OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A"

Transkripsi

1 OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) Oleh Juvena Elizabeth A Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

3 Judul : Optimalisasi Produksi Karet Olahan Ribbed Smoked Sheet (Kasus Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) Nama : Juvena Elizabeth NRP : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP : Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian, Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP : Tanggal Kelulusan :

4 RINGKASAN JUVENA ELIZABETH. Optimalisasi Produksi Karet Olahan RSS (Ribbed Smoked Sheet) (Kasus : Perkebunan Widodaren, PT Jember Indonesia, Kabupaten Jember, Jawa Timur) (Di bawah bimbingan RATNA WINANDI). Salah satu subsektor pertanian yang penting adalah perkebunan yang hasilnya banyak diekspor ke negara negara lain termasuk di dalamnya komoditas karet. Karet alam yang diekspor banyak menunjang perekonomian negara karena hasil devisa yang diperoleh dari karet alam cukup besar. Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia dengan luas areal hektar. Bersama dua negara tetangga yaitu Malaysia dan Thailand menjadi pemasok utama karet dunia sejak 1920-an. Produk karet olahan RSS (Ribbed Smoked Sheet) merupakan salah satu produk karet alam olahan berupa lembaran lembaran (sheet) yang populer digunakan sebagai bahan baku terutama bermacam macam industri karet. Permintaan karet olahan mengalami kenaikan setiap tahun karena maraknya industri ban dan industri pemakai karet lainnya terutama permintaan dari industri kendaraan bermotor. Kebutuhan yang tinggi akan karet alam olahan di dunia tentunya akan mendorong pengusahaan lahan karet dan pengolahan karet di Indonesia. Pemanfaatan potensi perkebunan karet dapat dilakukan terutama di Pulau Jawa khususnya Jember yang banyak terdapat lahan perkebunan khususnya perkebunan karet. Jawa Timur yang mempunyai areal perkebunan paling luas di pulau Jawa. Perkebunan Widodaren yang telah berkiprah selama kurang lebih 32 tahun menghasilkan produk olahan karet alam yaitu berupa RSS 1, RSS 2 dan produk ikutan RSS yaitu Cutting A. Produk olahan RSS 1 merupakan produk andalan yang menghasilkan keuntungan terbesar bagi Perkebunan Widodaren karena tingkat produktivitas yang paling tinggi di antara produk olahan lainnya, yaitu sekitar 90 persen dari total produk karet olahan yang dihasilkan oleh Perkebunan Widodaren. Dengan adanya kebutuhan akan karet olahan yang semakin meningkat dari masa ke masa menyebabkan permintaan akan karet olahan tersebut meningkat pula. Akan tetapi pada kenyataannya, produksi karet olahan terutama RSS I pada perkebunan Widodaren sangat fluktuatif selama tahun 2006 dan Hal ini biasa terjadi pada musim hujan yang menyebabkan penyadapan pohon agak terhambat dibandingkan pada bulan bulan sebelumnya. Produksi karet yang tidak tetap juga disebabkan karena penggunaan sumberdaya yang kurang optimal, dimana kondisi tersebut menyebabkan adanya sumberdaya yang berlebih yang mengakibatkan perusahaan harus menanggung sebesar biaya kelebihan tersebut. Adanya permasalahan ini akan menimbulkan kendala dalam memenuhi permintaan terhadap karet olahan yang semakin meningkat dengan bahan baku karet olahan. Selain itu pabrik tidak bisa memproduksi pengalokasian produk karet kering untuk pembuatan RSS I dengan tepat dan menyebabkan pabrik mengalami kekurangan bahan baku (karet kering) atau kelebihan bahan baku. Pabrik dinilai tidak produktif karena tidak bisa menghasilkan produk karet olahan RSS I dengan optimal dan tidak sesuai dengan target yang direncanakan sebelumnya.

5 Karena adanya permasalahan dalam Perkebunan Widodaren maka perlu diadakan analisis kombinasi produksi optimal produk karet olahan di perkebunan Widodaren yang dapat memaksimumkan keuntungan sekaligus memenuhi permintaan pasar, analisis alokasi penggunaan input/sumberdaya pada perkebunan Widodaren agar dapat mencapai kondisi yang optimal, analisis pengaruh penambahan batasan baru pada penggunaan input/sumberdaya dan laba kontribusi total bagi setiap produk karet olahan. Dilakukan analisis terhadap proses produksi, harga pokok penjualan, harga jual serta berbagai kendala (batasan) yang dimiliki oleh pabrik pengolahan getah karet lateks di Perkebunan Widodaren dengan unit analisis pada pabrik Ribbed Smoked Sheet Kebun Widodaren yang dalam hal ini mengolah lateks. Tujuan analisis data tersebut adalah untuk menggambarkan kondisi pabrik Ribbed Smoked Sheet Kebun Widodaren saat ini, menganalisis tingkat produksi karet olahan yang dapat memberikan keuntungan maksimal dengan sumberdaya yang tersedia serta untuk menganalisis pengaruh perubahan perubahan terhadap produksi dan harga. Kendala kendala yang masuk dalam model pemrograman linear untuk produksi Ribbed Smoked Sheet meliputi kendala di kebun dan kendala di pabrik. Kendala kendala tersebut adalah : kendala bahan baku lateks yang dihasilkan di kebun Widodaren, bahan penolong Asam Semut, kendala taksasi produksi, kendala jam tenaga kerja, kendala ketersediaan jam mesin dan kamar, kendala syarat komposisi produksi. Berdasarkan hasil analisis optimalisasi produksi karet olahan di Perkebunan Widodaren, diketahui bahwa pengolahan yang dilakukan masih belum optimal. Seluruh bahan baku lateks yang didapat dari kebun telah diolah tapi masih belum menghasilkan keuntungan yang maksimal. Pengolahan karet di Perkebunan Widodaren mempunyai penerimaan optimal sebesar Rp ,- pada tahun 2006 dan Kombinasi produk optimal pada tahun 2006 dan 2007 adalah RSS 1 sebesar 94 persen, RSS 2 sebanyak 5 persen dan Cutting A sebesar 1 persen. Sumberdaya yang menjadi pembatas utama dalam perkebunan Widodaren adalah taksasi produksi RSS 1, yaitu penambahan satu unit sumberdaya ini akan mempengaruhi nilai optimal maupun produksi optimal pada perkebunan Widodaren. Sedangkan sumberdaya bahan baku lateks, bahan penolong asam semut, HOK, jam mesin semuanya terdapat nilai sisa, yang berarti sumberdaya sumberdaya tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal. Hal ini dapat menyebabkan efisiensi yang buruk pada perkebunan Widodaren. Kondisi optimal dicapai dengan mengoptimalkan persediaan bahan baku lateks, bahan penolong, HOK dan jam kerja mesin. Analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan memperlihatkan batas keuntungan per Kilogram Karet Kering produk yang masih boleh diijinkan untuk dinaikkan sebesar Rp dan nilai kenaikan yang tak terhingga. Pada kendala bahan baku lateks, bahan penolong asam semut, HOK, jam mesin semuanya mempunyai range yang tidak terbatas untuk dinaikkan yang berarti kenaikan sumberdaya tersebut tidak berpengaruh pada nilai optimal perkebunan Widodaren karena jumlahnya berlebih.

6 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan atas segala limpahan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Optimalisasi Produksi Karet Olahan RSS (Ribbed Smoked Sheet) (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) dengan baik dan tepat waktunya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengkaji kombinasi produksi optimal karet olahan pada perkebunan Widodaren dan menentukan alokasi sumberdaya pada produksi karet di Perkebunan Widodaren yang dapat memberikan keuntungan maksimal. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh penambahan batasan baru untuk penggunaan input/sumberdaya dan laba kontribusi total bagi setiap produk karet olahan. Akhir kata terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Januari 2009 Penulis

7 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Januari 2009 Juvena Elizabeth A

8 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Juvena Elizabeth yang dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Mei Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Agus Djohari dan Agnes Alida Solichin. Jenjang pendidikan yang dilalui penulis diantaranya menamatkan sekolah dasar pada SD Abdi Siswa Taman Aries, kemudian melanjutkan ke SMP Santa Ursula Jalan Pos dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Santa Ursula Jalan Pos dan lulus pada tahun Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi diantaranya Kemaki dan IAAS.

9 UCAPAN TERIMA KASIH Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, doa serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Tuhan YME, karena dengan rahmat-nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr.Ir.Ratna Winandi, MS. selaku pembimbing skripsi atas bantuan, masukan, semangat dan bimbingannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. 3. Ir. Burhannudin, M.M, selaku dosen penguji utama atas bimbingan dan saransarannya kepada penulis. 4. Eva Yolynda, SP,MM selaku dosen penguji dari departemen atas bimbingan dan saran-sarannya kepada penulis. 5. Kedua orang tua dan adik-adik tercinta atas dorongan untuk bangkit dan terus maju, doa, serta dukungannya baik material maupun non material kepada penulis selama menulis skripsi ini. 6. Para staf di departemen Agribisnis : Ibu Ida, Mba Dewi dan Mba Dian atas bantuan dan dorongan semangatnya. 7. Sahabat-sahabat tercinta : Shekina, Devy, Inggrid, plurkers, Astrid, Aya atas kebersamaan, bantuan, dan semangat yang diberikan kepada penulis selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 8. Seluruh teman teman Agribisnis 39 dan 40, khususnya : Yeyen, Ema, Lusiana, Yefke, Ana, Adan, Nina, Anggun, Panji atas kebersamaan, bantuan,

10 dan semangat yang diberikan kepada penulis selama penulis menjalankan turun lapang serta menyelesaikan skripsi ini. 9. Teman teman KEMAKI : Pauline, Indi, Paula, Natalia, Ratna, Andrea atas semangat yang diberikan kepada penulis selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam lembaran ini yang telah membantu dan memperlancar penyusunan skripsi ini.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 7 II. III. IV. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kegunaan Karet Alam Teori Optimalisasi Penelitian Terdahulu KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Produksi dan Kombinasi Produksi Optimum Teori Optimalisasi Linear Programming Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data Analisis Data Pembentukan Model V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Lokasi Perkebunan Widodaren Struktur Organisasi Perkebunan Widodaren Ketenagakerjaan Sarana Produksi Sarana Penunjang Proses Pengolahan Deskripsi Produk Karet Olahan Pemasaran Produk Karet Olahan RSS... 54

12 VI. OPTIMALISASI PRODUKSI 6.1. Model Optimalisasi Fungsi Tujuan Kendala Kendala Model Optimalisasi Kendala Pengadaan Bahan Baku Lateks Kendala Taksasi Produksi Kendala Bahan Penolong Kendala Tenaga Kerja Kendala Jam Mesin Kendala Syarat Komposisi Produksi VII. PRODUKSI OPTIMAL KARET OLAHAN 7.1. Analisis Primal Kombinasi Produk Optimal Tingkat Produksi Aktual Karet Olahan Terhadap Produksi Optimalnya Penggunaan Bahan Baku Lateks dan Bahan Penolong Asam... Semut Optimal Penggunaan Tenaga Kerja HOK dan Jam Kerja Mesin Optimal Analisis Status Sumberdaya Analisis Sensitivitas Analisis Sensitivitas Koefisien Fungsi Tujuan Analisis Sensitivitas Ruas Kanan Kendala Analisis Pasca-Optimal VII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 96

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Produktivitas Perkebunan Karet Alam Indonesia Tahun Volume dan Nilai Ekspor Karet Alam Indonesia Berdasarkan Mutu Tahun (dalam metrik ton) Ekspor Karet Alam Indonesia berdasarkan propinsi di Pulau Jawa ( ) Biaya Produksi dan Keuntungan per Kilogram Karet Kering untuk RSS-1, RSS-2, Cutting A Tahun 2006 dan Pengadaan Bahan Baku Lateks Tiap Bulan Tahun 2006 dan Taksasi Produksi Tahun 2006 dan Ketersediaan Bahan Penolong Tahun 2006 dan Tahun Hari Orang Kerja Berdasarkan Proses Produksi Tahun 2006 dan Ketersediaan Jam Mesin Tahun 2006 dan Kombinasi Produk Optimal Kebun Widodaren Tahun 2006 dan Tingkat Produksi Aktual dan Optimal RSS 1 Tahun 2006 dan Tingkat Produksi Aktual dan Optimal RSS 2 Tahun 2006 dan Penggunaan Bahan Baku Lateks pada Kondisi Aktual dan Optimal Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan Penggunaan Bahan Penolong Asam Semut pada Kondisi Aktual dan Optimal Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan Penggunaan HOK Pembekuan dan Pengenceran, Penggilingan, Kamar Asap pada Kondisi Aktual dan Optimal Tahun 2006 dan Penggunaan HOK Pembongkaran dan Sortasi, Pengemasan pada Kondisi Aktual dan Optimal Tahun 2006 dan Penggunaan Jam Kerja Mesin Koaguler Bak dan Mesin Sheeter Tahun 2006 dan Rekap Analisis Status Sumberdaya Perkebunan Widodaren Triwulan 1 Tahun Analisis Sensitivitas Fungsi Tujuan Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan Rekap Analisis Sensitivitas Nilai Ruas Sebelah Kanan Triwulan 1 Tahun Perbandingan Tingkat Produksi Optimal Awal dengan Tingkat Produksi Pasca Optimal (Kilogram Karet Kering)... 89

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Sistem Produksi Sebagai Proses Transformasi atau Konversi Kurva Kemungkinan Produksi dan Kombinasi Produksi Optimal Minimisasi Biaya Maksimisasi Output Kerangka Alur Pemikiran Operasional Optimalisasi Produksi... 29

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Peta Perkebunan Widodaren Tahun Struktur Organisasi Perkebunan Widodaren Produksi Karet Olahan RSS 1, RSS 2, Cutting A Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan Harga Jual Masing Masing Produk Karet Olahan Tahun 2006 dan Biaya Produksi Total Masing Masing Produk Karet Olahan Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan Jumlah Penggunaan Lateks dan Biaya Lateks Per Triwulan Masing Masing Produk per Kilogram Karet Kering Tahun 2006 dan Biaya Bahan Penolong Asam Semut Tahun 2006 dan 2007 per Kilogram Karet Kering Biaya Pengolahan Mesin Perkebunan Widodaren Per Kilogram Karet Kering Tahun 2006 dan Biaya Tenaga Kerja Langsung per Kilogram Karet Kering Tahun 2006 dan Biaya Lain Lain Perkebunan Widodaren per Kilogram Karet Kering Tahun 2006 dan Analisis Status Sumberdaya Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan Analisis Sensitivitas Pasokan Bahan Baku Lateks (KKK) Tahun 2006 dan Analisis Sensitivitas Pasokan Bahan Penolong Asam Semut (liter) Tahun 2006 dan Analisis Sensitivitas Taksasi Produksi (KKK) Tahun 2006 dan Analisis Sensitivitas Ketersediaan Tenaga Kerja (HOK) Tahun 2006 dan Analisis Sensitivitas Ketersediaan Jam Mesin (jam) Tahun 2006 dan Analisis Sensitivitas Syarat Komposisi Produksi (KKK) Tahun 2006 dan Hasil Pengolahan Program LINDO Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan Hasil Pengolahan Program LINDO Perkebunan Widodaren Pasca-Optimalitas Tahun 2006 dan

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah untuk meningkatkan perekonomian negara adalah dengan mengembangkan sektor pertanian.pertanian dipandang sebagai sektor yang strategis untuk dikembangkan, karena kondisi alam Indonesia sangat menunjang untuk menghasilkan produk pertanian.salah satu subsektor pertanian yang penting adalah sektor perkebunan, yang hasilnya banyak diekspor ke negara negara lain termasuk di dalamnya komoditas karet. Ekspor karet alam banyak menunjang perekonomian negara karena nilai ekspornya tinggi sehingga devisa yang diperoleh dari karet alam cukup besar. Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia dengan luas areal hektar.bersama dua negara tetangga yaitu Malaysia dan Thailand menjadi pemasok utama karet dunia sejak 1920-an.Saat itu Indonesia menjadi pemasok karet alam nomor satu dan terkemuka di dunia (Setiawan, 2005).Namun saat ini Indonesia dengan jumlah produksi 2,3 juta ton per tahun berada pada posisi ke-dua setelah negara Thailand dengan jumlah produksi sekitar 2,8 juta ton diikuti negara Malaysia sebesar 1,1 juta ton (Kompas, 2007) Berdasarkan Tabel 1, produktivitas perkebunan karet alam dari tahun 2000 sampai pada tahun 2005 cenderung mengalami peningkatan sebanyak 12,8 persen dari rata rata produktivitasnya sebanyak 3575,23 kg/ha menjadi 4035,67 kg/ha.

17 Tabel 1. Produktivitas Perkebunan Karet Alam Indonesia Tahun Tahun Produktivitas (kg/ha) Pertumbuhan (%) , ,71 2, ,63 5, ,66 0, ,67 3, ,02 0,30 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006 RSS (Ribbed Smoked Sheet) merupakan salah satu produk karet alam olahan, berupa lembaran lembaran (sheet) dari lateks yang digunakan sebagai bahan baku industri karet. RSS diproses melalui pengasapan dengan baik terlebih dahulu.ketentuan utama adalah karet harus benar benar kering, bersih, kuat, warna merata, tidak ditemukan noda atau bekas karet.mutu karet RSS terdiri dari berbagai mutu mulai dari yang paling baik yaitu X RSS, RSS1, RSS2, RSS3, RSS4 dan RSS 5. Dari semua produk RSS, produk olahan RSS I mempunyai kualitas terbaik dan mudah untuk dipasarkan baik di dalam maupun di luar negeri, sehingga produk olahan RSS I harus sesuai dengan International Standards of Quality and Packing for Natural Rubber Grades (The Green Book) atau standar internasional untuk kualitas karet alam olahan. Konsumen paling banyak yang memakai produk karet olahan RSS I sebagai bahan baku adalah industri ban kemudian industri karet elastis, karet penghapus, sol dan lain sebagainya Industri pemakai karet alam setelah industri ban adalah industri peralatan karet (rubber good industry) dan industri lainnya.industri peralatan karet di antaranya adalah industri vulkanisasi (vulcanization industry), industri karet

18 otomotif (automotive rubber industry), komponen karet untuk otomotif (automotive rubber component), industri pemborong karet (conveyor rubber industry), alas kaki karet (rubber foot wear), dan industri mainan karet (toy rubber industry).sedangkan yang dimaksud dengan industri lainnya adalah industri karpet (carpet industry), industri sarung tangan (hand glove industry), industri kondom (condom industry), industri cat (paint industry) dan industri benang (thread industry). Permintaan karet olahan mengalami kenaikan setiap tahun karena maraknya industri ban dan industri pemakai karet lainnya terutama permintaan dari industri kendaraan bermotor. Menurut data Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI), produksi ban pada 2006 mencapai 69,6 juta unit. Jumlah untuk kendaraan beroda empat mengalami peningkatan dari 41,3 juta unit pada tahun 2005 menjadi 45,6 juta unit untuk tahun Sedangkan untuk ban sepeda motor meningkat dari 22 juta unit pada tahun 2005 menjadi 24 juta unit pada tahun Hingga Maret 2007, penjualan ban mobil mengalami pertumbuhan 6,8 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.(warta Ekonomi, 2007).Perkembangan ekspor karet alam berdasarkan mutunya dapat dilihat di Tabel 2.

19 Tabel 2. Volume dan Nilai Ekspor Karet Alam Indonesia Berdasarkan Mutu Tahun (dalam metrik ton) Jenis dan Mutu Tahun Lateks Pekat 10,375 8,637 12,526 11,755 4,014 8,334 7,610 Ribbed Smoked 32,676 44,194 46, , , , ,497 Sheet Standard Indonesia 1,403,683 1,437,104 1,589,387 1,684,959 1,674,721 1,952,268 2,121,863 n Rubber 3 CV 32,045 31,814 74, ,145 64,880 50,726 4, ,730 61,655 59,809 32,248 3, , ,273,208 1,318,600 1,332,270 1,524,435 1,605,956 1,897,205 2,063,306 SIR lain - lain 38,700 25, ,857 12, ,337 12,126 Karet alam mutu 5,955 7,356 12,842 31,652 10, ,786 lain Total seluruhny 1,452,689 1,497,291 1,660,920 1,874,261 2,023,781 2,285,967 2,406,756 a Nilai (USD) 782,108,1 1,038,898,4 1,493,465,92 2,180,030,6 2,582,546,5 4,320,704 4,845,572,6 Sumber : Biro Pusat Statistik, 2008 Kebutuhan yang tinggi akan karet alam olahan di dunia tentunya akan mendorong pengusahaan lahan karet dan pengolahan karet di Indonesia. Pemanfaatan potensi perkebunan karet dapat dilakukan terutama di Pulau Jawa khususnya Jember yang banyak terdapat lahan perkebunan khususnya perkebunan karet.jawa Timur yang mempunyai areal perkebunan paling luas di pulau Jawa merupakan pengekspor karet terbanyak dari Pulau Jawa. (Tabel 3) Tabel 3. Ekspor Karet Alam Indonesia berdasarkan propinsi di Pulau Jawa ( ) Tahun No. Propinsi Jawa Timur Jawa Barat Jawa Tengah Sumber : BPS, 2007

20 1.2 Perumusan Masalah Permintaan produk karet olahan terus meningkat, seiring dengan industri yang menggunakan bahan baku karet. Peningkatan permintaan bahan baku ini tidak selalu diimbangi dengan peningkatan produktivitas karet olahan tersebut. Perkebunan Widodaren yang telah berkiprah selama kurang lebih 32 tahun menghasilkan produk olahan karet alam yaitu berupa RSS 1, RSS 2 dan produk ikutan RSS yaitu Cutting A. Produk olahan RSS 1 merupakan produk andalan yang menghasilkan keuntungan terbesar bagi Perkebunan Widodaren karena tingkat produktivitas yang paling tinggi di antara produk olahan lainnya, yaitu sekitar 90 persen dari total produk karet olahan yang dihasilkan oleh Perkebunan Widodaren. Perkebunan Widodaren yang memiliki areal perkebunan karet seluas 336,867 ha dan pohon karet sebanyak pohon.produksi pada tahun 2006 sebanyak kg karet olahan dan pada tahun 2007 sebanyak kg karet olahan.perkebunan Widodaren menjual hasil hasilnya kepada perusahaan - perusahaan pengumpul yang membutuhkan karet olahan untuk diolah lebih lanjut menjadi barang jadi. Perusahaan perusahaan tersebut adalah PT Bintang Jaya Makmur Surabaya, PT Nasional Birawatama Malang, PT Wahana Karet Persada Bandung, PT Bitung Guna Sejahtera Jakarta dan PT Bina Cipta Karya Swadaya Surabaya. Dengan adanya kebutuhan akan karet olahan yang semakin meningkat dari masa ke masa menyebabkan permintaan akan karet olahan tersebut meningkat pula. Akan tetapi pada kenyataannya, produksi karet olahan terutama RSS I pada perkebunan Widodaren sangat fluktuatif selama tahun 2006 dan 2007.Hal ini

21 biasa terjadi pada musim hujan yang menyebabkan penyadapan pohon agak terhambat dibandingkan pada bulan bulan sebelumnya.produksi karet yang tidak tetap juga disebabkan karena penggunaan sumberdaya yang kurang optimal, dimana kondisi tersebut menyebabkan adanya sumberdaya yang berlebih yang mengakibatkan perusahaan harus menanggung sebesar biaya kelebihan tersebut. Adanya permasalahan ini akan menimbulkan kendala dalam memenuhi permintaan terhadap karet olahan yang semakin meningkat dengan bahan baku karet olahan. Selain itu pabrik tidak bisa memproduksi pengalokasian produk karet kering untuk pembuatan RSS I dengan tepat dan menyebabkan pabrik mengalami kekurangan bahan baku (karet kering) atau kelebihan bahan baku. Pabrik dinilai tidak produktif karena tidak bisa menghasilkan produk karet olahan RSS I dengan optimal dan tidak sesuai dengan target yang direncanakan sebelumnya. Berdasarkan pada uraian permasalahan di atas, maka yang diteliti dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kombinasi produksi optimal produk karet olahan di Perkebunan Widodaren yang dapat memaksimumkan keuntungannya sekaligus memenuhi permintaan pasar? 2. Bagaimana alokasi sumberdaya yang dimiliki Perkebunan Widodaren untuk mencapai kondisi optimal? 3. Bagaimana pengaruh adanya batasan baru yang dapat dikenakan perusahaan untuk penggunaan input yang terbatas pada produksi dan bagaimana laba kontribusi total pada setiap produk karet olahan?

22 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Sehubungan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis kombinasi produksi optimal produk karet olahan di perkebunan Widodaren yang dapat memaksimumkan keuntungan sekaligus memenuhi permintaan pasar. 2. Menganalisis alokasi penggunaan input/sumberdaya pada perkebunan Widodaren agar dapat mencapai kondisi yang optimal. 3. Menganalisis pengaruh penambahan batasan baru pada penggunaan input/sumberdaya dan laba kontribusi total bagi setiap produk karet olahan. Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik bagi penulis maupun pembaca dan pihak berkepentingan lainnya. Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi penulis sendiri diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai aplikasi dari ilmu yang dipelajari selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, menambah pengalaman akademik dan sebagai pembelajaran dalam penulisan karya ilmiah. 2. Bagi perusahaan sekiranya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan selanjutnya. 3. Bagi pembaca, tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan informasi, literatur, dan bahan penelitian selanjutnya. 4. Bagi pihak terkait lainnya penelitian ini kiranya dapat bermanfaat dalam usaha pengembangan perkaretan nasional di Indonesia.

23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kegunaan Karet Alam Karet merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia seharihari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Karet alam berguna sebagai bahan baku pembuatan berbagai macam barang dalam industri dan berbagai bidang seperti industri otomotif, industri alat listrik dan bidang kedokteran. Barangbarang yang terbuat dari karet alam (baik sebagai bahan tunggal maupun campuran dengan karet sitetis) terdiri dari banyak jenis. Mulai dari karet dot balita, penghapus, selang, balon, sol sepatu, kasur busa, membran, karet gelang, ban kendaraan, sabuk pengaman (belt), alas lantai, pembungkus kabel, dudukan mesin kendaraan maupun kaca mobil semuanya terbuat dari bahan karet. Kegunaan karet alam sebagai bahan baku pembuatan barang dalam berbagai industri tidak terlepas dari sifat-sifat alami dari karet seperti tahan panas, tidak dapat mengantarkan arus listrik, elastis, kedap air, menahan gesekan dan kemampuan meredam suara. Sehingga berbagai barang yang dihasilkan dari bahan baku karet alam umumnya memiliki manfaat dasar yang sama dengan manfaat karet itu sendiri. 1 1 Development in Rubber Technology. industrikaret.wordpress.com (18 Juli 2008)

24 2.2 Teori Optimalisasi Optimalisasi adalah suatu keseimbangan (equilibrium) yang dicapai karena memilih alternatif terbaik dari beberapa kriteria tertentu yang ada.dalam persoalan optimalisasi pada dasarnya adalah bagaimana membuat nilai suatu fungsi beberapa variabel menjadi maksimum/minimum dengan memperhatikan kendala kendala yang ada diantaranya tenaga kerja, modal, dan material. Optimalisasi sebagai pendekatan normatif, dapat mengidentifikasikan penyelesaian terbaik dari suatu permasalahan yang diarahkan pada titik maksimum atau minimum suatu fungsi tujuan.untuk menyelesaikan suatu persoalan optimasi dapat melalui dua cara, yaitu : 1. Maksimisasi yaitu pengalokasian sumberdaya untuk mendapatkan keuntungan maksimal. 2. Minimisasi yaitu menghasilkan tingkat output tertentu dengan menggunakan biaya minimal. Dalam sektor ekonomi, contoh persoalan optimasi maksimisasi adalah memaksimumkan laba perusahaan dan memaksimumkan hasil penjualan.untuk minimisasi adalah minimisasi biaya produksi dan minimisasi biaya transportasi. Menurut Nicholson (1997) secara umum jenis persoalan optimasi meliputi optimasi tanpa kendala dan optimasi dengan kendala.dalam optimasi tanpa kendala, faktor faktor yang menjadi kendala terhadap fungsi tujuan diabaikan sehingga dalam menentukan nilai maksimal atau minimal tidak terdapat batasan batasan terhadap berbagai pilihan barang X yang tersedia.dalam optimasi dengan kendala, faktor faktor yang menjadi kendala pada fungsi tujuan diperhatikan karena turut menentukan titik maksimum dan minimum fungsi tujuan.

25 Dalam permasalahan optimasi, langkah pertama adalah menentukan fungsi tujuan dimana variabel tidak bebas merupakan objek maksimisasi atau minimisasi dan kelompok variabel bebas merupakan objek objek yang besarnya dapat dipilih untuk tujuan optimalisasi.kelompok variabel bebas disebut juga variabel keputusan.setelah fungsi tujuan kemudian menentukan metode yang akan menjelaskan optimasi berkendala ini, salah satu metode yang dapat digunakan adalah program linear. 2.3 Penelitian Terdahulu Penelitian penelitian mengenai optimalisasi produksi khususnya dengan memakai metode Linear Programming telah banyak dilakukan oleh peneliti peneliti sebelumnya sebagai karya ilmiah.secara umum, tujuan dari penelitian - penelitian yang telah dilakukan tersebut adalah untuk mencari kombinasi produksi yang memaksimumkan laba.di antara penelitian penelitian tersebut terdapat beberapa persamaan dan perbedaan mengenai aspek aspek yang diteliti. Beberapa penelitian terdahulu dan laporan ilmiah yang menjadi rujukan karena mengangkat permasalahan pada optimalisasi produk akhir karet olahan, di antaranya adalah Sugiharto (2001) dalam penelitiannya tentang optimalisasi produk akhir RSS (Ribbed Smoked Sheet), TPC (Thin Pale Crepes), lateks pekat dan karet remah, penelitian Yovina (2002) tentang optimalisasi Crumb Rubber serta Hafnar (2003) mengenai optimalisasi produksi karet olahan RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan SIR (Standard Indonesian Rubber).Sedangkan penelitian optimalisasi produksi dengan komoditi yang berbeda terdapat pada penelitian Lathifah (2006) mengenai optimalisasi produksi Cocoa Butter dan Cocoa Powder.

26 Perbedaan antara kedua penelitian tersebut dengan penelitian kali ini adalah jenis produk akhir karet yang diteliti.sugiharto meneliti tentang produk akhir karet diantaranya RSS (Ribbed Smoked Sheet), TPC (Thin Pale Crepe), lateks pekat dan karet remah. Yovina dan Yenny meneliti tentang produk karet olahan Crumb Rubber, Hafnar meneliti produk karet olahan RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan SIR (Standard Indonesian Rubber) sedangkan penelitian ini meneliti produk karet olahan RSS (Ribbed Smoked Sheet) beserta produk produk off grade lain seperti Cutting A. Sugiharto (2001) menyimpulkan bahwa meningkatnya pasokan bahan baku menyebabkan semakin banyaknya pilihan komposisi produk akhir yang dapat diproduksi. Selain pilihan komposisi yang semakin banyak, adanya kegiatan pengadaan bahan baku dari perkebunan seinduk, mengakibatkan tingkat produk akhir optimal yang dapat dihasilkan juga menjadi relatif lebih tinggi. Komposisi produk akhir berdasarkan analisis sensitivitas, tidak peka terhadap penurunan bahan baku, tetapi terhadap kenaikan harga bahan baku terutama terhadap kenaikan harga bahan baku lateks dari kebun sendiri dan harga bahan baku lump yang berasal dari perkebunan Wangunreja. Yovina (2002) melakukan penelitian berjudul Optimalisasi Produksi Crumb Rubber (kasus : Pabrik Crumb Rubber kebun Tanah Besih PT Soefin Indonesia). Melalui analisis optimalisasi produksi dengan bantuan program aplikasi LINDO, disimpulkan bahwa untuk mencapai keuntungan maksimum, kombinasi produk yang optimum pada triwulan I dan II adalah memproduksi SIR 3 CV-50 Tanah Besih,SIR 10 Tanah Besih, SIR 3 CV-50 Lima Puluh, SIR 10 Lima Puluh, beserta seluruh produk off grade yang menjadi produk ikutan dalam

27 proses pengolahan. Sedangkan untuk triwulan III dan IV 2002, kombinasi produk optimum meliputi SIR 10 Tanah Besih, SIR 3 CV-50 Tanjung Maria, SIR 10 Tanjung Maria, SIR3 CV-60 Lima Puluh, SIR 10 Lima Puluh dan produk ikutan. Pada Triwulan III dan IV 2002 terdapat alternatif solusi, perusahaan dapat memproduksi SIR 3 CV-60 asal kebun Tanah Besih tanpa mengurangi keuntungan jika salah satu produk off grade lateks dari kebun Tanah Besih pada triwulan tersebut dipaksa untuk diproduksi. Keuntungan maksimum sebesar Rp ,00 diperoleh pada iterasi ke-22. Penelitian Hafnar (2003) adalah mengenai optimalisasi komposisi produk akhir pada produk RSS(Ribbed Smoked Sheet) dan SIR(Standard Indonesian Rubber) di Perkebunan Sarang Ginting, PTPN III, Sumatera Utara dengan tujuan untuk memaksimalkan penerimaan bagi perusahaan. Dengan menggunakan aplikasi dari program LINDO, dapat disimpulkan bahwa Kebun Sarang Ginting mampu mendapatkan penerimaan optimal yang dicapai pada iterasi ke 42 dengan nilai sebesar Rp ,-. Dan produk turunan lateks yang disarankan untuk diproduksi dalam empat triwulan adalah RSS I dan RSS 3 dan untuk produk turunan lump, produk SIR 10 dan SIR 20 menjadi pilihan untuk diproduksi karena kontribusi keuntungan yang paling menarik. Penelitian optimalisasi produksi dengan komoditi yang berbeda terdapat pada Lathifah (2006) mengenai penelitian tentang Optimalisasi Produksi Cocoa Butter dan Cocoa Powder pada PT Cacao Wangi Murni, Tangerang. Penelitian ini menggunakan linear programming untuk mencapai tujuan maksimalisasi keuntungan dengan menggunakan dua variabel keputusan.fungsi kendala dalam model optimasi terdiri dari kendala bahan baku, kendala jam kerja mesin yang

28 dibedakan menjadi sembilan jenis kendala mesin berbeda, dan kendala tenaga kerja langsung (TKL). Pada kondisi optimal keuntungan perusahaan dapat ditingkatkan sebesar Rp dari keuntungan aktual sekarang. Sumberdaya yang menjadi pembatas adalah jam kerja tenaga langsung Perbedaan lain penelitian ini dengan penelitian penelitian karet sebelumnya yang terletak pada daerah penelitian dan skala usaha produk karet olahan yang diteliti. Penelitian Sugiharto (2001) dan Hafnar (2003) dilakukan pada PTPN di Sumatera Utara, dan Yovina (2002) yang dilakukan di Tanah Besih di Riau.Penelitian ini dilaksanakan di daerah Jember, Jawa Timur dengan pertimbangan sebelumnya belum ada penelitian karet olahan yang dilaksanakan di daerah Jember.Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan informasi bagi para pengusaha karet olahan untuk mengetahui kombinasi optimal yang dapat memaksimisasi keuntungan dengan adanya kendala kendala yang dihadapi.selain itu diharapkan Kabupaten Jember dapat mempertahankan dan mengembangkan posisinya sebagai daerah perkebunan yang berpotensi di Pulau Jawa khususnya sebagai daerah sentra produksi karet olahan di Indonesia dan Pulau Jawa khususnya.

29 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Produksi dan Kombinasi Produksi Optimum Secara umum, sistem produksi didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk mengubah masukan sumber daya guna menciptakan barang dan jasa yang berguna sebagai keluaran (Buffa dan Sarin, 1996). Rangkaian masukan-konversikeluaran merupakan cara yang berguna untuk mengkonseptualisasikan sistem produksi, dimulai dari unit terkecil dari kegiatan produksi, yang biasanya dinamakan operasi. Suatu operasi adalah langkah tertentu dalam keseluruhan akhir. Proses transformasi (pengubahan) ini digambarkan secara jelas dalam Gambar 1. Masukan Material Mesin Fasilitas Energi Informasi Proses Transformasi atau konversi Manajemen Operasi : Desain sistem Perencanaan dan Pengendalian operasi Keluaran: Produk Jasa Umpan balik informasi tentang Keluaran untuk pengendalian proses Gambar 1. Sistem Produksi Sebagai Proses Transformasi atau Konversi Sumber : Buffa dan Sarin, 1996 Output berupa produk maupun jasa merupakan hasil pengkombinasian antara faktor - faktor produksi atau input. Hubungan antara input yang digunakan

30 dalam proses produksi dengan jumlah output yang dihasilkan disebut fungsi produksi atau input. Hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan jumlah output yang dihasilkan disebut fungsi produksi (Lipsey, 1995). Dalam fungsi produksi biasanya jumlah yang diproduksi tergantung pada jumlah bahan baku, tenaga kerja, mesin, dan modal yang digunakan dalam proses produksi. Salah satu tujuan dalam berproduksi adalah bagaimana memperoleh output dari input yang ada secara efisien dan bagaimana mengoptimalkan produksi dengan input yang ada. Penentuan kombinasi produksi optimum untuk memperoleh keuntungan maksimum dapat dijelaskan melalui Kurva Kemungkinan Produksi (KKP) dan garis isorevenue. Kurva kemungkinan produksi sering disebut dengan kurva isoresource, karena masing masing point pada kurva mencerminkan kombinasi output yang diproduksi dengan menggunakan sejumlah input yang sama, sedangkan garis isorevenue adalah garis yang menunjukkan kombinasi produk yang dapat dijual perusahaan yang akan memberikan penerimaan tertentu. Menurut Lipsey (1995), kurva kemungkinan produksi (production possibility boundary) menjelaskan tiga konsep, yaitu kelangkaan (scarcity), pilihan (choice), dan biaya peluang (opportunity cost). Kelangkaan ditunjukkan oleh kombinasi kombinasi yang tidak bisa dicapai melebihi batas Kurva Kemungkinan Produksi, pilihan ditunjukkan oleh kebutuhan untuk memilih dari sekian titik titik alternative yang bisa dicapai sepanjang batas tersebut, sedangkan biaya peluang diperlihatkan oleh kemiringan batas tersebut ke kanan bawah. Kombinasi produk optimal dicapai pada saat kurva kemungkinan produksi bersinggungan dengan

31 garis isorevenue, yaitu garis yang mencerminkan penerimaan (revenue) yang sama pada berbagai produksi. Terlihat pada Gambar 2. X 1 TR 2 Kurva Kemungkinan Produksi a c Q 1 E Garis Isorevenue O Q 2 TR 1 X 2 b Gambar 2. Kurva Kemungkinan Produksi dan Kombinasi Produksi Optimal Sumber : Nicholson, 1999 Keterangan : X 1 : Produk 1 X 2 : Produk 2 TR 1 : Total Penerimaan 1 TR 2 : Total Penerimaan 2 E : Kombinasi Produk Optimal Q 1 : Jumlah produk 1 yang dihasilkan pada kondisi Q 2 : Jumlah produk 2 yang dihasilkan pada kondisi a,b : Kombinasi produksi yang tidak optimal c : Kombinasi optimal yang tidak dapat dicapai Pada Gambar 2, diasumsikan perusahaan menggunakan sumberdaya yang ada hanya untuk memproduksi dua barang, yaitu X 1 dan X 2. Perusahaan harus berproduksi pada titik E, yaitu menghasilkan produk X 1 sebesar Q 1 dan produk X 2 sebesar Q 2, agar penerimaan yang diperoleh perusahaan akan dimaksimalkan yaitu sebesar TR 2. Kombinasi produk optimal ini dicapai pada saat KKP bersinggungan dengan garis isorevenue.

32 Pemilihan kombinasi produk selain pada titik E akan mengurangi penerimaan total. Sebagai contoh, apabila perusahaan memilih kombinasi produk yang ditunjukan pada titik a dan b maka penerimaan yang diperoleh hanya sebesar TR 1. Artinya perusahaan belum dapat memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki secara efisien. Titik c adalah kondisi kombinasi produk X 1 dan X 2 yang tidak dapat dicapai karena terbatasnya sumberdaya. Kelangkaan menyebabkan seseorang harus membuat pilihan pilihan dan setiap pilihan mencerminkan biaya peluangnya. Akibat sifat sumberdaya yang terbatas (langka) maka keputusan untuk memproduksi barang X 1 lebih banyak menyebabkan barang lain X 2 yang diproduksi menjadi lebih sedikit. Hal ini mencerminkan konsep opportunity cost, yaitu suatu ukuran yang menyatakan jumlah barang lain yang harus dikorbankan untuk menambah barang X sebesar satu satuan. KKP yang berbentuk cembung melambangkan peningkatan biaya opportunity cost (increasing opportunity cost) dalam memproduksi kedua komoditi tersebut. Posisi biaya paling rendah pada tingkat output tertentu dicapai ketika kurva isoquant dan garis isocost bersinggungan. Kurva isoquant adalah kurva yang menunjukkan keseluruhan perangkat kemungkinan yang efisien secara teknologis untuk memproduksi tingkat keluaran tertentu sedangkan garis isocost adalah garis yang menunjukkan kombinasi alternatif faktor faktor yang dapat dibeli suatu perusahaan dengan pengeluaran tertentu (Lipsey, 1995). Pada Gambar 3, perusahaan diasumsikan menggunakan dua input yaitu kapital dan tenaga kerja untuk menghasilkan output sebesar Q 0. Metode produksi yang paling efisien adalah pada titik E yaitu menggunakan capital sebesar K 0 dan

33 tenaga kerja T 0.Kombinasi input tersebut akan memberikan biaya yang paling minimal yaitu sebesar TC 1.Pemilihan kombinasi input selain pada titik E akan menyebabkan biaya yang digunakan bukan biaya yang paling minimal. Sebagai contoh, apabila memilih kombinasi input yang ditunjukkan pada titik a atau b maka biaya yang digunakan menjadi lebih tinggi yaitu sebesar TC 2 dan TC 3. K a Ko E b Qo To TC 1 TC 2 TC 3 T Gambar 3. Minimisasi Biaya Sumber : Nicholson, 1999 Keterangan : K : Jumlah input capital T : Jumlah input tenaga kerja TC1 : Total Cost 1 TC2 : Total Cost 2 TC3 : Total Cost 3 Qo : Kurva isoquant E : Kombinasi input optimal Ko : Jumlah kapital yang digunakan pada kondisi optimal To : Jumlah tenaga kerja yang digunakan pada kondisi optimal a,b : Kombinasi input yang tidak optimal Persoalan maksimisasi output merupakan masalah yang identik dengan persoalan minimisasi biaya, perusahaan berusaha menghasilkan output tertentu dengan biaya yang minimal sedangkan pada persoalan maksimisasi keuntungan, perusahaan berusaha mencapai tingkat output maksimal dengan biaya tertentu jumlahnya. Posisi output paling maksimal juga dicapai ketika kurva isoquant bersinggungan dengan garis isocost.

34 Pada Gambar 4, output maksimal dapat dicapai pada titik E yaitu menghasilkan output sebesar Q 2 dengan menggunakan biaya tertentu sebesar TC 0. Pemilihan metode produksi selain pada titik E akan menyebabkan output yang dicapai tidak maksimal. Sebagai contoh, apabila perusahaan berproduksi pada titik a atau b maka biaya yang digunakan sama besar tetapi tingkat output yang dihasilkan lebih rendah sebesar Q 1. Tingkat output yang tidak dapat dicapai karena membutuhkan biaya yang lebih tinggi daripada biaya yang sudah ditentukan. K a Ko E Q 1 Q 2 Q 3 T Gambar 4. Maksimisasi Output Sumber Nicholson, 1999 Keterangan : K : input kapital T : input tenaga kerja TC1 : Garis isocost Qi : Kurva isoquant, i = 1,2,3 E : Kombinasi input optimal Ko : Jumlah kapital yang digunakan pada kondisi optimal To : Jumlah tenaga kerja yang digunakan pada kondisi optimal a, b : Kombinasi input yang tidak optimal Kombinasi yang dianggap mampu menghasilkan penerimaan yang layak untuk perusahaan akan diukur dengan beberapa teori pengukuran terhadap proses produksi. Optimalisasi menjadi salah satu ukuran yang tepat untuk mengetahui

35 sejauh mana suatu proses produksi telah dilakukan secara efisien karena selain menggambarkan fungsi tujuan yang akan dicapai, disertakan pula kendala kendala yang membatasi fungsi tujuan tersebut dalam keadaan yang mendekati nyata Teori Optimalisasi Menurut Soekartawi (1995), optimalisasi adalah suatu usaha pencapaian keadaan terbaik, dan optimalisasi produksi adalah penggunaan faktor faktor produksi yang terbatas dengan seefisien mungkin sekaligus merupakan suatu pendekatan normatif dengan mengidentifikasikan penyelesaian terbaik dari suatu permasalahan yang diarahkan pada titik maksimal atau minimal suatu tujuan. Berbagai masalah bidang fungsional dalam organisasi merupakan masalah manajemen.generalisasi masalah dan pengambilan keputusan dari suatu masalah meliputi input, proses dan output. Di dalam optimalisasi dibutuhkan informasi sebagai input untuk diolah dengan suatu model yang terdapat batasan kendala kendala di dalamnya dan pada akhirnya akan mengeluarkan output berupa keputusan manajerial perusahaan. Persoalan optimalisasi dapat diidentifikasi dengan kendala maupun tanpa kendala. Faktor faktor yang menjadi kendala terhadap fungsi tujuan, diabaikan dalam optimalisasi tanpa kendala sehingga dalam menentukan nilai maksimal dan minimal tidak terdapat batasan untuk berbagai pilihan yang tersedia. Suatu fungsi yang tidak mempunyai kendala (memiliki dua variabel independen) akan memiliki titik maksimum dan minimum bila slope untuk kedua nilai variabel tersebut adalah nol (Muslich, 1993)

36 Pada optimalisasi dengan kendala, faktor faktor yang menjadi kendala pada fungsi tujuan diperhatikan dan turut menentukan titik maksimum dan minimum fungsi tujuan. Optimalisasi dengan kendala pada dasarnya adalah persoalan menentukan nilai variabel variabel suatu fungsi menjadi maksimal atau minimal dengan keterbatasan keterbatasan yang ada. Penentuan model yang akan digunakan untuk menganalisis dilakukan dengan menyusun formulasi untuk kombinasi output yang optimal sesuai dengan kondisi di lapangan. Model Linear Programming menjadi salah satu pilihan karena mempunyai keunggulan yaitu dapat diterapkan dalam berbagai bidang fungsional Linear Programming Linear Programming merupakan metode perhitungan untuk perencanaan terbaik di antara beberapa kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan. Masalah dalam LP adalah memperhatikan penggunaan atau alokasi yang efisien dari sumberdaya yang terbatas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Suatu solusi yang memuaskan semua kondisi masalah dari tujuan yang ditetapkan dinamakan solusi optimum (Soekartawi, 1992). Tujuan dari penggunaan LP adalah untuk menyusun suatu model yang dapat dipergunakan untuk membantu pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi yang optimal dari sumber daya perusahaan ke berbagai alternatif. Empat kondisi utama yang diperlukan bagi penerapan LP adalah adanya sumber daya yang terbatas, fungsi tujuan seperti memaksimalkan laba atau meminimalkan biaya, linearitas, dan keseragaman (Soepranto, 1987).

37 Menurut Taylor (2001), tiga analisis yang akan dilakukan dalam LP adalah analisis primal, analisis dual, dan analisis sensitivitas. Setiap model LP memiliki dua bentuk yaitu primal dan dual. Bentuk asli dari suatu model program linear disebut primal. Dual adalah bentuk alternatif model yang dikembangkan sepenuhnya dari model primal. Primal akan menghasilkan solusi solusi dalam bentuk jumlah laba yang didapat dari memproduksi barang, sedangkan dual akan memberikan informasi tentang nilai dari sumberdaya yang membatasi tercapainya laba tersebut. Manfaat utama dual adalah untuk menentukan apakah perlu menambah sumberdaya serta biaya yang harus dikeluarkan untuk tambahan tersebut. Analisis sensitivitas merupakan cara untuk mengetahui dampak atas suatu perubahan parameter dari suatu model, baik berupa perubahan pada koefisien fungsi tujuan, perubahan pada nilai ruas kanan batasan dan lainnya. Menurut Padlah (2004) terdapat empat karakteristik yang harus dipenuhi agar LP dapat diterapkan yaitu : 1. Terdapat tujuan yang akan dicapai secara jelas dan tegas. 2. Terdapat berbagai alternatif kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut. 3. Terbatasnya sumberdaya yang tersedia. 4. Dapat dirumuskan secara kuantitatif. Program linear banyak digunakan dalam membantu penyelesaian masalah pengambilan keputusan. Akan tetapi, menurut Soekartawi (1992) LP memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan LP adalah : 1. Mudah dilaksanakan, terutama jika menggunakan alat bantu komputer. 2. Dapat menggunakan banyak variabel sehingga berbagai kemungkinan untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dapat tercapai.

38 3. Fungsi tujuan dapat difleksibelkan sesuai dengan tujuan penelitian atau berdasarkan data yang tersedia. Kelemahan penggunaan LP adalah bila alat bantu komputer tidak tersedia, maka cara LP dengan menggunakan banyak variabel akan menyulitkan analisisnya dan bahkan tidak mungkin dikerjakan dengan cara manual saja. Penggunaan variabel yang sedikit jumlahnya maka LP dapat digunakan secara manual dengan bantuan metode simplex, yaitu suatu cara penyelesaian dengan melakukan iterasi berbagai variabel. Kelemahan lainnya dari cara LP adalah penggunaan asumsi linearitas, karena di dalam kenyataan yang sebenarnya kadang kadang asumsi ini tidak sesuai. Menurut Maarif et al (1989), jika mengikuti pendekatan LP maka seluruh tujuan manajemen diungkapkan dalam satu fungsi tujuan. Hal ini menyebabkan sistem yang direncanakan dapat menjadi optimal pada satu tujuan dengan mengorbankan tujuan tujuan lainnya. Kelemahan lain dari LP adalah tidak mampu menyelesaikan permasalahan manajemen yang memiliki beberapa tujuan atau sasaran untuk dicapai secara simultan. Menurut Soekartawi (1999), teknik linear programming dapat digunakan dalam dua cara yaitu : 1. Meminimumkan biaya dalam rangka tetap mendapatkan total penerimaan atau total keuntungan sebesar mungkin (minimisasi). 2. Maksimumkan total penerimaan atau total keuntngan pada kendala sumberdaya yang terbatas (maksimisasi). Linear Programming itu sendiri sebenarnya merupakan metode perhitungan untuk perencanaan terbaik di antara kemungkinan kemungkinan

39 tindakan yang dapat dilakukan. Penentuan terbaik tersebut terdapat banyak alternatif dalam perencanaan untuk mencapai tujuan spesifik pada sumberdaya yang terbatas. Program linier terdiri dari dua macam fungsi, yaitu fungsi tujuan dan fungsi kendala. Fungsi tujuan adalah fungsi yang menggambarkan sasaran atau tujuan dalam sumber sumber untuk memperoleh keuntungan maksimum atau biaya yang minimum. Sedangkan fungsi kendala adalah bentuk penyajian secara matematis kendala kendala yang tersedia yang akan dialokasikan secara optimal ke berbagai kegiatan. Secara umum, model linear programming dapat dinyatakan sebagai berikut: Maksimisasi atau minimisasi :, untuk j = 1,2,...,n atau Memenuhi syarat kendala : 1. (, =, ) bi, untuk i = 1,2,...,n 2. Xj 0 Keterangan : Z = fungsi tujuan Cj = koefisien fungsi tujuan aij = koefisien input output bi = sumberdaya yang terbatas Xj = variabel keputusan Menurut Buffa dan Sarin (1996), asumsi asumsi yang harus ditepati dalam program linear adalah sebagai berikut : 1. Kepastian (certainty) Asumsi ini mengisyaratkan bahwa semua parameter model (nilai a j, a ij dan b i ) diketahui konstan. 2. Proporsionalitas (Proporsionality)

40 Asumsi ini mengisyaratkan bahwa apabila variabel pengambil keputusan (X j ) berubah maka dampak perubahan akan menyebar dalam proporsi yang sama terhadap fungsi tujuan (C j, X j ) dan fungi kendala (a ij dan x j ) 3. Additivitas (additivity) Asumsi ini mengisyaratkan bahwa untuk setiap tingkat kegiatan tertentu (x 1, x 2,,x n ), nilai total fungsi sasaran Z dan pemakaian total dari setiap sumberdaya sama dengan jumlah kontribusi atau penggunaan sumberdaya oleh setiap kegiatan yang dilakukan. 4. Divisibilitas (Divisibility) Asumsi ini mengisyaratkan bahwa variabel keputusan (x j ) dapat dibagi ke dalam pecahan pecahan apabila diperlukan. 5. Deterministik Asumsi ini menyatakan bahwa semua parameter yang terdapat optimasi adalah tetap,diketahui, dan dapat diperkirakan dengan pasti. Berdasarkan keluaran komputer diperoleh beberapa analisis yaitu analisis primal, analisis dual, analisis sensitivitas, dan analisis post optimalitas : 1). Analisis Primal Analisis primal bertujuan untuk mengetahui kombinasi produk terbaik yang dapat memaksimumkan keuntungan dengan sumberdaya yang terbatas. Dalam analisis primal akan dapat diketahui aktivitas mana yang tidak termasuk dalam skema optimal dan aktivitas yang tidak termasuk dalam skema optimal atau memiliki nilai reduced cost. Untuk mengetahui apakah aktivitas perusahaan telah optimal atau belum, hasil analisis berupa kombinasi aktivitas terbaik ini akan dibandingkan dengan aktivitas aktual perusahaan.

41 2). Analisis Dual Analisis dual dilakukan untuk mengetahui penilaian terhadap sumberdaya yang ada dan menilai keputusan sumberdaya mana yang masih memungkinkan perusahaan untuk melakukan proses produksi. Nilai dual menunjukkan perubahan yang akan terjadi pada fungsi tujuan apabila sumberdaya berubah sebesar satu satuan. 3). Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas diperlukan untuk mengetahui sejauhmana jawaban optimal dapat diterapkan apabila terjadi perubahan parameter yang membangun model.perubahan tersebut dapat terjadi karena perubahan koefisien fungsi tujuan, perubahan koefisien fungsi kendala, perubahan nilai sebelah kanan model, serta adanya tambahan variabel keputusan. Tujuan analisis ini adalah memperoleh informasi mengenai pemecahan nilai optimum yang baru yang memungkinkan sesuai dengan parameter perhitungan tambahan yang minimal (Taha,1996). Analisis sensitivitas menunjukkan selang kepekaan nilai nilai koefisien fungsi tujuan yang dapat mempertahankan kondisi optimal. Selang kepekaan ditunjukkan oleh batas maksimum yang menggambarkan batas kenaikan nilai aktivitas atau kendala yang tidak mengubah fungsi tujuan dan ditunjukkan oleh batas minimum nilai koefisien fungsi tujuan yang menggambarkan batas penurunan nilai aktivitas atau kendala yang tidak mengubah fungsi tujuan. Selain itu selang kepekaan juga ditunjukkan oleh nilai ruas kanan yang menggambarkan seberapa besar perubahan ketersediaan sumberdaya dapat ditolerir sehingga nilai dual tidak berubah. 4). Analisis Post Optimalitas

42 Analisis post optimalitas dilakukan untuk mengetahui bagaimana solusi optimal yang terjadi apabila ada perubahan terhadap parameter yang membentuk model. Analisis post optimalitas dapat dilakukan dengan menambah atau mengurangi beberapa kendala yang dapat mempengaruhi penyelesaian optimal, mengubah fungsi tujuan, serta mengubah nilai ruas kanan. Menurut Nasendi dan Anwar (1985), analisis post optimal disebut juga analisis pasca optimal yaitu suatu usaha untuk mempelajari nilai dari peubah pengambilan keputusan dalam suatu model matematik jika satu, beberapa atau semua parameter model tersebut berubah. Dalam suatu persamaan linear programming, analisis post optimalitas menyangkut analisis terhadap nilai peubah pengambilan keputusan sebagai dampak dalam perubahan : 1) Koefisien fungsi tujuan; 2) Koefisien teknologi; dan 3)Nilai sebelah kanan model dan adanya tambahan fungsi kendala baru maupun tambahan peubah pengambilan keputusan. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Setiap perusahaan dalam melakukan kegiatan produksinya akan selalu berusaha untuk memperoleh keuntungan maksimum. Perkebunan Widodaren juga mempunyai tujuan untuk memaksimumkan keuntungan dari kegiatan produksi karet olahan Ribbed Smoked Sheet. Merencanakan penggunaan sumberdaya dipengaruhi oleh dua hal yaitu dari segi permintaan produk dan ketersediaan sumberdaya. Dari segi ketersediaan sumberdaya, Perkebunan Widodaren memerlukan lima macam sumberdaya yaitu bahan baku lateks, bahan penolong, tenaga kerja pabrik, kapasitas sarana produksi, dan ketersediaan jam mesin dan kamar. Disini perusahaan dihadapkan

43 pada persoalan persoalan pemenuhan sumberdaya yang optimal dan ekonomis. Tujuan yang hendak dicapai adalah optimalisasi penggunaan sumberdaya dan maksimisasi keuntungan. Kendala yang mungkin dihadapi antara lain adalah kendala produksi dan kendala ketersediaan sumberdaya. Pemecahan persoalan persoalan di atas dapat digunakan program linear sebagai alat analisis. Program linear itu sendiri sebenarnya merupakan metode perhitungan untuk perencanaan metode terbaik di antara kemungkinan kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan spesifik pada sumberdaya yang terbatas (Soekartawi, 1999). Untuk merencanakan komposisi produk optimal, akan dilakukan analisis primal untuk mengetahui bagaimana komposisi produk optimal yang dapat diproduksi oleh perusahaan. Melalui analisis sensitivitas akan dapat diketahui bagaimana kepekaan komposisi akhir terhadap perubahan alternatif kebijakan. Hasil dari analisis post optimalitas adalah untuk mengetahui bagaimana solusi optimal yang terjadi apabila ada perubahan terhadap parameter yang membentuk model. Dari hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi alternatif perencanaan dengan kondisi produksi yang fluktuatif untuk menyikapi permintaan konsumen dengan tujuan akhir yang hendak dicapai adalah maksimisasi keuntungan. Berdasarkan hal tersebut maka kerangka pemikiran operasional dapat dibentuk pada gambar berikut.

44 Keuntungan yang fluktuatif Tujuan perusahaan : Memaksimumkan keuntungan Diversifikasi produk karet olahan RSS, Cutting, Skimming, Flat Bark, Brown 3x Perencanaan produksi optimal menggunakan program linear Kendala sumberdaya : -ketersediaan bahan baku lateks, bahan penolong -jam tenaga kerja pabrik -kapasitas sarana produksi - jam kerja mesin LINDO Kombinasi produk, keuntungan optimal, alokasi sumberdaya optimal, status sumberdaya dan analisis sensitivitas Analisis Post Optimal Gambar 4. Kerangka Alur Pemikiran Operasional Optimalisasi Produksi

45 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Pabrik Pengolahan Karet yang beralamat di Jalan Gajah Mada no. 224 Jember, Jawa Timur. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Perkebunan Widodaren merupakan salah satu perkebunan swasta yang cukup besar dalam skala pengelolaan karet, kopi dan tembakau. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2008 di Perkebunan Widodaren dan kantor administrasi PT Jember Indonesia, Jember, Jawa Timur. Kegiatan penelitian dilaksanakan dengan mengadakan wawancara dengan pihak pihak yang berkaitan dengan proses produksi karet olahan baik secara langsung maupun tidak langsung di PT Jember Indonesia. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan Sinder pengolahan, Sinder Keuangan dan Tata Usaha, Mandor dan Mandor Besar pengolahan, serta staf dan karyawan yang terkait dengan keperluan penelitian. Data sekunder diperoleh dari laporan bulanan pengolahan RSS 1, absensi tenaga kerja langsung Perkebunan Widodaren, laporan management Unit Usaha Widodaren, rekapitulasi gaji staf dan karyawan Perkebunan Widodaren, laporan keuangan PT Jember Indonesia. Selain itu data sekunder juga diperoleh

46 dari Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, internet, serta literatur dan penelitian penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik penelitian. 4.3 Metode Pengumpulan Data Data primer didapatkan melalui wawancara dengan pihak perusahaan mengenai. Data data yang dikumpulkan antara lain : 1. Data keadaan umum lokasi penelitian, yaitu : sejarah perusahaan, status badan hukum, lokasi perusahaan, struktur organisasi dan manajemen, proses produksi, serta pemasaran produk. 2. Data jumlah RSS 1 yang dihasilkan dan penggunaan faktor faktor produksi setiap bulan dari bulan Januari 2006 sampai dengan Desember Data harga RSS 1 serta masing masing faktor produksi pada periode Desember Biaya tunai dan non tunai pada Perkebunan Widodaren. 5. Biaya komoditi karet PT Jember Indonesia yang dibebankan ke Perkebunan Widodaren. Data data tersebut dikelompokkan berdasarkan kebutuhan analisis, selanjutnya digunakan sebagai input untuk analisis data.

47 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data Proses pengolahan data terdiri dari empat tahap, yaitu tahap editing, tahap coding, tahap tabulasi dan verifikasi. Tahap coding dimulai dengan merekap kembali catatan yang diperlukan, apakah data data tersebut memadai untuk dianalisa lebih lanjut. Tahap coding adalah kegiatan pengklasifikasian data menurut jenis ragamnya. Tahap tabulasi adalah proses kegiatan penyusunan data ke dalam bentuk tabel/diagram/grafik agar lebih mudah dipahami.selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data dengan menyusun daftar variabel yang dimasukkan dalam tabel. Kondisi yang dianalisis berdasarkan anggaran biaya produksi tahun 2006 dikarenakan data tahun 2006 adalah data yang paling aktual yang dimiliki oleh Perkebunan Widodaren. Analisis optimalisasi produksi disusun berdasarkan aktivitas dan lajur kendala serta fungsi tujuan yang ingin dicapai ke dalam suatu model pemrograman linear. Data diolah dengan program komputer LINDO (Linear Pro Interactive and Discrete Optimizer), yaitu suatu program komputer optimalisasi yang siap pakai Analisis Data Dilakukan analisis terhadap proses produksi, harga pokok penjualan, harga jual serta berbagai kendala (batasan) yang dimiliki oleh pabrik pengolahan getah karet lateks di PT Jember Indonesia dengan unit analisis pada pabrik Ribbed Smoked Sheet Kebun Widodaren yang dalam hal ini mengolah lateks. Optimalisasi secara khusus dititikberatkan pada kedua kegiatan yaitu kegiatan produksi di pabrik pengolahan karet dengan produk akhir Ribbed Smoked Sheet.

48 Tujuan analisis data tersebut adalah untuk menggambarkan kondisi pabrik Ribbed Smoked Sheet Kebun Widodaren saat ini, menganalisis tingkat produksi karet olahan yang dapat memberikan keuntungan maksimal dengan sumberdaya yang tersedia serta untuk menganalisis pengaruh perubahan perubahan terhadap produksi dan harga. Pada fungsi tujuan hanya dimasukkan aktivitas pengolahan sebagai aktivitas produksi produk RSS 1, RSS 2, Cutting A. Dalam fungsi kendala terdapat dua macam konstanta yaitu Nilai Sebelah Kanan (NSK) dan koefisien input output atau yang sering disebut sebagai koefisien teknologi. NSK merupakan jumlah input sumber daya yang tersedia, sedangkan koefisien input output adalah keseluruhan unit sumber daya yang dibutuhkan untuk menghasilkan tiap Kilogram Karet Kering (KKK) Ribbed Smoked Sheet. Kendala kendala yang masuk dalam model pemrograman linear untuk produksi Ribbed Smoked Sheet meliputi kendala di kebun dan kendala di pabrik. Kendala kendala tersebut adalah : kendala bahan baku lateks yang dihasilkan di kebun Widodaren, bahan penolong Asam Semut, kendala taksasi produksi, kendala jam tenaga kerja, kendala ketersediaan jam mesin dan kamar, kendala kapasitas sarana produksi, kendala syarat komposisi produksi. Untuk mengetahui tingkat produksi dan alokasi sumberdaya optimal digunakan program linear dengan tujuan memaksimumkan keuntungan dan produksi karet olahan Perkebunan Widodaren. Penggunaan metode ini didasarkan pada hasil studi empirik yang menunjukkan bahwa output yang dihasilkan program linear sesuai dengan tujuan penelitian ini. Selain itu program linear memiliki beberapa keunggulan di antaranya fungsi tujuan yang dapat fleksibel dan

49 bisa menggunakan banyak variabel. Kelemahan metode ini adalah hanya dapat digunakan untuk satu tujuan, asumsi proporsionalitas dan deterministik. Namun kelemahan kelemahan tersebut dapat dikompensasi dengan analisis sensitivitas dan analisis pasca optimal. Data kuantitatif yang dikumpulkan menyangkut aktivitas yang dipertimbangkan, faktor kendala yang menjadi pembatas, penentuan koefisien input dan output serta penentuan fungsi tujuan. Kemudian diolah dengan bantuan kalkulator dan komputer.data tersebut kemudian diedit dan ditabulasikan menurut aktivitas dan dimasukkan ke dalam program linear, kemudian diolah dengan menggunakan LINDO. Analisis yang dilakukan meliputi : 1. Analisis Primal Metode simpleks Primal dimulai dari satu pemecahan dasar yang layak (titik ekstrim) dan berlanjut untuk berulang melalui pemecahan dasar yang layak berikutnya sampai titik optimum dicapai. Dengan analisis primal, dapat diketahui jumlah kombinasi produk (Xj) yang terbaik dalam menghasilkan tujuan Z, dengan kendala keterbatasan sumberdaya yang tersedia (bj). 2. Analisis Dual Analisis dual berfungsi untuk mengetahui penilaian terhadap sumberdaya. Nilai dual yang dihasilkan dalam analisis dual menunjukkan perubahan dalam fungsi tujuan apabila sumberdaya tersebut berubah satu satuan. Penilaian ini dilakukan dengan melihat nilai slack/surplus dan nilai dual yang ada. Apabila dari perhitungan terdapat nilai slack/surplus > 0 dan nilai dual = 0, maka dapat disimpulkan bahwa sumberdaya tersebut keberadaannya berlebihan dan demikian sebaliknya. Sumberdaya dengan nilai dual = 0 disebut sebagai kendala pasif,

50 karena tidak akan mengubah fungsi tujuan jika terjadi perubahan sebesar satu satuan. Dari analisis dual juga dapat diketahui sumberdaya mana saja yang membatasi fungsi tujuan, yaitu dengan cara melihat sumberdaya yang mempunyai nilai dual > 0 atau memiliki nilai slack/surplus = 0. Sumberdaya dengan nilai dual > 0 disebut sebagai kendala aktif yang menjadi pembatas dalam kegiatan produksi. 3. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas terdiri dari analisis perubahan koefisien dari fungsi tujuan dan analisis sisi kanan fungsi tujuan (Right Hand Side). Analisis sensitivitas nilai koefisien fungsi tujuan digunakan untuk melihat selang perubahan koefisien fungsi tujuan (Cj) yang masih diijinkan agar nilai optimal variabel keputusan tidak berubah. Analisis sensitivitas ruas kanan kendala menunjukkan selang perubahan nilai ruas kanan kendala (bj) yang masih diijinkan agar tetap mempertahankan kondisi feasible awal (tidak akan mempengaruhi nilai dual price kendala bersangkutan) dengan parameter lain dipertahankan konstan. 4. Analisis Pasca Optimalitas (Post Optimal) Analisis ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana solusi optimal yang diperoleh jika terjadi perubahan terhadap parameter yang membentuk model. 4.5 Pembentukan model Masalah optimalisasi produksi untuk waktu perencanaan dirumuskan ke dalam model program linear dengan langkah langkah sebagai berikut :

51 (1). Menentukan Variabel Keputusan Variabel keputusan menunjukkan jumlah penjualan dan produksi setiap jenis karet olahan diantaranya RSS 1, RSS dan Cutting A dalam satuan Kilogram karet kering. (2). Menentukan Fungsi Tujuan Optimalisasi produksi bertujuan untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan. Perumusan fungsi dimulai dengan menentukan harga jual dan biaya produksi untuk setiap Kilogram karet kering. Selanjutnya dibentuk persamaan tujuan dalam model linear yaitu : Memaksimumkan : Keterangan : Z Pij Xij = Tingkat keuntungan yang ingin dimaksimumkan (Rp) = Harga jual jenis produk ke-j triwulan ke - i (Rp/Kg karet kering) = Jumlah produk ke-j triwulan ke i yang dihasilkan (Kg karet kering) di mana: j = 1 untuk RSS I, j=2 untuk RSS II, j=3 untuk Cutting A dan i = triwulan, i = 1,2,3,4 ( dimana : 1 = triwulan 1, 2 = triwulan 2, 3 = triwulan 3, 4 = triwulan 4) Rij = Biaya produksi yang digunakan oleh jenis produk ke j triwulan ke - i (Rp/Kg karet kering) j = Koefisien sumbangan keuntungan per kg produk (Rp/Kg karet kering)

52 (3) Menentukan Kendala Kendala dalam model program linear untuk optimalisasi produksi karet olahan RSS I, RSS II dan Cutting A meliputi ketersediaan bahan baku, bahan penolong, ketersediaan jam kerja mesin, ketersediaan tenaga kerja, kapasitas sarana produksi dan permintaan minimum setiap produk. a. Kendala Ketersediaan Bahan Baku Bahan baku lateks yang dihasilkan di kebun Widodaren. Kendala bahan baku lateks merupakan keterbatasan pengadaan bahan baku masing masing kebun dalam menghasilkan lateks. Keterangan : aij = Koefisien penggunaan bahan baku lateks untuk produk ke i triwulan ke j (liter/kg karet kering) Xij = Jumlah produk ke-j triwulan ke i yang dihasilkan (Kg karet kering) di mana: j = 1 untuk RSS I, j=2 untuk RSS II, j=3 untuk Cutting A dan i = triwulan, i = 1,2,3,4 ( dimana : 1 = triwulan 1, 2 = triwulan 2, 3 = triwulan 3, 4 = triwulan 4) BB = Ketersediaan bahan baku selama tahun 2006 (liter) b. Kendala bahan penolong Asam Semut Dalam melakukan proses produksi pengolahan Ribbed Smoked Sheet (RSS 1 dan RSS 2) dibutuhkan bahan penolong dalam pengolahannya yaitu Formic Acid (asam semut). Pemakaian bahan penolong per Kg karet kering

53 Ribbed Smoked Sheet dan ketersediaan bahan penolong merupakan fungsi kendala bahan penolong. Keterangan : bij = Penggunaan bahan penolong Asam Semut untuk 1 kg produk ke i triwulan ke j (liter/kg karet kering). Xij = Jumlah produk ke-j triwulan ke i yang dihasilkan (Kg karet kering) di mana: j = 1 untuk RSS I, j=2 untuk RSS II, j=3 untuk Cutting A dan i = triwulan, i = 1,2,3,4 ( dimana : 1 = triwulan 1, 2 = triwulan 2, 3 = triwulan 3, 4 = triwulan 4) BP = Ketersediaan bahan penolong dalam satu tahun (liter) c. Kendala Taksasi Produksi Dalam melakukan produksinya, perusahaan selalu menetapkan jumlah taksasi (perkiraan) yang seharusnya dicapai setiap periode. Taksasi tersebut ditetapkan oleh Direksi PT Jember Indonesia, berdasarkan produksi periode periode sebelumnya. Keterangan : Xij = Jumlah produk ke-j triwulan ke i yang dihasilkan (Kg karet kering) di mana: j = 1 untuk RSS I, j=2 untuk RSS II, j=3 untuk Cutting A dan i = triwulan, i = 1,2,3,4 ( dimana : 1 = triwulan 1, 2 = triwulan 2, 3 = triwulan 3, 4 = triwulan 4) TP = Taksasi Produksi produk ke-i triwulan ke-j (Kg Karet Kering)

54 d. Kendala Tenaga Kerja Pabrik Tenaga kerja yang digunakan untuk proses pengolahan disesuaikan dan terbagi atas tenaga kerja pembekuan lateks, tenaga kerja penggilingan sheet, tenaga kerja kamar asap dan tenaga kerja sortasi dan pengemasan. Tenaga kerja olahan mempunyai kendala sesuai kebutuhan hari orang kerja dan ketersediaan HOK untuk masing masing proses pengolahan Keterangan : cijk = Koefisien kebutuhan jam tenaga kerja bagian ke k untuk menghasilkan satu kg karet kering jenis ke i (jam/kg karet kering) triwulan ke j Xij = Jumlah produk ke-j triwulan ke i yang dihasilkan (Kg karet kering) di mana: j = 1 untuk RSS I, j=2 untuk RSS II, j=3 untuk Cutting A dan i = triwulan, i = 1,2,3,4 ( dimana : 1 = triwulan 1, 2 = triwulan 2, 3 = triwulan 3, 4 = triwulan 4) Jk = Ketersediaan jam tenaga kerja bagian ke k pada jam kerja normal untuk berproduksi selama tahun 2006 (jam). e. Kendala ketersediaan jam kerja mesin sarana produksi Mesin dan kamar pengolahan bahan baku khusus lateks, digunakan berdasarkan kemampuannya dalam melakukan pengolahan terutama dalam hal ketersediaan waktu yang dimiliki oleh mesin dan kamar tersebut dalam satu periodenya. Keterangan :

55 dijk = Koefisien kebutuhan jam kerja mesin bagian ke k untuk menghasilkan satu kg karet kering jenis ke i (jam/kg karet kering) triwulan ke j dimana : k = 1 untuk koaguler bak, k = 2 untuk mesin sheeter. Xij = Jumlah produk ke-j triwulan ke i yang dihasilkan (Kg karet kering) di mana: j = 1 untuk RSS I, j=2 untuk RSS II, j=3 untuk Cutting A dan i = triwulan, i = 1,2,3,4 ( dimana : 1 = triwulan 1, 2 = triwulan 2, 3 = triwulan 3, 4 = triwulan 4) JMk = Ketersediaan jam kerja mesin pada jam kerja normal selama tahun 2006 (jam) f. Kendala Syarat Komposisi Produksi Setiap produksi olahan karet memiliki syarat komposisi yang harus dipenuhi agar memenuhi standar produksi yang terdapat dalam perusahaan. Keterangan : fij = Koefisien komposisi produksi untuk menghasilkan satu kg karet kering jenis ke j triwulan ke i. Xij = Jumlah produk ke-j triwulan ke i yang dihasilkan (Kg karet kering) di mana: j = 1 untuk RSS I, j=2 untuk RSS II, j=3 untuk Cutting A dan i = triwulan, i = 1,2,3,4 ( dimana : 1 = triwulan 1, 2 = triwulan 2, 3 = triwulan 3, 4 = triwulan 4). (4). Menentukan Model Program Linier Dari data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis untuk menentukan aktivitas terpilih, tingkat keuntungan yang diperoleh, status sumberdaya serta analisis sensitivitas dengan bantuan software LINDO dan kalkulator.setelah

56 fungsi tujuan dan kendala dirumuskan, langkah selanjutnya adalah menyusun model linear masalah optimalisasi produksi.setelah dicapai kondisi optimal dilakukan analisis pasca optimal untuk mengetahui pengaruh perubahan model program linear terhadap solusi optimal awal.

57

58 BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi Perkebunan Widodaren Perkebunan Widodaren mempunyai areal seluas 646,7172 Ha danterletak di desa Badean kecamatan Bangsalsari kabupaten Jember, telah memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dari Menteri Dalam Negeri Nomor SK. 48/HGU/DA/75 tanggal 21 Oktober 1975 dan berakhir tanggal 31 Desember Perkebunan Widodaren terletak pada Desa Badean dan Selodakon, Kecamatan Bangalsari dan Tanggul, Kabupaten Jember. Dengan jarak ke kecamatan sebesar 8 km, jarak ke kabupaten sebesar 20 km, dan jarak kebun ke propinsi sebesar 192 km. Adapun batas utara dari Perkebunan Widodaren yakni Tanah Perhutani, batas Selatan adalah Tanah Perhutani dan Desa Curahkalong, batas Barat adalah Tanah Perhutani, dan Timur adalah Tanah Perhutani dan Desa Badean. Perkebunan Widodaren memiliki luas sebesar 646,7172 Ha dengan jenis tanah adalah Latosol dan Regosol dengan elevasi m dpl. Tipe iklim pada Perkebunan Widodaren adalah C (Smith and Ferguson) dengan suhu sebesar C. 5.2 Struktur Organisasi Perkebunan Widodaren Struktur Organisasi Kebun Widodaren memberikan gambaran tugas dan wewenang dari setiap personil yang terkait. Struktur organisasi harus disusun sesuai dengan urutan dan kebutuhannya. Pimpinan sebagai manusia secara umum

59 memiliki kemampuan terbatas, karena itu seorang pemimpin tidak dapat melaksanakan tugas secara sendiri tanpa dukungan dari bawahannya, dengan ini sangat membutuhkan pembagian tugas dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan perusahaan. Beberapa jabatan terdapat di dalam struktur organisasi Perkebunan Widodaren, diantaranya adalah : a. Administratur Secara umum Administratur sebagai pimpinan tertinggi (top management) pada suatu kebun, bertanggung jawab kepada Direktur atas jalannya roda perusahaan di kebun tersebut, yang meliputi pelaksanaan fungsi manajemen (merencanakan, mengawasi, mengarahkan dan mengevaluasi) dengan memanfaatkan semaksimal mungkin seluruh unsur/sarana manajemen yang tersedia. Semua kegiatan tersebut ditunjuk untuk mendukung pelaksanaan Tridarma Perkebunan (devisa, tenaga kerja, dan lingkungan hidup) dan eksistensi perusahaan sekaligus mengembangkan perusahaan tersebut. b. Asisten Kepala (Askep) Asisten Kepala adalah merupakan tenaga kerja pimpinan pelaksanaan di tingkat kebun, yang bertanggung jawab kepada Administratur atas semua kegiatan, mulai dari perencanaan sampai pengawasan bidang tanaman. Askep merupakan koordinator dari seluruh sistem afdeling tanaman dan pembantu utama Administratur dalam kegiatan produki sekaligus sarana dan biaya yang digunakan.

60 c. PAPAM Kepala pengamanan diberikan wewenang komando untuk dapat mengendalikan seluruh kegiatan keamanan baik dalam lingkungan perkebunan, emplacement maupun pondok di dekatnya. d. Asisten Tata Usaha (ATU) Kepala tata usaha adalah orang yang bertugas memahami dan menjalankan peranan manajemen keuangan di perusahaan yaitu fungsi manajemen hutang piutang, persediaan aktivitas tetap analisis inventarisasi dan eksploitasi. e. Asisten Personalia Kebun (APK) Petugas umum adalah aparat/asisten yang bertugas membantu administrasi dalam melaksanakan tugas yang telah digariskan oleh direksi di bidang umum. f. Asisten Afdeling/ Asisten Tanaman Asisten afdeling adalah suatu aparat/staf yang bertugas melaksanakan/mengolah fungsi manajemen terhadap pelaksanaan policy administrator sesuai yang digariskan oleh direksi yang mengenai pengolahan suatu afdeling. g. Asisten Pabrik dan Tehnik Asisten pabrik dan tehnik mempunyai tugas pokok mengelola pabrik, bangunan perusahaan, mesin mesin pengolahan dan alat alat transport yang ada dalam ruang lingkup tugasnya dengan berpedoman kepada policy direksi dan kebijaksanaan yang telah digariskan oleh administrator serta RAKP yang telah digariskan.

61 5.3 Ketenagakerjaan Ketenagakerjaan di Perkebunan Widodaren didukung oleh penduduk sekitar sejak dulu telah bermukin dan merupakan generasi yang telah turun temurun bekerja pada perkebunan tersebut. Tenaga kerja tersebut berasal dari kampung desa sekitar yang terdiri dari 2 kecamatan dan 10 desa. Tahun 2007 diidentifikasi jumlah karyawan yang bekerja pada Perkebunan Widodaren adalah sebanyak 16 orang yang terdiri atas 8 orang karyawan pimpinan dan PAPAM, 2 orang karyawan bulanan, 4 orang laki laki dan 2 orang perempuan sebagai karyawan harian. Terdapat perbedaan dalam status karyawan dalam perkebunan, dimana karyawan bulanan adalah karyawan yang mempunyai jabatan dengan level mandor, kerani, administrasi, karyawan afdeling dan produksi sedangkan karyawan harian merupakan operator yang telah diangkat sebagai karyawan tetap maupun karyawan lepas. Status tersebut dapat berubah apabila para karyawan dapat menunjukkan kinerja yang lebih baik dengan prestasi yang mendukung sehingga pada akhirnya dapat menempati posisi karyawan pimpinan. Kompensasi untuk karyawan dibedakan menurut status tersebut, dimana karyawan bulanan dan karyawan harian tetap mendapat upah pokok, upah social dan berbagai tunjangan, sedangkan kompensasi yang diterima karyawan harian lepas adalah upah pokok dan tunjangan yang dipengaruhi prestasi. Upah sosial yang diberikan oleh Perkebunan Widodaren adalah bebas tugas atas hari hari libur dan hari hari tertentu yang mendapat toleransi dari perusahaan. Tunjangan tunjangan yang diberikan oleh perusahaan kepada para karyawan adalah

62 tunjangan kesehatan, tunjangan keluarga, tunjangan hari raya, tunjangan peralihan, listrik, dan rekreasi. Perkebunan Widodaren mempunyai kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan, prestasi kerja serta loyalitas karyawannya melalui penyediaan berbagai fasilitas yang terdapat di areal perkebunan. Fasilitas yang terdapat di Perkebunan Widodaren antara lain : a. Emplacement, yaitu perumahan bagi karyawan yang lebih dikenal dengan istilah Pondok penduduk. b. Tempat beribadah bagi umat beragama Islam. c. Koperasi Rengganis Maju, yaitu koperasi konsumsi. d. Kendaraan, terutama bagi karyawan kantor untuk keperluan dinas keluar daerah e. Poliklinik sebagai balai pengobatan bagi karyawan yang sakit. f. Lapangan olahraga, yaitu lapangan tenis, sepak bola dan badminton. g. Penggantian biaya pengobatan h. Jaminan Hari Tua bagi karyawan yang telah pensiun i. Jamsostek Tenaga kerja pada Perkebunan Widodaren dibatasi oleh waktu kerja yang berbeda beda untuk setiap kriteria karyawan yang dimiliki yaitu karyawan kantor, karyawan kebun, dan karyawan pengolahan. Untuk karyawan kantor bekerja dari hari Senin sampai hari Sabtu yang dimulai dari pukul sampai pukul diselingi dengan istirahat sampai pukul dan mulai kerja kembali sampai pukul Sedangkan khusus hari Sabtu, karyawan kantor hanya bekerja dari pukul sampai pukul

63 Pada bagian kebun (tanaman) dan pengolahan, karyawan bekerja setiap hari, dan dalam sebulan hanya mendapat 1 hari libur. Sistem giliran pada bagian kebun ditetapkan sesuai dengan aturan yang diberlakukan, sehingga proses penyadapan dilakukan oleh orang orang yang berbeda beda sesuai dengan giliran masing masing mulai dari pukul sampai pukul Pada proses pengolahan, karyawan dibagi berdasarkan fungsi pengolahan yang telah ditetapkan (pengolahan RSS 1, RSS2, dan Cutting A), diantaranya adalah bagian pembersihan sarana pengolahan ( ), bagian pembekuan dan pengenceran lateks ( ), bagian penggilingan ( ), bagian pengasapan ( , , ), bagian sortasi ( ), bagian pengemasan ( ) dan tenaga mandor ( ). 5.4 Sarana Produksi Selama proses pengolahan diperlukan sarana produksi yang mempu berfungsi dengan baik dan mendukung secara optimal proses tersebut. Sarana produksi yang digunakan juga mempunyai keterbatasan dalam kapasitas, dimana penggunaannya harus dilakukan secara optimal agar menghasilkan produk akhir sesuai yang diharapkan. Sarana produksi yang dimiliki oleh Perkebunan Widodaren antara lain : 1. Bak Pengenceran Mempunyai diameter kurang lebih 4 meter dan kapasitas 160 kg sebanyak 500 liter, terdapat saringan berukuran 10 mesh yang berfungi untuk memisahkan lateks yang baru diambil dari kebun dengan kotoran kotoran yang mungkin

64 menempel.pada bak pengeceran juga terdapat mesin pengaduk dengan gerakan memutar yang bertujuan untuk membantu proses pengenceran lateks dengan air. 2. Koaguler (bak pembekuan) Bak pembekuan menerima lateks dengan terlebih dahulu disaring dengan saringan berukuran 20 mesh dan mempunyai kapasitas penuh 600 liter lateks. Terdapat sekitar 100 bak pembekuan dan masing masing bak dilakukan pemasangan sekat schoten sebanyak 74 lembar. 3. Sheeter (mesin giling) Terdiri atas 6 rol mesin sheeter dimana masing masing rol mempunyai ukuran yang berbeda beda, yaitu rol 1 (11 mm), rol 2(9 mm), rol 3(7 mm), rol 4 (5mm), rol 6(3 mm). Satu set sheeter mampu menampung hasil lateks beku (koagulan) dan 6 bak (375 kg kering). 4. Lori Berfungsi untuk mengangkut hasil penggilingan berupa lembaran lembaran (sheets) yang telah dicuci dan digantungkan dengan bambu pilas. Lori dimaksudkan untuk mempermudah pengangkutan sheets ke kamar asap maupun gudang sortasi. 5. Kamar asap Kamar asap terletak tidak jauh dari pabrik pengolahan, dimaksudkan untuk mempermudah proses pengolahan. Terdiri dari 5 kamar asap dengan kapasitas masing masing kamar sebanyak 3 ton. 6. Gudang sortasi dan pengemasan Tempat untuk menyeleksi sheets yang telah keluar dari kamar asap sekaligus menggolongkan sheets tersebut berdasarkan standar mutu yang telah

65 ditentukan. Proses pengemasan juga dilakukan di gudang ini, tentunya dengan memperhatikan standar kerja yang telah disepakati. 7. Gudang penyimpanan Terdapat dua jenis gudang penyimpanan, yaitu gudang penyimpanan bahan bahan penolong dan gudang penyimpanan hasil hasil produksi dimana gudang tersebut digunakan untuk menyimpan hasil hasil produksi yang telah selesai diolah dan menunggu untuk dialokasikannya produk produk tersebut ke pasaran. 5.5 Sarana Penunjang Sarana penunjang yang digunakan oleh Perkebunan Sarang Ginting meliputi berbagai sumber energi seperti listrik, air, dan kayu bakar. 1. Energi listrik yang digunakan berasal dari PLN (Perusahaan Listrik Negara) dan tenaga pembangkit diesel. Energi listrik yang dibutuhkan adalah sebesar 160 Kwh/ton KK berasal dari PLN dan yang berasal dari pembangkit diesel adalah sebesar 508 KVA. Jenis mesin genset yang digunakan adalah Genzet CMMINS NI-30/Mercedes dan Genzet Yamaha COMPUTER. Kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh Perkebunan Widodaren secara keseluruhan tentunya memerlukan energi listrik sebagai sumber energi utama, terutama pabrik pengolahan dan peralatan kantor. 2. Air digunakan terutama pada proses pengolahan, yaitu pada saat pengenceran lateks, campuran bahan penolong, menghasilkan uap panas dan pembersihan sarana sarana produksi yang telah digunakan. Air yang digunakan berasal dari air sungai yang dipompa sehingga kebutuhan air

66 yang cukup banyak per harinya mampu dipenuhi dengan pengadaan air tersebut. 3. Kayu bakar digunakan pada proses pengasapan untuk menunjang pengeringan lembaran lembaran karet (sheets) di kamar asap. Kayu bakar diperoleh dari kebun sendiri yang ditebang karena sudah dianggap tidak menghasilkan lagi. 5.6 Proses Pengolahan Pada proses pengolahan tersebut telah diperhatikan ketentuan ketentuan yang menjadi standar kerja di pabrik karena pabrik Perkebunan Widodaren telah mendapat sertifikat ISO Proses pengolahan RSS terdiri atas beberapa tahap, yaitu : 1. Penerimaan lateks kebun Lateks hasil sadap yang ditampung di dalam tangki penerimaan diperiksa terlebih dahulu kebersihannya dan diperhatikan volume yang diperoleh dalam satu tangki penerimaan, untuk selanjutnya dilakukan pengambilan sampel untuk menentukan KKK (Kadar Karet Kering) dengan menggunakan metrolak (alat penguji kekentalan). 2. Penerimaan pada bak pengencer Dilakukan proses penyaringan lateks kebun dengan menggunakan saringan berukuran 10 mesh. Pengenceran lateks tersebut dilakukan dengan mencampurkannya dengan air sampai diperoleh kadar 13-14% dan kemudian dilakukan pemutaran alat penganduk selama 1 menit agar diperoleh campuran yang homogen

67 3. Pengaliran lateks ke bak pembekuan (koaguler) Proses pengaliran dilakukan pada lateks yang telah disaring kembali dengan saringan berukuran 20 mesh dan mempunyai KKK 14% melalui talang talang dan lubang sekunder menuju bak bak pembekuan yang berkapasitas 450 liter. 4. Proses pembekuan Lateks yang telah ditampung pada bak bak pembekuan akan dilakukan pembersihan busa pada lateks agar tidak terdapat bercak pada sheet nantinya. Dilakukan kembali proses penyaringan ulang agar lateks yang akan dibekukan benar benar terpisah dari slab (busa lateks), kemudian ditambahkan asam semut dengan kadar 5% dan lateks yang telah tercampur tersebut diaduk sebanyak 8 kali dorong tarik. Pembersihan ulang pun dilakukan sebelum dipasang plat schoten sebanyak 74 lembar tiap baknya dan waktu pembekuan yang dibutuhkan adalah selama 4 jam per kilogramnya. 5. Penggilingan lembaran lembaran lateks beku Lembaran lembaran lateks beku akan dialirkan melalui talang talang yang terlebih dulu diisi air menuju mesin sheeter. Tiap tiap mesin memiliki ukuran yang berbeda beda, mulai dari yang terbesar (11mm) sampai terkecil (3mm). Pengolahan oleh mesin akan diawasi terus oleh seorang pengawas yang menjaga kondisi mesin tetap stabil, dan kemudian diujung mesin terakhir sheet mentah akan dicuci kembali sebelum dijemur dengan bambu pilas dan disusun di atas 1 ori. Sheet mentah tersebut akan ditiriskan selama 12 jam untuk kemudian dilakukan penyembretan agar lembaran lembaran sheet tersebut tidak lengket sekaligus mencegah penjamuran dan kondisi mentah.

68 6. Pengasapan sheet mentah Proses pengasapan dilakukan di kamar asap yang memiliki kapasitas 18 kamar dan 1 kamar asap mempunyai kapasitas 3 ton. Pengasapan dilakukan secara bergiliran selama 6 hari dengan suhu yang berbeda beda dimana : - Hari 1 : C - Hari 4 : C - Hari 2 : C - Hari 5 : 60 C - Hari 3 : C 7. Proses sortasi dan pengemasan (packing) Setelah keluar dari kamar asap, dilakukan pembongkaran lori menuju gudang sortasi dan pengepakan. Proses penyortiran dilakukan di atas kaca untuk mengklasifikasikan jenis sheet berdasarkan mutu, produk yang dihasilkan yaitu RSS 1, RSS 2 dan Cutting A. Produk karet olahan yang telah dikelompokkan berdasarkan jenis mutu kemudian dikepak ke dalam peti cetak (balling press) dan didiamkan selama 12 jam, hal tersebut dilakukan guna mendapatkan bentuk karet olahan berupa loss ball seberat 113 kg. 8. Proses penyimpanan dalam gudang Loss ball yang telah memenuhi syarat untuk dikirimkan dibubuhi kapur untuk menghindari perjamuran dan disusun di dalam gudang yang berlapis papan agar tidak mudah terkontaminasi dan berjarak 1 m tiap tiap ballnya. Suhu gudang yang ideal adalah 30 C pada malam hari sehingga harus dibantu dengan memakai lampu pijar.

69 5.7 Deskripsi Produk Karet Olahan Produk karet olahan yang dihasilkan oleh Perkebunan Widodaren adalah produk turunan lateks RSS (Ribbed Smoked Sheet) 1 dan 2 serta produk off grade lateks Cutting. Setelah selesai dari ruang pengasapan, lateks kering berupa lembaran lembaran karet olahan (sheets) akan disortasi berdasarkan mutu yang diperoleh sesuai dengan The Green Book. Lembaran lembaran tersebut akan dilipat menjadi dua bagian yang sama dengan panjang 48 cm dan disusun ke papan cetakan (kotak empat persegi) yang berukuran 50x50x50 cm dan kemudian ditekan selama 5 menit. Bandela yang dihasilkan akan dipress dengan Electric Automatic Hidraulic Press yang bertekanan 500 lb/inc 2 dan kemudian hasil press akan dibungkus dengan lembaran sheet (lembaran pembungkus) dengan rapi dan ditusuk tusuk dengan jarum khusus agar pembungkus melekat dengan bandela yang mempunyai p x l x t sebesar 55x52x54 cm. Penentuan mutu RSS ditentukan secara visual yaitu berdasarkan jumlah kapang, keseragaman warna, noda oleh benda asing (kebersihan) dan gelembung udara dan kekeringannya. Jenis mutu karet olahan yang dihasilkan oleh Perkebunan Widodaren adalah sebagai berikut : - RSS I Tiap bandela harus bebas dari cendawan, akan tetapi adanya sedikit cendawan kering pada pembalutnya atau pada permukaan bandela yang melekat pada pembalutnya masih diperbolehkan, asal saja cendawan tidak menembus ke dalam bandela. Sheet yang berbintik bintik atau bergaris pemanasan tinggi, kurang matang, terlampau lama diasap dan hangus tidak diperbolehkan, noda noda kecil dan gelembung udara sebesar kepala jarum jika letaknya tersebar

70 diperbolehkan. Kondisi lembaran sheet harus bersih, kekar, baik keadaannya dan tidak cacat. - RSS 2 Pada pembungkus permukaan bandela serta sheet di dalamnya diperbolehkan adanya sedikit bahan yang berwarna seperti karat dan sedikit cendawan kering. Lot akan ditolak bila bahan tersebut dalam jumlah yang cukup berarti terdapat pada bandela yang jumlahnya lebih dari 5 persen dari bandela yang diperiksa untuk contoh. Mutu lembaran sheet harus kering, bersih, kekar, baik keadaannya dan tidak mengandung cacat dan melepuh. Adanya sedikit cacat warna, gelembung udara kecil dan noda noda kecil berasal dari kulit kayu dalam jumlah tertentu sampai batas tertentu masih diperbolehkan. - Cutting A Guntingan guntingan yang cukup baik berasal dari RSS I dan RSS II, tidak mengandung karet mentah atau kurang matang. 5.8 Pemasaran Produk Karet Olahan RSS Strategi pemasaran yang dilakukan oleh PT Jember Indonesia secara teknis sudah terpadu, hal ini terbukti dengan dipatuhinya peraturan peraturan yang ada pada ketentuan ketentuan pemerintah meskipun pada aplikasinya tergantung kreativitas manajemen. Strategi pemasaran yang dijalankan untuk komoditi karet olahan dapat diuraikan menurut konsep bauran pemasaran yaitu : produk, harga, distribusi dan promosi. Masing masing bauran pemasaran dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Bauran produksi

71 PT Jember Indonesia dituntut untuk senantiasa dapat menjaga kontinuitas produksi dan meningkatkan mutu produk karet olahan dalam hal ini adalah RSS. Sebagai jaminan kualitas kepada pembeli, karet olahan yang dihasilkan Perkebunan Widodaren telah memiliki standar dan sertifikat dari Standar Industri Indonesia (SII) dan Sertifikasi Mutu Internasional ISO 9002 dan ISO Bauran harga Penetapan harga karet olahan sangat tergantung pada mekanisme pasar, baik pasar lokal maupun pasar luar negeri, meskipun harga karet olahan tersebut dipengaruhi oleh harga karet dunia, tetapi masih dimungkinkan terjadinya selisih harga antara price idea dengan harga jual PT Jember Indonesia karena tergantung negosiasi lanjutan antara kedua belah pihak. Tingkat harga yang terjadi telah terlebih dahulu dinegosiasikan antara PT Jember Indonesia dengan konsumen kemudian dituangkan dalam kontrak dengan pertimbangan harga penawaran tertinggi. Sistem pembayaran yang diterapkan PT Jember Indonesia dalam pemasaran karet olahan kepada pembeli, yaitu Sight LC dan Cash Before Delivery. Harga yang terjadi merupakan hasil pelaksanaan tender/lelang, penawaran langsung (spot) dan kontrak jangka panjang (Long Time Contract) dimana penawaran langsung dan kontrak jangka panjang hanya akan diberlakukan apabila dalam lelang tidak terjadi kesepakatan harga antara pihak PT Jember Indonesia dengan pembeli. 3. Bauran distribusi PT Jember Indonesia menggunakan sistem pemasaran tidak langsung dalam memasarkan produk karet olahan, yakni melalui suatu lembaga pemasaran di luar PT Jember Indonesia yaitu Kantor Pemasaran Bersama (KPB) sesuai

72 dengan arahan pemerintah bahwa proses pemasaran karet olahan dilakukan di KPB. Kantor Pemasaran Bersama (KPB) merupakan lembaga pemasaran bersama komoditi komoditi perusahaan perkebunan, termasuk minyak kelapa sawit, karet, kakao, kopi, teh, gula, tembakau dan lain lain. Pengiriman produk karet olahan oleh PT Jember Indonesia ke pihak pembeli dilakukan berdasarkan pesanan. Pembeli memesan produk karet olahan melalui KPB, kemudian KPB menyampaikan kepada PT Jember Indonesia dan setelah terjadi kesepakatan antara pihak PT Jember Indonesia dengan pembeli mengenai harga, kualitas dan kuantitas produk karet olahan, syarat pembayaran, serta waktu dan tempat penyerahan barang. Pihak PT Jember Indonesia akan mengirimkan pesanan melalui pelabuhan terdekat kepada pembeli dengan syarat penyerahan secara FOB (Free on Board). 4. Bauran promosi Promosi yang dilakukan bertujuan untuk memberitahukan keberadaan perusahaan kepada konsumen/pembeli mengenai produk yang dimiliki perusahaan. Kegiatan promosi untuk produk karet olahan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : promosi melalui publisitas produk di Penjualan secara personal atau Personal Selling diaplikasikan dengan melakukan kunjungan langsung kepada pelanggan secara berkala, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan kedekatan emosional antara perusahaan dengan pelanggan baik lokal maupun luar negeri dan akan memudahkan proses transaksi. Pemasaran langsung lainnya adalah menggunakan alat bantu media non personal seperti telepon, faksimili dan surat menyurat dengan para pembeli. Dalam usaha

73 menunjuang strategi pemasaran, perusahaan secara rutin mengikuti pameran pameran dagang di dalam dan luar negeri.

74 BAB VI OPTIMALISASI PRODUKSI 6.1 Model Optimalisasi Dalam optimalisasi produksi diperlukan model matematis yang mendukung untuk memperoleh hasil optimal yang diharapkan. Model matematis yang dibangun mempunyai fungsi tujuan dan fungsi kendala dalam proses produksi Ribbed Smoked Sheet (RSS) Fungsi tujuan menjelaskan bahwa proses produksi yang dilakukan bertujuan untuk memaksimumkan kontribusi keuntungan dari RSS 1, RSS 2, dan Cutting A yang dihasilkan sedangkan fungsi kendala menjelaskan berbagai batasan yang ditemui dalam memaksimumkan keuntungan. Fungsi tujuan dan fungsi kendala yang telah dibangun tersebut mempunyai variabel variabel penyusun yang mewakili sejumlah produk akhir yakni RSS 1, RSS 2 dan Cutting A. Nilai koefisien pada variabel menunjukkan nilai ketergantungan sumberdaya terhadap jumlah produk karet kering yang dihasilkan. 6.2 Fungsi Tujuan Fungsi tujuan optimalisasi produksi RSS adalah memaksimumkan keuntungan penerimaan atau fungsi tujuan merupakan penjumlahan dan kontribusi keuntungan produk per Kilogram Karet Kering (KKK) dikali dengan jumlah produk yang dihasilkan. Produk off grade Cutting A diproduksi dari potongan RSS 1 maupun RSS 2 yang tidak memenuhi ketentuan pada grade. Biaya produksi dan keuntungan masing masing produk karet olahan dapat dilihat pada Tabel 4.

75 Tabel 4. Biaya Produksi dan Keuntungan per Kilogram Karet Kering untuk RSS-1, RSS-2, Cutting A Tahun 2006 dan 2007 RSS 1 RSS 2 Cutting A 2006 Harga Jual Biaya Produk si Keuntu ngan Harga Jual Biaya Produ ksi Keuntu ngan Harga Jual Biaya Produ ksi Keuntu ngan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Harga Jual Biaya Produksi Keuntu ngan Harga Jual Biaya Produ ksi Keuntu ngan Harga Jual Biaya Produ ksi Keuntu ngan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah. Setelah parameter input untuk setiap produk diketahui maka fungsi tujuan untuk memaksimumkan keuntungan setiap bulannya dapat dirumuskan sebagai berikut : Maksimum Z = 11040X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X 38 Keterangan : X 11 X 18 : Produk RSS 1 pada triwulan 1 sampai dengan triwulan 8 X 21 X 28 : Produk RSS 2 pada triwulan 1 sampai dengan triwulan 8 X 31 X 38 : Produk Cutting A pada triwulan 1 sampai dengan triwulan Kendala kendala Model Optimalisasi Kendala kendala khususnya dalam pengolahan RSS (Ribbed Smoked Sheet) terdiri dari kendala pengadaan bahan baku lateks, kendala bahan penolong, kendala tenaga kerja, kendala kapasitas produksi, dan kendala jam mesin per bulannya.

76 6.3.1 Kendala Pengadaan Bahan Baku Lateks Pengadaan bahan baku yang mampu dilakukan oleh masing masing kebun berbeda beda dan mengalami fluktuasi pada tiap triwulan. Pengadaan bahan baku oleh masing masing kebun menjadi perkiraan ketersediaan bahan baku lateks bagi pengolahan RSS dan menjadi nilai sebelah kanan dalam fungsi kendala pengadaan bahan baku. Total ketersediaan bahan baku lateks dalam liter yang didapatkan melalui penyadapan tiap triwulannya pada tahun 2006 dan 2007 dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Ketersediaan Bahan Baku Lateks Tiap Bulan Tahun 2006 dan 2007 Periode Pengadaan Pengadaan Bahan Periode Bahan Baku Baku (Liter) (Liter) Triwulan 1 77,825 Triwulan 5 72,154 Triwulan 2 107,862 Triwulan 6 90,989 Triwulan 3 90,502 Triwulan 7 99,203 Triwulan 4 59,286 Triwulan 8 69,045 Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah. Pada tabel ketersediaan bahan baku lateks dapat dilihat dengan jelas bahwa produksi lateks mengalami puncak pada triwulan ke-2 pada tahun 2006 sebesar liter lateks dan pada triwulan ke-7 pada tahun 2007 sebesar liter lateks dan mengalami produksi terendah pada triwulan ke-4 dan ke-8 yaitu pada saat kebun mengalami musim penghujan yang menyebabkan proses penyadapan tidak berjalan mulus. Pada proses produksi pembuatan lateks menjadi karet kering didapatkan 1 Kilogram Karet Kering dihasilkan dari 2,5 liter lateks. Oleh karena itu, seperti ditunjukkan pada Lampiran 3, komposisi produksi aktual sebesar 92 persen RSS 1, 5 persen RSS 2 dan 3 persen Cutting A maka nilai koefisien lateks pada produk

77 RSS 1 yaitu sebesar 2,3, pada RSS 2 sebesar 0,125 dan pada Cutting A sebesar 0,075. Berikut adalah fungsi kendala pengadaan bahan baku lateks : Triwulan 1 : 2,3X 11 +0,125X 21 +0,075X Triwulan 2 : 2,3X 12 +0,125X 22 +0,075X Triwulan 3 : 2,3X 13 +0,125X 23 +0,075X Triwulan 4 : 2,3X 14 +0,125X 24 +0,075X Triwulan 5 : 2,3X 15 +0,125X 25 +0,075X Triwulan 6 : 2,3X 16 +0,125X 26 +0,075X Triwulan 7 : 2,3X 17 +0,125X 27 +0,075X Triwulan 8 : 2,3X 18 +0,125X 28 +0,075X Kendala Taksasi Produksi Dalam melakukan produksinya, perusahaan mempunyai taksasi (perkiraan) berapa jumlah produksi yang seharusnya dicapai. Penentuan taksasi tersebut dilakukan oleh Kantor Direksi Perkebunan Widodaren, sesuai dengan kebutuhan pasar akan masing masing jenis karet olahan tersebut. Taksasi produksi produk karet olahan perbulannya dapat dilihat di tabel 6. Tabel 6. Taksasi Produksi Tahun 2006 dan 2007 Periode RSS 1(Kilogram Karet RSS 2(Kilogram Karet Kering) Kering) Triwulan 1 27,102 1,626 Triwulan 2 31,567 1,693 Triwulan 3 28, Triwulan 4 22,210 1,069 Triwulan 5 26,969 1,110 Triwulan 6 31, Triwulan 7 31,940 1,816 Triwulan 8 22, Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah. Bagi produk ikutan berupa Cutting A, Kantor Direksi mengasumsikan tidak terdapat sejumlah produksi produk ikutan tersebut karena jumlahnya yang kecil namun pada kenyataannya produk ikutan terdapat pada produk karet olahan.

78 Taksasi produksi tersebut menjadi barometer kinerja masing masing kebun terhadap kebijakan yang diambil oleh Kantor Direksi PT Jember Indonesia. Berikut adalah fungsi kendala taksasi produksi karet olahan. Produk RSS 1 : Triwulan 1 : X Triwulan 2 : X Triwulan 3 : X Triwulan 4 : X Triwulan 5 : X Triwulan 6 : X Triwulan 7 : X Triwulan 8 : X Produk RSS 2 : Triwulan 1 : X Triwulan 2 : X Triwulan 3 : X Triwulan 4 : X Triwulan 5 : X Triwulan 6 : X Triwulan 7 : X Triwulan 8 : X Kendala Bahan Penolong Proses pengolahan lateks menjadi RSS 1 membutuhkan bahan penolong yang terdiri dari asam semut untuk mendukung kestabilan PH pada lateks. Pemberian bahan penolong tersebut terjadi di dua tempat yaitu pemberian lateks pada saat lateks baru dikumpulkan dari kebun sadap sedangkan pemberian asam semut terjadi di pabrik pengolahan pada saat lateks masuk ke dalam koaguler bak. Kebutuhan asam semut dibutuhkan 3,25 gram untuk tiap Kilogram Karet Kering. Oleh karena itu, berdasarkan komposisi produksi aktual sebesar 92 persen RSS 1, 5 persen RSS 2 dan 3 persen Cutting A maka nilai koefisien asam semut pada

79 produk RSS 1 yaitu sebesar 2,99, pada RSS 2 sebesar 0,1625 dan pada Cutting A sebesar 0,0975. Nilai kebutuhan bahan penolong merupakan koefisien input bahan penolong dalam fungsi kendala bahan penolong. Ketersediaan bahan penolong dalam satuan gram tersedia pada tabel 7. Tabel 7. Ketersediaan Bahan Penolong Tahun 2006 dan Tahun 2007 Periode Asam Semut Asam Semut Periode (gram) (gram) Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah Ketersediaan bahan penolong menjadi nilai sebelah kanan dalam fungsi kendala bahan penolong, menggambarkan total maksimal bahan penolong dapat dimanfaatkan pada. Berikut adalah fungsi kendala bahan penolong asam semut : Triwulan 1 : 2,99X ,1625X 21 +0,0975X Triwulan 2 : 2,99X ,1625X 22 +0,0975X Triwulan 3 : 2,99X ,1625X 23 +0,0975X Triwulan 4 : 2,99X ,1625X 24 +0,0975X Triwulan 5 : 2,99X ,1625X ,0975X Triwulan 6 : 2,99X ,1625X 26 +0,0975X Triwulan 7 : 2,99X ,1625X 27 +0,0975X Triwulan 8 : 2,99X ,1625X 28 +0,0975X Kendala Tenaga Kerja Sumberdaya tenaga kerja dibutuhkan dalam proses pengolahan khususnya, dimana masing masing tenaga kerja telah memiliki bagian bagian tertentu untuk ditangani sehingga diasumsikan bahwa tidak ada tenaga kerja pengolahan lateks yang diperbantukan pada bagian lain. Dalam proses pengolahan terdapat

80 beberapa tahap, di antaranya adalah pembekuan dan pengenceran, penggilingan, kamar asap, pembongkaran dan sortasi, serta pengemasan. Ketersediaan tenaga kerja diukur dengan satuan HOK (Hari Orang Kerja) yang merupakan perkalian dari jumlah tenaga kerja dengan jumlah hari kerja per orang. Diasumsikan bahwa dalam sebulan tenaga kerja hanya mendapat libur satu hari dan ketersediaan hari kerja sebanyak 29 hari. Konsumsi HOK pengolahan lateks diasumsikan sama bagi setiap produk utama turunan lateks (RSS 1). Berdasarkan laporan dari bagian pabrik kebutuhan tenaga kerja untuk satu ton karet pada masing masing tahap pengolahan adalah 0,0015 HOK untuk pembekuan dan pengenceran, 0,0027 HOK untuk proses penggilingan, 0,0018 HOK untuk kamar asap, 0,0004 HOK untuk pembongkaran dan sortasi, dan 0,0004 HOK untuk pengemasan. Nilai nilai HOK tersebut menjadi nilai koefisien dalam fungsi kendala tenaga kerja sedangkan ketersediaan tenaga kerja dalam HOK menjadi nilai sebelah kanan dalam fungsi kendala tenaga kerja. Nilai HOK masing masing tahap pengolahan dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Hari Orang Kerja Berdasarkan Proses Produksi Tahun 2006 dan 2007 Periode HOK Pembekuan dan Pengenceran HOK Penggilingan HOK Kamar Asap HOK Pembongkaran dan Sortasi HOK Pengemasan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah. Pada tahap pembekuan dan pengenceran, koefisien HOK adalah sebesar 0,0015 yang berarti untuk 1 Kilogram Karet Kering diperlukan 0,0015 HOK pada tahap

81 pembekuan dan pengenceran. Adanya komposisi produksi aktual RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen maka koefisien HOK pembekuan dan pengenceran untuk RSS 1 adalah 0,00138, untuk RSS 2 adalah 0,00248 dan untuk Cutting A adalah 0, Berikut adalah fungsi kendala HOK pada tahap pembekuan dan pengenceran. Triwulan 1 : X ,00248X ,001656X Triwulan 2 : X ,00248X ,001656X Triwulan 3 : X ,00248X ,001656X Triwulan 4 : X ,00248X ,001656X Triwulan 5 : X ,00248X ,001656X Triwulan 6 : X ,00248X ,001656X Triwulan 7 : X ,00248X ,001656X Triwulan 8 : X ,00248X ,001656X Pada tahap penggilingan, koefisien HOK adalah sebesar 0,0027 yang artinya untuk membuat 1 Kilogram Karet Kering diperlukan 0,0027 HOK pada tahap penggilingan. Adanya komposisi produksi aktual di mana RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen maka koefisien HOK penggilingan untuk RSS 1 sebesar , untuk RSS 2 sebesar 0, dan untuk Cutting A sebesar 0, Berikut adalah fungsi kendala pada tahap penggilingan. Berikut adalah fungsi kendala HOK pada tahap penggilingan. Triwulan 1 : X ,000075X ,000045X Triwulan 2 : X ,000075X ,000045X Triwulan 3 : X ,000075X ,000045X Triwulan 4 : X ,000075X ,000045X Triwulan 5 : X ,000075X ,000045X Triwulan 6 : X ,000075X ,000045X Triwulan 7 : X ,000075X ,000045X Triwulan 8 : X ,000075X ,000045X

82 Pada tahap kamar asap, koefisien HOK adalah sebesar 0,0018 yang berarti untuk membuat 1 Kilogram Karet Kering pada tahap kamar asap dan karena adanya komposisi produksi aktual di mana RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen maka koefisien HOK kamar asap untuk RSS 1 adalah 0,001656, untuk RSS 2 adalah 0,00009 dan untuk Cutting A adalah 0, Berikut adalah fungsi kendala pada tahap kamar asap. Triwulan 1 : 0,000368X ,00009 X ,000054X Triwulan 2 : 0,000368X ,00009 X ,000054X Triwulan 3 : 0,000368X ,00009 X ,000054X Triwulan 4 : 0,000368X ,00009 X ,000054X Triwulan 5 : 0,000368X ,00009 X ,000054X Triwulan 6 : 0,000368X ,00009 X ,000054X Triwulan 7 : 0,000368X ,00009 X ,000054X Triwulan 8 : 0,000368X ,00009 X 28 +0, X Pada tahap pembongkaran dan sortasi serta pengemasan, masing masing mempunyai koefisien HOK yang sama yaitu 0,0004 pada tahap masing masing. dan karena adanya komposisi produksi aktual di mana RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen maka koefisien HOK pembekuan dan pengenceran untuk RSS 1 adalah 0,000368, untuk RSS 2 adalah 0,00002 dan untuk Cutting A adalah 0, Berikut adalah fungsi kendala pada tahap pembongkaran dan sortasi. Triwulan 1 : 0,000368X ,00002X ,000012X Triwulan 2 : 0,000368X ,00002X ,000012X Triwulan 3 : 0,000368X ,00002X ,000012X Triwulan 4 : 0,000368X ,00002X ,000012X Triwulan 5 : 0,000368X ,00002X ,000012X Triwulan 6 : 0,000368X ,00002X ,000012X Triwulan 7 : 0,000368X ,00002X ,000012X 37 88

83 Triwulan 8 : 0,000368X ,00002X ,000012X Berikut adalah fungsi kendala HOK pada tahap pengemasan : Triwulan 1 : 0,000368X ,00002X ,000012X Triwulan 2 : 0,000368X ,00002X , X Triwulan 3 : 0,000368X ,00002X ,000012X Triwulan 4 : 0,000368X ,00002X , X Triwulan 5 : 0,000368X ,00002X , X Triwulan 6 : 0,000368X ,00002X ,000012X Triwulan 7 : 0,000368X ,00002X ,000012X Triwulan 8 : 0,000368X ,00002X ,000012X Kendala Jam Mesin Proses pengolahan produksi dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan antara lain seperti waktu ketibaan lateks dari kebun, waktu pengiriman produksi karet olahan, dan durasi waktu yang diperlukan dalam proses pengolahan tertentu. Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh sumberdaya tertentu menjadi ukuran berapa lama suatu sumberdaya tersebut mampu melakukan proses pengolahan produksi. Satuan waktu yang digunakan selama proses pengolahan diukur dalam satuan jam, dihitung dengan mengidentifikasi berapa lama suatu sumberdaya digunakan dalam sehari kemudian menjumlahkannya dalam satu bulan. Ketersediaan jam mesin dalam satuan jam. Diasumsikan untuk 1 hari jam mesin yang tersedia sebanyak 10 sampai 11 jam. Ketersediaan jam mesin pada masing masing sarana produksi menjadi nilai sebelah kanan pada fungsi kendala jam mesin sedangkan koefisien penyerta variabel fungsi kendala menunjukkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi satu Kilogram Karet Kering. Berdasarkan konsultasi dengan bagian

84 tehnik, untuk koaguler bak dibutuhkan 0,001 jam, 0,0011 jam untuk mesin sheeter per Kilogram Karet Keringnya. Nilai ketersediaan jam mesin dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Ketersediaan Jam Mesin Tahun 2006 dan 2007 Periode Koaguler Bak Mesin Sheeter Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah. Nilai koefisien jam mesin adalah sebesar 0,001 dan karena adanya komposisi produksi aktual di mana RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen maka koefisien HOK pembekuan dan pengenceran untuk RSS 1 adalah 0,00092, untuk RSS 2 adalah 0,00005 dan untuk Cutting A adalah 0, Berikut adalah fungsi kendala jam mesin koaguler bak: Triwulan 1 : 0,00092X ,00005X ,00003X Triwulan 2 : 0,00092X ,00005X ,00003X Triwulan 3 : 0,00092X ,00005X ,00003 X Triwulan 4 : 0,00092X ,00005X ,00003 X Triwulan 5 : 0,00092X ,00005X ,00003X Triwulan 6 : 0,00092X ,00005X ,00003X Triwulan 7 : 0,00092X 17 +0,00005X ,00003X Triwulan 8 : 0,00092X ,00005X ,00003X Nilai koefisien jam mesin sheeter adalah sebesar 0,0011 dan karena adanya komposisi produksi aktual di mana RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen maka koefisien HOK pembekuan dan pengenceran untuk RSS 1 adalah 0,001012, untuk RSS 2 adalah 0, dan

85 untuk Cutting A adalah 0, Berikut adalah fungsi kendala jam mesin sheeter. Triwulan 1 : 0,001012X ,000055X 21 +0, X Triwulan 2 : 0,001012X ,000055X 22 +0, X Triwulan 3 : 0,001012X ,000055X ,000033X Triwulan 4 : 0,001012X , X 24 +0, X Triwulan 5 : 0,001012X , X 25 +0, X Triwulan 6 : 0,001012X ,000055X 26 +0,000033X Triwulan 7 : 0,001012X ,000055X 27 +0,000033X Triwulan 8 : 0,001012X 18 +0, X 28 +0,000033X Kendala Syarat Komposisi Produksi Berdasarkan laporan bagian teknik diperoleh standar komposisi produksi menurut perkebunan Widodaren untuk produk turunan lateks periode 2006 dan 2007, yaitu 94 persen untuk produk RSS 1, 5 persen untuk produk RSS 2, dan 1 persen untuk produk ikutan Cutting A. Berikut adalah fungsi kendala syarat komposisi produksi. Produk turunan, lateks RSS 2 : Triwulan 1 : X X 11 0 Triwulan 2 : X X 12 0 Triwulan 3 : X X 13 0 Triwulan 4 : X X 14 0 Triwulan 5 : X X 15 0 Triwulan 6 : X X 16 0 Triwulan 7 : X X 17 0 Triwulan 8 : X X 18 0 Produk ikutan, Cutting A : Triwulan 1 : X X 11 0

86 Triwulan 2 : X X 12 0 Triwulan 3 : X X 13 0 Triwulan 4 : X X 14 0 Triwulan 5 : X X 15 0 Triwulan 6 : X X 16 0 Triwulan 7 : X X 17 0 Triwulan 8 : X X 18 0

87 BAB VII PRODUKSI OPTIMAL KARET OLAHAN Dalam perumusan model optimalisasi, hasil yang diharapkan merupakan hasil optimal yang dapat dicapai oleh perusahaan sesuai dengan tujuan dan kendala yang menjadi batasannya dalam melakukan produksi.hasil optimal sebagai gambaran suatu proses produksi yang ideal akan ditunjukkan melalui produksi yang disarankan dan menjadi tolak ukur dalam pengambilan keputusan yang tepat. Dalam hal ini Perkebunan Widodaren mengharapkan kombinasi produk optimal berupa RSS (Ribbed Smoked Sheet) yang disarankan untuk diproduksi dan sesuai dengan fungsi tujuan yaitu memaksimalkan penerimaan bagi perusahaan. Kombinasi produk yang optimal diperoleh setelah melakukan tabulasi data model fungsi tujuan dan kendala karet olahan melalui program LINDO. Berbagai analisis dan skenario yang dilakukan menunjukkan hasil hasil yang dapat menjadi alternatif kebijakan yang akan diterapkan dan sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam melakukan proses produksi. 7.1 Analisis Primal Analisis terhadap susunan model fungsi tujuan dan kendala yang berbentuk primal merupakan kesimpulan sementara terhadap hasil hasil dari program LINDO. Analisis primal akan menunjukkan kombinasi produk optimal karet olahan.analisis yang dilakukan merupakan analisis dari keluaran LINDO

88 kondisi aktual karena merupakan kegiatan produksi yang sedang dilakukan saat ini Kombinasi Produk Optimal Selama tahun 2006 dan 2007 Perkebunan Widodaren mampu mendapatkan penerimaan optimal dengan nilai sebesar Rp ,- sementara penerimaan aktual yang diperoleh perusahaan pada tahun 2006 dan 2007 adalah Rp ,-.Penerimaan aktual tersebut didapatkan dari jumlah produk dalam Kilogram Karet Kering dikali dengan kontribusi keuntungan aktual.kombinasi produk optimal Perkebunan Widodaren selama 8 triwulan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Kombinasi Produk Optimal Kebun Widodaren Tahun 2006 dan 2007 Periode Jenis Produk (Kilogram Karet Kering) RSS 1 RSS 2 Cutting A Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Untuk produk turunan lateks yang disarankan untuk diproduksi terus menerus dalam waktu 2 tahun adalah RSS 1.Hal tersebut disebabkan karena RSS 1 memberikan kontribusi keuntungan yang paling besar pada Perkebunan Widodaren.Produk turunan RSS 2 dan produk ikutan Cutting A uga terus menerus diproduksi.

89 7.1.2 Tingkat Produksi Aktual Karet Olahan Terhadap Produksi Optimalnya Proses pengolahan bahan baku lateks akan menghasilkan produk utama RSS 1, RSS 2 dengan produk ikutan Cutting A. Jumlah aktual dan optimal produk karet olahan RSS 1 tahun 2006 dan 2007 tersedia dalam tabel 11. Tabel 11. Tingkat Produksi Aktual dan Optimal RSS 1 tahun 2006 dan 2007 Periode Produksi RSS I (Kilogram Karet Kering) Optimal Aktual Selisih Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Total produksi RSS 1 pada kondisi optimal sebesar Kilogram Karet Kering sedangkan pada kondisi aktual adalah sebesar Kilogram Karet Kering.Produksi optimal menggambarkan kombinasi produk yang mengakibatkan penerimaan maksimum dengan susunan kendala kendala pada proses produksi.pada tabel terlihat bahwa pada setiap triwulannya terdapat selisih antara produksi aktual dan optimal rata rata sebesar Kilogram Karet Kering. Produk turunan lateks RSS 1 selama 2 tahun disarankan untuk diproduksi karena nilai positif untuk variabel variabel dalam fungsi tujuan.selisih produksi aktual dan optimal yang terbesar terdapat pada triwulan 4 dan 5.Jumlah yang disarankan untuk diproduksi tersebut disesuaikan dengan ketersediaan bahan baku yang ada dan dengan kendala kendala yang lain oleh program LINDO. Tingkat produksi tertinggi untuk produk RSS 1 dicapai pada triwulan 2 sebesar KKK.Sedangkan tingkat produksi terendah pada triwulan ke 8

90 yaitu sebesar KKK.Tingginya tingkat produksi tersebut disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung sehingga pasokan bahan baku cukup besar jumlahnya untuk diolah namun pada bulan bulan tertentu terutama musim hujan mengalami penurunan pasokan bahan baku dan adanya perbaikan dari sistem pabrik yang menyebabkan turunnya tingkat produksi. Komposisi produksi aktual yang dimiliki perusahaan adalah RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Sedangkan komposisi produksi optimal Perkebunan Widodaren adalah RSS 1 sebesar 94 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 1 persen. Produk turunan lateks lainnya yaitu RSS 2, juga memiliki perbedaan dalam hal jumlah aktual dengan jumlah optimalnya, dimana perbedaan tersebut menunjukkan kondisi rill yang terjadi di perusahaan berbeda dengan kondisi optimal yang disyaratkan bagi perusahaan.jumlah aktual dan optimal produk utama turunan RSS 2 di tahun 2006 dan 2007 tersaji pada tabel 12. Tabel 12. Tingkat Produksi Aktual dan Optimal RSS 2 Tahun 2006 dan 2007 Periode Produksi RSS 2 (Kilogram Karet Kering) Optimal Aktual Selisih Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Pada kondisi optimal, produksi produk turunan lateks RSS 2 selama tahun 2006 dan 2007 disarankan untuk diproduksi dalam jumlah yang lebih sedikit

91 daripada saat kondisi aktual dengan tingkat produksi yang tertinggi pada triwulan 2 sebesar KKK dan yang terendah pada triwulan 6 sebesar 336 KKK. Lonjakan produksi RSS 2 pada triwulan 2 yang signifikan disebabkan oleh adanya perbaikan sistem pada pabrik perkebunan Widodaren yang mempengaruhi grading hasil akhir karet olahan. Perbedaan antara total produksi aktual dan optimalnya ditunjukkan oleh persentase selisih total produksi yang terjadi dan menunjukkan sejauh mana keseluruhan produksi RSS 1 yang dilakukan perusahaan telah optimal dilakukan. Persentase selisih total produksi optimal RSS 1 terhadap produksi aktualnya adalah sebesar 16,8 persen yang artinya pada kondisi optimal Perkebunan Widodaren mampu berproduksi 16,8 persen lebih tinggi daripada kondisi aktual. Sedangkan untuk produk RSS 2 yang memiliki jumlah pada kondisi optimal sebesar Kilogram Karet Kering dan pada kondisi aktual memiliki persentase selisih sebesar 30,4 persen yang berarti pada kondisi optimal Perkebunan Widodaren memproduksi 30,4 persen RSS 2 lebih rendah daripada kondisi aktual. Produk turunan lateks RSS 1 dan RSS 2 merupakan produk utama yang diproduksi dan pada akhirnya akan menghasilkan pula produk ikutan berupa Cutting A. Produk Cutting A merupakan produk yang dijual di pasaran lokal dan bukan merupakan produk unggulan sehingga dalam produksinya hanya mendapat komposisi produksi sebesar 1 persen.pada kondisi aktual total produksi Cutting sebesar Kilogram Karet Kering dan pada tingkat optimal sebesar Kilogram Karet Kering.

92 Produk ikutan Cutting pada tingkat optimal memiliki selisih sebesar 0,7 persen lebih kecil dibandingkan aktualnya pada tahun 2006 dan 2007.Hal ini menunjukkan bahwa produk Cutting tidak terlalu disarankan untuk diproduksi karena kontribusi keuntungan yang kecil dan tidak berpengaruh pada Perkebunan Widodaren. 7.2 Penggunaan Bahan Baku Lateks dan Bahan Penolong Asam Semut Optimal Bahan baku yang digunakan pada pengolahan karet di perkebunan Widodaren adalah lateks yang disadap dari kebun. Penggunaan bahan baku lateks pada kondisi aktual dan optimal pada dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Penggunaan Bahan Baku Lateks pada Kondisi Aktual dan Optimal Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007 Periode Penggunaan Penggunaan Surplus Slack/Surplus Aktual Optimal Aktual Optimal Triwulan , , , ,82 Triwulan , , , ,60 Triwulan , , , ,48 Triwulan , ,28 533, ,72 Triwulan , , ,32 Triwulan , , , ,98 Triwulan , , , ,04 Triwulan , , , ,73 Untuk mengolah seluruh bahan baku lateks menjadi produk karet olahan maka Perkebunan Widodaren harus memenuhi syarat yaitu nilai slack/surplus bernilai nol yang berarti bahan baku lateks tidak mempunyai sisa dan habis digunakan untuk proses produksi. Pada penggunaan bahan baku lateks secara optimal terdapat sisa yang lebih besar dibandingkan pada penggunaan bahan baku lateks pada kondisi aktual

93 mempunyai arti yaitu pada kondisi optimal biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku seharusnya lebih sedikit daripada kondisi aktual. Bahan penolong yang digunakan adalah asam semut yang membantu proses pengubahan lateks menjadi bentuk padat.penggunaan asam semut pada kondisi optimal mempunyai sisa asam semut lebih besar dibandingkan kondisi aktualnya artinya biaya yang dapat dikeluarkan untuk menanggung pemakaian bahan penolong juga dapat ditekan.kesenjangan tersebut menunjukkan jumlah yang dilakukan masih belum terencana dengan baik tetapi dengan berproduksi pada tingkat optimal, dapat mengurangi resiko kerugian dan menekan biaya seminim mungkin. Penggunaan bahan penolong asam semut secara aktual dan optimal dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Penggunaan Bahan Penolong Asam Semut pada Kondisi Aktual dan Optimal Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007 Periode Penggunaan Aktual Penggunaan Optimal Surplus Aktual Slack/Surplus Optimal Triwulan , , , ,37 Triwulan , , , ,78 Triwulan , ,68 852, ,32 Triwulan , , , ,73 Triwulan , , ,01 Triwulan , , , ,17 Triwulan , , , ,15 Triwulan , , , Penggunaan Tenaga Kerja HOK dan Jam Kerja Mesin Optimal Penggunaan mesin di Kebun Widodaren pada kondisi aktual dan optimalnya dapat dilihat pada Tabel 15. Dari tabel dapat terlihat bahwa hampir semua HOK masih tersisa dalam jumlah yang cukup besar. Hal ini disebabkan oleh adanya perbaikan sistem pekerja pada Perkebunan Widodaren yang menyebabkan tenaga kerja yang dimanfaatkan secara maksimal. Dengan demikian

94 pada kondisi optimal Perkebunan Widodaren mampu berproduksi menggunakan jumlah tenaga kerja yang lebih efisien daripada kondisi aktual. Tabel 15. Penggunaan HOK Pembekuan dan Pengenceran, Penggilingan, Kamar Asap pada Kondisi Aktual dan Optimal Tahun 2006 dan 2007 HOK Pembekuan dan Pengenceran Penggunaan HOK Aktual Penggunaan HOK Optimal Slack/Surplus Aktual Slack/Surplus Optimal Triwulan 1 44,65 38,43 288,50 294,47 Triwulan 2 51,72 43,81 301,63 308,30 Triwulan 3 43,21 38,02 308,18 313,12 Triwulan 4 35,73 30,73 304,74 309,26 Triwulan ,11 292,00 290,68 Triwulan 6 49,23 45,93 307,18 311,95 Triwulan 7 52,54 45,19 300,88 307,77 Triwulan 8 36,80 32,02 304,70 308,61 HOK Penggilingan Aktual Optimal Slack/Surplus Slack/Surplus Optimal Triwulan 1 80,98 59,72 502,75 513,43 Triwulan 2 89,23 67,21 525,34 537,33 Triwulan 3 79,12 72,56 537,12 546,01 Triwulan 4 64,54 54,89 531,54 539,67 Triwulan 5 65,39 56,91 509,20 506,84 Triwulan 6 88,65 80,21 556,13 564,72 Triwulan 7 93,56 80,21 551,99 564,39 Triwulan 8 64,46 57,31 580,47 487,51 HOK Kamar Asap Aktual Optimal Slack/Surplus Slack/Surplus Optimal Triwulan 1 53,43 46,31 307,80 314,96 Triwulan 2 61,89 53,61 303,56 311,56 Triwulan 3 53,65 47,90 311,41 317,34 Triwulan 4 43,96 37,01 313,69 319,11 Triwulan 5 44,79 43,98 304,79 303,22 Triwulan 6 61,23 56,57 305,42 311,15 Triwulan 7 62,64 54,65 306,66 314,93 Triwulan 8 43,70 38,01 325,64 330,34 Pada tabel terlihat bahwa antara HOK Pembekuan dan Pengenceran, Penggilingan dan Kamar Asap aktual dan optimal terjadi slack yang besar dari HOK aktual yang menandakan penggunaan HOK jauh dari optimal yang

95 seharusnya.hok Pembongkaran dan Sortasi dan Pengemasan dapat dilihat pada tabel 16. Tabel 16. Penggunaan HOK Pembongkaran dan Sortasi, Pengemasan pada Kondisi Aktual dan Optimal Tahun 2006 dan 2007 HOK Pembongkaran dan Sortasi Aktual Optimal Slack/Surplus Aktual Slack/Surplus Optimal Triwulan 1 12,40 10,99 71,40 72,99 Triwulan 2 14, 85 12,54 74,56 76,34 Triwulan 3 12,31 11,31 76,31 77,63 Triwulan 4 10,59 9,81 75,59 76,80 Triwulan 5 10,40 10,04 72,40 72,04 Triwulan 6 14,99 12,55 75,98 77,25 Triwulan 7 14,36 12,12 74,36 76,20 Triwulan 8 10,58 9,74 75,58 76,63 HOK Pengemasan Aktual Optimal Slack/Surplus Aktual Slack/Surplus Optimal Triwulan 1 12,40 10,99 71,40 72,99 Triwulan 2 14,56 12,54 74,56 76,34 Triwulan 3 12,45 11,31 76,31 77,63 Triwulan 4 19,55 9,81 75,59 76,80 Triwulan 5 10,4 10,04 72,40 72,04 Triwulan 6 14,99 12,55 75,98 77,25 Triwulan 7 14,36 12,12 74,36 76,20 Triwulan 8 10,58 9,74 75,58 76,63 Penggunaan jam kerja mesin pada kondisi optimal diperoleh dari nilai selisih ketersediaan jam kerja mesin dengan nilai slack or surplus. Nilai slack or surplus menunjukkan jumlah jam mesin yang tidak digunakan. Dengan kata lain apabila pada triwulan 1 terdapat surplus sebesar 887,98 jam berarti jumlah jam mesin yang tidak digunakan sebesar 887,98 jam. Data penggunaan jam kerja mesin koaguler bak dan mesin sheeter pada kondisi aktual dan optimal dapat dilihat pada Tabel 17.

96 Tabel 17. Penggunaan Jam Kerja Mesin Koaguler Bak dan Mesin Sheeter Tahun 2006 dan 2007 Jam Mesin Koaguler Bak Aktual Optimal Slack/Surplus Aktual Slack/Surplus Optimal Triwulan 1 118,04 113,24 771,37 887,98 Triwulan 2 119,25 112,69 781,24 938,86 Triwulan 3 115,35 114,14 834,02 953,08 Triwulan 4 117,81 99,87 856,25 914,51 Triwulan 5 113,28 102,00 820,18 877,12 Triwulan 6 118,03 114,29 781,43 949,63 Triwulan 7 113,86 90,81 824,07 938,51 Triwulan 8 114,71 99,88 800,98 914,08 Jam Mesin Sheeter Aktual Optimal Slack/Surplus Aktual Slack/Surplus Optimal Triwulan 1 124,61 123,24 782,97 802,47 Triwulan 2 134,21 142,69 791,91 847,95 Triwulan 3 128,98 124,14 734,42 861,49 Triwulan 4 125,50 99,87 812,98 827,46 Triwulan 5 121,02 102,00 800,02 874,64 Triwulan 6 127,11 138,29 792,71 857,70 Triwulan 7 128,03 144,81 794,91 847,56 Triwulan 8 129,87 99,88 800,98 826, Analisis Status Sumberdaya Tingkat produksi karet olahan dari perkebunan Widodaren ditentukan juga oleh ketersediaan sumberdaya yang dimilikinya.untuk mencapai kondisi optimal, tingkat produksi akan dibatasi pada ketersediaan sumberdaya yang paling sedikit jumlahnya.analisis status sumberdaya ini bertujuan untuk mengetahui sumberdaya yang membatasi produksi serta pengaruh penambahan sebelumnya mengenai penggunaan sumberdaya. Besarnya penggunaan sumberdaya dapat dilihat dari besarnya nilai slack atau surplusnya.sumberdaya yang habis digunakan maka nilai slacknya nol, statusnya sebagai sumberdaya pembatas (P) yaitu sebagai sumberdaya yang ketersediaannya langka. Sebaliknya bila sumberdaya tersebut masih tersisa atau berlimpah makan nilai slack-nya lebih besar dari nol dan statusnya sebagai

97 sumberdaya bukan pembatas (BP), artinya sumberdaya ini tidak habis digunakan pada proses produksi. Nilai slack juga berkaitan dengan besarnya pengaruh penambahan atau pengurangan jumlah ketersediaan sumberdaya bersangkutan habis digunakan atau berstatus pembatas.sedangkan bila jumlah sumberdaya masih tersisa maka penambahan ketersediaan tidak berpengaruh terhadap nilai fungsi tujuan yaitu kontribusi keuntungan pada Perkebunan Widodaren. Sumberdaya yang menjadi pembatas terdiri dari taksasi produksi RSS 1 dan RSS 2 serta Komposisi Produksi Cutting A. Dual prices dari masing masing pembatas dapat dilihat pada Lampiran 11. Sumberdaya taksasi produksi RSS 1 menjadi pembatas (P) dengan dual price ,16, artinya penambahan satu unit taksasi produksi akan menaikkan penerimaan optimal sebesar Rp ,16. Nilai dual price kendala ini setara dengan koefisien pada fungsi tujuan, yang berarti setiap penambahan bahan baku ini pada kondisi yang lain tetap akan menambah nilai optimal. Tabel 18 merupakan rekap analisis status sumberdaya pada Perkebunan Widodaren triwulan 1 tahun 2006.Berdasarkan tabel 20, pembatas utama adalah dengan nilai dual price terbesar yaitu taksasi RSS 1. Selain taksasi produksi RSS 1, taksasi produksi RSS 2 dan Komposisi Produksi Cutting A juga turut menjadi pembatas dalam proses produksi perkebunan Widodaren ini. Pada triwulan 1 dengan menambahkan 1 unit taksasi produksi pada taksasi produksi RSS 2 akan menaikkan penerimaan sebanyak Rp ,- dan menambahkan satuan pada koefisien Komposisi Produksi Cutting A akan menaikkan penerimaan sebanyak Rp ,-

98 Tabel 18. Rekap Analisis Status Sumberdaya Perkebunan Widodaren Triwulan 1 Tahun 2006 Kendala Slack or Surplus Dual Price Status Sumberdaya Lateks ,82 0 BP Asam Semut ,37 0 BP Taksasi Produksi RSS 1 Taksasi Produksi RSS 2 HOK Pembekuan dan Pengenceran ,16 P P 294,47 0 BP HOK Penggilingan 513,43 0 BP HOK Kamar Asap 314,96 0 BP HOK Pembongkaran dan Sortasi 72,99 0 BP HOK Pengemasan 72,99 0 BP Jam Kerja Mesin Koaguler Bak Jam Kerja Mesin Sheeter Komposisi Produksi RSS 2 Komposisi Produksi Cutting A Ket : P (Pembatas), BP (Bukan Pembatas) 887,98 0 BP 802,47 0 BP 0,12 0 BP P 7.5. Analisis Sensitivitas Pada analisis pasca optimal, pengaruh perubahan fungsi tujuan (kontribusi keuntungan per Kilogram Karet Kering) dan perubahan jumlah sumberdaya yang tersedia akan dianalisis terhadap optimalitas pemecahan kasus optimalisasi produksi. Dalam analisis perubahan fungsi tujuan, akan dianalisis pengaruh perubahan skenario fungsi tujuan terhadap hasil optimal produksi yang telah didapatkan sementara dalam perubahan jumlah sumberdaya akan dianalisis seberapa jauh suatu kenaikan dan penurunan nilai sumberdaya yang diperbolehkan. Dalam analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan, dapat diperoleh kisaran kontribusi keuntungan yang diijinkan untuk mempertahankan nilai optimal dari

99 variabel, walaupun nilai optimal Z akan berubah. Sasaran dalam analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan adalah menentukan kisaran variasi untuk koefisien fungsi tujuan dimana pemecahan optimal saat ini tidak berubah Analisis Sensitivitas Koefisien Fungsi Tujuan Perubahan pada koefisien fungsi tujuan yang masih mempertahankan kondisi optimal semula ditunjukkan dalam selang tertentu antara nilai minimum dan nilai maksimum.analisis sensitvitas nilai fungsi tujuan dapat dilihat pada tabel 19.Perubahan pada selang tersebut tidak akan mengubah komposisi dan jumlah produk yang dihasilkan, tetapi dengan berubahnya koefisien fungsi tujuan tersebut tentunya akan mengubah nilai fungsi tujuan semula.koefisien fungsi tujuan pada analisis ini merupakan nilai sumbangan keuntungan per Kilogram Karet Kering produk yang dihasilkan Perkebunan Widodaren.Perubahan koefisien tersebut menggambarkan perubahan selisih antara harga jual dengan biaya produksi per Kilogram Karet Kering. Jadi apabila terjadi perubahan koefisien pada fungsi tujuan pada range yang diijinkan berarti terjadi perubahan nilai kontribusi keuntungan, misalnya disebabkan oleh harga yang anjlok atau biaya yang melambung, akan tetapi perubahan koefisien tersebut tidak mempengaruhi jumlah produksi optimal RSS 1, RSS 2 dan Cutting A pada Perkebunan Widodaren. Sedangkan apabila perubahan koefisien tersebut di luar range yang diijinkan maka selain nilai optimal berubah, jumlah produksi optimal pun ikut berubah.

100 Tabel 19. Analisis Sensitivitas Fungsi Tujuan Perkebunan Widodaren tahun 2006 dan 2007 Produk Periode Koefisien Sekarang Kenaikan yang Penurunan yang diperkenankan diperkenankan RSS Tidak terbatas ,16 RSS Tidak terbatas Cutting A Triwulan Tidak terbatas RSS Tidak terbatas ,86 RSS Tidak terbatas Cutting A Triwulan Tidak terbatas RSS Tidak terbatas ,88 RSS Tidak terbatas Cutting A Triwulan Tidak terbatas RSS Tidak terbatas ,41 RSS Tidak terbatas Cutting A Triwulan Tidak terbatas RSS Tidak terbatas ,36 RSS Tidak terbatas Cutting A Triwulan Tidak terbatas RSS Tidak terbatas ,75 RSS Tidak terbatas Cutting A Triwulan Tidak terbatas RSS Tidak terbatas ,65 RSS Tidak terbatas Cutting A Triwulan Tidak terbatas RSS Tidak terbatas ,37 RSS Tidak terbatas Cutting A Triwulan Tidak terbatas Nilai koefisien keuntungan per Kilogram Karet Kering yang masih boleh diijinkan untuk diturunkan sebesar Rp ,16 artinya selama keuntungan dari RSS 1 di triwulan 1 turun tidak melebihi Rp ,16 maka Perkebunan Widodaren sebaiknya tetap memproduksi RSS 1 sebanyak yang diproduksi pada tingkat optimal. Sedangkan nilai kenaikan koefisien keuntungan dalam besaran infinity (tak terhingga), yang berarti apabila nilai keuntungan dinaikkan pada berapa pun besarnya, produksi tetap pada tingkat produksi optimal yang disarankan. Pada triwulan 1 RSS 2 dan Cutting mempunyai batasan kenaikan koefisien keuntungan yang tak terhingga dan koefisien keuntungan yang diijinkan

101 mengalami penurunan dalam besaran tertentu masing masing sebesar Rp ,- dan Rp ,-. Batasan kenaikan koefisien yang tak terhingga tidak akan mempengaruhi kombinasi produksi optimal, namun apabila meningkatkan keuntungan yang tinggi akan menyebabkan harga jual yang tinggi kepada pasar. Informasi analisis sensitivitas koefisien keuntungan ini membantu untuk mengetahui produksi optimal dan batas kenaikan dan penurunan keuntungan dalam menetapkan kebijakan harga yang sesuai dengan pasar Analisis Sensitivitas Ruas Kanan Kendala Bagian kedua dari analisis sensitivitas ini adalah perubahan nilai ruas kanan kendala.analisis ini menunjukkan selang perubahan jumlah ketersediaan sumberdaya yang tidak menyebabkan perubahan nilai dual price kendala yang bersangkutan.selang tersebut juga menunjukkan pentingnya suatu sumberdaya, dimana semakin kecil selangnya semakin penting sumberdaya pada kondisi yang bersangkutan.selang kepekaan tersebut ditunjukkan oleh nilai minimum dan maksimum persediaan yang diijinkan. Analisis kepekaan ruas kanan ini mencakup seluruh kendala yang terdiri dari bahan baku lateks, bahan penolong asam semut, taksasi produksi, kendala jam mesin, kendala HOK, syarat komposisi produksi. Perubahan pada selang ruas kanan kendala tidak merubah variabel pada kondisi aktual.perubahan yang dapat dihitung langsung adalah nilai fungsi tujuan dengan cara menambahkan hasil perkalian unit tambahan sumberdaya dengan nilai dual pricenya.tabel 22 merupakan rekap dari apa yang terjadi pada triwulan 1, analisis sensitivitas ruas kanan kendala untuk sumberdaya lateks, bahan penolong asam semut, taksasi produksi RSS 1, taksasi produksi RSS 2, HOK pada

102 masing masing tahap, jam mesin, dan syarat komposisi produksi untuk 8 triwulan dapat dilihat pada Lampiran. Tabel 20. Rekap Analisis Sensitivitas Nilai Ruas Sebelah Kanan pada Triwulan 1 tahun 2006 Sumberdaya RHS saat ini Kenaikan yang Penurunan yang diperkenankan diperkenankan Lateks Kebun Tidak terbatas ,82 Asam Semut Tidak terbatas ,37 Taksasi Produksi RSS ,58 2 Taksasi Produksi RSS , HOK Pembekuan dan Pengenceran 332 Tidak terbatas 294,46 HOK Penggilingan 581 Tidak terbatas 513,43 HOK Kamar Asap 360 Tidak terbatas 314,96 HOK Pembongkaran dan Sortasi 83 Tidak terbatas 72,99 HOK Pengemasan 83 Tidak terbatas 72,99 Jam Mesin Koaguler Bak 913 Tidak terbatas 887,97 Jam Mesin Sheeter 830 Tidak terbatas 802,47 Komposisi Produksi RSS 2 0 Tidak terbatas 0,12 Komposisi Produksi Cutting A 0 Tidak terbatas 271,01 Pasokan bahan baku lateks setiap bulannya mempunyai kenaikan yang tidak terbatas dalam ketersediaannya untuk beberapa bulan, hal tersebut karena pada saat optimalitas tercapai sumberdaya bahan baku lateks tidak habis terpakai sehingga penambahan sumberdaya bahan baku lateks tidak akan mempengaruhi nilai dualnya. Untuk bahan baku lateks mempunyai batas penurunan tertentu yaitu sebesar nilai sisa (surplus), hal ini berarti pemanfaatan bahan baku lateks dibawah batas penurunan tersebut akan merubah nilai dualnya. Pada triwulan 1, bahan baku lateks dapat disebut langka apabila ketersediaannya mengalami penurunan lebih dari ,82 liter dan mengubah nilai dual yang dapat mempengaruhi pendapatan optimal perkebunan Widodaren. Ketersediaan bahan penolong Asam Semut dimanfaatkan sebagai bahan pendukung proses produksi terutama yang menghasilkan produk turunan lateks RSS I dan RSS 2. Pemanfaatan sumberdaya bahan penolong Asam Semut

103 sepanjang tahun 2006 dan 2007 masih memiliki sisa. Kenaikan ketersediaan sumberdaya bahan penolong tidak akan mempengaruhi nilai dual sehingga tiap bulannya kenaikan sumberdaya ini tidak dibatasi sebaliknya penurunan ketersediaan sumberdaya tersebut dapat mempengaruhi nilai dual sehingga harus dibatasi. Bahan penolong asam semut dapat dikatakan langka apabila jumlahnya turun melebihi ,60 gram. Perusahaan dalam melakukan proses produksi karet olahan mempunyai panduan berupa taksasi produksi yang menjadi tolak ukur prestasi bagi perusahaan. Taksasi produksi tersebut berupa ketetapan nilai sejumlah produk karet olahan yang ditentukan oleh Perkebunan Widodaren. Pada tabel rekap terlihat bahwa apabila nilai taksasi produksi meningkat melebihi 6.635,58 Kilogram Karet Kering dengan kata lain menaikkan taksasi produksi sebanyak 6.635,68 Kilogram Karet Kering, maka nilai dualnya akan berubah yang berarti kontribusi pada nilai optimalnya akan berubah. Ketersediaan tenaga kerja diukur dengan satuan HOK (Hari Orang Kerja), merupakan sumberdaya yang berlebih jumlahnya, hal tersebut dilihat dari pemanfaatan sumberdayanya yang memiliki nilai sisa untuk setiap tahap pada proses produksi pengolahan karet perkebunan Widodaren. Ketersediaan tenaga kerja pada tahun 2006 dan 2007, di bagian pembekuan dan pengenceran tidak habis terpakai pada saat kondisi optimal sehingga agar nilai dualnya tidak berubah maka harus dibatasi penurunan dari ketersediaan tenaga kerja tersebut pada kisaran nilai tertentu. Pada bagian bagian produksi yang lain seperti penggilingan, kamar asap, pembongkaran dan sortasi serta pengemasan ketersediaan tenaga kerja juga tidak habis terpakai

104 sepanjang tahun 2006 dan 2007 sehingga penambahan berapapun jumlah tenaga kerja tidak akan merubah nilai dual sedangkan untuk penurunannya dibatasi nilai tertentu. Jam mesin dari sarana produksi merupakan banyaknya waktu maksimal yang dapat dimanfaatkan untuk pengolahan bahan baku lateks. Sepanjang tahun 2006 dan 2007 ketersediaan jam mesin dari sarana produksi tidak dimanfaatkan secara optimal, hal tersebut dapat dilihat dari nilai sisa yang dimiliki masing masing sarana produksi. Tidak optimalnya pemanfaatan jam mesin tersebut karena jumlah bahan baku lateks yang diolah tidak menunjukkan jumlah yang optimal pula, selain itu disebabkan oleh perbaikan sistem produksi pada perkebunan Widodaren. Kenaikan RHS untuk jam mesin masing masing sarana produksi tidak terbatas sedangkan penurunan nilainya dibatasi sampai pada nilai tertentu. Demi menjaga kestabilan nilai dual kedua hal itu tersebut harus dilakukan oleh perusahaan dalam melaksanakan proses produksi. Perusahaan telah menetapkan komposisi produk akhir karet olahan yang dapat dihasilkan pada proses pengolahan bahan baku lateks. Penentuan komposisi ini disesuaikan dengan mutu produk akhir dan nilai jualnya. Nilai sebelah kanan (RHS) syarat komposisi produksi yang memiliki nilai nol tidak berarti bahwa kendala ini tidak memiliki nilai. Akan tetapi kendala ini berperan dalam menentukan komposisi produksi optimal RSS 1, RSS 2 dan Cutting A.

105 7.6 Analisis Pasca-Optimal Analisis pasca-optimal dilakukan setelah dicapai suatu penyelesaian optimal. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan dalam model program linear terhadap solusi optimal. Analisis pasca-optimal dapat dilakukan dengan merubah koefisien fungsi tujuan, merubah nilai sisi kanan kendala atau penambahan kegiatan baru dalam model. Kemudian hasil dari perubahan tersebut dibandingkan dengan kondisi optimal awal. Analisis pasca-optimal dalam penelitian ini dilakukan dengan menambahkan batasan baru dalam model. Hal ini dilakukan dengan menambahkan kendala taksasi produksi untuk RSS 1 terhadap keputusan produksi dan alokasi sumberdaya. Dikarenakan produk RSS 1 merupakan produk dengan sumbangan keuntungan yang paling besar dan signifikan di Perkebunan Widodaren. Penambahan unit taksasi produksi yang dilakukan hanya pada triwulan tertentu saja, yakni triwulan 1, 4 dan 5 karena jumlah range yang diijinkan masih dalam jumlah produksi yang dapat dihasilkan oleh perkebunan Widodaren.Hasil olahan program linear ini dapat dilihat pada Lampiran 19. Perubahan tingkat produksi optimal awal pada keputusan pasca optimalitas dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 21. Perbandingan tingkat produksi Optimal Awal dengan Tingkat Produksi Pasca-Optimal (Kilogram Karet Kering) Periode Optimal Awal Pasca Optimal RSS 1 RSS 2 Cutting A RSS 1 RSS 2 Cutting A Triwulan ,37 Triwulan ,67 Triwulan Triwulan ,10 Triwulan Triwulan ,86 Triwulan ,99 Triwulan ,85

106 Dari tabel 21 terlihat bahwa pada kondisi pasca optimal, terjadi peningkatan produksi pada RSS 1 dan penurunan produksi pada Cutting A. Dari Lampiran 19 didapatkan bahwa nilai optimal dari kondisi pasca optimalitas ini bernilai Rp ,- yang berarti pada kondisi pasca optimal keuntungannya lebih tinggi daripada kondisi optimal awal yaitu sebesar Rp ,-.Adanya penambahan batasan baru pada model yaitu pada taksasi produksi RSS 1 untuk maka sumberdaya memiliki dual price yang berbeda yaitu sebesar koefisien pada penggunaan yang semuanya merupakan sumberdaya untuk memproduksi. Namun dikarenakan terjadi peningkatan pada produk RSS 1 maka terjadi penurunan pada produksi RSS 2 dan Cutting A. Perubahan ini juga menyebabkan nilai dual price dari lateks yang berubah pada triwulan tersebut. Taksasi produksi menjadi pembatas utama yang membatasi fungsi tujuan.

107 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis optimalisasi produksi karet olahan di Perkebunan Widodaren PT Jember Indonesia, diketahui bahwa pengolahan yang dilakukan masih belum optimal. Pengolahan karet pada perkebunan Widodaren belum menghasilkan keuntungan yang maksimal. Pengolahan karet di Perkebunan Widodaren mempunyai penerimaan optimal sebesar Rp ,- pada tahun 2006 dan Komposisi produk optimal adalah RSS 1 sebesar 94 persen, RSS 2 sebanyak persen dan Cutting A sebesar 1 persen dengan RSS 1 masing masing triwulannya sebesar ; ; ; ; ; ; ; RSS II masing masing triwulannya sebesar 1.626; 1.693; 809; 1.069; 1.110; 336; 1.816; 918. Cutting A sebesar 271; 315; 281; 222; 269; 318; 319; Sumberdaya yang menjadi pembatas utama dalam perkebunan Widodaren adalah taksasi produksi RSS 1, yaitu penambahan satu unit sumberdaya ini akan mempengaruhi nilai optimal maupun produksi optimal pada perkebunan Widodaren. Taksasi produksi untuk produk karet olahan yang telah ditetapkan tidak tercapai secara keseluruhan, hal tersebut disebabkan karena adanya perbaikan dalam sistem di pabrik perkebunan Widodaren dan juga cuaca yang tidak menentu yang menyebabkan kurangnya pasokan bahan baku lateks pada bulan bulan tertentu. Sedangkan sumberdaya bahan baku lateks, bahan penolong asam semut, HOK, jam

108 mesin semuanya terdapat nilai sisa, yang berarti sumberdaya sumberdaya tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal. Hal ini dapat menyebabkan efisiensi yang buruk pada perkebunan Widodaren. Kondisi optimal dicapai dengan mengoptimalkan persediaan bahan baku lateks, bahan penolong, HOK dan jam kerja mesin. Analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan memperlihatkan batas keuntungan per Kilogram Karet Kering produk yang masih boleh diijinkan untuk dinaikkan sebesar Rp dan nilai kenaikan yang tak terhingga. Pada kendala bahan baku lateks, bahan penolong asam semut, HOK, jam mesin semuanya mempunyai range yang tidak terbatas untuk dinaikkan yang berarti kenaikan sumberdaya tersebut tidak berpengaruh pada nilai optimal perkebunan Widodaren karena jumlahnya berlebih. 3. Salah satu upaya untuk meningkatkan nilai optimal atau nilai keuntungan maksimal yang dapat dicapai oleh perkebunan Widodaren adalah dengan meningkatkan taksasi produksi RSS 1. Meningkatkan taksasi produksi berarti meningkatkan target produksi RSS 1 yang ingin dicapai. Kenaikan taksasi produksi pada triwulan 1,4 dan 5 akan menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi daripada kondisi optimal awal yaitu sebesar Rp ,- 8.2 Saran 1. Pada kondisi optimal didapatkan bahwa komposisi produksi optimal adalah RSS 1 sebanyak 94 persen, RSS 2 sebanyak 5 persen dan Cutting A sebanyak 1 persen.oleh karena itu, perkebunan Widodaren sebaiknya tetap

109 menjaga komposisi ini sedemikian sehingga keuntungan yang didapatkan dapat mencapai maksimal. Pemanfaatan teknologi pengolahan karet yang baik juga dapat membantu perkebunan dalam menjaga komposisi ini. Misalnya dengan teknologi terbaru dari kamar asap yang menggunakan arang, dapat menjaga agar karet tidak mudah terkena jamur. 2. Sumberdaya bahan baku lateks, asam semut, HOK dan jam mesin tidak dimanfaatkan secara optimal. Untuk bahan baku lateks, hendaknya perkebunan Widodaren dapat membuat perencanaan penyadapan yang lebih baik agar bisa mengalokasikan sejumlah liter lateks menjadi produk karet olahan pada tingkat optimal. Pada penggunaan HOK yang tidak optimal, dapat dilakukan perencanaan tenaga kerja yang lebih terarah sedangkan pada sumberdaya jam mesin yang tersedia pada perkebunan Widodaren hendaknya dapat lebih dimanfaatkan secara optimal agar dengan meningkatnya jam mesin dapat menghasilkan lebih banyak karet olahan bagi perkebunan Widodaren. 3. Peningkatan taksasi produksi RSS1 dengan kata lain meningkatkan target produksi RSS 1 yang ingin dicapai oleh perkebunan Widodaren dapat memberikan kontribusi keuntungan yang lebih besar. Mengingat besarnya kontribusi laba yang dihasilkan oleh produk RSS 1 maka perkebunan Widodaren hendaknya menekankan produksi pada produk karet olahan RSS 1 secara terus menerus. Hal ini bisa didekati dari segi teknis pada proses pengolahan di perkebunan Widodaren agar bisa mendorong produksi RSS 1 secara maksimal sehingga dapat meminimalisasi produksi

110 RSS 2 ataupun Cutting A. Hal ini dilakukan supaya semua bahan baku lateks yang diolah dapat semuanya dapat memenuhi kualitas RSS 1.

111 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Ekspor. Jakarta. Budiman, S Jenis-Jenis Karet Alam dan Karet Sintetis. Kursus Teknologi Karet. Balai Penelitian Perkebunan Bogor. Bogor. Buffa, Elwood S. dan RK. Sarin Manajemen Operasi dan Produksi Modern. Edisi Kedelapan. Jilid I. Binarupa Aksara. Jakarta Barat. Direktorat Jendral Perkebunan Statistik Perkebunan Indonesia : Karet. Departemen Pertanian. Jakarta. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Gapkindo Jakarta. List Of Members Karjo, Hafnar Hadi Optimalisasi Produksi RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan SIR (Standard Indonesian Rubber) (kasus di Perkebunan Sarang Ginting, PTPN III, Sumatera Utara). Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Kurniawan, Rony Kajian Karakteristik Mutu Karet Alam Olahan Jenis RSS (Ribbed Smoked Sheet) Dengan Teknik Pengolahan Citra. Skripsi Jurusan Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Lathifah, Masayu Azka Optimalisasi Produksi Cocoa Butter dan Cocoa Powder Pada PT. Cacao Wangi Murni, Tangerang. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lipsey, R.G; P.N Courant; D.D. Purvis dan P.O. Steiner Pengantar Mikroekonomi. Jilid I. Binarupa Aksara. Jakarta Muslich, M Metode Kuantitatif. Lembaga Penerbut Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia, Jakarta. Nasendi, B. dan A. Anwar Program Linear dan Variasinya. PT Gramedia. Jakarta. Nicholson, W Teori Mikro Ekonomi. Binarupa Aksara. Jakarta. Soekartawi Linear Programming. Rajawali Pers. Jakarta.

112 Soepranto J. Riset Operasi untuk Pengambilan Keputusan. Cetakan I. UI Press. Jakarta. Taha, H.A Riset Operasi Suatu Pengantar. Jilid I. Binarupa Aksara. Jakarta. Sugiharto, A Optimalisasi Pengadaan Bahan Baku dan Produksi Karet Olahan di Perkebunan Cikumpay PTPN VIII Purwakarta, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Yovina Optimalisasi Produksi Crumb Rubber (kasus : Pabrik Crumb Rubber kebun Tanah Besih PT Soefin Indonesia). Skripsi Jurusan Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

113 Lampiran

114 Lampiran 1. Peta Perkebunan Widodaren Tahun 2007 Tanaman Karet : 294,68 Ha Tanaman Kopi : 162,85 Ha Tanaman Kakao: 169,62 Ha

115 Lampiran 2. Struktur Organisasi Perkebunan Widodaren Komisaris Direktur Staf Direksi Administratur Sinder Afdeling Besaran Barat Sinder Afdeling Besaran Timur Sinder Afdeling Bataan Sinder Pabrik Kepala Tata Usaha Mandor Mandor Mandor Mandor Kepala Seksi Karyawan Lampiran 3. Produksi Karet Olahan RSS 1, RSS 2, Cutting A Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007 Periode RSS 1 RSS 2 Cutting Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Jumlah Persentase Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah

116 Lampiran 4. Harga Jual Masing Masing Produk Karet Olahan Tahun 2006 dan 2007 Periode RSS 1 RSS 2 Cutting Triwulan , , Triwulan , Triwulan Triwulan , , ,67 Triwulan , , ,33 Triwulan , ,67 Triwulan , ,67 Triwulan , , Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah Lampiran 5. Biaya Produksi Total masing masing produk Karet Olahan Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007 Periode RSS 1 RSS 2 Cutting Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah Lampiran 6. Jumlah Penggunaan Lateks dan Biaya Lateks Per triwulan Masing Masing Produk per Kilogram Karet Kering Tahun 2006 dan 2007 Periode liter RSS 1 Liter RSS 2 liter Cutting Triwulan , , , ,89 Triwulan , , , , ,02 Triwulan , , , , ,83 Triwulan , , , , ,91 Triwulan , , , , ,02 Triwulan , , , , ,45 Triwulan , , , , ,23 Triwulan , , , , ,98 Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah

117 Lampiran 7. Biaya bahan penolong Asam Semut Tahun 2006 dan 2007 per Kilogram Karet Kering Periode Rupiah Triwulan ,89 Triwulan ,52 Triwulan ,35 Triwulan ,26 Triwulan ,55 Triwulan ,71 Triwulan ,52 Triwulan ,43 Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah Lampiran 8. Biaya pengolahan mesin Perkebunan Widodaren Per Kilogram Karet Kering Tahun 2006 dan 2007 Periode Biaya RSS 1 RSS 2 Cutting Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah Lampiran 9. Biaya Tenaga Kerja Langsung per Kilogram Karet Kering Tahun 2006 dan 2007 Periode Tenaga Kerja Pabrik Tenaga Kerja Kamar Asap Tenaga Kerja Tenaga Kerja Administrasi Pengemasan Triwulan 1 231,98 202,67 187,23 250,75 Triwulan 2 202,84 201,82 182,09 249,91 Triwulan 3 262,43 200,30 172,56 248,77 Triwulan 4 224,67 198,45 188,34 251,90 Triwulan 5 213,91 205,61 189,34 255,89 Triwulan 6 222,08 210,49 191,29 257,32 Triwulan 7 228,91 211,80 193,76 261,28 Triwulan 8 227,10 210,32 193,49 262,55 Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah Lampiran 10. Biaya Lain Lain Perkebunan Widodaren Per Kilogram Karet Kering Tahun 2006 dan 2007 Periode Biaya Triwulan 1 487,35 Triwulan 2 52,34 Triwulan 3 8,4 Triwulan 4 258,31

118 Lanjutan Lampiran 10 Periode Biaya Triwulan 5 145,85 Triwulan 6 176,83 Triwulan 7 200,43 Triwulan 8 213,81 Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah Lampiran 11. Analisis Status Sumberdaya Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007 Sumberdaya Lateks Slack or Surplus Dual Price Status Triwulan ,82 0 BP Triwulan ,60 0 BP Triwulan ,48 0 BP Triwulan ,72 0 BP Triwulan ,32 0 BP Triwulan ,98 0 BP Triwulan ,04 0 BP Triwulan ,73 0 BP Asam Semut Slack or Surplus Dual Price Status Triwulan ,37 0 BP Triwulan ,78 0 BP Triwulan ,32 0 BP Triwulan ,73 0 BP Triwulan ,01 0 BP Triwulan ,17 0 BP Triwulan ,15 0 BP Triwulan ,56 0 BP Taksasi Produksi RSS 1 Slack or Surplus Dual Price Status Triwulan ,16 P Triwulan ,86 P Triwulan ,88 P Triwulan ,42 P Triwulan ,36 P Triwulan ,75 P Triwulan ,65 P Triwulan ,37 P Taksasi Produksi RSS 2 Slack or Surplus Dual Price Status Triwulan P Triwulan P Triwulan P Triwulan P Triwulan P

119 Lanjutan Lampiran 11 Taksasi Produksi RSS 2 Slack or Surplus Dual Price Status Triwulan P Triwulan P Triwulan P HOK Pembekuan Slack or Surplus Dual Price Status dan Pengenceran Triwulan 1 294,47 0 BP Triwulan 2 308,30 0 BP Triwulan 3 313,12 0 BP Triwulan 4 309,26 0 BP Triwulan 5 290,68 0 BP Triwulan 6 311,95 0 BP Triwulan 7 307,77 0 BP Triwulan 8 308,61 0 BP HOK Penggilingan Slack or Surplus Dual Price Status Triwulan 1 513,43 0 BP Triwulan 2 537,33 0 BP Triwulan 3 546,01 0 BP Triwulan 4 539,67 0 BP Triwulan 5 506,84 0 BP Triwulan 6 564,72 0 BP Triwulan 7 564,39 0 BP Triwulan 8 487,51 0 BP HOK Kamar Asap Slack or Surplus Dual Price Status Triwulan 1 314,96 0 BP Triwulan 2 311,56 0 BP Triwulan 3 317,34 0 BP Triwulan 4 319,11 0 BP Triwulan 5 303,22 0 BP Triwulan 6 311,15 0 BP Triwulan 7 314,93 0 BP Triwulan 8 330,34 0 BP HOK Pembongkaran dan Sortasi Slack or Surplus Dual Price Status Triwulan 1 72,99 0 BP Triwulan 2 76,34 0 BP Triwulan 3 77,63 0 BP Triwulan 4 76,80 0 BP Triwulan 5 72,04 0 BP Triwulan 6 77,25 0 BP Triwulan 7 76,20 0 BP Triwulan 8 76,63 0 BP

120 Lanjutan Lampiran 11 HOK Pengemasan Slack or Surplus Dual Price Status Triwulan 1 72,99 0 BP Triwulan 2 76,34 0 BP Triwulan 3 77,63 0 BP Triwulan 4 76,80 0 BP Triwulan 5 72,04 0 BP Triwulan 6 77,25 0 BP Triwulan 7 76,20 0 BP Triwulan 8 76,63 0 BP Jam Kerja Mesin Koaguler Bak Slack or Surplus Dual Price Status Triwulan 1 887,98 0 BP Triwulan 2 938,86 0 BP Triwulan 3 953,08 0 BP Triwulan 4 914,51 0 BP Triwulan 5 877,12 0 BP Triwulan 6 949,63 0 BP Triwulan 7 938,51 0 BP Triwulan 8 914,08 0 BP Jam Kerja Mesin Sheeter Slack or Surplus Dual Price Status Triwulan 1 802,47 0 BP Triwulan 2 847,95 0 BP Triwulan 3 861,49 0 BP Triwulan 4 827,46 0 BP Triwulan 5 874,64 0 BP Triwulan 6 857,70 0 BP Triwulan 7 847,56 0 BP Triwulan 8 826,98 0 BP Komposisi Produksi RSS 2 Slack or Surplus Dual Price Status Triwulan 1 0,12 0 BP Triwulan 2 201,02 0 BP Triwulan 3 878,26 0 BP Triwulan ,60 0 BP Triwulan 5 508,14 0 BP Triwulan ,21 0 BP Triwulan 7 100,40 0 BP Triwulan BP Komposisi Produksi Cutting A Slack or Surplus Dual Price Status Triwulan P Triwulan P Triwulan P Triwulan P

121 Lanjutan Lampiran 11 Komposisi Produksi Cutting A Slack or Surplus Dual Price Status Triwulan P Triwulan P Triwulan P Triwulan P Ket : P (Pembatas), BP (Bukan Pembatas) Lampiran 12. Analisis Sensitivitas Pasokan Bahan Baku Lateks (KKK) Tahun 2006 dan 2007 Sumberdaya RHS saat ini Kenaikan yang Penurunan yang diperkenankan diperkenankan Lateks Kebun Wido Triwulan Tidak terbatas ,82 Lateks Kebun Wido Triwulan Tidak terbatas ,60 Lateks Kebun Wido Triwulan Tidak terbatas ,48 Lateks Kebun Wido Triwulan Tidak terbatas 8.052,71 Lateks Kebun Wido Triwulan Tidak terbatas 9.966,32 Lateks Kebun Wido Triwulan Tidak terbatas ,98 Lateks Kebun Wido Triwulan Tidak terbatas ,04 Lateks Kebun Wido Triwulan Tidak terbatas ,73 Lampiran 13. Analisis Sensitivitas Pasokan Bahan Penolong Asam Semut (liter) Tahun 2006 dan 2007 Sumberdaya RHS saat ini Kenaikan yang Penurunan yang diperkenankan diperkenankan Asam Semut Triwulan Tidak terbatas ,37 Asam Semut Triwulan Tidak terbatas ,78 Asam Semut Triwulan Tidak terbatas ,32 Asam Semut Triwulan Tidak terbatas ,73 Asam Semut Triwulan Tidak terbatas ,01 Asam Semut Triwulan Tidak terbatas ,17 Asam Semut Triwulan Tidak terbatas ,15 Asam Semut Triwulan Tidak terbatas ,55 Lampiran 14. Analisis Sensitivitas Taksasi Produksi (KKK) Tahun 2006 dan 2007 Taksasi Produksi RHS saat ini Kenaikan yang Penurunan yang diperkenankan diperkenankan Produk RSS 1 Triwulan ,58 2 Produk RSS 1 Triwulan , ,33 Produk RSS 1 Triwulan , ,66 Produk RSS 1 Triwulan , ,33 Produk RSS 1 Triwulan , Produk RSS 1 Triwulan , Produk RSS 1 Triwulan , ,33 Produk RSS 1 Triwulan , ,00 Lanjutan Lampiran 14

122 Kenaikan yang Penurunan yang RHS saat ini Taksasi Produksi diperkenankan diperkenankan Produk RSS 1 Triwulan , Produk RSS 2 Triwulan , Produk RSS 2 Triwulan , Produk RSS 2 Triwulan , Produk RSS 2 Triwulan , Produk RSS 2 Triwulan , Produk RSS 2 Triwulan , Produk RSS 2 Triwulan , Produk RSS 2 Triwulan , Lampiran 15. Analisis Sensitivitas Ketersediaan Tenaga Kerja (HOK) Tahun 2006 dan 2007 Sumberdaya RHS saat ini Kenaikan yang diperkenankan Penurunan yang diperkenankan Tenaga kerja pembekuan & pengenceran Triwulan Tidak terbatas 294,46 Tenaga kerja pembekuan & pengenceran Triwulan Tidak terbatas 308,29 Tenaga kerja pembekuan & pengenceran Triwulan Tidak terbatas 313,11 Tenaga kerja pembekuan & pengenceran Triwulan Tidak terbatas 309,26 Tenaga kerja pembekuan & pengenceran Triwulan Tidak terbatas 290,68 Tenaga kerja pembekuan & pengenceran Triwulan Tidak terbatas 311,95 Tenaga kerja pembekuan & pengenceran Triwulan Tidak terbatas 307,77 Tenaga kerja pembekuan & pengenceran Triwulan Tidak terbatas 308,61 Tenaga Kerja Penggilingan Triwulan Tidak terbatas 513,43 Tenaga Kerja Penggilingan Triwulan Tidak terbatas 537,33 Tenaga Kerja Penggilingan Triwulan Tidak terbatas 546,01 Tenaga Kerja Penggilingan Triwulan Tidak terbatas 539,67 Tenaga Kerja Penggilingan Triwulan Tidak terbatas 506,84 Tenaga Kerja Penggilingan Triwulan Tidak terbatas 564,72 Tenaga Kerja Penggilingan Triwulan Tidak terbatas 564,39 Tenaga Kerja Penggilingan Triwulan Tidak terbatas 487,50 Tenaga Kerja Kamar Asap Triwulan Tidak terbatas 314,96 Tenaga Kerja Kamar Asap Triwulan Tidak terbatas 311,55 Tenaga Kerja Kamar Asap Triwulan Tidak terbatas 317,35 Tenaga Kerja Kamar Asap Triwulan Tidak terbatas 319,11 Tenaga Kerja Kamar AsapTriwulan Tidak terbatas 303,22 Tenaga Kerja Kamar Asap Triwulan Tidak terbatas 311,14 Tenaga Kerja Kamar Asap Triwulan Tidak terbatas 314,92 Tenaga Kerja Kamar Asap Triwulan Tidak terbatas 330,33 Tenaga Kerja pembongkaran & sortasi Triwulan 1 83 Tidak terbatas 72,99

123 Lanjutan Lampiran 15 Sumberdaya RHS saat ini Kenaikan yang diperkenankan Penurunan yang diperkenankan Tenaga Kerja pembongkaran & sortasi Triwulan 2 88 Tidak terbatas 76,34 Tenaga Kerja pembongkaran & sortasi Triwulan 3 88 Tidak terbatas 77,63 Tenaga Kerja pembongkaran & sortasi Triwulan 4 85 Tidak terbatas 76,80 Tenaga Kerja pembongkaran & sortasi Triwulan 5 82 Tidak terbatas 72,04 Tenaga Kerja pembongkaran & sortasi Triwulan 6 89 Tidak terbatas 77,25 Tenaga Kerja pembongkaran & sortasi Triwulan 7 88 Tidak terbatas 76,20 Tenaga Kerja pembongkaran & sortasi Triwulan 8 85 Tidak terbatas 76,63 Tenaga Kerja pengemasan Triwulan 1 83 Tidak terbatas 72,99 Tenaga Kerja pengemasan Triwulan 2 88 Tidak terbatas 76,34 Tenaga Kerja pengemasan Triwulan 3 88 Tidak terbatas 77,63 Tenaga Kerja pengemasan Triwulan 4 85 Tidak terbatas 76,80 Tenaga Kerja pengemasan Triwulan 5 82 Tidak terbatas 72,04 Tenaga Kerja pengemasan Triwulan 6 89 Tidak terbatas 77,25 Tenaga Kerja pengemasan Triwulan 7 88 Tidak terbatas 76,20 Tenaga Kerja pengemasan Triwulan 8 85 Tidak terbatas 76,63 Lampiran 16. Analisis Sensitivitas Ketersediaan Jam Mesin (jam) Tahun 2006 dan 2007 Sumberdaya RHS Kenaikan yang Penurunan yang saat ini diperkenankan diperkenankan Jam mesin koaguler bak Triwulan Tidak terbatas 887,97 Jam mesin koaguler bak Triwulan Tidak terbatas 938,86 Jam mesin koaguler bak Triwulan Tidak terbatas 953,07 Jam mesin koaguler bak Triwulan Tidak terbatas 914,50 Jam mesin koaguler bak Triwulan Tidak terbatas 877,12 Jam mesin koaguler bak Triwulan Tidak terbatas 949,63 Jam mesin koaguler bak Triwulan Tidak terbatas 938,51 Jam mesin koaguler bak Triwulan Tidak terbatas 914,07 Jam mesin sheeter Triwulan Tidak terbatas 802,47 Jam mesin sheeter Triwulan Tidak terbatas 847,95 Jam mesin sheeter Triwulan Tidak terbatas 861,48 Jam mesin sheeter Triwulan Tidak terbatas 827,45 Jam mesin sheeter Triwulan Tidak terbatas 874,63 Jam mesin sheeter Triwulan Tidak terbatas 857,70 Jam mesin sheeter Triwulan Tidak terbatas 847,56 Jam mesin sheeter Triwulan Tidak terbatas 826,98

124 Lampiran 17. Analisis Sensitivitas Syarat Komposisi Produksi (KKK) Tahun 2006 dan 2007 Komposisi Produksi RHS Kenaikan yang Penurunan yang saat ini diperkenankan diperkenankan Komposisi RSS 2 Triwulan 1 0 Tidak terbatas 0,12 Komposisi RSS 2 Triwulan 2 0 Tidak terbatas 201,02 Komposisi RSS 2 Triwulan 3 0 Tidak terbatas 878,26 Komposisi RSS 2 Triwulan 4 0 Tidak terbatas 263,60 Komposisi RSS 2 Triwulan 5 0 Tidak terbatas 508,14 Komposisi RSS 2 Triwulan 6 0 Tidak terbatas 1.577,21 Komposisi RSS 2 Triwulan 7 0 Tidak terbatas 100,40 Komposisi RSS 2 Triwulan 8 0 Tidak terbatas 443,10 Komposisi Cutting A Triwulan ,64 271,01 Komposisi Cutting A Triwulan ,00 315,67 Komposisi Cutting A Triwulan ,44 281,21 Komposisi Cutting A Triwulan ,56 222,10 Komposisi Cutting A Triwulan ,29 269,69 Komposisi Cutting A Triwulan ,78 318,87 Komposisi Cutting A Triwulan ,25 319,40 Komposisi Cutting A Triwulan ,81 226,85 Lampiran 18. Hasil Pengolahan Program LINDO Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007 max 11040x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x38 ST 2.3x x x31<= x x x32<= x x x33<= x x x34<= x x x35<= x x x36<= x x x37<= x x x38<= x x x31<= x x x32<= x x x33<= x x x34<= x x x35<= x x x36<= x x x37<= x x x38<= x11<=27102 x12<=31567 x13<=28121 x14<=22210 x15<=26969 x16<=31887 x17<=31940

125 Lanjutan Lampiran 18 x18<=22685 x21<=1626 x22<=1693 x23<=809 x24<=1069 x25<=1110 x26<=336 x27<=1816 x28<= x x x31<= x x x32<= x x x33<= x x x34<= x x x35<= x x x36<= x x x37<= x x x38<= x x x31<= x x x32<= x x x33<= x x x34<= x x x35<= x x x36<= x x x37<= x x x38<= x x x31<= x x x32<= x x x33<= x x x34<= x x x35<= x x x36<= x x x37<= x x x38<= x x x31<= x x x32<= x x x33<= x x x34<= x x x35<= x x x36<= x x x37<= x x x38<= x x x31<= x x x32<= x x x33<= x x x34<= x x x35<= x x x36<= x x x37<= x x x38<= x x x31<= x x x32<= x x x33<= x x x34<= x x x35<= x x x36<= x x x37<= x x x38<=935 Lanjutan Lampiran 18

126 x x x31<= x x x32<= x x x33<= x x x34<= x x x35<= x x x36<= x x x37<= x x x38<=850 x x11<=0 x x11<=0 x x12<=0 x x12<=0 x x13<=0 x x13<=0 x x14<=0 x x14<=0 x x15<=0 x x15<=0 x x16<=0 x x16<=0 x x17<=0 x x17<=0 x x18<=0 x x18<=0 x11>=0 x21>=0 x31>=0 x12>=0 x22>=0 x32>=0 x13>=0 x23>=0 x33>=0 x14>=0 x24>=0 x34>=0 x15>=0 x25>=0 x35>=0 x16>=0 x26>=0 x36>=0 x17>=0 x27>=0 x37>=0 x18>=0 x28>=0 x38>=0 end LP OPTIMUM FOUND AT STEP 0 OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1) E+10 Lanjutan Lampiran 18 VARIABLE VALUE REDUCED COST

127 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )

128 Lanjutan Lampiran 18 30) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )

129 Lanjutan Lampiran 18 87) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) NO. ITERATIONS= 0 RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: OBJ COEFFICIENT RANGES VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY

130 Lanjutan Lampiran 18 X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY RIGHTHAND SIDE RANGES ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY

131 Lanjutan Lampiran INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY

132 Lanjutan Lampiran INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY Lampiran 19. Hasil Pengolahan Program LINDO Perkebunan Widodaren Pasca Optimalitas Tahun 2006 dan 2007 max 11040x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x38 ST 2.3x x x31<= x x x32<= x x x33<= x x x34<= x x x35<= x x x36<= x x x37<= x x x38<= x x x31<= x x x32<=175000

133 Lanjutan Lampiran x x x33<= x x x34<= x x x35<= x x x36<= x x x37<= x x x38<= x11<=33802 x12<=31567 x13<=28121 x14<=25810 x15<=31369 x16<=31887 x17<=31940 x18<=22685 x21<=1626 x22<=1693 x23<=809 x24<=1069 x25<=1110 x26<=336 x27<=1816 x28<= x x x31<= x x x32<= x x x33<= x x x34<= x x x35<= x x x36<= x x x37<= x x x38<= x x x31<= x x x32<= x x x33<= x x x34<= x x x35<= x x x36<= x x x37<= x x x38<= x x x31<= x x x32<= x x x33<= x x x34<= x x x35<= x x x36<= x x x37<= x x x38<= x x x31<= x x x32<= x x x33<= x x x34<= x x x35<= x x x36<= x x x37<= x x x38<= x x x31<= x x x32<= x x x33<=88

134 Lanjutan Lampiran x x x34<= x x x35<= x x x36<= x x x37<= x x x38<= x x x31<= x x x32<= x x x33<= x x x34<= x x x35<= x x x36<= x x x37<= x x x38<= x x x31<= x x x32<= x x x33<= x x x34<= x x x35<= x x x36<= x x x37<= x x x38<=850 x x11<=0 x x11<=0 x x12<=0 x x12<=0 x x13<=0 x x13<=0 x x14<=0 x x14<=0 x x15<=0 x x15<=0 x x16<=0 x x16<=0 x x17<=0 x x17<=0 x x18<=0 x x18<=0 x11>=0 x21>=0 x31>=0 x12>=0 x22>=0 x32>=0 x13>=0 x23>=0 x33>=0 x14>=0 x24>=0 x34>=0 x15>=0 x25>=0 x35>=0 x16>=0 x26>=0 x36>=0 x17>=0 x27>=0

135 Lanjutan Lampiran 19 x37>=0 x18>=0 x28>=0 x38>=0 end LP OPTIMUM FOUND AT STEP 26 OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1) E+10 VARIABLE VALUE REDUCED COST X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )

136 Lanjutan Lampiran 19 19) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )

137 Lanjutan Lampiran 19 76) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) NO. ITERATIONS= 26

138 Lanjutan Lampiran 19 RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: OBJ COEFFICIENT RANGES VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE X X INFINITY X X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X X INFINITY X X X INFINITY X X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY X INFINITY RIGHTHAND SIDE RANGES ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY

139 Lanjutan Lampiran INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY

140 Lanjutan Lampiran INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY

141 Lampiran 20. Gambar Dokumentasi Perkebunan Widodaren tahun 2007

142 Lanjutan Lampiran 20

OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A

OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A14103102 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi adalah suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output) yang berupa

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kelangkaan merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Hal ini menjadi masalah utama ketika keinginan manusia yang tidak terbatas berhadapan dengan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Produksi Menurut Salvatore (2001), produksi merujuk pada transformasi dari berbagai input atau sumberdaya menjadi output berupa barang atau

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Sistem Produksi Secara umum produksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil

Lebih terperinci

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang mentransformasi masukan (input) menjadi hasil keluaran

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Produksi Menurut Salvatore (2002), produksi merujuk pada transformasi dari berbagai input atau sumberdaya menjadi output berupa barang atau

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MAULANA YUSUP H34066080 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT 1 OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : NUR HAYATI ZAENAL A14104112 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Fungsi Produksi Produksi dan operasi dalam ekonomi menurut Assauri (2008) dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang berhubungan dengan usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2010), tetapi Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar ke dua di

I. PENDAHULUAN. 2010), tetapi Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar ke dua di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Luas areal kebun karet Indonesia terluas di dunia (+ 3,4 juta hektar pada tahun 2010), tetapi Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar ke dua

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Operation Research (OR) digunakan dalam penyelesaian masalahmasalah manajemen untuk meningkatkan produktivitas, atau efisiensi. Metode dalam Teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pertanian yang dapat dikembangkan. Kinerja ekspor

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pertanian yang dapat dikembangkan. Kinerja ekspor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi pertanian yang dapat dikembangkan. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk 48 IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA 4.1. Gambaran Umum Karet Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari emulsi kesusuan yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam (natural rubber, Hevea braziliensis), merupakan komoditas perkebunan tradisional sekaligus komoditas ekspor yang berperan penting sebagai penghasil devisa negara

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rinadya Yoghurt yang berlokasi di Bukit Asri Ciomas Blok A5 No. 9, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT) yang berlokasi di Jalan KH Abdul Hamid Km 3, Desa Situ Ilir Kecamatan Cibungbulang,

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) Oleh : SIESKA RIDYAWATI A14103047 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

OPTIMASI PROFIT PADA PRODUKSI GULA SEMUT FORTIFIKASI VITAMIN A DENGAN TIGA TINGKATAN KUALITAS GRADE DI PT. XYZ

OPTIMASI PROFIT PADA PRODUKSI GULA SEMUT FORTIFIKASI VITAMIN A DENGAN TIGA TINGKATAN KUALITAS GRADE DI PT. XYZ JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.1 ; Juni 2015 OPTIMASI PROFIT PADA PRODUKSI GULA SEMUT FORTIFIKASI VITAMIN A DENGAN TIGA TINGKATAN KUALITAS GRADE DI PT. XYZ NINA HAIRIYAH Jurusan Teknologi Industri

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan 59 IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA A. Perekonomian Karet Indonesia Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan memburuknya kinerja neraca perdagangan nasional, kondisi perekonomian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Dalam setiap perusahaan berusaha untuk menghasilkan nilai yang optimal dengan biaya tertentu yang dikeluarkannya. Proses penciptaan nilai yang optimal dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Adolina PTPN IV Medan, Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A14103125 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan Marbella Bakery merupakan salah satu produsen roti di Jakarta Timur khususnya di sekitar kelurahan Pekayon. Usaha ini didirikan oleh Bapak J. Hoeru

Lebih terperinci

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK Dr. Sinung Hendratno Pusat Penelitian Karet Kegiatan Pertemuan Teknis Komoditas tentang Paparan Komoditas Karet untuk PBK/SRG/PL Biro Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini komoditas perkebunan masih memegang peran penting dalam menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan Usaha Milik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Di negara agraris, pertanian memiliki peranan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian 3.3 Metode Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian 3.3 Metode Pengumpulan Data 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2010. Lokasi penelitian berada di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali (Peta lokasi kantor PT Perikanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Meningkatnya persaingan perusahaan tepung terigu baik secara lokal maupun global akhir-akhir ini mengharuskan perusahaan memiliki keunggulan kompetitif. Di Indonesia persaingan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

pennasalahan-permasalahan yang diteliti.

pennasalahan-permasalahan yang diteliti. 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1. Lokasi ~enelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan cara pengumpulan data di dalam negeri maupun di luar negeri dari berbagai sumber yang diduga dapat memberikan jawaban

Lebih terperinci

Magrobis Journal 18 ANALISIS USAHA PENGOLAHAN LATEKS KARET PADA PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR KECAMATAN LOA KULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Magrobis Journal 18 ANALISIS USAHA PENGOLAHAN LATEKS KARET PADA PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR KECAMATAN LOA KULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Magrobis Journal 18 ANALISIS USAHA PENGOLAHAN LATEKS KARET PADA PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR KECAMATAN LOA KULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Oleh : Arista Damayanti 1) dan Sundari 2) ABSTRAK Karet merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan devisa negara terhadap ekspor minyak dan gas bumi. Karet alam sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang. dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Dengan menggunakan harga konstan 1973, dalam periode

1.1. Latar Belakang. dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Dengan menggunakan harga konstan 1973, dalam periode 1.1. Latar Belakang Pada umumnya perekonomian di negara-negara sedang berkembang lebih berorientasi kepada produksi bahan mentah sebagai saingan dari pada produksi hasil industri dan jasa, di mana bahan

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Sub Terminal Agribisnis (STA) Rancamaya yang berlokasi di Jl. Raya Rancamaya Rt 01/01, Kampung Rancamaya Kidul, Desa Rancamaya,

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Optimalisasi Distribusi Sistem distribusi adalah cara yang ditempuh atau digunakan untuk menyalurkan barang dan jasa dari produsen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Usaha Kecil Menengah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Usaha Kecil Menengah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Usaha Kecil Menengah Pengertian Usaha Kecil Menengah (UKM) menurut Keputusan Presiden RI No. 99 tahun 1998, yaitu kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton) A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Tanaman karet merupakan tanaman tahunan dengan bentuk pohon batang lurus. Bagian yang dipanen dari tanaman karet adalah getah atau lateks. Lateks tanaman karet banyak digunakan

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KARET ALAM DIBANDING KARET SINTETIS. Oleh Administrator Senin, 23 September :16

KEUNGGULAN KARET ALAM DIBANDING KARET SINTETIS. Oleh Administrator Senin, 23 September :16 Karet alam merupakan salah satu komoditi perkebunan yang sangat penting peranannya dalam perekonomin Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta sebagai pendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAYU PADA PT. ANDATU LESTARI PLYWOOD BANDAR LAMPUNG. Oleh: NOVALINA PURBA A

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAYU PADA PT. ANDATU LESTARI PLYWOOD BANDAR LAMPUNG. Oleh: NOVALINA PURBA A PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAYU PADA PT. ANDATU LESTARI PLYWOOD BANDAR LAMPUNG Oleh: NOVALINA PURBA A14105694 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman tersebut baru terintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PABRIK RUBBER SMOKED SHEET (RSS) PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX JAWA TENGAH (PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS)

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PABRIK RUBBER SMOKED SHEET (RSS) PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX JAWA TENGAH (PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS) ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PABRIK RUBBER SMOKED SHEET (RSS) PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX JAWA TENGAH (PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS) Prasmita Dian W, Minar Ferichani, Suprapto Program Studi Agribisnis

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian [16 Juli 2010]

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian [16 Juli 2010] II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prospek Karet Alam Olahan Getah karet atau lateks diperoleh secara teknis melalui penyadapan pada kulit batang karet. 5 Penyadapan ini memerlukan teknik yang khusus untuk mendapat

Lebih terperinci

Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebagai Bahan Baku Produksi Crude Palm Oil dan Palm Kernel PT. Ukindo-Palm Oil Mill

Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebagai Bahan Baku Produksi Crude Palm Oil dan Palm Kernel PT. Ukindo-Palm Oil Mill Petunjuk Sitasi: Pasaribu, M. F., & Puspita, R. (2017). Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebagai Bahan Baku Produksi Crude Palm Oil dan Palm Kernel PT. Ukindo-Palm Oil Mill. Prosiding SNTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia. Dalam kurung waktu 150 tahun sejak dikembangkannya pertama kalinya, luas areal perkebunan karet

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan pengekspor karet spesifikasi teknis terbesar ke

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan pengekspor karet spesifikasi teknis terbesar ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan pengekspor karet spesifikasi teknis terbesar ke tiga di dunia setelah Thailand dan Malaysia. Karet spesifikasi teknis (Technically Specified Rubber)

Lebih terperinci

Krisis moneter yang melanda lndonesia menyebabkan hancurnya industri

Krisis moneter yang melanda lndonesia menyebabkan hancurnya industri L PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis moneter yang melanda lndonesia menyebabkan hancurnya industri yang tidak berbasis pada bahan baku lokal. Pemerintah telah menggalakkan bidang agroindustri untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai faktor. Faktor faktor tersebut selain faktor yang menyangkut

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai faktor. Faktor faktor tersebut selain faktor yang menyangkut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia merupakan salah satu komponen perekonomian yang penting. Perindustrian memungkinkan perekonomian kita berkembang pesat dan semakin

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN PABRIK KARET CRUMB RUBBER

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN PABRIK KARET CRUMB RUBBER ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN PABRIK KARET CRUMB RUBBER (CR) PERKEBUNAN SUKAMAJU, PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII, SUKABUMI Oleh : Ikhsan Saudy Syam A 14101613 PROGRAM

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A14104105 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemrograman Non Linier Pemrograman Non linier merupakan pemrograman dengan fungsi tujuannya saja atau bersama dengan fungsi kendala berbentuk non linier yaitu pangkat dari variabelnya

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (Di Perkebunan Cisalak Baru-Bantarjaya, Kabupaten Lebak)

ANALISIS KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (Di Perkebunan Cisalak Baru-Bantarjaya, Kabupaten Lebak) ANALISIS KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (Di Perkebunan Cisalak Baru-Bantarjaya, Kabupaten Lebak) Oleh : ASTRID INDAH LESTARI A14103027 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING

ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING VII ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING 7.1. Penentuan Model Linear Programming Produksi Tempe Dampak kenaikan harga kedelai pada pengrajin tempe skala kecil, menengah, dan besar dianalisis dengan menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi Lampung, sebagai dasar perekonomian dan sumber pemenuh kebutuhan hidup. Selain itu,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini kebutuhan akan karet alam terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup manusia. Hal ini terkait dengan kebutuhan manusia yang memerlukan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI BUNGA POTONG PADA PRI S FARM KECAMATAN CARINGIN BOGOR. Oleh : Mubarak Ahmad Silalahi A

OPTIMALISASI PRODUKSI BUNGA POTONG PADA PRI S FARM KECAMATAN CARINGIN BOGOR. Oleh : Mubarak Ahmad Silalahi A OPTIMALISASI PRODUKSI BUNGA POTONG PADA PRI S FARM KECAMATAN CARINGIN BOGOR Oleh : Mubarak Ahmad Silalahi A14102118 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 53

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H14050754 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Karet Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai iklim dan hawa yang sama panasnya dengan negeri kita, karena itu karet mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI MENGGUNAKAN MODEL LINEAR PROGRAMMING (Studi Kasus : Usaha Kecil Menengah Kue Semprong)

OPTIMALISASI PRODUKSI MENGGUNAKAN MODEL LINEAR PROGRAMMING (Studi Kasus : Usaha Kecil Menengah Kue Semprong) OPTIMALISASI PRODUKSI MENGGUNAKAN MODEL LINEAR PROGRAMMING (Studi Kasus : Usaha Kecil Menengah Kue Semprong) Ai Nurhayati 1, Sri Setyaningsih 2,dan Embay Rohaeti 2. Program Studi Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A 14104073 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN OPTIMASI UNTUK MENINGKATKAN PROFITABILITAS PADA PT. PISMATEX, PEKALONGAN. Disusun Oleh : FARIS ANDINOVA YULIAWAN H

KAJIAN OPTIMASI UNTUK MENINGKATKAN PROFITABILITAS PADA PT. PISMATEX, PEKALONGAN. Disusun Oleh : FARIS ANDINOVA YULIAWAN H KAJIAN OPTIMASI UNTUK MENINGKATKAN PROFITABILITAS PADA PT. PISMATEX, PEKALONGAN Disusun Oleh : FARIS ANDINOVA YULIAWAN H24051223 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

BAB 2. PROGRAM LINEAR

BAB 2. PROGRAM LINEAR BAB 2. PROGRAM LINEAR 2.1. Pengertian Program Linear Pemrograman Linier disingkat PL merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti memaksimumkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA

IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA 4.1 Sejarah Singkat Karet Alam Tahun 1943 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke Benua Amerika. Dalam perjalanan ini ditemukan sejenis pohon yang mengandung

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Depok) Oleh : MAROJIE FIRWIYANTO A 14105683 PROGRAM

Lebih terperinci

VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL

VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL 7.1 Keputusan Produksi Aktual Keputusan produksi aktual adalah keputusan produksi yang sudah terjadi di P4S Nusa Indah. Produksi aktual di P4S Nusa Indah pada

Lebih terperinci

Optimalisasi Produksi Bibit Tanaman Hias PT.Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Oleh: SRI MARYATI A

Optimalisasi Produksi Bibit Tanaman Hias PT.Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Oleh: SRI MARYATI A Optimalisasi Produksi Bibit Tanaman Hias PT.Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat Oleh: SRI MARYATI A14104021 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman karet merupakan tanaman yang memiliki peran penting di bidang industri terutama sebagai bahan baku di bidang industri ban dan otomotif (Sinaga, 2011). Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan sektor yang besar pengaruhnya dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu dengan negara yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Pengusahaan Yoghurt di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Pengusahaan Yoghurt di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Pengusahaan Yoghurt di Indonesia Industri pengolahan susu baik berskala kecil maupun berskala besar memiliki peranan penting dan strategis bagi perkembangan agribisnis

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN I Dari hasil analisa yang dilakukan terhadap berbagai data dan informasi yang dikumpulkan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pangsa TSR Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DISTRIBUSI SAYURAN DAN BUAH PADA SENTRA AGRO MANDIRI DI KOTA BOGOR. Oleh : Irwan Firdaus A

OPTIMALISASI DISTRIBUSI SAYURAN DAN BUAH PADA SENTRA AGRO MANDIRI DI KOTA BOGOR. Oleh : Irwan Firdaus A OPTIMALISASI DISTRIBUSI SAYURAN DAN BUAH PADA SENTRA AGRO MANDIRI DI KOTA BOGOR Oleh : Irwan Firdaus A 14104572 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perekonomian Indonesia. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perekonomian Indonesia. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas penghasil getah ini. Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MODEL LINEAR PROGRAMMING SECARA GRAFIK

PENYELESAIAN MODEL LINEAR PROGRAMMING SECARA GRAFIK Maximize or Minimize 2X 1 = 8 X 2 Z = f (x,y) Subject to: 5 D C g (x,y) = c 3X 2 = 15 0 Daerah feasible A 4 B 6X 1 + 5X 2 = 30 X 1 PENYELESAIAN MODEL LINEAR PROGRAMMING SECARA GRAFIK Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut data Bank Dunia tahun 2015, Indonesia merupakan negara kedua penghasil karet alami terbesar di dunia. Jenis karet alam yang dihasilkan Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) Oleh : IRWAN PURMONO A14303081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Berdasarkan permasalahan yang telah teridentifikasi, disintesakan (dirangkum), dibatasi, dan ditetapkan menjadi tiga pokok permasalahan (faktor),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pinang (Areca catechu, L.) adalah salah satu komoditi perkebunan Indonesia. Saat ini pinang menjadi salah satu komoditi perdagangan ekspor Indonesia. Penyebaran Tanaman

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Untuk mengetahui dampak kenaikan harga kedelai sebagai bahan baku (input) dalam industri tempe, akan digunakan beberapa teori yang berkaitan dengan hal tersebut.

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN HARGA POKOK PRODUKSI KAYU GERGAJIAN (Sawn Timber ) HUTAN RAKYAT (Kasus Pada CV Sinar Kayu, Kecamatan Leuwi Sadeng, Kabupaten Bogor)

ANALISIS BIAYA DAN HARGA POKOK PRODUKSI KAYU GERGAJIAN (Sawn Timber ) HUTAN RAKYAT (Kasus Pada CV Sinar Kayu, Kecamatan Leuwi Sadeng, Kabupaten Bogor) ANALISIS BIAYA DAN HARGA POKOK PRODUKSI KAYU GERGAJIAN (Sawn Timber ) HUTAN RAKYAT (Kasus Pada CV Sinar Kayu, Kecamatan Leuwi Sadeng, Kabupaten Bogor) Oleh : DIAN PERMATA A 14105529 PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet di Provinsi Lampung Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian penting di lingkungan Internasional dan juga Indonesia. Di Indonesia

Lebih terperinci

Dualitas Dalam Model Linear Programing

Dualitas Dalam Model Linear Programing Maximize or Minimize Z = f (x,y) Subject to: g (x,y) = c Dualitas Dalam Model Linear Programing Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi KONSEP

Lebih terperinci

RINGKASAN. RAHMAWATI. Analisis Peramalan Ekspor Batubara dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Indonesia. Dibimbing oleh DJONI HARTONO.

RINGKASAN. RAHMAWATI. Analisis Peramalan Ekspor Batubara dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Indonesia. Dibimbing oleh DJONI HARTONO. RINGKASAN RAHMAWATI. Analisis Peramalan Ekspor Batubara dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Indonesia. Dibimbing oleh DJONI HARTONO. Negara Indonesia mempunyai kandungan sumberdaya alam berlimpah salah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

KAJIAN PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT (Studi Kasus pada PT Adi Putra Perkasa, Cicurug - Sukabumi) Oleh ASEP SOLEHUDIN H

KAJIAN PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT (Studi Kasus pada PT Adi Putra Perkasa, Cicurug - Sukabumi) Oleh ASEP SOLEHUDIN H KAJIAN PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT (Studi Kasus pada PT Adi Putra Perkasa, Cicurug - Sukabumi) Oleh ASEP SOLEHUDIN H24103066 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci