ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PABRIK RUBBER SMOKED SHEET (RSS) PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX JAWA TENGAH (PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PABRIK RUBBER SMOKED SHEET (RSS) PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX JAWA TENGAH (PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS)"

Transkripsi

1 ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PABRIK RUBBER SMOKED SHEET (RSS) PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX JAWA TENGAH (PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS) Prasmita Dian W, Minar Ferichani, Suprapto Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Jl. Ir. Sutami No. 36 A, Kentingan, Surakarta 57126, Telepon Telp Abstract: In order to fulfill the demand of local and export markets, each RSS factory in PTPN IX needs to produce efficiently. This research aims to assess the technical efficiency of RSS factories in PTPN IX using DEA (Data Envelopment Analysis) approach which is used as the measurement of efficiency that is value free because it is based on data available regardless of the judgment of the responsible decision makers for using a number of inputs to obtain outputs targeted. The result showed that from eleven plantations that own RSS factory, there are two factories that have not reached the highest level of technical efficiency while the nine remaining factories have attained the highest level of technical efficiency (100%). Factories that have not reached the highest level of technical efficiency are Kawung Plantation (78,02%) and Getas Plantation (98,29%). The factories are expected to benchmark the efficient factories that have been recommended so the technical efficiency can be achieved. Keywords: Rubber Smoked Sheet (RSS), PTPN IX, technical efficiency, DEA Abstrak: Dalam rangka pemenuhan permintaan RSS baik lokal maupun ekspor, setiap pabrik RSS dalam lingkup PTPN IX memerlukan pengelolaan yang efisien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat efisiensi teknis dari setiap pabrik RSS milik PTPN IX menggunakan metode DEA (Data Envelopment Analysis) yang merupakan alat pengukuran efisiensi yang bebas nilai karena didasarkan atas data yang tersedia tanpa harus mempertimbangkan penilaian (judgment) dari pengambil keputusan yang bertanggung jawab menggunakan sejumlah input untuk memperoleh sejumlah otuput yang ditargetkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 11 unit kerja perkebunan karet yang memiliki pabrik RSS, terdapat 2 pabrik yang belum efisien secara teknis sedangkan sisanya 9 pabrik telah mencapai tingkat efisiensi teknis tertinggi (100%). Pabrik yang belum mencapai tingkat efisiensi teknis tertinggi adalah pabrik dari Kebun Kawung (78,02%) dan pabrik dari Kebun Getas (98,29%). Pabrik yang inefisien diharapkan merujuk pada pabrik yang telah efisien secara teknis yang telah direkomendasikan sehingga efisiensi teknis dapat tercapai. Kata Kunci: Rubber Smoked Sheet (RSS), PTPN IX, efisiensi teknis, DEA

2 PENDAHULUAN Kontribusi subsektor perkebunan di Indonesia adalah meningkatnya Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, dan meningkatnya kesejahteraan. Nilai PDB perkebunan secara kumulatif terus meningkat cukup signifikan, dari Rp 81,66 trilyun pada tahun 2007 tumbuh menjadi Rp 153,731 trilyun pada tahun 2011 dan terus melambung menembus angka Rp 159,73 trilyun pada tahun 2012 atau tumbuh rata-rata per tahunnya sebesar 14,79% (Ditjenbun, 2013). Salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional adalah karet. Karet menjadi sumber pendapatan bagi lebih dari 10 juta petani dan menyerap sekitar 1,7 juta tenaga kerja, serta memberikan kontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) yang nilainya mencapai Rp 6 Triliun setiap tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2002). Karet alam Indonesia telah mampu menembus pasar ekspor hingga Amerika dan Eropa. Menurut Basri (2002), pengutamaan ekspor karet bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun Semenjak saat itu ekspor komoditas karet menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor. Komoditas karet merupakan penghasil devisa utama di jajaran komoditas ekspor perkebunan. Sekitar 90 persen produksi karet Indonesia diekspor, hanya 10 persen saja yang dikonsumsi di dalam negeri (Dumairy, 1997). Salah satu perusahaan perkebunan pengekspor karet untuk Indonesia adalah PT Perkebunan Nusantara IX Jawa Tengah. PT Perkebunan Nusantara IX memiliki 12 kebun karet yang tersebar di wilayah Jawa Tengah. Tabel 1 dibawah ini adalah daftar unit kerja perkebunan karet yang dimiliki oleh PT Perkebunan Nusantara IX.

