Permasalahan Sektor Perikanan Tangkap dan Kesejahteraan Nelayan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Permasalahan Sektor Perikanan Tangkap dan Kesejahteraan Nelayan"

Transkripsi

1 Edisi 23, Vol. I. Desember 2016 Komoditas Penentu Kinerja Ekspor Perikanan Indonesia Permasalahan Sektor Perikanan Tangkap dan Kesejahteraan Nelayan p. 07 p. 02 Buletin APBN Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI ISSN

2 Dewan Redaksi Penanggung Jawab Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si. Pemimpin Redaksi Slamet Widodo, S.E., M.E. Redaktur Robby Alexander Sirait, S.E., M.E. Dahiri, S.Si., M.Sc Adhi Prasetyo S. W., S.M. Dwi Resti Pratiwi, S.T., MPM. Editor Marihot Nasution, S.E., M.Si. Ade Nurul Aida, S.E. Daftar Isi Update APBN...p.01 Komoditas Penentu Kinerja Ekspor Perikanan Indonesia...p.02 Permasalahan Sektor Perikanan Tangkap dan Kesejahteraan Nelayan...p.07 Terbitan ini dapat diunduh di halaman website Update APBN Anggaran Pendapatan Negara Tahun Anggaran 2017 direncanakan sebesar Rp1.750,28 triliun, lebih kecil jika dibandingkan APBNP tahun lalu sebesar Rp1.786,23 triliun. Anggaran Pendapatan TA 2017 tersebut diperoleh dari Penerimaan Perpajakan sebesar Rp1.498,87, PNBP Rp250,04 triliun dan Penerimaan Hibah Rp1,37 triliun. Sementara untuk Anggaran Belanja Negara direncanakan sebesar Rp2.080,45 atau lebih kecil Rp2,50 triliun dari APBNP tahun Belanja tersebut terdiri atas Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.315,53 triliun, Transfer ke Daerah Rp704,93 trilun dan Dana Desa sebesar Rp60 triliun. Postur APBN 2017 vs APBN-P 2016 Sumber: Nota Keuangan APBNP 2016 dan UU APBN

3 Komoditas Penentu Kinerja Ekspor Perikanan Indonesia Robby Alexander Sirait 1 ) Per September 2016, ekspor hasil Dibandingkan tahun 2012, porsi nilai ekspor perikanan Indonesia mencapai krustasea terhadap total ekspor hasil perikanan USD2,09 miliar atau bertumbuh sebesar Indonesia mengalami peningkatan yang cukup 8 persen dibandingkan 2015 sebesar tajam yakni dari 43,83 persen menjadi 51,95 USD1,94 miliar. Berdasarkan data transaksi persen (gambar 2). perdagangan dengan kode harmonized system Berangkat dari data tersebut, tulisan ini 4 digit, kelompok krustasea 2 merupakan jenis hendak mengkaji sub jenis apa dari kelompok hasil perikanan yang menjadi primadona krustasea yang menjadi penyumbang terbesar, ekspor hasil perikanan Indonesia. Per negara apa saja yang menjadi importir September 2016, nilai ekspor krustasea terbesarnya serta bagaimana daya saing sub mencapai USD1,09 miliar atau 51,95 persen jenis krustasea tersebut di negara importir dari total ekspor hasil perikanan Indonesia terbesar. Gambar 1. Persentase Ekspor Menurut Jenis Hasil Perikanan Per September 2016 Sumber: BPS, diolah (gambar 1). Dengan menggunakan data tahun , krustasea merupakan jenis hasil perikanan yang menjadi penyumbang terbesar ekspor hasil perikanan Indonesia. Udang Vanamei dan Udang Windu: Penentu Kinerja Ekspor Perikanan Indonesia 3 Dalam kurun waktu tahun , udang vanamei lain-lain (beku), udang vanamei tanpa kepala, dengan ekor (beku), udang windu Gambar 2. Porsi Ekspor Kelompok Krustase Terhadap Total Ekspor Hasil Perikanan (dalam persen) Sumber: Comtrade dan BPS, diolah 1) Dewan Redaksi Buletin APBN 2) Yang termasuk dalam kelompok krustasea adalah lobster karang dan udang besar lainnya, lobster (homarussp), kepiting, lobster norwegia, udang kecil dan udang biasa air dingin, udang windu, udang vanamei, udang galah serta jenis krustasea lainnya 3) Menggunakan Harmonized System (HS) 10 digit 1

4 Gambar 3. Porsi Ekspor Sepuluh Terbesar Jenis Hasil Perikanan Kelompok Krustasea Terhadap Total Ekspor Krustasea Tahun (dalam persen) Sumber: BPS, diolah lain-lain (beku), udang vanamei tanpa kepala dan ekor (beku), udang windu tanpa kepala (beku), udang lainnya (beku), krustasea lainnya (beku), kepiting hidup, udang kecil dan udang biasa air dingin (beku) serta lobster lain-lain selain bibit dalam keadaan hidup (tidak beku) merupakan sepuluh ekspor terbesar jenis hasil perikanan dalam kelompok krustasea (gambar 3). Terhadap total ekspor kelompok krustasea, kesepuluh jenis hasil perikanan tersebut menguasai porsi ekspor sebesar 92,9 persen setiap tahunnya. Sedangkan terhadap total keseluruhan ekspor hasil perikanan Indonesia mencapai 49,9 persen. Dari gambar 3 tersebut, juga terlihat bahwa jenis udang vanamei dan udang windu merupakan jenis hasil perikanan dengan nilai ekspor terbesar dari kelompok krustasea. Porsi nilai ekspor udang vanamei terhadap total ekspor kelompok krustasea sebesar 60,17 persen dan terhadap nilai total keseluruhan ekspor hasil perikanan sebesar 32,25 persen setiap tahunnya. Sedangkan porsi nilai ekspor udang windu terhadap nilai total ekspor kelompok krustasea sebesar 20,05 persen dan terhadap total nilai total keseluruhan ekspor hasil perikanan sebesar 10,85 persen. Jika nilai ekspor udang vanamei dan udang windu digabungkan, maka kedua komoditas menguasai 43,10 persen total ekspor hasil perikanan Indonesia setiap tahunnya. Dengan demikian, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa udang vanamei dan udang windu merupakan komoditas unggulan yang sangat dominan menentukan kinerja ekspor hasil perikanan Indonesia. Amerika Serikat dan Jepang adalah Tujuan Utama Ekspor Udang Vanamei dan Udang Windu Dengan mengunakan data ekspor tahun 2014 (harmonized system-6 digit), komoditas udang kecil dan udang biasa lainnya (beku) 4, Tabel 1. Porsi Nilai Ekspor Komoditas Terhadap Nilai Total Eskpor Kelompok Krustasea (dalam persen) Sumber: BPS, diolah 4) 99 persen komoditas udang kecil dan udang biasa lainnya adalah udang vanamei dan udang windu. 2

5 Tabel 2. Negara Utama Tujuan Ekspor Tahun 2014 Sumber: Comtrade, diolah kepiting (tidak beku) dan krustasea lainnya (beku) merupakan 3 (tiga) komoditas dengan porsi nilai ekspornya terbesar dalam kelompok krustasea yakni 86 persen, 4,2 persen dan 2,4 persen setiap tahunnya (tabel 1). Ketiga komoditas ini juga merupakan komoditas yang sumbangsihnya relatif besar terhadap total keseluruhan ekspor hasil perikanan Indonesia. Selama tiga tahun terakhir, kontribusi nilai ekspor udang kecil dan udang biasa lainnya (beku) terhadap total keseluruhan ekspor hasil perikanan sebesar 46,18 persen. Sedangkan, kepiting (tidak beku) sebesar 2,4 persen dan krustasea lainnya (beku) sebesar 1,3 persen. Dari sisi negara tujuan ekspor, Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor utama terbesar komoditas udang kecil beku dan udang biasa beku lainnya (tabel 2). Artinya, Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor utama udang vanamei dan udang windu. Selain Amerika Serikat, negara tujuan ekspor utama udang vanamei dan udang windu adalah Jepang, Vietnam, Inggris dan Cina. Untuk ekspor komoditas kepiting hidup atau tidak beku, lima negara tujuan utamanya adalah Amerika Serikat, China, Malaysia, Singapura dan Hongkong. Sedangkan untuk komoditas krustasea lainnya (beku), tujuan ekspor utamanya adalah Amerika Serikat, Jepang, Hongkong, Belgia dan Inggris. Udang Vanamei, Udang Windu dan Kepiting Berdaya Saing Tinggi Revealed Comparative Advantage (RCA) 5 yang dipopulerkan oleh Ballasa (1965) merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditas di pasar tertentu. Selain RCA 6, alat ukur lainnya adalah Revealed Symetric 3 Comparative Advantage (RSCA). Dalam bagian ini, daya saing udang kecil dan udang biasa (beku), kepiting dan krustasea lainnya (beku) di negara tujuan utama ekspor menggunakan RCA dan RSCA dengan data perdagangan tahun Ekspor udang vanamei dan udang windu Indonesia ke Amerika Serikat, Jepang, Vietnam, Inggris dan China memiliki daya saing tinggi, yang terlihat dari nilai RCA > 1 dan RSCA > 0 (tabel 3). Jika melihat penguasaan pasar di Vietnam, Inggris dan China yang masih relatif rendah, komoditas ini perlu didorong untuk meningkatkan penguasaan pasar di negaranegara tersebut. Tabel 3. Udang Kecil dan Udang Biasa Lainnya (Beku) Indonesia Berdaya Saing Tinggi di Negara Tujuan Utama Ekspor Sumber: Comtrade, diolah Sama halnya dengan udang, ekspor komoditas kepiting Indonesia ke Amerika Serikat, China, Malaysia, Singapura dan Hongkong juga memiliki daya saing tinggi. Hal ini terlihat dari nilai RCA >1 dan RSCA > 0 (tabel 4). Jika melihat penguasaan pasar Tabel 4. Kepiting Indonesia Berdaya Saing Tinggi di Negara Tujuan Utama Ekspor Sumber: Comtrade, diolah 5) RCA adalah indeks yang menghitung pangsa nilai ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu negara dibandingkan dengan pangsa nilai produk tersebut dalam perdagangan dunia atau pasar tertentu. Jika nilai RCA suatu produk atau komoditas diatas 1, maka produk atau komoditas tersebut memiliki daya saing di pasar tertentu. 6) Penerapan Revealed Symetric Comparative Advantage (RSCA) yang merupakan penurunan transformasi monoton sederhana dari RCA dikarenakan nilai yang dihasilkan oleh nilai yang dihasilkan tidak simetris (Ashari et,al, 2016). Jika nilai RSCA suatu produk atau komoditas diatas 0, maka produk atau komoditas tersebut memiliki daya saing di pasar tertentu.

6 Tabel 5. Krustasea Lainnya (Beku) Indonesia Berdaya Saing Tinggi di Negara Tujuan Utama Ekspor Sumber: Comtrade, diolah di negara-negara tersebut, pendalaman penguasaan pasar di China dan Hongkong perlu ditingkatkan. Ekspor krustasea lainnya (beku) Indonesia ke Amerika Serikat, Jepang, Hongkong, Belgia dan Inggris juga memiliki daya saing tinggi, yang terlihat dari nilai RCA >1 dan RSCA >0 (tabel 5). Selain di Amerika Serikat, pendalaman pasar komoditas ini perlu didorong di Jepang, Hongkong, Belgia dan Inggris. mendukung kinerja ekspor hasil perikanan Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah harus terus mendorong pelaku usaha di sektor perikanan untuk terus meningkatkan kinerja ekspornya serta melakukan pendalaman penguasaan pasar. Hal ini penting dilakukan agar sektor perikanan semakin besar berkontribusi bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Pendalaman penguasaan pasar dimaksud lebih dikhususkan ke negara-negara tujuan ekspor utama yang penguasaan pasarnya masih rendah, dengan memperhatikan negara pesaing (tabel 6). Selain, pendalaman pangsa pasar, salah satu yang dapat dilakukan adalah perluasan pasar, khususnya udang vanamei dan udang windu (beku) serta kepiting. Perluasan pasar tersebut diarahkan ke negara-negara yang permintaan akan ketiga komoditas tersebut terbesar atau importir terbesar, sebagaimana tergambar pada tabel 7. Nama negara yang tercetak merah merupakan negara yang perlu Tabel 6. Negara Pesaing di Beberapa Negara Tujuan Ekspor Utama Sumber: Comtrade, diolah Catatan Redaksi: Perlu Pendalaman dan Perluasan Pasar Komoditas Unggulan Komoditas udang vanamei (beku), udang windu (beku), kepiting dan krustasea lainnya (beku) merupakan komoditas utama yang 4 diperluas pangsa pasarnya. Untuk perluasan pasar udang vanamei dan udang windu (beku), negara Spanyol, Prancis, Italia, Belgia, Jerman dan Korea merupakan negara potensial untuk disasar. Sedangkan untuk kepiting, negara potensial yang dapat

7 Tabel 7. Sepuluh Negara Importir Terbesar Sumber: Comtrade, diolah disasar adalah Korea Selatan, Jepang. Kanada, Prancis, dan Spanyol. Sebagai catatan terakhir, pendalaman dan perluasan pasar dimaksud dilakukan dengan tetap memperhatikan pemenuhan kebutuhan domestik di dalam negeri. Daftar Pustaka Siggel, Eckhard. (2007). The Many Dimensions of Competitiveness. CESifo Venice Summer Institute. Shohibul, Ana. (2013). Revealed Comparative Advantage Measure: ASEAN-China. Journal of Economics and Sustainable Development. Vol.4, No.7, Ashari, Ulfra., Sahara, dan Hartoyo, Sri. (2016). Daya Saing Udang Segar Dan Udang Beku Indonesia Di Negara Tujuan Ekspor Utama. Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 13 No. 1,

8 Permasalahan Sektor Perikanan Tangkap dan Kesejahteraan Nelayan Dahiri 1 ) Abstrak Pembangunan kemaritiman merupakan salah satu visi Pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Ir. Joko Widodo. Salah satu elemen yang mendukung kemaritiman adalah sektor perikanan dan kesejahteraan nelayan. Namun elemen tersebut masih terdapat permasalahan yang perlu perhatian pemerintah. Permasalahan tersebut meliputi terbatasnya pasokan BBM, pendidikan yang masih kurang, pencemaran ekosistem laut, serta masih minimnya kapal motor dan pasokan listrik. Oleh karena itu, pemerintah dengan Inpres No. 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional seharusnya bisa segera meningkatkan sektor perikanan tangkap dan kesejahteraan nelayan dengan bantuan modal penangkapan ikan disertai pemberian pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, peningkatan pembangunan SPBU di pendaratan ikan, penegakan hukum kelestarian lingkungan laut, dan peningkatkan ketersediaan listrik di wilayah Indonesia Timur diprioritaskan. Indonesia merupakan negara yang banyak problematika terkait kemaritiman. mempunyai luas laut 2/3 dari luas Permasalahan Sektor Perikanan Tangkap keseluruhan sehingga bisa dikatakan sebagai negara kelautan. Kelautan memiliki potensi Berbicara kemaritiman tidak lepas untuk menopang perekonomian negara yaitu dari kelautan dan pantai yang berarti tidak meliputi sumber daya alam dan pariwisata lepas dari permasalahan masyarakat pesisir. kelautan. Sumber daya alam kelautan Masyarakat pesisir lebih cenderung memiliki meliputi hasil penangkapan dan pengolahan pekerjaan sebagai nelayan, yang terdiri dari ikan maupun sejenisnya, budidaya rumput nelayan buruh atau nelayan pemilik modal. laut, budidaya udang/lobster, minyak bumi Nelayan merupakan salah satu elemen penting dan gas bumi. Pariwisata kelautan meliputi dalam pembangunan kemaritiman. Namun, tempat-tempat wisata kelautan seperti pantaipantai untuk wisata. Selain itu, kelautan berdasarkan garis kemiskinan yang ditetapkan BPS untuk daerah Perdesaan, maka ratarata garis kemiskinan rumah tangga nelayan juga berfungsi sebagai penghubung antar pulau sehingga kelautan menjadi sarana Indonesia sebesar Rp di samping itu transportasi. Namun apakah indonesia masih banyak nelayan yang tergolong rentan sudah menjadi negara maritim? Hal ini masih miskin dan mudah jatuh miskin jika terjadi menjadi pertanyaan. Negara kelautan belum gejolak atau kenaikan harga-harga barang tentu merupakan negara kemaritiman. Oleh konsumsi. Kemudian jika rumah tangga karena itu, Pemerintah Republik Indonesia nelayan dilihat dari indikator kesejahteraan di bawah kepemimpinan Presiden Ir. Joko nelayan atau nilai tukar nelayan (NTN), Widodo telah menetapkan kebijakan bahwa isi maka rata-rata NTN hanya sebesar 106 yang pembangunan harus didasari kondisi geografis berarti surplus yang diterima nelayan masih Indonesia sebagai negara kepulauan. Dalam minim. Selain itu, mereka memiliki proporsi pidato pelantikannya, Presiden RI menegaskan pengeluaran pangan sebesar 66,7 persen bahwa kita harus bekerja dengan sekeraskerasnya untuk mengembalikan Indonesia lebih besar dari pengeluaran bukan pangan. Dengan demikian kesejahteraan nelayan perlu sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat perhatian pemerintah. dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Permasalahan dan isu strategis Hal ini jelas menegaskan bahwa Presiden kesejahteraan nelayan dipengaruhi oleh memiliki harapan untuk bisa mewujudkan beberapa faktor. Pertama, bahan bakar Indonesia sebagai negara maritim. Harapan minyak (BBM) menjadi problematika dalam tersebut telah terangkum dalam RPJMN kehidupan nelayan, harga BBM yang saat ini 2019, dengan harapan bisa mencapai target fluktuatif sehingga biaya untuk penangkapan kemaritiman pada tahun Dalam kurun tidak bisa ditetapkan selalu sama. Hal ini waktu tiga tahun mendatang, harapan untuk jelas perlu perhatian dari sektor energi dan mewujudkan negara maritim masih menjadi sumber daya mineral (ESDM) agar mencarikan tantangan bagi pemerintah mengingat masih solusi atas permasalahan ini karena BBM 1) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian DPR RI. dahiridai@gmail.com 6

9 Gambar 1. Persentase Rumah Tangga Nelayan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) domainnya ESDM. Akibat fluktuatifnya harga BBM, maka harga penjualan ikan juga akan fluktuatif seiring dengan perubahan harga BBM. Pada saat BBM mengalami kenaikan, biaya operasional penangkapan ikan akan meningkat yang berdampak harga jual yang melambung tinggi. Jika harga jual ikan melambung tinggi, maka volume penjualan ikan cenderung berkurang. Selain itu, pembangunan SPBU di pusat pendaratan ikan juga belum menyeluruh, akibatnya daerah yang belum terdapat SPBU terpaksa membeli BBM secara eceran yang harganya akan lebih mahal dari SPBU atau membeli BBM dengan jarak tempuh yang cukup jauh sehingga akan mengeluarkan biaya lagi atas pembelian BBM tersebut. Kedua, pendidikan nelayan masih kurang menghambat berkembangnya kesejahteraan nelayan. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk mendapatkan peluang kehidupan kesejahteraan yang lebih baik, namun di kehidupan masyarakat pesisir khususnya nelayan masih banyak masyarakat yang pendidikannya belum tamat SMA atau sederajatnya. Persentase pendidikan nelayan disajikan dalam Gambar 1. Dari data di Gambar 1, jelas bahwa masih banyak nelayan yang menyelesaikan pendidikannya hanya sampai SD, hal ini menjadi permasalahan yang sangat mendasar. Lebih lanjut jika nelayan dihadapkan dengan kapal yang memiliki teknologi komputerisasi maka nelayan akan kesulitan dan cenderung nelayan memilih hanya menjadi buruh saja, sehingga posisi tawar nelayan akan lemah. Sebenarnya pemerintah memberikan bantuan kapal kepada nelayan, namun bantuan tersebut belum menjamin akan menjawab permasalahan kurang terampilnya nelayan. Jika nelayan hanya menggunakan kapal penangkapan ikan secara tradisional tanpa memakai teknologi, maka pendapatan nelayan dipastikan akan kurang optimal. Selain teknologi, kurangnya pengetahuan nelayan terkait jalur penangkapan ikan juga menjadi permasalahan. Akibat kurangnya pengetahuan tersebut, maka sering kali menimbulkan konflik antar nelayan. Seperti yang disampaikan Setyawati (2014) dengan stakeholder perikanan tangkap yang berasal dari beberapa wilayah Pantai Utara Jawa Tengah terungkap bahwa masih ada terdapat konflik antar nelayan terkait dengan penggunaan jalur penangkapan ikan. Nelayan dengan alat tangkap cantrang sering masuk ke jalur I (0-4 mil) yang sebenarnya dilarang. Padahal, menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.PER.02/MEN/2011, seharusnya alat tangkap cantrang beroperasi di jalur II dan III atau di atas 4 mil laut. Nelayan dengan alat tangkap cantrang yang beroperasi masuk jalur I ini beberapa kali merusak alat tangkap lain yang memang beroperasi di jalur I, seperti alat tangkap jaring insang atau gillnet. Akibatnya, seringkali hal tersebut menjadi pemicu konflik antara nelayan jaring insang dengan nelayan cantrang, yang pada akhirnya masalah konflik ini tertentu akan mempengaruhi tingkat penerimaan para nelayan itu sendiri. Ketiga, pencemaran ekosistem laut yang berdampak pada terbatasnya sumber daya ikan. Ekosistem laut Indonesia saat ini cenderung memprihatinkan, banyak pencemaran baik dari rumah tangga maupun industri. Limbah rumah tangga maupun limbah industri yang dibuang ke sungai dan pada akhirnya akan bermuara di laut, sehingga mengakibatkan adanya peningkatan pertumbuhan fitoplankton yang berlebihan dan cenderung cepat membusuk. Hal tersebut akan berdampak pada hasil tangkapan ikan para nelayan menurun, karena pencemaran tersebut akan memusnahkan populasi ikan. Lebih lanjut, jika ikan tersebut sudah tercemar limbah racun, maka akan mengancam kesehatan manusia. Kemudian menurut Slamet Daryoni (2014) dari 7

10 Gambar 2. Jumlah Perahu/Kapal Menurut Wilayah Sumber: Biro Pusat Statistik (BPS) Walhi menyatakan bahwa pencemaran berat terjadi terutama di kawasan laut dekat muara sungai dan kota-kota besar. Selain karena polusi yang berasal dari limbah industri yang berlebihan, pencemaran laut juga disebabkan oleh ekploitasi minyak dan gas bumi di lautan. Namun, yang paling penting adalah akibat kebijakan dan perhatian pemerintah Indonesia yang sangat kurang terhadap kelautan. Keempat, masih minimnya kapal motor untuk wilayah Indonesia Timur menjadi sumber masalah kurangnya pasokan ikan. Wilayah Indonesia Timur masih minim dalam penggunaan kapal motor sebagai alat transportasi penangkapan ikan. Sedangkan wilayah bagian barat, Jawa, dan Kalimantan sudah dominan menggunakan kapal motor. Perbedaan teknologi ini bisa membuat kesenjangan antara nelayan wilayah Indonesia Barat dan Timur. Padahal laut di wilayah Indonesia Timur cenderung lebih luas dan ekosistemnya masih belum terkontaminasi dengan limbah industri atau rumah tangga. Sebenarnya potensi hasil laut wilayah Indonesia Timur tersebut masih banyak. Namun, akibat dari minimnya alat penangkapan ikan tersebut, maka hasilnya kurang optimal. Kelima, masih minimnya pasokan listrik untuk wilayah Indonesia Timur menjadi kendala sektor perikanan ini dalam menyediakan pasokan ikan. Listrik merupakan salah faktor yang mempengaruhi perkembangan industri perikanan khususnya Unit Pengolahan Ikan (UPI). Menurut Nilanto Prabowo Ditjen PDSP KKP, sebanyak unit UPI yang ada di Indonesia, hanya sekitar 1,2 persen atau 718 unit yang merupakan UPI skala besar. Berdasarkan jenis olahannya, UPI skala besar dan menengah didominasi 59 persen oleh UPI jenis olahan ikan beku, sedangkan 36 persen UPI skala mikro-kecil adalah UPI jenis olahan ikan asin. Sementara 8 berdasarkan volumenya, UPI skala besarmenengah mengolah ton ikan beku pada tahun 2015, dan UPI skala mikro-kecil mengolah ton ikan asin pada periode yang sama. Terkait dengan cold storage (tempat penyimpanan pendingin), saat ini masih banyak berada di kawasan barat karena dinilai pasokan listrik dan konektivitas di kawasan tersebut lebih memadai dibandingkan dengan Wilayah Indonesia Timur yang masih minim. Upaya Meningkatkan Sektor Perikanan Tangkap Dan Kesejahteraan Nelayan Dalam Mendukung Pembangunan Kemaritiman Mewujudkan negara maritim perlu kerja keras pemerintah dan masyarakat, karena dari zaman orde baru konsep pembangunan Indonesia berada pada pembangunan daratan dan Indonesia mengklaim sebagai negara agraris. Namun, klaim tersebut seolah berubah dengan adanya visi yang dicanangkan oleh pemerintah. Sebagai langkah upaya mewujudkan negara maritim, maka pemerintah harus berfokus dan mengutamakan pada permasalahan kesejahteraan nelayan, karena nelayan merupakan ujung tombak dari konsep negara maritim. Melihat kondisi dan permasalahan dalam kesejahteraan nelayan diperlukan suatu strategi dan kebijakan agar terwujud kesejahteraan nelayan. Strategi dan kebijakan untuk mensejahterakan nelayan tersebut antara lain: pertama, memberikan bantuan modal penangkapan ikan disertai pemberian pendidikan, pengetahuan dan keterampilan. Untuk dapat mengoptimalkan hasil tangkapan nelayan, maka nelayan memerlukan kapal penangkapan ikan yang lebih berteknologi, dan memiliki standar keselamatan pelayaran. Pemberian bantuan kapal merupakan solusi membantu kesejahteraan nelayan, namun jika pemberian kapal tidak didukung

11 dengan pendidikan dan pengetahuan dalam mengoperasikan kapal tersebut, maka pemberian tersebut akan sia-sia. Oleh karena itu perlu peningkatan pendidikan para nelayan baik pendidikan formal maupun informal terkait pelayaran penangkapan ikan. Pengetahuan terkait sistem perairan, dan zona wilayah juga perlu bagi nelayan sehingga nelayan kita tidak menangkap ikan di luar dari zona negara karena akan merugikan negara lain dan akan berhadapan dengan hukum yang nantinya berdampak pada pendapatan nelayan tersebut. Kedua, meningkatkan pembangunan jumlah SPBU di pendaratan ikan. BBM merupakan nafas dalam pelayaran karena mayoritas saat ini kapal penangkapan ikan sudah menggunakan motor, sebagai pengerak, motor sangat bergantung pada bahan bakar, biaya untuk bahan bakar ini bisa mencapai antara persen dari biaya operasional penangkapan ikan. Selain itu, SPBU yang jauh dari pendaratan ikan akan menambah biaya operasi penangkapan ikan karena untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar nelayan perlu mengeluarkan biaya lebih besar, namun jika SPBU sudah berada pada pendaratan ikan maka biaya penangkapan ikan lebih efisien. Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan koordinasi bidang ESDM ataupun lembaga terkait untuk membantu mempercepat pembangunan SPBU di pendaratan ikan. Ketiga, menegakkan hukum kelestarian lingkungan laut. Kebijakan pemerintah harus pro terhadap lingkungan khususnya lingkungan laut, karena saat ini laut Indonesia sudah banyak tercemari limbah industri maupun rumah tangga khususnya laut wilayah bagian barat. Pencemaran ini akan berdampak pada kematian ikan. Kemungkinan lain, apabila ikan tersebut dikonsumsi oleh manusia, maka akan membahayakan kesehatan manusia itu sendiri. Sebenarnya aturan pemerintah akan standarisasi atas limbah industri sudah ada namun penegakan hukumnya masih lemah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) diharapkan dapat berperan aktif untuk bisa mengontrol limbah khususnya limbah industri. Keempat, memprioritaskan ketersediaan listrik di wilayah Indonesia Timur. Listrik bagi sektor perikanan tangkap dibutuhkan dalam mensuplai energi gudang pendingin (cold storage). Kebutuhan listrik ini diharapkan dapat diprioritaskan untuk wilayah Indonesia Timur, setidaknya pasokan listrik MW setiap tahunnya bisa terealisasi. Jika pasokan listrik untuk cold storage bisa terpenuhi secara merata di Wilayah Indonesia, maka industrilisasi perikanan bisa cepat meningkat. Rekomendasi Indonesia di bawah kepemimpinan Joko Widodo terus berupaya untuk bisa mewujudkan negara maritim. Untuk bisa mewujudkannya, pemerintah juga telah menerbitkan Inpres No. 7 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Dalam Inpres tersebut jelas ditegaskan peran dari masing-masing lembaga kementrian atau non kementrian. Oleh karena itu, dengan Inpres tersebut seharusnya pemerintah dapat segera meningkatkan sektor perikanan tangkap dan kesejahteraan nelayan dengan dibantu dengan kebijakan seperti: 1) memberikan bantuan modal penangkapan ikan disertai pemberian pendidikan, pengetahuan dan keterampilan; 2) peningkatan pembangunan SPBU di pendaratan ikan; 3) mempertegas penegakan hukum kelestarian lingkungan laut; dan 4) memprioritaskan ketersediaan listrik di wilayah Indonesia Timur. Daftar Pustaka Daryoni, Slamet Pencemaran Laut Mengancam Potensi Sumber daya dan Lingkungan Maritim. Diambil kembali dari co.id/2014_01_01_archive.html Dewan Kelautan Indonesia Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Setyawati, dkk Analisis Pencapaian Nilai Tukar Nelayan. Bappenas. Jakarta. 9

12 Buletin APBN Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI Telp / , Fax

Komoditas Penentu Kinerja Ekspor Perikanan Indonesia

Komoditas Penentu Kinerja Ekspor Perikanan Indonesia Komoditas Penentu Kinerja Ekspor Perikanan Indonesia Robby Alexander Sirait 1 ) Per September 2016, ekspor hasil Dibandingkan tahun 2012, porsi nilai ekspor perikanan Indonesia mencapai krustasea terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi yang besar di sektor perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan memiliki

Lebih terperinci

Sumber: Comtrade (2017), diolah. Analis APBN di Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI.

Sumber: Comtrade (2017), diolah. Analis APBN di Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI. MENAKAR DAYA SAING KOMODITAS UTAMA INDONESIA DI MITRA DAGANG UTAMA ASEAN SETAHUN PASCA PENERAPAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Robby Alexander Sirait 1 Abstrak: Mitra dagang Indonesia di kawasan ASEAN

Lebih terperinci

Isu dan Masalah Keuangan Negara

Isu dan Masalah Keuangan Negara PUSAT KAJIAN ANGGARAN BADAN KEAHLIAN DPR RI ISSN 2541-5557 Isu dan Masalah Keuangan Negara Vol. 2, No. 2, 2017 Analisis Daya Saing Kopi Indonesia Di Pasar ASEAN Paska Setahun Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

Kendala Mendukung. Indonesia. Menuju UHC. Meningkatkan Peran Perguruan Tinggi dalam. Kemaritiman. p. 06 p. 02. Edisi 15, Vol. I.

Kendala Mendukung. Indonesia. Menuju UHC. Meningkatkan Peran Perguruan Tinggi dalam. Kemaritiman. p. 06 p. 02. Edisi 15, Vol. I. Edisi 15, Vol. I. Agustus 2016 Meningkatkan Peran Perguruan Tinggi dalam Kendala Mendukung Indonesia Pembangunan dalam Transisi Kemaritiman Menuju UHC p. 06 p. 02 Buletin APBN Pusat Kajian Anggaran Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk perikanan Indonesia. Nilai ekspor produk perikanan Indonesia ke Amerika Serikat lebih besar daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu bagian penting dalam perdagangan internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara maritim, dua pertiga wilayahnya merupakan lautan dan luas perairan lautnya mencapai 5.8 juta km 2 termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan suatu negara di dalam perdagangan internasional. Dalam era perdagangan bebas saat ini, daya

Lebih terperinci

MASALAH DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN PARIWISATA DI INDONESIA : STUDI KASUS 10 DAERAH TUJUAN WISATA

MASALAH DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN PARIWISATA DI INDONESIA : STUDI KASUS 10 DAERAH TUJUAN WISATA MASALAH DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN PARIWISATA DI INDONESIA : STUDI KASUS 10 DAERAH TUJUAN WISATA PUSAT KAJIAN ANGGARAN BADAN KEAHLIAN DPR RI 2017 Masalah Dan Tantangan Pembangunan Pariwisata Di Indonesia

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA

V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA 5.1. Perdagangan Internasional Hasil Perikanan Selama lebih dari beberapa dekade ini, sektor perikanan dunia telah banyak mengalami perkembangan dan perubahan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang memiliki peran penting bagi suatu negara. Perdagangan internasional memberikan manfaat berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan sektor kelautan Indonesia yang cukup signifikan dan Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas yang dikelilingi oleh perairan dan Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c.

I PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 104.000 km serta memiliki 17.504 pulau. Wilayah laut Indonesia membentang luas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN BISNIS DAN DAYA SAING IKAN HIAS INDONESIA. Peluang Bisnis Masyarakat Urban

PERKEMBANGAN BISNIS DAN DAYA SAING IKAN HIAS INDONESIA. Peluang Bisnis Masyarakat Urban PERKEMBANGAN BISNIS DAN DAYA SAING IKAN HIAS INDONESIA Peluang Bisnis Masyarakat Urban OLEH : SUHANA DOSEN MATA KULIAH EKONOMI POLITIK SUMBERDAYA ALAM, PROGRAM STUDI EKONOMI DAN LINGKUNGAN IPB PENELITI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedua didunia. Wilayah pesisir Indonesia yang luas memiliki garis pantai

BAB I PENDAHULUAN. kedua didunia. Wilayah pesisir Indonesia yang luas memiliki garis pantai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan/bahari. Dua pertiga luas wilayah negara ini terdiri dari lautan dengan total garis panjang pantainya terpanjang kedua didunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk yang padat, setidaknya mampu mendorong perekonomian Indonesia secara cepat, ditambah lagi dengan sumber daya

Lebih terperinci

Jurnal Budget. Vol. 2, No. 1, Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI ISSN

Jurnal Budget. Vol. 2, No. 1, Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI ISSN Jurnal Budget Vol. 2, No. 1, 2017 ISSN 2541-5557 Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI Halaman ini sengaja dikosongkan ii PENGANTAR REDAKSI Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Jurnal Ilmiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang lndonesia adalah negara kepulauan dan maritim dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu sepanjang 81.000 km dan dengan jumlah pulau kurang lebih 17.508 pulau serta

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 59 V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 5.1. Perkembangan Rumput Laut Dunia Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang di dalamnya terdapat berbagai macam potensi. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah lautan dengan luas mencapai

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi PT. Agung Sumatera Samudera Abadi secara legalitas berdiri pada tanggal 25 Januari 1997 sesuai dengan akta pendirian perseroan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR NOVEMBER 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR NOVEMBER 02/01/51/Th. XI, 3 Januari 2017 A. EKSPOR Nilai ekspor barang asal Provinsi Bali yang dikirim lewat beberapa pelabuhan di Indonesia pada bulan mencapai US$ 44.193.317.

Lebih terperinci

Peluang Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kebijakan Saat Ini serta Usulan Perbaikannya. Indra Jaya Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB

Peluang Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kebijakan Saat Ini serta Usulan Perbaikannya. Indra Jaya Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Peluang Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kebijakan Saat Ini serta Usulan Perbaikannya Indra Jaya Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB RAKORNAS Pemberantasan IUU Fishing - Jakarta, 10-12 Juli 2017

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK STRATEGI KEBIJAKAN PENGENDALIAN INFLASI DI DAERAH PASCA KEBIJAKAN BARU SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) : Studi di Provinsi D.I.Yogyakarta

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JANUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JANUARI 2017 16/03/51/Th. XI, 1 Maret 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JANUARI 2017 A. EKSPOR Nilai ekspor barang asal Provinsi Bali yang dikirim lewat beberapa pelabuhan di Indonesia pada bulan 2017 mencapai US$

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 I. SUBSIDI BBM TAHUN 2013 a. Subsidi BBM Dalam Undang-undang No.19 Tahun tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar

Lebih terperinci

Ekonomi Pertanian di Indonesia

Ekonomi Pertanian di Indonesia Ekonomi Pertanian di Indonesia 1. Ciri-Ciri Pertanian di Indonesia 2.Klasifikasi Pertanian Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat menjelaskan ciri-ciri pertanian di Indonesia serta klasifikasi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN Pembangunan nasional tahun 2015-2017 menekankan kepada penguatan sektor domestik yang menjadi keunggulan komparatif Indonesia, yaitu ketahanan pangan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER No. 67/12/61/Th. XIX, 1 Desember A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR OKTOBER MENCAPAI US$84,85 JUTA Nilai ekspor Kalimantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk di dalamnya agribisnis. Kesepakatan-kesepakatan pada organisasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Dr. Ir. Sri Yanti JS. MPM

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Dr. Ir. Sri Yanti JS. MPM KATA PENGANTAR Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki laut yang dapat dikelola sebesar 5,8 juta km 2 dan mempunyai potensi serta keanekaragaman sumber daya kelautan dan perikanan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

Public Social Partnership untuk

Public Social Partnership untuk Edisi XI Vol. II. Juni 2017 Public Social Partnership untuk Penanggulangan Kemiskinan p. 03 Menakar Daya Saing Utama Indonesia di Mitra Dagang Utama ASEAN Setahun Pasca Penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komoditas Udang di Pasaran Internasional

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komoditas Udang di Pasaran Internasional II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komoditas Udang di Pasaran Internasional Komoditas udang dalam dunia perdagangan biasa disebut dengan istilah shrimp. Spesies udang sendiri di seluruh dunia tercatat tidak kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil

Lebih terperinci

Pentingnya Membangun Cadangan Mendukung

Pentingnya Membangun Cadangan Mendukung Edisi 10, Vol. I. Juni 2016 Pentingnya Membangun Cadangan Mendukung Strategis Ketahanan Minyak untuk Pangan Melalui Ketahanan Asuransi Energi Pertanian Indonesia p. 06 p. 02 Buletin APBN Pusat Kajian Anggaran

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09 KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM :11.12.5999 KELAS : S1-SI-09 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Karya ilmiah ini berjudul BISNIS DAN BUDIDAYA

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 4 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 I. PENDAHULUAN Dalam Undang-undang No.19 Tahun 2012 tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar Rp193,8 triliun meningkat Rp56,4 triliun bila dibandingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JUNI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JUNI 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JUNI 2015 49/08/51/Th. IX, 3 Agustus 2015 A. EKSPOR Nilai ekspor barang asal Provinsi Bali yang dikirim lewat beberapa pelabuhan di Indonesia pada bulan Juni 2015 mencapai

Lebih terperinci

PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG

PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

I. PENDAHULUAN.  (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan sektor agribisnis yang hingga saat ini masih memberikan kontribusi yang cukup besar pada perekonomian Indonesia. Dari keseluruhan total ekspor produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, aktivitas mikroorganisme atau proses oksidadi lemak oleh udara

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, aktivitas mikroorganisme atau proses oksidadi lemak oleh udara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ikan merupakan produk yang mudah rusak. Kerusakan ikan disebabkan oleh kegiatan enzimatis dari dalam tubuh ikan itu sendiri. Untuk menanggulangi kerusakan pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JUNI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JUNI 2017 48/08/51/Th. XI, 1 Agustus 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JUNI 2017 A. EKSPOR Nilai ekspor barang asal Provinsi Bali yang dikirim lewat beberapa pelabuhan di Indonesia pada bulan Juni 2017 mencapai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR MEI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR MEI 2017 42/07/51/Th. XI, 3 Juli 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR MEI 2017 A. EKSPOR Nilai ekspor barang asal Provinsi Bali yang dikirim lewat beberapa pelabuhan di Indonesia pada bulan Mei 2017 mencapai US$

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JANUARI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JANUARI 2016 16/03/51/Th. X, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JANUARI 2016 A. EKSPOR Nilai ekspor barang asal Provinsi Bali yang dikirim lewat beberapa pelabuhan di Indonesia pada bulan 2016 mencapai US$

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan Menurut Rosyidi (2007), dalam melakukan kegiatan ekspor suatu perusahaan dapat menentukan sendiri kebijakan mengenai pemasaran

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Ekspor dan Impor Sulawesi Tengah No. 54/09/72/Th.XX, 15 September 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI SULAWESI TENGAH Perkembangan Ekspor dan Impor Sulawesi Tengah Selama Agustus 2017, Nilai

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Provinsi Jambi memiliki sumberdaya perikanan yang beragam dengan jumlah

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Provinsi Jambi memiliki sumberdaya perikanan yang beragam dengan jumlah BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Provinsi Jambi memiliki sumberdaya perikanan yang beragam dengan jumlah produksi perikanan laut di Provinsi Jambi sebesar 43.474,1.ton pada tahun 2015, akan

Lebih terperinci

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013 Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013 Indonesia memiliki potensi sapi potong yang cukup besar. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) hasil Sensus Pertanian

Lebih terperinci

SUBSIDI PUPUK DALAM RAPBN-P 2014

SUBSIDI PUPUK DALAM RAPBN-P 2014 SUBSIDI PUPUK DALAM RAPBN-P 2014 A. PENDAHULUAN Prioritas ketahanan pangan di 2014 diarahkan untuk meningkatkan penyediaan bahan pangan melalui peningkatan produksi pangan dalam negeri; meningkatkan akses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2 menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. 2 menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Republik Indonesia adalah sebuah negara yang besar dengan luas sekitar 2/3 bagian (5,8 juta Km 2 ) adalah lautan, dan sekitar 1/3 bagian (2,8 juta km 2 ) adalah daratan,

Lebih terperinci

CATATAN TENGAH TAHUN KINERJA SOSIAL EKONOMI PEMERINTAHAN JOKOWI-JK

CATATAN TENGAH TAHUN KINERJA SOSIAL EKONOMI PEMERINTAHAN JOKOWI-JK CATATAN TENGAH TAHUN KINERJA SOSIAL EKONOMI PEMERINTAHAN JOKOWI-JK Indonesia for Global Justice (IGJ) Disusun oleh: Niko Amrullah dan Priska Sabrina Luvita JULI 2015 Laporan lengkap studi dapat diakses

Lebih terperinci

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Policy Brief TR 2016 02 Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Nazla Mariza, M.A.; Bambang Wicaksono, M.Si.; Joanna Octavia, M.Sc. Ringkasan Industri perikanan nasional Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 2 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

Lebih terperinci

KINERJA PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) SUMBER DAYA ALAM NON MIGAS

KINERJA PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) SUMBER DAYA ALAM NON MIGAS KINERJA PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) SUMBER DAYA ALAM NON MIGAS Pendahuluan Undang-undang No 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak mendefinisikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI No. 50/09/61/Th. XIX, 1 September A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JULI MENCAPAI US$29,00 JUTA Nilai ekspor Kalimantan Barat

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Barat No. 56/10/32/Th. XIX, 2 Oktober 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Barat Agustus 2017 Ekspor Agustus 2017

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

KOPI ANDALAN EKSPOR INDONESIA

KOPI ANDALAN EKSPOR INDONESIA JURNAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN ISSN : 2337-9572 MARKET INTELLIGENCE KOPI ANDALAN EKSPOR INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN RI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Produksi Liquefied Natural Gas (LNG) LNG Indonesia diproduksi dari tiga kilang utama, yaitu kilang Arun, kilang Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, kelestarian ekosistem, serta persatuan dan kesatuan. Sedangkan

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VII Nomor 1 Tahun 2015 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada pertumbuhan tanaman, hewan, dan ikan. Pertanian juga berarti kegiatan pemanfaatan sumber daya

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR FEBRUARI 2015 . 24/04/51/Th. IX, 1 April 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR FEBRUARI 2015 A EKSPOR Nilai ekspor barang asal Provinsi Bali yang dikirim lewat beberapa pelabuhan di Indonesia pada bulan Februari 2015 mencapai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR NOVEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR NOVEMBER 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR NOVEMBER A. EKSPOR 02/01/51/Th. X, 4 Januari 2016 Nilai ekspor barang asal Provinsi Bali yang dikirim lewat beberapa pelabuhan di Indonesia pada bulan mencapai US$ 41.279.356.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR MEI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR MEI 2016 42/07/51/Th. X, 1 Juli 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR MEI 2016 A. EKSPOR Nilai ekspor barang asal Provinsi Bali yang dikirim lewat beberapa pelabuhan di Indonesia pada bulan Mei 2016 mencapai US$ 41.658.670.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. Selain sebagai komoditas publik, sektor

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 3 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER No. 02/01/61/Th. XX, 3 Januari 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR NOVEMBER MENCAPAI US$72,12 JUTA

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 3 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL, KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia 41 V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT 5.1. Perkembangan Produksi dan Ekspor Rumput Laut Dunia 5.1.1. Produksi Rumput Laut Dunia Indonesia dengan potensi rumput laut yang sangat besar berpeluang menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci