SUNTINGAN TEKS SYAIR SIDI IBRAHIM SERTA ANALISIS ASPEK ROMANTIS DALAM TEKS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SUNTINGAN TEKS SYAIR SIDI IBRAHIM SERTA ANALISIS ASPEK ROMANTIS DALAM TEKS"

Transkripsi

1 SUNTINGAN TEKS SYAIR SIDI IBRAHIM SERTA ANALISIS ASPEK ROMANTIS DALAM TEKS Lucy Setia Rachmawati, Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia ABSTRAK Warisan budaya Indonesia tidak hanya terbatas pada bahasa atau pun tradisi lisan, tetapi juga terdapat tradisi menulis yang meninggalkan karya dalam bentuk fisik berupa naskah. Naskahnaskah tersebut perlu dilestarikan karena menyimpan berbagai informasi dan pengetahuan di dalamnya. Namun, dalam usaha pelestariannya ada hambatan yang cukup berarti, yaitu dalam hal penguasaan aksara dan bahasa. Salah satu upaya agar naskah tersebut dapat dimengerti masyarakat saat ini adalah dengan melakukan penggarapan dan pengalihaksaraan. Tulisan ini menyajikan transliterasi naskah Syair Sidi Ibrahim koleksi Von de Wall yang terdapat di Indonesia dengan kode naskah W 245. Transliterasi tersebut juga dilengkapi dengan daftar kata asing dan juga kekhasan teks. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa naskah ini tergolong jenis syair dan lebih khusus lagi digolongkan ke dalam jenis syair romantis. Kata kunci: Syair Sidi Ibrahim, Struktur, Romantisisme ABSTRACT Indonesian cultural heritage is not limited to language or oral tradition, but there is also a tradition of writing that left the paper in the phsycal form of the script. These scripts need to be preserved because the store a variety of information and knowledge in it. However, in an attempt to preserving there are considerable obstacles, namely in terms of mastery of the language and alphabet. One of the effort that the manuscript understandable today s society is to do work and transliteration. This thesis presents the script transliteration of Syair Sidi Ibrahim collection Von de Wall in Indonesia with script code W 245. The transliteration is also equipped with a list of foreign words and also the specificity of the text. The results of this research show that this type of manuscript poems and more specifically classified into romantic poetry.. It is supported with the use of diction, simile, and metaphor in the text. Key Words: Syair Sidi Ibrahim, Structure, Romanticism

2 Pendahuluan Warisan budaya Indonesia tidak hanya terbatas pada bahasa atau pun tradisi lisan, tetapi juga termasuk tradisi menulis yang meninggalkan karya dalam bentuk fisik, yaitu naskah. (Ikram, 1997: 38). Pengetahuan kita tentang kebudayaan bangsa pada masa yang lampau sebagian tergali dari peninggalan purbakala, termasuk prasasti dan naskah lama yang ditulis tangan (Sudjiman, 1995: 46). Hussein (1974) menyebutkan bahwa sebagian besar naskah itu sekarang tersimpan di berbagai pusat penyimpanan dokumentasi ilmiah di dalam dan luar negeri. Adapun sebagian lagi tidak diketahui jumlahnya dengan pasti masih ada di tangan perorangan, tersimpan sebagai warisan keluarga yang turun-temurun, dan tidak pernah terjamah (Sudjiman, 1995: 46). Naskah-naskah tersebut perlu dilestarikan karena mengandung banyak informasi dan pengetahuan di dalamnya (Sudjiman, 1995: 11-14). Dalam perkembangannya, usaha pelestarian dan pembelajaran naskah klasik mengalami berbagai hambatan. Salah satu hambatan yang dirasa cukup penting adalah dalam hal penguasaan bahasa dan aksara naskah tersebut. Oleh sebab itu diperlukan proses pengalihaksaraan. Sebuah teks lama dibuat transliterasinya karena aksara yang digunakan di dalam teks tersebut sudah semakin asing bagi orang kebanyakan, sedangkan isi teks itu sendiri dianggap masih relevan dan penting untuk dilestarikan (1995: 99). Menurut ragamnya, karya sastra dibedakan atas ragam prosa, puisi, dan drama (Sudjiman, 1995: 17). Puisi Melayu digolongkan menjadi lima, yaitu mantra, peribahasa, pantun, syair, dan gurindam (Djamaris, 2002: 34). Dalam tulisan ini, saya mengambil salah satu naskah berupa syair Melayu yang berjudul Syair Sidi Ibrahim. Naskah Syair Sidi Ibrahim (dan selanjutnya akan disebut Naskah SSI) berada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan kode ML 731 (berasal dari W 245). SSI diketahui dibuat sekitar tahun 1282 Hijriah. Keterangan mengenai tahun pembuatan naskah tersebut diketahui dari Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat Dep. P&K karya Sutaarga tahun 1972 halaman 329. Penulis tertarik meneliti Naskah SSI ini karena melalui penelusuran singkat, diketahui naskah ini merupakan salah satu dari puisi koleksi Von de Wall yang belum ditransliterasi. Dari kondisi fisiknya, SSI dinilai cukup baik dan cukup mudah untuk dibaca atau diteliti. Alasan yang paling mendasar adalah naskah tersebut belum pernah diterbitkan dalam bentuk transliterasi lengkap. Sebagai salah satu hasil sastra masa lampau yang terkenal pada

3 zamannya, naskah ini dirasa perlu diperkenalkan agar nilai-nilai yang terkandung dalam teks bisa sampai kepada masyarakat saat ini. Dalam tulisan ini, saya juga akan menunjukkan nilai atau unsur romantisisme yang tercermin dalam naskah ini yang dapat menunjukkan bahwa naskah ini tergolong syair romantis. Metodologi yang saya pakai dalam penelitian kali ini dimulai dengan inventarisasi, Pengumpulan data dilakukan dengan metode studi pustaka. Sumber data penelitian ini adalah katalogus naskah yang terdapat di berbagai perpustakaan universitas dan museum (Djamaris, 2002: 10). Naskah yang sudah dikumpulkan perlu segera diolah dan menghasilkan deskripsi naskah. Langkah terakhir adalah mentransliterasi naskah yang dilakukan dengan pendekatan filologi. Transliterasi dilakukan dari aksara Jawi menjadi aksara Latin sehingga pembaca dapat mengerti isi dari teks SSI. Metode yang digunakan untuk menyunting teks SSI adalah metode edisi kritis. Metode kritis adalah metode yang memperlihatkan hasil transliterasi naskah dengan ejaan yang disesuaikan saat ini agar pembaca dapat memahami hasil transliterasi naskah SSI (Robson, 1994: 17 25). Inventarisasi Naskah Kegiatan inventarisasi naskah merupakan kegiatan penelusuran naskah untuk mengetahui jumlah sebuah naskah. Dari inventarisasi tersebut dapat diketahui pula tempat penyimpanan naskah yang tersebar di seluruh dunia. Kegiatan tersebut merupakan salah satu upaya pelestarian naskah-naskah nusantara yang sudah hampir punah. Penulis telah melakukan inventarisasi terhadap Syair Sidi Ibrahim dengan melakukan penelusuran di berbagai katalogus. Dari penelusuran tersebut, diketahui terdapat dua naskah Syair Sidi Ibrahim, yaitu di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Naskah SSI terdapat di empat katalog. Katalog pertama yang memuat Syair Sidi Ibrahim adalah Catalogus Maleische Handschriften Museum van het Bataviaasch Genootschap van Kuasten en Wetenschappen karya Dr. Ph. S. Van Ronkel yang diterbitkan pada Selain itu, SII juga terdapat dalam Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat Dep. P&K. Selanjutnya, naskah SII terakhir tercatat dalam Katalog Induk Naskahnaskah Nusantara Jilid 4 terbitan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tahun 1998.

4 Selain di Indonesia, ternyata naskah SSI juga ditemukan di Belanda, yaitu dalam Catalogue of Malay, Minangkabau, and South Sumatran Manuscript in the Netherlands karya Teuku Iskandar pada tahun Deskripsi Naskah Secara fisik, kondisi naskah Syair Sidi Ibrahim dengan kode W 245 cukup baik. Tulisan dalam naskah ini juga masih dapat terbaca jelas. Namun, ada beberapa halaman di awal naskah yang sobek dan sulit terbaca karena tembusan dari tinta halaman di baliknya. Naskah ini terdiri atas 118 halaman. Masing-masing halaman terdiri atas dua kolom yang masing-masing kolomnya berisi 20 baris. Naskah ini hanya memiliki 1 lembar pelindung di bagian akhir dan 1 lembar pelindung di bagian awal. Sampul naskah terbuat dari karton keras berwarna cokelat kemerahmerahan dengan corak oranye. Kemungkinan sampul tersebut merupakan hasil penjilidan ulang karena bahan karton keras tersebut sama seperti sampul buku-buku zaman sekarang. Naskah ini kemudian dibungkus dengan kertas minyak lalu dimasukkan ke dalam boks putih berbahan plastik keras dan dikunci menggunakan tali kasur yang dililit. Pola penggarisan dan cara penggarisan tidak ditemukan pada naskah ini. Kuras sudah tidak terlihat jelas. Naskah ini tidak memiliki iluminasi atau pun rubrikasi. Dalam naskah ini hanya ditemukan coretan, koreksi, watermarks, kata alihan, catatan tepi, dan pungtuasi. Pertanggungjawaban Transliterasi Dalam menyunting Syair Sidi Ibrahim, saya menggunakan metode edisi kritis. Transliterasi naskah SSI akan disesuaikan dengan pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Transliterasi Arab-Latin untuk kata-kata yang menggunakan bahasa Arab. Hal tersebut dimaksudkan agar pembaca dan masyarakat umum mudah memahami isi dan informasi yang terkandung dalam teks ini. Namun, ada beberapa hal yang penulis pertahankan sebagaimana adanya di dalam teks untuk menunjukkan kekhasan naskah Syair Sidi Ibrahim. Dalam hasil transliterasi naskah Syair Sidi Ibrahim, ditemukan beberapa kata yang dianggap sulit. Oleh karena itu, untuk memudahkan pembaca memahaminya, penulis mendaftarkan kata-kata sulit tersebut dan menjelaskannya berdasarkan sumber yang diambil

5 dari kamus A Malay-English Dictionary jilid I dan II (AMED, 1959) yang disusun oleh R. J. Wilkinson. Kekhasan Teks Syair Sidi Ibrahim Setiap naskah umumnya memiliki ciri khas atau perbedaan antara satu naskah dangan naskah yang lainnya. Dalam Syair Sidi Ibrahim ditemukan pula beberapa hal yang menarik yang dapat digolongkan sebagai ciri khas naskah tersebut. Kekhasan naskah SSI adalah sebagai berikut. 1 Semua kata-kata yang memiliki akhiran dengan konsonan k atau mengandung bunyi k yang mati menggunakan huruf qaf,(ق) sedangkan kata-kata yang dimulai dengan konsonan k atau mengandung bunyi k hidup (/ka/, /ki/, /ku/, /ke/, /ko/) menggunakan huruf kaf,(ك) kecuali kata-kata yang berasal dari bahasa Arab. تيدق Contoh: tidak دودق duduk jikalau جيكلو kami كمي 2 Tidak terdapat kata-kata yang dianggap kekurangan atau kelebihan huruf. Kata-kata tersebut dianggap sebagai ciri teks SSI yang kemungkinan sebagai akibat adanya pengaruh kelisanan dalam penulisan atau sebagai ciri khas penulisan pada zamannya. Contoh: khabar, baharu, sahaja, sahaya, bapa, dan ta 3 Ada juga kata-kata yang tidak konsisten. Hal tersebut kemungkinan karena penyalin teks terpengaruh unsur kelisanan. Contoh: minta bait minta[k] bait Banyaknya kata yang berasal dari bahasa Arab dan juga kalimat-kalimat suci yang disalin lengkap dengan tanda baca. س م عا واط اع ہ Contoh: 5 Reduplikasi disalin dengan dua jenis penyalinan, yaitu dengan menulis ulang kata-kata dan menggunakan angka dua (۲). Hal tersebut disesuaikan dengan panjangnya larik atau banyaknya suku kata. مسيع ۲ ke-7) Contoh: masing-masing(bait برسمسم ke-22) bersama-sama (bait 6 Larik yang suku katanya kurang dari sembilan (ciri struktur syair) ditambahkan dengan pungtuasi berupa titik-titik (...). Contoh: ya ilahi ya rahmani (...) 7 Banyak kata-kata di akhir larik yang menggunakan konsonan serupa agar غلب 421) menyesuaikan dengan rima. Contoh: gelap-gelab (bait

6 Ringkasan Cerita Syair Sidi Ibrahim Syair Sidi Ibrahim bercerita tentang Raja Khasib di Mesir yang memiliki putra bernama Sidi Ibrahim. Suatu ketika, Sidi melihat gambar seorang wanita dan ia sangat tertawan hatinya. Sidi memutuskan untuk mencari wanita di dalam gambar itu. Atas petunjuk gurunya, ia pergi ke Baghdad menemui juru gambar bernama Abu Kasim. Dari Abu Kasim, diketahui bahwa wanita dalam gambar adalah putri Basrah. Di Basrah, Sidi menyamar dengan pakaian sang putri yang diperolehnya dari penjahit. Sidi menyelinap masuk ke istana. Karena ketahuan, akhirnya Sidi ditangkap dan dipenjarakan. Mula-mula Sidi akan dihukum mati, tetapi kemudian utusan dari Mesir menemukan Sidi dan mengungkap jati diri Sidi Ibrahim. Sidi Ibrahim yang akhirnya diketahui sebagai anak raja Mesir lalu dibebaskan. Setelah mendengar cerita Sidi, Ayah putri mengampuni Sidi, bahkan dinikahkan dengan putrinya. Setelah menikah, putri Basrah dibawa Sidi kembali ke Mesir. Analisis Struktur Naskah Syair Sidi Ibrahim Syair memiliki ciri struktur yang khas. Menurut Liaw Yock Fang (1993: 201), syair terdiri dari empat baris, setiap baris mengandung empat kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari sembilan sampai dua belas suku kata. Syair juga tidak memiliki unsur sindiran di dalamnya. Berdasarkan stuktur tersebut, Syair Sidi Ibrahim terbukti memiliki ciri struktur yang sama dengan ciri struktur yang disebutkan oleh beberapa ahli di atas. Secara keseluruhan, SSI terdiri atas bait yang memiliki empat baris. Setiap baris SSI juga mengandung empat kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari sembilan sampai dua belas suku kata. Selain itu, seluruh baris SII juga memiliki kepentingan isi yang sama. Jadi, tidak ada yang disebut sampiran atau isi. Syair memiliki irama. Aturan sajak akhir ialah a-a-a-a (Teeuw, 1966: 235). Dalam rima, terdapat pula apa yang disebut dengan rima rupa. Rima rupa adalah rima yang jika dilihat tulisannya seakan-akan kata-kata itu berima, tetapi jika diucapkan bunyinya tidak sama. Rima rupa hanya terdapat pada syair atau puisi yang menggunakan huruf Jawi (Sudjiman, Panuti. 1995: 28). Dalam teks SSI banyak ditemukan rima yang memiliki kasus rima rupa. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa rima dengan akhiran vokal u dianggap bersajak o atau au

7 karena sama-sama menggunakan huruf waw.(و) Begitu juga i diangggap bersajak e atau ai.(ي) karena sama-sama menggunakan huruf ya Hal lain terlihat dalam penyajian rima. Pengarang mencoba menghadirkan keindahan antara lain dengan penggunaan gaya bahasa yang serasi, dengan irama bahasa yang kena, dan dengan kemerduan bunyi yang dihasilkan dengan rima (Sudjiman, 1995: 25). Keketatan aturan rima di dalam puisi dan syair tidak jarang menyebabkan pengarang harus memutar otak: ada kalanya ia terpaksa membalikkan urutan kata (1995: 27). Penyimpangan Struktur Syair Meskipun secara garis besar teks SSI sesuai dengan ciri-ciri struktur syair yang ada, ternyata ada beberapa penyimpangan yang penulis temukan dalam teks SII. Penyimpangan pertama adalah ada beberapa larik yang jumlahnya kurang dari sembilan atau lebih dari dua belas suku kata. Hal tersebut dapat dilihat dalam bait ke 48 dan bait ke ya ilahi ya tuhanku 8 suku kata sangatlah benar asik hatiku rindu dan dendam sudah berlaku tidak tertahan rasa badanku 54 sampai kepada jumat yang kedua kitab bergambar lalu dibawa singgah di rumah guru yang tua barangkali dapat hakikat yang sabhawa 13 suku kata Penyimpangan kedua adalah adanya rima yang bukan aaaa. Hal tersebut terdapat dalam bait ke-103. Kesalahan rima tersebut kemungkinan terjadi karena kelalaian pengarang karena kasus seperti ini hanya ditemukan satu dari 1189 bait yang ada dalam teks SSI. 103 rajalah menerima maksud bangsawan lalu ditariknya hadap perempuan jawabnya labaik ayuhai tuanku disuruhnya bawa bersama kawan Penyimpangan ketiga adalah adanya rima yang dipaksakan. Keseragaman bunyi yang menjadi ciri syair membuat adanya kata-kata yang hendak disampaikan pengarang kadangkadang tidak sesuai dengan rima yang ada. Oleh karena itu, pengarang kemungkinan menambahkan satu huruf di akhir kata dengan maksud untuk menyeragamkan bunyi. Hal tersebut dapat dilihat pada bait kelima.

8 5 karena bukannya aku nan baca[k] tambahan tiada kawan diajak a-b-d-t berdiri kaki ta jajak dimainkan betul memutar sajak Penyimpangan keempat adalah adanya pantun di dalam naskah SSI. Ada sembilan pantun yang ditemukan penulis dalam naskah SSI. Pantun tersebut terdapat dalam bait 207, 208, 618, 619, 645, 646, 647, 649, dan bait 815. Pantun tersebut ada yang berisi percakapan tokoh yang disertai sampiran, tetapi ada juga yang hanya sampiran dan tidak berhubungan dengan konteks cerita. Pantun tersebut dapat dilihat dalam contoh berikut. 207 bimbangku ini membatang-batang ditimpa rakit dua puluh demdamku ini mendatang-datang bagai penyakit hendak membunuh Penyimpangan atau perbedaan ciri struktur syair yang ditemukan penulis kemungkinan hanya kesalahan yang dilakukan pengarang tanpa tujuan apa pun. Hal tersebut tidak dapat dikatakan atau digolongkan menjadi kekhasan teks karena frekuensinya yang sangat jarang (tidak berulang) dan tidak berpola. Aspek Romantis dalam Teks Syair Sidi Ibrahim Syair sebagai suatu bentuk puisi lama berlainan dengan puisi modern. Perbedaannya akan terasa dalam pilihan kata yang dipergunakan, susunan kata atau kalimat, irama, serta pikiran dan perasaan yang terkandung di dalamnya. Dengan singkat dapatlah dikatakan puisi lama itu berbeda dengan puisi baru dalam hal bentuk dan isi (Munawar, 1978: 11). Melihat hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa isi sebuah syair merupakan hal yang sangat penting dalam membangun suatu kesatuan sebuah syair. Oleh sebab itu, Liaw Yock Fang (1993: 203) membagi syair berdasarkan isi ke dalam lima golongan, yaitu Syair Panji, Syair Kiasan, Syair Sejarah, Syair Agama, dan Syair Romantis. Syair Romantis adalah jenis syair yang paling digemari (Liaw, Yock Fang, 1993:209). Harun Mat Piah pernah mengkaji 150 buah syair untuk disertasinya di Universitas Kebangsaan Malaysia (1989) dan mendapati bahwa 70 buah (47 persen) adalah syair romantis. Ini tidak mengherankan, karena sebagian besar syair romantis menguraikan tema yang biasa terdapat di dalam cerita rakyat, penglipur lara, dan hikayat.

9 Dalam syair romantis, biasanya cerita dimulai dari sebuah kerajaan telah dirusakkan garuda. Rajanya (kalau baginda tidak wafat) meninggalkan kerajaan bersama-sama dengan putra-putrinya. Mulailah babak percintaan. Sang putra atau putri disiksa karena ada raja atau putri yang cemburu, tetapi semuanya berakhir dengan baik. Hanya saja dalam syair romantis, yang menjadi wirawati itu adakalanya adalah wanita biasa, misalnya selir seorang Cina yang berperan dalam Syair Sinyor Kota. Adakalanya pula syair itu merupakan saduran dari bahasa asing, misalnya Syair Tajul Muluk yang disadur dari bahasa Parsi (Liaw, Yock Fang, 1993: 210) Dalam kajian sastra, dikenal istilah romantisisme. Menurut Kamus Istilah Sastra, romantisisme adalah aliran sastra yang bercirikan minat pada alam dan cara hidup yang sederhana, minat pada pemandangan alam, perhatian pada kepercayaan asli, penekanan pada kespontanan dalam pikiran dan tindakan, serta pengungkapan pikiran (Sudjiman, 1990: 69). Sementara itu, Dick Hartoko (1986: 67) mendefinisikan istilah romantik sebagai suatu periode kebudayaan tertentu yang menonjolkan pemujaan terhadap alam murni, terhadap masa silam, terhadap suatu yang eksotis, misterius, emosi yang bebas, pemberontakkan terhadap gaya hidup teratur, memupuk yang orisinal, identitas nasional, dan alam gaib. Ciri-ciri romantisme antara lain, kembali ke alam, melankolisme, primitivisme, sentimentalisme, individualisme, mengagungkan perasaan daripada akal, lebih mementingkan pada jiwa kreatif daripada bentuk formal, menggunakan bahasa yang bebas dan sederhana, keasyikan pada kecerdasan dan kepahlawanan yang luar biasa, menggunakan bahasa aku lirik, menekankan imajinasi sebagai pengalaman transendental, dan gemar pada hal-hal yang eksotik, misterius, gaib, atau dahsyat (Mahayana, 2007: 178). Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa suatu karya dapat mengandung romantisisme jika menekankan pada pengungkapan perasaan dan gambaran batin penyair ataupun tokoh utama. Biasanya karya sastra romantisisme didominasi oleh penggunaaan gaya bahasa metafora dan citraan penglihatan. SSI dapat digolongkan ke dalam syair romantis. SSI dimasukkan ke dalam jenis romantis karena isi cerita yang bertema besar percintaan dan penuh dengan nilai-nilai romantisisme sehingga dapat dikatakan sebagai cerita penglipur lara. Berdasarkan isi cerita, SSI murni menggambarkan kisah cinta anak raja Mesir bernama Sidi Ibrahim yang jatuh cinta pada gambar Siti Jamilah, anak raja Basrah. Seperti syair romantis lainnya, tokoh utama biasanya mengalami kejatuhan atau kesedihan dalam kisah percintaannya. Dalam SSI, kisah cinta Sidi mengalami jatuh bangun. Sidi yang mula-mula menyamar sebagai perempuan agar

10 dapat bertemu Siti, ditangkap oleh raja dan hampir dijatuhi hukuman mati. Cara yang dilakukan Sidi dengan menyamar sebagai perempuan juga serupa dengan syair-syair romantis lain yang biasanya menggunakan cara-cara di luar kebiasaan (aneh) yang kadang tidak masuk akal. Seperti syair romantis lain, akhir cerita tetap akan indah. Sidi Ibrahim diselamatkan oleh utusan raja Mesir yang datang ke Basrah mencari putra baginda yang hilang. Akhir cerita, Sidi Ibrahim akhirnya diketahui sebagai putra raja dan Siti Jamilah bersedia menikah dengan Sidi Ibrahim serta rela diboyong ikut ke negeri Mesir. Selain dari isi cerita, nilai-nilai romantis juga terlihat dari penggunaan diksi, simile, dan metafora dalam teks. Diksi merupakan pilihan kata yang dipergunakan bukan hanya untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu idea tau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan (1981: 23). Salah satu ciri dari romantisisme adalah sifat Kembali ke Alam (Noyes, dalam Mahayana, 2007: 180). Hal tersebut tercermin dalam salah satu bait di antaranya bait ke-632. Dalam bait tersebut pengarang banyak menggunakan kata-kata yang berasa dari alam, seperti bayu, permai,hijau, kayu, rangai, dan malam. Ciri romantisisme yang lain adalah sifat Kemurungan Romantik. Sifat tersebut biasanya mencerminkan kemurungan akibat kebencian, cinta yang tidak bahagia, penderitaan hidup (Mahayana, 2007: ). Hal tersebut terlihat di bait ke-37 dalam kalimat terang juga dipandang silam. Penggunaan diksi terang dan silam menggambarkan perasaan yang harusnya bahagia tetapi justru bersedih. Selain itu, terdapat pula sifat Primitivisme. Primitivisme adalah kecenderungan akan hal-hal yang alamiah atau natural (Mahayana, 2007: 182). Primitivisme haampir serupa dengan sifat kembali ke alam. Bait yang mencerminkan primitivisme adalah bait ke-632 yang ditandai dengan kata-kata burung jantayu, embun, dahan, dan kayu. Ciri romantisisme terakhir yang terdapat dalam teks SSI adalah Sentimentalisme. Istilah sentimentalisme mengacu kepada pengungkapan emosi yang dilakukan secara berlebihan atau tidak pada tempatnya (Shipley, dalam Mahayana, 2007: 184). Hal tersebut terlihat pada bait ke-207. Kalimat siang dan malam hati berdebar, seperti rasa hendak kusambar sangat menggambarkan bagaimana emosi yang diungkapkan secara berlebihan. Diksi tersebut menyiratkan bagaimana rasa gugup yang sangat besar sehingga membuat tokoh utama merasa sangat menggebu-gebu seperti rasa hendak kusambar. Selain diksi, aspek romantis juga tercermin dari banyaknya kata yang bersimile. Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Untuk itu, diperlukan

11 upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya (Keraf, 1981: 138). Dalam teks SSI, saya menemukan 130 bait yang mengandung simile. Hampir serupa dengan simile, metafora juga merupakan analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Dalam metafora, proses penggunaan kata seperti, ibarat, laksana, bagaikan, dan sebagainya dihilangkan (Keraf, 1981: 139). Metafora terlihat pada bait ke-1003 pada kata tua akal. Tua memiliki arti sudah lama hidup atau lanjut usia (KBBI edisi III: 1213), sedangkan akal berarti daya pikir, pikiran atau ingatan (KBBI edisi III: 19). Maksud dari frase tua akal adalah pikiran yang sudah tua atau sudah tidak dapat berpikir secara cepat. Dari uraian-uraian di atas, dapat dikatakan bahwa dalam naskah SSI, penyair banyak menggunakan diksi, simile, dan metafora yang sangat indah. Penyair juga seringkali menggunakan diksi yang diambil dari keindahan alam. Perasaan, kondisi fisik, dan keadaan seringkali disampaikan dengan metafora-metafora yang indah. Bukan hanya perasaan yang positif atau kesenangan saja yang digambarkan secara indah. Adanya metafora-metafora tersebut juga membuat perasaan duka tokoh utama menjadi tetap indah dalam hal penyampaiannya. Hal tersebut kemungkinan agar dalam penyampaian makna ke pembaca, keindahan tersebut memiliki nilai lebih dan cerita akan terasa lebih romantis. Simpulan Naskah SSI merupakan syair koleksi Von de Wall yang diperkirakan ditulis tahun 1282 Hijriah atau sekitar 1865 Masehi. Menurut penelusuran, naskah ini terakhir tercatat tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Secara fisik, kondisi naskah Syair Sidi Ibrahim dengan kode W 245 cukup baik. Tulisan dalam naskah ini juga masih dapat terbaca jelas. Naskah SSI tidak memiliki kolofon sehingga keterangan mengenai naskah hanya diperoleh dari katalog yang ada. Secara struktur, Syair Sidi Ibrahim sesuai dengan ciri-ciri syair yang dikelompokkan oleh Liaw Yock Fang. Akan tetapi, masih terdapat beberapa penyimpangan yang ditemukan penulis dalam hal jumlah suku kata, rima, dan keberadaan pantun di dalam syair ini. Selain adanya penyimpangan, SSI juga memiliki banyak konvensi-konvensi unik yang menjadikan naskah ini memiliki kekhasan tersendiri. Dilihat dari isi teksnya, naskah yang berbentuk syair ini tergolong syair romantis. Hal tersebut dibuktikan dengan pemilihan diksi serta penggunaan simile dan metafora. Diksi yang

12 digunakan mendekati keindahan alam atau hal-hal yang erat dengan kehidupan manusia. Hal tersebut menjadi aspek penting jika syair ini dilihat dari pendekatan romantisisme. Daftar Acuan Naskah Syair Sidi Ibrahim. ML 731 (berasal dari W 245). Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Katalogus Iskandar, Teuku Catalogue of Malay, Minangkabau, and South Sumatran Manuscript in the Netherlands. Jakarta: Libra Sutaarga, Amir et al Katalogus Koleksi Naskah Melayu. Museum Pusat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional. Direktorat Jenderal Kebudayaan. T. E. Behrend Katalog Induk Naskah 2 Nusantara Jilid 4. PNRI. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Van Ronkel, PH. S Catalogus der Maleische Handschriften in het Bataviaaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. TBG LVII. Kamus Tim Penyusun Kamus Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed. ke-3. Jakarta: Balai Pustaka. Wehr., Hans. Arabic-English Dictionary. Wilkinson, R. J A Malay English Dictionary. London: Salavopaulus and Art Printers Mytilene, Greece. Kinderlis, Buku Antologi Syair Simbolik dalam Sastra Indonesia Lama. Jakarta: Ditjen. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kebudayaan Braginsky Yang Indah, Berfaedah dan Kamal: Sejarah Sastra Melayu Abad Jakarta: INIS. dalam Djamaris, Edwar Metode Penelitian Filologi. Jakarta: CV MANASCO. Damono, Sapardi Djoko, dkk Membaca Romantisisme Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

13 Hartoko, Dick, Bernadus Rahmanto Pemandu di Dunia Sastra. Kanisius. Yogyakarta: Ikram, Acahadiati Filologi Nusantara. Jakarta: Pustaka Jaya. Jan Van der Putten & Al Azhar Terjemahan: Aswandi Syahri. Di Dalam Persahabatan Surat2 Raja Ali Haji. Jakarta: KPG. Berkekalan Keraf, Gorys Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. Liaw Yock Fang Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, Jilid II, Edisi Jakarta: Penerbit Erlangga. Mahayana, Maman S Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia. Jakarta: PT Raja Persada. Indonesia. Grafindo Munawar, Tuti Syair Bidasari. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah. Nisa, Khairun Suntingan Teks Syair Keagamaan. Skripsi Sarjana. Universitas Indonesia. Depok: Oemarjati, Boen S Melakoni Sastra. Depok: Penerbit Universitas Indonesia PRESS). (UI Piah, Harun Mat Puisi Melayu Tradisional: Suatu Pembicaraan Genre dan Fungsi. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Pujiastuti, Titik, Tommy Christomy Teks, Naskah, dan Kelisanan Nusantara. Depok: Yayasan Pernaskahan Nusantara. Pedoman Transliterasi Arab Latin Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia. Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Proyek Pengkajian dan Pengembangan Lektur Pendidikan Agama. Pradopo, Rachmat Djoko Pengkajian Puisi Analisis Strata Norma dan Struktural dan Semiotik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Robson, S. O Prinsip-prinsip Filologi Indonesia. Terj. Kentjanawati Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Universitas Leiden. Analisis Gunawan Sudjiman, Panuti Filologi Melayu. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya. Teeuw, A Shair Ken Tambuhan. Kuala Lumpur. Warastuti, Lisda Unsur-unsur Romantisisme dalam Karya Yanusa Nugroho: Analisis atas Kumpulan Cerpen Bulan Bugil Bulat. Skripsi Sarjana. Depok: Universitas Indonesia. W. A. Churchill Watermarks in Paper: in Holland, England, France, etc. in the XVII and XVIII Centuries and Their nterconnection. Amsterdam: Menno Hertsberger&Co.

14 Sumber Internet Yayasan Lembaga Sabda. Sejarah Alkitab Indonesia. (diunduh pada 30 Apri).

15

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan salah satu warisan nenek moyang yang masih tersimpan dengan baik di beberapa perpustakaan daerah, seperti Perpustakaan Pura Pakualaman dan Museum

Lebih terperinci

Daftar Pustaka (1992). Sastra Perang: Sebuah Pembicaraan mengenai Hikayat Perang Sabil. Jakarta: Balai Pustaka.

Daftar Pustaka (1992). Sastra Perang: Sebuah Pembicaraan mengenai Hikayat Perang Sabil. Jakarta: Balai Pustaka. Daftar Pustaka Naskah Syair Bintara Mahmud Setia Raja Blang Pidier Jajahan, NB 108. Perpustakaan Nasioanal Republik Indonesia. Buku Abdullah, Taufik. (1990). Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: Gajah

Lebih terperinci

SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS STRUKTUR, ROMANTIS, DAN SIMBOLIK DALAM TEKS

SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS STRUKTUR, ROMANTIS, DAN SIMBOLIK DALAM TEKS SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS STRUKTUR, ROMANTIS, DAN SIMBOLIK DALAM TEKS Lira Widayat Sulastri, 0906641472 Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di 11 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di Nusantara. Pada masa itu, proses reproduksi naskah dilakukan dengan cara disalin. Naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut dilestarikan. Kita juga perlu mempelajarinya karena di dalamnya terkandung nilainilai luhur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya-karya peninggalan masa lampau merupakan peninggalan yang menginformasikan buah pikiran, buah perasaan, dan informasi mengenai berbagai segi kehidupan yang

Lebih terperinci

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK)

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SKRIPSI Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Ika Cahyaningrum A2A 008 057 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan gugusan pulau dan kepulauan yang memiliki beragam warisan budaya dari masa lampau. Kekayaan-kekayaan yang merupakan wujud dari aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

SASTRA MELAYU HALAMAN SAMPUL SOAL MID SEMESTER JURUSAN SASTRA DAERAH/ MELAYU SEMESTER 2

SASTRA MELAYU HALAMAN SAMPUL SOAL MID SEMESTER JURUSAN SASTRA DAERAH/ MELAYU SEMESTER 2 SASTRA MELAYU HALAMAN SAMPUL SOAL MID SEMESTER JURUSAN SASTRA DAERAH/ MELAYU SEMESTER 2 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS LANCANG KUNING 2014 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan yang berupa bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis berupa naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan suatu bangsa pada masa sekarang ini merupakan suatu rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin memahami lebih dalam mengenai

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN Metode dapat diartikan sebagai cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya (Ratna, 2004:34).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbahagialah kita bangsa Indonesia, bahwa hampir di setiap daerah di seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra Indonesia terdiri dari karya sastra lisan dan karya sastra tulis. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilisankan atau diceritakan kepada orang lain, kemudian berangsur-angsur

BAB I PENDAHULUAN. dilisankan atau diceritakan kepada orang lain, kemudian berangsur-angsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum adanya tradisi tulis, kesusastraan Melayu klasik berkembang melalui tradisi lisan. Tradisi lisan dalam kesusastraan berarti kegiatan bercerita secara turun-temurun,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kepustakaan yang relevan 1.1.1 Transliterasi Transliterasi merupakan salah satu tahap/langkah dalam penyuntingan teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA KUMPULAN PANTUN NEGERI PANTUN KARYA YOAN SUTRISNA NUGRAHA

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA KUMPULAN PANTUN NEGERI PANTUN KARYA YOAN SUTRISNA NUGRAHA ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA KUMPULAN PANTUN NEGERI PANTUN KARYA YOAN SUTRISNA NUGRAHA ARTIKEL E-JOURNAL Oleh MAYA PURNAMA SARI NIM 090388201196 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PUISI MAHASISWA OFFERING A ANGKATAN 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS NEGERI MALANG

KARAKTERISTIK PUISI MAHASISWA OFFERING A ANGKATAN 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS NEGERI MALANG KARAKTERISTIK PUISI MAHASISWA OFFERING A ANGKATAN 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS NEGERI MALANG David Maulana Muhammad*)1 Wahyudi Siswanto)*2 Email davidmuhammad7@gmail.com Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Akan tetapi, hingga saat ini masih sedikit peneliti yang memberikan 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Akan tetapi, hingga saat ini masih sedikit peneliti yang memberikan 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Karya sastra menurut ragamnya dibedakan atas prosa, puisi, dan drama. Banyak pokok permasalahan yang dapat dijumpai dalam ketiga jenis karya sastra tersebut, misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra Indonesia bisa diketahui dengan banyaknya karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra Indonesia bisa diketahui dengan banyaknya karya sastra BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki latar belakang budaya tinggi yang tertulis dalam karya sastra. Kekayaan yang dimiliki Indonesia sangat beragam, di antaranya berupa karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kreatif dalam rupa atau wujud yang indah. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada

BAB I PENDAHULUAN. kreatif dalam rupa atau wujud yang indah. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra sebagai salah satu unsur kesenian yang mengandalkan kreativitas pengarang melalui penggunaan bahasa sebagai media. Dalam hal ini, sastra menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koentjaraningrat mengatakan bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sanksekerta budhayah yang berasal dari bentuk jamak kata budhi yang berarti budi dan akal. Kebudayaan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 11. PUISILatihan Soal Himne. Balada. Epigram. Elegi

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 11. PUISILatihan Soal Himne. Balada. Epigram. Elegi 1. Puisi baru yang berisi tentang cerita adalah. SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 11. PUISILatihan Soal 11.1 Himne Balada Epigram Elegi Kunci Jawaban : B Himne yaitu puisi yang digunakan sebagai bentuk

Lebih terperinci

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa 89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai warisan kebudayaan para leluhur antara lain terdapat di dalam berbagai cerita lisan, benda-benda,

Lebih terperinci

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA Skripsi Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Humaniora Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Fitrianna Arfiyanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Nusantara yang terletak di kawasan Asia Tenggara sejak kurun waktu yang cukup lama memiliki peradaban dan kebudayaan tinggi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan penduduk pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat pesat, hal ini tak luput

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada kertas, lontar, kulit kayu atau rotan (Djamaris, 1977:20). Naskah

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada kertas, lontar, kulit kayu atau rotan (Djamaris, 1977:20). Naskah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah merupakan obyek material filologi yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan hasil budaya bangsa pada masa lalu (Baried, 1985:54). Naskah yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas kehidupan manusia menggunakan bahasa sebagai alat perantaranya.

BAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas kehidupan manusia menggunakan bahasa sebagai alat perantaranya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa terlepas dari bahasa. Sebab bahasa merupakan alat bantu bagi manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya. Segala aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Puisi lama, (2) Puisi baru, dan (3) Puisi modern (Badudu, 1984).

BAB I PENDAHULUAN. Puisi lama, (2) Puisi baru, dan (3) Puisi modern (Badudu, 1984). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Puisi adalah bentuk karya sastra yang paling tua yang diciptakan oleh manusia. Menurut zamannya puisi dapat dibedakan menjadi tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah-naskah Nusantara sangat beraneka ragam, yang isinya mengemukakan tentang kehidupan manusia misalnya, masalah politik, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua

BAB I PENDAHULUAN. Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua negara ini sama sama menghasilkan karya karya sastra dalam bentuk puisi terutama puisi puisi

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN 24 BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari beberapa uraian yaitu, (1) objek penelitian, (2) metode, (3) prosedur penelitian, (4) teknik pengumpulan data 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian

Lebih terperinci

KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung

KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung Nama Melayu pertama kali dipakai sebagai nama kerajaan tua di daerah Jambi di tepi sungai Batang hari. Peninggalan paling tua dari bahasa Melayu adalah

Lebih terperinci

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

Please purchase PDFcamp Printer on  to remove this watermark. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata budaya terdiri dari dua kata yaitu budi dan daya. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: kritik sosial, bentuk, masalah, syair.

ABSTRAK. Kata Kunci: kritik sosial, bentuk, masalah, syair. ABSTRAK Lucyana. 2018. Kritik Sosial dalam Syair Nasib Melayu Karya Tenas Effendy. Skripsi, Program Studi Sastra Indonesia, FIB Universitas Jambi, Pembimbing: (I) Dr. Drs. Maizar Karim, M.Hum (II) Dwi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua manusia berpikir, setelah berpikir dia ingin menyatakan pikirannya dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal yang merupakan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS SYAIR MAHASISSWA SEMESTER VI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TAHUN AJARAN 2012/2013

KEMAMPUAN MENULIS SYAIR MAHASISSWA SEMESTER VI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TAHUN AJARAN 2012/2013 KEMAMPUAN MENULIS SYAIR MAHASISSWA SEMESTER VI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TAHUN AJARAN 2012/2013 ARTIKEL E-JOURNAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, yang wajib kita mensyukuri rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan yang tidak ternilai

Lebih terperinci

MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI. Nurmina 1*) ABSTRAK

MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI. Nurmina 1*) ABSTRAK MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI Nurmina 1*) 1 Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Almuslim, Bireuen *) Email: minabahasa1885@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam

BAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam arti, yaitu ragam sastra yang bahasanya terikat oleh rima atau pengulangan bunyi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah naskah Wawacan Pandita Sawang yang beraksara Arab (Pegon) dan berbahasa Sunda, teks di dalamnya berbentuk puisi/wawacan. Naskah

Lebih terperinci

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah merupakan hasil medium tulis yang digunakan pada sastra klasik. Isi naskah tersebut dapat meliputi semua aspek kehidupan budaya bangsa yang bersangkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil pemikiran orang-orang terdahulu yang dituangkan ke dalam sastra dan

BAB I PENDAHULUAN. hasil pemikiran orang-orang terdahulu yang dituangkan ke dalam sastra dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan Melayu Klasik merupakan bukti konkret kebudayaan berupa hasil pemikiran orang-orang terdahulu yang dituangkan ke dalam sastra dan bahasa. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi pernasakahan di Indonesia bisa dikatakan sangat kurang peminat, dalam hal ini penelitian yang dilakukan terhadap naskah. Sedikitnya penelitian terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan dinilai sebagai identitas kepribadian dan penentu kemajuan suatu bangsa yang tidak bisa di ukur dan kehadirannya hanya dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai ilmu pengetahuan yang ada pada jaman sekarang dapat dikatakan merupakan buah pikir dari warisan leluhur. Warisan leluhur dapat berupa artefak yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa puisi berasal dari bahasa Yunani poeima membuat atau

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa puisi berasal dari bahasa Yunani poeima membuat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puisi merupakan bentuk karya sastra yang sangat populer di kalangan masyarakat sampai saat ini. Puisi digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena kemajuan masyarakat

Lebih terperinci

Sastra Lama dan Sastra Modern. Oleh: Valentina Galuh X-9/21

Sastra Lama dan Sastra Modern. Oleh: Valentina Galuh X-9/21 Sastra Lama dan Sastra Modern Oleh: Valentina Galuh X-9/21 Periodisasi Kesusastraan di Indonesia Sastra Lama Angkatan Balai Pustaka Zaman Peralihan Sastra modern Angkatan Pujangga Baru Angkatan 45 Angkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan memiliki nilai-nilai luhur yang terdiri atas nilai filosofis dan nilai

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan memiliki nilai-nilai luhur yang terdiri atas nilai filosofis dan nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia kaya akan keberagaman budaya yang sudah dikenal oleh dunia dari zaman kependudukan kolonial. Ini merupakan hal yang sepatutnya dimanfaatkan dan dilestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam khazanah sastra Jawa Kuna (kawi) memang telah sejak lama memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan sastra Jawa Kuna yang berbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuna mempunyai peran penting dalam peradaban umat manusia, karena naskah kuna berisi berbagai macam tulisan tentang: adat istiadat, cerita rakyat, sejarah, budi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.

Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Pengertian dan Unsur-unsurnya Karya sastra secara umum bisa dibedakan menjadi tiga: puisi, prosa, dan drama. Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poesis, yang berarti membangun,

Lebih terperinci

Analysis of Song Lyric and Its Application in Language Style and Poetry Learning in Primary School

Analysis of Song Lyric and Its Application in Language Style and Poetry Learning in Primary School p-issn: 2477-3859 e-issn: 2477-3581 JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR The Journal of Innovation in Elementary Education http://jipd.uhamka.ac.id/index.php/jipd Volume 1 Number 1 November 2015 9-14 Analisis

Lebih terperinci

ANALISIS DIKSI DAN MAKNA DALAM KUMPULAN PANTUN ADAT ISTIADAT PERKAWINAN MELAYU KARYA TAMRIN DAHLAN

ANALISIS DIKSI DAN MAKNA DALAM KUMPULAN PANTUN ADAT ISTIADAT PERKAWINAN MELAYU KARYA TAMRIN DAHLAN ANALISIS DIKSI DAN MAKNA DALAM KUMPULAN PANTUN ADAT ISTIADAT PERKAWINAN MELAYU KARYA TAMRIN DAHLAN ARTIKEL E-JOURNAL Oleh YURI CHANDRA SASNITA NIM 100388201236 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno adalah benda budaya yang merekam informasi dan pengetahuan masyarakat lampau yang diturunkan secara turun temurun semenjak dulu sampai saat ini. Warisan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat Jawa merupakan salah satu masyarakat di Indonesia yang memiliki berbagai macam budaya. Salah satu budaya yang terdapat dalam masyarakat Jawa adalah budaya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pengertian Filologi. kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah klasik

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pengertian Filologi. kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah klasik digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Filologi Filologi adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang bertujuan memahami kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh

BAB I PENDAHULUAN. sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan adalah suatu karya sastra tradisional yang mempunyai sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh atau pupuh pupuh, dan

Lebih terperinci

2015 RELEVANSI GAYA BAHASA GURIND AM D UA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI D ENGAN KRITERIA BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA D AN SASTRA IND ONESIA D I SMA

2015 RELEVANSI GAYA BAHASA GURIND AM D UA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI D ENGAN KRITERIA BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA D AN SASTRA IND ONESIA D I SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap kali gurindam disebut, maka yang terbesit tidak lain ialah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji. Seakan-akan hanya Gurindam Dua Belas satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Hal itu disebabkan karena budaya merupakan hasil olah rasa dan olah pikir manusia demi menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesusastraan Bali adalah salah satu bagian dari karya sastra yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. kesusastraan Bali adalah salah satu bagian dari karya sastra yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan karya tulis yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti keaslian, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena sastra berisikan ide para pengarang yang. lebih memaknai arti dari sebuah karya sastra tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena sastra berisikan ide para pengarang yang. lebih memaknai arti dari sebuah karya sastra tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah bagian dari kebudayaan yang tidak terbatas pada nilai-nilai subjektif atau semata-mata terfokus pada daya khayal pengarang atau sastrawan saja,

Lebih terperinci

ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI

ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI A. PENDAHULUAN Indonesia mempunyai khasanah sastra klasik yang beraneka ragam, yang terdiri dari sastra-sastra daerah. Sastra klasik adalah sastra dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami perkembangan. Karena itu, agar keberadaan karya sastra dan pengajarannya tetap tegak,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Apresiasi Puisi 1. Definisi Belajar Pengertian belajar menurut Dimyati dkk (2002 : 5), menyebutkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filologi merupakan suatu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan (Baroroh-Baried,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum sastra Bali dibedakan atas dua kelompok, yaitu Sastra Bali

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum sastra Bali dibedakan atas dua kelompok, yaitu Sastra Bali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum sastra Bali dibedakan atas dua kelompok, yaitu Sastra Bali Purwa (klasik) dan Sastra Bali Anyar (modern). Kesusastraan Bali Purwa adalah warisan sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra diciptakan oleh para sastrawan untuk dapat dinikmati, dipahami, dan

BAB I PENDAHULUAN. sastra diciptakan oleh para sastrawan untuk dapat dinikmati, dipahami, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan gambaran dari kehidupan sosial masyarakat. Karya sastra diciptakan oleh para sastrawan untuk dapat dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan informasi dan pengetahuan tentang sejarah, perkembangan, tokoh, hasil karya, beserta aliran yang terdapat dalam karya sastra prancis masih menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan karya sastra tidak dapat dilepaskan dari gejolak dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Karena itu, sastra merupakan gambaran kehidupan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan sebuah penelitian, metode sangat dibutuhkan dalam proses sebuah penelitian. Metode yang digunakan oleh seorang peneliti harus sesuai dengan

Lebih terperinci

PATHISARI. Wosing těmbung: Sěrat Pangracutan, suntingan lan jarwanipun teks, kalěpasan.

PATHISARI. Wosing těmbung: Sěrat Pangracutan, suntingan lan jarwanipun teks, kalěpasan. PATHISARI Skripsi punika asil saking panaliten filologi tumrap Sěrat Pangracutan ingkang kasimpěn ing Perpustakaan Pura Pakualaman Ngayogyakarta mawi kode koleksi 0125/PP/73. Skripsi punika awujud suntingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Wibowo (2001:3) bahasa

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Wibowo (2001:3) bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah kunci pokok bagi kehidupan manusia di atas dunia, dengan bahasa orang bisa bertukar pesan dan makna yang digunakan untuk berkomunikasi oleh

Lebih terperinci

ESAI KRITIK SUDAH LARUT SEKALI, CHAIRIL ANWAR: KAWANKU DAN AKU ANALISIS ESAI

ESAI KRITIK SUDAH LARUT SEKALI, CHAIRIL ANWAR: KAWANKU DAN AKU ANALISIS ESAI ESAI KRITIK SUDAH LARUT SEKALI, CHAIRIL ANWAR: KAWANKU DAN AKU ANALISIS ESAI Dalam kritik yang diberikan Teeew atas karya sastra SUDAH LARUT SEKALI : Kawanku dan Aku karya Chairil Anwar ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal bahwa tradisi lisan masih hidup di berbagai suku bangsa di Indonesia. Tradisi lisan sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membicarakan secara langsung, menyampaikan lewat media-media elektronik,

BAB I PENDAHULUAN. membicarakan secara langsung, menyampaikan lewat media-media elektronik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Pada dasarnya setiap individu mempunyai pengalaman tentang suatu peristiwa. Pengalaman itu dapat berupa: kesenangan, kesedihan, keharuan, ketragiasan, dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra. Bahasa sudah menjadi sistem

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Disusun oleh: Ajeng Wulandari A

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Disusun oleh: Ajeng Wulandari A PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI DENGAN PENERAPAN TEKNIK RANGSANG GAMBAR DAN SUMBANG KATA PADA SISWA KELAS VII E DI SMP NEGERI 1 JATEN TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN. Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabhanti Watulea merupakan tradisi lisan masyarakat Watulea di Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara. Kabhanti Watulea adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan imajinasi pengarang yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian dinikmati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya dengan seni dan sastra seperti permainan rakyat, tarian rakyat, nyanyian rakyat, dongeng,

Lebih terperinci

Alfian Rokhmansyah, M.Hum.

Alfian Rokhmansyah, M.Hum. Alfian Rokhmansyah, M.Hum. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman Samarinda Teori Filologi iii TEORI FILOLOGI oleh Alfian Rokhmansyah, M.Hum. Hak cipta dilindungi undang-undang 2017 Penyunting Azizatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potret sosial adalah gambaran dari suatu kejadian yang telah terjadi dan terkait dengan orang banyak. Maka banyak orang yang memberikan perhatian terhadap peristiwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab 1, peneliti akan memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi operasional. 1.1 Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS JAMBI

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS JAMBI STRUKTUR DAN FUNGSI MANTRA DI DESA SUNGAI GELAM KECAMATAN SUNGAI GELAM KABUPATEN MUARO JAMBI PROVINSI JAMBI SKRIPSI OLEH: KIKI AMELIA I1B113018 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku tersebut memiliki nilai budaya yang dapat membedakan ciri yang satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

ANALISIS CITRAAN DAN DIKSI PADA PUISI WAHAI DIRIKU KARYA USTADZ JEFRI AL BUCHORI

ANALISIS CITRAAN DAN DIKSI PADA PUISI WAHAI DIRIKU KARYA USTADZ JEFRI AL BUCHORI 1 ANALISIS CITRAAN DAN DIKSI PADA PUISI WAHAI DIRIKU KARYA USTADZ JEFRI AL BUCHORI Andi nova 1,Dainur Putri 2, Gusnetti 2 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia 2) Dosen Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN PHOTO STORY PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 PURWOREJO

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN PHOTO STORY PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 PURWOREJO PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN PHOTO STORY PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 PURWOREJO Oleh: Anggun Tri Suciati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teks sastra adalah teks artistik yang disusun dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, ada sastra

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENGGUNAKAN GAYA BAHASA DALAM MENULIS PUISI SISWA KELAS VIII SMPN 3 LAMASI KABUPATEN LUWU

KEMAMPUAN MENGGUNAKAN GAYA BAHASA DALAM MENULIS PUISI SISWA KELAS VIII SMPN 3 LAMASI KABUPATEN LUWU KEMAMPUAN MENGGUNAKAN GAYA BAHASA DALAM MENULIS PUISI SISWA KELAS VIII SMPN 3 LAMASI KABUPATEN LUWU Nirwana Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNCP nirwana@gmail.com Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (3) ling gambaran

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (3) ling gambaran BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Konsep adalah (1) rancangan atau buram surat dan sebagainya; (2) ide atau pengertian yang diabstrakkan dari

Lebih terperinci

Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C0199012 UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki

Lebih terperinci