba endofit yang diisolasi dari rerumputan adalah kelompok alkaloid diantaranya peramin, ergovaline, tamin, dan lolitrem (Wang et al. 2002). Cendawan endofit Piriformospora indica pada tanaman barley dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap ph yang tinggi, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen akar karena endofit dapat meningkatkan produksi antioksidan pada akar dan dapat menginduksi ketahanan (ISR) (Waller et al. 2005). Inokulasi cendawan endofit Mycoleptodiscus terrestris meningkatkan biomassa tanaman watermilfoil (Myriophyllum spicatum L.) di Florida (Shearer 2002).

27 27 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan rumah kaca IPB Cikabayan Bogor. Pelaksanaan percobaan dilaksanakan mulai bulan September 2006 sampai Februari Percobaan I Eksplorasi Cendawan Endofit Isolasi Cendawan Endofit a. Isolasi cendawan endofit dari akar rumput dan teki Jenis rumput dan teki yang digunakan dalam percobaan ini adalah ada tiga jenis yaitu: Cyperus rotundus L., Paspalum longifolium Roxb., dan Setaria laxa Merr. dan ketiga jenis rumput-rumputan tersebut merupakan gulma yang banyak ditemukan di lahan pertanaman kubis-kubisan. Untuk mendapatkan cendawan endofit maka bagian tanaman yang akan diisolasi adalah yang berasal dari tanaman yang sehat, sehingga diharapkan cendawan tersebut benar-benar berasosiasi dengan gulma tersebut. Ketiga jenis gulma tersebut masing-masing diambil akarnya dan kemudian dibersihkan dari tanah yang melekat pada permukaan akar. Selanjutnya akar-akar tersebut dipotong-potong kecil 1 mm lalu disterilkan permukaannya dengan cara pertamatama potongan tersebut dimasukkan dalam larutan alkohol 70% selama 1 menit lalu NaOCl 1% selama 1 menit, kemudian dibilas kembali dengan akuades steril beberapa menit sebanyak 3x. Selanjutnya potongan akar tersebut dikeringanginkan atau dikeringkan diatas kertas saring steril. Setelah potongan akar tersebut benar-benar kering maka langsung dimasukkan kedalam cawan petri yang berisi media PDA. Untuk menghindarkan pertumbuhan atau kontaminan dengan bakteri maka media PDA ditambahkan asam laktat satu tetes untuk setiap cawan petri media PDA.

28 28 Setelah 3-7 hari cendawan yang tumbuh dipindahkan pada media PDA lainnya untuk pemurnian dan identifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi berdasarkan Alexopoulos et al. (1996) dan Watanabe (2002). b. Isolasi cendawan endofit dari tanah perakaran bambu Tanah perakaran bambu banyak digunakan petani sebagai media pesemaian. Cendawan endofit dapat bersifat soil borne yakni dapat bertahan hidup pada tanah. Adapun metode yang dilakukan yakni: 10 g tanah dimasukkan dalam 90 ml akuades steril kemudian digojok pada 200 rpm selama 1 jam. Suspensi tanah ini kemudian diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml akuades lalu distirer, ini disebut dengan pengenceran 10-1, selanjutnya diambil 1 ml dari pengenceran 10-1 dan dimasukkan kedalam 9 ml akuades steril lalu distirer sehingga menjadi pengenceran 10-2, begitu seterusnya hingga pengenceran untuk isolasi cendawan pada pengenceran 10-3 dan 10-4 diambil 0,1 ml dan disebar pada medium martin agar (MA) atau potato dextrosa agar (PDA). Untuk menghindarkan pertumbuhan atau kontaminan dengan bakteri maka media PDA ditambahkan asam laktat satu tetes untuk setiap cawan petri media PDA. Cendawan yang tumbuh, diisolasi dan dimurnikan pada medium PDA. Selanjutnya medium yang telah disebar diinkubasi pada suhu ruang dalam inkubator selama tiga hari. Isolat yang tumbuh, diisolasi kembali dan dimurnikan pada medium PDA untuk dilakukan identifikasi dan perlakuan selanjutnya. Seleksi cendawan endofit pada tanaman brokoli a. Uji terhadap pertumbuhan tanaman Isolat cendawan yang telah murni yang berasal dari akar rumput dan teki maupun dari tanah perakaran bambu dan pertumbuhan koloninya telah memenuhi cawan petri (umur biakan 10 hari) dimasukkan benih-benih brokoli untuk dikecambahkan. Sebagai kontrol benih dikecambahkan pada media PDA (potato dextrose agar) steril tanpa isolat cendawan. Setelah 5-10 hari dimana benih telah berkecambah yang ditandai dengan akar yang telah muncul dan diharapkan akar dan cendawan telah berasosiasi. Selanjutnya benih-benih yang berkecambah tersebut dipindahkan pada media tumbuh pembibitan dalam polibag ( = 10 cm). Tanaman di pembibitan selama 21 hari selanjutnya dipindahkan pada media

29 29 tumbuh pada polibag yang lebih besar ( = 20 cm) untuk selanjutnya dipelihara sampai dengan panen yakni 30 hari setelah pindah tanam. Pengamatan dilakukan saat panen adalah menghitung bobot basah tajuk tanaman. b. Uji kolonisasi cendawan endofit dalam jaringan akar Akar brokoli pada uji pertumbuhan dibersihkan dari tanah untuk dilakukan pewarnaan jaringan untuk melihat infeksi akar oleh cendawan endofit. Pewarnaan tersebut dilakukan dengan cara: (a) akar-akar brokoli tersebut dicuci dengan akuades steril sebanyak 3 kali, dan kemudian akar tersebut dipotong-potong kirakira 2 cm. Potongan-potongan akar tersebut selanjutnya dimasukkan dalam larutan pewarna 0.005% cotton blue dalam 50% acetic acid. Sebanyak 10 potongan akar tersebut dipilih secara acak dari tiap tanaman dalam setiap perlakuan dan diletakkan pada kaca obyek. Koloni cendawan endofit pada akar tanaman brokoli diamati dibawah mikroskop stereo (Narisawa et al. 2000; Narisawa et al. 2004). (b) Akar brokoli dicuci sampai bersih dan akar dipotongpotong sepanjang 1 cm. Akar direndam dalam larutan Natrium hipoklorit 1 % selama 5 menit, kemudian dibilas dengan air mengalir. Akar direndam dalam KOH 5% selama 24 jam untuk menghilangkan lapisan lignin, kemudian dibilas dengan air steril. Sementara itu, larutam pewarna asam fuksin dengan perbandingan 20 ml pewarna : 20 ml air ditempatkan dalam wadah. Akar dimasukkan dalam pewarna tadi selama jam. Akar yang telah diwarnai dengan asam fukhsin dicuci dan dibilas dengan air mengalir sampai warna merah hilang. Langkah berikutnya, akar tersebut direndam dalam larutan gliserin secukupnya sampai semua akar terendam dan HCl 1-2 tetes selama jam, akar akan menjadi bening dan cendawan endofit dalam akar akan terlihat berwarna merah. Pengujian cendawan endofit dalam menekan penyakit akar gada Cendawan endofit yang efektif selanjutnya diuji terhadap patogen P. brassicae. Isolat cendawan endofit yang menghasilkan spora atau konidia ditumbuhkan pada media tumbuh padat atau PDA sedangkan cendawan endofit yang tidak menghasilkan spora atau konidia (hanya menghasilkan miselium) isolat ditumbuhkan pada media cair atau PDB yang digojok dengan lama waktu

30 30 yang sama dengan lama inkubasi untuk cendawan-cendawan yang menghasilkan spora atau konidia yakni selama 7-10 hari. Untuk cendawan endofit yang menghasilkan konidia inokulasi cendawan endofit dengan menggunakan konidia yang dihitung kepadatan sporanya dengan menggunakan haemasitometer dengan kepadatan 10 5 spora/g berat kering tanah. Sedangkan untuk cendawan endofit yang hanya menghasilkan miselium kepekatan miselium yang digunakan adalah 10 5 hifa/g berat kering tanah, dimana miselium dihasilkan dengan cara miselium yang tumbuh pada media PDB (potato dextrose broth) setelah berumur 7-10 hari lalu disaring atau dipisahkan miseliumnya dengan menggunakan vakum, kemudian miselium yang dihasilkan ditimbang sebanyak yang dibutuhkan lalu selanjutnya diblender untuk memotong-motong miselium menjadi potonganpotongan hifa yang lebih kecil. Aplikasi cendawan endofit baik yang berspora maupun yang tidak berspora dilakukan saat pesemaian. Tanaman di pesemaian selama 35 hari dan selanjutnya dipindahkan pada media tumbuh pada polibag yang lebih besar ( = 20 cm) dan telah diinokulasi oleh inokulum P. brassicae sebanyak 10 6 spora/g berat kering tanah. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yakni terdiri dari 4 ulangan dan masing-masing ulangan terdiri dari 4 unit tanaman. Pengamatan dilakukan saat panen adalah menghitung persentase kejadian penyakit (%), indeks penyakit (%) dan bobot basah tajuk tanaman (g). Percobaan II Pengendalian Hayati Penyakit Akar Gada dengan Aplikasi Cendawan Rumput dan Teki dan Tanah Perakaran Bambu Percobaan ini adalah untuk mengetahui apakah metode perlakuan yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda dalam mengendalikan penyakit akar gada. Metode yang dilakukan adalah perlakuan penyiraman media dengan suspensi spora dan perlakuan pelapisan benih brokoli dalam bentuk formulasi cendawan endofit. Cendawan endofit yang diuji adalah hasil seleksi uji pertumbuhan benih dan uji terhadap patogen P.brassicae pada isolat cendawan endofit yang berasal dari akar rumput dan tanah perakaran bambu. Jenis cendawan endofit yang digunakan pada percobaan ini adalah hasil seleksi dari percobaan sebelumnya yang menunjukkan hasil terbaik yakni 4 jenis cendawan

31 31 endofit asal rumput dan teki yang terdiri dari Fusarium oxysporum, F. solani, Nigrospora sp., Curvularia lunata) dan 2 jenis cendawan endofit asal tanah perakaran bambu yang terdiri dari (Chaetomium globosum, Peacilomyces sp.). Rancangan percobaan yang digunakan adalah percobaan faktorial dalam kelompok dengan 2 faktor perlakuan yaitu faktor pertama metode aplikasi endofit terdiri dari 2 taraf yakni aplikasi penyiraman media dan pelapisan benih, masingmasing perlakuan diulang 4 kali dengan setiap perlakuan terdiri dari 4 unit tanaman. Faktor kedua adalah jenis endofit, terdiri dari 6 taraf yakni jenis cendawan endofit (Fusarium oxysporum, F. solani, Nigrospora sp., Curvularia lunata, Chaetomium globosum, Peacilomyces sp.) dengan masing-masing perlakuan diulang 4 kali dimana setiap perlakuan terdiri dari 4 unit tanaman, selanjutnya ditambah kontrol negatif (-) (tanpa patogen dan endofit) dan kontrol positif (+) (dengan perlakuan patogen tanpa endofit). Kedua faktor perlakuan tersebut dilakukan pada saat semai benih brokoli dan dipelihara selama 30 hari selanjutnya dipindah tanam pada polibag yang lebih besar ( = 20 cm). Perlakuan dengan metode penyiraman media dilakukan dengan cara: inokulasi cendawan endofit yang terseleksi dilakukan bersamaan dengan waktu semai dimana inokulum endofit dengan kepadatan spora atau hifa 10 5 spora/g berat kering tanah yang diinokulasikan langsung ke media semai dalam bentuk penyiraman media dengan suspensi spora. Cara pembuatan suspensi endofit adalah 10 ml akuades steril dimasukkan kedalam satu cawan petridish yang berisi penuh koloni endofit, selanjutnya digerus permukaan koloni perlahan-lahan agar tidak terbawa miselium cendawan dengan menggunakan spatula secara aseptik, hingga dihasilkan suspensi yang berisi spora endofit dan selanjutnya dihitung kepadatan spora dengan menggunakan haemasitometer. Perlakuan dengan metode pelapisan benih adalah dengan dosis 10 5 spora/g benih (1 g benih dengan kepadatan spora 10 5 dalam formulasi). Media pelapisan benih yang digunakan adalah talk. Media talk yang akan digunakan sebagai pelapis benih terlebih dahulu disterilkan untuk menghindarkan dari kontaminasi mikroba lain dengan menggunakan autoclav. Selanjutnya dibuat formulasi cendawan endofit yang akan digunakan, yakni dengan cara: cendawan endofit dalam cawan petri ditambah akuades steril 5 ml lalu digerus perlahan-lahan

32 32 permukaan koloni (panen spora) untuk dibuat suspensi spora. Sebanyak 25 g talk dimasukan kedalam 10 ml suspensi cendawan endofit lalu dicampur atau diaduk hingga merata (tercampur merata), selanjutnya dihitung kepadatan spora dalam formulasi tersebut. Benih kemudian disterilisasi permukaannya dengan menggunakan NaOH 1 % agar tidak ada mikroba kontaminan yang terbawa pada benih, selanjutnya benih dicampur dalam formulasi endofit dan dengan menggunakan pinset benih-benih tersebut di semai pada media pesemaian dan dipelihara selama 30 hari. Penyiapan Medium Tanam Pembibitan dan Inokulum Plasmodiophora brassicae Medium tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah media tanam yang mengandung kompos yang berasal dari sekitar kampus IPB darmaga dengan jenis tanah andosol, dicampur pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 (v/v). Campuran tanah dan pupuk kandang tersebut dimasukkan dalam polibag ( = 10 cm) sebagai medium pembibitan. Inokulum P. brassicae diperoleh dengan mengumpulkan akar segar brokoli atau tanaman jenis brassicaceae yang bergejala dari daerah pertanaman brassicaceae. Akar-akar tersebut terlebih dahulu di cuci pada air mengalir untuk menghilangkan sisa-sisa tanah sampai bersih, selanjutnya dihancurkan dengan cara diblender kemudian disaring menggunakan kain saring. Hasil saringan selanjutnya disentrifugasi dengan alat sentrifus (International Clinical Centrifuge CL 2628 M-1, Fisher Scientific Co.) pada kecepatan 2000 rpm (700 g) selama 5 menit. Cairan hasil sentrifus diambil dan endapannya dibuang, kemudian kepadatan spora rehatnya dihitung dengan haemasitometer. Suspensi spora tersebut kemudian dicampurkan ke dalam tanah yang telah disiapkan dengan kepadatan 10 6 spora/g berat kering tanah dan diaduk secara merata. Selanjutnya di inokulasi secara buatan dengan suspensi spora P. brassicae sebagai medium tanam bersamaan dengan pindah tanam dari pembibitan. Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pemupukan, dan pengendalian hama. Penyiraman dilakukan setiap hari selama berlangsungnya

33 33 penelitian. Pemupukan dilakukan pada saat tanaman berumur 7, 14 dan 21 hari setelah tanam (HST) dengan memberikan pupuk NPK 15:15:15 1 g/tanaman. Pengendalian hama dilakukan secara mekanik yakni mengambil hama yang terdapat pada tanaman dengan menggunakan tangan. Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap peubah sebagai berikut: 1. Kejadian Penyakit Kejadian penyakit diamati pada saat panen dengan cara mencatat tanaman yang menunjukkan gejala pembengkakan pada akar tiap satuan percobaan. Selanjutnya kejadian penyakit dihitung dengan menggunakan rumus: n KP = x100 % N n = jumlah tanaman yang menunjukkan pembengkakan N = jumlah tanaman yang diamati 2. Indeks penyakit Indeks penyakit diamati pada saat panen dan dihitung dengan nilai skoring berdasarkan metode Narisawa et al. (2000) dengan kriteria sebagai berikut: 0 = tidak ada pembengkakan 1 = pembengkakan sedikit, pada bagian akar lateral 2 = pembengkakan sedang pada akar lateral dan atau akar utama 3 = pembengkakan berat pada akar lateral dan atau akar utama 4 = pembengkakan berat dan atau pembusukan pada akar lateral dan atau akar utama. 3. Bobot basah tanaman tanpa akar (g) Bobot basah tanaman tanpa akar diamati pada saat panen dengan cara menimbang bagian tanaman yang ada diatas permukaan tanah. 4. Tinggi Tanaman (cm) Tinggi tanaman diukur pada saat panen dengan cara mengukur tinggi tanaman 2 cm dari pangkal batang diatas permukaan tanah sampai pada pucuk termuda.

34 34 5. Diameter Batang Tanaman (cm) Diameter batang tanaman diamati pada saat panen dengan cara mengukur diameter batang pada pangkal batang dengan menggunakan jangka sorong. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1. Pengaruh perlakuan dianalisi dengan sidik ragam. Apabila terdapat beda nyata antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5 %. Data non parametrik diuji dengan menggunakan uji non parametrik Chi-Square.

35 35 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Eksplorasi dan Perlakuan Cendawan Endofit asal Rumput dan Teki dalam Menekan Penyakit Akar Gada Cendawan endofit yang diisolasi dari rumputan Paspalum longifolium, Setaria laxa, Cyperus rotundus ditemukan 15 isolat, kemudian diseleksi lagi dengan cara benih brokoli ditumbuhkan pada cawan petri yang berisi isolat murni cendawan endofit yang telah diinkubasi selama 7-10 hari. Benih-benih yang menunjukan pertumbuhan yang baik kemudian dipilih untuk dilakukan uji dalam menekan perkembangan penyakit akar gada. Dari hasil seleksi diketahui ada 10 isolat yang diduga dapat berasosiasi dengan tanaman brokoli, hal ini ditandai dengan benih brokoli yang ditanam pada isolat tersebut dapat tumbuh dengan baik bahkan lebih baik dibanding kontrol yaitu benih ditanam pada media PDA steril (tanpa koloni cendawan). Sedangkan benih yang tidak dapat tumbuh dengan baik (benih tidak berkecambah, kecambah mati) dinyatakan tidak bersifat endofit pada tanaman brokoli dan tidak dapat digunakan untuk uji selanjutnya (Gambar 1). Dari 10 isolat yang dihasilkan dari seleksi tersebut kemudian diuji untuk melihat apakah isolat tersebut dapat membantu pertumbuhan tanaman yakni dengan cara isolat cendawan endofit tersebut diaplikasikan ke tanaman tanpa inokulasi patogen P. brassicae. Dari hasil percobaan tersebut diketahui yang menghasilkan pertumbuhan yang baik yakni dengan pengukuran bobot tajuk tanaman terpilih 7 isolat yang terbaik (nilai bobot tajuknya lebih tinggi dibanding kontrol). Cendawan yang berhasil diisolasi dari ketiga jenis akar rumput dan teki yang potensial sebagai endofit dari seluruh hasil isolasi berjumlah tujuh isolat (Tabel 1), dimana secara mikroskopik cendawan endofit tersebut terdiri dari cendawan yang berspora dan tidak berspora (Lampiran 3). Selanjutnya isolat yang terpilih tersebut digunakan dalam pengujian terhadap penyakit akar gada.

36 36 Kontrol Monilia sp. F. oxysporum Miselia merah steril Curvularia lunata F. solani Nigrospora sp. Miselia gelap steril Gambar 1 Perkecambahan benih brokoli pada isolat murni cendawan endofit asal rumput dan teki. Tabel 1 Jenis cendawan endofit hasil seleksi yang ditemukan pada rerumputan Jenis cendawan endofit Monilia sp. Fusarium oxysporum Fusarium solani Nigrospora sp. Curvularia lunata Miselia merah steril Miselia gelap steril Cyperus rotundus Setaria laxa Keterangan: + = ada cendawan endofit - = tidak ada cendawan endofit Paspalum longifolium Dalam seleksi cendawan endofit pengamatan dilakukan berdasarkan frekuensi akar terinfeksi dengan cara re-isolasi dan pewarnaan yang diamati pada 30 hst (dipersemaian sebelum pindah tanam). Dengan cara re-isolasi dari akar brokoli, cendawan endofit Fusarium oxysporum menunjukan kemampuan infeksi tertinggi yakni 80%, sedangkan terendah ditunjukan oleh cendawan endofit

37 37 Miselia gelap steril (cendawan tanpa spora) yakni 10%. Dengan cara pewarnaan akar, yang menunjukan infeksi akar tertinggi dan terendah masing-masing ditunjukan oleh cendawan endofit F. oxysporum yakni 64% dan Miselia merah steril yakni 50% (Tabel 2). Tabel 2 Frekuensi akar terinfeksi terhadap tanaman brokoli yang diinokulasi cendawan endofit asal rumput dan teki pada umur 30 hari setelah semai. Perlakuan Kontrol Monilia sp. Fusarium oxysporum Miselia merah steril Miselia gelap steril Fusarium solani Nigrospora sp. Curvularia lunata Frekuensi akar terinfeksi (%) Re-isolasi Pewarnaan akar Perlakuan cendawan endofit asal rumput dan teki tidak berpengaruh nyata terhadap kejadian penyakit akar gada. Tanaman yang diperlakukan dengan cendawan endofit Nigrospora sp. dan C. lunata menunjukkan kejadian penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol yakni sebesar 100% (Tabel 3).

38 38 Tabel 3 Pengaruh perlakuan cendawan endofit asal rumput dan teki terhadap kejadian penyakit akar gada pada tanaman brokoli. Perlakuan Kejadian Penyakit (%) 1) Kontrol 100,00 0,00 a Monilia sp. Fusarium oxysporum Miselia merah steril Miselia gelap steril Fusarium solani Nigrospora sp. Curvularia lunata 87,50 14,43 a 93,75 12,50 a 81,25 12,50 a 93,75 12,50 a 87,50 25,00 a 68,75 37,50 a 68,75 23,94 a 1) - rataan simpangan baku - angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5% Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap penyakit akar gada dapat juga dilihat dari gejala luar yakni akar tanaman, dimana terdapat perbedaan antara akar tanaman kontrol yang hanya diinokulasi patogen dengan akar tanaman yang diinokulasi dengan cendawan endofit. Gejala akar tanaman yang tidak diinokulasi dengan cendawan endofit terlihat adanya pembengkakan atau puru pada akar utama, akar-akar sekunder dan bahkan pada keseluruhan akar selanjutnya terjadi pembusukan. Sedangkan gejala pada akar yang diinokulasi dengan cendawan endofit memperlihatkan morfologi akar yang masih utuh walaupun terjadi pembengkakan atau puru oleh patogen dengan ukuran puru yang bervariasi. Tanaman yang diinokulasi dengan cendawan endofit C. lunata memberikan indeks penyakit yang rendah ini dapat dilihat pada akar yang terjadi pembengkakan hanya rambut-rambut akar, dibanding kontrol akar yang terinfeksi adalah akar primer dan keseluruhan akar (Gambar 2).

39 Gambar 2 Gambar gejala penyakit akar gada pada akar dengan perlakuan jenis cendawan endofit asal rumput dan teki. 39

40 40 Berdasarkan uji non parametrik dengan Chi-Square diketahui bahwa secara umum perlakuan jenis cendawan endofit asal rumput dan teki berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada (P=0,05). Indeks penyakit terendah yakni 0,88 terjadi pada perlakuan cendawan endofit C.lunata, sedangkan indeks penyakit tertinggi yakni 2,88 terjadi pada perlakuan kontrol (Gambar 3).

41 41 Gambar 3 Indeks penyakit akar gada pada berbagai jenis cendawan endofit asal rumput dan teki. Bobot basah tanaman tertinggi dicapai oleh tanaman yang diberi perlakuan cendawan endofit C. lunata yakni 33,56 g dibandingkan dengan kontrol yakni 28,98 g. meskipun tidak berbeda nyata secara statistik, dan berbeda nyata dengan pelakuan cendawan endofit lainnya. (Tabel 4).

42 42 Tabel 4 Pengaruh perlakuan cendawan endofit asal rumput dan teki terhadap bobot basah tanaman Perlakuan Bobot Basah (g/tanaman) 2) Kontrol Monilia sp. Fusarium oxysporum Miselia merah steril Miselia gelap steril Fusarium solani Nigrospora sp. Curvularia lunata 28,98 0,46 abcd 24,78 4,56 cd 31,10 3,34 abc 26,09 7,31 bcd 23,76 4,74 d 29,29 3,10 abcd 32,27 0,41 ab 33,56 1,70 ab 2) - rataan simpangan baku - angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5% Eksplorasi dan Perlakuan Cendawan Endofit asal Tanah Perakaran Bambu dalam Menekan Penyakit Akar Gada Cendawan yang terpilih dan berpotensi sebagai cendawan endofit dari seluruh hasil isolasi dari tanah perakaran bambu berjumlah empat isolat. Selanjutnya isolat yang terpilih dan berpotensi sebagai cendawan endofit digunakan dalam pengujian terhadap penyakit akar gada. Dalam seleksi cendawan endofit terpilih pengamatan dilakukan berdasarkan frekuensi akar terinfeksi dengan cara re-isolasi dan pewarnaan yang diamati pada 30 hari setelah semai. Dengan cara re-isolasi, tanaman yang diberi perlakuan dengan cendawan endofit Paecilomyces sp. menunjukan frekuensi akar terinfeksi tertinggi yakni 60% dan terendah ditunjukan pada tanaman yang diberi perlakuan cendawan endofit Aspergillus sp. dan Mortierella sp. yakni masing-masing 10%. Sedangkan dengan cara pewarnaan akar, cendawan endofit C. globosum menunjukan kemampuan infeksi akar tertinggi yakni 79% sedangkan terendah ditunjukan oleh cendawan endofit Mortierella sp. 49% (Tabel 5).

43 43 Tabel 5 Pengamatan frekuensi akar terinfeksi terhadap tanaman brokoli yang diinokulasi cendawan endofit asal tanah perakaran bambu pada umur 30 hari setelah semai. Perlakuan Kontrol Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Aspergillus sp. Mortierella sp. Frekuensi akar terinfeksi (%) Re-isolasi Pewarnaan akar Inokulasi dengan cendawan Paecilomyces sp. memberikan kejadian penyakit akar gada yang nyata lebih rendah yakni 81,25% dibandingkan dengan kontrol, meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 6). Perlakuan media semai tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kejadian penyakit, dimana perlakuan media semai yang disterilkan maupun yang tidak disterilkan adalah sama, yakni 88,75% (Tabel 6). Tabel 6 Pengaruh perlakuan cendawan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap kejadian penyakit akar gada. Perlakuan Kejadian penyakit (%) 1) 1) Jenis Cendawan Endofit Kontrol Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Aspergillus sp. Mortierella sp Media Semai Disterilkan Tidak Disterilkan a 84,38 18,60 ab 81,25 17,68 b 87,50 13,36 ab 90,63 12,94 ab 88,75 15,12 a 88,75 15,12 a - rataan simpangan baku - angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%

44 44 Gejala pembengkakan akar yang disebabkan oleh patogen bervariasi terhadap berbagai perlakuan cendawan endofit asal tanah perakaran bambu (Gambar 4). Gambar 4 Gambar gejala penyakit akar gada di akar pada perlakuan cendawan endofit asal tanah perakaran bambu. [1 (kontrol, dimana tanpa inokulasi patogen atau endofit), 2 (inokulasi patogen tanpa inokulasi endofit), 3 (C. globosum), 4 (Paecilomyces sp.), 5 (Aspergillus sp.), 6 (Mortierella sp.)] dan media semai yang disterilkan (a) dan tidak disterilkan (b)

45 Indeks Penyakit 45 Berdasarkan uji non parametrik Chi-Square diketahui bahwa secara umum perlakuan jenis cendawan endofit asal tanah perakaran bambu berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada (P=0,05). Indeks penyakit terendah yakni 1,03 terjadi pada tanaman yang diberi perlakuan cendawan endofit Paecilomyces sp., sedangkan indeks penyakit tertinggi yakni 2,22 terjadi pada perlakuan kontrol (Gambar 5). Perlakuan media semai juga berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada, dimana indeks penyakit terendah adalah pada perlakuan dengan menggunakan media semai yang tidak disterilkan yakni 1,34 (Gambar 5). Kontrol Gambar 5 Indeks penyakit akar gada pada perlakuan berbagai jenis cendawan endofit asal tanah perakaran bambu dan pada dua media semai Perlakuan cendawan endofit Paecilomyces sp. memberikan bobot basah tanaman yang tertinggi yakni 49,38 g dibandingkan dengan kontrol yakni 32,59 g. Perlakuan antar cendawan endofit tidak berbeda nyata terhadap bobot basah tanaman.(tabel 7). Chaetomium Paecilomyces sp. globosum Cendawan Endofit Sedangkan perlakuan media semai berpengaruh nyata terhadap bobot basah tanaman, perlakuan pada media semai yang tidak disterilkan menunjukan bobot basah tanaman tertinggi 37,79 g (Tabel 7). Aspergillus sp. Mortierella sp.

46 46 Tabel 7 Pengaruh perlakuan cendawan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap bobot basah tajuk tanaman brokoli. Perlakuan Bobot Basah Tajuk (g/tanaman) 2) Jenis Cendawan Endofit Kontrol Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Aspergillus sp. Mortierella sp 32,59 8,29 c 46,57 14,39 ab 49,38 10,57 a 44,23 14,25 ab 38,41 8,94 bc Media Semai Disterilkan Tidak Disterilkan 37,79 9,31 b 48,16 12,37 a 2) - rataan simpangan baku - angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5% Pada pengamatan tinggi tanaman, perlakuan dengan cendawan endofit Paecilomyces sp. dan C. globosum berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman brokoli yakni masing-masing 21,58 cm dan 20,18 cm dibandingkan dengan kontrol yang lebih rendah yakni 16,97 cm dan tidak berbeda nyata dengan cendawan endofit Aspergillus sp. dan Mortierella sp. (Tabel 8). Perlakuan media semai berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, dimana perlakuan dengan media semai yang tidak disterilkan lebih tinggi dibandingkan dengan media semai yang disterilkan (Tabel 8).

47 47 Tabel 8 Pengaruh perlakuan cendawan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap tinggi tanaman brokoli. Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) 3) Jenis Cendawan Endofit Kontrol Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Aspergillus sp. Mortierella sp Media Semai Disterilkan Tidak Disterilkan 16,97 1,94 b 20,18 1,97 a 21,58 1,94 a 17,76 1,94 b 17,99 0,86 b 18,05 2,11 b 20,22 2,18 a 3) - rataan simpangan baku - angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uji jak berganda Duncan pada taraf nyata 5% Perlakuan dengan cendawan endofit Paecilomyces sp., C. globosum dan Aspergillus sp. memberikan pengaruh nyata terhadap diameter batang tanaman yakni masing-masing 21,58 cm; 20,18 cm dan 17,76 cm lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yakni 16,97 cm meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan cendawan endofit Mortierella sp. (Tabel 9). Perlakuan media semai yang disterilkan berpengaruh nyata terhadap diameter batang tanaman tertinggi dibanding dengan media semai yang tidak disterilkan (Tabel 9).

48 48 Tabel 9 Pengaruh perlakuan cendawan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap diameter batang tanaman brokoli. Perlakuan Diameter Batang Tanaman (cm) 4) Jenis Cendawan Endofit Kontrol Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Aspergillus sp. Mortierella sp Media Semai Disterilkan Tidak Disterilkan 0,45 0,045 b 0,52 0,048 a 0,53 0,073 a 0,51 0,082 a 0,45 0,074 b 0,53 0,054 a 0,47 0,075 b 4) - rataan simpangan baku - angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5% Pengendalian Hayati Penyakit Akar Gada dengan Aplikasi Cendawan Endofit asal Rumput, Teki dan tanah Perakaran Bambu Ada enam jenis cendawan endofit yang digunakan dalam percobaan ini dimana merupakan hasil seleksi cendawan endofit terbaik dilihat dari kemampuan dalam menurunkan persentase kejadian dan indeks penyakit serta meningkatkan bobot basah tanaman. Cendawan endofit tersebut adalah 2 jenis dari isolat asal tanah perakaran bambu (Chaetomium globosum dan Paecilomyces sp.) dan 4 jenis dari isolat asal rumput dan teki (Fusarium oxysporum, F.solani, Nigrospora sp. dan Curvularia lunata). Gejala pembengkakan akar yang disebabkan oleh patogen bervariasi terhadap berbagai perlakuan cendawan endofit asal rumput, teki dan tanah perakaran bambu (Gambar 6).

49 49 Gambar 6 Gambar gejala penyakit akar gada di akar pada perlakuan jenis dan cara inokulasi cendawan endofit. Inokulasi dengan penyiraman media (a) dan pelapisan benih (b). 1 (kontrol, tanpa inokulasi patogen atau endofit), 2 (inokulasi patogen tanpa inokulasi endofit), 3 (F. oxysporum), 4 (Paecilomyces sp.), 5 (F. solani), 6 (Nigrospora sp.), 7 (C. globosum), 8 (C. lunata) Berdasarkan uji non parametrik Chi-Square diketahui bahwa secara umum perlakuan jenis cendawan endofit berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada (P=0,05). Indeks penyakit terendah yakni 0,69 terjadi pada perlakuan cendawan endofit C. globosum, sedangkan indeks penyakit tertinggi yakni 2,13 terjadi pada perlakuan kontrol (Gambar 7). Secara umum perlakuan cara inokulasi cendawan endofit tidak berbeda nyata terhadap indeks penyakit akar

50 Indeks Penyakit 50 gada, dimana perlakuan secara pelapisan benih indeks penyakit lebih rendah yakni 1,13 dibanding perlakuan penyiraman media (Gambar 7). Cendawan Endofit Gambar 7 Indeks penyakit akar gada pada berbagai jenis cendawan endofit dan perlakuan cara inokulasi cendawan endofit pada tanaman. Perlakuan cendawan endofit berpengaruh nyata terhadap persentase kejadian penyakit, dimana cendawan endofit C. globosum, C. lunata dan F. oxysporum menurunkan secara nyata kejadian penyakit yakni masing-masing 59,38%; 65,63% dan 71,88% dibandingkan kontrol yang mencapai 100%. Perlakuan cara inokulasi cendawan endofit tidak berpengaruh nyata terhadap persentase kejadian penyakit, dimana perlakuan inokulasi dengan penyiraman media terendah dibandingkan perlakuan pelapisan benih (Tabel 10).

51 51 Tabel 10 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap kejadian penyakit akar gada. Perlakuan Kejadian Penyakit (%) 1) Jenis Cendawan Endofit Kontrol Fusarium oxysporum F. solani Nigrospora sp. Curvularia lunata Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Cara inokulasi Penyiraman media Pelapisan benih a 71,88 20,86 bc 84,38 18,60 ab 81,25 25,88 ab 65,63 18,60 bc 59,38 18,60 c 93,75 11,57 a 78,57 23,29 a 80,36 20,81 a 1) - rataan simpangan baku - angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5% Bobot basah tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan cendawan endofit C. lunata yakni 52,98 g dibanding kontrol yakni 30,56 g dan berbeda nyata untuk semua perlakuan (Tabel 11). Sedangkan perlakuan cara inokulasi cendawan endofit pada tanaman tidak berbeda nyata antara perlakuan, meskipun cara inokulasi secara pelapisan benih memberikan bobot basah tanaman tertinggi (Tabel 11).

52 52 Tabel 11 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap bobot basah tajuk tanaman brokoli. Perlakuan Bobot Basah Tajuk (g/tanaman) 2) Jenis Cendawan Endofit Kontrol Fusarium oxysporum F. solani Nigrospora sp. Curvularia lunata Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Cara inokulasi Penyiraman media Pelapisan benih 30,56 3,89 d 45,86 5,78 b 50,61 6,15 a 52,86 5,27 a 52,98 4,97 a 35,73 4,79 c 41,71 4,77 b 42,13 8,41 a 44,13 10,76 a 2) - rataan simpangan baku - angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5% Perlakuan cendawan endofit C. lunata memberikan pengaruh nyata tertinggi terhadap tinggi tanaman brokoli yakni 24,16 dibandingkan dengan kontrol yakni 18,32 cm (Tabel 12). Perlakuan cara inokulasi cendawan endofit berbeda nyata terhadap tinggi tanaman brokoli, dimana inokulasi dengan pelapisan benih menunjukan tinggi tanaman tertinggi dibanding inokulasi dengan penyiraman media (Tabel 12).

53 53 Tabel 12 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap tinggi tanaman brokoli. Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) 3) Jenis Cendawan Endofit Kontrol Fusarium oxysporum F. solani Nigrospora sp. Curvularia lunata Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Cara inokulasi Penyiraman media Pelapisan benih 18,32 1,17 d 20,42 0,32 c 21,97 0,71 b 24,15 1,15 a 24,16 0,68 a 21,89 0,74 b 21,95 0,59 b 21,18 0,69 b 22,19 0,87 a 3) - rataan simpangan baku - angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5% Perlakuan cendawan endofit C. lunata menunjukan pengaruh yang nyata lebih tinggi terhadap diameter batang yakni 0,66 cm dibanding kontrol yakni 0,47 cm. Sedangkan perlakuan cara inokulasi cendawan endofit tidak berbeda nyata antar perlakuan (Tabel 13).

54 54 Tabel 13 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap diameter batang tanaman brokoli. Perlakuan Diameter Batang Tanaman (cm) 4) Jenis Cendawan Endofit Kontrol Fusarium oxysporum F. solani Nigrospora sp. Curvularia lunata Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Cara inokulasi Penyiraman media Pelapisan benih 0,47 0,04 c 0,56 0,02 b 0,65 0,03 a 0,64 0,03 a 0,66 0,05 a 0,55 0,05 b 0,58 0,05 b 0,58 0,07 a 0,57 0,09 a 4) - rataan simpangan baku - angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5% Pengaruh perlakuan ini juga dapat diamati secara langsung pada pertumbuhan tanaman di lapangan, dimana perlakuan dengan cendawan endofit memperlihatkan pertumbuhan yang lebih baik dibanding kontrol baik tanaman yang diberi perlakuan inokulasi cendawan endofit dengan cara penyiraman media maupun pelapisan benih (Gambar 8 dan 9).

55 Gambar 8 Pertumbuhan tanaman dengan perlakuan cendawan endofit yang diinokulasi melalui cara penyiraman media. Kontrol + (inokulasi patogen), kontrol (tanpa inokulasi patogen dan tanpa endofit) 39

56 Gambar 9 Pertumbuhan tanaman dengan perlakuan cendawan endofit yang diinokulasi dengan cara pelapisan benih. Kontrol + (inokulasi patogen), kontrol (tanpa inokulasi patogen dan tanpa endofit) 40

57 Pembahasan Eksplorasi dan Pengaruh Cendawan Endofit asal Rumput dan Teki dalam Menekan Penyakit Akar Gada Hasil eksplorasi cendawan endofit pada rumput dan teki ditemukan tujuh isolat, dimana dua isolat cendawan endofit yang ditemukan pada ketiga jenis rumput yang diisolasi yaitu F. oxysporum dan Miselia merah steril. Cendawan endofit Monilia sp, F. oxysporum, Miselia merah steril dan Miselia gelap steril diisolasi dari teki Cyperus rotundus; F. oxysporum, F. solani dan Miselia merah steril diisolasi dari rumput Setaria laxa; dan F. oxysporum, Nigrospora sp., Curvularia lunata, dan Miselia merah steril berhasil diisolasi dari rumput Paspalum longifolium. Cendawan endofit Miselia merah steril dan gelap steril tidak membentuk spora atau konidia pada media PDA, Martin Agar dan S-Media. F. oxysporum dan Miselia merah steril dapat diisolasi dari ketiga jenis rumput, ini diduga bahwa kedua jenis cendawan ini memiliki inang yang sangat luas. Menurut Istikorini (2008), F. oxysporum dan F. solani dapat diisolasi dari dari akar, batang dan daun tanaman cabai dan teki. Keberadaan cendawan endofit sangat berlimpah dan beragam, serta dapat ditemukan pada seluruh famili tanaman, baik tanaman pertanian maupun rumput-rumputan (Faeth 2002). Pengamatan infeksi akar tanaman oleh cendawan endofit F. oxysporum memperlihatkan infeksi akar yang sangat tinggi yakni 80% melalui re-isolasi dan 64% melalui pewarnaan akar. Dengan adanya pengamatan infeksi akar maka diduga bahwa cendawan tersebut bersifat endofit karena diduga bahwa cendawan tersebut dapat hidup dalam jaringan akar tanaman. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Clay (1988), bahwa cendawan endofit adalah cendawan yang terdapat di dalam sistem jaringan tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan. Selanjutnya, Sinclair dan Cerkauskas (1996) mendefinisikan bahwa cendawan endofit adalah cendawan yang berasosiasi dengan tanaman sehat dan tidak memperlihatkan gejala. Ini juga terlihat bahwa tanaman yang diinokulasi dengan cendawan yang diduga endofit tidak memperlihatkan gejala penyakit pada tanaman selama pesemaian. Carroll (1988) dan Clay (1988), mengatakan asosiasi yang terjadi antara cendawan endofit dengan tanaman inang bersifat mutualisme. Simbiosis mutualistik ini menyebabkan berkurangnya

58 56 kerusakan pada sel atau jaringan tanaman, meningkatkan kemampuan bertahan hidup dan fotosintetis sel jaringan yang terinfeksi oleh patogen tanah, dan dalam simbiotik ini juga membantu tanaman lebih toleran terhadap faktor biotik dan abiotik (Sinclair dan Cerkauskas 1996). Inokulasi cendawan endofit asal rumput dan teki ke dalam tanah pesemaian berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada. Dalam hal ini inokulasi cendawan endofit C. lunata menghasilkan indeks penyakit yang paling rendah yakni 0,88 dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan cendawan endofit lainnya. Kejadian penyakit akar gada secara statistik tidak berbeda nyata dengan kontrol, akan tetapi perlakuan cendawan endofit C. lunata dan Nigrospora sp. memberikan kejadian penyakit terendah yakni 68,75%, dan kejadian penyakit tertinggi terjadi pada kontrol yakni 100%. Cendawan endofit C. lunata juga memberikan bobot basah tajuk yang tertinggi yakni 33,56 g, tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol yakni 28,98 g dan juga perlakuan lainnya. Pada tanaman yang diperlakukan dengan cendawan endofit menghasilkan kejadian penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini juga diikuti dengan indeks penyakit yang lebih rendah pula sehingga dapat meningkatkan bobot basah tanamannya. Penekanan terhadap penyakit pada tanaman yang diberi perlakuan cendawan endofit diduga dapat terjadi karena terjadinya kolonisasi jaringan akar tanaman terlebih dahulu oleh cendawan endofit dibanding patogen, adanya mekanisme antibiosis. Cendawan endofit menghasilkan mikotoksin atau metabolit lainnya yang menyebabkan terjadinya perubahan fisiologi dan biokimia tanaman inang (Clay 1988). Salah satu toksin yang dihasilkan oleh cendawan endofit rumput-rumputan adalah alkaloid, yang mana juga dapat melindungi tanaman dari serangan herbivora (Sellose et al. 2004). Cendawan endofit C. lunata memberikan kejadian penyakit terendah yakni 68,75%, dibandingkan perlakuan kontrol yakni 100% dan indeks penyakit yaitu 0,88 lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol yakni 2,88. Infeksi cendawan endofit C. lunata terhadap tanaman menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis tanaman yang mana dapat melindungi tanaman terhadap stres air atau kekeringan dan suhu yang tinggi. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sellose et

59 57 al. (2004), bahwa cendawan endofit C. lunata dapat menjadikan tanaman thermotoleran, yakni tanaman yang tidak diinokulasi dengan C. lunata pada suhu 40 o C tanaman menjadi mati, sedangkan tanaman yang di inokulasi dengan C. lunata pada suhu 65 o C tanaman masih bertahan hidup. Cendawan endofit Curvularia sp. secara morfologi mempunyai ciri-ciri koloni yang berwarna hitam dan cendawan endofit Nigrospora sp. warna koloninya putih keabu-abuan. Henson (2005), mengemukakan cendawan bermelanin sangat membantu tanaman untuk meningkatkan toleransi tanaman terhadap panas dan pada musim kemarau. Selanjutnya, konsentrasi melanin berkorelasi dengan osmolite trehalose. Eksplorasi dan Pengaruh Cendawan Endofit asal Tanah Perakaran Bambu dalam Menekan Penyakit Akar Gada Cendawan yang diisolasi dari tanah perakaran bambu ditemukan 13 isolat, lalu kemudian diseleksi dengan cara benih brokoli ditumbuhkan pada cawan petri yang berisi isolat murni cendawan yang telah diinkubasi selama 7-10 hari. Benihbenih yang menunjukan pertumbuhan yang baik kemudian dipilih untuk dilakukan uji dalam menekan perkembangan penyakit akar gada. Dari hasil seleksi diketahui ada 4 isolat yang diduga dapat berasosiasi dengan tanaman brokoli, hal ini ditandai dengan benih brokoli yang ditanam pada isolat tersebut dapat tumbuh dengan baik bahkan lebih baik dibanding kontrol yaitu benih ditanam pada media PDA steril (tanpa koloni cendawan). Sedangkan benih yang tidak dapat tumbuh dengan baik (benih tidak berkecambah, kecambah mati) dinyatakan tidak bersifat endofit pada tanaman brokoli dan tidak dapat digunakan untuk uji selanjutnya. Keempat isolat cendawan yang hasil seleksi kemudian diuji lagi untuk mengetahui apakah cendawan itu dapat hidup dalam jaringan akar tanaman dengan tidak menimbulkan gejala, maka dilakukan pengamatan infeksi akar. Pengamatan infeksi akar tanaman oleh cendawan Paecilomyces sp. memperlihatkan infeksi akar yang sangat tinggi yakni 60% melalui re-isolasi dan terendah adalah 10% yang ditunjukan oleh cendawan Aspergillus sp. dan Mortierella sp. sedangkan berdasarkan pewarnaan akar frekuensi infeksi akar tertinggi yakni ditunjukan oleh tanaman yang diinokulasi dengan cendawan Chaetomium globosum yakni 79% dan terendah 49% pada tanaman yang

60 58 diinokulasi dengan cendawan Mortierella sp. Dengan adanya pengamatan infeksi akar maka diduga bahwa keempat isolat cendawan tersebut bersifat endofit karena diduga cendawan tersebut dapat hidup dalam jaringan akar tanaman meskipun frekuensi infeksi akar yang berbeda-beda. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Clay (1988), bahwa cendawan endofit adalah cendawan yang terdapat di dalam sistem jaringan tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan. Selanjutnya, Sinclair dan Cerkauskas (1996) mendefinisikan bahwa cendawan endofit adalah cendawan yang berasosiasi dengan tanaman sehat dan tidak memperlihatkan gejala. Ini juga terlihat bahwa tanaman yang diinokulasi dengan cendawan yang diduga endofit tidak memperlihatkan gejala penyakit pada tanaman selama pesemaian. Inokulasi cendawan endofit asal tanah perakaran bambu ke dalam tanah pesemaian berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada. Dalam hal ini inokulasi cendawan endofit Paecilomyces sp. menghasilkan indeks penyakit yang paling rendah yakni 1,03 dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan cendawan endofit lainnya. Perlakuan cendawan endofit terhadap kejadian penyakit akar gada juga berpengaruh nyata, dimana perlakuan cendawan endofit Paecilomyces sp. memberikan kejadian penyakit yang nyata lebih rendah yakni 81,25% dibandingkan dengan kontrol yakni 100%, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan cendawan endofit lainnya. Cendawan endofit Paecilomyces sp. juga memberikan bobot basah tajuk tanaman yang nyata lebih tinggi yakni 49,38 g berbeda nyata dengan perlakuan kontrol yakni 32,59 g. Sedangkan perlakuan dengan media semai yang berbeda berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada, bobot basah tajuk tanaman, tinggi tanaman dan diameter batang tanaman kecuali kejadian penyakit akar gada tidak berpengaruh nyata. Umumnya media semai yang tidak disterilkan menunjukkan hasil yang lebih baik, yakni indeks penyakit yang lebih rendah, bobot basah tajuk tanaman yang tinggi, tinggi tanaman yang tinggi dan kejadian penyakit yang sama. Pada tanaman yang diperlakukan dengan cendawan endofit menghasilkan kejadian penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini juga diikuti dengan indeks penyakit yang lebih rendah pula sehingga dapat meningkatkan bobot basah tanamannya. Penekanan terhadap penyakit pada

61 59 tanaman yang diberi perlakuan cendawan endofit diduga karena terjadinya kolonisasi jaringan akar tanaman terlebih dahulu oleh cendawan endofit dibanding patogen, adanya mekanisme antibiosis. Karakteristik adanya infeksi cendawan endofit yakni adanya peningkatan pertumbuhan vegetatif tanaman, dan menghasilkan metabolik sekunder yang bersifat antagonistik terhadap herbivora (Carlile et al. 1994). Paecilomyces sp. merupakan cendawan yang dapat ditemukan baik di tanah, sisa-sisa tanaman (tanaman yang lapuk) maupun pada makanan. Hasil penelitian di Pakistan menunjukan Paecilomyces lilacinus terbukti dapat mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh nematoda dan juga penelitian tentang Paecilomyces spp. sebagai agen bio-kontrol masih terus dilakukan (Maqbool 2003 dalam Setyowati et al. 2003). Cendawan endofit Paecilomyces spp diketahui pula sebagai agens hayati yang cukup efektif dalam mengendalikan penggerek buah kakoa (PBK) dan Helopeltis antonii, akan tetapi dampak negatif dari aplikasi cendawan endofit ini adalah mematikan serangga predator penggerek buah kakoa (PBK) dan Helopeltis antonii yakni semut hitam (Sulistyowati et al. 2006). Tanaman yang diperlakukan dengan cendawan endofit pada media semai yang tidak disterilkan menghasilkan kejadian penyakit yang sama dengan media semai yang disterilkan akan tetapi pada indeks penyakit akar gada terlihat lebih rendah dibandingkan perlakuan media semai yang disterilkan sehingga meningkatkan bobot basah dan tinggi tanamannya. Terjadinya penekanan penyakit pada tanaman yang diperlakukan dengan cendawan endofit dengan media semai yang tidak disterilkan, hal ini disebabkan pada tanah media semai yang tidak disterilkan diduga terdapat berbagai macam mikroba yang berperan sebagai antagonis dan beradaptasi dengan baik terhadap patogen, sebagaimana yang dikemukakan oleh Baker dan Cook (1974) bahwa dalam suatu ekosistem setiap populasi mikroorganisme akan berusaha untuk selalu mencapai suatu keseimbangan, dalam hal ini jika pada suatu lahan sudah terinfeksi oleh patogen tertentu maka di dalamnya juga terdapat mikrob yang berperan sebagai antagonis bagi patogen tersebut dan keduanya ini akan berkoevolusi dengan baik untuk mencapai keseimbangan tersebut. Aktivitas organisme dapat membantu

62 60 mempengaruhi kesuburan tanah, sehingga memacu pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Setyowati et al. (2003) mengemukakan, tinggi tanaman dan jumlah daun selada yang dipupuk dengan pupuk mikroba (diantaranya Paecilomyces sp.) lebih baik daripada tanaman yang tidak dipupuk dengan mikroba. Pengendalian Hayati Penyakit Akar Gada dengan Aplikasi Cendawan Endofit asal Rumput, Teki dan tanah Perakaran Bambu Dari hasil seleksi cendawan endofit asal rumput, teki dan tanah perakaran bambu terpilih enam isolat cendawan yang selanjutnya dilakukan dalam pengujian ini. Cendawan endofit yang terpilih tersebut adalah F. oxysporum, F. solani, Nigrospora sp., C. lunata, C. globosum, dan Paecilomyces sp. Chaetomium globosum (cendawan endofit asal tanah perakaran bambu) memberikan kejadian penyakit terendah yakni 59,38% juga C. lunata (cendawan endofit asal rumput dan teki) dan F. oxysporum (cendawan endofit asal rumput dan teki) yang masing-masing 65,63% dan 71,88% yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya dan kontrol yang mencapai 100%. Indeks penyakit yang rendah yakni 0,69; 0,75; 0,88 dan 1,03 masing-masing juga terjadi pada perlakuan C. globosum, C. lunata, F. oxysporum dan Nigrospora sp. (cendawan endofit asal rumput dan teki). Indeks penyakit terendah juga terjadi pada perlakuan C. globosum yakni 0,69; sedangkan indeks penyakit terendah yakni perlakuan kontrol yakni 2,13. Sedangkan untuk bobot basah tajuk tanaman yang memberikan hasil lebih tinggi adalah perlakuan C. lunata dan perlakuan C. globosum memberikan bobot basah tajuk tanaman yang sangat rendah yakni 35,73 g akan tetapi masih lebih tinggi dibanding dengan perlakuan kontrol yakni 30,56 g. Begitu pula halnya dengan pengamatan tinggi tanaman dan diameter batang tanaman, dimana tinggi dan diameter batang tanaman tertinggi ditunjukan oleh perlakuan C. lunata yakni masing-masing 24,16 cm dan 0,66 cm, ini sangat berbeda dengan perlakuan kontrol yakni masing-masing 18,32 cm dan 0,47 cm. Sedangkan perlakuan cara inokulasi cendawan endofit ke tanaman secara statistik tidak berbeda nyata untuk semua pengamatan kecuali pada tinggi tanaman, namun cara inokulasi dengan pelapisan benih memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan cara inokulasi dengan penyiraman media.

63 61 Ahli patologi tanaman mendefinisikan pengendalian hayati adalah mengurangi inokulum atau segala aktivitas dari patogen yang dapat menyebabkan penyakit, sebagai akibat dari satu atau lebih organisme baik secara alami atau dengan memanipulasi lingkungan, inang atau antagonis atau dengan introduksi massa dari satu atau lebih antagonis (Baker dan Cook 1974). Pada umumnya pengendalian hayati melibatkan penggunaan cendawan atau bakteri sebagai agens antagonis untuk mengendalikan patogen tular benih (seedborne), tular tanah (soilborne) atau tular udara (airborne). Pengendalian hayati dapat memberikan perlindungan selama siklus hidup tanaman (Copeland dan McDonald 1995). Pengendalian hayati juga dilaporkan dapat memacu peningkatan pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya meningkatkan hasil tanaman sebagai akibat dari pengendalian penyakit jangka panjang (Zhang et al. 2002; Silva et al. 2004; Yan et al. 2004). Aktivitas agens biokontrol di lapangan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (ph, suhu, kelembaban) dan interaksi dengan mikroorganisme lain (Timmusk 2003). Dalam hubungan dengan pengendalian terhadap patogen, efektivitas agens biokontrol sangat dipengaruhi oleh cara aplikasi agens, dosis inokulasi dan kontrol mikroba lain. Hal lain yang dapat meningkatkan efektivitas perlakuan benih dengan agens biokontrol adalah nutrisi bagi mikrob dan kecepatan mikroba menyesuaikan diri. Tak kalah penting adalah sterilisasi permukaan benih dengan natrium hipoklorit sebelum aplikasi dengan agens biokontrol. Hal ini untuk menghindari patogen lain yang dapat berkompetisi dengan agens biokontrol (Copeland dan McDonald 1995). Aplikasi cendawan endofit C. globosum memberikan pengaruh yang baik dalam mengendalikan penyakit akar gada pada tanaman brokoli. Ini dikarenakan C. globosum diduga menghasilkan senyawa metabolik sekunder. Salah satu senyawa metabolik sekunder yang dihasilkan oleh Chaetomium spp. adalah antibiotik. Hasil penelitian Cullen dan Andrews (1984) dalam Hasanuddin (2003) bahwa, antibiotik chetomin yang dihasilkan secara in vitro oleh C. globosum berkorelasi positif dengan antagonisnya terhadap Venturia inequalis pada bibit pohon apel. Owen dan Hundley (2004) dalam Firakova et al. (2007) mengatakan bahwa, mikroba cendawan endofit dapat berfungsi sebagai pensintesa

64 62 senyawa kimia di dalam jaringan tanaman. Johnson dan Curl (1972), pemberian inokulum Chaetomium ke dalam tanah pada tanaman gandum dapat menghindarkan tanaman dari infeksi patogen Helminthosporium victoriae di pembibitan. Selanjutnya perlakuan benih dengan cendawan endofit Chaetomium spp. dapat menghindarkan tanaman dari infeksi patogen Fusarium nivale pada tanaman gandum dan patogen F. roseum pada tanaman jagung. Cendawan endofit C. globosum dari hasil penelitian ini terlihat dapat menekan perkembangan penyakit akar gada yakni ditunjukkan dengan kejadian penyakit dan indeks penyakit yang rendah, namun tidak memberikan pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Hal ini diduga karena cendawan endofit bersifat heterotrof dimana mikroba menggunakan eksudat interseluler tanaman untuk mempertahankan hidupnya, sehingga dengan kejadian tersebut maka keberadaan cendawan endofit dapat menurunkan pertumbuhan tanaman (Herre et al. 2007).

65 63 DAFTAR PUSTAKA Agrios GN Plant Pathology. 5 th ed. Academic Press. New York. Alexopoulos CJ, Mims CW, Blackwell M Introductory Mycology. 4 th ed. John Wiley and Sons. New York. Anonim United Nations Environment Programme (UNEP) Methyl Bromide Technical Options Committee (MBTOC). Assessment of the alternatives to methyl bromide. Nairobi, United Nations Environment Programme. Anonim Varietas anggrek Spathoglottis yang menawan. Warta penelitian dan pengembangan pertanian, 28(3): Arie T, Kobayashi Y, Okada G, Kono Y, Yamaguchi I Control of soilborne clubroot disease of cruciferous plant by epoxydon from Phoma glomerata. Plant Dis. 47: Azevedo JL, Maccheroni JR, Pereira JO, Araujo WL Endophytic microorganism: a review in insect control and recent advances on tropical plants. J Biotechnol. 3(1): Bacon CW, Battista JD Endophytic fungi of grasses. In HandBook of Applied Mycology: Soil and Plants, Vol. 1 (D.K. Aurora, D. Rai, K.G. Mukeri, dan G.R. Knudsen, Vol.I). Athens. Georgia. Baker KF, Cook RJ Biological Control of Plant Pathogens. San Fransisco: WH Freeman. Campbell R Plant Microbiology. The British Councl. Bristol. Carlile MJ, Warkinson SC, Gooday GW The Fungi. 2 th ed. New York. Academic Press. Carrol, GC Fungal endophytes in stems and leaves. From latent pathogens to mutualistic symbiont. Ecology 69 (1) : 2-9. Cicu Pengelolaan Penyakit Akar Gada (Plasmodiophora brassicae Wor.) pada Tanaman Kubis dengan Tanaman Perangkap dan Perlakuan Tanah Pembibitan[tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Cicu Penyakit akar gada (Plasmodiophora brassicae Wor.) pada kubiskubisan dan pengendaliannya. J Litbang Pert. 25 (1): Clay, K Fungal endophytes of grasses: A devensive mutualism between Plants and fungi. Ecology 69 (1) : Clay K, Schardl Evolutionary origins and ecological consequences of

66 64 endophyte symbiosis with grasses. Am Natur. 160: [21 Juni 2007]. Copeland LO, McDonald MB Principles of Seed Science and Technology. Third Edition. New York: Chapmond & Hall. Djatnika I Upaya Pengendalian Plasmodiophora brassicae Wor. Penyebab Penyakit Akar Bengkak pada Brassica spp. [disertasi]. Bogor: Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor. Djatnika I Pemanfaatan mikroba tanah untuk pengendalian Plasmodiophora brassicae Wor. Pada kubis (Brassica oleracea Linn.). Bul Penel Hort. 19(1): Dobson RL, Gabrielson RL, Baker As, Bennett L Effect of lime particle size and distribution and fertilizer formulation on clubroot disease caused by Plasmodiophora brassicae. Plant Dis. 67: Dongyi H, Kelemu S Acremonium implicatum, a seed-transitted endophytic fungus in Branchiaria grasses. Plant Dis. 88: Faeth SH Are endophytic fungi defensive plant mutualists?. Oikos 98: Firakova S, Sturdikova M, Muckova M Bioactive secondary metabolites produced by mikroorganisms associated with plants. Biol Bratisl. 62(3): Hasanuddin Peningkatan peranan mikroorganisme dalam sistem pengendalian penyakit tumbuhan secara terpadu. Medan: Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. USU digital library. [8 September 2007]. Henson J Alga, protozoa, and fungi: microscopic investigations in yellowstone National Park. Bazeman. Departement of Microbiology Montana State University. Herre EA, Mejia LC, Kyllo DA, Rojas E, Maynard Z Ecological implications of anti-pathogen effects of tropical fungal endophytes and mycorrhizae. Ecology 88(3): Hidayah N Penggunaan Tepung Kulit Rajungan sebagai Sumber Kitin dan Ekstrak Kompos untuk Pengendalian Penyakit Akar Gada [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Istikorini Y Potensi Cendawan Endofit untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa pada Cabai (Capsicum annuum L.) [disertasi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

67 65 Johnson LF, Curl EA Metode for Research on the Ecology of Soil-Borne Plant Pathogens. Minnesota: Burgess Publishing Company. Karling JS The Plasmodiophorales. Second Edition. New York: Hafner Publishing Company. Labuan KS Kemampuan Antagonis Gliocladium sp. terhadap Plasmodiophora brassicae Wor. Penyebab Penyakit Bengkak Akar pada Tanaman Petsai (Brassica campestris L.). Laporan Masalah Khusus. Bogor. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Maheshwari R What is an endophytic fungus?. Curr Sci. 90:10. Morris KN A good infection. [27 Januari 2008]. Narisawa K, Tokumasu S, hashiba T Suppresion of clubroot formation in Chinese cabbage by the root endophytic fungus, Heteroconium chaetospira. Plant Pathol. 47: Narisawa K, Ohki KT, Hashiba T Suppresion of clubroot and verticillium yellows in chinese cabbage in the field by root endophytic fungus, Heteroconium chaetospira. Plant Pathol. 49: Petrini O, Sieber TN, Toti L, Viret O Ecology metabolite production and substrate utilization in endophytic fungi. Natur Toxins. 1: Petrini O Ecological and physiological aspects of host-specificity in endophytic fungi. Di dalam: Redlin SC, Carris LM, eds. Endophytic Fungi in Grasses and Woody Plants: Systematics, Ecology, and Evolution. Minnesota: APS Press. hal : Pracaya Kol Alias Kubis. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya. Primawardona YF Uji Kemampuan Pseudomonas spp. Kelompok Fluoresen dalam Menekan Plasmodiophora brassicae Wor. Penyebab Penyakit Akar Bengkak pada Kubis [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Reyes AA, Devidson TR, Marks CF Races, pathogenicity and chemical control of Plasmodiophora brassicae in Ontario. Phytopathology 64: Rowe RC Evaluation of radish cultivars for resistance to clubroot (P. brassicae) race 6 for midwestern united states. Plant Dis. 64: Rukmana R Budidaya Kubis dan Brokoli. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

68 66 Sellose MA, Baudoin E, Vandenkoornhuyse p Symbiotic microorganisms, a key for ecological sucess and protection of plants. Elsevier, CR. Biols. 327: Semangun H Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Setyowati N, Bustaman H, Derita M Penurunan penyakit busuk akar dan pertumbuhan gulma dalam tanaman selada yang dipupuk mikroba. J Ilmuilmu Pertanian Indonesia 5(2): Silva HSA, Romeiro RSR, Macagnan D, Vieira BAH, Pereira MCB, Mounteer A Rhizobacterial induction of systemic resistance in tomato plants: nonspecific protection and increase in enzyme activities. Biol Contrl. 29: Sinclair JB, Cerkauskas F Latent Infection vs. endophytic colonization by fungi. Di dalam: Redlin SC, Carris LM, eds. Endophytic Fungi in Grasses and Woody Plants: Systematics, Ecology, and Evolution. Minnesota: APS Press. hal : Shearer J The potential role of an endophytic fungus in the decline of stressed eurasian watermilfoil. J Aquat Plant Manag. 40: Stakman EC, Harrar JG Principles of Plant Pathology. New York: The Ronald Press Company. 581p. Strobel GA, Hess WM, Ford E, Sidhu RS, Yang X Taxol from fungal endophytes and the issue of biodiversity. J Indust Microbiol. 17: Sulistyowati E, Mufrihati E, Andayani B Pengaruh samping aplikasi Paecilomyces jumosoroseus terhadap semut hitam (Dolichoderus thoracicus) predator Helopeltis antonii dan penggerek buah kakao. Pelita Perkebunan. 22(2): Sun H, Yang J, Lin C, Huang X, Xing R, Zhang KQ Purification and properties of a -1,3-glucanase from Chaetomium sp. That is involved in mycoparasitism. J Biotechnol Lettr. 28: Suryaningsih E Penyakit Akar Pekuk (Plasmodiophora brassicae Wor.) Penyebaran dan Cara Pemberantasannya. Di dalam: Prosiding Kongres Nasional VI dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia; Bukittinggi, Mei Tanaka S, Yoshihara S, Ito S, Kameya-Iwaki M The influence of virulence of Plasmodiophora brassicae population on epidemiology of chinese cabbage clubroot and efficacy of fungicides. Ann Phytopathol Soc. 63:

69 67 Tanaka S, Kochi S, Kunita H, Ito S, Kameya-Iwaki M Biological mode of action of the fungicide, flusulfamide, against Plasmodiophora brassicae (clubroot). Plant Pathol. 105: Timmusk S Mechanism of actions of the plant-growth-promoting rhizobacterium Paenibacillus polymixa [Dissertation]. Uppsala, Sweden: Departement of Cell and Molecular Biology, Uppsala University. [17 November 2007). Walker JC Plant Pathology of Vegetable Crop. New York: Me Graw Hill Book Company, Inc. 592p. Wallenhammar, A.C Prevalence of Plasmodiophora brassicae in a spring oilseed rape growing area in control Sweden and factors influencing soil infestation levels. Plant Pathol. 45: Waller F, Achatz B, Baltruschat H, Fodor J, Becker K The endophytic fungus Piliformospora indica reprograms barley to salt-stress tolerance, disease resistance, and higher yield. PNAS vol. 102 No. 38. http ://pnas.org/cgi/doi/ /pnas [21 Juni 2007]. Wang SL, Yen YH, Tsiao WJ, Chang WT, Wang CL Production of antimicrobial compounds by Monascus purpureus CCRC31499 using shrimp and crab shell powder as a carbon source. Enzyme Microb Technol. 31: Watanabe T Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi. 2 th ed. Washington: CRC Pr. 486p. Widodo Penggunaan Pseudomonas spp. kelompok fluoresen untuk pengendalian penyakit akar gada (Plasmodiophora brassicae Wor.) pada caisin (Brassica campestris L. var. chinensis (RUPR) OLSON) [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Widodo & Suheri Suppression of clubroot disease of cabbage by soil solarisation. Bul HPT. 8(2): Yan Z, Ryu CM, McInroy J, Reddy MS, Woods F, Wilson M, Kloepper JW Induction of systemic resistance against tomato late blight by PGPR. [20 Okt 2006]. Zhang S, Reddy MS, Kloepper JW Development of assay for assessing induced systemic resistance by plant growth-promoting rhizobacteria against blue mold of tobacco. Biol Contrl. 23:79-86.

70 LAMPIRAN 68

71 69 Lampiran 1 Gambar gejala penyakit akar gada di atas permukaan tanah. Tanaman sakit dengan gejala layu dan kerdil (b dan c), tanaman sehat (a dan d). Lampiran 2 Gambar Jenis rumput & teki yang di gunakan dalam eksplorasi cendawan endofit. Paspalum longifolium (a), Setaria laxa (b), dan Cyperus sp (c).

72 57 Lampiran 3 Gambar cendawan endofit yang ditemukan pada rumput, teki dan tanah perakaran bambu. Koloni cendawan pada media PDA (a) dan morfologi cendawan secara mikroskopik yang diamati dibawah mikroskop binukuler pada pembesaran 40X (b). Monilia sp. Fusarium solani Miselia gelap steril Fusarium oxysporum Nigrospora sp. Miselia merah steril

73 58 Curvularia lunata Aspergillus sp. Mortierella sp. Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Lampiran 3 Gambar cendawan endofit yang ditemukan pada rumput & teki dan tanah perakaran bambu. Koloni cendawan pada media PDA (a) dan morfologi cendawan secara mikroskopik yang diamati dibawah mikroskop binukuler pada pembesaran 40X (b).

74 Lampiran 5 Pertumbuhan tanaman yang diinokulasi cendawan endofit dan cara aplikasinya. Penyiraman media (kiri) dan pelapisan benih (kanan) 59

75 Lampiran 4 Seleksi cendawan endofit pada perkecambahan benih brokoli. a) cendawan endofit (benih berkecambah) dan b) bukan endofit (benih tidak dapat berkecambah)

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Akar Gada

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Akar Gada TINJAUAN PUSTAKA Gejala Penyakit Akar Gada Akar gada merupakan salah satu penyakit penting dan sangat merusak pada tanaman cruciferae baik yang dibudidayakan maupun yang tunlbuhan liar dan tersebar diseluruh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman TINJAUAN PUSTAKA Mikroorganisme Endofit Endofit merupakan asosiasi antara mikroorganisme dengan jaringan tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman inang bervariasi mulai

Lebih terperinci

I1i P~llyinl1nal1M~dlrl. Cendawan Endofit

I1i P~llyinl1nal1M~dlrl. Cendawan Endofit 34 inokulasi cendawan endofit tidak berbeda nyata terhadap indeks penyakit akar gada, dimana perlakuan secara pelapisan benih indeks penyakit lebih rendah yakni 1,13 dibanding perlakuan penyiraman media

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Percobaan dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Juli 2012 di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut

Lebih terperinci

POTENSI CENDAWAN ASAL TANAH PERAKARAN BAMBU SEBAGAI ENDOFIT DAN AGEN BIOKONTROL PENYAKIT AKAR GADA PADA TANAMAN BROKOLI

POTENSI CENDAWAN ASAL TANAH PERAKARAN BAMBU SEBAGAI ENDOFIT DAN AGEN BIOKONTROL PENYAKIT AKAR GADA PADA TANAMAN BROKOLI J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 Asniah et al. Potensi Cendawan Asal Tanah Perakaran Bambu 61 Vol. 13, No. 1: 61 68, Maret 2013 POTENSI CENDAWAN ASAL TANAH PERAKARAN BAMBU SEBAGAI ENDOFIT DAN AGEN BIOKONTROL

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Akar Gada

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Akar Gada TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Akar Gada Gejala Gejala yang nampak di atas perrnukaan tanah adalah daun-daun tanaman yang terinfeksi P. brassicae layu pada hari panas dan kering, pulih kembali selama malam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Hama dan Penyakit dan rumah kaca Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor; pada bulan Oktober

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3 bulan dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2016.

METODE PENELITIAN. 3 bulan dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2016. 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di laboratorium Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan di Desa Dukuwaluh, Kecamatan Kembaran pada ketinggian tempat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Rumah Kaca, University Farm,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl pada Bulan Mei

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca, Laboratorium Produksi Tanaman, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, mulai bulan Maret sampai Mei

Lebih terperinci

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT ISSN 1411939 PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT Trias Novita Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kubis Kubis (Brassicae oleraceae L.) termasuk family cruciferae, Klas dicotyledoneae, Subdivisi angiospermae dan Divisi embriophyta. Kubis sebagai sayuran mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimen. Penelitian eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium Penelitian, lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015.

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015. 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Perkebunan dan rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB (PKBT-IPB) Pasir Kuda, Desa Ciomas, Bogor, dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha

III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha Rejosari dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE A.

III. BAHAN DAN METODE A. III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari hingga September 2014 di Laboratorium Kimia Fakultas MIPA untuk identifikasi senyawa ekstrak, Laboratorium

Lebih terperinci

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK MIFTAHUL

Lebih terperinci

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) I. Latar Belakang Kebijakan penggunaan pestisida tidak selamanya menguntungkan. Hasil evaluasi memperlihatkan, timbul kerugian yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor serta di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Spesies : Ganoderma spp. (Alexopolus and Mims, 1996).

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Spesies : Ganoderma spp. (Alexopolus and Mims, 1996). 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Kingdom Divisio Class Ordo Famili Genus : Myceteae : Eumycophyta : Basidiomycetes : Aphyllophorales : Ganodermataceae : Ganoderma

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI Disusun Oleh : WASIS BUDI HARTONO PENYULUH PERTANIAN LAPANGAN BP3K SANANKULON Penyakit Blas Pyricularia oryzae Penyakit

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan akan dilaksanakan di Laboratorium Nematologi dan Rumah Kaca Jurusan Hama

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan akan dilaksanakan di Laboratorium Nematologi dan Rumah Kaca Jurusan Hama BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan akan dilaksanakan di Laboratorium Nematologi dan Rumah Kaca Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang dimulai pada bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian serta di Rumah Kaca University Farm, Institut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari Oktober 2010

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Patogen C. oryzae Miyake Biologi Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Myceteae

Lebih terperinci

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Isolasi dan perbanyakan sumber inokulum E. carotovora dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT Pemanfaatan kompos sampah plus Trichoderma harzianum sebagai media tanam dan agen pengendali penyakit rebah kecambah (Rhizoctonia oryzae) pada tanaman padi Hersanti/hersanti@plasa.com Jurusan Hama dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Januari 2012

Lebih terperinci

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK INDUKSI KETAHANAN KULTUR JARINGAN PISANG TERHADAP LAYU FUSARIUM MENGGUNAKAN Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK Arif Wibowo, Aisyah Irmiyatiningsih, Suryanti, dan J. Widada Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan

BAHAN DAN METODE. Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Penelitian I. Populasi dan Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskular pada Lahan Sayuran dan Semak 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah untuk penelitian ini diambil dari

Lebih terperinci

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA 65 BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA Pendahuluan Penyakit tanaman terjadi ketika tanaman yang rentan dan patogen penyebab penyakit bertemu pada lingkungan yang mendukung (Sulivan 2004). Jika salah satu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung pada bulan Juni November 2014. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var.

UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var. UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var. Domba) Onesia Honta Prasasti (1509100036) Dosen Pembimbing : Kristanti Indah

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN PEMANFAATAN AGENS HAYATI AKTINOMISET UNTUK MENGENDALIKAN ULAT KUBIS (Crocidolomia pavonana) DAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici) PADA

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan tanaman semusim yang membentuk rumpun, tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 15-50 cm (Rahayu, 1999). Menurut

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universtitas Lampung dari Desember

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH Nurbaiti Pendahuluan Produktifitas cabai di Aceh masih rendah 10.3 ton/ha (BPS, 2014) apabila dibandingkan dengan potensi produksi yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Bidang Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

UJI PATOGENISITAS Fusarium moniliforme SHELDON PADA JAGUNG ABSTRAK

UJI PATOGENISITAS Fusarium moniliforme SHELDON PADA JAGUNG ABSTRAK Nurasiah Djaenuddin dan Amran Muis: Uji Patogenitas F. moniliforme.. UJI PATOGENISITAS Fusarium moniliforme SHELDON PADA JAGUNG Nurasiah Djaenuddin dan Amran Muis Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 6 bulan pada bulan Februari Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan komoditas penunjang ketahanan pangan dan juga berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh negara beriklim tropik maupun

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN PEMANFAATAN BAKTERI KITINOLITIK DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum gloeosporioides) SEBAGAI PENYAKIT PENTING PASCAPANEN PADA BUAH

Lebih terperinci

Hama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu)

Hama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu) KOMPONEN OPT Hama adalah binatang yang merusak tanaman sehingga mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Patogen adalah jasad renik (mikroorganisme) yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman Gulma (tumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Cendawan Endofit

TINJAUAN PUSTAKA. Cendawan Endofit TINJAUAN PUSTAKA Cendawan Endofit Deskripsi Cendawan endofit disebut juga sebagai mikosimbion endofitik merupakan cendawan yang melakukan kolonisasi dalam jaringan tanaman tanpa menimulkan gejala sakit

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Perkebunan Fakultas Pertanian, Unila dari Bulan Desember 2014 sampai Maret

III. BAHAN DAN METODE. Perkebunan Fakultas Pertanian, Unila dari Bulan Desember 2014 sampai Maret III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium Produksi Tanaman Perkebunan Fakultas Pertanian, Unila dari Bulan Desember 2014 sampai Maret

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian 11 BAHAN DAN METODE Bahan Bahan tanaman yang digunakan adalah benih jagung hibrida varietas BISI 816 produksi PT. BISI International Tbk (Lampiran 1) dan benih cabai merah hibrida varietas Wibawa F1 cap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber : 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyebab Penyakit Jamur penyebab penyakit rebah semai ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Basidiomycota : Basidiomycetes

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 23 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Tanah Kacang tanah berasal dari Amerika Selatan, namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis. Cina dan India merupakan penghasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011.

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Bandar Lampung,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) III. METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) Pengambilan sampel tanah dekat perakaran tanaman Cabai merah (C.

Lebih terperinci

SELEKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERI ENDOFIT UNTUK MENEKAN KEJADIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TANAMAN TOMAT IKA DAMAYANTI

SELEKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERI ENDOFIT UNTUK MENEKAN KEJADIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TANAMAN TOMAT IKA DAMAYANTI SELEKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERI ENDOFIT UNTUK MENEKAN KEJADIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TANAMAN TOMAT IKA DAMAYANTI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium Kesehatan Medan. 3.2 Alat dan Bahan Alat alat yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium Tanah, dan Green house Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun 17 III. BAHAN DAN MEODE 3.1 empat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit umbuhan dan ebun Percobaan di dalam kampus di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang terus meningkat. Segala upaya untuk meningkatkan produksi selalu

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang terus meningkat. Segala upaya untuk meningkatkan produksi selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman padi (Oryza sativa) merupakan tanaman yang memegang peranan penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia sebagai bahan utama pangan. Peningkatan produksi padi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KOMPOS DAN ZEOLIT UNTUK PENGENDALIAN BUSUK PANGKAL BATANG (BPB) PADA TANAMAN LADA JEKVY HENDRA

PEMANFAATAN KOMPOS DAN ZEOLIT UNTUK PENGENDALIAN BUSUK PANGKAL BATANG (BPB) PADA TANAMAN LADA JEKVY HENDRA PEMANFAATAN KOMPOS DAN ZEOLIT UNTUK PENGENDALIAN BUSUK PANGKAL BATANG (BPB) PADA TANAMAN LADA JEKVY HENDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

TAHLIYATIN WARDANAH A

TAHLIYATIN WARDANAH A PEMANFAATAN BAKTERI PERAKARAN PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN (PLANT GROWTH- PROMOTING RHIZOBACTERIA) UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT MOSAIK TEMBAKAU (TOBACCO MOSAIC VIRUS) PADA TANAMAN CABAI TAHLIYATIN WARDANAH

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great Giant Pineapple (GGP) di Lampung Timur dan PT. Nusantara Tropical Farm, Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Gedung Hortikultura, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas 26 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas Lampung dari bulan Februari-Juni 2015. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam

Lebih terperinci

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI Triyani Dumaria DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat 1. Alat alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium 2. Neraca Analitis Metler P.M 400 3. Botol akuades 4. Autoklaf fiesher scientific 5. Inkubator

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya kandungan karotin, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. adanya kandungan karotin, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran sangat erat hubungannya dengan kesehatan, sebab sayuran banyak mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama adanya kandungan karotin,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Perbanyakan Propagul Agens Antagonis Perbanyakan Massal Bahan Pembawa Biopestisida

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Perbanyakan Propagul Agens Antagonis Perbanyakan Massal Bahan Pembawa Biopestisida 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Antraknosa Cabai Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici (Direktorat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 Fax. (4238210) PROBOLINGGO 67271 POTENSI JAMUR ANTAGONIS Trichoderma spp PENGENDALI HAYATI PENYAKIT LANAS DI PEMBIBITAN TEMBAKAU

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium Agrobioteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian

Lebih terperinci

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit layu bakteri dapat mengurangi kehilangan hasil pada tanaman kentang, terutama pada fase pembibitan. Penyakit layu bakteri disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimen kuantitatif dengan variabel hendak diteliti (variabel terikat) kehadirannya sengaja ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen kuantitatif. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui akibat

Lebih terperinci

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp. 4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way 31 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way Jepara, Lampung Timur dan Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2011 sampai Oktober 2012. Sampel gubal dan daun gaharu diambil di Desa Pulo Aro, Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten

Lebih terperinci