3 Tabel 1. Unit Kerja Perkebunan Karet PT. Perkebunan Nusantara IX Jawa Tengah No. Kebun Luas (Ha) Produksi (ton) TBM TM (Tanaman Persiapan (Tanaman Menghasilkan) Belum Menghasilkan) 1. Warnasari, Kab. Cilacap Produktivitas (ton/ha) 575, ,95 79, ,39 1,30 2. Kawung, Kab. Cilacap 797, ,95 228, ,75 1,44 3. Krumput K. Kangkung, Kab. Banyumas 549, ,68 41, ,48 0,93 4. Blimbing Buwaran, 904, ,43 48, ,01 1,41 Kab. Pekalongan 5. Siluwok/Subah, Kab , ,35 403, ,88 1,20 Batang 6. Sukamangli, Kab. 631,98 834,80 95, ,70 1,60 Kendal 7. Merbuh, Kab. Kendal 975, ,32 191, ,66 1,62 8. Ngobo Jatirunggo, 673,08 669,93 120, ,33 1,79 Kab. Semarang 9. Getas/Asinan, Kab. 641,12 930,17 6, ,27 1,68 Semarang 10. Batujamus/Kerjoarum, 575, , ,98 1,85 Kab. Karanganyar 11. Balong Kalitelo, Kab , , ,24 1,68 Jepara 12. Jolotigo (Pekalongan) 527, Jumlah 9.466, , , ,69 Sumber: Dinas Perkebunan Jawa Tengah dalam Jawa Tengah in Figures 2013 Hasil lateks dari kebun akan terkait dengan pengolahan di pabrik. Saat produktivitas setiap kebun meningkat dan disertai dengan kualitas lateks yang baik, maka seharusnya produksi di pabrik juga akan baik. Kegiatan operasional bisnis dijalankan oleh setiap unit perkebunan untuk mengelola kebun hingga menghasilkan produk turunannya. Lateks yang berasal dari kebun kemudian diangkut ke pabrik pengolahan untuk diolah menjadi beberapa produk turunan, yaitu RSS, brown crepe, thin pale crepe, dan lateks pekat. RSS merupakan produk turunan lateks yang paling banyak dibuat oleh PT Perkebunan Nusantara IX karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Produksi pada pabrik harus seefisien mungkin sehingga biaya dapat dihemat dan keuntungan yang diperoleh perusahaan akan semakin besar. Selama kurun waktu lima tahun terakhir, produksi dan produktivitas lateks terus meningkat. Peningkatan produksi karet dilakukan melalui optimalisasi manajemen sadapan dengan pengumpulan scrap, tetes lanjut, dan lump, maksimalisasi sadapan di tanaman tua dengan sadap borong CCRC dan stimulansia gas, pengamanan daun karet dengan dusting belerang untuk mencegah panyakit Oidium dan Ollectrocticum pada saat daun tumbuh setelah gugur daun, perbaikan sarana dan prasarana seperti penggunaan pisau sadap pabrikan dengan kualitas terjamin dan penggunaan klon unggul.

4 Tabel 2. Produksi Pabrik RSS (RSS 1, 2, 3, 4 dan Cutting A) Unit Kerja RSS1 (%) RSS 2 (%) RSS 3 (%) RSS 4 (%) CUT A (%) Warnasari 92,78 0,00 5,11 1,68 0,43 Kawung 95,98 0,00 3,18 0,00 0,84 Krumput 96,67 0,00 1,10 1,62 0,61 Blimbing 97,32 0,00 2,04 0,00 0,64 Siluwok 90,56 0,00 4,77 3,35 1,32 Sukomangli 97,02 0,00 1,08 0,57 1,33 Merbuh 80,90 9,07 0,00 9,76 0,27 Ngobo 80,02 1,18 0,12 9,98 8,70 Getas 98,01 0,00 1,60 0,00 0,39 Batujamus 94,51 0,00 3,15 1,62 0,72 Balong 86,26 0,00 4,13 8,38 1,23 Sumber: PT. Perkebunan Nusantara IX, 2012 Berdasarkan Tabel 2 diketahui secara berkeadilan dan bahwa persentase produk tiap jenis berkesinambungan, maka PT karet berbeda-beda walaupun Perkebunan Nusantara IX dalam hal menggunakan jenis input dan tingkat memproduksi RSS juga harus teknologi yang sama. Perusahaan efisien. Efisiensi dalam suatu harus mengalokasikan sumber daya perusahaan menjadi hal yang penting yang dimiliki secara optimal untuk dilakukan. Masalah efisiensi sehingga diperoleh produksi yang baik. Selain itu, pada tahun 2012 menjadi isu sangat penting pada saat ini dan di masa mendatang, karena terjadi penurunan produksi pada persaingan antar produsen yang pabrik RSS. Realisasi pengolahan semakin ketat, meningkatnya standar karet sheet pada tahun 2012 kualitas yang diminta konsumen, mengalami penurunan sebesar 1,98% dari 20,03 ton di tahun 2011 menjadi 19,64 ton pada tahun Sehingga jumlah sumberdaya yang semakin terbatas, dan meningkatnya standar hidup. dimungkinkan adanya inefisiensi Oleh karena itu, sebagai teknis dalam proses produksi di perusahaan berbasis perkebunan PT pabrik sehingga produksi RSS Perkebunan Nusantara IX harus menurun walaupun produksi dan berproduksi secara efisien sesuai produktivitas lateks di kebun dengan arah pembangunan subsektor meningkat. Sesuai dengan arah perkebunan yang telah ditetapkan pembangunan subsektor perkebunan oleh Direktorat Jenderal Bina seperti yang telah ditetapkan oleh Produksi Perkebunan. Analisis Direktorat Jenderal Bina Produksi efisiensi sangat penting untuk Perkebunan, yaitu untuk mengetahui dan menentukan mewujudkan perkebunan yang penyebab perubahan tingkat efisiensi efisien, produktif dan berdaya saing dan selanjutnya menentukan tinggi untuk kemakmuran rakyat tindakan koreksi untuk peningkatan

5 efisiensi. Berlandaskan pentingnya efisiensi dalam suatu perusahaan, maka penelitian ini mencoba menganalisis efisiensi teknis pabrik RSS yang dimiliki oleh PT Perkebunan Nusantara IX dengan menggunakan metode DEA (Data Envelopment Analysis) dengan data pada tahun METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi analisis. Teknik pengambilan sampel dengan teknik sensus. Menurut Sugiyono (2004), teknik sensus yaitu teknik penentuan sampel dengan menjadikan seluruh anggota populasi sebagai sampel. Penelitian ini dilakukan di PT Perkebunan Nusantara IX dengan pertimbangan setiap pabrik RSS yang ada di PT Perkebunan Nusantara IX menghasilkan persentase output yang berbeda-beda walaupun menggunakan jenis input dan tingkat teknologi yang sama sehingga dimungkinkan terdapat beberapa faktor penyebab inefisiensi dalam proses produksinya. Selain itu, produksi dan produktivitas dari lateks di kebun meningkat dibandingkan tahun sebelumnya namun terjadi penurunan produksi RSS. Teknik pengumpulan data adalah dengan pencatatan dengan jenis data sekunder. Metode Analisis Data Metode yang digunakan untuk menganalisis efisiensi adalah dengan menggunakan metode DEA (Data Envelopment Analysis). model dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Dengan syarat Dimana : r = jumlah output pabrik RSS (jumlah RSS 1, jumlah RSS 2, jumlah RSS 3, jumlah RSS 4, jumlah Cutting A), i = jumlah input pada pabrik RSS (jumlah lateks, jumlah kayu bakar, jumlah tenaga kerja tetap, jumlah tenaga kerja sementara, jumlah asam semut), j = jumlah unit kerja yang dianalisis (11 unit kerja), y ro = nilai output ke-i (i=1,2,3,...m) dari pabrik RSS unit kerja ke-j (j=1,...,n), x io = nilai input ke-i (i=1,2,...,s) dari pabrik RSS unit kerja ke-j (j=1,...,n), v i = bobot tertimbang bagi nilai output ke-i (i=1,2,...,m) dari unit kerja ke-j (j=1,2,...,n), u r = bobot tertimbang bagi nilai input ke-i (i=1,2,...,s) dari unit kerja ke-j (j=1,2,...,n), E pq = efisiensi relatif unit kerja ke-q (q=1,...,n) bila dievaluasi menggunakan bobot yang diasosisikan dengan unit kerja ke-p (p=1,...,n) Kriteria efisien dan tidak efisien: dan (1) (2)

6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Usaha Perkebunan Karet Sampai dengan 31 Desember 2012 total areal tanaman karet mencapai seluas ,99 ha yang terdiri dari tanaman menghasilkan (TM) seluas ,93 ha, tanaman belum menghasilkan (TBM) seluas 9.466,15 ha dan tanaman dalam persiapan seluas 1.214,91 ha. Gambar 1. Luas Areal PTPN IX Sumber: Annual Report PTPN IX, 2012 Pada tahun 2012 total produksi karet meningkat dari tahun sebelumnya. Produksi karet mencapai ,3 ton atau terjadi kenaikan sebesar 2,56% dibandingkan tahun 2011 yang mencapai ,2 ton. Produktivitas karet juga mengalami peningkatan sebesar 1,88% dibanding tahun sebelumnya yakni dari 1,50 ton/ha pada tahun 2011 menjadi 1,60 ton/ha pada tahun Gambar 2. Total Produksi Karet (Ton) dan Total Produktivitas Karet (Ton/ha) Sumber: Annual Report PTPN IX Sepanjang lima tahun kapasitas terpasang pabrik RSS terus berkembang seiring dengan meningkatnya permintaan produk

7 karet sheet. Rata-rata utilitas pabrik setiap tahun mencapai 60% dari total kapasitas terpasang. Realisasi pengolahan karet sheet pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 1,98% dari 20,03 ton di tahun 2011 menjadi 19,64 ton pada tahun Gambar 3. Kapasitas Olah dan Utilitas Pabrik RSS Sumber: Annual Report PTPN IX, 2012 Tingkat Efisiensi Teknis Pabrik RSS Berdasarkan perhitungan dengan metode DEA, tingkat efisiensi teknis dari masing-masing unit kerja adalah sebagai berikut. Tabel 3. Tingkat Efisiensi Teknis Pabrik RSS PTPN IX Unit Kerja Efisiensi Teknis Warnasari 100,00% Kawung 78,02% Krumput 100,00% Blimbing 100,00% Siluwok 100,00% Sukamangli 100,00% Merbuh 100,00% Ngobo 100,00% Getas 98,29% Batujamus 100,00% Balong 100,00% Sumber: Analisis Data, 2014 Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa hanya terdapat dua pabrik yang belum efisien, yaitu pabrik dari Kebun Kawung dan pabrik dari Kebun Getas. Sedangkan sisanya telah mencapai tingkat efisiensi relatif tertinggi, yaitu 100%. Pabrik yang telah mencapai efisiensi teknis tertinggi adalah pabrik dari kebun Warnasari, Kawung, Krumput, Blimbing, Siluwok, Sukamangli, Merbuh, Ngobo, Batujamus, dan Balong. Alokasi Input yang Belum Efisien dan Kombinasinya Unit kerja pabrik RSS yang belum mencapai efisien secara teknis adalah dari Kebun Kawung dan Kebun Getas. Berikut ini akan ditampilkan tabel of target values dari kedua kebun tersebut.

8 Tabel 4. Table of Target Values Kebun Kawung Variable Actual Target To Gain Achieved Lateks , ,5 20,0% 80,0% Kayu Bakar 4236,0 2440,5 42,4% 57,6% TK Tetap 22,0 19,3 12,3% 87,7% TK 29,0 25,4 12,3% 87,7% Sementara Asam 15975, ,3 12,3% 87,7% Semut RSS , ,7 12,3% 89,0% RSS 2 0,0 0,0 0,0% 0,0% RSS , ,8 34,0% 74,6% RSS 4 0, ,2 0,0% Cut A 7403,0 8317,2 12,3% 89,0% Sumber: Analisis Data, 2014 Berdasarkan Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa jumlah lateks yang digunakan terlalu banyak sebesar ,0 kg karet kering dan dapat dikurangi sebesar 20,0% menjadi ,5 kg karet kering. Penggunaan input kayu bakar pada pabrik Kebun Kawung juga belum mencapai efisien. Pada kondisi aktual pabrik RSS dari Kebun Kawung membutuhkan 4.236,0 m 3. Seharusnya pabrik dapat menurunkan jumlah input kayu bakar sebesar 42,4% menjadi sebesar 2.440,5 m 3. Input tenaga kerja tetap juga belum mencapai efisien. Kondisi aktual pabrik RSS dari Kebun Kawung memiliki 22 orang tenaga kerja tetap. Namun, pada kondisi optimal hanya dibutuhkan 19 orang tenaga kerja tetap atau perlu pengurangan dari kondisi aktual sebanyak 12,3%. Tenaga kerja sementara dari pabrik RSS Kebun Kawung pada kondisi aktual adalah sebanyak 29 orang. Berdasarkan analisis, jumlah 29 orang tersebut dapat dikurangi sebanyak 12,3% menjadi 25 orang. Asam semut (disebut juga asam formiat, CHOOH) merupakan salah satu bahan penolong yang digunakan untuk membantu pembekuan lateks. Kondisi aktual penggunaan lateks dari pabrik RSS Kebun Kawung mencapai ,0 kg dan untuk mencapai kondisi efisien, pemakaian asam semut dapat dikurangi sebesar 12,3% menjadi sebanyak ,3 kg. Pengurangan penggunaan asam semut hingga kondisi optimal dapat menekan biaya yang dikeluarkan untuk bahan penolong. Pabrik yang berproduksi pada tingkat optimal dapat mengurangi resiko kerugian dan menekan biaya seminim mungkin. Jumlah RSS 1 yang dihasilkan oleh pabrik dari Kebun Kawung pada kondisi aktual adalah sebanyak kg. Seharusnya pada kondisi efisien produksi dari RSS 1 dapat mencapai ,7 kg (ditingkatkan sebanyak 12,3% dari kondisi aktual). RSS 1 merupakan produk utama yang diproduksi oleh semua pabrik karet dari PTPN IX. Berdasarkan Tabel 4 di atas pabrik RSS dari Kebun Kawung mampu berproduksi

9 12,3% lebih tinggi dari kondisi aktual. Produk turunan lateks lainnya, yaitu RSS 3 juga terdapat perbedaan antara kondisi aktual dan kondisi efisien yang seharusnya bisa dicapai. Pada kondisi aktual, pabrik dari Kebun Kawung berproduksi sebanyak ,0 kg. Seharusnya pabrik ini dapat meningkatkan produk RSS 3 sebesar 34% dari kondisi aktual menjadi sebanyak ,8 kg. Pabrik dari Kebun Kawung tidak memproduksi RSS 4, namun agar lebih efisien secara teknis, pabrik ini juga dapat memproduksi RSS 4 sebanyak ,2 kg. Cutting A merupakan salah satu produk turunan dari lateks yang dihasilkan dari potonganpotongan RSS 1 atau RSS 2. Kondisi aktual, pabrik dari Kebun Kawung memproduksi sebanyak 7403,0 kg. Seharusnya pada kondisi efisien produk Cutting A dapat ditingkatkan 12,3% lebih banyak dari kondisi aktual menjadi sebanyak 8317,2 kg. Tabel 5. Table of Target Values Kebun Getas Variable Actual Target To Gain Achieved Lateks , ,6 11,4% 88,6% Kayu 4167,0 2888,9 30,7% 69,3% Bakar TK Tetap 26,0 25,8 0,9% 99,1% TK 37,0 36,7 0,9% 99,1% Sementara Asam 17423, ,3 0,9% 99,1% Semut RSS , ,8 0,9% 99,1% RSS 2 0,0 0,0 0,0% 0,0% RSS , ,3 133,3% 42,9% RSS 4 0, ,4 0,0% Cut A 5085,0 8530,2 67,8% 59,6% Sumber: Analisis Data, 2014 Kondisi aktual penggunaan lateks pada pabrik ini adalah sebesar ,0 kg karet kering. Berdasarkan penghitungan, pabrik dari Kebun Getas masih dapat menurunkan penggunaan lateks hingga 11,4% menjadi sebesar ,6 kg karet kering. Pemborosan input untuk produksi juga terjadi pada variabel kayu bakar yang digunakan. Secara aktual pabrik dari Kebun Getas menggunakan input kayu bakar sebanyak 4167 m 3, untuk mencapai efisien pabrik harus mengurangi input kayu bakar sebesar 30,7% dari kondisi aktual menjadi sebesar 2888,9 m 3. Kayu bakar digunakan pada rumah pengasapan. Kayu bakar diletakkan di ruang bawah dari rumah asap yang biasa disebut dengan stook kamer. Penggunaan input yang masih berlebihan juga dijumpai pada penggunaan asam semut. Kondisi aktual penggunaan asam semut pada pabrik Kebun Getas adalah sebesar 17423,0 kg. Pencapaian efisiensi teknis untuk input asam semut dapat dilakukan dengan cara mengurangi

10 penggunaan asam semut hingga 0,9% menjadi sebesar ,8 kg. Output dari pabrik Kebun Getas berupa RSS 1 juga belum mencapai tingkat efisien. Kondisi aktual produksi RSS 1 dari pabrik Kebun Getas mencapai ,0 kg. Seharusnya pabrik dapat mencapai produksi RSS 1 0,9% lebih banyak dari kondisi aktual, yaitu sebanyak ,8 kg. Output yang menunjukkan perbedaan yang sangat tajam antara kondisi riil dan kondisi efisien yang seharusnya dapat dicapai adalah pada produksi RSS 3. Terjadi kesenjangan yang sangat tinggi sebesar 133,3% antara kondisi aktual dan kondisi optimal. Produksi RSS 3 secara aktual dari pabrik Kebun Getas adalah sebesar 20453,0 kg. Seharusnya pada kondisi efisien pabrik dapat mencapai produksi sebesar 47711,3 kg atau 133,3% lebih tinggi dari kondisi aktual. Pabrik Kebun Getas tidak menghasilkan RSS 4 pada kondisi aktual, namun untuk mencapai tingkat efisiensi teknis pabrik dapat memproduksi RSS 4 sebanyak 22038,4 kg. Produksi dari Cutting A juga belum mencapai efisien secara teknis. Produksi aktual dari produk Cutting A adalah sebesar 5085,0 kg. Hal ini masih dapat ditingkatkan hingga 67,8% menjadi sebesar 8530,2 kg. Perbedaan antara jumlah aktual dan jumlah optimal pada produksi pabrik menunjukkan kondisi riil yang terjadi di pabrik berbeda dengan kondisi optimal yang disyaratkan bagi pabrik. SIMPULAN Kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagian besar pabrik RSS dari PTPN IX Jawa Tengah telah mencapai efisiensi teknis. Dibuktikan dengan 9 pabrik (Batujamus, Merbuh, Sukomangli, Blimbing, Ngobo, Warnasari, Balong, Krumput, dan Siluwok) mencapai efisiensi teknis tertinggi. Sedangkan sisanya 2 pabrik (Kawung dan Getas) belum mencapai tingkat efisiensi teknis tertinggi. Alokasi input yang belum efisien secara teknis dari pabrik RSS Kebun Kawung adalah jumlah lateks, kayu bakar, tenaga kerja tetap, tenaga kerja sementara, dan asam semut. Alokasi input yang belum efisien secara teknis dari pabrik RSS Kebun Getas adalah jumlah lateks, kayu bakar, dan asam semut. Upaya untuk mencapai efisiensi secara teknis pabrik RSS dari Kebun Kawung adalah dengan mengurangi jumlah input yang digunakan seperti lateks (20,0%), kayu bakar (42,4%), tenaga kerja tetap (12,3%), tenaga kerja sementara (12,3%), dan asam semut (12,3%) serta menambah output berupa RSS 1 (12,3%), RSS 3 (34,0%), dan Cutting A (12,3%). Sedangkan pabrik RSS dari Kebun Getas dengan mengurangi jumlah input berupa lateks (11,4%), kayu bakar (30,7%), dan asam semut (0,9%) serta menambah output RSS 1 (0,9%), RSS 3 (133,3%), dan Cutting A (67,8%). Saran yang dapat diberikan adalah pabrik yang inefisien (Kawung dan Getas) dapat merujuk pada rekomendasi dari nilai proyeksi yang disarankan terhadap penggunaan input untuk mencapai

11 efisiensi secara teknis. Pemborosan dari sisi input perlu dikurangi. Diharapkan dapat menggunakan input dan menghasilkan output yang optimal. Pabrik yang telah efisien hendaknya mempertahankan tingkat efisiennya, namun bukan berarti harus mempertahankan output atau input yang ada pada saat ini. Hal ini disebabkan karena pengukuran efisiensi teknis ini bersifat relatif. Efisiensi relatif berarti efisiensi suatu unit kerja dibanding dengan unit kerja lain dalam PT Perkebunan Nusantara IX yang menggunakan jenis input dan output yang sama. Sehingga dimungkinkan terdapat pabrik RSS yang lebih efisien diluar pabrik milik PT Perkebunan Nusantara IX. DAFTAR PUSTAKA Basri, Faisal Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan bagi Kebangkitan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Erlangga. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan Statistik Perkebunan Indonesia: Karet. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Dumairy Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga. Elizabeth, Juvena Optimalisasi Produksi Karet Olahan Ribbed Smoked Sheet (Kasus Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur). Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rachmawati, Yeti Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor- Faktor Produksi Crumb Rubber (Studi Kasus Pabrik Pengolahan Karet Remah Way Berulu, PT Perkebunan Nusantara VII, Desa Kebagusan, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Lampung Selatan). Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sugiyono Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sumber dari internet: Badan Pusat Statistik Jawa Tengah in Figures Diakses pada 29 Desember Direktorat Jenderal Perkebunan Ekspor Komoditas Perkebunan Tahun Diakses pada 29 Desember PT Perkebunan Nusantara IX Laporan Keuangan. Diakses pada 30 Desember 2013.

12

OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A

OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A14103102 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton) A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Tanaman karet merupakan tanaman tahunan dengan bentuk pohon batang lurus. Bagian yang dipanen dari tanaman karet adalah getah atau lateks. Lateks tanaman karet banyak digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pertanian yang dapat dikembangkan. Kinerja ekspor

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pertanian yang dapat dikembangkan. Kinerja ekspor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi pertanian yang dapat dikembangkan. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan sektor yang besar pengaruhnya dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu dengan negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan devisa negara terhadap ekspor minyak dan gas bumi. Karet alam sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Sektor Pertanian mampu

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Sektor Pertanian mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor Pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Sektor Pertanian mampu berperan sebagai salah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan 59 IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA A. Perekonomian Karet Indonesia Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan memburuknya kinerja neraca perdagangan nasional, kondisi perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang. dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Dengan menggunakan harga konstan 1973, dalam periode

1.1. Latar Belakang. dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Dengan menggunakan harga konstan 1973, dalam periode 1.1. Latar Belakang Pada umumnya perekonomian di negara-negara sedang berkembang lebih berorientasi kepada produksi bahan mentah sebagai saingan dari pada produksi hasil industri dan jasa, di mana bahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan rumah sakit, keperluan rumah tangga dan lainnya. Saat ini industri

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan rumah sakit, keperluan rumah tangga dan lainnya. Saat ini industri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebutuhan industri terhadap karet dari waktu ke waktu akan terus berkembang dan meningkat seiring pertumbuhan industri otomotif, alat kesehatan, kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

Keywords: Cost analysis, control, dry tapping grooves.

Keywords: Cost analysis, control, dry tapping grooves. ANALISIS BIAYA PENGENDALIAN PENYAKIT KERING ALUR SADAP (KAS) DI AFDELING II PT PERKEBUNAN ABC LAMPUNG Astria Wulandari¹, Fitriani², Sri Handayani³ ¹Mahasiswa Program Studi Agribisnis, ²Dosen Program Studi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang penting karena secara tradisional Indonesia merupakan negara agraris yang bergantung pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini komoditas perkebunan masih memegang peran penting dalam menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan Usaha Milik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI Agribisnis kakao memiliki permasalahan di hulu sampai ke hilir yang memiliki

Lebih terperinci

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA 6.1. Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Permintaan terhadap karet alam dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan. Hal ini dapat

Lebih terperinci

ABSTRACT PENDAHULUAN ISTI KHOMAH, ENDANG SITI RAHAYU

ABSTRACT PENDAHULUAN ISTI KHOMAH, ENDANG SITI RAHAYU ISTI KHOMAH, ENDANG SITI RAHAYU Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Email: istikhomah071@yahoo.com Aplikasi Peta Kendali p Sebagai Pengendalian Kualitas Karet di PTPN IX Batujamus/Kerjoarum Control

Lebih terperinci

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penting artinya pembahasan mengenai perdagangan, mengingat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2010), tetapi Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar ke dua di

I. PENDAHULUAN. 2010), tetapi Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar ke dua di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Luas areal kebun karet Indonesia terluas di dunia (+ 3,4 juta hektar pada tahun 2010), tetapi Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar ke dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan adalah subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya penduduk dan tenaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk 48 IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA 4.1. Gambaran Umum Karet Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari emulsi kesusuan yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional

BAB I PENDAHULUAN. dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) telah banyak berkontribusi dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional dan penyerapan tenaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Produk

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam (natural rubber, Hevea braziliensis), merupakan komoditas perkebunan tradisional sekaligus komoditas ekspor yang berperan penting sebagai penghasil devisa negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian adalah sektor yang sangat potensial dan memiliki peran yang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian adalah sektor yang sangat potensial dan memiliki peran yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Sektor pertanian adalah sektor yang sangat potensial dan memiliki peran yang amat penting dalam perekonomian di Indonesia. Sektor pertanian terbukti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A

OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A14103102 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

A. peranan Komoditas Karet Dalam Perekonomian Nasional

A. peranan Komoditas Karet Dalam Perekonomian Nasional A. peranan Komoditas Karet Dalam Perekonomian Nasional aret alam merupakan salah satu komoditas andalan suudrhtor perkebunan. Komoditas ini memiliki nilai ekonom ~i tinggi. Pertumbuhan perekonomian ndonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Di negara agraris, pertanian memiliki peranan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian [16 Juli 2010]

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian [16 Juli 2010] II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prospek Karet Alam Olahan Getah karet atau lateks diperoleh secara teknis melalui penyadapan pada kulit batang karet. 5 Penyadapan ini memerlukan teknik yang khusus untuk mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran besar dalam perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian merupakan penghasil bahan makanan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap perusahaan atau badan usaha termasuk di dalamnya BUMN perkebunan

I. PENDAHULUAN. Setiap perusahaan atau badan usaha termasuk di dalamnya BUMN perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap perusahaan atau badan usaha termasuk di dalamnya BUMN perkebunan seperti PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) dalam menjalankan fungsinya sebagai pelayan publik

Lebih terperinci

Magrobis Journal 18 ANALISIS USAHA PENGOLAHAN LATEKS KARET PADA PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR KECAMATAN LOA KULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Magrobis Journal 18 ANALISIS USAHA PENGOLAHAN LATEKS KARET PADA PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR KECAMATAN LOA KULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Magrobis Journal 18 ANALISIS USAHA PENGOLAHAN LATEKS KARET PADA PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR KECAMATAN LOA KULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Oleh : Arista Damayanti 1) dan Sundari 2) ABSTRAK Karet merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

Krisis moneter yang melanda lndonesia menyebabkan hancurnya industri

Krisis moneter yang melanda lndonesia menyebabkan hancurnya industri L PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis moneter yang melanda lndonesia menyebabkan hancurnya industri yang tidak berbasis pada bahan baku lokal. Pemerintah telah menggalakkan bidang agroindustri untuk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia.

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia. Khususnya Indonesia kontribusi sebesar 26 persen dan total produksi karet alam dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang devisa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mencakup segala pengusahaan yang di dapat dari alam dan merupakan barang biologis atau hidup, dimana hasilnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut Soekartawi (2000),

Lebih terperinci

ANALISIS PROFITABILITAS TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis L) PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO) KEBUN BALONG/BEJI/KALITELO KABUPATEN JEPARA

ANALISIS PROFITABILITAS TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis L) PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO) KEBUN BALONG/BEJI/KALITELO KABUPATEN JEPARA ANALISIS PROFITABILITAS TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis L) PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO) KEBUN BALONG/BEJI/KALITELO KABUPATEN JEPARA Munafidza, Suprapti Supardi*, Eka Dewi Nurjayanti Program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara dan juga penyerap banyak tenaga kerja. Indonesia yang sempat menempati posisi ke-5

BAB 1 PENDAHULUAN. negara dan juga penyerap banyak tenaga kerja. Indonesia yang sempat menempati posisi ke-5 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teh merupakan salah satu dari komoditas perkebunan sebagai penyumbang devisa negara dan juga penyerap banyak tenaga kerja. Indonesia yang sempat menempati posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki lahan perikanan yang cukup besar. Hal ini merupakan potensi yang besar dalam pengembangan budidaya perikanan untuk mendukung upaya pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan penyokong utama perekonomian rakyat. Sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Karet Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai iklim dan hawa yang sama panasnya dengan negeri kita, karena itu karet mudah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumberdaya alam, terutama dari hasil pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan berbagai dampak yang serius. Dampak yang timbul akibat krisis ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam termasuk salah satu komoditi strategis agroindustri di Indonesia karena memberikan peranan yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara dari sub-sektor perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ton pada tahun 2011 menjadi juta ton pada tahun 2012 (Ditjenbun, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. ton pada tahun 2011 menjadi juta ton pada tahun 2012 (Ditjenbun, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditas perkebunan yang dapat memberikan kontribusi dalam devisa negara dari sektor non migas. Karet juga merupakan sumber penghasilan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI. pertemuan kedua (matrikulasi) 1

PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI. pertemuan kedua (matrikulasi) 1 PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI pertemuan kedua (matrikulasi) 1 1. Pengertian dan ruang lingkup Agroindustri Agroindustri: 1. Agroindustri hulu yakni subsektor industri yang menghasilkan sarana produksi pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang. (Sumber: Badan Pusat Statistik) Sumber : Annual Report PTPN VIII Tahun Tabel I. 1 Perkembangan Ekspor Teh di Indonesia

I.1 Latar Belakang. (Sumber: Badan Pusat Statistik) Sumber : Annual Report PTPN VIII Tahun Tabel I. 1 Perkembangan Ekspor Teh di Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Teh merupakan salah satu minuman yang banyak dikonsumsi atau diminati setelah air mineral, teh sebagai minuman dapat meningkatkan kesehatan manusia karena mengandung

Lebih terperinci

ISS N OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015

ISS N OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015 OUTLOOK TEH ISSN 1907-1507 2015 OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK TEH ii Pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet di Provinsi Lampung Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian penting di lingkungan Internasional dan juga Indonesia. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting bagi keberlangsungan

Lebih terperinci

KAJIAN STRATEGI KEBIJAKAN INDUSTRI OLAHAN KARET RIBBED SMOKED SHEET

KAJIAN STRATEGI KEBIJAKAN INDUSTRI OLAHAN KARET RIBBED SMOKED SHEET Industri Olahan Karet Berbahan Baku Lateks Garli Marsantia et al KAJIAN STRATEGI KEBIJAKAN INDUSTRI OLAHAN KARET RIBBED SMOKED SHEET (RSS) BERBAHAN BAKU LATEKS KEBUN DALAM UPAYA PENINGKATAN MUTU PRODUK

Lebih terperinci

POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN

POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN (FARMER CAPITAL POTENCIES FOR REPLANTING RUBBER PLANTATION IN MUSI RAWAS REGENCY SOUTH SUMATERA) Maya Riantini

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

ANALISIS PROFITABILITAS PENGUSAHAAN TANAMAN KARET DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO) KEBUN NGOBO KABUPATEN SEMARANG

ANALISIS PROFITABILITAS PENGUSAHAAN TANAMAN KARET DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO) KEBUN NGOBO KABUPATEN SEMARANG ANALISIS PROFITABILITAS PENGUSAHAAN TANAMAN KARET DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO) KEBUN NGOBO KABUPATEN SEMARANG Oka Iffata Kesumasari, Sugiharti Mulya Handayani, Emi Widiyanti Program Studi Agribisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET 47 6.1. Aspek Biofisik 6.1.1. Daya Dukung Lahan VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana BAB I. PENDAHULUAN 1.2. Latar Belakang Pembangunan pedesaan merupakan pembangunan yang berbasis desa dengan mengedepankan seluruh aspek yang terdapat di desa termasuk juga pola kegiatan pertanian yang

Lebih terperinci

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH Joko Sutrisno 1, Sugihardjo 2 dan Umi Barokah 3 1,2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Dari seluruh luas lahan yang ada di Indonesia, 82,71

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci