4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Faktor Fisiko dan Kimia Perairan Faktor lingkungan merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi alam tempat pembudidayaan rumput laut. Faktor lingkungan yang diukur pada penelitian meliputi suhu perairan, salinitas, ph, kecerahan dan unsur hara (nitrat dan fosfat). Semua faktor lingkungan wakan berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut. (a) Suhu perairan Suhu perairan merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam budidaya rumput laut, karena suhu akan mempengaruhi laju fotosintesis rumput laut. Chen dan Shang (1976) dalam Sjafrie (199) menyatakan bahwa temperatur optimum untuk budidaya Gracilaria verrucosa adalah 2-25 o C, sedangkan menurut Kadi dan Atmadja (1988) suhu air yang dipersyaratkan untuk membudidayakan Gracilaria di Indonesia, sebaiknya 2-28 o C. Hasil pengukuran suhu perairan tambak berkisar antara o C. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi perairan Tambak Desa Selok, Adipala Cilacap, sesuai untuk pertumbuhan rumput laut G. verrucosa. (b) Salinitas Gracilaria mempunyai toleransi yang lebar terhadap salinitas, oleh karena itu G. verrucosa memungkinkan dibudidayakan di daerah pertambakan atau air payau. Kjeldsen dan Phinney (1972) dalam Sutresno dan Prihatini (23), menyatakan bahwa salinitas akan mempengaruhi laju respirasi dan fotosintesis makroalga, tetapi setiap spesies makroalga mempunyai toleransi yang berbedabeda terhadap kisaran salinitas. G. verrucosa dapat ditanam pada kisaran salinitas antara 2-3 ppt (Sadhori 1992). Hasil pengukuran pada perairan tambak di Desa Selok, Cilacap telah sesuai dengan syarat pertumbuhan G. verrucosa yaitu ppt. Berdasarkan penelitian Sutresno dan Prihatini (23), salinitas berpengaruh terhadap pertumbuhan talus G. verrucosa. Salinitas ppt memberikan rata-rata bobot basah, panjang talus dan bobot kering tertinggi.

2 36 (c) Kedalaman dan kecerahan Kecerahan merupakan jarak yang dapat ditembus cahaya matahari ke dalam perairan. Semakin jauh jarak tembus cahaya matahari, semakin luas daerah yang memungkinkan terjadinya fotosintesis. Kecerahan ini berbanding terbalik dengan kekeruhan (Nybaken 1988). Mutu dan banyaknya cahaya berpengaruh terhadap produksi dan pertumbuhan rumput laut (Kadi dan Atmadja, 1988). Kedalaman perairan Tambak Desa Selok, Adipala Cilacap adalah 6 cm. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Sulistijo (22), bahwa kedalaman air tambak untuk budidaya rumput laut adalah berkisar antara 2-5 cm. Cahaya matahari tersebut sumber energi dalam proses fotosintesis yang mana terjadi pembentukan bahan organik yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan rumput laut G. verrucosa (d) Nilai ph Nilai ph merupakan hasil pengukuran aktivitas ion hidrogen dalam perairan dan menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air (Saeni 1989). Perubahan nilai ph akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas biologis. Nilai ph perairan selama penelitian berkisar antara 6-7, nilai ph perairan selama penelitian baik untuk budidaya G. verrucosa. Kisaran ph yang baik untuk pertumbuhan rumput laut adalah berkisar antara 6-9 (Chapman dan Chapman 198; Ahda et al. 25). (e) Unsur hara Kesuburan perairan ditentukan oleh kandungan nitrat dan fosfat. Unsur fosfat yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan akuatik adalah bentuk orto-fosfat, sedangkan nitrogen yang dapat diserap dalam bentuk nitrit (NO 2 ), nitrat (NO 3 ), dan ammonium (NH 4 ), namun yang paling disukai tumbuhan adalah dalam bentuk ammonium (Effendi 2). Rumput laut atau alga sebagaimana tanaman berklorofil lainnya memerlukan unsur hara sebagai bahan baku dalam proses fotosintesis. Untuk menunjang pertumbuhan diperlukan ketersediaan unsur hara dalam perairan. Masuknya material atau unsur hara ke dalam jaringan tubuh rumput laut adalah

3 37 dengan jalan proses difusi yang terjadi pada seluruh bagian permukaan tubuh rumput laut. Bila difusi makin banyak akan mempercepat proses metabolisme sehingga akan meningkatkan laju pertumbuhan (Doty dan Glenn 1981). Nitrat (NO 3 ) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga karena nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Kadar nitrat pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari,1 mg/l, akan tetapi jika kadar nitrat lebih besar dari,2 mg/l akan mengakibatkan eutrofikasi (pengayaan) yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat (Effendi 2). Kadar nitrat mempengaruhi reproduksi alga bila zat hara tersebut melimpah di perairan (Aslan 1998). Konsentrasi nitrat yang diperoleh selama penelitian berkisar antara,12-,17 mg/l. Konsentrasi nitrat ini cukup baik bagi pertumbuhan rumput laut. Fosfat merupakan salah satu nutrien makro yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Sumber fosfat dalam perairan dapat berasal dari pelapukan batuan mineral, dekomposisi bahan organik, pupuk buatan (limbah perairan), limbah industri, limbah rumah tangga, dan mineral-mineral fosfat (Saeni 1989). Fosfat merupakan faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga akuatik karena digunakan dalam transfer energi, sehingga keberadaannya sangat mempengaruhi produktivitas perairan. Keberadaan fosfat di perairan alami biasanya relatif sedikit lebih kecil dari nitrogen (Effendi 2). Kandungan fosfat dari hasil pengamatan didapatkan nilai kisaran yaitu,15-,22 mg/l. Dilihat dari hasil pengukuran bahwa nilai fosfat cukup rendah. Menurut UNESCO/WHO/UNEP (1992) dalam Effendi (2) bahwa kadar fosfat dalam perairan berkisar antara,5,2 mg/l. 4.2 Laju Pertumbuhan Harian Gracilaria verrucosa Pertumbuhan tanaman dapat dipantau dengan cara sampling untuk mengukur laju pertumbuhannya sehingga dapat diprediksi. Nilai laju pertumbuhan harian pada metode penanaman apung yaitu sebesar 3,2-4,46%; sedangkan pada metode penanaman dasar sebesar 3,1-3,63% (Gambar 5).Rata-rata laju pertumbuhan G. verrucosa pada metode penanaman apung dan dasar menunjukkan peningkatan sampai umur panen 6 hari, kemudian mengalami

4 38 penurunan pada umur panen 75 dan 9 hari. Laju pertumbuhan harian pada bobot bibit 5, 75, dan 1 g untuk semua metode penanaman juga menunjukan peningkatan pada umur panen 6 hari dan penurunan pertumbuhan pada umur panen 75 dan 9 hari. Nilai laju pertumbuhan harian G. verrucosa pada metode penanaman apung umur panen 6 hari yaitu 4,46%, 4,27%, dan 4,16% masingmasing berasal dari bobot bibit awal 5, 75 dan 1 g, untuk metode penanaman dasar yaitu 3,63%, 3,5% dan 3,34% masing-masing berasal dari bobot bibit awal 5, 75 dan 1 g. Perlakuan metode penanaman apung menghasilkan laju pertumbuhan harian yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode penanaman dasar. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan G. verrucosa pada perlakuan metode penanaman dasar rumput laut banyak tertutup oleh tanaman atau hewan pengganggu sehingga kemampuan untuk menyerap cahaya dan sumber nutrisi lain tidak optimal. Kecerahan perairan menentukan intensitas sinar matahari atau cahaya yang masuk perairan. Kemampuan daya tembus sinar matahari ke dalam perairan sangat ditentukan oleh kedalaman perairan, warna perairan, kandungan bahan-bahan organik maupun anorganik, kepadatan plankton, jasad renik, dan detritus (Wardoyo 1975 dalam Apriyana 26). Semakin besar cahaya matahari yang diterima maka proses fotosintesis dapat berjalan semakin cepat sehingga meningkatkan laju pertumbuhan yang pada akhirnya meningkatkan bobot basahnya (Aslan 1998). Kecerahan perairan yang ideal untuk budidaya rumput laut yang disarankan oleh Direktorat Jenderal Perikanan, Direktorat Bina Produksi (26) adalah 1,5 m, hal ini dimaksudkan agar rumput laut dapat melakukan fotosintesis dengan baik. Laju pertumbuhan G. verrucosa yang ditanam pada tambak di daerah Cilacap ini menunjukkan peningkatan pada umur panen 6 hari kemudian mengalami penurunan pada umur panen 75 dan 9 hari. Panen dapat dilakukan pada umur panen 2-2,5 bulan sesudah penanaman; waktu panen memang bervariasi untuk setiap penanaman lokasi penanamanan yang berbeda (Indriani dan Sumiarsih 24).

5 Berat (g) Berat (g) 39 Bobot bibit mempunyai pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan, dimana bobot bibit yang lebih kecil memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi, hal ini diduga semakin kecil bobot bibit yang digunakan, persaingan untuk mendapatkan unsur hara dari perairan semakin kecil sehingga pertumbuhannya semakin cepat (Sulistijo dan Atmadja 1977). Histogram laju pertumbuhan harian rumput laut G. verrucosa dapat dilihat pada Gambar 7. Metode Apung y =.292x x R² =.991 y =.37x x R² =.995 y =.242x x R² = Lama Pengamatan (hari) bobot bibit 5 bobot bibit 75 bobot bibit 1 25 Metode Dasar y =.196x x R² =.999 y =.139x x R² =.997 y =.97x x R² = Lama Pengamatan (hari) bobot bibit 5 bobot bibit 75 bobot bibit 1 Gambar 7. Laju pertumbuhan harian Gracilaria verrucosa pada metode penanaman, bobot bibit, dan umur panen yang berbeda

6 4 4.3 Komposisi Kimia Gracilaria verrucosa Kering Rumput laut yang digunakan dalam pembuatan agar diperolah dari hasil budidaya di Desa Selok, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, yang dibudidayakan menggunakan metode rakit dengan tiga perlakuan utama, yaitu metode penanaman (apung dan dasar), bobot bibit (5, 75, dan 1 g), dan umur panen (45, 6, 75 dan 9 hari). Rumput laut hasil panen kemudian dilakukan pencucian dengan air tawar untuk menghilangkan kotoran yang menempel, kemudian dijemur 2 sampai 3 hari hingga diperoleh rumput laut kering. Rumput laut kering kemudian siap digunakan sebagai bahan baku ekstraksi agar. Sebelum dilakukan ekstraksi, rumput laut terlebih dahulu diuji komposisi kimianya, yang meliputi kadar air, kadar abu, dan abu tak larut asam Kadar air Kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya tahan suatu bahan dan menunjukkan kestabilan serta indeks mutu dari bahan pangan. Bahan dengan kadar air tinggi, akan lebih mudah rusak dibandingkan dengan bahan yang berkadar air rendah (Winarno 1997). Kadar air merupakan komponen yang penting dalam rumput laut kering, karena akan mempengaruhi mutu rumput laut. Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata kadar air yang dihasilkan berkisar antara 21,22-24,54%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur panen memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air rumput laut kering yang dihasilkan. Bertambahnya umur panen menyebabkan kadar air cenderung meningkat, hal ini diakibatkan oleh sifat hidrofilik yang dimiliki oleh rumput laut. Kadar air maksimal yang disyaratkan oleh SNI untuk rumput laut kering (1998) maksimum 25%, dengan demikian kadar air rumput laut kering pada penelitian ini masih memenuhi syarat yang ditetapkan oleh SNI N (1998). Hasil penelitian Wenno (29) menunjukkan bahwa umur panen memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air Eucheuma cotonii, sedangkan pada bagian talus dan bobot bibit tidak berpengaruh nyata. Histogram kadar air pada G. verrucosa dicantumkan pada Gambar 8.

7 kadar air (%) 21,39 Kadar Air (%) 21,22 23,24 23,78 21,94 23,9 23,3 22,1 24,8 22,14 a 24,23 24,54 ac a a a bc/q 24,47 c/q 21,42 23,32 23,37 21,74 23,27 23,55 23,6 23,8 24,2 a 24,2 41 Metode rakit apung , Metode rakit dasar Keterangan: Huruf (a,b) menunjukkan adanya perbedaan dalam perlakuan bobot bibit Huruf (p,q,r) menunjukkan adanya perbedaan perlakuan dalam umur panen Gambar 8. Kadar air rumput laut Gracilaria verrucosa kering pada metode penanaman, bobot bibit, dan umur panen berbeda Kadar abu Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu menunjukkan besarnya kandungan mineral pada rumput laut kering yang tidak terbakar selama pembakaran atau pengabuan. Winarno (1996) menyatakan bahwa kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Proses pembakaran menyebabkan bahan-bahan yang mudah menguap yaitu air dan bahan volatile lainnya akan mengalami oksidasi dengan menghasilkan CO 2.

8 kadar abu (%) 31,73 3,5 29,87 33,9 33,8 3,26 31,3 35,44 34,15 36,37 34,35 a a a 33,13 q kadar abu (%) 3,29 28,16 31,6 31,21 31,81 29,53 32,75 32,96 3,16 34,99 34,14 3,8 d/p c/q c/r d/q 42 Histogram kadar abu rumput laut G. verrucosa kering dapat dilihat pada Gambar 9. Metode rakit apung Metode rakit dasar Keterangan: Huruf (a,b) menunjukkan adanya perbedaan dalam perlakuan bobot bibit Huruf (p,q,r) menunjukkan adanya perbedaan perlakuan dalam umur panen Gambar 9. Kadar abu rumput laut Gracilaria verrucosa kering pada metode penanaman, bobot bibit, dan umur panen yang berbeda Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 28,16-36,37%. Bertambahnya umur panen menyebabkan kadar abu rumput laut

9 43 cenderung meningkat. Hal ini disebabkan semakin lama rumput laut berada di perairan maka penyerapan terhadap mineral akan semakin tinggi. Bobot bibit 5 g memiliki kadar abu yang lebih besar, hal ini disebabkan semakin kecil bibit rumput laut maka penyerapan garam mineral akan lebih besar karena persaingan untuk mendapatkan garam-garam mineral semakin kecil. Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar FAO (1971) dalam Angka dan Suhartono (2) yaitu sebesar 15-4% Kadar abu tak larut asam Abu tak larut asam terdiri dari garam-garam klorida yang tidak larut asam, garam-garam logam berat dan silika. Kadar abu tak larut asam merupakan salah satu kriteria untuk menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan (Basmal et al. 23). Unsur mineral yang terdapat di dalam abu adalah oksida-oksida garam yang mengandung kation dan anion. Anion tersebut antara lain anion sulfat, nitrat, dan Cl, sedangkan kationnya adalah Na, Ca, K, Mg, Fe, dan logam-logam lain (Winarno 1997). Rumput laut termasuk bahan pangan yang mengandung mineral yang cukup tinggi seperti Na, Ca, K, Cl, Mg, Fe, S, dan sebagainya (Winarno 1996). Penelitian ini menghasilkan kadar abu tak larut asam sebesar,13-1,44%. Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan bobot bibit, dan umur panen memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan abu tidak larut asam. Kadar abu tak larut asam yang dihasilkan dalam penelitian ini memenuhi standar yang ditetapkan oleh EEC (1986) dalam Angka dan Suhartono (2) yaitu maksimum 2%. Semakin besar bobot bibit semakin banyak kontaminan pada talus, begitu pula pada umur panen semakin lama rumput laut berada di perairan maka semakin banyak pula kontaminan. Histogram kadar abu tak larut asam rumput laut kering disajikan pada Gambar 1.

10 kadar abu tak larut asam (%),3,42,57,64,66,79,85,75 a/r a/r 1,23 1,13 b/r c/q 1,44 c/r c/r kadar abu tak larut asam (%),13,17,48,49,52,72,69,74 a/r a/r,85 1,1 1,7 c/q b/r 1,28 c/r c/r 44 Metode rakit apung 1,5 1,,5, Metode rakit dasar 1,5 1,,5,22, Keterangan: Huruf (a,b) menunjukkan adanya perbedaan dalam perlakuan bobot bibit Huruf (p,q,r) menunjukkan adanya perbedaan perlakuan dalam umur panen Gambar 1. Kadar abu tak larut asam rumput laut Gracilaria verrucosa kering pada metode penanaman, bobot bibit, dan umur panen yang berbeda 4.4 Karakteristik Fisiko-Kimia Agar Gracilaria verrucosa Agar merupakan polisakarida yang terakumulasi dalam dinding sel rumput laut penghasil agar atau agarofit, oleh karenanya kandungan agar yang terdapat dalam rumput laut di pengaruhi oleh musim (Armisen dan Galatas 2). Salah satu rumput laut agarofit adalah Gracilaria verrucosa yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan agar berasal dari budidaya di perairan Desa Selok,

11 45 Cilacap dengan perlakuan berbagai metode penanaman, bobot bibit dan umur panen. Penelitian pada tahap ini bertujuan menentukan perlakuan terbaik dari hasil ekstraksi agar. Penentuan perlakuan terbaik dipilih berdasarkan parameter rendemen, kekuatan gel, viskositas, kadar air, dan kadar abu yang sesuai dengan standar mutu agar Rendemen Rendemen merupakan salah satu parameter penting dalam menilai efektif tidaknya proses pembuatan tepung agar. Efektif dan efisiennya proses ekstraksi bahan baku untuk pembuatan tepung agar dapat dilihat dari nilai rendemen yang dihasilkan. Rendemen merupakan banyaknya agar yang dikandung dalam rumput laut dan dinyatakan dalam persen. Rata-rata rendemen agar yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 23,-32,57%. Rendemen agar yang diperoleh dalam penelitian ini memenuhi SNI N rumput laut kering (1998), G. verrucosa dianggap baik jika kandungan agarnya diatas 2% (SNI 1998). Bobot bibit dan umur panen yang berbeda memiliki pengaruh nyata terhadap rendemen. Menurut Fritz (1987) hasil fotosintesis dari Rhodophyceae merupakan senyawa polisakarida. Rumput laut yang memiliki bobot awal yang lebih kecil, karena persaingannya relatif kecil, cenderung untuk tumbuh lebih cepat dan mengandung lebih banyak senyawa polisakarida. Agar merupakan polisakarida yang terakumulasi dalam dinding sel rumput laut penghasil agar atau agarofit, oleh karenanya agar yang terdapat dalam rumput laut dipengaruhi oleh musim. Semakin tua umur panen maka kandungan polisakarida yang dihasilkan semakin banyak sehingga karaginannya juga semakin tinggi (Syamsuar 26). Rendemen agar selain dipengaruhi cara ekstraksi, dipengaruhi pula oleh spesies, iklim, waktu pemanenan dan lokasi budidaya (Chapman dan Chapman 198). Utomo dan Satriyana (26) menyatakan besarnya rendemen ini belum tentu sama untuk rumput laut yang sama apabila dipanen pada waktu yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian Marinho-Soriano dan Bourret (23) efek

12 rendemen (%) 24,62 23, 27,75 28,43 26,39 27,33 26,17 26,63 24,87 31,18 29,56 29,5 a/r c/q d/q d/r c/r p/r rendemen (%) 23,22 26,27 26,74 25,93 24,99 28,47 28,75 25,93 d/p 29,62 28,37 29,48 a/r 32,57 d/q c/q b/r b/r c/r 46 musim berpengaruh terhadap rendemen agar. Histogram rendemen agar dapat dilihat pada Gambar 11. Metode rakit apung v 1 5 Metode rakit dasar Keterangan: Huruf (a,b) menunjukkan adanya perbedaan dalam perlakuan bobot bibit Huruf (p,q,r) menunjukkan adanya perbedaan perlakuan dalam umur panen Gambar 11. Rendemen agar Gracilaria verrucosa pada metode penanaman, bobot bibit, dan umur panen yang berbeda Kadar air Kadar air menyatakan jumlah air serta bahan-bahan volatil yang terkandung dalam agar. Kadar air suatu produk biasanya ditentukan oleh kondisi

13 kadar air (%) 1,72 1,87 1,83 1,78 1,78 11,12 1,8 11,23 11,22 11,13 11,41 11,44 a a a kadar air (%) 1,81 11,14 11,33 1,92 11,29 11,21 11,22 11,54 1,93 11,46 11,89 11,66 q a a aq aq 47 pengeringan, pengemasan dan cara penyimpanan. Kondisi penyimpanan dan pengeringan yang kurang baik menyebabkan tingginya kandungan air pada produk sehingga bahan lebih cepat mengalami kerusakan (Syamsuar 26). Histogram kadar air agar dicantumkan pada Gambar 12. Metode rakit apung Metode rakit dasar Keterangan: Huruf (a,b) menunjukkan adanya perbedaan dalam perlakuan bobot bibit Huruf (p,q,r) menunjukkan adanya perbedaan perlakuan dalam umur panen Gambar 12. Kadar air agar Gracilaria verrucosa pada metode penanaman, bobot bibit, dan umur panen yang berbeda

14 48 Nilai kadar air agar hasil penelitian berkisar antara 1,72-11,89%. Hasil analisis ragam menunujukkan bahwa perlakuan umur panen berpengaruh nyata (p,5) terhadap kadar air agar yang dihasilkan. Menurut Utomo dan Satriyana (26) bertambahnya umur panen menyebabkan kadar air cenderung meningkat, hal ini diakibatkan oleh sifat hidrofilik yang dimiliki oleh rumput laut. Berdasarkan hasil penelitian Syamsuar (26) kadar air pada karaginan berpengaruh nyata terhadap umur panen. Proses ekstraksi atau pada tahap pengeringan dapat mempengaruhi kadar air pada tepung agar. Kadar air yang dihasilkan pada penelitian ini sesuai dengan SNI agar tepung (1995), yaitu maksimum sebesar 17%. Kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya tahan suatu bahan dan menunjukkan kestabilan serta indeks mutu dari bahan pagan (Utomo dan Satriyana 26) Kadar abu Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan. Nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yeng terkandung dalam bahan pangan tersebut (Apriyantono et al. 1989). Rata-rata kadar abu yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 5,45-6,73%. Menurut Standar SII (1978) dalam Angka dan Suhartono (2) kadar abu agar maksimum 4%, sedangkan standar FCC (1981) dalam Angka dan Suhartono (2) maksimal 6,5%. Umur panen yang semakin lama akan mempengaruhi kadar abu yang terkandung dalam rumput laut. Hal ini dapat disebabkan karena semakin lama rumput laut berada dalam perairan maka semakin banyak kandungan mineral yang diserap, sehingga akan meningkatkan kadar abu pada agar yang dihasilkan. Elemen mineral yang paling banyak dalam rumput laut adalah kalium, kalsium, fosfor, zat besi, dan iodium (Anggadiredja et al. 26). Pada penelitian ini bobot bibit dan umur panen memiliki pengaruh yang nyata terhadap kadar abu. Tingginya kadar abu dipengaruhi oleh garam dan mineral yang menempel pada rumput laut, seperti kandungan garam dan mineral di perairan (Suryaningrum et al. 1991). Elemen mineral yang paling banyak dalam rumput

15 kadar abu (%) 5,51 5,68 5,76 5,54 5,72 5,76 5,96 5,73 5,91 5,96 a/r 6,6 6,26 b/r c/q d/q kadar abu (%) 5,45 5,53 5,54 5,74 5,66 5,79 5,87 5,93 6,4 6,5 6,17 b 6,73 49 laut adalah kalium, kalsium, fosfor, zat besi, dan iodium (Anggadiredja et al. 26). Histogram kadar abu agar dapat dilihat pada Gambar 13. Metode rakit apung Metode rakit dasar Keterangan: Huruf (a,b) menunjukkan adanya perbedaan dalam perlakuan bobot bibit Huruf (p,q,r) menunjukkan adanya perbedaan perlakuan dalam umur panen Gambar 13. Kadar abu agar Gracilaria verrucosa pada metode penanaman, bobot bibit, dan umur panen yang berbeda

16 Kekuatan gel Parameter kualitas dari agar yang tidak kalah pentingnya adalah kekuatan gel dari agar itu sendiri yang banyak diperlukan dalam berbagai industri seperti industri makanan, makanan dalam kaleng, dan keperluan bioteknologi pada kultur mikroorganisme. Kekuatan gel yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 2,-36,33 gcm. Nilai kekuatan gel tertinggi yang didapatkan pada kedua metode penanaman yaitu pada kombinasi perlakuan bobot bibit 5 g dan umur panen 6 hari. Bertambahnya umur akan meningkatkan kandungan 3,6-anhidro-Lgalaktosa, hal ini sesuai dengan pernyataan Friedlander dan Zelokovitch (1984), bahwa peningkatan kekuatan gel berbanding lurus dengan banyaknya kandungan 3,6-anhidrogalaktosa dan berbanding terbalik dengan kandungan sulfatnya. Selanjutnya menurut Moriano (1977), tingginya 3,6-anhidro-L-galaktosa menyebabkan sifat beraturan dalam polimer yang akan menyebabkan meningkatnya potensi pembentukan heliks rangkapnya sehingga pembentukan gel lebih cepat dicapai. Bobot bibit yang lebih kecil menghasilkan kekuatan gel yang lebih tinggi, hal ini disebabkan bobot bibit yang lebih kecil akan menyerap unsur hara ataupun cahaya lebih optimal karena kompetisi yang rendah sehingga menghasilkan kadar 3,6-anhidro-L-galaktosa yang tinggi. Rendahnya kekuatan gel agar ini disebabkan karena rendahnya kadar 3,6-anhidro-L-galaktosa yang terdapat dalam agar dan tingginya kadar sulfat dari agar. Senyawa 3,6-anhidro-L-galaktosa bertanggung jawab terhadap kekuatan gel dari agar. Peningkatan kekuatan gel sangat berkaitan dengan jumlah 3,6-anhydro- L-galaktosa dan sulfat yang terkandung di dalamnya (Ress 1969). Kandungan sulfat berpengaruh terhadap kekuatan dari agar, semakin tinggi kandungan ester sulfat dalam agar, maka kekuatan gel yang terbentuk akan semakin rendah (Chapman dan Chapman 198). Histogram kekuatan gel dapat dilihat pada Gambar 14.

17 kekuatan gel (gcm) 2, 23, 212,67 244,67 219,67 213,33 293,67 271,67 268,67 285,33 265, 252,33 a/r c/q d/p c/r kekuatan gel (gcm) 22, 29, 236,67 224,33 226, 295,33 265, 257, 36,33 274, 277,33 274, c/q d/q 51 Metode rakit apung Metode rakit dasar Keterangan: Huruf (a,b) menunjukkan adanya perbedaan dalam perlakuan bobot bibit Huruf (p,q,r) menunjukkan adanya perbedaan perlakuan dalam umur panen Gambar 14. Kekuatan gel agar Gracilaria verrucosa pada metode penanaman, bobot bibit dan umur panen yang berbeda Viskositas Viskositas atau kekentalan didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan geser suatu cairan. Suspensi koloid dalam larutan dapat meningkat

18 viskositas (cp) 31,11 3,61 3,57 32,11 37,17 35,23 34,89 35,4 35,5 33,69 33,27 31,47 b/r d/q d/p c /r c /p d/r c /q viskositas (cp) 32,71 31,78 3,83 33,11 33,27 38,17 36,24 36,24 35,75 36,4 35,57 33,62 a/r d/q d/p q c/q 52 dengan cara mengentalkan cairan sehingga terjadi absorbsi dan pengembangan koloid (Glicksman 1983). Rata-rata viskositas agar yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 3,57-38,17 cp. Histogram viskositas dapat dilihat pada Gambar 15. Metode rakit apung Metode rakit dasar Keterangan: Huruf (a,b) menunjukkan adanya perbedaan dalam perlakuan bobot bibit Huruf (p,q,r) menunjukkan adanya perbedaan perlakuan dalam umur panen Gambar 15. Kekuatan viskositas agar Gracilaria verrucosa pada metode penanaman, bobot bibit dan umur panen yang berbeda

19 53 Viskositas merupakan faktor kualitas yang penting untuk zat cair dan semi cair (kental) atau produk murni, dimana hal ini merupakan ukuran dan kontrol untuk mengetahui kualitas dari produk akhir (Joslyn 197). Viskositas agar berpengaruh terhadap sifat gel terutama titik pembentukan gel dan titik leleh, dimana viskositas agar yang tinggi menghasilkan laju pelelehan dan pembentukan gel yang lebih tinggi dibanding agar yang viskositasnya rendah. Hasil penelitian Suryaningrum (1988) menyatakan bahwa peningkatan umur panen menurunan viskositas. Penurunan viskositas ini dipengaruhi oleh kandungan sulfat.hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan bobot bibit dan umur panen berpengaruh nyata terhadap viskositas. Viskositas dan kekuatan gel saling terkait dengan 3,6-anhidro-L-galaktosa dan berbanding terbalik dengan kandungan sulfatnya. Viskositas disebabkan oleh adanya daya tolak menolak antar grup sulfat yang bermuatan negatif disepanjang rantai polimernya, sehingga menyebabkan rantai polimer kaku dan tertarik kencang. Karena sifat hidrofilik menyebabkan molekul tersebut dikelilingi oleh air yang tidak bergerak, hal inilah yang menentukan nilai viskositas (Guiseley et al. 198). 4.5 Sifat Fisiko-Kimia Agar Terbaik Berdasarkan hasil penelitian tahap sebelumnya, diperoleh perlakuan terbaik yang akan dianalisis lebih lanjut karakteristik fisiko-kimia agarnya. Parameter yang dijadikan kriteria utama dalam penentuan perlakuan terbaik adalah rendemen, kadar air, kadar abu, viskositas dan kekuatan gel. Hasil agar terbaik pada penelitian ini dihasilkan pada perlakuan dengan bobot bibit 5 g dan umur panen 6 hari baik pada metode apung dan metode dasar. Sifat fisik kimia agar terbaik dapat dilihat pada Tabel 3. Titik jendal merupakan suhu dimana gel mulai terbentuk.titik pembentukan gel merupakan temperatur saat terjadinya peralihan dari fasa sol ke fasa gel dimana pada keadaan ini terjadi perubahan konformasi gulungan acak (random coil) menjadi rantai berpilin ganda (double helix) yang kemudian beragregasi membentuk struktur tiga dimensi (Rees et al. 1969). Friedlander dan Zelokovitch (1984) menyatakan bahwa suhu titik jendal dan titik leleh berbanding lurus dengan kandungan 3,6-anhidro-L-galaktosa dan

20 54 berbanding terbalik dengan kandungan sulfatnya. Berdasarkan hasil penelitian titik jendal dan titik leleh pada metode apung berbeda nyata dengan metode dasar, hal ini dapat diduga karena kadar 3,6-anhidro-L-galaktosa memiliki pengaruh yang berbeda nyata pada kedua metode. Tabel 3. Sifat fisiko-kimia agar terbaik Parameter Metode Apung Dasar Titik jendal ( o C) 35,45,49 b 33,6,1 a Titik leleh ( o C) 63,,56 b 6,27,11 a Derajat putih (%) 16,6,6 b 14,93,11 a 3,6-anhidro-l-galaktosa (%) 37,52,45 b 36,35,8 a Sulfat (%) 2,71,28 a 3,55,99 b Logam bobot (ppm) Pb Cu Zn Hg tidak terdeteksi,34,15 b 3,4±,1 a tidak terdeteksi tidak terdeteksi,26,3 a 3,28±,1 a tidak terdeteksi Keterangan : Huruf (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan antara perlakuan bobot bibit (p<,5) berdasarkan uji Duncan Multiple range Test. Berdasarkan hasil penelitian Purnawati (1992) menjelaskan bahwa suhu pembentukan gel erat kaitannya dengan kadar 3,6-anhidro-L-galaktosa. Adanya 3,6-anhidro-L-galaktosa dalam molekul agar menyebabkan sifat beraturan dalam rantai polimer bertambah dan sebagai akibatnya akan mempertinggi potensi pembentukan heliks rangkapnya, dengan demikian suhu pembentukan gel lebih cepat tercapai. Suryaningrum (1988) menyatakan bahwa suhu pembentukan gel berbanding lurus dengan kandungan 3,6-anhidro-L-galaktosa dan berbanding terbalik dengan kandungan sulfatnya. Menurut Whistler (1973) agar mempunyai temperatur leleh antara 6-97 o C pada konsentrasi 1,5%. Perbedaan temperatur leleh dipengaruhi oleh jenis rumput laut, kondisi tempat tumbuh dan metode ekstraksi. Titik jendal pada metode penanaman apung lebih tinggi dibandingkan dengan metode penanaman dasar (Tabel 5). Suhu pembentukan gel erat kaitannya dengan kadar 3,6-anhidro- L-galaktosa dan kadar sulfat. Peningkatan kadar 3,6-anhidro-L-galaktosa dan penurunan kadar sulfat akan meningkatkan suhu pembentukan gel (Glicksman 1983). Satari (21) menyatakan bahwa sifat agar antara lain dapat

21 55 membentuk gel dalam larutan 1,5% agar membentuk gel yang stabil pada suhu o C. Istini et al. (1986) menambahkan bahwa beberapa sifat dari agar adalah pada tidak larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas. Titik leleh gel adalah suhu dimana pertama kali gel mulai mengalami pelelehan. Titik pelelehan adalah suhu pada saat penguraian daerah simpulan (junction zones) menjadi struktur pilinan ganda (double helix) dan untuk selanjutnya berubah menjadi konformasi gulungan acak (random coil) (Rees et al. 1969). Menurut Whistler (1973) agar mempunyai temperatur leleh antara 6 97 o C pada konsentrasi 1,5%. Perbedaan temperatur leleh dipengaruhi oleh jenis rumput laut, kondisi tempat tumbuh dan metode ekstraksi. Derajat putih merupakan gambaran secara umum dari warna suatu bahan pada umumnya. Derajat putih agar diharapkan mendekati 1% karena agar yang bermutu tinggi biasanya tidak berwarna, sehingga aplikasinya lebih luas. Nilai derajat putih pada metode apung lebih tinggi dibandingkan nilai derajat putih pada metode dasar, hal ini diduga akibat pencucian yang kurang sempurna. Metode dasar lebih banyak tertempel oleh kotoran dibandingkan dengan metode apung. Tumbuhan lain pengganggu atau kotoran lain yang menempel dan sukar dipisahkan dalam pencucian, diduga menurunkan derajat putih tepung agar. Agar terdiri dari 3,6-anhidro-L-galaktosa dan galaktosa. Agar yang berkualitas baik mempunyai kandungan 3,6-anhidro-L-galaktosa dan nilai gel strength yang tinggi dangan kandungan sufat rendah.kadar 3,6-anhidro-Lgalaktosa ini biasanya berbanding lurus dengan kekuatan gel dari agar dan berbanding terbalik dengan kandungan sulfat yang dimiliki agar (Utomo dan Satriyana 26). Kadar 3,6-anhidro-L-galaktosa berbanding lurus dengan kekuatan gel dari agar dan berbanding terbalik dengan kandungan sulfat yang dimiliki agar (Utomo dan Satriyana 26). Peningkatan kekuatan gel sangat berkaitan dengan jumlah 3,6-anhidro-L-galaktosa dan sulfat yang terkandung dalam agar (Rees 1969 dalam Utomo dan Satriyana 26). Agar yang dihasilkan oleh metode apung memiliki kadar 3,6-anhidro-L-galaktosa yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan metode dasar (Tabel 3). Menurut Maciel et al. (27) 3,6-anhidro-L-galaktosa dapat dipengaruhi oleh proses fotosintesis, respirasi dan kandungan karotenoid.

22 56 Peningkatan kekuatan gel sangat berkaitan dengan jumlah 3,6-anhidro-Lgalaktosa dan sulfat yang terkandung dalam agar (Rees 1969 di dalam Utomo dan Satriyana 26). Izumi (1971) menyatakan bahwa penurunan konsentrasi 3,6-anhidro-L-galaktosa selalu disertai dengan penurunan kandungan grup 6-- metil dan peningkatan residu sulfat. Peningkatan kekuatan gel sangat berkaitan dengan jumlah 3,6-anhidro-L-galaktosa dan sulfat yang terkandung di dalamnya. Kadar sulfat merupakan parameter yang digunakan untuk berbagai jenis polisakarida yang terdapat dalam alga merah (Winarno 1996). Konsentrasi sulfat dalam agar dapat dipengaruhi oleh perbedaan jenis dan asal rumput laut, metode ekstraksi, serta umur panen. Peningkatan umur panen dapat memberikan respon terhadap kandungan sulfat (Suryaningrum 1988). Kandungan sulfat pada agar yang dihasilkan pada metode apung berbeda nyata dengan agar yang dihasilkan oleh metode dasar. Agar yang dihasilkan pada metode penanaman dasar mempunyai kadar sulfat yang lebih tinggi dibandingkan metode penanaman apung (Tabel 3), hal ini dapat disebabkan karena sulfat dapat diperoleh dari dua sumber yaitu dari air dan tanah dasar tambak. Kandungan sulfat berpengaruh terhadap kekuatan gel dari agar, semakin tinggi kandungan ester sulfat dalam agar, maka kekuatan gel yang terbantuk akan semakin rendah (Chapman dan Chapman 198). Pencemaran air dapat berupa garam dari logam berat dan logam berat yang membentuk senyawa toksik. Beberapa logam berat merupakan logam yang paling berbahaya dari zat-zat pencemar. Logam berat yang sering dijumpai dalam perairan antara lain Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Seng (Zn) dantembaga (Cu) dalam bentuk senyawa toksik. Syamsuar (26) menyatakan bahwa adanya kandungan logam pada perairan menunjukkan adanya pencemaran pada lokasi penanaman rumput laut, karena rumput laut mampu menyerap logam berat dari perairan melalui proses absorbsi. Adanya seng dalam agar disebabkan oleh akumulasi seng oleh rumput laut melalui absorbsi atau proses pertukaran ion. Proses ini terjadi melalui dinding sel rumput laut, yang kemudian bersenyawa dengan protein atau polisakarida. Nilai standar SNI untuk logam berat pada agar tepung yaitu sebesar, untuk Pb maksimum 2 ppm, Cu maksimum 3 ppm, Zn maksimum 4 ppm, dan

23 57 Hg maksimum,3 ppm (SNI No ). Nilai logam berat yang terkandung dalam agar pada penelitian ini masih memenuhi standar.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kondisi oseanografi dan meteorologi perairan. Faktor oseanografi adalah kondisi perairan yang berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lokasi Penelitian Lapangan 4.1.1 Gambaran umum Dusun Wael merupakan salah satu dari 8 Dusun nelayan yang berada di Teluk Kotania Seram Barat. Secara geografis Dusun Wael

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Gracilaria verrucosa

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Gracilaria verrucosa 7 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Gracilaria verrucosa Gracilaria merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyta) dengan anggota kurang lebih 100 jenis, antara lain Gracilaria gigas Harv.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Pada Tabel 2 dijelaskan bahwa pada minggu pertama nilai bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal digunakan adalah kotoran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN Elemen esensial: Fungsi, absorbsi dari tanah oleh akar, mobilitas, dan defisiensi Oleh : Retno Mastuti 1 N u t r i s i M i n e r a l Jurusan Biologi, FMIPA Universitas

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

KLASIFIKASI MINERAL. Makro : Kebutuhan minimal 100 mg/hari utk orang dewasa Ex. Na, Cl, Ca, P, Mg, S

KLASIFIKASI MINERAL. Makro : Kebutuhan minimal 100 mg/hari utk orang dewasa Ex. Na, Cl, Ca, P, Mg, S ANALISIS KADAR ABU ABU Residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari bahan menunjukkan : Kadar mineral Kemurnian Kebersihan suatu bahan yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan tanaman perdu dan berakar tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. Tomat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 37 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Informasi Geografis Desa Teluk Bogam Kondisi geografis desa Teluk Bogam terletak di daerah pantai, dengan posisi desa berjarak ± 50 km dari kota kecamatan dengan luas wilayah

Lebih terperinci

Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 2, Agustus 2013

Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 2, Agustus 2013 Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 2, Agustus 213 KARAKTERISTIK SIFAT FISIKA KIMIA KARAGINAN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii PADA BERBAGAI UMUR PANEN YANG DIAMBIL DARI DAERAH PERAIRAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, termasuk salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu 95.181 km dan memiliki keanekaragaman hayati laut berupa

Lebih terperinci

Pemurnian Agarose dari Agar-agar dengan Menggunakan Propilen Glikol

Pemurnian Agarose dari Agar-agar dengan Menggunakan Propilen Glikol Pemurnian Agarose dari Agar-agar dengan Menggunakan Propilen Glikol Heri Purwoto ), Siti Gustini ) dan Sri Istini ),) BPP Teknologi, Jl. MH. Thamrin 8, Jakarta ) Institut Pertanian Bogor, Bogor e-mail:

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme : TANAH Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah Hubungan tanah dan organisme : Bagian atas lapisan kerak bumi yang mengalami penghawaan dan dipengaruhi oleh tumbuhan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4,

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4, 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Magnetit Pembentukan magnetit diawali dengan reaksi reduksi oleh natrium sitrat terhadap FeCl 3 (Gambar 1). Ketika FeCl 3 ditambahkan air dan urea, larutan berwarna jingga.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HMT FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KUALITAS HMT ADALAH : 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya hasil alam terlebih hasil perairan. Salah satunya rumput laut yang merupakan komoditas potensial dengan nilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

Tabel 2 Data hasil pengukuran kekuatan gel. (a) (b)

Tabel 2 Data hasil pengukuran kekuatan gel. (a) (b) 7 Transfer energi pada ekstraksi konvensional tidak terjadi secara langsung, diawali dengan pemanasan pada dinding gelas, pelarut, selanjutnya pada material. Sedangkan pada pemanasan mikrogelombang, pemanasan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Eucheuma cottonii (http://www.actsinc.biz/seaweed.html).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Eucheuma cottonii (http://www.actsinc.biz/seaweed.html). 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi phycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Wardhana (2007), pencemaran air dapat disebabkan oleh pembuangan limbah sisa hasil produksi suatu industri yang dibuang langsung ke sungai bukan pada tempat penampungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

Pertumbuhan Rumput Laut

Pertumbuhan Rumput Laut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju pertumbuhan Laju pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii yang diperoleh selama penelitian terdapat pada Tabel 1 berikut : Tabel 1.PertumbuhanRumputLautSetelah

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH 4. Phosphor (P) Unsur Fosfor (P) dlm tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan & mineral 2 di dlm tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pd ph

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kubis adalah kalori (25,0 kal), protein (2,4 g), karbohidrat (4,9 g), kalsium (22,0

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kubis adalah kalori (25,0 kal), protein (2,4 g), karbohidrat (4,9 g), kalsium (22,0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kubis (Brassica oleracea L.) merupakan jenis sayuran yang sebagian besar daunnya bewarna hijau pucat dengan bentuk bulat serta lonjong. Sayuran ini mengandung vitamin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Rumput Laut Gracilaria verrucosa Rumput laut jenis Gracilaria verrucosa merupakan jenis rumput laut merah yang menghasilkan agar-agar atau disebut agarofit.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk), 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Selada Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk), khususnya dalam hal bentuk daunnya. Tanaman selada cepat menghasilkan akar tunggang diikuti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik sludge 4.1.1. Sludge TPA Bantar Gebang Sludge TPA Bantar Gebang memiliki kadar C yang cukup tinggi yaitu sebesar 10.92% dengan kadar abu sebesar 61.5%.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara dan merupakan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut atau sea weeds secara ilmiah dikenal dengan istilah alga atau ganggang. Rumput laut termasuk salah satu anggota alga yang merupakan tumbuhan berklorofil.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,

Lebih terperinci

TARIF LINGKUP AKREDITASI

TARIF LINGKUP AKREDITASI TARIF LINGKUP AKREDITASI LABORATORIUM BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG BIDANG PENGUJIAN KIMIA/FISIKA TERAKREDITASI TANGGAL 26 MEI 2011 MASA BERLAKU 22 AGUSTUS 2013 S/D 25 MEI 2015 Bahan Atau Produk Pangan

Lebih terperinci

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun sebenarnya dalam dunia ilmu pengetahuan diartikan sebagai alga (ganggang) yang berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu Sargassum polycystum, akuades KOH 2%, KOH 10%, NaOH 0,5%, HCl 0,5%, HCl 5%,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR

FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR Fosfor termasuk unsur bukan logam yang cukup reaktif, sehingga tidak ditemukan di alam dalamkeadaan bebas. Fosfor berasal dari bahasa Yunani, phosphoros, yang berarti memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Penelitian Pada penelitian ini semua jenis tanaman legum yang akan diamati (Desmodium sp, Indigofera sp, L. leucocephala dan S. scabra) ditanam dengan menggunakan anakan/pols

Lebih terperinci

SIFAT FISIKO-KIMIA AGAR-AGAR DARI RUMPUT LAUT Gracilaria chilensis YANG DIEKSTRAK DENGAN JUMLAH AIR BERBEDA

SIFAT FISIKO-KIMIA AGAR-AGAR DARI RUMPUT LAUT Gracilaria chilensis YANG DIEKSTRAK DENGAN JUMLAH AIR BERBEDA SIFAT FISIKO-KIMIA AGAR-AGAR DARI RUMPUT LAUT Gracilaria chilensis YANG DIEKSTRAK DENGAN JUMLAH AIR BERBEDA (The Physico-Chemical Characteristics of Agar from Gracilaria chilensis Extracted Using Different

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL

ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL OLEH KELOMPOK 8 1. NI WAYAN NIA ARISKA PURWANTI (P07134013010) 2. NI KADEK DWI ANJANI (P07134013021) 3. NI NYOMAN SRI KASIHANI (P07134013031) 4. GUSTYARI JADURANI GIRI (P07134013039)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci