MENCERMATI KINERJA TEKSTIL INDONESIA : ANTARA POTENSI DAN PELUANG
|
|
- Suparman Hardja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 MENCERMATI KINERJA TEKSTIL INDONESIA : ANTARA POTENSI DAN PELUANG Oleh : Ermina Miranti 1 Meskipun tak putus didera masalah, hingga saat ini Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia masih memainkan peran yang cukup besar terhadap perekonomian nasional. Pada 2006, industri ini memberikan kontribusi sebesar 11,7 persen terhadap total ekspor nasional, 20,2 persen terhadap surplus perdagangan nasional, dan 3,8 persen terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Sementara daya serap industri ini terhadap tenaga kerja juga cukup besar, mencapai 1,84 juta tenaga kerja. Hingga saat ini, industri TPT Indonesia menghadapi berbagai masalah. Masalahmasalah tersebut diantaranya adalah biaya energi yang mahal, infrastruktur pelabuhan yang belum kondusif, mesin-mesin pertekstilan yang sebagian besar sudah sangat tua, dan maraknya produk impor ilegal terutama dari China. Berbagai permasalahan tersebut menyebabkan Industri TPT Indonesia berjalan dengan kondisi yang kurang sehat. Biaya operasional menjadi relatif mahal, namun dengan produktivitas yang relatif rendah. Dengan kondisi yang cukup berat tersebut, produk TPT Indonesia masih berhasil mendapat tempat yang cukup baik di pasar luar negeri, bahkan memiliki daya saing yang cukup tinggi di pasar internasional. Ini terbukti dari cukup besarnya kontribusi devisa yang dihasilkan dari sektor ini dari tahun ke tahun maupun kontribusi Indonesia terhadap perdagangan TPT internasional dibanding negara-negara eksportir lainnya. Pada 2006 misalnya, devisa yang dihasilkan dari sub sektor TPT mencapai US$ 9,5 miliar. Profil Industri Hingga 2006, jumlah industri tekstil Indonesia mencapai perusahaan, dengan total investasi Rp 135,7 triliun. Jumlah ini hanya mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya yang berjumlah 2,656 perusahaan. Lokasi industri TPT terkonsentrasi di Jawa Barat (57 persen), Jawa Tengah (14 persen), dan Jakarta (17 persen). Sisanya tersebar di Jawa Timur, Bali, Sumatera dan Yogyakarta. Pada 2006, total kapasitas produksi mencapai 6,1 juta ton dengan utilitas 69,8 persen. Kapasitas produksi tersebut terdiri dari industri pemintalan 2,4 juta ton, industri pertenunan, 1 Analis Ekonomi dan Bisnis pada bank BUMN di Jakarta 1
2 perajutan, pencelupan dan finishing 1,8 juta ton, industri garmen 754 ribu ton dan tekstil lainnya 101 ribu ton. Kapasitas produksi ini mengalami kenaikan sebesar 1,7 juta ton dibanding tahun sebelumnya yang hanya sebesar 5,86 juta ton. Industri tekstil memiliki struktur industri yang terintegrasi dari hulu hingga ke hilir (up stream, mid stream, dan down stream) dan memiliki keterkaitan yang sangat erat antara satu industri dengan industri lainnya. Karena itu, analisis mengenai industri ini akan menyentuh berbagai segmen industri baik langsung maupun tidak langsung Di tingkat hulu Indonesia memiliki industri serat yang terdiri dari industri serat alam, serat buatan dan benang filamen; dan industri pemintalan serta pencelupan (spinning). Hingga 2006, Indonesia telah memiliki 26 perusahaan industri serat dengan total kapasitas terpasang 1,077 ribu ton. Sekitar 70% dari hasil industri serat ini diserap oleh industri pemintalan di dalam negeri. Sedangkan sisanya diekspor ke luar negeri. Saat ini Indonesia merupakan produsen serat buatan ketujuh terbesar dunia yang memasok 10% kebutuhan serat rayon dunia. Sementara itu, jumlah industri pemintalan mencapai 204 perusahaan dengan kapasitas terpasang 2,4 juta ton dan jumlah mesin unit pada Jumlah mesin ini tidak mengalami perkembangan sejak Dari jumlah mesin tersebut, sebanyak 64 persen diantaranya telah berusia diatas 20 tahun. Ini menyebabkan industri ini tidak mampu memenuhi permintaan pasar dalam negeri maupun luar negeri secara optimal. Sekitar separuh dari produksi industri pemintalan dikonsumsi di dalam negeri, dan sisanya di ekspor ke luar negeri. Kondisi yang relatif sama juga terlihat pada industri pertenunan, perajutan, pencelupan dan finishing. Jumlah perusahaan yang berjumlah 1,044 perusahaan dengan total kapasitas produksi 1,78 juta ton pada 2006 nyaris tidak mengalami perkembangan sepanjang 5 tahun terakhir. Demikian juga jumlah mesin tidak mengalami penambahan sejak Diantara industri TPT, industri ini kondisinya termasuk yang paling memprihatinkan. Dari unit mesin tenun yang ada, sekitar 66 persen diantaranya telah berusia diatas 20 tahun, dan 26 persen diatas 10 tahun. Kondisi mesin rajut dan mesin finishing jauh lebih memprihatinkan. Jumlah mesin rajut yang berusia diatas 20 tahun mencapai 84 persen dari jumlah mesin unit. Sementara pada mesin finishing, jumlah mesin yang berusia diatas 20 tahun jumlahnya mencapai 93 persen dari 349 unit mesin yang ada. Itulah sebabnya, karena kemampuan mesin finishingnya yang rendah, ekspor di sub sektor ini didominasi oleh kain mentah. Pasar utama dari hasil industri tenun adalah negara-negara di Eropa dan Timur Tengah. 2
3 Di tingkat hilir, terdapat industri garmen yang jumlahnya mencapai 897 perusahaan pada 2006 dengan total kapasitas terpasang 754 ribu ton. Sekitar 88 persen dari hasil industri garmen diekspor ke luar negeri dan 12 persen untuk pasar domestik. Beberapa Permasalahan Salah satu permasalahan terbesar industri TPT Indonesia saat ini adalah usia mesin-mesin yang sudah sangat tua. Ini memang permasalahan klasik, namun belum terselesaikan hingga saat ini. Menurut catatan Departemen Perindustrian, dari seluruh mesin TPT yang ada (8,38 juta unit mesin pada 2006), sekitar 80 persen diantaranya telah berusia diatas 20 tahun. Ini menyebabkan produktivitas menurun hingga 50 persen. Di Industri pemintalan jumlah mesin yang berusia diatas 20 tahun mencapai 64 persen ( mata pintal dari mata pintal). Di industri pertenunan jumlahnya mencapai 82,1 persen ( ribu alat tenun mesin dibanding unit), perajutan 84%, finishing 93% dan pakaian jadi atau garmen 78%. Dengan kondisi mesinmesin yang sudah sangat tua tersebut, produktivitas industri TPT Indonesia diperkirakan menurun hingga 50 persen. Untuk merestrukturisasi mesin-mesin yang sudah tua tersebut diperkirakan dibutuhkan biaya sekitar Rp 44,07 triliun. Jumlah yang cukup besar tersebut terdiri dari restrukturisasi mesin di industri pemintalan sebesar Rp 13,26 triliun, industri serat Rp 8,07 triliun, industri tenun, rajut dan finishing Rp 20,9 triliun, dan industri garmen Rp 1,84 triliun. Tabel 1. Perkiraan Kebutuhan Investasi untuk Restrukturisasi Mesin-Mesin TPT SUB SEKTOR Target Nilai Ekspor (US$ miliar) Penambahan Kapasitas Produksi Kebutuhan Investasi*) US$ Rupiah Serat ton 0.95 miliar 8.07 triliun Pemintalan 3 miliar ton 1.56 miliar triliun Tenun, Rajut (grey) ton & Finishing 3 miliar (finish) ton 2.46 miliar triliun Garment 8 miliar ton 0.22 miliar 1.84 triliun Total 14 miliar 5.19 miliar triliun Sumber: Asosiasi Pertekstilan Indonesia 3
4 Dengan kondisi tersebut wajar apabila kemudian pemerintah berupaya membantu industri TPT untuk merestrukturisasi mesin-mesinnya. Selama 2007, pemerintah telah menyalurkan dana sebesar Rp 255 miliar untuk membantu peningkatan teknologi atau restrukturisasi mesin industri TPT. Kucuran dana tersebut rencananya akan dilakukan lagi pada 2008 sebesar Rp 400 miliar. Dibanding kebutuhan dana restrukturisasi yang sebesar Rp 44 triliun lebih, dana sebesar itu tentu saja masih jauh dari cukup. Karena itu, keterlibatan lembaga pembiayaan khususnya perbankan sangat diperlukan. Permasalahan lain yang cukup serius adalah maraknya tekstil impor ilegal yang masuk ke pasar domestik terutama dari China. Jumlah tekstil ilegal ini ditengarai menguasai hingga 50 persen pasar tekstil domestik yang mencapai ribu ton pada Diperkirakan produk TPT Ilegal yang masuk melalui pelabuhan mencapai 74 persen dan melalui bandara 25 persen. Di bandara Soekarno Hatta Cengkareng, produk TPT ilegal masuk dalam bentuk pakaian jadi. Biaya energi yang mahal merupakan permasalahan lain yang cukup mengganggu daya saing produk tekstil Indonesia. Pada 2005 misalnya, biaya listrik yang dikeluarkan industri TPT Indonesia mencapai US$ 0.08 (8 cent/kwh, tertinggi dibanding negara lain yang hanya sebesar 7,6 cent/kwh di China, 7 cent/kwh di Vietnam, 6,6 cent/kwh di Pakistan, dan 3 cent/kwh di Bangladesh dan Mesir. Disamping mahal, kebutuhan listrik juga belum mampu dipenuhi secara optimal oleh PLN. Untuk biaya tenaga kerja, Indonesia juga merupakan yang tertinggi diantara negara produsen lainnya. Bila negara Bangladesh dan Vietnam hanya membayar upah buruh sebesar US$ 0,35/ jam, Pakistan US$ 0,40/jam, India US$ 0,6/jam, Indonesia membayar lebih mahal yakni lebih dua kalinya Bangladesh dan Vietnam, yakni sebesar US$ 0,76/jam. Diluar itu, Indonesia masih dihadapi biaya pelabuhan yang cukup mahal, termahal kedua diantara negara-negara ASEAN setelah Singapura. Kinerja Industri Kinerja ekspor industri TPT Indonesia sempat mengalami penurunan yang cukup signifikan pada Namun demikian, sejak 2004 kinerjanya terus mengalami kenaikan baik dari sisi volume maupun nilai ekspor. Bahkan volume maupun nilai ekspor yang dicapai pada 2006 telah melampaui volume dan nilai ekspor pada tahun Lebih dari separuh nilai ekspor dikontribusi oleh industri garmen yang mencapai 55,7 persen (USD 5,27 juta), diikuti oleh industri pemintalan sebesar 18,9 persen, dan industri pertenunan 4
5 15,6 persen. Sebagian besar negara tujuan TPT Indonesia adalah AS, Uni Eropa, dan Jepang. Pada 2006, ekspor ke AS mencapai 41,3 persen, Uni Eropa 16,5 persen, dan Jepang 3,7 persen. Bila diperhatikan, terlihat bahwa kenaikan ekspor pada 2006 juga didorong oleh kenaikan harga rata-rata produk TPT yang cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya yakni dari USD 4,76/kg pada 2005 menjadi USD 4,99/kg. Tabel 2. Perkembangan Ekspor TPT Indonesia Tahun Volume (ribu kg) Value (ribu USD) Harga rata-rata (USD/kg) ,777,132 8,377, ,721,312 7,678, ,758,675 6,888, ,555,920 7,052, ,626,461 7,647, ,796,800 8,555, ,877,400 9,376, Sumber : - BPS - Asosiasi Pertekstilan Indonesia Sementara itu, volume penjualan (konsumsi) dalam negeri juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan, yakni dari 836 ribu ton pada 2005 menjadi 1,050 ribu ton pada Namun demikian kenaikan konsumsi yang tinggi ini diperkirakan lebih dari separuhnya dipasok dari tekstil impor ilegal. Diperkirakan jumlah tekstil impor ilegal di pasar domestik mencapai 58% pada 2005, dan 50% pada 2006, jauh diatas pasokan industri TPT domestik yang hanya sebesar 36% pada 2005 dan 45% pada Meningkatnya impor ilegal tersebut disebabkan antara lain harga, disain dan kualitas yang sangat bersaing. Perkembangan investasi untuk industri TPT cenderung stagnan sepanjang Namun pada 2006 terjadi sedikit kenaikan sebesar Rp 3,34 triliun. Peningkatan investasi ini terutama terjadi dalam PMA (Penanaman Modal Asing). Pada 2006, PMA mencapai US$ 418 juta atau meningkat 490% dibanding 2005, sedangkan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) sebesar Rp 80 miliar atau turun 2100% dibanding Hingga 2007, penambahan investasi asing masih terus berlangsung. Saat ini ada 4 negara yang mendominasi industri TPT di Indonesia yakni india (PT Indorama), Jepang (PT Summitmas Group), Korea Selatan (Korean Garmen Group), dan Taiwan (Taiwan Garmen Group). Selama Januari-April 2006 terdapat 40 perusahaan asal Korea yang menanamkan modalnya di sektor TPT dengan nilai investasi US$ 375 juta. 5
6 Grafik 1 PERKEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI TPT 100, ,000 90,000 80,000 Serat/Fiber Kain/Fabric Produk lainnya Benang/Yarn Pakaian/Clothing Total 133, ,000 70, ,500 60, ,000 50, ,500 40, ,000 30, ,500 20, ,000 10, , ,000 Investasi Modal (Rp miliar) Serat/Fiber 11,640 11,929 11,929 11,929 11,929 12,306 Benang/Yarn 24,777 25,040 25,040 25,040 25,040 25,558 Kain/Fabric 30,811 31,428 31,636 31,705 31,567 32,330 Pakaian/Clothing 2,808 2,913 2,958 2,978 2,975 3,318 Produk lainnya 60,786 60,790 60,790 60,790 60,790 62,135 Total 130, , , , , ,647 Sumber : - Asosiasi Pertekstilan Indonesia - BPS Daya Saing Indonesia Posisi dan daya saing tekstil Indonesia di pasar dunia cukup baik. Pada 2006, Indonesia merupakan pemasok keempat terbesar untuk pasar tekstil AS dengan kontribusi 4,18% (US$ 3,9 juta). Pemasok terbesar di AS adalah China (US$ 27,067 juta), Meksiko (US$ 6,378 juta), dan India (US$ 5,031juta). Posisi perdagangan TPT Indonesia di AS setiap tahunnya cenderung membaik. Peluang Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasarnya di AS makin besar karena volume ekspor Indonesia tumbuh rata-rata 10,67% setiap tahunnya, lebih besar dibanding pertumbuhan volume impor AS yang hanya 10%. 6
7 Grafik 2. Pemasok (15 Besar) TPT di Pasar Amerika Serikat Tahun 2006 (dalam Juta USD) Srilanka Italy Philippines Thailand Cambodia Honduras Canada Hongkong Bangladesh Pakistan Vietnam Indonesia India Mexico Cina 1,703 2,068 2,085 2,124 2,151 2,445 2,587 2,893 2,998 3,250 3,396 3,902 5,031 6,378 27, ,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 Sumber : - Asosiasi Pertekstilan Indonesia - Major Shipper, OTEXA Sementara di Uni Eropa Indonesia merupakan pemasok TPT kesepuluh terbesar dengan share 1,2% (EURO 1,57 juta) pada Pesaing utama Indonesia di Uni Eropa adalah China yang mendominasi pangsa pasar Eropa, diikuti Turki dan India. Posisi Indonesia di Eropa cenderung stagnan. Sebaliknya, posisi negara-negara yang berdekatan secara geografis dengan Eropa cenderung menguat. Sementara di pasar Jepang Indonesia merupakan pemasok kain & benang ketiga terbesar dengan kontribusi 6 persen (USD 349 juta). Pesaing utama Indonesia di Pasar Jepang adalah China yang mendominasi pasar (USD 3,037 miliar), diikuti oleh Uni Eropa, Korea, Taiwan dan AS. Posisi perdagangan Indonesia di Jepang cenderung stagnan. Untuk produk serat, Indonesia merupakan produsen ketujuh terbesar dunia dengan kontribusi 10% terhadap total pasok dunia. Pasar utama Indonesia untuk benang pintal adalah Jepang, Brazil, Korea dan Turki. Untuk benang filament pasar utama Indonesia adalah India dan Taiwan. Sementara itu, posisi Indonesia di perdagangan kain tenun cenderung terus melemah karena ketertinggalan teknologi di sektor pertenunan dan kurangnya kemampuan manufacturing di sektor pencelupan dan finishing. 7
8 Untuk pakaian jadi, Indonesia berada di posisi sembilan besar. Posisi Indonesia di posisi ini masih cukup kuat terutama karena kemampuannya dalam memenuhi kualifikasi produk yang diinginkan buyer luar negeri. Namun kompetisi di segmen ini cukup ketat. Pasar utama pakaian jadi adalah Uni Eropa (UE), AS, Jepang dan Hongkong. Sedangkan eksportir utama adalah China, UE, Hongkong, Turki, Meksiko, India, AS dan Rumania. Prospek Tekstil Dunia dan Peluang Indonesia Kedepan, perdagangan TPT dunia diperkirakan akan terus bertumbuh sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Tingkat konsumsi tekstil dunia yang pada 2006 baru mencapai 65,2 kg per kapita, pada 2008 diperkirakan akan mencapai 66,6 kg. Dan pada 2010, dengan asumsi jumlah penduduk dunia mencapai 6,8 miliar jiwa, tingkat konsumsi tekstil diperkirakan akan bertumbuh menjadi 68 kg per kapita. Pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh peningkatan permintaan TPT dari AS, Uni Eropa dan Jepang. Pada saat tersebut perdagangan TPT dunia akan mencapai US$ 649 miliar. Impor TPT AS, selain paling besar juga mengalami kenaikan paling pesat diantara negara-negara importir yakni dari 55,8 miliar SME pada 2006 menjadi 81,7 miliar pada Sementara impor TPT dari Uni Eropa diperkirakan meningkat dari 19,6 juta ton pada 2006 menjadi 20,8 juta ton pada Sedangkan impor Jepang pada kurun waktu yang sama meningkat dari 2,6 juta ton menjadi 2,92 juta ton. Di dalam negeri permintaan domestik akan TPT diperkirakan juga akan meningkat dari 3,8 kg per kapita menjadi 4,5 kg per kapita sehingga merupakan peluang pula bagi Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasarnya di dalam negeri. Bagaimanakah peluang Indonesia meningkatkan pangsa pasar? Dengan posisi yang cukup kuat saat ini sebagai pemain 10 besar dunia, Indonesia berpeluang cukup besar untuk meningkatkan penetrasi pasarnya di pasar luar negeri terutama pasar AS, Uni Eropa dan Jepang. Pada 2006, Indonesia merupakan pemasok keempat terbesar di pasar tekstil AS dengan nilai pasok US$ 3,9 juta, pemasok TPT kesepuluh terbesar di pasar Uni Eropa dengan nilai EUR 1,57 juta, dan pemasok kain dan benang ketiga terbesar di Jepang dengan nilai pasok USD 349 juta. Peluang Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasarnya menjadi semakin besar dengan adanya aksi safeguard oleh AS terhadap produk TPT China yang meliputi 22 kategori dan oleh Uni Eropa yang meliputi 10 kategori produk TPT. Aksi ini akan diikuti juga oleh negara-negara lain seperti Turki dan Brazil sehingga akan memperbesar peluang bagi eksportir non China termasuk Indonesia. 8
9 Permasalahannya kemudian adalah seberapa besar kemampuan Indonesia menangkap peluang tersebut. Karena, meskipun peluang cukup terbuka lebar, Indonesia hingga kini masih memiliki sejumlah hambatan yang cukup serius untuk meningkatkan kapasitas produksi sekaligus produktivitas, serta daya saing di pasar global. Dari sisi kualitas dan jumlah mesin misalnya. Dari sekitar 8 juta lebih unit mesin TPT yang ada, sekitar 80 persen diantaranya merupakan mesin-mesin tua yang berusia diatas 20 tahun. Itu sebabnya meskipun jumlah mesin yang tercatat cukup banyak, mesin yang benarbenar beroperasi hanya sebagian kecil diantaranya. Yang terjadi di Majalaya Jawa Barat adalah contoh yang menarik untuk menggambarkan situasi ini. Dari unit mesin tekstil yang ada di daerah ini hanya sekitar unit yang masih beroperasi. Asosiasi Pertekstilan Indonesia menargetkan nilai ekspor TPT sebesar USD 14 miliar pada 2010, Itu berarti meningkat sebesar 48 persen dibanding Secara ratarata berarti terjadi kenaikan nilai ekspor sebesar USD 1,14 miliar per tahun. Nilai ekspor tersebut berasal dari industri pemintalan USD 3 miliar, finishing USD 3 miliar, dan garmen USD 8 miliar. Untuk itu dilakukan peningkatan kapasitas produksi di semua jenis industri TPT sehingga total kapasitas produksi mencapai 10,91 juta ton pada Tabel 3. Proyeksi Kapasitas Produksi dan Nilai Ekspor Industri TPT Indonesia 2010 Jenis Industri Kapasitas Produksi (juta ton) Nilai Ekspor (USD miliar) Serat/Fiber Pemintalan Tenun & Rajut Finishing Garment Total Sumber : Asosiasi Pertekstilan Indonesia, diolah. Upaya untuk meningkatkan kapasitas produksi ini (melalui restrukturisasi mesin) mulai gencar dilakukan dalam setahun terakhir. Pemerintah telah menganggarkan Rp 255 miliar dalam APBN 2007 dan Rp 400 miliar dalam APBN 2008 untuk program percepatan peremajaan mesin. Jumlah ini tentu saja masih jauh dari yang diharapkan. Karena itu, keterlibatan perbankan dalam upaya peremajaan mesin-mesin TPT ini sangat diperlukan. Permasalahannya adalah, track record kredit industri TPT kurang begitu baik di kalangan perbankan, yang menimbulkan persepsi sebagai industri berisiko tinggi. Karena itu pula perlu dicarikan jalan keluar yang sifatnya win-win solution. Perbankan dapat bekerjasama dengan API dalam mengidentifikasi calon-calon debitur kredit tekstil yang potensial untuk dibiayai merestrukturisasi mesin-mesinnya yang tentu saja bankable 9
10 (layak secara perbankan). Informasi yang akurat dan transparan dari Asosiasi mengenai calon debitur akan sangat membantu perbankan untuk meningkatkan keamanan kredit dan meminimalisir risiko kemacetan kredit. Faktor lain yang akan menjadi ganjalan upaya peningkatan pangsa pasar industri tekstil Indonesia adalah biaya energi dan biaya buruh yang mahal. Disamping mahal, suplai energi dari PLN belum mampu memenuhi kebutuhan industri TPT secara maksimal. Saat ini PLN masih berupaya meningkatkan kapasitas energinya dari baru bara dan gas. Demikian juga dengan kebijakan sistem perburuhan yang hingga saat ini dirasakan masih kurang berpihak kepada dunia usaha. Terakhir adalah illegal textile import. Aksi yang sangat menganggu ini sudah sedemikian rupa sehingga telah menyedot pangsa pasar tekstil domestik hingga 50 persen. Dengan biaya produksi yang jauh lebih murah ditambah biaya operasional yang rendah pula adalah sulit bagi industri tekstil nasional bersaing dengan produk China. Karena itu, diperlukan langkah-langkah yang serius dari pemerintah untuk mencegah dan meminimalisir masuknya tekstil impor legal ke Indonesia. Dengan restrukturisasi mesin-mesin dan iklim dunia usaha yang lebih kondusif (sistem perburuhan, biaya energi yang murah dan cukup tersedia) peningkatan pangsa pasar TPT Indonesia di dalam maupun luar negeri bukan lagi suatu yang mustahil untuk dicapai. 10
BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan barang dan jasa antar negara di dunia membuat setiap negara mampu memenuhi kebutuhan penduduknya dan memperoleh keuntungan dengan mengekspor barang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh posisi persaingan..., Rahmitha, FE UI, 2009
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang Industri Tekstil dan Produk Tekstil sudah ada sejak lama di Indonesia. Industri ini bemula dari industri rumahan di tahun 1929 yang kemudian terus mengalami pertumbuhan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat telah memberikan dampaknya ke
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat telah memberikan dampaknya ke seluruh dunia di hampir seluruh sektor. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda
Lebih terperinciINDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI
Juli 2007 INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI Pada Juli 2007, secara tahunan, pertumbuhan tertinggi terjadi pada produksi kendaraan non niaga, sedangkan kontraksi tertinggi terjadi pada penjualan minyak diesel.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serat kapas yang berasal dari tanaman kapas (Gossypium hirsutum L.) merupakan salah satu bahan baku penting untuk mendukung perkembangan industri Tekstil dan Produk Tekstil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara umum, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia memiliki daya saing yang relatif baik di pasar internasional. Hal ini disebabkan Indonesia memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA BARAT
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI No.20/32/Th.XVIII, 01 April A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$ 1,97 MILYAR Nilai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara di dunia ini melakukan perdagangan antar bangsa atau yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan baik barang maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015
PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat
Lebih terperinciNilai ekspor Jawa Barat Desember 2015 mencapai US$2,15 milyar naik 5,54 persen dibanding November 2015.
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No.09/02/32/Th.XVIII, 01 Februari 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT DESEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER MENCAPAI US$2,15 MILYAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomian. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hutang. Aktivitas pasar modal yang merupakan salah satu potensi perekonomian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi ini, pasar modal atau bursa merupakan pendanaan yang sangat penting. Perkembangan pasar modal di Indonesia mengalami perkembangan yang
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA BARAT A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2015 MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 24/04/32/Th.XVII, 15 April PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR Nilai ekspor
Lebih terperincicukup lama berkembang di Indonesia Industri tersebut mulai berkembang dengan
1.1. Latar Belakang Industri Tekstil dan Produk Tekstii (TPT) merupakan industri yang sudah cukup lama berkembang di Indonesia Industri tersebut mulai berkembang dengan pesat pada awal tahun 1970 setelah
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE
BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three
Lebih terperinciKEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015
KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015 Yang Mulia Duta Besar Turki; Yth. Menteri Perdagangan atau yang mewakili;
Lebih terperinciPROVINSI JAWA BARAT MARET 2016
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No.25/05/32/Th.XVIII, 02 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET MENCAPAI US$ 2,12 MILYAR Nilai ekspor
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA BARAT
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT NOVEMBER No.72/12/32/Th.XVII, 15 Desember A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER MENCAPAI US$2,03 MILYAR Nilai
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI 2016
No. 44/08/36/Th.X, 1 Agustus PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI NAIK 12,20 PERSEN MENJADI US$889,48 JUTA Nilai ekspor Banten pada Juni naik 12,20 persen dibanding
Lebih terperinciV. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.
54 V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA 5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama 1996-2005 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu
Lebih terperinciAnalisis Perkembangan Industri
JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika pada tanggal 1 I September 2001, tampaknya akan mengubah tatanan ekonomi dan pasar global yang dalam
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA BARAT
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT SEPTEMBER 2016 No. 60/11/32/Th.XVIII, 1 November 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SEPTEMBER 2016 MENCAPAI
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2015
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JANUARI MENCAPAI US$ 2,11 MILYAR No. 14/02/32/Th.XVII, 16 Februari Nilai ekspor Jawa Barat mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA BARAT
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT DESEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER 2016 MENCAPAI USD 2,29 MILYAR No. 08/02/32/Th.XIX, 01
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER 2015
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER No.68/11/32/Th.XVII, 16 November A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR OKTOBER MENCAPAI US$2,23 MILYAR Nilai
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap
Lebih terperinciSAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN
SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN JAKARTA, 19 JANUARI 2015 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN JAKARTA,
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN SEPTEMBER 2015
No. 50/11/36/Th. IX, 2 November PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN SEPTEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SEPTEMBER TURUN 5,85 PERSEN MENJADI US$706,27 JUTA Nilai ekspor Banten pada turun 5,85 persen
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT
V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan
Lebih terperinciKEBIJAKAN MANAGEMEN RESIKO
1. Risiko Keuangan Dalam menjalankan usahanya Perseroan menghadapi risiko yang dapat mempengaruhi hasil usaha Perseroan apabila tidak di antisipasi dan dipersiapkan penanganannya dengan baik. Kebijakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA BARAT
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2016 No. 42/08/32/Th.XVIII, 01 Agustus 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI 2016 MENCAPAI USD 2,48
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, manusia
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, manusia dengan ide, bakat, IPTEK, beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3
IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat
Lebih terperinciANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H
ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang dilahirkan oleh kemajuan zaman. Dalam bidang perekonomian hal ini membuat dampak yang cukup besar bagi industri-industri
Lebih terperinciPROVINSI JAWA BARAT MARET 2017
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 25/05/32/Th.XIX, 02 Mei 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2017 MENCAPAI USD 2,49 MILYAR
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA BARAT
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT NOVEMBER 2016 No. 04/01/32/Th.XIX, 03 Januari 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER 2016 MENCAPAI USD
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014
PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw. (2003), pendapatan nasional yang dikategorikan dalam PDB (Produk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw (2003), pendapatan nasional yang
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA BARAT
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2017 No. 38/07/32/Th.XIX, 3 Juli 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI 2017 MENCAPAI USD 2,45 MILYAR
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA BARAT
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JULI 2016 No. 51/09/32/Th.XVIII, 01 September 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JULI 2016 MENCAPAI USD 1,56
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi
digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi merupakan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2016
No. 25/05/36/Th.X, 2 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET NAIK 13,14 PERSEN MENJADI US$757,66 JUTA Nilai ekspor Banten pada Maret naik 13,14 persen dibanding
Lebih terperinciMEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:
KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Prospek Ekspor
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016 No.37/07/32/Th.XVIII, 01 Juli 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI 2016 MENCAPAI US$ 2,08 MILYAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri di Indonesia yang memiliki
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri di Indonesia yang memiliki prospek yang cerah di masa mendatang yang dapat memberikan kontribusi yang cukup besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal sesuai potensinya menjadi sangat penting.
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA BARAT
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT APRIL 2017 No. 34/06/32/Th.XIX, 2 Juni 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR APRIL 2017 MENCAPAI USD 2,24 MILYAR
Lebih terperinciHUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI
HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 1980-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2015
No.08/02/36/Th. X, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER NAIK 0,11 PERSEN MENJADI US$733,66 JUTA Nilai ekspor Banten pada naik 0,11 persen
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA BARAT
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 No. 20/04/32/Th XIX, 3 April 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI 2017 MENCAPAI USD 2,21
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang jumlah penduduknya 255 juta pada tahun 2015, dengan demikian Indonesia sebagai salah satu pengkonsumsi beras yang cukup banyak dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, jumlah industri TPT di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tekstil merupakan salah satu industri yang berkembang cukup pesat di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, jumlah industri TPT di Indonesia mencapai 2.581
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI 2014
No. 36/08/36/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI 2014 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI 2014 NAIK 2,68 PERSEN MENJADI US$904,57 JUTA Nilai ekspor Banten pada 2014 naik 2,68
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2014
No. 19/05/36/Th.VIII, 2 Mei 2014 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2014 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2014 NAIK 0,99 PERSEN MENJADI US$802,39 JUTA Nilai ekspor Banten pada Maret 2014 naik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Prospek industri manufaktur tahun 2012, pada tahun 2011 yang lalu ditandai oleh kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2014
No. 06/02/36/Th.IX, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2014 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER 2014 NAIK 11,44 PERSEN MENJADI US$888,21 JUTA Nilai ekspor Banten pada 2014
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk
114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang
Lebih terperinciPROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 43/08/32/Th.XIX, 01 Agustus 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI 2017 MENCAPAI USD 1,95 MILYAR
Lebih terperinciBAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi
Lebih terperinciPerdagangan Indonesia
Tinjauan Terkini Tinjauan Terkini Perdagangan Indonesia Volume 7, September 2010 Perdagangan Indonesia Volume 7, September 2010 Daftar Isi Tinjauan Umum Hingga Juli 2010 Ekspor & Impor Beberapa Produk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhanpun juga berkembang seiring jaman. Banyak produkproduk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi dan industri semakin melaju pesat. Sarana pemenuhan kebutuhanpun juga berkembang seiring jaman. Banyak produkproduk baru yang bermunculan
Lebih terperinciKinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar
SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2017
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JANUARI 2017 MENCAPAI USD 2,30 MILYAR No. 16/03/32/Th.XIX, 01 Maret
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN APRIL 2014
No. 26/06/36/Th. VIII, 2 Juni 2014 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN APRIL 2014 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR APRIL 2014 NAIK 8,46 PERSEN MENJADI US$870,12JUTA Nilai ekspor Banten pada 2014 naik 8,46
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JANUARI 2016
No. 15/03/36/Th.X, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JANUARI 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JANUARI 2016 TURUN 6,81 PERSEN MENJADI US$683,74 JUTA Nilai ekspor Banten pada 2016 turun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. implementasi perjanjian perdagangan bebas multilateral ASEAN-China Free
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan industri secara global mengalami perubahan yang cukup cepat. Salah satu bentuk persaingan global yang dimaksud salah satunya adalah implementasi
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA BARAT
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT APRIL 2016 No.32/06/32/Th.XVIII, 01 Juni 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR APRIL 2016 MENCAPAI US$ 2,10 MILYAR
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat
Lebih terperinciDAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)
DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia merupakan negara produsen
Lebih terperinciBAB V GAMBARAN UMUM NEGARA-NEGARA TUJUAN EKSPOR. tersebut juga menjadi tujuan ekspor utama bagi Indonesia.
BAB V GAMBARAN UMUM NEGARA-NEGARA TUJUAN EKSPOR Negara tujuan ekspor yang dibahas dalam bab ini hanya dibatasi pada 10 negara dengan tingkat konsumsi karet alam terbesar di dunia. Negara-negara tersebut
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH
No. 23/05/72/Th.XIX, 02 Mei 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH Selama Maret 2016, Nilai Ekspor US$ 118,87 Juta dan Impor US$ 38,41 Juta Selama Maret 2016, total ekspor senilai US$ 118,87
Lebih terperinciAnalisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011
Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh ditemukan sekitar tahun 2700 SM di Cina. Seiring berjalannya waktu, teh saat ini telah ditanam di berbagai negara, dengan variasi rasa dan aroma yang beragam. Menurut
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Industri pupuk urea termasuk dalam lapangan usaha sektor industri pengolahan non migas. Pada tahun 2014 industri pengolahan non migas memberikan kontribusi sebesar 21 % pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan adalah subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian,
Lebih terperinciPROVINSI JAWA BARAT JULI 2017
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 050/09/32/Th.XIX, 4 September 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JULI 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JULI 2017 MENCAPAI USD 2,59
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN FEBRUARI 2016
No. 21/04/36/Th. X, 1 April PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN FEBRUARI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI TURUN 2,06 PERSEN MENJADI US$669,68 JUTA Nilai ekspor Banten pada turun 2,06 persen dibanding
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014
PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Juli 2014, neraca perdagangan Thailand dengan Dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun
Lebih terperinciBAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI
BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH
No. 41/07/72/Th.XIX, 15 Juli 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH Selama Juni 2016, Nilai Ekspor US$ 145,17 Juta dan Impor US$ 124,22 Juta Selama Juni 2016, total ekspor senilai US$ 145,17
Lebih terperinciPerkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016
Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Oktober 2016 A. Pertumbuhan Ekspor Impor Industri Pengolahan 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 Perkembangan Nilai Ekspor
Lebih terperinci