TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Syarat mutu susu kental manis (SNI ) kekuningan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Syarat mutu susu kental manis (SNI ) kekuningan"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Susu Kental Manis Menurut SNI No susu kental manis adalah produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian air dari susu segar atau hasil rekonstitusi susu bubuk berlemak penuh, atau hasil rekombinasi susu bubuk tanpa lemak dengan lemak susu/lemak nabati, yang telah ditambah gula, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain. Susu kental manis menurut SNI diklasifikasikan atas susu kental manis tanpa ganda rasa, dan susu kental manis dengan ganda rasa. Perbedaan keduanya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat mutu susu kental manis (SNI ) No. Jenis Uji Satuan Tanpa Ganda Rasa Persyaratan 1. Keadaan : Bau Normal Normal Rasa Normal Normal Warna Putih sampai kekuningan Konsistensi Kental dan homogen 2 Air % Abu % 1,4 2,2 1,4 2,2 4 Protein % 7-10 Min 6,5 5 Lemak % Min 8.0 Min Laktosa % Min. 10 Min 10 7 Sakarosa % Dengan Ganda Rasa Sesuai ganda rasa yang ditambahkan Kental dan homogen 8 TPC ( total Koloni/g Max 1.0 x 10 4 Max 1.0 x 10 4 Plate Count) 9 Coliform APM/g Max 10 Max E. coli APM/g <3 <3 11 Salmonella Per 100 g Negative Negative 12 Stap. aureus Koloni/g Max 1.0 x 10 2 Max 1.0 x Kapang /Khamir Koloni/g Max 1.0 x 10 2 Max 1.0 x

2 Katagori pangan 2006 (BPOM 2006), mendefinisikan susu kental manis sebagai produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian air dari campuran susu dan gula hingga mencapai tingkat kepekatan tertentu, atau merupakan hasil rekonstitusi susu bubuk dengan penambahan gula, dengan atau tanpa penambahan bahan lain. Gula yang ditambahkan harus dapat mencegah pembusukan. Produk dikemas secara kedap (hermetis) dan dipasteurisasi, serta kadar lemak susu tidak boleh kurang dari 8 %. Pembuatan susu kental manis merupakan teknologi yang sudah cukup lama sejak abad ke-19. Produksi komersial pertama kali dilakukan di tahun Pembuatan susu kental manis merupakan suatu proses yang kompleks dengan sejumlah elemen-elemen kritis, yang masing-masing harus dikontrol dengan ketat. Susu kental manis bukan produk steril, tetapi pengawetannya tergantung pada kandungan gulanya yang tinggi (Clarke 1999; Newstead et al. 2005). Susu kental manis konvensional telah diproduksi dalam waktu yang lama oleh kebanyakan negara-negara penghasil susu. Proses ini terkait dengan penambahan gula (biasanya sukrosa) ke dalam susu, yang kemudian dipekatkan hingga mencapai padatan total yang relatif tinggi (>72%). Produk kemudian dikemas dalam kaleng (Clarke 1999). Beberapa parameter kritis menurut Newstead et al. ( 2005) adalah : 1. Bakteri pembusuk tidak akan tumbuh pada tekanan osmosis yang mendekati titik jenuh dari gula (sukrosa), oleh karena itu kandungan gula harus sangat dekat dengan titik jenuhnya, tetapi tidak di atasnya, karena gula akan mengkristal. Di saat yang sama, higiene pabrik yang ketat harus dijaga sehingga bakteri osmofilik tidak mengkontaminasi produk. 2. Konsentrasi laktosa di susu kental manis di atas titik jenuhnya akan menyebabkan terjadinya kristalisasi. Kristalisasi ini harus dikontrol untuk menjamin bahwa kristal yang terbentuk ukurannya sangat kecil. Jika tidak dikontrol, maka akan menyebabkan tekstur produk menjadi kasar atau sandiness. 3. Proses pengisian ke dalam kaleng harus dilakukan di bawah kondisi yang higienis untuk mencegah rekontaminasi terhadap produk yang telah 5

3 dipasteurisasi. Selain itu headspace di dalam kemasan kaleng harus diminimalisir sehingga tidak ada kesempatan jamur untuk berkembang. 4. Viskositas harus dikendalikan untuk memenuhi harapan konsumen. Hal yang memungkinkan untuk dikontrol adalah proses perlakuan panas pendahuluan (preheat treatment), homogenisasi, dan pasteurisasi pada susu (atau susu bubuk). Susu kental manis pada dasarnya adalah susu yang telah dikentalkan dan diberikan penambahan gula. Produknya berwarna kekuning-kuningan dan terlihat seperti mayonaise. Susu kental manis bukan merupakan produk steril, sehingga masih mengandung mikroba dan spora yang hidup. Ketersediaan air bebas yang rendah dan kandungan gula yang tinggi mencegah pertumbuhan kebanyakan mikroorganisme (Walstra et al. 2006). Konsentrasi gula yang tinggi dalam susu kental manis meningkatkan tekanan osmotik pada suatu tingkat tertentu dimana kebanyakan mikroorganisme dihancurkan. Konsentrasi gula di dalam fase air harus tidak kurang dari 62.5% dan tidak lebih dari 64.5%. Konsentrasi larutan diatas 64.5%, gula akan mengalami titik jenuhnya dan beberapa akan mengalami kristalisasi, dan membentuk sedimen (Bylund 1995). Menurut standar U.S. Federal, susu kental manis harus mengandung lemak susu tidak kurang dari 8.5%, dan tidak kurang dari 28% total padatan susu. Sementara British Standar menetapkan susu kental manis harus mengadung tidak kurang dari 9,2% lemak susu dan 31% total padatan susu. Selama perang dunia kedua telah dikembangkan susu kental manis yang over standard dengan komposisi 9,5% lemak, 33,5% total padatan susu, dan 42% sukrosa (Hunziker 1949). Perkiraan komposisi susu kental manis menurut Standar U.S. Federal dan British dapat dilihat pada Tabel 2 ( Walstra et al. 2006). Selama tahun 1950-an ketersediaan pasokan bahan baku susu meningkat, sehingga memacu negara berkembang untuk memperkenalkan dan meningkatkan industri lokalnya. Selain itu kebutuhan untuk meningkatkan asupan gizi untuk penduduknya mendorong dikembangkannya pabrik susu kental manis rekombinan yang pertama. Pabrik ini dikembangkan oleh orang Amerika dan Belanda. Metodologi yang diterapkan berdasarkan pembuatan susu kental manis konvensional (Clarke 1999). 6

4 Tabel 2. Perkiraan komposisi dua jenis susu kental manis berdasarkan American standar dan British standar Komposisi American Standar British Standar Kandungan lemak ( %) 8 9 Padatan Susu bukan lemak ( %) Lactosa ( %) ,4 Sucrosa ( %) 45 43,5 Air ( %) 27 25,5 Lactosa/100 g air ( %) 38,3 44,6 Sucrosa/100 g air ( %) Konsentrasi Faktor Q Lebih lanjut Clarke (1999) menyatakan bahwa susu kental manis rekombinan merupakan produk susu rekombinan pertama yang berhasil diproduksi, dan sekarang telah menjadi produk yang mapan di beberapa negara berkembang. Walaupun diprediksi akan hilang seiring telah dikembangkannya produk susu UHT, ternyata susu kental manis rekombinan ini masih tetap bertahan, dan bahkan penjualan pun semakin meningkat. Tipe-tipe susu kental manis rekombinan pun semakin banyak di pasaran. Salah satu alasannya adalah biaya dan sifat fungsionalnya yang dapat digunakan tidak hanya untuk dikonsumsi langsung tetapi dapat juga dijadikan bahan tambahan pada berbagai produk pangan olahan lainnya. Proses Produksi Susu Kental Manis Proses pembuatan susu kental manis secara umum dapat dilihat pada Gambar 1. Proses pembuatannya dimulai dengan proses pemanasan liquid sebagai media pelarut bahan-bahan yang akan dipakai di mixing tank. Liquid yang digunakan dapat berupa susu segar atau air (formula rekombinan). Liquid tersebut dipanaskan pada kisaran suhu o C untuk mempercepat kelarutan bahan padatan yang ditambahkan. Bahan-bahan baku utama seperti susu bubuk dan gula serta minor ingredient dimasukkan ke dalam mixing tank sambil disirkulasi untuk mempercepat kelarutan. Pada tahapan ini juga dilakukan standarisasi untuk 7

5 komposisi produk. Setelah memenuhi standar yang ditetapkan, produk ditransfer ke tahapan proses berikutnya. Penuangan bahan baku Pemanasan Susu atau air Mixing Homogenisasi Pasteurisasi Seeding Laktosa Vacuum cooling Penyimpanan di tanki Pengisian produk ke kemasan Gambar 1. Alur proses pembuatan susu kental manis Tahapan selanjutnya adalah proses homogenisasi. Proses ini bertujuan untuk menghancurkan globula lemak, sehingga memiliki ukuran yang kecil dan seragam. Homogenisasi tidak boleh terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Tekanan homogenisasi yang tepat perlu dioptimasi untuk menghasilkan dispersi lemak yang baik, tetapi juga cukup rendah untuk mencegah terjadinya resiko koagulasi karena kerusakan stabilitas protein (Bylund 1995). Proses berikutnya adalah Pasteurisasi. Pasteurisasi bertujuan untuk membunuh mikroba patogen yang terkandung pada bahan baku. Proses pemanasan ini dilakukan pada kisaran suhu o C. 8

6 Setelah tahap pasteurisasi dilakukan penguapan di tahapan vacuum cooling. Proses vacuum cooling adalah proses penguapan air yang terkandung dalam susu pada kondisi vacuum sehingga air dapat menguap pada suhu rendah. Tujuan proses pada kondisi vacuum adalah agar nutrisi yang terkandung pada produk susu dapat diminimalisir kerusakannya. Sehubungan dengan proses penguapan, maka akan terjadi peningkatan kandungan padatan dan konsentrasi pada produk. Pada tahapan ini menurut Walstra et al. (2006) pembentukan kritas laktosa yang besar harus dihindarkan. Untuk mencegah terbentuknya kristal laktosa yang besar pada susu, maka dilakukan proses seeding laktosa. Tujuannya adalah mempercepat penjenuhan laktosa sehingga membentuk kristal laktosa yang kecil dan tidak menimbulkan rasa seperti berpasir (sandiness) pada produk. Sebelumnya susu kental manis harus didinginkan sampai suhu dimana laktosa mengalami super jenuh sehingga laktosa tidak larut lagi. Suhu tersebut harus sangat rendah sehingga terjadi pembentukan inti laktosa secara spontan. Setelah proses seeding, pendinginan dilanjutkan untuk pembentukan kristal laktosa yang diinginkan, dan kemudian produk ditransfer ke tanki penyimpanan. Di dalam tanki penyimpanan produk di agitasi dan disimpan (aging) beberapa jam sebelum dilakukan proses pengisian ke kemasan yang diinginkan. Proses agitasi dan aging bertujuan untuk meratakan penyebaran laktosa. Kemasan Pangan Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan. Pengemasan memegang peranan penting dalam pengawetan hasil pertanian. Kemasan dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan, dan getaran). Pengemasan juga berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri agar mempunyai bentuk-bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Dari segi promosi, wadah atau pembungkus berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik bagi pembeli. Karena itu bentuk, warna dan dekorasi kemasan perlu diperhatikan dalam perencanaannya (Syarief et al. 1989). Miltz 9

7 (1992) menyatakan kemasan secara umum memiliki fungsi (1) mewadahi,(2) Perlindungan, (3) kuantifikasi, dan (4) komunikasi serta publikasi. Kemasan umumnya diklasifikasikan dalam dua katagori yaitu kemasan primer yang kontak langsung dengan produk yang dikemasnya, dan kemasan sekunder yang fungsi utamanya sebagai perlindungan mekanis. Kemasan primer dibagi menjadi 3 katagori yaitu kemasan fleksibel, semi rigid, dan rigid. Katagori pertama meliputi film, kertas, dan laminasi tipis. Katagori kedua adalah plastik tipis, alumunium foil, laminasi dan cardboard, sedangkan katagori ketiga adalah plastik tebal, metal, dan gelas (Miltz 1992). Lapisan laminasi kemasan yang digunakan untuk kemasan sachet SKM terdiri dari : PET12/PRINT/DRY/ALU7/PE18/LLDPE45. PET 12 adalah lapisan film PET ( Polietilen Tereptalat) dengan tebal 12 mikron untuk mencetak desain diproses pencetakan. PRINT adalah proses printing dengan menggunakan tinta food grade. DRY adalah proses dry laminasi, menggunakan adhesive untuk melapis PET dengan alumunium foil. ALU 7 adalah aluminium foil dengan tebal 7 micron, untuk barrier terhadap isi kemasan. PE 18 adalah resin PE dengan tebal 18 mikron, untuk melapis ALU dengan LLDPE 45. LLDPE 45 adalah lapisan film LLDPE dengan tebal 45 mikron yang berfungsi sebagai lapisan perekat (sealing layer) pada saat pembentukan seal atau rekatan. Foil menurut Syarief et al (1989) pada umumnya digunakan sebagai bahan pelapis (laminan) yang dapat ditempatkan pada bagian dalam (lapisan dalam) atau lapisan tengah sebagai penguat yang dapat melindungi bungkusan. Alumunium foil dapat dilaminasikan dengan kertas, selopan, atau plastik lainnya dengan menggunakan proses laminasi atau ekstrusi, dan dapat juga dilaminasi dengan lapisan yang dapat direkatkan dengan panas (Anonim 1989; Martin 1989). Alumunium foil dapat memberikan penghalang (barrier) yang baik terhadap transmisi gas, uap air dan cahaya. PE atau Polietilen adalah plastik hasil polimerisasi dari etilen. PE merupakan plastik yang paling banyak digunakan di industri pengemasan, dan memiliki sifat mudah dibentuk, tahan terhadap bahan kimia, cukup transparan, dan mudah digunakan sebagai laminasi. Dari segi struktur PE merupakan plastik yang paling sederhana, yang dibuat dengan polimerisasi adisi dari gas etilen pada 10

8 reaktor dengan tekanan dan suhu tinggi. Resin dengan densitas rendah, medium atau tinggi diproduksi tergantung pada kondisi suhu, tekanan dan katalis polimerisasi. Kondisi proses menentukan derajat percabangan dari rantai polimer dan karenanya akan mempengaruhi densitas dan karakterisitik plastiknya. PE memiliki perekatan panas (heat sealable) yang cepat. PE dapat dibuat menjadi lapisan film yang kuat dan keras dengan kemampuan menahan daya tembus yang baik terhadap air dan uap air, tapi bukan penahan yang cukup bagus terhadap lemak dan minyak atau gas seperti karbon dioksida dan oksigen dbandingkan dengan plastik lainnya. Walaupun daya penghalangnya meningkat dengan meningkatnya densitas, PE film mencair pada suhu yang relatif rendah dan merekat ketika dipotong dengan kawat panas, atau pisau untuk membentuk rekatan yang efektif. PE dapat digunakan dalam bentuk kemasan atau bag, atau flat film dalam bentuk gulungan pada mesin pembentuk/pengisi/perekat (Form/fill/seal machine) (Coles et al. 2003). Menurut Miltz (1992) Polietilen terbagi dalam 4 kelompok, yang dibedakan berdasarkan struktur, sifat dan juga proses pembuatannya, yaitu : (1) HDPE (High Density Polyethylene), (2) LDPE (Low Density Polyethylene), (3) MDPE (Medium Density Polyethylene) dan (4) LLDPE (Linier Low Density Polyethylene). Semua Polietilen merupakan senyawa semi kristalin, yang terdiri dari bagian kristalin dan bagian amorpous. Persentase kristalin ini mempunyai pengaruh terhadap beberapa karakteristiknya. HDPE diproses dengan tekanan rendah dan struktur dasarnya linier, dengan sangat sedikit percabangan. HDPE memiliki densitas berkisar g/cm 3 dan derajat kristalin antara 65 95%. HDPE merupakan plastik yang paling kaku (modulus young kurang lebih psi dan juga yang paling kuat dengan kekuatan tensil psi), namun memiliki elongasi yang rendah yaitu sekitar %, dan memiliki titik leleh sekitar o C. LDPE strukturnya terdiri dari rantai cabang yang pendek dan panjang dengan densitas berkisar g/cm 3. Rantai yang pendek mempengaruhi derajat kristalinitasnya yang akan berpengaruh terhadap kekuatan dan modulus. Rantai panjang mempengaruhi sifat viscoelastis dan kemampuan mengalir dari polimer yang sudah mencair. Titik lelehnya berkisar o C. LDPE 11

9 memiliki kekakuan dan kekuatan tensil yang lebih rendah dari HDPE (modulus youngnya berkisar psi, dan kekuatan tensil psi). Biasanya digunakan untuk pembuatan film, botol atau wadah. LDPE memiliki kemampuan pengeliman panas yang sangat bagus, dan banyak digunakan pada permukaan yang kontak dengan makanan dan lapisan pengeliman pada kemasan laminasi. Dengan melaminasi terhadap substrat lain dengan adhesive atau mengekstrusi polimer LDPE dengan material lainnya, memungkinkan membuat kemasan sachet, pouch atau bag yang kuat dengan integritas rekatan yang bagus, karena LDPE mengalir untuk mengisi lubang-lubang di dalam sealing area. MDPE memiliki karakterisik diantara HDPE dan LDPE. MDPE secara mekanis memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan LDPE. MDPE dapat di ko-ekstrusi dengan LDPE untuk mengkombinasikan daya kelim yang bagus dari LDPE dengan kekuatan dan daya tahan dari MDPE. Densitas MDPE berkisar 0, g/cm 3 dan titik leleh o C, lebih mudah diproses dibandingkan HDPE tetapi lebih sulit daripada LDPE. LLDPE merupakan ko-polimer dari etilen dan sejumlah kecil dari butena, heksena, atau oktana. Rantai cabang ini muncul pada interval yang teratur dari rantai utamanya, dan ini yang membedakan karakteristiknya dari PE yang lain. LLDPE memiliki kisaran densitas yang hampir sama dengan LDPE. LLDPE lebih kuat dari LDPE dan memiliki kemampuan sealing yang lebih baik, namun LLDPE memiliki viscositas leleh yang lebih tinggi dan lebih sulit diproses. LLDPE dan LDPE dapat digunakan dalam bentuk campuran dengan EVA untuk meningkatkan kekuatan dan pengeliman panas. Menurut Sacharow dan Griffin (1980) kemasan fleksibel atau plastik adalah lembaran yang memiliki ketebalan cm atau kurang. Walaupun berbentuk padat dalam kondisi akhirnya, dibeberapa tahapan dari pembuatannya kemasan ini dapat dibentuk menjadi berbagai bentuk dengan penerapan panas, tekanan, dan reaksi kimia. Kemasan fleksibel digambarkan sebagai material yang tidak rigid/kaku, dan biasanya merupakan material yang non fibrous dan memiliki ketebalan kurang dari 0,25 mm (Fellows 2000). Lebih jauh Fellows (2000) menambahkan bahwa kemasan fleksibel memiliki beberapa karakteristik yaitu harga relatif murah, memiliki sifat 12

10 penghalang (barrier properties) yang baik terhadap uap air dan gas, dan dapat direkatkan dengan panas untuk mencegah kebocoran. Cocok untuk pengisian kecepatan tinggi, memiliki kekuatan basah dan kering, dapat diberikan printing atau cetakan, mudah ditangani dan nyaman, baik untuk pabrik, retalier maupun konsumen. Selain itu hanya menambah sedikit berat pada produk, sangat cocok dengan bentuk makanan, dan hanya memerlukan sedikit ruang selama penyimpanan dan distribusi. Karakteristik rentang sifat mekanis, optik, termal dan penghalang yang dihasilkan untuk masing-masing tipe polimer tergantung pada variasi dari ketebalan lapisan film. Plastisizer ditambahkan untuk melunakkan lapisan film dan membuatnya lebih fleksibel untuk digunakan dalam kondisi dingin atau untuk makanan beku. Kemasan dapat berupa lapisan tunggal, dilapisi dengan polimer lain, atau metal atau laminasi multi lapis ( Fellows 2000). Mesin Filler Mesin pembentuk pengisi - perekat (Form-Fill- Seal Machine atau FFS machine) membentuk kemasan dari suatu material kemasan yang fleksibel dan flat. Pengisian kemasan dilakukan dengan jumlah produk yang telah terukur dan perekatan kemasan dilakukan dengan panas dalam suatu proses yang kontinyu (Lewis 1989). Lebih jauh Lewis (1989) mengatakan proses pembentukan, pengisian dan perekatan dapat dilakukan baik dengan cara vertikal maupun horizontal. Pada mesin vertikal, produk dan kemasan berjalan dengan arah ke bawah atau vertikal, sedangkan pada mesin horizontal produk dan kemasan bergerak dengan arah menyamping atau horizontal. Pemilihan mesin filler yang sesuai tergantung pada sifat dasar produk dan kecepatan produksi yang diinginkan, yang akan menentukan tingkat efisiensi dan kualitas yang dihasilkan. Mesin FFS vertikal sachet adalah mesin yang dibentuk, diisi dan direkatkan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan satu atau dua lembaran film/kemasan yang dibentuk, diisi produk dan direkatkan untuk menghasilkan sachet yang direkatkan dengan 3 atau 4 sisi. Mesin FFS dapat menggunakan satu atau dua gulungan kemasan/film yang dapat memproduksi satu atau lebih line kemasan. Mesin FFS menggunakan panas pada kedua sisi untuk 13

11 mencapai pelelehan polimer yang lebih cepat. Permukaan sealing perlu mempunyai sifat-sifat melepaskan yang baik, untuk menjamin polimer yang meleleh tidak menempel di permukaan pemanas dan menarik rekatan yang baru terbentuk menjadi terpisah Mesin filler Piltz adalah salah satu mesin FFS vertikal yang terdiri dari 6 line filling tube dengan skema proses seperti pada Gambar 2. Start Buka Gulungan Kemasan Segitiga pengarah kemasan, pemisahan longitudinal Vertikal sealing Penyesuaian Kemasan dengan segitiga pengarah, dan masuk ke sealing station Pembaca tanda untuk panjang kemasan sachet Pendinginan vertikal seal Pembentukan kemasan Pengeliman/perekatan horizontal bagian dasar Pengeliman/perekatan horizontal bagian atas Pengkodean Pengisian Pemotongan vertikal Perforasi horizontal dan pemotongan Sachet Produk Gambar 2. Skema ilustrasi proses mesin piltz (Piltz 2006) Mesin FFS (Form-Fill-Seal) telah mengalami pertumbuhan yang pesat untuk kemasan pangan selama tahun terakhir ini. Manfaat mesin FFS antara lain mengurangi biaya transport, mengurangi biaya penanganan dan penyimpanan dibandingkan dengan wadah yang sudah dibentuk, lebih sederhana dan lebih murah, biaya tenaga kerja yang lebih rendah dan memiliki output yang 14

12 lebih tinggi ( Fellows 2000). Pada mesin FFS vertikal, film kemasan berbentuk gulungan (roll). Gulungan tersebut biasanya diletakan pada suatu mandrel di belakang mesin. Material kemasan tersebut dibentangkan melalui seperangkat roller yang mengontrol tegangan, ditarik secara intermitten pada bagian pembentuk kemasan dengan pergerakan vertikal dari sealing jaw. Fin seal dibentuk di bagian sisi. Bagian bawah direkatkan oleh sealing jaw dan kemudian produk diisikan (Fellows 2000; Lewis 1989). Proses pengisian dalam mempertahankan kualitas pangan untuk masa kadaluarsa yang diinginkan sangat tergantung pada penutupan (sealing) wadah yang memadai. Sealing merupakan bagian terlemah dari suatu kontainer dan yang paling kritis selama proses produksi. Adanya pangan yang terjebak di penutupan, dan suhu sealing yang tidak tepat, dapat mempengaruhi kualitas sealing (Fellows 2000). Kondisi sealing untuk kemasan laminasi menurut Coles et al. (2003) merupakan kompromi antara waktu kontak, suhu dan tekanan dari jaws atau sealing bar. Persyaratannya adalah memberikan energi yang memadai untuk membuat lapisan sealing dari kemasan bersatu menjadi satu medium. Hantaran panas yang dikombinasikan dengan karakteristik aliran panas perlu diseimbangkan dengan hati-hati untuk menghasilkan rekatan yang sempurna, dan kekuatan rekatan yang baik di seluruh permukaan area sealing/rekatan. Validasi dan Verifikasi Sehubungan dengan instalasi mesin piltz di PT Indolakto, untuk meningkatkan keyakinan bahwa mesin baru ini dapat beroperasi dengan baik saat komersial diperlukan bukti-bukti obyektif dalam menentukan parameter yang tepat, sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan baik dari segi mutu maupun keamanan produk. Proses pengemasan di tahapan pengisian produk merupakan bagian yang kritis, karena terkait dengan perlindungan produk terhadap bahaya mikrobiologi. Sebagai perusahaan yang telah menerapkan sistem keamanan pangan ISO dan sesuai dengan HACCP tabel yang ditetapkan, maka pemasangan mesin piltz ini perlu dilakukan validasi dan verifikasi pada tahapan proses tersebut sebelum dioperasikan. 15

13 Validasi menurut ISO (2005) dan ILSI (1999) didefinisikan sebagai aktivitas memperoleh bukti-bukti ilmiah bahwa tindakan pencegahan (control measure) yang diatur dalam HACCP Plan berjalan dengan efektif dan menunjukkan bahwa tindakan tersebut telah dilakukan berdasarkan bukti teknis dan ilmiah yang logis. Validasi dilakukan untuk mendukung HACCP Plan dan dilakukan sebelum implementasi atau setelah ada perubahan. Validasi bertujuan untuk memastikan bahwa sistem yang diterapkan merupakan sistem yang benar dan bekerja dengan baik pada waktu diimplementasikan. Lebih lanjut di dalam ISO (2005) dijelaskan bahwa sebelum mengimplementasikan tindakan pencegahan (control measure) yang dimasukkan di dalam OPRP dan HACCP Plan atau setelah ada perubahan didalamnya, suatu organisasi harus memvalidasi bahwa : 1. Control measure yang dipilih dapat mencapai pengendalian yang dimakudkan dari bahaya keamanan pangan yang telah ditetapkan 2. Control measure efektif dan dapat menjamin pengendalian bahaya keamanan pangan untuk menghasilkan produk akhir yang memenuhi standar yang ditetapkan. Jika hasil validasi memperlihatkan satu atau kedua elemen komponen di atas tidak dapat dkonfirmasi, control measure tersebut perlu dimodifikasi dan dikaji ulang. Modifikasi dapat berupa perubahan dalam control measure (seperti parameter proses) atau perubahan pada bahan baku, teknology manufacture, karakteristik produk akhir, metode distribusi ataupun tujuan penggunaan dari produk akhir. Ketika HACCP Plan telah ditetapkan dan elemen-elemennya sudah divalidasi, untuk menjamin kesesuaian di dalam pelaksanaannya perlu dilakukan verifikasi. Menurut ILSI (1999) verifikasi didefinisikan sebagai penerapan metode, prosedur, pengujian atau evaluasi lainnya sebagai monitoring untuk menentukan kesesuaian dengan HACCP Plan. Verifikasi merupakan konfirmasi terhadap efektivitas dari sistem HACCP yang dibuat. 16

VALIDASI DAN VERIFIKASI PROSES PENGEMASAN SUSU KENTAL MANIS SACHET DENGAN MESIN FILLING PILTZ IRWAN KURNIAWAN

VALIDASI DAN VERIFIKASI PROSES PENGEMASAN SUSU KENTAL MANIS SACHET DENGAN MESIN FILLING PILTZ IRWAN KURNIAWAN VALIDASI DAN VERIFIKASI PROSES PENGEMASAN SUSU KENTAL MANIS SACHET DENGAN MESIN FILLING PILTZ IRWAN KURNIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 VALIDASI DAN VERIFIKASI PROSES PENGEMASAN

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-9

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-9 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-9 Produk Susu Evaporasi dan Konsentrasi (Lanjutan) Sweetened Condenced Mttk (Susu kental Manis) Sweeted condenced milk adalah pengurangan air

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

SUSU EVAPORASI, SUSU KENTAL, SUSU BUBUK

SUSU EVAPORASI, SUSU KENTAL, SUSU BUBUK PENGOLAHAN SUSU SUSU EVAPORASI, SUSU KENTAL, SUSU BUBUK Materi 11 TATAP MUKA KE-11 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK Kertas Kasar Kertas Lunak Daya kedap terhadap air, gas, dan kelembaban rendah Dilapisi alufo Dilaminasi plastik Kemasan Primer Diresapi lilin,

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

BAB VI PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN

BAB VI PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN BAB VI PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN 6.1. Bahan Pengemas Dan Metode Pengemasan Menurut Suyitno (1990), pengemasan adalah penempatan produk didalam suatu kemasan untuk memberikan proteksi atau perlindungan

Lebih terperinci

Kemasan Alumunium dan Alumunium Foil

Kemasan Alumunium dan Alumunium Foil Kemasan Alumunium dan Alumunium Foil Souvia Rahimah Pengemasan Bahan Pangan ALUMUNIUM Alumunium adalah logam 1. Lebih ringan daripada baja 2. Daya korosif oleh atmosfir rendah 3. Mudah dilekukkan 4. Tidak

Lebih terperinci

PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP)

PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Aspek Perlindungan dan

Lebih terperinci

PENGEMASAN INTRODUCTION PASSIVE PACKAGING INTRODUCTION 12/20/2012. Klasifikasi Beberapa Jenis Kemasan :

PENGEMASAN INTRODUCTION PASSIVE PACKAGING INTRODUCTION 12/20/2012. Klasifikasi Beberapa Jenis Kemasan : INTRODUCTION PENGEMASAN Klasifikasi Beberapa Jenis Kemasan : 1. Klasifikasi kemasan berdasarkan frekuensi pemakaian Disposable, Semi-Disposable dan Multi-trip 2. Klasifikasi kemasan berdasarkan struktur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Susu Kental Manis

TINJAUAN PUSTAKA Susu Kental Manis TINJAUAN PUSTAKA Susu Kental Manis Badan Standardisasi Nasional (1998) menyatakan bahwa susu kental manis (SKM) adalah produk olahan susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dengan menghilangkan atau

Lebih terperinci

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK PENGEMASAN ASEPTIS DALAM ARTI SEMPIT BERARTI PENGISIAN BAHAN PANGAN DINGIN YANG TELAH DISTERILISASI DAN STERIL KE DALAM KEMASAN YANG TELAH DISTERILISASI DAN

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Bakso ikan Sumber: Dokumentasi Junide (2009)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Bakso ikan Sumber: Dokumentasi Junide (2009) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakso Ikan Bakso ikan dapat didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan (kadar daging ikan tidak kurang dari 50%)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN EVALUASI Selama dua bulan Penulis ditempatkan pada Department Product. PT. Indo Ceria sebagai prosedur perusahaan.

BAB IV HASIL DAN EVALUASI Selama dua bulan Penulis ditempatkan pada Department Product. PT. Indo Ceria sebagai prosedur perusahaan. BAB IV HASIL DAN EVALUASI 4.1 Prosedur Kerja Praktek Pelaksanaan kerja praktek di PT.Indo Ceria dilakukan dalam waktu dua bulan, mulai tanggal 22 November 2010 sampai 22 Januari 2011. Selama dua bulan

Lebih terperinci

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK PENGEMASAN ASEPTIS DALAM ARTI SEMPIT BERARTI PENGISIAN BAHAN PANGAN DINGIN YANG TELAH DISTERILISASI DAN STERIL KE DALAM KEMASAN YANG TELAH DISTERILISASI DAN

Lebih terperinci

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI PENGOLAHAN TERMAL I BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI TIM DOSEN PENGAMPU BRAWIJAYA UNIVERSITY 2013 outline 1 PENDAHULUAN 4 STERILISASI 3 PASTEURISASI 2 BLANCHING PENDAHULUAN MERUPAKAN PROSES THERMAL

Lebih terperinci

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 2 Merupakan proses thermal yang menggunakan suhu Blansing: perlakuan pendahuluan pada buah dan sayuran Pasteurisasi dan sterilisasi merupakan proses pengawetan pangan 3 Blansing air panas Blansing uap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi susu kambing segar Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kalibrasi dan Persiapan Program Prasyarat Kalibrasi alat ukur sangat penting untuk dilakukan. Menurut ISO 22000 (2005) untuk menjamin validitas hasil pengukuran, alat ukur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras kencur dikenal sebagai minuman tradisional khas Indonesia yang terbuat dari bahan-bahan herbal segar. Komposisi utamanya ialah beras dan rimpang kencur yang memiliki

Lebih terperinci

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK Di bidang teknologi pengemasan pangan, mungkin pengemasan aseptis merupakan teknologi pengemasan yang paling dinamis dalam perkembangannya Di Eropa, pengisian

Lebih terperinci

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan KOPI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN PADA BAHAN PENYEGAR Mutu kopi dipengaruhi pengolahan dari awal - pemasaran. Kadar air kopi kering adalah 12-13% 13% Pada kadar air ini : 1. mutu berkecambah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN 1 MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN Pengalengan Metode pengawetan dengan pengalengan ditemukan oleh Nicolas Appert, seorang ilmuwan Prancis. Pengertian

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan Interaksi Bahan dan Kemasan Pertukaran Udara dan Panas Kelembaban Udara Pengaruh Cahaya Aspek Biologi Penyimpanan Migrasi Zat

Lebih terperinci

IX. PENGEMASAN ASEPTIK

IX. PENGEMASAN ASEPTIK IX. PENGEMASAN ASEPTIK A. PENDAHULUAN Pengemasan aseptis adalah suatu cara pengemasan bahan di dalam suatu wadah yang memenuhi empat persyaratan, yaitu : produk harus steril, wadah pengemas harus steril,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Cikaret, Bogor dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER 4.1. Tujuan Tujuan dari materi praktikum Pengemasan Vacuum Dan Cup Sealer adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui cara pengemasan menggunakan vacuum sealer. 2. Mengetahui

Lebih terperinci

PROTECTION TAPE ST MORITA INDUSTRIES

PROTECTION TAPE ST MORITA INDUSTRIES PROTECTION TAPE ST MORITA INDUSTRIES Suatu material dapat berubah atau rusak karena adanya pengaruh lingkungan. Suatu produk maupun material harus selalu dilindungi terhadap sinar matahari langsung, suhu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tugas akhir, mengambil topik yaitu Desain Booth Sate Manis Kelapa Bang Erick (Khas Betawi) penganan khas betawi yang memilki penggemar sate yang tersebar hanya di beberapa

Lebih terperinci

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN Oleh : Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat RESUME Santan adalah emulsi minyak dalam

Lebih terperinci

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan suhu tinggi adalah salah satu dari sekian banyak metode pengawetan makanan yang sering digunakan. Metode ini sebenarnya sudah sangat familier dalam aktivitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pada penelitian pendahuluan dilakukan kajian pembuatan manisan pala untuk kemudian dikalengkan. Manisan pala dibuat dengan bahan baku yang diperoleh dari

Lebih terperinci

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu bakteri asam laktat. Melalui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah merupakan tempat sampah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah merupakan tempat sampah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tempat Pembuangan Akhir Sampah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah merupakan tempat sampah mencapai tahap akhir dalam pengelolaannya. Menurut Sularmo, Buchari, Jaya, dan Tugiyono

Lebih terperinci

Sebuah tempat yang fleksibel, seperti kertas, plastik, atau kulit, yang digunakan untuk membawa atau menyimpan barang-barang.

Sebuah tempat yang fleksibel, seperti kertas, plastik, atau kulit, yang digunakan untuk membawa atau menyimpan barang-barang. Bag Sebuah tempat yang fleksibel, seperti kertas, plastik, atau kulit, yang digunakan untuk membawa atau menyimpan barang-barang. Film Lembaran yang tipis, fleksibel, transparan, seperti plastik yang digunakan

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Kuesioner Penelitian LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA Berikut ini akan disajikan beberapa pertanyaan mengenai susu UHT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-4

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-4 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-4 Teknologi Pengawetan dan Produk Susu Cair Sebelum membahas produk susu cair akan dijelaskan perlakuan sebelum susu diolah yaitu susu sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Susu TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi

Lebih terperinci

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama PENGAWETAN PANGAN I. PENDAHULUAN Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100 o C) dengan tujuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai 1 September 2007 sampai dengan 31 Januari 2008, bertempat di PT Indolakto Cicurug Sukabumi. Kegiatan penelitian untuk penentuan parameter

Lebih terperinci

TEKNOLOGI HASIL TERNAK. Kuliah ke 2

TEKNOLOGI HASIL TERNAK. Kuliah ke 2 TEKNOLOGI HASIL TERNAK Kuliah ke 2 METODE PRESERVASI DAGING, SUSU DAN TELUR 1. Penggunaan panas atau PROSES TERMAL (THERMAL PROCESSING) 2. Penurunan suhu atau PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN (COOLING AND FREEZING)

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. 4.1 Angka Lempeng Total (ALT) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Angka lempeng total mikroba yang diperoleh dari hasil pengujian terhadap permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

Mentega dan Es Krim. Materi 13 TATAP MUKA KE-13 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Mentega dan Es Krim. Materi 13 TATAP MUKA KE-13 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK PENGOLAHAN SUSU Mentega dan Es Krim Materi 13 TATAP MUKA KE-13 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

Pengemasa Makanan. Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc

Pengemasa Makanan. Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc Pengemasa Makanan Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc SEJARAH SEJARAH Kemasan Tradisional Indonesia SEJARAH Kemasan Tradisional Indonesia DEFINISI kemasan/ke mas an/ n 1 hasil mengemas; 2 bungkus

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anonim Foil Aluminium. Di dalam : Packaging Encyclopedia hlm 38

DAFTAR PUSTAKA. Anonim Foil Aluminium. Di dalam : Packaging Encyclopedia hlm 38 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1989. Foil Aluminium. Di dalam : Packaging Encyclopedia.1989. hlm 38 [APHA] American Public Health Association. 1972. Standard Methods for The Examination of Dairy Product. Washington

Lebih terperinci

QUIZ PENGENALAN MATA KULIAH

QUIZ PENGENALAN MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGEMASAN Tujuan Insruksional Umum : selesai mengikuti matakuliah ini, mahasiswa semester 7 (tujuh) Program Studi THP Fakultas Pertanian USU diharapkan mampu menjelaskan metode-metode pengemasan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

KEMASAN SAYURAN SEGAR

KEMASAN SAYURAN SEGAR KEMASAN SAYURAN SEGAR Souvia Rahimah Jatinangor, 19 April 2010 KEMASAN SAYURAN SEGAR Kemasan plastik dengan lubang lubang ventilasi Gabungan antara baki / kotak styrofoam dan clingwrap Kantung plastik

Lebih terperinci

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP Pengalengan buah dan sayur Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengalengan atau pembotolan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pengalengan atau pembotolan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktifitas Air (Aw) Aktivitas air atau water activity (a w ) sering disebut juga air bebas, karena mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XIII MENGELOLA PENGEMASAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Sistem pengolahan limbah botol diharapkan dapat dimanfaatkan kembali sebagai suatu bahan baru. Dengan suatu teknologi pembuatan, hasil pemanfaatan sampah secara

Lebih terperinci

MODUL 4 PRESTO IKAN. Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak.

MODUL 4 PRESTO IKAN. Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak. MODUL 4 PRESTO IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu presto ikan yang dihasilkan utuh, bersih,

Lebih terperinci

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan. MODUL 2 NUGGET IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah nugget ikan yang bertekstur kenyal, lembut dan bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan merupakan salah satu sumber devisa negara. Daerah penghasil kelapa di Indonesia antara lain Sulawesi Utara,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Es Krim Es krim adalah produk pangan beku yang dibuat melalui kombinasi proses pembekuan dan agitasi pada bahan-bahan yang terdiri dari susu dan produk susu, pemanis, penstabil,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

Homogenisasi, Separasi, Susu Steril

Homogenisasi, Separasi, Susu Steril PENGOLAHAN SUSU Homogenisasi, Separasi, Susu Steril Materi 10 TATAP MUKA KE-10 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu kedelai adalah cairan hasil ekstraksi protein biji kedelai dengan menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan mengandung tinggi protein

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN SAMBUNGAN GANDA PADA KALENG

LAPORAN PRAKTIKUM PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN SAMBUNGAN GANDA PADA KALENG LAPORAN PRAKTIKUM PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN SAMBUNGAN GANDA PADA KALENG Oleh: Kelompok 8 Gita Kumala (0911205002) Kadek Thiar Prahitadani (0911205003) Fitri Aprilia Pratiwi (0911205006) Ida Ayu Adi Widari

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenang terbuat dari tepung ketan, santan, dan gula tetapi kini jenang telah dibuat

BAB I PENDAHULUAN. jenang terbuat dari tepung ketan, santan, dan gula tetapi kini jenang telah dibuat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenang identik dengan rasa manis dan gurih yang lekat. Secara umum jenang terbuat dari tepung ketan, santan, dan gula tetapi kini jenang telah dibuat dari bahan buah-buahan.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobiologis terhadap produk permen jelly pepaya.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

KULIAH III KEMASAN GELAS. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) pada pertemuan ini adalah : - mampu menjelaskan aplikasi kemasan gelas pada bahan pangan.

KULIAH III KEMASAN GELAS. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) pada pertemuan ini adalah : - mampu menjelaskan aplikasi kemasan gelas pada bahan pangan. KULIAH III KEMASAN GELAS Tujuan Instruksional Khusus (TIK) pada pertemuan ini adalah : - mampu menjelaskan aplikasi kemasan gelas pada bahan pangan. SEJARAH PERKEMBANGAN Asal : pelaut Venezia membuat tungku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pengemasan merupakan proses perlindungan suatu produk pangan yang bertujuan menjaga keawetan dan konsistensi mutu. Produk yang dikemas akan memiliki masa simpan relatif

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan I. Pendahuluan A. Latar Belakang Dalam dunia industri terdapat bermacam-macam alat ataupun proses kimiawi yang terjadi. Dan begitu pula pada hasil produk yang keluar yang berada di sela-sela kebutuhan

Lebih terperinci

Latar Belakang : Dasar Tek Pengolahan Pangan

Latar Belakang : Dasar Tek Pengolahan Pangan () Sterilisasi UHT dan Pengolahan Aseptik: engawetkan dan empertahankan utu Susu Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini, plastik banyak digunakan sebagai kemasan makanan dan minuman.

I. PENDAHULUAN. Saat ini, plastik banyak digunakan sebagai kemasan makanan dan minuman. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, plastik banyak digunakan sebagai kemasan makanan dan minuman. Ada berbagai alasan sehingga orang menggunakan kemasan plastik sebagai pembungkus pada makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu rekayasa material menjadi suatu kajian yang sangat diminati akhir - akhir ini. Pemanfaatan material yang lebih dikembangkan saat ini adalah polimer. Polimer

Lebih terperinci

Pebrin Manurung PEMBAHASAN

Pebrin Manurung PEMBAHASAN Pebrin Manurung 242009032 PEMBAHASAN Selain sebagai pemanis, gula juga berperan sebagai pengawet karena mengurangi nilai aktivitas air (Aw). Walaupun gula ini berperan sebagai pengawet, tetapi bakteri

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

Kristalisasi. Shinta Rosalia Dewi (SRD)

Kristalisasi. Shinta Rosalia Dewi (SRD) Kristalisasi Shinta Rosalia Dewi (SRD) Pendahuluan Kristalisasi adalah proses pembentukan kristal padat dari suatu larutan induk yang homogen. Proses ini adalah salah satu teknik pemisahan padat-cair yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAB III DATA A. KEMASAN

BAB III DATA A. KEMASAN BAB III DATA A. KEMASAN Kemasan dapat didefinisikan sebagai seluruh kegiatan merancang dan memproduksi wadah atau bungkus atau kemasan suatu produk. Kemasan meliputi tiga hal, yaitu: 1. Merek, Merek adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I. PENDAHULUAN. mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) Gambar 1. Tanaman jagung (a), jagung (b), dan endosperm jagung (c).

II. TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) Gambar 1. Tanaman jagung (a), jagung (b), dan endosperm jagung (c). II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG MANIS Jagung manis (Zea mays L. var. saccharata Sturtev.) termasuk ke dalam famili Gramineae (Martin dan Leonard, 1949). Tanaman jagung ini dapat menyumbangkan hasil untuk

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5 Teknologi Pengawetan dan Produk Susu Cair (Lanjutan). Pengaruh Pasteurisasi (pemanasan) terhadap sifat fisik dan kimia susu Pemanasan dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab I akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi yang digunakan dalam pengolahan susu oleh sebagian besar peternak sapi perah adalah proses homogenisasi dan proses pendinginan. Proses homogenisasi adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Enkapsulasi Minyak Cengkeh Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan perbandingan konsentrasi yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian

Lebih terperinci