III KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Berdasarkan permasalahan yang telah teridentifikasi, disintesakan (dirangkum), dibatasi, dan ditetapkan menjadi tiga pokok permasalahan (faktor), diturunkan variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap produksi lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, khususnya di Kabupaten Bangka. Variabelvariabel tersebut, yaitu harga jual lada di tingkat petani (X 1 ), peluang usaha lain (X 2 ), dan teknologi budidaya lada petani (X 3 ), yang merupakan variabel-variabel independen. Produksi lada dijadikan sebagai variabel dependennya (Y) Produksi Produksi perkebunan adalah banyaknya hasil dari setiap tanaman perkebunan menurut bentuk produksi (hasil) yang diperdagangkan dan diambil berdasarkan luas yang dipanen per periode (Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2008). Secara teoritis, produksi merupakan salah satu dari kegiatan ekonomi, selain konsumsi dan perdagangan (Sukirno 1985). Berdasarkan corak analisa di dalam ekonomi, ahli-ahli ekonomi telah merumuskan berbagai masalah ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat ke dalam beberapa masalah pokok. Umumnya permasalahan yang dihadapi masyarakat dapat digolongkan ke dalam salah satu permasalahan pokok tersebut. Permasalahan pokok dalam ekonomi yang berkaitan dengan produksi, antara lain jenis barang atau jasa yang harus diproduksi dan jumlahnya; cara memproduksi barang-barang atau jasa-jasa tersebut; dan peruntukkan dari barang atau jasa yang diproduksi tersebut (Sukirno 1985). 1. Jenis barang atau jasa yang harus diproduksi dan berapa jumlahnya Jenis barang atau jasa yang harus diproduksi dan berapa jumlahnya, adalah persoalan yang sangat penting, karena merupakan faktor utama dalam menentukan corak penggunaan sumberdaya-sumberdaya. Barang atau jasa yang dihasilkan dalam suatu perekonomian sangat banyak jenisnya, dari yang sangat sederhana, hingga yang kompleks. Setiap tahun, suatu perekonomian harus menentukan manakah diantara barang-barang atau jasa-jasa yang

2 diperlukan perekonomian tersebut yang akan diproduksi, dan seberapa banyak jumlahnya. Masalah ini merupakan akibat langsung dari ketidakmampuan sumberdaya-sumberdaya yang tersedia untuk memproduksi seluruh barang atau jasa yang diperlukan masyarakat. Oleh karena itu, pilihan-pilihan pun harus dilakukan. Masyarakat harus menentukan keinginan mana yang harus dipenuhi dan keinginan mana yang harus dikorbankan, atau ditangguhkan pemenuhannya. Penentuan tersebut akan menentukan penggunaan sumberdaya-sumberdaya. Semakin banyak suatu jenis barang atau jasa dihasilkan, maka semakin banyak sumberdaya yang akan digunakan dalam kegiatan tersebut. Untuk tujuan itu, sumberdaya yang digunakan di sektor lain harus dikurangi. Maka, produksi di sektor yang terakhir ini (sektor lain tersebut) akan berkurang. 2. Cara memproduksi barang-barang atau jasa-jasa yang akan diproduksi Biasanya terdapat berbagai cara untuk menghasilkan barang atau jasa tersebut. Contohnya dalam sektor pertanian. Dalam sektor tersebut sejumlah produksi tertentu dapat dihasilkan dengan menggunakan lahan yang luas, atau dapat pula dicapai dengan mengurangi keluasan lahan yang digunakan, tetapi lebih banyak menggunakan modal dan teknologi yang lebih tinggi. Di dalam menghadapi pilihan seperti itu, yakni menggunakan lebih banyak lahan atau lebih banyak modal dan teknologi modern, perlu dipertimbangkan cara yang paling sesuai. Masalah efisiensi merupakan salah satu faktor yang akan dijadikan dasar dalam melakukan pemilihan tersebut. Alternatif yang akan dipilih adalah yang mampu menciptakan barang-barang atau jasa-jasa tersebut dengan cara yang paling efisien. Efisiensi dalam kegiatan produksi tidak terbatas pada efisiensi dari segi teknik saja. Penggunaan teknik yang paling up to date belum tentu menghasilkan keuntungan. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah besarnya jumlah permintaan. Apabila permintaan sangat besar, penggunaan teknik yang sangat modern akan menaikkan efisiensi. Tetapi, jika permintaan tidak terlalu banyak, penggunaan teknik produksi yang lebih sederhana akan menciptakan efisiensi yang lebih baik. 47

3 3. Peruntukan dari barang atau jasa yang diproduksi tersebut Produksi yang melimpah dan efisien tidak tepat jika hanya dinikmati oleh segelintir anggota masyarakat saja. Keputusan untuk siapa barang atau jasa diproduksi berkaitan erat dengan konsep keadilan masyarakat bersangkutan. Bagi masyarakat egaliter, keadilan berarti setiap individu memperoleh jumlah yang sama. Sedangkan masyarakat utilitarian tidak terlalu mementingkan keadilan dalam jumlah. Jumlahnya dapat berbeda, yang penting apakah sesuai dengan kebutuhan atau tidak. Menurut Gaspersz (2000), dalam ekonomi manajerial, aktivitas berproduksi dianggap sebagai sisi penawaran, yang akan menunjukkan perilaku produsen dalam menawarkan produknya (barang atau jasa) di pasar. Produksi dikatakan sebagai suatu aktivitas (proses) pada perusahaan di dalam industri berupa penciptaan nilai tambah dari input menjadi output secara efektif dan efisien, sehingga produk sebagai output dari proses penciptaan nilai tambah tersebut dapat dijual dengan harga yang kompetitif di pasar global. Pembahasan produksi erat kaitannya dengan sistem produksi. Sistem produksi merupakan sistem integral yang mempunyai komponen (elemen) struktural dan fungsional. Sistem produksi memiliki beberapa karakteristik berikut, yaitu: 1. Mempunyai komponen-komponen atau elemen-elemen yang saling berkaitan satu dengan yang lain dan membentuk satu kesatuan yang utuh. Hal ini berkaitan dengan komponen struktural yang membangun sistem produksi tersebut. 2. Mempunyai tujuan yang mendasari keberadaannya, berupa menghasilkan produk (barang atau jasa) berkualitas yang dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar. 3. Mempunyai aktivitas, berupa proses transformasi nilai tambah input menjadi output secara efektif dan efisien. 4. Mempunyai mekanisme yang mengendalikan pengoperasiannya, berupa optimasi pengalokasian sumberdaya-sumberdaya. Komponen (elemen) struktural dan fungsional berperan penting dalam menunjang kontinuitas operasional sistem produksi tersebut. Komponen struktural yang membentuk sistem produksi terdiri atas bahan (material), mesin dan 48

4 peralatan, tenaga kerja, modal, energi, informasi, tanah, dan sebagainya. Sedangkan komponen fungsional terdiri dari supervisi, perencanaan, pengendalian, koordinasi, dan kepemimpinan, yang seluruhnya berkaitan dengan manajemen dan organisasi. Suatu sistem produksi berada dalam lingkungan, sehingga aspek-aspek lingkungan seperti perkembangan teknologi, sosial dan ekonomi, serta kebijakan pemerintah akan sangat mempengaruhi keberadaan sistem produksi tersebut. Secara sederhana, sistem produksi dapat digambarkan seperti dalam Gambar 6. LINGKUNGAN INPUT PROSES OUTPUT Tenaga kerja Modal Material Energi Tanah Informasi Manajerial PROSES TRANSFORMASI NILAI TAMBAH PRODUK (Barang atau Jasa) Umpan balik untuk pengendalian input, proses, dan teknologi Gambar 6. Skema Sistem Produksi Sumber: Gaspersz (2000) Gambar 6 menunjukkan bahwa elemen-elemen utama dalam sistem produksi adalah input (faktor produksi), proses, dan output, serta adanya suatu mekanisme umpan balik untuk pengendalian sistem produksi tersebut, agar mampu senantiasa meningkatkan perbaikan (continuous improvement). Petani lada, sebagai masyarakat dan produsen, juga dihadapkan pada permasalahan ekonomi yaitu jenis produk (barang atau jasa) yang harus 49

5 diproduksi dan berapa jumlahnya, cara memproduksi produk-produk tersebut, dan peruntukan dari produk yang diproduksinya. Dalam memandang hal tersebut, petani lada dilihat sebagai suatu perusahaan (bisnis) di dalam industri lada di Bangka Belitung, khususnya Kabupaten Bangka, yang menghasilkan produk lada. Aktivitas produksi dianggap sebagai bagian dari penawaran yang dilakukan oleh petani lada. Oleh sebab itu pengkajian terhadap produksi lada oleh petani lada dilandaskan pada teori penawarannya, sebagai individu. Aktivitas produksi (proses) yang dilakukan oleh petani lada dalam memproduksi lada merupakan bagian dari suatu sistem, yang disebut sebagai sistem produksi lada. Proses tersebut terkait dengan input produksi lada dan lingkungan di mana petani lada melakukan usahanya. Sebagai suatu sistem yang terintegrasi, saat terjadi perubahan pada aspek input produksi lada ataupun lingkungan usaha yang mempengaruhi sistem produksi lada, maka akan mempengaruhi proses produksi lada. Selanjutnya, perubahan dalam proses produksi lada akan mempengaruhi output (produksi) lada. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa perubahan pada input lada ataupun lingkungan usaha yang mempengaruhi sistem produksi lada, akan berpengaruh pula pada output (produksi) lada. Lingkungan dalam hal ini dapat berupa harga jual lada dan usaha lain yang menjadi pesaing pengusahaan lada Harga Jual Lada di Tingkat Petani dan Produksi Hubungan antara harga jual dengan produksi didasarkan pada hukum penawaran. Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan sifat perkaitan diantara harga suatu barang (atau dapat pula jasa) dan jumlah barang yang ditawarkan oleh para produsen. Di dalam hukum ini dinyatakan bagaimana keinginan para produsen untuk menawarkan barangnya, apabila harganya tinggi, dan bagaimana pula keinginan untuk menawarkan barangnya tersebut, apabila harganya rendah. Penawaran dari suatu pasar selalu berhubungan dengan para produsen (pelaku bisnis) dalam menghasilkan dan menjual produk-produknya (Samuelson dan Nordhaus 2003). Penawaran dari pelaku bisnis tersebut, secara lebih tepat digambarkan pada kurva penawaran, yang menghubungkan jumlah yang ditawarkan dari sebuah barang dengan harganya di pasar, sementara hal-hal 50

6 lain dianggap konstan (ceteris paribus). Dalam mempertimbangkan penawaran, hal-hal lain yang dianggap konstan tersebut diantaranya biaya produksi, harga barang terkait, dan kebijakan pemerintah. Kurva penawaran untuk sebuah komoditi akan memperlihatkan hubungan antara harga pasarnya dengan kuantitas dari komoditi tersebut, yang diinginkan diproduksi dan dijual oleh produsen, sementara hal-hal lain dianggap konstan (Samuelson dan Nordhaus 2003). Hukum penawaran pada dasarnya menyatakan semakin tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut yang akan ditawarkan oleh para penjual, sebaliknya semakin rendah harga suatu barang, semakin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan oleh para penjual (Sukirno 1985), ceteris paribus. Penjual dapat pula diartikan sebagai produsen yang menawarkan barang atau jasa yang dihasilkannya. Dampak dari perubahan harga jual barang atau jasa, baik kenaikan, maupun penurunan, menyebabkan terjadinya pergerakan di sepanjang kurva penawaran, tetapi tidak sampai menggeser kurva penawaran tersebut. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 7. P S P 2 A P 1 A Q 1 Q 2 Q Keterangan: P = Harga produk (komoditi) Q = Jumlah output (produk) yang dihasilkan Gambar 7. Pergeseran di Sepanjang Kurva Penawaran, dari Titik A ke Titik A, Akibat Adanya Kenaikan Harga Barang Dengan demikian dapat dikatakan bahwa harga jual lada di tingkat petani lada atau harga jual lada yang diterima oleh petani lada berhubungan dan akan mempengaruhi jumlah produksi yang dijual dan dihasilkan petani lada tersebut. Semakin tinggi harga jual lada, maka jumlah produksi yang dijual petani lada semakin banyak. Karena petani lada bertindak sebagai produsen yang 51

7 memproduksi sendiri outputnya yaitu lada putih, maka saat jumlah produksi yang dijual petani lada semakin banyak, mereka akan bergairah untuk meningkatkan produksi per areal tanam ataupun melalui perluasan areal tanam. Sebaliknya, semakin menurun harga jual lada, maka jumlah produksi yang dijual petani lada pun menurun, sehingga keinginan untuk meningkatkan produksi per areal ataupun melalui perluasan areal tanam juga menurun Peluang Usaha Lain dan Produksi Peluang usaha lain erat kaitannya dengan konsep ilmu ekonomi, yaitu pilihan-pilihan (choice) dan opportunity cost. 1. Pilihan-pilihan (choice) Dalam masyarakat senantiasa ditemukan bahwa kebutuhan manusia tidak terbatas banyaknya. Manusia tidak pernah merasa puas atas apa yang telah mereka peroleh dan mereka capai. Jika keinginan sebelumnya telah terpenuhi, maka keinginan lainnya akan muncul. Terbatasnya sumberdaya yang tersedia, dibandingkan kebutuhan atau keinginan, menyebabkan manusia harus menentukan pilihan-pilihan yang bersifat individu ataupun kolektif. Pilihan-pilihan tersebut juga dapat menjadi sangat kompleks (sulit) (Rahardja dan Manurung 2006). 2. Biaya kesempatan (opportunity cost) Ilmu ekonomi memandang manusia sebagai makhluk rasional. Pilihan yang dibuatnya berdasarkan pertimbangan untung rugi, dengan membandingkan biaya yang harus dikeluarkan dan hasil yang akan diperoleh. Biaya yang dimaksudkan dalam konsep ilmu ekonomi (economic cost) berbeda dengan konsep biaya akuntansi (accounting cost). Ekonomi lebih memandang biaya dari sudut pandang yang lebih luas. Bagi seorang akuntan (berdasarkan konsep akuntansi), biaya adalah total uang yang dikeluarkan untuk memperoleh dan menghasilkan sesuatu. Misalnya, seseorang membeli mobil bekas di awal tahun seharga Rp 70 juta. Kemudian mobil tersebut diperbaiki dengan biaya Rp 10 juta, maka total perolehan mobil adalah Rp 80 juta. Di akhir tahun mobil tersebut terjual seharga Rp 92 juta. Seseorang 52

8 tersebut mendapat keuntungan Rp 12 juta atas penjualan tersebut, berdasarkan perhitungan biaya akuntansi. Jika dipandang secara ekonomi, keuntungan yang dihasilkan belum tentu Rp 12 juta. Seandainya, Rp 80 juta tidak digunakan untuk membeli mobil bekas dan memperbaikinya, melainkan digunakan untuk memilih alternatif lain, yaitu disimpan dalam deposito berjangka. Apabila bunga deposito 20 persen per tahun, maka uang seseorang tersebut akan menjadi Rp 96 juta di akhir tahun. Jadi walaupun secara akuntansi seseorang tersebut untung Rp 12 juta, secara ekonomi rugi sebesar Rp 4 juta. Karena, dengan mendepositokan uangnya, seseorang tersebut dapat memperoleh keuntungan sebesar Rp 4 juta lebih banyak dibanding membeli, memperbaiki, dan menjual mobil bekas, yaitu sebesar Rp 16 juta. Konsep yang dijelaskan di atas merupakan biaya kesempatan (opportunity cost). Biaya kesempatan (opportunity cost) adalah kesempatan seseorang yang hilang untuk memperoleh sesuatu karena seseorang tersebut telah memilih alternatif yang lain (Rahardja dan Manurung 2006). Menurut Sukirno (1985) di beberapa usaha (bisnis) kenaikan biaya untuk memperoleh faktor-faktor produksi akan menyebabkan biaya produksi melebihi hasil penjualannya, sehingga usaha tersebut mengalami kerugian. Hal ini dapat menimbulkan penutupan usaha tersebut dan jumlah penawaran barang ataupun jasa mengalami penurunan. Pada usaha lainnya, kenaikan harga faktor-faktor produksi akan menurunkan keuntungannya. Jika tingkat keuntungan suatu usaha tidak lagi menarik, mereka akan berpindah ke usaha lain. Hal ini juga dapat mengurangi penawaran di dalam suatu kegiatan ekonomi tertentu. Apabila teori-teori tersebut dipadankan, maka untuk usaha yang keuntungannya tidak menarik, biaya kesempatannya lebih kecil dari pada usaha yang keuntungannya lebih menarik. Artinya pula, bahwa usaha yang keuntungannya kecil, lebih mudah dikorbankan untuk mengejar kesempatan mengusahakan usaha yang jauh lebih menguntungkan. Jadi berdasarkan uraian sebelumnya, saat usaha memproduksi barang atau jasa, keuntungannya dirasa kecil atau bahkan merugikan, maka pelaku usaha akan mencari alternatif usaha lainnya (peluang usaha lain) yang lebih menguntungkan atau menutup usaha 53

9 tersebut, sehingga produksi dari usaha tersebut akan menurun dan jumlah barang atau jasa yang ditawarkan akan menurun pula. Hal ini juga akan menggeser kurva penawaran ke kiri. Saat usaha lada dianggap tidak lagi menguntungkan bahkan merugikan, baik karena biaya produksi yang relatif lebih tinggi terhadap harga jualnya, ataupun karena sebab yang lain, maka petani lada memiliki opportunity cost yang kecil atas usaha ladanya. Jika petani lada menemukan adanya peluang usaha lain, yang memberikan keuntungan lebih baik dari usaha ladanya, maka akibatnya petani lada akan melakukan pilihan-pilihan, yaitu memproduksi lada dalam jumlah yang lebih sedikit; beralih ke produksi produk-produk lain atau berdiversifikasi usaha; atau mungkin benar-benar keluar dari usahanya, sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan produksi dan penawaran lada. Berdasarkan penelitian terdahulu, dampak dari korbanan (opportunity cost) yang dilakukan oleh petani lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, khususnya Kabupaten Bangka, karena memilih alternatif pilihan (peluang) usaha lain yang mereka anggap lebih menguntungkan selain usaha kebun lada, seperti tambang timah, kebun karet, dan kebun kelapa sawit adalah berkurangnya prioritas atas pengusahaan kebun lada dan luas areal (lahan) yang tersedia untuk mengusahakan tanaman lada. Petani lada rela menomorduakan prioritas pengusahaan lada mereka, dibanding dengan usaha lain. Selain itu, mereka pun rela mengkonversi areal yang sebelumnya telah ditanami lada atau areal yang sebenarnya dapat diperluas untuk ditanami lada, dalam lingkup keseluruhan areal yang dimilikinya, menjadi tambang timah, kebun karet, ataupun kebun kelapa sawit. Jika prioritas petani lada untuk mengusahakan tanaman lada menurun, maka tenaga (energi) yang dicurahkan ataupun modal yang dialokasikan petani lada atas usaha tersebut pun menurun, sehingga pada akhirnya menurun pula produksi lada mereka. Sementara itu, berkurangnya luas areal tanam juga berdampak pada berkurangnya produksi lada. Hal ini disebabkan karena tenaga, modal, dan areal tanam merupakan input-input yang digunakan dalam proses untuk memproduksi lada, dalam suatu sistem, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 6. Jika penggunaan input-input produksi menurun, maka tentunya produksinya pun menurun. 54

10 Teknologi Budidaya Lada Petani dan Produksi Menurut Soekartawi (2002), dengan adanya perbaikan (kemajuan) teknologi, maka produksi akan semakin meningkat. Dengan demikian akan terjadi upward shift of production, yaitu fungsi produksi yang bergeser ke arah atas karena adanya penggunaan teknologi tersebut. Secara grafis dapat dilihat pada Gambar 8. Output (Y) Y 3 Y 2 Y 1 TP 3 TP 2 TP 1 L 1 Tenaga Kerja (L) Keterangan: TP = Total Produksi; L = Input Variabel Tenaga Kerja; Y = Output Gambar 8. Pengaruh Kemajuan Teknologi terhadap Output (Upward Shift of Production), Model Produksi dengan Satu Faktor Produksi (Input) Variabel Sumber: Rahardja dan Manurung (2006) Berdasarkan Gambar 8, akibat kemajuan teknologi, luas kurva TP 3 >TP 2 >TP 1. Artinya jumlah output yang dihasilkan per unit faktor produksi semakin besar. Kemajuan teknologi juga memungkinkan peningkatan efisiensi penggunaan faktor produksi, yang juga berarti menurunkan biaya produksi. Tingkat produksi yang sama dapat dicapai dengan penggunaan faktor produksi yang lebih sedikit. Hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 9. 55

11 Mesin Q 1 Q 2 Tenaga Kerja Keterangan: Q 1 = Output sebelum ada kemajuan teknologi; Q 2 = Output setelah ada kemajuan teknologi Gambar 9. Dampak Kemajuan Teknologi, pada Model Produksi dengan Dua Faktor Produksi Variabel Sumber: Rahardja dan Manurung (2006) Karena kemajuan teknologi, tingkat produksi sebelum adanya kemajuan teknologi (Q 1 ) dapat dicapai dengan penggunaan faktor produksi yang lebih sedikit (Q 2 ) (Q 2 merupakan Q 1 yang dicapai setelah ada kemajuan teknologi). Kemajuan atau perbaikan dalam teknologi dapat menyebabkan penurunan biaya produksi dan kenaikan produksi. Dalam kaitannya dengan penawaran, maka kemajuan atau perbaikan dalam teknologi tersebut akan meningkatkan jumlah barang atau jasa yang diproduksi dan dijual. Pada kurva penawaran, dampaknya akan menggeser kurva penawaran ke arah kanan. Perkembangan teknologi dalam budidaya lada petani dapat berupa perbaikan teknologi yang sudah ada ataupun introduksi teknologi yang lebih modern. Perbaikan dalam teknologi budidaya tersebut mencakup perbaikan dalam teknik budidaya lada yang selama ini telah dilakukan petani, sehingga keadaan produksi menjadi lebih baik dan terjadi peningkatan. Introduksi teknologi yang lebih modern berarti masuknya teknologi baru dalam budidaya lada petani, sehingga meningkatkan efisiensi dan produksi lada petani Harga Jual Lada di Tingkat Petani, Peluang Usaha Lain, Teknologi Budidaya Lada Petani, dan Produksi Produksi lada tidak hanya dipengaruhi oleh satu variabel independen saja dalam kenyataannya. Oleh sebab itu, dilihat hubungan variabel-variabel independen, yang telah ditetapkan, yaitu harga jual lada di tingkat petani (X 1 ), peluang usaha lain (X 2 ), dan teknologi budidaya lada petani (X 3 ), sekaligus, 56

12 terhadap produksi lada (Y). Berdasarkan indikasi yang terlihat diantara variabelvariabel independen dengan dependen, maka dirumuskan hipotesis penelitian, yaitu harga jual lada di tingkat petani, peluang usaha lain, dan teknologi budidaya lada petani secara bersama-sama berpengaruh (berhubungan kausal atau berhubungan fungsional) signifikan terhadap produksi lada Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan fluktuasi dan tren penurunan produksi lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, khususnya Kabupaten Bangka. Oleh sebab itu, dilakukan upaya identifikasi, menyangkut permasalahan tersebut. Secara umum, berdasarkan hasil kajian penelitian terdahulu, teridentifikasi sembilan permasalahan yang berkaitan dengan produksi lada di Bangka Belitung, khususnya dalam hal penurunannya. Kesembilan permasalahan tersebut, disintesakan (dirangkum), dibatasi, dan ditetapkan menjadi tiga permasalahan pokok, dimana ketiganya merupakan permasalahan yang paling banyak disebutkan dalam beberapa penelitian terdahulu. Kemudian, ketiga permasalahan pokok tersebut diamati di lapangan. Berdasarkan hasil pengamatan, ketiga permasalahan pokok tersebut juga dominan ditemui di lapangan, sehingga dirumuskan hipotesis bahwa harga jual lada di tingkat petani, peluang usaha lain, dan teknologi budidaya lada petani, berpengaruh signifikan terhadap produksi lada. Untuk membuktikannya dilakukan analisis korelasi dan regresi linear berganda. Berdasarkan hasil pengamatan juga diperoleh karaktersitik responden petani lada (sampel), baik secara umum, maupun yang berkaitan dengan variabel penelitian yang dikaji. Karaktersitik responden secara umum, meliputi umur, status, pendidikan, pengalaman mengusahakan lada, usaha yang dilakukan, dan kepemilikan lahan. Karakteristik responden berdasarkan variabel penelitian yang dikaji, meliputi produksi lada yang dihasilkan, harga jual lada yang diterima, peluang usaha lain yang dijalankan (selain lada), dan penerapan teknologi budidaya lada. Karaktersitik responden tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Hasil analisis deskriptif serta korelasi dan regresi linear berganda menghasilkan rekomendasi (saran), yang diharapkan dapat menjadi bahan 57

13 pertimbangan, terutama bagi pemerintah (pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung umumnya dan Kabupaten Bangka khususnya) serta petani lada sendiri, untuk memecahkan permasalahan fluktuasi dan penurunan produksi lada tersebut. Skema kerangka pemikiran operasional penelitian dapat dilihat selengkapnya pada Gambar

14 Permasalahan Fluktuasi dan Tren Penurunan Produksi Lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Khususnya Kabupaten Bangka Beberapa Tahun Terakhir. Identifikasi Masalah Penelitian Terdahulu: Terdapat sembilan (9) permasalahan produksi (secara umum di Bangka Belitung). Pembatasan dan Penetapan Tiga Permasalahan (Faktor) Pokok: 1. Harga jual lada di tingkat petani. 2. Adanya peluang usaha lain, selain usaha produksi lada. 3. Teknologi budidaya lada petani. Pengamatan di Lapangan (Kabupaten Bangka). 1. Karakteristik Responden Secara Umum: Umur, status, pendidikan, pengalaman mengusahakan lada, usaha yang dilakukan, dan kepemilikan lahan. 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Variabel Penelitian: Produksi lada, harga jual lada di tingkat petani, peluang usaha lain, dan teknologi budidaya lada petani. Harga Jual Lada di Tingkat Petani (X 1 ) Peluang Usaha Lain (X 2 ) Teknologi Budidaya Lada Petani (X 3 ) Produksi Lada (Y) Analisis Deskriptif: 1. Karakteristik responden (umum). 2. Deskripsi variabel penelitian. Analisis Korelasi dan Regresi Linear Berganda: Faktor yang signifikan berpengaruh terhadap produksi lada. Rekomendasi Gambar 10. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian 59

PENGERTIAN DASAR ILMU EKONOMI

PENGERTIAN DASAR ILMU EKONOMI PENGERTIAN DASAR ILMU EKONOMI Tim Teaching SUMBER : Pengantar Ilmu Ekonomi ; Makro dan Mikro, Nopirin,Ph.D, BPFE Yogyakarta, 1994 Pengantar Ilmu Ekonomi, Richard G. Lipsey dan Peter O.Steiner. PT.Bina

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pembangunan Pertanian Dalam memacu pertumbuhan ekonomi sektor pertanian disebutkan sebagai prasyarat bagi pengembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama.

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 1FEB. Konsep Ilmu Ekonomi. Fakultas. Febrina Mahliza, SE, M.Si. Program Studi Manajemen

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 1FEB. Konsep Ilmu Ekonomi. Fakultas. Febrina Mahliza, SE, M.Si. Program Studi Manajemen Pengantar Ekonomi Mikro Modul ke: Konsep Ilmu Ekonomi Fakultas 1FEB Febrina Mahliza, SE, M.Si Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Definisi Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan individu/perusahaan/masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Kelapa Sawit Kelapa sawit tumbuh dengan baik pada dataran rendah di daerah tropis yang beriklim basah, yaitu sepanjang garis khatulistiwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut Soekartawi (2000),

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Penawaran

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Penawaran III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Penawaran Teori penawaran secara umum menjelaskan ketersediaan produk baik itu barang dan jasa di pasar yang diharapkan dapat memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kelangkaan merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Hal ini menjadi masalah utama ketika keinginan manusia yang tidak terbatas berhadapan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pada penelitian tentang penawaran ekspor karet alam, ada beberapa teori yang dijadikan kerangka berpikir. Teori-teori tersebut adalah : teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal ataupun eksternal (Anonim, 2006a). Terkait dengan beragamnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang optimasi penggunaan input produksi telah dilakukan oleh beberapa peneliti pada komoditas lain, seperti pada tanaman bawang merah dan kubis.

Lebih terperinci

PDRB Harga Berlaku Kepulauan Bangka Belitung triwulan II-2015) Rp miliar dan PDRB Harga Konstan atas dasar Rp miliar.

PDRB Harga Berlaku Kepulauan Bangka Belitung triwulan II-2015) Rp miliar dan PDRB Harga Konstan atas dasar Rp miliar. PDRB Harga Berlaku Kepulauan Bangka Belitung triwulan II-2015) Rp15.184 miliar dan PDRB Harga Konstan atas dasar Rp 11.451 miliar. Perekonomian triwulan II-2015 tumbuh sebesar 3,93 persen, namun mengalami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

Abstraksi. Rita Yani Iyan, Yusbar Yusuf dan Susi Lenggogeni

Abstraksi. Rita Yani Iyan, Yusbar Yusuf dan Susi Lenggogeni 13 PENGARUH PERKEMBANGAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN KUANTAN SINGINGI Abstraksi Rita Yani Iyan, Yusbar Yusuf dan Susi Lenggogeni Kajian ini memfokuskan pada peran perkebunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka yang mendukung penelitian ini akan diawali dengan uraian pengkajian beberapa teori yang berhubungan dan berkaitan dengan topik yang akan dibahas. Kajian teori dimaksudkan

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 7FEB. Review Bab 1-6. Fakultas. Febrina Mahliza, SE, M.Si. Program Studi Manajemen

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 7FEB. Review Bab 1-6. Fakultas. Febrina Mahliza, SE, M.Si. Program Studi Manajemen Pengantar Ekonomi Mikro Modul ke: Review Bab 1-6 Fakultas 7FEB Febrina Mahliza, SE, M.Si Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Masalah Ekonomi dan Kebutuhan Membuat Pilihan Kelangkaan (scarcity)

Lebih terperinci

Perusahaan, Produksi, dan Biaya

Perusahaan, Produksi, dan Biaya Perusahaan, Produksi, dan Biaya Perusahaan adalah kesatuan teknis, yang bertujuan untuk menghasilkan benda-benda atau jasa. Perusahaan ingin mencapai laba setinggi mungkin. Pengertian sehari-hari, laba

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali. dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

I. PENDAHULUAN. Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali. dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam bidang pertanian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Produktivitas Produktivitas mengandung pengertian perbandingan hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumberdaya yang digunakan (input). Menurut Dewan Produktivitas Nasional

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Permintaan dan penawaran suatu barang dan jasa berkaitan dengan interaksi antara pembeli dan penjual di pasar yang akan menentukan tingkat harga suatu barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lada atau pepper (Piper nigrum L) disebut juga dengan merica, merupakan jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Teori Penawaran dan Kurva Penawaran. (ceteris paribus) (Lipsey et al, 1995). Adapun bentuk kurva penawaran dapat

TINJAUAN PUSTAKA Teori Penawaran dan Kurva Penawaran. (ceteris paribus) (Lipsey et al, 1995). Adapun bentuk kurva penawaran dapat 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Penawaran dan Kurva Penawaran Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa makin tinggi harga sesuatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 19 3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Perdagangan Internasional Pola perdagangan antar negara disebabkan oleh perbedaan bawaan faktor (factor endowment), dimana suatu negara akan mengekspor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut hasil

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut hasil BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Dasar Analisis Regresi Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut hasil penelitian Galton, meskipun ada kecenderungan pada orangtua yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak dapat dicapai semata-mata dengan menyingkirkan hambatan yang menghalang kemajuan ekonomi. Pendorong utama pertumbuhan ekonomi ialah upaya

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. secara parsial jumlah nominal deposito ib hasanah di PT. Bank BNI Syariah

BAB V PEMBAHASAN. secara parsial jumlah nominal deposito ib hasanah di PT. Bank BNI Syariah BAB V PEMBAHASAN A. Apakah tingkat inflasi, suku bunga, dan bagi hasil ib hasanah mempengaruhi secara parsial jumlah nominal deposito ib hasanah di PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Surabaya? Untuk mengetahui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Di Indonesia, tanaman jagung sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh orang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Pembangunan pertanian diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian pada umumnya mengalami fluktuasi. Pertumbuhan ekonomi nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian pada umumnya mengalami fluktuasi. Pertumbuhan ekonomi nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah ukuran perkembangan perekonomian suatu negara dari satu periode ke periode berikutnya. Menurut Rahardja dan Manurung (2008), perekonomian

Lebih terperinci

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Rezky Fatma Dewi Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diukur oleh pembuat keputusan. Pada umumnya peluang terhadap suatu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi telah menambahkan banyak tantangan baru bagi agribisnis di seluruh dunia. Agribisnis tidak hanya bersaing di pasar domestik, tetapi juga untuk bersaing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam perekonomian Indonesia karena beberapa alasan antara lain: (1) sumberdaya perikanan, sumberdaya perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Ekonomi 3.1.1.1 Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktorfaktor produksi dengan produk

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Biaya Pengertian Biaya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Biaya Pengertian Biaya 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Biaya 2.1.1. Pengertian Biaya Konsep biaya merupakan konsep yang terpenting dalam akuntansi manajemen dan akuntansi biaya. Adapun tujuan memperoleh informasi biaya digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam mengembangkan ekspor produk pertanian, khususnya komoditas dari subsektor perkebunan. Besarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perdagangan Antarnegara Tingkat perekonomian yang paling maju ialah perekonomian terbuka, di mana dalam perekonomian terbuka ini selain sektor rumah tangga, sektor perusahaan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam. yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam. yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam pengelompokkan negara berdasarkan taraf kesejahteraan masyarakat, dimana salah satu permasalahan yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah berdasarkan hasil analisis LQ dan DLQ dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Sektor pertanian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi atau memproduksi menurut Putong (2002) adalah menambah kegunaan (nilai-nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mencakup segala pengusahaan yang di dapat dari alam dan merupakan barang biologis atau hidup, dimana hasilnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian, khususnya pada sub sektor tanaman pangan merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional. Prioritas ini penting, mengingat saat ini dan di

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan, III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup fungsi produksi dan elastisitas,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis LPG bagi pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele di Kota Bogor adalah bahan bakar utama dalam proses produksinya. Kerangka pemikiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang cukup besar di dunia. Pada masa zaman pemerintahan Hindia-Belanda, Indonesia merupakan negara terkenal yang menjadi pemasok hasil

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Fungsi Produksi Produksi dan operasi dalam ekonomi menurut Assauri (2008) dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang berhubungan dengan usaha

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani (wholefarm) adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran pembangunan nasional diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor pertanian memiliki

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri suatu daerah diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antara budidaya,

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP ILMU EKONOMI

RUANG LINGKUP ILMU EKONOMI RUANG LINGKUP ILMU EKONOMI Dalam teori EKONOMI MIKRO yang dibahas adalah proses alokasi sumberdaya secara efisien di tingkat individu, perusahaan dan industri. EFISIENSI DITINGKAT MIKRO belum tentu baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

PENGANTAR EKONOMI MAKRO

PENGANTAR EKONOMI MAKRO EKONOMI MAKRO PENGANTAR EKONOMI MAKRO Universitas Medan Area T.Parulian M A T E R I 1. Perkembangan Teori Ekonomi Makro 2. Perhitungan Pendapatan Nasional. 3. Keseimbangan Pendapatan 2 sektor, 3 sektor

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Produksi Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan berbagai input yang ada guna menghasilkan output tertentu. Produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Permintaan dan Kurva Permintaan. permintaan akan suatu barang atau jasa berdasarkan hukum permintaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Permintaan dan Kurva Permintaan. permintaan akan suatu barang atau jasa berdasarkan hukum permintaan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Permintaan dan Kurva Permintaan Teori permintaan pada dasarnya merupakan perangkat analisis untuk melihat besaran jumlah barang atau jasa yang diminta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pertanian dalam proses pembangunan melalui peningkatan kualitas. yang bergizi seimbang dan permintaan pasar global.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pertanian dalam proses pembangunan melalui peningkatan kualitas. yang bergizi seimbang dan permintaan pasar global. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, daya beli, taraf hidup, kapasitas dan kemandirian serta akses masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Definisi Konversi Lestari (2009) dalam Irsalina (2009) mendefinisikan bahwa alih fungsi lahan atau lazimnya disebut konversi lahan adalah perubahan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada peraturan pemerintah Republik Indonesia, pelaksanaan otonomi daerah telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari 2001. Dalam UU No 22 tahun 1999 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Padi Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

Dasar-dasar Ilmu Ekonomi. Pertemuan 1

Dasar-dasar Ilmu Ekonomi. Pertemuan 1 Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Pertemuan 1 Daftar Rujukan Mankiw, N. Gregory.2006. Priciples of Economics : Pengantar Ekonomi Mikro. Edisi 3. Salemba Empat. Jakarta Sukirno, Sadono. 2005. Mikro Ekonomi Teori

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah seyogyanya bertumpuh pada sumberdaya lokal yang dimiliki dan aktivitas ekonomi yang mampu melibatkan dan menghidupi sebagian besar penduduk. Pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Permintaan Dan Kurva Permintaan Teori permintaan pada dasarnya merupakan perangkat analisis untuk melihat besaran jumlah barang atau jasa yang diminta

Lebih terperinci

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

Please purchase PDFcamp Printer on  to remove this watermark. PENGERTIAN ILMU EKONOMI Ilmu ekonomi adalah suatu study tentang bagaimana manusia baik secara individu dan secara berkelompok, membuat pilihan dalam menggunakan sumber yang terbatas sehingga ia dapat digunakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... ii iii iv v vii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkepanjangan, hampir semua perusahaan yang ada mengalami kemunduran

BAB I PENDAHULUAN. berkepanjangan, hampir semua perusahaan yang ada mengalami kemunduran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1997 perekonomian Indonesia dilanda krisis yang berkepanjangan, hampir semua perusahaan yang ada mengalami kemunduran bahkan banyak yang hingga gulung

Lebih terperinci

PENGANTAR EKONOMI MIKRO

PENGANTAR EKONOMI MIKRO Modul ke: PENGANTAR EKONOMI MIKRO Fakultas EKONOMI Triwahyono SE.MM. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id A.Ruang Lingkup Mikroekonomi Ilmu ekonomi muncul sebagai jawaban atas masalah-masalah ekonomi

Lebih terperinci