ANALISIS EKONOMI PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA. lwan Hermawan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EKONOMI PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA. lwan Hermawan"

Transkripsi

1 ANALISIS EKONOMI PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA lwan Hermawan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 SURAT PERNYATAAN -r--, Saya menyatakan dengan sebenar-benamya bahwa segala pemyataan dalam tesis saya yang berjudul: Analisis Ekonomi Perkembangan lndustri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan bimbingan ketua dan anggota komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pemah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogar, Januari 2008 lwan Hermawan NRP. A

3 ABSTRAK IWAN HERMAWAN. Analisis Ekonomi Perkembangan lndustri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia (ISANG GONARSYAH sebagal Ketua dan ENDAH MURNININGTYAS sebagai Anggota Komisi Pembimbing). lndustri tekstil dan produk tekstil {TPT) mempunyai peran penting di dalam perekonomian Indonesia. Namun dalam lima tahun terakhir, secara nasional pangsa industri ini terhadap GDP mengalami penurunan, sementara persaingan TPT di pasar dunia cenderung semakin ketat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi posisi dan daya saing ekspor TPT Indonesia di pasar dunia, menganalisis perkembangan industri TPT Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan menganalisis prospek perkembangan industri TPT Indonesia dan pasar TPT dunia. Metode analisis yang digunakan adalah CMS, 2SLS, dan simulasi kebijakan ekonomi dan non ekonomi. Secara keseluruhan, meskipun laju ekspor TPT Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun, namun posisi daya saing TPT Indonesia di pasar TPT dunia masih di bawah China, India, dan Italia. Di samping itu produksi tekstil dan garmen domestik dipengaruhi oleh harga riil kapas dunia dan upah riil tenaga kerja TPT. Ekspor tekstil Indonesia dipengaruhi oleh produksi tekstil domestik. Sedangkan ekspor garmen Indonesia dipengaruhi oleh rasio harga riil tekstil dunia dengan harga riil garmen domestik tahun sebelumnya. Prospek industri TPT Indonesia sangat tergantung pada ketersediaan bahan baku berupa kapas dan pertumbuhan ekonomi dunia pada umumnya. Kata Kunci: Tekstil dan Produk Tekstil, daya saing, constant market share, ekspor dan impor, sistem persamaan simultan.

4 @ Hak cipta milik lnstitut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak clpta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

5 ANALISIS EKONOMI PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA lwan Hermawan Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada Program Studi llmu Ekonomi Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

6 Judul Tesis Nama Mahasiswa Nomor Register Pokok Program Studi Analisis Ekonomi Perkembangan lndustri Tekstil dan Prociuk Tekstil (TPT) Indonesia lwan Hermawan A llmu Ekonomi Pertanian Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. I sang Gonarsyah Ketua Dr. Ir. Endah Murniningtyas. M.Sc Anggota Mengetahui, 2. Ketua Program Studi llmu Ekonomi Pertanian 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB ) Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga. M.A Tanggal Ujian: 2 6 SEP 2007 Tanggal Lulus: o 6 FEB 2008

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kepanjen, kabupaten Malang pada!anggal 11 Juni 1978, sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Kamsuri dan Yuniawati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 02 Kepanjen, Malang tahun Pada tahun 1995 penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 04 Kepanjen, Malang. Dan pada tahun 1997 penulis menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 01 Malang. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan pendidikan Diploma Ill (AMd) jurusan Agribisnis di Universitas Brawijaya. Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan sarjana (SP) pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Kemudian pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan S2 Program Studi Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor.

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, atas segala rahmat dan hidayah-nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Dengan judul Analisis Ekonomi Perkembangan lndustri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT} Indonesia, penulis berharap tesisi ini dapat memberikan kontribusi dalam upaya pengembangan industri TPT Indonesia. Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besamya dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. lsang Gonarsyah sebagai ketua dan lbu Dr. Ir. Endah Muminingtyas, M.Sc (Direktur Penanggulangan Kemiskinan, Sadan Perencanaan Pembangunan Nasional} sebagai anggota komisi pembimbing atas segala masukan, bimbingan, dan dukungannya selama penyusunan tesis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec atas kesediaannya menjadi penguji luar komisi pada ujian tesis. Kepada Ketua Program Studi llmu Ekonomi Pertanian Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A yang telah memberikan kontribusi untuk perbaikan tesis ini. Terima kasih kepada Dr. Reni Kustiari, Dr. Yundy Hafizrianda, dan Dr. Inna Sri Supina Adi atas segala bantuan berupa bahan bacaan tentang metode analisis dan kesempatan berdiskusi. Kepada Puji Dwi Handayani (Sadan Pusat Statistik, Jakarta) Redma Gita Wirawasta, Asep Setiaharja, S.Si, MM dan Suci Widyaningsih (Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Jakarta) yang sangat membantu dalam mendapatkan data, bahan bacaan, dan juga diskusi tentang TPT Indonesia. Kepada teman-teman peserta S2 dan S3 pada Program Studi llmu Ekonomi Pertanian tahun 2004 dan 2005, dan kepada Mbak Santi, Ruby dan Yani atas bantuan dan kerja samanya.

9 Terima kasih teristimewa penulis sampaikan kepada kedua orang tua, kakak-kakak (Yuhin Wahyudi dan Fifi Kumiawati), dan adik-adik (Lili Farida dan Titik Firawati) atas doa dan dukungannya selama penulis menempuh program S2 dilpb. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya, namun demikian penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat I bagi pengembangan industri TPT Indonesia. Bogor, Januari 2008 lwan Hermawan

10 DAFTAR ISi Halaman DAFT AR TABEL DAFT AR GAMBAR iv vii DAFTAR LAMPIRAN viii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Kegunaan Penelitian Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ti. fndustrf TPT GLOBAL DAN INDONESIA Sejarah dan Pengertian lndustri TPT lndustri TPT Indonesia Kebijakan Perdagangan TPT Kebijakan Perdagangan TPT Dunia Kebijakan Perdagangan TPT Domestik.. 23 Ill. TINJAUAN PUSTAKA Tinjuan Penelitian TPT Indonesia Tinjauan Penelitian TPT Dunia 31 IV. KERANGKA ANALISIS Kerangka Teoritis Daya Saing Ekspor Permintaan dan Penawaran Metode Analisis Constant Market Share Model Model Ekonomi TPT Indonesia Sumber dan Jenis Data V. ANALISIS PERUBAHAN EKSPOR TPT INOONESIA Perubahan Nilai Ekspor TPT Negara Produsen Periode Tahun

11 Periode Tahun Periode Tahun Periode Tahun Diskusi dan lmplikasi dari Analisis Perubahan Ekspor TPT Indonesia. VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA Kinerja Umum Hasil Pendugaan Model lndustri TPT Indonesia Keragaan Pasar Tekstil Indonesia Produksi Tekstil Domestik Ekspor Tekstil Indonesia Penawaran Tekstil Domestik Harga Tekstil Domestik Permintaan Tekstil Domestik lmpor Tekstil Indonesia Keragaan PasarTekstil Dunia Total Ekspor Tekstil Dunia Total lmpor Tekstil Dunia Harga Tekstil Dunia Ekspor Tekstil Jerman Ekspor Tekstil Amerika Serikat Ekspor Tekstil China lmportekstil Italia lmpor Tekstil Amerika Serikat lmpor Tekstil China Keragaan Pasar Garmen Indonesia Produksi Garmen Domestik Ekspor Garmen Indonesia / ii

12 Penawaran Garmen Domestik Harga Garmen Domestik Permintaan Garmen Domestik lmpor Garmen Indonesia Keragaan Pasar Garmen Dunia Total Ekspor Garmen Dunia 140 / Total lmpor Garmen Dunia Harga Garmen Dunia Ekspor Garmen Jerman Ekspor Garmen China Ekspor Garmen Turki lmpor Garmen Jerman lmpor Garmen Amerika Serikat lmpor Garmen Jepang Diskusi dan lmplikasi dari Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan lndustri TPT Indonesia 152 VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN AL TERNATIF KEBIJAKAN Validasi Model Ekonomi lndustri TPT Indonesia Hasil Peramalan Perkembangan lndustri TPT Indonesia Tahun Penurunan Suku Sunga Riil Bank Sebesar 5 Persen Depresiasi Nilai Tukar Rupiah/USO Sebesar 15 Persen Kenaikan Harga Riil BBM Sebesar 8.5 Persen Kenaikan Upah Tenaga Kerja lndustri Tekstil dan Garmen, Masing-Masing Sebesar 14.5 Persen dan 15 Persen Penurunan Tarif lmpor Tekstil dan Garmen Hingga 0 Persen Penurunan Harga Riil Kapas Dunia Sebesar 5 Persen 163 iii

13 Kenaikan GDP Riil Indonesia Sebesar 8 Persen, dan Pertumbuhan Populasi Indonesia Naik Sebesar 1.1 Persen Kenaikan GDP Riil Amerika Serikat Sebesar 3.1 Persen dan GDP Riil China Sebesar 8.5 Persen Kombinasi Kebijakan Penurunan Suku Sunga Riil Bank Sebesar 5 Persen Kenaikan Upah Tenaga Kerja lndustri Tekstil dan Garmen, Masing-Masing Sebesar 14.5 Persen dan 15 Persen Kombinasi Kebijakan Depresiasi Nilai Tukar Rupiah/USO Sebesar 15 Persen dan Kenaikan Harga Riil BBM Sebesar 8.5 Persen Kenaikan Harga Riil BBM Sebesar 8.5 Persen dan Penurunan Harga Riil Kapas Dunia Sebesar 5 Persen Kombinasi Kebijakan Mendepresiasi Nilai Tukar Rupiah/USO Sebesar 15 Persen, Menurunkan Harga Riil Kapas Dunia Sebesar 5 Persen, dan Menurunkan Tarif lmpor Tekstil dan Garmen hingga Nol Persen Kombinasi Kebijakan Mendepresiasi Nilai Tukar Rupiah/USO Sebesar 15 Persen, Kenaikan GDP Riil Indonesia Sebesar 8 Persen, Pertumbuhan Populasi Indonesia Sebesar 1.12 Persen, dan Penurunan Tarif lmportekstil dan Garmen hingga Nol Persen Diskusi dan lmplikasi dari Simulasi Peramalan Perkembangan lndustri TPT Indonesia Tahun VIII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Simpulan lmplikasi Kebijakan Penelitian Lanjutan DAFT AR PUST AKA LAMPI RAN iv

14 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Negara-Negara Pengekspor TPT di Kawasan ASEAN Tahun Kondisi Mesin lndustri TPT di Indonesia Tahap Pengintegrasian Perdagangan TPT ke Dalam Ketentuan GATI Salama 10 Tahun Jenis, Sumber Data, dan Metode Analisis yang Digunakan dalam Penelitian Dekomposisi CMS Perubahan Nilai Ekspor Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun Pemenuhan Kuota Tahun Dekomposisi CMS Perubahan Nilai Ekspor Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun Pangsa Pasar TPT Indonesia, India, China, dan Italia Berdasarkan Jenis Produk Tahun Pangsa Pasar TPT Indonesia Berdasarkan SITC Digit 3 Tahun Pangsa Pasar TPT India Berdasarkan SITC Digit 3 Tahun Dekomposisi CMS Perubahan Nilai Ekspor Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun Dekomposisi CMS Perubahan Nilai Ekspor Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun Pangsa Pasar Pra dan Post Safeguard Garmen di Pasar Amerika Serikat Tahun Perkembangan Daya Saing TPT Indonesia Tahun Produksi, Ekspor, dan lmpor Kapas Tahun 2003/ Tingkat Tarif pada Tekstil dan Garmen Upah Tenaga Kerja di lndustri TPT Tahun Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tekstil Domestik (PTO) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil Indonesia (XTI) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Riil Tekstil Domestik (HTDR) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tekstil Domestik (OTO) ~ O v

15 22. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi lmpor Tekstil Indonesia (MTI) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Riil Tekstil Dunia (HlWR) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil Jerman (XTG) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil Amerika Serikat (XTA) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil China (XTC) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi lmpor Tekstil Italia (MTL) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi lmportekstil Amerika Serikat (MTA) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi lmportekstil China (MTC) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Garmen Domestik (PGD) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Garmen Indonesia (XGI) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Riil Gannen Domestik (HGDR) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Garmen Domestik (DGD) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi lmpor Gannen Indonesia (MGI) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Riil Garmen Dunia (HGWR) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Garmen Jerman (XGG) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Garmen China (XGC) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Garmen Turki (XGT) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi lmpor Garmen Jerman (MGG) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi lmpor Garmen Amerika Serikat (MTA) Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi lmpor Garmen Jepang (MGJ) Hasil Pendugaan Validasi Model lndustri TPT Indonesia di Pasar Domestik dan Dunia vi

16 43. Dampak Altematif Kebijakan Ekonomi Terhadap Perubahan Nilai Rata-Rata Peubah Endogen Tahun Struktur Biaya lndustri TPT Indonesia vii

17 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Perkembangan Ekspor Hasil lndustri Non Migas Indonesia Tahun lmpor TPT di Pasar Amerika Serikat Tahun lmpor TPT di Pasar Uni Eropa Tahun Global Value Chain lndustri TPT.. 10 / 5. Lokasi lndustri TPT di Indonesia Keterkaitan Antar Blok Dalam Perdagangan TPT di Pasar Indonesia dan Dunia Diagram Model Ekonomi TPT Indonesia di Pasar Domestik dan Dunia Besaran Efek Kompetitif dari Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun Besaran Efek Kompetitif dari Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun Besaran Efek Kompetitif dari Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun Besaran Efek Kompetitif dari Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun lmpor Kapas Indonesia dan Harga Kapas Dunia Tahun Produksi, Konsumsi, lmpor, dan Ekspor Kapas Indonesia Tahun Jumlah Tenaga Kerja di lndustri TPT Indonesia Tahun viii

18 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Klasifikasi lndustri TPT Menu rut Harmonized System Klasifikasi Komoditas TPT Berdasarkan Standart International Trade Classification lnterpretasi Tahapan Dekomposisi Model Constant Market Share TPT Indonesia Pohon lndustri TPT Indonesia Tahun Program dan Hasil Pendugaan Model Ekonomi Perkembangan lndustri TPT Indonesia di Pasar Domestik dan Dunia dengan Menggunakan Metode 2SLS Program dan Hasil Validasi Model Ekonomi Perkembangan lndustri TPT Indonesia di Pasar Domestik dan Dunia dengan Menggunakan Metode 2SLS Program dan Hasil Peramalan Model Ekonomi Perkembangan lndustri TPT Indonesia di Pasar Domestik dan Dunia dengan Menggunakan Metode 2SLS Data Penelitian Model Ekonomi Perkembangan lndustri TPT Indonesia di Pasar Domestik dan Dunia l ix

19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang lndustri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun , industri TPT menyumbangkan persen dari perolehan devisa ekspor hasil industri pengolahan. Sedangkan pangsanya terhadap ekspor non migas sebesar persen, meskipun 85 persen bahan baku berupa kapas masih diimpor. lndustri TPT tetap mampu menghasilkan devisa sebesar 9.52 miliar USD pada tahun 2006, meningkat tajam dari hanya 559 juta USO pada tahun 1985 (Gambar 1 ) ~ 5000 ::>!I 4000., " I wr Kayu Ollh8n I! Km'llt Olahml a Afllt.Allt Us1lt 11 Ker1as dan A'oduk Kertas I TalKin Gambar 1. Perkembangan Ekspor Hasil lndustri Non Migas Indonesia Tahun Sumber: Sadan Pusat Statistik, Selain mempunyai kontribusi yang besar di dafam PDB dan perolehan devisa, industri ini juga menyerap banyak tenaga kerja. Pangsa tenaga kerja industri TPT terhadap industri pengolahan mencapai rata-rata 10 persen per tahun. Pada tahun 2004 lebih dari 1.18 juta orang bekerja di industri TPT atau 1.26 persen dari jumlah tenaga kerja Indonesia. Secara total, sebanyak 3.50 juta orang bekerja baik langsung maupun tidak langsung dalam sektor ini (Wu, 2005).

20 2 Posisi perdagangan TPT Indonesia di dunia cukup diperhitungkan. Indonesia merupakan salah satu produsen TPT terbesar di dunia. Pada tahun 2000, ekspor TPT Indonesia mencapai rekor sebesar 8.20 miliar USO dengan menduduki peringkat ke 10 di antara negara produsen utama TPT dunia. Tahun 2003, ekspor TPT Indonesia hanya mencapai 7.05 miliar USO, sehingga posisi peringkatnya menurun menjadi ke 17. Namun pada tahun 2004, sektor ini mampu meningkatkan perolehan devisa sebesar 7.60 miliar USO. Secara keseluruhan pangsa ekspor Indonesia sebesar 2.30 persen dari total pasar dunia atau milar USO. Pasar Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang adalah pasar utama tujuan ekspor bagi negara-negara pengekspor TPT. Pada tahun 2005, negaranegara seperti Afrika, Mexico, dan Uni Eropa memiliki nilai ekspor kurang dari 10 miliar USO di pasar Amerika Serikat. Sedangkan pangsa pasar Indonesia di pasar Amerika Serikat sebesar 3.31 persen atau 3.4 miliar USO (Gambar 2). Viet Nam 3.00 Pakistan 3.20 tidonesia 3.40 Kanada II) ;:J ~ s tidia 5.40 UliEropa 5.80 M!xico 8.10 Asia TllTUr b 9.40 CAFTAa 9.60 auna Zl Peraentase Keterangan Sumber : a : Costa Rica, Republik Oominika, El savador, Guatemala, Honduras, dan Nicaragua. b : Hong Kong, China, Republik Korea, Macao, dan Taiwan. : lntemational Trade Statistics 2005 dalam WTO, 2006.

21 3 India, Rumania, Bangladesh, dan negara-negara di Asia Timur memperoleh bagian nilai ekspor untuk pasar Uni Eropa tidak lebih dari 6 miliar USO. Sedangkan Turki yang secara geografis wilayahnya berdekatan dengan Uni Eropa, mampu meningkatkan ekspor TPT-nya hingga 11.5 miliar USO. Sementara itu, ekspor TPT Indonesia di pasar Uni Eropa hanya sebesar 1. 7 miliar USO (Gambar 3). Indonesia A:lkistan Maroko 2.50 Tunisia 2.80 Asia Trrur (4) a ~ Bqladesh 3.80 :! :i Runenla 4.20 India 5.90 Turld Chila Persentase Keterangan Sumber Gambar 3. lmpor TPT di Pasar Uni Eropa Tahun 2005 : a: Hong Kong, China, Republik Korea, Macao, dan Taiwan. : Eurostat, 2005 dalam WTO, Di kawasan Asia Tenggara, pada tahun 2003 nilai ekspor TPT Indonesia mencapai juta USO (Tabel 1). Lebih dari 29 persen TPT Indonesia diekspor ke pasar Amerika Serikat, sebanyak 22.5 persen ke pasar Uni Eropa, dan sisanya ke negara-negara lain. Thailand, di samping Singapura, Pilipina, Malaysia, dan Kamboja, menjadi salah satu negara kompetitor TPT Indonesia di pasar Amerika dan juga Uni Eropa.

22 4 Tabel 1. Negara-Negara Pengekspor TPT di Kawasan ASEAN Tahun 2003 No. Negara Sumber: ASEAN Secretary dalam API, Tujuan Ekspor Populasl Tahun Nilal Ekspor 2000 (Juta Jiwa) (Juta USO) Uni Eropa USA (Juta USO) (Juta USO) 1. Indonesia Thailand Singapura Pilipina Malaysia Permintaan hasil produksi TPT akan cenderung meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, sehingga potensi pasar TPT domestik cukup besar. Hal ini didasarkan pada tingkat populasi yang mencapai lebih dari 220 juta jiwa dan membaiknya tingkat pendapatan masyarakat. Besarnya pasar TPT Indonesia, yang ditunjukkan oleh oleh tingkat konsumsi serat tekstil Indonesia, dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 1995 dengan jumlah penduduk juta jiwa, total konsumsi serat mencapai 1.60 juta ton, dan 831 ribu ton di antaranya merupakan konsumsi lokal, atau setiap penduduk membutuhkan 4.20 kg. Angka tersebut terus naik dan pada tahun 2000 dengan total juta jiwa, total konsumsi serat Indonesia sebanyak 2.03 juta ton atau ribu ton merupakan konsumsi domestik atau rata-rata per penduduk 4.90 kg. Dalam jangka panjang, tingkat konsumsi serat tekstil Indonesia akan terus meningkat. Menurut perkiraan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), tingkat pertumbuhan konsumsi serat tekstil Indonesia berkisar 3.50 persen per tahun. Konsumsi tekstil atau kain masyarakat perkotaan tidak hanya berupa pakaian, namun juga untuk non pakaian. Diperkirakan 40 persen penduduk perkotaan Indonesia rata-rata membutuhkan tujuh meter kain untuk kebutuhan non pakaian. Hal ini berarti ada juta orang mengkonsumsi kain untuk kebutuhan non pakaian. Apabila harga kain Rp per meter, maka potensi pasar dalam negeri diperkirakan mencapai Rp triliun untuk konsumsi kain non pakaian saja. Dengan perkiraan konsumsi kain untuk pakaian dalam negeri

23 5 mencapai Rp triliun, sehingga total nilai konsumsi kain secara keseluruhan rnencapai Rp triliun (Kompas, 2003 dalam Yastuti, 2004). Selain dari pertumbuhan penduduk dalam negeri, permintaan tekstil dan garmen berpeluang meningkat dengan dibukanya sistem kuota di negara-negara pengimpor. Kesepakatan Putaran Uruguay tanggal 15 April 1994 di Marakesh yang menghasilkan Agreement on Textile and Clothing (ATC) dan menetapkan sistem kuota impor, pada tanggal 1 Januari 2005 telah dicabut untuk disesuaikan dengan ketentuan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Perubahan ini akan berdampak positif bagi perkembangan industri TPT dengan perdagangan yang lebih adil dan menandai era baru perclagangan TPT dunia. Sistem kuota TPT yang bersifat diskriminasi dihapuskan dan market share TPT semakin besar yang berarti peluang untuk pengembangan industri TPT Indonesia juga semakin besar Perumusan Masalah Dalam lima tahun terakhir, perkembangan industri TPT Indonesia menunjukkan kecenderungan yang menurun. Laju pertumbuhan industri TPT Indonesia terhadap PDB turun dari 3.25 persen pada tahun 2001 menjadi 2.98 persen pada tahun Bahkan pangsa ekspor TPT terhadap total ekspor hasil industri juga menurun sebesar persen pada tahun 2001 menjadi persen pada tahun Rendahnya pertumbuhan ini ditunjukkan pula oleh kapasitas produksi TPT yang hanya mencapai 70 persen dari kapasitas terpasang. Pada tahun , Kabupaten Bandung (Jawa Barat) sebagai salah satu daerah penyangga utama produk tekstil dan alas kaki untuk memenuhi pasar domestik dan ekspor, temyata lebih dari 100 pabrik menutup usahanya. lndustri garmen sebagai salah satu sub sektor TPT yang paling banyak menyerap tenaga kerja

24 6 (29.4 persen), juga mengalami penurunan produksi hingga 29.2 persen atau setara dengan ton. Penurunan produksi industri TPT juga antara lain terkait dengan kenaikan biaya-biaya produksi (bahan bakar minyak (BBM}, tarif daftar listrik, tingkat upah, import duty). Sementara itu, perubahan perdagangan TPT dunia akan menimbulkan peluang dan sekaligus ancaman bagi industri TPT Indonesia. Peluang yang muncul adalah pangsa pasar negara-negara yang selama ini telindungi oleh / sistem kuota akan menjadi terbuka. Sedangkan ancaman yang patut diperhitungkan industri TPT Indonesia adalah kompetisi yang ketat dari negaranegara eksportir TPT di dunia, seperti China, India, Bangladesh, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Di samping persaingan terbuka, penghapusan sistem kuota TPT juga mengubah peta pasar. Peritel atau pembeli besar di negara maju meskipun meningkatkan volume pembelian dari tahun ke tahun, tetapi juga rnengurangi jumlah pemasoknya demi efisiensi dan risiko waktu pengantaran. Diperkirakan sampai dengan tahun 201 O jumlah pemasok TPT dunia tinggal 25 negara dari 150 negara (lnggi, 2004). lsu-isu non tarrif barrier, seperti transshipment dan dumping juga ikut mempengaruhi arus penetrasi perdagangan TPT dari negaranegara berkembang ke negara-negara maju. Begitu pula dengan pemberlakuan safeguard maupun embargo oleh suatu negara dapat mengubah orientasi penetrasi pasar negara tersebut. Dengan kondisi demikian, menarik untuk dikaji bagaimana posisi dan daya saing TPT Indonesia di pasar dunia, bagaimana perkembangan lndustri TPT dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta bagaimana prospek perkembangan industri TPT Indonesia.

25 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan penelitian secara umum adalah menganalisis perkembangan dan prospek industri TPT Indonesia di pasar dunia. Sedangkan secara khusus, tujuan penelitian ini adalah, 1. Mengidentifikasi posisi dan daya saing ekspor TPT Indonesia di antara negara-negara pesaingnya. 2. Menganalisis perkembangan industri TPT Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 3. Menganalisis prospek perkembangan industri TPT Indonesia dan keterkaitannya dengan pasar TPT dunia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk penyusunan kebijakan-kebijakan dalam mendukung perkembangan industri TPT Indonesia Ruang Llngkup dan Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini perkembangan kapas di dalam negeri, sebagai bahan baku utama industri TPT, tidak diperhitungkan di dalam model. Selain itu, struktur biaya yang digunakan dalam model CMS dan model ekonomi adalah biaya di tingkat industri yang terwakili oleh harga, permintaan, dan penawaran terhadap seluruh produk, baik sebagai input produksi maupun sebagai output pada pasar. Output industri tekstil berupa serat, benang dan kain, dianggap homogen dan pada tahap selanjutnya digunakan sebagai input industri garmen. Data yang digunakan dalam model CMS dan data dalam model ekonomi diambil dari sumber dan satuan yang berbeda, walaupun sumber utama data (data main source) adalah United Nations (UN). Data harga tekstil dan garmen Indonesia, serta dunia yang digunakan bersifat umum, tidak didisagregasikan

26 8 berdasarkan jenis produk. Harga tekstil dan garmen dunia merupakan harga rata-rata dari beberapa negara produsen TPT dunia. Selain itu semua data TPT yang digunakan adalah TPT legal dan tercatat di dalam sumber data resmi, sehingga TPT selundupan tidak termasuk dalam penelitian ini. Sedangkan TPT bekas, khususnya impor garmen bekas, dimasukkan dalam model ekonomi sebagai peubah eksogen.

27 II. INOUSTRI TPT GLOBAL DAN INDONESIA 2.1. Sejarah dan Pengertian lndustri TPT lndustri tekstil merupakan salah satu industri tertua di dunia. Tekstil tertua ditemukan pertama kali berupa potonqan pakaian dari linen di gua orang Mesir pada 5000 sebelum Masehi. Pada awal tahun 1500an sistem pabrik dibangun untuk pertama kalinya, meskipun masih berskala rumah tangga dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Pada abad 18 terjadi revolusi industri di lnggris, dimana mesin pemintalan dan penenunan ditemukan. Tahun 1769 mesin pemintalan Richard Arkwright yang menggunakan gulungan dengan kecepatan yang tidak tetap dipatenkan dan tenaga air telah menggantikan tenaga manual. Pada abad 19 serat buatan telah berkembang (rayon pertama kali diproduksi pada tahun 1910), namun demikian serat alami (woo/, kapas, sutera, dan linen) masih digunakan pula secara luas hingga sekarang. Oleh karena harga serat alami lebih mahal, penggunaannya dicampur dalam pembuatan polyester sebagai serat sintetik (Environmental Protection Agency, 1997). lndustri TPT mengalami beberapa migrasi produksi sejak tahun 1950an dan semuanya melibatkan Asia. Hal ini menunjukkan peran yang sangat penting negara-negara Asia dalam perkembangan industri TPT di dunia. Pertama kali migrasi produksi terjadi dari negara di Amerika Utara dan Eropa Barat ke Jepang. lmpor TPT Jepang di negara-negara barat mendominasi pada era 1950an dan 1960an. Perubahan yang kedua terjadi dari Jepang ke Hong Kong, Taiwan, dan Korea, dimana negara-negara tersebut mendominasi ekspor tekstil dan garmen dunia pada tahun 1970an dan awal 1980an. Pada akhir tahun 1980an dan 1990an terjadi migrasi ketiga, yaitu dari Asian big three (Taiwan, Hong Kong, dan Korea) ke negara berkembang lainnya, termasuk ke daratan China dan beberapa negara Asia Tenggara, seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, Philippina, dan Sri

28 10 Lanka. Pada tahun 1990an supplier baru terus bermunculan di Asia Selatan dan Amerika Latin. Secara umum industri tekstil dan garmen memiliki karakteristik yang melibatkan beragam tahapan dan keterkaitan antara tahapan tersebut. Oleh sebab itu rantai supply TPT dapat dibagi menjadi lima bagian utama yang terintegrasi, yaitu: (1) jaringan material bahan baku yang meliputi serat alam dan sintetis, (2) jaringan komponen, seperti benang dan kain oleh perusahaan tekstil, (3) jaringan produksi atau perusahaan garmen, (4) jaringan perdagangan, dan (5) jaringan pemasaran di tingkat pedagang eceran atau retail (Gambar 4). _..., ~- --!.&. -/Clm Blll-.i "'*' ~ Hlltt s...,,. ~ ~~ ~~...,,...,.._ ~...,., Rrna:l'Qll\ l'qlhlm\ T- ~~ ~ ~ -Glmln- ~- -lllorg- ~Giii~ ~ -s..11: LI.-""'"' DtautOrh CJrlb,Aday Anll;llvll &ma... ~~ ~ S...dlnl.Jln. -Wiit I... Bllw!Elllu... ltlnplwi...,_... Bepar...,.,,.,...,...,,.,...,, Gambar 4. Global Value Chain lndustri TPT Sumber: Organization for Economic Co-operation and Develpoment, Secara umum tekstil adalah bahan pakaian atau kain. Tekstil tidak hanya dapat digunakan untuk pakaian, tapi juga untuk kebutuhan non pakaian, seperti kain korden, taplak meja, tas, parasut, kain layar, jok mobil atau kap mobil, ban pipa atau selang untuk minyak dan pemadam kebakaran, dan lain-lainnya.

29 11 Tekstil berasal dari bahasa Latin, yaitu textiles yang berarti menenun atau kain tenun. Tekstil berarti pula: (1) Suatu benda yang dibuat dari benang, kemudian dijadikan kain sebagai bahan pakaian, (2) Suatu benda yang berasal dari serat atau benang yang dianyam (ditenun) atau dirajut, direnda, dilapis, dikempa untuk dijadikan bahan pakaian atau untuk keperluan yang lainnya (Gunadi dalam Djafrie, 2003). Dengan proses dan petahapan seperti itu, pengklasifikasian TPT dilakukan berdasarkan tujuan penggunaan TPT itu sendiri, sehingga menimbulkan cara pengklasifikasian. Pada saat ini terdapat dua jenis klasifikasi TPT, yaitu klasifikasi berdasarkan proses produk atau industri (Harmonized System) (Lampiran 1) dan berdasarkan jenis komoditas perdagangan (Stand art lntemational Trade Classification) (Lampiran 2) lndustri TPT Indonesia Pada awal pemerintahan Orde Baru, kegiatan industri TPT terbatas pada penenunan dan pemintalan dalam jumlah yang masih sangat terbatas. Tujuan produksinya masih terkonsentrasi pada pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan produk tekstil yang dihasilkan masih sangat sederhana, karena sebagian besar berbentuk kain. Perkembangan industri TPT ini berkaitan dengan strategi pengembangan industrialisasi nasional yang berorientasi pada substitusi impor, yang distimulasi pula dengan penjatahan kain mori dan benang. Proses pendalaman struktur industri tekstil terjadi pada pertengahan tahun 1970an, saat para pengusaha tekstil terjun dalam pembuatan serat sintetik dan mulai melakukan ekspor.klasifikasi industri TPT yang digunakan Indonesia, adalah sebagai berikut: 1. Sektor hulu (upstream) adalah industri pembuat serat, yaitu serat tekstil, kapas, serat sintetik, serat selulosa, dan bahan baku serat sintetik. Sektor ini

30 12 merupakan sektor yang sarat dengan teknologi tinggi dengan peralatan yang serba otomatis. a. Serat alam (nature fiber) Tanpa memperdebatkan pengaruh iklim dan skala ekonomi dalam mengembangkan industri serat alami kapas, Indonesia belum mampu menghasilkan serat alam kapas sebagai bahan industri TPT yang mampu bersaing dengan negara lain, seperti Australia, China, Pakistan, dan India (di luar Amerika Serikat). Berbeda dengan serat buatan, serat nabati sangat mungkin untuk dikembangkan di Indonesia. Sedangkan serat hewani, kecuali sutera, sulit dikembangkan karena iklim yang tidak mendukung. Serat haramay adalah jenis serat yang berpeluang besar. Masalah degumming (pembersihan getah dari serat), belum adanya sorting dan grading pada hasil tanaman haramay, membuat industri pemintalan jarang menggunakannya (lstojo, 2002). b. Serat buatan (man made fiber), contohnya serat sintetik Indonesia termasuk pemasok terbesar serat polyester dan pemegang kuota untuk serat polyester di Eropa. Selain itu serat selulosa juga berkembang pesat di Indonesia. Bahan jadi serat ini tidak dikembangkan untuk tujuan ekspor karena sifatnya Jebih mendekati kapas atau lebih sesuai untuk daerah tropis. 2. Sektor menengah (midstream) terdiri dari industri pemintalan (spinning), pertenunan (weaving), dan pencelupan atau penyempurnaan (dyeing/finishing). Sektor ini bersifat padat modal dan teknologi yang digunakan telah berkembang pesat serta sangat tergantung pada perubahan teknologi di luar teknologi tekstil. Meskipun demikian sektor menengah menyerap tenaga kerja yang lebih besar dari sektor hulu, terutama pada sub sektor pertenunan sangat dipengaruhi oleh hasil kreativitas para designer

31 13 dalam mengikuti fashion trend. Di Indonesia industri pertenunan atau perajutan merupakan industri besar, sedangkan di negara maju justru menjadi industri kecil yang menerima job order dari industri besar. lndustri pemintalan Indonesia rata-rata menempati posisi lemah untuk produk benang kapas kasar (Ne 30 ke bawah) dan halus (Ne 60 ke atas). Produk benang kapas ukuran menengah (Ne 30-60) dan serat campuran sangat disegani, sehingga industri pertenunan bersikap selektif dalam pembelian bahan baku. Misalkan untuk pembelian benang kapas kelas tinggi diimpor dari China, untuk kelas menengah dibeli dari dalam negeri dan untuk kelas kasar diimpor dari India dan Pakistan. Dengan cara ini maka diperoleh komposisi bahan setengah jadi dengan harga yang paling rendah. Indonesia dikenal sebagai negara eksportir kain weaving grey dengan kapasitas produksi yang cukup besar. Dalam peta konsumsi serat dunia, industri weaving mengkonsumsi sekitar 51 persen dari total serat yang dikonsumsi dunia. lndustri finishing dan printing merupakan titik terlemah industri TPT Indonesia, baik dalam total kapasitas maupun variasi kapasitas mesin (lstojo, 2002). Finishing yang ada umumnya ditujukan untuk pemutihan (bleaching) secara masal dan hanya untuk produk buatan sendiri, meskipun kemampuan ini seharusnya dapat digunakan untuk menyempumakan pro~uk pesanan. Proses finishing tidak berkembang karena tingginya royalty dan licensed fee. Dengan pertimbangan tersebut, maka lebih menguntungkan mengekspor lembaran grey (yang belum diputihkan) dan mengimpor lagi setelah di-printing. Berbeda dengan industri pemintalan, industri finishing dan printing berkembang lebih lambat karena kurang berkembangnya teknologi yang digunakan. 3. Sektor hilir (downstream) meliputi industri pakaian jadi (garment) atau produk tekstil, yaitu sektor padat karya yang tidak padat modal, tetapi dengan

32 14 modal kerja yang besar. lndustri garmen membutuhkan keputusan yang kompleks dalam memperkirakan input dan outputnya. Adapun yang membuat berbeda dengan industri lainnya adalah industri garmen adalah padat karya, selama ini sistem komputerisasi tidak dapat menggantikan keahlian tenaga kerja. Menjahit adalah contoh utama dimana proses ini tidak dapat diotomatiskan. Diperlukan kekompakan dan kecepatan team, karena fleksibilitas yang tinggi dalam melayani konsumen akhir yang sang at variatif. Segmen pasar dunia saat ini dikuasai oleh negara maju, misalnya Perancis dan Italia untuk tekstil halus, sedangkan untuk tekstil kasar oleh China. Oleh sebab itu Indonesia berusaha untuk memasuki kelas antara keduanya. Tujuan pasar utamanya adalah negara berkembang yang tinggi tingkat perekonomiannya. Struktur industri TPT Indonesia terdiri dari banyak pemain dan terdapat persaingan yang sangat ketat antar perusahaan dalam industri. Hal ini terlihat dari volatilitas peringkat pencapaian laba bersih perusahaan yang sangat tinggi (Wibowo, 2000). Berdasarkan data dari Oepartemen Perindustrian, jumlah perusahaan dalam industri TPT sekitar 88 pada tahun 1987 menjadi perusahaan pada tahun 1992 serta mencapai perusahaan pada tahun Dari jumlah tersebut 28 perusahaan di antaranya adalah produsen serat, 204 produsen benang, produsen kain, 855 produsen garmen, dan 524 lainnya adalah produsen produk-produk tekstil. Pada tahun 2005, terdapat perusahaan dalam industri TPT. Banyaknya pemain menunjukkan bahwa industri TPT masih memberikan insentif ekonomi yang menarik. Namun demikian faktor perubahan nilai tukar Rupiah terhadap US$ sangat mempengaruhi profltabilitas, sehingga ketergantungan industri TPT terhadap pemasok menjadi tinggi. Perlu diketahui bahwa bahan baku berupa kapas sebagian besar masih diimpor dan hal ini membuat bergaining position produsen TPT terhadap pemasok lemah.

33 15 Kebutuhan kapas tidak dapat dipenuhi di dalam negeri karena dua faktor, yaitu rendahnya nilai ekonomi tanaman kapas dan iklim yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman kapas. Adapun skala usaha yang mendominasi pada industri TPT adalah industri besar (89.71 persen) dengan jumlah tenaga kerja mencapai 100 hingga orang, sedangkan yang kedua adalah industri menengah (8.43 persen), dan yang terakhir industri kecil (1.86 persen). Berdasarkan distribusi geografis (Gambar 5), 90 persen industri TPT Indonesia terkonsentrasi di pulau Jawa, khususnya Jawa Barat. Gambar 5. Lokasi lndustri TPT di Indonesia Sumber: Oepartemen Perindustrian dalam Bank Indonesia, lndustri TPT mempunyai karakteristik fundamental yang melibatkan aktivitas besar, sehingga banyak menggunakan kombinasi antara tenaga kerja dan modal. Produksi tekstil memerlukan kebutuhan modal yang lebih tinggi dibandingkan kebutuhan akan tenaga kerja. Sistem produksi tekstil banyak dilakukan secara mekanik dan terintegrasi. Oleh sebab itu pemasangan mesin sebagai kapasitas terpasang di sektor industri tekstil sangat sarat dengan modal dan cenderung kurang fleksibel dalam menyesuaikan dengan kebutuhan pasar. Pada tahun 2005, penggunaan kapasitas terpasang industri tekstil rata-rata mencapai 75 persen, sedangkan industri garmen rata-rata mencapai 80 persen.

34 16 Menurut PT. Sucofindo, 57 persen mesin-mesin perusahaan TPT di Indonesia telah berumur 15 tahun, 18 persen di antaranya berumur tahun, 18 persen berumur 5-10 tahun, dan 7 persen berumur di bawah 5 tahun (Tabel 2). Terdapat lebih dari perusahaan tekstil, sebanyak 774 perusahaan di antaranya membutuhkan pergantian mesin-mesin yang telah usang. Keadaan mesin pada akhimya akan mempengaruhi kemampuan memproduksi TPT. Tabel 2. Kondisi Mesin lndustri TPT di Indonesia Tahun 2004 No. Sub Sektor Umur (tahun) Jumlah (unit) < < Pemintalan (Spinning) < < < < Penenunan (Weaving) < < < < Printing, Dying, Finishing < < < < Pakalan Jadi( Garment) < < Sumber: Sucofindo diolah dalam lndocommercial, Sejak enam tahun silam Thailand, Pakistan, Turki, China, dan Korea telah melakukan modernisasi di sektor industri pemintalan dan penenunan. Oibandingkan dengan negara-negara tersebut, produktivitas industri pemintala dan penenunan Indonesia sangat rendah (Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2005). Oleh sebab itu peremajaan dan modemisasi permesinan akan menjadi kunci panting TPT Indonesia dalam persaingan dengan TPT dunia. Perkembangan industri TPT tahun berdasarkan sub sektor, ekspor TPT Indonesia didominasi oleh sub sektor gannen (52.58 persen), kain (27.17 persen), benang (13.16 persen), tekstil lainnya (4.51 persen), dan serat

35 17 (2.58 persen). Komposisi nilai ekspor sub sektor serat yang relatif kecil dlsebabkan sebagian besar output industri ini digunakan sebagai input industri berikutnya di dalam negeri. Sedangkan garmen merupakan produk yang dapat secara langsung dikonsumsi oleh konsumen akhir dan mempunyai pangsa ekpor yang besar ke negara Amerika Serikat dan Uni Eropa. Pada tahun 1950an dan 1960an, industri TPT lebih banyak berstatus Sadan Umum Milik Negara (BUMN), karena komitmen intervensi ekonomi di masa pemerintahan Soekamo menjadikan negara lebih banyak terlibat dalam produksi benang dan kain serta pengaturan impor. Akan tetapi pada tahun 2005, industri TPT banyak yang bersatus Pemilik Modal Dalam Negeri (PMDN) yaitu sebesar persen, sedangkan perusahaan yang berstatus BUMN sebanyak persen. Sisanya adalah perusahaan-perusahaan berstatus Pemilik Modal Asing (PMA). Kebijakan penting yang dikeluarkan pemerintah dan sangat mempengaruhi investasi adalah UU No. 01 tahun 1967 tentang PMA dan UU No. 06 tahun 1968 tentang PMDN. Perkembangan ini menunjukkan bahwa peran perusahaan-perusahaan swasta dalam mengelola dan mengembangkan industri TPT semakin besar dibandingkan peran perusahaan pemerintah Kebijakan Perdagangan TPT Kebijakan Perdagangan TPT Dunia Proteksi TPT menjadi sejarah yang panjang di negara Amerika Serikat dan Uni Eropa. Pada tahun 1950an, Jepang, Hong Kong, China, India, dan Pakistan menyetujui secara suka rela untuk membatasi ekspor TPT dari kapas ke pasar Amerika Serikat. Pada tahun 1960an Long Term Agreement (LTA) dalam perdagangan intemasional tekstil kapas ditandatangani dengan bantuan GATT. LTA melakukan beberapa negosiasi hingga akhimya digantikan dengan Multi Fiber Arrangement (MFA) pada tahun 1974.

36 18 A. Multi Fiber Arrangement Tahun Dari tahun 1974 sampai akhir Putaran Uruguay, perdagangan TPT diatur dalam kerangka MFA, yaitu suatu kerangka perjanjian yang bersifat sepihak (bilateral atau unilateral) untuk menetapkan kuota dalam membatasi impor uumlah) ke negara-negara tertentu yang industri domestiknya sedang menghadapi masalah serius atau gangguan pasar dari impor yang meningkat dengan cepat. Menurut Hady (2004), kuota MFA memiliki beberapa karakteristik, yaitu pertama kebijakan tersebut berimplikasi diskriminasi pada beberapa negara eksportir dan tidak kepada negara yang lain. Kedua, kuota dinegosiasikan secara bilateral dan tidak berfaku global, antara negara satu dengan negara lain berbeda dalam cakupan produk serta tingkat pembatasannya. Yang ketiga kuota tersebut terlibat secara terbatas dalam ekspor, transferring rent dari negara importir ke negara eksportir. MFA, seperti namanya, adalah mencakup pembatasan perdagangan TPT yang meliputi wool dan serat buatan yang masih mengandung kapas. Pada tahun 1970an, ilmu pengetahuan tentang analisis kebijakan perdagangan kuantitatif tidak berkembang dengan baik, oleh sebab itu penetapan kuota suatu negara menjadi lemah. Ada enam negara maju yang menerapkan sistem kuota di bawah MFA, yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa, Austria, Canada, Finlandia, dan Norwegia. Pada 1 Januari 1995 MFA digantikan Agreement on Textiles and Clothing atau ATC untuk menjembatani proses transisi penghapusan kuota sampai akhir. Menurut ketentuan GATTIWTO, sistem kuota ini hanya dapat digunakan untuk (1) melindungi hasil pertanian, (2) menjaga keseimbangan Balance of Payment, dan (3) melindungi kepentingan ekonomi nasional (Hady, 2004).

37 19 B. Agreement on Textiles and Clothing Tahun Agreement on Textiles and Clothing (ATC) bukan perkembangan dari MFA, namun merupakan sarana transisi ke dalam proses integrasi penuh dan dibangun berdasarkan unsur-unsur kunci sebagai berikut, yaitu 1. Pemenuhan produk berdasarkan volume perdagangan TPT tahun 1990 dan produk yang diintegrasikan harus mencakup benang, kain, pakaian jadi, dan produk tekstil yang diolah, 2. Suatu program pengintegrasi yang progresif untuk produk tekstil dan pakaian jadi ke dalam aturan GA TT tahun 1994, 3. Suatu proses liberalisasi untuk memperbesar kuota yang ada secara progresif melalui peningkatan laju pertumbuhan tahunan pada setiap tahapannya, 4. Terdapat mekanisme safeguard khusus untuk menangani kasus-kasus baru yang berhubungan dengan ancaman serius terhadap produsen domestik sepanjang periode transisi, 5. Menetapkan Sadan Pengawas Tekstil (Textile Monitoring Body atau TMB) untuk mengawasi pelaksanaan dari persetujuan dan memastikan bahwa aturan-aturan itu dijalankan sesuai ketentuan dan 6. Ketentuan-ketentuan lain mencakup aturan atas tindakan circumvention terhadap kuota, administrasi, perlakuan pembatasan non MFA, dan komitmen sesuai prosedur dan persetujuan WTO yang berkaitan sektor ini. Cakupan produk yang didaftarkan dalam lampiran ATC meliputi semua produk yang tunduk kepada MFA atau MFA-type quota sedikitnya di satu negara pengimpor. Proses pengintegrasian (artikel 2 ATC) menetapkan anggota mengintegrasikan produk-produk yang terdaftar dalam lampiran ke dalam ketentuan-ketentuan GA TT tahun 1994 sepanjang periode 10 tahun. Proses ini

38 20 diharapkan dapat dilaksanakan dalam empat tahapan dan pada akhimya semua produk dapat terintegrasi di penghujung tahun ke 10. Tahap pertama dimulai tanggal 1 Januari 1995 dengan mengintegrasikan jenis produk tidak kurang dari 16 persen (dari total impor tahun 1990 sebagai tahun dasar) dari semua produk di dalam lampiran tersebut. Pada tahap kedua, dimulai 1 Januari 1998, tidak kurang dari 17 persen atau lebih telah terintegrasi. T ahap ketiga dimulai 1 Januari 2002, tidak kurang dari 18 persen terintegrasi. Akhimya pada tahap keempat, 1 Januari 2005 semua produk sisanya (49 persen) dari total impor tahun 1990 terintegrasi secara penuh sesuai persetujuan (Tabel 3). Tabel 3. Tahap Pengintegrasian Perdagangan TPT ke Dalam Ketentuan GATT Selama 10 Tahun Persentase Produk yang Persentase Tahapan Dlkembalikal) ke Dalam Produk Per Aturan GATT Tahun Tahap 1, 16 (minimum, dasar 1Januari Desember 1997 perhitungan impor dari 6.96 tahun 1994) Tahap2, 1 Januari Desember Tahap3, 1 Januari Desember 2004 Tahap4, 1 Januari 2005 lntegrasi penuh ke dalam aturan GA TT dan penghapusan final dari kuota yang tersisa serta sekaliaus ATC berakhir Sumber: World Trade Otganization, (maksimum} Tidakada lagi kuota Masing-masing anggota negara pengimpor memutuskan sendiri produk yang akan diintegrasikan pada masing-masing tahapan. Daftar produk yang diintegrasikan harus mengandung empat kategori produk, yaitu benang, kain, produk tekstil yang diolah dan pakaian jadi. Kecepatan pengintegrasian produk dirumuskan dalam suatu formula berdasarkan pada tingkat pertumbuhan yang ada di bawah kerangka MFA. Artikel 3 dalam ATC berkaitan dengan pembatasan

39 21 kuantitatif berbeda dengan yang ada di dalam MFA. Bagaimanapun pembatasan tersebut tidak dibenarkan dalam ketentuan GA Tf dan harus disesuaikan dengan aturan GA Tf atau menghapuskannya dalam jangka waktu sepuluh tahun periode transisi di bawah pengawasan TMB. Lima puluh lima anggota memilih untuk mempertahankan hak ini dan kebanyakan dari mereka menyajikan daftar produk untuk pengintegrasian. Sembilan anggota tersebut adalah Australia, Brunei Darussalam, Chili, Kuba, Hongkong, Islandia, Macau, Selandia Baru dan Singapura memutuskan untuk tidak mempertahankan hak dalam menggunakan mekanisme safeguard ATC. Mereka dianggap telah terintegrasi 100 persen dari awal. Aspek kunci ATC terdapat di dalam Artikel 6. Dimana dalam perjanjian tersebut berhubungan dengan mekanisme transitional safeguard khusus guna mefindungi anggota dari impor produk yang belum terintegrasi ke dalam GA TT dan tidak diatur di bawah kuota serta merusak pasar dalam negeri sepanjang periode transisi. Ketentuan ini didasark.an pada pendekatan two-tiered. Pertama negara pengimpor harus menentukan bahwa total impor suatu produk spesifik telah menyebabkan kerugian serius atau menjadi ancaman nyata terhadap industri domestiknya. Kedua, memutuskan perusahaan-perusahaan yang mengalami kerugian tersebut. Terdapat prosedur dan kriteria spesifik yang diperk.enalkan untuk masing-masing langkah, termasuk negara pengimpor harus berk.onsultasi terlebih dahulu dengan negara pengekspor tersebut. Safeguard dapat diterapkafj secara selektif berdasarkan kesepakatan bersama atau jika persetujuan tidak dicapai melalui proses konsultasi dalam waktu 60 hari, tindakan sepihak dapat dilakukan. Jumlah kuota boleh tidak lebih rendah dari realisasi impor untuk negara pengekspor selama 12 bulan dan hal ini dapat berlaku hingga tiga tahun. Jika ukuran tetap selama lebih dari satu tahun, perkecualian, kegiatan tersebut masih diperbolehkan dengan syarat pertumbuhannya tidak

40 22 kurang dari 6 persen. Safeguard khusus telah digunakan 24 kesempatan di tahun 1995 oleh Amerika Serikat, 8 kali pada tahun 1996 (Brazil 7 kali dan USA 1 kali), 2 kali di tahun 1997 oleh Amerika Serikat, dan 1 O kali pada tahun 1998 (Columbia 9 kali dan USA 1 kali). Sedangkan Artikel 5 ATC berisi aturan dan prosedur yang memantau secara ketat dan konsisten mengenai tindakan circumvention kuota, yaitu upaya pengelakan yang dilakukan oleh negara pengimpor terhadap kesepakatan persetujuan, baik melalui transportasi, rerouting, dokumen palsu asal produk, ataupun pemalsuan dokumen pejabat. Hal ini memerlukan konsultasi interalia dan kerja sama dengan instansi yang terkait, hukum dan prosedur administrasi. Ketika sudah tersedia bukti yang cukup, kesulitan yang ada mungkin berkaitan dengan pengingkaran masuknya barang-barang tersebut. Kegiatan administrasi, aturan dan prosedur dikonsultasikan dengan maksud untuk mencapai solusi bersama yang dapat diterima (artikel 4). Ketentuan yang berkaitan dengan tekstil dan pakaian jadi dalam Putaran Uruguay memerlukan komitmen semua anggotanya untuk mentaati aturan sehingga dapat dicapai peningkatan akses pasar, memastikan perdagangan yang adil dan menghindari diskriminasi terhadap impor tekstil dan pakaian jadi (Artikel 7). Jika suatu negara pengekspor tidak mentaati kewajibannya, maka Sadan Pengawas Perselisihan atau Council for Trade in Goods akan bertindak. C. Textile Monitoring Body Textile Monitoring Body (TMB) dibentuk untuk mengawasi implementasi ATC, menguji semua ukuran atau tindakan yang diambil sesuai dengan persetujuan dan memastikan sesuai dengan aturan. TMB adalah suatu badan yang terdiri dari ketua dan sepuluh anggota TMB dan pengambilan keputusan dilakukan dengan konsensus. Sepuluh anggota tersebut ditunjuk oleh anggota

41 23 wro menurut pengelompokan dalam suatu daerah pemilihan yang disetujui juga oleh anggota wro lainnya. Dapat terjadi rotasi di dalam daerah pemilihan itu. Karakteristik ini membuat TMB menjadi suatu institusi yang unik di dalam kerangka TMB. Pada bulan Januari 1995, Dewan Umum memutuskan komposisi untuk TMB tahap pertama. Pada bulan Desember 1997, Dewan Umum memutuskan komposisi untuk tahap kedua (tahun ) dengan anggota TMB yang ditunjuk oleh anggota wro berasal dari daerah pemilihan, (1) negara-negara anggota ASEAN, (2) Kanada dan Norwegia, (3) Pakistan dan China (setelah accession), (4) Masyarakat Ekonomi Eropa, (5) Korea dan Hong Kong; China, (6) India dan Mesir/Maroko/ Tunisia, (7) Jepang, Amarika Latin dan negara-negara Karibia, (8) Amerika Serikat, (9) Turki, Swiss, dan Bulgaria/Chekoslowakia/Hongaria/Polandia/Rumania/Slovakia/Slovenia. Selain itu terdapat dua peninjau tanpa partisipasi dari anggota yang tidak diwakili struktur ini, satu dari Afrika dan satu dari Asia. TMB memonitor tindakan yang diambil sesuai dengan kerangka persetujuan dan memastikan tetap konsisten serta melaporkan kepada Council for Trade in Goods untuk meninjau ulang operasi persetujuan sebelum masingmasing tahapan proses pengintegrasian selanjutnya dilaksanakan. TMB juga menangani penyelesaian perselisihan untuk dibawa ke Badan Penyelesaian Perselisihan Reguler WfO Kebijakan Perdagangan TPT Indonesia Pemerintah Indonesia melaksanakan ekspor TPT ke negara-negara pengimpor yang memberlakukan pembatasan kuota. Kebijakan tersebut berlandaskan aturan perdagangan TPT dunia yang ditentukan oleh GA TT di Jenewa pada tahun 1974 berdasarkan MFA. Persetujuan bilateral maupun

42 24 multilateral dalam perdagangan TPT pada dasarnya bertujuan untuk menjamin kelancaran transaksi perdagangan TPT antar negara pesertanya. Hal ini dilakukan melalui penetapan pembatasan perdagangan secara kuantitatif dalam bentuk kuota, agar tidak mengganggu pasar di negara importir. Di dalam pembatasan perdagangan dalam bentuk kuota, pemerintah negara pengekspor bersedia mengatur pembatasan ekspornya atau negara pengimpor melakukan pembatasan imper. Ekspor TPT ke negara tradisional (Amerika Serikat, Uni Eropa, Kanada, Turki, dan Norwegia) mulai dikenakan kuota oleh negara pengimpor sejak sekitar tahun 1980 di bawah kerangka kesepakatan MFA (Indonesian Textile Magazine ). Di Indonesia pengaturan ekspor TPT dilakukan dengan menggunakan jumlah kuota nasional hasil kesepatan bilateral dan memantau realisasi ekspornya. Berdasarkan jumlah kuota nasional tersebut, selanjutnya pemerintah Indonesia mengalokasikan kuota tersebut kepada pengusaha pengusaha TPT, baik eksportir produsen maupun ekpsortir non produsen TPT. Ekspor TPT diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor 061MPPIBKl/l/1996 dan nomor 12/MPISK/ dengan petunjuk pelaksanaan Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan lntemasional nomor 02/DJPl/KP/1/1996 dan nomor 03/DJPl/KP/1/1996 yang meliputi tujuan, pelaksanaan ekspor, tata cara dan persyaratan ETTPT, negara kuota, jenis kuota, pembagian kuota, pemindahan kuota dan pemantauan realisasi kuota ekspor TPT. lnstansi yang diberi kewenangan untuk mengatur pengkalkulasian kuota ekspor TPT tahun 1977 sampai tahun 1996 adalah Departemen Perdagangan, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri dan Direktorat Ekspor. Tetapi dengan adanya penggabungan Departemen Perdagangan dengan Departemen Perindustrian, berdasarkan Keputusan Presiden atau Kepres Republik Indonesia nomor 2 tahun 1996, maka kewenangan untuk

43 25 mengatur pengalokasian kuota TPT ada pada Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Direktorat Jenderal Perdagangan lntemasional dan Direktorat Ekspor. Kemudian dengan dikeluarkannya Kepres Republik Indonesia nomor 136 tahun 1999 yang diubah dengan Kepres Republik Indonesia nomor 147 tahun 1999, kewenangan dimaksud menjadi kewenangan Dirjen Perdagangan Luar Negeri atau PLN, Direktorat Ekspor Produksi lndustri dan Pertambangan atau EPIP. Berdasarkan kewenangan yang dimiliki instansi-instansi tersebut, maka dalam mengatur pengalokasian kuota TPT diterbitkan Surat Keputusan dari Menteri Perdagangan atau Menteri Perindustrian dan Perdagangan, sesuai masa keberadaannya, yang ditindaklanjuti dengan keputusan tingkat Direktur Jenderal masing-masing. Pada mulanya peraturan-peraturan yang terbit dalam rangka pengelolaan sistem manajemen kuota adalah Kepmen nomor 53 dan Kepmen 67 tahun 2000 (telah diperbaharui lagi menjadi Kepmen nomor 311/MPP/Kep/ tentang Ketentuan Kuota Ekspor TPT), dan yang terakhir adalah Kepmen no 374 tahun 1998, dimana seluruh kuota ekspor TPT dialokasikan oleh pejabat tingkat Dirjen dan pengambilalihan hak kuota tersebut (khusus KT) hanya dapat dilakukan oleh Eksportir Terdaftar TPT atau ETTPT melalui Bursa Komoditi Indonesia atau BKI yang dikelola oleh Sadan Pengelola Bursa Komoditi atau BAPEBTI di Jakarta Pusat. Sedangkan Kanwil Depperindag daerah tekstil bertugas untuk mencatat dan menyampaikan alokasi kuota ekspor TPT tersebut kepada masing-masing ETTPT maupun melaksanakan pencatatan dan pelaporan setiap mutasi kuota tersebut termasuk realisasi ekspomya. Setelah berlakunya Kepmen nomor 311 tahun 2001 dimaksud dengan Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri nomor 11/DJPLN/KP/Xl/2001 dan 03/DJPLN/KP/11/2002 sebagai petunjuk pelaksanaannya, maka kewenangan untuk melakukan alokasi kuota ekspor TPT

44 26 kepada ETTPT yang termasuk Perusahaan Kecil dan Koperasi atau ETTPT-PKK dan pelaksanaan pengambilalihan hak kuota ekspor TPT dilakukan oleh Kanwil Depperindag daerah tekstil, sedangkan untuk ETTPT Perusahaan Menengah Besar atau ETTPT-PMB dilakukan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Kuota nasional yang diperoleh dari kesepakatan bilateral dibagikan kepada ETTPT dan pelaksanaan realisasinya dipantau oleh PT. Sucofindo (Persero) yang ditunjuk oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan sebagai pelaksana sistem Monitoring Kuota Tekstil atau MKT. Sesuai dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor 558/MPP/Kep/ tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor yang lampirannya telah mengalami beberapa kali perubahan dan yang terakhir dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor 575/MPP/KepNlll/2002, kebijakan ekspor Indonesia dalam pelaksanaannya hampir seluruh barang sudah tidak memiliki pembatasan (barang bebas) kecuali beberapa komoditas yang pengaturannya dapat dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu (1) barang yang dilarang ekspor, (2) barang yang diawasi ekspomya, dan (3) barang yang diatur ekspomya. TPT termasuk barang yang diatur ekspomya dengan alasan untuk peningkatan mutu, optimalisasi kuota dan berkaitan dengan perjanjian luar negeri. Ekspor TPT ke negara USA, Kanada, Uni Eropa dan Turki wajib sertai dengan Surat Keterangan Asal atau SKA. Keputusan Menteri Perdagangan No. 04/M/Kep/12/2004 tentang Ketentuan Ekspor TPT mencabut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 53/MPP/Kep/2/2000 tentang Pengambilalihan Kuota TPT dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 311/MPP/Kep/10/2001 tentang Ketentuan Kuota Ekspor TPT. Kebijakan ini diambil untuk menyesuaikan dengan ATC-WTO, dimana sistem kuota ekspor berakhir 31 Desember 2004 dan sejak 1 Januari 2005 perdagangan TPT dunia mengikuti ketentuan umum GATT.

45 27 Di samping itu juga untuk meningkatkan, mengembangkan, dan menjamin kepastian berusaha di bidang TPT. Sedangkan di bidang kebijakan impor TPT, Pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 732/MPP/Kep/10/2002 tentang Tataniaga lmpor Tekstil dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 19/M-DAG/Per/9/2005 tentang Ketentuan lmpor TPT. Peraturan ini dilatarbelakangi untuk mempertahankan iklim usaha di bidang TPT agar tetap kondusif di pasar domestik dan dalam rangka untuk mencegah praktek perdagangan tidak adil yang mengakibatkan kerugian terhadap industri dan konsumen TPT. lmportasi hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai lmpotir Produsen Tekstil (IP Tekstil). Tekstil yang diimpor oleh IP Tekstil hanya dapat dipergunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk proses produksi dari industri yang dimiliki oleh IP Tekstil dan dilarang untuk diperjualbelikan maupun dipindahtangankan. Berdasarkan penjelasan tentang perkembangan industri TPT global dan Indonesia, maka Indonesia memiliki tingkat produktivitas yang rendah bila dibandingkan dengan negara Pakistan, Turki, Thailand, China, dan Korea, khususnya pada industri pemintalan dan penenunan. Selain itu kapasitas terpasang yang mampu dipakai oleh industri tekstil hanya sebesar 75 persen dan garmen sebesar 80 persen. Meskipun TPT Indonesia memiliki struktur industri yang lengkap dart hulu sampai hilir, namun peremajaan dan modemisasi permesinan TPT Indonesia akan menjadi kunci penting dalam persaingan TPT di dunia yang semakin ketat. Restrukturisasi permesinan TPT Indonesia harus ditunjang oleh kebijakan-kebijakan yang kondusif untuk menstimulasi meningkatkan produksi dan ekspor TPT Indonesia.

46 Ill. TtNJAUAN PUSTAKA 3.1. Tinjauan Penelitian TPT Indonesia Penelitian Soeratno (1988), menganalisis keunggulan komparatif suatu produk ekspor, seperti pakaian jadi, bersumber pada banyaknya tenaga kerja dalam negeri dengan upah yang murah, skala produksi yang ekonomis, efisiensi upah, rendahnya harga bahan baku dan penolong, serta berbagai bentuk subsidi yang dilakukan oleh pemerintah. Untuk kasus industri pakaian jadi dijelaskan bahwa meskipun upah tenaga kerja pada kelompok industri pakaian jadi di Indonesia lebih murah daripada upah tenaga kerja pada industri yang sama di luar negeri, namun upah yang murah ini diikuti juga oleh produktivitas tenaga kerja yang rendah. Untuk itu efisiensi upah harus selalu diperbaiki dan ditingkatkan dengan cara meningkatkan produktivitas tenaga kerja Indonesia pada industri pakaian jadi. Penelitian Susanto (1997) menggunakan CMS untuk mengetahui daya saing produk tekstil Indonesia pada tahun dan Produk tekstil yang diteliti berdasarkan SITC 651-SITC 659 (benang dan tekstil) dan SITC 841-SITC 848 (pakaian jadi). Negara-negara yang diamati adalah negaranegara anggota APEC, antara lain yaitu Australia, Thailand, Jepang, Indonesia, dan Hongkong. Ada dua komponen yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor produk-produk tekstil Indonesia dalam model CMS tersebut yaitu, efek pertumbuhan dunia dan efek daya saing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk-produk tekstil Indonesia yang mempunyai daya saing selama periode penelitian adalah produk SITC 651, SITC 652, dan SITC 653 di Cina. Sedangkan di Hongkong produk-produk tekstil yang berdaya saing adalah SITC 652, SITC 653, SITC 655, SITC 658, SITC 845, SITC 846, dan SITC 848.

47 29 Pumamaningrum (1998) menganalisis perkembangan ekspor dan daya saing industri tekstil Indonesia tahun dengan menggunakan CMS, RCA, dan lndeks Penetrasi Pasar. Temuannya menunjukkan bahwa pada periode tahun ekspor tekstil dan pakaian jadi Indonesia meningkat bervariasi. Tahun 1993 dan 1994 mengalami penurunan, sedangkan tahun 1995 dan 1996 mengalami peningkatan dengan lambat. Pada tahun 1997 ekspor justru turun kembali. Daya saing produk dengan SITC 651, 655, 657, 658 dan 843 pada tahun cenderung melemah, kecuali di pasar USA dan Hongkong. Sedangkan daya saing produk SITC 846 memiliki kecenderungan kuat. Peningkatan dan penurunan ekspor tekstil dan pakaian jadi Indonesia di pasar tujuan, terutama pasar non kuota lebih bamyak disebabkan oleh efek daya saing dan efek pertumbuhan dunia. Secara umum industri tekstil Indonesia memiliki keunggulan komparatif. Hal ini didasarkan pada rata-rata nilai RCA lebih dari 1. Disebutkan pula bahwa kemampuan Indonesia untuk menembus pasar tekstil di negara-negara tujuan berkisar persen. Penetrasi yang cukup tinggi terdapat di pasar Hong Kong dan Singapura (23 persen). Penelitian Pracoyo (1995) berkaitan dengan ekspor industri tekstil yang menggunakan data time series tahun dan menggunakan metode analisis 2SLS. Pracoyo mengadopsi model permintaan dan penawaran ekspor, khususnya untuk negara industri yang baru berkembang (seperti Hong Kong) yang telah dilakukan oleh Muscatelli, Srinivasan, dan Vines (1992). Hasil adaptasinya disebutkan bahwa penawaran ekspor tekstil Indonesia dipengaruhi oleh harga tekstil per satuan, biaya bahan baku, besamya tingkat upah, tarif, dan perubahan teknologi. Sedangkan dari sisi permintaan ekspor tekstil dipengaruhi oleh harga tekstil domestik, harga tekstil dunia, harga barang substitusi (yaitu harga wool di pasar dunia), pendapatan negara lain, dan selera konsumen. Disimpulkan bahwa penurunan tarif akan mendorong perdagangan dunia

48 30 menjadi lebih kompetitif. Besarnya variabel tarif dalam fungsi permintaan dan penawaran mempunyai pengaruh yang positif terhadap kuantitas yang ditawarkan dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang, variabel tarif mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kuantitas yang ditawarkan. Disepakatinya persetujuan GA TT untuk menurunkan tarif sebesar 30 persen akan mampu mendorong perdagangan dunia menjadi lebih kompetitif. Apabila Indonesia menurunkan rata-rata tarif sebesar 30 persen, maka kuantitas ekspor tekstil akan meningkat sebesar 5.4 persen dan rata-rata harga tekstil domestik sebesar Rp per kg. Selanjutnya, variabel tingkat upah dalam jangka pendek mempunyai tingkat elastisitas 4.5, artinya pemberian upah sebesar 1 persen akan mengurangi kuantitas yang ditawarkan sebesar 4.5 persen. Perubahan teknologi, yang ditunjukkan oleh variabel trend, mendorong produksi tekstil menjadi lebih efisien yang ditunjukkan oleh elastisitas perubahan teknologi sebesar Artinya apabila terjadi perubahan teknologi sebesar 100 persen, maka akan menambah kuantitas tekstil yang ditawarkan sebesar 1.4 persen (ceteris paribus). Penelitian dengan menggunakan metode pendugaan Ordinary Least Squares (OLS) dilakukan oleh Wintala (1999). Kesimpulan yang diperoleh adalah ekspor tekstil Indonesia ke Amerika Serikat, lnggris, dan Jepang pada tahun menunjukkan trend yang positif dan signifikan secara statistik. Devaluasi Rupiah, kenaikan cadangan devisa, peningkatan jumlah penduduk, dan indeks harga sandang cenderung menaikkan volume ekspor tekstil Indonesia. lstojo (2002) melakukan penelitian dengan menganalisis struktur industri TPT Indonesia dengan adanya terhadap WTO pada tahun Adapun metode yang digunakan adalah deskripsi karakteristik industri, five forces model, driving forces dan key success factor. Hasil yang diperoleh bahwa

49 31. ketergantungan industri TPT menunjukkan tingkat yang tinggi terhadap pemasok dan pembeli serta adanya persaingan yang ketat antar perusahaan dalam industri TPT Indonesia. Pemberlakuan WfO tahun 2005 disimpulkan (1) akan menambah persaingan dan perebutan pasar di dalam dan luar negeri, (2) akan merubah struktur industri TPT menjadi mass customization yang cenderung pada non price factor dan secara penuh didukung oleh prinsip quick response dan just in time stock, (3) perusahaan-perusahaan dalam industri TPT harus dapat melakukan banyak inovasi manufacture, agar diferensiasi produk meningkat, dan (4) perubahan tataniaga industri TPT dapat menghapus segmen yang selama ini sangat kuat di pasar, yaitu produk dengan harga murah. Agustineu (2004) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ouput industri tekstif di Jawa Barat dengan menggunakan model Cobb Douglas tahun Temyata faktor produksi modal, bahan baku, dan bahan bakar memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan output industri tekstil di Jawa Barat. Faktor tenaga kerja memberikan pengaruh yang berkebalikan dengan faktor-faktor yang pertama disebutkan. lndustri tekstil di Jawa Barat berada pada kondisi increasing return to scale. Nilai tambah bruto perusahaan tekstil di Jawa Barat tahun terus meningkat, kecuali tahun Tingkat efisiensi produksi industri tekstil di Jawa Barat paling tinggi pada tahun Tinjauan Penelitian TPT Dunia Mlachila dan Yongzheng (2004) menggunakan General Trade Analysis Project (GTAP) untuk menganalisis berakhimya kuota tekstil dengan mengambil studi kasus di Bangladesh. Terdapat tiga faktor yang berpengaruh dalam kinerja ekspor tekstil dan pakaian jadi Bangladesh pada tahun 1990an, yaitu upah yang rendah, aliran masuk Foreign Direct Investment (FOi) dan kuota yang diberlakukan di negara pesaing. Bangladesh menghadapi masalah yang serius

50 32 dengan daya saing setelah sistem kuota berakhir, karena infrastruktur yang lemah dan berbagai iklim makro yang tidak mendukung. Hasil simulasi menunjukkan bahwa ekspor Bangladesh akan menurun setelah penghapusan kuota dan hal ini berpengaruh terhadap balance of payment. Sama halnya yang dilakukan oleh WTO (2004), dengan menggunakan General Trade Analysis Project berusaha menjelaskan kondisi industri TPT global setelah berakhirnya Agreement on Textiles and Clothing (ATC}. China dan India merupakan negara-negara yang akan mendominasi pasar TPT Uni Eropa, Amerika Serikat dan Kanada setelah sistem kuota berakhir. Bahkan China diprediksikan akan mengambil pangsa pasar TPT dunia hingga 50 persen. Selain itu, spesialisasi vertikal dalam supply chain TPT adalah sangat penting dan bagi negara-negara yang mempunyai kedekatan secara geografis akan banyak diuntungkan dengan perjanjian bilateral dan tarif yang lebih rendah. Temuan penting bagi TPT Indonesia adalah: (1) di pasar Uni Eropa, setelah kuota berakhir pangsa pasar garmen Indonesia akan meningkat dari 4 persen menjadi 5 persen, sedangkan pangsa pasar tekstil Indonesia akan tetap pada tingkat 3 persen, (2) di pasar Amerika Serikat, pangsa pasar tekstil Indonesia akan stagnan pada 3 persen, penurunan akan terjadi untuk komoditas garmen, yaitu dari 4 persen menjadi 2 persen. Dari berbagai telaah penelitian tentang industri TPT yang telah dilakukan tersebut telah memberikan gambaran tentang perkembangan industri dan perdagangan TPT dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik di tingkat nasional maupun intemasional. Selain itu, banyak penelitian yang melakukan prediksi terhadap perkembangan industri TPT pasca kuota tahun Namun demikian, keterkaitan antara pasar domestik dan pasar dunia yang berperan penting dalam perkembangan industri TPT domestik, belum dieksplorasi lebih mendalam.

51 33 Oleh sebab itu, pada penelitian ini dianalisis perkembangan dan prospek industri TPT secara holistik, baik industri tekstil dan maupun industri garmen. Analisis penelitian ini dimulai secara spesifik dengan menganalisis pangsa pasar TPT Indonesia di antara negara-negara pesaing. Kemudian dilanjutkan dengan mengaitkan industri TPT secara simultan melalui variabel-variabel ekonomi, termasuk kebijakan moneter dan fiskal, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan industri TPT Indonesia. Selain itu isu-isu terkini dan kebijakan pemerintah yang berubah juga akan mempengaruhi industri TPT sepanjang waktu. Simulasi kebijakan dan non kebijakan dalam penelitian ini untuk menganalisis dampak terhadap perkembangan industri TPT Indonesia merupakan kontribusi baru dari penelitian ini.

52 IV. KERANGKA ANALISIS 4.1. Kerangka Teoritis Daya Saing Ekspor Untuk mengidentifikasi daya saing negara-negara pengekspor tekstil dan garmen berdasarkan perubahan ekspornya, dalam penelitian ini digunakan model Constant Market Share (CMS). Model CMS dianggap lebih sesuai dibanding dengan Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Domestic Resource Cost (DRC), karena dapat mendekomposisi perubahan ekspor menjadi beberapa komponen. Menurut Djaja (1992), suatu studi yang komprehensif tentang keragaan ekspor mungkin akan sangat kompleks, sehingga memerlukan penjelasan ketersediaan faktor produksi, teknologi, struktur pasar, pola permintaan, kebijakan pemerintah, konsumen dan kompetitor. Walalupun demikian. keragaan ekspor dapat dianalisis dengan menggunakan model CMS. CMS adalah suatu metode untuk mengetahui kinerja ekspor suatu negara terhadap persaingan. Model ini menunjukkan apakah suatu negara berhasil mempertahankan pangsa pasamya dari para pesaingnya. Asumsi dasar yang dipakai dalam analisis CMS adalah bahwa pangsa pasar pada pasar dunia tidak berubah antar waktu. Ekspor suatu negara dapat meningkat lebih cepat atau lebih lambat dibandingkan dengan rata-rata ekspor dunia disebabkan oleh empat alasan, yaitu: 1. Efek komposisi komoditas. Ekspor terkonsentrasi pada komoditas-komoditas yang permintaannya relatif elastis atau inelastis terhadap pendapatan. 2. Efek distribusi pasar. Ekspor terarah ke pasar-pasar yang berkembang lebih pesat atau lambat dibandingkan rata-rata dunia. 3. Efek daya saing. Ekspor lebih atau kurang dapat bersaing dengan negaranegara pengekspor lain, baik karena pertumbuhan produktivitasnya lebih

53 35 tinggi atau rendah atau karena undervaluation atau overva/uation mata uang domestik. 4. Efek pertumbuhan ekspor dunia. Pertumbuhan ekspor suatu komoditas dari suatu negara dapat terjadi karena peningkatan permintaan dunia. Efek ini dapat menjelaskan sejauh mana pengaruh peningkatan permintaan dunia terhadap pertumbuhan komoditas tertentu dari suatu negara. CMS akan menjelaskan perubahan ekspor suatu negara dari sisi permintaan dan penawaran. Efek pertumbuhan ekspor dunia, efek komposisi komoditas dan efek distribusi pasar merupakan efek-efek dari sisi permintaan. Sedangkan efek daya saing merupakan efek yang menjelaskan dari sisi permintaan dan penawaran. Efek daya saing dapat bersumber dari daya saing yang dipengaruhi oleh harga dan non harga, seperti kualitas, pelayanan dan peningkatan pasar. Pada analisis CMS ini, efek daya saing diperhatikan terutama dari segi harga. Berdasarkan notasi yang digunakan oleh Leamer dan Stem (1970), permintaan ekspor suatu komoditas pada pasar tertentu dari dua negara eksportir digambarkan dalam hubungan sebagai berikut: q1/q2 = f(p1/p2),dan f'(.) < 0 (4.1) Notasi p; dan Q; adalah harga dan kuantitas ekspor dari komoditas tersebut dari negara eksportir ke i, dimana i = 1 dan 2 serta f(.) < O yang berarti rasio harga mempunyai hubungan negatif dengan rasio kuantitas. Persamaan 4.1 dikalikan dengan (p1f P2), maka akan didapat: P1Q1/P2Q2 = P1/P2 f(p1/p2) (4.2) Sementara itu, pangsa pasar ekspor negara 1 adalah sebagai berikut: P1Q1/(p1q1 +P2Q2)= (1+p2q2/P1Q1t1 (4.3) dan P2Q2'P1Q1 adalah {P1Q1f{P1IP2)r1. sehingga menjadi:

54 36 Hal ini berarti pangsa pasar negara 1 adalah konstan, kecuali ada variasi dalam p1/p,i. Persamaan 4.4 memperlihatkan validasi bentuk CMS dan konjungtural perbedaan antara pertumbuhan ekspor yang ditunjukkan dengan pangsa pasar konstan dari pertumbuhan ekspor aktual dalam bentuk perubahan harga. Pengembangan lebih lanjut permintaan ekspor suatu pasar dari model CMS dilakukan ofeh Chen dan Duan (1999), dengan menganggap rasio harga komoditas ekspor antar negara adalah konstan dalam periode tertentu, sehingga pangsa pasar bagi suatu negara adalah berikut ini: dimana, Sij =qu/qv =fu{c/c), fu{c/c) > 0 (4.5) Sii qii Qii = Pangsa pasar ekspor komoditas i dari negara yang diamati ke kawasan tertentu (j). = Ekspor komoditas i dari negara yang diamati ke kawasan tertentu (j). = Ekspor komoditas i dari dunia ke kawasan tertentu (j). Selanjutnya pertumbuhan ekspor antar periode adalah O untuk tahun dasar dan 1 untuk tahun terminal, maka persamaan 4.5 dapat ditulis menjadi: (1) (2) (3) dimana, (1) efek struktural. (2) efek kompetitif, dan (3) efek order kedua.

55 37 Secara umum model CMS tersebut diadopsi dari penelitian Chen dan Duan (1999), dan selanjutnya persamaan 4.6 dapat didekomposisi lebih lanjut ke dalam komponen sebagai berikut: (1a) (1b) (1c) + l{lis~aoi -s0~0)-{lil:js~aou + :LjSf aoj)j (1d) +Llso0 +a)l:jl\s110~ -aso0)+(01/0-1)~)ljl\s1jo~ (2a) (2b) (3a) ILiL:il\S11asij -(01/0-1)LiL:il\SgO~j (4.7) (3b) dimana, (1 a) efek pertumbuhan. (1b) efek distribusi pasar. (1c) efek komposisi komoditas. (1d) efek interaksi struktural. (2a) efek kopetitif umum. (2b) efek kompetitif spesifik. (3a) efek ordo kedua mumi, dan (3b) efek struktural residual dinamis. CMS yang mempunyai periode tahunan dianggap terlalu singkat untuk digunakan dalam menganalisis perubahan kekuatan bersaing. Selain itu dalam menginterpretasikan komponen residual sebagai indikator daya saing suatu negara di pasar intemasional juga mempunyai keterbatasan. Richardson (1971) menyatakan bahwa kesimpulan tentang peningkatan daya saing suatu negara karena efek positif kompetitif yang diturunkan dari pangsa nilai ekspor akan konsisten jika terjadi peningkatan maupun penurunan harga relatif. Namun demikian, apabila efek kompetitif berkontribusi negatif, maka hal ini tidak cukup

56 38 sebagai penyebab turunnya pangsa volume ekspor, Jika pangsa pasar diukur dengan nilai ekspor dan harga ekspor negara yang bersangkutan meningkat relatif terhadap harga dunia, maka efek kompetitif yang negatif menunjukkan kegagalan dalam mempertahankan pangsa kuantitas Pennintaan dan Penawaran Peranan ekspor migas terhadap penerimaan ekspor Indonesia menunjukkan penurunan yang cukup berarti. Oleh sebab itu keadaan ini mendorong dikembangkannya komoditas ekspor lain yang potensial sebagai andalan ekspor. Komoditas ekspor non migas yang memberikan kontribusi terbesar selama kurun waktu lebih dari 20 tahun terakhir adalah TPT. Peningkatan ini tidak terlepas dari adanya kebijakan pemerintah pada awal pengembangan industri ini. Namun demikian, kenyataanya untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi dan ekspor TPT Indonesia secara berkesinambungan tidak mudah, karena usaha-usaha tersebut sedang dan akan dihadapkan pada berbagai permasalahan yang bersumber dari pasar dalam negeri dan juga pasar luar negeri. Oleh sebab itu, untuk mendukung upaya pengembangan industri TPT Indonesia dalam rangka berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi, maka diperlukan analisis yang lebih mendalam mengenai perilaku pasar TPT domestik dan luar negeri. A. Ekspor dan lmpor TPT Dunia Pada prinsinya setiap negara di dunia sating tergantung satu dengan lainnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam. Tidak semua kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi oleh negara tersebut, karena adanya keterbatasan sumberdaya manusia, sumberdaya alam, serta keahlian atau teknologi. Oleh sebab itu perdagangan menjadi jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memaksimumkan kesejahteraan negara.

57 39 Beberapa faktor lain yang mendorong timbulnya perdagangan intemasional antar negara bersumber dari keinginan memperluas pemasaran komoditas yang diproduksi oleh suatu negara, memperbesar perolehan devisa bagi kegiatan pembangunan, adanya perbedaan penawaran dan perrnintaan antar negara serta akibat perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditas tertentu (Gonarsyah, 1987). Secara teoritis, keseimbangan ekonomi nasional suatu negara dapat dirumuskan sebagai suatu keseimbangan antara jumlah barang atau jasa yang ditawarkan (supply) dengan jumlah barang atau jasa yang diminta (demand). Dalam hal ini total supply terdiri dari supply dalam negeri (produksi dalam negeri) ditambah dengan supply luar negeri (impor). Total demand terdiri dari konsumsi dalam negeri ditambah dengan konsumsi luar negeri. Penawaran ekspor atau excess supply Indonesia terjadi apabila jumlah total supply lebih besar daripada total demand. Sedangkan perrnintaan impor atau excess demand Indonesia terjadi apabila jumlah total demand lebih besar daripada total supply. Oleh sebab itu, keseimbangan ekonomi nasional suatu negara sangat dipengaruhi oleh ekonomi intemasional, baik melalui impor maupun ekspor (Hady, 2004). Misalkan ada perdagangan antara Indonesia dan negara lain di dunia, maka asurnsi yang dipergunakan adalah struktur pasar TPT berbentuk pasar persaingan sempuma dan tanpa memperhatikan ukurah negara yang terlibat dalam perdagangan. Namun demikian pada kenyataannya, Indonesia adalah termasuk negara kecil yang terbuka (small open economy). Kategori negara kecil atau besar didasarkan pada perilaku ekonominya, dimana Indonesia tidak dapat mempengaruhi harga dunia atau peubah harga dunia sebagai variabel eksogenus (Krantz, 2006). Negara eksportir besar akan menghadapi slope negatif excess demand dari negara lain dari negara sisa dunia. Sedangkan negara kecil akan

58 40 menghadapi slope excess demand yang mendatar. Artinya perubahan ekspor dari negara kecil tidak akan merubah harga dunia. Negara impotir besar akan menghadapi excess supply negara lain dari negara sisa dunia, dimana negara impotir ini dapat mempengaruhi harga dunia. Negara impotir kecil menghadapi excess supply yang mendatar dan tidak mampu mempengaruhi harga dunia (Houck, 1986). Oleh sebab itu asumsi yang digunakan adalah negara kecil berperilaku sebagai price taker, baik di pasar input maupun pasar output. Selain itu biaya transportasi adalah nol serta tidak ada hambatan perdagangan. Berkaitan dengan perdagangan TPT, peran Indonesia dan termasuk negara- negara Asia terhadap negara sisa dunia menjadi panting, karena migrasi produksi TPT era 1990-an hingga sekarang telah bergeser ke kawasan Asia. Di dalam perdagangan TPT, sub sektor tekstil Indonesia cenderung berperan sebagai importir, sedangkan sub sektor garmen Indonesia cenderung berperilaku sebagai eksportir. komoditas selaln dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan pasar dalam negeri, juga dipengaruhi oleh faktor- faktor yang muncul dari pasar luar negeri atau pasar intemasional. Secara matematis konsep excess supply dapat ditulis sebagai berikut: dimana, Berdasarkan penjelasan di atas, diketahui bahwa penawaran ekspor axt = 05t - 0 t (4.8) axt : Penawaran ekspor suatu komoditas di negara pengekspor pada tahun ke t (unit). 05t : Jumlah penawaran suatu komoditas di negara pengekspor pada tahun ke t (unit). 0 t : Jumlah permintaan suatu komoditas di negara pengekspor pada tahun ke t (unit).

59 41 Dalam pengertian yang lebih luas, penawaran domestik TPT bersumber dari produksi (Qpt}, kelebihan stok tahun lalu (QStt-1) dan impor (QMt}, Sehingga persamaan matematis penawaran domestik TPT adalah sebagai berikut: Q5t = Qpt + QStt-1 + QMt.. (4.9) Di sisi lain penawaran TPT dipengaruhi oleh keadaan pasar, dimana struktur pasar komoditas TPT ini umumnya merupakan pasar persaingan sempurna, karena banyaknya jumlah perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri ini. Selain itu skala usahanya lebih banyak berskala usaha kecil sehingga produsen bertindak sebagai penerima harga (price taker,. Oleh sebab itu, produksi TPT yang dihasilkan selain dipengaruhi oleh harga tekstil dan garmen itu sendiri (P0 t} jug a dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah (Et) dan tingkat teknologi yang digunakan (Tt}, sehingga persamaan di atas dapat dinyatakan sebagai berikut: 05t = f(p0t. Et, T t} + Q5tt-1 + QMt (4.10) Fungsi permintaan suatu komoditas secara teoritis diturunkan dari kurva indiferen, yaitu kurva yang menjelaskan tingkat keinginan konsumen terhadap dua macam komoditas atau lebih yang dihadapkan dengan keterbatasan anggaran yang dimilikinya. Teori tersebut disusun dengan menggunakan asumsi bahwa seorang konsumen sanggup menyatakan kombinasi komoditas yang dikonsumsinya dimana dapat memberikan kepuasan yang lebih tinggi, sama atau lebih rendah dari kombinasi lainnya. Dengan demikian permintaan pasar akan suatu komoditas di suatu negara dapat berupa fungsi harga komoditas yang bersangkutan (P0t}, harga komoditas substitusi (P5t}, pendapatan penduduk per kapita (Y t} dan jumlah penduduk (Nt}, sehingga secara matematis dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: 0 t = f(p0t. P5t. Yt. Nt} (4.11)

60 42 Dengan mensubtitusikan persamaan 4.10 dan persamaan 4.11 ke dalam persamaan 4.8 maka diperoleh penawaran ekspor sebagai berikut: axt = f(p0t. Et. ra- f(p0t. P5t. Yt. Nt) + 05\.1 + OMt (4.12) Atau apabila dibuat dalam bentuk persamaan linear, maka persamaan penawaran ekspor komoditas TPT adalah sebagai berikut: Oxt = Oo + 01P0t - 02P5t + 03 Yt + CLtEt + 05 Tt + CieNt t1-1 + o80mt (4.13) Dimana c adalah parameter yang menjelaskan pengaruh masing-masing peubah terhadap jumlah komoditas TPT yang diekspor. Pengaruh faktor luar negeri dalam perdagangan antar negara sehubungan dengan penawaran ekspor ini dapat dilihat melalui harga luar negeri (FOB) suatu komoditas atau P\ dimana harga tersebut adalah sama dengan harga domestik (P0 t) setelah dikoreksi dengan biaya angkut dan biaya penanganan antar pelabuhan (Ct) serta dinilai dengan satuan mata uang yang sama, yang secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut: pxt ERxt = P0t + Ct atau, pxt ERxt - Ct= pot (4.14) Dimana ERxt adalah nilai tukar mata uang negara pengekspor per unit mata uang asing. Dari hasil substitusi persamaan 4.14 ke dalam persamaan 4.13 diperoleh persamaan sebagai berikut: Oxt = oo + 01(pXt ERxt - Ct) - 02P5t + 03 Yt + CLtEt + 05 Tt + oant + 010stt-1 + oaomt (4.15) Branson (1976) menjelaskan bahwa ekspor riil suatu negara selain dipengaruhi oleh harga komoditas tersebut (pxt), juga dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang pengekspor terhadap mata uang asing (ERx t) atau dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut:

61 43 Qxt = f(pxt. ERx1) (4.16) Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Branson (1976), maka persamaan penawaran ekspor di atas (persamaan 4. 15) dapat ditulis menjadi seperti berikut: Qxt = Oo + 01pXt + OgERxt _ 010C1- a2p8t + 03Y1 + C4Et + astt + a6n1 + a1q8\.1 + aaqm, (4.17) Selain itu menurut Pindyck and Rubinfield (1991) dan Koutsoyiannis (1977), harga harapan ekspor dapat diduga dengan menggunakan Cagan's Adaptif Expectation Model sebagai berikut: P't - P'1.1 = <5(P1 - P't.1) (4.18) dimana, P' 1 : Harga harapan ekpsor tekstil atau garmen pada tahun ke t. P1 : Harga eksportekstil dan garmen pada tahun ke t. Pt.1 : Harga harapan ekspor tekstil atau garmen pada tahun t-1. l> : Koefisien harapan (expectation coeffisien), 0 < <5 < 1. Persamaan di atas dapat dise1esaikan secara aljabar dan akan diperoleh: OXt = f(p1- P1 1) (4.19) Persamaan 4.19 menunjukkan bahwa penawaran ekspor tekstil atau garmen selain dipengaruhi oleh harga ekspor tekstil atau garmen pada tahun ke t, juga dipengaruhi harga ekspor tekstil dan garmen pada tahun sebelumnya. Kondisi keseimbangan dalam perdagangan antar dua negara untuk suatu komoditas tercapai apabila jumlah ekpsor dari negara pengekspor (QxJ sama dengan jumtah yang diimpor oleh negara pengimpor atau dapat ditlllis sebagai berikut: QXt = QMt Secara matematis excess demand dari negara pengimpor dapat dinyatakan sebagai selisih antara permintaan domestik (QOM J dengan penawaran domestik (QSMJ dan stok konstan seperti persamaan berikut: QMt: QDMt - QSMt (4.2Q)

62 44 Sehingga permintaan domestik negara pengimpor dalam harga riil dapat ditulis sebagai berikut: QDMt= f(pdmt, psmt, ymt) (4.21) Dimana pdm1 dan psm1 adalah harga domestik suatu komoditas dan harga substitusi komoditas tersebut di negara pengimpor serta ym, adalah pendapatan per kapita negara pengimpor. Dengan mensubstitusikan persamaan 4.20 ke dalam persamaan 4.21, maka diperoleh persamaan sebagai berikut: OMt = f(pdmt. psm,, ym,) - QSMt (4.22) Atau dalam bentuk persamaan linear sebagai berikut: QMt = J3o - J31PDM1 - J32P5Mt + J33yM1 - J34Q5Mt (4.23) Permintaan impor TPT merupakan permintaan turunan (derived demand), yaitu permintaan tidak langsung yang berasal dari lembaga-lembaga pemasaran, seperti rumah mode, departement store, pedagang besar dan pedagang pengecer. Oleh sebab itu, harga domestik (PDMJ terdiri dari dua komponen, yaitu harga impor (pm J dan harga dari masukan pemasaran (P1J yang digunakan untuk menggerakkan produk ke konsumen akhir yang secara matematis dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: pdmt = J30 + J31PM1 + J32P11 (4.24) Secara umum harga komoditas TPT di negara pengimpor (pmt) kecenderungannya sama dengan harga komoditas di negara pengekspor (P" t) dltambah dengan ongkos transportasi dari negara pengimpor (Cxt) dan tarif yang dikenakan terhadap komoditas tersebut (T't) (Gonarsyah, 1983). Atau dapat dinyatakan dalam persamaan matematis sebagai berikut: pm, = ERM1(Px, +ext)+ T't (4.25) Selanjutnya dengan mensubstitusikan persamaan 4.25 ke dalam persamaan 4.17 diperoleh persamaan sebagai berikut:

63 45 Dengan mensubstitusikan persamaan 4.26 ke dalam persamaan 4.23, maka diperoleh persamaan permintaan impor suatu negara, yaitu: OMt = 60-61'30-62'31(ERMt(Px1 + ext) + T'J - 63(32P1t + 64PSMt + 65 ymt - 6sQSMt (4.27) Selanjutnya mekanisme perubahan harga TPT di pasar intemasional dapat terjadi, baik karena kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi perubahan penawaran ekspor maupun karena kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi perubahan permintaan impor ataupun karena pengaruh keduanya secara bersama-sama. Sebagai komoditas yang diperdagangkan di pasar intemasional, harga TPT sangat dipengaruhi oleh pola perdagangan yang terjadi. Variabel ekstemal berkaitan dengan kebijakan kuota perdagangan TPT, sedangkan variabel internal berhubungan dengan mekanisme pemasaran dan proses produksi TPT itu sendiri, seperti kapasitas produksi, penyediaan bahan baku maupun kualitasnya. Dari uraian tersebut, maka fungsi harga TPT di pasar dunia dirumuskan sebagai berikut: dimana, pwt = f(qxt. OMt, ZJ (4.28) Pwt : Harga tekstil atau garmen di pasar dunia tahun ke t. Z1 : Faktor-faktor lain yang mempengaruhi harga tekstil atau garmen di pasar dunia tahun ke t. Kekuatan mekanisme harga di pasar intemasional dapat mempengaruhi mekanisme pasar domestik dan sebaliknya. Dengan kata lain, jika harga TPT di pasar intemasional naik, maka akan berdampak terhadap kenaikan harga TPT di pasar domestik. Kondisi ini akan tercapai bila informasi mudah didapat pada bursa masing-masing negara, sehingga fluktuasi harga pada suatu pasar dapat segera tertangkap oleh pasar lain. Hal ini dapat dijadikan sebagai sinyal dalam pengambilan keputusan bagi pelaku-pelaku ekonomi yang terlibat di dalamnya.

64 46 B Penurunan Permintaan Input dan Penawaran Output Berdasarkan teori perusahaan (the theory of firm), pennintaan input diturunkan dari fungsi produksi setiap perusahaan, dengan asumsi produsen memaksimumkan keuntungan dengan kendala teknologi dan pasar (harga output dan input) (Varian, 1978 dalam Sinaga, 1980). Asumsi lainnya dalam analisis ini bahwa setiap perusahaan menghadapi pasar persaingan sempurna, baik dalam input maupun output. Dengan demikian, setiap perusahaan merupakan penerima harga (price taker). Oleh sebab itu harga-harga merupakan peubah tertentu atau menjadi peubah eksogen dalam memaksimalkan keuntungan. Penurunan pennintaan input dan penawaran output membutuhkan syarat First Order Necessary Condition (FONC) dan Second Order Sufficient Condition (SOSC) dalam memaksimisasi keuntungan (Henderson dan Quandt, 1980). Oleh sebab itu diasumsikan fungsi produksi dapat diturunkan, perusahaan menggunakan input tertentu sampai mencapai kondisi persamaan antara nilai produk marginal dan harganya. Asumsi lainnya adalah SOSC terpenuhi. 1. Permintaan Tekstif, Penawaran, dan Pennintaan Garmen TPT dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok komoditas, yaitu komoditas tekstil dan garmen. Komoditas tekstil sebagai derived demand dari komoditas gannen. Asumsi lain yang digunakan dalam penurunan pennintaan tekstil dan penawaran gannen adalah hanya ada satu macam tekstil dan gannen. Misalkan fungsi produksi gannen yang menggunakan input tekstil dan input lainnya adalah sebagai berikut: Ji = J1(S, N) (4.29) dimana, s N = Jumlah output gannen jenis perusahaan tekstil. = Jumlah input tekstil. = Jumlah serangkaian input lainnya. yang dihasilkan oleh

65 47 Dan harga masing-masing output input tersebut adalah: Pi1 P5 PN = Harga output garmen jenis i per unit. = Harga tekstil. = Harga input lainnya. Fungsi tujuan perusahaan tekstil adalah memaksimumkan keuntungan (1tj1). Keuntungan ini didefinisikan sebagai penerimaan total dikurangi biaya total. Bentuk persamaan matematisnya dapat ditulis sebagai berikut ini: Memaksimumkan keuntungan 1t11= P11.J1(S, N)- (Ps. S + PN. N) (4.30) Memaksimumkan keuntungan perusahaan tekstil didapatkan dengan menurunkan fungsi keuntungan secara parsial terhadap S dan N serta menyamakan dengan nol, maka: Pii fs - P5 = 0 atau Pii fs = Ps (4.31) PJ1 f N - PN = 0 atau Pji. f N = PN (4.32) Dimana fs dan fn adalah turunan parsial fungsi produksi terhadap S dan N. Oleh karena itu fs dan f N merupakan produk marginal dari input S dan N. Persamaan 4.31 dan 4.32 merupakan sistem dua persamaan dengan dua peubah endogen (S, N) dan tiga peubah eksogen (PJi. P5 dan PN). Sistem persamaan ini diselesaikan secara simultan untuk menentukan dua peubah endogen dalam konteks tiga peubah eksogen. S = S(P5, PN, P11) N = N(Ps, PN, P~) (4.33) (4.34) Persamaan 4.33 dan 4.34 merupakan fungsi permintaan input dari perusahaan tekstil. Persamaan 4.33 merupakan derived demand tekstil. Persamaan ini menyatakan bahwa jumlah permintaan tekstil merupakan fungsi dari harga tekstil, harga input lain, dan harga garmen. Persamaan 4.33 dan 4.34 dapat disubtitusikan ke persamaan fungsi produksi tekstil, persamaan Hasil subtitusi ini merupakan penawaran output garmen.

66 48 dimana, J1 = J1(P1i. Ps, PN) (4.35) Permintaan garmen bukan lagi sebagai derived demand. Permintaan ini sama dengan permintaan barang konsumsi. Dalam teori permintaan, Koutsoyiannis (1975) menyatakan bahwa determinan permintaan pasar produk tertentu adalah harga produk itu sendiri, pendapatan konsumen, harga kornoditas lainnya, selera konsurnen, distribusi, pendapatan, jumlah penduduk, kesejahteraan konsumen, ketersediaan kredit, kebijakan pemerintah, dan tingkat permintaan sebelumnya. Dengan demikian, permintaan garmen dapat ditulis: Gi1 = g(pii. Z) (4.36) GJ1 = Permintaan garmen jenis i. PJ1 = Harga garmen jenis i. Z = Serangkaian determinan permintaan yang lain. 2. Perrnintaan Kapas dan Penawaran Tekstil Sama halnya dengan penurunan sebelumnya, penurunan permintaan kapas dan penawaran tekstil menggunakan asumsi tambahan, yaitu hanya ada satu macam kapas dan tekstil. Misalkan fungsi produksi tekstil yang menggunakan input kapas dan input lainnya adalah sebagai berikut: S = s{m, L) (4.37) dimana, S M L Jumlah output tekstil per unit. = Jumlah input kapas per unit. = Jumlah serangkaian input lainnya per unit. Dan masing-masing harga output serta input adalah: P s PM PL = Harga tekstil = Harga kapas = Harga input lainnya. Memaksimumkan keuntungan perusahaan kapas (1ts) dapat ditulis sebagai berikut:!...

67 49 Memaksimumkan 1ts = Ps. s(m, L)- (PM. M +PL. L) (4.38) Memaksimumkan keuntungan tercapai apabila turunan parsial fungsi keuntungan terhadap M dan L sama dengan nol. Ps. fm - PM= 0 atau Ps. fm = PM (4.39) Ps. fl - PL = 0 atau Ps. fl= PL (4.40) Dimana fm dan f L merupakan turunan parsial fungsi produksi tekstil terhadap M dan L. Oleh karena itu fm dan f L adalah produk marginal dari input M dan L. Persamaan 4.39 dan 4.40 merupakan sistem dua persamaan dengan dua peubah endogen (M, L) dan tiga peubah eksogen (Ps, PM dan PL). Sistem persamaan ini dapat diselesaikan dengan simultan untuk menentukan dua peubah endogen dalam konteks tiga peubah eksogen. M = M(PM, PL, P5) (4.41) L = L(PL, PM, P5) (4.42) Persamaan 4.41 dan 4.42 merupakan fungsi persamaan input dari perusahaan tekstil. Persamaan 4.41 merupakan derived demand kapas. Persamaan ini menyatakan fungsi dari harga tekstil dan harga input lainnya. Persamaan 4.41 dan 4.42 dapat disubtitusikan ke persamaan Hasil subtitusi merupakan penawaran output tekstil, yaitu: S = s(ps, PM, PL) (4.43) 3. Harga Tekstil dan Gannen Dalam teori permintaan konsumen, harga adalah peubah eksogen. Jumlah yang diminta adalah fungsi dari harga. Olah sebab itu hubungan sebab akibatnya dimulai dari perubahan harga yang akan mempengaruhi terhadap permintaan. Namun demikian dalam kenyataannya, harga dan permintaan dapat pula mempunyai hubungan yang simultan. Artinya perubahan permintaan dapat

68 50 mempengaruhi perubahan harga, dan sebaliknya. Adalah valid apabila hubungan tersebut ditulis sebagai kebalikan dari fungsi permintaan, Pt = f(q0 J, dimana Pt adalah harga dan 0 t adalah jumlah permintaan. Fungsi tersebut penting dalam ekonomi, sedangkan model yang mendukung teori ini adalah model Cobweb. Dimana model ini menjelaskan secara teoritis bagaimana hubungan harga dan kuantitas dalam waktu yang berjalan (Robinson and Tomek, 1990). Berdasarkan rantai kejadian dalam model Cobweb, maka penawaran (Q5J adalah fungsi dari harga tahun sebelumnya, 05t = f(pt-1). Jumlah yang diproduksi pada tahun tersebut dan yang dijual pada tahun tersebut adalah 05t = Opt Sedangkan market clearing harga untuk produksi ditentukan oleh hubungan permintaan, ap, = f(q0 J. Secara umum hubungan tersebut dapat ditulis sebagai berikut: 4.2. Metode Analisis Sub bab ini terdiri dari dua metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian. Metode pertama untuk menjelaskan kinerja ekspor tekstil dan garmen Indonesia secara lebih detail antara negara mitra dagang digunakan metode constant market share model. Sedangkan bagian kedua adalah memaparkan perumusan model untuk menganalisis struktur permintaan, penawaran, dan perdagangan TPT Indonesia di pasar domestik dan dunia. Hal ini dalam rangka menjawab tujuan penelitian yang pertama, yaitu untuk menganalisis perkembangan industri TPT Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta tujuan kedua, yaitu menganalisis prospek perkembangan industri TPT Indonesia. Bab Tinjauan Pustaka digunakan sebagai dasar untuk merumuskan

69 51 model tersebut. Hubungan-hubungan ekonomi peubah-peubah dalam struktur perdagangan tekstil dan garmen dirumuskan menjadi model ekonometrika untuk memudahkan dalam analisis empiris dan evaluasi ekonomi Constant Market Share Model Secara holistik model CMS dapat menjelaskan perubahan ekspor dan posisi daya saing TPT Indonesia di pasar dunia. Namun demikian model ini belum dapat menjelaskan secara detail faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi perkembangan industri TPT, baik di pasar dalam negeri maupun dunia. Dalam penelitian ini dijelaskan pertumbuhan ekspor TPT tahunan negaranegara produsen dari Indonesia, China, Italia, dan India di pasar Amerika Serikat dan Jerman. China adalah negara produsen TPT yang mempunyai pangsa pasar relatif besar di pasar Amerika Serikat dan Jerman. Adapun India adalah salah satu negara berkembang yang diprediksikan WTO akan banyak mengambil market share di kedua pasar tersebut. Sedangkan Italia adalah salah satu negara yang pemah memberlakukan kuota impor bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Periode analisis meliputi tahun , yang kemudian dibagi menjai 4 sub periode. Sub periode pertama tahun , sub periode kedua tahun , sub periode ketiga tahun , dan sub periode tahun Pembagian sub periode ini berdasarkan periode integrasi perdagangan TPT dunia ke dalam ketentuan GA TT selama 10 tahun masa transisi. Adapun komoditas TPT yang diekspor meliputi komoditas yang terangkum dalam SITC digit 3 (rev 3). Selanjutnya SITC dan SITC dikelompokkan sebagai komoditas tekstil dan SITC digolongkan sebagai komoditas garmen. Sedangkan negara pengimpor khusus ditujukan

70 52 untuk pasar Jennan yang mewakili pasar Eropa, pasar Amerika serikat, dan lainnya (rest of the world). Persamaan dekomposisi dua tahap dari perubahan ekspor dan perhitungan model CMS menggunakan program Excel for Windows. Model CMS yang diaplikasikan oleh Chen and Duan tahun 1999 tidak d.ilakukan modifikasi lebih lanjut dalam penelitian ini. Oleh sebab itu data yang dibutuhkan dalam CMS tersebut tetap dalam satuan nilai Model Ekonomi TPT Indonesia Model merupakan simplifikasi dan representasi dari dunia nyata. Keterbatasan model CMS di atas akan diperkuat oleh model ekonometrika. Konstruksi model dilakukan untuk mengakomodasikan tujuan penelitian pertama dan kedua. Konstruksi model operasional TPT akan dirumuskan dalam bagian ini. Hubungan-hubungan ekonomi yang terdapat antara variabel dalam model difonnulasikan dalam model ekonometrika agar dapat dilakukan penghitungan nilai (besaran dan arah) penduga parameter setiap persamaan perilakunya. Adanya keterkaitan antara industri TPT di pasar domestik dan dunia (ekonomi terbuka) merupakan alasan model ekonometrika dikonstruksi dengan model dinamis dalam bentuk persamaan simultan (simultaneous equation). Sifat dinamis dari aspek penawaran, permlntaan, harga domestik, maupun harga dunia juga diakomodasikan dengan cara memasukkan peubah-peubah tahun sebelumnya (lagged variables) ke dalam model dalam bentuk persamaan simultan. Untuk itu data yang digunakan adalah data sekunder seri periode tahun yang diperoleh dari berbagai sumber. Berdasarkan struktur industri TPT di pasar domestik dan keterkaitannya dengan pasar dunia, maka model ekonomi dikelompokkan menjadi empat blok. Blok-blok tersebut dapat digambar pada Gambar 6, yaitu yang terdiri dari blok

71 53 tekstil di pasar domestik, blok garmen di pasar domestik, blok tekstil di pasar dunia, dan blok garmen di pasar dunia. Sedangkan berdasarkan keterkaitan antar variabel dalam blok, maka disusun persamaan-persamaan yang terdiri dari variabel-variabel endogen dan eksogen. Penentuan variabel-variabel tersebut didasarkan pada kerangka teoritis, studi terdahulu, dan juga kondisi di lapangan. Variabel-variabel yang dipilih merupakan variabel yang dianggap berpengaruh dan terutama disesuaikan dengan ketersediaan data. lndustri TPT terdiri dari sub sektor serat, benang, kain, pakaian jadi, dan tekstil lainnya. Tidak semua sub sektor tersebut akan dijelaskan secara eksplisit dalam model ekonomi. Sub sektor serat, benang, dan kain akan dimasukkan ke dalam kelompok tekstil, sedangkan pakaian jadi dan tekstil lainnya dimasukkan ke dalam kelompok garmen. Alasan pengelompokan ini dilakukan karena sangat berkaitan dengan ketersediaan data. Blok Tekstil Indonesia Blok Garmen Indonesia 1. Produksi 1. Produksi 2. Penawaran - 2. Penawaran 3. Permintaan - 3. Permintaan 4. Ekspor - ~ 4. Ekspor 5. lmpor 5. lmpor 6. Harga Domestik 6. Harga Domestik..., '~ ' ',,'~.. ',, ' '...;.~'",,'' <, ,,,'' ' s- Blok J"ekstil Dunia Blok Garmen Dunia 1. Harga Dunia 1. Harga Dunia 2. Ekspor Dunia 2. Ekspor Dunia 3. lmpordunia 3. lmpordunia 4. EksporJerman 4. EksporJerman 5. EksporUSA - 5. Ekspor China 6. Ekspor China ~ - 6. Ekspor Turki 7. lmporltalia 7. lmpor Jennan 8. lmporusa 8. lmporusa 9. lmporchina 9. lmpor Jepang Gambar 6. Keterkaitan Antar Blok Dalam Perdagangan TPT di Pasar Indonesia dan Dunia

72 54 Model operasional yang dikembangkan diupayakan dapat menangkap semua fenomena ekonomi dalam industri TPT, baik di pasar domestik maupun dunia. Model dirumuskan dalam bentuk persamaan umum sebagai berikut: dimana, Vt Vt Xt XH = Peubah endogen pada periode t (current endogenous variables). = Peubah endogen penjelas pada periode t (explanatory current endogenous variables). = Peubah eksogen pada periode t (current exogenous variables). = Peubah eksogen lag t-j (lagged exogenous variables). Z, = Peubah kebijakan (policy variables). ZH = Peubah kebijakan lag t-j (lagged policy variables). Yt-J = Peubah ensogen lag t-j (lagged endogenous variables). u, = Faktor kesalahan (error tenns). a0 = Konstanta (intercept). a1...,a6 =Parameter. Pada gambar 8 menunjukkan hubungan ekonomi antara peubah yang terkait dengan industri tekstil dan garmen di pasar domestik dan dunia. Bentuk frame segi empat menggambarkan bahwa peubah tersebut tetlnasuk endogenous variables. Sedangkan bentuk frame oval menunjukkan bahwa peubah tersebut adalah exogenous variables. Garis panah yang menuju ke peubah mengindikasikan bahwa peubah tersebut dipengaruhi peubah lainnya, sedangkan garis panah yang meninggalkan peubah tersebut menunjukkan bahwa peubah tersebut mempengaruhi peubah lainnya. Hubungan simultan terlihat ketika suatu peubah mempengaruhi dan sekaligus dipengaruhi peubah lainnya. Dalam agregasi masing-masing produk, diasumsikan bahwa tekstil dan garmen adalah homogen dan bukan produk terdiferensiasi. Asumsi ini masuk akal karena produk tekstil dan garmen untuk jenis serat yang berbeda-beda menghasilkan produk yang relatif sama.

73 55 c c..., D c.g ~ Ill c:... I ol 0 I D II.. ;: 0" a.o. c...,,. E (ii. C) 'ij.!!... -o " 0. 0 c 0'0 Q..E :!!i ; co e ~o.eo E c... 0 ~E (!).. c Ee Cll II oe Q...,... w E... c (!).5...c 0 (J CL... w... =... c: ': o., E :;: w c:., E 11< C) U)... ~ 0 Q..5 =..... GI II I- c.... :c... ~(J w c 0 Ee :... e E... 0 o..., Q.. c., Ea.. c C).. Q o..., Q...! c :::J c c Cl 'ts ~ :;; CD E 0 c.. Cl 0 Cl 0.. =s Cl ii CD c 0 'ts c E 0 c.s w a; '8 :IE E l! CD ca c,...:.. Cl.a E Cl e

74 56 A. Struktur Model Operasional TPT Indonesia dan Dunia Model operasional dalam penelitian ini terdiri 24 persamaan perilaku dan 6 persamaan identitas sebagai berikut: 1. Produksi tekstil domestik PTDt = ao + a1htdrt-1 + a2hcwrt (IRRrlRRt.1) + a..utktrt-1 + asbbmrt-1 + aet + a1ptdt-1 + U1 (4.45) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adafah: dimana: PTDt HTDRt.1 HCWRt-1 IRRt IRRt.1 UTKTRt.1 BBMRt-1 T PTDt-1 2. Ekspor tekstil Indonesia : Produksi tekstil domestik tahun t (1 000 ton). : Harga riil tekstil domestik tahun t-1 (USO/ton). : Harga riil kapas dunia tahun t-t (cent/pound). : Tingkat suku bunga riil bank tahun t (%/tahun). : Tingkat suku bunga riil bank tahun t-1 (%/tahun). : Upah riil tenaga kerja industri tekstil tahun t-t (Rp juta). : Harga riil BBM tahun t-1 (Rplliter). : Tren waktu. : Produksi tekstil domestik tahun t-1 (1 000 ton). XTlt = b0 + b1htwrt+ bi(htdrrhtdrt-1) + ~PTOt-1 + b4erirt.1 + bsokg + bst + ~XTlt.1 + U2 (4.46) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana, XTl1 HTWRt HTDRt HTOR1.1 PT01.1 ERIR1.1 T OKG XTlt.1 : Ekspor tekstil Indonesia tahun t (1 000 ton). : Harga riil tekstil dunia tahun t (USO/ton). : Harga riil tekstil domestik tahun t (USO/ton). : Harga riil tekstil domestik tahun t-1 {USO/ton). : Produksi teksth domestik tahun t-t (1 000 ton). : Nilai tukar riil Rupiah terhadap USA tahun t-1 (Rp/USO). : Tren waktu. : Dummy integrasi perdagangan TPT dunia. : Ekspor tekstil Indonesia tahun t-1 (1 000 ton). 3. Penawaran tekstil domestik dimana, STOt = PTOt + MTl1 - XTl1 (4.47)

75 57 STD1 MTl1 PTD1 XTl1 : Penawaran tekstil domestik tahun t (1 000 ton). : lmpor tekstil Indonesia tahun t (1 000 ton). : Produksi tekstil domestik tahun t (1 000 ton). : Ekspor tekstil Indonesia tahun t (1 000 ton). 4. Permintaan tekstil domestik DTD1 = Co + c,(htwr1.1/htdr1) + eihgdr1.1 + C3UTKTR1-1 + C488Mt.1 + c5(irri-lrr1.1) + Ce T + C7DTD1.1 + U3 (4.48) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana, DTD1 HTWR1.1 HTDRt HGDR1.1 UTKTR1.1 BBMR1.1 IRR1 IRR1.1 T DTD1.1 : Pennintaan tekstil domestik tahun t (1 000 ton). : Harga riil tekstil dunia tahun t-1 (USO/ton). : Harga riil tekstil domestik tahun t (USD/ton). : Harga riil gannen domestik tahun t-1 (USO/ton). : Upah riil tenaga kerja industri tekstil tahun t-1 (Rp juta). : Harga riil BBM tahun t-1 (Rp/liter). : Tingkat suku bunga riil bank tahun t (%/tahun). : Tingkat suku bunga riil bank tahun t-t (%/tahun). : Tren waktu. : Pennintaan tekstil domestik tahun t-1 (1000 ton). 5. lmpor tekstil Indonesia MTl1 =do+ d1hmtir1-1 + d2(htwrtfhcwrt) + d3tft1.1 + d.. ERIR1.1 + ds(gdpirjgdpirt.1) + d6popl1.1 + d1 T + dsmtl1.1 + U.c (4.49) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana, MT11 : lmpor tekstil Indonesia tahun t (1 000 ton). HMTIR1.1 : Harga impor tekstil lndonesla tahun t-1 (USO/ton). HTWR1 : Harga riil tekstil dunia tahun t (1 000 ton). HCWR1 : Harga riil kapas dunia tahun t (USO/ton). TFT1.1 : Tarif impor tekstil tahun t-1 (%/tahun). GDPIR1 : GDP riil Indonesia (Rp 1000). GDPIR1.1 : GDP riil Indonesia t-1 (Rp 1000). POP1.1 : Jumlah penduduk Indonesia tahun t-1 (juta jiwa). ERIR1.1 : Nilai tukar riil Rupiah terhadap USA tahun t-1 (Rp/USD). T : Tren waktu. MTl1.1 : lmportekstil Indonesia tahun t-1 (1000 ton).

76 58 6. Harga tekstil domestik HTORt = eo + e1stot-1 + e2(hgorrhgort-1) + e3(hlwrt-1ihcwrt-1) + e4htort-1 +Us (4.50) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana, HTORt : Harga riil tekstil domestik tahun t (USO/ton). STOt : Penawaran tekstil domestik tahun t (1 000 ton). HGORt : Harga riil garmen domestik tahun t (USO/ton). HGORt-1 : Harga riil garmen domestik tahun t-t (USO/ton). HlWRt.1 : Harga riil tekstil dunia tahun t-1 (1 000 ton). HCWRt-1 : Harga riil kapas dunia tahun t-1 (USO/ton). HTORt-1 : Harga riil tekstil domestik tahun t-1 (USO/ton). 7. Harga tekstil dunia HTWRt = 9o + Q1XlWt + Q2MlWt.1 + Q3HlWRt-1 + U1 (4.51) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana, HlWRt XTWt MlWt-1 HTWRt-1 : Harga riil tekstil dunia tahun t (USO/ton). : Ekspor tekstil dunia tahun t (USO/ton). : lmpor tekstil dunia tahun t-1 (USO/ton). : Harga riil tekstil dunia tahun t-1 (USO/ton). 8. Ekspor tekstil dunia XTWt = XTlt + XTGt + XTAt + XTCt + XTRt (4.52) dimana, XTWt : Ekspor tekstil dunia tahun t (1 000 ton). XTlt : Ekspor tekstil Indonesia tahun t (1 000 ton). XTGt : Ekspor tekstil Jerman tahun t (1 000 ton). XTAt : Ekspor tekstil USA tahun t (1 000 ton). XTCt : Ekspor tekstil China tahun t (1 000 ton). XTRt : Sisa eksportekstil dunia tahun t (1 000 ton). 9. lmpor tekstil dunia MTWt = MTlt + MTLt + MTAt + MTCt + MTRt (4.53) dimana,

77 59 MTW1 MTl1 MTL1 MTA1 MTC1 : lmpor tekstil dunia tahun t (1 000 ton). : lmpor tekstil Indonesia tahun t (1 000 ton). : lmpor tekstil Italia tahun t (1 000 ton). : lmpor tekstil USA tahun t (1 000 ton). : lmpor tekstil China tahun t (1 000 ton). 10. Ekspor tekstil Jennan XTG1 =ho+ h1htwr1-1+ h2ptg1-1 + h3ergr1-1 + h4t hsxtg1_1 + U (4.54) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana, XTG1 HTWR1-1 PTG1-1 MTA1 T XTG1-1 : Ekspor tekstil Jerman tahun t (1 000 ton). : Harga riil tekstil dunia tahun t-1 (USO/ton). : Produksi tekstil Jerman tahun t-1 (1 000 ton). : lmpor tekstil Amerika Serikat (1 000 ton). : Tren waktu. : Ekspor tekstil Jerman tahun t-1 (1 000 ton). 11. Ekspor tekstil USA XTAt = le + i,(htwrt_,,'hcwr1-1) + i2(pta1-1/hvvwr1-1) + i3mtct-1 + ~ T + isxtat-1 + U9 (4.55) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana, XTAt HTWR1 HCWRt-1 HWWRt-1 PTAt-1 MTC1-1 XTAt-1 : Ekspor tekstil USA tahun t (1 000 ton). : Harga riil tekstil dunia tahun t (USO/ton). : Harga riil kapas dunia tahun t-1 (USO/ton). : Harga riil woo/ dunia tahun t-1 (USO/ton). : Produksi tekstil USA tahun t-1 (1 000 ton). : lmportekstil China tahun t-1 (1 000 ton). : Ekspor tekstil USA tahun t-1 (1000 ton). 12. Ekspor tekstil China XTCt = le + i1htwr1 + MPTCt-PTCt-1) + faercrt + j4mtat + jsxtct.1 + U10 (4.56) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana,

78 60 XTCt HlWRt PT Ct PTCt.1 ERCRt MTAt XTCt.1 : Ekspor tekstil China tahun t {1 000 ton). : Harga riil tekstil dunia tahun t {USO/ton). : Produksi tekstil China tahun t {1 000 ton). : Produksi tekstil China tahun t-1 {1 000 ton). : Nilai tukar riil China terhadap USA tahun t {Yuan/USO). : Imper tekstil Amerika Serikat tahun t (1 000 ton). : Ekspor tekstil China tahun t-1 (1 000 ton). 13. lmpor tekstil Italia MTLt = ko + k1hlwrt + k2gdplrt + kapoplt.1 + kterlrt + ks)(tct + ksmtlt.1 + U11 {4.57) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana, MT Lt HlWRt GDPLRt POPLt.1 ERL Rt XTCt MLTt.1 : lmpor tekstil Italia tahun t (1 000 ton). : Harga riil tekstil dunia tahun t (Lirafton). : GDP riil Italia tahun t {1 000 Lira). : Jumlah penduduk Italia tahun t-1 (juta jiwa). : Nilai tukar riil Lira terhadap USA tahun t {lira/uso) : lmpor tekstil China {1 000 ton). : lmpor tekstil Italia tahun t-1 {1 000 ton). 14. lmpor tekstil USA MTAt = 10 + l1hlwrt + l2{gdparjpopat) + lapt~1 + l4erirt + lsmtat.1 + U12 (4.58) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana, MTAt : lmpor tekstil USA tahun t {1 000 ton). HlWRt : Harga riil tekstil dunia tahun t {USO/ton). GDPARt : GDP riil USA tahun t (1 000 USO). POPAt : Jumlah penduduk USA tahun t (juta jiwa). PTAt : Produksi tekstil USA (1 000 ton). ERi Rt : Nilai tukar riil Rupiah terhadap USA tahun {Rp/USD). MTAt.1 : lmpor tekstil USA tahun t-1 (1 000 ton). 15. lmpor tekstil China MTCt = mo+ m1(htwrt-h1wrt.1) + m2gdpcrt.1 + mapopct + m4{ercrt-ercrt) + msmtct.1 + U1a (4.59) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah:

79 61 dimana, MTCt HlWRt HlWRt GDPCRt.1 POPCt.1 ERCRt ERCRt.1 MTCt.1 : Imper tekstil China tahun t (1 000 ton). : Harga riil tekstil dunia tahun t (USO/ton). : Harga riil tekstil dunia tahun t-1(usd/ton). : GDP riil China tahun t-1 (1 000 Yuan). : Jumlah penduduk China tahun t-1 Outa jiwa). : Nilai tukar riil Yuan terhadap USA tahun t (Yuan/USO). : Nilai tukar riil Yuan terhadap USA tahun t-1 (Yuan/USO). : Imper tekstil China tahun t-1 (1 000 ton). 16. Produksi gannen domestik PGDt = no + n1(hgwrt.1ihgdrt.1) + n2(htort-htdrt-1) + nshcwr1.1 + n4(irrrlrr1.1) + nsutkgrt-1 + nebbmrt + n1t + nspgdt-1 + U14 (4.60) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: n1. n1 > O; n2, ns, n4, ns, ne < 0 dan 0 < ns < 1 dimana, PGDt : Produksi garmen domestik tahun t (1000 ton). HGWRt : Harga riil garmen dunia tahun t-1 (USO/ton). HGDRt : Harga riil garmen domestik tahun t-1 (USO/ton). HTDR1 : Harga riil tekstil domestik tahun t (USO/ton). HTORt.1 : Harga riil tekstil domestik tahun t-1 (USO/ton). HCWRt.1 : Harga riil kapas dunia tahun t-t (cent/pound). IRRt : Tingkat bunga riil bank tahun t (%/tahun). IRRt-1 : Tingkat bunga riil bank tahun t-1 (%/tahun). UTKGRt.1: Upah riil tenaga kerja industri tahun t-1 (1 000 Rp). BBMRt : Harga riil BBM tahun t (Rp/liter). T : Tren waktu. PGDt.1 : Produksi garmen domestik tahun t-1 (1000 ton). 17. Ekspor gannen Indonesia XGlt = Oo + 01HGWRt + ei(htwrtfhgort.1) + OsPGOt + 04ERIRt-1 + OsOKG + OeT + 01XGlt-1 + U1s (4.61) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana, xoi, HGWRt HTWRt HGORt.1 PGDt : Ekspor garmen Indonesia tahun t (1 000 ton). : Harga riil garmen domestik tahun t {USO/ton). : Harga riil tekstil dunia tahun t (USO/ton). : Harga riil garmen dunia tahun t-1 (USO/ton). : Produksi garmen domestik tahun t (USO/ton).

80 62 ERIRt-1 OKG T XGlt-1 : Nilai tukar riil Rupiah terhadap USA tahun t-1 (Rp/USO). : Dummy integrasi perdagangan TPT dunia. : Tren waktu. : Ekspor garmen Indonesia tahun t-1(1 000 ton). 18. Penawaran gannen domestik dimana, SGOt = PGDt + MGlt - XGlt (4.62) SGOt MGlt PGOt XGlt : Penawaran garmen domestik tahun t (1 000 ton). : lmpor garmen Indonesia tahun t (1 000 ton). : Produksi garmen domestik tahun t (1 000 ton). : Ekspor garmen Indonesia tahun t (1 000 ton). 19. Pennintaan gannen domestik OGOt = Po + P1(HGWRJHTWRt-1) + P2(HGORi*ERIRt) + Pa(GOPIRJPOPlt) + p4(mglrmgbt..1) + PsOGOt-1 + U16 (4.63) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana, OGDt HGWRt HTWRt-1 HGORt ERi Rt GOPIRt POPl1 MGBt MGBt-1 OGOt-1 : Permintaan garmen domestik tahun t (1000 ton). : Harga riil garmen dunia tahun t (USO/ton). : Harga riil tekstil dunia tahun t-1 (USO/ton). : Harga riil garmen domestik tahun t (USO/ton). : Nilai tukar riil Rupiah terhadap USA tahun t (Rp/USO). : GDP riil Indonesia tahun t (1 000 Rp). : Jumlah penduduk indonesia tahun t Outa jiwa). : lmpor garmen bekas tahun t (1 000 ton). : lmpor garmen bekas tahun t-1 (1 000 ton). : Pennintaan garmen domestik tahun t-1 (1 000 ton). 20. lmpor gannen Indonesia MGl1 = q0 + q1hmgir1 + Q2(HGWRrHGWRt-1) + q3tfgt + q4pgot-1 + q5erirt + Q6(GOPIRJPOPlt) + Q1MGlt-1 + U11 (4.64) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana, MG It HMGIRt HGWRt HGWRt-1 : lmpor garmen Indonesia tahun t (1 000 ton). : Harga riil impor garmen Indonesia tahun t (USO/ton). : Harga riil garmen dunia tahun t (USO/ton). : Harga riil garmen dunia tahun t-1 (USO/ton).

81 63 TFGt PGDt-1 ERi Rt POPlt-1 GDP I Rt MGlt-1 : Tarif impor garmen tahun t (%/tahun). : Produksi garmen domestik t-1 ( ton). : Nilai tukar Rupiah terhadap USO tahun t (Rp/USD). : Jumlah penduduk indonesia tahun t-1 (juta jiwa). : GDP riil Indonesia tahun t (1 000 Rp). : lmpor garmen Indonesia tahun t-1 (1 000 ton). 21. Harga gannen domestik HGDRt = ro + r1(dgdjdgdt-1) + r2(htwrrhtwrt-1) + r3(hlwrrhtwrt-1) + r4(hgwrt-1ih1wrj + r5lnt + r6t + r1hgdrt-1 + U1a (4.65) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana, HGDRt : Harga riil garmen domestik tahun t (USO/ton). DGDt : Permintaan garmen domestik tahun t (1 000 ton). PGDt.1 : Produksi garmen domestik t-1 (1 OQO ton}. HGWRt-1 : Harga riil garmen dunia tahun t-1 (USO/ton). HTWRt : Harga riil tekstil dunia tahun t (USO/ton). HTWRt.1 : Harga riil tekstil dunia tahun t-1 (USO/ton). LNT : Teknologi HGDRt-1 : Harga riil garmen domestik tahun t-1 (USO/ton). 22. Harga gannen dunia HGWRt =to+ t1xgwt + t2mgwt-1 + ~HGWRt-1 + U20 (4.66) Tanda parameter dugaan yang diharapkan d~lam persamaan adalah: dimana, HGWRt : Harga riil garmen dunia tahun t (USO/ton). XGWt : Ekspor gartnen dunia tahun t (1 000 ton). MGWt-1 : lmpor garmen dunia tahun t-1 (1 000 ton). HGWRt.1 : Harga riil garmen dunia tahun t-1 (USO/ton). 23. Ekspor gannen dunia XGWt = XGlt + XGGt + XGCt + XGTt + XGRt (4.67) dimana, XGWt XGlt XGCt XGTt : Ekspor garmen dunia tahun t (1 000 ton). : Ekspor garmen Indonesia tahun t (1 000 ton). : Ekspor garmen China tahun t (1 000 ton). : Ekspor garmen Turki tahun t (1 000 ton).

82 64 XGRt : Sisa ekspor garmen dunia tahun t (1 000 ton}. 24. lmpor garmen dunia dimana, MGWt = MG It + MGGt + MG.At + MGJt + MG Rt (4.68) MG Wt MG It MGGt MGAt MGJt MG Rt : lmpor garmen dunia tahun t (1 000 ton}. : lmpor garmen Indonesia tahun t (1 000 ton}. : Imper garmen Jerman tahun t (1 000 ton}. : Imper garmen USA tahun t (1 000 ton}. : lmpor garmen Jepang tahun t (1 000 ton}. : Sisa impor garmen dunia tahun t (1 000 ton}. 25. Ekspor gannen Jerman XGGt = u0 + U1(HGWR/HlWRt) + u2pggt-1 + UaERGRt-1 + U4 T + us)(ggt-1 + U21 (4.69) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana, XGGt HGWR1 HlWRt ERGR1.1 PGGt-1 T XGGt-1 : Ekspor garmen Jerman tahun t (1 000 ton). : Harga riil garmen dunia tahun t (USO/ton). : Harga riil tekstil dunia tahun t (USO/ton). : Nilai tukar riil Jerman terhadap USA tahun t-1 (Euro/USO). : Produksi garmen Jerman tahun t-1 (1 000 ton}. : Tren waktu. : Ekspor garmen Jerman tahun t-1 (1 000 ton}. 26. Ekspor gannen China XGCt = Vo + V1HGWRt.1 + V2PGCt + Va(ERCRrERCRt.1} + V4MGAt + vsxgct.1 + U22 (4. 70) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana, XGCt HGWRt.1 ERCRt ERCRt.1 PGC. MG.At XGCt-1 : Ekspor garmen China tahun t (1 000 ton). : Harga riil garmen dunia tahun t-1 (USO/ton}. : Nilai tukar riil China terhadap USA tahun t (Yuan/USO). : Nilai tukar riil China terhadap USA tahun t-1 (Yuan/USO}. : Produksi garmen China tahen t (1 000 ton}. : lmpor garmen Amerika Serikat tahun t ( ton}. : Ekspor garmen China tahun t-1 (1 000 ton}.

83 Ekspor garmen Turki XGTt = Wo + W1(HGWRt-1IHCWRt) + W2(ERTRrERTRt-1) + W3PGTt + W4T + ws)(gtt-1 + U23 (4.71) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana, XGTt : Ekspor garmen Turki tahun t (1 000 ton). 'HGWRt.1 : Harga riil garmen dunia tahun t-1 (USO/ton). HCWRt : Harga riil kapas dunia tahun t (USO/ton). ERTRt : Nilai tukar riil Turki terhadap USA tahun t (YTUUSD). ERTRt.1 : Nilai tukar riil Turki terhadap USA tahun t-1 (YTUUSD). PGTt : Produksi garmen Turki tahun t (1 000 ton). T : Tren waktu. XGTt-1 : Ekspor garmen Turki tahun t-1 (1 000 ton). 28. lmpor garmen Jerman MGGt = Xo + X1HGWRt + X2(GOPGRtfPOPGt) + X3PGGt + X4ERGRt XsT + ><smggt.1 + U24 (4.72) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana, MGGt : lmpor garmen Jerman tahun t (1 000 ton). HGWRt : Harga riil garmen dunia tahun t (USO/ton). ERGRt : Nilai tukar riil Jerman terhadap USA tahun t (Euro/USO). GOPGRt : GDP riil Jerman tahun t (1 000 Euro). POPGt : Jumlah penduduk Jerman tahun t fjuta jiwa). PGGt : Produksi garmen Jerman tahun t (1 000 ton). T : Tren waktu. MGGt.1 : lmpor garmen Jerman tahun t-1 (1 000 ton). 29. lmpor garmen USA MGAt = Yo+ Y1(HGWRt1HCWRt-1) + Y2(GDPARJPOPAt) + y4erirt + YsT + YsMGAt-1 + U2s (4.73) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana, MGAt HGWRt : lmpor garmen USA tahun t (1 000 ton). : Harga riil garmen dunia tahun t (USO/ton).

84 66 HCWRt GDPA1 POPAt ERIR1 T MGA1-1 : Harga riil kapas dunia tahun t (USO/ton). : GDP riil USA tahun t (1 000 USO). : Jumlah penduduk USA tahun t Outa jiwa). : Nilai tukar riil Rupiah terhadap USA tahun (Rp/USD). : Tren waktu. : lmpor garmen USA tahun t-1 (1 000 ton). 30. lmpor gannen Jepang MGJ1 = Zo + Z1HGWR1 + Z2(GDPJRJPOPJ1) + Z3(ERJRi-ERJR1-1) + z..mgj1_1 + U (4.74) Tanda parameter dugaan yang diharapkan dalam persamaan adalah: dimana, MGJ1 HGWRt GDPJR1 POPJ1 ERJRt ERJRt-1 MGJt-1 B. Prosedur Analisis : lmpor garmen Jepang tahun t (1 000 ton). : Harga riil garmen dunia tahun t (USO/ton). : GDP riil Jepang tahun t (1 000 Yen). : Jumlah penduduk Jepang tahun t Outa jiwa). : Nilai tukar riil Jepang terhadap USA tahun t (Yen/USO). : Nilai tukar riil Jepang terhadap USA tahun t-1 (Yen/USO). : lmpor garmen Jepang tahunt-1 (1 000 ton). Alat analisis utama yang digunakan adalah ekonometrika time series, yang berguna untuk menganalisis dan mengetahui faktor-faktor perkembangan industri TPT Indonesia dalam kontribusinya terhadap perekonomian industri pengolahan (non migas) secara khusus dan perekonomian nasional secara umum, sesuai dengan tujuan penelitian yang pertama. Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran yang telah disampaikan, maka dalam bagian ini akan diuraikan prosedur analisis untuk memperoleh nilai dugaan parameter yang meliputi metote pendugaan, validasi model, sumber dan jenis data dan simulasi kebijakan. Dengan mengetahui hasil-hasil analisis tersebut, maka dapat diperoleh formulasi strategi kebijakan untuk mendukung perkembangan industri TPT guna meningkatkan kinerjanya dalam perekonomian nasional di masa mendatang. Hal

85 67 ini sesuai dengan tujuan penelitian kedua yang berkaitan dengan analisis prospek perkembangan industri TPT Indonesia. 1. ldentifikasi Model dimana, ldentifikasi model berfungsi untuk mengetahui apakah model tersebut dapat diduga atau tidak. Model yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah model persamaan struktural secara simultan. Dengan model simultan, identifikasi harus diketahui terlebih dahulu sebelum memilih metode pendugaan parameter dari suatu persamaan dalam model. ldentifikasi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu terhadap model struktural (order condition) atau terhadap model reduced form (rank condition). Karena lebih sederhana dan lebih mudah dari metode kedua, maka dalam penelitian ini digunakan metode yang pertama.. Adapun rumus identifikasi model struktural menurut order condition adalah sebagai berikut: (K - M) 02: (G - 1) (4.75) K M G : Total jumlah peubah dalam model (peubah endogen dan predeterminan). : Jumlah peubah endogen dan eksogen yang dimasukkan dalam suatu persamaan. : Total jumlah persamaan (total jumlah peubah endogen). Jika (K-M) < (G-1), maka persamaan dalam model teridentifikasi under identified. Bila (K-M) > (G-1), maka persamaan dalam model teridentifikasi berlebih (over identified). Dan bila (K-M) = (G-1), maka persamaan dalam model teridentifikasi dengan tepat (exactly identified). Model struktural yang telah dirumuskan dalam penelitian ini terdiri dari 30 persamaan, yang terdiri dari 24 persamaan struktural dan 6 persamaan identitas. Sedangkan jumlah peubah endogen (G) adalah 30 dan 70 peubah predeterminan, yang terdiri dari 42 peubah eksogen dan 28 peubah bedakala

86 68 (lagged endogenous variables). Dengan demikian jumlah seluruh peubah yang tercakup dalam model (K) adalah sebanyak 104 peubah. Sedangkan peubah yang paling banyak dalam persamaan (M) adalah 8. Mengikuti rumus identifikasi model dengan kriteria order condition, maka setiap persamaan model adalah over identified. 2. Metode Pendugaan Model Berdasarkan identifikasi model maka diketahui bahwa masing-masing persamaan dalam model adalah over identified. Persamaan yang demikian biasanya diduga dengan menggunakan berbagai metode pendugaan, di antaranya adalah Two Stage Least Squares (2SLS), Three Stage Least Squares (3SLS), Limited Information Maximum Likelihood (LIML) atau Full Information Maximum Likelihood (FILML). Metode yang dipilih disesuaikan dengan tujuan penelitian, yaitu untuk memperoleh koefisien persamaan struktural secara simultan. Metode 2SLS dipilih sebagai pengestimasi model dalam penelitian ini karena metode 2SLS merupakan pendekatan persamaan tunggal yang paling panting untuk menduga model yang over identified dan menggambarkan pemakaian yang lebih umum (Sinaga, 1989). Selain itu penerapan 2SLS menghasilkan taksiran yang konsisten, lebih sederhana dan lebih mudah, sedangkan metode 3SLS dan FIML menggunakan informasi atau data yang lebih banyak dan lebih sensitif terhadap kesalahan pengukuran maupun kesalahan spesifikasi model (Gujarati, 1999). Pengolahan data untuk mengestimasi model dilakukan dengan menggunakan program software komputer Statistical Analysis System atau SAS versi Model yang dirumuskan dalam penelitian ini mengandung peubah endogen bedakala (lagged endogenous variables), sehingga uji korelasi serial

87 69 dengan menggunakan Dw (Durbin Watson statistic) tidak valid untuk digunakan. Oleh sebab itu pengujian apakah model mengalami korelasi serial atau tidak digunakan Dh (Durbin h statistic) (Pindyck and Rubinfield, 1991) yang dirumuskan sebagai berikut: h =[1-0.5DwJn1{1-n.(Var~)}j" (4.76) dimana, h : Angka Durbin h statistik. n : Jumlah pengamatan contoh. Var~ : Varian dari koefisien regresi untuk lagged endogenous variables. Dw : Nilai statistik Durbin Watson. Uji statistik Oh tidak valid apabila hasil kali n x (Va~) lebih besar dari satu. Jika statistik h lebih besar dari nilai kritis distribusi normal, maka model tidak mengalami korelasi serial. Untuk menguij apakah peubah-peubah penjelas (explanatory variabels) secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah endogen pada masing-masing persamaan digunakan uji statistik F. Kemudian untuk menguji apakah masing-masing peubah penjelas secara individual berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah endogen pada masing-masing persamaan digunakan uji statistik t. 3. Validasi Model Untuk mengetahui apakah model yang dikonstruksi cukup valid untuk digunakan simulasi pada periode historis maupun peramalan, maka dilakukan validasi model untuk menganalisis sejauh mana model tersebut mewakili dunia nyata. Validasi model melalui simulasi dasar dinamik menggunakan metode Guss Seidell. Kriteria statistik untuk validasi nilai pendugaan model ekonometrika yang digunakan, di samping koefisien determinasinya (R2), adalah Root Mean Squares

88 70 Error (RMSE), Root Mean Squares Percent Error (RMSPE) dan Theil's Inequality Coefficient (U) (Pindyck and Rubinfield, 1991 ). Kriteria-kriteria tersebut dirumuskan sebagai berikut: [ n ]0.5 RMSE = 1/nL(Yt'-Y: J (4.77) t=1 L( n v.s _ v.a RMSPE = 1/n t [ t=1 Vt 2]0.5 a t ) (4.78) U-Theil=... (4.79) dimana, RMSE RMSPE u : Akar tengah kuadrat galat (Root Mean Square Errory : Akar tengah kuadrat % galat (Root Mean Square Percent Errory. : Koefisien ketidaksamaan Theil (Theil's Inequality Coefficient). : Nilai dugaan peubah endogen pada tahun t. : Nilai aktual peubah endogen pada tahun t. Nilai dari koefisien ketidaksamaan Theil (U) bemilai antara O dan 1. Apabila U = 0 maka pendugaan model adalah sempuma dan jika nilai U = 1 maka pendugaan model adalah naif. Pada hakikatnya semakin kecil nilai RMSE, RMSPE dan U Theil maka semakin baik pendugaan model tersebut. lndikator lain yang dapat digunakan untuk validasi model adalah nilai koefisien determinasi (R2). Semakin besar nilai R2 menunjukkan semakin besar variasi perubahan peubah endogen yang dapat dijelaskan oleh peubah penjelas, berarti model tersebut semakin baik.

89 71 4. Simulasi Kebijakan Jika validasi merupakan pengujian goodness of fit dari model secara keseluruhan, analisis simulasi diperlukan untuk mempelajari sejauh mana dampak perubahan-perubahan peubah eksogen terhadap nilai peubah endogen. Pada dasamya tujuan simulasi adalah untuk (1) melakukan pengujian dan evaluasi model, (2) analisis kebijakan historis dan (3) permalan untuk masa yang datang {Pindyck and Rubinfield, 1991 ). Model yang telah divalidasi dan memenuhi kriteria ekonomi d~n statistik, digunakan sebagai model dasar untuk analisis simulasi, khususnya ex ante simulation. Periode simulasi peramalan dilakukan antara tahun dengan pertimbangan antara lain {1) ekspor TPT Indonesia mulai tumbuh, (2) berakhimya sistem kuota TPT dunia pada 1 Januari 2005, (3) rencana pengembangan industri TPT oleh Depatemen Perindustrian pada tahun 2009, dan (4) prospek perkembangan TPT Indonesia dengan pasar TPT dunia yang diperkirakan mengalami penurunan jumlah produsen dari 150 negara menjadi 25 negara pada tahun Kebijakan-kebijakan yang disimulasikan untuk peramalan tahun yaitu: 1. Kinerja ekspor TPT dapat didorong dengan penurunan suku bunga bank. Bank Indonesia {Bl) menurunkan suku bunga acuan Bl pada Juni 2007 sebesar 25 basis poin dari persen menjadi 8.5 persen. Penurunan itu diharapkan dapat mendorong turunnya suku bunga kredit perbankan. Jika suku bunga kredit turun, tentunya iklim investasi dan dunia usaha akan membaik. Dalam penelitian ini digunakan tren penurunan suku bunga bank pada 2 tahun terakhir pengamatan. Suku bunga bank komersil untuk investasi cenderung mengalami penurunan sebesar 5 persen. 2. Kalangan usaha berharap Rupiah stabil di kisaran Rp per USO. Ketua Umum Kadin (Kamar Dagang) Indonesia MS Hidayat dan gubemur

90 72 Bl juga menyatakan bila kurs pada kisaran 9000 per USO dapat meningkatkan daya saing ekspor Indonesia. Selama lima tahun terakhir, nilai tukar Rupiah terhadap USO berada di rentang Rp an sampai Rp per USO, oleh sebab itu depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USO sebesar 15 persen. 3. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 8.5 persen. Pengurangan subdisi BBM yang mulai terjadi tahun 2000, akan meningkatkan biaya produksi pada industri TPT. Pergerakan harga BBM dipengaruhi harga mintak mentah dunia, yang diprediksikan akan mencapai 100/barel USO pada tahun Kenaikkan upah tenaga kerja industri tekstil dan garmen, masing-masing sebesar 14.5 persen dan 15 persen. Hal ini didasarkan pada tern besamya tingkat upah tenaga kerja pada 2 tahun terkahir pengamatan. 5. Melalui negosiasi dalam Non Agricultural Market Acces yang dilakukan pada pertemuan WfO tingkat menteri di Hong Kong tahun 2005, disepakati untuk melakukan pengurangan tarif produk-produk industri. Perhitungan pengurangan tarif akan dirumuskan dalam 'Formula Swiss' dengan besaran koefisien yang tidak spesifik. Menurut General Secretary of International Textile, Garment, and Leather Worker's Federation (ITGLWF), bahwa pengurangan tarif hingga nol persen akan mengancam masa depan industri TPT, terutama di negara-ne~ara miskin dan berkembang. 6. Penurunan harga kapas dunia sebesar 5 persen per tahun yang diproksi dari harga kapas di Amerika Serikat. International Cotton Advisory Committe memproyeksikan harga kapas dunia secara umum masih berkisar 55 sampai 60 cent/lb pada tahun Atau dengan kata lain terjadi penurunan harga kapas dunia sebesar 5 persen pada periode tahun

91 /1974 sampai 1997/1998 dibanding periode tahun 1998/1999 sampai 2005/ Peningkatan GDP riil Indonesia dapat mendorong daya beli masyarakat terhadap TPT. Sedangkan peningkatan populasi penduduk Indonesia akan menjajdi peluang bagi perkembangan industri TPT Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2009 sebesar 7.6 persen per tahun (pembulatan menjadi 8 persen per tahun) diprediksikan oleh Departemen Perindustrian. Sedangkan proyeksi pertumbuhan penduduk Indonesia dilakukan oleh Bappenas (Sadan Perencanan Pembangunan Nasional), BPS (Sadan Pusat Statistik), dan UNFPA (United Nations Population Fund) mencapai rata-rata 1.2 persen per tahun. Simulasi kebijakan ini berguna untuk mengetahui potensi pasar TPT dalam negeri dengan adanya kenaikan GDP dan jumlah penduduk, serta bila upah riil tenaga kerja di kedua industri cenderung meningkat. 8. Kenaikan GDP riil Amerika Serikat 3.1 persen dan GDP riil China 8.5 persen dimaksudkan untuk mengetahui dampak adanya kenaikan pendapatan GDP negara-negara produsen TPT, terutama Amerika Serikat dan China, terhadap industri TPT Indonesia. Meyermans and brusselen (2004), memprediksikan bila pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada tahun 201 o mencapai 3.1 persen per tahun. Sedangkan Badan Statistik China memprediksikan angka GDP sebesar 8.5 persen berdasarkan statistik yang diterbitkan tahun sebelumnya. 9. Menurunkan suku bunga riil bank dapat menstimulasi peningkatan kinerja di sektor riil, khususnya investasi. Di sisi lain, upah riil tenaga kerja cenderung naik dari waktu ke waktu dan bersifat kaku. Kebijakan tersebut merupakan kombinasi kebijakan moneter dan biaya input industri tekstil dan garmen.

92 Oepresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USO diharapkan dapat mendorong ekspor TPT Indonesia. Indonesia menganut floating exchange rate, namun Bank Indonesia masih dapat melakukan intervensi secara tidak langsung terhadap nilai tukar Rupiah. Sedangkan harga riil BBM adalah salah satu biaya input energi yang volatilitasnya dipengaruhi oleh harga minyak mentah dunia. Subsidi BBM telah dicabut oleh pemerintah, sehingga kombinasi kebijakan ini menjadi menarik untuk diketahui dampaknya terhadap perkembangan industri TPT Indonesia. 11. Harga riil BBM mempunyai kecenderungan naik semenjak subsidi BBM untuk industri dicabut oleh pemerintah. Sedangkan kapas, Indonesia belum memproduksinya secara maksimal di dalam negeri, dimana perubahan harga riil kapas dunia akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan industri TPT Indonesia. 12. Kombinasi kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan ekspor TPT Indonesia dalam konteks liberalisasi perdagangan. Oimana depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USO akan membuat TPT lebih kompetitif di pasar dunia. Selain itu penurunan harga riil kapas dunia akan menjadi insentif bagi produsen untuk meningkatkan produksi di dalam negeri. Namun demikian di sisi lain tarif impor yang dihapuskan dapat meningkatkan persaingan TPT Indonesia dengan negara lain. 13. Kombinasi kebijakan fiskal berupa kenaikan GDP riil Indonesia sebesar 8 persen dan penurunan tarif impor hingga nol persen, kebijakan moneter berupa depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USO sebesar 15 persen, dan non kebijakan ekonomi berupa peningkatan populasi Indonesia sebesar 1.2 persen akan menjadi altematif kombinasi kebijakan yang dapat mendorong perkembangan industri TPT Indonesia.

93 4.3. Sumber dan Jenis Data (Tabel 4). No. Tujuan Jenla Data a. Ekspor SITC , , dan Perl ode Anallsls SumberData Metode Anallsls Dayasaing dari Indonesia, China, CMS eksportpt India dan Italia Tahunan, UN 1. dekomposisi Indonesia b. limpor srrc , COMTRADE dua tahap , dan Jenis data yang pertama adalah data deret waktu periode (overall) yang digunakan dalam metode CMS. Periode dibagi menjadi 4 sub periode, yaitu tahun , tahun , tahun , dan tahun Pembagian sub periode ini didasarkan pada fase pengintegrasian perdagangan TPT dunia ke dalam ketentuan GA TT, termasuk di dalamnya periode pra krisis ekonomi dan pasca krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia Tabel 4. Jenis, Sumber Data, dan Metode Analisis yang Digunakan Dalam Penelitian Faktor-faktor dari Jennan, USA dan Row a. Produksl perkembangan b. Penawaran Ekonometrika industri TPT c. Permintaan 2SLS (sys/in) Indonesia d. Ekspor negara produsen e. lmpor negara produsen f. Harga domestik dan BPS,API, dunia Tahunan, IMF,UN, g. Harga input lainnya Prospek WTO, h. Nilaitukar perkembangan UNIDO, i. Produk Domestik Bruto Ekonometrika 3. industri TPT UNCTAD j. Populasi penduduk 2SLS (simfin) Indonesia k. lndek Harga Konsumen I. lndek Harga Pedagang Besar m. lnflasi n. lnformasi lain Sedangkan jenis data pada metode yang kedua adalah data sekunder deret waktu (time series) dengan periode pengamatan mulai tahun Seisin alasan ekonometrika untuk memperbanyak jumlah sampel, periode

94 76 tersebut diharapkan dapat menjawab permasalahan yang berkaitan dengan pengaruh berbagai perubahan penting dalam industri tekstil dan garmen Indonesia. Data bersumber dari berbagai laporan dan publikasi resmi serta instansi terkait, yaitu Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Sadan Pusat Statistik, United Nation, United Nation on Commerse and Trade and Development, World Trade Organization, Comtrade-United Nation serial online, Departemen Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perindustrian, berbagai harian terbitan Jakarta dan sumber dari internet.

95 V. ANALISIS' PERUBAHAN EKSPOR TPT INDONESIA Analisis perubahan ekspor TPT Indonesia di pasar dunia akan dilakukan dengan menggunakan metode CMS. Hasil analisis CMS akan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh tentang kompetisi dan posisi TPT Indonesia dibandingkan dengan negara-negara pesaingnya, seperti China, India, dan Italia, di pasar Amerika Serikat dan Jerman. Periode analisisnya dibagi ke dalam 4 kelompok tahun, untuk dapat menganalisis lebih mendalam dan realistis dengan perubahan-perubahan yang terjadi selama kurun waktu tahun Perubahan Nilai Ekspor TPT Negara Produsen Model CMS didasark:an pada asumsi pangsa pasar yang konstan dan tergantung pada penentuan tahun dasar. Oleh sebab itu analisis perubahan ekspor dilakukan dalam jangka waktu yang lebih pendek berdasarkan sub-sub periode yang meliputi: (1) tahun untuk mengetahui daya saing ekspor secara utuh pada saat pengintegrasian perdagangan TPT periode 10 tahun hingga pencabutan kuota impor, (2) tahun untuk mengetahui daya saing pada saat pra krisis moneter dan sekaligus sebagai awal pengintegrasian perdagangan TPT kepada ketentuan GATT, (3) tahun untuk mengidentifikasi daya saing ekspor pada saat pasca krisis moneter, dan ( 4) tahun untuk melihat daya saing ekspor menjelang pencabutan kuota importpt Periode Tahun Dekomposisi perubahan nilai ekspor TPT tahun untuk negaranegara pengekspor TPT ditampilkan pada Tabet 5. Pada tahun ekspor TPT Indonesia, India, China, dan Italia menunjukkan peningkatan ekspor. Hasil dekomposisi tahap pertama menunjukkan bila peningkatan ekspor TPT

96 78 Indonesia dan Italia banyak disebabkan oleh efek struktural, sedangkan peningkatan ekspor TPT India dan China lebih dikarenakan kontribusi efek kompetitif, yaitu masing-masing sebesar persen dan persen. Tabel 5. Dekomposisi CMS Perubahan Nilai Ekspor Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jennan Tahun Komponen Indonesia India Nllal (ribu USO) (%) Nllal (ribu USO) (%) Perubahan Ekspor A. Tahap Pertama 1. Struktural Kompetitif Ordo Kedua B. Tahap Kedua 1. a. Efek Pertumbuhan b. Efek Distribusi Pasar e, Efek Komposisi Komoditas d. Efek lnteraksi Struktural a. Efek Kompetitif Umum b. Efek Kompetitif Khusus arr 3. a. Ordo Kedua Mumi b. Struktural Residual Dinamis Komponen China Italia Nilai (ribu USO) (%) Nilal (ribu USO} (%} Perubahan Ekspor A. Tahap Pertama 1. Struktural Kompetitif Ordo Kedua n B. Tahap Kedua 1. a. Efek Pertumbuhan b. Efek Distribusi Pasar c, Efek Komposisl Komoditas d. Efek lnteraksi Struktural a. Efek Kompetitlf Umum b. Efek Kompetitif Khusus a. Ordo Kedua Mum! b. Struktural Residual Dinamis Sumber: COMTRADE (diolah), Pada hasil dekomposisi tahap kedua mempertihatkan bahwa kontribusi positif dari efek struktural di negara Indonesia dan Italia adalah disebabkan oleh efek pertumbuhan yang positif. Demikian pula bagi India dan China, efek kompetitif yang positif banyak disumbangkan oleh efek pertumbuhan juga.

97 79 Bagaimanapun, proses pengintegrasian perdagangan TPT terhadap ketentuan GATT, dalam bentuk reduksi jumlah kuota impor, telah berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekspor negara-negara produsen TPT selama 1 dasawarsa terakhir ini. Menurut Diao and Agapi (2001), bahwa perdagangan TPT negara-negara berkembang mengalami peningkatan pada dekade terkahir ini. Hampir 70 persen komoditas TPT diimpor oleh negara-negara maju atau industri dan hal ini menjadi momentum pertumbuhan bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Antara tahun 1995 dan 2003, pangsa pasar ekspor TPT dari negara-negara berkembang meningkat dari 2 persen menjadi 5 persen. Hal ini distimulasi oleh pertumbuhan rata-rata tahunan yang mencapai persen (Jauch and Rudolf, 2006). Efek distribusi pasar TPT yang negatif hanya dialami oleh negara Italia, yaitu sebesar persen. Hal ini menunjukkan bila Italia tidak mengonsentrasikan ekspomya ke pasar yang tumbuh relatif cepat bila dibandingkan Indonesia, India, dan China. Secara umum tekstil dan garmen China di pasar Amerika memperoleh pangsa pasar sebesar persen untuk tekstil dan 15 persen untuk garmen. Di pasar Jerman, China juga masih mampu mengambil bagian pangsa pasar sebesar 4.40 persen untuk tekstil dan O persen untuk garmen. Pangsa pasar India di pasar Amerika Serikat dan Jerman relatif masih lebih baik daripada Indonesia. Tekstil Indonesia mampu mendapatkan bagian pasar sebesar 1.16 persen dan 3.51 persen untuk garmen di pasar Amerika Serikat. Besaran tersebut semakin kecil ketika ekspor tekstil dan garmen Indonesia berada di pasar Jerman. Pangsa pasar sebesar persen diperoleh dari ekspor tekstil dan sebesar 2.29 persen dari ekspor garmen pada periode tahun 1995 sampai Efek komposisi komoditas TPT berkontribusi negatif untuk Indonesia dan India. Hal ini mengimpilikasikan bahwa Indonesia dan India tidak

98 80 mengosentrasikan ekspomya pada TPT yang permintaan impomya meningkat dengan cepat. China menempati urutan pertama, dengan kontribusi efek kompetitif yang positif terhadap peningkatan ekspomya sebesar persen, kemudian disusul oleh India dengan persen selama kurun waktu 10 tahun. Selama tahun 1995 sampai 2005 temyata daya saing TPT Indonesia mengalami penurunan, begitu pula dengan Italia. lndikasi ini ditunjukkan oleh besaran efek kompetitif yang negatif sebesar persen untuk Indonesia dan persen untuk Italia {Gambar 8). Meskipun perdagangan TPT negaranegara berkembang mengalami peningkatan pada dekade terakhir ini, namun penghapusan sistem kuota impor TPT dunia telah menurunkan pangsa pasarnya. Hal ini salah satunya disebabkan oleh harga TPT dunia yang menurun sebagai akibat dari efisiensi perdagangan TPT setelah penghapusan MFA, di sisi lain konsumen akan diuntungkan dengan komoditas TPT yang murah tersebut {Oiao and Agapi, 2001) , ;=====E ; J l ififiififfti:~~1.~02~ t t:=tmtm:J-----! ~ ~!'l tldonesia D tidia s;oiina 11 lalia Gambar 8. Besaran Efek Kompetitif dari Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jennan Tahun Panting untuk digarisbawahi bahwa ketergantungan terhadap kapas impor akan menjadikan posisi Indonesia rentan terhadap perubahan harga kapas

99 81 dunia. Sampai saat ini hampir 80 persen, tanaman kapas di Indonesia masih dikembangkan sebagai kapas tadah hujan (rained cotton) dan dilaksanakan di daerah lahan kering marginal. Pada tanggal 1 Januari 2005, kuota impor TPT telah dihapuskan. Negara yang paling diuntungkan dengan penghapusan kuota tersebut adalah negara- negara yang selama ini telah mencapai kuota impor yang ditetapkan pada produk-produk utamanya. Sementara negara yang akan menderita kerugian paling besar adalah negara yang selama ini belum mampu memenuhi batas kuotanya. Kerugian semakin besar bila negara tersebut sangat tergantung pada preduk-produk tersebut. Tabel 6 memperlihatkan pemanfaatan kuota eleh negara-negara pengekspor TPT ke Amerika Serikat dan Uni Eropa. China merupakan negara pengekspor TPT yang pajing banyak memanfaatkan kueta impor mereka, sementara negara-negara Afrika dan anggeta NAFT A cenderung hanya sedikit saja mampu memenuhi batas imper mereka. Apabila negara-negara di Asia mampu memenuhi kapasitas kuota sebesar rata-rata persen pada tahun 2002, maka sesuai dengan laporan yang dikeluarkan oleh customs and bore/er protection textile status report, Indonesia pada tahun 2004 mampu memenuhi kapasitas kuota ke negara Amerika Serikat sebesar persen dan banyak didominasi eleh produk-produk garmen. Tabel 6. Pemenuhan Kuota Tahun 2002 No. Kawasan Kuota Terpenuhl (%) Di Bawah Kuota (%) 1. NAFTA Afrika Asia China Sumber: Nathan Associates, 2002 dalam Maidir, Dengan dihapuskannya penerapan kuota imper, di satu sisi akses pasar TPT akan semakin terbuka. Namun demikian, pada saat bersamaan, retriksi lain

100 82 berupa hambatan tarif yang juga berkonsekuensi terhadap pangsa ekspor sejumlah produk tekstil dan produksi tekstil Indonesia masih relatif besar. Bahkan pada pasar non tradisional, seperti Amerika Latin dan Eropa Timur, bea masuk ekspor TPT ke negara-negara di kawasan tersebut mencapai persen. Besaran yang tinggi untuk dapat memenuhi pertumbuhan permintaan yang pesat dari tujuan ekspor potensial TPT tersebut (Maidir, 2006). Studi lain memperlihatkan bahwa bila China dapat meningkatkan ekspor TPT-nya ke Uni Eropa hingga mendapatkan pangsa pasamya sebesar 13 persen pada produk tekstil dari sebelumnya 10 persen saja, sementara pangsa pasar produk pakaian naik menjadi 30 persen dari sebelumnya 18 persen. Begitu pula dengan pasar di Amerika serikat, dimana pangsa pasar china akan naik menjadi 18 persen dari 11 persen untuk tekstil dan 50 persen dari sebelumnya 16 persen untuk pakaian. Sedangkan India disebutkan mampu meningkatkan ekspomya di kawasan Uni Eropa dan Amerika Serikat. Ekspor India ke Uni Eropa memperoleh pangsa pasar sebesar 11 persen yang sebelumnya 9 persen untuk tekstil. Adapun pangsa pasar pakaiannya pun juga dilaporkan meningkat hingga 9 persen dari sebelumnya hanya 6 persen. Sama halnya untuk pasar di Amerika Serikat, India mampu mengambil bagian dalam ekspor produk pakaian sebesar 15 persen dari sebelumnya 45 persen, sedangkan untuk ekspor produk tekstil, India tidak ada perubahan pangsa pasar(nordas, 2004) Periode Tahun Dekomposisi perubahan nilai ekspor TPT tahun untuk Indonesia dan negara-negara pengekspor pesaing ditampilkan pada Tabel 7. Pada tahun , temyata di antara China, India, dan Italia, hanya ekspor TPT Indonesia saja yang menurun sebesar juta USO. Dari hasil dekomposisi tahap pertama menunjukkan bahwa penurunan ekspor TPT

101 83 Indonesia tersebut berkaitan dengan efek kompetitif yang turun secara signifikan sebesar persen, meskipun terjadi peningkatan pada efek struktural. Artinya perubahan ekspor TPT Indonesia banyak disebabkan oleh adanya perubahan ekspor dunia. Italia meskipun terjadi penurunan efek kompetitif sebesar persen, akan tetapi efek struktural meningkat lebih besar, sehingga dampaknya tetap positif. Adapun kontribusi efek struktural terhadap perubahan ekspor terendah adalah China sebesar persen dan tertinggi adalah Italia sebesar persen. Tabet 7. Dekomposisi CMS Perubahan Nilai Ekspor Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jennan Tahun Komponen Sumber: COMTRADE (diolah), Indonesia India Nilal (ribu USD) (%) Nilal (ribu USD) (%) Perubahan Ekspor A. Tahap Pertama 1. Struktural Kompetitif Ordo Kedua B. Tahap Kedua 1. a. Efek Pertumbuhan b. Efek Distribusi Pasar c. Efek Komposisi Komoditas d. Efek lnteraksi Struktural a. Efek Kompetitif Umum b. Efek Kompetil:if Khusus a. Ordo Kedua Mumi b. Struktural Residual Dinamis Komponen China Italia Nilai (ribu USD) (%) Nilal (ribu USD) (%) Perubahan Ekspor 81011n A. Tahap Pertama 1. Struktural n Kompetitif Ordo Kedua B. Tahap Kedua 1. a. Efek Pertumbuhan b. Efek Distribusi Pasar c. Efek Komposisi Komoditas d. Efek lnteraksi Struktural a. Efek KompeWf Umum b. Efek Kompetitif Khusus a. Ordo Kedua Mumi b. Struktural Residual Dinamls

102 84 Dari dekomposisi tahap kedua, efek kompetitif yang menjadi penyebab turunnya ekspor TPT Indonesia, disebabkan oleh efek kompetitif umum sebesar persen sedangkan efek kompetitif khusus hanya sebesar 3.09 persen. Sementara itu, efek struktural meskipun positif, temyata lebih banyak disebabkan oleh efek pertumbuhan sebesar persen, namun efek komposisi komoditasnya adalah negatif sebesar 3.10 persen. Yang perlu diperhatikan bagi Indonesia adalah efek ordo kedua walaupun dampaknya relatif kecil, yaitu sebesar persen. Efek tersebut temyata sangat dipengaruhi oleh efek struktural residual dinamis. Apabila dibandingkan dengan 3 negara lain, dekomposisi tahap kedua menunjukkan bahwa kontribusi efek pertumbuhan berkisar antara antara persen China yang terendah sampai yang tertinggi persen oleh Italia. Peningkatan ekspor TPT India, China, dan Italia tersebut berkaitan erat dengan peningkatan impor dunia terhadap kebutuhan tekstil rata-rata sebesar 3.26 persen dan garmen rata-rata sebesar persen pada tahun tersebut. Di antara keempat negara pengekspor utama TPT, Indonesia, India dan China mempunyai efek distribusi pasar TPT yang positif. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia, India, dan China mengonsentrasikan ekspomya kepada pertumbuhan pasar yang tinggi. Indonesia mempunyai pangsa pasar sebesar 2.33 persen di pasar Amerika Serikat dan 1.51 persen. Sedangkan India mengonsentrasikan ekspomya ke pasar Amerika Serikat dengan pangsa pasar ekspomya mencapai 3.44 persen dan 2.64 persen di pasar Jerman. China mampu mengambil bagian pangsa pasar TPT di pasar Amerika Serikat hingga persen dan di pasar Jerman sebesar 6.32 persen (Tabel 8). Efek komposisi komoditas TPT adalah negatif untuk Indonesia dan India, sedangkan China dan Italia positif. Hal tersebut menunjukkan bila Indonesia dan India tidak mengonsentrasikan pertumbuhan ekspomya berdasarkan jenis

103 85 produknya. Di pasar Amerika Serikat, garmen China sangat mendominasi dibandingkan Indonesia, India, dan Italia. Hampir lebih dari 15 persen garmen China dipasarkan di pasar Amerika Serikat dan 9.61 persen dipasarkan di pasar Jerman. Berbeda dengan Italia, tekstil Italia banyak diserap di pasar Amerika Serikat hingga 6.51 persen dan persen dipasarkan di pasar Jerman. Tabel 8. Pangsa Pasar TPT Indonesia, India, China, dan Italia Berdasarkan Jenis Produk Tahun Tahun Indonesia India China Italia Tekstil Gann en Tekstil Gann en Tekstil Gannen Tekstil Gann en Suntber: COMTRADE (diolah), Pada Tabel 9 disajikan pangsa pasar dari eksportir berdasarkan jenis produk yang dihasilkan. Indonesia mengekspor TPT rata-rata 1.80 persen berbentuk tekstil dan 1.83 persen berbentuk garmen selama tahun 1995 hingga Apabila dilihat lebih detail, maka ekspor Indonesia yang berbentuk benang tekstil (SITC 651) dan kain tenun dari serat buatan (SITC 653) mendominasi keseluruhan ekspor tekstil. Sedangkan untuk ekspor gannen, tampak bila ekspor berbentuk pakaian lelaki dan anak lelaki bukan raj utan (SITC 841) dan rajutan (SITC 843) menjadi primadona. Tabel 9. Pangsa Pasar TPT Indonesia Tahun Tahun SITC Digit Tahun SITC Digit Suntber. COMTRADE (diolah), 2008.

104 86 India mengekspor TPT rata-rata persen berbentuk tekstil dan 2.41 persen berbentuk garmen (Tabel 10). Secara lebih detail, ekspor India banyak didominasi oleh benang tekstil (SITC 651) dan benang teksti lainnya (658). Adapun untuk ekspor garmen banyak berbentuk pakaian wanita dan anak wanita bukan rajutan (SITC 842) dan pakaian lelaki dan anak lelaki rajutan (SITC 843). Tabel 10. Pangsa Pasar TPT India Tahun SITC Dialt3 Tahun SITC Digit3 Tahun Sumber: COMTRAOE (diolah), Efek kompetitif Indonesia dan Italia memberikan kontribusi negatif terhadap kenaikan ekspornya, masing-masing sebesar persen dan persen {Gambar 9). Atau dengan kata lain, China dan India lebih kompetitif bila dibandingkan dengan Indonesia dan Italia dengan besaran efek kompetitif masing-masing sebesar persen dan persen J 0 c -50 CD I! CD Q rjlndonesia olndia 1:1China a Italia Gambar 9. Besaran.Efek Kompetitif dari Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun

105 87 Apabila dilihat lebih jauh, efek kompetitif umum Indonesia lebih besar daripada efek kompetitif spesifik. Hal ini terjadi karena pangsa ekspor Indonesia tidak terfokus pada jenis TPT tertentu. Hanya Italia yang relatif mempunyai efek kompetitif spesifik yang lebih tinggi dibanding Indonesia, India, dan China. Bagaimanapun Italia adalah 'kiblat' fashion dunia, sehingga ekspor garmen dan produk lainnya lebih berkembang daripada tekstil Periode Tahun Dekomposisi perubahan nilai ekspor TPT tahun untuk negara negara pengekspor TPT ditampilkan pada Tabel 11. Pada tahun di antara 4 negara pengekspor TPT, hanya Italia saja yang menurun sebesar 1.61 miliar USO. Hasil dekomposisi tahap pertama menunjukkan bahwa penurunan ekspor TPT Italia tersebut disebabkan oleh efek kompetitif sebesar persen. Dalam kurun waktu ini, Indonesia memiliki efek kompetitif yang kuat dan peningkatan ekspor Indonesia diakibatkan oleh efek kompetitif ini. Sedangkan kontribusi efek struktural terhadap perubahan ekspor berkisar antara persen (Indonesia) sampai persen (Italia). Dekomposisi tahap kedua menunjukkan bahwa peningkatan ekspor TPT Indonesia yang disebabkan oleh efek kompetitif, temyata ditentukan oleh efek kompetitif umum sebesar persen dibandingkan efek kompetitif khusus. Sedangkan efek struktural Indonesia yang positif dipengaruhi oleh efek pertumbuhan sebesar Peningkatan ekspor Indonesia, India, dan China selama tahun dapat dikaitkan dengan peningkatan impor TPT dunia, yaitu rata-rata 4.42 persen untuk impor tekstil dunia san 8.62 persen untuk impor garmen dunia.

106 88 Tabel 11. Dekomposisi CMS Perubahan Nllai Ekspor Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun Komponen Indonesia India Nllal (rlbu USO) (%) Nllal (rlbu USO) (%) Perubahan Ekspor A. Tahap Pertama 1. Struktural Kompetitif Ordo Kedua B. Tahap Kedua 1. a. Efek Pertumbuhan b. Efek Distribusi Pasar c. Efek Komposisi Komoditas d. Efek lnteraksi Struktural a. Efek Kompetitif Umum b. Efek Kompetitif Khusus a. Ordo Kedua Mumi -2 4'Zl b. Struktural Residual Dinamis Komporten China Italia Nilai (ribu USO) (%) Nilai (ribu USO) {%) Perubahan Ekspor A. Tahap Pertarna 1. Struktural Kompetitif Ordo Kedua B. Tahap Kedua 1. a. Efek Pertumbuhan b. Efek Dlstribusl Pasar c. Efek Komposisi Komoditas d. Efek lnteraksl Struktural a. Efek Kompetitif Umum b. Efek Kompetitif Khusus a. Ordo Kedua Mumi b. Struktural Residual Oinamis Sumber: COMTRADE (diolah), Di antara keempat negara tersebut, hanya Italia yang mempunyai efek distribusi pasar TPT yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa hanya Italia yang tidak mengonsentrasikan ekspornya pada pasar yang meningkat relatif cepat. Komoditas gannen Italia mendominasi pasar Amerika Serikat sebesar persen. Sedangkan di pasar Jerman, lebih dari 9 persen (9.38 persen) garmen Italia membanjiri pasar domestik. Tekstil Italia di pasar Amerika Serikat dan Jennan masing-masing sebesar persen dan persen. Dan pangsa

107 89 tersebut adalah yang terbesar, bila dibandingkan dengan Indonesia, India, dan jchina. Pangsa pasar TPT Indonesia di Amerika Serikat hanya sebesar 1.01 persen untuk tekstil dan 2.02 persen untuk garmen. Adapun di pasar Jerman, Indonesia juga memperoleh besaran pangsa pasar yang tidak jauh berbeda. Komoditas tekstil Indonesia berkontribusi sebesar persen dan komoditas garmen mempunyai pangsa pasar sebesar 2.40 persen saja. Efek komposisi komoditas TPT berkontribusi negatif terhadap perubahan ekspor Indonesia dan India, tetapi berkontribusi positif terhadap perubahan ekspor China dan Italia. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia dan Italia tidak mengonsentrasikan ekspor TPT-nya ke produk yang permintaan impomya tumbuh relatif cepat. Efek kompetitif berkontribusi positif terhadap peningkatan ekspor Indonesia, India, dan China, masing-masing sebesar persen, persen, dan persen. Sebaliknya berkontribusi negatif terhadap perubahan ekspor Italia sebesar persen. Atau dapat dikatakan bahwa daya saing ekspor Indonesia, India, dan China menunjukkan peningkatan, sedangkan daya saing Italia mengalami penurunan (Gambar 10).., 0.s c! -50 ~ !:ii Indonesia mlndia schina lij Italia Gambar 10. Besaran Efek Kompetitif dari Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jennan Tahun

108 90 Hal ini tidak terlepas dari proses pengintegrasian perdagangan TPT ke dalam ketentuan GATT, dimana kuota impor direduksi selama 10 tahun, dari tahun 1995 hingga Oleh sebab itu, ekspor yang selama ini terbatas pada negara-negara tradisional, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan juga Kanada, menjadi lebih terbuka dan segmen pasar menjadi lebih luas. Italia adalah salah satu negara di Uni Eropa yang menerapkan quota impor terhadap negara Indonesia, China, dan juga India. Sejak tahun 1995, impor TPT Italia terbuka bagi siapa saja yang ingin mengekspor, sehingga TPT-nya harus berkompetisi dengan negara-negara lain. Selain itu krisis moneter yang terjadi mulai tahun 1997 menjadikan nilai Rupiah terdepresiasi terhadap USO. Keadaan tersebut membuat harga TPT Indonesia menjadi lebih menarik bagi negara-negara pengimpor. Oleh sebab itu, tidak mengherankan bila menjelang pasca krisis moneter, daya saing TPT Indonesia meningkat cukup tinggi Periode Tahun Dekomposisi perubahan nilai ekspor TPT tahun untuk negara negara pengekspor TPT ditampilkan pada Tabel 12. Hasil dekomposisi tahap pertama dari metode CMS menunjukkan bahwa penurunan ekspor TPT Indonesia banyak disebabkan oleh kontribusi efek struktural. Penurunan ekspor TPT Indonesia tersebut juga dikarenakan penurunan produksi tekstil sebesar 14 persen dan juga produksi gannen sebesar 8 persen selama tahun 2001 sampai Keadaan ini dipicu antara lain karena harga gannen yang cenderung menurun hingga persen per tahun.

109 91 Tabel 12. Dekomposlsi CMS Perubahan Nilai Ekspor Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun Komponen Sumber: COMTRADE (diolah), Indonesia India Nllal (rlbu USO) (%) Nllai (rlbu USO) (%) Perubahan Ekspor A. Tahap Pertama 1. Struktural Kompetitif Ordo Kedua B. Tahap Kedua 1. a. Efek Pertumbuhan b. Efek Distribusi Pasar c. Efek Komposisi Komoditas d. Efek lnteraksi Struktural a. Efek Kompetitif Umum b. Efek Kompetitif Khusus a. Ordo Kedua Mumi b. Struktural Residual Dlnamis Komponen China ltalla Nilai (ribu USO) (%) Nilai (rlbu USO) (%) Perubahan Ekspor A. Tahap Pertama Struktural Kompetitif Ordo Kedua B. Tatrap l<edua 1. a. Efek Pertumbuhan b. Efek Distribusl Pasar c. Efek Komposisl Komoditas d. Efek lnteraksi Struktural a. Efek Kompetitif Umum b. Efek KompeWf Khusus a. Ordo Kedua Mumi b. Struktural Residual Dinamis Dekomposisi tahap kedua menunjukkan bahwa kontribusi negatif efek struktural terhadap penurunan ekspor Indonesia terutama karena kontribusi efek pertumbuhan sebesar persen. Peningkatan ekspor TPT India, China, dan Italia selama tahun 2001 sampai 2004 dapat dikaitkan dengan peningkatan impor TPT dunia, yaitu sebesar persen untuk tekstil dan persen untuk garmen. Efek distribusi pasar TPT berkontribusi negatif berkontribusi negatif untuk Indonesia. Dengan kata lain Indonesia tidak mengonsentrasikan ekspornya ke

110 92 pasar yang tumbuh relatif cepat, baik di pasar Amerika maupun Jerman. Tekstil dan garmen China kembali mendominasi pasar Amerika, masing-masing sebesar persen dan persen. Sedangkan di pasar Jerman, tekstil dan garmen China bersaing dengan Italia. Adapun pangsa pasar tekstil dan garmen Italia di pasar tujuan Jerman, masing-masing sebesar persen dan 7.47 persen. India dan Indonesia tidak menunjukkan perbedaan pangsa pasar yang terlalu jauh. Tekstil dan garmen India di pasar Amerika Serikat, masing-masing sebesar 6.10 persen dan 3.23 persen. Tidak jauh berbeda untuk di pasar Jerman, masing-masing sebesar 2.46 persen dan 2.93 persen. Komoditas garmen Indonesia, baik di pasar Amerika Serikat maupun di Jerman, masing-masing sebesar 3.62 persen dan 2.45 persen. Pangsa pasar tekstil Indonesia di pasar Amerika sebesar 1.03 persen dan di pasar Jerman sebesar 0.51 persen. Meskipun efek distribusi pasar India adalah positif, namun mempunyai nilai efek distribusi pasar yang lebih rendah dibandingkan dengan China dan Italia. Keadaan ini tidak terlepas dari sangsi ekonomi yang ditetapkan Uni Eropa terhadap komoditas TPT India. Pada tahun 2001, sangsi ekonomi berupa tuduhan dumping mulai diberlakukan oleh WTO terhadap India, khususnya produk bed linen. Nilai ekspor bed linen India turun drastis dari 127 juta USO pada tahun 1998 menjadi hanya 91 juta USO pada tahun Perusahaan India 'Anglo-French Textiles', salah satu perusahaan yang terkena dampak kebijakan tersebut, mengatakan bila penerimaan perusahaan menurun lebih dari 60 persen selama kebijakan anti dumping diimplementasikan. Hal ini memaksa perusahaan TPT merumahkan lebih dari pekerjanya (Adhikari and Chatrini. 2006). Efek komposisi komoditas TPT berkontribusi negatif untuk Indonesia. Hal ini mengimpilikasikan bila Indonesia tidak mengosentrasikan ekspomya pada TPT yang permintaan impomya meningkat dengan cepat.

111 98 Pada periode 2001 sampai 2004, daya saing ekspor TPT India dan China menunjukkan peningkatan (Gambar 11 ). Hal ini diindikasikan oleh kontribusi efek kompetitif yang positif, yaitu sebesar persen dan persen. Sebaliknya ekspor Indonesia dan Italia mengalami penurunan daya saing. China mempunyai daya saing tertinggi daripada India. Hal ini tidak terlepas dari masuknya China menjadi anggota wro pada 17 September tahun Disebutkan, pada saat China masuk menjadi anggota WTO, China menyetujui untuk menaikkan angka kuota berbagai macam jenis synthetic fiber dan produk lainnya yang memiliki potensi ekspor di pasar Amerika Serikat. Sedangkan polyester fiber akan dihapus kuotanya setahun setelah masuk menjadi anggota wro , o+---"11j"7.l~~~.,.-~~~~======" l.000t----v.h9".h.h.h-f j Y.J' Y/,.J'"//.J' l"/'/.:ff hff hff A -373S.3S -3500r---~~~~r i -4000~ ' mlndonesia olndia a China eltalia Gambar 11. Besaran Efek Kompetitif darl Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun ' India dalam rangka menghadapi tantangan dan kesempatan dari perubahan lingkungan perdagangan TPT dunia telah menyusun kebijakan tekstil nasional 2000 (NTP 2000) pada tanggal 2 November Adapun tujuan utama kebijakan ini sangat jelas, adalah untuk meningkatkan daya saing industri tekstil dengan pertumbuhan ekspor tekstil dan garmen sebesar 50 miliar USO per tahun dari tahun Bentuk konkritnya adalah dengan membuka kesempatan

112 94 Foreign Direct Investment mengalir ke dalam negara India dan sekaligus membuat aturan main yang jelas, khususnya perpajakan dan birokrasi. lnvestasi dan join ventura sangat diperlukan untuk mengembangkan produk-produk baru dan mengintegrasikan antara mesin-mesin tekstil dan proses produksinya. Sedangkan di sisi lain industri garmen India mempunyai kelemahan pada keterbatasan penggunaan kain dan rendahnya diversifikasi produk. Produksi garmen India untuk ekspor didominasi oleh produk-produk dengan bahan baku kapas (cotton base). Padahal harga kapas secara rata-rata lebih mahal dari pada serat sintetis ataupun campuran kapas (cotton blends). Ditambahkan pula bea masuk dan perpajakan terhadap serat sintetik, benang, dan kain adalah lebih tinggi dari pada serat, benang, dan kain yang berbahan dasar kapas. Hal ini menjadi batasan India untuk tumbuh dan berkembang di dalam pasar dunia dibandingkan dengan China. Belum lagi ditambah permasalahan kualitas dan diversikasi produk India yang relatif rendah. India secara historis, jarang berhasil bekerja sama dengan negara-negara yang tidak menggunakan bahasa lnggris dalam komunikasi bisnisnya, Oleh sebab itu, ketergantungan pada pasar Uni Eropa dan Amerika Serikat menjadi sangat tinggi Diskusi dan lmplikasi dari Analisis Perubahan Ekspor TPT Indonesia Dekomposisi perut;>ahan nilai ekspor TPT dengan menggunakan model CMS berdasarkan pembagian sub periode menunjukkan bila perubahan ekspor TPT Indonesia di negara Amerika Serikat dan Jerman lebih banyak disebabkan oleh efek pertumbuhan dunia (struktural) dan efek daya saing. Hal ini senada yang dilakukan oleh Pumamaningrum (1998), bila perubahan ekspor tekstil Indonesia di negara-negara tujuan (terutama pasar non kuota) disebabkan oleh efek daya saing dan efek pertumbuhan dunia. Ekspor TPT Indonesia mengalami peningkatan daya salng pada tahun 1998 sampai 2000, peningkatan daya saing

113 95 ini didukung oleh depresiasi Rupiah terhadap USO. Setelah tahun 2000 sampai 2005, daya saing ekspor TPT Indonesia adalah negatif,. Hal ini menunjukkan bila pemberlakuan liberalisasi perdagangan, dengan pencabutan kuota impor, masih belum memberikan peningkatan kinerja ekspor TPT Indonesia. Distribusi pasar tujuan ekspor TPT Indonesia relatif sesuai dengan perkembangan permintaan pasar. Hal ini dapat dilihat dari efek distribusi pasar yang berkontribusi positif pada perubahan nilai ekspor di hampir seluruh sub periode analisis, kecuali pada tahun Hal ini menunjukkan, pada saat menjelang berakhimya kuota impor TPT tahun 2005, Indonesia harus mampu mengeksplorasi pasar baru sebagai tujuan ekspor TPT ke negara-negara dengan laju peningkatan permintaan yang lebih tinggi, termasuk negara-negara yang selama ini tidak diretriksi oleh kuota. China yang sangat mendominasi di pasar low end bersama Vietnam dan Kamboja. Sebagai contoh, China mempunyai segmen pasar bawah dengan kisaran harga 5 USO sampai 50 USO, produk-produk ini terdiri dari t-shirl, sport shirl, jeans-pants untuk semua jenis kelamin. Untuk kategori perempuan yang banyak diproduksi adalah blouses, shirt, dress, dan pants, sedangkan untuk pakaian pria, yaitu T/C outwear, dress-shirt, dan TIC pants. Untuk menghindari pasar yang sama, maka Indonesia harus memproduksi garmen dengan segmen kelas menengah dengan harga 50 USO sampai 350 USO. Jenis produk ini terbatas, yaitu high value ladies fashion gannent, antara lain jaket, shirt, dress, blouses, pants, dan ditambah dengan mens wear suit_e, fine count dress shirl, serta celana resmi dengan kualitas bahan yang sangat baik. Di kelas yang lebih tinggi, produk garmen saat ini dikuasai oleh Jepang, Perancis, dan Italia dengan kisaran harga antara 350 USO sampai USO (Capricorn Indonesia Consultant, 2004).

114 96 No. Negara Pra Safeauard (%) Post Safeauard (%) Januari-Juli Aaustus-Desember Total(%) 1. Mexico China India Indonesia Dunia Keterangan Indonesia mempunyai peluang dengan berlakunya safeguard sejak 1 Januari 2005 dan berakhir 31 Desember 2008 oleh Amerika Serikat untuk ekspor TPT China. Setelah mekanisme safeguard berjalan untuk beberapa produk tekstil dan juga garmen, pangsa pasar China di Amerika Serikat menurun tajam, di sisi lain pangsa pasar Indonesia meningkat (Tabel 13). Tabel 13. Pangsa Pasar Pra dan Post Safeguard Gannen di Pasar Amerika Serikat Tahun 2005 : Kategori (Kaos lelaki dan anak lelaki dari bahan kapas dan serat buatan bukan rajutan). Sumber : Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Safeguard diberlakukan dengan landasan bahwa ekspor TPT China ke Amerika Serikat telah mengancam industri TPT Amerika Serikat. The Committee for the Implementation of Textile Agreement (CITA) adalah badan yang bertanggung jawab terhadap mekanisme safeguard di pasar Amerika Serikat. Sebenamya safeguard terhadap ekspor TPT China sudah terjadi pada 24 Juli 2003, tahun 2005 dan yang terakhir pada tahun Namun demikian, Indonesia perlu tetap mengkuatirkan masuknya TPT China ke Indonesia melalui praktek transhipment untuk diekspor kembali dengan atas nama Indonesia. Secara umum posisi daya saing TPT dunia didominasi oleh China, lalu India, Italia, dan Indonesia. Berdasarkan tahun pengamatan dari 1995 sampai 2005, pada tahun daya saing TPT Indonesia mengalami peningkatan, sisanya daya saing ekspomya selalu menurun. Nilai tukar Rupiah yang terdepresiasi terhadap USO memberikan keuntungan bagi eksportir TPT pada rentang tahun tersebut. Harga TPT Indonesia menjadi lebih kompetitif dan hal ini

115 97 mendorong peningkatan daya saing. Namun demikian pada tahun 2001 sampai 2004, daya saing ekspor Indonesia mengalami penurunan lagi (Tabel 14). Tabel 14. Perkembangan Daya Saing TPT Indonesia Tahun Sumber: COMTRADE (diolah), Perubahan Nllal Tahun Efek Kompetitif Umum Efek Kompetitlf Khusus Totar Nllal (rlbu USO) (%) Nilal (rlbu USO) (%) Nilai (rlbu USO) (%) Hal ini dikarenakan kapas, sebagai bahan baku industri tekstil, sebagian besar diimpor, membuat harga jual TPT menjadi mahal (Gambar 12). Jumlah impor kapas yang tinggi menjadikan ketergantungan yang tinggi pula dan rentan terhadap perubahan harga kapas dunia. Keadaan ini tentu tidak akan menguntungkan industri TPT Indonesia. Hasil penelitian Maidir (2006) menyatakan, bahwa TPT Indonesia cenderung mengalami penurunan daya saing di negara-negara kuota dan non kuota, yang ditandai dengan nilai negatif untuk indeks perubahan daya saing selama kurun waktu c { Tahun ~lmpor ---Harga Kapas Dunia (US$1Ton) Gambar 12. lmpor Kapas Indonesia dan Harga Kapas Dunia Tahun Sumber: United Nations Departement of Agriculture, 2004.

116 98 Ditambahkan bahwa penurunan daya saing di sejumlah produk TPT mengindikasikan adanya kendala pasokan di dalam negeri yang telah menghambat, dan bahkan menurunkan kemampuan industri untuk menyesuaikan struktur ekspomya dengan kenaikan permintaan pasar dunia. Faktor-faktor seperti rigiditas peraturan ketenagakerjaan, kendala industri pendukung, dan limitasi pemasaran serta teknologi terus mempengaruhi daya saing industri TPT. Meskipun industri TPT memberikan kontribusi yang besar terhadap PDB, namun industri tersebut menggunakan kapasitas terpakai di bawah kapasitas maksimumnya dengan rata-rata persen. Belum optimalnya kapasitas tersebut sejalan dengan rendahnya tingkat investasi pada industri TPT (Bank Indonesia, 2006). Kuatnya daya saing produk China di pasar tekstil dan garmen di pasar dunia juga tidak terlepas dart berbagai kebijakan yang ada di negara tersebut. Dalam kebijakan moneter, China melakukan fixed exchange rate Yuan terhadap USO. Keadaan ini menjadi keuntungan tersendiri bagi eksportir China. Selain itu, pemerintah China juga masih memberikan subsidi terhadap industri garmen di dalam negeri. Kebijakan tersebut berupa pemberian subsidi silang dengan pemotongan pajak impor. Selain itu, tingkat suku bunga mampu ditekan pada kondisi yang ideal bagi kegiatan dunia usaha. Rata-rata suku bunga di China pada tahun 2004 sebesar 5 persen. Tingkat bunga tersebut hampir sama dengan di India dan Thailand. Hal lain yang menguntungkan China adalah lemahnya penghargaan terhadap Hak Atas Kekayaan lntelektual {HAKI), sehingga China leluasa dalam melakukan produksi tekstil dan garmen. Sedangkan kekuatan industri TPT India terletak pada penggunaan serat yang luas dan berlimpah, upah tenaga kerja terlatih yang rendah, infrastruktur tekstil yang baik, pasar domestik yang tumbuh dan fleksibilitas manufaktur.

117 99 India dan China adalah negara pengekspor kapas terbesar di dunia (Tabet 15). Keadaan ini menjadikan kontinuitas produksi terjamin dan meningkatkan daya saing TPT kedua negara. Walaupun China tidak dapat disaingi untuk TPT dari beberapa serat tekstil nabati (kapas dan rami) dan hewani (chasmere, angora, hair, dan sutera), namun lemah untuk serat buatan (synthetic maupun cellu/osic). Tabel 15. Produksi, Ekspor, dan lmpor Kapas Donia Tahun 2003/2004 No. Neaara Produksi (ribu ton) Ekspor (ribu ton) lmpor (ribu ton) 1. China Jerman Jepang Indonesia India Italia Turki USA Dunia Sumber: United Nations Departement of Agriculture, Meskipun kuota impor TPT telah berakhir, namun hambatan-hambatan baru juga bermunculan. Salah satunya adalah adanya perjanjian-perjanjian yang sifatnya regional dengan menerapkan perdagangan dan tarif khsusus, seperti North American Free Trade Agreement {NAFT A), the Caribbean Basin Economic Recovery Act (CBERA), dan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Free Trade Area yang berlaku mulai 1 Januari 2000 (Shetty, 2001 ). Kendati telah memberikan segala alasan, Uni Eropa diduga sedang membentuk Eropean Fortress. Antara lain dengan mengadakan lingkaran luamya untuk negara-negara ACP-Lome (khususnya Afrika), lingkaran dalam untuk negara-negara Meditarenia dan keempat negara blok Timur yang berbatasan dengan Eropa (Polandia, Hongaria, Ceko, dan Slovakia). Preferensi tarif dan kuota TPT seperti yang diberikan kepada keempat negara tersebut, diberikan pula kepada negara bekas blok Timur walaupun dalam tingkat yang

118 100 lebih kecil. Meskipun demikian, preferensi tersebut masih lebih besar dibandingkan preferensi kepada negara berkembang lainnya. Alasan pemberian preferensi kepada negara bekas blok Timur adalah secara ekonomis akan lebih baik meniadakan pembatasan TPT terhadap negara-negara tersebut daripada harus mengatasi maraknya imigran gelap, yang menimbulkan masalah pengagguran di Uni Eropa. Prinsip yang sama juga diberlakukan NAFT A terhadap Amerika Latin serta kekhususan preferensi untuk kepulauan Karibia dengan CBI. Ketentuan generalized system of preferences (GSP) yang lebih adil untuk semua negara sepanjang tahun diberikan terhadap produk very sensitive sebesar 85 persen dari tarif biasa. Fasilitas ini bagi Indonesia hanya diberikan sampai tahun Mulai 1Januari2006, Uni Eropa mengubah sistem GSP. lni adalah sebuah sistem penetapan tarif yang menawarkan akses pasar lebih baik di pasar Uni Eropa dari negara-negara berkembang. Tujuan utamanya adalah untuk mendukung proses pengintegrasian negara-negara berkembang ke dalam ekonomi dunia, melalui peningkatan pendapatan dari ekspor, mempercepat industrialisasi, dan mengembangkan diversifikasi ekonomi. Penetapan tarif berbeda-beda dan tergantung pada komoditas dan negaranya. Hampir produk masuk dalam ketentuan GSP, dan contoh di antaranya dapat dilihat pada Tabet 16. Hampir 20 persen terjadi pengurangan besaran tarif bila dibandingkan dengan tarif berdasarkan MFN. Pengurangan tarif tersebut akan diberikan apabila Indonesia dapat memenuhi semua aturan mainnya. Tabel 16. Tingkat Tarif pada Tekstil dan Garmen No. Produk (Contoh) Tlngkat MFN (%) Tlngkat GSP (%) 1. Woven cotton fabrics (HS 5208, 5209) Woven fabrics of Brlificial filament yam (HS 5408) Yam of synthetic staple fibers (HS 5511) Woven fabrics of synthetic staple fibers (HS 5512) Clothing knitted or crocheted (HS 61) CfothiflQ not knitted or crocheted (HS 62) Sumber: Julln, 2006.

119 101 Keadaan ekonomi pada masa sekarang mendorong peniadaan batasan pasar antar negara. Hal ini karena sangat berkaitan dengan biaya-biaya yang dapat diminimalkan melalui penempatan lokasi industri yang menawarkan keunggulan komparatif tersebut. Upah tenaga kerja di sektor industri tekstil dan garmen juga turut menentukan daya saing output tekstil dan garmen (Tabel 17). Apalagi proses pemotongan, menjahit, dan menambahkan aksesoris pada baju hanya dapat dilakukan oleh tenaga manusia, khususnya wanita. Lebih dari 70 persen pekerja di sektor industri garmen adalah perempuan (Allwood et al, 2006). Dan secara global sebesar juta orang bekerja di sektor TPT pada tahun Table 17. Upah Tenaga Kerja di lndustri TPT Tahun 2002 No. Neaara Tekstil (USD/harl) Gannen (USD/harl) 1. Jerman Italia USA Afrika Selatan Turki India Indonesia China Bangladesh Sumber: Werner International dalam World Bank, Upah tenaga kerja di Italia pada sektor industri tekstil temyata relatif lebih tinggi daripada Indonesia, India, dan China. Keadaan ini menjadikan daya saing TPT Italia menjadi menurun tajam. Dan makin diperparah dengan dihapuskan sistem kuota, sehingga persaingan menjadi lebih ketat. Indonesia masih memiliki peluang yang cukup bagus, karena upah tenaga kerjanya relatif masih rendah. Berdasarkan penjelasan tentang posisi dan daya saing TPT Indonesia di dunia, maka secara umum posisi daya saing TPT dunia didominasi oleh China, lalu India, Italia, dan Indonesia. Tahun 1995 sampai 2005, peningkatan daya saing ekspor TPT Indonesia disebabkan oleh depresiasi Rupiah terhadap USO

120 102 dan bukan karena daya saing komoditas TPT itu sendiri. Selain itu faktor-faktor yang terjadi di dalam negeri, seperti rigiditas peraturan ketenagakerjaan, kendala industri pendukung, dan limitasi pemasaran serta teknologi juga mempengaruhi daya saing industri TPT. Secara umum daya saing TPT Indonesia lebih rendah bila dibandingkan dengan negara China, India, dan Italia, khususnya di pasar Amerika Serikat dan Uni Eropa. Namun demikian, bukan berarti TPT Indonesia tidak memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Berakhimya sistem kuota akan memberikan peluang untuk melakukan penetrasi di pasar-pasar TPT non kuota. Berbagai macam bentuk kerja sama regional maupun intemasional lainnya dapat digunakan Indonesia untuk memperbesar akses ekspor TPT ke negara tersebut. Di dalam negeri, potensi pasar TPT domestik yang besar dan upah tenaga kerja yang relatif rendah akan menjadi faktor pendorong bagi perkembangan industri ini.

121 VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan parameter persamaan struktural dalam model ekonometrika perkembangan industri TPT Indonesia. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan industri TPT Indonesia. Penyajiannya diawali dengan interpretasi hasil pendugaan parameter secara keseluruhan, yaitu kinerja umum persamaan struktural berdasarkan besaran koefisien determinasi (R2), nilai uji F, Durbin Watson (OW), dan nilai uji t. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan interpretasi dan implikasi ekonomi tentang tanda dan besaran parameter dugaan serta nilai-nilai elastisitas yang relevan dengan persamaan dalam model. Model ekonometrika yang telah dirumuskan diduga dengan metode 2SLS (Two Stage Least Squares) dan menggunakan data sekunder deret waktu tahun 1980 sampai Kinerja Umum Hasil Pendugaan Model lndustri TPT Indonesia Besaran nilai uji statistik F yaitu antara 5.01 sampai dan nyata pada taraf a = dan Persamaan permintaan garmen domestik (DGD) yang mempunyai nilai uji statistik F yang terendah. Dengan demikian secara keseluruhan dapat diinterpretasikan bahwa variasi peubah-peubah eksogen dalam persamaan struktural secara bersama-sama dapat menjelaskan dengan baik variasi yang terjadi pada masing-masing peubah endogennya. Secara keseluruhan pendugaan parameter model ekonometrika industri TPT dalam penelitian ini memberikan hasil yang cukup baik. Nilai koefisien determinasi (R2) masing-masing persamaan struktural sebagian besar berkisar antara Persamaan permintaan garmen domestik (DGD) memberikan

122 104 nilai koefisien determinasi terendah di antara persamaan yang lain. Dengan demikian secara umum peubah-peubah penjelas yang dimasukkan dalam persamaan struktural dalam penelitian ini mampu menjelaskan dengan cukup baik keragaman peubah-peubah endogennya. Selain itu, semua peubah penjelas mempunyai tanda dugaan parameter yang sesuai dengan harapan dan logis dari sudut pandang teori ekonomi. Hasil uji statistik t yang diperoleh menunjukkan bahwa ada beberapa peubah penjelas yang tidak signifikan atau berpengaruh nyata terhadap peubah endogennya pada taraf a= Dalam penelitian ini taraf a yang digunakan cukup fleksibel (berlaku untuk setiap persamaan struktural), sehingga sebagian besar peubah penjelas berpengaruh nyata terhadap peubah endogennya. Adapun taraf nyata yang digunakan adalah (****) merupakan taraf nyata pada a sebesar 0.05, (***) merupakan taraf nyata pada a sebesar 0.10, c-> merupakan taraf nyata pada a sebesar 0.15, dan (*) untuk taraf nyata pada a sebesar Nilai Durbin Watson (OW) berkisar antara antara 1.09 sampai Nilai terendah OW terdapat pada persamaan ekspor tekstil China (XTC). Sedangkan nilai OW tertinggi pada persamaan produksi garmen domestik (PGD). Berdasarkan hasil dugaan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini cukup representatif dalam menjelaskan fenomena ekonomi perkembangan industri TPT Indonesia di pasar domestik dan dunia Keragaan Pasar Tekstil Indonesia Produksi Tekstil Domestik Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tekstil domestik dapat dilihat pada Tabel 18. Hasil pendugaan parameter produksi tekstil domestik mempunyai nilai R2 yang tinggi, yaitu Hal ini

123 105 menunjukkan tingginya kemampuan peubah-peubah penjelas dalam menjefaskan perifaku peubah produksi tekstil domestik. Tabel 18. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruh Produksi Tekstil Domestik (PTO) No. Keterangan: NamaPeubah **** : nyata pada taraf a = 5 persen. : nyata pada taraf a = 10 persen. ** : nyata pada taraf a = 15 persen. : nyata pada taraf a = 20 persen. Sebesar 98 persen keragaman produksi tekstil domestik dapat dijelaskan oleh peubah-peubah harga riil tekstil domestik tahun sebelumnya, harga riil kapas dunia tahun sebelumnya, perubahan suku bunga riil bank untuk kegiatan investasi, upah riil tenaga kerja tekstil tahun sebelumnya, harga riil BBM tahun sebelumnya, tren waktu, dan produksi tekstil domestik tahun sebelumnya. Semua tanda parameter dugaan sesuai dengan harapan. Dan secara statistik semua peubah juga berpengaruh nyata. Parameter Dugaan Elastisitas t-hitung Jangka Jangka Pendek PanJang ' 1. Intercept Harga riil tekstil domestik tahun sebelumnya (LHTDR) * Harga riil kapas dunia tahun sebelumnya (LHCWR) Perubahan suku bunga riil bank untuk investasi (IRR3) ** Upah riil tenaga kerja tekstil tahun sebelumnya (LUTKTR) *** Harga riil BBM tahun sebelumnya (LBBMR) Tren waktu (T) **** Produksti tekstil domestil< tahun sebe/umnya 8. I (LPTD) I I 5.739**** I R2 = F-hituna = , OW= Hasil pendugaan koefisien harga riil tekstil domestik tahun sebelumnya bertanda positif dan sebesar Hal ini berarti jika terjadi peningkatan harga riil tekstil domestik sebesar 1 O USO per ton, maka produksi tekstil domestik akan naik sebesar 3.0 ribu ton, ceteris paribus. Dalam jangka pendek produksi tekstil domestik kurang responsif terhadap harga riil tekstil domestik, yang ditunjukkan dengan nilai elastisitas sebesar Namun demikian dalam jangka panjang. produksi tekstil domestik menjadi lebih responsif (0.96) terhadap harga riil tekstil I I

124 106 domestik. Dengan kata lain, peningkatan harga riil tekstil domestik sebesar 1 persen, ceteris paribus, akan meningkatkan produksi tekstil domestik sebesar 0.30 persen dalam jangka pendek dan 0.96 persen dalam jangka panjang. Peningkatan produksi tekstil domestik yang searah dengan peningkatan harga riil tekstil domestik menunjukkan bahwa harga riil tekstil domestik merupakan barometer ekonomi bagi produsen tekstil dalam memproduksi tekstil di pasar domestik. Dalam penelitian produksi tekstil domestik juga dipengaruhi secara nyata oleh harga riil kapas dunia tahun sebelumnya dengan arah yang berlawanan. Apabila harga riil kapas dunia meningkat sebesar 10 cent per pound, maka akan menu.runkan produksi tekstil domestik sebesar ribu ton, ceteris paribus. Oalam jangka pendek maupun jangka panjang produksi tekstil domestik sangat responsif terhadap harga riil kapas dunia. Bahan baku utama tekstil adalah kapas, selain wool, polyester, dan sisal. Dibutuhkan kurang lebih 500 gram kapas untuk membuat sebuah satu t-shirl (Rivoli, 2007). Serat ini mempunyai posisi yang sangat strategis karena memiliki keunggulan yang belum dapat digantikan sepenuhnya oleh bahan baku-bahan baku non kapas. Salah satunya adalah mudah menyerap keringat atau bersifat higroskopis. Oleh sebab itu perubahan harga riil kapas dunia sangat mempengaruhi perubahan produksi tekstil domestik. Secara deskriptif dalam penelitian lstojo (2002) disebutkan bila industri tekstil Indonesia sangat tergantung kepada pemasok dan pembeli. Lebih dari 85 persen kebutuhan kapas untuk industri tekstil domestik diimpor dari Australia, Amerika Serikat, China, India, Pakistan, Tanzania, dan lainnya. Hal ini karena tanaman kapas belum dapat dibudidayakan secara optimal di dalam negeri. Pada tahun 2006, impor kapas sebesar 519 ribu ton dilakukan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negerinya yang mencapai 531 ribu ton (Gambar 14).

125 c Tahun j!i Produksi ~ lmpor l!il Konsumsi Ekspor Gambar 13. Produksi, Konsumsi, lmpor, dan Ekspor Kapas Indonesia Tahun Sumber: International Cotton Advisory Committee, Peubah suku bunga riil bank didekati dengan data perubahan suku bunga riil bank umum untuk kegiatan investasi di Indonesia. Peubah ini masih memberikan pengaruh nyata (a=0.15) terhadap produksi tekstil Indonesia. Perubahan suku bunga riil bank memberikan kontribusi berlawanan arah dengan produksi tekstil domestik. Apabila suku bunga riil bank dinaikkan melalui kebijakan moneter sebesar 1 persen, ceteris paribus, maka tindakan itu akan menurunkan produksi tekstil domestik sebesar 1.64 ribu ton. Keadaan tersebut menurunkan insentif bagi produsen sehingga akan mengurangi jumlah produksi tekstil domestik sebesar persen dalam jangka pendek dan persen dalam jangka panjang. Hasil temuan ini berbeda dengan yang diteliti oleh Yulaekha (2005). Disebutkan bahwa kapital tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan output lndustri TPT Indonesia. Hasil tersebut iberbeda karena Yulaekha menggunakan data kapital dari penjumlahan antara PMDN, PMA, dan non fasilitas yang diukur dalam miliar Rupiah. Sedangkan dalam penelitian ini, data kapital didekati dengan menggunakan suku bunga

126 108 bank untuk kegiatan investasi yang diukur dalam persentase per tahun. Suku bunga bank dianggap lebih mewakili kondisi di lapang untuk industri TPT yang sarat risiko. Pada saat ini, hal yang cukup mendesak adalah restrukturisasi industri tekstil, termasuk modernisasi mesin. lndustri tekstil membutuhkan pinjaman jangka panjang antara tahun, namun 90 persen pinjaman perbankan justru merupakan pinjaman jangka pendek. lndustri TPT menyerap banyak tenaga kerja. Hal ini tampak dari pangsa tenaga kerja di sub sektor TPT terhadap total tenaga kerja di sektor industri yang mencapai persen pada tahun Upah tenaga kerja menjadi salah satu komponen biaya produksi yang penting dalam keberlanjutan proses produksi. Secara khusus, peubah upah riil tenaga kerja di sektor industri tekstil tahun sebelumnya memberikan pengaruh nyata terhadap produksi tekstil domestik dengan arah negatif. Dengan kata lain, apabila besaran upah riil tenaga kerja di sektor industri tekstil tahun sebelumnya dinaikkan sebesar Rp. 1 juta per kapita per tahun, maka akan menurunkan jumlah produksi tekstil domestik sebesar 0.09 ribu ton, ceteris paribus. Respons produksi tekstil domestik terhadap upah riil tenaga kerja di sektor industri tekstil adalah inelastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Sama halnya yang telah dilakukan oleh Pracoyo (1995) pada industri tekstil di Indonesia. Peubah upah tenaga kerja memberikan pengaruh yang nyata secara statistik terhadap produksi tekstil domestik. Temuan penelitian ini ternyata berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulaekha (2005). Dimana peubah upah tenaga kerja tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan output industri TPT Indonesia pada periode tahun 1983 sampai Hal ini terjadi karena data upah tenaga kerja yang digunakan juga berbeda. Yulaekha menggunakan data upah tenaga kerja dengan menjumlahkan antara pengeluaran untuk pekerja produksi dengan pekerja lainnya. Sedangkan

127 109 di dalam penelitian ini, data upah tenaga kerja dibagi berdasarkan jenis industrinya dan tidak dihitung dari pengeluaran tenaga kerja. Selain upah riil tenaga kerja, harga riil BBM tahun sebelumnya (terutama solar dan minyak bakar) juga ikut berkontribusi dalam pos biaya produksi di sektor industri tekstil. Peubah harga riil BBM tahun sebelumnya berhubungan. negatif dengan produksi tekstil domestik dan temyata signifikan secara statistik. Harga riil BBM tahun sebelumnya yang mengalami kenaikan sebesar Rp. 1 O per liter akan menurunkan jumlah produksi tekstil domestik sebesar 2.42 ribu ton, ceteris paribus. Dalam jangka pendek dan jangka panjang, produksi tekstil domestik kurang responsif terhadap harga riil BBM. Kecenderungan waktu menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah produksi tekstil domestik sebesar ribu ton, ceteris paribus. Hal ini secara kasat mata dapat diartikan bahwa perubahan teknologi yang diwujudkan dalam modemisasi alat dan mesin industri TPT, akan mendorong efisiensi proses produksi, sehingga jumlah produksi tekstil akan meningkat sebesar ribu ton, ceteris paribus, dengan berjalannya waktu. Selain itu produksi tekstil domestik tahun sebelumnya temyata juga menjadi informasi dasar bagi produsen untuk berproduksi di tahun berikutnya. Peubah produksi tekstil domestik tahun sebelumnya memberikan pengaruh nyata terhadap produksi tekstik domestik tahun berikutnya. Apabila produksi tekstil tahun sebelumnya mengalami kenaikan sebesar 1 ribu ton, maka pada tahun berikutnya jumlah produknya akan naik sebesar 0.69 ribu ton, ceteris paribus Ekspor Tekstil Indonesia Hasil pendugaan parameter faktor~faktor yang mempengaruhi ekspor tekstil Indonesia dijelaskan pada label 19. Hasil pendugaan parameter ekspor tekstil Indonesia mempunyai nilai R2 yang tinggl, yaitu Koefisien

128 110 detenninasi yang tinggi tersebut menunjukkan tingginya kemampuan peubah- peubah penjelas dalam menjelaskan perilaku peubah ekspor tekstil Indonesia. Tabel 19. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil Indonesia (XTI) No. NamaPeubah Keterangan: - : nyata pada taraf a = 5 persen. * : nyata pada taraf a = 20 persen. Parameter Ougaan Semua peubah penjelas mempunyai tanda parameter dugaan sesuai harapan. Peubah-peubah yang mempunyai pengaruh nyata terhadap ekspor tekstil Indonesia, adalah produksi tekstil domestik, dummy integrasi perdagangan TPT dunia, dan ekspor tekstil Indonesia tahun sebelumnya. Produksi tekstil domestik berpengaruh nyata terhadap ekspor tekstil Indonesia dan mempunyai hubungan yang positif. Apabila ada kenaikan jumlah produksi tekstil domestik sebesar 1 ribu ton, maka akan mendorong peningkatan ekspor tekstil Indonesia sebesar 0.23 ribu ton, ceteris paribus. Dalam jangka pendek, respons ekspor tekstil Indonesia terhadap produksi tekstil domestik adalah inelastis dan menjadi elastis bila dalam jangka panjang. Elastisltas t-hltung Jangka Jangka Pendek Panjang 1. Intercept Harga riil garmen dunia (HGWR) Perubahan harga riil tekstil domestik (HTD4) Produksi tekstil domestik (PTO) * Nilal tukar riil Rupiah/USO tahun sebelumnya 5. (LERIR) Dummy integrasi perdagangan tekstil dan 6. produk tekstil dunia (OKG) * 7. Tren waktu (T) Ekspor tekstil Indonesia tahun sebelumnya 8. (LXTll R2 = , F-hitung = OW = Perdagangan tekstil dan produk tekstil dunia mengalami perubahan signifikan dari tahun 1950an hingga tahun Tahap pengintegrasian perdagangan tekstil dan produk tekstil ke dalam ketentuan GA TT dimulai tahun 1995 hingga tahun Proses tersebut berbentuk pengurangan jumlah dan jenis TPT dalam kuota impor di negara-negara pengimpor, seperti Amerika

129 111 Serikat, Kanada, Uni Eropa, Finlandia, Norwegia, dan Turki. Keadaan ini tentu akan berdampak pada ekspor tekstil Indonesia. Dummy ketentuan pengintegrasian perdagangan TPT ternyata berpengaruh nyata terhadap ekspor tekstil Indonesia. Proses pengintegrasian perdagangan TPT selama 10 tahun membuat ekspor tekstil Indonesia menurun hingga ribu ton. Ekspor tekstil Indonesia tahun sebelumnya berpengaruh secara nyata terhadap ekspor tekstil Indonesia pada tahun berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa ekspor tekstil Indonesia memerlukan waktu yang relatif lambat untuk menyesuaikan kembali pada tingkat keseimbangan, atau dengan kata lain ekspor tekstil Indonesia relatif tidak stabil. Apabila ada kenaikan ekspor tekstil Indonesia tahun sebelumnya sebesar 1 ribu ton, maka akan meningkatkan ekspor tekstil Indonesia tahun sekarang sebesar ribu ton, ceteris paribus Penawaran Tekstil Domestik produksi tekstil domestik ditambah dengan impor tekstil Indonesia dan selanjutnya dikurangi dengan jumlah tekstil yang diekspor. Secara matematis persamaan identitas penawaran tekstil domestik ditulis sebagai berikut: dimana, Total penawaran tekstil domestik merupakan residual dari besamya STDt = PTDt + MTlt - XTlt (6.87) STDt : Penawaran tekstil domestik tahun t (1 000 ton). PTDt : Produksi tekstil domestik tahun t (1 000). MTlt : lmpor tekstil Indonesia tahun t (1 000). XTlt : Ekspor tekstil Indonesia tahun t (1 000). Berdasarkan hubungan identitas tersebut dapat dilihat bahwa setiap perubahan dalam produksi tekstil, impor tekstil, dan ekspor tekstil yang ditimbulkan akibat intervensi pemerintah, antara lain melalui instrumen kebijakan moneter dan fiskal, akan mempengaruhi volume tekstil yang tersedia di pasar domestik. Besaran perubahan penawaran tekstil domestik tergantung pada nilai

130 112 elastisitas produksi tekstil, impor tekstil, dan juga ekspor tekstil Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung Harga Tekstil Domestik No. Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi harga tekstil domestik dapat ditunjukkan pada Tabel 20. Hasil pendugaan parameter harga riil tekstil domestik mempunyai nilai R2 cukup tinggi, yaitu Hal tersebut mengindikasikan tingginya kemampuan peubah-peubah penjelas dalam menjelaskan perilaku peubah harga riil tekstil domestik. Tanda dugaan parameter peubah dalam persamaan struktural juga telah sesuai dengan harapan. Namun demikian dari keempat peubah penjelas tersebut, hanya peubah harga riil garmen domestik dan harga riil tekstil domestik tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata secara statistik terhadap harga riil tekstil domestik. Tabel 20. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Riil Tekstil Domestik (HTOR) NamaPeubah Keterangan: - : nyata pada taraf a = 5 persen. - : nyata pada taraf a = 15 persen. Parameter Dugaan Elastisltas t-hltung Jangka Jangka Pendek Pantano 1. Intercept Penawaran tekstfl domestlk tahun sebelumnya (LSTD) Perubahan harga riil garmen domesti< (HG09) o.0103n Rasio harga riil tekstil dunia tahun sebelumnya 4. dengan harga riil kapas dunia tahun sebelumnya (H1W9) Harga riil tekstil domestik tahun sebelumnya (LHTDR) ~ R2 = F-hltung = , Ut/11 = Perubahan harga riil gamen domestik secara statistik berpengaruh nyata terhadap harga riil tekstil domestik dengan arah yang positif. Apabila perubahan harga riil garmen domestik mengalami kenaikan sebesar 100 USO per ton, maka hat tersebut akan menstimulasi kenaikan harga tekstil domestik sebesar 7.04 USO per ton, ceteris paribus. Elastisitas dalam jangka pendek dan jangka

131 113 panjang adalah inelastis, hal ini menunjukkan bahwa harga riil tekstil domestik kurang responsif terhadap perubahan harga riil garmen domestik. Selain peubah perubahan harga riil garmen domestik, harga riil tekstil domestik tahun sebelumnya juga sangat nyata secara statistik. Hal ini mengindikasikan bila harga tekstil domestik memerlukan waktu yang relatif lambat untuk menyesuaikan kembali pada tingkat keseimbangan, atau dengan kata lain harga riil tekstil domestik relatif tidak stabil. Apabila ada kenaikan harga riil tekstil domestik tahun sebelumnya sebesar 10 USO per ton, maka akan meningkatkan harga riil tekstil domestik pada tahun berikutnya sebesar 8.75 USO per ton, ceteris paribus Pennintaan Tekstil Domestik tekstil domestik dapat dilihat pada Tabet 21. Hasil pendugaan parameter permintaan tekstil domestik mempunyai nilai R2 cukup tinggi, yaitu Keadaan ini menggambarkan tingginya kemampuan peubah-peubah penjelas dalam menjelaskan perilaku peubah permintaan tekstil domestik. Tabet 21. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pennintaan Tekstil Domestik (DTD) No. Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan NamaPeubah Keterangan: - : nyata pada taraf a = 5 persen. : nyata pada taraf a 10 persen. : nyata pada taraf a = 20 persen. Parameter Dugaan Elastlsitas t-hltung Jangka Jangka Pendek Pan Jana 1. Intercept *** Rasio antara harga riil tekstil dunia tahun 2. sebelumnya dengan harga riil tekstil domestik (HTD21) Harga riil gannen domestik (HGDR) * Upah riil tenaga kerja tekstil tahun sebelumnya (LUTKTR) Harga riil BBM tahun sebelumnya (LBBMR) *** Perubahan suku bunga riil bank untuk investasi (IRR3) Tren waktu (T) Permintaan tekstil domestik tahun sebelumnya (LDTDl R2 = F-hituna = OW= 2.376

132 114 Peubah-peubah yang nyata secara statistik berpengaruh terhadap permintaan tekstil domestik adalah harga riil garmen domestik, upah riil tenaga kerja tekstil tahun sebelumnya, harga riil BBM tahun sebelumnya, perubahan suku bunga riil bank untuk investasi, tren waktu, dan juga permintaan tekstil domestik tahun sebelumnya. Permintaan tekstil domestik dijelaskan oleh rasio harga riil tekstil dunia tahun sebelumnya dengan harga riil tekstil domestik, harga riil garmen domestik, upah riil tenaga kerja sektor industri tekstil tahun sebelumnya, harga riil BBM tahun sebefumnya, perubahan suku bunga riil bank, tren waktu, dan permintaan tekstil domestik tahun sebelumnya. Tanda parameter dugaan semuanya sesuai dengan harapan. Hanya peubah rasio harga riil tekstil dunia tahun sebelumnya dengan harga riil tekstil domestik dan perubahan suku bunga riil bank untuk investasi yang tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan tekstil domestik. Koefisien harga riil garmen domestik tahun mempunyai hubungan yang berlawanan dengan jumlah permintaan tekstil domestik. Apabila harga riil garmen mengalami kenaikan sebesar 10 USO per ton, maka jumlah permintaan tekstil domestik akan turun sebesar ribu ton, ceteris paribus. Sel~in itu permintaan tekstil domestik kurang responsif terhadap perubahan harga riil garmen domestik dalam jangka pendek dan menjadi elastis dalam jangka panjang. Permintaan tekstil domestik merupakan cerminan permintaan tekstil oleh industri tekstil itu sendiri, dimana pada akhimya output industri tekstil akan digunakan sebagai input oleh industri garmen. Harga gannen domestik berpengaruh nyata dalam pasar tekstil, karena produk akhir industri tekstil akan diserap industri garmen. Upah riil tenaga kerja di sektor tekstil tahun sebelumnya juga mempengaruhi perubahan jumlah tekstil domestik yang diminta. Upah riil tenaga kerja di sektor ini adalah nyata secara statistik sebesar 0.20 dan mempunyai hubungan yang negatif dengan permintaan tekstil domestik. Dimana bila terjadi

133 115 kenaikan tingkat upah sebesar Rp. 1 juta per kapita per tahun, maka tindakan tersebut akan menurunkan jumlah permintaan tekstil domestik sebesar 0.20 ribu ton, ceteris paribus. Dalam jangka pendek, permintaan tekstil domestik kurang responsif bila dibandingkan dalam jangka panjang. Atau dengan kata lain, bila upah riil tenaga kerja di sektor industri tekstil naik 1 persen, maka akan menurunkan jumlah permintaan tekstil domestik sebesar 0.80 persen dalam jangka pendek dan persen dalam jangka panjang. Harga riil BBM tahun sebelumnya juga mempengaruhi permintaan tekstil domestik sebagai derived demand. Dimana bila ada kenaikan harga riil BBM tahun sebelumnya sebesar Rp. 10 per liter, maka akan menurunkan permintan tekstil domestik sebesar 0.24 ribu ton. Baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, peubah permintaan tekstil domestik bersifat inelastis terhadap peubah harga riil BBM tahun sebelumnya. Kecenderungan waktu menunjukkan hubungan yang positif dengan permintaan tekstil domestik. Artinya jumlah permintaan tekstil domestik mengalami kenaikan sebesar ribu ton setiap tahun, ceteris paribus. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa dengan berjalannya waktu, teknologi industri TPT mengalami perubahan. Penggunaan teknologi modem dalam industri tekstil akan mendorong efisiensi proses produksi, sehingga jumlah produksi tekstil akan meningkat. Waktu produksi yang lebih singkat, kualitas produk yang terjamin, dan penggunaan tenaga kerja yang lebih sedikit akan menjadikan komoditas tekstil Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar TPT dunia. Pada akhimya peningkatan ini akan menstimulasi ekspor tekstil Indonesia sebesar ribu ton, ceteris paribus. Permintaan tekstil domestik merupakan derived demand untuk industri garmen. lnformasi jumlah permintaan tekstil domestik tahun sebelumnya mempunyai peran penting untuk memperkirakan jumlah permintaan tekstil

134 116 domestik pada tahun berikutnya. Jika jumlah permintaan tekstil domestik tahun sebelumnya naik sebesar 1 ribu ton, maka ada kecenderungan juga akan menaikkan jumlah permintaan tekstil domestik pada tahun berikutnya sebesar 0.52 ribu ton, ceteris paribus lmpor Tekstil Indonesia tekstil Indonesia disajikan pada Tabel 22. Hasil pendugaan parameter impor tekstil Indonesia mempunyai nilai R2 yang tinggi, yaitu Hal ini menunjukkan tingginya kemampuan peubah-peubah penjelas dalam menjelaskan perilaku peubah imper tekstil Indonesia. Selain itu tanda dugaan parameter peubah telah sesuai dengan harapan, baik secara teori maupun empiris. lmpor tekstil Indonesia temyata dipengaruhi nyata secara statistik oleh jumlah penduduk Indonesia tahun sebelumnya, tren waktu, dan impor tekstil Indonesia tahun sebelumnya. Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi impor Tabel 22. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi lmpor Tekstil Indonesia (MTI) No. NamaPeubah Parameter Elastisitas t-hltung Dugaan Jangka Jangka Pendek Pan Jang 1. Intercept * 2. Harga riil impor tekstil Indonesia tahun sebelumnya (LHMTIR) Raslo harga riil tekstil dunia dengan harga riil kapas dunia (H1W10) Tarif impor tekstil tahun sebelumnya (l TFT) Nilai tukar riil RupiaMJSD tahun sebelumnya (LERIR) Rasio GDP riil Indonesia dengan GDP riil 6. Indonesia tahun sebelumnya (GOPl1) t29.669n Jumlah penduduk Indonesia tahun sebelumnya 7. (LPOPI) ~95*** Tren waktu (1) *- 9. lmpor tekstil Indonesia tahun sebelumnya (LMTI) Ri= F-hituna = OW= Keterangan: - : nyata pada taraf a = 5 persen. - : nyata pads taraf a= 10 persen. : nyata pada taraf a = 20 persen.

135 Tekstil merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi masyarakat untuk menunjang kehidupannya. Jumlah penduduk Indonesia tahun sebelumnya ternyata mempengaruhi jumlah tekstil yang diimpor Indonesia. Peubah ini mempunyai besaran dugaan parameter dengan hubungan yang positif. Artinya apabila ada kenaikan jumlah penduduk Indonesia sebesar 1 juta orang, maka akan meningkatkan impor tekstil Indonesia sebesar ribu ton, ceteris paribus. Peubah impor tekstil Indonesia sangat responsif, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, terhadap peubah jumlah penduduk Indonesia tahun sebelumnya. Tren waktu juga berpengaruh nyata secara statistik. Seiring dengan waktu, impor tekstil Indonesia akan mengalami penurunan sebesar ribu ton, ceteris paribus. Apabila dihublmgkan dengan keberadaan teknologi industri tekstil domestik, maka peremajaan dan modernisasi teknologi dapat menstimulasi peningkatan produksi tekstil domestik. Pasokan tekstil di dalam negeri menjadi lebih terjamin dengan kuantitas dan kualitas tertentu. Hal ini dengan catatan tidak ada persaingan antara tekstil Indonesia dengan produsenprodusen TPT dunia. Oleh sebab itu, dalam kondisi ceteris paribus penggunaan teknologi industri tekstil yang lebih baik dapat menurunkan impor tekstil Indonesia sebesar ribu ton. Selain itu, peubah impor tekstil Indonesia tahun sebelumnya berpengaruh terhadap imper tekstil Indonesia pada tahun berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa impor tekstil Indonesia memerlukan waktu yang relatif lambat untuk menyesuaikan kembali pada tingkat keseimbangan, atau dengan kata lain impor tekstil Indonesia relatif tidak stabil. Atau apabila ada kenaikan 1 ribu ton impor tekstil lndonesta tahun sebelumnya, maka akan meningkatkan impor tekstil Indonesia sekarang sebesar 0.63 ribu ton, ceteris paribus.

136 penjumlahan ekspor tekstil Jerman, ekspor tekstil Amerika Serikat, ekspor tekstil China, ekspor tekstil Indonesia, dan sisa ekspor tekstil dunia. Persamaan identitas dari total ekspor tekstil dunia ditentukan oleh hubungan identitas 6.3. Keragaan Pasar Tekstil Dunia Total Ekspor Tekstil Dunia Total ekspor tekstil dunia merupakan persamaan identitas dar sebagai berikut: XTWt = XTGt + XTAt + XTCt + XTlt + XTRt (6.88) dimana, XTWt : Ekspor tekstil dunia tahun t (1 000 ton). XTGt : Ekspor tekstil Jerman tahun t (1 000 ton). XTAt : Ekspor tekstil Amerika Serikat tahun t (1 000 ton). XTCt : Ekspor tekstil China tahun t (1 000 ton). XTlt : Ekspor tekstil Indonesia tahun t (1 000 ton). XTRt : Sisa ekspor tekstil dunia tahun t (1 000 ton) Total lmpor Tekstil Dunia penjumlahan impor negara-negara pengimpor utama yang diduga perilaku impomya, yaitu Italia, Amerika Serikat, China, Indonesia, dan ditambah dengan sisa impor tekstil dunia. Adapun persamaan total impor tekstil dunia dapat dilihat pada persamaan berikut ini, dimana, Total impor tekstil dunia adalah persamaan identitas yang diperoleh dar MTWt = MTLt + MTAt + MTCt + MTlt + MTRt (6.89) MTWt : lmpor tekstil dunia tahun t (1 000 ton). MTLt : lmpor tekstil Italia tahun t (1 000 ton). MTAt : lmpor tekstil Amerika Serikat tahun t (1 000 ton). MTCt : lmpor tekstil China tahun t (1 000 ton). MTlt : lmpor tekstil Indonesia tahun t (1 000 ton). MTRt : Sisa impor tekstil dunia tahun t (1 000 ton). Dari persamaan identitas tersebut dapat ditunjukkan bahwa setiap terjadi perubahan impor pada negara pengimpor utama yang jumlah dan proporsinya

137 119 dalam total impor cukup besar, maka akan mempengaruhi keseimbangan harga tekstil dunia Harga Tekstil Dunia Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi harga riil tekstil dunia dapat dilihat secara lebih detail pada Tabet 23. Hasil pendugaan parameter harga riil tekstil domestik mempunyai nilai R2 yang tinggi, yaitu Koefisien determinasi yang tinggi menggambarkan tingginya kemampuan peubah-peubah penjelas dalam menjelaskan perilaku peubah harga riil tekstil dunia. Tanda dugaan parameter peubah dalam persamaan struktural juga telah sesuai dengan harapan. Tabet 23. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Riil Tekstil Dunia (HTWR) Elastisltas No. NamaPeubah Parameter t-hltung Dugaan Jangka Jangka Pendek Panlana 1. Eksportekstildunia (XlVV) lmpor tekstil dunia tahun sebelumnya (LMlW) Tren waktu (l) * Harga riil tekstil dunia tahun sebelumnya 4. (LHlWR) **** R2 = , F-hituna = OW= Keterangan: - : nyata pada taraf a = 5 persen. * : nyata pada taraf a = 20 persen. Harga riil tekstil dunia dapat dijelaskan oleh peubah ekspor tekstil dunia, impor tekstil dunia tahun sebelumnya, dan harga riil tekstil dunia tahun sebelumnya. Ekspor tekstil dunia dalam penelitian ini menunjukkan hubungan yang berlawanan dengan harga riil tekstil dunia dan nyata secara statistik. Bila ekspor tekstil dunia naik 1 ribu ton, maka akan menurunkan harga riil tekstil dunia sebesar 0.25 USO per ton, ceteris paribus. Harga riil tekstil dunia kurang responsif dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang lebih responsif terhadap ekspor tekstil dunia. Selain ekspor tekstil dunia, ternyata peubah impor te~stil dunia tahun sebelumnya juga nyata secara statistik. Atau dengan kata lain apabila jumlah

138 120 impor tekstil meningkat sebesar 1 ribu ton, maka akan meningkatkan harga riil tekstil dunia sebesar 0.37 USO per ton, ceteris paribus. Respons peubah harga riil tekstil dunia terhadap impor tekstil dunia adalah inelastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Seiring dengan berjalannya waktu, harga riil tekstil dunia cenderung meningkat sebesar USO per ton, ceteris paribus. Berkaitan dengan berjalannya waktu pula, teknologi industri tekstil dunia juga mengalami perkembangan namun demikian tidak selamanya teknologi baru akan diadopsi. Penggunaan tenaga ahli yang berdampak pada peningkatan gaji, investasi yang besar, dan karakteristik proses produksi yang tidak bisa digantikan oleh mesin juga menjadi pertimbangan panting dari suatu negara yang belum atau tidak menggunakan teknologi mutahir tersebut. Di China, pada umumnya semua fase produksi TPT dilakukan pada tingkat keluarga. Sistem ini lebih fleksibel dan berpeluang terbebas dari kemampatan yang terjadi pada sistem modem putting out di lnggris. Selain itu, pada fase produksi tertentu, seperti pemintalan, lebih padat karya dibadingkan fase penenunan, sehingga banyak menyerap tenaga kerja. Oleh sebab itu sejalan dengan waktu, penggunaan teknologi yang modem di industri tekstil justru akan meningkatkan harga riil tekstil dunia sebesar USO per ton, ceteris paribus. Sedangkan bagi produsen TPT Indonesia, kecenderungan harga riil tekstil dunia yang meningkat akan menjadi insentif bagi eksportir meningkatkan ekspomya. Harga riil tekstil dunia tahun sebelumnya juga berpengaruh sangat nyata secara statistik. Hal ini menunjukkan bila informasi harga riil tekstil dunia tahun sebelumnya berperan penting guna menetapkan harga riil tekstit pada tahun berikutnya. Apabila ada kenaikan harga riil tekstil dunia tahun sebelumnya sebesar 10 USO per ton, maka akan meningkatkan harga riil tekstil dunia pada tahun berikutnya sebesar 7.94 USO per ton, ceteris paribus.

139 Ekspor Tekstil Jennan No. Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor tekstil Jerman disajikan pada Tabel 24. Hasil pendugaan parameter ekspor tekstil Jerman mempunyai nilai R2 yang tinggi, yaitu Hal ini menggambarkan tingginya kemampuan peubah-peubah penjelas dalam menjelaskan perilaku peubah ekspor tekstil Jerman. Tanda dugaan parameter peubah dalam persamaan struktural juga telah sesuai dengan harapan. Tabel 24. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil Jennan (XTG) NamaPeubah Keterangan: - : nyata pada taraf a = 5 persen. *** : nyata pads taraf a= 10 persen. * : nyata pada taraf a = 20 persen. Parameter Dugaan Ekspor tekstil Jerman dapat dijelaskan oleh peubah harga riil tekstil dunia tahun sebelumnya, produksi tekstil Jerman tahun sebelumnya, nilai tukar riil Euro/USO, tren waktu, dan ekspor tekstil Jerman tahun sebelumnya. Jerman adalah salah satu negara produsen tekstil besar di dunia. Elastlsltas t-hltung Jangka Jangka Pendek Pan Jang 1. Intercept Harga riil tekstil dunia tahun sebelumnya (LH1WR) Produksl tekstil Jerman tahun sebelumnya 3. (LPTG) * Nilai tukar riil Euro/USO (ERGR) o.rre Tren waktu (T) Ekspor tekstil Jerman tahun sebelumnya (LXTG) o.n R2 = , F-hitung = bw = Produksi tekstil domestiknya tahun sebelumnya temyata berpengaruh nyata terhadap perubahan ekspor tekstil Jerman. Oleh sebab itu, apabila ada kenaikan produksi tekstil Jerman sebesar 1 ribu ton, maka akan menaikkan ekspomya sebesar 1.23 ribu ton, ceteris paribus. Baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, ekspor tekstil Jerman kurang responsif terhadap produksi tekstil Jerman.

140 122 Jerman sebagai salah satu negara produsen tekstil dunia cenderung ekspor tekstilnya meningkat sebesar O ribu ton setiap tahun, ceteris paribus. Peubah tren waktu juga dapat mewakili perubahan teknologi. Penggunaan teknologi akan mendorong proses produksi menjadi lebih efisien, sehingga jumlah produksi tekstil Jerman akan meningkat. Peningkatan ini akan menstimulasi ekspor tekstil Jerman sebesar ribu ton, ceteris paribus. Selain itu ekspor tekstil Jerman tahun sebelumnya juga berpengaruh sangat nyata secara statistik. Apabila ada kenaikan ekspor tekstil Jerman tahun sebelumnya sebesar 1 O USO per ton, maka akan meningkatkan ekspor tekstil Jerman pada tahun berikutnya sebesar USO per ton, ceteris paribus Ekspor Tekstil Amerika Serikat tekstil Amerika Serikat ditunjukkan pada Tabel 25. Hasil pendugaan parameter ekspor tekstil Amerika Serikat mempunyai nilai R2 yang cukup tinggi, yaitu Keadaan ini menunjukkan tingginya kemampuan peubah-peubah penjelas dalam menjelaskan perilaku peubah ekspor tekstil Amerika Serikat. Tanda dugaan parameter peubah dalam persamaan struktural juga telah sesuai dengan harapan. Tabel 25. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil Amerlka Serikat (XT A) No. Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor Nama Peubah Keterangan:... : nyata pada taraf a = 10 persen. Parameter Dugaan Elastlsltas t-hltung Jangka Jangka Pendek Panlana 1. Intercept Rasio harga riil tekstil dunia tahun sebelumnya 2. dengan harga riil kapas dunia tahun sebelumnya (H1W9) Rasio procluksi tekstil USA tahun sebelumnya 3. dengan harga riil wool dunia tahun sebelumnya (PTA2) lmpor tekstil China tahun sebelumnya (LMTC) o.n *** Tren waktu (T) 29.an Eksoor teksth USA tahun sebelumnva <LXTA) R2 = , F-hituna = 8.045, OW= 2.002

141 123 Ekspor tekstil Amerika Serikat temyata dapat dijelaskan oleh peubahpeubah rasio harga riil tekstil dunia tahun sebelumnya dengan harga riil kapas dunia tahun sebelumnya, rasio produksi tekstil Amerika Serikat tahun sebelumnya dengan harga riil wool dunia tahun sebelumnya, impor tekstil China tahun sebelumnya, tren waktu, dan ekspor tekstil Amerika Serikat tahun sebelumnya. Amerika Serikat merupakan salah satu negara produsen tekstil besar di dunia, selain China dan Jerman. China adalah pembeli terbesar kapas Amerika Serikat. Kapas menjadi produk ekspor terbesar kesembilan Amerika Serikat ke China selama tahun 2003, dan ekspor ini meningkat hingga 400 persen dari tahun 2002 ke 2003 (Rivoli, 2007). Berdasarkan signifikansi peubah-peubah penjelas tersebut di atas, temyata hanya peubah impor tekstil China tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata secara statistik terhadap ekspor tekstil Amerika Serikat. Bila ada kenaikan impor tekstil China sebesar 1 ribu ton, maka akan meningkatkan ekspor tekstil Amerika Serikat sebesar ribu ton, ceteris paribus. Ekspor tekstil Amerika Serikat kurang responsif terhadap impor tekstil China, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang Ekspor Tekstil China Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor tekstil China dapat dilihat pada Tabel 26. Hasil pendugaan parameter ekspor tekstil China mempunyai nilai R2 yang_ tinggi, y~itu Besamya koefisien determinasi tersebut menunjukkan tingginya kemampuan peubah-peubah penjelas dalam menjelaskan perilaku peubah ekspor tekstil China. Tanda dugaan parameter peubah dalam persamaan struktural juga telah sesuai dengan harapan.

142 124 Tabel 26. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil China (XTC) No. NamaPeubah Keterangan: - : nyata pada taraf a = 5 persen. *** : nyata pada taraf a = 1 O persen. Parameter Dugaan 1. Intercept Elastisltas t-hltung Jangka Jangka Pendek Panlang 2. Harga riil tekstil dunia (HlWR) Perubahan produksi tekstil China (PTC1) Nilai tukar riil Yuan/USO (ERCR) lmpor tekstil USA (MTA) s Ekspor tekstil China tahun sebelumnya 6. (LXTC) R2 = , F-hituna = , OW = Ekspor tekstil China dapat diterangkan oleh peubah rasio harga riil tekstil dunia, perubahan produksi tekstil China, nilai tukar riil Yuan terhadap USO, impor tekstil Amerika Serikat, dan ekspor tekstil China tahun sebelumnya. Dari semua peubah penjelas tersebut hanya peubah impor tekstil Amerika Serikat dan ekspor tekstil China tahun sebelumnya yang signifikan secara statistik dengan hubungan yang searah. Artinya apabila impor tekstil Amerika Serikat meningkat sebesar 1 ribu ton, maka akan meningkatkan ekspor tekstil China sebesar 0.54 ribu ton, ceteris paribus. Amerika Serikat adalah salah satu tujuan pasar tekstil yang banyak dituju oleh negara-negara produsen tekstil, tennasuk China. Respons ekspor tekstil China dalam jangka pendek bersitat. inelastis, sedangkan dalam jangka panjang menjadi lebih responsif atau elastis. Selain peubah impor tekstil Amerika Serikat berpengaruh nyata secara statistik terhadap ekspor tekstil China, ternyata peubah ekspor tekstil China tahun sebelumnya juga berpengaruh nyata. lnfonnasi jumlah ekspor tekstil China tahun sebelumnya menjadi pertimbangan untuk menetapkan jumlah ekspor tahun berikutnya. Bila ada kenaikan ekspor tekstil China tahun sebelumnya sebesar 1 ribu ton, maka akan meningkatkan ekspor tekstil China tahun berikutnya sebesar 0.88 ribu ton, ceteris paribus.

143 lmpor Tekstil Italia No. Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi impor tekstil Italia disajikan dengan jelas pada Tabel 27. Tabel 27. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi lmpor Tekstil Italia (MTL) NamaPeubah Keterangan: - : nyata pada taraf a = 5 persen. Hasil pendugaan parameter impor tekstil Italia mempunyai nilai R2 yang tinggi, yaitu Hal ini menunjukkan tingginya kemampuan peubah-peubah penje!as dalam menjelaskan perilaku peubah impor tekstil Italia. Tanda dugaan parameter peubah dalam persamaan struktural telah sesuai dengan harapan. Italia sebagai negara mode juga membutuhkan tekstil sebagai input untuk industri garmennya. Dari peubah-peubah harga riil tekstil dunia, GDP riil Italia tahun sebelumnya, jumlah penduduk Italia tahun sebelumnya, nilai tukar riil Lira terhadap USO, ekspor tekstil China, dan impor tekstil Italia tahun sebelumnya, hanya ekspor tekstil China dan impor tekstil Italia tahun sebelumnya yang signifikan secara statistik. Parameter Dugaan 1. Intercept Elastlsltas t-hitung Jangka Jangka Pendek Panjang 2. Harga riil tekstil dunia (HlWR) GDP riil Italia tahun sebelumnya (LGDPLR) Jumlah penduduk Italia tahun sebelumnya (LPOPL) Nilai tukar riil Lira/USO (ERLR) Ekspor tekstil China (XTC) lmoor tekstil Italia tahun sebelumnva (LMTL) R2 = , F-hitung = OW= Ekspor tekstil China selain diserap oleh pasar Amerika Serikat, juga diimpor oleh negara-negara di Eropa, termasuk Italia. Oleh sebab itu, bila ada kenaikan ekspor tekstil China sebesar 1 ribu ton, maka akan meningkatkan impor tekstil Italia sebesar 0.08 ribu ton, ceteris paribus. lmpor tekstil Italia kurang responsif dalam jangka pendek, tapi lebih responsif dalam jangka panjang.

144 126 Selain peubah ekspor tekstil China berpengaruh nyata secara statistik terhadap imper tekstil Italia, peubah imper tekstil Italia tahun sebelumnya juga berpengaruh nyata. Bila ada kenaikan imper tekstil Italia tahun sebelumnya sebesar 1 ribu ton, maka akan meningkatkan imper tekstil Italia tahun berikutnya sebesar 0.62 ribu ton, ceteris paribus lmpor Tekstil Amerika Serikat harapan. No. Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi imper tekstil Amerika Serikat ditunjukkan pada Tabel 28. Hasil pendugaan parameter \mpor teksti\ Amerika Serikat mempunyai n\\ai R2 yang tinggi, ya\tu Ha\ ini memperlihatkan tingginya kemampuan peubah-peubah penjelas dalam menjelaskan perilaku peubah imper tekstil Amerika Serikat. Tanda dugaan parameter peubah dalam persamaan struktural juga telah sesuai dengan Tabel 28. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi lmpor Tekstll Amerika Serikat (MTA) NamaPeubah Keterangan: - : nyata pada taraf a = 5 persen. - : nyata pada taraf a = 15 persen. Peubah imper tekstil Amerika Serikat dapat dijelaskan oleh peubah- peubah harga riil tekstil dunia, pendapatan riil per kapita Amerika Serikat, produksi tekstil USA tahun sebelumnya, nilai tukar Rupiah terhadap USO, dan imper tekstil Amerika Serikat tahun sebelumnya. Semua peubah tersebut tidak berpengaruh nyata secara statistik. Parameter Dugaan Elastisltas t-hltung Jangka Jangka Pendek Pan Jang 1. Intercept Harga riil tekstil dunia (HlWR) Pendapatan per kapita USA (GDPA3) Produksi tekstil USA tahun sebelumnya 4. (LPTA) Nilai tukar riil Rupiah/USO (ERIR) lmnor tekstil USA tahun sebelumnva CLMTA) R2 = F-hituna = OW= 1.224

145 127 Peubah harga riil tekstil dunia apabila mengalami kenaikan sebesar 10 USO per ton, maka akan menurunkan jumlah tekstil yang diimpor oleh Amerika Serikat sebesar 0.69 ribu ton, ceteris paribus. lmpor tekstil Amerika Serikat tidak responsif dalam jangka pendek, namun menjadi sangat responsif dalam jangka panjang terhadap harga riil tekstil dunia. Di samping itu, pendapatan riil per kapita Amerika Serikat juga memberikan kontribusi dalam mempengaruhi impor tekstil Amerika Serikat. Apabila pendapatan riil per kapita Amerika Serikat meningkat sebesar 1 miliar USO, maka keadaan ini akan mendorong peningkatan permintaan impor tekstil Amerika Serikat sebesar ribu ton, ceteris paribus. Dalam jangka pendek peubah impor tekstil Amerika Serikat kurang responsif terhadap perubahan pendapatan riil per kapita bila dibandingkan dalam jangka panjang. Peubah lain yang signifikan secara statistik adalah peubah impor tekstil Amerika Serikat tahun sebelumnya. lnformasi jumlah ekspor tekstil Amerika Serikat tahun sebelumnya menjadi pertimbangan untuk menetapkan jumlah ekspor tahun berikutnya. Bila ada kenaikan impor tekstil Amerika Serikat pada tahun sebelumnya sebesar 1 ribu ton, maka pada tahun berikutnya permintaan impor tekstil Amerika Serikat akan naik sebesar 0.97 ribu ton lmpor Tekstil China Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi impor tekstil China ditunjukkan pada Tabel 29 di bawah ini. Hasil pendugaan parameter impor tekstil China mempunyai nilai R2 yang tinggi, yaitu Hal ini menggambarkan tingginya kemampuan peubah-peubah penjelas dalam menjelaskan perilaku peubah impor tekstil China. Tanda dugaan parameter peubah dalam persamaan struktural telah sesuai dengan harapan.

146 128 Tabel 29. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi lmpor Tekstil China (MTC) No. NamaPeubah Keterangan: - : nyata pada taraf a = 5 persen. *** : nyata pada tarafa = 10 persen. Parameter Dugaan Elastlsltas t-hltung Jangka Jangka Pendek Panlana 1 Intercept Perubahan harga riil teksth dunia (HlW12) GDP riil China tahun sebelumnya 3 (LGDPCR) Jumlah penduduk china (POPC) Perubahan nilai tukar riil Yuan/USO (ERC1) lmpor tekstil China tahun sbelumnya 6 CLMTC) R2 = F-hitung = , OW= Dari hasil pendugaan parameter, perubahan harga riil tekstil dunia, GDP riil China tahun sebelumnya, dan lmpor tekstil China tahun sebelumnya mampu memberikan pengaruh secara nyata terhadap impor tekstil China. Dimulai dari harga riil tekstil dunia, peubah ini merupakan sinyal bagi produsen untuk melakukan ekspor dan imper. Dugaan parameter perubahan harga riil tekstil dunia sebesar 0.04 dan mempunyai hubungan yang negatif. Artinya apabila ada kenaikan harga riil tekstil dunia sebesar 10 USO per ton, maka akan menurunkan imper tekstil China sebesar 0.43 ribu ton, ceteris paribus. Dalam jangka pendek dan panjang, impor tekstil China tidak responsif terhadap perubahan harga riil tekstil dunia. GDP riil China tahun sebelumnya berpengaruh nyata dan dengan hubungan yang searah. Atau dengan kata lain, bila ada kenaikan GDP riil China tahun sebelumnya sebesar 1 miliar Yuan, maka akan meningkatkan juga permintaan imper tekstil China sebesar 0.23 ribu ton, ceteris paribus. Sedangkan respons impor tekstil China terhadap GDP riil per kapita China kurang responsif dalam jangka pendek namun menjadi lebih responsif dalam jangka panjang. lmpor tekstil China tahun sebelumnya juga memberikan pengaruh yang sang at signifikan dengan hubungan yang positif. Apabila imper tekstil China

147 129 tahun sebelumnya naik sebesar 1 ribu ton, maka akan meningkatkan impor tekstil China pada tahun berikutnya sebesar 0.96 ribu ton, ceteris paribus Keragaan Pasar Garmen Indonesia Produksi Garinen Domestik No. Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi produksi garmen domestik ditampilkan pada Tabel 30 di bawah ini. Tabel 30. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Garmen Domestik (PGD) NamaPeubah Keterangan: - : nyata pada taraf a = 5 persen. - : nyata pada taraf a = 15 persen. : nyata pada taraf a = 20 persen. Parameter Dugaan Elastlsltas t-hltung Jangka Jangka Pendek Paniana 1. Intercept * Rasla harga riil gannen dunia tahun 2. sebelumnya dengan harga riil garmen domestik tahun sebelumnya (HGD24) Perubahan harga riil tekstil domestik (HTD4) Harga riil kapas dunia tahun sebelumnya (LHCWR) Perubahan suku bunga riil bank untuk investasi (IRR3) Upah riil tenaga kerja gannen tahun 6. sebelumnya (LUTKGR) Harga riil BBM (BBMR) Tren waktu (T) Produksi gannen domestik tahun 9. sebelumnya (LPGD) R2= , F-hitung = , OW = Hasil pendugaan parameter produksi garmen domestik mempunyai nilai R2 yang tinggi, yaitu Hal ini menunjukkan tingginya kemampuan peubahpeubah penjelas menjelaskan perilaku produksi garmen domestik. Tanda dugaan parameter peubah dalam persamaan struktural telah sesuai dengan harapan, baik teori maupun empiris. Selain industri tekstil menyerap banyak tenaga kerja, sektor industri garmen juga demikian (Gambar 14). Ada bagian dalam proses produksl garmen, seperti menjahit, yang tidak bisa digantikan secara mekanik. Pada tahun 2005,

148 130 sebanyak persen tenaga kerja terserap di bagian sub produksi produk garmen saja, sisanya bekerja di bagian sub tekstil (serat, benang, dan kain). 2.5% 29.2% I Serat Ill Benang e Kail l:il Pakalan Tekstl Lailnyal Gambar 14. Jumlah Tenaga Kerja di lndustri TPT Indonesia Tahun 2005 Sumber: Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Penggunaan tenaga kerja yang cukup banyak akan berpengaruh terhadap pos biaya produksi. Upah riil tenaga kerja garmen tahun sebelumnya dalam penelitian ini tidak berbeda nyata secara statistik. Apabila ada kenaikan upah riil tenaga kerja garmen sebesar Rp. 1 juta per kapita per tahun, maka akan menurunkan produksi garmen domestik sebesar 0.03 ribu ton, ceteris paribus. Dalam jangka pendek, peubah produksi garmen domestik kurang responsif apabila dibandingkan dalam jangka panjang. Selain itu, ketergantungan yang tinggi terhadap kapas impor juga mempengaruhi produksi garmen di dalam negeri. Peningkatan harga riil kapas dunia sebesar 1 cent per pound, maka akan menurunkan produksi garmen domestik sebesar ribu ton, ceteris patibus. Baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang produksi gannen domestik sangat responsif terhadap harga riil kapas dunia. Peubah perubahan harga riil BBM tidak signifikan secara statistik, namun mempunyai hubungan yang negatif dengan produksi garmen domestik. Artinya

149 131 apabila ada kenaikan harga riil BBM sebesar Rp. 10 per liter, maka akan menurunkan produksi garmen domestik sebesar 0.51 ribu ton, ceteris paribus. Selain harga riil BBM, konsumsi listrik juga sangat besar. lndustri TPT membutuhkan listrik 24 jam sehari untuk memproduksi TPT ( 09 Desember 2005). Di samping peubah yang sudah dijelaskan, temyata peubah tren waktu juga berpengaruh sangat nyata secara statistik terhadap produksi garmen domestik. Garmen adalah produk yang sangat berkaitan dengan tren mode yang berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Berdasarkan kecenderungan waktu, produksi garmen domestik mengalami kenaikan ribu ton, ceteris paribus. Peubah tren waktu dianggap juga dapat mewakili penggunaan teknologi. Teknologi yang digunakan akan mendorong proses produksi menjadi lebih efektif dan efisien, sehingga jumlah produksi garmen domestik akan meningkat sebesar ribu ton, ceteris paribus. Peubah yang juga berpengaruh sangat nyata secara statistik adalah produksi garmen domestik tahun sebelumnya. lnformasi memproduksi garmen temyata ditentukan juga oleh produksi garmen tahun sebelumnya. Jika produksi garmen domestik tahun sebelumnya naik sebesar 1 ribu ton, maka produksi garmen domestik tahun berikutnya meningkat sebesar 0.64 ribu ton, ceteris paribus Ekspor Gannen Indonesia Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor garmen Indonesia disajikan pada Tabel 31. Hasil pendugaan parameter ekspor garmen Indonesia mempunyai nifai R2 yang tinggi, yaitu Koefisien determinasi yang tinggi tersebut menunjukkan tingginya kemampuan peubah peubah penjelas dalam menjelaskan perilaku ekspor garmen Indonesia. Tanda

150 132 dugaan parameter peubah dalam persamaan struktural juga telah sesuai dengan harapan. Tabel 31. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Gannen Indonesia (XGI) No. NamaPeubah Keterangan: - : nyata pada taraf a = 5 persen. : nyata pada taraf a = 20 persen. Parameter Dugaan Ekspor garmen Indonesia dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh peubah-peubah harga riil garmen dunia, rasio harga riil tekstil dunia dengan harga riil garmen domestik tahun sebelumnya, produksi garmen domestik tahun sebelumnya, nilai tukar Rupiah terhadap USD tahun sebelumnya, dummy integrasi perdagangan TPT dunia, tren waktu, dan ekspor garmen Indonesia tahun sebelumnya. Dari tujuh peubah tersebut, temyata empat peubah yang berpengaruh nyata, yaitu rasio harga riil tekstil dunia dengan harga riil garmen domestik tahun sebelumnya, nilai tukar Rupiah terhadap USO tahun sebelumnya, tren waktu, dan ekspor garmen Indonesia tahun sebelumnya, Elastlsitas t-hltung Jangka Jangka Pendek Panlana 1 Intercept Harga riil garmen dunia (HGWR) Rasio harga riil tekstil dunia dengan harga 3 riil garmen domestik tahun sebelumnya (HTD6) * Produksl garmen domestik tahun sebelumnya (LPGD) Nilai tukar rlil Rupiah/USO tahun sebelumnya (LERIR) **** Dummy integrasi perdagangan tekstil dan produk tekstil dunia (DKG) Tren waktu (T) Ekspor garmen Indonesia tahun sebelumnva (l.xgi) o.3219n 1.374* R2 = , F-hituna = , OW= Harga riil garmen domestik diwakili dengan rasio harga riil tekstil dunia dengan harga riil garmen domestik tahun sebelumnya memberikan kontribusi dalam ekspor garmen Indonesia dengan hubungan yang negatif. Apabila harga riil garmen domestik meningkat sebesar 1 USO per ton, maka akan menurunkan garmen Indonesia sebesar ribu ton. Hal ini menjadi disinsentif bagi produsen untuk melakukan ekspor garmen. Oalam jangka pendek maupun

151 133 jangka panjang, peubah ekspor garmen Indonesia kurang responsif terhadap rasio harga riil tekstil dunia dengan harga riil garmen domestik tahun sebelumnya. Eksportasi garmen berkaitan erat dengan nilai tukar rm Rupiah terhadap USO. Nilai tukar Rupiah yang terdepresiasi akan meningkatkan daya saing garmen Indonesia. Secara statistik, peubah nilai tukar riil Rupiah terhadap USO tahun sebelumnya berpengaruh sangat nyata dengan elastisitas jangka pendek 0.30 dan jangka panjang Artinya bila Rupiah makin melemah terhadap USO sebesar 10 persen, maka ekspor garmen Indonesia akan meningkat sebesar 3.04 persen dalam jangka pendek dan 4.50 pesen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Atau dengan kata lain bahwa respons ekspor garmen Indonesia terhadap nilai tukar riil Rupiah terhadap USO bersifat inelastis dalam jangka pendek dan juga dalam jangka panjang. Kecenderungan waktu menunjukkan hubungan yang positif dengan ekspor garmen Indonesia. Artinya jumlah ekspor garmen Indonesia mengalami kenaikan sebesar ribu ton setiap tahun, ceteris paribus. Selain itu peubah tren waktu juga dapat mewakili peubah teknologl. Penggunaan teknologi modem dalam industri garmen akan mendorong efisiensi proses produksi, sehingga jumlah produksi garmen akan meningkat. Selanjutnya peningkatan ini akan menstimulasi ekspor garmen Indonesia sebesar ribu ton, ceteris paribus. Koefisien ekspor garmen Indonesia tahun sebelumnya mempunyai hasil pendugaan parameter bertanda positif sebesar Artinya jika ekspor garmen Indonesia tahun sebelumnya bertambah 1 ribu ton, maka ekspor garmen Indonesia tahun berikutnya akan meningkat meningkat sebesar 0.32 ribu ton, ceteris paribus. Peubah ekspor garmen Indonesia tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap ekspor garmen Indonesia.

152 Penawaran Gannen Domestik Total penawaran garmen domestik merupakan persamaan identitas yang mengandung hubungan antara produksi garmen domestik, imper garmen Indonesia, dan ekspor garmen Indonesia. Secara umum, persamaan penawaran garmen domestik dapat ditulis sebagai berikut, SGDt = PGDt + MG It - XGlt (6.90) dimana, SGDt : Penawaran germen domestik tahun t (1 000 ton). PGDt : Produksi garmen domestik tahun t (1 000 ton). MGlt : lmpor garmen Indonesia tahun t (1 000 ton). XGlt : Ekspor garmen Indonesia tahun t (1 000 ton) Harga Garmen Oomestik garmen domestik ditunjukkan pada Tabel 32 di bawah ini. Tabel 32. Hasil Pendugaan Parameter Faktor~aktor yang Mempengaruhi Harga Riil Garmen Domestik (HGDR) No. Keterangan: Nama Peub_ah **** : nyata pada taraf a = 5 persen. *** : nyata pada taraf a = 10 perseo. Parameter Dugaan Elastisltas t-hltung Jangka Jangka Pendek Panlang 1. lnteroept Rasio pennintaan garmen domestik 2. dengan pennintaan gannen domestik tahun sebelumnya (DG03) Perubahan harga riil tekstil domestik 4. (HT04) Perubahan harga riil tek$til dunia (H1W12) s Rasio harga riil gannen dunia tahun 5. sebelumnya dengan harga riil tekstil dunia (HGW9) *** Tren waktu (T) *** 7. Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi harga riil Harga riil gannen domestik tahun sebelumnva (LHGOR) R2 = F-hituna = OW= Hasil pendugaan parameter harga riil garmen domestik mempunyai nilai R2 yang tinggi, yaitu Hal ini menunjukkan tingginya kemampuan peubah psubah penjelas dalam menjelaskan perilaku harga riil garmen domestik. Tanda

153 135 dugaan parameter peubah dalam persamaan struktural juga telah sesuai dengan hara pan. Harga riil garmen domestik dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh peubah-peubah rasio permintaan garmen domestik dengan permintaan garmen domestik tahun sebelumnya, perubahan harga riil tekstil domestik, perubahan harga riil tekstil dunia, rasio harga riil garmen dunia tahun sebelumnya dengan harga riil tekstil dunia, teknologi, tren waktu, dan harga riil garmen domestik tahun sebelumnya. Perubahan harga riil tekstil domestik ikut mempengaruhi secara nyata harga riil garmen domestik dengan hubungan yang positif. Artinya apabila ada kenaikan harga riil tekstil domestik sebesar 1 USO per ton, maka akan meningkatkan harga riil garmen domestik sebesar 3.81 USO per ton, ceteris paribus. Baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, peubah harga riil garmen domestik tidak responsif terhadap perubahan harga riil tekstil domestik. Sedangkan perubahan harga riil tekstil dunia juga memberikan pengaruh nyata secara statistik terhadap harga riil garmen domestik. Apabila ada kenaikan harga riil tekstil dunia sebesar 1 USO per ton, maka akan meningkatkan harga riil garmen domestik sebesar 0.47 USO per ton, ceteris paribus. Peubah harga riil garmen domestik juga tidak responsif terhadap perubahan harga riil tekstil dunia. Berbeda dengan harga riil garmen dunia yang diwakili oleh rasio harga riil garmen dunia tahun sebelumnya dengan harga riil tekstil dunia, dimana peubah harga riil garmen domestik responsif, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap peubah tersebut. Secara statistik peubah harga riil garmen dunia berbeda nyata dengan harga riil garmen domestik. Apabila ada kenaikan rasio harga riil garmen dunia tahun sebelumnya dengan harga riil tekstil dunia

154 136 sebesar 1 USO per ton, maka akan meningkatkan harga riil garmen domestik sebesar USO per ton, ceteris paribus. Penggunaan teknologi akan mendorong proses produksi berjalan lebih efisien, sehingga masing-masing produsen dapat memproduksi garmen dengan lebih cepat, lebih banyak, dan lebih berkualitas. Persaingan di antara produsen garmen menjadi semakin tinggi yang ditandai dengan keberadaan produk-produk substitusi, sehingga ada kecenderungan harga riil garmen domestik menurun sebesar USO per ton, ceteris paribus Pennintaan Gannen Domestik No. Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan garmen domestik dijelaskan pada Tabet 33 di bawah ini. Tabel 33. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pennintaan Gannen Domestik (DGD) NamaPeubah Keterangan: - : nyata pada taraf a = 5 persen. Parameter Dugaan Elastlsltas t-hltung Jangka Jangka Pendek Panlang 1. Intercept Rasio harga riil garmen dunia dengan 2. harga riil tekstil dunla tahun sebelumnya (HGWS) Harga riil garmen domestik dalam Rupiah (HGD11) Pendapatan per kapita Indonesia (GDPl4) Perubahan imporgarmen bekas (MGB1) Permintaan garmen domestic tahun 6. sebelumnya (LOGO) R2 = , F-hitung = 5.012, OW= Hasil pendugaan parameter permintaan garmen domestik mempunyai nilai R2 yang cukup tinggi, yaitu Dengan kata lain, sebesar 44 persen peubah-peubah penjelas tersebut dapat menjelaskan dengan baik perilaku permintaan garmen domestik. Tanda dugaan parameter peubah dalam persamaan struktural juga telah sesuai dengan yang diharapankan. Permintaan garmen domestik dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh peubah-peubah rasio harga riil garmen dunia dengan harga riil tekstil dunia

155 137 tahun sebelumnya, harga riil garmen domestik dalam Rupiah, pendapatan per kapita Indonesia, perubahan impor garmen bekas Indonesia, dan permintaan garmen domestik tahun sebelumnya. Terdapat dua dari lima peubah yang berpengaruh secara nyata terhadap perubahan permintaan garmen domestik. Harga adalah faktor penting yang mempengaruhi pergerakan permintaan, begitu pula yang diperoleh dari hasil penelitian ini. Peubah rasio harga riil garmen dunia dengan harga riil tekstil dunia tahun sebelumnya berpengaruh nyata secara statistik dengan hubungan yang negatif. Secara umum apabila ada kenaikan rasio harga riil garmen dunia dengan harga riil tekstil dunia tahun sebelumnya sebesar 1 USO per ton, maka akan menurunkan permintaan garmen domestik sebesar ribu ton, ceteris paribus. Sedangkan besarnya elastisitas jangka pendek adalah 1.63 persen dan dalam jangka panjang adalah 3.66 persen. Hal ini dapat diartikan secara khusus, bahwa apabila ada kenaikan harga riil garmen domestik sebesar 1 USO per ton, maka akan menurunkan permintaan garmen domestik sebesar 1.63 ribu ton dalam jangka pendek dan sebesar 3.66 ribu ton dalam jangka panjang. Selain itu peubah permintaan garmen domestik tahun sebelumnya juga berpengaruh nyata secara statistik terhadap permintaan garmen domestik tahun sekarang. Apabila ada kenaikan 1 ribu ton permintaan garmen domestik tahun sebelumnya, maka hal ini akan menaikkan permintaan garmen domestik tahun sekarang sebesar 0.55 ribu ton, ceteris paribus lmpor Gannen Indonesia Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi imper garmen Indonesia ditunjukkan dengan jelas pada Tabel 34. Hasil pendugaan parameter impor gannen Indonesia mempunyai nilai R2 yang tinggi, yaitu Hal ini menunjukkan tingginya kemampuan peubah-peubah penjelas dalam

156 138 menjelaskan perilaku impor garmen Indonesia. Atau dengan kata lain, sebesar 69 persen peubah-peubah penjelas dapat menjelaskan dengan baik perilaku impor garmen Indonesia. Tanda dugaan parameter peubah dalam persamaan struktural juga telah sesuai dengan harapan. Tabet 34. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi lmpor Garmen Indonesia (MGI) No. NamaPeubah Keterangan: - : nyata pada taraf a = 5 persen. : nyata pada taraf a = 20 persen. lmpor garmen Indonesia dijelaskan oleh peubah harga riil impor garmen Indonesia, perubahan harga riil garmen dunia, tarif impor garmen tahun, produksi garmen domestik tahun sebelumnya, rasio nilai tukar Rupiah terhadap USO dengan nilai tukar Rupiah terhadap USO tahun sebelumnya, pendapatan per kapita Indonesia, dan impor garmen Indonesia tahun sebelumnya. Peubah yang tidak berpengaruh nyata adalah rasio nilai tukar Rupiah terhadap USO dengan nilai tukar Rupiah terhadap USO tahun sebelumnya dan pendapatan per kapita Indonesia sebelumnya. Parameter Dugaan Elastlsifas t-hltung Jangka Jangka Pendek Panlana 1. Intercept Harga riil lmpor gannen Indonesia (HMGIR) * 3. Perubahan harga riil gannen dunia (HGW10) Tarif impor gannen (TFG} n Produksl gannen domestic tahun 5. sebelumnya (LPGD) Rasio nilai tukar riil Rupiah/USC dengan 6. nilai tukar riil Rupiah/USO tahun sebelumnya (ERl2) Pendapatan per k.apita Indonesia (GDPl4) lmpor gannen Indonesia tahun 8. sebelumnva tlmgi) R2 = F-hituna = OW= Koefisien dugaan parameter perubahan harga riil impor garmen Indonesia sebesar Artinya apabila ada kenaikan harga riil impor garmen Indonesia sebesar 1 USO per ton, maka akan menurunkan impor garmen Indonesia sebesar ribu ton, ceteris paribus. Baik dalam jangka pendek maupun

157 139 jangka panjang, peubah impor garmen Indonesia tidak responsif terhadap peubah harga tiil impor garmen Indonesia. Sedangkan besamya parameter dugaan perubahan harga riil garmen dunia adalah dengan arah yang berlawanan. Artinya bila perubahan harga riil garmen dunia meningkat 1 USO per ton, maka impor garmen Indonesia akan menurun sebesar ribu ton, ceteris paribus. Respons peubah impor garmen Indonesia terhadap perubahan harga riil garmen dunia, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, adalah inelastis. Tarif impor garmen mempengaruhi impor garmen Indonesia dengan arah yang berlawanan. Artinya bila ada kenaikan besaran tarif impor garmen sebesar 1 persen, maka akan menurunkan impor garmen Indonesia sebesar 1.35 ribu ton, ceteris paribus. Dalam jangka pendek, impor garmen Indonesia bersifat inelastis terhadap tarif impor garmen dibanding dalam jangka panjang. lmpor garmen Indonesia juga dipengaruhi oleh peubah produksi garmen domestik tahun sebelumnya. Apabila produksi garmen domestik tahun sebelumnya meningkat sebesar 1 ribu ton, maka impor garmen Indonesia akan menurun sebesar 0.16 ribu ton, ceteris paribus. Respons impor garmen Indonesia terhadap produksi garmen domestik adalah inelastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Peubah lainnya yang juga signifikan secara statistik adalah impor garmen Indonesia tahun sebelumnya. Koefisien impor garmen Indonesia tahun sebelumnya bertanda positif dan sebesar Artinya jika impor garmen Indonesia tahun sebelumnya bertambah 1 ribu ton, maka impor garmen Indonesia tahun sekarang akan meningkat sebesar 0.61 ribu ton, ceteris paribus. Peubah impor garmen Indonesia tahun sebelumnya berpengaruh sangat nyata terhadap impor garmen Indonesia.

158 Keragaan Pasar Gannen Dunia Total Ekspor Gannen Dunia Dalam penelitian ini, eksportir garmen dunia terdiri dari Jerman, China, Turki, Indonesia, dan ditambah dengan sisa ekspor garmen dunia. Model persamaan ekspor garmen Jerman, China, Turki, dan Indonesia adalah persamaan struktural, kecuali sisa ekspor garmen dunia sebagai peubah eksogen. Adapun persamaan total ekspor garmen dunia adalah sebagai berikut: XGWt = XGGt + XGCt + XGTt + XGlt + XGRt (6.91) dimana, XGWt XGGt XGCt XGTt XGlt XGRt : Ekspor garmen dunia tahun t (1 000 ton). : Ekspor garmen Jerman tahun t ( ton). : Ekspor garmen China tahun t (1 000 ton). : Ekspor garmen Turki tahun t (1 000 ton). : Ekspor garmen Indonesia tahun t (1 000 ton). : Sisa ekspor garmen dunia tahun t (1 000 ton). Dari hubungan identitas tersebut, maka setiap perubahan dalam volume ekspor garmen Jerman, China, Turki, Indonesia, dan sisa ekspor garmen dunia, akan mempengaruhi total ekspor garmen dunia Total lmpor Gannen Dunia diduga perilaku impomya, yaitu Jerman, Amerika Serikat, Jepang, Indonesia, dan sisa impor garmen dunia yang diperlakukan sebagi peubah eksogen. persamaan berikut ini: dimana, Total impor garmen dunia merupakan suatu persamaan identitas yang diperoleh dari penjumlahan imper dari negara-negara pengimpor utama yang Adapun persamaan total impor garmen dunia dapat dilihat pada MGWt = MGGt + MGAt + MGJt + MGlt + MG Rt (6.92) MGWt : Imper garmen dunia tahun t (1 000 ton). MGGt : lmpor garmen Jerman tahun t (1 000 ton). MGAt : lmpor garmen Amerika Serikat tahun t (1 000 ton).

159 141 MGJt : lmpor garmen Jepang tahun t (1 000 ton). MGlt : lmpor garmen Indonesia tahun t (1 000 ton). MGRt : Sisa impor garmen dunia tahun t (1 000 ton). Dari persamaan identitas tersebut dapat dilihat bahwa setiap terjadi perubahan impor pada negara pengimpor utama yang jumlah dan proporsinya dalam total impor dunia cukup besar, maka akan mempengaruhi keseimbangan harga garmen dunia Harga Garmen Dunia No. Nama Peubah Elastlsltas Parameter t-hltung Dugaan Jangka Jangka Pendek PanJang 1 lnteroept Ekspor gannen dunla (XGW) **** lmpor garmen dunla tahun sebelumnya (LMGW) Harga rill gannen dunla tahun sebelumnva (LHGWR) Keterangan: - Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi harga riil garmen dunia dapat dilihat pada label 35 di bawah ini. Tabel 35. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Riil Garmen Dunia (HGWR) R2 = , F-hituM = , rntl = : nyata pada taraf a = 5 persen. Hasil pendugaan parameter harga riil garmen dunia mempunyai nilai R2 yang tinggi, yaitu Hal tersebut menggambarkan tingginya kemampuan peubah-peubah penjelas dalam menjelaskan perilaku harga riil garmen dunia. Tanda dugaan parameter peubah dalam persamaan struktural juga telah sesuai dengan harapan. Harga riil garmen dunia dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh peubah-peubah total ekspor garmen dunia, impor garmen dunia tahun sebelumnya, dan harga riil garmen dunia tahun sebelumnya. Semua peubah temyata signifikan secara statistik. Total ekspor garmen dunia mempengaruhi harga riil garmen dunia dan nyata secara statistik. Apabila ada kenaikan ekspor garmen dunia sebesar 1 ribu

160 142 ton, maka harga riil garmen dunia akan menurun sebesar 1.20 USO per ton, ceteris paribus. Responsif peubah harga riil garmen dunia terhadap ekspor garmen dunia adalah elastis, baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Total impor garmen dunia tahun sebelumnya yang meningkat sebesar 1 ribu ton akan berkontribusi dalam meningkatkan harga riil garmen dunia sebesar 0.04 USO per ton dengan keadaan yang kurang responsif dalam jangka pendek dan menjadi responsif dalam jangka panjang, ceteris paribus. Koefisien harga riil garmen dunia tahun sebelumnya bertanda positif sebesar Artinya jika harga riil garmen dunia tahun sebelumnya naik 1 USO per ton, maka harga riil garmen dunia tahun sekarang akan meningkat juga sebesar 0.54 USO per ton, ceteris paribus. Peubah harga riil garmen dunia tahun sebelumnya berpengaruh sangat nyata terhadap harga riil garmen dunia Ekspor Gannen Jerman garmen Jerman dapat dijelaskan pada Tabel 36.. Tabel 36. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi EksporGannenJennan(XGG) No. Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor NamaPeubah Keterangan: - : nyata pada taraf a = 5 persen.... : nyata pada taraf a.. 10 persen. * : nyata pada taraf a = 20 persen. Parameter Dugaan Elastlsltas t-hitung Jangka Jangka Pendek Pan Jang 1. lntelc6pt *** 2. Rasio harga riil garmen dunia dengan harga rlil tekstil dunia (HGW2) Produksl garmen Jerman tahun 3. sebelumnya (LPGG) Nilai tukar rill Euro/USO tahun 4. sebelumnya (LERGR) * Tren waktu (T) os- 6. Ekspor garmen Jerman tahun sebelumnva (L.XGG) **** R2 = F-hituna = ow= Hasil pendugaan parameter ekspor garmen Jerman mempunyai nilai R2 yang tinggi, yaitu Atau dengan kata lain keadaan tersebut menunjukkan

161 143 tingginya kemampuan peubah-peubah penjelas dalam menjelaskan perilaku ekspor garmen Jerman. Tanda dugaan parameter peubah-peubah penjelas dalam persamaan struktural tersebut juga telah sesuai dengan harapan, baik teori maupun empiris Ekspor garmen Jerman dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh peubah-peubah rasio harga riil garmen dunia dengan harga riil tekstil dunia, produksi garmen Jerman tahun sebelumnya, nilai tukar riil Euro terhadap USO tahun seelumnya, tren waktu, dan ekspor garmen Jerman tahun sebelumnya. Nilai tukar riil Euro terhadap USO tahun sebelumnya berpengaruh secara nyata dengan hubungan yang positif terhadap perubahan ekspor garmen Jerman. Nilai tukar riil Euro terhadap USO tahun sebelumnya mempunyai hasil dugaan parameter sebesar Artinya apabila ada kenaikan nilai tukar riil atau depresiasi nilai tukar Jerman terhadap USO maka ekspor garmen Jermana akan meningkat sebesar ribu ton, ceteris paribus. Responsif peubah ekspor garmen Jerman adalah inelastis dalam jangka pendek dan efastis dalam jangka panjang. Lompatan kemajuan Eropa, termasuk Jerman, dimulai dengan Revolusi lndustri, dimana revolusi ini pada gilirannya dipicu oleh pabrik-pabrik tekstil yang berorientasi ekspor (Rivoli, 2007). Penemuan mesin-mesin baru pada tahun 1770, seperti mesin pemintal atau spinning jenny yang merevolusionerkan produksi kain, mendorong produksi dan juga ekspor garmen Jerman semakin meningkat. Sejalan dengan waktu inovasi mesin pemintal semakin beragam, mulai dari water frame, spinning mule hingga mesin uap, akan mendorong jumlah ekspor garmen Jerman meningkat sebesar ribu ton, ceteris paribus. Sedangkan peubah lainnya yang juga berpengaruh secara nyata adalah ekspor garmen Jerman tahun sebelumnya. Koefisien ekspor garmen Jerman tahun sebelumnya bertanda positif sebesar Artinya jika ekspor garmen

ANALISIS EKONOMI PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA. Iwan Hermawan

ANALISIS EKONOMI PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA. Iwan Hermawan ANALISIS EKONOMI PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA Iwan Hermawan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

II. INDUSTRI TPT GLOBAL DAN INDONESIA. pada 5000 sebelum Masehi. Pada awal tahun 1500an sistem pabrik dibangun

II. INDUSTRI TPT GLOBAL DAN INDONESIA. pada 5000 sebelum Masehi. Pada awal tahun 1500an sistem pabrik dibangun II. INDUSTRI TPT GLOBAL DAN INDONESIA 2.1. Sejarah dan Pengertian Industri TPT Industri tekstil merupakan salah satu industri tertua di dunia. Tekstil tertua ditemukan pertama kali berupa potongan pakaian

Lebih terperinci

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis simulasi beberapa alternatif kebijakan dengan tujuan untuk mengevaluasi perkembangan

Lebih terperinci

MENCERMATI KINERJA TEKSTIL INDONESIA : ANTARA POTENSI DAN PELUANG

MENCERMATI KINERJA TEKSTIL INDONESIA : ANTARA POTENSI DAN PELUANG MENCERMATI KINERJA TEKSTIL INDONESIA : ANTARA POTENSI DAN PELUANG Oleh : Ermina Miranti 1 Meskipun tak putus didera masalah, hingga saat ini Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia masih memainkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan barang dan jasa antar negara di dunia membuat setiap negara mampu memenuhi kebutuhan penduduknya dan memperoleh keuntungan dengan mengekspor barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serat kapas yang berasal dari tanaman kapas (Gossypium hirsutum L.) merupakan salah satu bahan baku penting untuk mendukung perkembangan industri Tekstil dan Produk Tekstil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA. Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan

VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA. Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan parameter persamaan struktural dalam model ekonometrika perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015 KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015 Yang Mulia Duta Besar Turki; Yth. Menteri Perdagangan atau yang mewakili;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw. (2003), pendapatan nasional yang dikategorikan dalam PDB (Produk

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw. (2003), pendapatan nasional yang dikategorikan dalam PDB (Produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw (2003), pendapatan nasional yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh ditemukan sekitar tahun 2700 SM di Cina. Seiring berjalannya waktu, teh saat ini telah ditanam di berbagai negara, dengan variasi rasa dan aroma yang beragam. Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil dikumpulkan melalui sektor pertekstilan

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, jumlah industri TPT di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pesat di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, jumlah industri TPT di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tekstil merupakan salah satu industri yang berkembang cukup pesat di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, jumlah industri TPT di Indonesia mencapai 2.581

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT DESEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER 2016 MENCAPAI USD 2,29 MILYAR No. 08/02/32/Th.XIX, 01

Lebih terperinci

V. ANALISIS PERUBAHAN EKSPOR TPT INDONESIA. Analisis perubahan ekspor TPT Indonesia di pasar dunia akan dilakukan

V. ANALISIS PERUBAHAN EKSPOR TPT INDONESIA. Analisis perubahan ekspor TPT Indonesia di pasar dunia akan dilakukan V. ANALISIS PERUBAHAN EKSPOR TPT INDONESIA Analisis perubahan ekspor TPT Indonesia di pasar dunia akan dilakukan dengan menggunakan metode CMS. Hasil analisis CMS akan dapat memberikan gambaran secara

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12. 54 V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA 5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama 1996-2005 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 21/05/31/Th. XVII, 4 Mei EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN MARET MENCAPAI 1.119,04 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta bulan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika

1. PENDAHULUAN. Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika pada tanggal 1 I September 2001, tampaknya akan mengubah tatanan ekonomi dan pasar global yang dalam

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR JAWA TENGAH NOPEMBER 2008

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR JAWA TENGAH NOPEMBER 2008 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No.02/03/33/Th.III, 02 Maret 2009 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR JAWA TENGAH NOPEMBER 2008 Nilai ekspor Jawa Tengah bulan Nopember 2008 mencapai 231,78 juta USD, naik sebesar 8,88 persen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis keuangan yang dipicu oleh permasalahan lembaga-lembaga keuangan raksasa di Amerika Serikat berdampak negatif bagi perekonomian dunia. Dampak krisis yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2016 No. 42/08/32/Th.XVIII, 01 Agustus 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI 2016 MENCAPAI USD 2,48

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 43/08/32/Th.XIX, 01 Agustus 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI 2017 MENCAPAI USD 1,95 MILYAR

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JULI 2016 No. 51/09/32/Th.XVIII, 01 September 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JULI 2016 MENCAPAI USD 1,56

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT NOVEMBER 2016 No. 04/01/32/Th.XIX, 03 Januari 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER 2016 MENCAPAI USD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 06/02/31/Th. XVI, 3 Februari 2014 NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN DESEMBER 2013 MENCAPAI 953,15 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor non migas

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia memiliki daya saing yang relatif baik di pasar internasional. Hal ini disebabkan Indonesia memiliki

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR JAWA TENGAH SEPTEMBER 2008

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR JAWA TENGAH SEPTEMBER 2008 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No.02/01/33/Th.III, 05 Januari 2009 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR JAWA TENGAH SEPTEMBER 2008 Nilai ekspor Jawa Tengah bulan September 2008 mencapai 286,02 juta USD, meningkat sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk di dalamnya agribisnis. Kesepakatan-kesepakatan pada organisasi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI No.20/32/Th.XVIII, 01 April A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$ 1,97 MILYAR Nilai

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN OKTOBER 2012 MENCAPAI 1.052,95 JUTA DOLLAR AMERIKA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN OKTOBER 2012 MENCAPAI 1.052,95 JUTA DOLLAR AMERIKA BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 53/12/31/Th. XIV, 3 Desember 2012 EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN OKTOBER 2012 MENCAPAI 1.052,95 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor non migas

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 No. 20/04/32/Th XIX, 3 April 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI 2017 MENCAPAI USD 2,21

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT APRIL 2017 No. 34/06/32/Th.XIX, 2 Juni 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR APRIL 2017 MENCAPAI USD 2,24 MILYAR

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutang. Aktivitas pasar modal yang merupakan salah satu potensi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. hutang. Aktivitas pasar modal yang merupakan salah satu potensi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi ini, pasar modal atau bursa merupakan pendanaan yang sangat penting. Perkembangan pasar modal di Indonesia mengalami perkembangan yang

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 25/05/32/Th.XIX, 02 Mei 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2017 MENCAPAI USD 2,49 MILYAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016 No.37/07/32/Th.XVIII, 01 Juli 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI 2016 MENCAPAI US$ 2,08 MILYAR

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 02/01/31/Th.XVI, 2 Januari 2014 NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN NOVEMBER 2013 MENCAPAI 921,44 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor non migas

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2017 No. 38/07/32/Th.XIX, 3 Juli 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI 2017 MENCAPAI USD 2,45 MILYAR

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN JANUARI 2013 MENCAPAI 1.153,70 JUTA DOLLAR AMERIKA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN JANUARI 2013 MENCAPAI 1.153,70 JUTA DOLLAR AMERIKA BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 14/03/31/Th. XV, 1 Maret 2013 EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN JANUARI 2013 MENCAPAI 1.153,70 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor non migas melalui

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Barat No. 56/10/32/Th. XIX, 2 Oktober 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Barat Agustus 2017 Ekspor Agustus 2017

Lebih terperinci

cukup lama berkembang di Indonesia Industri tersebut mulai berkembang dengan

cukup lama berkembang di Indonesia Industri tersebut mulai berkembang dengan 1.1. Latar Belakang Industri Tekstil dan Produk Tekstii (TPT) merupakan industri yang sudah cukup lama berkembang di Indonesia Industri tersebut mulai berkembang dengan pesat pada awal tahun 1970 setelah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT SEPTEMBER 2016 No. 60/11/32/Th.XVIII, 1 November 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SEPTEMBER 2016 MENCAPAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN JAKARTA, 19 JANUARI 2015 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN JAKARTA,

Lebih terperinci

Nilai ekspor Jawa Barat Desember 2015 mencapai US$2,15 milyar naik 5,54 persen dibanding November 2015.

Nilai ekspor Jawa Barat Desember 2015 mencapai US$2,15 milyar naik 5,54 persen dibanding November 2015. BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No.09/02/32/Th.XVIII, 01 Februari 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT DESEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER MENCAPAI US$2,15 MILYAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 54/12/31/Th. XVIII, 1 Desember NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN OKTOBER MENCAPAI 1.055,64 JUTA DOLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT NOVEMBER No.72/12/32/Th.XVII, 15 Desember A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER MENCAPAI US$2,03 MILYAR Nilai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh posisi persaingan..., Rahmitha, FE UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh posisi persaingan..., Rahmitha, FE UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang Industri Tekstil dan Produk Tekstil sudah ada sejak lama di Indonesia. Industri ini bemula dari industri rumahan di tahun 1929 yang kemudian terus mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MARET 2008

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MARET 2008 BADAN PUSAT STATISTIK No. 22/05/Th. XI, 2 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MARET A. Perkembangan Ekspor Nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 11,90 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 12,96

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya hubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan perekonomian dunia telah mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) mulai bergesernya

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No.25/05/32/Th.XVIII, 02 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET MENCAPAI US$ 2,12 MILYAR Nilai ekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 06/02/31/Th. XIX, 1 Februari 2017 NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN DESEMBER MENCAPAI 715,18 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 21/06/31/Th. XI, 01 Juni EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN MARET SEBESAR 696,56 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta bulan

Lebih terperinci

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI Juli 2007 INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI Pada Juli 2007, secara tahunan, pertumbuhan tertinggi terjadi pada produksi kendaraan non niaga, sedangkan kontraksi tertinggi terjadi pada penjualan minyak diesel.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri garmen semakin mengglobal. Perkembangan ini dimulai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri garmen semakin mengglobal. Perkembangan ini dimulai BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perkembangan industri garmen semakin mengglobal. Perkembangan ini dimulai dengan adanya mesin-mesin pembuat kain, baik yang menggunakan sistem rajut maupun dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan industri khususnya industri tesktil diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Namun bila dalam perumusan kebijakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan Internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang disampaikan Salvatore

Lebih terperinci

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 1980-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 34/08/31/Th. XVII, 3 Agustus EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN JUNI MENCAPAI 1.119,04 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta

Lebih terperinci

ANALISIS IMPOR SERAT DI INDONESIA. JURUSAPd ILMU-IIILMU SOSLAL EKONOMI P ERTmM FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTIUUW BOGOR 1997

ANALISIS IMPOR SERAT DI INDONESIA. JURUSAPd ILMU-IIILMU SOSLAL EKONOMI P ERTmM FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTIUUW BOGOR 1997 ANALISIS IMPOR SERAT DI INDONESIA S JURUSAPd ILMU-IIILMU SOSLAL EKONOMI P ERTmM FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTIUUW BOGOR 1997 RTNGKASAN ERN1 SUKMADINI ASIKIN. Analisis Impor Serat Kapas di Indonesia.

Lebih terperinci

Ekspor Bulan Juni 2014 Menguat. Kementerian Perdagangan

Ekspor Bulan Juni 2014 Menguat. Kementerian Perdagangan Ekspor Bulan Juni 2014 Menguat Kementerian Perdagangan 5 Agustus 2014 1 Neraca perdagangan non migas bulan Juni 2014 masih surplus Neraca perdagangan Juni 2014 mengalami defisit USD 305,1 juta, dipicu

Lebih terperinci