BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan memiliki nilai-nilai luhur yang terdiri atas nilai filosofis dan nilai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan memiliki nilai-nilai luhur yang terdiri atas nilai filosofis dan nilai"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia kaya akan keberagaman budaya yang sudah dikenal oleh dunia dari zaman kependudukan kolonial. Ini merupakan hal yang sepatutnya dimanfaatkan dan dilestarikan dengan baik oleh masyarakat Indonesia, khususnya intelektual muda untuk terus menggali kekayaan budaya bangsa Indonesia. Kebudayaan memiliki nilai-nilai luhur yang terdiri atas nilai filosofis dan nilai historis. Nilai filosofis berkaitan erat dengan falsafah hidup masyarakat tempat kebudayaan itu berada, sedangkan nilai historis yang terbangun di dalamnya berkaitan erat dengan sejarah pertumbuhan masyarakat pemiliknya. Kekayaan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tidak hanya meliputi bidang kesenian, sosial, maupun potensi kepariwisataan. Bidang kesusastraan menjadi salah satu bagian terpenting yang terus mengalami perkembangan dalam memahami seberapa besar kekayaan Indonesia dalam segi karya sastra, baik lisan maupun tulis. Hal ini berkaitan dengan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (2002:2) bahwa unsur-unsur kebudayaan meliputi bagian: 1) sistem realigi dan upacara keagamaan, 2) sistem dan organisasi kemasyarakatan, 3) sistem pengetahuan, 4) bahasa, 5) kesenian, 6) sistem mata pencaharian, 7) sistem teknologi dan peralatan. Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia selain memiliki keberagaman budaya, juga memiliki warisan budaya peninggalan masa lampau. Warisan tersebut antara lain adalah karya sastra. Karya sastra tersebut dapat berupa lisan 1

2 maupun tulisan. Karya sastra lisan lebih dulu hadir daripada tulis. Misalnya, dongeng, puisi, peribahasa, pantun, lagu rakyat, dan lain sebagainya. Akan tetapi, keberadaan karya sastra lisan tidak langsung hilang dan tergantikan dengan tulisan. Keduanya hidup bersama dan saling melengkapi kekurangan dalam upaya penyalinan karya sastra ke dalam bentuk naskah. Warisan budaya bangsa yang berupa naskah peninggalan masa lampau tercipta dalam berbagai bahasa daerah. Sastra lisan yang menggunakan bahasa daerah maupun yang berupa lembaran-lembaran tulisan merupakan manifestasi kehidupan bangsa Indonesia pada masa lampau. Naskah masa lampau merupakan peninggalan nenek moyang bangsa Indonesia yang pernah dipergunakan dan dipelajari oleh masyarakat pada zamannya sebagai sumber ilmu pengetahuan, seperti: sejarah, agama, hukum, tata negara, kesusastraan, dan sebagainya. Kandungan isi tersebut menginformasikan berbagai aspek kehidupan yang sangat penting bagi masyarakatnya. Informasi itu tidak hanya perlu diungkapkan, tetapi informasi itu diberi makna dalam mempersiapkan masa depan bangsa. Berita atau informasi masa lampau mempunyai relevansi yang kondusif bagi kehidupan masa kini dan masa depan suatu bangsa, yang sudah memasuki era global (Chamamah, 2003:37). Chamamah menyebutkan bahwa karya-karya kesusastraan lama tersebut merupakan rekaman kebudayaan masa lampau yang mengandung warisan budaya yang telah mengantarkan lahirnya masyarakat Indonesia sekarang ini. Upaya untuk membina dan mengembangkan nilai budaya bangsa diperlukan suatu pengenalan, pemahaman, serta penghayatan terhadap nilai-nilai budaya masa 2

3 lampau sebagai modal utama (Chamamah, 2002:3). Berbagai nilai yang hidup pada masa kini, demikian juga yang berkembang di masa yang akan datang, hakikatnya merupakan bentuk kesinambungan dari nilai-nilai yang telah ada di masa lampau. Perhatian dibutuhkan untuk mencari berbagai informasi masa lampau yang mampu mengungkapkan buah pikiran, pandangan, dan nilai-nilai yang pernah hidup dan berkembang pada masyarakatnya. Kandungan naskah masa lampau itu berfungsi sebagai cerminan masyarakat yang menampilkan pandangan masyarakat masa lampau tentang dunia (Chamamah, 2003:13). Banyak di antara karya sastra itu mengandung ide yang besar, buah pikir yang luhur, pengalaman jiwa yang berharga, pertimbangan-pertimbangan yang luhur tentang sifat-sifat baik dan buruk, rasa penyesalan terhadap dosa, perasaan belas kasihan, pandangan kemanusiaan yang tinggi, dan sebagainya (Djamaris, 1996:1). Usaha nyata untuk mewujudkan pembinaan dan pengembangan nilai-nilai budaya bangsa adalah menumbuhkan kemampuan masyarakat, terutama masyarakat akademis dan mengangkat nilai-nilai warisan budaya masa lampau dan mentransformasikan hal tersebut ke dalam kehidupan masa sekarang. Semakin kuat pengetahuan suatu bangsa terhadap masa lampau, semakin kuat kebudayaan yang dibangunnya dan semakin kuat pula rasa keakuan bangsanya (Chamamah, 2003:14-15). Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan upaya inventarisasi dan dokumentasi naskah-naskah yang tersebar di seluruh Indonesia sebagai wujud pelestarian budaya yang sangat tinggi nilainya. Ini bertujuan memperkaya 3

4 khazanah sastra budaya Indonesia. Selain itu, sarana untuk memperluas wawasan sastra dan budaya masyarakat luas di luar masyarakat bahasa tempat sastra tersebut berasal. Terlebih lagi naskah lama semakin berkurang dan langka disebabkan pelapukan, cuaca, serangga dan penjualan ke negara asing sehingga menyebabkan arsip kebudayaan hilang. Para pakar kesusastraan berpendapat bahwa karya sastra peninggalan nenek moyang merupakan buah pikir, kebudayaan, kepercayaan, dan nilai sosial yang dibentuk oleh masyarakat di masa lampau. Hal inilah yang membuat karya sastra mengalami perkembangan dari masa ke masa dikarenakan karya sastra lahir dan berkembang di dalam masyarakat. Pola pikir masyarakat di suatu masa di zamannya akan mengalami perubahan ketika mendapat masukan dari budaya luar. Kemudian hal ini mempengaruhi karya sastra yang dihasilkan oleh para pengarangnya. Untuk itulah, karya sastra masa lampau ditulis menggunakan aksara Arab-Melayu dengan medium bahasa Melayu. Adanya percampuran kebudayaan, adat-istiadat, dan kepercayaan membawa pengaruh ke dalam penulisan karya sastra masa lampau. Masa ini disebut dengan zaman peralihan. Liaw Yock Fang (1991:151) mengemukakan bahwa sastra zaman peralihan adalah sastra yang lahir dari pertembungan sastra yang berunsur Hindu dengan pengaruh Islam. Di masa peralihan tidak serta merta semua nilai budaya masa lampau ditinggalkan dan kemudian digantikan oleh nilai budaya baru. Ini berlangsung perlahan-lahan karena menyangkut ideologi dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat setempat yang telah menjadi adat dan kebiasaan 4

5 sehari-hari. Nilai budaya masa lampau masih dipertahankan kelestariannya, sedangkan nilai budaya baru yang cukup kuat pengaruhnya tumbuh dan berkembang beriringan dengan dipertahankannya nilai budaya masa lampau. Bentuk kesusastraan Melayu masa lampau yang tergolong sastra zaman peralihan cukup sulit untuk diklasifikasikan. Liaw Yock Fang (1991:151) menyebutkan alasan kesulitan tersebut, yaitu: 1) Karya sastra Melayu klasik pada umumnya tidak bertarikh dan tidak ada nama pengarangnya; 2) Sastra Melayu masa lampau tertulis dalam aksara Arab Melayu. Hal ini menandakan Islam telah masuk ke wilayah Melayu dan kemudian terciptalah aksara Arab-Melayu sehingga melahirkan suatu karya sastra Melayu masa lampau dalam bentuk naskah; 3) Hasil sastra Melayu masa lampau yang dianggap tertua, Hikayat Sri Rama, juga tidak sunyi dari pengaruh Islam. Hal ini dimaksudkan bahwa Hikayat Sri Rama cukup ramai dibicarakan dan dijadikan sebagai objek penelitian oleh para peneliti filologi untuk mengetahui kandungan isi dari naskah Hikayat Sri Rama; 4) Hasil sastra zaman peralihan yang berjudul hikayat banyak mendapatkan pengaruh dari Arab. Ini dapat ditemukan pada kandungan isi cerita yang menggambarkan motif-motif cerita yang dimasukkan unsur-unsur Islam. Selain itu, penamaan tokoh cerita mulai menggunakan nama Islam serta judul dari suatu cerita mulai berganti menggunakan nama-nama Islam. Hikayat pada masa peralihan yang memiliki dua unsur salah satunya yaitu Hikayat Si Miskin yang merupakan judul dengan unsur Hindu tetapi di masyarakat lebih dikenal dengan Hikayat Marakarma yang menggunakan unsur Islam. Liau Yock Fang (1991:151) berpendapat bahwa terdapat tujuh ciri 5

6 kesusastraan zaman peralihan Hindu-Islam, yaitu: 1. Penyebutan Dewata Mulia Raja. 2. Menceritakan dewa dewi/bidadari yang turun ke dunia untuk menjadi raja. 3. Kelahiran tokoh anak-anak raja disertai gejala alam. 4. Sesudah kelahiran anak raja, negeri pun menjadi makmur. 5. Akibat kecurangan tokoh lain, anak raja dibuang dari negerinya. 6. Terdapat tokoh utama yang diterbangkan burung / moyangnya sendiri. 7. Tokoh utama mencari puteri yang dijumpainya dalam mimpi, mencari obat untuk menyembuhkan, atau mencari buluh perindu. Salah satu ciri yang diungkapkan di atas dapat dijumpai dalam suatu bagian naskah Hikayat Maharaja Bikrama Sakti yaitu dimana Raja Bikrama Indra bertapa di gunung Arduleka. Ia belajar ilmu kesaktian kepada Brahmana Darma Syah. Setelah cukup ilmunya, ia ditugasi menolong Raja Johan Syah yang sedang terlibat peperangan dengan Raja Gordan Syah Dewa. Akhirnya, Raja Bikrama Indra dapat mengalahkan musuhnya dan menikah dengan Putri Ratna Komala, adik Raja Johan Syah. Winstedt (1997:72-80) berpendapat mengenai ciri-ciri kesusastraan zaman peralihan Hindu-Islam bahwa di sana-sini dimanipulasi dengan ketidaktoleran terhadap kebenaran sejarah, tempat dan waktu penciptaan; para putri dan pangeran dapat memenangkan setiap muslihat iblis, raksasa dan manusia; wira pilih tanding dapat menaklukan monster-monster dengan panah atau pedang gaib; wira memenangkan judi atas istana megah dan mencari jawaban teka-teki rumit berkat mantra dari peri, hantu, mambang, makhluk halus, 6

7 jin dan orang-orang bijak, baik orang Hindu maupun Islam. Konsep yang dikemukakan oleh Winstedt ini dapat kita temukan juga dalam naskah Hikayat Maharaja Bikrama Sakti di salah satu episode yang menceritakan mengenai pertaruhan Nakhoda Muda dengan Raja Digar Alam yaitu berupa buah rumbia yang dapat tumbuh seketika setelah biji buah tersebut jatuh ke tanah. Biji buah yang dilemparkan tersebut seketika tumbuh menjadi sebuah pohon baru. Pada malam sebelumnya tempat yang menjadi pertaruhan sudah diberi tanah yang diambil dari Pulau Rumbia sehingga pada saat hari pertaruhan tersebut biji buah rumbia dapat tumbuh. Pertaruhan ini diakhiri dengan kemenangan Nakhoda Muda dan kekalahan Raja Digar Alam. Hasil dari pertaruhan ini Raja Johan Syah dapat terbebas dari hukuman sebagai pengembala kuda raja berkat bantuan saudaranya, Putri Ratna Komala, yang menyamar sebagai Nakhoda Muda. Hikayat Maharaja Bikrama Sakti yang disingkat HMBS menjadi pilihan objek peneliti dan merupakan salah satu dari sekian banyak naskah yang termasuk ke dalam kesusastraan Melayu masa lampau. Naskah HMBS ini termasuk ke dalam kesusastraan zaman peralihan Hindu-Islam. Ciri sastra zaman peralihan memiliki dua judul, satu judul Hindu dan satu lagi judul Islam. Judul Islam biasanya lebih dikenal oleh umum dibandingkan dengan judul Hindu (Yock Fang, 1991:152). Ada kemungkinan mengapa HMBS disebut juga dengan Hikayat Nakhoda Muda (disingkat HNM) disebabkan HMBS merupakan judul Islam, sedangkan HNM merupakan judul Hindu. Naskah HMBS menggunakan bahasa Melayu dengan tulisan aksara 7

8 Arab-Melayu. Naskah ini berbentuk hikayat merupakan cerita rekaan masuk dalam jenis prosa. Ciri-ciri hikayat, sebagai berikut: 1) ditulis dengan tradisi tulisan aksara Arab-Melayu; 2) pengarangnya sering anonim; 3) ditulis untuk dibacakan; 4) berisi tentang hal-hal fantastik; 5) ditransmisikan melalui naskah; dan 6) penyalin mempunyai kebebasan untuk mengubah, membetulkan, atau menghias teks yang disalinnya (Baroroh dkk, 1985:6). Berdasarkan beberapa ciri serta motif yang digunakan setelah masuknya Islam sehingga mempengaruhi struktur dari suatu naskah, maka penelitian terhadap naskah HMBS akan menggunakan analisis strukturalisme untuk mengetahui struktur bangunan cerita. Oleh karena itu, penelitian ini mengunakan HMBS sebagai objek untuk membahas tema, fakta cerita, dan sarana sastra yang terlukis di dalamnya sebagai karya sastra masa lampau Rumusan Masalah Naskah HMBS ditulis menggunakan aksara Arab-Melayu bermediumkan bahasa Melayu. Penggunaan aksara Arab-Melayu menjadi kendala para penikmat sastra masa kini untuk mengetahui isi kandungan karya sastra masa lampau. Untuk mempermudah dalam memahami HMBS, maka perlu upaya merumuskan beberapa masalah, sebagai berikut: 1. Menyajikan info yang berhubungan dengan pernaskahan dan perteksan naskah HMBS beserta kelengkapan data naskah. 2. Melakukan analisis data untuk mengetahui struktur teks HMBS yang meliputi unsur tema, fakta cerita, dan sarana sastra. 8

9 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian HMBS yaitu dari segi filologi menyajikan info yang berhubungan dengan pernaskahan dan perteksan naskah HMBS kode W 165 dan persebarannya, baik di dalam maupun di luar negeri. Segi sastra dengan cara menganalisis data berupa naskah menggunakan teori struktural meliputi tema, fakta cerita, dan sarana sastra agar dapat memahami kelengkapan bangunan cerita di dalamnya. Dengan demikian, dapat lebih menjaga dan melestarikan nilai-nilai positif yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan apresiasi, wawasan, dan pemahaman akan warisan budaya dalam bentuk karya sastra masa lampau yang perlu dipertahankan dan dilestarikan keberadaannya saat ini Tinjauan Pustaka Naskah HMBS terdapat di dalam buku berjudul Antologi Sastra Indonesia Lama Pengaruh Islam karya Edward Djamaris yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun Di dalam buku tersebut berisikan dua puluh judul cerita karya sastra lama yang salah satunya, yaitu Hikayat Maharaja Bikramasakti. Liaw Yock Fang menerangkan dalam buku yang berjudul Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik jilid I yang diterbitkan oleh Penerbit Erlangga tahun Di dalam buku tersebut menerangkan bahwa HMBS termasuk ke dalam sastra zaman peralihan Hindu Islam dan membicarakan ada empat belas cerita 9

10 hasil sastra Indonesia lama masa peralihan. R.O. Windstedt juga membicarakan karya sastra pada masa peralihan dalam bab yang berjudul From Hinduism to Islam: Malay Romances of Transition. Di dalamnya menerangkan mengenai seluk beluk karya sastra pada masa peralihan dan ciri-ciri yang terdapat di dalam naskah melayu serta motif-motif yang terdapat pada cerita tersebut. Selain itu juga terdapat laporan penelitian yang diteliti oleh I Ketut Nama tahun 1994 di Universitas Udayana, Bali dengan judul Unsur-unsur Panji dalam Hikayat Maharaja Bikrama Sakti 1. Akan tetapi, penulis hanya mendapatkan informasi terbatas, yaitu judul, nama pengarang, tempat penerbitan, tahun terbit, tebal buku, sedangkan untuk isi dari laporan itu sendiri tidak dapat diketahui lebih lanjut. Jumsari Jusuf dalam buku yang berjudul Hikayat Maharaja Bikramasakti melakukan penyunting naskah dan membuat ringkasan isi naskah serta memberikan catatan kecil yang berhubungan dengan keterangan suntingan teks hikayat. Jumsarif Jusuf (1989:1) menerangkan bahwa hasil dari karya sastra masa lampau itu dapat dibagi ke dalam beberapa golongan yang pada umunya dapat dijumpai berdasarkan pengaruh kebudayaan asing, sebagai berikut: 1. Sastra tradisional atau sastra rakyat, yaitu hasil karya sastra yang belum atau sedikit sekali mendapatkan pengaruh asing, khususnya pengaruh Hindu atau Islam. Beberapa jenis hasil sastra ini adalah mantra, peribahasa, pantun, 1 I Ketut Nama, Unsur-unsur Panji dalam Hikayat Maharaja Bikrama Sakti, diakses via CAAJ&redir_esc=y, tanggal 10 Agustus

11 teka-teki, cerita binatang, cerita asal-usul, dan cerita pelipur lara. 2. Sastra pengaruh Hindu, misalnya Hikayat Sri Rama, Hikayat Pendawa Lima, Hikayat Sang Boma, dan Hikayat Kalila dan Damina. 3. Sastra pengaruh Islam, misalnya Hikayat Anbiya, Hikayat Nabi Yusuf, Hikayat Nabi Wafat. 4. Sastra masa peralihan yang dimaksudkan di sini adalah hasil karya sastra masa lampau yang mengandung dua unsur, yaitu Hindu dan Islam. Karya sastra yang mengandung kedua unsur tersebut misalnya Hikayat Indera Putera, Hikayat Indra Bangsawan, Hikayat Maharaja Bikrama Sakti. Hasil dari pengumpulan data dalam meninjau lebih jauh ditemukan dua orang yang telah menggunakan naskah ini sebagai objek penelitian filologi. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa naskah HMBS dapat dipergunalan oleh peneliti untuk dilakukan kajian lebih dalam menggunakan teori struktural Landasan Teori Penelitian terhadap HMBS bertujuan untuk mengungkapkan kandungan isi teks HMBS agar tercipta satu kesatuan yang padu dan lengkap agar dapat dipahami pembaca. Penelitian ini menggunakan dua teori dalam menganalisis naskah HMBS, yaitu teori filologi dan teori sastra Teori Filologi Alwi (1995:64) menjelaskan bahwa terdapat perbedaan pengertian mengenai naskah dan teks di dalam filologi. Naskah merupakan bentuk konkret berupa buku atau lain yang ditulis dan menyimpan berbagai ungkapan, pikiran, 11

12 dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau. Teks berupa kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja. Peneliti filolog menggunakan naskah dan teks sebagai bahan objek penelitiannya. Tinjauan terhadap naskah dan teks diperlukan sebagai informasi bagi pembaca mengetahui jenis naskah yang akan dijadikan objek penelitian. Naskah HMBS termasuk karya sastra masa peralihan Hindu-Islam memiliki empat belas buah salinan tersebar di Indonesia, Inggris, Brussle, dan Belanda dalam bentuk naskah dan/atau mikrofilm. Penyalinan naskah bertujuan agar teks HMBS tetap terjaga dan tidak rusak, meskipun kenyataan yang terjadi terdapat perubahan dalam setiap salinan yang dihasilkan oleh penyalin. Hal ini dikarenakan berbagi faktor yang terdapat di dalam teks. Salah satu rangkaian kerja filolog adalah transliterasi ke dalam tulisan yang umum dan mudah untuk dibaca oleh masyarakat, yaitu dari aksara Arab-Melayu ke aksara Latin. Kegiatan transliterasi merupakan tahap awal dalam pengkajian filologi (Panuti, 1995:100). Transliterasi adalah penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain (Baroroh Baried, dkk; 1994:63). Kegiatan transliterasi perlu untuk dilakukan berkaitan dengan masalah-masalah kebahasaan. Hal ini dikarenakan teks masa lampau ditulis tanpa memperhatikan unsur-unsur tata tulis yang menjadi kelengkapan memahami isi teks Teori Sastra Karya sastra sebuah struktur yang unsur-unsur pembentuknya saling 12

13 terjalin erat satu dengan lainnya. Unsur-unsur pembentuk karya sastra tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan karena merupakan suatu sistem. Analisis struktural merupakan sarana dalam menganalisis unsur-unsur suatu karya sastra dengan unsur-unsur lain secara keseluruhan sebagai sebuah kesatuan. Pendekatan struktural yang digunakan dalam analisis dimaksudkan untuk membongkar dan memaparkan secermat mungkin keterjalinan dan keterkaitan semua unsur-unsur karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw, 1984: 36). Analisis ini merupakan tugas penting bagi seorang peneliti sastra sebelum ia melangkah pada hal-hal lain, dan tanpa itu kebulatan makna instrinsik yang hanya dapat digali dari karya itu sendiri tidak akan tertangkap (Teeuw, 1983:61). Struktur pembangun karya sastra meliputi tema (theme), fakta cerita (fact), dan sarana sastra (literary device). Akan tetapi, yang akan dijadikan sebagai bahan penelitian adalah fakta cerita yang meliputi: alur, tokoh dan latar, dan tema Fakta Cerita Fakta cerita terdiri dari alur, tokoh dan latar. Ketiganya disebut sebagai struktur faktual karena merupakan unsur fiksi yang secara faktual dapat dibayangkan peristiwa dan eksistensinya dalam sebuah novel (Stanton, 1965:12) Alur Alur cerita adalah keseluruhan sekuen peristiwa, yaitu peristiwa-peristiwa yang dihubungkan dengan sebab-akibat (kausal). Peristiwa-peristiwa itu secara langsung merupakan sebab atau akibat dari peristiwa-peristiwa lain dan jika dihilangkan akan merusak jalannya cerita. Peristiwa-peristiwa itu tidak hanya 13

14 melibatkan kejadian fisikal seperti percakapan atau tindakan, tetapi juga melibatkan perubahan sikap (watak), pandangan hidup, dan segala sesuatu yang mengubah jalan cerita (Stanton, 1965:14). Sebuah fiksi terdiri dari episode-episode yang dihubungkan secara longar yang melibatkan banyak tokoh dan beberapa di antaranya hanya muncul sekali (Stanton, 1965:14). Istilah episode dalam karya fiksi secara mudahnya mirip dengan babakan (scene) dalam drama (Stanton, 1965:92). Akan tetapi, episode tidak sepenuhnya sama dengan babakan dalam drama. Perpindahan dari episode yang satu ke episode yang lain biasanya ditandai dengan perpindahan waktu, tempat atau kelompok tokoh (Stanton, 1965:6). Stanton membagi tiga tipe episode yang umum dalam novel dan pendekatannya, yaitu episode naratif, episode dramatik dan episode analitik. Episode naratif menceritakan bahwa sesuatu telah terjadi. Episode naratif mendeskripsikan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam waktu yang relatif lebih lama. Episode dramatik menunjukkan apa yang telah terjadi, misalnya dialog dan membawa peristiwa itu seperti hadir ketika dibaca. Episode analitik merupakan sebuah episode yang berisi kontemplasi pengarang, tokoh yang satu terhadap tokoh lain atau peristiwa yang terjadi (Stanton, 1965:45). Alur terbagi atas tiga tahapan, yaitu awal, tengah dan akhir. Tahap awal berupa pengenalan awal dari tokoh cerita, tahap tengah berupa peristiwa-peristiwa yang mengandung konflik-konflik, termasuk konflik sentral serta klimaks, dan tahap akhir berupa penyelesaian. Selain terbagi dalam tiga tahap, alur juga harus bersifat plausible (masuk akal), logical (logis), dan mampu 14

15 membuat surprise pada pembaca dengan suspense (tegangan). Alur harus bersifat padu (unity). Antara peristiwa yang satu dengan yang lain harus terdapat hubungan dan sifat saling keterkaitan. Kaitan antar peristiwa tersebut hendaklah jelas, logis, dan dapat dikenali hubungan kewaktuannya, meskipun tempatnya dalam sebuah cerita mungkin terdapat pada awal, tengah, maupun akhir (Stanton, 1965:15). Dua unsur penting dalam alur, yaitu konflik dan klimaks. Setiap karya fiksi berisi konflik internal dan atau konflik eksternal. Konflik internal merupakan konflik antara dua keinginan dalam diri seorang tokoh, sedangkan konflik eksternal merupakan konflik antar tokoh ialah tokoh yang satu dan tokoh yang lain atau antara tokoh dengan lingkungannya. Di antara konflik yang didapati dalam karya fiksi, yang paling penting adalah konflik sentral, baik berupa konflik internal, konflik eksternal, maupun keduanya (Stanton, 1965:16). Konflik sentral merupakan inti struktur cerita sehingga alur dapat berkembang. Konflik sentral sering berhubungan erat dengan tema cerita, bahkan sering identik. Konflik sentral adalah konflik yang menciptakan konflik terjadinya klimaks. Klimaks suatu cerita merupakan momentum terpenting pada saat konflik sentral berlangsung dan sangat menentukan arah perkembangan alur. Klimaks merupakan pertemuan antara dua atau lebih hal yang dipertentangkan dan menentukan terjadinya penyelesaian. Klimaks terjadi pada saat konflik telah mencapai tingkat intensitas tertinggi (Stanton, 1965:16). 15

16 Tokoh Tokoh memiliki dua pengertian. Pertama, tokoh merujuk pada individu-individu yang ada dalam cerita. Kedua, tokoh merujuk pada bagaimana lukisan-lukisan watak dari para tokoh, seperti campuran antara kepentingan-kepentingan, keinginan, perasaan dan prinsip moral yang membuat individu-individu itu berbeda. Hampir setiap cerita memiliki tokoh sentral, yaitu tokoh yang berhubungan dengan setiap peristiwa dalam cerita dan peristiwa-peristiwa tersebut menimbulkan perubahan, baik dalam tokoh maupun dalam sikap pembaca terhadap tokoh (Stanton, 1965:17). Berdasarkan kedudukannya ada dua jenis tokoh, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama merupakan tokoh yang selalu ada dan relevan dalam setiap peristiwa di dalam cerita. Tokoh bawahan adalah tokoh yang kedudukannya dalam cerita tidak sentral, tetapi kehadiran tokoh ini sangat penting untuk menunjang atau mendukung tokoh utama. Tokoh bawahan ini biasanya hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan dalam porsi penceritaan yang sangat relatif pendek (Stanton, 1965:17). Alasan tokoh mengerjakan apa yang harus dikerjakan disebut motivasi. Stanton membagi motivasi menjadi dua bagian, yaitu motivasi khusus dan motivasi dasar. Motivasi khusus adalah alasan mendadak terhadap suatu pembicaraan atau tindakan yang mungkin disadari, sedangkan motivasi dasar adalah segala aspek watak umum yang berupa keinginan atau perhatian terus-menerus yang mengatur tokoh melalui cerita. Hampir semua motivasi khusus mengarah atau mendukung motivasi dasar (Stanton, 1965:17). 16

17 Uraian pengarang secara eksplisit mengenai tokoh dapat menolong pembaca dalam memperoleh gambaran tokoh atau untuk mengerti wataknya. Nama tokoh dalam cerita menyiratkan arti atau bunyi nama sering menyiratkan watak tokoh. Watak tokoh dalam cerita juga dapat diketahui melalui percakapan atau pendapat tokoh lain dalam cerita. Sikap tokoh lain terhadap tokoh utama sangat penting. Dalam karya fiksi yang baik, setiap ucapan dan tindakan tidak hanya sebagai langkah dalam plot, tetapi sebagai penjelmaan watak tokoh (Stanton, 1965:17-18) Latar Latar cerita adalah lingkungan peristiwa, yaitu dunia cerita tempat terjadinya peristiwa. Latar tidak melibatkan tokoh-tokoh secara langsung, tetapi mungkin melibatkan masyarakat sebagai latar belakang sosial (Stanton, 1965:18). Latar mempunyai fungsi memberikan informasi tentang berbagai situasi sosial budaya yang terdapat di dalam cerita. Latar berperan memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas untuk menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh terjadi sehingga memberikan kesan realistis kepada pembaca. Untuk dapat menentukan latar peristiwa tersebut pembaca harus melakukan proses pembacaan secara terus-menerus dan untuk dapat mengidentifikasi latar pembaca harus mencatat berbagai perubahan peristiwa yang mempengaruhi akhir cerita (Stanton, 1965:18). Latar secara langsung mempengaruhi tokoh, alur, dan dapat memperjelas tema cerita secara langsung. Selain itu latar juga dapat menggugah nada emosi di 17

18 sekeliling tokoh. Nada emosi ini disebut atmosfer atau suasana. Suasana mencerminkan perasaan tokoh dan merupakan bagian dari dunia di sekeliling tokoh (Stanton, 1965:19) Tema Tema sering diistilahkan dengan ide sentral atau maksud sentral cerita. Tema berfungsi untuk membangun kesatuan pada cerita dan makna pada cerita (Stanton, 1965:4). Tema cerita berhubungan dengan makna pengalaman hidup manusia. Seperti arti pengalaman hidup manusia, tema menjelaskan atau mengomentari beberapa segi kehidupan. Selain membuat cerita terfokus juga menyatu, tema juga mempunyai nilai di luar cerita. Tema membuat awal cerita yang sesuai, setiap peristiwa dihubungkan dan akhir cerita yang memuaskan (Stanton, 1965:19). Tema adalah makna cerita yang secara khusus didasarkan pada sebagian besar unsur-unsurnya. Tema dalam hal ini bersifat mengikat, menentukan kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa konflik situasi tertentu. Stanton (1965:21) mengemukakan bahwa untuk menentukan tema cerita, ada beberapa faktor yang dipergunakan. Unsur paling menonjol yang harus diperhatikan adalah tokoh, alur dan latar. Pembaca juga harus menemukan bagaimana peristiwa, tokoh atau objek yang tidak relevan dengan jalur pokok tindakan tersebut saling berhubungan dan menjelaskan keseluruhan cerita (Stanton, 1965:21-22). Hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah apa motivasi para tokoh, masalah para tokoh, apa yang 18

19 menjadi keputusan mereka, serta dunia di sekitar mereka dengan berbagai kemungkinan. Stanton (1965:22-23) mengemukakan beberapa kriteria dalam melakukan analisis terhadap tema sebagai berikut. 1. Interpretasi yang baik hendaknya selalu mempertimbangkan berbagai detail menonjol dalam sebuah cerita. Kriteria ini adalah yang terpenting. Kesalahan terbesar sebuah analisis adalah terpaku pada tema yang mengabaikan atau melupakan atau tidak merangkum beberapa kejadian yang tampak jelas. 2. Interpretasi yang baik hendaknya tidak terpengaruh oleh berbagai detail cerita yang saling berkontradiksi. Pada intinya pengarang ingin menyampaikan sesuatu. Tidak mungkin bagi pengarang untuk melawan maksudnya sendiri. Seorang pembaca hendaknya bersikap layaknya seorang ilmuwan. Ia harus selalu siap menerima berbagai bukti yang saling berkontradiksi. Ia harus selalu siap mengubah interpretasinya, kapan pun bila diperlukan. 3. Interpretasi yang baik hendaknya tidak sepenuhnya bergantung pada bukti-bukti yang tidak secara jelas diutarakan (hanya disebut secara implisit). 4. Interpretasi yang dihasilkan hendaknya diujarkan secara jelas oleh cerita bersangkutan. Tema sebuah cerita dapat bersifat khusus dan universal. Untuk mendefinisikan tema sebuah cerita cukup sulit karena kehadiran tema di dalam cerita tidak dihadirkan secara langsung. Untuk memahami tema cerita fiksi harus menempuh proses pembacaan yang cermat dan terus-menerus (Stanton, 1965:22). 19

20 1.6. Metode Penelitian Penelitian terhadap naskah HMBS memiliki tujuan menyajikan informasi pernaskahan dan perteksan serta unsur-unsur yang membangun struktur cerita di dalamnya. Metode yang relevan dengan tujuan penelitian tersebut menggunakan metode penelitian filologi dan metode penelitian sastra. Adapun untuk menunjang metode penelitian tersebut dilakukan tahapan sebagai berikut Metode Penelitian Filologi Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam pemilihan naskah HMBS sebagai objek penelitian. Tahapan tersebut meliputi inventarisasi naskah dan penentuan objek penelitian Inventarisasi Naskah Usaha dalam melakukan inventarisasi naskah HMBS dilakukan dengan menggunakan empat katalog naskah, yaitu Ronkel (1902), Howard (1966), Sutaarga (1972), Ricklefs dan Voorhoeve (1977). Selain yang tersimpan dalam katalog-katalog tersebut naskah HBMS juga terdapat dalam Direktori Edisi Naskah Nusantara milik Edi S. Ekadjati. Pemilihan naskah yang digunakan dalam penelitian ini adalah naskah yang tersimpan di Pepustakaan Nasional RI dengan kode naskah Ml. 529 (dari W. 165) dengan mempertimbangkan kondisi dan kelengkapan naskah. Berikut ini daftar dari empat belas buah salinan naskah yang terkumpul. Di Indonesia terdapat koleksi naskah yaitu Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan milik Amir 20

21 Sutaarga dkk, dengan kode naskah Ml. 590 (dari CS. 121), Ml. 591 (dari CS. 128), Ml. 592 (dari W.165), Ml. 593 (dari W. 166) dan Ml. 594 (dari W. 167). Kelima naskah tersebut masih dalam keadaan yang baik dan dapat dibaca. Koleksi Dr. Ph. S. van Ronkel dalam Maleishe Handschriften in Het Museum van Het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen dengan kode naskah yaitu CXLVI C. St. 121, CXLVII C. St. 128, CXLVIII v.d. W. 165, CXLIX v.d. W. 166, CL v.d. W. 167, di dalamnya memiliki persamaan penjelasan isi seperti yang terdapat di dalam katalog koleksi Amir Sutaarga dan naskah tersebut tersimpan di Leiden. Koleksi M. C. Ricklefs & P. Voorhoeve dalam Indonesian Manuscripts in Great Britian yang terdapat dalam Cambridge University Library berkode Add dan MS dengan menggunakan judul Hikayat Nakhoda Muda atau disebutkan judul lainnya yaitu Maharaja Bikrama Sakti. Koleksi Joseph H. Howard dalam Malay Manuscripts a Bibliographical Guide dengan kode naskah Or terdapat mikrofilm dengan kode 232 tersimpan di Rijksuniversiteits Bibliotheeks Leyden dan Bibliotheque Royale de Belgique dengan kode terdapat mikrofilm 111. Di dalam Direktori Edisi Naskah Nusantara karya Edi S. Ekadjati terdapat keterangan mengenai suntingan naskah yang berjudul Hikayat Maharaja Bikrama Sakti tahun 1989 oleh Jumsari Jusuf, dan diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta. Penelitian ini menggunakan sistem transliterasi dan ringkasan isi. 21

22 Penentuan Objek Penelitian Berdasarkan inventarisasi naskah yang dilakukan dan memilah kondisi naskah dengan pertimbangan bahwa naskah tersebut dalam kondisi baik, dapat dibaca, kelengkapan halaman, dan keterjangkauan naskah oleh peneliti, maka diambil keputusan untuk menjadikan naskah HMBS yang berkode Ml. 592 (dari W.165) sebagai objek penelitian Metode Penelitian Sastra Beberapa metode sastra yang dilakukan oleh peneliti untuk menganalisis naskah HMBS ini meliputi metode analisis, pendataan dan penentuan unsur struktural, dan analisis data Metode Analisis Metode yang digunakan adalah metode pembacaan secara berulang-ulang dari awal sampai akhir kemudian kembali ke awal dan begitu seterusnya, sehingga didapatkan bangunan struktur teks. Unsur-unsur struktur di dalam naskah HMBS yang dijadikan sebagai bahan penelitian meliputi tema, fakta cerita (alur, tokoh, dan latar), sarana sastra (judul, sudut pandang, gaya dan nada, dan simbol). Unsur-unsur tersebut akan diuraikan dalam rangka pembacaan struktral. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti menerapkan konsep analisis struktural untuk mengetahui kandungan isi cerita dalam naskah HMBS Pendataan dan Penentuan Unsur Struktural Pendataan dan penentuan unsur struktural dilakukan dengan 22

23 menggunakan analisis struktural melalui pendekatan teori Robert Stanton. Analisis tersebut terdiri dari tema, fakta cerita yang meliputi alur, tokoh, dan latar, serta sarana sastra yang meliputi judul, sudut pandang, gaya dan nada, simbolisme, dan ironi. Kesemua unsur tersebut setelah melalui pembacaan secara berulang-ulang dan kemudian dicatat. Hal ini yang akan menjadi pokok dalam pembahasan pengolahan objek penelitian naskah HMBS yang merupakan karya sastra masa lampau Analisis Data Analisis dengan menggunakan metode struktural dalam HMBS disajikan dengan mengemukakan rumusan yang berupa tema, fakta cerita, dan sarana sastra yang disesuaikan berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh Robert Stanton. Analisis tersebut dikaitkan agar menjadi satu kesatuan yang utuh dan mengungkapkan maksud dari yang tergambar di dalam HMBS sebagai karya sastra masa lampau dalam konteks budaya masyarakat Melayu pada masa itu Sistematika Penyajian Sistematika penyajian dalam naskah HMBS meliputi empat bab. Bab I berupa pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II berupa pernaskahan dan perteksan berisi mengenai persebaran naskah, deskripsi naskah, deskripsi teks, karakterisktik teks, volume teks, dan materi teks. Bab III berupa analisis struktur naskah HMBS yang berisi tema, fakta cerita (alur, tokoh, dan latar). Bab IV berupa penutup berisi kesimpulan. 23

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan salah satu warisan nenek moyang yang masih tersimpan dengan baik di beberapa perpustakaan daerah, seperti Perpustakaan Pura Pakualaman dan Museum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut dilestarikan. Kita juga perlu mempelajarinya karena di dalamnya terkandung nilainilai luhur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya-karya peninggalan masa lampau merupakan peninggalan yang menginformasikan buah pikiran, buah perasaan, dan informasi mengenai berbagai segi kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan gugusan pulau dan kepulauan yang memiliki beragam warisan budaya dari masa lampau. Kekayaan-kekayaan yang merupakan wujud dari aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dari masa ke masa banyak pujangga yang menghasilkan karya sastra. dengan berbagai bentuk dan gaya penulisan sebagai pengukuh segi

PENDAHULUAN. Dari masa ke masa banyak pujangga yang menghasilkan karya sastra. dengan berbagai bentuk dan gaya penulisan sebagai pengukuh segi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dari masa ke masa banyak pujangga yang menghasilkan karya sastra dengan berbagai bentuk dan gaya penulisan sebagai pengukuh segi estetika. Apapun bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena sastra berisikan ide para pengarang yang. lebih memaknai arti dari sebuah karya sastra tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena sastra berisikan ide para pengarang yang. lebih memaknai arti dari sebuah karya sastra tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah bagian dari kebudayaan yang tidak terbatas pada nilai-nilai subjektif atau semata-mata terfokus pada daya khayal pengarang atau sastrawan saja,

Lebih terperinci

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa 89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di 11 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di Nusantara. Pada masa itu, proses reproduksi naskah dilakukan dengan cara disalin. Naskah-naskah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan ungkapan kehidupan manusia yang memiliki nilai dan disajikan melalui bahasa yang menarik. Karya sastra bersifat imajinatif dan kreatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kepustakaan yang relevan 1.1.1 Transliterasi Transliterasi merupakan salah satu tahap/langkah dalam penyuntingan teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra Indonesia terdiri dari karya sastra lisan dan karya sastra tulis. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan yang berupa bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis berupa naskah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka. Kajian pustaka merupakan pedoman terhadap suatu penelitian sekaligus

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang II. LANDASAN TEORI 2.1.Kemampuan Mengapresiasi Cerpen 2.1.1 Pengertian Apresiasi Secara leksikal, appreciation apresiasi mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori pendukungnya antara lain; hakekat pendekatan struktural, pangertian novel, tema, amanat, tokoh dan penokohan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbahagialah kita bangsa Indonesia, bahwa hampir di setiap daerah di seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan refleksi cipta, rasa, dan karsa manusia tentang kehidupan. Refleksi cipta artinya karya sastra merupakan hasil penciptaan yang berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang populer di antara bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain sebagainya. Sebutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai warisan kebudayaan para leluhur antara lain terdapat di dalam berbagai cerita lisan, benda-benda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali merupakan salah satu aspek kebudayaan Bali yang hidup dan berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu maka di Bali lahirlah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai salah satu penyimpanan naskah-naskah kuna warisan nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai penyimpanan naskah-naskah

Lebih terperinci

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI Ma mur Saadie SASTRA GENRE SASTRA nonimajinatif - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan harian Puisi imajinatif Prosa Fiksi Drama GENRE SASTRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut disusun telah diperhitungkan segi-segi pementasannya dan sewaktu

BAB I PENDAHULUAN. tersebut disusun telah diperhitungkan segi-segi pementasannya dan sewaktu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Drama adalah salah satu genre karya sastra yang terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi sastra dan pementasan, Sastra berupa teks naskah sedangkan pementasan berhubungan

Lebih terperinci

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN ENCEP KUSUMAH MENU UTAMA PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN UNSUR PROSA FIKSI CERPEN NOVELET NOVEL GENRE SASTRA SASTRA nonimajinatif Puisi - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koentjaraningrat mengatakan bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sanksekerta budhayah yang berasal dari bentuk jamak kata budhi yang berarti budi dan akal. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk

Lebih terperinci

2014 SAJARAH CIJULANG

2014 SAJARAH CIJULANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 tahun 2010. Ungkapan warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan suatu bangsa pada masa sekarang ini merupakan suatu rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin memahami lebih dalam mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa dan sastra adalah cermin kebudayaan dan sebagai rekaman budaya yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran penting bahasa dan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: kritik sosial, bentuk, masalah, syair.

ABSTRAK. Kata Kunci: kritik sosial, bentuk, masalah, syair. ABSTRAK Lucyana. 2018. Kritik Sosial dalam Syair Nasib Melayu Karya Tenas Effendy. Skripsi, Program Studi Sastra Indonesia, FIB Universitas Jambi, Pembimbing: (I) Dr. Drs. Maizar Karim, M.Hum (II) Dwi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka mempunyai peranan penting dalam melakukan penelitian karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan bagian dari kehidupan manusia, yang berkaitan dengan memperjuangkan kepentingan hidup manusia. Sastra merupakan media bagi manusia untuk berkekspresi

Lebih terperinci

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom RAGAM TULISAN KREATIF C Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom HAKIKAT MENULIS Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pengertian Filologi. kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah klasik

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pengertian Filologi. kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah klasik digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Filologi Filologi adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang bertujuan memahami kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian ini memuat tentang hasil hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar (subconcius). Setelah memiliki

Bab I Pendahuluan. pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar (subconcius). Setelah memiliki Bab I Pendahuluan 1.Latar Belakang Karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar (subconcius). Setelah memiliki pemikiran bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

Daftar Pustaka (1992). Sastra Perang: Sebuah Pembicaraan mengenai Hikayat Perang Sabil. Jakarta: Balai Pustaka.

Daftar Pustaka (1992). Sastra Perang: Sebuah Pembicaraan mengenai Hikayat Perang Sabil. Jakarta: Balai Pustaka. Daftar Pustaka Naskah Syair Bintara Mahmud Setia Raja Blang Pidier Jajahan, NB 108. Perpustakaan Nasioanal Republik Indonesia. Buku Abdullah, Taufik. (1990). Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: Gajah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya.

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu nilai dan pikiran yang hidup pada sebuah masyarakat, dan dalam suatu nilai, dan pikiran ini berkembang sejumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan aspek penting dalam penelitian. Konsep berfungsi untuk menghindari kegiatan penelitian dari subjektifitas peneliti serta mengendalikan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat serta perasaan kepada orang lain. Sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai perwujudan kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tersebut adalah prosa. Prosa sendiri identik dengan sebuah karya

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tersebut adalah prosa. Prosa sendiri identik dengan sebuah karya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1. Latar Belakang Karya sastra dari awal kemunculannya hingga sampai saat ini mempunyai banyak keragaman jenis dan telah digolongkan dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami perkembangan. Karena itu, agar keberadaan karya sastra dan pengajarannya tetap tegak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah salah satu seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan kehidupan manusia subjeknya. Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan seni dan karya yang sangat berhubungan erat dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Dalam bab ini peneliti akan memaparkan tentang peneliti penelitian sebelumnya, konsep dan landasan teori. Peneliti penelitian sebelumnya berisi tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warisan leluhur nenek moyang kita sangat beragam dan banyak. menarik perhatian para ilmuwan, salah satunya berupa hikayat.

BAB I PENDAHULUAN. warisan leluhur nenek moyang kita sangat beragam dan banyak. menarik perhatian para ilmuwan, salah satunya berupa hikayat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peninggalan-peninggalan budaya masa lampau yang merupakan warisan leluhur nenek moyang kita sangat beragam dan banyak menarik perhatian para ilmuwan, salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur (litera=huruf atau karya tulis). Dalam bahasa Indonesia karya sastra berasal dari bahasa sansakerta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan karya sastra tidak dapat dilepaskan dari gejolak dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Karena itu, sastra merupakan gambaran kehidupan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Nusantara yang terletak di kawasan Asia Tenggara sejak kurun waktu yang cukup lama memiliki peradaban dan kebudayaan tinggi yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau MATERI USBN SEJARAH INDONESIA PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ILMU SEJARAH 1. PENGERTIAN SEJARAH Istilah Sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu Syajaratun yang berarti Pohon. Penggunaan kata tersebut dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai hal, seperti keanekaragaman budaya, lingkungan, alam, dan wilayah geografis. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN Metode dapat diartikan sebagai cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya (Ratna, 2004:34).

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Pada bab ini penulis akan memaparkan beberapa penelitian sebelumnya,konsep dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama-tama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni yang merekam kembali alam kehidupan, akan tetapi yang memperbincangkan kembali lewat suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Naskah kuno merupakan hasil kebudayaan suatu bangsa yang tak ternilai harganya. Di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur yang ingin disampaikan oleh nenek moyang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 1.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka mempunyai peranan penting dalam melakukan penelitian karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA.

NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA. NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA. Oleh : Gilang Ratnasari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP-Universitas Muhammadiyah Purworejo

Lebih terperinci

MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI. Nurmina 1*) ABSTRAK

MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI. Nurmina 1*) ABSTRAK MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI Nurmina 1*) 1 Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Almuslim, Bireuen *) Email: minabahasa1885@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai gambaran dunia (dalam kata), hadir pertama-tama kepada

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai gambaran dunia (dalam kata), hadir pertama-tama kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra sebagai gambaran dunia (dalam kata), hadir pertama-tama kepada pembaca hakikatnya untuk menghibur, memberikan hiburan yang menyenangkan. Sastra menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filologi merupakan suatu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan (Baroroh-Baried,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Putra (1986), dalam penelitian beliau yang berjudul "Aspek Sastra Dalam Babad Dalem Suatu Tinjauan Intertekstualitas", menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti kebudayaan Minang, Sumba, Timor, Alor dan lain-lain). Dalam Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. seperti kebudayaan Minang, Sumba, Timor, Alor dan lain-lain). Dalam Ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia dibangun dari berbagai kebudayaan dan berbagai etnis, yang berbeda kualitas dan kuantitasnya. Setiap etnis (kebudayaan-kebudayaan lokal seperti kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan dinilai sebagai identitas kepribadian dan penentu kemajuan suatu bangsa yang tidak bisa di ukur dan kehadirannya hanya dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesusastraan Bali adalah salah satu bagian dari karya sastra yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. kesusastraan Bali adalah salah satu bagian dari karya sastra yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan karya tulis yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti keaslian, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Karya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalamnya terdapat pengilustrasian, pelukisan, atau penggambaran kehidupan

I. PENDAHULUAN. dalamnya terdapat pengilustrasian, pelukisan, atau penggambaran kehidupan ` I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil ciptaan manusia melalui kesadaran yang tinggi serta dialog antara diri pengarang dengan lingkungannya. Sebuah karya sastra di dalamnya

Lebih terperinci