SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS STRUKTUR, ROMANTIS, DAN SIMBOLIK DALAM TEKS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS STRUKTUR, ROMANTIS, DAN SIMBOLIK DALAM TEKS"

Transkripsi

1 SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS STRUKTUR, ROMANTIS, DAN SIMBOLIK DALAM TEKS Lira Widayat Sulastri, Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia ABSTRAK Naskah Melayu tersebar di seluruh Indonesia. Pada umumnya, naskah Melayu menggunakan aksara yang sebagian masyarakat di Indonesia kurang memahaminya sehingga pelestarian dan perawatan naskah Melayu kurang diperhatikan oleh masyarakat. Salah satu cara agar naskah Melayu dapat dilestarikan adalah dengan mengalihaksarakan naskah Melayu menjadi edisi teks yang dapat dibaca dan dipelajari lebih lanjut. Salah satu naskah Melayu yang dialihaksarakan adalah Syair Johan. Syair Johan terdapat di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Syair Johan memiliki bagian penutup syair yang merupakan sebuah inovasi dalam penulisan bentuk puisi lama. Syair Johan berisi percintaan antara Johan dan Siti yang disimbolkan sebagai Kumbang dan turi. Oleh karena itu, Syair Johan dapat dikategorikan dalam dua jenis syair yaitu syair romantis dan simbolik. Kata kunci: Syair Johan, Struktur, Romantis, Simbolik ABSTRACT Malay Manuscripts scattered throughout Indonesia. In general, Malay manuscript was written with foreign script. The public are not known about Malay manuscript because they do not understand about foreign script. One of method in order to public understand and they conserve and tend with Malay manuscript is make translation of Malay manuscript. One of Malay manuscript that translated is Syair Johan. Syair Johan is found in National Library of Republic Indonesia. Syair Johan has closing part that form with innovation of writing poetry. Syair Johan is narrating about Johan and Siti who making love. Johan and Siti are symbolized with Kumbang and turi. Therefore, Syair Johan can be including in two kind of poem which is romantic and symbolic. Key words: Syair Johan, Structure, Romantic, Symbolic.

2 Pendahuluan Naskah Nusantara tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Bahasa yang terdapat dalam naskah pun tidak sama, banyak naskah Nusantara yang menggunakan bahasa daerah tertentu. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai katalog naskah yang tersebar di beberapa perpustakaan universitas atau perpustakaan daerah. Misalnya, Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Sulawesi Selatan, Katalog Naskah Buton : Koleksi Abdul Mulku Zahari, atau Katalog Naskah Ambon. Oleh karena itu, jumlah naskah Nusantara dapat diperkirakan. Di Indonesia, Perpustakaan Nasional menjadi perpustakaan yang paling banyak menyimpan naskah daerah. Menurut Noegraha pada buku Sri Rujiati Mulyadi (1994: 5-6), yang berjudul Kodikologi Melayu di Indonesia, mencatat bahwa kekayaan Perpustakaan Nasional mencapai naskah, yang antara lain tertulis dalam bahasa-bahasa Aceh, Bali, Batak, Bugis, Makassar, Jawa, Jawa Kuna, Madura, Melayu, Sunda dan Ternate. Naskah Nusantara tidak hanya terdapat di Indonesia. Berbagai negara juga memiliki naskah yang berasal dari Indonesia dengan bahasa daerah atau Melayu. Salah satu negara yang memiliki naskah Melayu Indonesia adalah Belanda, khususnya di Perpustakaan Universitas Leiden. Hal tersebut dapat dibuktikan dari katalog-katalog yang dibuat oleh van Ronkel yang berjudul Maleische en Minangkabausche Handschriften dan Teuku Iskandar yang berjudul Catalogue of Malay, Minangkabau, and South Sumatran Manuscript in The Netherland. Jumlah naskah Melayu yang cukup banyak membuat setiap naskah memiliki fungsi yang berbeda-beda. Berdasarkan fungsinya, naskah Melayu dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Umumnya, naskah Melayu berisi hasil sastra. Naskah dapat juga digunakan sebagai media untuk kepentingan diplomatis pemerintahan Belanda, dalam bentuk surat Dilihat dari bentuknya, naskah dapat ditemukan dalam bentuk prosa dan puisi. Dalam bentuk prosa, umunya naskah berjudul hikayat, misalnya Hikayat Panji Semirang (Liaw Yock Fang, 2011: 160). Sementara dalam bentuk puisi, pada umumnya naskah disebut sesuai dengan isinya, misalnya Syair Johan. Syair adalah sejenis puisi lama yang memiliki rima dalam setiap baitnya. Syair terdiri atas empat baris, setiap baris mengandung empat kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari sembilan sampai dua belas suku kata (Liaw Yock Fang, 2011: 562).

3 Salah satu kumpulan syair berbahasa Melayu adalah syair Kumbang dan Nyamuk dan syair-syair lainnya yang terdapat di koleksi van Der Wall di Perpustakaan Nasional dengan kode naskah W 240. Di dalam kumpulan syair ini terdapat lima syair yang berbeda, antara lain, Syair Nyamuk dan Lalat, Syair Johan, Syair Haj II, Syair Kumbang dan Melati, Syair Bayan Budiman, dan Syair Injil. Dari kelima syair tersebut, penulis sudah mencari tahu hanya Syair Johan (W 240b) saja yang belum diteliti. Dalam buku Kumpulan Naskah Syair Simbolik, Syair Johan ini disebut dengan Syair Burung Johan, sedangkan dalam naskah tertulis Inilah Syair Johan.(انيلسيررجوهان) Untuk selanjutnya Syair Johan akan disebut dengan SJ. SJ ditulis dalam aksara Jawi. Secara umum, kondisi naskah masih baik, walaupun kertas SJ ini sedikit rapuh, tulisannya dalam kondisi baik dan mudah dibaca. SJ terdiri atas 13 halaman dan setiap halaman terdiri atas 19 baris. Oleh karena masih tertulis dalam aksara Jawi, penulis hendak membuka teks tersebut agar dapat dibaca. Naskah SJ sangat menarik untuk diteliti karena dari kumpulan syair Kumbang dan Nyamuk dan syair-syair lainnya hanya naskah SJ saja yang belum ditransliterasi. Syair Kumbang dan Melati serta syair lainnya yang terdapat dalam kumpulan syair kecuali SJ sudah banyak yang membahasnya. Bahkan beberapa sudah sejak lama diterbitkan oleh Pusat Bahasa pada tahun Pembahasan mengenai syair antara lain dilakukan oleh Jumsari Jusuf dalam buku Antologi Syair Simbolik dalam Sastra Indonesia Lama (1978). Dalam buku tersebut, terdapat pembahasan mengenai Syair Bayan Budiman, Syair Kumbang dan Melati, dan Syair Nyamuk dan Lalat. Dalam buku Antologi Syair Simbolik dalam Sastra Indonesia Lama, Syair Bayan Budiman Syair Kumbang dan Melati, dan Syair Nyamuk dan Lalat dibandingkan dengan naskah Syair Bayan Budiman Syair Kumbang dan Melati, dan Syair Nyamuk dan Lalat lainnya dengan kode naskah yang berbeda yaitu W 239. Pembahasan lain mengenai kumpulan syair Kumbang dan Nyamuk dan syair-syair lainnya terdapat dalam skripsi yang ditulis oleh Yeri Nurita. Yeri Nurita pernah meneliti Syair Bayan Budiman pada tahun 1991 dalam bentuk skripsi. Yeri Nurita memakai Syair Bayan Budiman berkode naskah W 240 sebagai pembanding. Perbandingan yang dilakukan Yeri Nurita tidak jauh berbeda dengan perbandingan yang terdapat dalam buku Antologi Syair Simbolik dalam Sastra Indonesia Lama. Dalam skripsinya, Yeri Nurita menyebutkan bahwa teks Syair Bayan Budiman yang terdapat dalam naskah W 239 dan W 240 adalah teks yang

4 sama, namun teks Syair Bayan Budiman dalam naskah W 240 tidak lengkap. Dalam naskah W 240 terdapat 15 bait yang tidak ada sehingga cerita menjadi tidak utuh. Pembahasan lainnya yang juga berbentuk skripsi, ditulis oleh Rudi Kurniawan (1993) yang meneliti Syair Nyamuk dan Lalat. Kurniawan memakai Syair Nyamuk dan Lalat berkode naskah W 240 sebagai pembanding untuk dibandingkan dengan Syair Nyamuk dan Lalat berkode naskah W 239. Menurut Kurniawan, teks Syair Nyamuk dan Lalat dalam naskah W 239 dan W 240 adalah teks yang sama, namun dalam naskah W 240 terdapat empat belas bait dan dua baris hilang. Hasil penelitian yang paling baru adalah hasil penelitian Kramadibrata (2011) yang meneliti Syair Injil. Penelitian tersebut dipublikasikan dalam buku Teks, Naskah, dan Kelisanan Nusantara Festschrift untuk Prof. Achadiati Ikram. Dalam penelitian tersebut, Dewaki Kramadibrata menggali lebih dalam mengenai Syair Injil. Syair Injil merupakan syair yang menceritakan kisah Nabi Isa. Dalam tulisannya, Dewaki Kramadibrata hanya menyajikan tulisan awal dan alih aksara dari Syair Injil tersebut. Struktur dari SJ sama seperti struktur syair pada umumnya. Terdiri atas empat baris, bersanjak a-a-a-a, dan memiliki suku kata sembilan sampai dua belas suku kata (Liaw Yock Fang, 2011: 562). Namun, SJ memiliki bagian penutup yang kemungkinan jarang ditemui dalam syair-syair lainnya. Pada bagian penutup SJ, penyalin menyajikan pesan yang memiliki bentuk yang berbeda dengan syair atau pantun. Hal ini merupakan salah satu kekhasan dari SJ yang dapat diteliti lebih lanjut. Dilihat dari beberapa jenis syair, SJ merupakan salah satu syair yang dapat dikategorikan dalam dua jenis syair. Liaw Yock Fang (2011: 566) membagi syair atas beberapa jenis syair, antara lain, syair panji, syair romantis, syair kiasan, syair sejarah dan syair agama. Menurut pengkategorian Liaw Yock Fang tersebut, SJ dapat dikategorikan sebagai syair romantis dan sebagai syair simbolik sekaligus. Hal tersebut merupakan salah satu keunikan SJ karena SJ memiliki cerita romantis tragis dan penyalin menceritakan kisah romantis tragis tersebut dengan menggunakan simbol untuk menggambarkan seseorang atau suatu hal. Berdasarkan latar belakang tersebut, naskah SJ W 240b perlu dialihaksarakan sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat yang lebih luas. Selain itu, naskah SJ juga perlu

5 dianalisis lebih lanjut mengenai struktur dan pengkategorian syair sesuai khazanah sastra Melayu Klasik. Dalam menyunting naskah SJ, penulis menggunakan metode edisi kritis. Metode edisi kritis adalah metode yang mengubah beberapa bagian dari teks naskah sehingga mudah dibaca oleh masyarakat luas. Kritis berarti bahwa penyunting itu mengidentifikasi sendiri bagian dalam teks yang mungkin terdapat masalah dan menawarkan jalan keluar (Robson, 1994:25). Deskripsi Naskah SJ Inventarisasi naskah dilakukan untuk mengetahui jumlah naskah, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di luar Indonesia. Penulis menggunakan beberapa katalog dari dalam dan luar negeri. Penulis menemukan bahwa SJ merupakan naskah yang lebih dari satu naskah. Dalam Catalogue of Malay, Minangkabau, and South Sumatran Manuscript in The Netherlands yang disusun oleh Teuku Iskandar pada tahun 1999, penulis menemukan naskah yang berjudul sama, yaitu Syair DJohan dengan kode naskah Kl. 158 disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden. Dalam penelitian ini, penulis hanya menggunakan naskah SJ yang berada di Perpustakaan Nasional, Jakarta yang berkode naskah W 240. Dalam buku Antologi Syair Simbolik Sastra Indonesia Lama, Naskah W 240 terdiri dari 6 ceritera: Syair Nyamuk dan Lalat (halaman 1-41), Syair Burung Johan (halaman 41 53), Syair Haji (halaman 53 83), Syair Kumbang dan Melati (halaman 83 96), Syair Bayan Budiman (halaman ), Syair Injil (halaman ) (Jusuf, 1978:16). Judul syair berdasarkan tulisan pada naskah adalah Inilah Syair Johan (lihat gambar pada halaman berikutnya). Hal ini membuat penulis merasa perlu untuk menelusuri lebih lanjut asal mula mengapa SJ disebut dengan Syair Burung Johan. Setelah melakukan beberapa penelitian di beberapa katalog, penulis menemukan SJ disebut dengan Syair Burung Johan terdapat di Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat Departeman Pendidikan dan Kebudayaan yang disusun oleh Amir Sutaarga, dkk. (1972: 244) SJ merupakan salah satu bagian dari kumpulan syair yang berjudul Syair Kumbang dan Nyamuk. Kumpulan syair ini terdiri atas enam syair yang ditulis secara bersambung. Keenam syair ini hanya dipisahkan oleh judul pada setiap bagian awal syair. Dalam kumpulan syair tersebut, SJ terdiri atas 13 halaman dengan jumlah baris rata-rata 19 baris.

6 SJ menggunakan bahasa Melayu dengan aksara Jawi. Setiap katanya dituliskan dengan tinta hitam. Hanya satu kata yang dituliskan dengan tinta merah, yaitu kata pertama. Kata yang menggunakan tinta merah tipis, sedangkan semua penulisan kata yang menggunakan tinta hitam tebal dan mudah dibaca. Ukuran hurufnya pun tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar, rata-rata berukuran 1 cm. Judul berada di tengah halaman yang kurang lebih berjarak 7,5 cm dari tepi kertas. Baris isi berjarak 2,2 cm dari tepi kertas. Kondisi kertas dalam naskah cukup baik. Walaupun sudah kecokelat-cokelatan, kertas belum patah atau rapuh. Beberapa bagian kertas sudah berlubang kecil karena dimakan rayap, tetapi tidak robek. Sebagian besar lembaran sudah terlepas dari kurasnya sehingga sulit untuk menentukan jumlah kuras walaupun masih ada satu hingga dua kuras yang masih utuh. Penulis syair dan pemerolehan naskah tidak dicantumkan dalam naskah. Selain itu, tahun dan tanggal tidak diketahui secara pasti. Dalam buku Surat-surat Raja Ali Haji Kepada van de Wall yang ditulis oleh Jan van der Putten dan Al Azhar (2007: 6 13), tertulis sedikit kisah mengenai van de Wall. Van de Wall merupakan tokoh yang sangat berperan dalam pengumpulan naskah berbahasa Melayu di Nusantara. Awalnya, van de Wall hanya menyusun tata bahasa Melayu, kamus Melayu-Belanda sebagai desakan dari pemerintah Belanda untuk pengembangan kosakata baku untuk pendidikan. Dalam proses menyusun tata bahasa dan kamus, van de Wall meminta bantuan Raja Ali Haji di Riau. Saat itu, di Riau terdapat istilah tradisi istana Melayu yaitu, naskah-naskah yang ada disalin kembali oleh kerabat raja atau orang suruhan raja. Pada awalnya, naskahnaskah tersebut tidak dituliskan tanggal dan penyalinnya, namun pada abad kesembilan belas, para penulis dan penyalin mulai menandatangani karyanya sampai pada akhirnya membuat suatu kolofon yang berisi tanggal dan nama penyalin. Jika dilihat dari koleksinya, naskah ini dikoleksi oleh van de Wall sehingga kemungkinan besar naskah ini berasal dari Riau sekitar abad kesembilan belas ketika penulis dan penyalinan di Riau sedang berkembang (Jan van der Putten dan Al Azhar, 2007: 6 13). Ringkasan Cerita Syair Johan Syair Johan bermula dengan memperkenalkan tokoh yang bernama Johan. Johan digambarkan menyukai Siti dan bercumbu dengannya. Siti adalah seorang anak baginda yang mempunyai dayang. Siti dan Johan dipisahkan dan tidak diperbolehkan bercumbu oleh dayang. Hal ini membuat Johan sangat sedih. Johan pun pergi ke sebuah taman. Di taman

7 tersebut terdapat pusaran yang mengeluarkan tujuh rencana. Di tengah pusaran itu, Johan berdiri dan seiring dengan suara tujuh rencana, Johan berubah menjadi Kumbang. Kumbang mengeluarkan dengung yang sangat keras sampai istana. Seiring dengan dengung itu, Kumbang berubah kembali menjadi Johan yang tampan. Siti mendengar dengung kumbang, lalu mengirim dayang ke taman untuk menyampaikan pesan kepada Johan. Siti dan Johan tidak dapat bertemu lagi. Johan harus merelakan Siti, tetapi Johan berjanji untuk tidak lagi menikah selain dengan Siti. Analisis Struktur Syair Johan Syair merupakan salah satu jenis puisi lama. Syair memiliki beberapa ciri khas. Liaw Yock Fang, dalam bukunya yang berjudul Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik menyebutkan beberapa ciri syair menurut A. Teeuw. Syair terdiri atas empat baris, setiap baris mengandung empat kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas sembilan sampai dua belas suku kata. Aturan sanjak akhir ialah a-a-a-a dan sanjak dalam hampir tidak ada (Liaw Yock Fang, 2011: ). SJ dapat disebut dengan syair sesuai dengan ciri yang disebutkan oleh Liaw Yock Fang. Setiap bait SJ memiliki empat baris. Selain itu, setiap baris memiliki empat kata dan terdiri atas sembilan sampai dua belas suku kata. Aturan sanjak dalam SJ adalah a-a-a-a. Dalam SJ, ternyata terdapat ketidaksesuaian dalam penulisan. SJ memiliki bait yang tidak berjumlah empat baris karena ada kesalahan penulisan, yaitu ditografi. Menurut Robson, ditografi adalah sebuah suku kata atau bahkan sebuah kata yang kecil diulang secara tidak hati-hati (Robson, 1994: 19). Ditografi terjadi karena ada perpindahan halaman. Hal ini terjadi pada bait ke-62. Karena kesalahan ini, pada bait ke-62 terdiri atas 6 baris. Baris pertama dan baris kedua terulang pada baris ketiga dan keempat. 62. Siti Sekanta sangatlah rawan, Hatinya tidak berketahuan// bersyairkan, [Siti Sekanta sangatlah rawan, Hatinya tidak berketahuan], Bersyairkan kepada laila jembawan, Menyuruh mengambil buah-buahan Pada bait ke-62 ini, kemungkinan kesalahan penyalinan terjadi karena adanya perpindahan halaman. Kata alihan menjadi acuan dalam melihat adanya kesalahan penyalinan

8 tersebut. Pada bait ke-62 ini terdapat kata alihan bersyairkan, sedangkan pada halaman berikutnya yang tertulis bukan kata bersyairkan melainkan kata Siti Sekanta. Kesalahan penyalinan ini membuat bait ke-62 berisi enam baris sehingga tidak sesuai dengan ciri yang disebut oleh Liaw Yock Fang. Syair dan pantun merupakan hal yang serupa, tetapi tidak sama. Persamaan syair dan pantun terdapat dalam iramanya (Liaw Yock Fang, 2011: 565). Dalam SJ terdapat keunikan yang ditulis oleh penyalin yang berhubungan dengan pantun. Pada akhir syair, terdapat bagian yang tidak sesuai dengan ciri-ciri syair namun sesuai dengan cirri-ciri pantun. Hal tersebut terdapat pada bait 96 sampai bait 109. Walaupun beberapa bait tidak juga memiliki ciri-ciri seperti pantun, dapat dilihat secara keseluruhan bahwa pada bait-bait tertentu di bait 96 sampai 109, terdapat ciri pantun. Pantun ialah puisi empat atau kuatren yang berima silang (Braginsky, 1998: 225). Keunikan dari SJ adalah SJ memiliki bagian penutup yang mirip dengan pantun tetapi tidak berima silang. Bagian tersebut bukan bagian dari isi cerita Johan, melainkan memiliki bagian tersendiri dengan pesan tersendiri. Penulis menduga, bagian tersebut merupakan sebuah lagu yang ditulis oleh penyalin sebagai penutup syair. Berikut ini merupakan bait pertama dari bagian penutup SJ yang diduga merupakan sebuah pesan atau lagu. Pada bait tersebut, terlihat ciri-ciri pantun yaitu a-b-a-b. Namun, baris pertama dan kedua bukanlah sebuah sampiran, dan bait ketiga dan keempat bukanlah sebuah isi. Oleh sebab itu, penulis menduga bagian penutup ini bukan bagian dari syair dan bukan pula pantun, melainkan sebuah pesan yang ditulis secara bebas. Hal ini berbeda dengan bentuk bait SJ yang lainnya. Selain itu, beberapa bait juga tidak berima a-b-a-b seperti halnya pantun. Berikut ini merupakan contoh bait yang tidak berima a-b-a-b seperti pantun atau berima a-a-aa seperti syair. Dalam tesisnya, Tanojo (1993: 98) membahas mengenai penyimpangan yang terjadi dalam syair yang ditulis oleh penyair peranakan Cina, Tan Teng Kie sekitar tahun Karya Tan Teng Kie yang dibahas antara lain Sjair Djalanan Kreta Api, Sair dari Hal Datengnya Poetra Makoeta Kerajaan Roes di Betawi dan Pegihnya, Syair Sekalian Binatang di Hoetan, dan Syair Kembang. Berdasarkan strukturnya, karya-karya tersebut dianggap tidak sesuai dengan konvensi. Penyimpangan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai korupsi, melainkan sebuah eksperimen dalam penulisan puisi yang berusaha menggabungkan dua macam bentuk puisi lama, yaitu syair dan pantun.

9 Penyimpangan tersebut bukanlah suatu kesalahan yang dibuat secara disengaja atau tidak disengaja oleh penyair. Penyimpangan tersebut merupakan suatu inovasi baru yang diciptakan oleh penyair. Penyimpangan ini terjadi bukan karena penyair tidak mengetahui tentang konvensi penulisan puisi melainkan sebuah eksperimen yang akhirnya menjadi inovasi. Inovasi atau eksperimen yang dibuat oleh penyair ini membentuk suatu warna baru dalam penulisan puisi. Analisis SJ sebagai Syair Romantis Penulis menggunakan pengkategorian syair menurut Liaw Yock Fang dalam bukunya yang berjudul Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik (2011: ). Menurut Liaw Yock Fang, syair dapat dibagi ke dalam lima golongan, yaitu: Syair panji, Syair romantis, Syair kiasan, Syair sejarah, Syair agama. Syair romantis adalah syair yang paling digemari. Hal ini tidak mengherankan karena sebagian besar syair romantis menguraikan tema yang biasa terdapat di dalam cerita rakyat, penglipur lara dan hikayat. Kisah percintaannya diambil dari tokoh kerajaan dengan rakyat biasa. Contoh yang diberikan Liaw Yock Fang adalah Syair Sinyor Kosta dan Syair Tajul Muluk. Berdasarkan isi atau jalan cerita, SJ dapat dikategorikan sebagai syair romantis. Menurut Liaw Yock Fang, syair romantis mengisahkan percintaan antara putra putri raja. Biasanya percintaan tersebut tidak hanya dengan sesama putra putri raja tetapi dengan rakyat biasa. Dalam syair romantis, biasanya wanita yang menjadi rakyat biasa sedangkan pria yang menjadi anggota kerajaan (2011: 572). Dalam SJ, tidak ditemukan percintaan antara wanita biasa dan pria bangsawan. Namun berdasarkan formulanya, jalan cerita SJ sama seperti yang dikemukakan oleh Liaw Yock Fang, yaitu kisah percintaan antara anggota kerjaan dengan rakyat biasa. Selain berdasarkan jalan ceritanya, SJ dapat dikategorikan dalam syair romantis berdasarkan kata yang digunakan oleh penyair. SJ dapat dikategorikan sebagai syair romantis didukung oleh penggunaan bahasa yang dipilih oleh penyalin dalam setiap baitnya. Kata-kata yang dapat dikategorikan mendukung SJ termasuk syair romantis adalah majelis, merawan, cumbu, berahi, kasih, mesra, cium, bercinta, cinta, hati, dan jantung hati. Kata-kata tersebut muncul pada 16 bait dari 95 bait yang menceritakan kisah cinta Johan dan Siti. Bait-bait yang menggunakan kata-kata yang mendukung SJ termasuk dalam syair romantis antara lain bait 2, 6, 10, 11, 28, 61, 79, 94, dan 95.

10 Beberapa adegan yang ditulis penyalin merupakan adegan romantis antara Johan dan Siti. Dalam bait 10 dan 11 terdapat beberapa kata yang digunakan penyalin untuk menggambarkan Johan merayu dan memuji Siti. Kata tersebut adalah majelis. Dalam Kamus A Malay-English Dictionary yang disusun oleh R. J. Wilkinson, majelis mempunyai makna elok, cantik (1932: 120). Kata majelis terdapat juga pada bait ke-2, 4, 6, dan 85. Selain penggunaan kata majelis, pada bait 11 baris keempat penyalin menggunakan kalimat yang romantis, yaitu puhunkan kasih dengan mesra. Kalimat ini biasanya digunakan oleh pasangan kekasih. Berdasarkan isi cerita dan kata-kata pendukung yang terdapat dalam teks, SJ merupakan syair yang romantis. SJ menggambarkan kisah cinta antara rakyat biasa dan anggota kerajaan, yaitu Johan dan Siti. Mereka menjalin cinta dan saling merayu. Pada akhirnya, kisah percintaan mereka harus berakhir karena dipisahkan oleh keluarga Siti yang merupakan keluarga kerajaan. Selain itu, penyalin memilih kata-kata pendukung yang juga menggambarkan kisah cinta Johan dan Siti yaitu, majelis, merawan, cumbu, berahi, kasih, mesra, cium, bercinta, cinta, hati, dan jantung hati. Kata-kata tersebut mempunyai arti yang dapat dikairkan dengan sifat keromantisan. Analisis SJ Sebagai Syair Simbolik Dalam penjelasan mengenai jenis-jenis syair, syair simbolik atau kiasan adalah syair yang mengisahkan percintaan antara ikan, burung, bunga atau buah-buahan. Menurut Overbeck melalui Liaw Yock Fang, menyebutkan bahwa syair jenis ini biasanya mengandung kiasan atau sindiran terhadap peristiwa tertentu. Misalnya Syair Burung Pungguk menyindir seorang pemuda yang ingin mempersunting seorang gadis yang lebih tinggi kedudukannya (Liaw Yock Fang, 2011: 587). Berdasarkan pengertian dalam buku Liaw Yock Fang, jalan cerita SJ menyindir seorang pemuda biasa bahkan seorang taruna muda yang mencintai putri raja. Sindiran tersebut tergambarkan dari Johan yang mencintai dan mengingini Siti sebagai istrinya. Namun karena kedudukannya, Johan tidak dapat menjadikan Siti sebagai istrinya. Sindiran tersebut ditujukan kepada orang-orang yang masih memandang status sosial dalam hal percintaan. SJ merupakan syair simbolik karena menceritakan kisah percintaan antara Kumbang Johan dan turi Siti. Pada bagian tengah cerita, Johan mengubah dirinya menjadi Kumbang dan penyalin melambangkan Siti dengan kata turi.

11 Pada bait ke-44, Johan mengubah dirinya menjadi seekor Kumbang setelah bertapa dan muncul dengungan dan pusaran. Perubahan Johan menjadi Kumbang tidak terlihat secara jelas karena penyalin tiba-tiba memasukkan tokoh kumbang dalam ceritanya. Tokoh Kumbang masuk dalam cerita pertama kali pada bait ke-44. Pada bait inilah, Johan yang sebelumnya digambarkan bersemayam dalam putaran, seiring dengan bunyi tujuh rencana berubah menjadi Kumbang. Walaupun perubahan Johan menjadi Kumbang tidak terlihat dengan jelas, perubahan Kumbang menjadi Johan tergambarkan dengan jelas. Perubahan Kumbang menjadi Johan kembali terdapat pada bait ke-49 sampai 51. Pada bait ke-49, Kumbang hinggap pada Siti sambil menari. Kumbang pun menghampiri Siti dan seketika Kumbang pergi. Selanjutnya, pada bait ke-50, digambarkan Kumbang pergi ke balik tirai kelambu ratna. Kemungkinan tirai kelambu ratna ini terdapat di taman ketika Johan bersemayan dalam putaran sebelum berubah menjadi Kumbang. Di balik tirai kelambu ratna inilah Kumbang berubah kembali menjadi Johan. Hal tersebut dipertegas pada bait ke-51. Johan kembali dengan selamat. Dalam SJ, penyalin menggunakan kata kiasan dalam menggambarkan Siti. Banyak kata yang mempunyai arti nama tumbuhan atau pohon. Salah satunya merupakan julukan bagi Siti. Hal tersebut terlihat dalam bait ke-52. Pada bait ke-52 ini penyalin menggunakan kata turi sebagai simbol untuk menggambarkan Siti. Dalam Kamus A Malay-English Dictionary yang disusun oleh R. J. Wilkinson, kata turi berarti rumput yang indah. Penulis memperkirakaan, penyalin menggunakan kata turi untuk menggambarkan Siti yang elok atau indah. Selain berdasarkan jalan ceritanya, kata-kata yang dipilih oleh penyalin dapat mendukung SJ sebagai syair simbolik. Hal tersebut terdapat pada beberapa bait yang menyebutkan simbol tumbuhan. Penyebutan simbol tumbuhan juga disebutkan pada bait ke-12 sebagai berikut. Siti tersenyum seraya berkata, Manis seperti delima dinatah, Bersenda gurau mada(h) berserta,laki-laki mulutnya dusta Pada bait ini, penyalin menggunakan tumbuhan delima sebagai simbol. Kata tersebut digunakan Siti setelah Johan merayunya. Kata delima dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 3 (2001: 248) memiliki arti tumbuhan perdu dengan cabang rendah dan berduri jarang,

12 buahnya berkulit kekuning-kuningan sampai merah tua, dan dapat di makan. Kata delima pada bait ini, mempunyai arti bahwa laki-laki berbicara manis seperti delima dan tidak dapat dipercaya karena penuh dengan dusta. Laki-laki di sini dimaksud untuk Johan. Berdasarkan isi cerita dan kata-kata pendukung yang terdapat dalam teks, SJ dapat dikategorikan ke dalam syair simbolik. Hal itu dapat dilihat dari isi cerita SJ yang menggambarkan percintaan antara hewan dan tumbuhan. Dalam SJ, Kumbang disimbolkan sebagai tokoh Johan dan turi disimbolkan sebagai tokoh Siti. Selain menggambarkan percintaan tersebut, yaitu antara Kumbang dan turi, SJ juga memperlihatkan ciri syair simbolik lainnya yaitu sindiran. Dalam SJ terdapat sindiran pemuda yang menginginkan menikah dengan putri raja. Hal ini menyindir seseorang yang memandang status sosial dalam percintaan. Dalam teks SJ, juga terdapat kata-kata pendukung yang dapat membuat SJ termasuk syair simbolik yaitu rambun, seroja, dan delima. Kesimpulan Berdasarkan analisis struktur, struktur SJ sebenarnya sama dengan struktur syair pada umumnya, penulisan pada halaman yang dibagi dua dan mempunyai sanjak a-a-a-a. Namun, SJ salah satu syair yang unik dengan menyertakan pesan pada akhir syair yang mirip dengan pantun namun bukan pantun. Bagian pesan ini kadang-kadang bersanjak a-b-a-b seperti pantun. Namun sebagian besar tidak bersanjak, melainkan ditulis secara bebas. Bagian pesan ini tidak ada hubungan dengan kisah Johan atau pun Siti. Hal itu terdapat pada bait ke-96 sampai bait ke-109. Pada bait ke-62, SJ mengalami kesalahan penyalinan yaitu, ditografi. Kesalahan penyalinan ini menyebabkan struktur bait pada naskah tidak genap, yaitu kurang dua baris. Selain itu, kesalahan penyalinan ini membuat sanjak setelah bait ke-62 menjadi tidak sesuai. Hal tersebut menyebabkan penulis membuat rekonstruksi dalam penyuntingan sehingga bait menjadi genap dan dapat dibaca dengan dengan sanjak yang sesuai. Isi teks SJ merupakan sebuah kisah antara Johan dan Siti yang saling mencintai namun terpisahkan karena ditentang oleh keluarga Siti. SJ disebut sebagai syair romantis karena SJ mengisahkan percintaan dari dua kalangan yang berbeda yaitu anggota kerajaan dan rakyat biasa. Beberapa adegan digambar secara romantis oleh penyalin. Penyalin menggunakan beberapa kata yang romantis untuk mendukung isi cerita misalnya kata majelis yang

13 bermakna elok atau cantik. Selain kata majelis, penyalin juga mengunakan cumbuan, merawan, cium, cinta, dan birahi sebagai pendukung cerita romantis. Keunikan syair ini adalah penyalin juga menggunakan simbol-simbol. Dalam cerita, Johan berubah menjadi Kumbang dan menghampiri Siti yang disimbolkan dengan turi yang menyimbolkan sesuatu yang indah. Selain Kumbang dan Turi, penyalin juga menggunakan kata rambun, seroja dan delima untuk melambang suatu keadaan. Hal ini menjadikan SJ tidak hanya dapat dikategorikan sebagai syair romantis, tetapi dapat juga dikategorikan sebagai syair simbolik.

14 Daftar Pustaka Naskah Kumpulan Syair Kumbang dan Nyamuk. Syair Johan. W240b. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Katalogus Iskandar, Teuku Catalogue of Malay, Minangkabau, and South Sumatran Manuscript in The Netherlands. Jakarta: Libra. Sutaarga, Amir, dkk Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Ditjen. Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. T. E. Behrend Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4. PNRI. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Van Ronkel, PH. S Maleische en Minangkabausche Handschriften. Leiden: E. J Brill. Kamus Iskandar, Teuku Kamus Dewan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajar. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 3. Jakarta: Balai Pustaka. Wilkinson, R. J A Malay English Dictionary. London: Salavopaulus and Kinderlis, Art Printers Mytiline, Greece. Buku Braginsky Yang Indah, Berfaedah, dan Kamal. Jakarta: Pustaka Jaya. Ikram, Achdiati Katalog Naskah Buton: Koleksi Abdul Mulku Zahari. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Jan Van der Putten & Al-Azhar Terjemahan: Aswandi Syahri. Di Dalam Berkekalan Persahabatan Surat-surat Raja Ali Haji. Jakarta: KPG. Jumsari Jusuf Antologi Syair Simbolik dalam Sastra Indonesia Lama. Jakarta: Ditjen. Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kramadibrata, Dewaki, dkk. Ed Katalog Naskah Ambon. Depok: Yanasa. Kurniawan Rudi Syair Nyamuk dan Lalat, Sebuah Suntingan Naskah Disertai Telaah Tema, Amanat, dan Simbolik. Skripsi, Sarjana. Fakultas Sastra: Universitas Indonesia.

15 Liaw Yock Fang Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Mulyadi, Sri Rujiati Kodikologi Melayu di Indonesia. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Nurita, Yeri Syair Bayan Budiman, Sebuah Suntingan Naskah Disertai Tinjauan Tema dan Amanat. Skripsi. Sarjana. Fakultas Sastra: Universitas Indonesia. Pujiastuti, Titik, Tommy Christommy Teks Naskah dan Kelisanan Nusantara. Depok: Yayasan Pernaskahan Nusantara. Tanojo, Edwina Satmoko Dari DJalanan Kereta Api sampai Kembang Suatu Studi atas Syair-syair Tan Teng Kie. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. T.E Behrend Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Sulawesi Selatan. Makassar: Arsip Nasional RI. Robson, S. O Prinsip-prinsip Filologi Indonesia. Terj. Kentjanawati Gunawan. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Universitas Leiden.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan salah satu warisan nenek moyang yang masih tersimpan dengan baik di beberapa perpustakaan daerah, seperti Perpustakaan Pura Pakualaman dan Museum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di 11 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di Nusantara. Pada masa itu, proses reproduksi naskah dilakukan dengan cara disalin. Naskah-naskah

Lebih terperinci

Daftar Pustaka (1992). Sastra Perang: Sebuah Pembicaraan mengenai Hikayat Perang Sabil. Jakarta: Balai Pustaka.

Daftar Pustaka (1992). Sastra Perang: Sebuah Pembicaraan mengenai Hikayat Perang Sabil. Jakarta: Balai Pustaka. Daftar Pustaka Naskah Syair Bintara Mahmud Setia Raja Blang Pidier Jajahan, NB 108. Perpustakaan Nasioanal Republik Indonesia. Buku Abdullah, Taufik. (1990). Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: Gajah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut dilestarikan. Kita juga perlu mempelajarinya karena di dalamnya terkandung nilainilai luhur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai warisan kebudayaan para leluhur antara lain terdapat di dalam berbagai cerita lisan, benda-benda,

Lebih terperinci

SASTRA MELAYU HALAMAN SAMPUL SOAL MID SEMESTER JURUSAN SASTRA DAERAH/ MELAYU SEMESTER 2

SASTRA MELAYU HALAMAN SAMPUL SOAL MID SEMESTER JURUSAN SASTRA DAERAH/ MELAYU SEMESTER 2 SASTRA MELAYU HALAMAN SAMPUL SOAL MID SEMESTER JURUSAN SASTRA DAERAH/ MELAYU SEMESTER 2 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS LANCANG KUNING 2014 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra Indonesia terdiri dari karya sastra lisan dan karya sastra tulis. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Nusantara yang terletak di kawasan Asia Tenggara sejak kurun waktu yang cukup lama memiliki peradaban dan kebudayaan tinggi yang

Lebih terperinci

SUNTINGAN TEKS SYAIR SIDI IBRAHIM SERTA ANALISIS ASPEK ROMANTIS DALAM TEKS

SUNTINGAN TEKS SYAIR SIDI IBRAHIM SERTA ANALISIS ASPEK ROMANTIS DALAM TEKS SUNTINGAN TEKS SYAIR SIDI IBRAHIM SERTA ANALISIS ASPEK ROMANTIS DALAM TEKS Lucy Setia Rachmawati, 0906641485 Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya-karya peninggalan masa lampau merupakan peninggalan yang menginformasikan buah pikiran, buah perasaan, dan informasi mengenai berbagai segi kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua manusia berpikir, setelah berpikir dia ingin menyatakan pikirannya dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal yang merupakan

Lebih terperinci

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK)

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SKRIPSI Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Ika Cahyaningrum A2A 008 057 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi pernasakahan di Indonesia bisa dikatakan sangat kurang peminat, dalam hal ini penelitian yang dilakukan terhadap naskah. Sedikitnya penelitian terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan gugusan pulau dan kepulauan yang memiliki beragam warisan budaya dari masa lampau. Kekayaan-kekayaan yang merupakan wujud dari aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya. Salah satu kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya. Salah satu kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya. Salah satu kekayaan yang dimiliki yaitu kebudayaan.koentjaraningrat (1985) menyebutkan bahwa kebudayaan terdiri dari tujuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Naskah kuno merupakan hasil kebudayaan suatu bangsa yang tak ternilai harganya. Di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur yang ingin disampaikan oleh nenek moyang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan suatu bangsa pada masa sekarang ini merupakan suatu rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin memahami lebih dalam mengenai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah naskah Wawacan Pandita Sawang yang beraksara Arab (Pegon) dan berbahasa Sunda, teks di dalamnya berbentuk puisi/wawacan. Naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilisankan atau diceritakan kepada orang lain, kemudian berangsur-angsur

BAB I PENDAHULUAN. dilisankan atau diceritakan kepada orang lain, kemudian berangsur-angsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum adanya tradisi tulis, kesusastraan Melayu klasik berkembang melalui tradisi lisan. Tradisi lisan dalam kesusastraan berarti kegiatan bercerita secara turun-temurun,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Kemampuan mengomunikasikan pikiran dan

I. PENDAHULUAN. Belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Kemampuan mengomunikasikan pikiran dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Kemampuan mengomunikasikan pikiran dan perasaan kepada pihak lain terwujud dalam kegiatan berbahasa. Di dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN. Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabhanti Watulea merupakan tradisi lisan masyarakat Watulea di Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara. Kabhanti Watulea adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai ilmu pengetahuan yang ada pada jaman sekarang dapat dikatakan merupakan buah pikir dari warisan leluhur. Warisan leluhur dapat berupa artefak yang tidak hanya

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER 1. Judul Matakuliah Metode Filologi 2. Kode/SKS BDI 2212 3. Prasyarat BDI2112, B0121 13, BDI2114 4. Status Matakuliah Wajib 5. Deskripsi singkat Matakuliah

Lebih terperinci

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA Skripsi Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Humaniora Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Fitrianna Arfiyanti

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: kritik sosial, bentuk, masalah, syair.

ABSTRAK. Kata Kunci: kritik sosial, bentuk, masalah, syair. ABSTRAK Lucyana. 2018. Kritik Sosial dalam Syair Nasib Melayu Karya Tenas Effendy. Skripsi, Program Studi Sastra Indonesia, FIB Universitas Jambi, Pembimbing: (I) Dr. Drs. Maizar Karim, M.Hum (II) Dwi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan yang berupa bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis berupa naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas kehidupan manusia menggunakan bahasa sebagai alat perantaranya.

BAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas kehidupan manusia menggunakan bahasa sebagai alat perantaranya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa terlepas dari bahasa. Sebab bahasa merupakan alat bantu bagi manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya. Segala aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku tersebut memiliki nilai budaya yang dapat membedakan ciri yang satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koentjaraningrat mengatakan bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sanksekerta budhayah yang berasal dari bentuk jamak kata budhi yang berarti budi dan akal. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah-naskah Nusantara sangat beraneka ragam, yang isinya mengemukakan tentang kehidupan manusia misalnya, masalah politik, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa,

Lebih terperinci

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah merupakan hasil medium tulis yang digunakan pada sastra klasik. Isi naskah tersebut dapat meliputi semua aspek kehidupan budaya bangsa yang bersangkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan penduduk pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat pesat, hal ini tak luput

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil pemikiran orang-orang terdahulu yang dituangkan ke dalam sastra dan

BAB I PENDAHULUAN. hasil pemikiran orang-orang terdahulu yang dituangkan ke dalam sastra dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan Melayu Klasik merupakan bukti konkret kebudayaan berupa hasil pemikiran orang-orang terdahulu yang dituangkan ke dalam sastra dan bahasa. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN 24 BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari beberapa uraian yaitu, (1) objek penelitian, (2) metode, (3) prosedur penelitian, (4) teknik pengumpulan data 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno adalah benda budaya yang merekam informasi dan pengetahuan masyarakat lampau yang diturunkan secara turun temurun semenjak dulu sampai saat ini. Warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum sastra Bali dibedakan atas dua kelompok, yaitu Sastra Bali

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum sastra Bali dibedakan atas dua kelompok, yaitu Sastra Bali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum sastra Bali dibedakan atas dua kelompok, yaitu Sastra Bali Purwa (klasik) dan Sastra Bali Anyar (modern). Kesusastraan Bali Purwa adalah warisan sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbahagialah kita bangsa Indonesia, bahwa hampir di setiap daerah di seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian karya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang tertuang dalam bentuk naskah sejak abad IX 1. Berkaitan dengan tulisan dalam bentuk naskah, Saputra

Lebih terperinci

2014 SAJARAH CIJULANG

2014 SAJARAH CIJULANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 tahun 2010. Ungkapan warisan

Lebih terperinci

KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung

KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung Nama Melayu pertama kali dipakai sebagai nama kerajaan tua di daerah Jambi di tepi sungai Batang hari. Peninggalan paling tua dari bahasa Melayu adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Hal itu disebabkan karena budaya merupakan hasil olah rasa dan olah pikir manusia demi menunjang

Lebih terperinci

KAJIAN STRUKTURAL DALAM SERAT PARARATON: KEN ANGROK

KAJIAN STRUKTURAL DALAM SERAT PARARATON: KEN ANGROK KAJIAN STRUKTURAL DALAM SERAT PARARATON: KEN ANGROK Oleh : Diana Prastika program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa diana_prastika@yahoo.co.id Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA SUNTINGAN TEKS DAN KEDUDUKAN HIKAYAT NABI WAFAT DALAM KHAZANAH KESUSASTRAAN MELAYU KLASIK SKRIPSI DANTRI ANJANI 0706292782 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, yang wajib kita mensyukuri rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan yang tidak ternilai

Lebih terperinci

Sastra Lama dan Sastra Modern. Oleh: Valentina Galuh X-9/21

Sastra Lama dan Sastra Modern. Oleh: Valentina Galuh X-9/21 Sastra Lama dan Sastra Modern Oleh: Valentina Galuh X-9/21 Periodisasi Kesusastraan di Indonesia Sastra Lama Angkatan Balai Pustaka Zaman Peralihan Sastra modern Angkatan Pujangga Baru Angkatan 45 Angkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan memiliki nilai-nilai luhur yang terdiri atas nilai filosofis dan nilai

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan memiliki nilai-nilai luhur yang terdiri atas nilai filosofis dan nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia kaya akan keberagaman budaya yang sudah dikenal oleh dunia dari zaman kependudukan kolonial. Ini merupakan hal yang sepatutnya dimanfaatkan dan dilestarikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Akan tetapi, hingga saat ini masih sedikit peneliti yang memberikan 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Akan tetapi, hingga saat ini masih sedikit peneliti yang memberikan 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Karya sastra menurut ragamnya dibedakan atas prosa, puisi, dan drama. Banyak pokok permasalahan yang dapat dijumpai dalam ketiga jenis karya sastra tersebut, misalnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kepustakaan yang relevan 1.1.1 Transliterasi Transliterasi merupakan salah satu tahap/langkah dalam penyuntingan teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra Indonesia bisa diketahui dengan banyaknya karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra Indonesia bisa diketahui dengan banyaknya karya sastra BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki latar belakang budaya tinggi yang tertulis dalam karya sastra. Kekayaan yang dimiliki Indonesia sangat beragam, di antaranya berupa karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuna mempunyai peran penting dalam peradaban umat manusia, karena naskah kuna berisi berbagai macam tulisan tentang: adat istiadat, cerita rakyat, sejarah, budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filologi merupakan suatu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan (Baroroh-Baried,

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN Metode dapat diartikan sebagai cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya (Ratna, 2004:34).

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BAHASA INDONESIA BAB 4. Ketrampilan BersastraLatihan Soal 4.1. Perasaan takut. Perasaan sunyi. Perasaan sedih

SMP kelas 9 - BAHASA INDONESIA BAB 4. Ketrampilan BersastraLatihan Soal 4.1. Perasaan takut. Perasaan sunyi. Perasaan sedih 1. Isi puisi di atas menggambarkan... SMP kelas 9 - BAHASA INDONESIA BAB 4. Ketrampilan BersastraLatihan Soal 4.1 Perasaan khawatir Perasaan takut Perasaan sunyi Perasaan sedih Isi puisi tersebut menggambarkan

Lebih terperinci

Alfian Rokhmansyah, M.Hum.

Alfian Rokhmansyah, M.Hum. Alfian Rokhmansyah, M.Hum. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman Samarinda Teori Filologi iii TEORI FILOLOGI oleh Alfian Rokhmansyah, M.Hum. Hak cipta dilindungi undang-undang 2017 Penyunting Azizatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam khazanah sastra Jawa Kuna (kawi) memang telah sejak lama memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan sastra Jawa Kuna yang berbentuk

Lebih terperinci

Berilah tanda silang (X) huruf a, b, c, atau d pada jawaban yang benar

Berilah tanda silang (X) huruf a, b, c, atau d pada jawaban yang benar Contoh Soal Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Berilah tanda silang (X) huruf a, b, c, atau d pada jawaban yang benar 1. Dalam tayangan suatu berita pasti ada pokok berita yang disampaikan. Pokok berita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada kertas, lontar, kulit kayu atau rotan (Djamaris, 1977:20). Naskah

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada kertas, lontar, kulit kayu atau rotan (Djamaris, 1977:20). Naskah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah merupakan obyek material filologi yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan hasil budaya bangsa pada masa lalu (Baried, 1985:54). Naskah yang dimaksud

Lebih terperinci

Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks

Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni - Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

25. Teologi: pengetahuan ketuhanan (mengenai sifat Allah, dasar kepercayaan kepada. Allah dan agama, terutama berdasarkan pada kitab suci.

25. Teologi: pengetahuan ketuhanan (mengenai sifat Allah, dasar kepercayaan kepada. Allah dan agama, terutama berdasarkan pada kitab suci. 167 25. Teologi: pengetahuan ketuhanan (mengenai sifat Allah, dasar kepercayaan kepada Allah dan agama, terutama berdasarkan pada kitab suci. 26. Usul ad-dīn: pokok-pokok agama Islam. 27. Varian: sekelompok

Lebih terperinci

Hikayat Qamaruzzaman: Suntingan Teks dan Analisis Sastra Fantastik. Oleh: Farhana Aulia C

Hikayat Qamaruzzaman: Suntingan Teks dan Analisis Sastra Fantastik. Oleh: Farhana Aulia C Hikayat Qamaruzzaman: Suntingan Teks dan Analisis Sastra Fantastik Oleh: Farhana Aulia C0208022 Abstrak Penelitian naskah lama dalam dunia sastra selalu menarik untuk dikaji, terlebih dalam rangka upaya

Lebih terperinci

KEMAHIRAN MENULIS PANTUN MENGGUNAKAN OBJEK BENDA BERDASARKAN TEMPAT SISWA KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 11 TANJUNGPINANG ARTIKEL E-JOURNAL

KEMAHIRAN MENULIS PANTUN MENGGUNAKAN OBJEK BENDA BERDASARKAN TEMPAT SISWA KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 11 TANJUNGPINANG ARTIKEL E-JOURNAL KEMAHIRAN MENULIS PANTUN MENGGUNAKAN OBJEK BENDA BERDASARKAN TEMPAT SISWA KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 11 TANJUNGPINANG ARTIKEL E-JOURNAL Oleh ZAKIRIN NIM 100388201367 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Sebuah manuskrip dalam aksara Latin yang berjudul Tjajar Sapi berisi tentang

BAB I PENDAHULUAN Sebuah manuskrip dalam aksara Latin yang berjudul Tjajar Sapi berisi tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya aksara Latin pada awal abad ke-20 secara perlahan-lahan menggeser penggunaan aksara Arab-Melayu di Nusantara. Campur tangan bangsa Eropa (Belanda) dalam

Lebih terperinci

SYAIR NEGERI PATANI : Suntingan Teks dan Analisis Semiotik

SYAIR NEGERI PATANI : Suntingan Teks dan Analisis Semiotik SYAIR NEGERI PATANI : Suntingan Teks dan Analisis Semiotik SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Lebih terperinci

ULANGAN TENGAH SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

ULANGAN TENGAH SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2014/2015 MAJELIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH PIMPINAN CABANG MUHAMMADIYAH WONOSARI SD MUHAMMADIYAH WONOSARI Alamat : Tawarsari, Wonosari, Wonosari, Gunungkidul Telp. (0274)391884 ULANGAN TENGAH SEMESTER GENAP

Lebih terperinci

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa 89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui naskah kuna. Jenis isi dari naskah kuna sangat beragam. Jenis teks tersebut antara lain berisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain

BAB 1 PENDAHULUAN. suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negeri yang kaya dengan budayanya. Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain bahasa daerah,

Lebih terperinci

PATHISARI. Wosing těmbung: Sěrat Pangracutan, suntingan lan jarwanipun teks, kalěpasan.

PATHISARI. Wosing těmbung: Sěrat Pangracutan, suntingan lan jarwanipun teks, kalěpasan. PATHISARI Skripsi punika asil saking panaliten filologi tumrap Sěrat Pangracutan ingkang kasimpěn ing Perpustakaan Pura Pakualaman Ngayogyakarta mawi kode koleksi 0125/PP/73. Skripsi punika awujud suntingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa berpengaruh penting untuk perkembangan intelektual, sosial dan emosional siswa. Materi pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa berpengaruh penting untuk perkembangan intelektual, sosial dan emosional siswa. Materi pelajaran yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa berpengaruh penting untuk perkembangan intelektual, sosial dan emosional siswa. Materi pelajaran yang diajarkan disajikan melalui bahasa, oleh karena itu bahasa

Lebih terperinci

HIKAYAT SALMAN AL FARISI SEBAGAI KARYA SASTRA ISLAM: SUNTINGAN TEKS DAN ANALISIS ISI

HIKAYAT SALMAN AL FARISI SEBAGAI KARYA SASTRA ISLAM: SUNTINGAN TEKS DAN ANALISIS ISI HIKAYAT SALMAN AL FARISI SEBAGAI KARYA SASTRA ISLAM: SUNTINGAN TEKS DAN ANALISIS ISI Anisya Noviani Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia anisyanoviani@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nusantara memiliki beberapa jenis kesusastraan yang diciptakan, berkembang dan dilestarikan oleh masyarakat pendukungnya. Salah satu kesusastraan yang berkembang

Lebih terperinci

Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C0199012 UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah banyak dilakukan salah satunya, penelitian pengajaran sastra dapat peneliti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat Jawa merupakan salah satu masyarakat di Indonesia yang memiliki berbagai macam budaya. Salah satu budaya yang terdapat dalam masyarakat Jawa adalah budaya

Lebih terperinci

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

Please purchase PDFcamp Printer on  to remove this watermark. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata budaya terdiri dari dua kata yaitu budi dan daya. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM CERITA RAKYAT LUTUNG KASARUNG. lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa dengan kultur budaya dan

BAB II GAMBARAN UMUM CERITA RAKYAT LUTUNG KASARUNG. lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa dengan kultur budaya dan BAB II GAMBARAN UMUM CERITA RAKYAT LUTUNG KASARUNG 2.1 Cerita Rakyat Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat. Cerita rakyat atau legenda adalah cerita pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipegang yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil

BAB I PENDAHULUAN. dipegang yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah merupakan tulisan tangan berupa benda konkret yang dapat dilihat dan dipegang yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS PANTUN SISWA KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 7 TANJUNGPINANG

KEMAMPUAN MENULIS PANTUN SISWA KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 7 TANJUNGPINANG KEMAMPUAN MENULIS PANTUN SISWA KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 7 TANJUNGPINANG ARTIKEL E-JOURNAL Oleh EBI MARLINA NIM 090388201077 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra lisan sebagai sastra tradisional telah lama ada, yaitu sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra lisan sebagai sastra tradisional telah lama ada, yaitu sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra lisan sebagai sastra tradisional telah lama ada, yaitu sebelum masyarakat tersebut mengenal keberaksaraan. Setiap bentuk sastra lisan, baik cerita maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra Indonesia telah bermula sejak abad 20 dan menjadi salah satu bagian dari kekayaan kebudayaan Indonesia. Sastra Indonesia telah mengalami perjalanan

Lebih terperinci

FUNGSI DAN KEDUDUKAN HIKAYAT NABI BERCUKUR

FUNGSI DAN KEDUDUKAN HIKAYAT NABI BERCUKUR FUNGSI DAN KEDUDUKAN HIKAYAT NABI BERCUKUR Ani Diana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP Muhammadiyah Pringsewu email: anidiana66@gmail.com Abstract The Tale of Propert Shave (TPS) is a work

Lebih terperinci

2015 RELEVANSI GAYA BAHASA GURIND AM D UA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI D ENGAN KRITERIA BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA D AN SASTRA IND ONESIA D I SMA

2015 RELEVANSI GAYA BAHASA GURIND AM D UA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI D ENGAN KRITERIA BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA D AN SASTRA IND ONESIA D I SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap kali gurindam disebut, maka yang terbesit tidak lain ialah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji. Seakan-akan hanya Gurindam Dua Belas satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena sastra berisikan ide para pengarang yang. lebih memaknai arti dari sebuah karya sastra tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena sastra berisikan ide para pengarang yang. lebih memaknai arti dari sebuah karya sastra tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah bagian dari kebudayaan yang tidak terbatas pada nilai-nilai subjektif atau semata-mata terfokus pada daya khayal pengarang atau sastrawan saja,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Putra (1986), dalam penelitian beliau yang berjudul "Aspek Sastra Dalam Babad Dalem Suatu Tinjauan Intertekstualitas", menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung nilai filsafat, agama, dan nilai kehidupan. Tutur adalah 'nasehat' atau 'bicara'. Kata perulangan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

1. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SD/MI

1. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SD/MI SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG KOMPETENSI INTI DAN PELAJARAN PADA KURIKULUM 2013 PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH 1. KOMPETENSI INTI

Lebih terperinci

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALATIHAN SOAL BAB 7. Sikap berhati hati diperlukan saat kita bepergian ke luar kota.

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALATIHAN SOAL BAB 7. Sikap berhati hati diperlukan saat kita bepergian ke luar kota. 1. Perhatikan pantun berikut!! Hati hatilah menyeberang Jangan sampai titian patah Hati hatilah di rantau orang Jangan sampai berbuat salah SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALATIHAN SOAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan terbentuk sebagai hasil sintesis dari pengalaman-pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan terbentuk sebagai hasil sintesis dari pengalaman-pengalaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan terbentuk sebagai hasil sintesis dari pengalaman-pengalaman masa lalu. Oleh sebab itu, untuk memahami kebudayaan suatu bangsa dengan baik, informasi-informasi

Lebih terperinci

cinta lingkungan pelajaran 3

cinta lingkungan pelajaran 3 cinta lingkungan pelajaran 3 cinta lingkungan berarti sayang kepada sesama tumbuhan hewan manusia harus memelihara tumbuhan alam hewan semua adalah ciptaan tuhan apakah kamu cinta lingkungan cinta lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh

BAB I PENDAHULUAN. sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan adalah suatu karya sastra tradisional yang mempunyai sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh atau pupuh pupuh, dan

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pelajaran 4

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pelajaran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pelajaran Sekolah : SD dan MI Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : I/ Tema : Hewan dan Tumbuhan Standar Kompetensi :. Memahami bunyi bahasa, perintah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah bagi siswa. intelektual, emosional maupun budi pekerti.

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah bagi siswa. intelektual, emosional maupun budi pekerti. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan kini telah berkembang searah dengan kebutuhan masyarakat yang dinamis. Perkembangan ini tentunya mempengaruhi berbagai disiplin ilmu yang telah ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Umpasa merupakan salah satu ragam sastra lisan yang dimiliki masyarakat Batak Toba. Sebagai ragam sastra lisan, umpasa awalnya berkembang di masyarakat tradisional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

Pokok Bahasan Rincian Pokok Bahasan Waktu

Pokok Bahasan Rincian Pokok Bahasan Waktu 1. Fakultas/ Program Studi 2. Mata Kuliah dan Kode : Fakultas Bahasa dan Seni/ Pendidikan Bahasa Jawa : FILOLOGI JAWA I 3. Jumlah SKS : Teori : 2 SKS Praktik : - SKS 4. Kompetensi : Mahasiswa memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI

ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI A. PENDAHULUAN Indonesia mempunyai khasanah sastra klasik yang beraneka ragam, yang terdiri dari sastra-sastra daerah. Sastra klasik adalah sastra dalam bahasa

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS SYAIR MAHASISSWA SEMESTER VI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TAHUN AJARAN 2012/2013

KEMAMPUAN MENULIS SYAIR MAHASISSWA SEMESTER VI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TAHUN AJARAN 2012/2013 KEMAMPUAN MENULIS SYAIR MAHASISSWA SEMESTER VI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TAHUN AJARAN 2012/2013 ARTIKEL E-JOURNAL

Lebih terperinci