TINJAUAN PUSTAKA Biosekuriti

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Biosekuriti"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Biosekuriti Biosekuriti didefinisikan sebagai penerapan kontrol kesehatan dan usahausaha untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksius baru ke dalam suatu kawanan ternak (Pinto dan Urcelay 2003). Penerapan biosekuriti penting untuk perlindungan ternak terhadap penyakit serta memenuhi perlindungan nasional terhadap masuknya penyakit eksotik (Boklund et al. 2004). Menurut Jeffreys (1997), biosekuriti memiliki tiga komponen mayor yaitu: isolasi, kontrol lalu lintas, dan sanitasi. Isolasi merujuk kepada penempatan hewan di dalam lingkungan yang terkontrol. Kontrol lalu lintas mencakup lalu lintas masuk ke dalam peternakan maupun di dalam peternakan. Sanitasi merujuk kepada disinfeksi material, manusia, dan peralatan yang masuk ke lingkungan peternakan dan kebersihan personel peternakan (Yee et al. 2009). Pelaksanaan biosekuriti dapat dilakukan dilakukan dengan cara-cara: 1. Kontrol lalu lintas Biosekuriti ini secara umum memberlakukan kontrol tehadap lalu lintas orang, seperti mengunci pintu dan melarang semua pengunjung atau mengizinkan masuk orang tertentu dan personel yang dibutuhkan (profesional) setelah mereka didisinfeksi, mandi semprot, lalu memakai sepatu khusus dan baju khusus (Garber et al. 2009). Sebelum masuk ke dalam kandang, sepatu didekontaminasi dengan bak berisi disinfektan di depan pintu masuk kandang. Peternakan yang menjalankan biosekuriti dengan ketat (grand parent stock) akan menerapkan prosedur dengan sangat ketat misalnya tamu yang akan masuk sebelumnya tidak boleh mengunjungi peternakan pada level di bawahnya (parent stock, komersial, processing) paling sedikit tiga hari setelah kunjungan tersebut. Kontrol lalu lintas tidak hanya berlaku untuk orang tetapi juga untuk hewan seperti burung-burung liar, tikus, kumbang predator, serangga dan lainnya. Konstruksi bangunan yang terbuka sebaiknya diberi kawat pelindung untuk mencegah masuknya serangga terbang atau predator. Lalu lintas kendaraan yang memasuki areal peternakan juga harus dimonitor secara ketat (Farnsworth et al. 2011). Kendaraan yang memasuki farm harus melewati kolam disinfeksi. Peternakan pembibitan yang memerlukan biosekuriti lebih ketat, begitu masuk kolam disinfeksi kendaraan harus berhenti, lalu seluruh bagian mobil bagian

2 bawah, sekitar ban disemprot disinfektan dengan sprayer tekanan tinggi. Penumpang harus berjalan kaki lewat pintu khusus untuk lalu lintas orang kemudian penumpang didisinfeksi. Peternakan dengan biosekuriti sangat ketat terdapat pemisahan dan batas yang jelas mengenai daerah sanitasi kotor dengan atau daerah sanitasi semi bersih atau bersih. Kontrol lalu lintas, baik barang, bahan, ataupun manusia akan selalu terkontrol. 2. Pencatatan riwayat flok Mencatat riwayat flok adalah cara yang mudah untuk menjaga kesehatan flok ayam. Menurut Nespeca et al. (1997), catatan berisi antara lain asal ayam dan jumlah ayam. Ayam harus secara rutin diperiksa kesehatannya ke laboratorium, dengan mengecek titer darahnya terhadap penyakit tertentu, monitoring bakteriologis dan sampling lainnya. Selain itu dilakukan juga program vaksinasi yang teratur (Pappaioanou 2009). Laporan hasil pemeriksaan laboratorium harus disimpan bersamaan dengan data performans setiap flok atau kandang. Laporan ini sangat bermanfaat begitu masalah muncul. 3. Pencucian kandang ayam Pencucian kandang ayam merupakan kegiatan biosekuriti yang paling berat. Setelah flok ayam diafkir dan litter diangkat keluar kandang, tindakan berikutnya adalah pembersihan dan disinfeksi terhadap seluruh kandang dan lingkungannya. 4. Kontrol limbah (sisa-sisa) produksi dan ayam mati Ayam sisa-sisa produksi atau limbah dalam tatalaksana usaha peternakan akan menjadi limbah. Limbah ini harus dijauhkan dan dimusnahkan sejauh mungkin dari areal produksi. Bila mungkin harus ada petugas khusus yang mengambil sisa produksi ini secara teratur untuk dibuang atau dimusnahkan di luar areal produksi. Apabila tidak mungkin dibuang atau dimusnahkan di luar, maka harus dipilih lokasi di dalam wilayah peternakan yang memungkinkan sisasisa produksi ini tidak mengganggu kegiatan produksi lainnya serta mencegah pencemaran lingkungan. Instalasi Karantina Hewan Peranan karantina sangat penting dalam melakukan upaya-upaya perlindungan, penyelamatan dan pengamanan sumberdaya alam hayati, berdasarkan tugas pokok karantina yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 dan PP Nomor 82 Tahun Karantina Pertanian adalah

3 tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia (Badan Karantina Pertanian 2011). Badan Karantina Pertanian sebagai pertahanan pertama (first line of defence) dalam melindungi dan melestarikan sumber daya hayati hewani dari ancaman penyakit. Hewan yang dilalulintaskan harus menjalani masa karantina di instalasi karantina. Lama masa karantina bervariasi menurut jenis hewan dan asal hewan tersebut (impor, ekspor, atau antar area). Selama berada di dalam instalasi karantina, hewan diamati sesuai masa karantina yang berlaku. Bila dalam masa karantina ini hewan menderita suatu penyakit, maka petugas karantina (dokter hewan karantina) melakukan pengobatan dan terapi yang diperlukan sesuai penyakit yang diderita hewan tersebut. Apabila hewan menunjukkan gejala penyakit eksotik, maka hewan harus dimusnahkan. Instalasi karantina hewan (IKH) adalah tempat untuk melakukan tindakan karantina terhadap hewan atau produk hewan sebelum dinyatakan dapat dibebaskan atau ditolak untuk dimasukkan dan diedarkan. IKH terdiri dari bangunan, lahan berikut peralatan serta fasilitas dan sarana pendukung yang dirancang sedemikian rupa sehingga layak digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindakan karantina. Kandang (instalasi karantina) juga harus memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan Pedoman Pesyaratan Teknis Instalasi Karantina Hewan. Pedoman teknis ini mencakup persyaratanpersyaratan yang harus dipenuhi agar dapat ditetapkan sebagai Instalasi Karantina Hewan. Persyaratan teknis yang harus dipenuhi untuk IKH DOC adalah: a. Lokasi 1. Penilaian instalasi harus memperhatikan biosekuriti, biosafety alat angkut dan rute perjalanan yang aman serta tidak menularkan penyakit serta memenuhi prinsip kesejahteraan hewan. 2. Jarak dari lalu lintas umum minimal 400 meter atau dengan memperhatikan disain kandang IKH DOC, sistem dan penanganan biosekuriti. 3. Jarak lokasi dengan farm lain minimal 1 km atau memperhatikan sistem dan manajemen penanganan biosekuriti.

4 4. Jarak instalasi dengan pemukiman penduduk minimal m dari pagar luar atau memperhatikan sistem dan manajemen penanganan biosekuriti. 5. Lokasi harus dilengkapi dengan pagar tembok keliling atau pagar yang mempunyai desain kuat, rapat, dan dapat mencegah masuk dan keluarnya agen penyakit. 6. Jarak antar flok dalam instalasi minimal 40 meter, antar flok dibatasi pagar atau memperhatikan sistem dan manajemen penanganan biosekuriti. 7. Tata letak IKH DOC harus memperhatikan topografi sehingga kotoran dan limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan. b. Sarana dan prasarana 1. Sarana utama Sarana utama yang harus terdapat pada IKH meliputi: 1) Kandang a) Konstruksi bangunan memenuhi daya tampung untuk menjamin sirkulasi udara terhadap terpeliharanya kesehatan dan kesejahteraan hewan. Terbuat dari bahan yang kuat dan dapat menjamin kemudahan pemeliharaan, pembersihan, dan disinfeksi kandang. b) Memiliki sistem pembuangan dan pengolahan limbah dalam rangka pencegahan penyebaran agen penyakit. c) Konstruksi kandang: i. Close house Dinding: tembok dan kawat Lantai: beton, semen ditutup dengan litter Atap: terbuat dari bahan yang dapat memelihara suhu dan kelembaban Pintu: terbuat dari bahan yang kuat Blower/exhauster: sesuai dengan kebutuhan Peralatan kandang dilengkapi dengan: - Pengatur temperatur kandang (manual atau sensor otomatis) - Automatic feeder - Automatic curtain

5 - Alat pemberian minum secara otomatis ii. Open house Dinding: terbuat dari bahan yang dapat memelihara kesehatan hewan yang bersifat tidak permanen dapat mengatur suhu dan kelembaban. Lantai: semen ditutup dengan litter Atap: terbuat dari bahan yang dapat memelihara suhu dan kelembaban dalam instalasi. Pintu: terbuat dari bahan yang kuat Peralatan kandang antara lain: - Alat pemberian minum otomatis - Alat pemberian pakan - Brooder ukuran disesuaikan dengan jumlah DOC - Chick guard (pembatas sementara) iii. Luas kandang: sesuai kebutuhan brooding dengan kepadatan 100 ekor/10 m 2 iv. IKH DOC harus memperhatikan: Fasilitas untuk mencegah kontaminasi antar kandang. Letak IKH DOC harus terpisah dari kandang pemeliharaan. Kandang isolasi untuk DOC yang perlu ditangani kesehatannya secara khusus. Kebersihan dan sanitasi kandang dan lingkungan. Tersedianya tempat pemusnahan. Keluar masuk orang dan barang selama masa karantina harus mendapatkan izin dari penanggung jawab. Gudang pakan dan peralatan harus terpisah dari kandang dan harus mempunyai program pengendalian hama. Standar operasional prosedur dan fasilitas disinfeksi/dekontaminasi untuk pekerja, kendaraan tamu/pakan/peralatan, tamu, pakan. 2) Tata letak bangunan a) Ruang kantor dan tempat tinggal karyawan harus terpisah dari perkandangan dan dibatasi pagar rapat. b) Jarak antara tiap kandang minimal 1 kali lebar kandang dihitung dari tepi tiap atap kandang.

6 c) Bangunan kandang, kandang isolasi, dan bangunan lainnya harus ditata agar aliran air, saluran limbah, dan udara tidak menimbulkan pencemaran penyakit. 3) Pengendalian kualitas air dan pakan a) Mempunyai program disinfeksi air minum dan program disinfeksi untuk tempat air minum dan tempat pakan. b) Pakan harus terhindar dari kontak dengan tikus, serangga, atau burung liar. 4) Pengendalian penyakit a) Mempunyai program disinfeksi kandang, sebelum ayam masuk, maupun program saat ayam telah masuk. b) Mempunyai program vaksinasi yang disesuaikan dengan kondisi setempat. 5) Dekontaminasi kandang a) Mempunyai prosedur tetap untuk dekontaminasi kandang, yang mengatur lalu lintas ayam afkir, pupuk, program dekontaminasi peralatan kandang yang terlokalisir sehingga tidak mencemari kelompok kandang yang lain. b) Mempunyai prosedur tetap untuk periode istirahat kandang dan program dekontaminasi. 2. Sarana penunjang Sarana penunjang adalah sarana yang dapat menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan di IKH DOC, antara lain meliputi: a. Jalan khusus menuju instalasi Berguna untuk menghindari hewan dan manusia yang tidak berkepentingan masuk ke dalam lokasi instalasi. b. Papan nama yang menerangkan bahwa (i) Lokasi tersebut adalah Instalasi karantina hewan day old chick (IKH DOC). (ii) Larangan memasuki lokasi instalasi karantina tanpa seizin penanggung jawab. c. Area parkir Tersedia area parkir kendaraan yang memadai di dalam lokasi yang menjamin kelancaran proses bongkar muat hewan, pakan, dan barang selama masa karantina.

7 d. Pos satpam Pos satpam ditempatkan pada samping pintu gerbang, dibuat sedemikian rupa sehingga mengawasi semua aktivitas keluar masuk kendaraan dan orang serta aktivitas di dalam instalasi. e. Kantor Berupa bangunan tersendiri atau ruangan khusus yang digunakan sebagai kantor untuk melaksanakan kegiatan administrasi pengelolaan instalasi. f. Sarana mandi, cuci, kakus (MCK) dan mushola Tersedia sarana MCK dan mushola yang terletak di luar pagar dalam instalasi untuk memfasilitasi orang umum yang tidak terkait dengan kegiatan tindak karantina. g. Rumah jaga/mess Rumah jaga disediakan terletak di luar pagar dalam. h. Peralatan angkut pakan, peralatan kebersihan kandang Tersedia dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan perawatan dan pemeliharaan selama masa karantina. Ditempatkan khusus di dekat kandang dan tidak bercampur dengan peralatan lain, hanya digunakan untuk keperluan kandang yang sama selama masa karantina. Biosekuriti pada Instalasi Karantina Hewan Setiap IKH harus menerapkan sistem biosekuriti yang baik dan terkendali. Biosekuriti pada IKH dapat meliputi sanitasi, pagar pelindung, pengawasan yang ketat lalu lintas pengunjung dan kendaraan, menghindari kontak dengan satwa liar, mempunyai fasilitas bangunan yang memadai, penerapan karantina, dan menerapkan sistem tata cara penggantian stok hewan (Casal et al. 2007). Menurut Australian Chicken Meat Federation (ACMF) Inc. (2010), prosedur biosekuriti rutin yang harus dilakukan di suatu IKH adalah: 1. Pencatatan (recording) dan pelatihan personel 2. Standar fasilitas, antara lain: Area peternakan (instalasi) harus mempunyai pagar pembatas yang menunjukkan zona biosekuriti yang jelas. Denah area peternakan yang berisi keterangan tentang kandang, jalan akses, dan pintu gerbang yang selalu diperbarui.

8 Pintu gerbang utama harus bisa dibuka tutup dan dikunci untuk mencegah keluar masuk kendaraan atau orang yang tidak berkepentingan. Terdapat papan yang bertuliskan area biosekuriti, dilarang masuk kecuali dengan ijin. Terdapat area parkir untuk kendaraan pengunjung. Terdapat area untuk berganti pakaian yang jauh dari kandang dan di dalam area berganti pakaian itu disediakan pakaian dan alas kaki. Orang yang masuk ke dalam area peternakan harus melewati footbath yang berisi disinfektan sesuai dengan petunjuk penggunaan. Baju dan alas kaki yang berbeda diterapkan untuk tiap kandang yang berbeda. Fasilitas untuk cuci tangan harus terdapat pada pintu masuk tiap kandang. Kandang harus dirancang dan dijaga agar burung liar dan kutu tidak masuk ke dalam kandang. Landscape, pohon dan semak harus diseleksi untuk meminimalisir burung liar datang. Rumput sekitar kandang harus dipangkas secara teratur untuk mencegah datangnya burung liar, serangga dan tikus. Saluran pembuangan air, area peternakan harus memiliki saluran pembuangan yang baik agar tidak terjadi akumulasi air yang dapat mengundang unggas air dan serangga. Terdapat program pengendalian untuk tikus, kucing, anjing, dan kutu. Program pengendalian tikus (pest control), mengikuti hal sebagai berikut; Perangkap tikus diberi nomor dan terdapat denah di mana perangkapperangkap tersebut dipasang. Perangkap tikus dipasang dengan jumlah yang lebih banyak di tempat yang banyak terdapat aktivitas tikus. Perangkap tikus harus dirancang untuk meminimalkan hewan lain masuk ke dalam perangkap. Air minum harus diberi perlakuan seperti klorinasi, ultraviolet, dan iodium. Air yang telah diberi perlakuan disimpan di dalam sistem tertutup. Pakan harus disimpan di dalam tempat tertutup sehingga burung liar dan tikus tidak dapat masuk. 3. Standar dan prosedur personel Risiko masuknya atau menyebarnya penyakit atau kontaminasi melalui pergerakan manusia diminimalisasi dengan cara yang mencakup staf,

9 termasuk personel kandang dan pegawai peternakan; kontraktor, supplier, dan personel; pengunjung dan keluarga pekerja. Studi terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Studi mengenai pengetahuan, sikap, dan praktik menunjukkan apa yang seseorang ketahui mengenai sesuatu hal, bagaimana perasaan mereka tentang hal itu, dan bagaimana mereka bertindak. Survei pengetahuan, sikap, dan praktik atau knowledge, attitude, practice (KAP) adalah suatu studi representatif dari suatu populasi spesifik untuk mengumpulkan informasi tentang apa yang diketahui, dipercayai, dan dilakukan terkait dengan topik tertentu (Kaliyaperumal 2004). Survei KAP menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data, kuesioner disusun secara terstruktur dan diisi sendiri oleh responden. Data yang terkumpul kemudian dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif tergantung pada tujuan dan disain studi. Survei KAP didisain secara khusus untuk menjaring informasi tentang topik tertentu. Data hasil survei KAP bermanfaat untuk membantu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi suatu kegiatan. Survei KAP dapat mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan (knowledge gap), kepercayaan budaya, atau pola perilaku yang mungkin mempengaruhi pemahaman dan tindakan, serta mengenal masalah yang muncul atau hambatan (barriers) dari suatu usaha. Survei KAP dapat mengidentifikasi informasi yang umumnya menjadi suatu pengetahuan dan sikap. Lebih jauh, survei KAP dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku yang tidak diketahui pada kebanyakan orang, alasan-alasan terhadap sikapnya, serta bagaimana dan mengapa orang-orang melakukan atau menerapkan perilaku tertentu. Menurut Lakhan dan Sharma (2010), pengetahuan adalah kemampuan untuk memperoleh, mempertahankan, dan menggunakan informasi, gabungan pemahaman, ketajaman dan keterampilan. Pengetahuan Pengetahuan dikaitkan dengan praktik yang dilakukan yang akan mempengaruhi keinginan untuk merubah praktik yang dilakukan bila dirasakan praktik tersebut tidak aman (McIntosh et al. 1994). Kemauan untuk merubah perilaku ditentukan oleh persepsi dan keyakinan seseorang (Wilcock et al. 2004). Menurut Kibler et al. (1981) yang dikutip oleh Zahid (1997), pengetahuan didefinisikan sebagai ingatan mengenai sesuatu yang bersifat spesifik dan

10 umum, ingatan mengenai metode atau proses, ingatan mengenai pola, susunan atau keadaan. Jenis pengetahuan secara hierarkis dikelompokkan menjadi: 1) pengetahuan yang bersifat spesifik, 2) pengetahuan mengenai terminologi, 3) pengetahuan mengenai fakta-fakta tertentu, 4) pengetahuan mengenai cara-cara tertentu, 5) pengetahuan mengenai kaidah, 6) pengetahuan mengenai arah dan tujuan, 7) pengetahuan mengenai klasifikasi dan kategori, 8) pengetahuan mengenai kriteria, 9) pengetahuan mengenai metoda, 10) pengetahuan mengenai pola, 11) pengetahuan mengenai prinsip dan generalisasi, dan 12) pengetahuan mengenai teori dan struktur. Soekanto (2003) menyatakan pengetahuan adalah kesan yang didapatkan dari hasil pengolahan panca inderanya. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui kenyataan (fakta), penglihatan, pendengaran, serta keterlibatan langsung dalam suatu aktivitas. Pengetahuan juga didapatkan dari hasil komunikasi dengan orang lain seperti teman dekat dan relasi kerja. Pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan ini digali saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan mengingat (recall) atau mengenal kembali (recognition). Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu: a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh karena itu, tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. b. Memahami (comprehension) Memahami duartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang telah diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil. d. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

11 e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk meletakkan penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Menurut Notoatmodjo (2007) belajar adalah mengambil tanggapan-tanggapan dan menghubungkan tanggapan-tanggapan dengan cara mengulang-ulang. Tanggapan-tanggapan tersebut diperoleh melalui pemberian stimulus atau rangsangan-rangsangan. Makin banyak dan sering diberikan stimulus maka memperkaya tanggapan pada subyek belajar. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam tingkatan pengetahuan seseorang menurut Nasution (1999) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) antara lain: a. Tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan, maka makin mudah menerima informasi. b. Informasi, masyarakat yang mempunyai banyak sumber informasi dapat memberikan peningkatan terhadap tingkat pengetahuan tersebut. Informasi dapat diperoleh melalui media massa seperti majalah, koran, berita televisi, dan dapat juga diperoleh melalui penyuluhan. c. Budaya, budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, hal ini dikarenakan informasi yang baru akan disaring sesuai dengan budaya dan agama yang dianut. d. Pengalaman, pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan yang berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, hal ini berarti bahwa semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang tinggi, maka pengalaman seseorang akan jauh lebih luas. e. Sosial ekonomi, dalam mendapatkan informasi yang memerlukan biaya, tingkat sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, maka orang tersebut akan lebih mudah untuk mendapatkan informasi. f. Pengukuran tingkat pengetahuan, pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara langsung atau dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari responden atau subyek penelitian. Kedalaman pengetahuan responden yang ingin diukur atau diketahui dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan responden.

12 Sikap Sikap mengacu kepada kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu untuk situasi tertentu, untuk melihat dan menginterpretasikan peristiwaperistiwa sesuai dengan kecenderungan tertentu, atau untuk menyusun pendapat ke dalam struktur yang masuk akal dan saling terkait. Menurut Krauss (1995), sikap yang bersifat relatif permanen dan stabil tentang ringkasan keseluruhan mengenai sesuatu hal adalah komponen psikologi yang penting karena dapat mempengaruhi dan memperkirakan berbagai perilaku. Menurut Zahid (1997), ketiga komponen utama sikap meliputi kognisi (kesadaran), afeksi, dan perilaku (konatif). Komponen afeksi mencakup arah dan intensitas dari penilaian individu atau macam perasaan yang dialami terhadap obyek sikap, sedangkan komponen perilaku merupakan kecenderungan untuk bertindak menurut cara tertentu terhadap sikap. Setiadi (2008) menjelaskan hubungan antara ketiga komponen sikap tersebut. Kepercayaan dan persepsi merupakan komponen kognitif dari sikap, komponen afektif berupa perasaan yang berhubungan dengan obyek, dan kodatif yang berkaitan dengan tindakan (perilaku). Hierarki pengaruh keterlibatan tinggi yaitu kepercayaan mempengaruhi perasaan, kemudian perasaan mempengaruhi maksud untuk bertindak (berperilaku). Sikap merupakan keyakinan, perasaan atau penilaian individu yang bersifat positif atau negatif (menyenangkan atau tidak menyenangkan) dan memberikan arah atau kecenderungan kepada individu tersebut untuk berperilaku sesuai dengan sikap yang dimilikinya. Sikap akan memberikan arah kepada perbuatan atau tindakan seseorang. Sumarwan (2004) mengemukakan empat fungsi dari sikap yaitu utilitarian, mempertahankan ego, ekspresi nilai, dan pengetahuan. a. Fungsi utilitarian (the utilitarian function), seseorang menyatakan sikapnya terhadap suatu obyek karena ingin memperoleh manfaat (rewards) tersebut atau menghindari (punishment). b. Fungsi mempertahankan ego (the ego-defensive function), sikap ini berfungsi untuk melindungi seseorang (citra diri) dari keraguan yang muncul dari dalam dirinya sendiri atau dari faktor luar yang mungkin menjadi ancaman bagi dirinya.

13 c. Fungsi ekspresi nilai (the value-expressive function), sikap ini berfungsi untuk menyatakan nilai-nilai, gaya hidup, dan identitas sosial seseorang. Sikap akan menggambarkan minat, hobi, kegiatan, dan opini dari seseorang. d. Fungsi pengetahuan (the knowledge function), pengetahuan yang baik mengenai sesuatu seringkali mendorong seseorang untuk menyukai hal tertentu. Azwar (2003) mengemukakan berbagai metode dan teknik yang dikembangkan untuk mengungkapkan sikap manusia dan memberikan interpretasi yang valid. Pengungkapan sikap manusia dilakukan dengan beberapa metode diantaranya dengan: a. Observasi langsung, dilakukan dengan memperhatikan perilakunya karena perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu, namun hal ini hanya bila sikap berada pada kondisi yang ekstrim. Perilaku hanya akan konsisten dengan sikap apabila kondisi dan situasi memungkinkan. b. Penanyaan langsung, asumsi yang mendasari metode ini adalah bahwa individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri dan manusia mengungkapkan dirinya sendiri dan manusia akan mengungkapkan secara terbuka apa yang dirasakannya. c. Pengungkapan langsung, metode ini digunakan karena metode penanyaan langsung memiliki beberapa kelemahan diantaranya orang akan mengemukakan pendapat dan jawaban yang sebenarnya secara terbuka hanya apabila situasi dan kondisi memungkinkan. Metode pengungkapan langsung secara tertulis dilakukan dengan meminta responden menjawab langsung suatu pertanyaan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju. Praktik Praktik atau perilaku berarti aplikasi peraturan dan pengetahuan yang mengarah ke tindakan/perbuatan (Lakhan dan Sharma 2010). Menurut Di Giuseppe et al. (2008), pengetahuan seseorang akan mempengaruhi praktik dari individu tersebut. Menurut model yang dikembangkan oleh Ajzen dan Fishbein (1980) yang dikutip oleh Zahid (1997) yaitu theory of reasoned action, perilaku merupakan fungsi dari tujuan untuk melakukan perilaku itu sendiri. Suparta (2002) menyatakan perilaku individu secara umum dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam. Kondisi situasional luar mempengaruhi sikap dalam dan

14 selanjutnya sikap ini dapat mempengaruhi perilaku terbuka. Perilaku dianggap sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor yang terdapat di dalam diri sendiri (karakteristik individu) dan faktor luar. Menurut Harihanto (2001) perilaku individu secara umum dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yang mempengaruhi perilaku adalah karakteristik internal (sesuatu yang dimiliki oleh seseorang secara unik) baik yang bersifat fisik atau kejiwaan (psikis). Faktor yang bersifat psikis adalah persepsi, kepribadian, mental, intelektual, ego, moral, keyakinan, dan motivasi. Faktor luar yang dapat mempengaruhi perilaku adalah faktor sosial budaya, sosial ekonomi, dan lingkungan fisik seperti pendidikan, pengetahuan, penghargaan sosial, hukuman, kebudayaan, norma sosial, tekanan sosial, panutan, input informasi, kohesi kelompok, dukungan sosial, agama, ekonomi politik, pola perilaku kelompok, status, dan peranan individu dalam masyarakat. Beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan perilaku menurut Weinreich (1999) dan Kushardanto (2007) antara lain: 1. Teori perilaku yang direncanakan (theory of planned behaviour), teori yang mengeksplorasi keterkaitan antara perilaku dan keyakinan (beliefs), sikap (attitudes), dan kehendak (intentions). Teori ini berasumsi bahwa kehendak berperilaku (behavioural intention) adalah faktor penentu yang paling penting. Kehendak berperilaku dipengaruhi oleh sikap seseorang terhadap tindakan dan keyakinan atas pendapat orang lain terhadap suatu perilaku. 2. Teori pembelajaran sosial (social cognitive learning theory). Perubahan perilaku tidak hanya ditentukan oleh faktor intrinsik atau adanya lingkungan yang mendukung dan individu memiliki pengaruh terhadap apa yang dilakukan, bagaimana respon individu terhadap lingkungan. Teori ini melihat lingkungan bukan hanya sebagai sistem yang mendorong atau mencegah suatu perubahan perilaku, akan tetapi lingkungan juga menyediakan tempat bagi seseorang untuk belajar tindakan orang lain dan konsekuensi dari tindakan tersebut. Tiga faktor utamanya yaitu kekuatan sendiri, sasaran, dan harapan yang muncul. 3. Teori tahapan dari perubahan (transtheoretical model/stages of change theory) yang terdiri dari lima tahapan, yaitu: a. Pre-contemplation (pra-perenungan): individu pada tahap ini tidak menyadari suatu masalah atau suatu risiko terhadap sesuatu sehingga belum berpikir untuk mengambil tindakan.

15 b. Contemplation (perenungan): individu pada tahap ini sudah berpikir untuk bertindak dan menunjukkan indikasi sedang merencanakan tindakan. c. Preparation (persiapan): individu akan mengambil tindakan dalam waktu yang tidak lama lagi dan merencanakan untuk melakukan rencana tersebut segera mungkin. d. Action (tindakan), pada tahap ini, individu sudah mengambil tindakan untuk menangani suatu permasalahan tertentu. e. Maintenance (menjaga), individu berusaha untuk mempertahankan tindakan yang diambilnya dalam suatu periode waktu yang lama. 4. Difusi suatu inovasi (diffusion of innovations), terhadap suatu perilaku baru atau tindakan, beberapa orang akan mengadopsi dan yang lainnya melihat sampai orang lain dalam kelompoknya mengadopsinya dan kelompok yang lainnya sama sekali tidak menerima inovasi tersebut. Tingkatan praktik terdiri atas empat tahapan yakni: (1) persepsi/perception, (2) respon terpimpin/guided respons, (3) mekanisme/mechanism, dan (4) adaptasi/adaptation (Notoatmodjo 2007). Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Menurut Mueller (1992), prediktabilitas praktik dari pengukuran sikap dapat ditingkatkan dengan jalan memusatkan pada obyek sikap yang lebih khusus pada praktik-praktiknya. Validitas prediktif suatu pengukuran sikap dapat dioptimalkan dengan seksama dengan memberikan perhatian kepada setiap komponen paradigma prediktifnya dengan cara: (1) hasil pengukuran sikap harus memiliki tingkat reabilitas yang tinggi, hal ini dapat dicapai dengan penyusunan skala yang baik, (2) kriteria pengukuran indeks praktik juga harus memiliki reabilitas yang tinggi, (3) obyek pengukuran sikap dan obyek praktik harus identik, dan (4) variabel-variabel situasional yang melunakkan hubungan antara sikap dan praktik harus dimasukkan ke dalam pertimbangan. Tujuan berperilaku sangat ditentukan oleh dua faktor yaitu sikap terhadap perilaku dan tekanan sosial yang dirasakan (norma subyektif). Norma subyektif ini merupakan variabel situasional yang mungkin merintangi pelaksanaan niat atau kehendak seseorang. Semakin kuat suatu sikap yang ditentukan oleh pengalaman pribadi langsung terhadap obyek sikap atau kepentingan pribadi terhadap obyek sikap maka akan semakin kuat hubungan antara sikap dan tampilan perilakunya. Kesadaran pribadi dapat meningkatkan kekuatan

16 hubungan antara sikap dan tampilan perilaku melalui dua keadaan. Pertama kesadaran pribadi akan meningkatkan akses individu terhadap sikap yang dia miliki. Kedua, dalam lingkungan perilaku, kesadaran pribadi juga dapat mengingatkan individu akan sikap yang dimilikinya (Zahid 1997). Tindakan individu sangat dipengaruhi oleh sikap maupun pengetahuannya. Seseorang bersikap suka atau tidak suka, baik atau tidak baik, senang atau tidak senang terhadap suatu obyek sangat dipengaruhi oleh pengalamannya atau pengetahuannya (Harihanto 2001). Sikap dan praktik terdapat hubungan, keberadaan hubungan ini ditentukan oleh kespesifikan sikap, kekuatan sikap, kesadaran pribadi, dan norma-norma subyektif yang mendukung (Zahid 1997). Gerungan (1996) menyatakan bahwa pengetahuan mengenai suatu obyek akan menjadi attitude terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap obyek tersebut. Sikap mempunyai motivasi, yang berarti ada segi kedinamisan untuk mencapai suatu tujuan. Terbentuknya sikap karena adanya interaksi manusia dengan obyek tertentu (komunikasi), serta interaksi sosial di dalam kelompok maupun di luar kelompoknya. Sarwono (2002) menyatakan bahwa sikap terbentuk dari pengalaman melalui proses belajar. Proses belajar dapat terjadi melalui proses kondisioning klasik atau proses belajar sosial atau karena pengalaman langsung. Sikap sangat menentukan tindakan (behaviour) seseorang. Seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap suatu obyek, besar kemungkinan untuk bertindak positif juga terhadap obyek tersebut. Timbulnya sikap positif tersebut didasari oleh adanya pemikiran dan pengetahuan terhadap obyek tersebut (Sujarwo 2004). Di dalam penelitian ini akan diteliti sejauh mana hubungan antara sikap pengelola IKH DOC yang terdiri dari manajer, dokter hewan, dan pekerja kandang terhadap praktik biosekuriti yang dilakukan. Kepatuhan terhadap biosekuriti merupakan hal penting yang harus diterapkan pada suatu farm atau instalasi karantina hewan. Kepatuhan untuk melakukan tindakan biosekuriti yang rendah sering dikaitkan dengan pemahaman yang buruk terhadap biosekuriti.

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD /L/12/2008 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD /L/12/2008 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD.670.210/L/12/2008 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN TEKNIS INSTALASI KARANTINA HEWAN UNTUK DAY OLD CHICK (DOC) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan Instalasi karantina hewan (IKH) adalah bangunan berikut peralatan, lahan dan sarana pendukung lainnya yang diperlukan sebagai tempat pelaksanaan tindakan karantina

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Partisipasi Responden Penelitian Tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di instalasi karantina hewan (IKH) day old chick (DOC) milik Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP)

Lebih terperinci

KAP MENGENAI BIOSEKURITI PADA INSTALASI KARANTINA HEWAN (IKH) DOC BBKP SOEKARNO HATTA

KAP MENGENAI BIOSEKURITI PADA INSTALASI KARANTINA HEWAN (IKH) DOC BBKP SOEKARNO HATTA LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner untuk manajer IKH DOC BBKP Soekarno Hatta KAP MENGENAI BIOSEKURITI PADA INSTALASI KARANTINA HEWAN (IKH) DOC BBKP SOEKARNO HATTA No. kuisioner : Enumerator : Waktu : Mulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Broiler Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan untuk ditetaskan menjadi DOC (Suprijatna dkk., 2005). Ayam pembibit menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Bibit merupakan ayam muda yang akan dipelihara menjadi ayam dewasa penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi dan daya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Cold Storage Karakteristik individu yang diamati dalam penelitian ini meliputi (1) umur, (2) tingkat pendidikan, (3) pengalaman dalam bekerja, (4) tingkat pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Pembibit Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam broiler (Sudaryani dan Santosa, 2003). Pembibitan ayam merupakan suatu kegiatan pemeliharaan

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PRAKTIKUM INDUSTRI TERNAK UNGGAS

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PRAKTIKUM INDUSTRI TERNAK UNGGAS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PRAKTIKUM INDUSTRI TERNAK UNGGAS 1. Dosen melakukan rapat koordinasi dengan asisten terkait dengan rencana pelaksanaan praktikum Industri Ternak Unggas minimal 1 bulan sebelum

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Karakteristik personel IKH DOC yang berupa: Umur Tingkat pendidikan Pengalaman Pelatihan. Praktik Biosekuriti

METODE PENELITIAN. Karakteristik personel IKH DOC yang berupa: Umur Tingkat pendidikan Pengalaman Pelatihan. Praktik Biosekuriti METODE PENELITIAN Kerangka Konsep Penelitian Terdapat beberapa peubah yang akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu karakteristik, pengetahuan, sikap dari personel IKH DOC yang terdiri dari manajer,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Menurut Walgito (2002), pengetahuan (knowledge) adalah mengenal suatu obyek baru yang selanjutnya menjadi sikap terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU UTARA

GUBERNUR MALUKU UTARA PERATURAN GUBERNUR MALUKU UTARA NOMOR : 17 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LALU LINTAS, PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DI WILAYAH PROPINSI MALUKU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN 5 A. Latar Belakang LAMPIRAN: PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 33/Permentan/OT.140/2/2014 TANGGAL: 24 Februari 2014 PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN Burung

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 2 Menimbang : BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN MASYARAKAT BUPATI CIREBON a. bahwa

Lebih terperinci

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Pengertian perilaku Menurut Green dan Kreuter (2000), perilaku merupakan hasil dari seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkarantinaan hewan

Lebih terperinci

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 82/2000, KARANTINA HEWAN *37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Tetas Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas) (Paimin, 2000). Penetasan buatan dilakukan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2030, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Karatina Hewan. Instalasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/Permentan/KR.100/12/2015 TENTANG INSTALASI KARANTINA

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran

2 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran No.1018, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Pembibitan. Itik Lokal. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Pembibit Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang banyak dengan waktu yang cepat. Tipe ayam pembibit atau parent stock yang ada sekarang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK

PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK 2014 PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK DIREKTORAT PERBIBITAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan di Indonesia. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan peternakan yang melaksanakan biosekuriti sangat ketat (high level

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

COMPANY PROFILE PETERNAKAN AYAM PETELUR (CHICKEN LAYER FARM) CV. SUMBER BERKAT. MOTTO : Continuous Innovation: from innovation to innovation

COMPANY PROFILE PETERNAKAN AYAM PETELUR (CHICKEN LAYER FARM) CV. SUMBER BERKAT. MOTTO : Continuous Innovation: from innovation to innovation COMPANY PROFILE PETERNAKAN AYAM PETELUR (CHICKEN LAYER FARM) CV. SUMBER BERKAT MOTTO : Continuous Innovation: from innovation to innovation PRODUK : Telur ayam berkualitas tinggi: Telur Curah Plus+ Telur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung atau avian influenza adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan itik (Soejoedono

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Imunisasi Dasar Tubuh manusia pada dasarnya mampu melawan zat asing (Bakteri, Virus, Racun dan sebagainya) dengan mengaktifkan sistim kekebalan yang ada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Veteriner. Hewan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Regulasi sanitasi Industri Pangan

Regulasi sanitasi Industri Pangan Regulasi sanitasi Industri Pangan Nur Hidayat Regulasi Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang: Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan

Lebih terperinci

2014, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tamba

2014, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tamba No.260, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN Budi Daya. Itik. Pedaging. Petelur. Pedoaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 497.a/Kpts/PD /L/12/2008

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 497.a/Kpts/PD /L/12/2008 KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 497.a/Kpts/PD.670.210/L/12/2008 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN TEKNIS INSTALASI KARANTINA HEWAN (IKH) UNTUK OBAT HEWAN GOLONGAN SEDIAAN BIOLOGIK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA ITIK PEDAGING DAN ITIK PETELUR YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA ITIK PEDAGING DAN ITIK PETELUR YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA ITIK PEDAGING DAN ITIK PETELUR YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam bibit adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan keturunan yang mempunyai kualitas genetik yang sama atau lebih unggul dari tetuanya.

Lebih terperinci

Brooding Management. Danang Priyambodo

Brooding Management. Danang Priyambodo Brooding Management Danang Priyambodo Tujuan Brooding manajemen memiliki tujuan untuk menyediakan lingkungan pemeliharaan yang nyaman dan sehat secara efisien dan ekonomis bagi anak ayam agar pertumbuhannya

Lebih terperinci

PEDOMAN BUDI DAYA KELINCI YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN BUDI DAYA KELINCI YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN 2014, No.262 4 A. Latar Belakang LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/Permentan/OT.140/2/2014 TANGGAL: 24 Februari 2014 PEDOMAN BUDI DAYA KELINCI YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Komunikasi Notoatmodjo (2012) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkarantinaan hewan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) Icek Ajzen dan Martin Fishbein bergabung untuk mengeksplorasi cara untuk memprediksi

Lebih terperinci

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan Syarat kesehatan yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat: A. Lokasi 1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2 No.1866, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Hewan. Penyakit. Pemberantasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/6/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/6/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/6/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI Lampiran 1. LEMBAR KUESIONER UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI A. IDENTITAS INFORMAN Nama :. Alamat : Usia :.Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan terakhir : Unit Kerja : Masa kerja

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK

PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK 2014 PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL

Lebih terperinci

Biosecurity. Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama. Perspektif Saat Ini

Biosecurity. Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama. Perspektif Saat Ini Biosecurity Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama Perspektif Saat Ini Beberapa tahun yang lalu istilah biosecurity masih jarang digunakan kecuali di kalangan tertentu saja Kejadian-kejadian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Instalasi Karantina Hewan Sapi Impor

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Instalasi Karantina Hewan Sapi Impor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Instalasi Karantina Hewan Sapi Impor Instalasi karantina hewan (IKH) merupakan suatu bangunan berikut peralatan dan bahan serta sarana pendukung yang diperlukan sebagai tempat

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

FORMULIR PEMANTAUAN SELAMA RENOVASI / KONSTRUKSI BANGUNAN

FORMULIR PEMANTAUAN SELAMA RENOVASI / KONSTRUKSI BANGUNAN FORMULIR PEMANTAUAN SELAMA RENOVASI / KONSTRUKSI BANGUNAN Area Renovasi : Tanggal pemantauan : KELAS III N O KEGIATAN YA TIDAK NA KETERANGAN 1 Mengisolasi sistem HVAC di area kerja untuk mencegah kontaminasi

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya kegiatan pekerjaan di luar rumah, akan meningkatkan kebutuhan jasa pelayanan makanan terolah termasuk makanan dari

Lebih terperinci

I Peternakan Ayam Broiler

I Peternakan Ayam Broiler I Peternakan Ayam Broiler A. Pemeliharaan Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ras ayam pedaging yang memiliki produktivitas tinggi. Ayam broiler mampu menghasilkan daging dalam waktu 5 7 minggu (Suci dan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN I. UMUM Pengaturan pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan menjadi

Lebih terperinci

GOOD MANUFACTURING PRACTICES GOOD MANUFACTURING PRACTICES. Manajemen Mutu 11/17/2011

GOOD MANUFACTURING PRACTICES GOOD MANUFACTURING PRACTICES. Manajemen Mutu 11/17/2011 GOOD MANUFACTURING PRACTICES GOOD MANUFACTURING PRACTICES Manajemen Mutu Definisi: Prosedur dalam perusahaan yang menggaransi keamanan produksi Presenter: Nur Hidayat Manajer Mutu Lab Sentral Ilmu Hayati

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN: PKM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN: PKM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICE UNTUK MELESTARIKAN PLASMA NUTFAH ITIK LOKAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETERNAK (Studi Kasus di Kelompok Ternak Itik Kebersamaan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5543 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 130) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsumen dan Perilaku Konsumen Konsumen adalah orang yang melakukan tindakan menghabiskan nilai barang dan jasa setelah mengeluarkan sejumlah

Lebih terperinci

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut 1. Pengertian Sikap Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu (Calhoun & Acocella,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Persepsi Mengenai PHBS 2.1.1. Pengertian Persepsi Individu satu dengan yang lainnya, tentu memiliki perbedaan dalam melihat serta memaknai sesuatu yang dilihatnya. Perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik masing-masing kendaraan dengan disain dan lokasi parkir. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik masing-masing kendaraan dengan disain dan lokasi parkir. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum Setiap perjalanan yang menggunakan kendaraan diawali dan diakhiri di tempat parkir. Kebutuhan tempat parkir untuk kendaraan, baik kendaraan pribadi, angkutan

Lebih terperinci

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN Nama Rumah Makan/Restoran : Alamat : Nama Pengusaha : Jumlah Karyawan : Jumlah Penjamah Makanan : Nomor Izin Usaha :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembibitan Ayam Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler konsumsi yang memiliki produksi unggul. Bibit- bibit yang bisa dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sibling Rivalry 1. Definisi Sibling Rivalry Sibling adalah perasaan tidak nyaman yang ada pada anak berkaitan dengan kehadiran orang asing yang semula tidak ada (dalam hal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/3/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/3/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/3/2014 TENTANG TlNDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN UNGGAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA KELINCI YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA KELINCI YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA KELINCI YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 319/KEP-BKIPM/2014 TENTANG PEDOMAN INSTALASI KARANTINA IKAN

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 319/KEP-BKIPM/2014 TENTANG PEDOMAN INSTALASI KARANTINA IKAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 319/KEP-BKIPM/2014 TENTANG PEDOMAN INSTALASI KARANTINA IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KARANTINA

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 6 TAHUN 1995 (6/1995) Tanggal : 28 PEBRUARI 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/12; TLN NO. 3586

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen Theory of planned behaviour merupakan pengembangan lebih lanjut dari Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1980; Fishbein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kriteria aspek higiene dan sanitasi terdiri dari 7 pernyataan. Total nilai aspek ini berjumlah 7. Penilaian mengenai aspek higiene dan sanitasi yaitu: Aspek dinilai buruk jika nilai < 3 Aspek dinilai cukup

Lebih terperinci

Sistem Angkutan Unggas dengan Kereta Api sebagai Langkah Preventif Flu Burung : Suatu Utopiakah?

Sistem Angkutan Unggas dengan Kereta Api sebagai Langkah Preventif Flu Burung : Suatu Utopiakah? Sistem Angkutan Unggas dengan Kereta Api sebagai Langkah Preventif Flu Burung : Suatu Utopiakah? Oleh : Ria L. Moedomo*, Irwan Prasetyo**, Ferry F. Moercahyono*** Terbayangkah bagi anda berangkat dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamban Jamban keluarga adalah suatu bangunan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.130, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5543) PERATURAN

Lebih terperinci

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari TUGAS PILIH SATU PERTANYAAN DIBAWAH INI DAN JAWAB SECARA RINCI JAWABAN HARUS 2 SPASI SEBANYAK 2000 KATA 1. Langkah awal dalam melakukan perubahan peri laku terkait gizi adalah membangkitkan motivasi. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindaraan terjadi melalui

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan 116 VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan adalah mengembangkan laboratorium lapang PPDF sebagai tempat praktikum santri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikan dan juga dikembangkan

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PUBLIK JANGKA WAKTU LAYANAN KARANTINA ( SERVICE LEVEL AGREEMENT )

STANDAR PELAYANAN PUBLIK JANGKA WAKTU LAYANAN KARANTINA ( SERVICE LEVEL AGREEMENT ) 1 STANDAR PELAYANAN PUBLIK JANGKA WAKTU LAYANAN KARANTINA ( SERVICE LEVEL AGREEMENT ) KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN KARANTINA PERTANIAN BALAI KARANTINA PERTANIAN KELAS I BANJARMASIN 2015 2 STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :.

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :. b.. CONTOH FORMULIR RM.. PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN. Nama rumah makan/restoran :.. Alamat :... NamaPengusaha/penanggungjawab :.. Jumlah karyawan :... orang. Jumlah penjamah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keselamatan Pasien (Patient Safety) a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety) Patient safety adalah prinsip dasar dari perawatan kesehatan (WHO). Keselamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Merokok 1. Intensi Merokok Intensi diartikan sebagai niat seseorang untuk melakukan perilaku didasari oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecapkan (Setiawati,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005). 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam ras merupakan ayam yang mempunyai sifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005).

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL PENUMPANG DI KABUPATEN MAGELANG

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL PENUMPANG DI KABUPATEN MAGELANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 8 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL PENUMPANG DI KABUPATEN MAGELANG

Lebih terperinci

PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI

PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI Jl. Raya Serang Km. 5, Kec. Cadasari Kab. Pandeglang Banten DAFTAR ISI BAB I MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi. Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 7 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM Pelaksanaan konstruksi merupakan rangkaian kegiatan atau bagian dari kegiatan dalam pekerjaan konstruksi mulai dari persiapan lapangan sampai dengan penyerahan

Lebih terperinci